Download - RESUME kel D TUTORIAL BLOK 15 sk 1.doc
RESUME TUTORIAL BLOK 13
KELOMPOK D
SKENARIO 1
PENGLIHATAN KABUR
Oleh:
1. Ni Putu Ricca Tiara (072010101004)2. Ayu Munawaroh Aziz (072010101012)3. Rr. Okiningtyas (072010101014)4. Diniusi Saptiari (072010101022)5. Sakinah MZ (072010101023)6. Sheila Soraya Ch. (072010101031)7. Rahayu (072010101036)8. Eka Prasetya (072010101041)9. Titis Dia A. (072010101047) 10. Yosi Rizal (072010101051)11. Rachman Efendi (072010101052)12. Dito Fadilah (072010101057)13. Mirandasari (072010101063)14. Trias Nindya M. (062010101039)
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JEMBER
September, 2009
Skenario 1
Penglihatan Kabur
Seorang pensiunan pegawai mengeluh pada beberapa bulan terakhir sering merasa kurang jelas ketika melihat tulisan-tulisan di koran, setiap kali membaca koran huruf-hurufnya seolah-olah berhimpitan dan kabur sehingga koran harus didekatkan dan dijauhkan berharap mendapatkan jarak baca yang tepat. Kaca mata yang digunakan telah berulang kali diganti.ketika bertemu dengan teman sesama pensiunan ternyata juga memiliki keluhan dengan mata , terutama jika melihat terdapat bayangan hitam dan terlihat ganda. Keduanya bergumam “ya maklum sudah tua, spare part sepedapun ada ausnya”.
Permasalahan:
I. Anatomi Mata
II. Histologi Mata
III. Fisiologi Penglihatan
IV. Pemeriksaan Umum Mata
V. Kelainan Palpebra
A. Ptosis
VI. Kelainan Mata Pada Lensa
A. Katarak
B. Kelainan Refraksi
VII. Kelainan Mata Pada Retina
A. Degenerasi Makula Senilis
B. Retinopati
C. Ablasi Retina
VIII. Sensoripathways
A. Kelainan Lapang Pandang
Glaukoma
I. ANATOMI MATA
1. Orbita
Orbita atu lekuk mata adalah sebuah rongga berbentuk limas dalam kerangka
wajah. Alas limas ini terletak di sebelah anterior dan puncaknya di sebelah
posterior. Orbita memiliki 4 dinding dan 1 puncak yaitu :
a. dinding superior / atap terutama dibentuk oleh fasies orbitalis superior
ossis frontalis yang memisahkan rongga orbita dari fossa cranii anterior, di
dekat puncak orbita, atap ini dibentuk oleh ala minor ossis sphenoidales.
b. Dinding medial dibentuk oleh os ethmoidale dan oleh bagian-bagian
kecil os frontal, lakrimal, dan sphenoidale. Memiliki saccus lakrimalis.
c. Dinding inferior terutama dibentuk oleh os maksila dan sebagian oleh
os zygomaticum dan palatinum.
d. Dinding lateral dibentuk oleh processus frontalis ossis zygomatici dan
ala mayor ossis sphenoidale.
e. Puncak terletak pada canalis opticus, tepat medial dari fissura orbitalis
superior.
Vaskularisasi berasal dari arteri oftalmika, berjalan di bawah nervus optikus
dan melewati canalis optikus menuju ke orbita. Cabang-cabangnya :
arteri retina sentralis.
Arteri lakrimalis vaskularisasi glandula lakrimalis dan kelopak mata
atas.
Cabang muskularis ke otot-otot orbita
A. Siliaris posterior longus memperdarahi korpus siliaris dan dengan a.
Siliaris posterior membentuk sirkulus arterialis mayor iris.
A. Siliaris posterior brevis memperdarahi koroid dan nervus optikus.
A. Palpebralis media ke kedua kelopak mata.
A. Supraorbitalis
A. Supratroklearis
Aliran vena orbita terutama melewati vena oftalmica superior dan inferior yang
berhubungan dengan sinus kavernosus melalui fisura orbitalis superior dan
dengan pleksus venosus pterigoideus melalui fisura orbitalis inferior.
2. Bola Mata
Bola mata orang dewasa normal hampir mendekati bulat dengan diameter
anteroposterior sekitar 24,5 mm.
3. Konjungtiva
Konjungtiva adalah membran mukosa yang trnasparan dan tipis yang
membungkus permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis) dan
permukaan anterior sklera (konjungtiva bulbaris). Konjungtiva bersambungan
dengan kulit pada tepi kelopak (persambungan mukokutan) dan dengan epitel
kornea di limbus.
a. Konjungtiva palpebralis melapisi permukaan posterior kelopak mata dan
melekat pada tarsus. Di tepi superior dan inferior tarsus, konjungtiva
melipat ke posterior dan membungkus jaringan episklera dan menjadi
konjungtiva bulbaris.
b. Konjungtiva bulbaris melekat longgar ke septum orbitales di fornices dan
melipat berkali-kali. Pelipatan ini memungkinkan bola mata bergerak dan
memperbesar permukaan konjungtiva sekretorik. Kecuali di limbs,
konjungtiva bulbaris melekat longgar ke kapsul tenon dan sklera di
bawahnya.
Vaskularisasi konjungtiva berasal dari arteri siliaris anterior dan arteri palpebralis.
Pembuluh limfe tersusun dalam lapisan profundus dan bersambung dengan
pembuluh limfe kelopak mata hingga terbentuk pleksus limfatikus. Konjungtiva
menerima persarafan dari cabang pertama nervus V.
4. Isi Orbita
Di dalam orbita terdapat bulbus oculi, n. Opticus, musculi bulbuli, fascia,
pembuluh darah, lemak, dan glandula lakrimalis serta saccus lakrimalis. Bulbus
oculi terdiri dari :
a. Lapisan Jaringan Ikat Eksternal
Berfungsi sebagai penyangga terdiri dari sklera dan kornea. Bagian 5/6
posterior lapisan eksternal tidak tembus cahaya yang dibentuk oleh sklera.
Di bagian depan sklera terlihat samar-samar lewat konjungtiva bulbi
sebagai ”putih mata”. Kornea aadalah bagian 1/6 anterior lapis luar yang
transparan.
b. Lapisan Tengah Vaskular
Terdiri dari lapisan yang vaskular dan berpigmen. Koroid, selaput yang
berwarna cokelat tua antara sklera dan retina membentuk lapis tengan
yang terluas dan menutupi sklera. Ke anterior koroid berakhir paad korpus
siliaris. Koroid melekat pada retina etapi dapat dengan mudah dilepaskan
dari sklera. Korpus silisris menghubungkan koroid dengan garis lingkar
iris. Pada permukaan dalamnya terdapat poccesus siliaris yang
memproduksi humor aquaeus. Iris yang terletak di depan lensa adalah
sebuah sekat yang dapat mengerut dengan pupilla, lubang di tengah untuk
melewatkan cahaya. Dua otot pengatur besarnya pupilla mata : m.
Sphincter pipillae menyempitkan pupil dan m. Dilator pupillae
melebarkannya.
c. Lapisan Neuran Interna (retina)
Terdiri dari lapis yaitu lapisan sel pigmen dan lapisan neural. Pada
fundus, bagian posterior retina terdapat titik bundar sirkular yang melesak
(diskus nervi optic atau papil optik) yaitu tempat n. Optikus memasuki
bulbus okuli. Pada daerah papil optik hanya terdapat serabut saraf dan
tidak ada reseptor cahaya. Sedikit lateral dari bintik buta ini terdapat bintik
yang berwarna kuning (makula lutea) yang di tengahnya terdapat fovea
yang merupakan daerah penglihatan tertajam. Retina memperoleh darah
dari a. Sentralis retina. Sistem venanya bersatu membentuk vena sentralis
retina.
5. Media Pembias Mata
a. Kornea
Bersifat tembus cahaya, avaskular, dan sensitif terhadap sentuhan.
Dipersarafi oleh cabang pertama n. V dan memperoleh nutrisi dari humor
aquaeus, air mata, dan oksigen dari udara.
b. Humor aquaeus
Terdapat di camera anterior buli dan camera posterior yang dihasilkan
oleh poccesus siliaris. Aliran : camera posterior bulbi pupil camera
anterior sinus venosus sklerae (canalis Schlemm)
c. Lensa
Sifat : tembus cahaya, cembung pada kedua permukaannya dan
terselubung oleh capsula lentis. Bentuk lena diubah oleh m ciliaris.
d. Humor Vitreus
Bersifat tembus cahaya dan terdapat pada corpus vitreum di bagian 4/5
posterior bulbus oculi antara lensa dan retina. Berfungsi juga untuk
menahan retina pada tempatnya dan penyangga lensa.
6. Apparatus Lakrimalis
Terdiri dari glandula lakrimalis,glandula lakrimalis assesorius, kanalikuli, sakus
lakrimalis, dan duktus lakrimalis. Glandula lakrimalis terdiri dari :
a. bagian orbita : terletak di dalam fossa lakrimalis di segmen temporal atas
anterior dari orbita.
b. Bagian palpebra : terletak di atas segmen temporal dari forniks
konjungtivae superior.
Glandula lakrimalis assesorius (glandula Krause dan Wolfring) terletak di dalam
substansia propria di konjungtiva palpebra.
Air mata mengalir dari lakuna lakrimalis sakus lakrimalis duktus
nasolakrimalis meatus inferior dari rongga nasal. Kekuatan gabungan dari
isapan kapiler dalam kanalikuli, gaya berat, dan kerja memompa dari otot horner
meneruskan air mata ke bawah melalui duktus nasolakrimalis ke dalam hidung..
vaskularisasi glandula lakrimalis berasal dari a. Lakrimalis. Venanya bergabung
dengan vena ophtalmica. Drainase limfe menyatu dengan pembuluh limfa
konjungtiva untuk mengalir ke dalam limfonodulus pra auricula. Persarafannya
berasal dari n. Lakrimalis (sensoris), n. Petrosus superfisialis magna (sekretorik),
dan n. Simpatis yang menyertai arteri dan nervus lakrimalis.
7. Otot-Otot Ekstraokuler
Terdiri dari 4 otot rektus dan 2 otot obliquus
a. Muskulus Rektus
Berorigo pada anulus Zinn dan dinamai sesuai dengan tempat berinsersio
yaitu pada sklera permukaan medial, lateral, inferior, dan superior. Fungsi
utamanya untuk adduksi, abduksi, menurunkan, dan mengankat bola mata.
b. Muskulus Obliquus
Muskulus obliquus superior berorigo di atas dan medial foramen optikum,
berbentuk fusiform lansing dan berjalan ke anterior berupa tendo troklea.
Sedangkan muskulus obliquus inferior berorigo pada sisi nasal dinding
orbita tepat di belakang tepian inferior orbita dan lateral duktus
nasolakrimalis. Otot ini berjalan di bawah rektus inferior kemudian di
bawah rektus lateral dan berinsersio pada sklera di dalam segmen
posterotemporal bola mata, sedikit di atas makula.
