Download - postpartum
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
World Health Organization (WHO) pada bulan November 1999 melaporkan hampir
600.000 ibu hamil dan bersalin meninggal setiap tahun di seluruh dunia. Peristiwa ini
sebagian besar terjadi di negara berkembang termasuk Indonesia (Nation, 2003). Berdasarkan
survey WHO pada tahun 1997 AKI di Indonesia 373/100.000 (Manuaba, 1998), sedangkan
menurut Survey Demografi dan kesehatan Indonesia (SDKI) 2002/2003 AKI di Indonesia
masih berada pada angka 307/100.000 dan Angka Kematian Bayi (AKB) masih berada pada
kisaran 20/1000 kelahiran hidup (Depkes RI, 2004).
Angka kematian ibu bersalin di Indonesia masih sangat tinggi yaitu 373/100.000. Salah satu
faktor yang berpengaruh terhadap angka kematian ibu adalah terjadinya infeksi post partum
karena penanganan keperawatan yang kurang memadai baik pada saat persalinan maupun
perawatan sendiri oleh ibu di rumah. Hal ini diduga karena kurangnya pengetahuan ibu
dalam melakukan perawatan perineum secara mandiri,
Penyebab kematian maternal yang terpenting di Indonesia seperti halnya di negara lain
95% disebabkan trias klasik, yaitu perdarahan, preeklamsi dan eklamsi, serta infeksi.
Kematian dan kesakitan ibu juga berkaitan dengan pertolongan persalinan dukun sebanyak
80% dan berbagai faktor sosial budaya dan faktor pelayanan medis (Manuaba, 1998). Infeksi
atau sepsis puerperalis menyebabkan 15% dari seluruh kematian ibu yang terjadi di negara
berkembang, jika tidak menyebabkan kematian sepsis puerperalis dapat menyebabkan
masalah-masalah kesehatan menahun seperti penyakit radang panggul kronis (Pelvic
Inflammatory Disease) dan infertilitas (Maryunani, 2002).
Hasil penelitian Florentina (2000) di Kabupaten Lombok Propinsi Nusa Tenggara
Barat menunjukkan bahwa kejadian demam nifas masih relatif tinggi (23%), dari seluruh
demam nifas 46% dapat diidentifikasi sebagai infeksi (Sustini, 2000). Gambaran yang
diperoleh dari penelitian ini adalah bahwa kejadian infeksi nifas disebabkan oleh penolong
persalinan yang tidak mencuci tangan dengan sabun sebelum menolong persalinan, lama
persalinan lebih dari 24 jam, ibu melakukan pengasapan pasca persalinan, anemia sewaktu
ibu hamil. Demam nifas merupakan manifestasi dari infeksi nifas, jika tidak diobati secara
tepat dan cepat dapat berlanjut menjadi sepsis nifas dan kematian maternal.
Salah satu faktor penyebab terjadinya infeksi nifas berasal dari jalan lahir itu sendiri,
misalnya bekas tempat plasenta lengket di dalam rahim masih terbuka, adanya luka pada
vagina karena robek atau karena tindakan episiotomi. Daya tahan tubuh yang rendah
ditunjang perawatan yang kurang baik dan kebersihan yang kurang terjaga menyebabkan
kuman-kuman pada jalan lahir tersebut terutama di vagina yang tadinya bersifat tidak
patogen bisa berubah menjadi patogen. Kondisi ini akan diperparah oleh luka pada jalan lahir
tersebut yang merupakan media yang amat baik untuk berkembang biaknya kuman (Masjhur,
2004). Episiotomi dilakukan untuk mencegah regangan yang berlebihan pada otot dasar
panggul karena hal ini dapat menimbulkan robekan jalan lahir yang merupakan faktor resiko
terjadinya infeksi post partum.
Kematian maternal seharusnya tidak perlu terjadi karena lebih dari 80% kematian ibu
sebenarnya dapat dicegah melalui kegiatan yang efektif, seperti pemeriksaan kehamilan,
pemberian gizi yang memadai, peningkatan kesehatan ibu melahirkan dan lain-lain, karena
itu upaya penurunan AKI serta peningkatan derajat kesehatan ibu tetap merupakan prioritas
utama dalam pembangunan kesehatan menuju tercapainya Indonesia Sehat 2015.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. KONSEP DASAR MASA NIFAS
1. Definisi Masa Nifas
Nifas atau puerperium adalah periode waktu atau masa dimana organ-
organ reproduksi kembali kepada keadaan tidak hamil. Masa ini membutuhkan
waktu sekitar enam minggu (Fairer, Helen, 2001:225)
Masa nifas (puerperium) dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir
ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas
berlangsung selama kira-kira enam minggu (Buku Acuan Nasional Pelayanan
Kesehatan Maternal dan Neonatal, 2001:122)
Masa nifas atau masa puerperium mulai setelah partus selesai dan berakhir
setelah kira-kira enam minggu (Wiknjosastro, Hanifa, 1999: 237)
Masa nifas (puerperium) adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan
selesai sampai alat-alat kandungan kembali seperti pra-hamil, lama masa nifas ini
yaitu 6-8 minggu (Mochtar, Rustam, 1998:115)
2. Aspek Klinis dan Fisiologi Masa Nifas
a. Perubahan pada uterus
Perubahan pada pembuluh darah uterus
Setelah melahirkan, caliber pembuluh darah ekstrauterin berkurang sampai
mencapai, atau paling tidak, mendekati keadaan sebelum hamil. Pembuluh
darah dalam uterus mengalami obliterasi akibat perubahan hialin, dan
pembuluh-pembuluh darah yang lebih kecil menggantikannya.
Perubahan pada serviks dan segmen bawah rahim
Tepi luar serviks, yang berhubungan dengan os eksternum,
biasanyamengalami laserasi terutama dibagian lateral. Ostium serviks
berkontraksi perlahan, dans etelah beberapa hari pasca persalinan, ostium
serviks hanya dapat ditembusoleh dua jari. Pada akhir minggu pertama,
ostium telah menyempit. Os ekternum tidak dapat sepenuhnya kembali ke
penampakan sebelum hamil. Os ini tetap agak melebar, dan depresi bilateral
pada lokasi laserasi menetap sebagai perubahan permanen yang menjadi cirri
khas serviks para. Segmen bawah uterus yang mengalami penipisan cukup
bermakna akan berkontraksi dan tertarik kembali, tetapi tidak sekuat pada
korpus uteri.
