Download - Refarat Asma Anak
REFERAT
Diagnosis dan Tatalaksana Terkini dan Komplikasi Asma pada Anak
DISUSUN OLEH :
Brian Pasa Nababan 1061050080
PEMBIMBING:
dr. Leopold Simanjuntak, Sp.A
KEPANITERAAN ILMU KESEHATAN ANAK PERIODE 27 Juli - 03 Oktober 2015
FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
JAKARTA2015
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
kasih Nya saya dapat menyelesaikan penyusunan referat ini yang berjudul “Diagnosis dan
Tatalaksana Terkini dan Komplikasi Asma pada Anak”. Referat ini kami susun untuk
melengkapi tugas Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak di Fakultas Kedokteran Universitas
Kristen Indonesia.
Kami mengucapkan terima kasih kepada dokter-dokter di bagian Ilmu Kesehatan
Anak yang telah membimbing dan membantu kami dalam melaksanakan kepaniteraan dan
dalam menyusun referat ini.
Kami menyadari masih banyak kekurangan baik pada isi maupun format referat ini.
Oleh karena itu, segala kritik dan saran kami terima dengan tangan terbuka guna melengkapi
dan menyempurnakan referat ini.
Akhir kata kami berharap referat ini dapat berguna bagi rekan-rekan serta semua
pihak yang ingin mengetahui tentang “Diagnosis dan Tatalaksana Terkini dan Komplikasi
Asma pada Anak”.
Jakarta, 8 Agustus 2015
Brian Pasa Nababan
2
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ........................................................................................................... 2
Daftar Isi ..................................................................................................................... 3
Bab I PENDAHULUAN..................................................................................................... 4
Bab II TINJAUAN PUSTAKA................................................................................... 5
II.1 Definisi Asma................................................................................................... 5
II.2 Etiologi Asma................................................................................................... 5
II.3 Patofisiologi serangan asma............................................................................. 7
II.4 Klasifikasi Asma ............................................................................................. 9
II.5 Diagnosis Asma............................................................................................... 14
II.6 Diagnosa banding asma................................................................................... 15
II. 7 Penatalaksanaan asma.............................................................................................. 16
II.8 Komplikasi asma............................................................................................. 28
II.9 Prognosis Asma..........................................................................................…. 28
Bab III PENUTUP ..................................................................................................... 29
III.1 Kesimpulan ..................................................................................................... 29
Daftar Pustaka
3
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar belakang
Asma merupakan penyakit respiratorik kronis yang paling sering dijumpai pada anak.
Prevalensi asma meningkat dari waktu ke waktu baik di negara maju maupun negara
sedang berkembang. Peningkatan tersebut diduga berkaitan dengan pola hidup yang berubah
dan peran faktor lingkungan terutama polusi baik indoor maupun outdoor. Prevalensi
asma pada anak berkisar antara 2-30%. Di Indonesia prevalensi asma pada anak sekitar 10%
pada usia sekolah dasar, dan sekitar 6,5% pada usia sekolah menengah pertama.
Berkembangnya patogenesis tersebut berdampak pada tatalaksana asma secara
mendasar, sehingga berbagai upaya telah dilakukan untuk mengatasi asma. Pada awalnya
pengobatan hanya diarahkan untuk mengatasi bronkokonstriksi dengan pemberian
bronkodilator, kemudian berkembang dengan anti inflamasi. Pada saat ini upaya pengobatan
asma selain dengan antiinflamasi, juga harus dapat mencegah terjadinya remodelling. Selain
upaya mencari tatalaksana asma yang terbaik, beberapa ahli membuat suatu pedoman
tatalaksana asma yang bertujuan sebagai standar penanganan asma, misalnya Global
Initiative for Asthma (GINA) dan Konsensus Internasional.
Pedoman di atas belum tentu dapat dipakai secara utuh mengingat beberapa fasilitas
yang dianjurkan belum tentu tersedia, sehingga dianjurkan untuk membuat suatu pedoman
yang disesuaikan dengan kondisi masingmasing negara. Di Indonesia Unit Kerja Koordinasi
(UKK) Pulmonologi dan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) telah membuat suatu
Pedoman Nasional Asma Anak (PNAA). Tatalaksana asma dibagi menjadi 2 kelompok yaitu
tatalaksana pada saat serangan asma (eksaserbasi akut) atau aspek akut dan tatalaksana
jangka panjang (aspek kronis). Pada asma episodik sering dan asma persisten, selain
penanganan pada saat serangan, diperlukan obat pengendali (controller) yang diberikan
sebagai pencegahan terhadap serangan asma. Oleh karena itu pengertian yang lebih baik
tentang peran faktor genetik, sensitisasi dini oleh alergen dan polutan, infeksi virus, serta
4
masalah lingkungan sosioekonomi dan psikologi anak dengan asma diharapkan dapat
membawa perbaikan dalam penatalaksanaan asma.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 DEFINISI
Menurut GINA (Global Initiative For Asthma) 2002, batasan asma menggambarkan
konsep inflamasi sebagai dasar mekanismenya. Asma didefinisikan sebagai gangguan
inflamasi kronik saluran nafas dengan banyak sel yang berperan, khususnya sel eosinofil dan
limfosit T. Pada orang yang rentan inflamasi ini menyebabkan episode mengi berulang, sesak
nafas, rasa dada tertekan dan batuk, terutama pada malam atau dini hari. Gejala ini biasanya
berhubungan dengan penyempitan jalan nafas yang luas namun bervariasi, biasanya bersifat
reversibel baik secara spontan maupun dengan pengobatan.
