TESIS
PENGARUH PERENCANAAN ANGGARAN DAN KOMPETENSI SUMBER DAYA MANUSIA TERHADAP
PENYERAPAN ANGGARAN DENGAN KOMITMEN ORGANISASI SEBAGAI PEMODERASI
THE EFFECT OF BUDGET PLANNING AND HUMAN RESOURCE COMPETENCE ON BUDGET ABSORPTION
WITH ORGANIZATIONAL COMMITMENT AS MODERATOR
MUHAMMAD IQBAL
PROGRAM MAGISTER AKUNTANSIFAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS HASANUDDINMAKASSAR
2018
ii
TESIS
PENGARUH PERENCANAAN ANGGARAN DAN KOMPETENSI SUMBER DAYA MANUSIA TERHADAP
PENYERAPAN ANGGARAN DENGAN KOMITMEN ORGANISASI SEBAGAI PEMODERASI
THE EFFECT OF BUDGET PLANNING AND HUMAN RESOURCE COMPETENCE ON BUDGET ABSORPTION
WITH ORGANIZATIONAL COMMITMENT AS MODERATOR
sebagai persyaratan untuk memperoleh gelar Magister
disusun dan diajukan oleh
MUHAMMAD IQBALP3400215007
kepada
PROGRAM MAGISTER AKUNTANSIFAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS HASANUDDINMAKASSAR
2018
iii
iv
PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : MUHAMMAD IQBAL
NIM : P3400215007
Jurusan/Program Studi : Magister Akuntansi
menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa tesis yang berjudul:
PENGARUH PERENCANAAN ANGGARAN DAN KOMPETENSI SUMBER DAYA MANUSIA TERHADAP PENYERAPAN ANGGARAN DENGAN
KOMITMEN ORGANISASI SEBAGAI PEMODERASI
adalah karya ilmiah saya sendiri dan sepanjang pengetahuan saya di dalam naskah tesis ini tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan/ditulis/ diterbitkan sebelumnya, kecuali yang secara tertulis dikutip dalam naskah ini dan disebutkan dalam sumber kutipan dan daftar pustaka.
Apabila di kemudian hari ternyata di dalam naskah tesis ini dapat dibuktikan terdapat unsur-unsur jiplakan, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut dan diproses sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (UU No. 20 Tahun 2003, pasal 25 ayat 2 dan pasal 70).
Makassar, Januari 2018
Yang membuat pernyataan,
MUHAMMAD IQBAL
v
PRAKATA
Alhamdulillah kita panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa Taala karena
atas berkat dan karunia-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan tesis ini.
Tesis ini merupakan syarat untuk mencapai gelar Magister Sains (M.Si) pada
Program Pendidikan Magister Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas
Hasanuddin Makassar.
Tesis ini membutuhkan proses yang panjang dalam penyelesaiannya.
Untuk itu peneliti mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu terselesaikannya tesis ini. Ucapan terima kasih peneliti sampaikan
kepada Bapak Drs. Harryanto, M.Com.,Ph.D dan Ibu Dr. Andi Kusumawati,
SE.,Ak.,M.Si.,CA sebagai tim penasihat atas waktu yang telah diluangkan untuk
membimbing, memotivasi, dan memberi bantuan literatur, serta diskusi-diskusi
panjang yang telah dilakukan. Begitupun ucapan terima kasih penulis sampaikan
kepada Ibu Prof. Dr. Mediaty, SE.,Ak.,M.Si.,CA dan Ibu Dr. Nirwana,
SE.,Ak.,M.Si.,CA serta kepada Bapak Dr. Tawakkal, SE.,Ak.,M.Si.,CA selaku tim
penguji/penilai atas waktu yang diluangkan untuk memberikan masukan-
masukan yang membangun dalam rangka penyelesaian tesis ini. Ucapan terima
kasih juga peneliti tujukan kepada Pemerintah Kabupaten Polewali Mandar yang
telah memberi izin kepada peneliti untuk melakukan penelitian dibeberapa
Satuan Kerja Pemerintah Daerah.
Terima kasih yang besar juga penulis ucapkan kepada teman-teman
seperjuangan Mahasiswa Magister Akuntansi Unhas Angkatan 2015 atas
kekompakannya yang senantiasa saling membantu saat menemui kesulitan dan
saling berbagi pengalaman serta dukungan semangat terutama bagi peneliti.
Insyaa Allah buah dari perjuangan kita hari ini akan menjadi bekal untuk lebih
baik dihari esok.
vi
Ungkapan terima kasih yang paling khusus penulis ucapkan kepada
keluarga terhebat, kudua orang tua tercinta, nenek, tanta dan kedua adik yang
telah memberikan pengorbanan yang cukup besar serta telah mendoakan,
memberi inspirasi, serta memberikan dukungan dan kasih sayangnya, baik moril
dan materil selama penulis menempuh pendidikan magister ini.
Akhir kata dengan segala hormat dan kerendahan hati, peneliti menyadari
bahwa tesis ini masih jauh dari kata sempurna, untuk itu peneliti mengharapkan
kritikan serta saran untuk kesempurnaan tesis ini. Semoga tesis ini bermanfaat
bagi pembaca dan pihak-pihak yang membutuhkan.
Makassar, Januari 2018
MUHAMMAD IQBAL
vii
ABSTRAK
MUHAMMAD IQBAL. Pengaruh Perencanaan Anggaran dan Kompetensi Sumber Daya Manusia terhadap Penyerapan Anggaran dengan Komitmen Organisasi sebagai Pemoderasi (dibimbing oleh Harryanto dan Andi Kusuma).
Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh perencanaan anggaran dan kompetensi sumber daya manusia terhadap penyerapan anggaran, baik secara langsung maupun melalui komitmen organisasi sebagai variabel moderasi pada Pemerintah Kabupaten Polewali Mandar. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Data yang digunakan merupakan data primer. Sampel sebanyak 96 responden. Responden tersebut merupakan aparatur pengelola anggaran, yaitu kepala satuan kerja selaku pengguna anggarankepala bagian keuangan, kepala bagian perencanaan, dan bendahara pengeluaran pada setiap satuan kerja sebanyak 25 satuan kerja Pemerintah kabupaten Polewali Mandar. Pengumpulan data dilakukan melalui survei dengan menggunakan kuesioner yang dibagikan kepada responden. Data dianalisis dengan menggunakan analisis multiple regression (regresi berganda) dan moderated regression analysis (MRA) dengan alat bantu statistical package for the social sciences (SPSS).
Hasil Penelitian menunjukkan bahwa perencanaan anggaran dan kompetensi sumber daya manusia berpengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat penyerapan anggaran. variabel komitmen organisasi tidak memoderasi hubungan perencanaan anggaran dengan penyerapan anggaran. namun mampu memoderasi hubungan kompetensi sumber daya manusia terhadap penyerapan anggaran.
Kata Kunci: perencanaan anggaran, kompetensi SDM, penyerapan anggaran, komitmen organisasi
viii
ABSTRACT
MUHAMMAD IQBAL. The Effect of Budget planning and the Competence of the Human Resources on the Budget Absorption with the Organizational Commitment as the Moderate (supervised by Harryanto dan Andi Kusuma).
This research aimed to investigate the effects of the budget planning and the competence of the human resources on the budget absorption either directly or through the organizational commitment as the moderating variable in the Government of Polewali Mandar Regency.
The research used the qualitative opproach. The data used were the primary data. The 96 samples as respondents were chosen using the purposive sampling technique. Those respondent were the apparaturs of budget management, namely the head of work unit as the user of budget, the head of financial departement, the head of planning and the treasurers of each work unit in the work units of the Regional Government of Polewali Mandar Regancy. the method of the data collection was the survey using the questionnaires distributed to the respondents. The data were then analyzed using the multiple Regression analysis and the Moderated regression Analysis (MRA) with the help of the Statistical Package for the Sosial Sciences (SPSS).
The research results indicated that the budget planning and the competence of human resources had positive and signicant effect on the level of the budget absorption. The variable of the organizational commitment did not moderate the budget planning with the budget absorption, though it could moderate the correlation of the competence of the human resources with the budget absorption.
Keywords: planning, budget, competence of human resources, budget absorption, organization commitment
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ..................................................................................... iHALAMAN JUDUL ........................................................................................ iiHALAMAN PENGESAHAN ........................................................................... iiiHALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN ................................. ivPRAKATA ...................................................................................................... vABSTRAK ...................................................................................................... viiABSTRACT ................................................................................................... viiiDAFTAR ISI ................................................................................................... ixDAFTAR TABEL ........................................................................................... xiDAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xiiDAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................... 11.1 Latar Belakang ...................................................................... 11.2 Rumusan Masalah................................................................. 161.3 Tujuan Penelitian................................................................... 161.4 Kegunaan Penelitian ............................................................. 17
1.4.1 Kegunaan Teoritis ........................................................ 171.4.2 Kegunaan Praktis ......................................................... 17
1.5 Ruang Lingkup Penelitian...................................................... 171.6 Sistematika Penulisan ........................................................... 18
BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................. 202.1 Tinjauan Teori dan Konsep ................................................... 20
2.1.1 Keuangan Publik .......................................................... 202.1.2 Teori Perilaku Organisasi ............................................. 222.1.3 Penyerapan Anggaran ................................................. 242.1.4 Perencanaan Anggaran ............................................... 262.1.5 Kompetensi Sumber Daya Manusia............................. 302.1.6 Komitmen Organisasi ................................................... 32
2.2 Tinjauan Empiris.................................................................... 37
BAB III KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS............................... 413.1 Kerangka Pemikiran .............................................................. 413.2 Hipotesis................................................................................ 42
3.2.1 Perencanaan Anggaran terhadap Penyerapan Anggaran...................................................................... 42
3.2.2 Kompetensi Sumber Daya Manusia terhadap Penyerapan Anggaran ................................................. 45
3.2.3 Komitmen Organisasi memoderasi Perencanaan Anggaran terhadap Penyerapan Anggaran ................. 47
3.2.4 Komitmen Organisasi memoderasi Kompetensi Sumber Daya Manusia terhadap Penyerapan Anggaran...................................................................... 49
x
BAB IV METODE PENELITIAN................................................................ 514.1 Rancangan Penelitian ........................................................... 514.2 Lokasi Penelitian ................................................................... 514.3 Populasi dan Sampel............................................................. 524.4 Jenis dan Sumber Data ......................................................... 534.5 Metode Pengumpulan Data................................................... 534.6 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ........................ 54
4.6.1 Variabel Penelitian ....................................................... 544.6.2 Definisi Operasional ..................................................... 54
4.7 Instrumen Penelitian.............................................................. 584.8 Teknik Analisis Data .............................................................. 58
4.8.1 Analisis Statistik Deskriptif ........................................... 584.8.2 Uji Kualitas Data........................................................... 594.8.3 Uji Asumsi Klasik.......................................................... 604.8.4 Model Analisis Data ..................................................... 614.8.5 Pengujian Hipotesis ..................................................... 62
BAB V HASIL PENELITIAN .................................................................... 645.1 Karakteristik Responden Penelitian....................................... 645.2 Statistik Deskriptif .................................................................. 665.3 Uji Kualitas Data .................................................................... 745.4 Uji Asumsi Klasik ................................................................... 765.5 Uji Hipotesis........................................................................... 78
BAB VI PEMBAHASAN............................................................................ 856.1 Perencanaan Anggaran berpengaruh positif signifikan
terhadap Penyerapan Anggaran ........................................... 856.2 Kompetensi Sumber Daya Manusia berpengaruh positif
signifikan terhadap Penyerapan Anggaran ........................... 866.3 Komitmen Organisasi memperkuat hubungan Perencanaan
Anggaran dengan Penyerapan Anggaran ............................. 886.4 Komitmen Organisasi memperkuat hubungan Kompetensi
Sumber Daya Manusia dengan Penyerapan Anggaran ........ 91
BAB VII PENUTUP .................................................................................... 947.1 Kesimpulan............................................................................ 947.2 Implikasi................................................................................. 957.3 Keterbatasan Penelitian ........................................................ 967.4 Saran ..................................................................................... 96
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 97
xi
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1.1 Pencairan Anggaran Belanja Pemerintah Kabapaten Polewali Mandar Tahun 2012-2015 .................................................................. 6
1.2 Persentase Kemiskinan Sulawesi Barat Tahun 2011-2015 ................ 8
2.1 Review Penelitian Terdahulu .............................................................. 37
4.1 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ..................................... 57
5.1 Karakteristik Responden .................................................................... 64
5.2 Deskripsi Kuesioner Penelitian ........................................................... 65
5.3 Statistik Deskriptif ............................................................................... 67
5.4 Ikhtisar Rentang Skala ........................................................................ 69
5.5 Deskripsi item Pertanyaan Variabel Perencanaan Anggaran (X1) ..... 69
5.6 Deskripsi item Pertanyaan Variabel Komptensi SDM (X2) ................. 71
5.7 Deskripsi item Pertanyaan Variabel Komitmen Organisasi (M) .......... 72
5.8 Deskripsi item Pertanyaan Variabel Penyerapan Anggaran (Y) ......... 73
5.9 Hasil Uji Validitas Instrumen Penelitian .............................................. 75
5.10 Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Penelitian .......................................... 76
5.11 Hasil Uji one-Sample Kolmogorov-Smirnov Test ............................... 77
5.12 Hasil Uji Asumsi Multikolinearitas ....................................................... 77
5.13 Hasil Uji Hipotesis Pertama ................................................................ 78
5.14 Hasil Uji Hipotesis Kedua ................................................................... 80
5.15 Hasil Uji Hipotesis Ketiga ................................................................... 81
5.16 Hasil Uji Hipotesis Keempat ............................................................... 82
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
3.1 Kerangka Pemikiran ........................................................................... 42
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Kuesioner Penelitian .......................................................................... 103
2. Analisis Statistik Deskriptif .................................................................. 109
3. Uji Validitas dan Realibilitas Instrumen .............................................. 112
4. Uji Asumsi Klasik ................................................................................ 116
5. Hasil Moderat Analisis Regresi (MRA) dan Pengujian Hipotesis ....... 119
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penerapan Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 yang direvisi menjadi
Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah atau lebih
dikenal dengan Undang-Undang Otonomi Daerah serta Undang-Undang Nomor
25 tahun 1999 yang direvisi menjadi Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004
tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah telah menciptakan perubahan yang mendasar terhadap tata pelaksanaan
pemerintahan terutama dalam hal pengelolaan keuangan negara, serta menjadi
langkah awal kemunculan Otonomi Daerah. Otonomi daerah mengamanahkan
pemerintah daerah memiliki kewenangan sendiri dan keberadaannya terpisah
dengan otoritas yang diserahkan oleh pemerintah pusat guna mengalokasikan
sumber-sumber material yang substansial tentang fungsi-fungsi yang berbeda
(Philip Mahwood, 1983). Sejalan dengan pendapat tersebut, Vincent Lemius
(1986) juga mengatakan bahwa otonomi daerah merupakan suatu kebebasan
atau kewenangan dalam mengambil suatu keputusan politik maupun administratif
sesuai dengan yang ada di dalam peraturan perundang-undangan yang lebih
tinggi.
Penerapan undang-undang tentang Pemerintah Daerah dan undang-
undang tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah memberi harapan agar pemerintah mampu meningkatkan
efektivitas dan efisiensi dalam menyelenggarakan pemerintahan dengan lebih
memperhatikan aspek-aspek hubungan antara susunan pemerintahan dan
antara pemerintahan daerah, potensi dan keanekaragaman daerah, serta
peluang dan tantangan dalam persaingan global. Selain itu, pemerintah juga
2
diharapkan mampu mempercepat laju kesejahteraan masyarakat melalui
peningkatan pelayanan, pemberdayaan peran serta masyarakat, dan
peningkatan daya saing daerah (Yani, 2013). Lebih sederhana dikatakan oleh
Oates (1977) bahwa adanya desentralisasi memungkinkan penyesuaian
pelayanan publik dengan permintaan lokal, sehingga dapat meningkatkan
efisiensi dan inovasi, dan menciptakan persaingan antar jurisdiksi.
Dalam rangka penyelenggaraan fungsi daerah otonom tersebut, maka
salah satu aspek yang harus diatur secara hati-hati oleh pemerintah daerah
adalah masalah anggaran dan pengelolaannya. Secara umum anggaran dapat
didefinisikan sebagai rencana terperinci dari pendapatan dan penggunaan
sumber daya keuangan dan sumber daya-sumber daya lainnya pada satu
periode tertentu (Garrison, Noreen, dan Brewer. 2007). Sedangkan menurut
Robert D Lee, et al. (1978) bahwa “Budget a document or a collection of
documents that refer to the financial condition of an organization (family,
corporation, government), including information on revenues, expenditures,
activities, and purposes or goals”.
Sama halnya dengan pemerintah pusat, pemerintah daerah baik pada
tingkat provinsi maupun kabupaten/kota juga merupakan pelaksana pengelolaan
anggaran yang dilaksanakan dalam periode satu tahun. Yani (2013) menyatakan
bahwa langkah awal dari pengelolaan keuangan daerah meliputi keseluruhan
kegiatan seperti perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan,
pertanggungjawaban, dan pengawasan keuangan daerah. Dalam Permendagri
Nomor 13 tahun 2006 disebutkan bahwa segala bentuk Penerimaan Daerah
maupun Pengeluaran Daerah harus dicatat dan dikelola dalam Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Penerimaan dan pengeluaran daerah
tersebut adalah dalam rangka pelaksanaan tugas-tugas desentralisasi.
3
Tahun anggaran APBD juga mengikuti tahun anggaran APBN yaitu
dimulai pada tanggal 1 Januari dan berakhir pada tanggal 31 Desember tahun
yang bersangkutan. Sehingga pengelolaan, pengendalian, dan pengawasan
keuangan daerah dapat dilaksanakan berdasarkan kerangka waktu
tersebut. Total pendapatan yang dianggarkan dalam APBD merupakan perkiraan
yang terukur secara rasional yang dapat tercapai untuk setiap sumber
pendapatan. Pendapatan dapat direalisasikan melebihi jumlah anggaran yang
telah ditetapkan.
Sedangkan berkaitan dengan belanja, jumlah belanja yang dianggarkan
dalam APBD merupakan batas tertinggi untuk setiap jenis belanja. Belanja
adalah semua pengeluaran rekening kas umum daerah yang mengurangi saldo
anggaran lebih dalam periode tahun anggaran bersangkutan yang tidak akan
diperoleh pembayarannya kembali oleh pemerintah (Erlina, 2008). Sedangkan
Permendagri nomor 21 tahun 2011, mendefinisikan belanja daerah sebagai
kewajiban pemerintah daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan
bersih. Oleh karena itu serapan belanja tidak boleh melebihi jumlah anggaran
belanja yang telah ditetapkan. Meskipun demikian bukan berarti capaian
penyerapan anggaran belanja diperbolehkan lebih rendah dari yang telah
direncanakan. Penyerapan anggaran merupakan rencana sistematis yang
berisikan tentang keseluruhan aktivitas dan kegiatan yang berlaku dalam waktu
tertentu untuk selanjutnya diwujudkan secara nyata (Mardiasmo, 2009). Secara
garis besar penyerapan anggaran yang dimaksud adalah pencapaian dari suatu
estimasi yang hendak dicapai selama periode waktu tertentu yang dipandang
pada suatu saat tertentu.
Persoalan penyerapan anggaran melebihi pagu anggaran masih kerap
terjadi dibeberapa kementrian maupun lembaga dan satuan kerja pemerintah.
Seperti temuan di Kementrian Perhubungan yaitu terdapat pembengkakan
4
anggaran sebesar Rp 5.35 trilliun, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan
sebesar Rp 1.9 trilliun dan pada Kementrian Kelautan dan Perikanan sebesar
Rp. 1.5 trilliun (BPK, 2015). Atas permasalahan ini, kepala BPK menyatakan
bahwa serapan belanja yang melebihi batas yang telah ditetapkan akan
berdampak buruk terhadap kas pemerintah berupa penambahan biaya yang
menyebabkan kerugian dan hutang negara (Poernomo, 2016).
Sedangkan untuk penyerapan belanja yang rendah memiliki resiko lebih
luas. BPKP (2011) menjelaskan bahwa penyerapan anggaran yang tidak
memenuhi target menyebabkan dana terlambat atau bahkan tidak tersalurkan
kepada masyarakat dan tidak tersalurkan kesistem perekonomian, sehingga
penerima manfaat tidak sepenuhnya bisa menikmati hasil pembangunan dan
pelayanan yang dibiayai oleh anggaran publik. Senada dengan pernyataan
tersebut, hasil penelitian dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) juga
menyatakan bahwa penyerapan anggaran belanja yang rendah adalah
permasalahan serius oleh karena akan memperburuk perekonomian secara
umum (Willy, 2013).
Terdapat dua sudut pandang terkait rendahnya penyerapan anggran,
yang pertama yaitu jumlah realisasi anggaran pada akhir tahun diperbandingkan
dengan jumlah anggarannya dan yang kedua dari segi ketidakproporsionalan
serapannya (Halim, 2014). Kondisi penyerapan anggaran yang rendah
memperlihatkan adanya permasalahan yang serius dikalangan pengguna
anggaran yang selalu saja terulang setiap tahun. Dan apabila dikaji lebih runut,
belanja pemerintah memang selalu melonjak drastis dipertengahan sampai akhir
triwulan ketiga tahun anggaran. Trennya adalah empat bulan terakhir selalu
melonjak dengan sangat tajam (Anfujatin, 2016).
Meskipun dalam kerangka penganggaran berbasis kinerja, tinggi
rendahnya penyerapan anggaran bukanlah merupakan target alokasi anggaran
5
karena anggaran berbasis kinerja lebih fokus pada kinerja ketimbang penyerapan
itu sendiri. Untuk mengukur kinerja suatu kegiatan, yang dilihat adalah output
serta outcome-nya. Akan tetapi variabel pendorong pertumbuhan perekonomian
Indonesia sampai saat ini masih lebih didominasi oleh faktor konsumsi, sehingga
belanja pemerintah yang merupakan konsumsi pemerintah menjadi pendorong
utama percepatan pertumbuhan. Jadi, kegiatan yang langsung menyentuh
kepentingan masyarakat, makin awal pelaksanaan kegiatannya maka manfaat
serta efek stimulusnya juga akan semakin besar. Dan apabila pelaksanaanya
cenderung lambat bahkan hingga akhir tahun, maka yang dirugikan adalah
masyarakat, karena manfaat yang akan diterima tertunda (Halim, 2014).
World Bank (2015) menyebut bahwa negara-negara berkembang seperti
halnya Indonesia mempunyai permasalahan yang seragam dalam penyerapan
anggaran yang disebut “slow back-loaded”, artinya penyerapan rendah pada
awal sampai tengah tahun anggaran, namun melonjak memasuki akhir tahun
anggaran. Penumpukan pencairan dana ditriwulan IV merupakan cerminan
bahwa penyerapan anggaran tidak sesuai dengan rencana kegiatan yang telah
di tetapkan (Syarah, 2016).
Permasalahan “slow back-loaded”, juga menjadi pekerjaan rumah bagi
pemerintah daerah, salah satunya terjadi pada kabupaten Polewali Mandar.
Berdasarkan keterangan wakil DPRD provinsi Sulawesi Barat bapak Hasan.S
yang mengatakan bahwa secara umum Pemprov Sulawesi Barat dan seluruh
kabupaten yang berada dalam lingkup wilayah pemprov Sulawesi Barat memiliki
permasalahan yang sama dalam penyerapan anggaran. Sekalipun penyerapan
memenuhi target pada akhir tahun, namun persentase capaian terlihat
menumpuk diakhir tahun anggaran. Pola semacam ini tentu tidak sehat untuk
perekonomian daerah dan kemakmuran masyarakat secara umum. Salah satu
kabupaten yang menjadi perhatiannya adalah kabupaten Polewali Mandar yang
6
dianggap masih belum mampu mengoptimalkan penyerapan anggaran.
Menurutnya permasalahan seperti ini disebabkan kurang maksimalnya kinerja
para satuan kerja daerah (indonesiatimur.co). Berikut hasil pencairan anggaran
belanja pemerintah kabupaten Polewali Mandar tahun 2012-2015.
Tabel 1.1 Pencairan Anggaran Belanja Pemerintah Kabupaten Polman
tahun 2012-2015
Tahun Triwulan
I II III IV Total
2012 11.8 % 19.3 % 29.4 % 34.2 % 94.7 %
2013 12.3 % 20.2 % 26.2 % 32.6 % 94.3 %
2014 10.1 % 18.8 % 28.0 % 35.8 % 92.7 %
2015 11,5 % 19.4 % 27.4 % 33.1 % 90.4 %
Rata-Rata 11.4 % 19.4 % 27.8 % 34.7 % 93.0 %
Sumber: Pemkab Polewali Mandar (Data diolah)
Tabel 1.1 di atas menunjukkan bahwa capaian penyerapan anggaran
kabupaten Polewali Mandar memiliki penyerapan yang belum maksimal dan pola
penyerapan anggaran dari triwulan ke triwulan belum memenuhi target
proporsional. Padahal untuk ukuran penyerapan anggaran triwulan, telah
ditargetkan perencanaan penarikan dana untuk tahun 2012 hingga 2015 sebesar
15-20% untuk triwulan pertama, 25-30 untuk triwulan kedua, 25-30 untuk
teriwulan ketiga dan 20-25 untuk triwulan keempat.
Merujuk pada rencana target yang telah ditetapkan, terlihat adanya
ketidakproporsionalan dalam penyerapan anggaran. Pada data penyerapan 2012
sampai 2015 menunjukkan rata-rata penyerapan pada triwulan pertama hanya
sekitar 11,4%, dan triwulan kedua sekitar 19,4. Sekalipun pada triwulan ketiga,
penyerapan anggaran cukup ideal dari segi pencapaian tiap triwulan yaitu
sebesar 27,8%, akan tetapi secara kumulatif belum menyentuh angka ideal yaitu
70-75%, namun hanya berkisar angka 58,6%. Hal tersebut berarti bahwa
anggaran yang akan dicairkan pada triwulan keempat mencapai angka 41,4%
dari total anggaran belanja apabila penyerapan diasumsikan dapat terserap
hingga 100%.
7
Target yang ditetapkan oleh pemerintah kabupaten Polewali Mandar
tersebut, sesuai dengan pola ideal penyerapan anggaran yang dipersyaratkan
oleh Dirjen Perbendaharaan Kemenkeu 2015 yaitu 15% untuk triwulan pertama,
20-25% untuk triwulan kedua, 30-35 untuk triwulan ketiga dan 20-30% untuk
triwulan keempat. Berdasarkan data Dirjen Perbendaharaan, tren penyerapan
anggaran kementrian/lembaga dan pemerintah daerah dari tahun 2009 sampai
tahun 2014 pada triwulan pertama hanya berkisar 9,5% dan untuk triwulan kedua
sebesar 18,4%. Hal tersebut memaksa terjadinya penumpukan pada triwulan
ketiga dan keempat.
Rendahnya capaian penyerapan anggaran, sangat bertentangan dengan
prisnsip “the three Es” (Ekonomis, Efesien, Efektif) dalam teori anggaran sektor
publik (Jones dan Pendlebury, 1998). Selain itu, hal tersebut juga akan
berdampak terhadap perekonomian nasional secara umum. Pertama, tidak
berjalannya fungsi kebijakan fiskal dalam rangka peningkatan pertumbuhan
ekonomi secara efektif. Kedua, hilangnya manfaat belanja disebabkan anggaran
yang telah dialokasikan ternyata tidak semua dapat dimanfaatkan yang berarti
terjadi idle money. Ketiga, terlambatnya pelaksanaan program pemerintah terkait
dengan penanggulangan kemiskinan. Keempat, penumpukan tagihan pada akhir
tahun anggaran yang sangat tidak sehat bagi manajemen kas pemerintah
(Seftianova 2013). Terutama untuk jenis belanja barang dan belanja modal.
