PESAN MORAL DALAM KISAH NABI SALIH DAN
KAUMNYA: SEBUAH KAJIAN TEMATIK
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Agama (S.Ag.)
Oleh
Husnil Mardyah
Nim: 11140340000050
PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1440 H./2018 M.
i
ABSTRAK
Husnil Mardyah
Pesan Moral Dalam Kisah Nabi Salih dan Kaumnya: Sebuah Kajian
Tematik
Banyak cerita yang mengisahkan nabi-nabi terdahulu, salah satunya kisah
Nabi Salih dan kaumnya. Di dalam kisah tersebut banyak terdapat pesan moral
yang dapat dijadikan pelajaran. Penelitian ini bermaksud mencari tahu apa saja
pesan moral dalam kisah Nabi Salih dan kaumnya ? Adapun tujuan kisah dalam
al-Qur’an yaitu memberikan peringatan kepada manusia untuk berakhlak mulia.
Berkaitan dengan kisah Nabi Salih dan Kaumnya merupakan kisah
pengingkaran terhadap Allah SWT. sehingga menurunkan azab yang sangat
pedih. Kisah ini berawal dari kaum nabi Salih mengajak kaumnya untuk
menyembah Allah SWT., namun kaum Tsamud melakukan penolakan terhadap
apa yang diserukan Nabi Salih. Teknik penggalian data pada penelitian ini
menggunakan pendekatan kualitatif dengan menggunakan teknik library research
(kepustakaan) yaitu mengumpulkan data-data melalui bacaan dan beberapa
literatur yang ada kaitannya dengan pembahasan. Adapun metode penulisan yang
digunakan dalam penelitian ini adalah analisis-deskriptif, yaitu sebuah metode
pembahasan untuk merapkan data-data yang telah tersusun dengan melakukan
kajian terhadap data-data tersebut. Sumber penafsiran dalam penulisan skripsi ini
adalah Tafsir Al-Tabarî, Tafsir Ibn Katsīr, dan Tafsir Al Qurṯubî.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode tafsir
maudhu’i atau metode tafsir tematik, dengan menggunakan pendekatan sosio
historis yaitu menekankan pentingnya memahami kondisi aktual dan harfiyah, lalu
memproyeksikan kepada situasi masa kini kemudian membawa fenomena-
fenomena sosial ke dalam naungan tujuan-tujuan al-Qur’an. Temuan yang didapat
oleh penulis dalam kajian ini bahwa terdapat beberapa pesan moral yang tidak
untuk diikuti sebagai umatnya diantaranya tidak boleh sombong, ingkar, serakah,
dengki. Selain itu terdapat pesan yang baik dari kisah ini dimana terletak pada
kesabaran nabi yang begitu luar biasa.
Kata kunci: Pesan, Moral, Kisah, Nabi Salih dan Kaumnya
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur Allah Swt., Atas segala rahmat dan karunia-Nya yang tidak
mampu dihitung oleh hambaNya. Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan
kepada sosok Rahmatan li al-‘Ālamîn, cahaya di atas cahaya, manusia paling
sempurna, Nabi Muhammad saw. serta doa untuk keluarga, sahabat, dan para
pengikutnya hingga zaman menutup mata.
Alhamdulillah, berkat rahmat dan inayah Allah swt. Penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini melalui upaya dan usaha yang melelahkan. Meskipun
demikian semaksimal usaha manusia tentunya tidak akan lepas dari kekurangan
dan kelemahan karena kesempurnaan hanyalah milik Allah swt.
Disamping itu penulis menyadari sepenuhnya bahwa keberadaan skripsi
ini tidak akan terwujud tanpa bantuan dan kontribusi dari berbagai pihak. Oleh
karena itu, penulis ingin menyampaikan ungkapan rasa terima kasih yang
sedalam-dalamnya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Masri Mansoer, M.Ag., selaku Dekan Fakultas
Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Ibu Dr. Lilik Ummi Kaltsum, MA., selaku Ketua Jurusan Program Studi
Ilmu al-Qur’an & Tafsir dan kepada Ibu Dra. Banun Binaningrum, M.Pd.,
selaku Sekretaris Program Studi Ilmu al-Qur’an & Tafsir.
3. Bapak Moh. Anwar Syarifuddin, M.A., selaku pembimbing penulis yang
selalu bersabar memberikan ilmu dan bimbingannya selama penulis berada
di bawah bimbingannya.
4. Bapak Dr. Eva Nugraha, M.A., selaku penasihat akademik yang telah
membantu penulis. Serta Seluruh Dosen Fakultas Ushuluddin UIN Syarif
Hidayatullah.
5. Kepala Perpustakaan Umum dan staff karyawan Perpustakaan Umum dan
Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
iii
6. Kedua orang tua penulis H. Suardi Darun dan Hj. Weni Eva yang selalu
memberikan motivasi, bimbingan, pendidikan dan pengajaran serta
mendoakan penulis untuk mencapai kesuksesan di masa depan.
7. Teruntuk uni dan uda tersayang Gea Andini S.Kom., Anda Saputra Lc.
M.E.I., Liza Pratiwi S.E., orang-orang tempat berkeluh kesah penulis.
8. Keluarga besar Om Zulfikar Zainur serta Keluarga besar Om Eka Mulyadi
yang telah memberi kehangatan dan arti kekeluargaan selama penulis di
perantauan.
9. Sahabat-sahabat Nur Fikriyah, Siti Nur Azizah Wijayani, Muawwanah,
Laila Firdaus, Tria Meldiana, Imas Maulida, Sholihatina Sadita,
Himmaturif’ah, Mia Milatus Sa’adah, Filzah Syazwana dan Afrida
Purwanti yang telah menjadi penyemangat selama penyusunan skripsi.
10. Keluarga Tafsir Hadits 2014, Tafsir Hadits kelas B dan teman-teman KKN
UINESCO yang telah berjuang bersama penulis selama ini.
11. Teman-teman SEASON SMA N 1 Muaradua yang selalu memotivasi
penulis agar selesai dalam mengerjakan tugas akhir ini.
12. Terakhir untuk orang-orang yang sudah bertemu saya dan bertukar pikiran
dengan saya.
Semoga Allah membalas dengan sebaik-baik balasan. Harapan penulis,
mudah-mudahan karya ini bermanfaat dan mempunyai kontribusi yang signifikan
bagi penelitian selanjutnya.
Jakarta, 6 November 2018
Penulis
Husnil Mardyah
iv
Daftar Isi
ABSTRAK ..................................................................................................... i
KATA PENGANTAR .................................................................................. ii
DAFTAR ISI ................................................................................................ iv
PEDOMAN TRANSLITERASI ................................................................ vi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ..................................................................... 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah................................................. 7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .......................................................... 8
D. Tinjauan Pustaka ................................................................................ 9
E. Metodologi Penelitian ...................................................................... 11
F. Sistematika Penulisan ...................................................................... 14
BAB II TINJAUAN UMUM KISAH DALAM AL-QUR’AN
A. Pengertian Kisah .............................................................................. 16
B. Macam-Macam Kisah dalam Al-Qur’an .......................................... 22
C. Faedah-Faedah Kisah-Kisah Al-Qur’an ........................................... 25
D. Hikmah Pengulangan disebut Kisah dalam Al-Qur’an .................... 28
E. Pengaruh Kisah-kisah Al-Qur’an dalam Pendidikan ....................... 29
BAB III KISAH KAUM TSAMUD DALAM AL-QUR’AN
A. Sejarah Nabi Salih ............................................................................ 32
1. Siapa Nabi Salih ? ................................................................ 32
2. Silsilah Nabi Salih ................................................................ 33
B. Tsamud Kaum Salih ......................................................................... 35
C. Kisah Pembangkangan Kaum Tsamud yang Berujung Azab dalam
Literatur Tafsir ................................................................................. 43
1. QS. Al-A’raf (7): 73-79........................................................ 43
2. QS. Hūd (11): 61-68 ............................................................. 50
v
3. QS. Al-Isra’ (17): 59 ............................................................ 55
4. QS. Al-Qamar (54): 23-32 ................................................... 57
BAB IV PESAN MORAL DALAM KISAH NABI SALIH DAN KAUMNYA
A. Manusia Tidak Boleh Sombong ....................................................... 61
B. Nafsu Menumpuk Harta Menimbulkan Sikap Serakah ................... 67
C. Rasa Dengki Mengeraskan Penolakan ............................................ 72
D. Menolak Dakwah Membawa Azab .................................................. 76
E. Kesabaran Rasul Selalu Diuji .......................................................... 84
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ...................................................................................... 89
B. Saran dan Kritik ............................................................................... 89
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 91
vi
Pedoman Transliterasi
Dalam skripsi, tesis, dan disertasi bidang keagamaan (baca: Islam), alih
aksara atau transliterasi, adalah keniscayaan. Oleh karena itu, untuk menjaga
konsistensi, aturan yang berkaitan dengan alih aksara ini penting diberikan.
Pengetahuan tentang ketentuan ini harus diketahui dan dipahami, tidak
saja oleh mahasiswa yang akan menulis tugas akhir, melainkan juga oleh dosen,
khususnya dosen pembimbing dan dosen penguji, agar terjadi saling kontrol
dalam penerapan dan konsistensinya.
Dalam dunia akademis, terdapat beberapa versi pedoman alih aksara,
antara lain versi Turabian, Library of Congress, Pedoman dari Kementrian
Agama dan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan RI, serta versi Paramadina.
Umumnya, kecuali versi Paramadina, pedoman alih aksara tersebut meniscayakan
digunakannya jenis huruf (font) tertentu, seperti font Transliterasi, Time New
Roman, atau Time New Arabic.
Untuk memudahkan penerapan alih aksara dalam penulisan tugas akhir,
pedoman alih aksara ini disusun dengan tidak mengikuti ketentuan salah satu versi
di atas, melainkan dengan menngkombinasikan dan memodifikasi beberapa ciri
hurufnya. Kendati demikian, alih aksara versi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini
disusun dengan logika yang sama.
1. Padanan Aksara
Berikut adalah daftar aksara Arab dan padanannya dalam aksara lain:
Huruf Arab Huruf Latin Keterangan
Tidak dilambangkan ا
b Be ب
t Te ت
ts Te dan es ث
j Je ج
h H dengan garis bawah ح
kh Ka dan ha خ
vii
d De د
dz de dan zet ذ
r Er ر
z Zet ز
s Es س
sy es dan ye ش
s es dengan garis di bawah ص
ḏ de dengan garis di bawah ض
ṯ te dengan garis di bawah ط
ẕ zet dengan garis bawah ظ
Koma terbalik di atas hadap kanan ‘ ع
gh ge dan ha غ
f Ef ؼ
q Ki ؽ
k Ka ؾ
l El ؿ
m Em ـ
n En ف
w We ك
h Ha ق
Apostrof , ء
y Ye ي
viii
2. Vokal
Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri dari
vokal tunggal atau memotong dan vokal rangkap atau dipotong. Untuk vokal
tunggal, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut:
Tanda Vokal
Arab
Tanda Vokal
Latin
Keterangan
A Fathah
I Kasrah
U Ḏammah
Adapun vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya sebagai berikut:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
Ai a dan i ي
و Au a dan u
3. Vokal Panjang
Ketentuan alih aksara vokal panjang (madd) yang dalam bahasa Arab
dilambangkan dengan harakat dan huruf, adalah sebagai berikut:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
 a dengan topi di atas ــا
Î i dengan topi di atas ــي
Û u dengan topi di atas ـــى
4. Kata Sandang
Kata sandang, yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan
huruf, yaitu dialihaksarakan menjadi huruf /I/, baik diikuti huruf syamsiyah
maupun huruf kamariah. Contoh: al-rijâl bukan ar-rijâl, al-dîwân bukan ad-
dîwân.
ix
5. Syaddah (Tasydid)
Syaddah atau tasydid yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan
dengan sebuah tanda ( (dalam alih aksara ini dilambangkan dengan huruf,
yaitu dengan menggunakan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi,
hal ini tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak
setelah kata sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyah. Misalnya, kata
.tidak ditulis ad-darûrah, demikian seterusnya ( الضرورة)
6. Ta Marbûtah
Berkaitan dengan alih aksara ini, jika huruf ta marbûtah terdapat pada
kata yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf
/h/ (lihat contoh 1 di bawah). Hal yang sama juga berlaku jika tamarbûtah
tersebut diikuti oleh kata sifat (na‘t) (lihat contoh 2). Namun, jika huruf ta
marbûtah tersebut diikuti kata benda (ism), maka huruf tersebut dialihaksarakan
menjadi huruf /t/ (lihat contoh 3).
No Kata Arab Alih Aksara
Ṯarîqah طريقة 1
al-jâmî’ah al-islâmiyyah الجامعة الإسلامية 2
wahdat al-wujûd وحدة الوجود 3
7. Huruf Kapital
Meskipun dalam sistem tulisan Arab huruf kapital tidak dikenal, dalam
alih aksara ini huruf kapital tersebut juga digunakan, dengan mengikuti
ketentuan yang berlaku dalam Ejaan Bahasa Indonesia (EBI), antara lain
untuk menuliskan 35 permulaan kalimat, huruf awal nama tempat, nama
bulan, nama diri, dan lain-lain. Jika nama diri didahului oleh kata sandang,
maka yang ditulis dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diri tersebut,
bukan huruf awal atau kata sandangnya. Contoh: Abû Hâmid al-Ghazâlî
bukan Abû Hâmid Al-Ghazâlî, al-Kindi bukan Al-Kindi. Beberapa ketentuan
lain dalam EBI sebetulnya juga dapat diterapkan dalam alih aksara ini,
misalnya ketentuan mengenai huruf cetak miring (italic) atau cetak tebal
x
(bold). Jika menurut EBI, judul buku itu ditulis dengan cetak miring, maka
demikian halnya dalam alih aksaranya, demikian seterusnya. Berkaitan dengan
penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang berasal dari dunia Nusantara
sendiri, disarankan tidak dialihaksarakan meskipun akar katanya berasal dari
bahasa Arab. Misalnya ditulis Abdussamad al-Palimbani, tidak ‘abd al-Samad
al-Palimbânî; Nuruddin al-Raniri, tidak Nûr al-Dîn al-Rânîrî.
8. Cara Penulisan Kata
Setiap kata, baik kata kerja (fi’l), kata benda (ism), maupun huruf
(harf) ditulis secara terpisah. Berikut adalah beberapa contoh alih aksara
atas kalimat-kalimat dalam bahasa Arab, dengan berpedoman pada
ketentuan-ketentuan di atas:
Kata Arab Alih Aksara
dzahaba al-ustâdzu ذهب الأستاذ
Tsabata al-ajru ثػبت الأجر
al-harakah al-‘asriyyah الحركة العصرية
هد الله ال اله ل أن أش Asyhadu an lâ ilâha illâ Allâh
Maulânâ Malik al-Sâlih مولن ملك الصالح
Yu’ atstsirukum Allâh يػ ؤثر ك م الله
Al-maẕârhir al-‘aqliyyah المظاهر العقلية
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Terdapat banyak kisah di dalam al-Qur‟an yang menceritakan kejadian-
kejadian terdahulu. Al-Qur‟an meliputi keterangan-keterangan tentang peristiwa-
peristiwa1 yang telah terjadi, sejarah bangsa-bangsa, keadaan negeri-negeri serta
menerangkan bekasan-bekasan dari kaum-kaum itu.2 Kisah dalam pandangan al-
Qur‟an, terlihat pula pada amat banyaknya jumlah ayat al-qasas, jika diperhatikan
dengan seksama, hampir semua surah dalam al-Qur‟an termasuk di dalamnya
surat-surat pendek memuat tentang kisah.
Kisah, merupakan isi kandungan lain dalam al-Qur‟an. Dalam al-Qur‟an
tersebut 26 kali kata qasas dan yang seakar dengannya, tersebar dalam 12 surat
dan 21 ayat. Lebih dari itu, dalam al-Qur‟an ada surah khusus yang dinamakan
surat Al-Qasas, yakni surat ke-28 yang terdiri atas 88 ayat, 1.441 kata, dan 5.800
huruf.3
Kisah yang ada pada al-Qur‟an, pastilah kisah benar dan baik yang
bermanfaat bagi umat manusia. Sebab, al-Qur‟an sendiri menjuluki dirinya
1 Biasanya suatu peristiwa yang dikaitkan dengan hukum kausalitas akan dapat menarik
perhatian para pendengar. Apalagi dalam peristiwa itu mengandung pesan-pesan dan pelajaran
mengenai berita-berita bangsa terdahulu yang telah musnah, maka rasa ingin tahu untuk
menyingkap pesan-pesan dan pristiwanya merupakan faktor paling kuat yang tertanam dalam hati.
Lihat, Mannā Khalīl al-Qattān, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, Penerjemah Mudzakir AS (Jakarta: PT.
Pustaka Litera AntarNusa, 2010) h.386. 2 Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Ilmu-Ilmu Al-Qur’an (‘Ulum al-Qur’an),
(Semarang: PT Pustaka Rizki Putra, 2014) cet.3, h. 179. 3 Muhammad Amin Suma, Ulumul Qur’an (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2013)
h.108.
2
dengan kisah-kisah terbaik (ahsan al-qasas). Adapun tujuan dari pengungkapan
kisah itu sendiri seperti ditegaskan al-Qur‟an antara lain ialah agar manusia
memetik peringatan dan pelajaran berharga (‘ibrah) dari padanya di samping
mendorong mereka supaya berpikir.4
نا إليك هذا القرآن وإن كنت من ق بله لمن نن ن قص عليك أحسن القصص با أوحي الغافلي
“Kami menceritakan kepadamu kisah yang paling baik dengan
mewahyukan Al-Qur‟an ini kepadamu, dan sesungguhnya kamu sebelum
(Kami mewahyukan)nya adalah termasuk orang-orang yang belum
mengetahui”. (QS. Yusuf: 3)
لو العزيز الكيم وإن الل إن هذا لو القصص الق وما من إله إل الل
رة لول اللباب ما كان حديثا ي فت رى ولكن تصديق الذي لقد كان ف قصصهم عب ب ي يديه وت فصيل كل شيء وهدى ورحة لقوم ي ؤمنون
“Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi
orang-orang yang mempunyai akal. Al-Qur‟an itu bukanlah cerita yang
dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan
menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum
yang beriman”. (QS. Yusuf: 111)5
Ketika mengamati kedua ayat itu maka kita menemukan sebuah hal yang
menarik. Ayat yang terdapat dalam permulaan kisah Yusuf a.s tersebut
menjelaskan kepada kita sumber kisah-kisah Al-Qur‟an, menyifatinya sebagai
kisah terbaik dan memperkenalkan kepada kita konsep Al-Qur‟an yang indah
dalam mengambil kisah ini, mencermati dan berinteraksi dengannya. Seperti pada
4 Sesungguhnya berpikir itu merupakan suatu kewajiban qur‟ani, keharusan dalam Islam,
dan keniscayaan hidup. Orang-orang yang tidak melaksanakan kewajiban ini dan
menelantarkannya, mereka itu membuang percuma kenikmatan Tuhan yang telah dianugerahkan
kepada mereka dan menyia-nyiakan potensi besar yang dikaruniakan Allah kepada mereka. 5 Muhammad Amin Suma, Ulumul Qur’an (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2013)
h.27. Lihat, Rusydie Anwar, Pengantar Ulumul Qur’an dan Ulumul Hadits Teori dan Metodologi
(Yogyakarta: IRCiSoD, 2015), h. 143, Lihat juga, Muhammad „Afifudin Dimyati, Maurad al-
Bayan fi Ulum Al-Qur’an ( Jawa Barat: Lisan Arabi, 2016) h.115.
3
skripsi Munasabah Kisah Dalam Surat Al-Kahfi didalam surat tersebut terdapat
enam kisah yaitu: kisah ashab al-Kahfi, kisah Orang-orang Fakir di Kalangan
Sahabat Rasulullah saw, kisah dua orang pemilik kebun, kisah nabi Adam dan
Iblis, Kisah nabi Musa dan nabi Khidir, dan kisah Dzulqarnain, Ya‟juj dan Ma‟juj.
Di dalam skripsi tersebut penulis menyimpulkan hikmah adanya kisah di dalam
QS. Al-Kahfi adalah; sebagai i‟tibar/pelajaran, menjelaskan dasar-dasar dakwah
Allah dan menerangkan pokok-pokok syariat yang disampaikan para Nabi, dan
menanamkan pendidikan akhlakul karimah.6
Mengapa kisah Al-Qur‟an dijadikan sebagai suatu pelajaran („ibrah)?
‘Ibrah diambil dari akar kata ‘ubur’ „menyeberang‟. Ketika seseorang menjumpai
kisah orang-orang dahulu dalam Al-Qur‟an, seolah-olah ia menyeberang ke masa
orang-orang dahulu, seolah-olah ia terlepas dari ikatan masa dan tempat serta
terbebas dari belenggu realita, melampaui pandangan terbatas yang pendek,
meluncur kepada dunia yang luas dari sejarah orang-orang lama dan kisah orang-
orang dahulu, lalu ia hidup bersama mereka, memantau dan mengambil pelajaran
dari mereka.
Sesungguhnya kisah-kisah Al-Qur‟an merupakan sebuah khazanah yang
tidak akan habis dan sebuah mata air yang tidak akan kering, tentang pelajaran,
petunjuk, dan peringatannya, tentang keimanan dan akidah, tentang amal dan
6 Hanif Ahmad Ansharullah, Munasabah Kisah Dalam Surat Al-Kahfi: Kajian Tematik
(Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2015) h. 78.
4
dakwah, tentang jihad dan perlawanan, tentang logika dan retorika, tentang
kesabaran dan keteguhan, dan tentang parameter aksiomatika.7
Al-Qur‟an menginformasikan beberapa kisah nabi dan kaumnya, bahwa
suatu negeri dihancurkan Tuhan dengan gempa atau angin ribut karena
penduduknya durhaka terhadap nabi yang diutus Tuhan kepada masyarakatnya,
serta-merta kisah kehancuran tersebut mereka tolak, sambil menolak keberadaan
kota yang diceritakan oleh Al-Qur‟an. Salah satunya adalah kaum Tsamud
mendustakan dan meremehkan ancaman yang dikirimkan Tuhan kepada mereka.
Seperti kaum Ad, akhirnya pun mendapat tempat kembali yang sama. Pendustaan
kaum Tsamud terhadap rasul mereka merupakan kejadian yang diangkat Al-
Qur‟an agar setiap insan sepanjang masa bisa mengambil pelajaran.8
Allah SWT mengutus Nabi Salih a.s. kepada kaum Tsamud. Nabi Salih
sendiri merupakan salah satu warga kaum itu. Hanya saja kaumnya tidak
mengharapkan adanya agama yang benar datang dalam kehidupan mereka.
Maka dari itu mereka heran saat mendengar dakwah Nabi Salih. Sang
Nabi ini mengajak mereka untuk meninggalkan penyimpangan dan kesesatan
yang mereka lakukan. Hal pertama yang mereka lakukan dalam merespon ajakan
Nabi Salih adalah mereka akan mengusir dan mencaci maki Nabi.
Memang ada sebagian kecil kaum ini yang mau mendengar dakwah Nabi
Salih. Hanya saja mayoritas kaum ini tidak mau menerima dakwahnya. Yang
paling sengit perlawanannya terhadap dakwah Nabi Salih adalah para pemuka-
7 Shalah Al-Khalidy, Kisah-Kisah Al-Qur’an Pelajaran dari Orang-orang Dahulu,
penerj. Setiawan Budi Utomo (Jakarta: Gema Insani Press, 1999)h. 32-33. 8 Syahruddin El-Fikri, Situs-situs dalam Al-Qur’an Dari Banjir Nuh Hingga Bukit
Thursina (Jakarta: Penerbit Republika, 2010) h. 86.
5
pemuka dan pemimpin kaum itu. Mereka marah pada Nabi Salih a.s. yang telah
mengajak untuk beribadah pada Allah. Mereka mendustakannya dan berusaha
untuk menghalangi orang-orang yang beriman kepada Nabi Salih a.s. mereka
bahkan tak segan untuk menghukum orang-orang yang beriman itu. Kaum
Tsamud bukanlah yang pertama melakukan itu semua. Mereka mengulangi
kesalahan yang dilakukan oleh kaum Nuh dan Kaum Ad yang hidup sebelumnya.9
Banyak uraian al-Qur‟an tentang kedua kaum ini, baik dari segi
kemampuan dan kekuatan mereka maupun kedurhakaan dan pembangkangan
mereka terhadap Tuhan dan utusan-Nya, maka dari itu kita sebagai umatnya harus
mengambil pelajaran dari kisah ini yaitu jangan mengikuti kesombongan dan
keingkaran yang telah mereka lakukan yang mengakibatkan mereka akhirnya
dihancurkan Allah dengan gempa dan angin ribut yang sangat dingin lagi
kencang. Hal ini dilukiskan oleh surat Al-Haqqah(69): 47 sebagai berikut:
بت ثود وعاد بلقارعة ) ( وأما عاد فأهلكوا بريح ٥( فأما ثود فأهلكوا بلطاغية )٤كذرها عليهم ٦صرصر عاتية ) م حسوما ف ت رى القوم فيها صرعى ( سخ سبع ليال وثانية أي
كأن هم أعجاز نل خاوية“Kaum Tsamud dan ‘Ad telah mendustakan Hari Kiamat. Adapun
Tsamud, maka mereka telah dibinasakan dengan kejadian yang luar biasa
(petir dan suaranya yang menghancurkan), sedangkan kaum ‘Ad telah
dibinasakan dengan angin yang sangat dingin lagi kencang. Allah
menimpakan angin itu kepada mereka selama tujuh malam dan delapan
hari secara terus-menerus, maka kamu lihat kaum ‘Ad ketika itu, mati
9 Hisham Thaibah, Ensiklopedia Mukjizat Al-Qur’an dan Hadis, penerj Syarif Hade
Masyah (Jakarta: PT Sapta Sentosa, 2008) h. 48. Lihat juga, Muhammad Ahmad Jâdul Mawlâ
dkk, Buku Induk Kisah-Kisah Al-Qur’an, penerj. Abdurahman Assegaf (Jakarta: Zaman, 2009)
h.56.
6
bergelimpangan bagaikan tunggul-tunggul pohon kurma yang telah
kosong (lapuk)”.10
Untuk memahami makna ayat-ayat tersebut dibutuhkan interpretasi yang
sesuai atau yang mendekati pada apa yang dikehendaki Allah SWT. Kitab-kitab
tafsir dalam kepustakaan islam sudah banyak terkumpul. Kitab-kitab tersebut
ditulis pada masa dan tempat tertentu. Setelah menelusuri beberapa karya-karya
yang ada, baik tafsir maupun buku-buku tentang kisah kaum Tsamud dalam al-
Qur‟an, penulis mendapatkan kecendrungan para penulis dan ulama tafsir baik
yang klasik maupun kontemporer dalam penafsirannya lebih menonjolkan dari
sisi sejarah saja. Dari penjelasan tersebut, penulis merasa perlu untuk menjelaskan
dan menganalisis kembali kisah kaum Tsamud melalui penjelasan para mufassir,
sehingga pesan-pesan moral dalam kisah kaum Tsamud dapat terungkap lebih
jelas dan dapat dijadikan sebagai pelajaran serta memiliki relevansi tersendiri,
sesuai dengan tujuan al-Qur‟an sebagai petunjuk yang membimbing manusia
menuju arah yang lebih baik lagi.