8. Adneksa Mata
a. Alis Mata lipatan kulit menebal yang ditutupi rambut dan ditunjang
oleh otot-otot di bawahnya. Glabela adalah prominentia tanpa rambut di
antara alis.
b. Palpebra
Merupakan modifikasi liatan kulit yang dapat menutup dan melindungi
bola mata anterior. Palpebra superior berakhir pada alis mata dan palpebra
inferior menyatu dengan pipi. Palpebra terdiri dari bidang jaringan
utama : lapis kulit, m orbikularis olkuli, jaringan areolar, tarsus, dan
konjungtiva palpebrae. Tepian palpebra :
1 ) anterior : bulu mata, glandula zeis (modifikasi kelenjar sebasea kecil
yang bermuara ke dalam folikel rambut pada dasar bulu mata),
Glandula Moll (modifikasi kelenjar keringat yang bermuara satu
baris dekat bulu mata).
2) Posterior : berkontak dengan bola mata dan terdapat muara-muara
kecil dari kelenjar Meibom atau Tarsal)
3) Punktum lakrimal : berfungsi mengalirkan air mata ke bawah melalui
kanalikuli ke saccus lakrimalis.
Fissura palpebrae adalah ruang elips di antara kedua palpebrae yang
terbuka. Fisura ini berakhir di kanthus medialis dan lateralis. Septum
orbitale adalah fascia di belakang bagian muskulus orbikularis yang
terletak di antara tepian orbita dan tarsus yang befungsi sebagai sawar
antara palpebra dan orbita. Refraktor palpebra berfungsi membuka
palpebra, bagian superior dibentuk oleh m. Levator palpebra superioris
dan bagian inferiornya dibentuk oleh muskulus rektus inferior. Persarafan
sensoris palpebra berasal dari cabang pertama dan kedua n. V.
Vaskularisasinya berasal dari a. Lakrimalis dan oftalmika melalui cabang
palpebra lateral dan medila. Sedangkan venanya mengalir ke vena
oftalmika dan vena-vena yang mengankut darah dari dahi dan temporal
yang tersusun dalam pleksus pra- dan pasca-tarsal.
II. HISTOLOGI MATA
Setiap mata tediri atas 3 lapis konsentris :
1. Lapisan luar terdiri atas sklera dan kornea
2. Lapisan tengah (lapisan vascular atau traktus uveal) terdiri atas koroid, korpus
siliar, dan iris
3. Lapisan dalam (jaringan saraf) terdiri atas retina
1. LAPISAN LUAR
a. sklera
Sklera menyusn 5/6 posterior mata yang opak dan berwarna putih. Sklera terdiri
atas jaringan ikat padat yang liat, terutama terdiri atas berkas kolagen pipih yang
berjalinan namun tetap paralel terhadap organ, cukup banyak substansi dasar, dan
beberapa fibroblas. Sklera relatif avaskular.
Permukaan luar sklera (episklera) dihubungkan pleh oleh sebuah sistem longgar
serat-serat kolagen halus yang disebut simpai Tenon. Di antara sklera dan simpai
Tenon terdapat ruang Tenon, ruang longgar inilah yang memungkinkan bola mata
dapat bergerak memutar ke segala arah.
b. kornea
Seperenam bagian anterior mata tidak berwarna dan transparan. Potongan
melintang kornea menunjukkan bahwa kornea tesusun atas 5 lapisan, yaitu : epitel,
membran Bowman, stroma, membran Descement, dan endotel.
Epitel Epitel kornea berlapis pipih tanpa lapisan tanduk dan tersusun atas 5-6
lapisan sel. Pada bagian basal epitel ini banyak gambaran mitosis
yang menggambar-kan kemampuan regenerasi yang hebat dari
kornea. Masa pergantian sel-sel ini +7 hari. Sel-sel permukaan
korena menampakkan mikrovili yang terjulur ke dalam ruang
yang diisi lapisan tipis air mata pra-kornea, yaitu lapisan
pelindung yang terdiri atas lipid dan glikoprotein setebal lebih
kurang 7 µm. Kornea memiliki suplai saraf sensoris yang paling
banyak di antara jaringan mata.
Membran Bowman Lapisan homogen yang terletak di bawah epitel kornea.
Tebalnya 7-12 µm. Membran ini tersusun atas serat-serat
kolagen yang bersilangan secara acak dan pemadatan substansi
interselular namun tanpa sel. Membran ini sangat membantu
stabilitas dan kekuatan kornea.
Stroma Terdiri atas banyak lapisan berkas kolagen paralel yang saling
menyilang tegak lurus
Membran Descement Struktur homogen setebal 5-10 µm, terdiri atas filamen
kolagen halus yang tersusun berupa jalinan 3 dimensi.
Endotel Terdiri dari epitel selapis pipih. Sel-sel ini memiliki organel khusus
yang secara aktif mentranspor dan membuat protein untuk
sekresi, yang mungkin berhubungan dengan pembuatan dan
pemeliharaan membran Descement. Endotel dan epitel kornea
berfungsi untuk mempertahankan kejernihan kornea.
Batas korena-sklera adalah limbus, suatu peralihan dari berkas-berkas kolagen
bening (kornea) menjadi srat-serat buram putih (sklera). Daerah ini sangat
vaskular. Di daerah limbus dalam (lapisan stroma) saluran-saluran tak teratur
berlapiskan endotel (jalinan trabekula) menyatu membentuk kanalis Schlemm
yang berfungsi untuk meresorbsi aquous humor. Kanalis Schlemm ini terhubung
ke sistem vena
2. LAPISAN TENGAH
a. KOROID
Lapisan yang sangat vaskular, di antara pembuluh darahnya terdapat jaringan ikat
longgar dengan banyak fibroblas, makrofag, limfositsel sel mast, sel plasma, serat
kolagen, dan serat elastin. Juga terdapat melanosit yang memberi lapisan ini warna
hitam yang khas. Di antara lapisan koroid dan retina terdapat lapisan koriokapiler
yang banyak pembuluh darah kecil. Lapisan ini penting untuk nutrisi retina.
b. KORPUS SILIARIS
Korpus siliaris merupakan perluasan koroid ke anterior setinggi lensa dan
merupakan cincin tebal yang utuh pada permukaan dalam sklera. Struktur histologis
korpus siliaris pada dasarnya adalah jaringan ikat longgar dengan banyak serat
elastin, pembuluh darah, dan melanosit, yang mengelilingi muskulus siliaris.
Pada korpus siliaris terdapat juluran-juluran mirip rabung yang disebut prosessus
siliaris. Dari prosessus siliaris ini muncul serat-serat zonula zeinn yang berfungsi
untuk memfiksasi lensa. Perbatasan antara prosessus siliaris dengan zonula zeinn
terdapat sel-sel yang berfungsi untuk memproduksi aquous humor.
c. IRIS
Iris adalah perluasan koroid yang untuk sebagian menutupi lensa, menyisakan
lubang bulat di tengah yang disebut pupil. Pupil dibentuk oleh lapisan sel pigmen
yang tidak utuh dan fibroblas. Di bawah lapisan ini terdapat jaringan ikat dengan
sedikit pembuluh darah, beberapa serat, banyak fibroblas, dan melanosit. Fungsi
melanosit adalah untuk mencegah berkas cahaya yang tidak seharusnya.
Pada iris terdapat muskulus dilator pupil dan muskulus sfingter. Muskulus
dilator pupil tersusun radier, dipengaruhi oleh saraf simpatis, dan berfungsi untuk
melebarkan pupil. Sedangkan muskulus sfingter pupil tersusun konsentris/ sirkuler,
dipengaruhi oleh saraf parasimpatis, dan berfungsi untuk menyempitkan pupil.
LENSA
Merupakan struktur bikonkaf yang merupakan membran basal yang sangat tebal
dan terutama terdiri atas kolagen tupe IV dan glikoprotein amorf.
3. LAPISAN DALAM
a. RETINA
Retina merupakan lapisan terdalam bola mata. Terdiri atas bagian posterior yang
fotosensitif (disebut juga retina pars optika), dan bagian anterior yang tidak
fotosensitif.
Retina pars optika terdiri atas 3 sel utama:
lapisan luar sel-sel fotosensitif, yaitu batang (rods) dan kerucut (cones)
lapisan tengah neuron bipolar, menghubungkan batang dan kerucut dengan
sel-sel ganglion
lapisan dalam sel-sel ganglion yang berhubungan dengan sel-sel bipolar
melalui dendritnya dan mengirim akson ke SSP. Akson-akson ini berkumpul
pada papila optikus membentuk nervus optikus.
Sel batang Adalah sel halus dan langsing (50 x 3 µm), mengandung pigmen yang
disebut ungu visual atau rhodopsin yang memutih oleh cahaya yang mengawali
rangsangan visual. Retina manusai memiliki +120 juta sel batang. Mereka sangat
sensitif terhadap cahaya dan berperan sebagai reseptor pada intensitas cahaya yang
rendah seperti waktu senja atau malam hari.
Sel kerucut Merupakan neuron panjang (60 x 1,5 µm). Strukturnya mirip sel
batang. Retina manusia diperkirakan mempunyai 6 juta sel kerucut. Sekurang-
kurangnya terdapat 3 jenis sel kerucut fungsional yang masing-masing mengandung
fotopigmen iodopsin dalam jumlah yang bervariasi. Sensitivitas maksimum setiap
jenis kerucut berturut-turut terdapat pada daerah merah, hijau, atau biru pada
spektrum cahaya yang terlihat (visible spectrum). Kerucut hanya peka terhadap
cahaya dengan intensitas tinggi dan menghasilkan gambar yang lebih terang daripada
batang.
STRUKTUR TAMBAHAN DARI MATA
Konjungtiva
Adalah membran mukosa tipis dan transparan yang menutupi bagian anterior
mata sampai kornea dan permukaan dalam kelopak mata. Ia berupa epitel berlapis
silindris dengan banyak sel goblet dan lamina proprianya terdiri atas jaringan ikat
longgar.
Kelopak Mata (Palpebra)
Adalah lipatan jaringan yang dapat digerakkan dan berfungsi melindungi mata.
Kulit kelopak ini longgar dan elastis.
Pada kelopak terdapat 3 jenis kelenjar:
Kelenjar Meibom : kelenjar sebasea panjang dalam lempeng tarsal. Kelenjar
Meibom menghasilkan substansi sebaseus yang membentuk lapisan
berminyak pada permukaan film air mata, membantu mencegah penguapan
secara cepat dari air mata normalnya
Kelenjar Zeis : kelenjar sebasea yang lebih kecil yang dimodifikasi dan
berhubungan dengan bulu mata
Kelenjar Moll : kelenjar keringat yang mencurahkan sekretnya ke dalam
folikel bulu mata.
Aparatus Lakrimal
Terdiri atas kelenjar lakrimal kanalikuli sakus lakrimalis dan duktus
nasolakrimalis.
Kelenjar lakrimal adalah kelenjar penghasil air mata yang terlaetak di bagian
anterior superior temporal dari orbita. Ia terdiri atas sejumlah lobus kelenjar
terpisah dengan 6-12 duktus ekskretorius yang menghubungkan kelenjar
dengan forniks konjungtiva superior. Sel mioepitel yang berkembang baik
memeluk bagian sekresi kelenjar ini. Sekret kelenjar ini mengalir menuruni
konjungtiva bulbi dan palpebra, membasahi permukaan struktur-struktur ini.