Belanja tersebut dapat meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan
masyarkat melalui peningkatan nilai konsumsi, peningkatan produktifitas tenaga
kerja, pengurangan angka kemiskinan dan terwujudnya stabilisasi makro
ekonomi (David, 2010). Penelitian Priatno (2013) juga menyimpulkan bahwa
apabila penyerapan anggaran yang rendah masih terus berlanjut, hal ini akan
mengganggu rencana kinerja kebijakan APBD terhadap perekonomian secara
umum dan akan berdampak pula pada pertumbuhan ekonomi, penyerapan
8
tenaga kerja, dan pengentasan kemiskinan yang merupakan sasaran kebijakan
fiskal secara khusus.
Beberapa dampak yang ditimbulkan oleh rendanhnya penyerapan
anggaran yang disebutkan di atas secara nyata dapat dilihat pada kabupaten
Polewali Mandar. Seperti halnya persentase angka kemiskinan yang menjadi
angka tertinggi dari beberapa kabupaten dalam lingkup wilayah pemprov
Sulewesi Barat. Berikut persentase angka kemiskinan kabupaten dalam lingkup
wilayah pemprov Sulawesi Barat berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS)
provinsi Sulawesi Barat.
Tabel 1.2 Persentase Kemiskinan Sulawesi Barat Tahun 2011-2015
Tahun Kabupaten
Polman Majene Mamasa Mamuju Matra
2011 19.10 % 18.42 % 16.25 % 8.17 % 6.20 %
2012 18.02 % 17.29 % 15.04 % 7.59 % 5.77 %
2013 17.79 % 16.40 % 14.38 % 7.11 % 5.30 %
2014 18.43 % 15.29 % 13.92 % 6.81 % 4.71 %
2015 18.70 % 15.05 % 6.72 %
Sumber: Badan Pusat Statistik (Data Diolah)
Tabel 1.2 di atas menunjukkan bahwa persentase kemiskinan kabupaten
Polewali Mandar masih menjadi yang tertinggi di lingkup wilayah pemprov
Sulawesi Barat dengan rata-rata 18.4%. Angka tersebut bahkan di atas dari rata-
rata presentase angka kemiskinan nasional selama lima tahun terakhir yaitu
sebesar 11.61%. Kabupaten Polewali Mandar juga memiliki angka persentase
yang fluktuatif dari tahun ketahunnya.
Dampak lain yang banyak dikeluhkan masyarakat adalah infrastruktur
jalan dan jembatan yang mengalami penurunan nilai manfaat akibat
keterlambatan dalam perbaikan. Beberapa kecamatan dan desa di kabupaten
Polewali Mandar seperti Desa Siporaki, Desa Kalumammang, Desa Puppuring,
Kecamatan Matangnga, Kecamatan Tutar dan wilayah-wilayah lainnya, masih
memiliki infrastruktur jalan dan jembatan yang buruk. Perbaikan yang tertunda
dan memakan waktu yang lama menjadi permasalahan tersendiri. Seperti
9
keterangan kepala desa siporaki yang mengatakan bahwa jalan utama dan jalan-
jalan tani serta jembatan untuk penghubung antar desa dan akses lahan
mengalami kerusakan hingga angka 70%. Sementara menurutnya, wilayah-
wilayah yang saling terhubung oleh infrastruktur yang bermasalah tersebut
memiliki potensi yang cukup tinggi dalam bidang pertanian dan perkebunan.
Akibatnya, masyarakat menjadi merugi oleh karena keuntungan yang diperoleh
hampir sama dengan biaya yang harus dikeluarkan dalam mendistribusi hasil
panen (parepos.fajar.co.id). Dengan demikian perekonomian masyarakat
menjadi tertunda oleh karena hilangnya manfaat secara agregasi yang
memengaruhi besarnya tingkat pertumbunhan perekonomian (Herriyanto, 2012).
Selain kemiskinan dan infrastruktur jalan, permasalahan lain seperti pelayanan
kesehatan yang dan ketersediaan sarana pendidikan berupa gedung-gedung
sekolah yang layak juga masih sering didengungkan oleh masyarakat. Tentu hal-
hal semacam ini menjadi tolok ukur tersendiri oleh masyarakat mengenai
pengelolaan anggaran yang di percayakan kepada pemerintah namun masih
belum bisa dioptimalkan.
Berdasarkah hasil monitoring oleh Dirjen Perbendaharaan pada tahun
2010-2013 yang dilaksanakan terhadap seluruh kantor pembayaran KPPN di
seluruh Indonesia, menemukan beberapa faktor tentang rendahnya penyerapan
anggaran, antara lain yaitu tahap perencanaan yang buruk (Setyanova, 2013).
Hasil survei tersebut kemudian dipertegas oleh hasil laporan Dirjen Perimbangan
Keuangan pada tahun 2013 yang menyatakan bahwa besar kecilnya tingkat
penyerapan belanja daerah dalam mendanai pelayanan publik sangat
dipengaruhi oleh proses perencanaan anggaran, oleh karena tahap perencanaan
yang tidak maksimal merupakan hambatan yang signifikan yang dapat
mencegah penyerapan anggaran. Kedua pernyataan di atas juga sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Imam Dwi Kuswoyo yang menunjukkan bahwa
10
penyebab utama penumpukan penyerapan anggaran belanja salah satunya
disebabkan oleh perencanaan anggaran yang kurang maksimal.
Pada dasarnya, perencanaan (planning) merupakan proses yang diawali
dengan penetapan tujuan berupa penentuan strategi untuk pencapaian tujuan
secara menyeluruh serta perumusan sistem perencanaan untuk
mengintegrasikan dan mengkoordinasikan seluruh pekerjaan organisasi, hingga
tercapainya tujuan tersebut (Robbins dan Coulter, 2002 dalam Bastian, 2010).
Sementara itu Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 Pasal 1 ayat (1)
mendefinisikan perencanaan sebagai suatu proses untuk menentukan tindakan
masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan dengan memperhitungkan sumber
daya yang tersedia.
Tahap perencanaan anggaran pemerintah daerah dikoordinir oleh satuan
kerja daerah, sementara untuk tahap penganggaran dikelola oleh Tim Anggaran
Pemerintah Daerah (TAPD). Setiap tahun, penyusunan APBD dimulai dari
penyusunan RKPD dengan menyiapkan rancangan kebijakan umum, program
indikatif, dan pagu indikatif. Rancangan RKPD ini selanjutnya disampaikan ke
DPRD untuk dibahas dalam pembicaraan pendahuluan. Setelah disepakati
bersama dengan DPRD, maka kebijakan umum anggaran serta program prioritas
dan plafon anggaran sementara yang telah disahkan, akan menjadi dasar bagi
satuan kerja untuk menyusun Rencana Kerja dan Anggaran (RKA). RKA ini
selanjutnya digunakan untuk menyusun RAPBD yang kemudian wajib
disampaikan ke DPRD untuk dibahas dan diperbaiki sebelum disetujui untuk
ditetapkan menjadi APBD (PP No 58 tahun 2005).
Prinsip anggaran yang diterapkan oleh pemerintah adalah anggaran
berbasis kinerja, yaitu penyusunan anggaran yang didasarkan pada target kinerja
yang ditetapkan terlebih dahulu. Idealnya kegiatan yang direncanakan
merupakan kegiatan yang benar-benar dibutuhkan baik dari segi jenis maupun
11
jumlahnya dalam rangka memenuhi tugas pokok dan fungsi organisasi sehingga
diharapkan dapat meminimalisir deviasi antara kebutuhan dengan jenis dan
jumlah kegiatan yang dicantumkan dalam RKA (Anfujatin, 2016). Beberapa
satuan kerja di kabupaten Polewali Mandar masih kesulitan dalam menerapkan
prinsip tersebut, terbukti dengan sorotan yang dilayangkan oleh ikatan akademisi
Universitas Sulawesi Barat (UNSULBAR) yang mengemukakan bahwa terdapat
beberapa kegiatan yang dianggarkan dalam perencanaan yang tidak berdampak
langsung pada masyarakat kecil sehingga perencanaan yang dilakukan terkesan
kurang serius dan kurang memikirkan masyarakat (terassulbar.co. 2016).
Permasalahan lain yang sering muncul adalah penetapan anggaran oleh
pemerintah daerah dan DPRD yang terlalu lama sehingga waktu pelaksanaan
program/kegiatan ikut bergeser dari waktu yang telah ditetapkan sehingga secara
otomatis akan memangkas periode penyerapan (Nina et.al, 2016). Seperti halnya
yang terjadi pada TAPD Polewali Mandar yang tidak kunjung menemukan titik
temu dengan Banggar DPRD. Permasalahan yang terjadi disebabkan oleh
ketidaksesuaian jumlah anggaran yang direncanakan oleh pihak pemerintah
dengan apa yang menjadi keinginan DPRD pada belanja tertentu sehingga
mengakibatkan keterlambatan pengesahan anggaran untuk periode anggaran
2016 (radarsulbar, 2016).
Pada dasarnya harapan penyerapan anggaran yang maksimal tanpa
dibarengi dengan perencanaan anggaran yang baik dapat dikatakan sebagai
suatu hal yang hampir mustahil akan terwujud (Halim, 2014). Yunarto (2011) juga
mengemukakan bahwa, perencanaan anggaran yang buruk sering menimbulkan
hambatan dalam pelaksanaannya, sehingga harus direvisi atau bahkan tidak
dapat direalisasikan sama sekali.
Selain perencanaan, kapasitas sumber daya manusia (SDM) juga
merupakan unsur utama dalam pengelolaan anggaran. SDM merupakan
12
rancangan sistem-sistem formal dalam suatu organisasi untuk memastikan
penggunaan bakat manusia secara efektif dan efisien guna mencapai tujuan
organisasi (Mathis dan Jackson, 2006). SDM menjadi unsur utama dalam setiap
aktivitas yang dilakukan, dengan kompetensi berupa pengalaman dan motivasi
yang dimiliki menjadikan SDM sebagai faktor kunci dalam pengelolaan anggaran
(Zarianah, 2015). Kompetensi SDM memang mutlak diperlukan agar pengelolaan
anggaran dapat terlaksana dengan baik karena SDM yang buruk menjadikan
pengelolaan anggaran buruk dan berakibat terlambatnya realisasi anggaran
(Nina et al. 2016).
Senada dengan itu, hasil penelitian Sutiono (1997) juga menemukan
bahwa faktor yang memengaruhi lambatnya daya serap keuangan, salah satunya
disebabkan karena kualitas SDM yang terlibat dalam pengelolaan belum
memadai dan belum tersebar secara merata sesuai kebutuhan daerah. Kondisi
seperti ini dapat dilihat dari masih adanya pejabat yang tidak teliti dalam
menyusun perencanaan dan penganggaran. Pejabat tersebut hanya
mengusulkan program pembangunan, namun tidak mengetahui situasi
sebenarnya yang ada di lapangan. Ketika anggaran sudah disahkan maka terjadi
kesulitan untuk merealisasikan karena terdapat berbagai kendala lapangan
(Halim, 2014). Permasalahan yang sama juga diutarakan oleh anggota DPRD
Kabupaten Polewali Mandar dari fraksi PAN yaitu bapak Jamar Jasin Badu yang
menjelaskan bahwa masih banyak pejabat pada satuan kerja yang belum cermat
membedakan antara jenis belanja yang dialokasikan, sehingga belanja modal
kabupaten Polewali Mandar masih sangat minimalis dari total biaya
pembangunan yang ada (antaranews.com, 2016).
Permasalahan utama lainnya adalah kurangnya pejabat yang memenuhi
kualifikasi sesuai dengan regulasi seperti dalam pengadaan barang/jasa. Hal ini
menyebabkan seorang pejabat dipaksa untuk mengerjakan banyak kegiatan
13
yang bahkan tidak sesuai dengan tugas pokoknya. Seperti keterangan salah
seorang pegawai dari dinas pendidikan kabupaten Polewali Mandar yang
mengemukakan bahwa terdapat beberapa pegawai yang terpaksa rangkap
jabatan, dan disisi lain ada pula yang ditempatkan tidak sesuai dengan
spesifikasi keilmuan dan keahliannya.
Hakekatnya dalam suatu organisasi baik organisasi private maupun
organisasi public, kedudukan manusia merupakan unsur utama yang memiliki
karakteristik seperti kemampuan, kepercayaan pribadi, pengharapan, kebutuhan,
dan pengalaman. Komponen karakteristik inilah yang kemudian membentuk
perilaku seseorang dan akan menggerakkan serta membawa organisasi untuk
mencapai tujuan (Thoha, 2011). Setiap organisasi mutlak membangun SDM
yang profesional dan memiliki kompetensi yang tinggi. SDM yang kompeten
merupakan keunggulan tersendiri dalam suatu organisasi sekaligus sebagai
pendukung daya saing organisasi pada era globalisasi dalam menghadapi
lingkungan kerja serta kondisi sosial masyarakat yang mengalami perubahan
yang dinamis (David, 2016). Ditambah dengan adanya regulasi/aturan sebagai
pedoman dalam bekerja yang memerlukan pemahaman terhadap aturan yang
mengikat dan menyesuaikan kebijakan-kebijakan yang diambil dengan aturan
yang ada (Putri, 2014).
Beberapa penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa perencanaan
anggaran dan sumber daya manusia (SDM) berpengaruh pada keterlambatan
perencanaan anggaran dan sumber daya manusia (SDM) berpengaruh pada
keterlambatan penyerapan anggaran dilaksanakan oleh Dwi Kuswoyo (2011),
Hendris Herriyanto (2012), Mashudi Adi Nugroho (2013), Monik Zarinah (2015),
Cut Malahayati (2015), Eko Suryanto (2015), Nina et al. (2016), Ledy et al.
(2016) dan Anfujatin (2016). Akan tetapi, hasil penelitian yang menyatakan
bahwa faktor perencanaan berpengaruh pada penyerapan anggaran ternyata
14
tidak didukung oleh hasil penelitian Ratih Seftianova (2013), Helmy Adam (2013)
dan Ahmad Rifai (2016) yang menyatakan sebaliknya, bahwa perencanaan tidak
terdapat pengaruh terhadap penyerapan anggaran. Begitupun yang diungkapkan
Prasetyo Adi Priatno (2013), Biana (2016) dan Ahmad Rifai (2016) yang
menyatakan bahwa faktor sumber daya manusia tidak mempunyai pengaruh
terhadap penyerapan anggaran.
Merujuk pada berbagai ulasan hasil penelitian sebelumnya, dimana
terdapat ketidakkonsistenan hasil yang memengaruhi faktor perencanaan
anggaran dan kompetensi sumber daya manusia (SDM) pada penyerapan
anggaran. Sehingga diduga terdapat faktor lain yang bersifat situasional yang
saling berinteraksi dalam memengaruhi satu situasi tertentu. Dimana faktor
tersebut mampu memperkuat ataupun melemahkan hubungan atau menjelaskan
kedudukan faktor-faktor lainnya. Salah satu faktor yang diyakini mampu
memengaruhi hubungan tersebut adalah komitmen organisasi.
Allen dan Meyer (1991) mendefinisikan komitmen organisasi sebagai
suatu kondisi psikologis yang menggambarkan hubungan anggota organisasi
(pegawai/karyawan) dengan organisasinya dan memiliki implikasi terhadap
keputusan individu untuk melanjutkan atau tidak keanggotannya dalam
berorganisasi. Komitmen organisasional juga merupakan identifikasi dan
keterlibatan seseorang yang relatif kuat terhadap organisasi dan bersedia serta
berusaha keras bagi pencapaian tujuan organisasi (Mowday, 1982). Singkatnya,
Lincoln (1994) menyebutkan bahwa komitmen organisasional mencakup
kebanggaan anggota, kesetiaan anggota, dan kemauan anggota pada
organisasi. Tingginya komitmen organisasi yang dimiliki oleh seseorang akan
menimbulkan rasa tanggungjawab yang tinggi pula (Fatimah, 2012).
Sementara itu, dalam konsep penganggaran sektor publik disebutkan
bahwa salah satu karakteristik yang wajib dimiliki oleh pemerintah selaku
15
pengelola anggaran adalah komitmen yang tinggi terhadap nilai, tujuan dan
fungsi organisasi pemerintah. Dengan adanya komitmen, teori anggaran sektor
publik meyakini akan lebih memudahkan dalam pencapain target pemerintah.
Selanjutnya, Merchant (1981) mengemukakan bahwa kadar komitmen
organisasi yang baik yang dimiliki pengelola anggaran, akan sangat
memungkinkan para pengelola lebih mudah dalam mengkomunikasikan,
mengungkapkan serta memberikan informasi lokal (pribadi) yang diketahui untuk
dimasukkan dalam standar atau sebagai dasar penilaian sebuah anggaran.
Hasil penelitian yang dilakukan Nouri dan Parker (1996) menyimpulkan
bahwa semakin tinggi komitmen organisasi seorang individu maka semakin tinggi
kerelaan dalam mengoptimalkan potensi yang dimiliki. Ratifah dan Ridwan
(2012) juga menyatakan bahwa kepercayaan dari seseorang terhadap nilai-nilai
organisasi, dan kerelaan seseorang untuk mendukung dalam merealisasikan
tujuan organisasi serta kesetiaan untuk tetap menjadi bagian organisasi
merupakan unsur-unsur yang merupakan dasar dari komitmen organisasi.
Anggota organisasi akan merasa senang dalam bekerja jika merasa terikat
dengan nilai dan tujuan organisasi, hal ini akan berdampak pada tanggung jawab
dan kesadaran yang dimiliki anggota dalam menjalankan organisasi (Randall,
1990).
Fenomena mengenai penyerapan anggaran yang belum maksimal dan
belum proporsional merupakan hal yang setiap tahun terjadi, sehingga perlu
suatu kajian penelitian untuk mengetahui penyebab tersebut. Penelitian ini
terinspirasi oleh penelitian yang dilakukan oleh Eko Saryanto (2017). Penelitian
tersebut meneliti tentang faktor-faktor yang memengaruhi penyerapan anggaran
pada salah satu SKPD di kota Palu. Hal yang menjadi pembeda pada penelitian
ini adalah ditambahkannya variabel moderasi yaitu komitmen organisasi yang
diduga mampu memperkuat penjelasan hubungan variabel-variabel yang ada.
16
Pada penelitian sebelumnya hanya dilakukan pada satu SKPD saja, namun pada
penelitian ini mengambil beberapa SKPD yang berada dalam lingkup pemerintah
kabupaten Polewali Mandar.
Berdasarkan latar belakang dan fenomena tersebut di atas, maka peneliti
tertarik untuk menguji kembali faktor-faktor yang memengaruhi keterlambatan
penyerapan anggaran yaitu faktor perencanaan anggaran dan faktor kompetensi
sumber daya manusia dengan judul “Pengaruh Perencanaan Anggaran dan
Kompetensi Sumber Daya Manusia Terhadap Penyerapan Anggaran
dengan Komitmen Organisasi sebagai Pemoderasi”
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan sebelumnya, maka yang
menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Apakah Perencanaan Anggaran berpengaruh terhadap tingkat Penyerapan
Anggaran?
2. Apakah Kompetensi Sumber Daya Manusia berpengaruh terhadap tingkat
Penyerapan Anggaran?
3. Apakah Komitmen Organisasi dapat memoderasi hubungan Perencanaan
Anggaran terhadap tingkat Penyerapan Anggaran?
4. Apakah Komitmen Organisasi dapat memoderasi hubungan Kompetensi
Sumber Daya Manusia terhadap tingkat Penyerapan Anggaran?
1.3 Tujuan Penelitian
Bedasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah dipaparkan,
maka tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk menguji dan menganalisis:
1. Pengaruh Perencanaan Anggaran terhadap tingkat Penyerapan Anggaran.
2. Pengaruh Kompetensi Sumber Daya Manusia terhadap tingkat Penyerapan
Anggaran.
17
3. Kemampuan Komitmen Organisasi dalam memoderasi pengaruh
Perencanaan Anggaran terhadap tingkat Penyerapan Anggaran pemerintah.
4. Kemampuan Komitmen Organisasi dapat memoderasi pengaruh Kompetensi
Sumber Daya Manusia terhadap tingkat Penyerapan Anggaran pemerintah.
1.4 Kegunaan Penelitian
Penelitian ini dapat memiliki kegunaan sebagai berikut:
1.4.1 Kegunaan Teoritis
1. Memberikan sumbangan terhadap pengembangan ilmu pengetahuan,
secara umum pada bidang ilmu akuntansi dan secara khusus pada bidang
sektor publik (keuangan/anggaran).
2. Memberikan tambahan informasi kepada penelitian di bidang akuntansi dan
dibidang sektor publik khususnya mengenai variabel Perencanaan
Anggaran, Kompetensi Sumber Daya Manusia, Komitmen Organisasi dan
Keterlambatan Penyerapan Anggaran.
1.4.2 Kegunaan Praktis
1. Guna menambah pengetahuan dalam bidang penelitian mulai dari
pengumpulan data, pengolahan data hingga penyajian dalam bentuk
laporan.
2. Bagi pemerintah Kabupaten Polewali Mandar, diharapkan dapat digunakan
sebagai sumbang saran bagi pemerintah daerah dalam mencapai tingkatan
penyerapan anggaran pemerintah.
3. Bagi akdemik, penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan referensi pada
penelitian selanjutnya.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada 25 Satuan Kerja Perangkat Daerah
(SKPD) dalam lingkup pemerintah Kabupaten Polewali Mandar dengan fokus
18
penelitian pada aparat yang terlibat langsung dalam pengelolaan
keuangan/anggaran, yaitu; Kepala SKPD, Kepala Bidang Keuangan, Kepala
Bidang Perencanaan dan Bendahara Pengeluaran pada masing-masing SKPD.
1.6 Sistematika Penulisan
Bab I Pendahuluan, menguraikan latar belakang masalah, rumusan
masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, ruang lingkup penelitian, dan
sistematika penulisan, bab ini berisi tinjauan secara umum perencanaan
penelitian yang akan dilakukan.
Bab II Tinjauan Pustaka, menguraikan teori dan konsep serta tinjauan
empiris. Bab ini membahas mengenai teori yang manjadi dasar dalam proses
meneliti. Peneliti mengkajinya dari berbagai sumber baik penelitian-penelitian
terdahulu sehubungan dengan judul sehingga menghasilkan hipotesis dan
digambarkan di kerangka pikir berupa alur penelitian yang akan dilakukan
peneliti.
Bab III Kerangka Konseptual dan Hipotesis, menguraikan kerangka
konseptual dan proses penurunan hipotesis penelitian. Bab ini menjelaskan
mekanisme pembentukkan hipotesis berdasarkan konsep penurunan logis.
Bab IV metode Penelitian, menguraikan rancangan penelitian, lokasi dan
waktu penelitian, populasi, sampel dan teknik pengambilan sampel, sumber data,
metode pengumpulan data, variabel penelitian dan definisi operasional serta
teknik analisis data.Bab ini menjelaskan teknik pengolahan data sampai pada
penggunaan alat analisis yang digunakan peneliti.
Bab V hasil penelitian, menguraikan deskripsi data dan deskripsi hasil
penelitian yang diperoleh berdasarkan metode dan prosedur yang diuraikan
dalam metodologi penelitian yang terdiri atas paparan data yang disajikan
19
dengan topik sesuai dengan pertanyaan-pertanyaan penelitian dan hasil analisis
data.
Bab VI pembahasan, menguraikan dan membahas hasil analisis data
penelitian sebagai dasar dalam menarik kesimpulan.
Bab VII penutup. menguraikan mengenai kesimpulan, implikasi dan
keterbatasan penelitian serta saran dari pembahasan yang dilakukan terhadap
hasil yang diperoleh dari penelitian
20
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Teori dan Konsep
2.1.1. Keuangan Publik
Keuangan publik merupakan bagian dari ilmu ekonomi yang mempelajari
tentang aktivitas finansial pemerintah. Glen A. Welsch, et.al (2000), menjelaskan
bahwa keuangan publik merupakan suatu bentuk pernyataan dari sebuah
rencana dan juga kebijaksanaan. Kebijaksanaan tersebut menyangkut
manajemen yang digunakan dalam periode tertentu, yaitu petunjuk dalam
periode tersebut. Sementara menurut Suparmoko (1992), bahwa keuangan
publik merupakan suatu ilmu tentang pengaruh-pengaruh dari anggaran
penerimaan dan belanja negara (publik) terhadap perekonomian, terutama
pengaruh terhadap pencapaian tujuan-tujuan kegiatan ekonomi seperti
pertumbuhan ekonomi, stabilitas harga, distribusi pendapatan yang lebih merata,
peningkatan efisiensi serta penciptaan kesempatan kerja. Dengan demikian, Otto
Eckstein (1990) menulis bahwa keuangan publik merupakan studi tentang
dampak anggaran terhadap ekonomi, terutama pengaruhnya terhadap
pencapaian objek ekonomi utama seperti pertumbuhan, stabilitas, keadilan dan
efisiensi.
Pada dasarnya, keuangan publik menjelaskan belanja publik dan teknik-
teknik yang digunakan oleh pemerintah untuk membiayai belanja tersebut.
Keuangan publik juga menganalisis pengeluran-pengeluaran publik untuk
membantu dalam memahami mengapa jasa tertentu harus disediakan oleh
negara dan mengapa pemerintah menggantungkannya pada jenis-jenis pajak
tertentu. Keuangan publik juga mempelajari proses pengambilan keputusan oleh
pemerintah, karena setiap keputusan mempunyai pengaruh pada ekonomi dan
21
keuangan rumah tangga dan swasta. Sehingga, penting untuk mengembangkan
model-model perekonomian yang membantu menjelaskan arti alokasi sumber
daya yang efisien atau optimal, arti keadilan, dan antisipasi akibat finansial
maupun ekonomi atas suatu keputusan publik. Dengan demikian, fokus
keuangan publik adalah mempelajari pendapatan dan belanja pemerintah dan
menganalisis implikasi dari kegiatan pendapatan dan belanja pada alokasi
sumber daya, ditribusi pendapatan, dan stabilitas ekonomi.
Hakekatnya, tujuan utama keuangan publik adalah mengatur sektor-
sektor penting negara (industri, pertanian, perdagangan luar negeri dan
transportasi) dan untuk memfasilitasi kegiatan ekonomi pemerintah dan sektor
swasta. Menyediakan layanan dasar kepada masyarakatnya seperti pembelaan,
pemeliharaan hukum dan ketertiban, perlindungan kehidupan dan harta benda.
Menyediakan layanan sosial bagi masyarakat, pendidikan, perawatan kesehatan
dan jaminan sosial. Memastikan stabilitas ekonomi dan mencapai tingkat
pembangunan yang wajar untuk menunjukkan prioritas investasi.
Bahasan keuangan publik dimulai dari kondisi dan alasan perlunya peran
pemerintah dalam perekonomian. Hal ini menyangkut adanya eksternalitas yang
perlu dikendalikan pemerintah, adanya barang publik yang perlu disediakan oleh
pemerintah, adanya mekanisme pasar yang perlu diintervensi pemerintah karena
berbagai alasan, perlunya pencapaian kondisi stabil dalam ekonomi dimana
peran pemerintah sangat dominan, dan sebagainya. Kemudian, bahasan
keuangan publik mencakup masalah-masalah kreasi memperoleh pendapatan
yang dilakukan oleh pemerintah. Sumber pendapatan pemerintah dapat
mencakup pajak dan non pajak. Selanjutnya keuangan publik akan membahas
aspek belanja publik yang merupakan aktivitas utama pemerintah dalam
penyediaan barang dan jasa publik untuk kesejahteraan masyarakat. Contoh
belanja pemerintah meliputi kesehatan, pendidikan dan pertahanan, dimana
22
bahasan tersebut akan dihubungkan dengan aspek efisiensi penyediaan jasa
tersebut.
