PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT PARTISIPASI ANGKATAN
KERJA, RATA-RATA LAMA SEKOLAH, DAN UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA
TERHADAP TINGKAT PENGANGGURAN DI PROVINSI BANTEN TAHUN 2010-2017
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi (S.E)
Disusun Oleh:
Dena Putri Bastari
NIM: 11150840000020
PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2019 M/1441 H
v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. IDENTITAS PRIBADI
Nama Lengkap : Dena Putri Bastari
Tempat, Tanggal Lahir : Tangerang, 06 April 1997
Alamat : Jl. Larisma RT001/09 No, 60
Kel. Pondok Aren Kec. Pondok Aren
Tangerang Selatan 15224
Telepon : 0895399592011
Email : [email protected]
II. LATAR BELAKANG KELUARGA
Ayah : Nurman Bastari
Tempat, Tanggal Lahir : Bogor, 08 Juli 1960
Ibu : Titin Rusmiatin
Tempat, Tanggal Lahir : Kuningan, 14 Januari 1967
Anak ke- : 2 dari 2 bersaudara
III. PENDIDIKAN
1. SD Negeri Pondok Aren 01 Tahun 2003 – 2009
2. SMP Negeri 03 Tangerang Tahun 2009 – 2012
3. SMA Negeri 12 Tangerang Tahun 2012 – 2015
4. S1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2015 – 2019
vi
ABSTRACT
This study aims to analyze and determine the Effect of Economic Growth,
Labor Force Participation Rate, Average Length of School, and Regency / City
Minimum Wage on Unemployment Rates in Banten Province in 2010 - 2017 (Case
Study: District / City in Banten Province). This study uses secondary data and uses
panel data analysis with the Random Effect Model (REM) approach using eviews 9.
The results show that economic growth and district / city minimum wages have a
negative and significant effect on unemployment rates in Banten Province in 2010 -
2017 While the level of labor force participation has a positive and significant effect.
Then, the average length of school has a negative but not significant effect on the
unemployment rate in Banten Province in 2010 - 2017. R-Square value of 0.5175
which means that the relationship between the dependent and independent variables
can be explained by 51.75% in the model and the remaining 48.25% are explained
outside the estimation model.
Keywords: Unemployment Rate, Economic Growth, Labor Force Participation Rate,
Average Length of School, Regency / City Minimum Wage, Random Effect Model
(REM).
vii
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan mengetahui Pengaruh
Pertumbuhan Ekonomi, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja, Rata-rata Lama Sekolah,
dan Upah Minimum Kabupaten/Kota Terhadap Tingkat Pengangguran Di Provinsi
Banten Tahun 2010 – 2017 (Studi Kasus: Kabupaten/Kota di Provinsi Banten).
Penelitian ini menggunakan data sekunder dan menggunakan analisis data panel
dengan pendekatan Random Effect Model (REM) menggunakan eviews 9.. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi dan upah minimum
kabupaten/kota berpengaruh secara negatif dan signifikan terhadap tingkat
pengangguran di Provinsi Banten Tahun 2010 – 2017. Sedangkan tingkat partisipasi
angkatan kerja berpengaruh secara positif dan signifikan. Lalu, rata-rata lama sekolah
berpengaruh secara negatif tetapi tidak signifikan terhadap tingkat pengangguran di
Provinsi Banten Tahun 2010 – 2017. Nilai R-Square sebesar 0,5175 yang berarti
bahwa hubungan antara variabel dependen dan independen dapat dijelaskan sebesar
51,75% di dalam model dan sisanya 48,25% dijelaskan di luar model estimasi.
Kata kunci : Tingkat Pengangguran, Pertumbuhan Ekonomi, Tingkat Partisipasi
Angkatan Kerja, Rata-rata Lama Sekolah, Upah Minimum Kabupaten/Kota, Random
Effect Model (REM).
viii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Assalamualaikum Wr. Wb
Alhamdulillah segala puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat
Allah SWT atas segala nikmat, rahmat, dan kasih sayang-Nya kepada penulis selama
ini sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “PENGARUH
PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT PARTISIPASI ANGKATAN
KERJA, RATA-RATA LAMA SEKOLAH, DAN UPAH MINIMUM
KABUPATEN/KOTA TERHADAP TINGKAT PENGANGGURAN DI
PROVINSI BANTEN TAHUN 2010 – 2017” dengan baik. Shalawat serta salam
semoga tercurahkan kepada baginda Nabi Besar Muhammad SAW yang telah
memberikan syafa’atnya kepada umatnya dari zaman jahiliyah ke zaman yang penuh
dengan ilmu pengetahuan.
Skripsi ini disusun dalam rangka memnuhi syarat-syarat guna memperoleh
gelar Sarjana Ekonomi di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
sehubungan dengan selesainya penyusunan dan penyelesaian skripsi ini, penulis
menyadari bahwasanya dalam menyelesaikan skripsi ini tidak terlepas dari
bimbingan, motivasi, dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karenanya dalam
kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih sebesar-besarnya kepada
semua pihak yang telah membantu penulis. Adapun ungkapan terima kasih penulis
sampaikan kepada:
1. Orang tua penulis, Mama saya Titin Rusmiatin yang selalu mendoakan
penulis tanpa henti dan restu serta dukungan moril maupun materil sehingga
penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan optimis. Terima
kasih atas segalanya, semoga panjang umur dan sehat selalu sehingga saya
dapat membahagiakan mama. Aamiin. Dan juga terima kasih kepada Alm.
Bapak saya Nurman Bastari yang selama hidupnya selalu mendukung saya
ix
dan mendidik saya untuk menjadi anak yang baik, semoga Bapak selalu
bahagia di surga-Nya. Aamiin.
2. Teteh saya tercinta, Putri Nurpratiwi yang telah memberikan dukungan
kepada saya baik moril maupun materil dan terima kasih kepada kakak ipar
saya Alm. Hendra Gunawan yang selama hidupnya sudah banyak membantu
penulis. Dan juga kepada kedua keponakan saya, Azwa dan Kai yang selalu
menjadi penghibur disaat penulis sedang penat.
3. Ibu Prof. Dr. Hj. Amany Burhanuddin Umar Lubis, Lc., M.A. selaku Rektor
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Bapak Prof. Dr. Amilin, SE., Ak., M.Si., CA, QIA., BKP., CRMP selaku
Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
5. Bapak Dr. Hartana Iswandi Putra, M.Si dan Bapak Deni Pandu Nugraha, SE.,
M.Sc selaku Ketua jurusan dan Sekertaris jurusan Ekonomi Pembangunan
Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
6. Bapak Sofyan Rizal, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
meluangkan waktu dan tenaga, serta mengajak saya bertukar pikiran dan
memberikan ilmu bermanfaat hingga penulisan skripsi ini selesai. Semoga
Bapak selalu diberikan kesehatan dan keberkahan oleh Allah SWT.
7. Seluruh dosen pengajar Fakultas Ekonomi dan Bisnis khususnya program
studi Ekonomi Pembangunan yang telah memberikan banyak ilmu
pengetahuan dalam proses perkuliahan.
8. Sahabat saya Panjat Sosial, Adel, Anindya, Gege, Kasanti, Nadya, Syifa
Aliani, dan Syifa Budi yang telah memberikan dukungan, selalu menemani
dalam suka maupun duka, dan telah berjuang bersama-sama semasa kuliah
hingga saat ini.
9. Sahabat SMA saya Ulala uyee, Ica, Riska, Rima, Laura, Soniya, Tacia, dan
Oka yang selalu memberikan dukungan kepada saya dan yang selalu
menemani saya ketika saya sedang gabut.
x
10. Sahabat SMP saya Mutia, Nunik, Gita, dan Dita yang selalu memberikan
dukungan juga kepada saya.
11. Terimakasih kepada Bang Tanu dan Rara yang telah menjawab pertanyaan
dari saya seputar skripsi penulis.
12. Teman-teman Ekonomi Pembangunan 2015, khususnya kosentrasi Otonomi
Daerah 2015.
13. Seluruh staff Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang telah membantu segala
fasilitas dan jasa selama masa perkuliahan dan penulisan skripsi ini.
14. Serta seluruh pihak yang tidak bisa disebutkan satu-persatu telah turut
mendukung, membantu, dan memberikan dukungan baik bentuk materi dan
non materi dalam penyusunan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan karena
keterbatasan pengetahuan dan pengalaman yang penulis miliki. Oleh karenanya,
penulis mengharapkan segala bentuk kritik dan saran yang membangun untuk
pencapaian yang lebih baik.
Wassalamualaikum Wr. Wb
Jakarta, Agustus 2019
Dena Putri Bastari
xi
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI .......................................... i
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF ........................................ ii
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH ................................. iii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI ......................................................... iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP .................................................................................. v
ABSTRACT ................................................................................................................. vi
ABSTRAK .................................................................................................................. vii
KATA PENGANTAR ................................................................................................ viii
DAFTAR ISI ............................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ...................................................................................................... xiv
DAFTAR GRAFIK .................................................................................................... xv
DAFTAR GAMBAR .................................................................................................. xvi
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................................. xvii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................................................. 1
B. Batasan Masalah............................................................................................... 12
C. Rumusan Masalah ............................................................................................ 12
D. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian ....................................................... 13
E. Penelitian Terdahulu ........................................................................................ 14
F. Sistematika Penulisan ...................................................................................... 21
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................ 23
A. Teori Terkait dengan Variabel Penelitian ........................................................ 23
1. Pengangguran ............................................................................................. 23
2. Pertumbuhan Ekonomi ............................................................................... 30
3. Angkatan Kerja .......................................................................................... 33
xii
4. Tingkat Pendidikan .................................................................................... 35
5. Upah Minimum .......................................................................................... 37
B. Hubungan Antar Variabel ................................................................................ 40
C. Kerangka Pemikiran ......................................................................................... 42
D. Hipotesis Penelitian .......................................................................................... 43
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ................................................................ 44
A. Ruang Lingkup Penelitian ................................................................................ 44
B. Metode Penentuan Sampel ............................................................................... 44
C. Metode Pengumpulan Data .............................................................................. 45
D. Metode Analisis Data ....................................................................................... 46
E. Operasional Variabel Penelitian ....................................................................... 52
BAB IV TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .................................... 54
A. Gambaran Umum Objek Penelitian ................................................................. 54
1. Tingkat Pengangguran Terbuka ................................................................. 54
2. Pertumbuhan Ekonomi ............................................................................... 55
3. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja ........................................................... 56
4. Rata-rata Lama Sekolah ............................................................................. 57
5. Upah Minimum Kabupaten/Kota ............................................................... 58
B. Hasil Analisis Data Model Panel ..................................................................... 59
1. Uji Estimasi Data ....................................................................................... 59
a. Hasil Uji Common Effect Model ......................................................... 60
b. Hasil Uji Fixed Effect Model ............................................................... 60
c. Hasil Uji Chow ..................................................................................... 61
d. Hasil Uji Hausman ............................................................................... 62
e. Hasil Uji Lagrange Multiplier .............................................................. 62
f. Hasil Uji Random Effect Model ........................................................... 63
2. Hasil Uji Hipotesis ..................................................................................... 66
a. Hasil Uji Koefisien Determinasi R2 (R Square) ................................. 66
b. Hasil Uji-F ............................................................................................ 67
xiii
c. Hasil Uji-t ............................................................................................. 67
3. Analisis Ekonomi ....................................................................................... 70
BAB V PENUTUP ...................................................................................................... 74
A. Kesimpulan ...................................................................................................... 74
B. Saran ................................................................................................................. 75
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 77
LAMPIRAN ................................................................................................................ 82
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Persentase Tingkat Pengangguran di Indonesia Tahun 2010-2017 .................. 3
Tabel 1.2 Persentase Tingkat Pengangguran di 6 Provinsi Pulau Jawa 2014-2017.......... 5
Tabel 1.3 Pertumbuhan Ekonomi di 6 Provinsi di Pulau Jawa 2014-2017 ....................... 6
Tabel 1.4 Persentase TPAK di 6 Pulau Jawa 2014-2017 .................................................. 8
Tabel 1.5 Rata-rata Lama Sekolah di 6 Provinsi di Pulau Jawa 2014-2017 ..................... 9
Tabel 1.6 Upah Minimum di 6 Provinsi Pulau Jawa Tahun 2014-2017 ........................... 11
Tabel 1.7 Penelitian Terdahulu ......................................................................................... 17
Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel ........................................................................... 52
Tabel 4.1 Hasil Estimasi Common Effect Model ............................................................ 60
Tabel 4.2 Hasil Estimasi Fixed Effect Model .................................................................. 60
Tabel 4.3 Uji Chow .......................................................................................................... 61
Tabel 4.4 Uji Hausman .................................................................................................... 62
Tabel 4.5 Uji Lagrange Multiplier .................................................................................... 63
Tabel 4.6 Hasil Regresi Random Effect Model ................................................................. 64
Tabel 4.7 Uji Koefisien Determinasi ................................................................................ 66
Tabel 4.8 Uji F-statistik .................................................................................................... 67
Tabel 4.9 Uji t-statistik ...................................................................................................... 67
xv
DAFTAR GRAFIK
Grafik 4.1 Tingkat Pengangguran per Kab/Kota di Provinsi Banten 2010-2017 ............ 54
Grafik 4.2 Pertumbuhan Ekonomi per Kab/Kota di Provinsi Banten 2010-2017 ............ 55
Grafik 4.3 TPAK per Kab/Kota di Provinsi Banten 2010-2017 ...................................... 56
Grafik 4.4 Rata-rata Lama Sekolah per Kab/Kota di Provinsi Banten 2010-2017 .......... 57
Grafil 4.5 Upah Minimum Kabupaten/Kota di Provinsi Banten Tahun 2010-2017 ......... 58
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kurva Philips ................................................................................................... 38
Gambar 2.2 Kerangka Berpikir ........................................................................................... 42
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Hasil Estimasi Data Panel ............................................................................. 82
A. Common Effect Model ............................................................................. 82
B. Fixed Effect Model .................................................................................. 83
C. Uji Chow ................................................................................................... 84
D. Uji Hausman ............................................................................................. 85
E. Uji Lagrange Multiplier ............................................................................ 86
F. Random Effect Model ............................................................................... 87
Lampiran 2 ........................................................................................................................ 88
A. Data Penelitian .......................................................................................... 88
B. Setelah di LN............................................................................................. 91
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia adalah salah satu negara berkembang yang tidak lepas dari
tantangan dan hambatan dalam pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi
di Indonesia itu sendiri tujuannya adalah untuk meningkatkan pertumbuhan
ekonomi yang tinggi dan mampu mengatasi masalah kemiskinan, pengangguran,
menjaga kestabilan harga, keseimbangan neraca pembayaran, peningkatan
kesempatan kerja, meningkatkan taraf hidup serta kesejahteraan masyarakatnya.
Di dalam RPJMN tahun 2015-2019 salah satu masalah yang sering muncul di
setiap provinsi adalah masalah kriminalitas yang tinggi, faktor utama yang
menyebabkan tingginya tingkat kriminalitas pada suatu daerah adalah tingginya
angka pengangguran.
Pengangguran itu sendiri merupakan istilah bagi penduduk yang memasuki
usia kerja namun tidak memiliki pekerjaan. Setiap negara tidak ada yang
menginginkan masalah ini. Karena selain berdampak buruk bagi kehidupan sosial
dan ekonomi masyarakat, pengangguran juga menjadi beban ekonomi negara.
Pengangguran berpengaruh terhadap pelaksanaan pembangunan nasional baik
jangka pendek maupun jangka panjang. Lalu, pengangguran juga penyebab dari
terjadinya ketidakstabilan politik pada suatu negara, sehingga menyebabkan
masyarakat tidak puas dengan pihak pemerintah. Banyak masyarakat yang
menganggur akibat dari pemutusan hubungan kerja atau masyarakat melakukan
demonstrasi akibat dari kurangnya lapangan pekerjaan.
Sedangkan menurut Sukirno (2012) pengangguran menjadi salah satu
penyebab tingginya tingkat kejahatan di masyarakat. Orang yang menganggur
berarti orang yang tidak memiliki pendapatan, sementara kebutuhan hidupnya
tetap harus di penuhi. Sehingga orang yang menganggur tersebut rentan
2
melakukan kejahatan seperti pencurian dan penipuan. Sedangkan menurut
Mankiw (2006) pengangguran merupakan masalah makroekonomi yang
mempengaruhi manusia secara langsung dan merupakan masalah yang paling
berat. Apabila pengangguran tersebut tidak segera diatasi maka akan
menimbulkan kerawanan sosial dan berpotensi mengakibatkan kemiskinan.
Masalah pengangguran sangat penting dalam pembangunan ekonomi, hal ini
dikarenakan pengangguran merupakan salah satu indikator untuk menunjukan
tingkat kesejahteraan akibat dari pembangunan ekonomi.
Selain itu Indonesia juga termasuk negara dengan jumlah penduduk yang
banyak. Banyaknya jumlah penduduk ini menimbulkan berbagai masalah, yaitu
pengangguran dan kemiskinan di mana jumlah penduduk yang terlalu besar tetapi
tidak bisa diimbangi dengan pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat dan
lapangan pekerjaan yang memadai. Dan juga Indonesia mempunyai pertumbuhan
ekonomi yang terus meningkat setiap tahunnya akan tetapi jumlah pengangguran
terbuka masih tetap tinggi, jumlah pengangguran terbuka yang tinggi tersebut
harus diselesaikan atau diatasi karena pengangguran terbuka yang terlalu tinggi
akan menimbulkan dampak negatif.
Dampak yang ditimbulkan bukan hanya akan berdampak pada individu, akan
tetapi juga akan berdampak pada masyarakat dan juga pemerintah. Dampak bagi
individu itu sendiri adalah masyarakat/individu tidak dapat memaksimalkan
kesejahteraan dirinya, hilangnya mata pencaharian dan pendapatan, berkurangnya
ketrampilan pada dirinya. Untuk masyarakat dan perekonomian, pengangguran
terbuka dapat menyebabkan perekonomian menjadi tidak stabil, menghambat
pertumbuhan ekonomi, menurunnya kesejahteraan masyarakat dan juga
menyebabkan ketidakstabilan sosial ekonomi dan politik, terhambatnya investasi
serta akan menambah angka kemiskinan. Oleh sebab itu, dari berbagai dampak
negatif yang terjadi akibat dari pengangguran tersebut, salah satu yang menjadi
tujuan dalam setiap rencana pembangunan ekonomi suatu negara atau daerah
3
adalah mengurangi pengangguran. Berikut adalah persentase tingkat
pengangguran terbuka di Indonesia:
Tabel 1.1
Persentase Tingkat Pengangguran Terbuka di Indonesia
Tahun 2010-2017
Tahun TPT (%)
2010 7,14
2011 6,56
2012 6,14
2013 6,25
2014 5,94
2015 6,18
2016 5,61
2017 5,5
Sumber: BPS (2018)
Berdasarkan tabel 1.1, persentase tingkat pengangguran di Indonesia setiap
tahunnya mengalami penurunan, akan tetapi mengalami kenaikan kembali pada
tahun 2013 dan 2015. Pengangguran di Indonesia meningkat pada tahun 2013 dan
2015 karena perlambatan ekonomi. Ketika perekonomian melambat, maka
perusahaan akan mengurangi biaya produksinya dengan melakukan pemutusan
hubungan kerja (PHK). Perusahaan yang mengalami PHK adalah perusahaan
yang bergantung dengan impor. Penyebabnya karena nilai tukar naik sehingga
terjadi pengurangan ongkos produksi yang berakibat pada pengurangan tenaga
kerja. Selain karena perlambatan ekonomi, akibat dari bertambahnya angkatan
kerja juga menjadi faktor meningkatnya pengangguran, karena tidak diimbagi
dengan penyerapan tenaga kerja. Hal ini bersangkutan dengan perlambatan
ekonomi tersebut yang mengakibatkan pengurangan tenaga kerja, bukannya
menambah tenaga kerja. Sehingga bertambahnya angkatan kerja, justru akan
4
makin bertambahnya tingkat pengangguran di Indonesia
(www.CNNIndonesia.com).
Pada tahun 2017, tingkat pengangguran mengalami penurunan. Penurunan
tersebut terjadi karena pertumbuhan ekonomi dan investasi yang terus naik,
sehingga dapat memperluas kesempatan kerja dan dapat menyerap tenaga kerja.
Menurut Hery Sudarmanto selaku Sekretaris Jenderal Kementrian
Ketenagakerjaan RI, mengungkapkan bahwa penurunan tingkat pengangguran
tersebut karena program penempatan dan pemberdayaan tenaga kerja. Contohnya
seperti, penempatan TKI di sektor formal dan mewujudkan kesempatan kerja bagi
penyandang disabilitas. Selain itu, juga ada terealisasinya target desa migran
produktif di 120 desa dan 60 kabupaten/kota (www.tribunnews.com).