Kisah-kisah itu menimbulkan banyak penafsiran dari semua kalangan
Mufassir klasik maupun kontemporer. Seperti tafsir karya Isma‟il bin „Amr al-
Qurasyi bin Kasir al-Basri al-Dimasyqi „Imāduddīn Abu al-Fidā al- Hāfiz al-
Muhaddis al-Syāi‟i penafsiran kitab tafsir Ibn Katsīr dapat dikatakan semi tematik
(maudhu‟i).11 Diantara keistimewaan kitab tafsir Ibn Katsir adalah penjelasan yang
cukup memadai berkenaan dengan shahih dan tidaknya suatu riwayat para
10
Quraish Shihab, Mukjizat Al-Qur’an Ditinjau Dari Aspek Kebahasaan, Isyarat Ilmiah,
Dan Pemberitaan Gaib (Bandung: PT Mizan Pustaka, 2013) cet. I, h. 201. 11
Maudhu‟i/ Tematik adalah suatu metode yang mengarahkan pandangan kepada satu
tema tertentu, lalu mencari pandangan al-Qur‟an tentang tema tersebut dengan jalan menghimpun
semua ayat yang membicarakannya, menganalisis, dan memahaminya ayat demi ayat. Lihat,
Quraish Shihab, Kaidah Tafsir (Tangerang: Lentera Hati, 2013), h. 385.
7
pembaca akan mengetahui mana riwayat yang shahih dan yang da‟if. Beliau juga
memberi perhatian cukup serius berkaitan dengan kisah-kisah israiliyat. Dalam
hal ini, beliau memberikan penjelasan, baik secara singkat maupun panjang
lebar.12 Selain kitab tafsir Ibn Katsīr penulis juga mengambil rujukan dari tafsir-
tasir yang mendasarkan penafsirannya kepada bahasa dari berbagai seginya seperti
tafsir al-Tabarî yang menetapkan makna yang mana yang dipilih dilihat dari
keserasian ayat dengan ayat sebelumnya dan korelasi antara kandungan ayat satu
dengan yang lainnya.
Penulis mendapatkan suatu kesan bahwa Kisah Kaum Nabi Salih
(Tsamud) kaya akan ajaran-ajaran yang berkaitan dengan pesan moral. Lewat
penelitian ini, penulis akan menggunakan metode maudhu‟i (tematik) dalam
menjelaskan Pesan Moral Dalam Kisah Nabi Salih dan Kaumnya, yang lebih
banyak menggunakan mufassir klasik, karena hubungan antar kisah lebih banyak
dibandingkan dengan kajian kontemporer.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Penulis melakukan pembatasan terhadap masalah yang akan dikaji dalam
penelitian ini agar lebih fokus dan tercapai tujuan dari penelitian ini. Terdapat
sembilan surah yang menceritakan Nabi Shalih dan kaumnya yaitu, QS. Al-A‟raf
(7): 73-79, QS. Hūd (11): 61-68, QS. Al-Hijr (15): 80-84, QS. Al-Isra‟(17): 59,
QS. Asy Syua‟ara (26): 141-159, QS. An-Naml (27): 45-53, QS. As-Sajdah (32):
17-18, QS. Al-Qamar (54): 23-32, dan QS. Asy-Syam (91): 11-15. Maka penulis
12
Husnul Hakim, Ensiklopedi Kitab-Kitab Tafsir (Kumpulan Kitab-Kitab Tafsir dari
Masa Klasik sampai Kotemporer) (Depok: Lingkar Studi al-Qur‟an (eLSiQ), 2013) h. 120.
8
membatasi masalah ini hanya pada empat surah al-Qur‟an tentang kisah Nabi
Salih dan kaumnya karena dari empat surah tersebut sudah mewakili semua kisah
Nabi Salih dan kaumnya. Di antara surah itu ialah QS. Al-A‟raf (7): 73-79, QS.
Hūd (11): 61-68, Al- Isra‟ (17): 59 dan QS. Al-Qamar (54): 23-32. Dalam
pengungkapan pesan moral dalam kisah kaum Tsamud, penulis merujuk kepada
beberapa kitab Tafsir, diantarnya Tafsir Al-Tabarî, Al Qurṯubî, Tafsir Ibn Katsīr,
dan mufassir lainnya. Serta buku-buku yang berkaitan dengan aspek kebaikan
dalam kisah kaum Tsamud. Penulisan skripsi ini membahas “Apa saja pesan
moral yang bisa ditarik dari Kisah Nabi Salih dan Kaumnya dalam QS. Al-
A’raf (7): 73-79, QS. Hūd (11): 61-68, Al- Isra’ (17): 59 dan QS. Al-Qamar
(54): 23-32 ?” .
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Adapun tujuan dan manfaat penelitian ini adalah:
1. Penelitian dalam skripsi ini bertujuan untuk menjelaskan pesan-
pesan moral yang terkandung dalam kisah kaum Tsamud.
2. Untuk mengetahui persamaan dan perbedaan dalam kisah kaum
Tsamud pada studi tafsir.
3. Memperkaya khazanah keilmuan tentang aspek kebaikan dalam
kisah kaum Tsamud
Sedangkan manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Memperoleh pelajaran moral dalam kisah kaum Tsamud.
2. Sebagai bahan informasi bagi peneliti lainnya yang ingin mengkaji
kisah kaum Tsamud.
9
D. Tinjauan Pustakan
M. Suyanto dengan bukunya yang berjudul Muhammad Business
Strategy & Ethics, diterbitkan C.V Andi Offset tahun 2008. Di dalam
bukunya memaparkan tentang sejarah awal mula kaum Tsamud, bisnis
kaum Tsamud dan ada beberapa ayat-ayat yang menjelaskan bahwa Allah
SWT mengutus Nabi Salih a.s untuk mengajak kaum Tsamud
meninggalkan kesesatan.
Skripsi Kisah Kaum Tsamud dalam al-Qur’an (Kajian Komparatif
Antara Tafsir Fi Dzilal al-Qur’an dan Tafsir al-Misbah) yang ditulis oleh
Roni Fakultas Ushuluddin UIN Sultan Syarif Kasim Riau 2015. Di dalam
skripsi ini berisi perbandingan, menjelaskan perbedaan dan persamaan dari
tafsir Fī Dzilāl al-Qur,an dan Tafsir al-Misbah, diantaranya Quraish
memasukkan cerita israiliyat ketika menafsirkan ayat tentang unta Allah
sedangkan Sayyid Qutb tidak. Sayyid Qutb lebih condong kepada
pengambilan hukum sejarah dan Quraish Shihab lebih condong kepada
pengambilan hikmah dari suatu kisah.
Skripsi Kisah Kaum-Kaum Yang Dihancurkan Dalam Al-Qur‟an
(Pendekatan Filsafat Sejarah Ibnu Khaldun) yang ditulis oleh Zuraidha
Hanum Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2014. Di
dalam skripsi ini berisi tentang kisah-kisah kaum yang dihancurkan
dengan pikiran pokok dari Ibnu Khaldun serta bentuk penafsirannya.
Pendekatan filsafat Ibnu Khaldun sangat cocok dijadikan pendekatan
10
dalam menafsirkan ayat-ayat kisah dalam al-Qur‟an, diantaranya ada
beberapa filsafat sejarah Ibnu Khaldun mengenai hukum-hukum sejarah
yaitu: gerak perjalanan sejarah yang spiral-dialektis, faktor-faktor yang
mengendalikan dan mempengaruhi perjalanan sejarah terdapat 3 faktor
yaitu ‘Asabiyyah(solidaritas sosial), faktor ekonomi, faktor geografis, dan
faktor agama sebagai penentu kuatnya ‘asabiyah, karena ajaran-ajaran
agama meredam iri hati dan perpecahan.
Skripsi Pesan Moral Kisah Nabi Yunus Menurut Mufasir Modern
Indonesia yang ditulis oleh Nur Laeli Fakultas Ushuluddin UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta 2014. Di dalam skripsi ini berisi tentang gambaran
melalui kisah Nabi Yunus bahwa untuk dapat berhasil dalam berdakwah
diperlukan sikap sabar dan optimis terhadap pertolongan Allah. Sikap
tersebut bukan hanya harus dilakukan dalam menjalankan dakwah, tetapi
juga dalam hal lainnya. Seperti halnya ketika dalam proses menggapai
cita-cita atau sesuatu yang diinginkan. Sebagaiman firman Allah SWT QS.
Al-Qalam (68): 48 tentang kesabaran dan QS. As-Saffat (37) 143.
Skripsi Pesan-Pesan Akhlak Dalam Kisah Qābil dan Hābil (Studi
Tafsir Surah Al-Māidah ayat 23-31) yang ditulis oleh Serpin Fakultas
Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2014. Di dalam skripsi ini
menjelaskan tentang terdapat akhlak al-madhmūmah dan al-mahmūdah.
Akhlak al-madhmūmah yang terkandung dalam kisah tersebut yaitu Iri
dengki, Pemarah, dan Sombong. Sedangkan akhlak al-mahmūdah yaitu
Ikhlas, Sabar, Tawādu‟ dan Istiqāmah.
11
Skripsi Munasabah Kisah Dalam Surah Al-Kahfi: Kajian Tematik
yang ditulis oleh Hanif Ahmad Ansharullah Fakultas Ushuluddin UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta 2015. Skripsi ini menjelaskan didalam surat
tersebut terdapat enam kisah yaitu: kisah ashab al-Kahfi, kisah Orang-
orang Fakir di Kalangan Sahabat Rasulullah saw, kisah dua orang pemilik
kebun, kisah nabi Adam dan Iblis, Kisah nabi Musa dan nabi Khidir, dan
kisah Dzulqarnain, Ya‟juj dan Ma‟juj. Didalam skripsi tersebut penulis
menyimpulkan hikmah adanya kisah di dalam QS. Al-Kahfi adalah;
sebagai i’tibar/pelajaran, menjelaskan dasar-dasar dakwah Allah dan
menerangkan pokok-pokok syariat yang disampaikan para Nabi, dan
menanamkan pendidikan akhlakul karimah.
E. Metodologi Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah kepustakaan (Library Research) yaitu
dengan mengumpulkan data-data dan menelaah sejumlah refrensi yang
berhubungan dengan permasalahan yang akan dibahas.13
2. Metode Sumber Data
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan
kajian literatur yang jadi sumber primernya dalam penelitian ini adalah
literatur yang dianggap relevan, sedangkan sumber sekunder adalah
literatur yang mendukung. Adapun yang termasuk sumber primer
13
J.R. Raco, Metode Penelitian Kualitatif Jenis, Karakteristik, dan Keunggulan (Jakarta:
Grasindo, 2010) h.60
12
adalah kitab Tafsir klasik, seperti: Tafsir Ibn Katsīr dan Tafsir Al-
Tabarî. Sedangkan sumber sekunder adalah kitab tafsir yang
berorientasi dengan aspek kebaikan dalam kisah kaum Tsamud, serta
buku-buku yang membahas tentang kisah tersebut.
3. Teknik Analisis Data
Penulis menggunakan teknik analisis data kualitatif dengan metode
Maudhu‟i(tematik). Menurut al Farmawi bahwa dalam membahas
suatu tema, diharuskan untuk mengumpulkan seluruh ayat yang
menyangkut tema itu. Namun demikian, bila hal itu sulit dilakukan,
dipandang memadai dengan menyeleksi ayat-ayat yang mewakili
(representatif). Menurut al Farmawi ada delapan langkah dalam
sistematika Tafsir Maudhu‟i yaitu:
1) Menetapkan masalah yang akan dibahas
2) Menghimpun seluruh ayat-ayat al-Qur‟an yang berkaitan
dengan masalah tersebut.
3) Menyusun urutan-urutan ayat yang terpilih sesuai dengan
perincian masalah atau masa turunnya, sehingga terpisah antara
ayat Makkiy dan Madaniy.
4) Mempelajari/memahami korelasi (memunasabah) masing-
masing ayat dengan surah-surah dimana ayat tersebut
tercantum (setiap ayat berkaitan dengan tema pada suatu
surah).
13
5) Melengkapi bahan-bahan dengan hadis-hadis yang berkaitan
dengan masalah yang dibahas.
6) Menyusun outline pembahasan dalam kerangka yang sempurna
sesuai dengan hasil studi masa lalu, sehingga tidak dikaitkan
dengan hal-hal yang tidak berkaitan dengan pokok masalah.
7) Mempelajari semua ayat terpilih secara keseluruhan dan atau
mengkompromikan antara yang umum dengan khusus, yang
mutlak dan yang relatif, dan lain-lain sehingga kesemuanya
bertemu dalam muara tanpa perbedaan atau pemaksaan dalam
penafsiran.
8) Menyusun kesimpulan penelitian yang dianggap sebagai
jawaban al-Qur‟an terhadap masalah yang dibahas.14
Namun, langkah-langkah tersebut tidak penulis gunakan
semua, sebatas yang terkait dengan pembahasannya, yaitu penulis
hanya menggunakan langkah dari nomor satu sampai enam .
4. Teknik Penulisan
Penelitian skripsi ini, mempedomani Buku Pedoman Akademik
Program Strata-1 2014/2015, dan penerjemahan ayat-ayat al-Qur‟an
penulisan karya berpedoman kepada al-Qur‟an dan terjemahannya, dan
hanya ditulis satu spasi.
14
http://www.academia.edu/8402088/abd_Hayy_al-Farmawi
14
F. Sistematika Penulisan
Untuk menghindari kerancuan dalam pembahasan dan alur penelitian,
penulisan skripsi ini dibagi menjadi lima bab. Kelima bab tersebut sercara ringkas
dan sederhana akan penulis uraikan dibawah ini.
Pada Bab Pertama menguraikan latar belakang persoalan yang ingin
dikemukakan dalam tulisan ini, rumusan dan batasan masalah, tinjauan
kepustakaan, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian dan sistematika
penulisan. Bab ini penting untuk mengurai secara umum keseluruhan isi tulisan.
Pembahasan umum diperlukan agar tercipta pengetahuan yang utuh mengenai
keterkaitan anatara satu bagian dengan bagian yang lain di dalam tulisan ini.
Bab Kedua, pada bab ini, penulis akan membahas gambaran kisah secara
umum, dari penjelasan tentang definisi, macam-macam kisah yang terdapat dalam
al-Qur‟an, kemudian tujuan dan faedah adanya kisah-kisah tersebut, serta unsur-
unsur yang terdapat dalam kisah. Keterkaitan bab pertama dengan bab kedua yaitu
bab kedua menguraikan teori-teori yang menunjang penulisan atau penelitian,
yang bisa diperkuat dengan menunjukkan hasil penelitian sebelumnya.
Bab ketiga ini akan dibahas mengenai Nabi Salih dalam sejarah dan tafsir.
Yang kemudian memulai dari pertama, sejarah Nabi Salih yaitu: siapa Nabi Salih
?, silsilah Nabi Salih. Kedua yaitu menjelaskan bahwa Tsamud Kaum Salih.
Ketiga, kisah pembangkangan kaum tsamud yang berujung adzab dalam literatur
tafsir melalui mufassir klasik. Diantara ayat-ayat yang akan dikaji adalah sebagai
berikut: QS. Al-A‟raf (7): 73-79, QS. Hūd (11): 61-68, Al- Isra‟ (17): 59 dan QS.
15
Al-Qamar(54): 23-32. Keterkaitan bab kedua dan ketiga yaitu pada bab ini
menjelaskan cara pengambilan dan pengolahan data.
Bab keempat, analisis pesan moral pada kisah Nabi Salih dan kaumnya
menurut mufassir klasik. Yaitu meliputi manusia tidak boleh sombong, nafsu
menumpuk harta menimbulkan sikap serakah, rasa dengki mengeraskan
penolakan, menolak dakwah membawa azab dan kesabaran rasul selalu diuji.
Keterkaitan bab ketiga dan keempat yaitu pada bab keempat membahas tentang
keterkaitan antar faktor-faktor dari data yang diperoleh dari masalah yang
diajukan kemudian menyelesaikan masalah tersebut dengan metode yang diajukan
dan menganalisis proses dan hasil penyelesaian masalah.
Sedangkan Bab kelima, merupakan bab yang terakhir yang menjadi
penutup dari skripsi. Dan menjadi jawaban pada rumusan masalah skripsi ini.
Semua penelitian yang dilakukan dan saran yang diajukan pada penulis mengenai
hasil penelitian ini. Bab ini terbagi dalam kesimpulan dan saran.
16
BAB II
Tinjauan Umum Kisah dalam al-Qur’an
A. Pengertian Kisah
Kisah1 berasal dari kata al-qassu yang berarti mencari atau mengikuti
jejak. Dikatakan: “ أث رىقصصت ” artinya, “saya mengikuti atau mencari jejaknya”.
Kata al- qasas adalah bentuk masdar. Firman Allah: قصص علئاثرها افارتدا (al-
Kahfi [18]: 64). Maksudnya, kedua orang itu kembali lagi untuk mengikuti jejak
dari mana keduanya itu datang. Dan firman-Nya melalui lisan ibu Musa: لأختو : Dan berkatalah ibu Musa kepada saudaranya yang perempuan) قصيهوقالت
Ikutilah dia) (al- qaṣaṣ [28]: 11). Maksudnya, ikutilah jejaknya sampai kamu
melihat siapa yang mengambilnya.
Qasas berarti berita yang berurutan. Firman Allah القصصالق لو ىذا إن(Sesungguhnya ini adalah berita yang benar) (Ali Imran [3]:62). Dari firman-Nya:
ف كان الألباب لقد لأول رة عب قصصهم (Sesungguhnya pada berita mereka itu
terdapat pelajaran bagi orang-orang yang berakal) (Yusuf [12]: 111). Sedang al-
qissah berarti urusan, berita, perkara dan keadaan.
Al-Qur‟an selalu menggunakan terminologi qaṣaṣ untuk menunjukkan
bahwa kisah yang disampaikannya itu benar dan tidak mengandung kemingkinan
1 Dalam kamus Al- Munawwir, Qasas berarti tukang dongeng cerita. Suatu peristiwa
yang berhubungan dengan sebab dan akibat dapat menarik perhatian para pendengar. Apabila
dalam peristiwa itu terselip pesan-pesan dan pelajaran mengenai berita-berita bangsa terdahulu ,
rasa ingin tahu merupakan faktor paling kuat yang dapat menanamkan kesan peristiwa tersebut ke
dalam hati, lihat Tim Redaksi Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa
Indonesia (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008) h. 703.
17
salah atau dusta. Sementara cerita-cerita lain yang mengandung kemungkinan
salah dan benar biasanya bentuk jamaknya diungkapkan dengan istilah qishash.2
Qaṣaṣ al-Qur‟an adalah pemberitaan Qur‟an tentang hal ihwal umat yang
telah lalu, nubuwat (kenabian) yang terdahulu dan peristiwa-peristiwa yang telah
terjadi. Qur‟an banyak mengandung keterangan tentang kejadian pada masa lalu,
sejarah bangsa-bangsa, keadaan negeri-negeri dan peninggalan atau jejak setiap
umat. Ia menceritakan semua keadaan mereka dengan cara yang menarik dan
mempesona.3
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kisah adalah cerita atau kejadian
(riwayat dsb) dalam kehidupan seseorang. ar-Raghib al-Isfani mengatakan dalam
kitab Mufradat-nya (al- Mufradat fi Gharib Al-Qur’an) tentang kata ini (qasas),
“Al-Qashshu berarti „mengikuti jejak‟. Dikatakan, „Qashashtu atsarahu „Saya
mengikuti jejaknya‟. Al-Qashash ialah berarti „jejak‟ (atsar). Allah Ta‟ala
berfirman,
...فارتداعلئاثرهاقصصا
„...Lalu keduanya kembali, mengikuti jejak mereka semula‟. (QS. al-Kahfi:
64)
يو وقالتلأختوقص
2 Anshori, Ulumul Qur’an Kaidah-kaidah Memahami Firman Tuhan (Jakarta: Rajawali
Pers, 2016) h. 123. Lihat Mannā Khalīl al-Qattān, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, Penerj. Mudzakir AS
(Jakarta: PT. Pustaka Litera AntarNusa, 2010) h. 436 dan Muhammad Chirzin, Al-Qur’an dan
Ulumul Qur’an (Yogyakarta: PT Dana Bhakti Prima Yasa, 1998) h. 118. 3
Mannā Khalīl al-Qattān, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, Penerj. Mudzakir AS (Jakarta: PT.
Pustaka Litera AntarNusa, 2010) h. 436.
18
„Dan berkatalah ibu Musa kepada saudara Musa yang perempuan,
„Ikutilah dia‟...‟ (QS. Al-Qashash: 11)
Al-Qashash ialah cerita-cerita yang dituturkan (kisah), Allah Ta‟ala
berfirman,
لوالقصصالقإنىذا„Sesungguhnya ini adalah kisah yang benar...‟(QS. Ali Imran: 62)4
عليوالقصصقاللتف... ...ف لماجاءهوقص„...Maka tatkala Musa mendatangi bapaknya (Syu‟aib) dan menceritakan
kepadanya cerita (tentang dirinya), Syu‟aib berkata, „Janganlah kamu
takut...‟ (QS. Al-Qashash: 25)
عليكأحسنالقصص... ننن قص „Kami menceritakan kepadamu kisah yang paling baik...(QS. Yusuf: 3)5
Menurut az-Zamakhsyari, kata dasar qa sha sha bisa dibaca sebagai
infinitive/mashdar (مصدر) yang artinya iqtishash (إقصاص). Artinya, susunan kisah
dengan gaya yang mengagumkan. Kata قصص bisa juga dibaca sebagai kata kerja
bentuk lampau/ fi’l madhi dengan arti yang dikisahkan (objek). Pengertian ini
sebagaimana kata na ba a (ن ب ا) dengan arti منبا/manba (yang diberitakan).6
4 Kisah Al-Qur‟an telah diberi karakter sebagai kisah yang benar (al-qashash al-haq).
Dalam surat Ali Imran, setelah disebutkan beberapa ayat yang membantah orang-orang Nasrani
tentang perihal kemanusiaan Isa bin Maryam a.s. dan menyanggah anggapan mereka seputar
penisbatannya kepada Allah SWT (sebagai anak-Nya), dan mengisahkan kepada mereka peristiwa
ibunda Maryam r.a. yang mengandung Isa, kemudian melahirkannya, kemudian disebutkan satu
ayat yang menyifati kisah ini sebagai kisah yang benar-benar, yang tidak ada padanya kesalahan,
kebohongan, maupun kebatilan. 5 Salah Al-Khalidy, Kisah-Kisah Al-Qur’an Pelajaran dari Orang-Orang Dahulu, penerj.
Setiawan Budi Utomo (Jakarta: Gema Insani Press, 2000) cet. 3, h. 22. Kisah Yusuf merupakan
kisah terbaik dan setiap kisah Al-Qur‟an adalah baik karena ia memberikan kabar gembira dan
optimisme (harapan) bagi orang-orang yang tertimpa bencana, musibah, dan ujian, serta bagi
orang-orang yang menderita kepedihan intimidasi dan cobaan, yaitu bahwa jalan keluar pasti akan
datang, harapan pasti akan tiba, dan ujian akan hilang. Yang penting, dia beriman dan bertawakal
kepada Allah dengan baik serta tetap teguh di jalan-Nya, sebagaimana yang dicapai oleh Yusuf a.s. 6 Syihabuddin Qalyubi, Stilistika Al-Qur’an Makna di Balik Kisah Ibrahim (Yogyakarta:
LkiS Yogyakarta, 2009) h. 158.
19
Menurut As-Suyuthi, kisah dalam al-Qur‟an sama sekali tidak
dimaksudkan untuk mengingkari sejarah lantaran sejarah dianggap salah dan
membahayakan al-Qur‟an. Kisah-kisah dalam al-Qur‟an merupakan petikan-
petikan dari sejarah sebagai pelajaran kepada umat manusia dan bagaimana
mestinya mereka menarik manfaat dari peristiwa-peristiwa sejarah. Hal ini dapat
dilihat bagaimana al-Qur‟an secara eksplisit berbicara tentang pentingnya sejarah,
sebagaimana tertera dalam QS. Ali Imran (3): 140, “Dan masa kejayaan dan
kehancuran itu, Kami pergilirkan diantara manusia”.
Muhammad Iqbal menyatakan dalam bukunya “Pembangunan Kembali
Alam Pikiran Islam” bahwa, “Al-Qur‟an dalam memperbincangkan kisah ini
jarang bersifat historis hampir selamanya ia bertujuan hendak memberikan suatu
pengertian moral atau filosofis yang sifatnya universal.7
Menururut as-Siba‟i al Bajumi yang dimaksud dengan kisah dewasa ini
ialah setiap tulisan yang bersifat kesusastraan dan idah serta keluar dari seorang
penulis dengan maksud untuk menggambarkan suatu keadaan tertentu (mengenai
sejarah atau kesusastraan atau akhlak, atau susunan masyarakat dan sebagainya),
dengan suatu cara dimana penulis melepaskan diri dari perasaan pribadinya dan
fikiran yang timbul dari perasaan tersebut dan dari arah yang dituju oleh
pendapatnya itu yang sesuai dengan perasaan dan fikirannya, sehingga pribadinya
tercermin dalam penggambaran itu yang dapat mengadakannya dari orang lain
yang mempunyai tulisan yang sama.
7 Muhammad Chirzin, Al-Qur’an dan Ulumul Qur’an (Yogyakarta: PT Dana Bhakti
Prima Yasa, 1998) h. 118.
20
Muhammad Khalafullah mengatakan, kisah ialah suatu karya kesusastraan
yang merupakan hasil karya pembuat kisah terhadap peristiwa-peristiwa yang
terjadi atas seorang pelaku yang sebenarnya tidak ada. Atau, dari seorang pelaku
yang benar-benar ada, tetapi peristiwa-peristiwa yang berkisar pada dirinya dalam
kisah itu tidak benar-benar terjadi. Ataupun, peristiwa-peristiwa itu terjadi atas
diri pelaku, tetapi dalam kisah tersebut disusun atas dasar seni yang indah, di
mana sebagian peristiwa didahulukan dan sebagian lagi dikemudiankan,
sebagiannya disebutkan dan sebagian lagi dibuang. Atau, terhadap peristiwa yang
benar-benar terjadi itu ditambahkan peristiwa baru yang tidak terjadi atau dilebih-
lebihkan penggambarannya, sehingga pelaku-pelaku sejarah keluar dari kebenaran
yang biasa dan sudah menjadi para pelaku khayal.8
Dari beberapa definisi di atas, terdapat definisi-definisi yang berbeda.
