LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI
SWATANTRA WIBAWA MUKTI
NO : 1 2000 SERI : A
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BEKASI
NOMOR : 2 TAHUN 2000
TENTANG
PAJAK PENGGUNAAN ENERGI LISTRIK
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI BEKASI
Menimbang : a. bahwa Pajak Penerangan Jalan merupakan salah satu jenis pajak daerah yang dikenakan kepada setiap orang atau badan yang menggunakan energi listrik dari PLN dan bukan PLN;
b. bahwa dengan nomenklatur Pajak Penerangan Jalan, dalam penerapannya oleh masyarakat sering diartikan sebagai pengenaan pajak atas pelayanan pengadaan fisik penerangan jalan umum;
c. bahwa memperhatikan aspirasi masyarakat agar diadakan perubahan nomenklatur Pajak Penerangan Jalan dan penetapan harga satuan listrik yang berasal dari bukan PLN (Perusahaan Listrik Swasta) disamakan dengan harga satuan listrik yang berlaku pada PLN, maka Peraturan Daerah Kabupaten Daerali Tingkat II Bekasi Nomor 06 Tahun 1998 tentang Pajak Penerangan Jalan perlu ditinjau kembali;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, setelah dilakukan dengar pendapat dengan DPRD Kabupaten Bekasi perlu mengatur kembali Peraturan Daerah Kabupaten Bekasi tentang Pajak Penggunaan Energi Listrik.
Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 14 Tahun 1950 tentang Pembentukan
Daerah-daerah Kabupaten Dalam Lingkungan Propinsi Jawa Barat (Berita Negara Tahun 1950);
2. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3209);
3. Undang-undang Nomor 17 Tahun 1997 tentang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 40, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3684);
4. Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah;
5. Undang-undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3686);
6. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839);
7. Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3849);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3691);
9. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 84 Tahun 1993 tentang Bentuk Peraturan Daerah dan Peraturan Daerah Perubahan;
10. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 170 Tahun 1997 tentang Pedoman Tata Cara Pemungutan Pajak Daerah;
11. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 172 Tahun 1997 tentang Kriteria Wajib Pajak yang wajib menyelenggarakan Pembukuan dantata cara pembukuan;
12. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 173 Tahun 1997 tentang Tata Cara Pemeriksaan di Bidang Pajak Daerah.
Dengan Persetujuan
2
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BEKASI
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN BEKASI TENTANG PAJAK PENGGUNAAN ENERGI LISTRIK.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
a. Daerah adalah Kabupaten Bekasi;
b. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Bekasi;
c. Bupati adalah Bupati Bekasi;
d. Pejabat adalah pegawai yang diberi tugas tertentu di bidang perpajakan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
e. Perusahaan Listrik Negara yang selanjutnya disingkat PLN adalah Perusahaan Listrik Negara (Persero);
f. Pajak Penggunaan Energi Listrik yang selanjutnya disebut Pajak adalah pungutan daerah atas penggunaan energi listrik yang mempunyai pengertian sama dengan Pajak Penerangan Jalan sebagaimana tercantum dalam Undang-udang Nomor 18 Tahun ] 997 dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1997;
g. Surat Pemberitahuan Pajak Daerah, yang selanjutnya disingkat SPTPD, adalah surat yang digunakan oleh Wajib Pajak untuk melaporkan penghitungan dan pembayaran pajak, yang terutang menurut peraturan perundangan perpajakan Daerah;
h. Surat Setoran Pajak Daerah, yang selanjutnya disingkat SSPD adalah surat yang digunakan oleh Wajib pajak untuk melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke Kas Daerah atau ke tempat pembayaran lain yang ditetapkan oleh Kepala Daerah;
i. Surat Ketetapan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat SKPD, adalah surat keputusan yang menentukan besarnya jumlah pajak yang terutang;
3
j. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar yang selanjutnya disingkat SKPDKB adalah surat keputusan yang menentukan besarnya jumlah pajak yang terutang, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi dan jumlah yang masih harus dibayar;
k. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan yang selanjutnya disingkat SKPDKBT adalah surat keputusan yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang ditetapkan;
l. Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar, yang selanjutnya disingkat SKPDLB adalah surat keputusan yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar dari pajak yang terutang atau tidak seharusnya terutang;
m. Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil, yang selanjutnya disingkat SKPDN adalah surat keputusan yang menentukan jumlah pajak yang terutang sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak;
n. Surat Tagihan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat STPD adalah surat untuk melakukan tagihan pajak atau sanksi administrasi berupa bunga dan atau denda;
o. Badan adalah suatu bentuk badan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau daerah dengan nama dan bentuk apapun, persekutuan, perkumpulan, firma, kongsi, koperasi atau organisasi yang sejenis, lembaga, dana pensiun, bentuk usaha tetap serta bentuk badan usaha lainnya.