Meskipun tingkat pengangguran di Indonesia rata-rata mengalami penurunan ,
tetapi masalah pengangguran masih menjadi pusat perhatian di beberapa provinsi
terutama Provinsi di Pulau Jawa yang jumlah penduduknya terus meningkat.
Pulau Jawa memiliki beberapa provinsi dengan tingkat pengangguran yang
bervariasi. Bagi provinsi dengan tingkat pengangguran tinggi masalah
pengangguran merupakan masalah yang harus diatasi dengan tepat agar terjadi
penurunan tingkat pengangguran. Bagi provinsi dengan dengan tingkat
pengangguran rendah, masalah pengangguran juga masih menjadi masalah yang
harus cepat untuk diatasi, hal ini dilakukan untuk mencegah naiknya tingkat
pengangguran. Provinsi yang ada di Pulau Jawa adalah Provinsi DKI Jakarta,
Jawa Barat, Jawa Tengah, D.I.Yogyakarta, Jawa Timur, dan Banten. Berikut ini
adalah tabel persentase tingkat pengangguran terbuka di 6 Provinsi di Pulau Jawa:
5
Tabel 1.2
Persentase Tingkat Pengangguran di 6 Provinsi Pulau Jawa
Tahun 2014-2017
Provinsi 2014 2015 2016 2017
DKI Jakarta 8.47 7.23 6.12 7.14
Jawa Barat 8.45 8.72 8.89 8.22
Jawa Tengah 5.68 4.99 4.63 4.57
D.I.Yogyakarta 3.33 4.07 2.72 3.02
Jawa Timur 4.19 4.47 4.21 4.00
Banten 9.07 9.55 8.92 9.28
Sumber: BPS (2018)
Berdasarkan tabel 1.2, tingkat pengangguran yang ada di 6 Provinsi di Pulau
Jawa mengalami fluktuasi setiap tahunnya. Provinsi dengan tingkat pengangguran
tertinggi di Pulau Jawa adalah Provinsi Banten. Menurut Wahidin Halim selaku
Gubernur Banten, mengatakan bahwa salah satu penyebab tingginya tingkat
pengangguran di Provinsi Banten adalah banyaknya oknum yang melakukan
praktik pencaloan, yaitu dengan cara meminta imbalan kepada calon pekerja agar
bisa masuk atau bekerja ke dalam perusahaan. Hal seperti ini akan berdampak
pada masyarakat lokal yang tidak mendapatkan kesempatan kerja sehingga terjadi
peningkatan tingkat pengangguran dan juga banyak yang sengaja memilih
menganggur karena tidak sanggup membayar uang imbalan atau jaminannya.
Pemerintah tidak dapat mengintervensi praktik pencaloan ini, karena praktik ini
dilakukan oleh perorangan yang berada di luar struktur pemerintah. Selain itu
juga karena lulusan SMA/SMK banyak yang tidak terserap oleh sektor industri,
karena mereka hanya menyerap beberapa saja. Dan juga banyak pendatang atau
migran yang mencari pekerjaan ke Banten (www.kabarbanten.com).
6
Salah satu yang mempengaruhi pengangguran adalah pertumbuhan ekonomi
yang dapat mempengaruhi tingkat pengangguran. Produk Domestik Regional
Bruto adalah indikator untuk mengukur pertumbuhan ekonomi. Produk Domestik
Regional Bruto merupakan jumlah pendapatan yang diterima oleh faktor-faktor
produksi yang digunakan untuk memproduksi barang dan jasa dalam suatu tahu
tertentu dalam suatu daerah (Sukirno, 2006). Apabila nilai Produk Domestik
Regional Bruto suatu daerah meningkat, maka jumlah output seluruh unit
ekonomi juga akan meningkat. Output yang jumlahnya meningkat akan
menyebabkan peningkatan permintaan tenaga kerja, sehingga dapat mengurangi
tingkat pengangguran. Berikut adalah perbandingan pertumbuhan ekonomi di 6
Provinsi di Pulau Jawa:
Tabel 1.3
Pertumbuhan Ekonomi di 6 Provinsi di Pulau Jawa Tahun
2014-2017
Provinsi 2014 2015 2016 2017
DKI Jakarta 5.91 5.91 5.88 6.22
Jawa Barat 5.09 5.05 5.66 5.29
Jawa Tengah 5.27 5.47 5.27 5.27
D I Y 5.17 4.95 5.05 5.26
Jawa Timur 5.86 5.44 5.57 5.45
Banten 5.51 5.45 5.28 5.71
Sumber: BPS Banten (2018)
Berdasarkan tabel 1.3 pertumbuhan ekonomi di 6 Provinsi di Pulau Jawa
mengalami peningkatan setiap tahunnya. Provinsi Banten berada di posisi tiga
tertinggi di Pulau Jawa setelah provinsi DKI Jakarta dan Jawa Timur.
Pertumbuhan ekonomi di Provinsi Banten dari tahu 2014 sampai tahun 2016
7
selalu mengalami penurunan. Ini disebabkan oleh perlambatan pertumbuhan yang
terjadi pada sebagian besar kabupaten/kota. Pertumbuhan ekonomi Banten selama
ini ditopang oleh Kota Tangerang, Kabupaten Tangerang, dan Kota Cilegon.
Karena total share PDRB kabupaten/kota tersebut selalu paling tinggi di antara
kabupaten/kota yang ada di Provinsi Banten. Sehingga ketika ketiga
kabupaten/kota tersebut mengalami perlambatan ekonomi akan berpengaruh
sangat besar terhadap perekonomian Provinsi Banten. Lalu, pada tahun 2017
mengalami peningkatan pertumbuhan ekonomi, dikarenakan adanya akselerasi
pertumbuhan ekonomi di Kota Tangerang, Kabupaten Tangerang, Kota Cilegon,
serta Kota Tangerang Selatan (BPS Banten).
Selain itu ada angkatan kerja yang dapat mempengaruhi tingkat
pengangguran. Menurut Anggoro dan Soesatyo (2015) bahwa tingginya tingkat
pertumbuhan angkatan kerja yang tidak diimbangi dengan tersedianya lapangan
pekerjaan membuat penciptaan lapangan pekerjaan yang tersedia sangat minim
sehingga penyerapan tenaga kerja pun tidak maksimal dan akhirnya
mengakibatkan pengangguran. Sedangkan menurut Djojohadikusumo (1993),
penduduk dan angkatan kerja wajib diberi perhatian dalam pembangunan
ekonomi karena berhubungan dengan kesempatan kerja secara produktif. Dalam
penelitian ini digunakan data Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK).
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja dapat diartikan sebagai seberapa banyak
tenaga kerja yang tersedia untuk proses produksi. Berikut ini adalah tabel
persentase tingkat partisipasi angkatan kerja di 6 Provinsi di Pulau Jawa:
8
Tabel 1.4
Persentase Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja di 6 Provinsi
di Pulau Jawa Tahun 2014-2017
Sumber: BPS Banten (2018)
Berdasarkan tabel 1.4, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) di 6
Provinsi di Pulau Jawa mengalami fluktuasi setiap tahunnya. TPAK tertinggi
berada di Provinsi D.I.Yogyakarta. Provinsi Banten memiliki TPAK yang cukup
rendah dibandingkan dengan Provinsi lain yang ada di Pulau Jawa. Namun tetap
pada angka di atas 60%. Menurut Wahidin Halim selaku Gubernur Banten,
menyebutkan bahwa selain karena faktor bertambahnya angkatan kerja, Provinsi
Jawa Barat dan Banten adalah target utama lulusan sekolah dan sarjana untuk
mencari pekerjaan, keberadaan 14 ribu industri di Provinsi Banten menjadi
penyebabnya. Sehingga selain warga lulusan SMA/SMK lokal yang mencari
pekerjaan disana, namun warga yang berasal dari luar juga berdatangan. Pada
akhirnya akan menambah tingkat partisipasi angkatan kerja dan akan
meningkatkan pengangguran, itu disebabkan karena industri yang ada di sana
tidak dapat menampung semua angkatan kerja yang ada (www.kabarBanten.com).
Provinsi 2014 2015 2016 2017
DKI Jakarta 66.61 66.39 66.91 61.97
Jawa Barat 62.77 60.34 60.65 63.34
Jawa Tengah 69.68 67.86 67.15 69.11
D.I.Yogyakarta 71.05 68.38 71.96 71.52
Jawa Timur 68.12 67.84 66.14 68.78
Banten 63.84 62.24 63.66 62.32
9
Selanjutnya, variabel yang mempengaruhi tingkat pengangguran adalah
tingkat pendidikan, di mana pendidikan seorang pekerja akan sangat berpengaruh
terhadap tingkat pengangguran. Dalam penelitian ini digunakan data rata-rata
lama sekolah. Menurut Kamaludin (1999), semakin tinggi tingkat pendidikan
seseorang maka semakin tinggi juga kemampuan dan kesempatan untuk bekerja.
Ini dikarenakan seseorang yang mempunyai tingkat pendidikan yang tinggi
memiliki kemampuan atau skill yang beragam, sehingga dapat meningkatkan
kesempatan kerja dan akan mengurangi pengangguran. Berikut ini adalah tabel
rata-rata lama sekolah di 6 Provinsi di Pulau Jawa :
Tabel 1.5
Rata-rata Lama Sekolah di 6 Provinsi di Pulau Jawa
Tahun 2014-2017
Provinsi 2014 2015 2016 2017
DKI Jakarta 10.54 10.7 10.88 11.02
Jawa Barat 7.71 7.86 7.95 8.14
Jawa Tengah 6.93 7.03 7.15 7.27
D I Y 8.84 9 9.12 9.19
Jawa Timur 7.05 7.14 7.23 7.34
Banten 8.19 8.27 8.37 8.53
Sumber: BPS Banten (2018)
Berdasarkan tabel 1.5, rata-rata lama sekolah di 6 Provinsi di Pulau Jawa
mengalami peningkatan setiap tahunnya. Rata-rata lama sekolah tertinggi berada
di Provinsi DKI Jakarta. Sedangkan Provinsi Banten berada di posisi ketiga
setelah Provinsi D.I.Yogyakarta di Pulau Jawa. Semakin tinggi jenjang
pendidikan seorang tenaga kerja maka semakin tinggi juga kemampuan yang
dimiliki. Karena banyak suatu perusahaan yang memiliki persyaratan pekerjaan
adalah tingkat pendidikan yang tinggi, maka dari itu pendidikan sangatlah penting
10
dalam mencari pekerjaan agar dapat terserap ke dalam lapangan pekerjaan.
Namun tidak sedikit juga dari mereka yang merupakan lulusan pendidikan tinggi
tidak terserap pada lapangan usaha tersebut dikarenakan keterbatasan lapangan
pekerjaan dan terkadang tenaga kerja pendidikan tinggi tidak mau menerima
pekerjaan yang tidak sesuai dengan keahliannya dan jenjang pendidikan yang
telah diselesaikan, sehingga mereka menjadi pengangguran.
Selain itu, ada Upah Minimum yang mempengaruhi tingkat pengangguran.
Upah Minimum yang tinggi dapat menambah tingkat pengangguran yang ada,
terutama untuk negara yang mempunyai jumlah penduduk yang tinggi dan akan
mengakibatkan tingginya tingkat pengangguran. Dikarenakan para pengusaha
atau perusahaan akan merasa terbebankan, sehingga akan kesulitan dalam
pemberian upah terhadap tenaga kerja atau mengalami defisit dan akan
mengurangi permintaan tenaga kerja. Dampaknya juga akan dirasakan oleh para
karyawan, salah satunya yaitu tejadinya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan
yang lebih buruk lagi yaitu tutupnya sebuah perusaan atau relokasi ke daerah lain.
Terdapat istilah urban formal sector yaitu pasar tenaga kerja yang
dimimpikan oleh semua orang, dimana mereka bisa bekerja di dalam
pemerintahan atau perusahaan berskala besar dengan fasilitas yang sudah modern,
bergengsi, dan mendapatkan upah yang tinggi. Penyebab dari upah yang tinggi
adalah karena umumnya perusahaan memperkerjakan tenaga kerja yang
berpendidikan tinggi dan walaupun tidak memperkerjakan tenaga kerja yang tidak
berpendidikan tinggi, pemerintah menekan tanaga kerja dengan menerapkan upah
minimum. Dengan upah yang tinggi akan terdapat antrian panjang para pencari
kerja (Iskandarsyah, 1996). Berikut ini adalah tabel upah minimum di 6 Provinsi
di Pulau Jawa:
11
Tabel 1.6
Upah Minimum di 6 Provinsi Pulau Jawa Tahun
2014-2017 (Dalam Ribuan Rupiah)
Provinsi 2014 2015 2016 2017
DKI Jakarta 2441000 2700000 3100000 3300000
Jawa Barat 1000000 1000000 2250000 2300000
Jawa Tengah 910000 910000 1080000 1367000
D I Y 988500 988500 1100000 1337645
Jawa Timur 1000000 1000000 1250000 1388000
Banten 1325000 1600000 1784000 1931180
Sumber: BPS Banten (2018)
Berdasarkan tabel 1.6, upah minimum di 6 Provinsi di Pulau Jawa mengalami
peningkatan setiap tahunnya. Meskipun peningkatan setiap tahunnya tidak terlalu
banyak. Provinsi Banten memiliki upah minimum tertinggi di antara 6 Provinsi di
Pulau Jawa. Upah yang tinggi tersebut dikarenakan permintaan dari para buruh.
Kenaikan upah minimum bagi pekerja dapat memperbaiki daya beli mereka yang
akhirnya akan mendorong kegairahan bekerja dan dapat meningkatkan
produktivitas kerja. Akan tetapi bagi pengusaha yang menganggap upah
merupakan biaya, kenaikan ini menyebabkan mereka harus menyesuaikan tingkat
upah yang harus mereka berikan kepada pekerja dengan tingkat upah minimum
yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Sehingga dengan adanya kenaikan upah
minimum ini, pengusaha cenderung mengurangi jumlah tenaga kerja yang mereka
gunakan dalam proses produksi dan akan mencari tenaga kerja yang terdidik dan
lebih berpengalaman. Hal ini akan memperbanyak jumlah pengangguran
(Dumairy, 1996).
12
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, maka judul pada
penelitian ini adalah “Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Tingkat Partisipasi
Angkatan Kerja, Rata-rata Lama Sekolah, dan Upah Minimum
Kabupaten/Kota terhadap Tingkat Pengangguran Terbuka di Provinsi Banten
Tahun 2010-2017”.
B. Batasan Masalah
Dalam penelitian ini, penulis akan membatasi permasalah yakni mengenai:
1. Variabel Pertumbuhan Ekonomi, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja, Rata-
rata Lama Sekolah, dan Upah Minimum Kabupaten/Kota sebagai variabel
bebas (X). Keempat variabel tersebut merupakan beberapa variabel yang
mempengaruhi variabel Tingkat Pengangguran Terbuka sebagai variabel
terikat (Y).
2. Subyek penelitian ini adalah Provinsi Banten yang memiliki Tingkat
Pengangguran Terbuka yang tinggi.
3. Penelitian ini mengkaji tentang bagaimana pertumbuhan ekonomi, tingkat
partisipasi angkatan kerja, rata-rata lama sekolah, dan upah minimum
kabupaten/kota dapat berpengaruh terhadap tingkat pengangguran terbuka di
Provinsi Banten.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas dengan asumsi cateris paribus, rumusan
masalah penelitian adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap tingkat pengangguran di
Provinsi Banten tahun 2010-2017?
13
2. Bagaimana pengaruh tingkat partisipasi angkatan kerja terhadap tingkat
pengangguran di Provinsi Banten tahun 2010-2017?
3. Bagaimana pengaruh rata-rata lama sekolah terhadap tingkat pengangguran di
Provinsi Banten tahun 2010-2017?
4. Bagaimana pengaruh upah minimum kabupaten/kota terhadap tingkat
pengangguran di Provinsi Banten tahun 2010-2017?
5. Bagaimana pengaruh pertumbuhan ekonomi, tingkat partisipasi angkatan
kerja, rata-rata lama sekolah, dan upah minimum kabupaten/kota secara
simultan terhadap tingkat pengangguran di Provinsi Banten tahun 2010-2017?
D. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan masalah yang telah diuraikan dengan asumsi cateris
paribus, adapun tujuan dari penelitian karya tulis ini adalah:
a. Untuk mengetahui pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap tingkat
pengangguran di Provinsi Banten tahun 2010-2017.
b. Untuk mengetahui pengaruh tingkat partisipasi angkatan kerja terhadap
tingkat pengangguran di Provinsi Banten 2010-2017.
c. Untuk mengetahui pengaruh rata-rata lama sekolah terhadap tingkat
pengangguran di Provinsi Banten tahun 2010-2017.
d. Untuk mengetahui pengaruh upah minimum kabupaten/kota terhadap
tingkat pengangguran di Provinsi Banten tahun 2010-2017.
e. Untuk mengetahui pengaruh secara simultan pertumbuhan ekonomi,
tingkat partisipasi angkatan kerja, rata-rata lama sekolah, dan upah
minimum kabupaten/kota terhadap tingkat pengangguran di Provinsi
Banten tahun 2010-2017.
14
2. Manfaat Penelitian
a. Bagi kalangan akademik (peneliti selanjutnya yang judul penelitiannya
sejenis), diharapkan sebagai sumbangan pemikiran mengenai
pengangguran, khususnya faktor-faktor yang mempengaruhi
pengangguran di Provinsi Banten.
b. Bagi pemerintah (para pengambil kebijakan), diharapkan penelitian ini
memberikan informasi bagi pengambil kebijakan dalam upaya
mengurangi jumlah pengangguran di Provinsi Banten.
E. Penelitian Terdahulu
Berdasarkan penelitian terdahulu yang sudah penulis kumpulkan melalui
berbagai sumber kepustakaan, penulis akan memberikan beberapa perbedaan
antara penelitian ini dengan penelitian sebelumnya, yaitu:
1. Hasil penelitian dari Nina Cahyani (2016) tentang Pengaruh Pertumbuhan
Ekonomi, Upah Minimum Regional, Inflasi, dan Investasi Terhadap Jumlah
Pengangguran di DIY Tahun 1986-2015. Tujuan penelitian ini yaitu untuk
menguji dan menganalisis variabel-variabel yang mempengaruhi jumlah
pengangguran di DIY. Metode analisis data yang digunakan adalah metode
regresi linear berganda. Hasilnya menunjukkan variabel yang berpengaruh
tidak signifikan terhadap jumlah pengangguran di DIY adalah variabel
pertumbuhan ekonomi. Kemudian variabel investasi berpengaruh negatif
secara signifikan, sedangkan variabel upah minimum dan inflasi berpengaruh
positif terhadap jumlah pengangguran di DIY Tahun 1986-2015.
2. Hasil penelitian dari Trianggono Budi Hartanto, dan Siti Umajah Masjkuri
(2017) Analisis Pengaruh Jumlah Penduduk, Pendidikan, Upah Minimum,
dan PDRB Terhadap Jumlah Pengangguran Di Provinsi Jawa Timur Tahun
2010-2014. Metode yang digunakan adalah Random Effect Model (REM).
Hasil menunjukkan bahwa jumlah penduduk, pendidikan dan PDRB memiliki
pengaruh positif dan signifikan terhadap jumlah pengangguran di Jawa Timur.
15
Sedangkan upah minimum tidak berpengaruh terhadap jumlah pengangguran
di Jawa Timur Tahun 2010-2014.
3. Wanjatu dan Martinus Patria (2016) Pengaruh APBD, Angkatan Kerja, dan
Investasi Terhadap Tingkat Pengangguran di Provinsi Lampung Tahun 2006-
2015 dengan metode analisis regresi linier berganda. Hasil penelitian
menunjukkan variabel-variabel yang positif dan signifikan dalam
mempengaruhi tingkat pengangguran adalah APBD dan angkatan kerja.
Sedangkan variabel investasi berpengaruh tidak signifikan terhadap tingkat
pengangguran di Provinsi Lampung Tahun 2006-2015.
4. Penelitian selanjutnya dilakukan Riza Firdhania dan Fivien Muslihattingsih
(2017) tentang Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Pengangguran Di
Kabupaten Jember. Faktor-faktor yang dipakai adalah inflasi, IPM, jumlah
penduduk, pertumbuhan ekonomi, dan upah minimum. Metode yang
digunakan adalah regresi linier berganda. Hasilnya menunjukkan bahwa
inflasi, indeks pembangunan manusia, dan upah minimum berpengaruh
negative signifikan. Untuk variabel jumlah penduduk berpengaruh positif
signifikan. Sedangkan variabel pertumbuhan ekonomi tidak berpengaruh
signifikan terhadap tingkat pengangguran di Kabupaten Jember.
5. Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Robi Cahyadi Kurniawan (2011)
berjudul Analisis Pengaruh PDRB, UMK, dan Inflasi Terhadap Tingkat
Pengangguran di Kota Malang Tahun 1980-2011. Menggunakan metode
Ordinary Least Square (OLS). Hasilnya menunjukkan bahwa variabel UMK
dan tingkat bunga berpengaruh positif signifikan. Untuk variabel PDRB,
inflasi, investasi, dan industri berpengaruh negatif signifikan terhadap tingkat
pengangguran di Kota Malang.
6. Moch Rum Alim (2007) berjudul Analisis Faktor Penentu Pengangguran
Terbuka Di Indonesia Tahun 1980-2007. Menggunakan metode regresi Linier
Berganda. Hasilnya menunjukkan bahwa variabel laju pertumbuhan ekonomi
berpengaruh positif signifikan terhadap tingkat pengangguran. Sedangkan
inflasi tidak berpengaruh signifikan dan pengeluaran pemerintah berpengaruh
16
signifikan dan negatif. Secara simultan pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi,
dan pengeluaran pemerintah secara signifikan mempengaruhi tingkat
pengangguran terbuka di Indonesia sejak tahun 1980 sampai 2007.
7. Musfira Nur, Muhammad Yunus Zain, dan Sanusi Fattah (2016) berjudul
Pengangguran Terdidik di Provinsi Sulawesi Selatan. Variabel independen
yang digunakan adalah sumber daya manusia, upah minimum kabupaten/kota,
inflasi, dan produktifitas tenaga kerja. Penelitian ini menggunakan metode
analisis Structural Equation Model (SEM). Hasilnya menunjukkan bahwa
sumber daya manusia berpengaruh positif dan signifikan. Variabel UMK dan
produktifitas tenaga kerja berpengaruh negatif dan signifikan terhadap tingkat
pengangguran terdidik. Sedangkan tingkat inflasi tidak berpengaruh signifikan
terhadap tingkat pengangguran terdidik di Provinsi Sulawesi Selatan.
8. Ozgur Bayram Soylu, Ismail Cakmak, and Fatih Okur (2018) berjudul
Economic Growth and Unemployment Issue Panel Data Analysis in Eastern
European Countries. Variabel independen yang digunakan adalah
pertumbuhan ekonomi. Penelitian ini menggunakan metode analisis Ordinary
Least Square (OLS). Hasilnya menunjukkan bahwa variabel pertumbuhan
ekonomi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap pengangguran di
Eastern European Countries.
9. Taylan Taner Dogan (2012) yang brejudul Macroeconomic Variables and
Unemployment: The Case of Turkey. Variabel yang digunakan adalah
pertumbuhan ekonomi, ekspor, inflasi, kurs, suku bunga, dan uang. Hasil
menunjukkan bahwa semua variabel independen berpengaruh negative dan
signifikan terhadap pengangguran di Turki.
17
Tabel 1.7
Penelitian Terdahulu
No Penulis dan
Tahun
Judul
Penelitian
Variabel dan Alat
Analisis Hasil Penelitian Perbedaan
1 Nina
Cahyani
(2015)
Pengaruh
Pertumbuhan
Ekonomi, UMR,
Inflasi, dan
Investasi
Terhadap
Jumlah
Pengangguran
Di DIY Tahun
1986-2015.
Dependen: Jumlah
Pengangguran
Independen:
Pertumbuhan
Ekonomi, UMR,
Inflasi, dan
Investasi.
Alat Analisis:
Regresi Linier
Berganda
Variabel pertumbuhan
ekonomi tidak
berpengaruh terhadap
jumlah pengangguran.
UMR dan Inflasi
memiliki pengaruh
positif dan signifikan
sedangkan Investasi
berpengaruh negatif
dan signifikan
terhadap jumlah
pengangguran di DIY.
Variabel
Independen: Inflasi
dan Investasi
Metode: Regresi
Linear Berganda
Periode: 1986-2015
Objek: DIY
2 Tri Anggono
Budi
Hartanto, Siti
Umajah
Masjkuri
(2017)
Analisis
Pengaruh
Jumlah
Penduduk,
Pendidikan,
Upah Minimum
dan PDRB
Terhadap
Jumlah
Pengangguran di
Provinsi Jawa
Timur Tahun
2010-2014.
Dependen: Jumlah
Pengangguran
Independen:
Jumlah Penduduk,
Pendidikan, Upah
Minimum, dan
PDRB.
Alat Analisis:
Random Effect
Model (REM)
Variabel jumlah
penduduk, tingkat
pendidikan, dan
PDRB memiliki
pengaruh positif dan
signifikan terhadap
jumlah pengangguran.
Sedangkan variabel
upah minimum
memiliki pengaruh
negatif dan tidak
signifikan terhadap
jumlah pengangguran
di Provinsi Jawa
Timur.
Variabel
Independen:
Jumlah Penduduk
Metode: sama
Periode: 2010-2014
Objek: Provinsi
Jawa Timur
18
No Penulis dan
Tahun
Judul
Penelitian
Variabel dan Alat
Analisis Hasil Penelitian Perbedaan
3 Wanjatu dan
Martinus
Patria (2016)
Pengaruh
APBD,
Angkatan Kerja,
dan Investasi
Terhadap
Tingkat
Pengangguran di
Provinsi
Lampung Tahun
2006-2015.
Dependen: Tingkat
Pengangguran
Independen:
APBD, Angkatan
Kerja dan
Investasi.
AlatAnalisis:
Regresi Linier
Berganda
Hasil menunjukkan
bahwa APBD dan
Angkatan Kerja
berpengaruh positif
dan signifikan
terhadap tingkat
pengangguran di
Provinsi Lampung.
Sementara investasi
berpengaruh positif
dan tidak signifikan
terhadap tingkat
pengangguran di
Provinsi Lampung
Variabel
Independen: APBD
dan Investasi
Metode: Regresi
Linier Berganda
Periode: 2006-2015
Objek: Provinsi
Lampung
4 Riza
Firdhania
dan Fivien
Muslihattinin
gsih (2017)
Faktor-faktor
Yang
Mempengaruhi
Tingkat
Pengangguran
Di Kabupaten
Jember.
Dependen: Tingkat
Pengangguran
Independen:
Inflasi, IPM,
Jumlah Penduduk,
Pertumbuhan
Ekonomi, dan
Upah Minimum.
Alat Analisis:
Regresi Linier
Berganda
Variabel inflasi, IPM,
upah minimum
berpengaruh negatif
dan signifikan
terhadap tingkat
pengangguran.
Variabel jumlah
penduduk berpengaruh
positif dan signifikan.
Sedangkan
pertumbuhan ekonomi
tidak berpengaruh
terhadap tingkat
pengangguran di
Kabupaten Jember.
Variabel
Independen:
Inflasi, IPM, dan
Jumlah Pednduduk.
Metode: Regresi
Linier Berganda
Periode: 2002-2013
Objek: Kabupaten
Jember
19
No Penulis dan
Tahun
Judul
Penelitian
Variabel dan Alat
Analisis Hasil Penelitian Perbedaan
5 Roby
Cahyadi
Kurniawan
(2013)
Analisis
Pengaruh
PDRB, UMK,
dan Inflasi
Terhadap
Tingkat
Pengangguran
Terbuka di Kota
Malang Tahun
1980-2011
Dependen: Tingkat
Pengangguran
Terbuka
Independen:
PDRB, UMK,
Inflasi, Investasi,
Tingkat Bunga,
dan Industri.
Alat Analisis:
Ordinary Least
Square (OLS)
Hasil menunjukkan
bahwa variabel UMK
dan tingkat bunga
memiliki pengaruh
positif dan signifikan
terhadap tingkat
pengangguran.
Sedangkan PDRB,
inflasi, investasi, dan
industry memiliki
pengaruh negatif dan
signifikan terhadap
tingkat pengangguran
di Kota Malang.
Variabel
Independen:
Inflasi, Investasi,
Tingkat Bunga, dan
Industri.
Metode : Ordinary
Least Square (OLS)
Periode: 1980-2011
Objek: Kota
Malang
6. Muh Rum
Alim (2007)
Faktor-faktor
yang
mempengaruhi
pengangguran
terbuka di
Indonesia Tahun
1980-2007
Dependen:
Pengangguran
Independen:
Pertumbuhan
Ekonomi,
Pengeluaran
Pemerintah dan
Inflasi.
Alat Analisis:
Regresi Linier
Berganda
Hasil menunjukkan
bahwa variabel
pertumbuhan ekonomi
memiliki pengaruh
postif dan signifikan
sedangkan inflasi tidak
signifikan terhadap
tingkat pengangguran.
Pengeluaran
pemerintah signifikan
dan negatif
mempengaruhi tingkat
pengangguran.
Variabel
Independen: Inflasi
dan Pengeluaran
Pemerintah.
Metode: Regresi
Linier Berganda.
Periode: 1980-2007
Objek: Indonesia
20
No Penulis dan
Tahun
Judul
Penelitian
Variabel dan Alat
Analisis Hasil Penelitian Perbedaan
7. Musfira Nur,
Muhammad
Yunus Zain,
dan Sanusi
Fattah (2016)
Pengangguran
Terdidik Di
Provinsi
Sulawesi
Selatan Tahun
2015
Dependen:
Pengangguran
Terdidik
Independen: SDM,
UMK, Inflasi,
Produktifitas
Tenaga Kerja
Alat Analisis:
Structural
Equation Model
(SEM)
Hasil menunjukkan
bahwa variabel SDM
berpengaruh positif
dan signifikan
terhadap tingkat
pengangguran
terdidik. Variabel
UMK dan
produktifitas tenaga
kerja berpengaruh
negatif dan signifikan.
Sedangkan variabel
tingkat inflasi tidak
berpengaruh terhadap
tingkat pengangguran
terdidik di Provisi
Sulawesi Selatan.
Variabel
Independen: SDM,
Inflasi,
Produktifitas
Tenaga Kerja.
Metode: Structural
Equation Model
(SEM)
Periode: 2015
Objek: Provinsi
Sulawesi Selatan
8. Ozgur
Bayram
Soylu, Ismail
Cakmak, and
Fatih Okur
(2018)
Economic
Growth and
Unemployment
Issue: Panel
Data Analysis in
Eastern
European
Countries
Dependen:
Pengangguran
Independen:
Pertumbuhan
Ekonomi
Alat Analisis:
Ordinary Least
Square
Hasil menunjukkan
bahwa variabel
pertumbuhan ekonomi
berpengaruh negatif
dan signifikan
terhadap
pengangguran di
Eastern European
Countries
Variabel
Independen: Sama
Metode: Ordinary
Least Square
Periode: 1992-
2014
Objek:
Eastern European
Countries
21
F. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah penulisan dan pembahasan pada penelitian ini, maka
pembahasan ini akan dibagi menjadi beberapa bab, yaitu:
BAB I, PENDAHULUAN
Pada bab ini akan dijelaskan mengenai Latar Belakang, Batasan
Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat
Penelitian, Tinjauan Kajian Terdahulu dan Sistematika
Penulisan.
No Penulis dan
Tahun
Judul
Penelitian
Variabel dan Alat
Analisis Hasil Penelitian Perbedaan
9. Taylan Taner
Dogan
(2012)
Macroeconomic
Variables and
Unemployment:
The Case of
Turkey
Dependen:
Pengangguran
Independen:
Pertumbuhan
Ekonomi, Ekspor,
Inflasi, Kurs, Suku
Bunga, dan Uang
Alat Analisis:
Vector
Autoregressive
(VAR) Model
Hasil menunjukkan
bahwa semua variabel
independen
berpengaruh negatif
dan signifikan
terhadap
pengangguran di Turki
Independen:
Ekspor, Inflasi,
Kurs, Suku Bunga,
dan Uang
Metode: Vector
Autoregressive
(VAR) Model
Periode: 2000-
2010
Objek: Turkey
22
BAB II, TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini akan membahas mengenai teori Terkait dengan
variabel penelitian seperti teori pengangguran, pertumbuhan
ekonomi, angkatan kerja, tingkat pendidikan, dan upah
minimum serta juga menjelaskan hubungan antar variabel,
kerangka pemikiran dan hipotesis penelitian.
BAB III, METODE PENELITIAN
Pada bab ini akan menjelaskan metodologi penelitian yang
akan digunakan dalam penelitian ini, yaitu
a. Populasi dan Sampel
b. Tempat dan Waktu Penelitian
c. Sumber Data
d. Instrumen Penelitian
e. Teknik Pengumpulan Data
f. Teknik Pengolahan Data
BAB IV, TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini akan menjelaskan mengenai temuan hasil
penelitian dan pembahasannya.
BAB V, SIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini akan berisi tentang simpulan dan saran dalam
penelitian.
23
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Teori Terkait dengan Variabel Penelitian
1. Pengangguran
Pengangguran merupakan salah satu masalah utama yang biasa dialami
oleh negara berkembang seperti Indonesia. Pengangguran juga merupakan
masalah yang selama ini penanggulangannya sangat sulit untuk dilakukan
baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Pemerintah telah
melakukan berbagai cara dan program untuk mengurangi tingkat
pengangguran, namun hasilnya tingkat pengangguran di Indonesia setiap
tahunnya masih mengalami naik turun.
a. Definisi Pengangguran
Pengangguran secara umum adalah orang yang tidak bekerja atau tidak
ikut andil dalam suatu proses produksi. Menurut BPS (Badan Pusat
Statistik) pengangguran adalah bagian dari angkatan kerja yang tidak
punya pekerjaan dan sedang mencari pekerjaan, bekerja kurang dari dua
hari selama seminggu, sedang berusaha mendapatkan pekerjaan yang
layak atau sedang mempersiapkan usaha mandiri. Pengangguran biasanya
disebabkan bukan hanya karena keinginan dari dalam diri seseorang
(sukarela) tetapi juga karena keadaan (terpaksa). Lapangan pekerjaan yang
kurang memadai menjadikan banyak angkatan kerja yang seharusnya
produktif menjadi pengangguran. Dengan keadaan Indonesia saat ini,
jumlah dan pertumbuhan penduduk yang tinggi juga menyebabkan jumlah
angkatan kerja atau para pencari kerja tidak sebanding dengan jumlah
lapangan kerja yang ada.
24
Menurut Sukirno (2011) pengangguran merupakan masalah yang
rumit karena disebabkan oleh beberapa faktor yang saling berkaitan dan
memiliki beberapa efek buruk terhadap perekonomian, politik, dan sosial.
Misalnya dengan banyaknya pengangguran maka produktivitas dan
pendapatan masyarakat akan berkurang dan akibat lainnya akan
menimbulkan masalah-masalah sosial.
Sedangkan Mankiw (2006) pengangguran adalah orang yang tidak
mempunyai pekerjaan, sedang mencari pekerjaan, atau sedang
mempersiapkan suatu usaha baru. Sedangkan tingkat pengangguran adalah
perbandingan antara jumlah pengangguran dan jumlah angkatan kerja
dalam kurun waktu tertentu dalam bentuk persentase. Jumlah angkatan
kerja yang tidak sebanding dengan kesempatan kerja akan mengakibatkan
tidak semua angkatan kerja dapat terserap. Pengangguran juga bisa terjadi
karena angkatan kerja tidak memenuhi persyaratan yang diminta oleh
suatu perusahaan.
Pengangguran merupakan masalah yang sangat serius dan merupakan
tugas berat bagi pemerintah untuk mengatasinya. Menurut Peraturan
Pemerintah RI Nomor 33 Tahun 2013 tentang Perluasan Kesempatan
Kerja:
“Pengangguran merupakan masalah nasional dan merupakan tanggung
jawab Pemerintah, Pemerintah Daerah dan masyarakat.
Penanggulangan masalah pengangguran harus dilakukan oleh semua
stakeholders terkait secara bersamaan dan terintegrasi antar lintas
sektor dan masyarakat dengan cara mengupayakan perluasan
kesempatan kerja baik di dalam maupun di luar hubungan kerja.”
Menurut Kusnaedi (2015) untuk dapat mengetahui perkembangan
pengangguran suatu daerah bida didasarkan pada pendekatan pemanfaatan
tenaga kerja seperti, 1) bekerja penuh yaitu orang-orang yang bekerja
penuh atau jam kerjanya telah mencapai 35 jam ke atas, 2) setengan
25
menganggur yaitu mereka yang bekerja, tetapi belum dimanfaatkan secara
penuh atau bekerja kurang dari 35 jam per minggu, 3) menganggur yaitu
suatu keadaan dimana seseorang tidak memiliki pekerjaan dan aktif
mencari pekerjaan.
b. Jenis-jenis Pengangguran
Pengangguran merupakan masalah serius yang banyak dialami oleh
berbagai negara terutama negara berkembang. Oleh karena itu
pengangguran selalu masuk dalam pembahasan rencana pembangunan
ekonomi suatu negara yang dikaitkan dengan tujuan untuk menurunkan
tingkat pengangguran. Penggungguran terjadi karena disebabkan oleh
beberapa faktor berbeda sehingga pengangguran dapat digolongkan
berdasarkan penyebab dan cirinya.
Menurut Sukirno (2013) dalam membedakan jenis-jenis pengangguran
terdapat dua cara untuk menggolongkannya, yaitu :
1) Jenis pengangguran berdasarkan penyebabnya
Berdasarkan penggolongan ini pengangguran dapat dibedakan
kepada jenis pengangguran berikut :
a) Pengangguran Normal atau Friksional
Pengangguran ini terjadi karena kesulitan temporer dalam
mempertemukan pencari kerja dengan lowongan kerja yang ada.
b) Pengangguran Siklikal
Perekonomian tidak selalu berkembang dengan teguh,
adakalanya permintaan agregrat lebih tinggi, dan ini mendorong
pengusaha menaikkan produksi. Lebih banyak pekerja baru
digunakan dan pengangguran berkurang, akan tetapi pada masa
lainnya permintaan agregrat menurun dengan banyaknya.
Misalnya, di negara-negara produsen bahan mentah pertanian,
penurunan ini mungkin disebabkan kemesorotan harga-harga
26
komoditas. Kemunduran ini menimbulkan efek kepada
perusahaan-perusahaan lain yang berhubungan, yang juga akan
mengalami kemesorotan dalam permintaan terhadap produksinya.
Kemesorotan permintaan agregrat ini mengakibatkan perusahaan-
perusahaan mengurangi pekerja atau menutup perusahaannya,
maka pengangguran akan bertambah. Pengangguran yang wujud
tersebut dinamakan pengangguran siklikal.
c) Pengangguran Struktural
Terjadi karena adanya perubahan dalam struktur
perekonomian. Perubahan struktur yang demikian memerlukan
perubahan dalam keterampilan tenaga kerja yang dibutuhkan,
sedangkan pihak pencari kerja tidak mampu menyesuaikan diri
dengan keterampilan tersebut.
d) Pengangguran Teknologi
Pengangguran dapat pula ditimbulkan oleh adanya penggantian
tenaga manusia oleh mesin-mesin dan bahkan kimia. Racun lalang
dan rumput, misalnya, telah mengurangi penggunaan tenaga kerja
untuk membersihkan perkebunan, sawah dan lahan pertanian.
Begitu juga mesin telah mengurangi kebutuhan tenaga kerja untuk
membuat lubang, memotong rumput, membersihkan kawasan, dan
memungut hasil. Sedangkan di pabrik-pabrik, ada kalanya robot
telah menggantikan kerja-kerja manusia. Pengangguran yang
ditimbulkan oleh penggunaan mesin dan kemajuan teknologi
lainnya dinamakan pengangguran teknologi.
2) Jenis pengangguran berdasarkan cirinya
Berdasarkan kepada ciri pengangguran yang berlaku,
pengangguran dapat pula digolongkan sebagai berikut :
27
a) Pengangguran Terbuka
Pengangguran ini tercipta sebagai akibat permasalahan
lowongan pekerja yang lebih rendah dari pertambahan tenaga
kerja. Sebagai akibatnya dalam perekonomian semakin banyak
jumlah tenaga kerja yang tidak dapat memperoleh pekerjaan. Efek
dari keadaan ini didalam suatu jangka masa yang cukup panjang
mereka tidak melakukan sesuatu pekerjaan. Jadi, mereka
menganggur secara nyata dan sepenuh waktu, dan oleh karenanya
dinamakan pengangguran terbuka. Pengangguran dapat pula wujud
sebagai akibat dari kegiatan ekonomi yang menurun, dari
kemajuan teknologi yang mengurangi penggunaan tenaga kerja,
atau sebagai akibat dari kemunduran perkembangan sesuatu
industri.
b) Pengangguran Tersembunyi
Pengangguran ini terutama wujud di sektor pertanian atau jasa.
