Transcript
Page 1: Presus Hirschprung Disease

PRESENTASI KASUS

HALAMAN SAMPUL

MEGACOLON KONGENITAL (HIRSCHPRUNG’S DISEASE)

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Program Kepaniteraan KlinikBagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun OlehNurul Attikah Zain

20100310120

Diajukan Kepada :dr. H. Dimyati Achmad, Sp.B

BAGIAN ILMU BEDAHRSUD SETJONEGORO WONOSOBO

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2015

Page 2: Presus Hirschprung Disease

HALAMAN PENGESAHAN

PRESENTASI KASUS

MEGACOLON KONGENITAL

(HISCHPRUNG DISEASE)

Disusun Oleh:

Nurul Attikah Zain

20100310120

Disetujui oleh:

Dokter Pembimbing Kepaniteraan Klinik

Bagian Ilmu Bedah

RSUD KRT Setjonegoro Wonosobo

dr. H. Dimyati Achmad., Sp.B

ii

Page 3: Presus Hirschprung Disease

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang berkat rahmat dan hidayah-

Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan mini referat yang berjudul

Megacolon Kongenital (Hirschprung Disease) sebagai syarat mengikuti ujian

akhir program pendidikan profesi kedokteran di bagian Ilmu Penyakit Dalam.

Dalam penyusunan mini referat ini telah melibatkan banyak pihak,

sehingga penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. dr. H. Dimyati Achmad, Sp. B selaku dokter pembimbing yang telah

mengarahkan dan membimbing dalam menjalani stase Ilmu Bedah serta

dalam penyusunan presentasi kasus ini.

2. dr. Sunarto, Sp. B atas bimbingan dan bantuanya selama menjalani

kepanitraan klinik di bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD Setjonegoro

Wonosobo.

3. dr. Gatot, Sp. B dan dr Dimas, Sp. B atas bimbingan dan bantuanya selama

menjalani kepanitraan klinik di bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD

Setjonegoro Wonosobo.

4. Rekan-rekan Co-Assistensi dan Perawat Bangsal Bougenville atas bantuan

dan kerjasamanya.

Penulis berharap bahwa mini referat ini dapat bermanfaat untuk

menambah pengetahuan bagi penulis dan pembaca.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Wonosobo, 22 Januari 2015

Penulis

iii

Page 4: Presus Hirschprung Disease

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL i

HALAMAN PENGESAHAN ii

KATA PENGANTAR iii

DAFTAR ISI iv

BAB I 6

LAPORAN KASUS 6

A. Identitas Pasien 6

B. Anamnesis 6

C. Pemeriksaan Fisik 8

D. Diagnosis Masuk 10

F. Plan 10

G. Follow Up 11

H. Pemeriksaan Penunjang 14

BAB II 15

A. Embriologi Kolon 15

B. Anatomi Anorectal 16

C. Fisiologi 19

D. Definisi 20

E. Epidemiologi 21

F. Etiologi 21

G. Tipe Hirschprung 22

H. Faktor Resiko 23

I. Patofisiologi 24

iv

Page 5: Presus Hirschprung Disease

J. Manifestasi Klinis 24

K. Penegakan Diagnosis 25

L. Terapi 27

M. Komplikasi 29

BAB III 31

PEMBAHASAN 31

DAFTAR PUSTAKA 35

v

Page 6: Presus Hirschprung Disease

BAB I

LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien

Nama Pasien : An. Ahmad hendi

Umur : 12 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Suku Bangsa : Jawa

Pekerjaan : Pelajar

Alamat : Kepil

Tanggal masuk : 11 Januari 2015

B. Anamnesis

Keluhan Utama

Perut membesar.

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke IGD RSUD Wonosobo dengan keluhan perut membesar.

Keluhan dimulai sejak + 2 tahun yang lalu, perut dirasa mulai membesar

sedikit demi sedikit. BAB sulit (+), 2-3 hari sekali, keras (+) sejak balita,

nyeri BAB (-). Mual (-), muntah (+) kecoklatan seperti bubuk kopi sejak 4

hari SMRS. OS tidak nafsu makan dan mengeluh nyeri perut (mules).

Nyeri hilang timbul sejak + 8 tahun yang lalu. BAK (+) N. OS pernah

mondok di RS Purworejo + 5-6 tahun yang lalu karena nyeri perut

berulang dan belum membaik, sudah dilakukan foto di perut tetapi

dinyatakan tidak ada kelainan.

Riwayat Penyakit Masa Kanak-kanak

Diare lama (-), Sembelit (+), Muntah kehijauan (-).

6

Page 7: Presus Hirschprung Disease

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada yang memiliki gejala serupa

Riwayat Kelahiran

OS lahir cukup bulan (36 minggu) dengan bidan di rumah, berat lahir 3,2

kg. Meconium (+) kehitaman keluar + 8 jam setelah lahir.

Anamnesis Sistem

Sistem Serebrospinal : Sadar penuh, lemas (+), demam (-)

Sistem Indera :

a) Mata : Penglihatan kabur (-/-), penglihatan ganda

(-), pandangan berputar (-)

b) Hidung : Penciuman dbn

c) Telinga : Pendengaran dbn

d) Mulut : Sariawan (-), Mulut kering (-)

Sistem kardiovaskuler : Berdebar (-), Nyeri dada (-)

Sistem Respiratorius : Sesak nafas (-), batuk (-)

Sistem Gastrointestinal : Nyeri perut (+), mual (-), muntah (-), BAB

sulit (+), nafsu makan berkurang (+).

Sistem Urogenital : Sering kencing (-), nyeri BAK (-), darah (-)

Sistem Integumentum : Sianosis (-), pucat (-), kuning (-), turgor

kulit (+) N

Sistem Muskuloskeletal : Tonus otot (+) N, kuat angkat anggota

gerak (+), lemes (+).