Ia mengalir ke dalam kanalikuli lakrimalis melalui pungtum lakrimalis,
lubang-lubang bulat bergaris tengah 0,5 mm pada aspek medial tepian kelopak
atas dan bawah. Kanalikuli yang bergaris tengah sekitar 1 mm, panjang 8 mm
bergabung membentuk kanalikuli lakrimalis.
kanalikulis komunis tepat sebelum membuka ke dalam sakus lakrimalis.
Kanalikuli dilapisi oleh epitel selapis pipih tebal
Sakus lakrimalis adalah bagian melebar dari sistem saluran air mata yang
terletak dalam fossa lakrimalis tulang. Duktus nasolakrimalis adalah lanjutan
ke bawah dari duktus nasolakrimalis. Ia membuka ke dalam meatus nasal
inferior. Sakus lakrimalis dan duktus nasolakrimalis dilapisi epitel berlapis
silindris bersilia.
III. FISIOLOGI PENGELIHATAN
Rodopsin adalah pigmen yang terkandung dalam sel batang yang memiliki dua subunit.
a. Retinal : disebut juga retinen atau retinaldehid, disintesis dari vitamin A. Zat ini
ada dalam dua bentuk isomer; sebuah 11-cis-retinal bengkok dan sebual all-trans
lurus.
b. Opsin : atau skotopsin, adalah protein dalam ikatan kimia lemah dengan 11-cis-
retinal.
Pemutihan Rodopsin dari ungu menjadi merah muda terjadi saat cahaya masuk ke
retina. Cahaya,menyebabkan 11-cis-retinal yang berikatan dengan Opsin berubah bentuk
menjadi all-trans, sehinggabentuk tersebut terlepas dari opsin.
a. Pemisahan opsin dari retinal memicu potensial saraf dalam sel batang (reseptor),
yang menyebabkan stimulasi sel-sel bipolar dan ganglion retina. Stimulasi ini
ditransmisikan ke otak melalui saraf optik.
b. Tidak seperti membran sel saraf lainnya, saluran Na pada membran sel batang
akan terbuka jika tidak ada stimulasi cahaya. Dengan demikian dalam gelap,
aliran masuk Na akan menyebabkan depolarisasi dan pelepasan transmiter
inhibitorik. Neuron bipolar dan sel ganglion tidak terstimulasi.
c. Jika sel batang terstimulasi cahaya, pelepasa Ca dari dalam del batang akan
menyebabkan tertutupnya saluran Na. Karena konduksi Na menurun maka bagian
dalam sel semakin menjadi negatif atau hiperpolarisasi. Pelepasan transmiter
inhibitorik berkurang dan sel-sel bipolar berdepolarisasi.
d. Potensial aksi terjadi akibat hiperpolarisasi membran bukan akibat depolarisasi
membran
Resintesis rodopsin terjadi dalam gelap, yaitu saat semua all-trans retinal diubah
kembali menjadi 11-cis-retinal dan berikatan dengan opsin. Reaksi ini membutuhkan
energi dan enzim.
Sel batang berfungsi dalam intensitas cahaya rendah karenanya reaksi pemutihan
hanya membutuhkan sedikit cahaya.
Adaptasi gelap dan terang adalah penyesuaiane pengelihatan secara otomatis terhadap
intensitas cahaya yang memasuki retina saat bergerak dari tempat gelap ketempat terang
atau sebaliknya.
a. Waktu yang dibutuhkan untuk adaptasi terhadap kegelapan (kemempuan melihat
dalam cahaya redup) sebagian ditentukan dari waktu yang dibutuhkan untuk
meresintesis dan mengumpulkan cadangan rodopsin.
b. Dalam cahaya terang, semua rodopsin yang ada akan terurai dengan cepat dan
hanya tersisa sedikit untuk membentuk potensial aksi dalam sel batang; mata
disebut beradaptasi dalam terang. Waktu yang dibutuhkan untuk adaptasi terang
dari cahaya remang adalah sekitar 20 menit.
c. Sintesis rodopsin dan iodopsin (pigmen pada sel kerucut) membutuhkan vitamin
A, suatu prekurso untuk retinal.
d. Adaptasi terhadap gelap dan terang juga melibatkan refleks pupillaris, untuk
menentukan banyak sedikitnya cahaya yang memasuki bagian interior mata.
Penglihatan warna
Setiap matamengandung 6-7 juta sel kerucut bipolar yang bertanggung jawab
untuk kejelasan pandangan dan penglihatan warna. Sel kerucut mengandung iodopsin,
yaitu retinal yang terikat pada opsin yang berbeda dengan opsin pada sel batang.
Iodopsin ini bisa saja bersifat sensitif biru, merah atau hijau sehingga dapat membedakan
warna. Proses dekomposisi pigmen dalam sel batang untuk membentuk potensial aksi
juga terjadi dalam sel kerucut.
IV. PEMERIKSAAN UMUM MATA
1. Pemeriksaan Dasar Mata
a. Refraksi
Refraksi adalah prosedur untuk menetapkan dan menghitung kesalahan mata.
Refraksi sering diperlukan untuk membedakan apakah pandangan kabur disebabkan oleh
kesalahan refraksi yakni optik atau oleh kelainan medis pada sistem visual.
Mata emetropi secara alami berfokus optimal bagi penglihatan jauh. Mata
ametrop (yakni mata mipoa, hiperopia, atau astigmatik) memerlukan lensa koreksi agar
terfokus dengan baik untuk jarak jauh. Gangguan optik ini disebut kesalahan refraksi.
b. Tes penglihatan sentral
Tes penglihatan sentral biasanya memakai ”kartu Snellen” yang biasa terdiri atas
deretan huruf yang tersusun mengecil untuk menguji penglihatan jarak jauh. Setiap baris
ditandai sebuah angka yang disesuaikan dengan jaraknya, dalam kaki atau meter, dan
semua huruf dalam baris itu dapat dibaca oleh mata normal.
Untuk keperluan diagnostik, ketajaman jarak adalah standar untuk perbandingan
dan selalu diuji bagi masing-masing mata secara terpisah. Ketajaman diberi skor dengan
dua angka (mis 20/40). Nilai pertama adalah jarak tes dalam kaki antara ”kartu” dan
pasien, dan nilai kedua adalah baris huruf terkecil yang dapat dibaca mata pasien dari
jarak tes. Penglihatan 20/20 adalah normal;penglihatan 20/60 berarti bahwa mata pasien
hanya dapat membaca dari jarak 20 kaki huruf yang cukup besar untk dibaca dari 60 kaki
oleh mata normal.
c. Tes ”Pinhole”
Tes pinhole (lubang jarum) digunakan untuk mentes ketajaman dengan cara
melihat kartu Snellen melalui sebuah lempengan dengan banyak lubang kecil untuk
mencegah sebagian besar berkas yang tidak terfokus memasuki mata. Kabur refraktif
(mis, miopia, hiperopia, astigmatisma) disebabkan oleh banyaknya berkas tak terfokus
yang masuk melalui pupil dan sampai ke retina. Ini mengakibatkan terbentuknya
bayangan yang tidak terfokus tajam. Dengan adanya tes pinhole ini pasien bisa melihat
dengan bayangan yang terfokus tajam.
d. Tes penglihatan perifer
Tes penglihatan perifer biasanya disebut sebagai pemeriksaan lapangan pandang
atau tes konfrontasi. Pada tes ini, masing-masing mata harus diperiksa secara terpisah.
Pemeriksa memperlihatkan beberapa jarinya (biasanya satu, dua, atau empat jari)
sebentar di perifer salah satu dari empat kuadran yaitu kuadran temporal atas, bawah serta
nasal atas, bawah. Pasien diminta untuk menyebut jumlah jari yang digerakkan sesaat
tersebut sambil tetap menatap ke depan.
Pemeriksa menutup mata kanan dan pasien menutup mata kirinya serta jari-jari
pemeriksa digerakkan pada jarak yang sama antara pasien dan pemeriksa agar lapangan
pandang perifer masing-masing sama. Ini memunngkinkan pembandingan lapangan
pasien dengan lapangan pandang pemeriksa. Kesalahan yang konsisten menunjukkan
defisiensi dalam kuadran yang dites, seperti pada ablasio retina, kelainan nervus optikus,
dan cedera atau iskemia pada jalur visual intrakranial.
Selain itu, ada yang disebut sebagai tes konfrontasi simultan yaitu pemeriksa
mengangkat kedua tangannya ke samping, masing-masing satu. Pasien harus menentukan
pada sisi mana (kiri, kanan, atau keduanya) pemeriksa menggerak-gerakkan jarinya.
e. Tes penglihatan buruk
Mata yang tidak bisa mengenali satu huruf pun pada kartu ”Snellen” maka dites
kesanggupannya menghitung jari. Jika pasien tetap tidak bisa mengenali jari pemeriksa
maka harus dites kesanggupan pasien dalam membedakan adanya gerakan dan
membedakan keadaan gelap dan terang. Jika kemampuannya hanya sampai pada
membedakan adanya gerakan, maka visusnya ialah 1/300 dan jika dia hanya bisa
membedakan antara gelap dan terang maka visusnya 1/~.
f. Pemeriksaan “SLITLAMP”
Slitlamp adalah sebuah mikroskop binokuler terpasang pada meja dengan sumber
cahaya khusus yang dapat diatur. Sebuah berkas linier sempit cahaya lampu dijatuhkan
pada bola mata, menyinari potongan melintang optic mata. Selama pemeriksaan, pasien
duduk dan kepala ditopang dengan penunjang dagu yang dapat diatur dan penahan dahi.
Dengan memakai slitlamp, belahan anterior bola mata dapat diamati. Rincian
tepian palpebra dan bulu mata, permukaan konjungtiva palpebra dan konjungtiva
bulbaris, lapisan air mata dan kornea, iris, dan aqueus dapat diteliti. Melalui pupil yang
dilebarkan, lensa kristalina dan bagian anterior vitreous dapat pula diamati.
Dengan pembesaran terkuat (16x) cukup untuk menampakkan adanya sel-sel
abnormal di dalam akueus, seperti sel darah merah dan sel darah putih serta granul
pigmen. Kekeruhan akueus yang disebut ”flare”, akibat dari peningkatan konsentrasi
protein, dapat dideteksi adanya radang intraokuler. Akueus normal secara optik bening,
tanpa sel atau flare.
g. tonometri
Tonometri merupakan cara pengukuran tekanan cairan intraokuler dengan
memakai alat-alat terkaliberasi yang melekukkan atau meratakan aperks kornea. Mekin
tegang mata, makin besar gaya yang diperlukan untuk mengakibatkan lekukan. Tekanan
normalnya adalah 10 dan 24 mmHg.
Ada dua jenis Tonometri, yakni cara Schiotz dan Applanasi. Tonometri Schiotz
mengukur besarnya indentasi kornea yang dihasilkan oleh beban atau gaya yang telah
disiapkan. Makin lunak mata, makin besar lekukan yang diakibatkan pada kornea.