Konsensus Nasional tahun 2000 menggunakan batasan bahwa asma adalah mengi
berulang dan / atau batuk persisten dengan karakteristik; timbul secara episodik, cenderung
malam / dini hari (nokturnal), musiman, setelah aktifitas fisik, serta adanya riwayat asma atau
atopi pada pasien / keluarganya.
II.2 ETIOLOGI
Penyebab asma masih belum jelas. Diduga yang memegang peranan utama adalah
reaksi yang berlebihan dari trakea dan bronkus (hiperreaktivitas bronkus). Hiperreaktivitas
bronkus ini belum diketahui dengan jelas penyebabnya. Namun diduga karena adanya
hambatan sebagian sistem adrenergic-beta, kurangnya enzim adenil siklase dan
meningginya tonus system parasimpatis. Keadaan demikian cenderung meningkatkan tonus
parasimpatis bila ada rangsangan sehingga terjadi spasme bronkus. Asma merupakan
gangguan kompleks yang melibatkan banyak faktor yang turut menentukan derajat
reaktivitas atau iritabilitas tersebut, karena itu asma disebut penyakit multifaktorial.
5
Faktor-faktor yang erat hubungannya dalam proses terjadinya manifestasi asma adalah:
1. Faktor Genetik
2. Allergen
Allergen Hirup ( inhalan )
- Debu rumah, tungau debu rumah
- Bulu binatang
- Kapuk dan wol
• Allergen makanan (ingestan)
- <3 tahun penyebab asma bronchial (susu dan telur)
- >3 tahun (buah, coklat, kacang, ikan laut)
3. Bahan Iritan
Bau cat, hair spray, parfum, bahan – bahan kimia, asap rokok.
Polusi udara
Udara dingin
Air dingin
4. Perubahan Cuaca
Perubahan cuaca sering dihubungkan sebagai pencetus asma, tetapi mekanisme dari
efek ini belum dapat diketahui.
5. Infeksi
Infeksi virus
Infeksi jamur
Infeksi bakteri
Infeksi parasit
6. Latihan Jasmani
Lari dan naik sepeda
7. Faktor Emosi
Faktor emosi dapat mengakibatkan peninggian aktifitas parasimpatis, baik perifer
maupun sentral, sehingga terjadi peningkatan aktifitas kolinergik yang mengakibatkan
6
eksaserbasi asma. Faktor emosi dapat bersumber dari masalah antara kedua orangtua
dengan anak atau masalah dengan teman atau guru disekolah.
8. Refluks Gastroesofagus
Iritasi trakeobronkial karena isi lambung dapat memberatkan asma pada anak dan
orang dewasa.
9. Rinitis allergi, Sinusitis, dan Infeksi Saluran Pernafasan Atas
II.3 PATOFISIOLOGI SERANGAN ASMA
Kejadian utama pada serangan asma akut adalah obstruksi jalan napas secara luas
yang merupakan kombinasi dari spasme otot polos bronkus, edema mukosa karena inflamasi
saluran napas, dan sumbatan mukus. Sumbatan yang terjadi tidak seragam / merata di seluruh
paru. Atelektasis segmentasi atau subsegmentalis dapat terjadi. Sumbatan jalan napas
menyebabkan peningkatan tahanan jalan napas, terperangkapnya udara, dan distensi paru
berlebihan. Perubahan tahanan jalan napas yang tidak merata di seluruh jaringan bronkus,
menyebabkan tidak padu padannya ventilasi dengan perfusi.
Hiperinflasi paru menyebabkan penurunan compliance paru, sehingga terjadi
peningkatan kerja napas. Peningkatan tekanan intrapulmonal yang diperlukan untuk ekspirasi
melalui saluran napas yang menyempit, dapat makin mempersempit atau menyebabkan
penutupan dini saluran napas, sehingga meningkatkan resiko terjadinya pneumotoraks.
Peningkatan tekanan intratorakal mungkin mempengaruhi arus balik vena dan mengurangi
curah jantung yang bermanifestasi sebagai pulsus paradoksus.