Ekstremitas

Ekstremitas atas : Luka (-), akral dingin (-), kesemutan (-),

bengkak (-), nyeri sendi (-), sianosis (-)

Ekstremitas bawah : Luka (-), tremor (-), akral dingin (-),

kesemutan (-), bengkak (-), nyeri sendi (-),

sianosis (-)

7

Page 8: Presus Hirschprung Disease

C. Pemeriksaan Fisik

Status Generalisata

Kesadaran : Compos Mentis, tampak lemah

Status Gizi : Anak tampak kurus

Tanda Vital

Tekanan darah : 100/70 mmHg, lengan kanan, setinggi

jantung, posisi berbaring dengan mannometer

pediatric

Nadi : 100x/menit, isi tegangan cukup, reguler,

kuat angkat

Suhu : 37,6oC axilla

Respirasi : 18x/menit, reguler, abdominothoracal

BB/TB : 29kg/120cm

Pemeriksaan Kepala

Mesochepal, rambut tipis, pertumbuhan rambut merata

Wajah

Simetris, pucat (-)

Mata

konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), reflek cahaya (+/+), miosis

(+/+) pupil isokor (+/+)

Telinga

Bentuk telinga luar normal, pendengaran berkurang (-), discharge (-)

deformitas (-)

8

Page 9: Presus Hirschprung Disease

Hidung

Bentuk normal, nafas cuping hidung (-), rhinore (-), epistaksis (-),

deformitas (-)

Mulut

Bibir tidak tampak sianosis, kering (-), mukosa pucat (-), gusi berdarah (-)

Leher

Lnn tidak teraba, JVP tidak meningkat

Cor

Inspeksi : Ictus cordis terlihat pada SIC 5-6 linea axillaris

sinistra

Palpasi : Ictus cordis kuat angkat

Perkusi :Redup, Batas jantung kanan pada SIC IV LPS

dextra, batas jantung kiri pada SIC V LAM sinistra,

batas atas jantung pada SIC II LMC sinistra, batas

pinggang jantung pada SIC II LMC dextra.

Auskultasi : BJ I – II murni reguler, ST(-)

Pulmo

Inspeksi : Simetris, deformitas (-), retraksi subkosta (-/-),

retraksi interkosta (-/-), ketinggalan gerak (-/-),

bentuk dada normal

Palpasi : ketinggalan gerak (-), vokal fremitus normal sama

Perkusi : Sonor di SIC I-V

Auskultasi : SDV (+/+)

9

Page 10: Presus Hirschprung Disease

Abdomen

Inspeksi : Distended (+), Perut menyerupai perut katak, darm

contour (+), darm steifung (-)

Auskultasi : Bising usus (+) lemah

Perkusi : hipertimpani, pekak alih (-)

Palpasi : Nyeri tekan (-), hepatomegali (-), splenomegali (-)

Anogenital

Dilakukan Rectal Toucher

Tonus sfingter ani externus cukup, mukosa licin, teraba banyak feses pada

anorectum, nyeri (-), ampula recti tidak kolaps. Saat jati di tarik feses

menyembur (+).

ST : lendir (-), darah (-).

Ekstremitas

Kelainan kulit (-), sianosis (-), akral dingin (-), edema ekstremitas (-),

deformitas (-)

D. Diagnosis Masuk

Konstipasi kronik curiga Hirschprung Disease

E. Terapi di IGD

Tujuan terapi untuk mengatasi obstruksi dan mencegah dehidrasi

sehinggan dilakukan pemasangan NGT, lavemen, dan pemberian infus RL

20tpm.

F. Plan

a) Foto polos Abdomen

b) Darah rutin lengkap

c) Kirim Bangsal

10

Page 11: Presus Hirschprung Disease

G. Follow Up

Px 12/1/2015 13/1/2015 14/1/2014

S/ Nyeri Perut (+), mual (+), muntah (+) kecoklatan di Flabot NGT. Bisa kentut (+). BAB (+) sedikit. BAK (+)

NGT : 800cc/24 jam kecoklatan

Nyeri Perut (+), mual (-), muntah (+) di Flabot NGT. Bisa kentut (+). BAB (+) sedikit. BAK (+)

NGT : 400cc/24 jam kecoklatan

Nyeri Perut (-), mual (-), muntah (+) di Flabot NGT. Bisa kentut (+). BAB (+) sedikit. BAK (+)

NGT : 400cc/24 jam hijau lumut

TTVNRRT

84x/menit24x/menit36,4oC

120x/menit20x/menit37oC

120x/menit20x/menit37,6oC

O/ KU Sedang Idem IdemKesadaran Compos Mentis Idem IdemKepala Mesocephal, CA (-/-)

SI (-/-)Idem Idem

Leher LNN tidak teraba, JVP tidak meningkat

Idem Idem

Pulmo Reguler, thoracoabdominal, SDV +/+

Idem Idem

Cor BJ I-II murni reguler, ST (-), iktus cordis kuat angkat, batas jantung normal

Idem Idem

Abdomen Distended (+), Perut seperti perut katak, darm contour (+), darm steifung (-), BU (+) lemah, perkusi hipertimpani, supel (+), NT (-)

Idem Perut mulai mengecil, darm contour (+),darm steifung (-), BU (+) lemah, perkusi hipertimpani, supel (+), NT (-)

Ekstremitas Akral hangat, tonus normal, kekuatan normal, edema (-)

Idem Idem

Rectal Toucher

Tonus sfingter ani externus cukup,

Idem Idem

11

Page 12: Presus Hirschprung Disease

mukosa licin, rectum penuh feses (+), Nyeri (-), ampula tidak kolaps, saat jari keluar feses menyembur. St : lendir (-) darah (-)

Lain-lain A/ Konstipasi kronik curiga Hirschprung T/ Infus RL 20 tpmDulcolac supp 1 dd supp IPrimperan 3 x 1 AAlinamin F 3 x 1 ARanitidin 2 x 1 A OS dipuasakan

A/ Konstipasi kronik curiga Hirschprung T/ Infus RL 20 tpmDulcolac supp 1 dd supp IPrimperan 3 x 1 AAlinamin F 3 x 1 ARanitidin 2 x 1 A Kalnex 2 x 250mgOMZ 2 x ½ AOS dipuasakan

A/ Konstipasi kronik curiga Hirschprung T/ Infus RL 20 tpmDulcolac supp 1 dd supp IPrimperan 3 x 1 AAlinamin F 3 x 1 ARanitidin 2 x 1 A OMZ 2 x ½ AOS direncanakan diet cair jika NGT minimal

Direncanakan CIL

Px 15/1/2014 16/1/2014

S/ Nyeri Perut (-), mual (-), muntah (-) setelah dicoba diit cair. Bisa kentut (+). BAB (+) mulai banyak, kecoklatan, lembek. BAK (+)

NGT : 100cc/24 jam kuning jernih

Nyeri Perut (-), mual (-), muntah (-) setelah dicoba diit lunak. Bisa kentut (+). BAB (+) mulai banyak, kecoklatan, lembek. BAK (+)

NGT : minimal + 50cc/24 jam jernih

TTVTDNRRT

120x/menit18x/menit37,6oC

100x/menit18x/menit37 oC

O/ KU Idem IdemKesadaran Idem IdemKepala Idem IdemLeher Idem IdemPulmo Idem IdemCor Idem IdemAbdomen Perut mulai mengecil, Perut mulai mengecil,

12

Page 13: Presus Hirschprung Disease

darm contour (+) minimal, darm steifung (-), BU (+) lemah, perkusi hipertimpani, supel (+), NT (-)

darm contour (+) minimal, darm steifung (-), BU (+) lemah, perkusi hipertimpani, supel (+), NT (-)

Ekstremitas

Idem Idem

Lain-lain Idem Idem

A/ Konstipasi kronik curiga Hirschprung T/ Infus RL 20 tpmDulcolac supp 1 dd supp IPrimperan 3 x 1 AAlinamin F 3 x 1 ARanitidin 2 x 1 A OMZ 2 x ½ AOS direncanakan diet bubur saring halus.

