Perencanaan Strategis Berbasis Kerangka Kerja Balanced Scorecard (BSC)
pada Lembaga Pemerintahan Non Departemen (LPND),
Studi Kasus: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)
Oleh:
BUDI NUGROHO
PUSAT DOKUMENTASI DAN INFORMASI ILMIAH
LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA
PENDAHULUAN
Abad ke-21 ditandai oleh isu-isu global yang semakin jelas sosoknya dan membelit
seluruh dunia. Persoalan di satu tempat di ujung planet bumi dapat mempengaruhi ujung
planet yang lain. Sebagai contoh adalah fenomena perubahan fisis ynag menyangkut
global warming dan climate change, permasalahan keuangan global ataupun penyebaran
virus H1N5 yang menyebabkan penyakit avian influenza yang dihadapi dunia saat ini.
Hal ini menyadarkan bahwa persoalan tidak dapat ditangani secara parsial ataupun
dilakukan sendiri oleh suatu bangsa, tetapi memerlukan kerja sama global yang lebih
tertata yang melibatkan bukan saja pemerintah, tetapi juga lembaga-lembaga swadaya
masyarakat (LSM).
LIPI (2010) dalam RENSTRA LIPI 2010-2014 menjelaskan bahwa Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (LIPI) telah menunjukkan komitmen yang kuat terhadap sejumlah
isu global dan nasional yang mencakup perubahan iklim, energi, emerging diseases,
gender dan kependudukan, pembangunan berkelanjutan, kerusakan lingkungan dan
kehilangan keanekaragaman hayati, serta krisis air. Seiring dengan itu sejumlah
komitmen telah diambil dan dijadikan dasar untuk menghadapi masalah-masalah global
antara lain Millenium Development Goals (MDGs), Hyogo Declaration (2005), Bali
Roadmap (2007), Manado Ocean Declaration (2007) dan Triangle Initiative (2008).
Komitmen dan pengalaman yang selama ini dilakukan merupakan modal dasar bagi
Indonesia, khususnya LIPI dalam menjawab tantangan global [1].
Globalisasi dengan era perdagangan bebas sebagai ikon utama telah menyebabkan
pergeseran paradigma keunggulan suatu organisasi dari keunggulan komparatif menjadi
keunggulan kompetitif. Organisasi pemerintahan tidak terkecuali harus mampu
mengadopsi paradigma ini agar mampu memberikan pelayanan publik yang optimal
kepada masyarakat. Untuk mencapai tujuan ini maka organisasi pemerintahan
membutuhkan pendekatan baru dalam menyusun strategi yang tepat termasuk LIPI
sebagai salah satu lembaga pemerintahan non departemen yang berfungsi memberikan
pelayanan publik kepada masyarakat. Dalam makalah ini akan diuraikan penggunaan tool
balanced scorecard (BSC) dalam perencanaan strategis di LIPI.
KONSEP BALANCED SCORECARD (BSC)
Menurut Ward dan Peppard (2002), analisis BSC dapat mengukur keterkaitan hubungan-
hubungan dalam tujuan bisnis dengan menggunakan scorecard dari tujuan-tujuan bisnis
dan ukuran-ukuran yang berhubungan dengan masing-masing dari keempat perspektif
yaitu financial, internal business, customer, innovation and learning [2]. Gambar 1 di
bawah ini memperlihatkan empat perspektif BSC.
Gambar 1. Empat Perspektif BSC
(Sumber: Nugroho dan Hadiwibowo, 2010) [3]
Darwanto (2003) mengemukakan bahwa BSC adalah metode yang dikembangkan untuk
mengukur setiap aktivitas yang dilakukan oleh organisasi dalam rangka merealisasikan
tujuan organisasi tersebut. BSC pada awalnya merupakan aktivitas tersendiri yang terkait
dengan penentuan sasaran, tetapi kemudian diintegrasikan dengan perencanaan strategis.
Pada tahap selanjutnya BSC bahkan dikembangkan lebih lanjut sebagai sarana untuk
berkomunkasi dari unit-unit dalam organisasi. BSC juga dikembangkan sebagai tool bagi
organisasi untuk menyusun perencaan strategis[4].
