Download - Statistik Daerah Prov. Papua Barat 2010.pdf
STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT
2010
STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT 2010 ISSN : - No. Publikasi : 91300.10.13 Katalog BPS : 1101001.9100 Ukuran Buku : 17.6 cm x 25 cm Jumlah Halaman : vi + 78 halaman Naskah : Bidang Neraca Wilayah dan Analisis Statistik Badan Pusat Statistik Provinsi Papua Barat Gambar Kulit : Bidang Integrasi Pengolahan dan Diseminasi Statistik Badan Pusat Statistik Provinsi Papua Barat Diterbitkan Oleh : Badan Pusat Statistik Provinsi Papua Barat Boleh dikutip dengan menyebutkan Sumbernya
i STATISTIK
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, saya
menyambut baik penerbitan publikasi Statistik Daerah yang dilakukan oleh Badan
Pusat Statistik (BPS) provinsi dan kabupaten/kota. Penyusunan publikasi Statistik
Daerah ini merupakan inovasi dan pengembangan kegiatan perstatistikan serta
penyebarluasan informasi sebagai salah satu upaya untuk mewujudkan visi BPS
sebagai “ pelopor data statistik terpercaya untuk semua “.
Penerbitan publikasi Statistik Daerah Provinsi Papua Barat 2010 dimaksudkan untuk melengkapi ragam publikasi
statistik yang telah tersedia di daerah seperti Daerah Dalam Angka (DDA) yang telah terbit secara rutin dalam memotret
kondisi daerah. Buku ini menyajikan indikator-indikator terpilih yang menggambarkan tentang kondisi daerah dalam
bentuk tampilan uraian deskriptif sederhana.
Saya berharap, publikasi Statistik Daerah Provinsi Papua Barat 2010 ini mampu memberikan informasi secara cepat
dan tepat kepada pemerintah daerah dan masyarakat yang dapat digunakan sebagai dasar perencanaan, monitor dan
evaluasi mengenai perkembangan pembangunan di berbagai sektor serta membantu para pengguna data lainnya
dalam memahami kondisi umum daerahnya.
Akhirnya, saya mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah
berpartisipasi hingga terbitnya publikasi ini, dan semoga Tuhan Yang Maha Kuasa senantiasa meridhoi usaha kita.
Jakarta, September 2010
Kepala Badan Pusat Statistik,
DR. Rusman Heriawan
Kata Sambutan
ii STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010
Publikasi Statistik Daerah Provinsi Papua Barat 2010 diterbitkan oleh Badan Pusat
Statistik Provinsi Papua Barat berisi berbagai data dan informasi terpilih seputar
Provinsi Papua Barat yang dianalisis secara sederhana untuk membantu pengguna
data memahami perkembangan pembangunan serta potensi yang ada di Provinsi
Papua Barat. Publikasi yang terbit perdana ini diharapkan menjadi ikon baru Badan
Pusat Statistik dalam mengemas isu-isu terkini perkembangan pembangunan yang
ditampilkan dalam bentuk lebih informatif.
Publikasi Statistik Daerah Provinsi Papua Barat 2010 diterbitkan untuk melengkapi publikasi-publikasi statistik yang
sudah terbit secara rutin setiap tahun. Berbeda dengan publikasi-publikasi yang sudah ada, publikasi ini lebih
menekankan pada analisis.
Materi yang disajikan dalam Statistik Daerah Provinsi Papua Barat 2010 memuat berbagai informasi/indikator terpilih
yang terkait dengan pembangunan di berbagai sektor di Provinsi Papua Barat dan diharapkan dapat menjadi bahan
rujukan/kajian dalam perencanaan dan evaluasi kegiatan pembangunan.
Kritik dan saran konstruktif berbagai pihak kami harapkan untuk penyempurnaan penerbitan mendatang. Semoga
publikasi ini mampu memenuhi tuntutan kebutuhan data statistik, baik oleh instansi/dinas pemerintah, swasta, kalangan
akademisi maupun masyarakat luas.
Manokwari, November 2010
Kepala Badan Pusat Statistik
Provinsi Papua Barat,
Ir. Tanda Sirait, MM.
Kata Pengantar
iii STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010
No. Uraian Satuan 2007 2008 2009
1 Jumlah penduduk1 orang 715999 729962 743860
2 Jumlah penduduk 15 thn keatas yang bekerja2 orang 268117 316193 325759
3 Jumlah penganggur2 orang 28029 26189 26626
4 Jumlah Angkatan kerja2 orang 296146 342382 352385
5 TPAK2 persen 66.52 68.15 68.52
6 TPT2 persen 9.46 7.65 7.56
7 Persentase pekerja di sektor formal2 persen 36.52 33.77 32.82
8 Laju inflasi3 persen - 20.06 5.22
9 Ekspor (juta)5 rupiah 6416179.41 6787164.93 5170937.93
10 Impor (juta)5 rupiah 8529463.74 9977495.21 8513500.95
11 Pertumbuhan Ekonomi persen 6.95 7.33 6.26
12 PDRB ADHB (juta) rupiah 10367278.69 12469031.50 14547727.50
13 PDRB ADHK (juta) rupiah 5934315.82 6369374.22 6768199.45
14 PDRB per Kapita rupiah 14479459.73 17081754.25 19557077.28
15 Nilai Tukar Petani (NTP)4 persen - 106.24 104.98
16 Jumlah Penduduk miskin (ribu) orang 266.80 246.50 256.84
17 Persentase penduduk miskin persen 39.31 35.12 35.71
18 Angka partisipasi sekolah 7-12 tahun persen 92.64 93.18 93.35
19 Angka partisipasi sekolah 13-15 tahun persen 87.58 88.75 88.59
20 Angka partisipasi sekolah 16-18 tahun persen 57.84 57.53 57.95
21 Angka Harapan Hidup tahun 67.60 67.90 68.20
22 Rata-rata lama sekolah tahun 7.65 7.67 8.01
23 Angka melek huruf persen 90.32 92.15 92.34
24 Paritas Daya Beli (PPP) (ribu) rupiah 592.07 593.13 595.28
25 IPM persen 67.28 67.95 68.58
26 Rata-rata pengeluaran per kapita rupiah 293122 346929 444426
Catatan: 1. Berdasarkan Proyeksi SUPAS 2005-2015 2. Kondisi bulan Agustus (Sakernas) 3. Angka inflasi Papua Barat dihitung mulai 2008 4. Data tahun 2007 belum tersedia 5. Termasuk ekspor dan impor antar provinsi
Statistik Kunci
iv STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010
Angka Kematian Bayi adalah probabilita bayi
meninggal sebelum mencapai usia satu tahun,
dinyatakan dalam per seribu kelahiran.
Angka Kematian Balita adalah probabilita bayi
meninggal sebelum mencapai usia lima tahun,
dinyatakan dalam per seribu kelahiran.
Angka Harapan Hidup pada waktu lahir adalah
perkiraan lama hidup rata-rata penduduk dengan
asumsi tidak ada perubahan pola mortalitas menurut
umur.
Angka Reproduksi Neto adalah rasio bayi wanita
yang hidup sampai usia ibunya dikalikan dengan
angka reproduksi bruto.
Angka Kelahiran Total adalah setiap wanita di
Indonesia secara hipotesis akan melahirkan anak
hingga masa berakhir reproduksinya (15 – 49)
tahun.
Angka Melek Huruf Dewasa adalah perbandingan
antara jumlah penduduk usia 15 tahun ke atas yang
dapat membaca dan menulis, dengan jumlah
penduduk usia 15 tahun ke atas.
Angka Partisipasi Sekolah (APS) adalah
perbandingan antara jumlah penduduk kelompok
usia sekolah (7-12 th; 13-15 th; 16-18 th) yang
bersekolah terhadap seluruh penduduk kelompok
usia sekolah (7-12 th; 13-15 th; 16-18 th).
Bersekolah adalah mereka yang perlu mengikuti
pendidikan di jalur formal (SD/MI, SMP/MTs, SMA/
SMK/MA atau PT) maupun non formal (paket A,
paket B atau paket C).
Penjelasan Teknis
Daerah administrasi adalah wilayah administrasi
yang sudah memiliki dasar hukum yang sah menurut
Departemen Dalam Negeri.
Desa pesisir/tepi laut adalah desa/kelurahan
termasuk nagari atau lainnya yang memiliki wilayah
yang berbatasan langsung dengan garis pantai/laut
(atau merupakan desa pulau).
Desa bukan pesisir adalah desa/kelurahan termasuk
nagari atau lainnya yang tidak berbatasan langsung
dengan laut atau tidak mempunyai pesisir.
Kepadatan Penduduk adalah jumlah penduduk di
suatu daerah dibagi dengan luas daratan daerah
tersebut, biasanya dinyatakan sebagai penduduk per
Km2.
Laju pertumbuhan penduduk adalah rata-rata
tahunan laju perubahan jumlah penduduk di suatu
daerah selama periode waktu tertentu.
Angkatan Kerja adalah penduduk usia 15 tahun ke
atas yang bekerja atau sementara tidak bekerja, dan
yang sedang mencari pekerjaan.
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja adalah
perbandingan antara jumlah angkatan kerja dengan
jumlah penduduk usia kerja.
Tingkat Pengangguran Terbuka adalah
perbandingan antara jumlah pencari kerja dengan
jumlah angkatan kerja.
v STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010
tinggi ketimpangan pengeluaran diantara penduduk
miskin.
Indeks Harga Konsumen adalah angka/indeks
yang menunjukkan perbandingan relatif antara
tingkat harga (konsumen/eceran) pada saat bulan
survei dan harga tersebut pada bulan sebelumnya.
Inflasi adalah indikator yang dapat memberikan
informasi tentang dinamika perkembangan harga
barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat.
Nilai Tukar Petani (NTP) adalah perbandingan
antara indeks harga yang diterima petani
dengan indeks harga yang dibayar petani yang
dinyatakan dalam persentase.
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah
satu indikator penting untuk mengetahui
kondisi ekonomi di suatu wilayah dalam suatu
periode tertentu.
Produk Domestik Regional Bruto Per Kapita
adalah Produk Domestik Regional Bruto dibagi
dengan penduduk pertengahan tahun.
PDRB Harga Berlaku adalah nilai tambah
barang dan jasa yang dihitung menggunakan
harga yang berlaku pada setiap tahun.
PDRB Harga Konstan adalah nilai tambah
barang dan jasa yang dihitung menggunakan
harga yang berlaku pada satu tahun tertentu
sebagai tahun dasar.
IPM adalah indeks komposit dari gabungan 4 (empat)
indikator yaitu angka harapan hidup, angka melek
huruf, rata-rata lama sekolah dan pengeluaran per
kapita.
Industri Pengolahan adalah suatu kegiatan ekonomi
yang melakukan kegiatan mengubah suatu barang
dasar secara mekanis, kimia, atau dengan tangan
sehingga menjadi barang jadi atau setengah jadi atau
barang yang kurang nilainya menjadi barang yang
lebih tinggi nilainya, dan sifatnya lebih kepada pemakai
akhir.
Angka Koefisien Gini adalah ukuran kemerataan
pendapatan yang dihitung berdasarkan kelas
pendapatan. Angka koefisien Gini terletak antara 0
(nol) dan 1 (satu). Nol mencerminkan kemerataan
sempurna dan satu menggambarkan ketidakmerataan
sempurna.
Garis kemiskinan adalah besarnya nilai rupiah
pengeluaran per kapita setiap bulan untuk memenuhi
kebutuhan dasar minimum makanan dan nonmakanan
yang dibutuhkan oleh seorang individu untuk tetap
berada pada kehidupan yang layak.
Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) merupakan
ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-
masing penduduk miskin terhadap garis kemiskinan.
Semakin tinggi nilai indeks, semakin jauh rata-rata
pengeluaran penduduk dari garis kemiskinan.
Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) memberikan
gambaran mengenai penyebaran pengeluaran diantara
penduduk miskin. Semakin tinggi nilai indeks, semakin
vi STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010
Daftar Isi
Kata Sambutan i
Kata Pengantar ii
Statistik Kunci iii
Penjelasan Teknis v
Daftar Isi vi
1 Geografi dan Iklim 1 11 Industri Pengolahan 44
2 Pemerintahan 4 12 Konstruksi 46
3 Penduduk 7 13 Hotel dan Pariwisata 47
4 Ketenagakerjaan 13 14 Transportasi dan Komunikasi 51
5 Pendidikan 21 15 Perbankan dan Investasi 54
6 Kesehatan 25 16 Harga-harga 55
7 Perumahan dan Lingkungan 29 17 Pengeluaran Penduduk 61
8 Pembangunan Manusia 32 18 Perdagangan 64
9 Pertanian 38 19 Pendapatan Regional 65
10 Pertambangan dan Energi 41 20 Perbandingan Regional 69
Lampiran Tabel 74
1 STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010
Provinsi Papua Barat terletak pada bagian
kepala burung Pulau Papua. Secara geografis letak
Provinsi Papua Barat berada di daerah sekitar ekuator,
yaitu tepatnya pada koordinat 0º,0” hingga 4º,0” Lin-
tang Selatan dan 124º,00” hingga 132º‟0” Bujur Timur.
Batas-batas wilayah Provinsi Papua Barat adalah:
Utara: Samudera Pasifik
Selatan: Laut Banda dan Provinsi Maluku
Barat: Laut Seram dan Provinsi Maluku
Timur: Provinsi Papua
Provinsi Papua Barat adalah provinsi pemekaran
dari Provinsi Papua. Provinsi Papua Barat dimekarkan
dari Provinsi Papua berdasarkan UU No. 45 Tahun
1999. Dan berdasarkan Inpres No. 1 tahun 2003
provinsi ini bernama Irian Jaya Barat. Kemudian sejak
6 Februari 2007 resmi bernama Provinsi Papua Barat.
Pada awal pemekarannya, Provinsi Papua Barat
hanya terdiri dari Kabupaten Fakfak, Kabupaten So-
rong, Kabupaten Manokwari, dan Kota Sorong.
Wilayah tersebut sekarang terbagi kedalam
wilayah administrasi yang terdiri dari 10 (sepuluh) ka-
bupaten dan 1 (satu) kota, atau terjadi penambahan
tujuh kabupaten sejak pemekaran wilayah.
Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 6 tahun 2008 luas wilayah Provinsi Papua
Barat adalah 97.024,37 Km2. Wilayah terluas adalah
Kabupaten Teluk Bintuni (21,48%) dan wilayah terkecil
adalah Kota Sorong (0,68 %).
Tahukah Anda? Pulau Papua (Indonesia dan Papua
New Guinea) adalah pulau terbesar
kedua di dunia setelah Green Land
(Denmark).
Gambar 1.2 Persentase Luas Wilayah Provinsi Papua Barat menurut Kabupaten/Kota 2009
1
Gambar 1.1 Peta Provinsi Papua Barat
Papua Barat dimekarkan dari Papua Papua Barat resmi menjadi provinsi yang memiliki pemerintahan sendiri berdasarkan UU No. 45
tahun 1999 setelah dimekarkan dari provinsi induknya, Provinsi Papua.
GEOGRAFI DAN IKLIM
Sumber: Permendagri No. 6 Tahun 2008
2
STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010
Berdasarkan topografi wilayah, Provinsi Papua
Barat terbagi menjadi 34,52 persen merupakan desa
pesisir dan 65,48 persen adalah desa bukan pesisir.
Dari 65,48 persen desa yang terletak di bukan pesisir,
sebesar 15,60 persen berada pada daerah lembah/
daerah aliran sungai; 20,66 persen terletak pada
lereng atau punggung gunung; dan 29,21 persen
lainnya berada pada daerah dataran.
Suhu udara rata-rata di Provinsi Papua Barat
berada pada kisaran 22,00º–33,20º Celcius dengan
suhu udara minimum berada di Kabupaten Fakfak dan
suhu udara maksimum berada di Kota Sorong.
Sementara rata-rata kelembaban udara bervariasi
antara 81,25 persen sampai dengan 85,33 persen.
Curah hujan di Provinsi Papua Barat bervariasi.
Curah hujan terendah tercatat 1680,00 mm per tahun
berada di Kabupaten Kaimana dan yang tertinggi
3265,00 mm per tahun di Kabupaten Fakfak.
Sementara hari hujan terendah berada di Kabupaten
Manokwari yaitu 152 hari. Sedangkan Kabupaten
Kaimana yang memiliki curah hujan terendah justru
mempunyai hari hujan yang tertinggi di Provinsi Papua
Barat, yaitu sebanyak 246 hari atau sekitar dua per
tiga tahun selama tahun 2009 Kabupaten Kaimana
diguyur hujan. Fenomena rendahnya curah hujan
dengan hari hujan yang tinggi mengandung arti di
Kabupaten Kaimana sering terjadi hujan ringan atau
frekuensi hujan yang tingggi namun dengan intensitas
ringan.
Uraian Minimum Maksimum
Suhu Udara Rata-rata 22,00 33,20
Rata-rata Kelembaban Udara 81,25 85,33
Rata-rata Tekanan Udara 993,61 1010,50
Curah Hujan 1680,00 3265,00
Hari Hujan 152,00 246,00
Rata-rata Penyinaran Matahari
37,00 131,40
34.52
15.60
20.66
29.21
65.48
PesisirBukan Pesisir Lembah/Daerah Aliran SungaiBukan Pesisir Lereng/Punggung BukitBukan Pesisir Dataran
Gambar 1.3 Persentase Desa/Kelurahan Berdasarkan Topografi Wilayah 2008
Tabel 1.1 Keadaan Iklim Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat 2009
Sumber: Sensus Potensi Desa (PODES), 2008
Sumber: Badan Metereologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Kab/Kota, 2009
1 GEOGRAFI DAN IKLIM
Selama Dua per Tiga Tahun 2009 Diguyur Hujan Sebagian wilayah di Papua Barat memiliki curah hujan yang tinggi, jumlah hari hujan dapat mencapai 246 hari atau lebih dari dua per tiga tahun selama tahun 2009
Tahukah Anda? Provinsi Papua Barat memiliki jumlah
pulau sebanyak 1.945 buah, dan
merupakan provinsi dengan jumlah
pulau terbanyak kedua di Indonesia
setelah Provinsi Kepulauan Riau
(2.408 pulau).
3 STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010
Papua Barat dan Papua merupakan daerah
gempa bumi yang sangat aktif terutama pada bagian
utara sepanjang Jayapura-Manokwari-Sorong. Papua
Barat dan Papua memiliki beberapa zonasi
kegempaan seperti zona Sorong, Ransiki, Terera
Aiduna di Kaimana dan Nabire, Yapen di Biak dan
Serui, Jayapura, Membramo dan Pegunungan Tengah.
Paling rentan ialah zona di Jayapura dan Sorong
dengan sejarah magnitude mendekati dan/atau lebih
dari 8,0 Skala Ricther (SR).
Sejak tahun 1900-Februari 2010 di Papua Barat
dan Papua telah mengalami sebanyak 6.725 kali
gempa signifikan, atau rata-rata mengalami sekitar 5
kali gempa setiap bulan dengan magnitude yang
bervariasi. Diantara getaran gempa tersebut 93 kali
diantaranya memiliki magnitude lebih dari 7,00 SR.
Selama tahun 2009, terekam sebanyak 10.520
kali sinyal seismik gempa bumi di Papua Barat dan
Papua, atau mengalami peningkatan sebesar 94,38
persen dari keadaan 2008 yang hanya tercatat 5.412
kali gempa bumi.
Gempa bumi signifikan dan merusak terjadi di
Manokwari, Papua Barat, tanggal 4 Januari 2009, yaitu
terjadi pada pukul 04:43:51 WIT dengan magnitude
sebesar 7,6 SR di kedalaman 48 km dpl. Gempa ini
memiliki intensitas V-VI MMI di Manokwari dan Sorong.
Efek merugikan dari gempa Manokwari
menyebabkan 4 korban jiwa, rawat inap 37 orang dan
rawat jalan 581 orang serta 5.000-an pengungsi. Hal
tersebut belum termasuk korban yang terluka secara
traumatik.
Tahukah Anda? Terjadi 6725 gempa bumi signifikan
di Papua Barat dan Papua sejak
tahun 1900-Februari 2010, dan 92
diantaranya mempunyai magnitude
lebih dari 7,0 SR.
Gambar 1.4 Peta Distribusi Gempa Tektonik Papua Barat dan Papua Tahun 2009
Tabel 1.2 Kerugian Akibat Gempa Bumi Manokwari (4 Januari 2009)
Sumber: Badan Metereologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Papua, 2009
Kerugian Akibat Gempa Jumlah Satuan
Meninggal 4 jiwa
Rawat Inap 37 jiwa
Rawat Jalan 581 jiwa
Mengungsi ± 5000 jiwa
Rumah Rusak Berat 1936 unit
Rumah Rusak Ringan 3730 unit
Tempat Ibadah rusak 152 unit
Kantor Pemerintahan rusak 51 unit
Sarana Pendidikan rusak 69 unit
Jembatan rusak 8 unit
Sumber: Departemen Kesehatan, 2009
1 GEOGRAFI DAN IKLIM
Terjadi Gempa dengan Skala 7,6 SR pada 4 Januari 2009 Terjadi dua getaran gempa dengan magnitude besar pada 4 Januari 2009 di Manokwari dengan
intensitas mencapai daerah Sorong dan sekitarnya.
4
STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010
Provinsi Papua Barat adalah provinsi hasil
pemekaran dari Provinsi Papua. Provinsi ini beribukota
di Kabupaten Manokwari. Meskipun dari sisi
infrastruktur dan fasilitas masih tertinggal dari Kota
Sorong, namun Kabupaten Manokwari tetap menjadi
pilihan sebagai pusat pemerintahan Provinsi Papua
Barat.
Struktur hierarki dalam pembagian administrasi
pemerintahan digolongkan menjadi kabupaten, kota,
kecamatan (distrik), kelurahan, dan desa (kampung).
Sejak terjadi pemekaran dan memiliki kedaulatan
sendiri sebagai provinsi, wilayah kerja administrasi
terus mengalami perkembangan. Pemekaran wilayah
kabupaten/kota sejak terpisah dari Provinsi Papua
sampai dengan tahun 2009 mengalami peningkatan
menjadi 10 (sepuluh) kabupaten dan 1 (satu) kota dari
kondisi semula 3 (tiga) kabupaten dan 1 (satu) kota.
Sejarah pembentukan kabupaten/kota
pemekaran diawali dengan berkembangnya
Kabupaten Fakfak yang mekar menjadi Kabupaten
Fakfak dan Kabupaten Kaimana (UU No. 26 Tahun
2002); Kabupaten Manokwari berkembang menjadi
Kabupaten Manokwari, Kabupaten Teluk Wondama
dan Kabupaten Teluk Bintuni (UU No. 26 Tahun 2002);
dan Kabupaten Sorong berkembang menjadi
Kabupaten Sorong, kabupaten Sorong Selatan, dan
Kabupaten Raja Ampat (UU No. 26 Tahun 2002).
Selanjutnya pada perkembangannya Kabupaten
Sorong mekar kembali menjadi Kabupaten Sorong dan
Kabupaten Tambrauw (UU No. 56 Tahun 2008).
Terakhir di tahun 2009 terjadi pemekaran Kabupaten
2
Gambar 2.1 Jumlah Kecamatan, Kelurahan, dan Desa di Provinsi Papua Barat 2009
Sumber: Pemda Kabupaten/Kota se-Provinsi Papua Barat, 2009
Kabupaten Induk Kabupaten Pemekaran
Dasar Hukum
Fakfak Fakfak
UU No. 26 Tahun 2002 Kaimana
Manokwari
Manokwari
UU No. 26 Tahun 2002 Teluk Wondama
Teluk Bintuni
Sorong
Sorong
UU No. 26 Tahun 2002 Sorong Selatan
Raja Ampat
Sorong Sorong
UU No. 56 Tahun 2008 Tambrauw
Sorong Selatan Sorong Selatan
UU No. 13 Tahun 2009 Maybrat
Tabel 2.1 Sejarah Pemekaran Kabupaten/Kota dan Dasar Hukum di Provinsi Papua Barat
0
200
400
600
800
1000
1200
1400
2007 2008 2009
130 134 154
1203 12241293
49 51 68
Kecamatan Desa Kelurahan
PEMERINTAHAN
Terjadi Penambahan 7 Kabupaten Sejak Pemekaran Papua Barat Sejak pemekaran jumlah kabupaten/kota di Provinsi Papua Barat bertambah menjadi 10 kabupaten dan 1 kota yang semula hanya 3 kabupaten dan 1 kota.
Tahukah Anda? Manokwari (ibukota Provinsi Papua
Barat) dan Mamuju (ibukota Provinsi
Sulawesi Barat) adalah ibukota
provinsi yang wilayah administrasinya
masih bersatus kabupaten.
5 STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010
Sorong Selatan yang mekar menjadi Kabupaten
Sorong Selatan dan Maybrat (UU No. 13 Tahun 2009).
Perkembangan wilayah administrasi dibawah
level kabupaten/kota terjadi pemekaran wilayah
kecamatan, kelurahan, dan desa. Semula di tahun
2007 jumlah kecamatan adalah 130 kecamatan,
kemudian terjadi pemekaran wilayah sehingga menjadi
134 kecamatan di tahun 2008, dan di tahun 2009
jumlahnya meningkat menjadi 154 kecamatan. Selama
2007-2009 jumlah kecamatan meningkat sebanyak 24
kecamatan.
Pemekaran wilayah kelurahan juga terjadi cukup
cepat, selama tahun 2007-2009 jumlah kelurahan
meningkat sebanyak 19 kelurahan. Pemekaran
wilayah desa lebih dahsyat dibandingkan dengan
pemekaran wilayah kecamatan maupun kelurahan.
Perkembangan pemekaran wilayah desa meningkat
dari 1203 desa di tahun 2007 menjadi 1293 desa di
tahun 2009, atau terjadi peningkatan sebanyak 90
desa dalam kurun waktu dua tahun.
Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Provinsi Papua
Barat berjumlah 20.544 orang dengan rincian 13.236
orang (64,43%) berjenis kelamin laki-laki dan 7.308
orang (35,57%) berjenis kelamin perempuan. Dilihat
dari komposisinya terlihat bahwa jumlah PNS laki-laki
jauh lebih banyak dibandingkan dengan PNS
perempuan. Hal ini memberikan informasi bahwa
kesetaraan gender dalam pemerintahan di Provinsi
Papua Barat belum menunjukkan kemerataan. Kondisi
ini terjadi di seluruh instansi Pemda kabupaten di
Provinsi Papua Barat kecuali Kota Sorong.
Tahukah Anda? Abraham O. Atururi dan Rahimin
Katjong adalah Gubernur dan Wakil
Gubernur Pertama di Provinsi Papua
Barat.
Sumber: Pemda Kabupaten/Kota se-Provinsi Papua Barat, 2009
Tabel 2.2 Pembagian Daerah Administrasi menurut Kabupaten/Kota 2009
Kabupaten/Kota Ibukota Kecamatan Desa Kelurahan
Fakfak Fakfak 9 122 7
Kaimana Kaimana 7 84 2
Teluk Wondama Rasiei 13 75 1
Teluk Bintuni Bintuni 24 114 2
Manokwari Manokwari 29 412 9
Sorong Selatan Teminabuan 13 110 2
Sorong Aimas 18 118 13
Raja Ampat Waisai 17 97 1
Tambrauw Sausapor 7 53 0
Maybrat Kumurkek 11 108 1
Kota Sorong Sorong 6 - 30
Papua Barat Manokwari 154 1293 68
PB 2008 134 1224 51
PB 2007 130 1203 49
Sumber: Pemda Kabupaten/Kota se-Provinsi Papua Barat, 2009
0 5 10 15 20 25
Kaimana
Teluk Wondama
Teluk Bintuni
Prov Papua Barat
Raja Ampat
Sorong Selatan
Kota Sorong
Fakfak
sorong
Manokwari
2.90
3.19
4.09
4.14
4.63
5.98
14.58
15.71
21.10
23.69
Gambar 2.2 Persentase PNS Pemda Kabupaten/Kota/Provinsi Papua Barat dan Jumlah PNS menurut Jenis Kelamin 2009
2 PEMERINTAHAN
Pemekaran Wilayah Kecamatan dan Desa/Kelurahan Sangat Pesat Selama dua tahun terakhir terjadi Penambahan 24 kecamatan, 90 desa, dan 19 kelurahan.
6
STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010
Distribusi persentase PNS menurut kabupaten/
kota/provinsi tercatat Kabupaten Manokwari memiliki
PNS yang terbanyak yaitu sebesar 23,69 persen dari
total PNS Pemda di Papua Barat. Kabupaten
Manokwari sebagai ibukota provinsi dan pusat
pemerintahan membutuhkan sumber daya manusia
yang lebih banyak dibandingkan dengan kabupaten/
kota lainnya. Disamping itu, Kabupaten Manokwari
juga memiliki jumlah kecamatan dan kelurahan/desa
terbesar (29 kecamatan dan 421 kelurahan/desa).
Sedangkan Kabupaten Kaimana memiliki distribusi
persentase terkecil dalam ketersediaan PNS yaitu
sebesar 2,90 persen.
Kualitas PNS sangat dipengaruhi oleh tingkat
pendidikan yang ditamatkan. Pemda Provinsi Papua
Barat termasuk memiliki kualitas SDM yang baik.
Berdasarkan tingkat pendidikan yang ditamatkan,
sebesar 61,79 persen PNS berlatar belakang
pendidikan sarjana. Sedangkan untuk PNS yang
berpendidikan rendah (SD dan SLTP) hanya memiliki
persentase sebesar 0,44 persen dan 0,70 persen.
Peta perpolitikan di Provinsi Papua Barat
menunjukkan tidak ada dominasi partai tertentu yang
duduk dalam kursi anggota DPRD. Tiga fraksi terbesar
yang menduduki kursi DPRD yaitu Fraksi Kedaulatan
Rakyat dan Fraksi Golkar masing-masing
mendapatkan jatah 9 kursi, sedangkan Fraksi PDIP
menduduki 8 kursi. Bila dilihat dari sisi gender, jumlah
perempuan yang duduk di kursi DPRD relatif rendah,
yaitu 15,91 persen dari 44 kursi. Hal ini mengandung
arti ketimpangan gender masih terjadi dalam berpolitik.
Tahukah Anda? Persentase perempuan yang duduk
dalam kursi DPRD Provinsi Papua
Barat hanya 15,91 persen.
Gambar 2.4 Jumlah Anggota DPRD menurut Jenis Kelamin
Sumber: Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Papua Barat, 2009
0 2 4 6 8
Golkar
Demokrasi …
PDIP
PAN
Bintang KPK
Kedaulatan …
8
4
8
6
5
6
1
2
0
0
1
3
Perempuan Laki-laki
0.440.70
29.42
7.66
61.79
SD SLTP SLTA Diploma Sarjana
Gambar 2.3 Persentase PNS Pemda Provinsi Papua Barat menurut Tingkat Pendidikan 2009
2 PEMERINTAHAN
Persentase Perempuan di DPRD Hanya 15,91 Persen. Dari 44 kursi yang diperebutkan di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Papua Barat tahun 2009, hanya 15,91 persen kursi yang diduduki oleh perempuan.
Sumber: Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Papua Barat, 2009
7 STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010
Dalam proses pembangunan, penduduk
merupakan faktor penting yang harus diperhatikan
karena sumber daya alam yang tersedia tidak akan
mungkin dapat dimanfaatkan tanpa adanya peranan
manusia. Dengan adanya manusia, sumber daya alam
tersebut dapat dikelola untuk memenuhi kebutuhan
hidup bagi diri dan keluarga secara berkelanjutan.
