PENGGUNAAN KALIMAT EFEKTIF DALAM PENULISAN KARYA ILMIAH
Makalah Ini Disusun Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mengikuti Ujian Mata Kuliah Bahasa Indonesia dengan Dosen Pengampu Drs.H. Joko Sarwono, MPd.
Nabella MaharaniD100122002
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2014
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN..................................................................................................1
A. Latar Belakang........................................................................................1
B. Masalah....................................................................................................2
C. Tujuan.......................................................................................................3
D. Metode Penulisan.....................................................................................3
BAB II.....................................................................................................................4
PEMBAHASAN.....................................................................................................4
A. Penting Atau Tidaknya Bahasa Indonesia............................................4
a. Dipandang dari Jumlah Penutur.......................................................4
b. Dipandang dari Luas Penyebarannya...............................................4
c. Dipandang dari Dipakainya sebagai Sarana Ilmu, Budaya, dan Susastra...........................................................................................................5
B. Ragam Lisan dan Ragam Tulis..............................................................6
C. Ragam Baku dan Ragam Tidak Baku...................................................7
a). Mantap........................................................................................................7
b). Dinamis.......................................................................................................8
c). Cendekia.....................................................................................................8
d). Seragam......................................................................................................8
D. Ragam Baku Tulis dan Ragam Baku Lisan..........................................9
E. Ragam Sosial dan Ragam Fungsional............................................................9
F. Bahasa Indonesia Yang Baik dan Benar.......................................................10
BAB III..................................................................................................................12
PENUTUP.............................................................................................................12
A. Kesimpulan..................................................................................................12
B. Saran.............................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................13
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagai warga negara Indonesia, kita diharapkan dapat menggunakan
Bahasa Indonesia secara baik dan benar. Namun, dalam tuturan Bahasa Indonesia
ada sejumlah fonem yang dilafalkan tidak sesuai dengan lafal yang tepat, sehingga
lafal tersebut menjadi tidak baku. Hal tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor,
misalnya faktor lafal bahasa daerah asal, latar belakang pendidikan, atau
lingkungan sosial.
Pada kenyataanya, Bahasa Indonesia menumbuhkan banyak varian, yaitu
varian menurut pemakai yang disebut dengan dialek dan varian menurut
pemakaian yang disebut dengan ragam bahasa.
Bahasa Indonesia yang amat luas wilayah pemakaiannya dan bermacam
ragam penuturnya, mau tidak mau, takluk pada hukum perubahan. Arah
perubahan itu tidak selalu tak terelakkan karena kita pun dapat mengubah bahasa
secara berencana. Faktor sejarah dan perkembangan masyarakat turut pula
berpengaruh pada timbulnya sejumlah ragam bahasa Indonesia. Ragam bahasa
yang beraneka macam itu masih tetap disebut “bahasa Indonesia” karena masing-
masing berbagi teras atau inti sari bersama yang umum. Ciri dan kaidah tata
bunyi, pembentukan kata, dan tata makna umumnya sama. Itulah sebabnya kita
masih dapat memahami orang lain yang berbahasa Indonesia walaupun disamping
itu kita dapat mengenali beberapa perbedaan dalam perwujudan bahasa
Indonesianya.
Ragam Bahasa adalah variasi bahasa menurut pemakaian, yang berbeda-
beda menurut topik yang dibicarakan, menurut hubungan pembicara, kawan
bicara, orang yang dibicarakan, serta menurut medium pembicara (Bachman,
1990). Ragam bahasa yang oleh penuturnya dianggap sebagai ragam yang baik
(mempunyai prestise tinggi), yang biasa digunakan di kalangan terdidik, di dalam
1
karya ilmiah (karangan teknis, perundang-undangan), di dalam suasana resmi,
atau di dalam surat menyurat resmi (seperti surat dinas) disebut ragam bahasa
baku atau ragam bahasa resmi.