Selanjutnya Darwanto (2003) menguraikan bahwa BSC merupakan suatu sistem
manajemen untuk mengelola implementasi strategi, mengukur kinerja secara utuh,
mengkomunikasikan visi, strategi dan sasaran kepada pemangku kepentingan. Kata
balanced dalam BSC merujuk pada konsep keseimbangan antara berbagai perspektif,
jangka waktu (pendek dan panjang), lingkup perhatian (intern dan ekstern). Kata
scorecard mengacu pada rencana kinerja organisasi dan bagian-bagiannya serta
ukurannya secara kuantitatif. BSC dapat memberikan manfaat bagi organisasi dalam
beberapa cara, yaitu [4]:
1. menjelaskan visi organisasi,
2. menyelaraskan organisasi untuk mencapai visi itu,
3. mengintegrasikan perencanaan strategis dan alokasi sumber daya,
4. meningkatkan efektivitas manajemen dengan menyediakan informasi yang tepat
untuk mengarahkan perubahan.
Kaplan dan Norton (1996) menjelaskan bahwa dalam menerapkan BSC mensyaratkan
dipegangnya lima prinsip utama, yaitu [5]:
1. menerjemahkan sistem manajemen strategi berbasis BSC ke dalam terminologi
operasional sehingga semua orang dapat memahami,
2. menghubungkan dan menyelaraskan organisasi dengan strategi itu. Ini untuk
memberikan arah dari eksekutif kepada staf garis depan,
3. membuat strategi merupakan pekerjaan bagi semua orang melalui kontribusi
setiap orang dalam implementasi strategis,
4. membuat strategi suatu proses terus menerus melalui pembelajaran dan adaptasi
organisasi, dan
5. melaksanakan agenda perubahan oleh eksekutif guna memobilisasi perubahan.
KONSEP PERENCANAAN STRATEGIS
Gaspersz (2002) mengemukakan bahwa perencanaan strategis merupakan proses
merumuskan dan mengimplementasikan strategi untuk mewujudkan visi dan misi
organisasi secara terus menerus dan terstruktur. Sedangkan strategi didefinisikan sebagai
pola tindakan terpilih untuk mencapai tujuan tertentu. Pada pengertian awal, perencanaan
strategis mempunyai karakteristik antara lain mengandalkan anggaran tahunan, berjangka
panjang dan berfokus pada kinerja keuangan. Kenyataan di lapangan menunjukkan
implementasi konsep perencanaan strategis seperti ini pada banyak organisasi bisnis
mengalami kegagalan. Faktor-faktor yang menyebabkan kegagalan ini antara lain hanya
25% manajer yang memiliki insentif yang terhubung ke strategi, 60% perusahaan tidak
menghubungkan anggarannya ke strategi, 85% dari tim eksekutif menghabiskan waktu
kurang dari satu jam untuk membahas strategi tiap bulan, dan hanya 5% pegawai yang
memahami strategi [6].
Meskipun demikian konsep perencanaan strategis tetap diperlukan karena organisasi
dituntut untuk berkembang secara terencana dan terukur, sehingga memerlukan peta
perjalanan menghadapi masa depan yang tidak pasti, memerlukan langkah-langkah
strategis, dan perlu mengarahkan kemampuan dan komitmen SDM untuk mewujudkan
tujuan perusahaan. Peran BSC dalam perencanaan strategis antara lain memperluas
perspektif dalam setiap tahap perencanaan strategis, membuat fokus perencanaan menjadi
seimbang, mengaitkan berbagai sasaran secara koheren, dan mengukur kinerja secara
kuantitatif.
PENGGUNAAN BSC UNTUK PERENCANAAN STRATEGIS
Yuwono, dkk (2003) menguraikan langkah-langkah BSC digunakan dalam keseluruhan
proses penyusunan rencana. Tahapan penyusunan rencana pada dasarnya terdiri atas
kegiatan perumusan strategi dan perencanaan strategis itu sendiri [7].
Perumusan Strategi
Tahap ini ditujukan untuk menghasilkan misi, visi, keyakinan dan nilai dasar, dan tujuan
institusi. Proses perumusan strategi dilakukan secara bertahap, yaitu: analisis eksternal,
analisis internal, penentuan jati diri, dan perumusan strategi itu sendiri.
