BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Merek (brand)
Praktik branding telah berlangsung berabad-abad. Kata ”brand” dalam bahasa
Inggris berasal dari kata “brand” dalam bahasa Old Norse, yang berarti “to burn”.
Mengacu pada pengidentifikasian ternak1. Pada waktu itu, pemilik peternakan
menggunakan “cap” khusus untuk menandai ternak miliknya dan membedakannya
dari ternak milik orang lain. Melalui cap ini konsumen menjadi lebih mudah
mengidentifikasi ternak-ternak yang berkualitas yang ditawarkan oleh para peternak
bereputasi bagus. Manfaat merek sebagai pedoman yang memudahkan konsumen
memilih produk tetap berlaku hingga saat ini. Bahkan salah satu definisi merek yang
dirumuskan dalam Oxford Advanced Learner’s Dictionary of Current English (2000)
adalah : “a mark made with a piece of hot metal, especially on farm animals to show
who owns them” (tanda yang dibuat dengan logam panas, khususnya pada hewan-
hewan peternakan untuk menunjukkan siapa pemiliknya). Definisi lainnya dari kamus
yang sama adalah : “a type of product made by a particular company” (tipe produk
tertentu yang dihasilkan oleh perusahaan tertentu).
Merek (brand) telah menjadi elemen krusial yang berkontribusi terhadap
kesuksesan sebuah organisasi pemasaran, baik perusahaan bisnis maupun nirlaba,
1 Blackett, 2003; Keller, 2003; Riezebos, 2003
8
9
pemanufaktur maupun penyedia jasa dan organisasi lokal maupun global. Menurut
UU Merek No. 15 Tahun 2001 pasal 1 ayat 1, merek adalah tanda yang berupa
gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari
unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan
perdagangan barang dan jasa.
Sedangkan Asosiasi Pemasaran Amerika mendefinisikan merek (Brand) adalah
sebagai sebuah nama, tanda, istilah, desain, simbol, atau kombinasi dari semuanya,
dengan tujuan untuk mengidentifikasi sebuah produk atau jasa dari seorang penjual
atau sekelompok penjual untuk membedakannya dari produk atau jasa
kompetitornya.2
Sebuah merek memiliki beberapa elemen atau identitas, baik yang bersifat
tangible maupun intangible. Secara garis besar, elemen-elemen tersebut bisa
dijabarkan menjadi nama merk (brand names), URL (Uniform Resource Locators),
logo, simbol, karakter, juru bicara (spokespeople), slogan, jingles, kemasan dan
signage.3
No. Elemen Tangible dan Visual Elemen Intangible Referensi
1 Simbol dan slogan Identitas, merek korporat,
komunikasi terintegrasi, relasi
pelanggan
Aaker (1992)
2 Philip Kotler and Kevin Lane Keller, Marketing Mangement, 12thed. (Pearson International Edition, 2006), p.256 3 Keller, 2003
10
2 Nama, logo, warna,
brandmark, dan slogan iklan
‐‐‐ Bailey &
Schechter
(1994)
3 Nama, merek dagang Positioning, komunikasi merek Biggar &
Selame (1992)
4 Kapabilitas fungsional, nama,
proteksi hukum
Nilai simbolis, layanan, tanda
kepemilikan, shorthand notation
De Chernatony
(1993)
5 Fungsionalitas Representasionalitas De Chernatony
& McWilliam
(1996)
6 Kehadiran dan kinerja Relevansi, keunggulan, ikatan
khusus
Dyson, Farr &
Hollis (1996)
7 Nama unik, logo, desain grafis
dan fisik
‐‐‐ Grossman
(1994)
8 Bentuk fisik Kepribadian, relasi, budaya,
refleksi, citra diri
Kapferer
(1997)
9 Nilai fungsional Nilai sosial dan personal O’Malley
(1991)
Tabel 2.1 Elemen Merek
Merek-merek terbaik dapat memberikan jaminan kualitas bagi konsumennya.
Merek lebih dari sekedar simbol dikarenakan adanya enam level pengertian yang
11
terkandung di dalamnya meliputi: atribut, manfaat, nilai, budaya, kepribadian, dan
pemakai. Kotler pun mengatakan bahwa tantangan dalam pemberian merek adalah
mengembangkan satu pengumpulan makna yang lebih dalam terhadap merek
tersebut. Pemasar harus menentukan pada level mana akan menanamkan identitas
merek. Dalam jangka panjang, merek yang paling tahan lama adalah nilai, budaya,
dan kepribadian yang tercermin dari merek-merek itu. Hal-hal tersebut menentukan
inti dari sebuah merek. Merek menjadi sangat strategis bagi suatu perusahaan
dikarenakan adanya manfaat yang diberikan bagi penjual, antara lain:
1. Merek memudahkan penjual untuk memproses pesanan dan menelusuri
masalah.
2. Nama merek memberikan ciri-ciri produk yang unik dan perlindungan
hukum (hak paten).
3. Pengelolaan merek yang efektif dimungkinkan dapat mempertahankan
kesetiaan konsumen yang ada, nantinya bisa dipakai untuk menghambat
serangan pesaing dan membantu memfokuskan perencanaan program
pemasaran.
4. Merek dapat membantu dalam melakukan segmentasi pasar.
5. Citra perusahaan dapat dibangun dengan merek yang kuat dan memberi
peluang dalam peluncuran merek-merek baru yang lebih mudah diterima
oleh pelanggan dan distributor.
12
Merek adalah sebuah simbol yang kompleks terhadap suatu produk dan dapat
memberikan enam arti, yaitu :
1. Atribut (Attributes)
Merek memberikan suatu gambaran tentang sifat produk dari merek itu
sendiri dan mengingatkan pada atribut-atribut tertentu. Contoh : kelas atas,
mahal, berdaya tahan tinggi.
2. Manfaat (Benefit)
Atribut dari sebuah merek tersebut harus dapat diterjemahkan dalam bentuk
manfaat baik dari sisi fungsi maupun emosional. Contoh : Atribut berdaya
tahan tinggi dapat diterjemahkan dengan arti bahwa produk tersebut
menggunakan bahan dengan kualitas tinggi dibandingkan dengan produk
lain.
3. Nilai (Value)
Sebuah merek dapat turut serta memberikan nilai lebih bagi produsennya.
Contoh : Pulpen dengan merek Parker memberikan nilai prestige bagi
konsumennya.
4. Budaya (Culture)
Sebuah merek dapat turut serta mencerminkan budaya tertentu. Contoh :
Mercedes Benz dapat menggambarkan budaya Negara Jerman yang serba
teratur, efisien, serta berkualitas tinggi.
13
5. Personal (Personality)
Sebuah merek dapat mencerminkan kepribadian dari individu pemakainya.
