perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ANALISIS DAMPAK LANGSUNG DAN TIDAK LANGSUNG
DESENTRALISASI FISKAL
TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI,
PENYERAPAN TENAGA KERJA DAN JUMLAH PENDUDUK MISKIN
KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA TENGAH
TAHUN 2004 – 2010
SKRIPSI
Disusun untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat
guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan
Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta
Disusun Oleh :
IRA AMANDA HIRBASARI
F0108077
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user ii
ABSTRAK
ANALISIS DAMPAK LANGSUNG DAN TIDAK LANGSUNG
DESENTRALISASI FISKAL
TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI,
PENYERAPAN TENAGA KERJA DAN JUMLAH PENDUDUK MISKIN
KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA TENGAH
TAHUN 2004– 2010
IRA AMANDA HIRBASARI
F0108077
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh langsung dan tidak langsung
desentralisasi fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi, penyerapan tenaga kerja, dan
jumlah penduduk miskin kabupaten/kota di propinsi Jawa Tengah. Penelitian
terdiridari 29 kabupaten dan 6 kota, menggunakan data sekunder dari Badan Pusat
Statistik Jawa Tengah periode 2004 sampai dengan 2010. Variabel-variabel yang
diteliti adalah desentralisasi fiskal, pertumbuhan ekonomi, penduduk miskin, dan
tenaga kerja dari 35 kabupaten/kota di Propinsi Jawa Tengah. Analisis data dilakukan
dengan menggunakan analisis jalur yang dikomputasi dengan menggunakan software
AMOS 4.0.1.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pertama, desentralisasi fiskal
berdampak positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Dampak
langsungnya sebesar 0.171, sedangkan dampak tidak langsungnya sebesar 0.000.
Kedua, desentralisasi fiskal berdampak positif namun tidak signifikan terhadap
penyerapan tenaga kerja. Dampak langsungnya sebesar 0.0241, sedangkan dampak
tidak langsungnya sebesar 0.0127. Ketiga, pertumbuhan ekonomi berdampak positif
namun tidak signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja. Dampak langsungnya
sebesar 0.074, sedangkan dampak tidak langsungnya sebesar 0.000. Keempat,
desentralisasi fiskal berdampak positif namun tidak signifikan terhadap jumlah
penduduk miskin. Dampak langsungnya sebesar -0.0438, sedangkan dampak tidak
langsungnya sebesar -0.0139. Kelima, pertumbuhan ekonomi berdampak positif dan
signifikan terhadap jumlah penduduk miskin. Dampak langsungnya sebesar -0.081,
sedangkan dampak tidak langsungnya sebesar 0.000.
Kata-Kata Kunci : Desentralisasi Fiskal, Pertumbuhan Ekonomi, Kemiskinan, Tenaga
Kerja
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user iii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING
Skripsi dengan Judul:
ANALISIS DAMPAK LANGSUNG DAN TIDAK LANGSUNG
DESENTRALISASI FISKAL
TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI,
PENYERAPAN TENAGA KERJA DAN JUMLAH PENDUDUK MISKIN
KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA TENGAH
TAHUN 2004– 2010
Surakarta, Juni 2012
Disetujui dan diterima
Pembimbing
Malik Cahyadin, SE, M.Si
NIP. 19810729 200812 1 002
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user iv
HALAMAN PENGESAHAN
Telah disetujui dan diterima baik oleh tim penguji Skripsi Fakultas
Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta guna melengkapi tugas-tugas
dan memenuhi syarat-syarat untuk memperoleh gelar sarjana Ekonomi Jurusan
Ekonomi Pembangunan .
Surakarta, Juni 2012
Tim Penguji Skripsi
1. Dr. J.J. Sarungu, MS Ketua (……………………….)
NIP. 19510701 198010 1 001
2. Izza Mafruhah, S.E, M.Si Anggota (……………………….)
NIP. 19720323 200212 2 001
3. Malik Cahyadin, S.E, M.Si Pembimbing (……………………….)
NIP. 19810729 200812 1 002
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user v
PERSEMBAHAN
Skripsi ini penulis persembahkan untuk :
Malaikat tak bersayapku : Mama dan Papa tercinta yang tak lelah memberikan
do’a, kasih sayang, dukungan moral, spiritual, dan material yang takkan pernah
ternilai. Tak cukup banyak kata untuk mengungkap rasa terima kasihku. Ini
semua special untuk kalian. (<3)
Teman-teman terdekat yang telah banyak membantu dan selalu memberikan
dukungan semangat Dimas Aryo Sugandi, Ratna Tanjung, Chibie, Ridwan N,
Junius Nanda, Bayu AS, Mas Andry, Ari H, Arya S dan Hanafi A.
Seluruh teman EP angkatan 2008 yang telah mewarnai hari-hariku selama aku
kuliah disolo.
Kakak-kakak dan adik-adik tingkat EP
Bapak Junaedi
Dan semua pihak yang tidak bisa disebut satu per satu yang telah mengisi
hari-hariku selama kuliah di Solo.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user vi
MOTTO
“Perbaikan (improvement) di mulai dengan huruf “I” (aku)”
“ Kalau saja manusia memang diciptakan untuk berbicara dua kali lebih banyak
daripada mendengar, tentu manusia dikaruniai dua mulut dan satu telinga.”
“Orang hebat bicara tentang ide, orang kerdil sibuk membicarakan orang
lain.”
“Orang pintar percaya setengah dari apa yang dia dengar, orang yang lebih pintar
tahu setengah bagian mana yang harus dipercaya”
“ Kritikan bagai pupuk bagai rumput di halaman. Kadar yang tepat akan
menyuburkannya, terlalu banyak akan mematikan rumputnya.”
“Masa-masa terbaik dalam hidup adalah saat kita mampu menyelesaikan masalah
sendiri. Masa-masa suram kehidupan adalah saat kita menyalahkan orang lain
atas masalah yang kita hadapi.”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user vii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
dengan judul “Analisis Dampak Langsung dan Tidak Langsung Desentralisasi
Fiskal Terhadap Pertumbuhan Ekonomi, Penyerapan Tenaga Kerja dan
Jumlah Penduduk Miskin di Kabupaten/Kota Di Jawa Tengah Tahun 2004-
2010”.
Skripsi ini disusun dengan tujuan untuk memenuhi salah satu syarat untuk
mencapai gelar Sarjana Strata Satu (S-1) pada program studi Ekonomi Pembangunan,
Fakultas Ekonomi, Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, untuk itu
dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dr. Wisnu M.S selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret
Surakarta
2. Drs. Supriyono selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi
Universitas Sebelas Maret Surakarta
3. Izza Mafruhah, S.E, M.Si selaku Sekretaris Jurusan yang telah memberi arahan,
masukan dan solusi bagi skripsi penulis.
4. Malik Cahyadin, SE, M.Si selaku Pembimbing Skripsi yang telah memberi
bimbingan dan masukan dalam penyusunan skripsi ini.
5. Bapak dan Ibu Dosen Pengampu serta seluruh staff Fakultas Ekonomi
Universitas Sebelas Maret Surakarta atas segala bantuan selama masa
perkuliahan penulis.
6. Kedua Orang Tua penulis Ir. Sumantri, M.P dan Sri Mardani, S.Pd.
7. Kantor Dinas Perindustrian, Perdagangan, UMKM dan Koperasi
(DISPERINDAGKOP & UMKM) Kabupaten Karanganyar sebagai pembimbing
institusi mitra saat kuliah magang kerja.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user viii
8. Kantor Badan Pusat Statistik Surakarta yang telah membantu dalam penyediaan
data-data yang dibutuhkan penulis.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Semoga
penelitian ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.
Wassalamu’alaikum. Wr. Wb
Surakarta, Juni 2012
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user ix
DAFTAR ISI
HALAMANAN………………………………………….…………….……... i
ABSTRAKSI……………………………………………….………………… ii
HALAMAN PERSETUJUAN……….……………………..……………….. iii
HALAMAN PENGESAHAN..……………………………….……………… iv
HALAMAN PERSEMBAHAN……………….………………….…………. v
HALAMAN MOTTO……………………...................................................... vi
KATA PENGANTAR……….……………..……………………….……….. vii
DAFTAR ISI…..……………………………………………………..…….… ix
DAFTAR TABEL…….………….………………………………….………. xii
DAFTAR GAMBAR……………………………………….…………..……. xiii
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………… 1
A. Latar Belakang………………………………………………………. 1
B. Perumusan Masalah……………………………………………..….… 5
C. Tujuan Penelitian……………….…………………………………… 6
D. Manfaat Penelitian…..…………………………….…………..…….. 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………….. 8
A. Landasan Teori………………………………………………………. 8
1. Desentralisasi Fiskal……………………………………………... 8
2. Pertumbuhan Ekonomi………………..………….……………… 21
3. Desentralisasi Fiskal dan Pertumbuhan Ekonomi…..……………. 27
4. Pertumbuhan Ekonomi dan Kemiskinan…………………...…….. 28
B. Penelitian Terdahulu……………..…………………………………… 29
C. Kerangka Pemikiran….………………………………………….……. 31
D. Hipotesis………………..……………………………………….…..… 33
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user x
BAB III METODOLOGI PENELITIAN………………….………………….. 35
A. Ruang Lingkup Penelitian………………………………...…………… 35
B. Jenis dan Sumber Penelitian…………………………………….…….. 35
C. Definisi Operasional Variable………………………………….……… 36
1. Desentralisasi Fiskal……………………………………………….. 36
2. Pertumbuhan Ekonomi……………………..……………..……..… 36
3. Tenaga Kerja Terserap…………………………..……....………… 36
4. Penduduk Miskin…………………….………………….……….… 37
5. Pengaruh Langsung………………………………………………... 38
6. Pengaruh Tidak Langsung ………………………………………… 38
7. Pengaruh Total ……………………………………………………. 38
D. Metode Analisis Data…………………………………………………… 38
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN…………………………………….… 44
A. Gambaran Umum…………………….………………………………… 44
B. Deskripsi Data……..…………………………………………………… 47
C. Analisis Data……..……………………..……………………………… 48
1. Uji Normalitas……………………..……………………………….. 48
2. Uji Multikolinearitas……….………………………………………. 49
3. Uji Goodness of Fit…………………………………………………. 49
a. Chi Square……………...……………………………………….. 50
b. RMSEA………………………..……………………………….. 50
c. GFI……………………………………………………………… 51
d. AGFI……….…………………………………………………… 51
e. CMIN/DF………………………………………………………. 51
f. TLI……………………………………………………………… 52
g. CFI…..………………………………………………………….. 52
4. Uji Hipotesis………….…………………………………………….. 52
5. Pengaruh Langsung……..………………….…………..…………... 54
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user xi
6. Pengaruh Tak Langsung……………………….……………….……. 56
7. Pengaruh Total……………………...………………………….……. 58
D. Pembahasan………………………………………..………………….…. 60
1. Pengaruh Desentralisasi Fiskal terhadap Pertumbuhan Ekonomi..… 60
2. Pengaruh Desentralisasi Fiskal terhadap Tenaga KerjaTerserap……. 62
3. Pengaruh Desentralisasi Fiskal terhadap Jumlah Penduduk Miskin... 65
BAB V KESIMPULAN……………..………………………….………….…… 68
A. Kesimpulan……………….…………………….………………….…… 68
B. Saran……..…………………………….…………………………….…. 69
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user xii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Pertumbuhan Ekonomi Propinsi Jawa Tengah ADHK 2000.….… 2
Tabel 1.2 Penduduk Berumur 15 Tahun Keatas Menurut Jenis Kegiatan di
Jawa Tengah, Tahun 2005-2009………………………………….. 3
Tabel 1.3 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Provinsi Jawa Tengah
menurut Daerah Tahun 2004 – 2010……………………………… 3
Tabel 2.1 Jumlah Pengangguran Terbuka di Jawa TengahTahun 2004-2010.. 3
Tabel 4.1 Deskripsi Statistik…………………………………………….…… 47
Tabel 4.2 Uji Normalitas………………………………………………….…. 48
Tabel 4.3 Goodness of Fit Indices………………….……………………...... 50
Tabel 4.4 Standardized Regression Weight Structural Equation Modeling.... 53
Tabel 4.5 Pengaruh Langsung……………………………………………….. 55
Tabel 4.6 Pengaruh Tidak Langsung ………………………….…….…..….. 57
Tabel 4.7 Pengaruh Total……………………………….……………………. 59
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran………………………………………... 33
Gambar 3.1 Model Analisis Jalur..…………………………………….... 39
Gambar 4.1 Peta Propinsi Jawa Tengah……………………………..….. 44
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user xiv
DAFTAR LAMPIRAN
1. Data Penelitian
2. Output Analisis
Jalur (Amos 4.0.1)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ABSTRAK
ANALISIS DAMPAK LANGSUNG DAN TIDAK LANGSUNG
DESENTRALISASI FISKAL
TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI,
PENYERAPAN TENAGA KERJA DAN JUMLAH PENDUDUK MISKIN
KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA TENGAH
TAHUN 2004– 2010
IRA AMANDA HIRBASARI
F0108077
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh langsung dan tidak langsung
desentralisasi fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi, penyerapan tenaga kerja, dan jumlah
penduduk miskin kabupaten/kota di propinsi Jawa Tengah. Penelitian terdiridari 29 kabupaten
dan 6 kota, menggunakan data sekunder dari Badan Pusat Statistik Jawa Tengah periode 2004
sampai dengan 2010. Variabel-variabel yang diteliti adalah desentralisasi fiskal, pertumbuhan
ekonomi, penduduk miskin, dan tenaga kerja dari 35 kabupaten/kota di Propinsi Jawa Tengah.
Analisis data dilakukan dengan menggunakan analisis jalur yang dikomputasi dengan
menggunakan software AMOS 4.0.1.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pertama, desentralisasi fiskal berdampak positif
dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Dampak langsungnya sebesar 0.171, sedangkan
dampak tidak langsungnya sebesar 0.000. Kedua, desentralisasi fiskal berdampak positif namun
tidak signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja. Dampak langsungnya sebesar 0.0241,
sedangkan dampak tidak langsungnya sebesar 0.0127. Ketiga, pertumbuhan ekonomi berdampak
positif namun tidak signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja. Dampak langsungnya sebesar
0.074, sedangkan dampak tidak langsungnya sebesar 0.000. Keempat, desentralisasi fiskal
berdampak positif namun tidak signifikan terhadap jumlah penduduk miskin. Dampak
langsungnya sebesar -0.0438, sedangkan dampak tidak langsungnya sebesar -0.0139. Kelima,
pertumbuhan ekonomi berdampak positif dan signifikan terhadap jumlah penduduk miskin.
