SKRIPSI
PERBANDINGAN POLA GERUSAN PADA PILAR JEMBATAN
SEBELUM DAN SETELAH ADANYA TIRAI SAYAP BETON
OLEH :
TAJRIANA JUMARRNI
105 811105316 105 81 1107516
PROGRAM STUDI TEKNIK PENGAIRAN
JURUSAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2020
iii
PERBANDINGAN POLA GERUSAN PADA PILAR JEMBATAN
SEBELUM DAN SETELAH ADANYA TIRAI SAYAP BETON
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh
Gelar Sarjana Teknik Pengairan Fakultas Teknik Universitas
Muhammadiyah Makassar
Disusun dan Diajukan oleh :
TAJRIANA JUMARNI
105811105316 105811107516
JURUSAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2020
iv
v
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena
rahmat dan hidayah-Nyalah sehingga dapat menyusun hasil dari tugas akhir ini,
dan dapat kami selesaikan dengan baik.
Proposal tugas akhir ini disusun sebagai salah satu persyaratan akademik
yang harus ditempuh dalam rangka menyelesaikan program studi pada Jurusan
Sipil Pengairan Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Makassar. Adapun
judul tugas akhir kami adalah “PERBANDINGAN POLA GERUSAN PADA
PILAR JEMBATAN SEBELUM DAN SETELAH ADANYA TIRAI
SAYAP BETON”.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa didalam penulisan proposal tugas
akhir ini masih terdapat kekurangan – kekurangan, hal ini disebabkan karena
penulis sebagai manusia biasa tidak lepas dari kesalahan dan kukurangan baik itu
ditinjau dari segi teknis penulisan maupun dari perhitungan – perhitrungan. Oleh
karena itu, penulis menerima dengan sangat ikhlas dengan senang hati segala
koreksi serta perbaikan guna penyempurnaan tulisan ini agar kelak dapat
bermanfaat.
Proposal tugas akhir ini dapat terwujut berkat adanya bantuan, arahan dan
bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan segala ketulusan dan
kerendahan hari, kami mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang setinggi
– tingginya kepada:
vi
1. Bapak Ir. Hamzah Ali Imran, S.T., M.T. IPM. sebagai Dekan Fakultas Teknik
Universitas Muhammadiyah Makassar.
2. Bapak Ir. Andi Makbul Syamsul, S.T., M.T., IPM. sebagai Ketua Jurusan
Teknik Sipil Pengairan Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Makassar.
3. Bapak Dr. Ir. H. Riswal K, MT. selaku Pembimbing I dan Ibu Dr. Ir. Nenny T
Karim, ST.,MT.,IPM selaku Pembimbing II, yang banyak meluangkan waktu
dalam membimbing penulis.
4. Bapak dan Ibu dosen serta para staf pegawai di Fakultas Teknik atas segala
waktunya telah mendidik dan melayani penulis selama mengikuti proses
belajar mengajar diUniversitas Muhammadiyah Makassar.
5. Saudara – saudaraku serta rekan – rekan mahasiswa Fakultas Teknik terkhusus
angkatan PROYEKSI 2016 yang dengan persaudaraannya banyak membantu
dalam menyelesaikan proposal tugas akhir ini.J
6. Ayahanda dan Ibunda yang tercinta, penulis mengucapkan terimakasih yang
sebesar – besarnya atas segala limpahan kasih sayang, do’a serta
pengorbanannya terutama dalam bentuk materi untuk menyelesaikan kuliah
kami.
Semoga semua pihak tersebut di atas mendapat pahala yang berlipat
ganda di sisi Allah SWT dan hasil dari tugas akhir yang sederhana ini dapat
bermanfaat bagi penulis, rekan – rekan, masyarakat serta bangsa dan Negara.
Amin.
“Billahi Fii Sabill Haq Fastabiqul Khaerat”.
Makassar, 1 Desember 2020
Penulis
vii
Perbandingan Pola Gerusan Pada Pilar Jembatan Sebelum Dan Setelah
Adanya Tirai Sayap Beton
Riswal k1, Nenny T Karim2
Tajriana3, Jumarni4
3.4.Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Makassar
Email : [email protected], [email protected]
ABSTRAK
Sungai sangat penting perannya bagi kehidupan manusia. Kegiatan penambangan
material sungai untuk memenuhi kebutuhan material konstruksi juga merupakan salah
satu manfaat sungai bagi manusia dan juga akan menimbulkan kerusakan lingkungan
apabila tidak di kendalikan secara baik dan benar. Air yang mengalir di dalam sungai
akan mengakibatkan proses penggerusan tanah dasarnya. Adanya bangunan air seperti
pilar dan abutmen jembatan juga dapat menyebabkan perubahan karakteristik aliran
seperti kecepatan dan turbulensi sehingga menimbulkan perubahan transport sedimen dan
terjadinya gerusan. Berbagai bentuk pilar jembatan telah dikembangkan untuk
meminimalkan gerusan dasar akan tetapi belum memberi hasil maksimal, oleh karena itu
perlu dicari solusi lain untuk menangani masalah gerusan lokal ini seperti dengan
penambahan bangunan pengaman pilar. Untuk itu maka perlu dilakukan penelitian untuk
mengetahui pola aliran dan gerusan di sekitar pilar jembatan dengan model tirai yang
paling cocok untuk meminimalkan gerusan lokal yang terjadi, sehingga diharapkan dapat
menjadi bahan pertimbangan dalam perencanaan pembangunan jembatan. Pada penelitian
ini simulasi dibuat menggunakan penampang berbentuk trapesium dengan dimensi
saluran yang memiliki panjang 6 m dan lebar 0,50 m, slope saluran 0,0022, menggunakan
pilar silinder sedangkan tirai yang digunakan berbentuk persegi sisi depan melengkung
dengan lebar 5 cm, menggunakan debit sebesar 0,032 m3/s. Hasil simulasi yang
didapatkan adalah semakin tinggi kecepatan aliran maka semakin rendah tinggi muka air
dan kedalaman gerusan yang terjadi di sekitar pilar tanpa tirai dan pilar yang
menggunakan tirai mengalami peningkatan kedalaman gerusan di depan (hulu) pilar, sisi
(kanan dan kiri) pilar dan belakang (hilir) pilar, yang pada awalnya besar kemudian
semakin lama penambahan kedalaman gerusan semakin mengecil hingga pada saat
tertentu mencapai kesetimbangan (equilibrium scour depth).
Kata Kunci : pilar, tirai sayap beton, gerusan lokal
ABSTRACT
The river is very important for human life. Mining activities for river materials to meet
the needs of construction materials are also one of the benefits of rivers for humans and
will also cause environmental damage if they are not properly and properly controlled.
The water flowing in the river will result in the process of scouring the bottom soil. The
presence of water structures such as pillars and bridge abutments can also cause
viii
changes in flow characteristics such as velocity and turbulence, causing changes in
sediment transport and scouring. Various forms of bridge pillars have been developed to
minimize base scour but have not given maximum results, therefore it is necessary to
find other solutions to deal with this local scouring problem such as the addition of
pillar protection structures. For this reason, it is necessary to conduct research to
determine the flow and scour patterns around the bridge pillars with the most suitable
curtain model to minimize local scour that occurs, so that it is expected to be taken into
consideration in the planning of bridge construction. In this study, the simulation is
made using a trapezoidal cross-section with a channel dimension that has a length of 6
m and a width of 0.50 m, the channel slope is 0.0022, using a cylinder pillar, while the
curtain used is a square shaped front side curved with a width of 5 cm, using a
discharge of 0.032 m3 / s. The simulation results obtained are that the higher the flow
velocity, the lower the water level and the depth of the scour that occurs around the
pillars without curtains and the pillars that use the curtain increases the scour depth in
front (upstream) of the pillars, sides (right and left) of the pillars and behind them.
(downstream) the pillar, which is initially large, then the longer the scour depth
increases, the smaller it is until at a certain point it reaches equilibrium (equilibrium
scour depth).
Keywords: pillar, concrete wing curtain, local scour.
ix
DAFTAR ISI
SAMPUL..................................................................................................................i
HALAMAN JUDUL...............................................................................................ii
HALAMAN PENGESAHAN……………………………....……………………iii
KATA PENGANTAR............................................................................................iv
DAFTAR ISI...........................................................................................................vi
DAFTAR GAMBAR…………………………………………………….……….ix
DAFTAR TABEL...……………………………………………………..……….xii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
A. Latar Belakang ......................................................................................1
B. Rumusan Masalah..................................................................................3
C. Tujuan Penelitian...................................................................................3
D. Manfaat Penelitian.................................................................................3
E. Batasan Masalah....................................................................................4
F. Sistematika Penulisan............................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................6
A. Sungai.....................................................................................................6
1. Pengertian Sungai............................................................................6
2. Alur Sungai......................................................................................6
B. Hidrolika Sungai....................................................................................8
1. Sifat-sifat Aliran.............................................................................10
2. Regime Aliran................................................................................12
3. Kecepatan Aliran............................................................................12
x
4. Debit Aliran ...................................................................................13
C. Gerusan ...............................................................................................15
1. Pengertian Gerusan .......................................................................15
2. Jeis-jenis Gerusan .........................................................................16
3. Mekanisme Gerus..........................................................................20
4. Analisis Gerusan............................................................................23
D. Pilar......................................................................................................24
1. Jenis-jenis Pilar..............................................................................27
2. Pilar Jembatan Pasangan Batu Kali...............................................27
3. Pilar Jembatan Beton Bertulang....................................................28
4. Permasalahan yang Sering Terjadi pada Pilar Jembatan…...........29
BAB III METODE PENELITIAN........................................................................35
A. Tempat Dan Waktu Penelitian.............................................................35
B. Metode Pengumpulan Data..................................................................35
C. Alat Dan Bahan....................................................................................35
D. Variabel yang digunakan ....................................................................37
E. Perancangan Alat.................................................................................38
F. Pelaksanaan Penelitian........................................................................40
G. Langakh-langkah Pelaksanaan Penelitian............................................41
H. Analisis Data........................................................................................42
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...............................................................44
A. Hasil Penelitian...................................................................................44
1. Kedalaman Aliran..........................................................................44
xi
2. Kecepatan Aliran............................................................................44
3. Bilangan froude..............................................................................45
4. Bilangan Reynold..........................................................................48
5. Debit Aliran...................................................................................49
6. Klarifikasi Aliran...........................................................................50
7. Pola Gerusan..................................................................................51
B. Data Hasil Penelitian dan Pembahasa..................................................52
1. Hubungan Kecepatan Aliran Dengan Bilangan Froude.................53
2. Hubungan Kecepatan Aliran Dengan Bilangan Reynolds…….....55
3. Pengaruh Tegangan Geser Dasar (τₒ) Terhadap Kedalaman
Aliran (h)................................................................................56
4. Pengaruh Pemasangan Tiai Terhadap Gerusan di Pilar….....58
5. Pengaruh Kedalaman Gerusan Terhadap Waktu
