PROGRESS REPORT
RECOMMENDATION TO THE DRAFT OF ANNUAL DISTRICT WORK PLANS THAT
INCORPORATED THE MILESTONES OF DISTRICT ACTION PLAN OF INTEGRATED
MATERNAL HEALTH AND RIGHT-BASED FAMILY PLANNING
MARET 2019
Pilot Project di Kabupaten Malang (Jawa Timur), Kabupaten Lahat (Sumatera
Selatan), Kabupaten Aceh Barat (Aceh)
United Nations Population Fund
Center for Health Policy and Management (CHPM)
Faculty of Medicine Universitas Gadjah Mada
ii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur Kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmat-Nya, Kami dapat menyelesaikan penyusunan Laporan “Pengembangan Model Integrasi
Pemrograman, Perencanaan, dan Penganggaran Kegiatan Kesehatan Ibu dan Keluarga
Berencana Berbasis Hak Di Tingkat Kabupaten” Maret Tahun 2019. Laporan penelitian
operasional ini dibuat guna mengetahui perkembangan proses perencanaan dan penganggaran
program kesehatan ibu dan keluarga berencana berbasis hak yang terpadu di tiga kabupaten
terpilih, yaitu Kabupaten Lahat, Kabupaten Malang, dan Kabupaten Aceh Barat.
Dalam penyusunan laporan ini, Kami ingin menyampaikan terima kasih kepada:
1. Kementerian PPN/Bappenas
2. Kementerian Kesehatan RI
3. BKKBN
4. Kementerian Dalam Negeri RI
5. UNFPA
6. Dinas Kesehatan, Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana, Direktur
Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Lahat beserta jajarannya.
7. Dinas Kesehatan, Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana, Direktur
Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Malang beserta jajarannya.
8. Dinas Kesehatan, Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana, Direktur
Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Aceh Barat beserta jajarannya.
9. Serta semua pihak terkait yang turut membantu proses pelaksanaan kegiatan dan
penyusunan laporan ini.
Kami mohon maaf jika ada kekurangan dalam penyusunan laporan. Kami menerima
semua saran dan kritikan yang membangun guna penyempurnaan penyusunan laporan ini.
Yogyakarta, April 2019
Penyusun
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ......................................................................................... i
KATA PENGANTAR ........................................................................................ ii
DAFTAR ISI .................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL .............................................................................................. iv
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... v
DAFTAR SINGKATAN ...................................................................................... vi
RINGKASAN EKSEKUTIF.................................................................................. viii
EXECUTIVE SUMMARY ................................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ........................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah................................................................................... 5
C. Tujuan ..................................................................................................... 5
D. Usulan Strategi ........................................................................................ 6
E. Pendekatan yang Diusulkan ................................................................... 7
BAB II GAMBARAN PROSES KEGIATAN
A. Proses Kegiatan Periode Desember 2018-maret 2019 .......................... 10
1. Kabupaten Lahat ............................................................................... 10
2. Kabupaten Malang ............................................................................ 12
3. Kabupaten Aceh Barat ....................................................................... 16
B. Masukan Saat Kegiatan Monitoring Evaluasi TIM Pusat di
Meulaboh 27-28 Maret 2019 ................................................................. 18
BAB III GAMBARAN SEMENTARA RAD
A. Pendahuluan .......................................................................................... 20
B. Gambaran yang diinginkan ..................................................................... 20
C. Strategi Operasional ............................................................................... 20
D. Target ...................................................................................................... 23
E. Rincian Strategi ....................................................................................... 24
F. Peta Strategi ........................................................................................... 29
1. Peta Strategi Kabupaten Aceg Barat dan Kabupaten Lahat .............. 29
2. Peta Strategi Kabupaten Malang ...................................................... 29
BAB IV GAMBARAN SEMENTARA RAD REKOMENDASI PENJABARAN RAD KE DALAM
PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN RENCANA KERJA OPD 2020
A. Pendahuluan ........................................................................................... 32
B. Alur Pikir .................................................................................................. 32
C. Rekomendasi Penjabaran RAD Ke dalam Renja OPD 2020 .................... 33
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ............................................................................................. 34
B. Saran ...................................................................................................... 34
BAB V RENCANA TINDAK LANJUT
Tindak lanjut yang akan dilakukan ........................................................................ 35
iv
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Indikator untuk Strategi Operasional Utama .................................... 25
Tabel 2 Indikator untuk Strategi Operasional Pendukung 1 ........................ 27
Tabel 3 Indikator untuk Strategi Operasional Pendukung 2 ......................... 28
Tabel 4 Indikator untuk Strategi Operasional Pendukung 3 ......................... 29
v
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Teori Perubahan....................................................................................... 6
Gambar 2 Logical Framework RAD Kabupaten Malang ............................ .............. 15
Gambar 3 Logical Framework RAD Kabupaten Aceh Barat
dan Kabupaten Lahat............................................................................... 19
Gambar 4 Gambaran yang Diinginkan..................................................................... 22
Gambar 5 Peta Strategi RAD Kabupaten Aceh Barat dan Kabupaten Lahat ........... 30
Gambar 6 Peta Strategi RAD Kabupaten Aceh Barat dan Kabupaten Lahat ........... 31
Gambar 7 Alur Pikir dari RAD menjadi Rencana Kerja OPD ....................... ............. 32
vi
DAFTAR SINGKATAN
AMP : Audit Maternal Perinatal
ANC : Antenatal Care
APBD : Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
ASN : Aparatur Sipil Negara
Bappeda : Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
Bappenas : Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
BKB : Bina Keluarga Balita
BKR : Bina Keluarga Keluarga Remaja
BKL : Bina Keluarga Lansia
BKD : Badan Kepegawaian Daerah
BKKBN : Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional
BPJS : Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
BPM : Bidan Praktek Mandiri
Bufas Risti : Ibu Nifas dengan Risiko Tinggi
Bulin Risti : Ibu Bersalin dengan Risiko Tinggi
Bumil Risti : Ibu Hamil dengan Risiko Tinggi
CPR : Contraceptives Prevalence Rate
Dalduk-KB : Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana
Fasyankes : Fasilitas Pelayanan Kesehatan
FKTP : Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
FP : Family Planning
HIV : Human Immunodeficiency Virus
ICPD : International Conference on Population and Development
JKN-KIS : Jaminan Kesehatan Nasional – Kartu Indonesia Sehat
KB : Keluarga Berencana
KIA : Kesehatan Ibu dan Anak
KIE : Komunikasi, Informasi dan Edukasi
MKJP : Metode Kontrasepsi Jangka Panjang
MHFP : Maternal Health and Family Planning
Monev : Monitoring danEvaluasi
NGO : Non-Government Organization
OPD : Organisasi Perangkat Daerah
PIK-Remaja :Pusat Informasi dan Konseling Remaja
PIS-PK : Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga
PKBI : Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia
PLKB : Petugas Lapangan Keluarga Berencana
PNC : Post Natal Care
PONED : Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar
vii
PONEK : Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Komprehensif
PUP : Pendewasaan Usia Perkawinan
PUS : Pasangan Usia Subur
RAD : Rencana Aksi Daerah
RAN : Rencana Aksi Nasional
Renstra : Rencana Strategis
RFP : Right Family Planning
RPJMD : Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
RSUD : Rumah Sakit Umum Daerah
RTK : Rumah Tunggu Kelahiran
SDM : Sumber Daya Manusia
SMA : Sekolah Menengah Atas
SMP : Sekolah Menengah Pertama
SOP : Standar Operasional Prosedur
UKS : Usaha Kesehatan Sekolah
UPT : Unit Pelaksana Teknis
UUD : Undang – Undang Dasar
TFR : Total Fertility Rate
WUS Risti : Wanita Usia Subur Risiko Tinggi
viii
RINGKASAN EKSEKUTIF
1. Hingga akhir Maret 2019, draft final Rencana Aksi Daerah di 3 kabupaten uji coba
yaitu Kabupaten Aceh Barat, Kabupaten Lahat, dan Kabupaten Malang, telah selesai
dibahas oleh Tim Teknis Daerah dan disepakati oleh Tim Koordinasi Pimpinan.
2. Proses selanjutnya adalah review oleh Tim Pusat.
3. Rekomendasi sementara dari Tim Pusat adalah:
a. Rencana Aksi Daerah harus dilengkapi dengan costing atau penghitungan
biayanya agar diketahui gambaran besaran biaya yang dibutuhkan untuk
implementasi Rencana Aksi Daerah, sekaligus dicarikan alternative sumber
pembiayaannya.
b. Analisis Situasi agar diperdalam untuk memetakan kondisi awal semua indicator
Rencana Akasi Daerah. Jika terdapat kesenjangan, perlu digali akar penyebabnya
agar intervensinya bisa tepat.
c. Target Rencana Akasi Daerah agar dijabarkan setiap tahun sehingga
memudahkan untuk proses pengendalian dan monitoringnya.
d. Dengan terjadinya kematian ibu (2 orang) hingga Maret 2019, Rencana Aksi
Daerah perlu direview berdasarkan hasil AMP (Audit Maternal Perinatal) untuk
menilai apakah penyebab masalah kematian ibu tersebut sudah diprogramkan
dalam Rencana Aksi Daerah.
e. Tim Koordinasi dan Tim Teknis perlu ditetapkan pembagian tugas dan tanggung
jawabnya agar jelas siapa melakukan apa.