Hanya saja cerita-cerita yang termuat di dalam al-Qur‟an berbeda dengan cerita
sastra lainnya. Al-Qur‟an menceritakan suatu kisah dengan mengdepankan gaya
spiritual dengan menjaga validitas sejarahnya, menjaga nilai kebutuhan cerita dan
sastranya. Kisah-kisah dalam Al-Qur‟an memiliki beberapa karakteristik yang
membedakannya dengan literatur lainnya.
1. Ia adalah wahyu yang bersumber dari Allah yang steril dari imajinasi,
khayalan atau karangan seorang manusia.9
2. Al-Qur‟an menceritakan sebuah kisah yang benar-benar terjadi dan
mengikuti jejak umat-umat terdahulu dan secara fakta, peristiwa itu pernah
8 Ahmad Hanafi, Segi-segi Kesusastraan Pada Kisah-Kisah Al-Qur’an (Jakarta: Pustaka
Alhusna, 1984) h. 14-15. 9 Lihat QS. Yusuf: 3.
21
terjadi. Al-Qur‟an tidak pernah menyebutkan sama sekali tentang suatu
kaum dimana mereka tidak memiliki eksis sejarah.
3. Kisah al-Qur‟an bukanlah kisah sejarah semata, bukan pula kisah rohani.
Namun, ia merupakan gabungan antara rohani dan fakta sejarah, karena al-
Qur‟an bukanlah kitab sejarah, namun ia merupakan petunjuk dan arahan,
kitab yang menggugah jiwa dan ruh sekaligus.
4. Kisah al-Qur‟an sangat relevan dengan kehidupan, budaya, dan kondisi
manusia. Al-Qur‟an tidak datang untuk membebani akal atau
membelokkan hati, namun ia tidak ubahnya seperti jembatan yang
menghubungkan antara masa lalu dan masa kini.
5. Sedangkan dari sisi masa dan tempat, al-Qur‟an tidak menyebutkan sebuah
kisah pada zaman tertentu, seperti kisah Ashabul Kahfi.10
6. Sebuah cerita dalam al-Qur‟an kadang diulang-ulang dalam beberapa
surat. Ini menunjukkan bahwa al-Qur‟an benar-benar bersumber dari Allah
yang Maha Mengetahui.11
Karena itu, kisah-kisah dalam al-Qur‟an memiliki realitas yang diyakini
kebenarannya, termasuk peristiwa yang ada di dalamnya. Ia adalah bagian dari
10
Al-Qur‟an hanya menyebutkan bahwa mereka mendiami goa selama tiga ratus
sembilan tahun, namun tidak disebutkan nama zaman dimana mereka hidup. Demikian juga,
penetuan tempat tidak disebutkan, karena hal ini dianggap tidak terlalu penting. Yang penting
adalah memaparkan sebuah fakta yang pernah terjadi, pelajaran-pelajaran apa yang bisa diambil
darinya. Karena al-Qur‟an bukan kitab sejarah, ia merupakan kitab yang dijamin kebenarannya.
Namun, Al-Qur‟an seringkali menyebutkan tanda-tanda atau isyarat yang darinya bisa membantu
ditentukan kapan peristiwa itu terjadi dan dimana persis tempatnya. Al-Qur‟an juga tidak
menyalahi fakta dan runutan waktu, misalnya, kita tidak menemukan al-Qur‟an menyebutkan
bahwa nabi Isa terjadi sebelum nabi Musa. Lihat lebih lanjut Ahmad Rabi‟ Abdul Mun‟im, Pesona
Ratu Bilqis, penerj. Yasir Maqosid & Andi Muhammad Syahril (Jakarta: Pustaka AL-Kautsar,
2009) h.28. 11
Ahmad Rabi‟ Abdul Mun‟im, Pesona Ratu Bilqis, penerj. Yasir Maqosid & Andi
Muhammad Syahril (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2009) h.27-28. Lihat Muhammad Chirzin, Al-
Qur’an dan Ulumul Qur’an (Yogyakarta: PT Dana Bhakti Prima Yasa, 1998) h.122.
22
ayat-ayat yang diturunkan dari sisi yang Maha Tahu dan Maha Bijaksana. Maka
bagi manusia mukmin, tidak ada kata lain kecuali menerima dan mengambil
„ibrah (pelajaran) darinya.
B. Macam-Macam Kisah dalam al-Qur’an
Secara garis besar, ada tiga jenis kisah dalam al-Qur‟an, yakni sebagai
berikut:
1. Kisah yang menyangkut terjadinya berbagai peristiwa pada masa
Rasulullah Saw., seperti peristiwa Perang Badar, Perang Uhud,
perang Ahzab, dan sebagainya.
2. Kisah para nabi terdahulu berikut kaumnya. Kisah ini biasanya
mengandung banyak informasi tentang dakwah mereka, bagaimana
sambutan kaum mereka, mukjizat mereka, sikap orang-orang yang
memusuhi mereka, tahapan dakwah dan perkembangannya, serta
akibat-akibat yang diterima oleh umat yang menerima dakwah
mereka maupun yang menolaknya.
3. Kisah yang menyangkut pribadi-pribadi atau golongan-golongan
dengan segala kejadiannya yang diceeritakan oleh Allah Swt.
sebagai bahan pelajaran bagi umat sesudahnya. Contohnya, kisah
Maryam, Luqman, Qarun, Zulkarnain, Ashabul Kahfi, dan lain-
lain.12
12
Hasbi Ash-Shiddieqy, Ilmu-ilmu Al-Qur’an Media-media Pokok dalam Menafsirkan
Al-Qur’an (Jakarta: Bulan Bintang, ) h. 176. Lihat Rusydie Anwar, Pengantar Ulumul Qur’an dan
Ulumul Hadits Teori dan Metodologi (Yogyakarta: IRCiSo, 2015) h. 148.
23
Kisah menurut orang-orang dahulu dalam al-Qur‟an termasuk dalam
kategori “berita-berita gaib”. Ini karena hal gaib dalam Islam ada tiga macam,
yaitu sebagai berikut.
1. Gaib masa lampau, yaitu kisah orang-orang terdahulu13, seperti kisah
Adam a.s. dengan Iblis, memakan buah dari pohon (terlarang) terusirnya
ke bumi, dan seperti kisah Nuh, „Aad, Tsamud, dan Madyan, juga seperti
kisah orang-orang Bani Israel dengan para nabi mereka. Kisah-kisah itu
merupakan hal gaib masa lampau karena merupakan peristiwa-peristiwa di
masa lampau, telah usai atau lewat dan menjadi cerita-cerita klasik
(lampau). Kisah-kisah itu merupakan hal gaib bagi kita karena kita tidak
menyaksikan peristiwanya, tidak mendengarkan, dan mengalaminya
sendiri. Contohnya kisah kaum Tsamud sebagaimana firman Allah SWT
dalam QS. Al-Isra‟: 59:
من عنا مبصرةوما الناقة ثود نا وآت ي الأولون با كذب أن إل بليت ن رسل أن
تويفا فظلمواباومان رسلبليتإل
“Dan sekali-kali tidak ada yang menghalangi kami untuk mengirimkan
(kepadamu) tanda-tanda (kekuasaan kami), melainkan karena tanda-
tanda itu telah didustakan oleh orang-orang dahulu. Dan telah kami
berikan kepada Tsamud unta betina itu (sebagai mukjizat) yang dapat
dilihat, tetapi mereka menganiaya unta betina itu. Dan kami tidak
memberi tanda-tanda itu melainkan untuk menakuti”.
13
Lihat QS. Hud: 49 “Itu adalah di antara berita-berita penting tentang yang gaib yang
kami wahyukan kepadamu (Muhammad) tidak pernah kamu mengetahuinya dan tidak (pula)
kaummu sebelum ini. Maka bersabarlah sesengguhnya kesudahan yang baik adalah bagi orang-
orang yang bertakwa”. Al-Qur‟an mengomentari uraian rinci peristiwa-peristiwa itu sebagai berita
gaib yang Allah SWT wahyukan kepada Rasul-Nya saw.
24
2. Gaib masa kini (sekarang), seperti “alam-alam gaib” yang ada sekarang
yang memiliki entitas, kehidupan, dan eksistensinya, tetapi kita tidak dapat
melihatnya dan tidak dapat mendengarnya atau kisah-kisah yang
menerangkan hal-hal ghaib pada masa sekarang (meski sudah sejak dulu
dan masih tetap ada sampai masa yang akan datang)14, seperti alam
malaikat serta alam jin dan setan. Bahkan, eksistensinya (wujud) Allah
SWT termasuk dalam hal gaib masa sekarang karena ia ada namun kita
tidak dapat melihat-Nya di dunia ini. Contohnya kisah tentang turunnya
malaikat-malaikat pada malam lailat al-Qadar15. Seperti dalam QS. Al-
Qadr[97]: 1-5:
القدر) لة لي ف أن زلنو ١إن لة لي ما ألف٢القدر)(ومآأدرك من ر خي لةالقدر (لي أمر)(٣شهر) كل من ربم بذن ها في مطلع٤ت ن زللملئكةوالر وح حت ىي (سلم
(٥الفجر)“Sesungguhnya kami telah menurunkannya (Al-Qur’an) pada malam
kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu. Malam
kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun
malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk
mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit
fajar. 3. Gaib masa depan, seperti ayat-ayat dan hadits-hadits sahih yang
berbicara tentang hal-hal dan peristiwa-peristiwa yang akan terjadi di masa
yang akan datang dari sejarah umat manusia, seperti tanda-tanda kiamat:
14
Hasani Ahmad Syamsuri, Studi Ulumul Qur’an (Jakarta: Zikra Press, 2009) h. 160. 15
Di dalam Tafsîr Fî Ẕilâl Al- Qur‟an dijelaskan bahwa malam ini sudah dikenal sebagai
salah satu di antara malam-malam bulan Ramadhan, yakni bulan yang di dalamnya di mulai
penurunan al-Qur‟an ke dalam hati Rasul SAW agar disampaikannya kepada manusia. Tentang
penentuan malam ini terdapat banyak riwayat. Sebagiannya menentukan malam ke-27 dari bulan
Ramadhan. Sebagian yang lain menentukan malam ke-21. Sebagian lagi menentukan salah satu
malam di antara sepuluh malam terakhir. Namanya adalah “Lailatul qadr”. Bisa jadi berarti taqdir
(penetuan) dan tadbir (pengaturan). Bisa jadi juga berarti kemuliaan dan kedudukan. Kedua makna
ini sejalan dengan peristiwa alam yang agung itu. Yakni peristiwa al-Qur‟an, wahyu dan risalah.
Malam tersebut lebih baik dari ribuan bulan dalam kehidupan manusia.
25
turunnya Isa a.s. ke bumi, keluarnya Dajjal, Ya‟juj dan Ma‟juj. Semua itu
termasuk “gaib masa depan” dan “babak-babak peristiwa kiamat” yang
dimulai dari tiupan hari kebangkitan dan berakhir dengan memasukkan
orang-orang mukmin ke dalam surga dan orang-orang kafir ke dalam
neraka.16 Contohnya kisah tentang Abu Lahab kelak di akhirat. Seperti
firman Allah QS. Al Masad/al-Lahab[111]: 1-5:
( كسب)١ت بتيداأبلبوتب (سيصلىنراذات٢(ماأغنعنومالووما (٥حبلمنمسد)(فجيدىا٤(وامرأتوحالةالطب)٣لب)
“Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnyan dia akan binasa.
Tidaklah berfaedah kepadanya harta bendanya dan apa yang ia usahakan.
Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak. Dan (begitu pula)
istrinya, pembawa kayu bakar. Yang dilehernya ada tali dari sabut.
C. Faedah-Faedah Kisah-Kisah Al-Qur’an
Cerita dalam al-Qur‟an bukanlah suatu gubahan yang hanya bernilai
sastera saja, baik gaya bahasa maupun cara menggambarkan peristiwa-
peristiwanya. Memang biasanya demikianlah wujudnya, cerita yang merupakan
hasil kesusateraan murni. Bentuknya hanya semata-mata menggambarkan seni
bahasa saja. Tapi cerita al-Qur‟an merupakan salah satu media untuk mewujudkan
tujuannya yang asli. Bagaimana pun juga, Al-Qur‟an adalah kitab dakwah dan
kitab yang meyakinkan objeknya.17
Diantara Faedah-faedah kisah-kisah Al-Qur‟an ialah:
a. Menjelaskan dasar-dasar dakwah agama Allah dan menerangkan
pokok-pokok syariat yang disampaikan oleh para Nabi. Penjelasan
16
Salah Al-Khalidy, Kisah-Kisah Al-Qur’an Pelajaran dari Orang-Orang Dahulu,
penerj. Setiawan Budi Utomo, cet. 3, h.36. 17
Muhammad Chirzin, Al-Qur’an dan Ulumul Qur’an, h. 120.
26
pokok-pokok syariat yang diemban oleh setiap Nabi sebagaimana
yang ditegaskan Allah Swt.:
أنفاعبدون نوحيإليوأنولإلوإل وماأرسلنامنق بلكمنرسولإل“Dan kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu
melainkan Kami wahyukan kepadanya: ‘Bahwasanya tidak ada
Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu
sekalian akan Aku. (QS. Al-Anbiya [21]: 25).
b. Mengokohkan hati Rasul dan hati umat Muhammad dalam
beragama dengan agama Allah dan menguatkan kepercayaan
orang-orang mukmin tentang datangnya pertolongan Allah dan
hancurnya kebatilan. Sebagaimana ditegaskan dalam firman Allah
Swt.:
عليكمنأن باءالر سلمان ث بتب ن قص وف ؤادكوجاءكفىذهالق وكلا وموعظةوذكرىللمؤمنين
“Dan semua kisah dari rasul-rasul Kami ceritakan kepadamu,
ialah kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu; dan
dalam surah ini telah datang kepadamu kebenaran serta
pengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang beriman. (QS.
Hud [11]: 120). 18
c. Mengabadikan usaha-usaha para Nabi-nabi dan pernyataan bahwa
nabi-nabi dahulu adalah benar.
d. Memperlihatkan kebenaran Nabi Muhammad saw. dalam
dakwahnya dengan dapat menerangkan keadaan-keadaan umat
yang telah lalu. Allah Ta‟ala berfirman kepada Nabi-Nya
Muhammad SAW dan umatnya terpanggil juga,
فبهداىماق تده أولئكالذينىدىالل
18
Anshori, Ulumul Qur’an Kaidah-kaidah Memahami Firman Tuhan, h. 126 dan baca
juga Susilawati, “Nilai-nilai Pendidikan Melalui Kisah Dalam Al-Qur’an”, Volume 1, Nomor 1,
Juni 2016, h. 33
27
“Mereka itulah (para nabi) yang telah diberi petunjuk oleh Allah,
maka ikutilah petunjuk mereka,” (QS. Al-An‟am: 91)19
e. Menyingkap kebohongan ahli kitab yang telah menyembunyikan
isi kitab mereka yang masih murni.
ماحرمإسرائيلعلىن فسومنق بل لبنإسرائيلإل كانحلا كل الطعامتمصادقينأن كن ت ن زلالت وراةقلفأتوابلت وراةفات لوىاإن
“Semua makanan adalah halal bagi Bani Israil melainkan
makanan yang diharamkan oleh Israil (Ya’qub) untuk dirinya
sendiri sebelum Taurat diturunkan. Katakanlah: ‘(Jika kamu
mengatakan ada makanan yang diharamkan sebelum turun
Taurat), maka bawalah Taurat itu, lalu bacalah dia jika kamu
orang-orang yang benar. (QS. Ali Imran[3]: 93). 20
f. Kisah termasuk salah satu bentuk sastra yang dapat menarik
perhatian para pendengar dan memantapkan pesan-pesan yang
terkandung di dalamnya ke dalam jiwa. 21
Menurut tinjauan kesusastraan, kisah mempunyai banyak faedah. Di
antaranya ialah, bahwa kisah bisa merangsang pembacanya untuk terus mengikuti
peristiwa dan pelakunya, apakah pembaca suka terhadap perbuatan-perbuatan
pelaku tersebut atau tidak. Pengaruh kisah bisa menembus orang-orang terpelajar
19
Abdul Karim Zaidan, Hikmah Kisah-Kisah Dalam Al-Qur’an (Jakarta: Darus Sunnah
Press, 2015) jilid. 2, cet.3, h. 6. Penulis tafsir Al- Manar, Syaikh Rasyid Ridha Rahimahullah
dalam menafsirkan ayat ini mengatakan, “ Kesamaan Rasul dengan utusan sebelumnya dalam
dasar-dasar agama dan beberapa cabangnya tidak dinamakan mencotoh atau mentauladani mereka,
yang dikatakan mencontoh mereka adalah menapaki jejak mereka ke dalam berdakwah kepada
agama dan dalam menegakknya. 20
Mannā Khalīl al-Qattān, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, Penerj. Mudzakir AS, h.437.
Menyingkap kebohongan dalam ayat tersebut yaitu menjelaskan apa yang diharamkan menurut
ahli kitab tetapi sebenarnya itu halal. Dalam tafsir al-Misbah dijelaskan bahwa nabi Ya‟kub adalah
leluhur Bani Israil. Nabi agung ini taat kepada Allah dan mendekatkan diri kepada-Nya, sehingga
meninggalkan makanan yang beliau sukai demi karena Allah. Beliau mengharamkan dalam arti
berpantang untuk tidak makan makanan tertentu, walaupun makanan itu halal baginya. Ada juga
riwayat yang menyatakan bahwa konon beliau sakit dan bernazar tidak akan makan daging unta
dan tidak minum susunya bila Allah mengunegerahkan kesembuhan untuknya, padahal makanan
dan minuman itu sangat beliau sukai. Allah menerima nazar beliau, apalagi itu beliau lakukan
untuk mendekatkan diri kepada Allah sambil memberi kesempatan kepada orang lain untuk
memakannya. 21
Lihat QS. Yusuf [12]: 111.
28
maupun orang-orang biasa. Bagi sastrawan, kisah merupakan alat yang baik
sekali, dan oleh karena itu mereka lebih banyak menyukainya daripada cabang-
cabang kesusatraan lainnya. Dan ini telah dieksploitasi dengan sebaik-baiknya.
Dalam dunia kesusastraan, kisah menempati tempat pertama. Nampaknya
kemajuan-kemajuan ilmu eksakta, ilmu-ilmu positif, filsafat dan ilmu-ilmu lain
yang didasarkan pada pengamatan dan fikiran murni, tidak akan menghambat
lajunya dunia kisah.22
D. Hikmah Pengulangan Kisah dalam Al-Qur’an
Al-Qur‟an mencakup banyak kisah yang diulang-ulang. Satu kisah banyak
disebut dalam al-Qur‟an dan dipaparkan dengan bentuk yang berbeda, ada yang
diungkapkan dengan bentuk taqdim ta‟khir, ijaz dan dalam al-Qur‟an adalah
sebagai berikut:
1. Menjelaskan segi ke-balaghah-an al-Qur‟an pada tingkat yang lebih
tinggi. Di antara karakteristik balaghah adalah menampakkan makna satu
dengan bentuk yang berbeda. Pengulangan cerita disajikan pada seluruh
tempat dengan gaya bahasa yang berbeda-beda, diukir pada cetakan yang
bukan cetakannya, bahkan makna yang ditangkap jiwa akan selalu baru,
tak seorang pun dapat meresapi keindahan dan kedalaman maknanya
selain dari cerita-cerita al-Qur‟an
2. Meneguhkan sisi kemukjizatan Al-Qur‟an. Ketika satu makna
diungkapkan dalam bentuk yang berbeda maka seorang akan semakin
22
Ahmad Hanafi, Segi-segi Kesusastraan Pada Kisah-Kisah Al-Qur’an, h. 21.
29
terkesima dan takjub dengannya. Tidak heran bila orang Arab tidak
mampu untuk membuat hal yang sama seperti Al-Qur‟an.
3. Mengundang perhatian yang besar terhadap kisah tersebut agar pesan-
pesannya lebih mantap dan melekat dalam jiwa. Hal ini karena
pengulangan merupakan salah satu cara pengukuhan dan tanda betapa
besarnya perhatian Al-Qur‟an terhadap masalah tersebut. Misalnya kisah
Nabi Musa dengan Fir‟aun. Kisah ini mengisahkan pergulatan sengit
antara kebenaran dan kebatilan.
4. Penyajian seperti itu menunjukkan perbedaan tujuan yang karenanya kisah
itu diungkapkan. Sebagian dari makna-maknanya diterangkan di suatu
tempat, karena hanya itulah yang diperlukan, sedangkan makna-makna
lainnya dikemukakan di tempat lain, sesuai dengan keadaan.23
E. Pengaruh Kisah-kisah Qur’an dalam Pendidikan dan Pengajaran
Sebuah kisah yang baik dan cermat akan digemari dan meresap ke dalam
jiwa manusia dengan mudah. Pelajaran yang disampaikan dengan metode talqÎn
dan ceramah akan menimbulkan kebosanan, bahkan tidak dapat diikuti
sepenuhnya oleh generasi muda kecuali dengan sulit dan berat serta memerlukan
waktu yang cukup lama pula. Oleh karena itu, uslub qasasi (narasi) sangat
bermanfaat dan mengandung banyak faedah. Pada umumnya, anak-anak suka
mendengarkan cerita-cerita, memperhatikan riwayat kisah, dan ingatannya segera
menampung apa yang diriwayatkan kepadanya, kemudian ia menirukan dan
mengisahkannya.
23
Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Ilmu-ilmu Al-Qur‟an („Ulum al-Qur‟an)
(Semarang: PT Pustaka Rizki Putra, 2014) cet. 7, h. 181.
30
Fenomena fitrah kejiwaan ini sudah seharusnya dimanfaatkan oleh para
pendidik dalam lapangan pendidikan, khususnya pendidikan agama yang
merupakan ini pengajaran dan soko guru pendidikan.
Dalam kisah-kisah qur‟ani terdapat lahan subur yang dapat membantu
kesuksesan para pendidik dalam melaksanakan tugasnya dan membekali mereka
dengan bekal kependidikan berupa peri hidup para nabi, berita-berita tentang umat
dahulu, sunnatullah dalam kehidupan masyarakat dan hal ihwal bangsa-bangsa.
Dan semua itu dikatakan dengan benar dan jujur. Para pendidik hendaknya
mampu menyuguhkan kisah-kisah qur‟ani itu dengan uslub bahasa yang sesuai
dengan tingkat nalar pelajar dalam segala tingkatan. Sejumlah kisah keagamaan
yang disusun oleh Ustadz Sayid Qutub dan Ustaz as-Sahhar telah berhasil
memberikan bekal bermanfaat dan berguna bagi anak-anak kita, dengan
keberhasilan yang tiada bandingnya. Demikian pula al-Jarim telah menyajikan
kisah-kisah qur‟ani dengan gaya sastra yang indah dan tinggi, serta lebih banyak
analisis mendalam. Alangkah baiknya andaikata orang lain pun mengikuti dan
meneruskan metode pendidikn baik ini.24
Pelajaran yang diterima dan yang disampaikan di sekolah seringkali
berdampak pada kejenuhan. Para pelajar sering tidak dapat mengikuti dan
mendalaminya kecuali dengan penuh kesulitan dan rasa yang membosankan,
apalagi jika pelajaran itu disampaikan dalam waktu yang singkat dan terburu-
buru. Oleh karena itu, dalam konteks ini metode cerita sangat berguna dan
bermanfaat diterapkan.
24
Mannā Khalīl al-Qattān, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, Penerj. Mudzakir AS, h.441.
31
Pada masa kanak-kanak, seorang anak cenderung untuk mendengarkan
cerita dan cenderung untuk mengingat apa yang diceritakannya, lalu dia
ceritakannya lagi pada teman-temannya. Inilah fenomena alami yang ada pada
anak-anak. Oleh karena itu, bagi para guru/pendidik harus memanfaatkan metode
cerita itu sebagai media proses belajar mengajar, apalagi dalam pelajaran agama
yang sangat padat materinya, metode cerita ini memang sangat pas untuk
digunakan.25
25
Anshori, Ulumul Qur’an Kaidah-kaidah Memahami Firman Tuhan, h. 130.
32
BAB III
Kisah Kaum Tsamud dalam Al-Qur’an
Dalam memaparkan Kisah Nabi Salih dan Kaumnya dalam Al-
Qur‟an, penulis menjelaskan Nabi Salih terlebih dahulu, kemudian diikuti dengan
kaumnya, dan setelah itu penulis akan memaparkan penafsiran kisah Nabi Salih
dan Kaumnya melaui literatur tafsir, yaitu Tafsir Al-Tabarî, Ibn Katsīr, dan Al
Qurṯubî.
A. Sejarah Nabi Salih
1. Siapa Nabi Salih ?
ره قد جاءتكم ب ينة من وإل ثود أخاىم صالا قال يق وم اعبدوا الله ما لكم من إلو غي وىا بسوء ف يأخذكم ربكم ىذه نقة الله لكم آية فذروىا تكل ف أرض الله ول تس
عذاب أليم “Dan kepada kaum Tsamud (Kami utus) Salih (Salih), sanak
saudara mereka ia berkata: “Hai kaumku! Beribadahlah kepada
Allah. Kenapa kamu menyembah tuhan lain selain Dia. Sekarang,
datang kepadamu sebuah penjelasan dari Tuhanmu. Ini seekor
unta betina dari Allah sebagai tanda untuk kamu. Biarkanlah ia
makan di bumi Allah, dan janganlah ia diganggu atau kamu akan
mendapat azab yang berat”. (QS. Al-A‟raf: 73)
Seperti pembicaraan tentang Hud, bila kita berbicara tentang Salih
tak ada sumber lain yang autentik selain Qur‟an. Beberapa tafsir Qur‟an ada
juga yang menyelipkan cerita-cerita yang biasa beredar dalam tradisi Arab
seperti tentang asal-usul kaum „Ad atau kaum Tsamud ada yang kemudian
menjadi eponim1 nama suku, kabilah atau tempat, atau nama orang yang
dilengkapi dengan nama-nama bapak, kakek dan seterusnya yang tidak
1 Eponim adalah nama orang (bisa nyata atau fiksi) yang dipakai untuk menamai suatu
tempat, penemuan atau benda tertentu dikarenakan kontribusi atau peranan tokoh yang
bersangkutan pada objek yang dinamai tersebut.
33
disebutkan di dalam Qur‟an dalam batas-batas tertentu boleh-boleh saja dan
ini sudah umum dalam sejarah.
Dalam Qur‟an nama Salih disebutkan dalam empat surat dengan
sembilan ayat: 3 dalam Al-A‟raf, 4 ayat dalam Hud, 1 ayat dalam Syu‟ara‟
dan 1 ayat dalam Naml, dan dalam Qamar (54) : 23-32 tanpa menyebut nama
Salih. Yang lebih khusus tentang Salih terdapat dalam Sya‟ara‟(26): 141-159,
dan yang terakhir dalam Naml (27): 45-53.2
2. Silsilah Nabi Salih
Mengenai nasab dan tempat menurut Abdul Wahhab an-Najjar, di
antarnya ia mengutip Bagawi, bahwa Shalih bin „Obeid bin Asaf bin
Masyekh bin „Obeid bin Hazir bin Tsamud. Tsamud inilah yang menjadi
kabilah Salih, dan nama ini menjadi eponim dari kakeknya, Tsamud bin
„Amir bin Aram bin Sam ibnu Nuh yang diutus Allah kepada kabilah Arab
yang sekarang sudah tiada, yaitu kabilah Tsamud.3 Ada yang mengatakan
Tsamud bin „Ad bin „Aus bin Aram, yang dinukil dari Sa‟labi.
