Download - Sistem Pertanian Jagung Di Rasau Jaya
Dinas Pertanian Tanaman Pangan. 2005. Luas Panen dan Produksi Padi-Palawija Per SubRound Tahun 2000-2004. Dinas Pertanian Tanaman Pangan, Pontianak. CARIIIIIIIIIII
Sistem Pertanian Jagung di Rasau Jaya
Ada dua macam jagung yang ditanam yaitu jagung manis dan jagung pipil.
Jagung manis biasa ditanam pada lahan bekas padi. Cara bertanam jagung manis pada lahan
bekas padi dilakukan dengan beberapa tahap, pertama batang jerami padi dan rumput dilokasi
tanam ditebas, setelah kering jerami di”panduk” seperti gunung kemudian dibakar. Abu hasil
pembakaran dikumpulkan sebagai bahan campuran kotoran ayam, dan digunakan untuk
pupuk.
Adapun jagung pipil biasa ditanam di lahan khusus, yaitu lahan yang secara empiris tidak
dapat ditanami padi, walaupun ada juga yang ditanam pada lahan bekas tanaman padi. Cara
bertanam jagung pipil, dimulai dengan kegiatan penebasan bawas. Setelah kering bawas
dibakar, kemudian dibiarkan selama 3 hari sampai abu bakar dingin, setelah itu ditugal dan
tanam. Semakin tebal bawas, maka semakin banyak abu bakarannya dan semakin subur
tanaman jagungnya. Oleh karena itu, biasanya masyarakat akan mencari bawas-bawas baru
sebagai lokasi bertanam jagung walaupun harus meminjam bawas milik tetangganya.
DALAM SUNANTO, DKK
Upaya memperbaiki sifat fisik dan kimia lahan gambut di Kecamatan Rasau Jaya yang telah
dilakukan masyarakat adalah melalui tiga cara yaitu: (1) menambahkan kapur/ dolomit, (2)
mengolah tanah dengan dicampur dengan pupuk kandang dan (3) menambahkan abu bakaran.
Kapur diperoleh dengan cara membeli, pupuk kandang diperoleh dengan cara memanfaatkan
kotoran ternak miliksendiri ataupun dengan cara membeli, sedangkan abu bakaran diperoleh
dengan cara membakar serasah dilahan.
Dari ketiga bahan pembenah tanah (ameiloran) yang dilakukan masyarakat, pemberian abu
hasil pembakaran merupakan pilihan yang paling murah untuk dilakukan masyarakat
Kecamatan Rasau Jaya. Murah karena abu banyak terdapat dan disediakan oleh lokasi itu
sendiri, hal tersebut mengingat masyarakat petani di Kecamatan Rasau Jaya masih banyak
yang dikategorikan sebagai penduduk miskin.
Abu hasil pembakaran memiliki bebarapa kelebihan, yaitu: mengandung unsur hara yang
lengkap baik makro maupun mikro, mempunyai pH yang tinggi (8 – 10), kandungan kation
K, Ca dan Mg tinggi. Abu bakaran juga banyak mengandung silika (Si) dalam bentuk
tersedia, sehingga berpengaruh posistif terhadap produktifitas tanaman terutama
padi.DALAM SUNANTO, DKK
Jenis tanah di Kota Pontianak terdiri dari jenis tanah Organosol, Gley, Humus dan Aluvial
dengan karateristik masing-masing berbeda satu dengan yang lainnya. Pada wilayah tanah
yang bergambut ketebalan gambut dapat mencapai 1 – 6 meter, sehingga menyebabkan daya
dukung tanah yang kurang baik apabila diperuntukkan untuk mendirikan bangunan besar
ataupun untuk menjadikannya sebagai lahan pertanian. DALAM WALIKOTA PTK, 2008.
Dilihat dari jenis tanah permukaan (the type of soil surface), sebagian besar daratan
Kalimantan Barat (sekitar 57%) berjenis tanah PMK (Podsolet Merah Kuning, termasuk
kompleks PMK) mencakup seluas 8.367.807 Ha (terluas di Kabupaten Ketapang, seluas
2.266.975 Ha / 27%). Kemudian Aluvial seluas 1.459.033 Ha (terluas di Kabupaten
Pontianak, 514.368 Ha), OGH seluas 1.418.711 Ha (terluas di Kabupaten Ketapang, 669.125
Ha), Podsol seluas 454.400 Ha (terluas di Kabupaten Ketapang, 171.200 Ha), Latosol seluas
212.800 Ha, (terluas di Kabupaten Bengkayang, 140.000 Ha), dan Regosol seluas 44.800 Ha
yang hanya terdapat di Kabupaten Ketapang 40.000 Ha dan Kota Singkawang seluas 4.800
Ha. DALAM KALBARPROV.GO.ID.