Besarnya peran penduduk tersebut maka pemerintah
dalam menangani masalah kependudukan tidak hanya
memperhatikan pada upaya pengendalian jumlah dan
pertumbuhan penduduk saja tetapi lebih menekankan
kearah perbaikan kualitas sumber daya manusia.
Jumlah penduduk yang besar dapat menjadi
potensi dan mendatangkan manfaat yang besar bila
memiliki kualitas yang baik, namun besarnya jumlah
penduduk tersebut dapat menjadi beban yang akan
sulit untuk diselesaikan bila kualitasnya rendah.
Informasi kependudukan yang baik sangat diperlukan
untuk menunjang kearah pembangunan berkualitas.
Jumlah penduduk Provinsi Papua Barat terus
mengalami perkembangan setiap tahun, namun laju
pertumbuhan penduduknya cenderung mengalami
perlambatan dalam beberapa tahun terakhir. Pada
Sensus Penduduk yang pertama di tahun 1971,
penduduk Provinsi Papua Barat hanya mencapai
221,46 ribu jiwa. Pada Sensus Penduduk terakhir
tahun 2000 (angka sementara SP 2010 adalah
760.855 jiwa) jumlah penduduk Papua Barat
meningkat menjadi 529,69 ribu jiwa. Kemudian di
tahun 2009 penduduk Provinsi Papua Barat meningkat
menjadi 743,86 ribu jiwa.
3
Gambar 3.1 Jumlah Penduduk Papua Barat 1971-2009
Sumber: SP1971, SP 1980, SP 1990, SP 2000, Hasil Proyeksi Supas 2005, BPS
1971 1980 1990 2000 2005 2009
Series1 221.46 283.49 358.51 529.69 688.2 743.9
0
100
200
300
400
500
600
700
800
Pen
du
du
k (r
ibu
)
PENDUDUK
Tahukah Anda? Jumlah penduduk Provinsi Papua
Barat tahun 2009 adalah yang terkecil
di Indonesia (743.860 jiwa), dengan
kontribusi terhadap penduduk
nasional hanya 0,32 Persen.
Jumlah Penduduk Provinsi Papua Barat sebesar 743.860 Jiwa Jumlah penduduk Provinsi Papua Barat tahun 2009 sebesar 743.860 jiwa meningkat dari jumlah
tahun 2008 sebesar 729.962 jiwa. Jumlah penduduk ini adalah yang terkecil di Indonesia dan kontribusinya terhadap penduduk Indonesia hanya 0,32 persen.
8
STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010
Jumlah penduduk di suatu wilayah sangat
dipengaruhi oleh fertilitas, mortalitas dan migrasi/
perpindahan penduduk. Ketiga faktor tersebutlah yang
menentukan tinggi rendahnya pertumbuhan penduduk.
Pertumbuhan penduduk yang disebabkan oleh fertilitas
terutama terkait dengan kemampuan dalam
mengontrol jumlah kelahiran. Bagaimana peranan
program keluarga berencana yang dicanangkan
pemerintah apakah telah berjalan dengan baik
sehingga telah mampu mengontrol angka kelahiran.
Mortalitas terutama terkait dengan angka kematian
bayi (infant mortality rate) dan angka kematian ibu
(maternal mortality rate) yang tinggi. Disamping itu
peran migrasi juga sangat berpengaruh terhadap
pertumbuhan penduduk yang tinggi. Provinsi Papua
Barat sebagai provinsi yang relatif baru menjadi
magnet penarik bagi para pencari kerja karena
kesempatan kerja yang masih terbuka lebar. Daya tarik
lainnya adalah sumber daya alam berlimpah yang
dimiliki oleh provinsi ini belum tereksplorasi dengan
baik untuk dapat dimanfaatkan untuk kepentingan
kemajuan daerah.
Pertumbuhan penduduk Provinsi Papua Barat
termasuk yang tertinggi di Indonesia. Dengan
pertumbuhan penduduk 3,43 persen antara tahun
2000-2009, menjadikan Provinsi Papua Barat berada
pada peringkat ketiga di Indonesia setelah Provinsi
Kepulauan Riau (4,27%) dan Provinsi Riau (3,46%).
Angka pertumbuhan penduduk yang tinggi ini akan
menimbulkan masalah jika tidak dikendalikan. Masalah
yang akan timbul tidak hanya masalah kependudukan
Gambar 3.2 Laju Pertumbuhan Penduduk menurut Kabupaten/Kota Tahun 2000-2009
Sumber: SP2000 dan Hasil Proyeksi Supas 2005
Sumber: Hasil Proyeksi Supas 2005, Susenas 2007-2009
Uraian 2007 2008 2009
Jumlah Penduduk (jiwa) 715999 729962 743860
Pertumbuhan Penduduk (%) 1.98 1.95 1.90
Sex Ratio (%) 109.03 110.44 110.20
Jumlah Rumah Tangga (ruta) 168552 169439 169945
Rata-rata ART (jiwa/ruta) 4.25 4.31 4.38
Penduduk menurut Kelompok Umur (%)
0-14 36.94 32.16 32.29
15-64 61.92 68.33 70.01
65+ 1.13 1.47 1.59
Tabel 3.1 Indikator Kependudukan
0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00
Teluk Bintuni
Sorong Selatan
Sorong
Kota Sorong
Kaimana
Manokwari
Papua Barat
Fakfak
Teluk Wondama
Raja Ampat
PENDUDUK
Tahukah Anda? Provinsi Papua Barat memiliki rata-
rata pertumbuhan penduduk terbesar
ketiga (3,43%) di Indonesia selama
tahun 2000-2009 setelah Provinsi
Kepulauan Riau (4,27%) dan Provinsi
Riau (3,46%) (Statistik Indonesia,
2009).
Laju Pertumbuhan Penduduk Provinsi Papua Barat Terbesar Ketiga. Laju pertumbuhan penduduk Papua Barat tahun 2000-2009 menempati urutan ketiga di Indonesia, yaitu sebesar 3,43 persen. Urutan tersebut dibawah Provinsi Kepulauan Riau (4,27%) dan Provinsi Riau (3,46%).
3
9 STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010
saja, tetapi dapat pula menimbulkan masalah sosial
dan kriminalitas. Perencanaan pembangunan yang
berbasis kependudukan sangat diperlukan untuk
mencegah atau mengatasi permasalahan yang akan
ditimbulkan oleh pertumbuhan penduduk yang sangat
pesat di masa mendatang.
Sebaran penduduk Provinsi Papua Barat menurut
kabupaten/kota dominan di dua daerah yaitu di
Kabupaten Manokwari (24%) dan Kota Sorong (23%).
Kota Sorong yang dahulu masih tergabung dengan
Kabupaten Sorong terkenal sebagai daerah yang kaya
dengan tambang minyak. Oleh sebab itu, daerah ini
menjadi daerah tujuan pencari kerja di Provinsi Papua
Barat. Selain itu, Kota Sorong menjadi pintu gerbang
bagi Provinsi Papua Barat karena terdapat bandar
udara dan pelabuhan kapal besar sebagai pintu masuk
penumpang dan barang dari dan ke Provinsi Papua
Barat. Di lain sisi, Kabupaten Manokwari semakin
padat ketika Papua Barat dimekarkan dari Provinsi
Papua dan Kabupaten Manokwari ditetapkan sebagai
ibukota dan pusat pemerintahan Provinsi Papua Barat.
Sebagai pusat pemerintahan Kabupaten Manokwari
mulai membangun, mulai dari fasilitas pemerintahan,
pendidikan, kesehatan dan infrastruktur lainnya.
Kepadatan penduduk terbesar di Provinsi Papua
Barat berada di Kota Sorong yaitu sekitar 263 jiwa per
Km2 karena Kota Sorong memiliki wilayah terkecil
namun jumlah penduduk terbesar kedua di Provinsi
Papua Barat. Sementara kepadatan penduduk terkecil
adalah di Kabupaten Kaimana dan Kabupaten Teluk
Wondama yaitu 3 jiwa per Km2.
Tahukah Anda? Provinsi Papua Barat memiliki rata-
rata kepadatan penduduk per Kilo
meter persegi terkecil di Indonesia.
Gambar 3.3 Persentase Distribusi Sebaran Penduduk 2009
9%
6% 3%
8%
24%8%
13%
6%
23%
Fakfak
Kaimana
Teluk Wondama
Teluk Bintuni
Manokwari
Sorong Selatan
Sorong
Raja Ampat
Kota Sorong
Sumber: Hasil Proyeksi Supas 2005
Gambar 3.4 Kepadatan Penduduk Provinsi Papua Barat 2009
Sumber: Luas: Permendagri No 6 Thn 2008 Penduduk: Hasil Proyeksi Supas 2005
PENDUDUK
Penduduk Terpadat Papua Barat di Kabupaten Manokwari Kabupaten Manokwari menjadi wilayah terpadat di Provinsi Papua Barat dengan distribusi sebesar
23,77 persen, hanya beda tipis dengan Kota Sorong yang berada pada urutan kedua dengan distribusi sebesar 23,20 persen.
3
10
STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010
Berdasarkan rasio jenis kelamin (sex ratio),
jumlah penduduk Provinsi Papua Barat berjenis
kelamin laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan
jumlah penduduk berjenis kelamin perempuan. Hal ini
terbukti dengan besarnya sex ratio penduduk pada
tahun 2007-2009 yang selalu berada diatas 100
persen. Sex ratio penduduk tahun 2007 sebesar
109,03 persen; tahun 2008 sebesar 110,44 persen;
dan pada tahun 2009 sebesar 110,20 persen.
Penduduk laki-laki di Provinsi Papua Barat yang
lebih banyak dari jumlah penduduk perempuan salah
satunya diduga disebabkan migrasi masuk di Papua
Barat. Umumnya migrasi jarak jauh terjadi pada
penduduk berjenis kelamin laki-laki, dan penduduk
perempuan lazimnya bermigrasi pada jarak dekat
(Teori Migrasi Ravenstein). Disamping itu, faktor angka
kematian ibu (Mathernal Mortality Rate) disaat
malahirkan masih relatif tinggi terjadi di Provinsi Papua
Barat selaras dengan relatif tingginya penolong
kelahiran menggunakan jasa dukun/family/lainnya
yaitu mencapai 39,57 persen (Susenas, 2009).
Struktur dan komposisi penduduk dapat dilihat
dari piramida penduduk menurut kelompok umur di
wilayah tersebut. Dari komposisi sebaran penduduk
menurut kelompok umur tersebut Provinsi Papua Barat
termasuk sebagai struktur penduduk muda. Hal ini
tampak dari bentuk piramida penduduk dimana
penduduk lebih terdistribusi ke dalam kelompok umur
muda atau terjadi pelebaran pada alas piramida
penduduk. Selain itu dilihat dari besarnya median
umur, Provinsi Papua Barat tergolong pada penduduk
Gambar 3.6 Piramida Penduduk Provinsi Papua Barat 2009
Sumber: Hasil Proyeksi Supas 2005-2015
Tahukah Anda? Rasio Jenis Kelamin (sex ratio)
penduduk Provinsi Papua Barat tahun
2009 adalah yang tertinggi ketiga di
Indonesia (110,2%), setelah Provinsi
Riau (111,3%) dan Provinsi Bangka
Belitung (110,7%).
Gambar 3.5 Sex Ratio Provinsi Papua Barat 2009
PENDUDUK
Penduduk Laki-laki 10 Persen Lebih Banyak daripada Perempuan. Berdasarkan Sex Ratio yang mencapai 110,20 persen, terlihat bahwa penduduk laki-laki 10 persen lebih banyak daripada penduduk perempuan. Salah satu penyumbangnya diduga akibat migrasi masuk lebih banyak berasal dari penduduk laki-laki.
3
(60000) (40000) (20000) 0 20000 40000 60000
0-4
10-14
20-24
30-34
40-44
50-54
60-64
70-74
Laki-laki Perempuan
11 STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010
usia muda karena memiliki median umur 19,03 tahun.
Sedangkan kriteria penduduk usia muda adalah bila
median umur di suatu daerah ≤ 20 tahun.
Hal menarik lainnya yang dapat diamati dari
piramida penduduk Provinsi Papua Barat adalah
perkembangan arah pertumbuhan penduduk pada
kelompok umur 0-4 dan 5-9 tahun. Pada penduduk
kelompok umur 0-4 tahun jumlahnya lebih banyak dari
pada penduduk usia yang lebih tua yaitu pada
kelompok umur 5-9 tahun. Implikasi dari fenomena ini
adalah jika pemerintah daerah berhasil dalam
mempertahankan tingkat pertumbuhan yang rendah
atau lebih rendah dibandingkan dengan sebelumnya,
maka seharusnya penduduk pada kelompok umur 5-9
tahun jumlahnya lebih banyak dari pada penduduk
pada penduduk di kelompok umur 0-4 tahun. Saat ini
yang terjadi adalah sebaliknya, ukuran grafik bar pada
piramida penduduk kelompok umur 0-4 lebih panjang
dari kelompok umur 5-9 tahun. Hal ini membuktikan
bahwa pertumbuhan penduduk yang tinggi terutama
dari faktor fertilitas belum mampu terkontrol dengan
baik. Oleh karena itu, laju pertumbuhan penduduk
yang cenderung cepat, salah satunya dipicu oleh
tingkat fertilitas yang tinggi masih terjadi di Provinsi
Papua Barat.
Salah satu implikasi lain dari struktur umur muda
adalah tingkat beban ketergantungan yang tinggi.
Rasio ketergantungan (dependency ratio) digunakan
sebagai indikator yang secara kasar dapat
mengindikasikan keadaan ekonomi suatu daerah
tergolong sebagai daerah maju atau daerah sedang
Tahukah Anda?
Total Fertility Rate (TFR) Provinsi
Papua Barat (2,72) adalah tertinggi
kedua di Indonesia setelah Provinsi
NTT (2,87).
Angka Kematian Bayi/IMR (31,76)
Provinsi Papua Barat berada pada
peringkat keenam di Indonesia.
PENDUDUK
Tahukah Anda? Setiap hari terjadi penambahan sekitar
38 orang di Provinsi Papua Barat
selama tahun 2008-2009.
Perkembangan Fertilitas Perlu Mendapatkan Perhatian Pada kelompok umur 0-4 tahun dan 5-9 tahun dalam piramida penduduk terlihat semakin melebar. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat fertilitas belum mampu dipertahankan dengan baik. Tergambar dalam piramida penduduk bahwa jumlah penduduk pada kelompok umur tersebut semakin tinggi.
Sumber: Image Google
3
12
STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010
berkembang. Dependency ratio merupakan salah satu
indikator demografi yang penting. Semakin tingginya
persentase dependency ratio menunjukkan semakin
tingginya beban yang harus ditanggung penduduk
yang produktif untuk menanggung hidup penduduk
yang belum produktif dan tidak lagi produktif.
Sedangkan persentase dependency ratio yang
semakin rendah menunjukkan semakin rendahnya
beban yang ditanggung penduduk yang produktif untuk
membiayai penduduk yang belum produktif dan tidak
lagi produktif.
Gambar 3.8 memberikan informasi bahwa
persentase penduduk produktif dan non produktif baik
itu secara agregat maupun gender menunjukkan
kecenderungan yang sama. Baik itu penduduk laki-laki
maupun perempuan serta total penduduk
menunjukkan distribusi yang hampir sama.
Besarnya rasio ketergantungan Provinsi Papua
Barat mencapai 48,39 persen. Artinya dari 100 orang
yang masih produktif (15-64 tahun) harus menanggung
beban hidup sekitar 48 orang yang belum produktif (0-
14 tahun) dan tidak produktif (65 tahun keatas).
Sumber: Hasil Proyeksi Supas 2005
Laki-laki Perempuan L+P
30.46 31.76 31.08
67.72 67.02 67.39
1.82 1.22 1.53
0 - 14 15 - 64 65+
Gambar 3.8 Persentase Penduduk menurut Kelompok Umur Produktif dan Non Produktif 2009
Tahukah Anda? Jumlah Penduduk Jawa Barat
(provinsi terpadat di Indonesia) 56
kali lipat jumlah penduduk Papua
B a r a t ( p r o v i n s i t e r j a r a n g
penduduknya di Indonesia).
►► Formulasi Dependency Ratio:
PENDUDUK
3 Sekitar 48 Orang Masih Ditanggung Penduduk Produktif. Dependency ratio Papua Barat sebesar 48,39 persen, srtinya sekitar 48 orang non produktif (usia 0-15 tahun dan 65 tahun keatas) beban hidupnya harus ditanggung oleh penduduk produktif (usia 15-64 tahun).
Laki-laki Perempuan L+P
47.67
49.20
48.39
Sumber: Hasil Proyeksi Supas 2005
Gambar 3.9 Dependency Ratio menurut Jenis Kelamin Provinsi Papua Barat 2009
13 STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010
Situasi ketenagakerjaan Provinsi Papua Barat
2009 ditandai dengan peningkatan penduduk usia
kerja. Sesuai dengan struktur penduduk Provinsi
Papua Barat yang tergolong dalam struktur penduduk
usia muda, maka perkembangan penduduk usia kerja
(15 tahun keatas) akan tumbuh relatif cepat. Penduduk
usia kerja meningkat dari 445.226 orang di tahun 2007
menjadi 514.293 orang di tahun 2009. Diantara
penduduk usia kerja tersebut 42,18 persen berada
pada usia muda 15-29 tahun.
Angkatan kerja tahun 2009 meningkat menjadi
352.385 orang dari 342.382 orang di tahun 2008 dan
296.146 orang di tahun 2007. Pada periode 2008-
2009, peningkatan angkatan kerja diikuti oleh
peningkatan penduduk yang bekerja namun jumlah
penduduk yang menganggur justru mengalami
peningkatan. Jumlah penduduk bekerja meningkat dari
316.117 orang di tahun 2008 menjadi 325.759 orang di
tahun 2009. Sementara jumlah penganggur meningkat
dari 26.189 orang di tahun 2008 menjadi 26.626 orang
di tahun 2009.
Konsep bekerja menggunakan ketentuan The one
hour criterion dari International Labour Organization
(ILO), dimana konsep ini digunakan secara
internasional supaya dapat diperbandingkan antar
wilayah dan antar periode.
Berdasarkan kelompok umur, penduduk yang
bekerja pada usia muda 15-29 tahun sebesar 32,20
persen. Sedangkan menurut jam kerja, sebanyak
68,50 persen memiliki jam kerja normal (35 jam keatas
dalam seminggu).
Tahukah Anda? Jumlah penduduk yang bekerja di
Provinsi Papua Barat adalah yang
terkecil di Indonesia, kontribusinya
terhadap jumlah penduduk yang
bekerja nasional hanya 0,31 persen.
Gambar 4.1 Skema Ketenagakerjaan
Usia Kerja (≥15 tahun)
PENDUDUK
Bukan Usia Kerja
Angkatan Kerja
Pengangguran
Bukan Angkatan Kerja
Sekolah Mengurus rumah Tangga Lainnya Bekerja
Sedang Bekerja
Mencari Pekerjaan
Mempersiapkan Usaha
Putus asa: Merasa Tidak Mungkin Mendapatkan
Pekerjaan
Sudah Mempunyai Pekerjaan Tetapi
Belum Mulai Bekerja
Sementara Tidak Bekerja
Pengangguran Kritis (< 15 Jam)
Setengah Pengangguran (< 15 Jam)
Jam Kerja Normal (≥ 35 Jam)
Setengah Pengangguran (15-34 Jam)
Bekerja adalah kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh
seseorang dengan maksud memperoleh atau membantu
memperoleh pendapatan atau keuntungan, paling sedikit 1
jam (tidak terputus) dalam seminggu yang lalu. Kegiatan
tersebut termasuk pula kegiatan tidak dibayar yang
membantu dalam suatu usaha/kegiatan ekonomi.
4 KETENAGAKERJAAN
Peningkatan Angkatan Kerja Perlu Diwaspadai Peningkatan angkatan kerja seiring dengan pertumbuhan penduduk terutama usia muda perlu
diwaspadai karena lapangan kerja yang tercipta harus seimbang dengan kecepatan pertumbuhan angkatan kerja supaya angka pengangguran dapat ditekan.
14
STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010
Penduduk yang bekerja dengan jam kerja
dibawah 35 jam seminggu biasanya disebut dengan
pengangguran terselubung atau setengah
pengangguran. Di Provinsi Papua Barat sebanyak
29,18 persen penduduk yang bekerja termasuk
kedalam setengah pengangguran. Tingkat setengah
pengangguran mencapai 26,98 persen. Artinya dalam
setiap 100 orang angkatan kerja terdapat sekitar 27
orang yang berstatus setengah pengangguran.
Umumnya setengah pengagguran mempunyai
produktivitas yang rendah, sehingga perlu diwaspadai
dalam melihat jumlah penduduk yang bekerja sebab
dapat terjadi absolut penduduk yang bekerja tinggi
namun ternyata tercakup didalamnya setengah
pengangguran dalam jumlah yang tinggi pula.
Bila dilihat dari latar belakang pendidikan,
persentase penduduk yang bekerja ternyata sebagian
besar berpendidikan rendah. Sebesar 61,12 persen
penduduk yang bekerja berlatar belakang pendidikan
rendah (30,76 persen belum bersekolah/tidak tamat
SD dan 20,36 persen tamat SD). Diantara penduduk
yang bekerja hanya 8,61 persen yang berijazah
diploma dan sarjana.
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) meng-
gambarkan persentase penduduk 15 tahun ke atas
yang termasuk dalam angkatan kerja. TPAK Provinsi
Papua Barat terus mengalami peningkatan dari tahun
2007-2009. TPAK tahun 2009 meningkat menjadi
68,52 persen dari kondisi tahun 2008 dan 2007 (68,15
persen dan 66,52 persen).
Sumber: Sakernas Agustus, 2007-2009
Tabel 4.1 Indikator Ketenagakerjaan 2007-2009
Uraian Satuan 2007 2008 2009
Bekerja orang 268117 316193 325759
Pengangguran orang 28029 26189 26626
Angkatan kerja orang 296146 342382 352385
Penduduk Usia Kerja orang 445226 502400 514293
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)
persen 9.46 7.65 7.56
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK)
persen 66.52 68.15 68.52
Setengah pengangguran orang 82508 105244 95055
Tingkat Setengah Pengangguran (TSP)
persen 27.86 30.74 26.98
Persentase Pekerja Informal
persen 63.48 66.23 67.18
Sumber: Sakernas Agustus, 2009
Gambar 4.2 Penduduk Bekerja menurut Pendidikan 2009
Dibawah SD, 30.76
SD, 20.36SLTP, 16.62
SLTA, 23.66
Diploma /Sarjana, 8.61
4 KETENAGAKERJAAN
Pekerja dengan Pendidikan Rendah Cukup Tinggi. Persentase Penduduk yang bekerja dengan latar belakang pendidikan rendah (belum pernah sekolah/tidak tamat SD dan tamat SD) mencapai 61,12 persen. Sedangkan pekerja yang berijazah Diploma/Sarjana hanya 8,61 persen.
15 STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010
TPAK tertinggi 2009 dicapai oleh Kabupaten
Manokwari yaitu sebesar 79,26 persen. Artinya adalah
dari 100 orang penduduk usia kerja sekitar 79 orang
diantaranya termasuk dalam angkatan kerja.
Sementara TPAK terendah berada di Kabupaten
Fakfak yaitu hanya mencapai 55,78 persen.
Isu ketenagakerjaan yang paling disoroti adalah
masalah pengangguran. Secara ekonomi
pengangguran adalah produk dari ketidakmampuan
pasar kerja dalam menyerap angkatan kerja yang
tersedia. Ketersediaan lapangan kerja yang relatif
terbatas tidak sanggup menyerap ‟para pencari kerja‟
yang senantiasa bertambah setiap tahun seiring
dengan laju pertumbuhan penduduk.
Indikator ini adalah ukuran pasar tenaga kerja
yang paling banyak digunakan di seluruh dunia dalam
mengukur keberhasilan ketenagakerjaan. Sesuai
dengan kesepakatan internasional, pengangguran
didefinisikan sebagai semua penduduk usia kerja yang
pada suatu referensi waktu tidak punya pekerjaan
(without work), sudah mempunyai pekerjaan tetapi
belum mulai bekerja (currently available for work), dan
sedang mencari pekerjaan (seeking for work).
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Provinsi
Papua Barat terus mengalami penurunan sejak tahun
2007. TPT menurun dari 9,46 persen di tahun 2007
menjadi 7,65 persen di tahun 2008, kemudian kembali
mengalami penurunan di tahun 2009 menjadi 7,56
persen. Artinya dalam setiap 100 orang angkatan kerja
terdapat 7-8 orang berstatus pengangguran.
40.00 50.00 60.00 70.00 80.00
Manokwari
Sorong Selatan
Teluk Bintuni
Papua Barat
Sorong
Raja Ampat
Kaimana
Teluk Wondama
Kota Sorong
Fakfak
79.26
77.54
68.67
68.52
66.84
64.77
64.44
62.86
62.44
55.78
Sumber: Sakernas Agustus, 2009
Gambar 4.3 TPAK menurut Kabupaten/Kota 2009
Tahukah Anda? Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)
Provinsi Papua Barat Agustus 2009
(7,56 %) masih lebih rendah dari TPT
nasional (7,87%) pada periode yang
sama.
4 KETENAGAKERJAAN
Tingkat Pengangguran Terbuka Mengalami Penurunan Meskipun jumlah penganggur mengalami peningkatan namun Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)
mengalami penurunan dari 7,65 persen di tahun 2008 menjadi 7,56 persen di tahun 2009.
16
STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010
TPT menurut gender di tahun 2009 tercatat TPT
laki-laki lebih baik dari pada TPT perempuan. TPT laki-
laki sebesar 6,95 persen, sedangkan TPT perempuan
mencapai 8,69 persen. Lebih rendahnya TPT laki-laki
salah satunya diduga karena laki-laki terutama yang
berstatus sebagai kepala rumah tangga memiliki
tanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan anggota
rumah tangganya. Masih lebih tingginya TPT
perempuan menunjukkan masih belum tercapai
kesetaraan gender. Penurunan angka TPT
menunjukkan peningkatan kinerja di bidang
ketenagakerjaan. Semakin rendah angka TPT berarti
daya serap lapangan pekerjaan terhadap pencari kerja
semkain baik.
Capaian TPT Kabupaten Manokwari adalah yang
terendah di Provinsi Papua Barat, yaitu hanya 2,08
persen. Sedangkan TPT yang masih berada diatas 10
persen adalah Kabupaten Fakfak (16,08 persen) dan
Kota Sorong (15,45 persen). Dengan demikian maka
Tingkat Kesempatan Kerja (TKK) di Kabupaten
Manokwari adalah yang tertinggi di Provinsi Papua
Barat, yaitu mencapai 97,92 persen. Artinya dari setiap
100 orang angkatan kerja maka terdapat sekitar 98
penduduk yang bekerja. Sementara TKK Kabupaten
Fakfak memiliki capaian terendah, yaitu hanya sebesar
83,92 persen.
Isu menarik lain terkait dengan pengangguran
adalah tentang pengangguran terdidik dan
pengangguran usia muda. Hal ini tidak saja terjadi di
tingkat nasional saja, namun juga terjadi di beberapa
provinsi di Indonesia termasuk Provinsi Papua Barat.
Tahukah Anda? A d a 2 0 i n d i k a t o r a s p e k
ketenagakerjaan yang diterbitkan
o l e h I n t e r n a t i o n a l L a b o u r Organization (ILO) yang bernama Key Indicators of The Labour Market (KILM).
Gambar 4.4 TPT menurut Kabupaten/Kota 2009
0.00 3.00 6.00 9.00 12.00 15.00 18.00
Fakfak
Kota Sorong
Kaimana
Teluk Bintuni
Papua Barat
Raja Ampat
Teluk Wondama
Sorong
Sorong Selatan
Manokwari
16.08
15.45
9.91
8.91
7.56
5.38
5.22
4.97
3.45
2.08
75 80 85 90 95 100
Fakfak
Kota Sorong
Kaimana
Teluk Bintuni
Papua Barat
Raja Ampat
Teluk Wondama
Sorong
Sorong Selatan
Manokwari
83.92
84.55
90.09
91.09
92.44
94.62
94.78
95.03
96.55
97.92
Gambar 4.5 TKK menurut Kabupaten/Kota 2009
Sumber: Sakernas Agustus, 2009
Sumber: Sakernas Agustus, 2009
4 KETENAGAKERJAAN
TPT Kabupaten Manokwari Terendah TPT Kabupaten Manokwari sebesar 2,08 persen adalah yang terendah di Papua Barat. Sedangkan TPT tertinggi di Kabupaten Fakfak sebesar 16,08 persen.
17 STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010
Latar belakang tingkat pendidikan para
penganggur di Provinsi Papua Barat ternyata adalah
berasal dari penduduk yang berpendidikan tinggi.
Persentase terbesar pengangguran justru pada
pendidikan SLTA keatas (SLTA dan sarjana). Sebesar
68,49 persen pengangguran berasal dari latar
belakang pendidikan tersebut, yaitu 54,12 persen
berpendidikan SLTA dan 14,37 persen berpendidikan
sarjana. Bila ditinjau dari TPT menurut pendidikan,
TPT terdidik (SLTA dan sarjana) mencapai 14,78
persen atau bila dipisahkan maka TPT pendidikan
SLTA mencapai 15,75 persen dan TPT untuk sarjana
mencapai 12,01 persen. Bahkan semakin rendah level
pendidikan angka TPT-nya juga semakin rendah.
Rendahnya TPT pada level pendidikan rendah,
diduga karena penduduk yang berpendidikan ini
terserap pada lapangan pekerjaan di sektor pertanian
di perdesaan. Sementara untuk penduduk yang
berpendidikan tinggi merasa bahwa ekspektasi dengan
pendidikan tinggi lebih memilih-milih pekerjaan
(preferensi pekerjaan) sesuai dengan bidang yang
dipelajari. Tingginya angka pengangguran terdidik
dapat juga disebabkan oleh kurang berkualitasnya
lulusan yang dihasilkan dari lembaga pendidikan yang
ada. Sehingga pasar kerja tidak dapat menyerap para
pencari kerja karena tidak memenuhi kualifikasi
standar yang ditetapkan oleh perusahaan atau pasar
kerja. Kemungkinan lain adalah lulusan yang
dihasilkan sudah jenuh atau melimpah pada jurusan
pendidikan tertentu. Kemungkinan lain yang paling
berbahaya terhadap sustainable development adalah
Gambar 4.6 Persentase Pengangguran menurut Tingkat Pendidikan 2009
Dibawah SD, 6.85
SD, 8.45
SLTP, 16.21
SLTA, 54.12
Diploma /Sarjana, 14.37
Sumber: Olahan Sakernas Agustus, 2009
< SD SD SLTP SLTA Dipl/Sarjana
1.79
3.28
7.38
15.75
12.01
Sumber: Olahan Sakernas Agustus, 2009
Gambar 4.7 TPT menurut Tingkat Pendidikan 2009
TPT SLTA 15,75 persen artinya adalah dari setiap 100 orang
angkatan kerja yang berlatar belakang pendidikan SLTA
sebanyak 15-16 orang diantaranya berstatus pengangguran.