Contoh : Menggunakan mobil Mercedes Benz melambangkan kepribadian
yang berkelas dari pemakainya.
6. Pemakai (User)
Sebuah merek menunjukkan jenis konsumen yang membeli atau
menggunakan produk tersebut. Contoh : Gambaran dari konsumen yang
menggunakan mobil Mercedes Benz adalah seorang top eksekutif yang
sudah mapan dalam finansial hidupnya.
Sementara itu Styles & Ambler (1995) mengidentifikasi dua prespektif berbeda
dalam mendefinisikan merek : definisi product-plus dan holistic view. Dalam
ancangan product-plus yang dikenal pula dengan istilah additive approach4, produk
dan merek dipandang sebagai dua hal yang terpisah, dimana merek adalah tanda yang
ditambahkan pada produk. Merek dipandang sebagai bagian dari produk, sehingga
branding dianggap sebagai aktifitas yang memberikan nilai tambah bagi produk5.
Contohnya parfum bermerek Jean-Paul Gaultier dalam kemasan botol uniknya akan
dipersepsikan konsumen sebagai produk mahalberkualitas tinggi, sementara parfum
yang 100 persen identik namun tidak diberi merek apapun kemungkinan akan
dipersepsikan berkualitas rendah.
4 Abela, 2003 5 Kotler, et al., 2004
14
Merek bermanfaat bagi produsen dan konsumen. Bagi produsen, merek
berperan penting sebagai (Keller, 2003):
1. Sarana identifikasi untuk memudahkan proses penanganan atau pelacakan
produk bagi perusahaan, terutama dalam pengorganisasian sediaan dan
pencatatan akuntansi.
2. Bentuk proteksi hukum terhadap fitur atau aspek produk yang unik. Merek
bisa mendapatkan perlindungan properti intelektual. Nama merek bisa
diproteksi melalui merek dagang terdaftar (registered trademarks), proses
pemanufakturan bisa dilindungi melalui hak paten, dan kemasan bisa
diproteksi melalui hak cipta (copyrights) dan desain.
3. Signal tingkat kualitas bagi para pelanggan yang puas, sehingga mereka
bisa dengan mudah memilih dan membelinya lagi di lain waktu. Loyalitas
merek seperti ini menghasilkan predictability dan security permintaan bagi
perusahaan dan menciptakan hambatan masuk yang menyulitkan
perusahaan lain untuk memasuki pasar.
4. Sarana menciptakan asosiasi dan makna unik yang membedakan produk
dari para pesaing.
5. Sumber keunggulan kompetitif, terutama melalui perlindungan hukum,
loyalitas pelanggan, dan citra unik yang terbentuk dalam benak konsumen.
6. Sumber financial returns, terutama menyangkut pendapatan masa datang.
15
Sedangkan manfaat merek bagi konsumen adalah (Kapferer, 1997):
No Fungsi Manfaat bagi Konsumen
1 Identifikasi • Bisa dilihat dengan jelas
• Memberikan makna bagi produk
• Mudah mengidentifikasi produk yang
dibutuhkan
2 Praktikalitas Memfasilitasi penghematan waktu dan energi
melalui pembelian ulang identik dan loyalitas
3 Jaminan Memberikan jaminan bagi konsumen bahwa
mereka bisa mendapatkan kualitas yang sama
sekalipun pembelian dilakukan pada waktu dan
di tempat berbeda
4 Optimisasi Memberikan kepastian bahwa konsumen dapat
membeli alternatif terbaik dalam kategori produk
tertentu dan pilihan terbaik untuk tujuan spesifik
5 Karakterisasi Mendapatkan konfirmasi mengenai citra diri
konsumen atau citra yang ditampilkannya kepada
orang lain
6 Kontinuitas Kepuasan terwujud melalui familiaritas dan
intimasi dengan merek yang telah digunakan atau
dikonsumsi konsumen selama bertahu-tahun
16
7 Hedonistik Kepuasan terkait dengan daya tarik merek, logo
dan komunikasinya
8 Etis Kepuasan berkaitan dengan perilaku bertanggung
jawab merek bersangkutan dalam hubungannya
dengan masyarakat
Tabel 2.2 Manfaat Merek bagi Konsumen
Aaker (1996: 13) membedakan lima tingkatan sikap setia konsumen terhadap
sebuah merek dari yang paling rendah hingga paling tinggi, antara lain :
1. Konsumen akan mengganti merek yang telah dipakai, biasanya karena
alasan harga. Tidak ada kesetiaan terhadap merek tersebut.
2. Konsumen puas. Konsumen tidak memiliki alasan untuk mengganti ke
merek lain.
3. Konsumen puas dan akan menimbulkan biaya dengan mengganti ke merek
lain.
4. Konsumen menghargai merek tersebut dan melihatnya sebagai teman.
5. Konsumen memutuskan untuk tetap setia terhadap merek tersebut.
Buchholz dan Wordermann (2000: 10) dalam bukunya yang berjudul “What
Makes Winning Brands Different” mengatakan bahwa merek yang menang dalam
pasar adalah merek yang selalu melekat dalam pikiran konsumen (top of mind) dan
akan membuat konsumen tersebut termotivasi untuk memilikinya, yang kemudian
lebih dikenal dengan teori Buchhloz-Wordermann (B|W Method). Dalam tujuannya
agar sebuah merek dapat melekat dalam pikiran konsumen. Metode B|W terbagi atas
17
lima hukum universal yang dapat diterapkan dalam semua lini produk dan pelayanan
yang ada, yaitu :
1. Keunggulan dan Janji (Benefit & Promises)
Konsumen lebih memilih merek dari produk yang dapat menawarkan nilai
lebih atau keunggulan dibanding dengan produk lain :
Aturan-aturan untuk pengembangan metode Benefit & Promises :
a. Mengarahkan kepada kepentingan hidup konsumen
b. Menghilangkan ancaman pada konsumen
c. Mencari nilai lebih yang terdapat dalam merek
d. Memberikan semangat kepada konsumen
e. Membuat merek sebagai pemicu dalam pikiran konsumen
2. Norma dan Nilai (Norm & Values)
Konsumen lebih memilih merek yang dapat memecahkan, mencegah
masalah dan gejolak antara norma-norma dan nilai-nilai yang dipercaya.
Aturan-aturan untuk pengembangan metode Norm & Values :
a. Menghilangkan rasa bersalah
b. Memberikan rasa bangga kepada konsumen
c. Memaparkan ketidak-konsistenan
d. Menghilangkan rasa tabu
3. Persepsi dan Program (Perception & Program)
Konsumen lebih memilih sebuah merek karena persepsi dan kebiasaan yang
diarahkan pada merek tersebut sebagai suatu pilihan yang logis. Persepsi
18
yang baik akan tercipta bila konsumen mempunyai penilaian yang bagus
terhadap merek tersebut.
