Sistematika Rancangan Peraturan Presiden tentangRencanaTata Ruang Pulau/Kepulauan dan RencanaTata
Ruang Kawasan Strategis Nasional
Coffee MorningCoffee MorningJakarta, 1 November 2011Jakarta, 1 November 2011
DIREKTORAT JENDERAL PENATAAN RUANG
KEMENTER IAN P E K E R J A A N U M U M
Sistematika Rancangan Peraturan Presiden tentang Rencana Tata Ruang Pulau/Kepulauan dan Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Nasional
No. Pokok-Pokok Muatan Penjelasan
1. Judul • Memuat keteranganmengenai jenis, nomor, tahun penetapan, dan nama peraturanpresiden.
• Nama peraturan perundang–undangan dibuat secara singkat dan mencerminkan isi
peraturan presiden, serta tahun berlaku RTR Pulau/Kepulauan atau RTR KSN.
2. Konsideran Memuat landasan filosofis, yuridis, sosiologis, dan empiris.
3. Dasar Hukum • Memuat dasar kewenangan pembuatan perpres dan peraturan perundang-undanganyang memerintahkan pembentukan perpres tersebut.
• Hanya memuat peraturan perundang-undangan yang tingkatannya sama atau lebih
tinggi.
4. KetentuanUmum • Memuat definisi/batasan terhadap peristilahan yang digunakan berulang dalam batangtubuh atau peristilahan baru yang belum dikenal definisinya.
• Memuat singkatan yang digunakan berulang dalam batang tubuh.
• Dapat memuat fungsi/peran/kedudukan RTR serta cakupan wilayah perencanaan (dapat • Dapat memuat fungsi/peran/kedudukan RTR serta cakupan wilayah perencanaan (dapat dimuat dalam Bab tersendiri)
5. Tujuan, Kebijakan, dan Strategi Penataan Ruang Tujuan• Memuat ketentuan arahan perwujudan ruang wilayah pulau/kepulauan atau kawasan
strategis nasional (KSN) yang ingin dicapai pada masa yang akan datang (20 tahun).
• Tujuanmerupakan dasar untuk memformulasikan kebijakan dan strategi penataanruangwilayah pulau/kepulauan atau KSN;
- memberikan arah bagi penyusunan indikasi program utama dalam Raperpres; dan- menjadi dasar dalam penetapan ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah
pulau/kepulauan atau KSN.
• Ketentuannya dirumuskan dengan kriteria:- tidak bertentangan dengan tujuan penataan ruang wilayah nasional;
- jelas dan dapat tercapai sesuai jangka waktu perencanaan; dan- tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan
• Diawali dengan awalan “me-“
Kebijakan• Memuat arah tindakan yang ditetapkan untuk mencapai tujuan penataan ruang wilayah
pulau/kepulauan atau KSN.
• Menguraikanmasing-masing kebijakan penataan ruang wilayah pulau/kepulauan atauKSN dalam rangka mencapai tujuan penataan ruang wilayah pulau/kepulauan atau KSN
yang telah ditetapkan.• Menggunakan awalan “pe-“ pada muatan kebijakan yang diuraikan.
No. Pokok-Pokok Muatan Penjelasan
Strategi• Memuat penjabaran masing-masing kebijakan penataan ruang wilayah pulau/kepulauan atau
KSN ke dalam langkah-langkah operasional untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
• Menggunakan awalan “me “ pada muatan strategi yang diuraikan.
6. Rencana Struktur Ruang Pada Raperpres Pulau/Kepulauan• Merupakan penjabaran rencana struktur wilayah nasional di pulau/kepulauan tersebut• Memuat ketentuanmengenai lampiran peta rencana struktur ruang dengan tingkat ketelitian
yang disesuaikan dengan kebutuhan. (dapat digambarkan dalam satu peta atau lebih)• Penjabaran rencana struktur ruang tersebut tidak dijelaskan dalam perpres, hanya
digambarkan dalam peta yang merupakan lampiran perpres.
Sistematika Rancangan Peraturan Presiden… (lanjutan)
Pada Raperpres KSN
• Merupakan penjabaran rencana struktur wilayah nasional di KSN tersebut.• Memuat rencana sistem pusat permukiman dan rencana sistem jaringan prasarana.
• Memuat ketentuanmengenai lampiran peta rencana struktur ruang dengan tingkat ketelitianyang disesuaikan dengan kebutuhan (dapat digambarkan dalam satu peta atau lebih).
7. Rencana Pola Ruang Pada Raperpres Pulau/Kepulauan• Merupakan penjabaran rencana polawilayah nasional di pulau/kepulauan tersebut.• Memuat ketentuanmengenai lampiran peta rencana pola ruang dengan tingkat ketelitian
yang disesuaikan dengan kebutuhan. (dapat digambarkan dalam satu peta atau lebih)• Penjabaran rencana struktur ruang tersebut tidak dijelaskan dalam perpres, hanya
digambarkan dalam peta yang merupakan lampiran perpres.