A/ Konstipasi kronik curiga Hirschprung

Pasien direncanakan di rujuk ke Poli Bedah Anak

13

Page 14: Presus Hirschprung Disease

H. Pemeriksaan Penunjang

Colon in Loop

Gambar 1. Gambaran Megacolon (hirschprung disease) pada colon in loop

(dokumentasi penulis)

Colon in Loop

Colon : dilatasi colon, peningkatan udara usus (+)

Kesan : Megacolon (hirschprung disease)

14

Page 15: Presus Hirschprung Disease

BAB II

A. Embriologi Kolon

Dalam perkembangan embriologis normal, sel-sel neuroenterik bermigrasi

dari krista neural ke saluran gastrointestinal bagian atas kemudian melanjutkan ke

arah distal. Sel-sel saraf pertama sampai di esofagus dalam gestasi minggu kelima.

Sel-sel saraf sampai di midgut dan mencapai kolon distal dalam minggu kedua

belas. Migrasi berlangsung mula-mula ke dalam pleksus Auerbach, selanjutnya

sel-sel ini menuju ke dalam pleksus submukosa. Sel-sel krista neural dalam

migrasinya dibimbing oleh berbagai glikoprotein neural atau serabut-serabut saraf

yang berkembang lebih awal daripada sel-sel krista neural.1

Glikoprotein yang berperan termasuk fibronektin dan asam hialuronik,

yang membentuk jalan bagi migrasi sel neural. Serabut saraf berkembang ke

bawah menuju saluran gastrointestinal dan kemudian bergerak menuju intestine,

dimulai dari membran dasar dan berakhir di lapisan muskular. Secara

embriologik, kolon kanan berasal dari usus tengah, sedangkan kolon kiri berasal

dari usus belakang. Lapisan otot longitudinal kolon membentuk tiga buah pita

yang disebut taenia yang berukuran lebih pendek dari kolon itu sendiri sehingga

kolon berlipat-lipat dan berbentuk seperti sakulus (kantong kecil) dan biasa

disebut haustra (bejana). Kolon tranversum dan kolon sigmoideum terletak

intraperitoneal dan dilengkapi dengan mesentrium.1

Gangguan rotasi usus embrional dapat terjadi dalam perkembangan

embriologik sehingga kolon kanan dan sekum mempunyai mesentrium yang

lengkap. Keadaan ini memudahkan terjadinya putaran atau volvulus sebagian

besar usus yang sama halnya dapat terjadi dengan mesentrium yang panjang pada

kolon sigmoid dengan radiksnya yang sempit.1,2

Normalnya sel neuroenterik bermigrasi dari krista neuralis ke saluran

gastrointestinal dari oris hingga ke anal. Pada hirschprung migrasi sel neuroblas

terhenti sebelum sampai ke rectum (gambar)

15

Page 16: Presus Hirschprung Disease

Gambar 1. Embriologi

B. Anatomi Anorectal

Rektum memiliki 3 buah valvula yaitu valvula superior kiri, medial kanan

dan inferior kiri. Sebesar 2/3 bagian distal rektum terletak di rongga pelvik dan

terfiksir, sedangkan 1/3 bagian proksimal terletak dirongga abdomen dan relatif

mobile. Kedua bagian ini dipisahkan oleh peritoneum reflektum dimana bagian

anterior lebih panjang dibanding bagian posterior. (Gambar 2).1

16

Page 17: Presus Hirschprung Disease

Gambar 2. Anorectum

Saluran anal (anal canal) adalah bagian terakhir dari usus, berfungsi

sebagai pintu masuk ke bagian usus yang lebih proksimal, dikelilingi oleh sfingter

ani (eksternal dan internal) serta otot-otot yang mengatur pasase isi rektum

kedunia luar. Sfingter ani eksterna terdiri dari 3 sling yaitu atas, medial dan depan.

(Gambar 3)2

17

Page 18: Presus Hirschprung Disease

Gambar 3. Sfingter ani

Pendarahan rektum berasal dari arteri hemorrhoidalis superior dan

medialis (a.hemorrhoidalis medialis biasanya tidak ada pada wanita, diganti oleh

a.uterina) yang merupakan cabang dari a.mesenterika inferior. Sedangkan arteri

hemorrhoidalis inferior adalah cabang dari a.pudendalis interna, berasal dari

a.iliaka interna, mendarahi rektum bagian distal dan daerah anus.3

Persyarafan motorik sfingter ani interna berasal dari serabut syaraf

simpatis (n.hypogastrikus) yang menyebabkan kontraksi usus dan serabut syaraf

parasimpatis (n.splanknikus) yang menyebabkan relaksasi usus. Kedua jenis

serabut syaraf ini membentuk pleksus rektalis. Sedangkan muskulus levator ani

dipersyarafi oleh n.sakralis 3 dan 4. Nervus pudendalis mensyarafi sfingter ani

eksterna dan m.puborektalis. Syaraf simpatis tidak mempengaruhi otot rektum.1,3

Defekasi sepenuhnya dikontrol oleh n.splanknikus (parasimpatis).