Dengan mekin kencangnya mata, makin kurang lekukan kornea terjadi dengan gaya yang
sama.
Tonometer applanasi dapat mengubah dan mengukur beban yang diberikan. Pada
tekanan intraokuler yang lebih rendah, lebih sedikit beban tonometer yang dibutuhkan
untuk mencapai derajat standar perataan kornea, dibanding dengan tekanan intraokuler
yang lebih tinggi. Karena kedua cara ini mempergunakan alat yang menempel pada
kornea pasien, diperlukan anastesi lokal dan ujung alat harus didisinfeksi sebelum
dipakai. Anastesi yang dipakai adalah proparacaine, tetracaine, dan benoxinate.
h. Oftalmoskopi Langsung
Oftalmoskopi langsung merupakan bagian standar pemeriksaan medis umum
dalam bidang oftalmologi. Pemeriksaan ini harus menggunakan ruangan yang gelap
karena bisa menyebabkan dilatasi pupil alami agar lebih mudah mengevaluasi fundus
sentral, termasuk diskus, makula, dan pendarahan retina proksimal. Pemeriksaan fundus
juga lebih optimal dengan memegang oftalmoskop sedekat mungkin ke pasien (kira-kira
1-2 inci). Untuk itu, mata dan tangan kanan pemeriksa harus memeriksa mata kanan
pasien; tangan dan mata kiri memeriksa mata kiri pasien.
Lensa-lensa pada oftalmoskop disusun berurutan dan diberi nomor sesuai
kekuatannya dalam satuan ”dioptri”. Skala menurun dengan angka hitam menunjukkan
lensa konvergen (+), sedangkan skala menaik dengan angka-angka merah adalah lensa
divergen (-).
Manfaat utama oftalmoskop langsung adalah pemeriksaan fundus. Yang diteliti
adalah bentuk, ukuran, dan warna diskus, ketajaman tepian, dan ukuran ”mangkuk
fisiologis” pucat di pusat. Rasioo ukuran mangkuk terhadap ukuran diskus penting untuk
diagnosis dalam glaukoma.
Daerah makula berjarak kira-kira dua kali ”diameter diskus” di sebelah temporal
tepian diskus. Sebuah pantulan putih kecil atau ”refleks” menandai pusat fovea. Untuk
pendarahan retina dapat dibedakan antara arteri dan vena, yaitu vena lebih gelap dan
lebih lebar daripada arterinya.
i. Oftalmoskopi Tidak Langsung
Oftalmologi tidak langsung disebut demikian karena yang dilihat adalah
”bayangan” retina yang dibentuk oleh ”lensa kondensasi” di tangan. Perbedaannya
dengan oftalmoskopi langsung, bahwa pada oftalmologi tak langsung dapat memberikan
lapangan pandang yang jauh lebih lebar dengan pembesaran yang lebih lemah (kira-kira
3,5x dengan lensa kondensasi tangan standar 20-dioptri). Jadi, oftalmoskopi ini
menyajikan pandangan fundus panoramik yang lebar.
2. Pemeriksaan Khusus Mata
PERIMETRI
Perimetri digunakan untuk memeriksa lapangan pandang perifer dan sentral.
Dilakukan pada masing-masing mata untuk mengukur funsi retina, nervus optikus, dan
jalur visual intrakranial secara bersama. Sensitivitas penglihatan paling besar di pusat
lapangan bersangkutan (sesuai dengan foveanya) dan paling kecil di perifer. Perimetri
tergantung pada respon pasien secara subyektif dan hasilnya tergantung pada status
psikomotor dan status penglihatan pasien. Perimetri ada dua macam jika dilihat dari
metoda dasar penyajian sasarannya yaitu perimetri stastik dan kinetik.
Perimetri memerlukan 1) fiksasi tetap dan perhatian pasien, 2) jarak yang tetap
antara mata ke layar atau alat penguji, 3) kadar pencahayaan dan kontras latar belakang
yang seragam dan standar, 4) target uji dengan ukuran dan kecerahan yang standar, dan
5) protokol yang universal untuk pelaksaan tes oleh pemeriksa.
V. KELAINAN PALPEBRA
PTOSIS
(Kelopak Mata Yang Menggantung)
Definisi
Ptosis adalah kondisi kelopak mata yang tidak dapat membuka dengan optimal
seperti mata normal ketika memandang lurus ke depan (Drooping eye lid). Secara fisik,
ukuran bukaan kelopak mata pada ptosis lebih kecil dibanding mata normal. Normalnya
kelopak mata terbuka adalah = 10 mm. Ptosis biasanya mengindikasikan lemahnya
fungsi dari otot levator palpebra superior ( otot kelopak mata atas ). Rata – rata lebar
fisura palpebra / celah kelopak mata pada posisi tengah adalah berkisar 11 mm, panjang
fisura palpebra berkisar 28 mm. Rata – rata diameter kornea secara horizontal adalah 12
mm, tetapi vertikal adalah = 11 mm. Bila tidak ada deviasi vertikal maka refleks cahaya
pada kornea berada 5,5 mm dari batas limbus atas dan bawah. Batas kelopak mata atas
biasanya menutupi 1.5 mm kornea bagian atas, sehingga batas kelopak mata atas di
posisi tengah seharusnya 4 mm diatas reflek cahaya pada kornea. Jika batas kelopak mata
atas menutupi kornea 1 atau 2 mm kebawah masih dapat dikatakan normal, termasuk
ptosis ringan, jika menutupi kornea 3 mm termasuk ptosis sedang, dan jika menutupi
kornea 4 mm termasuk ptosis berat.
Jenis / tipe ptosis
Ptosis secara garis besar dibagi menjadi 2 type:
1. Congenital Ptosis (dibawa sejak lahir).
2. Acquired Ptosis (didapat).
Ptosis kongenital ada sejak lahir dan biasanya mengenai satu mata dan hanya 25%
mengenai ke 2 mata. Ptosis terjadi karena kesalahan pembentukan (maldevelopment) otot
kelopak mata atas dan tidak adanya lipatan kelopak mata, tetapi kerusakan mendasarnya
kemungkinan timbul pada persarafan dibandingkan otot itu sendiri, karena sering
ditemukan lemahnya otot rektus superior yang dipersarafi oleh Saraf / Nervus III. . Ptosis
yang terjadi pada masa perkembangan bayi dapat menyebabkan amblyopia, yang terjadi
pada satu atau kedua mata dimana kelopak mata menutupi visual axis, terutama jika
berhubungan dengan ptosis kongenital (ptosis yang didapat dari lahir). Amblyopia dari
ptosis berhubungan dengan astigmatisme tinggi. Ptosis menimbulkan tekanan pada
kelopak mata dan dengan waktu dapat merubah bentuk kornea yang menimbulkan
cylinder tinggi. Anak – anak dengan congenital ptosis dan amblyopia harus
dipertimbangkan untuk melakukan operasi ptosis, dan kelainan refraksi yang mereka
miliki harus diterapi dengan kontak lens, dan untuk amblyopianya harus dilakukan terapi
oklusi (tutup mata).
Acquired ptosis sering terlihat pada pasien berusia lanjut. Umumnya disebabkan
bertambah panjangnya (stretching) otot levator palpebra (otot yang berfungsi mengangkat
kelopak mata), trauma/pasca kecelakaan, pertambahan usia, pengguna contak lens dan
luka karena penyakit tertentu seperti stroke, diabetes, tomor otak, kanker yang
mempengaruhi saraf atau respon otot, horner sindrom dan myasthenia gravis.
Symptoms / Gejala
- Jatuhnya / menutupnya kelopak mata atas yang tidak normal.
- Kesulitan membuka mata secara normal.
- Peningkatan produksi air mata.
- Adanya gangguan penglihatan.
- Iritasi pada mata karena kornea
terus tertekan kelopak mata.
- Pada anak akan terlihat guliran
kepala ke arah belakang untuk
mengangkat kelopak mata agar
dapat melihat jelas.
Pemeriksaan
Ketika melakukan pemeriksaan, yang pertama kali diperhatikan adalah penyebab
dari ptosis itu sendiri. Dibawa sejak lahir atau disebabkan oleh penyakit tertentu atau
disebabkan oleh trauma. Kemudian dokter akan melakukan pemeriksaan:
- Tes tajam penglihatan, tes kelainan refraksi, hasil refraksi dengan sikloplegic juga
harus dicatat.
- Kelainan strabismus / mata juling.
- Produksi air mata (Schirmer test).
- Diameter pupil dan perbedaan warna iris pada kedua mata harus diperiksa pada kasus
Horner Syndrome.
- Tinggi kelopak mata atau fissure palpebra diobservasi dan diukur. Pengukuran
dilakukan dalam millimeter (mm), di ukur berapa besar mata terbuka pada saat
melihat lurus / kedepan, melihat ke atas dan kebawah.
- Foto lama dari wajah dan mata pasien dapat dijadikan dokumentasi untuk melihat
perubahan pada mata.
Treatment / pengobatan
Observasi hanya dibutuhkan pada kasus congenital ptosis sedang (mild congenital
ptosis), jika tidak terdapat tanda amblyopia, strabismus dan jika terdapat ketidaknormalan
posisi kepala.
Pasien harus dievaluasi setiap 3 atau 4 bulan untuk menangani amblyopia pada
congenital katarak. Foto luar mata dapat membantu memonitor pasien.
Guliran kepala harus diperhatikan , jika pasien sering mengangkat dagunya (chin up
posture), menandakan bertambah buruknya ptosis, disarankan untuk melakukan
operasi.
Pasien harus diperiksa akan adanya astigmatisme disebabkan tekanan dari kelopak
mata.
Operasi ptosis/ surgical care
Ptosis biasanya tidak terperbaiki dengan waktu, dan membutuhkan operasi
sebagai penyembuhan, khususnya operasi plastic dan reconstructive. Operasi ini
ditujukan untuk memperkuat otot levator palpebra.
Koreksi ptosis dengan operasi pada kasus congenital ptosis dapat dilakukan pada
berbagai usia, tergantung dari keparahan penyakitnya. Intervensi awal dibutuhkan jika
terdapat tanda – tanda amblyopia dan ocular torticollis. Beberapa kasus ocular torticollis
menghambat pergerakan (mobility) pada bayi dan anak – anak disebabkan masalah
keseimbangan pada posture kepala dan dagu yang terangkat. Jika tidak terlalu
mendesak /urgent, operasi dapat ditunda hingga usia 3 atau 4 tahun.
Prognosis/ masa depan
Perbaikan congenital ptosis dengan operasi mengembalikan fungsi otot levator
palpebra yang baik dan juga dari segi kosmetik.Dengan observasi dan pengobatan
yang benar, amblyopia dapat diperbaiki dengan sukses.
VI. KELAINAN MATA PADA LENSA
A. KATARAK
B. GANGGUAN REFRAKSI
1. HIPERMETROPI
Disebut juga rabun dekat, dimana ketika melihat bayangan jatuh di belakang retina.Etiologi:
Hipermetropi aksial karena bola mata pendek atau sumbu
anteroposterior pendek.
Hipermetropi kurvatur karena kelengkungan kornea atau lensa yang
kurang sehingga bayangan terfokus di belakang retina.