Dampak langsungnya sebesar -0.081, sedangkan dampak tidak langsungnya sebesar 0.000.
Kata-Kata Kunci : Desentralisasi Fiskal, Pertumbuhan Ekonomi, Kemiskinan, Tenaga Kerja
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ABSTRACT
ANALYSIS DIRECT AND INDIRECT EFFECTS
FROM FISCAL DECENTRALIZATION TO ECONOMIC GROWTH,
LABOR ABSORBED, AND POVERTY
REGENCIES / MUNICIPALITIES ON PROVINCE IN CENTRAL JAVA
YEAR 2004 – 2010
IRA AMANDA HIRBASARI
F0108077
This study aims to examine the direct and indirect effects from fiscal decentralization to
economic growth, labor absorbed, and poverty on regencies/municipalities in Central Java
province. Research population consist of 29 regencies and 6 municipalities, using secondary data
from The Central Bureau of Statistic of Central Java Province and regencies/municipalities level
in Central Java Province within the period of 2004 up to 2010. The variables studied were the
fiscal decentralization, economic growth, labor absorbed, and poverty of 35 districts / cities in
Central Java Province. Data analysis conducted by using path analysis which computed by
AMOS 4.0.1 program software.
These results indicate that : First, fiscal decentralization has positive and significant
effect on economic growth. The direct effect of both is 0.171, the indirect effect of both is 0.000.
Second, fiscal decentralization has positive effect but not significant on labor absorbed. The
direct effect of both is 0.0241, the indirect effect of both is 0.0127. Third, economic growth has
positive effect but not significant on labor absorbed. The direct effect of both is 0.074, the
indirect effect of both is 0.000. Fourth, fiscal decentralization has positive effect, but not
significant on poverty. The direct effect of both is -0.0438, the indirect effect of both is -0.0139.
Fifth, economic growth has positive effect but not significant on poverty. The direct effect of
both is -0081, the indirect effect of both is 0.000.
Keywords : Fiscal Decentralization, Economic Growth, Poverty, Labor
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pelaksanaan desentralisasi fiskal di Indonesia sudah dilakukan sejak
tanggal 1 Januari 2001. Dengan berlakunya otonomi daerah dan desentralisasi
fiskal, pemerintahan daerah memiliki wewenang untuk menggali pendapatan
dan melakukan peran alokasi secara mandiri dalam menetapkan prioritas
pembangunan. Diharapkan dengan adanya otonomi dan desentralisasi fiskal
dapat lebih memeratakan pembangunan sesuai dengan keinginan daerah untuk
mengembangkan wilayah menurut potensi masing-masing.
Desentralisasi fiskal akan memberikan manfaat yang optimal jika
diikuti oleh kemampuan finansial yang memadai oleh daerah otonom.
Menurut UU No. 33 Tahun 2004 sumber penerimaan yang digunakan untuk
pendanaan pemerintah daerah dalam pelaksanaan desentralisasi fiskal adalah:
Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi
Khusus (DAK), dana bagi hasil, pinjaman daerah, dan lain-lain penerimaan
yang sah.
Dampak pelaksanaan desentralisasi fiskal di kabupaten/kota Propinsi
Jawa Tengah terhadap kondisi makro ekonomi dan sosial menunjukkan hasil
yang relatif baik meskipun belum optimal. Terdapat beberapa indikator untuk
melihat kinerja pembangunan daerah. Pertama, dilihat dari hasil output
pembangunan daerah yang tercermin dalam Produk Domestik Regional Bruto
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
(PDRB). Data realisasi menunjukkan bahwa pertumbuhan PDRB riil di
kabupaten/kota di Propinsi Jawa Tengah selama tujuh tahun terakhir
menunjukkan kecenderungan selalu meningkat. Laju pertumbuhan ekonomi
kabupaten/kota di Propinsi Jawa Tengah pada tahun 2004 sampai 2010
mengalami pertumbuhan cukup positif, tetapi belum mampu memecahkan
permasalahan dasar di masing-masing daerah, yaitu besarnya angka
pengangguran dan kemiskinan. Hampir di semua daerah di Jawa Tengah
perekonomiannya cenderung meningkat, tetapi pertumbuhan tersebut belum
mampu menyerap jumlah pengangguran yang cukup besar di wilayah ini,
sehingga diperlukan laju pertumbuhan yang lebih besar lagi untuk mendorong
kinerja pembangunan daerah.
Tabel 1.1
Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa Tengah ADHK 2000
Tahun Laju Pertumbuhan Ekonomi PDRB per Kapita
2004 5.13 4,172,657
2005 5.35 4,488,099
2006 5.33 4,689,985
2007 5.59 4,913,801
2008 5.46 5,142,781
2009 4.71 5,345,736
2010 5.8 5,774,610
Rerata 5.34 4,932,524
Sumber : BPS Jawa Tengah 2004-2010
Kedua, dilihat dari indikator sosial (tenaga kerja), pada tahun 2005
hingga tahun 2009, jumlah pengangguran di Provinsi Jawa Tengah mengalami
penurunan namun jumlah tenaga kerja terserap di Propinsi Jawa Tengah hanya
sedikit mengalami kenaikan. Jawa Tengah pun hanya menyumbang 15%
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
tenaga terserap dari keseluruhan tenaga kerja terserap di Pulau Jawa pada
tahun 2010. Itu artinya pengangguran di Jawa Tengah masih cukup besar
walaupun pertumbuhan tingkat pengangguran terbukanya mengalami
penurunan.
Tabel 1.2
Penduduk Berumur 15 Tahun Keatas Menurut Jenis Kegiatan di Jawa Tengah,
Tahun 2005-2009
No Uraian 2005 2006 2007 2008 2009
1 Angkatan Kerja
a. Bekerja 15.568.090 15.567.335 16.304.058 15.463.658 15.835.382
b. Pengangguran 1.641.569 1.356.909 1.360.219 1.227.308 1.252.267
Total 17.209.659 16.924.244 17664.277 16.690.966 17.087.649
2 Tingkat
pengangguran
terbuka (TPT) 9.54 8.02 7.7 7.35 7.33
Sumber : BPS Jawa Tengah (2006-2010)
Ketiga, dilihat dari aspek kemiskinan menunjukkan bahwa jumlah
penduduk miskin di kabupaten/kota di Propinsi Jawa Tengah masih cukup
besar walaupun sudah mengalami penurunan dari tahun ke tahun.
Tabel 1.3
Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin
di Provinsi Jawa Tengah menurut Daerah Tahun 1996 – 2010
Tahun Jumlah Penduduk Miskin (ribu org) Persen Penduduk Miskin
Kota+Desa Kota+Desa
2004 6.843,8 21,11
2005 6.533,5 20,49
2006 7.100,6 22,19
2007 6.557,2 20,43
2008 6.189,6 19,23
2009 5.725,7 17,72
2010 5.369,2 16,56
Sumber : Diolah dari data BPS
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
Peningkatan penduduk miskin di Provinsi Jawa Tengah dari Pebruari
2005 ke Maret 2006 disebabkan karena kenaikan harga Bahan Bakar Minyak
pada 1 September 2005, yang kemudian memacu kenaikan harga-harga barang
kebutuhan lainnya..
Kemiskinan akan berpengaruh terhadap penurunan indikator-indikator
yang ada dalam Indeks Pembangunan Manusia (IPM) seperti pendidikan,
kesehatan dan pendapatan, karena dengan kemiskinan maka seseorang akan
mengeluarkan pendapatannya hanya untuk kebutuhan pangan atau makanan
saja dan akan mengabaikan kebutuhan yang lain seperti pendidikan dan
kesehatan, sehingga tidak akan merasakan kehidupan yang layak.
Dilihat dari variabel-variabel makro ekonomi dan sosial, selama
pelaksanaan desentralisasi fiskal belum mampu mengatasi permasalahan
mendasar yang dihadapi daerah kabupaten/kota di Propinsi Jawa Tengah.
Padahal seharusnya dengan dilaksanakannya desentralisasi fiskal, diharapkan
akan membawa kesejahteraan dengan asumsi daerah tingkat II lebih mengerti
potensi daerahnya dibandingkan pusat. Daerah juga dapat memanfaatkan
dengan sebaik-baiknya sumber-sumber penerimaan daerah yang dimiliki.
Melalui sumber-sumber tersebut, daerah dapat meningkatkan pertumbuhan
ekonomi di Propinsi Jawa Tengah. Namun pada kenyataannya, pertumbuhan
ekonomi masih saja relatif rendah, jumlah pengangguran masih cukup banyak,
pendapatan masyarakat rendah, tingginya jumlah penduduk miskin, serta
kinerja pembangunan manusia yang belum optimal, sehingga proses
pembangunan daerah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat belum
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
dapat tercapai dan diperlukan laju pertumbuhan yang lebih besar lagi untuk
mendorong kinerja ekonomi makro daerah.
Berdasarkan deskripsi di atas, maka judul penelitian ini adalah
“Analisis Dampak Langsung dan Tidak Langsung Desentralisasi Fiskal
Terhadap Pertumbuhan Ekonomi, Penyerapan Tenaga Kerja dan Jumlah
Penduduk Miskin di Kabupaten/Kota Di Jawa Tengah Tahun 2004-2010”
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka perumusan masalah dalam
penelitian ini adalah:
1. Bagaimana dampak langsung pelaksanaan desentralisasi fiskal terhadap
pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di Propinsi Jawa Tengah pada
periode Tahun 2004-2010?
2. Bagaimana dampak langsung pelaksanaan desentralisasi fiskal terhadap
tenaga kerja terserap kabupaten/kota di Propinsi Jawa Tengah pada
periode Tahun 2004-2010?
3. Bagaimana dampak tidak langsung desentralisasi fiskal (melalui
pertumbuhan ekonomi) terhadap tenaga kerja terserap kabupaten/kota di
Propinsi Jawa Tengah pada periode Tahun 2004-2010?
4. Bagaimana dampak langsung pelaksanaan desentralisasi fiskal terhadap
jumlah penduduk miskin kabupaten/kota di Propinsi Jawa Tengah pada
periode Tahun 2004-2010?
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
5. Bagaimana dampak tidak langsung desentralisasi fiskal (melalui
pertumbuhan ekonomi) terhadap jumlah penduduk miskin kabupaten/kota
di Propinsi Jawa Tengah pada periode Tahun 2004-2010?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk menganalisis dampak langsung desentralisasi fiskal terhadap
pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah tahun
2004-2010.
2. Untuk menganalisis dampak langsung desentralisasi fiskal terhadap tenaga
kerja terserap kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah tahun 2004-2010.
3. Untuk menganalisis dampak tidak langsung desentralisasi fiskal (melalui
pertumbuhan ekonomi) terhadap tenaga kerja terserap kabupaten/kota di
Propinsi Jawa Tengah pada periode Tahun 2004-2010.
4. Untuk menganalisis dampak langsung desentralisasi fiskal terhadap
jumlah penduduk miskin kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah tahun
2004-2010.
5. Untuk menganalisis dampak tidak langsung desentralisasi fiskal (melalui
pertumbuhan ekonomi) terhadap jumlah penduduk miskin kabupaten/kota
di Propinsi Jawa Tengah pada periode Tahun 2004-2010
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
D. Manfaat Penelitian
Beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah :
1. Teoritis
Dapat dijadikan sebagai informasi dasar bagi semua pihak yang ingin
mengkaji pelaksanaan desentralisasi fiskal.
2. Praktis
Dapat dijadikan acuan bagi semua pihak terkait dalam melihat pengaruh
desentralisasi fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi, tenaga kerja terserap,
dan jumlah penduduk miskin kabupaten/kota di Propinsi Jawa Tengah
tahun 2004-2010.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
Dalam menganalisis Dampak Pelaksanaan Desentralisasi Fiskal
terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah (studi kasus kabupaten/kota Propinsi
Jawa Tengah Tahun 2004-2010), penelitian ini mendasarkan pada teori-teori
yang relevan sehingga mendukung bagi tercapainya hasil penelitian yang
ilmiah. Dasar teori yang digunakan sebagai landasan teori dalam penelitian
ini adalah teori tentang pertumbuhan ekonomi, desentralisasi fiskal, serta
desentralisasi fiskal dan pertumbuhan ekonomi. Teori-teori ini yang akan
dijadikan peneliti sebagai dasar pemikiran dan menjadi acuan dalam
melakukan penelitian.
1. Desentralisasi Fiskal
Di Indonesia, sebagaimana dinyatakan dalam UU Nomor 33 tahun
2004, pengertian desentralisasi dinyatakan sebagai penyerahan wewenang
oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk mengatur dan
mengurus urusan pemerintahan dalam kerangka Negara Kesatuan
Republik Indonesia (Kuncoro, 2009). Ini artinya desentralisasi merupakan
pelimpahan kewenangan dan tanggung jawab (akan fungsi-fungsi publik)
dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
Dalam arti luas, desentralisasi mencakup beberapa konsep sebagai berikut:
1. Dekonsentrasi
Adalah penyerahan sejumlah kewenangan administrasi dari pemerintah
pusat kepada tingkatan yang lebuh rendah dalam kementrian atau badan
pemerintahan yang lain.
2. Devolusi
Adalah pembentukan dan penguatan unit-unit pemerintahan sub
nasional dengan aktivitas yang secara substansial berada di luar kontrol
pemerintah pusat.
3. Delegasi
Adalah perpindahan tanggung jawab fungsi-fungsi tertentu kepada
organisasi di luar struktur birokrasi reguler dan hanya dikontrol oleh
pemerintah pusat secara tidak langsung.
4. Deregulasi
Adalah proses penghapusan peraturan tertentu.
5. Privatisasi
Adalah pemberian semua tanggung jawab atas fungsi-fungsi kepada
organisasi non pemerintahan atau perusahaan swasta yang independen
dari pemerintah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
Litvack dalam Zulyanto (2010) menjelaskan bahwa secara garis
besar, kebijakan desentralisasi dibedakan atas 3 jenis :
1. Desentralisasi politik
Yaitu pelimpahkan kewenangan yang lebih besar kepada daerah yang
menyangkut berbagai aspek pengambilan keputusan, termasuk
penetapan standar dan berbagai peraturan.
2. Desentralisasi administrasi
Yaitu pelimpahan kewenangan, tanggung jawab, dan sumber daya
antar berbagai tingkat pemerintahan
3. Desentralisasi fiskal
Yaitu pemberian kewenangan kepada daerah untuk menggali sumber-
sumber pendapatan, hak untuk menerima transfer dari pemerintahan
yang lebih tinggi, dan menentukan belanja rutin maupun investasi.