Pengaliran...............................................................................62
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN.................................................................64
A. Kesimpulan..........................................................................................64
B. Saran....................................................................................................65
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………66
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Kedalaman gerusan maksimum terhadap kecepatan geser (Sumber:
Istiarto 2002) .................................................................................... 20
Gambar 2. Kedalaman Gerusan (ys) sebagai Fungsi Waktu (t) (Breusers dan
Raudkivi,1991). (Andy Dictanata dkk, 2016). ................................... 21
Gambar 3. Mekanisme gerusan lokal (Sumber: Coastal Engineering
Research Center) .............................................................................. 23
Gambar 4. Jenis-jenis pilar (Sumber : Perencanaan jembatan, Bina Marga,
PU) ................................................................................................... 28
Gambar 5. Pilar dari pasangan batu kali
(www.buildingengineeringstudy.com) .............................................. 29
Gambar 6. Pilar tunggal jembatan ...................................................................... 29
Gambar 7. Aliran air pada penampang Pilar ....................................................... 30
Gambar 8. Pilar tidak sejajar dengan arah aliran sungai ..................................... 30
Gambar 9. Local scouring pada dasar Pilar ........................................................ 31
Gambar 10.Jembatan Kebonagung, Yogyakarta, 2006 (Sumber: Istiarto,
2011) ................................................................................................ 32
Gambar 11. Jembatan Trinil, Magelang, 2009 (Sumber: Istiarto, 2011) .............. 33
Gambar 12. Jembatan Pabelan, Magelang, Maret 2011 (Sumber: Istiarto,
2011) ................................................................................................ 34
Gambar 13. Model saluran terbuka dengan penampang trapesium ...................... 39
Gambar 14. Model silinder ................................................................................. 40
Gambar 15. Dimensi variasi bentuk Tirai persegi sisi depan melengkung ......... 41
xiii
Gambar 16. Penempatan model tirai ................................................................... 41
Gambar 17. Flow Chart Penelitian ...................................................................... 44
Gambar 18. Pola gerusan di sekitar pilar tanpa tirai beton ................................... 53
Gambar 19. Pola gerusan di sekitar pilar yang menggunakan tirai beton ............. 53
Gambar 20. Hubungan kecepatan aliran dengan angka bilangan Froude ............. 54
Gambar 21. Hubungan Kecepatan Aliran dengan Angka Bilangan Froude .......... 54
Gambar 22. Hubungan antara kecepatan dan angka Reynolds tanpa
menggunakan tirai ............................................................................ 56
Gambar 23. Hubungan Kecepatan dan Angka Reynold menggunakan Tirai ........ 56
Gambar 24. Hubungan tegangan geser dan kedalaman aliran .............................. 58
Gambar 25. Tampak atas kontur permukaan dasar saluran dengan pilar
tanpa menggunakan tirai sayap beton................................................ 60
Gambar 26. Pola pergerakan sedimen pada permukaan dasar saluran
dengan pilar tanpa menggunakan tirai sayap beton ........................... 60
Gambar 27. Kontur permukaan dasar saluran dengan pilar tanpa
menggunakan tirai sayap beton ......................................................... 61
Gambar 28. Tampak atas kontur permukaan dasar saluran dengan pilar
menggunakan tirai sayap beton ......................................................... 62
Gambar 29. Pola pergerakan sedimen pada permukaan dasar saluran
dengan pilar menggunakan tirai sayap beton ..................................... 62
Gambar 30. Kontur permukaan dasar saluran dengan pilar tanpa
menggunakan tirai sayap beton ......................................................... 62
Gambar 31. Perbandingan hubungan kedalaman gerusan (ds)
denganwaktu (t) pada pilar tanpa menggunakan tirai ........................ 63
xiv
Gambar 32. Grafik Perbandingan Hubungan Kedalaman Gerusan (ds)
dengan waktu (t) pada pilar dengan menggunakan tirai ..................... 64
xv
DAFTAR TABEL
1. Koefisien faktor bentuk pilar………………………...……………..………..25
2. Kecepatan Aliran……..……………………………...……………………….45
3. Hubungan antara kecepatan aliran dengan nilai Froude dengan menggunakan
tirai segitiga...……………………………………...…………………………47
4. Hubungan antara kecepatan aliran dengan nilai Froude tanpa menggunakan
tirai segitiga…………………………...……………………………………...47
5. Hubungan antara kecepatan aliran dengan nilai Reynold menggunakan tirai
segitiga……………..………………………………………………………...48
6. Hubungan antara kecepatan aliran dengan nilai Reynold tanpa menggunakan
tirai segitiga…...……………………………………………………………...49
7. Debit Aliran……..……………………………………………………..……..50
8. Hasil Perhitungan bilangan Reynold dan angka Froude menggunakan
tirai…...………………………………………………………………………50
9. Pengaruh Tegangan Geser Dasar (τₒ) Terhadap Kedalaman Aliran
(h)…………………………………………………………………………….57
xvi
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sungai sangat penting perannya bagi kehidupan manusia. Kenyataan
ini dapat dilihat dari pemanfaatan sungai yang makin lama makin
kompleks, mulai dari sarana transportasi , sumber air baku, sumber tenaga
air dan sebagainya. Kegiatan penambangan material sungai untuk
memenuhi kebutuhan material konstruksi juga merupakan salah satu
manfaat sungai bagi manusia dan juga akan menimbulkan kerusakan
lingkungan apabila tidak di kendalikan secara baik dan benar. Air yang
mengalir di dalam sungai akan mengakibatkan proses penggerusan tanah
dasarnya. Penggerusan yang terjadi secara terus menerus akan membentuk
lubang-lubang gerusan di dasar sungai. Proses gerusan dapat terjadi karena
adanya pengaruh merfologi sungai yang berupa tikungan atau adanya
penyempitan saluran sungai.
Adanya bangunan air seperti pilar dan abutmen jembatan juga dapat
menyebabkan perubahan karakteristik aliran seperti kecepatan dan
turbulensi sehingga menimbulkan perubahan transport sedimen dan
terjadinya gerusan. Berbagai bentuk pilar jembatan telah dikembangkan
untuk meminimalkan gerusan dasar akan tetapi belum memberi hasil
maksimal, oleh karena itu perlu dicari solusi lain untuk menangani masalah
2
gerusan lokal ini seperti dengan penambahan bangunan pengaman pilar.
(Arie Perdana Putra dkk,2014)
Keruntuhan sebuah jembatan biasanya disebabkan oleh adanya
kegagalan kestabilan pilar jembatan di dalam mentransfer bebab-beban
jembatan ke tanah dasar. Kegagalan pilar disebabkan karena gerusan pada
dasar sungai atau sekitar pilar jembatan melebihi tingkat keamanan
sehingga membahayakan konstruksi jembatan tersebut ( Nenny dkk,2014).
Jembatan yang runtuh bukan hanya bentuk konstruksi yang salah tetapi
juga bisa di sebabkan tergerusnya pilar jembatan oleh aliran air ( Muchtar
Agus Tri Windarta dkk,2016). Gerusan yang terjadi biasanya berlangaung
dalam jangka waktu yang lama karena proses ini terjadi secara bertahap
sedikit demi sedikit. Prosesnya akan terlihat lebih nyata saat terjadi banjir
besar, hal ini di dasari karena saat terjadi banjir, fruktuasi air tidak lagi
dapat di prediksi. Gerusan dasar menjadi lebih besar pengaruhnya jika lebar
efektif sungai berkurang, hal ini dapat menyebabkan aliran air menjadi
terfokus ke satu titik ( Nenny dkk,2014).
Berdasarkan permasalahan diatas penulis tertarik melakukan
penelitian tugas akhir yang berjudul “ Perbandingan Model Gerusan Pada
Pilar Jembatan Sebelum Dan Setelah Adanya Tirai Sayap Beton “
3
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan diatas, dalam penelitian ini
diangkat permasalahan sebagai berikut :
1. Seberapa besar hubungan antara kecepatan aliran dan tinggi muka air?
2. Bagaimana perubahan pola gerusan sebelum dan setelah adanya tirai
sayap beton?
Ui88
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui hubungan antara kecepatan aliran dan tinggi muka
air.
2. Untuk menganalisis perubahan pola gerusan yang terjadi sebelum dan
setelah adanya tirai sayap beton pada pilar jembatan.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan akan dapat memberikan manfaat
antara lain:
1. Bagi Mahasiswa
Penelitian ini sebagai sarana untuk menerapkan teori yang telah
diperoleh selama masa perkuliahan kedalam permasalahan yang
bersifat praktis.
2. Bagi Masyarakat
4
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai rekomendasi
untuk program kebijakan masyarakat.
3. Bagi Pemerintah
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan referensi dalam
menganalisis perbandingan gerusan pada pilar jembatan
E. Batasan Masalah
1. Penelitian ini dilakukan pada saluran tanah dengan bentuk saluran
trapezium dengan kosentrasi penelitian pola gerusan
2. Model pilar yang digunakan berbentuk slinder dengan tinggi 25 cm dan
lebar 10 cm
3. Model pilar dan tirai sayap beton terbuat dari beton dengan ukuran
serta variasi penempatan model yang berbeda
4. Model tirai yang digunakan yaitu tirai sayap beton formasi segitiga
dengan ukuran tirai yang digunakan 25 x 5 cm
5. Material yang digunakan pada penelitian ini yaitu pasir.
6. Fluida yang digunakan pada penelitian ini yaitu air tawar
7. Variable penelitian adalah variasi debit ( Q) kecepatan (V) tinggi muka
air (H) Jarak penempatan model (£) kedelaman gerusan (ys) panjang
gerusan (LS)
F. Sistematika Penelitian
5
BAB I PENDAHULUAN : Merupakan bagian awal dari pembahasan
yang meliputi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat
penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA :Dalam bab ini menguraikan tentang
perbandingan model gerusan pada pilar jembatan sebelum dan setalah
adanya tirai sayap beton.
BAB III METODE PENELITIAN : Dalam bab ini menguraikan tentang
lingkup penelitian, waktu dan tempat penelitian, alat dan bahan penelitian,
tahapan penelitian, dan bagan alur penelitian.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN : Bab ini berisi hasil penelitian
tentang perbandingan model gerusan pada pilar jembatan sebelum dan
setalah adanya tirai sayap beton.
BAB V PENUTUP : Kesimpulan dan saran yang mencangkup dari
keselurahan isi penulisan yang diperoleh dan disertai saran-saran.
6
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Sungai
1. Pengertian Sungai
Suatu alur yang panjang di atas permukaan bumi tempat mengalirnya
air yang berasal dari hujan disebut alur sungai. Perpaduan antara alur
sungai dan aliran air di dalamnya disebut sebagai sungai. Proses
terbentuknya sungai itu sendiri berasal dari mata air yang berasal dari
gunung/pegunungan yang mengalir di atas permukaan bumi. Dalam proses
selanjutnya aliran air ini akan bertambah seiring dengan terjadinya hujan,
karena limpasan air hujan yang tidak dapat diserap bumi akan ikut mengalir
ke dalam sungai, mengakibatkan terjadinya banjir. Dari pengertian tersebut
dapat diambil kesimpulan bahwa sungai adalah saluran drainase yang
terbentuk secara alamiah akibat dari pergerakan air diatas permukaan bumi
yang tidak dapat diserap oleh bumi. (Fathona Fajri Junaidi,2014)
Sifat-sifat sungai sangat dipengaruhi oleh luas daerah aliran sungai
(DAS) serta kemiringan saungai. Bentuk tebing, dasar muara dan pesisir di
depan muara memberi pengaruh terhadap pembentuskan sedimentasi
terutama terhadap angkutan sedimen (Sudarman, 2011 dalam Sudira dan
Tiny, 2013)
8
2. Alur Sungai
Menurut Daties (2012), suatu alur sungai dapat dibagi menjadi tiga
bagian. Tiga bagian tersebut adalah sebagai berikut:
a) Bagian hulu
Hulu sungai merupakan daerah konservasi dan juga daerah sumber
erosi karena memiliki kemiringan lereng yang besar (>15%).Alur sungai di
bagian hulu ini biasanya mempunyai kecepatan yang lebih besar dari
bagian lainnya, sehingga saat banjir material hasil erosi yang diangkut
bukan hanya partikel sedimen yang halus tetapi juga mengangkut pasir,
kerikil bahkan batu.
b) Bagian tengah
Bagian ini merupakan daerah peralihan dari bagian hulu dan
hilir.Kemiringan dasar sungai relatif lebih landai dari bagian hulu. Bagian
ini merupakan daerah keseimbanganantara proses erosi dan sedimentasi
yang sangat bervariasi dari musim ke musim.
c) Bagian Hilir
Alur sungai di bagian hilir biasanya melalui daerah daratan yang
memiliki kemiringan yang landai sehingga kecapatan alirannya
lambat.Keadaan ini menyababkan beberapa tempat menjadi daerah banjir
(genangan) dan mudah terbentuk endapan sedimen. Endapan yang
terbentuk biasanya berupa endapan pasir halus, lumpur, endapan organik,
atau jenis endapan lain yang sangat stabil.( Jazaul Ikhsan dkk,2017).