Aspek pembiayaan merupakan bahasan keuangan publik berikutnya.
Secara tipikal, pemerintah perlu memberikan stimulus pada perekonomian
melalui kebijakan belanjanya yang mengalami pertumbuhan dari waktu ke waktu,
dimana belanja tersebut dapat didanai oleh pendapatan yang dihasilkan dari
kegiatan pemerintah. Bahasan keuangan publik yang terakhir menyangkut
kegiatan analisis hubungan antara kebijakan pemerintah dengan perekonomian
yang dikelola oleh rumah tangga dan swasta.
Implikasi keuangan publik terhadap penelitian ini, dapat menjelaskan
bahwa Pemerintah Kabupaten Polewali Mandar sebagai suatu lembaga
pemerintahan akan senantiasa berupaya menjalankan pemerintahan dengan
pengembangan teknik-teknik ekonomi demi mengoptimalkan pendapatan dan
merealisasikan alokasi belanja secara cepat dan merata guna menjaga stabilitas
ekonomi secara khusus dan menjamin ketersediaan pelayanan dasar terhadap
masyarakat.
2.1.2 Perilaku Organisasi
Teori perilaku organisasi merupakan suatu disiplin ilmu yang mempelajari
mengenai perilaku individu dan tingkat kelompok dalam organisasi serta dampak
terhadap kinerja, baik kinerja organisasi, kinerja kelompok ataupun kinerja secara
individual. Perilaku organisasi juga dikenal sebagai studi tentang organisasi.
Studi tersebut merupakan bidang telaah akademik khusus yang mempelajari
organisasi, dengan memanfaatkan metode-metode dari sosiologi, ekonomi, ilmu
politik, antropologi serta psikologi.
Menurut Stephen P. Robbins dan Timothy A. Judge (2008), perilaku
organisasi adalah bidang studi yang menyelidiki pengaruh yang dimiliki oleh
23
individu, kelompok dan struktur terhadap perilaku dalam organisasi, yang
bertujuan menerapkan ilmu pengetahuan guna meningkatkan keefektifan suatu
organisasi. Adapun yang dikemukakan oleh Kelly dalam Thoha (2014) bahwa
perilaku organisasi merupakan sebagai suatu sistem studi dari sifat organisasi
seperti misalnya bagaimana organisasi dimulai, tumbuh dan berkembang dan
bagaimana pengaruh terhadap anggota-anggota sebagai individu, kelompok-
kelompok pemilih, organisasi-organisasi lainnya dan institusi-institusi yang lebih
besar.
Dapat ditarik kesimpulan bahwa perilaku organisasi adalah hakikat
mendasar pada ilmu perilaku itu sendiri yang dikembangkan dengan pusat
perhatiannya pada tingkah laku manusia dalam suatu organisasi. Perilaku
organisasi juga secara langsung berhubungan dengan pengertian, ramalan dan
pengendalian terhadap tingkah laku individu dalam organisasi, dan bagaimana
perilaku individu tersebut memengaruhi usaha-usaha pencapaian tujuan
organisasi. Kerangka dasar perilaku organisasi didukung minimal dua komponen,
yaitu individu yang berperilaku dan organisasi formal sebagai wadah dari perilaku
tersebut.
Oleh karena itu, untuk memahami perilaku organisasi sebaiknya diketahui
terlebih dahulu individu-individu sebagai pendukung organisasi tersebut. Salah
satu cara untuk memahami sifat-sifat manusia ialah dengan menganalisis prinsip-
prinsip dasar yang merupakan salah satu bagian dari padanya. Menurut Thoha
(2014) bahwa terdapat prinsip-prinsip perilaku dalam berorganisasi antara lain :
a) Manusia berperilaku berdasarkan kemampuan yang dimiliki.
b) Manusia berperilaku berdasarkan kebutuhan.
c) Manusia berperilaku berdasarkan lingkungan yang diketahuinya.
d) Manusia berpikir tentang masa depan, dan membuat pilihan tentang
bagaimana bertindak.
24
e) Manusia bereaksi terhadap senang atau tidak senang.
f) Sikap dan perilaku manusia ditentukan berbagai faktor internal.
2.1.3 Penyerapan Anggaran
Penyerapan anggaran yang terjadi pada pemerintah pusat maupun
pemerintah daerah di indonesia memiliki kondisi yang identik. Diistilahkan oleh
World Bank (2005) yaitu lambat di awal tahun namun menumpuk di akhir tahun
(slow and back-loaded expenditure). Penyerapan anggaran yang menumpuk
pada akhir tahun biasanya belanja yang nonrecurrent, seperti belanja modal dan
dana bantuan sosial.
Menurut Halim (2014), bahwa penyerapan anggaran adalah pencapain
dari suatu estimasi yang hendak dicapai selama periode waktu tertentu yang
dipandang pada suatu saat tertentu (realisasi dari anggaran). Secara lebih
mudah, masyarakat umum menyebutnya pencairan anggaran. Oleh karena yang
diamati adalah entitas pemerintahan atau organisasi sektor publik, maka
penyerapan anggaran dapat diartikan sebagai pencairan atau realisasi anggaran
sesuai yang tertera dalam Laporan Realisasi Anggaran (LRA) pada saat tertentu.
Senada dengan pendapat Halim, menurut Kuncoro (2013) bahwa
penyerapan anggaran adalah salah satu dari beberapa tahapan dalam siklus
anggaran yang dimulai dari perencanaan annggaran, penetapan dan
pengesahan anggaran oleh Dewan Perwakilan Rakyat/Daerah (DPR/DPRD),
penyerapan anggaran, pengawasan anggaran dan pertanggungjawaban
anggaran.
Kinerja manajer publik akan dinilai berdasarkan pada ketercapaian target
anggaran, seperti seberapa besar yang berhasil dicapai. Penilaian terhadap
kinerja dilakukan dengan menganalisis simpangan kinerja aktual dengan yang
dianggarkan” (Mardiasmo, 2009). Sedangkan menurut Lusiana (1997) dalam Adi
25
(2013) menyatakan bahwa kemampuan penyerapan anggaran dianggap baik
dan berhasil apabila prestasi penyerapan anggaran sesuai dengan prestasi
aktual fisik pekerjaan yang dapat diselesaikan dengan anggapan bahwa prestasi
fisik aktual pekerjaan tersebut adalah relatif sama dengan target prestasi
penyelesaian pekerjaan yang telah direncanakan. Sederhananya, dari pendapat
tersebut dapat dikatakan bahwa suatu penyerapan anggaran dikategorikan baik
apabila telah dilaksanakan sesuai dengan perencanaan.
Terdapat dua sudut pandang mengenai rendahnya penyerapan anggaran
(Halim 2014). Ada pun pendapat tersebut sebagai berikut:
1) Penyerapan anggaran yang dimaksud adalah realisasi anggaran pada
akhir tahun dibandingkan dengan anggarannya.
2) Dari segi ketidakproporsionalitasnya penyerapan anggaran.
Selanjutnya menurut Lubis (1993) dalam Shenny (2012), mengatakan
bahwa efektivitas penyerapan anggaran lebih menekankan pada pencapaian
segala sesuatu yang dilaksanakan berdaya guna yang berarti tepat, cepat,
hemat, dan selamat. Adapun penjelasannya sebagai berikut:
1) Tepat, diartikan bahwa apa yang dikehendaki tercapai memenuhi target
dan apa yang diinginkan menjadi realitas.
2) Cepat, diartikan bahwa pekerjaan tersebut dapat diselesaikan sesuai atau
sebelum waktu yang ditetapkan.
3) Hemat, diartikan bahwa tidak terjadi pemborosan dalam bidang apapun
dalam pelaksanaan pekerjaan untuk mencapai tujuan tersebut.
4) Selamat, diartikan bahwa tidak mengalami hambatan-hambatan yang
dapat menyebabkan kegagalan sebagian atau seluruh usaha pencapaian
tujuan.
26
2.1.4 Perencanaan Anggaran
Secara umum perencanaan dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang
dilakukan untuk masa mendatang yang lebih baik dengan memperhatikan
keadaan sekarang maupun keadaan telah lalu. Perencanaan (planning)
merupakan proses yang diawali dengan penetapan tujuan organisasi berupa
penentuan strategi untuk pencapaian tujuan secara menyeluruh serta perumusan
sistem perencanaan yang menyeluruh untuk mengintegrasikan dan
mengkoordinasikan seluruh pekerjaan organisasi, hingga tercapainya tujuan
tersebut (Robbins dan Coulter, 2002 dalam Bastian, 2010). Perencanaan dapat
dilihat dalam tiga kategori, yaitu:
1) Kategori Proses
Perencanaan merupakan suatu proses dasar yang digunakan untuk
memilih tujuan dan menentukan cara atau strategi dalam pencapaian
tujuan tersebut.
2) Kategori Fungsi Manajemen
Perencanaan berfungsi pada kondisi dimana pimpinan menggunakan
pengaruh atau wewenangnya untuk menentukan atau mengubah tujuan
serta kegiatan organisasi.
3) Kategori Pengambilan Keputusan
Perencanaan adalah pengambilan keputusan jangka panjang atau yang
akan datang mengenai hal yang akan dilakukan, cara pelaksanaan, dan
waktu serta pelaku hal tersebut. Dalam perencanaan, keputusan yang
diambil belum tentu sesuai dengan tujuan sebelumnya sehingga
implementasi perencanaan tersebut akan dibuktikan pada masa yang
akan datang.
Pokok dari perencanaan adalah salah satu langkah antisipasi atas
kejadian di masa depan berdasarkan tujuan yang telah ditetapkan di awal.
27
Perencanaan anggaran adalah salah satu bagian dari perencanaan organisasi,
baik untuk organisasi publik maupun organisasi privat.
Menurut Conyers dan Hills dalam Kuncoro (2012), perencanaan diartikan
sebagai suatu proses yang berkesinambungan mencakup keputusan-keputusan
atau pilihan-pilihan berbagai alternatif penggunaan sumber daya untuk mencapai
tujuan-tujuan tertentu pada masa yang akan datang. Merujuk pada definisi
tersebut, terdapat empat elemen dasar perencanaan, yaitu :
1) Merencanakan berarti menentukan pilihan
Hal tersebut dapat diartikan bahwa tahap perencanaan adalah proses
pemilihan berbagai sumber daya yang akan digunakan dalam
mewujudkan tujuan yang diinginkan.
2) Perencanaan merupakan alat pengalokasian sumber daya
Pada tahap perencanaan dilaksanakan suatu proses alokasi besarnya
sumber daya-sumber daya yang digunakan dalam mewujudkan tujuan
yang diinginkan. Oleh karena itu pilihan berarti menentukan prioritas
pembangunan daerah, baik fokus (sektoral) maupun lokusnya (wilayah).
Lokus memperlihatkan wilayah (kabupaten/kota/kecamatan/kawasan)
yang ingin dikerjakan, sedangkan fokus memperhatikan sektor yang
menjadi prioritas.
3) Perencanaan adalah alat untuk mencapai tujuan
Tujuan ini tercermin dari target atau ukuran kinerja yang ingin dicapai.
4) Perencanaan untuk masa depan
Diartikan bahwa perencanaan merupakan tahap yang diperlukan dalam
menentukan masa depan.
Berbicara tentang perencanaan dan penganggaran anggaran pemerintah,
sejak tahun 1990 proses tersebut sudah berubah secara substansial, aspek
perubahan dan tuntutan yang mendasar terletak pada pertanggungjawaban dari
28
kinerja pemerintah dan ketersediaan dari teknologi informasi (Kelly et al.2008). Di
Indonesia, tuntutan perubahan tersebut mulai terasa sejak tahun 1998,
dikarenakan adanya tuntutan reformasi yang menuntut untuk diwujudkannya
sistem tata kelola pemerintah yang baik. Sehingga Undang-Undang Nomor 17
Tahun 2003 menekankan pengintegrasian sistem pertanggungjawaban kinerja
kedalam sistem penganggaran. Pasal 14 ayat 2 dan Pasal 19 ayat 2 Undang-
Undang Nomor 17 Tahun 2003 tersebut memaparkan bahwa rencana kerja dan
anggaran disusun berdasarkan prestasi kerja (kinerja) yang akan dicapai.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2004 menyebutkan bahwa ketentuan
mengenai penyusunan dan penetapan APBD/APBN dalam undang-undang
tersebut meliputi penegasan tujuan dan fungsi penganggaran pemerintah,
penegasan peran DPR/DPRD dan pemerintah dalam proses penyusunan dan
penetapan anggaran, pengintegrasian sistem akuntabilitas kinerja dalam sistem
penganggaran, penyempurnaan klasifikasi anggaran, penyatuan anggaran dan
penggunaan kerangka pengeluaran jangkamenengah dalam penyusunannn
anggaran.
Proses perencanaan dan penyusunan APBD (Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah) mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005
tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, secara garis besar sebagai berikut :
1. Penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD).
Penyusunan RKPD merupakan tahapan awal dalam perumusan APBD.
RKPD merupakan penjabaran dari Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah (RPJMD) dengan menggunakan bahan dari Rencana
Kerja SKPD untuk jangka waktu 1 (satu) tahun yang mengacu kepada
Rencana Kerja Pemerintah Pusat. RKPD tersebut memuat rancangan
kerangka ekonomi daerah, prioritas pembangunan dan kewajiban daerah,
rencana kerja yang terukur dan pendanaannya, baik yang dilaksanakan
29
langsung oleh pemerintah, pemerintah daerah maupun ditempuh dengan
mendorong partisipasi masyarakat. RKPD disusun untuk menjamin
keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran,
pelaksanaan, dan pengawasan.
2. Penyusunan Kebijakan Umum Anggaran serta Prioritas dan Plafon
Anggaran Sementara.
Setelah RKPD ditetapkan, Pemerintah daerah perlu menyusun Kebijakan
Umum Anggaran (KUA) serta Prioritas dan Plafon Anggaran
Sementara (PPAS) yang kemudian menjadi acuan bagi Satuan Kerja
Perangkat Daerah (SKPD) dalam menyusun Rencana Kerja dan
Anggaran (RKA) SKPD. Rancangan KUA memuat target pencapaian
kinerja yang terukur dari program-program yang akan dilaksanakan oleh
pemerintah daerah untuk setiap urusan pemerintahan daerah yang
disertai dengan proyeksi pendapatan daerah, alokasi belanja daerah,
sumber dan penggunaan pembiayaan yang disertai dengan asumsi yang
mendasarinya. Kebijakan Umum APBD (KUA)
3. Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS).
Selanjutnya berdasarkan KUA yang telah disepakati, pemerintah daerah
menyusun rancangan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS).
Rancangan PPAS tersebut disusun dengan tahapan; menentukan skala
prioritas untuk urusan wajib dan urusan pilihan; menentukan urutan
program untuk masing-masing urusan; dan menyusun plafon anggaran
sementara untuk masing-masing program.
4. Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran SKPD (RKA-SKPD)
Selanjutnya menyusun RKA-SKPD yang memuat rencana pendapatan,
rencana belanja untuk masing-masing program dan kegiatan, serta
rencana pembiayaan untuk tahun yang direncanakan dijabarkan sampai
30
dengan penjabaran objek pendapatan, belanja, dan pembiayaan serta
prakiraan maju untuk tahun berikutnya. RKA-SKPD juga memuat
informasi tentang urusan pemerintahan daerah, organisasi, standar biaya,
prestasi kerja yang akan dicapai dari program dan kegiatan.
5. Penyiapan Raperda APBD.
Selanjutnya, berdasarkan pada RKA-SKPD yang telah disusun
oleh SKPD dilakukan pembahasan penyusunan Raperda oleh TAPD.
Pembahasan oleh TAPD dilakukan untuk menelaah kesesuaian antara
RKA-SKPD dengan KUA, PPA, prakiraan maju yang telah disetujui tahun
anggaran sebelumnya, dan dokumen perencanaan lainnya, serta capaian
kinerja, indikator kinerja, kelompok sasaran kegiatan, standar analisis
belanja, standar satuan harga, standar pelayanan minimal, serta
sinkronisasi program dan kegiatan antar SKPD.
6. Penetapan APBD
Rancangan peraturan daerah tentang APBD dan rancangan peraturan
kepala daerah tentang penjabaran APBD yang telah dievaluasi ditetapkan
oleh kepala daerah menjadi peraturan daerah tentang APBD dan
peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD. Penetapan
rancangan peraturan daerah tentang APBD dan peraturan kepala daerah
tentang penjabaran APBD tersebut dilakukan paling lambat tanggal 31
Desember tahun anggaran sebelumnya.
2.1.5 Kompetensi Sumber Daya Manusia
Menurut Spencer dan Spencer (1993), yang dikutip oleh Sutrisno (2009),
kompetensi merupakan suatu hal yang mendasari karakteristik dari seorang
individu yang dihubungkan dengan hasil yang diperoleh dalam suatu pekerjaan.
Kompetensi juga berkaitan dengan efektifitas kinerja seorang individu dalam
31
pekerjaannya. Senada dengan pendapat tersebut, Peraturan Pemerintah Nomor
101 Tahun 2000 pasal 3, menjelaskan bahwa yang dimaksud kompetensi adalah
kemampuan dan karakteristik yang dimiliki oleh Pegawai Negeri Sipil (PNS), baik
berupa pengetahuan, keterampilan, maupun sikap perilaku yang diperlukan
dalam menunjang pelaksanaan tugas dalam jabatannya. Penilaian terhadap
pencapaian kompetensi perlu dilakukan secara objektif, berdasarkan kinerja para
karyawan yang ada di dalam sebuah organisasi, dengan bukti penguasaan
mereka terhadap pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap sebagai hasil
belajar (Sutrisno, 2009).
Berdasarkan pemaparan tersebut, dapat kita tarik suatu kesimpulan
bahwa kompetensi mencakup tugas, keterampilan, sikap, dan apresiasi yang
harus dimiliki oleh sumber daya manusia dalam sebuah organisasi untuk
menunjang keterlaksanaan tugas sesuai dengan yang seharusnya. Oleh karena
itu perlu untuk lebih menekan kompetensi apa yang harus dikuasai oleh sumber
daya manusia dalam suatu organisasi, agar dapat dinilai sebagai wujud dari hasil
pelaksanaan tugas yang memberi dampak secara langsung terhadap
pengalaman.
Terdapat tiga komponen utama pembentukan kompetensi (Hutapea dan
Thoha, 2008) yaitu:
1) Knowledge (Pengetahuan)
Informasi yang dimiliki seorang individu untuk melaksanakan tugas dan
tanggung jawabnya haruslah sesuai dengan bidang yang digelutinya
(tertentu), misalnya akuntansi, anggaran dan pengorganisasian.
2) skill (Kemampuan)
Keahlian yang dimiliki oleh seorang individu untuk melaksanakan tugas
atau pekerjaan yang dibebankan kepadanya. Misalnya standar perilaku
32
para karyawan dalam memilih motode kerja yang dianggap lebih efektif
dan lebih efisien.
3) Attitude (Perilaku)
Perasaan (senang dan tidak senang, suka dan tidak suka) atau
reaksi/tindakan terhadap suatu rangsangan yang bersumber dari luar.
Misalnya reaksi terhadap kondisi pereknomian, perasaan terhadap
penurunan laba.
Konsep dasar kompetensi bersumber dari konsep individu yang memiliki
tujuan untuk mengidentifikasi, memperoleh, dan mengembangkan kemampuan
individu agar dapat bekerja lebih baik. Individu merupakan komponen utama
yang menjadi pelaku dalam organisasi. Oleh sebab itu, kemampuan organisasi
sangat bergantung pada kemampuan individu-individu yang ada di dalamnya.
2.1.6 Komitmen Organisasi
Komitmen organisasi merupakan dimensi perilaku penting yang dapat
digunakan untuk menilai kecenderungan seseorang untuk bertahan sebagai
anggota organisasi. Komitmen organisasi merupakan identifikasi dan keterlibatan
seseorang yang relatif kuat terhadap organisasi dan bersedia serta berusaha
keras bagi pencapaian tujuan organisasi (Mowday, 1982 dalam Sopiah 2008).
Sedangkan menurut Robbins (2008) bahwa komitmen organisasi dapat
didefinisikan sebagai bagaimana tingkat seorang anggota mengidentifikasi
dirinya dengan organisasi dan tujuan organisasi, serta harapan anggota
organisasi untuk bertahan dalam organisasi. Sopiah (2008) juga menyatakan
bahwa komitmen organisasional merupakan dimensi perilaku penting yang
digunakan untuk menilai kecenderungan karyawan untuk bertahan sebagai
anggota organisasi. Komitmen organisasional teridentifikasi dalam tiga
komponen yaitu komitmen afektif, komitmen normatif dan komitmen
33
berkelanjutan. Pada dasarnya anggota organisasi itu ingin berkontribusi untuk
mencapai tujuan organisasi dimana untuk mencapai tujuan tersebut dipengaruhi
oleh sifat komitmen yang berbeda-beda (Meyer dan Allen, 1991).
Porter et al. (1973), mengatakan bahwa komitmen organisasional terdiri
dari tiga faktor, yaitu :
a) Keinginan yang kuat untuk tetap menjadi anggota organisasi.
b) Kemauan yang besar untuk berusaha bagi organisasi.
c) Kepercayaan yang kuat dan penerimaan terhadap nilai dan tujuan
organisasi.
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa
anggota organisasi yang memiliki komitmen organisasi akan bekerja melakukan
yang terbaik untuk kepentingan organisasi, menganggap bahwa hal yang penting
harus dicapai adalah pencapaian tugas dalam organisasi dan adanya keinginan
untuk mempertahankan keanggotaan dalam organisasi. Komitmen anggota
terhadap organisasi juga mencakup unsur loyalitas terhadap organisasi,
keterlibatan dalam pekerjaan dan identifikasi terhadap nilai dan tujuan
organisasional.
Seperti yang disebutkan di atas bahwa terdapat tiga dimensi terpisah
dalam komitmen organisasi (Meyer dan Allen, 1991), yaitu:
a) Komitmen afektif (Affective commitment)
Berkaitan dengan keterikatan emosional dan keterlibatan anggota pada
organisasi. Anggota yang memiliki komitmen afektif yang kuat akan terus
bekerja dalam organisasi karena keinginan yang timbul dari diri mereka
sendiri dan memiliki kedekatan emosional terhadap organisasi. Hal ini
berarti orang tersebut akan berkeinginan untuk berkontribusi secara
maksimal terhadap organisasi.
34
b) Komitmen Berkelanjutan (Continuance commitment)
Menunjukkan adanya pertimbangan untung rugi dalam diri anggota
berkaitan dengan keinginan tetap bekerja atau meninggalkan organisasi.
Komitmen berkelanjutan menunjukkan komitmen anggota organisasi yang
lebih disebabkan oleh biaya hidup. Dengan demikian, semakin besar
perolehan pendapatan anggota yang diberikan oleh organisasi, maka
akan semakin besar kepuasan kerja, prestasi kerja dan begitu juga
sebaliknya. Anggota dengan komitmen berkelanjutan yang tinggi akan
bertahan dalam organisasi karena adanya kesadaran kerugian besar
yang akan dialami jika meninggalkan organisasi.
c) Komitmen normatif (Normative commitment)
Menggambarkan perasaan wajib untuk tetap bekerja dalam organisasi
yang didasarkan pada adanya keyakinan tentang “apa yang benar” serta
berkaitan dengan masalah moral. Komitmen normatif menimbulkan
perasaan kewajiban pada anggota untuk memberi balasan atas apa yang
telah diterimanya dari organisasi. Anggota organisasi dengan komitmen
normatif yang tinggi akan tetap bertahan dalam organisasi karena merasa
adanya suatu kewajiban atau tugas yang memang sudah sepantasnya
dilakukan atas benefit yang telah diberikan organisasi. Komitmen normatif
diartikan sebagai suatu tingkatan dimana seseorang terikat secara
psikologis pada organisasi yang memperkerjakannya melalui pendalaman
tujuan organisasi, nilai-nilai, serta misinya. Faktor komitmen anggota
terhadap organisasi, sangat terkait erat dengan penghargaan organisasi
terhadap anggotanya (Baron dan Gerald, 1990). Artinya semakin tinggi
penghargaan organisasi terhadap anggotanya, maka akan semakin tinggi
pula komitmen anggota terhadap organisasinya.
35
Allen dan Meyer (1997) dalam Djati dan Adiwijaya (2009) berpendapat
bahwa setiap komponen tersebut memiliki dasar yang berbeda, sebagai berikut :
a) Komponen afektif (Affective commitment) berkaitan dengan emosional,
identifikasi dan keterlibatan anggota di dalam suatu organisasi.
b) Komitmen normatif (Normative commitment) merupakan perasaan-
perasaan anggota tentang kewajiban yang diberikan organisasi.
c) Komitmen berkelanjutan (Continuance commitment) berarti komponen
berdasarkan persepsi anggota tentang kerugian yang akan dihadapi jika
meninggalkan organisasi.
Anggota organisasi dengan komponen afektif tinggi masih bergabung
dengan organisasi karena keinginan untuk tetap menjadi anggota organisasi.
Anggota yang memiliki komponen normatif tinggi tetap menjadi anggota
organisasi karena mereka harus melakukannya. Setiap anggota memiliki dasar
dan perilaku yang berbeda tergantung pada komitmen organisasional yang
dimilikinya. Anggota yang memiliki komitmen organisasional dengan dasar afektif
memiliki tingkah laku yang berbeda dengan anggota yang berdasarkan
berkelanjutan. Seseorang yang ingin menjadi anggota akan memiliki keinginan
untuk menggunakan usaha yang sesuai dengan tujuan organisasi. Sebaliknya
mereka yang terpaksa menjadi anggota akan menghindari kerugian finansial dan
kerugian lain, sehingga mungkin hanya melakukan usaha yang tidak maksimal.
Sementara itu, komponen normatif yang berkembang sebagai hasil dari
pengalaman sosialisasi, tergantung dari sejauh apa perasaan kewajiban yang
dimiliki anggota. Komponen normatif menimbulkan perasaan kewajiban pada
anggota untuk memberi balasan atas apa yang telah diterimanya dari organisasi.
Menurut Marthin dan Nicholas (dalam Amstrong, 1999), ada tiga pilar
besar dalam komitmen anggota organisasi terhadap organisasinya, meliputi A
36
sense of belonging to the organization, A sense of exctiment in the job,
Ownership.
a) A Sense of belonging to the organization.
Untuk memiliki rasa tersebut, maka salah satu pihak dalam manajemen
harus mampu membuat anggota mampu mengidentifikasinya dirinya
terhadap organisasi, merasa yakin bahwa apa yang dilakukannya adalah
berharga bagi organisasi, merasa nyaman dengan organisasi tersebut,
merasa mendapat dukungan yang penuh dari organisasi dalam bentuk
misi yang jelas (apa yang direncanakan untuk dilakukan), nilai yang ada
(apa yang diyakini sebagai hal yang penting oleh manajemen) dan
norma-norma yang berlaku (cara berperilaku yang bisa diterima oleh
organisasi).
b) A sense of excitement in the job.
Perasaan bergairah terhadap pekerjaan, bisa dimunculkan dengan cara
mengenali faktor-faktor motivasi intrinsik dalam mengatur desain
pekerjaan, kualitas kepemimpinan, kemampuan manajer dan supervisor
untuk mengenali bahwa motivasi dan komitmen anggota bisa meningkat
jika ada perhatian terus menerus, memberi delegasi atas wewenang,
memberi kesempatan serta ruang yang cukup bagi anggota untuk
menggunakan keterampilan dan keahliannya secara maksimal.
c) Ownership.