Aturan-aturan untuk pengembangan metode Perception & Program :
a. Membuat batasan wilayah
b. Masuk ke pasar lain
c. Memposisikan merek
d. Membalikkan kekurangan
e. Menciptakan suatu kebiasaan
4. Identitas dan Ekspresi Diri (Identity & Self Expression)
Konsumen lebih memilih merek yang dapat mengekspresikan karakter dan
identitas yang ingin mereka miliki.
Aturan-aturan untuk pengembangan metode Identity & Self Expression :
a. Menunjukkan karakter
b. Mendukung suatu ideologi
c. Menciptakan kekeluargaan
d. Menciptakan rasa kepahlawanan
e. Ekspresi pesan pribadi
5. Cinta dan Emosi (Love & Emotion)
Konsumen lebih memilih sebuah produk atau pelayanan tertentu karena
mereka mencintai mereknya. Loyalitas merupakan loncatan dari rasa suka
ke rasa cinta, bila konsumen hanya menyukai merek anda maka bukan tidak
mungkin akan pindah begitu merek lain memberikan diskon.
19
Aturan-aturan untuk pengembangan metode Love & Emotion :
a. Menjadi teman
b. Pencabangan ke dalam emosi
c. Membina rasa rindu
d. Membangkitkan rasa empati
2.2 Brand Equity
Brand Equity adalah serangkaian aset dan kewajiban (liabilities) merek yang
terkait dengan sebuah merek, nama dan simbolnya, yang menambah atau mengurangi
nilai yang diberikan sebuah produk atau jasa kepada perusahaan dan atau pelanggan
perusahaan tersebut.6 Menurut Aaker brand equity dibagi kedalam empat bagian,
terlihat seperti gambar di bawah ini.
Gambar 2.1 Elemen Brand Equity menurut David Aaker
6 David A. Aaker (1991)
20
a. Brand awareness, yaitu kemampuan konsumen untuk mengenali atau
mengingat bahwa sebuah merek merupakan anggota dari kategori produk
tertentu.
b. Perceived quality, merupakan penilaian konsumen terhadap keunggulan atau
superioritas produk secara keseluruhan. Oleh sebab itu perceived quality
didasarkan pada evaluasi subyektif konsumen (bukan manajer atau pakar)
terhadap kualitas produk.
c. Brand associations, yaitu segala sesuatu yang terkait dengan memori atau
ingatan terhadap sebuah merek. Brand associations berkaitan erat dengan
brand image, yang didefinisikan sebagai serangkaian asosiasi merek dengan
makna tertentu. Asosiasi merek memiliki tingkat kekuatan tertentu dan akan
semakin kuat seiring dengan bertambahnya pengalaman konsumsi atau
eksposur dengan merek spesifik.
d. Brand loyalty, yaitu “the attachment that a customer has to a brand” 7
Dalam Kotler (2000) keuntungan kompetitif yang dapat diperoleh dari
tingginya ekuitas merek adalah:
1. Merek tersebut memberikan pertahanan terhadap persaingan harga yang
kompetitif.
2. Lebih mudah meluncurkan perluasan merek karena kredibilitasnya yang
tinggi.
3. Mampu menetapkan harga yang lebih tinggi dari pesaing karena terdapat
keyakinan konsumen terhadap kredibilitas barang tersebut. 7 Aaker, 1991, p. 39
21
4. Posisi yang lebih kuat dalam negosiasi dengan distributor dan pengecer
sebab pelanggan mengharapkan mereka memiliki merek tersebut.
5. Menikmati biaya pemasaran yang lebih kecil karena tingkat kesadaran dan
kesetiaan merek konsumen tinggi.
Menurut Darmmesta (1999), loyalitas merek akan melibatkan ide yang
berkaitan dengan pendekatan ‘attitudinal’ sebagai komitmen psikologis dan
pendekatan ‘behavioral’ yang tercermin dalam perilaku beli aktual.
Pengelolaan ekuitas merek perlu dilakukan dengan cermat mengingat para
pelanggan akan sangat terikat dengan hal tersebut pada waktu akan melakukan
relationship dengan perusahaan. Oleh karenanya pemahaman pelanggan berdasar
ekuitas merek menjadi critical view bagi pemasar. Keller (1999) mendefinisikan
pelanggan berdasar ekuitas merek sebagai suatu pemahaman yang dimiliki konsumen
terhadap suatu merek sebagai bentuk respon dari aktivitas pemasaran. Pelanggan
berdasar ekuitas merek yang baik akan mempengaruhi tanggapan mereka secara
positif terhadap suatu produk, harga, atau komunikasi ketika merek tersebut
diidentifikasi. Pemahaman akan merek tersebut dapat dilihat dari dimensi ‘brand
awareness’ dan ‘brand image’. Aaker (1999) mendefinisikan brand awarenes
sebagai suatu penerimaan konsumen terhadap sebuah merek dalam benak mereka
dimana ditunjukkan dari kemampuan mereka mengingat dan mengenali kembali
sebuah merek ke dalam kategori tertentu. Sedangkan brand image oleh Paul
Temporal dalam Plummer (2002) didefinisikan sebagai persepsi konsumen terhadap
sebuah merek yang dibangun oleh pengalaman mereka terhadap merek tertentu
sehingga membentuk asosiasiasosiasi. Untuk menuju ekuitas merek yang tinggi
22
hanya terjadi saat konsumen menyadari keberadaan merek (aware of the brand) dan
konsumen memiliki image/asosiasi kuat, menguntungkan, dan menyadari
keunikan/keunggulan merek tertentu.
Konsep ekuitas merek mempengaruhi secara langsung efektifitas pengelolaan
merek dalam jangka panjang yang diterjemahkan dalam keputusan-keputusan
pemasaran. Aktivitas perusahaan dalam program pemasaran secara potensial dapat
mengubah pemahaman konsumen mengenai merek tertentu baik sisi ‘brand
awareness’ dan ‘brand image’. Oleh karenanya perspektif pelanggan berdasarkan
ekuitas merek menjadi sangat penting ketika membuat keputusan pemasaran untuk
mempertimbangkan bagaimana perubahan-perubahan kedua aspek tersebut apakah
berpengaruh positif atau malah sebaliknya terhadap keputusan-keputusan pemasaran
berikutnya.