Analisis eksternal terdiri dari analisis lingkungan makro dan mikro. Analisis lingkungan
makro bertujuan mengidentifiksasi peluang dan ancaman makro yang berdampak
terhadap value yang dihasilkan organisasi kepada pelanggan. Obyek pengamatan dalam
analisis ini adalah antara lain: kekuatan politik dan hukum, kekuatan ekonomi, kekuatan
teknologi, kekuatan sosial, faktor demografi. Analisis eksternal mikro diterapkan pada
lingkungan yang lebih dekat dengan institusi yang bersangkutan. Dalam dunia
perusahaan, lingkungan tersebut adalah industri di mana suatu perusahaan termasuk di
dalamnya. Analisis yang dilakukan dapat menggunakan teori Porter mengenai persaingan,
yaitu: kekuatan tawar pemasok, ancaman pendatang baru, kekuatan tawar pembeli,
ancaman produk atau jasa pengganti.
Analisis internal ditujukan untuk merumuskan kekuatan dan kelemahan perusahaan.
Kekuatan suatu perusahaan antara lain: kompetensi yang unik, sumberdaya keuangan
yang memadai, keterampilan yang unggul, citra yang baik, keunggulan biaya,
kemampuan inovasi tinggi, dll. Sedangkan kelemahan perusahaan antara lain: tidak ada
arah strategi yang jelas, posisi persaingan yang kurang baik, fasilitas yang ‘usang’,
kesenjangan kemampuan manajerial, lini produk yang sempit, citra yang kurang baik, dll.
Penentuan Jati Diri
Penentuan jati diri organisasi terdiri dari perumusan misi, visi, keyakinan dasar, nilai
dasar dan tujuan organisasi.
Misi menjelaskan lingkup, maksud atau batas bisnis organisasi, yaitu kebutuham
pelanggan apa yang akan dipenuhi oleh organisasi, siapa dan di mana; serta produk inti
apa yang dihasilkan, dengan teknologi inti dan kompetensi inti apa. Misi ditulis
sederhana, ringkas, terfokus. Unsur-unsur misi meliputi produk inti, kompetensi inti, dan
teknologi inti. Yang dimaksud dengan produk inti adalah barang atau jasa yang
dipersepsi bernilai tinggi oleh pelanggan, berupa komponen kunci dilindungi hak paten
dan menghasilkan laba terbesar. Kompetensi inti adalah kemampuan kunci yang dimiliki
organisasi dalam menghasilkan produk inti. Sedang teknologi inti adalah know-how,
perangkat keras dan perangkat lunak yang menjadi basis kompetensi inti.
Visi menggambarkan akan menjadi apa suatu organisasi di masa depan. Ia bersifat
sederhana, menumbuhkan rasa wajib, memberikan tantangan, praktis dan realistik, dan
ditulis dalam satu kalimat pendek.
Keyakinan dasar adalah pernyataan yang perlu dipegang direksi dan karyawan dalam
menghadapi hambatan dan ketidakpastian. Pernyataan ini untuk mendorong semangat
manajemen dan karyawan dalam menghadapi hambatan dan ketidakpastian.
Nilai dasar adalah untuk membimbing manajemen dan karyawan dalam memutuskan
pilihan yang dapat muncul setiap saat. Tujuan adalah pernyataan tentang apa yang akan
diwujudkan sebagai penjabaran visi organisasi. Tujuan dijabarkan dalam empat perpektif
pula: Apa tujuan yang berkaitan dengan perspektif pelanggan? Apa tujuan yang berkaitan
dengan perspektif finansial? Apa proses bisnis internal yang akan mendukung pencapaian
tujuan pelanggan dan finansial? Apa tujuan yang berkaitan dengan perspektif
pembelajaran dan pertumbuhan?
Perumusan Strategi
Strategi dibuat dalam beberapa tingkatan: tingkat organisasi, tingkat unit bisnis, dan
tingkat fungsional. Dalam menentukan strategi perlu dikenali penghalang intern yang
dihadapi, antara lain management barrier: di mana management system didisain secara
tradisional untuk pengawasan pelaksanaan kegiatan dan terkait dengan anggaran, bukan
strategi, vision barrier: dimana strategi seringkali tidak dimengerti oleh mereka yang
harus menerapkannya, operational barrier: dimana proses-proses penting tidak dibuat
untuk menggerakkan strategi, dan people barrier: dimana tujuan orang per orang,
peningkatan kemampuan dan pengetahuan karyawan tidak terkait dengan implementasi
strategi organisasi.