1. Tanaman Pangan dan Hortikultura
a. Produksi padi sawah dan ladang di Kalimantan Barat tahun 2006 sebesar 1.107.662 ton,
luas panen 378.042 hektar dengan produksi rata-rata 29,3 kuintal per hektar. Produksi rata-
rata padi kita masih dibawah produktivitas nasional yaitu sebesar 46,1 kuintal per hektar.
b. Produksi jagung sebesar 136.777 ton, luas panen 38.271 hektar dengan produksi rata-rata
35,74 kuintal.DALAM KALBARPROV.GO.ID.
Dilihat dari tekstur tanahnya maka, sebagian besar daerah Kalimantan Barat terdiri dari jenis
tanah PMK (podsolet merah kuning), yang meliputi areal sekitar 10,5 juta hektar atau 17,28
persen dari luas daerah yang 14,7 juta hektar. Berikutnya, tanah OGH (orgosol, gley dan
humus) dan tanah Aluvial sekitar 2,0 juta hektar atau 10,29 persen yang terhampar di seluruh
Dati II, namun sebagian besar terdapat di kabupaten daerah pantai. DALAM PROFIL
KESEHATAN KALBAR, 2007.
TANAH RASAU JAYA
Jenis tanah secara umum hanya terdiri dari jenis yaitu Aluvial, Gleisol dan Organosol. Tanah
Alluvial terdapat pada daerah sepanjang sungai utama dan terbentuk dari bahan endapan
aluvium. Tanah ini menempati fisiografi lembah sungai dan dataran banjir, dengan bentuk
wilayah datar (0-3%). Tanah gambut di daerah KTM dijumpai dengan kedalaman yang
bervariasi antara antara 60 – 300 cm dan berada pada daerah depresi atau rawa belakang di
bagian selatan dan barat areal KTM. DALAM SEKILAS KAB.PONTIANAK
Perkembangan komoditas pertanian padi sawah tahun 2003 produksi rata-ratanya hanya
19,09 kw/ha, pada tahun 2005 rata-rata produksinya mencapai 16,82 kw/ha. Begitupula
dengan produksi jagung, pada tahun 2005 luasan panen meningkat menjadi 9.286 ha dari dua
tahun sebelumnya, seluas 2.709 ha. Peningkatan luasan penanaman jagung ini disebabkan
intensivitas penanaman jagung di wilayah pengembangan agropolitan. DALAM SEKILAS
KAB.PONTIANAK
3. Rencana Pengembangan Usahaulan :
Tanaman Pangan : Padi dan jagung
Tanaman Perkebunan : Karet dan kelapa
Ternak : Sapi dan ayam
Usulan Varietas Tanaman Padi, Palawija dan TaNAMAN
Padi Cisokan/IR 64, UMUR/HARI 120, POTENSI PRODUK 3 – 7,04
Jagung Sukmaraga, UMUR/HARI 105 – 110, POTENSI PRODUK 6 – 8,50
Kelapa Hibrida, MYD >< WAT, UMUR/HARI 4 tahun *), POTENSI PRODUK 180 **)
Karet IRR 5, UMUR/HARI 4 tahun *), POTENSI PRODUK 1,5 – 2,3 DALAM SEKILAS
KAB.PONTIANAK.
Jagung komposit yang paling disenangi petani adalah Arjuna dan Bisma yang telah meluas
penyebarannya di Jawa Timur, Lampung, Sulawesi Selatan, Sumatera Utara, dan Kalimantan
Barat. Pada MT 2005/06 luas pertanaman jagung komposit 163.359 ha. Tujuh varietas yang
paling dominan adalah Arjuna, Bisma, Kalingga, Lamuru, Harapan, Kresna, dan Sukmaraga
(Tabel 6). Penyebaran varietas jagung komposit di Indonesia pada MT 2005/06.di kalbar
adalah gumarang. Varietas lain yang juga telah mulai menyebar penggunaan benihnya adalah
Sukmaraga, meliputi 15 propinsi, terutama di daerah yang tingkat kemasaman tanahnya di
atas normal seperti Kalimantan Barat dan Kalimantan Selatan (Tabel 10). Sumber: Direktorat
Perbenihan Tanaman Pangan (2006). DALAM Bahtiar, S. Pakki, dan Zubachtirodin Balai
Penelitian Tanaman Serealia, Maros, Sistem Perbenihan Jagung.
