KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)
Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001
Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]
FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen FM-01-AKD-07
No. Revisi 02
Hal 1dari 46
Tanggal Terbit 27 Februari 2016
BAHAN AJAR
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM 15U00001/15U00001
2 SKS
PUSAT PENGEMBANGAN KARIR, KONSELING, MKU DAN MKDK
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2018
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)
Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001
Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]
FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen FM-01-AKD-07
No. Revisi 02
Hal 2dari 46
Tanggal Terbit 27 Februari 2016
VERIFIKASI BAHAN AJAR
Pada hari ini Senin tanggal 3 bulan Agustus tahun 2018 Bahan Ajar Mata Kuliah
Pendidikan Agama Islam, telah diverifikasi oleh Kepala Pusat Pengembangan
Karir, Konseling, MKU dan MKDK.
Semarang, 13 Februari 2018
Kepala Tim Penulis
Dr. H. Eko Supraptono, M.Pd. Tim Dosen
NIP. 196109021987021001
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)
Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001
Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]
FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen FM-01-AKD-07
No. Revisi 02
Hal 3dari 46
Tanggal Terbit 27 Februari 2016
PRAKATA
Alhamdulillah puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Swt., karena rahmat, nikmat, taufik dan hidayahnya-Nyalah buku “ISLAM: Rahmatan Lil’alamin” dapat kami selesaikan. Shalawat serta salam selalu tercurah kepada Baginda Rosul Muhammas Saw., para keluarga, para sahabar, pera pengikut, serta umatnya yang setia dengan ajarannya.
Maksud dan tujuan Pendidikan Agama Islam di perguruan tinggi adalah untuk memperkuat iman dan takwa kepada Allah Swt., serta memperluas wawasan hidup beragama mahasiswa dengan mengedepankan budi pekerti luhur, berpikir filosofis, bersikap rasional dan dinamis, berpandangan luas, ikut serta dalam kerja sama antarumat beragama dalam mengembangkan dan memanfaatkan ilmu dan teknilogi serta seni untuk kepentingan manusia. Selain itu, maksud tujuan tersebut diarahkan pada peningkatan kualitas SDM melalui rumah ilmu yaitu Universitas Negeri Semarang.
Atas dasar itulah buku ini disusun sebagai sarana menggapai maksud dan tujuan tersebut. Tentunya buku ini bukanlah satu-satunya buku referensi atau rujukan, akan tetapi mudah-mudahan buku ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa dan dosen dalam proses pembelajaran.
Pada buku ini disajikan materi-materi dalam BAB, meliputi: (1) Agama Islam , (2) Hakikat Manusia Dalam Islam, (3) Aqidah, (4) Syari’ah, Ibadah, dan Muamalah, (5) Islam dan Ilmu Pengetahuan, (6) Akhlak dalam Islam, (7) Wawasan Islam Moderat, dan (8) Pergaulan dalam Islam.
Kepada para pembeca kami mengharapkan saran dan kritik yang konstruktif demi kesempurnaan buku ini, karena kami menyadari bahwa buku ini masih jauh dari kesempurnaan.
Semarang, Agustus 2018
Tim Penulis
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)
Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001
Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]
FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen FM-01-AKD-07
No. Revisi 02
Hal 4dari 46
Tanggal Terbit 27 Februari 2016
DESKRIPSI MATAKULIAH
Mata kuliah ini menyajikan bahasan tentang konsep aqidah Islam, konsep
manusia, hukum, konsep akhlak, IPTEKS, masyarakat, politik, globalisasi,
radikalisme atas nama Agama, perlindungan anak, dan pernikahan dalam
perspektif Islam.
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)
Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001
Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]
FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen FM-01-AKD-07
No. Revisi 02
Hal 5dari 46
Tanggal Terbit 27 Februari 2016
BAB I
AGAMA ISLAM
1. Makna dan Ruang Lingkup Agama Islam
Islam mengandung arti berserah diri, tunduk, patuh dan taat sepenuhnya
kepada kehendak Allah swt. Kepatuhan dan ketundukan kepada Allah swt.
tersebut melahirkan keselamatan dan kesejahteraan diri serta kedamaian kepada
sesama manusia dan lingkungannya.
Firman Allah Swt.
“( Tidak demikian ) bahwa barang siapa yang menyerahkan diri kepada
Allah sedang ia berbuat kebajikan maka baginya pahala di sisi Tuhannya dan
tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih hati”.
( Q.S. 2 : 112 ).
Secara terminologis, Islam adalah agama yang ajaran-ajarannya
diberikan oleh Allah Swt. kepada masyarakat manusia melalui para utusan-Nya.
Jadi Islam adalah agama yang dibawa oleh para nabi pada setiap zamannya
yang berakhir dengan kenabian Muhammad Saw.
Secara garis besar ruang lingkup agama Islam menyangkut tiga hal
pokok, yaitu :
Aspek keyakinan yang disebut aqidah, aspek credial atau keimanan
terhadap Allah swt. dan semua ayat-ayat-Nya untuk diimani.
Aspek norma atau hukum yang disebut syari’ah, yaitu aturan-aturan Allah
yang mengatur hubungan manusia dengan Allah swt., hubungan dengan sesama
manusia maupun hubungannya dengan alam semesta.
Aspek perilaku yang disebut akhlaq, yaitu sikap-sikap atau perilaku yang
nampak dari pengejawantahan aqidah dan syari’ah.
Islam adalah sebuah agama suci dari Allah swt. untuk seluruh ummat
manusia yang memiliki tugas sebagai berikut :
Mendatangkan perdamaian dunia dengan membentuk persaudaraan
diantara sekian agama di dunia,
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)
Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001
Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]
FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen FM-01-AKD-07
No. Revisi 02
Hal 6dari 46
Tanggal Terbit 27 Februari 2016
Menghimpun segala kebenaran yang termuat dalam agama-agama
sebelumnya,
Membetulkan kesalahan-kesalahan dalam agama, menyaring mana yang
benar dan mana yang palsu,
Mengajarkan kebenaran abadi yang sebelumnya tidak pernah diajarkan,
berhubung keadaan bangsa atau umat pada waktu itu masih dalam tahap
permulaan dari tingkat perkembangan mereka dan
Memenuhi segala kebutuhan moral dan rohani bagi umat manusia yang
selalu bergerak maju.
Peranan Agama Islam dalam Kehidupan
a. Menentramkan batin
Sesuai dengan asal katanya ( salima ), Islam berarti sejahtera. Dengan
demikian orang yang menjalankan Islam dengan sebenarnya akan dapat
menikmati kesejahteraan, akan mendapatkan ketentraman batin serta jauh dari
ketakutan dan kekhawatiran dalam menjalani kehidupan.
b. Sebagai landasan peradaban abadi
Islam datang memberikan landasan bagi terbentuknya sebuah peradaban
dengan semangat persatuan dan penghargaan kepada orang lain yang dilandasi
dengan keimanan sepenuhnya kepada Allah swt. Dengan landasan inilah
sebuah peradaban bisa ditegakkan dan bisa berdiri kokoh di tengah perubahan
zaman yang selalu bergerak maju.
c. Sebagai kekuatan pemersatu.
Islam sebagai agama ‘rahmatan lil‘alamin’ bukan saja menciptaka
kesatuan antar bangsa-bangsa dalam batas wilayah tertentu saja melainkan
merupakan sebuah kekuatan yang mempersatukan seluruh bangsa tanpa
adanya batasan wilayah.
d. Sebagai kekuatan rohani
Islam adalah kekuatan rohani yang amat besar, karena telah mampu
membebaskan manusia dari kekuatan dirinya yang bersumber dari hawa
nafsunya.
e. Menjawab segala problem kehidupan
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)
Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001
Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]
FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen FM-01-AKD-07
No. Revisi 02
Hal 7dari 46
Tanggal Terbit 27 Februari 2016
Islam menjadi pusat perhatian kaum ahli fikir, karena Islam bukan saja
merupakan kekuatan rohani terbesar dan yang memperadabkan manusia di
dunia, melainkan pula Islam memecahkan banyak persoalan yang rumit-rumit
yang pada dewasa ini dihadapi oleh manusia.
SUMBER AJARAN ISLAM
Pada hakikatnya, ajaran Islam itu hanya mempunyai satu sumber hukum,
yakni wahyu Ilahi. Selanjutnya wahyu Ilahi itu dikelompokkan menjadi dua
macam, yaitu : pertama, wahyu yang berupa Al-Qur’an, dan kedua, berupa
sunnah. Kedua sumber itu disebut sumber pokok.
Seiring dengan meluasnya daerah kekuasaan Islam serta
kompleksitasnya persoalan yang dihadapi umat mengakibatkan banyak
persoalan baru yang secara eksplisit belum ditetapkan oleh Al-Qur’an dan As-
Sunnah, maka lahirlah sumber hukum tambahan berupa hasil Ijtihad.
Al-Qur’an
A. Pengertian Al-Qur’an
Al-Qur’an berarti kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad
saw. dengan bahasa Arab melalui malaikat Jibril, sebagai mu’jizat dan
argumentasi dalam mendakwahkan kerasulannya dan sebagai pedoman hidup
untuk mencapai kedamaian dunia akhirat.. Definisi di atas mengandung
beberapa kekhususan sebagai berikut :
Al-Qur’an sebagai wahyu Allah, yaitu seluruh ayat Al-Qur’an adalah
wahyu Allah, tidak ada satu kata pun yang datang dari perkataan atau pikiran
Nabi Muhammad saw.
Al-Qur’an terhimpun dalam mushaf, artinya Al-Qur’an tidak mencakup
wahyu Allah kepada Nabi Muhammad dalam bentuk hukum-hukum yang
kemudian disampaikan dalam bahasa nabi sendiri.
Al-Qur’an dinukil secara mutawatir, artinya Al-Qur’an disampaikan kepada
orang lain secara terus menerus oleh sekelompok orang yang tidak mungkin
bersepakat untuk berdusta karena banyaknya jumlah orang dan berbeda-
bedanya tempat tinggal mereka.
B. Nama-nama Al-Qur’an
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)
Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001
Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]
FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen FM-01-AKD-07
No. Revisi 02
Hal 8dari 46
Tanggal Terbit 27 Februari 2016
Selain disebut Al-Qur’an, wahyu Allah ini juga diberi nama-nama lain oleh
Allah swt. sebagai berikut :
1). Alkitab, berarti sesuatu yang ditulis yaitu kitab yang ditulis dalam
mushaf. Hal ini sebagaimana firman Allah swt.
“Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan kepada hamba-Nya Al-
Kitab ( Al- Qur’an ) dan Dia tidak mengadakan kebengkokan di dalamnya” ( Q.S.
Al-Kahfi : 1 )
2). Al-Furqon, artinya sebagai pemisah ( Al-Furqon : 1 ). Sebagai
pedoman hihup dan kehidupan manusia, Al-Qur’an menyajikan norma dan etika
secara jelas, tegas dan tuntas terutama dalam masalah kebaikan dan keburukan,
yang hak dengan yang batil.
3). Ar-Rahmah, yang berarti karunia ( An-Naml : 77 ). Segala pemberian
dari Tuhan akan menjadi rahmat di dunia dan akhirat, ketika pemberian itu
diterima, dijalani, dan dikembangkan dengan landasan Al-Qur’an.
4). An-Nur, yang artinya cahaya ( An-Nisa’ : 174 ). Al-Qur’an
memantulkan cahaya Tuhan dan karenanya ia mampu menembus bungkus
jasad manusia dan menyinari rongga dadanya sehingga kegelapan menjadi
sirna. Pantulan cahaya Al-Qur’an ini terjadi jika manusia itu sendiri sanggup
merespons Al-Qur’an dengan baik.
5). Al-Huda, berarti petunjuk. ( At-Taubah : 33 ). Nama ini menunjukkan
fungsi Al-Quran sebagai petunjuk yang hanya dengannya manusia dapat
memperoleh keridloannya.
6). Adz-Dzikra, artinya peringatan ( Al-Hijr : 9 ). Yaitu kitab yang berisi
peringata Allah kepada manusia.
C. Cara Al-Qur’an diturunkan
Al-Qur’an itu diturunkan sedikit demi sedikit, berangsur-angsur, bukan
sekaligus dalam satu`keseluruhannya.
Hikmah diturunkannya Al-Qur’an secara berangsur-angsur adalah
sebagaimana yang difirmankan oleh Allah swt. “Sedemikianlah (Kami
menurunkan dia berangsur-angsur) untuk Kami kuatkan dengan dia hati engkau”
(Q.S. 25 : 32). Dari ayat tersebut bisa dipahami bahwa yang demikian itu akan
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)
Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001
Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]
FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen FM-01-AKD-07
No. Revisi 02
Hal 9dari 46
Tanggal Terbit 27 Februari 2016
meneguhkan hati bagi si penerima (Nabi saw.) karena diturunkan sesuai dengan
kejadian tertentu. Di samping itu agar Muhammad dapat menghafalnya.