Dalam Tafsir Ibn Katsir, mengutip para ulama tafsir dan ulama
nasab (ahli genealogi), ada penjelasan tentang Tsamud, bahwa Tsamud bin
„Asir bin Iram bin Sam bin Nuh, kendati terdapat sedikit perbedaan nama
atau ejaannya. Bersama dengan Jadis dan Tasm termasuk suku-suku Arab
yang sudah punah (al-„Arab al-„aribah) sebelum Nabi Ibrahim. Tsamud yang
2 Salim Bin „Ied Al-Hilali, Kisah Shahih Para Nabi, Penerj. M. Abdul Ghoffar, editor.
Abu Ihsan al-Atsari (Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi‟i, 2009) h. 201. 3 Muhammad Ali Ash Shabuniy, Kenabian dan Para Nabi (Surabaya: PT Bina Ilmu,
1993) h. 410.
34
datang sesudah „Ad, daerah mereka cukup terkenal, terletak diantara Hijaz
dan Tabuk. Tempat itu pernah dilewati Rasulullah SAW ketika beliau
berangkat ke Tabuk bersama beberapa orang muslim yang menyertai beliau
ke sana.
Letak Hijr dalam tulisan itu antara Hijaz dengan Syam ke Wadi al-
Qura. Mada‟in Salih4 sampai sekarang masih ada jelas. Rumah tempat
kediaman raja berbatu-batu dengan sebuah ruangan besar berupa galian di
batu. Daerah permukiman mereka yang diperolehnya dari teman-temannya
yang mengunjungi situs disebut “Fajjun-Naqah”. Hijr Tsamud di tenggara
Madyan, berdekatan dengan Teluk „Aqabah. „Ad Iram setelah hancur oleh
mereka disebut Tsamud Iram.
Hampir sejalan dengan itu, Abdullah Yusuf Ali menulis dengan
uraian agak luas, bahwa kaum Tsamud masih saudara sepupu kaum „Ad,
yang nampaknya cabang yang lebih muda dari ras yang sama. Kisah mereka
juga bertalian erat dengan tradisi Arab, yang menurut tradisi itu eponim
leluhur mereka. Tsamud adalah anak „Abir (saudara Aram), bin Sam, bin
Nuh.
Tempat tinggal mereka di barat daya ujung semenanjung Arab
(Arabia Petraea), antara Medinah dengan Suria.5 Kawasan ini termasuk
4 Kota bekas peninggalan umat Nabi Salih as, yaitu kaum Tsamud di Al-Hijr (Madain
Salih) kini menjadi salah satu kota warisan dunia. Lihat lebih lanjut Syahruddin El-Fikri, Situs-
Situs dalam Al-Qur‟an Dari Banjir Nuh Hingga Bukit Thursina (Jakarta: Republika, 2010) h. 90. 5 Berdasarkan hasil studi arkeologi dan sejarah terkini mengenai kehidupan dan
peninggalan bangsa Tsamud ini, para peniliti arkeologi berhasil menemukan dan mengungkapkan
keberadaan kaum Tsamud. Brian Doe, seorang peneliti arkeologi tentang keberadaan kaum Nabi
35
daerah batu (Hijr [15]: 80), dan lembah (Wadi) subur yang sangat luas serta
dataran Qura (Wadi al-Qura), yang dimulai tepat di sebelah utara kota
Medinah dan disekat oleh jalan kereta api Hijaz. Tatkala Rasulullah pada
tahun ke-9 Hijri memimpin ekspedisi ke Tabuk (sekitar 400 mil (643,6 km)
utara Medinah) melawan kekuatan Rumawi, karena adanya laporan pihak
Rumawi mengadakan serangan dari Suria, dia dan pasukannya berhasil
menyebrangi bekas-bekas ini di kota batu Petra, dekan Ma‟an, mungkin dapat
ditarik kembali ke zaman Tsamud, meskipun gaya bangunannya banyak
mencerminkan wajah Mesir dan Yunani-Rumawi, polesan kebudayaan oleh
penulis-penulis Eropa biasa disebut kebudayaan Nabatea6.
B. Tsamud Kaum Salih
Nabi Salih diutus kepada kaum Tsamud penyembah berhala.
Mereka penerus kebudayaan dan peradaban kaum „Ad. Mereka juga dikenal
sebagai ahli bangunan dan masyarakat yang hidup dalam budaya hedonisme,
pemuja kemewahan, terbawa oleh keadaan mereka yang makmur.7 Mereka
Hud as („Ad) dan kaum Tsamud di Arabia Selatan, menyatakan, kaum Tsamud ini dikenali melalui
tulisan dan pahatan-pahatan yang mereka buat pada dinding-dinding batu. Tulisan yang secara
grafis itu sangat mirip dengan huruf-huruf smaitic (yang disebut Thamudic) dan banyak ditemukan
di Arabia Selatan sampai ke Hijaz. Lihat lebih lanjut Syahruddin El-Fikri, Situs-Situs dalam Al-
Qur‟an Dari Banjir Nuh Hingga Bukit Thursina (Jakarta: Republika, 2010) h. 90. 6 Nabatea sebuah kabilah Arab purba yang telah memgang peranan penting dalam sejarah
setelah terlibat dalam suatu konflik dengan Antigonus I dalam tahun 312 PM. Ibu kotanya Petra,
tetapi mereka mengembangkan wilayah itu sampai ke sebelah kanan sungai Furat. Dalam tahun 85
PM mereka penguasa Damsyik di bawah raja mereka Harisa (Aretas dalam sejarah Rumawi).
Selama beberapa waktu mereka bersekutu dengan kerajaan Rumawi dan menguasai daerah pesisir
Laut Merah. Maharaja Trajan menaklukkan mereka dan dalam tahun 105 PM menggabungkannya
ke wilayah kekuasaan mereka. Dalam tradisi Arab, pihak Nabatea ini menggantikan Tsamud.
Nama Tsamud di sebutkan dalam prasasti Raja Asyur, Sargon, bertahun 715 PM sebagai orang
Arab Tengah dan Timur. Lihat lebih lanjut, Ali Audah, Nama dan Kata dalam Qur‟an:
pembahasan dan perbandingan (Jakarta: PT. Pustaka Litera AntarNusa, 2011) h. 63-64. 7 Fauzi Saleh, “Fikih Peradaban Dalam Kisah Al-Qur‟an”, Jurnal Ushuluddin, Volume 9,
Nomor 1, Januari 2012, h. 45.
36
mendirikan istana-istana, “untuk tempat tinggal di musim panas dan memahat
gunung-gunung menjadi rumah tempat tinggal di musim dingin”. Mereka
masyarakat yang serakah, sering memeras kaum miskin dan bertindak kejam.8
Kaum „Ad dan kaum Tsamud sudah ada sejak sebelum Nabi
Ibrahim, sesudah masa kekuasaan Sargon, yang mungkin saja terjadi lebih
dari 2300 tahun pra Masehi, karena raja Sargon Akkadia di pandang peletak
dasar dinasti Semit pertama. Mesopotamia lama yang hidup pada masa itu,
penduduknya dikenal ahli bangunan raksasa; sumber lain menyebutkan pada
masa kekuasaan Sargon II raja Asyur (Assyira), yang berarti baru sekitar
tahun 700 PM, juga ahli bangunan raksasa. Begitu juga mengenai silsisilah
Hud dan Salih. Satu sumber mengatakan mereka keturunan yang keempat
dari Nuh, dengan menyebut nama nenek moyang satu persatu; sumber lain
berpendapat mereka keturunan kesepuluh atau lebih dari Nabi Nuh.9
Allah mengutus Nabi Salih kepada mereka, yang merupakan orang
paling mulia nasabnya, orang yang paling luas lemah lembutnya dan orang
yang paling murni akalnya. Salih mengajak mereka untuk menyembah
kepada Allah dan menganjurkan mereka untuk mentauhidkan-Nya.10 Allah-
lah yang menciptakan mereka dari tanah, memakmurkan bumi ini dengan
mereka, menjadikan mereka menjadi khalifah di dalamnya dan
menyempurnkan nikmat-Nya kepada mereka secara dhahir maupun batin,
8 Syamsul Rijal Hamid, Kisah Kesabaran Para Nabi & Rasul (Jakarta: Penebar Salam,
1999) h. 14. 9 Ali Audah, Nama dan Kata dalam Qur‟an: pembahasan dan perbandingan (Jakarta:
PT. Pustaka Litera AntarNusa, 2011) h. 64. 10
Dwi Ratnasari, “Sejarah Nabi-Nabi Dalam Al-Qur‟an”, Jurnal Dakwah dan
Komunikasi, Volume 5, Nomor 1, Januari Juni 2011, h. 97.
37
kemudian Salih melarang mereka untuk menyembah berhala-berhala. Sebab,
berhala tidak dapat menimpakan bahaya dan tidak dapat mendatangkan
manfaat kepada mereka dan tidak dapat memberikan sesuatu yang mereka
butuhkan dari Allah.11
Nabi Salih mengingatkan mereka tentang ikatan kerabat yang
menghubungkannya dengan mereka serta hubungan nasab yang
menyambungkan dirinya dengan mereka. Mereka adalah kaumnya dan anak-
anak kabilahnya. Salih merasa senang (dapat memberikan) manfaat kepada
mereka, berusaha memberikan kebaikan kepada mereka dan tidak menyimpan
niat buruk sedikit pun bagi mereka. Dia tidak menginginkan kejelekan
menimpa mereka. Karena itu, dia memerintahkan mereka untuk meminta
ampunan kepada Allah, bertaubat kepadaNya atas berbagai dosa dan
kejahatan yang telah mereka lakukan. Karena Allah Mahadekat dari orang
yang menyerunya dengan doa, mengabulkan bagi orang yang meminta
kepadaNya dan Maha Mendengar orang yang kembali kepadaNya.
Namun, telinga mereka tuli, hati mereka tertutup dan mata mereka
buta. Mereka mengingkari kenabiannya dan mengolok-ngolok dakwahnya.
Mereka menganggap kalau dakwahnya itu keluar dari kebenaran dan
menjauhkan diri dari kejujuran, dan mereka mencelanya atas dakwahnya itu.
Mereka menyesalkan dakwah tersebut muncul berasal dari dirinya. Sebab,
Shalih adalah orang yang mempunyai akal yang unggul dan pendapat yang
benar. Mereka berkata, “Wahai Salih, kami mengetahui kalau engkau adalah
11
Ali Muhammad al-Bajawi, Untaian Kisah Dalam Al-Qur‟an, penerj. Abdul Hamid
(Jakarta: Darul Haq, 2007) h.36.
38
orang yang mempunyai otak yang cerdas dan pendapat yang benar. Telah
terpancar dari dirimu tanda-tanda kebaikan dan kebenaran. Dan kami
menjelaskan kepadamu tentang musibah-musibah zaman, lalu kamu
menyinari kegelapannya (zaman) itu dengan cahaya akalmu dan memecahkan
berbagai masalah dengan pendapatmu yang benar.
Salih memperingatkan mereka untuk tidak menentangnya dan dia
mengumumkan risalahnya kepada mereka. Dia mengingatkan mereka tentang
nikmat Allah yang sempurna kepada mereka dan menakut-nakuti mereka
dengan bencana dan malapetaka yang dapat ditimpakan Allah kepada mereka.
Shalih menjelaskan kepada mereka kalau dia tidak bermaksud mengambil
manfaat dari dakwahnya itu, juga tidak berhasrat untuk memperoleh
rampasan atau naik ke tampuk kekuasaan. Dia tidak meminta upah kepada
mereka atas hidayah dan nasehat yang telah diberikannya. Karena pahalanya
itu berasal dari Allah, Tuhan semesta alam.12
Salih bersikukuh pada keyakinannya. Ia istiqomah menetapi
perintah Tuhannya. Ia terus berjuang menyeru kaumnya untuk beriman
kepada Allah dan menjauhi segala sesuatu selain Dia. Ia terus melarang
mereka menyembah tuhan-tuhan selain Allah. Para pemuka kaumnya merasa
khawatir melihat kegigihan dan semangat Salih menyeru kaumnya. Mereka
khawatir semakin lama semakin banyak orang yang mengikuti dan mematuhi
kata-katanya. Mereka khawatir kekuatan Salih dan para pengikutnya semakin
besar tak terbendung. Selama ini, setiap kali kesulitan dan bencana menimpa
12
Ali Muhammad al-Bajawi, Untaian Kisah Dalam Al-Qur‟an, penerj. Abdul Hamid, h.
37.
39
kaum Tsamud, mereka berpaling dan memohon nasihat serta bantuannya.
Selama ini ia telah menjadi sandaran kaumnya.13 Karena itu, para pemuka
kaum khawatir jika semakin banyak orang yang berpaling mengikuti
jalannya. Mereka akan memohon pertolongan dan petunjuknya ketika
menghadapi masalah atau kesulitan. Mereka mengetuk pintu rumahnya saat
menghadapi persoalan yang sangat genting. Tak diragukan lagi, itulah yang
akan terjadi jika Salih dibiarkan terus menyeru dan mengajak kaumnya.
Pamor dan kekuasaan mereka akan semakin redup jika ia dibiarkan mengajak
mereka untuk mendekatkan diri kepada Allah. Mereka akan kehilangan
kekuasaan jika Salih menyeru kaumnya untuk berpaling dari keyakinan dan
tradisi leluhur. Karena itu, mereka ingin menunjukkan kelemahan Salih di
hadapan para pengikutnya. Mereka, yang terdiri atas para pembesar dan dan
pemimpin kaum, meminta Salih untuk mendatangkan bukti yang
membenarkan dakwahnya. Ia diminta mendatangkan mukjizat yang dapat
mendukung kebenaran risalahnya. Salih berkata, “Ini seekor unta betina, ia
punya hak untuk mendapatkan air dan kalian pun punya giliran untuk
mendapatkan air di hari tertentu. Maka, biarkanlah ia mencari makan di
bumi Allah”.
Kemunculan bukti-bukti kekuasaan Allah akan membungkam
keangkuhan mereka. Tanda-tanda kenabian akan memunculkan kemarahan
mereka yang sekian lama terpendam dan kedengkian yang tersembunyi dalam
hati. Karena itu, ia menakut-nakuti dan mengancam mereka agar tidak
13
Muhammad Ahmad Jâdul Mawlâ dkk, Buku Induk Kisah-Kisah Al-Qur‟an, penerj.
Abdurrahman Assegaf (Jakarta: Zaman, 2009) h. 60.
40
berusaha menangkap dan membunuh unta itu. Ia berkata, “Dan janganlah
kalian mengganggunya dengan gangguan apa pun yang akan menyebabkan
kalian ditimpa azab yang dekat”. 14
Keberadaan unta itu membuat banyak orang di antara kaum Salih
condong kepadanya. Tanda-tanda kenabian dan kekuasaan Allah tampak jelas
bagi mereka. Unta itu mendukung kebenaran risalah yang disampaikan oleh
Salih. Semakin banyak orang yang mengikuti dan mematuhi setiap
ucapannya. Mereka mempercayai kedudukannya sebagai nabi Allah.
Perkembangan itu mengkhawatirkan para pemuka kaum Tsamud. Mereka
takut kekuasaan dan pamor sebagai pembesar akan lenyap karena pengaruh
Shalih yang semakin besar.15
Kemarahan dan kecendrungan pada kejahatan mendorong para
pemuka kaum Tsamud mengabaikan tanda-tanda dan bukti-bukti yang
disampaikan oleh Salih. Mereka berpaling dan menutup-nutupi argumen yang
sangat nyata. Akhirnya, mereka berpikir untuk menyembelih unta itu
meskipun Salih sudah mengancam dan memperingatkan mereka.
Hasrat yang besar itu tak kuasa mereka wujudkan. Tak seorang pun
yang berani mendekati apalagi membunuh unta itu. Akhinya mereka meminta
bantuan kepada kaum wanita yang rela mengorbankan segala sesuatu untuk
menggoda dan memperdaya kaum lelaki. Dzu Shaduq bint al-Muhayya,
seorang perempuan yang terhormat dan kaya raya, menawarkan dirinya
14
Muhammad Ahmad Jâdul Mawlâ dkk, Buku Induk Kisah-Kisah Al-Qur‟an, penerj.
Abdurrahman Assegaf, h. 61. 15
Muhammad Ahmad Jâdul Mawlâ dkk, Buku Induk Kisah-Kisah Al-Qur‟an, penerj.
Abdurrahman Assegaf, h. 62.
41
kepada Masda ibn Mahraj dengan syarat ia mau menyembelih unta itu. Ada
pula seorang wanita tua, Unaizah. Si nenek kafir itu membujuk Qudar ibn
Salif untuk membunuh unta itu. Ia menawarkan salah seorang anak gadisnya
sebagai imbalan untuknya. Ia tak mengharapkan balasan apa pun sebagai
pengganti anak gadisnya. 16
Kedua laki-laki itu dibutakan keelokan paras wanita. Keduanya,
Masda ibn Mahraj dan Qudar ibn Salif, menjadi buta. Kemudian keduanya
berusaha membujuk beberapa orang lain untuk menjalankan rencana itu.
Upaya mereka berhasil. Mereka mendapatkan tujuh tenaga tambahan yang
siap membantu.
Ketika unta itu keluar dari sumber air, Masda melepas anak
panahnya yang diarahkan ke tulang betis unta itu. Ketika kaki unta itu
tertekuk, Qudar ibn Salif langsung loncat mengayunkan pedangnya
membabat otot tumit bagian belakang sehingga unta itu jatuh tersungkur di
atas tanah. Kemudian ia menusuk lehernya dan menyembelihnya. Teman-
teman mereka ikut membabat beberapa bagian tubuh unta itu dan
mencincangnya. Mereka gembira dan bersuka cita. Para pemuka kaum
bersuka cita dan menyambut mereka layaknya panglima perang yang pulang
membawa kemenangan. Mereka terus bersuka cita dan melupakan ancaman
yang disampaikan Salih. Mereka berlaku sombong dan menentang larangan
16
Muhammad Ahmad Jâdul Mawlâ dkk, Buku Induk Kisah-Kisah Al-Qur‟an, penerj.
Abdurrahman Assegaf, h. 63.
42
Tuhan. Mereka berkata , “Hai Salih, datangkanlah apa yang kau ancam itu
kepada kami, jika memang kau termasuk orang yang diutus Allah”. 17
Salih berkata, “Aku telah memperingatkan kalian untuk tidak
mengusik apalagi menyakiti unta itu. Namun kalian mengabaikan
peringatanku dan melakukan dosa besar. Maka, bersenang-senanglah di
rumah kalian selama tiga hari. Setelah itu, azab yang kalian minta akan
datang menyambangi kalian.
Beberapa orang pemuka kaum itu berunding dan memutuskan
untuk melenyapkan Salih. Namun, Allah tidak membiarkan mereka
melakukan kejahatan itu. Allah membalikkan tipu muslihat mereka. Allah
menyelamatkan Salih dari rencana jahat itu. Dia juga menyelamatkan para
pengikut yang beriman. Setelah itu, dia menimpakan azab dan siksa kepada
orang kafir sebagi balasan atas segala kejahatan dan dosa yang mereka
lakukan. Allah berfirman, “maka mereka disambar petir karena
kezalimannya. Lalu mereka mati bergelimpangan di tempat tinggal mereka.
Isatana-istana mereka yang tinggi dan megah tidak dapat melindungi mereka.
Harta benda yang mereka kumpulkan, bahkan kebun-kebun dan ladang-
ladang yang sangat luas tempat mereka bercocok tanam musnah tak bersisa.
Allah membinasakan mereka beserta seluruh harta benda dan peradaban
mereka. 18
17
Muhammad Ahmad Jadul Mawla dkk, Buku Induk Kisah-Kisah Al-Qur‟an, penerj.
Abdurahman Assegaf, h. 67. 18
Salim Bin „Ied Al-Hilali, Kisah Shahih Para Nabi, penerj. M. Abdul Ghoffar, editor.
Abu Ihsan al-Atsari, jilid. 1, h. 225-226.
43
C. Kisah Pembangkangan Kaum Tsamud yang Berujung Azab dalam
Literatur Tafsir
Dalam penafsiran Kisah Nabi Salih dan Kaumnya berdasarkan ayat
al-Qur‟an penulis merujuk pada penafsiran al-Tabarî 19, Ibn Katsīr20, dan al-
Qurṯubî21, karena penulis bertujuan untuk menganalisis pesan-pesan moral
yang terkandung dalam Kisah Kaum Nabi Salih (Tsamud) yang
membutuhkan penafsiran dari al-Qur‟an dan Hadits. Selain itu kisah yang
dibahas bisa menjadi sebuah pembelajaran supaya pesan moral yang
terkandung dapat diaplikasikan dalam konteks masa kini.
1) QS. Al-A‟raf (7): 73-79
ره قد جاءتكم ب ينة من وإل ثود أخاىم صالا قال يق وم اعبدوا الله ما لكم من إلو غي وىا بسوء ف يأخذكم ربكم ىذه نقة الله لكم آية فذروىا تكل ف أرض الله ول تس
أكم ف الرض ت تهخذون ٣٧م )عذاب ألي ( واذكروا إذ جعلكم خلفاء من ب عد عاد وب وهوا ف الرض مفسدين من سهولا قصورا وت نحتون البال ب يوت فاذكروا آلء الله ول ت عث
هم أت علمون ( قال المل اله ٣٧) ذين استكب روا من ق ومو للهذين استضعفوا لمن آمن من ( قال الهذين استكب روا إنه ٣٧أرسل بو مؤمنون ) أنه صالا مرسل من ربو قالوا إنه با
19
Nama lengkap beliau Abû Ja‟far Muhammad bin Jarîr bin Yazid bin Katsîr bin Gālib
al-Tabarî (224H/839M). Paham teologi beliau Ahl al-Sunnah wa al-Jama‟ah. Sedangkan mazhab
fikihnya adalah mazhab al-Jaririyyah. Abu Ja‟far al-Tabarî pada awalnya pengikut mazhab Syafi‟i,
kemudian beliau senantiasa berijtihad sendiri dalam masalah fikih hingga beliau mendirikan
mazhab yang dinamakan al-Jaririyyah. Metode yang digunakan adalah metode tahlili dan tidak
memiliki corak khusus dalam penafsiran, karena al-Ṭabari menafsirkan ayat-ayat al-Qur‟an
berdasarkan riwayat. 20
Nama lengkap beliau Isma‟il bin „Amr al-Qurasyi bin Kasir al-Basri al-Dimasyqi
„Imāduddīn Abu al-Fidā al- Hāfiz al-Muhaddis al-Syāi‟i (701). Ibn Katsīr menyebutkan , “Tentang
tafsir bi al-ra‟yi, kalangan salaf cenderung melarang mereka yang tidak memiliki basik
pengetahuan tentang tafsir untuk menafsirkan al-Qur‟an. 21
Nama lengkap beliau Abû „Abdillah Muhammad bin Ahmad al-Ansari al-Maliki al-
Qurṯubî (671 H/1273M). Dalam beberapa literatur disebutkan bahwa al-Qurthubi adalah seorang
penganut sunni asya‟ari dan beliau membela dan mempertahankan ahlusunnah. Dalam persoalan
madzhab beliau adalah seorang Malikiah. Tafsir al-Qurthubi dapat diklasifikasikan dalam tafsir
yang menggunakan metode tahlili.
44
تم بو كافرو بله ( ف عقروا النهاقة وعت وا عن أمر ربم وقالوا يصالح ائتنا با ٣٧ن )ذي آمن ( ٣٧حوا ف دارىم جاثين )( فأخذت هم الرهجفة فأصب ٣٣ن كنت من المرسلين )تعدن إ
هم وقال يق وم لق د أب لغتكم رسالة رب ونصحت لكم ولكن ل تبون ف ت وله عن (٣٧)النهاصحين
“Dan (kami telah mengutus) kepada kaum Tsamud saudara
mereka, Salih. Ia berkata, „ Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali
tidak ada tuhan bagimu selain-Nya. Sesungguhnya telah datang bukti
yang nyata kepadamu dari Tuhanmu. Unta betina Allah ini menjadi tanda
bagimu, maka biarkanlah dia makan dia bumi Allah, dan janganlah kamu
mengganggunya dengan gangguan apapun, ( yang karenanya) kamu akan
ditimpa siksaan yang pedih. Dan ingatlah olehmu di waktu Tuhan
menjadikan kamu pengganti-pengganti (yang berkuasa) sesudah kaum Ad
dan memberikan tempat bagimu di bumi. Kamu dirikan istana-istana di
tanah-tanahnya yang datar dan kamu pahat gunung-gunungnya untuk
dijadikan rumah; maka ingatlah nikmat-nikmat Allah dan janganlah kamu
merajalela di muka bumi membuat kerusakan. Pemuka-pemuka yang
menyombongkan diri diantara kaumnya berkata kepada orang-orang yang
dianggap lemah yang telah beriman di antara mereka, „Tahukah kamu
bahwa Salih di utus (menjadi rasul) oleh Tuhannya? „mereka menjawab,
„Sesungguhnya kami beriman kepada wahyu, yang Salih diutus untuk
menyampaikannya. Orang-orang yang menyombongkan diri berkata
„Susungghunya kami adalah orang yang tidak percaya kepada apa yang
kamu imani itu. Kemudian mereka sembelih unta betina itu, dan mereka
berlaku angkuh terhadap perintah Tuhan. Dan mereka berkata, „Hai
Shalih datangkanlah apa yang kamu ancamkan itu kepada kami, jika
(betul) kamu termasuk orang-orang yang diutus (Allah). Karena itu
mereka ditimpa gempa, maka jadikanlah mereka mayit-mayit yang
bergelimpangan di tempat tinggal mereka. Maka Salih meninggalkan
mereka seraya berkata, „Hai kaumku, sesungguhnya aku telah
menyampaikan kepadamu amanat Tuhanku, dan aku telah memberi
nasihat kepadamu, tetapi kamu tidak menyukai orang-orang yang
memberi nasihat.
Tsamud adalah anak dari Ad bin Irm bin Sam bin Nuh, saudara dari
Judais, dan mereka adalah keluarga yang hidup berkecukupan, hingga
akhirnya mereka merasa sombong dan menentang perintah Allah SWT untuk
selalu menyembah-Nya. Kaum tsamud adalah kaum Arab terdahulu.
45
Disamping mereka menyembah berhala-berhala, mereka juga membuat
kerusakan di muka bumi. Oleh karena itu, Allah SWT mengutus nabi Salih
untuk memperingatkan mereka. Salih adalah anak dari Ubaid bin Asif bin
Kasyi bin Ubaid bin Hadzir bin Tsamud. Nabi Salih juga berasal dari
keturunan yang paling baik dan paling tinggi.22
Nabi Salih tidak berhenti mengajak kaumnya untuk kembali ke
jalan yang benar, sampai rambutnya mulai memutih pun kaumnya tidak
bergeming dari kekafiran mereka, kecuali beberapa kaum miskin yang
jumlahnyasangat kecil.