Strategi yang baik umumnya mengikuti kriteria sebagai berikut: konsisten secara intern,
realistik, berfokus pada pencarian peluang dan penyelesaian akar masalah, meningkatkan
customer value, menonjolkan keunggulan kompetitif, fleksibel, mudah dilaksanakan
dalam perusahaan, dan tanggap terhadap lingkungan eksternal [7].
Perencanaan Strategis
Darwanto (2003) menyatakan bahwa perencanaan strategis meliputi proses penentuan
sasaran, tolok ukur, target dan inisiatif. Sasaran adalah kondisi masa depan yang dituju.
Sasaran bersifat komprehensif: sesuai dengan tujuan dan strategi, merumuskan sasaran
secara koheren, seimbang dan saling mendukung. Beberapa pedoman dalam menentukan
sasaran adalah: sasaran harus menentukan hasil tunggal terukur yang harus dicapai,
sasaran harus menentukan target tunggal atau rentang waktu untuk penyelesaian, sasaran
harus menentukan faktor-faktor biaya maksimum, sasaran harus sedapat mungkin
spesifik dan kuantitatif (dan oleh karenanya bisa diukur dan dapat diuji), sasaran harus
menentukan hanya apa dan kapan; harus menghindari spekulasi kata mengapa dan
bagaimana, sasaran harus dalam arah mendukung, atau sesuai dengan, rencana strategis
organisasi dan rencana tingkat tinggi lainnya, dan sasaran harus realistik dan dapat
dicapai, tetapi tetap menggambarkan tantangan yang berat. Antara visi, tujuan dan
sasaran harus saling terkait dalan alur logikanya jelas.
Tolok ukur adalah alat untuk mengukur kemajuan sasaran. Tolok ukur terdiri dari dua
jenis: tolok ukur hasil (lag indicator) dan tolok ukur pemacu kinerja (lead indicator).
Keduanya merupakan key performance indicators. Indikator kinerja kunci harus
merupakan faktor-faktor yang bisa diukur, masuk secara logis dalam area hasil kunci
tertentu yang sasarannya jelas, mengidentifikasi apa yang akan diukur, bukan berapa
banyak atau ke arah mana, merupakan faktor-faktor yang dapat ditelusuri asalnya
(tracked) secara terus-menerus sampai tingkat yang memungkinkan.
Jika outcome indicator berfokus pada hasil-hasil kinerja pada akhir periode waktu atau
aktivitas dan merefleksikan keberhasilan masa lalu atau aktivitas-aktivitas dan keputusan-
keputusan yang telah dilaksanakan, maka output indicator mengukur proses-proses dan
aktivitas-aktivitas antara dan hipotesis dari hubungan sebab-akibat strategik. Contoh
ukuran hasil dalam konteks peningkatan profit: pertumbuhan pendapatan, sedang ukuran
pemacunya: revenue mix. Dalam konteks meningkatkan kepercayaan pelanggan, ukuran
hasil: persentase pendapatan dari pelanggan baru, sedang ukuran pemacu: pertumbuhan
pelanggan baru.
Target berfungsi memberikan usaha tambahan tetapi tidak bersifat melemahkan semangat,
berjangka waktu dua sampai lima tahun agar memberikan banyak waktu untuk
melakukan terobosan, membatasi banyak target, berfokus pada terobosan dalam satu
atau dua area kunci, tergantung pada nilai (value), kesenjangan (gap), ketepatan waktu
(timeliness), hasrat/keinginan (appetite), keterampilan (skill). Target dapat ditentukan
dengan menggunakan hasil benchmarking. Benchmarking adalah untuk mendapat
informasi praktek terbaik, untuk membangun suatu kasus yang jelas guna
mengkomunikasikan betapa pentingnya mencapai target-target itu.
Inisiatif adalah langkah-langkah jangka panjang untuk mencapai tujuan. Inisiatif tidak
harus spesifik pada satu bagian, tetapi dapat bersifat lintas fungsi/bagian,
mengindentifikasi hal-hal penting yang harus dilakukan oleh organisasi agar mencapai
tujuan, harus jelas agar manajer dan karyawan dapat menentukan rencana yang
diperlukan, dan memperkirakan sumberdaya yang diperlukan untuk mendukung
pencapaian strategi secara keseluruhan [4].