Kontinensia sepenuhnya dipengaruhi oleh n.pudendalis dan n.splanknikus pelvik

(syaraf parasimpatis). Sistem syaraf autonomik intrinsik pada usus terdiri dari 3

pleksus, yaitu Pleksus Auerbach (terletak diantara lapisan otot sirkuler dan

18

Page 19: Presus Hirschprung Disease

longitudinal), Pleksus Henle (terletak disepanjang batas dalam otot sirkuler), dan

Pleksus Meissner (terletak di sub-mukosa). Pada penderita penyakit Hirschsprung,

tidak dijumpai ganglion pada ke-3 pleksus tersebut. (Gambar 4).2

Gambar 4. Skema Syaraf Autonom Intrinsik Usus

C. Fisiologi

Usus normal menerima persarafan intrinsik dari sistem persarafan

parasimpatis (kholinergis) dan simpatis (adrenergis). Serabut saraf kolinergik

menyebabkan perangsangan pada kolon (kontrasi) dan menginhibisi sphincter ani,

sedangkan serabut-serabut adrenergik menginhibisi kolon (relaksasi) dan

mengeksitasi sphincter. Sistem saraf intrinsik enterik yang luas didadalm dinding

usus sendiri yang tersusun atas berbagai macam serabut inhibisi non-adrenergic

non-cholinergic (NANC) yang berfungsi dalam pengaturan sekresi intestinal,

19

Page 20: Presus Hirschprung Disease

motilitas, pertahanan mukosa, dan respon imun. Sel-sel ganglion

mengkoordinasikan aktivitas muskular usus dengan menyeimbangkan sinyal-

sinyal yang diterima dari serabut serabut adrenergik dan kolinergik, dan dari

serabut inhibisi intrinsik (enterik) NANC.1,2

Pada Hirschsprung’s disease, sel-sel ini tidak ditemukan sehingga

koordinasi kontraksi dan relaksasi pada usus tidak terjadi. Kholinergik yang

berlebihan mungkin bertanggung jawab pada spastisitas dari segmen

aganglionik.Asetilkholin yang berlebihan akan menyebabkan produksi berlebihan

dari acetylcholinesterase, yang dapat dideteksi secara histokimiawi dan digunakan

dalam penegakkan diagnosis Hirschsprung’s disease. Kemungkinan yang lebih

penting dari kelainan adrenergik ataupun kolinergik dalam menyebabkan spasme

usus adalah ketiadaan dari serabut saraf inhibisi NANC dari sistem saraf enterik

dan transmitter neuropeptidanya. Peptida Vasoaktif intestinal (VIP) adalah

relaksan utama pada sphincter ani internus, VIP-mengandung serabut-serabut

saraf yang tidak ada pada usus aganglionik pasien dengan Hirschsprung’s disease.

Nitric oxide (NO) adalah suatu neurotransmitter yang kuat lainnya dalam saraf

penghambat NANC, memediasi relaksasi pada usus. Sintesis NO normalnya

terdapat pada plexus enterik dalam usus. Sintase NO dan oleh karenanya aktivitas

NO tidak terdapat pada usus aganglionik pasien dengan Hirschsprung’s disease.

Kurangnya NO- dan serabut saraf yang mengandung VIP pada usus aganglionik

pasien dengan Hirschsprung’s disease mungkin merupakan faktor utama dalam

patofisiologi penyakit ini.1,2

D. Definisi

Penyakit Hirschsprung atau disebut dengan aganglionik megakolon

kongenital merupakan salah satu penyebab paling umum dari obstruksi usus

neonatal (bayi berumur 0-28 hari). Penyakit Hirschsprung merupakan penyakit

dari usus besar (kolon) berupa gangguan perkembangan dari sistem saraf

enterik.1,2,3

Pergerakan dalam usus besar didorong oleh otot. Otot ini dikendalikan

oleh sel-sel saraf khusus yang disebut sel ganglion. Pada bayi yang lahir dengan

20

Page 21: Presus Hirschprung Disease

penyakit Hirschsprung tidak ditemui adanya sel ganglion yang berfungsi

mengontrol kontraksi dan relaksasi dari otot polos dalam usus distal. Tanpa

adanya sel-sel ganglion (aganglionosis) otot-otot di bagian usus besar tidak dapat

melakukan gerak peristaltik (gerak mendorong keluar feses).1,3 (Gambar 5)

Gambar 5. Gambaran usus pada Hirschprung’s disease

E. Epidemiologi

Penyakit Hirschsprung terjadi pada 1 dari 5.000 kelahiran hidup dan

merupakan penyebab tersering obstruksi saluran cerna bagian bawah pada

neonatus. Penyakit yang lebih sering ditemukan memperlihatkan predominasi

pada laki-laki dibandingkan perempuan dengan perbandingan 4:1. Insidensi

penyakit Hirschsprung bertambah pada kasus-kasus familial yang rata-rata

mencapai sekitar 6% (berkisar antara 2-18%). Sementara untuk distribusi ras

setara untuk bayi berkulit putih dan Amerika keturunan Afrika.4

F. Etiologi

Penyebab tidak diketahui, tetapi ada hubungan dengan kondisi genetik.

Mutasi pada Ret proto-onkogen telah dikaitkan dengan neoplasia endokrin 2A

atau 2B pada penyakit Hirschsprung familiar. Gen lain yang berhubungan dengan

penyakit Hirschsprung termasuk sel neurotrofik glial yang diturunkan dari factor

gen, dari factor gen endhotelin-B, dan gen endothelin-3. Penyakit Hirschprung

21

Page 22: Presus Hirschprung Disease

juga terkait dengan Down syndrome, sekitar 5-15% dari pasien dengan penyakit

Hirschprung juga memiliki trisomi 21.1,5,6

G. Tipe Hirschprung

Hirschsprung dibedakan sesuai dengan panjang segmen yang terkena,

yaitu:1,2,3,4

a. Ultrashort Segment

Segmen aganglionisis mulai dari 1/3 bawah rectum, terjadi pada

sekitar <1% kasus penyakit Hirschsprung.

b. Short Segment

Daerah aganglionisis terdapat pada rektosgmoid, merupakan 70-

80% tipe hirschprung yang paling sering terjadi. Tipe ini lebih sering

ditemukan pada laki-laki dibandingkan anak perempuan. Pada tipe segmen

pendek yang umum, insidennya 5 kali lebih besar pada laki-laki

dibandingkan wanita dan kesempatan saudara laki-laki dari penderita anak

untuk mengalami penyakit ini adalah 1 dari 20.

c. Long Segment

Daerah aganglionisis terdapat di atas rektosigmoid hingga colon

descenden. Insidensi sebesar 10-25% dari total kasus hirschprung. Laki-

laki dan perempuan memiliki peluang yang sama, terjadi pada 1 dari 10

kasus tanpa membedakan jenis kelamin.

d. Total Segment

Segmen aganglionisis meliputi rektosigmoid hingga seluruh colon.

Angka kejadiannya sebesar 3-15% dari total kasus hirscprung yang terjadi.