Mereka itu adalah keturunan Sam bin Nuh. Alasan penamaan ثود itu karena mereka menempati daerah bebatuan yang jauh dari sumber air yang
terletak di wilayah Syam. Karena di daerah tersebut sangat sulit untuk
memperoleh air, maka dinamakanlah daerah itu dengan ثود, lantaran
persediaan air yang sedikit.
Dalam QS. Al-A‟raf ayat 74 terdapat tiga masalah :
Pertama: Firman Allah SWT, أكم ف الرض وب وه “Dan memberikan
tempat bagimu dibumi,” terdapat kata yang tidak disebutkan, prediksinya
adalah kata منازل (rumah-rumah). Maksudnya adalah menyediakan rumah-
rumah untukmu di muka bumi.
Firman Allah SWT, قصورات تهخذون من سهولا “Kamu dirikan istana-
istana di tanah-tanahnya yang datar,” maksudnya adalah kalian membangun
istana disetiap tempat.
22
Al Qurṯubî, Tafsir al-Qurṯubî, penerj. Akhmad Khatib (Jakarta: Pustaka Azzam, 2009)
Jilid.7, h.566.
46
Firman Allah SWT, وت نحتون البال ب يوت “Dan kamu pahat gunung-
gunungnya untuk dijadikan rumah,” maksudnya adalah kalian juga
mendirikan bangunan di atas gunung-gunung.
Kedua: Beberapa Ulama mengambil ayat ini sebagai dalil untuk
membolehkan seorang muslim untuk mempertinggi, memperbesar dan
mempermegah rumahnya, seprti istana atau semacamnya. Bahkan Allah SWT
berfirman QS. Al-A‟raf 32
قل من حرهم زينة الله الهت أخرج لعباده والطهيبات من الرزق قل ىي للهذين آمنوا ف ل اليت لقوم ي علمون ن يا خالصة ي وم القيامة كذلك ن فص 23الياة الد
Ketiga: وا ف الرض مفسدين فاذكروا آلء الله ول ت عث “Maka ingatlah
nikmat-nikmat Allah dan janganlah kamu merajalela di muka bumi membuat
kerusakan”. Ayat ini merupakan dalil bahwa orang-orang kafir juga diberikan
nikmat oleh Allah SWT, sebagaimana telah kami jelaskan pada tafsir surat
Ali Imran.
Setelah kaum Tsamud memaksa Nabi Salih untuk membuktikan
kenabiannya, maka Allah SWT pun mengeluarkan unta betina dari dalam
bebatuan yang sangat keras. Karena air yang keluar dari sumur yang terdapat
pada negeri itu sedikit, maka mereka harus mengambil air itu secara
bergiliran. Unta mukjizat tersebut mendapat giliran satu hari penuh untuk
meminum dengan puas di sumur tersebut. Sebagai penggantinya, unta betina
itu dapat mengeluarkan susu yang sangat lezat dan sangat manis yang belum
pernah dirasakan sebelumnya. Susu yang keluar dari unta itu sangat
23
“Katakanlah,‟Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah
dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang mengharamkan) rezeki yang
baik?‟ Katakanlah, „Semuanya itu (disediakan) bagi orang-orang yang beriman dalam kehidupan
dunia, khusus (untuk mereka saja) di Hari Kiamat. Demikianlah Kami menjelaskan ayat-ayat itu
bagi orang-orang yang mengetahui”.
47
berlimpah, hingga dapat memnuhi semua kebutuhan air minum penduduk di
negeri Tsamud.24
Ada seorang wanita kaum Tsamud yang bernama Unaizah binti
Ghanam bin Mijlaz bergelar Ummu Ghanam yang berasal dari bani Ubaid bin
Al Mahl, saudara Dumail bin Al Mahl , istri Dzu‟ab bin Amr, dan seorang
wanita yang telah lanjut usia, yang memiliki beberapa orang anak wanita
yang baik. Wanita lain bernama Shaduf binti Al Mahya bin Dahr bin Al
Mahya, pemimpin bani Ubaid dan pemilik berhala-berhala mereka pada masa
awal, sehingga lembah itu bernama lembah Al-Mahya, yaitu Al Mahya Al
Akbar, kakek Al Mahya Al Ashghar dan bapak Shaduf. Shaduf adalah orang
yang paling baik.25
Shaduf dan Unaizah lalu sepakat untuk menyembelih unta itu
disebabkan berbagai bencana yang telah menimpa. Shaduf memanggil
seorang laki-laki kaum Tsamud bernama Al Hubab untuk menyembelih unta
itu. Ia menawarkan dirinya kepada Al Hubab jika ia berhasil melakukan itu.
Akan tetapi Al-Hubab enggan menerimanya. Kemudian ia mengajak anak
pamannya yang bernama Mishda bin Mahraj bin Al Mahya, ia menawarkan
dirinya jika Mishda mau menyembelih unta itu. Ia adalah wanita Tsamud
yang paling cantik dan kaya.26
Qaddar bin Salif dan Mishda bin Mahraj lalu pergi mengajak
beberapa orang dari kaum Tsamud. Ada tujuh orang yang mengikuti mereka,
24
Al Qurṯubî, Tafsir al-Qurṯubî, penerj. Akhmad Khatib, jilid.7, h. 567. Selain itu Allah
SWT telah berfirman QS. Asy-Syu‟ara ayat 155 mengenai giliran untuk mendapatkan air, “Ini
seekor unta betina, ia mempunyai giliran untuk mendapatkan air, dan kamu mempunyai giliran
pula untuk mendapatkan air dihari yang tertentu”. 25
Abû Ja‟far Muhammad bin Jarîr al-Tabarî, Tafsir al-Tabarî ; penerj. Fathurrozi, Anshari
Taslim (Jakarta: Pustaka Azzam, 2009) jilid.11 , h. 270 26
Abû Ja‟far Muhammad bin Jarîr al-Tabarî, Tafsir al-Tabarî ; penerj. Fathurrozi, Anshari
Taslim, jilid.11 , h.271.
48
sehingga jumlah mereka sembilan orang. Salah seorang yang mereka ajak
bernama Huwail bin Mailagh (Paman Qaddar bin Salif), saudara kandung
ibunya (Seorang pemuka penduduk Hijr), Du‟air bin Ghanam bin Da‟ir
(berasal dari bani Khalawah bin Al Mahl), dan Da‟ab bin Mahraj (Saudara
Mishda‟ bin Mahraj). Lima orang yang lain tidak kami ingat nama-namanya.
Mereka mengintai unta itu ketika akan mendekati tempat
persediaan air. Qaddar bersembunyi di balik batu di jalan yang dilewati unta
itu, sedangkan Mishda bersembunyi di balik batu yang lain. Ketika unta itu
lewat di depan Mishda, ia memanahnya tepat pada otot kakinya. Ummu
Ghanam Unaizah datang, lalu ia perintahkan putrinya yang beraras cantik
untuk mendekati Qaddar dan mendorongnya melakukan tugas itu. Qaddar
ingin menyembelih unta itu dengan pedang, lalu ia memotong kaki unta itu.
Unta itu meringkik satu kali memperingatkan anaknya. Kemudian Qaddar
menikam susunya dan menyembelihnya. Kemudian anak unta itu pergi
hingga sampai di bukit yang tinggi. Setelah itu ia datang ke batu besar yang
berada di puncak bukit karena ketakutan, ia berlindung di balik batu itu,
menurut mereka nama bukit itu adalah bukit Shanu.27
Orang-orang Tsamud lalu datang menghadap Nabi Salih. Ketika
Nabi Salih melihat unta itu telah disembelih, ia berkata, “Sungguh, kamu
telah melanggar hukum Allah, maka kamu akan di timpa azab dan murka
Allah”. Empat dari sembilan orang yang menyembelih unta itu mengikuti
anak unta tersebut, diantaranya Mishda bin Mahraj, ia memanahnya tepat di
27
Abû Ja‟far Muhammad bin Jarîr al-Tabarî, Tafsir al-Tabarî ; penerj. Fathurrozi,
Anshari Taslim, jilid.11 , h.272.
49
jantungnya, kemudian menarik kakinya turun ke bawah. Mereka lalu
menggabungkan dagingnya dengan daging induknya.28
Mereka angkuh dan sombong untuk mengikuti Allah SWT. Janji
azab dan ancaman hukuman yang disampaikan oleh Nabi Salih kepada
kaumnya, ketika mereka menolak untuk taat. Namun bukannya merasa takut
dengan ancaman tersebut, mereka justru menantangnya. Nabi Salih as
mengatakan hal tersebut kepada mereka setelah kebinasaan mereka sebagai
celaan dan cercaan, dan mereka dapat mendengarkan celaan tersebut.29
Firman Allah SWT, هم وقال يق وم لقد أب لغتكم رسالة رب ف ت وله عن Maka Salih menunggalkan mereka seraya berkata, hai kaumku“ ونصحت لكم
sesungguhnya aku telah menyampaikan kepadamu amanat Tuhanku”, yakni
Nabi Salih meninggalkan kaumnya karena ia merasa pupus sudah
harapannya.30 Ada yang mengatakan bahwa Allah SWT tidak akan
membinasakan suatu umat selama nabinya berada ditengah-tengah umat itu.
Oleh sebab itu, Allah memberitahukan tentang perginya Nabi Salih dari
tengah-tengah kaumnya yang telah berbuat keangkuhan kepada Allah ketika
Allah ingin menimpakan azab kepada mereka. Allah berfirman, “Salih
meninggalkan mereka”. Nabi Salih berkata, “Aku telah menyampaikan
risalah tuhanku kepada kamu. Aku menunaikan sesuatu yang diperintahkan
kepadaku untuk ditunaikan, yaitu perintah dan larangan Tuhanku. Aku
memberikan nasihat dan peringatanku kepadamu dalam seruanku. Aku
28
Abû Ja‟far Muhammad bin Jarîr al-Tabarî, Tafsir al-Tabarî ; penerj. Fathurrozi,
Anshari Taslim, jilid.11 , h.273. 29
Syaikh Ahmad Syakir, Mukhtashar Tafsir Ibnu Katsir, pener. Suharlan dan Suratman
(Jakarta: Darus Sunnah, 2014), jilid.3 , h.108. 30
Al Qurṯubî, Tafsir al-Qurṯubî, penerj. Akhmad Khatib, jilid.7, h. 579.
50
memperingatkanmu akan azab Allah yang akan menimpamu jika kamu tetap
kafir dan menyembah berhala-berhala.
Tetapi kamu tidak menyukai orang-orang“ ولكن ل تبون النهاصحين
yang memberi nasihat”, maksudnya adalah, “Akan tetapi kamu tidak
menyukai orang-orang yang memberikan nasihat kepadamu dengan
melarangmu agar jangan mengikuti hawa nafsu dan menghalangimu agar
tidak menuruti nafsu syahwatmu”. 31
2) QS. Hūd (11): 61-68
ره ىو أنشأكم من وإل ثود أخاىم صالا قال يق وم اعبدوا الله ما لكم من إلو غي ( قالوا ١٦الرض واست عمركم فيها فاست غفروه ثه توبوا إليو إنه رب قريب ميب )
هان ا ق بل ىذا أت ن أن ن عبد ما ي عبد آبؤن وإن هنا لفي شك مها يصالح قد كنت فينا مرجو(قال يق وم أرأي تم إن كنت على ب ينة من رب وآتن منو رحة ١٦)تدعون إليو مريب
تو فما تزيدو ر تسير )فمن ي نصرن من الله إن عصي ( ويق وم ىذه نقة الله ١٦نن غي وىا بسوء ف يأخذكم عذاب قريب ) ( ١٦لكم آية فذروىا تكل ف أرض الله ول تس
م ذلك وعد عوا ف داركم ثلثة أيه ر مكذوب ) ف عقروىا ف قال تت ه ا جاء ١٦غي ( ف لمهنا صالا والهذين آمنوا معو برحة منها ومن خزي ي ومئذ إنه ربهك ىو القو ي أمرن نهي
( كأن ل ١٦ثين )( وأخذ الهذين ظلموا الصهيحة فأصبحوا ف ديرىم جا١١العزيز ) (١٦ي غن وا فيها أل إنه ثود كفروا رب ههم أل ب عدا لثمود )
“Dan kepada kaum tsamud (kami utus) saudara mereka, Salh.
Dia berkata, “Wahai kaumku! Sembahlah Allah, tidak ada tuhan bagimu
selain Dia. Dia telah menciptakanmu dari bumi (tanah) dan
menjadikanmu pemakmurnya, karena itu mohonlah ampun kepada-Nya,
kemudian bertobatlah kepada-Nya. Sesungguhnya Tuhanku sangat dekat
(rahmat-Nya) dan memperkenankan (do‟a hamba-Nya). Mereka (kaum
tsamud) berkata, “Wahai Salih! Sungguh engkau sebelum ini berada di
31
Abû Ja‟far Muhammad bin Jarîr al-Tabarî, Tafsir al-Tabarî ; penerj. Fathurrozi, Anshari
Taslim, Jilid.16 , h.294.
51
tengah-tengah kami merupakan orang yang diharapkan, mengapa engkau
melarang kami menyembah apa yang disembah oleh nenek moyang kami?
Sungguh, kami benar-benar dalam keraguan dan kegelisahan terhadap
apa (agama) yang engkau serukan kepada kami”. Dia (Salih) berkata,
“Wahai kaumku! Terangkanlah kepadaku jika aku mempunyai bukti yang
nyata dari Tuhanku dan diberi-Nya aku rahmat (kenabian) dari-Nya,
maka siapa yang akan menolongku dari (azab) Allah jika aku
mendurhakai-Nya? Maka kamu hanya akan menambah kerugian padaku.
Dan wahai kaumku! Inilah unta betina dari Allah, sebagai mukjizat
untukmu, sebab itu biarkanlah dia makan di bumi Allah, dan janganlah
kamu mengganggunya dengan gangguan apa pun yang akan menyebabkan
kamu segera ditimpa (azab). Maka mereka menyembelih unta itu,
kemudian dia (Salih) berkata, “Bersukarialah kamu semua di rumahmu
selama tiga hari. Itu adalah janji yang tidak dapat didustakan. Maka
ketika keputusan kami datang, kami selamatkan Salih dan orang-orang
yang beriman bersamanya dengan rahmat Kami dan (Kami selamatkan)
dari kehinaan pada hari itu. Sungguh, Tuhanmu, Dia Mahakuat,
Mahaperkasa. Kemudian suara yang mengguntur menimpa orang-orang
zalim itu, sehingga mereka mati bergelimpangan dirumahnya, seolah-olah
mereka pelum pernah tinggal di tempat itu. Ingatlah, kaum tsamud
mengingkari Tuhan mereka. Ingatlah, binasalah kaum tsamud.
Dalam QS. Hūd (11): 61-68, Nabi Salih adalah salah seorang yang
diutus Allah kepada kaum Tsamud, ia juga diharapkan oleh kaum tersebut,
suatu ketika Nabi Salih mengajak mereka untuk menyembah Allah dengan
tulus dan ikhlas, bukan menyembah sesembahan selain-Nya. Tidak ada tuhan
yang disembah kecuali diri-Nya. Selain itu Nabi Salih menyerukan kepada
mereka agar melakukan perbuatan yang menjadi sebab Allah menutupi dosa
mereka, kemudian bertobatlah kepada-Nya.32
Disebutkan dengan unta betina Allah karena unta tersebut
dikeluarkan untuk mereka dari bukit seperti permintaan mereka bahwa
mereka akan beriman. Selain itu, ada yang mengatakan, unta itu dikeluarkan
dari padang pasir Shamma‟ yang berada jauh dan terletak di sisi batu yang
disebut dengan Katsibah. Ketika unta betina itu dikeluarkan sesuai
32
Abû Ja‟far Muhammad bin Jarîr al-Tabarî, Tafsir al-Tabarî ; penerj. Fathurrozi,
Anshari Taslim, Jilid. 14, h.109.
52
permintaan mereka Nabi Salih berkata kepada mereka, “Inilah unta betina
dari Allah, sebagai mukjizat (yang menunjukkan kebenaran) untukmu, sebab
itu biarkanlah dia makan di bumi Allah”. Mereka juga dilarang untuk
mengganggu unta betina tersebut.
Tetapi apa yang terjadi mereka ternyata mengingkari apa yang
telah allah tetapkan mereka membunuh unta tersebut. Firman Allah SWT,
م عوا ف داركم ثلثة أيه Mereka membunuh unta itu, maka Shalih“ ف عقروىا ف قال تت ه
berkata, „Bersukarialah kamu sekalian di rumahmu selama tiga hari”.
Terdapat dua masalah yang dibahas dalam ayat ini yaitu:
Pertama, bahwa yang membunuhnya adalah sebagian dari mereka,
lalu hal itu merembet atau berimbas kepada yang lain, karena di lakukan
dengan persetujuan lainnya. Hal seperti ini telah dijelaskan di awal surah Al-
A‟raf. Diungkapkan dengan bersenang-senang (bersukaria) dengan
kehidupan, karena kematian itu tidak mengenakkan dan tidak bisa untuk
bersenang-senang, menyembelih pada hari rabu, dan menempati pada hari
kamis, jum‟at dan sabtu kemudian terkena azab pada hari ahad. Maksud
mereka menempati selama tiga hari, karena mereka melakukan hal yang sia-
sia selama tiga hari sebagaimana yang telah dijelaskan di awal surat Al-A‟raf,
mereka berubah warnanya menjadi kuning pada hari pertama, kemudian
berwarna merah pada hari kedua, dan berwarna hitam pada hari ketiga, lalu
mereka binasa pada hari keempat.
Kedua, para ulama menggunakan dalil meminta azab dari Allah
SWT atas kaum Nabi Salih selama tiga hari untuk digunakan dalam masalah
berpergian, bahwa apabila seorang musafir belum mendiami suatu tempat
53
selama empat malam maka ia boleh men-qashar33 shalat, karena tiga hari
tersebut belum disamakan dengan menetap di suatu tempat, seperti yang telah
dijelaskan dalam surah An-Nisa ayat 101: وإذا ضرب تم ف الرض ف ليس عليكمفتنكم الهذين كفروا إنه الكافرين كانوا لكم جناح أن ت قصروا من الصهلة إن خفتم أن ي
Pendapat ulama tentang masalah ini juga telah dikemukakan.35 .34 عدوا مبينا
Kami selamatkan mereka (Salih dan orang-orang yang beriman)
dari kehinaan di hari itu, dari kebohongan dan kejelekan mereka. Pada hari
keempat dengan suara keras yang mengguntur yang membuat mereka semua
mati. Ada yang menyebutkan bahwa alasannya adalah karena الصهيحة dan
mempunyai arti yang sama. Ada yang mengatakan, maksudnya احي الصه
adalah teriakan jibril. Yang lain mengatakan, maksudnya adalah yang muncul
adalah suara keras dari langit yang di dalamnya terdapat suara petir, dan suara
segala sesuatu di bumi, hingga membuat hati mereka tercerai berai lalu
semuanya mati.
Mereka ketika yakin dengan azab tersebut, sehingga sebagian dari
mereka berkata pada yang lain, “Di manakah tempat tinggalmu jika azab itu
ditimpakan kepada kalian secara tiba-tiba?” Mereka menjawab, “Apakah
yang harus kita perbuat?” Lalu mereka mengambil senjata, panah serta
perlengkapan lainnya, dan ketika itu jumlah mereka sebanyak 12 ribu kabilah.
33
Qashar artinya memendekkan pelaksanaan shalat yang semestinya empat reka‟at
menjadi dua raka‟at. Dalam Qs. al-Nisa‟/4: 101 telah dijelaskan keringanan mengqashar shalat itu
dengan keadaan takut terhadap gangguan orang kafir. Akan tetapi, Rasul SAW menjelaskan bahwa
ketentuan itu berlaku secara umum walaupun tidak dalam keadaan takut. Baca lebih lanjut
Lahmuddin Nasution, Fiqh 1 (Jakarta: Logos, 1998) h. 122. 34
“Dan apabila kamu berpergian di Bumi maka tidaklah berdosa kamu mengqashar
sholat jika kamu takut diserang orang kafir. Sesungguhnya orang kafir itu adalah musuh yang
nyata bagimu. (QS. An-Nisa: 101). Menurut Imam Syafi‟i “Mengqashar disaat tidak dalam
keadaan takut adalah sunnah, adapun disaat takut dan dalam perjalanan maka hal itu juga sunnah
yang ada dalam penjelasan nya dalam al-Qur‟an dan Hadits, sehingga orang yang shalat empat
raka‟at itu, tidak berdosa dan aku tidak senang pada seseorang yang menyempurnakan sholatnya
disaat berpergian karena ia membenci As-Sunnah”. 35
Al Qurṯubî, Tafsir al-Qurṯubî, penerj. Akhmad Khatib, Jilid.9, h.141-142.
54
Setiap kabilah terdapat 12 ribu petarung. Mereka kemudian berhenti di setiap
jalan dan jalur yang dilewati. Mereka lantas menduga bahwa mereka telah
menerima azab, lalu Allah SWT mewahyukan kepada para malaikat yang
menjaga matahari untuk menurunkan azab kepada mereka dalam bentuk suhu
panas.
Setelah itu malaikat mendekatkan matahari di atas kepala mereka
hingga tangan-tangan mereka terbakar, dan lidah-lidah mereka menjulurkan
hingga ke dada mereka sebagai bukti betapa hausnya mereka. Akhirnya,
binasalah semua yang ada pada mereka termasuk binatang ternak, dan air pun
bergejolak karena sangat mendidihnya sampai mencapai langit. Tak satu pun
yang jatuh kecuali binasa karena begitu panasnya. Kondisi mereka terus
seperti itu, hingga Allah SWT mewahyukan kepada para malaikat maut untuk
tidak mencabut ruh-ruh mereka sebagai azab sampai matahari terbenam.
Kemudian ketika terdengar jeritan suara, mereka pun binasa36
Para ulama tafsir berkata, “Tidak ada yang tersisa dari anak
keturunan Tsamud seorang pun kecuali Salih Alaihissalam dan orang-orang
yang mengikutinya, semoga Allah SWT meridhai mereka. Akan tetapi ada
seseorang yang bisa dipanggil dengan Abu Righal37. Ketika siksaan itu
menimpa kaumnya, dia ketika itu sedang bermukim di tanah haram sehingga
dia tidak terkena siksaan sedikit pun. Namun ketika dia keluar di beberapa
36
Al Qurṯubî, Tafsir al-Qurṯubî, penerj. Akhmad Khatib, jilid.9, h. 144. 37
Diriwayatkan dari Bujair bin Abu Bujair, dia berkata, “Aku telah mendengar Abdullah
bin Amr Radhiyallahu Anhhuma berkata “Aku telah mendengar Rasulullah SAW bersabda ketika
kami keluar melakukan safar bersama beliau menuju Thaif. Lalu kami melewati sebuah kuburan
dan beliau pun bersabda, “Itu adalah kuburan Abu Righal. Dia adalah nenek moyang kaum Tsaqif,
dan dia dari anak keturunan Tsamud. Dahulu ketika dia berada di tanah haram ini, dia tercegah
dari siksaan. Namun ketika dia keluar (dari tanah haram), siksaan yang pernah menimpa
kaumnya pun menimpanya di tempat ini, lalu dia kuburkan disini. Tandanya adalah dia
dikuburkan bersama tangkai terbuat dari emas. Jika kalian membongkar kuburannya, niscaya
kalian akan mendapatkannya”. Maka para sahabat membongkarnya dan berhasil mengeluarkan
tangkai tersebut darinya”.
55
hari berikutnya ke tanah halal, ada sebongkah batu datang dari langit dan
membinasakannya.38
3) QS. Al-Isra‟ (17): 59
نا ثود النهاقة ب با الوهلون وآت ي مبصرة فظلموا با وما من عنا أن ن رسل بليت إله أن كذه وما ن رسل بليت إله تويفا
“Dan tidak ada yang menghalangi kami untuk mengirimkan
(kepadamu) tanda-tanda (kekuasaan kami), melainkan karena (tanda-tanda)
itu telah didustakan oleh orang terdahulu. Dan telah kami berikan kepada
kaum Tsamud unta betina (sebagai mukjizat) yang dapat dilihat, tetapi
mereka menganiaya (unta betina itu). Dan kami tidak mengirimkan tanda-
tanda itu melainkan untuk menakut-nakuti”.
Kami mengirimkan tanda-tanda dan kami datangkan permintaan
kaummu, sesungguhnya itu mudah bagi kami. Kami tidak mengabulkannya;
karena tanda-tanda itu telah didustakan oleh umat-umat terdahulu setelah
mereka memintanya. Menurut ketentuan kami terhadap mereka dan orang-
orang yang serupa dengan mereka, bahwa jika mereka mendustakan tanda-
tanda kekuasaan kami, setelah diturunkan, maka hukuman bagi mereka tidak
dapat ditangguhkan.
Telah dijelaskan di muka di dalam surah Al-An‟am dan lain-
lannya bahwa mereka meminta agar Allah mengubah Shafa menjadi emas
dan gunung-gunung jauh dari mereka. Maka turunlah jibril lalu berkata,
“Jika engkau mau maka dikabulkan apa-apa yang diminta oleh kaummu,
akan tetapi jika mereka tidak beriman maka mereka tidak akan ditunda
siksanya. Dan jika engkau mau maka tunggulah bersama mereka. Maka
rasulullah bersabda, “Tidak, akan tetapi aku akan menunggu bersama
mereka.39
38
Syaikh Ahmad Syakir, Mukhtashar Tafsir Ibnu Katsir, penerj. Suharlan dan Suratman,
jilid.3 , h. 106. 39
Al Qurṯubî, Tafsir al-Qurṯubî, penerj. Akhmad Khatib, jilid.10, h. 697.
56
Begitu juga dengan firman Allah SWT tentang kaum Tsamud
pada saat mereka meminta diperlihatkan tanda kekuasaan Allah berupa unta
betina yang keluar dari batu besar. Maka Nabi Salih berdo‟a kepada Allah.
Lalu Allah mengeluarkan unta betina dari batu besar tersebut seperti yang
mereka minta, “Tetapi mereka menganiaya”. Artinya mengingkari apa yang
telah diciptakan Allah, mendustakan Rasul-Nya, lalu mereka menyembelih
unta betina itu. Hal ini disebutkan dalam QS. Hud: 65.40
Lafazh الإبصار disifatkan kepada unta betina, sebagaimana
dikatakan ة ,yakni luka yang menampakkan tulangnya موضحة dengan الشجه
dan ini merupakan bukti yang nyata.
Lafazh بصرةم maksudnya adalah yang jelas dan yang nyata. Bagi
yang melihatnya, dia akan melihat secara nyata dan jelas bahwa itu
merupakan tanda dan bukti.41
Dalam hal ini terdapat lima pendapat:
1. Sejumlah ibrah dan mukjizat yang dijadikan oleh Allah di tangan para
rasul yang merupakan bukti adanya peringatan untuk menakut-nakuti
orang-orang yang mendustakan.