Menurut Dendy Sugono (1999 : 9), bahwa sehubungan dengan pemakaian
bahasa Indonesia, timbul dua masalah pokok, yaitu masalah penggunaan bahasa
baku dan tak baku. Dalam situasi resmi, seperti di sekolah, di kantor, atau di
dalam pertemuan resmi digunakan bahasa baku. Sebaliknya dalam situasi tak
resmi, seperti di rumah, di taman, di pasar, kita tidak dituntut menggunakan
bahasa baku.
Pernahkah kita menyadari penggunaan ragam bahasa yang kita gunakan ?
Bahasa Indonesia di zaman sekarang ini sudah banyak divariasikan dalam
pengucapan berbicaranya. Dalam penyampaianpun kata-katanya sudah tidak baku
lagi. Hal ini disebabkan karena era globaliasi yang berkembang pesat di
Indonesia. Karena pengaruh-pengaruh budaya luar masuk ke Indonesia termasuk
cara gaya berbicaranya. Oleh karena itu, sekarang ini bahasa Indonesia yang baku
sudah jarang dipakai lagi karena dampak globalisasi itu. Orang-orang berbicara
dengan kata-kata yang baku hanya dipakai di kalangan lingkungan sekolah, atau
jika sedang berlangsungnya rapat. Kejadian ini sungguh sangat ironi sekali karena
seharusnya kita sebagai bangsa Indonesia membanggakan bahasa kita sendiri, tapi
malah kita yang tidak berbicara dengan berbahasa Indonesia.
B. Masalah
Di Indonesia terdapat banyak ragam bahasa, misalnya ragam Bahasa
Indonesia resmi, ragam Bahasa Indonesia lokal, ragam Bahasa Indonesia dialek
Jakarta, ragam Bahasa Indonesia dialek Banjar, dan sebagainya. Bila seorang
Jawa berbicara kepada orang Banjar dengan bahasa Indonesia. Meskipun dialek
mereka berbeda, terdengar dari orang Jawa yang berbicara dengan penekanan
pada akhir kata dan orang Banjar yang kurang jelas dalam pengucapan huruf /r/.
Tetapi mereka masih memahami apa yang dibicarakan lawannya. Berbeda jika
mereka masing-masing menggunakan bahasa daerah. Hampir pasti mereka berdua
melakukan komunikasi satu arah. Hanya yang berbicara saja yang mengerti apa
yang dikatakan. Mengapa terjadi demikian ?
Inilah keragaman bahasa Indonesia. Indonesia memiliki banyak suku bangsa
dengan dialek berbeda-beda.Walaupun bahasa Indonesia diucapkan dengan dialek
masing-masing suku, tetapi masih dapat dipahami oleh suku lainnya selama
menggunakan bahasa Indonesia.
Selain itu, terdapat juga ragam lisan dan ragam tulis, ragam baku dan tidak
baku, penggabungan antar keduanya, dan ragam sosial dan fungsional.
Meskipun beragam, bahasa Indonesia tetaplah bahasa pemersatu kita yang
telah diikrarkan dalam Sumpah Pemuda. Kita berasal dari suku yang berbeda-
beda, tetapi kita tetap satu juga.
C. TujuanTujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui macam-macam ragam dalam bahasa Indonesia.
2. Menginformasikan ragam bahasa Indonesia kepada pembaca.
3. Menerapkan ragam bahasa Indonesia yang benar dalam kehidupan sehari-hari.
D. Metode PenulisanMetode penulisan makalah ini menggunakan metode kepustakaan dan
pencarian data melalui Internet (browsing).
BAB II
PEMBAHASAN
A. Penting Atau Tidaknya Bahasa Indonesia
Sebuah bahasa penting atau tidak penting dapat dilihat dari tiga kriteria,
yaitu jumlah penutur, luas daerah penyebarannya, dan terpakainya bahasa itu
dalam sarana ilmu, susastra, dan budaya.
a. Dipandang dari Jumlah Penutur
Ada dua bahasa di Indonesia, yaitu bahasa Indonesia dan bahasa
daerah. Bahasa Indonesia lahir sebagai bahasa kedua bagi sebagian besar
warga bangsa Indonesia. Yang pertama kali muncul atas diri seseorang
adalah bahasa daerah (“bahasa ibu”). Bahasa Indonesia baru dikenal anak-
anak setelah mereka sampai pada usia sekolah (taman kanak-kanak).