9
B. Hidrolika Sungai
Saluran yang mengalirkan air dengan suatu permukaan bebas disebut
saluran terbuka, menurut asalnya saluran dapat digolongkan menjadi
saluran alam (natural) dan saluran buatan (artificial) (Ven Te Chow.1992
dalam Rosalina Nensi E.V).
Saluran alam meliputi semua alur air yang terdapat secara alamiah di
bumi, mulai dari anak selokan kecil di pegunungan, selokan kecil, kali,
sungai kecil dan sungai besar sampai ke muara sungai. Aliran air di bawah
tanah dengan permukaan bebas juga dianggap sebagai saluran terbuka
alamiah
Sifat-sifat hidrolik saluran alam biasanya sangat tidak menentu.
Dalam beberapa hal dapat dibuat anggapan pendekatan yang cukup sesuai
dengan pengamatan dan pengalaman sesungguhnya sedemikian rupa,
sehingga pensyaratan aliran pada saluran ini dapat diterima untuk
menyelesaikan analisa hidrolika teoritis. Studi selanjutnya tentang perilaku
aliran pada saluran alam memerlukan pengetahuan dalam bidang lain,
seperti hidrologi, geomorfologi, angkutan sedimen dan sebagainya. Hal ini
merupakan ilmu tersendiri yang disebut hidrolika sungai.
1. Sifat-sifat Aliran
1) Aliran Seragam dan Tak Seragam
10
Aliran saluran terbuka dikatakan seragam apabila kedalaman aliran
sama pada setiap penampang saluran. Suatu aliran seragam dapat tetap dan
tidak tetap tergantung apakah kedalamannya berubah sesuai dengan
perubahan waktu. Sedangkan aliran disebut berubah (varied), bila
kedalaman aliran berubah disepanjang saluran. Aliran berubah dapat
bersifat tetap maupun tak tetap (Ven Te Chow.1992 dalam Rosalina Nensi
E.V)
2) Aliran Laminer dan Turbulen
Aliran adalah laminar bila gaya kekentalan relatif sangat besar
dibandingkan dengan gaya inersia sehingga kekentalan berpengaruh besar
terhadap perilaku cairan. Dalam aliran laminar butir-butir air seolah-olah
bergerak menurut lintasan tertentu yang teratur dan lurus dan selapis cairan
yang sangat tipis seperti menggelincir diatas lapisan disebelahnya.
Sedangkan aliran turbulen adalah bila gaya kekentalan relatif lemah
dibandingkan dengan gaya kelembamannya. Pada aliran turbulen, butir-
butir aliran air bergerak menurut lintasan yang tidak teratur, tidak lancar
maupun tidak tetap, walaupun butir-butir tersebut tetap menunjukan gerak
maju dalam aliran secara keseluruhan (Ven Te Chow.1992 dalam Rosalina
Nensi. E.V)
Menurut ilmu mekanika fluida aliran fluida khususnya air
diklasifikasikan berdasarkan perbandingsn antara gaya-gaya inersia
(inertial forces) dengan gaya-gaya akibat kekentalan (viscous forces)
11
menjadi tiga bagian, yaitu aliran laminer, aliran transisi, dan aliran turbulen
(French, dalam Robert J. Kodatie 2009). Variabel yang dipakai untuk
klasifikasi ini adalah bilangan Reynold yang didefenisikan sebagai :
Re =
……….…………………………………………….……………………………………………………(1)
Dimana:
Re = Angka Reynold
= Karakteristik kecepatan aliran, biasanya diambil dari kecepatan rata-rata
(m/det)
= kerapatan air dengan satuan (kg/m3)
Beberapa penelitian disimpulkan bahwa bilangan Reynold untuk saluran
terbuka adalah:
R < 500 = Aliran Laminer
500<R,12,500 = Aliran transisi
R>12,500 = Aliran turbulen
3) Aliran Sub kritis, Kritis dan Super kritis
Aliran dapat dikatakan kritis apabila kecepatan aliran sama dengan
kecepatan gelombang gravitasi dengan amplitude kecil. Gelombang
gravitasi dapat dibandingkan dengan merubah kedalaman. Jika kecepatan
aliran lebih kecil daripada kecepatan kritis, maka aliran disebut sub kritis,
sedangkan jika kecepatan alirannya lebih besar daripada kecepatan kritis,
maka alirannya disebut super kritis.
12
Apabila yang diinginkan adalah besarnya perbandingan antara gaya-
gaya kelembaman dan gaya-gaya gravitasi maka aliran dapat dibagi
menjadi:
1) Aliran Sub Kritis
Apabila FR < 1, berarti gaya gravitasi menjadi dominan dan aliran dalam
keadaan aliran sub kritis.
2) Aliran Kritis
Apabila FR = 1, berarti gaya-gaya kelembaman dan gaya gravitasi
seimbang dan aliran disebut dalam aliran kritis
3) Aliran Super Kritis
Apabila FR > 1, berarti gaya kelembaman yang dominan dan aliran
menjadi super kritis.
Parameter tidak berdimensi yang membedakan tipe aliran tersebut
adalah angka Froude (FR) yaitu angka perbandingan antara gaya
kelembaman dan gaya gravitasi:
FR =
……………………………………………………...……………(2)
Dimana:
FR = Angka Froude
= Kecepatan rata-rata aliran (m/det)
y = kedalaman air (m)
g = gaya gravitasi (m/det)
13
2. Regime Aliran
Regime aliran yang mungkin terjadi pada saluran terbuka ( Andi Abd.
Rahim 2017) adalah sebagai berikut:
1) Sub kritis-Laminer
Apabila nilai bilangan Froude lebih kecil daripada satu dan nilai
bilangan Reynold berada pada rentang laminer.
2) Super kritis-Laminer
Apabila nilai bilangan Froude lebih besar daripada satu dan nilai
bilangan Reynold berada pada rentang laminer.
3) Super kritis-turbulen
Apabila nilai bilangan Froude lebih besar daripada satu dan nilai
bilangan Reynold berapa pada rentang turbulen
4) Super kritis-turbulen
Apabila nilai bilangan Froude lebih kecil daripada satu dan nila
bilangan Reynold berada pada rentang turbulen.
3. Kecepatan Aliran
Kecepatan aliran disebabkan oleh tekanan pada muka air akibat
adanya perbedaan fluida antara udara dan air dan juga akibat gaya gesekan
pada dinding saluran (dasar maupun tebing saluran) maka kecepatan aliran
pada suatu potongan melintang saluran tidak seragam ( Addison,1994;
Chow 1959 dalam Robert. J Kodatie,2009). Ketidakseragaman ini juga
14
disebabkan oleh bentuk tampang melintang saluran, kekasaran saluran dan
lokasi saluran (saluran lurus atau pada belokan)
Selanjutnya Chow mengatakan bahwa kecepatan maksimum
umumnya terjadi pada jarak 0,05 sampai 0,25 dikalikan kedalaman airnya
dihitung dari permukaan air. Namun pada sungai yang sangat lebar dengan
kedalaman dangkal (shallow), kecepatan maksimum terjadi pada
permukaan air ( Addison,1994; Chow 1959 dalam Robert. J Kodatie,2009).
Makin sempit saluran kecepatan maksimumnya makin dalam. Kekasaran
dasar saluran juga mempengaruhi distribusi kecepatan.
4. Debit Aliran
Debit aliran adalah laju aliran air (dalam bentuk volume air) yang
melewati suatu penampang melintang sungai persatuan waktu. Dalam
sistem satuan SI besarnya debit dinyatakan dalam satuan meter kubik per
detik (m3/det) (Chay Asdak, 2014).
Pengukuran debit aliran dilapangan pada dasarnya dapat dilakukan
melalui empat kategori (Gordon et al, 1992 dalam Chay Asdak,2014):
1) Pengukuran volume air sungai
2) Pengukuran debit dengan cara mengukur kecepatan aliran dan
menentukan luas penampang melintang sungai dan menggunakan
rumus:
Q = V . A ……………………………………...…………………………(3)
Dimana:
15
Q = Debit aliran (m3det)
V = Kecepatan aliran (m/det)
A = luas penampang (m2)
3) Mengukur debit dengan menggunakan bahan kimia (pewarna) yang
dialirkan dalam aliran sungai (substance tracing method).
4) Pengukuran debit dengan membuat bangunan pengukur seperti weir
(aliran air lambat) atau flume (aliran air cepat).
Persamaan rumus lebar muka air adalah:
B = 2 H tg
………………………………………………………………(4)
Dipandang suatu pias setebah dh pada jarak h dari muka air. Panjang pias
tersebut adalah:
b = 2 (H-h) tg
……………………………………………………...……(5)
Luas pias:
dA = 2 (H-h) tg
…………………………………………………...…(6)
seperti didalam penurunan rumus aliran melaui peluap segitiga, kecepatan
air melalui pias:
V = √ ………….…………………………………………………….(7)
Debit aliran melalui pias:
dQ = Cd 2 (H-h) tg
√ ………………………………….……..(8)
16
Integrasi persamaan tersebut untuk mendapatkan debit aliran melalui
puluap:
Q = 2 Cd tg
√ ∫
H-h) h
½ dh…...…...…………………………….(9)
Q = 2 Cd tg
√ ∫
1/2 – h
3/2 dh ……...…………………………..(10)
Q = 2 Cd tg
√ ∫
Hh
3/2 –
h
5/2 ]……...………...………………(11)
Q = 2 Cd tg
√ ∫
H
5/2 –
h
5/2) ………...…….…………………(12)
Q =
Cd. tg
√ 5/2
……………….…………………………………(13)
Dimana:
Q = Debit Aliran (m3/
det)
y = Kedalaman air pada bak pengukur debit (m)
Sudut V-Notch (Thompson-90o)
Cd = Koefisien Thompson (Cd = 0,6)
g = Percepatan gravitasi (9,8 m/det2)
C. Gerusan
1. Pengertian Gerusan
Gerusan adalah fenomena alam yang disebabkan oleh aliran air yang
biasanya terjadi pada dasar sungai yang terdiri dari material alluvial namun
terkadang dapat juga terjadi pada dasar sungai yang keras. Pengalaman
menunjukkan bahwa gerusan dapat menyebabkan terkikisnya tanah di
sekitar fondasi dari sebuah bangunan pada aliran air. Gerusan biasanya
17
terjadi sebagai bagian dari perubahan morfologi dari sungai dan perubahan
akibat bangunan buatan manusia. (Anton Ariyanto,2006)
Menurut Laursen (1952, dalam Garde dan Raju, 1977), gerusan
didefinisikan sebagai pemindahan material yang disebabkan oleh gerakan
fluida akibat pembesaran dari suatu aliran.Gerusan terjadi pada suatu
kecepatan aliran tertentu dimana sedimen yang ditranspor lebih besar dari
sedimen yang disuplai. Dalam ilmu teknik sungai yang penting adalah
pengruh pengaliran yang dapat berakibat buruk karena dibangunnya suatu
bangunan silangan pada sungai berupa penempatan beberapa pilar dan cara
menanggulanginya. Akibat buruk tersebut terutama terjadinya penggusuran
(scouring) di sekeliling pilar.Oleh karena itu bahaya penggusuran bagi
terancamnya tiang harus diperhitungkan.