Setiap kegiatan ekonomi memerlukan tenaga kerja, dan jumlah
tenaga kerja yang digunakan tergantung kepada banyak faktor.
Antara lain faktor yang perlu di pertimbangkan adalah ; besar atau
kecilnya perusahaan, mesin yang digunakan dan tingkat produksi
yang dicapai. Dibanyak negara berkembang seringkali didapati
bahwa jumlah pekerja dalam suatu kegiatan ekonomi adalah lebih
banyak dari yang sebenarnya diperlukan supaya ia dapat
menjalankan kegiatannya dengan efisien. Kelebihan tenaga kerja
yang digunakan digolongkan dalam pengangguran tersembunyi.
Contohnya ialah pelayan restoran yang lebih banyak dari yang
diperlukan dan keluarga petani dengan anggota keluarga yang
besar yang mengerjakan luas tanah yang sangat kecil.
c) Pengangguran Bermusim
Pengangguran ini terutama terdapat di sektor pertanian dan
perikanan. Pada musim hujan nelayan tidak dapat melakukan
28
pekerjaan mereka dan terpaksa menganggur. Pada musim kemarau
pada para pesawah tidak dapat mengerjakan tanahnya. Disamping
itu pada umumnya para pesawah tidak begitu aktif diantara waktu
sesudah menanam dan sesudah menuai. Apabila dalam masa diatas
para nelayan dan pesawah tidak melakukan pekerjaan lain maka
mereka terpaksa menganggur. Pengangguran seperti ini
digolongkan sebagai pengangguran bermusim.
d) Setengah Menganggur
Luasnya kesempatan kerja dan angkatan kerja biasanya
digambarkan oleh banyaknya penduduk yang bekerja dan
banyaknya penduduk yang menawarkan atau mencari pekerjaan.
Pekerjaan dianggap sebagai sesuatu mata pencarian bersifat rutin.
Jadi bekerja satu jam dianggap sudah mewakili. Seorang peneliti
bernama Philip Hansen (1975) mengajukan tiga penyebab
terjadinya setengah menganggur yaitu :
1. Kurangnya jam kerja
2. Rendahnya pendapatan
3. Ketidakcocokan antara pekerjaan dan keterampilan pekerja.
c. Perhitungan Tingkat Pengangguran
Untuk mengetahui perkembangan pengangguran atau tinggi rendahnya
pengangguran suatu negara yaitu dengan menghitung tingkat
pengangguran. Tingkat pengangguran adalah persentase angkatan kerja
yang tidak memiliki pekerjaan (Mankiw, 2012). Menurut Badan Pusat
Statistik (BPS) untuk mengukur jumlah pengangguran yaitu dengan
menghimpun data pengangguran dan aspek-aspek pasar tenaga kerja lain,
seperti jenis pekerjaan, jam kerja rata-rata, dan durasi pengangguran.
Setelah itu dibuat tiga kategori yaitu kategori bekerja, pengangguran, dan
bukan angkatan kerja. Setelah dikelompokan ke dalam tiga kategori
tersebut, kemudian menghitung berbagai statistik untuk merangkum
29
kondisi angkatan kerja dengan rumus: Angkatan Kerja= jumlah orang
yang bekerja+jumlah yang tidak bekerja
Setelah diketahui angkatan kerja, kemudian menghitung tingkat
pengangguran menurut Kusnendi (2015) dengan rumus:
Tingkat Pengangguran =
× 100%
d. Dampak Pengangguran
Akibat buruk pengangguran terhadap perekonomian (Samuelson,
2004) adalah :
1) Pengangguran menyebabkan masyarakat tidak dapat memaksimumkan
tingkat kesejahteraan yang mungkin dicapainya. Pengangguran
menyebabkan output aktual yang dicapai lebih rendah dari atau
dibawah output potensial. Keadaan ini berarti tingkat kemakmuaran
masyarakat yang di capai adalah lebih rendah dari tingkat yang akan
dicapainya.
2) Pengangguran menyebabkan pendapatan pajak pemerintah berkurang,
pengangguran yang disebabkan oleh rendahnya tingkat kegiatan
ekonomi, pada gilirannya akan menyebabkan pendapatan pajak yang
diperoleh pemerintah akan menjadi sedikit. Dengan demikian tingkat
pengangguran yang tinggi akan mengurangi kemampuan pemerintah
dalam menjalankan berbagai kegiatan pembangunan.
3) Pengangguran yang tinggi akan menghambat, dalam arti tidak
menggalakkan pertumbuhan ekonomi. Keadaan ini jelas bahwa
penganggurantidak akan mendorong perusahaan untuk melakukan
investasi di masa yang akan datang.
30
2. Pertumbuhan Ekonomi
a. Definisi Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi merupakan cerminan dari kegiatan perekonomian
suatu negara. Pertumbuhan tersebut dapat bermakna baik dan buruk, jika
suatu saat perekonomian mengalami pertumbuhan, maka kegiatan ekonomi
dapat dinilai naik, tetapi jika suatu saat perekonomian mengalami penurunan,
maka kegiatan ekonomi dapat dinilai buruk. Pertumbuhan ekonomi dapat
menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam masyarakat bertambah
dan masyarakat menjadi sejahtera.
Menurut Pujoalwanto (2014) pertumbuhan ekonomi adalah proses
kenaikan kapasitas produksi suatu perekonomian yang diwujudkan dalam
bentuk kenaikan pendapatan nasional. Proses kenaikan kapasitas produksi
terjadi secara bertahap dan memerlukan faktor pendorong seperti modal,
sumber daya manusia, dan teknologi. Secara umum, pertumbuhan ekonomi
adalah keadaan dimana terjadi perkembangan dalam kegiatan perekonomian
yang ditandai dengan meningkatnya produksi barang dan jasa, semakin
banyak jenis barang yang diproduksi maka akan terserapnya angkatan kerja,
dan dapat memakmurkan masyarakat.
Menurut Arsyad (2000) mengatakan bahwa pertumbuhan ekonomi daerah
diartikan sebagai kenaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) tanpa
memandang apakah itu lebih besar atau lebih kecil dari tingkat pertumbuhan
penduduk atau apakah perubahan struktur ekonomi terjadi atau tidak. Hal ini
mengartikan bahwa pertumbuhan ekonomi secara langsung atau tidak
langsung dapat menciptakan lapangan kerja. PDRB dapat menjadi tolak ukur
keberhasilan pertumbuhan ekonomi karena dapat menciptakan lapangan
pekerjaan atau meningkatkan kesempatan kerja. PDRB mengggambarkan
kemampuan suatu daerah dalam mengelola sumber daya alam dan faktor-
faktor produksinya. PDRB merupakan nilai tambah yang diciptakan dari
31
seluruh aktivitas ekonomi suatu daerah atau sebagai nilai produksi barang dan
jasa yang dihasilkan oleh suatu daerah.
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB) adalah sebagai jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit
usaha dalam suatu wilayah atau jumlah seluruh nilai barang dan jasa akhir
yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi di suatu wilayah. Produk Domestik
Regional Bruto disajikan dalam dua versi penilaian, yaitu :
1) PDRB atas dasar harga berlaku dan Produk Domestik Regional Bruto atas
dasar harga konstan. Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga
berlaku adalah nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan
harga pada setiap tahun, Produk Domestik Regional Bruto atas dasar
harga berlaku digunakan untuk menunjukkan besarnya struktur
perekonomian dan peranan sektor ekonomi.
2) Sedangkan PDRB atas dasar harga konstan adalah nilai tambah barang
dan jasa yang dihitung menggunakan harga pada tahun tertentu sebagai
dasar dimana dalam perhitungan ini digunakan tahun 2010. PDRB atas
dasar harga konstan digunakan untuk dapat mengetahui pertumbuhan
ekonomi dari tahun ke tahun.
Laju pertumbuhan Produk Domestik Bruto dapat diperoleh dari
perhitungan PDB atas dasar harga konstan. Diperoleh dengan cara
mengurangi nilai PDB pada tahun ke-n terhadap nilai pada tahun ke n-1
(tahun sebelumnya), dibagi dengan nilai pada tahun ke n-1, dikalikan dengan
100 persen. Laju pertumbuhan menunjukkan perkembangan garegat
pendapatan dari satu waktu tertentu terhadap waktu sebelumnya.
b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi dan Teori Pertumbuhan Ekonomi
Menurut Sukirno (2011) faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan
ekonomi di suatu negara adalah kekayaan sumber daya alam dan tanahnya,
32
jumlah dan mutu tenaga kerja, barang-barang modal yang tersedia, tingkat
teknologi yang digunakan dan sistem sosial dan sikap masyarakat.
Menurut Muhammad Mada dan Khusnul Ashar (2015) faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan ekonomi yaitu 1) sumber daya alam, yang
meliputri tanah dan kekayaan alam seperti kesuburan tanah, keadaan
iklim/cuaca, hasil hutan, tambang, dan hasil laut, sangat mempengaruhi
pertumbuhan industry suatu negara, terutama dala penyediaan bahan baku
produksi, 2) keahlian dan kewirausahaan dibutuhkan untuk mengolah bahan
mentah dari alam agar menjadi sesuatu yang memiliki nilai lebih tinggi, 3)
sumber daya modal dibutuhkan manusia untuk mengolah bahan mentah.
Pembentukan modal dan investasi digunakan untuk mengolah kekayaan. 4)
sumber daya manusia dibutuhkan untuk menentukan keberhasilan
pembangunan nasional melalui jumlah dan kualitas penduduk. Jumlah
penduduk yang besar merupakan pasar untuk memasarkan hasil-hasil
produksi, sedangkan kualitas penduduk merupakan penentuan seberapa besar
produktivitas yang ada.
Menurut Sukirno (2011) ada beberapa teori tentang pertumbuhan
ekonomi, yaitu:
1) Teori Pertumbuhan Klasik
Teori ini menekankan kepada pentingnya faktor-faktor produksi dalam
menaikkan pendapatan nasional dan mewujudkan pertumbuhan ekonomi.
Yang paling diperhatikan adalah peranan tenaga kerja. Menurut para ahli
ini, tenaga kerja yang berlebihan akan mempengaruhi pertumbuhan
ekonomi.
2) Teori Schumpeter
Teori ini menekankan tentang peranan dari sisi pengusaha dalam
mewujudkan pertumbuhan ekonomi. Para pengusah ini adalah golongan
yang akan terus membuat inovasi dalam kegiatan ekonomi. Contoh dari
33
inovasinya, seperti memperkenalkan barang baru, mempertinggi efisiensi
cara memproduksi dalam menghasilkan suatu barang, mengembangkan
sumber bahan mentah yang baru dan mengadakan perubahan-perubahan
demi keefisienan kegiatan perusahaan.
3) Teori Harrod-Domar
Teori ini mewujudkan peranan investasi sebagai faktor yang
menimbulkan pertambahan pengeluaran agregat. Teori ini menekankan
pada peranan segi permintaan dalam mewujudkan pertumbuhan ekonomi.
4) Teori Neo-Klasik
Teori ini menunjukkan bahwa perkembangan teknologi dan
peningkatan kemahiran masyarakat merupakan faktor yang penting dalam
mewujudkan pertumbuhan ekonomi.
3. Angkatan Kerja
a. Definisi Angkatan Kerja
Salah satu faktor produksi yang sangat penting adalah sumber daya
manusia. Sumber daya manusia dimanfaatkan seoptimal mungkin untuk
menghasilkan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
Namun, tidak semua sumber daya manusia dapat digunakan dalam kegiatan
produksi tetapi ada beberapa ketentuan seperti batasan usia. Sumber daya
manusia yang digunakan dalam kegiatan produksi biasanya disebut sebagai
angkatan kerja. Apabila jumlah angkatan kerja besar akan menambah jumlah
tenaga produktif yang digunakan dalam kegiatan produksi. Menurut Undang-
undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, pengertian tenaga kerja
adalah mencangkup penduduk yang sudah atau sedang bekerja, sedang
mencari kerja, dan yang melakukan pekerjaan lain seperti sekolah dan
34
mengurus rumah tangga. Tenaga kerja terdiri dari angkatan kerja dan bukan
angkatan kerja.
Menurut Pujoalwanto (2014) angkatan kerja adalah bagian dari tenaga
kerja yang termasuk penduduk usia kerja atau produktif yang berusia 15-64
tahun baik yang sudah memiliki pekerjaan, sedang mencari pekerjaan maupun
sedang mempersiapakan usaha baru. Banyak sedikitnya angkatan kerja
tergantung pada komposisi jumlah penduduk. Apabila golongan usia kerja
mengalami kenaikan maka jumlah angkatan kerja pun akan bertambah.
Angkatan kerja yang banyak diharapkan akan mampu memicu peningkatan
kegiatan ekonomi yang nantinya akan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat.
b. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK)
Untuk mengetahui perkembangan angkatan kerja suatu negara dapat
dilihat dari tingkat partisipasi angkatan kerjanya. Tingkat partisipasi angkatan
kerja menunjukkan suatu ukuran proporsi penduduk usia kerja yang terlibat
dalam pasar tenaga kerja baik yang bekerja maupun yang sedang mencari
pekerjaan. TPAK diuukur sebagai persentase jumlah angkatan kerja terhaddap
jumlah pennduduk usia kerja.
TPAK mengindikasikan besaran ukuran relatif penawaran tenaga kerja
yang dapat terlibat dalam produksi barang dan jasa dalam suatu perekonomian
atau dapat diartikan sebagai seberapa banyak ketersediaan orang untuk
bekerja. Sehingga ketikak etersediaan sumber daya manusia banyak, maka
akan meningkatkan tingkat pengangguran. Karena tidak diimbangi dengan
kesempatan kerja yang memadai.
35
4. Pendidikan
a. Definisi Pendidikan
Pendidikan dalam konteks pembangunan nasional mempunyai fungsi
sebagai pemersatu bangsa, penyamaan kesempatan, pengembangan potensi
diri. Pendidikan diharapkan dapat memperkuat keutuhan bangsa dalam NKRI,
memberi kesempatan yang sama bagi setiap warga negara untuk berpartisipasi
dalam pembangunan, dan memungkinkan setiap warga negara untuk
mengembangkan potensi yang dimilikinya secara optimal.
Menurut Iswahyudi, dkk (2015) pendidikan memiliki peran penting dalam
kehidupan berbangsa dan demi menciptakan sumber daya manusia yang
berkualitas. Pendidikan merupakan suatu kebutuhan dasar untuk setiap
manusia agar mencerdaskan kehidupan bangsa, karena melalui pendidikan
upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dapat diwujudkan. Menurut
Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan:
“Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.”
b. Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan biasa juga disebut dengan jenjang pendidikan. Yaitu
tahap pendidikan yang berkelanjutan yang ditetapkan berdasarkan tingkat
perkembangan peserta didik, tingkat kerumitan bahan pengajaran dan cara
menyajikan bahan pengajaran. Jenjang pendidikan yang termasuk jalur
pendidikan sekolah terdiri dari pendidikan dasar, pendidikan menengah,
pendidikan tinggi. Selain jenjang pendidikan tersebut diselenggarakan pula
pendidikan pra sekolah sebagai persiapan untuk memasuki sekolah dasar
(Fuad, 2003).
36
1) Pendidikan Pra Sekolah
Pendidikan pra sekolah diselenggarakan untk meletakkan dasar-dasar
kearah perkembangan sikap, pengetahuan, keterampilan dan daya cipta
yang diperlukan anak untuk hidup di lingkungan masyarakat serta
memberikan bekal kemampuan dasar untuk memasuki jenjang sekolah
dasar dan mengembangkan diri sesuai dengan asas pendidikan sedini
mungkin dan seumur hidup.
2) Pendidikan Dasar
Pendidikan dasar diselenggarakan untuk mengembangkan sikap dan
kemampuan serta memberikan pengetahuan dan keterampilan dasar yang
diperlukan untuk hidup dalam masyarakat serta mempersiapkan peserta
didik yang memnuhi persyaratan untuk mengikuti pendidikan menengah.
3) Pendidikan Menengah
Pendidikan menengah diselenggarakan untuk melanjutkan dan
meluaskan pendidikan dasar serta menyiapkan peserta didik menjadi
anggota masyarakat yang memiliki kemampuan mengadakan hubungan
timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya alam sekitar, serta dapat
mengembangkan kemampuan lebih lanjut dalam dunia kerja atau
pendiidkan tinggi.
4) Pendidikan Tinggi
Pendidikan tinggi merupakan lanjutan pendidikan menengah yang
diselenggarakan untuk menyiapkan peserta untuk menjadi anggota
masyarakat yang memiliki kemampuan akademik atau professional yang
dapat menerapkan, mengembangkan dan menciptakan ilmu pengetahuan,
teknologi dan kesenian.
c. Rata-rata Lama Sekolah
Tingkat pendidikan dipengaruhi oleh beberapa faktor, menurut Hasbullah
(2001) faktor yang mempengaruhi tingkat pendidikan adalah ideology sosial
ekonomi, sosial budaya, perkembangan IPTEK, dan psikologi. Tingkat
pendidikan suatu daerah dapat diukur salah satunya dengan rata-rata lama
37
sekolah. Rata-rata lama sekolah adalah jumlah tahun belajar penduduk usia 15
tahun ke atas yang telah diselesaikan dalam pendidikan formal (tidak
termasuk tahun yang mengulang). Rata-rata lama sekolah merupakan
indikator yang menggambarkan tingkat pendidikan seseorang dalam
penghitungan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Namun dalam penelitian
ini, indikator rata-rata lama sekolah menjadi indeks pendidikan dalam
penghitungan IPM. Rata-rata lama sekolah dapat mengukur keberhasilan
program pendidikan dan dapat memberi gambaran tentang pencapaian dan
penambahan jumlah sumber daya manusia yang berkualitas di suatu daerah.
5. Upah Minimum
a. Definisi Upah Minimum
Menurut Sukirno (2013) dalam teori ekonomi, upah dapat diartikan
sebagai pembayaran yang diperoleh berbagai bentuk jasa (jasa fisik maupun
mental) yang disediakan dan diberikan oleh para tenaga kerja kepada para
pengusaha yang menyediakan lapangan pekerjaan. Sedangkan menurut
Muhammad Mada dan Khusnul Ashar (2015) upah adalah bayaran bagi para
pekerja dan bayaran untuk para pekerja dalam satu periode tertentu.
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang
Pengupahan bahwa kebijakan pengupahan diarahkan untuk mencapai
penghasilan yang dapat memenuhi penghidupan yang layak bagi
pekerja/buruh. Kebijakan pengupahan itu meliputi: 1) Upah minimum; 2)
Kerja lembur; 3) Upah tidak masuk kerja karena berhalangan; 4) Upah tidak
masuk kerja karena melakukan kegiatan lain di luar pekerjaannya; 5) Upah
karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya; 6) Upah untuk pembayaran
pesangon; dan 7) Upah untuk perhitungan pajak penghasilan.
Komponen upah terdiri atas: 1) Upah tanpa tunjangan; 2) Upah pokok dan
tungjangan tetap; dan 3) Upah pokok, tunjangan tetap, dan tunjangan tidak
tetap.
38
Upah minimum memiliki beberapa jenis, sebagai berikut: 1) Upah
Minimum Provinsi, upah minimum yang berlaku untuk seluruh
Kabupaten/Kota di satu Provinsi, 2) Upah Minimum Kabupaten/Kota, yaitu
upah minimum yang berlaku di daerah Kabupaten/Kota, 3) Upah Minimum
Sektoral Provinsi (UMS Provinsi), yaitu upah minimum yang berlaku secara
sektoral di seluruh Kabupaten/Kota di satu Provinsi, dan 4) Upah Minimum
Sektoral Kabupaten/Kota (UMS Kabupaten/Kota), yaitu upah minimum yang
berlaku secara sektoral di daerah Kabupaten/Kota.
Menurut Kusnaedi (2015) tingkat pengangguran dikembangkan oleh pakar
ekonomi yang bernama A. W. Philips yang menjelaskan tentang hubungan
antara perubahan tingkat upah dan tingkat pengangguran. Menurut Philips
terdapat hubungan negatif antara persentase kenaikan upah dengan tingkat
pengangguran.ketika tingkat pengangguran tinggi, maka persentase kenaikan
tingkat upah rendah dan apabila tingkat pengangguran rendah, maka
persentase tingkat upah tinggi. Hubungan negatif ini dikenal sebagai kuva
Philips.
Gambar 2.1
Kurva Philips
Perubahan upah %
W2
W1 Tingkat Pengangguran %
0 UN 1 UN 2
Sumber: Kusnaedi (2015)
39
b. Teori-teori Upah
Menurut Malayu (2002), ada beberapa teori mengenai upah, yaitu:
1) Teori Upah Dana Alam yang dikemukakan oleh David Ricardo, yang
menjelaskan bahwa teori upah dibagi menjadi dua yaitu upah menurut
kodratnya adalah upah yang cukup untuk pemeliharaan hidup pekerja.
