Riki Yuniagara, S.HI
PENGUJIAN TAP MPR (Suatu Kajian Filsafat)
Riki Yuniagara: Pengujian TAP MPR.…….
P a g e | 1
PENGUJIAN TAP MPR (Suatu Kajian Filsafat)
Riki Yuniagara, S.HI
@ rikiyuniagara.wordpress.com Banda Aceh, 2015
Riki Yuniagara: Pengujian TAP MPR.…….
P a g e | 2
DAFTAR ISI
BAB I : PENDAHULUAN ..................................... 3 BAB II : TAP MPR DALAM HIRARKI
PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN INDONESIA .................. 11 A. Pengertian TAP MPR ........................... 11 B. Kedudukan Tap MPR dalam Hirarki
Peraturan Perundang-Undangan ....... 15
BAB III : JUDICIAL REVIEW PERATURAN HUKUM DI INDONESIA ...................... 20
A. Hak Menguji Perundang-Undangan di Indonesia ........................................... 20
B. Kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam Praktek Judicial Review ............. 22
BAB IV : PENGUJIAN TAP MPR DALAM KAJIAN FILSAFAT ................................. 26
A. Norma Hukum...................................... 26 B. Pengujian Norma Hukum ................... 30
BAB V : PENUTUP .................................................. 37 DAFTAR PUSTAKA ................................................. 39
Riki Yuniagara: Pengujian TAP MPR.…….
P a g e | 3
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam negara hukum, pembentukan undang-
undang merupakan suatu bagian penting yang
mendapat perhatian serius. Undang-undang dalam
negara hukum berfungsi sebagai hukum tertulis
yang mempunyai kekuatan mengikat setiap warga
dan seluruh komponen kehidupan bernegara.
Kebijakan-kebijakan yang dilahirkan oleh suatu
negara hukum harus didasarkan pada suatu
peraturan perundang-undangan. Undang-Undang
Dasar 1945 Pasal 1 ayat (3) menyebutkan bahwa
Negara Indonesia adalah negara hukum. Implikasi
dari ayat tersebut bahwa setiap kebijakan-kebijakan
Riki Yuniagara: Pengujian TAP MPR.…….
P a g e | 4
yang diputuskan harus mempunyai landasan
hukum yang kuat.1
Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 1 ayat (3)
menyebutkan bahwa Negara Indonesia adalah
negara hukum. Implikasi dari ayat tersebut bahwa
setiap kebijakan-kebijakan yang diputuskan harus
mempunyai landasan hukum yang kuat.2 Sehingga
setiap pemberlakuan peraturan perundang-
undangan merujuk kepada peraturan perundang-
undangan yang berada di atasnya dan tersusun
secara hirarki.
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
(TAP MPR) merupakan salah satu bentuk peraturan
perundang-undangan yang ada di Indonesia.
Pemberlakuannya harus merujuk kepada peraturan
1 Muhammad Siddiq Armia, Studi Epistemologi Perundang-Undangan, (Jakarta: Teratai Publisher, 2011), hlm. 13. 2 Ibid.
Riki Yuniagara: Pengujian TAP MPR.…….
P a g e | 5
perundang-undangan yang ada di atasnya yaitu
Undang-Undang Dasar 1945.
Dalam hal ini, Undang-Undang Nomor 12
Tahun 2011 menyebutkan tata urutan peraturan
perundang-undangan sebagai berikut:
1. UUD 1945
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
3. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang (Perpu)
4. Peraturan Pemerintah
5. Peraturan Presiden
6. Peraturan Daerah Propinsi
7. Peraturan Daerah Kabupaten /Kota.
Dalam undang-undang tersebut ditegaskan
pula, bahwa kekuatan hukum peraturan perundang-
undangan sesuai dengan hirarkinya. Artinya
ketentuan ini memulihkan kembali keberadaan
Riki Yuniagara: Pengujian TAP MPR.…….
P a g e | 6
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat sebagai
peraturan perundang-undangan yang kekuatan
hukumnya lebih kuat dari undang-undang.
Dari uraian di atas muncul permasalah baru,
ketika ada Ketetapan Majelis Permusyawaratan
Rakyat yang bertentangan dengan UUD 1945 atau
bertentangan dengan masyarakat umum, apa upaya
hukum yang harus dilakukan ketika hal itu terjadi,
kemanakah harus diuji kelayakannya, karena
mengingat tidak ada diatur dalam Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2011. Sehingga, apabila Ketetapan
Majelis Permusyawaratan Rakyat bertentangan
dengan UUD 1945 atau masyarakat umum,
kemanakah harus mengajukan keberatannya sesuai
dengan tatanan hukum perundang-undangan di
Indonesia.
Dalam hal ini, terjadinya kekosongan hukum
(recht vacum) pengujian terhadap Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat yang merupakan salah
Riki Yuniagara: Pengujian TAP MPR.…….
P a g e | 7
satu jenis produk perundang-undangan di
Indonesia. Sehingga perlu diteliti dan dikaji lebih
lanjut mengenai hal ini, dikarena kekosongan
hukum akan mengganggu sistem hukum di
Indonesia.