D. Periode Turunnya Al-Qur’an
Pertama, Masa Nabi bermukim di Makkah, (Makiyah). Ayat-ayat yang
diturunkan di Makkah memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
ayatnya pendek-pendek
mengandung soal tauhid, soal kepercayaan, adanya Allah, hal-hal ‘adzab
dan nikmat dihari kemudian serta urusan-urusan kebaikan.
Kedua, Yang diturunkan sesudah di Madinah. Semua yang turun di
Madinah dinamai surat Madaniyyah. Ayat-ayat Madaniyyah memiliki ciri
diantaranya :
ayat-ayatnya panjang-panjang
berisi mengenai hukum yang jelas dan tegas kandungannya
kebanyakan permulaan firman Allah dimulai dengan :
“Wahai orang yang beriman”
E. Pokok-pokok Kandungan Al-Qur’an
Prinsip-prinsip keimanan,
Prinsip-prinsip syari’ah.
Janji dan ancaman.
Sejarah atau kisah-kisah masa lalu.
Ilmu pengetahuan.
F. Fungsi dan Peran Al-Qur’an
a. Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia
b. Al-Qur’an memberikan penjelasan terhadap segala sesuatu
c. Al-Qur’an Sebagai Penawar Jiwa yang Haus ( Syifa )
Menurut Quraisy Shihab tujuan diturunkannya Al-Qur’an bisa disarikan
antara lain sebagai berikut :
Untuk membersihkan akal dan menyucikan jiwa dari segala bentuk syirik
serta memantapkan keyakinan tentang keesaan yang sempurna bagi Tuhan seru
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)
Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001
Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]
FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen FM-01-AKD-07
No. Revisi 02
Hal 10dari 46
Tanggal Terbit 27 Februari 2016
sekalian alam, keyakinan yang tidak semata-mata sebagai suatu konsep
teologis, tetapi falsafah hidup dan kehidupan manusia.
Untuk mengajarkan kemanusiaan yang adil dan beradab, yakni bahwa
umat manusia merupakan suatu umat yang seharusnya dapat bekerja sama
dalam pengabdian kepada Allah swt. dan pelaksanaan tugas kekhalifahan.
Untuk membasmi kemiskinan material dan spiritual, kebodohan dan
penderitaan hidup serta pemerasan manusia atas manusia dalam bidang sosial,
ekonomi, politik dan juga agama.
Untuk menekankan peranan ilmu dan teknologi, guna menciptakan satu
peradaban yang sejalan dengan jati diri manusia, dengan panduan dan paduan
nur Ilahi. Demikianlah kehadiran Al-Qur’an suci yang kalau kandungannya
diaktualisasikan dalam kehidupan nyata, dijamin oleh Allah swt. kedamaian dunia
akan terwujud dan kebahagiaan akhirat akan tercapai.
Penulisan Mushaf Al-Qur’an
Sejarah menginformasikan bahwa setiap ada ayat turun, Nabi saw. lalu
memanggil para sahabat yang dikenal pandai menulis untuk menulis ayat-ayat
yang baru saja diterimanya sambil menyampaikan tempat dan urutan setiap ayat
dalam suratnya.
Setelah Rasulullah saw., wafat maka amanat pembukuan al-Quran
diserahkan kepada Zaid bin Tsabit.
Penafsiran Al-Qur’an
Pada saat Al-Qur’an diturunkan, Rasul saw. yang berfungsi sebagai
mubayyin ( pemberi penjelasan ), mengenai kandungan ayat-ayat al-Qur’an,
terutama tentang ayat-ayat yang samar artinya. Turunnya Al-Qur’an secara
berangsur-angsur menunjukkan bukti bahwa ayat-ayatnya begitu komunikatif
dengan sasarannya, dan kalaupun para sahabat menemukan kesulitan biasanya
langsung bertanya kepada Rasul saw. Keadaan demikian berlangsung sampai
dengan wafatnya Rasul saw. Namun perlu dicatat bahwa tidak semua
penjelasan tersebut kita ketahui, karena dua kemungkinan, yaitu akibat tidak
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)
Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001
Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]
FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen FM-01-AKD-07
No. Revisi 02
Hal 11dari 46
Tanggal Terbit 27 Februari 2016
sampainya riwayat-riwayat tentangnya, atau karena Rasul saw. sendiri tidak
menjelaskan semua kandungan Al-Qur'’an.
Metode-metode dalam penafsiran Al-Qur’an
Tafsir bil ma’tsur
Metode ini menafsirkan ayat-ayat berdasarkan ayat Al-Qur’an dan
riwayat, baik hadis nabi maupun atsar sahabat. Penafsiran semacam ini
dilakukan oleh para ahli tafsir pada masa-masa awal penafsiran Al-Qur’an.
Tafsir bil ma’qul
Metode ini disebut juga tafsir bil-ra’yi, yaitu menafsirkan ayat
berdasarkan akal (rasio) atau dengan cara ijtihad.
Tafsir ijdiwad (campuran)
Yaitu sebuag metode penafsiran Al-Qur’an dengan memadukan antara
tafsir bil ma’tsur dengan tafsir bil ma’qul.
Tafsir Tahlili
Metode ini adalah menafsirkan ayat secara berurutan dari surat pertama,
ayat pertama sampai surat terakhir, ayat yang terakhir. Pesan dan kandungan
ayat dijelaskan secara rinci dan luas mencakup aneka macam persoalan yang
muncul dalam pemikiran penafsir, baik yang berhubungan secara langsung
maupun tidak langsung dengan ayat yang ditafsirkannya.
Tafsir maudlu’i
Yaitu menafsirkan ayat berdasarkan tema yang telah ditetapkan. Tafsir
ini juga disebut tafsir tematik atau tauhidi. Dalam metode ini ayat Al-Qur’an tidak
ditafsirkan secara berurutan dari ayat ke ayat, melainkan dicari ayat-ayat yang
berkaitan dengan tema yang sedang dibahas.
Tafsir bil ilmi
Yaitu menafsirkan ayat dengan menggunakan pendekatan ilmu
pengetahuan. Ilmu dijadikan sudut pandang dalam menafsirkan Al-Qur’an dan
biasanya bersifat tematik. Misalnya menafsirkan ayat-ayat yang berkaitan
dengan proses kejadian manusia di dalam rahim (Q.S. Al-Mukminun : 21-22)
dengan sudut pandang ilmu kedokteran.
B. SUNNAH DAN HADIS
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)
Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001
Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]
FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen FM-01-AKD-07
No. Revisi 02
Hal 12dari 46
Tanggal Terbit 27 Februari 2016
Dalam makna aslinya , sunnah berarti perbuatan nabi, sedangkan hadis
berarti laporan atau reportase dari kegiatan sunnah tersebut.
Kedudukan Hadis
Al-Quran menjelaskan pada diri nabi Muhammad terdapat uswah
hasanah (suri tauladan yang baik) yang berlaku sepanjang masa (Q.S al-
Ahzab : 31). Pernyataan Quran ini jelas-jelas menyiratkan arti bahwa kaum
muslimin sejak awal telah memandang perilaku nabi sebagai suatu konsep
prilaku. Dengan demikian maka hadis menjadi prioritas kedua dalam
pengambilan hukum dan prilaku setelah al-Quran
Fungsi hadis terhadap Al-Qur’an
Menjelaskan Al-Qur’an
Memberikan rincian, yakni as-sunnah memberikan rincian terhadap ayat
Al-Qur’an yang masih bersifat global, seperti rincian tentang pelaksanaan ibadah
shalat, yang meliputi cara, sarat rukunnya, waktunya, jumlahnya dan sebagainya.
Membatasi kemutlakan, yakni sunnah memberi penjelasan dengan
membatasi kemutlakan pengertian yang terkandung dalam redaksi ayat,
misalnya ketetapan Al-Qur’an mengenai wasiat :
“Diwajibkan kepada kamu apabila seorang diantara kamu telah
kedatangan tanda-tanda maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak,
berwasiatlah kepada bapak, ibu dan karib kerabatnya secara ma’ruf, sebagai
suatu hak atas orang yang bertaqwa” ( Qs. 2 : 180 ). Dalam ayat tersebut wasiat
itu diungkapkan secara mutlak ( tanpa ada batasan jumlahnya ). As-sunnah
membatasi banyaknya wasiat agar tidak melampaui sepertiga dari harta yang
ditinggalkan. Hal ini terdapat dalam sebuah hadis, ketika Sa’ad bin Abi Waqas
ingin berwasiat dengan 2/3 dari kekayaannya, oleh Rasulullah dilarang,
kemudian mengajukanlagi ½-nya, tapi rasul juga menolak dan akhirnya
dibolehkan 1/3-nya saja ( Bukhari dan Muslim ).
3). Memberikan pengecualian terhadap pernyataan Qu’an yang masih
umum, misalnya Al-Qur’an mengharamkan bangkai dan darah dengan firman-
Nya :
“Diharamkan bagimu ( memakan ) bangkai, darah, daging babi, binatang
yang disembelih atas nama selain Allah, yang dicekik, yang dipukul, yang jatuh,
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)
Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001
Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]
FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen FM-01-AKD-07
No. Revisi 02
Hal 13dari 46
Tanggal Terbit 27 Februari 2016
yang ditanduk,yang dimakan binatang buas, kecuali kamu sempat
menyembelihnya, dan yang disembelih untuk berhala. Dan diharamkan pula
bagimu mengundi nasib dengan anak panah, karena itu sebagai bentuk
kefasikan” ( QS. 5 : 3 ). As-Sunnah memberikan pengecualian dengan
membolehkan memakan jenis bangkai tertentu, bangkai ikan, belalang dan darah
tertentu ( hati dan limpa ) sebagaimana diriwayatkan oleh Ahmad, As-Syafi’I,
Ibnu Majah, Baihaqi dan Daruquthni ).
4). As-sunnah menetapkan hukum baru yang tidak ditetapkan oleh Al-
Qur’an, misalnya :
“Rasulullah saw. melarang semua yang mempunyai taring dari binatang
dan dari semua burung yang bercakar” ( HR. Muslim dari Ibnu Abbas ).
Macam-macam hadis
1). Hadis Mutawatir
Hadis mutwatir adalah hadis yang diriwayatkan sejumlah orang yang
secara terus menerus tanpa putus dan secara adat para perawinya tidak
mungkin berbohong.
2). Hadis masyhur
Hadis masyhur adalah sebuah hadis yang diriwayatkan sejumlah orang
tetapi tidak mencapai derajat mutawatir
3). Hadis ahad
Yaitu hadis yang diriwayatkan oleh seorang, dua orang atau lebih, tetapi
tidak mencapai syarat masyhur dan mutawatir
Dari segi kualitasnya hadis terbagi menjadi :
Hadis Shahih, yaitu hadis yang sanadnya tidak terputus, diriwayatkan
oleh orang-orang yang adil, sempurna ingatannya, kuat hafalannya, tidak
cacad, dan tidak betentangan dengan dalil atau periwayatan yang lebih kuat.
2). Hadis hasan, yaitu hadis yang memenuhi sarat hadis shahih tetapi
perawinya tidak kuat ingatannya atau kurang baik hafalannya.
3). Hadis dhaif, yaitu hadis yang tidak lengkap syaratnya, atau tidak
memenuhi persaratan sebagai hadis shshih dan hasan.
Kehujjahan Hadis
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)
Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001
Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]
FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen FM-01-AKD-07
No. Revisi 02
Hal 14dari 46
Tanggal Terbit 27 Februari 2016
Para ulama sepakat bahwa hadis dha’if tidak boleh digunakan sebagai
dalil dalam menentukan hukum. Imam Bukhari dan Muslim sependapat untuk
tidak menggunakan hadis dha’if dalam bidang apapun: Nabi bersabda “Barang
siapa menceritakan sesuatu hal dari aku, padahal ia tahu bahwa itu bukan
hadisku, maka orang itu termasuk golongan pendusta ( HR. Bukhari Muslim ).
Kriteria hadis palsu :
Jika hadis itu bertentangan dengan fakta sejarah
Jika sifat hadis itu mewajibkan kepada semua orang untuk
mengetahuinya dan mengamalkannya dan hadis itu diriwayatkan oleh satu orang
Jika saat dan keadaan diriwayatkannya hadis itu membuktikan bahwa
hadis itu dibikin-bikin
Jika hadis itu bertentangan dengan akal, atau bertentangan dengan
ajaran-ajaran Islam yang terang
Jika hadis itu menguraikan sebuah peristiwa, yang jika peristiwa itu
sungguh-sungguh terjadi, niscaya peristiwa itu diketahui dan diceritakan oleh
orang banyak, padahal nyatanya, peristiwa itu tak diriwayatkan oleh satu orang
pun selain orang yang meriwayatkan hadis itu.
Jika masalahnya atau kata-katanya rakik ( artinya, tak sehat atau tak
benar); misalnya kata-katanya tak cocok dengan idiom bahasa Arab, atau
masalah yang dibicarakan tak pantas bagi martabat rasulullah.