Pada Raperpres KSN
• Merupakan penjabaran rencana polawilayah nasional di KSN tersebut (disesuaikan dengankebutuhan).
• Memuat ketentuanmengenai lampiran peta rencana pola ruang dengan tingkat ketelitianyang disesuaikan dengan kebutuhan (dapat digambarkan dalam satu peta atau lebih).
No. Pokok-Pokok Muatan Penjelasan
8. Strategi Operasionalisasi Perwujudan StrukturRuang dan Pola Ruang Pulau/Kepulauan
• Bab ini hanya dimuat dalam perpres rencana tata ruang pulau/kepulauan.• Memuat langkah-langkah untuk mewujudkan struktur ruang dan pola ruang wilayah nasional
di pulau/kepulauan tersebut.
9. Arahan Pemanfaatan Ruang • Memuat perwujudan struktur ruang dan pola ruang pulau/kepulauan atau KSN.• Memuat indikasi program utama penataan/pengembangan wilayah pulau/kepulauan atau KSN
dalam jangka waktu yang dibagi per- 5 tahun.
10. Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang • Bagian umum arahan pengendalian memuat batasan-batasan materi muatan dalam bab iniyang akan diuraikan kembali ke dalam “bagian-bagian” selanjutnya.
• Memuat “pengantar” terhadap materi muatan yang akan diuraikan.
• Memuat arahan pengendalian yang meliputi:- Indikasi arahan peraturan zonasi sistem nasional dan ketentuan zonasi sektoral (hanya
dimuat di dalam pepres pulau/kepulauan);- Arahan peraturan zonasi (hanya dimuat di dalam perpres KSN);- Arahan perizinan;
Sistematika Rancangan Peraturan Presiden… (lanjutan)
- Arahan perizinan;
- Arahan insentif dan disinsentif; dan- Arahan sanksi.
Indikasi Arahan Peraturan Zonasi SistemNasional dan KetentuanZonasi Sektoral (hanya dimuatdi dalam perpres pulau/kepulauan)• Memuat ketentuan yang tercantum di dalam RTRWN dan ketentuan zonasi sektoral yang
ditetapkan olehmenteri terkait sesuai dengan kewenangannya.• Merupakan acuan dalam penyusunan indikasi arahan peraturan zonasi sistem provinsi,
ketentuan umum peraturan zonasi kabupaten/kota, dan peraturan zonasi kabupaten/kota.
Arahan Peraturan Zonasi (hanya dimuat di dalam perpres KSN)Memuat arahan peraturan zonasi untuk untuk zona-zona yang telah ditetapkan dalam lingkupwilayah perencanaan atau yang telah ditetapkan dalam rencana pola ruang yang berisikan:
- ketentuan kegiatan yang diperbolehkan, diperbolehkan dengan syarat, dan yang tidakdiperbolehkan;
- ketentuan intensitas pemanfaatan ruang;- ketentuan prasarana dan sarana minimum yang disediakan; dan- ketentuan lain sesuai dengan karakter masing-masing zona.
Arahan PerizinanMemuat arahan perizinan secara umum, dalam rangka perwujudan RTR Pulau/Kepulauan atau RTR KSN.
No. Pokok-Pokok Muatan Penjelasan
Arahan Insentif dan Disinsentif• Memuat arahan pemberian insentif dan disinsentif.
Arahan Sanksi• Memuat arahan sanksi administratif yang dapat dikenakan.
11. Pengelolaan/Kelembagaan Memuat bentuk lembaga beserta kewenangannya.
Sistematika Rancangan Peraturan Presiden… (lanjutan)
12. PeranMasyarakat Memuat bentuk peran masyarakat dalam penyelenggaraan penataan ruang di pulau/kepulauanatau KSN
13. Ketentuan Peralihan • Memuat penyesuaian terhadap peraturan perundang-undangan yang sudah ada pada saatperpres tersebutmulai berlaku, agar peraturan perundang-undangan tersebut dapat berjalanlancar dan tidak menimbulkan permasalahan hukum.
• Pada saat perpres tersebut dinyatakan mulai berlaku, segala hubungan hukum yang ada atautindakan hukum yang terjadi sebelum, pada saat maupun sesudah perpres tersebut baru
dinyatakan mulai berlaku, tunduk pada ketentuan perpres yang baru tersebut.• Di dalam perpres tersebut, dapat dimuat pengaturan yang memuat penyimpangan sementara
atau penundaan sementara bagi tindakan hukum atau hubungan hukum tertentu.
14. Ketentuan Penutup • Memuat jangka waktu RTR pulau/kepulauan atau RTR KSN.• Memuat ketentuan persyaratan peninjauan kembali RTR pulau/kepulauan atau RTR KSN.
Peraturan Presiden No.54 TahunPeraturan Presiden No.54 Tahun 2008 2008 Tentang Penataan Ruang Tentang Penataan Ruang
KawasanKawasan JabodetabekpunjurJabodetabekpunjur
� Kawasan Jabodetabekpunjur ditetapkan sebagai Kawasan Strategis Nasionaldalam PP No.26 Tahun 2008 tentang RTRWN.
