Download - skenario 1-6 A7
DISPEPSIA
BAB I LATAR BELAKANG
PENDAHULUAN
Definisi dispepsia sampai saat ini disepakati oleh para pakar dibidang gastroenterologi
adalah kumpulan keluhan/gejala klinis (sindrom) rasa tidak nyaman atau nyeri yang
dirasakan di daerah abdomen bagian atas yang disertai dengan keluhan lain yaitu perasaan
panas di dada dan perut, regurgitas, kembung, perut terasa penuh, cepat kenyang, sendawa,
anoreksia, mual, muntah dan banyak mengeluarkan gas asam dari mulut. Sindroma dispepsia
ini biasanya diderita selama beberapa minggu/bulan yang sifatnya hilang timbul atau terus-
menerus. Rasa nyeri tidak menentu, kadang menetap atau kambuh. Dispepsia umumnya
dideritaoleh kaum produktif dan kebanyakan penyebabnya adalah pola atau gaya hiudup
tidaksehat. Gejalanya pun bervariasi mulai dari nyeri ulu hati, mual-muntah, rasa penuh di
uluhati, sebah, sendawa yang berlebihan bahkan bisa menyebabkan diare dengan segala
komplikasinya. Penyebab dispepsia bervariasi dari psikis sampai kelainan serius seperti
kanker lambung. Ada dua tipe dispepsia yakni organik dan fungsional.
Dispepsia fungsional adalah dispepsia yang terjadi tanpa adanya kelainan organ
lambung, baik dari pemeriksaan klinis, biokimiawi hingga pemeriksaan penunjang lainnya,
seperti USG, Endoskopi, Rontgen hingga CT Scan.
Dispepsia organik adalah dispepsia yang disebabkan adanya kelainan struktur organ
percernaan(perlukaan, kanker)
BAB II ISI
DEFINISI
Dispepsia berasal dari bahasa Yunani (Dys-) berarti sulit dan (Pepse)berarti pencernaan. Dispepsia
merupakan kumpulankeluhan/gejalaklinis yang terdiri dari rasa tidak enak/sakit di perut bagian atas yang
menetap atau mengalami kekambuhan. Keluhan refluks gastroesofagus klasik berupa rasa panas didada
(heartburn) dan regurgitasi asam lambung, kini tidak lagi termasuk dispepsia.Pengertian dispepsia terbagi dua,
yaitu :1
1. Dispepsia organik, bila telah diketahui adanya kelainan organik sebagaipenyebabnya. Sindroma dispepsi
organik terdapat kelainan yang nyataterhadap organ tubuh misalnya tukak (luka) lambung, usus dua belas
jari,radang pankreas, radang empedu, dan lain-lain.2
2. Dispepsia nonorganik atau dispepsia fungsional, atau dispesia nonulkus (DNU),bila tidak jelas
penyebabnya. Dispepsi fungsional tanpa disertai kelainan ataugangguan struktur organ berdasarkan
pemeriksaan klinis, laboratorium, radiologi, danendoskopi (teropong saluran pencernaan).2
Menurut Almatsier tahun 2004, dispepsia merupakan istilah yang menunjukkan rasa
nyeri atau tidak menyenangkan pada bagian atas perut. Kata dispepsia berasal dari bahasa
Yunani yang berarti “pencernaan yang jelek”.1
Menurut Konsensus Roma tahun 2000, dispepsia didefinisikan sebagai rasasakit atau
ketidaknyamanan yang berpusat pada perut bagian atas.1
ANAMNESIS
Anamnesis berasal dari kata Yunani artinya mengingat kembali. Anamnesis adalah cara
pemeriksaan yang dilakukan dengan wawancara baik langsung pada pasien (Auto anamnese)
atau pada orang tua atau sumber lain (Allo anamnese). 80% untuk menegakkan diagnosa
didapatkan dari anamnesis. Tujuan anamnesis yaitu: untuk mendapatkan keterangan
sebanyak-banyaknya mengenai kondisi pasien, membantu menegakkan diagnosa sementara.
Ada beberapa kondisi yang sudah dapat ditegaskan dengan anamnesis saja, membantu
menentukan penatalaksanaan selanjutnya.
1. Tanya ada keluhan apa dan Keluhannya sudah berlangsung sejak kapan?
2. Apakah sebelumnya pernah menderita seperti ini?
3. Apakah sudah pernah diobati sebelumnya?
4. Bagaimana dengan riwayat keluarga?
PEMERIKSAAN FISIK
Inspeksi : bentuk abdomen, warna kulit abdomen.
Palpasi : kita meraba terdapat nyeri tekan pada epigastrium dan perut sekitar pusar.
Perkusi : timpani di seluruh kuadran abdomen, batas hepar, batas ginjal, batas lien,
ada/tidaknya penimbunan cairan diperut
Auskultasi : terdapatnya bising usus.
PEMERIKSAAN PENUNJANG3
Untuk memastikan penyakitnya, disamping pengamatan fisik perlu dilakukan pemeriksaan :
a.1. Laboratorium
Pemeriksaan labortorium perlu dilakukan, setidak-tidaknya perlu diperiksa darah,
urine, fungsi tiroid dan pankreas, serta tinja secara rutin. Dari hasil pemeriksaan darah bila
ditemukan lekositosis berarti ada tanda-tanda infeksi. Pada pemeriksaan tinja, jika cairan
tampak cair berlendir atau banyak mengandung lemak berarti kemungkinan menderita
malabsorbsi. Dan pada pemeriksaan urine, jika ditemukan adanya perubahan warna normal
urine maka dapat disimpulkan terjadi gangguan ginjal. Seorang yang diduga menderita
dispepsia tukak, sebaiknya diperiksa asam lambungnya.2
a.2. Radiologis
Pada tukak di lambung akan terlihat gambar yang disebut niche yaitu suatu kawah
dari tukak yang terisi kontras media. Bentuk niche dari tukak yang jinak umumnya regular,
semisirkuler, dasarnya licin. Kanker di lambung secara radiologist akan tampak massa yang
irregular, tidak terlihat peristaltik di daerah kanker, bentuk dari lambung berubah.
Barium meal untuk memeriksa kerongkongan, lambung atau usus halus dapat
dilakukan pada orang yang mengalami kesulitan menelan atau muntah, penurunan
berat badan atau mengalami nyeri yang membaik atau memburuk bila penderita
makan.3
a.3. Endoskopi
Pemeriksaan endoskopi sangat membantu dalam diagnosis. Yang perlu diperhatikan
warna mukosa, lesi, tumor jinak atau ganas. Kelainan di lambung yang sering ditemukan
adalah tanda peradangan tukak yang lokasinya terbanyak di bulbus dan pars desenden, tumor
jinak dan ganas yang divertikel. Pada endoskopi ditemukan tukak baik di esophagus,
lambung maupun duodenum maka dapat dibuat diagnosis dispepsia tukak. Sedangkan bila
ditemukan tukak tetapi hanya ada peradangan maka dapat dibuat diagnosis dispepsia bukan
tukak. Pada pemeriksaan ini juga dapat mengidentifikasi ada tidaknya bakteri Helicobacter
pylori, dimana cairan tersebut diambil dan ditumbuhkan dalam media Helicobacter pylori.4
a.4. Ultrasonografi (USG)
Ultrasonografi (USG) merupakan saran diagnostik yang tidak invasif. Apalagi alat ini
tidak menimbulkan efek samping, dapat digunakan setiap saat dan pada kondisi pasien yang
berat pun dapat dimanfaatkan. Pemanfaatan alat USG pada pasien dispepsia terutama bila
dugaan kearah kelainan di traktus biliaris, pankreas, kelainan di tiroid, bahkan juga ada
dugaan tumor di esophagus dan lambung.3
WORK DIAGNOSIS
Dispepsia fungsional dapat dijelaskan sebagai keluhan dispepsia yang telah
berlangsung dalam beberapa minggu tanpa didapatkan kelainan atau gangguan
struktural/metabolik berdasarkan pemeriksaan klinik, laboratorium, radiology dan endoskopi.
Dispepsia fungsional didefinisikan sebagai dispepsia yang berlangsung sebagai berikut
sedikitnya terjadi dalam 12 minggu, tidak harus berurutan dalam rentang waktu 12 minggu
terakhir, terus menerus atau kambuh (perasaan sakit atau ketidaknyamanan) yang berpusat di
perut bagian atas dan tidak ditemukan atau bukan kelainan organik (pada pemeriksaan
endoskopi) yang mungkin menerangkan gejala-gejalanya.5
Gambaran klinis dari dispepsia fungsional adalah riwayat kronik, gejala yang
berubah-ubah, riwayat gangguan psikiatrik, nyeri yang tidak responsive dengan obat-obatan
dan dapat juga ditunjukkan letaknya oleh pasien, dimana secara klinis pasien tampak sehat.
Beberapa hal yang dianggap menyebabkan dispepsia fungsional antara lain :6
a. Sekresi Asam Lambung
Kasus dengan dispepsia fungsional, umumnya mempunyai tingkat sekresi asam
lambung baik sekresi basal maupun dengan stimulasi pentagastrin dapat dijumpai kadarnya
meninggi, normal atau hiposekresi.7
b. Dismotilitas Gastrointestinal
Yaitu perlambatan dari masa pengosongan lambung dan gangguan motilitas lain. Pada
berbagai studi dilaporkan dispepsia fungsional terjadi perlambatan pengosongan lambung dan
hipomotilitas antrum hingga 50% kasus.7
c. Diet dan Faktor Lingkungan
Intoleransi makanan dilaporkan lebih sering terjadi pada kasus dispepsia fungsional.
Dengan melihat, mencium bau atau membayangkan sesuatu makanan saja sudah terbentuk
asam lambung yang banyak mengandung HCL dan pepsin. Hal ini terjadi karena faktor
nervus vagus, dimana ada hubungannya dengan faal saluran cerna pada proses pencernaan.
Nervus vagus tidak hanya merangsang sel parietal secara langsung tetapi efek dari antral
gastrin dan rangsangan lain sel parietal.6
d. Psikologik
Stress akut dapat mempengaruhi fungsi gastrointestinal dan mencetuskan keluhan
pada orang sehat. Dilaporkan adanya penurunan kontraktilitas lambung yang mendahului
keluhan mual setelah stimulus stress sentral.5
DIAGNOSIS DIFERENTIAL
Dispepsia organik adalah Dispepsia yang telah diketahui adanya kelainan organik
sebagai penyebabnya. Dispepsia organik jarang ditemukan pada usia muda, tetapi banyak
ditemukan pada usia lebih dari 40 tahun. Dispepsia organik dapat digolongkan menjadi :8
a. Dispepsia Tukak
Keluhan penderita yang sering diajukan ialah rasa nyeri ulu hati. Berkurang atau
bertambahnya rasa nyeri ada hubungannya dengan makanan. Hanya dengan pemeriksaan
endoskopi dan radiologi dapat menentukan adanya tukak di lambung atau duodenum.9
b. Gastroesofageal Refluks Disease
A. Definisi : Gastroesophageal reflux
disease (GERD) adalah suatu
keadaan, dimana terjadi disfungsi
sfingter esofagus bagian bawah
sehingga menyebabkan regurgitasi isi
lambung ke dalam esofagus.8
B. Etiologi : Inflamasi esophagus
bagian distal terjadi ketika cairan
Gambar No. 1 GERD www.google.com
lambung dan duedonum termasuk asam lambung, pepsin, tripsin, dan asam empedu
mengalami regurgitasike dalam esophagus. Penurunan tonus spingter esophagus bagian
bawah dan gangguan motilitas meningkatkan waktu pengosongan dan terjadinya relaksasi
transien spingter esophagus bawah secara berulang. Faktor yang meningkatkan waktu
pengosongan esophagus termasuk didalamnya interaksi antara postur dan gravitasi, ukuran
dan isi makanan yang dimakan, pengosongan lambung abnormal, dan kelainan peristalsis
esophagus.
C. Epidemiologi : Di USA, dilaporkan prevalensi GERD adalah 1139 pasien berusia 3-17 tahun.
Di UK pada tahun 2000-2005 ditemukan 1700 anak dengan diagnosis awal GERD. Insiden ini
menurun pada anak umur 1-12 tahun dan meningkat kejadiannya hingga berumur 16-17 tahun.
GERD terdapat hampir lebih dari 75% pada anak dengan kelainan neurologi. Hal ini
dihubungkan dengan kurangnya koordinasi antara peristaltik esophagus dan peningkatan
tekanan intra abdominal yang berasal dari hipertonus otot yang dihubungkan dengan
spastisitas. Di Indonesia sendiri insidens GERD sampai saat ini belum diketahui, tetapi
menurut beberapa ahli, GERD terjadi pada 50% bayi baru lahir dan merupakan suatu keadaan
yang normal.
D. Patogenesis : Gastroesophageal reflux adalah suatu proses fisiologis normal yang
mucul beberapa kali sehari pada bayi, anak dan dewasa yang sehat. Pada
umumnya berlangsung kurang dari 3 menit, terjadi setelah makan, dan
menyebabkan beberapa gejala atau tanpa gejala. Hal ini disebabkan oleh relaksasi
sementara pada sfingter esofagus bawah atau inadekuatnya adaptasi tonus sfingter
terhadap perubahan tekanan abdominal. Kekuatan sfingter esofagus bawah, sebagai
barier antirefluks primer, normal pada kebanyakan anak dengan gastroesophageal reflux.
Gastroesophageal Reflux Disease ( GERD) terjadi jika isi lambung reflukske esofafus atau
orofaring dan menimbulkan gejala. Petogenesis GERD ini multifaktorial dan kompleks,
melibatkan frekuensi refluks, asiditas lambung, pengosongan lambung, mekanisme klirens
esofagus, barier mukosa esofagus,hipersensitivitas visceral, dan respon jalan napas.12
Refluks paling sering terjadi saat relaksasi sementara dari sfingter esofagus bawah tidak
bersamaan dengan menelan, yang memungkinkan isilambung mengalir ke esofagus.
E. Manifestasi Klinis : Gejala khas (misalnya, heartburn, muntah, rasa panas di dada dan
regurgitasi asam terutama setelah makan) pada orang dewasa serta tidak dapat langsung
dinilai pada bayi dan anak-anak.
c. Ulkus Peptikum
A. Definisi : Ulkus peptikum merupakan
putusnya kontinuitas mukosa lambung
yang meluas sampai di bawah epitel.
Kerusakan mukosa yang tidak meluas
sampai ke bawah epitel disebut sebagai
erosi, walaupun sering dianggap sebagai
´ulkus´
Gambar No. 2 Ulkus Peptikum
www.google.com
(misalnya ulkus karena stres). Menurut definisi, ulkus peptikum dapat terletak pada setiap
bagian saluran cerna yang terkena getah asam lambung, yaitu esofagus, lambung, duodenum,
dan setelah gastroenterostomi, juga jejenum.10
B. Etiologi : Sebab-sebab yang pasti dari ulkus peptikum belum diketahui. Beberapa teori
yang menerangkan terjadinya tukak peptic, antara lain sebagai berikut :
1. Asam getah lambung terhadap resistensi mukosa.
2. Golongan darah. Penderita dengan darah O lebih banyak.
3. Susunan saraf pusat
4. Inflamasi bakterial.
5. Inflamasi nonbakterial.
6. Infark.
7. Faktor hormonal.
8. Obat-obatan (drug induced peptic ulcer).
9. Aspirin, alkohol, tembakau dapat menyebabkan kerusakan sawar mukosa lambung.
Golongan salisilat, yaitu menyebabkan kelainan pada mukosa lambung. Phenylbutazon juga
dapat menyebabkan timbulnya tukak peptik, seperti halnya juga histamin, reseprin akan
merangsang sekresi lambung.
10. Herediter.
11. Berhubungan dengan penyakit lain, misal Hernia diafrakmatika, Sirosis hati dan Penyakit
paru-paru.
12. Faktor daya tahan jaringan.
C. Epidemiologi : Penyakit ini terjadi dengan frekuensi paling besar pada individu
antara usia 40 dan 60 tahun. Tetapi, relatif jarang pada wanita menyusui, meskipun ini telah
diobservasi pada anak-anak dan bahkan pada bayi. Pria lebih sering daripada wanita, tapi
terdapat beberapa bukti bahwa insiden pada wanita hampir sama dengan pria. Setelah
menopause, insiden ulkus peptikum pada wanita hampir sama dengan pria.
D. Patogenesis : Obat-obatan golongan NSAID (aspirin), alcohol, garam empedu, dan obat-
obatan lain yang merusak mukosa lambung, mengubah permeabilitas sawar epitel,
memungkinkan difusi balik asam klorida dengan akibat kerusakan jaringan (mukosa) dan
khususnya pembuluh darah. Hai ini mengakibatkan pengeluaran histamin. Histamine akan
merangsang sekresi asam dan meningkatkan pepsin dari pepsinogen.
E. Patofisiologi : Ulkus peptikum terjadi pada mukosa gastroduodenal karena jaringan ini
tidak dapat menahan kerja asam lambung pencernaan (asam hidrochlorida dan pepsin). Erosi
yang terjadi berkaitan dengan peningkatan konsentrasi dan kerja asam peptin, atau berkenaan
dengan penurunan pertahanan normal dari mukosa.
F. Faktor Predisposisi : Diketahui bahwa ulkus peptik terjadi hanya pada area saluran GI
yang terpajan pada asam hidrochlorida dan pepsin. Hubungan herediter selanjutnya
ditemukan pada individu dengan golongan darah lebih rentan daripada individu dengan
golongan darah A, B, atau AB. Penggunaan obat antiinflamasi non steroid (NSAID). Minum
alkohol dan merokok berlebihan.
G. Gejala Klinis : Gejala-gejala ulkus dapat hilang selama beberapa hari, minggu, atau
beberapa bulan dan bahkan dapat hilang hanya sampai terlihat kembali, sering tanpa
penyebab yang dapat diidentifikasi seperti Nyeri, Pirosis (nyeri uluhati), Muntah, Konstipasi
dan perdarahan.
H. Terapi : Beberapa metode dapat digunakan untuk mengontrol keasaman lambung
termasuk perubahan gaya hidup, obat-obatan, dan tindakan pembedahan, Penurunan stress
dan istirahat serta Modifikasi diet, Penghentian merokok, Obat-obatan, Intervensi bedah.
d. Gastritis
A. Definisi : Gastritis adalah
inflamasi pada dinding gaster
terutama pada lapisan mukosa
lambung dan berkembang dipenuhi
bakteri. Gastritis dibagi menjadi 2 yaitu :11
1. Gastritis akut : Merupkan lesi mukosa akut berupa erosi dan
Gambar No. 3 Gastritis www.google.com
perdarahan akibat faktor-faktor agresik atau akibat gangguan sirkulasi akut mukosa lambung.
2. Gastritis kronis adalah suatu peradangan bagian permukaan mukosa lambung yang
berkepanjangan yang disebabkan baik oleh ulkus lambung jinak maupun ganas atau oleh
bakteri helicobacter pylori.
B. Etiologi : Penyebab terjadinya Gastritis tergantung dari typenya :
1. Gastritis Akut
Alkohol, Obat-obatan : aspirin, digitalis, yodium, sulfas feros kortison, OAINS, Gangguan
mikrosirkulasi mukosa lambung seperti : trauma, luka bakar, sepsis, Jenis bahan makanan
rempah-rempah seperti : merica, cuka, asam dan Stress.
2. Gastritis Kronik
Penyebabnya belum pasti mungkin berhubungan dengan faktor ras, heriditas psikis dan
makanan.
C. Patofisiologi : Gastritis Peningkatan HCl di lambung luka mukosa lambung
1.Mual & Muntah Gangguan keseimbangan 2. Nyeri Gangguan rasa nyaman 3. Cemas
deficit pengetahuan
D. Gejala klinis : Gastritis akut (Nyeri epigastrum, Nausea, muntah-muntah, anorexia, Cepat
sembuh bila penyebab cepat dihilangkan).
2. Gastritis kronik : Tampak pucat, Hb tidak normal, Perut terasa panas, Anorexia, epigstrum
terasa tegang, BAO/MAO (Basal acid output/maximal acid output) rendah dapat diketahui
dengan biopsi.
E. Komplikasi
1. Gastritis Akut
Terdapat perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) berupa hematemesis dan melena,
dapat berakhir sebagai syok hemoragik, khusus untuk perdarahan SCBA perlu dibedakan
dengan tukan peptik. Gambaran klinis yang diperlihatkan hampir sama, namun pada tukak
peptik penyebab utamanya adalah infeksi. Helicobakteri pulori sebesar 100% pada tukak
lambung. Diagnosis pasti dapat ditegakkan dengan endoskopi.
2. Gastritis Kronik
Perdarahan saluran cerna bagian atas, ulkus, periforasi, dan anemia karena gangguan absorbsi
vitamin B12.11
ETIOLOGI
Ada beberapa hal yang menjadi penyebab timbulnya dispepsia, yaitu pengeluaran
asam lambung berlebih, pertahanan dinding lambung yang lemah, infeksi Helicobacter pylori
(sejenis bakteri yang hidup di dalam lambung dalam jumlah kecil) gangguan gerakan saluran
pencernaan, dan stress psikologis.12
Seringnya, dispepsia disebabkan oleh ulkus lambung atau penyakit acid reflux. Jika
anda memiliki penyakit acid reflux, asam lambung terdorong ke atas menuju esofagus
(saluran muskulo membranosa yang membentang dari faring ke dalam lambung). Hal ini
menyebabkan nyeri di dada. Beberapa obat-obatan, seperti obat anti-inflammatory, dapat
menyebabkan dispepsia. Terkadang penyebab dispepsia belum dapat ditemukan. Penyebab
dispepsia secara rinci adalah: Menelan udara (aerofagi), Regurgitasi (alir balik, refluks) asam
dari lambung, Iritasi lambung (gastritis), Ulkus gastrikum atau ulkus duodenalis, Kanker
lambung, Peradangan kandung empedu (kolesistitis), Intoleransi laktosa (ketidakmampuan
mencerna susu dan produknya), Kelainan gerakan usus, Stress psikologis, kecemasan, atau
depresi dan Infeksi Helicobacter pylory.12
EPIDEMIOLOGI & FAKTOR RESIKO13
a. Manusia
a.1. Umur
Dispepsia terdapat pada semua golongan umur dan yang paling beresiko adalah diatas
umur 45 tahun. Penelitian yang dilakukan di Inggris ditemukan frekuensi anti Helicobacter
pylori pada anak-anak di bawah 15 tahun kira-kira 5% dan meningkat bertahap antara 50%-
75% pada populasi di atas umur 50 tahun. Di Indonesia, prevalensi Helicobacter pylori pada
orang dewasa antara lain di Jakarta 40-57% dan di Mataram 51%-66%.13
a.2. Jenis Kelamin
Kejadian dispepsia lebih banyak diderita perempuan daripada laki-laki yaitu 2:1.
a.3. Etnik
Di Amerika, prevalensi dispepsia meningkat dengan bertambahnya usia, lebih tinggi
pada kelompok kulit hitam dibandingkan kelompok kulit putih. Di kalangan Aborigin
frekuensi infeksi Helicobacter pylori lebih rendah dibandingkan kelompok kulit putih,
walaupun kondisi hygiene dan sanitasi jelek.
a.4. Golongan Darah
Golongan darah yang paling tinggi beresiko adalah golongan darah O yang berkaitan
dengan terinfeksi bakteri Helicobacter pylori.
b. Tempat14
Penyebaran dispepsia pada umumnya pada lingkungan yang padat penduduknya,
sosioekonomi yang rendah dan banyak terjadi pada negara yang sedang berkembang
dibandingkan pada negara maju. Di negara berkembang diperkirakan 10% anak berusia 2-8
tahun terinfeksi setiap tahunnya sedangkan di negara maju kurang dari 1%.
c. Waktu
Penyakit dispepsia paling sering ditemukan pada bulan Ramadhan bagi yang
memjalankan puasa. Penelitian di Turki pada tahun 1994, ditemukan terjadi peningkatan
kasus dengan komplikasi tukak selama bulan ramadhan dibandingkan bulan lain. Penelitian
di Paris tahun 1994 yang melibatkan 13 sukarelawan yang melaksanakan ibadah puasa
membuktikan adanya peningkatan asam lambung dan pengeluaran pepsin selama berpuasa
dan kembali ke kadar normal setelah puasa ramadhan selesai.
d. Determinan
d.1. Host/Penjamu
Penjamu adalah keadaan manusia yang sedemikian rupa sehingga menjadi faktor
resiko untuk terjadinya penyakit.
d.2. Umur dan Jenis kelamin
Di Surabaya tahun 2001 diperoleh penderita dispepsia terbanyak pada usia 30 sampai
50 tahun. Kejadian dispepsia lebih banyak diderita perempuan daripada laki-laki 2:1.
d.3. Stress dan Faktor Psikososial
Stres dan faktor psikososial diduga berperan pada kelainan fungsional saluran cerna
menimbulkan perubahan sekresi dan vaskularisasi.
e. Agent15
Agent sebagai faktor penyebab penyakit dapat berupa unsur hidup atau mati yang
terdapat dalam jumlah yang berlebih atau kekurangan.
e.1. Helicobacter Pylori
Agent yang dapat menimbulkan dispepsia adalah Helicobacter pylori. Helicobacter
pylori dapat menginfeksi dan merusak mukosa lambung. Kerusakan ini disebabkan ammonia,
cytotosin dan zat lain yang dihasilkan oleh bakteri ini dan bersifat merusak mukosa lambung.
e.2. Obat-Obatan
Sejumlah obat-obatan dapat menyebabkan beberapa iritasi gastrointestinal sehingga
mengakibatkan mual dan nyeri di ulu hati. Misalnya NSAID, aspirin, potassium supplemen
dan obat lainnya.
e.3. Tidak Toleransi Pada Makanan
Sejumlah makanan dapat menimbulkan dispepsia, diantaranya adalah jeruk, makanan
pedas, alkohol, makanan berlemak dan kopi. Mekanisme oleh makanan yang menimbulkan
dispepsia termasuk kelebihan makan, kegagalan pengosongan gastrik, iritasi dan mukosa
lambung.
e.4. Gaya Hidup
Pada umumnya pasien yang menderita dispepsia adalah pengkonsumsi rokok,
minuman alkohol yang berlebihan, minum kopi dalam jumlah banyak dan makan makanan
yang mengandung asam.
f. Lingkungan16
Lingkungan merupakan factor yang menunjang terjadinya penyakit. Faktor ini disebut
sebagai faktor ekstrinsik. Faktor lingkungan dapat berupa lingkungan fisik, lingkungan
biologis dan lingkungan sosial ekonomi.
f.1. Lingkungan Fisik
Penyebaran dispepsia pada umumnya terdapat di lingkungan yang padat
penduduknya, soioekonomi yang rendah dan banyak terjadi pada negara yang sedang
berkembang dibandingkan dengan negara maju.
f.2. Lingkungan Sosial Ekonomi
Bahwa intensitas kebisingan di tempat kerja berpengaruh sangat signifikan, hal ini
karena pengaruh bising yang dihasilkan mesin pabrik kepada stress pekerja.