PERENCANAAN STRATEGIS BERBASIS KERANGKA KERJA BALANCED
SCORECARD (BSC) DI LIPI
Keyes, 2005, menyatakan bahwa strategi bisnis harus dikelola secara baik agar dapat
selaras dan mencapai tujuan bisnisnya. Untuk itu diperlukan alat untuk mengukur kinerja
TI yang dapat mendukung tujuan bisnis. Terkait dengan proses perencanaan strategis di
LIPI, maka dengan menggunakan BSC, dapat dijelaskan scorecard dari tujuan-tujuan
organisasi dan ukuran-ukuran yang berhubungan dengan masing-masing dari keempat
perspektif yaitu financial, internal business, customer, innovation and learning. Gambar
2 di bawah ini menyajikan BSC dengan keempat perspektifnya [8].
Gambar 2. BCS dengan keempat perspektifnya
(Sumber: Keyes, 2005) [8]
Pemerintah pada era reformasi seperti sekarang ini, institusi pemerintanan baik
pemerintah pusat, daerah maupun lokal diharapkan untuk menjadi: akuntabel, kompetitif,
ramah rakyat, dan berfokus pada kinerja. Organisasi pemerintah juga ditantang untuk
memenuhi harapan berbagai kelompok stakeholders (yaitu penerima layanan, karyawan,
lembaga pemberi pinjaman/hibah, masyarakat, dan pembayar pajak). LIPI sebagai salah
satu institusi pemerintahan dalam menghadapi tuntutan ini mengharuskan organisasi LIPI
mampu bertindak profesional seperti halnya organisasi swasta.
Agar dapat berfokus pada strategi yang sudah dirumuskan, maka organisasi LIPI juga
harus menterjemahkan strategi ke dalam terminologi operasional, menyelaraskan
organisasi dengan strategi (dan bukan sebaliknya), memotivasi staf sehingga membuat
strategi merupakan tugas setiap orang, menggerakkan perubahan melalui kepemimpinan
eksekutif, dan membuat strategi sebagai suatu proses yang berkesinambungan.
Analisis BSC pada level LIPI (Eselon 1)
Komponen-komponen dalam BSC LIPI meliputi visi, misi, tugas pokok dan fungsi,
perspektif, dan indikator kinerja utama.
LIPI (2010) menguraikan bahwa sejalan dengan perkembangan kemampuan nasional
dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, organisasi lembaga-lembaga ilmiah di
Indonesia telah pula mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Oleh sebab itu
dipandang perlu untuk mengadakan peninjauan dan penyesuaian tugas pokok dan fungsi
serta susunan organisasi LIPI sesuai dengan tahap dan arah perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, maka Keppres no. 128 tahun 1967, tanggal 23 Agustus 1967
diubah dengan Keppres no. 43 tahun 1985, dan dalam rangka penyempurnaan lebih lanjut,
tanggal 13 Januari 1986 ditetapkan Keppres no. 1 tahun 1986 tentang Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia, dan terakhir dengan Keppres no. 103 tahun 2001.
Visi :
Menjadi lembaga ilmu pengetahuan berkelas dunia yang mendorong terwujudnya
kehidupan bangsa yang adil, cerdas, kreatif, integratif dan dinamis yang didukung oleh
ilmu pengetahuan dan teknologi yang humanis.
Misi :
1. Menciptakan great science (ilmu pengetahuan berdampak penting) dan invensi
yang dapat mendorong inovasi dalam rangka meningkatkann daya saing
perekonomian nasional;
2. Mendorong peningkatan pemanfaatan pengetahuan dalam proses penciptaan good
governance dalam rangka memantapkan NKRI;
3. Turut serta dalam proses pencerahan kehidupan masyarakat dan kebudayaan
berdasarkan prinsip-prinsip ilmu pengetahuan dan kaidah etika keilmuan;
4. Memperkuat peran Indonesia (yang didukung ilmu pengetahuan) dalam pergaulan
internasional;
5. Memperkuat infrastruktur kelembagaan (penguatan manajemen dan sistem).
Tugas :
Melaksanakan tugas pemerintahan di bidang ilmu pengetahuan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Fungsi :
1. Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang penelitian ilmu
pengetahuan.