BAB II
NAMA, OBYEK DAN SUBYEK PAJAK
Pasal 2
(1) Dengan nama Pajak Penggunaan Energi Listrik, dipungut Pajak atas setiap penggunaan energi listrik.
(2) Obyek Pajak adalah setiap penggunaan energi listrik.
(3) Penggunaan energi listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah penggunaan energi listrik yang berasal dari PLN maupun bukan PLN.
Pasal 3
Dikecualikan dari obyek pajak adalah :
a. penggunaan energi listrik oleh Instansi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah;
4
b. penggunaan energi listrik pada tempat-tempat yang digunakan oleh kedutaan, konsulat, perwakilan asing dan lembaga-lembaga internasional dengan asas timbal balik sebagaimana berlaku untuk pajak negara;
c. penggunaan energi listrik yang berasal dari bukan PLN dengan kapasitas tertentu yang tidak memerlukan izin dari instansi teknis terkait;
Pasal 4
(1) Subjek Pajak adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan energi listrik.
(2) Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang menjadi pelanggan listrik dan atau pengguna energi listrik.
BAB III
DASAR PENGENAAN DAN TARIF PAJAK
Pasal 5
(1) Dasar pengenaan Pajak Penggunaan Energi Listrik adalah Nilai Jual Energi Listrik;
(2) Dalam hal energi listrik berasal dari PLN, nilai jual energi listrik adalah besarnya tagihan biaya penggunaan listrik/rekening listrik;
(3) Dalam hal energi listrik berasal dari bukan PLN yang meliputi perusahaan listrik swasta dan pengguna alat pembangkit sendiri/genset, nilai jual energi listrik adalah :
a. untuk perusahaan listrik swasta, penetapan nilai jual energi listrik dihitung berdasarkan jumlah Kwh penggunaan energi listrik dikalikan harga satuan listrik;
b. Untuk pengguna alat pembangkit sendiri/genset yang menggunakan alat ukur penetapan nilai jual energi listrik dihitung berdasarkan jumlah Kwh penggunaan listrik dikalikan dengan harga satuan listrik;
c. untuk pengguna alat pembangkit sendiri/genset yang tidak memakai alat ukur penetapan nilai jual energi listrik dihitung berdasarkan kapasitas tersedia, penggunaan atau taksiran penggunaan listrik dan harga satuan listrik.
(4) Harga Satuan Listrik sebagaimana dimaksud pada ayal (3), dipersamakan dengan harga satuan listrik yang berlaku di PLN.
Pasal 6
Tarif Pajak Penggunaan Energi Listrik yang berasal dari PLN dan bukan PLN sebesar 3%
5
(tiga persen).
BAB IV
WILAYAH PEMUNGUTAN DAN CARA PENGHITUNGAN PAJAK
Pasal 7
(1) Pajak yang terutang dipungut di wilayah Daerah.
(2) Besarnya pajak yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dengan dasar pengenaan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5.
BAB V
MASA PAJAK, SAAT PAJAK TERUTANG DAN SURAT PEMBERITAHUAN PAJAK DAERAH
Pasal 8
Masa Pajak adalah jangka waktu yang lamanya sama dengan 1 (satu) bulan takwim.
Pasal 9
Pajak terutang dalam masa pajak terjadi sejak diterbitkannya SKPD.
Pasal 10
(1) Setiap Wajib Pajak yang menggunakan energi listrik bukan berasal dari PLN wajib mengisi SPTPD.
(2) SPTPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diisi dengan jelas, benar dan lengkap serta ditandatangani oleh Wajib Pajak atau kuasanya.
