Download - Research Andi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia adalah negara yang mempunyai banyak kekayaan yang
mempunyai nilai berharga untuk para generasi penerus yang secara turun temurun
diwarisi oleh kakek dan nenek moyang kita dari masa ke masa. Kekayaan yang
dipunyai oleh bumi pertiwi bukan hanya kekayaan alamnya yang begitu banyak
diperebutkan oleh bangsa-bangsa asing, tetapi kebudayaan yang merupakan
sebuah seni, adat istiadat, kebiasaan, perilaku yang diperlihatkan dan diwarisi oleh
para leluhur dan diwariskan serta dilestarikan oleh para generasi penerusnya pada
saat ini. Banyak kebudayaan yang Indonesia punya. Itu terlihat dari banyaknya
provinsi yang dihuni oleh orang-orang yang pastinya mempunyai adat dan
kebudayaan pada setiap daerah atau tempat tinggal yang didiami. Sehingga dari
setiap daerah mempunyai ciri khas dan seni kebudayaan yang mempunyai gaya
yang berbeda. Tetapi dari kesemua kebudayaan yang dipunyai, dengan kata lain
seni yang sudah ada sejak nenek moyang atau orang-orang terdahulu mengetahui
dan mengenal yang namanya sastra. Sastra sendiri merupakan salah satu dari
banyaknya kebudayaan atau seni yang ada di bumi pertiwi Indonesia, yang mana
perannya di sini merupakan alat yang digunakan oleh manusia untuk mengajar,
mengerahkan, memberi petunjuk, buu petunjuk, instruksi atau pengajaran.
Beberapa pakar menyebutkan sastra sebagai sebuah karya seni yang bernilai dan
bersifat imajinatif. Ada juga yang menytakan kalau sasta merupakan sebuah
kreasi yang bersifat fiksi dan merupakan sebuah pengalaman, pemikiran, ide,
gambaran, yang juga luapan emosi yang spontan.
Dalam kesempatan kali ini, penulis akan membahas salah satu jenis dari
karya sastra yaitu puisi. Penulis melihat kalau puisi lebih mampu memperlihatkan
emosi atau pikiran sang penulis, yang mana dapat dikatakan sebagai orang yang
mencipta puisi. Selain itu, penulis tidak hanya melihat puisi sebagai sebuah
1
tulisan yang dibaca dan dipentaskan di atas panggung oleh satu orang, melainkan
puisi yang akan dibawakan oleh beberapa orang, ditampilkan dengan
memperlihatkan gerakan dan memperdengarkan vokal setiap pemain, serta alunan
musik yang menjadi instrumen tambahan dalam sebuah pertunjukan puisi. Dengan
kata lain penulis akan membahas puisi yang ditampilkan secara visualisasi dan
musikalisasi di atas panggung sesuai dengan naskah pertunjukan puisi tersebut.
Penulis sendiri mengambil seni pertunjukan puisi yang berjudul Tanah
Hom-Pim-Pa yang merupakan hasil karya dari Sutardji Calzoum Bachri, yang
disutradarai oleh Suyadi San S.Pd, dan dimainkan oleh Teater Generasi di Gedung
Utama Taman Budaya Medan, 06 Maret 2009, pukul 19.30 WIB. Penulis tertarik
dengan pertunjukan visualisasi tersebut karena penulis melihat bahwasanya
Tanah Hom-Pim-Pa memperlihatkan adegan yang ada di luar dari judul.
Mungkin dari judulnya orang akan beranggapan kalau visualisasi puisi ini
bertemakan anak-anak, tetapi kenyataannya sang sutradara memperlihatkan
sebuah kombinasi antara orang dewasa dengan anak-anak, yang mana adanya
unsur-unsur mengharukan dan nasehat-nasehat di dalamnya. Berdasarkan
penjelasan di atas, maka penulis mengambi judul yang sesuai untuk kajian yang
akan dibahas, yaitu “Pendeskripsian Data Kualitatif Pertunjukan Puisi Tanah
Hom-Pim-Pa Karya Suyadi San S.Pd.”
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi dari latar belakang di atas, maka yang menjadi
rumusan masalah dalam penelitian ini disusun dalam bentuk pertanyaan sebagai
berikut :
1. Apa maksud dan isi dari puisi Tanah Hom-Pim-Pa ?
2. Bagaimana peranan Taman Budaya dalam menjadi sarana untuk
mengapresiasi serta mementaskan sebuah pertunjukan seni khususnya seni
sastra ?
2
1.3 Rumusan Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah :
Mengetahui makna dari setiap bait dalam puisi Tanah Hom-Pim-Pa.
Melihat peran dari Taman Budaya yang menjadi media pertunjukan seni
budaya.
1.4 Manfaat Penelitian
Setelah mencapai tujuan penelitian di atas, diharapkan hasil penelitian ini
memiliki beberapa manfaat sebagai berikut :
Mendapatkan informasi dan sebagai bahan masukan untuk masyarakat
mengenai pertunjukan seni visualisasi dan musikalisasi puisi
Melihat sejauh mana peran Taman Budaya dalam menampung aspirasi dan
kreativitas masyrakat dalam bidang seni, baik itu sastra maupun yan lainnya.
Sebagai bahan kajian peneliti lain yang bermaksud mengadakan penelitian
pada permasalahan yang relevan.
3
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Hakikat Puisi
2.1.1 Pengertian
Secara etimologis, kata puisi dalam bahasa Yunani berasal dari poesis yang
artinya berati penciptaan. Dalam bahasa Inggris, padanan kata puisi ini adalah
poetry yang erat dengan –poet dan -poem. Mengenai kata poet, Coulter (dalam
Tarigan, 1986:4) menjelaskan bahwa kata poet berasal dari Yunani yang berarti
membuat atau mencipta. Dalam bahasa Yunani sendiri, kata poet berarti orang
yang mencipta melalui imajinasinya, orang yang hampir-hampir menyerupai dewa
atau yang amat suka kepada dewa-dewa. Dia adalah orang yang berpenglihatan
tajam, orang suci, yang sekaligus merupakan filsuf, negarawan, guru, orang yang
dapat menebak kebenaran yang tersembunyi.
Shahnon Ahmad (dalam Pradopo, 1993:6) mengumpulkan definisi puisi
yang pada umumnya dikemukakan oleh para penyair romantik Inggris sebagai
berikut.