4 KETENAGAKERJAAN
Fenomena Pengangguran Terdidik Terjadi di Papua Barat Persentase pengangguran terdidik mencapai 68,49 persen (54,12 persen SLTA dan 14,37 persen
diploma/sarjana) dengan TPT terdidik sebesar 14,78 persen (15,75 persen SLTA dan 12,01 Diploma/Sarjana)
18
STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010
kurang sinkronnya kebijakan pemerintah pusat dan
pemerintah daerah dalam mengatasi masalah
ketenagakerjaan, terutama penurunan jumlah
pengangguran pada batas yang wajar.
Pengangguran usia muda menjadi fenomena
yang harus dipecahkan oleh pemerintah daerah.
Persentase pengangguran berdasarkan kelompok
umur tercatat dari 26.626 pengangguran sebesar
75,43 persen berada pada usia muda 15-29 tahun
(batas usia kerja di Indonesia 15 tahun keatas) dan
37,21 persen diantaranya berada pada kelompok umur
20-24 tahun.
TPT usia muda sangat tinggi ditunjukkan pada
kelompok umur 15-29 tahun yang mencapai 16,07
persen, yaitu: TPT umur 15-19 tahun sebesar 19,89
persen; TPT umur 20-24 tahun sebesar 19,13 persen;
dan TPT umur 25-29 tahun sebesar 11,20 persen.
Pada kelompok usia tersebut memang terdapat
kemungkinan sedang menjalani masa tunggu (job
search period) sembari mencari pekerjaan setelah
lulus dari pendidikan. Jadi lulusan baru (fresh
graduate) tersebut kemungkinan sedang memulai
mencari pekerjaan bukan karena tidak ada lapangan
pekerjaan, namun dapat pula terjadi karena lapangan
kerja yang terbatas.
Dalam hal ini yang perlu diwaspadai adalah semakin
bertambahnya jumlah pengangguran karena semakin
bertambahnya penduduk yang memasuki usia kerja
yang akan menjadi angkatan kerja baru seiring dengan
pertumbuhan penduduk mengingat piramida penduduk
Papua Barat memiliki struktur penduduk muda.
Gambar 4.8 Pengangguran dan Angkatan Kerja menurut Kelompok Umur 2009
19.89
19.13
11.20
6.57
2.322.761.291.391.76
15 - 19
20 - 24
25 - 29
30 - 34
35 - 39
40 - 44
45 - 49
50 - 54
55 +
Gambar 4.9 TPT menurut Kelompok Umur 2009
Sumber: Olahan Sakernas Agustus, 2009
Sumber: Olahan Sakernas Agustus, 2009
Tahukah Anda? Upah Minimum Provinsi (UMP)
Provinsi Papua Barat adalah yang
terbesar ketiga (Rp. 1.421.814,-)
setelah Provinsi Papua dan NTB
(Kemenakertrans, 2010).
4 KETENAGAKERJAAN
Pengangguran Usia Muda Relatif Tinggi Pengangguran usia menjadi permasalahan yang harus diwaspadai mengingat peningkatan angkatan kerja semakin cepat seiring dengan pertumbuhan penduduk usia muda. Pengangguran usia 15-29 tahun sebesar 75,43 persen, dengan TPT usia 15-29 tahun sebesar 16,07 persen.
19 STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010
Jumlah penduduk bekerja berdasarkan lapangan
pekerjaan utama tahun 2007-2009 selalu didominasi
oleh sektor pertanian. Konttribusi sektor ini selalu
berada diatas 50 persen. Persentase pekerja di sektor
pertanian meningkat dari 55,69 persen di tahun 2007
menjadi 58,79 persen di tahun 2008. Namun di tahun
2009 pekerja di sektor ini menurun menjadi 56,60
persen. Tingginya kontribusi tenaga kerja di sektor
pertanian ternyata tidak memberikan share yang tinggi
terhadap pertumbuhan ekonomi Papua Barat. Dengan
kontribusi 56,60 persen dari total tenaga kerja ternyata
sektor pertanian hanya mampu menyumbangkan 3,36
persen pada pertumbuhan ekonomi Provinsi Papua
Barat. Bandingkan dengan sektor industri dan sektor
konstruksi, dua sektor ini mampu memberikan
kontribusi 11,31 persen dan 13,16 persen terhadap
pertumbuhan ekonomi, meskipun share tenaga kerja
kedua sektor ini hanya 3,74 persen dan 4,77 persen
terhadap total penduduk bekerja. Hal ini membuktikan
bahwa sektor pertanian produktivitasnya masih sangat
rendah dalam perekonomian Papua Barat.
Penduduk bekerja berdasarkan status pekerjaan
utama menunjukkan bahwa status sebagai buruh/
karyawan/pegawai dan berusaha dibantu buruh tetap/
buruh dibayar adalah status pekerjaan yang paling
dominan di tahun 2007-2009. Di tahun 2009, status
pekerjaan sebagai buruh/karyawan/pegawai adalah
yang paling tinggi persentasenya yaitu mencapai 27,03
persen. Sementara pekerja bebas di sektor pertanian
merupakan status pekerjaan dengan persentase
terendah yaitu hanya 0,15 persen.
Tabel 4.2 Persentase Penduduk Bekerja menurut Lapangan Pekerjaan Utama 2007-2009
Lapangan Pekerjaan Utama 2007 2008 2009
Pertanian 55.69 58.79 56.60
Pertambangan dan Penggalian
2.94 3.08 3.02
Industri Pengolahan 3.69 3.59 3.74
Listrik, Gas & Air Bersih 0.48 0.10 0.25
Bangunan 4.35 4.22 4.77
Perdagangan, Hotel dan Restoran
11.94 9.70 10.39
Pengangkutan dan Komunikasi
6.97 5.74 4.82
Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan
0.53 0.84 0.53
Jasa-jasa 13.41 13.94 15.89
Papua Barat 100.00 100.00 100.00
Status Pekerjaan Utama 2007 2008 2009
Berusaha sendiri 13.83 19.25 18.72
Berusaha dibantu buruh tetap/dibayar
26.64 26.46 26.31
Berusaha dibantu buruh tidak tetap/tidak dibayar
1.85 2.39 1.74
Buruh/Karyawan/Pegawai 30.29 25.99 27.03
Pekerja Bebas di Pertanian 0.52 0.95 0.15
Pekerja Bebas di nonpertanian
1.00 1.63 1.71
Pekerja tidak dibayar/keluarga 25.87 23.33 23.00
Papua Barat 100.00 100.00 100.00
Tabel 4.3 Persentase Penduduk Bekerja menurut Status Pekerjaan Utama 2007-2009
Sumber: Sakernas Agustus, 2007-2009
Sumber: Sakernas Agustus, 2007-2009
4 KETENAGAKERJAAN
Pekerja di Sektor Pertanian Masih Dominan Persentase penduduk yang bekerja di sektor pertanian dalam tiga tahun terakhir selalu menjadi
yang terbesar di Papua Barat. Persentasenya di tahun 2009 sebesar 56,60 persen.
20
STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010
Gambaran tentang tidak optimalnya kinerja sektor
pertanian tampak pada pengukuran Elastistas
Kesempatan Kerja (EKK). Pada sektor pertanian
(agriculture) justru mencatat nilai elastisitas yang
negatif, yaitu sebesar -1,08 persen. Hal tersebut
menunjukkan bahwa sektor pertanian inelastis, karena
setiap satu persen pertumbuhan ekonomi disektor
pertanian justru akan mengurangi tingkat kesempatan
kerja sebesar -1,08 persen. Hal tersebut juga dapat
diartikan bahwa sektor pertanian mulai kurang diminati.
Dengan pertumbuhan ekonomi mencapai 6,26
persen dan laju pertumbuhan kesempatan kerja
sebesar 0,10 persen, elastisitas kesempatan kerja
Provinsi Papua Barat hanya mencapai 0,02 persen.
Artinya bahwa setiap kenaikan pertumbuhan ekonomi
satu persen hanya akan menciptakan kesempatan
kerja sebesar 0,02 persen.
Elastisitas kesempatan kerja nasional tahun 2009
mencapai 0,13 persen. Meskipun sama-sama rendah
namun angka EKK nasional masih lebih baik
dibandingkan dengan EKK Papua Barat. Dengan EKK
sebesar 0,13 persen artinya setiap kenaikan satu
persen pertumbuhan ekonomi mampu menciptakan
kesempatan kerja sebesar 0,13 persen.
Persentase pekerja informal di Provinsi Papua
Barat tahun 2007-2009 rata-rata sekitar dua kali lipat
pekerja formal. Pada tahun 2007 pekerja informal
sebesar 63,48 persen. Di tahun 2008 pekerja informal
meningkat menjadi 66,23 persen, selanjutnya di tahun
2009 kembali meningkat menjadi 67,18 persen.
KETENAGAKERJAAAN
Lapangan Pekerjaan Utama
Pertumbuhan Ekonomi (%)
Pertumbuhan Kesempatan
Kerja (%)
Elastisitas Kesempatan
Kerja (%)
Agriculture 3.36 -3.64 -1.08
Manufacture 6.68 7.29 1.09
Services 8.39 4.76 0.57
Papua Barat 6.26 0.10 0.02
Tabel 4.4 Elastisitas Kesempatan Kerja menurut Lapangan Pekerjaan Utama
2007 2008 2009
36.52 33.77 32.82
63.48 66.23 67.18
Formal Informal
Tabel 4.10 Persentase Pekerja Formal dan Informal 2009
Sumber: Sakernas Agustus, 2007-2009
Sumber: Olahan Sakernas Agustus, 2009
Tahukah Anda? Di beberapa negara berkembang
Sektor Informal mampu menyerap
lebih banyak tenaga kerja dan mampu
menjadi pendorong penurunan
kemiskinan.
4 KETENAGAKERJAAAN
KETENAGAKERJAAN
Pekerja di Sektor Informal Dua Kali Lipat di Sektor Formal Pekerja di sektor informal meningkat dari 63,48 persen di tahun 2008 menjadi 67,18 persen di tahun 2009. Persentasenya lebih dari dua kali lipat dibandingkan dengan pekerja di sektor formal.
21 STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010
Situasi capaian pendidikan di Provinsi Papua
Barat dapat diketahui salah satunya dari ketersediaan
fasilitas pendidikan, terutama gedung sekolah dan
ketercukupan jumlah guru.
Jumlah sekolah SD/MI/Sederajat di Provinsi
Papua Barat sebanyak 853 unit, dengan jumlah murid
sebanyak 122.502 siswa dan 4.668 guru. Jumlah
bangunan gedung sekolah SD yang hanya berjumlah
853 unit artinya belum semua desa/kelurahan di Papua
Barat terdapat fasilitas SD karena jumlah desa/
kelurahan seluruhnya mencapai 1.361 buah (1.293
desa/68 kelurahan). Sementara pada level pendidikan
SLTP terdapat 197 sekolah, 2.496 guru, dan 37.616
murid. Secara rata-rata tiap kecamatan di Papua Barat
sudah terbangun sekolah sebab jumlah kecamatan di
Papua Barat sebanyak 154 kecamatan. Namun
kenyataannya tidak semua kecamatan tersebut telah
berdiri sekolah SLTP seperti contohnya di Kabupaten
Teluk Wondama yang tercatat memiliki 13 kecamatan
tetapi hanya memiliki 7 unit SLTP. Sementara itu, pada
jenjang pendidikan SLTA/Sederajat, jumlah sekolah
yang telah berdiri sebanyak 118 unit dengan jumlah
guru sebanyak 2.199 orang dan jumlah murid
sebanyak 29.154 siswa.
Semakin tinggi jenjang pendidikan maka semakin
ringan beban guru, hal ini terlihat dari kondisi rasio
jumlah murid terhadap jumlah guru. Seorang guru di
tingkat pendidikan SD memiliki beban mengajar 26-27
siswa, sedangkan seorang guru SLTP/Sederajat hanya
memiliki beban mengajar sebanyak 15-16 siswa, dan
untuk jenjang SMA/Sederajat seorang guru rata-rata
Tabel 5.1 Indikator Pendidikan 2009
Uraian SD/MI SLTP/MTs SMU/MA/SMK
Jumlah Sekolah 853 197 118
Jumlah Guru 4668 2496 2199
Jumlah Murid 122502 37616 29154
Rasio Murid Sekolah 143.61 190.94 247.07
Rasio Murid Guru 26.24 15.07 13.26
Sumber: Dinas Pendidikan Kab/Kota Provinsi Papua Barat, 2009
Tahukah Anda? Amanat konstitusi amandemen UUD
1945 yang kemudian ditegaskan dalam
UU No. 20 Tahun 2003 pasal 49 ayat
(1 ) menya takan bahwa dana
pendidikan selain gaji pendidik dan
b i a y a p end i d i kan k ed i na san ,
dialokasikan minimal 20 persen dari
APBN pada sektor pendidikan dan
minimal 20 persen dari APBD.
5 PENDIDIKAN
Belum Seluruh Desa/Kelurahan Memiliki Fasilitas Sekolah Dasar Dari sekitar 1.361 desa/kelurahan di Papua Barat, jumlah sekolah SD yang telah berdiri hanya
sebanyak 853 unit sekolah. Artinya belum seluruh desa/kelurahan memiliki Sekolah Dasar.
22
STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010
5 hanya memiliki beban mengajar 13-14 siswa.
Sebaliknya, pada rasio murid terhadap sekolah,
semakin tinggi jenjang pendidikan maka semakin
besar murid yang harus ditampung. Pada jenjang
pendidikan SD rasio jumlah murid terhadap jumlah
sekolah mencapai 143,61, artinya rata-rata setiap
sekolah SD di Papua Barat memiliki jumlah murid
sebanyak 143-144 siswa atau bila setiap sekolah
memiliki 6 kelas maka setiap kelas rata-rata
menampung sebanyak 23-24 siswa. Untuk jenjang
pendidikan SLTP/Sederajat, setiap sekolah memiliki
rata-rata sebanyak 190-191 siswa. Pada jenjang
pendidikan SLTA/Sederajat rasionya mencapai 247,07
artinya rata-rata setiap sekolah SLTA/Sederajat di
Papua Barat harus menampung sekitar 247-248 siswa.
Angka melek huruf di Papua Barat meningkat dari
90,32 persen di tahun 2007 menjadi 92,15 persen di
tahun 2008. Peningkatan kembali terjadi di tahun 2009
menjadi 92,34 persen. Bila dibandingkan secara
gender, dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2009
angka melek huruf laki-laki selalu lebih tinggi dari pada
perempuan. Meskipun keduanya selalu meningkat
namun perbedaannya cukup signifikan. Sebagai
contoh angka melek huruf laki-laki tahun 2009 telah
mencapai 95,57 persen, sedangkan angka melek huruf
perempuan hanya 90,13 persen.
Rata-rata lama sekolah di Provinsi Papua Barat
tahun 2009 baru mencapai 8,01 tahun, lebih baik dari
kondisi tahun sebelumnya yaitu 7,20 tahun (2006);
7,65 tahun (2007); dan 7,67 tahun (2008). Rata-rata
lama sekolah 8,01 tahun artinya rata-rata penduduk
Gambar 5.2 Rata-rata Lama Sekolah 2006-2009
Sumber: Olahan Susenas, 2006-2009
2007 2008 2009
92.69 93.01
95.57
87.86 88.35
90.13
90.32
92.15 92.34
Laki-laki Perempuan Laki-laki+Perempuan
Gambar 5.1 Angka Melek Huruf 2007-2009
Sumber: Olahan Susenas, 2007-2009
PENDIDIKAN
Rata-rata Murid Putus Sekolah di Kelas 3 SLTP Rata-rata lama sekolah di Papua Barat tahun 2009 adalah 8,01 tahun, artinya rata-rata penduduk yang bersekolah hanya mampu menyelesaikan sekolah samapi dengan kelas 2 SLTP atau putus ketika sampai di kelas 3 SLTP.
7.20
7.65 7.67
8.01
2006 2007 2008 2009
23 STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010
Papua Barat hanya bersekolah sampai dengan kelas
dua SLTP atau putus sekolah setelah di kelas tiga
SLTP. Padahal menurut sistem pendidikan nasional
mengisyaratkan pendidikan dasar 9 tahun. Jadi rata-
rata lama sekolah tersebut harus segera diperbaiki,
salah satu caranya adalah memberikan pendidikan
gratis bagi siswa yang tidak mampu agar tidak putus
sekolah ditengah jalan.
Angka Partisipasi Sekolah (APS) digunakan untuk
mengetahui seberapa besar penduduk pada usia
tertentu telah berpartisipasi untuk menempuh
pendidikan melalui sekolah-sekolah yang telah
disediakan oleh pemerintah maupun swasta.
Angka partisipasi sekolah 7-12 tahun 2009 hanya
mencapai 93,35 persen, artinya hanya sebesar 93,35
persen penduduk berusia 7-12 yang bersekolah.
Maknanya masih terdapat sebesar 6,65 persen
penduduk pada usia tersebut yang tidak bersekolah.
Angka partisipasi sekolah semakin menurun searah
dengan semakin tinggi kelompok usia sekolah. Angka
partisipasi sekolah 13-15 tahun menurun menjadi
88,59 persen. Pada kelompok usia sekolah 16-18
tahun angka partisipasi sekolah hanya tinggal 57,96
persen. Sedangkan pada kelompok usia sekolah 19-24
tahun angka partisipasinya semakin rendah, yaitu
hanya mencapai 12,72 persen. Semakin rendahnya
angka partisipasi sekolah tersebut memberikan fakta
bahwa semakin tinggi kelompok usia sekolah maka
semakin tinggi angka putus sekolahnya.
Angka partisipasi Kasar SD tahun 2009 mencapai
117,50 persen, berarti masih banyak murid SD yang
Gambar 5.3 Angka Partisipasi Sekolah (APS) menurut Kelompok Umur 2007-2009
Sumber: Susenas, 2007-2009
92 93 94
07
08
09
92.64
93.18
93.35
7-12
86 87 88 89
07
08
09
87.58
88.75
88.59
13-15
57 57.5 58
07
08
09
57.84
57.53
57.95
16-18
0 30 60 90 120
APK
APM
117.5
91.25
66.29
49.03
62.04
43.55
8.41
6.25PT SLTA SLTP SD
Gambar 5.4 Angka Partisipasi Sekolah (APK) dan Angka Partisipasi Murni (APM) menurut Tingkat Pendidikan 2009
Sumber: Olahan Susenas, 2009
5 PENDIDIKAN
APS Semakin Menurun Searah dengan Tingkat Umur Sekolah Angka Partisipasi Sekolah (APS) berangsur menurun searah dengan tingkat umur sekolah. Di
tahun 2009, APS 7-12 tahun (93,35 %). APS 13-15 tahun (88,59 %), APS 16-18 tahun (57,95 %) dan APS 19-24 tahun (12,72 %).
24
STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010
►►DEFINISI:
Angka Melek Huruf (AMH) adalah Perbandingan
antara jumlah penduduk usia 15 tahun keatas yang
dapat membaca dan menulis dengan jumlah
penduduk usia 15 tahun keatas.
Angka Partisipasi Sekolah (APS) 7-12 tahun
adalah perbandingan antara penduduk usia 7-12
tahun yang masih sekolah terhadap jumlah
penduduk usia 7-12 tahun.
APS 13-15 tahun adalah perbandingan antara
penduduk usia 13-15 tahun yang masih sekolah
terhadap jumlah penduduk usia 13-15 tahun.
APS 16-18 tahun adalah perbandingan antara
penduduk usia 16-18 tahun yang masih sekolah
terhadap jumlah penduduk usia 16-18 tahun.
Angka Partisipasi Kasar (APK) SD adalah
perbandingan antara jumlah penduduk yang sedang
bersekolah SD terhadap jumlah penduduk usia 7-12
tahun
APK SLTP adalah perbandingan antara jumlah
penduduk yang sedang bersekolah SLTP terhadap
jumlah penduduk usia 13-15 tahun
APK SLTA adalah perbandingan antara jumlah
penduduk yang sedang bersekolah SLTA terhadap
jumlah penduduk usia 16-18 tahun
Angka Partisipasi Murni (APM) SD adalah
perbandingan antara jumlah penduduk yang sedang
bersekolah SD usia 7-12 tahun terhadap jumlah
penduduk usia 7-12 tahun
APM SLTP adalah perbandingan antara jumlah
penduduk yang sedang bersekolah SLTP usia 13-15
tahun terhadap jumlah penduduk usia 13-15 tahun
APM SLTA adalah perbandingan antara jumlah
penduduk yang sedang bersekolah SLTA usia 16-18
tahun terhadap jumlah penduduk usia 16-18 tahun
be rada d i l ua r ba tas
kelompok umur 7-12 tahun,
baik itu kurang dari 7 tahun
atau diatas 12 tahun. Diduga
untuk kasus di tanah Papua
lebih banyak penduduk yang
berada d ia tas batas
k e l o m p o k u m u r i n i
bersekolah pada kelompok umur yang lebih rendah.
Angka Partisipasi Murni adalah indikator
menunjukkan persentase penduduk yang tepat
bersekolah pada kelompok umur yang sesuai.
Diketahui bahwa pada tingkat pendidikan SD
persentase penduduk yang bersekolah SD tepat pada
usia sekolah SD sebesar 91,25 persen. Artinya masih
ada 8,75 persen penduduk yang tepat berusia sekolah
SD 7-12 tahun sedang tidak bersekolah.
Pada APM dan APK terlihat bahwa pada jenjang
pendidikan SD memiliki persentase yang tinggi, namun
begitu memasuki jenjang pendidikan SLTP nilai
tersebut anjlok sangat tajam. Hal ini sejalan dengan
rata-rata lama sekolah yang hanya berada pada nilai
8,01 tahun atau rata-rata penduduk putus sekolah
pada jenjang pendidikan SLTP. Nilai APM dan APK
yang menurun sangat tajam juga terjadi pada jenjang
pendidikan perguruan tinggi. APK dan APM perguruan
tinggi hanya sebesar 8,41 persen dan 6,25 persen.
Bandingkan dengan angka APK dan APM SLTA
sebesar 62,04 persen dan 43,55 persen. Hal ini
menunjukkan partisipasi sekolah untuk perguruan
tinggi masih sangat rendah.
5 PENDIDIKAN
APK Sekolah Dasar Lebih dari 100 Persen. APK SD Papua Barat taun 2009 mencapai 117,50 persen, artinya sebesar 17,50 persen penduduk berusia diluar 7-12 tahun bersekolah SD. Diduga banyak anak sekolah SD memiliki umur diatas usia 7-12 tahun.
25 STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010
Angka harapan hidup (AHH) umumnya digunakan
untuk mengukur derajat kesehatan suatu wilayah. AHH
dihitung berdasarkan harapan hidup waktu lahir. AHH
Provinsi Papua Barat terus mengalami peningkatan
dari tahun ke tahun. AHH Provinsi Papua Barat tahun
2008 sebesar 67,90 tahun meningkat 0,3 tahun dari
kondisi tahun sebelumnya sebesar 67,60 tahun. Di
tahun 2009, AHH Papua Barat kembali meningkat 0,3
tahun menjadi 68,20 tahun.
Angka harapan hidup per tahun di Provinsi Papua
Barat tercatat tidak melebihi dari satu tahun dalam satu
periode jangka waktu satu tahun. Hal ini berarti bahwa
kondisi angka kematian bayi (infant mortality rate) di
Provinsi Papua Barat termasuk dalam kategori
Hardrock, artinya dalam waktu satu tahun penurunan
angka kematian bayi yang tajam sulit terjadi. Sehingga
implikasinya adalah angka harapan hidup yang
dihitung berdasarkan harapan hidup waktu lahir
menjadi lambat untuk mengalami kemajuan.
Jumlah rumah sakit di Papua Barat selama 2007-
2008 hanya sebanyak 10 unit, sedangkan di tahun
2009 jumlahnya bertambah menjadi 13 unit.
Berdasarkan kepemilikannya, 6 rumah sakit adalah
milik pemerintah, 4 rumah sakit milik swasta, dan 3
rumah sakit milik TNI. Belum semua kabupaten di
Papua Barat memiliki rumah sakit sendiri. Dari 13
rumah sakit tersebut, enam diantaranya berada di Kota
Sorong dan tiga unit berada di Manokwari. Kabupaten
Raja Ampat, Kabupaten Teluk Bintuni, Kabupaten
Teluk Wondama, Kabupaten Maybrat, dan Kabupaten
Tambrauw justru belum memiliki rumah sakit. Dilihat
Tabel 6.1 Indikator Kesehatan 2007-2009
Sumber: Dinas Kesehatan Provinsi Papua Barat dan Susenas, 2007-2009
Uraian 2007 2008 2009
Angka Harapan Hidup 67.60 67.90 68.20
Jumlah Rumah Sakit 10 10 13
Jumlah Puskesmas 76 94 105
Jumlah Pustu 334 339 339
Jumlah Polindes 217 185 218
Jumlah Puskesmas Keliling 69 93 141
Persentase Penolong Kelahiran dengan Medis (%)
55.99 57.83 60.43
Gambar 6.1 Jumlah Rumah Sakit 2006-2009
2006
2007
2008
2009
444
6
44
44
2
2
23
Pemerintah Swasta TNI
Sumber: Dinas Kesehatan Provinsi Papua Barat, 2009
Tahukah Anda? NCDR / Newly Case Detecting Rate
(sebagai indikator eliminasi) tertinggi
di Indonesia untuk penyakit Kusta
adalah di Provinsi Papua Barat.
6 KESEHATAN
Belum Seluruh Kabupaten di Papua Barat Memiliki Rumah Sakit Dari 11 kabupaten/kota di Papua Barat telah berdiri 13 unit rumah sakit dimana 9 unit diantaranya
hanya berada di Kabupaten Manokwari dan Kota Sorong. Beberapa kabupaten bahkan belum memiliki fasilitas rumah sakit.
26
STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010
dari rasio penduduk terhadap rumah sakit tercatat
Kabupaten Sorong memiliki rasio yang paling besar,
yaitu 1 : 90.970, artinya satu rumah sakit di Kabupaten
Sorong harus melayani sebanyak 90.970 penduduk.
Atau dengan kata lain karena jumlah rumah sakit di
kabupaten tersebut hanya satu, maka satu unit rumah
sakit tersebut harus melayani semua penduduk yang
berada di Kabupaten Sorong.
Fasilitas kesehatan lain seperti puskesmas,
puskesmas pembantu dan polindes sangat diperlukan
untuk menunjang kualitas kesehatan masyarakat
sampai pada level wilayah administrasi desa/
kelurahan. Dari total 154 kecamatan di Papua Barat
ternyata jumlah puskesmas hanya mencapai 105 unit.
Idealnya jumlah puskesmas dalam satu kecamatan
minimal harus ada satu unit puskesmas, namun
kondisi ini belum terpenuhi sehingga belum semua
kecamatan di Papua Barat memiliki fasilitas kesehatan
ini. Begitupun dengan fasilitas puskesmas pembantu
dan polindes, jumlahnya belum setara dengan jumlah
kelurahan/desa di Papua Barat yang mencapai 1.361
desa/kelurahan (1293 desa dan 68 kelurahan),
padahal jumlah puskesmas pembantu hanya 339 unit
dan polindes 218 unit.
Ketersediaan tenaga kesehatan juga merupakan
kebutuhan yang bersifat urgen selain fasilitas sarana
kesehatan. Jumlah tenaga kesehatan, khususnya
tenaga dokter sangat minim jumlahnya. Untuk
melayani seluruh penduduk Papua Barat, jumlah
dokter yang tersedia hanya 148 orang, yang terdiri dari
21 dokter ahli atau spesialis, 108 dokter umum, dan 19
Tabel 6.2 Jumlah Dokter menurut Jenisnya dan Rasio Penduduk terhadap Dokter 2009
Sumber: Dinas Kesehatan Provinsi Papua Barat, 2009
Kabupaten/Kota Dokter
Jumlah Rasio
Penduduk per Dokter Spesialis Umum Gigi
Fakfak 3 27 3 33 2064
Kaimana - 4 2 6 7135
Teluk Wondama - 4 - 4 5892
Teluk Bintuni - 5 2 7 7972
Manokwari 7 32 7 46 3845
Sorong Selatan - 9 1 10 6258
Sorong 4 5 - 9 11079
Raja Ampat - 12 1 13 3220
Kota Sorong 7 10 3 20 8628
Papua Barat 21 108 19 148 5026
Gambar 6.2 Jumlah Rumah Sakit dan Rasio Penduduk terhadap Rumah Sakit per 10.000 penduduk Tahun 2009
Sumber: Dinas Kesehatan Provinsi Papua Barat (jumlah rumah sakit), 2009
6
Tahukah Anda? Hampir sepertiga kecamatan di
Provinsi Papua Barat tidak memiliki
fasilitas Pusat Kesehatan Masyarakat
(Puskesmas)
KESEHATAN
Rata-rata Seorang Dokter Melayani 5.026 Orang. Seorang dokter di Papua Barat rata-rata harus melayani sekitar 5.026 orang karena jumlah penduduk mencapai 743.860 orang sedangkan jumlah dokter hanya 148 orang.
27 STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010
dokter gigi. Artinya, rasio beban kerja seorang dokter
di Papua Barat harus melayani sekitar 5.026 orang.
Rasio penduduk terhadap dokter yang paling kritis
terjadi di Kabupaten Sorong. Di daerah ini satu orang
dokter harus melayani sampai 11.079 orang. Namun
masyarakat Kabupaten Sorong yang berdekatan
wilayahnya dengan Kota Sorong sebagian juga
memanfaatkan jasa kesehatan dari rumah sakit yang
berada di Kota Sorong. Sementara itu Kabupaten
Fakfak memiliki rasio penduduk terhadap dokter
terkecil dibandingkan dengan kabupaten/kota lainnya,
yaitu seorang dokter melayani sekitar 2.064 orang.
Diantara kabupaten di Papua Barat bahkan ada yang
tidak memiliki dokter spesialis dan dokter gigi, seperti
di Kabupaten Teluk Wondama.
Persentase penolong kelahiran akhir balita di
Papua Barat yang ditolong oleh bukan tenaga medis
(dukun, family, dan lainnya) di tahun 2009 mencapai
39,57 persen. Kondisi ini masih lebih baik
dibandingkan dengan tahun 2008 yang mencapai
43,71 persen. Tingginya persentase penolong
kelahiran selain tenaga medis (dokter, bidan, dan
tenaga medis lainnya) diduga menjadi salah satu
penyebab tingginya IMR di Provinsi Papua Barat.
Status gizi buruk pada balita di Papua Barat tahun
2007 tercatat mencapai 6,8 persen, sedangkan gizi
kurang mencapai 16,4 persen. Angka ini masih diatas
angka nasional yang hanya mencapai 5,4 persen dan
13,0 persen. Sementara status gizi normal dan lebih
sebesar 76,9 persen atau masih berada dibawah
angka nasional yang mencapai 81,5 persen.
Gambar 6.3 Persentase Penolong Kelahiran Akhir Balita Provinsi Papua Barat 2008-2009
Gambar 6.4 Persentase Status Gizi Balita Provinsi Papua Barat dan Nasional 2007
Sumber: Riset Kesehatan Dasar 2007, Departemen Kesehatan RI, 2007
Sumber: Susenas, 2009
Gizi Buruk Gizi Kurang Gizi Normal Gizi Lebih
6.8
16.4
74.2
2.75.4
13.0
77.2
4.3
Papua Barat Nasional
0 10 20 30 40 50
Dokter
Bidan
Tenaga Medis Lain
Dukun
Famili Lain
Lainnya
12.25
42.53
5.65
27.26
11.2
1.11
7.74
45.95
2.6
25.39
17.25
1.07 2008 2009
Tahukah Anda? Salah satu tujuan dari MDGs adalah
menurunkan angka kematian anak.