Sumber: Unit Komersialisasi Teknologi Balitsereal (2007). Kalbar Distribusi penyebaran
benih penjenis (BS) dan benih dasar (BD) 2006. Antara lain lamuru, bisma, sukmaraga,
srikandi kuning, srikandi putih. DALAM Bahtiar, S. Pakki, dan Zubachtirodin Balai
Penelitian Tanaman Serealia, Maros, Sistem Perbenihan Jagung.
Unit Komersialisasi Teknologi Balitsereal. 2007. Laporan Distribusi Benih Sumber ke
Berbagai Propinsi. Balai Penelitian Tanaman Serealia.
Direktorat Perbenihan Tanaman Pangan, 2006. Penyebaran luas tanam jagung selama
MT.2000 sampai 2005/2006. Ditjen Tanaman Pangan, Jakarta.
Berdasarkan hasil pengujian tersebut, untuk saat sekarang ini varietas jagung yang dianjurkan
untuk ditanam adalah varietas BISI-8-26, BMD-2 dan Bima-3 untuk jagung hibrida dan
varietas Lagligo, Sukmaraga dan Lokal Kalbar untuk jagung bersari bebas.
VARIETAS JAGUNG YG DITANAM DI KAB. BENGKAYANG ANTARA LAIN BISI 8-
16, BMD-2, BIMA-3, R-01, BISMA, SUKMARAGA, N-35, NT-10, BISI-12, LAMURU.
DALAM Azri, Teknologi Pengendalian Penyakit Bulai Tanaman Jagung Penulis dari BPTP
Kalimantan Barat, BBP2TP, Badan Litbang Pertanian Dimuat dalam Tabloid Sinar Tani, 7
Januari 2009.
In West Kalimantan corn as the main food crops and second core commodity after he
potential of area of corn in West Kalimantan is around 90.478 hectares and has been used k
31.282 hectare. There is still enough area for new business around k 64.616 hectare.
Indonesia memiliki beberapa jagung varietas unggul, diantaranya adalah Arjuna, Bisma,
Lamuru, Sukmaraga sebagai jagung berbiji kuning dan varietas unggul protein tinggi
Srikandi Kuning dan Srikandi Putih. Sebagai bahan yang mengandung karbohidrat tinggi,
maka jagung varietas unggul juga dapat dimanfaatkan sebagai tepung komposit, pati dan
bahan baku industri. Sejak tahun 1956, Indonesia telah melepas jagung unggul sebanyak 72
varietas, yang terdiri dari 28 jenis bersari bebas dan 44 jenis hibrida. Beberapa jagung
varietas unggul nasional yang telah dikembangkan adalah Arjuna, Bisma, Lamuru dan
Sukmaraga sebagai jagung berbiji kuning, varietas unggul protein mutu tinggi Srikandi
Kuning dan Srikandi Putih. Ciri-ciri jagung varietas unggul dapat dilihat pada. Sumber :
Syuryawati et al., 2005 DALAM TEKNOLOGI PRODUKSI DAN KARAKTERISASI
TEPUNG JAGUNG VARIETAS UNGGUL NASIONAL Oleh : RIYANI 2007
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI
PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR. BOGOR.
Materi jagung yang dipromosikan antara lain Bima-1, Bima-2 Bantimurung, Bima-3
Bantimurung, Bima-4, Bima-5, Lamuru, Sukmaraga, Srikandi Putih-1, Srikandi Kuning-1,
Gumarang yang ditampilkan dalam bentuk tongkol agar dapat dilihat wujud fisik dari varietas
tersebut, serta dilengkapi dengan leaflet dan brosurnya. Varietas jagung dan sorgum yang
ditanam pada lahan yang tertata dalam bentuk surjan yaitu Bima-1, Bima-2 Bantimurung,
Bima-3 Bantimurung, Bima-4, Bima-5, Bima-6 (hibrida) dan calon hibrida, Lamuru, Arjuna,
Srikandi Kuning-1, Sukmaraga, Gumarang, Srikandi Putih-1, Bisma, Anoman-1, Pulut
(komposit), dan Kawali, Numbu (sorgum) (Gambar 9). SUMBER: Highlight Balitsereal 2008
Tabel 16. Penyimpanan benih pada gudang UPBS Balitsereal *)Produksi benih tahun 2004,
2005, 2006, 2007, dan 2008
BS = Benih Penjenismlah(Kg)
1. Bisma
2. Lamuru
3. Sukmaraga
4. Srikandi Kuning-1
5. Srikandi Putih-1
6. Anoman-1
7. Gumarang
8. Arjuna
9. Kresna Highlight Balitsereal 2008
JU Tabel 6. Varietas dan stok benih sumber jagung kelas BD yang tersedia di Balitsereal per
31 Desember 2008umlahok (Kg)
1. Bisma
2. Lamuru
3. Sukmaraga
4. Srikandi Kuning-1
5. Gumarang
6. Srikandi Putih-1
7. Arjuna
8. Palakka
9 Anoman-1 Highlight Balitsereal 2008
Diperoleh pula 62 aksesi palawija yang terdiri dari tiga aksesi jagung, yaitu jagung lokal
Tanjung, jagung Susu dengan rasa susu, dan jagung lokal Darit berwarna merah bata dengan
kelobot warna ungu. Eksplorasi Plasma Nutfah Tanaman Pangan di Provinsi
Kalimantan Barat Sri Astuti Rais. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi
dan Sumberdaya Genetik Pertanian, Bogor. Buletin Plasma Nutfah Vol.10 No.1 Th.2004.