4. Tindak lanjut yang akan dilakukan segera adalah:
a. Tim CHPM akan segera menugaskan seorang konsultan pembiayaan untuk
menghitung costing Rencana Aksi Daerah di 3 lokasi uji coba;
b. Koordinator Lapangan CHPM di 3 lokasi akan melakukan pendalaman analisis
situasi terkait semua target Rencana Aksi Daerah.
c. Akan dilakukan penyempurnaan naskah Rencana Aksi Daerah sesuai
rekomendasi sementara dari Tim Pusat.
5. Setelah semua rekomendasi ditindaklanjuti, akan dilakukan pertemuan untuk
finalisasi Rencana Aksi Daerah di semua lokasi uji coba. Hasilnya akan menjadi
dokumen yang siap untuk menjadi lampiran Peraturan Bupati.
6. Jika diperlukan, Tim CHPM siap untuk melakukan advokasi kepada semua Kepala
Daerah terkait agar Peraturan Bupati tentang Rencana Aksi Daerah Integrasi
Kesehatan Ibu – KB Berbasis Hak segera diterbitkan.
7. Sambil proses tindak lanjut berjalan, Tim CHPM akan melakukan pendampingan
untuk memastikan program dan kegiatan dalam draft Rencana Aksi Daerah di 3
lokasi uji coba dituangkan ke dalam Rencana Kerja 2020 masing-masing Organisasi
Perangkat Daerah
ix
EXECUTIVE SUMMARY
1. By the end of March 2019, the final draft of District Action Plan in 3 trial
regencies namely Aceh Barat Regency, Lahat regency, and Malang Regency,
had been discussed by Regional Technical Team and approved by the
Principals Coordination Team.
2. The subsequent process was a review from the State/ National Team.
3. The provisional recommendation from the National Team are the following:
a. District Action Plan should be completed with costing or expenses
calculation in order to recognize the amount of money needed for the
implementation of District Action Plan, and also the alternative sources of
fund.
b. Situation Analysis should be intensified to map the initial condition of all
indicators of District Action Plan. If discrepancy occurs, it is necessary to
find the root in order to provide proper interventions.
c. The Target of District Action Plan should be elaborated annually to
facilitate the controlling and monitoring process.
d. In connection with 2 maternal death incidences by March 2019, District
Action Plan should be reviewed based on the result of Maternal Perinatal
Audit to consider whether the cause of maternal death has been included
in District Action Plan.
e. It is necessary to determine the job description and responsibility of
Coordination Team and Technical Team to elucidate each duty and task.
4. The follow-ups to be conducted immediately are:
a. CHPM Team will immediately employ a financing consultant to calculate
the cost of District Action Plan in 3 trial locations.
b. CHPM Field Coordinators in 3 locations will intensify the situation analysis
related to all targets of District Action Plan.
c. Based on the provisional recommendation from National Team, a revision
will be applied to the draft of District Action Plan.
5. After all recommendations are being followed up, a meeting will be held to
finalize District Action Plan in all trial locations. The result will be a document
which is ready to be the attached to Regent’s Regulation.
6. If it is necessary, CHPM team is ready to conduct advocacy to all Heads of
Districts related to the soon- to- be- issued Regent’s Regulation about District
Action Plan of Integrated Maternal Health – Right-based Family Planning.
7. While the follow up process is ongoing, CHPM team will conduct mentoring to
ensure that the program and activities mentioned in the draft of District Action
Plan in 3 trial locations are included into Working Plan 2020 of each District
Officials Organization.
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk meningkatkan kesehatan ibu,
menurunkan kematian ibu, dan mempromosikan keluarga berencana dengan
menempatkan kesehatan ibu sebagai pusat dari rencana pengembangannya. Tujuan dan
target yang relevant untuk meningkatkan kesehatan ibu secara jelas tertuang dalam semua
rencana dan strateginya baik dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
(RPJMN), Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) baik Propinsi maupun
Kabupaten, dan rencana strategis lembaga pemerintah terkait. Namun komitmen politik
belum tentu diikuti oleh komitmen anggaran di semua tingkatan.
Meskipun kemauan politik yang kuat sesuai dengan intervensi perluasan sistem
kesehatan dan keterlibatan masyarakat dalam kesehatan ibu, Indonesia tercatat sebagai
salah satu negara ASEAN yang mempunyai MMR (Rasio Kematian Ibu) paling tinggi.
Perkiraan MMR dari Survei Penduduk Antar Sensus adalah 305 per 100.000 kelahiran
hidup. Laporan IDHS (Survei Demografi Kesehatan Indonesia) terbaru menunjukkan
beberapa perhatian pada indikator Keluarga Berencana. Tingkat prevalensi fertilitas dan
kontrasepsi (CPR) masih stagnan; Kebutuhan yang tidak terpenuhi terus tinggi dan tidak
ada penurunan yang signifikan pada kehamilan remaja.
Data statistik ini mengundang pertanyaan apakah intervensi yang diberikan untuk
mengatasi masalah kesehatan ibu dan masalah keluarga berencana merupakan intervensi
yang efektif dan berbasis bukti, atau hanya dianggap masalah biasa. Pemerintah Indonesia
telah menerapkan proses perencanaan dan penganggaran kesehatan yang baik, seperti
pendekatan campuran dari bawah ke atas dan atas ke bawah. Seiring berkembangnya
sistem pemerintahan negara yang terdesentralisasi, kualitas perencanaan dan
penganggaran, khususnya untuk program kesehatan ibu dan keluarga berencana, terutama
di tingkat perifer, tetap menjadi perhatian.
2
Perencanaan program kesehatan ibu dan KB di tingkat daerah pada umumnya
lemah karena upaya perencanaan tidak selalu didasarkan pada bukti dan kurangnya
pemahaman kontekstual mengenai kebutuhan dasar. Hal ini sering disebabkan oleh tidak
adanya data yang berkualitas dan kapasitas perencana program dan manajer di tingkat
provinsi dan kabupaten yang bervariasi, untuk menganalisis secara memadai data yang
relevan untuk perencanaan program. Selain itu, input yang memadai (keuangan, sumber
daya manusia, dan infrastruktur) juga berperan dalam pengembangan perencanaan
kesehatan ibu dan keluarga berencana yang efektif. Jumlah, distribusi, dan kompetensi
sumber daya manusia yang tidak memadai baik dari penyedia layanan kesehatan maupun
manajer program, serta alokasi anggaran yang terbatas dan infrastruktur yang tidak
memadai juga berkontribusi terhadap program kesehatan ibu dan keluarga KB yang lemah
di tingkat sub-nasional.
Namun, pengalaman sebelumnya menunjukkan bahwa dalam situasi di mana
sumber daya terbatas, sebuah program masih dapat direncanakan dan dilaksanakan secara
efektif jika prosesnya didukung oleh analisis situasi yang tajam, pemetaan sumber daya
yang komprehensif, pemrograman berbasis hasil, dan meknisme pemantauan dan evaluasi
yang memadai. Dalam hal ini, analisis situasi perencanaan program Keluarga Berencana
(KB) di Indonesia oleh Universitas Gadjah Mada menemukan bahwa ada banyak sumber
keuangan yang tersedia bagi pemerintah daerah untuk memperkuat program kesehatan
ibu dan keluarga berencana (KB). Selain alokasi rutin APBD, kabupaten juga dapat
mengakses anggaran nasional yang dialokasikan ke tingkat daerah, seperti dana
dekonsentrasi (DEKON), dana alokasi khusus (DAK), dana desa, dan dana alokasi umum
(DAU). Sering kali, manajer program tidak mengetahui berbagai sumber daya dan cara
mengaksesnya.
Dalam konteks sistem pemerintahan yang terdesentralisasi, tingkat komitmen
pemerintah daerah sering menentukan keberhasilan sebuah program, termasuk program
kesehatan ibu dan KB di wilayah tersebut. Dalam hal ini, banyak prioritas lokal tidak sejalan
dengan atau mendukung prioritas nasional. Hal ini dapat disebabkan oleh keterbatasan
pemahaman para pemimpin lokal mengenai masalah kesehatan ibu dan KB, atau mungkin
3
karena persepsi bahwa program-program ini tidak memberikan kontribusi yang cukup
terhadap percepatan pembangunan sosial dan ekonomi lokal. Program kesehatan ibu dan
KB seringkali tidak diprioritaskan karena tidak mampu menghasilkan hasil seketika, yang
seringkali dipandang sebagai tanda keberhasilan pembangunan di daerahnya masing-
masing.
Di Indonesia, program Kesehatan Ibu dan Keluarga Berencana (KB) juga
dilaksanakan secara terpisah oleh dua institusi, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). Program Kesehatan Ibu
dan Keluarga Berencana sering direncanakan dan dilaksanakan secara terpisah, kurang
integrasi dengan minimal koordinasi. Hal ini berpotensi menghasilkan perencanaan dan
pelaksanaan program yang tidak efektif dan efisien, duplikasi dan kesenjangan, dan
selanjutnya dapat berkontribusi pada rendahnya pencapaian indikator kesehatan ibu dan
KB (Keluarga Berencana).