PATOFISIOLOGI17
1. Sekresi asam lambung : mempunyai tingkat sekresi asam lambung, baik sekresi basal
maupun dengan stimulasi pentagastrin yang menimbulkan rasa tidak enak di perut.
2. Helicobacter Pylori
3. Dismotilitas gastrointestinal : terjadi perlambatan pengosongan lambung dan adanya
hipomotilitas antrum.
4. Ambang rangsang persepsi : dinding usus mempunyai berbagai reseptor termasuk reseptor
kimiawi, mekanik, dan nociceptor.
5. Disfungsi autonom :hipersensitivitas gastrointestinalmenimbulkan gangguan akomodasi
lambung dan rasa cpat kenyang.
6. Aktivitas mioelektrik lambung
7. Hormonal : adanya penurunan kadar hormon motilin.
8. Diet dan faktor lingkungan : intoleransi makanan.
9. psikologis : penurunan kontraktilitas keluluhan pada orang sehat.
GEJALA KLINIS
Klasifikasi klinis praktis didasarkan atas keluhan/gejala yang dominant membagi
dispepsia menjadi tiga tipe :18
1. Dispepsia dengan keluhan seperti ulkus (Ulkus-like dyspepsia) dengan gejala: nyeri
epigastrium terlokalisasi, nyeri hilang setelah makan atau pemberian antacid, nyeri saat lapar
dan nyeri episodic.
2. Dispepsia dengan gejala seperti dismotilitas (dysmotility-like dyspepsia) dengan gejala:
mudah kenyang, perut cepat terasa penuh saat makan, mual, muntah dan rasa tidak nyaman
bertambah saat makan.
3. Dispepsia non spesifik (tidak ada gejala seperti kedua tipe di atas).
PENATALAKSANAAN
1. Non Medika Mentosa
Dengan psikoterapi dan pengobatan lain seperti akupuntur dan terapi suprotif dengannutrisi.19
2. Medika Mentosa1
- antasida 20-150 ml/hari obat ini mudah didapat dan murah. Antasid akan menetralisir
sekresi asam lambung. Antasid biasanya mengandung Na bikarbonat,
Al(OH)3, Mg(OH)2, dan Mg triksilat. Pemberian antasid jangan terus-
menerus, sifatnya hanya simtomatis, unutk mengurangi rasa nyeri.
- sitoproteksi misal misoprostol (meningkatkan produksi mukus dan membentuk lapisan
protektif) dan sukralfat (meningkatkan sekresi prostaglandin endogen).
- golongan prokinetik : metoklopramid, domperidon, cisapride. Cukup efektif untuk
mengobati dispepsia fungsional dan refluks esofagitis dan memperbaiki bersihan asam
lambung.
KOMPLIKASI (DAMPAK)
Penderita sindroma dispepsia selama bertahun-tahun, dapat memicu adanya
komplikasi yang tidak ringan. Salah satunya komplikasi Ulkus Peptikum, yaitu luka di
dinding lambung yang dalam atau melebar, tergantung berapa lama lambung terpapar oleh
asam lambung.Bila keadaan Ulkus Peptikum ini terus terjadi, luka akan semakin dalam dan
dapat menimbulkan komplikasi pendarahan saluran cerna yang ditandai dengan terjadinya
muntah darah. Muntah darah ini sebenarnya pertanda yang timbul belakangan. Awalnya
penderita pasti akan mengalami buang air besar berwarna hitam terlebih dulu. yang artinya
sudah ada perdarahan awal.Tapi komplikasi yang paling dikuatirkan, adalah terjadinya
kanker lambung yang mengharuskan penderitanya melakukan operasi.1
PREVENTIF19
1.Atur pola makan seteratur mungkin.
2.Hindari makanan berlemak tinggi yang menghambat pengosongan isi lambung (coklat,
keju, dan lain-lain).
3.Hindari makanan yang menimbulkan gas di lambung (kol, kubis, kentang, melon,
semangka, dan lain-lain).
4.Hindari makanan yang terlalu pedas.
5.Hindari minuman dengan kadar caffeine dan alkohol.
6.Hindari obat yang mengiritasi dinding lambung, seperti obatanti- inflammatory,misalnya
yang mengandung ibuprofen, aspirin, naproxen, danketoprofen. Acetaminophen adalah
pilihan yang tepat untuk mengobati nyeri karena tidakmengakibatkan iritasi pada dinding
lambung.
7.Kelola stress psikologi se-efisien mungkin.
8.Jika anda perokok, berhentilah merokok.
9.Jika anda memiliki gangguan acid reflux, hindari makan sebelum waktu tidur.
10. Hindari faktor-faktor yang membuat pencernaan terganggu, seperti makan terlalubanyak,
terutama makanan berat dan berminyak, makan terlalu cepat, atau makan sesaat sebelum
olahraga.
11. Pertahankan berat badan sehat
12. Olahraga teratur (kurang lebih 30 menit dalam beberapa hari seminggu) untukmengurangi
stress dan mengontrol berat badan, yang akan mengurangi dispepsia.
13. Ikuti rekomendasi dokter Anda mengenai pengobatan dispepsia. Baik itu antasid, PPI,
penghambat histamin-2 reseptor, dan obat motilitas.
PROGNOSIS
Dispepsia yang ditegakan setelah pemeriksaan klinis dan penunjang yang akurat,
mempunyai prognosis yang baik.1
BAB III PENUTUP
KESIMPULAN
Diagnosis dispepsia fungsional didasarkan pada keluhan/gejala dispepsia dimana pada
pemeriksaan penunjang baku dapat disingkirkan penyebab organik, sehingga masuk dalam
kelompok penyakit gastrointestinal fungsional. Dispepsia fungsional mempunyai
patofisiologi yang kompleks dan multifaktorial dimana tampaknya berbasiskan gangguan
pada motilitas viseral. Pilihan pengobatan berdasarkan gejala utama yang dianjurkan.1
DAFTAR PUSTAKA
1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Setiati S (ed). Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid 1. Edisi 5.
Jakarta : Pusat Penerbitan Deaprtemen Ilmu penyakit Dalam FKUI ; 2009.
2. Mansjoer, Arif et al. Kapita selekta kedokteran. Jilid 1. Edisi 3. Jakarta : EGC ; 2007. Hal
488-491.
3. Ekayuda I. radiologi diagnostic. Pencitraan diagnostic. Edisi 2. Jilid 2. Jakarta : Divisi
Radiologi Departemen Radiologi FKUI ; 2005.
4. Salvatore S. Gastroesophageal reflux disease in Infants. How much is predictable with
questionnaires, ph-metry, endoscopy and histology: Journal of pediatric gastroenterology and
nutrition. Mc Graw-Hill ; 2005. P 210-15.
5. Siebernagl, Stefan dan Florian L. Color atlas of pathophysiology. Stomach, intestines,
liver. New York : Thieme ; 2000. P 134-35.
6. Sherwood L, Beatricia IS. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Sistem pencernaan.
Jakarta : EGC ; 2001. Hal 484-87 & 537-86.
7. Katzung, Betram (ed). Drug used in the treatment of gastroenterintestinal diseases, in basic
& clinical pharmacology. 9th Edition. McGraw-Hill Professional ; 2004. Page 1469.
8. Yvan V. Pediatric gastroesophageal reflux clinical practice guidelines. Journal of pediatric
gastroenterology and nutrition. Vol. 49. Mc Graw-Hill ; 2009. P 498-541.
9. North american society for pediatric gastroenterology and nutrition. Pediatric gerd clinical
practice guideline. Journal of pediatric gastroenterology and nutrition. Vol. 32. Supplement 2.
Mc Graw-Hill ; 2001. P 1-31.
10. Rusdi I. Gangguan ingesti, anoreksia, disfagia, dan regurgitasi. Gastroenterologi anak
praktis. Jakarta : Balai Penerbitan FKUI ; 1988. Hal 105-8.
11. McPhee, Stephen, William F, Ganong. Pathophysiology. Gastrointestinal diseases. San
Fransisko : McGraw-Hill Companies ; 2006.
12. McPhee, Stephen J, Maxine A, Papadakis. Dispepsia. Current medical diagnosis and
treatment. San Fransisko : McGraw-Hill Companies ; 2009.
13. Makmun, Dadang, Sudoyo, Aru. Penyakit refluks gastroesofageal. Buku ajar ilmu
penyakit dala. Jilid I Edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia ; 2006. Hal 317.
14. Madjid A, Harryanto R, Muin R. Dispepsia fungsional. Buku ajar ilmu penyakit dalam.
Jilid 1. Edisi 4. Jakarta : FK UI ; 2006. Hal 352-54.
15. Bucher, Graham P, Laurence H. Dispepsia. Gastroenterology. China : Elsevier Science
Limited ; 2003. P 31- 2.
16. Sylvia AP, Lorraine M, Wilson. Patofisiologi volume 1. Gangguan lambung dan
duodenum. Jakarta : EGC ; 2005. Hal 417-22.
17. Robbins, Kumar. Buku ajar patologi . Edisi 7. Jakarta : EGC ; 2004.
18. Pendit B, Hartanto H, Wulansari P, Maharani DA. Patofisiologi. Konsep klinis proses-
proses penyakit. Ed 6. Vol 2. EGC : Jakarta ; 2003.
19. Hadi S. Gastroenterologi. Bandung : Kusuma ; 2002. hal 156-59.
Skenario 2
Seorang bapak berusia 45 tahun dibawa ke dokter oleh keluarganya karena
kira-kira 30 menit setelah makan siang merasa ulu hatinya tidak enak, lemas,
berkeringat. 2 minggu sebelumnya bapak tersebut baru menjalani operasi
lambung, karena didiagnosis mengidap ulcus gaster yang sangat kronis. Pada
pemeriksaan fisik : keadaan umum sedang sakit, kesadaran apatis. Tekanan
darah 130/90 mmHg, ndi 45x/menit, regular, lemah, suhu 370 C. Pada
pemeriksaan mata :konjungtiva tidak anemis. Leher : tidak tampak
perbesaran, pulmo : tidak ada kelainan. Laboratorium : Hb 12g/dL. Leukosit
6500/uL, GD puasa : 70 mg/dL, GD 2 jam PP : 120 mg/dL
BAB I
PENDAHULUAN
Lambung sindrom dumping, atau pengosongan lambung yang cepat, terjadi ketika ujung
bawah dari usus kecil, jejunum, terisi terlalu cepat dengan makanan tercerna dari
lambung. Sindrom dumping dapat dibedakan menjadi dua tipe, tipe dini, yang berkaitan
dengan lemak dan tipe lambat, yang berkaitan dengan karbohidrat. Dumping tipe dini dimulai
selama atau setelah makan. Gejalanya yaitu mual, muntah, kembung, kram, diare, pusing dan
kelelahan. Dumping tipe lambat terjadi 1 sampai 3 jam setelah makan. Gejalanya termasuk
lemah, berkeringat, dan pusing.
Selain itu, orang dengan sindrom ini sering menderita gula darah rendah,
atau hipoglikemia , karena makanan memicu pankreas melepaskan insulin dalam jumlah yang
berlebihan ke dalam aliran darah. Jenis hipoglikemia ini disebut sebagai hipoglikemia
pencernaan.
Dalam kasus disebutkan bahwa seorang bapak berusia 45 tahun dibawa ke dokter oleh
keluarganya karena kira-kira 30 menit setelah makan siang merasa ulu hatinya tidak enak,
lemas, berkeringat. 2 minggu sebelumnya bapak tersebut baru menjalani operasi lambung,
karena didiagnosis mengidap ulcus gaster yang sangat kronis. Pada pemeriksaan fisik:
keadaan umum sakit sedang, kesadaran apatis. Tekanan darah 130/90 mmHg, nadi 45x/menit,
regular, lemah, suhu 37oC. Pada pemeriksaan mata : konjungtiva tidak anemis. Leher : tidak
tampak pembesaran, pulmo : tidak ada kelainan. Cor : tidak ada kelainan. Laboratorium : Hb
12 g/dL, leukosit 6500/uL, GD puasa 70 mg/dL, GD 2 jam PP 120 mg/dL.
Dari kasus tersebutlah yang mendorong saya untuk membuat makalah ini yang berisi inti-
inti pelajaran dalam kasus
BAB II
ISI
Rumusan Masalah
Seorang bapak 45 th dengan keluhan ulu hati tidak enak, lemas, berkeringat 30 menit
setelah makan dan 2 minggu sebelumnya menjalankan operasi ulcus gaster kronis.
Analisis Masalah
`
Ulu hati tidak enak, lemas, berkeringat setelah makan dan 2 minggu sebelumnya menjalani
operasi ulcus gaster kronis
Epidemiologi
Pemeriksaa
Diagnosi
Penatalaksanaan
Patofisiologis Etiologi
Komplikasi
Pencegahan
Prognosi Anamnesis
Hipotesis
Bapak dengan ulu hati tidak enak, lemas, berkeringat setelah makan dan 2 minggu
sebelumnya menjalani operasi ulcus gaster kronis mengidap sindroma dumping tipe
dini.
Sasaran Pembelajaran
Anamnesis
Anamnesis adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan wawancara. Anamnesis
dapat dilakukan langsung kepada pasien, yang disebut autoanamnesis, atau dilakukan
terhadap orang tua, wali, orang yang dekat dengan pasien, atau sumber lain, disebut
sebagai aloanamnesis.2
1. Identitas :
- Nama (+ nama keluarga)
- Umur/ usia
- Jenis kelamin
- Nama orang tua
- Alamat
- Umur/ pendidikan/ pekerjaan orang tua
- Agama dan suku bangsa
2. Riwayat penyakit :
Keluhan utama
- Keluhan/ gejala yang menyebabkan pasien dibawa berobat
- Tidak harus sejalan dengan diagnosis utama
3. Riwayat perjalanan penyakit :
- Cerita kronologis, rinci, jls ttg keadaan pasien sblm ada keluhan sampai
dibawa berobat
- Pengobatan sebelumnya dan hasilnya (macam obat dll)
- Tindakan sebelumnya (suntikan, penyinaran)
- Reaksi alergi
- Perkembangan penyakit – gejala sisa/ cacat
- Riwayat penyakit pada anggota keluarga, tetangga
- Riwayat penyakit lain yg pernah diderita sebelumnya
-
4. Hal – hal yang perlu ditanyakan tentang keluhan / gejala :
- Lama keluhan
- Mendadak, terus-menerus, perlahan-lahan, hilang timbul, sesaat
- Keluhan lokal: lokasi, menetap, pindah-pindah, menyebar
- Bertambah berat/ berkurang
- Yang mendahului keluhan
- Pertama kali dirasakan/ pernah sebelumnya
- Keluhan yang sama adalah pada anggota keluarga, orang serumah,
sekelilingnya
- Upaya yang dilakukan dan hasilnya
Pemeriksaan
Pemeriksaan fisik
A. Inspeksi
Perhatikanlah dengan seksama bentuk dada pasien dan pergerakan dinding
dadanya, yang secara normal harus dalam keadan simetris. Lihatlah apakah ada
kelainan pada kulit dinding dada, misalnya terdapat pembengkakan, tumor, dan
lain-lain, perhatikan apakah terjadi retraksi selama respirasi, dan kelainan
lainnya.3
B. Palpasi
Palpasi adalah teknik pemeriksaan dengan menggunakan telapak dan jari
tangan sebagai indra peraba. Pemeriksa menempatkan diri di depan pasien dengan
pasien telentang atau duduk. Tangan kanan pemeriksa diletakkan pada dinding
dada kiri pasien dan tangan kiri pada posisi sebaliknya. Pertama, rasakan dan
bandingkan apakah gerakan dinding dada kanan dan kiri sama dan sinkron atau
tidak. Setelah itu, rabalah daerah fossa suprasternal untuk menentukan apakah
terdapat deviasi trakea (misalnya pada pneumothorax atau atelektasis). Kemudian,
palpasi dilakukan pada sela iga apakah normal atau ada pencembungan atau
cekungan.3
Secara singkat pemeriksaan palapsi sebagai berikut:3
1. Identifikasi ada/tidaknya daerah yang nyeri
2. Pemeriksaan premitus (tactile fremitus), dilakukan pada kedua sisi dada dan
bandingkan kanan dan kiri. Letakkan permukaan telapak tangan pada dada
bagian bawah dan mintalah pasien untuk mengatakan tujuh-tujuh dengan
cukup keras, dan rasakan getaran suara yang dihantarkan pada dinding rongga
dada pada telapak tangan anda. Lakukanlah pemeriksaan silang dengan
menyilangkan telapak tangan anda.
C. Perkusi
Lakukanlah pemeriksaan perkusi pada bagian dada depan dan belakang dan
bandingkan pada kedua sisi, normalnya akan terdengar suara sonor diseluruh
lapangan baru, kecuali pada bagian kiri akan terdengar suara pekak pada sela iga 2
sampai 5 pada tepi kiri sternum, yang merupakan daerah jantung.3
Pada wanita, untuk mempermudah pemeriksaan, geserlah dengan halus buah
dada dengan tangan kiri anda, dan selanjutnya lakukan perkusi seperti biasa.3
D. Auskultasi
Auskultasi merupakan bagian dari pemeriksaan fisik paru dengan tujuan untuk
mendengarkan suara paru, sehingga secara tidak langsung menggambarkan
keadaan saluran nafas. Aukultasi menggunakan stetoskop. Membran stetoskop
digunakan untuk menyaring suara dengan frekuensi rendah (digunakan untuk
auskultasi paru, menyaring suara jantung), sedangkan corong digunakan untuk
menyaring suara dengan frekuensi tinggi (untuk auskultasi jantung, menyaring
suara paru). Pemeriksa menggunakan bagian membrane dengan ditempelkan
dengan agak keras ke dinding dada, sebaliknya bagian corong digunakan dengan
menempelkannya dengan ringan saja ke dinding dada.3
Pemeriksaan penunjang
A. Endoskopi
Pemeriksaan endoskopi adalah suatu pemeriksaan untuk melihat keadaan
lambung. Caranya, dengan memasukkan suatu selang berkamera ke mulut terus
hingga ke lambung. Dengan demikian, dokter bisa melihat bagian dalam lambung
untuk mencari tahu apa penyebab nyeri yang pasien derita. Tentu untuk itu pasien
perlu minum cairan penghilang nyeri (anestesi) dan bersikap pasrah saat selang itu
dimasukkan.
Alat endoskopi saat ini dibuat semakin lentur/fleksibel dan diameter yang lebih
kecil. Gambar yang dihasilkan makin baik memungkinkan pemeriksaan ini
berlangsung dengan nyaman dan komplikasi yang sangat minim. Dengan alat
edoskop ini dapat pula lakukan biopsi untuk pemeriksaan patologi dan
menentukan ada/tidaknya kuman Helicobacter pylorus. Perkembangan teknologi
memungkinkan penggunaan endoskopi semakin luas, misalnya pengambilan
polip, pengambilan benda asing yang tertelan, menghentikan perdarahan saluran
cerna dan untuk pemberian nutrisi, ERCP (Endoskopi Retrograde Cholangio
Pancreotorgraphi), Endoskopi ultrasonographi (USG Endoskopi) dan pengambilan
batu saluran empedu.5
B. Radiologi OMD
Teknik radiografi OMD adalah teknik pemeriksaan secara radiologi saluran
pencernaan atas dari organ oesofagus maag duodenum menggunakan media
kontras barium swallow dan barium meal, kemudian diamati dengan fluoroskopi
(Bryan, 1979). Teknik radiografi OMD bertujuan untuk melihat kelainan-kelainan
pada organ esofagus, maag, dan duodenum.5
Persiapan pasien sebelum pemeriksaan yaitu :
1. 2 hari sebelum pemeriksaan pasien diet rendah serat untuk mencegah
pembentukan gas akibat fermentasi
2. Lambung harus dalam kondisi kosong, untuk memastikan lambung kosong
dari makanan dan air pasien puasa 8 – 9 jam sebelum pemeriksaan
3. Pasien tidak diperbolehkan mengkonsumsi obat-obatan yg menggandung
substansi radiopaque seperti steroid, pil kontrasepsi dll
4. Sebaiknya kolon bebas dari fecal material dan udara bila perlu diberikan zat
laxative
5. Tidak boleh merokok (nicotine merangsang sekresi saliva).
Media kontras barium sulfat (BaSO4) adalah suatu bahan yang dapat digunakan
dalam pemeriksaan radiologi yang bertujuan untuk memberikan perbedaan
densitas organ disekitarnya. Kontras media dibagi menjadi dua macam yaitu
kontras media positif dan kontras media negatif. Kontras media positif adalah
kontras media yang memiliki nomor atom tinggi, contohnya barium sedangkan
kontras media negatif yaitu kontras media yang memiliki nomor atom rendah,
contohnya udara. 5
Pemeriksaan OMD dengan menggunakan media kontras dibagi menjadi beberapa
macam yaitu :6
1. Barium swallow adalah pemeriksaan radiologis oesofagus dengan cara
menelan media kontras
2. Barium meal adalah pemeriksaan radiologis lambung dan duodenum dengan
cara meminum media kontras
3. Barium follow through adalah pemeriksaan radiologis usus halus dengan
meminum media kontras yang merupakan kelanjutan dari pemeriksaan
barium meal yang memerlukan waktu beberapa jam untuk dapat sampai ke
proses pencernaan makanan
C. Laboratorium
1. Tes Gastro-Esophageal Scintigraphy
Tes ini menggunakan bahan radio-isotop untuk penilaian pengosongan
esophagus dan sifatnya non-invasif.7
2. Tes toleransi glukosa
Tes ini berguna untuk meyakinkan apakah diabetes atau penyakit lain. Tes in
biasa dilakukan kepada pasien diabetes dan tes ini digunakan untuk
mengetahui. Apabila pada pemeriksaan glukosa darah sewaktu kadar
glukosa plasma tidak normal, yaitu antara 140-200 mg/dl. Sesuai dengan
kesepakatan WHO maka tes toleransi glukosa oral harus dilakukan dengan
beban 75 gram setelah berpuasa minimal 10 jam. Penilaian adalah sebagai
berikut, toleransi glukosa normal apabila < 140 mg/dl, toleransi glukosa
terganggu (TGT) apabila kadar glukosa > 140 mg/dl.7
Diagnosis
Working diagnosis
Sindroma dumping
Sindrom dumping, atau pengosongan lambung yang cepat, terjadi ketika ujung
bawah dari usus kecil, jejunum, mengisi terlalu cepat dengan makanan tercerna dari
lambung. Dumping dini dimulai selama atau setelah makan. Gejala awal dumping
termasuk mual, muntah, kembung, kram, diare, pusing dan kelelahan. Dumbing
lanjut terjadi 1 sampai 3 jam setelah makan. Gejala akhir dumping termasuk lemas,
berkeringat, dan pusing.8
Hal ini dapat disimpulkan bahwa dumping tipe dini terkait dengan kesulitan
mencerna lemak sementara dumping tipe lanjut terkaitk dengan karbohidrat.
Sindrom ini sering diikuti dengan gula darah rendah, atau Hipoglikemia, karena
memicu pankreas melepaskan insulin dalam jumlah yang berlebihan ke dalam aliran
darah. Jenis hipoglikemia ini disebut sebagai "hipoglikemia pencernaan".8
Sindrom dumping yang paling umum terjadi pada pasien yang pernah menjalani
operasi lambung, seperti
1. Gastrektomi atau operasi bypass lambung
Ini memungkinkan terjadinya perut kosong cepat.
2. Kolesistektomi
Sebagai komplikasi dari pengangkatan kantong empedu.
3. Zollinger-Ellison Syndrome
Suatu kelainan langka yang melibatkan ekstrim tukak lambung dan berhubungan
dalam mensekresi gastrin dari pancreas.
4. Esophagectomy
Dapat terjadi sindroma dumping tipe dini dan lanjut.
Differential Diagnosis
Dispepsia
Dispepsia merupakan kumpulan gejala yang terdiri dari rasa tidak enak atau
sakit di perut bagian atas yang menetap atau mengalami kekambuhan.