Involusi korpus uteri
Segera setelah pengeluaran plasenta, fundus korpus uteri berkontraksi terletak
kira-kira sedikit dibawah umbilicus.uterus nifas pada potongan tampak
iskemik. Setelah 2 hari pertama, uterus mulai meyusut, sehingga dalam 2
minggu organ ini telah turun ke rongga panggul. Organ ini mencapai ukuran
sebelum hamil dalam waktu sekitar 4 minggu.
Nyeri pasca melahirkan
Pada primipara, uterus nifas cederung tetap berkontraksi secara tonis. Uterus
sering berkontraksi hebat dalam interval-interval tertentu, terutama pada
multipara, sehingga meyebabkan nyeri pasca melahirkan. Nyeri ini biasa
berkurang intensitasnya setelah 3 hari PP.
Lokhia
Lochea adalah cairan secret yang berasal dari cavum uteri vagina dalam masa
nifas. Lochea rubra (Cruenta ): berisi darah segar dan sisa – sisa selaput
ketuban, sel-sel desidua, verniks kaseosa, lanugo, dam mekonium, selama 2
hari post partum. Lochea Sanguinolenta : berwarna kuning berisi darah dan
lendir, hari 3 – 7 post partum. Lochea serosa : berwarna kuning cairan tidak
berdarah lagi, pada hari ke 7 - 14 post partum Lochea alba : cairan putih,
setelah 2 minggu. Lochea purulenta : terjadi infeksi, keluar cairan seperti
nanah berbau busuk
Regenerasi Endometrium
Dalam waktu 2 atau 3 hari setelah melahirkan, stratum superficial menjadi
nekrotik, dan terkelupas bersama lokia. Stratum basal yang bersebelahan
bersama miometrium tetap utuh dan merupakan sumber pembentukan
endometrium yang baru.
b. Perubahan pada Traktus Urinarius
Dieresis biasanya terjadi pada hari ke 2 dan ke 5, bahkan bila wanita tersebut
tidak mendapat infuse cairan intra vena yang berlebihan selama persalinan.
Kandung kemih masa nifas mempunyai kapsitas yang bertambah besar dan
relative tidak sensitive terhadap tekanan cairan intravesika. Overdistensi dan
pengosongan yang tidak sempurna serta urin residual sering dijumpai.
(Cunningham, F Gary. 2005)
B. INFEKSI POSTPARTUM
1. Definisi infeksi postpartum
Infeksi adalah berhubungan dengan berkembangbiaknya mikroorganisme
dalam tubuh manusia yang disertai dengan reaksi tubuh terhadapnya (Zulkarnain
Iskandar, 1998)
Infeksi nifas (infeksi peurperium) adalah istilah umum yang digunakan untuk
menjelaskan setiap infeksi bakteri di traktus genitalia setelah melahirkan. Infeksi
nifas mencakup semua peradangan yang disebabkan oleh masuknya kuman-kuman ke
dalam alat genitalia pada waktu persalinan dan nifas. (Cunningham, F Gary. 2005)
Infeksi nifas adalah infeksi pada dan melalui traktus genetalis setelah
persalinan. Suhu 38 °C atau lebih yang terjadi antara hari ke 2-10 postpartum dan
diukur peroral sedikitnya empat kali sehari
Infeksi pascapartum (sepsis peurpureal atau demam setelah melahirkan), ialah
infeksi klinis pada saluran genitalia yang terjadi dalam 28 hari setelah abortus atau
persalinan (Bobak, 2004)
2. Etiologi
Infeksi ini terjadi setelah persalinan, kuman masuk dalam tubuh saat
berlangsungnya proses persalinan. Diantaranya, saat ketuban pecah sebelum maupun
saat persalinan berlangsung sehingga menjadi jembatan masuknya kuman dalam
tubuh lewat rahim. Jalan masuk ini antara lain adalah dari penolong sendiri, seperti
alat-alat yang tidak steril digunakan pada saat proses persalinan.
Bermacam-macam jalan kuman masuk ke dalam alat kandungan
seperti eksogen (kuman datang dari luar), autogen (kuman masuk dari tempat
lain dalam tubuh) dan endogen yaitu dari jalan lahir sendiri (Bobak, 2004).
Penyebab yang terbanyak dan lebih dari 50% adalah streptococcus anaerob
yang sebenarnya tidak patogen sebagai penghuni normal jalan lahir. Kuman-kuman
yang sering menyebabkan infeksi antara lain adalah :
o Streptococcus haemoliticus anaerobic
Masuknya secara eksogen dan menyebabkan infeksi berat. Infeksi ini biasanya
eksogen (ditularkan dari penderita lain, alat-alat yang tidak suci hama, tangan
penolong, infeksi tenggorokan orang lain).
o Staphylococcus aureus
Masuknya secara eksogen, infeksinya sedang, banyak ditemukan sebagai
penyebab infeksi di rumah sakit dan dalam tenggorokan orang-orang yang
nampaknya sehat. Kuman ini biasanya menyebabkan infeksi terbatas,
walaupun kadang-kadang menjadi sebab infeksi umum.
o Escherichia Coli
Sering berasal dari kandung kemih dan rektum, menyebabkan infeksi terbatas
pada perineum, vulva, dan endometriurn. Kuman ini merupakan sebab
penting dari infeksi traktus urinarius
o Clostridium Welchii
Kuman ini bersifat anaerob, jarang ditemukan akan tetapi sangat berbahaya.
Infeksi ini lebih sering terjadi pada abortus kriminalis dan partus yang ditolong
oleh dukun dari luar rumah sakit.
BAKTERIOLOGI
Bakteri yang sering menjadi penyebab infeksi genitalia wanita
Aerob Anaerob Lain-lain
Streptococcus group A, B
dan D
Peptococus sp Mycoplasma sp
Enterococus Peptostreptococus sp Chlamydia tracomatis
Bakteri gram negative: E.
colli, Klebsiela dan
Proteus sp.