(3) Wajib Pajak yang menggunakan listrik PLN, Daftar Rekening Listrik yang diterbitkan oleh PLN merupakan SPTPD.
(4) SPTPD yang dimaksud ayat (1) harus disampaikan kepada Dinas Pendapatan Daerah selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari setelah berakhirnya masa pajak.
(5) Bentuk, isi dan tata cara pengisian SPTPD ditetapkan oleh Kepala Dinas Pendapatan
6
Daerah.
BAB VI
TATA CARA PERHITUNGAN DAN PENETAPAN PAJAK
Pasal 11
(1) Berdasarkan SPTPD sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 ayat (1), Kepala Dinas Pendapatan Daerah menetapkan pajak terutang dengan menerbitkan SKPD.
(2) Apabila pemungutan pajak dilaksanakan kerjasama dengan PLN dan atau Perusahaan listrik swasta, rekening listrik dipersamakan dengan SKPD.
(3) Apabila SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak atau kurang dibayar setelah lewat waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak SKPD diterima, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 % (dua persen) sebulan dan ditagih dengan menerbitkan STPD.
Pasal 12
(1) Wajib Pajak yang membayar sendiri, SPTPD sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 ayat (1) digunakan untuk menghitung, memperhitungkan dan menetapkan pajak sendiri yang terutang.
(2) Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terutangnya pajak, Kepala Dinas Pendapatan Daerah dapat menerbitkan :
a. SKPDKB;
b. SKPDKBT;
c. SKPDN.
(3) SKPDKB sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a diterbitkan :
a. apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain, pajak yang terutang tidak atau kurang bayar, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 % (dua persen) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak;
b. apabila SPTPD tidak disampaikan dalam jangka waktu yang ditentukan dan telah ditegur secara tertulis, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 % (dua persen) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan
7
dihitung sejak saat terutangnya pajak;
c. apabila kewajiban mengisi SPTPD tidak dipenuhi, pajak yang terutang dihitung secara jabatan dan dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 25 % (dua puluh lima persen) dari pokok pajak ditambah sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 % (dua persen) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak.
(4) SKPDKBT sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b diterbitkan apabila ditemukan data baru atau data yang semula belum terungkap yang menyebabkan penambahan jumlah pajak yang terutang, akan dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100 % (seratus persen) dari jumlah kekurangan pajak tersebut
(5) SKPDN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c diterbitkan apabila jumlah pajak yang terutang sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.
(6) Apabila kewajiban membayar pajak terutang dalam SKPDKB dan SKPDKBT sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan b tidak atau tidak sepenuhnya dibayar dalam jangka waktu yang telah ditentukan, ditagih dengan menerbitkan STPD ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga 2 % (dua persen) sebulan.
(7) Penambahan jumlah pajak yang terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak dikenakan apabila wajib pajak melaporkan sendiri sebelum dilakukan tindakan pemeriksaan.
BAB VII
TATA CARA PEMBAYARAN
Pasal 13
(1) Pembayaran pajak dilakukan di Kas Daerah atau tempat lain yang ditunjuk oleh Kepala Daerah sesuai waktu yang ditentukan dalam SPTPD, SKPD, SKPDKB, SKPDKBT dan STPD.
(2) Apabila pembayaran pajak dilakukan di tempat lain yang ditunjuk, pajak harus disetor ke Kas Daerah selambat-lambatnya 1 x 24 jam atau dalam waktu yang ditentukan oleh Kepala Daerah.
(3) Pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan dengan menggunakan SSPD.
Pasal 14
8
(1) Pembayaran pajak harus dilakukan sekaligus atau lunas.
(2) Kepala Dinas Pendapatan Daerah dapat memberikan persetujuan kepada Wajib Pajak untuk mengangsur pajak terutang dalam kurun waktu tertentu, setelah memenuhi persyaratan yang ditentukan.
(3) Angsuran pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dilakukan secara teratur dan berturut-turut dengan dikenakan bunga sebesar 2 % (dua persen) sebulan dari jumlah pajak yang belum atau kurang dibayar.
(4) Kepala Dinas Pendapatan Daerah dapat memberikan persetujuan kepada Wajib Pajak untuk menunda pembayaran pajak sampai batas waktu yang ditentukan setelah memenuhi persyaratan yang ditentukan dengan dikenakan bunga 2 % (dua persen) sebulan dari jumlah pajak yang belum atau kurang dibayar.