2. Penyelenggaraan riset keilmuan yang bersifat mendasar.
3. Penyelenggaraan riset inter dan multi disiplin terfokus.
4. Pemantauan, evaluasi kemajuan, dan penelaahan kecenderungan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
5. Koordinasi kegiatan fungsional dalam pelaksanaan tugas LIPI.
6. Pelancaran dan pembinaan terhadap kegiatan instansi pemerintah di bidang ilmu
pengetahuan.
7. Penyelenggaraan pembinaan dan pelayanan administrasi umum di bidang
perencanaan umum, ketatausahaan, organisasi dan tata laksana, kepegawaian,
keuangan, kearsipan, persandian, perlengkapan dan rumah tangga.
Perspektif: Dengan penekanan pada "keseimbangan", BSC LIPI menggunakan empat
perspektif untuk menjawab kebutuhan pelayanan yang diinginkan oleh masyarakat.
1. Perspektif Pelanggan: melayani pelanggan.
Manajemen LIPI harus mengetahui apakah organisasi LIPI benar-benar memenuhi
kebutuhan masyarakat. Mereka harus menjawab pertanyaan: Apakah organisasi
menyediakan apa yang diinginkan oleh masyarakat?
2. Perspektif Proses Internal: Menyediakan pelayanan secara kompetitif.
Manajemen LIPI harus berfokus pada tugas penting yang memungkinkan mereka untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat. Manajemen LIPI harus menjawab pertanyaan:
Dapatkah organisasi LIPI meningkatkan pelayanan dengan mengubah cara pelayanan itu
disampaikan?
3. Perspektif Keuangan: Mengelola anggaran secara akuntabel.
Manajemen LIPI harus berfokus pada bagaimana cara memenuhi kebutuhan pelayanan
secara efisien. Mereka harus menjawab pertanyaan: Apakah pelayanan yang diberikan
telah dilaksanakan dengan biaya yang rendah?
4. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan: Mengembangkan kapasitas karyawan.
Kemampuan organisasi untuk meningkatkan dan memenuhi permintaan masyarakat
terkait secara langsung dengan kemampuan karyawan untuk memenuhi permintaan itu.
Organisasi LIPI harus menjawab pertanyaan: Apakah organisasi LIPI menggunakan
teknologi yang sesuai dan melakukan pelatihan karyawan untuk kemajuan yang berlanjut?
Analisis BSC pada level PDII-LIPI (Eselon 2)
Globalisasi dengan era perdagangan bebas sebagai ikon utama telah menyebabkan
pergeseran paradigma keunggulan suatu organisasi dari keunggulan komparatif menjadi
keunggulan kompetitif. Organisasi pemerintahan tidak terkecuali harus mampu
mengadopsi paradigma ini agar mampu memberikan pelayanan publik yang optimal
kepada masyarakat. Untuk mencapai tujuan ini maka organisasi pemerintahan
membutuhkan pendekatan baru dalam menyusun strategi yang tepat.
Strategi pelayanan publik yang tepat ini harus dimiliki pula oleh Pusat Dokumentasi dan
Informasi Ilmiah – LIPI (PDII-LIPI). PDII-LIPI sebagai salah satu institusi pemerintah
yang mempunyai tugas antara lain menyediakan layanan dan melaksanakan penelitian di
bidang dokumentasi dan informasi ilmiah di Indonesia. Dalam Renstra PDII-LIPI 2010,
disebutkan visi PDII-LIPI adalah "menjadi institusi terdepan di bidang dokumentasi dan
informasi ilmiah dalam rangka ikut membangun masyarakat yang adil, cerdas, kreatif,
integratif, dan dinamis berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi yang humanistik". Untuk
mewujudkan visi tersebut, PDII-LIPI mempunyai misi-misi melaksanakan penyiapan
perumusan kebijakan, penyusunan pedoman, pemberian bimbingan teknis, penyusunan
rencana dan program, pelaksanaan penelitian, pelayanan serta evaluasi dan penyusunan
laporan di bidang dokumentasi dan informasi ilmiah [9].
Berdasarkan uraian tugas pokok dan fungsi PDII-LIPI di atas, maka untuk menyusun
strategi pelayanan publik yang optimal digunakan tool analisis value chain yang
memandang bahwa organisasi sebagai salah satu bagian dari mata rantai nilai suatu
produk, dalam kasus PDII-LIPI, produk didefinisikan sebagai layanan dokumentasi dan
informasi ilmiah di Indonesia. Dalam tugas ini akan diuraikan mata rantai produk yang
merupakan suatu aktivitas yang berawal dari bahan mentah sampai dengan pelayanan
purna jual. Rantai nilai ini mencakup aktivitas yang terjadi karena hubungan dengan
pemasok dan hubungan dengan konsumen.