22

Page 23: Presus Hirschprung Disease

H. Faktor Resiko

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa terdapat banyak faktor yang

mempengaruhi terjadi kelainan kongenital, seperti :4,5,6

a. Umur Bayi

Bayi dengan umur 0-28 hari merupakan kelompok umur yang paling

rentan terkena penyakit Hirschsprung karena penyakit Hirschsprung merupakan

salah satu penyebab paling umum obstruksi usus neonatal (bayi berumur 0-28

hari).

b. Riwayat Sindrom Down

Sekitar 12% dari kasus penyakit Hirschsprung terjadi sebagai bagian dari

sindrom yang disebabkan oleh kelainan kromosom. Kelainan kromosom yang

paling umum beresiko menyebabkan terjadinya penyakit Hirshsprung adalah

Sindrom Down. 2-10% dari individu dengan penyakit Hirschsprung merupakan

penderita sindrom Down. Sindrom Down adalah kelainan kromosom di mana ada

tambahan salinan kromosom 21. Hal ini terkait dengan karakteristik fitur wajah,

cacat jantung bawaan, dan keterlambatan perkembangan anak.

c. Faktor Ibu

Umur ibu yang semakin tua (> 35 tahun) dalam waktu hamil dapat

meningkatkan risiko terjadinya kelainan kongenital pada bayinya. Bayi dengan

Sindrom Down lebih sering ditemukan pada bayi-bayi yang dilahirkan oleh ibu

yang mendekati masa menopause.

Di Indonesia, beberapa suku ada yang memperbolehkan perkawinan

kerabat dekat (sedarah) seperti suku Batak Toba (pariban) dan Batak Karo

(impal). Perkawinan pariban dapat disebut sebagai perkawinan hubungan darah

atau incest. Perkawinan incest membawa akibat pada kesehatan fisik yang sangat

berat dan memperbesar kemungkinan anak lahir dengan kelainan kongenital.

23

Page 24: Presus Hirschprung Disease

I. Patofisiologi

Istilah megakolon aganglionik menggambarkan adanya kerusakan primer

dengan tidak adanya sel-sel ganglion parasimpatik otonom pada pleksus

submukosa (Meissner) dan myenterik (Auerbach) pada satu segmen kolon atau

lebih. Ketidakadaan ini menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya gerakan

tenaga pendorong (peristaltik), yang menyebabkan akumulasi atau penumpukan

isi usus dan distensi usus yang berdekatan dengan kerusakan (megakolon). Selain

itu, kegagalan sfingter anus internal untuk berelaksasi berkontribusi terhadap

gejala klinis adanya obstruksi, karena dapat mempersulit evakuasi zat padat

(feses), cairan, dan gas.6,7

Persarafan parasimpatik yang tidak sempurna pada bagian usus yang

aganglionik mengakibatkan peristaltik abnormal, konstipasi dan obstruksi usus

fungsional. Di bagian proksimal dari daerah transisi terjadi penebalan dan

pelebaran dinding usus dengan penimbunan tinja dan gas yang banyak. Penyakit

Hirschsprung disebabkan dari kegagalan migrasi kraniokaudal pada prekursor sel

ganglion sepanjang saluran gastrointestinal antara usia kehamilan minggu ke-5

dan ke-12. Distensi dan iskemia pada usus bisa terjadi sebagai akibat distensi pada

dinding usus, yang berkontribusi menyebabkan enterokolitis (inflamasi pada usus

halus dan kolon), yang merupakan penyebab kematian pada bayi atau anak

dengan penyakit Hirschsprung.5,7

J. Manifestasi Klinis

Obstipasi (sembelit) merupakan tanda utama pada Hirschsprung, dan pada

bayi baru lahir dapat merupakan gejala obstruksi akut. Tiga tanda (Trias) yng

sering ditemukan meliputi mekonium yang terlambat keluar (lebih dari 24 jam),

perut kembung, muntah berwarna hijau. Pada neonatus, kemungkinan ada riwayat

keterlambatan keluarnya mekonium selama 3 hari dan bahkan lebih mungkin

menandakan terdapat obstruksi rektum dengan distensi abdomen progresif dan

muntah, sedangkan pada anak yang lebih besar kadang-kadang ditemukan keluhan

adanya diare atau enterokolitis kronik yang lebih menonjol daripada tanda-tanda

obstipasi (sembelit).1,5,6,7

24

Page 25: Presus Hirschprung Disease

Terjadinya diare yang berganti-ganti dengan konstipasi merupakan hal

yang tidak lazim. Apabila disertai dengan komplikasi enterokolitis, anak akan

mengeluarkan feses yang besar dan mengandung darah serta sangat berbau dan

terdapat peristaltik dan bising usus yang nyata. Sebagian besar tanda dapat

ditemukan pada minggu pertama kehidupan, sedangkan yang lain ditemukan

sebagai kasus konstipasi kronik dengan tingkat keparahan yang meningkat sesuai

dengan pertambahan umur anak. Pada anak lebih tua biasanya terdapat konstipasi

kronik disertai anoreksia dan kegagalan pertumbuhan.4,5,6,7

K. Penegakan Diagnosis

Penyakit Hirschprung pada neonatus harus dibedakan dengan penyakit

obstruksi saluran cerna lainnya. Diagnosis penyakit ini ditegakkan dengan

anamnesis dan pemeriksaan fisik serta disertai dengan pemeriksaan penunjang.4,5,6

a) Anamnesis

1. Adanya keterlambatan pengeluaran mekonium yang pertama, biasanya

keluar >24 jam.

2. Adanya muntah berwarna hijau.

25

Page 26: Presus Hirschprung Disease

3. Adanya obstipasi masa neonatus, jika terjadi pada anak yang lebih besar

obstipasi semakin sering, perut kembung, dan pertumbuhan terhambat.

4. Adanya riwayat keluarga sebelumnya yang pernah menderita keluhan

serupa, misalnya anak laki-laki terdahulu meninggal sebelum usia 2

minggu dengan riwayat tidak dapat defekasi.

b) Pemeriksaan Fisik

Pada neonatus biasa ditemukan perut kembung karena mengalami

obstipasi. Bila dilakukan colok dubur maka sewaktu jari ditarik keluar

maka feses akan menyemprot keluar dalam jumlah yang banyak dan

kemudian tampak perut anak sudah kempes lagi.

c) Pemeriksaan penunjang

1. Biopsi

Biopsi yang dilakukan dapat dengan dua cara yaitu biopsy rectal

dengan pengambilan sample yang tebal dan biopsy rectal dengan

penyedotan sederhana. Keuntungan cara yang pertama adalah hasil PA

yang didapatkan mempunyai gambaran yang khas namun cara ini agak

rumit karena sebelum biopsy dilakukan prosedur seperti operasi

dengan anastesi umum, serta resiko perdarahan lebih besar. Cara yang

kedua mempunyai keuntungan berupa prosedurnya yang tidak rumit,

resiko perdarahan lebih sedikit, akan tetapi gambaran PA tidak khas.