Pentingnya rasa memiliki bisa muncul jika anggota organisasi merasa
bahwa mereka benar-benar diterima menjadi bagian atau kunci penting
dari organisasi. Konsep penting ownership akan meluas dalam bentuk
partisipasi dalam membuat keputusan-keputusan dan mengubah praktik
kerja, yang ada pada akhirnya akan memengaruhi keterlibatan anggota.
Jika anggota organisasi merasa dilibatkan dalam membuat keputusan-
37
keputusan dan jika anggota merasa ide-idenya didengar dan jika anggota
memberi kontribusi yang ada pada hasil yang dicapai, maka anggota
akan cenderung menerima keputusan-keputusan atau perubahan yang
dilakukan dan akhirnya akan merasa puas.
2.2 Tinjauan Empiris
Penelitian tentang faktor-faktor yang menjadi pengaruh dalam
keterlabatan penyerapan anggaran pemerintah baik Pemerintah Daerah,
Kementrian/Lembaga dan SKPD telah banyak dilakukan sebelumnya.
Tabel 2.1 Review Penelitian Terdahulu
No Peneliti (Tahun) Judul Penelitian Hasil Penelitian
1 Kaharuddin (2012)
Faktor - faktor yang mempengaruhi penyerapan belanja daerah di Kabupaten Sumbawa (Studi Kasus Belanja Dana Alokasi Khusus di Bidang Pendidikan, 2010)
Analisis faktor menunjukkan bahwa terdapat 5 faktor yang mempengaruhi penyerapan belanja Dana Alokasi Khusus bidang pendidikan di Kabupaten Sumbawa tahun anggaran 2010 yaitu faktor regulasi, faktor pelaksanaan anggaran, faktor kapasitas sumber daya manusia, faktor penganggaran daerah, dan faktor pengawasan.
2 Kaharuddin (2012)
Faktor - faktor yang mempengaruhi penyerapan belanja daerah di Kabupaten Sumbawa (Studi Kasus Belanja Dana Alokasi Khusus di Bidang Pendidikan, 2010)
Analisis faktor menunjukkan bahwa terdapat 5 faktor yang mempengaruhi penyerapan belanja Dana Alokasi Khusus bidang pendidikan di Kabupaten Sumbawa tahun anggaran 2010 yaitu faktor regulasi, faktor pelaksanaan anggaran, faktor kapasitas sumber daya manusia, faktor penganggaran daerah, dan faktor pengawasan.
38
Lanjutan Tabel 2.1
No Peneliti (Tahun) Judul Penelitian Hasil Penelitian
3 Kaharuddin (2012)
Faktor - faktor yang mempengaruhi penyerapan belanja daerah di Kabupaten Sumbawa (Studi Kasus Belanja Dana Alokasi Khusus di Bidang Pendidikan, 2010)
Analisis faktor menunjukkan bahwa terdapat 5 faktor yang mempengaruhi penyerapan belanja Dana Alokasi Khusus bidang pendidikan di Kabupaten Sumbawa tahun anggaran 2010 yaitu faktor regulasi, faktor pelaksanaan anggaran, faktor kapasitas sumber daya manusia, faktor penganggaran daerah, dan faktor pengawasan.
4 Iwan Dwi Kuswoyo (2012)
Analisis atas Faktor - Faktor yang meyebabkan Terkonsentrasinya Penyerapan Anggaran Belanja di Akhir Tahun Anggaran (Studi pada Satuan Kerja Di Wilayah KPPN Kediri).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terkonsentrasinya penyerapan anggaran belanja di akhir tahun anggaran disebabkan oleh faktor perencanaan
5 Halim, et al. (2012)
Identifikasi faktor-faktor penyebab rendahnya penyerapan Anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) Kabupaten/kota di provinsi riau tahun 2011
Hasil penelitian menunjukan bahwa masing-masing daerah kabupaten dan kota di Provinsi Riau memiliki faktor faktor berbeda-beda yang mengakibatkan rendahnya penyerapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun 2011 kompetensi sumber daya manusia tidak berpengaruh positif, dan pengaruh lingkungan eksternal kurang signifikan terhadap penyerapan anggaran terkait pengadaan barang/jasa.
39
Lanjutan Tabel 2.1
No Peneliti (Tahun) Judul Penelitian Hasil Penelitian
6 Sulaeman, et al. (2011)
Penyerapan Anggaran di Kementrian Keuangan Indonesia dan Faktor faktor yang mempengaruhi
Perencanaan kegiatan yang baik dan menyeluruh merupakan faktor yang paling penting yang memengaruhi serapan anggaran di Kementerian Keuangan Republik Indonesia.
7 Purtanto (2015)
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penyerapan Anggaran Belanja Pemerintah Daerah: (Studi atas Persepsi pada Pegawai Bersertifikat Pengadaan Barang/Jasa di Pemerintah Kota Tegal).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa komitmen manajemen dan perencanaan berpengaruh positif serta signifikan terhadap penyerapan anggaran, monitoring dan evaluasi berpengaruh positif namun tidak memiliki signifikansi tinggi, kompetensi sumber daya manusia tidak berpengaruh positif, dan pengaruh lingkungan eksternal kurang signifikan terhadap penyerapan anggaran terkait pengadaan barang/jasa.
8 Priatno dan Khusaini (2013)
Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyerapan Anggaran pada Satuan Kerja Lingkup Pembayaran KPPN Blitar
Hasil penelitian menunjukkan bahwa komunikasi, sumber daya, disposisi/sikap dan struktur birokrasi berpengaruh terhadap implementasi kebijakan pengelolaan barang milik daerah.
9 Fitriany, Nur (2014) Faktor-faktor yang mempengaruhi penumpukan penyerapan anggaran di akhir tahun (studi di Kota Pekalongan tahun 2013).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya variabel sumber daya manusia dan dokumen yang memiliki pengaruh positif dan signifikan
40
Lanjutan Tabel 2.2
No Peneliti (Tahun) Judul Penelitian Hasil Penelitian
10 Gregorius.et al (2015)
Exploring the factors that impact the accumulation of budget Absorption in the end of the fiscal year 2013
Faktor Penerapan Anggaran (X2), Faktor Internal Unit Kerja (X3), Faktor Sumber Daya Manusia (X4), Faktor Dokumen (X5), dan Faktor Administrasi (X6) berpengaruh signifikan secara simultan terhadap Akumulasi Penyerapan Anggaran di Kota Pekalongan. Secara parsial, hanya Faktor Sumber Daya Manusia dan Faktor Dokumen yang berpengaruh signifikan terhadap Akumulasi Anggaran Penyerapan, sedangkan yang lainnya tidak signifikan.
11 Hendris Heriyanto (2012)
Faktor - faktor yang memengaruhi keterlambatan penyerapan anggaran belanja pada satuan kerja di kementrian, lembaga di wilayah Jakarta. FE Universitas Indonesia. Jakarta.
Hasil penelitian ini menyatakan keterlambatan penyerapan anggaran belanja pada satuan kerja di wilayah Jakarta disebabkan oleh: (1)Faktor Perencanaan (2) Faktor Administrasi (3) Faktor SDM (4)Faktor Dokumen Pengadaan (5) Faktor Ganti Uang
41
BAB III
KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
3.1 Kerangka Pemikiran
Public Finance Theory (keuangan publik) bertujuan untuk mengatur
sektor-sektor penting negara/daerah seperti industri, pertanian, perdagangan dan
transportasi serta untuk memfasilitasi kegiatan ekonomi pemerintah dan sektor
swasta. Menyediakan layanan dasar kepada masyarakat seperti pembelaan,
pemeliharaan hukum dan ketertiban, perlindungan kehidupan dan harta benda.
Menyediakan layanan sosial bagi masyarakat, pendidikan, perawatan kesehatan
dan jaminan sosial. Memastikan stabilitas ekonomi dan mencapai tingkat
pembangunan yang wajar. Keseluruhan tujuan ditentukan oleh jenis dan bentuk
strategi kebijakan pemerintah dan ditentukan oleh besarnya anggaran yang
ditetapkan pada tahapan perencanaan, dan sejauh mana konsistensi dalam
merealisasikan perencanaan sebagaimana tercantum pada dokumen
pelaksanaan anggaran pada masing-masing instansi yang disebut DPA-SKPD.
Pelaksanaan kegiatan yang sesuai dengan perencanaan akan
berimplikasi pada penyerapan anggaran daerah, namun pada sisi yang lain,
aparatur pemerintah sebagai sumber daya manusia yang diberikan wewenang
untuk terlibat langsung dalam perencanaan anggaran sekaligus sebagai
pelaksana anggaran juga dituntut agar memiliki kapasitas atau kemampuan yang
memadai. Sebab kualitas perencanaan anggaran serta pelaksansanaan kegiatan
akan ditetukan oleh kualitas sumber daya yang terlibat dalam proses
perencanaan.
Perencanaan yang terintegrasi dan kompetensi sumber daya manusia
yang tinggi diyakini menjadi unsur tercapainya target penyerapan anggaran.
Namun sejauh mana kedua unsur tersebut mampu memengaruhi penyerapan
42
anggaran, juga bergantung pada komitmen organisasi yang dimiliki oleh aparatur
pemerintah oleh karena komitmen terhadap organisasilah yang mampu
menentukan bagaimana pengelola anggaran berperilaku dalam pencapaian
tujuan organisasi.
Penelitian ini akan akan meneliti apakah perencanaan anggaran, dan
kompetensi sumber daya manusia terhadap penyerapan anggaran dan apakah
komitmen organisasi dapat memoderasi hubungan antara perencanaan
anggaran dan kompetensi sumber daya manusia terhadap penyerapan
anggaran, sehingga secara skematis kerangka penelitian dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut :
3.2 Hipotesis
3.2.1 Perencanaan Anggaran terhadap Penyerapan Anggaran
Langkah awal dari pengelolaan keuangan daerah meliputi keseluruhan
kegiatan seperti perencanaan. pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan,
pertanggungjawaban, dan pengawasan keuangan (Yani, 2013). Dalam
Gambar 3.1 Kerangka Penelitian
Perencanaan Anggaran (X1)
Kompetensi SDM (X2)
Penyerapan Anggaran (Y)
Komitmen Organisasi (M)
H1
H2
H3 H4
43
pengelolaan anggaran, public finance theory (keuangan publik) pada pendekatan
“normative” mengisyarakat bahwa untuk mencapai suatu tujuan, pemerintah
hendaknya terlebih dulu menetapkan rencana kebijakan dan kemudian
dilaksanakan dalam kegiatan pencapaian tujuan (Jaelani, 2015). Lebih lanjut
teori ini menekankan pentingnya perencanaan alokasi sumber daya serta
mengetahui pengaruh dari penetapan rencana alokasi tersebut terhadap individu,
masyarakat dan pemerintah karena pada hakekakatnya pengelolaan keuangan
publik adalah proses peningkatan perkonomian dan kesejahteraan (Poole, 1956).
Perencanaan (planning) merupakan proses yang diawali dengan
penetapan tujuan organisasi berupa penentuan strategi untuk pencapaian tujuan
secara menyeluruh serta perumusan keseluruhan sistem perencanaan untuk
mengintegrasikan dan mengkoordinasikan seluruh kegiatan organisasi, hingga
tercapainya tujuan tersebut (Robbins and Coulter, 2002). Selanjutnya Undang-
Undang Nomor 25 Tahun 2004 Pasal 1 ayat (1) mendefinisikan perencanaan
sebagai suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat,
melalui urutan pilihan-pilihan dengan memperhitungkan sumber daya yang
tersedia.
Perencanaan adalah unsur penting dalam sebuah organisasi. Baik
organisasi publik atau organisasi privat, perencanaan merupakan acuan dan
penentuan segala aktivitas yang perlu dan akan dilakukan untuk mencapai tujuan
dan sasaran yang telah ditetapkan (Ledy et al, 2016). Setiap organisasi, yang
telah menetapkan tujuan dan diformulasikan ke dalam perencanaan akan lebih
mudah untuk mencapai target kinerjanya sesuai dengan visi dan misi organisasi
tersebut (Locke, 1996). Oleh karena itu, pemerintah wajib merumuskan langkah-
langkah yang konkrit dan proaktif dalam perencanaan yang konfrehensif agar
sasaran anggaran dan kinerja pemerintah mudah direalisasikan (David, 2010).
44
Menurut Arif dan Halim (2013) bahwa semakin matang pengelola
anggaran dalam merencanakan, maka program kerja/kegiatan dalam satu tahun
anggaran akan berjalan dengan baik, sehingga target penyerapan anggaran
dapat tercapai. Sebaliknya, apabila perencanaan anggaran belum dilakukan
dengan baik serta belum sesuai dengan prinsip perencanaan anggaran akan
mengakibatkan keterlambatan pengesahan anggaran (Ulfa, 2013).
Keterlambatan-keterlambatan tersebut akan berdampak pada tidak berjalannya
program kerja pemerintah yang secara tidak langsung tentunya akan memberi
dampak buruk terhadap kinerja pemerintah seperti timgkat penyerapan anggaran
yang belum maksimal (Arif, 2013).
Hasil penelitian Bakara (2000) menemukan hubungan yang positif dan
signifikan antara perencanaan anggaran dengan penyerapan anggaran. Sejalan
dengan hasil penelitian Sulaeman, et al. (2011), Kuswoyo (2011), Herriyanto
(2012), Suakadi (2012), Priatno (2013), Zarinah (2015) dan Malahayati (2015),
Nina et al. (2016), Ledy et al. (2016) dan Anfujatin (2016) manyatakan bahwa
faktor perencanaan berpengaruh terhadap penyerapan anggaran. Berbeda
dengan Seftianova (2013) dan Helmy Adam (2013) serta Ahmad Rifai (2016)
yang menunjukkan bahwa perencanaan tidak berpengaruh terhadap penyerapan
anggaran.
Berdasarkan ketidakkonsistenan hasil penelitian yang telah ada maka
penelitian ini kembali dilakukan dengan tujuan untuk menguji kembali pengaruh
perencanaan anggaran terhadap penyerapan anggaran, maka dapat dirumuskan
hipotesis sebagai berikut:
H1 : Perencanaan Anggaran berpengaruh positif signifikan terhadap
Penyerapan Anggaran
45
3.2.2 Kompetensi Sumber Daya Manusia terhadap Penyerapan Anggaran
Salah satu asas profesional yang diatur dalam public finance theory yang
mengharuskan pengelolaan anggaran ditangani oleh tenaga yang ahli. Oleh
karena itu pemerintah sebagai satu kesatuan organisasi dalam menata
organisasinya dengan efektif dan efisien memerlukan sumber daya manusia yang
berkualitas agar dapat mendukung pemerintah daerah menjalankan fungsinya,
dalam pengeloaan keuangan daerah yang harus dilakukan dengan baik dan
benar.
Menurut Yunita (2016) sumber daya manusia memang merupakan salah
satu elemen yang penting dalam organisasi. Kualitas sumber daya manusia yang
dimiliki oleh organisasi akan menentukan kemampuan organisasi terhadap
pencapaian tujuannya. Dalam sebuah organisasi, kedudukan manusia
merupakan unsur utama yang memiliki karakteristik seperti kemampuan,
kepercayaan pribadi, pengharapan, kebutuhan, dan pengalaman. Komponen-
komponen karakteristik semacam inilah yang kemudian membentuk perilaku
seseorang dan akan menggerakkan serta membawa organisasi untuk mencapai
tujuan organisasi (Thoha, 2011).
Richard dan Peggy (1991) juga menyimpulkan bahwa sebagai suatu
organisasi yang memiliki tujuan luhur, organisasi pemerintahan membutuhkan
sumber daya manusia yang kompeten guna pencapaian serta mengoptimalkan
pendapatan serta merealisasikannya dalam bentuk belanja secara maksimal
demi terwujudnya kesejahteraan. Sumber daya manusia yang kompeten akan
menjadi kelebihan tersendiri bagi organisasi pemerintah sekaligus sebagai
pendukung daya saing pada era globalisasi dalam menghadapi lingkungan serta
kondisi sosial masyarakat yang senantiasa mengalami perubahan dinamis (Putri,
2014). Dan lebih utama, sumber daya manusia yang kompeten akan sangat
46
menentukan dalam pelaksanaan dan pencapaian tujuan organisasi dengan
peningkatan kinerja yang diharapkan (Arsyiati, Darwanis, dan Djalil, 2008).
Sebaliknya, apabila suatu organisasi memiliki sumber daya manusia yang
kurang kompeten akan berakibat pada menurunnya pencapaian tujuan
organisasi. Sutiono (1997) menegaskan bahwa organisasi pemerintah yang
memiliki sumber daya manusia di bawah kapasitas atau belum memadai sangat
berefek pada kinerja pemerintah itu sendiri, seperti tidak tercapainya target
pendapatan dan penyerapan anggaran yang direncanakan. Kompetensi sumber
daya memang memiliki peran penting terhadap tingkat penyerapan anggaran.
Semakin kompeten sumber daya manusia maka semakin baik pula kinerjanya
dalam merealisasikan anggaran, sehingga anggaran dapat terealisasi secara
proporsional dan tujuan anggaran dapat dicapai (Zarinah, Darwanis, dan
Abdullah, 2016).
Penelitian yang dilakukan oleh Sutiono (1997) menunjukkan bahwa
lambatnya realisasi daya serap keuangan Program Inpres Dati II di Kabupaten
dati II Bandung dan kabupaten dati II Bekasi salah satunya dipengaruhi oleh
kapasitas SDM yang belum memadai. Hasil penelitian ini juga didukung oleh
Kaharuddin (2012), Halim, et al. (2012), Arif (2013), Priatno dan Khusaini (2013),
Nugroho (2013), Fitriany, Nur (2014), Gregorius, et al. (2015), Zarinah (2015),
Purtanto (2015), Malahayati (2015), Nina et al. (2016), dan Anfujatin (2016).
Berbeda dengan Prasetyo Adi Priatno (2013), Biana A Inapty (2016) dan Ahmad
Rifai (2016) yang menyatakan bahwa faktor sumber daya manusia tidak
mempunyai pengaruh terhadap penyerapan anggaran.
Berdasarkan ketidakkonsistenan hasil penelitian yang telah ada maka
penelitian ini kembali dilakukan dengan tujuan untuk menguji kembali pengaruh
perencanaan anggaran terhadap penyerapan anggaran, maka dapat dirumuskan
hipotesis sebagai berikut:
47
H2 : Kompetensi Sumber Daya Manusia berpengaruh positif signifikan
terhadap Penyerapan Anggaran
3.2.3 Komitmen Organisasi memoderasi Perencanaan Anggaran terhadap
Penyerapan Anggaran
Terdapat hasil berbeda yang ditunjukkan pada penelitian Seftianova
(2013), Helmy Adam (2013) dan Ahmad Rifai (2016) yang menyatakan akurasi
perencanaan tidak berpengaruh terhadap kualitas penyerapan anggaran baik
dari segi tingkat penyerapan anggaran maupun proporsionalitas penyerapan
anggaran antar periode.
Shield (1993) menjelaskan bahwa hubungan yang ada dalam
perencanaan anggaran dengan penyerapan anggaran berbeda dari satu situasi
dengan situasi lainnya sehingga menyebabkan perbedaan hasil penelitian.
Govindarajan (1986) mengungkapkan bahwa untuk merekonsiliasi perbedaan
tersebut diperlukan suatu pendekatan yang bersifat situasional. Teori perilaku
organisasi menjelaskan bahwa setiap kondisi yang melibatkan individu-individu
dan organisasi dalam pencapaian tujuan maka akan bergantung pada berbagai
faktor yang saling memengaruhi (Thoha, 2014). Pendekatan kontingensi dalam
teori perilaku organisasi mengandung pengertian bahwa adanya lingkungan yang
berbeda menghendaki praktek perilaku yang berbeda pula untuk mencapai
keefektifannya. Hal tersebut memungkinkan adanya variabel-variabel lain yang
dapat bertindak sebagai variabel moderating yang memengaruhi hubungan
perencanaan terhadap tingkat penyerapan anggaran (Gul dan Chia, 1994).
Variabel moderating tersebut salah satunya adalah komitmen organisasi (Julian,
2014). Oleh karena dalam pengeloaan anggaran sektor publik, komitmen
merupakan bagian penting untuk mencapai sasaran yang ditetapkan (Halim dan
Kusufi 2012).
48
Salah satu prinsip dasar teori perilaku organisasi menyebutkan bahwa,
individu yang mengetahui kondisi lingkungan sekitarnya serta mengetahui
kebutuhan yang ada pada lingkungan tersebut maka orang tersebut akan
berupaya melakukan apa yang akan menguntungkan lingkungannya (Thoha,
2010). Dapat diartikan bahwa seseorang yang memiliki komitmen tinggi dalam
dirinya, akan memperkuat niatannya untuk bertindak demi pencapaian tujuan dan
kebutuhanya lingkungannya tersebut.
Menurut Chong dan Chong (2002) komitmen merupakan suatu alat bantu
psikologis dalam menjalankan organisasi untuk mencapai kinerja yang telah
ditetapkan. Komitmen organisasi yang kuat dalam diri individu akan
menyebabkan individu berusaha keras mencapai tujuan dan kepentingan
organisasi serta kemauan untuk mengerahkan usaha atas nama organisasi
sehingga akan meningkatkan kinerja organisasi (Nouri dan Parker, 1998). Seperti
halnya penelitian yang dilakukan oleh Sardjito (2007) pada pemerintah daerah
yang menyimpulkan bahwa dalam merencanakan berbagai program dan
kegiatan, adanya komitmen yang tinggi dari aparatur pemerintah daerah mampu
menghasilkan perencanaan program/kegiatan dan pengalokasian anggaran yang
baik dan sesuai dengan keinginan masyarakat. Kemudian penelitian Testa
(2001) menyatakan bahwa komitmen organisasional memberikan pengaruh
positif terhadap keinginan karyawan dalam memberikan pelayanan. Serta
penelitian yang dilakuakan Malhotra dan Mukherjee (2004), Chong dan Chong
(2002), yang menyatakan bahwa komitmen organisasional memberikan
pengaruh positif terhadap kualitas pelayanan yang baik.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah ada maka penelitian ini kembali
dilakukan dengan tujuan untuk menguji interaksi komitmen organisasi dengan
perencanaan anggaran terhadap penyerapan anggaran, maka dapat dirumuskan
hipotesis sebagai berikut:
49
H3 : Komitmen Organisasi memperkuat hubungan Perencanaan Anggaran
dengan Penyerapan Anggaran
3.2.4 Komitmen Organisasi memoderasi Kompetensi Sumber daya
Manusia terhadap Penyerapan Anggaran
Wexley and Gary (2005) mengatakan bahwa dalam teori perilaku
organisasi, perilaku seseorang yang berbeda-beda dipengaruhi oleh kemampuan
yang dimilikinya. Seseorang yang memiliki kemampuan lebih terhadap tujuan
yang ditetapkan oleh organisasi akan semakin menonjolkan kemampuan dirinya
demi pencapaian tujuan tersebut. Sebaliknya, apabila seseorang tidak memiliki
kemampuan yang memadai maka akan menampakkan perilaku yang berbeda
Sejalan dengan teori tersebut, Meyer dan Allen (1991) mengemukakan
bahwa pada dasarnya setiap manusia dalam suatu organisasi ingin berkontribusi
untuk mencapai tujuan organisasi dimana untuk mencapai tujuan tersebut
dipengaruhi oleh komitmen yang berbeda-beda. Komitmen yang dimiliki
menjadikan seorang individu mengidentifikasi dirinya dengan organisasi dan
tujuan organisasi, sehingga harapan individu untuk menjadi bagian dalam
organisasi menjadi lebih tinggi (Robbins, 2008). Selanjutnya, Porter et al. (1973),
mengatakan bahwa anggota organisasi yang memiliki komitmen organisasi akan
bekerja melakukan yang terbaik dengan mengerahkan upaya secara maksimal
untuk kepentingan organisasi, menganggap bahwa hal yang penting harus
dicapai adalah pencapaian tugas dalam organisasi dan adanya keinginan untuk
mempertahankan keanggotaan dalam organisasi.
Penelitian yang dilakukan Sardjito (2007) menyatakan bahwa komitmen
organisasi memberikan pengaruh positif terhadap kinerja aparat pemerintah
daerah. Hasil penelitian tersebut didukung oleh penelitian Alumbida et al. (2016)
yang menyimpulkan bahwa komitmen organisasi memengaruhi setiap pengelola
50
anggaran dimasing-masing SKPD Kabupaten Kepulauan Talaud dengan
memberikan usaha maksimalnya kepada organisasi guna mencapaian tujuan.
Selanjutnya penelitian yang dilakukan Nouri dan Parker (1996) menyatakan
bahwa semakin tinggi komitmen organisasi seorang individu maka semakin tinggi
kerelaan dalam mengoptimalkan potensi yang ia miliki. Hasil ini didukung oleh
penelitian Wentzel (2002), Puspitawati (2013), Juliani (2014) dan Wardhana
(2015) yang secara umum menyimpulkan bahwa dengan adanya komitmen
terhadap organisasi menjadikan anggota organisasi tersebut senantia berusaha
yang terbaik untuk organisasinya.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah ada maka penelitian ini kembali
dilakukan dengan tujuan untuk menguji interaksi komitmen organisasi dengan
kompetensi sumber daya manusia terhadap penyerapan anggaran, maka dapat
dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
H4 : Komitmen Organisasi memperkuat hubungan Kompetensi Sumber Daya
Manusia dengan Penyerapan Anggaran
51
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian dalam penelitian ini dapat diuraikan sebagai
berikut: (1) jenis penelitian adalah penelitian explanatory yang bertujuan untuk
mengetahui hubungan kausal antara variabel melalui suatu pengujian hipotesis
(hypothesisi testing) (Jogiyanto, 2013); (2) pengujian hipotesis dengan penelitian
kausal (causal) dan penarikan kesimpulan berdasarkan statistik inferensi; (3)
dimensi waktu penelitian ini melibatkan satu waktu tertentu (cross section); (4)
metode pengumpulan data primer dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan
kepada responden individu (Jogiyanto, 2013); dan (5) unit analisis dalam
penelitian ini adalah individu, yaitu pegawai pada Satuan Kerja Perangkat
Daerah (SKPD) di kabupaten Polewali Mandar .
Peneliti menggunakan desain penelitian ini untuk mengetahui apakah
perencanaan anggaran dan kompetensi sumber daya manusia sebagai variabel
independen memiliki pengaruh terhadap penyerapan anggaran sebagai variabel
dependen. Serta apakah komitmen organisasi memoderasi pengaruh
perencanaan anggaran dan kompetensi sumber daya manusia (SDM) terhadap
penyerapan anggaran.
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada kantor Satuan Kerja Perangkat Daerah
(SKPD) kabupaten Polewali Mandar. Waktu penelitian direncanakan akan
dilaksanakan pada bulan oktober hingga nopember tahun 2017.
52
4.3 Populasi dan Sampel
Populasi penelitian mengacu pada seluruh kelompok individu, kejadian
ataupun bentuk apapun yang ingin diteliti (Sekaran dan Bougie, 2009). Populasi
dalam penelitian ini adalah pejabat/pegawai pada Satuan Kerja Pemerintah
Daerah (SKPD) di lingkungan pemerintah kabupaten Polewali Mandar. Dengan
total subjek sebanyak 534 orang dari 25 satuan kerja yang terdiri atas Badan dan
Dinas. Sementara itu, untuk menentukan jumlah sampel, digunakan metode
purposive sampling yaitu metode penentuan sampel dengan mengambil sampel
dari popolasi berdasarkan suatu kriteria tertentu (Sekaran dan Bougie, 2009).
Dalam penelitian ini, perumusan kriteria sampel didasarkan pada tujuan
penelitian, dimana kapasitas dan kapabilitas yang dimiliki oleh pejabat/pegawai
pengelola anggaran pada masing-masing SKPD diyakini mampu menjawab
permasalahan penelitian. Adapun kriteria yang digunakan yaitu sebagai berikut:
1. Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)
Selaku Pengguna Anggaran (PA) yang bertugas menyusun RKA dan DPA-
SKPD, melaksanakan dan mengawasi serta mempertanggungjawabkan
penggunaan anggaran pada satuan kerjanya.