Samuel Taylor Coleridge mengemukakan puisi itu adalah kata-kata yang
terindah dalam susunan terindah. Penyair memilih kata-kata yang setepatnya
dan disusun secara sebaik-baiknya, misalnya seimbang, simetris, antara satu
unsur dengan unsur lain sangat erat berhubungannya, dan sebagainya.
Carlyle mengatakan bahwa puisi merupakan pemikiran yang bersifat musikal.
Penyair menciptakan puisi itu memikirkan bunyi-bunyi yang merdu seperti
musik dalam puisinya, kata-kata disusun begitu rupa hingga yang menonjol
adalah rangkaian bunyinya yang merdu seperti musik, yaitu dengan
mempergunakan orkestra bunyi.
4
Wordsworth mempunyai gagasan bahwa puisi adalah pernyataan perasaan
yang imajinatif, yaitu perasaan yang direkakan atau diangankan. Adapun
Auden mengemukakan bahwa puisi itu lebih merupakan pernyataan perasaan
yang bercampur-baur.
Dunton berpendapat bahwa sebenarnya puisi itu merupakan pemikiran
manusia secara konkret dan artistik dalam bahasa emosional serta berirama.
Misalnya, dengan kiasan, dengan citra-citra, dan disusun secara artistik
(misalnya selaras, simetris, pemilihan kata-katanya tepat, dan sebagainya), dan
bahasanya penuh perasaan, serta berirama seperti musik (pergantian bunyi
kata-katanya berturu-turut secara teratur).
Shelley mengemukakan bahwa puisi adalah rekaman detik-detik yang paling
indah dalam hidup. Misalnya saja peristiwa-peristiwa yang sangat
mengesankan dan menimbulkan keharuan yang kuat seperti kebahagiaan,
kegembiraan yang memuncak, percintaan, bahkan kesedihan karena kematian
orang yang sangat dicintai. Semuanya merupakan detik-detik yang paling
indah untuk direkam.
Dari definisi-definisi di atas memang seolah terdapat perbedaan pemikiran,
namun tetap terdapat benang merah. Shahnon Ahmad (dalam Pradopo, 1993:7)
menyimpulkan bahwa pengertian puisi di atas terdapat garis-garis besar tentang
puisi itu sebenarnya. Unsur-unsur itu berupa emosi, imajinas, pemikiran, ide,
nada, irama, kesan pancaindera, susunan kata, kata kiasan, kepadatan, dan
perasaan yang bercampur-baur.
2.1.2 Unsur-unsur Puisi
Berikut ini merupakan beberapa pendapat mengenai unsur-unsur puisi.
Richards (dalam Tarigan, 1986) mengatakan bahwa unsur puisi terdiri dari (1)
hakikat puisi yang melipuiti tema (sense), rasa (feeling), amanat (intention),
5
nada (tone), serta (2) metode puisi yang meliputi diksi, imajeri, kata nyata,
majas, ritme, dan rima.
Waluyo (1987) yang mengatakan bahwa dalam puisi terdapat struktur fisik
atau yang disebut pula sebagai struktur kebahasaan dan struktur batin puisi
yang berupa ungkapan batin pengarang.
Altenberg dan Lewis (dalam Badrun, 1989:6), meskipun tidak menyatakan
secara jelas tentang unsur-unsur puisi, namun dari outline buku mereka bisa
dilihat adanya (1) sifat puisi, (2) bahasa puisi: diksi, imajeri, bahasa kiasan,
sarana retorika, (3) bentuk: nilai bunyi, verifikasi, bentuk, dan makna, (4) isi:
narasi, emosi, dan tema.
Dick Hartoko (dalam Waluyo, 1987:27) menyebut adanya unsur penting
dalam puisi, yaitu unsur tematik atau unsur semantik puisi dan unsur sintaksis
puisi. Unsur tematik puisi lebih menunjuk ke arah struktur batin puisi, unsur
sintaksis menunjuk ke arah struktur fisik puisi.
Meyer menyebutkan unsur puisi meliputi (1) diksi, (2) imajeri, (3) bahasa
kiasan, (4) simbol, (5) bunyi, (6) ritme, (7) bentuk (Badrun, 1989:6).
Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur puisi
meliputi (1) tema, (2) nada, (3) rasa, (4) amanat, (5) diksi, (6) imaji, (7) bahasa
figuratif, (8) kata konkret, (9) ritme dan rima. Unsur-unsur puisi ini, menurut
pendapat Richards dan Waluyo dapat dipilah menjadi dua struktur, yaitu struktur
batin puisi (tema, nada, rasa, dan amanat) dan struktur fisik puisi (diksi, imajeri,
bahasa figuratif, kata konkret, ritme, dan rima).
A. Struktur Fisik Puisi
Adapun struktur fisik puisi dijelaskan sebagai berikut.
Perwajahan puisi (tipografi), yaitu bentuk puisi seperti halaman yang tidak
dipenuhi kata-kata, tepi kanan-kiri, pengaturan barisnya, hingga baris puisi
6
yang tidak selalu dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik.
Hal-hal tersebut sangat menentukan pemaknaan terhadap puisi.
Diksi, yaitu pemilihan kata-kata yang dilakukan oleh penyair dalam puisinya.
Karena puisi adalah bentuk karya sastra yang sedikit kata-kata dapat
mengungkapkan banyak hal, maka kata-katanya harus dipilih secermat
mungkin. Pemilihan kata-kata dalam puisi erat kaitannya dengan makna,
keselarasan bunyi, dan urutan kata. Geoffrey (dalam Waluyo, 19987:68-69)
menjelaskan bahwa bahasa puisi mengalami 9 (sembilan) aspek
penyimpangan, yaitu penyimpangan leksikal, penyimpangan semantis,
penyimpangan fonologis, penyimpangan sintaksis, penggunaan dialek,
penggunaan register (ragam bahasa tertentu oleh kelompok/profesi tertentu),
penyimpangan historis (penggunaan kata-kata kuno), dan penyimpangan
grafologis (penggunaan kapital hingga titik)
Imaji, yaitu kata atau susunan kata-kata yang dapat mengungkapkan
pengalaman indrawi, seperti penglihatan, pendengaran, dan perasaan. Imaji
dapat dibagi menjadi tiga, yaitu imaji suara (auditif), imaji penglihatan
(visual), dan imaji raba atau sentuh (imaji taktil). Imaji dapat mengakibatkan
pembaca seakan-akan melihat, medengar, dan merasakan seperti apa yang
dialami penyair.