2. Jenis – Jenis Gerusan
Gerusan yang terjadi pada sungai dapat digolongkan menjadi:
a. Gerusan umum (general scour)
Yaitu bertambah dalamnya dasar saluran sungai akibat interaksi yang
terjadi antara aliran yang terjadi pada sungai dengan material dasar sungai.
Hal ini menyebabkan terjadinya angkutan sedimen pada sungai, yang dapat
di bagi menjadi :
18
(1) Angkutan sedimen dasar adalah pergerakan material lepas dasar sungai
yang bergerak mengelinding, bergeser atau melompatlompat di dasar
sungai atau saluran akibat gaya seret aliran.
(2) Angkutan sedimen kikisan adalah pergerakan material lepas yang
berasal dari hasil kikisan permukaan daerah tangkapan hujan, bergerak
melayang bersama aliran, sukar mengendap, kecuali ditampungan
waduk atau muara sungai.
(3) Angkutan sedimen laying adalah pergerakan material lepas yang berasal
dari dasar sungai atau hasil kikisan permukaan daerah tangkapan
hujan,bergerak melayang bersama aliran dan dapat mengendap jika gaya
berat material tersebut lebih besar daripada kombinasi gaya angkat air
dan gaya akibat turbulansi aliran.
b. Gerusal lokal (local scour)
Gerusan lokal adalah penggerusan pada dasar atau tebing sungai
yang terjadi setempat di sekitar bangunan akibat peningkatan energi dan
turbulensi aliran karena gangguan bangunan atau gangguan alami. Tiap
gerusan memiliki metodenya sendiri. Beberapa mekanisme gerusan adalah
sebagai berikut :
(1) Clear Water Scour
Gerusan ini terjadi jika tegangan geser yang terjadi lebih besar
daripada tegangan geser kritis.Pergerakn sedimen hanya terjadi pada sekitar
abutmen.
19
(2) Lef Bed Scour
Gerusan ini terjadi disertai dengan adanya angkutan sedimen dari
material dasar, akibat aliran dalam saluran yang menyebabkan materal
dasar bergerak. Hal tersebut menunjukkan bahwa tegangan geser pada
dasar saluran lebih besar dari nilai kritiknya. Keseimbangan kedalaman
gerusan tercapai jika jumlah material yang terangkat dari lubang gerusan
sama dengan material yang disuplai ke lubang gerusan.
Gerusan yang terjadi disekitar penyempitan saluran akibat
keberadaan bangunan adalah akibat sistem pusaran (vortex system). Vortex
system yang menyebabkan adanya lubang gerusan tersebut dimulai dari
sebelah hulu penyempitan (hulu bangunan) yaitu saat mulai munculnya
komponen aliran dari arah bawah. Selanjutnya pada bagian bawah
komponen tersebut, aliran akan terbalik arah menjadi vertikal yang
kemudian diikuti dengan terbawanya material dasar sehingga terbentuk
aliran spiral di daerah gerusan.
Kondisi aliran yang membentuk pusaran tersebut berdampak
terjadinya pengikisan dasar sungai disekitar bangunan, yaitu dengan
terbawa atau terangkutnya material dasar sungai di sekitar bangunan yang
akan berakibat timbulnya lubang gerusan. Peristiwa ini berlangsung sampai
terjadi keseimbangan yang tergantung pada media yang bergerak, kondisi
aliran clear-water atau live-bad.
20
Dijelaskan lebih lanjut bahwa kecepatan gerusan relatif tetap
meskipun terjadi peningkatan kecepatan yang berhubungan dengan
transport sedimen, baik yang masuk maupun yang keluar lubang gerusan.
Jadi kedalaman rata-rata gerusan pada kondisi seimbang (eguilibrium scour
dept), dengan sendirinya menjadi lebih kecil dengan kedalaman gerusan
maximum. Keseimbangan kedalaman gerusan biasanya akan tercapai pada
aliran yang tinggi dan dalam waktu yang lama.
Kedalaman gerusan pada clear-water scour dan live-bed scour
merupakan fungsi kecepatan geser. Kedalaman gerusan maksimum terjadi
saat kecepatan geser (u*) sama dengan kecepatan geser kritik yaitu pada
daerah transisi antara clear-water scour dan live-bed scur.
Gambar 1. kedalaman gerusan maksimum terhadap kecepatan geser (Sumber:
Istiarto 2002)
Menurut Chabert dan Engeldinger (1956) dalam Breusers dan
Raudkivi (1991), lobang gerusan yang terjadi pada alur sungai disamping
merupakan fungsi kecepatan geser, juga merupakan fungsi waktu seperti
ditunjukkan pada gambar 3 berikut ini.
21
Gambar 2. Kedalaman Gerusan (ys) sebagai Fungsi Waktu (t) (Breusers dan
Raudkivi,1991). (Andy Dictanata dkk, 2016).
3. Gerusan dilokalisir (constriction scour)
Gerusan dilokalisir (constriction scour) Gerusan dilokalisir adalah
gerusan yang diakibatkan oleh adanya penyempitan alur sungai sehingga
aliran akan menjadi terpusat. (Puji Harsanto dkk,2007).
4. Mekanisme Gerusan
Mekanisme Gerusan Gerusan lokal umumnya terjadi pada alur sungai
yang terhalang pilar jembatan akibatnya menyebabkan adanya pusaran.
Pusaran tersebut terjadi pada bagian hulu pilar. Isnugroho (1992) dalam
Aisyah (2004) menyatakan bahwa adanya pilar akan menggangu kestabilan
butiran dasar. Bila perubahan air hulu tertahan akan terjadi gangguan pada
elevasi muka air di sekitar pilar. Selanjutnya aliran akan berubah secara
cepat. Karena adanya percepatan aliran maka elevasi muka air akan turun.
Pola aliran disekitar pilar pada aliran saluran terbuka cukup kompleks.
22
Bertambahnya kompleksitas disertai semakin luasnya lubang gerusan.
Suatu sail studi mengenai bentuk/pola aliran yang telah dilanjutkan oleh
Melville dalam Indra (2000) agar lebih mengerti mekanisme dan peran
penting pola aliran hingga terbentuknya lubang gerusan. Pola aliran
dibedakan dalam beberapa komponen :
1. Arus bawah didepan pilar.
2. Pusaran sepatu kuda (horse shoes vortex).
3. Pusaran yang terangkat (cast-off vortices) dan menjalar (wake).
4. Punggung gelombang (bow wave).
Menurut Miller (2003) jika struktur ditempatkan pada suatu arus air,
aliran air di sekitar struktur tersebut akan berubah, dan gradien kecepatan
vertikal (vertical velocity gradient) dari aliran akan berubah menjadi
gradien tekanan (pressure gradient) pada ujung permukaan struktur
tersebut. Gradien tekanan (pressure gradient) ini merupakan hasil dari
aliran bawah yang membentur bed. Pada dasar struktur, aliran bawah ini
membentuk pusaran yang pada akhirnya menyapu sekeliling dan bagian
bawah struktur dengan memenuhi seluruh aliran. Hal ini dinamakan
pusaran tapal kuda (horseshoe vortex), karena dilihat dari atas bentuk
pusaran ini mirip tapal kuda.
Pada permukaan air, interaksi aliran dan struktur membentuk busur
ombak (bow wave) yang disebut sebagai gulungan permukaan (surface
23
roller). Pada saat terjadi pemisahan aliran pada struktur bagian dalam
mengalami wake vortices.
Gambar 3. Mekanisme gerusan lokal (Sumber: Coastal Engineering Research
Center)
Gerusan yang terjadi disekitar pilar jembatan adalah akibat dari
system Pusaran (vortek system) yang timbul karena aliran terhadap pilar.
Sistem pusaran yang menyebabkan lubang gerusan, berawal dari hulu pilar
yaitu pada saat timbul komponen aliran dengan arah kedasar pilar
selanjutnya akan membentuk pusaran. Didekat dasar saluran ini akan
berbalik kearah vertikal keatas. Peristiwa ini diikuti dengan terbawanya
material dasar sehingga terbentuk aliran yang akan menyebabkan
terjadinya gerusan dasar disekitar pilar. (Graf dan Yulistiyanto 1997 dan
1998) dalam renaldi 2002:6).
Menurut Hanwar (1999) mekanisme gerusan disekitar pilar jembatan
adalah ketika partikel sedimen yang menutupi pilar mulai berpindah, maka
proses gerusan mulai terbentuk. Partikel yang tererosi ini akan mengikuti
24
pola aliran dan terbawah dari dekat pilar kearah dasar sungai, Selanjutnya
jika pertikel sedimen ini lebih banyak tererosi maka bentuk gerusan akan
mencapai kedalaman maksimum.
Pada umumnya tegangan geser (shear stress) meningkat pada dasar
saluran bagian depan struktur. Bila dasar saluran mudah tergerus maka
lubang gerusan akan terbentuk di sekitar struktur. Fenomena ini disebut
gerusan lokal (local or structure-included sediment scour).( Nenny
dkk,2014).
Kedalaman gerusan lokal maksimum rerata di sekitar pilar sangat
tergantung nilai relatif kecepatan alur sungai (perbadingan antara kecepatan
rerata aliran dan kecepatan geser). Nilai diameter butiran (butiran seragam/
tidak seragam) dan lebar pilar. Dengan demikian maka gerusan local
maksimum dalam kondisi setimbang.
5. Analisis Gerusan
Untuk menganalisa terjadinya penggerusan ada beberapa rumus yang
bisa digunakan. Pada perencanaan ini, rumus yang digunakan adalah
Hydraulic Circular Engineering No.18 (HEC-18), karena dapat digunakan
untuk semua bentuk pilar baik itu pilar berbentuk silinder, persegi, maupun
kelompok tiang dengan menggunakan Persamaan 1.
= 2,0.K1.K2.K3
0.65
.(Fr1)0.43
…………………………..……...…(14)
Dimana:
25
ys = kedalaman penggerusan (m)
y1 = kedalaman rata-rata (m)
K1 = faktor koreksi terhadap bentuk ujung pilar
K2 = faktor koreksi terhadap sudut datang aliran (o)
K3 = faktor koreksi terhadap kondisi dasar aliran
a = lebar pilar (m)
Fr = bilangan Froude untuk kedalaman rata-rata
fr =
√ …………………………………………………………………..(15)
D =
…………………………………………………………..……..…..(16)
Dimana:
A = Luas penampang (m2)
T = Lebar permukaan air (m)
g = percepatan gravitasi (m/dt2)
V = kecepatan aliran rata-rata (m/detik) (Winda Ekasari dkk)
D. Pilar
Pilar merupakan bagian dari struktur bawah jembatan yang
keberadaannya menyebabkan perubahan pola aliran sungai dan terjadinya
gerusan lokal di sekitar pilar. Pilar jembatan mempunyai berbagai macam
bentuk yaitu,persegi dan persegi persegi dengan sisi depan
miring,silinder,persegi dengan ujung setengah lingkaran ticular,ellips.
26
Sudut yang terbentuk pada pilar terhadap aliran merupakan salah
satu faktor yang mempengaruhi besarnya gerusan lokal yang terjadi di
sekitar pilar jembatan. Besarnya sudut ini akan sangat mempengaruhi waktu
yang diperlukan bagi gerusan lokal. Semakin besar sudutnya maka waktu
yang diperlukan untuk melakukan gerusan akan berbeda, sehingga besarnya
gerusan yang diakibatkan adanya pengaruh sudut yang terbentuk pada pilar
terhadap aliran juga akan berbeda.( Muchtar Agus Tri Windarta dkk,2016).