Group Bacteriodes fragilis Neisseria gonorrhoeae
S. aureus Clostridium sp
Gardnerella vaginalis Fusobacterium sp
Mobiluncus sp
Data dari The American College of Obstetricians an Gynecologists (1998) dalam Obstetri Williams,
Vol 1
3. Cara terjadinya infeksi nifas
Infeksi dapat terjadi sebagai berikut:
o Tangan pemeriksa atau penolong yang tertutup sarung tangan pada
pemeriksaan dalam atau operasi membawa bakteri yang sudah ada dalam
vagina ke dalam uterus. Kemungkinan lain ialah bahwa sarung tangan atau
alat-alat yang dimasukkan ke dalam jalan lahir tidak sepenuhnya bebas dari
kuman-kuman.
o Droplet infection. Sarung tangan atau alat-alat terkena kontaminasi bakteri
yang berasal dari hidung atau tenggorokan dokter atau petugas kesehatan
lainnya. Oleh karena itu, hidung dan mulut petugas yang bekerja di kamar
bersalin harus ditutup dengan masker dan penderita infeksi saluran pernafasan
dilarang memasuki kamar bersalin.
o Dalam rumah sakit terlalu banyak kuman-kuman patogen, berasal dari
penderita-penderita dengan berbagai jenis infeksi. Kuman-kuman ini bisa
dibawa oleh aliran udara kemana-mana termasuk kain-kain, alat-alat yang suci
hama, dan yang digunakan untuk merawat wanita dalam persalinan atau pada
waktu nifas.
o Koitus pada akhir kehamilan tidak merupakan sebab infeksi penting, kecuali
apabila mengakibatkan pecahnya ketuban.
(Dewi, Vivian Nanny Lia, 2011)
4. Faktor Predisposisi Infeksi Nifas
a. Semua keadaan yang menurunkan daya tahan penderita seperti perdarahan
banyak, diabetes, preeklamsi, malnutrisi, anemia. Kelelahan juga infeksi
lain yaitu pneumonia, penyakit jantung dan sebagainya.
b. Proses persalinan bermasalah seperti partus lama/macet terutama dengan
ketuban pecah lama, korioamnionitis, persalinan traumatik, kurang
baiknya proses pencegahan infeksi dan manipulasi yang berlebihan.
c. Tindakan obstetrik operatif baik pervaginam maupun perabdominam.
d. Tertinggalnya sisa plasenta, selaput ketuban dan bekuan darah dalam
rongga rahim.
e. Episiotomi atau laserasi.
Factor resiko lain:
a. Kelomok sosioekonomi yang kekurangan
b. Ketuban pecah dini
c. Perbedaan Ras
d. Status gizi
e. Induksi persalinan yang berkepanjangan
f. Kolonisasi bakteri
(Cunningham, F Gary. 2005)
5. Jenis-jenis infeksi Postpartum
Infeksi Uterus
Infeksi uterus postpartum dahulu diberi nama beragam, yaitu endometritis,
endomiometritis, dan endoparametritis. Karena infeksi tidak hanya mengenai
desidua tetapi juga miometrium dan jaringan parametrium. Infeksi uterus relative
jarang terjadi setelah persalinan pervaginan nonkomplikata, tetapi merupakan
masalah besar bagi wanita yang menjalani secio sesaria. Rute lahir merupakan
satu-satunya factor resiko terpenting bagi timbulnya infeksi uterus postpartum.
(Cunningham, F Gary. 2005)
Endometritis, kuman-kuman memasuki endometrium, biasanya pada luka
bekas insersi plasenta, dan dalam waktu singkat mengikutsertakan seluruh
endometrium. Pada infeksi dengan kuman yang tidak terlalu pathogen, radang
terbatas pada endometrium. Jaringan desidua bersama-sama dengan bekuan darah
menjadi nekrosis dan menjadi getah berbau dan terdiri atas keeping-keping
nekrisis serta cairan.
Pada infeksi yang lebih berat batas endometrium dan uterus dapat
dilampaui dan terjadilah penjalaran. Penyebaran dapat terjadi melalui pembuluh-
pembuluh darah menyebabkan Septicemia dan piemia. Pada septicemia kuman-
kuman dari sarangnya di uterus, langsung masuk ke peredaran darah umum
meyebabkan infeksi umum. Pada piemia terdapat dahulu tromboflebitis pada
vena-vena di uterus serta sinus-sinus pada bekas tempat plasenta. Tromboflebitis
ini menjalar ke vena uterine, vena hipogastrika, dan/atau vena ovarii
(trombofebitis pelvika). Dari tempat-tempat thrombus itu embolus kecil yang
mengandung kuman-kuman dilepaskan. Tiap kali dilepaskan, embolus masuk ke
dalam peredaran darah umum dan dibawa oleh aliran darah ke tempat-tempat lain
antaranya ke jantung , paru-paru, otak, ginjal dan sebagainya, dan mengakibatkan
terjadinya abses ditempat-tempat tersebut. Keadaan ini dinamakan piemia.
Parameteritis
Parametritis adalah radang dari jaringan longgar di dalam lig latum. Radang ini
biasanya unilatelar. Parameteritis yang dapat terjadi melalui beberapa cara
penyebaran melalui limfe dari luka serviks yang terinfeksi atau dari endometritis,
penyebaran langsung dari luka pada serviks yang meluas sampai ke dasar
ligamentum, serta penyebaran sekunder dari tromboflebitis. Proses ini dapat
tinggal terbatas pada ligemntum latum atau menyebar ekstraperitoneal ke semua
jurusan. (Dewi, Vivian Nanny Lia. 2011)
Peritonitis
Peritonitis dapat menyebar melalui pembuluh limfe uterus, paratonitis yang
meluas ke peritoneum, salpingo-ooforotis, meluas ke peritoneum atau langsung
sewaktu tindakan per abdominal. Peritonitis yang terlokalisasi hanya dalam
rongga pelvis disebut pelvioperitonitis, bila meluas ke seluruh rongga peritoneum
disebut peritonitis umum, dan keadaan ini sangat berbahaya karena dapat
meyebabkan kematian 33 % dari seluruh kematian akibat infeksi. (Dewi, Vivian
Nanny Lia. 2011)
Vulvitis
Pada infeksi bekas sayatan episiotomy atau luka perineum jaringan sekitarnya
membengkak, tepi luka menjadi merah dan bengkak; jahitan mudah lepas dan
luka yang terbuka menjadi ulkus dan meneluarkan pus.