2. Kepala Bagian Keuangan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)
Memiliki tanggung jawab dalam menyusun rencana dan program kerja
keuangan SKPD, menyusun rincian rancangan kebutuhan anggaran,
perubahan, dan laporan keuangan SKPD.
3. Kepala Bagian Perencanaan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)
Memiliki tanggung jawab dalam merencanakan, mengatur, membina,
mengkoordinasikan dan mengendalikan tugas perencanaan, menyusun
program kerja, menyusun rencana kerja, menyusun anggaran dan
memverifikasi usulan rencana kegiatan.
53
4. Bendahara Pengeluaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)
Memiliki tanggung jawab untuk menerima, menyimpan, membayarkan,
menatausahakan, dan mempertanggungjawabkan dana untuk
keperluan belanja daerah dalam rangka pelaksanaan APBD pada SKPD
Dengan demikian, terdapat 4 subjek yang memenuhi kriteria sebagai
sampel penelitian untuk masing-masing SKPD. Oleh karena terdapat 25 SKPD,
maka jumlah sampel secara keseluruhan sebanyak 100 responden.
4.4 Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penilitian ini adalah data kuantitatif,
yaitu data yang disajikan dalam bentuk angka-angka, yang menunjukkan nilai
terhadap besarnya variabel yang diwakilinya. Data dalam penelitian ini
berdasarkan sumbernya adalah data primer dan data sekunder. Data primer
adalah data yang diperoleh langsung dari responden yang menjadi anggota
sampel berupa kuesioner, sedangkan data sekunder berupa data pendukung
antara lain : jurnal, buku-buku, artikel-artikel, bahan kuliah, internet dan literatur
lainnya yang terkait dengan penelitian.
4.5 Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan melalui survey dengan menyebarkan
kuesioner yang didistribusikan secara langsung sendiri oleh peneliti kepada
pegawai yang terlibat langsung dalam pengelolaan anggaran pada Satuan Kerja
Perangkat Daerah kabupaten Polewali Mandar. Kuesioner yang diberikan berisi
sejumlah permohonan pengisian kuesioner kepada para responden disertai
daftar pertanyaan atau pernyataan terstruktur disampaikan kepada responden
untuk ditanggapi sesuai dengan kondisi yang dialami oleh responden yang
bersangkutan. Dalam kuesioner ini digunakan model pertanyaan tertutup.
Bentuk tertutup yakni pertanyaan yang sudah disertai alternatif jawaban
54
sebelumnya, sehingga responden dapat memilih salah satu dari alternatif
jawaban tersebut.
4.6 Variabel Penelitian dan definisi Operasional
4.6.1 Variabel Penelitian
Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini ada tiga jenis, yaitu:
1. Variabel Independen atau biasa juga disebut variabel bebas adalah variabel
yang memengaruhi atau menjadi sebab perubahannya atau timbulnya
variabel dependen (Sugiyono, 2015). Variabel independen dalam penelitian
ini adalah Perencanaan Anggaran (X1); Kompetensi Sumber Daya Manusia
(X2).
2. Variabel Moderasi adalah variabel yang memengaruhi (memperkuat dan
memperlemah) hubungan antara variabel independen dengan dependen
(Sugiyono, 2015). Variabel moderating dalam penelitian ini adalah Komitmen
Organisasi (M).
3. Variabel dependen atau variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi
atau menjadi akibat, karena adanya variabel bebas (Sugiyono 2015).
Variabel dependen dalam penelitian ini dalah Penyerapan Anggaran (Y).
4.6.2 Definisi Operasional
Definisi operasional variabel adalah sebuah definisi untuk setiap variabel-
variabel penelitian yang ada, dengan tujuan untuk menjelaskan karakteristik dari
obyek ke dalam elemen-elemen yang diobservasi, sehingga konsep dapat diukur
dan dioperasikan ke dalam penelitian (Sugiyono, 2015). Pengukuran variabel
menggunakan skala likert lima (5) poin. Definisi operasional dan pengukuran
variabel penelitian ini adalah:
1. Penyerapan Anggaran (Y) merupakan ukuran capaian dari suatu estimasi
target selama periode waktu tertentu yang dipandang pada suatu saat
tertentu (Halim, 2014). Penyerapan anggaran dilaksanakan melalui pencairan
55
dana satuan kerja yang bisa dinilai dari tinggi atau rendahnya jumlah
anggaran yang dicairkan atau direalisasikan oleh Satuan Kerja Perangkat
Daerah (SKPD) dalam satu tahun anggaran. Dalam penelitian ini, variabel
penyerapan anggaran diukur dengan menggunakan empat (4) indikator dan
dijabarkan kedalam enam (6) pertanyaan yang diadopsi dari penelitian
Hendris Herriyanto (2012), Monik Zarinah (2015) dan Eko Saryanto (2017)
yaitu: (1) Perbandingan realisasi dengan target; (2) Realisasi per-triwulan; (3)
Konsistensi pelaksanaan (waktu dan kegiatan).
2. Perencanaan Anggaran (X1) merupakan suatu kegiatan pengalokasian
anggaran yang dilakukan untuk masa mendatang yang lebih baik dengan
memperhatikan keadaan saat ini maupun keadaan telah lalu. Perencanaan
yang dimaksud dalam penelitian ini adalah proses penyusunan RKA- SKPD
sebagai dasar penyusunan APBD yang selanjutnya disebut DPA-SKPD
setelah APBD tersebut ditetapkan. Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003
tentang keuangan negara menjelaskan bahwa Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah yang selanjutnya disebut APBD adalah rencana keuangan
tahunan pemerintah daerah, maka dapat disimpulkan bahwa dalam konteks
keuangan daerah, prosedur penganggaran dan penetapan anggaran
merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam perencanaan. Dalam
penelitian ini, variabel perencanaan anggaran diukur dengan menggunakan
enam (6) indikator dan dijabarkan kedalam sepuluh (10) pertanyaan yang
digunakan Suhadak, et al (2007), Anfujatin (2016) dan Eko Saryanto (2017),
yaitu: (1) Kesesuaian dengan kebutuhan (Prioritas); (2) Kesesuaian dengan
aturan; (3) Ketepatan waktu (Disiplin); (3) Mudah dipahami; (4) Kesalahan
administrasi (revisi); (5) Partisipatif
3. Kompetensi Sumber Daya Manusia (X2) merupakan merupakan suatu hal
yang mendasari karakteristik dari seorang individu yang dihubungkan dengan
56
hasil yang diperoleh dalam suatu pekerjaan (Spencer dan Spencer, 1993).
UU No.13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan menyebutkan bahwa
kompetensi kerja adalah kemampuan kerja setiap individu yang mencakup
aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja yang sesuai dengan
standar yang ditetapkan. Sumber daya manusia dengan kapabilitas yang
tinggi hanya dapat diwujudkan jika mereka memiliki kompetensi yang prima.
Sebaliknya, keunggulan kompetensi akan menghasilkan profil kapasitas SDM
terbaik. Variabel Kompetensi SDM diukur dengan menggunakan 3 (tiga)
indikator dan dijabarkan kedalam sembilan (9) pertanyaan yang digunakan
oleh Hendris Herriyanto (2012), Anfujatin (2016) dan Eko Saryanto (2017),
yaitu: (1) Knowledge; (2) Skill; (3) Attitude
4. Komitmen Organisasi (M) merupakan suatu dimensi perilaku penting yang
digunakan untuk menilai kecenderungan sesorang untuk bertahan sebagai
anggota organisasi (Sopia, 2008). Komitmen organisasi memiiki arti lebih dari
sekedar loyalitas yang pasif, tetapi melibatkan hubungan aktif dan keinginan
anggota untuk memberikan kontribusi yang berarti pada organisasinya.
Variabel komitmen organisasi diukur dengan menggunakan 3 (tiga) indikator
dan dijabarkan kedalam delapan (8) pertanyaan yang digunakan oleh Porter
et al. (1973), Ni Komang Ayu Rustini (2015), dan Putu, et al yaitu (1)
Keinginan yang kuat untuk tetap menjadi anggota organisasi; (2) Kemauan
yang besar untuk berusaha bagi organisasi; (3) Kepercayaan yang kuat dan
penerimaan terhadap nilai dan tujuan organisasi.
Variabel penelitian dan definisi operasional secara ringkas ditunjukan
pada table 4.1 berikut:
57
Tabel 4.1 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
Variabel Definisi Operasional Indikator SkalaPenyerapan Anggaran (Y)
Penyerapan anggaran adalah suatu ukuran capaian dari suatu estimasi target selama periode waktu tertentu yang dipandang pada suatu saat tertentu (Halim, 2014).
1. Perbandingan realisasi dengan target realisasi.
2. Realisasi per-triwulan3. Konsistensi pelaksanaan
(kegiatan dan waktu)
Hendris Herriyanto (2012) dan Eko Saryanto (2017)
Likert(1 – 5)
Perencanaan Anggaran (X1)
Perencanaan (X1) adalah proses pendefinisian tujuan, penentuan strategi untuk mencapai tujuan tersebut, dan pengembangan serangkaian rencana komprehensif untuk mengkoordinasikan dan menggabungkan dengan berbagai aktivitas (Sunyoto dan Burhanudin, 2015).
1. Kesesuaian dengan kebutuhan2. Kesesuaian dengan aturan3. Mudah dipahami4. Kesalahan administratif5. Ketepatan waktu6. Partisipatif
Suhadak, et al (2007), Anfujatin (2016) dan Eko Saryanto (2017).
Likert(1 – 5)
Kompetensi Sumber Daya Manusia (X2)
Kompetensi Sumber Daya manusia (SDM) merupakan kemampuan seseorang atau individu, suatu organisasi (kelembagaan), atau suatu sistem untuk melaksanakan fungsi-fungsi atau kewenangannya untuk mencapai tujuannya secara efektif dan efesien (Zuriati, 2012),
1. Knowledge2. Skill3. Attitude
Hendris Herriyanto (2012), Anfujatin (2016) dan Eko Saryanto (2017), Putu, et al (2017).
Likert(1 – 5)
Komitmen Organisasi (M)
Komitmen organisasi merupakan identifikasi dan keterlibatan seseorang yang relatif kuat terhadap organisasi dan bersedia serta berusaha keras bagi pencapaian tujuan organisasi (Mowday, 1982).
1. Keinginan yang kuat untuk tetap menjadi anggota organisasi.
2. Kemauan yang besar untuk berusaha bagi organisasi.
3. Kepercayaan yang kuat dan penerimaan terhadap nilai dan tujuan organisasi.
Porter et al. (1973), Ni Komang Ayu Rustini (2015), dan Putu, et al (2017)
Likert(1 – 5)
58
4.7 Instrumen Penelitian
Instrumen dalam penelitian ini menggunakan kuesioner (angket) yakni
dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan dan pernyataan tertulis
kepada responden untuk dijawab (Sugiyono, 2012). Pernyataan dalam kuesioner
ini diambil dari penelitian-penelitian sebelumnya. Instrumen penelitian ini
digunakan untuk mengumpulkan data yang merupakan penggambaran variabel
yang akan diteliti dan berfungsi sebagai pembuktian hipotesis.
Kuisioner merupakan daftar pertanyaan tertulis yang telah dirumuskan
sebelumnya yang akan dijawab oleh responden (Sekaran, 2014). Kuisioner
disusun dalam skala likert yang didesain untuk menelaah seberapa kuat subjek
setuju atau tidak setuju dengan pernyataan pada skala 5 (lima) poin. Jawaban
diberi skor dengan menggunakan 5 (lima) poin skala likert. Pilihan jawaban dan
skor penelitian yang digunakan untuk setiap pertanyaan/pernyataan adalah skor
1 (satu) untuk jawaban sangat tidak setuju (STS), skor 2 (dua) untuk jawaban
tidak setuju (TS), skor 3 (tiga) untuk jawaban netral (N), skor 4 (empat) untuk
jawaban setuju (S), dan skor 5 (lima) untuk jawaban sangat setuju (SS)
(Sekaran, 2014).
4.8 Teknik dan Analisis Data
4.8.1 Analisis Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif digunakan dalam penelitian ini untuk memberikan
deskripsi mengenai variabel-variabel peneltian, yaitu pengaruh Perencanaan
Anggaran dan Kompetensi Sumber Daya Manusia terhadap Penyerapan
Anggaran, serta pengaruh Perencanaan Anggaran dan Kompetensi Sumber
Daya Manusia yang dimoderasi oleh Komitmen Organisasi terhadap Penyerapan
Anggaran. Analisis statistik deskriptif dimaksudkan untuk mengetahui distribusi
frekuensi jawaban dari hasil kuisioner. Dengan cara mengumpulkan data dari
59
hasil jawaban responden dan selanjutnya ditabulasi dalam tabel dan dilakukan
pembahasan secara deskriptif. Ukuran deskriptif adalah pemberian angka, baik
dalam jumlah responden beserta nilai rata-rata jawaban responden maupun
presentase.
4.8.2 Uji Kualitas Data
1. Validitas Instrumen
Uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau valid tidaknya suatu
kuesioner. Menurut Ghozali (2013) suatu kuesioner dikatakan valid apabila
pertanyaan pada kuesioner mampu mengungkapkan sesuatu yang akan diukur
oleh kuesioner tersebut. Pengujian validitas dengan korelasi pearson, instrumen
dinyatakan valid jika nilai korelasi >0.3 item pertanyaan atau pernyataan
dikatakan valid.
2. Reliabilitas Instrumen
Uji reliabilitas digunakan untuk mengukur handal atau tidaknya kuesioner
yang digunakan untuk mengukur variabel penelitian. Suatu kuesioner dapat
dikatakan reliable atau handal jika jawaban responden terhadap pernyataan
adalah konsisten dari waktu ke waktu (Ghozali, 2013). Dengan demikian uji
reliabilitas dimaksudkan untuk mengetahui konsisten atau tidaknya jawaban
responden terhadap kuisioner-kuisioner penelitian.
Uji reliabilitas yaitu dengan melihat nilai cronbach alpha. Jika nilai
cronbach alpha lebih besar dari 0,60 maka butir-butir pertanyaan atau
pernyataan pada masing-masing variabel penelitian tersebut dinyatakan reliable
atau handal. Uji reliabilitas akan diukur dengan menggunakan program komputer
SPSS.
60
4.8.3 Uji Asumsi Klasik
1. Pengujian Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah dalam model regresi,
variabel dependen dan variabel independen memiliki distribusi normal atau tidak.
Dalam penelitian ini menggunakan Uji Kolmogorov Smirnov, data dikatakan
berdistribusi normal apabila signifikansi untuk variabel yang dianalisis memiliki
nilai signifikansi (asymp.sig) lebih besar dari tingkat signifikansi yang ditentukan
yaitu 0,05 (Ghozali, 2013).
2. Uji Multikolonieritas
Uji multikoloniearitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi
ditemukan adanya hubungan linier antar variabel independen. Model regresi
yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel (bebas) independen.
Untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikolonieritas di dalam model regresi,
salah satunya dapat dilihat dari nilai tolerance atau variance inflation factor (VIF).
Kedua ukuran ini menunjukkan setiap variabel independen manakah yang
dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Dalam pengertian yang lebih
sederhana, setiap variabel independen menjadi variabel dependen (terikat) dan
diregres terhadap variabel independen lainnya. Tolerance mengukur variabilitas
variabel independen yang terpilih yang tidak dijelaskan oleh variabel independen
lainnya. Jadi nilai tolerance yang rendah sama dengan nilai VIF yang tinggi
(karena VIF=1/Tolerance). Nilai cutoff yang umum digunakan untuk menunjukkan
adanya multikolonieritas adalah nilai Tolenrance < 0,10 atau sama dengan nilai
VIF > 10 (Ghozali, 2013).
3. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedasitas bertujuan untuk menguji apakah dalam sebuah
model regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual dari suatu pengamatan
terhadap pengamatan yang lain. Jika varians dari residual dari suatu
61
pengamatan terhadap pengamatan lainnya tetap maka disebut
homoskedastisitas dan jika varians berbeda maka disebut heteroskedastisitas
(Ghozali, 2013).
Ada beberapa cara untuk mendeteksi ada atau tidaknya
heteroskedastisitas, salah satunya dengan melihat grafik (Ghozali 2013) yaitu
grafik plot antara nilai prediksi variabel terikat (ZPRED) dengan residualnya
(SRESID). Deteksi ada tidaknya pola tertentu pada grafik scatter plot antara
SRESID dan ZPRED dimana sumbu Y adalah Y yang telah diprediksi, dan
sumbu X adalah residual (Y prediksi -Y sesungguhnya) yang telah di studentized.
Dasar analisis:
a) Jika terdapat pola tertentu, seperti titik-titik yang membentuk pola tertentu
yang diatur (bergelombang, melebar kemudian menyempit), maka
mengindikasikan terjadi heteroskedastisitas.
b) Jika tidak terdapat pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di
bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedasitas.
4.8.4 Model Analisis Data
Untuk menguji pengaruh masing-masing variabel independen dalam
penelitian maka digunakan analisis Regresi Berganda (Multiple Regression) dan
Moderated Regression Analysis (MRA) dengan alat bantu SPSS (Statistical
Package for the Social Sciences). Moderated Regression Analysis (MRA)
merupakan aplikasi khusus regresi linear berganda dimana dalam persamaan
regresinya mengandung unsur interaksi (perkalian dua atau lebih variabel
independen). Alasan penggunaan alat analisis Moderated Regression Analysis
(MRA) karena dalam peneltian ini terdapat variabel moderasi.
Analisis regresi bertujuan untuk mengetahui besarnya pengaruh
perencanaan anggaran dan kompetensi sumber daya manusia terhadap
penyerapan anggaran dengan komitmen organisasi sebagai variabel moderasi.
62
Y = + 1X1 + ε ………………………. H1α β
Y = + 1X2 + ε ………………………. H2α β
Y = + 1X1 + 2 (X1 * M) + ε ………………………. H3α β β
Y = + 1X2 + 2 (X2 * M) + ε ………………………. H4α β β
Persamaan matematis untuk hubungan tersebut dapat dirumuskan sebagai
berikut:
Keterangan:
Y = Penyerapan Anggran
= Konstantaα
= Koefisien regresiβ
X1 = Variabel Perencanaan Anggaran
X2 = Variabel Kompetensi Sumber Daya Manusia
M = Variabel Komitmen Organisasi
= Error Termε
(X1*M) = Interkasi antara Perencanaan Anggaran dengan Komitmen
Organisasi
(X2*M) = Interkasi antara Kompetensi Sumber Daya Manusia dengan
Komitmen Organisasi
4.8.5 Pengujian Hipotesis
1. Uji-t
Model penelitian ini untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh variabel
independen terhadap variabel dependen secara parsial. Pengujian secara parsial
menggunakan Uji-t (t-test) dengan tingkat signifikansi ( = 0,5%). Jika t-hitung > α
t-tabel (df: 96-4=92, sehingga t-tabel=1,661585) maka terdapat pengaruh,
sebaliknya jika t-hitung < t-tabel maka tidak ada pengaruh yang terjadi. Jika nilai
63
probabilitas < tingkat signifikansi berarti signifikan, sebaliknya jika nilai
probabilitas > tingkat signifikan maka tidak signifikan.
2. Koefisien Determinasi
Pengujian koefisien determinasi R-Square ( ) digunakan untuk R2
mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi
variabel dependen. Koefisien determinasi berkisar antara 0 (nol) sampai dengan
1 (satu). Apabila nilai R-Square ( ) semakin kecil atau mendekati nol R2
menunjukkan bahwa kemampuan variabel-variabel independen dalam
menjelaskan variabel dependen sangat terbatas/rendah, bila R-Square ( ) R2
semakin besar mendekati 1 (satu) menunjukkan bahwa variabel-variabel
independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk
memprediksi variasi dependen (Ghozali, 2013).
64
BAB V
HASIL PENELITIAN
5.1 Karakteristik Responden Penelitian
Tabel 5.1 berikut menyajikan karakteristik identitas 96 responden
penelitian yang meliputi jenis kelamin, usia, pendidikan, dan lama bekerja.
Tabel 5.1. Karakteristik Responden Penelitian
No Karakteristik Kriteria Frekuensi (orang) Persentase (%)
Laki-laki 57 59.38Perempuan 39 40.621 Jenis Kelamin
Jumlah 96 10020 – 29 tahun 9 9.3830 – 39 tahun 45 46.87
>40 tahun 35 36.46*Tidak mengisi 7 7.29
2 Usia
Jumlah 96 100SMA/ Sederajat 0 0
Sarjana (S1) 57 58.00Magister (S2) 37 39.00Doktor (S3) 2 2.00
3 Pendidikan
Jumlah 96 1001 - 5 Tahun 0 0
6 - 10 Tahun 15 15.6211 - 15 Tahun 36 37.50
> 16 Tahun 45 46.884 Lama Bekerja
Jumlah 96 100Sumber: data primer diolah, 2017
Jumlah kuesioner yang disebarkan adalah sebanyak 100 eksemplar.
Akan tetapi, dari 100 eksemplar hanya 98 eksemplar yang diterima kembali dan
sebanyak 2 eksemplar yang dinyatakan tidak kembali sampai batas waktu yang
telah ditentukan. Kuesioner yang tidak kembali dikarenakan kesibukan dari
responden yang mengakibatkan tidak sempat mengisi kuesioner yang telah
diberikan. Dari 98 eksemplar yang diterima kembali, terdapat 2 eksemplar yang
dinyatakan gugur atau tidak layak untuk diolah karena terdapat beberapa
pertanyaan/pernyataan pada kuesioner tersebut tidak isi oleh responden. Untuk
lebih jelasnya, Tabel 5.2 menggambarkan deskripsi kuesioner penelitian.
65
Tabel 5.2 Deskripsi Kuesioner Penelitian
Kuesioner yang disebar
Kuesioner yang tidak kembali
Kuesioner yang kembali
Kuesioner yang gugur
Kuesioner yang dapat diolah
100 2 2% 98 98% 2 2% 96
Sumber: Data primer diolah, 2017
Berdasarkan data penelitian menunjukkan bahwa responden:
1. Jenis Kelamin
Sebagian besar responden yang berpartisipasi dalam penelitian ini adalah
berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 57 responden atau 59.38%, sedangkan
responden yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 39 responden atau
40.62%. Perbedaan tidak terlalu signifikan antara jumlah responden yang
berjenis kelamin laki-laki dan responden yang berjenis kelamin perempuan jika
dikaitkan dengan penelitian ini.
2. Usia
Berdasarkan data hasil penelitian, sebagian responden yang
berpartisipasi dalam penelitian ini berusia antara 30-39 tahun yaitu sebanyak 45
responden atau sebesar 46.87%. Selanjutnya responden yang berusia diatas 40
tahun yaitu sebanyak 35 responden atau sebesar 36.46%, responden berusia
20-29 tahun yaitu sebanyak 9 responden atau sebesar 9.38%. Namun terdapat
beberapa responden yang tidak mencantumkan usia pada lembar kuesioner
yaitu sebanyak 7 responden atau sebesar 7.29%. Usia responden
memperlihatkan tingkat kedewasaan dan kematangan, sehingga dapat
memengaruhi kualitas jawaban dan persepsi responden mengenai perencanaan
anggaran, kompetensi sumber daya manusia, komitmen organisasi serta
penyerapan anggaran.
66
3. Pendidikan
Tingkat pendidikan responden digunakan sebagai indikator untuk
mengetahui tingkat intelektualitas responden yang berpartisipasi dalam penelitian
ini, sehingga dapat memengaruhi kualitas jawaban dan persepsi responden
mengenai perencanaan anggaran, kompetensi sumber daya manusia, komitmen
organisasi dan penyerapan anggaran. Sebagian besar responden yang
berpartisipasi dalam penelitian ini memiliki jenjang pendidikan Sarjana (S1) yaitu
sebanyak 57 responden atau sebesar 58%. Selain itu, responden yang memiliki
jenjang pendidikan Magister (S2) yaitu sebanyak 37 responden atau sebesar
39% dan jenjang pendidikan Doktor (S3) yaitu sebanyak 2 responden atau
sebesar 2%.
4. Lama Bekerja
Lama bekerja diyakini akan menjadi salah faktor yang mampu
memengaruhi jawaban responden atas pertanyaan/pernyataan dalam penelitian.
Berdasarkan data lama bekerja yang dihasilkan, mayoritas responden telah
bekerja selama lehih dari 16 tahun yaitu sebanyak 45 responden atau sebesar
46.88%, kemudian sebanyak 36 responden atau sebesar 37.50% telah bekerja
selama 10 sampai 15 tahun dan sebanyak 15 responden atau sebesar 15.62%
telah bekerja selama 6 sampai 10 tahun. Berdasarkan data tersebut, mayoritas
responden sudah berpengalaman dalam bekerja dengan durasi waktu yang
relatif lama.
5.2 Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif variabel penelitian memberikan gambaran suatu data.
Dalam penelitian ini, statistik deskriptif dapat dilihat dari nilai minimum (Min),
maximum (Max), rata-rata (Mean), standar deviasi (SD) dan frekuensi pilihan
jawaban setiap variabel. Data sampel yang digunakan dalam penelitian ini
67
sebanyak 96 responden. Berdasarkan data yang telah dikumpulkan, maka hasil
jawaban responden secara lengkap disajikan pada Lampiran III dan teringkas
pada Tabel 5.3 berikut ini:
Tabel 5.3 Statistik Deskriptif
Variabel Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Perencanaan Angaran (X1) 25 48 38.60 5.004Kompetensi Sumber Daya Manusia (X2) 28 41 34.94 2.686Komitmen Organisasi (M) 25 39 31.39 3.096Penyerapan Anggaran (Y) 17 28 23.28 2.297
Sumber: data primer diolah, 2017
Berdasarkan tabel 5.3 di atas dapat dilihat bahwa variabel perencanaan
anggaran yang merupakan variabel independen (X1) mempunyai nilai standar
deviasi sebesar 5,004 dan nilai rata-rata (mean) sebesar 38,60. Hal ini
menunjukkan adanya penyimpangan sebesar 5,004 dari nilai rata-rata (mean)
jawaban responden atas item pertanyaan/pernyataan tentang perencanaan
anggaran. Variabel perencanaan anggaran (X1) yang diukur menggunakan
kuesioner yaitu terdiri dari 10 butir pernyataan/pernyataan dengan skala Likert
yang terdiri dari 5 alternatif jawaban. Dimana skor 5 (sangat setuju) untuk skor
tertinggi dan skor 1 (sangat tidak setuju) untuk skor terendah. Dari butir
pernyataan yang ada, diperoleh total skor tertinggi (maximum) sebesar 48 dan
skor terendah (minimum) sebesar 25. Sedangkan untuk variabel kompetensi
sumber daya manusia (SDM) yang merupakan variabel independen (X2)
mempunyai nilai standar deviasi sebesar 2,686 dan nilai rata-rata (mean)
sebesar 34,94. Hal ini menunjukkan adanya penyimpangan sebesar 2,686 dari
nilai rata-rata (mean) jawaban responden atas item pertanyaan/pernyataan
mengenai kompetensi sumber daya manusia (SDM). Variabel kompetensi
sumber daya manusia (X2) yang diukur menggunakan kuesioner yaitu terdiri dari
9 butir pernyataan/pernyataan dengan skala Likert yang terdiri dari 5 alternatif
jawaban. Dimana skor 5 (sangat setuju) untuk skor tertinggi dan skor 1 (sangat
68
tidak setuju) untuk skor terendah. Dari butir pernyataan yang ada, diperoleh total
skor tertinggi (maximum) sebesar 41 dan skor terendah (minimum) sebesar 28.