(5) Persyaratan untuk dapat mengangsur dan menunda pembayaran serta tata cara pembayaran angsuran dan penundaan sebagaimanan pada ayat (2) dan ayat (4) ditetapkan oleh Kepala Daerah.
Pasal 15
(1) Setiap pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada pasal 14 diberikan tanda bukti pembayaran dan dicatat dalam buku penerimaan.
(2) Bentuk, jenis, isi, ukuran tanda bukti pembayaran dan buku penerimaan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Kepala Dinas Pendapatan Daerah.
BAB VIII
TATA CARA PENAGIHAN PAJAK
Pasal 16
(1) Surat peringatan sebagai awal tindakan pelaksanaan penagihan pajak dikeluarkan 7 (tujuh) hari sejak jatuh tempo pembayaran.
(2) Surat teguran sebagai tindakan berikutnya setelah Surat peringatan dikeluarkan 7 (tujuh) hari sejak jatuh tempo pembayaran.
(3) Dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal surat teguran atau surat peringatan, wajib pajak harus melunasi pajak yang terutang.
9
(4) Surat teguran, surat peringatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) dikeluarkan oleh Kepala Dinas Pendapatan Daerah .
Pasal 17
(1) Apabila jumlah pajak yang masih harus dibayar tidak dilunasi dalam jangka waktu sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran atau surat peringatan, jumlah pajak yang harus dibayar ditagih dengan Surat Paksa.
(2) Kepala Daerah menerbitkan Surat Paksa segera setelah lewat 21 (dua puluh satu) hari sejak tanggal surat peringatan.
Pasal 18
Apabila pajak yang harus dibayar tidak dilunasi dalam jangka waktu 2 x 24 jam setelah tanggal pemberitahuan Surat Paksa, Kepala Daerah segera menerbitkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan.
Pasal 19
Setelah dilakukan penyitaan dan wajib pajak belum juga melunasi utang pajaknya setelah lewat 10 (sepuluh) hari sejak tanggal pelaksanaan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, Kepala Daerah mengajukan permintaan penetapan tanggal pelelangan kepada Kantor Lelang Negara.
Pasal 20
Setelah Kantor Lelang Negara menetapkan hari, tanggal, jam dan tempat pelaksanaan lelang, juru sita memberitahukan dengan segera secara tertulis kepada wajib pajak.
Pasal 21
Bentuk, jenis dan isi formulir yang dipergunakan untuk pelaksanaan penagihan pajak daerah ditetapkan oleh Kepala Daerah.
BAB IX
PENGURANGAN, KERINGANAN DAN PEMBEBASAN PAJAK
Pasal 22
(1) Kepala Daerah berdasarkan permohonan wajib pajak dapat memberikan
10
pengurangan, keringanan dan pembebasan pajak.
(2) Tata cara pemberian pengurangan, keringanan dan pembebasan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan oleh Kepala Daerah.
BAB X
TATA CARA PEMBETULAN, PEMBATALAN,PENGURANGAN KETETAPAN DAN PENGHAPUSAN ATAU
PENGURANGAN SANKSI ADMINISTRASI
Pasal 23
(1) Kepala Dinas Pendapatan Daerah karena jabatan atau atas permohonan Wajib Pajak dapat:
a. membetulkan SKPD atau SKPDKB atau SKPDKBT atau STPD yang dalam penerbitannya terdapat kesalahan tulis, kesalahan hitung dan atau kekeliruan dalam penerapan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah;
b. membatalkan atau mengurangkan ketetapan pajak yang tidak benar;
c. mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi berupa bunga, denda dan kenaikan pajak yang terutang dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahannya.
(2) Permohonan pembetulan, pembatalan, pengurangan ketetapan dan penghapusan atau pengurangan sanksi administrasi atas SKPD, SKPDKB, SKPDKBT dan STPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disampaikan secara tertulis oleh Wajib Pajak kepada Kepala Dinas Pendapatan Daerah selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterima SKPD, SKPDKB, SKPDKBT atau STPD dengan memberikan alasan yang jelas.
(3) Kepala Dinas Pendapatan Daerah paling lambat 3 (tiga) bulan sejak surat permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterima, sudah harus memberikan keputusan.