KESEHATAN
Penolong Kelahiran Dibantu Bukan Tenaga Medis Relatif Tinggi Persentase penolong kelahiran terakhir dibantu selain tenaga medis (dokter, bidan, dan tenaga
medis lainnya) mencapai 39,57 persen. Diantara penolong kelahiran tersebut peran dukun mencapai 27,26 persen.
6
28
STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010
Gambar 6.5 Peringkat Empat Besar AMI Tertinggi di Indonesia Tahun 2008
Sumber: Kementrian Kesehatan RI, 2008
Tujuan Pembangunan Milenium (Millenium
Development Goals/MDGs) dalam tujuan nomor enam
disebutkan memerangi HIV/AIDS, malaria dan penyakit
menular lainnya sampai dengan target yang ditetapkan
pada tahun 2015. HIV/AIDS dan Malaria merupakan
ancaman serius di tanah Papua. Provinsi Papua
memiliki angka prevalensi HIV/AIDS tertinggi di
Indonesia, sedangkan insiden malaria (AMI) tertinggi di
Indonesia adalah di Provinsi Papua Barat (2008).
Jumlah kumulatif penderita AIDS di Papua Barat
tidak sebanyak di Papua, jumlahnya pada kondisi
Desember 2009 tercatat hanya 58 orang dengan
jumlah meninggal sebanyak 19 orang, dengan angka
prevalensi 10,24 orang per 100.000 penduduk.
Jumlah penderita Malaria di Provinsi Papua Barat
tahun 2006 sebesar 138.901 orang, selanjutnya pada
tahun 2007 mengalami peningkatan menjadi 242.722
orang. Namun pada tahun 2009 jumlah penderita
malaria kembali menurun menjadi 117.466 orang.
Bila dilihat dari sisi Angka Kejadian Malaria
(Annual Malaria Incident / AMI), Papua Barat selalu
menempati peringkat pertama di Indonesia. AMI di
Papua Barat tahun 2006-2008 adalah sebesar 198,02;
346,04; dan 167,46 orang per 1.000 penduduk.
Pada tahun 2009, ada enam provinsi yang
termasuk daerah endemi tinggi malaria, yaitu Maluku,
Maluku Utara, Papua, Sumatera Utara (Kabupaten
Nias dan Nias Selatan), Nusa Tenggara Timur
termasuk Papua Barat. Daerah endemis tinggi terjadi
apabila nilai AMI mencapai 50 per 1000 penduduk.
HIV/AIDS dan Malaria
0
30
60
90
120
150
180
Papua Barat NTT Papua Maluku Utara
167.47
104.1
84.74
51.42
TUJUAN MDGs:
1. Menanggulangi Kemiskinan dan kelaparan.
2. Mencapai pendidikan dasar untuk semua.
3. Mendorong kesetaraan gender dan Pemberdayaan
perempuan.
4. Menurunkan Kematian Anak.
5. Meningkatkan Kesehatan ibu.
6. Memerangi HIV/AIDS, malaria, dan penyakit
menular lainnya.
7. Memastikan kelestarian lingkungan hidup.
8. Membangun kemitraan global untuk pembangunan.
Tahukah Anda?
Malaria adalah penyakit menular
nomor enam terbanyak yang
menyebabkan kematian.
Provinsi Papua Barat memiliki AMI
(Annual Malaria Incidence) tertinggi
di Indonesia (167,47 per 1000
orang (Kemenkes, 2008)
6 KESEHATAN
Provinsi Papua Barat Daerah Endemik Malaria Provinsi Papua Barat menjadi salah satu daerah endemik Malaria. AMI (Annual Malaria Incidence) Papua Barat adalah yang tertinggi di Indonesia dimana mencapai 167,46 per 1000 orang.
29 STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010
Perumahan atau tempat tinggal yang layak
merupakan salah satu kebutuhan dasar hidup
manusia. Rumah dikategorikan sebagai kebutuhan
dasar karena pengaruhnya sangat krusial bagi
kelangsungan hidup seseorang. Salah satu indikator
untuk penghitungan garis kemiskinan adalah
kebutuhan dasar akan tempat tinggal.
Rumah dikatakan tidak layak huni jika memenuhi
kriteria: (1) Luas lantai per kapita < 4 m2 untuk
perkotaan dan < 10 m2 untuk perdesaan; (2) Jenis atap
rumah terbuat dari daun atau lainnya; (3) Jenis dinding
rumah terbuat dari bambu atau lainnya; (4) Jenis lantai
tanah; (5) Tidak memiliki fasilitas buang air besar (WC)
sendiri; (6) Sumber penerangan bukan listrik; dan (7)
Jarak sumber air minum utama ke tempat
pembuangan tinja kurang dari 10 meter.
Secara umum kondisi perumahan tahun 2009 di
Provinsi Papua Barat mengalami perbaikan kualitas
dibandingkan tahun 2008. Pada tahun 2009, rumah
tangga yang telah memiliki rumah dengan status milik
sendiri baru mencapai 67,71 persen, atau membaik
dari kondisi tahun 2008 yang hanya sebesar 59,01
persen. Sedangkan untuk status sewa 7,28 persen,
kontrak 1,55 persen, dan lainnya (dinas, bebas sewa,
milik family, lainnya) 23,46 persen.
Kondisi perumahan juga mengalami perbaikan
kualitas dilihat dari sisi luas lantai. Di tahun 2008
rumah tangga yang memiliki luas lantai kurang dari 10
m2 sebesar 2,96 persen, di tahun 2009 hanya tinggal
0,36 persen saja. Dilihat dari sisi jenis lantai terluas,
rumah tangga yang berlantai jenis tanah berkurang
Tabel 7.1 Indikator Perumahan dan Lingkungan 2008-2009
Sumber: Susenas, 2008-2009
Uraian 2008 2009
Kepemilikan Rumah (%) Milik Sendiri 59.01 67.71
Kontrak 3.18 1.55
Sewa 13.77 7.28
Lainnya 24.04 23.46
Luas Lantai (%)
< 10 2.96 0.36
≥ 10 97.04 99.64
Jenis Lantai Terluas (%)
Bukan Tanah 91.08 91.60
Tanah 8.92 8.40
Jenis Dinding Terluas (%)
Tembok 51.34 52.27
Kayu 43.51 43.34
Bambu 1.02 1.32
Lainnya 4.14 3.07
Jenis Atap Terluas (%)
Beton 2.02 1.24
Genteng 1.31 1.96
Kayu Sirap 0.44 0.39
Seng 87.03 85.29
Ijuk/Rumbia 6.82 6.4
Lainnya 2.38 4.72
7 PERUMAHAN DAN LINGKUNGAN
Secara Umum Kualitas Perumahan Mengalami Perbaikan Beberapa indikator perumahan mengalami perbaikan kondisi diantaranya luas lantai ≥ 10 m2
menjadi 99,64 persen, jenis lantai terluas bukan tanah bertambah menjadi 91,60 persen,
Rumah Kaki Seribu (salah satu rumah adat di tanah Papua) Sumber: Image Google
30
STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010
0
10
20
30
40
50
Sendiri Bersama Umum Tidak Ada
46.65
23.95
18.61
10.79
Gambar 7.1 Persentase Rumah Tangga menurut Penggunaan Air Bersih 2009
Sumber: Susenas, 2009
Gambar 7.2 Persentase Rumah Tangga menurut
Sumber: Susenas, 2009
PERUMAHAN DAN LINGKUNGAN
menjadi 8,40 persen dibandingkan dengan kondisi
tahun 2008 yaitu sebesar 8,92 persen. Jumlah rumah
tangga dengan dinding terluas dari tembok mengalami
peningkatan dari 51,34 persen di tahun 2008 menjadi
52,27 persen di tahun 2009. Meskipun dinding terluas
dari jenis bambu mengalami peningkatan tipis dari 1,02
persen menjadi 1,32 persen, namun setidaknya
dinding dengan jenis lainnya mengalami penurunan
persentase dari 4,14 persen menjadi 3,07 persen.
Penggunaan atap seng paling banyak digunakan
di Papua Barat, yaitu mencapai 87,03 persen di tahun
2008 dan 85,29 persen di tahun 2009. Penggunaan
bahan jenis ijuk/rumbia mengalami penurunan
persentase dari 6,82 persen menjadi 6,40 persen. Atap
jenis ini sudah mulai ditinggalkan karena bahan seng
semakin mudah diperoleh. Disamping itu, pemerintah
daerah memberikan rumah bantuan sosial yang lebih
layak huni bagi penduduk miskin terutama yang tinggal
di pedalaman.
Persentase terbesar rumah tangga pengguna air
bersih memiliki sendiri fasilitas ini, yaitu sebesar 46,65
persen dari total rumah tangga. Sementara 23,95
persen menggunakan air bersih secara bersama dan
18,61 persen masih menggunakan fasilitas umum
untuk memperoleh air bersih. Sedangkan 10,79 persen
rumah tangga bahkan tidak terdapat akses terhadap
air bersih.
Salah satu indikator rumah layak huni adalah
memiliki fasilitas tempat buang air besar (WC) sendiri.
Kondisi ini terkait dengan kebersihan lingkungan
perumahan. Sebanyak 59,49 persen rumah tangga di
Sepuluh Persen Rumah Tangga Tidak memiliki Fasilitas Air Bersih Belum semua rumah tangga di Papua Barat memiliki fasilitas air bersih sendiri, masih ada sekitar 10,79 persen yang tidak memiliki fasilitas air bersih, 18,61 persen menggunakan failitas umum dan 23,90 persen menggunakan fasilitas air bersih bersama.
7
59.49 12.37
10.98
17.16
Sendiri Bersama Umum Tidak ada
31 STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010
Papua Barat telah memiliki tempat pembuangan air
besar sendiri; 12,37 persen menggunakan fasilitas
buang air besar bersama; 10,98 persen masih
menggunakan tempat buang air besar umum; dan
17,16 persen bahkan tidak memiliki fasilitas
pembuangan air besar.
Penggunaan bahan bakar untuk memasak
sebagian besar rumah tangga di Papua Barat
menggunakan kayu bakar, yaitu sebesar 55,25 persen.
Penggunaan kayu bakar terutama pada rumah tangga
di pedesaan. Sedangkan pengguna minyak tanah
sebesar 41,25 persen terutama untuk masyarakat di
perkotaan. Penggunaan bahan bakar gas masih
sangat jarang digunakan. Selain harganya mahal, jenis
bahan bakar ini tersedia dalam jumlah yang terbatas,
hanya dijual di kota-kota besar seperti Kota Sorong,
Kabupaten Fakfak, dan Kabupaten Manokwari.
Penggunaan sumber penerangan rumah tangga
di Provinsi Papua Barat hanya 57,67 persen yang
menggunakan listrik PLN. Belum seluruh desa di
Papua Barat teraliri listrik dan belum seluruh
kabupaten mendapatkan pasokan listrik 24 jam dalam
sehari. Masyarakat yang tidak teraliri listrik penuh 24
jam biasanya menggunakan listrik non PLN seperti
genset untuk memenuhi kebutuhan akan energi listrik.
Untuk desa-desa yang tidak teraliri listrik terutama di
daerah yang jauh dari ibukota kabupaten umumnya
menggunakan pelita/sentir/obor. Persentase rumah
tangga yang menggunakan jenis penerangan tersebut
mencapai 27,21 persen.
Gambar 7.4 Persentase Rumah Tangga menurut Sumber Penerangan 2009
Gambar 7.3 Persentase Rumah Tangga menurut Bahan Bakar Memasak 2009
Sumber: Susenas, 2009
57.67
11.31
3.06
27.21
0.74
PLN Non PLN Petromak/ aladin Pelita/sentir/ oborPelita/sentir/ obor Lainnya
Sumber: Susenas, 2009
3.04
41.25
55.25
0.240.23
Gas/LPGGas/LPG Minyak TanahMinyak Tanah Kayu BakarKayu Bakar Arang/BriketArang/Briket Lainnya
PERUMAHAN DAN LINGKUNGAN
Kayu Bakar Masih Menjadi Bahan Bakar Utama Rumah Tangga Bahan bakar utama 55,25 persen rumah tangga menggunakan kayu bakar untuk memasak.
Sedangkan 41,25 persen rumah tangga menggunakan bahan bakar minyak tanah. Penggunaan gas/LPG masih menjadi hal langka di Papua Barat, pemakainnya hanya 3,04 persen.
7
32
STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010
Komponen IPM Maksimum Minimum Keterangan
(1) (2) (3) (4)
Angka Harapan Hidup 85 25 Standar UNDP
Angka Melek Huruf 100 0 Standar UNDP
Rata-rata Lama
Sekolah 15 0
UNDP menggunakan Combined
Gross Enrollment Ratio
Daya Beli 732.720a 300.000 UNDP menggunakan PDB riil per
kapita yang telah disesuaikan 360.000b
a) Perkiraan maksimum pada akhir PJP II tahun 2018
b) Penyesuaian garis kemiskinan lama dengan garis kemiskinan yang baru
Pengukuran kinerja pembangunan seringkali
identik dengan nominal PDRB dan pertumbuhan
ekonomi yang tinggi. Padahal asumsi tersebut tidak
selamanya efektif. Pertumbuhan ekonomi tinggi namun
tidak berkualitas kadang gagal dalam mengentaskan
kemiskinan dan menekan angka pengangguran.
Apalagi tanpa disertai dengan pemerataan distribusi
pendapatan masyarakat. Diperlukan sebuah parameter
lainnya yang bersama-sama dapat digunakan sebagai
alat ukur keberhasilan pembangunan. Paradigma baru
muncul untuk mengukur pembangunan dari sisi
manusia atau dikenal dengan indeks pembangunan
manusia (IPM).
IPM adalah indeks komposit yang terbentuk atas
empat komponen indikator, yaitu angka harapan hidup,
angka melek huruf, rata-rata lama sekolah, dan
kemampuan daya beli/purchasing power parity (PPP).
Indikator angka harapan hidup merefleksikan dimensi
hidup sehat dan umur panjang. Indikator angka melek
huruf dan rata-rata lama sekolah merepresentasikan
output dari dimensi pendidikan. Indikator kemampuan
daya beli untuk menjelaskan dimensi hidup layak.
IPM Provinsi Papua Barat selalu meningkat setiap
tahun. Di tahun 2009 IPM meningkat menjadi 68,58
persen dibandingkan tahun 2007 dan 2008 sebesar
67,28 persen dan 67,95 persen. Dalam klasifikasi
UNDP capaian IPM Papua Barat termasuk ke dalam
golongan menengah (50,00-79,99 persen).
Komponen-komponen penyusun IPM juga terus
mengalami peningkatan. Angka harapan hidup
meningkat lambat 0,3 tahun per tahun dari 2007-2009.
Uraian 2007 2008 2009
IPM 67.28 67.95 68.58
Angka Harapan Hidup (th) 67.60 67.90 68.20
Angka Melek Huruf (%) 90.32 92.15 92.34
Rata-rata Lama Sekolah (th)
7.65 7.67 8.01
Pengeluaran per Kapita Riil Disesuaikan (PPP) (ribu Rp)
592.07 593.13 595.28
Indeks Kesehatan (%) 71.00 71.50 72.00
Indeks Pendidikan (%) 90.32 92.15 92.34
Indeks PPP (%) 51.00 51.13 53.40
Indeks Pengeluaran (%) 53.63 53.88 54.37
Peringkat IPM 30 30 30
Tabel 8.1 Indikator Pembangunan Manusia 2007-2009
FORMULASI PENGHITUNGAN IPM
PEMBANGUNAN MANUSIA
Sumber: Olahan Susenas, 2007-2009
8 Capaian IPM Provinsi Papua Barat Termasuk Kelompok Menengah IPM Provinsi Papua Barat sebesar 68,58 persen berada pada kelompok menengah (50,00-79,99 persen) pada klasifikasi yang ditetapkan oleh UNDP.
33 STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010
Gambar 8.1 IPM menurut Kabupaten/Kota dan Provinsi Papua Barat Tahun 2009 (%)
Sumber: BPS RI, 2009
Pada tahun 2009 angka harapan hidup meningkat
menjadi 68,20 tahun dibandingkan tahun sebelumnya
sebesar 67,90 tahun. Indikator penndidikan yang
diwakili oleh angka melek huruf dan rata-rata lama
sekolah juga mengalami peningkatan. Angka melek
huruf di tahun 2008 sebesar 92,15 persen meningkat
menjadi 92,34 persen di tahun 2009. Sedangkan rata-
rata lama sekolah meningkat menjadi 8,01 tahun
dimana sebelumnya hanya sebesar 7,67 tahun. PPP
Papua Barat 2008-2009 hanya mengalami kenaikan
2,15 ribu rupiah menjadi 595,28 ribu rupiah dengan
indeks sebesar 53,40 persen.
Secara nasional peringkat IPM Papua Barat
berada pada ranking 30 dari 33 provinsi selama tiga
tahun terakhir. Peringkat tersebut masih berada di atas
Provinsi NTT (31), Provinsi NTB (32), dan Provinsi
Papua (33).
IPM tertinggi di Papua Barat selama tiga tahun
terakhir selalu berada di Kota Sorong. Capaiannya di
tahun 2009 sebesar 76,84 persen dan peringkat
secara nasional berada pada ranking ke 30 dari 497
kabupaten/kota yang telah dihitung capaian IPM-nya.
Sementara IPM terendah berada di Kabupaten
Tambrauw dengan capaian hanya sebesar 49,12
persen dan berada pada peringkat 489 secara
nasional.
Reduksi shortfall menunjukkan kecepatan
perkembangan IPM dalam suatu kurun waktu tertentu.
Reduksi shortfall Papua Barat tahun 2008-2009
mencapai 1,95 persen atau melambat dibandingkan
dengan tahun 2007-2008 yang mencapai 2,54 persen.
40 50 60 70 80
Kota Sorong
Fakfak
Kaimana
Papua Barat
Sorong
Manokwari
Sorong Selatan
Teluk Bintuni
Teluk Wondama
Maybrat
Raja Ampat
Tambrauw
76.84
70.80
69.80
68.58
68.16
66.20
66.09
65.65
65.27
64.89
64.08
49.12
0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50
Manokwari
Papua Barat
Fakfak
Kaimana
Raja Ampat
Teluk Wondama
Kota Sorong
Teluk Bintuni
Sorong
Sorong Selatan
2.15
1.95
1.89
1.72
1.40
1.36
1.34
1.05
1.04
0.94
Sumber: BPS RI, 2009
Gambar 8.2 Reduksi Shortfall IPM menurut Kabupaten/Kota dan Provinsi Papua Barat 2009(%)
Tahukah Anda? Peringkat IPM Provinsi Papua Barat
tahun 2009 berada pada posisi ke
30 dari 33 provinsi di Indonesia.
PEMBANGUNAN MANUSIA
8 Peringkat IPM Papua Barat Masih di Papan Bawah Capaian IPM Papua Barat yang hanya 68,58 persen menempatkan provinsi ini berada pada
peringkat 30 nasional. Peringkat tersebut berada di atasProvinsi NTT (31), Provinsi NTB (32), dan Provinsi Papua (33).
34
STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010
Reduksi shortfall tertinggi tahun 2009 dicapai oleh
Kabupaten Manokwari dengan capaian 2,15 persen.
Sejak menjadi ibukota provinsi, Kabupaten Manokwari
menunjukkan performa yang baik dalam
pembangunan.
Metode penghitungan jumlah penduduk miskin
dilakukan dengan pendekatan benchmark garis
kemiskinan. Garis kemiskinan terdiri dari dua
komponen, yaitu garis kemiskinan makanan dan garis
kemiskinan non makanan. Garis kemiskinan adalah
nilai rupiah yang harus dikeluarkan untuk dapat
memenuhi kebutuhan hidup minimumnya, baik itu
kebutuhan dasar makanan maupun non makanan.
Seseorang dikatakan miskin bila berada dibawah garis
kemiskinan. Pendekatan garis kemiskinan makananan
digunakan standar kebutuhan hidup minimum 2100
kilo kalori didasarkan pada konsumsi makanan,
sedangkan garis kemiskinan non makanan untuk
memenuhi kebutuhan dasar bukan makanan seperti
perumahan, pendidikan, kesehatan, pakaian, serta
aneka barang dan jasa.
Berdasarkan metode tersebut diperoleh garis
kemiskinan Provinsi Papua Barat 2010 sebesar Rp
294.727,-. Garis kemiskinan tersebut meningkat dari
Rp 277.416,- pada tahun 2009 atau bertambah Rp
17.311,-. Garis kemiskinan makanan tercatat Rp
237.147,- sedangkan garis kemiskinan nonmakanan
sebesar Rp 57.580,-. Peningkatan garis kemiskinan ini
memberikan peluang untuk terjadinya penambahan
penduduk miskin jika peningkatan tingkat pendapatan
masyarakat tidak mampu mengimbanginya.
Tahukah Anda? Garis Kemiskinan Provinsi Papua
Barat tahun 2009 adalah yang
tertinggi kedua (Rp 304.730) di
Indonesia setelah DKI Jakarta (Rp
316.936).
Gambar 8.3 Ilustrasi Kemiskinan
Uraian 2007 2008 2009 2010
Garis Kemiskinan (GK)
GK Makanan 172145 193930 223538 237147
GK Non Makanan 33853 39641 53878 57580
GK Total 205998 233570 277416 294727
Penduduk Miskin
Jumlah (ribu) 266.80 246.50 256.84 256.25
Persentase (%) 39.31 35.12 35.71 34.88
Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) (%)
12.97 9.18 9.75 10.47
Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) (%)
5.66 3.50 3.57 4.30
Sumber: Olahan Susenas Maret, 2007-2010
Tabel 8.2 Indikator Kemiskinan Papua Barat 2007-2010
8 PEMBANGUNAN MANUSIA
Garis Kemiskinan Papua Barat Meningkat Garis Kemiskinan meningkat menjadi Rp. 294.727,- di tahun 2010 yang terdiri dari Rp. 237.147,- garis kemiskinan makanan dan Rp. 57.580,- garis kemiskinan nonmakanan.
35 STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010
Jumlah penduduk miskin Provinsi Papua Barat
2010 mencapai 256,25 ribu jiwa atau mengalami
penurunan dibandingkan dengan kondisi tahun 2009
yang mencapai 256,84 ribu jiwa atau terjadi
pengurangan penduduk miskin sekitar 590 jiwa.
Persentase penduduk miskin juga mengalami
penurunan dari 35,71 persen di tahun 2009 menjadi
34,88 persen di tahun 2010. Meskipun demikian,
persentase penduduk miskin Papua Barat adalah yang
tertinggi kedua di Indonesia setelah Provinsi Papua.
Jumlah dan persentase kemiskinan di Provinsi
Papua Barat mangalami penurunan, namun Indeks
Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan
Kemiskinan (P2) justru meningkat. Indeks Kedalaman
Kemiskinan meningkat dari 9,75 persen di tahun 2009
menjadi 10,47 persen di tahun 2010. Sedangkan
Indeks Keparahan Kemiskinan juga meningkat dari
3,57 persen menjadi 4,30 persen. Peningkatan kedua
nilai indeks ini dapat dimaknai bahwa kondisi
kemiskinan di Papua Barat menjadi semakin dalam
dan parah. Artinya rata-rata pendapatan penduduk
miskin dengan garis kemiskinan dan ketimpangan
pengeluaran antar penduduk miskin semakin jauh.
Upaya pengentasan kemiskinan perlu
memprioritaskan program-program pembangunan
yang pro penduduk miskin (pro poor policy).
penanggulangan kemiskinan ditujukan untuk
meningkatkan pendapatan penduduk miskin dan
mengurangi pengeluaran kebutuhan dasar penduduk
miskin, misalnya pelayanan pendidikan dan kesehatan
gratis bagi rakyat miskin.
Image: Rumah tangga miskin
►► Formulasi Ukuran Kemiskinan:
Dimana: α = 0,1,2 z = garis kemiskinan yi = rata-rata pengeluaran per kapita sebulan penduduk yang
berada di bawah garis kemiskinan q = banyaknya penduduk yang berada dibawah garis
kemiskinan n = jumlah penduduk α = 0 → Head Count Index (P0) = Persentase Penduduk Miskin α = 1 → Poverty Gap Index (P1) = Indeks Kedalaman
Kemiskinan α = 2 → Poverty Saverity Indeks (P2) = Indeks Keparahan
Kemiskinan
PEMBANGUNAN MANUSIA
8
Tahukah Anda? Persentase penduduk miskin
Provinsi Papua Barat tahun 2009
adalah yang teritnggi kedua
(35,71%) di Indonesia setelah
Provinsi Papua (37,53%).
Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Turun Jumlah penduduk miskin Papua Barat berkurang dari 256,84 ribu orang di tahun 2009 menjadi 256,25 ribu orang di tahun 2010. Persentase penduduk miskin juga mengalami penurunan dari
35,71 persen di tahun 2009 menjadi 24,88 persen di tahun 2010.
36
STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak
selamanya dapat secara langsung mengentaskan
kemiskinan. Pertumbuhan ekonomi tinggi bila tidak
diikuti oleh pemerataan distribusi pendapatan tidak
akan berdampak pada masyarakat bawah karena
sebagian besar pendapatan dikuasai oleh sekelompok
kecil masyarakat „elit‟ sedangkan sebagian masyarakat
lain yang berpendapatan rendah tetap berada dalam
keadaan miskin.
Kemerataan menurut Bank Dunia dikelompokan
kedalam 40 persen pendapatan terbawah, 40 persen
pendapatan menengah, dan 20 persen pendapatan
teratas. Idealnya, setiap kelompok pendapatan
terdistribusi kedalam kumulatif jumlah penduduk pada
kelompok yang sama agar tercapai kemerataan
sempurna. Namun pada kenyataanya kondisi ideal
tersebut sangat sulit terbentuk.
Kondisi kemerataan pendapatan di Provinsi
Papua Barat menunjukkan masih terjadi
ketidakmerataan pendapatan. Secara umum kondisi
yang paling tidak merata adalah pada 40%
pendapatan terbawah dan 20% pendapatan teratas. Di
tahun 2009, pada 40 persen pendapatan terbawah
yang mustinya dinikmati oleh 40 persen penduduk
ternyata 40 persen penduduk hanya menikmati 18,08
persen pendapatan. Keadaan justru terbalik di 20%
pendapatan teratas yang seharusnya dinikmati oleh
20% penduduk. Ternyata 20% penduduk menikmati
41,69 persen pendapatan. Berarti bahwa sekelompok
kecil orang memiliki pendapatan yang tinggi sementara
sebagian besar lain memiliki pendapatan yang rendah.
Uraian 2007 2008 2009
Gini Ratio (%) 0.33 0.36 0.35
Kemerataan Bank Dunia (%):
40 persen pendapatan terbawah
28.29 29.61 18.08
40 persen pendapatan menengah
44.59 43.09 40.23
20 persen pendapatan teratas
27.13 27.30 41.69
Tabel 8.3 Indikator Kemerataan Pendapatan
Gambar 8.4 Kemerataan menurut Bank Dunia Provinsi Papua Barat 2009
Sumber: Olahan Susenas, 2007-2009
Sumber: Olahan Susenas, 2009
►►CATATAN:
Ukuran Kemerataan Bank Dunia: Proporsi jumlah
pendapatan dari 40 persen terbawah:
< 12 persen : ketimpangan tinggi
12-17 persen : ketimpangan sedang
> 17 persen : ketimpangan rendah
PEMBANGUNAN MANUSIA
8 Ketimpangan Pendapatan Masih Terjadi Distribusi pendapatan Papua Barat belum mencapai pemerataan yang ideal. Menurut Kemerataan Bank Dunia, ketimpangan Papua Barat terutama terjadi pada 40 persen pendapatan terbawah dan 20 persen pendapatan teratas.
37 STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010
Pola kemerataan menurut Bank Dunia di Papua
Barat tahun 2007-2008 menunjukkan pola yang hampir
sama. Proporsi pendapatan 40% terbawah, 40%
menengah dan 20% teratas memiliki besaran yang
hampir sama. Kemudian di tahun 2009 terjadi
perubahan yang cukup signifikan pada proporsi jumlah
pendapatan 40% terendah dan 20% teratas. Semula di
tahun 2007 proporsi jumlah pendapatan 40% terendah
sebesar 28,29 persen bergerak kearah yang lebih baik
menuju ke 40% menjadi 29,61 persen. Tetapi di tahun
2009 justru proporsi tersebut mengalami penurunan
hingga menjadi 18,08 persen atau mengalami
ketimpangan distribusi pendapatan yang lebih buruk.
Hal yang sama terjadi pada proporsi jumlah
pendapatan 20% teratas. Semula di tahun 2007 dan
2008 proporsi pendapatan telah mendekati angka 20
persen yaitu sebesar 27,13 persen dan 27,30 persen.
Namun di tahun 2009 proporsinya meningkat signifikan
menjadi 41,69 persen. Situasi ini mengandung makna
sekelompok masyarakat yang jumlahnya relatif kecil
menguasai pendapatan yang besar, sebaliknya
masyarakat miskin yang berpendapatan rendah tetap
berada dalam jurang kemiskinan.
Ukuran ketimpangan pendapatan lainnya adalah
menggunakan koefisien gini (gini ratio). Gini ratio
Provinsi Papua Barat mengalami perbaikan
dibandingkan dengan tahun 2008 yang mencapai 0,36.
Di tahun 2009 nilai gini ratio Papua Barat sebesar
0,35. Berdasarkan pengelompokkannya berarti tingkat
ketimpangan/ketiidakmerataan distribusi pendapatan di
Papua Barat termasuk ke dalam kategori rendah.
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1
Ku
mu
lati
f P
en
dap
atan
Kumulatif Penduduk
Pemerataan Ideal Kurva Lorens
GR = 0.35
Gambar 8.5 Gini Ratio Provinsi Papua Barat 2009
Sumber: Olahan Susenas, 2009
►►DEFINISI
Angka Koefisien Gini adalah ukuran kemerataan
pendapatan yang dihitung berdasarkan kelas
pendapatan. Angka koefisien Gini terletak antara 0
(nol) dan 1 (satu). Nol mencerminkan kemerataan
sempurna dan satu menggambarkan ketidakmerataan
sempurna. Nilai 0,5-0,7 menggambarkan
ketidakmerataan tinggi; 0,36-0,49 ketidakmerataan
sedang; dan 0,20-0,35 mengalami ketidakmerataan
rendah.
PEMBANGUNAN MANUSIA
8
Tahukah Anda? Persentase Penduduk miskin Provinsi
Papua Barat (Maret 2010) adalah
yang tertinggi kedua (34,88%) di
Indonesia, meskipun demikian
kontribusi jumlah penduduk miskin
terhadap penduduk miskin nasional
hanya 0,83 persen.
Gini Ratio Papua Barat 0,35 Persen Gini ratio Papua Barat tahun 2009 sebesar 0,35 persen atau mengalami penurunan dibandingkan tahun 2008 sebesar 0,36 persen. Angka tersebut termasuk dalam kategori rendah, namun hampir
masuk ke dalam zona ketimpangan sedang (0,36 persen).
38
STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010
Sektor pertanian merupakan sektor primer yang
berbasis pada sumber daya alam dimana sebagian
besar produknya digunakan untuk bahan baku sektor
lainnya dan konsumsi rumah tangga. sektor ini
memberikan share utama pada PDRB di Provinsi
Papua Barat, demikian pula dengan jumlah tenaga
kerjanya. Di tahun 2009 kontribusi sektor pertanian
mencapai 24,52 persen dari total PDRB dan
sumbangan tenaga kerjanya mencapai 56,60 persen
dari total penduduk yang bekerja.