� definisi KSN dalam UUPR: wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan
karena memiliki pengaruh sangat penting secara nasional terhadap kedaulatan
negara, ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan, termasuk wilayah yang
ditetapkan sebagai warisan dunia.
PENDAHULUAN
� Perpres tentang Penataan Ruang Kawasan Jabodetabekpunjur diperlukan sebagai alat koordinasi penataan ruang pada Provinsi dan Kabupaten/kota terkait.
� Penataan ruang Kawasan Jabodetabekpunjur dimaksudkan untuk menyeimbangkan aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan.
���� Untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan tetapmempertahankan kelestarian lingkungan hidup.
alat koordinasi penataan ruang pada Provinsi dan Kabupaten/kota terkait.
� Kawasan Jabodetabekpunjur berperan sebagai pusat perekonomian wilayah dan nasional sekaligus sebagai kawasan konservasi air dan tanah serta keanekaragaman hayati.
TUJUAN PENATAAN RUANG
KAWASAN JABODETABEKPUNJUR
TUJUANa. mewujudkan keterpaduan penyelenggaraan penataan ruang
antardaerah sebagai satu kesatuan wilayah perencanaan dengan
memperhatikan keseimbangan kesejahteraan dan ketahanan;
b. mewujudkan daya dukung lingkungan yang berkelanjutan dalam
pengelolaan kawasan, untuk menjamin tetap berlangsungnya konservasi
Pasal 2 ayat 1
pengelolaan kawasan, untuk menjamin tetap berlangsungnya konservasi
air dan tanah, menjamin tersedianya air tanah dan air permukaan,
serta menanggulangi banjir; dan
c. mengembangkan perekonomian wilayah yang produktif, efektif,
dan efisien berdasarkan karakteristik wilayah bagi terciptanya
kesejahteraan masyarakat yang berkeadilan dan pembangunan yang
berkelanjutan.
SASARAN PENATAAN RUANG
KAWASAN JABODETABEKPUNJUR
a. terwujudnya kerja sama penataan ruang antarpemerintah daerah;
b. terwujudnya peningkatan fungsi lindung terhadap tanah, air,
udara, flora, dan fauna;
SASARAN Pasal 2 ayat 2
udara, flora, dan fauna;
c. tercapainya optimalisasi fungsi budi daya; dan
d. tercapainya keseimbangan antara fungsi lindung dan fungsi budi
daya.
PERAN DAN FUNGSI
RTR KAWASAN JABODETABEKPUNJUR
PERAN
sebagai acuan bagi penyelenggaraan pembangunan yang berkaitan
dengan upaya konservasi air dan tanah, upaya menjamin tersedianya air
tanah dan air permukaan, penanggulangan banjir, dan pengembangan
ekonomi untuk kesejahteraan masyarakat.
Pasal 3
FUNGSI
sebagai pedoman bagi semua pemangku kepentingan yang terlibat
langsung ataupun tidak langsung dalam penyelenggaraan penataan
ruang secara terpadu di Kawasan Jabodetabekpunjur, melalui kegiatan
perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian
pemanfaatan ruang.
Pasal 4
KAWASAN
PROV. JAWA BARAT
Seluruh wilayah Kab. Bogor
Seluruh wilayah Kota Bogor
Seluruh wilayah Kota Depok
Seluruh wilayah Kab. Bekasi
Seluruh wilayah Kota Bekasi
Sebagian wilayah Kab. Cianjur
CAKUPAN KAWASAN Pasal 5
KAWASAN
JABODETABEKPUNJUR
PROV. BANTEN
PROV. DKI JAKARTA
Seluruh wilayah Kab. Tangerang
Seluruh wilayah Kota Tangerang
Seluruh wilayah Prov. DKI Jakarta
KEBIJAKAN PENATAAN RUANG
adalah mewujudkan keterpaduan penyelenggaraan penataan ruang kawasan
dalam rangka keseimbangan antara pengembangan ekonomi dan pelestarian
lingkungan hidup.
Pasal 7
STRATEGI PENATAAN RUANG
a. mendorong terselenggaranya pengembangan kawasan yang berdasar atas
Pasal 8
KEBIJAKAN DAN STRATEGI
RTR KAWASAN JABODETABEKPUNJUR
a. mendorong terselenggaranya pengembangan kawasan yang berdasar atas
keterpaduan antardaerah sebagai satu kesatuan wilayah perencanaan;
b. mendorong terselenggaranya pembangunan kawasan yang dapat menjamin
tetap berlangsungnya konservasi air dan tanah, menjamin tersedianya air
tanah dan air permukaan, serta menanggulangi banjir dengan
mempertimbangkan daya dukung lingkungan yang berkelanjutan dalam
pengelolaan kawasan;
c. mendorong pengembangan perekonomian wilayah yang produktif, efektif, dan efisien
berdasarkan karakteristik wilayah bagi terciptanya kesejahteraan masyarakat dan
pembangunan yang berkelanjutan.