Jika merujuk kepada hukum ketatanegaraan
di Indonesia, lembaga yang berwenang menguji
peraturan perundang-undangan di Indonesia
menurut Pasal 24 huruf a dan Pasal 24 huruf c UUD
1945 adalah Mahkamah Agung (MA) berwenang
menguji peraturan perundang-undangan di bawah
undang-undang terhadap undang-undang dan
Mahkamah Konstitusi (MK) yang berwenang
menguji undang-undang terhadap Undang-Undang
Dasar.
Berarti Ketetapan Majelis Permusyawaratan
Rakyat tidak mungkin diuji oleh Mahkamah
Konstitusi karena pada pasal tersebut tidak
disebutkan kewenangannya menguji Ketetapan
Riki Yuniagara: Pengujian TAP MPR.…….
P a g e | 8
Majelis Permusyawaratan Rakyat melainkan hanya
menguji undang-undang yang bertentangan dengan
Undang-Undang Dasar saja. Jadi intinya, Mahkamah
Konstitusi tidak berhak menguji Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat karena tidak diatur dalam
Undang-Undang Dasar atau peraturan perundang-
undangan lainnya.
Jika dilihat secara historis, pada masa orde
lama dan orde baru (sebelum amandemen UUD
1945) Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
diuji oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat atau
lembaga pembuat ketetapan itu sendiri yaitu dengan
cara mengeluarkan Ketetapan yang baru untuk
mencabut Ketetapan yang lama. Dalam hal ini,
metode pengujian yang digunakan yaitu “legeslative
review” (pengujian lembaga legeslatif).
Apabila legeslative review diaplikasikan
terhadap Ketetapan Majelis Permusyawaratan
Rakyat pada saat sekarang ini, maka akan
Riki Yuniagara: Pengujian TAP MPR.…….
P a g e | 9
bertentangan dengan Undang-Undang Dasar
dikarenakan menurut Undang-Undang Dasar
setelah amandemen Majelis Permusyawaratan
Rakyat tidak dapat lagi mengeluarkan produk
hukum ketetapan yang bersifat mengatur (regeling)
dan hanya bisa mengeluarkan ketetapan yang
bersifat penetapan (beschikking).
Apalagi Majelis Permusyawaratan Rakyat
sekarang bukan lembaga tertinggi lagi melainkan
lembaga tinggi sama kedudukannya dengan
lembaga tinggi lainnya (Presiden, DPR, MK)
sehingga Majelis Permusyawaratan Rakyat tidak
semena-mena mengeluarkan atau mencabut
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat. Jadi,
Majelis Permusyawaratan Rakyat tidak mempunyai
kewenangan menguji Ketetapannya sendiri.
Berarti, status hukum Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat yang masih berlaku
sampai sekarang tidak jelas, dikarenakan tidak ada
Riki Yuniagara: Pengujian TAP MPR.…….
P a g e | 10
landasan hukum yang menjelaskannya untuk
dijadikan pedoman dalam proses pengujiannya.
Riki Yuniagara: Pengujian TAP MPR.…….
P a g e | 11
BAB II
TAP MPR DALAM HIRARKI PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN INDONESIA
A. Pengertian Tap MPR
Dari berbagai pendapat yang menyatakan
telah terjadi perubahan atas UUD 1945 dapat
diketahui, bahwa salah satu bentuk peraturan
perundang-undangan yang digunakan untuk
melakukan perubahan terhadap UUD 1945 adalah
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat.3
Sejak tahun 1960 Majelis Permusyawaratan
Rakyat telah menetapkan dan mengeluarkan satu
jenis produk hukum “peraturan baru” yang disebut
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat. 4 Di
dalam Pasal 3 ayat (2) Ketetapan Majelis
3 Budiman N.P.D Sinaga, Hukum Konstitusi,
(Yogyakarta: Kurnia Kalam Semesta, 2005), hlm.53. 4 Ibid
Riki Yuniagara: Pengujian TAP MPR.…….
P a g e | 12
Permusyawaratan Rakyat Nomor III/MPR/2000
dijelaskan bahwa Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat merupakan putusan
Majelis Permusyawaratan Rakyat sebagai
pengemban kedaulatan rakyat yang ditetapkan
dalam sidang-sidang Majelis Permusyawaratan
Rakyat.
Menurut Pasal 98 Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat No. I/MPR/1983 bahwa
bentuk-bentuk putusan Majelis Permusyawaratan
Rakyat adalah:
1. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
2. Keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat.5
Perbedaan antara kedua peraturan
perundang-undangan ini dikatakan dalam ayat (2)
dan ayat (3). Menurut kedua ayat tersebut bahwa
5 S. Toto Pandoyo, Ulasan Terhadap Beberapa Ketentuan
Undang-Undang Dasar 1945 Proklamasi dan Kekuasaan MPR, (Yogyakarta: Liberty Yogyakarta, 1992), hlm.167.
Riki Yuniagara: Pengujian TAP MPR.…….
P a g e | 13
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat adalah
“putusan Ketetapan Majelis Permusyawaratan
Rakyat” yang mempunyai kekuatan hukum (umum)
mengikat ke luar dan ke dalam, sedangkan
Keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat hanya
mempunyai kekuatan hukum mengikat ke dalam
Majelis Permusyawaratan Rakyat saja. “Putusan
Majelis Permusyawaratan Rakyat” yang pertama
adalah segala keputusan yang ditetapkan oleh
Majelis Permusyawaratan Rakyat, yang dapat
berbentuk Undang-Undang Dasar, Ketetapan
Majelis Permusyawaratan Rakyat, dan Keputusan
Majelis Permusyawaratan Rakyat.6
Penyebutan nama “Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat” ditafsirkan dari
ketentuan Pasal 2 dan 3 UUD 1945. Jika diperhatikan
dengan teliti, tidak semua Ketetapan Majelis
6 Sri Soemantri, Prosedur dan Sistem Perubahan
Konstitusi, (Bandung: Alumni, 2006), hlm.229.