Ketiga jenis desentralisasi ini memiliki keterkaitan satu dengan yang
lainnya dan merupakan prasyarat untuk mencapai tujuan dilaksanakannya
desentralisasi, yaitu untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat.
Mardiasmo dalam Zulyanto (2010) menjelaskan bahwa desentralisasi
politik merupakan ujung tombak terwujudnya demokratisasi dan
peningkatan partisipasi rakyat dalam tataran pemerintahan. Sementara itu,
desentralisasi administrasi merupakan instrumen untuk melaksanakan
pelayanan kepada masyarakat, dan desentralisasi fiskal memiliki fungsi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
untuk mewujudkan pelaksanaan desentralisasi politik dan administratif
melalui pemberian kewenangan di bidang keuangan.
Berdasarkan prinsip money follow function Mahi (2002) menjelaskan
bahwa kajian dalam pelaksanaan desentralisasi fiskal pada dasarnya dapat
menggunakan dua pendekatan, yaitu pendekatan expenditure assignment dan
revenue assigment. Pendekatan expenditure assigment menyatakan bahwa
terjadi perubahan tanggung jawab pelayanan publik dari pemerintah pusat ke
pemerintah daerah, sehingga peran lokal public goods meningkat.
Sedangkan dalam pendekatan revenue assignment dijelaskan peningkatan
kemampuan keuangan melalui alih sumber pembiayaan pusat kepada
daerah, dalam rangka membiayai fungsi yang didesentralisasikan.
Ada dua keuntungan yang dapat dicapai dari penerapan desentralisasi
fiskal (Ebel dan Yilmaz, 2002), antara lain:
1. Efisiensi dan alokasi sumber-sumber ekonomi
Desentralisasi akan meningkatkan efisiensi karena pemerintah daerah
mampu memperoleh informasi yang lebih baik (dibandingkan dengan
pemerintah pusat) mengenai kebutuhan rakyat yang ada di daerahnya.
Oleh karena itu, pengeluaran pemerintah daerah lebih mampu
merefleksikan kebutuhan/pilihan masyadguirakat di wilayah tersebut
dibandingkan bila dilakukan oleh pemerintah pusat.
2. Persaingan antara pemerintah daerah
Penyediaan barang publik yang dibiayai oleh pajak daerah akan
mengakibatkan pemerintah daerah berkompetisi dalam menyediakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
fasilitas publik yang lebih baik. Karena dalam sistem desentralisasi
fiskal, warga negara menggunakan metode “vote by feet” dalam
menentukan barang publik di wilayah mana, yang akan dimanfaatkan.
Untuk mengukur desentralisasi fiskal di suatu wilayah, terdapat dua
variabel umum yang sering digunakan, yaitu pengeluaran dan penerimaan
daerah. Namun dalam penelitian ini akan menggunakan share penerimaan
daerah (Penerimaan Asli Daerah, PAD) terhadap total penerimaan daerah
(TPD) untuk mengukur kemandirian fiskal daerah (derajat desentralisasi
daerah). Pemilihan sisi penerimaaan sebagai indikator untuk mengukur
desentralisasi fiskal dikarenakan keterbatasan data yang tersedia dari sisi
pengeluaran.
a.Penerimaan Daerah
Penerimaan daerah adalah uang yang masuk ke dalam kas daerah.
Penerimaan daerah dalam pelaksanaan desentralisasi terdiri atas
Pendapatan dan Pembiayaan. Pendapatan daerah adalah hak pemerintah
daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode
tahun bersangkutan. Pembiayaan adalah semua penerimaan yang perlu di
bayarkan kembali dan atau pengeluaran yang akan di terima kembali, baik
pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun
anggaran berikutnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
Pendapatan daerah menurut Pasal 5 Ayat (2) Undang-Undang
Nomor 33 Tahun 2004 bersumber dari :
1) Pendapatan asli Daerah
2) Dana Perimbangan
3) Lain-Lain Pendapatan
Pembiayaan menurut Pasal 5 ayat (3) Undang-Undang Nomor 33
Tahun 2004 bersumber dari :
1) Sisa lebih perhitungan anggaran daerah (SILPA)
2) Penerimaan pinjaman daerah
3) Dana cadangan daerah
4) Hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan
1. Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Pendapatan asli Daerah (PAD) adalah Pendapatan yang
diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
Pendapatan asli daerah yang merupakan sumber penerimaan
daerah sendiri perlu terus ditingkatkan untuk penyelenggaraan
pemerintahan dan kegiatan pembangunan yang setiap tahun meningkat
sehingga kemandirian otonomi daerah yang luas, nyata, dan
bertanggung jawab, dapat dilaksanakan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
Sebagaimana diatur dalam pasal 6 Undang-Undang Nomor 33
Tahun 2004, sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) terdiri
dari :
a. Pajak daerah
b. Retribusi Daerah
c. Hasil Pengelolaan kekayaan yang dipisahkan
d. Lain-Lain Pendapatan asli Daerah Yang Sah
Menurut Pasal 1 ayat 1 Peraturan Pemerintah RI Nomor 65
tahun 2001 tentang pajak daerah, yang dimaksud dengan pajak daerah
adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan
kepada daerah tanpa Imbalan langsung yang seimbang yang dapat
dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku
yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah
dan pembangunan daerah.
Retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran
atas jasa atau pemberian ijin tertentu yang khusus disediakan dan atau
diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi
atau badan.
Hasil pengelolaan kekayaan yang dipisahkan adalah hasil
penyertaan pemerintah daerah kepada Badan Usaha Milik
Negara/Daerah/Swasta dan Kelompok Usaha Masyarakat.
Lain-Lain Pendapatan asli Daerah Yang Sah adalah pendapatan
asli daerah yang tidak termasuk pada kelompok diatas : pajak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
daerah,retribusi daerah, dan hasil pengelolaan kekayaan yang
dipisahkan.
Menurut Halim dalam Erlangga A. Landiyanto dalam Siregar
(2011), ciri utama suatu daerah mampu melaksanakan suatu otonomi
adalah (1) kemampuan keuangan daerah, yang berarti daerah tersebut
memiliki kemampuan dan kewenangan untuk menggali sumber-
sumber keuangan, mengelola dan menggunakan keuangannya sendiri
untuk mengelolah pemerintahan; (2) ketergantungan kepada bantuan
pusat harus seminimal mungkin, oleh karena itu, Pendapatan Asli
Daerah (PAD) harus menjadi sumber keuangan terbesar yang
didukung oleh kebijakan perimbangan keuangan pusat dan daerah.
PAD mencerminkan local taxing power yang “cukup” sebagai
necessary condition bagi terwujudnya otonomi daerah yang luas. Jadi
keinginan daerah untuk meningakatkan penerimaan dari pajak dan
retribusi adalah legal dengan tetap memenuhi prinsip keuangan negara
(perpajakan) agar pajak dan retribusi daerah tidak distortif dan
menyebabkan inefisiensi ekonomi.
Pajak daerah dan retribusi daerah merupakan aspek pendapatan
yang paling utama dalam PAD karena nilai dan proporsinya yang
cukup dominan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
2. Dana Perimbangan
Dana Perimbangan adalah dana yang bersumber dari
pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai
kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi bertujuan
untuk menciptakan keseimbangan keuangna antara Pemerintah Pusat
dan Pemerintah Daerah dan antara Pemerintah Daerah.
Sebagaimana diatur dalam Pasal 10 Undang-Undang Nomor 33
Tahun 2004 Dana perimbangan terdiri atas :
a. Dana Bagi Hasil
b. Dana Alokasi Umum
c. Dana Alokasi Khusus
Dana Bagi Hasil (DBH) adalah dana yang bersumber dari
APBN yang dibagi hasilkan kepada daerah berdasarkan angka
presentase tertentu dengan memperhatikan potensi daerah penghasil.
Dana bagi hasil terdiri dari Dana Bagi Hasil bersumber dari Pajak dan
Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam.
Dana Alokasi Umum (DAU) adalah dana yang bersumber dari
pendapatan APBN yang di alokasikan untuk Provinsi dan
Kabupaten/Kota dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan
antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka
pelaksanaan desentralisasi.
Dana Alokasi Khusus (DAK) adalah Dana yang bersumber dari
pendapatan APBN yang di alokasikan kepada daerah tertentu dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan
urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional sesuai dengan
fungsi yang telah ditetapkan dalam APBN. Daerah tertentu disini
adalah daerah yang memenuhi kriteria yang ditetapkan setiap tahun
untuk mendapatkan alokasi DAK. Sedangkan yang dimaksud dengan
fungsi dalam rincian belanja negara antara lain terdiri atas layanan
umum, pertahanan, ketertiban, dan keamanan, ekonomi dan
lingkungan hidup, perumahan dan fasilitas umum, kesehatan,
pariwisata, budaya, agama, pendidikan, dan perlindungan sosial.
Dana perimbangan merupakan hasil kebijakan pemerintah
pusat di bidang desentralisasi fiskal demi keseimbangan fiskal antara
pusat dan daerah.
3. Lain-lain Pendapatan
Salah satu sumber penerimaan daerah sebagaimana diatur
dalam Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 yaitu
Lain-lain Pendapatan selanjutnya pada Pasal 43 menyatakan Lain-Lain
pendapatan terdiri atas Hibah dan Pendapatan Darurat.
Hibah adalah Penerimaan Daerah yang berasal dari pemerintah
negara asing, badan/lembaga asing, badan/lembaga internasional,
pemerintah, badan/lembaga dalam negeri atau perorangan, baik dalam
bentuk devisa, rupiah, maupun barang/jasa, termasuk tenaga ahli dan
pelatihan yang tidak perlu di bayar kembali.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
Pertanggung jawaban pengelolaan hibah dilakukan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku pada APBD. Pertanggungjawaban
hibah dalam bentuk barang/jasa dilaporkan melalui mekanisme
pelaporan keuangan daerah sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
Dana darurat adalah dana yang berasal dari APBN yang
dialokasikan kepada daerah yang mengalami bencana nasional,
peristiwa luar biasa, dan atau krisis solvabilitas yang tidak dapat
ditanggulangi oleh daerah dengan menggunakan sumber APBD.
Krisis solvabilitas adalah krisis keuangan yang berkepanjangan
yang dialami daerah selama 2 tahun anggaran dan tidak dapat diatasi
melalui APBD.
b. Pengeluaran Pemerintah
Pengeluaran pemerintah terdiri dari :
1. Pengeluaran rutin
Pengeluaran rutin yaitu pengeluaran yang digunakan untuk
pemeliharaan dan penyelenggaraan pemerintah yang meliputi belanja
pegawai, belanja barang, pembayaran bunga utang, subsidi dan
pengeluaran rutin lainnya. Melalui pengeluaran rutin, pemerintah dapat
menjalankan misinya dalam rangka menjaga kelancaran penyelenggaraan
pemerintah, kegiatan operasional dan pemeliharaan aset negara,
pemenuhan kewajiban pemerintah kepada pihak ketiga, perlindungan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
kepada masyarakat miskin dan kurang mampu serta menjaga stabilitas
perekonomian. (Mangkoesoebroto, 1994).
Anggaran belanja rutin memegang peranan penting untuk
menunjang kelancaran mekanisme sistem pemerintahan serta upaya
peningkatan efisiensi dan produktivitas yang pada gilirannya akan
menunjang tercapainya sasaran dan tujuan setiap tahap pembangunan.
Besarnya dipengaruhi oleh berbagai langkah kebijakan yang ditempuh
pemerintah dalam rangka pengelolaan keuangan negara dan stabilitas
perekonomian seperti perbaikan pendapatan aparatur pemerintah,
penghematan pembayaran bunga utang dan pengalihan subsidi agar lebih
tepat sasaran. Kenaikan pengeluaran pemerintah biasanya dari pos belanja
pegawai yang dialokasikan untuk menaikan gaji pegawai dan pensiunan.
2. Pengeluaran Pembangunan
Pengeluaran pembangunan yaitu pengeluaran yang digunakan
untuk membiayai pembangunan di bidang ekonomi, sosial dan umum dan
yang bersifat menambah modal masyarakat dalam bentuk pembangunan
baik prasarana fisik maupun non fisik yang dilaksanakan dalam periode
tertentu. Anggaran pembangunan secara fisik maupun nonfisik selalu
disesuaikan dengan dana yang dimobilisasi. Dana ini kemudian
dialokasikan pada berbagai bidang sesuai dengan prioritas yang telah
direncanakan. Peranan anggaran pembangunan lebih ditekankan pada
upaya penciptaan kondisi yang stabil dan kondusif bagi berlangsungnya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
proses pemulihan ekonomi dengan tetap memberikan stimulus bagi
pertumbuhan ekonomi nasional.
Menurut M. Suparmoko (1994), pengeluaran pemerintah dapat
dibedakan menjadi dua berdasarkan tujuannya, yaitu: (1) exhaustive,
yaitu pengeluaran yang bertujuan untuk mengalihkan sector-sektor
produksi dari sektor swasta ke sektor pemerintah (berupa pembelian
barang dan jasa dalam perekonomian yang dapat langsung dikonsumsi
maupun untuk menghasilkan barang lain); (2) transfer payment, yaitu
pengeluaran yang bertujuan untuk memindahkan daya beli dari unit
ekonimi yang satu ke unit ekonomi yang lain, dan menyerahkan
keputusan penggunaan daya beli tersebut pada unit terakhir (dapat berupa
pemindahan daya beli pada individu untuk kepentingan sosial, pada
perusahaan sebagai subsidi, maupun pada pemerintah sebagai
hibah/grants).
c. Anggaran Penerimaan dan Belanja Daerah
Dalam mengalokasikan pembelanjaan atas sumber-sumber
penerimaannya terkait dengan funsi desentralisasi, daerah memiliki
kebijakan penuh untuk menentukan besaran dan sektor apa yang akan
dibelanjakan (kecuali transfer DAK yang digunakan untuk kebutuhan
khusus) yang dituangkan dalam APBD. APBD pada dasarnya memuat
rancangan keuangan yang diperoleh dan dipergunakan oleh pemerintah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
daerah dalam melaksanakan kewenangannya untuk penyelenggaraan urusan
pemerintahan dan pelayanan umum selama satu tahun anggaran.