Kata kongkret, yaitu kata yang dapat ditangkap dengan indera yang
memungkinkan munculnya imaji. Kata-kata ini berhubungan dengan kiasan
atau lambang. Misal kata kongkret “salju: melambangkan kebekuan cinta,
kehampaan hidup, dll., sedangkan kata kongkret “rawa-rawa” dapat
melambangkan tempat kotor, tempat hidup, bumi, kehidupan, dll.
Bahasa figuratif, yaitu bahasa berkias yang dapat
menghidupkan/meningkatkan efek dan menimbulkan konotasi tertentu
(Soedjito, 1986:128). Bahasa figuratif menyebabkan puisi menjadi prismatis,
artinya memancarkan banyak makna atau kaya akan makna (Waluyo,
7
1987:83). Bahasa figuratif disebut juga majas. Adapaun macam-amcam majas
antara lain metafora, simile, personifikasi, litotes, ironi, sinekdoke,
eufemisme, repetisi, anafora, pleonasme, antitesis, alusio, klimaks,
antiklimaks, satire, pars pro toto, totem pro parte, hingga paradoks.
Versifikasi, yaitu menyangkut rima, ritme, dan metrum. Rima adalah
persamaan bunyi pada puisi, baik di awal, tengah, dan akhir baris puisi. Rima
mencakup (1) onomatope (tiruan terhadap bunyi, misal /ng/ yang memberikan
efek magis pada puisi Sutadji C.B.), (2) bentuk intern pola bunyi (aliterasi,
asonansi, persamaan akhir, persamaan awal, sajak berselang, sajak berparuh,
sajak penuh, repetisi bunyi [kata], dan sebagainya [Waluyo, 187:92]), dan (3)
pengulangan kata/ungkapan. Ritma merupakan tinggi rendah, panjang pendek,
keras lemahnya bunyi. Ritma sangat menonjol dalam pembacaan puisi.
B. Struktur Batin Puisi
Adapun struktur batin puisi akan dijelaskan sebagai berikut.
Tema/makna (sense); media puisi adalah bahasa. Tataran bahasa adalah
hubungan tanda dengan makna, maka puisi harus bermakna, baik makna tiap
kata, baris, bait, maupun makna keseluruhan.
Rasa (feeling), yaitu sikap penyair terhadap pokok permasalahan yang
terdapat dalam puisinya. Pengungkapan tema dan rasa erat kaitannya dengan
latar belakang sosial dan psikologi penyair, misalnya latar belakang
pendidikan, agama, jenis kelamin, kelas sosial, kedudukan dalam masyarakat,
usia, pengalaman sosiologis dan psikologis, dan pengetahuan. Kedalaman
pengungkapan tema dan ketepatan dalam menyikapi suatu masalah tidak
bergantung pada kemampuan penyairmemilih kata-kata, rima, gaya bahasa,
dan bentuk puisi saja, tetapi lebih banyak bergantung pada wawasan,
pengetahuan, pengalaman, dan kepribadian yang terbentuk oleh latar belakang
sosiologis dan psikologisnya.
8
Nada (tone), yaitu sikap penyair terhadap pembacanya. Nada juga
berhubungan dengan tema dan rasa. Penyair dapat menyampaikan tema
dengan nada menggurui, mendikte, bekerja sama dengan pembaca untuk
memecahkan masalah, menyerahkan masalah begitu saja kepada pembaca,
dengan nada sombong, menganggap bodoh dan rendah pembaca, dll.
Amanat/tujuan/maksud (itention); sadar maupun tidak, ada tujuan yang
mendorong penyair menciptakan puisi. Tujuan tersebut bisa dicari sebelum
penyair menciptakan puisi, maupun dapat ditemui dalam puisinya.
2.2 Visualisasi Puisi dan Musikalisasi Puisi
Musikalisasi adalah hal menjadikan sesuatu dalam bentuk musik. Visualisasi
adalah pengungkapan suatu gagasan atau perasaan dengan menggunakan bentuk
gambar, tulisan (kata dan angka), peta, grafik, dsb. (KBBI 2005, 768 dan 1262).
Sedangkan puisi dalam bahasa Yunani berasal dari poesis yang artinya berati
penciptaan. Dalam bahasa Inggris, padanan kata puisi ini adalah poetry yang erat
dengan –poet dan -poem. Mengenai kata poet, Coulter (dalam Tarigan, 1986:4)
menjelaskan bahwa kata poet berasal dari Yunani yang berarti membuat atau
mencipta. Di lain pihak, William Wordsworth (Situmorang, 1980:9) mengatakan
bahwa puisi adalah peluapan yang spontan dari perasaan-perasaan yang penuh
daya, memperoleh asalnya dari emosi atau rasa yang dikumpulkan kembali dalam
kedamaian. Setiap mempunyai unsur atau elemen-elemen yang berhubungan
antara satu elemen dengan elemen yang lain.
Jadi dapat disimpulkan bahwasanya, musikalisasi puisi adalah luapan emosi
atau perasaan seseorang dalam bentuk puisi yang dibuat dalam bentuk musikal
yang sifat dari puisi itu adalah imajinatif. Sedangkan visualisasi puisi adalah
luapan perasaan atau emosi seseorang yang dalam bentuk puisi yang dibuat
digambarkan atau divisualkan agar orang yang menonton lebih dapat paham
dengan apa yang ingin disampaikan pengarang atau sutradara dalam puisi tersebut
dengan menggunakan kata, tulisan, peta, grafik, gambar, dsb.
9
2.3 Profil Sutradara
Suyadi San S.Pd. Lahir di Medan, 29 September 1970. Berkiprah di bidang
teater dan sastra secar serius sejak duduk di bangku SPG Negeri 2 Medan. Lalu
bergabung di teater Patria Medan (1987) dan teater LKK IKIP Medan (1990).