Ventilasi perfusi yang tidak padu padan, hipoventilasi alveolar, dan peningkatan kerja
napas menyebabkan perubahan dalam gas darah. Pada awal serangan, untuk mengkompensasi
hipoksia terjadi hiperventilasi sehingga kadar PaCO2 akan turun dan dijumpai alkalosis
respiratorik. Selanjutnya pada obstruksi jalan napas yang berat, akan terjadi kelelahan otot
napas dan hipoventilasi alveolar yang berakibat terjadinya hiperkapnia dan asidosis
respiratorik. Karena itu jika dijumpai kadar PaCO2 yang cenderung naik walau nilainya
masih dalam rentang normal, harus diwaspadai sebagai tanda kelelahan dan ancaman gagal
napas. Selain itu dapat terjadi pula asidosis metabolic akibat hipoksia jaringan dan produksi
laktat oleh otot napas.
7
Hipoksia dan asidosis dapat menyebabkan vasokontriksi pulmonal, namun jarang
terjadi komplikasi cor pulmonale. Hipoksia dan vasokontriksi dapat merusak sel alveoli
sehingga produksi surfaktan berkurang atau tidak ada, dan meningkatkan resiko terjadinya
atelektasis.
PATOFISIOLOGI ASMA
Mediator kimia
Bronkokonstriksi, edema mukosa, sekresi berlebihan
Penyumbatan jalan nafas
Ventilasi tidak seragam Hiperinflasi
Atelektasis Ketidakseimbangan ventilasi Kelenturan
Dan perfusi berkurang
Surfaktan Hipoventilasi Kerja pernapasan
Berkurang Asidosis alveolar bertambah
Vasokonstriksi
pulmonal
8
↑ PCO2
↓ PO2
II.4 KLASIFIKASI
Penilaian Derajat Serangan Asma :
KNAA ( Konsensus Nasional Asma Anak) membagi derajat serangan asma atas :
1. Serangan ringan
2. Serangan sedang
3. Serangan berat
Dalam hal ini perlu dibedakan antara derajat penyakit asma dengan derajat serangan
asma. Setiap derajat penyakit asma dapat mengalami derajat serangan yang mana saja.
Sebagai contoh : seorang penderita asma persisten dapat mengalami serangan ringan saja.
Sebaliknya bisa saja seorang pasien yang tergolong asma episodic jarang mengalami
serangan asma berat. Dengan kata lain derajat serangan asma tidak tergantung pada
derajat penyakit asma.
Beratnya derajat serangan menentukan terapi yang akan diterapkan. Global Initiative
for Asthma ( GINA) melakukan pembagian derajat serangan asma berdasarkan gejala dan
tanda klinis, uji fungsi paru dan pemeriksaan laboratorium. Butir penilaian di bagian awal
merupakan penilaian klinis yang sifatnya cenderung subyektif. Penilaian yang obyektif
adalah pemeriksaan FEV-1 dengan spirometer, serta pemeriksaan saturasi oksigen.
Kendalanya adalah kesulitan jurus ( Manuver ) pemeriksaan, terlebih pada anak dengan
serangan asma berat.
9
Paramater
klinis, fungsi
paru,
laboratorium
Ringan Sedang Berat Ancaman henti napas
Kesulitan
bernafas saat
aktivitas
Berjalan
Bayi : menangis
keras
Berbicara
Bayi :
- Tangis
pendek
&lemah
- Kesulitan
makan
Istirahat
Bayi
berhenti
makan
Bicara Kalimat Penggal
kalimat
Kata- kata
Posisi Bisa berbaring Lebih suka
duduk
Duduk
bertopang
lengan
Kewaspadaan Mungkin
teragitasi
Biasanya
teragitasi
Biasanya
teragitasi
Pusing/ bingung
Sianosis Tidak ada Ada Ada Ada, nyata
Mengi Sedang, sering
hanya pada akhir
ekspirasi
Nyaring,
sepanjang
ekspirasi
Sangat
nyaring,
terdengar
Sulit/ tidak terdengar
( silent chest )
10
tanpa
stetoskop
Sesak nafas Minimal Sedang Berat
Retraksi Dangkal,
retraksi
intercostal
Sedang,
ditambah
retraksi
suprasternal
Dalam,
ditambah
nafas
cuping
hidung
Dangkal / hilang
Laju napas Meningkat ± Meningkat + Meningkat
++
Menurun
Pedoman nilai baku laju napas pada anak sadar :
Usia Laju napas normal
< 2 bulan < 60 x / menit
2- 12 bulan < 50 x / menit
1 – 5 tahun < 40 x / menit
6- 8 tahun < 30 x / menit
Laju nadi Normal Takikardi Takikardi Bradikardi
Pedoman nilai baku laju nadi pada anak sadar :
Usia Laju nadi normal
2 – 12 bulan < 160 x / menit
11
1 – 2 tahun < 120 x / menit
3- 8 tahun < 110 x / menit
FEV-1
- pra b. dilator
- pasca b.dilator
> 60 %
> 80 %
40 -60 %
60 – 80 %
< 40 %
< 60 %
Respon < 2
jam
Sa O2 % > 95 % 91 -95 % ≤ 90 %
Pa O2 Normal
( biasanya
tidak perlu
diperiksa )