23
Gambar 2.2 Strategi-strategi Penguatan Merek Menurut Keller (1999)
Strategi penguatan merek (Brand Reinforcement). Langkah ini menjadi hal
terpenting dalam penguatan merek, konsistensi merek menjadi ‘ critical’ dalam
menjaga kekuatan dan keunggulan asosiasi merek bagi konsumen. Jika yang terjadi
sebaliknya, kurangnya dukungan pemasaran terhadap merek, maka akan terjadi biaya
yang tidak efisien dalam pengembangan dan komunikasi pemasaran yang berakibat
perusahaan akan kehilangan banyak peluang dalam mempertahankan konsumen yang
tentunya menjadi target bagi pesaing.
Beberapa contoh dari pemimpin merek kelas dunia seperti Coca-Cola, IBM,
yang telah berhasil mempertahankan ekuitas merek dalam waktu yang tidaklah
24
singkat. Kunci dalam hal ini adalah adanya dukungan aktivitas pemasaran yang
secara konsisten menjaga merek tersebut. Arti konsisten menurut Kotler (2000) tidak
berarti statis namun lebih cenderung bersifat fleksibel mengikuti perubahan yang
terjadi sepanjang waktu, hal ini untuk meningkatkan brand awareness, brand
acceptability sampai pada level brand loyalty. Merek yang sudah mapan biasanya
memiliki suatu elemen kreatif kunci dalam memasarkan program-program
komunikasinya sepanjang waktu, sebagai hasilnya secara efektif telah tercipta ekuitas
periklanan (advertising equity). Plummer (2000) menegaskan pentingnya personalitas
merek yang memanfaatkan karakteristik manusia ke dalam produknya agar
memudahkan konsumen mengingat merek tersebut serta memberi hubungan yang
lebih emosional, sehingga diharapkan dapat meningkatkan preferensi mereka dalam
memilih suatu produk. Semisal advertising icons sebagai latent value seperti Colonel
Sanders dalam Kentucky Fried Chicken ataupun Marlboro dengan koboi yang
macho/gagah. Konsep tersebut tetap harus dijaga secara konsisten dan mengikuti
perubahan yang terjadi. Dalam hal ini perlu juga dipahami pemisahan advertising
elements disesuaikan dengan target market-nya (contoh: usia tua atau muda). Hal ini
ditujukan untuk menghasilkan kontribusi tinggi pada ekuitas merek yang harus selalu
ditingkatkan.
Membangun merek vs biaya yang dibutuhkan. Dalam mengelola ekuitas
merek, penting untuk memahami tradeoff diantara aktifitas-aktifitas pemasaran, yakni
antara aktifitas pemasaran yang ditujukan untuk membangun dan meningkatkan
ekuitas merek dengan aktifitas pemasaran yang digunakan untuk mendanai ekuitas
merek yang sudah ada dalam mendapatkan keuntungan-keuntungan finansial. Dalam
25
Keller (1999) manfaat dari penguatan merek dengan mendapatkan tingkat awareness
tinggi dan image merek yang positif adalah diperolehnya cost saving dan revenue
opportunities.
Program-program pemasaran dapat dirancang dengan mencoba mencari
peluang yang ada ataupun mengharapkan maksimisasi keuntungankeuntungan
seperti: pengurangan biaya untuk periklanan, menerapkan harga premium yang lebih
tinggi, ataupun mengenalkan bermacam perluasan merek. Namun perlu diingat bahwa
kekuatan merek dan sumber ekuitas merek bisa berkurang dalam proses tersebut.
Kegagalan dalam membangun merek akan mengurangi brand awareness dan
melemahkan brand image, dan tanpa sumber-sumber dari ekuitas merek, suatu merek
tertentu tidak bisa memiliki manfaat-manfaat yang tinggi.
Ketepatan pemilihan supporting marketing program. Penguatan arti merek
bisa bergantung pada keterlibatan asosiasi merek yang terjadi. Dalam hal ini ada dua
bentuk umum dalam penguatan arti merek yang bisa dibedakan dari asosiasi yang
berkaitan dengan produk dan asosiasi yang berkaitan dengan non produk. Satu per
satu akan dibahas berikut ini:
a. Asosiasi yang berkaitan dengan produk (product-related associations)
Ada beberapa hal yang penting disini, yakni inovasi dalam desain produk,
manufacturing, dan merchandising. Oleh karena kegagalan inovasi
berdampak luas, perlu dipahami pentingnya penyesuaian terhadap preferensi
konsumen dan secara cermat memperhatikan aktifitas pesaing. Inovasi produk
memegang peranan kunci dalam mengembangkan merek berdasarkan kinerja
yang menjadi sumber utama ekuitas merek dalam hal asosiasi yang berkaitan
26
dengan produk. Perluasan produk yang didasari pada pengembangan produk
yang telah ada sebagai misal televisi Sony dengan Trinitron-nya yang
memiliki kelebihan dalam color tube (pipa warna).
Dalam berbagai kategori, suatu family-sub brand telah muncul dari inovasi
produk yang berhubungan dengan perluasan merek, ataupun inovasi produk
yang berpusat pada merek yang telah ada. Hal penting yang perlu dipahami
disini adalah untuk tidak mengubah produk terlalu banyak, khususnya jika arti
merek bagi konsumen dilihat dari desain atau artificial produk tersebut. Coca-
Cola pernah menghadapi tanggapan negatif yang sangat kuat dari
konsumennya ketika perusahaan sekitar tahun 1985 mengubah formula cola
menjadi new cola. Konsumen menganggap reformulasi tersebut merupakan
produk yang lebih baik tapi bukan produk yang berbeda (a better product but
not a different product). Hal lain yang perlu diperhatikan adalah aspek waktu
pengenalan dari perbaikan merek, jika terlalu dini diperkenalkan, bisa
menjadikan konsumen justru berhenti membeli produk yang telah ada,
sebaliknya jika terlalu lambat, mungkin pesaing sudah menikmati keuntungan
dari peluang besar tersebut.
b. Asosiasi yang berkaitan dengan nonproduk (non product-related associations)
Strategi ini sangat tepat dipakai pada merek-merek yang memiliki
asosiasi tinggi pada atribut, simbol, dan keuntungan experiential yang tidak
berkaitan dengan produk, dalam hal ini keterkaitan perbandingan pemakai dan
penggunaan menjadi penting. Oleh karena aspek intangible yang dilihat,
asosiasi yang berhubungan dengan non-produk secara potensial lebih mudah
27
berubah. Dalam hal ini kampanye atau advertising baru yang
mengkomunikasikan suatu tipe perbedaan dari situasi penggunaan/pemakaian
bisa dilakukan. Satu hal yang perlu dicermati adalah repositioning yang
terlalu sering justru akan mengaburkan image suatu merek dan akhirnya justru
membingungkan konsumen.