Pada 17 Juni 1995 mendirikan teater Generasi di Medan. Alumnus Pendidikan
Bahasa Dan Sastra Indonesia IKIP Medan (1997) ini pernah mengikuti Latihan
Ketrampilan Penerbitan Kampus Mahasiswa Tingkat Pembina Se-Indonesia di
Universitas Udayana Bali (1993). Jambore Nasional Teater di Cibubur (1994),
Pertemuan Teater Mahasiswa Se-Indonesia III di Padang (1994), manggung di
Teater Tertutup Ismail Marzuki (TIM) Jakarta pada PEKSIMINAS III (1995) dan
Pementasan Festival Nasional Teater di Bandung, Jawa Barat (1996), serta
menyutradarai Teater LKK pada beberapa empat di Padang Sumatera Barat
(1994) dan Teater Generasi dalam Festival Teater Alternatif GKJ Awrds di
Gedung Kesenian Jakarta (2003). Mengikuti PEKSIMINAS II di Denpasar, Bali
(1993), Pertemuan Sastrawan Indonesia di INS Kayutanam (1997), membaca
sajak di sanggar POSTI Bali (1993) dan Temu Sastrawan Se-Sumatera Utara di
Banda Aceh (1999), membentangkan makalah pada Temu Penyair Se – Sumatera
di Padang (2003), dan Seminar Persuratan Melayu merentas Negara di Universiti
Sains Malaysia (USM) Pulau Pinang atas undangan Dewan Bahasa dan Pustaka
Wilayah Utara Pulau Pinang, Malaysia (2004), serta peserta kongres Bahasa
Indonesia VII-14-17 2003. Atas undangan resmi pusat bahasa Depdiknas di hotel
Indonesia Jakarta, stage manager kontingen Sumatera Utara dalam Pergelaran
Seni Se-Sumatera Utara (PPSS) VII di Palembang, Sumatera Selatan (2005). Pada
2007 mengikuti Seminar Internasional Presiden Penyair di Taman Ismail Marzuki,
Sejumlah karya puisi, cerpen, esai, dan pemikiran dramanya masuk di dalam
antologi puisi Koran Sabtu Pagi (SSI, 1993), Bumi (SSI, 1994), Dalam Kecamuk
Hujan (KSK, 1997), Jejak (DKSU, 1998), Indonesia Berbisik (DKSU, 1999),
Tengok (ASAS, 2000), Muara Tiga (Dialog Utara IX Medan 2000), Sangkalakiri
(Dialog Utara X Thailand Selatan, 2003), Telaah Drama : Konsep Teori dan
Kajan (Generasi dan Mimbar Umum, 2004), Amuk Gelombang (Star Indonesia
10
Production, 2005), Stilistika : Sebuah Pengenalan Awal (Generasi, 2005), Ragam
Jejak Sunyi Tsunami (Balai Bahasa Medan, 2005), Menguak Tabir Bahasa
Jurnalistik (Balai Bahasa, Generasi, 2006). Menjabat Sekretaris 1 Dewan
Kesenian Sumatera Utara (2004-2009), Wakil Ketua Himpunan Pembina Bahasa
Indonesia Cabang Medan (2007-2010), Ketua II Himpunan Sarjana Kesusastraan
Indonesia (HISKI) Sumatera Utara (2005-2008), serta tengah menyelesaikan tesis
S2 pada program studi antropologi sosial PPS Unimed. Pada 1994-2008 menjadi
wartawan Mimbar Umum dan beberapa tahun menjadi redaktur budaya. Kini
menjadi staf teknis pada Balai Bahasa Medan Depdiknas RI, juga dosen luar biasa
Sastra Indonesia FBS Unimed. Menikahi Asnidar S.PD, dan dikarunai tiga orang
anak, yaitu Zaim Dzaky Sanjaya (8), Zyhair Azka (5), dan Zarkasyi Dzihny
Sanjaya (2). Beliau sekarang bertempat tinggal di jalan Garu II B, Gang.
Mushollah Nomor 58-A Medan 20147. Dapat mengakses beliau melalui
11
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian Kualitatif
3.1.1 Konsep Dasar Penelitian Kualitatif
Istilah penelitian kualitatif menurut Kirk dan Miller (1986:9) pada mulanya
bersumber pada pengamatan kualitatif yang dipertentangkan dengan pengamatan
kuantitatif. Pengamatan kuantitatif melibatkan pengukuran tingkatan suatu ciri
tertentu. Untuk menemukan sesuatu dalam pengamatan, pengamat itu harus
mengetahui apa yang menjadi ciri sesuatu itu. Untuk itu pengamat mulai mencatat
atau menghitung dari satu, dua, dan seterusnya. Dengan kata lain, metode
kuantitatif melibatkan diri pada perhitungan atau angka atau kuantitas.
Ada beberapa istilah yang digunakan untuk penelitian kualitatif, yaitu
penelitian atau inkuiri naturalistik atau alamiah, etnografi, interaksionis simbolik,
perspektif ke dalam, etnometodologi, the Chicago School, fenomenologis, studi
kasus, interpretatif, ekologis, dan deskriptif (Bogdan dan Biklen, 1982:3). David
Williams (1985) menulis bahwa penelitian kualitattif adalah pengumpulan data
pada suatu latar alamiah, dengan metode alamiah, dan dilakukan oleh orang atau
peneliti yang tertarik secara ilmiah. Penulis buku lainnya, Bogdan dan Taylor
(1975:5) mendefenisikan metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang
12
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari oran-orang
dan perilaku yang pada latar dan individu tersebut secara holistik (utuh).
Dari kajian tentang defenisi-defenisi tersebut dapatlah disintesiskan bahwa
penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami
fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku,
persepsi, motivasi, tindakan, dll., secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam
bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan
memanfaatkan berbagai metode alamiah. Kesimpulan tersebut sebagian telah
memberikan gambaran tentang adanya kekhasan penelitian kualitatif.
3.1.2 Fungsi dan Pemanfaatan Penelitian Kualitatif
Penelitian kualitatif dimanfaatkan untuk keperluan sebagai berikut :
Pada penelitian awal dimana subjek penelitian tidak didefinisikan secara baik
dan kurang dipahami
Pada upaya pemahaman penelitian perilaku dan penelitian motivasional.
Untuk penelitian konsultatif
Memahami isu-isu rumit sesuatu proses
Memahami isu-isu rinci tentang situasi dan kenyataan yang dihadapi
seseorang
Untuk memahami isu-siu yang sensitif
Untuk keperluan evaluasi
Untuk meneliti latar belakang fenomena yang tidak dapat diteliti melalui
penelitian kuantitatif
Digunakan untuk meneliti tentang hal-hal yang berkaitan dengan latar
belakang subjek penelitian
13
Digunakan untuk lebih dapat memahami setiap fenomena yang sampai
sekarang belum banyak diketahui
Digunakan untuk menemukan perspektif baru tentang hal-hal yang sudah
banyak diketahui
Digunakan oleh peneliti bermaksud meneliti sesuatu secara mendalam
Dimanfaatkan oleh peneliti yang berminat untuk menelaah sesuatu latar
belakang misalnya tentang motivasi, peranan, nilai, sikap, dan persepsi
Digunakan oleh peneliti yang berkeinginan untuk menggunakan hal-hal yang
belum banyak diketahui ilmu pengetahuan
Dimanfaatkan oleh peneliti yang ingin meneliti sesuatu dari segi prosesnya.