Sindroma dispepsia lebih dikenal sebagai penyakit maag (gastritis). Keluhan
yang timbul adalah rasa nyeri pada ulu hati, mual, kembung, muntah, dan cepat
kenyang.9 Dispepsia dibedakan menjadi dispepsia organik dan dispepsia
fungsional:9
1. Dispepsia organik
Jika keluhan yang timbul disebabkan karena kelainan organ tubuh seperti
tukak lambung, usus dua belas jari, radang pankreas, radang empedu, dan
sebagainya. Selain itu, obat-obatan rematik, beberapa antibiotik, penyakit
diabetes melitus, dan penyakit jantung juga dapat menimbulkan dispepsia
organik.
Pada dispepsia organik, keluhan yang dialami, akibat kelainan pada
organ tubuh (oleh karena itu dinamakan organik) terutama kelainan pada
organ-organ didalam rongga perut. Penyebabnya bermacam-macam yang
sering infeksi tipus perut yang berulang (dalam bahasa kedokteran Relaps),
infeksi oleh malaria, virus hepatitis, dan infeksi kuman-kuman lain. Infeksi
oleh kuman Helycobacter pylori yang bisa hidup dilambung manusia, dan
juga dapat menyebabkan tukuk lambung atau tukuk pada usus dua belas jari.
2. Dispepsia fungsional
Dispepsia fungsional berupa keluhan dispepsia yang telah berlangsung
beberapa minggu tanpa didapat kelainan atau gangguan struktural organ
tubuh berdasarkan pemeriksaan klinis, laboratorium, radiologi, dan
endoskopi. Tidak didapatkan kelainan organ melainkan terjadi kenaikan
produksi asam lambung dan gangguan dari gerakan organ saluran cerna,
yang bisanya akibat faktor-faktor psikis misalnya stress, marah, sedih dan
lain-lain. Gangguan pisikis atau stress menyebabkan peningkatan produksi
hormon-hormon dalam tubuh antara lain adrenalin dan kortikosteroid yang
merangsang pengeluaran hormon gastrin yang akan merangsang pengeluaran
asam lambung.
Sindrom malabsobsi
Sindroma Malabsorbsi adalah kelainan-kelainan yang terjadi akibat
penyerapan zat gizi yang tidak adekuat dari usus kecil ke dalam aliran
darah. Dalam keadaan normal, makanan dicerna dan zat-zat gizinya diserap ke
dalam aliran darah, terutama dari usus kecil. Malabsorbsi dapat tejadi baik
karena kelainan yang berhubungan langsung dengan pencernaan makanan
maupun karena kelainan yang secara langsung mempengaruhi poses penyerapan
makanan.
Malabsorpsi didefinisikan sebagai tidak optimalnya absorpsi lemak, vitamin,
protein, karbohidrat, elektrolit, mineral, dan air. Pada dasarnya, malabsoprsi
disebabkan oleh gangguan salah satu fungsi sistem pencernaan berikut:10,11
1. Digesti intraluminal
Proses ini terjadi di sepanjang saluran cerna dimulai dengan saliva di mulut,
dilanjutkan di lambuing dan di usus halus, dibantu oleh sekresi enzim
pankreas dan emulsifikasi oleh garam empedu.
2. Digesti terminal
Proses in melibatkan hidrolisis karbohidrat dan peptida oleh disakaridase
dan peptidase di brush border mukosa usus halus.
3. Transpor transepitelial
Nutrisi dan elektrolit di transpor melalui epitel usus halus untuk disalurkan
ke dalam darah. Lemak disalurkan dalam bentuk kilomikron.
Penderita sindrom malabsorbsi usus halus biasanya mengalami penurunan
berat badan. Jika lemak tidak diserap sebagaimana mestinya, tinja akan
berwarna terang, lunak, berminyak, berbau busuk dan jumlahnya sangat banyak,
yang disebut sebagai steatorrhea. Jika terjadi kekurangan enzim laktase,
mungkin akan mengalami diare, perut kembung dan flatulen, karena kurangnya
absorbsi air dan karbohidrat serta iritasi usus oleh asam lemak yang tidak larut.
Penyumbatan saluran empedu dapat diketahui dengan adanya ikterus.
Kekurangan protein dapat memberikan gambaran berupa edema. Anemia dapat
terjadi karena gangguan absorbsi zat besi, asam folat dan vitamin B12. Lemah
dan mudah lelah dapat terjadi karena anemia dan hipokalemia. Kekurangan
vitamin C dan vitamin K menyebabkan gusi berdarah, mudah mengalami
perdarahan. Kekurangan vitamin D dan kalsium dapat mengakibatkan terjadinya
nyeri tulang. 10,11
Malabsorbsi dan penurunan berat badan sering ditemukan pasca gastrektomi.
Hampir dapat dipastikan malabsorbsi akan terjadi setelah gastrektomi total,
meningkatnya kehilangan lemak dari feses terjadi pada sebagian besar penderita
setelah tindakan Billroth II. Penyebab utama steatore akibat pencampuran
makanan dengan enzim-enzim berlangsung kurang sempurna oleh sebab
pengosongan isi lambung yang terlalu cepat, pengurangan sekresi pankreas
akibat pintas duodenum dan kurangnya perangsangan oleh kimus asam untuk
mengeluarkan sekretin dan CCK, stasis isi usus pada lengkung aferen
mengakibatkan proliferasi bakteri yang abnormal yang dapat memakai habis
vitamin B12 serta menyebabkan dekonyugasi garam-garam empedu, dan
hilangnya fungsi lambung sebagai reservoir mengakibatkan waktu transit
makanan di usus berjalan lebih cepat sehingga mengakibatkan diare. 10,11
Epidemiologi
Insiden dan keparahan gejala di dumping sindrom berhubungan langsung dengan
tingkat operasi lambung. Diperkirakan 25-50% pasien yang telah menjalani operasi
lambung memiliki beberapa gejala dumping. Insiden dumping signifikan telah
dilaporkan 6-14% pada pasien setelah vagotomy truncal dan drainase dan 14-20%
setelah gastrektomi parsial. Insiden dumping sindrom setelah vagotomy lambung
proksimal tanpa prosedur drainase kurang dari 2%. Operasi lambung, seperti
vagotomy lambung proksimal (yang menghasilkan gangguan minimal sindrom
dumping), jauh lebih rendah kejadian sindrom dumping daripada sindrom
postgastrectomy. Pada anak, dumping sindrom terjadi hampir pada semua anak yang
telah mengalami fundoplication Nissa. Penurunan kebutuhan operasi lambung terbukti
telah menyebabkan penurunan frekuensi sindrom postgastrectomy. 8,10
Etiologi
Dumping adalah efek dari reservoir fungsi lambung yang berubah dan fungsi
motorik lambung pasca operasi. Sindrom dumping terjadi pada 45% dari orang-orang
yang kekurangan gizi dan yang telah mengalami gastrektomi parsial. Sindrom
dumping tipe lanjut diduga memiliki gejala dapat dibuktikan dengan tes toleransi
glukosa oral (hipoglikemia hyperinsulinemic), serta skintigrafi pengosongan lambung
yang menunjukkan pola abnormal dan kemudian dipercepat pengosongkan
lambung.8,10
Dumping sindrom terjadi pada sekitar 10% dari pasien setelah operasi
lambung. Dumping syndrome memiliki manifestasi pencernaan dan karakteristik
sistemik. Ini adalah sindrom postprandial yang paling umum dan sering terjadi setelah
berbagai prosedur pembedahan lambung, seperti vagotomy, fundoplication
pyloroplasty, gastrojejunostomy, dan Nissan laparoskopi. Dumping syndrome dapat
dipisahkan ke dalam bentuk dini dan lanjut, tergantung pada gejala terjadinya dan
berhubungan dengan waktu yang setelah makan. Kedua bentuk terjadi karena
pengosongan lambung ke usus halus secara cepat dalam jumlah besar. Dumping
sindrom merupakan akibat langsung dari perubahan fungsi penyimpanan dari
lambung atau mekanisme pengosongan pilorus. 12,13
Patofisiologi
Lambung berfungsi sebagai tempat menerima dan penyimpanan makanan. Fungsi
utama lambung adalah sebagai reservoir, untuk memulai proses pencernaan, dan
melanjutkan ke duodenum. Kapasitas lambung pada orang dewasa adalah sekitar 1,5-
2 liter, dan lokasi dalam perut memungkinkan untuk distensibility cukup. Motilitas
lambung diatur oleh sistem saraf enterik, yang dipengaruhi oleh persarafan ekstrinsik
dan oleh hormon. Perubahan anatomi lambung setelah operasi atau gangguan pada
persarafan ekstrinsik (vagotomy) memiliki efek mendalam pada pengosongan
lambung. Efek ini disebut sindrom postgastrectomy. Sindrom postgastrectomy
termasuk dumping, gastritis empedu, sindrom loop aferen , sindrom loop
eferen, anemia , dan penyakit tulang metabolik.12,13
Gambar 1. Sindroma dumping
www.health-writings.com
Dumping adalah efek dari reservoir fungsi lambung yang berubah dan fungsi
motorik lambung pasca operasi. Sindrom dumping terjadi pada 45% dari orang-orang
yang kekurangan gizi dan yang telah mengalami gastrektomi parsial. Sindrom
dumping tipe lanjut diduga memiliki gejala dapat dibuktikan dengan tes toleransi
glukosa oral (hipoglikemia hyperinsulinemic), serta skintigrafi pengosongan lambung
yang menunjukkan pola abnormal dan kemudian dipercepat pengosongkan lambung. 8,10
Gambar 2. Patofisiologi sindrom dumping
emedicine.medscape.com
Tingkat keparahan sindrom dumping sebanding dengan laju pengosongan
lambung. Pengosongan lambung dikendalikan oleh nada fundic, mekanisme
antropyloric, dan umpan balik duodenum. Operasi lambung masing-masing
mengubah mekanisme dalam beberapa cara. 12,13
Tipe dini Tipe lambat
Postprandial oriset 10-30 menit 2-3 jam
Typical symptoms Postprandial fullness Diaphoresis
Crampy abdominal pain Weakness
Nausea Palpitation
Explosive diarrhea Flushing
Diaphoresis Dizziness
Weakness
Palpitation
Flushing
Dizziness
Tabel 1. Sindrom dumping tipe dini dan tipe lambat
Sindrom dumping tipi dini
Gejala sindrom dumping tipe dini (postprandial 30-60 menit). Dumping tipe dini
diperkirakan hasil dari pengosongan cepat lambung dengan mennghancurkan
makanan hiperosmolar dan dikirim ke usus kecil. Ini menyebabkan perpindahan
cairan dari ruang intravaskuler ke dalam lumen usus, mengakibatkan distansis usus
kecil dan peningkatan baik dalam amplitude maupun frekuensi konsentrasis usus.
Penyerapan caian ke lumen usus menyebabkan hypovolumia dengan takikardi ringan.
Beberapa peptide usus terlibat dalam pathogenesis dumping tipe dini.
Konsentrasi postprandial dari enteroglukagon, eptide insulinotropic glukosa-
dependent, polipeptida pancreas, vasoaktif polipeptid usus, gastrin releasing peptide,
serotonin, bradikinin, motilin dan neurotensin semua meningkat pada pasien
dumping setelah operasi lambung. Dalam hal ini, neurotensin adalah agen yang
paling mungkin terlibat dalam eptideesis dumping. Namun, bukti bahwa neurotensinat
au peptide lainnya menyebabkan syntomps dumping masih kurang.12,13
Sindrom dumping tipe lanjut
Sindroma dumping tipe lanjut terjadi 1-3 jam setelah makan. Patogenesis yang
dianggap terkait dengan hyperinsulinemic (reaktif) hipoglikemia. Terjadinya
pengiriman makanan dalam konsentrasi tinggi karbohidrat ke usus halus proksimal
dan cepat terjadi penyerapan glukosa. Hal ini diseimbangkan dengan
hyperinsulinemic.12,13
Penyebab dari release ini insulin meningkat tidak jelas, tetapi diperkiran
berhungan dengan absorpsi cepat karbohidrat luminal atau efek incretin yang
meningkat. Dua eptide yang memainkan peran penting dalam efek incretin adalah
peptide insulinotropic glukosa dan GLP-1.12,13
Komplikasi
Kemungkinan komplikasi sindrom dumping yaitu:12
- Terjadinya gangguan pencernaan makanan
Mengakibatkan gizi menurun, vitamin, dan penyerapan mineral ke dalam tubuh.
- Glukosa darah turun
Penurunan gula darah yang drastic menyebabkan hipoglikemi
- Ansietas
Ketakutan individu untuk mengkonsumsi makanan dan beraktifitas dikarenakan
perasaan tidak nyaman di lambung. Individu dengan sindrom dumping berat dapat
menurunkan berat badan (karena takut makan) dan akhirnya menjadi kekurangan
gizi.
Penatalaksanaan
Medikamentosa
Gambar 3. Medikamentosa sindrom dumping
nature.com
1. Acarbose.13
- Penggunaan acarbose, hidrolase penghambat alfa-glikosida, mengganggu
penyerapan karbohidrat.
- Acarbose menunda produksi monosakarida oleh glucosidases. Enzim ini
bertanggung jawab untuk pencernaan polisakarida kompleks dan sukrosa.
- Acarbose telah terbukti secara signifikan menurunkan kadar glukosa darah
postprandial.
2. Octreotide.13
- Somatostatin dan octreotide analog sintetik nya telah digunakan dengan baik
jangka pendek pada pasien dengan sindrom dumping, namun khasiat jangka
panjang dari octreotide jauh kurang menguntungkan. Obat ini memberikan
suatu efek penghambatan kuat pada pelepasan insulin dan hormone usus.
- Efektivitas octreotide dalam mengendalikan gejala dumping tipe dini dan
lanjut telah dibuktikan di beberapa percobaan kontrol secara acak.
- Mekanisme aksi octreotide dalam sindrom dumping adalah sebagai berikut:
a. Mengatasi pengosongan lambung yang cepat
b. Memperlambat waktu transit usus kecil
c. Penghambatan pelepasan hormon enteral
d. Penghambatan pelepasan insulin
e. Penghambatan vasodilasi postprandial
- Selama pengobatan octreotide, fecal meningkatkan ekskresi lemak secara
signifikan. Walaupun peningkatan ini steatorrhea, peningkatan berat badan
rata-rata yang dilaporkan. Ini mungkin terjadi karena asupan energi meningkat
karena pasien mengkonsumsi lebih banyak makanan.
- Octreotide tampaknya aman dalam pengelolaan jangka panjang sindrom
dumping, namun diare pada pasien yang mengalami malabsorpsi dan
pencernaan buruk dapat menjadi faktor pembatas utama.
Nonmedikamentosa
Larangan diet dan instruksi yang sangat penting dalam pengelolaan sindrom
dumping.12,13
- Sehari-hari asupan energi dibagi menjadi 6 makanan.
- Asupan cairan selama makan dibatasi. Menghindari cairan selama setidaknya
setengah jam setelah makan sangat membantu.
- Gula sederhana yang sebaiknya dihindari.
- Karena asupan karbohidrat dibatasi, asupan protein dan lemak harus ditingkatkan
untuk memenuhi kebutuhan energi.
- Kebanyakan pasien memiliki gejala yang relatif ringan dan merespon dengan baik
untuk diet. Pada beberapa pasien dengan hipotensi postprandial, berbaring
terlentang selama 30 menit setelah makan dapat menunda pengosongan lambung.
- Suplementasi dengan serat makanan telah terbukti efektif dalam pengobatan
hipoglikemik. Serat makanan ini bentuk gel dengan karbohidrat, sehingga
penyerapan glukosa tertunda dan perpanjangan waktu transit usus.
Pencegahan
Mencegah sindrom dumping adalah lebih baik untuk mengobati gejalanya.
Pertimbangkan faktor anatomis yang berhubungan dengan sindrom dan menentukan
dengan tepat jenis prosedur bedah yang diperlukan. Lambung proksimal vagotomy
sekarang prosedur pilihan untuk pengelolaan operasi penyakit maag keras. Meskipun
tingkat kekambuhan ulkus jangka panjang lebih tinggi setelah prosedur ini
dibandingkan dengan antrectomy dan vagotomy truncal, tetapi operasi ini memiliki
insiden terendah pasca operasi dumping dan diare. Jika operasi yang lebih luas
diperlukan, reseksi lebih baik untuk sebuah gastrojejunostomy-Roux en-Y, karena
mengurangi tingkat sindrom dumping dibandingkan dengan pyloroplasty atau
gastrojejunostomy loop.12
Prognosis
Hanya sekitar 1% sampai 2% dari individu terus mengalami gejala beberapa bulan
setelah operasi. Kebanyakan individu dengan sindrom dumping ditangani cukup
dengan diet saja. Jangka panjang (octreotide) pengobatan mungkin mengurangi
keparahan gejala pada 30% sampai 40% dari kasus sindrom dumping. Efektivitas
perawatan bedah sulit untuk di analisa, karena banyak prosedur yang hasil awal baik
tetapi kegagalan terjadi dikemudian hari karena ke-kambuhan. Saat ini, operasi tidak
digunakan secara luas untuk pengobatan atas kondisi ini.
BAB III
KESIMPULAN
Dumping sindrom adalah komplikasi pascaoperasi umum setelah operasi
lambung. Gejala-gejala dumping menghasilkan morbiditas cukup. Untungnya, indikasi untuk
operasi lambung menurun, meskipun kebutuhan operasi lambung dalam kasus-kasus darurat
tidak berubah.
Sindrom dumping dapat dibedakan menjadi dua tipe, tipe dini, yang berkaitan dengan
lemak dan tipe lambat, yang berkaitan dengan karbohidrat. Dumping tipe dini dimulai selama
atau setelah makan. Gejalanya yaitu mual, muntah, kembung, kram, diare, pusing dan
kelelahan. Dumping tipe lambat terjadi 1 sampai 3 jam setelah makan. Gejalanya termasuk
lemah, berkeringat, dan pusing.
Awalnya, pasien dengan kondisi ini harus ditangani secara medis dengan modifikasi diet
dan octreotide. Tutup perhatian harus diberikan dengan status gizi pasien. Jika manajemen
medis gagal untuk memberikan bantuan gejala yang memadai, operasi perbaikan harus
diberikan dengan pemahaman yang bahkan intervensi bedah mungkin tidak akan berhasil.
DAFTAR PUSTAKA
1. Kamus saku kedokteran dorlan. Alih bahasa; Kumala P. Editor; Nuswatari D. Jakarta;
EGC: 1998.
2. Cindri Wahyuni. Anamnesis. 29 Maret 2011. Diunduh dari www.fkumyecase.net, 20
Mei 2011.
3. Yasavati Kurnia Nah, Mardi Santoso, Wong Winami Wati, Indriani K Sumardikarya.
Buku panduan skill lab. Jakarta: UKRIDA; 2010.
4. Sehat. Koran Indonesia. Network Information Education. Yudhasmara publisher:
2009. Diunduh dari: http://koranindonesiasehat.wordpress.com/, 20 Mei 2011.
5. Holmes N, Kolawak JP, et AL. Buku pegangan uji diagnostik. Ed 3. Jakarta: EGC;
2010.
6. Anatomi dan fisiologi oesofagus maag. Diunduh dari catatan-kuliah.blogspot.com, 20
Mei 2011.
7. Diabetes. Diunduh dari www.medicastore.com /diabetes , 20 Mei 2011.
8. Feldman, M., Friedman LS, dan Sleisenger MH, eds. Protein kehilangan
gastroenteropathy. Sleisenger & fordtran's gastrointestinal dan penyakit hati. 7
ed. Philadelphia: WB Saunders, 2002.
9. Ahmad H. Asdie. Harrison prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam. Jakarta: EGC; 1999.
10. Debas, HT. Gastrointestinal surgery. California: University California. Springer.
2004.
11. 8. Edward EW, Stanley WA, Michael JZ. Small Intestine. In : Brunicardi FC, MD.
Schwartz’s manual of surgery. Eighth edition. United States of America: 2006. p.702-
731.
12. Tadataka Yamada, David H. Alpers, et all. Textbook of gastroenterology. Fifth
edition. WILEY BLACKWELL: 2009.
13. Petropoulos, Peter. Dumping syndrome. Clinical Advisor Ferri: Diagnosa dan
Pengobatan. Instan Ed. Fred Ferri. 2004 ed. St Louis: Mosby, Inc, 2004.
Skenario 4
BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit gastro intestinal (GIT) merupakan penyakit yang umumnya sering terjadi di
masyarakat. Umumnya merupakan penyakit inflamasi atau infeksi yang menyerang organ
GIT. Salah satunya adalah appendisitis. Appendiks disebut juga umbai cacing. Istilah usus
buntu yang dikenal masyarakat adalah kurang tepat karena usus yang buntu sebenarnya
adalah sekum. Organ yang tidak diketahui fungsinya ini sering menimbulkan masalah
kesehatan. Peradangan akut appendiks memerlukan tindakan bedah segera untuk mencegah
komplikasi yang umumnya berbahaya.1
Pembahasan
Anamnesis
Gangguan yang mengenai abdomen dan system GIT bisa menimbulkan gejala yang
sangat beragam antara lain: nyeri abdomen, muntah, hematemesis, sulit menelan, gangguan
cerna atau dyspepsia, diare, perubahan kebiasaan buang air besar, bengkak atau benjolan
pada perut, penurunan berat badan atau gejala akibat malabsorpsi, melena (tinja hitam seperti
ter akibat darah dari saluran cerna bagian atas) atau darah per rectum. Penting untuk menilai
adakah penyakit local dan adakah efek sistemik seperti penurunan berat badan atau
malabsorpsi.
Riwayat penyakit dahulu juga penting seperti pernah mengalamai penyakit GIT
sebelumnya atau melakukan oprasi pada daerah perut. Penggunaan obat-obatan, riwayat
konsumsi alcohol, terapi sebelumnya yang dilakukan penting juga ditanyakan pada
anamnesis untuk menilai adakah alergi atau kontra indikasi dalam pengobatan. Riwayat
keluarga juga patut ditanyakan apabila dalam keluarganya ada yang menderita sakit yang
sama seperti yang dialaminya.
Pada penyakit apendisitis biasanya terdapat nyeri periumbilikus atau epigastrik yang
berpindah ke kuadran kanan bawah. Anoreksia, mual, dan muntah terjadi pada pasien yang
menderita apendisitis.2
Pemeriksaan Fisik
INSPEKSI
Dilakukan pada pasien dengan posisi tidur terlentang dan diamati dengan seksama dinding
abdomen. Yang perlu diperhatikan adalah:
- Keadaan kulit; warnanya (ikterus, pucat, coklat, kehitaman), elastisitasnya
(menurun pada orang tua dan dehidrasi), kering (dehidrasi), lembab (asites), dan
adanya bekas-bekas garukan (penyakit ginjal kronik, ikterus obstruktif), jaringan
parut (tentukan lokasinya), striae (gravidarum/ cushing syndrome), pelebaran
pembuluh darah vena (obstruksi vena kava inferior & kolateral pada hipertensi
portal).
- Besar dan bentuk abdomen; rata, menonjol, atau scaphoid (cekung).
- Simetrisitas; perhatikan adanya benjolan local (hernia, hepatomegali,
splenomegali, kista ovarii, hidronefrosis).
- Gerakan dinding abdomen pada peritonitis terbatas.
- Pembesaran organ atau tumor, dilihat lokasinya dapat diperkirakan organ apa atau
tumor apa.
- Peristaltik; gerakan peristaltik usus meningkat pada obstruksi ileus, tampak pada
dinding abdomen dan bentuk usus juga tampak (darm-contour).
- Pulsasi; pembesaran ventrikel kanan dan aneurisma aorta sering memberikan
gambaran pulsasi di daerah epigastrium dan umbilical.3
AUSKULTASI
Kegunaan auskultasi ialah untuk mendengarkan suara peristaltic usus dan bising
pembuluh darah. Dilakukan selama 2-3 menit.
- Mendengarkan suara peristaltic usus.
Diafragma stetoskop diletakkan pada dinding abdomen, lalu dipindahkan ke seluruh
bagian abdomen. Suara peristaltic usus terjadi akibat adanya gerakan cairan dan udara
dalam usus. Frekuensi normal berkisar 5-34 kali/ menit.
Bila terdapat obstruksi usus, peristaltic meningkat disertai rasa sakit (borborigmi).
Bila obstruksi makin berat, abdomen tampak membesar dan tegang, peristaltic lebih
tinggi seperti dentingan keeping uang logam (metallic- sound). Bila terjadi peritonitis,
peristaltic usus akan melemah, frekuensinya lambat, bahkan sampai hilang.
- Mendengarkan suara pembuluh darah.
Bising dapat terdengar pada fase sistolik dan diastolic, atau kedua fase. Misalnya pada
aneurisma aorta, terdengar bising sistolik (systolic bruit). Pada hipertensi portal,
terdengar adanya bising vena (venous hum) di daerah epigastrium.3
PALPASI
Beberapa pedoman untuk melakukan palpasi, ialah:
- Pasien diusahakan tenang dan santai dalam posisi berbaring terlentang.Sebaiknya
pemeriksaan dilakukan tidak buru-buru.
- Palpasi dilakukan dengan menggunakan palmar jari dan telapak tangan.
Sedangkan untuk menentukan batas tepi organ, digunakan ujung jari. Diusahakan agar
tidak melakukan penekanan yang mendadak, agar tidak timbul tahanan pada dinding
abdomen.