POLA RUANG
KAWASAN BUDIDAYA
KAWASAN LINDUNG
ZONA PENYANGGA
ZONA N1, N2
ZONA P1, P2,
P3, P4, P5
ZONA BUDI DAYAZONA B1, B2, B3
B4, B5, B6, B7
Pasal 11
RENCANA TATA RUANG
KAWASAN JABODETABEKPUNJUR
RTR
JABODETABEKPUNJUR
STRUKTUR RUANG
SISTEM PRASARANA
DAN SARANA WILAYAH
SISTEM PUSAT PERMUKIMAN
� sistem transportasi darat;
� sistem transportasi laut;
� sistem transportasi udara;
� sistem penyediaan air baku;
� sistem pengelolaan air limbah;
� sistem pengelolaan limbah B3;
� sistem drainase dan pengendalian banjir;
� sistem pengelolaan persampahan;
� sistem jaringan tenaga listrik; dan
� sistem jaringan telekomunikasi.
Pasal 10
Pasal 11
B7/HP
B4
B1
B2
B3
B4/HP
B7B5
N1B6
PEMBAGIAN ZONA STRUKTUR POLA RUANG
N1B4/HP
B5
N1
B1
B1 B2
B2B1
B4
B3
B2
N1
B4
N2
B4/HPB4/HP
N1
N2
N2N1
B2
B4/HP
B4B2
B2
B4
B3
B3
N2
STRUKTUR PUSAT PERMUKIMAN
Kota Inti: DKI Jakarta
Kota Satelit:• Kota Bogor• Kota Depok• Kota Tangerang
Tangerang
Jakarta
Tambun/
Cikarang
Pasal 13
ARAHAN PEMANFAATAN RUANG
• Kota Tangerang• Kota Bekasi
Sub-pusat Perkotaan:• Serpong/BSD• Cinere• Cimanggis• Cileungsi• Setu• Tambun/Cikarang
Bogor
Depok
Bekasi
Jakarta
Serpong/BSD
Cinere
Cimanggis Cileungsi
Setu
PENGATURAN SISTEM TRANSPORTASI
A. Sistem transportasi darat Pasal 15
a. penataan angkutan masal jalan rel dengan angkutan jalan;
b. peningkatan pemanfaatan jaringan jalur kereta api pada ruas-ruas tertentu sebagai prasarana pergerakan komuter dari wilayah Bogor, Tangerang, Bekasi, dan Depok ke Daerah Khusus Ibukota Jakarta dan sebaliknya;
c. pemisahan penggunaan prasarana antara jaringan jalur kereta api yang c. pemisahan penggunaan prasarana antara jaringan jalur kereta api yang bersifat komuter dan jaringan jalur kereta api yang bersifat regional dan jarak jauh;
d. pengembangan jalan yang menghubungkan antarwilayah dan antarpusat permukiman, industri, pertanian, perdagangan, jasa dan simpul-simpul transportasi serta pengembangan jalan penghubung antara jalan selain jalan tol dengan jalan tol;
e. pengembangan jalan tol dalam kota di wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta yang terintegrasi dengan jalan tol antarkota sesuai dengan kebutuhan nyata
f. pembangunan jalan setingkat jalan arteri primer atau
kolektor primer yang menghubungkan Cikarang di
Kabupaten Bekasi ke pelabuhan Tanjung Priok di Daerah
Khusus Ibukota Jakarta dan Citayam di Kota Depok ke jalan
lingkar luar di Daerah Khusus Ibukota Jakarta;
g. pembangunan jalan rel yang menghubungkan Cikarang di
Kabupaten Bekasi ke pelabuhan Tanjung Priok di Daerah
Khusus Ibukota Jakarta;
h. pengembangan sistem jaringan transportasi masal yang h. pengembangan sistem jaringan transportasi masal yang
menghubungkan Daerah Khusus Ibukota Jakarta dengan
pusat-pusat kegiatan di sekitarnya;
i. pengembangan sistem transportasi masal cepat yang
terintegrasi dengan bus yang diprioritaskan, perkeretaapian
monorel, dan moda transportasi lainnya; dan
j. pengembangan sistem transportasi sungai yang terintegrasi
dengan moda transportasi lainnya.
B. Sistem transportasi laut
• Diarahkan untuk mendukung kelancaran arus barang dan penumpang dari dan keluar kawasan
• Penataan ruang sejalan dengan rencana induk (pelabuhan) serta ketentuan keselamatan pelayaran.
Pasal 16
C. Sistem transportasi Udara
• Diarahkan untuk mendukung kelancaran arus barang dan penumpang dari dan keluar kawasan
Pasal 17
penumpang dari dan keluar kawasan
• Penataan ruang sejalan dengan rencana induk (bandara) serta ketentuan keselamatan penerbangan.