3.2 Lokasi dan Waktu
Lokasi yang dijadikan tempat acara pertunjukan puisi Tanah Hom-Pim-Pa
adalah di Taman Budaya, yang beralamat di Jalan Perintis Kemerdekaan, tepat
berada di depan Hotel Grand Angkasa. Taman Budaya sendiri merupakan tempat
atau bias juga dikatakan tempat para seniman untuk mengadakan pementasan tau
pertunjukan sebuah karya seni, baik itu seni budaya dari dalam negeri maupun
daerah, juga kesenian sastra yang akhir-akhir ini sering dipertunjukan dengan
menjualnya dalamm bentuk tiket yang disediakan oleh panitia, dan didistribusikan
ke sekolah-sekolah dan kampus-kampus di kota Medan.
Acara yang diadakan pada tanggal 06 Maret 2009 ini menampilkan dua
pertunjukan puisi, yaitu visualisasi puisi dan musikalisasi puisi, yang dibawakan
oleh Teater Generasi arahan sutradara Suyadi San yang berjudul Tanah Hom-Pim-
Pa, dan Teater BASINDO arahan sutradara Safinatul Harahap yang berjudul
14
Matahari, Keranda, dan Ilalang. Panitia acara ini, SEMENDA EXPO,
mengundang Raudah Jambak, salah satu sastrawan kota Medan sebagai pembawa
acara di malam itu.
3.3 Sumber Data dan Instrumen
Menurut Lofland dan Lofland (1984:47) sumber data utama dalam
penelitian ialah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti
dokumen, foto, buku, dll. Penulis dalam mengambil sumber data untuk
memperkuat tulisannya kali ini menggunakan sumber tertulis dan foto. Sumber
tertulis merupakan hasil wawancara dengan ketua Semenda Expo yang
merupakan instansi yang menyelenggarakan pertunjukan ini, serta naskah dari
pertunjukan puisi Tanah Hom-Pim-Pa, skenario Suyadi San, S.Pd
3.4 Analisis Data
Analisis data kualitatif (Bogdan dan Biklen, 1982) adalah upaya yang
dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, memilah-milahnya menjadi satuan
yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari, dan menemukan pola,
menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang
dapat diceritakan. Di pihak lain, menurut Seiddel (1998), prosesnya berjalan
sebagai berikut :
Mencatat yang menghasilkan catatan lapangan, dengan hal itu diberi kode
agar sumber datanya tetap dapat ditelusuri.
Mengumpulkan, memilah-milah, mengklasifikasikan, mensintesiskan,
membuat ikhtisar, dan membuat indeksnya.
15
Berpikir, dengan jalan membuat agar kategori data itu mempunyai makna,
mencari dan menemukan pola dan hubungan-hubungan, dan membuat
temuan-temuan umum.
Dari definisi-definisi tersebut dapatlah kita pahami bahwa ada yang
mengemukakan proses, ada pula yang menjelaskan tentang komponen-komponen
yang perlu ada dalam sesuatu analisis data.
BAB IV
DEKSRIPSI DAN PEMBAHASAN PENELITIAN
4.1 Deksripsi Data
Adapun yang beberapa foto atau gambar yang akan ditampilkan sebagai bukti
bahwasanya acara pertunjukan puisi di Gedung Utama Taman Budaya pada
tanggal 06 Maret 2009 memang benar dilaksanakan. Selain itu, beberapa foto
mengenai sekilas Taman Budaya dan beberapa tempat serta benda-benda yang ada
didalamnya.
16
Ini adalah pintu masuk gedung utama, yang
mana merupakan pintu masuk untuk melihat
pertunjukan.
Gambar 1. Pintu Masuk Gedung Utama
Ini adalah area parkir Taman Budaya,
terletak di sebelah Gedung Utama, dan
berada di depan ruang artistik
Gambar 2. Tempat Parkir
17
Gambar 3. Seksi Dokumentasi dan Informasi
Ini merupakan ruang dimana seksi dari bagian dokumentasi dan informasi
bekerja. Dimana mereka melakukan penggarapan kejadian-kejadian, dalam arti
kata mereka mendokumentasikan dan menjadi pusat informasi bagi mereka yang
ingin mendapat informasi seputar Taman Budaya dan acara yang akan
diselenggarakan.
Ini merupakan ruang sanggar
teater di Taman Budaya, dimana
segala aktivitas kegiatan teater
terangkum didalamnya.
Gambar 4. Sanggar Teater
Benda ini adalah salah satu dari miniatur yang ada
di Taman Budaya, tepatnya di dalam Gedung
Pameran.
18
Gambar 5. Rumah Adat
Ini adalah lukisan abstrak yang bertajuk Medan-
Prapat-Danau Toba-Samosir
Gambar 6. Lukisan Abstrak
Sanggar Tari ini bisa juga dikatakan
sebagai base camp dari anak-anak seni
tari Taman Budaya. Tempat
melakukan persiapan sebelum tampil.
Gambar 7. Sanggar Tari
19
Gambar 8. Menunggu
Ini adalah foto saat pementasan akan segera berlangsung. Terlihat menunggu di
bawah deretan anak tang di dekat ruang utama, atau tempat pementasan.
Di saat pementasan akan segera
berlangsung, maka penonton pun
langsung mneyerbu tempat atrian
tiket, namun “jangan berebut ya.”
Gambar 11. Antrian
20
Gambar 12. Panggung Pementasan
Suasana panggung yang masih sepi dari penonton, dan menjelang persiapan
pertunjukan.
Ini adalah adegan sang aktor sedang
dikerumuni oleh pemain lain, yang mana
adegan ini merupakan refleksi dari
memandikan aktor tersebut.