Jika hadis itu berisi ancaman hukuman berat bagi perbuatan dosa biasa,
atau menjanjikan pahala besar bagi perbuatan baik yang tak seberapa.
Jika hadis itu menerangkan pemberian ganjaran oleh Nabi saw. dan
Rasul kepada orang yang berbuat baik.
Jika yang meriwayatkan hadis itu mengaku bahwa ia membuat-buat
hadis.
C. IJTIHAD
A. Pengertian
Ijtihad berarti mengerahkan segala kemampuan secara maksimal dalam
mengungkapkan kejelasan hukum Islam atau untuk menjawab dan
menyelesaikan persoalan-persoalan yang muncul.
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)
Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001
Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]
FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen FM-01-AKD-07
No. Revisi 02
Hal 15dari 46
Tanggal Terbit 27 Februari 2016
Obyek ijtihad adalah perbuatan yang secara eksplisit tidak terdapat dalam
Al-Qur’an dan As-sunnah. Ijtihad dipandang sebagai aktivitas penelitian ilmiah
karena itu bersifat relatif. Relatifitas ijtihad ini menjadikannya sebagai sumber
nilai yang bersifat dinamis. Pemutlakan terhadap produk ijtihad pada haikatnya
merupakanpengingkaran terhadap kemutlakan Allah, karena yang sesungguhnya
mutlak hanyalah Allah swt.
Satu hal yang telah disepakati para ulama adalah bahwa ijtihad tidak
boleh merambah dimensi ibadah mahdlah,
Posisi Ijtihad dalam Syari’at Islam
Ijtihad menggunakan pertimbangan akal secara jelas diundangkan dalam
sebuah hadis, sebagai alat untuk mencapai keputusan, apabila tidak ada
petunjuk dalam Al-Qur’an maupun Al-Hadis. Hadis berikut dianggap sebagai
basis ijtihad dalam Islam. “Pada waktu Mu’adz bi Jabal ditetapkan sebagai
gubernur di Yaman,beliau ditanya oleh Nabi saw. : ‘Bagaimana engkasu akan
mengadili, jika suatu perkara diajukan kepadamu, Mu’adz bin Jabal menjawab : “
Aku akan mengadili dengan undang-undang Qur’an”, tetapi jika engkau tidak
mnemukan suatu petunjuk dalam Al-Qur’an ? tanya Nabi saw. “maka aku akan
mengadili menurut sunnah Nabi, jawabnya. Tetapi jika engkau tidak menemukan
petunjuk dalam sunnah nabi ? tanya nabi, “maka aku akan menggunakan
pertimbangan akalku ( ajtahidu ) dan mengadili menurut itu”, jawabnya. Nabi
saw. lalu menepuk lengan beliau sambil berkata, “Maha suci kepunyaan Allah,
yang telah memberi petunjuk kepada utusannya, seperti yang Ia kehendaki” (
HR. Abu Dawud dan Tirmidzi ).
Syarat-syarat mujtahid
Memiliki integritas keimanan yang kuat terhadap syariah Ilahiyah,
berkeyakinan teguh kepada kebenaran Islam dan mempunyai ketulusan hati
untuk merealisasikan tanpa mencampurasdukkan dengan sumber yang selain
Qur’an dan sunnah.
Mengetahui isi Al-Qur’an dan Hadis yang berkenaan dengan hukum.
Mengetahui bahasa Arab dengan berbagai keilmuannya
Mengetahui kaidah-kaidah ushuliyah yang luas, karena ilmu ini menjadi
dasar berijtihad
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)
Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001
Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]
FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen FM-01-AKD-07
No. Revisi 02
Hal 16dari 46
Tanggal Terbit 27 Februari 2016
Mengetahui produk-produk ijtihad ( hukum ) yang diwariskan oleh para
ahli terdahulu untuk melihat kesinambungan hukum, sebab munculnya ijtihad
baru bukan saja dimaksudkan untuk menghapus produk hukum lama untuk
diganti dengan yang baru.
Mengetahui ilmu riwayah yang berkenaan dengan kaedah-kedah
kesahihan hadis
Mengetahui rahasia-rahasia tasyri’, yaitu kaedah yang menerangkan
tujuan syara’ dalam meletakkan beban taklif kepada mukallaf.
Ijtihad pada masa sekarang tidak hanya dilakukan oleh ahli-ahli agama
yang memiliki syarat-syarat di atas melainkan melibatkan juga pakar yang ahli
dalam masalah yang sednag dibahas, sehingga persoalannya ( produk
hukumnya ) menjadi utuh dan menyeluruh baik dari aspek Qur’ani maupun
kauninya.
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)
Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001
Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]
FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen FM-01-AKD-07
No. Revisi 02
Hal 17dari 46
Tanggal Terbit 27 Februari 2016
BAB II HAKIKAT MANUSIA MENURUT ISLAM
A. Konsep Manusia
Manusia adalah makhluk Allah yang sangat istimewa, kedudukan dan
tingkatannya lebih tinggi bila dibandingkan dengan makhluk-makhluk Allah
yang lain, seperti hewan, tumbuh-tumbuhan, bahkan malaikat. Keistimewaan
manusia dari makhluk Allah yang lain terletak pada hal-hal berikut:
1 Manusia memiliki bentuk atau postur dan struktur tubuh yang lebih baik
dan lebih cantik atau lebih tampan dari hewan. Dengan postur dan
struktur tubuh yang baik tersebut memungkinkan manusia mempunyai
kesanggupan dan kemampuan untuk mencapai dan memperoleh
berbagai kemajuan dalam hidupnya. Keunggulan postur dan struktur
tubuh ini telah difirmankan oleh Allah dalam surat Al-Tin ayat 4 yang
berbunyi:
Artinya: Sesungguhnya Kami(Allah) telah menciptakan manusia dalam
bentuk yang sebaik-baiknya(QS 95: 4).
2. Manusia memiliki rohani atau jiwa yang sempurna. Jiwa manusia menurut
ahli ilmu jiwa mempunyai tiga daya yaitu daya cipta yang berpusat di akal
pikiran, daya rasa yang berpusat di hati, dan daya karsa atau kemauan
yang berpusat di hawa nafsu. Masing-masing daya mempunyai fungsi
yang berbeda-beda. Dengan daya cipta atau akal pikiran, manusia dapat
mengetahui benar dan salah, dapat menggali dan mempelajari ilmu
pengetahuan dan menghasilkan teknologi. Dengan daya rasa, manusia
bisa memilih dan menimbang baik dan buruk, indah dan tidak indah, patut
dan tidak patut dan sebagainya, sehingga lahir karya-karya manusia di
bidang kesenian. Dengan daya karsa atau hawa nafsu, manusia didorong
atau dimotifasi agar selalu berbuat sesuatu yang bersifat dinamis dan
kreatif. Prestasi manusia dalam berbagai bidang, seperti bidang keilmuan,
teknologi, kesenian, keolahragaan, dan sebagainya disebabkan adanya
peranan dari daya karsa atau kemauan. Ketiga daya atau potensi (cipta,
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)
Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001
Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]
FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen FM-01-AKD-07
No. Revisi 02
Hal 18dari 46
Tanggal Terbit 27 Februari 2016
rasa, dan karsa) tersebut bekerja secara kolektif sebagai satu kesatuan
yang tidak dapat dipisahkan. Manusia tidak akan mampu menghasilkan
suatu karya ilmiah, tanpa peran perasaan dan kemauan. Demikian juga,
manusia mustahil bisa melahirkan karya-karya kesenian yang berkualitas
tinggi tanpa aktifnya fungsi akal dan kemauan.
Apabila dibandingkan dengan unsure jasmani, maka unsure rohani
atau jiwa lebih penting bagi manusia, sebab ia merupakan motor
penggerak lahirnya segala kreatifitas dan aktifitas hidup, kalau tidak,
manusia akan statis, beku dan tidak ada kemajuan. Oleh karena itu
hewan yang tidak mempunyai unsur rohani hidupnya statis.
Kedua unsur tersebut di atas, yakni postur dan struktur tubuh yang
baik, rohani atau jiwa yang sehat merupakan amanat atau titipan Allah
dan akan dimintai pertanggung jawaban kelak di akhirat. Bagaimana
penerapan amanat dalam kehidupan sehari-hari? Kedua unsur itu harus
kita salurkan, arahkan dan kendalikan sesuai dengan kehendak yang
memberi amanat yakni sesuai dengan kehendak Allah Swt.
Sebagai ilustrasi, misalnya mata(bagian dari unsur jasmani)
merupakan amanat atau titipan Allah, kita salurkan mata itu sesuai
dengan fungsinya yakni melihat; namun tidak semua yang ada di dunia ini
kita lihat, kita arahkan mata itu yakni melihat sesuatu yang dibenarkan
oleh agama; walaupun demikian mata masih harus kita kendalikan yakni
tidak terus menerus kita fungsikan mata tersebut karena ia mempunyai
hak untuk istirahat. Demikian pula unsur tubuh atau jasmani yang lain kita
salurkan sesuai fungsinya, kita arahkan, dan kita kendalikan.
Begitu pula unsur rohani atau jiwa (cipta, rasa, dan karsa)yang ada
pada diri kita merupakan amanat atau titipan Allah. Misalnya daya cipta,
kita salurkan sesuai dengan fungsinya yakni berfikir, namun tidak
semuanya kita fikirkan, kita arahkan daya cipta itu untuk berfikir yang
positif dan dibenarkan oleh agama, walaupun demikian, kita masih butuh
mengendalikan daya cipta itu yakni tidak semua yang ada itu kita pikirkan.
Kita hanya diperbolehkan untuk memikirkan sesuatu yang ada (semua
ciptaan Allah) dan yang konkrit saja sedangkan yang abstrak atau ghaib
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)
Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001
Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]
FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen FM-01-AKD-07
No. Revisi 02
Hal 19dari 46
Tanggal Terbit 27 Februari 2016
bukan lapangan daya cipta melainkan langan dari daya rasa yakni hati
nurani. Demikian pula unsur daya rasa, dan daya karsa kita salurkan,
arahkan dan kendalikan.
3. Manusia diberi beban atau amanat(tugas dan tanggung jawab) oleh Allah
sebagai khalifah di bumi yakni sebagai penguasa yang mengatur,
memakmurkan dan melestarikan bumi dan segala isinya dengan sebaik-
baiknya.
Sebagai pedoman dalam menjalankan tugas kekhalifahan, manusia
di samping diberi dan dibekali dengan potensi dasar sebagaimana
tersebut di atas Allah menurunkan wahyu atau agama melalui para Nabi
dan Rasul agar manusia dapat menjalankan pengabdiannya dengan
sebaik-baiknya.
1. Penyebutan Nama manusia dalam Al-Qur’an
Al-Qur’an menyebut dan mengundang manusia dengan tiga sebutan
atau nama yaitu:
1. Menggunakan kata al-Insan, atau al-Nas. Kata insan disebut dalam Al-
Qur’an sebanyak 65 kali, satu di antaranya surat Al-‘Alaq ayat 5 yang
berbunyi: Allamal insaana maa lam ya’lam (Dia mengajarkan manusia
apa yang tidak diketahuinya). Konsep insan selalu dihubungkan pada
sifat psikologis atau spiritual manusia sebagai makhluk yang berfikir,
diberi ilm, kreatif, dinamis, dan terus bergerak menuju ke arah
kesempurnaan. Kata al-Nas disebut dalam Al-Quran sebanyak 240 kali,
satu di antaranya surat Al-Zumar ayat 27 yang berbunyi: walaqad
dlarabna linnaasi fii haadzal quraani min kulli matsal (Sesungguhnya
Kami(Allah) buatkan bagi manusia dalam Al-Qur’an ini setiap macam
perumpamaan). Konsep al-Nas dipergunakan oleh Al-Qur’an untuk
menunjuk kepada semua manusia sebagai makhluk pribadi dan sekaligus
sebagai makhluk sosial.
2. Menggunakan kata basyar. Kata basyar terambil dari akar kata yang pada
mulanya berarti penampakan sesuatu dengan baik dan indah. Dari akar
kata yang sama lahir kata basyarah yang berarti kulit. Manusia dinamai
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)
Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001
Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]
FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen FM-01-AKD-07
No. Revisi 02
Hal 20dari 46
Tanggal Terbit 27 Februari 2016
basyar karena kulitnya tampak jelas, dan berbeda dengan kulit binatang
yang lain.