Vaginitis
Infeksi vagina dapat terjadis ecara langsung pada luka vagina atau melalui
perineum. Permukaan mukosa membengkak dan kemerahan, terjadi ulkus, dan
getah mengandung nanah yang keluar dari daerah ulkus. Pelebaran dapat terjadi,
tetapi biasanya infeksi tinggal terbatas.
Servisitis
Infeksi serviks sering juga terjadi akan tetapi biasanya tidak menimbulkan banyak
gejala. Luka serviks yang dalam dan meluas dan langsung ke dasar ligamentum
latum dapat menyebabkan infeksi yang menyebar ke parametrium.
(Dewi, Vivian Nanny Lia. 2011)\
Miometritis (infeksi otot rahim)
Miometritis adalah radang miometrium. Sedangkan miometrium adalah
tunika muskularis uterus. Gejalanya berupa demam, uterus nyeri tekan,
perdarahan vaginal dan nyeri perut bawah, lokhea berbau, purulen.
Metritis akut biasanya terdapat pada abortus septik atau infeksi postpartum.
Penyakit ini tidak brerdiri sendiri akan tetapi merupakan bagian dari
infeksi yang lebih luas yaitu merupakan lanjutan dari endometritis. Kerokan pada
wanita dengan endometrium yang meradang dapat menimbulkan metritis akut.
Pada penyakit ini miometrium menunjukkan reaksi radang berupa pembengkakan
dan infiltarsi sel-sel radang. Perluasan dapat terjadi lewat jalan limfe atau lewat
tromboflebitis dan kadang-kadang dapat terjadi abses.
Syok bakteremia
Infeksi kritis, terutama yang disebabkan oleh bakteri yang melepaskan
endotoksin, bisa mempresipitasi syok bakteremia (septic). Ibu hamil, terutama
mereka yang menderita diabetes mellitus atau ibu yang memakai obat
imunosupresan, berada pada tingkat resiko tinggi, demikian juga mereka yang
menderita endometritis selama periode pascapartum.
Demam yang tinggi dan mengigil adalh bukti patofisiologi sepsis yang
serius. Ibu yang cemas dapat bersikap apatis. Suhu tubuh sering kali sedikit turun
menjadi subnormal. Kulit menjadi dingin dan lembab. Warna kulit menjadi pucat
dan denyut nadi menjadi cepat. Hipotensi berat dan sianosis peripheral bisa
terjadi. Begitu juga oliguria.
Temuan laboratorium menunjukkan bukti-bukti infeksi. Biakan darah
menunjukian bakteremia, biasanya konsisten dengan hasil enteric gram negative.
Pemeriksaan tambahan bisa menunjukkan hemokonsentrasi, asidosis, dan
koagulopati. Perubahan EKG menunjukkan adanya perubahan yang
mengindikasikan insufisiensi miokard. Bukti-bukti hipoksia jantung, paru-paru,
ginjal, dan neurologis bisa ditemukan.
Penatalaksanaan terpusat pada antimicrobial, demikian juga dukungan
oksigen untuk menghilangkan hipoksia jaringan dan dukungan sirkulasi untuk
mencegah kolaps vascular. Fungsi jantung, usaha pernafasan, dan fungsi ginjal
dipantau dengan ketat. Pengobatan yang cepat terhadap syok bakteremia membuat
prognosis menjadi baik. Dan morbiditas dan mortilitas maternal diturunkan
dengan mengendalikan distrees pernafasan, hipotensi dan DIC (Bobak,
Lowdermilk & Jensen, 2004).
6. Patoflow Infeksi Post Partum
Terlampir
7. Manifestasi Klinis
a. Infeksi pada perineum, vulva, vagina dan serviks
Gejalanya berupa rasa nyeri serta panas pada tempat infeksi dan kadang-kadang
perih bila kencing. Bila getah radang bisa keluar, biasanya keadaannya tidak
berat, suhu sekitar 38°C dan nadi di bawah 100 per menit. Bila luka
terinfeksi tertutup oleh jahitan dan getah radang tidak dapat keluar, demam
bisa naik sampai 39 - 40°C dengan kadang-kadang disertai menggigil.
b. Endometritis
- Peningkatan demam hingga 400C, bergantung pada keparahan infeksi
- Takikardia
- Menggigil dengan infeksi berat
- Nyeri tekan uteri menyebar secara lateral
- Nyeri panggul dengan pemeriksaan bimanual
- subinvolusio
- lokia sedikit, lokia seropurulenta
- Uterus pada endometritis agak membesar
(Dewi, Vivian Nanny Lia. 2011)
c. Peritonitis
Pelvioperitonitis
- Demam
- Nyeri perut bagian bawah
- Nyeri pda pemeriksaan dalam
- Kavum Douglas menonjol karena adanya abses
Peritonitis umum
- Perut kembung
- Meteorismus
- Paralitik ileus
- Peningkatan suhu tubuh
- Nadi cepat dan kecil
- Nyeri tekan abdomen
- Muka penderita, yang mula-mula kemerah-merahan, menjadi pucat,
mata cekung, kulit muka dingin; terdapat apa yang dinamakan facies
hippocratica.
- Mortalitas peritonitis umum tinggi.
(Dewi, Vivian Nanny Lia. 2011)
d. Parametritis
- Peningkatan suhu tubuh
- Bila suhu tinggi menetap lebih dari satu minggu disertai dengan rasa
nyeri di kiri atau kanan dan nyeri pada pemeriksaan dalam, hal ini patut
dicurigai terhadap kemungkinan parameteritis
- Pada pemeriksaan dalam dapat diraba tahanan padat dan nyeri di sebelah
uterus dan tahanan ini yang berhubungan erat dengan tulang panggul
- Bisa tumbuh abses.
- Suhu yang mula-mula tinggi secara menetap menjadi naik-turun disertai
dengan menggigil.
- nadi cepat, dan perut nyeri
- parametrium yang kaku.