PENGATURAN SISTEM JARINGAN UTILITAS PERKOTAAN DAN PENGENDALIAN BANJIR
• Pengelolaan air baku
• Pengelolaan air limbah
• Pengelolaan limbah B3
• Pengelolaan persampahan
Pasal 18
Pasal 19
Pasal 20
Pasal 22
• Pengelolaan sistem jaringan tenaga listrik
• Pengelolaan jaringan telekomunikasi
• Pengelolaan sistem jaringan drainase & pengendalian banjir
� melalui kerjasama antardaerah serta
optimasi peran masyarakat
Pasal 23
Pasal 24
Pasal 21
PETA SISTEM TRANSPORTASI
PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG
Penetapan Zona:
A. Zona Non-Budidaya 1 (Zona N1)
• Kawasan hutan lindung
• Kawasan resapan air
• Kawasan dengan kemiringan diatas >40%
1. Diarahkan untuk konservasi air dan tanah
2. Mencakup:
Pasal 25
• Kawasan dengan kemiringan diatas >40%
• Sempadan sungai dan sempadan pantai
• Kawasan sekitar danau, waduk, situ, dan sekitar mata air.
• Rawa
• Kawasan pantai berhutan bakau, dan
• Kawasan rawan bencana alam geologi.
B. Zona Non-Budidaya 2 (Zona N2)
1. Diarahkan untuk:
2. Mencakup:
• Konservasi budaya
• Perlindungan keanekaragaman biota, tipe ekosistem, serta gejala dan keunikan alam
• Perlindungan plasma nutfah
• Penelitian, pendidikan, pengembangan ilmu pengetahuan, rekreasi dan pariwisata dengan menjaga fungsi lindung
Pasal 26
• Cagar alam
• Suaka margasatwa
• Taman nasional
• Taman hutan raya
• Taman wisata alam
• Kawasan cagar budaya
2. Mencakup:
PENGELOLAAN KAWASAN BUDI DAYA
Karakteristik Zona budi daya:
A. Zona Budi Daya 1 (Zona B1), berkarakteristik:
• Tingkat daya dukung lingkungan tinggi
• Tingkat pelayanan prasarana dan sarana tinggi
• Bangunan gedung dgn intensitas tinggi
B. Zona Budi Daya 2 (Zona B2), berkarakteristik:
Pasal 33 ayat (1)
Pasal 33 ayat (2)B. Zona Budi Daya 2 (Zona B2), berkarakteristik:
• Tingkat daya dukung lingkungan sedang
• Tingkat pelayanan prasarana dan sarana sedang
D. Zona Budi Daya 4 (Zona B4), berkarakteristik:
• Tingkat daya dukung lingkungan rendah tapi subur
• Merupakan kawasan resapan air
Pasal 33 ayat (4)
C. Zona Budi Daya 3 (Zona B3), berkarakteristik:
• Tingkat daya dukung lingkungan rendah
• Tingkat pelayanan prasarana dan sarana rendah
• Merupakan kawasan resapan air
Pasal 33 ayat (3)
• Merupakan kawasan resapan air
• Areal pertanian lahan basah bukan irigasi teknis dan lahan pertanian kering
E. Zona Budi Daya 5 (Zona B5), berkarakteristik:
• Kawasan kesesuaian lingkungan utk budidaya pertanian dan memiliki jaringan irigasi teknis
Pasal 33 ayat (5)
E. Zona Budi Daya 6 (Zona B6), berkarakteristik:
• Daya dukung lingkungan rendah
• Kesesuaian utk budi daya
• KLB sesuai aturan daerah
F. Zona Budi Daya 7 (Zona B7), berkarakteristik:
• Daya dukung lingkungan rendah
• Rawan instrusi air laut
• Rawan abrasi
Pasal 33 ayat (6)
Pasal 33 ayat (7)
• Rawan abrasi
• Kesesuaian utk budi daya
• KLB sesuai aturan daerah
Arahan pemanfatan Zona budi daya:
A. Zona Budi Daya 1 (Zona B1), diarahkan untuk:
• Perumahan hunian padat
• Perdagangan dan jasa
• Industri ringan nonpolutan
• Difungsikan sebagai pusat pengembangan ekonomi
• KZB sesuai aturan daerah
B. Zona Budi Daya 2 (Zona B2), diarahkan untuk:
• Perumahan hunian sedang
Pasal 35
Pasal 36
• Perumahan hunian sedang
• Perdagangan dan jasa
• Industri padat tenaga kerja
• Difungsikan sebagai kawasan resapan air
• KZB sesuai aturan daerah
C. Zona Budi Daya 3 (Zona B3), diarahkan untuk:
• Perumahan hunian rendah
• Pertanian
• Mempertahankan fungsi kawasan resapan air
• KZB sesuai aturan daerah
Pasal 37
D. Zona Budi Daya 4 (Zona B4), diarahkan untuk:
• Perumahan hunian rendah
• Pertanian lahan basah dan lahan kering
• Perkebunan, perikanan, peternakan, dan agroindustri
• Hutan produksi
• KZB sesuai aturan daerah