Dalam beberapa tahun kontribusi sektor ini
cenderung terus mengalami penurunan, sama halnya
dengan jumlah tenaga kerja. Sektor pertanian dinilai
memiliki produktivitas yang rendah, dengan 56,60
tenaga kerja hanya mampu memberikan sumbangan
sebesar 24,52 persen. Tingkat pendidikan tenaga kerja
sektor ini juga lebih banyak didominasi oleh pekerja
dengan pendidikan rendah. Pertumbuhan ekonomi
yang mampu diberikan oleh sektor pertanian juga
relatif rendah (3,36%) dibandingkan dengan sektor lain
yang digerakkan oleh sumber daya manusia yang lebih
kecil. Sebagai contoh sektor industri pengolahan,
dengan persentase tenaga kerja hanya 3,74 persen
mampu menciptakan pertumbuhan ekonomi 11,31
persen dan sektor konstruksi dengan 4,77 persen
tenaga kerja mampu menciptakan pertumbuhan
ekonomi sebesar 13,16 persen.
Produksi padi (sawah dan ladang) di Papua Barat
tahun 2009 mengalami penurunan dari 39.537 ton
menjadi 36.985 ton. Penurunan ini diduga terjadi
karena terjadi penurunan luas panen dari 11.467 Ha di
Tabel 9.1 Indikator Pertanian
Uraian 2007 2008 2009
Padi Sawah+Ladang
Luas Panen (Ha) 8357 11467 10486
Produksi (Ton) 28204 39537 36985
Produktivitas (Kw/Ha) 33.75 34.48 35.27
Jagung
Luas Panen (Ha) 1518 1070 965
Produksi (Ton) 2429 1711 1584
Produktivitas (Kw/Ha) 16.00 15.99 16.41
Kedelai
Luas Panen (Ha) 1282 1624 1150
Produksi (Ton) 1360 1740 1208
Produktivitas (Kw/Ha) 10.61 10.72 10.5
Ubi Jalar
Luas Panen (Ha) 1874 1524 1044
Produksi (Ton) 18702 15341 10597
Produktivitas (Kw/Ha) 99.8 100.66 101.52
Ubi Kayu
Luas Panen (Ha) 1615 2052 1105
Produksi (Ton) 17833 23071 12228
Produktivitas (Kw/Ha) 110.42 112.43 110.66
Sumber: Diolah dari Survei Pertanian Tanaman Pangan BPS Prov Papua Barat, 2007-2009
26.65 24.92 24.52
55.6958.79
56.60
2007 2008 2009
share PDRB % Tenaga Kerja
Gambar 9.1 Share PDRB Sektor Pertanian dan Persentase Pekerja di Sektor Pertanian 2009
PERTANIAN
9 Luas Panen dan Produksi Padi, Jagung, Kedelai, dan Ubi Menurun Di tahun 2009 luas panen dan poduksi padi, jagung, kedelai, Ubi Kayu dan Ubi Jalar mengalami penurunan. Meskipun demikian produktivitasnya justru mengalami peningkatan, kecuali pada komoditas kedelai dan ubi kayu.
39 STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010
tahun 2008 menjadi 10.486 Ha di tahun 2009.
Sedangkan produktivitasnya justru mengalami
peningkatan dari 34,48 Kw/Ha di tahun 2008 menjadi
35,27 Kw/Ha di tahun 2009. Jika dibandingkan dengan
produktivitas nasional yang mencapai 49,99 Kw/Ha,
produktivitas padi di Provinsi Papua Barat dinilai relatif
rendah. Demikian pula bila dibandingkan dengan rata-
rata produktivitas diluar Pulau Jawa (43,47 Kw/Ha)
bedanya masih cukup jauh.
Produksi dan luas panen tanaman jagung tahun
2007-2009 terus mengalami penurunan. Luas panen
menurun dari 1.518 Ha di tahun 2007 menjadi 965 Ha
di tahun 2009. Sedangkan produksinya mengalami
penurunan dari 2.429 Ton di tahun 2007 menjadi 1.584
Ton di tahun 2009. Penurunan luas panen dan
produksi jagung ternyata tidak serta merta turut
mempengaruhi produktivitas jagung. Di tahun 2008
produktivitasnya memang menurun tipis 0,01 Kw/Ha,
namun di tahun 2009 produktivitasnya justru
bertambah menjadi 16,41 Kw/Ha meskipun terjadi
penurunan luas panen. Produktivitas jagung di Papua
Barat sangat rendah bila dibandingkan dengan
produktivitas nasional (42,37 Kw/Ha), rata-rata
produktivitas di Pulau Jawa (43,44 Kw/Ha), maupun
rata-rata produktivitas di luar Pulau Jawa (41,20 Kw/
Ha). Gap produktivitas padi masih lebih baik
dibandingkan dengan gap produktivitas jagung
terhadap angka nasional maupun di Pulau Jawa
maupun di luar Pulau Jawa.
Komoditas unggulan di subsektor perkebunan
Papua Barat diantaranya adalah Pala, Kelapa sawit,
Gambar 9.2 Luas Area (Ha) dan Produksi (Ton) Tanaman Pala, Kelapa Sawit, dan Kakao Provinsi Papua Barat 2009
Sumber: Dinas Kehutanan dan Perkebunan Provinsi Papua Barat, 2009
9 PERTANIAN
Tahukah Anda? Sentra tanaman padi di Provinsi
Papua Barat adalah Kabupaten
Manokwari. Produksi Padinya
mencapai 68,01 persen dari total
produksi padi Provinsi Papua Barat.
Produksi Kelapa Sawit Tertinggi untuk Tanaman Perkebunan Dengan luas lahan 25.467 Hektar, produksi kelapa sawit Papua Barat mencapai 8.480,65 ton.
Produksi ini adalah yang tertinggi dibandingkan dengan tanaman perkebunan lainnya.
0
5000
10000
15000
20000
25000
30000
Pala Kelapa sawit Kakao
5555
25467
5953
1938
8480.65
3325
Areal Produksi
40
STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010
dan Kakao. Perkebunan kepala sawit berada di
Kabupaten Manokwari, perkebunan kakao terutama di
wilayah Sorong dan Manokwari, sedangkan
perkebunan pala terutama di Kabupaten Fakfak dan
Kabupaten Kaimana.
Produksi pala tahun 2009 mencapai 1.938 ton
dengan luas areal perkebunan seluas 5.555 Ha.
Produksi kelapa sawit mencapai 8.480,65 ton dengan
luar areal perkebunan seluas 25.467 Ha. Sedangkan
perkebunan kakao memiliki areal seluas 5.953 Ha
menghasilkan 3.325 ton kakao.
Dari sisi peternakan, peningkatan yang paling
signifikan adalah pada peternakan babi. Ternak babi
meningkat dari 33.427 ekor di tahun 2007 menjadi
43.678 ekor di tahun 2008. Jumlah tersebut kembali
meningkat di tahun 2009 menjadi 53.706 ekor.
Tingginya peningkatan jumlah ternak babi diduga
terjadi karena tingginya permintaan konsumsi daging
babi. Sedangkan pada ternak sapi dan kambing
meskipun mengalami peningkatan, namun
peningkatannya tidak secepat pada ternak babi.
Nilai produksi perikanan Provinsi Papua Barat
tahun 2009 mencapai 99.952,10 ton. Tiga kabupaten/
kota dengan produksi tertinggi adalah Kota Sorong,
Kabupaten Manokwari, dan Kabupaten Fakfak. Nilai
produksi ketiga kabupaten/kota tersebut masing-
masing 36.786,2 ton; 23.163,8 ton; dan 11.125,0 ton.
Besarnya potensi perikanan dan kelautan yang dimiliki
oleh Papua Barat memungkinkan produksi perikanan
laut tersebut akan semakin bertambah pada tahun-
tahun mendatang.
Gambar 9.3 Populasi Ternak Besar dan Kecil Provinsi Papua Barat 2009 (Ekor)
Sumber: Dinas Pertanian, Peternakan dan Ketahanan Pangan Prov. Papua Brt, 2009
0
2000
4000
6000
8000
10000
12000
Perikanan Laut
Fakfak Kaimana
Teluk Wondama Teluk Bintuni
Manokwari Sorong Selatan
Sorong Raja Ampat
Gambar 9.4 Produksi Perikanan Laut 2009 (Ton)
Sumber: Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Papua Barat, 2009
2007 2008 2009
sapi 34429 35297 36081
Kambing 13223 12259 13786
Babi 33427 43678 53706
PERTANIAN
Populasi Ternak Babi Meningkat Tajam Populasi ternak babi mengalami peningkatan tajam selama dua tahun terakhir. Semula populasinya sebesar 33.427 ekor di tahun 2007 menjadi 53.706 ekor di tahun 2009 atau terjadi peningkatan sebesar 60,67 persen.
9
41 STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010
Besarnya nilai tambah bruto atau PDRB atas
dasar harga berlaku sektor pertambangan dan
penggalian Papua Barat tahun 2009 mencapai
1.926,82 miliar rupiah. Nilai tersebut setara dengan
13,24 persen dari total PDRB Papua Barat yang
mencapai 14.547,73 miliar rupiah.
Kontribusi sektor pertambangan dan penggalian
berangsur mengalami penurunan beberapa tahun
terakhir. Di tahun 2006, kontribusi sektor ini mencapai
17,36 persen. Angka tersebut terus mengalami
penurunan hingga mencapai 13,24 persen di tahun
2009.
Persentase penduduk yang bekerja di sektor
pertambangan dan penggalian di tahun 2006 hanya
sebesar 0,83 persen dari total penduduk bekerja.
Selanjutnya di tahun 2007 dan 2008 berturut-turut
mengalami peningkatan menjadi 2,94 persen dan 3,08
persen. Di tahun 2009 persentase penduduk yang
bekerja di sektor ini mengalami penurunan menjadi
3,02 persen.
Dilihat dari sumbangannya terhadap total PDRB
tahun 2009, produktivitas sektor pertambangan dan
penggalian menempati posisi ketiga setelah sektor
pertanian dan industri pengolahan yang memberikan
share sebesar 24,52 persen dan 24,39 persen.
Produktivitas pekerja di sektor ini dinilai tinggi karena
dengan persentase penduduk yang bekerja hanya 3,02
persen mampu memberikan kontribusi terhadap PDRB
sebesar 13,24 persen. Bandingkan dengan sektor
pertanian yang hanya memberikan share 24,52 persen
tetapi persentase pekerja mencapai 56,60 persen.
Gambar 10.1 Share terhadap PDRB dan Persentase Pekerja di Sektor Pertambangan dan Penggalian 2006-2009
Sumber: BPS Provinsi Papua Barat, 2006-2009
Gambar 10.2 Produtiviatas Pekerja menurut Sektor 2009
Sumber: BPS Provinsi Papua Barat, 2009
17.36
15.9614.79
13.24
0.83
2.94 3.08 3.02
2006 2007 2008 2009
share PDRB % Pekerja
0 50 100 150 200 250 300
Sektor 3
Sektor 8
Sektor 2
Sektor 4
Sektor 5
Sektor 7
PB
Sektor 6
Sektor 9
Sektor 1
10 PERTAMBANGAN DAN ENERGI
Tahukah Anda? LNG Tangguh beserta LNG Arun
(Aceh) dan LNG Bontang (Kaltim)
adalah tiga LNG yang menghasikan
gas alam cair terbesar di Indonesia.
Kontribusi Sektor Pertambangan dan Penggalian Terbesar Ketiga Meskipun kontribusinya cenderung mengalami penurunan, namun sektor pertambangan dan
penggalian menempati peringkat ketiga dalam PDRB menurut lapangan usaha Provinsi Papua Barat tahun 2009. Kontribusinya sebesar 13,24 persen terhadap total PDRB.
42
STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010
Tanah Papua adalah daerah yang kaya akan
sumber daya alam dan bahan tambang. Freeport
adalah salah satu tambang emas terbesar di
Indonesia. Disamping itu, di Kabupaten Teluk Bintuni,
Papua Barat, terdapat sebuah tambang gas alam cair
(Liquid Natural Gas) yang diperkirakan merupakan
tambang LNG terbesar di Indonesia, dikenal dengan
nama LNG Tangguh. LNG Tangguh, LNG Arun (Aceh),
dan LNG Bontang (Kaltim) adalah 3 perusahaan
tambang LNG terbesar yang dimiliki Indonesia. LNG
Tangguh diperkirakan memiliki kandungan gas
sebesar 14,4 Trilyun kaki kubik. LNG Tangguh terbagi
dalam 3 blok eksploitasi gas alam cair, yaitu Blok
Berau, Blok Weriagar, dan Blok Muturi.
Seperti diketahui, Proyek Tangguh memiliki
kontrak jangka panjang untuk memasok 2,6 juta ton
LNG per tahun selama 25 tahun ke terminal
regasifikasi Fujian di China, 1,15 juta ton per tahun
selama 25 tahun kepada K-Power dan Posco di Korea
Selatan, dan kontrak fleksibel untuk memasok hingga
3,7 juta ton per tahun selama 20 tahun ke terminal
regasifikasi LNG Sempra di California, Amerika
Serikat.
Melalui saham kepemilikan dalam kontrak kerja
sama (KKS), BP menjadi pemilik saham terbesar yaitu
37,16% dari LNG Tangguh. Pemegang saham lainnya,
yaitu: MI Berau B.V. (dimiliki Mitsubishi Corporation
dan INPEX Corporation) sebesar 16,30%; CNOOC
Muturi Limited dan CNOOC Wiriagar Overseas Limited
dengan bagian 13,90%; Nippon Oil Exploration
(Berau), Ltd (dimiliki oleh Nippon Oil Exploration Ltd
Kawasan LNG Tangguh, Teluk Bintuni, Papua Barat Sumber: Image Google
Sumber: Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Papua Barat, 2009
LNG Tangguh, Teluk Bintuni, Papua Barat Sumber: Image Google
10 PERTAMBANGAN DAN ENERGI
Tahukah Anda? Kandungan gas alam cair yang
dihasilkan oleh LNG Tangguh
diperkirakan mencapai 14,4 Trilyun
kaki kubik. Atau 326 kali lipat
volume material letusan Gunung
Krakatau (18 miliar m3) tahun
1883.
Kandungan LNG Tangguh 14,4 Trilyun Kaki Kubik LNG Tangguh adalah salah satu perusahaan tambang LNG terbesar di Indonesia. Kandungan LNG didalamnya diperkirakan mencapai 14,4 trilyun kaki kubik.
43 STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010
dan Japan Oil, Gas and Metals National Corporation)
dengan bagian 12,23%; KG Berau/KG Wiriagar
(dimiliki oleh Kanematsu Corporation, Overseas
Petroleum Corporation, anak perusahaan dari Mitsui &
Co., Ltd., dan Japan Oil, Gas and Metals National
Corporation) dengan bagian 10,0%; dan LNG Japan
Corporation (dimiliki oleh Sumitomo Corporation dan
Sojitz Corporation) sebesar 7,35% (Wikipedia.com).
Kondisi penggunaan energi listrik terutama yang
memanfaatkan listrik negara (PLN) masih belum
maksimal. Belum semua kabupaten di Papua Barat
mendapatkan pasokan listrik 24 jam. Seperti
contohnya di Kabupaten Teluk Wondama, Kabupaten
Sorong Selatan dan Kabupaten Teluk Bintuni.
Disamping itu juga tidak semua desa teraliri listrik PLN.
Sulitnya kondisi geografis dan terbatasnya
ketersediaan energi listrik menjadi penyebab belum
meratanya pasokan listrik sampai menjangkau seluruh
kecamatan maupun desa di Papua Barat.
Persentase tertinggi pelanggan PLN adalah untuk
golongan rumah tangga, yaitu mencapai 82,12 persen.
Sebesar 17,88 persen sisanya terbagi untuk golongan
bisnis (12,92%); sosial (3,24%); publik (1,72%); dan
untuk golongan industri (0,02%).
Konsumsi atau penggunaan energi listrik PLN
tertinggi adalah di Kota Sorong, yaitu mencapai
31.804.104 KWh. Sedangkan konsumsi tertinggi kedua
adalah Kabupaten Manokwari yang mencapai
14.480.832 Kwh. Dua daerah ini adalah kabupaten/
kota yang paling padat penduduknya dan paling
banyak pelanggannya.
Sumber: PT PLN (persero) Wilayah Papua, 2009
Sumber: PLN Papua, 2009
Tahukah Anda?
Hari Energi sedunia diperingati setiap
tanggal 28 Maret setiap tahunnya.
3.24
82.12
12.92
0.021.72
Sosial Rumah Tangga Bisnis Industri Publik
Gambar 10.3 Persentase Pelanggan PLN 2009
0 100000 200000 300000 400000
Kota Sorong
Manokwari
Teluk Bintuni
Fakfak
Sorong Selatan
Sorong
Teluk Wondama
Raja Ampat
Kaimana
Ribu
Gambar 10.4 Persentase Penggunaan Listrik PLN 2009 (KWh)
PERTAMBANGAN DAN ENERGI
Belum Seluruh Kabupaten Teraliri Listrik PLN 24 Jam Aliran listrik PLN yang disalurkan ke rumah tangga pelanggan belum seluruhnya dapat
dipergunakan secara penuh 24 jam sehari di seluruh kabupaten. 10
44
STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010
Kontribusi sektor industri pengolahan dalam
perekonomian Papua Barat memilki prospek yang
sangat baik di masa mendatang. Sektor ini terus
mengalami peningkatan share terhadap total PDRB. Di
tahun 2006 share sektor ini hanya 19,47 persen.
Namun di tahun 2009 kontribusinya semakin
meningkat menjadi 24,39 persen. Kontribusi sektor
industri pengolahan menempati posisi kedua dalam
PDRB Papua Barat dibawah sektor pertanian
(24,52%). Nilai agregat PBRD-nya mencapai 3.548,36
miliar rupiah hanya beda tipis dibandingkan dengan
nilai agregat sektor pertanian.
Perbedaan yang tidak terlalu jauh antara sektor
industri pengolahan dan sektor pertanian
memungkinkan untuk terjadi pergeseran posisi. Hal ini
disebabkan oleh semakin menurunnya kinerja sektor
pertanian ditandai dengan semakin menurunnya
kontribusi terhadap total PDRB. Sementara di lain sisi,
sektor industri pengolahan terus mengalami
peningkatan kontribusi terhadap total PDRB.
Bila dilihat dari sisi produktivitasnya, sangat jelas
bahwa sektor pertanian masih tertinggal jauh dengan
sektor industri pengolahan. Bila pada sektor pertanian
dengan 56,60 persen dari total tenaga kerja hanya
mampu memberikan kontribusi 24,52 persen, pada
sektor industri pengolahan hanya dengan 3,74 persen
tenaga kerja mampu memberikan kontribusi sebesar
24,39 persen dari total PDRB Papua Barat. Sektor ini
merupakan sektor yang memiliki produktivitas tertinggi
diantara sektor-sektor lainnya di Provinsi Papua Barat
(lihat gambar 10.2).
11
Sumber: Image Google
Gambar 11.1 Share terhadap PDRB dan Persentase Pekerja di Sektor Industri Pengolahan 2009
INDUSTRI PENGOLAHAN
19.47 20.1122.74
24.39
1.353.69 3.59 3.74
0
5
10
15
20
25
30
2006 2007 2008 2009
share PDRB % Pekerja
Sumber: BPS Provinsi Papua Barat, 2006-2009
Tahukah Anda? Share sektor industri pengolahan
terhadap PDRB Papua Barat adalah
yang terbesar kedua setelah sektor
pertanian dan kontribusinya terus
mengalami peningkatan.
Produktivitas Sektor Industri Pengolahan Tertinggi Industri pengolahan memberikan kontribusi terbesar kedua dalam PDRB Papua Barat (24,39%) setelah sektor pertanian. Namun produktivitasnya merupakan yang tertinggi jauh diatas sektor pertanian.
45 STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010
Menurut Survei Industri Besar Sedang BPS, di
tahun 2008 ada 21 perusahaan industri besar sedang.
industri tersebut hanya terbagi menjadi enam kategori
lapangan usaha menurut KBLI dua digit (lihat box).
Jenis industri terbanyak yaitu industri makanan dan
minuman sebesar 47,62 persen. Industri terbanyak
kedua adalah industri kayu (selain mebeller) yaitu
sebesar 19,05 persen.
Menurut sebarannya, industri besar sedang hanya
terdapat di empat kabupaten/kota, yaitu Kabupaten
Teluk Biintuni (5,92%), Kabupaten Manokwari
(19,05%), Kabupaten Sorong (14,29%), dan Kota
So rong (57 ,14%) . Sed angkan menuru t
kepemilikannya, sebesar 9,52 persen adalah milik
pemerintah pusat; 4,76 persen milik pemerintah
daerah; 61,90 persen milik swasta nasional; 19,05
persen milik swasta nasional dan asing; serta 4,76
persen adalah milik pemerintah pusat dan asing.
Secara umum, tenaga kerja pada sektor industri
besar sedang didominasi oleh pekerja berjenis kelamin
laki-laki, yaitu sebesar 80,65 persen. Pekerja
perempuan hanya sebesar 19,35 persen. Seluruh
kelompok pada perusahaan industri besar sedang
memiliki kondisi serupa, yakni pekerja laki-laki yang
paling dominan.
Sumber: Survei Industri Besar Sedang, 2008
Sumber: Survei IBS, 2008
Gambar 11.2 Persentase Perusahaan Industri Besar Sedang menurut Lapangan Usaha 2008
47.62
19.05 14.29 4.76
4.769.52
15 20 22 23 26 35
►►KODE PERUSAHAAN INDUSTRI MENURUT
LAPANGAN USAHA (KBLI, 2005): 15 : Industri makanan dan minuman
20 : Industri kayu (tidak termasuk mebeller)
22 : Industri penerbitan percetakan, dan reproduksi media
rekam
23 : Industri barang-barang dari batubara, pengilangan
minyak bumi dan pengolahan minyak bumi, barang-
barang dari hasil pengilangan minyak bumi, dan bahan
bakar nuklir
26 : Industri barang galian bukan logam
35 : Industri alat angkutan, selain kendaraan bermotor roda
4 atau lebih
Perusahaan Jumlah Tenaga Kerja
Laki-laki Perempuan Total
15 70.69 29.31 100.00
20 85.81 14.19 100.00
22 71.43 28.57 100.00
35 96.60 3.40 100.00
Lainnya 93.10 6.90 100.00
JUMLAH 80.65 19.35 100.00
Tabel 10.1 Persentase Tenaga Kerja Perusahaan Industri Besar Sedang 2008
►►Catatan:
Industri Pengolahan dibagi kedalam 4 golongan:
1. Industri Besar (tenaga kerja ≥100 orang)
2. Industri Sedang (tenaga kerja 20-99 orang)
3. Industri Kecil (tenaga kerja 5-19 orang)
4. Industri Rumah Tangga (tenaga kerja 1-4 orang)
11 INDUSTRI PENGOLAHAN
Industri Makanan dan Minuman Hampir Setengah dari Total Industri Jumlah industri makanan dan minuman hampir setengah dari seluruh industri pengolahan besar
sedang. Persentasenya mencapai 47,62 persen.
46
STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010
Sektor konstruksi menjadi pemeran penting pada
suatu daerah yang terus melakukan proses
pembangunan terutama pembangunan infrastruktur
seperti di Provinsi Papua Barat. Sebagai provinsi yang
relatif baru di Indonesia Papua Barat sedang giat
membuka akses transportasi untuk membuka
hubungan antar wilayah dan membuka keterisoliran
wilayah-wilayahnya. Disamping itu juga dilakukan
pembangunan sarana-sarana pendidikan, kesehatan,
dan gedung-gedung pemerintahan untuk menunjang
jalannya roda pemerintahan dan pereokonomian
Papua Barat.
Nilai tambah bruto sektor konstruksi Papua Barat
tahun 2009 mencapai 648,21 miliar rupiah. Share
sektor ini terus mengalami peningkatan beberapa
tahun ini. Kontribusinya sebesar 8,00 persen di tahun
2006 meningkat 1,81 persen menjadi 9,81 persen di
tahun 2009. Walaupun bukan sebagai kontributor
utama dalam PDRB Papua Barat namun
pertumbuhannya berada pada peringkat kedua setelah
sektor pengangkutan dan komunikasi. Pertumbuhan
sektor ini cenderung tinggi dari tahun ke tahun.
Meskipun pada tahun 2009 mengalami koreksi menjadi
13,16 persen setelah sebelumnya pertumbuhan di
tahun 2008 sebesar 15,02 persen.
Bila dilihat dari produktivitasnya, sektor ini
termasuk kelompok menengah. Dengan persentase
pekerja sebesar 4,77 persen namun mampu
memberikan kontribusi mencapai 9,81 persen.
Produktivitas sektor ini hampir sama dengan sektor
Listrik, Gas, dan Air bersih (lihat Gambar 10.2).
Sumber: BPS Provinsi Papua Barat, 2009
Sumber: Image Google
Gambar 12.1 Share terhadap PDRB, Pertumbuhan Ekonomi, dan Persentase Pekerja Sektor Kostruksi 2009
12
8.008.62
9.23 9.81
4.46 4.35 4.224.77
13.06 12.97
15.0213.16
2006 2007 2008 2009Share PDRB % Pekerja Pertumbuhan
KONSTRUKSI
Tahukah Anda? Sektor Konstruksi adalah satu-
satunya Lapangan Usaha yang
kontribusinya pada PDRB Papua
Barat selalu mengalami peningkatan
dalam waktu 5 tahun terakhir.
Pertumbuhan Sektor Konstruksi Terbesar Kedua Meskipun mengalami perlambatan dibandingkan dengan tahun 2008, namun pertumbuhan sektor konstruksi merupakan yang terbesar kedua dalam pertumbuhan ekonomi Papua Barat tahun 2009, yaitu sebesar 13,16 persen.
47 STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010
Peranan subsektor perhotelan memang tidak
besar dalam perekonomian Provinsi Papua Barat.
Agregat PDRB sektor ini tahun 2009 hanya sebesar
32,161 miliar rupiah atau hanya sekitar 0,22 persen
dari total PDRB Papua Barat. Meskipun demikian,
subsektor ini cukup menjanjikan. Pertumbuhan
subsektor perhotelan melonjak cukup pesat. Di tahun
2007 pertumbuhan subsektor ini hanya 8,87 persen,
kemudian di tahun 2008 meningkat menjadi 11,61
persen. Di tahun 2009 pertumbuhannya kembali
melonjak menjadi 17,65 persen.
Jumlah hotel di Papua Barat tahun 2009 adalah
73 unit, yang terdiri dari 8 hotel bintang dan 65 hotel
melati. Jumlah ini meningkat dibandingkan dengan
tahun 2008 yang berjumlah 71 unit (8 unit hotel bintang
dan 63 unit hotel melati). Hotel berbintang hanya
tersebar di tiga kabupaten, yaitu Kabupaten Fakfak,
Kabupaten Manokwari dan Kota Sorong. Bahkan di
Kabupaten Sorong tidak berdiri satu unit hotel pun.
Jumlah kamar dan tempat tidur hotel berbintang di
tahun 2008 dan 2009 tidak mengalami perubahan,
tetap dengan jumlah 451 unit dan 725 unit. Sementara
untuk hotel melati justru mengalami pengurangan. Di
tahun 2008 jumlah kamar dan tempat tidur sebesar
1.181 unit dan 1.710 unit menurun menjadi 1.132 unit
dan 1.643 unit di tahun 2009.
Rata-rata lama tamu menginap untuk tamu asing
dan domestik hotel berbintang memiliki pola yang
sama di tahun 2007-2009. Rata-rata lama tamu
menginap mengalami penurunan pada tahun 2008 dan
di tahun 2009 mengalami peningkatan. Rata-rata lama
Sumber: Statistik Perhotelan Provinsi Papua Barat, 2009
Tabel 13.1 Statistik Perhotelan 2007-2009
Uraian 2007 2008 2009
Jumlah Hotel (unit)
Bintang 7 8 8
Melati 68 63 65
Jumlah Kamar (unit)
Bintang 403 451 451
Melati 1162 1181 1132
Jumlah Tempat Tidur (unit)
Bintang 665 725 725
Melati 1803 1710 1643
Rata-rata Lama Tamu Menginap (domestik+asing) (Hari/orang)
Bintang 3.39 2.34 5.34
Melati 3.85 2.79 2.14
Rata-rata Lama Tamu Menginap (asing) (Hari/orang)
Bintang 6.67 6.56 9.69
Melati 2.34 5.9 2.32
Rata-rata Lama Tamu Menginap (domestik) (Hari/orang)
Bintang 3.24 2.08 2.56
Melati 3.85 2.78 2.14
Jumlah Tamu Asing
Bintang 1291 978 1602
Melati 206 155 94
Jumlah Tamu Domestik
Bintang 20129 20612 34124
Melati 41560 25045 18118
13 HOTEL DAN PARIWISATA
Tahukah Anda? Gempa bumi dengan skala 7,6 SR di
Kabupaten Manokwari 4 Januari
2009 lalu merobohkan 3 buah
hotel.
Rata-rata lama Menginap Tamu Asing Lebih Tinggi daripada Domestik Rata-rata lama menginap tamu asing lebih tinggi daripada tamu domestic, baik itu di hotel berbintang
maupun hotel melati. Rata-rata lama menginap tamu asing di hotel berbintang 9,69 hari/orang sedangkan di hotel melati 2,32 hari/orang..
48
STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010
menginap tamu asing dan domestik tahun 2007
sebesar 3,39 hari/orang. Di tahun 2008 angka tersebut
mengalami penurunan menjadi 2,34 hari/orang,
kemudian di tahun 2009 meningkat menjadi 5,34 hari/
orang. Sementara rata-rata lama menginap tamu asing
dan domestik pada hotel melati tahun 2007-2009 justru
terus mengalami penurunan. Berturut-turut nilainya
sebesar 3,85 hari/orang; 2,79 hari/orang; dan 2,14
hari/orang.
Selama tiga tahun terakhir, rata-rata lama
menginap tamu asing hotel berbintang memiliki nilai
yang lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata lama
menginap tamu domestik. Bahkan di tahun 2009
perbedaannya terlihat lebih signifikan. Rata-rata lama
menginap tamu asing tahun 2008 sebesar 6,56 hari/
orang atau mengalami penurunan dibandingkan tahun
2007 yang mencapai 6,67 hari/orang. Rata-rata lama
menginap tamu asing selanjutnya mengalami
peningkatan signifikan menjadi 9,69 hari/orang pada
tahun 2009.
Rata-rata lama menginap tamu domestik
umumnya lebih singkat dari pada tamu asing. Rata-
rata lama menginap tamu domestik tahun 2009 yang
menginap di hotel berbintang hanya 2,56 hari/orang,
sementara untuk hotel melati hanya 2,14 hari/orang.
Jumlah objek wisata di Papua Barat tahun 2009
sebanyak 208 objek. Objek wisata tersebut terdiri dari
96 objek wisata alam, 11 objek wisata tirta/bahari, 98
objek wisata budaya, dan 3 objek wisata argo. Objek
wisata yang telah mendunia saat ini adalah objek
wisata bawah laut di Kepulauan Raja Ampat.