(4) Apabila setelah lewat waktu 3 (tiga) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) Kepala Dinas Pendapatan Daerah tidak memberikan keputusan, permohonan pembetulan, pembatalan, pengurangan ketetapan dan penghapusan atau pengurangan sanksi administrasi dianggap dikabulkan.
BAB XI
11
KEBERATAN DAN BANDING
Pasal 24
(1) Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan kepada Kepala Dinas Pendapatan Daerah atas suatu : a. SKPD; b. SKPDKB; c. SKPDKBT; d. SKPDLB; e. SKPDN.
(2) Permohonan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disampaikan tertulis dalam bahasa Indonesia paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal SKPD, SKPDKB, SKPDKBT, SKPDLB dan SKPDN diterima oleh Wajib Pajak, kecuali apabila Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya.
(3) Kepala Dinas Pendapatan Daerah dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak tanggal surat permohonan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterima, sudah memberikan keputusan.
(4) Apabila setelah lewat waktu 12 (dua belas) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) Pejabat tidak memberikan keputusan, permohonan keberatan dianggap dikabulkan.
(5) Pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menunda kewajiban membayar pajak.
Pasal 25
(1) Wajib Pajak dapat mengajukan banding kepada Badan Penyelesaian Sengketa Pajak dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan setelah diterimanya keputusan keberatan.
(2) Pengajuan banding sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menunda kewajiban membayar pajak.
Pasal 26
Apabila pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 atau banding sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 dikabulkan sebagian atau seluruhnya, kelebihan pembayaran pajak dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2 % (dua persen) sebulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.
12
BAB XII
PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK
Pasal 27
1) Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak kepada Kepala Dinas Pendapatan Daerah secara tertulis dengan menyebutkan sekurang-kurangnya:
a. Nama dan alamat Wajib Pajak;
b. Masa Pajak;
c. Besarnya kelebihan pembayaran pajak;
d. Alasan yang jelas.
2) Kepala Dinas Pendapatan Daerah dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak diterimanya permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memberikan keputusan.
3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilampaui, Kepala Dinas Pendapatan Daerah tidak memberikan keputusan, permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dianggap dikabulkan dan SKPDLB harus diterbitkan dalam waktu paling lama 1 (satu) bulan.
4) Apabila Wajib Pajak mempunyai utang pajak lainnya, kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) langsung diperhitungkan untuk melunasi terlebih dahulu utang pajak dimaksud.
(5) Pengembalian kelebihan pembayaran pajak dilakukan dalam waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya SKPDLB dengan menerbitkan Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak (SPMKP).
(6) Apabila pengembalian kelebihan pembayaran pajak dilakukan setelah lewat waktu 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya SKPDLB, Pejabat memberikan imbalan bunga sebesar 2 % (dua persen) sebulan atas keterlambatan pembayaran kelebihan pajak.
Pasal 28
Apabila kelebihan pembayaran pajak diperhitungkan dengan utang pajak lainnya, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (4), pembayaran dilakukan dengan cara pemindahbukuan dan bukti pemindahbukuan juga berlaku sebagai bukti pembayaran.
13
BAB XIII
KADALUARSA
Pasal 29
(1) Hak untuk melakukan penagihan pajak, kadaluarsa setelah melampaui jangka waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak saat terutangnya pajak, kecuali apabila Wajib Pajak melakukan tindak pidana di bidang perpajakan daerah.
(2) Kadaluarsa penagihan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tertangguh apabila :
a. diterbitkan Surat Teguran dan Surat Paksa atau;
b. ada pengakuan utang pajak dari Wajib Pajak baik langsung maupun tidak langsung.
BAB XIV
KETENTUAN PIDANA
Pasal 30
(1) Wajib Pajak yang karena kealpaannya tidak menyampaikan SPTPD atau mengisi dengan benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga merugikan Keuangan Daerah dapat dipidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak 2 (dua) kali jumlah pajak yang terutang.
(2) Wajib Pajak yang dengan sengaja tidak menyampaikan SPTPD atau mengisi dengan tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga merugikan keuangan daerah dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan atau denda paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak yang terutang.