Hipermetropi refraktif karena indeks bias yang kurang pada sistem
optic mata.
Jenis-jenisnya: Aksial dan refraktif
Laten total, sehari-hari berakomodasi terus-menerus.
Manifest dikoreksi dengan kacamata lensa + maximal yang memberi
tajam penglihatan. Digolongkan menjadi 2 jenis:
- Absolute tidak diimbangi akomodasi
- Fakultatif diimbangi akomodasi
Gejala:
Penglihatan dekat terganggu atau kabur
Sakit kepala, silau, terkadang juling & diplopia
Mata terasa lelah dan sakit karena terus-menerus harus berakomodasi
untuk memfokuskan bayangan yang terletak di belakang macula agar
terletak tepat di macula lutea disebut “astenopia akomodatif”.
Jika berakomodasi secara terus-menerus, kedua mata sama-sama berkonvergesi sehingga sering terlihat juling ke dalam (esotropia).
Tata laksana:
Dengan menggunakan kacamata sferis + terkuat yang memberikan tajam penglihatan maximal. Dengan lensa sferis + ini bayangan diharapkan jatuh tepat pada macula lutea.
Penyulit yang dapat timbul:
- Esotropia karena terus-menerus akomodasi
- Glaucoma sekunder karena terus-menerus akomodasi otot siliar
hipertrofi sudut bilik mata menyempit glaucoma.
2. MIOPI
Disebut juga rabun jauh, dimana ketika melihat bayangan jatuh di depan retina.
Etiologi:
Miopi refraktif karena lensa atau kornea terlalu cembung.
Miopi aksial karena bola mata terlalu panjang, untuk lensa dan
korneanya adalah normal.
Jenis-jenisnya:
Berdasarkan derajat beratnya:
- Ringan miopi 1-3 dioptri
- Sedang miopi 3-6 dioptri
- Berat miopi > 6 dioptri
Menurut perjalanannya:
- Miopi stasioner menetap setelah dewasa.
- Miopi progresif bertambah terus pada usia dewasa karena bola
bertambah panjang.
- Miopi maligna progresif, dapat mengakibatkan ablasi retina &
kebutaan. Sama dengan miopi degenerative.
Miopi degenerative merupakan miopi > 6 dioptri ditambah kelainan fundus okuli & panjang bola mata, disertai atrofi retina.
Gejala:
- Melihat jelas jika dekat & penglihatan menjadi kabur bila melihat
jauh.
- Sakit kepala, kadang juling ke dalam (esotropia), & celah kelopak
mata sempit.
- Sering mengrenyitkan mata mencegah aberasi sferis atau untuk
mendapatkan efek pinhole agar dapat melihat lebih jelas benda yang jauh.
Tata laksana:
Dengan menggunakan kacamata sferis - terkecil yang memberikan tajam penglihatan maximal. Dengan lensa sferis - ini bayangan diharapkan jatuh mencapai tepat pada macula lutea.
Penyulit yang dapat timbul:Ablasi retina & juling ke dalam (esotrofia) akibat konvergensi teru
menerus.
3. PRESBIOPI
Merupakan gangguan akomodasi pada lansia.
Etiologi:
Gangguan akomodasi terjadi akibat:
Kelemahan otot-otot akomodasi
Lensa mata tidak kenyal elastisitasnya menurun akibat sklerosis lensa
Presbiopi biasanya terjadi pada usia > 40 tahun, dengan keluhan setelah membaca mata terasa lelah, berair, dan terasa pedas.
Tata laksana:
Dengan memakai lensa positif maksimal 3 dioptri. Biasanya tergantung pada usia, dimana:
- Usia 40 th + 1 dioptri
- Usia 45 th + 1,5 dioptri
- Usia 50 th + 2 dioptri
- Usia 55 th + 2,5 dioptri
- Usia 60 th + 3 dioptri
4. ASTIGMATISM
Merupakan gangguan refraksi dimana berkas sinar yang masuk ke mata tidak difokuskan pada 1 titik dengan tajam pada retina melainkan pada 2 garis titik api yang saling tegak lurus.Etiologi:Kelainan pada kelengkungan permukaan kornea.
Terdapat 2 bentuk astigmatism, yaitu: Regular
- Kekuatan pembiasan bertambah atau berkurang perlahan secara teratur
di 1 meridian ke meridian lain (meridian ada horizontal dan ada
vertikal).
- Bayangan yang terbentuk adalah bayangan dengan bentuk teratur
(garis, lonjong, atau lingkaran).
Irregular
- Tidak mempunyai 2 meridian yang tegak lurus.
- Kelengkungan kornea pada meridian yang sama berbeda sehinggan
bayangan yang terbentuk tidak teratur atau irregular.
- Dapat terjadi akibat: infeksi kornea, trauma, & distrofi atau akibat
kelainan pembiasan pada meridian lensa yang berbeda.
Tata laksana:
Dengan menggunakan lensa silinder, dengan jenis:
- Kontak keras jika epitel tidak rapuh.
- Kontak lembek jika penyebabnya infeksi, trauma, maupun distrofi yang
mengakibatkan kornea memiliki permukaan irregular.
VI. KELAINAN MATA PADA RETINA
A. DEGENERASI MAKULA SENIL (SMD)
Pengertian
Kelainan degenerasi yang progresif dari lapisan pigmen epitel, membrane Bruch
lapisan luar retina dan korio kapiler di daerah macula retina pada usia lanjut.
Patofisiologi
Secara teknis, SMD dibagi menjadi :
1. Bentuk non eksudatif (dry type)
Ditandai dengan beberapa derajat atrofi dan degenerasi lapisan luar retina,
epitel pigmen retina, membrane Bruch dan korio kapiler. Pada pemeriksaan
fundus okuli tampak drusen yang makin lama dapat bertambah banyak dan
besar yang saling bergabung. Dalam perkembangan penyakit bisa stabil atau
berubah menjadi bentuk eksudatif
2. Bentuk eksudatif (wet type)
Ditandai dengan adanya cairan serous atau darah di bawah epitel pigmen
dikarenakan adanya kerusakan membrane Bruch. Sebelum terjadi perdarahan
didahului dengan adanya neovaskularisasi subretinal.
Gejala
Tergantung stadium dan bentuk SMD, mulai dari kemunduran visus sampai dengan
kebutaan, metamorfopsia, skotoma sentral, dan gangguan penglihatan warna.
Pemeriksaan Klinis
Pemeriksaan fundus okuli dengan cara pemberian obat tetes mata agar pupil
midriasis, yaitu menggunakan :
Tropicamide 0,5% atau 1% ditetesi 1 – 2 kali ditunggu 30 menit
Phenylephrine 10%
Setelah pupil midriasis, diperiksa dengan :
Ophtalmoscope direct. Bayangan tegak diperbesar 14 kali, tampak
gambar 1 bidang (tidak stereoskopis)
Biomikroskop dan lensa kontak 3 cermin Goldmann. Digunakan bahan
lubrikasi CMC 2% atau Methocel 2% untuk memasang lensa kontak
pada kornea.
Bayangan tegak 3 dimensi, diperbesar 10 – 16 kali
Sebelum lensa kontak dipasang, ditetesi Tetracain 0,5%
Angiografi fluoresin. Terlihat jelas gambaran neovaskularisasi koroid,
dan dapat menentukan tindakan atau pengobatan dan prognosis pasca
pengobatan.
Penatalaksanaan
Tidak ada pengobatan dan pencegahan yang baik pada SMD non eksudatif,
kecuali control teratur untuk mengetahui perubahan fungsi macula dengan pemeriksaan
Amsler Grid. Untuk pengobatan SMD eksudatif juga tidak menghasilkan visus yang baik,
kecuali jika terdapat neovaskularisasi yang masih dini dan jauh dari fovea dapat
dilakukan fotokoagulasi Argon Laser.
B. RETINOPATI
RETINOPATI DIABETIKUM
Pengertian
Kelainan retina yang ditemukan pada penderita diabetes mellitus berupa aneurisma,
melebarnya vena, perdarahan, dan eksudat lemak.
Klasifikasi
1. Retinopati Diabetik non proliferative. Ditandai dengan adanya mikroaneurisma,
perdarahan retina, eksudat lunak, eksudat keras, dan daerah yang hipoksia atau
iskemia.
2. Retinopati diabetic proliferative. Ditandai dengan adanya neovaskularisasi,
perdarahan di vitreous, perdarahan di subhyaloid jaringan ikat vitreoretinal dan
ablasi retina.
Gejala
Retinopati merupakan gejala DM utama pada mata, dimana pada retina ditemukan :
Mikroaneurisma. Penonjolan dinding kapiler, terutama di daerah vena dengan
bentuk berupa bintik merah kecil yang terletak dekat pembuluh darah terutama
polus posterior. Lebih jelas terlihat dengan bantuan angiografi fluoresein.
Mikroaneurisma merupakan kelainan DM dini pada mata.
Perdarahan dalam bentuk titik, garis, dan bercak yang biasanya terletak dekat
mikroaneurisma di polus posterior. Perdarahan yang terjadi akibat gangguan
permeabilitas pada mikroaneurisma atau karena pecahnya kapiler.
Dilatasi pembuluh darah balik dengan lumen ireguler dan berkelok kelok akibat
kelainan sirkulasi dan kadang – kadang disertai kelainan endotel dan eksudasi
plasma.
Hard exudates. Infiltrasi lipid ke dalam retina. Gambaran khusus ireguler dan
kekuning-kuningan. Pada permukaan eksudat pungtum membesar dan bergabung.
Eksudat dapat hilang timbul dalam beberapa minggu. Gambaran angiografi
fluoresein sebagai kebocoran fluoresein di luar pembuluh darah. Kelainan
terutama terdiri atas bahan – bahan lipid dan terutama banyak ditemukan pada
keadaan hiperlipoproteinemia.
Soft exudates atau cotton wool patches. Merupakan iskemia retina. Pada
oftalmoskop akan terlihat bercak kuning bersifat difus dan berwarna putih yang
biasanya terletak di bagian tepi daerah non irigasi dan dihubungkan dengan
iskemia retina.
Pembuluh darah baru pada retina biasanya terletak di permukaan jaringan yang
terjadi akibat proliferasi sel endotel pembuluh darah. Gambaran berupa pembuluh
darah yang berkelok – kelok, dalam kelompok – kelompok, dan bentuknya
ireguler. Hal ini merupakan awal penyakit berat pada retinopati diabetic. Mula –
mula di dalam jaringan kemudian mencapai daerah preretinal dan badan kaca.
Edema retina dengan tanda hilangnya gambaran retina terutama daerah macula
sehingga sangat mengganggu tajam penglihatan.
Hiperlipidemia segera hilang bila diberikan pengobatan.
Pemeriksaan Klinis
Pemeriksaan fundus okuli dengan cara pemberian obat tetes mata agar pupil
dilatasi, yaitu menggunakan :
Tropicamide 0,5% atau 1% ditetesi 1 – 2 kali ditunggu 30 menit
Phenylephrine 10%
Setelah pupil midriasis diperiksa dengan :
Oftalmoskop direct
Oftalmoskop indirect
Lensa kontak 3 cermin Goldmann
Angiografi fluoresin
Terlihat jelas adanya mikroaneurisme yang berdifusi atau tidak
berdifusi, daerah hipoksia atau iskemia adanya neovaskularisasi di
retina, papil, maupun vitreus dan melihat dengan pasti adanya edema di
macula atau di retina.