Al-Qur’an menggunakan kata basyar sebanyak 37 kali, satu di
antaranya dalam surat al-Kahfi ayat 110 yang berbunyi: innamaa ana
basyarun mitslukum yuuhaa ilayya (Aku adalah basyar(manusia) seperti
kamu yang diberi wahyu). Kata ini untuk menunjuk manusia dari sudut
lahiriahnya serta persamaannya dengan manusia seluruhnya. Di sisi lain,
banyak ayat-ayat Al-Qur’an yang menggunakan kata basyar yang
mengisyaratkan bahwa proses kejadian manusia sebagai basyar, melalui
tahap-tahap sehingga mencapai tahap kedewasaan. Hal ini sebagaimana
dalam surat Al-Rum ayat 20 yang berbunyi:
Artinya: Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya(Allah) menciptakan
kamu dari tanah, kemudian ketika kamu menjadi basyar kamu
bertebaran (QS 30: 20)
Bertebaran di sini bisa diartikan berkembang biak akibat hubungan
seks atau bertebaran mencari rezeki. Kedua hal ini tidak dilakukan oleh
manusia kecuali oleh orang yang memiliki kedewasaan dan tanggung
jawab. Karena itu pula Maryam as mengungkapkan keheranannya dapat
memperoleh anak padahal dia belum pernah disentuh oleh
basyar(manusia dewasa yang mampu berhubungan seks).
Demikian terlihat basyar dikaitkan dengan kedewasaan dalam
kehidupan manusia, yang menjadikannya mampu memikul tanggung
jawab. Dan karena itu pula, tugas kekhalifahan dibebankan kepada
basyar(perhatikan QS 15: 28 dan QS 2: 30).
3. Menggunakan kata Bani Adam dan Zurriyat Adam
Kata Bani Adam terulang dalam Al-Qur’an sebanyak 6 kali, yakni
dal;am surat Al-A’raf ayat 26, 27, 31, 35, 172, dan surat Al-Isra’ ayat 70.
Sedangkan kata zurriyati Adam terulang dalam Al-Qur’an sebanyak dua
kali, yakni dalam surat Maryam ayat 58, dan surat Al-A’raf ayat 172.
Penggunaan kedua kata ini dapat disimpulkan bahwa manusia
secara historisnya adalah keturunan Adam. Hal ini sebagaimana firman
Allah dalam surat Al-A’raf ayat 31 yang berbunyi:
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)
Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001
Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]
FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen FM-01-AKD-07
No. Revisi 02
Hal 21dari 46
Tanggal Terbit 27 Februari 2016
Artinya: Hai anak Adam(manusia) pakailah pakaianmu yang indah
disetiap memasuki masjid, makan minumlah kamu, dan jangan
berlebih-lebihan, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang berlebih-lebihan (QS 7: 31)
Dan dari kedua kata ini pula dapat dipahami bahwa manusia secara
fitrahnya senang dan cinta kepada anak dan cucunya.
2. Asal-Usul Kejadian Manusia(Produksi dan Reproduksi)
Ketika berbicara tentang penciptaan manusia pertama(Adam as) Al-
Qur’an menunjuk kepada sang Mahapencipta dengan menggunakan kata
pengganti nama berbentuk tunggal, seperti firman Allah dalam surat Shad
ayat 71 berbunyi:
Artinya: Sesungguhnya Aku(Allah) akan menciptakan manusia dari
tanah (QS 38: 71)
Tetapi ketika berbicara tentang reproduksi manusia secara umum (anak
keturunan Adam), Al-Qur’an menggunakan kata pengganti nama berbentuk
jamak(naa), seperti firman Allah dalam surat Al-Tin ayat 4 berbunyi:
Artinya: Sesungguhnya Kami(Allah) telah menjadikan manusia dalam
bentuk yang sebaik-baiknya(QS 95: 4).
Perbedaan penggunaan kata pengganti nama yakni berbentuk
tunggal(nii), dan jamak(naa) menunjukkan perbedaan proses antara kejadian
manusia secara umum dan proses kejadian Adam as. Penciptaan manusia
secara umum terjadi adalah atas kerjasama antara Allah dan kedua orang
tua yakni ibu dan bapak. Keterlibatan ibu dan bapak mempunyai pengaruh
menyangkut bentuk fisik dan psikhis anak. Sedangkan dalam penciptaan
Adam as, tidak terdapat keterlibatan pihak lain selain Allah Swt, termasuk
keterlibatan ibu dan bapak.
Al-Qur’an tidak menguraikan secara rinci proseskejadian Adam as,
yang oleh mayoritas ulama dinamai manusia pertama. Dalam konteks proses
kejadian Adam as, Al-Qur’an hanya menginformasikan tentang: bahan awal
Adam as berasal dari tanah, bahan tersebut disempurnakan; setelah proses
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)
Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001
Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]
FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen FM-01-AKD-07
No. Revisi 02
Hal 22dari 46
Tanggal Terbit 27 Februari 2016
penyempurnaan selesai, ditiupkan kepadanya ruh Ilahi. Perhatikan firman
Allah dalam surat Al-Hijr ayat 28 – 29 yang berbunyi:
Artinya: Dan ingatlah, ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat:
“sesungguhnya Aku(Allah) akan menciptakan seorang
manusia dari tanah liat kering(yang berasal) dari Lumpur hitam
yang diberi bentuk. Maka apabila Aku(Allah) telah
menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniupkan
kedalamnya ruh(ciptaan)-Ku, maka tunduklah kepadanya
dengan bersujud(QS 15: 28 – 29).
Adapun asal usul kejadian Siti Hawa yang oleh kebanyakan ulama
sebagai isteri dari Adam as, para ulama merujuk pada firman Allah surat Al-
Nisak ayat 1 yang berbunyi:
Artinya: Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang
telah menciptakan kamu dari nafs yang satu(sama), dan
darinya Allah menciptakan pasangannya, dan dari keduanya
Allah memperkembang-biakkan lelaki dan perempuan yang
banyak (QS 4: 1).
Banyak sekali pakar tafsir yang memahami kata nafs dengan Adam as,
seperti Jalaludin Al-Sayuthi, Ibnu Katsir, Al-Qyurthubi, Al-Biqa’i. dan
sebagainya. Sebagai konsekwensi dari pendapatnya itu maka kata zaujahaa
yang arti harfiahnya adalah “pasangannya”, mengacu kepada isteri Adam,
yaitu Siti Hawa.
Agaknya karena ayat di atas menerangkan bahwa pasangan tersebut
diciptakan dari nafs yang berarti Adam, maka isteri Adam diciptakan dari
Adam sendiri. Para mufassir seperti Imam Qurthubi berpendapat bahwa Siti
Hawa diciptakan oleh Allah berasal dari tulang rusuk Adam sebelah kiri yang
bengkok. Pandangannya ini agaknya disandarkan kepada sebuah Hadis Nabi
yan berbunyi:
Artinya: Saling pesan-memesanlah untuk berbuat baik kepada
perempuan, karena mereka diciptakan dari tulang rusuk yang
bengkok(Hadis Riwayat Thurmudzi dari Abu Hurairah).
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)
Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001
Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]
FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen FM-01-AKD-07
No. Revisi 02
Hal 23dari 46
Tanggal Terbit 27 Februari 2016
Hadis di atas dipahami oleh kebanyakan ulama secara arti harfiahnya.
Namun ada pula para ulama yang memahami hadis di atas dengan arti
secara metaphor. Mereka berpendapat bahwa hadis di atas sebagai
peringatan bagi lelaki agar menghadapi perempuan dengan bijaksana,
karena ada sifat, karakter, dan kecenderungan mereka yang tidak sama
dengan lelaki, jika tidak disadari akan dapat mengantarkan kaum lelaki
bersikap tidak wajar. Mereka tidak mampu mengubah karekter dan sifat
bawaan perempuan, kalaupun mereka berusaha akibatnya akan fatal,
sebagaimana fatalnya meluruskan tulang rusuk yang bengkok.
Adapun asal usul kejadian manusia setelah Adam dan Hawa(anak-cucu
keturunannya), Al-Qur’an menginformasikan, bahwa manusia diciptakan oleh
Allah berasal dari sari-pati tanah yakni sari makanan yang dimakan kedua
orang tua. Makanan apabila dimakan oleh bapak sari-patinya bernama
sperma, dan apabila dimakan oleh ibu bernama ovum. Apabila sperma dan
ovum bertemu dan disimpan di rahim ibu, maka ketika itulah berubah
namanya menjadi nuthfah(bibit). Kemudian proses selanjutnya setelah
berumur 40 hari nuthfah akan berubah menjadi ‘alaqah(segumpal darah);
kemudian setelah berumur 80 hari berubah menjadi mudhghah(segumpal
daging); kemudian setelah berumur 120 hari(4 bulan)berubah menjadi janin
yang berwujud manusia sempurna(terdiri dari jasad dan ruh); dan setelah
berumur 9 bulan 10 hari (kehamilan normal) maka akan terjadi proses
kelahirannya. Perhatikan kedua ayat Al-Qur’an dan Hadis Nabi berikut ini:
Artinya:Dan sesungguhnya Kami(Allah) telah menciptakan manusia dari
saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan sari-pati itu
mrnjadi nuthfah yang disimpan di tempat yang kokoh(rahim).
Kemudian Kami jadikan nuthfah itu menjadi ‘alaqah(segumpal
darah); lalu Kami jadikan segumpal darah itu menjadi
mudhghah(segumpal daging); kemudian Kami jadikan segumpal
daging itu menjadi janin yang sempurna(jiwa dan raga/tulang yang
dibungkus dengan daging). Kemudian Kami jadikan dia makhluk
yang (berbentuk) lain. Maka Mahasucilah Allah, Pencipta yang
paling baik (QS 23: 12 – 14)
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)
Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001
Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]
FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen FM-01-AKD-07
No. Revisi 02
Hal 24dari 46
Tanggal Terbit 27 Februari 2016
Pada ayat lain Allah menjelaskan kelanjutan proses penciptaan
manusia melalui rahim seorang ibu. Sebagaimana firman-Nya yang
berbunyi:
Artinya:Yang membuat segala sesuatu dengan sebaik-baiknya
dan yang memulai penciptaan manusia dari tanah;
kemudian Dia menjadikan keturunannya dari saripati air
yang hina (sperma), kemudian Ia menyempurnakan dan
meniupkan ke dalam tubuhnya ruh (ciptaan)-Nya dan Dia
menganugerahkan kepadamu pendengaran, penglihatan
dan hati, tetapi sedikit sekali kamu yang bersyukur(QS
32: 7 – 9).
Proses reproduksi manusia sebagaimana tersebut di atas
diperkuat oleh sabda Nabi Muhammad saw yang diriwayatkan Bukhari
dan Muslim yang berbunyi:
Artinya: Sesungguhnya setiap kamu dikumpulkan kejadiannya
dalam perut ibunya selama 40 hari sebagai nuthfah,
kemudian selama 40 hari dari lagi nuthfah berubah
menjadi ‘alaqah(segumpal darah); lalu dari ‘alaqah
berubah menjadi mudhghah(segumpal daging) juga
selama 40 hari; kemudian diutus Malaikat kepadanya,
lalu Malaikat itu meniupkan ruh ke dalam tubuhnya(HR
Mutafaqqun ‘alaihi).
B. Hal-hal Yang Berhubungan dengan Manusia
1. Potensi Manusia
Al-Qur’an ketika membicarakan manusia, yang banyak dijelaskan
adalah sifat-sifat dan potensi yang melekat padanya. Dalam hal ini
ditemukan banyak ayat Al-Qur’an yang memuji dan memuliakan manusia,
seperti pernyataan tentang terciptanya manusia dalam bentuk dan
keadaan yang sebaik-baiknya(QS 95: 4); dan penegasan tentang
dimuliakannya manusia di bandingkan dengan makhluk-makhluk
lainnya(Qs 17: 70). Di lain pihak Al-Qur’an memberi celaan kepada
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)
Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001
Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]
FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen FM-01-AKD-07
No. Revisi 02
Hal 25dari 46
Tanggal Terbit 27 Februari 2016
manusia karena ia amat aniaya(dhalim) kepada dirinya dan kepada orang
lain, dan mengingkari nikmat (QS 14: 34), banyak membantah(QS 18:
54), dan bersifat keluh kesah lagi kikir(QS 70: 19), dan sebagainya.
Hal ini bukan berarti bahwa ayat-ayat Al-Qur’an bertentangan satu
dengan lainnya, aka tetapi ayat-ayat tersebut menginformasikan
beberapa kelemahan manusia yang harus dihindarinya. Di samping
menunjukkan bahwa manusia mempunyai potensi/kecenderungan pada
hal-hal yang baik dan buruk, manusia juga bisa mencapai tempat yang
terpuji manakala mereka mampu mendaya-gunakan seluruh potensi yang
ada dalam jiwanya, seperti daya cipta, rasa, dan karsa(akal, hati, dan
nafsu)nya. Sebaliknya manusia bisa mencapai tempat yang tercela(hina),
manakala mereka tidak mampu mendaya-gunakan potensi yang ada
dalam jiwanya tersebut. Sebagaimana kita maklumi bahwa manusia
terdiri dari unsur jasmani dan rohani. Oleh karena itu manusia merupakan
satu kesatuan dari dua unsure pokok yang tidak dapat dipisah-pisahkan,
karena bila dipisah-pisah, maka mereka bukan manusia lagi.