Riki Yuniagara: Pengujian TAP MPR.…….
P a g e | 14
Permusyawaratan Rakyat dapat diklasifikasikan
sebagai suatu ketetapan, dan sangat jauh perbedaan
jika diartikan dalam hukum administrasi negara.
Menurut Sri Soemantri: “Dalam dua pasal
tersebut ditemukan istilah “menetapkan” atau
“ditetapkan”. Hasil dari “menetapkan” atau
“ditetapkan” adalah “ketetapan”. Konstitusi ini
tidak keliru tetapi tidak selalu “menetapkan”
menghasilkan “ketetapan”. Istilah “menetapkan”
dapat dipergunakan dalam pengertian “umum” dan
“khusus”. Dalam pengertian umum, tindakan
menetapkan dapat berwujud undang-undang
(menetapkan undang-undang), dan lain sebagainya.
Sedangkan dalam pengertian khusus, keluaran dari
tindakan menetapkan adalah “ketetapan”, dan
kalangan Ilmu Hukum Administrasi Negara, istilah
“ketetapan” bisa dipakai sebagai nama perbuatan
administrasi negara yang bersifat individual, konkrit
atau yang lazim disebut “beschikking”. Ketetapan
Riki Yuniagara: Pengujian TAP MPR.…….
P a g e | 15
sebagai suatu bentuk tindakan atau perbuatan
administrasi negara tidak lagi tergolong sebagai
peraturan perundang-undangan”.7
B. Kedudukan Tap MPR dalam Hirarki Peraturan
Perundang-Undangan
Kedudukan Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat dalam hirarki peraturan
perundang-undangan memang mengundang kritik
dari akademisi. Guru Besar Hukum Tata Negara
Universitas Indonesia Jimly Asshiddiqie
menyatakan sebenarnya penempatan Ketetapan
Majelis Permusyawaratan Rakyat di atas undang-
undang adalah keliru. Menurutnya, ketetapan
Majelis Permusyawaratan Rakyat seharusnya
sederajat dengan undang-undang sehingga bisa
7 Sri Soemantri, Prosedur dan Sistem Perubahan
Konstitusi, (Bandung: Alumni, 1984), hlm.161
Riki Yuniagara: Pengujian TAP MPR.…….
P a g e | 16
dibatalkan jika bertentangan dengan konstitusi
melalui pengujian ke Mahkamah Konstitusi.8
Pendapat senada juga dikemukakan Pengajar
Ilmu Peraturan Perundang-undangan Universitas
Indonesia Sonny Maulana Sikumbang menilai
masuknya Ketetapan Majelis Permusyawaratan
Rakyat ke dalam hirarki merupakan langkah
mundur. Karena, menurut Sonny, dahulu ketetapan
Majelis Permusyawaratan Rakyat sudah dikeluarkan
dari hirarki peraturan perundang-undangan.9
Mengenai kedudukan Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Guru Besar Ilmu Hukum
Universitas Padjadjaran Prof. Sri Soemantri pernah
berpendapat bahwa setelah amandemen Undang-
Undang Dasar 1945 terjadi perubahan mendasar atas
kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Majelis Permusyawaratan Rakyat menurutnya tidak
8 Ibid. 9 Ibid.
Riki Yuniagara: Pengujian TAP MPR.…….
P a g e | 17
lagi sebagai lembaga negara tertinggi dan tidak akan
ada lagi bentuk hukum yang namanya Ketetapan
Majelis Permusyawaratan Rakyat.10
Dalam hal yang sama, pakar Ilmu Peraturan
Perundang-undangan Universitas Indonesia (UI)
yang kini adalah hakim Mahkamah Konstitusi Maria
Farida Indrati juga menyatakan bahwa karena
sekarang presiden dipilih oleh rakyat, maka
Presiden bukan lagi sebagai mandataris Majelis
Permusyawaratan Rakyat sehingga untuk
selanjutnya tidak boleh ada lagi ketetapan yang
memberikan mandat ke presiden. Menurutnya,
Majelis Permusyawaratan Rakyat tidak berwenang
membuat ketetapan yang bersifat mengatur, tapi
sebatas Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
yang bersifat beschikking.11
10 Ibid. 11 Ibid
Riki Yuniagara: Pengujian TAP MPR.…….
P a g e | 18
Patrialis Akbar (Menteri Hukum dan HAM)
mengusulkan agar Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat diletakkan di atas UUD
1945. Ia berargumentasi bahwa pengesahan
perubahan UUD 1945 melalui Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat. “Sehingga wajar saja bila
TAP MPR diletakan di atas UUD 1945,” ujarnya.
Dengan argumentasi seperti itu berarti posisi
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat lebih
tinggi dari UUD 1945.
Sebelum disahkan Undang-Undang Nomor 12
Tahun 2011, Ketetapan Majelis Permusyawaratan
Rakyat memang telah disepakati untuk dimasukkan
ke dalam hirarki peraturan perundang-undangan,
tetapi Pemerintah dan DPR belum sepakat mengenai
posisinya dalam hirarki tersebut. Apakah akan
sejajar dengan UUD 1945, di bawah UUD 1945 atau
Riki Yuniagara: Pengujian TAP MPR.…….