Kenyataannya, praktik desentralisasi di Indonesia kurang memahami pentingnya
penerapan program keluarga berencana berbasis hak. Tingginya proporsi kebutuhan yang
tidak terpenuhi di beberapa daerah menunjukkan bahwa hak masyarakat untuk mengakses
layanan kontrasepsi belum terpenuhi secara optimal. Berdasarkan laporan Survey
Kesehatan Demografi Indonesia (SKDI) tahun 2012, proporsi kebutuhan yang tidak
terpenuhi untuk Indonesia adalah 11,4% (BPS, BKKBN, RI, & ICF International, 2013),
meningkat sekitar 2% dari SKDI 2007 yang mencapai 9,1% (BPS, BKKBN, RI, & Makro
Internasional, 2008). Pencapaian proporsi kebutuhan KB yang tidak terpenuhi berdasarkan
SDKI 2012 juga belum mencapai target rencana strategi nasional 2010-2014 yang
menargetkan sekitar 5% (Republik Indonesia, 2010). Padahal, kebutuhan yang tidak
terpenuhi merupakan indikator penting dalam keberhasilan program keluarga berencana.
Penurunan proporsi kebutuhan yang tidak terpenuhi akan berdampak pada peningkatan
tingkat prevalensi kontrasepsi (CPR). Studi oleh Misnaniarti & Ayuningtyas (2016)
menyatakan bahwa menyediakan layanan untuk kelompok kebutuhan yang tidak terpenuhi
akan membantu keluarga untuk mengendalikan kehamilan dan memperbaiki status sosial
4
ekonomi. Selain itu, upaya untuk mengurangi proporsi kebutuhan yang tidak terpenuhi
akan mempengaruhi penurunan angka kematian ibu dan bayi.
Di bawah kepemimpinan BAPPENAS, bekerja sama dengan Kemenkes dan BKKBN,
UNFPA mendukung upaya untuk memperkuat program KB Berbasis Kesehatan dan Hak
Asasi Manusia melalui penguatan kapasitas kelembagaan pemerintah kabupaten. Inisiatif
ini akan menggunakan 2 dokumen strategi utama, yaitu: Rencana Aksi Nasional Kesehatan
Ibu (2016-2030) dan Strategi Keluarga Berencana Berdasarkan Hak (2016-2020), sebagai
rujukan untuk mengembangkan perencanaan dan penganggaran yang efektif dan efisien
program kesehatan ibu dan keluarga berencana di tingkat sub-nasional melalui pemodelan
di sejumlah kabupaten. Malang dan Lahat diidentifikasi sebagai kabupaten dimana
pemodelan akan dimulai.
Kabupaten Lahat dan Malang termasuk dalam daftar kabupaten prioritas untuk
program keluarga berencana nasional. Menurut indikator TFR dan CPR, baik Lahat dan
Malang berada di kuadran I dengan CPR tinggi dan TFR tinggi dan kebutuhan yang tidak
terpenuhi untuk KB di Lahat mencapai lebih dari 20% dari total pasangan usia subur.
Malang juga memiliki angka kematian ibu dan remaja dengan tingkat kesuburan yang
tinggi. Selain itu, tingkat kebutuhan yang tidak terpenuhi (KB) hampir mencapai 25% dari
total pasangan usia subur. Kondisi ini menunjukkan bahwa orang tidak memiliki hak untuk
mengakses layanan kontrasepsi dan ada masalah dalam program KB (Keluarga Berencana).
Padahal, berdasarkan studi sebelumnya oleh Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan
Universitas Gadjah Mada, Malang telah meningkatkan anggaran program KB mulai 2014-
2016, bahkan mengalami peningkatan drastis lebih dari 100% pada tahun 2015. Oleh
karena itu Malang dan Lahat teridentifikasi sebagai 2 kabupaten pertama di mana
pemodelan akan dimulai dengan potensi penyertaan kabupaten lain di Jawa Barat, dan
Jawa Tengah.
Selain Malang dan Lahat, Kabupaten Aceh Barat juga menjadi prioritas dalam
program keluarga berencana. Para pemangku kepentingan di Kabupaten Aceh Barat
menunjukkan minat dan komitmen yang tinggi dalam meningkatkan program keluarga
berencana.
5
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan Latar Belakang tersebut, rumusan masalahnya adalah “belum
efektifnya integrasi perencanaan dan penganggaran program Kesehatan Ibu dan Keluarga
Berencana berbasis hak”.
C. Tujuan
Pemodelan kabupaten bertujuan untuk memperkuat proses perencanaan dan
penganggaran program keluarga berencana berbasis hak dan kesehatan ibu yang terpadu
di 3 kabupaten terpilih, Kabupaten Lahat, Malang, dan Aceh Barat, yang mengacu pada 2
dokumen utama, yaitu Rencana Aksi Nasional untuk Kesehatan Ibu (2016-2030), dan
Strategi Keluarga Berencana Berbasis Hak (2016-2020).
Intervensi pengembangan kapasitas dan advokasi yang sistematis akan dirancang
untuk dilaksanakan di kabupaten terpilih untuk membangun kapasitas para pemimpin dan
manajer kabupaten dalam program kesehatan ibu dan keluarga berencana. Inisiatif ini
diharapkan bisa mencapai hasil sebagai berikut:
Memastikan tujuan nasional diadopsi di tingkat lokal:
1. Pengembangan Manajemen Berbasis Hasil yang Lebih Kuat: perencanaan berbasis
bukti, terpadu, perencanaan bersama
2. Identifikasi sumber daya keuangan yang ada yang dapat diakses/ dimanfaatkan untuk
program kesehatan ibu dan KB (Keluarga Berencana).
3. Perencanaan dan Penganggaran kesehatan ibu dan KB secara terpadu
4. Strategi advokasi untuk menghasilkan komitmen para pemimpin daerah, dan untuk
mendapatkan alokasi anggaran untuk program kesehatan ibu dan program KB
5. Mekanisme yang efektif untuk program monitoring dan supervisi
6. Pembagian mekanisme kerja dan kepemimpinan yang jelas, mekanisme
pertanggungjawaban yang lebih baik, dan mekanisme koordinasi yang bermakna
untuk kesehatan ibu dan program KB
6
D. Usulan Strategi
1. Teori dan Kerangka Konseptual
Analisis situasi menunjukkan bahwa rendahnya pencapaian indikator kesehatan
ibu dan KB terutama disebabkan oleh lemahnya pelaksanaan program yang tidak
efektif, tidak berdasarkan analisis situasi yang tajam, dan belum memanfaatkan
sumber daya yang ada secara terpadu1.
Inisiatif ini diarahkan untuk memperkuat pemerintah kabupaten dalam
melaksanakan program kesehatan ibu dan KB, yang dimulai dengan perencanaan
yang efektif melalui ketersediaan dan penggunaan data kualitas untuk menganalisis
kebutuhan dan menentukan strategi program.
Tujuan utama bridging leadership adalah meningkatkan kualitas dan akses Kb
berbasis hak. Kerangka konseptual yang berisi semua indikator ini akan disesuaikan
dengan model perubahan kesehatan dan kerangka konsep Bridging leadership,
dikombinasikan dengan kerangka kerja kebutuhan kepemimpinan dan kerangka
kerja intervensi. Tujuan utama Bridging leadership adalah peningkatan kualitas dan
akses terhadap program keluarga berencana berbasis hak.
Gambar 1 Teori Perubahan
1 Esti Febriany, District Family Planning Programme Situation Analysis, 2012
Masalah yang harus
diselesaikan:
Tidak efektifnya program
kesehatan ibu dan KB di
Kabupaten
Usulan pendekatan:
Advokasi untuk pengembangan
komitmen
Cap-Building menggunakan
"Bridging Leadership" Approach
Pendampingan di lapangan dan memfasilitasi
program berbasis hasil
Output:
Memperkuat kapasitas program
manager di Kabupaten dalam
perencanaaan program Kesh Ibu dan KB berbasis
hasil
Rencana Aksi dan penganggaran
program kesh Ibu dan KB di
kabupaten yang terintegrasi
Outcome:
Meningkatkan kualitas layanan
Meningkatkan akses layanan kesehatan ibu
dan KB
Impact:
CPR Tinggi
TFR Rendah
MMR Rendah
7
Intervensi akan spesifik dilakukan bagi pemangku kepentingan dengan
mengadakan pertemuan dan membangun kepercayaan antara pemangku kepentingan
yang bertanggung jawab dengan masalah KB (Keluarga Berencana). Intervensi akan
diterapkan pada pembinaan, pendampingan dan pemantauan, akuntabilitas di tingkat
kabupaten. Sisi penawaran dan permintaan akan dinilai dengan RBM dan RBP. Indikator
akan difokuskan pada pemberdayaan sumber daya dan output dari reJuklakn dan
layanan. Sisi penawaran terdiri dari sumber daya manusia, fasilitas, metode kontrasepsi
dan program inovatif. Sisi permintaan adalah perilaku mencari kesehatan. Semua
indikator ini akan disesuaikan dengan pemodelan KB berbasis hak.
E. Pendekatan yang Diusulkan
1. Melibatkan stakeholders local melalui forum formal atau kelompok kerja
Kelompok kerja kabupaten akan menjadi pengaturan kelembagaan baru untuk
memperbaiki koordinasi perencanaan terpadu dan berbasis bukti, memperbaiki
anggaran target, dan mempromosikan tata pemerintahan yang baik dalam
melaksanakan rencana tersebut.