E. Zona Budi Daya 5 (Zona B5), diarahkan untuk:
• Pertanian lahan basah beririgasi teknis
Pasal 39
Pasal 38
Arahan pemanfatan Zona budi daya:…..lanjutan
• Pertanian lahan basah beririgasi teknis
F. Zona Budi Daya 6 (Zona B6), diarahkan untuk:
• Permukiman dan fasilitasnya (KZB maks. 50%)
• Penyangga fungsi Zona N1
G. Zona Budi Daya 7 (Zona B7), diarahkan untuk:
• Permukiman dan fasilitasnya (KZB maks. 40%)
• Penjaga dan penyangga fungsi Zona N1
• Difungsikan sebagai kawasan pengendali banjir dengan sistem polder
Pasal 41
Pasal 40
Karakteristik Zona Penyangga:
A. Zona Penyangga 1 (Zona P1), berkarakteristik:
• Perairan pantai berhadapan dgn Zona N1 pantai
B. Zona Penyangga 2 (Zona P2), berkarakteristik:
• Perairan pantai berhadapan dgn Zona N1 pantai berpotensi utk reklamasi
PENGATURAN ZONA PENYANGGA
Pasal 34 ayat 2
Pasal 34 ayat 1
C. Zona Penyangga 3 (Zona P3), berkarakteristik:
• Perairan pantai berhadapan dgn Zona B1 pantai
Pasal 34 ayat 3
D. Zona Penyangga 4 (Zona P4), berkarakteristik:
• Perairan pantai berhadapan dgn Zona B2 pantai
E. Zona Penyangga 5 (Zona P5), berkarakteristik:
• Perairan pantai berhadapan dgn Zona B6 dan/atau B7
Pasal 34 ayat 4
Pasal 34 ayat 5
Arahan pemanfatan Zona penyangga:
A. Zona Penyangga 1 (Zona P1), diarahkan untuk:
• menjaga Zona N1 dari segala bentuk tekanan dan gangguan yang berasal dari luar dan/atau dari dalam zona, dan
• mencegah abrasi, intrusi air laut, pencemaran, dan kerusakan dari laut
Pasal 42 ayat 1
B. Zona Penyangga 2 (Zona P2), diarahkan untuk:Pasal 42 ayat 2
• menjaga Zona N1 dari segala bentuk tekanan dan gangguan yang berasal dari luar dan/atau dari dalam zonadan/atau dari dalam zona
• mencegah abrasi, intrusi air laut, pencemaran, dan kerusakan dari laut, dan
• reklamasi dengan KZB paling tinggi 40%, konstruksi bangunan di atas air secara bertahap dengan jarak dari titik surut terendah sekurang-kurangnya 200 (dua ratus) meter sampai dengan garis yang menghubungkan titik-titik terluar yang menunjukkan kedalaman laut 8 (delapan) meter, dan harus mempertimbangkan karakteristik lingkungan.
• dilaksanakan berdasarkan hasil kajian mendalam dan komprehensif dan setelah mendapat rekomendasi dari ketua badan yang tugas dan fungsinya mengkoordinasikan penataan ruang nasional.
Arahan pemanfatan Zona penyangga:…Lanjutan
C. Zona Penyangga 3 (Zona P3), diarahkan untuk: Pasal 42 ayat 3
• menjaga fungsi Zona B1 dengan tidak menyebabkan abrasi pantai
• tidak mengganggu fungsi pusat pembangkit tenaga listrik, muara
sungai, dan jalur lalu lintas laut dan pelayaran; dan
• reklamasi secara bertahap dengan tetap memperhatikan fungsinya,
dengan jarak dari titik surut terendah sekurang-kurangnya 300 (tiga
ratus) meter sampai dengan garis yang menghubungkan titik-titik ratus) meter sampai dengan garis yang menghubungkan titik-titik
terluar yang menunjukkan kedalaman laut 8 (delapan) meter, kecuali
pada lokasi yang secara rekayasa teknologi memungkinkan jarak dapat
diminimalkan, dan harus mempertimbangkan karakteristik lingkungan,
jalur lalu lintas laut dan pelayaran, dan pelabuhan.
D. Zona Penyangga 4 (Zona P4), diarahkan untuk: Pasal 42 ayat 4
• menjaga fungsi Zona B2 dengan tidak menyebabkan abrasi pantai,
tidak mengganggu fungsi pembangkit tenaga listrik,
• tidak mengganggu muara sungai, jalur lalu lintas laut dan pelayaran,
usaha perikanan rakyat; dan
• reklamasi secara bertahap dengan jarak dari titik surut terendah
Arahan pemanfatan Zona penyangga:…Lanjutan
sekurang-kurangnya 200 (dua ratus) meter sampai dengan garis yang
menghubungkan titik-titik terluar yang menunjukkan kedalaman laut 8
(delapan) meter dan harus mempertimbangkan karakteristik
lingkungan.