Berdasarkan keterangan di atas, penutur bahasa Indonesia yang
mempergunakan bahasa Indonesia sebagai “bahasa ibu” tidak besar
jumlahnya. Mereka hanya terbatas pada orang-orang yang lahir dari orang
tua yang mempunyai latar belakang bahasa daerah yang berbeda, sebagian
orang yang lahir di kota-kota besar, dan orang yang mempunyai latar
belakang bahasa Melayu. Dengan demikian, kalau kita memandang bahasa
Indonesia sebagai “bahasa ibu”, bahasa Indonesia itu tidak penting. Akan
tetapi, pandangan kita tidak tertuju pada masalah “bahasa ibu”. Jumlah
penutur yang dimaksud adalah jumlah penutur yang memberlakukan bahasa
Indonesia sebagai “bahasa kedua”. Data ini akan membuktikan bahwa
penutur bahasa Indonesia adalah 210 juta orang (2000) ditambah dengan
penutur-penutur yang berada diluar Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa
bahasa Indonesia amat penting kedudukannya di kalangan masyarakat.
b. Dipandang dari Luas Penyebarannya
Penyebaran suatu bahasa tentu ada hubungannya dengan penutur
bahasa itu. Oleh sebab itu, tersebarnya suatu bahasa tidak dapat dilepaskan
dari segi penutur.
4
Penutur bahasa Indonesia yang berjumlah 210 juta lebih itu tersebar
dalam daerah yang luas, yaitu dari Sabang sampai Merauke. Daerah ini
harus ditambah dengan (disamping Malaysia dan Brunei) daerah-daerah
lain, seperti Australia, Belanda, Rusia, dan Jepang. Luas penyebaran ini
dapat dilihat pula pada beberapa universitas di luar negeri yang membuka
Jurusan Bahasa Indonesia sebagai salah satu jurusan. Keadaan daerah
penyebarannya ini akan membuktikan bahwa bahasa Indonesia amat penting
kedudukannya di antara bahasa-bahasa dunia.
c. Dipandang dari Dipakainya sebagai Sarana Ilmu, Budaya, dan
Susastra
Sejalan dengan jumlah penutur dan luas penyebarnya, pemakaian
suatu bahasa sebagai sarana ilmu, budaya, dan susastra dapat dijadikan pula
ukuran penting atau tidaknya bahasa itu. Kalau kita mencoba memandang
bahasa daerah, seperti bahasa Kerinci, kita dapat menelusuri seberapa jauh
bahasa itu dapat dipakai sebagai sarana sastra, budaya, dan ilmu.
Tentang susastra, bahasa Kerinci kaya dengan macam dan jenis
susatranya walaupun hanya susastra lisan. Susastra Kerinci telah
memasyarakat ke segenap pelosok daerah Kerinci. Dengan demikian,
bahasa kerinci telah dipakai sebagai sarana dalam susastra.
Tentang budaya, bahasa Kerinci telah dipakai pula walaupun hanya
dalam berkomunikasi, bertutur adat, bernyanyi, berpantun, dan sebagainya.
Tentang ilmu pengetahuan, bahasa Kerinci belum mampu
memecahkannya. Jika hendak menulis surat, orang-orang Kerinci memakai
bahasa Indonesia, bukan bahasa Kerinci. Hal ini membuktikan bahwa
bahasa Kerinci belum mampu menjalankan fungsinya sebagai sarana ilmu.
Ketiga hal di atas –sarana ilmu pengetahuan, budaya, dan susastra–
telah dijalankan oleh bahasa Indonesia dengan sangat sempurna dan baik.