Gambar 13. Adegan Tanah Hom-Pim-Pa
21
Gambar 14. Adegan Tanah Hom-Pim-Pa
Ini adalah adegan ketika mereka bergerak dengan gerakan berjalan dan
menghentakkan kaki ke lantai, setalah adegan musikalisasi puisi “Tanah Air
Mata”
Gambar 15. Adegan Tanah Hom-Pim-Pa
Ini ketika sang aktor berdialog dengan pemain lain, dengan ditambahkan beberapa
koor arahan dari pemain lain.
22
Gambar 16. Adegan Tanah Hom-Pim-Pa
Adegan ini menggambarkan suasana ketika sang aktor sedang melakukan dialog
dengan para pemain yang lain, ditambahkan adegan setelah musikalisasi puisi
“Masihkan Dunia Bertahta Di Hati Kita”
Gambar 17. Diskusi Pementasan
Ini adalah suasana saat kedua sutradara dan pembawa acara melakukan
sesi diskusi. Dan dibuka untuk seluruh audience yang ingin
menyampaikan pertanyaan, maupun tanggapan terhadap pertunjukan.
23
Gambar 18. Raudah Jambak
Pembawa acara pertunjukan puisi, Kakanda Rauah Jambak.
Gambar 18. Suyadi San
Gambar 19. Suyadi San, S.Pd
Suyadi San, S.Pd, sang sutradara Tanah Hom-Pim-Pa, dan pemimpin sanggar
Teater Generasi Medan.
3.2 Deskripsi Observasi
Deskripsi Observasi yang diberikan penulis adalah naskah dari pertunjukan
puisi Tanah Hom-Pim-Pa. Berikut adalah naskah dari pertunjukan puisi Tanah
Hom-Pim-Pa.
24
TANAH HOM-PIM-PA
Skenario : Suyadi San
BABAK – IAdegan 1
Seorang aktor sedang bermain-main air (seperti menimba) dari dalam sumur,
dengan gerakan perlahan, penuh perasaan, ekspresi rakus. Ia mempermainkan air
dari satu ember ke ember lain (berisi tanah). Ia mencampur aduk antara air dan
tanah dengan irama gerak lembut, garang sambil berkata, “Tanah Air Mata”,
terus-menerus seirama dengan gerak yang dilakukan.
Adegan 2
Sementara gerakan adegan 1 berlangsung terus, dari sudut yang lain beberapa
aktor bersama-sama datang tertatih-tatih memikul timba kaleng kosong. Mereka
bergerak bersama-sama menuju aktor yang sedang bermain-main air. Mereka
bergerak sambil koor puisi bait 1 :
Tanah airmata tanah tumpah duka ku
Mata air airmata kami
Airmata tanah air kami
Satu per satu mereka antre, meminta tanah dan air. Tetapi hanya diberi air.
Mereka bergantian menerima air dari sang aktor, kemudian secara bersama-sama
melakukan komposisi seperto orang berbaris. Koor puisi bait 1 dan 2 :
Tanah airmata tanah tumpah dukaku
Mata air airmata kami
Airmata tanah air kami
Di sinilah kami berdiri
25
Menyanyikan airmata kami
Setelah bait 2 selesai, mereka bernyanyi, menyanyikan puisi bait 1 dan 2 sambil
mempermainkan air dalam kaleng seperti mempermainkan airmata. Mereka terus
berulang-ulang menyanyikan puisi bait 1 dan 2 dan semakin lama semakin
mengharukan.
Adegan 3
Seorang narator (1) mengucapkan puisi bait 3 sementara yang lain masih terus bernyanyi.
Di balik gembur subur tanahmuKami simpan perih kami
Di balik etalase megah gedung-gedungmuKami coba sembunyikan derita kami
Setelah puisi bait 3 selesai, secara bersama-sama mereka bergerak seperti terluka,
membenturkan kaleng, kemudian koor puisi bait 4 :
Kami coba simpan nestapaKami coba kuburkan duka laraTapi perih tak bisa sembunyi
Ia merebak ke mana-mana
Adegan 4
Seorang narator (2) mengucapkan puisi bait 5 :
Bumi memang tak sebatas pandangDan udara luas menunggu
Namun kalian takkan bisa menyingkir
Kemudian koor, sambil bergerak bersama-sama menuju sang aktor yang
berekspresi seperti ketakutan, tetapi tetap terus bermain air dan tanah. Orang-
orang terus bergerak. Kali ini kaleng itu mereka panggul seperti ingin
melemparkan.
Ke mana pun melangkah
26
Kalian pijak airmata kamiKe mana pun terbang
Kalian khan hinggap di air mata kamiKe mana pun berlayar
Kalian arungi air mata kami
Adegan 5
Seorang aktor seperti sudah terkepung, dilingkari gerakan para narator. Mereka
bergerak keliling. Sang aktor semakin ketakutan. Para narator semakin mendesak
dan memasukkan sang aktor ke dalam ember berisi air. Kemudian seperti
memandikan, para narator mengucapkan puisi bait 7 :
Kalian sudah terkepung
Takkan bisa mengelak
Takkan bisa ke mana pergi
Menyerahlah pada kedalaman airmata kami
Para narator saling bergantian dengan gerak intensif penuh perasaan, bergantian
mengguyurkan air yang bercampur tanah ke tubuh sang aktor. Setelah puas,
mereka bernyanyi bersama-sama puisi bait 1 dan 2.
BABAK – II
Adegan 1
Musikalisasi puisi “Tanah Air Mata”. Para pelaku dramatisasi puisi sebelumnya.
Adegan 2
Aktor yang tadi tiba-tiba menghentak-hentakkan kaki dengan irama mula-mula
pelan, lalu berangsur-angsur cepat. Ia terus berjalan dengan menghentak-
hentakkan irama kaki ke lantai sambil mengucap :
27
Hom Pim Pa
Orang-orang yang lain meniru dan melakukan gerakan serupa dengan ucapan
sama, tapi dimulai dari nada rendah sampai meninggi. Kemudian rendah lagi,
akhirnya lembut, tetapi tidak berhenti.
Hom Pim Pa
Sang aktor membaca puisi bait 1. baris terakhir diucapkan dengan tekanan
dinamik keras.
Apa katamu bila hidup ini hom pim pa
Siang orang sufi malam berkostum pencuri
Topeng-topeng tergantung pada setiap biliknya
Maka berubahlah setiap saat
Biar perut terganjal,
Panjang usia dipersempit limitnya
Suara ‘Hom Pim Pa’ ikut bergemuruh dan keras. Setelah sampai puncaknya, suara
itu kembali lembut tetapi tidak berhenti.