Arahan pemanfatan Zona penyangga:…Lanjutan
E. Zona Penyangga 5 (Zona P5), diarahkan untuk: Pasal 42 ayat 5
• menjaga fungsi Zona B6 dan/atau Zona B7 dengan tidak menyebabkan
abrasi pantai,
• tidak mengganggu muara sungai, jalur lalu lintas laut dan pelayaran,
usaha perikanan rakyat; dan
• reklamasi secara bertahap dengan KZB paling tinggi 45% dengan jarak
dari titik surut terendah sekurang-kurangnya 200 (dua ratus) meter dari titik surut terendah sekurang-kurangnya 200 (dua ratus) meter
sampai garis yang menghubungkan titik-titik terluar yang
menunjukkan kedalaman laut 8 (delapan) meter dan harus
mempertimbangkan karakteristik lingkungan.
Larangan pemanfaatan ruang pada tiap-tiap zona
A. Zona Budi Daya 1 & 2 (Zona B1 & B2), dilarang:
• membangun industri yang mencemari lingkungan dan banyak menggunakan air tanah; dan/atau
• menambah dan/atau memperluas industri sebagaimana dimaksud pada huruf a di Kecamatan Cimanggis, Kecamatan Cibinong, dan Kecamatan Gunung Putri.
Pasal 44 ayat 1
B. Zona Budi Daya 3, 4, & 5 (Zona B3, B4, & B5), dilarang: Pasal 44 B. Zona Budi Daya 3, 4, & 5 (Zona B3, B4, & B5), dilarang:
• mengurangi areal produktif pertanian dan wisata alam;
• mengurangi daya resap air; dan/atau
• mengubah bentang alam.
Pasal 44
ayat 2
Larangan pemanfatan ruang tiap-tiap zona…Lanjutan
C. Zona Budi Daya 6 & 7 (Zona B6 & B6), dilarang: Pasal 44 ayat 3 & 4
• melakukan pembangunan yang dapat mengganggu atau merusak fungsi lingkungan hidup, perumahan dan permukiman, pariwisata, bangunan gedung, sumber daya air, dan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, dan
• pembangunan di Zona B6 dan B7 dilakukan berdasarkan hasil kajian mendalam dan komprehensif dan setelah mendapat kajian mendalam dan komprehensif dan setelah mendapat rekomendasi dari ketua badan yang tugas dan fungsinya mengkoordinasikan penataan ruang nasional.
PENGELOLAAAN KAWASAN BUDI DAYA PRIORITASPasal 46 ayat 1A. Kriteria Kws Budi daya Prioritas:
• memiliki aksesibilitas tinggi yang didukung oleh prasarana transportasi yang memadai;
• memiliki potensi strategis yang memberikan keuntungan dalam pengembangan sosial dan ekonomi;
• berdampak luas terhadap pengembangan regional, nasional, dan internasional; dan
• memiliki peluang investasi yang menghasilkan nilai tinggi.
Pasal 46 ayat 2B. Cakupan Kws Budi daya Prioritas: Pasal 46 ayat 2B. Cakupan Kws Budi daya Prioritas:• kawasan perbatasan antardaerah;
• kawasan pertanian beririgasi teknis;
• daerah aliran sungai yang kritis;
• kawasan pusat kegiatan ekonomi yang mencakup pusat kegiatan perdagangan dan pusat kegiatan industri;
• kawasan sekitar bandar udara; dan
• kawasan sekitar pelabuhan laut.Penetapan lokasi kawasan budi daya prioritas yang mencakup 2 (dua) daerah atau lebih ditetapkan dengan keputusan bersama antardaerah.
Pasal 46 ayat 3
• Pengawasan pemanfaatan ruang melalui kegiatan pemantauan,
pelaporan, dan evaluasi terhadap pemanfaatan ruang.
• Kegiatan pemantauan, pelaporan, dan evaluasi diselenggarakan secara
berkesinambungan oleh Pemerintah dan pemerintah
daerah.
Pasal 59
PENGAWASAN PEMANFAATAN RUANG
KAWASAN
daerah.
• penyelenggaraan pengawasan, Pemerintah dan pemerintah daerah
melibatkan partisipasi masyarakat.
• Koordinasi teknis penataan ruang Kawasan Jabodetabekpunjur sebagai kawasan strategis nasional dilakukan oleh Menteri.
Pasal 63
KELEMBAGAAN, PERAN MASYARAKAT, &
PEMBINAAN
• Koordinasi kelembagaan dan kebijakan kerja sama antardaerah di Kawasan Jabodetabekpunjur dilakukan dan/atau difasilitasi oleh badan kerja sama antardaerah.
Pasal 64
sama antardaerah.
• Peran masyarakat melalui partisipasi, dilakukan sesuai dengan kondisi masyarakat setempat dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 65
• Penataan ruang kawasan yang berbatasan dengan Kawasan
Jabodetabekpunjur dilaksanakan dengan memperhatikan tujuan dan
sasaran RTR Kawasan Jabodetabekpunjur.
Pasal 67
KETENTUAN LAIN-LAIN
• Jangka waktu Rencana Tata Ruang Kawasan Jabodetabekpunjur adalah
Pasal 68
• Jangka waktu Rencana Tata Ruang Kawasan Jabodetabekpunjur adalah
20 (dua puluh) tahun dan ditinjau kembali 1 (satu) kali dalam 5 (lima)
tahun.