Penatalaksanaan
Regulasi kadar glukosa darah.
Fotokoagulasi Laser di daerah hipoksia dan mikroaneurisma yang berdifusi dan
adanya neovaskularisasi. Pengobatan dengan sinar laser hanya efektif bila media
optic masih jernih, oleh karena itu sebaiknya dilakukan sedini mungkin.
Teknik fotokoagulasi. Setelah pupil dikeluarkan maksimal dipasang lensa
kontak 3 cermin dari Goldmann sinar laser ditembakkan melalui lensa
kontak, kornea, lensa, vitreous sampai retina.
Fotokoagulasi fokal. Untuk daerah retina yang hanya mengalami hipoksia
atau mikroaneurisma yang berdifusi dan edema macula.
Fotokoagulasi pra retina. Untuk RD yang sudah ada neovaskularisasi baik
di papil retina maupun di vitreous.
Jika sudak terjadi perdarahan di vitreous dimana LASER tidak bisa menembus
sampai tidak di retina vitrektomi.
RETINOPATI HIPERTENSI
Definisi:
Kelainan retina dan pembuluh darah retina akibat tekanan darah tinggi. Kelainan
berupa retinopati hipertensi dengan arteri yang besarnya tidak teratur, eksudat
pada retina, edema retina, dan perdarahan retina.
Kelainan pembuluh darah dapat berupa penyempitan umum atau setempat,
percabangan pembuluh darah yang tajam, fenomena crossing atau sclerose
pembuluh darah.
Klasifikasi:
Menurut Keith-Wagener Baker:
1. Penyempitan ringan pembuluh darah dan sklerosis.
Dalam periode 8 tahun: 4% meninggal
2. Penambahan penyempitan, copper wire arteriole, AV nicking, dan
penyempitan arteriole.Dalam periode 8 tahun: 20% meninggal
3. Stadium II ditambah perdarahan retina dan cotton wool patches. Dalam
periode 8 tahun: 80% meninggal
4. Stadium III ditambah edema papil saraf optic. Dalam periode 8 tahun:
98% meninggal
Gejala :
Pada proses akut penyempitan (spasme) pembuluh darah yang tampak sebagai:
- Pembuluh darah (terutama arteriol retina) berwarna lebih pucat
- Diameter pembuluh darah menjadi lebih kecil atau ireguler (karena
spasme lokal)
- Percabangan arteriol yang tajam
Pada proses kronis sklerosis yang tampak sebagai:
- Refleks copper wire
- Refleks silver wire
- Sheating
- Lumen pembuluh darah ireguler
- Terdapat fenomena crossing sebagai berikut:
• Elevasi : pengangkatan vena oleh arteri yang berada di
bawahnya.
• Deviasi : penggeseran posisi vena oleh arteri yang
bersilangan dengan vena tersebut dengan sudut persilangan
yang lebih kecil.
• Kompresi : penekanan yang kuat oleh arteri yang
menyebabkan bendungan vena.
Penatalaksanaan:
• Mengatasi penyebab primer hipertensi
• Informasi funduskopi/ oftalmoskopik sangat bermanfaat untuk menentukan
tindakan atau pengobatan yang tepat.
• Retinopati hipertensi tidak perlu pengobatan khusus di bidang mata, kecuali
terdapat komplikasi berupa oklusi vaskuler memerlukan fundal, foto
angiografi, dan bila perlu fotokoagulasi laser.
C. ABLATIO RETINA (RETINAL DATACHMENT)
Definisi:
Pelepasan retina (lapisan dalam pembungkus saraf mata) dari koroid (lapisan
tengah pembungkus vascular mata) di belakang mata,menyebabkan suatu robekan
atau lubang retina sehingga vitrous humor (cairan) bocor dan berada pada ruang
antara retina dan koroid.
Klasifikasi:
Rhegmatogen ( Disertai Robekan / Break : Tear / Hole)
Disebabkan oleh:
Trauma
Degenerasi retina ( miopia, usia lanjut )
Kel Vitreous
Adanya tear/ hole menyebabkan masuknya cairan dari badan kaca ke
ruang sub retina retina terdorong lepas dari epitel pigmen.
Non Rhematogen (Tanpa Robekan Retina)
Disebabkan oleh adanya eksudasi di bawah lapisan retina, misal pada:
Hipertensi maligna
Tumor koroid
Inflamasi okuler (koroiditis)
Peny. Vaskuler okuler
Gejala :
1. Dini: Fotopsia, Floaters
2. Pengelihatan menurun tanpa rasa sakit
3. Lapang pandang terlihat tertutup seperti tirai
Faktor Resiko:
1. Miopia tinggi
2. Riwayat ablasio retina pada mata lain
3. Riwayat ablasio retina pada keluarga
4. Riwayat operasi mata ex katarak, tumor, dan penyakit mata lain.
5. Memiliki penyakit atau kelainan mata lainnya seperti retinoschisis,
uveitis,degeneratif myopia atau lattice degeneration.
6. Trauma mata
7. Kelemahan pada area perifer retina
8. Penyakit sistemik lain seperti Diabetes Mellitus dan Sickle cell disease
Pemeriksaan :
a. Dengan pemeriksaan funduskopi :
- Retina lebih pucat akibat terangkatnya retina dengan pembuluh
darah diatasnya berkelok-kelok sesuai dengan gelombang retina
yang terangkat.
- Pada retina akan nampak robekan yang berwarna merah.
b. Tekanan bola mata rendah.
c. Tes ketajaman visual
d. Tes lapang pandang
e. Cek reaksi pupil
f. Slit lamp biomikroskopi
g. Pemeriksaan 3 kaca kontak
h. Pemeriksaan vitreous untuk tanda-tanda pigmentasi atau debu tembakau
→ patognomonis
Penatalaksanaan:
Penderita tirah baring sempurna
Mata yang sakit ditutup dengan bebat mata
Operasi Untuk Robekan Retina
1. Operasi laser (fotokoagulasi)
2. Pembekuan (Cryopexy)
Operasi untuk ablasio retina
1. Pneumatic Retinopexy
2. Scleral Buckling
3. Vitrektomi
Instruksi Pasca Bedah :
Tidak boleh banyak baca, bergerak, olah raga, dan menggerakkan kepala
VII. VISUAL PATHWAYS
Nervus optikus memasuki ruang intrakranial melalui foramen optikum. Di depan tuber sinerium (tangkai hipofisis) nervus optikus kiri dan kanan bergabung menjadi satu berkas membentuk kiasma optikum. Di depan tuber sinerium nervus optikus kanan dan kiri bergabung menjadi satu berkas membentuk kiasma optikum, dimana serabut bagian nasal dari masingmasing mata akan bersilangan dan kemudian menyatu dengan serabut temporal mata yang lain membentuk traktus optikus dan melanjutkan perjalanan untuk ke korpus genikulatum lateral dan kolikulus superior. Kiasma optikum terletak di tengah anterior dari sirkulus Willisi. Serabut saraf yang bersinaps di korpus genikulatum lateral merupakan jaras visual sedangkan serabut saraf yang berakhir di kolikulus superior menghantarkan impuls visual yang membangkitkan refleks opsomatik seperti refleks pupil.
Setelah sampai di korpus genikulatum lateral, serabut saraf yang membawa impuls penglihatan akan berlanjut melalui radiatio optika (optic radiation) atau traktus
genikulokalkarina ke korteks penglihatan primer di girus kalkarina. Korteks penglihatan primer tersebut mendapat vaskularisasi dari a. kalkarina yang merupakan cabang dari a. serebri posterior. Serabut yang berasal dari bagian medial korpus genikulatum lateral membawa impuls lapang pandang bawah sedangkan serabut yang berasal dari lateral membawa impuls dari lapang pandang atas
Pada refleks pupil, setelah serabut saraf berlanjut ke arah kolikulus superior, saraf akan berakhir pada nukleus area pretektal. Neuron interkalasi yang berhubungan dengan nucleus Eidinger-Westphal (parasimpatik) dari kedua sisi menyebabkan refleks cahaya menjadi bersifat konsensual. Saraf eferen motorik berasal dari nukleus Eidinger-Westphal dan menyertai nervus okulomotorius (N.III) ke dalam rongga orbita untuk mengkonstriksikan otot sfingter pupil
II. Pemeriksaan Sistem Visual
Pemeriksaan yang dapat dilakukan pada sistem visual antara lain:
a. Pemeriksaan visus
b. Pemeriksaan refleks pupil
c. Pemeriksaan lapang pandang
d. Pemeriksaan funduskopi
a. Pemeriksaan visus dilakukan dengan membaca kartu Snellen pada jarak 6 meter.Masing-masing mata diperiksa secara terpisah, diikuti dengan pemeriksaan
menggunakanpinhole untuk menyingkirkan kelainan visus akibat gangguan refraksi. Penilaian diukur daribarisan terkecil yang masih dapat dibaca oleh pasien dengan benar, dengan nilai normal visus adalah 6/6. Apabila pasien hanya bisa membedakan gerakan tangan pemeriksa maka visusnya adalah 1/300, sedangkan apabila pasien hanya dapat membedakan kesan gelap terang (cahaya) maka visusnya 1/∞.
b. Pemeriksaan refleks pupil atau refleks cahaya terdiri dari reaksi cahaya langsung dan tidak langsung (konsensual). Refleks cahya langsung maksudnya adalah mengecilnya pupil (miosis) pada mata yang disinari cahaya. Sedangkan refleks cahaya tidak langsung atau konsensual adalah mengecilnya pupil pada mata yang tidak disinari cahaya.5,6
c. Pemeriksaan lapang pandang bertujuan untuk memeriksa batas perifer penglihatan, yaitu batas dimana benda dapat dilihat bila mata difiksasi pada satu titik. Lapang pandang yang.normal mempunyai bentuk tertentu dan tidak sama ke semua jurusan, misalnya ke lateral kita dapat melihat 90 – 100o dari titik fiksasi, ke medial 60o, ke atas 50 – 60o dan ke bawah 60 – 75o.Terdapat dua jenis pemeriksaan lapang pandang yaitu pemeriksaan secara kasar (tes konfrontasi) dan pemeriksaan yang lebih teliti dengan menggunakan kampimeter atau perimeter.
d. Pemeriksaan funduskopi di bidang neurologi bertujuan untuk menilai keadaan fundus okuli terutama retina dan papil nervus optikus. Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan alat berupa oftalmoskop. Papil normal berbentuk lonjong, warna jingga muda, di bagian temporal sedikit pucat, batas dengan sekitarnya tegas, hanya di bagian nasal agak kabur. Selain itu juga terdapat lekukan fisiologis. Pembuluh darah muncul di bagian tengah, bercabang keatas. Jalannya arteri agak lurus, sedangkan vena berkelok-kelok. Perbandingan besar vena : arteri adalah 5:4 sampai 3:2.5
Gangguan Pada Nervus Optikus
I. Kelainan pada pemeriksaan refleks pupil
• Reaksi pupil terhadap cahaya dapat menghilang atau berkurang jika terdapat lesi yang mengenai jaras penglihatan pada lintasan saraf yang berperan pada
refleks pupil atau refleks cahaya tersebut. Kelainan tersebut termasuk diataranya :
o Kegagalan cahaya untuk mencapai retina, misalnya akibat katarak dan
kekeruhan cairan vitreus pada pasien diabetes melitus.
o Penyakit pada retina, seperti retinitis pigmentosa, perdarahan makula,
atau scar.
o Penyakit atau kelainan pada nervus optikus seperti neuritis optik, neuritis
retrobulbar,dan atrofi nervus optikus.
o Kelainan yang mengenai traktus optikus dan hubungannya dengan batang
otak
o Penyakit atau kelainan pada batang otak
o Penyakit atau kelainan pada nervus okulomotorius atau gangion siliare
II. Kelainan pada pemeriksaan lapang pandang
• Jika terdapat lesi di sepanjang lintasan nervus optikus (N.II) hingga korteks sensorik,akan menunjukkan gejala gangguan penglihatan yaitu pada lapang pandang atau medan penglihatan. Lesi pada nervus optikus akan mengakibatkan kebutaan atau anopsia pada mata yang disarafinya. Hal ini disebabkan karena penyumbatan arteri centralis retina yang mendarahi retina tanpa kolateral, ataupun arteri karotis interna yang akan bercabang menjadi arteri oftalmika yang kemudian menjadi arteri centralis retina. Kebutaan tersebut terjadi tiba-tiba dan disebut amaurosis fugax.