2. Capacity building menggunakan Pendekatan Bridging leadership
Kegiatan pengembangan kapasitas dan advokasi yang sistematis akan
dirancang dan dilaksanakan di kabupaten terpilih untuk mengatasi program yang
tidak efektif seperti ketidakadilan, dengan menggunakan pendekatan "Bridging
leadership". Bridging leadership adalah transformasi dan berbagi kepemimpinan di
antara para pemimpin dan pemangku kepentingan lainnya, melalui langkah-langkah
berikut:
a. Membangun rasa kepemilikan di antara para pemimpin, yang mencakup
kesadaran diri, melakukan analisis masalah, melakukan analisis pemangku
kepentingan, dan mengembangkan visi pribadi.
b. Menetapkan kepemilikan bersama yang melibatkan banyak pemangku
kepentingan, mendorong dialog pembentukan kepercayaan, memfasilitasi
perencanaan partisipatif, dan mengembangkan visi bersama.
c. Kreasi bersama yang mencakup pengembangan pengaturan kelembagaan baru,
melakukan program responsif dan inovatif, menghasilkan dan menuntut
pertanggungjawaban, memantau dan mengevaluasi kemajuan, dan mencapai
8
hasil.
Pemimpin perlu sadar akan karakter dan nilai untuk mengenali karakter dan
nilai dalam menghadapi tantangan, rasa dan tujuan yang kompleks untuk
menentukan cara purposif dan strategis dari ketidakadilan yang kompleks, dan
kapasitas untuk mengubah kemauan untuk bekerja dengan orang lain, pendekatan
kolaboratif untuk menerapkan solusi terhadap ketidakadilan.
Pemimpin juga perlu mengetahui perspektif baru yang bisa digunakan untuk
memahami kasus secara keseluruhan. Para pemimpin harus menyiapkan dan
memfasilitasi proses dialog yang mempertemukan berbagai pemangku kepentingan
inti dalam keterlibatan secara konstruktif. Alat dan kapasitas untuk membahas cara
memecahkan masalah sangat dibutuhkan.
3. Mengadopsi dokumen strategis nasional utama, Rencana Aksi Nasional untuk
Kesehatan Ibu dan Strategi Berbasis Hak untuk Keluarga Berencana
Pendamping teknis akan diberikan untuk memberdayakan kelompok kerja
dalam mengadopsi Rencana Aksi Nasional Kesehatan Ibu (2016-2030), dan Strategi
Keluarga Berencana Berbasis Hak (2016-2020), dalam mengembangkan perencanaan
dan penganggaran kabupaten dokumen.
4. Pendampingan dan Fasilitasi Kerja untuk Manajemen Berbasis Hasil (RBM) dan
Perencanaan Berbasis Sumber Daya (RBP)
Manajemen Berbasis Hasil (RBM) dan Perencanaan Berbasis Sumber Daya
(RBP) akan menjadi tema utama untuk pengembangan kapasitas tim kabupaten.
Inisiatif ini akan diarahkan untuk memperkuat kapasitas manajer program untuk
menganalisis data, mengidentifikasi kesenjangan, dan merencanakan intervensi yang
sesuai berdasarkan kebutuhan dengan cara yang paling efisien. Dengan kapasitas
yang lebih kuat dalam menganalisis data, pemerintah kabupaten akan dapat
mengidentifikasi prioritas, di mana dan siapa penduduk yang paling membutuhkan
sehingga rencana sumber daya yang adil dapat dibuat. Inisiatif ini juga akan
membantu kabupaten dalam meningkatkan kualitas data.
Pemerintah daerah juga akan menerima arahan tentang bagaimana
mengidentifikasi dan memanfaatkan sumber daya potensial yang tersedia (sumber
keuangan dan lainnya) untuk mendukung perencanaan program kesehatan ibu dan
9
keluarga berencana yang efektif dan efisien. Untuk memastikan keberhasilan
pelaksanaan program, inisiatif ini juga akan mendukung pemerintah kabupaten
dalam menyusun strategi pemantauan dan evaluasi.
Terlepas dari tema RBM dan RBP, inisiatif ini juga akan memiliki komponen
advokasi yang kuat. Strategi advokasi dan kegiatan advokasi akan dirancang untuk
membantu manajer program dalam mengidentifikasi dan mendorong para juara,
memperluas jaringan untuk memasukkan semua pemangku kepentingan dan mitra
non-adat untuk bergabung dalam usaha, yang terpenting untuk menghasilkan
komitmen di antara pengambil keputusan tertinggi di kabupaten (Bupati, anggota
parlemen, kepala kantor distrik, dan pemimpin kunci lainnya).
Manajer program akan dibantu dalam mempersiapkan argumen/ analisis/
rekomendasi kebijakan berbasis bukti, scanning lingkungan, teknik advokasi dan
keterampilan advokasi yang relevan lainnya. Selanjutnya, inisiatif ini juga akan
diarahkan untuk memperjelas pembagian kerja antara Dinas Kesehatan dan Kantor
KB, khususnya di tingkat kabupaten, mengidentifikasi kesenjangan, dan menghindari
duplikasi dan / atau tumpang tindih program / kegiatan.
5. Monitoring and Evaluasi dalam Pelaksanaan Program
Pemantauan dan evaluasi akan mengukur perubahan output, outcome dan
dampak dan mengidentifikasi tantangan untuk memperbaiki strategi untuk
mengatasi masalah tersebut.
10
BAB II
GAMBARAN PROSES KEGIATAN
A. Proses Kegiatan Periode Desember 2018 – Maret 2019
Dalam periode Desember 2018 – Maret 2019 telah banyak hasil yang dicapai di
semua daerah uji coba. Hasil utamanya adalah draft final RAD Integrasi Kesehatan Ibu –
KB Berbasis Hak. Hal tersebut diperoleh melalui serangkaian proses panjang baik secara
resmi (via workshop) maupun tidak resmi (diskusi langsung di tempat kerja masing-
masing). Gambaran prosesnya akan diuraikan selanjutnya.
1. Sub-sub Tahap Capacity Building dan Pendampingan Integrasi Kesehatan Ibu – KB
Berbasis Hak dalam Rencana Aksi Daerah
Langkah-langkah yang dilakukan dalam Tahap ini adalah (a) Capacity Building
dan Pendampingan Penyusunan Rencana Aksi Daerah (RAD); dan (b) Capacity Building
dan Pendampingan Advokasi legalisasi RAD.
(a) Capacity Building dan Pendampingan Penyusunan Rencana Aksi Daerah (RAD)
Langkah ini dilakukan sesuai dengan sistematika RAD Kesehatan Ibu – KB Berbasis
Hak. Sistematika tersebut mengacu kepada berbagai pedoman dan dokumen dari
Bappenas, Kementerian Kesehatan, dan BKKBN.
1. Kabupaten Lahat
a) Pembahasan dan Pematangan draft RAD Kesehatan Ibu – KB Berbasis Hak
1) Pengantar:
Berdasarkan hasil pembahasan draft RAD Kesehatan Ibu – KB Berbasis
Hak yang telah dilakukan bersama oleh Tim Teknis yang difasilitasi oleh
Tim CHPM, draft RAD direvisi kembali. Revisi draft RAD tersebut
kemudian dibahas dan dimatangkan lagi melalui 2 kali workshop dan
sejumlah sesi diskusi informal yang difasilitasi oleh Koordinator Lapangan
CHPM di daerah.
2) Proses:
Proses capacity building dan pendampingan ini dilakukan melalui
workshop (2 kali). Di luar pertemuan resmi Koordinator Lapangan CHPM
terus melakukan pendampingan dengan melakukan kunjungan dan
11
diskusi dengan Tim Teknis di masing-masing perangkat daerah. Rincian
proses kegiatannya akan diuraikan selanjutnya.
Workshop 17-18 Desember 2018: Workshop dilakukan di Aula
Bappeda Kabupaten Lahat selama 2 hari (17-18 Desember 2018).
Pertemuan tersebut tidak dihadiri oleh nara sumber Pusat karena satu
dan lain hal. Meskipun demikian, proses workshop tetap berjalan sesuai
yang diharapkan.
Agar pembahasan RAD berjalan lebih efektif, workshop dilakukan
secara terpisah. Hari pertama (17 Desember 2018): pembahasan
substansi kesehatan dalam RAD sehingga hanya OPD Dinas Kesehatan
dan RSUD Lahat yang ikut serta. Sebaliknya, pada hari kedua (18
Desember 2018), karena agendanya pembahasan substansi KB dalam
RAD, OPD Dinas Kesehatan tidak ikut serta. Meskipun demikian, baik hari
pertama maupun hari kedua, Bappeda tetap hadir dan memimpin acara
workshop.
Reportase kegiatan tersebut dapat dilihat di link: http://manajemen-
pelayanankesehatan.net/2018/12/tindak-lanjut-pematangan-rad-integrasi-
kesehatan-ibu-dan-keluarga-berencana-berbasis-hak-lahat-17-18-desember-
2018/
Setelah workshop, dilakukan pendampingan oleh Koordinator
Lapangan CHPM di setiap OPD untuk lebih menyempurnakan substansi
RAD.