Potensi manusia dijelaskan oleh Al-Qur’an antara lain melalui kisah
Adam dan Hawa dalam surat Al-Baqarah ayat 30 – 32 yang
terjemahannya berbunyi: Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para
Malaikat: “sesungguhnya Aku(Allah) hendak menjadikan seorang khalifah
di muka bumi”. Mereka(para Malaikat) berkata: “Mengapa Engkau hendak
menjadikan (khalifah) di bumi orang yang membuat kerusakan padanya
dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan
memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman:
“Sesungguhnya Aku(Allah) mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”.
Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama(benda-benda)
seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para malaikat lalu
berfirman: “sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu
memang orang-orang yang benar!”. Mereka menjawab: “Mahasuci
Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau
ajarkan kepada kami, sesungguhnya Engkaulah yang Maha Mengetahui
lagi Maha Bijaksana”(QS 2 : 30 -32).
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)
Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001
Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]
FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen FM-01-AKD-07
No. Revisi 02
Hal 26dari 46
Tanggal Terbit 27 Februari 2016
Dari ayat tersebut di atas dapat dipahami bahwa sebelum kejadian
Adam, Allah telah merencanakan agar manusia memikul tanggung jawab
kekhalifahan di bumi. Untuk maksud tersebut di samping jasmani dan ruh
Ilahi, manusia juga dianugerahi pula:
a. Potensi untuk mengetahui nama dan fungsi benda-benda alam.
Dari sini dapat ditarik kesimpulan bahwa manusia adalah makhluk
ciptaan Allah yang berkemampuan untuk menyusun konsep-
konsep, mencipta, mengembangkan, dan mengemukakan
gagasan, serta melaksanakannya. Potensi ini adalah bukti yang
membungkamkan malaikat, yang tadinya merasa wajar untuk
dijadikan khalifah di bumi, dan karenanya mereka bersedia sujud
kepada Adam.
b. Pengalaman hidup di surga, baik yang berkaitan dengan
kecukupan dan kenikmatannya, maupun rayuan Iblis dan akibat
buruknya. Pengalaman di surga adalah arah yang harus dituju
dalam membangun dunia ini, kecukupan sandang, pangan, dan
papan, serta rasa aman terpenuhi(QS 20: 116 – 119), sekaligus
arah terakhir bagi kehidupannya di akhirat kelak. Sedangkan
godaan Iblis, dengan akibat yang sangat fata itu, adalah
pengalaman yang amat berharga dalam menghadapi rayuan Iblis
di dunia, sekaligus peringatan bahwa jangankan yan belum masuk
surga, yang sudah masuk ke surga pun, bila mengikuti rayuannya
akan terusir.
c. Petunjuk-petunjuk keagamaan. Walaupun manusia telah dibekali
oleh Allah dengan panca-indera yang sehat, daya cipta, rasa, dan
karsa yang kuat dan hebat, namun kesemuanya itu masih ada
keterbatasan dan kelemahan, serta kekurangannya. Kebenaran
yang dihasilkan bagaimanapun akuratnya masih bersifat nisbi dan
relatif. Untuk mencapai kebenaran yang hakiki, manusia masih
memerlukan petunjuk dan bimbingan agama. Hal ini sebagaimana
firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 147 yang berbunyi:
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)
Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001
Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]
FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen FM-01-AKD-07
No. Revisi 02
Hal 27dari 46
Tanggal Terbit 27 Februari 2016
Artinya: Kebenaran itu berasal dari Tuhanmu, oleh karena itu
janganlah sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang
bimbang dan ragu (QS 2: 147).
2. Fitrah Manusia
Secara etimologi, kata fitrah terambil dari akar kata al-fathar yang
berarti belahan. Dari kata al-fathar memunculkan beberapa makna antara
lain: “penciptaan atau kejadian”. Fitrah manusia adalah kejadiannya sejak
awal penciptaan atau bawaan sejak lahirnya.
Dalam Al-Qur’an kata al-fathar ini terulang sebanyak 28 kali. Namun
yang berhubungan dengan fitrah manusia sebanyak 14 kali, yakni dalam
konteks penciptaan manusia baik dari segi pengakuan bahwa
penciptanya adalah Allah; maupun dari segi uraian tentang fitrah
manusia. Pengertian yang terakhir ini ditemukan satu ayat yaitu pada
surat Al-Rum ayat 30 yang berbunyi:
Artinya: Maka hadapkanlah wajahmu kepada agama yang lurus, fitrah
Allah yang telah menciptakan manusia atas fitrah itu. Tidak
ada perubahan pada fitrah Allah. Itulah agama yang lurus,
tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya (QS 30:
30).
Merujuk kepada kepada fitrah yang dikemukakan di atas, dapat ditarik
kesimpulan bahwa manusia sejak asal kejadiannya membawa potensi
beragama yang lurus, yang dipahami oleh para ulama sebagai agama
tauhid.
Fitrah dapat juga dipahami sebagai bagian dari penciptaan Allah.
Kalau kita memahami kata laa/ pada ayat tersebut yang berarti “tidak”,
maka hal ini berarti bahwa seseorang tidak dapat menghindar dari
fitrahnya. Dalam konteks ayat ini, ia berarti bahwa fitrah keagamaan akan
melekat pada diri manusia untuk selama-lamanya, walaupun boleh jadi
tidak diakui atau diabaikannya.
Tetapi apakah fitrah manusia hanya terbatas pada fitrah keagamaan?
Jelas tidak. Bukan saja karena redaksi ayat ini tidak dalam bentuk
pembatasan tetapi juga karena masih ada ayat-ayat lain yang
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)
Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001
Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]
FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen FM-01-AKD-07
No. Revisi 02
Hal 28dari 46
Tanggal Terbit 27 Februari 2016
membicarakan tentang penciptaan potensi manusia, seperti firman Allah
dalam surat Ali Imran ayat 14 yang berbunyi:
Artinya: Telah dihiasi kepada manusia kecenderungan hati kepada
perempuan, (atau lelaki), anak laki-laki (dan perempuan),
serta harta yang banyak berupa emas, perak, kuda pilihan,
binatang ternak, dan sawah ladang (QS 3: 14)
Dari pemahaman ayat tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa fitrah
adalah bentuk dan system yang diwujudkan Allah pada setiap makhluk.
Fitrah yang berkaitan dengan manusia adalah apa yang diciptakan Allah
pada manusia yang berkaitan dengan jasmani , akal dan ruhnya.
Manusia berjalan dengan kakinya adalah fitrah jasadiahnya,
sememntara menarik kesimpulan melalui priemis-premis adalah fitrah
akliahnya. Senang menerima nikmat dan sedih bila ditimpa musibah juga
adalah fitrahnya.
3. Nafs Manusia
Kata nafs dalam Al-Qur’an mempunyai banyak makna, di antaranya
bermakna sebagai totalitas manusia. Hal ini sebagaimana firman Allah
dalam surat Al-Maidah ayat 32 yang berbunyi:
Artinya: Barang siapa yang membunuh seorang manusia, bukan
karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan kerena
membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia
telah membunuh manusia seluruhnya (QS 5: 32).
Juga dapat bermakna sesuatu yang terdapat dalam diri manusia yang
menghasilkan tingkah laku. Hal ini sebagaimana firman Allah dalam surat
Al-Ra’d ayat 11 yang berbunyi:
Artinya: Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan satu
masyarakat, sehingga mereka mengubah apa yang terdapat
dalam diri mereka (QS 13: 11)
Secara umum dapat dikatakan bahwa nafs dalam konteks
pembicaraan tentang manusia, menunjuk kepada sisi dalam manusia
yang berpotensi baik dan buruk.
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)
Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001
Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]
FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen FM-01-AKD-07
No. Revisi 02
Hal 29dari 46
Tanggal Terbit 27 Februari 2016
Dalam pandangan Al-Qur’an, nafs diciptakan Allah dalam keadaan
sempurna untuk berfungsi menampung serta mendorong manusia
berbuat kebaikan dan keburukan. Oleh sebab itulah sisi dalam manusia
ini harus mendapatkan perhatian yang lebih besar di banding sisi fisiknya.
Hal ini sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Syams ayat 7 – 8 yang
berbunyi:
Artnya: Demi nafs serta penyempurnaan ciptaan, Allah mengilhamkan
kepadanya kefasikan dan ketakwaan (QS 91: 7 – 8).
Walaupun Al-Qur’an menegaskan bahwa nafs berpotensi positif dan
negative, namun diperoleh pula isyarat bahwa pada hakikatnya potensi
positif manusia lebih kuat dari potensi negatifnya, hanya saja daya tarik
keburukan lebih kuat dari daya tarik kebaikan. Oleh kaena itulah manusia
dituntut agar memelihara kesucian nafs, dan tidak mengotorinya. Hal ini
sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Syams ayat 9 – 10 yang
berbunyi:
Artinya: Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang
mensucikannya an merugilah orang-orang yang
mengotorinya (QS 91: 9 – 10).
Al-Qur’an juga menginformasikan tentang keanekaragaman nafs serta
peringkat-peringkatnya, secara eksplisit disebutkan tentang nafs al-
lawwaamah, ammaarah, dan al-muthmainnah.
Di sisi lain ditemukan pula isyarat bahwa nafs merupakan wadah yang
dapat menampung paling tidak gagasan dan kemauan. Suatu kaum tidak
dapat berubah keadaan lahiriahnya, sebelum mereka mengubah lebih
dahulu apa yang ada dalam wadah nafs-nya. Yang ada di dalam nafs
antara lain adalah gagasan, dan kemauan atau tekad untuk berubah.
4. Qalb Manusia
Kata qalb terambil dari akar kata qalaba yang bermakna membalik,
karena seringkali ia berbolak-balik, terkadang senang, dan terkadang
susah, terkadang setuju, dan terkadang menolak. Qalb amat berpotensi
untuk tidak konsisten. Al-Qur’an pun menggambarkan makna demikian
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)
Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001
Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]
FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen FM-01-AKD-07
No. Revisi 02
Hal 30dari 46
Tanggal Terbit 27 Februari 2016
yakni ada qalb yang baik dan ada pula qalb yang buruk. Hal ini
sebagaimana firman Allah dalam surat Qaf ayat 37 yang berbunyi:
Artinya: Sesungguhnya yang demikian itu benar-benar terdapat
peringatan bagi orang-orang yang memiliki qalbu, atau
yang mencurahkan pendengaran lagi menjadi saksi (QS
50: 37).
Dari ayat di atas, dan juga ayat-ayat lain tentang qalb terlihat bahwa
qalb adalah wadah dari pengajaran, kasih sayang, rasa takut, dan
keimanan, serta kekufuran. Dari isi qalb sebagaimana dijelaskan di atas
dapat disimpyulkan bahwa qalb menampung hal-hal yang disadari oleh
pemiliknya. Ini merupakan salah satu perbedaan antara qalb dengan
nafs, yakni nafs menampung apa yang ada di bawah sadar, dan atau
sesuatu yang tidak diingat lagi.
Dari sini dapat dipahami mengapa yang dituntut untuk
dipertanggungjawabkan hanya isi qalb bukan isi nafs. Hal ini sebagimana
firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 225 yang berbunyi:
Artinya: Allah menuntut tanggung jawab kamu menyangkut apa
yang dilakukan oleh qalbu kamu (QS 2: 225).
Di sisi lain sebagaimana telah dikemukakan di atas, bahwa nafs
adalah sisi dalam manusia, qalbu pun demikian, hanya saja qalb berada
dalam satu kotak tersendiri yang berada dalam kotak besar nafs. Dalam
keadaannya sebagai kotak, maka ia dapat diisi dan atau diambil isinya.
Hal ini sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Hijr ayat 47 yang
berbunyi:
Artinya: Kami(Allah) cabut apa yang terdapat dalam qalb mereka
rasa iri, sehingga mereka semua merasa bersaudara
duduk berhadap-hadapan di atas dipan-dipan (QS 15: 47).
Bahkan Al-Qur’an menggambarkan ada qalb yang disegel: Allah
telah mengunci mati qalb mereka(QS 2: 7), sehingga wajar jika Al-Qur’an
menyatakan bahwa ada kunci-kunci penutup qalb(QS 47: 24). Wadah
qalb dapat diperbesar, diperkecil, atau dipersempit. Ia diperbesar dengan
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)
Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001
Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]
FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen FM-01-AKD-07
No. Revisi 02
Hal 31dari 46
Tanggal Terbit 27 Februari 2016
amal-amal kebaikan serta olah-jiwa. Al-Qur’an menyatakan: mereka itulah
yang diperluas qalbunya untuk menampung takwa(QS 49: 3).
Membersihkan qalb, adalah salah satu cara untuk memperoleh
pengetahuan. Imam Al-Ghazali memberi contoh mengenai qalb sebagai
wadah pengetahuan serta cara mengisinya. “Kalau kita membayangkan
satu kolam yang digali di tanah, maka untuk mengisinya dapat dilakukan
dengan mengalirkan air sungai dari atas ke dalam kolam itu. Tetapi bisa
juga dengan menggali dan menyisihkan tanah yang menutupi mata air.