Dan yang kedua adalah upah menurut harga pasar adalah upah yang
terjadi dipasar dan ditentukan oleh permintaan dan penawaran.
2) Teori Upah Besi yang dikemukakan oleh Ferdinad Lassale, ia menjelaskan
bahwa sistem pembagian upah ada dua yaitu sistem pembagian
keuntungan, sistem uoah ini diberikan dengan pemberian bonus jika
perusahaan mendapatkan keuntungan di akhir tahun. Yang kedua adalah
sistem upah indeks, didasarkan atas indeks biaya kebutuhan. Sistem ini
akan naik dan turun sesuai dengan naik turunya biaya hidup.
3) Teori Upah Etika yang dikemukakan oleh Kaum Utopis (kaum yang
memiliki idealis masyarakat yang ideal). Menurut teori ini, para
pengusaha harus dapat memberikan upah yang layak kepada pekerja dan
keluara, dan juga harus memberikan tunjangan keluarga.
4) Sistem Upah Potongan, bertujuan untuk menggantikan sistem upah jangka
waktu jika hasil pekerjaan tidak memuaskan.
5) Teori Upah Menurut Nilai dan Pertentangan Kelas, menjelaskan bahwa
hanya buruh yang merupakan sumber nilai ekonomi. Nilai suatu barang
tergantung nilai dari jasa buruh atau jumlah waktu kerja yang
dipergunakan untuk memproduksi barang tersebut.
40
B. Hubungan Antar Variabel
a. Pertumbuhan ekonomi terhadap tingkat pengangguran
Pertumbuhan ekonomi ditandai dengan meningkatnya produksi barang
dan jasa yang di produksi dalam perekonomian. Setiap ada peningkatan
persentase pertumbuhan ekonomi yang tinggi akan memberikan kesempatan
kerja lebih besar terhadap pekerja sehingga tingkat pengangguran dapat
berkurang. Namun, jika pertumbuhan ekonomi rendah artinya terjadi
penurunan dalam produksi barang dan jasa yang diakibatkan oleh kekurangan
pengeluaran agregat. Akibat dari penurunan produksi barang dan jasa ini,
pengusaha dan pabrik akan mengurangi bebannya dengan melakukan
pemutusan hubungan kerja yang akan mengakibatkan bertambahnya tingkat
pengangguran. Dapat dilihat bahwa hubungan antara pertumbuhan ekonomi
dan pengangguran bersifat negatif.
b. Tingkat partisipasi angkatan kerja terhadap tingkat pengangguran
Untuk mengetahui perkembangan angkatan kerja suatu negara dapat
dilihat dari tingkat partisipasi angkatan kerjanya. Tingkat partisipasi angkatan
kerja adalah proporsi jumlah angkatan kerja dari jumlah tenaga kerja. Menurut
Amir Amri (2007), bahwa hubungan angkatan kerja dan tingkat pengangguran
negatif. Bahwa setiap peningkatan angkatan kerja yang tidak diimbangi
dengan perluasan lapangan kerja membuat penciptaan lapangan pekerjaan
yang tersedia sangat minim sehingga penyerapan tenaga kerja pun tidak
maksimal, maka tingkat pengangguran pun bertambah seiring penambahan
angkatan kerja.
Tingkat partisipasi angkatan kerja menunjukkan suatu ukuran proporsi
penduduk usia kerja yang terlibat dalam pasar tenaga kerja baik yang bekerja
maupun yang sedang mencari pekerjaan. TPAK diukur sebagai persentase
jumlah angkatan kerja terhadap jumlah penduduk usia kerja.
41
c. Rata-rata lama sekolah terhadap tingkat pengangguran
Dengan pendidikan maka manusia terdidik dapat menjadi modal (modal
manusia/human capital) bagi pembangunan ekonomi. Menurut Kamaludin
(1999) semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin tinggi juga
kemampuan dan kesempatan untuk bekerja, sehingga akan menghasilkan
kualitas SDM yang baik dan akan berdampak pada berkurangnya
pengangguran. Tingkat pendidikan suatu daerah dapat diukur dengan
menggunakan rata-rata lama sekolah. Apabila rata-rata lama sekolah di suatu
daerah tinggi, maka masyarakat memiliki pengetahuan yang lebih memadai
dan dapat memenuhi kriteria yang diberikan para perusahaan agar mendapat
pekerjaan.
d. Upah minimum kabupaten/kota terhadap tingkat pengangguran
Menurut Kusnaedi (2015) hubungan antara perubahan tingkat upah dan
tingkat pengangguran dapat dikembangkan oleh pakar ekonomi yang bernama
A. W. Philips. Menurut Philips ada hubungan yang negatif antara persentase
kenaikan upah dan tingkat pengangguran. Ketika tingkat kenaikan upah
tinggi, maka pengangguran cenderung rendah. Hubungan negatif antara upah
minimum dan tingkat pengangguran dikenal sebagai kuva Philips.
42
C. Kerangka Pemikiran
Gambar 2.2
Kerangka Berpikir
Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Tingkat Partisipasi Angkatan
Kerja, Rata-rata Lama Sekolah, dan Upah Minimum
Kabupaten/Kota di Provinsi Banten Tahun 2010-2017
Random Effect Model (REM)
Upah Minimum Kabupaten/Kota (X4)
Variabel Independen
Kesimpulan dan Saran
Uji Hipotesis :
- Uji Adj R2
- Uji t
- Uji F
Pemilihan Model :
- Uji Chow
- Uji Hausman
- Uji Lagrange Multiplier
Tingkat Pengangguran
Terbuka (Y)
Variabel Dependen
Pertumbuhan Ekonomi (X1)
Rata-rata Lama Sekolah (X3)
Alat Analisis : Panel Data
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (X2)
43
D. Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara rumusan masalah penelitian, dimana
rumusan masalah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan . Hipotesis dalam
penelitian ini sebagai berikut:
1. H0: Tidak ada pengaruh pertumbuhan ekonomi secara parsial terhadap tingkat
pengangguran di Kabupaten/Kota di Provinsi Banten tahun 2010-2017.
H1: Ada pengaruh pertumbuhan ekonomi secara parsial terhadap tingkat
pengan gguran di Kabupaten/Kota di Provinsi Banten tahun 2010-2017.
2. H0: Tidak ada pengaruh tingkat partisipasi angkatan kerja secara parsial
terhadap tingkat pengangguran di Kabupaten/Kota di Provinsi Banten tahun
2010-2017.
H1: Ada pengaruh tingkat partisipasi angkatan kerja secara parsial terhadap
tingkat pengangguran di Kabupaten/Kota di Provinsi Banten tahun 2010-
2017.
3. H0: Tidak ada pengaruh rata-rata lama sekolah secara parsial terhadap tingkat
pegangguran di Kabupaten/Kota di Provinsi Banten tahun 2010-2017.
H1: Ada pengaruh rata-rata lama sekolah secara parsial terhadap tingkat
pengangguran di Kabupaten/Kota di Provinsi Banten tahun 2010-2017.
4. H0: Tidak ada pengaruh upah minimum kabupaten/kota secara parsial
terhadap tingat pengangguran di Kabupaten/Kota di Provinsi Banten tahun
2010-2017.
H1: Ada pengaruh upah minimum kabupaten/kota secara parsial terhadap
tingkat pengangguran di Kabupaten/Kota di Provinsi Banten tahun 2010-
2017.
44
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini menganalisa pengaruh pertumbuhan ekonomi, tingkat partisipasi
angkatan kerja, rata-rata lama sekolah, dan upah minimum terhadap tingkat
pengangguran. Dimana variabel dependen atau terikat yang digunakan adalah
tingkat pengangguran terbuka sedangkan variabel indipenden atau bebas meliputi
pertumbuhan ekonomi, tingkat partisipasi angkatan kerja, rata-rata lama sekolah,
dan upah minimum kabupaten/kota. Dengan ruang lingkup Provinsi Banten
dengan 8 Kabupaten/Kota dan periode yang digunakan yaitu data tahunan dari
tahun 2010 sampai 2018.
Ruang lingkup penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah tahun
2010-2017 dengan menggunakan metode data panel. Data yang digunakan
penelitian ini adalah data tahunan. Adapun data yang diperlukan dalam penelitian
ini adalah tingkat pengangguran terbuka, pertumbuhan ekonomi, tingkat
partisipasi angkatan kerja, rata-rata lama sekolah, dan upah minimum
kabupaten/kota. Sedangkan jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
data sekunder, yaitu data yang diperoleh atau dikumpulkan peneliti dari berbagai
sumber yang telah ada.
B. Metode Penentuan Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi tersebut. Pengukuran sampel merupakan suatu langkah untuk
menentukan besarnya sampel yang diambil dalam melaksanakan penelitian suatu
objek. Untuk menentukan besarnya sampel dapat dilakukan dengan statistik atau
45
berdasarkan estimasi penelitian. Pengambilan sampel ini harus dilakukan
sedemikian rupa sehingga diperoleh sampel yang benar-benar dapat berfungsi
atau dapat merepresentatifkan keadaan populasi yang sebenarnya
(Sugiyono,2013).
Metode penentuan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
purposive sampling. Purposive sampling adalah penentuan sampel berdasarkan
penilaian yang memenuhi persyaratan untuk digunakan dalam sampel. Dalam
penelitian ini menggunakan data populasi di Provinsi Banten yang terdiri dari
delapan Kabupaten/Kota antara lain: Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Lebak,
Kabupaten Tangerang, Kabupaten Serang, Kota Tangerang, Kota Cilegon, Kota
Serang, dan Kota Tangerang Selatan.
C. Metode Pengumpulan Data
Menurut Siregar (2013) menjelaskan bahwa data adalah bahan mentah yang
diolah dan menghasilkan informasi yang dapat menunjukkan fakta, baik secara
kuantitatif maupun kualitatif. Metode pengumpulan data pada penelitian ini
adalah studi kepustakaan dan data yang digunakan ddalam penelitian ini adalah
data sekunder.
1. Data sekunder adalah data yang diproleh tidak melalui tangan pertama, tetapi
melalui tangan kedua, ketiga, dan seterusnya. Atau dengan kata lain, sumber
data penelitian yang diperoleh secara tidak langsung. Data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah data sekunder dengan periode waktu 2010-2017,
yang dapat diperoleh dari berbagai sumber seperti Badan Pusat Statistik
Provinsi Banten, dan Badan Pusat Statitistik Kabupaten/Kota di Provinsi
Banten.
2. Studi kepustakaan dapat dilakukan dengan cara mencari informasi melalui
berbagai literature, jurnal dan lain-lain yang dipublikasikan yang berhubungan
dengan obyek penelitian ini.
46
D. Metode Analisis Data
Dalam penelitian ini analisis data yang digunakan adalah analisis data panel.
Data panel adalah gabungan antara data runtut waktu (time series) dengan data
silang daerah (cross section). Data time series yang digunakan dalam penelitian
ini adalah periode tahun 2010-2017, sedangkan data cross section meliputi 8
Kabupaten/Kota di Provinsi Banten. Dalam perhitungan analisis data ini
dilakukan dengan menggunakan bantuan program Eviews9.
Menurut Gujarati (2004) terdapat beberapa keuntungan dari penggunaan data
panel dalam penelitian, yaitu:
1. Data panel berhubungan dengan individu, perusahaan, negara, provinsi, dan
lain-lain selama beberapa waktu dengan batasan heterogenetitas dalam setiap
unitnya. Teknik estimasi data panel dapat menga,bil heterogenetitas tersebut
secara eksplisit ke dalam perhitungan dengan mengizinkan variabel-variabel
individunya.
2. Mendapatkan informasi yang lebih banyak, variabilitas lebih baik,
mengurangi hubungan antara variabel bebas, memberikan lebih banyak
derajat kebebasan, dan lebih efisien.
3. Lebih sesuai untuk mempelajari perubahan secara dinamis.
4. Dapat mendeteksi dan mengukur efek suatu data yang tidak dapat diukur oleh
data berkala dan tampang lintang.
5. Dapat digunakan untuk mempelajari model-model perilaku.
6. Dapat meminimalkan bias yang mungkin terjadi apabila membahasnya dalam
bentuk agregat.
Dalam penelitian ini terdapat empat variabel independen yaitu variabel
pertumbuhan ekonomi (X1), tingkat partisipasi angkatan kerja (X2), rata-rata lama
sekolah (X3), dan upah minimum kabupaten/kota (X4), maka model yang dapat
digunakan dalam penelitian ini disebut dengan regresi linier berganda. Adapun
47
variabel dependen dalam penelitian ini adalah tingkat pengangguran terbuka (Y).
Adapun model yang akan diestimasi adalah sebagai berikut:
Y = β + β1X1it + β2X2it + β3X3it + β4X4it + εit
Keterangan:
Y : Tingkat Pengangguran Terbuka
X1it : Pertumbuhan Ekonomi di daerah i pada tahun t
X2t : Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja di daerah i pada tahun t
X3it : Rata-rata Lama Sekolah di daerah i pada tahun t
X4t : Upah Minimum Kabupaten/Kota di daerah i pada tahun t
β : konstanta
β1, β2, β3 : koefisien regresi
εit : error term di daerah i pada periode t
Dalam teknik estimasi regresi data panel terdapat empat model yang
digunakan, yaitu model OLS pooled, model fixed effect least square dummy
variabel (LSDV), model fixed effect within-group, dan model random effect.
Sedangkan Ansofino dkk (2016) menyatakan bahwa terdapat tiga model yang
digunakan dalam regresi data panel, yaitu model dengan metode Pooled Least
Effect, model Fixed Effect, dan model Random Effect. Secara umum terdapat tiga
teknik estimasi regresi data panel, yaitu Common Effect Model, Fixed Effect
Model, dan Random Effect Model.
1. Estimasi Model Data Panel
a) Pooled Least Square/Common Effects Model
Regresi ini mengasumsikan bahwa intersep dan slope tetap sepanjang
waktu dan individu. Sistematika model common model effects adalah
penggabungan dua data yaitu time series dan cross section ke dalam data
48
panel. Dari data tersebut akan diregresi dengan metode OLS (Ordinary
Least Square), dengan dilakukan regresi semacam ini maka tidak dapat
mengetahui perbedaan baik antar individu maupun antar waktu
disebabkan karena pendekatan yang digunakan mengabaikan dimensi
individu maupun rentan waktu yang mungkin saja berpengaruh. Adanya
perbedaan intersep dan slope diasumsikan kemudian dijelaskan oleh
variabel error atau residual. Dalam persamaan matematis asumsi tersebut
dapat dituliskan β0 (slope) dan βk (intersep) akan sama (riil) untuk setiap
data time series dan cross section (Sriyana, 2014).
b) Fixed Effect Model
Pendugaan parameter regresi data panel dengan fixed effect model
menggunakan teknik penambahan variabel dummy sehingga metode ini
seringkali disebut least square dummy variable model. Fixed effect model
diasumsikan bahwa koefisien slope bernilai riil tetapi intersep bersifat
tidak riil (Gujarati, 2004).
c) Random Effect Model
Sebagaimana yang telah diketahui bahwa pada model efek tetap,
mempunyai perbedaan karakteristik-karakteristik individu dan waktu
diakomodasikan pada intersep sehingga intersep akan berubah antar
waktu. Sementara random effect model mempunyai karakteristik individu
dan waktu diakomodasikan pada error dari model. Mengingat ada dua
komponen waktu dan error gabungan.
d) Pemilihan Metode Estimasi dalam Data Panel
Untuk menentukan model yang akan dipakai dan yang tepat untuk
digunakan dalam penelitian ini akan digunakan pengujian yang formal
yaitu Chow Test, Hausman Test dan LM Test.
49
1) Uji Chow (Chow Test)
Uji Chow digunakan untuk memilih kedua model diantara pooled
least squared dan fixed effect model. Hipotesis dari uji chow test yaitu:
Prob (p-value) > α, maka menerima H0 dan menolak H1 sehingga
pooled least squared yang valid digunakan.
Prob (p-value) < α, maka menolak H0 dan menerima H1 sehingga
fixed effect model yang valid digunakan.
Signifikan level (α) atau disebut juga alpha batas kesalahan
maksimal yang dijadikan patokan dalam perhitungan statistik.
Berdasarkan konvensi, alpha yang biasa digunakan adalah sebesar 1%
(0,01), 5% (0,05) dan 10% (0,10). Apabisa nilai chow statistik
(probabilitas) dan hasil penguji lebih kecil dari α, maka hipotesis nol
diterima. Sehingga model yang akan diterima dan digunakan adalah
pooled least squared, begitu pula sebaliknya.
2) Uji Hausman (Hausman Test)
Uji ini digunakan untuk memilih model efek acak (random effect
model) dengan model efek tetap (fixed effect model). Uji ini bekerja
dengan menguji apakah terdapat hubungan antara galat pada model
dengan satu atau lebih varibel penjelas (independen) dalam model. Uji
ini bertujuan untuk melihat apakah terdapat random effect di dalam
data panel (Rosadi, 2011).
Dalam pengujian ini dilakukan hipotesis sebagai berikut:
Prob (p-value) > α, maka menerima H0 dan menolak H1 sehingga
random effect model yang valid digunakan.
Prob (p-value) < α, maka menolak H0 dan menerima H1 sehingga
fixed effect model yang valid digunakan.
50
3) Uji Spesifikasi Model dengan Lagrange Multiplier
Uji ini menentukan apakah pooled least squared atau random
effect model yang dipilih untuk dilakukan estimasi. Hipotesis dari uji
LM ini adalah:
Nilai Breusch-pagan > α, maka menerima H0 dan menolak H1
sehingga pooled least square yang valid digunakan.
Nilai Breusch-pagan < α, maka menolak H0 dan menerima H1
sehingga random effect model yang valid digunakan.
2. Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis berfungsi untuk mengetahui apakah model yang
digunakan dalam penelitian sudah cukup baik ataupun belum dalam
menjelaskan keragaman yang terdapat pada suatu permasalahan. Terdapat
beberapa kriteria yang digunakan yaitu uji koefisien determinan (R-squared),
uji F-statistik dan uji t-statistik (Juanda, 2009).
a) Uji Koefisien Determinasi R2 (R Squared)
Pengukuran kecocokan model dilakukan dengan memperhatikan
besarnya koefisien determinasi (R2). R
2 merupakan ukuran proporsi atau
persentase dari variasi total pada variabel dependen yang dijelaskan oleh
model regresi. Deteksi koefisien determinasi pada penelitian ini adalah
dengan melihat nilai R2 pada output regresi. Ketentuan yang digunakan
adalah sebagai berikut:
Jika nilai R2 mendekati angka nol berarti kemampuan variabel-variabel
bebas dalam menjelaskan variabel terikat terbatas.
Jika nilai R2 mendekati angka satu berarti hampir semua informasi
dibutuhkan untuk memprediksi variabel terikat dapat dijelaskan oleh
variabel-variabel bebas.
51
b) Uji F-statistik
Uji F-statistik adalah uji model secara keseluruhan. Uji F-statistik
digunakan untuk mengetahui apakah variabel bebas secara bersama-sama
berpengaruh terhadap variabel terikat. Adapun hipotesis yang digunakan
adalah:
H0 : Tidak ada pengaruh yang nyata antara variabel bebas secara bersama-
sama terhadap variabel terikat.
H1 : Ada pengaruh yang nyata antara variabel bebas secara bersama-sama
terhadap variabel terikat.
Uji F-stsatistik yang dilakukan adalah dengan melihat probabilitas F-
statistik pada output regresi. Ketentuan yang digunakan adalah jika nilai
probabilitas F-statistik ≥ taraf signifikansi (α) yang digunakan maka H0
diterima yang berarti variabel bebas secara bersama-sama tidak
berpengaruh terhadap variabel terikat. Sebaliknya, jika nilai probabilitas
F-statistik < taraf signifikansi (α) yang digunakan maka H0 ditolak yang
berarti bahwa variabel bebas secara bersama-sama berpengaruh terhadap
variabel terikat.
c) Uji t-statistik
Uji t-statistik merupakan pengujian terhadap koefisien dari variabel
penduga atau variabel bebas. Uji t-statistik bertujuan untuk mengetahui
pengaruh satu variabel bebas secara individual terhadap variabel terikat.
Hipotesis yang digunakan adalah:
H0: Tidak ada pengaruh yang nyata antara variabel bebas terhadap
variabel terikat.
H1: Ada pengaruh yang nyata antara variabel bebas terhadap variabel
terikat.