Sumber: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Papua Barat, 2009
Gambar 13.1 Jumlah Objek Wisata di Papua Barat 2009
Alam Tirta/Bahari Budaya Argo
96
11
98
3
Hotel di Manokwari
HOTEL DAN PARIWISATA
Tahukah Anda? Papua Barat memiliki 27 kawasan
konservasi (cagar alam, taman
wisata alam dan suaka marga
satwa) seluas 3,75 juta Hektar.
Objek Wisata Terbanyak adalah Wisata Budaya Dari 208 objek wisata di Papua Barat, sebanyak 98 objek wisata adalah objek wisata budaya. Objek wisata alam berada diurutan kedua sebesar 96 objek wisata. 13
49 STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010
Kawasan Kepulauan Raja Ampat Sumber: Image Google
Kepulauan Raja Ampat merupakan wilayah
Kabupaten Raja Ampat. Kurang lebih ada 610 pulau,
yang berpenghuni hanya sekitar 35 pulau. Ada 4
gugusan pulau terbesar di pulau ini, yaitu Pulau
Misool, Pulau Salawati, Pulau Batanta, dan Pulau
Waigeo. Kawasan ini sangat berpotensi menjadi
daerah wisata, terutama wisata bawah laut. Perairan
Raja Ampat merupakan salah satu dari 10 perairan
terbaik untuk diving site di seluruh dunia. Bahkan
diperkirakan menjadi nomor satu untuk kelengkapan
dan keanekaragaman hayati flora dan fauna bawah
laut saat ini.
Wisata bawah laut Raja Ampat diperkirakan
terdapat lebih dari 540 jenis karang keras (75% dari
total jenis di dunia), lebih dari 1.000 jenis ikan karang,
700 jenis moluska, dan catatan tertinggi bagi
gonodactyloid stomatopod crustaceans. Ini menjadikan
75% spesies karang dunia berada di Raja Ampat. Tak
satupun tempat dengan luas area yang sama memiliki
jumlah spesies karang sebanyak ini.
Terdapat beberapa kawasan terumbu karang
yang masih sangat baik kondisinya dengan persentase
penutupan karang hidup hingga 90%, yaitu di selat
Dampier (selat antara P. Waigeo dan P. Batanta),
Kepulauan Kofiau, Kepualauan Misool Timur Selatan
dan Kepulauan Wayag. Tipe dari terumbu karang di
Raja Ampat umumnya adalah terumbu karang tepi
dengan kontur landai hingga curam. Tetapi ditemukan
juga tipe atol dan tipe gosong atau taka. Di beberapa
Wisata Bawah Laut Raja Ampat
HOTEL DAN PARIWISATA
Kepulauan Raja Ampat Memiliki Keanekaragaman Flora dan Fauna Bawah Laut Terlengkap di dunia
Selain keindahan panorama, Kepulauan Raja Ampat memiliki keanekaragaman flora dan fauna bawah laut terlengkap di dunia. Sekitar 75 persen jenis karang dunia ada disini..
13
50
STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010
tempat seperti di kampung Saondarek, ketika pasang
surut terendah, bisa disaksikan hamparan terumbu
karang tanpa menyelam dan dengan adaptasinya
sendiri, karang tersebut tetap bisa hidup walaupun
berada di udara terbuka dan terkena sinar matahari
langsung.
Spesies unik yang dapat
dinikmati saat menyelam adalah
berbagai jenis kuda laut Katai,
Wobbegong, dan ikan pari.
Uniknya diperairan Raja Ampat
terdapat ikan endemik Raja
Ampat, yaitu Eviota Raja, sejenis ikan gobbie. Selain
itu ada juga jenis ikan Manta Ray yang jinak.
Ada fenomena menarik yang terjadi di perairan
Raja Ampat, namanya Halmahera Edy. Kondisi
perairan di Kepulauan Raja Ampat dipengaruhi oleh
massa air dari Samudra Pasifik Barat dengan adanya
arus yang bergerak dari arah timur menuju timur laut
dan sejajar dengan daratan besar Papua bagian utara.
Ketika sampai di Laut Halmahera yang berada di utara
Raja Ampat, sebagian arus itu bergerak ke selatan dan
menuju Alur Pelayaran Jailolo. Ada juga sebagian kecil
arus yang membelok ke arah Selat Dampier. Sebagian
besar dari arus itu kemudian berbalik arah ke Samudra
Pasifik. Arus inilah yang dinamakan Halmahera Edy
oleh para peneliti. Adanya arus ini membuat perairan
di Raja Ampat menjadi sangat subur. Ditambah lagi,
suhu permukaan air lautnya sekitar 28oC hingga 27oC
di kedalaman tertentu. Cahaya bisa menembus hingga
30-37 meter dengan salinitas yang sangat tinggi.
Wisata Bawah Laut Kepulauan Raja Ampat Sumber: Image Google
Wisata Bawah Laut Kepulauan Raja Ampat Sumber: Image Google
Tahukah Anda? Kepulauan Raja Ampat memiliki
keanekaragaman flora dan fauna
bawah laut terlengkap di dunia.
Bahkan 75% spesies karang dunia
berada di perairan ini.
13 HOTEL DAN PARIWISATA
Fenomena Halmahera Edy Fenomena Halmahera Edy menjadikan perairan Raja Ampat menjadi hangat sehingga menjadi tempat yang subur untuk tempat berkembang biak berbagai flora dan fauna bawah laut yang Indah di Kepulauan Raja Ampat.
51 STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010
14 Sektor transportasi/angkutan dan komunikasi
termasuk ke dalam sektor tersier bersama sektor
perdagangan, hotel, dan restoran; keuangan,
persewaan, dan jasa perusahaan; serta sektor jasa-
jasa. Peran sektor ini dalam perekonomian belum
memberikan kontribusi yang besar, nilai agregat PDRB
atas dasar harga berlakunya sebesar 1.059,22 miliar
rupiah. Kontribusinya pada PDRB Papua Barat selama
empat tahun terakhir hanya pada kisaran 6-7 persen
saja. Share sektor ini di tahun 2009 hanya 7,28
persen. Masih lebih rendah di bandingkan sektor
perdagangan, hotel, dan restoran (9,99%); dan sektor
jasa-jasa (7,86%) yang sama-sama berada di sektor
tersier.
Bila dilihat dari sisi pertumbuhan ekonominya, di
tahun 2009, sektor transportasi dan komunikasi
memiliki angka pertumbuhan yang paling tinggi
terhadap tahun 2008 dibandingkan dengan sektor-
sektor lainnya. Sektor ini tumbuh 15,98 persen
terhadap tahun 2008, setelah sebelumnya di tahun
2007 dan 2008 mengalami perlambatan. Sementara
dibandingkan sesama sektor tersier, pertumbuhan
sektor ini berbeda signifikan. Ketiga sektor lain yang
tergolong dalam sektor tersier paling tinggi tumbuh
tidak lebih dari 7 persen di tahun 2008-2009.
Dilihat dari produktivitasnya, sektor transportasi
dan komunikasi memiliki persentase pekerja terhadap
total penduduk yang bekerja sebesar 4,82 persen,
sedangkan share-nya terhadap PDRB sebesar 7,28
persen. Produktivitasnya berada di urutan ke-6 dari 9
sektor dan masih berada diatas produktivitas provinsi.
14.84
10.89
7.55
15.98
7.22 7.44 6.95 7.28
2006 2007 2008 2009
Pertumbuhan Share PDRB
Gambar 14.1 Share terhadap PDRB dan Pertumbuhan Sektor Angkutan dan Komunikasi 2009
Sumber: BPS Provinsi Papua Barat, 2009
TRANSPORTASI DAN KOMUNIKASI
Tahukah Anda? Salah satu moda transportasi
massal yang sangat berpengaruh
terhadap perpindahan orang dan
barang antar kabupaten di Papua
Barat adalah dengan kapal laut.
Pertumbuhan Sektor Transportasi dan Komunikasi Tertinggi Sektor transportasi dan komunikasi memiliki pertumbuhan tertinggi di tahun 2009. pertumbuhannya
mencapai 15,98 persen terhadap tahun 2008. Diantara sektor tersier pertumbuhan sektor ini berbeda signifikan diatas sektor lainnya.
52
STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010
Akses transportasi yang memadai menjadi
kebutuhan yang sangat mendesak bagi wilayah Papua
Barat yang kondisi geografisnya relatif sulit.
Pembangunan akses transportasi terutama jalan darat
akan memberikan multiplier effect dari banyak sisi.
Akses transportasi yang baik akan memudahkan
pemerataan pendidikan, kesehatan, distribusi barang
dan jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
Kesulitan dalam perhubungan mengakibatkan ekonomi
biaya tinggi yang akan berpengaruh pada tingkat
harga. Tingkat harga yang tinggi inilah menjadi
penyebab daya beli masyarakat rendah sehingga roda
perekonimian berputar kurang optimal dan kemiskinan
cenderung tinggi.
Selama ini tidak semua kabupaten dapat
terhubung dengan jalan darat. Untuk melakukan
hubungan antar kabupaten harus dilakukan melalui
akses laut dan udara. Konsekuesi menggunakan jalur
laut adalah lama perjalanan yang ditempuh menjadi
lebih lama, sedangkan lewat jalur udara membutuhkan
biaya yang lebih mahal. Arus orang dan barang
menjadi terkendala karena keterbatasan akses
perhubungan ini.
Panjang jalan di Papua Barat tahun 2009 hanya
5.906,28 Km, kondisi ini mengalami perbaikan
dibandingkan pada tahun 2008 yaitu sepanjang
5.400,71 Km. Kondisi panjang jalan tersebut terbagi
menjadi 1.168,16 Km (19,78%) jalan negara; 973,28
Km (16,48%) jalan provinsi; dan 3.764,84 Km (63,74%)
adalah jalan kabupaten. Sedangkan menurut jenis
permukaanya terbagi menjadi 1.448,24 Km (24,52%)
Gambar 14.2 Persentase Panjang Jalan menurut Tingkat Pemerintahan yang Berwenang 2009
aspal, 24.52
kerikil, 31.96
tanah, 37.60
lainnnya,5.93
negara, 19.78
provinsi, 16.48
kabupaten, 63.74
Gambar 14.3 Persentase Panjang Jalan menurut Jenis Permukaan 2009
Sumber: Dinas Perhubungan dan Informatika Provinsi Papua Barat, 2009
Sumber: Dinas Perhubungan dan Informatika Provinsi Papua Barat, 2009
14 TRANSPORTASI DAN KOMUNIKASI
Tahukah Anda? Salah satu penyebab tidak
langsung pemicu inflasi di Papua
Barat adalah kelancaran arus
perpindahan barang dan jasa
melalui kapal laut.
Proporsi Panjang Jalan dengan Permukaan Terluas Berjenis Tanah Panjang jalan dengan permukaan berjenis tanah memiliki persentase sebesar 37,60 persen, sedangakan permukaan kerikil sebesar 31,96 persen jauh lebih panjang dibandingkan jalan dengan permukaan terluas berjenis aspal (24,52%).
53 STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010
jalan aspal; 1.887,37 Km (31,96%) jalan dengan
permukaan kerikil; 2.220,56 Km (37,60%) jalan dengan
permukaan tanah; dan 350,11 Km (5,93%) adalah
jalan dengan permukaan lainnya.
Kebijakan pemerintah daerah Provinsi Papua
Barat untuk membuka isolasi terutama untuk daerah
pedalaman dan mendorong percepatan pembangunan
salah satunya dengan pembangunan jalan trans
Papua Barat. Jalan yang masih dalam tahap
pembangunan ini rencananya memiliki panjang 1.625
Km. Jalan trans Papua Barat akan membuka isolasi
karena akan menghubungkan 7 kabupaten sekaligus.
Dengan masih terbatasnya akses perhubungan
lewat darat, sebagian besar orang memanfaatkan
fasilitas perhubungan via laut dan udara. Jumlah
penumpang datang (debarkasi) dan berangkat
(embarkasi) cenderung mengalami penurunan. Pada
tahun 2007 jumlah penumpang datang 309,2 ribu
orang dan berangkat 277,7 ribu orang dengan jumlah
armada 839 kapal. Di tahun 2009 jumlahnya
mengalami penurunan menjadi 249,7 ribu orang
(debarkasi) dan 269,1 ribu orang (embarkasi)
meskipun jumlah armada bertambah menjadi 891 unit.
Jumlah penumpang pesawat udara cenderung
memiliki tren meningkat signifikan selama 2007-2009.
Jumlah penumpang datang mencapai 240,7 ribu orang
dengan jumlah penerbangan 9.588 kali dan berangkat
234,5 ribu orang dengan jumlah penerbangan 9.742
kali di tahun 2009. Rata-rata penumpang pesawat
untuk debarkasi sebesar 25 orang untuk debarkasi dan
24 penumpang untuk embarkasi.*)
Gambar 14.4 Jumlah Penumpang Datang dan Berangkat Kapal Laut di Pelabuhan yang Diusahakan 2007-2009 (ribu
2007 2008 2009
309.2281.2
249.7277.7 269.1 269.1
debarkasi embarkasi
2007 2008 2009
150.9
197.3
240.7
192.7
229.9 234.5
debarkasi embarkasi
Sumber: Dikutip dari Publikasi Statistik Perhubungan BPS Prov Papua Barat, 2009
Sumber: Dikutip dari Publikasi Statistik Perhubungan BPS Prov Papua Barat, 2009
Gambar 14.5 Jumlah Penumpang Datang dan Berangkat Pesawat Udara 2007-2009 (ribu orang)
*) rata-rata jumlah penumpang diperoleh dari pembagian jumlah penumpang dengan jumlah penerbangan termasuk pesawat ringan dengan kapasitas kecil.
14 TRANSPORTASI DAN KOMUNIKASI
Tahukah Anda? Jalan Trans Papua Barat memiliki
panjang lintasan 1.625 Km dan akan
menghubungkan tujuh kabupaten.
Jalan Trans Papua Barat Menghubungkan Tujuh Kabupaten Jalan Trans Papua Barat yang diperkirakan memiliki panjang 1.625 Km akan membuka isolasi dengan
menghubungkan tujuh kabupaten yang selama ini tidak dapat ditempuh melalui jalur darat.
54
STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010
Seiring perkembangan pembangunan, peran
perbankan menjadi sesuatu yang sangat penting.
Perbankan selain memberikan kemudahan fasilitas
bertransaksi dan sebagai tempat penyedia dana bagi
yang membutuhkan dana kredit juga menjadi sarana
yang aman untuk berinvestasi.
Jumlah kantor bank di Provinsi Papua Barat terus
meningkat dari tahun ke tahun. Di tahun 2007 jumlah
kantor bank hanya 49 unit yang terdiri dari 5 unit bank
swasta nasional serta 44 unit bank persero dan
pemerintah daerah. Di tahun 2009 jumlahnya
meningkat menjadi 61 unit kantor bank, yang terbagi
menjadi 9 unit bank swasta nasional serta 52 unit bank
persero dan pemerintah daerah.
Dalam tiga tahun fasilitas kredit perbankan yang
disalurkan ke masyarakat baik rupiah maupun valuta
asing (valas) ternyata lebih banyak digunakan untuk
konsumsi rumah tangga. Penggunaan kredit untuk
keperluan investasi justru paling kecil digunakan
setelah penggunaan kredit untuk keperluan modal
kerja/usaha.
Penggunaan kredit perbankan untuk konsumsi
meningkat dari 40,58 persen di tahun 2007 menjadi
42,46 persen di tahun 2009, setelah sebelumnya
sempat mengalami penurunan dari tahun 2008 yang
mencapai 42,59 persen. Lebih tingginya penggunaan
kredit perbankan untuk kepentingan konsumsi
menunjukkan perilaku masyarakat yang konsumtif.
Pola konsumtif masyarakat ini searah dengan
tingginya persentase konsumsi rumah tangga dalam
PDRB menurut penggunaan (69,02%).
Gambar 15.1 Jumlah Kantor Bank menurut Jenisnya di Provinsi Papua Barat 2007-2009
Sumber: Bank Indonesia, 2009
Sumber: Bank Indonesia, 2009
Gambar 15.2 Posisi Kredit Perbankan Rupiah dan Valas menurut Jenis Penggunaan2007-2009 (%)
PERBANKAN DAN INVESTASI
Tahukah Anda? Sektor Keuangan dan Jasa lebih
banyak memanfaatkan fasilitas kredit
bank dibandingkan dengan sektor
lainnya.
2007
2008
2009
57
9
4446 52
49 53 61
Swasta Nasional Persero dan Pemda Jumlah
Penggunaan Kredit Masyarakat Lebih Besar untuk Konsumsi Kredit pinjaman bank menurut penggunaan dalam tiga tahun terakhir menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat meminjam dana di bank bukan untuk kebutuhan modal kerja/usaha maupun investasi, namun digunakan untuk konsumsi rumah tangga.
2007 2008 2009
40.58 42.59 42.46
20.83 22.55 22.09
38.59 34.87 35.45
Modal Kerja Investasi Konsumsi
15
55 STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010
16
Inflasi adalah persentase tingkat perubahan harga
sejumlah barang dan jasa yang secara umum
dikonsumsi rumah tangga. Perubahan yang dimaksud
adalah terjadi kenaikan atau mungkin penurunan harga
barang dan jasa. Ada kalanya harga barang tidak
berubah dibandingkan dengan kondisi sebelumnya
pada referensi survei. Rata-rata tertimbang dari
perubahan harga barang dan jasa tersebut pada
periode waktu tertentu (bulanan) disebut inflasi (harga
naik) dan deflasi (harga turun).
Penghitungan inflasi tersebut tercakup dalam
Indeks Harga Konsumen (IHK). Persentase kenaikan
harga disebut inflasi (nilainya >0) dan sebaliknya
disebut dengan deflasi (nilainya <0).
Inflasi merupakan indikator yang menggambarkan
kecenderungan umum tentang perkembangan harga.
indikator ini dapat dipakai sebagai informasi dasar
dalam pengambilan keputusan kebijakan ekonomi
makro dan mikro, baik fiskal maupun moneter.
Kenaikan harga memang tidak dapat dihindari,
namun dapat dikendalikan. Hal ini perlu dilakukan
karena kenaikan harga yang tidak terkendali dapat
mengakibatkan efek domino di berbagai sisi kegiatan
ekonomi. Inflasi yang tinggi akibat dari kenaikan harga
mengakibatkan daya beli masyarakat menurun,
dampaknya kinerja perekonomian manjadi menurun
dan kemiskinan cenderung tinggi.
IHK Papua Barat tahun 2010 (kondisi bulan
Oktober) sebesar 139,71 persen artinya terjadi
kenaikan harga secara umum sebesar 39,71 persen
dibandingkan dengan harga tahun dasar 2007. Selama
Sumber: BPS Prov Papua Barat, 2008-2010 *) Data sampai dengan bulan Oktober 2010
Tabel 16.1 Indeks Harga Konsumen (2007=100) Provinsi Papua Barat Januari 2008-Oktober 2010
Bulan 2008 2009 2010*
Januari 106.07 128.70 132.99
Febuari 106.03 128.76 133.10
Maret 106.91 129.03 133.30
April 107.51 128.62 135.37
Mei 111.30 128.80 134.62
Juni 117.70 129.59 135.56
Juli 122.64 131.02 138.75
Agtustus 124.96 131.96 140.12
September 126.91 131.51 140.38
Oktober 126.20 131.41 139.71
November 124.87 131.50
Desember 126.21 132.80
HARGA-HARGA
►► Formulasi Penghitungan Inflasi:
►► Keterangan:
IHKn : Indeks Harga Konsumen bulan ke-n
IHKn-1 : Indeks Harga Konsumen bulan ke-(n-1)
Inflasi jika nilainya > 0
Deflasi jika nilainya < 0
Tahukah Anda? Inflasi tahunan Papua Barat tahun
2008 adalah yang tertinggi di
Indonesia, nilainya mencapai 20,06
persen. Pemicunya diduga karena
kenaikan harga BBM pada tahun
tersebut.
Terjadi Kenaikan Harga 39,71 Persen IHK tahun 2010 (kondisi bulan Oktober) sebesar 139,71 persen artinya terjadi kenaikan harga secara
umum sebesar 39,71 persen dibandingkan dengan harga pada tahun dasar 2007.
56
STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010
tahun 2008-2010*, inflasi lebih banyak terjadi dari pada
deflasi. Sepanjang 34 bulan tersebut, hanya 8 kali
terjadi penurunan IHK (deflasi), 26 bulan lainnnya
terjadi kenaikan IHK (inflasi). Di tahun 2008 bahkan
terjadi inflasi selama 7 bulan berturut-turut dari bulan
Maret-September. Di akhir tahun 2009 hingga awal
tahun 2010 terjadi pula inflasi beruntun selama 6 bulan
(November 2009-April 2010). Bila mencermati kondisi
yang demikian, tampaknya perkembangan (kenaikan)
harga belum terkontrol dengan baik. Diperlukan usaha
dari pemerintah daerah untuk memonitoring harga
agar setidaknya kondisinya lebih stabil.
Laju inflasi Papua Barat diwakili oleh dua kota,
yaitu Manokwari dan Kota Sorong. Gabungan
keduanya memberikan gambaran umum kondisi
perkembangan harga di Papua Barat. Selama Januari
2008-Oktober 2010 inflasi tertinggi sebesar 5,75
persen yang terjadi di bulan Juni 2008. Sedangkan
deflasi terendah terjadi di bulan November 2008
sebesar –1,06 persen.
Laju inflasi tahun kalender tertinggi terjadi di tahun
2008, yaitu sebesar 20,06 persen. Inflasi ini diduga
terjadi karena pada tahun 2008 terjadi dua kali
kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Kenaikan
harga BBM berdampak multiplier effect terhadap harga
-harga berbagai barang dan jasa. Inflasi sebesar 20,06
persen termasuk dalam kategori sedang. Inflasi mulai
terkendali di tahun 2009, terbukti dengan turunnya
inflasi tahun kalender menjadi 5,22 persen. Di tahun ini
tingkat inflasi bulanannya rata-rata tidak melampaui
satu persen, bahkan terjadi tiga kali deflasi dalam satu
Sumber: Survei Harga Konsumen, 2008-2010 *) Data sampai dengan bulan Oktober 2010
Tabel 16.2 Laju Inflasi Tahun Kalender (2007=100) Januari 2008-Oktober 2010 (%)
Bulan 2008 2009 2010*
Januari 0.90 1.98 0.15
Febuari 0.87 2.02 0.22
Maret 1.70 2.24 0.37
april 2.27 1.91 1.94
Mei 5.88 2.06 1.37
Juni 11.97 2.68 2.08
Juli 16.66 3.82 4.48
Agtustus 18.87 4.56 5.52
September 20.73 4.20 5.71
Oktober 20.05 4.12 5.21
November 18.79 4.20
Desember 20.06 5.22
Gambar 16.1 Laju Inflasi Gabungan Papua Barat Januari 2009-Oktober 2010 (%)
Sumber: Survei Harga Konsumen, 2009-2010
►► CATATAN:
Inflasi ringan : kurang dari 10 % per tahun
Inflasi sedang : 10-30 % per tahun
Inflasi tinggi : 30-100 % per tahun
Hyperinflation : lebih dari % per tahun
-0.03
5.75
-1.06
1.98
-0.32
1.11
-0.34
0.991.56
-0.55
2.35
-0.47
-2
-1
0
1
2
3
4
5
6
7
01
/08
03
/08
05
/08
07
/08
09
/08
11
/08
01
/09
03
/09
05
/09
07
/09
09
/09
11
/09
01
/10
03
/10
05
/10
07
/10
09
/10
16 HARGA-HARGA
Inflasi Tahun Kalender Papua Barat 2008 Tertinggi Inflasi tahun kalender 2008 mencapai 20,06 persen. Inflasi ini merupakan yang tertinggi di Indonesia. Inflasi tersebut diduga akibat dua kali kenaikan harga BBM di tahun tersebut.
57 STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010
tahun. Sementara itu, pada tahun 2010, inflasinya
sudah hampir menyamai tahun 2009 meskipun baru
pada kondisi bulan Oktober. Bila pada dua bulan
kedepan terjadi inflasi lagi maka dapat dipastikan
inflasi tahun kalender tahun 2009 akan terlampaui.
Namun bila pada dua bulan selanjutnya terjadi deflasi
maka inflasi tahunan Papua Barat pada tahun 2010
akan lebih rendah dibandingkan dengan tahun 2009.
Untuk itu, pemerintah daerah harus melakukan
monitoring harga mengingat sebagian besar
masyarakat Papua Barat beragama Kristen akan
mengahadapi perayaan natal, disamping adanya
momen tahun baru.
Penghitungan angka inflasi dikelompokkan ke
dalam 7 kelompok pengeluaran. IHK tertinggi selalu
berada pada kelompok pengeluaran makanan jadi,
minuman, rokok dan tembakau selama tiga tahun
terakhir. IHK pada kelompok pengeluaran tersebut
tahun 2010 mencapai 158,59 persen, artinya terjadi
kenaikan harga sebesar 58,59 persen pada kelompok
pengeluaran ini dibandingkan dengan kondisi tahun
dasar 2007. Dengan kata lain, harga-harga pada
kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan
tembakau mengalami kenaikan lebih dari 1,5 kali lipat
terhadap tahun 2007.
Inflasi tahun kalender tahun 2009 tercatat 5,22
persen. penyumbang inflasi terbesar dari kelompok
pengeluaran sandang, yaitu sebesar 10,13 persen.
Inflasi kelompok pengeluaran lainnya berada pada
kisaran lima persen. Sedangkan kelompok
pengeluaran transport, komuniksi, dan jasa keuangan
Sumber: Survei Harga Konsumen, 2008-2010 *) Data sampai dengan bulan Oktober 2010
Tabel 16.4 Laju Inflasi Tahun Kalender (2007=100) menurut Kelompok Pengeluaran 2009-2010 (%)
Tabel 16.3 IHK Gabungan Papua Barat menurut Kelompok Pengeluaran2008-2010 (%)
Kelompok Pengeluaran 2008 2009 2010*
Bahan Makanan 137.79 144.82 155.87
Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau
139.96 147.45 158.59
Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar
121.72 131.81 136.71
Sandang 106.55 117.35 118.21
Kesehatan 118.67 125.78 130.16
Pendidikan, Rekreasi, dan Olah Raga
107.77 113.72 120.31
Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan
112.92 111.96 112.65
Umum/Total 126.21 132.8 139.71
Kelompok Pengeluaran 2009 2010*
Bahan Makanan 5.10 7.63
Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau
5.35 7.55
Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar
8.29 3.72
Sandang 10.13 0.73
Kesehatan 5.99 3.49
Pendidikan, Rekreasi, dan Olah Raga 5.52 5.80
Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan
-0.85 0.61
Umum/Total 5.22 5.21
Sumber: Survei Harga Konsumen, 2008-2010 *) Data sampai dengan bulan Oktober 2010
HARGA-HARGA
Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau Picu Inflasi Tertinggi Berdasarkan IHK tahun 2010*, kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau menjadi pemicu utama inflasi. Hal ini ditunjukkan dengan menempatkan kelompok tersebut menjadi IHK
tertinggi yaitu 158,59 perrsen, artinya terjadi kenaikan harga sebesar 58,59 persen terhadap tahun dasar 2007 pada kelompok pengeluaran tersebut.
16
58
STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010
justru mengalami deflasi sebesar –0,85 persen.
Inflasi tahun kalender tahun 2010 sebesar 5,21
persen dengan penyumbang terbesar inflasi pada
kelompok pengeluaran bahan makanan sebesar 7,63
persen dan kelompok makanan jadi, minuman, rokok
dan tembakau sebesar 7,55 persen.
Nilai Tukar Petani (NTP) merupakan salah satu
indikator yang berguna untuk mengukur tingkat
kesejahteraan petani, karena mengukur kemampuan
tukar produk (komoditas) yang dihasilkan/dijual petani
dibandingkan dengan produk yang dibutuhkan petani
baik untuk proses produksi (usaha) maupun untuk
konsumsi rumah tangga petani.
NTP Papua Barat tahun 2009 sebesar 104,98
persen lebih rendah dibandingkan dengan NTP tahun
2008 sebesar 106,24 persen. NTP tahun 2010 kembali
mengalami penurunan menjadi 102,73 persen. Nilai
NTP 102,73 persen artinya petani mengalami surplus
usaha sebesar 2,73 persen.
NTP Papua Barat 2008-2010 nilainya selalu diatas 100
persen, artinya kesejahteraan petani menjadi lebih baik
dibandingkan dengan tahun dasar 2007. Namun nilai
NTP cenderung mengalami penurunan, meskipun
indeks yang diterima petani (It) terus mengalami
peningkatan. Peningkatan indeks yang diterima petani
ternyata pertumbuhannya tidak dapat mengimbangi
pertumbuhan indeks yang dibayarkan petani (Ib) yang
bergerak lebih cepat. Pertumbuhan yang cepat dari
indeks yang dibayarkan petani diduga karena
pertumbuhan indeks konsumsi rumahtangga petani
meningkat relatif cepat.
Sumber: Survei Harga Perdesaan, 2008-2010 *) Data sampai dengan bulan Oktober 2010
Tabel 16.5 NTP menurut Subsektor 2009-2010* (%) (2007=100)
Gambar 16.2 Nilai Tukar Petani (NTP) Papua Barat 2008-2009 (%)(2007=100)
Sumber: Survei Harga Perdesaan, 2009-2010 *) Data sampai dengan bulan Oktober 2010
NTP_N : Nilai Tukar Petani perikanan NTP_H : Nilai Tukar Petani Hortikultura NTP_PR : Nilai Tukar Petani Perkebunan Rakyat NTP_PT : Nilai Tukar Petani Peternakan NTP_P : Nilai Tukar Petani Tanaman Pangan
124.17
126.98129.29
116.87 120.96125.85
106.24104.98
102.73
100
120
140
2008 2009 2010*
It Ib NTP
Tahun NTP_N NTP_H NTP_PR NTP_PT NTP_P
2009 113.75 111.45 121.84 112.33 90.66
2010* 110.72 106.07 117.62 112.79 88.34
►► CATATAN: Nilai Tukar Petani (NTP) adalah adalah perbandingan
antara indeks harga yang diterima (It) dan dibayar (Ib) petani.
Jika NTP lebih besar dari 100 maka dapat diartikan
kemampuan daya beli petani periode tersebut relatif lebih
baik dibandingkan dengan periode tahun dasar, sebaliknya
jika NTP lebih kecil atau di bawah 100 berarti terjadi
penurunan daya beli petani.
16 HARGA-HARGA
Petani Tanaman Pangan Selalu Merugi NTP menurut subsektor pertanian menunjukkan bahwa nilai tukar petani pada subsektor tanaman pangan tidak pernah lebih dari 100 persen. Artinya adalah biaya yang dibayarkan petani selalu lebih tinggi daripada biaya yang diterima petani dalam usaha pertaniannya.
59 STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010
Nilai NTP berdasarkan subsektor tahun 2010
tercatat bahwa seluruh subsektor mengalami
penurunan nilai indeks dibandingkan dengan kondisi
tahun 2009. NTP tertinggi berada pada subsektor
pertanian perkebunan rakyat, nilai indeksnya sebesar
117,62 persen. Hal ini dapat diartikan bahwa petani
pertanian perkebunan rakyat pendapatannya dari
usaha pertanian lebih baik dari pada petani pada
subsektor lain. Diantara subsektor-subsektor tersebut
hanya subsektor tanaman pangan yang nilai indeksnya
dibawah 100 persen, yaitu sebesar 88,34 persen.