> 60 mmHg < 60 mmHg
Pa CO 2 < 45 mmHg < 45 mmHg > 45 mmHg
Klasifikasi derajat penyakit Asma
Konsensus Internasional penanggulangan asma anak membagi asma berdasarkan
keadaan klinis dan keperluan obat, menjadi 3 kelompok yaitu :
Tabel Pembagian Derajat Penyakit Asma pada Anak
12
Episodik
Jarang
Episodik
Sering
Asma
Persisten
Frekuensi < 1x /bulan >1x /bulan Sering
Lama serangan < 1 minggu > 1 minggu Hampir sepanjang
tahun, tidak ada
remisi
Antara Serangan Tanpa gejala Sering gejala Siang dan malam
Tidur, aktivitas Tidak terganggu Sering terganggu Sangat terganggu
Pemeriksaan Fisik
di luar serangan
Normal Mungkin terganggu Tidak pernah
normal
Obat Pengendali
Anti Inflamsi
Tidak perlu Non steroid/steroid
hirup dosis rendah
Tidak perlu
Uji faal paru PEV / FEV1 > 80% PEV / FEV1 60-
80%
PEV / FEV1 < 60%,
variasi 20-30%
Variabilitas faal
paru (saat serangan)
Var > 15% Var > 30% Var > 50 %
GINA (1995) menyusun klasifikasi beratnya asma berdasarkan kombinasi
manifestasi klinis termasuk adanya gejala asma nokturnal dan hasil uji fungsi paru :
Asma intermiten :
- gejala intermiten kurang dari 1 kali perminggu
- serangan singkat (jam-hari)
- gejala malam hari kurang dari 2 kali sebulan
- diluar serangan tanpa gejala dan uji fungsi paru normal
- PEFR ( Peak Expiratory Flow Rate ) atau PEV > 80% predicted,
variasi < 20 %
Asma persisten ringan :
13
- gejala > 1 kali seminggu tetapi kurang dari 1 kali sehari
- serangan mungkin mengganggu aktivitas dan tidur
- gejala malam hari lebih dari 2 kali sebulan
- PEFR atau PEV > 80 % predicted, variasi 20 – 30 %
Asma persisten sedang
- gejala setiap hari
- serangan mengganggu aktivitas dan tidur
- gejala malam hari > 1 kali seminggu
- penggunaan harian inhalasi β 2 agonis kerja pendek
- PEFR atau PEV > 60 % – < 80 % predicted, variasi > 30 %
Asma persisten berat
- gejala berkesinambungan
- serangan sering terjadi
- gejala malam hari sering terjadi
- aktivitas fisik terbatas akibat gejala asma
- PEFR atau PEV < 60 % predicted, variasi > 30
II.5 DIAGNOSIS
Diagnosis asma dapat ditegakkan berdasarkan :
1. Anamnesis
Serangan batuk dan mengi yang berulang sering lebih nyata pada malam hari
yang dapat dipicu bila ada beban fisik yang berat, infeksi virus, allergen hirupan
sangat karakteristik untuk asma.
Namun asma dapat juga menyebabkan batuk menetap pada anak tanpa
riwayat mengi karena kecepatan aliran udara tidak mencukupi untuk
menimbulkan mengi, penyumbatan jalan nafas yang relative ringan, atau
pengasuh tidak mampu mengenali mengi.
2. Pemeriksaan fisik
Tergantung stadium serangan, lamanya serangan dan jenis asma, pada asma
yang ringan dan sedang tidak ditemukan kelainan fisik diluar serangan. Pada
Infeksi terlihat pernafasan cepat dan sukar, batuk paroksismal, suara wheezing,
14
ekspirium memanjang, retraksi supraklavikular, suprasternal, epigastrium dan
sela iga. Pada asma kronik terlihat bentuk thorak emfisematous, bongkok
kedepan, sela iga melebar, diameter anteroposterior bartambah.
Pada perkusi hipersonor pada seluruh thorak, daerah pekak jantung dan hati
mengecil. Pada auskultasi, mula-mula bunyi nafas kasar atau mengeras, tapi
pada stadium lanjut suara nafas melemah atau hampir tidak terdengar karena
aliran udara sangat lemah, dalam keadaan normal fase ekspirasi 1/3-1/2 dari fase
inspirasi, waktu serangan fase ekspirasi memanjang terdengar ronkhi kering dan
ronkhi basah.
3. Pemeriksaan laboratorium
Darah (eosinofil IgE total, IgE spesifik), sekret (eosinofil), sputum (eosinofil,
kristal Charcot-Leyden dan Spiral Curshman). Bila ada infeksi mungkin
ditemukan lekositosis polimorfonukleus.
4. Foto roentgen thorak
Tampak corakan paru meningkat, hiperinflasi pada serangan akut dan asma
kronik, dan gambaran atelektasis.
5. Tes fungsi paru
Tes fungsi paru dengan spirometri atau peak flow meter untuk menentukan
derajat obstruksi, menilai hasil provokasi bronkus, menilai hasil pengobatan dan
mengikuti perjalanan penyakit.