3) Output:
Diperolehnya hasil revisi draft RAD Kesehatan Ibu – KB Berbasis Hak
Kabupaten Lahat. Draft tersebut terus disempurnakan oleh Tim CHPM.
Workshop 5-6 Maret 2019: Draft RAD yang telah disempurnakan oleh
Tim CHPM kemudian dibahas dalam Workshop di Aula Bappeda selama 2
hari (5-6 Maret 2019). Berbeda dengan workshop sebelumnya, workshop
kali ini bersifat strategis karena terkait dengan kesepakatan strategi,
indicator, dan target. Oleh karena itu, pada workshop hari pertama (5
Maret 2019), semua pimpinan OPD dan eselon 3 (Kepala Bidang dan
Sekretaris OPD) diundang. Hasil kesepakatan tersebut menjadi acuan dan
12
tindak lanjut pembahasan oleh Tim Teknis pada workshop hari kedua (6
Maret 2019) keesokan harinya.
Nara sumber Pusat yang tidak sempat hadir dalam rangkaian
workshop tersebut karena satu dan lain hal.
Reportase kegiatan tersebut dapat dilihat di link: http://manajemen-
pelayanankesehatan.net/2019/03/pematangan-rad-integrasi-kesehatan-ibu-
dan-keluarga-berencana-berbasis-hak-kap-lahat-5-6-maret-2019/
Setelah workshop, dilakukan pendampingan kembali masing-masing OPD
oleh Koordinator Lapangan CHPM untuk melengkapi dan
menyempurnakan draft RAD tersebut.
Output:
Disepakatinya strategi, indicator, dan target dalam RAD oleh semua
pimpinan OPD.
Dihasilkannya revisi RAD Kabupaten Lahat.
2. Kabupaten Malang
a) Pembahasan dan Pematangan draft RAD Kesehatan Ibu – KB Berbasis Hak
1) Pengantar:
Berdasarkan hasil pembahasan draft RAD Kesehatan Ibu – KB Berbasis
Hak yang telah dilakukan bersama oleh Tim Teknis yang difasilitasi oleh
Tim CHPM, draft RAD direvisi kembali. Revisi draft RAD tersebut
kemudian dibahas dan dimatangkan lagi melalui 3 kali workshop dan
sejumlah sesi diskusi informal yang difasilitasi oleh Koordinator Lapangan
CHPM di daerah.
2) Proses:
Proses capacity building dan pendampingan ini dilakukan melalui
workshop (2 kali). Di luar pertemuan resmi Koordinator Lapangan CHPM
terus melakukan pendampingan dengan melakukan kunjungan dan
diskusi dengan Tim Teknis di masing-masing perangkat daerah. Rincian
proses kegiatannya akan diuraikan selanjutnya.
Workshop 4-5 Desember 2018: Workshop dilakukan di Aula Bappeda
selama 2 hari (4-5 Desember 2018). Diskusi lebih difokuskan pada
penyempurnaan data dan persamaan persepsi antar dinas terkait,
13
agar draft RAD yang akan diajukan dapat diterima dan disetujui oleh
kepala daerah, untuk selanjutnya dapat dijadikan acuan sebagai bahan
pembuatan perencanaan di daerah khususnya pada program kesehatan
ibu dan keluarga berencana di kabupaten Malang. Dalam workshop
tersebut, nara sumber pusat tidak hadir.
Reportase kegiatan tersebut dapat dilihat di link: http://manajemen-
pelayanankesehatan.net/2019/01/pembahasan-rad-integrasi-kesehatan-ibu-
dan-keluarga-berencana-berbasis-hak-kabupaten-malang-4-5-desember-2018/
Setelah workshop, dilakukan pendampingan oleh Koordinator Lapangan
CHPM di setiap OPD untuk terus mematangkan draft RAD.
3) Output:
a) Disepakatinya draft kebijakan dalam RAD hasil pemikiran Tim Teknis
sebagai dasar advokasi kepada pimpinan masing-masing.
b) Disepakatinya usulan untuk memasukkan sasaran remaja putus
sekolah dan anak jalanan karena banyaknya kasus sex bebas atau
pernikahan dini yang berpotensi meningkatkan risiko kehamilan.
c) Diperolehnya berbagai kesepakatan untuk penyempurnaan RAD.
Workshop 24-25 Januari 2019 : Workshop dilakukan di Aula Bappeda
selama 2 hari (24-25 Januari 2019). Pertemuan digelar selama dua hari
dengan skenario hari pertama adalah pertemuan bersama pimpinan
perangkat daerah beserta pejabat eselon III pada Dinas Kesehatan,
Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana, dan Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Malang. Pertemuan hari
kedua khusus dilakukan dengan peserta Tim Teknis. Dalam workshop
tersebut, tidak ada nara sumber pusat yang hadir karena satu dan lain
hal. Reportase kegiatan tersebut dapat dilihat di link: http://manajemen-
pelayanankesehatan.net/2019/01/pembahasan-lanjutan-rad-integrasi-
kesehatan-ibu-dan-keluarga-berencana-berbasis-hak-malang-24-25-januari-
2019/
Setelah workshop, dilakukan pendampingan oleh Koordinator
Lapangan CHPM di setiap OPD untuk terus mematangkan draft RAD.
Output: Diperolehnya berbagai masukan untuk penyempurnaan RAD
baik yang bersifat strategis (kebijakan) maupun yang bersifat
operasional.
14
Workshop 25 Februari 2019: Workshop dilakukan di Ruang Rapat
Kartanegara Pendopo Kabupaten Malang selama 1 hari (25 Februari
2019). Pertemuan dibuka dan dipimpin langsung oleh Kepala Bappeda
Kabupaten Malang. Pertemuan ini merupakan pertemuan pimpinan
(eselon II dan III) semua OPD terkait. Tujuannya untuk menetapkan hal-
hal strategis yang dibutuhkan dalam RAD. Dalam pertemuan tersebut
nara sumber pusat tidak ada yang hadir.
Kepala Bappeda meminta semua pimpinan OPD untuk memilah dan
memilih indicator outcome apa saja yang bisa dicapai dalam kurun waktu
3 tahun (hingga 2021) sesuai periode RPJMD terakhir.
Reportase kegiatan tersebut dapat dilihat di link: http://manajemen-
pelayanankesehatan.net/2019/03/pembahasan-lanjutan-rad-integrasi-
kesehatan-ibu-dan-keluarga-berencana-berbasis-hak-kab-malang-25-februari-
2019/
Output: Disepakatinya indicator dampak dan outcome untuk RAD sesuai
RPJMD dan kemampuan Kabupaten Malang sehingga agak berbeda
dengan 2 kabupaten lainnya. Perbedaan tersebut terdapat pada indicator
outcome 1a dan 9b (Lihat Gambar 2).
15
Gambar 2 Logical Framework RAD Kabupaten Malang
16
3. Kabupaten Aceh Barat
a) Pembahasan dan Pematangan draft RAD Kesehatan Ibu – KB Berbasis Hak
1) Pengantar:
Berdasarkan hasil pembahasan draft RAD Kesehatan Ibu – KB Berbasis
Hak yang telah dilakukan bersama oleh Tim Teknis yang difasilitasi oleh
Tim CHPM, draft RAD direvisi kembali. Revisi draft RAD tersebut
kemudian dibahas dan dimatangkan lagi melalui 3 kali workshop dan
sejumlah sesi diskusi informal yang difasilitasi oleh Koordinator Lapangan
CHPM di daerah.
2) Proses:
Proses capacity building dan pendampingan ini dilakukan melalui
workshop (3 kali). Di luar pertemuan resmi Koordinator Lapangan CHPM
terus melakukan pendampingan dengan melakukan kunjungan dan
diskusi dengan Tim Teknis di masing-masing perangkat daerah. Rincian
proses kegiatannya akan diuraikan selanjutnya.
Workshop 19-20 Desember 2018: Workshop dilakukan di Aula
Bappeda selama 2 hari (19-20 Desember 2018). Pertemuan hari pertama
pembahasan finalisasi dilakukan bersama Dinas Kesehatan, RSUD Cut
Nyak Dien Meulaboh dan Bappeda berfokus pada perbaikan Lampiran
RAD terkait kegiatan pokok dan rincian kegiatan. Sedangkan, hari kedua
kolaborasi dilakukan bersama OPD lintas sektor terkait dengan focus
sosialisasi RAD terkait kegiatan Integrasi Kesehatan Ibu – KB Kabupaten
Aceh Barat. Dalam workshop tersebut nara sumber pusat tidak hadir.
Setelah pertemuan Hari ke-2, pimpinan OPD disertai dengan Tim CHPM
menghadap Bupati Aceh Barat untuk melaporkan proses dan hasil yang
telah dicapai sekaligus memohon dukungan kebijakan. NOTE: hingga
laporan ini ditulis, hanya di Kabupaten Aceh Barat, proses pendampingan
bisa disampaikan langsung kepada bupati.
Reportase kegiatan tersebut dapat dilihat di link: http://manajemen-
pelayanankesehatan.net/2018/12/tindak-lanjut-pematangan-rad-
integrasi-kesehatan-ibu-dan-keluarga-berencana-berbasis-hak-lahat-17-
18-desember-2018/
17
3) Output:
a) Diperolehnya masukan untuk penyempurnaan RAD dari para
pemangku kepentingan.
b) Diperolehnya dukungan Bupati Aceh Barat untuk RAD.