Jika itu dilakukan, maka air akan mengalir dari bawah ke atas untuk
memenuhi kolam, dan air itu, jauh lebih jernih dari air sungai yang
mengalir dari atas. Kolam adalah qalb, air adalah pengetahuan, sungai
adalah panca indera dan eksperimen. Sungai(pancaindera) dapat
dibendung atau ditutup, selama tanah yang berada di kolam(qalb)
dibersihkan agar air(pengetahuan) dari mata air memancar ke
atas(kolam).
5. Ruh Manusia
Berbicara tentang ruh, Allah mengingatkan kita akan firman-Nya
dalam surat Al-Isra’ ayat 85 yang berbunyi:
Artinya: Dan mereka bertanya kepadamu tentang ruh. Katakanlah,
“Ruh adalah urusan Tuhan-ku, kamu tidak diberi ilmu
kecuali sedikit” (QS 17: 85).
Apa yang dimaksud dengan pertanyaan tentang ruh di sini? Apakah
substansinya? Kekekalan atau kefanaannya, kebahagiaan atau
kesengsaraannya? Tidak jelas. Selain itu, apa yang dimaksud dengan
“Kamu tidak diberi ilmu kecuali sedikit”? Yang dimaksud dengan sedikit
itu apa? Apakah yang berkaitan dengan ruh?; Apakah yang sedikit itu
adalah ilmu pengetahuan kita dsb.
Yang menambah sulitnya persoalan adalah bahwa kata ruh terulang
di dalam Al-Qur’an sebanyak 24 kali dengan berbagai konteks dan
berbagai makna. Kata ruh yang berkaitan dengan manusia juga dalam
konteks yang bermacam-macam, ada yang hanya dianugerahkan Allah
kepada manusia pilihan-Nya(Qs 40: 15) yang dipahami sebagai wahyu
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)
Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001
Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]
FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen FM-01-AKD-07
No. Revisi 02
Hal 32dari 46
Tanggal Terbit 27 Februari 2016
yang dibawa malaikat Jibril, ada juga yang dianugerahkan kepada orang-
orang mukmin(QS 58: 22) yang dipahami sebagai dukungan dan
peneguhan hati atau kekuatan batin, dan ada juga yang dianugerahkan
kepada seluruh manusia, seperti firman Allah yang terjemahnya berbunyi:
“Kemudian Kuhembuskan kepadanya dari ruh-Ku”.
Apakah ruh itu sama dengan nyawa? Ada pendapat yang
mengatakan bahwa ruh dengan nyawa itu sama. Namun ada pula yang
berpendapat sebaliknya, karena dalam surat Al-Mukminun ayat 14
djelaskan bahwa dengan ditiupkannya ruh maka menjadilah makhluk ini
khalqan aakhar(makhluk unik) yang berbeda dengan makhluk lain.
Sedangkan nawa juga dimiliki oleh orang utan, hewan dsb. Kalau
demikian nyawa bukan unsure yang menjadikan manusia makhluk yang
unik.
Demikianlah terlihat bahwa Al-Qur’an berbicara tentang ruh dalam
makna yang beraneka raga, sehingga sungguh sulit untuk menetapkan
maknanya apalagi berbicara tentang substansinya. Untuk sekedar
mengenal ruh ada baiknya mencermati sebuah hadis nabi yang
diriwayatkan oleh Bukhari sebagai berikut:
Artinya: Ruh-ruh adalah himpunan yang terorganisir, yang saling
mengenal akan bergabung, dan yang tidak saling
mengenal akan berselisih(HR Bukhari).
Hadis di atas tidak membicarakan apa yang disebut ru itu. Ia hanya
mengisyaratkan tentang keanekaragamannya, bahwa manusia
mempunyai kecenderungan yang berbeda-beda. Oleh karena itu untuk
menjawab berbagai bentuk pertanyaan tentang ruh sebagaimana tersebut
di atas, maka jawaban yang paling aman adalah mengembalikan masalah
itu kepada pemilik-Nya, bahwa urusan ruh adalah urusan Allah.
6. Akal Manusia
Kata akal secara bahasa berarti tali pengikat, atau penghalang. Al-
Qur’an memaknai akal sebagai “sesuatu yang mengikat atau
menghalangi seseorang terjerumus dalam kesalahan, atau dosa”. Dari
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)
Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001
Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]
FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen FM-01-AKD-07
No. Revisi 02
Hal 33dari 46
Tanggal Terbit 27 Februari 2016
konteks ayat-ayat Al-Qur’an yang menggunakan kata akal dapat dipahami
antara lain:
a. Daya untuk memahami dan menggambarkan sesuatu.
Hal ini sebagaimana firman Allah dalam surat Al-‘Ankabut
ayat 43 berbunyi:
Artinya: Demikian itulah perumpamaan-perumpamaan yang
Kami(Allah) berikan kepada manusia , tetapi tidak ada
yang memahaminya kecuali orang-orang
alim(berpengetahuan) (QS 29: 43).
Daya manusia dalam hal ini berbeda-beda. Hal ini diisyaratkan oleh
Al-Quran dengan menggunakan kata-kata sinonimnya di antaranya ulil
albab, nazhara, tafakur, tadabbur yang semuanya mengandung makna
mengantar kepada pengertian dan kemampuan pemahaman.
b. Dorongan moral. Hal ini sebagaimana firman Allah dalam
surat Al-An’am ayat 151 yan berbunyi:
Artinya: dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan keji,
baik yang nampak atau tersembunyi, dan jangan kamu
membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali dengan
sebab yang benar. Demikian itu diwasiatkan Allah
kepadamu, semoga kamu memiliki dorongan moral untuk
meninggalkannya (QS 6: 151).
c. Daya untuk mengambil pelajaran dan kesimpulan serta hikmah.
Daya ini menggabungkan kedua daya di atas, sehingga ia mengandung
daya memahami, daya menganalisis, dan menyimpulkan, serta dorongan
moral yang disertai dengan kematangan berpikir. Seseorang yang
memiliki dorongan moral boleh jadi tidak memiliki daya nalar yang kuat,
dan boleh jadi juga seseorang yang memiliki daya pikir yang kuat, tidak
memiliki dorongan moral. Untuk maksud ini Al-Qur’an biasanya
menggunakan kata rusyd. Seseorang yang memiliki rusyd, maka dia telah
menggabungkan kedua keistimewaan tersebut.
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)
Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001
Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]
FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen FM-01-AKD-07
No. Revisi 02
Hal 34dari 46
Tanggal Terbit 27 Februari 2016
C Eksistensi dan Martabat Manusia
1. Tujuan Penciptaan Manusia
Tujuan penciptaan manusia adalah untuk menyembah, mengabdi,
dan bersujud kepada Allah SWT. Pengertian menyembah, mengabdi,
dan bersujud kepada Allah tidak boleh diartikan secara sempit,
dengan hanya membayangkan aspek ritual yang tercemin dalam
pelaksanaan shalat, puasa, haji, zakat saja; tetapi juga menyangkut
aspek sosial, seperti menolong orang lain yang dalam sesusahan dsb.
Menyembah dan mengabdi kepada Allah berarti kepatuhan dan
ketundukan manusia pada hukum Allah dalam menjalankan
kehidupan di muka bumi, baik yang menyangkut hubungan vertikal
atau hablun minallah(hubungan manusia dengan Allah) maupun
horizontal atau hablun minannas (hubungan manusia dengan
manusia lain dan alam semesta).
Penyembahan dan pengabdian manusia pada Allah lebih
mencerminkan kebutuhan manusia terhadap terwujudnya sebuah
kehidupan dengan tatanan yang baik dan adil. Oleh karena itu
penyembahan dan pengabdian harus dilakukan secara
sukarela(ikhlash), karena Allah tidak membutuhkan sedikitpun pada
manusia termasuk ritual-ritual penyembahannya. Hal ini sebagaimana
firman Allah dalam surat Al-Zariyat ayat 56 – 58 yang berbunyi:
Artinya: Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia, melainkan
supaya mereka menyembah-Ku.Aku tidak menghendaki
rezeki sedikitpun dari mereka dan Aku tidak menghendaki
supaya mereka memberi Aku makan. Sesungguhnya
Allah, Dialah Maha Pemberi Rezeki yang mempunyai
kekuatan lagi sangat kokoh (QS 51: 56 – 58).
Dan juga fieman Allah dalam surat Al-Bayyinah ayat 5 berbunyi:
Artinya: Dan mereka tidak diperintahkan kecuali supaya
menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-
Nya dalam(menjalankan) agama dengan lurus dan supaya
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)
Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001
Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]
FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen FM-01-AKD-07
No. Revisi 02
Hal 35dari 46
Tanggal Terbit 27 Februari 2016
mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat dan yang
demikian itulah agama yang lurus (QS 98: 5).
Penyembahan dan pengabdian yang sempurna dan tulus dari
seorang manusia akan menjadikan dirinya sebagai khalifah Allah di muka
bumi yang bertugas untuk mengelola, memakmurkan, dan melestarikan
bumi beserta segala isinya, termasuk alam semesta. Keseimbangan alam
semesta dapat terjaga dan terpelihara dengan hukum-hukum
alam(sunnatullah) yang kokokh. Keseimbangan pada kehidupan manusia
dapat terjaga dan terpelihara dengan tegaknya hukum-hukum
kemanusiaan yang telah Allah tetapkan. Kekacauan kehidupan manusia,
tidak hanya sekedar akan menghancurkan tatanan kehidupan manusia,
tetapi juga dapat menghancurkan bagian-bagian alam semesta yang lain.
2. Fungsi dan Peranan Manusia
Masalah fungsi dan peranan manusia harus bertolak dari firman
Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 30 – 33 yang berbunyi:
“Ingatlah ketika Allah berfirman kapada para Malaikat:
“Sesungguhnya Aku(Allah) hendak menjadikan seorang
khalifah di muka bumi”. Mereka(para malaikat) berkata:
“Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi
itu orang yang akan membuat kerusakan, dan suka
menumpahkan darah, padahal kami senantiasa
bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan
Engkau?” Allah berfirman: “Sesungguhnya Aku
Mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”. Dan Dia
mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda)
seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para
Malaikat lalu berfirman: “Sebutkanlah kepada-Ku nama
benda-benda itu jika kamu memang orang-orang yang
benar”. Mereka(Malaikat) menjawab: “Maha Suci
Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa
yang telah Engkau ajarkan kepada kami; sesungguhnya
Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)
Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001
Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]
FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen FM-01-AKD-07
No. Revisi 02
Hal 36dari 46
Tanggal Terbit 27 Februari 2016
Allah berfirman: “Hai Adam, beritahukanlah kepada
mereka nama-nama benda ini”, Maka setelah
diberitahukannya kepada mereka nama-nama benda itu,
Allah berfirman: “Bukankah sudah Aku katakan
kepadamu, bahwa sesungguhnya Aku mengetahui
rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu
tampakkan dan apa yang kamu sembunyikan”.
Bertitik tolak dari firman Allah sebagaimana tersebut di atas, maka
peranan dan fungsi manusia di muka bumi adalah sebagai khalifah. Jaka
khalifah diartikan sebagai makhluk penerus ajaran Allah, maka peran
yang dilakukan manusia adalah sebagai pelaku ajaran Allah dan
sekaligus menjadi pelopor dalam membumikan dan membudayakan
ajaran Allah.
Untuk menjadi pelaku ajaran Allah, apalagi menjadi pelopor
pembumian dan pembudayaan ajaran Allah, seseorang dituntut untuk
memulai dari dirinya sendiri, sebagaimana sabda Nabi yang berbunyi:
ibda’ binafsika(mulailah dari dirimu sendiri); kemudian ditularkan kepada
keluarganya. Setelah dirinya dan keluarganya memahami dan mau
melaksanakan dan membudayakan ajaran Allah, kemudian ia
menyampaikannya kepada orang lain yakni kepada masyarakat
sekitarnya. Adapun peran yang harus dilakukan seorang khalifah
sebagaimana yang telah digariskan oleh Allah, di antaranya ialah:
a) Belajar; yakni mempelajari segala sesuatu yang tersurat di dalam
ayat-ayat Al-Qur’an dan segala sesuatu yang tercipta pada semesta
alam. Hal ini sebagimana firman Allah dalam surat Al-‘Alaq ayat 1 – 5
yang berbunyi:
Artinya: Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang
menciptakan; Dia menciptakan manusia dari segumpal
darah; Bacalah, dan Tuhanmu yang paling pemurah; Yang
mengajar(manusia) dengan perantaraan pena; Dia
mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya
(QS 96: 1 – 5).