Pasal 31
Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) dan (2) tidak dituntut setelah melampaui jangka waktu 10 (sepuluh) tahun sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak.
BAB XV
PENYIDIKAN
14
Pasal 32
(1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai Penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan daerah.
(2) Wewenang penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah :
a. menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana di bidang perpajakan daerah agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lengkap dan jelas;
b. meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana perpajakan daerah tersebut;
c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana di bidang perpajakan daerah tersebut;
d. memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang perpajakan daerah;
e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan dan dokumen-dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut;
f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan daerah;
g. menyuruh berhenti, melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memenksa identitas orang dan atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud pada huruf e;
h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana perpajakan daerah;
i. memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
j. menghentikan penyidikan;
k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan daerah menurut hukum yang bertanggungjawab.
(3) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum melalui Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-undang Hukum Acara Pidana yang berlaku.
BAB XVI
15
KETENTUAN PERALIHAN DAN PENUTUP
Pasal 33
Pelaksanaan Peraturan Daerah ini ditetapkan oleh Kepala Daerah.
Pasal 34
Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Bekasi Nomor 06 Tahun 1998 tentang Pajak Penerangan Jalan dinyatakan tidak berlaku lagi.
Pasal 35
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang dapat rnengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Bekasi.
Ditetapkan di Bekasipada tanggal 29 Maret 2000
BUPATI BEKASI
Ttd.
H. WIKANDA DARMAWIJAYA
Peraturan Daerah ini disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Bekasi dengan Keputusan Nomor 09/Kep/170-DPRD/2000 tanggal 29 Maret 2000
Diundangkan di BekasiPada tanggal 11 April 2000
16
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI TAHUN 2000 NOMOR 1 SERI A
PENJELASAN ATAS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BEKASI
NOMOR : 2 TAHUN 2000
TENTANG
PAJAK PENGGUNAAN ENERGI LISTRlK
I. UMUM
Berdasarkan ketentuan pasal 79 Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah Jo. Pasal 4 Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah, salah satu sumber PAD adalah Pajak Daerah.
Di daerah Kabupaten / Kota terdapat jenis pajak daerah yang dikenal dengan nama Pajak Penerangan Jalan, namun dalam pelaksanaannya selama ini sering disalahartikan sebagai pajak daerah atas pelayanan pengadaan fisik penerangan
17
jalan umum, padahal pengertian pajak daerah itu sendiri adalah iuran wajib yang dapat dipaksakan dengan tanpa imbalan langsung yang seimbang atau tidak harus dikembalikan ke obyeknya sebagaimana halnya retribusi daerah.
Sebagai akibat penamaan Pajak Penerangan Jalan yang dapat mengaburkan makna pajak itu sendiri, sehingga di tengah-tengah masyarakat timbul tuntutan akan pemenuhan fisik penerangan jalan umum yang dikaitkan langsung dengan kewajiban Pajak Penerangan Jalan yang telah dibayar.
Atas dasar pertimbangan tersebut di atas, dengan memperhatikan sebagian aspirasi masyarakat yang menghendaki adanya perubahan nomenklatur Pajak Penerangan Jalan maka dengan semangat otonomi daerah, pemerintah Kabupaten Bekasi dengan persetujuan DPRD Kabupaten Bekasi memandang perlu melakukan peninjauan/pencabutan terhadap Peraturan Daerah Kabupaten Tingkat II Bekasi Nomor 06 Tahun 1998 tentang Pajak Penerangan Jalan dan ditetapkan kembali dengan Peraturan Daerah Kabupaten Bekasi Nomor..... Tahun 2000 tentang Pajak Penggunaan Energi Listrik.
Pada prinsipnya nomenklatur Pajak Penggunaan Energi Listrik mempunyai pengertian yang sama dengan nomenklatur Pajak Penerangan Jalan sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 Jo. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, namun lebih dapat dipahami oleh masyarakat sehingga secara substansial sebenarnya perubahan nomenklatur dimaksud tidak menyimpang dari peraturan yang lebih tinggi.
Dalam Peraturan Daerah ini yang menjadi wajib pajak tidak hanya terbatas pada pelanggan PLN, tetapi juga pelanggan perusahaan listrik swasta serta pengguna alat pembangkit sendiri/Genset.