P a g e | 19
sejajar dengan undang-undang. 12 Dengan lahirnya
Undang-Undnag Nomor 12 Tahun 2011, kedudukan
Tap MPR berada diurutan kedua dalam hirarki
peraturan perundang-undangan yang terletak di
bawah UUD dan diatas undang-undang.
12 Hukumonline.com, Eksistensi Tap MPR akan Dihidupkan Kembali, Diakses pada tanggal 25 Maret 2015 dari Situs: http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4d6e72f9346bf/eksistensi-tap-mpr-akan-dihidupkan-kembali.
Riki Yuniagara: Pengujian TAP MPR.…….
P a g e | 20
BAB III
JUDICIAL REVIEW PERATURAN HUKUM DI INDONESIA
A. Hak Menguji Perundang-undangan di Indonesia Dalam sistem yang dianut oleh UUD 1945
sebelum amandemen, Majelis Permusyawaratan
Rakyat diberi kedudukan sebagai lembaga tertinggi
negara. Dari lembaga tertinggi Majelis
Permusyawaratan Rakyat itulah cabang-cabang
kekuasaan negara dibagikan ke lembaga tinggi
negara yang berada di bawahnya sesuai dengan
prinsip pembagian kekuasaan. Karena itu, hubungan
antar cabang kekuasaan legislatif dan eksekutif tidak
didasarkan atas prinsip “checks and balances”, dan
karena itu, produk lembaga legislatif bersama-sama
eksekutif berupa undang-undang dinilai tidak dapat
Riki Yuniagara: Pengujian TAP MPR.…….
P a g e | 21
dilakukan pengujian (judicial review) oleh cabang
kekuasaan kehakiman.13
Pengujian terhadap produk hukum di
Indonesia dibagi dua, yaitu terhadap undang-
undang (legislative acts) dan terhadap produk di
bawah undang-undang (executive acts). Di Indonesia
sendiri dikenal adanya lembaga Peninjauan Kembali
(PK) oleh Mahkamah Agung. Dengan perkataan
lain, dalam pengertian judicial review itu terdapat
pula pengertian mengenai pengujian kembali, tidak
saja terhadap produk legislatif dan eksekutif, tetapi
juga terhadap produk putusan judicial atau hakim
sendiri.14
Dalam tatanan hukum di Indonesia, judicial
review menjadi suatu hal yang selalu diperdebatkan
13 Dian Rositawati, “Judicial Review” (Bahan Materi). Seri Bahan Bacaan Kursus HAM untuk Pengacara X Tahun 2005 tentang Mekanisme Judicial Review, (Jakarta: Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat, 2005), hlm. 15.
14 Ibid.
Riki Yuniagara: Pengujian TAP MPR.…….
P a g e | 22
sejak founding fathers membicarakan tentang
Undang-Undang Dasar yang akan diberlakukan
apabila Indonesia telah merdeka. Hal yang
diperdebatkan mengenai kekuasaan kehakiman
sehingga terjadinya pasang surut menurut kondisi
sosial politik yang berada diruang lingkup sistem
peradilan dan kekuasaan kehakiman.15
B. Kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam Praktek Judicial Review
Salah satu hal penting dari perubahan UUD
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah
keberadaan Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga
negara baru yang berdiri sendiri dalam
melaksanakan kekuasaan kehakiman sebagaimana
15 Muhammad Siddiq Armia, Studi Epistemologi
Perundang-Undangan, hlm. 88.
Riki Yuniagara: Pengujian TAP MPR.…….
P a g e | 23
diatur dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun
2003.16
Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia
adalah lembaga (tinggi) negara yang
pembentukannya pada masa amandemen UUD
1945. Lahirnya Mahkamah Konstitusi merupakan
suatu bentuk upaya dalam mengimbangi atas
kekuasaan legislatif maupun kekuasaan eksekutif.
Keberadaan Mahkamah Konstitusi di Indonesia
dilatarbelakangi adanya kehendak untuk
membangun pemerintahan yang demokratis dengan
checks and balances antara cabang-cabang kekuasaan,
serta menjamin dan melindungi hak-hak
konstitusional warga negara serta sebagai sarana
penyelesaian beberapa problem yang terjadi dalam
praktik ketatanegaraan yang sebelumnya tidak
16 Republik Indonesia, Undang Undang Nomor 24 Tahun
2003 tentang Mahkamah Konstitusi, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 98, Ps. 2.
Riki Yuniagara: Pengujian TAP MPR.…….
P a g e | 24
ditentukan oleh konstitusi. 17 Oleh karena itu
dibentuknya Mahkamah Konstitusi dengan tujuan
untuk “mengawal” Konstitusi (UUD 1945).18
Dalam Pasal 24c ayat (1) UUD 1945 (setelah
amandemen) menyatakan bahwa:
“Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili
pada tingkat pertama dan terakhir yang
putusannya bersifat final untuk menguji undang-
undang terhadap Undang-Undang Dasar,
memutus sengketa kewenangan lembaga negara
yang kewenangannya diberikan oleh Undang-
Undang Dasar, memutus pembubaran partai
politik, dan memutus perselisihan tentang hasil
pemilihan umum”
17 Jazim Hamidi dan Mustafa Lutfi, “Constitutional
Question (Antara Realitas Politik dan Implementasi Hukumnya)” Jurnal Konstitusi, Vol. 7, No. 1, Februari 2010, hlm. 30-47.