Selanjutnnya untuk variabel moderasi (M) yaitu komitmen organisasi
mempunyai nilai standar deviasi sebesar 3,096 dan nilai rata-rata (mean)
sebesar 31,39. Hal ini menunjukkan adanya penyimpangan sebesar 3.096 dari
nilai rata-rata (mean) jawaban responden atas pertanyaan/pernyataan mengenai
komitmen organisasi. Variabel komitmen organisasi (M) yang diukur
menggunakan kuesioner yaitu terdiri dari 8 butir pernyataan/pernyataan dengan
skala Likert yang terdiri dari 5 alternatif jawaban. Dimana skor 5 (sangat setuju)
untuk skor tertinggi dan skor 1 (sangat tidak setuju) untuk skor terendah. Dari
butir pernyataan yang ada, diperoleh total skor tertinggi (maximum) sebesar 39
dan skor terendah (minimum) sebesar 25. Dan variabel dependen (Y) yaitu
penyerapan anggaran mempunyai nilai standar deviasi sebesar 2,297 dan nilai
rata-rata (mean) sebesar 23,28. Hal ini menunjukkan adanya penyimpangan
sebesar 2,297 dari nilai rata-rata (mean) jawaban responden atas
pertanyaan/pernyataan mengenai penyerapan anggaran. Variabel penyerapan
anggaran (X1) yang diukur menggunakan kuesioner yaitu terdiri dari 6 butir
pernyataan/pernyataan dengan skala Likert yang terdiri dari 5 alternatif jawaban.
Dimana skor 5 (sangat setuju) untuk skor tertinggi dan skor 1 (sangat tidak
setuju) untuk skor terendah. Dari butir pernyataan yang ada, diperoleh total skor
tertinggi (maximum) sebesar 28 dan skor terendah (minimum) sebesar 17.
Rincian hasil statistik deskriptif tersebut di atas menunjukkan nilai rata-
rata (Mean) lebih besar dibandingkan nilai standar deviasi (SD) pada masing-
masing variabel yang mengindikasikan bahwa nilai penyimpangan data kecil,
maka nilai mean dapat digunakan sebagai representasi dari keseluruhan data.
Hal tersebut dikarenakan standar deviasi (SD) merupakan pencerminan
penyimpangan yang sangat tinggi sehingga penyebaran data menunjukkan hasil
69
yang normal dan tidak bias. Sedangkan apabila nilai rata-rata (mean) lebih kecil
dari nilai standar deviasi (SD), mengindikasikan hasil yang kurang baik, maka
penyebaran data dianggap tidak normal dan menyebabkan bias.
Selanjutnya untuk melihat distribusi frekuensi atas jawaban responden
dari hasil tabulasi skor data serta intersepsi skor item pada variabel penelitian
akan disajikan pada tebel berikut:
Berdasarkan rumus yang digunakan yaitu:
C =5 - 1
5= 0,80
Hasil perhitungan rentang skala menunjukkan nilai 0,80 dengan demikian
rentang skala 0,80 tersebut dapat dijelaskan nilai numeriknya sebagai berikut:
Tabel 5.4 Ikhtisar Rentang SkalaRentang Kategori
1≤ X <1.801,80≤ X <2,602,60≤ X <3,403,40≤ X <4,20
4,20≤ X <5
SRRST
ST
Ket : SR = Sangat rendahR = RendahS = SedangT = TinggiST = Sangat tinggi
Tabel 5.5 Deskripsi item Pertanyaan Variabel Perencanaan Anggaran (X1)
Jawaban Responden
Sangat Tidak Setuju
Tidak Setuju Netral Setuju Sangat
Setuju
Bobot 1 2 3 4 5
Total Rata-rata Ket
F - 4 32 42 18 96Skor - 8 96 168 90 364X1.1
% - 4,2 33,3 43,8 18,8 1003,77 T
F - - 11 54 31 96Skor - - 33 216 155 404X1.2
% - - 11,5 56,2 32,3 1004,21 ST
70
F - 2 13 66 15 96Skor - 4 39 264 75 382X1.3
% - 2,1 13,5 68,8 15,6 1003,98 T
F - 16 15 50 15 96Skor - 32 45 200 75 352X1.4
% - 16,7 15,6 52,1 15,6 1003,67 T
F - 7 15 55 19 96Skor - 14 45 220 95 374X1.5
% - 12,5 11,5 53,1 22,9 1003,90 T
F - - 16 70 10 96Skor - - 48 280 50 370X1.6
% - - 16,7 69,8 13,5 1003,85 T
F - 3 21 49 23 96Skor - 6 63 196 115 380X1.7
% - 3,1 21,9 51,0 24,0 1003,96 T
F - 2 21 61 12 96Skor - 4 63 244 60 371X1.8
% - 2,1 20,8 61,5 15,6 1003,86 T
F - 6 30 44 16 96Skor - 12 90 176 80 358X1.9
% - 6,3 31,3 45,8 16,7 1003,73 T
F - 17 17 50 12 96Skor - 36 54 200 50 340X1.10
% - 17,7 17,7 51,1 12,5 1003,54 T
Rata-rata Keseluruhan 3,85 TSumber: data primer diolah, 2017
Berdasarkan Tabel 5.5 menunjukkan bahwa dari 96 responden yang
diteliti, sebagian besar menjawab pada skor 4 dan skor 3 yaitu setuju dan netral.
Dari 10 item pertanyaan/pernyataan, 9 diantaranya memiliki rata-rata pada
kategori tinggi (rentang 3,40≤ sampai <4,20) dan 1 item lainnya yaitu
pernyataan/pernyataan kedua (X1.2) merupakan item yang memiliki rata-rata
tertinggi sebesar 4,21 atau berada pada kategori sangat tinggi (rentang 4,20≤
sampai <5).
Kategori dengan nilai rata-rata tertinggi untuk pernyataan/pertanyaan
kedua (X1.2) menjelaskan bahwa perencanaan anggaran yang dilakukan seperti
penyusunan DPA sudah berdasarkan KUA-PPAS yang telah disetujui oleh
Kepala Daerah dan DPRD. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa indikator
“Keseuaian dengan aturan” menjadi indikator paling dominan mempersepsikan
variabel perencanaan anggaran (X1).
Secara rata-rata keseluruhan variabel perencanaan anggaran (X1)
memiliki nilai sebesar 3,85 dan berada pada kategori tinggi (rentang 3,40≤
71
sampai<4,20). Hal ini menunjukkan bahwa variabel perencanaan anggaran
dipersepsikan tinggi oleh responden.
Tabel 5.6 Deskripsi item Pertanyaan Variabel Komptensi SDM (X2)
Jawaban Responden
Sangat Tidak Setuju
Tidak Setuju Netral Setuju Sangat
Setuju
Bobot 1 2 3 4 5
Total Rata-rata Ket
F - - - 65 31 96Skor - - - 260 155 415X2.1
% - - - 67,7 32,3 1004,32 ST
F - - 17 69 10 96Skor - - 51 276 50 377X2.2
% - - 17,7 71,9 11,4 1003,93 T
F - - 18 69 9 96Skor - - 54 276 45 375X2.3
% - - 18,8 71,9 9,4 1003,91 T
F - 2 4 74 16 96Skor - 4 12 296 80 392X2.4
% - 2,1 4,2 77,1 16,7 1004,08 T
F - 1 23 68 4 96Skor - 2 69 272 20 363X2.5
% - 1,0 24,0 70,8 4,2 1003,78 T
F - - 19 68 9 96Skor - - 57 272 45 374X2.6
% - - 20,8 56,3 13,5 1003,90 T
F - 1 32 54 9 96Skor - 2 96 216 45 359X2.7
% - 1,0 33,3 56,3 9,4 1003,74 T
F - 3 24 58 11 96Skor - 6 72 232 55 365X2.8
% - 3,1 17,7 66,7 12,5 1003,80 T
F - 10 33 50 3 96Skor - 20 99 200 15 334X2.9
% - 8,3 27,1 58,3 6,3 1003,48 T
Rata-rata Keseluruhan 3,88 TSumber: data primer diolah, 2017
Berdasarkan Tabel 5.6 menunjukkan bahwa dari 96 responden yang
diteliti, sebagian besar menjawab pada skor 4 dan skor 3 yaitu setuju dan netral.
Dari 9 item pertanyaan/pernyataan, 8 diantaranya memiliki rata-rata pada
kategori tinggi (rentang 3,40≤ sampai <4,20) dan 1 item lainnya yaitu
pernyataan/pernyataan pertama (X2.1) merupakan item yang memiliki rata-rata
tertinggi sebesar 4,32 atau berada pada kategori sangat tinggi (rentang 4,20≤
sampai <5).
72
Kategori dengan nilai rata-rata tertinggi untuk pernyataan/pertanyaan
pertama (X2.1) menjelaskan bahwa kompetensi sumber daya manusia yang
menjadi pengelola kegiatan organisasi pemerintah pada dasarnya sudah
memahami bahwa DPA-SKPD yang telah disahkan selanjutnya dijadikan
pedoman dalam menjalankan kegiatan. Dengan demikian, dapat disimpulkan
bahwa indikator “Knowledge (Pengetahuan)” menjadi indikator paling dominan
mempersepsikan variabel kompetensi sumber daya manusia (X2).
Secara rata-rata keseluruhan variabel kompetensi sumber daya manusia
(X2) memiliki nilai sebesar 3.88 dan berada pada kategori tinggi (rentang 3,40≤
sampai <4,20). Hal ini menunjukkan bahwa variabel kompetensi sumber daya
manusia dipersepsikan tinggi oleh responden.
Tabel 5.7 Deskripsi item Pertanyaan Variabel Komitmen Organisasi (M)
Jawaban Responden
Sangat Tidak Setuju
Tidak Setuju Netral Setuju Sangat
Setuju
Bobot 1 2 3 4 5
Total Rata-rata Ket
F - - 7 69 20 96Skor - - 24 260 115 397M.1
% - - 7,3 71,9 20,8 1004,14 T
F - - 6 76 14 96Skor - - 18 304 70 392M.2
% - - 7,3 66,7 17,7 1004,08 T
F - - 11 67 18 96Skor - - 33 268 90 391M.3
% - - 6,3 49,0 21,9 1004,07 T
F - - 17 56 23 96Skor - - 51 224 115 390M.4
% - - 17,7 58,3 24,0 1004,06 T
F - - 18 65 13 96Skor - - 54 260 65 379M.5
% - - 11,5 56,3 18,8 1003,95 T
F - 17 30 45 4 96Skor - 34 90 180 20 324M.6
% - 17,7 31,3 46,9 4,2 1003,38 S
F - 9 15 62 10 96Skor - 18 45 248 50 361M.7
% - 5,2 2,1 74,0 18,8 1003,76 T
F - 2 17 61 16 96Skor - 4 51 244 80 379M.8
% - 2,1 17,7 63,5 16,7 1003,95 T
Rata-rata Keseluruhan 4,01 T
73
Sumber: data primer diolah, 2017
Berdasarkan Tabel 5.7 menunjukkan bahwa dari 96 responden yang
diteliti, sebagian besar menjawab pada skor 4 dan skor 5 yaitu setuju dan sangat
setuju. Dari 8 item pertanyaan/pernyataan, pernyataan/pertanyaan keenam (M6)
menjadi item dengan persepsi terendah yang berada pada kategori sedang
(rentang 2,60≤ sampai <3,40). Sedangkan 7 item pernyataan/pertanyaan lainnya
memiliki rata-rata pada kategori tinggi (rentang 3,40≤ sampai <4,20). Item
pertanyaan/pernyataan pertama (M1) merupakan item yang memiliki persepsi
rata-rata tertinggi sebesar 4,14.
Kategori dengan nilai rata-rata tertinggi untuk pernyataan/pertanyaan
pertama (M1) menjelaskan bahwa pemerintah selaku pengelola anggaran,
sangat memperhatikan nilai-nilai pengelolaan anggaran publik dalam
menjalankan tanggungjawab penugasan instansi/organisasi. Dengan demikian,
dapat disimpulkan bahwa indikator “Kepercayaan yang kuat dan penerimaan
terhadap nilai dan tujuan organisasi” menjadi indikator paling dominan
mempersepsikan variabel komitmen organisasi (M).
Secara rata-rata keseluruhan variabel komitmen organisasi (M) memiliki
nilai sebesar 4,01 dan berada pada kategori tinggi (rentang 3,40≤ sampai <4,20).
Hal ini menunjukkan bahwa variabel komitmen organisasi dipersepsikan tinggi
oleh responden.
Tabel 5.8 Deskripsi item Pertanyaan Variabel Penyerapan Anggaran (Y)
Jawaban Responden
Sangat Tidak Setuju
Tidak Setuju Netral Setuju Sangat
Setuju
Bobot 1 2 3 4 5
Total Rata-rata Ket
F - 5 21 61 9 96Skor - 10 63 244 45 362Y.1
% - 5,2 21,9 63,5 9,4 1003,77 T
F - 1 17 66 12 96Skor - 2 51 264 60 377Y.2
% - 1,0 17,7 68,8 12,5 1003,93 T
Y.3 F - 4 16 71 5 96 3,80 T
74
Skor - 8 48 284 25 365% - 4,2 16,7 74,0 5,2 100F - 1 18 76 1 96
Skor - 2 54 304 5 365Y.4% - 1,0 8,3 80,2 10,4 100
3,80 T
F - - 21 57 18 96Skor - - 63 228 90 381Y.5
% - - 19,8 59,4 20,8 1003,97 T
F - 3 20 71 2 96Skor - 6 60 284 10 360Y.6
% - 3,1 20,8 74,0 2,1 1003,75 ST
Rata-rata Keseluruhan 3,84 TSumber: data primer diolah, 201
Berdasarkan Tabel 5.8 menunjukkan bahwa dari 96 responden yang
diteliti, sebagian besar menjawab pada skor 4 dan skor 3 yaitu setuju dan netral.
Dari 6 item pertanyaan/pernyataan, seluruhnya memiliki rata-rata pada kategori
tinggi (rentang 3,40≤ sampai <4,20). Item pertanyaan/pernyataan pertama (Y5)
merupakan item yang memiliki rata-rata tertinggi sebesar 3,97. Hal tersebut
menunjukkan bahwa pelaksananaan kegiatan sudah sesuai dengan program
kegiatan yang direncanakan, dengan kata lain bahwa indikator konsistensi
pelaksanaan, berdasarkan jenis kegiatan dan waktu pelaksanaan menjadi
indikator yang paling dominan dalam mempersepsikan variabel penyerapan
anggaran (Y).
Secara rata-rata keseluruhan variabel penyerapan anggaran (Y) memiliki
nilai sebesar 3.84 dan berada pada kategori tinggi (rentang 3,40≤ sampai <4,20).
Hal ini menunjukkan bahwa variabel komitmen organisasi dipersepsikan tinggi
oleh responden.
5.3 Uji Kualitas Data
1. Uji Validitas
Penelitian yang dilaksanakan menggunakan kuesioner sebagai instrumen
penelitian (disajikan pada lampiran 1) yang menggunakan skala likert dengan
poin 1 sampai dengan 5, pilihan jawaban dari sangat tidak setuju (STS) hingga
sangat setuju (SS). Sebelum data penelitian yang telah diperoleh dari jawaban
75
pertanyaan/pernyataan kuisioner dapat digunakan untuk analisis selanjutnya,
maka diperlukan adanya pengujian validitas dan reliabilitas instrumen penelitian.
Pengujian validitas dengan korelasi pearson, instrumen dinyatakan valid apabila
nilai korelasi (r) ≥ 0.3 (Ghozali, 2013). Hasil uji validitas setiap variabel secara
lengkap disajikan pada lampiran IV dan teringkas pada Tabel 5.5 berikut ini.
Tabel 5.9 Hasil Uji Validitas Instrumen PenelitianVariabel Item Korelasi Kesimpulan
X1.1 0.657 ValidX1.2 0.613 ValidX1.3 0.671 ValidX1.4 0.692 ValidX1.5 0.659 ValidX1.6 0.513 ValidX1.7 0.671 ValidX1.8 0.589 ValidX1.9 0.767 Valid
Perencanaan Anggaran(X1)
X1.10 0.777 ValidX2.1 0.508 ValidX2.2 0.449 ValidX2.3 0.638 ValidX2.4 0.646 ValidX2.5 0.421 ValidX2.6 0.356 ValidX2.7 0.329 ValidX2.8 0.644 Valid
Kompetensi Sumber Daya Manusia(X2)
X2.9 0.653 ValidM.1 0.481 ValidM.2 0.354 ValidM.3 0.480 ValidM.4 0.588 ValidM.5 0.555 ValidM.6 0.751 ValidM.7 0.827 Valid
Komitmen Organisasi(M)
M.8 0.732 ValidY.1 0.656 ValidY.2 0.666 ValidY.3 0.762 ValidY.4 0.787 ValidY.5 0.572 Valid
Penyerapan Anggaran(Y)
Y.6 0.715 ValidSumber: data primer diolah, 2017
Tabel 5.9 di atas menunjukkan nilai korelasi semua item
pertanyaan/pernyataan dari semua variabel pada kuesioner memiliki nilai di atas
atau lebih besar sama dengan 0.03 (≥0.3). Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa seluruh item pertanyaan/pernyataan telah memenuhi syarat validitas.
76
2. Uji Reliabilitas
Tahapan berikutnya disajikan pengujian reliabilitas instrumen penelitian.
Instrumen penelitian dinyatakan reliabel jika nilai cronbach alpha di atas atau
lebih besar sama dengan 0.6 (≥0.6). Hasil uji realibilitas secara lengkap disajikan
pada Lampiran IV dan teringkas pada Tabel 5.6 berikut ini.
Tabel 5.10 Hasil Uji Reliabilitas Instrumen PenelitianVariabel Alpha Cronbach Keterangan
Perencanaan Anggaran (X1) 0.875 ReliabelKompetensi Sumber Daya Manusia (X2) 0.656 ReliabelKomitmen Organisasi (M) 0.761 ReliabelPenyerapan Anggaran (Y) 0.772 Reliabel
Sumber: data primer diolah, 2017
Tabel 5.10 di atas menunjukkan nilai cronbach alpha kelima variabel
penelitian memilki nilai di atas atau lebih besar sama dengan 0.6 (≥0.6). Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa instrumen penelitian telah memenuhi
persyaratan valid dan reliabel, sehingga data yang diperoleh dari instrumen
penelitian (kuesioner) dapat digunakan untuk analisis pada tahapan selanjutnya.
5.4 Uji Asumsi Klasik
Pengujian statistik dengan analisis regresi dapat dilakukan dengan
pertimbangan tidak adanya pelanggaran terhadap uji asumsi klasik. Asumsi-
asumsi klasik tersebut antara lain sebagai berikut.
1. Uji Normalitas
Pengujian normalitas menggunakan uji kolmogorov smirnov. Jika hasil
pengujian menunjukkan nilai (asymp.sig) lebih besar dari 0.05 (sig>0.05), maka
asumsi normalitas terpenuhi. Sebaliknya jika nilai lebih kecil dari 0.05 (sig<0.05),
maka asumsi normalitas tidak terpenuhi.
Hasil uji Kolmogorov-Smirnov secara lengkap disajikan pada Lampiran V
dan teringkas pada Tabel 5.11 berikut ini:
Tabel 5.11 Hasil Uji One-Sample Kolmogorov-Smirnov TestVariabel Sig Keterangan
77
Perencanaan Anggaran 0.093 NormalKompetensi SDM 0.239 NormalKomitmen Organisasi 0.224 NormalPenyerapan Anggaran 0.104 Normal
Sumber: data primer diolah, 2017
Dari Tabel 5.11 tersebut dapat dilihat bahwa nilai sig kolmogorov smirnov
seluruhnya di atas atau lebih besar dari 0.05 (sig>0.05) maka asumsi normalitas
terpenuhi.
2. Uji Multikolinieritas
Untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikolonieritas di dalam suatu
model regresi, dapat dilihat dari nilai tolerance atau variance inflation factor (VIF).
Nilai cutoff yang umum digunakan untuk menunjukkan adanya multikolonieritas
adalah apabila nilai Tolenrance < 0,10 atau sama dengan nilai VIF > 10 (Ghozali,
2013). Hasil uji asumsi multikoliniearitas secara lengkap disajikan pada lampiran
V dan teringkas pada Tabel 5.12 berikut ini:
Tabel 5.12 Hasil Uji Asumsi Non-Multikolinieritas
Variabel Tolerance VIF KeteranganPersamaan 1 1.000 1.000 Non MultikolinieritasPersamaan 2 1.000 1.000 Non MultikolinieritasPersamaan 3 0.213 4.687 Non MultikolinieritasPersamaan 4 0.450 2.330 Non Multikolinieritas
Sumber: data diolah, 2017
Dari Tabel 5.12 di atas, dapat dilihat bahwa nilai tolerance pada
keseluruhan model bernilai di atas 0,10 (>0,10) dan nilai VIF masing-masing
model di bawah 10 (<10). Hasil tersebut menunjukkan bahwa tidak terdapat
multikolinearitas antar variabel dalam model regresi.
3. Uji Heteroskedastisitas
Model regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas atau tidak terjadi
heteroskedastisitas. Pada saat terdeteksi ada tidaknya heteroskedastisitas dapat
dilihat pada grafik plot (scatterplot). Terjadinya heteroskedastisitas dapat jika
grafik plot menunjukkan suatu pola titik yang bergelombang atau melebar
78
kemudian menyempit. Namun jika tidak terjadi pola yang jelas, serta titik-titik
menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi
heteroskedastisitas.
Jika dilihat pada lampiran IV uji asumsi klasik, semua grafik plot yang ada
menunjukkan bahwa persamaan yang telah diuji tidak mengandung
heteroskedastisitas. Artinya bahwa tidak ada korelasi antara besarnya data
dengan residual, sehingga bila data diperbesar tidak menyebabkan residual
(kesalahan) yang semakin besar pula.
5.5 Pengujian Hipotesis
1. Pengaruh Perencanaan Anggaran terhadap Penyerapan Anggaran
Tabel 5.13 merupakan hasil perhitungan dari uji regresi perencanaan
anggaran (X1), terhadap penyerapan anggaran (Y), dengan bantuan aplikasi
SPSS versi 21. Berdasarkan hasil tersebut, diperoleh nilai koefisien determinasi
R square sebesar 0.515 atau 51.5%. Artinya bahwa variabel penyerapan
anggaran dipengaruhi sebesar 51.5% oleh perencanaan anggaran, sedangkan
48.5% sisanya, dipengaruhi oleh variabel lain yang berada di luar variabel yang
diteliti dalam penelitian ini.
Tabel 5.13 Hasil Uji Hipotesis Pertama
Variabel Koefisien T Sig t Ket
Konstanta 10.564 8.229 0.000Perencanaan Anggaran (X1) 0.329 9.988 0.000 SignifikanRsquare = 0.515Sumber: data penelitian diolah, 2017
Adapun model persamaan regresi untuk menguji hipotesis yang pertama
adalah sebagai berikut:
Y = α + β1X1 +
= 10.564 + 0.329 X1 +
79
Keterangan:Y = Penyerapan Anggaranα = Konstantaβ = Koefisien RegresiX1 = Perencanaan Anggaran = Error Term
Pengujian hipotesis secara parsial digunakan uji-t yaitu untuk menguji
secara parsial variabel bebas terhadap variabel terikat. Berikut uji hipotesis
pertama dalam penelitian ini.
Uji-t pengaruh variabel Perencanaan Anggaran (X1) terhadap
Penyerapan Anggaran (Y). Pada variabel perencanaan anggaran diperoleh nilai
t-hitung ≥ t-tabel (9.988 >1.661) dan nilai signifikansi-t sama dengan 0.000 (sig t
≤ 0.05), maka secara parsial variabel perencanaan anggaran (X1) berpengaruh
signifikan terhadap penyerapan anggaran (Y). Berdasarkan atas nilai koefisien
regresi (0.329) bertanda positif, yang berarti bahwa semakin meningkat variabel
perencanaan anggaran (X1), maka akan semakin meningkat pula penyerapan
anggaran (Y). Sebaliknya, semakin rendah perencanaan anggaran (X1), maka
akan semakin rendah pula tingkat penyerapan anggaran (Y). Sesuai dengan
penjelasan tersebut, maka H1 yaitu: Perencanaan anggaran berpengaruh positif
dan signifikan terhadap penyerapan anggaran, dinyatakan diterima.
2. Pengaruh Kompetensi Sumber Daya Manusia (SDM) terhadap
Penyerapan Anggaran
Tabel 5.14 merupakan hasil perhitungan dari uji regresi kompetensi
sumber daya manusia (X2), terhadap penyerapan anggaran (Y), dengan bantuan
SPSS versi 21. Berdasarkan tersebut, diperoleh nilai koefisien determinasi R
square sebesar 0.458 atau 45.8%. Artinya bahwa variabel penyerapan anggaran
dipengaruhi sebesar 45.8% oleh kompetensi SDM, sedangkan 54.2% sisanya,
80
dipengaruhi oleh variabel lain yang berada diluar variabel yang diteliti dalam
penelitian ini.
Tabel 5.14 Hasil Uji Hipotesis Kedua
Variabel Koefisien T Sig t Ket
Konstanta 3.067 1.348 0.000Kompetensi SDM (X2) 0.579 8.908 0.000 SignifikanRsquare = 0.458Sumber: data penelitian diolah, 2017
Adapun model persamaan regresi untuk menguji hipotesis yang kedua
adalah sebagai berikut:
Y = α + β1X2 +
= 3.067 + 0.579 X2 +
Keterangan:
Y = Penyerapan Anggaranα = Konstantaβ = Koefisien RegresiX2 = Kompetensi SDM = Error Term
Pengujian hipotesis secara parsial digunakan uji-t yaitu untuk menguji
secara parsial variabel bebas terhadap variabel terikat. Berikut uji hipotesis
kedua dalam penelitian ini.
Uji-t pengaruh variabel Kompetensi SDM (X2) terhadap Penyerapan
Anggaran (Y). Pada variabel kompetensi SDM diperoleh nilai t-hitung ≥ t-tabel
(8.908 >1.661) dan nilai signifikansi-t sama dengan 0.000 (sig t ≤ 0.05), maka
secara parsial variabel kompetensi SDM (X2) berpengaruh signifikan terhadap
penyerapan anggaran (Y). Berdasarkan atas nilai koefisien regresi (0.579)
bertanda positif, yang berarti bahwa semakin meningkat variabel kompetensi
SDM (X2), maka akan semakin meningkat pula penyerapan anggaran (Y).
Sebaliknya, semakin rendah kompetensi (X2), maka akan semakin rendah pula
tingkat penyerapan anggaran (Y). Sesuai dengan penjelasan tersebut, maka H2
81
yaitu: Kompetensi sumber daya manusia berpengaruh positif dan signifikasn
terhadap penyerapan anggaran, dinyatakan diterima.
3. Pengaruh Komitmen Organisasi sebagai Variabel Pemoderasi
Hubungan Perencanaan Anggaran dengan Penyerapan Anggaran
Tabel 5.15 merupakan hasil perhitungan dari uji komitmen organisasi (M)
sebagai pemoderasi hubungan perencanaan anggaran (X1) terhadap
penyerapan anggaran (Y), dengan bantuan SPSS versi 21. Berdasarkan Tabel
5.11, diperoleh nilai koefisien determinasi R square yang menunjukkan nilai
sebesar 0.424 atau 42.4%. Artinya bahwa variabel penyerapan anggaran
dipengaruhi sebesar 42.4% oleh interaksi perencanaan anggaran dan komitmen
organisasi, sedangkan 57.6% dipengaruhi oleh variabel lain diluar dari variabel
yang diteliti dalam penelitian ini.