Hasil PA penyakit Hirschprung pada umumnya didapatkan dinding

rectum dari lapisan mukosa sampai muskularis tidak didapatkan

adanya ganglion Meissner dan Aurbachii. 3,4,5

2. Foto Rontgent

Pemeriksaan yang merupakan standard dalam menegakkan diagnosa

Hirschsprung adalah barium enema, dimana akan dijumpai 3 tanda

khas, yaitu:

26

Page 27: Presus Hirschprung Disease

1. Tampak daerah penyempitan di bagian rektum ke proksimal yang

panjangnya bervariasi

2. Terdapat daerah transisi, terlihat di proksimal daerah penyempitan

ke arah daerah dilatasi

3. Terdapat daerah pelebaran lumen di proksimal daerah transisi

3. Manometri anorektal

Pemeriksaan manometri anorektal adalah suatu pemeriksaan objektif

mempelajari fungsi fisiologi defekasi pada penyakit yang melibatkan

spinkter anorektal. Dalam prakteknya, manometri anorektal

dilaksanakan apabila hasil pemeriksaan klinis, radiologis dan

histologis meragukan. Pada dasarnya, alat ini memiliki 2 komponen

dasar yaitu transduser yang sensitif terhadap tekanan seperti balon

mikro dan kateter mikro, serta sisitem pencatat seperti poligraph atau

komputer.3,4,5 Beberapa hasil manometri anorektal yang spesifik bagi

penyakit Hirschsprung adalah :

1. Hiperaktivitas pada segmen yang dilatasi;

2. Tidak dijumpai kontraksi peristaltik yang terkoordinasi pada segmen

usus aganglionik;

3. Sampling reflex tidak berkembang. Tidak dijumpai relaksasi spinkter

interna setelah distensi rektum akibat desakan feces. Tidak

dijumpai relaksasi spontan

L. Terapi

Setelah ditemukan kelainan histologik dari Hisrchsprung, selanjutnya

mulai dikenal teknik operasi yang rasional untuk penyakit ini. Tindakan definitive

bertujuan menghilangkan hambatan pada segmen usus yang menyempit.8,9,10

1) Tindakan konservatif adalah tindakan darurat untuk menghilangkan tanda-

tanda obstruksi rendah dengan jalan memasang anal tube dengan atau

tanpa disertai pembilasan air garam hangat secara teratur. Air tidak boleh

digunakan karena bahaya absorpsi air mengarah pada intoksikasi air, hal

27

Page 28: Presus Hirschprung Disease

ini disebabkan karena difusi cepat dari usus yang mengalami dialatasi air

ke dalam sirkulasi. Penatalaksanaan dari gejala obstipasi dan mencegah

enterokolitis dapat dilakukan dengan bilas kolon mengunakan garam faal.

Cara ini efektif dilakukan pada Hisrchsprung tipe segmen pendek-untuk

tujuan yang sama juga dapat dilakukan dengan tindakan kolostomi

didaerah ganglioner.

2) Membuang segmen aganglionik dan mengembalikan kontiuitas usus dapat

dikerjakan dengan satu atau dua tahap. Teknik ini disebut operasi

definitive yang dapat dikerjakan bila berat badan bayi sudah cukup (lebih

dari 9 kg). tindakan konservatif ini sebenarnya akan mengaburkan

gambaran pemeriksaan barium enema yang dibuat kemudian.

3) Kolostomi merupakan tindakan operasi darurat untuk menghilangkan

gejala obstruksi usus, sambil menunggu dan memperbaiki keadaan umum

penderita sebelum operasi definitive. Berikan dukungan pada orang tua.

Karena kolostomi sementara sukar diterima. Orang tua harus belajar

bagaimana merawat anak dengan kolostomi, obsevasi apa yang perlu

dilakukan, bagaimana membersihkan stoma, dan bagaimana menggunakan

kantong kolostomi.

4) Intervensi bedah terdiri atas pengangkatan segmen usus aganglionik yang

mengalami osbtruksi. Pembedahan rektosimoidektomi dilakukan dengan

teknik pull-through dan dapat dicapai dengan prosedur tahap pertama,

tahap kedua, dan Tahap ketiga rektosigmoidoskopi didahului oleh suatu

kolostomi. Kolostomi ditutup dalam prosedur tahap kedua. Pull-through

(Swenson, renbein dan Duhamel) yaitu jenis pembedahan dengan

mereksesi segmen yang menyempit dan menarik usus sehat ke arah anus.

a. Operasi Swenson dilakukan dengan teknik anastomosis intususepsi

ujung ke ujung usus aganglionik dan ganglionik melalui anus dan

reseksi serta anastomosis sepanjang garis bertitik-titik. Secara lebih

spesifik prosedur Duhamel dilakukan dilakukan dengan cara menaikan

kolon normal kearah bawah dan menganastomosiskannya dibelakang

28

Page 29: Presus Hirschprung Disease

usus aganglionik, membuat dinding ganda yaitu selubang aganglionik

dan bagian posterior kolon normal yang telah ditarik.

b. Operasi soave dilakukan dengan cara mukosa diangkat, bagian

muscular usus yang aganglionik ditinggalkan dan usus ganglionik

didorong sampai menggantung dari anus. Cara Duhamel dan Soave

bagian distal rectum tidak dikeluarkan sebab merupakan pase operasi

yang sukar dikerjakan, anastomosis koloanal dibuat secara tarik

terobos (Pull through).

Persiapan prabedah rutin antara lain Lavase kolon, antibiotic, infus

intravena, dan pemasangan Tuba nasogastrik, sedangkan penatalaksanaan

perawatan pasca bedah terdiri atas perawatan luka, perawatan kolostomi,

observasi, terhadap distensi abdomen, fungsi kolostomi, peritonitis, ileus paralitik,

dan peningakatan suhu.

M. Komplikasi

Secara garis besarnya, komplikasi pasca tindakan bedah penyakit

Hirschsprung dapat digolongkan atas kebocoran anastomose, stenosis,

enterokolitis dan gangguan fungsi sfingter. Sedangkan tujuan utama dari setiap

operasi definitif pull-through adalah menyelesaikan secara tuntas penyakit

Hirschsprung, dimana penderita mampu menguasai dengan baik fungsi sfingter

ani.