18 Ibid.
Riki Yuniagara: Pengujian TAP MPR.…….
P a g e | 25
Jadi, kewenangan Mahkamah Konstitusi
dalam Praktek judicial review sangat jelas diatur
dalam Pasal 24c ayat (1) Undang-Undang Dasar dan
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang
Mahkamah Konstitusi. Dengan kewenangan yang
diberikan kepada Mahkamah Konstitusi ini dapat
berjalan dengan baik sehingga terwujudnya
penyelenggaraan kekuasaan dan ketatanegaraan
yang lebih baik.
Riki Yuniagara: Pengujian TAP MPR.…….
P a g e | 26
BAB IV
PENGUJIAN TAP MPR DALAM KAJIAN FILSAFAT
A. Norma Hukum
Norma merupakan suatu ukuran yang harus
dipatuhi oleh seseorang dalam hubungannya
dengan sesamanya ataupun hubungannya dengan
lingkungannya. Norma adalah patokan atau ukuran
bagi seseorang dalam bertindak dan bertingkah
laku.19
Kelebihan dari norma hukum adalah karena
bersifat umum dan norma hukum mempunyai
kekuatan untuk memaksa karena dibuat oleh
penguasa, Sudikno Mertokusumo mengemukakan,
bahwa yang hanya dapat melakukan paksaan
19 Maria Farida Indrati Soeprapto, Ilmu Perundang-
undangan: Dasar-dasar dan Pembentukannya, cet. XI, (Yogyakarta : Kanisius, 2006), hlm. 6.
Riki Yuniagara: Pengujian TAP MPR.…….
P a g e | 27
terhadap pelanggaran terhadap norma hukum
adalah penguasa.20
Kaitannya dengan norma hukum, Hans
Kelsen mengembangkan sebuah Teori Hukum
Murni (General Theory of Law and State). Aliran Teori
Hukum Murni merupakan suatu pengembangan
dari teori mazhab positivisme, yang menitikberatkan
pada inti ajarannya mengenai hukum dapat dibuat
dari undang-undang. Menurut W. Friedman, inti
ajaran Teori Hukum Murni adalah :
1. Tujuan teori hukum, seperti tiap ilmu
pengetahuan adalah untuk mengurangi
kekacauan dan kemajemukan menjadi
kesatuan
20 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum: Suatu
Pengantar, Edisi ke-4, cet. II (Yogyakarta: Liberty, 1999), hlm. 20.
Riki Yuniagara: Pengujian TAP MPR.…….
P a g e | 28
2. Teori hukum adalah ilmu pengetahuan
mengenai hukum yang berlaku, bukan mengai
hukum yang seharusnya
3. Hukum adalah ilmu pengetahuan normatif,
bukan ilmu alam
4. Teori hukum sebagai teori tentang norma-
norma, tidak ada hubungannya dengan daya
kerja norma-norma hukum
5. Teori hukum adalah formal, suatu teori
tentang cara menata, mengubah isi dengan
cara yang khusus
6. Hubungan antara teori hukum dan sistem
yang kas dari hukum psoitif ialah hubungan
apa yang mungkin dengan hukum yang
nyata.21
21 JimlyAsshiddiqie, Perihal Undang-Undang, Konstitusi
Press, Jakarta, 2006, hal. 1-2.
Riki Yuniagara: Pengujian TAP MPR.…….
P a g e | 29
Selain itu Hans Kelsen juga memaparkan
bahwa suatu pernyataan tentang realitas dikatakan
benar, karena pernyataan tersebut berhubungan
dengan realitas atau karena pengalaman
menunjukkan kesesuaian dengan realitas tersebut.
Suatu norma adalah bukan pernyataan tentang
realitas sehingga tidak dapat dikatakan benar atau
salah dengan ukuran realitas. Validitas norma tidak
karena keberlakuannya. Pertanyaan mengapa
sesuatu seharusnya terjadi tidak pernah dapat
dijawab dengan penekanan pada akibat bahwa
sesuatu harus terjadi, tetapi hanya oleh penekanan
bahwa sesuatu seharusnya terjadi.22
Hans Kelsen mengemukakan bahwa setiap
aturan harus ada hirarkinya, dimulai dari yang
norma dasar dan menjadi tolak ukur validitas bagi
22 Jimly Asshiddiqie, Teori Hans Kelsen tentang Hukum,
Sekretariat Jendral dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jakarta, 2006, hal.111.
Riki Yuniagara: Pengujian TAP MPR.…….
P a g e | 30
norma yang ada di bawahnya. 23 Kelsen
menempatkan konstitusi sebagai norma dasar bagi
setiap peraturan perundang-undangan yang akan
dibuat, maka berlaku asas lex superior derogat legi
inferiori.24
B. Pengujian Norma Hukum
Mengenai hirarki peraturan perundang-
undangan, setiap aturan yang lebih rendah tentunya
harus disesuaikan dengan peraturan yang ada di
atasnya, maka perlu ada judicial review yaitu
pengujian terhadap peraturan yang di bawah
tersebut apakah sudah sesuai atau tidak dengan
aturan yang di atasnya.