Dengan ditetapkannya Peraturan Daerah ini diharapkan dapat segera dilaksanakan dalam upaya meningkatkan Pendapatan Asli Daerah untuk dipergunakan membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1Paaal ini memuat pengertian istiiah yang dipergunakan dalam Peraturan Daerah ini, dimaksudkan untuk mencegah timbulnya salah tafsir dan salah pengertian dalam memahami dan melaksanakan pasal-pasal yang bersangkutan sehingga baik Wajib Pajak maupun aparatur dalam menjalankan hak dan kewajibannya dapat berjalan dengan lancar dan akhirnya dapat dicapai tertib administrasi.
18
Huruf a sampai dengan d Cukup jelas
Huruf ePejabat di lingkungan Pemerintah Daerah yang diberi tugas untuk mengelola pajak daerah adalah pejabat di lingkungan Dinas Pendapatan Daerah.
Huruf f sampai dengan o Cukup Jelas
Pasal 2Cukup Jelas
Huruf a dan b Cukup jelas
Huruf cBerdasarkan PP No. 10 Tahun 1989 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Tenaga Listrik, pada pasal 7 ayat (1) disebutkan bahwa Usaha Penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan sendiri dapat dilakukan tanpa izin, dengan jumlah kapasitas tenaga Iistrik yang dibangkitkan tidak melebihi 200 kVA. Ketentuan ini tidak berlaku apabila terdapat beberapa alat pembangkit tenaga listrik di bawah kapasitas 200 kVA dan dengan sendirinya tidak dikecualikan dari objek pajak. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi orang pribadi/badan untuk menghindar dari kewajiban membayar pajak.
Pasal 4Cukup jelas
Pasal 5Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)Cukup Jelas
Ayat (3) Huruf a
Cara menghitung Nilai Jual Energi Listrik :
Nilai Jual Energi Listrik = Jumlah KWh x harga satuan listrik
- Jumlah KWh adalah besarnya penggunaan Listrik per bulan
19
- Harga satuan listrik adalah harga satuan penggunaan energi listrik yang dipersamakan dengan harga satuan listrik yang berlaku pada PLN, yang pada saat ditetapkan Peraturan Daerah ini sebagai berikut :
a. Kelompok Bisnis dan Perhotelan, harga satuan listrik Rp. 201,00 per KWh;
b. Kelompok Industri, harga satuan listrik Rp. 140,00 per KWh.
Contoh :
Perusahaan Industri A yang menjadi pelanggan listrik swasta, dalam bulan Desember 1999 menggunakan energi listrik sebesar 10.000 KWh, maka Nilai Jual Energi Listrik adalah :
10.000 KWh x Rp. 140,00 = Rp. 1.400.000,00
Adapun cara menghitung besarnya pajak terutang adalah mengalikan Tarif Pajak dengan Nilai Jual Energi Listrik :
Tarif Pajak = 3 %
Nilai Jual Energi Listrik = Rp. 1. 400.000,00
Pajak terutang = 3 % x Rp. 1. 400.000,00
= Rp. 42.000,00
Huruf bUntuk energi listrik yang berasal dari alat pembangkit sendiri/genset dengan memasang Alat Ukur, cara perhitungan Nilai Jual Energi Listrik dan besarnya pajak terutang sama dengan contoh tersebut pada huruf a.
Huruf cUntuk energi listrik berasal dari alat pembangkit sendiri/genset dengan tidak memasang Alat Ukur, perhitungan Nilai Jual Energi Listrik ditetapkan dengan rumusan sebagai Berikut :
KWh = kVA x FD x Jam Nyala x Rp./kWh.
- kWh = Nilai Jual Energi Listrik
- FD = Faktor Daya yang dinyatakan dengan angka 0,85
- kVA = Kapasitas Genset
- Jam Nyala = Taksiran jam nyala penggunaan listrik per bulan berdasarkan basil pendataan (1 bulan dihitung 30 hari).
- Rp./kWh = Harga Satuan Listrik per kWh yang dihitung dalam rupiah.