Artinya indeks yang harus dibayarkan petani lebih
tinggi dari indeks yang diterima petani atau dapat
dikatakan petani tanaman pangan cenderung merugi.
Selain inflasi perkotaan yang dihitung pada 66
kota di Indonesia, dihiutng pula inflasi pedesaan.
Selama tahun 2008-2010 inflasi tertinggi adalah
sebesar 3,54 persen yang terjadi pada bulan Juni
2008. hal yang sama juga terjadi pada inflasi
perkotaan. Sementara deflasi terendah terjadi pada
bulan Oktober 2010 sebesar –0,78 persen. Selama
periode tersebut hanya terjadi 4 kali deflasi, yaitu di
bulan Januari dan Februari 2009 (-0,58% dan –0,64%);
bulan Desember 2009 (-0,63%); dan bulan Oktober
2010 (-0,78%). Selebihnya Papua Barat mengalami
inflasi, bahkan selama setahun penuh di tahun 2008
selalu mengalami inflasi. Setelah deflasi bulan Oktober
2009 pun terjadi inflasi secara beruntun selama 11
bulan.
Bila dilihat dari indeks penyusun inflasi, nilai
indeks di tahun 2010 sebesar 131,92 persen. Artinya
Sumber: Survei Harga Perdesaan, 2008-2010 *) Data sampai dengan bulan Oktober 2010
Tabel 16.6 Indeks Harga Pedesaan menurut Kelompok Pengeluaran (2007=100)(%)
Sumber: Survei Harga Perdesaan, 2009-2010 *) Data sampai dengan bulan Oktober 2010
Gambar 16.3 Laju Inflasi Pedesaan Bulanan (2007=100) Papua Barat Februari 2008-Oktober 2010 (%)
3.54
-0.58
0.82
0.01
1.78
-0.63
1.11
0.24 0.13
0.99
-0.78-1
0
1
2
3
4
02
/08
04
/08
06
/08
08
/08
10
/08
12
/08
02
/09
04
/09
06
/09
08
/09
10
/09
12
/09
02
/10
04
/10
06
/10
08
/10
10
/10
Kelompok Pengeluaran 2008 2009 2010*
Bahan Makanan 128.99 139.08 149.73
Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau
108.59 114.34 119.36
Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar
126.84 121.52 122.75
Sandang 118.21 126.26 127.60
Kesehatan 115.84 120.87 122.56
Pendidikan, Rekreasi, dan Olah Raga
104.92 107.12 109.70
Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan
107.80 102.16 103.54
Umum/Total 120.21 125.65 131.92
HARGA-HARGA
Bahan Makanan Picu Inflasi Pedesaan Tertinggi 2008-2010* IHK tertinggi tahun 2010* sebesar 149,73 persen terjadi pada kelompok pengeluaran bahan makanan.
Artinya terjadi kenaikan harga tertinggi 49,73 persen pada kelompok pengeluaran bahan makanan terhadap tahun dasar 2007.
16
60
STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010
terjadi kenaikan harga secara umum sebesar 31,92
persen terhadap tahun dasar 2007. Kenaikan harga
tertinggi berdasarkan kelompok pengeluaran berada
pada bahan makanan, yaitu 49,73 persen terhadap
tahun dasar 2007. Kelompok pengeluaran transport,
komunikasi dan jasa keuangan adalah yang
mengalami kenaikan harga terendah diantara
kelompok pengeluaran lainnya, yaitu hanya mengalami
kenaikan sebesar 3,54 persen terhadap tahun 2007.
Laju inflasi pedesaan tahun kalender tahun 2009
sebesar 4,53 persen, artinya dibandingkan dengan
kondisi Desember 2008 terjadi kenaikan harga barang
dan jasa sebesar 4,53 persen. Sedangkan pada tahun
2010 (sampai dengan bulan Oktober) laju inflasi
pedesaan tahun kalender telah mencapai 4,99 persen.
Tahun 2010 yang masih menyisakan dua bulan
tersebut ada kemungkinan dapat melampaui angka
inflasi ahun 2009 bila terjadi inflasi. Selama dua tahun
terakhir inflasi tertinggi disumbang oleh kelompok
bahan makanan yaitu 7,82 persen dan 7,66 persen.
Perkembangan harga sembako perlu
mendapatkan perhatian pemerintah daerah karena
barang-barang tersebut menjadi konsumsi pokok
rumah tangga yang mempengaruhi stabilitas harga.
Harga beras tahun 2008 rata-rata sebesar Rp 6.267/
Kg dan mengalami kenaikan menjadi Rp 6.843/Kg di
tahun 2009. Demikian pula dengan harga gula pasir
yang mengalami kenaikan dari Rp 10.510/Kg menjadi
Rp 11.242/Kg di tahun 2010. Harga minyak goreng
justru mengalami penurunan dari Rp 15.450/Kg di
tahun 2008 menjadi Rp 14.453/Kg di tahun 2009.
Sumber: SHPB 2008-2009
Tabel 16.7 Laju Inflasi Pedesaan Tahun Kalender (2007=100) menurut Kelompok Pengeluaran(%)
Sumber: Survei Harga Perdesaan, 2009-2010 *) Data sampai dengan bulan Oktober 2010
Gambar 16.4 Perkembangan Harga Sembako Terpilih Papua Barat 2008-2009 (Rp/Kg)
Beras Minyak goreng Gula
6267
15450
10510
6843
14453
11242
2008 2009
Kelompok Pengeluaran 2009 2010*
Bahan Makanan 7.82 7.66
Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau
5.30 4.39
Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar
-4.19 1.01
Sandang 6.81 1.05
Kesehatan 4.34 1.40
Pendidikan, Rekreasi, dan Olah Raga 2.10 2.40
Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan
-5.23 1.35
Umum/Total 4.53 4.99
Tahukah Anda? Inflasi tahun kalender pedesaan
selalu lebih rendah dari inflasi
perkotaan selama 2008-2010*.
16 HARGA-HARGA
Bahan Makanan Sumbang Inflasi Tahun Kalender Tertinggi Selama dua tahun terakhir, kelompok pengeluaran bahan makanan menyumbang sebagai inflasi tahun kalender tertinggi, yaitu 7,82 persen (2009) dan 7,66 persen (2010*).
61 STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010
Pengeluaran konsumsi rumah tangga dalam
PDRB Papua Barat tahun 2009 mencapai 10.041,36
miliar rupiah. Kondisi ini meningkat dari tahun 2008
yaitu sebesar 8.614,25 miliar rupiah, atau mengalami
pertumbuhan 6,18 persen. Di tahun sebelumnya
konsumsi rumah tangga sebesar 6.556,76 miliar rupiah
dengan pertumbuhan sebesar 10,57 persen. Kenaikan
pertumbuhan ini salah satunya didorong oleh
pembangunan sentra perbelanjaan di Kabupaten
Manokwari dan Kota Sorong serta adanya acara
keagamaan berskala nasional di Kabupaten Fakfak.
Peran konsumsi rumah tangga dalam
perekonomian yang tercermin dalam PDRB
penggunaan sangat tinggi, kontribusinya mencapai
69,02 persen di tahun 2009. Kontribusi komponen ini
paling tinggi diantara 7 komponen pembentuk PDRB
menurut penggunaan (pengeluaran). Konsumsi rumah
tangga ini meliputi konsumsi makanan dan konsumsi
non makanan. Peranan konsumsi makanan pada
konsumsi rumah tangga pada PDRB penggunaan
tahun 2009 memberikan kontribusi sebesar 69,17
persen dan pertumbuhannya mencapai 6,85 persen.
Rata-rata pengeluaran per kapita per bulan Papua
Barat terus mengalami peningkatan. Di tahun 2007
sebesar Rp 293.122 per kapita per bulan, kemudian
mengalami peningkatan menjadi Rp 346.929 per
kapita per bulan di tahun 2008. Di tahun 2009 nilainya
mengalami peningkatan yang cukup signifikan, yaitu
sebesar 28,10 persen menjadi Rp 444.426 per kapita
per bulan. Pertumbuhan tersebut merupakan yang
tertinggi di Indonesia.
Tabel 17.1 Statistik Pengeluaran Penduduk
Sumber: PDRB menurut Penggunaan, BPS Provinsi Papua Barat 2009
Uraian 2007 2008 2009
PDRB pengeluaran
Konsumsi rumah tangga (Juta Rp)
6 556 761.43 8 614 250.23 10 041 359.40
Distribusi (%) 63.24 69.09 69.02
Pertumbuhan(%) 6.15 10.57 6.18
Rata-rata pengeluaran per kapita per bulan (Rp)
293122 346929 444426
Makanan (Rp) 169304 205333 268046
Non Makanan (Rp) 123818 141595 176380
Sumber: Image Google
PENGELUARAN PENDUDUK
Tahukah Anda? Pertumbuhan rata-rata pengeluaran
per kapita per bulan tahun 2008-
2009 Provinsi Papua Barat
(28,10%) adalah yang tertinggi di
Indonesia.
Konsumsi Rumah Tangga Papua Barat 69,02 Persen Pengeluaran konsumsi rumah tangga berdasarkan PDRB penggunaan sebesar 69,02 persen.
Komponen ini menjadi penyumbang terbesar diantara 7 komponen pembentuk PDRB penggunaan . 17
62
STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010
Perbandingan antara pengeluaran makanan dan
non makanan dapat digunakan sebagai indikator
tingkat kesejahteraan masyarakat. Semakin tinggi
persentase pengeluaran non makanan maka dapat
dikatakan bahwa tingkat kesejahteraannya semakin
membaik. Namun pola pengeluran makanan di Papua
Barat memiliki kecenderungan terus meningkat.
Persentase pengeluaran makanan tahun 2009
mencapai 60,31 persen, lebih tinggi dari pengeluaran
makanan di tahun 2007 dan 2008 yang masing-masing
bernilai 57,76 persen dan 59,19 persen.
Tingkat kecukupan gizi adalah salah satu
indikator untuk menggambarkan tingkat kesejahteraan
penduduk. Tingkat kecukupan gizi ini dihitung
berdasarkan besarnya kalori dan protein yang
dikonsumsi, yaitu dengan menjumlahkan hasil kali
antara kuantitas setiap makanan yang dikonsumsi
dengan besarnya kandungan kalori dan protein setiap
jenis makanan.
Berdasarkan Widyakarya Nasional Pangan dan
Gizi VIII 2004 ditetapkan standar angka kecukupan
konsumsi kalori dan protein penduduk Indonesia.
Angka kecukupan konsumsi kalori yaitu sebesar 2000
Kilokalori per kapita per hari dan 52 gram per kapita
per hari untuk konsumsi protein.
Konsumsi kalori per kapita per hari masyarakat
Papua Barat tahun 2007 sebesar 1.898,15 KKal.
Kemudian di tahun 2008, konsumsi kalori mengalami
penurunan menjadi 1.873,31 Kkal per kapita per hari.
Pada tahun 2009 konsumsi kalori kembali mengalami
penurunan menjadi 1.822,13 Kkal per kapita per hari.
Gambar 17.3 Konsumsi Kalori (KKal) dan Konsumsi Protein (gram) per Kapita per Hari 2007-2009
Sumber: Konsusmsi Kalori dan Protein Penduduk Indonesia dan Provinsi (Susenas, 2007-2009)
47 48 48 49 49 50
2007
2008
2009
47.95
48.49
49.35
konsumsi protein
1,750 1,800 1,850 1,900
2007
2008
2009
1,898.15
1,873.31
1,822.13
konsumsi kalori
Sumber: Susenas, 2007-2009
Gambar 17.2 Persentase Pengeluaran Makanan dan Non Makanan Papua Barat 2007-2009
2007 2008 2009
57.76 59.19 60.31
42.24 40.81 39.69
Makanan Non Makanan
Tahukah Anda? Persentase pengeluaran per kapita
per bulan untuk makanan di Papua
Barat tahun 2009 (60,31%) adalah
tertinggi ketiga di Indonesia.
PENGELUARAN PENDUDUK
Persentase Pengeluaran Makanan Terus Meningkat Persentase pengeluaran makanan tahun 2009 sebesar 60,31 persen, mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun 2007 dan 2008 sebesar 57,76 persen dan 59,19 persen. 17
63 STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010
Jika berpedoman pada batas standar kecukupan
konsumsi kalori sebesar 2000 Kkal maka rata-rata
konsumsi kalori penduduk Papua Barat berada
dibawah batas standar tersebut, bahkan terjadi
kecenderungan penurunan pola konsumsi kalori
masyarakat.
Rata-rata konsumsi protein penduduk Papua
Barat juga masih berada dibawah batas standar
kecukupan konsumsi protein 52 gram per kapita per
hari selama tiga tahun terakhir. Meskipun demikian,
rata-rata konsumsi protein cenderung mengalami
peningkatan dengan semakin mendekati angka
standar kecukupan konsumsi protein yang disyaratkan.
Konsumsi protein tahun 2009 meningkat menjadi 49,35
gram per kapita per hari dibandingkan dengan tahun
2007 dan 2008 sebesar masing-masing 47,95 gram
per kapita per hari dan 48,49 gram per kapita per hari.
Rendahnya konsumsi kalori dan protein yang
terlihat dari nilainya yang berada di bawah batas angka
kecukupan konsumsi kalori dan protein sebenarnya
dipengaruhi oleh pola konsumsi masyarakat di
pedesaan. Konsumsi kalori masyarakat perkotaan
hampir mencapai standar kecukupan kalori, yaitu
mencapai 1.995,91 Kkal per kapita per hari,
sedangkan di dearah pedesaan hanya sebesar
1.777,24 Kkal per kapita per hari. Konsumsi protein
masyarakat perkotaan bahkan telah berada diatas
standar yang disyaratkan yaitu 62,86 gram per kapita
per hari, sedangkan konsumsi protein di daerah
pedesaan sangat rendah, yaitu hanya 45,35 gram per
kapita per hari.
►► CATATAN:
Cara-cara menentukan kebutuhan energi (kalori)
• Teori RBW (teori berat badan relatif)
RBW = [BB (Kg)/ TB(cm)-100] X100 %
BB = Berat badan
TB = Tinggi badan
Dimana dengan ketentuan:
1. Kurus jika RBW < 90 %
2. Normal jika RBW = 90-100 %
3. Gemuk jika RBW >110 % atau -<120 %
4. Obesitas ringan RBW 120-130 %
5. Oesitas sedang RBW > 130-140 %
6. Obesitas berat RBW > 140 %
Kebutuhan kalori (energi) per hari
1.Orang kurus BB x 40 s.d 60 kalori
2.Orang normal BB x 30 kalori
3.Orang gemuk BB x 20 kalori
4.Orang obesitas BB x (10 s.d 15) kalori
Kalori di atas harus ditambah dengan kalori untuk kegiatan
pregnansi dan laktasi.
Kalori untuk orang hamil ditambah 100 kalori (trimester
I),ditambah 200 kalori (trimester II), ditambah 300 kalori
(trimester III).
Bagi yang menyusui/laktasi ditambah 400 kalori per hari,
kelemahanya bila menggunakan teori RBW adalah jenis
kelamin dan umur tidak diakomodasikan .
Energi BMR (Basal Metabolisme Rate)
Energi BMR adalah energi minimal untuk menjalankan
proses kerja atau proses faal dalam tubuh dalam kondisi
Resting Bed (berbaring istirahat di atas tempat tidur).
PENGELUARAN PENDUDUK
Angka Kecukupan Konsumsi Kalori dan Protein Dibawah Standar Konsumsi kalori masyarakat Papua Barat tahun 2009 sebesar 1822,13 Kkal/kapita/hari sedangkan
konsumsi protein sebesar 49,35 gram/kapita/hari. Angka tersebut berada dibawah standar kecukupan konsumsi kalori 2000Kkal/kapita/hari dan protein 50 gram/kapita/hari .
17
64
STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010
Gambar 18.1 PDRB menurut Subsektor Perdagangan Papua Barat 2006-2009
Sumber: PDRB menurut Lapangan Usaha Prov. Papua Barat, 2009
Gambar 18.2 Share terhadap PDRB dan Pertumbuhan Subsektor Perdagangan Papua Barat 2006-2009
Subsektor perdagangan dalam PDRB termasuk
kedalam sektor enam (perdagangan, hotel, dan
restoran). Agregat PDRB subsektor perdagangan
tahun 2009 sebesar 1.321,50 miliar rupiah, kondisi ini
meningkat dari 1.187,60 miliar rupiah tahun 2008.
Peran subsektor perdagangan dalam sektor
enam sangat dominan. Kontribusinya pada sekor
enam mencapai 90,97 persen dari agregat PDRB
sektor tersebut tahun 2009, sedangkan 9,03 persen
lainnya dibagi antara subsektor hotel dan subsektor
restoran. Sedangkan kontribusi terhadap PDRB total
tahun 2009 adalah 9,08 persen. Kontribusi subsektor
perdagangan bergerak naik dibandingkan dengan
tahun 2006 sebesar 5,87 persen. Share subsektor ini
tahun 2009 juga lebih dari tahun 2007 dan 2008 yang
masing-masing sebesar 6,93 persen dan 8,16 persen.
Bertolak belakang dengan share terhadap PDRB,
pertumbuhan subsektor perdagangan justru terus
mengalami penurunan sejak tahun 2006. Pertumbuhan
subsektor ini di tahun 2006 sebesar 10,41 persen.
Pertumbuhannya mengalami perlambatan di tahun
2007 dan 2008, yaitu sebesar 9,39 persen dan 8,90
persen. Di tahun 2009, perlambatan pertumbuhan
semakin signifikan, yaitu menjadi sebesar 5,15 persen.
Di satu sisi share terhadap PDRB semakin
meningkat, namun disisi yang lain pertumbuhannya
mengalami perlambatan. Hal ini terjadi karena share
subsektor ini cukup besar dalam PDRB namun
kecepatan pertumbuhannya kalah cepat dari subsektor
lain yang nilainya lebih kecil.
5.87
6.93
8.16
9.0810.41 9.398.90
5.15
4
5
6
7
8
9
10
11
2006 2007 2008 2009
Share PDRB Pertumbuhan
2006 2007 2008 2009
853.50
1008.27
1187.60
1321.50
Sumber: PDRB menurut Lapangan Usaha Prov. Papua Barat, 2009
Tahukah Anda? Subsektor perdagangan sangat
dominan di sektor 6 (perdagangan,
hotel, dan restoran), kontribusinya
mencapai 90,97 persen di tahun
2009.
18 PERDAGANGAN
Subsektor Perdagangan Dominan di Sektor Enam Subsektor perdagangan sangat dominan dalam sektor enam (perdagangan, hotel, dan restoran). Subsektor ini memberikan share sebesar 90,97 persen, sedangkan sisanya dibagi antara subsektor hotel dan subsektor restoran.
65 STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010
Tabel 19.1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) menurut Lapangan Usaha Papua Barat 2008-2009 (Rp Juta)
Sumber: PDRB menurut Lapangan Usaha Prov. Papua Barat, 2009
Tabel 19.2 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) menurut Kabupaten/Kota di Papua Barat 2008-2009 (Rp Juta)
Total PDRB Provinsi Papua Barat tahun 2009
sebesar Rp. 14,55 triliun atas dasar harga berlaku dan
Rp. 6,77 triliun atas dasar harga konstan. PDRB tahun
2009 tersebut mengalami peningkatan dari tahun 2008
yaitu Rp. 12,47 triliun atas dasar harga berlaku dan
Rp. 6,37 triliun atas dasar harga konstan 2000.
Bila tanpa memperhitungkan subsektor migas,
besarnya PDRB Provinsi Papua Barat tahun 2009
mencapai Rp. 10,21 triliun atas dasar harga berlaku
dan Rp. 5,33 triliun atas dasar harga konstan 2000.
PDRB tanpa migas juga mengalami peningkatan
dibandingkan dengan tahun 2008 yaitu Rp. 8,73 triliun
atas dasar harga berlaku dan Rp. 4,96 triliun atas
dasar harga konstan.
Perbedaan nilai PDRB atas dasar harga berlaku
dengan migas dan tanpa migas sebesar Rp. 4,37
triliun atau sekitar 29,81 persen terhadap total PDRB.
Hal ini membuktikan bahwa kontribusi subsektor migas
dalam PDRB Papua Barat cukup signifikan.
PDRB ADHB dan ADHK tertinggi menurut
lapangan usaha tercatat pada sektor pertanian yaitu
sebesar Rp. 3,57 triliun dan Rp. 1,88 triliun.
Sedangkan PDRB ADHB dan ADHK terendah menurut
lapangan usaha yaitu sektor liastrik, gas, dan air bersih
sebesar Rp. 73,87 miliar dan Rp. 31,69 miliar.
PDRB menurut kabupaten/kota dengan migas
tercatat atas dasar harga berlaku tahun 2009 tertinggi
berada di Kabupaten Sorong sebesar Rp. 5,02 triliun.
Sedangkan atas dasar harga konstan dengan migas
PDRB tertinggi juga berada di Kabupaten Sorong
sebesar Rp. 1,86 triliun.
Sumber: PDRB menurut Lapangan Usaha Prov. Papua Barat, 2009
Lapangan Usaha ADHB ADHK
2008 2009 2008 2009
Pertanian 3,107,119.13 3,567,520.90 1,817,444.10 1,878,562.44
Pertambangan dan Penggalian
1,844,019.44 1,926,816.67 1,098,592.02 1,093,722.58
Industri Pengolahan 2,835,994.38 3,548,361.11 872,426.05 971,081.99
Listrik, Gas & Air Bersih
66,030.34 73,874.44 29,098.48 31,691.89
Bangunan 1,150,834.65 1,426,539.42 572,822.13 648,208.20
Perdagangan, Hotel dan Restoran
1,290,421.32 1,452,692.47 670,818.70 712,637.01
Pengangkutan dan Komunikasi
866,875.56 1,059,222.47 473,536.46 549,199.59
Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan
302,327.09 348,902.66 150,145.26 151,927.63
Jasa-jasa 1,005,409.58 1,143,797.37 684,491.02 731,168.14
PDRB 12,469,031.50 14,547,727.50 6,369,374.22 6,768,199.45
PDRB tanpa Migas 8,733,336.79 10,210,882.61 4,962,288.45 5,327,747.48
Lapangan Usaha ADHB ADHK
2008 2009 2008 2009
Fakfak 1,041,070.69 1,179,002.44 551,407.09 585,263.80
Kaimana 601,591.25 699,556.49 329,353.59 361,372.45
Teluk Wondama 270,482.75 330,229.73 161,993.11 184,132.75
Teluk Bintuni 863,763.80 1,041,428.59 527,958.30 584,555.37
Manokwari 2,015,535.30 2,441,458.38 989,627.25 1,083,643.56
Sorong Selatan 238,938.31 280,922.29 151,352.12 167,854.82
Sorong 4,331,639.39 4,997,505.57 1,766,896.14 1,847,252.00
Raja Ampat 855,866.36 896,710.49 541,171.86 556,068.82
Tambrauw 24,132.25 26,583.14 14,228.94 14,769.83
Maybrat 151,285.40 165,573.65 75,660.39 78,048.24
Kota Sorong 2,148,580.20 2,480,744.05 1,303,022.33 1,410,208.12
PDRB PB 12,469,031.50 14,547,727.50 6,369,374.22 6,768,199.45
PDRB PB Tanpa Migas
8,733,336.79 10,210,882.61 4,962,288.45 5,327,747.48
19 PENDAPATAN REGIONAL
PDRB Kabupaten Sorong Sepertiga PDRB Papua Barat Dengan agregat 4.997,30 miliar rupiah menjadikan Kabupaten Sorong sebagai kabupaten dengan PDRB ADHB terbesar di Provinsi Papua Barat. Lebih dari sepertiga dari total PDRB disumbangkan
oleh kabupaten tersebut
66
STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010
Gambar 19.1 Distribusi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) menurut Lapangan Usaha Papua Barat 2009 (%)
Sumber: PDRB menurut Lapangan Usaha Prov. Papua Barat (diolah), 2007-2009
Tabel 19.3 Share terhadap PDRB menurut Sektor Primer, Sekunder, dan Tersier Papua Barat 2007-2009 (%)
Bila unsur migas tidak diperhitungkan dalam
penghitungan PDRB, maka di tahun 2009, Kota
Sorong memiliki nilai PDRB atas dasar harga berlaku
dan atas dasar harga konstan 2000 tertinggi diantara
kabupaten lainnya. Besarnya PDRB Kota Sorong
masing-masing Rp. 2,48 triliun dan Rp. 1,41 triliun.
PDRB tahun 2009 terendah atas dasar harga berlaku
dan atas dasar harga konstan 2000 ditempati oleh
Kabupaten Teluk Wondama dengan besaran PDRB
Rp. 0,33 triliun dan Rp. 0,18 triliun.
Struktur perekonomian Papua Barat ditunjukkan
melalui distribusi persentase nilai tambah atas dasar
harga berlaku per sektor. Struktur ini dapat
memperlihatkan sektor-sektor utama yang
berkontribusi besar dalam perekonomian.
Terdapat tiga sektor unggulan penggerak
perekonomian Papua Barat sebagai kontributor utama
dalam PDRB. Ketiga sektor itu adalah sektor pertanian
memberikan kontribusi terbesar terhadap PDRB Papua
Barat sebesar 24,52 persen, sektor industri
pengolahan memberikan kontribusi 24,39 persen,
s e k t o r p e r t a m b a n g a n d a n p e n g g a l i a n
menyumbangkan 13,24 persen. Sementara sektor
lainnya memberikan sumbangan terhadap PDRB
masing-masing kurang dari 10 persen.
Struktur perekonomian Provinsi Papua Barat
menunjukkan kecenderungan terjadinya pergeseran
dari sektor primer ke sektor sekunder dan tersier. Hal
ini terlihat dari semakin menurunnya kontribusi sektor
primer dan semakin meningkatnya share sektor
sekunder dan tersier dalam tiga tahun terakhir. Sektor
Sumber: PDRB menurut Lapangan Usaha Prov. Papua Barat, 2009
Sektor 2007 2008 2009
Primer 42.61 39.71 37.77
Sekunder 29.28 32.50 34.70
Tersier 28.11 27.79 27.53
Total 100.00 100.00 100.00
►► CATATAN:
Sektor Primer terdiri dari pertanian dan Pertambangan &
Penggalian
Sektor Sekunder terdiri dari Industri Pengolahan; Listrik,
Gas, dan Air Bersih; dan Konstruksi
Sektor Tersier terdiri dari Perdagangan, Hotel dan
Restoran; Pengangkutan dan Komunikasi; Keuangan,
Persewaan, dan Jasa perusahaan; serta Jasa-Jasa
19 PENDAPATAN REGIONAL
Kontribusi Pertanian Masih Dominan Tetapi Semakin Menurun Sektor Pertanian sampai saat ini masih konsisten sebagai kontributor utama dalam PDRB Papua Barat. Kontribusi sektor pertanian tahun 2009 sebesar 24,52 persen. Kondisi ini telah mengalami penurunan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Pertanian, 24.52
Pertambangan &
Galian,13.24Industri
Pengolahan,
24.39
Listrik, Gas & Air
Bersih, 0.51
Konstruksi, 9.81
Perdag, Hotel &
Resto, 9.99
Transpor & Komunikasi,
7.28
Keu, Persewaan & Jasa
Perush, 2.40
Jasa-jasa, 7.86
67 STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010
Gambar 19.2 Pertumbuhan Ekonomi Papua Barat 2003-2009 primer pada tahun 2007 memberikan kontribusi
sebesar 42,61 persen mengalami penurunan menjadi
37,77 persen di tahun 2009. Sebaliknya terjadi pada
sektor sekunder, kontribusinya di tahun 2007 sebesar
29,28 persen meningkat menjadi 34,70 persen di tahun
2009. Sedangkan sektor tersier yang sempat
mengalami penurunan kontribusi di tahun 2008
terhadap tahun 2007 kembali meningkat di tahun 2009
menjadi 27,53 persen.
Pendekatan yang digunakan untuk menghitung
pertumbuhan ekonomi disuatu daerah biasanya
dengan membandingkan besarnya nilai tambah antar
waktu menurut harga konstan. Dengan menggunakan
dasar harga konstan dapat diketahui sejauh mana
pertumbuhan riil dari suatu daerah yang
menggambarkan kondisi perekonomian sehingga
dapat diperbandingkan antar waktu dan antar daerah.
Pertumbuhan ekonomi Papua Barat tahun 2009
sebesar 6,26 persen. Kondisi ini mengalami
perlambatan dibandingkan dengan tahun 2007 dan
2008 sebesar 6,95 persen dan 7,33 persen.
Sedangkan pertumbuhan ekonomi rata-rata tahun
2003-2009 sebesar 6,71 persen.
Dengan tanpa memperhitungkan subsektor migas
(tanpa migas), pertumbuhan ekonomi Papua Barat
tahun 2009 sebesar 7,36 persen. Kondisi ini juga
mengalami perlambatan dibandingkan dengan tahun
2008 yaitu sebesar 8,68 persen maupun tahun 2007
sebesar 8,61 persen. Pertumbuhan ekonomi rata-rata
tanpa migas tahun 2003-2009 mencapai 7,36 persen.
Sumber: PDRB menurut Lapangan Usaha Prov. Papua Barat, 2009
2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009
Dengan Migas 7.68 7.39 6.80 4.55 6.95 7.33 6.26
Tanpa Migas 7.06 6.29 6.83 7.36 8.61 8.68 7.36
0.00
2.00
4.00
6.00
8.00
10.00
Pe
rtu
mb
uh
an
Ek
on
om
i (%
)
Tahukah Anda? Kontribusi PDRB dengan migas
Provinsi Papua Barat terhadap PDB
Indonesia hanya sebesar 0,32
persen. Sedangkan kontribusi tanpa
migas hanya sebesar 0,25 persen.
Sumber: Image Google
19 PENDAPATAN REGIONAL
Pertumbuhan Ekonomi Mengalami Perlambatan Kinerja ekonomi yang diukur melalui pertumbuhan ekonomi menunjukkan gejala perlambatan di tahun
2009 akibat sedikit imbas dari krisis global. Pertumbuhan ekonomi melambat menjadi 6,26 persen dibandingkan tahun 2008 sebesar 7,33 persen. Pertumbuhan ekonomi tanpa migas juga mengalami
perlambatan dari 8,86 persen tahun 2008 menjadi 7,36 persen tahun 2009.
68
STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010
Tabel 19.4 PDRB per Kapita menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat 2008-2009 (Juta Rupiah)
Sebuah nilai yang cukup relevan dalam
menggambarkan tingkat kemakmuran penduduk
secara makro ekonomi adalah dengan menggunakan
pendekatan PDRB per kapita. Dengan PDRB per
kapita, besaran nilai PDRB telah dibagi dengan jumlah
penduduk dari wilayah tersebut. Jadi besarnya PDRB
telah tertimbang dengan jumlah penduduk pada
masing-masing wilayah, sehingga tingginya PDRB
tidak lagi dipengaruhi jumlah penduduk yang besar.
PDRB per kapita dengan migas Papua Barat
meningkat dari Rp. 17,08 juta di tahun 2008 menjadi
Rp. 19,56 juta di tahun 2009. Sedangkan bila tanpa
migas PDRB per Kapita tahun 2009 sebesar Rp. 13,73
juta. Jumlah ini meningkat dibandingkan tahun 2008
sebesar Rp. 11,97 juta.
Kabupaten Sorong dan Kabupaten Raja Ampat
memiliki PDRB per kapita dengan migas tertinggi
pertama dan kedua sebesar Rp. 55,38 juta dan Rp.