- Palpasi dimulai dari daerah superficial, lalu ke bagian dalam. Bila ada daerah yang
dikeluhkan nyeri, sebaiknya bagian ini diperiksa paling akhir.
- Bila dinding abdomen tegang, untuk mempermudah palpasi maka pasien diminta
untuk menekuk lututnya. Bedakan spasme volunteer & spasme sejati; dengan
menekan daerah muskulus rectus, minta pasien menarik napas dalam, jika muskulus
rectus relaksasi, maka itu adalah spasme volunteer. Namun jika otot kaku tegang
selama siklus pernapasan, itu adalah spasme sejati.
- Palpasi bimanual; palpasi dilakukan dengan kedua telapak tangan, dimana tangan
kiri berada di bagian pinggang kanan atau kiri pasien sedangkan tangan kanan di
bagian depan dinding abdomen
- Pemeriksaan ballottement; cara palpasi organ abdomen dimana terdapat asites.
Caranya dengan melakukan tekanan yang mendadak pada dinding abdomen & dengan
cepat tangan ditarik kembali. Cairan asites akan berpindah untuk sementara, sehingga
organ atau massa tumor yang membesar dalam rongga abdomen dapat teraba saat
memantul. Teknik ballottement juga dipakai untuk memeriksa ginjal, dimana gerakan
penekanan pada organ oleh satu tangan akan dirasakan pantulannya pada tangan
lainnya.
- Setiap ada perabaan massa, dicari ukuran/ besarnya, bentuknya, lokasinya,
konsistensinya, tepinya, permukaannya, fiksasi/ mobilitasnya, nyeri spontan/ tekan,
dan warna kulit di atasnya. Sebaiknya digambarkan skematisnya.3
PERKUSI
Perkusi berguna untuk mendapatkan orientasi keadaan abdomen secara keseluruhan,
menentukan besarnya hati, limpa, ada tidaknya asites, adanya massa padat atau massa berisi
cairan (kista), adanya udara yang meningkat dalam lambung dan usus, serta adanya udara
bebas dalam rongga abdomen. Suara perkusi abdomen yang normal adalah timpani (organ
berongga yang berisi udara), kecuali di daerah hati (redup; organ yang padat).
- Orientasi abdomen secara umum.
Dilakukan perkusi ringan pada seluruh dinding abdomen secara sistematis untuk
mengetahui distribusi daerah timpani dan daerah redup (dullness). Pada perforasi
usus, pekak hati akan menghilang.
- Cairan bebas dalam rongga abdomen
Adanya cairan bebas dalam rongga abdomen (asites) akan menimbulkan suara perkusi
timpani di bagian atas dan dullness dibagian samping atau suara dullness dominant.
Karena cairan itu bebas dalam rongga abdomen, maka bila pasien dimiringkan akan
terjadi perpindahan cairan ke sisi terendah. Cara pemeriksaan asites:
a. Pemeriksaan gelombang cairan (undulating fluid wave).
Teknik ini dipakai bila cairan asites cukup banyak. Prinsipnya adalah ketukan
pada satu sisi dinding abdomen akan menimbulkan gelombang cairan yang akan
diteruskan ke sisi yang lain. Pasien tidur terlentang, pemeriksa meletakkan telapak
tangan kiri pada satu sisi abdomen dan tangan kanan melakukan ketukan
berulang- ulang pada dinding abdomen sisi yang lain. Tangan kiri kan merasakan
adanya tekanan gelombang.
b. Pemeriksaan pekak alih (shifting dullness).
Prinsipnya cairan bebas akan berpindah ke bagian abdomen terendah. Pasien tidur
terlentang, lakukan perkusi dan tandai peralihan suara timpani ke redup pada
kedua sisi. Lalu pasien diminta tidur miring pada satu sisi, lakukan perkusi lagi,
tandai tempat peralihan suara timpani ke redup maka akan tampak adanya
peralihan suara redup.3
Pemeriksaan pada penyakit apendisitis biasanya dengan demam ringan. Bila suhu lebih tinggi
mungkin sudah terjadi perforasi. Bisa terdapat perbedaan suhu aksilar dan rectal sampai 1o.
pada inspeksi perut tidak ditemukan gambaran spesifik. Kembung sering terlihat pada
penderita dengan komplikasi perforasi. Penonjolan perut kanan bawah bisa dilihat pada
massa atau abses peripendikular.
Pada palpasi didapatkan nyeri yang terbatas pada region iliaka kanan, bisa disertai nyeri
lepas. Defans muscular menunjukkan adanya rangsangan peritoneum paritale. Nyeri tekan
perut kanan bawah ini merupakan kunci diagnosis. Pada penekanan perut kiri bawah akan
dirasakan nyeri perut kanan bawah yang disebut tanda Rovsing. Pada apendisitis retrosekal
atau retroileal diperlukan palpasi dalam untuk menentukan adanya rasa nyeri.
Peristalsis usus sering normal; peristaltis dapat hilang karena ileus paralitik pada peritonitis
generalisata akibat apendisitis perforata.
Pada apendisitis pelvika tanda perut sering meragukan maka kunci diagnosis adalah nyeri
terbatas sewaktu dilakukan colok dubur. Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator merupakan
pemeriksaan yang lebih ditujukan untuk mengetahui letak apendiks. Uji psoas dilakukan
dengan rangsangan otot psoas lewat hiperekstensi sendi panggul kanan atau fleksi aktif sendi
panggul kanan, kemudian paha kanan ditahan. Bila apendiks yang meradang menempel di
m.psoas mayor, tindakan tersebut akan menimbulkan nyeri. Uji obturator digunakan untuk
melihat apakah apendiks yang meradang kontak dengan m.obturatorius internus yang
merupakan dinding panggul kecil. Gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul pada posisi
terlentang akan menimbulkan nyeri pada apendisitis pelvika.1
Pemeriksaan Penunjang
LABORATORIUM
Untuk apendisitis akut bersifat non spesifik sehingga hasilnya tidak dapat digunakan untuk
mengkonfirmasi atau menyangkal diagnosis. Nilai hitung leukosit akibat fakta bahwa sekitar
90% pasien apendisitis akut menderita leukositosis lebih dari 10000/ml dan kebanyakan juga
mempunyai pergeseran ke kiri dalam hitung jenis. Akibatnya gambaran leukositosis sedang
dengan peningkatan granulosit sesuai dengan diagnosis apendisitis akut. Penekanan tak
semestinya pada kelainan hitung leukosit harus dihindari, karena sekitar 5 persen apendisitis
akut mempunyai hitung jenis dan hitung leukosit total normal.
Kebanyakan pasien apendisitis akuta mempunyai kurang dari 30 sel (leukosit atau eritrosit)
perlapangan pandang besar dalam pemeriksaan urin. Jumlah sel yang lebih besar
menggambarkan kemungkinan masalah urologi primer dan perlunya pemeriksaan traktus
urinarius yang lebih spesifik. Apendiks yang meradang akut, dekat atau berkontak dengan
ureter bisa menimbulkan peningkatan sedang dalam hitung sel ini.4
RONTGENOGRAFI
Radiografi radiograf bermanfaat tetapi tidak bersifat diagnostic. Foto polos abdomen dapat
memperlihatkan distensi sekum, satu atau dua lingkaran usus yang berdistensi, atau fekalit
pada kuadran kanan bawah menandakan apendisitis. Barium enema yang dilakukan secara
perlahan dalam apendisitis akut memperlihatkan tidak adanya pengisian apendiks dan efek
masa pada tepi medial serta inferior dari sekum; pengisian lengkap dari apendiks,
menyingkirkan apendisitis. Ultrasonografi mungkin bersifat diagnositik. Radiografi toraks
menyingkirkan penyakit lapangan paru kanan bawah, yang dapat menyerupai nyeri kuadran
kanan bawah karena iritasi saraf T10, T11, T12. Pada kasus akut tidak diperbolehkan
melakukan barium enema, sedangkan pada apendisitis kronis tindakan ini dibenarkan.5
Diagnosis Banding
Gastroenteritis akut adalah kelainan yang sering dikacaukan dengan apendisitis. Pada
kelainan ini muntah dan diare lebih sering. Demam dan leukosit akan meningkat jelas dan
tidak sesuai dengan nyeri perut yang timbul. Lokasi nyeri tidak jelas dan berpindah-pindah.
Hiperperistaltik merupakan gejala yang khas. Gastroenteritis biasanya berlangsung akut,
suatu observasi berkala akan dapat menegakkan diagnosis.6
Diverticulitis Meckeli juga menunjukkan gejala yang hampir sama. Terdapat abnormal pada
1-2% individu, berupa kantong yang buntu, dan merupakan sisa dari bagian proximal “yolk
stalk” dari embrio, sebagai akibat gagal menutupnya duktus omphalovitellinus pada masa
fetus. Letaknya kurang lebih 50 cm – 1 meter sebelum muara ileum pada caecum.
Panjangnya 3-6 cm menonjol pada sisi yang berlawanan dengan tempat lekat mesenterium.
Lokasi nyeri mungkin lebih ke medial, tetapi ini bukan criteria diagnosis yang dapat
dipercaya. Karena kedua kelainan ini membutuhkan tindakan operasi, maka perbedaannya
bukanlah hal penting.6
Gambar 1. Ilei meckeli pada bagian distal dari ileum
Sumber Anatomi Abdomen
Urolitiasis pielum/ureter kanan merupakan batu ureter atau batu ginjal kanan. Adanya
riwayat kolik dari pinggang ke perut menjalar ke inguinal kanan merupakan gambaran yang
khas. Eritosituria sering ditemukan. Foto polos perut atau urografi intravena dapat
memastikan penyakit tersebut. Pielonefritis sering disertai demam tinggi, menggigil, nyeri
kostovertebral di sebelah kanan, dan piuria.1
Demam dengue dapat dimulai dengan sakit perut mirip peritonitis. Disini didapatkan hasil tes
positif untuk Rumple Leede, trombositopenia, dan hematokrit yang meningkat.1
Penyakit Crohn (Enteritis Regionalis, Ileitis Granulomatosa, Ileokolitis) adalah peradangan
menahun pada dinding usus. Penyakit ini mengenai seluruh ketebalan dinding usus.
Kebanyakan terjadi pada bagian terendah dari usus halus (ileum) dan usus besar, namun dapat
terjadi pada bagian manapun dari saluran pencernaan, mulai dari mulut sampai anus, dan
bahkan kulit sekitar anus. Pada beberapa dekade yang lalu, penyakit Crohn lebih sering
ditemukan di negara barat dan negara berkembang. Gejala awal yang paling sering ditemukan
adalah diare menahun, nyeri kram perut, demam, nafsu makan berkurang dan penurunan
berat badan. Pada pemeriksaan fisik ditemukan benjolan atau rasa penuh pada perut bagian
bawah, lebih sering di sisi kanan. Komplikasi yang sering terjadi dari peradangan ini adalah
penyumbatan usus, saluran penghubung yang abnormal (fistula) dan kantong berisi nanah
(abses). Fistula bisa menghubungkan dua bagian usus yang berbeda. Fistula juga bisa
menghubungkan usus dengan kandung kemih atau usus dengan permukaan kulit, terutama
kulit di sekitar anus. Adanya lobang pada usus halus (perforasi usus halus) merupakan
komplikasi yang jarang terjadi. Jika mengenai usus besar, sering terjadi perdarahan rektum.
Setelah beberapa tahun, resiko menderita kanker usus besar meningkat. Sekitar sepertiga
penderita penyakit Crohn memiliki masalah di sekitar anus, terutama fistula dan lecet
(fissura) pada lapisan selaput lendir anus. Penyalit Crohn dihubungkan dengan kelainan
tertentu pada bagian tubuh lainnya, seperti batu empedu, kelainan penyerapan zat gizi dan
penumpukan amiloid (amiloidosis).1
Diagnosis Kerja
Apendisitis akut adalah inflamasi pada dari vermiform appendiks dan ini merupakan
kasus operasi intraabdominal tersering yang memerlukan tindakan bedah. Penyebab pasti
dari appendisitis belum diketahui pasti. Beberapa studi menyampaikan bahwa ada tendensi
keturunan. Belakangan diketahui itu disebabkan oleh kesamaan kebiasaan makan, resistensi
genetik dari flora bakteri. Kebiasaan makan rendah serat, tinggi gula dan lemak juga
merupakan predisposisi terjadi buang air besar yang tidak banyak, waktu transit makanan di
usus jauh lebih lama, dan peningkatan tekanan di dalam lumen usus.7
Manifestasi Klinis
Keluhan apendisitis biasanya bermula dari nyeri di daerah umbilicus atau perumbilikus yang
berhubungan dengan muntah. Dalam 2-12 jam nyeri akan beralih ke kuadran kanan bawah,
yang akan menetap dan diperberat bila berjalan atau batuk. terdapat juga keluhan anoreksia,
malaise, dan demam yang tidak terlalu tinggi. Biasanya juga terdapat konstipasi, tetapi
kadang-kadang terjadi diare, mual, dan muntah.
Pada permulaan timbulnya penyakit belum ada keluhan abdomen yang menetap. Namun
dalam beberapa jam nyeri abdomen kanan bawah akan semakin progresif, dan dengan
pemeriksaan seksama akan dapat ditunjukkan satu titik dengan nyeri maksimal. Perkusi
ringan pada kuadran kanan bawah dapat membantu menentukan lokasi nyeri. Nyeri lepas dan
spasme biasanya juga muncul. Bila tanda Rovsing, psoas, dan obturator positif, akan semakin
meyakinkan diagnosis klinis apendisitis.6
Anatomi
Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10cm, dan berpangkal di
sekum. Lumennya sempit dibagian proksimal dan melebar di bagian distal. Namun demikian,
pada bayi, apendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit pada
ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya insidens apendisitis pada usia itu.
Pada 65% kasus, apendiks terletak intraperitoneal. Kedudukan itu memungkinkan apendiks
bergerak dan ruang geraknya bergantung pada panjang mesoapendiks penggantungnya.
Pada kasus selebihnya, apendiks terletak retroperitoneal, yaitu dibelakang sekum, dibelakang
kolon ascendense, atau di tepi lateral kolom ascendensen. Gejala klinis apendik ditentukan
oleh letak apendik.
Persarafan parasimpatis berasal dari cabang N.vagus yang mengikuti a.mesenterica superior
dan a.appendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari n.thoracalis X. Oleh karena
itu, nyeri visceral pada apendisitis bermula disekitar umbilkus.
Pendarahan apendiks berasal dari a.apendikularis yang merupakan arteri tampak kolateral.
Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena thrombosis pada infeksi, apendiks akan mengalami
gangrene.1
Gambar 2. Apendiks
Sumber static.howstuffworks.com
Penegak diagnosis
Karakter klinis dari appendisitis dapat bervariasi, namun umumnya ditampikan dengan
riwayat sakit perut yang samar-samar, dimana dirasakan pertama kali di ulu hati. Mungkin
diikuti mual dan muntah, demam ringan. Nyeri biasanya berpindah dari fossa ilaka kanan
setelah beberapa jam, sampai dengan 24 jam. Titik maksimal nyeri adalah pada sepertiga dari
umblikus ke fossa ilaka kanan, itu disebut titik Mc Burney. Nyeri biasanya tajam dan
diperburuk dengan gerakan (seperti batuk dan berjalan). Nyeri pada titik Mc Burney juga
dirasakan pada penekanan iliaka kiri, yang biasa disebut tanda Rovsing. Posisi pasien
dipengaruhi oleh posisi dari apendiks. Jika apendiks ditemukan di posisi retrosekal (terpapar
antara sekum dan otot psoas) nyeri tidak terasa di titik Mc Burney, namun ditemukan lebih ke
lateral pinggang. Jika apendiks terletak retrosekal nyeri jika ilaka kiri ditekan tidak terasa.
Ketika apendiks dekat dengan otot psoas, pasien datang dengan pinggul tertekuk dan jika kita
coba meluruskan maka akan terjadi nyeri pada lokasi apendiks (tanda psoas). Ketika
apendiks terletak retrosekal maka bisa menyebabkan iritasi pada ureter sehingga darah dan
protein dapat ditemukan dalam urinalisis. Jika apendiks terletak di pelvis, maka tanda klinik
sangat sedikit, sehingga harus dilakukan pemeriksaan rektal, menemukan nyeri dan bengkak
pada kanan pemeriksaan. Jika apendiks terletak di dekat otot obturator internus, rotasi dari
pinggang meningkatkan nyeri pada pasien (tanda obturator). Hiperestesia kutaneus pada
daerah yang dipersarafi oleh saraf spinal kanan T10,T11 dan T12 biasanya juga mengikuti
kejadian appendisitis akut. Jika apendiks terletak di depan ileum terminal dekat dengan
dinding abdominal, maka nyeri sangat jelas. Jika apendiks terletak di belakang ileum terminal
maka diagnosa sangat sulit, tanda-tanda yang ada samar dan nyeri terletak tinggi di
abdomen.7
Rovsing’s sign Positif jika dilakukan palpasi dengan tekanan pada kuadran kiri
bawah dan timbul nyeri pada sisi kanan.
Psoas sign atau
Obraztsova’s sign
Pasien dibaringkan pada sisi kiri, kemudian dilakukan ekstensi
dari panggul kanan. Positif jika timbul nyeri pada kanan bawah.
Obturator sign Pada pasien dilakukan fleksi panggul dan dilakukan rotasi internal
pada panggul. Positif jika timbul nyeri pada hipogastrium atau
vagina.
Dunphy’s sign Pertambahan nyeri pada tertis kanan bawah dengan batuk
Ten Horn sign Nyeri yang timbul saat dilakukan traksi lembut pada korda
spermatic kanan
Kocher (Kosher)’s
sign
Nyeri pada awalnya pada daerah epigastrium atau sekitar pusat,
kemudian berpindah ke kuadran kanan bawah.
Sitkovskiy
(Rosenstein)’s sign
Nyeri yang semakin bertambah pada perut kuadran kanan bawah
saat pasien dibaringkan pada sisi kiri
Aure-Rozanova’s
sign
Bertambahnya nyeri dengan jari pada petit triangle kanan (akan
positif Shchetkin-Bloomberg’s sign)
Blumberg sign Disebut juga dengan nyeri lepas. Palpasi pada kuadran kanan
bawah kemudian dilepaskan tiba-tiba
Bartomier-
Michelson’s sign
Nyeri yang semakin bertambah pada kuadran kanan bawah pada
pasien dibaringkan pada sisi kiri dibandingkan dengan posisi
terlentang
Tabel 1. Sign of appendicitis
Sumber Generalsurgery-fkui.com
Kemungkinan apendisitis dapat diyakinkan dengan menggunakan skor Alvarado. Sistem skor
dibuat untuk meningkatkan cara mendiagnosis apendisitis.7
Tabel 2. Modified Alvorado score
Sumber General surgery-fkui.com
Morfologi
a. Apendisitis akut dini meliputi pembentukan sedikit eksudat neutrofil pada dinding
apendiks, dengan kongesti pembuluh darah subserosa dan emigrasi neutrofil
perivaskuler. Tunika serosa terlihat suram, granuler, dan bewarna merah.8
b. Apendisitis akut lanjut (apendisitis supurativa akut) meliputi infiltrasi neutrofil yang
lebih berat disertai eksudat serosa dan fibrinopurulen, pembentukan abses di dalam
lumen apendiks, ulserasi, dan nekrosis supuratif. Stadium ini dapat berlanjut menjadi
nekrosis gangrenosa (apendisitis gangrenosa akuta), yang akan diikuti oleh perforasi.8
c. Apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika dipenuhi semua syarat riwayat nyeri
perut kanan bawah lebih dari dua minggu, radang kronik apendiks kroniks secara
mikroskopik dan makroskopik, dan keluhan menghilang setelah apendektomi.
Criteria mikroskopik apendisitis kronik adalah fibrosis menyeluruh dinding apendiks,
adanya jaringan parut dan ulkus lama di mukosa, dan infiltrasi sel inflamasi kronik.
Insidens apemdisitis kronik antara 1-5 persen.1
Epidemiologi
Insidens apendisitis akut di negara maju lebih tinggi daripada di negara berkembang.
Namun, dalam tiga-empat dasawarsa terakhir kejadiannya menurun secara bermakna. Hal ini
diduga disebabkan oleh meningkatnya penggunaan makanan berserat dalam menu sehari-
hari.
Apendisitis dapat ditemukan pasa semua umur, hanya pada anak kurang dari satu
tahun jarang dilaporkan. Insidens tertinggi pada kelompok umur 20-30 tahun, setelah itu
menurun. Insidens pada lelaki dan perempuan umumnya sebanding, kecuali pada umur 20-30
tahun, insidens lelaki lebih tinggi.1
Etiologi
Apendisitis akut merupakan infeksi bacteria. Berbagai hal berperan sebagai factor
pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan factor yang diajukan sebagai factor
pencetus disamping hyperplasia jaringan limfe, fekalit, tumor apendiks, dan cacing askaris
dapat pula menyebabkan sumbatan. Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan
apendisitis ialah erosi mukosa apendiks karena parasit seperti E.histolytica. Penelitian
epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan rendah serat dan pengaruh
konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi akan menaikkan tekanan intrasekal,
yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan
kuman flora kolon biasa. Semuanya ini akan mempermudah timbulnya apendisitis akut.1
Patogenesis
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh hyperplasia
folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya,
atau neoplasma.
Obstruksi tersebut menyebabkan mucus yang diproduksi mukosa mengalami
bendungan. Makin lama mucus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding apendiks
mempunyai ketebatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen. Tekan yang
meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema, diapedesis
bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh
nyeri epigastrium.
Bila sekresi mucus terus berlanjut tekanan akan terus meningkat. hal tersebut
menyebabkan obstrukdi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding.
Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehigga menimbulkan
nyeri didaerah kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan apendisitis supuratif akut.
Distensi merangsang serat nyeri aferen visceral, menimbulkan nyeri abdomen bawah
dan tengah yang samar-samar, tumpul, difus. Distensi mendadak dapat menyebabkan
peristaltic dengan keram. Tekanan vena berlebihan dan aliran arteriol ke dalam menyebabkan
kongesti vascular apendiks, dengan reflex mual. pembendungan serosa merangsang
peradangan peritoneum parietalis dengan pergeseran atau nyeri yang lebih hebat ke kuadran
kanan bawah. Gangguan mukosa memungkinkan invasi bakteri dan selanjutnya timbul
demam, takikardi, dan leukositosis.
Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang
diikuti dengan gangrene. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding
yang telah rapuh itu pecah akan terjadi apendisitis perforasi.
Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan
bergerak kearah apendiks sehingga tumbul suatu massa local yang disebut infiltrate
apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang. Pada
anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang, dinding apendiks lebih
tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tubuh yang masih kurang memudahkan
terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi mudah terjadi karena ada gangguan
pembuluh darah.6
Pada gambaran mikroskopik terlihat kongesti dan edema (jaringan merenggang
karena mengandung carian yang berasal dari pembuluh darah) pada semua lapisan apendiks
dengan sebukan PMN pada lapisan mukosa yang membatasi lumen apendiks. Sebagian
mukosa dapat hilang dan membentuk tukak. Mukosa disebuk oleh sel radang PMN. Sebukan
sel PMN juga dijumpai pada tunika muskularis. Pembuluh darah di daerah subserosa
mengalami kongesti dengan sebukan sel PMN perivaskular. Bila radang hebat sekali dengan
banyak sekali terjadi nekrosis pada mukosa maupun lapisan di bawahnya sehinggal terlihat
sel PMN pada semua lapisan apendiks, maka keadaan ini dinamakan apendisitis akuta
flegmonosa.9
Gambar 3. Apendisitis akut dengan nekrosis pada mukosa apendiks
Sumber Penuntun praktikum patologi anatomi
Gambar 4. Sebukan sel-sel PMN pada semua lapisan apendiks
Sumber Penuntun praktikum patologi anatomi
Penatalaksanaan
SEBELUM OPERASI6
a. Observasi
Dalam 8-12 jam setelah timbulnya keluhan, tanda dan gejalan apendisitis seringkali
masih belum jelas. Dalam keadaan ini observasi ketat perlu dilakukan. Pasien diminta
melakukan tirah baring dan dipuasakan. Laksatif tidak boleh diberikan bila dicurigai
adanya apendisitis ataupun bentuk peritonitis lainnya. Pemeriksaan abdomen dan
rectal serta pemeriksaan darah (leukosit dan hitung jenis) diulang secara periodic.
Foto abdomen dan toraks tegak dilakukan untuk mencari kemungkinan adanya
penyulit lain. Pada kebanyakan kasus, diagnosis ditegakkan dengan lokalisasi nyeri di
daerah kanan bawah dalam 12 jam setelah timbulnya keluhan.
b. Intubasi bila perlu
c. Antibiotik
APENDIKTOMI6,7
Tatalaksana apendisitis pada kebanyakan kasus adalah apendektomi. Keterlambatan dalam
tatalaksana dapat meningkatkan kejadian perforasi. Penggunaan ligasi ganda pada setelah
appendektomi terbuka dilakukan dengan jahitan yang mudah diserap tubuh. Ligasi yang biasa
dilakukan pada apendektomi adalah dengan purse string (z-stich atau tobacco sac) dan ligasi
ganda. Pada keadaan normal, digunakan jahitan purse string. Ligasi ganda digunakan pada
saat pembalikkan tunggul tidak dapat dicapai dengan aman, sehingga yang dilakukan adalah
meligasi ganda tunggul dengan dua baris jahitan.