Usaha-usaha petani dalam meningkatkan kesuburan lahan gambut
Untuk meningkatkan kesuburan lahan gambut, umumnya petani di Kalimantan menggunakan
abu. Abu ini mereka peroleh secara beragam. Petani yang telah maju di Siantan
mengumpulkan sisa-sisa tanaman dan tumbuhan pengganggu (gulma) untuk dibakar dan
diambil abunya. Ada juga yang membeli abu serbuk gergaji hasil pembakaran di kilang-
kilang kayu, meskipun sekarang agak sulit mendapatkannya karena banyak kilang kayu yang
tutup akibat penertiban penebangan liar (illegal logging). Petani di Kalampangan
memanfaatkan abu sisa kebakaran lahan gambut pada musim kemarau, baik dengan
mengumpulkan sendiri atau membeli seharga Rp. 5.000,-./karung1. Pada saat ini sebagian
petani di Kalampangan sudah ada yang juga membuat abu dari pembakaran gulma dan sisa-
sisa tanaman. Pemberian abu pada lahan bukaan baru memperhitungkan kondisi lapisan
gambutnya, meskipun umumnya diberikan dengan takaran sebanyak 6 kg/m2. Lahan siap
ditanami apabila lapisan gambut yang berwarna merah berubah warnanya menjadi abu-abu
kekuningan setelah diberikan abu. Untuk tanah bukaan baru yang agak bagus, biasanya cukup
dengan memberikan abu sebanyak 4 kg/m2 warnanya sudah akan berubah menjadi abu-abu
kekuningan (Tabel 6) dan siap ditanami. Petani sayur di Kalampangan memberikan abu dan
pupuk kandang untuk sayur-sayuran daun sebannyak 2 kali. Untuk sayur-sayuran mereka
memberikannya sedikit demi sedikit tetapi dilakukan setiap 1- 2 kali panen. Pupuk kandang
dan abu ini langsung ditaburkan di bidang pertanaman pada musim hujan, tetapi pada musim
kemarau biasanya dicairkan terlebih dahulu. Upaya lain yang dilakukan petani dalam
meningkatkan kesuburan lahan gambut yang digarapnya adalah dengan memberikan pupuk
kandang. Petani keturunan Cina dan suku Jawa di Siantan, maupun petani suku Jawa di
Kalampangan menggunakan pupuk kandang untuk memperkaya kandungan hara lahan
usahataninya. Bahkan sayur-sayuran yang dihasilkan petani keturunan Cina di Siantan
sempat ditolak oleh konsumen Muslim di Pontianak karena ditengarai menggunakan pupuk
kandang dari kotoran babi. Oleh karena itu penggunaan pupuk kandang dari kotoran babi saat
ini jarang dipakai petani di Siantan sebagai pupuk kandang, kerena mempertimbangkan selera
konsumen.
Pupuk kandang umumnya digunakan di sentra-sentra sayur-sayuran lahan gambut yang juga
menjadi sentra pengembangan ternak sapi, seperti di Kalampangan Kalimantan Tengah.