2. Pertumbuhan Ekonomi
Setiap negara di dunia ini sudah lama menjadikan pertumbuhan
ekonomi sebagai target ekonomi. Pertumbuhan ekonomi selalu menjadi
faktor yang paling penting dalam keberhasilan perekonomian suatu negara
untuk jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi sangat dibutuhkan dan
dianggap sebagai sumber peningkatan standar hidup (standar of living)
penduduk yang jumlahnya terus meningkat.
Pertumbuhan ekonomi adalah perkembangan kegiatan ekonomi
dari waktu ke waktu dan menyebabkan pendapatan nasional riil berubah.
Tingkat pertumbuhan ekonomi menunjukkan presentase kenaikan
pendapatan nasional riil pada suatu tahun tertentu dibandingkan dengan
pendapatan nasional riil pada tahun sebelumnya (Sukirno,2004).
Sementara Todaro (2006) mendefinisikan pertumbuhan ekonomi
sebagai suatu proses peningkatan kapasitas produktif dalam suatu
perekonomian secara terus menerus atau berkesinambungan sepanjang
waktu sehingga menghasilkan tingkat pendapatan dan nilai output nasional
yang semakin lama semakin besar.
Ukuran yang sering digunakan untuk menghitung pertumbuhan
ekonomi adalah Produk Domestik Bruto (PDB). PDB adalah nilai barang
dan jasa yang dihasilkan dalam suatu negara dalam satu tahun tertentu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
dengan menggunakan faktor-faktor produksi milik warga negaranya dan
penduduk di negara-negara lain (Sadono, 2004).
Ada tiga faktor atau komponen utama dalam pertumbuhan
ekonomi dari setiap bangsa (Todaro, 2006). Ketiga faktor tersebut adalah:
a. Akumulasi modal
Akumulasi modal (capital accumulation) terjadi apabila sebagian dari
pendapatan ditabung dan diinvestasikan kembali dengan tujuan
memperbesar output dan pendapatan di kemudian hari. Pengadaan
pabrik baru, mesinmesin dan peralatan dan bahan baku meningkatkan
stok modal (capital stock) fisik suatu Negara yakni total nilai riil netto
atas seluruh barang modal produktif secara fisik dan hal itu jelas
memungkinkan terjadinya peningkatan output di masa-masa yang akan
datang.
b. Pertumbuhan penduduk dan angkatan kerja
Pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan angkatan kerja secara
tradisional dianggap sebagai salah satu faktor positif yang dapat
memacu pertumbuhan ekonomi. Jumlah tenaga kerja yang lebih besar
berarti akan meningkatkan tenaga kerja produktif, sedangkan
pertumbuhan penduduk yang lebih besar berarti meningkatkan ukuran
pasar domestiknya.
c. Kemajuan Tehnologi
Kemajuan tehnologi bagi kebanyakan ekonom merupakan sumber
pertumbuhan ekonomi yang terpenting. Dalam pengertiannya yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
paling sederhana, kemajuan tehnologi terjadi karena ditemukannya cara
baru atau perbaikan atas cara-cara lama dalam menangani pekerjaan-
pekerjaan tradisional. Kemajuan tehnologi tersebut dapat beragam
sifatnya, yaitu ; pertama, tehnologi yang bersifat netral. Kemajuan
tehnologi yang netral terjadi apabila tehnologi tersebut memungkinkan
kita mencapai tingkat produksi yang lebih tinggi dengan menggunakan
jumlah dan kombinasi faktor input yang sama. Kedua, kemajuan
tehnologi yang hemat tenaga kerja, dan ketiga, kemajuan tehnologi
hemat modal. Di Negara-negara Dunia Ketiga yang melimpah tenaga
kerja tetapi langka modal, kemajuan tehnologi hemat modal merupakan
sesuatu yang amat diperlukan. Kemajuan tehnologi ini akan
menghasilkan metode produksi padat karya yang lebih efisien,kemajuan
tehnologi yang meningkatkan pekerja.
Todaro dan Smith (2003) menjelaskan beberapa pendekatan teori
klasik pembangunan ekonomi, yaitu: teori tahapan linier dan
pembangunan sebagai pertumbuhan; model perubahan struktural; revolusi
ketergantungan internasional.
a. Teori Tahapan Linier dan Pembangunan Sebagai Pertumbuhan
Ada dua teori yang dapat dikelompokkan dalam teori tahapan
linier dan pembangunan sebagai pertumbuhan, yaitu teori pertumbuhan
Rostow, dan teori pertumbuhan Harrod-Domar.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
1. Teori Pertumbuhan Rostow
Teori ini bertolak dari lingkungan intelektual yang masih
steril dan dipacu oleh politik Perang Dingin yang berkobar pada
masa tersebut. Model pembangunan tahap pertumbuhan (stages-of-
growth model development) merupakan hasil pemikiran dari
seorang ahli sejarah ekonomi dai Amerika Serikat yaitu Walt W.
Rostow. Menurut ajaran Rostow, perubahan dari keterbelakangan
menuju kemajuan ekonomi dapat dijelaskan dalam satu seri
tahapan yang harus dilaului oleh setiap negara. Adapun tahapan
tersebut adalah: (1) Tahapan perekonomian tradisional; (2)
Tahapan pra kondisi tinggal landas; (3) Tahapan tinggal landas; (4)
Tahapan menuju kedewasaan; (5) Tahapan konsumsi massa tinggi.
2. Teori Pertumbuhan Harrod Domar
Setiap perekonomian pada dasarnya harus mencadangkan
atau menabung sebagian tertentu dari pendapatan nasionalanya
untuk menambah atau menggantikan barang-barang modal
(gedung,alat-alat, dan bahan baku) yang telah susut atau rusak.
Namun, untuk memacu pertumbuhan ekonomi, dibutuhkan
investasi baru yang merupakan tambahan neto atau stok modal
(capital stock).
Adapun asumsi yang digunakan dalam teori ini adalah:
1. Perekonomian dalam keadaan full employment dan barang
barang modal yang ada di masyarakat digunakan secara penuh.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
2. Berlangsung dalam dua perekonomian sektor (sektor rumah
tangga dan sektor perusahaan).
3. Besarnya tabungan masyarakat adalah proporsional dengan
besarnya pendapatan nasional, berarti fungsi tabungan dimulai
dari titik origin (nol).
4. Kecenderungan untuk menabung (Marginal Prosperity to Save,
MPS) besarnya tetap, demikian juga rasio antar modal dan
output (Incremental Capital Output Ratio).
Diasumsikan juga terdapat hubungan ekonomi langsung
antara besarnya total stok modal (K), dengan GNP total (Y). setiap
tambahan neto terhadap stok modal dalam bentuk investasi baru
akan menghasilkan kenaikan arus output nasional atau GNP
(Todaro dan Smith, 2003).
Persamaan tersebut merupakan bentuk sederhana dari teori
pertumbuhan Harrod-Domar. Persamaan tersebut menjelaskan
secara jelas bahwa tingkat pertumbuhan GNP (ΔY/Y) ditentukan
bersama-sama oleh rasio tabungan nasional (s), serta rasio modal
output nasional (k). secara lebih spesifik , persamaan tersebut
mentakan bahwa tanpa adaya intervensi pemerintah, tingkat
pertumbuhan pendapatan nasional berbanding lurus dengan rasio
tabungan (semakin besar bagian GNP yang ditabung atau
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
diinvestasikan, mK pertumbuhan GNP yang akan dihasilkan
menjadi lebih besar), dan berbanding terbalik dengan rasio modal
output di suatu perekonomian (semakin besar rasio modal-output
nasional (k), maka tingkat pertumbuhan ekonomi semakin rendah).
Jadi berdasarkan teori Harrod-Domar agar dapat tumbuh dengan
pesat, maka setiap perekonomian harus menabung dan
menginvestasikan sebanyak mungkin GNP-nya. Akan tetapi
tingkat pertumbuhan aktiva yang dapat dijangkau pada tiap tingkat
tabungan dan investasi juga bergantung pad produktivitas investasi
tersebut.
b. Model Perubahan Struktural
Teori ini memusatkan pada mekanisme yang memungkinkan
negara-negara yang masih terbelakang untuk mentransformasikan
struktur perekonomian dalam negeri mereka dari pola perekonomian
pertanian subsisten tradisional ke perekonomian yang lebih modern.
Salah satu model teori perubahan struktural yang paling terkenal
adalah Model-dua-Sektor, yang dicetuskan oleh Arthur Lewis. Ia
membagi perekonomian menjadi dua sektor, yaitu sektor tradisional
dan sektor industri dan menyatakan bahwa sektor industri akan
menyerap surplus tenaga kerja di sektor tenaga kerja, sehingga akan
terjadi keseimbangan (equilibrium) di kedua sektor, dan terjadi
peningkatan upah riil di sektor tradisional.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
c. Revolusi Ketergantungan Internasional
Pada intinya teori ini memandang Negara-negara di dunia
ketiga sebagai korban kekakuan aneka faktor kelembagaan, politik dan
ekonomi, baik yang berskala domestik maupun internsional. Ada tiga
aliran pemikiran dari model ini, yaitu: model ketergantungan neo
kolonial, model paradigma palsu, dan tesis pembangunan dualistik.
3. Desentralisasi Fiskal Dan Pertumbuhan Ekonomi
World Bank (1997) menyatakan desentralisasi dapat
mempengaruhi pertumbuhan ekonomi secara tidak langsung. Ada tiga cara
desentralisai fiskal mempengaruhi pertumbuhan ekonomi secara tidak
langsung. Argumen pertama adalah desentralisasi akan meningkatkan
efisiensi pengeluaran publik, sehingga efek dinamisnya akan
mempengaruhi pertubuhan ekonomi. Oleh karena itu terdapat hubungan
positif antara pertumbuhan ekonomi dan desentralisasi. Selanjutnya bahwa
desentralisasi dapat mempengaruhi stabilitas makroekonomi, yang mana
akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, sehingga didapat hubungan
yang negatif antara pertumbuhan ekonomi dan desentralisasi. Argumen
yang berikutnya adalah bahawa negara sedang berkembang (NSB)
memiliki sitem kelembagaan dan perekonomian yang berbeda dengan
negara berkembang (NB), sehingga negara sedang berkembang tidak akan
mendapat keuntungan dari desentralisasi. Hal ini terjadi karena susunan
kelembagaan di negara-negara sedang berkembang tidak perlu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
memberikan sub insentif kepada pemerintah untuk menggunakan
keuntungan informasi dalam merespon tindakan yang dilakukan. Alasan
lain adalah karena pemerintah daerah di negara-negara sedang
berkembang tidak memiliki sumber daya ekonomi yang cukup, seperti
misalnya pegawai pemerintah yang terlatih dalam mengelola anggaran
yang lebih besar.
4. Pertumbuhan Ekonomi dan Kemiskinan
Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang
mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap
masyarakat, dan institusi-institusi nasional, di samping tetap mengejar
akselerasi pertumbuhan ekonomi, penanganan ketimpangan pendapatan,
serta pengentasan kemiskinan. Pembangunan harus mencerminkan
perubahan total suatu masyarakat atau penyesuaian sistem sosial secara
keseluruhan, tanpa mengabaikan keragaman kebutuhan dasar dan
keinginan individual maupun kelompok-kelompok sosial yang ada di
dalamnya untuk bergerak maju menuju suatru kondisi kehidupan yang
serba lebih baik, secara material maupun spiritual (Todaro, 2003).
Distribusi pendapatan yang baik adalah yang makin merata. Tetapi
tanpa adanya pertumbuhan ekonomi, yang terjadi adalah pemerataan
kemiskinan. Pertumbuhan ekonomi hanya akan menghasilkan perbaikan
distribusi pendapatan bila memenuhi setidak-tidaknya dua syarat, yaitu
memperluas kesempatan kerja dan meningkatkan produktivitas. Dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
meluasnya kesempatan kerja, akses rakyat untuk memperoleh penghasilan
makin besar.
B. Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian terdahulu berkaitan dengan pengaruh
desentralisasi fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi memang telah banyak
ditemukan, akan tetapi sebagaimana dikemukakan pada bagian awal,
kesimpulan yang diperoleh ternyata tidaklah sama, bahkan cenderung bertolak
belakang. Beberapa ahli berpendapat bahwa desentralisasi fiskal ini akan
berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi, sebagaimana hasil studi
Zhang dan Zou (1998) yang memberikan gambaran betapa desentralisasi
fiskal justru menjadi penghambat roda perekonomian di daerah. Zhang dan
Zou (1998) mengobservasi pertumbuhan ekonomi propinsi (regional
economic growth) di China. Berdasarkan hasil analisisnya atas indikator
ekonomi dalam kurun waktu tahun 1980 hingga 1992, mereka berkesimpulan
bahwa desentralisasi fiskal yang dilaksanakan di negeri tirai bambu tersebut
telah menggerus pertumbuhan ekonomi daerah. Hasil riset mereka
membuktikan bahwa desentralisasi fiskal kurang menguntungkan bagi
pembangunan. Ketidak berhasilan riset tersebut dalam membuktikan
kontribusi positif desentralisasi fiskal terhadap kinerja ekonomi mungkin
disebabkan oleh kelemahan metodologi penelitian yang digunakan.
Akai dan Sakata (2002) mengkritisi hasil penelitian yang dilakukan
Zhang dan Zou (1998). Cakupan waktu yang digunakan dalam penelitian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
mereka telah memasukkan periode pertumbuhan ekonomi yang sangat luar
biasa (remarkable economic growth) yang pernah terjadi di China dan
Amerika Serikat. Dalam periode booming perekonomian tersebut sangat
dimungkinkan adanya intervensi pemerintah pusat yang di luar batas
kewajaran guna meredam eksternalitas dalam tahap-tahap awal pembangunan.
Dengan demikian, bukan merupakan hal yang mengejutkan apabila hubungan
antara desentralisasi fiskal dan pertumbuhan ekonomi adalah negatif di dua
negara tersebut.
Dilatarbelakangi oleh beberapa kelemahan metode di atas, Akai dan
Sakata (2002) mengembangkan kerangka penelitian dengan
mengesampingkan periode booming ekonomi, memfokuskan pada satu negara,
dan menggunakan data terkini kinerja ekonomi. Dengan kata lain, cakupan
waktu yang digunakan lebih pendek daripada penelitian-penelitian
sebelumnya. Studi yang mereka lakukan adalah meneliti hubungan antara
desentralisasi fiskal dengan pertumbuhan ekonomi di tiap-tiap negara bagian
di Amerika Serikat pada tahun 1992. Hasil riset ini menegaskan bahwa
terdapat kontribusi positif desentralisasi fiskal di Amerika Serikat terhadap
perbaikan ekonomi negara bagian.