(Dewi, Vivian Nanny Lia. 2011)
8. Pemeriksaan untuk Infeksi postpartum
Pemeriksaan diagnostik
a) Golongan darah menentukan RH, ABO, dan pencocokan silang.
b) Jumlah darah lengkap menunjukan penurunan Hb/Ht dan peningkatan jumlah sel
darah putih (perpindahan kekiri dan peningkatan laju sedimentasimenunjukkan
infeksi ).
c) Urinalitas : memastiakn kerusakan kandung kemih
d) Profil koagulasi : peningkatan degradasi kadar produk fibrin/produk split fibrin
( FDP/FSP), penurunan kadar fibrinogen masa tromboplastin parstial
(APTT/PTT) masa protrombin memanjang KID.
e) Sonografi : menentukan adanya jaringan plasenta yang tertahan.
Pemeriksaan Laboratorium
a) Darah : Hemoglobin dan Hematokrit 12- 24 jam post partum (jika Hb < 10 g%
dibutuhkan suplemen FE), eritrosit, leukosit, Trombosit.
b) Klien dengan Dower Kateter diperlukan culture urine.
c) Dilakukan pemeriksaan Urine pada ibu post partum yang mengalami infeksi
pada saluran kemih
Pemeriksaan Fisik dan Penunjang :
a) Status persalinan
b) Monitor tanda – tanda vital
c) Pemeriksaan alat genital / organ reproduksi
d) Pembengkakan
e) Keluar getah/ cairan berbau, kental/ encer
f) Pemeriksaan swab vagina
g) Test darah
9. Penatalaksanaan
a. sebaiknya segera dilakukan pembiakan (kultur) dari secret vagina, luka operasi,
dan darah serta uji kepekaan untuk mendapatkan antibiotika yang tepat dalam
pengobatan
b. berikan penicillin dalam dosis tinggi atau antiboatika spectrum luas (brood
spectrum ) seperti ampicillin karena hasil pemeriksaan membutuhkan waktu
yang cukup lama
c. kombinasi tetracycline dan penicillin G dalam dosis tinggi IV sangat efektif
terhadap infeksi nifas, sedangkan dibagian obsetri dan genikologi FKUI/RSCM
diapakai chlorampenikol dengan hasil cukup memuaskan
d. transfusi darah diperlukan untuk mempertinggi daya tahan tubuh penderita
Pengobatan Kemoterapi dan Antibiotik
a. Kemasan sulfonamide
Trisulfa merupakan kombinasi dari sulfadizin 185 mg, sulfamerazin 130 mg,
dan sulfatiozol 185 mg. Dosis inisial 2 gr diikuti 1 gr 4-6 jam kemudian
peroral. Sedian dapat berupa septrin tablet biasa atau forte, bactrim dan dan
lain-lain
b. Kemasan penisilin
Prokain-penisilin 1,2 sampai 2,4 juta satuan IM penisilin G 500.000 satuan
setiap 6 jam atau metisilin 1 gr setiap 6 jam IM ditambah dengan ampisilin
kapsul 4x250 mg peroral atau kemasan-kemasan penisilin lainnya
c. tetrasiklin, eritromisin, kloramfenikol
jangan diberikan politerapi antibiotika yang sangat berlebihan karena itu
perhatikan hasil pembiakan apusan vagina, serviks atau luka dan uji kepekaan
terhadap kemoterapi dan antibiotic
10. Pencegahan
a. SELAMA KEHAMILAN
Oleh karena anemia merupakan faktor predisposisi untuk infeksi nifas,
harus diusahakan memperbaikinya. Keadaan gizi juga merupakan factor penting;
karenanya, diet yang baik harus diperhatikan. Koitus pada hamil tua sebaiknya di
larang karena dapat mengakibatkan pecahnya ketuban dan terjadinya infeksi
b. SELAMA PERSALINAN
Usaha-usaha pencegahan terdiri dari membatasi sebanyak mungkin
masuknya kuman-kuman dalam jalan lahir, menjaga supaya persalinan tidak
berlarut-larut, menyelesaikan persalinan dengan trauma sedikit mungkin, dan
mencegah terjadinya perdarahan banyak. Demikian pula, semua petugas dalam
kamar bersalin harus menutup hidung dan mulut dengan masker; yang menderita
infeksi pernafasan tidak diperbolehkan masuk ke kamar bersalin; alat-alat, kain-
kain yang digunakan dalam persalinan harus suci hama. Pemeriksaan dalam
hanya boleh dilakukan jika perlu; indikasi serta kondisi untuk bedah kebidanan
harus dipatuhi. Selanjutnya, terjadinya perdarahan harus dicegah sedapat mungkin
dan transfuse darah diberikan menurut keperluan
c. SELAMA NIFAS
Sesudah partus terdapat luka-luka dibeberapa tempat pada jalan lahir. Pada
hari-hari pertama postpartum harus dijaga agar luka-luka ini tidak dimasuki
kuman-kuman dari luar. Oleh sebab itu, semua alat dan kain yang berhubungan
dengan daerah genital harus suci hama.
Pengunjung-pengunjung dari luar hendaknya pada hari-hari pertama di
batasi sedapat mungkin. Tiap penderita dengan tanda-tanda infeksi nifas jangan
dirawat bersama dengan wanita-wanita dalam nifas yang sehat
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN INFEKSI
POSTPARTUM
Pengkajian
Dalam hal pengumpulan data (pengkajian), pengumpulan data dasar terdiri dari informasi subjektif dan objektif mencakup berbagi masalah keperawatan yang diidentifikasi pada daftar diagnose keperawatan pada tahun 1992 yang dikembangkan oleh NANDA. Data subjektif yang dilaporkan oleh klien dan orang terdekat, informasi ini meliputi persepsi individu; yaitu apa yang seseorang inginkan untuk berbagi. Namun, perawat perlu memperhatikan ketidak sesuaian yang dapat menandakan adanya faktor-faktor lain seperti kurang pengetahuan, mitos, kesalahan konsep, atau rasa takut.
Adapun pengkajian yang dapat dilakukan menurut Marilyn E. Doenges yang dimana pengkajian dengan asuhan keperawatan perihal infeksi pospartum (infeksi puerperal) terdiri dari :
a. Identitas klien secara lengkap.
b. Aktivitas atau istirahat.