Hal ini membuktikan bahwa bahasa Indonesia adalah bahasa yang penting.
B. Ragam Lisan dan Ragam Tulis
Adanya bermacam-macam ragam bahasa, sesuai dengan fungsi, kedudukan,
serta lingkungan yang berbeda-beda. Ragam bahasa ini pada pokoknya dapat
dibagi dalam dua bagian, yaitu ragam lisan dan ragam tulis.
Ragam lisan adalah bahasa yang diujarkan oleh pemakai bahasa. Kita dapat
menemukan ragam lisan yang standar, misalnya pada saat orang berpidato atau
memberi sambutan, dalam situasi perkuliahan, ceramah; dan ragam lisan yang
nonstandar, misalnya dalam percakapan antarteman, di pasar, atau dalam
kesempatan nonformal lainnya.
Ragam tulis adalah bahasa yang ditulis atau yang tercetak. Ragam tulis pun
dapat berupa ragam tulis yang standar maupun nonstandar. Ragam tulis yang
standar kita temukan dalam buku-buku pelajaran, teks, majalah, surat kabar,
poster, iklan. Kita juga dapat menemukan ragam tulis nonstandar dalam majalah
remaja, iklan, atau poster.
Tidak dapat kita pungkiri, bahasa Indonesia ragam lisan sangat berbeda
dengan bahasa Indonesia ragam tulis. Ada pendapat yang mengatakan bahwa
ragam tulis adalah pengalihan ragam lisan ke dalam ragam tulis (huruf). Pendapat
ini tidak dapat dibenarkan seratus persen sebab tidak semua ragam lisan dapat
dituliskan; sebaliknya, tidak semua ragam tulis dapat dilisankan. Kaidah yang
berlaku bagi ragam lisan belum tentu berlaku bagi ragam tulis.
Kedua ragam itu berbeda. Perbedaannya adalah sebagai berikut.
1) Ragam lisan menghendaki adanya orang kedua, teman berbicara yang berada di
depan pembicara, sedangkan ragam tulis tidak mengharuskan adanya teman bicara
berada di depan.
2) Di dalam ragam lisan unsur-unsur fungsi gramatikal, seperti subjek, predikat, dan
objek tidak selalu dinyatakan. Unsur-unsur itu kadang-kadang dapat ditinggalkan.
Hal ini disebabkan oleh bahasa yang digunakan itu dapat dibantu oleh gerak,
mimik, pandangan, anggukan, atau intonasi.
Ragam tulis perlu lebih terang dan lebih lengkap daripada ragam lisan. Fungsi-
fungsi gramatikal harus nyata karena ragam tulis tidak mengharuskan orang kedua
berada di depan pembicara. Kelengkapan ragam tulis mengehendaki agara orang
yang “diajak bicara” mengerti isi tulisan itu.
3) Ragam lisan sangat terikat pada kondisi, situasi, ruang dan waktu. Apa yang
dibicarakan secara lisan di dalam sebuah ruang kuliah, hanya akan berarti dan
berlaku hanya untuk waktu itu saja. Apa yang diperbincangkan dalam suatu ruang
diskusi susastra belum tentu dapat dimengerti oleh orang yang berada di luar
ruang itu. Sebaliknya, ragam tulis tidak terikat oleh situasi, kondisi, ruang dan
waktu. Suatu tulisan dalam sebuah buku yang ditulis oleh seorang penulis di
Indonesia dapat dipahami oleh orang yang berada di Amerika atau Inggris.
Sebuah buku yang ditulis pada tahun 1985 akan dipahami dan dibaca oleh orang
yang hidup tahun 2008 dan seterusnya. Hal itu dimungkinkan oleh kelengkapan
unsur-unsur dalam ragam tulis.
4) Ragam lisan dipengaruhi oleh tinggi rendahnya dan panjang pendeknya suara,
sedangkan ragam tulis dilengkapi dengan tanda baca, huruf besar dan huruf
miring.