Kebocoran anastomose pasca operasi dapat disebabkan oleh ketegangan

yang berlebihan pada garis anastomose, vaskularisasi yang tidak adekuat pada

kedua tepi sayatan ujung usus, infeksi dan abses sekitar anastomose serta trauma

colok dubur atau businasi pasca operasi yang dikerjakan terlalu dini dan tidak

hati-hati. Menurut pengamatan Swenson sendiri, diperoleh angka 2,5–5 %,

sedangkan apabila dikerjakan oleh ahli bedah lain dengan prosedur Swenson

diperoleh angka yang lebih tinggi.

Stenosis yang terjadi pasca operasi tarik terobos dapat disebabkan oleh

gangguan penyembuhan luka di daerah anastomose, serta prosedur bedah yang

dipergunakan. Stenosis sirkuler biasanya disebabkan komplikasi prosedur

29

Page 30: Presus Hirschprung Disease

Swenson atau Rehbein, stenosis posterior berbentuk oval akibat prosedur

Duhamel sedangkan bila stenosis memanjang biasanya akibat prosedur Soave.

Manifestasi yang terjadi dapat berupa distensi abdomen, enterokolitis hingga

fistula perianal. Tindakan yang dapat dilakukan bervariasi, tergantung penyebab

stenosis, mulai dari businasi hingga sfingterektomi posterior.

Enterokolitis merupakan komplikasi yang paling berbahaya, dan dapat

berakibat kematian. Swenson mencatat angka 16,4% dan kematian akibat

enterokolitis mencapai 1,2%. Kartono mendapatkan angka 14,5% dan 18,5%

masing-masing untuk prosedur Duhamel modifikasi dan Swenson. Sedangkan

angka kematiannya adalah 3,1% untuk prosedur Swenson dan 4,8% untuk

prosedur Duhamel modifikasi. Tindakan yang dapat dilakukan pada penderita

dengan tanda-tanda enterokolitis adalah segera melakukan resusitasi cairan dan

elektrolit, pemasangan pipa rektal untuk dekompresi, melakukan wash out dengan

cairan fisiologis 2-3 kali perhari serta pemberian antibiotika yang tepat.

Sedangkan untuk koreksi bedahnya tergantung penyebab atau prosedur operasi

yang telah dikerjakan. Prosedur Swenson biasanya disebabkan sfingter ani terlalu

ketat sehingga perlu sfingterektomi posterior. Sedangkan pada prosedur Duhamel

modifikasi, penyebab enterokolitis biasanya adalah pemotongan septum yang

tidak sempurna sehingga perlu dilakukan pemotongan ulang yang lebih panjang.

30

Page 31: Presus Hirschprung Disease

BAB III

PEMBAHASAN

Pasien laki-laki 12 tahun datang ke IGD RSUD Wonosobo dengan

keluhan perut membesar sejak + 2 tahun yang lalu. BAB sulit sejak balita, muntah

(+) kecoklatan seperti bubuk kopi sejak 4 hari SMRS. OS pernah mondok di RS

Purworejo + 5-6 tahun yang lalu karena nyeri perut berulang dan belum membaik,

sudah dilakukan foto di perut tetapi dinyatakan tidak ada kelainan. OS lahir cukup

bulan di bidan, mekonium keluar + 8 jam setelah lahir, riwayat muntah kehijauan

saat kecil (-), diare lama (-).

Pada pemeriksaan fisik, anak tampak lemah dan kurus, tanda vital dalam

batas normal, pemeriksaan kepala, thorax dan ekstremitas normal. Pada abdomen

tampak overdistensi, seperti peru katak, darm contour (+), darm steifung (-), BU

(+) lemah, perkusi hipertimpani, tidak nyeri tekan. Pemeriksaan Rectal Toucher

didapat tonus sfingter ani externus cukup, mukosa licin, rectum penuh feses (+),

Nyeri (-), ampula tidak kolaps, saat jari keluar feses menyembur, sarung tangan

lendir (-) darah (-).

Saat di IGD dilakukan pemeriksaan foto polos abdomen dan didapatkan

gambaran dilatasi usus dengan peningkatan fecal material. Diagnosis di IGD ialah

meteorismus DD Ileus. Konsul ke dr. Sp. B mendapat advice pemasangan NGT,

dilakukan lavement dan pemberian dulcolac suppositoria. Berdasarkan anamnesis

dan pemeriksaan fisik diagnosis lebih mengarah ke konstipasi kronik pada anak

yang dicurigai penyakit hirschprung.5,6 prinsip penanganan utama di IGD ialah

mengatasi obstruksi yang dapat dilakukan dengan pemasangan NGT.6,7

Rencana selanjutnya ialah, setelah kondisi pasien stabil, obstruksi

berkurang, pasien dapat dikirim ke bangsal dan dilakukan pemeriksaan lanjutan.

Pemeriksaan penunjang pada anak yang dicurigai hirschprung antara lain foto

polos abdomen, colon in loop, manometri anorektal, serta biopsi. Pada foto polos

akan ditemukan gambaran khas U-inferted, namum pada pasien ini hanya

didapatkan gambaran dilatasi usus dengan penumpukan fecal material. Gambaran

colon in loop akan ditemukan gambaran daerah transisi dari sempit ke daerah

31

Page 32: Presus Hirschprung Disease

yang melebar.4,5,6,7,8 Hal ini sesuai dengan hasil colon in loop pasien, sehingga

pasien ini dapat didiagnosis dengan hirschprung disease. Pada pasien ini tidak

dilakukan manometri anorektal maupun biopsi hisap rektum.

Terdapat empat prinsip penanganan pasien yaitu mengatasi obstruksi

dengan pemasangan NGT, mencegah enterokolitis (dilakukan wash out atau

lavemen, atau kolostomi), membuang segmen yang aganglionik, dan

mengembalikan kontinuitas usus.6,7 Pada pasien ini telah dilakukan pemasangan

NGT dan lavemen, sehingga pasien dapat dirujuk untuk dilakukan prosedur

selanjutnya.