Adapaun perbedaan utama studi ini dengan penelitian sebelumnya
adalah bahwa fokus perhatian akan dilakukan terhadap daerah kabupaten/kota
di provinsi Jawa Tengah, sementara penelitian lainnya kebanyakan
berorientasi pada wilayah Provinsi dalam suatu negara. Pertimbangan
utamanya adalah bahwa daerah kabupaten/kota sesungguhnya merupakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
ujung tombak pelaksanaan desentralisasi fiskal di Indonesia. Daerah
kabupaten/kota secara langsung mengetahui preferensi masyarakat lokal dan
potensi sumber daya daerah. Hal ini juga dapat disinyalir dari perkembangan
jumlah daerah kabupaten/kota yang terus meningkat tajam, dibandingkan
dengan perkembangan jumlah provinsi di Indonesia. Selain itu penelitian ini
menggunakan analisis jalur dan software AMOS 4.0.1 yang masih jarang
digunakan dalam skripsi pada jurusan Ekonomi Pembangunan.
C. Kerangka Pemikiran Teoritis
Pelaksanaan desentralisasi fiskal memfokuskan tiap-tiap pemerintah
daerah agar meningkatkan kemandirian dalam pengelolaan pendapatan
daerahnya melalui pemberian wewenang dan tanggung jawab penuh kepada
pemerintah daerah dalam mengelola keuangan daerahnya masing-masing.
Karena, pemerintah daerah dianggap sebagai pihak yang lebih mengerti
potensi-potensi pendapatan daerahnya dan kebutuhan fiskal daerahnya. Itu
merupakan suatu keuntungan bagi daerah karena daerah dapat mengexplorasi
pendapatan melalui sumber-sumber penerimaan dan memanagemen
pengeluaran daerah dengan baik, agar dapat lebih meningkatkan
kesejahteraan masyarakat pada umumnya melalui peningkatan fasilitas publik.
Desentralisasi fiskal telah meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi di
beberapa daerah. PDRB mengalami peningkatan yang cukup tinggi sejak
diberlakukannya UU No. 33 Tahun 2004. Alokasi dana dari desentralisasi
fiskal untuk investasi langsung dapat menciptakan lapangan pekerjaan yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
dapat mengurangi pengangguran. Bank daerah dapat memberikan kredit
dengan bunga yang rendah agar merangsang kegiatan perekonomian.
Pemerintah daerah dapat melakukan program pelatihan-pelatihan
kewirausahaan dan pelatihan keterampilan. Kesinergisan program-program
pengentasan kemiskinan dan akses modal yang mudah maka diharapkan
kesejahteraan masyarakat dan penduduk miskin akan berkurang.
Penelitian kali ini akan menganalisis pengaruh langsung dan tidak
langsung dari desentralisasi fiskal (X1) terhadap pertumbuhan ekonomi (Y1),
tenaga kerja (Y2), dan penduduk miskin (Y3).
Pengaruh langsung ditunjukan dengan pengaruh desentralisasi fiskal
(X1) terhadap pertumbuhan ekonomi (Y1), desentralisasi fiskal (X1) terhadap
tenaga kerja (Y2), dan desentralisasi fiskal (X1) terhadap penduduk miskin
(Y3). Sedangkan pengaruh tidak langsung ditunjukan dengan pengaruh
desentralisasi fiskal (X1) melalui pertumbuhan ekonomi (Y1) terhadap tenaga
kerja (Y2) dan pengaruh desentralisasi fiskal (X1) melalui pertumbuhan
ekonomi (Y1) terhadap penduduk miskin (Y3).
Melalui analisis tersebut diharapkan akan diperoleh informasi yang
nantinya dapat digunakan pemerintah untuk mengambil kebijakan. Dengan
diberlakukannya desentralisasi fiskal jalur manakah yang lebih efisien untuk
meningkatkan penyerapan tenaga kerja dan penurunan jumlah penduduk
miskin.
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat diilustrasikan melalui gambar
kerangka pemikiran berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
Gambar 2.1
Kerangka Pemikiran
D. Hipotesis
Hipotesis adalah suatu pernyataan yang bersifat sementara, tentang
adanya suatu hubungan tertentu antara variabel-variabel yang digunakan,
dalam arti hipotesis dapat diubah, diganti dengan hipotesis lain yang yang
lebih tepat. Hal ini dimungkinkan karena hipotesis yang diperoleh tergantung
pada masalah yang diteliti dan konsep yang digunakan. Maka hipotesis untuk
penelitian ini dapat diajukan sebagai berikut:
Hipotesis 1 : Diduga desentralisasi fiskal (X1) berpengaruh positif,
signifikan, serta memiliki dampak langsung terhadap
pertumbuhan ekonomi (Y1) kabupaten/kota di Provinsi
Jawa Tengah.
Hipotesis 2 : Diduga desentralisasi fiskal (X1) berpengaruh positif, tidak
signifikan, memiliki dampak langsung terhadap tenaga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
kerja terserap (Y2) kabupaten/kota di Provinsi Jawa
Tengah.
Hipotesis 3 : Diduga desentralisasi fiskal (X1) melalui pertumbuhan
ekonomi (Y1) berpengaruh positif, tidak signifikan, dan
desentralisasi fiskal (X1) memiliki dampak tidak langsung
terhadap tenaga kerja terserap (Y2) kabupaten/kota di
Provinsi Jawa Tengah melalui pertumbuhan ekonomi
(Y1).
Hipotesis 4 : Diduga desentralisasi fiskal (X1) berpengaruh positif, tidak
signifikan, memiliki dampak langsung terhadap jumlah
penduduk miskin (Y3) kabupaten/kota di Provinsi Jawa
Tengah.
Hipotesis 5 : Diduga desentralisasi fiskal (X1) melalui pertumbuhan
ekonomi (Y1) berpengaruh positif, tidak signifikan, dan
desentralisasi fiskal (X1) memiliki dampak tidak langsung
terhadap jumlah penduduk miskin (Y3) kabupaten/kota di
Provinsi Jawa Tengah melalui pertumbuhan ekonomi
(Y1).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Dalam penelitian ini, daerah yang akan dijadikan objek penelitian adalah
seluruh kabupaten/kota di Propinsi Jawa Tengah. Populasi penelitian adalah
29 kabupaten dan 6 kota dalam Propinsi Jawa Tengah dengan periode waktu
dari tahun 2004 sampai 2010.
B. Jenis dan Sumber Data
Data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder,
yaitu data yang tidak dihimpun secara langsung, tetapi diperoleh dari pihak
kedua. Data yang dipergunakan dalam penelitian ini diperoleh dari beberapa
sumber, antara lain:
1. PDRB atas dasar harga konstan tahun 2000 pada kurun waktu tahun 2004-
2010 bersumber dari kantor BPS Propinsi Jawa Tengah.
2. Pendapatan Asli Daerah pada kurun waktu tahun 2004-2010 bersumber
dari kantor BPS Propinsi Jawa Tengah.
3. Total Penerimaan Daerah pada kurun waktu tahun 2004-2010 bersumber
dari kantor BPS Propinsi Jawa Tengah.
4. Penduduk Berumur 10 Tahun Ke Atas Yang Bekerja Selama Seminggu
berdasarkan jam kerja pada kurun waktu tahun 2004-2010 bersumber dari
kantor BPS Propinsi Jawa Tengah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
5. Jumlah Penduduk Miskin pada kurun waktu tahun 2004-2010 bersumber
dari kantor BPS Propinsi Jawa Tengah.
Jenis data adalah data panel, yaitu gabungan antara data cross section
(antar daerah) dan data time series (runtun waktu).
C. Definisi Operasional Variabel
Untuk memperjelas dan memudahkan pemahaman terhadap variabel-
variabel yang akan dianalisis dalam penelitian ini, maka perlu dirumuskan
definisi operasional sebagai berikut :
1. Desentralisasi Fiskal (X1)
Dalam studi ini, desentralisasi fiskal menggunakan indikator penerimaan ,
yaitu mengukur derajat desentralisasi fiskal dari share penerimaan daerah
terhadap total penerimaan daerah dalam satuan desimal.
2. Pertumbuhan Ekonomi (Y1)
Pertumbuhan ekonomi adalah perubahan Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB) per tahun menurut harga konstan tahun 2000, yang dinyatakan
dalam satuan persen (%).
3. Tenaga Kerja Terserap (Y2)
Tenaga kerja terserap dalam penelitian ini menggunakan dan
menyesuaikan data BPS yang terdiri dari 2 kelompok. Untuk tahun 2004-
2006 adalah jumlah penduduk berumur 10 tahun ke atas yang melakukan
pekerjaan dengan maksud memperoleh upah atau membantu memperoleh
pendapatan atau keuntungan, dengan lama bekerja paling sedikit satu jam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
secara kontinyu dalam seminggu yang lalu saat pendataan dilakukan, di
masing-masing kabupaten/kota Provinsi Jawa Tengah dalam satuan orang.
Sedangkan untuk tahun 2007-2010 menggunakan jumlah penduduk
berumur 15 tahun ke atas. Pendekatan ini mengacu pada Jurnal Hadi
Sasana (2009) dengan judul Peran Desentralisasi Fiskal Terhadap Kinerja
Ekonomi Di kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah. Namun pada
penelitian ini, data akan di nyatakan dalam satuan persen (%) dengan
rumus (
∑ ) .
4. Penduduk Miskin (Y3)
Penduduk miskin dalam penelitian ini adalah jumlah penduduk miskin
absolut dengan menggunakan kriteria dari Badan Pusat Statistik (BPS).
Jumlah penduduk miskin adalah total penduduk miskin absolut yang
berada di setiap kabupaten/kota dalam satuan orang/jiwa. Pendekatan ini
mengacu pada Jurnal Hadi Sasana (2009) dengan judul Peran
Desentralisasi Fiskal Terhadap Kinerja Ekonomi Di kabupaten/Kota
Provinsi Jawa Tengah. Namun pada penelitian ini, data akan di nyatakan
dalam satuan persen (%) dengan rumus (
∑ ) .
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
5. Pengaruh Langsung
Pengaruh langsung dalam penelitian ini adalah hubungan langsung yang
terjadi antara variabel eksogen Desentralisasi Fiskal dengan variabel
endogen penengah/mediasi Pertumbuhan Ekonomi, variabel endogen
Tenaga Kerja Terserap dan Jumlah Penduduk Miskin.
6. Pengaruh Tidak Langsung
Pengaruh tidak langsung dalam penelitian ini adalah hubungan tidak
langsung yang terjadi antara variabel eksogen Desentralisasi Fiskal dengan
variabel endogen penengah/mediasi Pertumbuhan Ekonomi, variabel
endogen Tenaga Kerja Terserap, dan Jumlah Penduduk Miskin.
7. Pengaruh Total
Pengaruh Total merupakan penjumlahan dari pengaruh langsung dan
pengaruh tidak langsung.
D. Metode Analisis Data
Alat analisis serta model persamaan dalam penelitian ini mengacu pada
jurnal Hadi Sasana (2009) dengan judul Dampak desentralisasi Fiskal
Terhadap Kinerja Ekonomi Di Kabupaten Kota Propinsi Jawa Tengah tahun
2001-2005, yaitu dengan menggunakan analisis jalur atau path analysis.
Analisis ini dikembangkan oleh Sewall Wright (1934). Analisis jalur
merupakan alat analisis yang digunakan untuk menganalisis hubungan sebab
akibat yang terjadi pada regresi berganda jika variabel eksogennya
mempengaruhi variabel endogen tidak hanya secara langsung tetapi juga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
secara tidak langsung. Melalui analisis jalur ini akan dapat ditemukan jalur
mana yang paling tepat dan efisien suatu variabel independen (dalam hal ini
disebut variabel eksogen) menuju variabel dependen (indogen) yang terakhir.
Berdasarkan kerangka pemikiran dan hipotesis, maka hubungan kausal
antar variabel penelitian dapat digambarkan secara lengkap dalam struktur
model penelitian sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 3.1 berikut :
Gambar 3.1
Model Analisis Jalur
Model persamaan dalam penelitian ini sebagai berikut :
dimana :
adalah Desentralisasi Fiskal
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
adalah Pertumbuhan Ekonomi
adalah Tenaga Kerja Terserap
adalah Jumlah Penduduk Miskin
adalah Disturbance Term
Bentuk hubungan sebab-akibat muncul dengan menggunakan model
yang cukup kompleks, yaitu adanya variabel yang berperan ganda sebagai
variabel independen pada suatu hubungan, tetapi menjadi variabel dependen
pada hubungan yang lain. Dalam penelitian ini, X1 sebagai variabel eksogen
mempengaruhi Y1 (variabel endogen). Lalu Y1 akan beralih fungsi menjadi
variabel eksogen ketika mempengaruhi variabel endogen Y2 dan Y3. Bentuk
hubungan seperti ini membutuhkan alat analisis yang mampu menjelaskan
secara simultan, untuk itu digunakan analisis jalur (path analysis).
Proses perhitungan koefisien dalam analisis jalur didekati melalui
analisis regresi dengan variabel yang dibakukan (standardise regression).
Komputasi dilakukan dengan software AMOS 4.0.1 for window.
Beberapa prasyarat yang harus dipenuhi dalam analisis jalur :
1. Uji Normalitas
Normalitas dari data merupakan salah satu syarat dalam pemodelan
Analisis Jalur. Pengujian normalitas ditekankan pada data multivariat
dengan melihat nilai skewness, kurtosis, dan secara statistik dapat dilihat
dari nilai Critical Rasio (CR). Jika digunakan tingkat signifikansi sebesar
5 persen, maka nilai CR yang berada di antara -1,96 sampai dengan 1,96
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
univariat maupun multivariat.
2. Uji multikolinearitas atau singularitas
Multikolinearitas dapat dilihat melalui determinan matriks
kovarians. Nilai determinan yang sangat kecil atau mendekati nol
menunjukkan indikasi terdapatnya masalah multikolinearitas atau
singularitas, sehingga tidak dapat digunakan untuk penelitian.