Strategi Revitalisasi Merek. Langkah-langkah dalam strategi inidapat dilihat dalam
figure 2. Keller (1999) menegaskan jika strategi penguatan merek masih belum
berhasil secara maksimal, langkah berikutnya yang bisa dipertimbangkan adalah
strategi revitalisasi merek. Adakalanya dalam situasi tertentu untuk menghidupkan
atau menyegarkan kembali asosiasi merek tertentu, justru diperlukan kembali ke
akar/asal semula dari merek yang bersangkutan (return to their roots) untuk
mendapatkan kembali sumber-sumber ekuitas merek yang hilang/pudar. Adidas
(memproduksi sepatu atletik) contohnya, pada tahun 90’an melihat bahwa posisi
pemimpin pasar mulai direbut oleh pesaing yakni Nike dan Reebok, hal ini sebagai
akibat dari ketidakmampuan melihat perubahan yang ada dan konflik yang terjadi
pada internal manajemen. Menyadari kondisi tersebut, manajemen baru mengubah
strategi pemasarannya dengan 4P yang difokuskan kembali pada anak muda (teenage
market) dan menjadi sponsor pada turnamen olahraga dunia (world cup soccer),
hasilnya market share meningkat pada urutan lima di Amerika Serikat.
Mengenal lebih jauh tentang revitalisasi merek. Mengembalikan kebaikan
merek yang memudar memerlukan kembali sumber-sumber ekuitas merek yang
hilang. Bagaimanapun juga pendekatan manapun yang diambil, kadang
membutuhkan perubahan yang revolusioner tidak sekedar evolusioner dalam
28
menguatkan arti merek. Oleh karenanya pemahaman akan sumber-sumber ekuitas
merek menjadi crucial untuk memulai tahapan revitalisasi merek ini. Dalam
repositioning, penting dipahami karakteristik secara luas dan mendalam dari brand
awareness, kekuatan, keuntungan, dan keunikan dari membangun asosiasi merek
dalam ingatan konsumen.
Audit merek menjadi relevan dalam konteks ini, dimana merupakan
perhitungan komprehensif dari kelayakan suatu merek dengan mempertimbangkan
perspektif perusahaan dan perspektif konsumen. Keputusan yang diambil bisa berupa
menjaga positioning yang sudah ada ataupun menciptakan positioning yang baru. Hal
ini berkaitan dengan sifat yang diinginkan (desirability) dan kemampuan
mengirimkan dari asosiasi merek tersebut (deliverability), dengan memahami atribut
dan keuntungan yang menonjol/penting berdasar pada pertimbangan perusahaan,
konsumen, dan pesaing. Konsep the customer based brand equity sekali lagi
membantu menyegarkan kembali sumber-sumber ekuitas merek yang lama dan
menciptakan sumber-sumber baru ekuitas merek untuk mencapai positioning yang
diinginkan. Dalam framework ini ada dua pendekatan yang dapat dipertimbangkan:
1. Ekspansi yang dalam dan luas akan kesadaran merek (brandawareness)
dengan memperbaiki dan meningkatkan consumen recall dan recognition
terhadap merek tersebut selama pembelian dan pemakaian.
2. Memperbaiki dan meningkatkan kekuatan, keunggulan, serta keunikan dari
asosiasi merek untuk mempertinggi brand image. Pendekatan ini mencakup
program-program yang secara langsung dilakukan pada asosiasi merek lama
dan baru.
29
Secara strategis, sumber-sumber yang hilang dari ekuitas merek dapat
diperbarui dan sumber-sumber ekuitas yang baru dapat dibangun dalam tiga cara
utama yang dimulai dengan perubahan elemen unsur-unsur merek, perubahan-
perubahan program marketing yang mendukung strategi ini serta membuat asosiasi
kedua yang baru (leveraging new secondary associations) dari merek tersebut.
Memperluas kesadaran merek (expanding brand awareness). Dengan merek
yang mulai memudar, kadang bukanlah kedalaman kesadaran merek yang menjadi
masalah, namun bisa jadi keluasan kesadaran merek yang menjadi masalah,
konsumen hanya cenderung berpikir akan suatu merek dalam scope yang sempit saja.
Oleh karenanya satu hal yang penting dalam membangun ekuitas merek adalah
meningkatkan keluasan kesadaran merek, meyakinkan konsumen untuk tidak
melupakan merek tertentu dan menjamin bahwa pembelian dan pemakaian merek
tersebut akan memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen. Diharapkan dapat
terjadi peningkatan pemakaian akan merek tertentu yang dapat dilakukan dengan dua
cara:
1. Meningkatkan kuantitas pemakaian → berapa banyak merek tersebut
dipakai.
2. Meningkatkan frekuensi pemakaian → berapa sering merek tersebut
digunakan.
Secara umum no. 2 lebih mudah dilakuakn dibanding no. 1, dimana jumlah
jumlah barang yang dikonsumsi menjadi suatu fungsi dari keyakinan utama
konsumen akan anggapan bahwa produk tersebut memang paling baik untuk dipilih,
meski seringkali yang terjadi adalah impulse consumption terhadap merek tertentu
30
(misal softdrink, snack, permen, dan lain-lain). Disisi lain peningkatan frekusensi
pemakaian melibatkan tambahan identifikasi atau peluang-peluang baru untuk
menggunakan merek tersebut dalam cara yang sama atau mengidentifikasi cara-cara
yang baru yang bisa meningkatkan frekuensi pemakaian merek tersebut. Hal ini bisa
terjadi pada merek-merek yang memiliki market share cukup tinggi dan menjadi
pemimpin produk pada tiap kategori produk tertentu. Adapun cara yang bisa
ditempuh adalah sebagai berikut:
a. Mengidentifikasi peluang pemakaian tambahan ataupun baru.
Jika suatu merek dianggap konsumen hanya memiliki asosiasi merek kuat
dalam siatuasi tertentu saja, maka dalam mengidentifikaisi peluang tambahan atau
baru meski dalam cara dasar yang sama, dapat dirancang dalam dua hal:
1. Komunikasi dengan konsumen untuk meyakinkan mereka dalam
menggunakan suatu merek tertentu lebih sering dalam situasi yang sudah
ada maupun situasi yang baru.
2. Mengingatkan konsumen untuk secara nyata memakai merek tersebut
sedekat mungkin dengan situasi-situasi tersebut.
Langkah yang kreatif dalam mencari cara untuk meningkatkan brand equity
terhadap produk tertentu sangat dibutuhkan. Bila suatu produk memiliki rentang
kehidupan yang pendek, konsumen cenderung memiliki underestimate terhadap
panjang/durasi penggunaan merek tertentu. Salah satu strategi yang bisa dipakai
adalah memberi informasi yang lebih baik pada konsumen terutama pada saat produk
tersebut pertama kali dipakai, mereka perlu diyakinkan untuk menggunakan merek
31
tertentu secra regular/teratur, desain dan kemasan produk menjadi satu hal penting
yang acap dipertimbangkan konsumen untuk memilih merek tertentu.
b. Mengidentifikasi cara-cara berbeda baik yang baru ataupun bersifat
melengkapi penggunaan suatu merek tertentu.