Pengujian terhadap setiap norma hukum
(peraturan perundang-undangan) dengan maksud
23 Hans Kelsen,Teori Umum Tentang Hukum dan Negara, (terj. Raisul Muttaqien), cet. V, (Bandung : Nusa Media, 2010), hlm. 179.
24 Sudikno Mertokusumo, Penemuan Hukum, (Yogyakarta : Penerbit UAJY, 2010), hlm. 9.
Riki Yuniagara: Pengujian TAP MPR.…….
P a g e | 31
agar tidak saling bertentangan atau berbenturan
antara norma yang satu dengan norma yang lainnya
baik norma hukum yang berada di atasnya maupun
yang sederajat dengannya. Dengan demikian,
terhindar terjadinya tumpangtindih norma hukum
yang berlaku dan menghasilkan norma hukum yang
berjenjang serta seirama dengan saling menguatkan
antara norma hukum yang ada seperti seperti teori
yang dikembangankan oleh Hans Kelsen bahwa
hukum itu berjenjang.
Setiap norma hukum diperlukan pengujian
karena setiap produk hukum yang diciptakan
ataupun yang dibentuk oleh penguasa (legislatif dan
eksekutif) belum tentu lengkap, sempurna dan
sesuai dengan perkembangan yang hidup di dalam
masyarakat serta tidak seluruhnya mencakup apa
yang terkandung dalam nilai-nilai konstitusi Negara.
Pembentuk norma hukum dan nilai-nilai yang
terkandung di dalamnya bukan berarti tidak pernah
Riki Yuniagara: Pengujian TAP MPR.…….
P a g e | 32
salah dan keliru. Bukan berarti juga norma hukum
yang dihasilkan oleh pembentuk hukum tidak dapat
diubah dan bukan bersifat saklar atau suci.
Pembentuk hukum tidak semua paham tentang
hukum dan paham terhadap kondisi
masyarakatnya. Jadi, tak heran jika norma hukum
yang dihasilkan oleh pembuat hukum tersebut dapat
di uji.
Setelah dilakukan pengujian terhadap norma
hukum dapatkah hukum itu menjadi lebih baik.
Tujuan dilakukannya pengujian terhadap norma
hukum agar hukum itu menjadi terarah dan tidak
saling berbenturan sehingga hukum itu menjadi
lebih baik. Ukuran baiknya suatu norma hukum itu
tidak lepas dari efektifnya pemberlakuan hukum itu
sendiri. Karena hukum harus dirasakan oleh
masyarakat tanpa terlanggar hak-haknya sebagai
warga yang hidup dalam sebuah Negara hukum.
Hukum itu dikatakan baik apabila pemberlakuan
Riki Yuniagara: Pengujian TAP MPR.…….
P a g e | 33
hukum itu tidak bertentangan atau tidak melanggar
hak masyarakat.
Pemberlakuan Setiap peraturan perundang-
undangan harus disesuaikan dengan masyarakat.
Makanya setiap peraturan perundang-undangan
yang diberlakukan tidak boleh bertentangan satu
dengan yang lain serta melanggar hak konstitusional
masyarakat. Begitu juga dengan Tap MPR yang
diberlakukan serta dimasukkan kembali ke dalam
hirarki peraturan perundang-undangan, norma
hukum tersebut harus diuji karena merupakan
produk hukum yang terdapat di dalam hirarki
peraturan perundang-undangan di Indonesia. Setiap
peraturan perundang-unndangan tidak boleh
bertentangan dengan peraturan di atasnya karena
norma hukum itu berjenjang dan sistematis seperti
yang dijelaskan oleh Hans Kelsen. Tapi MPR harus
diuji agar terjadi harmonisasi setiap peraturan
perundang-undangan yang ada.
Riki Yuniagara: Pengujian TAP MPR.…….
P a g e | 34
Jika Tap MPR tidak diberi ruang untuk
pengujiannya maka akan berdampak buruk pada
sistem hukum di Indonesia. Dan dapat merusak
harmonisasi peraturan perundang-undangan yang
berjenjang sehingga tidak lagi sistematis serta
berakibat pada penerapan produk hukum lainnya.
Apalagi Tap MPR itu kedudukannya berada di
bawah UUD, berarti ada batu uji yang dapat
dijadikan sebagai tolak ukur dalam menilai apakah
Tap MPR bertentangan dengan UUD ataukah sesuai.
Mengenai lembaga mana yang berwenang
mengujinya secara jelas tidak diatur dalam produk
hukum baik dalam UUD maupun dalam undang-
undang. Namun, bila dikaji menurut kajian review
maka terjadi masalah hukum yang baru. Konsep
review undang-undang telah dikenal pasca
perubahan UUD 1945. Secara kelembagaan, lembaga
negara yang berhak melakukan review, adalah
lembaga bidang kekuasaan kehakiman. Menurut
Riki Yuniagara: Pengujian TAP MPR.…….