II.6 DIAGNOSIS BANDING
Mengi tidak hanya terjadi pada asma, tapi dapat terjadi berbagai macam keadaan
yang menyebabkan obstruksi pada saluran nafas :
1. Pada bayi adanya korpus alienum di saluran nafas dan esofagus.
2. penyakit paru kronik yang berhubungan dengan bronkiektasis atau fibrostik kistik.
3. Bronkiolitis akut, biasanya mengenai anak dibawah umur 2 tahun dan terbanyak
dibawah umur 6 bulan dan jarang berulang.
4. bronkitis, tidak ditemukan eosinofilia, suhu biasanya tinggi dan tidak herediter, bila
sering berulang dan kronik biasanya disebabkan oleh asma.
15
5. Tuberculosis kelenjar limfe di daerah trakheobronkial
6. Asma kardial, sangat jarang pada anak. Dispnu paroksismal terutama malam hari dan
didapatkan tanda-tanda kelainan jantung.
7. Kelainan trakea dan bronkus, misalnya trakeobronkomalasi dan stenosis bronkus.2)
II.7 PENATALAKSANAAN
Tujuan tatalaksana Asma jangka panjang :
Tujuan tatalaksana asma anak secara umum adalah untuk menjamin tercapainya
potensi tubuh kembang anak secara optimal.
Secara lebih rinci tujuan yang ingin dicapai adalah :
1. Pasien dapat menjalani aktivitas normal seorang anak, termasuk bermain dan
berolahraga.
2. Sesedikit mungkin angka absensi sekolah.
3. Gejala tidak timbul siang ataupun malam hari.
4. Uji fungsi paru senormal mungkin, tidak ada variasi diurnal yang mencolok pada
PEF.
5. Kebutuhan obat seminimal mungkin, kurang dari sekali dalam dua tiga hari, dan tidak
ada serangan.
6. Efek samping obat dapat dicegah agar tidak atau sesedikit mungkin timbul : terutama
yang mempengaruhi tumbuh kembang anak.
Tata laksana medikamentosa dibagi menjadi 2 yaitu :
- Tata laksana jangka panjang bertujuan untuk mencegah memburuknya proses
inflamasi yang ada menggunakan obat-obat pengendali
- Tata laksana jangka pendek bertujuan untuk mengatasi serangan asma yang terjadi
16
Flow Chart Managemen asma jangka panjang.
Asma episodik jarang
Asma ringan
Evaluasi 6 - 8 minggu, >3x ≤3x
obat dosis/minggu
Tambahkan obat pengendali :
Asma apisodik sering Steroid hirupan dosis rendah
Asma Moderat
Evaluasi 6 - 8 minggu (-) (+)
Asma Persisten
Asma berat
Evaluasi 6 - 8 minggu (-) (+)
17
Obat pereda: β-agonis atau teofilin
(hirupan atau oral) bila perlu
obat pengendali : ganti dengan streroid
pereda β-agonis : lanjut
Pertimbangkan untuk tambah:
- β-agonis long kerja lama- pengontol β- agonis- theophylin kerja lambat
Evaluasi 6 - 8 minggu (-) (+)
Evaluasi 6 - 8 minggu (-) (+)
Pencegahan Serangan asma pada anak:
1. penghindaran faktor –faktor pencetus
macam-macam faktor pencetus asma antara lain:
- alergen; pada bayi dan anak kecil sering karena debu, tungau, serpih bulu binatang,
spora jamur, dll
- infeksi: biasanya infeksi virus, paling umum disebabkan oleh respirartory syncitial
virus (RSV)
- iritan: Hairspray, minyak wangi, asap rokok, bau tajam, dll
- cuaca : perubahan tekanan udara, angin dan kelembaban.
- Kegiatan jasmani: lari, naik sepeda.
- Psikik: tidak ada perhatian, tidak mau mengakui persoalan
2. Obat-obatan dan terapi imunologik
Obat asma dapat dibagi dalam 2 kelompok besar :
- Obat pereda (relievers) digunakan untuk meredakan serangan atau gejala asma jika
sedang timbul, membuka jalan nafas secepatnya(mendilatasi bronkus) dikenal dengan
bronkodilator.
- Obat pengendali ( controller) atau obat profilaksis untuk mengatasi masalah asma yaitu
inflamasi kronik saluran nafas. Yang biasa dipakai glutikokortikosteroid seperti
budesonide, beclometason dan fluticasone.
18
Tingkatkan dosis steroid inhalasi
Tambah steroid oral
Penanggulangan bronkospasme :
1. Beta-2 agonis
- Beta-2 agonis selektif : yang sering dipakai:
Salbutamol , terbutalin, fenoterol
- Beta-2 agonis subkutan atau IV
Salbutamol , terbutalin, fenoterol.