52
Uji t-statistik yang dilakukan adalah dengan melihat nilai probabilitas
t-statistik masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikat pada
output regresi. Ketentuan yang digunakan adalah jika nilai probabilitas t-
statistik ≥ taraf signifikansi (α) yang digunakan maka H0 diterima yang
berarti variabel bebas tidak berpengaruh nyata terhadap variabel terikat.
Sebaliknya, jika nilai probabilitas t-statistik < taraf signifikansi (α) yang
digunakan maka H0 ditolak yang berarti bahwa variabel bebas
berpengaruh nyata terhadap variabel terikat.
E. Operasional Variabel Penelitian
Setiap variabel dalam penelitian dapat didefinisikan sehingga lebih jelas.
Berikut definisi dari masing-masing variabel dalam penelitian ini.
Tabel 3.1
Definisi Operasional Variabel
No Variabel Definisi Operasional Pengukuran
1 Tingkat
Pengangguran (Y)
Pengangguran Terbuka adalah
persentase penduduk usia kerja yang
tidak memiliki pekerjaan atau
sedang mencari pekerjaan. Dengan
cara membandingkan jumlah
pengangguran dengan angkatan
kerja.
Persentase (%)
2 Pertumbuhan
Ekonomi (X1)
Pertumbuhan Ekonomi adalah
adalah proses kenaikan kapasitas
produksi suatu perekonomian yang
diwujudkan dalam bentuk kenaikan
pendapatan nasional. Proses
kenaikan kapasitas produksi terjadi
secara bertahap dan memerlukan
faktor pendorong.
Persentase (%)
53
No Variabel Definisi Operasional Pengukuran
3 Tingkat
Partisipasi
Angkatan Kerja
(X2)
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja
adalah persentase jumlah angkatan
kerja berkontribusi sebagai tenaga
kerja pada usia angkatan kerja yaitu
15-64 tahun.
Persentase (%)
4 Rata-rata Lama
Sekolah (X3)
Rata-rata lama sekolah adalah
jumlah tahun belajar penduduk usia
15 tahun keatas yang telah
diselesaikan (tidak termasuk
mengulang)
Tahun
5 Upah Minimum
Kabupaten/Kota
(X4)
UMK adalah upah bulanan terendah
yang terdiri dari upah pokok dan
tunjangan tetap yang ditetapkan oleh
Gubernur di suatu daerah.
Rupiah
54
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Obyek Penelitian
1. Tingkat Pengangguran Provinsi Banten
Dalam penelitian ini tingkat pengangguran yang digunakan berdasarkan
perkembangan tingkat pengangguran terbuka di Kabupaten/Kota di Provinsi
Banten tahun 2010-2017. Adapun datanya adalah sebagai berikut:
Grafik 4.1
Tingkat Pengangguran Terbuka per Kabupaten/Kota
di Provinsi Banten Tahun 2010-2017
Sumber: BPS Banten (2018)
Berdasarkan grafik 4.1, dapat dilihat bahwa tingkat pengangguran di
Provinsi Banten mengalami fluktuasi setiap tahunnya. Tingkat pengangguran
tertinggi di Provinsi Banten selama tahun 2010-2017 yaitu Kota Cilegon
tahun 2010 dengan persentase sebsar 19.81% dan tingkat pengangguran
terendah ada pada Kota Tangsel tahun 2015 yaitu sebesar 6.1%. Terlihat dari
grafik diatas bahwa selama tahun 2010-2017 Kota Cilegon memiliki tingkat
0
5
10
15
20
252010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
2017
55
pengangguran yang cukup tinggi di antara lainnya setaip tahun. Banyaknya
industri yang tersebar di wilayah Kota Cilegon tidak berpengaruh pada
penurunan pengangguran. Itu karena ketidaksiapan masyarakat yang belum
dapat bersaing dengan tenaga kerja dari daerah lain yang jauh lebih siap dan
dari industri itu sendiri kurangnya kepercayaan terhadap warga lokal,
menyusul tingkat kemampuan masyarakat yang tidak didukung oleh
masyarakat yang handal tadi. Dan juga pendatang yang datang ke Kota
Cilegon tidak semuanya dapat terserap dan menyebabkan pengangguran
bertambah.
2. Pertumbuhan Ekonomi
Dalam penelitian ini data pertumbuhan ekonomi di Kabupaten/Kota di
Provinsi Banten tahun 2010-2017. Adapun datanya adalah sebagai berikut :
Grafik 4.2
Pertumbuhan Ekonomi per Kabupaten/Kota di Provinsi Banten
Tahun 2010-2017
Sumber: BPS Banten (2018)
Berdasarkan grafik 4.2, pertumbuhan ekonomi di Provinsi Banten
mengalami fluktuasi, namun cenderung mengalami penurunan. Pertumbuhan
0123456789
10
2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
2017
56
ekonomi tertinggi selama tahun 2010-2017 berada di Kota Tangerang Selatan.
Sedangkan yang terendah berada di Kabupaten Serang. Pertumbuhan ekonomi
di Kota Tangerang Selatan memiliki peringkat tertinggi selama 2010-2017 di
Provinsi Banten karena perkembangan ekonomi di wilayah Tangerang Selatan
terutama untuk sektor perdagangan, jasa, dan property dapat dikatakan paling
pesat. Wilayah ini memiliki fasilitas perkotaan yang lengkap, dengan
kehadiran pengembang-pengembang besar seperti BSD City, Alam Sutera,
dan Gading Serpong. Sehingga sekarang banyak deretan pusat bisnis dan
perbelanjaan berkelas internasional yang menghiasi wilayah Tangerang
Selatan.
3. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK)
Dalam penelitian ini data angkatan kerja yang digunakan adalah tingkat
partisipasi angkatan kerja (TPAK) di Kabupaten/Kota di Provinsi Banten
tahun 2010-2017. Adapun datanya adalah sebagai berikut :
Grafik 4.3
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja per Kabupaten/Kota di
Provinsi Banten Tahun 2010-2017
Sumber: BPS Banten (2018)
0
10
20
30
40
50
60
70
80
2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
2017
57
Berdasarkan grafik 4.3, tingkat partisipasi angkatan kerja di Provinsi
Banten mengalami fluktuasi. Hampir setiap tahun memiliki persentase di atas
60%. Kabupaten/kota yang memiliki persentase tingkat partisipasi angkatan
kerja paling tinggi tahun 2010-2017 yaitu Kota Tangerang dan tingkat
partisipasi angkatan kerja yang paling rendah adalah Kabupaten Pandeglang.
Namun, seluruh Kabupaten/Kota di Provinsi Banten memiliki persentase
tingkat partisipasi angkatan kerja yang cukup tinggi, sehingga ketersediaan
orang untuk bekerja semakin banyak.
4. Rata-rata Lama Sekolah
Dalam penelitian ini data tingkat pendidikan yang digunakan adalah rata-
rata lama sekolah di Kabupaten/Kota di Provinsi Banten tahun 2010-2017.
Adapun datanya adalah sebagai berikut:
Grafik 4.4
Rata-rata Lama Sekolah per Kabupaten/Kota di Provinsi Banten
Tahun 2010-2017
Sumber: BPS Banten (2018)
0
2
4
6
8
10
12
14
2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
2017
58
Berdasarkan grafik 4.4, rata-rata lama sekolah di Provinsi Banten tahun
2010-2017 setiap tahunnya mengalami peningkatan. Selama tahun 2010-2017
kabupaten/kota dengan nilai rata-rata sekolah tertinggi adalah Kota Tangerang
Selatan dan yang tersendah adalah Kabupaten Lebak. Rata-rata lama sekolah
di Kota Tangerang Selatan tinggi dikarenakan Kota Tangerang Selatan
menitikberatkan kepada 4 satndar dalam pendidikan SD-SMA yaitu standar
kompetensi lulusan, standar pendidikan dan tenaga kependidikan, sarana dan
prasarana, pembiayaan dan penilaian pendidikan. Lalu ada program
Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) untuk meningkatkan
kompetensi guru.
5. Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK)
Dalam penelitian ini data upah minimum yang digunakan adalah upah
minimum Kabupaten/Kota di Kabupaten/Kota di Provinsi Banten tahun 2010-
2017. Adapun datanya adalah sebagai berikut :
Grafik 4.5
Upah Minimum Kabupaten/Kota di Provinsi Banten
Tahun 2010-2017
Sumber: BPS Banten (2018)
0
500,000
1,000,000
1,500,000
2,000,000
2,500,000
3,000,000
3,500,000
2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
2017
59
Berdasarkan grafik 4.5, upah minimum kabupaten/kota di Provinsi dari
tahun 2010-2017 terus mengalami peningkatan, begitupun juga di setiap
kabupaten/kotanya. Persebaran nilai upah minimum tertinggi tahun 2017
berada di Kota Cilegon yaitu sebesar Rp 3.331.997 per bulan dan terendah
berada di Kabupaten Lebak yaitu sebesar Rp 2.127.112 per bulan. Selama
kurun waktu delapan tahun dari tahun 2010-2017, upah minimum
kabupaten/kota selalu mengalami peningkatan. Peningkatan ini sudah sesuai
dengan keputusan yang telah diatur dalam peraturan pemerintah tentang
pengupahan yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.
B. Hasil Analisis Model Data Panel
1. Uji Estimasi Data
Ada tiga tahap dalam memilih model dalam data panel. Pertama,
membandingkan antara CEM (Common Effect Model) dengan FEM (Fixed
Effect Model). Jika hasil menunjukkan CEM yang diterima, maka model CEM
yang akan dianalisa. Dan jika FEM yang diterima, maka tahap kedua
dijalankan yaitu melakukan perbandingan antara REM (Random Effect
Model) dan FEM. Jika REM yang diterima, maka tahap ketiga yang dilakukan
yaitu membandingkan antara CEM atau REM.
60
a) Common Effect Model
Tabel 4.1
Hasil Estimasi Common Effect Model
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 59.15800 18.07147 3.273558 0.0018
PE -0.917452 0.365848 -2.507740 0.0149
TPAK 0.214691 0.103831 2.067692 0.0431
RRLS 0.144745 0.232104 0.623623 0.5353
UMK -4.024710 1.000621 -4.022213 0.0002
R-squared 0.415916
Adjusted R-squared 0.376317
F-statistic 10.50323
Prob(F-statistic) 0.000002
Sumber: Data yang diolah dengan Eviews
b) Fixed Effect Model
Tabel 4.2
Hasil Estimasi Fixed Effect Model
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 62.22299 15.03791 4.137742 0.0001
PE -0.649475 0.370243 -1.754185 0.0853
TPAK 0.233670 0.096620 2.418442 0.0191
RRLS -3.178170 1.603640 -1.981847 0.0528
UMK -2.527254 1.297016 -1.948514 0.0568
R-squared 0.717432
Adjusted R-squared 0.657658
F-statistic 12.00242
Prob(F-statistic) 0.000000
Sumber: Data yang diolah dengan Eviews
61
c) Uji Chow
Uji ini adalah untuk menentukan model terbaik yang akan digunakan
apakah model Pooled Least Square atau Fixed Effect Model. Jika nilai
probabilitias F-statistik lebih besar dari tingkat signifikansi α = 5%, maka
model panel yang baik digunakan adalah Pooled Least Square dan apabila
nilai probabilitas lebih kecil dari tingkat signifikansi α = 5%, maka model
panel yang baik digunakan adalah Fixed Effect Model. Hipotesis yang
akan digunakan:
H0: Pooled Least Square
H1: Fixed Effect Model
Dari hasil regresi berdasarkan metode Pooled Least Square dan Fixed
Effect Model diperoleh nilai probabilitas, sebagai berikut :
Tabel 4.3
Uji Chow
Effects Test Statistic d.f. Prob.
Cross-section F 7.926706 (7,52) 0.0000
Cross-section Chi-square 46.472044 7 0.0000
Sumber: Data yang diolah dengan Eviews
Berdasarkan hasil uji chow pada tabel 4.3 diperoleh statistik sebesar
7.926706 dengan d.f (7,52) dan nilai probabilitas sebesar 0.0000, dimana
nilai tersebut lebih kecil dari tingkat signifikansi α = 5% (0.0000 < α).
Maka H0 ditolak dan H1 diterima, sehingga model panel yang baik
digunakan dalam penelitian ini adalah Fixed Effect Model.
62
d) Uji Hausman
Uji ini dilakukan untuk menentukan apakah model yang digunakan
bersifat Random Effect Model atau Fixed Effect Model. Jika nilai
probabilitas lebih kecil dari tingkat signifikansi α = 5%, maka model panel
yang baik digunakan adalah Fixed Effect Model dan apabila nilai
probabilitas lebih besar dari tingkat signifikansi α = 5%, maka panel yang
baik digunakan adalah Random Effect Model. Hipotesis yang akan
digunakan :
H0 : Random Effect Model
H1 : Fixed Effect Model
Tabel 4.4
Uji Hausman
Test Summary
Chi-Sq.
Statistic Chi-Sq. d.f. Prob.
Cross-section random 8.370348 4 0.0789
Sumber: Data yang diolah dengan Eviews
Berdasarkan hasil uji hausman pada tabel 4.4 diperoleh nilai
probabilitas sebesar 0.0789, dimana nilai tersebut lebih besar dari tingkat
signifikansi α = 5% (0.0000 > α). Maka H0 diterima dan H1 ditolak,
sehingga model yang baik digunakan dalam penelitian ini adalah Random
Effect Model.
e) Uji Lagrange Multiplier
Uji ini dilakukan untuk menentukan apakah model yang digunakan
bersifat Pooled Least Square atau Random Effect Model. Jika nilai
probabilitas lebih kecil dari tingkat signifikansi α = 5%, maka model panel
63
yang baik digunakan adalah Random Effect Model dan apabila nilai
probabilitas lebih besar dari tingkat signifikansi α = 5%, maka panel yang
baik digunakan adalah Pooled Least Square. Hipotesis yang akan
digunakan :
H0 : Pooled Least Square
H1 : Random Effect Model
Tabel 4.5
Uji Lagrange Multiplier
Test Hypothesis
Cross-section Time Both
Breusch-Pagan 30.36585 1.358646 31.72449
(0.0000) (0.2438) (0.0000)
Sumber: Data yang diolah dengan Eviews
Berdasarkan hasil uji lagrange multiplier pada tabel 4.5 diperoleh nilai
probabilitas cross section sebesar 0.0000, dimana nilai tersebut lebih kecil
dari tingkat signifikansi α = 5% (0.0000 < α). Ini berarti H0 ditolak
sehingga model terbaik yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Random Effect Model.
f) Random Effect Model
Dari hasil estimasi data di atas, dapat diketahui model terbaik dalam
penelitian ini adalah Random Effect Model.
64
Tabel 4.6
Hasil Regresi Data Panel
Random Effect Model
Sumber: Data yang diolah dengan Eviews
Model data panel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Random
Effect Model. Dapat dijelaskan melalui persamaan sebagai berikut :
Pengangguran = 65.10908 + –0.712493 PE + 0.221543 TPAK +
–0.008300 RRLS + -4.468869 UMK + ε
Keterangan:
Pengangguran : Tingkat Pengangguran Terbuka
PE : Pertumbuhan Ekonomi
TPAK : Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 65.10908 14.68282 4.434371 0.0000
PE? -0.712493 0.348986 -2.041607 0.0457
TPAK? 0.221543 0.092415 2.397269 0.0197
RRLS? -0.008300 0.357472 -0.023218 0.9816
UMK? -4.468869 0.818961 -5.456756 0.0000
Random Effects
(Cross)
_KABPNDGLNG_C -1.497917
_KABLBK--C -1.869676
_KABTGR--C 0.580443
_KABSRNG--C 1.449864
_KOTATGR--C -0.980687
_KOTACLGN--C 1.850369
_KOTASRNG--C 1.139582
_KOTATANGSELC -0.671978
65
RRLS : Rata-rata Lama Sekolah
UMK : Upah Minimum Kabupaten/Kota
ε : error term
Hasil estimasi model Random Effect pada tabel 4.6 di atas menunjukkan
terdapat nilai coefficient konstanta sebesar 65.10908.
1) Bila pertumbuhan ekonomi, tingkat partisipasi angkatan kerja, rata-rata
lama sekolah dan upah minimum kota/kabupaten yang ada pada model
bernilai 0, maka Kabupaten Pandeglang akan mendapat pengaruh individu
terhadap tingkat pengangguran sebesar 63.611163 persen.
2) Bila pertumbuhan ekonomi, tingkat partisipasi angkatan kerja, rata-rata
lama sekolah dan upah minimum kota/kabupaten yang ada pada model
bernilai 0, maka Kabupaten Lebak akan mendapat pengaruh individu
terhadap tingkat pengangguran sebesar 63.239404 persen.
3) Bila pertumbuhan ekonomi, tingkat partisipasi angkatan kerja, rata-rata
lama sekolah dan upah minimum kota/kabupaten yang ada pada model
bernilai 0, maka Kabupaten Tangerang akan mendapat pengaruh individu
terhadap tingkat pengangguran sebesar 65.689523 persen.
4) Bila pertumbuhan ekonomi, tingkat partisipasi angkatan kerja, rata-rata
lama sekolah dan upah minimum kota/kabupaten yang ada pada model
bernilai 0, maka Kabupaten Serang akan mendapat pengaruh individu
terhadap tingkat pengangguran sebesar 66.558944 persen.
5) Bila pertumbuhan ekonomi, tingkat partisipasi angkatan kerja, rata-rata
lama sekolah dan upah minimum kota/kabupaten yang ada pada model
bernilai 0, maka Kota Tangerang akan mendapat pengaruh individu
terhadap tingkat pengangguran sebesar 64.128393 persen.
6) Bila pertumbuhan ekonomi, tingkat partisipasi angkatan kerja, rata-rata
lama sekolah dan upah minimum kota/kabupaten yang ada pada model
66
bernilai 0, maka Kota Cilegon akan mendapat pengaruh individu terhadap
tingkat pengangguran sebesar 66.959449 persen.
7) Bila pertumbuhan ekonomi, tingkat partisipasi angkatan kerja, rata-rata
lama sekolah dan upah minimum kota/kabupaten yang ada pada model
bernilai 0, maka Kota Serang akan mendapat pengaruh individu terhadap
tingkat pengangguran sebesar 66.248662 persen.
8) Bila pertumbuhan ekonomi, tingkat partisipasi angkatan kerja, rata-rata
lama sekolah dan upah minimum kota/kabupaten yang ada pada model
bernilai 0, maka Kota Tangerang Selatan akan mendapat pengaruh individu
terhadap tingkat pengangguran sebesar 64.437102 persen.
2. Uji Hipotesis
a. Uji Koefisien Determinasi (Adjusted R2)
Uji Koefisien determinasi (Adjusted R2) digunakan untuk mengukur
seberapa besar kemampuan independen menjelaskan variabel yang
dijelaskan oleh model regresi.
Tabel 4.7
Koefisien Determinasi
R-squared 0.548222
Adjusted R-squared 0.517593
Sumber: Data yang diolah dengan Eviews
Dari tabel 4.7 di atas, tingkat koefisien determinasi Adjusted R-square
sebesar 0,517593 atau 51,75%. Ini berarti variabel pertumbuhan ekonomi,
angkatan kerja, tingkat pendidikan dan upah minimum kabupaten/kota
dapat menjelaskan variabel tingkat pengangguran sebesar 51,75%,
sedangkan sisanya sebesar 48,25% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak
dimasukkan dalam model.
67
b. Uji F-statistik
Uji F-statistik adalah uji model secara keseluruhan. Uji F-statistik
digunakan untuk mengetahui apakah variabel bebas secara bersama-sama
berpengaruh terhadap variabel terikat.
Tabel 4.8
Uji F-statistik
F-statistic 17.89876
Prob(F-statistic) 0.000000
Sumber: Data yang diolah dengan Eviews
Dari tabel 4.8 di atas, nilai probabilitas (F-statistik) sebesar 0,000000,
dimana nilai tersebut lebih kecil dari tingkat signifikansi α = 5% (0.0000 <
α). Ini berarti variabel independen secara bersama-sama berpengaruh
terhadap variabel dependen.
c. Uji t-statistik
Uji t-statistik merupakan pengujian terhadap koefisien dari variabel
penduga atau variabel bebas. Uji t-statistik bertujuan untuk mengetahui
pengaruh satu variabel bebas secara individual terhadap variabel terikat.
Penentuan pengaruh signifikan dilihat dengan membandingkan nilai
probabilitas tiap variabel dengan signifikansi alpha α = 5%.