Untuk mencapai apendiks ada tiga cara yang secara teknik operatif mempunyai keuntungan
dan kerugian:
a. Insisi menurut Mc Burney (grid incision atau muscle splitting incision). Sayatan
dilakukan pada garis yang tegak lurus pada garis yang menghubungkan spina iliaka
anterios superior (SIAS) dengan umbilicus pada batas sepertiga lateral (titik Mc
Burney). Sayatan ini mengenai kutis, subkutis, dan fasia. Otot-otot dinding perut
dibelah secara tumpul menurut serabut arahnya. Setelah itu akan tampak peritoneum
parietal (mengkilat dan bewarna biru keabuan) yang disayat secukupnya untuk
meluksasi sekum. Sekum dikenali dari ukurannya yang besar, mengkilat, lebih
kelabu/putih, mempunyai haustra dan taenia coli, sedangkan ileum lebih kesil, lebih
merah, dan tidak mempunya haustra atau taenia coli. Basis apendiks dicari pada
pertemuan ketiga taenia coli.
Teknik inilah yang paling sering dikerjakan karena keuntungannya tidak terjadi
benjolan dan tidak mungkin terjadi herniasi, trauma aperasi minimum pada alat-alat
tubuh, dan masa istirahat pasca bedah yang lebih pendek karena penyembuhan lebih
cepat. Kerugiannya adalah lapangan operasi terbatas, sulit diperluas, dan waktu
operasi lebih lama. Lapangan operasi dapat diperluas dengan memotong otot secara
tajam.
b. Insisi menurut Roux (muscle cutting incision). Lokasi dan arah sayatan sama dengan
Mc Burney, hanya sayatannya langsung menembus otot dinding perut tanpa
memperdulikan arah serabut sampai tampak peritoneum. Keuntungannya adalah
lapangan operasi lebih luas, mudah duperluas, sederhana, dan mudah,
Sedangkan kerugiannya adalah diagnosis yang harus tepat sehingga lokasi dapat
dipastikan, lebih banyak memotong saraf dan pembuluh darah sehingga perdarahan
menjadi lebih banyak, masa istirahat pasca bedah lebih lama karena adanya benjolan
yang mengganggu pasien, nyeri pasca bedah lebih sering terjadi, kadang-kadang ada
hematoma yang terinfeksi, dan masa penyembuhan lebih lama.
c. Insisi pararektal. Dilakukan sayatan pada garis batas lateral m.rektus abdominis
dekstra secara vertical dari cranial ke kaudal sepanjang 10cm. Keuntungannya, teknik
ini dapat dipakai pada kasus-kasus apendiks yang belum pasti dan kalau perlu sayatan
dapat diperpanjang dengan mudah. Sedangkan kerugiannya, sayatan ini tidak secara
langsung mengarah ke apendiks atau sekum, kemungkinan memotong saraf dan
pembuluh darah lebih besar, dan untuk menutup luka operasi diperlukan jahitan
penunjang.
Setelah peritoneum dibuka dengan retractor, maka basis apendiks dapat dicari pada
pertemuan tiga taenia koli. Untuk membebaskannya dari meso-apendiks ada dua cara yang
dapat dipakai sesuai dengan situasi dan kondisi yaitu:
- Apendiktomi secara biasa; bila kita mulai dari apeks ke basis apendiks untuk
memotong mesoapendiks. Ini dilakukan pada apendiks yang tergantung bebas pada
sekum atau bila puncak apendiks mudah ditemukan.
- Apendiktomi secara retrograde; bila kita memotong mesoapendiks dari basis kea rah
puncak. Ini dilakukan pada apendiks yang letaknya sulit, misalnya retrosekal, atau
puncaknya sukar dicapai karena tersembunyi, misalnya karena telah terjadi
perlengketan dengan sekitarnya.
Insisi Grid Iron (McBurney
Incision)
Insisi Gridiron pada titik McBurney.
Garis insisi parallel dengan otot
oblikus eksternal, melewati titik
McBurney yaitu 1/3 lateral garis yang
menghubungkan spina liaka anterior
superior kanan dan umbilikus.
Lanz transverse incision
Insisi dilakukan pada 2 cm di bawah
pusat, insisi transversal pada garis
miklavikula-midinguinal. Mempunyai
keuntungan kosmetik yang lebih baik
dari pada insisi grid iron.
Rutherford Morisson’s incision
(insisi suprainguinal)
Merupakan insisi perluasan dari insisi
McBurney. Dilakukan jika apendiks
terletak di parasekal atau retrosekal
dan terfiksir.
Low Midline Incision
Dilakukan jika apendisitis sudah
terjadi perforasi dan terjadi peritonitis
umum.
Insisi paramedian kanan bawah
Insisi vertikal paralel dengan midline,
2,5 cm di bawah umbilikus sampai di
atas pubis.
Tabel 3. Macam-macam insisi pada apendiktomi
Sumber Generalsurgery-fkui.com
PASCAOPERASI
Perlu dilakukan observasi tanda-tanda vital untuk mengetahui terjadinya pendarahan didalam,
syok, hipertermia, atau gangguan pernapasan. Angkat sonde lambung bila pasien telah sadar,
sehingga aspirasi cairan lambung dapat dicegah. Baringkan pasien dalam posisi Fowler.
Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan. Selama itu pasien
dipuasakan. Bila tindakan operasi lebih besar, misalnya pada perforasi atau peritonitis umum,
puasa diteruskan sampai fungsi usus kembali normal.
Kemudian berikan minum mulai 15ml/jam selama 4-5 jam lalu naikkan menjadi 30ml/jam.
Keesokan harinya diberikan makanan saring, dan hari berikutnya diberikan makanan lunak.
Satu hari pascaoperasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak di tempat tidur selama 2x30
menit. Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk di luar kamar. Hari ketujuh jahitan
dapat diangkat dan pasien diperbolehkan pulang.6
Komplikasi
Apendisitis adalah penyakit yang jarang mereda dengan spontan, tetapi penyakit ini
tidak dapat diramalkan dan mempunyai kecenderungan menjadi progresif dan mengalami
perforasi. Karena perforasi jarang terjadi dalam 8 jam pertama, observasi aman untuk
dilakukan dalam masa tersebut.
Tanda-tanda perforasi meliputi meningkatnya nyeri, spasme otot dinding perut
kuadran kanan bawah dengan tanda peritonitis umum atau abses yang terlokalisasi, ileus,
demam, malaise, dan leukositosis semakin jelas. Bila perforasi dengan peritoneum umum
atau pembentukan abses telah terjadi sejak pasien pertama kali datang, diagnosis dapat
ditegakkan dengan pasti.
Bila terjadi peritonitis umum terapi spesifik yang dilakukan adalah operasi untuk
menutup asal perforasi. Sedangkan tindakan lain sebagai penunjang: tirah baring dalam posisi
Fowler medium (setengah duduk), pemasangan NGT, puasa, koreksi cairan dan elektrolit,
pemberian penenang, pemberian antibiotic berspectrum luas dilanjutkan dengan pemberian
antibiotic yagn sesuai dengan hasil kultur, transfusi untuk mengatasi anemia, dan penanganan
syok septic secara intensif, bila ada.
Bila terbentuk abses apendiks akan teraba massa dikuadran kanan bawah yang
cenderung menggelembung kearah rectum atau vagina. Terapi dini dapat diberikan
kombinasi antibiotic (ampisilin, gentamisin, metronidazol atau klindamisin). Dengan sediaan
ini abses akan segera menghilang, dan apendiktomi dapat dilakukan 6-12 minggu kemudian.
Pada abses yang tetap progresif harus segera dilakukan drainase. Abses daerah pelvis yang
menonjol ke arah rectum atau vagina dengan fluktuasi positif juga perlu dibuatkan drainase.
Tromboflebitis supuratif dari system portal jarang terjadi tetapi merupakan komplikasi yang
letal. Hal ini harus kita curigai bila ditemukan demam sepsis, menggigil, hepatomegali, dan
ikterus setelah terjadi perforasi apendiks. Pada keadaan ini diindikasikan pemberian antibiotic
kombinasi dengan drainase.
Komplikasi lain yang dapat terjadi berupa abses subfrenikus dan fokal sepsis
intraabdominal lain. Obstruksi intestinal juga dapat terjadi akibat perlengketan.6
Prognosis
Dengan diagnosis yang akurat serta pembedahan, tingkat mortilitas dan morbiditas
penyakit ini sangat kecil. Keterlambatan diagnosis akan menigkatkan morbiditas dan
mortalitas bila terjadi komplikasi. Serangan berulang dapat terjadi bila apendiks tidak
diangkat. Terminology apendisitis kronik sebenarnya tidak ada.6
Pencegahan
Tidak ada cara yang telah terbukti untuk mencegah usus buntu. Namun, makan makanan
yang meliputi sayuran segar dan buah dapat menurunkan risiko terkena usus buntu.10
BAB III
Kesimpulan
Nyeri perut sebelah kanan bagian bawah merupakan gejala khas yang timbul pada penderita
apendisitis. Selain itu, terdapat beberapa tanda khusus berupa psoas sign, obturator sign,
rovsing sign yang dapat digunakan sebagai penegak diagnosis. Apendisitis disebabkan oleh
berbagai macam factor, salah satunya adanya makanan. Untuk itu, agar terhindar dari
apendisitis sebaiknya mengkonsumsi makanan yang sehat dan tinggi serat.
Daftar Pustaka
1. Jong WD, Sjamsuhidayat R. Buku ajar ilmu bedah. Edisi 2: Jakarta: EGC, 2004.h.
639-45.
2. Gleadle J. At a Glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Editor: Amalia Safitri.
Jakarta: Erlangga, 2007.h.28.
3. Pemeriksaan fisik abdomen. Diunduh dari www.scribd.com, 20 Mei 2011.
4. Andrianto P. Buku ajar ilmu bedah. Dalam Kelainan bedah apendiks vermiformis.
Editor: Devi H. Ronardy. Jakarta: EGC, 2004.h. 1-4.
5. Schwartz, Seymour I. Intisari prinsip-prinsip ilmu bedah. Editor edisi bahasa
Indonesia: Linda Chandramata. Jakarta: EGC, 2006.h. 438.
6. Kapita selekta kedokteran. Editor: Arif Mansjoer, Suprohaita, Wahyu Ika Wardhani,
Wiwiek Setiowulan. Edisi 3 jilid 2: Jakarta: FKUI, 2004.h. 307-313.
7. Apendisitis. Diunduh dari generalsurgery-fkui.com, 20 Mei 2011.
8. Richard N, Mtitchell, et al. Buku saku dasar patologis penyakit. Edisi 7: Jakarta:
EGC., 2008.h. 506.
9. Sudiono J. Penuntun praktikum patologi anatomi. Jakarta: EGC, 2001.h. 32-4.
10. Radang usus buntu. Diunduh dari www.umm.edu, 21 Mei 2011.
Skenario 5
Seorang anak perempuan usia 4 tahun dibawa ke puskesmas karena mengalami diare
7x perhari, feses cair seperti air, tidak berbau busuk, tidak ada darah, tidak ada lendir, dan
bewarna kekuningan. Anak tersebut lemas, dan tidak nafsu makan. Dia tidak buang air kecil
selama 8 jam yang lalu. Pada pemeriksaan fisik menunjukkan BB 14 kg, tanda vital
menunjukkan T: 37,8 derajat celcius, kering, turgor kulit menurun, suara bising usus
meningkat.
BAB I
Pendahuluan
Diare merupakan penyakit yang lazim ditemukan pada bayi maupun pada anak-anak.
Menurut WHO diare merupakan buang air besar dalam bentuk cairan lebih dari 3 kali dalam
1 hari, dan biasanya berlangsung selama 2 hari atau lebih. Penyakit diare hingga kini masih
merupakan salah satu penyakit utama pada bayi ataupun anak di Indonesia. Diperkirakan
angka kesakitan berkisar diantara 150-430/1000 penduduk setahunnya. Dengan upaya yang
sekarang telah dilaksanakan, angka kematian di rumah sakit dapat ditekan kurang dari 3%.
Penggunaan istilah diare sebenarnya lebih tepat daripada gastroenteritis karena istilah yang
disebut terakhir ini memberikan kesan seolah-olah penyakit ini hanya disebabkan oleh
infeksi, dan walaupun disebabkan oleh infeksi, lambung jarang mengalami peradangan.
Neonatus dinyatakan diare bila frekuensi air besar sudah lebih dari 4 kali, sedangkan untuk
bayi berumur lebih dari satu bulan dan anak bila frekuensi lebih dari 3 kali. Penyebab dari
diare ini dapat dibagi dalam beberapa factor, yaitu : factor infeksi, factor malabsorpsi
karbohidrat, factor makanan, factor psikologis, yang ditandai dengan gejala klinis mula-mula
bayi atau anak menjadi cengeng, gelisah, suhu tubuh meningkat, nafsu makan berkurang atau
tidak ada kemudian timbul diare. Pemeriksaan bisa dilakukan dengan pemeriksaan tinja,
pemeriksaan darah, pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin, pemeriksaan eletkrolit terutama
kalium, natrium, dan fosfor, serta pemeriksaan intubasi duodenum. Pengobatan diare pada
anak dapat dilakukan dengan pemberian cairan, dietik, dan obat-obatan.
Anamnesis
Anamesis merupakan suatu bentuk wawancara antara dokter dan pasien /
keluarganya / orang yang mempunyai hubungan dekat dengan pasien dengan
memperhatikan petunjuk- petunjuk verbal dan non verbal mengenai riwayat penyakit
pasien, meliputi :
Data anamnesis terdiri atas beberapa kelompok data penting:
1. Identitas pasien
Nama,tempat tanggal lahir, usia (neonatus,balita,sekolah), jenis kelamin,nama
orangtua,alamat.dan sebagainya
2. Riwayat penyakit sekarang
Keluhan utama pasien
3. Riwayat penyakit dahulu
Kronologi penyakit, ada tidaknya riwayat sakit dahulu yang pernah di derita
4. Riwayat kesehatan
Berupa riwayat kehamilan, riwayat kelahiran, riwayat pertumbuhan ( berat badan
tinggi badan), riwayat makanan
5. Riwayat keluarga dan lingkungan, sosial-ekonomi-budaya
Dalam diagnosa kasus ini anamnesis yang dipertanyakan adalah :
1. Waktu dan frekuensi diare
Sejak kapan diare??
Berapa kali diare dalam sehari?? (7 kali)
2. Bentuk tinja
Apakah tinja padat ataukah cair?? (cair)
3. Warna tinja
Warna tinjanya hitam, kuning atau putih?? (kekuningan)
4. Bau tinja
Bau tinjanya seperti apa, busuk amis atau tidak berbau? (tidak berbau)
5. Berlendir atau tidak
Pada waktu BAB, tinjanya disertai lendir atau tidak? (tidak)
6. Berdarah atau tidak
Pada waktu BAB, tinjanya berdarah atau tidak? (tidak)
7. Cair atau disertai minyak
Pada waktu BAB, tinjanya disertai minyak atau tidak? (tidak)
8. Ada ampas atau tidak
Tinja ada ampas atau tidak? (tidak)
9. Nafsu makan
Anaknya nafsu makan atau tidak? (tidak)
10. Lemas atau tidak
Anaknya kemas atau tidak? (lemas)
Pemeriksaan :
Pemeriksaan fisik :
a) Inspeksi
- Pada bagian kepala, ubun-ubun cekung atau tidak??
- Di lihat apakah wajah mengalami kepucatan atau tidak
- Bibir dan lidah pucat atau tidak
- Terdapat turgor kulit atau tidak??
- Pada bagian abdomen (perut) yang harus di perhatikan adalah :
Warna kulitnya seperti apa??
Perut membuncit atau tidak??
b) Auskultasi
- Terjadi peningkatan bising usus atau tidak?? (pemeriksaan di lakukan sesuai
dengan kuadran abdomen, yaitu kanan bawah, kanan atas, kiri atas, kiri bawah)
c) Palpasi
- Kaki pasien di fleksikan
- Tanya pada pasien ada nyeri di sebelah mana?? Jika sakit pada perut kiri bawah,
maka pemeriksaan kiri bawah di lakukan terakhir.
- Melakukan palpasi sesuai dengan kuadran abdomen
- Melakukan palpasi sesuai dengan SIAS
- Melakukan palpasi sesuai dengan titik mc. Burney
d) Perkusi
- Melakukan perkusi pada dinding abdomen (normal suara timpani)
- Jika pasien kembung maka suara menjadi hipertimpani
- Jika terdapat cairan maka suara berubah dari timpani ke pekak
Pemeriksaan laboratorium :
Pemeriksaan Tinja
Pemeriksaan tinja selalu penting,mula-mula di perhatikan apakah bentuknya
cair, setenah padat,atau bercampur darah,lendir.Harus segera di periksa apakah
ada amoeba,cacing/telur,leukosit, dan eritrosit.adanya gelembung lemak
memberi dugaan kearah malabsorbsi lemak dan penyakit pancreas.adanya
eritrosit menunjukan adanya infeksi , sedangkan jika ada leukosit
kemungkinan ada infeksi dan inflamasi usus.Pemeriksaan pH tinja perlu di
lakukan bila ada dugaan malabsorbsi karbohidrat,di mana pH tinja di bawah
6,di sertai tes reduksi positif menunjukan adanya intoleransi
glukosa.Pewarnaan gram perlu di lakukan untu mengetahui diare oleh karna
infeksi bakteri,jamur ,dan sebagainya.selain itu dapat di periksa sifat tinja
berupa volume baik itu banyak dan berbau busuk menunjukan adanya infeksi
dan bila terdapat kelainan demikian ,dapat langsung di lakukan kultur tinja.
Bila terdapat minyak dalam tinja menunjuka insufisiensi pancreas,tinja
pucat(steathore) menandakan kelainan di proximal ileosekal.diare seperti air
bisa terjadi akibat kelainan pada semua tingkat dari GI tract.adanya makana
yang tidak tercerana di saluran cerna adalah manifestasi dari kontak yang
terlalu cepat antara tinja dengan dinding usus .sedangkan bau asam
menunjukan adanya penyerapan karbohidrat yang tidak sempurna.perlu di
bedakan perdarahan yang disertai diare atau perdarahan yang menyertai tinja
normal.Pada colitis infeksi dan colitis ulcerosa perdarahan disertai dengan
diare,sedangkan yang menyertai tinja normal ada keganasan,hemoroid.polip
dan lainya.Pemeriksaan fisik tinja normal tidak selalu menyingkirkan kelainan
organic.2
Pemeriksaan darah
Idealnya pemeriksaan darah di lakukan setelah pemeriksaan tinja .bila
pemeriksaan tinja saja belum mengarah ke diagnosis. Pada diare inflamasi
ditemukan lekositosis, LED yang meningkat dan hipoproteinemia. Albumin
dan globulin rendah akan mengesankansuatu protein losing enteropathy akibat
inflamasi intestinaseperti anemia defesiensi besi,B12 serta asam folat pada
gangguan absorbsi. Kadar B12 rendah adanya pertumbuhan bakteri yang
berlebihan pada semua tempat di usus kecil.kadar albumin rendah menunjukan
adanya tanda protein loosing dari peradangan di ileum,yeyunum ,kolon atau
pada syndrome malabsorbsi.semua keadaan di atas perlu konfirmasi dengan
biobsi.Eusinofil dapat di jumpai pada gastroenteritis eusinofilik ,alergi
makanan,atau infeksi parasit diusus.Pemeriksaan serologis terhadap amoeba
harus dilakukan.Pada pasien dengan kecurigaan infeksi kronik perlu di periksa
juga kemungkinan imunodefisiensi.
Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa dalam darah, dengan
menentukan pH dan cadangan alkali atau lebih tepat lagi dengan pemeriksaan
analisa gas darah menurut ASTRUP (bila memungkinkan)
Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal.
Pemeriksaan elektrolit terutama kadar natrium, kalium, kalsium, dan fosfor
dalam serum.
Pemeriksaan untubasi duodenum untuk mengetahui jenis jasad renik atau
parasit secara kualitatif dan kuantitatif, terutama dilakukan pada penderita
diare kronik.
Diagnosis :
Working diagnosis :
Diagnosis ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang dan
gejala klinis. Pada skenario dikatakan bahwa anak perempuan usia 4 tahun mengalami diare
7x/hari, feses cair seperti air, tidak berbau busuk, tidak ada darah tidak ada lendir, berwarna
kekuningan. Anak tersebut lemas, dan tidak nafsu makan. Ia tidak buang air kecil sejak 8 jam
yang lalu. Pemeriksaan fisik : BB:14kg, suhu:37,8°C, kering, turgor kulit menurun, suara
bising usus meningkat. Dari data diatas bisa disimpulan bahwa anak tersebut mengalami
diare cair akut disertai dehidrasi sedang. Diare cair akut merupakan diare yang terjadi secara
akut dan berlangsungkurang dari 14 hari (bahkan kebanyakan kurang dari 7 hari), dengan
pengeluarantinja yang lunak / cair yang sering dan tanpa darah. Mungkin disertai muntah dan
panas. Diare cair akut menyebabkan dehidrasi, dan bila masukan makanan kurang dapat
mengakibatkan kurang gizi. Kematian yang terjadi disebabkan karena dehidrasi. Penyebab
terpenting diare pada anak-anak adalah Shigella, Campylobacter jejuni dan Cryptosporidium,
Vibrio cholera, Salmonella, E. coli, rotavirus.2
Diferntial diagnosis :
Dysentri
Sindrom desentri terdiri dari kumpulan gejala diare dengan darah dan lendir dalam feses dan
adanya tenesmus.Diare berdarah dapat disebabkan oleh kelompok penyebab diare,seperti
oleh infeksi virus, bakteri, parasit, Intoleransi laktosa, alergi protein susu sapi. Tetapi
sebagian besar disentri disebabkan oleh infeksi.Penularannya secara fecal –oral kontak dan
orang ke orang atau kontak orang dengan alat rumah tangga. penyebab utama disentri adalah
Shigella, Salmonela, compylobacter jejui, Escherichia ( E. Coli) , dan Entamoeba histolytica.
Disentri berat ummunya disebabkan oleh shigellia dysentery, kadang-kadang dapat juga
disebabkan oleh shigella flexneri, salmonella dan enteroinvasl v.e.E.coli ( EIEC).5
Infeksi ini menyebar melalui makanan dan air yang terkontaminasi dan biasanya terjadi pada
daerah dengan sanitasi dan higiene perorangan yang buruk Diare pada disentri umumnya
diawali oleh diare cair, kemudian pada hari kedua atau ketiga baru muncul darah, dengan
maupun tanda lendir, sakit perut yang diikuti munculnya tenesmus panas disertai hilangnya
nafsu makan dan badan terasa lemah.Pada saat tenesmus terjadi, pada kebanyakan penderita
akan mengalami penurunan volume diarenya dan mungkin feses hanya berupa darah dan
lendir. Gejala Infeksi saluran napas akut dapat menyertai disentri. Dissentri dapat
menimbulkan dehidrasi,dari yang ringan sampai dengan dehidrasi berat walaupun
kejadiannya lebih jarang jika dibandingkan dengan diare cair akut, Komplikasi disentri dapat
terjadi lokal di saluran cema maupun sistemik.
Diare persisten
Adalah diare yang mula-mula bersifat akut tapi berlangsung selama 14 hari. Episode ini
dimulai sebagai diare cair atau disentri. Kehilangan berat badan yang nyata sering terjadi.
Volume tinja dalam jumlah banyak sehingga ada resiko dehidrasi. Penyebab : E. coli,
Shigella dan Cryptosporidium. Diare persisten berbeda dengan diare kronik, yakni diare
intermitten (hilang-timbul), atau yang berlangsung lama dengan penyebab non infeksi, seperti
penyakit sensitive terhadap gluten atau gangguan metabolisme yang menurun.
Etiologi :
Etiologi diare dapat dibagi beberapa faktor, yaitu :
1. Faktor infeksi
Infeksi enternal yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab
utama diare pada anak. Infeksi enternal ini meliputi :
Infeksi bakteri (10-20%): vibrio, E.coli, salmonella, shigella,
campylobacter, yersenia, aeromonas
Infeksi virus (70%) : enterovirus , adenovirus, rotairus, astrovirus
Infeksi parasit : cacing (ascaris , trichiuris, oxyuris, strongyloides
Protozoa (10%) : entamoeba histolytica, giardia lamblia, trichomonas
homonis
Jamur : candida albicans
2. Infeksi parenteral yaitu infitits infeksi dibagian tubuh lain diluar alat pencernaan
seperti otitis mdia akut, tonsilofaringitis, bronkopnemonia, ensefalitis. Keadaan
teruta pada bayi dan anak berumur dibawah 2 tahun.3
3. Faktor malabsorbsi :
Malabsorbsi Karbohidrat (Gula). Malabsorbsi karbohidrat atau gula
adalah ketidakmampuan untuk mencerna dan menyerap (absorb) gula-
gula. Malabsorbsi gula-gula yang paling dikenal terjadi dengan
kekurangan lactase (juga dikenal sebagai intoleransi lactose atau susu)
dimana produk-produk susu yang mengandung gula susu, lactose,
menjurus pada diare. Lactose tidak diurai dalam usus karena
ketidakhadiran dari enzim usus, lactase, yang normalnya mengurai
lactose. Tanpa diurai, lactose tidak dapat diserap kedalam tubuh.
Lactose yang tidak tercerna mencapai usus besar dan menarik air
(dengan osmosis) kedalam usus besar. Ini menjurus pada diare.