Tabel 5.15 Hasil Uji Hipotesis Ketiga
Variabel Koefisien T Sig t KetKonstanta 11.294 8.087 0.000Perencanaan Anggaran (X1) 0.242 3.477 0.001 SignifikanInteraksi (X1*M) 0.002 1.301 0.197 Tidak Signifikan
Rsquare = 0.424Sumber: data penelitian diolah, 2017
Adapun model persamaan regresi untuk menguji hipotesis yang ketiga
adalah sebagai berikut:
Y = α + β1X1 + β2X1M +
= 11.294+ 0.242X1 + 0.002 X1M +
Keterangan:
Y = Penyerapan Anggaranα = Konstantaβ =Koefisien RegresiX1 = Perencanaan AnggaranX1*M = Interaksi antara Perencanaan Anggaran dengan Komitmen Organisasi = Error Term
82
Hasil pengujian hipotesis ketiga menunjukkan bahwa nilai t-hitung lebih
besar dari t-tabel (1.301<1.661) dengan tingkat signifikan 0.197 yang lebih besar
atau sama dengan 0.05. Hasil ini memperlihatkan bahwa komitmen organisasi
tidak memoderasi hubungan antara perencanaan anggaran dengan penyerapan
anggaran. Dengan demikian H3 yaitu: komitmen organisasi memperkuat
hubungan perencanaan anggaran dengan penyerapan anggaran, dinyatakan
ditolak.
4. Pengaruh Komitmen Organisasi sebagai Pemoderasi Hubungan
Kompetensi Sumber Daya Manusia dengan Penyerapan Anggaran
Tabel 5.16 merupakan hasil perhitungan dari uji komitmen organisasi (M)
sebagai pemoderasi hubungan kompetensi sumber daya manusia (X2) terhadap
penyerapan anggaran (Y), dengan bantuan aplikasi SPSS versi 21. Berdasarkan
Tabel 4.12, diperoleh nilai koefisien determinasi R Square sebesar 0.401 atau
40.1%. Artinya bahwa variabel penyerapan anggaran dipengaruhi sebesar 40.1%
oleh interaksi kompetensi sumber daya manusia dengan komitmen organisasi,
sedangkan 59.9% dipengaruhi oleh variabel lain diluar dari variabel yang diteliti
dalam penelitian ini.
Tabel 5.16 Hasil Uji Hipotesis Keempat
Variabel Koefisien T Sig t KetKonstanta 4.818 2.114 0.037Kompetensi SDM (X1) 0.381 4.089 0.000 SignifikanInteraksi (X2*M) 0.050 2.849 0.005 Signifikan
Rsquare = 0.401Sumber: data penelitian diolah, 2017
Adapun model persamaan regresi untuk menguji hipotesis yang keempat
adalah sebagai berikut:
Y = α + β1X2 + β2X2M +
= 4.818+ 0.381X2 + 0.050X2M +
83
Keterangan:
Y = Penyerapan Anggaranα = Konstantaβ = Koefisien RegresiX2 = Kompetensi SDMX2*M = Interaksi antara Kompetensi SDM dengan Komitmen Organisasi = Error Term
Hasil pengujian hipotesis keempat menunjukkan bahwa nilai t-hitung lebih
besar dari t-tabel (2.849 >1.661) dengan tingkat signifikan 0.005 yang lebih kecil
dari 0,05. Hasil ini memperlihatkan bahwa komitmen organisasi secara signifikan
memoderasi hubungan diantara kompetensi SDM dengan penyerapan anggaran.
Koefisien regresi yang positif (0.05) berarti apabila komitmen organisasi semakin
meningkat (tinggi), maka akan meningkatkan dan memberikan dampak positif
dalam hubungan kompetensi SDM dengan penyerapan anggaran. Dengan
demikian H4 yaitu: komitmen organisasi memperkuat hubungan antara
kompetensi sumber daya manusia (SDM) dengan penyerapan anggaran,
dinyatakan diterima.
84
BAB VI
PEMBAHASAN
Pada bab ini akan dibahas mengenai hasil dan temuan penelitian serta
hubungannya dengan penelitian-penelitian sebelumnya.
6.1 Pengaruh Perencanaan Anggaran terhadap Penyerapan Anggaran
Berdasarkan hasil pengujian variabel perencanaan anggaran (X1)
terhadap variabel penyerapan anggaran (Y) dengan tingkat signifikansi 0.000
serta nilai koefisien regresi 0.329 menunjukkan adanya pengaruh positif
signifikan. Ini berarti bahwa semakin baik perencanaan anggaran maka tingkat
penyerapan anggaran akan semakin meningkat pula. Dengan kata lain semakin
matang pengelola anggaran dalam mengelola dan merencanakan, maka
program dan kegiatan dalam satu tahun anggaran akan berjalan dengan baik,
sehingga target penyerapan anggaran dapat tercapai. Hasil tersebut sesuai
dengan hipotesis pertama yang menduga adanya pengaruh perencanaan
anggaran (X1) terhadap tingkat penyerapan anggaran (Y), sehingga hipotesis
pertama dinyatakan diterima.
Hasil di atas sejalan dengan pendekatan “normative” pada public finance
theory (keuangan publik) yang dikemukakan oleh Harvey S. Rossen (2008).
Pendekatan ini memfokuskan pada permasalahan kebijakan-kebijakan keuangan
pemerintah (fiscal policy) yaitu bagaimana seharusnya pemerintah menentukan
kebijakan mengenai teknik dalam kebijakan pendapatan dan melakukan berbagai
kebijakan mengenai alokasi sumber dana dan sumber-sumber daya lain yang
tersedia demi menciptakan efisiensi alokasi, stabilisasi ekonomi, pemerataan
serta kesejahteraan. Normative public finance juga mengisyaratkan bahwa
dengan adanya keinginan untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu maka terlebih
dahulu pemerintah merumuskan rencana kebijakan yang kemudian diterapkan
dalam mencapai tujuan-tujuan tersebut.
85
Pendekatan normative tersebut menegaskan hasil penelitian bahwa
tingkat kematangan perencanaan berbanding lurus dengan hasil yang akan
diperoleh. Perencanaan memang dapat dikatakan sebagai tahapan yang paling
krusial dalam konteks pengelolaan anggaran, oleh karena seluruh kegiatan yang
dirumuskan dalam perencanaan pada akhirnya akan menjadi tolok ukur besarnya
kebutuhan anggaran yang harus disediakan, sehingga keberhasilan pengelolaan
anggaran dimulai dari perencanaannya. Dengan kata lain, semakin matang
pengelola anggaran dalam merencanakan, maka program/kegiatan dalam satu
tahun anggaran akan berjalan dengan baik, sehingga target penyerapan
anggaran dapat tercapai. Begitupun sebaliknya, apabila perencanaan anggaran
dan program/kegiatan tidak berjalan selaras, maka akan menjadi pemicu
minimnya penyerapan anggaran.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Bakara
(2000) yang menunjukkan bahwa salah satu faktor yang memengaruhi
penyerapan anggaran pembangunan di Pemerintah Daerah DKI Jakarta adalah
perencanaan anggaran. Menurutnya, perencanaan anggaran yang baik sangat
mampu meminimalisir hambatan dalam pelaksanaannya, sehingga tingkat
pencapaian target lebih tinggi. Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh
Herriyanto (2012), juga menunjukkan bahwa faktor perencanaan berpengaruh
terhadap keterlambatan penyerapan anggaran belanja pada satuan kerja
kementerian/lembaga di wilayah Jakarta. Penelitian tersebut menemukan
beberapa faktor yang menjadi permasalahan dalam perencanaan yaitu
pemblokiran kegiatan, pengesahan yang terlambat, DIPA yang perlu direvisi
serta jadwal pelaksanaan kegiatan yang tidak sesuai dengan DIPA. Senada
dengan hasil penelitian dilakukan oleh Ulfa (2013) yang dilaksanakan pada
Sekretariat DPRD DKI Jakarta T.A 2010, menemukan bahwa perencanaan
anggaran yang tidak dilakukan sesuai dengan prinsip perencanaan anggaran
86
yang baik mengakibatkan keterlambatan pengesahan anggaran, sehingga
menghambat penyerapan anggaran. Hasil ini juga didukung oleh penelitian yang
lain seperti Akadira (2010), Zarinah (2015), Malahayati (2015), Sulaeman, et al.
(2011), Kuswoyo (2011), Priatno (2013), Nina et al. (2016), Ledy.S et al. (2016)
serta Anfujatin (2016).
6.2 Pengaruh Kompetensi Sumber Daya Manusia terhadap Penyerapan
Anggaran
Berdasarkan hasil pengujian variabel kompetensi sumber daya manusia
(X2) terhadap variabel penyerapan anggaran (Y) dengan tingkat signifikansi
0.000 serta nilai koefisien regresi 0.579, menunjukkan adanya pengaruh positif
signifikan. Dapat diartikan bahwa semakin tinggi kompetensi sumber daya
manusia (SDM) maka tingkat penyerapan anggaran akan semakin meningkat.
Dengan kata lain, semakin kompeten pengelola anggaran, maka tujuan
organisasi seperti penyerapan anggaran lebih mudah terealisasi. Hasil tersebut
sesuai dengan hipotesis kedua yang menduga adanya pengaruh kompetensi
sumber daya manusia (X2) terhadap tingkat penyerapan anggaran (Y), sehingga
hipotesis kedua dinyatakan diterima.
Hasil ini sesuai dengan asas profesional yang diatur dalam public finance
theory yang mengharuskan pengelolaan anggaran ditangani oleh tenaga yang
ahli. Kemudian dari sisi tujuan utama public finance, yaitu menentukan alokasi
sumber daya serta mengetahui pengaruhnya dari penempatan tersebut terhadap
keperluan individu maupun keperluan masyarakat serta pemerintah seperti
mengatur sektor-sektor penting pemerintahan, memfasilitasi kegiatan ekonomi
pemerintah dan sektor swasta, menyediakan layanan dasar kepada
masyarakatnya, menyediakan layanan sosial, memastikan stabilitas ekonomi dan
mencapai tingkat pembangunan. Terkait dengan peran pemerintah yang besar
87
dalam menjamin tercapainya kesejahteraan masyarakat yang optimal dan
kebijakan pemerintah harus ditujukan untuk mencapai alokasi sumber ekonomi
yang efisien, redistribusi pendapatan masyarakat dan stabilitas ekonomi, maka
permasalahan pemerintah menjadi demikian kompleks yang tidak hanya melihat
pada sisi anggaran saja tetapi juga pengaruh langsung dan tidak langsung dari
kegiatan perekonomian agregat. Oleh sebab itu pemerintah dituntut memiliki
sumber daya manusia yang kompeten dalam mengelola aktivitas pemerintahan
seperti menentukan kebijakan dan pengelolaan anggaran. Kompetensi yang
dimiliki aparatur pemerintah, baik berupa pengetahuan, keterampilan, maupun
sikap perilaku diperlukan dalam menunjang pelaksanaan tugas dalam
jabatannya.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Sutiono
(1997) yang menunjukkan bahwa lambannya realisasi daya serap keuangan
Program Inpres Dati II di Kabupaten dati II Bandung dan kabupaten dati II
Bekasi, menunjukkan mekanisme koordinasi antar satuan kerja/dinas terkait tidak
berjalan sebagaimana mestinya. Hal tersebut disebabkan oleh kualitas sumber
daya manusia (SDM) yang terlibat dalam pengelolaan anggaran belum memadai
secara kualitas serta belum tersebar secara merata sesuai kebutuhan daerah.
Sumber daya manusia yang belum memadai akan mengurangi kualitas
pengelolaan anggaran yang pada akhirnya akan menjadikan target-target
pemerintah menjadi semakin terbengkalai.
Hevesi (2005) juga yang menyimpulkan bahwa sumber daya manusia
yang kompeten bisa menghindari keterlambatan realisasi anggaran belanja.
Kompetensi sumber daya manusia mutlak diperlukan agar dalam pengelolaan
anggaran dapat dilaksanakan. Kompetensi merupakan suatu karakteristik dari
seseorang yang memiliki ketrampilan (skill), pengetahuan (knowledge), dan
kemampuan (ability) untuk melaksanakan suatu pekerjaan. Hasil yang sama juga
88
dikemukan oleh Putri (2014) dengan judul Analisis faktor-faktor yang
memengaruhi penyerapan anggaran pada Satuan Kerja Perangkat Daerah di
Pemerintah Provinsi Bengkulu, menemukan bahwa kompetensi sumber daya
manusia memiliki pengaruh yang signifikan terhadap penyerapan anggaran.
Penelitian lain yang mendukung hasil penelitian ini adalah penelitian Herryanto
(2012) menemukan bahwa minimnya kapasitas sumber daya manusia
merupakan salah satu faktor yang memengaruhi keterlambatan penyerapan
anggaran belanja pada satuan kerja kementrian/lembaga di wilayah Jakarta. Hal
senada ditemukan dalam Penelitian Arif (2013) bahwa minimnya kapasitas SDM
merupakan faktor penyebab minimnya penyerapan APBD T.A 2011 di Kabupaten
Pelalawan Provinsi Riau. Penelitian Zarinah (2015) juga menemukan bahwa
kualitas sumber daya manusia berpengaruh terhadap tingkat penyerapan
anggaran SKPD di Kabupaten Aceh Utara.
6.3 Pengaruh Komitmen Organisasi sebagai Pemoderasi Perencanaan
Anggaran dengan Penyerapan Anggaran
Berdasarkan hasil pengujian variabel komitmen organisasi (M) sebagai
pemoderasi hubungan antara perencanaan anggaran (X1) dan penyerapan
anggaran (Y) dengan tingkat signifikansi 0.197, menunjukkan bahwa komitmen
organisasi tidak memengaruhi hubungan perencanaan anggaran dengan
penyerapan anggaran. Dapat diartikan bahwa tinggi rendahnya komitmen yang
dimiliki aparatur pemerintah selaku pengelola anggaran, tidak mampu
memengaruhi hubungan perencanaan anggaran terhadap tingkat penyerapan
anggaran. Berdasarkan hasil tersebut, hipotesis ketiga yang menduga bahwa
komitmen organisasi memperkuat hubungan perencanaan anggaran dengan
penyerapan anggaran dinyatakan ditolak.
89
Dalam teori perilaku organisasi dijelaskan bahwa setiap manusia berpikir
tentang masa depan, baik tentang pribadi maupun lingkungannya serta membuat
pilihan tentang bagaimana ia bertindak. Seseorang yang berpikir tentang masa
depan akan senantiasa berupaya melakukan apa yang akan menguntungkan
bagi diri dan lingkungannya. Terlebih apabila seseorang tersebut meyakini
bahwa orang lain yang berinteraksi dan selingkup dengannya memiliki tujuan
yang sama, maka hal tersebut akan semakin memicu seseorang untuk bertindak
dengan menentukan pilihan-pilihan yang memihak. Teori tersebut menekankan
bahwa komitmen terhadap lingkungan (organisasi) merupakan keyakinan dan
dukungan yang kuat terhadap nilai dan sasaran yang ingin dicapai. Komitmen
organisasi yang kuat akan mendorong pengelola anggaran yang berpartisipasi
dalam perencanaan anggaran untuk mengerahkan segala kemampuan yang
dimiliki demi perencanaan anggaran yang akurat sebagai panduan tindakan yang
akan diambi dimasa yang akan datang.
Namun hal tersebut tidak akan terjadi, ketika tidak maksimalnya
keterlibatan pengelola anggaran dalam perencanaan. Hal ini dibuktikan dari
jawaban responden yang menyatakan bahwa dalam proses perencanaan
anggaran yang dilakukan masih belum sepenuhnya melibatkan seluruh unit
terkait. Ketidakterlibatan keseluruhan unit terkait tentu saja akan memengaruhi
komitmen mereka terhadap organisasi dan akan berdampak pada tujuan
organisasi yang ingin dicapai.
Marthin dan Nicholas (1999) mengemukakan tentang pilar besar yang
mampu memengaruhi komitmen anggota organisasi terhadap organisasinya
yang salah satunya adalah Ownership (Affective commitment). Ownership
menjelaskan bahwa rasa memiliki dari seorang anggota organisasi bisa muncul
jika anggota organisasi merasa bahwa mereka benar-benar terlibat dan diterima
menjadi bagian atau kunci penting dari organisasi. Konsep penting ownership
90
akan meluas dalam bentuk partisipasi dalam membuat keputusan-keputusan dan
mengubah praktik kerja, yang ada pada akhirnya akan memengaruhi keterlibatan
anggota. Jika anggota organisasi merasa dilibatkan dalam membuat keputusan-
keputusan dan jika anggota merasa ide-idenya didengar dan jika anggota
memberi kontribusi yang ada pada hasil yang dicapai, maka anggota akan
cenderung meningkatkan perhatian terhadap organisasi.
Sementara itu pada konsep penganggaran sektor publik juga
mengemukakan bahwa dibutuhkan koordinasi yang kuat antar unit-unit kerja
pemerintah dalam mengelola keuangan publik demi tercapainya pemenuhan
kebutuhan masyarakat. Jadi semakin kecil/kurang keterlibatan pengelola
anggaran maka akan semakin rendah pula komitmen dalam proses perencanaan
sehingga akan memengaruhi keberhasilan tujuan organisasi, yaitu tidak
tercapainya target penyerapan anggaran. Komitmen semua pemangku
kepentingan adalah kunci keberhasilan program dan besarnya komitmen ini
bergantung pada sejauh mana mereka terlibat dalam proses perencanaan.
Hasil penelitian didukung oleh penelitian Putu (2016) yang menyimpulkan
bahwa komitmen yang tinggi dari aparatur pemerintah tidak memperkuat
pengaruh perencanaan anggaran terhadap peningkatan realisasi belanja
pemerintah. Hasil penelitian tersebut menitikberatkan pada rendahnya keinginan
pengelola anggaran untuk tetap menjadi anggota organisasi sehingga
memengaruhi performa dalam merencanakan anggaran. Akan tetapi hasil
penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sardjito (2007)
yang menyimpulkan bahwa dalam merencanakan berbagai program dan
kegiatan, adanya komitmen yang tinggi dari aparatur pemerintah daerah mampu
menghasilkan perencanaan program dan kegiatan dan pengalokasian anggaran
yang baik dan sesuai dengan keinginan masyarakat. Serta penelitian Testa
(2001) menyatakan bahwa komitmen organisasional memberikan pengaruh
91
positif terhadap keinginan karyawan dalam memberikan pelayanan. Dan
penelitian yang dilakuakan Malhotra dan Mukherjee (2004), Chong dan Chong
(2002) yang menyatakan bahwa komitmen organisasional memberikan pengaruh
positif terhadap kualitas pelayanan yang baik.
6.4 Pengaruh Komitmen Organisasi sebagai Pemoderasi Hubungan
Kompetensi Sumber Daya Manusia dengan Penyerapan Anggaran
Berdasarkan hasil pengujian variabel komitmen organisasi (M) sebagai
pemoderasi hubungan antara kompetensi sumber daya manusia (X2) dan
penyerapan anggaran (Y) dengan tingkat signifikansi 0.005 dan koefisien regresi
bertanda positif sebesar 0.050, menunjukkan bahwa komitmen organisasi
memperkuat hubungan kompetensi sumber daya manusia dengan penyerapan
anggaran. Dapat diartikan bahwa semakin tinggi komitmen organisasi maka
usaha pengelola anggaran (pemerintah) dalam upaya meningkatkan penyerapan
anggaran juga akan mengalami peningkatan. Berdasarkan hasil tersebut,
hipotesis keempat yang menduga bahwa komitmen organisasi memperkuat
hubungan kompetensi sumber daya manusia dengan penyerapan anggaran
dinyatakan diterima.
Hasil ini sesuai dengan salah satu prinsip dasar perilaku manusia yang
dijelaskan dalam teori perilaku organisasi yaitu setiap manusia berperilaku sesuai
dengan pemahaman terhadap lingkungannya. Sesorang yang memiliki
pengetahuan lebih serta memahami terhadap tujuan yang ditetapkan oleh
lingkungan/organisasi senantiasa akan menonjolkan kelebihan serta
meningkatkan kapasitas dan kapabilitas yang dimiliki demi pencapaian tujuan
organisasi. Sebaliknya, apabila seseorang tidak memiliki pemahaman yang
cukup tentang apa dan bagaimana lingkungan/organisasi bekerja maka akan
92
menunjukkan kapasitas yang berbeda pula, seperti kecenderungan dalam
mengabaikan tujuan yang ditetapkan oleh organisasi.
Oleh karena itu, kedudukan komitmen yang kuat terhadap organisasi
yang ada dalam diri setiap orang, akan memicu orang tersebut untuk berusaha
keras mencapai tujuan organisasi serta memiliki pandangan positif dan lebih
berusaha berbuat yang terbaik demi kepentingan organisasi. Sebaliknya,
seseorang dengan komitmen organisasi yang rendah akan mempunyai perhatian
yang rendah pada pencapaian tujuan organisasi dan cenderung berusaha
memenuhi kepentingan pribadinya saja.
Meyer dan Allen (1991) menjelaskan salah satu dimensi dari komitmen
yang berkaitan dengan keinginan anggota untuk berkontribusi secara maksimal
terhadap organisasi yaitu komitmen afektif. Anggota yang memiliki komitmen
afektif yang kuat akan terus bekerja dalam organisasi karena keinginan yang
timbul dari diri mereka sendiri dan memiliki kedekatan emosional terhadap
organisasi, oleh karena nilai, tujuan dan tanggungjawab yang dibebankan
kepadanya. Dengan demikian, komitmen organisasi sangat dibutuhkan
pemerintah dalam memaksimalkan usahanya sebagai pengelola anggaran guna
mencapai tujuan berupa penyerapan anggaran sesuai dengan target yang telah
ditetapkan.
Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh
Sardjito (2007) yang menyatakan bahwa komitmen organisasi memberikan
pengaruh positif terhadap kinerja aparat pemerintah daerah. Begitupun hasil
penelitian yang dilakukan Alumbida et al. (2016) yang menyimpulkan bahwa
komitmen organisasi memengaruhi setiap pengelola anggaran dimasing-masing
SKPD Kabupaten Kepulauan Talaud dengan memberikan usaha maksimalnya
kepada organisasi guna mencapaian tujuan. Selanjutnya penelitian yang
dilakukan Nouri dan Parker (1996) menyatakan bahwa semakin tinggi komitmen
93
organisasi seseorang/individu maka semakin tinggi kerelaan dalam
mengoptimalkan potensi yang ia miliki. Hasil ini didukung oleh penelitian Wentzel
(2002), Puspitawati (2013), Juliani (2014) dan Wardhana (2015) yang secara
umum menyimpulkan bahwa dengan adanya komitmen terhadap organisasi
menjadikan anggota organisasi tersebut senantia berusaha yang terbaik untuk
organisasinya.
94
BAB VII
PENUTUP
7.1 Kesimpulan
Penelitian ini menguji 4 (empat) hipotesis dengan menggunakan Multiple
Regression dan Moderated Regression Analysis dengan alat bantu Statistical
Package for the Social Sciences (SPSS), dimana penelitian dilaksanakan pada
Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di pemerintah Kabupaten Polewali
Mandar, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut.
1. Terdapat pengaruh positif signifikan faktor perencanaan anggaran terhadap
penyerapan anggaran. Hal ini bermakna semakin baik perencanaan
anggaran maka akan semakin baik tingkat penyerapan anggaran. Ini berarti
bahwa semakin matang aparatur pemerintah sebagai pengelola anggaran
dalam merencanakan, maka setiap program kerja/kegiatan tersebut dalam
satu tahun anggaran akan berjalan dengan baik pula, sehingga target
penyerapan anggaran dapat tercapai.
2. Terdapat pengaruh positif signifikan kompetensi sumber daya manusia
(SDM) terhadap penyerapan anggaran. Hal ini bermakna apabila aparatur
pemerintah pengelola anggaran didukung oleh kompetensi yang tinggi, maka
akan memengaruhi perilaku kerja paparatur pemerintah yang kemudian akan
memengaruhi kinerjanya serta kinerja organisasi secara umum. Artinya,
semakin tinggi kompetensi pengelola anggaran (SDM), akan semakin
meningkatkan kinerja organisasi yang dalam hal ini adalah target
penyerapan anggaran.
3. Komitmen organisasi tidak memoderasi hubungan antara perencanaan
anggaran dengan penyerapan anggaran. Hal tersebut berarti bahwa tinggi
rendahnya komitmen organisasi yang dimiliki pemerintah sebagai pengelola
95
anggaran tidak akan memengaruhi hubungan perencanaan anggaran
dengan tingkat penyerapan anggaran.
4. Komitmen organisasi memoderasi hubungan antara kompetensi sumber
daya manusia dengan penyerapan anggaran. Hal tersebut berarti bahwa
komitmen organisasi mampu memperkuat pengaruh kompetensi sumber
daya manusia terhadap penyerapan anggaran. Dengan kata lain, semakin
tinggi komitmen organisasi, maka usaha pengelola anggaran (pemerintah)
dalam upaya meningkatkan penyerapan anggaran juga akan mengalami
peningkatan.
7.2 Implikasi
Hasil penelitian ini memberikan implikasi baik secara teoritis maupun
secara praktis dalam bidang pengelolaan anggaran daerah seperti:
1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam penambahan
literatur atau referensi dalam ilmu akuntansi khususnya keuangan daerah
mengenai tingkat penyerapan anggaran belanja daerah yang dikaitkan
dengan perencanaan anggaran, kompetensi sumber daya manusia dan
komitmen organisasi.
2. Penelitian ini dapat menjadi masukan bagi perkembangan ilmu keuangan
daerah, serta dapat memberikan suatu gambaran mengenai persepsi para
pengelola anggaran daerah, sehingga pemerintah dapat lebih berusaha
meningkatkan dan mengevaluasi kembali kebijakan-kebijakan program
kerja/kegiatan serta alokasi dana agar dapat meningkatkan penyerapan
anggaran. Selain itu, penelitian ini dapat memberikan informasi bagi
pengembangan ilmu akuntansi secara umum.
96
7.3 Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini memilik beberapa keterbatasan antara lain:
1. Penelitian ini memiliki keterbatasan yang dapat mengganggu hasil penelitian,
yaitu ketidakmampuan peneliti untuk menjamin atau mengendalikan
sepenuhnya kesungguhan, keterbukaan, serta kejujuran responden dalam
memilih opsi jawaban sesuai dengan keadaan dan kenyataan, baik karena
ketidakmampuan atau pemahaman yang kurang serta adanya unsur tekanan
dari pihak tertentu.
2. Selain itu, penelitian ini hanya berfokus pada faktor perencanaan anggaran,
kompetensi sumber daya manusia dan komitmen organisasi dalam
meningkatkan penyerapan anggaran yang tinggi. Tidak menutup
kemungkinan masih ada fakto-faktor lainnya yang mampu memengaruhi
penyerapan anggaran namun belum diuji dalam penelitian ini.
3. Penelitian hanya mengambil lokasi pada Satuan Kerja Perangkat Daerah
(SKPD) Pemerintah kabupaten Polewali Mandar, sehingga untuk Pemerintah
kabupaten/kota lain yang berbeda, dimungkinkan terjadinya perbedaan
kesimpulan.
7.4 Saran
Berdasarkan temuan dalam penelitian ini, maka diuraikan beberapa saran
untuk menjadi pertimbangan dan menjadi rekomendasi untuk pihak-pihak yang
terkait. Adapun saran yang dimaksudkan disebutkan di bawah ini:
1. Bagi pihak Pemerintah
a. Disarankan kepada pihak pemerintah, khususnya pemerintah kabupaten
Polewali Mandar untuk senantiasa memaksimalkan perencanaan
anggaran yang dilakukan serta berupaya meningkatkan kompetensi para
pengelola anggaran dengan mengacu kepada prinsip-prinsip anggaran
97
sektor publik, sehingga penyerapan anggaran terus mengalami
peningkatan.
b. Selanjutnya, disarankan kepada pemerintah khususnya pemerintah
kabupaten Polewali Mandar agar menumbuhkan komitmen bagi
pengelola anggaran terhadap tujuan-tujuan organisasi pemerintah sesuai
dengan karakteristik anggaran sektor publik yang menuntut adanya
komitmen dalam mengelola keuangan publik.