3. Uji Goodness Of Fit
Pada tahap ini dilakukan pengujian terhadap kesesuaian model
terhadap berbagai kriteria goodness of fit. Beberapa indeks kesesuaian dan
cut of value untuk menguji apakah sebuah model dapat diterima atau
ditolak antara lain:
a. Chi-Square statistik, di mana model dipandang baik atau memuaskan
bila nilai Chi-Square-nya rendah. Semakin kecil nilai Chi-Square,
semakin baik model itu dan diterima berdasarkan probabilitas dengan
cutoff value sebesar p>0.05 atau p>0.10.
b. RMSEA (The Root Mean Square Error of Approximation), yang
menunjukkan goodness of fit yang diharapkan bila model diestimasi
dalam populasi. Nilai RMSEA yang lebih kecil atau sama dengan 0,08
merupakan indeks untuk dapat diterimanya model yang menunjukkan
close fit dari model itu berdasarkan degrees of freedom.
c. GFI (Goodness of fit Index), adalah ukuran non statistikal yang
mempunyai rentang nilai antara 0 (poor fit) sampai dengan 1.0 (perfect
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
fit). Nilai yang tinggi dalam indeks ini menunjukkan sebuah “better
fit”.
d. AGFI (Adjusted Goodness of Fit Index), di mana tingkat penerimaan
yang direkomendasiakan adalah bila AGFI mempunyai nilai sama
dengan atau lebih besar dari 0.90.
e. CMIN/DF, adalah The Minimum Sample Discrepancy Function yang
dibagi dengan Degree of Freedom. CMIN/DF tidak lain adalah
statistik Chi-Square, X² dibagi DF-nya, disebut X² relatif. Bila nilai X²
relatif kurang dari 2.0 atau 3.0 adalah indikasi dari acceptable fit antara
model dan data.
f. TLI (Tucker Lewis Index), merupakan incremental index yang
membandingkan sebuah model yang diuji terhadap sebuah base line
model, di mana nilai yang direkomendasikan sebagai acuan untuk
diterimanya sebuah model adalah ≥0.95 dan nilai yang mendekati 1.
g. CFI (Comparative Fit Index), di mana mendekati 1, mengindikasikan
tingkat fit yan paling tinggi. Nilai yang direkomendasikan adalah CFI
≥0.95
4. Uji Hipotesis
Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan program
AMOS 4.01, ketentuan yang terdapat dalam penjelasan apabila parameter
yang dihasilkan oleh Critical Ratio dalam perhitungan lebih besar
daripada Critical Ratio dalam variabel laten yang besarnya 1,960
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
(sama dengan nilai t hitung) dengan tingkat signifikan 5% dengan
demikian hipotesis dapat diterima.
5. Pengaruh Langsung
Hubungan langsung terjadi antara variabel eksogen Desentralisasi
(X1) dengan variabel endogen Pertumbuhan Ekonomi (Y1), Tenaga Kerja
Terserap (Y2), dan Jumlah Penduduk Miskin (Y3).
6. Pengaruh Tidak Langsung
Hubungan tidak langsung terjadi antara variabel eksogen
Desentralisasi Fiskal dengan variabel endogen Pertumbuhan Ekonomi,
Tenaga Kerja Terserap, dan Jumlah Penduduk Miskin.
7. Pengaruh Total
Pengaruh total merupakan penjumlahan pengaruh langsung dan
tidak langsung variabel, yaitu variabel dan variabel endogen
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
BAB IV
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum
1. Kondisi Geografis dan Luas Wilayah
Jawa Tengah adalah sebuah provinsi Indonesia yang terletak di
bagian tengah Pulau Jawa. Provinsi ini berbatasan dengan Provinsi Jawa
Barat di sebelah barat, Samudra Hindia dan Daerah Istimewa Yogyakarta di
sebelah selatan, Jawa Timur di sebelah timur, dan Laut Jawa di sebelah
utara. Luas wilayahnya 32.548 km², atau sekitar 25,04% dari luas pulau
Jawa. Provinsi Jawa Tengah juga meliputi Pulau Nusakambangan di
sebelah selatan (dekat dengan perbatasan Jawa Barat), serta Kepulauan
Karimun Jawa di Laut Jawa.
Gambar 4.1
Peta provinsi Jawa Tengah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
2. Pemerintahan
Secara administratif, Provinsi Jawa Tengah terdiri atas 29 kabupaten
dan 6 kota. Administrasi pemerintahan kabupaten dan kota ini terdiri atas
545 kecamatan dan 8.490 desa/kelurahan. Sebelum diberlakukannya
Undang-undang Nomor 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah, Jawa
Tengah juga terdiri atas 4 kota administratif, yaitu Purwokerto,
Purbalingga, Cilacap, dan Klaten. Namun sejak diberlakukannya Otonomi
Daerah tahun 2001 kota-kota administratif tersebut dihapus dan menjadi
bagian dalam wilayah kabupaten.
Menyusul otonomi daerah, 3 kabupaten memindahkan pusat
pemerintahan ke wilayahnya sendiri, yaitu Kabupaten Magelang (dari Kota
Magelang ke Mungkid), Kabupaten Tegal (dari Kota Tegal ke Slawi), serta
Kabupaten Pekalongan (dari Kota Pekalongan ke Kajen).
3. Demografi
Jumlah penduduk Provinsi Jawa Tengah adalah 32.380.687 jiwa
terdiri atas 16.081.140 laki-laki dan 16.299.547 perempuan.
Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk terbesar adalah Kabupaten
Brebes (1,732 juta jiwa), Kabupaten Cilacap (1,644 juta jiwa), dan
Kabupaten Banyumas (1,553 juta jiwa). Sebaran penduduk umumnya
terkonsentrasi di pusat-pusat kota, baik kabupaten ataupun kota. Kawasan
permukiman yang cukup padat berada di daerah Semarang Raya (termasuk
Ungaran dan sebagian wilayah Kabupaten Demak dan Kendal), Solo Raya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
(termasuk sebagian wilayah Kabupaten Karanganyar, Sukoharjo, dan
Boyolali), serta Tegal-Brebes-Slawi.
Pertumbuhan penduduk Provinsi Jawa Tengah sebesar 0,67% per
tahun. Pertumbuhan penduduk tertinggi berada di Kabupaten Demak (1,5%
per tahun), sedang yang terendah adalah Kota Pekalongan (0,09% per
tahun). Dari jumlah penduduk ini, 47% di antaranya merupakan angkatan
kerja. Mata pencaharian paling banyak adalah di sektor pertanian (42,34%),
diikuti dengan perdagangan (20,91%), industri (15,71%), dan jasa
(10,98%).
4. Perekonomian
Pertanian merupakan sektor utama perekonomian Jawa Tengah,
dimana mata pencaharian di bidang ini digeluti hampir separuh dari
angkatan kerja terserap. Kawasan hutan meliputi 20% wilayah provinsi,
terutama di bagian utara dan selatan. Daerah Blora-Grobogan merupakan
penghasil kayu jati. Jawa Tengah juga terdapat sejumlah industri besar dan
menengah. Daerah Semarang-Ungaran-Demak-Kudus merupakan kawasan
industri utama di Jawa Tengah. Kudus dikenal sebagai pusat industri rokok.
Cilacap terdapat industri semen. Blok Cepu di pinggiran Kabupaten Blora
(perbatasan Jawa Timur dan Jawa Tengah) terdapat cadangan minyak bumi
yang cukup signifikan, dan kawasan ini sejak zaman Hindia Belanda telah
lama dikenal sebagai daerah tambang minyak.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
B. Deskripsi Data
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh data yang digunakan untuk
menguji hipotesis, adapun secara deskriptive data tersebut dapat diuraikan
sebagai berikut :
Tabel 4.1
Deskripsi Statistik
Variabel Minimum Maksimum Mean Std Dev
Desentralisasi Fiskal (DF) 0.05 0.24 0.09 0.04
Pertumbuhan Ekonomi (PE) 1.73 7.43 4.6 0.87
Tenaga Kerja (TK) 53719 849566 448946.4 1.70E+05
Penduduk Miskin (PM) 12.4 533.1 177.08 105.49
Sumber : BPS. Provinsi Jawa Tengah 2004-2010, diolah
Pada Tabel 4.1 diketahui bahwa untuk variabel desentralisasi fiskal
mempunyai nilai tertinggi sebesar 0,24 dicapai oleh Kota Semarang pada
tahun 2005. Hal ini menunjukkan bahwa share penerimaan pajak daerah dari
total penerimaan daerah sebesar 24%. Nilai terendah 0,05 atau 5% dicapai
oleh Kabupaten Brebes pada tahun 2004. Nilai rata-rata desentralisasi fiskal
sebesar 0,09 atau 9%.
Variabel pertumbuhan ekonomi mempunyai nilai tertinggi sebesar
7,43% yang dicapai oleh Kabupaten Kendal pada tahun 2010, sedangkan nilai
terendah dicapai oleh Kabupaten Klaten sebesar 1,73% pada tahun 2010.
Rata-rata pertumbuhan ekonomi sebesar 4,60%.
Variabel tenaga kerja yang dicapai Kabupaten Brebes pada tahun 2005
mempunyai nilai tertinggi yaitu 849.566 orang, sedangkan yang terendah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
sejumlah 53.719 orang yang dicapai Kota Magelang pada tahun 2010. Rata-
rata tenaga kerja terserap di Propinsi Jawa Tengah sebesar 448.946.
Variabel jumlah penduduk miskin mempunyai nilai tertinggi sebesar
533,10 yang terjadi di Kabupaten Brebes pada tahun 2006. Yang terendah
adalah 12,40 terjadi di Kota Magelang pada tahun 2010. Rata-rata jumlah
penduduk miskin di kota/kabupaten di Provinsi Jawa Tengah sebesar 177,08.
C. Analisis Data
1. Uji Normalitas
Normalitas dari data merupakan salah satu syarat dalam pemodelan
Analisis Jalur. Pengujian normalitas ditekankan pada data multivariat
dengan melihat nilai skewness, kurtosis, dan secara statistik dapat dilihat
dari nilai Critical Rasio (CR). Jika digunakan tingkat signifikansi sebesar 5
persen, maka nilai CR yang berada di antara -1,96 sampai dengan 1,96
k secara
univariat maupun multivariat. Hasil uji normalitas dapat dilihat pada tabel
berikut:
Tabel 4.2
Uji Normalitas
Variable Skewness C.R. Kurtosis C.R
DF 1.723 11.012 3.210 10.258
PE --0.723 -4.619 0.100 0.319
TK -0.482 -3.077 -0.032 -0.102
PM 0.575 3.673 0.255 0.815
Multivariate 7.409 8.369
Sumber : data diolah, 2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
Pada Table 4.2 di atas diketahui bahwa nilai C.R kurtosis untuk
variabel DF sebesar 10.258 atau lebih besar dari 1.96 berarti secara
univariat data DF berdistribusi tidak normal. Sedangkan untuk PE, TK,
dan PM sebesar 0.319, -0.102, dan 0.815, nilai tersebut berada di antara -
1.96 hingga 1.96 berarti secara univariat data variables PE, TK, PM,
berdistribusi normal. Hasil analisis multivariate menunjukkan nilai C.R
sebesar 8.369, hal in menunjukkan bahwa secar multivariate data tidak
berdistribusi normal.
2. Uji Multikolinearitas
Multikolinearitas dapat dilihat melalui determinan matriks kovarians.
Nilai determinan yang sangat kecil atau mendekati nol menunjukkan
indikasi terdapatnya masalah multikolinearitas atau singularitas, sehingga
tidak dapat digunakan untuk penelitian. Hasil uji multikolinearitas
diperoleh nilai Determinant of sample covariance matrix = 2.2323e-003,
nilai tersebut sangat jauh dari 0 (nol), sehingga dapat disimpulkan bebas
multikolinearitas dari model tersebut.
3. Uji Goodness of Fit
Hasil perhitungan yang dilakukan dengan menggunakan bantuan
program AMOS 4.01, dapat melakukan Interpretasi terhadap hasil
perhitungan untuk menguji hipotesis yang dilakukan. Namun sebelum
menguji hipotesis dilakukan uji Goodness-of-fit terhadap model yang
digunakan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
Uji Goodness-of-fit terhadap model menunjukkan indeks-indeks
berikut ini:
Tabel 4.3
Goodness-of-fit Indices
Goodness of fit index Cut-off
Value
Hasil
Model
Keterangan
2 Chi-Square 230.012 Kurang Baik
Derajat bebas, DF 1
Significance Probability 0.05 0.000 Kurang Baik
RMSEA 0.08 0.969 Kurang Baik
GFI 0.90 0.766 Kurang Baik
AGFI 0.90 -1.388 Kurang Baik
Relative CMIN/DF 2.00 230.012 Kurang Baik
TLI 0.90 -3.641 Kurang Baik
CFI 0.95 0.226 Kurang Baik
Sumber : data diolah, 2012
a. Chi Square
Hasil uji Chi Square diperoleh nilai sebesar 230.012 dengan
probabilitas 0,000. Hal ini berarti secara statistik tidak signifikan,
sehingga model yang digunakan dalam penelitian ini adalah model
yang kurang sesuai dan tidak fit terhadap data atau dengan kata lain
menandakan adanya perbedaan yang signifikan antara matrik
kovarians yang diobservasi dan yang diestimasi.
b. The road mean square error of approximation (RMSEA)
Nilai RMSEA menunjukkan goodness of fit yang dapat
diharapkan bila model diestimasi dalam populasi. Nilai RMSEA yang
lebih kecil atau sama dengan 0,08 merupakan index yang diterima.
Hasil analisis menunjukkan nilai RMSEA sebesar 0.969, hal ini
menunjukkan goodness of fit yang tidak diharapkan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
c. Goodness of fit index (GFI)
Adalah alat untuk menghitung proporsi tertimbang dari varian
dalam matrik kovarians sampel yang dijelaskan oleh matriks kovarian
yang terestimasikan, dengan memiliki rentang nilai antara 0 (poor fit)
sampai dengan 1.0 (perfect fit). Nilai yang tinggi menunjukkan
sebuah better fit. Hasil analisis diperoleh nilai GFI sebesar 0.766
berarti < 0.90. Hal ini menunjukkan bahwa model kurang baik (poor
fit).
d. Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI)
Adalah analog dari R2 dalam AGFI Fit index ini dapat diadjust
terhadap degree freedom yang tersedia untuk menguji diterima atau
ditolak model. Tingkat penerimaan yang direkomendasikan adalah
apabila AGFI memiliki nilai sama dengan atau lebih besar dari 0.90.