2. Bahwa semua itu adalah tanda-tanda dendam untuk menakut-nakuti
orang dari melakukan berbagai macam kemaksiatan.
3. Bahwa semua itu adalah pergantian keadaan dari masa kecil ke masa
remaja, kemudian ke masa dewasa, lalu ke masa tua. Dengan perubahan
keadaanmu agar engkau mengambil ibrah sehingga engkau merasa takut
akan akibat tindakanmu. Ini adalah pendapat Ahmad bin Hanbal Rai.
4. Al Qur‟an
40
Syaikh Ahmad Syakir, Mukhtashar Tafsir Ibnu Katsir, penerj. Suharlan, jilid.4 , h.265. 41
Abû Ja‟far Muhammad bin Jarîr al-Tabarî, Tafsir al-Tabarî ; penerj. Fathurrozi, Anshari
Taslim, jilid.16 , h. 734.
57
5. Kematian yang menyebar dengan sangat cepat. Demikian dikatakan oleh
Al Hasan.42
4) QS. Al-Qamar (54): 23-32
بت ثود بلنذر ) ( ٣٧( ف قالوا أبشرا منها واحدا ن تهبعو إنه إذا لفي ضلل وسعر )٣٧كذهاب أشر ) نا بل أألقي الذكر عليو من ب ين اب الشر ( سي علمون غدا م ٣٧ىو كذه ن الكذه
نة لم ٣٧) هم واصطب ) ( إنه مرسلو النهاقة فت ن ٣٣فارتقب هم أنه الماء قسمة ب ي هم ( ون بئ ونذر ( فكيف كان عذاب ٣٧ف ت عاطى ف عقر ) احب هم ( ف نادوا ص ٣٧كل شرب متضر )
رن القرآن ٧٦انوا كهشيم المحتظر )( إنه أرسلنا عليهم صيحة واحدة فك ٧٣) ( ولقد يسه (٧٣)للذكر ف هل من مدهكر
“Kaum Tsamud pun telah mendustakan peringatan itu. Maka
mereka berkata, “Bagaimana kita akan mengikuti seorang manusia (biasa)
di antara kita? Sungguh, kalau begitu kita benar-benar telah sesat dan gila.
Apakah wahyu itu diturunkan kepadanya di antara kita ? Pastilah dia
(Salih) seorang yang sangat pendusta (dan) sombong. Kelak mereka akan
mengetahui siapa yang sebenarnya sangat pendusta (dan) sombong itu.
Sesungguhnya kami akan mengirimkan unta betina sebagai cobaan bagi
mereka, maka tunggulah mereka dan bersabarlah (Salih). Dan
beritahukanlah kepada mereka bahwa air itu dibagi antara mereka (dengan
unta betina itu); setiap orang berhak mendapat giliran minum. Maka
mereka memanggil kawannya, lalu dia menangkap (unta itu) dan
memotongnya. Maka betapa dahsyatnya adzab-Ku dan peringatan-Ku. Kami
kirimkan atas mereka satu suara yang keras mengguntur, maka jadilah
mereka seperti batang-batang kering yang lapuk. Dan sungguh, telah kami
mudahkan Al-Qur‟an untuk peringatan, maka adakah orang yang mau
mengambil pelajaran ?.
Abu Ja‟far berkata: Kaum Tsamud tidak jauh berbeda dengn kaum
Nuh, mereka mendustakan ancaman dan peringatan dari sisi Tuhan yang
disampaikan oleh rasul utusan-Nya, Nabi Salih. Mereka berkata, “Bagaimana
mungkin kita yang berjumlah luar biasa banyaknya ini berpindah kepercayaan
hanya karena satu orang? Seandainya kita mau mengikuti ajakan Salih as,
maka itu artinya kita sudah tidak berpikir secara sehat lagi, karena sudah
42
Al Qurṯubî, Tafsir al-Qurṯubî, penerj. Akhmad Khatib, jilid.10, h.698.
58
mengambil keputusan yang tidak benar”.43 Kaum Tsamud juga berkata,
“Tidak mungkin manusia seperi itu, tidak mungkin rasul diangkat dari salah
seorang manusia. Tidak mungkin wahyu Tuhan diturunkan kepada salah
seorang diantara kita. Tidak mungkin Salih akan mendapatkan keistimewaan
itu. Salih hanyalah orang yang angkuh dan pendusta.44
Banyak sekali hal yang diminta oleh kaum Tsamud untuk
membuktikan kenabian Salih as. Dengan mengeluarkan unta betina dari anak
bukit yang mereka pinta. Diriwayatkan bahwa Salih as shalat dua raka‟at dan
berdo‟a, maka terbelahlah batu yang mereka tunjuk, lalu keluarlah unta betina
yang sedang hamil sepuluh bulan dan sehat. Nabi Salih diperintahkan untuk
memberi tahu giliran untuk minum dengan waktu unta betina satu hari dan
mereka satu hari.45
Ibnu Abbas ra berkata, “Pada hari giliran mereka untuk
mendapatkan air, unta betina itu tidak mendapatkan sedikitpun air, namun
unta memberikan mereka susu. Mereka pun berada dalam kenikmatan.
Apabila tiga giliran unta betina untuk mendapatkan air, unta betina itu
menerima semua air tanpa tersisa sedikitpun.46 Mujahid berkata,
“Sesungguhnya Tsamud mengambil air pada hari bukan giliran unta betina,
lalu mereka minum dan mereka mengambil susu pada hari giliran unta betina.
Mereka memerah susu unta betina itu. Lalu mereka menyembelih unta betina
itu, maka terbunuhlah unta betina itu.
43
Abû Ja‟far Muhammad bin Jarîr al-Tabarî, Tafsir al-Tabarî ; penerj. Fathurrozi, Anshari
Taslim, jilid.24 , h.284. 44
Abû Ja‟far Muhammad bin Jarîr al-Tabarî, Tafsir al-Tabarî ; penerj. Fathurrozi, Anshari
Taslim, jilid.24 , h.286. 45
Al Qurṯubî, Tafsir al-Qurṯubî, penerj. Akhmad Khatib, jilid.17, h.487. 46
Al Qurṯubî, Tafsir al-Qurṯubî, penerj. Akhmad Khatib, jilid.17, h.488.
59
Muhammad bin Ishak berkata, “Dia bersembunyi di balik sebuah
pohon di jalan yang biasa dilalui oleh unta betina itu, lalu dia akan
melemparnya dengan sebuah anak panah. Dia membidik otot kaki unta itu,
kemudian menusuknya dengan pedang dan memotong urat tumit bagian
belakangnya. Unta betina itupun terjatuh sambil mengeluarkan suara. Dia
langsung duduk diatas perut unta itu, kemudian menyembelihnya.47
Maka mereka hancur binasa seluruhnya, hingga tidak ada yang
tersisa dari mereka sedikitpun. Dan mereka mati, usang seperti usangnya
tumbuhan dan tanaman yang kering. Ini dikatakan oleh lebih dari ulama
tafsir. Sedangkan menurut As-Suddi adalah padang rumput yang ada di
padang pasir ketika dia kering dan terbakar, serta ditiup angin. Ibnu Zaid
berkata, “adalah bangsa arab menjadikan tabir pada unta dan bintang ternak
dari duri yang kering, maka inilah maksud dari firman-Nya, “Seperti batang-
batang kering yang lapuk”.48
47
Al Qurṯubî, Tafsir al-Qurṯubî, penerj. Akhmad Khatib, jilid.17, h.489. 48
Syaikh Ahmad Syakir, Mukhtashar Tafsir Ibnu Katsir, penerj. Suharlan dan Suratman
jilid.6 , h.230.
60
BAB IV
PESAN MORAL DALAM KISAH NABI SALIH DAN KAUMNYA
Dalam menggambarkan kisah kaum Nabi Salih (Tsamud) yang
dijelaskan melalui penafsiran para mufassir, penulis akan menggambarkan
terlebih dahulu secara singkat kandungan dari kisah tersebut. Agar tidak terasa
mengulang-ulang dengan jalan cerita yang panjang lebar, maka gambaran singkat
dari kisah akan dimuat dalam tabel-tabel, sehingga pembaca dapat dengan lebih
mudah dalam menganalisa pesan-pesan akhlak yang terkandung didalamnya.
Kisah yang terjadi pada umat terdahulu di masa lalu merupakan
pembelajaran bagi umat manusia yang hidup di masa sekarang dan akan datang.
Ketika ingin menjadikan kisah terdahulu menjadi pembelajaran, maka kandungan
kisah tersebut harus dapat dianalisis melalui istilah-istilah yang disebut dalam
ayat-ayat al-Qur‟an yang dijadikan pembahasan, maupun istilah-istilah yang
diberikan oleh para mufassir dalam penjelasan dan penafsiran terhadap ayat-ayat
tersebut. Hal itu dapat dilihat dalam beberapa tabel yang menyertai setiap pesan
moral yang diuraikan dan berhasil didapatkan dari ayat-ayat dan penafsiran ayat-
ayatnya.
Secara umum, kisah Nabi Salih dan Kaumnya adalah suatu kisah yang
mengisahkan segolongan kaum contoh kesombongan dan pengingkaran atas apa
yang telah Allah SWT utus yang berakhir dengan pembinasaan dengan
didatangkan sebuah bencana kepada kaum tersebut. Peristiwa ini adalah kali
kedua pengingkaran dari suatu kaum yang bisa mengingatkan kembali kepada
kehidupan manusia. Ada empat karakter yang menonjol dari kaum Tsamud:
61
sombong, ingkar, iri dan serakah. Sementara Allah menguji Nabi Salih dengan
kesabaran. Pada peristiwa yang terjadi pada kisah kaum Nabi Salih (Tsamud)
mengandung pesan-pesan yang menekankan pada pendidikan akhlak dalam
kehidupan sehari-hari.
A. Manusia Tidak Boleh Sombong
QS. Al-A‟raf (7): 73-79
ن ره قد جاءتكم ب ي ة من وإل ثود أخاىم صالا قال ياق وم اعبدوا اللو ما لكم من إلو غي وىا بسوء ف يأخذكم عذاب ربكم ىذه ناقة اللو لكم آية فذروىا تأكل ف أرض اللو ول تس
( واذكروا إذ جعلكم خلفاء من ب عد عاد وب وأكم ف الرض ت تخذون من سهولا ٣٧أليم )( قال المل ٣٧فاذكروا آلء اللو ول ت عث وا ف الرض مفسدين ) قصورا وت نحتون البال ب يوتا
هم أت علمون أن صالا مرسل من استكب رواالذين من ق ومو للذين استضعفوا لمن آمن من إنا بالذي آمنتم بو كافرون استكب روا( قال الذين ٣٧بو مؤمنون ) ربو قالوا إنا با أرسل
م وقالوا ياصالح عت واو ( ف عقروا الناقة ٣٧) إن كنت من المرسلين ائتنا با تعدناعن أمر ربهم وقال ياق وم لقد ٣٧الرجفة فأصبحوا ف دارىم جاثين )( فأخذت هم ٣٣) ( ف ت ول عن
(٣٧)ل تبون الناصحي أب لغتكم رسالة رب ونصحت لكم ولكن Dapat dilihat dari surah al-A‟raf tersebut terdapat kata ب روااستك yang
berarti menyombongkan yang berasal dari kata 1.كبر Selain itu di dalam surat
ini juga terdapat kata عت واو yang mempunyai arti serupa dengan sombong yaitu
angkuh, melampaui batas menggambarkan keangkuhan yang sering kali menyertai
para pendurhaka karena itu mereka tidak diberi tangguh dan langsung menerima
sanksi kedurhakaan mereka.2 Dan pada akhir ayat ke 79 terdapat kalimat ل تبون
yang berarti “tidak menyukai orang yang memberi nasihat”, dalam الناصحي
1 Ahmad Warson Munawwir, Al Munawwir: Kamus Arab-Indonesia. (Surabaya: Pustaka
Progresif,1997) h.143. 2 Wisnawati Loeis, “Aspek Pendidikan dalam Al-Qur’an: Interpretasi terhadap Ayat-ayat
Pendidikan pada Al-Qur’an Surah Al-A’raf 73-79”, Jurnal Agama Islam, Volume 5, Nomor 1,
Juni 2009, h.30.
62
hal ini menunjukkan bahwa kaum Tsamud tidak menyukai orang-orang yang
memberikan nasihat dan melarang agar jangan mengikuti hawa nafsu dan
menghalangi agar tidak menuruti nafsu syahwatmu.3 Selain itu kaum Tsamud
dikenal sebagai entrepreneur ulung di masanya. Karena keahlian dan
kepandaiannya itu, hasil ukiran yang mereka buat dijadikan sebagai barang
dagangan dengan komunitas lainnya. Sebagian lagi dibuat hiasan di rumah-
rumah mereka. Produk utama kaum Tsamud adalah barang pecah belah
(tembikar) yang unik, dan memiliki nilai seni yang berkualitas tinggi.
Sedangkan produk yang diperdagangkan adalah kemenyan dan rempah-
rempah.4 Dari hasil perdagangan tersebut memberikan kekayaaan dan
membuat kaum Tsamud merasa lebih kaya daripada yang lain sehingga
menimbulkan sikap sombong pada diri mereka. (Dari beberapa kata tersebut
secara keseluruhan bahwa pesan moral yang terkandung dalam kisah ini yaitu
sombong. Pesan moral agar tidak meniru kesombongan kaum Tsamud juga
dijelaskan dalam beberapa tafsir di bawah ini.
Al-Tabarî
Penafsiran QS.
Al-A‟raf (7):
73-79
Seruan Salih kepada kaumnya:
Nabi Salih mengajak kaumnya agar menyembah Allah
SWT dan percaya bahwa Nabi Salih adalah utusan Allah
SWT.
Nasihat Salih kepada kaum Tsamud:
Nabi Salih berkata ingatlah atas nikmat Allah SWT
bahwasanya mereka adalah pengganti kaum „Aad dibumi
setelah mereka binasa.
Kesombongan kaum Tsamud:
Mereka tidak mempercayai dan tidak meyakini bahwa
Nabi Salih adalah untusan Allah Swt. dengan
keangkuhannya mereka membunuh unta tersebut dan
meminta agar segera didatangkan adzab tersebut kepada
3 Abû Ja‟far Muhammad bin Jarîr al-Tabarî, Tafsir al-Tabarî ; penerj. Fathurrozi, Anshari
Taslim (Jakarta: Pustaka Azzam, 2009) Jilid.11 , h.294. 4 Syahruddin El-Fikri, Situs-Situs dalam Al-Qur’an Dari Banjir Nuh Hingga Bukit
Thursina (Jakarta: Penerbit Republika, 2010) h.92
63
mereka.
Adzab kepada kaum Tsamud:
Setelah mereka menyembelih unta tersebut, suara keras
mengguntur yang menggerakkan serta menggoncang
mereka sehingga mereka binasa.
Al Qurṯubî
Penafsiran QS.
Al-Qamar (54):
23-32
Kesombongan kaum Tsamud terhadap utusan Allah
SWT:
Kaum Tsamud menolak nabi Salih sebagai utusan Allah
SWT, mereka mengganggap mereka lebih banyak harta
dan lebih baik keadaannya dibanding nabi Salih as.
Unta betina sebagai tanda kebenaran:
Allah mengeluarkan unta betina dari anak bukit yang
mereka pinta setelah Nabi Salih as shalat dua raka‟at dan
berdo‟a, maka terbelahlah batu yang mereka tunjuk, lalu
keluarlah unta betina yang sedang hamil sepuluh bulan dan
sehat.
Kawan yang diminta kaum Tsamud untuk menyembelih
unta:
Terbunuhlah unta betina tersebut atas perintah kaum
Tsamud kepada kawannya. Setelah itu datang azab suara
yang keras (suara jibril) yang membuat mereka seperti
rumput-rumput kering dikandang.
Ibn Katsīr
Penafsiran QS.
Al-Qamar (54):
23-32
Tanggapan Kaum Tsamud kepada Nabi Salih:
Kaum Tsamud menganggap bahwa mereka tertipu dan
merugi jika mereka serahkan kepemimpinan hanya kepada
satu orang diantara mereka.
Ujian bagi Kaum Tsamud:
Allah mengeluarkan unta betina yang besar bagi mereka
dari batu besar, sebagai bencana besar yang merata atas
apa yang telah mereka minta.
Penangkapan unta betina:
Qudar bin Salif orang yang paling jahat dari kaumnya,
dialah yang memotong unta betina tersebut.
Allah menghukum Kaum Tsamud:
Mereka hancur binasa seluruhnya, hingga tidak ada yang
tersisa, dan mereka mati, usang seperti usangnya
tumbuhan dan tanaman yang kering.
64
Dari uraian kisah pengingkaran kaum Nabi Salih (Tsamud) dalam
penolakan untuk mengakui bahwa Nabi Salih as adalah utusan Allah
SWT. Ini merupakan gambaran segolongan kaum yang telah
membangkang atas apa yang Allah SWT perintahkan. Mereka tidak
percaya kalau Nabi Salih adalah utusan Allah SWT, padahal dari segi
harta dan keadaan mereka lebih mencukupi daripada Nabi Salih as.
Sikap sombong diperlihatkan ketika Nabi Salih mengajak kaum
Tsamud agar kembali ke jalan Allah. Dengan tidak menyembah tuhan
selain Allah SWT. Kaum Tsamud berfikir jika mereka mengikuti Nabi
Salih maka mereka sudah kehilangan akal sehat mereka, hanya dengan
satu orang yang mengaku utusan Allah SWT.5
Sifat sombong (takabbur) adalah suatu perasaan yang terdapat di
dalam hati seseorang bahwa dirinya hebat, mempunyai kelebihan dari
orang lain misalnya merasa lebih dalam ilmu pengetahuan, kekayaan,
kecantikan atau lain sebagainya. Sifat sombong ini amatlah tercela, baik di
sisi Tuhan maupun di sisi manusia; dan ia akan membawa kerugian dan
bahaya yang amat besar bagi orang yang mempunyai sifat sombong itu.6
Yang pertama kali menampilkan sifat sombong di dunia ini adalah
Iblis, setan terkutuk, musuh Allah. Ia bersikap sombong terhadap Adam
5 Abû Ja‟far Muhammad bin Jarîr al-Tabarî, Tafsir al-Tabarî ; penerj. Fathurrozi, Anshari
Taslim, Jilid.14 , h.109. 6 Asmaran As, Pengantar Studi Akhlak (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1994) h.202.
Lihat juga M. Yatimin Abdullah, Studi Akhlak Dalam Perspektif Al-Qur’an (Jakarta: Amzah,
2007)h. 66 dan Rudhy Soharto, Renungan Jumat: Meraih Cinta Ilahi (Jakarta: Al-Huda, 2003)
h.134.
65
dan tidak mau sujud kepadanya. Karena itu, setiap orang yang sombong
berarti ia mengikuti iblis dan sekolahnya setan terkutuk. Sombong dibawa
oleh manusia yang bodoh. Sebab, orang yang berilmu, berakal, dan
mengenal Allah di mana ia memiliki pengalaman dan pemahaman
terhadap hidup tidak akan sombong. Sebab, orang berakal dan berilmu
memikirkan aib dirinya. Ia sadar dirinya memiliki aib, dosa, kekurangan,
dan kesalahan yang diketahui oleh Allah SWT. 7 Adapun bahaya-
bahayanya, antara lain, adalah:
1. Orang yang sombong pasti tidak akan dapat memberikan
kebaikan orang lain, sebab ia tentu tidak memiliki sifat
tawadu‟ (rendah hati).8
2. Sifat sombong sangat tidak pantas untuk yang selain Allah
SWT. Manusia yang bersifat lemah tentulah tidak patut
meniru atau menyamai sifat Allah tersebut.
3. Orang yang bersifat sombong itu adalah seperti sikap kafir
dan orang munafik yang enggan menerima kebenaran dari
Allah SWT.9
7 Aidh Al-Qarni, Kembali ke Islam (Jakarta: Gema Insani, 2015) h. 361.
8 Sifat sombong juga tidak dapat meninggalkan sifat dengki dan ucapannya banyak
mengandung dusta. Begitu pula ia tentu tidak bisa menahan hawa nafsunya, juga tidak mungkin
dapat memberikan nasihat yang baik kepada orang lain. Kesukaannya hanyalah menghina dan
mencenmoohkan, ia suka mencari-cari dan membongkar kemaluan orang lain, lebih-lebih terhadap
orang yang dipandangnya sebagai saingannya. Baca lebih lanjut Asmaran As, Pengantar Studi
Akhlak (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1994) h.203. 9 QS. Al- Baqarah: 206
ت ححببه هنن ولبس الهنا وإذا قيل له اتق الل أخذته العزة بل “ Dan apabila dikatakan kepadanya, “Bertakwalah kepada Allah,” bangkitlah
kesombongannya untuk berbuat dosa. Maka pantaslah baginya neraka Jahanam, dan sungguh
(Jahanam itu) tempat tinggal yang terburuk”.
66
ليدخل النة من كان ت ق لبه مث قا ل ذرة من كبر قال رهل إن يل عله حبنة قال إن الله ج الرهل يب أن يكون ث وبه حبنا ون
ر بطر الق وغهطالناس يب الهال الكب “Tidak akan masuk surga seseorang yang di dalam hatinya
terdapat kesombongan sebesar biji sawi”. Ada seseorang
yang bertanya, “Bagaimana dengan seorang yang suka
memakai baju dan sandal yang bagus?” Beliau menjawab
“Sesungguhnya Allah itu indah dan menyukai keindahan.
Sombong adalah menolak kebenaran dan meremehkan
orang lain.” (HR. Muslim no.91)
4. Orang yang bersifat sombong itu akhirnya akan tersesat
jalan karena ia meniru sifat syetan.10
Islam sangat melarang manusia untuk bersifat sombong. Dan Allah
SWT tidak menyukai orang yang bersifat sombong (QS. 16:23). Allah
menegaskan bahwa nerakalah tempatnya bagi orang-orang yang sombong
sebagaimana firmannya:
أستجب لك إن الذين يبتكبرون عن عبا ت سيدخلون هنن وقال ربك ا عون اخرين
“Dan Tuhanmu berfirman: “Berdoalah kepadaKu, niscaya akan
Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang
menyombongkan diri dari menyembahKu akan masuk neraka Jahanam
dalam keadaan hina dina”. (QS. Ghafir: 60)
10
Lihat QS. Al-A‟raf 11-13 yang menjelaskan syetan menolak memberikan
penghormatan kepada Adam as. Karena ia merasa lebih mulia, ia diciptakan dari api sedangkan
Adam diciptakan dari tanah.
67
Rasulullah SAW juga pernah bersabda:
ليد خل النة من كان ت قلبه مث قال حبة من خر ل من كبر
“Tidak akan masuk surga orang yang dalam hatinya ada sebesar biji
sawi dari kesombongan”.11
Sikap sombong itulah yang akhirnya membutakan dan menutup
telinga kaum Tsamud sehingga mereka tersesat ke jalan yang tidak benar
yang membuat mereka jauh terhadap Allah SWT. dan melupakan apa yang
telah terjadi terhadap kaum sebelum mereka.
B. Nafsu Menumpuk Harta Menimbulkan Sikap Serakah
QS. Hūd (11): 61-68
ره ىو أنشأكم من ا لرض وإل ثود أخاىم صالا قال ياق وم اعبدوا اللو ما لكم من إلو غي يب ) است عهرك حيناو ( قالوا ياصالح قد كنت ١٦فاست غفروه ث توبوا إليو إن رب قريب م
هانا أن ن عبد ما ي عبد آباؤنا وإن نا لفي شك ما تدعونا إل يو فينا مرجوا ق بل ىذا أت ن نة من رب وآتان منو رحة فمن ي نصرن من (قال ي ١٦مريب) اق وم أرأي تم إن كنت على ب ي
ر تسير ) ( وياق وم ىذه ناقة اللو لكم آية فذروىا تأكل ١٦اللو إن عصيتو فما تزيدونن غي وىا بسوء ف يأخذكم عذاب قريب )ف أرض تت عوا ت ( ف عقروىا ف قال ١٦اللو ول تس
ر مكذوب ) ارك نا صالا والذين آمنوا ١٦ثلثة أيام ذلك وعد غي ا جاء أمرنا ني ( ف لم( وأخذ الذين ظلموا الصيحة ١١نا ومن خزي ي ومئذ إن ربك ىو القوي العزيز )معو برحة م
أل إن ثود كفروا رب هم أل ب عدا لثمود ي غن وا حينال ( كأن ١٦فأصبحوا ف ديارىم جاثين )(١٦)
Dalam surat Hūd terdapat kata است عهرك حيناو yang berarti menjadikanmu
pemakmurnya, kata itu berasal dari kata عهر yang berarti mendiami atau
11
Asmaran As, Pengantar Studi Akhlak , h.203.
68
menghuni12 maksudnya ialah menjadikan kaum tsamud sebagai penakluk
dibumi. Jika kata itu dimaknai menempati, maka mereka dianggap sebagai
koloni (bangsa penakluk) yang menempati sebuah wilayah. Itulah yang menjadi
akar maknanya yang dikaitkan dengan sifat serakah seperti prilaku bangsa
penjajah terhadap bumi jajahannya. Sifat serakah yang ditunjukkan oleh status
kaum Tsamud sebagai penakluk bumi yang menumpuk harta telah membuat
mereka tertarik untuk bersenang-senang menikmati dunia. Selain itu dalam
surat ini juga terdapat kata ت تت عوا yang berarti “bersukarialah kamu semua
dirumahmu” bahwasanya ini menunjukkan bahwa mereka bersenang atas
kehidupan yang sangat berlebihan. Itulah yang diberikan Allah ketika mereka
menyembelih unta nabi Shalih, namun kesenangan mereka hanya berjangka
waktu tiga hari saja, kemudian dikenai adzab yang pedih. Selanjutnya terdapat
kalimat ل ي غن وا حينا “seolah-olah mereka belum pernah berdiam di tempat itu”,
azab allah sangat singkat, hanya satu suara gemuruh yang mencabut semua
nyawa, sehingga nampak seolah-olah mereka tidak pernah menduduki wilayah
itu.
Alasan penamaan ثو itu karena mereka menempati daerah bebatuan
yang jauh dari sumber air yang terletak di wilayah Syam. Karena di daerah
tersebut sangat sulit untuk memperoleh air, maka dinamakanlah daerah itu
dengan ثو , lantaran persediaan air yang sedikit.13 Maka air sangatlah berharga
di kalangan kaum Tsamud. Seluruh masyarakat dapat mengambil dan
menikmati air itu dengan gratis, keserakahan terjadi pada kaum Tsamud yang
hendak menguasai air minum yang telah diatur dengan selang satu hari kepada
12
Abû Ja‟far Muhammad bin Jarîr al-Tabarî, Tafsir al-Tabarî ; penerj. Fathurrozi,
Anshari Taslim, Jilid. 14, h. 109. Dan lihat jugaAhmad Warson Munawwir, Al Munawwir: Kamus
Arab-Indonesia, h.970. 13
Al Qurṯubî, Tafsir al-Qurṯubî, penerj. Akhmad Khatib (Jakarta: Pustaka Azzam, 2009),
jilid.7, h. 567.