Tabel 4.9
Uji t-statistik Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 65.10908 14.68282 4.434371 0.0000
PE? -0.712493 0.348986 -2.041607 0.0457
TPAK? 0.221543 0.092415 2.397269 0.0197
RRLS? -0.008300 0.357472 -0.023218 0.9816
UMK? -4.468869 0.818961 -5.456756 0.0000
Sumber: Data yang diolah dengan Eviews
68
Dari tabel 4.9 di atas, menunjukkan bahwa variabel Pertumbuhan
Ekonomi, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja, Upah Minimum
Kabupaten/Kota secara parsial berpengaruh signifikan terhadap Tingkat
Pengangguran Terbuka di Provinsi Banten dengan tingkat signifikansi
alpha α = 5%. Sedangkan variabel Rata-rata Lama Sekolah tidak memiliki
pengaruh yang signifikan.
Variabel Perumbuhan Ekonomi menunjukkan nilai koefisien sebesar -
0.712493 dengan nilai probabilitas 0,0457. Dengan tingkat signifikansi
5%, berarti H0 ditolak. Ini berarti variabel pertumbuhan ekonomi
berpengaruh signifikan terhadap tingkat pengangguran di Provinsi
Banten. Tanda koefisien bernilai negatif, yaitu ketika terjadi peningkatan
pertumbuhan ekonomi sebesar 1%, maka akan menurunkan tingkat
pengangguran di Provinsi Banten sebesar -0.712493%.
Variabel Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja menunjukkan nilai
koefisien sebesar 0,221543 dengan nilai probabilitas 0,0197. Dengan
tingkat signifikansi 5%, berarti H0 ditolak. Ini berarti variabel tingkat
partisipasi angkatan kerja berpengaruh signifikan terhadap tingkat
pengangguran di Provinsi Banten. Tanda koefisien bernilai positif, yaitu
ketika terjadi peningkatan tingkat partisipasi angkatan kerja sebesar 1%,
maka akan meningkatkan tingkat pengangguran di Provinsi Banten
sebesar 0,221543%.
Variabel Rata-rata Lama Sekolah menunjukkan nilai koefisien sebesar
-0.008300 dengan nilai probabilitas 0,9816. Dengan tingkat signifikansi
5%, berarti H0 diterima. Ini berarti variabel rata-rata lama sekolah tidak
berpengaruh signifikan terhadap tingkat pengangguran di Provinsi
Banten. Tanda koefisien bernilai negatif, yaitu ketika terjadi peningkatan
rata-rata lama sekolah sebesar 1% maka akan menurunkan tingkat
pengangguran di Provinsi Banten sebesar -0.008300%.
69
Variabel Upah Minimum Kabupaten/Kota menunjukkan nilai
koefisien sebesar -4.468869 dengan nilai probabilitas 0,0000. Dengan
tingkat signifikansi 5%, berarti H0 ditolak. Ini berarti variabel upah
minimum kabupaten/kota berpengaruh signifikan terhadap tingkat
pengangguran di Provinsi Banten. Tanda koefisien bernilai negatif, yaitu
ketika terjadi peningkatan upah minimum kabupaten/kota sebesar 1%,
maka akan menurunkan tingkat pengangguran di Provinsi Banten sebesar
-4.468869%.
Hipotesis yang dibuat dapat dibuktikan sebagai berikut:
a) H0: Tidak ada pengaruh pertumbuhan ekonomi secara parsial terhadap
tingkat pengangguran di Kabupaten/Kota di Provinsi Banten tahun
2010-2017.
H1: Ada pengaruh pertumbuhan ekonomi secara parsial terhadap
tingkat pengangguran di Kabupaten/Kota di Provinsi Banten tahun
2010-2017.
b) H0: Tidak ada pengaruh tingkat partisipasi angkatan kerja secara
parsial terhadap tingkat pengangguran di Kabupaten/Kota di Provinsi
Banten tahun 2010-2017.
H1: Ada pengaruh tingkat partisipasi angkatan kerja secara parsial
terhadap tingkat pengangguran di Kabupaten/Kota di Provinsi Banten
tahun 2010-2017.
c) H0: Tidak ada pengaruh rata-rata lama sekolah secara parsial terhadap
tingkat pengangguran di Kabupaten/Kota di Provinsi Banten tahun
2010-2017.
H1: Ada pengaruh rata-rata lama sekolah secara parsial terhadap
tingkat pengangguran di Kabupaten/Kota di Provinsi Banten tahun
2010-2017.
70
d) H0: Tidak ada pengaruh upah minimum kabupaten/kota secara parsial
terhadap tingat pengangguran di Kabupaten/Kota di Provinsi Banten
tahun 2010-2017.
H1: Ada pengaruh upah minimum kabupaten/kota secara parsial
terhadap tingkat pengangguran di Kabupaten/Kota di Provinsi Banten
tahun 2010-2017.
Berdasarkan hasil yang telah diperoleh, maka pembuktian dari
hipotesis yang telah diuraikan adalah:
a) Nilai probabilitas t-statistik variabel Pertumbuhan Ekonomi sebesar
0,0457 lebih kecil dari α (0,05) yang berarti H0 ditolak.
b) Nilai probabilitas t-statistik variabel Tingkat Partisipasi Angkatan
Kerja sebesar 0,0197 lebih kecil dari α (0,05) yang berarti H0 ditolak.
c) Nilai probabilitas t-statistik variabel Rata-rata Lama Sekolah sebesar
0,9816 lebih besar dari α (0,05) yang berarti H0 diterima.
d) Nilai probabilitas t-statistik variabel Upah Minimum Kabupaten/Kota
sebesar 0,0000 lebih kecil dari α (0,05) yang berarti H0 ditolak.
3. Analisis Ekonomi
a. Pertumbuhan ekonomi terhadap Tingkat Pengangugguran
Pertumbuhan ekonomi ditandai dengan meningkatnya produksi barang
dan jasa yang di produksi dalam perekonomian. Setiap ada peningkatan
persentase pertumbuhan ekonomi yang tinggi akan memberikan kesempatan
kerja lebih besar terhadap pekerja sehingga tingkat pengangguran dapat
berkurang. Namun, jika pertumbuhan ekonomi rendah artinya terjadi
penurunan dalam produksi barang dan jasa yang diakibatkan oleh kekurangan
pengeluaran agregat. Akibat dari penurunan produksi barang dan jasa ini,
pengusaha dan pabrik akan mengurangi bebannya dengan melakukan
pemutusan hubungan kerja yang akan mengakibatkan bertambahnya tingkat
pengangguran.
71
Dalam penelitian ini terlihat bahwa pertumbuhan ekonomi berpengaruh
negatif dan signifikan terhadap tingkat pengangguran di Provinsi Banten.
Ketika terjadi peningkatan pada laju pertumbuhan ekonomi, maka akan
menurunkan tingkat pengangguran. Karena ketika pertumbuhan ekonomi
meningkat dapat memberikan peluang kerja baru atau memberikan
kesempatan kerja dan berorientasi pada padat karya, sehingga dapat
mengurangi tingkat pengangguran.
Hasil penelitian ini sesuai dengan yang dilakukan Isti Qomariyah (2012)
yang menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi berpengaruh negatif dan
signifikan. Dengan meningkatnya laju pertumbuhan ekonomi maka output
yang dihasilkan menjadi lebih banyak, sehingga tenaga kerja bisa terserap dan
angka pengangguran menurun. Perusahaan akan membutuhkan lebih banyak
pekerja ketika produksi meningkat.
b. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja terhadap Tingkat Pengangguran
Tingkat Partisipasi Angkatan kerja dan tingkat pengangguran negatif.
Bahwa setiap peningkatan tingkat partisipasi angkatan kerja yang tidak
diimbangi dengan perluasan lapangan kerja, maka tingkat pengangguran pun
bertambah seiring penambahan angkatan kerja.
Dalam penelitian ini, terlihat bahwa tingkat partisipasi angkatan kerja
berpengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat pengangguran di Provinsi
Banten. Ketika terjadi peningkatan tingkat partisipasi angkatan kerja, maka
akan meningkatkan tingkat pengangguran. Banyaknya jumlah angkatan kerja
diharapkan mampu meningkatkan produksi barang dan jasa. Dengan
meningkatnya produksi dan jasa, maka akan membutuhkan banyak pekerja
untuk proses produksi, sehingga dapat mengurangi pengangguran. Namun,
dengan meningkatnya jumlah angkatan kerja yang tidak diimbangi dengan
penciptaan lapangan kerja akan berakibat pada meningkatnya jumlah
pengangguran.
72
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Aaam
Latifah Pauziah Rohmah (2018) yang menyatakan bahwa variabel angkatan
kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap pengangguran terbuka.
Karena ketika angkatan kerja mengalami peningkatan maka pengangguran
juga meningkat. Dan disebabkan juga karena terjadi ketiselarasan antara
keterampilan yang dibutuhkan penyedia kerja dengan keterampilan yang
dimiliki pencari kerja.
c. Rata-rata Lama Sekolah terhadap Tingkat Pengangguran
Tingkat pendidikan suatu daerah dapat diukur dengan menggunakan rata-
rata lama sekolah. Apabila rata-rata lama sekolah di suatu daerah tinggi,
makamasyarakat memiliki pengetahuan yang lebih memadai, dapat
menciptakan lapangan pekerjaan, dan dapat memenuhi kriteria yang diberikan
para perusahaan agar mendapat pekerjaan.
Dalam penelitian ini terlihat bahwa rata-rata lama sekolah tidak
berpengaruh signifikan dan negatif terhadap tingkat pengangguran. Karena
semakin tinggi pendidikan seseorang tidak menjamin akan lebih cepat
mendapatkan pekerjaan. Karena sudah banyak perusahaan yang
membutuhkan tenaga kerja tidak hanya lulusan yang tertinggi saja. Karena
setiap perusahaan sudah memiliki klasifikasi masing-masing tersendiri.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Aam
Latifah Pauziah Rohmah (2018) menyatakan bahwa tingkat pendidikan
bernilai negatif dan tidak signifikan. Hal ini karena angka pengangguran yang
relatif tinggi, sehingga tingginya tingkat pendidikan yang telah ditempuh tidak
mempengaruhi pengangguran.
d. Upah Minimum Kabupaten/Kota terhadap Tingkat Pengangguran
Ada hubungan yang negatif antara persentase kenaikan upah dan tingkat
pengangguran. Ketika tingkat kenaikan upah tinggi, maka pengangguran
cenderung rendah. Hubungan negatif antara upah minimum dan tingkat
pengangguran dikenal sebagai kurva Philips.
73
Dalam penelitian ini terlihat bahwa upah minimum kabupaten/kota
berpengaruh negatif dan signifikan terhadap tingkat pengangguran. Karena
ketika upah meningkat dapat mendorong tiap pekerja untuk bekerja lebih
lama, karena upah yang diterimanya lebih tinggi. Sehingga dapat memenuhi
kebutuhan sehari-hari dan hidup layak. Penetapan upah minimum membuat
para pekerja lebih terlindungi.
Hasil penelitian ini sesuai dengan yang dilakukan oleh Riza Firdhania dan
Fivien Muslihatningsih (2017) yang menyatakan bahwa upah minimum
berpengaruh negatif dan signifikan terhadap tingkat pengangguran.
Peningkatan upah yang relatif stabil akan memberikan kemampuan pada
perusahaan, sektor ekonomi dan masyarakat untuk mampu meningkatkan
aktivitas usaha dan pengembangan usahanya dan ketika usaha yang ada
meningkat dan meningkat maka perusahaan dapat memberikan kontribusi
terhadap penyerapan tenaga kerja dan penguran terhadap pengangguran.
74
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dilakukan mengenai
Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Angkatan Kerja, Tingkat Pendidikan dan Upah
Minimum terhadap Tingkat Pengangguran di Provinsi Banten Tahun 2010-2017,
maka dapat ditarik kesimpulan antara lain:
1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan pertumbuhan ekonomi
memiliki pengaruh yang signifikan dan negatif terhadap tingkat
pengangguran di Provinsi Banten tahun 2010-2017. Artinya setiap
peningkatan pertumbuhan ekonomi, maka akan menurunkan tingkat
pengangguran di Provinsi Banten.
2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan tingkat partisipasi angkatan
memiliki pengaruh yang signifikan dan positif terhadap tingkat pengangguran
di Provinsi Banten tahun 2010-2017. Artinya setiap peningkatan tingkat
partisipasi angkatan kerja , maka akan meningkatkan tingkat pengangguran di
Provinsi Banten.
3. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata lama sekolah tidak memiliki
pengaruh yang signifikan dan negatif terhadap tingkat pengangguran di
Provinsi Banten tahun 2010-2017. Artinya setiap peningkatan rata-rata lama
sekolah, maka akan menurunkan tingkat pengangguran di Provinsi Banten.
4. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan upah minimum
kabupaten/kota memiliki pengaruh yang signifikan dan negatif terhadap
tingkat pengangguran di Provinsi Banten tahun 2010-2017. Artinya setiap
peningkatan upah minimum kabupaten/kota maka akan menurunkan tingkat
pengangguran di Provinsi Banten.
75
5. Secara bersama-sama atau simultan variabel pertumbuhan ekonomi, tingkat
partisipasi angkatan kerja, rata-rata lama sekolah, dan upah minimum
kabupaten/kota mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap tingkat
pengangguran di Provinsi Banten.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, maka penulis mengajukan saran sebagai
berikut:
1. Bagi Pemerintah
a) Untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, pemerintah dapat
mengembangkan pada sektor yang mampu menyerap tenaga kerja seperti
pertanian yang memiliki potensi besar dan berkelanjutan yang dapat
menyerap banyak tenaga kerja.
b) Pendidikan formal maupun bukan formal harus lebih difokuskan pada
pendidikan yang mampu menciptakan lapangan pekerjaan (keahlian
berwirausaha). Pendidikan ini dapat dilakukan dengan cara mendirikan
sekolah gratis dan pelatihan keterampilan bagi anak kurang mampu,
dengan begitu mereka akan mudah mendapatkan pekerjaan.
c) Penetapan Upah Minimum Kabupaten/Kota sudah sesuai dengan Undang-
undang yang ada. Namun penetapan upah ini harus dipikirkan secara
matang lagi karena pada hakikatnya ketika upah minimum tinggi,
perusahaan akan merasa dirugikan dan akan mengurangi permintaan
tenaga kerja.
2. Bagi Peneliti Selanjutnya
a) Bagi peneliti selanjutnya, diharapkan untuk menggunakan periode tahun
yang lebih panjang agar mendapatkan hasil yang lebih representatif.
76
b) Meneliti variabel-variabel lain diluar variabel penelitian ini, sehingga
memperoleh hasil bervariasi yang dapat menggambarkan apa saja yang
dapat berpengaruh terhadap tingkat pengangguran.
77
DAFTAR PUSTAKA
Amir, Amri. 2007. Pengaruh Inflasi dan Pertumbuhan Ekonomi Terhadap
Pengangguran di Indonesia. Jurnal Inflasi dan Pengangguran. Vol.1, (No. 1).
Anggoro, Moch Heru & Soesatyo, Yoyok. 2015. Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi
dan Pertumbuhan Angkatan Kerja Terhadap Tingkat Pengangguran di Kota
Surabaya. Jurnal Pendidikan Ekonomi (JUPE) Vol.3 No.3 Tahun 2015.
Ansofino, dkk. 2016. Buku Ajar Ekonometrika. Yogyakarta: Deepublish.
Arsyad, Lincolin. 2000. Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi
Daerah. Yogyakarta: BPFE.
Badan Pusat Statistik. 2018. BPS Indonesia.
Badan Pusat Statistik. 2011. Provinsi Banten. Dalam Angka 2011. Jakarta: BPS
Badan Pusat Statistik. 2012. Provinsi Banten. Dalam Angka 2012. Jakarta: BPS
Badan Pusat Statistik. 2013. Provinsi Banten. Dalam Angka 2013. Jakarta: BPS
Badan Pusat Statistik. 2014. Provinsi Banten. Dalam Angka 2014. Jakarta: BPS
Badan Pusat Statistik. 2015. Provinsi Banten. Dalam Angka 2015. Jakarta: BPS
Badan Pusat Statistik. 2016. Provinsi Banten. Dalam Angka 2016. Jakarta: BPS
Badan Pusat Statistik. 2017. Provinsi Banten. Dalam Angka 2017. Jakarta: BPS
Badan Pusat Statistik. 2018. Provinsi Banten. Dalam Angka 2018. Jakarta: BPS
Cahyani, Nina. 2016. Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Upah Minimum Regional,
Inflasi, dan Investasi Terhadap Jumlah Pengangguran di DIY Tahun 1986-
2015. Skripsi. Universitas Sanata Dharma.
Dumairi. 1996. Perekonomian Indonesia. Jakarta: Erlangga.
78
Firdhani, Riza, Vivien Muslihattiningsih. 2017. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Tingkat Pengangguran di Kabupaten Jember. E-Journal Ekonomi Bisnis dan
Akuntansi, 2017, Vol. IV (1) :117-121.
Gujarati, Damodar. 2004. Basic Econometrics (Ekonometrika Dasar). Alih Bahasa
Sumarno Zain. Jakarta: Erlangga.
Hartanto, Trianggono Budi, & Masjkuri, Siti Umajah. 2017. Analisis Pengaruh
Jumlah Penduduk, Pendidikan, Upah Minimum dan Produk Domestik Bruto
(PDRB) Terhadap Jumlah Pengangguran di Kabupaten dan Kota Provinsi
Jawa Timur Tahun 2010-2014. Jurnal Ilmu Ekonomi Terapan. Juni 2017: 02
(1): 21-30 ISSN 2541-1470.
Hasbullah. 2001. Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Juanda, Bambang. 2009. Metodologi Penelitian Ekonomi dan Bisnis. Bogor (ID): IPB
Press.
Kamaludin, Rustian. 1999. Pengantar Ekonomi Pembangunan. Jakarta: Lembaga
Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Kaufman, Bruce E dan Julie L. Hotchkiss. 1999. The Economics of Labor Markets.
Yogyakarta: BPFE UGM.
Kemenkumham. 2013. Peraturan Pemerintah RI Nomor 33. Tentang Perluasan
Kesempatan Kerja.
Kurniawan, Roby Cahyadi. 2013. Analisis Pengaruh PDRB, UMK, dan Inflasi
Terhadap Tingkat Pengangguran Terbuka di Kota Malang Tahun 1980-2011.
Jurnal Ilmiah.
Kusnaedi. 2015. Ekonomi Sumber Daya Manusia dan Lama. Jakarta: Pusat
Penerbitan Universitas Terbuka.
79
Mada, Muhammad. Khusnul Ashar. 2015. Analisis Variabel yang Mempengaruhi
Jumlah Pengangguran Terdidik di Indonesia. JIEP-Vol.15, No.1 2015. ISSN
(P) 1412-2200. E-ISSN 2548-1851.
Mankiw, N. Gregory. 2006. Makro Ekonomi Edisi Keenam. Jakarta: Erlangga.
Mankiw N, Gregory dkk. 2012. Pengantar Ekonomi Makro. Jakarta: Salemba Empat.
Pujoalwanto, Basuki. 2014. Perekonomian Indonesia: Tinjauan Historis, Teoritis,
dan Empiris. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Rum Alim, Moch. 2007. Analisis Faktor-faktor Yang Menentukan Pengangguran
Terbuka di Indonesia periode 1980-2007. Jurnal Ekonenas Vol.11 No.2.
Samuelson, Paul A dan Nordhaus, William D. 2004. Ilmu Makroekonomi, Edisi 17.
Jakarta: PT Media Global Edukasi.
Senet, Putu Dyah Rahadi, Ni Nyoman. 2014. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Jumlah Pengangguran di Provinsi Bali. E-Jurnal Ekonomi Pembangunan
Universitas Udayana Vol. 3, No 6, Juni 2014.
Simanjuntak, Payaman J. 2005. Manajemen dan Evaluasi Kerja. Jakarta: FEUI.
Siregar, Syofian. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif. Jakarta: PT Fajar Interpratama
Mandiri.
Soylu, O. B., Cakmak, L., & Okur, F. 2018. Economic Growth and Unemployment
Issue: Panel Data Analysis in Eastern European Countriea. Journal of
International Studies.
Sugiyono. 2013. Statistik Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.
Sukirno, Sadono. 2006. Ekonomi Pembangunan:Proses, Masalah, dan Dasar
Kebijakan Edisi Kedua. Jakarta: Kencana Prenada Media.
Sukirno, Sadono. 2011. Makroekonomi Teori Pengantar. Jakarta: PT. Rajawali Pers.
80
Sukirno, Sadono. 2012. Makroekonomi Teori Pengantar: Edisi Ketiga. Jakarta: PT.
Rajawali Pers.
Sukirno, Sadono. 2013. Makro Ekonomi, Teori Pengantar. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
Sumitro, Djojohadikusumo. 1993. Perkembangan Pemikiran Ekonomi Dasar Teori
Ekonomi Pertumbuhan dan Ekonomi Pembangunan. Jakarta: LP3ES.