2. Teofolin
3. Anti kolinergik
Penanggulangan edem mukosa :
1. Obat anti inflamasi inhalasi
2. Obat anti inflamasi peroral
Penanggulangan sumbatan lendir :
1. Memberikan banyak minum
2. Mukolitik
3. Fisioterapi
Tatalaksana Serangan Asma
Definisi: episode peningkatan yang progresif dari gejala-gejala batuk, sesak napas,
wheezing, rasa dada tertekan atau berbagai kombinasi gejala tersebut.
Tujuan tatalaksana serangan asma:
- meredakan penyempitan saluran secepat mungkin
19
- Mengurangi hipoksemia
- Mengembalikan fungsi paru ke keadaan normal secepatnya.
- Re-evaluasi tatalaksana jangka panjang, cegah kekambuhan.
Tatalaksana di rumah
Untuk serangan ringan dapat digunakan obat oral golongan β2-agonis atau teofilin.
Bila tersedia, lebih baik digunakan obat inhalasi karena onsetnya lebih cepat dan efek
samping sistemiknya minimal. Obat golongan β2 agonis inhalasi yang dapat
digunakan yaitu MDI dengan atau tanpa spacer atau nebulizer.
Bila dalam waktu 30 menit setelah inhalasi tidak ada perbaikan atau bahkan terjadi
perburukan harus segera dibawa ke rumah sakit.
Tatalaksana di klinik/ unit gawat darurat
Penderita yang datang dalam keadaan serangan langsung dinilai derajat serangannya.
Tatalaksana awal adalah pemberian beta agonis secara nebulisasi ditambahklan
Garam fisiologis . Nebulisasi dapat diulang 2 kali dengan selang 20 menit. Pada
pemberian ketiga dapat ditambahkan obat antikolinergik. Tatalaksana awal ini
sekaligus berfungsi sebagai penapis yaitu untuk penentuan derajat serangan, karena
penilaian derajat secara klinis tidak selalu dapat dilakukan dengan cepat dan jelas.
Jika menurut penilaian awal penderita datang dengan serangan berat yang jelas,
langsung berikan nebulisasi beta agonis dikombinasikan dengan antikolinergik.
Penderita serangan berat dengan disertai dehidrasi dan asodosis metabolik dapat
mengalami takifilaksis atau respons yang kurang terhadap nebulisasi beta agonis.
20
Penderita seperti ini cukup sekali dinebulisasi kemudian secepatnya dirawat untuk
mendapat obat intravena selain diatasi masalah dehidrasi dan asidosisnya.
Serangan Asma Ringan:
- sekali nebulisasi respon baik
- diobservasi 1 jam, bila tetap baik dipulangkan
- dibekali: obat β-agonis hirupan/oral diberi tiap 4-6 jam
- pencetus virus: corticosteroid oral untuk 3-5 hari.
- Kontrol ke klinik rawat jalan24 – 48 jam untuk re-evaluasi tatalaksana.
Serangan Asma Sedang:
- Dalam observasi 1 jam gejala timbul kembali
- Pemberian nebulisasi 2 kali, menunjukan respon parsial.
- Observasi dan ditangani dalam ruang rawat sehari
- Obat: steroid sistemik (oral) metilprednisolon 0,5 – 1 mg/kgbb/ hari untuk 3-5 hari.
- Atau steroid nebulisasi dosis tinggi 1600 ug
- Sebaiknya dipasang jalur parenteral
Serangan Asma Berat:
- Nebulisasi 3 kali berturut-turut tidak ada respon
- Harus Rawat di ruang rawat inap.
- Sejak awal dinilai berat: nebulisasi β-agonis + antikolinergik
- Oksigen 2- 4 L/menit sejak awal
- Pasang jalur parenteral
- Foto rontgent deteksi pneumothoraks atau pneumo-mediastinum.
21
Tatalaksana ruang rawat sehari:
- nebulisasi β-agonis + antikolinergik tiap 2 jam
- steroid sistemik oral metilprednisolon / prednison ( dilanjutkan sampai 3-5 hari).
- Dalam 12 jam klinis baik: boleh pulang dengan bekal obat seperti serangan asma
ringan.
- Dalam 12 jam klinis tidak baik:dialih ke ruang rawat inap.
Tatalaksana ruang rawat inap:
- pemberian oksigen diteruskan 2 -4 L/menit.
- Dehidrasi dan asidosis diatasi dengan cairan intravena dan koreksi asidosisnya.
- Steroid Intravena bolus tiap 6-8 jam, dosis steroid Intravena 0,5 – 1 mg/kgBB/hari
- nebulisasi β-agonis + antikolinergik tiap 1-2 jam dalam 4-6 kali ada perbaikan jarak
menjadi 4-6 jam
- Aminofilin:
1. dosis awal/ belum mendapat sebelumnya: 6-8 mg/kgBB dalam dextrose atau
garam fisiologis 20 ml diberikan dalam 20 – 30 menit.
2. telah dpat aminofilin < 8 jam : dosis separuhnya.
3. Kadar Aminofilin diukur dan dipertahankan 10 – 20 mcg/ ml.
4. Aminofilin dosis rumatan 0,5 – 1 mg/ kgBB/jam
- ada perbaikan klinis :Nebulisasi tiap 6 hingga 24 jam, steroid dan aminofilin diganti
oral.