Bentuk pilar akan berpengaruh pada kedalaman gerusan lokal, pilar
jembatan yang tidak bulat akan memberikan sudut yang lebih tajam
terhadap aliran datang yang diharapkan dapat mengurangi gaya pusaran
tapal kuda sehingga dapat mengurangi besarnya kedalaman gerusan. Bentuk
pilar akan berpengaruh pada kedalaman gerusan lokal, pilar jembatan yang
tidak bulat akan memberikan sudut yang lebih tajam terhadap aliran datang
yang diharapkan dapat mengurangi gaya pusaran tapal kuda sehingga dapat
mengurangi besarnya kedalaman gerusan. Hal ini juga tergantung pada
panjang dan lebar (l/b) masing-masing bentuk mempunyai koefisien faktor
bentuk Ks.
Tabel 1. Koefisien faktor bentuk pilar
Bentuk Pilar b/l b/l Ks Gambar Bentuk Pilar
Silinder
1.0
Persegi (Rectangular)
1:1
1:5
1.22
0.99
27
Persegi dengan ujung
setengah lingkaran
(rectangular with semi circular nose)
1:3
Ujung setengah
lingkaran dengan
bentuk belakang
lancip (semi circular
nose with wedge shape tail)
1:5 0.86
Persegi dengan sisi
depan miring
(rectangular with
wedge shape nose)
1:3 1:2
1:4
0.76
0.65
Elips (Elliptic)
1:2
1:3
1:5
0.83
0.80
0.61
Lenticular 1:2 1:3
0.80 0.70
Aerofil
1:3.5 0.80
(Sumber : Breuser dan Raudkivi,1991:73)
Pilar jembatan dapat dibuat dari pasangan batu kali, beton bertulang
atau baja. Pasangan batu kali biasanya digunakan untuk sungai yang
kedalamannya kurang dari 5 m, dimana penggunaan batu kali masih
memungk.inkan dan lebih murah daripada beton. Beton bertulang sangat
bebas penggunaannya. Baja biasanya digunakan pada daerah-daerah
pegunungan dimana kecepatan air banjimya sangat besar. Dengan
penggunaan baja diharapkan hambatan terhadap air lebih kecil. dan gaya
28
tekanan air yang bekerja pada pilarpun lebih kecil. Penggunaan pilarbaja
pada daerah pegunungan lebih baik dari pada beton karena terkait dengan
masalah kondisi lapangan dan pelaksanaan.
1. Jenis - Jenis Pilar :
(a) Pilar tunggal, terbuat dari pipa baja dan beton bertulang.
(b) Pilar Perancah/portal , terbuat dari baja dan betonbertulang.
(c) Pilar masif ,terbuat dari pasangan batu kali dan beton bertulang
Gambar 4. Jenis-jenis pilar (Sumber : Perencanaan jembatan, Bina Marga, PU)
2. Pilar Jembatan Pasangan Batu Kali
Pilar dari pasangan batu kali digunakan dalam kondisi:
(a) Dalamnya sungai kurang dari 5 meter.
(b) Tidak untuk jembatan pada jalan klas utama.
(c) Cukup tersedia material batu kali di lokasi pekerjaan.
(d) Penggunaanya lebih murah daripada menggunakan beton atau baja.
Pilar tunggal Pilar masif Pilar perancah /portal
29
Gambar 5. Pilar dari pasangan batu kali (www.buildingengineeringstudy.com)
3. Pilar Jembatan Beton Bertulang
Pilar dari beton bertulang dewasa ini cukup banyak digunakan
dengan pertimbangan:
(a) Kuat dan tahan lama.
(b) Tidak perlu perawatan.
(c) Mudah dibentuk sesuai dengan desain .
(d) Untuk daerah kota dan desa mudah untuk memperoleh materialnya.
Gambar 6. Pilar tunggal jembatan
30
4. Permasalahan yang sering terjadi pada Pilar Jembatan
Kasus yang sering terjadi pada pilar jembatan adalah terjadinya
scouring dasar sungai di sekitar kaki pilar, scouring ini dapat disebabkan
oleh:
a) Bentuk penampang pilar yang kurang baik, sehingga menimbulkan
olakan air pada dasar sungai yang mengakibatkan scouring.
Gambar 7. Aliran air pada penampang Pilar
b) Pilar-pilar yang dibuat tidak sejajar dengan arah aliran air,yang
dapatmenimbulkan local scouring pada dasar sungai.
Gambar 8. Pilar tidak sejajar dengan arah aliran sungai
31
Gambar 9. Local scouring pada dasar Pilar
Problematika yang sudah beberapa kali ditemui pada jembatan
melintang sungai adalah kegagalan struktur bawah jembatan (fondasi, pilar,
pangkal/abutment) dalam menopang jembatan. Pada beberapa kasus,
kegagalan ini berujung pada keruntuhan jembatan. Ancaman terhadap
keamanan struktur bawah jembatan sering kali bersumber pada dinamika
sungai, khususnya dinamika dasar sungai di sekitar fondasi dan pilar
jembatan. Penurunan atau degradasi dasar sungai dan gerusan lokal di
sekitar fondasi-pilar jembatan sering kali menjadi faktor utama kegagalan
struktur bawah jembatan. Banjir, khususnya banjir besar, dapat
memperbesar degradasi dasar sungai dan gerusan lokal, yang pada
gilirannya menambah ancaman terhadap keamanan struktur bawah
jembatan.
Berikut ini beberapa contoh problematika jembatan runtuh yang
berkaitan dengan faktor degradasi dasar sungai dan gerusan lokal di sekitar
fondasi/pilar jembatan.
32
Gambar 10. Jembatan Kebonagung, Yogyakarta, 2006 (Sumber: Istiarto, 2011)
Jembatan Kebonagung melintas Sungai Progo, berlokasi di ruas jalan
Kota Yogyakarta-Nanggulan/Godean, di Kecamatan Minggir, Sleman,
Yogyakarta. Jembatan bediri di atas 4 pilar silinder beton. Setiap pilar
ditopang oleh dua buah fondasi sumuran. Pada awal 2000-an sampai 2006,
terjadi degradasi dasar sungai dan gerusan lokal di sekitar sebagian pilar
jembatan. Pada pengukuran tahun 2006, dasar sungai di pilar ke-4 (pilar
pertama di sisi Nanggulan atau di sisi barat) telah mendekati dasar fondasi.
Degradasi dasar sungai dipicu oleh keruntuhan groundsill di hilir jembatan.
33
Gambar 11. Jembatan Trinil, Magelang, 2009 (Sumber: Istiarto, 2011)
Jembatan Trinil melintas Sungai Progo, menghubungkan Desa
Kalijoso, Kecamatan Secang dengan Desa Banjarsari, Kecamatan
Windusari, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Jembatan Trinil berdiri di
atas 3 pilar dan fondasi pasangan batu kali. Panjang bentang jembatan
lebih kurang 70 m. Pada 25 Februari 2009, pilar ke-3 (paling barat) turun
atau amblas yang memutus lalu lintas melewati jembatan. Setahun
kemudian pada 4 Maret 2010, terjadi banjir yang menyebabkan kedua pilar
lainnya miring dan turun. Memperhatikan foto-foto Jembatan Trinil pasca
pilar paling barat amblas serta membaca laporan adanya aliran banjir yang
melimpas melewati jembatan, maka dapat diduga bahwa pilar jembatan
mengalami gerusan lokal dan pembebanan horizontal oleh gaya
hidrodinamik aliran banjir. Degradasi dasar sungai tidak terjadi karena
adanya groundsill di hilir jembatan.
34
Gambar 12. Jembatan Pabelan, Magelang, Maret 2011 (Sumber: Istiarto, 2011)
Jembatan Pabelan melintas Sungai Progo di jalan raya Yogyakarta-
Magelang. Di lokasi ini terdapat 2 jembatan, yaitu jembatan lama yang
ditopang oleh pilar dan fondasi pasangan batu kali, serta jembatan baru
yang ditopang oleh pilar beton. Pada Maret 2011, salah satu bentang
jembatan lama hilang diterjang banjir lahar hujan (sebagian orang
menyebut banjir lahar dingin). . Pada banjir lahar hujan, mekanisme
gerusan lokal di pilar jembatan adalah live-bed scour. Artinya, gerusan
ditimbulkan oleh aliran air yang membawa sedimen dari hulu. Ini berbeda
dengan clear-water scour, yaitu gerusan yang ditimbulkan oleh aliran air
yang tidak membawa sedimen dari hulu. Pada live-bed scour, dapat terjadi
penutupan lubang gerusan oleh sedimen yang masih datang pada saat
banjir sedang surut, yang melebihi kemampuan aliran air menggerus dasar
sungai di pilar jembatan. Transpor netto sedimen di lubang gerusan,
35
dengan demikian, telah menutup lubang gerusan lokal. (Problematika
jembatan, Istiarto, 2011)
36
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitan
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Sungai Fakultas Teknik
Universitas Muhammadiyah Makassar, penelitian dimulai bulan
September sampai oktober 2020.
B. Metode Pengumpulan Data
Pada penelitian ini akan menggunakan variabel bebas seperti
Panjang gerusan, lebar saluran, tinggi muka air, dan waktu yang digunakan
sedangkan variabel terikat yang digunakan adalah debit (Q), kecepatan
aliran (V), kedalaman gerusan (ys).
C. Alat dan Bahan
Pada umumnya, alat, bahan, dan model penelitian yang digunakan
dalam menunjang penelitian adalah sebagai berikut :
1. Alat
a) Flowwatch untuk mengukur kecepatan air.
b) Stopwatch untuk mengukur waktu yang digunakan dalam pengukuran
debit aliran.
c) Pilar beton
d) Mistar
37
e) Meteran
f) Pompa
g) Kamera digital digunakan untuk merekam (dalam bentuk poto)
momen-momen yang penting dalam keseluruhan kegiatan penelitian
khususnya tahap-tahap dalam proses penelitian.
h) Tabel data untuk mencatat data-data yang di ukur, serta alat tulis.
i) Komputer, printer dan scanner digunakan untuk membantu dalam
menganalisa data.
j) Ayakan pasir.
k) Sendok adukan
l) Ember
m) Cangkul
n) Waterpas
o) Selang air
p) Benang
q) Bak penampung air dan bak sirkulasi
r) Pintu air (pengatur debit aliran)
s) Tali
2. Bahan
a) Pipa PVC 3” yang digunakan sebagai jaringan sirkulasi air.
b) Air
c) Pasir yang lolos saringan No.50, berdasarkan standar ASTM.
38
d) Pasir
e) Semen
f) Papan
g) kayu
D. Variabel yang digunakan
Sesuai tujuan penelitian ini pengujian model hidraulik dilaksanakan
pada model saluran terbuka (flume), dengan kajian pada bagian hilir
sungai yang mengacu pada rancangan yang telah disetujui untuk
mendapatkan data sebagai bahan kajian.
Variabel yang digunakan adalah :
1. Variabel bebas
a) Tinggi muka air (h)
b) Kecepatan aliran (v)
c) Waktu (t)
d) Lebar penampang (b)
e) Kemiringan dasar saluran (I)
2. Variabel terikat
a) Debit (Q)
b) Froude (Fr)
c) Reynold (Re)
d) Tegangan geser (τₒ)
39
e) Tegangan geser kritis (τc )
f) Kec. Geser kritis (U*)
E. Perancangan Alat
Pada simulasi ini menggunakan data primer, dengan menggunakan
nilai debit dan waktu sesuai dengan model fisik.