Hasil analisis diperoleh nilai AGFI sebesar -1.388, hal ini
menunjukkan model kurang baik.
e. CMIN/DF
Salah satu indikator untuk mengukur tingkat fit sebuah model,
nilai CMIN/DF kurang dari 2.0 atau kurang dari 3.0 adalah indikasi
acceptable fit antara model dan data. Hasil analisis diperoleh nilai
CMIN/DF sebesar 230.012, karena nilai 230.012 > 2, maka dapat
disimpulkan model dan data tidak memiliki kesesuaian yang dapat
diterima/kurang baik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
f. Tucker Lewis Index (TLI)
Adalah sebuah model alternatif incremental fit index yang
membandingkan sebuah model yang diuji terhadap sebuah baseline
model nilai yang direkomendasikan untuk dapat diterima sebuah
model 0.95. Hasil analisis diperoleh nilai TLI sebesar -3.641,
karena nilai TLI < 0.95, maka dapat disimpulkan bahwa model yang
diuji terhadap sebuah baseline model tidak dapat diterima atau model
kurang baik.
g. Comparative Fit Index (CFI)
Besaran nilai dari index ini adalah antara 0-1 dimana semakin
mendekati angka 1 mengidentifikasikan nilai fitnya lebih tinggi dan
besarnya tidak dipengaruhi sampel. Nilai yang direkomendasikan
0.95. Hasil analisis diperoleh nilai CFI sebesar 0.226 < 0.95, hal ini
berarti model tidak fit dan besarnya dipengaruhi oleh sampel.
4. Uji Hipotesis
Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan program
AMOS 4.01, ketentuan yang terdapat dalam penjelasan apabila parameter
yang dihasilkan oleh Critical Ratio dalam perhitungan lebih besar
daripada Critical Ratio dalam variabel laten yang besarnya 1,960
(sama dengan nilai t hitung) dengan tingkat signifikan 5% dengan
demikian hipotesis dapat diterima dan hasil pengujian hipotesis dengan
bantuan AMOS 4.01 adalah sebagai berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
Tabel 4.4
Standardized Regression Weight Structural Equation Modeling
Regression Weight Stand.
Estimate
Estimate S.E. C.R.
PE DF
TK DF
TK PE
PM DF
PM PE
0.171
-0.241
0.074
-0.438
0.081
6.179
-7.539
0.064
-20.284
0.104
2.284
1.974
0.055
2.712
0.075
2.705
-3.820
1.180
-7.478
1.388
Sumber : BPS. Provinsi Jawa Tengah 2004-2010, diolah
Berdasarkan hasil analisis data maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Desentralisasi Fiskal berpengaruh positif dan signifikan terhadap
pertumbuhan ekonomi. Hal ini ditunjukkan dari nilai
CR = 2.705 > 1.960 dengan taraf signifikan 5 % atau 0.005. Dengan
demikian hipotesis pertama dapat diterima. Pengaruh positif
menunjukkan semakin tinggi desentralisasi fiskal akan semakin
meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
2. Desentralisasi Fiskal berpengaruh positif namun tidak signifikan
terhadap tenaga kerja terserap . Hal ini ditunjukkan dari nilai CR = -
3.820 < 1.960 dengan taraf signifikan 5 % atau 0.005. Dengan
demikian hipotesis kedua dapat diterima. Pengaruh positif
menunjukkan semakin tinggi desentralisasi fiskal akan semakin
meningkatkan tenaga kerja terserap.
3. Pertumbuhan ekonomi berpengaruh positif namun tidak signifikan
terhadap tingkat penyerapan tenaga kerja. Hal ini ditunjukkan dari
nilai CR = 1.180 < 1.960 dengan taraf signifikan 5 % atau 0.005.
Dengan demikian hipotesis ketiga dapat diterima. Pengaruh positif
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
menunjukkan semakin baik pertumbuhan ekonomi daerah akan
semakin banyak menyerap tenaga kerja .
4. Desentralisasi Fiskal berpengaruh positif namun tidak signifikan
terhadap jumlah penduduk miskin . Hal ini ditunjukkan dari nilai CR =
-7.478 < 1.960 dengan taraf signifikan 5 % atau 0.005. Dengan
demikian hipotesis keempat dapat diterima. Pengaruh positif
menunjukkan semakin tinggi desentralisasi fiskal maka akan semakin
menurunkan jumlah penduduk miskin.
5. Pertumbuhan ekonomi berpengaruh positif namun tidak signifikan
terhadap jumlah penduduk miskin, hal ini ditunjukkan dari nilai
CR = 1.388 < 1.960 dengan taraf signifikan 5 % atau 0.005. Dengan
demikian, hipotesis kelima dapat diterima. Pengaruh positif
menunjukkan semakin baik pertumbuhan ekonomi, akan menurunkan
jumlah penduduk miskin.
5. Pengaruh Langsung
Hubungan langsung terjadi antara variabel eksogen Desentralisasi
Fiskal (X1) dengan variabel endogen penengah Pertumbuhan Ekonomi
(Y1), dan variabel endogen [Tenaga Kerja Terserap (Y2), dan Jumlah
Penduduk Miskin (Y3)].
Ketentuan yang terdapat dalam penjelasan apabila parameter yang
dihasilkan oleh koefisien estimate jalur dalam perhitungan lebih besar
daripada nilai probabilitas yang besarnya 0.000 , dengan demikian variabel
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
tersebut memiliki pengaruh langsung yang positif, yang artinya variabel
eksogen secara langsung akan menambah/meningkatkan variabel
endogennya.
Tabel 4.5 menyajikan hasil standardized direct mengenai
hubungan langsung yang terjadi di antara variabel-variabel laten eksogen
dan endogen:
Table 4.5
Pengaruh Langsung
Pengaruh Langsung Variabel Eksogen
DF PE PM TK
Variabel
Endogen
PE 0.171 0.000 0.000 0.000
TK 0.241 0.074 0.000 0.000
PM -0.438 -0.081 0.000 0.000
Sumber : BPS. Provinsi Jawa Tengah 2004-2010, diolah
Berdasarkan hasil analisis data, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Desentralisasi fiskal memiliki dampak secara langsung terhadap
pertumbuhan ekonomi. Hal ini ditunjukkan dari nilai koefisien jalur
sebesar 0.171 > 0.000 (probabilitas) yang artinya desentralisasi fiskal
secara langsung akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota
di Propinsi Jawa Tengah.
2. Desentralisasi fiskal memiliki dampak secara langsung terhadap tenaga
kerja terserap. Hal ini ditunjukkan dari nilai koefisien jalur sebesar
0.241 > 0.000 (probabilitas) yang artinya desentralisasi fiskal secara
langsung akan meningkatkankan jumlah penyerapan tenaga kerja
kabupaten/kota di Propinsi Jawa Tengah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
3. Pertumbuhan Ekonomi memiliki dampak secara langsung terhadap tenaga
kerja terserap. Hal ini ditunjukkan dari nilai koefisien jalur sebesar 0.074 >
0.000 (probabilitas) yang artinya pertumbuhan ekonomi secara langsung
akan meningkatkan jumlah penyerapan tenaga kerja kabupaten/kota di
Propinsi Jawa Tengah.
4. Desentralisasi fiskal memiliki dampak secara langsung terhadap jumlah
penduduk miskin. Hal ini ditunjukkan dari nilai koefisien jalur -0.438 <
0.000 yang artinya pertumbuhan ekonomi secara langsung akan
mengurangi jumlah penduduk miskin kabupaten/kota di Propinsi Jawa
Tengah.
5. Pertumbuhan Ekonomi memiliki dampak secara langsung terhadap jumlah
penduduk miskin. Hal ini ditunjukkan dari nilai koefisien jalur -0.081 <
0.000 yang artinya pertumbuhan ekonomi secara langsung akan
mengurangi jumlah penduduk miskin kabupaten/kota di Propinsi Jawa
Tengah.
6. Pengaruh Tidak Langsung
Hubungan tidak langsung terjadi antara variabel eksogen
(Desentralisasi Fiskal) dengan variabel endogen penengah atau mediasi
(Pertumbuhan Ekonomi), dan variabel endogen (Tenaga Kerja Terserap,
Jumlah Penduduk Miskin).
Ketentuan yang terdapat dalam penjelasan apabila parameter yang
dihasilkan oleh koefisien jalur dalam perhitungan lebih besar daripada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
nilai probabilitas yang besarnya 0.000 , dengan demikian variabel tersebut
memiliki pengaruh tidak langsung yang positif, yang artinya variabel
eksogen secara tidak langsung akan menambah/meningkatkan variabel
endogennya.
Tabel berikut ini menyajikan hasil standardized indirect mengenai
hubungan tidak langsung yang terjadi di antara variabel-variabel Eksogen
dan endogen:
Table 4.6
Pengaruh Tidak Langsung
Pengaruh
Tidak Langsung
Variabel Eksogen
DF PE PM TK
Variabel
Endogen
PE 0.000 0.000 0.000 0.000
TK 0.0127 0.000 0.000 0.000
PM -0.0139 0.000 0.000 0.000
Sumber : BPS. Provinsi Jawa Tengah 2004-2010, diolah
Berdasarkan hasil analisis data, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Desentralisasi fiskal tidak memiliki dampak secara tidak langsung
terhadap pertumbuhan ekonomi. Hal ini ditunjukkan dari nilai koefisien
jalur sebesar 0.000 = 0.000 yang artinya desentralisasi fiskal tidak
meningkatkan maupun menurunkan pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota
di Propinsi Jawa Tengah.
2. Desentralisasi fiskal memiliki dampak secara tidak langsung terhadap
tenaga kerja terserap. Hal ini ditunjukkan dari nilai koefisien jalur sebesar
0.0127 > 0.000 yang artinya desentralisasi fiskal secara tidak langsung
akan menaikkan jumlah penyerapan tenaga kerja kabupaten/kota di
Propinsi Jawa Tengah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
3. Pertumbuhan Ekonomi tidak memiliki dampak secara tidak langsung
terhadap tenaga kerja terserap. Hal ini ditunjukkan dari nilai koefisien jalur
sebesar 0.000 = 0.000 yang artinya pertumbuhan ekonomi tidak
meningkatkan maupun menurunkan jumlah tenaga kerja terserap
kabupaten/kota di Propinsi Jawa Tengah.
4. Desentralisasi fiskal memiliki dampak secara tidak langsung terhadap
jumlah penduduk miskin. Hal ini ditunjukkan dari nilai koefisien jalur
sebesar -0.0139 > 0.000 yang artinya desentralisasi fiskal secara tidak
langsung akan menurunkan jumlah penduduk miskin kabupaten/kota di
Propinsi Jawa Tengah.
5. Pertumbuhan Ekonomi tidak memiliki dampak secara tidak langsung
terhadap jumlah penduduk miskin. Hal ini ditunjukkan dari nilai koefisien
jalur sebesar 0.000 = 0.000 yang artinya pertumbuhan ekonomi tidak
meningkatkan maupun menurunkan jumlah penduduk miskin
kabupaten/kota di Propinsi Jawa Tengah.
7. Pengaruh Total
Pengaruh total merupakan penjumlahan pengaruh langsung dan
tidak langsung antar variabel, yaitu variabel eksogen dan variabel
endogen. Tabel 4.7 menyajikan hasil standardized total effect yang terjadi
di antara variabel- variabel laten eksogen dan endogen.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
Table 4.7
Pengaruh Total
Pengaruh Total Variabel Eksogen
DF PE PM TK
Variabel
Endogen
PE 0.171 0.000 0.000 0.000
TK 0.228 0.081 0.000 0.000
PM -0.424 -0.074 0.000 0.000
Sumber : BPS. Provinsi Jawa Tengah 2004-2010, diolah
Berdasarkan hasil analisis data, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Desentralisasi fiskal memiliki pengaruh total terhadap pertumbuhan
ekonomi. Hal ini ditunjukkan dari nilai koefisien jalur sebesar 0.171 (lebih
besar dari 0.000 dan positif) yang artinya dengan pelaksanaan
desentralisasi fiskal, secara total akan meningkatkan pertumbuhan
ekonomi kabupaten/kota di Propinsi Jawa Tengah.
2. Desentralisasi fiskal memiliki pengaruh total terhadap tenaga kerja
terserap. Hal ini ditunjukkan dari nilai koefisien jalur sebesar 0.1228 (lebih
besar dari 0.000 dan positif) yang artinya dengan pelaksanaan
desentralisasi fiskal, secara total akan meningkatkan jumlah tenaga kerja
terserap kabupaten/kota di Propinsi Jawa Tengah.
3. Pertumbuhan Ekonomi memiliki pengaruh total terhadap tenaga kerja
terserap. Hal ini ditunjukkan dari nilai koefisien jalur sebesar 0.081 (lebih
besar dari 0.000 dan positif) yang artinya pertumbuhan ekonomi secara
total akan meningkatkan jumlah tenaga kerja terserap kabupaten/kota di
Propinsi Jawa Tengah.
4. Desentralisasi fiskal memiliki pengaruh total terhadap jumlah penduduk
miskin. Hal ini ditunjukkan dari nilai koefisien jalur sebesar -0.424 (lebih
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
kecil dari 0.000 dan negatif) yang artinya dengan pelaksanaan
desentralisasi fiskal, secara total akan menurunkan jumlah penduduk
miskin kabupaten/kota di Propinsi Jawa Tengah.
5. Pertumbuhan Ekonomi memiliki pengaruh total terhadap jumlah penduduk
miskin sebesar -0.074 (lebih kecil dari 0.000 dan negatif) yang artinya
pertumbuhan ekonomi secara total akan menurunkan jumlah penduduk
miskin kabupaten/kota di Propinsi Jawa Tengah.
D. Pembahasan
1. Pengaruh Desentralisasi Fiskal Terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi adalah perkembangan kegiatan ekonomi
dari waktu ke waktu dan menyebabkan pendapatan nasional riil berubah.
Tingkat pertumbuhan ekonomi menunjukkan presentase kenaikan
pendapatan nasional riil pada suatu tahun tertentu dibandingkan dengan
pendapatan nasional riil pada tahun sebelumnya (Sukirno,2004).
Berdasarkan hasil analisis, desentralisasi fiskal memiliki dampak
secara langsung dan terhadap pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di
Propinsi Jawa Tengah. Hal ini menunjukkan bahwa pelaksanaan
desentralisasi fiskal terbukti secara langsung dapat meningkatkan
pertumbuhan ekonomi. Disamping itu, dari hasil estimasi antara
desentralisasi fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi di kabupaten/kota
Provinsi Jawa Tengah menunjukkan bahwa desentralisasi fiskal
berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
Semakin tinggi desentralisasi fiskal maka pertumbuhan ekonomi
meningkat secara signifikan. Pengaruh positif menunjukkan bahwa
semakin besar penerimaan daerah akan semakin meningkatkan
pertumbuhan ekonomi di daerah tersebut. Karena dengan semakin
besarnya share penerimaan daerah akan memudahkan bagi pemerintahan
daerah untuk melaksanakan pembangunan-pembangunan ekonomi yang
dapat meningkatkan kesejahteraan rakyatnya, sehingga pertumbuhan
ekonomi pun akan semakin meningkat. Hasil studi ini mendukung temuan
empiris Akai dan Sakata (2002), dan Hadi (2009) yang menyimpulkan
bahwa Desentralisasi Fiskal mempunyai pengaruh positif dan signifikan
terhadap pertumbuhan ekonomi.