P a g e | 35
Pasal 24C UUD 1945, pelaksanaan judicial review
dilakukan oleh MK, dengan batasan menguji
undang-undang terhadap UUD 1945. Selain MK,
MA juga mempunyai wewenang dalam melakukan
judicial review, yang dibatasi hanya peraturan
perundang-undangan di bawah undang-undang.25
Demikian juga halnya Mahkamah Konstitusi
harus mengakomodir Tap MPR untuk dapat diuji
Sebab TAP MPR termasuk bagian integral dari
hukum dasar yang posisinya di atas undang-
undang.Maka secara hierarkis dan menurut prinsip
berjenjang itu MK harus juga menguji undang-
undang terhadap TAP MPR. Artinya, di negeri ini
tidak boleh ada undang-undang yang bertentangan
dengan TAP MPR. Ini sesuatu yang baru yang harus
mendapatkan perhatian MK dalam melaksanakan
fungsinya menguji undang-undang.
25 Isra, Saldi. “Ihwal pengajuan Judicial Review”. Koran
Tempo, 16 Januari 2003.
Riki Yuniagara: Pengujian TAP MPR.…….
P a g e | 36
Dilihat dari segi materi muatan Tap MPR itu
sendiri sama dengan halnya dengan materi muatan
undang-undang. Apabila materi muatannya sama,
maka batu uji serta lembaga yang mengujinya juga
sama. Dengan demikian, MK berwenang menguji
Tap MPR terhadap UUD.
Riki Yuniagara: Pengujian TAP MPR.…….
P a g e | 37
BAB V
PENUTUP
1. Tap MPR harus diuji karena telah termasuk
dalam bagian dari hirarki peraturan perundang-
undangan di Indonesia. Setiap peraturan
perundang-unndangan tidak boleh bertentangan
dengan peraturan di atasnya karena norma
hukum itu berjenjang dan sistematis seperti yang
dijelaskan oleh Hans Kelsen. Tapi MPR harus
diuji agar terjadi harmonisasi setiap peraturan
perundang-undangan yang ada.
2. Tap MPR perlu diuji Karena materi muatan yang
terdapat di dalamnya sama dengan materi
muatan undang-undang. Sehingga perlu diberi
ruang dalam pengujiannya sehingga dapat
terakomodir hak-hak masyarakat yang
terlanggar atas pemberlakuaannya.
Riki Yuniagara: Pengujian TAP MPR.…….
P a g e | 38
3. Secara filosofi hukum, Mahkamah Konstitusi
yang lebih berwenang melakukan pengujian
terhadap Tap MPR karena MK sebagai lembaga
pengawal konstitusi (UUD) berwenang menguji
produk hukum yang berada di bawah undang-
undang dan dan menjadikan UUD sebagai batu
uji dalam penliaianya.
Riki Yuniagara: Pengujian TAP MPR.…….
P a g e | 39
DAFTAR PUSTAKA
Buku-Buku :
Muhammad Siddiq Armia, Studi Epistemologi
Perundang-Undangan, Jakarta: Teratai
Publisher, 2011
Budiman N.P.D Sinaga, Hukum Konstitusi,
Yogyakarta: Kurnia Kalam Semesta, 2005
S. Toto Pandoyo, Ulasan Terhadap Beberapa Ketentuan
Undang-Undang Dasar 1945 Proklamasi dan
Kekuasaan MPR, Yogyakarta: Liberty
Yogyakarta, 1992
Sri Soemantri, Prosedur dan Sistem Perubahan
Konstitusi, Bandung: Alumni, 2006
Maria Farida Indrati Soeprapto, Ilmu Perundang-
undangan: Dasar-dasar dan Pembentukannya,
cet. XI, Yogyakarta : Kanisius, 2006.
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum: Suatu
Pengantar, Edisi ke-4, cet. II Yogyakarta :
Liberty, 1999
Riki Yuniagara: Pengujian TAP MPR.…….
P a g e | 40
JimlyAsshiddiqie, Perihal Undang-Undang, Konstitusi
Press, Jakarta, 2006.
Jimly Asshiddiqie, Teori Hans Kelsen tentang Hukum,
Sekretariat Jendral dan Kepaniteraan
Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia,
Jakarta, 2006.
Hans Kelsen,Teori Umum Tentang Hukum dan Negara,
(terj. Raisul Muttaqien), cet. V, Bandung :
Nusa Media, 2010.
Sudikno Mertokusumo, Penemuan Hukum,
Yogyakarta : Penerbit UAJY, 2010.
Jurnal :
Jazim Hamidi dan Mustafa Lutfi, “Constitutional
Question (Antara Realitas Politik dan
Implementasi Hukumnya)” Jurnal Konstitusi,
Vol. 7, No. 1, Februari 2010.
Riki Yuniagara: Pengujian TAP MPR.…….
P a g e | 41
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
a. Biodata Diri Nama : Riki Yuniagara Tempat / Tgl. Lahir : Terbangan, 02 Juni 1989 Jenis kelamin : Laki-Laki Agama : Islam Kebangsaan / Suku : Indonesia / Aceh Status : Belum Kawin Alamat : Jl. Rukoh Utama No. 3, Lr.
Lam Ara, Desa Rukoh, Banda Aceh.
Email/web : [email protected] www.rikiyuniagara.wordpress.com
Riki Yuniagara: Pengujian TAP MPR.…….
P a g e | 42
b. Riwayat Pendidikan
1. SD Negeri 1 Blangpidie Berijazah Tahun 2001
2. SLTP N 2 Blangpidie Berijazah Tahun 2004
3. SMA N 1 Blangpidie Berijazah Tahun 2007
4. Strata 1 (S1) Fakultas Syari'ah Jurusan
Perbandingan Mazhab dan Hukum IAIN Ar-
Raniry Banda Aceh Tahun 2012.