Bahan organik lain yang dianggap paling bagus dalam meningkatkan kesuburan lahan
gambut oleh petani di Siantan dan sekitar kota Pontianak, yaitu tepung ikan dan tepung
kepala udang (Tabel 6). Selain itu, petani di Kalimantan Tengah umumnya juga melakukan
pengapuran untuk mengurangi kemasaman tanah di lahan gambut. Banyaknya perlakuan
yang harus diberikan dalam pengelolaan lahan gambut membuat petani tidak dengan serta
merta membuka lahannya secara luas, tetapi bertahap tergantung pada kesiapan tenaga dan
modal. Petani umumnya mengolah tanahnya secara minimum tillage dengan mencakul
sedalam 5 cm untuk tanaman sayur-sayuran dan sedalam 20 cm untuk ubi jalar dan kacang
tanah. Petani di lahan gambut Kalimantan umumnya dapat memanfaatkan bahan lokal dengan
baik dalam usahataninya. Gulma dan sisa-sisa tanaman tidak dibuang begitu saja, tetapi
digunakan sebagai bahan dasar untuk membuat abu atau kompos (Tabel 6). Setiap lahan di
Siantan mempunyai satu pondok tempat pembakaran gulma dan sisa tanaman. Mereka
melakukan pembakaran bahan-bahan ini secara terus menerus siang dan malam selama masih
ada gulma dan limbah di lahan mereka. Sebagian petani yang beranggapan pengomposan
dapat mempertahankan ketebalan dan kualitas lahan gambut tidak melakukan pembakaran,
tetapi hanya menimbun sisa-sisa tanaman dan gulma untuk dibusukkan kemudian
dikembalikan ke lahan usahataninya. Mereka juga menjadi konsumen tepung ikan dan kepala
udang yang sebelumnya menjadi limbah tak berguna dari usaha perikanan. memberikan abu
sebanyak 4 kg/m2 warnanya sudah akan berubah menjadi abu-abu kekuningan (Tabel 6) dan
siap ditanami. KEARIFAN BUDAYA LOKAL DALAM PEMANFAATAN LAHAN
GAMBUT UNTUK PERTANIAN DI KALIMANTAN Noorginayuwati, A. Rapieq, M.
Noor, dan Achmadi Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa.
JUM Pada awal lahan gambut dibuka atau pada lahan gambut yang masih tebal petani
umumnya menanam sayur-sayuran dan palawija. Di Serindang dan Rasau Jaya petani
menanam tanaman tahunan seperti karet, kelapa, durian, rambutan, jambu mete, nangka dan
cempedak. L Pemanfaatan lahan gambut di daerah ini terbagi menjadi dua kelompok, yaitu:
1) Petani keturunan Cina dan suku Jawa yang menanaminya dengan beragam jenis sayuran,
dan 2) yang menanaminya dengan tanaman pepaya, lidah buaya dan kunyit. Mereka
menanam kangkung darat, sawi keriting, bayam cabut, seledri, gambas, dan kucai. AH
KEARIFAN BUDAYA LOKAL DALAM PEMANFAATAN LAHAN GAMBUT
UNTUK PERTANIAN DI KALIMANTAN Noorginayuwati, A. Rapieq, M. Noor, dan
Achmadi. Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa 12.780 1.332 14.112M
Dibanding jagung lokal, menanam jagung hibrida membutuhkan pemeliharaan yang lebih
intensif dan biaya yang lebih tinggi. Keengganan petani menanam jagung hibrida disebabkan
oleh mahalnya harga benih (Rp30.000-Rp60.000/kg) dan biaya lainnya yang cukup tinggi,
yakni antara Rp800.000-Rp960.000/ha, karena jenis dan dosis pupuk meningkat 100-200%
serta upah tenaga kerja tanam dan pemeliharaan (membumbun dan menyiang) bertambah
200%. Robi’in BULETIN TEKNIK PERTANIAN VOL 14 NO.2 2009.
Lahan Gambut
Secara alami, tanah gambut terdapat pada lapisan tanah paling atas. Di bawahnya terdapat
lapisan tanah aluvial pada kedalaman yang bervariasi. Disebut sebagai lahan gambut apabila
ketebalan gambut lebih dari 50 cm. Dengan demikian, lahan gambut adalah lahan rawa
dengan ketebalan gambut lebih dari 50 cm.
Tanah Aluvial
Aluvial adalah tanah yang belum mengalami perkembangan profil. Tanahnya selalu jenuh air,
terbentuk dari bahan endapan muda (recent) seperti endapan lumpur, liat, pasir dan bahan
organik. Proses pembetukan tanahnya merupakan hasil dari aktivitas air sungai atau laut.
Pada daerah yang berdekatan dengan pantai atau dipengaruhi pasang surut air salin/payau,
akan terbentuk tanah aluvial bersulflat (sulfat masam aktual) dan aluvial bersulfida (sulfat
masam potensial). Tanah Aluvial yang letaknya jauh dari pantai dan tidak dipengaruhi
lingkungan marin/laut, atau aktivitas air sungai/tawar-nya lebih dominan akan membentuk
tanah aluvial potensial (non sulfat masam). Tanah-tanah aluvial ini menurut klasifikasi Soil
Taxonomy (UDSA, 1998) tergolong Sulfaquents/Sulfaquepts, Fluvaquents, Endoaquents/
Endoaquepts.