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)
Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001
Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]
FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen FM-01-AKD-07
No. Revisi 02
Hal 37dari 46
Tanggal Terbit 27 Februari 2016
Dari ayat Al-Qur’an sebagaimana tersebut di atas dapat dipahami
bahwa obyek belajar adalah ilmu Allah yang berwujud Al-Qur’an, dan
segala ciptaan-Nya yang ada di alam semesta ini.
b) Mengajarkan ilmu. Ilmu yang diajarkan oleh khalifatullah ialah
ilmu hasil analisa dan penelitian manusia dan juga ilmu yang terdapat
dalam Al-Qur’an. Dengan kata lain obyek pengajaran adalah alam
semesta yakni yang tercipta atau al-Kaun, dan juga ilmu yang tersurat
yakni firman Allah yang terdapat dalam Al-Qur’an. Al-Qur’an adalah
aturan hidup dan kehidupan manusia serta segala sesuatu yang
berhubungan dengan manusia.
c) Membudayakan ilmu. Hal ini sebagaimana firman Allah dalam
surat Al-Mukmin ayat 35 yang terjemahannya berbunyi: “Amat besar
murka Allah bagi mereka yang mengetahui sesuatu tetapi mereka tidak
mau melaksanakan”(QS 40 : 35). Dari ayat Al-Qur’an sebagaimana
tersebut di atas dapat dipahami bahwa ilmu Allah yang telah diketahui
bukan hanya untuk disampaikan kepada orang lain, tetapi yang utama
adalah untuk diamalkan oleh diri sendiri terlebih dahulu sehingga
membudaya. Kemudian setelah diri sendiri mengamalkan lalu ilmu itu
disampaikan atau diajarkan kepada keluarganya, kemudian kepada
teman dekatnya, dan baru kepada khalayak ramai atau orang lain. Proses
pembudayaan ilmu Allah berjalan seperti proses pembentukan
kepribadian dan proses iman. Mengetahui, mau, dan melaksanakan apa
yang diketahui. Mengetahui berawal dari perkenalan, mau bermula dari
studi, dan melaksanakan bermula dari latihan. Wujud pembudayaan ilmu
Allah adalah tercapainya situasi dan kondisi pola hidup dan kehidupan
yang ideal yakni pola hidup sebagaimana yang dicontohkan oleh nabi
Muhammad saw. Dengan demikian, sunnah rasul merupakan contoh
perwujudan pembudayaan ilmu Allah.
Memperhatikan prinsip-prinsip di atas, maka sebagai seorang
khalifah, apa yang diketahui dan diyakini kebenarannya tidak boleh hanya
untuk kepentingan diri pribadi, dan dipertanggungjawabkan pada dirinya
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)
Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001
Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]
FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen FM-01-AKD-07
No. Revisi 02
Hal 38dari 46
Tanggal Terbit 27 Februari 2016
sendiri saja, tetapi juga harus dipertanggungjawabkan kepada Allah dan
kepada masyarakat.
Bertanggungjawab pada dirinya sendiri berarti tanggung jawab
manusia terhadap pengambangan kapasitas potensial dan riil manusia
yakni mempelajari fitrah manusia dan kekuatannya serta manfaat bagi
manusia lain dan lingkungannya.
Bertanggungjawab kepada Allah berarti bahwa cipta, rasa, dan
karsa yang terdapat pada dirinya itu merupakan amanat yang harus
ditunaikan sesuai dengan kehendak yang memberi amanat, yakni seluruh
potensi manusia itu harus disalurkan, diarahkan dan dikendalikan.
Bertanggungjawab kepada masyarakat berarti bahwa dirinya tidak
lepas dari keberadaannya sebagai anggota masyarakat, yakni saling
bantu-membantu, tolong-menolong terhadap hal-hal yang baik, dan saling
asah, saling asih, dan saling asuh agar masing-masing menyadari akan
keberadaan dirinya sebagai anggota masyarakat.
Dengan menyadari adanya pertanggungjawaban kepada ketiga hal
tersebut(tanggungjawab kepada dirinya, Allah, dan masyarakatnya),
maka fungsi dan peran manusia sebagai khalifatullah dapat berjalan
dengan baik.
D. Tanggungjawab Manusia Sebagai Hamba dan Khalifah Allah
1. Tanggungjawab Manusia sebagai ‘Abdullah (Hamba Allah)
Makna kata ‘abd(hamba) dari segi kebahasaan berarti: ketaatan,
kepatuhan, ketundukan. Ketiga makna itu hanya layak diberikan kepada
Allah Swt Yang Maha Pencipta. Dalam hubungannya dengan Tuhan,
manusia menempati posisi sebagai ciptaan dan Tuhan sebagai
Pencipta. Posisi ini memiliki konsekuensi adanya keharusan manusia
menghambakan diri pada Allah dan dilarang menghamba pada dirinya,
serta menghamba pada hawa nafsunya. Kesediaan manusia untuk
menghamba hanya pada Allah dengan sepenuh hatinya, akan
mencegah penghambaan manusia terhadap manusia, baik terhadap
dirina, maupun terhadap sesamanya.
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)
Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001
Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]
FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen FM-01-AKD-07
No. Revisi 02
Hal 39dari 46
Tanggal Terbit 27 Februari 2016
Tanggungjawab ‘abdullah terhadap dirinya adalah memelihara iman
yang telah bersemi di dalam jiwanya; karena iman yang bersemi di
dalam dadanya bersifat fluktuatif(pasang-surut/naik-turun). Ia bisa
bertambah kuat/menebal, dan juga bisa berkurang/menipis. Iman
semakin bertambah jika amal salehnya juga bertambah, dan iman
berkurang, apabila amal salehnya menurun.
Seorang hamba Allah juga mempunyai tanggungjawab terhadap
keluarganya. Tanggungjawab terhadap keluarga merupakan lanjutan
dari tanggungjawab terhadap dirinya sendiri, karena memelihara iman
keluarga berkaitan erat dengan memelihara iman terhadap dirinya
sendiri. Hal ini sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an yang
terjemahannya berbunyi: “Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api
neraka”. Sebagai realisasi memelhara iman keluarga yakni menyuruh
mereka berbuat kebaikan, dan mencegah mereka agar tidak melakukan
kejahatan.
Seorang hamba Allah juga diperintah untuk berlaku adil dan berbuat
ihsan baik terhadap dirinya, keluarganya, maupun terhadap orang lain.
Oleh karena itu, tanggungjawab hamba Allah adalah menegakkan
keadilan, baik terhadap diri sendiri, terhadap keluarga, maupun
terhadap orang lain. Dengan berpegang dan berpedoman kepada
ajaran Allah, seorang hamba Allah berupaya sekuat tenaga mencegah
kekejian moral dan kemunkaran yang mengancam dirinya, keluarganya,
dan orang lain. Oleh karena itu, hamba Allah harus senantiasa
melaksanakan dan menegakkan shalat dalam rangka menghindarkan
diri dari kekejiandan kemunkaran. Hal ini sebagaimana firman Allah
dalam surat Al-Ankabut ayat 45 yang berbunyi:
Artinya: Dirikanlah shalat, sesungguhnya shalat itu mencegah
pelakunya dari perbuatan keji dan munkar…(QS 29 : 45).
Di samping itu, sebagian dari hanba Allah ada yang menyediakan diri
untuk senantiasa mengajak orang lain untuk berbuat makruf dan
mencegah kemunkaran. Hal ini sebagaimana firman llah dalam surat Ali
imran ayat 104 yang berbunyi:
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)
Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001
Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]
FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen FM-01-AKD-07
No. Revisi 02
Hal 40dari 46
Tanggal Terbit 27 Februari 2016
Artinya: Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang
menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf
dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang
yang beruntung (QS 3: 104).
Demikianlah tanggungjawab hamba Allah yang senantiasa taat, patuh,
dan tunduk terhadap ajaran Allah yang digariskan oleh sunnah Nabi
Muhammad saw.
2. Tanggungjawab Manusia sebagai Khalifah Allah
Manusia diserahi tugas hidup yang merupakan amanat dari Allah Swt
dan harus dipertanggungjawabkan di hadapan-ya. Tugas hidup yang
diemban manusia di muka bumi adalah tugas kekhalifahan, yakni tugas
kepemimpinan, wakil Allah di muka bum, serta pengelolaan,
pemakmuran, pemeliharaan, dan pelestarian alam semesta.
Khalifah berarti wakil atau pengganti yang memegang kekuasaan.
Manusia menjadi khalifah memegang mandate Tuhan untuk
mewujudkan kemakmuran di muka bumi serta melestarikannya agar
tetap makmur. Kekuasaan yang diberikan kepada manusia bersifat
kreatif, yang memungkinkan dirinya mengolah dan mendayagunakan
apa yang ada di muka bumi untuk kepentingan hidupnya.
Sebagai wakil Allah, Allah mengajarkan kepada manusia kebenaran
dalam segala ciptaan-Nya dan melalui pemahaman serta penguasaan
terhadap hukum-hukum alam yang terkandung dalam ciptaan-Nya,
manusia dapat menyusun konsep baru, serta melakukan rekayasa
membentuk wujud baru dalam kebudayaan.
Sebagai khalifah, manusia diberi wewenang berupa kebebasan memilih
dan menentukan, sehingga kebebasannya melahirkan kreatifitas yang
dinamis. Adanya kebebasan manusia di muka bumi adalah karena
kedudukannya sebagai pemimpin, sehingga pemimpin tidak tunduk
kepada siapa pun, kecuali kepada yang di atas yang memberikan
kepemimpinan yakni Allah Swt. Oleh karena itu, kebebasan manusia
sebagai khalifah bertumpu pada landasan tauhidullah, sehingga
kebebasan yang dimiliki tidak menjadikan manusia bertindak
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)
Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001
Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]
FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen FM-01-AKD-07
No. Revisi 02
Hal 41dari 46
Tanggal Terbit 27 Februari 2016
sewenang-wenang. Kebebasan manusia dengan kekhalifahannya
merupakan implementasi dari ketaatan, kepatuhan, dan
ketundukannya. Ia tidak tunduk kepada siapa pun, kecuali kepada
Allah, karena ia hamba Allah yang hanya tunduk dan taat serta patuh
kepada Allah dan kebenaran.
Kekuasaan manusia sebagai wakil Allah dibatasi oleh aturan-aturan dan
ketentuan-ketentuan yang telah digariskan oleh yang diwakilinya, yaitu
hukum-hukum Allah baik yang tertulis dalam kitab suci Al-Qur’an
maupun yang tersirat dalam kandungan alam semesta. Seorang wakil
yang melanggar batas ketentuan yang diwakili adalah wakil yang
mengingkari kepercayaan yang diwakilinya. Oleh karena itu, ia diminta
pertanggungjawaban terhadap penggunaan kewenangannya di
hadapan yang diwakilinya. Hal ini sebagaimana firman Allah dalam
surat Fathir ayat 39 yang berbunyi:
Artinya: Dialah(Allah) yan menjadikan kamu khalifah di muka bumi.
Barang siapa yang kafir, maka akibat kekafirannya menimpa
dirinya sendiri. Dan kekafiran orang-orang yang kafir itu tidak
lain hanalah akan menambah kemurkaan pada sisi
Tuhannya, dan kekafiran orang-orang yang kafir itu tidak lain
hanyalah akan menambah kerugian mereka belaka (QS 35:
39).
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)
Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001
Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]
FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen FM-01-AKD-07
No. Revisi 02
Hal 42dari 46
Tanggal Terbit 27 Februari 2016
Daftar Pustaka
Abd. Muin Salim (1994) Fiqh Siyasah: Konsepsi Kekuasaan Politik dalam Al- Quran. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Abdul Qadim Zallum. (2001) Pemikiran Politik Islam: Mengemukakan Ketinggian Politik Islam,Terj. Abu Faiz, Bangil: Al-Izzah
Abdurrahman Mas’ud, (2003), Islam dan Peradaban (pengantar), dalam Samsul Munir Amin.
Abu al-Husein ibn Faris Ibn Zakaria (1972) Mu'jam Maqayis al-Lughat, Mesir: Mushthafa al-Babi al-Halabi
Abul Hasan Ali al-Hasani an-Nadwi, (2003), As-Sirah An-Nabawiyah, Pustaka Al-Kautsar.
---------------------------------------------, (2008), Madza Khasrul Alam bil Khittathil Muslimin, Dar al-Fakr, Beirut, Libanon.
Achmad Mubarok, (2000), Solusi Kritis Keruhanian Manusia Modern: Jhra dalam Al-Qurart, , Jakarta: Paramadina,
Ali Gharishah, (tt), Metode Pemikiran Islam, Bandung: Gema Insani Pres. Amin Noersyam,( tt), Keajaiban Hati, Gresik: Bintang Pelajar, Amin, Samsul Munir, (2009), Sejarah Peradaban Islam, editor : Lihhiati, Ed.1,
cet.1, Jakarta: Amzah. Amir Mualim dan Yusdani, (2001) Konfigurasi Pemikiran Hukum Islam.
Yogyakarta: UII Press,. Ansary, Abdou Filali, (2009), Pembaharuan Islam : dari mana dan hendak ke
mana?, terj. Machasin, Bandung : Mizan. Anwar, Syamsul, (2006), Fikih Antikorupsi Perspektif Ulama Muhammadiyah
Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Jakarta: Pusat studi Agama dan Peradaban (PSAP).