• Dalam kondisi lingkungan strategis tertentu yang berkaitan dengan
bencana alam skala besar yang ditetapkan dengan peraturan perundang-
undangan dan/atau perubahan batas administrasi wilayah provinsi
dan/atau wilayah kabupaten/kota yang ditetapkan dengan Undang-Undang,
Rencana Tata Ruang Kawasan Jabodetabekpunjur dapat ditinjau kembali
lebih dari 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.
DENGAN BERLAKU PERPRES INI: Pasal 69
KETENTUAN PERALIHAN
a. izin pemanfaatan ruang pada masing-masing daerah yang telah dikeluarkan dan telah sesuai dengan ketentuan Peraturan Presiden ini tetap berlakusesuai dengan masa berlakunya;
b. izin pemanfaatan ruang yang telah dikeluarkan tetapi tidak sesuai dengan ketentuan Peraturan Presiden ini:
• untuk yang belum dilaksanakan pembangunannya, izin disesuaikan dengan rencana rinci tata ruang yang ditetapkan oleh pemerintah daerah
belum dilaksanakan izin disesuaikan dengan rencana rinci tata ruang yang ditetapkan oleh pemerintah daerah berdasarkan Peraturan Presiden ini;
• untuk yang sudah dilaksanakan pembangunannya, dilakukan sampai izin terkait habis masa berlakunya dan dilakukan penyesuaian sesuai rencana rinci tata ruang dan peraturan zonasi; dan
• untuk yang sudah dilaksanakan pembangunannya dan tidak memungkinkan untuk menerapkan rekayasa teknis sesuai, izin yang telah diterbitkan dapat dibatalkan dan terhadap kerugian yang timbul sebagai akibat pembatalan izin tersebut dapat diberikan penggantian yang layak.
DENGAN BERLAKU PERPRES INI: Pasal 69
Lanjutan….
c. pemanfaatan ruang yang izinnya sudah habis dan tidak sesuai dengan Peraturan Presiden ini dilakukan penyesuaian dengan fungsi kawasan dalam rencana rinci tata ruang dan peraturan zonasi;
d. pemanfaatan ruang di Kawasan Jabodetabekpunjur yang diselenggarakan tanpa izin ditentukan sebagai berikut:
• yang bertentangan, pemanfaatan ruang yang bersangkutan ditertibkan dan disesuaikan dengan fungsi kawasan dalam rencana rinci tata ruang dan peraturan zonasi;
• yang sesuai dengan ketentuan Peraturan Presiden ini, dipercepat untuk mendapatkan izin yang diperlukan.
DENGAN BERLAKU PERPRES INI: Pasal 70
Lanjutan….
PERATURAN PELAKSANAAN dari:
a. Keputusan Presiden Nomor 114 Tahun 1999 tentang Penataan Ruang Kawasan Bogor-Puncak-Cianjur;
b. Keputusan Presiden Nomor 1 Tahun 1997 tentang Koordinasi Pengembangan Kawasan Jonggol sebagai Kota Mandiri;
c. Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai c. Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta; dan
d. Keputusan Presiden Nomor 73 Tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Kapuk Naga Tangerang,
TETAP BERLAKU SEPANJANG TIDAK BERTENTANGAN DAN BELUM DIGANTI
DENGAN BERLAKU PERPRES INI: Pasal 71
Lanjutan….
a. Perda tentang RTRWP, dan Perda RTRWP Kab/Kota dan Perda tentang Rencana Rinci Tata Ruang berikut peraturan zonasi yang telah ada dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Presiden ini; dan
b. Perda tentang RTRWP, dan Perda RTRWP Kab/Kota dan Perda tentang Rencana Rinci Tata Ruang berikut peraturan Perda tentang Rencana Rinci Tata Ruang berikut peraturan zonasi sebagaimana dimaksud pada huruf a disesuaikan dan ditetapkan paling lambat 2 (dua) tahun terhitung sejak Peraturan Presiden ini diberlakukan.
DENGAN BERLAKU PERPRES INI: Pasal 72
Lanjutan….
a. Keputusan Presiden Nomor 114 Tahun 1999 tentang Penataan Ruang Kawasan Bogor-Puncak-Cianjur;
b. Keputusan Presiden Nomor 1 Tahun 1997 tentang Koordinasi Pengembangan Kawasan Jonggol sebagai Kota Mandiri;
c. Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta, sepanjang yang terkait dengan penataan ruang; danUtara Jakarta, sepanjang yang terkait dengan penataan ruang; dan
d. Keputusan Presiden Nomor 73 Tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Kapuk Naga Tangerang, sepanjang yang terkait dengan penataan ruang,
DINYATAKAN TIDAK BERLAKU
PETA LAMPIRAN (STRUKTUR DAN POLA RUANG)
PETA LAMPIRAN (ARAHAN SISTEM TRANSPORTASI)
PETA LAMPIRAN (ARAHAN PENGENDALIAN BANJIR)