Pendekatan kedua ini lebih menekankan pada frekuensi penggunaan suatu
merek dengan mengidentifikasi cara-cara penggunaan yang baru atau melengkapi
cara yang sudah ada. Sebagai contoh suatu perusahaan produk makanan (misal:
bumbu masak) dapat mengenalkan resep baru dengan produk yang sudah ada
sebelumnya.
2.3 Segmentation, Targeting and Positioning (STP)
Dalam sebuah proses pemasaran produk, terdapat tiga hal penting yang harus
diperhatikan yaitu segmentation, targeting and positioning. Sebuah perusahaan yang
berperan sebagai produsen tentu tidak dapat melayani semua permintaan konsumen
dalam pasar yang luas ini, sebab konsumen yang ada terlalu banyak dan sangat
bervariasi karakternya satu sama lain. Oleh karena itu produsen atau perusahaan
harus dapat mengidentifikasi segmen pasar yang hendak dicapai dan membaginya
dalam kelompok-kelompok yang lebih kecil (segmentation), setelah itu produsen atau
perusahaan dapat memilih salah satu atau lebih segmen pasar yang ada (targeting).
Setelah kedua hal tersebut dilakukan, maka produsen atau perusahaan dapat
menetapkan posisi yang diinginkan atas produknya dalam benak konsumen
32
dibandingkan dengan pesaingnya; ditinjau dari sisi produk, servis, image, serta aspek-
aspek pendukung lainnya (positioning).
2.3.1 Segmentasi Pasar (Market Segmentation)
Segmentasi pasar merupakan dasar untuk mengetahui bahwa setiap pasar
terdiri atas beberapa segmen yang berbeda-beda. Dalam setiap segmen terdapat
pembeli-pembeli yang memiliki :
1. Kebutuhan yang berbeda-beda.
2. Pola pembelian yang berbeda-beda.
3. Tanggapan yang berbeda-beda terhadap berbagai jenis penawaran.
Adapun dasar-dasar atau kriteria yang dapat dipakai untuk segmentasi
pasar adalah :
1. Faktor demografi, seperti : umur, jenis kelamin, suku, pendidikan, agama
dan sebagainya.
2. Tingkat penghasilan.
3. Faktor sosiologis, seperti : kelompok budaya, kelas-kelas sosial dan
sebagainya.
4. Faktor psikologis, seperti : kepribadian, sikap, manfaat produk yang
diinginkan dan sebagainya.
Diantara segmen pasar yang ada, terdapat segmen yang menarik (attractive
segmen), yaitu segmen pasar yang belum terlayani, atau yang sudah terlayani
tetapi kurang baik. Disamping memperhatikan segmen yang menarik tersebut,
33
masih ada tiga faktor yang harus dipertimbangkan untuk menunjang usaha
segmentasi secara efektif. Ketiga faktor tersebut adalah :
1. Measurability
Tingkat informasi yang ada mengenai sifat-sifat pembeli, sejauh mana
sifat-sifat tersebut dapat diukur.
2. Accessibility
Tingkat dimana perusahaan itu secara efektif memusatkan usaha
pemasarannya pada segmen yang telah dipilihnya.
3. Substansiality
Suatu tingkat dimana segmen itu adalah luas dan cukup menguntungkan
untuk melakukan kegiatan pemasaran diri.
2.3.2 Target Pasar (Market Targeting)
Setelah melakukan segmentasi pasar dan memisahkan konsumen dalam
kelompok yang lebih kecil, maka langkah selanjutnya yang harus dilakukan oleh
produsen adalah mengevaluasi setiap segmen pasar yang telah terbentuk dan memilih
salah satu atau lebih segmen pasar yang ingin dimasuki.
Ada lima pola yang bisa digunakan ketika memasuki pasar sasaran, yaitu :
1. Memusatkan perhatian pada satu segmen tunggal.
Merupakan strategi yang dapat ditempuh perusahaan bilamana ingin
mempunyai posisi yang kuat pada satu segmen pasar saja.
2. Mengkhususkan pada beberapa segmen pilihan yang tidak berhubungan.
34
Perusahaan menentukan beberapa segmen, dimana setiap segmennya
menarik dan sesuai dengan tujuan perusahaan.
3. Memusatkan pada sebuah produk.
Strategi yang diterapkan perusahaan dimana mereka membuat produk
tertentu yang akan dijual kepada beberapa segmen yang terbatas.
4. Memusatkan pada sebuah segmen pasar.
Perusahaan berkonsentrasi pada pelayanan beberapa kebutuhan mendasar
dari kelompok tertentu.
5. Menjangkau keseluruhan pasar.
Perusahaan mencoba melayani semua kelompok pelanggan dengan produk-
produk yang mungkin mereka butuhkan.
2.3.3 Posisi di Pasar (Market Positioning)
Dengan melakukan segmentasi dan menentukan target pasar dengan baik,
maka produsen akan mendapatkan pengertian yang menyeluruh tentang kebutuhan,
sikap dan perilaku sang konsumen. Bila sudah dapat mengerti apa yang diinginkan
oleh konsumen maka sang produsen dapat menyelaraskannya dengan kemampuannya
sendiri dan menetapkan posisi produknya di pasar.
Menurut Cheverton8 ada lima kesalahan dalam menentukan posisi di pasar,
yaitu :
8 Cheverton, “If You’re So Brilliant…How Come Your Brand is not Working Hard Enough?”, 2004
35
1. Positioning yang terlalu rendah
Jika tidak memiliki sesuatu yang khusus, maka akan sulit untuk mengambil
tempat di dalam pikiran konsumen, tidak memberikan alasan untuk
membeli, bahkan peduli.
2. Positioning yang terlalu tinggi
Bersikap terlalu spesifik.
3. Positioning yang membingungkan
Saat mencoba untuk melakukan banyak hal sekaligus maka muncul
kontradiksi dan konflik.
4. Positioning yang tidak relevan
Saling tidak berhubungan satu dengan yang lainnya.
5. Positioning yang meragukan
Membuat pernyataan yang tidak dapat dipercaya dan hanya bagi mereka
yang sangat mudah tertipu yang akan menjadi konsumen.
2.4 Bauran Pemasaran (Marketing Mix)
Bauran pemasaran atau marketing mix adalah seperangkat alat pemasaran
yang digunakan perusahaan untuk mencapai tujuan pemasarannya dalam pasar
sasaran yang sudah dibidik.(Kotler, 2003, p.15). Alat-alat pemasaran itu terdiri dari
empat variabel yang kemudian disebut 4P dari marketing, yaitu produk (product),
harga (price), promosi (promotion) dan tempat (place).