PROSES BISNIS DI PDII-LIPI
Sebagai organisasi pemerintahan, PDII-LIPI berusaha menerapkan SCM agar
penyediaan layanan publik yang menjadi tugasnya dapat terlaksana. Penerapan SCM di
organisasi pemerintahan adalah dengan melakukan standarisasi dari semua rantai proses
produksi dari penyedia barang/jasa hulu sampai hilir sebelum masuk ke PDII-LIPI dan di
dalam PDII-LIPI sendiri. Menurut Turban (2006), konsep SCM merupakan satu konsep
pengelolaan produk melalui integrasi yang terbentuk diantara pemasok (supplier),
pembuat (producer), penyalur (distributor), gudang (warehouse) dan penjual (retail)
serta konsumen, sehingga diperoleh suatu pola distribusi produk dengan jumlah, lokasi
dan waktu yang tepat, yang pada akhirnya dapat meminimalisir biaya sambil tetap dapat
meningkatkan tingkat pelayanan kepada konsumen [10].
Komponen SCM di PDII-LIPI terdiri atas struktur SCM yang menggambarkan
anggota SCM dan hubungan antar anggota, proses bisnis dan manajemen konsep SCM.
Berdasarkan tugas pokok dan fungsi yang telah ditetapkan oleh peraturan yang berlaku,
produk/jasa layanan publik utama PDII-LIPI adalah jasa dokumentasi dan informasi
ilmiah. Hal ini tergambar dalam cakupan bisnis PDII-LIPI di bawah ini.
Gambar 3. Cakupan bisnis PDII-LIPI
Hubungan antar anggota SCM dilakukan melalui tahapan-tahapan berikut:
Anggota SCM produk/jasa layanan publik bidang dokumentasi dan informasi ilmiah
terdiri atas: penyedia barang/jasa, organisasi PDII-LIPI, unit pelaksana teknis layanan,
pengguna jasa dokumentasi dan informasi ilmiah. Penyedia barang/jasa berfungsi sebagai
penyedia bahan baku jasa dokumentasi dan informasi ilmiah dan sarana pendukung
lainnya, seperti alat tulis komputer, bahan komputer, alat pengolah data, buku dan jurnal
ilmiah, mesin cetak, dan lain-lain. Organisasi PDII-LIPI berfungsi mengolah bahan baku
jasa dokumentasi dan informasi ilmiah menjadi produk/jasa layanan publik. Unit
pelaksana teknis layanan dan pengguna jasa dokumentasi dan informasi ilmiah adalah
elemen paling hilir yang terlibat dalam kegiatan penyediaan dan penggunaan jasa
dokumentasi dan informasi ilmiah di PDII-LIPI. Aliran umum distribusi produk/jasa
layanan publik dokumentasi dan informasi ilmiah digambarkan di bawah ini.
Gambar 4. Bisnis Proses / SCM
Sulistyo (2009) menyatakan bahwa hubungan antara anggota SCM dikelompokkan
untuk menentukan tingkat pemenuhan informasi yang dibutuhkan dan wewenang akses
ke sistem SCM. Pola hubungan antar anggota SCM ditentukan berdasarkan kebutuhan
informasi dari masing-masing anggota SCM dan tujuan dari SCM itu sendiri [11].
Analisis situasi dilakukan dengan menggunakan instrumen analisis Balanced Scorecard
(BSC) dan Critical Succes Factor (CSF) untuk memperoleh gambaran kondisi saat ini.
Penggunaan gabungan dua instrumen ini bertujuan agar menghasilkan penilaian yang
lebih komprehensif terhadap kebutuhan proses bisnis di PDII-LIPI. Menurut Ward dan
Peppard (2002), analisis BSC dapat mengukur keterkaitan hubungan-hubungan dalam
tujuan bisnis, sedangkan analisis CSF menghasilkan identifikasi hal-hal kritis yang perlu
dilakukan untuk mencapai hasil yang diinginkan. Sehingga penggunaan kedua instrumen
ini diharapkan dapat menyediakan penilaian yang sesuai prosedur yang diprioritaskan [2].