Tanah Gleihumus
Gleihumus atau yang dikenal dengan tanah aluvial bergambut merupakan tanah peralihan ke
tanah organosol. Tanahnya belum atau sedikit mengalami perkembangan profil. Tanah
terbentuk dari endapan lumpur dan bahan organik dalam suasana jenuh air (hydromorphic).
Lapisan atas berwarna gelap karena banyak mengandung bahan organik. Tanah ini
mempunyai ketebalan bahan organik 20 - 50 cm. Apabila proses pembentukan dipengaruhi
lingkungan marin/laut, tanah digolongkan pada jenis aluvial bersulfida bergambut (sulfat
masam bergambut). Tanah-tanah ini menurut klasifikasi Soil Taxonomy (UDSA,1998)
digolongkan kedalam Hydraquents.
Tanah Organosol (Gambut)
Tanah organosol atau tanah histosol yang saat ini lebih populer disebut tanah gambut adalah
tanah yang terbentuk dari akumulasi bahan organik seperti sisa-sisa jaringan tumbuhan yang
berlangsung dalam jangka waktu yang cukup lama. Tanah Gambut umumnya selalu jenuh air
atau terendam sepanjang tahun kecuali didrainase.
Beberapa ahli mendefinisikan gambut dengan cara yang berbeda-beda. Berikut beberapa
definisi yang sering digunakan sebagai acuan:
• Menurut Driessen (1978), gambut adalah tanah yang memiliki kandungan bahan organik
lebih dari 65% (berat kering) dan ketebalan gambut lebih dari 0,5 m; Menurut Soil
Taxonomy, gambut adalah tanah yang tersusun dari bahan organik dengan ketebalan lebih
dari 40 cm atau 60 cm, tergantung dari berat jenis (BD) dan tingkat dekomposisi bahan
organiknya;
• Menurut Soil Survey Staff (1998), tanah disebut gambut apabila memenuhi persyaratan
sebagai berikut :
a). Dalam kondisi jenuh air
• jika kandungan liatnya 60% atau lebih, harus mempunyai kandungan C-organik paling
sedikit 18%;
• Jika kandungan liat antara 0 – 60%, harus mempunyai C-organik lebih dari (12 + persen liat
x 0,1) persen;
• jika tidak mempunyai liat, harus memiliki C-organik 12% atau lebih.
b). Apabila tidak jenuh air, kandungan C-organik minimal 20%. Tanahtanah gambut ini
menurut klasifikasi Soil Taxonomy (UDSA,1998) digolongkan kedalam
Typic/Sulfisaprists/Sulfihemists/Haplosaprists/Haplohemists/Haplofibrits.
Berdasarkan ketebalan gambut, lahan gambut dibedakan atas empat kelas (Widjaja-Adhi,
1995), yaitu gambut dangkal (50 – 100 cm), gambut sedang (100 – 200 cm), gambut dalam
(200 – 300 cm), dan gambut sangat dalam (>300 cm). Tanah dengan ketebalan lapisan
gambut 0 - 50 cm, dikelompokkan sebagai lahan bergambut (peaty soils). Gambut merupakan
lahan yang rapuh dan mudah rusak. Oleh sebab itu, lahan gambut harus diperlakukan secara
arif agar tidak menimbulkan bahaya dan kendala. Pengelolaan yang sembarangan dan tanpa
mengindahkan kaedah-kaedah konsevasi lahan akan menyebabkan ongkos produksi mahal
dan kalau sudah terlanjur rusak, biaya pemulihannya sangat besar.
Lahan Bergambut
Lahan dengan ketebalan/kedalaman tanah gambut kurang dari 50 cm disebut sebagai lahan
bergambut. Yang perlu diperhatikan dalam mengelola lahan bergambut adalah lapisan yang
berada di bawah gambut. Jika di bawah gambut terdapat tanah aluvial tanpa pirit, maka lahan
ini cukup subur dan hampir mirip dengan lahan potensial. Namun apabila di bawah gambut
terdapat lapisan pasir, sebaiknya tidak usah digunakan untuk pertanian, karena disamping
tidak subur, kalau gambutnya habis akan menjadi padang pasir. Apabila di bawah gambut
terdapat lapisan pirit, pengelolaannya harus hati-hati dan tanahnya harus dijaga agar selalu
dalam keadaan berair (agar piritnya tidak teroksidasi) atau dibuatkan sistem drainase yang
memungkinkan tercucinya materi pirit.