C. Ragam Baku dan Ragam Tidak Baku
Pada dasarnya, ragam tulis dan ragam lisan terdiri pula atas ragam baku dan
ragam tidak baku.
Ragam baku adalah ragam yang dilembagakan dan diakui oleh sebagian
besar warga masyarakat pemakainya sebagai bahasa resmi dan sebagai kerangka
rujukan norma bahasa dalam penggunaannya. Ragam tidak baku adalah ragam
yang tidak dilembagakan dan ditandai oleh ciri-ciri yang menyimpang dari norma
ragam baku.
Ragam baku itu mempunyai sifat-sifat sebagai berikut :
a). MantapMantap artinya sesuai dengan kaidah bahasa. Kalau kata rasa dibubuhi
awalan pe-, akan terbentuk kata perasa. Kata raba dibubuhi awalan pe- akan
terbentuk kata peraba. Oleh karena itu, menurut kemantapan bahasa, kata rajin
dibubuhi pe- akan menjadi perajin, bukan pengrajin. Kalau kita berpegang pada
sifat mantap, kata pengrajin tidak dapat kita terima. Bentuk-bentuk lepas tangan,
lepas pantai, dan lepas landas merupakan contoh kemantapan kaidah bahasa baku.
b). DinamisDinamis artinya tidak statis, tidak kaku. Bahasa baku tidak menghendaki
adanya bentuk mati. Kata langganan mempunyai makna ganda, yaitu orang yang
berlangganan dan toko tempat berlangganan. Dalam hal ini, tokonya disebut
langganan dan orang yang berlangganan itu disebut pelanggan.
c). CendekiaRagam baku bersifat cendekia karena ragam baku dipakai pada tempat-
tempat resmi. Perwujud ragam baku ini adalah orang-orang yang terpelajar. Hal
ini dimungkinkan oleh pembinaan dan pengembangan bahasa yang lebih banyak
melalui jalur pendidikan formal (sekolah).
Di samping itu, ragam baku dapat dengan tepat memberikan gambaran apa
yang ada dalam otak pembicara atau penulis. Selanjutnya, ragam baku dapat
memberikan gambaran yang jelas dalam otak pendengar atau pembaca. Contoh
kalimat yang tidak cendekia adalah sebagai berikut.
Rumah sang jutawan yang aneh akan dijual.
Frasa rumah sang jutawan yang aneh mengandung konsep ganda, yaitu
rumahnya yang aneh atau sang jutawan yang aneh. Dengan demikian, kalimat itu
tidak memberikan informasi yang jelas. Agar menjadi cendekia kalimat tersebut
harus diperbaiki sebagai berikut.
(1)Rumah aneh milik sang jutawan akan dijual.
(2)Rumah milik sang jutawan aneh akan dijual.
d). SeragamRagam baku bersifat seragam. Pada hakikatnya, proses pembakuan bahasa
ialah proses penyeragaman bahasa. Dengan kata lain, pembakuan bahasa adalah
pencarian titik-titik keseragaman. Pelayan kapal terbang dianjurkan untuk
memakai istilah pramugara dan pramugari. Andaikata ada orang yang
mengusulkan bahwa pelayan kapal terbang disebut steward atau stewardes dan
penyerapan itu seragam, kata itu menjadi ragam baku. Akan tetapi, kata steward
dan stewardes sampai dengan saat ini tidak disepakati untuk dipakai. Yang timbul
dalam masyarakat ialah pramugara atau pramugari.
D. Ragam Baku Tulis dan Ragam Baku Lisan
Dalam kehidupan berbahasa,kita sudah mengenal ragam lisan dan ragam
tulis,ragam baku dan ragam tidak baku. Oleh sebab itu, muncul ragam baku tulis
dan ragam baku lisan. Ragam baku tulis adalah ragam yang dipakai dengan resmi
dalam buku-buku pelajaran atau buku-buku ilmiah lainnya. Pemerintah sekarang
mendahulukan ragam baku tulis secara nasional. Usaha itu dilakukan dengan
menerbitkan dan menertibkan masalah ejaan bahasa Indonesia, yang tercantum
dalam buku Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan.