Artani Hasbi, (2001) Musyawarah dan Demokrasi, (Jakarta: Gaya Media Pratama,
Asy-Syahrastani, (2003), Al-Milal wa An-Nihal, Dar Al-Fikr, Beirut, Libanon. Azhar, Muhammad, (2003), Pendidikan Antikorupsi, Yogyakarta: LP3 UMY,
Partnership, Koalisis Antarumat Beragama untuk Antikorupsi. Bahtiar Effendy, (2001) Teologi Baru Politik Islam: Pertautan Agama. Negara,
dan Demokrasi. Yogyakarta: Galang Press, ---------------------. (1999) (Re)polilisasi Islam: Pernahkan Islam Behemi Berpolitik?
dalam Abu Zahra (ed), Politik Demi Tuhan: Nasionalisme Religius di Indonesia, (Bandung: Pustaka Hidayah.
Dawam Raharjo, (1987) Insan Kami/, Konsep Manusia Menurut Islam, Jakarta: Temprit,
Deliar Noer.(1982) Pemikiran Politik di Negeri Barat, Jakarta: Rajawali, DEPAG, Dirjen Kelembagaan Agama Islam, Buku Teks Pendidikan Agama Islam
sPada Perguruan Tinggi Umum, Jakarta, 2002
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)
Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001
Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]
FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen FM-01-AKD-07
No. Revisi 02
Hal 43dari 46
Tanggal Terbit 27 Februari 2016
Departemen Agama RI, (1996), Islam Untuk Disiplin Ilmu Hukum, Sosial Dan Politik. Jakarta
-----------------------------, (2000), Islam Untuk Disiplin Ilmu Hukum. Jakarta ------------------------------, (1998) Suplemen Buku Daras pendidikan Agama Islam
Pada Perguruan Tinggi Umum. Jakarta Endang Saifuddin Anshary, (1980), Filsafat Ilmu, Jakarta: Bumi Aksara Fachruddin M. Mangunjaya, (2006), Hidup Harmonis dengan Alam, Jakarta:
Yayasan Obor Indonesi, Fata, A. K. (2014). Teologi lingkungan hidup dalam perspektif Islam. Ulul Albab,
15(2), 131-147. Fawa’id, Ahmad,dkk, (2006), NU Melawan Korupsi: Kajian Tafsir dan Fiqih,
Jakarta: Tim Kerja Gerakan Nasional Pemberantasan Korupsi Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.
Fuad Kauma, (2003), Buah Hati Rasulullah: Mengasuh Anak Cara Nabi, Bandung: Hikmah
H. Abdoer Raoef, (1970) .Alqur,an Dan Ilmu Hukum. Jakarta: Bulan Bintang, Hamdan Mansoer, Uswatun Hasanah, Mujilan, Djaelani Husnan, Syahidin, dan
Cecep Alba, (2004), Materi Instruksional Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi Umum, Jakarta, Direktorat Perguruan Tinggi Agama Islam, Departemen Agama RI
Hamzah Ya’qub, (1996), Etika Islam: Pembinaan Akhlaqul Karimah (Suatu Pengantar), Bandung : CV. Diponegoro
Hanafi, Hassan, (2000) Oksidentalisme : Sikap Kita Terhadap Tradisi Barat, Jakarta : Paramadina.
Hodgson, Marshal G.S, (2002), The Venture of Islam, Iman dan Sejarah Peradaban Dunia, (masa klasik Islam), buku ke-2, Peradaban Kekhalifahan Agung, cet. 1, terj. Mulyadhi Kartanegara, Jakarta : Paramadina.
Husain Mazhahiri, (tt) Pintar Mendidik Anak, Jakarta: Lentera Basritama Iberani; Mengenal Islam, (2003) .jakarta: Elkahfi, Ibn Mandzur. (1968) Lis an al-'Arab, Beirut: Dar Shadr, vol. IV. Imam Ahmad bin Hanbal, (tt.),, Musnad Al-Imam Ahmad Bin Hanbal, Beirut:
Darul Fikri. Imam al-Ghazali, (1992), Ihya ‘Ulumiddin, Jil. 5, Semarang: Asy-Syifa’ Irawati Istadi, (2003), Mendidik Dengan Cinta, Jakarta: Pustaka Inti Jujun Suriasumantri, (1998), Filsafat Ilmu, Jakarta: Bumi Aksara Kaelany H. D. (2005). Islam dan Aspek-Aspek Kemasyarakatan. Jakarta: Bumi
Aksara. Karim, M. Abdul, (2009), Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, cet. 2
Yogyakarta : Pustaka Book Publisher. Kasmiran Wuryo Sanadji, (1985), Filsafat Manusia, Jakarta: Erlangga,
Komaruddin Hidayat,"Agama dan Kegalauan Masyarakat Moden dalam Nurcholish Madjid et.al (2000)., Kehampaan Spiritual Masyarakat Moder Jakarta: Media Cita, , Komisi Pemberantasan Korupsi, (2006), Memahami Untuk Membasmi; Buku
Saku Untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi, Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi.
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)
Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001
Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]
FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen FM-01-AKD-07
No. Revisi 02
Hal 44dari 46
Tanggal Terbit 27 Februari 2016
Lili Rasyid dan Arief Sidharta, (1989) Filsafat hukum Mazhab Dan Refleksinya. Bandung: Remaja karya,.
M. Abdul Karim, (2009), Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, cet. 2, Yogyakarta : Pustaka Book Publisher.
M. Alaika Salamulloh, (2003) Menyempurnakan Akhlak : Etika Hidup sehari-hari Pribadii Muslim, Yogyakarta : Penerbit Cahaya Hikmah,
M. Deden Ridwan, (1999) Perubahan Politik dan Kebangkitan Peran Umat Islam dalam Nurcholish Madjid et.al.
M. Quraish Shihab, (1999) Wawasan Al-Qur’an: Tafsir Maudhu’I atas Pelbagai Persoalan Umat, Bandung : Mizan,
-----------------------------, (1999) Yang Tersembunyi: Jin, Iblis, Setan dan Malaikat Dalam Ouran dan Sunnah, Jakarta: Lentera Hati, ,
----------------------------, (1999), Tafsir Al Misbah, Jakarta: Republika M. Yatimin Abdullah, (2007) Studi Akhlak dalam Perspektif al-Qur’an, Jakarta :
AMZAH, Mahmud Syalthut dan Ali As-Sayis, (2000) .Fiqih Tujuh Madzhab, edisi Bahasa
Indonesia, Bandung, Pustaka Setia, Mansur, (2004), Peradaban Islam Dalam Lintasan Sejarah, Yogyakarta : Global
Pustaka Utama. Marshal G.S Hodgson, (2002) The Venture of Islam, Iman dan Sejarah
Peradaban Dunia, (masa klasik Islam), buku ke-2, Peradaban Kekhalifahan Agung, cet. 1, terj. Mulyadhi Kartanegara, Jakarta : Paramadina.
Maulana Muhammad Ali, (1996) Islamologi. Jakarta: Darul Kutubil Islamiyah,. Maurice Bucaille, (1989), Asal-Usul Manusia, Menurut Bibel, Al-Ouran dan
Sains,, Bandung: Mizan. Mehdi Nakosteen, (2003), Kontribusi Islam Atas Dunia Intelektual Barata,
Deskripsi Analisis Abad Keemasan Islam, terj. Joko S. Kahhar dan Supriyanto Abdullah, cet. 2, Surabaya : Risalah Gusti.
Mohamed A. Khalfan, (2004), Anakku Bahagia Anakku Sukses, Jakarta: Pustaka Zahra.
Mohammad Daud Ali, hukum Islam; (1999) Pengantar Ilmu Hukum dan Tata hukum Islam di Indonesia, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,.
--------------------------, Pendidikan Agama Islam. (2000) Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,.
Mohammad Tahir Azhary, (1992) Negara Hukum: Suatu studi tentang Prinsip-Prinsipnya Dilihat dari segi hukum Islam, implementasinya Pada Periode Negara Madinah dan Masa kini, Jakarta: Bulan Bintang,.
Muhammad Athiyah al-Abrasyi, (1969) Ruh al-lslam, Kairo- Isa al-Babi al Halabi.
Muhammad iqbal, (1981). The Reconstruction of Religios Thought in Islam, India: Labqi Fine Art Press,
Muhammad, A. S., Muhammad, H., Mabrur, R., Abbas, A. S., Firman, A., Mangunwijaya, F. J., Pasha, K. I. B., & Andriana, M. (2006). Fiqih Lingkungan (Fiqh al-Bi'ah). Jakarta: Conservation International Indonesia.
Mustafa Zahri, (1976), Kunci Memahami Tasawwuf, Surabaya: Bina Ilmu,
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)
Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001
Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]
FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen FM-01-AKD-07
No. Revisi 02
Hal 45dari 46
Tanggal Terbit 27 Februari 2016
Nabiel Fuad Almusawa, (2005) Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan Tinggi, Bandung, Syaamil Cipta Media,.
Nakosteen, Mehdi, (2003), Kontribusi Islam Atas Dunia Intelektual Barata, Deskripsi Analisis Abad Keemasan Islam, terj. Joko S. Kahhar dan Supriyanto Abdullah, cet. 2, Surabaya : Risalah Gusti.
Nasir, Ridwan, (2006), Dialektika Islam dengan Problem Kontemporer, IAIN Press & LKiS.
Nasr, Seyyed Hossein, (2003), Islam : Agama, Sejarah, dan Peradaban, Surabaya : Risalah Gusti.
Nurcholis Madjid. (1999). Menuju Masyarakat Madani ”dalam Sudarno Shobron” dan Mutohharun Jiran (Ed) Islam, Masyarakat Madani, dan demukrasi hal. 153-165. Surakarta: Muhammadiyah Univ. Press.
Nurul Zuriah, MSi, Pendidikan Moral dan Budi Pekerti dalam Perspektif Perubahan, Jakarta : Bumi Aksara
Pope, Jeremy, (2003), Strategi Memberantas Korupsi; Elemen Sistem Integritas Nasional, (terj.) Masri Maris, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Qamarul Hadi.S, (1981) Membangun Insan Seutuhnya: Sebuah Tinjauan Antropologi, Bandung: Al-Ma'arif, ,.
Rohiman Notowidagdo, (1996), Ilmu Budaya Dasar Berdasarkan Al-Ouran dan Hadits, Jakarta: Raja Grafindo Persada,
Saefuddin, AM, (1998), Epistemologi Ilmu, Jakarta: Bumi Aksara Said Ramadlan al-Buthi, (2003), Fiqhus-Sirah, Dar al-Hadits, Damaskus Saifuddin. AM., (1990) Desekuralisasi: Pemikiran Landasan Islamisasi, Bandung:
Mizan, , Samsul Munir Amin, 2009, Sejarah Peradaban Islam, editor : Lihhiati, Ed.1, cet.1
(Jakarta: Amzah. Sayyid Abdullah Husain. (1994), Menembus Dinding Rahasia Jin, Surabaya:
PT.Bungkul Indah, Sayyid Quthb (1975).. Fi Zhilal Al-Quran. Beirut: Darul Syuruq, Jilid VI, Juz 27,
Seyyed Hossein Nasr, (2003), Islam : Agama, Sejarah, dan Peradaban, Surabaya : Risalah Gusti.
Shahih Bukhari, (1993), Terj., Jil. 8, Semarang: Asy-Syifa’, 1993 Sulaiman Rasjid, (1976) Fiqh Islam, Jakarta, Attahiriyah,. T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy, (1975) Falsafah Hukum Islam. Jakarta: Bulan
Bintang,. -------------------------------, (1980) Pengantar Hukum Islam. Jakarta: Bulan Bintang,. Tim Dosen PAI UNY (2002). Din Al-Islam. Yogyakarta: UNY Press. Tim Dosen Pendidikan Agama Islam Universitas Negeri Malang. (2009).
Aktualisasi Pendidikan Islam; Respon Terhadap Problematika Kontemporer. Malang: Hilal Pustaka Surabaya.
Tobroni dan Svamsul Arifm, (1994) Islam Pluralisme Budaya dan Politik: Rejleksi Untuk Aksi dalam Keberagamaan dan Pendidikan. Yogyakarta: Sipress.
Umari, Akram Dliya (1995). Madinah Society at the Time of the Prophet. Virginia: The Ienternatioal Institut of Islamic Thought.
Widiyanta, A. (2005). Sikap terhadap lingkungan dan religiusitas. Psikoogia. Yunahar Ilyas, (2005) Kuliah Akhlak, Yogyakarta: LPPI Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta,
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)
Kantor: Komplek Simpang 5 Unnes Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang 50229 Rektor: (024)8508081 Fax (024)8508082, Purek I: (024) 8508001
Website: www.unnes.ac.id - E-mail: [email protected]
FORMULIR MUTU
BAHAN AJAR/DIKTAT
No. Dokumen FM-01-AKD-07
No. Revisi 02
Hal 46dari 46
Tanggal Terbit 27 Februari 2016
Yusuf Qardhawi (2000).. Merasakan Kehadiran Tuhan, Terj. Jazirotul Islamiyah. Yogyakarta: Mitra Pustaka. Cet. II,