- Dalam 24 jam stabil: dipulangkan dengan β-agonis (hirupan/oral) tiap 4 6 jam selama
24 – 48 jam. Steroid oral dilanjutkan sampai pasien kontrol ke klinik rawat jalan
dalam 24 – 48 jam untuk re-evaluasi tatalaksana.
Kriteria Rawat di ruang intensif
22
- tidak ada respon terhadap tatalaksana awal dan perburukan dengan cepat.
- Kebingungan, disorientasi, ancaman henti napas, atau hilang kesadaran
- Tidak ada perbaikan dalam tatalaksana diruang rawat inap
- Ancaman henti napas, walaupun sudah diberi oksigen.
TERAPI INHALASI
Prinsip terapi inhalasi
Mempunyai keuntungan:
- Bekerja langsung di saluran respiratorik
- Awitan kerjanya cepat.
- Dosis obat yang digunakan kecil
- Efek samping minimal karena konsentrasinya dalam darah sedikit/ kecil.
Biasanya digunakan bentuk aerosol yaitu suspensi partikel didalam gas. Aerosol dengan
diameter kecil (1-10 micron) mengalami benturan secara inersial dan sedimentasi dan
mengendap karena efek gravitasi. Partikel dengan diameter lebih dari 8 micron
mengalami benturan saluran respiratorik proksimal dan laring sehingga tidak mencapai
paru, partikel 1-8 micron mengendap di saluran respiratorik besar, kecil, dan alveoli.
23
Cara pemberian obat inhalasi
Harus disesuaikan dengan umur karena adanya perbedaan kemampuan dalam menggunakan
alat inhalasi, dan pentingnya dilakukan pelatihan yang benar dan berulang. Obat steroid
inhalasi yang mencapai paru-paru hampir seluruhnya diabsorpsi, sehingga keseimbangan
antara efek terapi dan efek samping sistemik sepenuhnya tergantung pada bioavaibilitas obat
yang tertelan. Hal ini penting dipertimbangkan, karena pada anak kecil sangat besar
kemungkinan obat tertelan.
Gambar. Distribusi Kortikosteroid Inhalasi.
Jenis alat inhalasi disesuaikan dengan umur.
Umur Alat Inhalasi
24
< 2 tahun Nebuliser, Aerochamber, Babyhaler
2 - 4 tahun Nebuliser, Aerochamber, Babyhaler
MDI dengan alat peregang (spacer)
5 - 8 tahun Nebuliser,
MDI dengan spacer
Alat hirupan bubuk (Spinhaler,
Diskhaler, Rotahaler,
Turbuhaler)
> 8 tahun Nebuliser,
MDI
Alat hirupan bubuk (DPI)
Autohaler
Jenis Terapi inhalasi:
Aerosol yang ideal : Sederhana, mudah dibawa, tidak mahal, eektif mencapai saluran
respiratorik bawah. Dapat digunakan oleh anak, orang cacat, dan oarng tua.
- Metered dose Inhaler.
Obat dilarutkan dalam zat pendorong/propelan dengan tekanan uap tinggi, bila
kanister ditekan aerosol menyemprot keluar dengan kecepatan 30 m/detik, lebih dari
60 % aerosol menempel pada orofaring, hanya 10 % ang sampai ke paru-paru.
25
Meterer dose inhaler
- Metered Dose Inhaler dengan spacer
Spacer/ alat penyembur akan menambah jarak antara aktuator dengan mulut sehingga
kecepatan aerosol saat dihisap menjadi berkurang, dapat mengurangi pengendapan di
orofaring 5-60 %, spacer berupa tabung volume 80 ml, panjang sekitar 10-20cm atau
berbentuk kerucut volume 600-1000ml. beberapa dilengkapi dengan katub 1 arah
yang terbuka saat inhalasi mengurangi 5% pengendapan di orofaring. Penggunaan
akan menguntungkan pada anak-anak karena pada anak koordinasi belum baik.
Metered dose inhaler dengan spacer
- Dry powdered Inhaler
Penggunaan Bubuk kering/ dry powdered memerlukan inspirasi cukup kuat, pada
anak anak ini cukup sulit. Tapi tidak membutuhkan koordinasi, deposisi obat pada
paru lebih tinggi dibandingkan MDI dan lebih konstan sehingga dianjurkan pada anak
diatas 5 tahun. Tidak memerlukan spacer dan mudah dibawa. Yang banyak dipakai di
indonesia ialah turbuhaler.
26
- Nebulizer
Alat yang dapat mengubah obat berbentuk larutan menjadi aerosol secara terus
menerus dengan tenaga dari udara yang dipadatkan.aerosol yang terbentuk dihirup
melalui mouth piece, dapat menghasilkan partikel 2-5 micron,pengendapan yang
didapatkan dalam paru 30-60 %.Bronkodilator dapat memberikan efek bronkodilatasi
tanpa efek samping.