Workshop 29-30 Januari 2019: Workshop dilakukan di Aula Bappeda
selama 2 hari (29-30 Januari 2019). Hari pertama khusus pertemuan
pimpinan OPD terkait (Eselon II & III) dengan agenda untuk membahas
dan menyepakati hal-hal yang bersifat strategis dalam RAD. Hari kedua
khusus pertemuan Tim Teknis untuk menindaklanjuti hasil keputusan
pimpinan OPD di hari pertama. Dalam pertemuan tersebut, nara sumber
pusat tidak sempat hadir.
Reportase kegiatan tersebut dapat dilihat di link: http://manajemen-
pelayanankesehatan.net/2019/01/pematangan-rad-integrasi-kesehatan-
ibu-dan-keluarga-berencana-berbasis-hak-29-30-januari-2019/
Output: (1) Diperolehnya kesepakatan strategis pimpinan OPD dalam
draft RAD, (2) Diperolehnya masukan untuk perbaikan draft RAD.
Workshop 1 Maret 2019: Workshop dilakukan di Aula Bappeda
selama 1 hari (1 Maret 2019). Skenario awal: pertemuan akan dilakukan
hingga sore hari yang dibagi dalam 2 sesi. Sesi 1 (pagi hari): khusus untuk
pertemuan pimpinan. Sesi 2 (siang dan sore hari): khusus untuk
pertemuan Tim Teknis.
Dalam pelaksanaannya, scenario tersebut sulit dilaksanakan sehingga
pertemuan sesi 1 dan 2 digabung. Meskipun demikian, tujuan pertemuan
tetap bisa dicapai. Nara sumber pusat tidak sempat hadir.
Reportase kegiatan tersebut dapat dilihat di link: http://manajemen-
pelayanankesehatan.net/2019/03/finalisasi-rad-integrasi-kesehatan-ibu-
dan-keluarga-berencana-berbasis-hak-aceh-barat-1-maret-2019/
Output: Disepakatinya indicator dampak dan outcome untuk RAD sesuai
RPJMD dan kemampuan Kabupaten Aceh Barat yang mirip dengan RAD
Kabupaten Lahat tetapi agak berbeda dengan RAD Kabupaten Malang
khususnya dalam indicator outcome 1a dan 9b (Lihat Gambar 3).
18
b) Masukan Saat Kegiatan Monitoring Evaluasi Tim Pusat Di Meulaboh 27-28
Maret 2019
Pada tanggal 27-28 Maret 2019, Tim Pusat yang terdiri dari Bappenas,
Kementerian Kesehatan, BKKBN (pusat dan Provinsi Aceh), Kementerian
Dalam Negeri, dan UNFPA, melakukan monitoring-evaluasi kegiatan piloting
Integrasi Kesehatan Ibu – KB Berbasis Hak di Kabupaten Aceh Barat. Dalam
kesempatan tersebut, substansi RAD juga dibahas. Beberapa masukan
penting adalah:
1) RAD harus dilengkapi dengan costing atau penghitungan biayanya agar
diketahui gambaran besaran biaya yang dibutuhkan untuk implementasi
RAD, sekaligus dicarikan alternative sumber pembiayaannya.
2) Analisis Situasi agar diperdalam untuk memetakan kondisi awal semua
indicator RAD. Jika terdapat kesenjangan, perlu digali akar penyebabnya
agar intervensinya bisa tepat.
3) Target RAD agar dijabarkan setiap tahun sehingga memudahkan untuk
proses pengendalian dan monitoringnya.
4) Dengan terjadinya kematian ibu (2 orang) hingga Maret 2019, RAD perlu
direview berdasarkan hasil AMP untuk menilai apakah penyebab masalah
kematian ibu tersebut sudah diprogramkan dalam RAD.
5) Tim Koordinasi dan Tim Teknis perlu ditetapkan pembagian tugas dan
tanggung jawabnya agar jelas siapa melakukan apa.
19
Gambar 3 Logical Framework RAD Kabupaten Aceh Barat dan Kabupaten Lahat
20
BAB III
GAMBARAN SEMENTARA RAD
A. Pendahuluan
Rencana Aksi Daerah Kesehatan Ibu - KB Berbasis Hak adalah rencana aksi
program daerah di bidang Kesehatan Ibu - KB Berbasis Hak dalam bentuk sasaran,
program, kegiatan, indikator, pentahapan capaian target, dan pelaksananya. Integrasi
Kesehatan Ibu – KB Berbasis Hak adalah suatu sistem yang mengintegrasikan
perencanaan, penganggaran, implementasi, pemantauan dan evaluasi program
kesehatan ibu dengan program KB berbasis hak yang berfokus terhadap WUS-PUS
Berisiko, Bumil Berisiko, dan Bufas Berisiko, dengan tujuan akhir untuk menurunkan kasus
kematian ibu.
B. Gambaran yang Diinginkan
Gambaran yang diinginkan jika Rencana Aksi Daerah ini bisa dilaksanakan
sepenuhnya adalah terwujudnya suatu sistem yang mampu mengarahkan dan
mengendalikan perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan monitoring-evaluasi
Integrasi Kesehatan Ibu – KB Berbasis Hak. Sistem tersebut tidak berjalan sendiri tapi
diarahkan dan dikendalikan secara langsung oleh “Pos Komando” yang siap dalam 24 jam
setiap hari. Sistem tersebut secara tidak langsung dipantau oleh Bupati beserta pejabat
terkait. Sistem tersebut juga didukung oleh peran serta masyarakat yang besar. Secara
konseptual, system tersebut juga diwarnai oleh Bridging Leadership Approach dan dua
dokumen utama yaitu RAN Kesehatan Ibu dan RFP (Lihat Gambar 4).
C. Strategi Operasional
Terdapat 4 strategi operasional dalam RAD ini. Strategi operasional tersebut
terdiri dari strategi operasional utama dan strategi operasional pendukung.
1. Strategi operasional utama
a) Meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan ibu – KB berbasis hak dan pelayanan
rujukan melalui peningkatan tata kelola integrasi Kesehatan Ibu – KB Berbasis Hak.
21
2. Strategi operasional pendukung
a) Menjamin ketersediaan sumberdaya untuk mendukung integrasi kesehatan ibu –
KB berbasis hak.
b) Meningkatkan peranserta aktif masyarakat untuk mendukung integrasi kesehatan
ibu –KB berbasis hak;
c) Memantapkan kepemimpinan dalam mendukung integrasi kesehatan ibu – KB
berbasis hak.
Baik strategi operasional utama maupun strategi operasional pendukung
dijabarkan ke dalam program hingga kegiatan, termasuk indikatornya. Indikator yang
dikembangkan sesuai dengan rumusan target yang disepakati.
22
Gambar 4 Gambaran yang Diinginkan
23
D. Target
Target yang akan dicapai pada akhir periode RAD adalah sebagai berikut.
1. Target Dampak:
a) Jumlah Kematian Ibu
2. Target Outcome Antara:
a) Proporsi ibu hamil beresiko yang perlu untuk diselamatkan
b) Tingkat penggunaan kontrasepsi modern (M-CPR/Contraceptive Prevalence Rate)
c) Unmet Need
3. Target Outcome Langsung:
a) (1) Proporsi WUS DO dan anak jalanan berisiko yang mendapat KIE tentang
kesehatan reproduksi (Untuk Kabupaten Aceh Barat dan Kabupaten Lahat:
Proporsi WUS berisiko yang membaik), (2) Proporsi WUS-PUS berisiko yang hamil
b) Proporsi kegawatdaruratan bumil dan bulin berisiko
c) Proporsi keterlambatan penanganan kegawatdaruratan bumil dan bulin normal
d) Proporsi keterlambatan penanganan kegawatdaruratan bufas berisiko
e) Proporsi WUS-PUS yang yang dikelola yang menjadi akseptor KB
f) Proporsi akseptor KB yang terpenuhi haknya
g) (1) Proporsi WUS berisiko yang dikawal, (2) Proporsi WUS-PUS berisiko yang
dikawal, (3) Proporsi bumil dan bulin normal yang mengalami kegawatdaruratan
yang dikawal.
h) (1) Proporsi proses pelayanan integrasi kesehatan ibu – KB berbasis hak yang
berjalan di desa, (2) Proporsi proses pelayanan KB berbasis hak yang berjalan di
Puskesmas PONED, (3) Proporsi proses pelayanan KB berbasis hak yang berjalan di
RS PONEK, (4) Berfungsinya sistem informasi pendukung penggerakan,
pengawasan, dan pengendalian integrasi pelayanan kesehatan ibu – KB berbasis
hak
i) (1) Proporsi kelompok masyarakat yang peduli terhadap keselamatan ibu berisiko:
dari 390 menjadi 400 (meningkat setiap tahun hingga mendekati total semua
kelompok masyarakat), (2) Proporsi akseptor MKJP (Untuk Kabupaten Aceh Barat
dan Kabupaten Lahat: Proporsi PUS yang pertama kali ber-KB dengan kontrasepsi
modern)
24
j) Proporsi kebijakan pendukung integrasi kesehatan ibu – KB berbasis hak yang
telah dibuat.