69
unta betina tersebut. Setelah unta itu meminum air tersebut ternyata susu unta
mencukupi semua masyarakat yang ingin menikmatinya. Susu unta tersebut
dapat mereka nikmati secara gratis bahkan ada yang menujual susu tersebut
dengan harga yang sangat tinggi. Maka dari itu kita sebagai umat-Nya jangan
sampai mengikuti sikap serakah yang telah dilakukan oleh kaum tsamud seperti
yang telah dijelaskan pada penafsiran berikut.
Ibn Katsīr
Penafsiran
QS. Hūd (11):
61-68
Pembicaraan nabi Salih dan kaum Tsamud serta
pembangkangan yang dilakukan kaum tsamud:
Kaum Tsamud mengharapkan nabi Salih lantaran akalnya
yang cemerlang akan tetapi nabi Salih menentang apa yang
telah diajarkan oleh para nenek moyang mereka.
Tanda kenabian kepada kaum Tsamud:
Kaum Tsamud meminta tanda kenabian kepada Nabi Salih,
maka keluarlah unta betina dari batu besar, unta betina
tersebut menetap dengan anaknya setelah unta itu
melahirkan.
Tekad kaum Tsamud membunuh unta:
Karena setelah adanya unta betina, kaum Tsamud harus
bergiliran untuk mendapatkan air karena itu mereka
bertekad untuk membunuh unta betina agar mereka
bisa mengambil air setiap hari.
Keingkaran yang dilakukan kaum Tsamud:
Setelah didatangkannya tanda kenabian mereka ingkar,
mereka menolak untuk menerima kebenaran dan berpaling
dari petunjuk kepada kesesatan. Kemudian Allah
binasakan kaum tersebut.
Al Qurṯubî
Penafsiran QS.
Hūd (11): 61-
68
Harapan Kaum Tsamud:
Kaum Tsamud mengharapkan bahwa diantara mereka ada
seorang tuan sebelum ini, yakni sebelum Nabi Salih
diangkat menjadi nabi. Salah seorang dari mereka berkata
suatu ketika Nabi Salih pernah mengejek tuhan-tuhan
mereka, sedangkan kaum Tsamud berharap agar Nabi Salih
kembali pada agama mereka.
Mukjizat unta betina:
Dikeluarkan untuk mereka unta betina dari bukit, bahwa
setelah mukjizat ini mereka akan beriman. Tetapi mereka
membunuh unta betina tersebut.
70
Setelah unta betina terbunuh:
Dengan bersenang-senang (bersukaria) dengan
kehidupan, mereka melakukan hal yang sia-sia selama
tiga hari sebagaimana yang telah dijelaskan diawal surah
Al-A‟raf.
Mereka membunuh unta betina dengan berpikir jika unta itu
tidak ada maka mereka akan berhak sepenuhnya atas air minum itu.14
Serakah ialah suatu keadaan jiwa yang membuat manusia tidak puas
dengan apa yang dimilikinya dan berusaha ingin memiliki yang lebih
banyak lagi. Keserakahan ini terjadi tidak hanya pada pemilikan harta,
tetapi juga terhadap makanan, minuman, kegiatan seksual, dan
sebagainya. Ini termasuk penyakit hati yang tercela dan tidak sehat,
karena hati orang serakah tidak pernah tenang, puas, dan selalu merasa
kekurangan, dan karena itu bisa terdorong berbuat buruk, misalnya
menipu, mencuri, manipulasi, korupsi, dan sebagainya untuk memenuhi
nafsu serakahnya terhadap harta dan kedudukan.15
Itulah sebabnya Rasulullah mengingatkan bahwa sifat serakah:
“Barang siapa menjadikan akhirat sebagai tujuannya, maka Allah akan
memberikan kecukupan dalam hatinya. Segala keperluannya akan Allah
kumpulkan dan keperluan dunia akan datang. Barang siapa menjadikan
(motivasi) dunia sebagai cita-citanya Allah akan menjadikan kefakiran
di hadapan matanya dan akan menjadikan kacau segala urusannya.
14
Al Qurṯubî, Tafsir al-Qurṯubî, penerj. Akhmad Khatib, jilid.7, h. 567. 15
Sudirman Tebba, Sehat Lahir Batin Handbook Bagi Pendamba Kesehatan Holistik
(Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2005) h.202.
71
Sedangkan dunia (yang dicarinya sungguh-sungguh) tak ada yang
datang menghapirinya melainkan sesuai dengan apa yang ditakdirkan
oleh Allah atas dirinya, pada sore dan pagi harinya dia selalu dalam
kefakiran”. (H.R. Tirmizi).
Rasulullah juga mengingatkan:
1. “Setiap anak Adam akan mengalami masa tua, kecuali dua hal,
yaitu kerakusan terhadap harta benda dan panjangnya umur” (H.R.
Bukhari dan Muslim).
2. “Seandainya seorang anak Adam telah memiliki dua lembah, maka
dia akan mencari lembah yang ketiga, dan perutnya tidak akan
merasa puas sampai dimasukkan ke dalam tanah” (H.R. Bukhari
dan Muslim)
Sabda Rasulullah itu menjelaskan bahwa nafsu untuk
menumpuk harta dan mencapai kedudukan yang setinggi-tingginya
dalam kehidupan dunia itu sebenarnya manusiawi dan dapat menjadi
motivasi untuk meraih kemajuan dalam kehidupan dunia, seperti
kekayaan, kedudukan, dan ilmu pengeahuan, tetapi nafsu itu harus
dikontrol agar tidak menimbulkan ekses negatif, yaitu mencari
kekayaan dan kedudukan dengan cara yang tidak benar, seperti sogok-
menyogok dan sebagainya. Tetapi, kalau mencari harta dan kedudukan
yang setinggi-tingginya sekalipun dengan cara yang benar, tentu saja
boleh.
72
Lawan dari serakah ialah merasa cukup (qanaah). Hal ini dapat
membuat orang mengendalikan keinginan-keinginan yang tidak baik
dan merasa cukup dengan mempunyai harta yang dimiliki. Orang yang
berbuat kebajikan itu selalu hidup terhormat, terpandang dan merdeka;
ia kebal terhadap penyakit yang ditimbulkan kelimpahan harta di dunia
serta hukuman di akhirat.
Penyakit serakah itu dapat disembuhkan dengan merenungkan
keburukan dan akibat-akibatnya yang merugikan dan menyadari bahwa
serakah merupakan perangai hewan yang tidak mengenal batas dan
kepuasan serta menggunakan segala cara, termasuk yang haram
sekalipun, dalam memenuhi tuntutan nafsu serakahnya.16
Apa yang telah dipikirkan kaum Tsamud untuk menguasai air
minum itu memunculkan sifat serakah yang membuat mereka
menghalalkan atau melancarkan semua jalan untuk apa yang telah
menjadi tujuan mereka, tanpa mereka memikirkan akibat apa yang akan
terjadi setelah rencana mereka berhasil.
C. Rasa Dengki Mengeraskan Penolakan
QS. Al-A‟raf (7): 73-79
ن ره قد جاءتكم ب ي ة من وإل ثود أخاىم صالا قال ياق وم اعبدوا اللو ما لكم من إلو غي وىا بسوء ف يأخذكم عذاب ربكم ىذه ناقة اللو لكم آية فذروىا تأكل ف أرض اللو ول تس
( واذكروا إذ جعلكم خلفاء من ب عد عاد وب وأكم ف الرض ت تخذون من سهولا ٣٧أليم )
16
Sudirman Tebba, Sehat Lahir Batin Handbook Bagi Pendamba Kesehatan Holistik, h.
203.
73
( قال المل ٣٧ال ب يوتا فاذكروا آلء اللو ول ت عث وا ف الرض مفسدين )قصورا وت نحتون الب هم أت علمون أن صالا مرسل من ربو استكب رواالذين من ق ومو للذين استضعفوا لمن آمن من
( ٣٧) كاحرون ( قال الذين استكب روا إنا بالذي آمنتم بو ٣٧ا أرسل بو مؤمنون )قالوا إنا ب م وقالوا ياصالح ( ٣٣إن كنت من المرسلين )ائتنا با تعدن ف عقروا الناقة وعت وا عن أمر رب
هم وقال ياق وم لقد أب لغتكم ٣٧ذت هم الرجفة فأصبحوا ف دارىم جاثين )فأخ ( ف ت ول عن بون الناصحين) (٣٧رسالة رب ونصحت لكم ولكن ل ت
Seperti penafsiran QS. al-A‟raf bahwa kaum tsamud menolak dakwah
yang dibawakan oleh Nabi Salih, mereka kafir. Bahkan mereka menantang azab
yang dijanjikan akibat kekafiran.17 Qurtubi menjelaskan bahwa rasa iri hati kaum
tsamud lah yang mengeraskan penolakan mereka terhadap dakwah yang
dibawakan oleh Nabi Salih. Terdapat tiga alasan yang membuat kaum Tsamud
dengki kepada Nabi Salih yaitu alasan teologis yang selalu menjadi prinsip kaum
Tsamud bahwa keyakinan yang telah mereka anut adalah keyakinan yang dianut
para nenek moyang mereka, alasan sosiologis terdapat tokoh masyarakat itu
sendiri, dan yang terakhir alasan ekonomi alasan pemimpin agama yang
mempunyai pengikut masing-masing. Sudah terlihat bahwa Nabi Salih lebih
diikuti oleh masyarakat, dalam alasan tersebut timbul rasa dengki pada diri
mereka. Pernyataan ini sangat gamblang yang telah dinyatakan oleh Qurtubi
sebagaimana penafsiran berikut.
Ibn Katsīr
Penafsiran
QS. Al-A‟raf
(7): 73-79
Pembangkangan yang dilakukan kaum Salih
(Tsamud):
Mereka tidak percaya bahwa nabi Salih adalah utusan
Allah SWT.
Mukjizat Unta Betina:
17
Wisnawati Loeis, “Aspek Pendidikan dalam Al-Qur’an: Interpretasi terhadap Ayat-
ayat Pendidikan pada Al-Qur’an Surah Al-A’raf 73-79”, Jurnal Agama Islam, Volume 5, Nomor
1, Juni 2009, h. 31.
74
Kaum Tsamud meminta tanda kenabian kepada Nabi Salih,
maka keluarlah unta betina dari batu besar, unta betina
tersebut menetap dengan anaknya setelah unta itu
melahirkan.
Terbunuhnya Unta Betina tersebut:
Unta betina pun terbunuh, kaum Tsamud berpikir jika
mereka bisa mengambil air setiap hari.
Kaum Tsamud ingkar/menolak kebenaran:
Setelah didatangkannya tanda kenabian mereka ingkar,
mereka menolak untuk menerima kebenaran dan berpaling
dari petunjuk kepada kesesatan. Kemudian Allah binasakan
kaum tersebut.
al-Ṭabari
Penafsiran
QS. Al-A‟raf
(7): 73-79
Seruan Nabi Salih kepada kaumnya:
Nabi salih mengajak kaumnya agar menyembah Allah
SWT dan percaya bahwa Nabi Salih adalah utusan Allah
SWT.
Nasihat kepada kaum Tsamud:
Nabi Salih berkata ingatlah atas nikmat Allah SWT
bahwasanya mereka adalah pengganti kaum „Aad dibumi
setelah mereka binasa.
Kesombongan kaum Tsamud:
Mereka tidak mempercai dan tidak meyakini bahwa nabi
Salih adalah untusan Alla Swt. dengan keangkuhannya
mereka membunuh unta tersebut dan meminta agar segera
didatangkan adzab tersebut kepada mereka.
Adzab kepada kaum Tsamud:
Setelah mereka menyembelih unta tersebut, suara keras
mengguntur yang menggerakkan serta menggoncang
mereka sehingga mereka binasa.
Al Qurṯubî
Penafsiran
QS. Al-A‟raf
(7): 73-79
Salih diutus kepada kaum Tsamud yang berbuat kerusakan:
Kaum Tsamud kaum terdahulu akan tetapi mereka
menyembah berhala dan kaum yang membuat kerusakan di
muka bumi, maka dari itu Allah SWT mengutus nabi Salih
untuk memperingati mereka dengan mengajak kembali ke
jalan yang benar.
Nikmat yang diberikan Allah kepada Kaum Tsamud:
Bahwasanya nikmat yang diberikan Allah berupa bangunan
istana-istana, pakaian-pakaian yang bagus itu akan
75
bermanfaat bagi mereka, bukan membawa mereka
membuat kerusakan di muka bumi ini.
Rasa iri yang membuat kaum Tsamud membunuh unta
betina:
Salah seorang penguasa wanita yang iri kepada nabi Salih
karena ajaran nabi Salih yang mulai diterima. Terpikirlah ia
untuk membunuh unta betina sebagai mukjizat Nabi Salih.
Ancaman datangnya Azab akibat penolakan:
Ketika mereka sombong, menentang, dan tidak mau
patuh. Allah menurunkan suara petir yang sangat keras
hingga membuat jantung mereka berhenti berdetak, dengan
bahu dan wajah mereka melekat di lantai rumah.
Dengan diutusnya Nabi Salih kepada kaum Tsamud membuat
seluruh kaum Tsamud mempunyai rasa dengki kepada beliau. Dalam
penafsiran Al Qurṯubî dijelaskan bahwa ada seorang penguasa yang
mempunyai sifat dengki kepada nabi Salih, dengan alasan tersebut ia
membunuh unta betina itu.18
Dengki19 atau iri artinya berharap agar kesenangan orang lain
lenyap, meskipun kesenangan itu tidak harus berpindah kepada si
pendengki. Penyakit ini berasal dari rasa tidak suka dirinya terlihat
sama dengan yang lain; ia ingin tampak lebih tinggi dan lebih istimewa.
Ketika orang lain mendapat kesenangan yang membuatnya terlihat
istmewa, orang ini jadi sakit hati, sebab merasa ada yang menandingi
18
Al Qurṯubî, Tafsir al-Qurṯubî, penerj. Akhmad Khatib, Jilid.7, h.575. 19
Al- Ghazali membagi dengki pada empat tingkat. Pertama, menginginkan lenyapnya
kenikmatan dari orang lain, meskipun kenikmatan itu tidak berpindah kepada dirinya. Kedua,
menginginkan lenyapnya kenikmatamatan dari orang lain karena dia sendiri menginginkannya.
Ketiga, tidsak menginginkan kenikmatan itu sendiriri, tetapi menginginkan kenikmatan serupa.
Jika gagal memperolehnya, dia berusaha merusak kenikmatan orang lain. Keempat, menginginkan
kenikmatan serupa. Jika gagal memperolehnya, dia tidak menginginkan lenyapnya kenikmatan itu
dari orang lain. Sikap keempat diperbolehkan dalam urusan agama. Baca Rosihan Anwar, Akhlak
Tasawuf (Bandung: Pustaka Setia, 2010) h.133.
76
atau melebihi dirinya. Dan, sakit hati ini tidak akan lenyap sebelum
kesenangan orang yang ia dengki itu lenyap.20
Kedengkian dapat menjadi pangkal kesengsaraan si pendengki
sendiri. Dan memang tidak ada orang dengki yang yang tidak
menanggung jenis kesengsaraan tertentu. Kedengkian itu lahir akibat
kufur kita akan karunia Tuhan, lalu kita melihat seolah-olah orang lain
selalu mendapatkan karunia lebih dari kita. Inilah pangkal kesengsaraan
orang yang mendengki sesuai dengan peringatan Tuhan dalam
firmannya:
وإذ تذن ربك لسن شكرت لزيدنك ولسن كفرت إن عذاب لشديد
“Dan ( ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan jika kamu bersyukur
pasti akan kuberi kamu (karunia) lebih banyak lagi. Tapi jika kamu
tiada bersyukur, sungguh, azab-Ku amatlah dahsyat”.21
Inilah yang terjadi pada sang pengusa wanita tersebut ia tidak
menyukai ada yang labih darinya bahwa hanya dirinyalah yang
mempunyai kekuasaan yang paling tinggi diantara yang lain.22
D. Menolak Dakwah Membawa Azab
QS. Al-Isra‟ (17): 59
نا ثود الناقة مبصرة فظلموا با أن كذب وما من عنا أن ن رسل باليات إل لون وآت ي وما با الو ن رسل بليت إل تويفا
20
Ibn Al-Jawzî, Terapi Spiritual Agar Hidup Lebih Baik dan Sembuh dari Segala
Penyakit Batin, penerj. A. Khosla Asy‟ari Khatib (Jakarta: Zaman, 2010) h. 48. 21
Sudirman Tebba, Sehat Lahir Batin Handbook Bagi Pendamba Kesehatan Holistik, h.
188. 22
Al Qurṯubî, Tafsir al-Qurṯubî, penerj. Akhmad Khatib, Jilid.7, h.575.
77
QS. Al-A‟raf (7): 73-79
ن ره قد جاءتكم ب ي ة من وإل ثود أخاىم صالا قال ياق وم اعبدوا اللو ما لكم من إلو غي ول تبوها ببوء ح يأخذك ربكم ىذه ناقة اللو لكم آية فذروىا تأكل ف أرض اللو
( واذكروا إذ جعلكم خلفاء من ب عد عاد وب وأكم ف الرض ت تخذون من ٣٧) أليم عذاب ( ٣٧بال ب يوتا فاذكروا آلء اللو ول ت عث وا ف الرض مفسدين )سهولا قصورا وت نحتون ال
هم أت علمون أن صالا استكب رواقال المل الذين من ق ومو للذين استضعفوا لمن آمن من نتم بو إنا بالذي آم استكب روا ( قال الذين ٣٧مرسل من ربو قالوا إنا با أرسل بو مؤمنون )
م وقالوا ياصالح وعت وا ( ف عقروا الناقة ٣٧كافرون ) إن كنت من ائتنا با تعدن عن أمر ربهم و ٣٧فأصبحوا ف دارىم جاثين ) حأخذت ن الرهفة ( ٣٣المرسلين ) قال ياق وم ( ف ت ول عن
(٣٧)ل تبون الناصحي لقد أب لغتكم رسالة رب ونصحت لكم ولكن QS. Al-Qamar (54): 23-32
بت ثو ( أألقي ٣٧وسعر )( ف قالوا أبشرا منا واحدا ن تبعو إنا إذا لفي ضلل ٣٧بالنذر ) كذ( إنا ٣٧الشر ) الكذاب ( سي علمون غدا من ٣٧أشر ) كذاب الذكر عليو من ب يننا بل ىو
هم واصطب ) نة لم فارتقب هم أن الماء قسمة ٣٣مرسلو الناقة فت ن هم كل شرب متضر ( ون بئ ب ي ( إنا أرسلنا عليهم ٧٣) عذاب ونذر ( فكيف كان ٣٧( ف نادوا صاحب هم ف ت عاطى ف عقر )٣٧)
رنا القرآن ٧٦صيحة واحدة فكانوا كهشيم المحتظر ) (٧٣ف هل من مدكر) للذكر ( ولقد يس
Penolakan dakwah Nabi Salih kepada kaum tsamud tergambar pada
QS. al-Isra ayat 59, didalam ayat ini terdapat kata أن كذب telah didustakan
atau berarti juga ingkar atau menolak dakwah. Dengan diperjelas pada akhir
kalimat وما ن رسل بليت إل تويفا “dan kami mengirimkan tanda-tanda itu
melaikan untuk menakut-nakuti”. Yang dimaksud بليت yaitu tanda yang
berupa mukjizat berupa unta betina. Selain di dalam surat al-Isra terlihat pula
dalam surat al-A‟raf ayat 73 ول تبوها yang berasal dari م yang berarti
menyentuh, bahwasanya Allah berfirman janganlah disakiti, tetapi apa yang
78
dilakukan kaum Tsamud, mereka justru membunuh tanda tersebut23, ببوء yang berarti “nanti akibatnya kamu akan mendapatkan ح يأخذك عذاب ألي
siksaan yang pedih” maksud dari ayat ini bahwa siapa yang telah menyakiti
tanda yang telah allah SWT turunkan maka allah akan menurunkan azab
yang pedih. Pada ayat 77 kaum Tsamud juga meminta buktikan yang telah
dijanjikan allah SWT ائتنا با تعدن, setelah nabi Salih mendengar pemintaan
mereka Nabi Salih meninggalkan kaumnya. Kemudian allah SWT
menurunkan azab kepada mereka yang telah menolak dakwah Nabi Salih.
Di dalam surat al-Qamar terdapat 3 kata yang menunjukkan bahwa
kaum tsamud ini melakukan penolakan dengan kata pertama كذبت yang
berarti dusta atau berbohong atau penolakan dakwah yaitu menolak
kebenaran risalah yang dibawa para rasul24, inilah yang kemudian dimaknai
sebagai penolakan terhadap dakwah yang mengakibatkan datangnya
peringatan نذر, yang kedua عذاب ونذر yang berarti azab dan peringatan yaitu
mengabaikan peringatan berati membiarkan tuhan menurunkan azab dan
siksaan kepada mereka. Itulah setelah kata azab dilanjutkan dengan
peringatan, dan yang ketiga للذكر yang berasal dari kata ذكر yang berati
menyebut, mengucapkan, mengingat, mengerti, memahami, atau
mengagungkan25, dan rasul Allah adalah pemberi peringatan مذكر atas
kelakuan melampaui batas yang dilakukan kaumnya akibat penolakan
dakwah yang diberikan. Dari ketiga kata tersebut bahwa kaum Tsamud
melakukan penolakan terhadap apa yang sudah Nabi Salih peringatkan
kepada mereka dan mereka melakukan pembangkangan sehingga Allah
23
Wisnawati Loeis, “Aspek Pendidikan dalam Al-Qur’an: Interpretasi terhadap Ayat-
ayat Pendidikan pada Al-Qur’an Surah Al-A’raf 73-79”, Jurnal Agama Islam, Volume 5, Nomor
1, Juni 2009, h.27. 24
Al Qurṯubî, Tafsir al-Qurṯubî, penerj. Akhmad Khatib, Jilid.10, h.482 25
Ahmad Warson Munawwir, Al Munawwir: Kamus Arab-Indonesia, h.448.
79
SWT menurunkan azabnya, sebagaimana penafsiran Ibn Katsīr dan al-
Tabarî.
Ibn Katsīr
Penafsiran QS.
Hūd (11): 61-
68
Pembicaraan Nabi Salih dan kaum Tsamud serta
pembangkangan yang dilakukan kaum Tsamud:
Kaum Tsamud mengharapkan Nabi Salih lantaran akalnya
yang cemerlang akan tetapi Nabi Salih menentang apa
yang telah diajarkan oleh para nenek moyang mereka.
Tanda bukti kenabian kepada kaum Tsamud:
Kaum Tsamud meminta tanda kenabian kepada Nabi Salih,
maka keluarlah unta betina dari batu besar, unta betina
tersebut menetap dengan anaknya setelah unta itu
melahirkan.
Tekad kaum Tsamud membunuh unta:
Karena setelah adanya unta betina, kaum Tsamud harus
bergiliran untuk mendapatkan air karena itu mereka
bertekad untuk membunuh unta betina agar mereka bisa
mengambil air setiap hari.
Keingkaran yang dilakukan kaum Tsamud:
Setelah didatangkannya tanda kenabian mereka ingkar,
mereka menolak untuk menerima kebenaran dan berpaling
dari petunjuk kepada kesesatan. Kemudian Allah
binasakan kaum tersebut.
Ibn Katsīr
Penafsiran QS.
Al-Isra‟ (17):
59
Diperlihatkan tanda kekuasaan:
Dengan mengabulkan apa yang mereka pinta yaitu
mengeluarkan unta betina dari batu yang besar.
Kebenaran yang diingkari kaum Tsamud:
Allah membinasakan dan mengadzab mereka karena
mereka telah mengingkari dan menyembelih unta betina
yang diberikan kepada mereka sebagai tanda kekuasaan.
Ibn Katsīr
Penafsiran QS.
Al-Qamar
(54): 23-32
Tanggapan Kaum Tsamud kepada Nabi Salih:
Kaum Tsamud menganggap bahwa mereka tertipu dan
merugi jika mereka serahkan kepemimpinan hanya kepada
satu orang diantara mereka.
80
Ujian bagi Kaum Tsamud:
Allah mengeluarkan unta betina yang besar bagi mereka
dari batu besar, sebagai bencana besar yang merata atas
apa yang telah mereka minta.
Penangkapan unta betina:
Qudar bin Salif orang yang paling jahat dari kaumnya,
dialah yang memotong unta betina tersebut.
Allah menghukum Kaum Tsamud:
Mereka hancur binasa seluruhnya, hingga tidak ada yang
tersisa, dan mereka mati, usang seperti usangnya tumbuhan
dan tanaman yang kering.
Al-Tabarî
Penafsiran QS.
Al-Qamar
(54): 23-32
Penolakan terhadap pengutusan seorang rasul:
Kaum Tsamud menganggap bagaimana bisa mereka
mengikuti apa yang diajarkan oleh satu orang sedangkan
mereka berjumlah banyak.
Tanda kenabian agar kaum Tsamud beriman:
Banyak sekali hal yang diminta oleh kaum Tsamud sebagai
tanda kenabian, maka dari itu diturunkanlah unta betina
kepada mereka, serta sebagai ujian dan cobaan untuk
mereka, apakah setelah itu mereka akan beriman.
Kaum Tsamud memanggil seseorang yang biasa
menyembelih unta:
Qudar bin Salif adalah salah seorang yang melaksanakan
permitaan kaum Tsamud yaitu menyembelih unta betina.
Adzab petir yang menyambar:
Kebinasaan yang ditimpakan kepada mereka setelah
mereka merasakan kehidupan yang enak dan penuh
kenikmatan. Dibinasakan dan dihancurkan seperti sesuatu
yang dibakar oleh seseorang dalam sebuah kandang.
al Qurṯubî
Penafsiran QS.
Al-Qamar
(54): 23-32
Kesombongan kaum Tsamud terhadap utusan Allah SWT:
Kaum Tsamud menolak Nabi Salih sebagai utusan Allah
SWT, mereka mengganggap mereka lebih banyak harta
dan lebih baik keadaannya dibanding Nabi Salih as.
Unta betina sebagai tanda kebenaran:
Allah mengeluarkan unta betina dari anak bukit yang
81
mereka pinta setelah Nabi Salih as shalat dua raka‟at dan
berdo‟a, maka terbelahlah batu yang mereka tunjuk, lalu
keluarlah unta betina yang sedang hamil sepuluh bulan dan
sehat.
Kawan yang diminta kaum Tsamud untuk
menyembelih unta:
Terbunuhlah unta betina tersebut atas perintah kaum
Tsamud kepada kawannya. Setelah itu datang adzab suara
yang keras (suara jibril) yang membuat mereka seperti
rumput-rumput kering dikandang.
Al-Tabarî
Penafsiran QS.
Hūd (11): 61-
68
Kaum Tsamud Buta terhadap Kebenaran:
Mereka tidak mengetahui kebenaran tentang apa yang
diserukan kepada mereka dari pengesaan Allah (tidak ada
tuhan yang patut disembah selain Allah.