Meskipun lactose adalah bentuk yang paling umum dari malabsorbsi
gula, gula-gula lain dalam diet juga mungkin menyebabkan diare,
termasuk fructose dan sorbitol.
Malabsorbsi Lemak. Malabsorbsi lemak adalah ketidakmampuan
untuk mencerna atau menyerap lemak. Malabsorbsi lemak mungkin
terjadi karena sekresi-sekresi pankreas yang berkurang yang adalah
perlu untuk pencernaan lemak yang normal (contohnya, disebabkan
oleh pankreatits atau kanker pakreas) atau oleh penyakit-penyakit dari
lapisan dari usus kecil yang mencegah penyerapan dari lemak yang
telah dicerna (contohnya, penyakit celiac). Lemak yang tidak tercerna
memasuki bagian terakhir dari usus kecil dan usus besar dimana
bakter-bakteri merubahnya kedalam senyawa-senyawa (kimia-kimia)
yang menyebabkan air disekresikan oleh usus kecil dan usus besar.
Lintasan melalui usus kecil dan usus besar juga mungkin lebih cepat
ketika ada malabsorbsi dari lemak.
Faktor makanan : Faktor makanan misalnya makanan basi, beracun,
atau alergi terhadap makanan. Penularan melalui kontak dengan tinja
yang terinfeksi secara langsung,seperti :
Makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi, baik yang
sudah dicemari oleh serangga atau kontaminasi oleh tangan yang
kotor.
Penggunaan sumber air yang sudah tercemar dan tidak memasak
air dengan benar.
Tidak mencuci tangan dengan bersih setelah buang air besar.
Epidemiologi
Setiap tahun diperikirakan lebih dari satu milyar kasus diare di dunia dengan 3,3 juta
kasus kematian sebagai akibatnya.4 Diperkirakan angka kejadian di negara berkembang
berkisar 3,5 – 7 episode per anak pertahun dalam 2 tahun pertama kehidupan dan 2 – 5
episode per anak per tahun dalam 5 tahun pertama kehidupan. Hasil survei oleh Depkes.
diperoleh angka kesakitan diare tahun 2000 sebesar 301 per 1000 penduduk angka ini
meningkat bila dibanding survei pada tahun 1996 sebesar 280 per 1000 penduduk. Diare
masih merupakan penyebab utama kematian bayi dan balita. Hasil Surkesnas 2001 didapat
proporsi kematian bayi 9,4% dengan peringkat 3 dan proporsi kematian balita 13,2% dengan
peringkat 2. Diare pada anak merupakan penyakit yang mahal yang berhubungan secara
langsung atau tidak terdapat pembiayaan dalam masyarakat. Biaya untuk infeksi rotavirus
ditaksir lebih dari 6,3 juta poundsterling setiap tahunya di Inggris dan 352 juta dollar di
Amerika Serikat.
Patofisisologi
Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare ialah :
Gangguan osmotik : akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak
dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus
meninggi, sehingga menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus
meninggi, sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke dalam
rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan ini akan merangsang usus
untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare.
Gangguan sekresi : akibat rangsangan tertentu (toksin) pada dinding
usus akan terjadi peningkatan sekresi air dan elektrolit ke dalam
rongga usus dan selanjutnya diare timbul karena terdapat peningkatan
isi rongga usus
Gangguan motilitas usus : hiperperistaltik akan mengakibatkan
berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan, sehingga
timbul diare. Sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan
mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan yang selanjutnya dapat
menimbulkan diare pula.
Patogenesis diare akut :
Masuknya jasad renik yang msih hidup kedalam usus halus setelah
berhasil melewati rintangan asam lambung
Jasad renik tersebut berkembang biak didalam usus halus.
Oleh jasad renik dikeluarkan toksin (toksin diargenik)
Akibat toksin tersebut terjadi hipersekresi yang selanjutnya akan
menimbulkan diare.3
Ada beberapa mekanisme patofisiologis yang terjadi, sesuai dengan penyebab diare.
Virus dapat secara langsung merusak villi usus halus sehingga mengurangi luas permukaan
usus halus dan mempengaruhi mekanisme enzimatik yang mengakibatkan terhambatnya
perkembangan normal villi enterocytes dari usus kecil dan perubahan dalam struktur dan
fungsi epitel. Perubahan ini menyebabkan malabsorbsi dan motilitas abnormal dari usus
selama infeksi rotavirus.5
Bakteri mengakibatkan diare melalui beberapa mekanisme yang berbeda. Bakteri non
invasive (vibrio cholera, E.coli patogen) masuk dan dapat melekat pada usus, berkembang
dan kemudian akan mengeluarkan enzim mucinase (mencairkan lapisan lendir), kemudian
bakteri akan masuk ke membran, dan mengeluarkan sub unit A dan B, lalu mengeluarkan
cAMP yang akan merangsang sekresi cairan usus dan menghambat absorpsi tanpa
menimbulkan kerusakan sel epitel. Tekanan usus akan meningkat, dinding usus teregang,
kemudian terjadilah diare.
Bakteri invasive (salmonella spp, shigella sp, E.coli invasive, campylobacter)
mengakibatkan ulserasi mukosa dan pembentukan abses yang diikuti oleh respon inflamasi.
Toksin bakteri dapat mempengaruhi proses selular baik di dalam usus maupun di luar usus.
Enterotoksin Escherichia coli yang tahan panas akan mengaktifkan adenilat siklase,
sedangkan toksin yang tidak tahan panas mengaktifkan guanilat siklase.6
Gejala klinis :
Awalnya anak menjadi cengeng, gelisah, suhu badan mungkin meningkat, nafsu makan
berkurang atau tidak ada, kemudian timbul diare. Tinja makin cair, mungkin mengandung
lendir, warna tinja berubah menjadi kehijau-hijauan karena tercampur empedu. Anus dan
sekitarnya lecet karena tinja menjadi asam. Gejala muntah dapat terjadi sebelum dan/atau
sesudah diare. Bila telah banyak kehilangan air dan elektrolit terjadilah gejala dehidrasi.
Berat badan turun. Pada bayi, ubun-ubun besar cekung. Tonus dan turgor kulit berkurang.
Selaput lendir mulut dan bibir kering.3
Tentukan status hidrasi : pasien anak-anak juga bisa datang dalam keadaan kurang cairan,
disertai takikardi dan hipotensi postural, sehingga membutuhkan cairan salin intravena.
Pada umumnya demam merupakan tanda penyakit infeksi, namun bisa juga didapatkan pada
kolitis yang berat. Penanda penyakit kronis (clubbing, koilonikia, leukonikia, ulkus di mulut,
penurunan berat badan) bisa ditemukan pada penyakit inflamasi usus kronis. Bisa ditemukan
nyeri abdomen nonspesifik. Sigmoidoskopi dan biopsi rectal bisa membantu.
Derajat Dehidrasi 7
Gejala &
Tanda
Keadaan
UmumMata
Mulut/
LidahRasa Haus Kulit
%
turun
BB
Estimasi
def. cairan
Tanpa
DehidrasiBaik, Sadar Normal Basah
Minum
Normal, Tidak
Haus
Dicubit
kembali
cepat
< 5 50 %
Dehidrasi
Ringan –
Sedang
Gelisah Rewel Cekung KeringTampak
Kehausan
Kembali
lambat5 – 10 50–100 %
Dehidrasi Berat
Letargik,
Kesadaran
Menurun
Sangat
cekung dan
kering
Sangat
kering
Sulit, tidak
bisa minum
Kembali
sangat
lambat
>10 >100 %
Gejala
klinik
Rotavirus Shigella Salmonella E .coli
entero
sigenik
E . coli
entero
invasif
cholera
Mual
muntah
Sering jarang sering + - sering
Panas + ++ ++ - ++ -
Nyeri perut Tenesmus Tenesmus
kolik
Tenesmus
kolik
Kadang” Tenesmus
kolik
Kolik
Gejala lain Sering
distensi
abdomen
Pusing ,dap
at ada
kejang
Hipotensi Pusing
bakterimia
toksemia
sistemik
Sifat tinja
Volume Sedang Sedikit Sedikit Banyak Sedikit Banyak
Frekuensi 5-10 kali >10kali Sering Sering Sering Terus-menerus
Konsistensi Cair Lembek Lembek Cair Lembek Cair
Darah - Sering Kadang - + -
Bau - - Busuk Tdk spesifik - Amis
Warna Kuning
hijau
Merah
hijau
Hijau Tdk
berwarna
Merah –
hijau
Seperti cucian
beras
Leukosit - + + - - -
Sifat lain anoreksia kejang sepsis Meteorismus Infeksi
sistemik
-
Komplikasi :
Sebagai akibat kehilangan cairan dan elektrolit secara mendadak, dapat terjadi berbagai
macam komplikasi seperti :
Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonik atau hipertonik).
Renjatan hipovolemik.
Hipokalemia (dengan gejala meteorismus, hipotoni otot, lemah, bradikardi, perubahan
pada elektrokardiogram).
Hipoglikemi
Intoleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defisiensi enzim laktase karena kerusakan
vili mukosa usus halus.
Kejang, terutama pada dehidrasi hipertonik.
Malnutrisi energi protein, karena selain diare dan muntah, penderita juga mengalami
kelaparan.3
Penatalaksanaan :
Penggantian Cairan dan elektrolit
Aspek paling penting dari terapi diare adalah untuk menjaga hidrasi yang
adekuat dan keseimbangan elektrolit selama episode akut. Ini dilakukan
dengan rehidrasi oral, dimana harus dilakukan pada semua pasien kecuali yang
tidak dapat minum atau yang terkena diare hebat yang memerlukan hidrasi
intavena yang membahayakan jiwa. Idealnya, cairan rehidrasi oral harus terdiri
dari 3,5 g Natrium klorida, dan 2,5 g Natrium bikarbonat, 1,5 g kalium
klorida, dan 20 g glukosa per liter air. Cairan seperti itu tersedia secara
komersial dalam paket-paket yang mudah disiapkan dengan mencampurkan
dengan air. Jika sediaan secara komersial tidak ada, cairan rehidrasi oral
pengganti dapat dibuat dengan menambahkan ½ sendok teh garam, ½ sendok
teh baking soda, dan 2 – 4 sendok makan gula per liter air. Dua pisang atau 1
cangkir jus jeruk diberikan untuk mengganti kalium. Pasien harus minum
cairan tersebut sebanyak mungkin sejak mereka merasa haus pertama kalinya.
Jika terapi intra vena diperlukan, cairan normotonik seperti cairan saline
normal atau laktat Ringer harus diberikan dengan suplementasi kalium
sebagaimana panduan kimia darah. Status hidrasi harus dimonitor dengan baik
dengan memperhatikan tanda-tanda vital, pernapasan, dan urin, dan
penyesuaian infus jika diperlukan. Pemberian harus diubah ke cairan rehidrasi
oral sesegera mungkin.
Mengobati kausa Diare
Tidak ada bukti klinis dari anti diare dan anti motilitis dari beberapa uji klinis.Obat
anti diare hanya simtomatis bukan spesifik untuk mengobati kausa, tidak memperbaiki
kehilangan air dan elektrolit serta menimbulkan efek samping yang tidak diinginkan.
Antibiotik yang tidak diserap usus seperti streptomisin, neomisin, hidroksikuinolon dan
sulfonamid dapat memperberat yang resisten dan menyebabkan malabsorpsi. Sebagian besar
kasus diare tidak memerlukan pengobatan dengan antibiotika oleh karena pada umumnya
sembuh sendiri (self limiting).Antibiotik hanya diperlukan pada sebagian kecil penderita
diare misalnya kholera shigella, karena penyebab terbesar dari diare pada anak adalah virus
(Rotavirus). Kecuali pada bayi berusia di bawah 2 bulan karena potensi terjadinya sepsis oleh
karena bakteri mudah mengadakan translokasi kedalam sirkulasi, atau pada anak/bayi yang
menunjukkan secara klinis gajala yang berat serta berulang atau menunjukkan gejala diare
dengan darah dan lendir yang jelas atau segala sepsis. Anti motilitis seperti difenosilat dan
loperamid dapat menimbulkan paralisis obstruksi sehingga terjadi bacterial overgrowth,
gangguan absorpsi dan sirkulasi.9
Beberapa antimikroba yang sering dipakai antara lain
Kolera :
Tetrasiklin 50mg/kg/hari dibagi 4 dosis (2 hari)
Furasolidon 5mg/kg/hari dibagi 4 dosis (3 hari)
Shigella :
Trimetroprim 5-10mg/kg/hari
Sulfametoksasol 25mg/kg/hari Diabgi 2 dosis (5 hari)
Asam Nalidiksat : 55mg/kg/hari dibagi 4 (5 hari)
Amebiasis:
Metronidasol 30mg/kg/hari dibari 4 dosis 9 5-10 hari)
Untuk kasus berat : Dehidro emetin hidrokhlorida 1-1,5 mg/kg (maks 90mg)(im) s/d 5 hari
tergantung reaksi (untuk semua umur)
Giardiasis :
Metronidasol 15mg.kg/hari dibagi 4 dosis ( 5 hari )
Pencegahan :
Pencegahan diare bisa dilakukan dengan mengusahakan lingkungan yang bersih dan sehat.
1. Usahakan untuk selalu mencuci tangan sebelum menyentuh makanan.
Usahakan pula menjaga kebersihan alat-alat makan.
2. Sebaiknya air yang diminum memenuhi kebutuhan sanitasi standar di lingkungan
tempat tinggal.
3. Air dimasak benar-benar mendidih, bersih, tidak berbau, tidak berwarna dan tidak
berasa.
4. Tutup makanan dan minuman yang disediakan di meja.
5. Biasakan anak untuk makan di rumah dan tidak jajan di sembarangan tempat. Kalau
bisa membawa makanan sendiri saat ke sekolah
6. Buatlah sarana sanitasi dasar yang sehat di lingkungan tempat tinggal, seperti air
bersih dan jamban/WC yang memadai.9
7. Pembuatan jamban harus sesuai persyaratan sanitasi standar. Misalnya, jarak antara
jamban (juga jamban tetangga) dengan sumur atau sumber air sedikitnya 10 meter
agar air tidak terkontaminasi. Dengan demikian, warga bisa menggunakan air bersih
untuk keperluan sehari-hari, untuk memasak, mandi, dan sebagainya.
Prognosis
Secara umum prognosis untuk diare akut pada anak bergantung pada penyakit
penyerta/komplikasi yang terjadi.Jika diarenya segera di tangani sesuai dengan kondisi umum
pasien maka kemungkinan pasien dapat sembuh.Yang paling penting adalah mencegah
terjadinya dehidrasi dan syok karena dapat berakibat fatal.jika terdapat penyakit penyerta
yang memberatkan keadaan pasien maka perlu di lakukan pengobatan terhadap penyakitnya
selain penanganan terhadap diare.10Oleh karna itu perlu di lakukan diagnosa pasti
berdasarkan pemeriksaan penunjang lain yang membantu, sehingga dapat di lakukan
penanganan yang tepat sesuai Penyebab/kausal dari diare yang di alaminya
BAB III
Kesimpulan
1. Diare akut adalah buang air besar pada bayi atau anak lebih dari 3 kali per
hari, disertai dengan perubahan konsitensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa
lendir dan darah yang berlangsung kurang dari satu minggu
2. Cara penularan diare umumnya melalui cara fekal – oral. Faktor resiko
( Faktor umur, Infeksi asimtomatik, Faktor musim, Epidemi dan pandemik)
3. Sebagian besar penyebab infeksi diare adalah Rotavirus. Etiologi diare dapat
dibagi dalam beberapa faktor, yaitu: Faktor infeksi, Faktor Malabsopsi, Faktor
makanan : makanan, Faktor Psikologis
4. Gejala klinis: Bayi/anak menjadi cengeng, gelisah, suhu badan mungkin
meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada kemudian timbul diare.
Tinja makin cair, mungkin mengandung darah dan/ atau lendir, warna tinja
berubah menjadi kehijau-hijauan karena tercampur empedu. Karena seringnya
defekasi, anus dan sekitarnya lecet karena tinja makin lama makin menjadi
asam akibat banyaknya asam laktat, yang terjadi dari pemecahan laktosa yang
tidak dapat diabsorpsi oleh usus.
5. Upaya pencegahan diare: Penggunaan ASI, Perbaikan pola penyapihan, dan
Perbaikan higiene perorangan.10
Daftar pustaka
1. Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadhi T. Ilmu kebidanan. Edisi 3; jilid III.
Jakarta: P.T. Gramedia. 2004. Hal 630-40.
2. Norasid H,Surratmadja S, Asnil PO. Gastroenteritis (Diare ) akut dalam:
Gastroenterologi anak praktis, Ed Suharyono, Aswitha B,EM Halimun : edisi ke2
Jakarta 2005: Balai penerbit FK-UI hal 51-76
3. Hassan R, Alatas H. Ilmu kesehatan anak. Edisi 2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.2000.
hal 283-7
4. Irwanto,Roim A, Sudarmo SM.Diare akut anak dalam ilmu penyakit anak diagnosa
dan penatalaksanaan ,Ed Soegijanto S : edisi ke 1 jakarta 2004 : Salemba Medika hal
73-103
5. Nelson WE, Behrman RE, Kliegman RM, Arvin AM. Nelson textbook of pediatrics.
Edisi 15; Vol. 3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2000. Hal 1339-58
6. Juffire M, Sri Supar dkk. Buku ajar Gastroenterologi-Hepatologi. UKK Gastro-
Hepatologi IDAI. 2011
7. Diare pada Anak. [ update 2011 mar 10, citied 2011 mar 20.00 WIB] Available From:
http://www.docstoc.com/docs/36661392/Diare-pada-anak
8. Panduan Pelayanan medis Departemen Ilmu Kesehatan Anak. RSUP Nasional DR.
Cipto Mangunkusumo. Jakarta. 2007
9. Dwipoerwantoro PG.Pengembangan rehidrasi perenteral pada tatalaksana diare akut
dalam kumpulan makalah Kongres Nasional II BKGAI Juli 2008
10. Hegar B, Kadim M. Tatalaksana diare akut pada anak dalam Majalah kesehatan
Kedokteran indonsia Vol 1 No 06,2006
Skenario 6
BAB I
PENDAHULUAN
Diare akut pada orang dewasa merupakan tanda dan gejala penyakit yang umum
dijumpai dan bila terjadi tanpa komplikasi, secara umum dapat di obati sendiri oleh penderita.
Namun, bila terjadi komplikasi akibat dehidrasi atau toksik menyebabkan morbiditas dan
mortalitas, meskipun penyebab dan penanganannya telah diketahui dengan baik serta
prosedur diagnostiknya juga semakin baik.Meskipun diketahui bahwa diare merupakan suatu
respon tubuh terhadap keadaan tidak normal, namun anggapan bahwa diare sebagai
mekanisme pertahanan tubuh untuk mengekskresikan mikroorganisme keluar tubuh, tidak
sepenuhnya benar. Terapi kausal tentunya diperlukan pada diare akibat infeksi, dan rehidrasi
oral maupun parenteral secara simultan dengan kausal memberikan hasil yang baik terutama
pada diare akut yang menimbulkan dehidrasi sedang sampai berat. Acapkali juga diperlukan
terapi simtomatik untuk menghentikan diare atau mengurangi volume feses, karena berulang
kali buang air besar merupakan suatu keadaan/kondisi yang menggganggu akitifitas sehari-
hari.
Diare atau mencret didefinisikan sebagai buang air besar dengan feses yang tidak
berbentuk (unformed stools) atau cair dengan frekwensi lebih dari 3 kali dalam 24 jam. Bila
diare berlangsung kurang dari 2 minggu, di sebut sebagai Diare Akut. Apabila diare
berlangsung 2 minggu atau lebih, maka digolongkan pada Diare Kronik. Pada feses dapat
dengan atau tanpa lendir, darah, atau pus. Gejala ikutan dapat berupa mual, muntah, nyeri
abdominal, mulas, tenesmus, demam dan tanda-tanda dehidrasi.
BAB II
PEMBAHASAN
DIARE AKUT PADA DEWASA
Diare adalah adalah kondisi di mana terjadi frekuensi defekasi yang abnormal (lebih
dari 3 kali per hari) serta perubahan dalam isi (lebih dari 200 gram per hari) dan konsistensi
(feses cair). Pada definisi ini jelas menyebutkan frekuensi diare terjadi lebih dari 3 kali dalam
sehari. (Smeltzer,2002). Diare juga merupakan keadaan frekuensi buang air besar lebih dari 4
kali pada bayi dan lebih dari 3 kali pada anak dengan konsistensi feses encer dapat berwarna
hijau atau dapat pula bercampur lendir dan darah atau lendir saja (WHO,1980).1
Diare merupakan keadaan dimana seseorang menderita mencret-mencret, tinjanya
encer, dapat bercampur darah dan lendir kadang disertai muntah-muntah. Sehingga diare
dapat menyebabkan cairan tubuh terkuras keluar melalui tinja. Bila penderita diare banyak
sekali kehilangan cairan tubuh maka hal ini dapat menyebabkan kematian terutama pada bayi
dan anak-anak usia di bawah lima tahun (Ummuauliya. 2008). Beberapa definisi yang telah
disebutkan di atas, menjelaskan definisi diare berdasarkan konsistensi dan bentuk tinja (feses)
yang melembek dengan atau tanpa menunjuk pada frekuensi diarenya.Bahkan definisi diare
yang diberikan WHO secara spesifik juga menyebutkan diare dengan feses yang berwarna
hijau, bercampur lendir dan atau darah.Dengan demikian, secara umum berdasarkan beberapa
definisi diare dapat disebutkan bahwa diare adalah penyakit yang ditandai dengan buang air
besar yang sering melebihi keadaan biasanya dengan konsistensi tinja yang melembek sampai
cair dengan atau tanpa darah dan atau lendir dalam tinja.2
ANAMNESIS
Pasien dengan diare akut dengan berbagai gejala klinik tergantung dengan penyakit
dasarnya. Keluahan diarenya berlangsung kurang dari 15 hari. Diare karena penyakit usus
halus biasanya berjumlah banyak, diare air, dan sering berhubungan dengan malabsorpbsi,
dan dehidrasi sering didapatkan. Diare dengan kelainan kolon sering kali dengan kelainan
tinja berjumlah kecil tapi sering, bercampur darah dan ada sensasi ingin ke belakang. Pasien
dengan daare akut infektif biasanya datrang dengan gejala khas yaitu nausea, muntah, nyeri
abdomen, demam, dan tinja yang yang sering bisa air, malabsorpsi, atau berdarah tergantung
bakteri patogen yang spesifik. Secara umum parogen usus halus tidak invasif, dan patogen
ileokolon lebih mengarah ke invasif. Pasien yang memakan taksigenik biasanya datang
dengan gejala nausea dan muntah sebagai gejala prominen bersamaan dengan diare air tapi
jarang mengalami demam. Muntah yang mulai beberapa jam dari masuknya makanan
mengarahkan kita kepada keracunan makanan karena toksin yang dihasilkan, parasit yang
tidak menginvasi mukosa usus, seperti Giardia lambia dan Cryptosporodium, biasanya
menyebabkan rasa tidak nyaman di abdomen yang ringan, perut bergas dan kembung.1
Bakteri invasif seperti Campylobacter, Salmonella dan Shigella, dan organisme yang
menghasilkan sitotoksin seperti Colostridium difficile and Enterohemoragic E coli (serotipe
O157:H7) menyebabkan inflamasi usus yang berat. Organisme Yersinia sering kali
menginfeksi ileum terminal dan caecum dan memiliki gejala nyeri perut kuadran kanan
bawah menyerupai appendicitis akut. Infeksi Campylobacter jejuni sering bermanifestasi
sebagai diare, demam dan kadangkala kelumpuhan anggota badan dan badan (sindrom
Guillain-Barre). Kelehuan lumpuh pada infeksi usus ini sering disalahtafsirkan sebagai
malpraktek dokter karena ketidaktahuan masyarakat.
Diare air merupakan gejala tipikal dari organisme yang menvasi epitel usus dengan inflamasi
minimal, seperti virus enterik atau organisme yang menmpel tetapi tidak menghancurkan
epitel seperti Enteropahogenic E coli, protozoa, dan helminths. Beberapa organisme seperti
Campylobacter, Aeoromonas,Shigella, and Vibrio species menghasilkan enterotoksin dan
menginvasi mukosa usus pasien, karena itu menunjukan gejala diare berdarah dalam
beberapa jam atau hari.3
Sindrom hemilitik uremik dan purpura trompbositopenik trombotik (TTP) dapat
timbul pada infeksi dengan bakteri E.coli enterohemoragik dan Shigella, terutama anak kecil
dan orang tua. Infeksi Yersinia dan bakteri enterik lainnya dapat disertai sindrom Reiter
(artritism uretritis, dan konjungtivitis), tiroiditis, perikarditis, atau glumeronefritis. Demam
enterik, disebabkan Salmonella typhi atau Salmonella paratyphi, merupakan penyakit
sistemik yang berat yang bermanifestasi sebagai demam tinggi yang lama, prostasi, bingung,
dan gejala respiratorik diikuti nyeri tekan abdomen, diare dan kemerahan (rash).2
Dehidrasi dapat timbul jika diare berat dan konsumsi oral terbatas, karena nausea dan
muntah terutama pada anak kecil dan usia lanjut. Dehidrasi bermanifestasi sebagai rasa haus
yang meningkat, berkurangnya jumlah buang air kecil dengan urine berwarna gelap. Pada
keadaan berat dapat mengarah ke gagal ginjal akut dan perubahan status jiwa seperti
kebingungan dan pusing kepala.