E. Rincian Strategi
1. Strategi Operasional Utama: Meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan ibu – KB
berbasis hak dan pelayanan rujukan melalui peningkatan tata kelola integrasi
Kesehatan Ibu – KB Berbasis Hak. Strategi Operasional Utama dijabarkan ke dalam 6
program beserta indicatornya yaitu:
a) Program Peningkatan akses dan kualitas penjaringan WUS berisiko
Indikator Outcome 1a: Proporsi WUS DO dan anak jalanan berisiko yang
mendapat KIE tentang kesehatan reproduksi (Untuk Kabupaten Aceh Barat dab
Kabupaten Lahat: Proporsi WUS berisiko yang membaik)
Indikator Outcome 1b: Proporsi WUS-PUS berisiko yang hamil
b) Program Peningkatan kualitas tatakelola bumil dan bulin berisiko
Indikator Outcome 2: Proporsi kegawatdaruratan bumil dan bulin berisiko
c) Program Peningkatan kualitas tatakelola kegawatdaruratan bumil dan bulin
normal
Indikator outcome 3: Proporsi keterlambatan penanganan kegawatdaruratan
bumil dan bulin normal
d) Program Peningkatan kualitas tata kelola bufas berisiko
Indikator Outcome 4: Proporsi keterlambatan penanganan kegawatdaruratan
bufas berisiko
e) Program Peningkatan tata kelola pelayanan KB dalam integrasi kesehatan ibu –
KB berbasis hak
Indikator Oucome 5: Proporsi PUS yang dikelola yang menjadi akseptor KB
f) Program Peningkatan tata kelola pelayanan KB Berbasis Hak
Indikator Outcome 6: Proporsi akseptor KB yang terpenuhi haknya.
Masing-masing indicator outcome dari setiap program dijabarkan ke dalam
sejumlah indicator output.
25
Tabel 1 Indikator untuk Strategi Operasional Utama
Indikator
No Outcome No Output
1a Proporsi WUS DO & anak jalanan
yang mendapat KIE kespro
(Untuk Kab. Aceh Barat & Kab. Lahat:
Proporsi WUS berisiko yang
membaik)
1.1.1 Proporsi WUS DO berisiko yang terjaring
1.1.2 Proporsi WUS anak jalanan berisiko yang terjaring
Proporsi WUS SMP/sederajat berisiko yang terjaring
Proporsi WUS SMP/sederajat berisiko yang dipulihkan/diobati
Proporsi WUS SMA/sederajat berisiko yang terjaring
Proporsi WUS SMA/sederajat berisiko yang dipulihkan/diobati
1b Proporsi WUS-PUS berisiko yang
hamil
1.2.1 Proporsi WUS catin berisiko yang terjaring
1.2.2 Proporsi WUS catin berisiko yang dipulihkan dan atau diobati
1.3.1 Proporsi WUS-PUS berisiko yang terjaring
1.3.2 Proporsi WUS-PUS berisiko yang dipulihkan dan diobati
2 Proporsi kegawatdaruratan bumil
dan bulin berisiko
2.1.1 Proporsi bumil berisiko yang mendapat ANC
2.1.2 Proporsi bumil berisiko yang membawa Buku KIA saat ANC
2.1.3 Proporsi bumil berisiko yang dirujuk saat kehamilan
2.1.4 Proporsi bumil berisiko yang memanfaatkan RTK menjelang
persalinan di RS PONEK
3 Proporsi keterlambatan penanganan
kegawatdaruratan bumil dan bulin
normal
3.1.1 Proporsi rujukan kegawatdaruratan bumil dan bulin normal ke
RS PONEK yang didampingi bidan
3.1.2 Proporsi bumil dan bulin normal yang mengalami
kegawatdaruratan dengan kondisi umum stabil saat tiba di RS
PONEK
4 Proporsi keterlambatan penanganan
kegawatdaruratan bufas berisiko
4.1.1 Proporsi bufas berisiko yang mendapat pendampingan oleh
bidan
4.1.2 Proporsi bufas berisiko yang memanfaatkan RTK
4.1.3 Proporsi bufas berisiko yang yang dirujuk ke RS PONEK
5 Proporsi WUS-PUS yang dikelola
yang menjadi akseptor KB
5.1.1 Proprosi WUS-PUS yang menjadi akseptor KB selama proses
penyembuhan/pemulihan
5.1.2 Proporsi bufas berisiko yang menjadi akseptor KB
5.1.3 Proporsi bumil dan bulin normal yang mengalami
kegawatdaruratan yang menjadi akseptor KB
6 Proporsi akseptor KB yang terpenuhi 6.1.1 Proporsi calon akseptor yang menerima KIE
26
haknya
6.1.2 Proporsi calon akseptor yang menerima konseling
6.1.3 Meningkatnya proporsi calon akseptor yang menerima Informed
Choice
6.1.4 Proporsi calon akseptor yang menerima Informed Concent
6.1.5 Proporsi calon akseptor yang menerima screening
6.2.1 Proporsi akseptor MKJP yang menerima layanan H+1
6.2.2 Proporsi akseptor MKJP yang menerima layanan H>7
6.3.1 Proporsi mantan akseptor pasca pencabutan MKJP yang
menerima layanan H+1
6.3.2 Proporsi mantan akseptor pasca pencabutan MKJP yang
menerima layanan H>7
6.4.1 Proporsi akseptor non MKJP yang menerima Informed Choice
6.4.2 Proporsi akseptor non MKJP yang menerima Informed Concent
6.4.3 Proporsi akseptor non MKJP yang menerima screening
6.4.4 Proporsi akseptor non MKJP yang ganti metode ke MKJP yang
menerima layanan H+1
6.4.5 Proporsi akseptor non MKJP yang ganti metode ke MKJP yang
menerima layanan H>7
2. Strategi Operasional Pendukung 1: Menjamin ketersediaan sumberdaya untuk
mendukung integrasi kesehatan ibu – KB berbasis hak. Strategi Operasional
Pendukung 1 dijabarkan ke dalam program yaitu:
a) Program Peningkatan ketersediaan sumberdaya untuk mendukung integrasi
kesehatan ibu – KB berbasis hak
Indikator Outcome 7a: Proporsi WUS berisiko yang terkelola
Indikator Outcome 7b: Proporsi WUS-PUS berisiko yang terkelola
Indikator Outcome 7c: Proporsi bumil dan bulin normal yang mengalami
kegawatdaruratan yang terkelola
Indikator Outcome 8a: Proporsi proses pelayanan integrasi kesehatan ibu - KB
berbasis hak di desa yang berjalan
Indikator Outcome 8b: Proporsi proses pelayanan integrasi kesehatan ibu - KB
berbasis hak di Puskesmas PONED yang berjalan
27
Indikator Outcome 8c: Proporsi proses pelayanan integrasi kesehatan ibu - KB
berbasis hak di RS PONEK yang berjalan.
Indikator Outcome 8d: Terintegrasi/tidaknya sistem informasi pendukung
penggerakan, pengawasan, dan pengendalian integrasi kesehatan ibu - KB
berbasis hak.
Masing-masing indicator outcome dijabarkan ke dalam sejumlah indicator output.
Tabel 2 Indikator untuk Strategi Operasional Pendukung 1
Indikator
No Outcome No Outcome
7a Proporsi WUS berisiko yang terkelola 7.1.1 Tersedia/tidaknya “pos komando” penggerak, pengawas, dan
pengendali implementasi integrasi kesehatan ibu – KB berbasis hak
7.2.1 Proporsi temuan WUS DO berisiko yang terjaring dan dikawal
secara periodic
7.2.2 Proporsi temuan WUS anak jalanan berisiko yang terjaring dan
dikawal secara periodic
7b Proporsi WUS-PUS berisiko yang
terkelola
7.3.1 Proporsi temuan WUS catin berisiko yang terjaring dan dikawal
secara periodic
7.3.2 Proporsi temuan WUS-PUS berisiko yang terjaring dan dikawal
secara periodic
7.3.3 Proporsi temuan bumil berisiko yang terjaring dan dikawal secara
periodic
7.3.4 Proporsi penanganan bulin berisiko yang dikawal secara ketat
7.3.5 Proporsi temuan bufas berisiko yang terjaring dan dikawal secara
periodic
7c Proporsi bumil dan bulin normal
yang mengalami kegawatdaruratan
yang terkelola
7.4.1 Proporsi penanganan kegawatdaruratan bumil dan bulin normal
yang dikawal secara ketat
8a Proporsi proses pelayanan integrasi
kesehatan ibu - KB berbasis hak di
desa yang berjalan
8.1.1 Merata/tidaknya distribusi bidan desa
8.2.1 Terpenuhi/tidaknya kebutuhan minimal PLKB
8b Proporsi proses pelayanan integrasi
kesehatan ibu - KB berbasis hak di
Puskesmas PONED yang berjalan
8.3.1 Tersedia/tidaknya fasilitas PONED sesuai standar
8.4.1 Terpenuhi/tidaknya kebutuhan obat untuk implementasi integrasi
kesehatan ibu – KB Berbasis Hak di Puskesmas PONED
8.4.2 Terpenuhi/tidaknya kebutuhan reagen untuk implementasi
integrasi kesehatan ibu – KB Berbasis Hak di Puskesmas PONED
8.4.3 Terpenuhi/tidaknya kebutuhan alat kontrasepsi untuk
implementasi integrasi kesehatan ibu – KB Berbasis Hak di
28
Puskesmas PONED
8.4.4 Terpenuhi/tidaknya kebutuhan peralatan kesehatan untuk
implementasi integrasi kesehatan ibu – KB Berbasis Hak di
Puskesmas PONED
8c Proporsi proses pelayanan integrasi
kesehatan ibu - KB berbasis hak di RS
PONEK yang berjalan
8.5.1 Terpenuhi/tidaknya kebutuhan dokter spesialis untuk pelayanan
PONEK 24 jam setiap hari
8.5.2 Terpenuhi/tidaknya kebutuhan dokter umum untuk pelayanan
PONEK 24 jam setiap hari di RSUD Lawang
8.5.3 Tersedia/tidaknya fasilitas PONEK sesuai standar
8.5.4 Terpenuhi/tidaknya kebutuhan alat kontrasepsi untuk
implementasi integrasi kesehatan ibu – KB Berbasis Hak di RS
PONEK
8d Terintegrasi/tidak-nya sistem
informasi pendukung penggerakan,
pengawasan, dan pengendalian
integrasi kesehatan ibu - KB berbasis
hak
8.6.1 Tersedianya system informasi pendukung yang sesuai dengan
kapasitas dan teknologi informasi yang tersedia
3. Strategi Operasional Pendukung 2: Meningkatkan peranserta aktif masyarakat untuk
mendukung integrasi kesehatan ibu –KB berbasis hak. Strategi Operasional Pendukung
2 dijabarkan ke dalam program yaitu:
a) Program Peningkatan peran serta masyarakat
Indikator Outcome 9a: Proporsi kelompok masyarakat yang peduli terhadap
keselamatan ibu berisiko
Indikator Outcome 9b: Proporsi
Masing-masing indicator outcome dijabarkan ke dalam sejumlah indicator output.