Selanjutnya, teori lain menunjukan bahwa desentralisasi dapat
mempengaruhi stabilitas makroekonomi, yang mana akan mempengaruhi
pertumbuhan ekonomi, sehingga didapat hubungan yang negatif antara
pertumbuhan ekonomi dan desentralisasi. Negara sedang berkembang
(NSB) memiliki sitem kelembagaan dan perekonomian yang berbeda
dengan negara berkembang (NB), sehingga negara sedang berkembang
tidak akan mendapat keuntungan dari desentralisasi. Hal ini terjadi karena
susunan kelembagaan di negara-negara sedang berkembang tidak perlu
memberikan sub insentif kepada pemerintah untuk menggunakan
keuntungan informasi dalam merespon tindakan yang dilakukan. Alasan
lain adalah karena pemerintah daerah di negara-negara sedang
berkembang tidak memiliki sumber daya ekonomi yang cukup, seperti
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
misalnya pegawai pemerintah yang terlatih dalam mengelola anggaran
yang lebih besar.
2. Pengaruh Desentralisasi Fiskal terhadap Tenaga Kerja Terserap
Pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan angkatan kerja adalah
faktor positif yang dapat memacu pertumbuhan ekonomi. Jumlah tenaga
kerja yang lebih besar berarti akan meningkatkan tenaga kerja produktif,
sedangkan pertumbuhan penduduk yang lebih besar berarti meningkatkan
ukuran pasar domestiknya. Peningkatan jumlah angkatan kerja dan
penduduk bukan berarti tanpa masalah. Pengangguran dan kemiskinan
menjadi masalah utama kependudukan. Pemerintah pusat melalui
desentralisasi fiskal memiliki tujuan agar pemerintah daerah memiliki
motivasi dan fokus dalam penuntasan masalah pengangguran.
Berdasarkan hasil estimasi penelitian, desentralisasi fiskal
berpengaruh positif, memiliki efek langsung terhadap tenaga kerja
terserap, namun tidak signifikan. Desentralisasi terbukti meningkatkan
penyerapan tenaga kerja dan mengurangi pengangguran di Jawa Tengah,
akan tetapi pengurangan pengangguran tidak signifikan. Artinya walau
pengangguran di Jawa Tengah telah berkurang, namun jumlah
pengangguran di Jawa tengah masih saja tinggi. Investasi langsung yang
dilakukan pemerintah daerah belum sepenuhnya tepat sasaran.
Desentralisasi fiskal harusnya meningkatkan pengeluaran pemerintah.
Pengeluaran pemerintah tersebut digunakan untuk membangun proyek-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
proyek yang bersifat padat karya dan meningkatkan kualitas sumber daya
manusia. Namun kenyataannya hingga kini masih tersedia banyak sumber
daya manusia yang berkualitas rendah di Jawa Tengah.
Investasi pemerintah daerah termasuk dalam alokasi belanja APBD
yang berpengaruh langsung terhadap tenaga kerja terserap. Investasi
terhadap pendidikan dan kesehatan dapat memperbaiki kualitas pendidikan
dan pelayanan kesehatan sehingga seharusnya meningkatkan penyerapan
tenaga kerja. Investasi pendidikan dapat berupa sekolah gratis, pelatihan-
pelatihan keterampilan dan seminar-seminar. Investasi kesehatan dapat
berupa perbaikan pelayanan-pelayanan kesehatan di rumah sakit daerah
dan puskesmas-puskesmas.
Pemerintah daerah dapat membantu pemilik usaha kecil dan
menengah (UKM) untuk mengembangkan usahanya melalui Bank
Perkreditan Rakyat (BPR). UKM yang berkembang menjadi besar
membutuhkan lebih banyak tenaga kerja dan juga terampil. BPR selama
dikenal memiliki bunga kredit yang tinggi. Desentralisasi fiskal
memotivasi pemerintah daerah untuk mengeluarkan kebijakan untuk
menurunkan tingkat suku bunga kredit.
Efek tidak langsung desentralisasi fiskal terhadap tenaga kerja
terserap adalah dengan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Pertumbuhan ekonomi akan meningkatkan stabilitas perekonomian yang
akan mendorong investasi swasta. Dari hasil estimasi antara pertumbuhan
ekonomi terhadap tenaga kerja teserap di kabupaten/kota Provinsi Jawa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
Tengah menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi berpengaruh positif
namun tidak signifikan terhadap tenaga kerja teserap. Hal ini menunjukkan
bahwa semakin tinggi pertumbuhan ekonomi, maka akan semakin banyak
tenaga kerja teserap di berbagai sektor/lapangan usaha, namun
penyerapannya tidak signifikan.
Tidak signifikannya pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap
tenaga kerja teserap dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain
masih terbatasnya sumber daya manusia yang ber-skill, serta aktifitas
ekonomi yang masih berfokus pada sektor-sektor tertentu, misalnya sektor
industri. Pada prinsipsinya sebuah perusahaan tidak mau mengambil
resiko rugi dengan menerima SDM yang tidak berkompeten. Namun
berdasarkan data BPS, rasio penyenyam pendidikan tinggi (sarjana)
jumlahnya masih sangat sedikit apabila dibandingkan dengan penyenyam
pendidikan rendah (putus sekolah). Keterbatasan jumlah perusahan
dibanding dengan jumlah pencari kerja yang tidak seimbang, di dukung
dengan masih banyaknya SDM yang kurang berkompreten, tentulah akan
menciptakan pengangguran.
Faktor lain yang menyebabkan desentralisasi fiskal melalui
pertumbuhan ekonomi tidak signifikan menyerap tenaga kerja adalah
pertumbuhan ekonomi di Provinsi Jawa Tengah ini lebih rendah dari
pertumbuhan jumlah tenaga kerja per tahunnya. PDRB di Provinisi Jawa
Tengah ini dapat diasumsikan lebih banyak diserap untuk belanja rutin
daripada untuk di investasikan atau digunakan untuk pembangunan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
Hasil studi ini tidak mendukung studi Hadi (2009). Dari hasil
studinya disimpulkan bahwa pertumbuhan ekonomi yang dipicu oleh
pengeluaran pemerintah dan swasta, berpengaruh positif dan signifikan
terhadap kesempatan kerja. Untuk menyerap besarnya laju pertumbuhan
tenaga kerja yang cenderung meningkat diperlukan upaya-upaya yang
mampu mendorong pertumbuhan ekonomi melalui investasi, baik oleh
pemerintah daerah maupun pihak swasta.
3. Pengaruh Desentralisasi Fiskal terhadap Jumlah Penduduk Miskin
Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang
mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap
masyarakat, dan institusi-institusi nasional, di samping tetap mengejar
akselerasi pertumbuhan ekonomi, penanganan ketimpangan pendapatan,
serta pengentasan kemiskinan. Pembangunan harus mencerminkan
perubahan total suatu masyarakat atau penyesuaian sistem sosial secara
keseluruhan, tanpa mengabaikan keragaman kebutuhan dasar dan
keinginan individual maupun kelompok-kelompok sosial yang ada di
dalamnya untuk bergerak maju menuju suatru kondisi kehidupan yang
serba lebih baik, secara material maupun spiritual (Todaro, 2003).
Distribusi pendapatan yang baik adalah yang makin merata. Tetapi
tanpa adanya pertumbuhan ekonomi, yang terjadi adalah pemerataan
kemiskinan. Pertumbuhan ekonomi hanya akan menghasilkan perbaikan
distribusi pendapatan bila memenuhi setidak-tidaknya dua syarat, yaitu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
memperluas kesempatan kerja dan meningkatkan produktivitas. Dengan
meluasnya kesempatan kerja, akses rakyat untuk memperoleh penghasilan
makin besar.
Berdasarkan hasil analisis, desentralisasi fiskal berpengaruh positif
namun tidak signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa dengan pelaksanaan
desentralisasi fiskal akan dapat mengurangi jumlah penduduk miskin.
Desentralisasi fiskal dapat mempengaruhi kemiskinan secara langsung
yaitu penyediaan berbagai fasilitas pelayanan publik.
Peningkatan pelayanan publik akan menentukan dinamika aktivitas
sektor tersier, meningkatnya kualitas sumber daya manusianya, dan
keunggulan lokasi (punya daya saing). Jika kota didorong memiliki daya
saing dan warganya berkualitas, maka pelayanan publik merupakan
komponen penting dalam menata kota. Salah satu aspek utama dari
kemiskinan adalah kurangnya keamanan, yang dapat berhubungan dengan
keuangan atau keamanan politik. Orang yang miskin identik dengan
ketidak mampuan memenuhi kebutuhan hidup wajar dan tidak memiliki
lahan untuk usaha. Desentralisasi fiskal dengan arah kebijakan fiskal
daerah yang jelas dapat diarahkan langsung untuk menyentuh bagian-
bagian dari kemiskinan.
Estimasi antara pertumbuhan ekonomi terhadap jumlah penduduk
miskin di kabupaten/kota Provinsi Jawa Tengah memberikan hasil yang
menunjukkan bahwa pelaksanaan desentralisasi fiskal melalui peningkatan
aktivitas pertumbuhan ekonomi (variabel mediasi) berpengaruh positif
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
namun tidak signifikan terhadap pengurangan jumlah penduduk miskin.
Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi pertumbuhan ekonomi, maka
akan dapat mengurangi jumlah penduduk miskin, namun pengurangannya
tidak signifikan.
Pengaruh pertumbuhan ekonomi yang tidak signifikan terhadap
jumlah penduduk miskin dapat disebabkan karena belum optimalnya
pertumbuhan ekonomi yang dicapai oleh daerah-daerah di Jawa Tengah
serta masih banyaknya pengangguran. Orang yang menganggur tidak
memiliki pendapatan, namun terus melakukan pengeluaran untuk bertahan
hidup seperti makan,dll. Itulah sebabnya penguragan penduduk miskin
tidak signifikan. Hasil studi ini kurang mendukung temuan studi yang
dilakukan oleh Hadi (2009) yang menyimpulkan bahwa pertumbuhan
ekonomi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap jumlah penduduk
miskin di Jawa Tengah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
BAB V
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan analisis hasil studi dan pembahasan tentang pengaruh
desentralisasi fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi, jumlah penduduk miskin
serta penyerapan tenaga kerja di kabupaten/kota Provinsi Jawa Tengah, dapat
disimpulkan sebagai berikut:
1. Desentralisasi fiskal memiliki hubungan yang positif dan signifikan
terhadap laju pertumbuhan ekonomi di daerah kabupaten/kota di Propinsi
Jawa Tengah. Dampak langsung antara desentralisasi fiskal dan
pertumbuhan ekonomi sebesar 0.171, sedangkan dampak tidak
langsungnya sebesar 0.000.
2. Desentralisasi fiskal memiliki hubungan positif namun tidak signifikan
terhadap tenaga kerja terserap kabupaten/kota di Propinsi Jawa Tengah.
Dampak langsung antara desentralisasi fiskal dan tenaga kerja terserap
sebesar 0.0241, sedangkan dampak tidak langsungnya sebesar 0.0127.
3. Pertumbuhan ekonomi memiliki hubungan positif namun tidak signifikan
terhadap tenaga kerja terserap kabupaten/kota di Propinsi Jawa Tengah.
Dampak langsung antara pertumbuhan ekonomi dan tenaga kerja terserap
sebesar 0.074, sedangkan dampak tidak langsungnya sebesar 0.000.
4. Desentralisasi fiskal memiliki hubungan positif namun tidak signifikan
terhadap jumlah penduduk miskin kabupaten/kota di Propinsi Jawa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
Tengah. Dampak langsung antara desentralisasi fiskal dan jumlah
penduduk miskin sebesar -0.438, sedangkan dampak tidak langsungnya
sebesar -0.0139.
5. Pertumbuhan ekonomi memiliki hubungan positif namun tidak signifikan
terhadap jumlah penduduk miskin kabupaten/kota di Propinsi Jawa
Tengah. Dampak langsung antara Pertumbuhan ekonomi dan jumlah
penduduk miskin sebesar -0.081, sedangkan dampak tidak langsungnya
sebesar 0.000.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan yang dihasilkan dalam studi ini, maka
disampaikan beberapa saran yang diharapkan berguna untuk kepentingan
praktis dan penelitiaan selanjutnya, yaitu:
1. Pemerintah Daerah masing-masing kabupaten/kota di Propinsi Jawa
Tengah harus memaksimalkan peranan desentralisasi fiskal untuk
dapat lebih meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerahnya masing-
masing. Dalam era desentralisasi fiskal, daerah dapat melakukan
fungsinya secara lebih efektif dan efisien, jadi diharapkan pemerintah
daerah mampu meningkatkan kapasitas fiskalnya melalui
pengembangan aktivitas ekonomi berbasis komoditi unggulan daerah,
serta melakukan intensifikasi dan ekstensifikasi pendapatan asli
daerah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
2. Pemerintah Daerah masing-masing kabupaten/kota di Propinsi Jawa
Tengah, harus menumbuhkan lapangan kerja yang baru agar
penyerapan jumlah tenaga kerja dapat terus meningkat tiap tahunnya,
dan produktifitas marjinal tenaga kerja tidak menurun bahkan sampai
mencapai titik negatif. Untuk mencapai tujuan tersebut, pemerintah
dapat mengadakan program-program pelatihan/penyuluhan skill untuk
mencetak sumber daya manusia yang lebih berkualitas.
3. Untuk mengurangi kemiskinan, pemerintah dapat memfokuskan arah
pembangunan. Yang pertama, menjaga stabilitas harga bahan
kebutuhan pokok. Kedua, mendorong pertumbuhan yang berpihak
pada rakyat miskin. Ketiga, menyempurnakan dan memperluas
cakupan program pembangunan berbasis masyarakat. Keempat,
meningkatkan akses masyarakat miskin kepada pelayanan dasar. Dan
kelima, membangun dan menyempurnakan sistem perlindungan sosial
pada rakyat miskin.
Peneliti labih lanjut terkait dengan tema ini, diharapkan dapat memperluas
daerah penelitian serta periode waktu yang lebih lama, serta teori-teori yang lebih
baru, sehingga akan memperluas dalam kajian analisis dan ketajaman
implikasinya.