Contoh :
20
Perusahaan Perhotelan B untuk rnemenuhi kebutuhan pengoperasian hotel menggunakan alat pembangkit sendiri/genset kapasitas 1.000 kVA tanpa memasang alat ukur dengan jam nyala setiap hari 8 jam (240 jam/bulan), maka Nilai Jual Energi Listrik adalah :
= 1.000 x 0,85x 240 xRp. 200,00 = Rp.40.800.000,00
Adapun cara menghitung pajak terutang adalah mengalikan Tarif Pajak dengan Nilai Jual Energi Listrik.
- Tarif Pajak = 3 %- Nilai Jua! Energi Listrik = Rp. 40.800.000,00- Pajak terutang = 3 % x Rp. 40.800.000,00
= Rp. 1.224.000,00
Ayat (4)Cukup Jelas
Pasal 6Cukup Jelas
Pasal 7
Ayat (1)Cukup Jelas
Ayat (2)Lihat Penjelasan Pasal 5
Pasal 8Cukup Jelas
Pasal 9Cukup Jeias
Pasal 10Cukup Jelas
Pasal 11Cukup Jelas
Pasal 12Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
21
Cukup Jelas
Ayat (3)Huruf a dan b
Cukup jelas Huruf c
Yang dimaksud dengan pajak terutang dihitung secara jabatan adalah penetapan besarnya pajak terutang oleh Kepala Daerah atau pejabat yang ditunjuk, berdasarkan data yang ada atau keterangan lain yang dimiliki oleh Kepala Daerah atau pejabat yang ditunjuk.
Ayat (4)Cukup Jelas
Ayat (5)Cukup Jelas
Ayat (6)Cukup Jelas
Ayat (7)Cukup Jelas
Pasal 13 Ayat (1)
Pembayaran Pajak disetorkan melalui Bendaharawan Khusus Penerima (BKP) di Dinas Pendapatan Daerah atau melalui Kas Daerah Kabupaten Bekasi pada Bank Jabar Cabang Bekasi.
Ayat (2)Cukup Jelas
Ayat (3)Cukup Jelas
Pasal 14Cukup Jelas
Pasal 15Cukup Jelas
Pasal 16
22
CukupJelas
Pasal 17Pelaksanaan Surat Paksa berpedoman pada peraturan perundang-undangan perpajakan di bidang penagihan pajak.
Pasal 18Penyitaan dilaksanakan oleh Juru sita dari PNS yang diangkat dengan Keputusan Kepala Daerah.
Pasal 19Cukup Jelas
Pasal 20Cukup Jelas
Pasal 21Cukup Jelas
Pasal 22 Ayat (1)
Kepala Daerah berwenang memberikan pengurangan, keringanan dan pembebasan Pajak berdasarkan alasan-alasan yang dapat dipertanggungjawabkan setelah memperhatikan saran dan pertimbangan dari instansi terkait.
Ayat (2)Cukup Jeias
Pasal 23Cukup Jelas
Pasal 24
Ayat (1)Cukup Jelas
Ayat (2)Permohonan keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia harus disertai alasan-alasan yang jelas, dengan membuktikan ketidakbenaran ketetapan pajak yang sudah diterima oleh Wajib Pajak.Adapun yang dimaksud dengan di luar kekuasaannya pada ayat ini adalah suatu keadaan yang terjadi di luar kehendak/kekuasaan Wajib Pajak, misalnya karena sakit atau terkena musibah bencana alam.
23
Ayat (3)Cukup Jelas
Ayat (4)Cukup Jelas
Ayat (5)Ketentuan ini dimaksudkan agar Wajib Pajak tidak menghindar dari kewajiban untuk membayar pajak yang telah ditetapkan dengan dalih mengajukan keberatan, sehingga dapat dlcegah terganggunya penerimaan daerah.
Pasal 25Ayat(2)
Sama dengan penjelasan pasal 24 ayat (5)
Pasal 26Imbalan bunga dihitung sejak butan pelunasan sampai dengan diterbitkannya SKPDLB.
Pasal 27CukupJelas
Pasal 28Cukup Jeias
Pasal 29Cukup Jelas
Pasal 30Cukup Jelas
Pasal 31Cukup Jelas
Pasal 32Ayat (1)
Penyidik dimaksud adalah Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Daerah yang diberi vvewenang khusus oleh Kepala Daerah sebagai Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS).
Pasal 33Cukup Jelas
24
Pasal 34Cukup Jelas
Pasal 35Cukup Jelas.
25