• Lesi pada bagian medial kiasma akan menghilangkan medan penglihatan temporal yang disebut hemianopsia bitemporal, sedangkan lesi pada kedua bagian lateralnya akan menimbulkan hemianopsia binasal. Lesi pada traktus optikus akan menyebabkan hemianopsia homonim kontralateral. Lesi pada radiasio optika bagian medial akan menyebabkan quadroanopsia inferior homonim kontralateral, sedangkan lesi pada serabut lateralnya akan menyebabkan quadroanopsia superior homonim kontralateral. 1,2
Jenis kelainan visual
I =Ipsilateral anopia
II =Bitemporal hemianopia
III =Contralateral homonym hemianopia
IV =Upper contralateral quadranopia
A. DIPLOPIA
Definisi
Diplopia atau penglihatan ganda adalah suatu gangguan penglihatan yang mana obyek
terlihat dobel atau ganda. Diplopia berasal dari bahasa Yunani, diplo = dobel atau ganda,
opia = penglihatan.
Klasifikasi
• Diplopia binokular yaitu penglihatan ganda terjadi apabila si pasien melihat dengan
kedua mata dan menghilang bila salah satu mata ditutup. Kondisi ini disebabkan
antara lain oleh gangguan pergerakan otot bola mata sehingga sudut kedua mata tidak
sinkron (tahap awal seseorang yang akan menjadi juling atau strabismus). Penyebab
lainnya adalah kerusakan saraf yang melayani otot otot bola mata. Kerusakan saraf ini
disebabkan oleh stroke, cidera kepala, tumor otak dan infeksi otak. Diplopia
binokular juga bisa terjadi pada pasien diabetes, miastenia gravis, penyakit graves,
trauma atau cidera pada otot mata dan kerusakan pada tulang penyangga bola mata.
• Diplopia monokular yaitu diplopia yang hanya terjadi pada satu mata. Penglihatan
ganda muncul saat salah satu mata ditutup. Gangguan ini dapat terjadi pada pasien
dengan astigmatisma, gangguan lengkung kornea, pterigium, katarak, dislokasi lensa
mata, gangguan produksi air mata dan beberapa gangguan pada retina.Karena bukan
merupakan penyakit secara khusus atau dengan kata lain diplopia merupakan gejala
yang bisa terjadi pada beberapa penyakit yang saya sebutkan diatas maka pengobatan
diplopia terggantung dari penyakit dasar yang menyebabkan terjadinya diplopia.
B. AMBLIOPIA
Definisi
• Adalah suatu keadaan mata dimana tajam penglihatan tidak mencapai optimal
sesuai dengan usianya walaupun sudah dikoreksi kelainan refraksinya. Pada
ambliopia yang terjadi adalah penurunan ketajaman penglihatan unilateral atau
bilateral karena kehilangan pengenalan bentuk, interaksi binocular abnormal, atau
keduanya, dimana tidak ditemukan kausa organic pada pemeriksaan fisik mata.
Ambliopia dapat tanpa kelainan organic dan dapat juga dengan kelainan organic yang tidak sebanding dengan visus yang ada.
Bila ditemukan pada anak di bawah usia 6 tahun, maka masih dapat dilakukan latihan untuk perbaikan penglihatannya.
Etiologi
• Kurangnya rangsang untuk meningkatkan perkembangan penglihatan.
• Kausa ekstraneural yang menyebabkan turunnya tajam penglihatan (ex: katarak,
astigmatism, strabismus, atau kelainan refraksi yang tidak dikoreksi)
mekanismenya adalah memicu penurunan fungsi visual pada orang yang sensitif.
• Anisometropia, juling, oklusi, katarak, dan kekeruhan media penglihatan lainnya.
Secara umum terdapat 2 faktor yang menjadi penyebab terjadinya ambliopia, yaitu:
1. Supresi merupakan proses kortikal yang mengakibatkan terdapatnya
skotoma absolute pada penglihatan binocular (untuk mencegah terjadinya
diplopia pada mata yang juling), atau sebagai hambatan binocular
(monocular kortikal inhibisi) pada bayangan retina yang kabur.
Supresi tidak berkaitan dengan perkembangan penglihatan.
2. Nirpakai (non use) akibat tidak dipergunakannya elemen visual retino
kortikal pada saat kritis perkembangannya terutama pada usia sebelum 9
tahun.
Manifestasi klinis
Terdapat beberapa tanda pada mata dengan ambliopia, yaitu:
• Berkurangnya penglihatan 1 mata
• Menurunnya tajam penglihatan terutama pada fenomena crowding.
• Hilangnya sensitivitas kontras
• Mata mudah mengalami fiksasi eksentrik
• Adanya anisokoria
• Tidak mempengaruhi penglihatan warna
• Biasanya daya akomodasi menurun
• ERG dan EEG normal tidak terdapat kelainan organic maupun korteks serebri.
Pemeriksaan Ambliopia
Pemeriksaan untuk mengetahui perkembangan tajam penglihatan sejak bayi sampai usia 9 tahun mengetahui kelainan secara dini mencegah keterlambatan perawatan.
Pemeriksaan kedudukan mata dan adanya reaksi pupil selain pemeriksaan fundus.
Uji yang dapat dilakukan untuk pemeriksaan ambliopia adalah:
1. Uji Crowding Phenoma
Dengan membaca huruf pada kartu Snellen yang dibuka satu persatu huruf atau dengan kata lain diisolasi, kemudian dilanjutkan dengan membaca sebaris huruf yang sama.
Bila terjadi penurunan tajam penglihatan dari huruf yang diisolasi ke huruf dalam satu baris fenomena crowding ambliopia +.
2. Uji Densiti Filter Netral
Prinsipnya, mata yang ambliopia secara fisiologik barada dalam keadaan beradaptasi gelap, sehingga jika pada mata ambliopia dilakukan uji penglihatan dengan intensitas sinar yang diturunkan (memakai filter densiti netral) maka tidak akan terjadi penurunan tajam penglihatan.
Hasil:
• Ambliopia fungsional paling banyak tajam penglihatan akan berkurang satu
baris atau tidak terganggu sama sekali.
• Ambliopia organic tajam penglihatan akan sangat menurun dengan pemakaian
filter tersebut.
3. Uji Worth’s Four Dot
Uji untuk melihat penglihatan binocular, adanya fusi, korespondensi retina abnormal, supresi pada satu mata, dan juling.
Penderita dipakaikan kacamata dengan filter merah di mata kanan dan filter biru di mata kiri dan melihat pada objek 4 titik dimana 1 berwarna merah, 2 hijau, dan 1 putih.
Visuskop
Alat untuk menentukan letak fiksasi. Dengan melakukan visuskopi dapat ditentukan bentuk fiksasi monookular pada ambliopia.
Penanganan Ambliopia
a. Ambliopia adalah kelainan yang reversible dan akibatnya tergantung dari saat
mulai dan lama berlangsungnya. Saat rentan adalah bayi umur 6 bulan dan
ambliopia tidak akan terjadi setelah usia > 5 tahun.
b. Ambliopia jika diketahui sejak dini akan dapat dicegah agar menjadi tidak
permanen. Perbaikan adalah dengan melakukan latihan penglihatan (idealnya jika
usia masih di bawah 6 tahun) dan dapat dilakukan bila penglihatan masih dalam
perkembangannya.
c. Pengobatan dapat dengan:
d. Imunosupresi aktif untuk menyingkirkan faktor ambliopiagenik.
e. Oklusi mata yang sehat
f. Penalisasi dekat mata ambliopia dibiasakan melihat dekat dengan lensa + 2,5
D, sedangkan mata yang baik diberi atropine
g. Penalisasi jauh mata ambliopia dipaksa melihat jauh dengan memberi atropine
pada mata yang baik serta diberi lensa + 2,5 D
h. Latihan ortoptik bila juling
i. Pencegahan pada usia < 5 tahun periksa tajam penglihatan terutama bila ada
tanda-tanda juling.
Jenis- jenis Ambliopia
• Ambliopia fungsional
Dapat terjadi congenital atau didapat dan terjadi pada satu mata dengan tajam penglihatan yang kurang tanpa kelainan organic, yang tidak dapat diperbaiki dengan kacamata. Sering pada anak-anak.
Pengobatan: oklusi mata (komplit, inkomplit, konstan, maupun intermiten), penalisasi (jauh, dekat, atau keduanya), dan pleoptik.
• Ambliopia strabismik
Ambliopia yang terjadi akibat juling lama (biasanya juling ke dalam atau esotropia yang paling sering) pada anak sebelum penglihatan tetap. Pada keadaan ini terjadi supresi pada mata tersebut untuk mencegah gangguan penglihatan. Kelainan ini disebut ambliopia strabismik dimana kedudukan bola mata tidak sejajar sehingga hanya 1 mata yang diarahkan pada benda yang dilihat.
Pengobatan: menutup total mata yang sehat.
• Ambliopia refraktif
Merupakan ambliopia yang terjadi pada mata dengan kelainan refraksi yang tidak dikoreksi atau terdapatnya kelainan refraksi antara kedua mata. Penglihatan dapat membaik setelah beberapa bulan memakai kaca mata koreksi.
Pengobatan: menutup mata yang sehat setelah mata yang ambliopia mendapatkan kacamata yang sesuai.
• Ambliopia anisometropik
Terjadi akibat terdapatnya kelainan refraksi kedua mata yang berbeda jauh, beda refraksi yang besar antara kedua mata tersebut menyebabkan terbetuknya bayangan kabur pada satu mata.