1. Model saluran
Saluran yang digunakan adalah saluran tanah yang dihamparkan
material pasir dengan penampang bentuk trapezium. Bentuk geometris dari
saluran adalah saluran lurus dengan dinding permanen, lebar dasar saluran
0,50 m, tinggi saluran 0,10 m dan panjang saluran percobaan 6 m.
Gambar 13. Model saluran terbuka dengan penampang trapesium
2. Model Pilar
40
Model pilar yang digunakan pada penelitian ini terbuat dari beton
yang dibentuk sesuai model. Penelitian ini menggunakan pilar model
silinder dengan ketinggian cm dan dengan diameter pilar 10 cm. Model
pilar diletakkan di tengah model saluran pada jarak 6 m dari hulu
Gambar 14. Model silinder
3. Model Tirai
Model tirai yang digunakan pada penelitian ini terbuat dari beton
yang dibentuk sesuai model. Penelitian ini menggunakan tirai bentuk
persegi dengan sisi depan melengkung (rectanguler with wedge shape
curve) dengan ketinggian 25 cm dan dengan lebar tirai 5 cm.Model tirai
ini diletakkan di depan model pilar jembatan dengan jarak tiria ke pilar
20cm dan jarak tirai ke tirai lainnya 10cm.
41
Gambar 15. Dimensi variasi bentuk Tirai persegi sisi depan melengkung
F. Pelaksanan Penelitian
Pada pelaksanaan penelitian direncanakan dengan menggunakan
model pilar silinder dan peredam gerusan dengan model tirai bentuk
persegi sisi depan melengkung (rectanguler with wedge shape curve)
dengan formasi, seperti pada gambar dibawah ini :
Gambar 16. Penempatan model tirai
42
G. Langkah-langkah pelaksanaan penelitian :
1) Model pilar diletakkan di tengah saluran tanah dengan jarak 6 m dari
hulu, kemudian diatur penempatan model peredam di depan pilar serta
dihamparkan material pasir dalam keadaan rata.
2) Air dialirkan dari debit kecil sampai debit yang ditentukan sehingga
mencapai konstan.
3) Pengamatan yang dilakukan : kecepatan aliran (v), tinggi muka air (h)
dilakukan setiap percobaan.
4) Pengamatan kedalaman gerusan , dilakukan melalui pengamatan setiap
percobaan dengan mencatat kedalaman dan dari awal running setiap
selang waktu tertentu. yaitu 1 – 10 menit dicatat setiap selang waktu 1
menit, 10 – 20 menit dicatat setiap selang waktu 5 menit, 40 – 80 menit
dicatat setiap selang waktu 10 menit, 90 – 120 menit dicatat setiap
selang waktu 15 menit. Pengamatan kedalaman gerusan dicatat terus
menerus selama waktu kesetimbangan.
5) Pengambilan data kontur gerusan di sekitar zona pilar diukur setelah
running selesai, dengan cara memperkecil debit aliran secara perlahan
agar gerusan di sekitar pilar tidak terganggu oleh adanya perubahan
debit. Hal ini dilakukan agar diperoleh data kontur yang mewakili
gerusan tersebut. Data kontur diukur dengan menggunakan alat point
gauge. Daerah gerusan yang diukur elevasinya dibagi atas beberapa
bagian yaitu arah sejajar aliran dan arah melintang aliran.
43
6) Pengambilan panjang gerusan disekitar zona pilar diukur setelah
running selesai.
7) Setelah dilakukan pengukuran tiga dimensi, pasir diratakan kembali
untuk selanjutnya dilakukan running dengan model tirai yang lain.
H. Analisis Data
Pada penelitian ini sifat aliran yang digunakan adalah sub kritis (Fr
< 1), kritis (Fr = 1), dan super kritis (Fr > 1). Data hasil pengamatan di plot
menjadi grafik hubungan antara bilangan Froude (Fr) dengan kecepatan
sebelum dan setelah penempatan model tirai.
Kedalaman aliran (yo) diukur pada titik tertentu yang belum
terganggu akibat adanya pilar. Pencatatan kedalaman aliran dilakukan
beberapa kali pada saat yang bersamaan untuk mendapatkan data rata-rata
kedalaman aliran yang optimal. Begitupula setelah ada bangunan pilar,
penempatan model tirai dengan variasi jarak.
Kedalaman gerusan (ys) diukur pada daerah gerusan yang paling
maksimal yaitu disekitar ujung pilar setelah bangunan tirai. Kecepatan
aliran rata-rata (U) adalah perbandingan data debit yang telah dikalibrasi
dengan luas penampang basah (A) . Kecepatan aliran kritis (Uc) diambil
pada saat material dasar mulai bergerak.
Data kontur hasil pengukuran kemudian diolah untuk mendapatkan
tampilan kontur permukaan di sekeliling pilar dengan program Surver.
44
FLOWCHART
Mulai
Studi Literatur
Siapkan Peralatan
Siapkan Bahan-bahan
Pembuatan Model
Kalibrasi Debit
Running
Pengambilan Data
Kecepatan Aliran
Kedalaman
Debit Aliran
Validasi
Pengolahan dan
Analisa Data
Pergerakan Dasar
Tegangan geser τₒ
Tegangan geser kritis τc
Kecepatan Geser kritis (U*)
Hasil Pengamatan Analisis
Data
Kesimpulan Dan Saran
Selesai
Gambar 17.Flow Chart Penelitian
45
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Sebagaimana telah dijelaskan pada bab sebelumnya mengenai
tujuan,maksud serta metode penelitian dalam rangka mengetahui
kedalaman gerusan serta besarnya kecepatan aliran,maka berikut disajikan
hasil-hasil penelitian dengan berbagai kondisi simulasi.
1. Kedalaman Aliran
Kedalaman aliran diukur pada saat pengaliran air,untuk penelitian ini
digunakan tiga variasi debit.Untuk memperoleh nilai kedalaman air yang
terjadi, pengukuran dilakukan pada penampang saluran sebelum
belokan.Kedalaman aliran yang diperoleh pada penelitian ini adalah h=
0.085 ,yang merupakan rata-rata ketinggian air untuk setiap simulasi yang
dilakukan.
2. Kecepatan Aliran
Untuk kecepatan aliran (U0) diukur menggunakan flow watch.Flow
watch memberikan data kecepatan secara otomatis terhadap aliran pada
saluran untuk setiap titik pengamatan yang ditentukan.
Titik-titik pengamatan kecepatan aliran adalah pada hulu sebelum
pilar,pilar dan setelah pilar,pengukuran dilakukan dibagian kiri,tengah dan
46
kanan saluran pada setiap titik pengamatan,sedangkan untuk simulasi
pemasangan tirai pengukuran kecepatan aliran juga dilakukan pada ujung
dan belakang tirai.Contoh data hasil pengamatan kecepatan aliran saluran
sebagaimana di sajikan pada tabel 2 berikut ini.
3. Bilangan Froude
Bilangan Froude adalah perbandingan antara gaya kelembaman dan
gaya grafitasi. Dengan demikian bilangan Froude merupakan fungsi dari
semua peristiwa pola aliran yang berada dalam saluran. Hal ini bahwa
Tabel 2. Kecepatan Aliran
Titik
pemangatan
Model
Percobaan
Kecepatan (m/det)
h = 0.085
Waktu (t)
10 20 30
1
Pilar
0.880 0.868 0.860
2 0.860 0.848 0.800
3 0.860 0.820 0.800
4 0.848 0.790 0.757
5 0.800 0.776 0.740
6 0.520 0.580 0.540
7 0.820 0.856 0.740
8 0.720 0.740 0.720
9 0.520 0.520 0.520
10 0.460 0.440 0.400
1
Pilar dengan
tirai
0.820 0.860 0.880
2 0.860 0.840 0.840
3 0.820 0.808 0.780
4 0.816 0.816 0.749
5 0.788 0.740 0.772
6 0.520 0.580 0.540
7 0.460 0.480 0.400
8 0.440 0.380 0.320
9 0.410 0.340 0.280
10 0.400 0.340 0.260
47
bilangan Froude sangat penting dalam menentukan kondisi aliran pada
aliran kritis , subkritis, maupun superkritis.
Dari hasil perhitungan terlihat bahwa bilangan Froude lebih kecil dari
satu, berarti keadaan aliran yang ada menghasilkan suatu kondisi aliran
subkritis.
Untuk mengetahui dan menetapkan jenis aliran yang terjadi dalam
proses pengaliran dalam saluran dapat dijabarkan berdasarkan dengan
bilangan Froude (Fr), sebagai berikut :
Fr =
√
Perhitungan bilangan Froude:
Dimana: Kecepatan aliran (v) = 0.853 m/dt
Tinggi muka air (h) = 0.072 m
Gaya gravitasi (g) = 9.81 m/d²
Persamaan bilangan Froude, sebagai berikut:
Fr =
√
=
= 1.149 (tabel 3)
Hasil perhitungan bilangan Froude pada berbagai debit dan waktu
yang di gunakan dalam penelitian dapat dilihat pada tabel berikut :
48
Tabel 3. Hubungan antara kecepatan aliran dengan nilai Froude dengan
menggunakan tirai segitiga
No. Tinggi Muka Air
(h)
Kecepatan
Aliran
(v)
Froud =
U0/(g*h)^0.5
Keterangan
m m/det
1 0.072 0.853 1.149 Kritis
2 0.075 0.847 1.126 Kritis
3 0.079 0.803 1.047 Kritis
4 0.078 0.794 1.041 Kritis
5 0.080 0.767 0.993 Kritis
6 0.085 0.547 0.693 Subkritis
7 0.088 0.447 0.559 Subkritis
8 0.095 0.380 0.462 Subkritis
9 0.101 0.343 0.409 Subkritis
10 0.102 0.333 0.395 Subkritis
Tabel 4. Hubungan antara kecepatan aliran dengan nilai Froude tanpa
menggunakan tirai segitiga
No. Tinggi Muka Air
(h)
Kecepatan
Aliran
(v)
Froud =
U0/(g*h)^0.5
Keterangan
m m/det
1 0.065 0.872 1.226 Kritis
2 0.066 0.853 1.191 Kritis
3 0.068 0.833 1.152 Kritis
4 0.068 0.827 1.141 Kritis
5 0.069 0.813 1114 Kritis
6 0.070 0.805 1.099 Kritis
7 0.072 0.727 0.982 Kritis
8 0.093 0.753 0.703 Subkritis
9 0.104 0.493 0.580 Subkritis
10 0.115 0.433 0.492 Subkritis
49
4. Bilangan Reynold
Keadaan atau perilaku aliran pada saluran terbuka pada
dasarnya ditentukan oleh pengaruh kekentalan dan grevitasi.
Pengaruh kekentalan (viscosity) aliran dapat bersifat laminar,
turbulen dan peraliran yang tergantung pada pengaruh kekentalan
relatif dapat dinyatakan dengan bilangan Reynold yang di
definisikan sebagai berikut:
Re = V.R
v
Perhitungan bilangan Reynold:
Dimana: Kecepatan aliran (v) = 0,853 m/d
Jari-jari hidrolis ® = 0,056 m
Viskositas (v) = 0,84 (27,9)
Persamaan bilangan Reynolds, sebagai berikut:
Re = V.R
v
= 0.853 . 0,056 0,84
= 59944 (tabel 5)
Tabel 5. Hubungan antara kecepatan aliran dengan nilai Reynold menggunakan
tirai segitiga
No.