36
Marketing mix adalah salah satu konsep utama dalam pemasaran modern saat
ini. Marketing Mix merupakan satu set marketing tools yang dilakukan oleh
perusahaan untuk menghasilkan respon yang diinginkan oleh target pasar. (Kotler,
2003,p15).
Gambar 2.3 The 4P Component
Target
Promotion Place Price Product
Marketing Mix
Product variety
Quality
Design
Features
Brand name
Packaging
List price
Discounts
Allowances
Payment period
Credit terms
Channels
Coverage
Assortments
Locations
Inventory
transport
Sales promotion
Advertising
Sales force
Public relations
Direct marketing
37
Empat variabel dari marketing mix tersebut masing-masing memiliki
pengertian, yakni :
1. Produk (product)
Sesuatu yang ditawarkan oleh perusahaan untuk memenuhi kebutuhan dan
memuaskan keinginan konsumen. Produk yang ditawarkan dapat berupa
barang jadi, jasa pelayanan, properti dan informasi. Produk yang ditawarkan
harus memperhatikan segi kualitas, manfaat, disain, jaminan, dan
pengembangan produk baru.
2. Harga (price)
Harga adalah jumlah uang yang harus dibayar oleh konsumen untuk
memperoleh suatu produk.
3. Promosi (promotion)
Promosi berarti aktivitas-aktivitas yang mengkomunikasikan kelebihan-
kelebihan dari produk dan mempengaruhi target konsumen untuk
membelinya.
4. Tempat (place)
Penempatan sebuah produk melibatkan logistik perusahaan dan kegiatan-
kegiatan pemasaran dikonsentrasikan dengan membuat dan mendistribusikan
barang jadi tersebut kepada konsumen.
38
2.5 Kondisi Persaingan
Dalam sebuah industri, umumnya perusahaan banyak menghadapi persaingan
maupun ancaman dari para kompetitornya. Perusahaan dapat melakukan beberapa
analisis untuk mengetahui seberapa besar kekuatan para kompetitornya dalam industri
yang sama, contohnya dengan melalui bagan/diagram five forces analysis dari
Michael Porter.
Michael Porter mengidentifikasikan lima komponen yang dapat menentukan
daya pikat sebuah jenis industri atau segmen pasar apakah masih menarik atau tidak
untuk dimasuki beserta ancamannya dari masing-masing komponen tersebut. Bagan
Porter dapat dilihat digambar 2.5. Ancaman-ancaman tersebut datang dari:
1. Threat of intense segment rivalry
Apabila pemain atau kompetitornya sudah banyak, kuat dan agresif,
maka segmen pasar tersebut sudah tidak menarik lagi untuk dimasuki.
Terlebih lagi kalau kondisinya sudah dalam posisi stabil (stagnan) dan
menurun.
a. Persaingan secara umum lebih kuat ketika (Thompson, et.al., 2005, p.52):
• Para pesaing aktif dalam membuat gerakan-gerakan segar untuk
meningkatkan posisi mereka didalam pasar dan performa bisnis.
• Permintaan pembeli bertumbuh perlahan.
• Permintaan pembeli menurun dan penjual kelebihan kapasitas dan
inventory (persediaan).
39
• Jumlah pesaing meningkat dan pesaing memiliki ukuran dan
kemampuan kompetitif yang sama.
• Produk pesaing yang berupa komoditi atau yang lain sulit dibedakan.
• Biaya yang dikeluarkan oleh pembeli untuk mengganti merek adalah
rendah.
• Satu atau lebih pesaing tidak puas dengan posisi dan market share
mereka sekarang dan membuat gerakan agresif untuk menarik lebih
banyak konsumen.
• Pesaing memiliki strategi dan objektif yang berbeda dan berlokasi dibeberapa
negara.
• Orang luar yang mengakuisisi pesaing yang lemah dan mencoba
merubah mereka menjadi pesaing utama.
• Satu atau dua pesaing memiliki strategi yang kuat dan pesaing lainnya
berebut untuk tetap tinggal dalam permainan.
b. Persaingan secara umum lebih lemah ketika:
• Anggota industri bergerak hanya dalam waktu yang jarang atau dalam
cara yang tidak agresif untuk menggambarkan penjualan dan market
share yang menjauh dari pesaing.
• Permintaan pembeli bertumbuh dengan cepat.
• Produk pesaing sangat berbeda dan loyalitas konsumen sangat tinggi.
• Biaya yang dikeluarkan oleh pembeli untuk mengganti merek adalah
tinggi.
40
• Hanya ada kurang dari lima penjual atau lainnya begitu banyak
pesaing sehingga tindakan dari suatu perusahaan memiliki dampak
langsung yang kecil terhadap bisnis pesaingnya.
c. Senjata khas untuk melawan pesaing dan menarik pembeli, yaitu:
• Harga yang lebih rendah.
• Fitur yang lebih banyak atau berbeda.
• Performa produk yang lebih baik.
• Kualitas yang lebih tinggi.
• Gambaran merek dan pendekatan yang lebih kuat.
• Pemilihan model dan gaya yang lebih luas.
• Jaringan penyalur yang lebih besar/baik.
• Pembiayaan dengan tingkat bunga rendah.
• Iklan yang lebih tinggi tingkatannya.
• Kemampuan inovasi produk lebih kuat.
• Kemampuan pelayanan kepada konsumen yang lebih baik.
• Kemampuan yang lebih kuat untuk menyediakan pembeli dengan
adanya produk costum made.
2. Threat of new entrants.
Daya pikat sebuah segmen bervariasi berdasarkan tinggi rendahnya
hambatan untuk masuk dan keluar (entry and exit barriers). Segmen yang paling
menarik yaitu dimana hambatan untuk masuk industri tersebut tinggi dan hambatan
untuk keluar terbilang rendah. Beberapa perusahaan dapat memasuki industri tersebut
dan perusahaan yang berperforma buruk dapat keluar dengan mudah. Sebuah
41
perusahaan hendaknya berhati-hati tidak hanya kepada pemain lama dalam industri
tersebut, tetapi juga kepada pemain baru yang potensial untuk memasuki industri
tersebut.
a. Ancaman pendatang baru lebih kuat ketika:
• Kumpulan kandidat pendatang baru berjumlah besar dan beberapa dari
kandidat tersebut memiliki sumber daya yang dapat membuat mereka
menjadi pesaing yang hebat di pasar.
• Hambatan untuk masuk rendah atau dapat segera dilompati oleh kandidat
pendatang baru tersebut.