Malaise, letargi
Kelelahan dan/ atau keletihan yang terus menerus (persalinan
lama, stresor pascapartum multipel)
c. Sirkulasi.
Takikardi dari dengan berat bervariasi
d. Integritas Ego.
Ansietas jelas (peritonitis)
e. Eliminasi.
Diare mungkin ada
Bising usus mungkin tidak ada bila terjadi paralitik ileus
f. Makanan atau cairan.
Anoreksia, mual/muntah
Haus, membran mukosa kering
Distensi abdomen, kekakuan, nyeri lepas (peritonitis)
g. Neurosensori.
Sakit kepala
h. Nyeri/Ketidaknyamanan.
Nyeri lokal, disuria, ketidaknyamanan abdomen
Afterpain berat atau lama, nyeri abdomen bawah atau uterus
serta nyeri tekan dengan guarding (endometritis)
Nyeri/kekakuan abdomen unilateral/bilateral
(salpingitis/ooferitis, parametritis)
i. Pernafasan.
Pernafasan cepat/dangkal (berat/proses sistemik)
j. Keamanan.
Suhu : 380C atau terjadi lebih tinggi pada dua hari terus
menerus, diluar 24 jam pascapartum, adalah tanda infeksi;
namun, suhu lebih tinggi dari 38,90C pada 24 jam pertama
menandakan berlanjutnya infeksi
Demam ringan kurang dari 38,90C menunjukkan infeksi insisi;
demam lebih tinggi dari 38,90C adalah petunjuk atau infeksi
lebih berat (misalnya salpingitis, parametritis, peritonitis)
Dapat terjadi menggigil; menggigil berat/berulang (sering
barakhir 30-40 menit), dengan suhu memuncak sampai 400C,
menunjukkan infeksi pelvis, tromboflebitis atau peritonitis
Melaporkan pemantauan internal, pemeriksaan vagina
intrapartum sering, kecerobohan pada teknik aseptik
Infeksi sebelumnya, termasuk human immunodeficiency virus
(HIV)
Pemajanan lingkungan
k. Seksualitas.
Pecah ketuban dini atau lama, persalinan lama (24 jam atau
lebih)
Retensi produk konsepsi, eksplorasi uterus/pengangkatan
plasenta secara manual, atau hemoragi pascapartum
Tepi insisi mungkin kemerahan, edema, keras, nyeri tekan, atau
memisah, dengan drainase purulen atau cairan sanguinosa
Subinvolusi uterus mungkin ada
Lokea mungkin bau busuk, tidak ada bau (bila infeksi oleh
streptokokus beta hemolitik), banyak, atau berlebihan
l. Interaksi Sosial.
Status sosioekonomi rendah dengan stresor bersamaan
PENGELOMPOKAN DATA
Data subjektif Data objektif
Klien mengatakan membersihkan
perinium dari belakang ke depan
Klien mengatakan nyeri abdomen
bawah
Klien mengatakan ketuban pecah
lama
Klien mengatakan nyerinya hilang
timbul
Klien mengatakan tidak nafsu makan
Klien mengatakan makanannya habis
setengah porsi
Klien mengatakan badannya terasa
panas
Klien mengatakan mual dan muntah
Klien mengatakan tidak bisa melihat
bayinya setiap saat
Klien mengatakan tidak bisa merawat
bayinya karena sakit
Klien mengatakan memberikan ASI
melalui botol/dot
S : 38,90C
TD : 100/60 mmHg
N : 94x/menit
P : 28x/menit
Klien tampak menggigil
Lokea sedikit berbau dan
banyak
Warna ketuban agak
kehijauan
Klien tampak sering
memegang perutnya
Skala nyeri 4
Lemas
Pucat
Sedih
Hb : 9 g/dl
ANALISA DATA
Masalah Keperawatan
Etiologi Tanda dan Gejala
Risiko tinggi penyebaran infeksi
Kerusakan kulit/jaringan yang trauma, vaskularisasi
DS : Klien mengatakan membersihkan
tinggi pada area yang sakit
perinium dari belakang ke depan
Klien mengatakan nyeri abdomen
bawah
Klien mengatakan ketuban pecah
lama
DO : S : 38,90C
TD : 100/60 mmHg
N : 94x/menit
P : 28x/menit
Klien tampak menggigil
Lokea sedikit berbau dan banyak
Warna ketuban agak kehijauan
Hipertemia Peningkatan laju metabolisme, penyakit
DS : Klien mengatakan badannya terasa
panas
DO: S : 38,90C
Klien tampak menggigil
Klen tampak berkeringat
Nyeri (akut) Respon tubuh terhadap agen tidak efektif, sifat infeksi
DS : Klien mengatakan nyeri abdomen
bawah
Klien mengatakan nyerinya hilang
timbul
DO : Klien tampak sering memegang
perutnya
Skala nyeri 4
Lemas
Pucat
S : 38,90C
TD : 100/60 mmHg
N : 94x/menit
P : 28x/menit
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Intake yang tidak adekuat
DS : Klien mengatakan tidak nafsu
makan
Klien mengatakan makanannya
habis setengah porsi
Klien mengatakan mual dan muntah
DO : Pucat
Lemas
Hb : 9 g/dl
Ketidakmampuan menjadi orang tua
Interupsi pada proses pertalian, penyakit fisik
DS : Klien mengatakan tidak bisa melihat
bayinya setiap saat
Klien mengatakan tidak bisa
merawat bayinya karena sakit
Klien mengatakan memberikan ASI
melalui botol/dot
DO : Lemas
Sedih
Diagnosa Keperawatan
1. Risiko tinggi terhadap penyebaran infeksi berhubungan dengan
kerusakan kulit/jaringan yang trauma, vaskularisasi tinggi pada area
yang sakit
2. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme,
penyakit
3. Nyeri (akut) berhubungan dengan respon tubuh terhadap agen
tidak efektif, sifat infeksi
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake yang tidak adekuat
5. ketidakmampuan menjadi orang tua berhubungan dengan interupsi
pada proses pertalian, penyakit fisik
No
Diagnosa Keperawatan
Tujuan dan KH Interveni Rasional
1. Risiko tinggi terhadap penyebaran infeksi berhubungan dengan kerusakan kulit/jaringan yang trauma, vaskularisasi tinggi pada area yang sakit ditandai dengan:DS : Klien mengatakan
membersihkan
perinium dari
belakang ke depan
Klien mengatakan
nyeri abdomen
bawah
Klien mengatakan
ketuban pecah
lama
DO : S : 38,90C
TD : 100/60 mmHg
Tujuan:Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 1x24 jam, penyebaran infeksi tidak terjadi
KH : Klien dapat
membersihkan
perineum dari
depan ke
belakang
Nyeri (-)
Menggigil (-)
Lokea tidak
berbau
S : 370C
TD : 110/80
mmHg
N : 80x/menit
P : 18x/menit
Mandiri:1. Tinjau ulang catatan
pranatal, intrapartum,
dan pascapartum
2. Pertahankan kebijakan
mencuci tangan dengan
ketat untuk staf, klien,
dan pengunjung
3. Berikan dan instruksikan
klien dalam hal
pembuangan linen
terkontaminasi, balutan,
chux, dan pembalut
dengan tepat
4. Demonstrasikan/anjurkan
pembersihan perinium
yang benar setelah
berkemih dan defekasi,
dan sering mengganti
Mandiri:1. Mengidentifikasi faktor-
faktor yang menempatkan
klien pada kategori risiko
tinggi penyebaran infeksi
pascapartum
2. Membantu mencegah
kontaminasi silang
3. Mencegah penyebaran
infeksi
4. Pembersihan melepaskan
kontaminan
urinarius/fekal.