21,42 juta, namun ketika unsur migas tidak disertakan
dalam penghitungan, peringkatnya langsung anjlok di
posisi ke-7 dan ke-8. PDRB per kapita kabupaten
tersebut menjadi Rp. 12,30 juta di Kabupaten Sorong
dan Rp. 9,82 juta di Kabupaten Raja Ampat.
PDRB menurut pengunaan pada dasarnya sama
besarnya dengan PDRB menurut Lapangan Usaha
(produksi). PDRB menurut penggunaan dihitung
berdasarkan pengeluaran sedangkan menurut
lapangan usaha dilihat dari sisi produksi. Sebagian
besar penggunaan terserap oleh konsumsi rumah
tangga, yaitu sebesar Rp. 10.041,36 miliar (69,02%)
atau meningkat dari Rp. 8.614,25 miliar di tahun 2008.
Sumber: PDRB menurut Lapangan Usaha Prov. Papua Barat, 2009
Penggunaan PDRB Distribusi
2008 2009 2008 2009
Konsumsi Rumah Tangga
8 614 250.23 10 041 359.40 69.09 69.02
Lembaga Swasta Nirlaba
83 157.66 106 567.80 0.67 0.73
Konsumsi Pemerintah
2 506 043.16 2 852 993.92 20.10 19.61
PMTB 4 080 076.40 4 498 236.48 32.72 30.92
Perubahan Stok
375 834.33 391 132.92 3.01 2.69
Ekspor 6 787 164.93 5 170 937.93 54.43 35.54
Dikurangi Impor (-)
9 977 495.21 8 513 500.94 80.02 58.52
PDRB 12 469 031.50 14 547 727.50 100.00 100.00
Sumber: PDRB menurut Penggunaan Prov. Papua Barat, 2009
Tabel 19.5 PDRB menurut Penggunaan dan Distribusinya di Provinsi Papua Barat 2008-2009 (Miliar Rupiah)
Kabupaten/Kota
Dengan Migas Tanpa Migas
2008 2009 2008 2009
Fak-Fak 15.56 17.31 15.57 17.31
Kaimana 14.27 16.34 14.31 16.34
Teluk Wondama 11.67 14.01 11.69 14.01
Teluk Bintuni 16.05 18.66 16.00 17.46
Manokwari 11.66 13.81 11.72 13.81
Sorong Selatan 6.34 8.53 5.88 8.53
Sorong 44.08 55.38 10.55 12.30
Raja Ampat 20.65 21.42 9.30 9.82
Tambrauw - 0.09 - 0.09
Maybrat - 20.01 - 20.01
Kota Sorong 12.70 14.38 12.69 14.38
Papua Barat 17.08 19.56 11.97 13.73
Tahukah Anda? Kabupaten Tambrauw memiliki PDRB
per kapita terendah di Indonesia (0,9
juta rupiah).
PENDAPATAN REGIONAL
PDRB per Kapita Terdongkrak Produksi Minyak dan Gas PDRB per kapita tahun 2009 sebesar 19,56 juta rupiah lebih tinggi dibandingkan dengan PDRB per Kapita tanpa migas sebesar 13,73 juta rupiah. Perbedaan cukup signifikan tersebut didongkrak oleh daerah penghasil minyak dan gas seperti Kabupaten Sorong dan Raja Ampat.
19
69 STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010
Tabel 20.2 PDRB per Kapita Wilayah Maluku dan Papua 2007-2009 (Juta rupiah)
Provinsi Maluku, Maluku Utara, Papua Barat, dan
Papua adalah provinsi di kawasan timur Indonesia.
Provinsi Maluku Utara adalah pemekaran dari Provinsi
Maluku dan Provinsi Papua Barat adalah pemekaran
dari Provinsi Papua. Diantara empat provinsi tersebut
Provinsi Papua memiliki jumlah penduduk terbesar,
yaitu 2.097.482 jiwa dengan laju pertumbuhan
penduduk 2,01 persen per tahun. Sedangkan
penduduk terkecil adalah Provinsi Papua Barat, yaitu
743.860 jiwa. Penduduk Papua Barat juga merupakan
penduduk terkecil di Indonesia.
PDRB per kapita yang lazim digunakan untuk
mengukur tingkat kesejahteraan masyarakat tercatat
sebesar 24,26 juta rupiah tahun 2009 di Indonesia.
PDRB per kapita di Provinsi Papua bahkan lebih besar
dari itu, yakni mencapai 31,78 juta rupiah. Di Provinsi
Papua Barat PDRB per kapitanya juga relatif tinggi,
yaitu mencapai 19,56 juta rupiah. Tingginya PDRB per
kapita tidak lepas dari tingginya kontribusi sektor
pertambangan dan penggalian, sebagai contoh di
Papua ada pertambangan emas (PT. Freeport), di
Kalimantan Timur ada LNG Bontang dan beberapa
pertambangan lainnya, sedangkan di Papua Barat ada
pertambangan minyak dan gas disamping pembagi
penduduk yang jumlahnya kecil.
Di tahun 2009 rata-rata laju pertumbuhan
ekonomi di kawasan Maluku dan Papua diatas
pertumbuhan ekonomi nasional. Pertumbuhan
ekonomi nasional tahun 2009 sebesar 4,21 persen,
turun dari kondisi tahun 2008 sebesar 6,06 persen. Hal
ini dipengaruhi krisis ekonomi global yang berdampak
Sumber: Statsitik Indonesia, 2009 dan Perkembangan Beberapa Indikator Utama sosial Ekonomi Indonesia, 2009
Sumber: PDRB menurut Penggunaan Prov.insi Papua Barat, 2009 dan Perkembangan Beberapa Indikator Utama sosial Ekonomi Indonesia, 2009
Tabel 20.1 Jumlah Penduduk dan Laju Pertumbuhan Penduduk Wilayah Maluku dan Papua 2007-2009
Provinsi
Penduduk Laju
Pertumbuhan Penduduk
2007-2009 (%) 2007 2008 2009
Maluku 1420433 1440014 1457070 1.28
Maluku Utara 944276 959598 974990 1.61
Papua Barat 715999 729962 743860 1.93
Papua 2015616 2056517 2097482 2.01
Provinsi 2007 2008 2009
Maluku 4.08 4.43 4.87
Maluku Utara 3.35 4.02 4.58
Papua Barat 14.48 17.08 19.56
Papua 27.48 26.37 31.78
Indonesia 17.5 21.68 24.26
Sumber: Statsitik Indonesia, 2009 dan Perkembangan Beberapa Indikator Utama sosial Ekonomi Indonesia, 2009
Provinsi 2007 2008 2009
Maluku 5.62 4.23 5.43
Maluku Utara 6.01 5.98 6.02
Papua Barat 6.95 7.33 6.26
Papua 4.34 (0.78) 20.34
Indonesia 6.28 6.06 4.21
Tabel 20.3 Laju Pertumbuhan Ekonomi Wilayah Maluku dan Papua 2007-2009 (%)
PERBANDINGAN REGIONAL
Pertumbuhan Ekonomi Wilayah Maluku dan Papua Lebih Tinggi dari Pertumbuhan Ekonomi Nasional
Pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 4,21 persen lebih rendah dari pertumbuhan ekonomi wilayah Maluku dan Papua. Pertumbuhan ekonomi Provinsi Papua bahkan mencapai 20,34 persen.
20
70
STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010
Tabel 20.5 Jumlah Penduduk Miskin Wilayah Maluku dan Papua 2007-2010 (ribu orang)
pada negara-negara di dunia. Laju pertumbuhan
ekonomi Provinsi Papua mencapai 20,34 persen,
setelah sebelumnya di tahun 2008 sempat menembus
minus 0,78 persen.
Situasi kinerja ketenagakerjaan umumnya
direpresentasikan oleh angka pengangguran atau
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT). Tercatat untuk
wilayah Maluku dan Papua, TPT terendah dicapai oleh
Provinsi Papua yaitu sebesar 4,08 persen sehingga
menempatkannya pada peringkat ke-3 dari 33 provinsi
di Indonesia. Sementara TPT tertinggi di Provinsi
Maluku yaitu sebesar 10,57 persen atau berada di
peringkat ke-5 terbawah secara nasional. Empat
provinsi di wilayah tersebut TPT-nya lebih baik
dibandingkan dengan TPT nasional (7,87%) kecuali
Provinsi Maluku. Kecenderungan perkembangan TPT
nasional bergerak menurun sejalan dengan provinsi
Papua, Papua Barat, dan Maluku, namun untuk
Provinsi Maluku Utara memiliki pola yang berbeda,
provinsi tersebut TPT-nya justru cenderung meningkat
selama tiga tahun terakhir.
Secara agregat, jumlah penduduk miskin terbesar
di wilayah Maluku dan Papua selama empat tahun
terakhir selalu ditempati oleh Provinsi Papua. Dalam
dua tahun ini jumlahnya justru mengalami peningkatan
yaitu menjadi 760,35 ribu orang dan 761,62 ribu orang.
Jumlah penduduk miskin terendah berada di Provinsi
Maluku Utara yaitu sebesar 91,07 ribu orang di tahun
2010. Pola perkembangan jumlah penduduk miskin
Maluku dan Maluku Utara memiliki persamaan karakter
yaitu cenderung terus mengalami penurunan selama
Sumber: Statsitik Indonesia, 2009 dan Perkembangan Beberapa Indikator Utama sosial Ekonomi Indonesia, 2009
Tabel 20.4 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Wilayah Maluku dan Papua 2007-2009
Sumber: Statsitik Indonesia, 2009 dan Perkembangan Beberapa Indikator Utama sosial Ekonomi Indonesia, 2009
Provinsi 2007 2008 2009 Peringkat
2009
Maluku 12.2 10.67 10.57 29
Maluku Utara 6.05 6.48 6.76 18
Papua Barat 9.46 7.65 7.56 20
Papua 5.01 4.39 4.08 3
Indonesia 9.11 8.39 7.87
Provinsi 2007 2008 2009 2010
Maluku 404.70 391.30 380.01 378.63
Maluku Utara 109.90 105.00 98.00 91.07
Papua Barat 266.80 246.50 256.84 256.25
Papua 793.40 733.10 760.35 761.62
Indonesia (Jt) 37.20 35.00 32.50 31.02
Tahukah Anda? Jumlah penduduk miskin di Provinsi
Jawa Timur (5,37 juta jiwa) hampir
empat kali lipat jumlah penduduk
miskin di Provinsi Maluku, Maluku
Utara, Papua Barat, dan Papua.
PERBANDINGAN REGIONAL
TPT wilayah Maluku dan Papua Lebih Rendah dari TPT Nasional kecuali Provinsi Maluku Provinsi Maluku menjadi satu-satunya provinsi di wilayah Maluku dan Papua yang TPT-nya lebih tinggi dari TPT nasional. Provinsi Papua bahkan memperoleh capaian yang baik dengan menempati peringkat ketiga nasional, dimana TPT-nya sebesar 4,08 persen.
20
71 STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010
tahun terakhir. Sedangkan Provinsi Papua dan
Provinsi Papua Barat memiliki pola tersendiri, yaitu
sama-sama mengalami peningkatan di tahun 2009 dan
kembali mengalami penurunan pada tahun 2010.
Kemiskinan ditinjau dari persentase penduduk
miskin terdapat fakta bahwa pada tahun 2010, tiga
provinsi di wilayah Maluku dan Papua merupakan tiga
provinsi dengan persentase penduduk miskin terbesar
di Indonesia, yaitu Provinsi Maluku sebesar 27,74
persen (peringkat 31); Provinsi Papua Barat sebesar
34,88 persen (peringkat 32); dan Provinsi Papua
sebesar 36,80 persen (peringkat 33).
Perkembangan pembangunan manusia diukur
dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). IPM
Indonesia mencapai 71,76 persen. Dalam
pengkategorian IPM oleh UNDP capaian ini termasuk
kedalam kelompok menengah. Capaian IPM wilayah
Maluku dan Papua tahun 2009 termasuk rendah,
mengingat peringkat terbaiknya hanya mencapai
urutan ke-19 dari 33 provinsi. Capaian IPM tertinggi
diraih oleh Provinsi Maluku, yaitu sebesar 70,96
persen dan capaian terendah berada di Provinsi Papua
sebesar 64,53 persen sekaligus merupakan peringkat
terendah capaian IPM secara nasional.
Sumber: Statsitik Indonesia, 2009 dan Perkembangan Beberapa Indikator Utama sosial Ekonomi Indonesia, 2009
Tabel 20.7 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Wilayah Maluku dan Papua 2007-2009 (%)
Provinsi 2007 2008 2009Peringkat
2009
Maluku 69.96 70.38 70.96 19
Maluku Utara 67.82 68.18 68.63 29
Papua Barat 67.28 67.95 68.58 30
Papua 63.41 64.00 64.53 33
Indonesia 70.59 71.17 71.76
Tabel 20.6 Persentase Penduduk Miskin Wilayah Maluku dan Papua 2007-2010 (%)
Provinsi 2007 2008 2009 2010 Peringkat
2010
Maluku 31.14 29.66 28.23 27.74 31
Maluku Utara
11.97 11.28 10.36 9.42 13
Papua Barat 39.31 35.12 35.71 34.88 32
Papua 37.53 37.08 37.53 36.80 33
Indonesia 16.58 15.42 14.15 13.33
Sumber: Statsitik Indonesia, 2009 dan Perkembangan Beberapa Indikator Utama sosial Ekonomi Indonesia, 2009
PERBANDINGAN REGIONAL
Tahukah Anda? Provinsi Maluku (27,74%), Provinsi
Papua Barat (34,88%) dan Provinsi
Papua (36,80%) adalah tiga
provinsi dengan persentase
penduduk miskin terbesar di
Indonesia.
►► CATATAN:
Empat Kategori Pengelompokan IPM:
IPM sangat tinggi : 90,00-100 persen
IPM tinggi : 80,00-89,99 persen
IPM menengah : 50,00-79,99 persen
IPM rendah : kurang dari 50,00 persen
Lebih dari Seperempat Penduduk Maluku, Papua Barat, dan Papua Berstatus Miskin
Persentase penduduk miskin Provinsi Maluku, Papua Barat, dan Papua berada pada peringkat terendah se-Indonesia. Walaupun secara agregat jumlahnya kecil namun persentasenya cukup
fantastis. Lebih dari seperempat penduduk provinsi tersebut termasuk penduduk miskin.
20
72
STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010
Hubungan TPT dan Kemiskinan terlihat dari
Diagram kuadran pada gambar 20.1. Provinsi Papua
dan papua Barat memiliki karakteristik TPT rendah
namun persentase penduduk miskin tinggi (terhadap
benchmark). Kondisi yang lebih buruk terjadi pada
Provinsi Maluku, dengan karakteristik TPT tinggi dan
persentase penduduk miskin tinggi. Sedangkan
Provinsi Maluku Utara memiliki kondisi terbaik dengan
TPT rendah dan Persentase penduduk miskin rendah.
Menurut beberapa literatur, idealnya jika tingkat
pengangguran (TPT) rendah maka kemiskinan akan
memiliki hubungan yang searah. Namun tidak
selamanya kondisi tersebut dapat tercapai. Perlu
dicermati dari berbagai aspek mengapa bisa terjadi
TPT rendah tetapi kemiskinan tetap tinggi. Aspek yang
perlu diamati adalah apakah penduduk yang bekerja
memiliki produktivitas yang tinggi sehingga setidaknya
mampu memenuhi kebutuhan dasar hidupnya.
Pengangguran rendah berarti lebih banyak orang yang
bekerja, namun perlu dilihat kemungkinan apakah
bekerja dibawah jam kerja normal, pekerja informal
tinggi, bekerja disektor pertanian ekstrkatif (mengambil
hasil dari alam untuk dikonsumsi sendiri) tinggi, tingkat
pendidikan rendah, dan upah yang rendah. Hal
tersebut merupakan beberapa penyebab TPT rendah
tetapi kemiskinan tetap tinggi.
Hubungan pertumbuhan ekonomi dan persentase
penduduk miskin hanya terbagi ke dalam dua kuadran
yang berbeda. Pertumbuhan ekonomi di empat
provinsi ini lebih tinggi dari angka nasional, sehingga
seluruh provinsi berada disisi kanan kuadran (1 dan 4).
Gambar 20.1 Hubungan TPT dan Persentase Penduduk Miskin Wilayah Maluku dan Papua 2009
Maluku
Maluku Utara
Papua Barat
Papua
0
5
10
15
20
25
30
35
40
0 2 4 6 8 10 12
TPT ↑% Penduduk Miskin ↑
TPT ↓% Penduduk Miskin ↓
TPT ↑% Penduduk Miskin
↓
TPT ↓% Penduduk Miskin ↑
Sumber: Perkembangan Beberapa Indikator Utama sosial Ekonomi Indonesia, 2009 Catatan: 1. Benchmark: TPT Indonesia 7,87% dan Persentase penduduk miskin Indonesia
13,33%. 2. Tanda panah berwarna hijau menunjukkan keadaan yang lebih baik daripada
benchmark, dan tanda panah berwarna merah menunjukkan keadaan yang tidak lebih baik daripada benchmark.
Gambar 20.2 Hubungan Pertumbuhan Ekonomi dan Persentase Penduduk Miskin Wilayah Maluku dan Papua 2009
Maluku
Maluku Utara
Papua BaratPapua
0
5
10
15
20
25
30
35
40
0 5 10 15 20 25
Prtmbhn Ekonomi ↑% Penduduk Miskin ↑
Prtmbhn Ekonomi ↑% Penduduk Miskin ↓
Prt
mb
hn
Ek
on
om
i ↓
%P
en
du
du
k M
isk
in
↑
Pert
Eko
↓%
P M
iski
n ↓
Sumber: Perkembangan Beberapa Indikator Utama sosial Ekonomi Indonesia, 2009 Catatan: 1. Benchmark: Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 4,21% dan Persentase penduduk
miskin Indonesia 13,33%. 2. Tanda panah berwarna hijau menunjukkan keadaan yang lebih baik daripada
benchmark, dan tanda panah berwarna merah menunjukkan keadaan yang tidak lebih baik daripada benchmark.
PERBANDINGAN REGIONAL
Pertumbuhan Ekonomi Tinggi namun Persentase Penduduk Miskin Juga Tinggi Provinsi Maluku, Papua Barat, dan Papua memiliki laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi, namun ternyata persentase penduduk miskinnya juga tinggi. Hal ini diduga disebabkan oleh pertumbuhan ekonomi yang kurang berkualitas dan ketimpangan distribusi pendapatan.
20
73 STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010
Kondisi terbaik ditunjukkan oleh Provinsi Maluku
Utara, dengan karakteristik pertumbuhan ekonomi
tinggi dan persentase penduduk miskin rendah.
Sementara untuk tiga provinsi lainnya memiliki
pertumbuhan ekonomi tinggi namun persentase
penduduk miskin juga tinggi. Hal ini dapat terjadi
kemungkinan disebabkan oleh belum berkualitasnya
pertumbuhan ekonomi di ketiga provinsi tersebut.
Pertumbuhan ekonomi belum mampu menurunkan
kemiskinan dan elastisitas kesempatan kerja yang
masih rendah. Jadi pertumbuhan ekonomi belum
mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar.
Sebagai contoh elastisitas kesempatan kerja di Papua
Barat hanya sebesar 0,02 persen, atau setiap satu
persen pertumbuhan ekonomi hanya mampu
menciptakan kesempatan kerja sebesar 0,02 persen
(lihat hal 20). Disamping itu, ketimpangan distribusi
pendapatan dapat menjadi sebab tingginya kemiskinan
meskipun pertumbuhan ekonomi relatif tinggi.
Gambaran ketimpangan distribusi pendapatan
tinggi yang berpengaruh pada persentase penduduk
miskin tinggi tampak pada kondisi Provinsi Papua di
gambar 20.3. Provinsi Papua memiliki koefisien gini
ratio sebesar 0,38 persen dan persentase penduduk
miskin sebesar 36,80 persen. Meskipun laju
pertumbuhan ekonomi Provinsi Papua mencapai 20,34
persen tetapi karena tidak didukung oleh pemerataan
pendapatan yang baik maka persentase penduduk
miskinnya tinggi. Hal yang berbeda terjadi di Provinsi
Maluku Utara, terjadi hubungan searah yang positif,
dimana gini ratio rendah dan kemiskinan juga rendah.
PERBANDINGAN REGIONAL
Gambar 20.3 Hubungan Gini Ratio dan Persentase Penduduk Miskin Wilayah Maluku dan Papua 2009
Maluku
Maluku Utara
Papua BaratPapua
0
5
10
15
20
25
30
35
40
0.3 0.32 0.34 0.36 0.38 0.4
Gini Ratio ↓% Penduduk Miskin ↑
Gini Ratio ↑% Penduduk Miskin ↑
Gini Ratio ↓% Penduduk Miskin ↓
Gini Ratio ↑% Penduduk Miskin ↓
Sumber: Perkembangan Beberapa Indikator Utama sosial Ekonomi Indonesia, 2009 Catatan: 1. Benchmark: Gini Ratio Indonesia 0,37% dan Persentase penduduk miskin Indone-
sia 13,33%. 2. Tanda panah berwarna hijau menunjukkan keadaan yang lebih baik daripada
benchmark, dan tanda panah berwarna merah menunjukkan keadaan yang tidak lebih baik daripada benchmark.
►► CATATAN:
Beberapa Kajian Hubungan Antara Pertumbuhan Ekonomi, kemiskinan, Ketenagakerjaan, dan Distribusi Pendapatan:
Ravallion dan Datt (1996), studi kasus di India →
Menemukan bahwa pertumbuhan di sektor primer lebih
efektif dalam menurunkan kemiskinan dibanding sektor
sekunder.
Saunders (2002) → Tingkat kemiskinan dan
pengangguran kadang kala tidak searah bahkan
berlawanan arah karena alasan ekonomi, serta konsep
dan metodologi yang digunakan.
Semoa dan Tesfa (2004), studi di Virginia Barat → Ada
hubungan timbal balik antara perubahan insiden
kemiskinan dan perubahan ketimpangan pendapatan.
Hubungan yang terjadi adalah searah, yaitu jika
kemiskinan meningkat maka perubahan ketimpanganpun
akan meningkat, demikian juga sebaliknya.
Munandar, Kurniawan dan Santoso (2007), berdasarkan
analisis siklikal → Tingkat kemiskinan akan turun jika
pengangguran turun.
Gini Ratio Tinggi, Persentase Penduduk Miskin Tinggi Salah satu contoh fenomena yang melatarbelakangi tingginya persentase penduduk miskin di
Provinsi Papua meskipun memiliki pertumbuhan ekonomi yang tinggi adalah ketimpangan distribusi pendapatan (gini ratio tinggi)
20
74 STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010
Lampiran Tabel
75
STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010
Kabupaten/Kota Luas Wilayah
Fakfak 11036.48
Kaimana 16241.84
Teluk Wondama 3959.53
Teluk Bintuni 20840.83
Manokwari 14250.94
Sorong Selatan 9408.63
Sorong 12594.94
Raja Ampat 8034.44
Kota Sorong 656.64
Papua Barat 97024.27
Tabel 1.1 Luas Wilayah Provinsi Papua Barat menurut Kabupaten/Kota 2009
Sumber: Peraturan Menteri Dalam Negeri No 6 Tahun 2008
Kabupaten/Kota Jumlah Penduduk
Laki-laki Perempuan Jumlah
0-4 41397 43498 84895
5-9 37398 39698 77096
10-14 33597 35599 69196
15-19 38498 40498 78996
20-24 32197 38299 70496
25-29 29598 32299 61897
30-34 30801 31097 61898
35-39 30698 31699 62397
40-44 26598 29500 56098
45-49 21198 23199 44397
50-54 13799 17798 31597
55-59 8600 12499 21099
60-64 5201 7198 12399
65-69 2101 3999 6100
70-74 1099 2000 3099
75+ 1100 1100 2200
Total 353880 389980 743860
Tabel 1.2 Jumlah Penduduk menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Provinsi Papua Barat 2009
Sumber: Proyeksi Supas 2000-2015
76 STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010
Kabupaten/Kota Komponen IPM
IPM AHH AMH MYS PPP
Fakfak 70.16 97.18 9.09 585.63 70.80
Kaimana 69.48 95.49 7.32 599.40 69.80
Teluk Wondama 67.25 83.13 6.44 600.79 65.27
Teluk Bintuni 67.88 82.98 6.88 597.49 65.65
Manokwari 67.67 85.67 7.95 588.11 66.20
Sorong Selatan 66.49 88.20 7.94 587.90 66.09
Sorong 67.49 91.40 8.04 597.45 68.16
Raja Ampat 65.75 92.77 7.26 560.49 64.08
Tambrauw 66.09 76.38 4.21 440.53 49.12
Maybrat 66.03 89.80 6.92 580.93 64.89
Kota Sorong 71.53 99.12 10.54 634.63 76.84
Papua Barat 68.20 92.34 8.01 595.28 68.58
Tabel 1.3 Indeks Pembangunan Manusia menurut Komponen dan Kabupaten/Kota Provinsi Papua Barat 2009
Daerah/Tahun Garis Kemiskinan Penduduk Miskin Kedalaman
Kemiskinan (P1)
Keparahan Kemiskinan
(P2) Makanan Non Makanan Total Jumlah Persentase
Perkotaan
Maret 2007 154,698 54,820 209,518 11.00 7.14 0.73 0.12
Maret 2008 180,866 63,941 244,807 9.48 5.93 0.73 0.24
Maret 2009 223,357 81,373 304,730 8.55 5.22 0.43 0.04
Maret 2010 233,764 85,406 319,170 9.59 5.73 1.14 0.36
Perdesaan
Maret 2007 176,025 28,933 204,958 255.80 48.82 16.58 7.29
Maret 2008 197,785 32,469 230,254 237.02 43.74 11.67 4.46
Maret 2009 223,592 45,762 269,354 248.29 44.71 12.51 4.61
Maret 2010 238,145 49,367 287,512 246.66 43.48 13.22 5.47
Kota+Desa
Maret 2007 172,145 33,853 205,998 266.80 39.31 12.97 5.66
Maret 2008 193,930 39,641 233,570 246.50 35.12 9.18 3.50
Maret 2009 223,538 53,878 277,416 256.84 35.71 9.75 3.57
Maret 2010 237,147 57,580 294,727 256.25 34.88 10.47 4.30
Tabel 1.4 Garis Kemiskinan, Jumlah Penduduk Miskin, Persentase Penduduk Miskin, Indeks Kedalaman Kemiskinan, dan Indeks Keparahan Kemiskinan Provinsi Papua Barat 2007-2010
Sumber: Olahan Susenas 2009
Sumber: Olahan Susenas 2007-2010
77
STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010
Tabel 1.5 PDRB ADHB dan ADHK menurut Lapangan Usaha Provinsi Papua Barat 2006-2009
Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Berlaku Atas Dasar Harga Konstan
2006 2007 2008 2009 2006 2007 2008 2009
1. Pertanian 2,428,810.57 2,762,424.54 3,107,119.13 3,567,520.90 1,624,269.11 1,709,046.87 1,817,444.10 1,878,562.44
2. Pertambangan dan Penggalian 1,552,891.49 1,655,107.42 1,844,019.44 1,926,816.67 1,081,658.46 1,087,167.36 1,098,592.02 1,093,722.58
3. Industri Pengolahan 1,741,954.15 2,084,467.80 2,835,994.38 3,548,361.11 751,875.24 813,660.34 872,426.05 971,081.99
4. Listrik, Gas & Air Bersih 48,038.78 57,745.90 66,030.34 73,874.44 24,616.86 26,903.48 29,098.48 31,691.89
5. Bangunan 715,644.60 893,250.07 1,150,834.65 1,426,539.42 440,813.49 498,004.63 572,822.13 648,208.20
6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 925,804.53 1,096,203.97 1,290,421.32 1,452,692.47 561,814.69 616,261.41 670,818.70 712,637.01
7. Pengangkutan dan Komunikasi 646,121.42 771,098.42 866,875.56 1,059,222.47 397,041.92 440,299.46 473,536.46 549,199.59
8. Keuangan, Persewaan & Jasa
Perusahaan 151,430.25 214,745.78 302,327.09 348,902.66 94,706.46 118,299.10 150,145.26 151,927.63
9. Jasa-jasa 734,843.72 832,234.79 1,005,409.58 1,143,797.37 572,104.26 624,673.17 684,491.02 731,168.14
PDRB Papua Barat 8,945,539.50 10,367,278.69 12,469,031.50 14,547,727.50 5,548,900.50 5,934,315.82 6,369,374.22 6,768,199.45
Sumber: PDRB menurut Lapangan Usaha Provinsi Papua Barat, 2009
Lapangan Usaha 2006 2007 2008 2009
1. Pertanian 27.15 26.65 24.92 24.52
2. Pertambangan dan Penggalian 17.36 15.96 14.79 13.24
3. Industri Pengolahan 19.47 20.11 22.74 24.39
4. Listrik, Gas & Air Bersih 0.54 0.56 0.53 0.51
5. Bangunan 8.00 8.62 9.23 9.81
6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 10.35 10.57 10.35 9.99
7. Pengangkutan dan Komunikasi 7.22 7.44 6.95 7.28
8. Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan
1.69 2.07 2.42 2.40
9. Jasa-jasa 8.21 8.03 8.06 7.86
TOTAL 100.00 100.00 100.00 100.00
Tabel 1.6 Distribusi PDRB menurut Lapangan Usaha Provinsi Papua Barat 2006-2009
Sumber: PDRB menurut Lapangan Usaha Provinsi Papua Barat, 2009
78 STATISTIK DAERAH PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2010
Tabel 1.7 Pertumbuhan Ekonomi menurut Lapangan Usaha Provinsi Papua Barat 2006-2009
Sumber: PDRB menurut Lapangan Usaha Provinsi Papua Barat, 2009
Tabel 1.8 Pertumbuhan Ekonomi menurut Kabupaten/Kota Provinsi Papua Barat 2006-2009
Sumber: PDRB menurut Lapangan Usaha Provinsi Papua Barat, 2009
Lapangan Usaha 2006 2007 2008 2009
1. Pertanian 3.29 5.22 6.34 3.36
2. Pertambangan dan Penggalian -1.77 0.51 1.05 -0.44
3. Industri Pengolahan 0.52 8.22 7.22 11.31
4. Listrik, Gas & Air Bersih 11.25 9.29 8.16 8.91
5. Bangunan 13.06 12.97 15.02 13.16
6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 10.49 9.69 8.85 6.23
7. Pengangkutan dan Komunikasi 14.84 10.89 7.55 15.98
8. Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan -1.80 24.91 26.92 1.19
9. Jasa-jasa 9.40 9.19 9.58 6.82
Papua Barat 4.55 6.95 7.33 6.26
Kabupaten/Kota 2006 2007 2008 2009
Fak-Fak 6.81 6.42 6.29 6.14
Kaimana 7.69 8.38 6.16 9.72
Teluk Wondama 18.97 19.75 16.90 13.67
Teluk Bintuni 11.10 12.87 12.52 10.72
Manokwari 7.60 8.84 9.40 9.50
Sorong Selatan 8.71 8.67 -28.14 10.90
Sorong 0.39 3.13 7.98 4.55
Raja Ampat 0.22 2.74 2.23 2.75
Tambrauw - - - 3.80
Maybrat - - - 3.16
Kota Sorong 8.53 6.57 7.44 8.23
Papua Barat 4.55 6.95 7.33 6.26