Tanah gambut umumnya memiliki kesuburan yang rendah, ditandai dengan pH rendah
(masam), ketersediaan sejumlah unsur hara makro (K, Ca, Mg, P) dan mikro (Cu, Zn, Mn,
dan Bo) yang rendah, mengandung asam-asam organik yang beracun, serta memiliki
Kapasitas Tukar Kation (KTK) yang tinggi tetapi Kejenuhan Basa (KB) rendah. Lahan
gambut umumnya mempunyai tingkat kesuburan yang rendah, miskin unsur hara, porous, dan
sangat masam sehingga memerlukan penambahan pupuk dan amelioran untuk memperbaiki
kondisi lahan menjadi baik bagi pertumbuhan tanaman.
6.1 Amelioran
Amelioran adalah bahan yang dapat meningkatkan kesuburan melalui perbaikan kondisi fisik
dan kimia tanah. Amelioran dapat berupa bahan organik atau anorganik. Beberapa bahan
amelioran yang sering digunakan di lahan gambut, antara lain: berbagai jenis kapur (dolomit,
batu fosfat, kaptan), tanah mineral, lumpur, pupuk kompos/bokasi, pupuk kandang (kotoran
Ayam, Sapi dan Kerbau) dan abu. Masing-masing amelioran tersebut memiliki kelebihan
dan kekurangan sehingga penggunaan lebih dari satu jenis akan memberikan hasil yang
lebih baik. Selain masalah kualitas bahan, faktor ketersediaan bahan dan biaya pengadaannya
menjadi hal penting yang harus ikut dipertimbangkan. Kelemahan kapur sebagai bahan
amelioran ialah karena kandungan unsur haranya tidak lengkap, sehingga pemberian kapur
juga harus diikuti dengan pemupukan unsur lainnya seperti N, P, K dan terutama unsur-unsur
mikro seperti Cu dan Zn. Kelemahan lainnya, kapur tidak memiliki atau sedikit mengandung
koloid sehingga cenderung tidak membentuk kompleks jerapan, mudah tererosi, dan kurang
memperbiki tekstur tanah gambut secara langsung. Kapur cenderung menggumpal jika
diberikan ke tanah gambut. Selain itu, kapur tidak dapat berfungsi baik pada tanah gambut
yang kelembabannya kurang dan dalam beberapa kasus dapat mempercepat proses kondisi
kering tak balik. Dengan kelemahan tersebut, penggunaan kapur perlu diimbangi dengan
pemakaian amelioran lainnya terutama yang banyak mengandung koloid seperti pupuk
kandang, lumpur, dan tanah liat [catatan : pemberian kapur di lahan gambut dengan saluran
irigasi terkendali, memiliki residu lebih lama sehingga kebutuhan kapur lebih sedikit].
Pupuk kandang adalah kotoran hewan ternak dalam bentuk cair atau padat. Kotoran ini dapat
bercampur dengan sisa-sisa makanan dan jerami alas kandang. Proses pematangan pupuk
kandang akan menghasilkan panas dan senyawa beracun yang kurang baik bagi pertumbuhan
tanaman. Oleh sebab itu, pupuk kandang yang digunakan harus yang sudah betul-betul jadi
atau matang karena pupuk yang masih panas atau mentah akan mematikan tanaman dan juga
mengandung bibit penyakit. Tanda pupuk kandang yang sudah matang adalah: berwarna
kehitaman, remah, tidak lembek, dan tidak hangat. Dengan demikian, pupuk kandang akan
memperbaiki kondisi fisik dan kesuburan gambut. Kelemahan pupuk kandang sebagai bahan
amelioran adalah kemampuannya dalam menaikkan pH dan kandungan KB-nya terbatas
sehingga memerlukan dosis yang cukup banyak, berkisar antara 2,5 - 30 ton/ha (Prastowo et
al., 1993). Pupuk kandang dapat diperoleh dari kandang ternak sendiri seperti Sapi, Kerbau,
Kuda, Kambing, Babi dan Ayam.
Dosis campuran abu dan pupuk kandang yang sering digunakan pada tahap pertama berkisar
antara 20 - 25 karung/ha. Setiap kali tanam, petani hanya menambahkan sedikit campuran ke
dalam lahan. Petani di Kalampangan, Kalimantan Tengah untuk keperluan penanaman
seluas 2500 m2 menggunakan abu bakar sekitar 20 kg dan pupuk kandang sekitar 5 kg atau
100 kg campuran keduanya untuk lahan seluas 1 ha (Dohong, 2003). Dosis tersebut sangat
rendah dibandingkan dosis kompos yang umum diberikan pada luasan yang sama karena
pemberian abu bakar tersebut hanya disebar pada larikan tanaman di atas permukaan tanah.