Penggantian pembalut
menghilangkan media
lembab yang
menguntungkan
N : 94x/menit
P : 28x/menit
Klien tampak
menggigil
Lokea sedikit
berbau dan banyak
Warna ketuban
agak kehijauan
pembalut
5. Pantau suhu, nadi dan
pernafasan. Perhatikan
adanya menggigil atau
laporkan anoreksia atau
malaise
6. Observasi/catat tanda
infeksi lain
7. Anjurkan posisi semi
fowler
8. Anjurkan bahwa ibu
menyusui secara periodik
memeriksa mulut bayi
terhadap adanya bercak
putih
Kolaborasi :
pertumbuhan bakteri
5. Peningkatan tanda vital
menyertai infeksi;
fluktuasi, atau perubahan
gejala, menunjukkan
perubahan pada kondisi
klien
6. Memungkinkan
identifikasi awal dan
tindakan; meningkatkan
resolusi infeksi
7. Meningkatkan aliran
lokea dan drainase
uterus/pelvis
8. Sariawan oral pada bayi
baru lahir adalah efek
samping umum dari
terapi antibiotik ibu
Kolaborasi :
1. Anjurkan penggunaan
pemanasan yang lembab
dalam bentuk rendam
duduk dan untuk
pemanasan yang kering
dengan menyinari
perineal selama 15
menit, 2-4 kali sehari
2. Demonstrasikan
penggunaan krim
antibiotik perineum
sesuai kebutuhan
3. Pantau pemeriksaan
laboratorium, sesuai
indikasi :
- Kultur/sensitivitas
4. Berikan obat-obatan
sesuai indikasi :
- Antibiotik
1. Air meningkatkan
pembersihan. Panas
mendilatasi pembuluh
darah perineum,
meningkatkan aliran
darah lokal dan
meningkatkan pemulihan
2. Membasmi organisme
infeksius lokal,
menurunkan risiko
penyebaran infeksi
3. Mengidentifikasi proses
infeksius, organisme
penyebab, dan agen
antimikroba yang tepat
- Menyerang organisme
patogen, membantu
mencegah penyebaran
- Oksitosik
infeksi dari jaringan
sekitar dan aliran
darah
- Meningkatkan
kontraktilitas
miometrium untuk
memundurkan
penyebaran infeksi
bakteri melalui dinding
uterus, serta
membantu
pengeluaran bekuan
dan fragmen plasenta
yang tertahan
2. Hipertemia Peningkatan laju metabolisme, penyakit DS : Klien mengatakan
badannya terasa
panas
DO: S : 38,90C
Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 1x24 jam, suhu tubuh dalam rentang normalKH : Suhu : 36,5 – 37,50C
1. Kaji TTV
2. Pantau suhu klien
(derajat dan pola),
perhatikan menggigil
atau diaphoresis
1. Tanda tanda vital
menunjukan
perkembangan kondisi
klien
2. Suhu 38,90- 41, 10C
menunjukkan proses
penyakit infeksius
akut. Pola demam
Klien tampak
menggigil
Klen tampak
berkeringat
3. Pantau suhu lingkungan,
batasi/ tambahkan linen
tempat tidur sesuai
indikasi
Kolaborasi1. Kolaborasi dalam
pemberian antipiretik
(aspirin,
asetaminofen)
dapat membentuk
dalam diagnosis.
3. Suhu ruangan atau
jumlah selimut harus
diubah untuk
mempertahankan
suhu mendekati
normal
Kolaborasi1. Pemberian antipiretik
membantu dalam
menurunkan suhu
tubuh
3. Nyeri (akut) berhubungan dengan respon tubuh terhadap agen tidak efektif, sifat infeksi ditandai dengan : DS : Klien mengatakan
nyeri abdomen
bawah
Klien mengatakan
Tujuan:Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 1x24 jam, nyeri dapat berkurang
KH : Nyeri (-)
Lemas (-)
Mandiri : 1. Kaji lokasi dan sifat
ketidaknyamanan atau
nyeri
2. Berikan instruksi
mengenai, membantu,
mempertahankan
kebersihan dan
Mandiri :1. Membantu dalam
mendiagnosa banding
keterlibatan jaringan
pada proses infeksi
2. Meningkatkan
kesejahteraan umum dan
pemulihan.
Menghilangkan
nyerinya hilang
timbul
DO : Klien tampak
sering memegang
perutnya
Skala nyeri 4
Lemas
Pucat
S : 38,90C
TD : 100/60 mmHg
N : 94x/menit
P : 28sx/menit
Pucat (-)
S : 370C
TD : 110/80
mmHg
N : 80x/menit
P : 18x/menit
kehangatan
3. Instruksikan klien dalam
melakukan teknik
relaksasi; memberikan
aktivitas pengalih seperti
radio, televisi, atau
membaca
4. Anjurkan kesinambungan
menyusui saat kondisi
klien memungkinkan.