Dehidrasi menurut keadaan klinisnya dapat dibagi menjadi 3 tingkatan:4
Dehidrasi ringan (hilang cairan 2-5% BB). Gambaran klinisnya turgor kurang, suara serak
(vox cholerica) pasien belum jatuh dalam presyok
Dehidrasi sedang (hilang cairan 5-8% BB). Turgor buruk, suara serak, pasien atuh dalamm
presyok atau syok, nadi cepat, napas cepat dan dalam.
Dehidrasi berat ( hilang cairan 8-10%) tanda dehidrasi sedang ditambah dengan kesadaran
menurun (apatis sampai koma), otot-otot kaku, sianosis. Dalam hal ini pasien harus di rawat
inap dan memerlukan penanganan cepat seperti rehidrasi parenteral.
PEMERIKSAAN FISIK
Kelainan-kelainan yang ditemukan pada pemeriksaan fisik sangat berguna dalam
menentukan beratnya diare, dari pada menentukan penyebab diare. Status volume dengan
memperhatikan perubahan ortostatik pada tekanan darah dan nadi, temperatur tubuh dan
tanda toksisitas. Pemeriksaan abdomen yang seksama merupakan hal yang penting ada atau
tidak adanya bising usus dan ada atau tidak adanya distensi abdomen dan nyeri tekan
merupakan clue bagi penentu etiologi. Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa : berat badan,
suhu tubuh, frekuensi denyut jantung dan pernafasan serta tekanan darah. Selanjutnya perlu
dicari tanda-tanda utama dehidrasi : kesadaran, rasa haus dan turgor kulit abdomen dan tanda-
tanda tambahan lainnya.2
Pernafasan yang cepat dan dalam indikasi adanya asidosis metabolik. Bising usus
yang lemah atau tidak ada bila terdapat hipokalemi. Pemeriksaan ekstrimitas perlu karena
perfusi dan capillary refill dapat menentukan derajat dehidrasi yang terjadi.3
Simtom Minimal atau tanpa
dehidrasi (Kehilangan
BB <3 % )
Dehidrasi ringan-sedang
(Kehilangan BB 3%- 9% )
Dehidrasi berat
Kehilangan BB> 9%
Kesadaran baik Normal,lelah,gelisah,irri
table
Apatis,letargi,tidak
sadar
denyut
jantung
Normal Normal-meningkat Takikardi,bradikar
di pada kasus berat
kualitas nadi Normal Normal-melemah Lemah, kecil, tidak
teraba
pernapasan Normal Normal-cepat Dalam
Air mata Ada Berkurang Tidak ada
Mulut dan
lidah
Basah Kering Sangat kering
Cubitan kulit Segera kembali Kembali < 2 detik Kembali > 2 detik
Capillary refill Normal Memanjang Memanjang,minim
al
Ektremitas Hangat Dingin Dingin, sianotik
Kencing Normal Berkurang Minimal
Tabel 1.Penentuan derajat dehidrasi menurut MMWR 2003
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Untuk diare yang berlangsung lebih dari beberapa hari atau diare dengan dehidrasi perlu
dilakukan pemeriksaan penunjang seperti dibawah ini.1,4
1. Pemeriksaan darah tepi: kadar hemoglobin, hematokrit, hitung leukosit, hitung
diferensial leukosit. Penting untuk mengetahui berat ringannya hemokonsentrasi
darah dan respon leukosit. Contohnya pada diare karena Salmonella dapat terjadi
neutropenia. Pada diare karena kuman yang bersifat invasif dapat terjadi shift to the
left leukosit.
2. Elektrolit darah. Diperlukan untuk mengobservasi dampak diare terhadap kadar
elektrolit darah.
3. Ureum dan kreatinin. Untuk memeriksa adanya kekurangan cairan dan mineral tubuh.
Diperlukan untuk memonitor adanya gagal ginjal akut.
4. Pemeriksaan tinja untuk mencari penyebab diare. Pada infeksi bakteri, ditemukan
leukosit pada tinja, memiliki leukosistosis dengan kelebihan darah putih. Dapat pula
ditemukan telur cacing maupun parasit dewasa. Dapat pula dilakukan pengukuran
toksin Closstridium difficile pada pasien yang telah mendapatkan terapi antibiotik
dalam jangka waktu tiga bulan terakhir. Tinja dengan pH ≤5,5 menunjukkan adanya
intoleransi karbohidrat yang umumnya terjadi sekunder akibat infeksi virus. Pada
infeksi oleh organisme enteroinvasif, leukosit feses yang ditemukan umumnya berupa
neutrofil. Tidak ditemukannya netrofil tidak mengeliminasi kemungkinan infeksi
enteroinvasif, tetapi ditemukannya neutrofil feses mengeliminasi kemungkinan infeksi
organisme enterotoksin dan virus.
5. Apabila ditemukan leukosit pada feses, lakukan kultur feses untuk menentukan
apakah penyebab diare adalah Salmonella, Shigella, Campylobacter, atau Yersenia.
6. Pemeriksaan serologis untuk mencari amoeba.
7. Foto rontgen abdomen. Untuk melihat morfologi usus yang dapat membantu
diagnosis.
8. Rektoskopi, sigmoideoskopi, dapat dipertimbangkan pada pasien dengan diare
berdarah, pasien diare akut persisten. Pada pasien AIDS, kolonoskopi
dipertimbangkan karena ada kemungkinan diare disebabkan oleh infeksi atau limfoma
di area kolon kanan. Biopsy mukosa sebaiknya dilakukan bila dalam pemeriksaan
tampak inflamasi berat pada mukosa.
9. Biopsi usus. Dilakukan pada diare kronik, atau untuk mencari etiologi diare pada
AIDS.
ETIOLOGI
Penyebab gastroenteritis diantaranya yaitu:5
1. Makanan dan Minuman
Kekurangan zat gizi; kelaparan (perut kosong) apalagi bila perut kosong dalam
waktu yang cukup lama, kemudian diisi dengan makanan dan minuman dalam
jumlah banyak pada waktu yang bersamaan, terutama makanan yang
berlemak, terlalu manis, banyak serat atau dapat juga karena kekurangan zat
putih telur.
Tidak tahan terhadap makanan tertentu (Protein, Hidrat Arang, Lemak) yang
dapat menimbulkan alergi.
Keracunan makanan
2. Infeksi atau Investasi Parasit Bakteri, virus, dan parasit yang sering ditemukan:
Vibrio cholerae, E. coli, Salmonella, Shigella, Compylobacter, Aeromonas.
Enterovirus (Echo, Coxsakie, Poliomyelitis), Adenovius, Rotavirus, Astovirus.
Beberapa cacing antara lain: Ascaris, Trichurius, Oxyuris, Strongyloides,
Protozoa seperti Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Tricomonas
hominis.
Gastroenteritis yang disebabkan oleh virus berlangsung selama satu sampai dua
hari. Sementara itu, gastroenteritis yang disebabkan oleh bakteri berlangsung
dalam periode yang lebih lama.
3. Jamur (Candida albicans)
4. Infeksi diluar saluran pencernaan yang dapat menyebabkan Gastroenteritis adalah
encephalitis (radang otak), OMA (Ortitis Media Akut radang dikuping),
tonsilofaringitis (radang pada leher tonsil), Bronchopeneumonia (radang paru).
5. Perubahan udara
Perubahan udara sering menyebabkan seseorang merasakan tidak enak dibagian perut,
kembung, diare dan mengakibatkan rasa lemas, oleh karena cairan tubuh yang
terkuras habis.
6. Faktor Lingkungan
Kebersihan lingkungan tidak dapat diabaikan. Pada musim penghujan, dimana air
membawa sampah dan kotoran lainnya, dan juga pada waktu kemarau dimana lalat
tidak dapat dihindari apalagi disertai tiupan angin yang cukup besar, sehingga
penularan lebih mudah terjadi.
Persediaan air bersih kurang sehingga terpaksa menggunakan air seadanya, dan
terkadang lupa cuci tangan sebelum dan sesudah makan.
Akibat Yang Dapat Terjadi: 1,3
Radang pada saluran cerna dapat menyebabkan peningkatan suhu tubuh, diare
dengan berbagai macam komplikasi yaitu dehidrasi, baik ringan, sedang atau berat.
Selain itu diare juga menyebabkan berkurangnya cairan tubuh (Hipovolemik),
kadar Natrium menurun (Hiponatremia), dan kadar gula dalam tubuh turun
(Hipoglikemik), sebagai akibatnya tubuh akan bertambah lemas dan tidak
bertenaga yang dilanjutkan dengan penurunan kesadaran, bahkan dapat sampai
kematian. Kondisi seperti ini akan semakin cepat apabila diare disertai dengan
muntah-muntah, yang artinya pengeluaran cairan tidak disertai dengan masukkan
cairan sama sekali.
Pada keadaan tertentu, infeksi akibat parasit juga dapat menyebabkan perdarahan.
Kuman mengeluarkan racun diaregenik yang menyebabkan hipersekresi
(peningkatan volume buangan) sehingga cairan menjadi encer, terkadang
mengandung darah dan lendir.4
Infeksi
1. Enteral
Bakteri: Aeromonas, Campylobacter jejuni, E.coli patogen, Pseudomonas, Shigella sp.,
Salmonella sp., Staphylococcus aureus, Vibrio cholerae, dan Yersinia enterocolytica, V.
parahaemoliticus, Streptococcus, Klebsiella, Proteus.
Virus: Rotavirus, Norwalk virus, Norwalk like virus, cytomegalovirus (CMV), echovirus,
virus HIV.
Parasit: - Protozoa:Balantidium coli, Cryptosporidium parvum, Entamoeba histolytica,
Giardia lamblia.
Cacing:A. lumbricoides, Cacing tambang, Trichuris trichiura, S. sternocalis, cestodiasis, dll.
Fungus:Kandida/moniliasis.
2. Parenteral: infeksi di bagian tubuh lain di luar alat pencernaan. Otitis media akut (OMA),
pneumonia. Traveler’s diarrhea: E. coli, Giardia lamblia, Shigella, Entamoeba histolytica dll.
Makanan:
Intoksikasi makanan: Makanan beracun atau mengandung logam berat, makanan
mengandung bakteri/toksin: Clostrodium perfringens, B. cereus, S. aureus, Streptococcus
anhaemolyticus, dll.
Alergi: susu sapi, makanan tertentu.
Malabsorpsi/maldigesti: karbohidrat: monosakarida (glukosa,laktosa,galaktosa), disakarida
(sakarosa,laktosa), lemak: rantai panjang trigliserida protein: asam amino tertentu,
celiacsprue gluten malabsorption, protein intolerance, cows milk, vitamin dan mineral.
- Imunodefisiensi: hipogamaglobulinemia, panhipogamaglobulinemia (Bruton), penyakit
granulomatose kronik, defisiensi IgA, imunodefisiensi IgA heavycombination.
- Terapi obat. Antibiotik, kemoterapi, antacid dll.
- Tindakan tertentu seperti gastrektomi, gastroenterostomi, dosis tinggi terapi radiasi.
- Lain-lain: Sindrom Zollinger-Ellison,neuropati autonomic (neuropati diabetik).
Tabel 2. Etiologi diare akut
EPIDEMIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO
a. Epidemiologi
Pada tahun 1995 diare akut karena infeksi sebagai penyebab kematian pada lebih dari
3 juta penduduk dunia. Kematian karena diare akut dinegara berkembang terjadi terutama
pada anak-anak berusia kurang dari 5 tahun, dimana dua pertiga diantaranya tinggal
didaerah/lingkungan yang buruk, kumuh dan padat dengan sistem pembuangan sampah yang
tidak memenuhi syarat, keterbatasan air bersih dalam jumlah maupun distribusinya,
kurangnya sumber bahan makanan disertai cara penyimpanan yang tak memenuhi syarat,
tingkat pendidikan yang rendah serta kurangnya fasilitas pelayanan kesehatan. Di Amerika
Serikat dengan perbaikan sanitasi dan tingkat pendidikan, prevalensi diare karena infeksi
berkurang. Data dariCenters for Disease Control and Prevention (CDC) menunjukkan bahwa
infeksi karena Salmonella, Shigella, Listeria, Escherichia coli, dan Yersinia berkurang
berkisar 20-30% berkat perhatian atas kebersihan dan keamanan makanan. Sementara di
beberapa rumah sakit di Indonesia data menunjukkan diare akut karena infeksi masih
menduduki peringkat pertama sampai dengan keempat pasien dewasa yang datang berobat ke
rumah sakit. Beberapa faktor epidemiologis penting dipandang untuk mendekati pasien diare
akut yang disebabkan oleh infeksi. Makanan atau minuman terkontaminasi, berpergian,
penggunaan antibiotik, HIV positif atau AIDS, merupakan petunjuk penting dalam
mengidentifikasi pasien beresiko tinggi untuk diare infeksi.1,3
Perantara (vehicle) Pathogen klasik
Air
Makanan
Unggas
Sapi, juice buah yg tidak dipasteurisasi
Babi
Seafood dan kerang(termasuk sushi dan ikan
mentah)
Keju,susu
Telur
Mayoinase + makanan &cream
Nasi goreng
Berrie segar
Sayuran atau buah-buahan kaleng
Kecambah
Lingkungan
Hewan ke manusia
Vibriocholerae,Norwalk agent, Giardia lamblia,
Cryptospordium species (termasuk makanan yang
dicuci dengan air tersebut).
Salmonella, Campylobacter, dan Shigella spp.
Enterohemoragic escherichia coli, Taenia
saginata
Cacing pita (tape worm)
V . c h o l e r a e , V . p a r a h a e m o l y t i c u s ;
v i b r i o s p p , Salmonella spp., cacing pita,
Hepatitis A,B,C.
Listeria spp.
Salmonella spp.
Staphylococcus dan Clostridium
Bacillus cereus
Cycklospora spp.
Clostridium spp.
Enterohemorrhagic E. coli dan Salmonella spp.
Manusia ke manusia (termasuk seksual kontak)
Rumah sakit/antibiotik
Kolam renang
Wisatawan asing
Salmonella, Campylobacter, Cryptosporodium,
Giardia spp.
Semua bakteri enterik, virus, parasit.
C. difficile
Giardia dan Crytosporodium spp.
E. coli, Salmonella, Shigella, Campylobacter,
Giardia,Entamoeba histolytica.
Tabel 3. Epidemiologi diare infeksi
b. Faktor resiko2
1. Baru saja bepergian/melancong: ke negara berkembang, daerah tropis, kelompok
perdamaian dan pekerja sukarela, orang yang sering berkemah (dasar berair).
2. Makanan atau keadaan makan yang tidak biasa: makanan laut dan shell fish, terutama yang
mentah, restoran dan rumah makan cepat saji (fast food), banket dan piknik.
3. Homoseksual, pekerja seks, pengguna obat intravena, resiko infeksi HIV, sindrom usus
homoseks (Gay bowel syndrome) sindrom defisiensi kekebalan didapat.
4. Baru saja menggunakan obat antimikroba pada institusi kejiwaan/mental, rumah
perawatan, rumah sakit.
PATOFISISOLOGI
Diare dapat disebabkan oleh satu atau lebih dari patofisologi/patomekanisme sebagai
berikut:3,4
1. Osmolaritas intraluminal yang meninggi, yang disebut diare osmotik
2. Sekresi cairan dan elektrolit meninggi, disebut diare sekretorik
3. Malabsorpsi asam empedu, malabsorpsi lemak
4. Defek sistem pertukaran anion/transport elektrolit aktif di enterosit
5. Motilitas dan waktu transit usus abnormal
6. Gangguan permeabilitas usus
7. Inflamasi dinding usus, disebut diare inflamatorik
8. Infeksi dinding usus, disebut diare infeksi
Diare osmotik: diare tipe ini disebabkan meningkatnya tekanan osmotik intralumen dari
usus halus yang disebabkan oleh obat-obat/zat kimia yang hiperosmotik (a.l MgSO4,
Mg(OH)2, malabsorpsi umum dan defek dalam absorpsi mukosa usus misal pada defisiensi
dasakaridase, malabsorpsi glukosa/galaktosa.
Diare sekretorik: diare tipe ini disebabkan oleh meningkatnya sekresi air dan elektrolit
dari usus, menurunnya absorpsi. Yang khas pada diare ini yaitu secara klinis ditemukan diare
dengan volume tinja yang banyak sekali. Diare tipe ini akan tetap berlangsung walaupun
dilakukan pusa makan/minum. Penyebab dari dire tipe ini antara lain karena efek
enterotoksin pada infeksi Vibrio cholera, atau Escherichia coli, penyakit yang menghasilkan
hormon (VIPoma), reseksi ileum (gangguan absorpsi garam empedu), dan efek obat laksatif
(dioctyl sodium sulfosuksinat dll).2
Malabsorpsi asam empedu, malabsorpsi lemak: diare tipe ini didapatkan pada gangguan
pembentukan/produksi micelle empedu dan penyakit-penyakit saluran bilier dan hati.
Defek sistem pertukaran anion/transport elektrolit aktif di enterosit: diare tipe ini disebabkan
adanya hambatan mekanisme transport aktif Na+ K+ ATP ase di enterosit dan absorpsi Na+
dan air yang abnormal.
Motalitas dan waktu transit usus abnormal: diare tipe inidisebabkan hipermotilitas dan
iregularitas motilitas usus sehingga menyebabkan absorpsi yang abnormal di usus halus.
Penyebab gangguan motilitas antara lain: diabetes mellitus, pasca vagotomi,hipertiroid.
Gangguan permebiabilitas usus: diare ini disebabkan permeabilitas usus yang abnormal
disebabkan adanya kelainan morfologi merman epitel spesifik pada usus halus.
Inflamasi dinding usus ( diare inflamatorik): diare tipe ini disebabkan adanya kerusakan
mukosa usus karena proses inflamasi, sehingga terjadi produksi mukus yang berlebihan dan
eksudasi air dan elektrolit ke dalam lumen, gangguan absorpsi air-elektrolit,. Inflamasi
mukosa usus halus dapat disebabkan infeksi (disentri Shigella) atau non infeksi (colitis
ulseratif dan penyakit Chron).5
Diare infeksi: Infeksi oleh bakteri merupakan penyebab tersering dari diare. Dari
sudut kelainan usus, diare oleh bakteri dibagi atas non-invasif (tidak merusak mukosa) dan
invasif (merusak mukosa). Bakteri non-invasif menyebabkan diare karena toksin yang
disekresi oleh bakteri tersebut, yang disebut diare toksigenik.Contoh diare toksigenik a.l
kolera (Eltor). Enterotoksin yang dihasilkan kuman Vibrio cholera/eltor merupakan protein
yang dapat menempel pada epitel usus, yang lalu membentuk adenosine monofospat siklik
(AMF siklik) di dinding usus dan menyebabkan sekresi aktif anion klorida yang diikuti air,
ion bikarbonat dan kation natrium dan kalium. Mekanisme absorpsi ion natrium melalui
mekanisme pompa natrium tidak terganggu karena itu keluarnya ion klorida (diikuti ion
bikarbonat, air, natrium, ion kalium) dapat dikompensasi oleh meningginya absorpsi ion
natrium (diiringi oleh air, ion kalium, dan ion bikarbonat, klorida).Kompensasi ini dapat
dicapai dengan pemberian larutan glukosa yang diabsorpsi secara aktif oleh dinding sel
usus.2,3,5
Yang berperan pada terjadinya diare akut terutama karena infeksi yaitu faktor kausal
(agent) dan faktor pejamu (host). Faktor pejamu adalah kemampuan tubuh untuk
mempertahankan diri terhadap organisme yang dapat menimbulkan diare akut, terdiri dari
faktor-faktor daya tangkis atau lingkungan internal saluran cerna a.l keasaman lambung,
motilitas usus, imunitas juga lingkungan mikriflora usus. Faktor kausal yaitu daya penetrasi
yang dapat merusak sel mukosa, kemampuan memproduksi toksin yang mempengaruhi
sekresi cairan usus halus serta daya lekat kuman. Patogenesis diare karena infeksi
bakteri/parasit terdiri atas:
Diare karena bakteri non-invasif (enterotoksigenik).Bakteri yang tidak merusak mukosa
misal V. cholera Eltor, Enterotoxigenic E. Coli (ETEC) dan C. perfringens. V. Cholera eltor
mengeluarkan toksin yang terikat pada mukosa usus halus 15-30 menit sesudah diproduksi
vibrio. Enterotoksin ini menyebabkan kegiatan berlebihan nikotinamid adenine dinukleotid
pada dindidng sel usus, sehingga meningkatkan kadar adenosine 3’, 5’ siklik monofosfat
(siklik AMP) dalam sel yang menyebabkan sekresi aktif anion klorida ke dalam lumen usus
yang diikuti oleh air, ion bikarbonat, kation natrium dan kalium.1,4
Diare karena bakteri/parasit invasive (enterovasif).Bakteri yang merusak (invasif) antara
lain Enteroinvasive E. coli (EIEC), Salmonella, Shigella, Yersinia, C. perfringens tipe C.
Diare disebabkan oleh kerusakan dinding usus berupa nekrosis dan ulserasi. Sifat diarenya
sekretorik eksudatif. Cairan diare dapat tercampur lender dan darah. Walaupun demikian
infeksi kuman-kuman ini dapat juga bermanifestasi sebagai diare koleriformis.Kuman
Salmonella yang sering menyebabkan diare yaitu S. paratyphi B, S.typhimurium, S.
enterritidis, S. choleraesuis. Penyebab parasit yang sering yaitu E. histolitika dan G. lamblia.
GEJALA KLINIS
Penularan diare akut karena infeksi melalui transmisi fekal oral langsung dari
penderita diare atau melalui makanan/minuman yang terkontaminasi bakteri patogen yang
berasal dari tinja manusia/hewan atau bahan muntahan penderita. Penularan dapat juga
berupa transmisi dari manusia ke manusia melalui udara (droplet infection) misalnya:
rotavirus, atau melalui aktivitas seksual kontak oral-genital atau oral-anal.2
Diare akut karena infeksi bakteri yang mengandung/produksi toksin akan
menyebabkan diare sekretorik (watery diarrhea) dengan gejala-gejala: mual, muntah, dengan
atau tanpa demam yang umumnya ringan disertai atau tanpa nyeri/kejang perut, dengan feses
lembek/cair. Umumnya gejala diare sekretorik timbul dalam beberapa jam setelah makan atau
minuman yang terkontaminasi.
Diare sekretorik yang berlangsung beberapa waktu tanpa penanggulangan medis yang
adekuat dapat menyebabkan kematian karena kekurangan cairan yang mengakibatkan
renjatan hipovolemik atau karena gangguan biokimiawi berupa asidosis metabolik yang
lanjut. Karena kehilangan cairan seseorang akan merasa haus, berat badan berkurang, mata
menjadi cekung, lidah kering, tulang pipi menonjol, turgor kulit turun, serta suara menjadi
serak. Keluhan dan gejala ini disebabkan deplesi air yang isotonik.
Sedangkan kehilangan bikarbonat, menyebabkan perbandingan bikarbonat dan asam
karbonat berkurang yang menyebabkan penurunan pH darah. Penurunan ini akan merangsang
pusat pernapasan sehingga frekuensi napas menjadi lebih cepat dari biasa (pernapasan
Kussmaul). Reaksi ini adalah usaha badan untuk mengeluarkan asam karbonat agar pH darah
dapat kembali normal. Gangguan kardiovaskular pada tahap hipovolemik yang berat dapat
berupa renjatan denga tanda-tanda denyut nadi yang cepat lebih dari 120x/mnt, tekanan darah
menurun sampai tidak terukur. Pasien mulai gelisah, muka pucat, ujung-ujung eksterimitas
dingin, dan kadang sianosis. Karena kehilangan kalium, pada diare akut juga dapat timbul
aritmia jantung. Penurunan tekanan darah akan menyebabkan perfusi ginjal menurun dengan
sangat dan akan timbul anuria. Bila keadaan ini tidak segera diatasi akan timbul penyulit
berupa nekrosis tubulus ginjal akut, yang dapat mengakibatkan gagal ginjal akut.5
Sedangkan keadaan asidosis metabolik menjadi lebih berat, akan terjadi kepincangan
pada pembagian darah dengan pemusatan darah yang lebih banyak dalam sirkulasi paru-paru.
Observasi ini penting sekali karena dapat menyebabkan edema paru pada pasien yang
menerima rehidrasi cairan intravena tanpa alkali. Bakteri yang invasif akan menyebabkan
diare yang disebut sebagai diare inflamasi dengan gejala mual, muntah dan demam yang
tinggi, disertai nyeri perut, tenesmus, diare disertai darah dan lendir.
Pada diare akut karena infeksi, dugaan terhadap bakteri penyebab dapat diperkirakan
berdasarkan anamnesis makanan atau minuman dalam beberapa jam atau hari terakhir, dan
anamnesis/observasi bentuk diare. Yersinia dapat menginvasi mukosa ileum terminalis dan
kolon bagian proksimal, dengan nyeri abdomen disertai nyeri tekan di regio titik Mc.Burney
dengan gejala seperti apendisitis akut.2
Diare akut karena infeksi dapat disertai gejala-gejala sistemik lainnya seperti
Reiter’ssyndrome (arthritis, uretritis, dan konjungtivitis) yang dapat disebabkan oleh
Salmonella, Campylobacter, Shigella, dan Yersinia. Shigella dapat menyebabkan hemolytic-
uremic syndrome. Diare akut dapat juga sebagai gejala utama beberapa infeksi sistemik
antara lain hepatitis virus akut, listeriosis, legionellosis, dan toksik renjatan sindrom.3
DIAGNOSIS
Untuk mendiagnosis pasien diare akut infeksi bakteri diperlukan pemeriksaan yang
sistematik dan cermat. Kepada pasien perlu ditanyakan riwayat penyakit, latar belakang dan
lingkungan pasien, riwayat pemakaian obat terutama antibiotik, riwayat perjalanan,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Untuk mengetahui mikroorganisme penyebab
diare akut dilakukan pemeriksaan feses rutin dan pada keadaan dimana feses rutin tidak
menunjukkan adanya mikroorganisme. Indikasi pemeriksaan kultur feses antara lain, diare
berat, suhu tubuh > 38,50C, adanya darah dan/atau lendir pada feses, ditemukan leukosit pada
feses, laktoferin, dan diare persisten yang belum mendapat antibiotik.3,5.