Tabel 3 Indikator untuk Strategi Operasional Pendukung 2
Indikator
No Outcome No Output
9a Proporsi kelompok masyarakat yang
peduli terhadap keselamatan ibu
berisiko
9.1.1 Proporsi kelompok masyarakat peduli kesehatan ibu
9.1.2 Proporsi kader kesehatan yang mendampingi ibu berisiko
9b Proporsi akseptor MKJP
(Untuk Kab. Aceh Barat & Kab. Lahat:
Proporsi PUS yang pertama kali ber-KB
dengan kontrasepsi modern)
9.2.1 Jumlah penyuluhan tentang kontrasepsi modern jangka panjang
oleh tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh agama dll yang dibiayai
pemerintah
29
4. Strategi Operasional Pendukung 3: Memantapkan Kepemimpinan Dalam Mendukung
Integrasi Kesehatan Ibu – Kb Berbasis Hak. Strategi Operasional Pendukung 3
dijabarkan ke dalam program yaitu:
a) Program Penyusunan kebijakan pendukung integrasi kesehatan ibu – KB berbasis
hak
Indikator Outcome 10: Proporsi kebijakan pendukung integrasi kesehatan ibu –
KB berbasis hak yang telah dibuat
Indicator outcome 10 dijabarkan ke dalam 3 indicator output.
Tabel 4 Indikator untuk Strategi Operasional Pendukung 3
Indikator
No Outcome No Output
10 Proporsi kebijakan pendukung
integrasi kesehatan ibu – KB
berbasis hak yang telah dibuat
10.1.1 Proporsi kebijakan tata kelola integrasi kesehatan ibu – KB
Berbasis Hak yang terbit
10.2.1 Proporsi kebijakan untuk memperkuat supply side yang terbit
10.3.1 Proporsi kebijakan untuk memperkuat demand side (sisi
permintaan) masyarakat terhadap pelayanan kesehatan ibu – KB
berbasis hak
F. Peta Strategi
1. Peta Strategi Kabupaten Aceh Barat dan Kabupaten Lahat
Karena permasalahan dan kondisi umumnya mirip, Peta Strategi Kabupaten Aceh
Barat dan Kabupaten Lahat menjadi sama (Lihat Gambar 5). Peta Strategi tersebut
dikembangkan berdasarkan konsep Balanced Scorecard dari Kaplan & Norton (1996)
kemudian diadopsi sesuai kebutuhan dan kesesuaian.
2. Peta Strategi Kabupaten Malang
Secara mendasar, perbedaan utama dari Peta Strategi Kabupaten Malang
dibandingkan dengan Peta Strategi kedua kabupaten lainnya terletak pada Indikator
Outcome 1a dan 9b (Lihat Gambar 6).
30
Gambar 5 Peta Strategi RAD Kabupaten Aceh Barat dan Kabupaten Lahat
31
Gambar 6 Peta Strategi RAD Kabupaten Malang
32
BAB IV
REKOMENDASI PENJABARAN RAD KE DALAM PERENCANAAN DAN
PENGANGGARAN RENCANA KERJA OPD 2020
A. Pendahuluan
RAD disusun untuk bisa dilaksanakan. Oleh karena itu, RAD harus dijabarkan ke
dalam Rencana Kerja setiap OPD tahun 2020 termasuk penganggarannya. Bab IV ini
akan menguraikan hal ini.
B. Alur Pikir
Berdasarkan Alur Pikir (Lihat Gambar 7), hubungan dan keterkaitan antara RAD
dengan Rencana Kerja menjadi jelas. Penjabaran RAD menjadi Renja melewati beberapa
tahap.
Gambar 7 Alur Pikir dari RAD menjadi Rencana Kerja OPD
33
C. Rekomendasi Penjabaran RAD Ke Dalam RENJA OPD 2020
Berdasarkan hasil proses capacity building dan pendampingan sejak awal tahun
2018, dapat diperoleh sejumlah rekomendasi sebagai berikut:
1. Mengingat sebagian besar program dan kegiatan dalam RAD sudah dilaksanakan
sebelumnya tetapi tanpa koordinasi yang jelas, maka penjabaran RAD ke dalam
Renja 2020 tidak selalu membutuhkan anggaran yang besar. Penganggaran lebih
difokuskan pada koordinasi mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga monitoring
dan evaluasi bersama.
2. Program dan kegiatan dalam RAD harus dirinci dan dijabarkan hingga ke level Seksi
di masing-masing OPD. Hal ini penting karena Rencana Kerja akan disusun oleh
setiap Seksi sesuai dengan tugas dan fungsinya.
3. Prioritas kegiatan dalam RAD yang dijabarkan ke dalam Renja OPD 2020 harus sesuai
dengan penyebab masalah utama. Hal inilah yang akan membedakan substansi RAD
di ketiga daerah uji coba.
4. Besaran anggaran perlu dihitung sebagai salah satu bahan pertimbangan dalam
menentukan prioritas. Setelah besaran anggaran diketahui, selanjutnya perlu
dipikirkan sumber pembiayaan mana saja yang bisa diupayakan.
34
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Hingga akhir Maret 2019, proses capacity building dan pendampingan di 3 daerah uji
coba telah berhasil menyelesaikan Draft Final Rencana Aksi Daerah Integrasi
Kesehatan Ibu – KB Berbasis Hak.
2. Meskipun belum memiliki legalitas (Peraturan Bupati), draft RAD tersebut telah
dijadikan acuan dalam penyusunan Rencana Kerja 2020 semua OPD terkait.
3. Draft Final RAD tersebut masih harus disempurnakan sesuai umpan balik dari Tim
Pusat.
B. Saran
1. Untuk Tim Pusat:
a. Perlu dukungan pembiayaan yang memadai agar akselerasi implementasi RAD ke
dalam Renja 2020 bisa berjalan optimal.
b. Jika tidak bisa hadir langsung saat workshop, Tim Pusat diharapkan dapat tetap
berkontribusi melalui Skype atau Webinar.
2. Untuk Tim Daerah:
a. RAD (meskipun masih berupa draft) diharapkan menjadi acuan semua OPD terkait
dalam penyusunan Renja 2020.
b. Bappeda diharapkan terus dapat mengawal dan mengkoordinasi penjabaran RAD
ke dalam Renja 2020 semua OPD terkait.
35
BAB VI
RENCANA TINDAK LANJUT
Tindak lanjut yang akan dilakukan segera adalah:
1. Tim CHPM akan segera menugaskan seorang konsultan pembiayaan untuk menghitung
costing Rencana Aksi Daerah di 3 lokasi uji coba;
2. Koordinator Lapangan CHPM di 3 lokasi akan melakukan pendalaman analisis situasi
terkait semua target Rencana Aksi Daerah.
3. Titik “0” atau baseline data tahun 2018 untuk semua indicator outcome dalam RAD akan
dicari datanya, sekaligus untuk menilai sejauh mana tingkat kesulitan untuk memperoleh
dan mengolah datanya. Hal ini akan menjadi pertimbangan jika diperlukan revisi
indicator outcome.
4. Akan dilakukan penyempurnaan naskah Rencana Aksi Daerah sesuai rekomendasi
sementara dari Tim Pusat.
5. Simultan dengan semua kegiatan tersebut, Tim CHPM akan melakukan pendampingan
penyusunan TOR untuk setiap kegiatan dalam Renja 2020 khususnya yang gerkait
dengan RAD.