• Ketika anggota industri yang sudah ada mencoba unluk memperluas capaian
pasar mereka dengan memasuki segmen produk atau area geografis dimana
sebelumnya mereka tidak memiliki keberadaan dalam segmen atau area
tersebut.
b. Ancaman pendatang baru lebih lemah ketika:
• Kumpulan kandidat pendatang baru berjumlah kecil.
• Hambatan untuk masuk tinggi.
• Kompetitor yang sudah ada berjuang untuk memperoleh profit/keuntungan
yang sehat.
• Pandangan tentang industri tersebut berisiko atau tidak pasti.
• Permintaan pembeli bertumbuh pelan atau dalam kondisi stagnant.
• Anggota industri akan secara kuat menguji usaha dari pendatang baru untuk
meraih kedudukan di dalam pasar.
42
Gambar 2.4 Barriers and Profitability
3. Threat of substitute products
Segmen pasar dapat dikatakan tidak menarik apabila dimana dalam industri
tersebut terdapat barang substitusi/pengganti yang potensial. Contoh: nasi dengan
roti/kentang, kopi dengan teh.
a. Tekanan kompetitif dari produk pengganti lebih kuat ketika:
• Produk pengganti sudah tersedia atau produk yang baru muncul.
• Produk pengganti memiliki harga yang menarik.
• Produk pengganti memiliki performa fitur yang sebanding atau bahkan lebih
baik.
• Pengguna akhir hanya memerlukan biaya rendah dalam menukar dengan
produk pengganti.
• Pengguna akhir lebih nyaman dengan menggunakan produk pengganti.
b. Tekanan kompetitif dari produk pengganti lebih lemah ketika:
• Produk pengganti belum tersedia atau belum ada.
43
• Produk pengganti memiliki harga yang lebih tinggi relatif dengan performa
yang diberikan.
• Pengguna akhir memerlukan biaya tinggi dalam menukar dengan produk
pengganti.
c. Tanda bahwa kompetisi dari produk pengganti kuat. yaitu:
• Penjualan dari produk pengganti bertumbuh lebih cepat daripada penjualan
dari industri yang dianalisis (indikasi bahwa penjual produk pengganti
menggambarkan pertanyaan mengapa konsumen menjadi jauh dari industri
tersebut).
• Produsen produk pengganti bergerak untuk menambah kapasitas baru.
• Profit dari produsen produk pengganti meningkat.
4. Threat of buyers growing bargaining power
Apabila kekuatan buyer untuk membeli dan menawar produk tersebut memiliki
posisi yang lebih tinggi, maka segmen pasar tersebut dapat dikatakan tidak menarik.
Hal ini dapat disebabkan oleh banyaknya pemain (kompetitor) dalam industri
tersebut sehingga buyer bebas memilih produk yang ia inginkan sesuai dengan
harapannya. Selain itu, pertimbangan lainnya adalah harga yang ditawarkan oleh
masing-masing produsen umumnya bersaing dan umumnya buyer lebih memilih
produk dengan harga yang terjangkau.
a. Kekuatan pembeli dalam menawar lebih kuat ketika:
• Biaya pembeli dalam menukar dengan merek kompetitor atau produk
pengganti adalah rendah.
• Pembeli berjumlah banyak dan dapat meminta hadiah ketika membeli dalam
jumlah yang besar.
44
• Pembelian dalam volume besar sangat penting bagi penjual.
• Permintaan pembeli lemah dan dalam posisi menurun.
• Hanya ada beberapa pembeli sehingga setiap bisnis sangat penting bagi
penjual.
• Identitas pembeli menambah gengsi untuk daftar konsumen yang dimiliki
oleh penjual.
• Kuantitas dan kualitas infoirnasi yang tersedia untuk pembeli meningkat.
• Pembeli memiliki kemampuan untuk menunda, pembelian kalau mereka
tidak suka dengan perjanjian kini yang ditawarkan oleh penjual.
• Beberapa pembeli merupakan ancaman dan dapat menjadi kompetitor
penting.
b. Kekuatan pembeli dalam menawar lebih lemah ketika:
• Pembeli melakukan transaksi sangat jarang atau dalam jumlah kecil.
• Biaya pembeli dalam menukar dengan merek kompetitor adalah tinggi.
• Ada penggelombangan dalam permintaan pembeli yang menciptakan pasar
penjual.
• Reputasi merek penjual sangat penting bagi pembeli.
• Produk tertentu penjual memberikan kualitas atau performa yang sangat
penting bagi pembeli dan hal ini tidak didapat dari merek yang lain.
• Kolaborasi pembeli atau mitra/kerjasama dengan penjual terpilih
menyediakan kesempatan win-win yang menarik.
5. Threat of suppliers growing bargaining power.
Sama halnya dengan buyers' bargaining power, sebuah industri atau segmen
pasar dikatakan tidak menarik apabila supplier (penyalur) perusahaan dapat
45
menaikkan harga ataupun mengurangi kuantitas bahan baku yang di-supply. Hal ini
dapat dikarenakan oleh jumlah supplier yang sedikit untuk menyediakan kebutuhan
perusahaan sehingga para supplier bisa menetapkan harga dengan bebas.
a. Kekuatan supplier dalam menawar lebih kuat ketika:
• Anggota industri harus mengeluarkan biaya tinggi dalam menukar pembelian
mereka dengan altematif supplier yang lain.
• Pasokan sumber daya yang diperlukan sangat penting bagi perusahaan
(sehingga supplier dapat menentukan harga).
• Supplier memiliki pasokan sumber daya yang khas yang bisa meningkatkan
kualitas atau performa dari produk penjual atau bagian yang kritis dan
bernilai dari proses produksi penjual.
• Hanya ada beberapa jumlah supplier dari sumber daya tertentu.
• Beberapa supplier mengancam untuk masuk ke dalam bisnis dan
kemungkinan akan menjadi pesaing yang kuat
b. Kekuatan supplier dalam menawar lebih lemah ketika:
• Barang yang dipasok adalah barang komoditi yang sudah tersedia dari
banyak supplier pada harga pasar.
• Biaya penjual dalam menukar supplier dengan alternatif supplier yang lain
terbilang rendah.
• Barang pengganti untuk pasokan sumber daya sudah ada dan yang baru
muncul.
• Terjadi peningkatan dari persediaan yang dipasok (sehingga melemahkan
kekuatan supplier dalam menetapkan harga).
46
• Pembelian dari anggota industri terhitung berjumlah besar dari total
penjualan supplier dan pembelian ulang dalam jumlah besar sangat penting
bagi kesejahteraan supplier.
• Anggota industri merupakan ancaman dan dapat melakukan manufaktur
sendiri kebutuhan mereka.
• Kolaborasi penjual atau mitra/kerjasama dengan supplier terpilih
menyediakan kesempatan win-win yang menarik.
Gambar 2.5 Five Forces Analysis