Sriyana, J. 2015. Metode Regresi Data Panel: Dilengkapi Analisis Kinerja Bank
Syariah di Indonesia. Yogyakarta: Ekonisia, FE UII.
Syahril. 2014. Analisis Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi dan Kesempatan Kerja
Terhadap Pengangguran di Kabupaten Aceh Barat. Jurnal Ekonomi dan
Kebijakan Publik Indonesia. Vol.1 No. 2, 2014. ISSN. 2442-7411.
Taner, Taylan Dogan. 2012. Macroeconomic Variables and Unemployment: The
Case of Turkey. International Journal of Economics and Financial Issue. Vol.2,
No, 1.
Undang - Undang Nomor 13 Tahun 2013. Tentang Ketenagakerjaan.
Undang - Undang Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 1 Ayat 1. Tentang Sistem Pendidikan
Nasional.
Wanjatu, Martinus Patria. 2017. Pengaruh APBD, Angkatan Kerja, dan Investasi
Terhadap Tingkat Pengangguran di Provinsi Lampung Tahun 2006-2015.
Skripsi. Universitas Sanata Dharma.
Badan Pusat Statistika. https://www.bps.go.id/ diakses pada 6 Januari 2019
Badan Pusat Statistik Provinsi Banten https://banten.bps.go.id/ diakses pada 6
Januari 2019
CNN Indonesia https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20150505150630-78-
51318/ekonomi-melambat-pengangguran-indonesia-bertambah diakses pada 29
Juli 2019
81
Kabar Banten https://www.kabar-banten.com/wh-ungkap-tiga-faktor-penyebab-
tingginya-pengangguran-di-provinsi-banten/ diakes pada 29 Juli 2019
Tribun News https://www.tribunnews.com/kilas-kementerian/2018/01/11/angka-
pengangguran-turun-di-2017-26-juta-tenaga-kerja-terserap diakses pada 23
Agustus 2019
82
LAMPIRAN
Lampiran 1 : Hasil Estimasi Data Panel
A. Common Effect Model
Dependent Variable: TPT?
Method: Pooled Least Squares
Date: 09/20/19 Time: 14:15
Sample: 2010 2017
Included observations: 8
Cross-sections included: 8
Total pool (balanced) observations: 64 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. PE? -0.332022 0.344032 -0.965091 0.3384
TPAK? 0.439879 0.083835 5.246944 0.0000
RRLS? -0.261809 0.211363 -1.238669 0.2203
UMK? -0.944140 0.366613 -2.575303 0.0125 R-squared 0.309829 Mean dependent var 10.36813
Adjusted R-squared 0.275320 S.D. dependent var 2.838191
S.E. of regression 2.416099 Akaike info criterion 4.662647
Sum squared resid 350.2520 Schwarz criterion 4.797577
Log likelihood -145.2047 Hannan-Quinn criter. 4.715803
Durbin-Watson stat 0.882909
83
B. Fixed Effect Model
Dependent Variable: TPT?
Method: Pooled Least Squares
Date: 09/20/19 Time: 14:17
Sample: 2010 2017
Included observations: 8
Cross-sections included: 8
Total pool (balanced) observations: 64 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 62.22299 15.03791 4.137742 0.0001
PE? -0.649475 0.370243 -1.754185 0.0853
TPAK? 0.233670 0.096620 2.418442 0.0191
RRLS? -3.178170 1.603640 -1.981847 0.0528
UMK? -2.527254 1.297016 -1.948514 0.0568
Fixed Effects (Cross)
_KABPNDGLNG--C -6.849559
_KABLBK--C -9.457014
_KABTGR--C -0.085613
_KABSRNG--C -3.608716
_KOTATGR--C 4.003189
_KOTACLGN--C 5.479754
_KOTASRNG--C 2.016742
_KOTATANGSEL--C 8.501217 Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) R-squared 0.717432 Mean dependent var 10.36813
Adjusted R-squared 0.657658 S.D. dependent var 2.838191
S.E. of regression 1.660625 Akaike info criterion 4.019626
Sum squared resid 143.3992 Schwarz criterion 4.424417
Log likelihood -116.6280 Hannan-Quinn criter. 4.179094
F-statistic 12.00242 Durbin-Watson stat 1.698799
Prob(F-statistic) 0.000000
84
C. Uji Chow
Redundant Fixed Effects Tests
Pool: Untitled
Test cross-section fixed effects Effects Test Statistic d.f. Prob. Cross-section F 7.926706 (7,52) 0.0000
Cross-section Chi-square 46.472044 7 0.0000
Cross-section fixed effects test equation:
Dependent Variable: TPT?
Method: Panel Least Squares
Date: 08/13/19 Time: 16:29
Sample: 2010 2017
Included observations: 8
Cross-sections included: 8
Total pool (balanced) observations: 64 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 59.15800 18.07147 3.273558 0.0018
PE? -0.917452 0.365848 -2.507740 0.0149
TPAK? 0.214691 0.103831 2.067692 0.0431
RRLS? 0.144745 0.232104 0.623623 0.5353
UMK? -4.024710 1.000621 -4.022213 0.0002 R-squared 0.415916 Mean dependent var 10.36813
Adjusted R-squared 0.376317 S.D. dependent var 2.838191
S.E. of regression 2.241421 Akaike info criterion 4.527002
Sum squared resid 296.4142 Schwarz criterion 4.695665
Log likelihood -139.8641 Hannan-Quinn criter. 4.593447
F-statistic 10.50323 Durbin-Watson stat 0.900868
Prob(F-statistic) 0.000002
85
D. Uji Hausman
Correlated Random Effects - Hausman Test
Pool: Untitled
Test cross-section random effects
Test Summary Chi-Sq. Statistic Chi-Sq. d.f. Prob.
Cross-section random 8.370348 4 0.0789
Cross-section random effects test comparisons:
Variable Fixed Random Var(Diff.) Prob. PE? -0.649475 -0.712493 0.015288 0.6103
TPAK? 0.233670 0.221543 0.000795 0.6671
RRLS? -3.178170 -0.008300 2.443876 0.0426
UMK? -2.527254 -4.468869 1.011555 0.0535
Cross-section random effects test equation:
Dependent Variable: TPT?
Method: Panel Least Squares
Date: 08/13/19 Time: 16:33
Sample: 2010 2017
Included observations: 8
Cross-sections included: 8
Total pool (balanced) observations: 64 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 62.22299 15.03791 4.137742 0.0001
PE? -0.649475 0.370243 -1.754185 0.0853
TPAK? 0.233670 0.096620 2.418442 0.0191
RRLS? -3.178170 1.603640 -1.981847 0.0528
UMK? -2.527254 1.297016 -1.948514 0.0568 Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) R-squared 0.717432 Mean dependent var 10.36813
Adjusted R-squared 0.657658 S.D. dependent var 2.838191
S.E. of regression 1.660625 Akaike info criterion 4.019626
Sum squared resid 143.3992 Schwarz criterion 4.424417
Log likelihood -116.6280 Hannan-Quinn criter. 4.179094
F-statistic 12.00242 Durbin-Watson stat 1.698799
Prob(F-statistic) 0.000000
86
E. Uji Lagrange Multiplier
Lagrange Multiplier Tests for Random Effects
Null hypotheses: No effects
Alternative hypotheses: Two-sided (Breusch-Pagan) and one-sided
(all others) alternatives Test Hypothesis
Cross-section Time Both Breusch-Pagan 30.36585 1.358646 31.72449
(0.0000) (0.2438) (0.0000)
Honda 5.510521 1.165610 4.720738
(0.0000) (0.1219) (0.0000)
King-Wu 5.510521 1.165610 4.720738
(0.0000) (0.1219) (0.0000)
Standardized Honda 7.472433 1.778522 2.968102
(0.0000) (0.0377)
(0.0015)
Standardized King-Wu 7.472433 1.778522 2.968102
(0.0000) (0.0377) (0.0015)
Gourierioux, et al.* -- -- 31.72449
(< 0.01)
87
F. Random Effect Model
Dependent Variable: TPT?
Method: Pooled EGLS (Cross-section random effects)
Date: 08/13/19 Time: 16:34
Sample: 2010 2017
Included observations: 8
Cross-sections included: 8
Total pool (balanced) observations: 64
Swamy and Arora estimator of component variances Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 65.10908 14.68282 4.434371 0.0000
PE? -0.712493 0.348986 -2.041607 0.0457
TPAK? 0.221543 0.092415 2.397269 0.0197
RRLS? -0.008300 0.357472 -0.023218 0.9816
UMK? -4.468869 0.818961 -5.456756 0.0000
Random Effects (Cross)
_KABPNDGLNG--C -1.497917
_KABLBK--C -1.869676
_KABTGR--C 0.580443
_KABSRNG--C 1.449864
_KOTATGR--C -0.980687
_KOTACLGN--C 1.850369
_KOTASRNG--C 1.139582
_KOTATANGSEL--C -0.671978 Effects Specification
S.D. Rho Cross-section random 1.496355 0.4481
Idiosyncratic random 1.660625 0.5519 Weighted Statistics R-squared 0.548222 Mean dependent var 3.787028
Adjusted R-squared 0.517593 S.D. dependent var 2.477889
S.E. of regression 1.721031 Sum squared resid 174.7549
F-statistic 17.89876 Durbin-Watson stat 1.527404
Prob(F-statistic) 0.000000 Unweighted Statistics R-squared 0.395256 Mean dependent var 10.36813
Sum squared resid 306.8988 Durbin-Watson stat 0.869738
88
Lampiran 2:
A. Data Penelitian
Kabupaten/Kota Tahun TPT (%) PE (%) TPAK
(%)
RRLS
(Tahun)
UMK
(Rupiah)
Kab. Pandeglang 2010 11.34 7.16 63.76 6.33 964.500
Kab. Pandeglang 2011 11.32 5.74 64.28 6.38 1.015.000
Kab. Pandeglang 2012 9.3 5.81 69.02 6.43 1.050.000
Kab. Pandeglang 2013 12.34 4.72 58.74 6.44 1.182.000
Kab. Pandeglang 2014 7.03 4.93 58.25 6.45 1.418.000
Kab. Pandeglang 2015 10.22 5.96 60.44 6.6 1.737.000
Kab. Pandeglang 2016 9.26 5.49 61.63 6.62 1.999.981
Kab. Pandeglang 2017 8.3 6.05 62.82 6.63 2.164.979
Kab. Lebak 2010 13.35 6.69 63.76 5.34 959.500
Kab. Lebak 2011 12.1 5.99 63.6 5.58 1.007.500
Kab. Lebak 2012 9.07 5.11 63.16 5.7 1.047.800
Kab. Lebak 2013 7.23 6.3 67.1 5.81 1.187.500
Kab. Lebak 2014 9.57 5.83 71.4 5.84 1.490.000
Kab. Lebak 2015 10.74 5.8 64.29 5.86 1.728.000
Kab. Lebak 2016 9.81 5.7 65.92 6.19 1.965.000
Kab. Lebak 2017 8.88 6.05 67.56 6.2 2.127.112
Kab. Tangerang 2010 14.01 6.33 65.9 7.85 1.117.245
Kab. Tangerang 2011 14.42 6.75 69.46 7.96 1.285.000
Kab. Tangerang 2012 11.04 6.17 63.59 8.07 1.527.000
Kab. Tangerang 2013 11.51 6.41 64.88 8.18 2.200.000
Kab. Tangerang 2014 8.45 5.37 62.7 8.2 2.442.000
Kab. Tangerang 2015 8.57 5.36 62.46 8.22 2.710.000
89
Kabupaten/Kota Tahun TPT (%) PE (%) TPAK
(%)
RRLS
(Tahun)
UMK
(Rupiah)
Kab. Tangerang 2016 9.08 5.32 62.98 8.23 3.021.650
Kab. Tangerang 2017 9.3 5.84 63.5 8.24 3.270.936
Kab. Serang 2010 16.19 4.58 65.68 6.07 1.101.000
Kab. Serang 2011 14.19 6.1 64.74 6.31 1.189.600
Kab. Serang 2012 13.96 5.42 64.57 6.57 1.320.500
Kab. Serang 2013 11.34 6.04 59.11 6.65 20.800.00
Kab. Serang 2014 12 5.39 61.28 6.69 2.340.000
Kab. Serang 2015 9.5 5.02 60.39 6.9 2.700.000
Kab. Serang 2016 8.97 5 61.4 6.98 3.010.000
Kab. Serang 2017 8.47 5.21 62.42 7.17 3.258.866
Kota Tangerang 2010 14.09 6.68 69.17 9.64 1.118.009
Kota Tangerang 2011 12.89 7.39 70.31 9.75 1.290.000
Kota Tangerang 2012 8.31 7.07 66.74 9.76 1.527.000
Kota Tangerang 2013 8.62 6.52 68.02 9.82 2.203.000
Kota Tangerang 2014 7.81 5.15 67 10.2 2.444.310
Kota Tangerang 2015 8 5.37 64.68 10.2 2.730.000
Kota Tangerang 2016 7.58 5.3 64.18 10.28 3.043.950
Kota Tangerang 2017 7.16 5.91 63.68 10.29 3.295.075
Kota Cilegon 2010 19.84 5.3 65.6 8.71 1.174.000
Kota Cilegon 2011 13.14 6.62 70 8.93 1.224.000
Kota Cilegon 2012 11.31 7.7 65.74 9.29 1.347.000
Kota Cilegon 2013 7.16 6.69 60.23 9.6 2.200.000
Kota Cilegon 2014 11.83 4.62 63.76 9.66 2.443.000
Kota Cilegon 2015 12 4.78 62.96 9.67 2.760.590
90
Kabupaten/Kota Tahun TPT (%) PE (%) TPAK
(%)
RRLS
(Tahun)
UMK
(Rupiah)
Kota Cilegon 2016 11.94 5.05 63.26 9.68 3.078.057
Kota Cilegon 2017 11.88 5.59 63.56 9.69 3.331.997
Kota Serang 2010 17.11 7.68 67.64 8.32 1.050.000
Kota Serang 2011 13.84 8.34 68.6 8.39 1.156.000
Kota Serang 2012 10.8 7.42 63.39 8.48 1.231.000
Kota Serang 2013 11.29 7.3 62.61 8.56 1.798.446
Kota Serang 2014 10.03 6.86 62.58 8.58 2.166.000
Kota Serang 2015 9.49 6.29 63.79 8.59 2.375.000
Kota Serang 2016 8.96 6.22 63.41 8.6 2.648.125
Kota Serang 2017 8.43 6.41 63.03 8.61 2.866.595
Kota Tangsel 2010 8.22 8.46 60 10.63 1.130.000
Kota Tangsel 2011 11.98 8.81 69.64 10.87 1.290.000
Kota Tangsel 2012 8.07 8.56 64.9 11.09 1.527.000
Kota Tangsel 2013 4.56 8.75 60.73 11.48 2.200.000
Kota Tangsel 2014 6.92 8.05 63.04 11.56 2.442.000
Kota Tangsel 2015 6.13 7.2 59.12 11.57 2.710.000
Kota Tangsel 2016 6.48 6.98 60.52 11.58 3.021.650
Kota Tangsel 2017 6.83 7.43 61.92 11.77 3.270.936
91
B. Setelah di LN
Kabupaten/Kota Tahun TPT (%) PE (%) TPAK (%) RRLS
(Tahun) LN_UMK
Kab. Pandeglang 2010 11.34 7.16 63.76 6.33 13.77936511
Kab. Pandeglang 2011 11.32 5.74 64.28 6.38 13.83039917
Kab. Pandeglang 2012 9.3 5.81 69.02 6.43 13.86430072
Kab. Pandeglang 2013 12.34 4.72 58.74 6.44 13.98271848
Kab. Pandeglang 2014 7.03 4.93 58.25 6.45 14.16475799
Kab. Pandeglang 2015 10.22 5.96 60.44 6.6 14.36767005
Kab. Pandeglang 2016 9.26 5.49 61.63 6.62 14.50864824
Kab. Pandeglang 2017 8.3 6.05 62.82 6.63 14.58792122
Kab. Lebak 2010 13.35 6.69 63.76 5.34 13.77416759
Kab. Lebak 2011 12.1 5.99 63.6 5.58 13.82298257
Kab. Lebak 2012 9.07 5.11 63.16 5.7 13.86220329
Kab. Lebak 2013 7.23 6.3 67.1 5.81 13.98736081
Kab. Lebak 2014 9.57 5.83 71.4 5.84 14.21428668
Kab. Lebak 2015 10.74 5.8 64.29 5.86 14.36247523
Kab. Lebak 2016 9.81 5.7 65.92 6.19 14.4910028
Kab. Lebak 2017 8.88 6.05 67.56 6.2 14.57027575
Kab. Tangerang 2010 14.01 6.33 65.9 7.85 13.92637639
Kab. Tangerang 2011 14.42 6.75 69.46 7.96 14.06626928
Kab. Tangerang 2012 11.04 6.17 63.59 8.07 14.23881558
Kab. Tangerang 2013 11.51 6.41 64.88 8.18 14.60396792
Kab. Tangerang 2014 8.45 5.37 62.7 8.2 14.70832793
Kab. Tangerang 2015 8.57 5.36 62.46 8.22 14.81245919
Kab. Tangerang 2016 9.08 5.32 62.98 8.23 14.9213136
92
Kabupaten/Kota Tahun TPT (%) PE (%) TPAK (%) RRLS
(Tahun) LN_UMK
Kab. Tangerang 2017 9.3 5.84 63.5 8.24 15.00058674
Kab. Serang 2010 16.19 4.58 65.68 6.07 13.91172942
Kab. Serang 2011 14.19 6.1 64.74 6.31 13.98912767
Kab. Serang 2012 13.96 5.42 64.57 6.57 14.09352101
Kab. Serang 2013 11.34 6.04 59.11 6.65 14.84512998
Kab. Serang 2014 12 5.39 61.28 6.69 14.66566149
Kab. Serang 2015 9.5 5.02 60.39 6.9 14.80876233
Kab. Serang 2016 8.97 5 61.4 6.98 14.91745064
Kab. Serang 2017 8.47 5.21 62.42 7.17 14.99688984
Kota Tangerang 2010 14.09 6.68 69.17 9.64 13.92705998
Kota Tangerang 2011 12.89 7.39 70.31 9.75 14.07015278
Kota Tangerang 2012 8.31 7.07 66.74 9.76 14.23881558
Kota Tangerang 2013 8.62 6.52 68.02 9.82 14.60533063
Kota Tangerang 2014 7.81 5.15 67 10.2 14.70927343
Kota Tangerang 2015 8 5.37 64.68 10.2 14.81981217
Kota Tangerang 2016 7.58 5.3 64.18 10.28 14.92866657
Kota Tangerang 2017 7.16 5.91 63.68 10.29 15.00793949
Kota Cilegon 2010 19.84 5.3 65.6 8.71 13.97592728
Kota Cilegon 2011 13.14 6.62 70 8.93 14.01763474
Kota Cilegon 2012 11.31 7.7 65.74 9.29 14.11339046
Kota Cilegon 2013 7.16 6.69 60.23 9.6 14.60396792
Kota Cilegon 2014 11.83 4.62 63.76 9.66 14.70873735
Kota Cilegon 2015 12 4.78 62.96 9.67 14.83095498
Kota Cilegon 2016 11.94 5.05 63.26 9.68 14.93980911
93
Kabupaten/Kota Tahun TPT (%) PE (%) TPAK (%) RRLS
(Tahun) LN_UMK
Kota Cilegon 2017 11.88 5.59 63.56 9.69 15.01908238
Kota Serang 2010 17.11 7.68 67.64 8.32 13.86430072
Kota Serang 2011 13.84 8.34 68.6 8.39 13.96047633
Kota Serang 2012 10.8 7.42 63.39 8.48 14.02333741
Kota Serang 2013 11.29 7.3 62.61 8.56 14.40243352
Kota Serang 2014 10.03 6.86 62.58 8.58 14.58839271
Kota Serang 2015 9.49 6.29 63.79 8.59 14.680508
Kota Serang 2016 8.96 6.22 63.41 8.6 14.7893624
Kota Serang 2017 8.43 6.41 63.03 8.61 14.86863547
Kota Tangsel 2010 8.22 8.46 60 10.63 13.93772819
Kota Tangsel 2011 11.98 8.81 69.64 10.87 14.07015278
Kota Tangsel 2012 8.07 8.56 64.9 11.09 14.23881558
Kota Tangsel 2013 4.56 8.75 60.73 11.48 14.60396792
Kota Tangsel 2014 6.92 8.05 63.04 11.56 14.70832793
Kota Tangsel 2015 6.13 7.2 59.12 11.57 14.81245919
Kota Tangsel 2016 6.48 6.98 60.52 11.58 14.9213136
Kota Tangsel 2017 6.83 7.43 61.92 11.77 15.00058674