Demikian pula, pengadaan Pedoman Umum Pembentukan Istilah, pengadaan
Kamus Besar Bahasa Indonesia dan Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia,
merupakan pula usaha kearah itu.
Bagaimana dengan masalah ragam baku lisan ? Ukuran dan nilai ragam
baku lisan ini bergantung pada besar atau kecilnya ragam daerah yang terdengar
dalam ucapan. Seseorang dapat dikatakan berbahasa lisan yang baku kalau dalam
pembicaraannya tidak terlalu menonjol pengaruh logat atau dialek daerahnya.
E. Ragam Sosial dan Ragam FungsionalBaik ragam lisan maupun ragam tulis bahasa Indonesia ditandai pula oleh
adanya ragam sosial, yaitu ragam bahasa yang sebagian norma dan kaidahnya
didasarkan atas kesepakatan bersama dalam lingkungan sosial yang lebih kecil
dalam masyarakat. Ragam bahasa yang digunakan dalam keluarga atau
persahabatan dua orang yang akrab dapat merupakan ragam sosial tersendiri.
Selain itu, ragam sosial tidak jarang dihubungkan dengan tinggi atau rendahnya
status kemasyarakatan lingkungan sosial yang bersangkutan. Dalam hal ini, ragam
baku nasional dapat pula berfungsi sebagai ragam sosial yang tinggi, sedangkan
ragam baku daerah atau ragam sosial yang lain merupakan ragam sosial dengan
nilai kemasyarakatan yang rendah.
Ragam fungsional, yang kadang-kadang disebut juga ragam profesional,
adalah ragam bahasa yang dikaitkan dengan profesi, lembaga, lingkungan kerja,
atau kegiatan tertentu lainnya. Ragam fungsional juga dikaitkan dengan keresmian
keadaan penggunaannya. Dalam kenyataan, ragam fungsional menjelma sebagai
bahasa negara dan bahasa teknik keprofesian, seperti bahasa dalam lingkungan
keilmuan/teknologi, kedokteran, dan keagamaan.
F. Bahasa Indonesia Yang Baik dan BenarSetelah masalah baku dan nonbaku dibicarakan, perlu pula bahasa yang baik
dan yang benar dibicarakan. Penentuan atau kriteria bahasa Indonesia yang baik
dan benar itu tidak jauh berbeda dari apa yang kita katakan sebagai bahasa baku.
Kebakuan suatu kata sudah menunjukkan masalah “benar” suatu kata itu.
Walaupun demikian, masalah “baik” tentu tidak sampai pada sifat kebakuan suatu
kalimat, tetapi sifat efektifnya suatu kalimat.
Pengertian benar pada suatu kata atau suatu kalimat adalah pandangan yang
diarahkan dari segi kaidah bahasa. Sebuah kalimat atau sebuah pembentukan kata
dianggap benar apabila bentuk itu mematuhi kaidah-kaidah yang berlaku. Di
bawah ini akan dipaparkan sebuah contoh.
Andi menyapu lantai
Kalimat ini benar karena memenuhi kaidah sebuah kalimat secara struktur,
yaitu ada subjek (Andi), ada predikat (menyapu), dan ada objek (lantai). Kalimat
ini juga memenuhi kaidah sebuah kalimat dari segi makna, yaitu mendukung
sebuah informasi yang dapat dimengerti oleh pembaca. Lain halnya dengan
kalimat di bawah ini.
Lantai menyapu Andi
Kalimat ini benar menurut struktur karena ada subjek (lantai), ada predikat
(menyapu), dan ada objek (Andi). Akan tetapi, dari segi makna, kalimat ini tidak
benar karena tidak mendukung makna yang baik.