2. Bagi pihak peneliti selanjutnya
a. Diharapkan agar peneliti lebih mampu mengendalikan kesungguhan,
keterbukaan, serta kejujuran responden dalam memilih opsi jawaban
sesuai dengan keadaan dan kenyataan di lapangan.
b. Penelitian ini hanya fokus pada satu kabupaten dengan jumlah sampel
yang kecil dan terbatas, sehingga diharapkan penelitian selanjutnya dapat
dikembangkan pada beberapa kabupaten/kota untuk mendapatkan data
yang lebih lengkap. Serta memperpanjang waktu penelitian sehingga data
yang diperoleh lebih akurat, lebih menyeluruh agar dapat melengkapi
berbagai kekurangan yang terdapat dalam penelitian ini.
c. Penelitian ini hanya menguji dua variabel bebas yaitu perencanaan
anggaran dan kompetensi sumber daya manusia, serta satu variabel
moderasi yaitu komitmen organisasi, maka disarankan untuk peneliti
selanjutnya agar menguji variabel-variabel yang lain.
97
DAFTAR PUSTAKA
Ajzen. I., 1991. The Theory of Planned Behaviour. In: Organizational Behaviour and Human Decision Process. Amherst, MA: Elsevier, 50: 179-211
_______, 2005, Attitudes, Personality and Behavior, 2nd Edition, McGraw-Hill Professional Publishing, Berkshire, GBR.
Akadira, Tora. 2010. “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyerapan Anggaran di Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah” (tesis). Jakarta: Universitas Indonesia.
Anggaeni, Shenny.2012. Hubungan Penyusunan Anggaran Belanja Modal Dengan Efektivitas Penyerapan Anggaran Belanja Modal. Studi pada Pemeritah Kabupate/Kota Wilayah IV Priangan Jawa Barat. Universitas Pendidikan Indonesia.
Angle, H.L., & Perry, J.L. (1981). An Empirical Assessment of Organizational Commitment and Organizational Effectiveness. Administrative Science Quarterly, 27,1-14.
Allen, J. Natalie., Meyer, P. John. (1990). The measurement and antecedents of affective, continuance and normative commitment to the organization. Journal of occupational psychology.
Alexander, J. A. & Weiner B.J. R.J. 2001. Change in The Structure, Composition, and Activity of Hospital Governing Boards, 1989 – 1997: Evidence from two National Survey. The Millbank Quarterly, Vol. 79, No. 2
Anfujatin. 2016. Analisis Faktor-Faktor yang Menyebabkan Rendahnya Penyerapan Anggaran Belanja pada SKPD Kabupaten Tuban. DIA, Jurnal Administrasi Publik ISSN: 0216-6496 Juni 2016, Vol. 14, No. 1
Arif, Emkhad. 2012. Identifikasi Faktor-Faktor Penyebab Minimnya Penyerapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten/Kota di Provinsi Riau Tahun 2011. Tesis. Riau: Universitas Islam Riau.
Bakara F.S. 2000. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penyerapan Anggaran Pembangunan Pemda DKI Jakarta. Tesis. Universitas Indonesia.
Bastian, Indra. 2010. Akuntansi Sektor Publik: Suatu Pengantar (edisi ketiga). Jakarta: Erlangga.
BPKP (Badan Pengawas Keuangan Pemerintah). 2011. Menyoal Penyerapan Anggaran. Paris Review Tahun III No. 6. Desember 2011
Ciptowiyono, Isharyanto. 2015. APBD dan Pengelolaan Keuangan Daerah. Jakarta: NDU
98
Chong, V. K. dan K. M. Chong. 2002. Budget Goal Commitment and Informational Effect of Budget Participation on Performance: A Structural Equation Modeling Approach. Behavioral Research In Accounting. Vol 14.
Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan. 2013. Perencanaan dan Penganggaran Daerah Kursus Keuangan Daerah. Jakarta: Kementerian Keuangan Republik Indonesia.
Dedi Nordiawan. 2012, Anggaran disuatu pemerintahan. Jakarta: Salemba Empat
Deiby Isilda, Alumbida. Saerang, David. Ilat, Ventje. 2016. Pengaruh Perencanaan, Kapasitas Sumber Daya Manusia dan Komitmen Organisasi terhadap Penyerapan Anggaran Belanja Daerah pada Pemerintah Kabupaten Kepulauan Talaud. Jurnal Administrasi Publik Juli 2016, Vol. 14, No. 1
Dwi Kuswoyo, Iwan. 2011. “Analisis atas Faktor-Faktor yang Menyebabkan Terkonsentrasinya Penyerapan Anggaran Belanja di Akhir Tahun Anggaran: Studi pada Satuan Kerja di Wilayah KPPN Kediri” (tesis). (Tidak Dipublikasikan). Yogyakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Universitas Gadjah Mada.
Garrison, Noreen, and Brewer, 2007. Managerial Accounting, Akuntansi Manajerial, edisi 11, diterjemahankan oleh Nuri Hinduan dan Edwart tanujaya,penerbit Graha Ilmu, Yogyakarta.
Gagola, Ledy. Sondakh, Jullie. Warongan, Jessy. 2016. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyerapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Pemerintah Kabupaten Kepulauan Talaud. Magister Akuntansi, Universitas Sam Ratulangi
Govindarajan, V. 1986.Impact of Participation in Budgetary Process on Job Attitudes and Performance. Universalistic and Contigency F Decision Science.
Ghozali, Imam. 2013. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS 21 Update PLS Regresi. Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Greenberg Jerald dan Baron Robert, 2003. “behaviour in Organizations. Edition 8. Upper Sadle River-New Jersey : pearson Educations. Inc.
Halim, Abdul. 2014. Manajemen Keuangan Sektor Publik problematika penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Jakarta : Salemba Empat.
Handoko, T. Hani, 2000. Manajemen, Edisi Kedua. BPFE: Yogyakarta.
Harvey S. Rossen, Public Finance: Essay for the Encyclopedia of Public Choice (Princeton University: CEPS Working Paper No. 80, Maret 2002), Vol 1.
99
Herriyanto, Hendris. 2012. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keterlambatan Penyerapan Anggaran Belanja pada Satuan Kerja Kementrian di Wilayah Jakarta. Tesis. Depok: Universitas Indonesia.
Hutapea, Parulin dan Nurianna Thoha. 2008. Kompetensi Plus: Teori, Desai, Kasus dan Penerapan untuk HR dan Organisasi yang Dinamis.Gramedia Pusaka Utama: Jakarta.
Imam, Yunarto. 2011. “Memahami Proses Penganggaran untuk Mendorong Optimalisasi Penyerapan Anggaran”, Paris Review BPKP.
Jogiyanto, 2007. Sistem Informasi Keperilakuan, Yogyakarta : Penerbit Andi.
_______. 2013. Metodologi Penelitian Bisnis: Salah Kaprah dan Pengalaman-Pengalaman. BPEF.Yogyakarta.
Kusuma, Arya, I Gede. 2013. Pengaruh Kejelasan Sasaran Anggaran, Komitmen Organisasi Dan Ketidakpastian Lingkungan Pada Ketepatan Anggaran (Studi Empiris Di Skpd Pemerintah Provinsi Bali) . Jurnal Fakultas Ekonomi, Universitas Udayana. Bali
Mathieu, J. E., & Zajac, D.M. (1990) A review and meta analysis of the antecedents, correlates, consequences of organizational commitment. Psychological bulletin. 108, 171-194.
Malahayati, Cut. 2015. “Pengaruh Kapasitas SDM, Perencanaan Anggaran & Pelaksanaan Anggaran terhadap Serapan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) pada Pemkot Banda Aceh” (tesis). Banda Aceh: Universitas Syiah Kuala.
Malhotra, N. dan Mukherjee, A. 2004. The relative influence of organizational commitment and job satisfaction on service quality of customer contact employees in bankin call centres, Journal of Service Marketing, 18 (3).
Mudrajad, Kuncoro. 2013. “Mudah Memahami dan menganalisis Indikator ekonomi”. Yogyakarta : UPP STIM YKPN.
Mardiasmo. 2009. Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Mashudi, Adi Nugroho. 2013. Analisis Faktor-faktor yang menyebabkan Penumpukan Pencairan Dana APBN di Akhir tahun (Studi Kasus di KPPN Malang). Jurnal. Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya.
Munandar, M. 2007. Budgeting: Perencanaan Kerja, Pengkoordinasian Kerja, Pengawasan Kerja. Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta.
Mowday, R.T., Porter LW., dan Steers, R.M., 1979, Employee-Organizational Linkages : The Psychology Of Commitment, Absenteeism And Turnover: Academic Press, New York.
100
McNeese-Smith, Donna, 1996, “Increasing Employee Productivity, Job Satisfaction and Organizational Commitment,” Hospital & Health Services Administration, Vol.41
Musgrave, Richard A. dan Musgrave, Peggy B. (1991). Keuangan Negara Dalam Teori dan Praktik. Edisi Ke-5.Jakarta: Erlangga.
M.Suparmoko, 1992. Keuangan Negara Dalam Teori dan Praktek. Jakarta : Salemba Empat
Nurlaila, 2010. Manajemen Sumber Daya Manusia I. Ternate: Penerbit LepKhair.
Nouri, H. dan R. J. Parker, 1996. The Effect of Organizational Commitment and Relation Between Budgetary Participation and Budgetary Slack. Behavior Research in Accounting 8.
Rifai, Ahmad dan Inapty, Biana Adha.2016. Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Keterlambatan Daya Serap Anggaran (Studi Empiris pada SKPD Pemprov NTB).Jurnal Ilmiah Akuntansi dan Bisnis.
Richard A. Musgrave, 1959. The Theory of Public Finance. New York: McGraw-Hill
Robbins dan Coulter, 2002. Management, 7th edition. Prentice Hall, Inc.,New Jersey.
Rosianti, Camelia. dan Mangoting Yenny. 2014. Pengaruh Money Ethics terhadap Tax Evasion dengan Intrinsic dan Extrinsic Religiosity sebagai Variabel Moderating. Tax & Accounting Review, Vol. 4, No.1
Sardjito, Bambang dan Muthaher Osmad. 2007. “Pengaruh Partisipasi Penyusunan Anggaran terhadap Kinerja Aparat Pemerintah Daerah: Budaya Organisasi dan Komitmen Organisasi Sebagai Variabel Moderating”, Jurnal Ekonomi dan Bisnis, Vol 2 No.1
Seftianova, Ratih dan Adam, Helmy.2013. Pengaruh Kualitas DIPA dan Akurasi Perencanaan Kas Terhadap Kualitas Penyerapan Anggaran Pada Satker Wilayah KPPN Malang.Jurnal Ilmiah: 4(1): 75-84.
Spencer, Lyle and Signe M. Spencer. 1993. Competence at Work, Models For Superior Performance. Canada : John Wiley & Sons, Inc.
Testa, M.R. 2001. Organizational commitment, job satisfaction, and effort in the service environtment, Journal of Psychology, 135 (2).
Thoha, Miftah, 2001, Perilaku Organisasi, Konsep Dasar dan Aplikasinya, Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Oates, Wallace, 1977. The Political Economy of Fiscal Federalism. Lexington, MA and Toronto: Lexington Books.
101
Putu. Ni lu, Dwirandrah, Gede.Made, 2016. Kemampuan Komitmen Organisasi Memoderasi Pengaruh Perencanaan Anggaran Dan Kompetensi SDM Pada Penyerapan Anggaran Pemerintah Kabupaten Tabanan. E-Jurnal Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana 6.4 (2017)
Philip Mahwood, Local Government in the Third World (Chichester: John Wiley & Sons, 1983), B. C. Smith, Decentralization. Making Decentralization Accountable.
Putri, Carlin Tasya. 2014. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyerapan Anggaran pada Satuan Kerja Perangkat Daerah di Pemerintah Provinsi Bengkulu. Skripsi. Bengkulu: Universitas Bengkulu.
Priatno, Prasetyo Adi. 2013. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyerapan Anggaran Pada Satuan Kerja Lingkup Pembayaran KPPN Blitar. Malang: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya. Jurnal Ilmiah. 1(2):
Robbins, Stephen P. dan Timothy A. Judge. 2008. Perilaku Organisasi Edisi ke-12, Jakarta: Salemba Empat.
Robert D. Lee, Jr and Ronald W. Johnson. 1978. Public Budgeting System, Second Edition, (Baltimore:University Park Press).
Sardjito, Bambang, dan Muthaher, Osmad. 2007. Pengaruh Partisipasi Penyusunan Anggaran Terhadap Kinerja Aparat Pemerintah Daerah: Budaya Organisasi dan Komitmen Organisasi Sebagai Variabel Moderating. Disampaikan pada Simposium Nasional Akuntansi (SNA) X. Makasar, 26-28.Juli 2007.
Sihombing, Pram Wibawa dan Iman Widhiyanto. 2008. Modul Perencanaan Kas: Revisi 3. Jakarta: Direktorat Pengelolaan Kas Negara, Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
Seftianova, Ratih dan Helmy Adam. 2013. “Pengaruh Kualitas DIPA dan Akurasi Perencanaan Kas terhadap Kualitas Penyerapan Anggaran pada Satker Wilayah KPPN Malang” dalam Jurnal Riset Akuntansi & Komputerisasi Akuntansi (JRAK) Vol. 4 No. 1.
Sekaran, Uma and Bougie, Roger. 2009.Research Methods for Business: A Skill Building Approach. Fifth Edition.John Wiley and Sons.(SB).
Sutrisno, Edi. 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia Edisi pertama. Jakarta: Kencana Prenada Media Group
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&B. Bandung: Alfabeta.
Sudarwati, Nina. Karamoy, Herman. Pontoh, Winston. 2016. Identifikasi Faktor-Faktor Penumpukan Realisasi Anggaran Belanja di Akhir Tahun (Studi
102
Kasus pada Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Manado). Magister Akutansi, Universitas Sam Ratulangi
Utomo, Kabul Wahyu. 2002. “Kepemimpinan dan Pengaruhnya terhadap Perilaku Cityzenship (OCB), Kepuasan Kerja dan Perilaku Organisasional (Penelitian Empiris pada Pemda Kota Kebumen)” dalam Jurnal Riset Ekonomi dan Manajemen Vol. 2.
Vandenberg, R.J da n Lance, E.E. 1992. Examing the Causal Order of Job Satisfaction and Organizational Commitment. Journal of Management. Vol. 18: 153-162.
Vincent Lemius, 1986. Tentang Otonomi Daerah. Jakarta: Binarupa Aksara
Wibowo, 2014. Manajemen Kinerja, Edisi keempat, Rajawali Pers, Jakarta.
Winardi. J, 2003. Teori organisasi dan Pengorganisasian, Rajawali Pers: Jakarta
Welsch Glenn A, Hilton Ronald W, Gordon Paul, 2000, “Anggaran”, penerjemah Purwatiningsih dan Moudy Marouw, Buku Dua, Salemba Empat, Jakarta
Wenzel. 2002. Infection control in the hospital, in International society for infectious diseases.(2nd ed). Bast Companies. Boston.
Williams, Mike. 2004. “Government Cash Management Good and Bad - Practise”
Yani, Ahmad. 2013. Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah di Indonesia. Jakarta: Rajawali Pers.
Zarinah, Monik. 2015. “Pengaruh Perencanaan Anggaran dan Kualitas Sumber Daya Manusia terhadap Tingkat Penyerapan Anggaran SKPD Kabupaten Aceh Utara” (tesis). Banda Aceh: Universitas Syiah Kuala.
103
Lampiran I :
KUESIONER
PENGARUH PERENCANAAN ANGGARAN DAN KOMPETENSI SUMBER DAYA MANUSIA TERHADAP PENYERAPAN ANGGARAN DENGAN KOMITMEN
ORGANISASI SEBAGAI PEMODERASI
Disusun Oleh :
MUHAMMAD IQBAL
P3400215007
PROGRAM PASCASARJANA JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR 2017
104
Kepada
Yth. Bapak/Ibu .......................
di
Tempat
KUESIONER PENELITIAN
Makassar, 2017
Lamp. : 6 Lbr
Perihal : Permohonan Bantuan
Pengisian Kuesioner
Dengan Hormat,
Saya yang bertandatangan di bawah ini:
Nama : Muhammad Iqbal
NIM : P3400215007
Prodi : Magister Akuntansi
Universitas : Universitas Hasanuddin
Sehubungan dengan perihal tersebut di atas, maka dalam rangka penelitian ilmiah
untuk menyelesaikan pendidikan pada Program Studi Magister Akuntansi Fakultas Ekonomi
dan Bisnis Universitas Hasanuddin, Saya memohon Bapak/Ibu Pejabat Struktural untuk
berpartisipasi mengisi kuesioner penelitian (terlampir). Informasi yang Bapak /Ibu berikan
akan sangat membantu untuk mendapatkan bukti empiris penelitian saya dengan judul
“PENGARUH PERENCANAAN ANGGARAN DAN KOMPETENSI SUMBER DAYA
MANUSIA TERHADAP PENYERAPAN ANGGARAN DENGAN KOMITMEN
ORGANISASI SEBAGAI PEMODERASI”.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan hasil yang bermanfaat, oleh karena itu
dimohon kesediaan Bapak/Ibu untuk mengisi kuesioner ini dengan sejujur-jujurnya.
Informasi yang terkumpul melalui kuesioner ini hanya akan digunakan untuk
kepentingan penelitian dan akan dijaga kerahasiaannya sesuai dengan etika
penelitian.
Atas kerja sama yang baik dan kesungguhan Bapak/Ibu dalam mengisi kuesioner ini,
saya ucapkan terima kasih.
Hormat saya,
Muhammad Iqbal
105
I. Identitas Responden
1. Nama responden* :………………………………….. *boleh tidak diisi
2. Usia : ……………….tahun
3. Jenis Kelamin :
a. Laki-laki
b. Perempuan
4. Pendidikan Terakhir :
a. SMA
b. Sarjana (S1)
c. Masgister (S2)
d. Doktor (S3)
5. Pangkat/Golongan :
6. Jabatan Sekarang :
7. Unit Kerja :
8. Lama bekerja :………………..tahun
II. Petunjuk pengisian
1. Sebelum menjawab pertanyaan/pernyataan kuesioner dimohon kepada responden
terlebuh dahulu mengisi identitas sesuai dengan formulir isian yang disediakan.
2. Mohon untuk menjawab sesuai dengan pengalaman/pendapat Anda sendiri
dan berdasarkan pada Instansi tempat Anda bekerja tanpa ada paksaan dari
pihak manapun (jujur) maupun yang terjadi pada Instansi yang lain.
3. Bapak/ Ibu dimohon untuk memberikan tanda tanda silang (X) atau check list(√)
pada salah satu pilihan jawaban yang telah disediakan. Skala yang digunakan antara
1 sampai dengan 5, dimana :
1 = Sangat Tidak Setuju (STS) 3 = Netral (N) 5 = Sangat Setuju (SS)
2 = Tidak Setuju (TS) 4 = Setuju (S)
106
III. Daftar Pertanyaan
Perencanaan Anggaran
No. PERTANYAAN STS TS N S SS
1 2 3 4 5
1 Perencanaan kegiatan sudah sesuai dengan
Kebutuhan Masyarakat
2 DPA yang disusun berdasarkan KUA-PPAS yang telah
disetujui oleh Kepala Daerah dan DPRD.
3 Dalam penyusunan anggaran, tidak terjadi salah
penentuan akun DPA-SKPD
4 Apabila terjadi revisi DPA, tidak menjadi penyebab
keterlambatan dalam penetapannya
5 Dalam penyusunan anggaran, waktu yang tersedia
sudah cukup sehingga data pendukung bisa lengkapi
6 DPA-SKPD mudah dipahami oleh pejabat/ pegawai.
7
Rencana Anggaran Biaya (RAB) yang disusun dalam
DPA sudah sesuai dengan standar biaya Pemerintah
Daerah.
8 DPA-SKPD disahkan tepat waktu, sesuai dengan
perencanaan SKPD.
9 Program/kegiatan yang tertera pada DPA-SKPD
dilaksanakan sesuai jadwal yang telah ditentukan
10
Penyusunan rencana SKPD sudah melibatkan seluruh
unit terkait yang telah ditunjuk sesuai dengan
perundang-undangan.
Kompetensi Sumber Daya Manusia
No. PERTANYAAN STS TS N S SS
1 2 3 4 5
1
Saya memahami DPA-SKPD yang telah disahkan
untuk dijadikan pedoman dalam menjalankan kegiatan
SKPD
2
Saya memahami penatausahaan keuangan daerah
sesuai dengan aturan (Permendagri No.13 Tahun
2006)
3 Saya memiliki pengetahuan dan kompetensi dalam
107
penatausahaan keuangan daerah
4
Saya terlibat dalam pengelolaan kegiatan SKPD
sesuai dengan tugas pokok dan fungsi keilmuan yang
Saya miliki.
5 Keterbatasan pelaksana dan pengelola
program/kegiatan yang bersertifikat.
6 Adanya pelaksana dan pengelola kegiatan yang
mengemban tugas lebih dari satu (rangkap tugas)
7 Adanya pejabat/pegawai pengelola kegiatan yang
sering mengalami mutasi antar SKPD
8
Pejabat/pegawai pengelola kegiatan sudah disiplin
dalam melaksanakan kegiatan yang menjadi
tanggungjawabnya.
9 SKPD sudah menerapkan mekanisme reward dan
punishment terhadap pejabat/pegawai
Komitmen Organisasi Anggaran
No. PERTANYAAN STS TS N S SS
1 2 3 4 5
1
Saya sangat memperhatikan nilai-nilai pengelolaan
anggaran publik dalam menjalankan berbagai
penugasan instansi kepada Saya
2
Dalam pengelolaan anggaran, saya tidak pernah
terpengaruh oleh lingkungan yang bertentangan
dengan tujuan instansi Saya.
3 Saya merasa bahwa apa yang menjadi tujuan instansi
merupakan tujuan Saya.
4 Saya benar-benar merasakan bahwa permasalahan
instansi adalah permasalah Saya.
5 Saya senantiasa merasa bangga menyatakan kepada
orang lain bahwa Saya bekerja pada instansi ini
6
Saya bersedia untuk menyediakan dana secara
pribadi/mandiri untuk belajar terkait tugas Saya pada
instansi ini
7 Saya bersedia menyediakan waktu secara mandiri
untuk belajar terkait tugas Saya pada instansi ini
108
8
Saya melakukan pendidikan berkelanjutan untuk
menghadapi perubahan lingkungan yang semakin
kompleks demi kemajuan instansi ini.
Penyerapan Anggaran
No. PERTANYAAN STS TS N S SS
1 2 3 4 5
1 Penyerapan anggaran belanja mengalami peningkatan
dari tahun ke tahun
2 Tingkat penyerapan anggaran belanja sudah sesuai
dengan target.
3 Penyerapan anggaran belanja tidak mengalami
penumpukan di akhir tahun.
4 Penyerapan anggaran belanja per triwulan sudah
proporsional.
5 Penyerapan anggaran belanja dilaksanakan sesuai
dengan program kegiatan yang direncanakan
6 Penyerapan anggaran belanja sesuai dengan waktu
kegiatan yang direncanakan
“Atas partisipasi dan waktunya kami ucapkan Terima Kasih”
Apabila terdapat hal-hal yang yang kurang jelas dapat menghubungi Muhammad Iqbal,
Kontak Person/HP. 082343417746 atau dapat pula melalui email [email protected]
109
Lampiran II : Analisis Statistik Deskriptif
Tabel Statistik Deskriptif
Tabel Frekuensi Jawaban
110
Lanjutan Lampiran II
111
Lanjutan Lampiran II
112
Lampiran III : Tabel Uji Validitas dan Realibilitas Instrumen
Perencanaan Anggaran (X1)
113
Lanjutan Lampiran III
Kompetensi Sumber Daya Manusia (X2)
114
Lanjutan Lampiran III
Komitmen Organisasi
115
Lanjutan Lampiran III
Penyerapan Anggaran (Y)
116
Lampiran IV : Uji Asumsi Klasik
One-Sample Kolmogorov-Smirnov TestPerencanaan
AnggaranKompetensi
SDMKomitmen Organisasi
Penyerapan Anggaran
N 96 96 96 96Mean 38.60 34.94 31.39 23.28
Normal Parametersa,bStd. Deviation 5.004 2.686 3.096 2.297Absolute .126 .105 .107 .217Positive .056 .105 .061 .102Most Extreme
Differences Negative -.126 -.072 -.107 -.117Kolmogorov-Smirnov Z 1.238 1.031 1.046 1.122Asymp. Sig. (2-tailed) .093 .239 .224 .104a. Test distribution is Normal.b. Calculated from data.
Coefficientsa
Collinearity StatisticsModel
Tolerance VIF
1 Perencanaan Anggaran 1.000 1.000
a. Dependent Variable: Penyerapan Anggaran
Coefficientsa
Collinearity StatisticsModel
Tolerance VIF
1 Kompetensi SDM 1.000 1.000
a. Dependent Variable: Penyerapan Anggaran
Coefficientsa
Collinearity StatisticsModel
Tolerance VIF
Perencanaan Anggaran .213 4.6871
Interaksi X1.M .213 4.687a. Dependent Variable: Penyerapan Anggaran
Coefficientsa
Collinearity StatisticsModel
Tolerance VIF
Kompetensi SDM .450 2,2201
Interaksi X2.M .450 2.220a. Dependent Variable: Y
Lanjutan Lampiran IV
117
Lanjutan Lampiran IV
118
119
Lampiran V: Hasil Pengujian Hipotesis
Uji Hipotesis 1
Coefficientsa
Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients
Model
B Std. Error Beta
t Sig.
(Constant) 10.564 1.284 8.229 .0001
Perencanaan Anggaran .329 .033 .718 9.988 .000a. Dependent Variable: Penyerapan Anggaran
Uji Hipotesis 2
Coefficientsa
Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients
Model
B Std. Error Beta
t Sig.
(Constant) 3.067 2.276 1.348 .0001
Kompetensi SDM .579 .065 .677 8.908 .000
a. Dependent Variable: Penyerapan Anggaran
Uji Hipotesis 3
Coefficientsa
Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients
Model
B Std. Error Beta
t Sig.
(Constant) 11.294 1.397 8.087 .000Perencanaan Anggaran .247 .071 .539 3.477 .0011Interaksi X1.M .002 .002 .202 1.301 .197
a. Dependent Variable: Penyerapan Anggaran
Uji Hipotesis 4
Coefficientsa
Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients
Model
B Std. Error Beta
t Sig.
(Constant) 4.818 2.279 2.114 .037Kompetensi SDM .381 .093 .446 4.089 .0001Interaksi X2.M .005 .002 .311 2.849 .005
a. Dependent Variable: Penyerapan Anggaran
Lanjutan Lampiran V
120
Koefisien Determinasi
Model SummaryModel R R Square Adjusted R
SquareStd. Error of the
Estimate1 .718a .515 .510 1.609a. Predictors: (Constant), Perencanaan Anggaran
Model SummaryModel R R Square Adjusted R
SquareStd. Error of the
Estimate1 .677a .458 .452 1.701a. Predictors: (Constant), Kompetensi SDM
Model Summaryb
Model R R Square Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
1 .624a .424 .413 1.603a. Predictors: (Constant), Interaksi X1.M, Perencanaan Anggaranb. Dependent Variable: Penyerapan Anggaran
Model Summaryb
Model R R Square Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
1 .608a .401 .391 1.640a. Predictors: (Constant), Interaksi X2.M, Kompetensi SDMb. Dependent Variable: Penyerapan Anggaran