A : Mencuri
Aktor : Mereka bilang terpaksa
B : Nodong
Aktor : Mereka bilang terpaksa
C : Nipu
Aktor : Mereka bilang terpaksa
28
Sajak ini pun mereka bilang terpaksa
Koor : Hom Pim Pa (bersahutan keras dan akhirnya kembali lembut walaupun tidak pernah berhenti)
Aktor : Kalah menang teka-teki
Yang pasti
Sumbang
Apa katamu bila hidup ini hom pim pa
Gaungnya membikin rimba
A : Sekolah jadi rimba
B : Kantor jadi rimba
C : Pergaulan jadi rimba
D : Perempuan jadi rimba
A : Putih jadi rimba
B : Ide jadi rimba
C : Aku jadi rimba
D : Putih jadi rimba
A : Hukum jadi rimba
Aktor : Ada harimau dengan kuku dan taring-taringnya
Ada pelanduk dengan akal liciknya
29
Ada kijang cantik hidup dalam kewaswasannya
A : Jangan njambret
Aktor : Toh bukan kau
B : Jangan mabok
Aktor : Toh bukan kau
Maka setiap manusia ciptakan rel masing-masing
Berserabutan di jagad
Koor : Hom Pim Pa (bergemuruh dan keras. Setelah sampai puncaknya, suara
itu kembali lembut tetapi tidak berhenti)
A & B : Tangan tengadah belum tentu menang
C & D : Tangan tengadah belum tentu kalah
Aktor : Apa katamu bila hidup tanpa Hom Pim Pa
Paling aman gelengkan kepala sambil berucap
Hom Pim Pa bersahutan
Koor : Hom Pim Pa (bergemuruh dan berakhir dalam tempo lambat, tetapi
dengan tekanan dinamik keras)
BABAK – III
Musikalisasi Puisi “MASIHKAH DUNIA BERTAHTA DI HATI KITA”.
30
BABAK - IV
Adegan 1
Orang-orang melakukan gerakan teaterikal. Berhamburan tak tentu arah. Tanpa
suara. Mereka merasakan seperti ada gempa, bencana, dan perang. Seolah-olah
suara-suara bom, peluru kendali, dan berita-berita bencana alam dekat di telingan
mereka. Lalu mereka satu per satu berjatuhan. Rebah.
Adegan 2
Seorang anak perempuan datang tergesa-gesa. Sembari menangis, ia mencari ayah
dan ibunya. Semua yang rebah diperiksanya satu per satu. Yang diperiksa
menggelengkan kepala. Begitu seterusnya. Anak itu pun terus menangis.
Adegan 3
Musikalisasi puisi “IGAUAN PERTIWI” bait 1 dan 2.
Senyumlah, Anakku, tersenyum
Kau lihatlah negerimu nyaris pecah berantakan
Ladang-ladang telah dibanjiri kebusukan
Badai sepanjang masa penyebabnya
Kau lihatlah bintang-bintang terus tertutup awan
Perpanjang derita negerimu setiap masa
Esok, apabila kaulihat alam angkasa raya
Katakan pada burung-burung bahwa tanah air kita
Telah dijahili tangan-tangan tak berdosa
Bahwa rumah kita belum dibentengi ketabahan
31
Sehingga lambat laun terancam bencana
Senyumlah, Anakku, tersenyum
Jangan pandang pemimpinmu yang bermimpi kursi beludru
Lihat, lihatlah di hari yang Fitri ini mereka masih saja
Belum bisa menguntaikan senyum sepertimu
Karena tak bisa mengatasi negerimu dari ancaman prahara
Hutan-hutan terbakar,
Ikan-ikan berhamburan tak tentu arah
Gunung-gunung kehilangan panorama,
Tinggal menunggu rata dengan tanah
Air mengalir tak sederas Mahakam,
Menjadikan sawah tak sesubur lautan Hindia
Anak kecil tadi mengambil posisi depan panggung. Orang-orang yang rebah satu
per satu terbangun. Dengan gerakan perlahan, mereka satu per satu menghampiri
sang anak. Tapi tak bisa berbuat apa-apa, selain hanya manatap, menatap cemas.
Lanjut musikalisasi puisi “IGAUAN PERTIWI” bait berikutnya :
Senyumlah, Anakku, tersenyum
Allah telah menegur negerimu dengan cukup sopan
Dengan api peperangan yang terus membara
Berbagai badai bencana alam dan topan
Semua menjelma menjadi sebuah ketersiaan,
Menjadi sebuah keterasingan di negeri sendiri,
32
Akibat nafsu serakah yang menjuntai-juntai
Tersenyumlah, Anakku, tersenyum
Andai kau bisa tersenyum,
Sadarilah bahwa negeri ini
Diciptakan memang untuk generasi sepertimu
Jika badai tak juga rendah, camkanlah
Bahwa sesungguhnya Allah beserta Malaikat-Nya
Akan terus mengawasi perjalanan ciptaan-Nya
Senyumlah, Anakku, tersenyum,
Insya Allah Dia selalu bersamamu.
Satu per satu orang-orang tersebut menggendong sang anak. Lalu mereka berjalan
ke luar dengan gerakan perlahan-lahan hingga keluar.
3.3 Pembahasan Penelitian
Dari naskah puisi di atas, dapat dilihat bahwa ini bisa dikatakan sebagai
naskah yang cukup panjang. Suyadi San, sang sutradara juga memadukan tiga
buah puisi di dalamnya, yaitu Tanah Hom-Pim-Pa, Masihkah Dunia Bertahta DI
Hati Kita, dan Igauan Pertiwi. Sutradara sendiri juga memasukkan unsur tarian-
tarian daerah yang sekilas terlihat seperti tarian Saman dari provinsi Nangroe
Aceh Darussalam. Selain itu, Kakanda Suyadi San juga memberikan aksen tarian
dengan kombinasi screaming Hom-Pim-Pa pada sesekali gerakan, dan
musikalisasi puisi yang juga dipadu dengan alunan music yang bermain dengan
sangat baik, sehingga memunculkan kesan estetik dan perpaduan irama yang
sinkron antara visualisasi dan musikalisasi.