Mukjizat sebagai Bukti Nabi Salih utusan Allah SWT:
Nabi Salih diberikan rahmat kenabian, hikmah, dan Islam
yang bersumber dari-Nya. Selain itu diturunkan mukjizat
unta betina yang menunjukkan bukti kebenaran seruan
Nabi Salih kepada kaumnya.
Kaum Tsamud ingkar dengan membunuh unta:
Setelah dikeluarkannya bukti yang zhahir, mereka
mendustakannya mereka membunuh unta betina tersebut.
Siksaan yang mereka dapatkan setelah terbunuhnya
unta betina:
Mereka memakaikan pengawet mayat pada tubuh mereka
dan membungkus tubuh mereka dengan kain kafan, tetapi
yang dimaksud kebinasaan di sini yaitu berubahnya warna
wajahmu menjadi kuning pada hari pertama, kemudian
berubah menjadi merah pada hari kedua, kemudian
berubah menjadi hitam pada hari ketiga.
Sikap penolakan kaum Tsamud terhadap Nabi Salih berupa
pengingkaran yang ditunjukkan kaum Tsamud yaitu ketika Nabi Salih
mengajak mereka ke jalan Allah SWT tetapi mereka melakukan penolakan
dengan meminta Nabi Salih agar menunjukkan tanda kenabian Nabi Salih
82
bahwa benar kalau Nabi Salih adalah utusan Allah SWT, maka mereka
akan beriman.
Setelah Allah SWT menurunkan unta betina dari balik batu yang
sangat besar sebagai tanda bahwa nabi Shalih adalah utusan Allah SWT.
Nabi Salih mengatakan agar mereka harus memberi makan dan minum
kepada unta betina itu. Selain itu Nabi Salih mengatakan kepada kaum
Tsamud agar mereka tidak menyakiti unta betina tersebut. Namun apa
yang telah terjadi, kaum Tsamud ingkar dengan janjinya yang akan
beriman kepada Allah SWT dan tidak menyakiti unta betina itu. Mereka
tetap pada prilaku buruk mereka dan membunuh unta betina yang mereka
minta kepada Nabi Salih as.26
Di antara anggota lahir, lisan termasuk yang terbanyak membuat
maksiat.27 Dalam hal ini, tidak ada satu usahapun yang dapat
menyelamatkannya kecuali hanya dengan jalan membiasakan berkata-kata
yang baik dan bermanfaat. Meskipun perkataan dusta itu pada awalnya
dimaksudkan untuk memetik keuntungan diri sendiri, tetapi pada dasarnya
ia akan berakibat buruk kepada orang yang berdusta. Jika sifat dusta28 ini
26
Ahmad Syakir, Mukhtashar Tafsir Ibnu Katsir, penerj. Suharlan dan Suratman
(Jakarta: Darus Sunnah, 2014), jilid.6 , h.230. 27
Tuhan menganugerahkan “Lidah” kepada manusia, sebagai alat pembantu untuk
menerjemah dan menyampaikan ilmu-ilmu itu. Keimanan dan kekufuran seseorang tiada terang
dan jelas, selain dengan kesaksian “lidah”. Lidah mempunyai ketaatan yang besar dan mempunyai
kedosaan yang besar. Anggota tubuh yang paling durhaka kepada manusia, ialah “lidah”. Sungguh
lidah itu merupakan alat perangkap setan yang paling jitu untuk menjerumuskan manusia. Baca
lebih lanjut Imam Al-Ghazali, Bahaya Lidah (Jakarta: Bumi Aksara, 1994) h.1. 28
Pepatah Arab mengatakan, “Dusta adalah penyakit, kebenaran adalah kesehatan”.
Dalam setiap bahasa dan masyarakat, kebohongan dicela dan menimbulkan kemarahan. Seorang
pembohong disudutkan dan dimaki dan diberi julukan, “Si Muka Hitam”, dan sebagainya. Oleh
karena itulah Nabi SAW menganjurkan untuk berpikir secara mendalam, ringkas, dan bermakna,
83
telah merajalela di masyarakat, maka tidak bisa diharapkan terwujud
keamanan dan kedamaian di dalam kehidupan bersama. Rasulullah SAW
dalam sebuah sabdanya mengatakan bahwa berdusta adalah salah satu
tanda orang munafik.
ثلث من كن حيه ح نو منا حق وان صام وصلى وزع أنه مبل اذاحدث كذب ذاائتهن خان واذاوعداخلف وا
“Ada tiga perkara, barangsiapa yang di dalam dirinya terdapat ketiga
perkara tersebut, maka ia adalah orang yang munafik, sekalipun ia
puasa dan shalat serta mengakui seorang muslim, yakni jika ia bicara
dusta, jika berjanji menyalahi dan jika dipercaya khianat”.
Memang ada dusta yang diperbolehkan29, tidak diharamkan,
artinya hukumnya halal dan bahkan kadang-kadang menjadi wajib,
yaitu apabila ia mengatakan apa yang sebenarnya, maka akan
membahayakan dirinya atau hartanya; ataupun akan terjadi
pertumpahan darah, bunuh membunuh. Atau ada seseorang yang
sedang dicari oleh orang zalim yang hendak menganiayanya; atau ingin
mendamaikan anatara dua orang atau dua golongan yang sedang
karena akan membedakan kebohongan dengan kebenaran. Seorang pendusta dengan orang yang
berkata benar berbeda kedudukannya. Baca lebih lanjut Anwarul Haq, Bimbingan Remaja
Berakhlak Mulia, Cara Praktis Hidup Sehari-hari (Bandung: Penerbit Marja‟, 2004) cet. I, h. 108. 29
Misal jika melihat orang yang tidak bersalah, terpaksa bersembunyi dari seorang zalim
yang akan membunuhnya, atau menganiayanya, maka disini berdusta itu wajib, untuk
menyelamatkan orang dari penganiayaan atau pembunuhan. Demikian pula jika seseorang dazalim
menanyakan titipan orang yang ada padamu, harus (wajib) engkau ingkar, bahkan bila disumpah,
boleh bersumpah dengan tauriyah (menggunakan kalimat yang dikira oleh pendengar benar-benar
bermaksud lain). Jika tidak sedemikian ia terkena kaffarah untuk sumpah itu. Tsauban berkata:
“Dusta itu semuanya berdosa, kecuali dusta yang dimaksudkan untuk memberikan kemanfaatan
kepada seorang muslim atau yang ditujukan untuk menolak suatu bahaya yang akan datang”.
Lihat, Imam Al-Ghazali, Bahaya Lidah (Jakarta: Bumi Aksara, 1994) h.22.
84
bermusuhan; atau di dalam peperangan supaya siasatnya tidak diketahui
oleh musuh dan lain sebagainya.30
Dari keingkaran apa yang kaum Tsamud perbuat akhirnya
mereka tertimpa adzab yang telah diturunkan Allah SWT. yang berupa
bencana alam yang menimpa mereka. Dari beberapa penafsiran
bencana yang menimpa mereka yaitu dengan petir yang menyambar
mereka sampai membuat mereka mati bergelimpangan, selain itu terjadi
perubahan pada warna wajah mereka menjadi kuning pada hari
pertama, kemudian berubah menjadi merah pada hari kedua, kemudian
berubah menjadi hitam pada hari ketiga.31
E. Kesabaran Rasul Selalu Diuji
QS. Al-Qamar (54) : 23-32
بت ثود بالنذر )ك ( أألقي ٣٧( ف قالوا أبشرا منا واحدا ن تبعو إنا إذا لفي ضلل وسعر )٣٧ذاب أشر ) اب الشر )٣٧الذكر عليو من ب يننا بل ىو كذ ( إنا ٣٧( سي علمون غدا من الكذ
نة هم مرسلو الناقة حت ن هم كل شرب ٣٣) واصطبر لم فارتقب هم أن الماء قسمة ب ي ( ون بئ لنا ( إنا أرس ٧٣( فكيف كان عذاب ونذر )٣٧( ف نادوا صاحب هم ف ت عاطى ف عقر )٣٧متضر )
رنا القرآن للذكر ف هل من ٧٦عليهم صيحة واحدة فكانوا كهشيم المحتظر ) ( ولقد يس (٧٣مدكر)
Pada surat al-Qamar menunjukkan bahwa sabarnya rasul ditunjukkan
dengan نة diturunkannya unta betina sebagai cobaan untuk kaum مرسلو الناقة حت
tsamud, dan pada surat ini telah jelas Allah SWT juga berfirman واصطبر yang
berarti bersabarlah, yang dimaksud disini adalah Nabi Salih.
30
Asmaran As, Pengantar Studi Akhlak, h.193. 31
Al Qurṯubî, Tafsir al-Qurṯubî, penerj. Akhmad Khatib, Jilid.11, h.265.
85
Al Qurṯubî
Penafsiran QS.
Al-Qamar (54):
23-32
Kesombongan kaum Tsamud terhadap utusan Allah SWT:
Kaum Tsamud menolak Nabi Salih sebagai utusan Allah
SWT, mereka mengganggap mereka lebih banyak harta
dan lebih baik keadaannya dibanding Nabi Salih as.
Unta betina sebagai tanda kebenaran:
Allah mengeluarkan unta betina dari anak bukit yang
mereka pinta setelah Nabi Salih as shalat dua raka‟at dan
berdo‟a, maka terbelahlah batu yang mereka tunjuk, lalu
keluarlah unta betina yang sedang hamil sepuluh bulan dan
sehat.
Kawan yang diminta kaum Tsamud untuk menyembelih
unta:
Terbunuhlah unta betina tersebut atas perintah kaum
Tsamud kepada kawannya. Setelah itu datang azab suara
yang keras (suara jibril) yang membuat mereka seperti
rumput-rumput kering dikandang.
Al-Tabarî
Penafsiran QS.
Al-Isra‟ (17):
59
Kaum Tsamud meminta tanda-tanda kekuasaan:
Allah telah mengabulkan apa yang diminta kaum Tsamud,
Allah SWT berikan tanda kekuasaan berupa unta betina
yang dapat dilihat.
Kezhaliman kaum Tsamud:
Kaum Tsamud ingkar, mereka kafir kepada Allah SWT
dengan membunuhnya.
Ibn Katsīr
Penafsiran QS.
Al-Qamar (54):
23-32
Kaum Tsamud menganggap bahwa mereka tertipu dan
merugi jika mereka serahkan kepemimpinan hanya kepada
satu orang diantara mereka.
Ujian bagi Kaum Tsamud:
Allah mengeluarkan unta betina yang besar bagi mereka
dari batu besar, sebagai bencana besar yang merata atas
apa yang telah mereka minta.
Penangkapan unta betina:
Qudar bin Salif orang yang paling jahat dari kaumnya,
86
dialah yang memotong unta betina tersebut.
Allah menghukum Kaum Tsamud:
Mereka hancur binasa seluruhnya, hingga tidak ada yang
tersisa, dan mereka mati, usang seperti usangnya
tumbuhan dan tanaman yang kering.
Al Qurṯubî
Penafsiran QS.
Al-Isra‟ (17):
59
Petunjuk yang diberikan Allah kepada kaum Tsamud:
Allah memberikan unta betina yang menunjukkan
kebenaran nabi Shalih dan menunjukkan kepada
kekuasaan Allah SWT. Tetapi mereka melakukan
pendustaan dan menganiaya hingga menyembelih unta
betina itu.
Dalam dakwahnya Nabi Salih selalu diuji, mulai dari caci maki
yang dilontarkan kaum Tsamud kepada Nabi Salih selaku utusan Allah
SWT, mukjizat berupa unta betina yang diturunkan Allah SWT yang
akhirnya dibunuh, hingga yang paling akhir rencana kaum Tsamud
untuk membunuh Nabi Salih. Akhirnya kesabaran Nabi Salih pun sudah
melampaui batas sehingga Nabi Salih meninggalkan kaum Tsamud.32
Secara etimologis, sabar33 berarti menahan dan mengekang.
Secara terminologis sabar berarti menahan diri dari segala sesuatu yang
tidak disukai karena mengharap ridha Allah. Yang tidak disukai itu
tidak selamanya terdiri dari hal-hal yang tidak disenangi seperti
musibah kematian, sakit, kelaparan dan sebagainya, tapi bisa juga
berupa hal-hal yang disenangi misalnya segala kenikmatan duniawi
32
Abû Ja‟far Muhammad bin Jarîr al-Tabarî, Tafsir al-Tabarî ; penerj. Fathurrozi,
Anshari Taslim, jilid.11 , h.275-276. 33
Menurut penuturan Abu Thalib Al-Maky (w. 386/996), sabar adalah menahan diri dari
dorongan hawa nafsu demi menggapai keridaan Tuhannya dan menggantinya dengan bersungguh-
sungguh menjalani cobaan-cobaan Allah SWT. terhadapnya. Sabar dapat didefinisikan pula
dengan tahan menderita dan menerima cobaan dengan hati rida serta menyerahkan diri kepada
Allah SWT. setelah berusaha. Baca lebih lanjut Rosihan Anwar, Akhlak Tasawuf (Bandung:
Pustaka Setia, 2010) h. 96.
87
yang disukai oleh hawa nafsu. 34 Sabar dalam hal ini berarti menahan
dan mengekang diri dari memperturutkan hawa nafsu.35
Menurut Yusuf al-Qardhawi dalam bukunya Ash-Shabr fi Al-
Qur’an, sabar dapat dibagi kepada enam macam:
1) Sabar Menerima Cobaan Hidup, cobaan hidup, baik fisik
maupun nonfisik, akan menimpa semua orang, baik
berupa lapar, haus, sakit, rasa takut, kehilangan orang-
orang yang dicintai, kerugian harta benda dan lain
sebagainya.
2) Sabar dari keinginan hawa nafsu36
3) Sabar dalam Ta‟at kepada Allah SWT
4) Sabar dalam Berdakwah, jalan dakwah adalah jalan
panjang berliku-liku yang penuh dengan duri.
5) Sabar dalam Perang, dalam peperangan sangat
diperlukan kesabaran, apalagi menghadapi musuh yang
lebih banyak atau lebih kuat.
6) Sabar dalam Pergaulan.37
34
Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlak (Jakarta: Lembaga Pengkajian dan Pengalaman Islam
(LLPI), 2001) h. 134. 35
Keutamaan manusia dibanding binatang adalah akalnya, yang dengan itu ia
mengendalikan hawa nafsu. Hawa nafsu seperti air mengalir deras yang membuat oleng “perahu”
watak kita, sedangkan akal mengerahkan tujuan dan menenangkan arus air yang membawa perahu
tersebut. Maka, setiap yang berakal mestinya menyadari bahwa tekad untuk melawan hawa nafsu
lebih ringan dibanding risiko menurutinya. Paling tidak, risiko itu akan menjerumuskan orang
yang menuruti hawa nafsu tersebut ke dalam situasi tidak nyaman dan tidak tenang. Baca lebih
lanjut Ibn Al-Jawzî, Terapi Spiritual Agar Hidup Lebih Baik dan Sembuh dari Segala Penyakit
Batin, penerj. A. Khosla Asy‟ari Khatib (Jakarta: Zaman, 2010) h 16. 36
Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlak , h.135.
88
Jika melihat macam-macam sabar menurut Yusuf al-Qardhawi
maka kesabaran Nabi Salih tergolong dalam sabar dalam berdakwah
sebagaimana firman Allah SWT:
يب ن أق الصلة وأمر بلهعروف وانه عن الهنكر واصبر على ما أصابك إن ذلك من عزم المور
“Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan
yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan
bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang
demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).” (QS.
Luqmân 31: 17).
Kesabaran Nabi Salih menghadapi bermacam-macam perlakuan
dari kaum Tsamud sampai memutihnya rambut Nabi Salih untuk
membawa kaum Tsamud kembali ke jalan Allah SWT., namun dakwah
Nabi Salih hanya berakhir sia-sia kaum Tsamud tidak memperdulikan
dakwah Nabi Salih sehingga Allah SWT menurunkan Azab kepada
kaum Tsamud.38
37
Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlak , h.137. 38
Al Qurṯubî, Tafsir al-Qurṯubî, penerj. Akhmad Khatib (Jakarta: Pustaka Azzam, 2009),
jilid.7, h. 579.
89
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Melalui penggambaran kisah Nabi Salih dan Kaumnya yang terdapat
dalam QS. Al-A’raf (7): 73-79, QS. Hūd (11): 61-68, QS. Al-Isra’ (17): 59, dan
QS. Al-Qamar (54): 23-32, penulis berkesimpulan bahwa pesan-pesan yang
terdapat dalam kisah Nabi Salih dan Kaumnya yaitu anusia tidak boleh sombong,
yang diperlihatkan dengan mereka menolak bahwa Nabi Salih adalah utusan Allah
SWT., nafsu menumpuk harta menimbulkan sikap serakah, kaum tsamud ingin
menguasai air minum lalu mereka berencana untuk membunuh unta betina
tersebut, rasa dengki mengeraskan penolakan, yang ditunjukkan oleh seorang
penguasa yang menolak Nabi Salih, enolak dakwah membawa azab, kaum tsamud
yang ingkar terhadap Nabi Salih untuk kembali ke jalan Allah SWT, kesabaran
nabi Shalih menghadapi pembangkangan kaumnya sendiri, dengan berbagai
prilaku buruk yang diterima nabi dari kaumnya.
B. Saran
Kisah Nabi Salih dan Kaumnya merupakan gambaran pembakangan
manusia terhadap perintah Allah SWT. Oleh karena itu, kisah ini baik untuk
dijadikan pelajaran dikalangan umat Islam, terutama bagi generasi muda.
Penelitian ini hanya memfokuskan pada pesan-pesan moral yang
terkandung dalam kisah nabi Shalih dan Kaumnya. Dari beberapa pesan moral
90
yang dibahas pada skripsi ini, penulis berasumsi bahwa dalam kisah tersebut
masih terdapat pesan-pesan, kandungan, serta tujuan yang belum terungkapkan
sehingga kisah ini masih dapat dijadikan sebagai objek penelitian selanjutnya.
91
Daftar Pustaka
Abdullah, M. Yatimin. Studi Akhlak Dalam Perspektif Al-Qur’an. Jakarta: Amzah, 2007.
Ahmad Ansharullah, Hanif . Munasabah Kisah Dalam Surat Al-Kahfi: Kajian Tematik.
Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2015.
Amin Suma, Muhammad. Ulumul Qur’an. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2013.
Anshori. Ulumul Qur’an Kaidah-kaidah Memahami Firman Tuhan. Jakarta: Rajawali Pers,
2016.
Anwar, Abu. Ulumul Qur’an Sebuah Pengantar. Jakarta: Amzah, 2009.
Anwar, Rosihan. Ulum Al-Qur’an. Bandung: CV Pustaka Setia, 2017.
-------, Akhlak Tasawuf. Bandung: Pustaka Setia, 2010.
Anwar, Rusydie. Pengantar Ulumul Qur’an dan Ulumul Hadits Teori dan Metodologi.
Yogyakarta: IRCiSoD, 2015
Ash-Shiddieqy, Hasbi. Ilmu-ilmu Al-Qur’an Media-media Pokok dalam Menafsirkan Al-
Qur’an. Jakarta: Bulan Bintang.
Ash Shabuniy, Muhammad Ali. Kenabian dan Para Nabi. Surabaya: PT Bina Ilmu, 1993.
Asmaran As. Pengantar Studi Akhlak. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1994.
Audah, Ali. Nama dan Kata dalam Qur’an: pembahasan dan perbandingan. Jakarta: PT.
Pustaka Litera AntarNusa, 2011.
Chaer, Abdul. Perkenalan Awal Dengan Al-Qur’an. Jakarta: PT Rineka Cipta, 2014.
Chirzin, Muhammad. Al-Qur’an dan Ulumul Qur’an. Yogyakarta: PT Dana Bhakti Prima
Yasa, 1998.
Dimyati, Muhammad ‘Afifudin. Maurad al-Bayan fi Ulum Al-Qur’an. Jawa Barat: Lisan
Arabi, 2016.
El-Fikri, Syahruddin. Situs-situs dalam Al-Qur’an Dari Banjir Nuh Hingga Bukit Thursina.
Jakarta: Penerbit Republika, 2010.
al-Ghazali, Imam. Bahaya Lidah. Jakarta: Bumi Aksara, 1994.
Hadhiri, Choiruddin. Akhlak & Adab Islami. Jakarta: PT Bhuana Ilmu Populer, 2015.
Hakim, Husnul. Ensiklopedi Kitab-Kitab Tafsir (Kumpulan Kitab-Kitab Tafsir dari Masa
Klasik sampai Kotemporer). Depok: Lingkar Studi al-Qur’an (eLSiQ), 2013
92
Hamid, Syamsul Rijal. Kisah Kesabaran Para Nabi & Rasul. Jakarta: Penebar Salam, 1999.
Hanafi, Ahmad. Segi-segi Kesusastraan Pada Kisah-Kisah Al-Qur’an. Jakarta: Pustaka
Alhusna, 1984.
Hanum, Zuraidha. Kisah Kaum-Kaum Yang Dihancurkan Dalam Al-Qur’an. Skripsi S1
Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2014.
Haq, Anwarul. Bimbingan Remaja Berakhlak Mulia, Cara Praktis Hidup Sehari-hari.
Bandung: Penerbit Marja’, 2004.
al-Hilali, Salim Bin ‘Ied. Kisah Shahih Para Nabi, Penerj. M. Abdul Ghoffar, editor. Abu
Ihsan al-Atsari. Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi’i, 2009.
Ilyas, Yunahar Kuliah Akhlak. Jakarta: Lembaga Pengkajian dan Pengalaman Islam (LLPI),
2001.
al-Jawzî, Ibn. Terapi Spiritual Agar Hidup Lebih Baik dan Sembuh dari Segala Penyakit
Batin, penerj. A. Khosla Asy’ari Khatib. Jakarta: Zaman, 2010.
al-Khalidy, Shalah. Kisah-Kisah Al-Qur’an Pelajaran dari Orang-orang Dahulu.
Penerjemah Setiawan Budi Utomo. Jakarta: Gema Insani Press, 1999.
Khalīl al-Qattān, Mannā. Studi Ilmu-Ilmu Qur’an. Penerjemah Mudzakir AS. Jakarta: PT.
Pustaka Litera AntarNusa, 2010.
Loeis,Wisnawati. Aspek Pendidikan dalam Al-Qur’an: Interpretasi terhadap Ayat-ayat
Pendidikan pada Al-Qur’an Surah Al-A’raf 73-79, Jurnal Agama Islam, Vol. 5, No. 1,
Juni, (2009).
Mahmud, Mani’ Abd Halim. Metodologi Tafsir Kajian Komprehensif Metode Para Ahli
Tafsir. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2006.
Mawlâ, Muhammad Ahmad Jâdul dkk. Buku Induk Kisah-Kisah Al-Qur’an. penerj.
Abdurahman Assegaf. Jakarta: Zaman, 2009.
Muhammad al-Bajawi, Ali. Untaian Kisah Dalam Al-Qur’an. Penerjemah Abdul Hamid.
Jakarta: Darul Haq, 2007.
Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy,Teungku. Ilmu-Ilmu Al-Qur’an (‘Ulum al-Qur’an).
Semarang: PT Pustaka Rizki Putra, 2014.
Munawwir, Ahmad Warson. Al Munawwir: Kamus Arab-Indonesia. Surabaya: Pustaka
Progresif,1997.
Nasution,Lahmuddin. Fiqh 1. Jakarta: Logos, 1998.
93
Qalyubi, Syihabuddin. Stilistika Al-Qur’an Makna di Balik Kisah Ibrahim. Yogyakarta: LkiS
Yogyakarta, 2009.
al-Qarni, Aidh. Kembali ke Islam. Jakarta: Gema Insani, 2015.
al Qurṯubî. Tafsir al-Qurṯubî. penerj. Akhmad Khatib. Jakarta: Pustaka Azzam, 2009.
Quṯb, Sayyid. Tafsîr Fî Ẕilâl Al- Qur’an: Dibawah Naungan Al-Qur’an. Diterjemahkan oleh
M. Misbah dan Aunur Rafiq Saleh. Jakarta: Rabbani Press, 2009.
Raco, J.R. Metode Penelitian Kualitatif Jenis, Karakteristik, dan Keunggulan . Jakarta:
Grasindo, 2010.
Ratnasari,Dwi. Sejarah Nabi-Nabi Dalam Al-Qur’an, Jurnal Dakwah dan Komunikasi, Vol.
5, No. 1, Januari Juni, (2011).
Rabi’ Abdul Mun’im, Ahmad. Pesona Ratu Bilqis, penerj. Yasir Maqosid & Andi
Muhammad Syahril. Jakarta: Pustaka AL-Kautsar, 2009.
Roni. Kisah Kaum Tsamud Dalam Al-Qur’an. Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin, UIN Sultan
SyarifKasim Riau, 2015.
Saleh, Fauzi. Fikih Peradaban Dalam Kisah Al-Qur’an, Jurnal Ushuluddin, Vol. 9, No. 1,
Januari , (2012)
Shihab, Quraish. Kaidah Tafsir. Tangerang: Lentera Hati, 2013
-------, Mukjizat Al-Qur’an Ditinjau Dari Aspek Kebahasaan, Isyarat Ilmiah, Dan
Pemberitaan Gaib. Bandung: PT Mizan Pustaka, 2013.
Sudrajat, Suryana. Menimba Kearifan Risalah Tasawuf Kontemporer. Jakarta: Tryana
Sjam’un Corp, 2001.
Suharto, Rudhy. Renungan Jumat: Meraih Cinta Ilahi. Jakarta: Al-Huda, 2003.
Susilawati. Nilai-nilai Pendidikan Melalui Kisah Dalam Al-Qur’an, Vol. 1, No. 1, Juni,
(2016).
Syakir, Ahmad. Mukhtashar Tafsir Ibnu Katsir, penerj. Suharlan dan Suratman. Jakarta: Darus
Sunnah, 2014.
Syamsuri, Hasani Ahmad. Studi Ulumul Qur’an. Jakarta: Zikra Press, 2009.
Tabarî, Abû Ja’far Muhammad. Tafsir al-Tabarî. Diterjemahkan oleh Fathurrozi, Anshari
Taslim. Jakarta: Pustaka Azzam, 2009.
Tebba, Sudirman. Sehat Lahir Batin Handbook Bagi Pendamba Kesehatan Holistik. Jakarta:
PT Serambi Ilmu Semesta, 2005.
94
-------, Bekerja dengan Hati: Bagaimana Membangun Etos Kerja dengan Spiritualitas
Religius. Jakarta: Pustaka Irvan, 2009.
Thaibah, Hisham. Ensiklopedia Mukjizat Al-Qur’an dan Hadis. Penerjemah Syarif Hade
Masyah. Jakarta: PT Sapta Sentosa, 2008.
Tim Redaksi Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa. Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008.
Zaidan, Abdul Karim. Hikmah Kisah-Kisah Dalam Al-Qur’an. Jakarta: Darus Sunnah Press,
2015
http://www.academia.edu/8402088/abd_Hayy_al-Farmawi