Jari-jari Hidrolis (R)
Kecepatan Aliran
(v)
Reynold
(Re)
Keterangan
m/det
1 0.056 0.853 59944,3 Turbulen
2 0.058 0.847 61034,2 Turbulen
50
3 0.060 0.803 60133,5 Turbulen
4 0.059 0.794 58804,7 Turbulen
5 0.061 0.767 58257,7 Turbulen
6 0.063 0.547 43360,5 Turbulen
7 0.065 0.447 36313,2 Turbulen
8 0.069 0.380 32818,1 Turbulen
9 0.072 0.343 30782,3 Turbulen
10 0.073 0.333 30287,6 Turbulen
Tabel 6. Hubungan antara kecepatan aliran dengan nilai Reynold tanpa
menggunakan tirai segitiga
No.
Jari-jari
Hidrolis (R)
Kecepatan
Aliran (v)
Reynold (Re)
Keterangan
m/det
1 0.052 0.872 56198,9 Turbulen
2 0.052 0.853 55799,9 Turbulen
3 0.053 0.833 55572,7 Turbulen
4 0.053 0.827 55256,0 Turbulen
5 0.054 0.813 55241,2 Turbulen
6 0.055 0.805 55067,4 Turbulen
7 0.065 0.727 50681,3 Turbulen
8 0.068 0.573 48571,3 Turbulen
9 0.074 0.493 45413,2 Turbulen
10 0.079 0.433 42769,8 Turbulen
5. Debit Aliran
Perhitungan debit aliran menggunakan persamaan (1) dengan data
parameter-parameter hasil pengamatan,hasilnya terlihat pada tabel 3 di
bawah ini :
51
Tabel 7. Debit Aliran
Uraian
Kecepatan
(m/det)
TMA
(m)
Lebar
Saluran (m)
Luas
Penampang Basah (m
2)
Keliling
Basah (m)
Jari2
Hidrolis (m)
Debit
A/P (U0*A)
U0 H B A P R Q
Q
0.820 0.072 0.50 0.036 0.644 0.056
0.032 0.860 0.074 0.50 0.037 0.648 0.057
0.880 0.071 0.50 0.036 0.642 0.055
6. Klasifikasi Aliran
Aliran air pada saluran diklasifikasikan berdasarkan bilangan
Reynold dan angka Froude,hasil perhitungan bilangan Reynold dan angka
Froude sebagaimana disajikan pada tabel 8 berikut:
Tabel 8. Hasil Perhitungan bilangan Reynold dan angka Froude menggunakan
tirai
Dari hasil perhitungan pada tabel diatas,aliran pada saluran
penelitian ini diklasifikasikan sebagai aliran turbulen dengan nilai bilangan
Reynold yaitu Re > 1.000 dan sub kritis dengan nilai Fr < 1.
52
7. Pola Gerusan
Berdasarkan gambar dapat dilihat perbedaan pola dan kedalaman
gerusan yang terjadi antara pilar tanpa menggunakan tirai sayap beton
dengan pilar menggunakan tirai sayap beton.
Pada pilar tanpa menggunakan tirai sayap beton terbentuk pola
gerusan horseshoe vortek (tapal kuda),hal ini dikarenakan adanya tekanan
air yang cukup kuat sehingga terjadi gerusan yang memebentuk lubang
kearah sisi-sisi pilar dengan kedalaman yang berbeda.Formasi pusaran air
ini merupakan hasil dari penumpukan air dbagian hulu dan perubahan
kecepatan aliran disekitar bagian depan pilar .Pada bidang vertikal
simetris,aliran dibagian hulu pilar menurun dari permukaan mencapai nol di
dasar.
Sedangkan pada pilar yang menggunakan tirai sayap beton
kedalaman gerusan lebih kecil di bandingkan pilar tanpa menggunakan tirai
sayap beton, karena pada saat terjadi percepatan aliran di hulu di pilar, tirai
sayap beton berfungsi untuk memperlemah kecepatan aliran dan
mengurangi terjadi gerusan di hulu pilar.
53
Gambar 18. Pola gerusan di sekitar pilar tanpa tirai beton
Gambar 19. Pola gerusan di sekitar pilar yang menggunakan tirai beton
B. Data Hasil Penelitian dan Pembahasan
Data utama yang diperoleh pada percobaan yang dilakukan di
laboratorium adalah data kedalaman gerusan di sekitar pilar. Data-data
tersebut akan digunakan untuk mengetahui dan menggambarkan hasil
pengamatan fisik dengan kedalaman gerusan lokal.
54
1. Hubungan Kecepatan Aliran dengan Bilangan Froude
Bilangan Froude adalah perbandingan gaya inersia dengan berat
suatu aliran.Dengan demikian,bilangan Froude merupakan fungsi dari
semua peristiwa pola aliran yang terjadi dalam saluran.Hal ini bahwa
bilangan Froude sangat penting dalam menentukan kondisi aliran pada saat
aliran kritis,subkritis maupun super kritis. Hasil perhitungan hubungan
bilangan Froude dengan kecepatan pada penelitian ini menggunakan tirai
formasi segitiga, dapat dilihat pada grafik berikut.
Gambar 20. Hubungan kecepatan aliran dengan angka bilangan Froude
pada pilar tanpa menggunakan tirai
Gambar 21. Hubungan Kecepatan Aliran dengan Angka Bilangan Froude
pada Pilar dengan menggunakan Tirai
0,000
0,500
1,000
1,500
0,87 0,85 0,83 0,83 0,81 0,81 0,73 0,57 0,49 0,43Q3 = 0,0071…
Kecepatan Aliran (m/dtk)
Bil
an
gan
F
rou
de
0,000
0,500
1,000
1,500
0,85 0,85 0,80 0,79 0,77 0,55 0,45 0,38 0,34 0,33
Q3 = 0,0071… Kecepatan Aliran (m/dtk)
Bil
an
gan
F
rou
de
55
Hubungan antara kecepatan dengan angka Froude dengan tirai
formasi segitiga, dari hasil grafik diatas terlihat bahwa bilangan Froude
paling rendah adalah 0.400 dari kecepatan 0.33 m/det dan nilai Froude
paling tinggi adalah 1.149 dari kecepatan 0.85 m/det penelitian ini
menunjukkan bahwa nilai bilangan Froude lebih besar dari 1 (Fr>1) yang
berarti kedalaman kecepatan aliran yang ada menghasilkan kondisi aliran
super kritis,nilai bilangan Froude sama dengan 1 (fr = 1)maka
menghasilkan kondisi aliran kritis,serta bilangan froude lebih kecil dari 1
(fr < 1) maka menghasilkan aliran sub kritis.
2. Hubungan Kecepatan Aliran dengan Bilangan Reynolds
Bilangan Reynolds didefinisikan sebagai perbandingan antara gaya
inersia dan gaya kekentalan (viskositas). Aliran dapat bersifat laminer,
transisi, dan turbulen tergantung dari pengaruh kekentalan inersia
(viscosity) ketiga aliran tersebut dipengaruhi oleh bilangan Reynolds yang
merupakan fungis dari kecepatan (V), Jari-jari hidrolik (R), dan kekentalan
kinematik (v) dengan persamaan (6) bilangan Reynolds.
56
Gambar 22. Hubungan antara kecepatan dan angka Reynolds tanpa
menggunakan tirai
Dari hasil perhitungan pada gambar grafik 21 diatas, aliran pada
saluran penelitian ini diklasifikasikan sebagai aliran turbulen dengan nilai
bilangan Reynolds yaitu Re >1000, dari analisa terlihat bahwa bilangan
Reynold pada kecepatan aliran 0,853 m/det, diperoleh bilangan Reynold
59.944,3 m2 /det, dengan kecepatan aliran 0,803 m/det bilangan Reynold
yang diperoleh 60.133,5 m2 /det.
Gambar 23. Hubungan Kecepatan dan Angka Reynold menggunakan Tirai
0
10000
20000
30000
40000
50000
60000
0,87 0,85 0,83 0,83 0,81 0,81 0,73 0,57 0,49 0,43Q3 = 0,0071…
Kecepatan Aliran (m/dtk)
Bil
an
gan
rey
nold
0
10000
20000
30000
40000
50000
60000
70000
0,853 0,847 0,803 0,794 0,767 0,547 0,447 0,380 0,343 0,333
Q3 = 0,0115 m3/detkecepatan aliran (m/det)
rey
nold
57
Hubungan antara kecepatan dan angka Reynolds pada tiari formasi
segitiga, dari hasil perhitungan pada gambar grafik 22 di atas, aliran pada
saluran penelitian ini diklasifikasikan sebagai aliran turbulen dengan nilai
bilangan Reynolds yaitu Re >1000, dari analisa terlihat bahwa bilangan
Reynold pada kecepatan aliran 0,853 m/det, diperoleh bilangan Reynold
59.944,3 m2 /det, dengan kecepatan aliran 0,847 m/det bilangan Reynold
yang diperoleh 61.034,2 m2 /det, dengan kecepatan aliran 0,803 m/det
bilangan Reynold yang diperoleh 60.133,5 m2 /det.
3. Pengaruh Tegangan Geser Dasar (τₒ) Terhadap Kedalaman Aliran
(h)
Perhitungan tegangan geser dasar (τₒ)
τₒ = w.g.h.I
Dimana:
τₒ = tegangan geser dasar (kg/m²)
w = rapat maasa air
g = percepatan gravitasi (m/d²)
Diketahui:
w =1000 kg/m³
g = 9.81 m/d²
h = 0,072 m
I = 0.0022
Penyelesaian: τₒ = 1000 . 9,81 .0,072 . 0,0022
58
τₒ = 1.654 kg/m²
Tabel 9. Pengaruh Tegangan Geser Dasar (τₒ) Terhadap Kedalaman Aliran (h)
Diameter Kedalaman Kemiringan Bj
Sedimen
Bj Air Ʈo
D (h) (I) Ρs ρw (ρw.g.h.I)
M M M Kg/m3
Kg/m3
Kg/m2
0.0024 0.072 0.0022 2576 1000 1.564
0.0024 0.075 0.0022 2576 1000 1.617
0.0024 0.079 0.0022 2576 1000 1.701
0.0024 0.078 0.0022 2576 1000 1.676
0.0024 0.080 0.0022 2576 1000 1.733
0.0024 0.085 0.0022 2576 1000 1.834
0.0024 0.088 0.0022 2576 1000 1.896
0.0024 0.095 0.0022 2576 1000 2.059
0.0024 0.101 0.0022 2576 1000 2.170
0.0024 0.102 0.0022 2576 1000 2.211
Gambar 24. Hubungan tegangan geser dan kedalaman aliran
0,000
0,500
1,000
1,500
2,000
2,500
0,0
72
0,0
75
0,0
79
0,0
78
0,0
80
0,0
85
0,0
88
0,0
95
0,1
01
0,1
02
Q3 = 0,0071 m3/det
Kedalaman Aliran (m)
Ʈo
(kg/m
²)
59
4. Pengaruh Pemasangan Tirai Terhadap Gerusan di Pilar
Pemasangan tirai dibagian hulu pilar dimaksudkan sebagai peredam
kecepatan aliran dan mengarahkan atau membelokkan arah aliran. Sebagai
efek nyata dari pemasangan tirai yang diamati di laboratorium, adalah
pengurangan kecepatan aliran yang terjadi di belakang tirai. Dengan
kondisi semacam ini diharapkan bahwa volume gerusan yang terjadi juga
mengalami pengurangan.
Tirai yang dipasang tegak lurus terhadap arah aliran, divariasikan 3
variasi waktu. Waktu untuk setiap pengairan adalah 10, 20, dan 30 menit.
Kondisi pengurangan gerusan yang terjadi pada saluran setelah pemasangan
tirai untuk 3 variasi waktu yang berbeda disajikan sebagai berikut.
Pengaruh pemasangan tirai pada hulu pilar sangat besar pengaruhnya
terhadap karakteristik gerusan dan mereduksi gerusan yang terjadi di
sekitar pilar.