33
Gambar 20. Pemain Musik
Maksud dari pertunjukan puis Tanah Hom-Pim-Pa adalah penguasa yang
bertindak semena-menanya, menidas rakyat, yang ditunjukkan pada visual yang
bertajuk pengambilan air. Terlihat bahwa masyarakat yang sebenarnya juga sama-
sama mempunyai hak untuk mendapat air terlihat dibinasakan haknya. Selain itu,
anak gadis yang malang sekali nasibnya, lantaran keluarga,ya habis ditelan
bencana yang datang silih berganti di daerahnya, dan ketidak adanya kesiapan dan
perhatian dari pemerintah terhadap nasibnya.
Taman Budaya Sumatara Utara, merupakan tempat yang biasanya, dan
bukan hanya, meainkan merupakan tempat bagi para seniman dan sastrawan
untuk berkumpul dan mempertunjukkan kreatifitas mereka dlam bidang seni.
Bertempat di Jalan Perintis Kemerdekaan No. 33, Taman Budaya juga pernah
mengikuti acara pertemuan Seluruh Taman Budaya Se-Indonesia di Bandung,
Jawa Barat, Budhayana. Dalam rangka 100 Hari Kebangkitan Nasional, berbagai
kegiatan seperti etalase seni pertunjukan bambu, gelaran dan pembukaan, Temu
Kepala Taman Budaya se-Indonesia, dialog seni, konser kolaborasi musik bambu,
pameran dan pertunjukan seni dan sajian kuliner yang dilaksanakan sejak 23--26
Juli lalu. Dan perannya dalam memasyarakatkan sastra, Taman Budaya dapat
dikatakan tempat Sastra untuk “unjuk gigi” dan para sastrawan adalah media
untuk menyampaikan aspirasi mereka serta menunjukkan produktivitas mereka.
34
Yang menjadi pembahasan penelitian,, selain pembahasan naskah dan
sekilas Taman Budaya Sumatra Utara di atas, bahwa pertunjukan ini diadakan
diadakan di Taman Budaya dan Teater Generasi adalah salah satu dari dua grup
yang ikut memeriahkan acara pertunjukan puisi tersebut. Di akhir pertunjukan,
terlihat tiga orang, yaitu Raudah Jambak, pembawa acara, Suyadi San, dan
Safinatul Harahap duduk bersama untuk membuka sesi Tanya jawab dan sekilas
menceritakan mengenai hasil skenario mereka kepada penonton.
Pada kesempatan ini, penonton juga diberikan kesempatan untuk berbaur
dan berinteraksi dengan sutradara untuk sekedar memberi tanggapan atau
memberikan pertanyaan. Tercatat bahwa ada tiga orang penanya yang beruntung
mendapat kesempatan bertanya oleh pembawa acara, dua diantaranya menjurus ke
Suyadi San dan 1 mengarah kepada Safinatul Harahap.
3.3 Kelebihan dan Kelemahan
Kelebihan dari pertunjukan puisi ini, Suyadi San mampu memadukan tiga
buah puisi yang notabene ketiganya mempunyai background yang berbeda.
Namun, beliau mengambil dari sudut pandang yang berbeda, dan tidak hanya
fokus kepada 1 puisi namun ketiga puisi sekaligus dan pemain musik yang jarang
sekali melakukan kesalahan ketika masuk intro maupun pada finishing act yang
harus memang mereka mainkan. Akan tetapi, kekurangan dari pertunjukan ini
tidak terlalu terlihat, mungkin dari segi isi dan maksud sutradara. Alias pesan apa
yang tersirat dari pertunjukan puisi Tanah Hom-Pim-Pa belakangan tidak sampai
kepada penonton, dikarenakan penonton kurang paham dan mereka lebih banyak
terfokus pada gerakan pemain, bukan ke penghayatan dan tidak mampu menafsir
yang ada di dalam. Selain itu, durasi yang cukup panjang dengan banyak adegan
yang bisa dikategorikan tidak bisa dipandang sebelah mata, membuat penonton
yang (mungkin) baru pertama kali menonton pertunjukan sastra akan bingung,
karena selain durasi yang cukup panjang, adegan dan puisi-puisi yang ada dalam
pertunjukan puisi Tanah Hom-Pim-Pa adalah sulit dan penuh penghayatan.
35
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil penjelasan di atas, maka dapat disintesiskan bahwa pertunjukan
puisi tersebut merupakan kombinasi dari dua cara mempertunjukan karya sastra,
khususnya puisi. Yaitu sang sutradara memakai visualisasi puisi dan musikalisasi
puisi dalam bentuk pementasannya. Selain itu, sang sutradara tidak terpaku pada
satu puisi, melainkan ada tiga buah puisi yang dimasukkan dalam pementasan
puisi tersebut, selain puisi Tanah Hom-Pim-Pa yang menjadi tajuk utama. Dan
juga, pertunjukan ini merupakan rangkuman gambaran dan luapan emosi
sutradara terhadap apa yang telah banyak terjadi di negeri ini.
5.2 Saran
Saran dari penulis adalah baik dan sangat baik jika pementasan seni sastra
banyak dimainkan terlebih bagi pelajar dan mahasiswa. Sehingga kita sebagai
konsumen pengguna bahasa Indonesia, tidak hanya sekedar mengetahui sastra,
tetapi juga menyukai sastra secara menyeluruh. Walaupun tidak secara
menyeluruh, paling tidak pelajar dan mahasiswa khususnya jurusan bahasa dan
sastra Indonesia mempunyai pengetahuan yang dalam mengenai sastra. Dan juga,
masyarakat, khususnya mahasiswa jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia untuk
peka terhadap karya sastra dan suka dengan karya sastra, sehingga dapat
menyalurkan aspirasi dan luapan emosi yang tidak hanya bisa disampaikan secara
tersurat, melainkan tersirat melalui sastra. Dan semoga, Taman Budaya terus dan
tetap menjadi media bagi para seniman, khususnya seniman dalam bidang sastra
untuk terus memproduksi karya sastra bermutu.
36
DAFTAR BACAAN
Moleong, J.Lexy. 2006. Metode Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung:
Remaja Rosdakarya
Mursini. 2007. Teori Sastra. Medan: Fakultas Bahasa dan Seni – Universitas
Negeri Medan
http://oyoth.multiply.com/journal/item/2
http://www.suaramerdeka.com/beta1/index.php?fuseaction=news.detailNews&id_news=25296
http://www.insidesumatera.com/?open=view&newsid=1042&cat=10
http://www.lampungpost.com/cetak/berita.php?id=2008072009000045
37