Sebuah bentuk kata dikatakan benar kalau memperlihatkan proses
pembentukan yang benar menurut kaidah yang berlaku. Kata aktifitas tidak benar
penulisannya karena pemunculan kata itu tidak mengikuti kaidah penyerapan yang
telah ditentukan. Pembentukan penyerapan yang benar adalah aktivitas karena
diserap dari kata activity. Kata persuratan kabar dan pertanggungan jawab tidak
benar karena tidak mengikuti kaidah yang berlaku. Yang benar menurut kaidah
ialah kata persuratkabaran dan pertanggungjawaban.
Pengertian “baik” pada suatu kata (bentukan) atau kalimat adalah pandangan
yang diarahkan dari pilihan kata (diksi). Dalam suatu pertemuan kita dapat
memakai kata yang sesuai dengan pertemuan itu sehingga kata-kata yang keluar
atau dituliskan itu tidak akan menimbulkan nilai rasa yang tidak pada tempatnya.
Pemilihan kata yang akan dipergunakan dalam suatu untaian kalimat sangat
berpengaruh terhadap makna kalimat yang dipaparkan itu. Pada suatu ketika kita
menggunakan kata menugasi, tetapi pada waktu lain kita menggunakan kata
memerintahkan, meminta bantuan, memercayakan, dan sebagainya.
BAB III
PENUTUP
A. KesimpulanKesimpulan yang dapat ditarik dari pembahasan di atas adalah :
1. Ada beberapa ragam bahasa Indonesia, diantaranya ragam bahasa daerah
(dialek), ragam lisan dan ragam tulis, ragam baku dan ragam tidak baku,
ragam baku tulis dan ragam baku lisan, dan ragam sosial dan ragam
fungsional.
2. Sebuah bentuk kata dikatakan benar kalau memperlihatkan proses
pembentukan dan makna yang benar menurut kaidah yang berlaku.
3. Bahasa yang benar adalah bahasa yang menerapkan kaidah dengan
konsisten, sedangkan yang dimaksud dengan bahasa yang baik adalah
bahasa yang mempunyai nilai rasa yang tepat dan sesuai dengan situasi
pemakaiannya.
B. SaranWalaupun Indonesia terdiri dari berbagai macam suku yang menggunakan
bahasa yang berbeda, tetapi kita dapat saling berkomunikasi dan mengerti suatu
pembicaraan dengan menggunakan bahasa Indonesia. Meskipun dengan ragam
yang berbeda, kita harus selalu menjunjung tinggi bahasa persatuan kita, bahasa
Indonesia.
Kita dapat menggunakan bahasa lisan yang baku dalam pertemuan formal
dengan cara kita tidak terlalu menonjolkan logat daerah. Selain menggunakan
bahasa lisan yang baku, kita juga harus menggunakan bahasa tulisan yang baku
dengan cara mengikuti ejaan yang telah disempurnakan.
12
DAFTAR PUSTAKA
Alwi, Hasan, dkk. 1988. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka.
Arifin, E. Zaenal, S. Amran Tasai. 2009. Cermat Berbahasa Indonesia Untuk
Perguruan Tinggi. Jakarta: Akademika Pressindo.
Badudu, J.S. DR. 1983. Membina Bahasa Indonesia Baku. Bandung: Pustaka
Prima.
Broto, A. S. 1978. Pengajaran Bahasa Indonesia. Jakarta: Bulan Bintang.
Chaer, Abdul. 1998. Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka
Cipta.
Mulyati, Yeti, dkk. 2009. Bahasa Indonesia. Jakarta: Universitas Terbuka.
Anonim1. Mengenal Ragam Bahasa Indonesia
http://mading.smklabor.sch.id/2010/06/mengenal-ragam-bahasa-indonesia-
(1).html
diakses 1 Juni 2014
Anonim2. Ragam Bahasa Indonesia
http://techonly13.wordpress.com/2009/07/ragam-bahasa-indonesia.html
diakses 1 Juni 2014
Anonim3. Ragam Bahasa Indonesia
http://adegustiann.blogsome.com/2009/02/ragam-bahasa-indonesia.html
diakses 1 Juni 2014
13