Terapi yang bersifat operatif pada kasus ini ialah kolostomi dan operasi

definitif. Kolostomi dilakukan dengan tujuan mengatasi obstruksi dan

enterokolitis, sedangkan operasi definitif dapat dilakukan jika bayi berusia lebih

dari 10 minggu, BB lebih dari 9 kg. Terdapat beberapa teknik operasi diantaranya

ialah Swanson, Duhamel, Soave, Rehbein dan modifikasi.6,7,8

Prosedur Swenson ialah operasi tarik terobos (pull-through) sebagai

tindakan bedah definitif pada penyakit Hirschsprung. Pada dasarnya, operasi yang

dilakukan adalah rektosigmoidektomi dengan preservasi spinkter ani. Dengan

meninggalkan 2-3 cm rektum distal dari linea dentata, sebenarnya adalah

meninggalkan daerah aganglionik, sehingga dalam pengamatan pasca operasi

masih sering dijumpai spasme rektum yang ditinggalkan. Oleh sebab itu Swenson

memperbaiki metode operasinya (tahun 1964) dengan melakukan spinkterektomi

posterior, yaitu dengan hanya menyisakan 2 cm rektum bagian anterior dan 0,5-1

cm rektum posterior. 8

Prosedur Swenson dimulai dengan approach ke intra abdomen, melakukan

biopsi eksisi otot rektum, diseksi rektum ke bawah hingga dasar pelvik dengan

cara diseksi serapat mungkin ke dinding rektum, kemudian bagian distal rektum

diprolapskan melewati saluran anal ke dunia luar sehingga saluran anal menjadi

terbalik, selanjutnya menarik terobos bagian kolon proksimal (yang tentunya telah

direseksi bagian kolon yang aganglionik) keluar melalui saluran anal. Dilakukan

pemotongan rektum distal pada 2 cm dari anal verge untuk bagian anterior dan

0,5-1 cm pada bagian posterior, selanjunya dilakukan anastomose end to end

32

Page 33: Presus Hirschprung Disease

dengan kolon proksimal yang telah ditarik terobos tadi. Anastomose dilakukan

dengan 2 lapis jahitan, mukosa dan sero-muskuler. Setelah anastomose selesai,

usus dikembalikan ke kavum pelvik atau abdomen. Selanjutnya dilakukan

reperitonealisasi, dan kavum abdomen ditutup. 8

Prosedur Duhamel diperkenalkan Duhamel tahun 1956 untuk mengatasi

kesulitan diseksi pelvik pada prosedur Swenson. Prinsip dasar prosedur ini adalah

menarik kolon proksimal yang ganglionik ke arah anal melalui bagian posterior

rektum yang aganglionik, menyatukan dinding posterior rektum yang aganglionik

dengan dinding anterior kolon proksimal yang ganglionik sehingga membentuk

rongga baru dengan anastomose end to side.8

Prosedur Duhamel asli memiliki beberapa kelemahan, diantaranya sering

terjadi stenosis, inkontinensia dan pembentukan fekaloma di dalam puntung

rektum yang ditinggalkan apabila terlalu panjang. Oleh sebab itu dilakukan

beberapa modifikasi prosedur Duhamel, diantaranya ialah Modifikasi Grob

(Anastomose dengan pemasangan 2 buah klem melalui sayatan endoanal setinggi

1,5-2,5 cm, untuk mencegah inkontinensia), Modifikasi Talbert dan Ravitch

(Modifikasi berupa pemakaian stapler untuk melakukan anastomose side to side

yang panjang), Modifikasi Ikeda (Ikeda membuat klem khusus untuk melakukan

anastomose, yang terjadi setelah 6-8 hari kemudian), Modifikasi Adang (Pada

modifikasi ini, kolon yang ditarik transanal dibiarkan prolaps sementara.

Anastomose dikerjakan secara tidak langsung, yakni pada hari ke-7-14 pasca

bedah dengan memotong kolon yang prolaps dan pemasangan 2 buah klem; kedua

klem dilepas 5 hari berikutnya. Pemasangan klem disini lebih dititik beratkan

pada fungsi hemostasis).8

Prosedur Soave diperkenalkan Rehbein tahun 1959 untuk tindakan bedah

pada malformasi anorektal letak tinggi. Namun oleh Soave tahun 1966

diperkenalkan untuk tindakan bedah definitif Hirschsprung. Tujuan utama dari

prosedur Soave ini adalah membuang mukosa rektum yang aganglionik,

kemudian menarik terobos kolon proksimal yang ganglionik masuk kedalam

lumen rektum yang telah dikupas tersebut. 8

33

Page 34: Presus Hirschprung Disease

Prosedur Rehbein berupa deep anterior resection, dimana dilakukan

anastomose end to end antara usus aganglionik dengan rektum pada level otot

levator ani (2-3 cm diatas anal verge), menggunakan jahitan 1 lapis yang

dikerjakan intraabdominal ekstraperitoneal. Pasca operasi, sangat penting

melakukan businasi secara rutin guna mencegah stenosis.8

34

Page 35: Presus Hirschprung Disease

DAFTAR PUSTAKA

1. Parisi MA; Pagon, RA; Bird, TD; Dolan, CR; Stephens, K; Adam, MP

(2002). Pagon RA, Bird TC, Dolan CR, Stephens K, ed. Hirschsprung

Disease Overview. GeneReviews.

2. Samuel Nurko MD, MPH- Director Center for Motility and Functional

Gastrointestinal Disorders, Children’s Hospital, Boston. (2014).

Hirschsprung's Disease.

3. Hirschsprung's Disease and Allied Disorders. Berlin: Springer. (2007).

4. Suita S, Taguchi T, Ieiri S, Nakatsuji T (2005). Hirschsprung's disease in

Japan: analysis of 3852 patients based on a nationwide survey in 30 years.

Journal of Pediatric Surgery 40 (1): 197–201; discussion 201–2.

5. Martucciello, G; Ceccherini, I; Lerone, M; Jasonni, V (2000).

"Pathogenesis of Hirschsprung's disease". Journal of Pediatric Surgery 35

(7): 1017–1025.

6. Martucciello G, Pini Prato A, Puri P, Holschneider AM, Meier-Ruge W,

Tovar JA, Grosfeld JL. (2005). Controversies concerning diagnostic

guidelines for anomalies of the enteric nervous system: a report from the

fourth International Symposium on Hirschsprung's disease and related

neurocristopathies. J Pediatr Surg. 40 (10): 1527–31.

7. Kim, H. J.; Kim, A. Y.; Lee, C. W.; Yu, C. S.; Kim, J.-S.; Kim, P. N.; Lee,

M.-G.; Ha, H. K. (2008). Hirschsprung disease and hypoganglionosis in

adults: radiologic findings and differentiation. Radiology 247 (2): 428–34.

8. Swenson O (1989). "My early experience with Hirschsprung's disease". J.

Pediatr. Surg. 24 (8): 839–44; discussion 844–5.

9. Allan Walker (2004). Pediatric Gastrointestinal Disease:

Pathophysiology, Diagnosis, Managemen

10. Timothy R. Koch (2003). Colonic diseases. Humana Press.

35


Top Related