Pada permukaan air interaksi aliran yang bergerak kearah pilar, aliran
air di sekitar struktur akan berubah dan gradient kecepatan vertikal (vertical
gradient) dari aliran akan berubah menjadi gradien tekanan (pressure
gradient) pada ujung permukaan struktur tersebut. Gradien tekanan
(pressure gradient) ini merupakan hasil dari aliran bawah yang membentuk
bed. Pada dasar struktur aliran bawah ini membentuk pusaran yang pada
akhirnya menyapu sekeliling dan bagian bawah struktur dengan memenuhi
seluruh aliran.
60
Terjadi perbedaan pola gerusan di sekitar pilar jembatan yang
menggunakan tirai dengan pilar tanpa tirai. Gerusan di sekitar pilar yang
tanpa tirai dimulai dari depan (hulu) pilar dengan kedalaman gerusan cm,
menuju sisi kanan cm, sisi kiri pilar cm dan belakang (hilir) pilar
Gambar 25. Tampak atas kontur permukaan dasar saluran dengan pilar tanpa
menggunakan tirai sayap beton
Gambar 26. Pola pergerakan sedimen pada permukaan dasar saluran dengan pilar
tanpa menggunakan tirai sayap beton
61
Gambar 27. Kontur permukaan dasar saluran dengan pilar tanpa menggunakan
tirai sayap beton
Sedangkan pada pilar yang menggunakan tirai, kecepatan aliran yang
bergerak kearah tirai akan terhalangi sehingga aliran akan terdistribusi
samping tirai dan aliran akan berputar di antara tirai ini diakibatkan oleh
bentuk lengkungan di sisi depan tirai gerusan yang terjadi di sekitar pilar
dimulai dari depan pilar menuju ke sisi kiri dan sisi kanan pilar, sehingga
kecepatan aliran yang menuju pilar akan semakin berkurang yang
mengakibatkan gerusan akan semakin dangkal di belakang (hilir) pilar.
Pada sisi kanan dan sisi kiri pilar kedalaman gerusan melebar karena terjadi
gerusan lokal (local scouring) yang diakibatkan oleh pemasangan tirai yang
menyebabkan aliran menjadi tidak terpusat.
Struktur tirai berfungsi mengurangi gradient tekanan (pressure
gradient) sehingga aliran yang menyentuh bed di depan (hulu) pilar
berkurang. Selain dipengaruhi oleh gradient tekanan juga disebabkan oleh
tarikan dari arus utama (main flow).
62
Gambar 28. Tampak atas kontur permukaan dasar saluran dengan pilar
menggunakan tirai sayap beton
Gambar 29. Pola pergerakan sedimen pada permukaan dasar saluran dengan pilar
menggunakan tirai sayap beton
Gambar 30. Kontur permukaan dasar saluran dengan pilar tanpa menggunakan
tirai sayap beton
63
5. Pengaruh Kedalaman Gerusan terhadap Waktu Pengaliran.
Penelitian ini menggunakan kondisi clear water scour, yaitu kondisi
dimana tidak terjadi transportasi sedimen selama berlangsungnya
penelitian. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan variasi waktu 10
menit, 20 menit, 30 menit. Cara mengamati gerusan yaitu dengan mencatat
kedalaman gerusan setiap waktu 10 menit, 20 menit, 30 menit.
Kedalaman gerusan yang terjadi di sekitar pilar tanpa tirai dan pilar
yang menggunakan tirai mengalami peningkatan kedalaman gerusan di
depan (hulu) pilar, sisi (kanan dan kiri) pilar dan belakang (hilir) pilar, yang
pada awalnya besar kemudian semakin lama penambahan kedalaman
gerusan semakin mengecil hingga pada saat tertentu mencapai
kesetimbangan (equilibrium scour depth).
Gambar 31. Perbandingan hubungan kedalaman gerusan (ds) denganwaktu (t)
pada pilar tanpa menggunakan tirai
Kedalaman gerusan pada pilar menggunakan tirai, yang terendah
pada sisi kiri pilar (2) pada t 4 menit = -0.1 m dan yang tertinggi pada hulu
-2,6-2,5-2,4-2,3-2,2-2,1-2-1,9-1,8-1,7-1,6-1,5-1,4-1,3-1,2-1,1-1-0,9-0,8-0,7-0,6-0,5-0,4-0,3-0,2-0,100,10,20,3
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24
ked
alam
an g
eru
san
loka
l
NO. PIAS
Chart Title
T1 T2 T3 T4 T5 T6 T7 T8
64
pilar (4) t 14 menit = -2.3 m. Endapan yang terjadi pada pilar
menggunakan tirai, yang terendah pada sisi kanan hilir pilar (7) pada t 40 =
0 m dan yang tertinggi pada sisi belakang pilar (5) t 40 = 0.1 m. Terjadi
gerusan dan pengendapan di sekitar pilar dan perubahan pola gerusan.
Gambar 32. Grafik Perbandingan Hubungan Kedalaman Gerusan (ds) dengan
waktu (t) pada pilar dengan menggunakan tirai
Kedalaman gerusan pada pilar menggunakan tirai, yang terendah
pada sisi kiri pilar (2) pada t 4 menit = -0.1 m dan yang tertinggi pada hulu
pilar (4) t 14 menit = -2.1 m. Endapan yang terjadi pada pilar
menggunakan tirai, yang terendah pada sisi kanan hilir pilar (7) pada t 40 =
0.1 m dan yang tertinggi pada sisi belakang pilar (5) t 40 = 0.3 m. Terjadi
gerusan dan pengendapan di sekitar pilar dan perubahan pola gerusan.
-2,3-2,2-2,1
-2-1,9-1,8-1,7-1,6-1,5-1,4-1,3-1,2-1,1
-1-0,9-0,8-0,7-0,6-0,5-0,4-0,3-0,2-0,1
00,10,20,3
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24
ked
alam
an g
eru
san
loka
l
NO. PIAS
Chart Title
T1 T2 T3 T4 T5 T6 T7 T8
65
Gambar 33.Grfik kedalaman gerusan sebelum adanya tirai
Gambar 34. Grafik kedalaman gerusan menggunakan tirai
Gambar 35.Penempatan Model Tirai
-0,05
-0,04
-0,03
-0,02
-0,01
0
0 0,05 0,10 0,15 0,20
ked
alam
an G
eru
san
(m
)
Jarak Melintang Saluran (m) Series1
PILAR
-0,015
-0,01
-0,005
0
0,005
0,01
0,015
0 0,05 0,10 0,15 0,20
ked
alam
ger
usa
n (
m)
Jarak Melintang Saluran (m)
Series1
PILAR
66
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat
disimpulkan bahwa :
1. Pada pilar jembatan tanpa menggunakan tirai sayap beton kecepatan
aliran maksimum yaitu 0.872 m/det dan tinggi muka air maksimum
yaitu 0.065 m sedangkan kecepatan aliran minimum yaitu 0.433 m/det
dan tinggi muka air minimum yaitu 0.115 m dan pada pilar jembatan
menggunakan tirai sayap beton kecepatan aliran maksimum yaitu
0.853m/det dan tinggi muka air maksimum yaitu 0.072 m sedangkan
kecepatan aliran minimum yaitu 0.333 m/det dan tinggi muka air
minimum yaitu 0.102 m. yang berarti semakin tinggi kecepatan aliran
maka semakin rendah tinggi muka air
2. Kedalaman gerusan yang terjadi di sekitar pilar tanpa tirai dan pilar
yang menggunakan tirai mengalami peningkatan kedalaman gerusan di
depan (hulu) pilar, sisi (kanan dan kiri) pilar dan belakang (hilir) pilar,
yang pada awalnya besar kemudian semakin lama penambahan
kedalaman gerusan semakin mengecil hingga pada saat tertentu
mencapai kesetimbangan (equilibrium scour depth).
67
B. Saran
Dari pengamatan di dalam penelitian ini penulisan memberikan saran-
saran untuk penelitian lebih lanjut, yaitu :
1. Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan menggunakan variasi bentuk
tirai dan pilar formasi tirai
2. Perlu memperhatikan pompa air yang digunakan pada penelitian agar
aliran tetap konstan selama running berlangsung.
68
DAFTAR PUSTAKA
Andy Dictanata, Lutjito. 2016. “Pengaruh Penempatan Tirai Satu Baris Pada
Pilar Jembatan Terhadap Kedalaman Gerusan”, Jurusan Pendidikan
Teknik Sipil dan Perencanaan FT UNY, Yogyakarta.
Arie Perdana Putra. Mudjiatko. Siswanto. 2014. “Model Laboratorium Gerusan Lokal Pada Pilar Jembatan Tipe Grouped Cylinder”, Mahasiswa
Jurusan Teknik Sipil, Dosen Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik
Universitas Riau, Pekanbaru.
Ariyanto, Anton. Bakeman Ikhsan, J., Hidayat, W. 2006. “Analisis Bentuk Pilar
Jembatan Terhadap Potensi Gerusan Lokal”. Jurnal APTEK Vol. 2
No.1
Bambang Suciroso, Suprapto, Suyitno Hadi Putro, 2010, ”Rancang Bangun Alat
Ukur Kecepatan Aliran (Current Meter) Pada Aliran Rendah”,
Yogyakarta, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Yogyakarta, Rekayasa
Bidang Teknologi.
Fathona Fajri Junaidi. 2014. “Analisis Distribusi Kecepatan Aliran Sungai Musi (Ruas Jembatan Ampera Sampai Dengan Pulau Kemaro), Mahasiswa
Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya.
Istiarto. 2011. “Problematika Jembatan”
Jazaul Ikhsan, Wahyudi Hidayat.2017. “Pengaruh Bentuk Pilar Jembatan Terhadap Potensi Gerusan Lokal”. Jurusan Teknik Sipil, Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta.
Muchtar Agus Tri Windarta, Didik Purwantoro. 2016. “Pengaruh Penempatan
Tirai Segitiga Lurus Dan Segitiga Lengkung Terhadap Kedalaman
Gerusan Lokal”, Jurusan Pendidikan Teknik Sipil dan Perencanaan FT
UNY.
Nenny, Hamzah Al Imran. 2014. “Pengaruh Kecepatan Aliran Terhadap Gerusan
Lokal Disekitar Pilar Heksagonal (Uji Model Laboratorium)”, Jurusan
Teknik Sipil dan Perencanaan Fakultas Teknik Sipil Universitas
Muhammadiyah Makassar.
Putro, Suyitno Hadi. "Studi Komparasi Hasil Ukur Kedalaman Gerusan Sekitar Pilar Di Tikungan Berdasarkan Rumus Empiris Terhadap Hasil Ukur
Dari Eksperimen Dengan Metode Pengukuran Realtime."
Sudarman. 2011 dalam Sudira dan Tiny.2013. Sifat sungai dipengaruhi oleh
bentuk DAS (http://sudarman28.blogspot.com)
69
Syarvina, Terunajaya. 2013. “Mekanisme Gerusan Lokal Pada Pilar Silinder
Tunggal Dengan Variasi Debit”. Jurnal Teknik Sipil USU
Ven Te Chow. 1992 dalam Rosalina Nensi E.V. Hidrolika Saluran Terbuka.
Jakarta : Erlangga.
Wibowo, Okky Martanto. “Pengaruh Arah Aliran Terhadap Gerusan Lokal Di
Sekitar Pilar Jembatan”. Teknik Sipil S1. Jurusan : Teknik Sipil
Winda Ekasari1, Gerard Aponno, Moch. Sholeh.” Perencanaan Perlindungan
PilarPada Jembatan”, Mahasiswa D4 Manajemen Rekayasa Konstruksi,
Teknik Sipil, Politeknik Negeri Malang Dosen Jurusan Teknik Sipil,
Politeknik Negeri Malang.