Karenanya anjurkan dan
instruksikan dalam
pengunaan pompa
payudara listrik atau
manual
kolaborasi :1. Berikan analgesik atau
antipiretik
2. Berikan kompres panas
ketidaknyamanan
berkenaan dengan
menggigil
3. Memfokuskan kembali
perhatian klien,
meningkatkan perilaku
yang positif dan
kenyamanan
4. Mencegah
ketidaknyamanan dari
pembesaran payudara;
meningkatkan
keadekuatan suplai ASI
pada klien menyusui
Kolaborasi :1. Menurunkan
ketidaknyamanan dari
infeksi
lokal dengan
menggunakan lampu
pemanas atau rendam
duduk sesuai indikasi
2. Kompres panas
meningkatkan
vasodilatasi,
meningkatkan sirkulasi
pada area yang sakit dan
meningkatkan
ketidaknyamanan lokal
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat ditandai dengan :DS : Klien mengatakan
tidak nafsu makan
Klien mengatakan
makanannya habis
setengah porsi
Klien mengatakan
mual dan muntah
DO : Pucat
Tujuan:Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 1x24 jam, nutrisi kembali adekuat
KH : Klien
mengatakan
makanan habis
1 porsi
Klien
mengatakan
nafsu makan
bertambah
Mandiri :1. Anjurkan pilihan
makanan tinggi protein,
zat besi, dan vitamin C
bila masukan oral
dibatasi
2. Tingkatkan masukan
sedikitnya 2000ml/hari
jus, sup, dan cairan
nutrisi lain
Mandiri :1. Protein membantu
meningkatkan pemulihan
dan regenerasi jaringan
baru. Zat besi perlu untuk
sintesis Hb. Vitamin C
memudahkan absorpsi
zat besi dan perlu untuk
sintesis dinding sel
2. Memberikan kalori dan
nutrien lain untuk
memenuhi kebutuhan
metabolik serta
menggantikan kehilangan
Lemas
Hb : 9 g/dl
Mual (-)
Muntah (-)
Hb : 11 g/dl3. Anjurkan tidur/istirahat
adekuat
Kolaborasi :1. Berikan cairan/nutrisi
parenteral, sesuai
indikasi
2. Berikan preparat zat besi
dan/atau vitamin, sesuai
indikasi
cairan, karenanya
meningkatkan volume
cairan sirkulasi
3. Menurunkan laju
metabolisme,
memungkinkan nutrien
dan oksigen untuk
digunakan dalam proses
pemulihan
Kolaborasi :1. Mungkin perlu untuk
mengatasi dehidrasi,
menggantikan kehilangan
cairan, dan memberikan
nutrien yang perlu bila
masukan oral dibarasi
2. Bermanfaat dalam
memperbaiki anemia
atau defisiensi bila ada
5 Ketidakmampuan menjadi orang tua berhubungan dengan DS : Klien mengatakan
Tujuan : Setelah dilakukan Intervensi selama 3 x 24 jam klien mampu
1. Berikkan kesempatan
untuk kontak ibu-bayi
kapan saja
1. Memfasilitasi kedekatan,
mencegah klien terlibat ke
dalam preokupasi-diri
tidak bisa melihat
bayinya setiap saat
Klien mengatakan
tidak bisa merawat
bayinya karena
sakit
Klien mengatakan
memberikan ASI
melalui botol/dot
DO : Lemas
Sedih
menunjukkan kenyamanan peran sebagai orang tuaKH : Menunjukan
tanggung
jawab untuk
perawatan fisik
dan emosional
terhadap bayi
baru lahir , n
Mengekspresik
kan
kenyamann
denagn peran
menjadi orang
tua
memungkinkan.
Tempatkan gambar bayi
di samping tempat tidur
klien, khususnya bila
kebijakkna rumah sakit
memerlukan pemisahan
bayi dari ibu selama
periode demam.
2. Pantau respon emosi
klien terhadap penyakit
dan pemisahan dari bayi,
seperti depresi dan
marah
3. Anjurkan klien untuk
menyusui bayi bila
mungkin dan
meningkatkan
partisispasinnya dalam
perawatan bayi saat
infeksi teratasi.
terhadap pemisahannya
dari bayi
2. Harapan normal adalah
periode pascapartum
tidak terkomplikasi
dengan unit keluarga ynag
utuh.
3. Keberhasilan dalam
menyelesaikkan tugas-
tugas perawatan bayi
meningkatkan
pandanagna dan
kedekatan klien dengan
bayi.
4. Memeberikkan informasi
4. Observasi interaksi ibu-
bayi
5. Buat rencana untuk
tindak lanjut evaluasi
yang tepat terhadap
interaksi/ respons ibu-
bayi.
mengenai status proses
perhatian dan kebutuhan-
kebutuhan klien.
5. Memberikkan sumber dan
dukungan untuk klien,
bermanfaat daalm
mengidentifikasi
kebutuhan-kebutuhan
klien.
DAFTAR PUSTAKA
Prof. Dr. Rustam Mochtar, MPH. 1998. Synopsis Obstetric. Edisi 2, Jakarta: EGC
Prof. dr. HANIFA WIKNJOSASTRO, SpOG. Ilmu Kebidanan. Edisi 3, Yayasan bina pustaka sarwono prawiroharjo. Jakarta : 2002
Cunningham, F Gary. 2005. Obstetri Williams…et al. Ed 21. Jakrta: EGC
http://ners.unair.ac.id/materikuliah/ASUHAN%20KEPERAWATAN%20POST%20PARTUM.pdf, diakses pada tanggal 25 mei
2012,pukul 08.21 WIB
http://ners.unair.ac.id/materikuliah/Askep%20Komplikasi%20Post%20Partum.pdf, diakses pada tanggal 25 mei 2012,pukul 08.32
WIB
Dewi, Vivian Nanny Lia. 2011. Asuhan kebidanan Pada iBu Nifas. Jakarta; Salemba Medika
Doenges, Marlilyn E. 2001. Rencana Perawatan Maternal/Bayi: Pedoman untuk Perencanaan dan Dokumentasi Perawatan Klien Ed.2.
Jakarta:EGC