Tanaman pangan adalah tanaman yang hasil/produksinya merupakan bahan konsumsi
manusia sebagai sumber karbohidrat atau protein. Dari jenis tersebut, yang banyak
dibudidayakan secara intensif di lahan gambut antara lain Jagung, Kacang tanah, Kedele,
Padi, Singkong, dan Bengkoang.
(Zea may L.) Gramineae Bijinya digunakan untuk bahan pangan, makanan ternak, bahan
baku minyak. Diusahakan di lahan gambut dangkal hingga sedang, diperbanyak melalui biji.
pH tanah optimum 4,5-5,5.
Tabel 26. Beberapa contoh varietas tanaman palawija lahan rawa Sumber : Tarkim Suyitno,
2004
No Jenis Tanaman Varietas
1. Kacang tanah Gajah, Macan, Kidang, Pelanduk, Kelinci, dan Badak
2. Kedelai Kerinci, Lokon, Wilis, Guntur, Tidar, Dempo, dan Lawit
3. Jagung Wiyasa, Arjuna, Kalingga, Abimayu, Semar 1 s/d 9, Sukmaraga
4 Singkong Gading, Muara, Adira
5. Ubi jalar AB94001-8, MIS 110-1
Untuk tahap pertama, benih dan bibit harus diambil dari sumber benih/bibit yang benar-benar
dapat dipercaya seperti PT Pertani, Dinas Pertanian setempat, penangkar benih dan toko-toko
pertanian yang resmi sebagai penyalur benih supaya mutu dan varietasnya betul-betul
terjamin. Bibit atau benih yang berkualitas biasanya dijual dengan disertai label/sertifikat
yang dikeluarkan oleh Balai Benih. Benih biasanya dicampur terlebih dahulu dengan
fungisida seperti Ridomil untuk mencegah serangan penyakit yang dibawa oleh benih.
Amelioran sering digunakan untuk tanaman palawija Jagung, Kedelai dan Kacang tanah.
Sedangkan Singkong dan Ubi jalar umumnya tidak menggunakan bahan tersebut. Amelioran
yang digunakan biasanya kapur, ditambah dengan pupuk kandang, kompos, abu, atau tanah
liat. Pada penanaman tahap pertama, biasanya jumlah kapur yang digunakan antara 3 - 5
ton/ha dan diberikan dengan cara ditebar. Pada pertanaman ke dua dan seterusnya, untuk
menghemat biaya, biasanya menggunakan kapur 0,2 - 0,5 ton/ha yang diberikan pada larikan
tanaman. Pada lahan gambut dengan ketebalan lebih dari 1 m, selain kapur juga digunakan
bahan amelioran lain seperti tanah mineral, abu, dan atau pupuk kandang. Tanah mineral
umumnya digunakan dengan cara ditebar dengan dosis cukup tinggi yaitu 50 - 100 m3/ha.
Jika ini dinilai mahal dan sulit, maka amelioran yang digunakan cukup abu dapur, pupuk
kandang, dan kompos. Pemberian amelioran dapat dilakukan dengan ditebar pada lubang
yang dibuat pada larikan tanaman pada waktu tanam, bersamaan dengan pemberian kapur
dan pupuk dasar. Panduan Pengelolaan
Najiyati, S., Lili Muslihat dan I Nyoman N. Suryadiputra. 2005. Panduan pengelolaan
lahan gambut untuk pertanian berkelanjutan. Proyek Climate Change, Forests and
Peatlands in Indonesia. Wetlands International – Indonesia Programme dan Wildlife
Habitat Canada. Bogor. Indonesia.
Menurut Warisno (1998) suhu atau temperatur ideal bagi tanaman jagung hibrida adalah
antara 23-27 0 C, sedangkan curah hujan yang dikehendaki adalah 250– 2.000 mm/tahun, dan
yang paling penting adalah distribusinya pada setiap tahap pertumbuhan tanaman. Sebagian
besar petani SANGGAU LEDO telah menggunakan benih hibrida C7 yang selama ini dikenal
berproduksi tinggi dan tahan serangan hama dan penyakit, serta tahan rebah. Benih jagung
umumnya berasal dari kios sarana produksi dan pedagang saprodi setempat. Mahalnya harga
benih hibrida ditingkat petani (Rp 35.000/kg) membuat petani mengurangi jumlah benih
yang ditanam per hektar.DALAM Rusli Burhansyah. Asisten peneliti MadyaBPTP
Kalimantan Barat, HUMANITY, Volume 1, Nomor 2,Maret 2006: 87 - 95