Pengobatan: memberikan kaca mata hasil pemeriksaan secara objektif disertai penutupan mata yang sehat.
• Ambliopia ametropik
Ambliopia ametropik, menurunnya tajam penglihatan mata dengan kelainan refraksi berat yang tidak dikoreksi (biasanya hipermetropi atau astigmatism).
Pengobatan: dengan menggunakan kaca mata hasil pemeriksaan refraksi secara objektif.
• Ambliopia eksanopsia
Ambliopia akibat penglihatan terganggu pada saat perkembangan penglihatan bayi. Ambliopia eksanopsia disebabkan oleh supresi atau suatu proses aktif dari otak untuk menekan kesadaran melihat. Menurunnya penglihatan pada suatu mata akibat hilangnya kemampuan bentuk setelah fiksasi sentral.
Dapat terjadi pada mata bayi dengan katarak, ptosis, ataupun kekeruhan kornea sejak lahir atau terlambat diatasi.
Pengobatan: menutup mata yang sehat dilakukan setelah mata yang sakit dibersihkan kekeruhan media penglihatannya.
• Ambliopia hysteria
Ambliopia yang terjadi akibat adanya hysteria yang dapat mengenai satu mata maupun kedua mata (lebih sering).
Pada pemeriksaan didapat lapang pandang yang menciut konsentris & terdapat gambaran spiral selama dilakukan pemeriksaan lapang pandang.
• Ambliopia organic
Ambliopia dengan kelainan organic yang dapat menerangkan sebab tajam penglihatan berkurang (tidak memenuhi criteria ambliopia secara murni). Ambliopia terjadi akibat kerusakan fovea congenital dan bersifat tidak reversible.
C. SKOTOMA
Skotoma adalah suatu kelaiana dimana terdapat daerah penglihatan buram atau hilang
dalam lapang pandang , dikelilingi daerah penglihatan yang lebih jernih atau normal.
Klasifikasi:
Terdapat 2 jenis skotoma, yaitu:
1. Skotoma Sentralis
Etiologi:
terdapat 2 penyebab tersering skotoma sentralis, yaitu :
Degenerasi makula atrofi.
Eksudatif (hemoragik) yang terkait usia.
Penyebab lain dari skotoma sentralis adalah cedera makula, degenerasi makula
miopik, penyakit saraf optikus dan gangguan makula kongenital.
Gejala Klinis:
Manifestasi klinis dari skotoma sentralis adalah terkait pada stadium perjalan
penyakitnya, dimana:
Stadium awal
1. Pasien dengan skotoma sentralis sering mengeluh penglihatan sentral
kabur dan terdistorsi,tetapi penglihatan perifer jelas kecuali apabila juga
terjadi katarak.
2. Mengalami kesulitan membaca serta mengenali wajah
3. Persepsi kontras biasanya tidak terganggu
Stadium Disiformis
Tanda khusus dari stadium ini adalah terdapatnya skotoma padat
Stadium Lanjut
Walaupun telah terdapat gejala-gejala diatas, namun pada stadium lanjut ini
penderita masih mempunyai kemampuan untuk bepergian relatif normal
Pemeriksaan Penunjang:
Untuk memeriksa fungsi penglihatan, dilakukan pemeriksaan ketajaman penglihatan
dengan kartu Snellen, Amsler grid dan sensitivitas kontras bila pada pemeriksaan
terdapat penurunan kontras perlu pembesaran yang lebih kuat daripada yang
diperkirakan dari pemeriksaan ketajaman penglihatan dengan kartu Snellen.
Terapi:
Menggunakan posisi kepala yang eksentris tujuannya menempatkan bayangan
di daerah retina yang sehat.
Mengguanakan lensa pembesar.
2. Skotoma Perifer
Walaupun penglihatan sentral penting untuk ketelitian, lapang pandang perifer juga
penting untuk menentukan lokasi diri dalam ruangan, untuk berpegian secara aman,
dan untuk kewaspadaan dari gangguan yang berasal dari arah perifer.
Etiologi:
Penyebab skotoma perifer adalah penyakit yang menyebabkan penurunan lapang
pandang perifer,yaitu :
Galukoma stadium akhir (khas)
Retinitis pigmentosa
Penyakit retina perifer lainnya
Penyakit vascular serebral
Gejala Klinis:
Terjadi penurunan lapang pandang perifer, namun pada penyakit retinitis
pigmentosa tahap lanjut pasien masih mampu membaca huruf berukuran kecil
tetapi memerlukan bantuan untuk berjalan-jalan.
Fotofobia
Terapi:
Fotofobia gunakan lensa kuning gading menahan sinar ultraviolet dan sinar
tampak yang kurang dari 527 nm.
Jika terjadi penurunan persepsi kontras akibat katarak maka kombinasi uji
sensitivitas kontras dan kilau dapat menunjukan saat yang tepat untuk bedah
katarak.
Penggunaan kaca pembesar dan closed circuit television bila lapangan pandang
sentral kurang dari 7 derajat. Penggunaannya mudah diatur sendiri oleh pasien.
Penanaman lensa intraokular di kamera anterior untuk pasien yang menjalani
ekstraksi katarak penting untuk mempertahankan ukuran bayangan normal.
GLAUKOMA
Definisi
Penyakit mata dengan gangguan integritas struktur & fungsi akibat peningkatan
Tekanan Intra Okular (TIO) baik secara akut ( mendadak ) maupun kronis ( perlahan ).
Klasifikasi
1) BERDASAR ETIOLOGI
A. GLAUKOMA PRIMER
1. Glaukoma Primer sudut tertutup akut (Glaukoma Akut Primer / Glaukoma Akut
Kongestif)
2. Glaukoma Primer sudut terbuka (Glaukoma Kronik Simpel)
3. Normo Tension Glaucoma
B. GLAUKOMA SEKUNDER
1. Glaukoma Sekunder Akibat Kelainan Lensa (Lens Induced Glaucoma)
- Dislokasi Lensa
- Lensa Intumesen (Glaukoma Fakomorfik)
- Glaukoma Fakolitik
2. Glaukoma Sekunder Akibat Kelainan Uvea
•Uveitis Akut
•Seklusio Pupil
3. Glaukoma Sekunder Akibat Trauma Hifema
4. Glaukoma Sekunder Akibat Pembedahan
5. Glaukoma Sekunder Akibat Rubeosis Iridis (Glaukoma Neovaskular)
a.Central Retinal Vein Occlusion (CRVO)
b. Retinopati Diabetikum (Diabetic Retinopathy)
6. Glaukoma Sekunder Akibat penggunaan steroid jangka lama (Steroid Induced
Glaucoma)
C. GLAUKOMA KONGENITAL
1. Glaukoma Kongenital Primer
2. Glaukoma Kongenital Sekunder / disertai kelainan lain (Aniridia, Sturge Weber
Syndrome, Marfan Syndrome, dll)
2) BERDASAR MEKANISME KENAIKAN TIO
A. GLAUKOMA SUDUT TERBUKA
1. Membran Pre-Trabekular
2. Kelainan Intra Trabekular
B. GLAUKOMA SUDUT TERTUTUP
1. Akibat Blok Pupil/Iris Bombans
a.Glaukoma Primer Sudut Tertutup
b. Seklusio Pupil
c.Lensa Intumesen
d. Dislokasi lensa ke Anterior
e.Hifema
2. Akibat Pergeseran Lensa ke Anterior
a.Glaukoma Blok Siliar
b. CRVO (Central Retinal Vein Occlusion)
c.Skleritis Posterior
d. Pasca Bedah Ablatio Retina
3. Akibat Pendesakan Sudut (“Angle Crowding”)
a.Iris Plateau
b. Lensa Intumesen
c.Penggunaan Midriatikum untuk pemeriksaan Fundus
4. Akibat Sinekia Anterior Perifer (Peripheral Anterior Synechia)
a.Penutupan Sudut BMD yang kronis
b. Akibat BMD yang datar/dangkal
c.Akibat Iris Bombans
d. Kontraksi membran Pre-trabekular
Patofisiologi
Tekanan di dalam bola mata (sekitar 10-20 mmHg) merupakan hasil
keseimbangan antara sekresi cairan di dalam badan siliar ke bilik mata depan dan aliran
keluar dari bilik melalui jaringan trabekula di sudut bilik (sudut iridokornea) kedalam
kanalis Schlemm. Peningkatan tekanan intraokuler (glaucoma tekanan tinggi) dapat
disebabkan oleh hambatan pada aliran keluar humor aquous (penyebab yang sering) atau
peningkatan prouksi humor aquous. Diantara beberapa penyebab hambatan pada aliran
keluar adalah penebalan jaringan trabekula atau penyempitan sudut bilik mata. Sudut
bilik mata sering kali menyempit jika bola mata pipih (hiperopia aksial yang nyata) atau
karena peningkatan ketebalan lensa sejalan dengan usia. Pelebaran pupil semakin
mempersempit sudut jika dasar iris melebar, seperti yang terjadi pada keadaan gelap dan
melalui perangsangan saraf simpatis.
Tekanan intraokuler yang tinggi merusak saraf optikus secara bertahap namun
bersifat ireversibel sehingga menyebabkan gangguan lapangan pandang yang dimulai di
sekitar bintik butadan di sekitar perifer nasal. Upaya untuk mengobati kelainan ini adalah
dengan menurunkan tekanan intraokuler dengan mempersempit pupil (obat
parasimpatetik) dan mengurangi produksi humor aquous. Sekresi humor aquous
memerlukan karbonat anhidrase dan dapat dikurangi dengan menghambat kerja karbonat
anhidrase. Bahkan tanpa tekanan yang meningkat, kerusakan saraf optikus yang khas
untuk glaucoma dapat terjadi (glaucoma tekanan rendah), mungkin disebabkan oleh
perfusi darah yang menurun.
Diagnosis
Gejala
Trias glukoma:
1. Optic neuropati
2. Defek lapang pandang
3. TIO meningkat
Pemeriksaan
1. Pemeriksaan Visus kartu Snellen
2. Pemeriksaan Segmen Anterior Senter dan Slit Lamp
3. Pemeriksaan Tekanan Intra Okular (TIO)
Digital
Tonometri : - Schiotz & Aplanasi
4. Pemeriksaan Penggaungan Papil Saraf Optik oftalmoskop
5. Pemeriksaan Lapang Pandang
Test Konfrontasi
Tangent Screen (lapang pandang sentral)
Perimeter Goldmann (lapang pandang perifer)
Computerized (Humphrey Visual Field Analyzer)
6. Pemeriksaan Sudut Bilik Mata Depan Gonioskopi
Penatalaksanaan
A. Pengobatan medis
1. Supresi pembentukan humor aquous
a. Penghambat adrenergic beta
b. Apraklonidin
c. Inhibitor karbonat anhidrase
2. Fasilitasi aliran keluar humor aquous
a. Obat parasimpatomimetik
3. Penurunan volume korpus vitreum
a. Obat-obat hiperosmotik
4. Miotik, midriatik dan sikloplegik
B. Terapi bedah dan laser
1. Iridektomi dan iridotomi perifer
2. Trabekuloplasti laser
3. Bedah drainase glukoma
4. Tindakan siklodestruktif