Beberapa petunjuk anamnesis yang mungkin dapat membantu diagnosis:1.) Bentuk
feses (watery diarrhea atau inflammatory diare)2.)Makanan dan minuman 6-24 jam terakhir
yang dimakan/minum oleh penderita.3.) Adakah orang lain sekitarnya menderita hal serupa,
yang mungkin oleh karena keracunan makanan atau pencemaran sumber air.4.) Dimana
tempat tinggal penderita.5.) Pola kehidupan seksual. Umumnya diare akut besifat
ringan dan merupakan self-limited disease. Indikasi untuk melakukan pemeriksaan lebih
lanjut yaitu diare berat disertai dehidrasi, tampak darah pada feses, panas > 38,5oC, diare > 48
jam tanpa tanda-tanda perbaikan, kejadian luar biasa (KLB). Nyeri perut hebat pada penderita
berusia > 50 tahun, penderita usia lanjut >70 tahun, dan pada penderita dengan daya tahan
tubuh yang rendah.2
WORKING DIAGNOSIS
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau setengah cair
(setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya lebih dari 200 g atau 200
ml/24 jam. Definisi lain memakai kriteria frekuensi, yaitu buang air besar encer lebih dari 3
kali per hari. Buang air besar encer tersebut dapat/tanpa disertai lendir dan darah.
Diare akut adalah diare yang onset gejalanya tiba-tiba dan berlangsung kurang dari 14
hari, sedang diare kronik yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari. Diare dapat
disebabkan infeksi maupun non infeksi. Dari penyebab diare yang terbanyak adalah diare
infeksi.Diare infeksi dapat disebabkan Virus, Bakteri, dan Parasit. Virus menjadi penyebab
kasus kematian denna persentasi yang signifikan pada semua umur.4
Diare akut sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan, tidak saja di negara
berkembang tetapi juga di negara maju.Penyakit diare masih sering menimbulkan KLB
(Kejadian Luar Biasa) dengan penderita yang banyak dalam waktu yang singkat.Dinegara
maju walaupun sudah terjadi perbaikan kesehatan dan ekonomi masyarakat tetapi insiden
diare infeksi tetap tinggi dan masih menjadi masalah kesehatan. Di Inggris, 1 dari 5 orang
menderita diare infeksi setiap tahunnya dan 1 dari 6 orang pasien yang berobat ke praktek
umum menderita diare infeksi. Tingginya kejadian diare di negara Barat ini oleh karena
foodborne infections dan waterborne infections yang disebabkan bakteri Salmonella spp,
Campylobacter jejuni, Stafilococcus aureus, Bacillus cereus, Clostridium perfringens dan
Enterohemorrhagic Escherichia coli (EHEC).1
Di negara berkembang, diare infeksi menyebabkan kematian sekitar 3 juta penduduk
setiap tahun.Di Afrika anak anak terserang diare infeksi 7 kali setiap tahunnya di banding di
negara berkembang lainnya mengalami serangan diare 3 kali setiap tahun.
Di Indonesia dari 2.812 pasien diare yang disebabkan bakteri yang datang kerumah sakit
penyebab terbanyak adalah Vibrio cholerae, diikuti dengan Shigella spp, Salmonella spp, V.
Parahaemoliticus, Salmonella typhi, Campylobacter Jejuni, V. Cholera non-01, dan
Salmonella paratyphi A.
Faktor utama tingginya kejadian dan tingkat kematian karena diare akut adalah karena
penggunan air yang tidak bersih, sanitasi yang tidak memenuhi sehingga memungkinkan
penyebaran agen penginfeksi, dan/ atau kondisi fisiologis seperti malnutrisi yang
menebabkan penurunan sistem kekebalan tubuh sehingga memudahkan proses infeksi oleh
agen penginfeksi.1
DEFFERENSIAL DIAGNOSIS
Diagnosis banding diare akut perlu dibuat sehingga kita dapat memberikan pengobatan
yang lebih baik. Pasien diare akut dapat dibagi atas diare akut yang disertai demam/ tinja
berdarah dan diare akut yang yang tidak disertai demam/tinja berdarah2,4,5
Pasien diare akut disertai demam dan tinja berdarah
Observasi umum: diare sebagai akibat mikroorganisme infasif, lokasi sering di daerah
kolon, diarenya berdarah, sering tapi jumlah volume sedikit, sering diawai dengan diae air.
Pathogen: 1). Shigella spp (disentri basiller, shigellosis), 2). Campylobacterjejuni,
3).Salmonella spp, Aeromonas hydrophila, V. parahemolyticus, Plesiomonas shigelloides,
Yersinia.
Diagnosis : 1) diferensiasi klinik sulit, terutama membedakan dengan penyakit usus
inflamatorik idiopatik non infeksi, 2). Banyak leukosit di tinja (pathogen infasif), 3). Kultur
tinja untuk Salmonella, Shigella, Campylobacter, Yersinia, 4).Darah tebal untuk malaria.
Diare akut tanpa demam ataupun darah tinja
Obeservasi umum : pathogen non invasive ( tinja air banyak banyak, tidak ada leukosit
ada leukosit tinja), sering disertai nausea, kadang vomitus, lebih sering manifestasi dari diare
turis (85% kasus), pada kasus kolera, tinja seperti cucian beras, sering disertai muntah.
Pathogen : 1. ETEC, penyebab tersering dari diare turis, 2. Giardia lambia, 3. Rotavirus, virus
Norwalk 4. Eksotoksin Preformed dari S.aureus, Bacillus cereus. Colistrodium prefingers
(A), diare disebabkan toksin dikarakterisasi oleh lama inkubasi yang pendek 6 jam, 5.
Penyebab lain : Vibrio parahemolyticus (ikan laut dan shell fish) yang tidak cukup
didinginkan), Vibrio cholera (kolera), bahan toksik pada makanan, logam berat missal
preservative kaleng, nitrit, pestisida, histamine pada ikan, jamur, cryptosporidium, isospora
belli (biasa pada pasien HIV positif meskipun dapat terjadi juga pada manusia normal).4
Diagnois : tidak ada leukosit dalam tinja, kultur tinja ( sangat rendah pada diare air), tes untuk
ETEC tidak biasa, tersedia pada laboratorium rutin, pemeriksaan parasit untuk tinja segar,
sering pemeriksaan ulangan dibutuhkan untuk mendeteksi Giardia lambia.
Diare osmotik
Diare tipe ini disebabkan meningkatnya tekanan osmotik intralumen dari usus halus
yang disebabkan oleh obat-obat/zat kimia yang hiperosmotik.Terjadi akibat asupan sejumlah
makanan yang sukar diserap bahkan dalam keadaan normal atau pada malabsorbsi. Termasuk
dalam kelompok pertama adalah sorbitol(ada dalam obat bebas gula dan permen serte buah-
buahan tertentu), fruktosa (jeruk, lemon, berbagai buah, madu), garam magnesium (antasida,
laktasif) serta anion yang sukar diserap seperti sulfat, fosfat atau sitrat. Zat yang tidak
diserap bersifat aktif secara osmotic pada usus halus sehingga menarik air ke dalam lumen.
Pada malabsorbsi karbohidrat, penurunan absorbsi Na di usus halus bagian atas menyebabkan
penyerapan air menjadi berkurang .Aktivitas osmotik dari karbohidrat yang tidak diserap juga
menyebabkan sekresi air. Akan tetapi, bakteri di dalam usus besar dapat memetabolisme
karbohidrat yang tidak diserap hingga sekitar 80 g/hari menjadi asam organik yang berguna
untuk menghasilkan energi, yang bersama-sama dengan air akan diserap di dalam kolon.
Hanya gas yang dihasilkan dalam jumlah besar yang akan memberikan bukti terjadinya
malabsorbsi karbohidrat. Namun, jika jumlah yang tidak diserap >80 g/hari atau bakteri usus
dihancurkan oleh antibiotik, akan terjadi diare.3
Inflammatory Bowel Disease
Istilah penyakit inflamasi usus (IBD) merujuk pada keadaan kolitis ulserativa (UC) dan
penyakit Crohn (CD). Inflammatory bowel disease adalah suatu kondisi kronis yang tidak
diketahui etiologinya, yang dicirikan oleh episode berulang dari nyeri perut, sering kali
disertai dengan diare. Diare kronik disertai atau tanpa darah dan nyeri perut merupakan
manifestasi klinis IBD yang paling umum dengan beberapa manifestasi ekstraintestinal
seperti arthritis, uveitis, pioderma gangrenosum, eritema nodusum dan kolangitis. Di
samping itu tentunya disertai gambaran keadaan sistemik yang timbul sebagai dampak
keadaan patologis yang ada sebagai gangguan nutrisi.
Irritable Bowel Syndrome
Irritable bowel syndrome (IBS) adalah gangguan umum pada usus besar. IBS biasanya
menyebabkan kejang, nyeri pada area perut, perut kembung, diare dan konstipasi. IBS tidak
menyebabkan kerusakan permanen pada usus besar anda. Tidak seperti penyakit pencernaan
lain yang lebih serius, IBS tidak menyebabkan kerusakan atau pembengkakan pada jaringan
usus dan juga tidak meningkatnya risiko kanker usus. Tanda dan gejala IBS dapat bervariasi
pada setiap orang dan sering menyerupai penyakit lain. Tanda dan gejala IBS antara lain :
nyeri pada area perut, perut kembung, diare atau konstipasi – terkadang bahkan keduanya,
dan lendir pada tinja.5
PROGNOSIS
Dengan penggantian cairan yang adekuat, perawatan yang mendukung, dan terapi
antimikrobial jika diindikasikan, prognosis diare infeksius hasilnya sangat baik dengan
morbiditas dan mortalitas yang minimal. Seperti kebanyakan penyakit, morbiditas dan
mortalitas ditujukan pada anak-anak dan pada lanjut usia. Di Amerika Serikat, mortalits
berhubungan dengan diare infeksius < 1,0 %. Pengecualiannya pada infeksi EHEC dengan
mortalitas 1,2 % yang berhubungan dengan sindrom uremik hemolitik.2,4
KOMPLIKASI
Kehilangan cairan dan kelainan elektrolit merupakan komplikasi utama, terutama
pada usia lanjut dan anak-anak. Pada diare akut karena kolera kehilangan cairan secara
mendadak sehingga terjadi shock hipovolemik yang cepat.Kehilangan elektrolit melalui feses
potensial mengarah ke hipokalemia dan asidosis metabolik.
Pada kasus-kasus yang terlambat meminta pertolongan medis, sehingga syok
hipovolemik yang terjadi sudah tidak dapat diatasi lagi maka dapat timbul Tubular Nekrosis
Akut pada ginjal yang selanjutnya terjadi gagal multi organ.Komplikasi ini dapat juga terjadi
bila penanganan pemberian cairan tidak adekuat sehingga tidak tecapai rehidrasi yang
optimal.3
Haemolityc uremic Syndrome (HUS) adalah komplikasi yang disebabkan terbanyak
oleh EHEC.Pasien dengan HUS menderita gagal ginjal, anemia hemolisis, dan
trombositopeni 12-14 hari setelah diare. Risiko HUS akan meningkat setelah infeksi EHEC
dengan penggunaan obat anti diare, tetapi penggunaan antibiotik untuk terjadinya HUS masih
kontroversi.
Sindrom Guillain – Barre, suatu demielinasi polineuropati akut, adalah merupakan
komplikasi potensial lainnya dari infeksi enterik, khususnya setelah infeksi C. jejuni. Dari
pasien dengan Guillain – Barre, 20 – 40 % nya menderita infeksi C. jejuni beberapa minggu
sebelumnya.Biasanya pasien menderita kelemahan motorik dan memerlukan ventilasi
mekanis untuk mengaktifkan otot pernafasan.Mekanisme dimana infeksi menyebabkan
Sindrom Guillain – Barre tetap belum diketahui.2
Artritis pasca infeksi dapat terjadi beberapa minggu setelah penyakit diare karena
Campylobakter, Shigella, Salmonella, atau Yersinia spp.
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan dari diare akut antara lain :
Rehidrasi .bila pasien keadaan umum baik tidak dehidrasi, asupan cairan yang adekuat dapat
diacapai dengan minuman ringan, sari buah, sup dan keripik asin. Bila pasien kelhilangan
cairan yang banyak dan dehidrasi, penatalaksanaan yang agresif seperti pemberian intravena
atau rehidrasi oral dengan cairan isotonic mengandung elektrolit dan gula atau starch harus di
berikan.Terapi cairan oral murah dan lebih efektif daripada intravena. Cairan oral antara lain
pedialit, oralit dll. Cairan diberikan 50-200mg/KgBB/24jam tergantung kebutuhan status
hidrasi
Jumlah cairan yang hendak diberikan sesuai dengan jumlah cairan yang keluar dari badan.
Kehilangan cairan dari badan dapat dihitung dengan memakai cara:1
1. BJ plasma, dengan memakai rumus :
Kebutuhan cairan= BDPlasma – 1,025
0,001X Berat badan (Kg) X 4 ml
2. Metode Pierce berdasarkan keadaan klinis :
Dehidrasi ringan, kebutuhan cairan 5% X KgBB
Dehidrasi sedang, kebutuhan cairan 8% X KgBB
Dehidrasi berat, kebutuhan cairan 10% X KgBB
3. Metode Daldiyono berdasarkan keadaan klinis yang diberi penilaian/skor
Klinis Skor
- rasa haus/muntah
- Tekanan darah sistolik 60-90 mmHg
- Tekanan darah sistolik < 60 mmHg
- Frekwensi Nadi > 120 x/menit
- kesadaran apatis
- Kesadaran somnolen, sopor atau koma
- Frekwensi nafas > 30 x/menit
- Facies cholerica
- Vox cholerica
- Turgor kulit menurun
- Washer’s woman’s hand
- Ekstremitas dingin
- Sianosis
- Umur 50-60 tahun
- Umur > 60 tahun
1
1
2
1
1
2
1
2
2
1
1
1
2
-1
-2
Tabel 4. Skor Penilaian Klinis Dehidrasi
Kebutuhan cairan = Skor15
X 10% X KgBB X 1 liter
Bila skor kurang dari 3 dan tidak ada syok, maka diberikan cairan peroral (sebanyak munkin
dan sedikit demi sedikit). Bila skor lebih atau sama dengan tida atau disertai syok diberikan
cairan intravena. Cairan rehidrasi dapat diberikan oral, enteral melalui selang, nasogastrik
atau intravena. Bila dehidrasi sedang atau berat sebaiknya pasien diberikan cairan melalui
infuse pembuluh darah. Pemberian oral diberikan larutan oralit yang hipotonik dengan
komposisi 29 g glukosa, 3,5 g NaCl , 2,5 g Natrium Bikarbonat dan 1,5 g KCL setiap liter.
Contoh oralit generic, renalyte, pharolit dll.1
a. Dua jam pertama saat (tahap rehidrasi inisial) : jumlah total kebutuhan cairan menurut
rumus BJ plasma atau skor Daldiyono diberikan lagsung 2 jam ini agar terdapati
rehidrasi optimal secepat mungkin.
b. Satu jam berikut atau jam ke 3 (tahap kedua) pemberian diberikan berdasarkan
kehilangan cairan selama 2 jam pemberian cairan rehidrasi inisial sebelumnya. Bila tidak
ada syok atau skor Daldiyono kurang dari 3 dapat diganti cairan peroral.
c. Jam berikutnya pemberian cairan diberikan berdasarkan kehilangan cairan melalui tinja
dan Inseneible water loss (IWL)
Diet. Pasien diare tidak dianjurkan puasa kecuali muntah-muntah hebat.Pasien justru
dianjurkan minum minuman sari buah, teh, minuman tak bergas, makanan mudah dicerna
seperti, pisang, keripik dan sup.Susu sapi harus dihindarkan karna adanya defesiensi lactase
transien yang disebabkan oleh infeksi virus dan bakteri.Minuman berkafein dan alkohl harus
dihindari karena dapat meningkatkan motilitas dan sekresi usus.1,2
Obat anti-diare. Obat-obat ini mengurangi gejala-gejala:2,3
a) yang paling efektif yaitu derivate opoid missal loperamide, difenoksilat-atropin dan
tnktur opium. Loperamide paling disukai karena tidak addictive dan mempunyai efek
samping kecil. Bismuth subsalisilat merupakan obat lain yang digunakan tetapi
kontraindikasi pada pasien HIV Karen menimbulkan enseliphati Bismuth. Obat anti
motiliyas penggunaannya harus hati-hati pada penderita disentri yang panas (termasuk
infeksi Shigella) bila tanpa diesrtai antimikroba, karena dapat memperlama
penyembuhan penyakit.
b) Obat yang mengeraskan tinja Antapulgite 4x2 tab/hari, smectite 3x1 saset diberikan
tiap diare /BAB encer sampai diare berhanti.
c) Obat anti sekretorik atau enkephalinase, Hidrasec 3x1 tab/hari.
Obat antimikroba.Karena kebanyakkan pasien memiliki penyakit yang ringan, self limited
disease karena virus atau bakteri non-invasif, pengobatan empirik tidak dianjurkan pada
semua pasien.Pengobatan empirik diindikasikan pada pasien-pasien yang di duga mengalami
infeksi bakteri invasif, diare turis (traveller’s diarrhea) atau imunosupresif.Dapat dilihat pada
tabel.
Penyebab Terapi
Shigellosis (serius)
S. (para) typhi
Salmonellosis lain
Campylobacter (keluhan
serius dan persisten)
Yersinia
Disentri amebik
Vibrio cholera
Giardia lamblia
Schistosoma spp
Stongyloides stercoralis
Trichuris trichiura
Cryptosporidiosis sembuh
spontan dengan status
imun normal. Jika pejamu
immunocompromised
dengan diare persisten
Cyclospora
Isospora belli
Siprofloksasin 500 mg 2 kali/hari; 3 hari
Siprofloksasin 500 mg, 2 kali/hari; 10 hari (pilihan ke 1)
Amoksisilin 750 mg 4 kali/hari; 14 hari (alternatif 1)
Ko-trimoksazol 960 mg 2 kali/hari;14 hari (alternatif 2)
Siprofloksasin 500 mg, 2 kali/hari; 10 hari (pilihan ke 1)
Amoksisilin 750 mg 4 kali/hari;(alternatif 1)
Ko-trimoksazol 960 mg kali/hari;14 hari (alternatif 2)
Eritromisin 250 mg 4 kali/hari; 5 hari
Klaritromisin 250 mg 4 kali/hari; 5 hari
Doksisiklin 200 mg hari ke-1;lalu 100 mg 1 kali hari; 4
hari
Ko-trimoksazol 960 mg 2 kali/hari;5 hari (alternatif 1)
Siprofloksasin 500 mg 2 kali/hari; 5 hari (alternatif 2)
Tinidazol 2 g 1 kali/hari; 3 hari (pilihan ke 1)
Metronidazol 750 mg 2 kali/hari; 5 hari (alternatif 1)
(diikuti oleh diloksanid furoat 500 mg 3 kali/hari; 10 hari)
Sifrofloksasin 1 g sekali sehari
Vibrimisin 300 mg satu kali sehari
Tinidazol 2 gr satu kali sehari
Praziquantel 40 mg/kg sekali sehari
Albendazol 400 mg 1 kali/hari;3 hari
Invermektin 150-200 mikrogram/kg satu kali sehari
Tiabendazol 25 mg/kg 2 kali/hari (maks. 1500 mg per dos)
Mebendazol 100 mg 2 kali/hari, 3 hari
Paromisin 500-1000 mg 3 kali/hari; 14 hari
Azitromisin 500 mg 1 kali/hari;3 hari
Ko-trimoksazol 960 mg 3 kali/hari; 14 hari
Clostridium difficele
Biasanya penyembuhan
spontan setelah
menghentikan antibiotik
Ko-trimoksazol 960 mg 2 kali/hari; 14 hari
Metronidazol 500 mg 3 kali/hari; 7-10 hari (jika
diperlukan)
Vancomisin 125 mg 4 kali/hari; 7-10 hari (alternatif)
Catatan:Salmonella typhi multiresisten dan mikroorganisme multiresisten, terutama negara
berkembang. Terapi dengan amoksisilin dan ko-trimokzasol tidak efektif di beberapa negara. Lama
terapi antimikroba dalam literatur
Tabel 5. Pengobatan antimikroba (oral,dosis dewasa)
PENCEGAHAN
Karena penularan diare menyebar melalui jalur fekal-oral, penularannya dapat
dicegah dengan menjaga higiene pribadi yang baik. Ini termasuk sering mencuci tangan
setelah keluar dari toilet dan khususnya selama mengolah makanan. Kotoran manusia harus
diasingkan dari daerah pemukiman, dan hewan ternak harus terjaga dari kotoran manusia.2
Karena makanan dan air merupakan penularan yang utama, ini harus diberikan
perhatian khusus. Minum air, air yang digunakan untuk membersihkan makanan, atau air
yang digunakan untuk memasak harus disaring dan diklorinasi.Jika ada kecurigaan tentang
keamanan air atau air yang tidak dimurnikan yang diambil dari danau atau air, harus direbus
dahulu beberapa menit sebelum dikonsumsi. Ketika berenang di danau atau sungai, harus
diperingatkan untuk tidak menelan air.1
Semua buah dan sayuran harus dibersihkan menyeluruh dengan air yang bersih (air
rebusan, saringan, atau olahan) sebelum dikonsumsi.Limbah manusia atau hewan yang tidak
diolah tidak dapat digunakan sebagai pupuk pada buah-buahan dan sayuran.Semua daging
dan makanan laut harus dimasak. Hanya produk susu yang dipasteurisasi dan jus yang boleh
dikonsumsi. Wabah EHEC terakhir berhubungan dengan meminum jus apel yang tidak
dipasteurisasi yang dibuat dari apel terkontaminasi, setelah jatuh dan terkena kotoran ternak.
Vaksinasi cukup menjanjikan dalam mencegah diare infeksius, tetapi efektivitas dan
ketersediaan vaksin sangat terbatas.Pada saat ini, vaksin yang tersedia adalah untuk V. colera,
dan demam tipoid.Vaksin kolera parenteral kini tidak begitu efektif dan tidak
direkomendasikan untuk digunakan.Vaksin oral kolera terbaru lebih efektif, dan durasi
imunitasnya lebih panjang. Vaksin tipoid parenteral yang lama hanya 70 % efektif dan sering
memberikan efek samping. Vaksin parenteral terbaru juga melindungi 70 %, tetapi hanya
memerlukan 1 dosis dan memberikan efek samping yang lebih sedikit.Vaksin tipoid oral
telah tersedia, hanya diperlukan 1 kapsul setiap dua hari selama 4 kali dan memberikan
efikasi yang mirip dengan dua vaksin lainnya.1
BAB III
KESIMPULAN
Diare akut merupakan masalah yang sering terjadi baik di negara berkembang
maupun negara maju. Sebagian besar bersifat self limiting sehingga hanya perlu diperhatikan
keseimbangan cairan dan elektrolit. Bila ada tanda dan gejala diare akut karena infeksi
bakteri dapat diberikan terapi antimikrobial secara empirik, yang kemudian dapat dilanjutkan
dengan terapi spesifik sesuai dengan hasil kultur. Pengobatan simtomatik dapat diberikan
karena efektif dan cukup aman bila diberikan sesuai dengan aturan. Prognosis diare akut
infeksi bakteri baik, dengan morbiditas dan mortalitas yang minimal. Dengan higiene dan
sanitasi yang baik merupakan pencegahan untuk penularan diare infeksi bakteri.
Diare akut pada orang dewasa banyak ditemukan di klinik dalam praktek sehari-
hari.Salah satu etiologinya adalah infeksi yang dapat disebabkan oleh berbagai organisme
seperti virus, bakteri, protozoa, dan helminth.Pemahaman tentang patofisiologi diare akut
dapat mengarahkan kita untuk mencari dan mengetahui etiologi dan memberikan terapi yang
sesuai.Terapi simtomatik sebagai tambahan terhadap terapi kausal kadang diperlukan untuk
mengurangi keluhan penderita yang mengganggu aktifitas sehari-hari akibat diare akut.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S, editor. 2006. Buku
ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ke-4. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
2. Mansjoer, Arief. 2001. Kapita selekta kedokteran. Edisi 3. Jilid 1. Jakarta : FKUI
3. K Marcellius Simadibrata, Daldiyono. 2009. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna
Publishing.
4. Umar Zein, Kholid, danJosia. 2004. Diare Akut Disebabkan Bakteri. Diunduh dari:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3371/1/penydalam-umar5.pdf. 21
Mei 2011.
5. Infeksi diare akut. 8 Mei 2011. Diunduh dari: http://www.infodiknas.com/diare-
akut-karena-infeksi/. 21 Mei 2011.