Terkait dengan proses bisnis PDII-LIPI yang telah diuraikan dengan konsep SCM, maka
dengan menggunakan BSC, dapat dijelaskan scorecard dari tujuan-tujuan bisnis dan
ukuran-ukuran yang berhubungan dengan masing-masing dari keempat perspektif yaitu
financial, internal business, customer, innovation and learning. Gambar 4 di bawah ini
menyajikan hasil analisis BSC yang telah dilakukan.
Setelah mengetahui hasil analisis BSC, langkah selanjutnya adalah dengan menggunakan
analisis CSF. Perhatian utama beralih kepada proses identifikasi langkah-langkah yang
perlu dilakukan untuk mendukung tercapainya masing-masing tujuan. Ilustrasi proses
analisis CSF yang dirumuskan dari masing-masing tujuan dan indikator kinerja utama
(measure) disajikan dalam Gambar 5 di bawah ini.
Proses analisis seperti yang disajikan dalam Gambar 5 di atas dilanjutkan untuk tujuan-
tujuan utama yang lainnya. Keluaran dari BSC dan CSF kemudian dikonsolidasikan
sehingga diperoleh tabel-tabel di bawah ini.
Tabel 1. Hasil konsolidasi analisis BSC dan CSF
Dari Tabel 1 di atas, sebagai hasil dari proses analisis, hal tersebut dapat dijadikan
landasan untuk pengambilan keputusan pimpinan sehingga mampu dilakukan
perancangan ulang terhadap satu atau lebih dari proses bisnis di PDII-LIPI. Apapun
keluarannya, unsur-unsur teknologi informasi dapat ditentukan dan dinilai untuk
membangun kebutuhan sistem informasi yang terkait dengan proses bisnis. Pada
penarikan kesimpulan gambaran kondisi saat ini dapat dihasilkan bahwa adalah dalam
rangka upaya untuk meningkatkan kualitas dari organisasi ini dapat menerapkan strategi
yakni melakukan penataan dan pengembangan organisasi dan SDM baik melalui
pembinaan, pengembangan, pendidikan dan pelatihan untuk peningkatan SDM.
Sedangkan pada organisasi dapat dilakukan penataan dan pengembangan organisasi
melalui pemantapan organisasi. Kondisi yang menunjang keberhasilan antara lain
pengembangan jejaring kerjasama dan meningkatkan mutu kegiatan penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
[1] LIPI. 2010. RENSTRA LIPI 2010-2014. Jakarta:LIPI. [2] Ward, J. dan Peppard, J. (2002) : Strategic Planning for Information System.
Cranfield, Bedfordshire, UK: Cranfield School of Management. [3] Nugroho, B., Hadiwibowo, H. 2010. Assessment terhadap Proses Bisnis pada Pusat
Dokumentasi dan Informasi Ilmiah - Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Tugas 1 Mata Kuliah II 5175 Perencanaan Strategis Teknologi Informasi. Bandung: ITB.
[4] Darwanto, Herry. 2003. Balanced Scorecard Untuk Organisasi Pemerintah.
http://www.bappenas.go.id/get-file-server/node/2942/. Jakarta: Bappenas. Tanggal Akses 31 Mei 2010.
[5] Kaplan R.S. and Norton, D.P. 1996. The Balanced Scorecard, Translating Strategy
into Action. Boston: Harvard Business School Press. [6] Gaspersz, Vincent. 2002. Sistem Manajemen Kinerja Terintegrasi Balanced
Scorecard dengan Six Sigma. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. [7] Yuwono, Sony., dkk. 2003. Petunjuk Praktis Penyusunan Balanced Scorecard. Jakarta:
PT. Gramedia Pustaka Utama. [8] Keyes, J. 2005. Implementing the IT Balanced Scorecard: Aligning IT with Corporate
Strategy. Auerbach Publications. Florida USA [9] PDII-LIPI. 2010. Rencana Strategis PDII-LIPI 2010-2014. PDII-LIPI. Jakarta. [10] Turban, Leidner, McLean, Wetherbe. 2006. Information Technology For
Management 6th Edition. New York: John Wiley & Sons, Inc. [11] Sulistyo, Budi. 2009. SCM Produk Pertanian Berbasis IT. Bandung: Program Studi
Teknik Industri Sekolah Tinggi Teknologi Telkom.