Dosis berbagai Steroid Inhalasi menurut GINA 2002.
Adults Drug Low dose Medium dose High doseBeclomethasone dipropionate
200-500 μg 500-1,000 μg >1,000 μg
Budesonide 200-400 μg 400-800 μg >800 μgFlunisolide 500-1,000 μg 1,000-2,000 μg >2,000 μgFluticasone 100-250 μg 250-500 μg >500 μgTriamcinolone acetonide
400-1,000 μg 1,000-2,000 μg >2,000 μg
27
ChildrenDrug Low dose Medium dose High doseBeclomethasone dipropionate
100-400 μg 400-800 μg >800 μg
Budesonide 100-200 μg 200-400 μg >400 μgFlunisolide 500-750 μg 1,000-2,250 μg >1,250 μgFluticasone 100-200 μg 200-500 μg >500 μgTriamcinolone acetonide
400-800 μg 800-1,200 μg >1,200 μg
II.8 KOMPLIKASI
Bila serangan asma sering terjadi dan telah berlangsung lama, terjadi emfisema dan
perubahan bentuk thorak yaitu thorak membungkuk kedepan dan memanjang. Pada
asma kronik dan berat dapat terjadi bentuk dada burung dara dan tampak sulcus
Harrison.
Bila sekret banyak dan kental dapat terjadi atelektasis, bila berlangsung lama terjadi
bronkoektasis, bila ada infeksi akan terjadi bronkopneumonia.
Kegagalan pernafasan, kegagalan jantung dan kematian.
II.9 PROGNOSIS
Mortalitas akibat asma jumlahnya kecil. Gambaran yang paling akhir menunjukkan
kurang dari 5000 kematian setiap tahun dari populasi berisiko yang jumlahnya kira-kira 10
juta penduduk. Angka kematian cenderung meningkat di pinggiran kota dengan fasilitas
kesehatan terbatas.
Informasi mengenai perjalanan klinis asma menyatakan bahwa prognosis baik
ditemukan pada 50–80% pasien, khususnya pasien yang penyakitnya ringan dan timbul pada
masa kanak-kanak. Jumlah anak yang masih menderita asma 7–10 tahun setelah diagnosis
pertama bervariasi dari 26–78% dengan nilai rata-rata 46%, akan tetapi persentase anak yang
menderitaringan dan timbul pada masa kanak-kanak. Jumlah anak yang menderita asma
penyakit yang berat relatif berat (6 –19%). Secara keseluruhan dapat dikatakan 70–80% asma
anak bila diikuti sampai dengan umur 21 tahun asmanya sudah menghilang.
28
BAB III
PENUTUP
III.1 KESIMPULAN
Asma merupakan penyebab utama penyakit kronis pada masa kanak-kanak. Asma
merupakan diagnosis masuk yang paling sering dirumah sakit anak dan berakibat kehilangan
5-7 hari sekolah. Sebanyak 10-15% pada anak laki-laki dan 7-10% pada anak perempuan.
Sebelum pubertas anak laki-laki 2 kali lebih banyak menderita asma daripada anak wanita.
Setelah masa pubertas insiden menurut jenis kelamin sama.
Informasi mengenai perjalanan klinis asma menyatakan bahwa prognosis baik
ditemukan pada 50–80% pasien, khususnya pasien yang penyakitnya ringan dan timbul pada
masa kanak-kanak. Jumlah anak yang masih menderita asma 7–10 tahun setelah diagnosis
pertama bervariasi dari 26–78% dengan nilai rata-rata 46%, akan tetapi persentase anak yang
menderitaringan dan timbul pada masa kanak-kanak.
Mortalitas akibat asma jumlahnya kecil. Gambaran yang paling akhir menunjukkan
kurang dari 5000 kematian setiap tahun dari populasi berisiko yang jumlahnya kira-kira 10
juta penduduk. Angka kematian cenderung meningkat di pinggiran kota dengan fasilitas
kesehatan terbatas.
Klasifikasi asma adalah asma episodik jarang, asma episodik sering, dan asma
persisten. Pada asma episodik jarang hanya diberikan obat reliever saja tanpa controller,
sedangkan pada asma episodik sering dan persisten diperlukan terapi jangka panjang
(controller). Pada terapi jangka panjang setelah diberikan kortikosteroid dosis rendah
29
kurang memuaskan dapat diberikan terapi kombinasi kortiksteroid dosis rendah dan LABA,
atau TSR, atau antileukotrien. Terapi kombinasi tersebut dapat memperbaiki uji fungsi paru,
gejala asma, dan aktivitas sehari-hari yang pada akhirnya meningkatkan kualitas hidup anak
asma. Dengan kombinasi di atas, dosis kortikosteroid dapat diturunkan sehingga efek
samping terhadap tumbuh kembang anak dapat dikurangi. Terapi kombinasi tersebut
merupakan suatu harapan baru dalam tatalaksana asma.
DAFTAR PUSTAKA
30