5. Strata 2 (S2) Program Studi Magister Ilmu
Hukum Pascasarjana Universitas Syiah Kuala
Tahun masuk 2014 s/d sekarang
6. Program Pendidikan dan Peningkatan Mutu Dosen Muda (P3MDM)/SPU Ke-35 di IAIN Ar-Raniry Tahun 2013
c. Riwayat Pekerjaan
1. Asisten Pengacara Publik di YLBHI-LBH Banda
Aceh tahun 2014 s/d sekarang
2. Asisten Dosen di Fakultas Syariah UIN Ar-
Raniry Tahun 2014 s/d sekarang
3. Lembaga Survei (LSI, Indikator Politik
Indonesia, Populi Center) Tahun 2013 s/d 2014
4. Lembaga Peneitian The Aceh Institute Tahun
2009 s/d 2010
Riki Yuniagara: Pengujian TAP MPR.…….
P a g e | 43
d. Pengalaman Organisasi
1. Ketua DPD LPLHI-KLHI Aceh Barat Daya
Tahun 2014-2015
2. Wakil Ketua Koordinatoriat Wilayah Kesatuan
Mahasiswa Islam Provinsi Aceh Periode 2013-
2015
3. Pengurus Pemuda Islam Provinsi Aceh
Periode 2013-2016
4. Sekretaris Kabinet BEMA IAIN Ar-Raniry
Tahun 2011-2012
5. Pengurus BEM se-Aceh Tahun 2012-2013
6. Ketua Umum MPM Fakultas Syariah Tahun
2010-2011
7. Peneliti Muda The Aceh Institute tahun 2009
8. Ketua Litbang Himpunan Mahasiswa Islam
Kom. Fak. Syariah Tahun 2010
9. Ketua HUAL Himpunan Pelajar Mahasiswa
ABDYA (HIPELMABDYA) Tahun 2010-2012
10. Wakil Ketua HMJ-SPH Tahun 2009-2010
11. Wakil Ketua Lembaga Seni Mahasiswa Islam
HMI Tahun 2009-2010
12. Dewan Pembina HMJ-SPH Tahun 2010-2011
13. Ketua Komisi Pemilihan Raya Fakultas
Syariah IAIN Ar-Raniry tahun 2010
Riki Yuniagara: Pengujian TAP MPR.…….
P a g e | 44
14. Pengawas Pemilihan Raya Fakultas Syariah
IAIN Ar-Raniry Tahun 2011
15. Penanggungjawab Tabloid Media Diplomasi
dan Aspirasi (MEDIASI) Tahun 2010-2011
e. Pelatihan dan Kegiatan yang diikuti
1. Karya Latih Bantuan Hukum (KALABAHU)
LBH Banda Aceh Tahun 2014
2. Debat Konsitusi Tahun 2012 di Fakultas
Syari’ah IAIN Ar-Raniry
3. Jelajah Budaya Dinas Kebudayaan dan
Pariwisata Aceh tahun 2011
4. Bakti Sosial IAIN Ar-Raniry Di Kabupaten
Simeulue Tahun 2009
5. Bakti Sosial BEMA IAIN ar-Raniry di
Kecamatan Tangse Tahun 2012
6. Latihan Kepemimpinan Mahasiswa IAIN Ar-
Raniry Tahun 2010
7. Seminar Mahasiswa Tingkat Nasional Tahun
2011
8. Kampanye Pendidikan di Kabupaten ABDYA
Tahun 2009
9. Sosialisasi Napza dan HIV/AIDS di ABDYA
Tahun 2009
Riki Yuniagara: Pengujian TAP MPR.…….
P a g e | 45
10. Pelatihan tentang Revitalisasi lembaga
Keuangan Syari’ah Tahun 2009
11. Pelatihan Manajemen Keuangan Tahun 2009
12. Pelatihan Spiritual Awareness and Leadership
Training Tahun 2010
13. Training Motivation and Public Speaking
Tahun 2010
14. Seminar Nasional “Peran Pemuda dan
Mahasiswa dalam Mensukseskan Pemilikada
Aceh” Tahun 2011
15. Pelatihan Sehari Pertolongan Pertama dan
kesiagaan Menghadapi Bencana Tahun 2008
16. Survey “Pelayanan Publik” di Kabupaten
ABDYA tahun 2010
17. Survey “Musyawarah Rencana Gampong
(Musrembang)” di Banda Aceh tahun 2010
18. Kursus Bahasa Inggris “Basic Comversation”
di KIES Aceh 2012
19. Kursus Test Of English Foreign Language
(TOEFL) di Pusat Bahasa Unsyiah tahun 2013
Riki Yuniagara: Pengujian TAP MPR.…….
P a g e | 46
f. Karya Ilmiah/Opini
1. Tanpa Negara Rakyat Hidup Sejahtera
(diterbitkan di Website YLBHI-LBH Banda
Aceh) tahun 2015
2. Kewenangan Judicial Review Terhadap TAP
MPR RI (diterbitkan oleh Fakultas Syariah IAIN
Ar-Raniry ) tahun 2012
3. Keberadaaan Mahkamah Konstitusi Mahasiswa
di Kampus IAIN Ar-Raniry (diterbitkan Oleh
IAIN Ar-Raniry) tahun 2012
4. Fungsionalitas Badan Legislatif Kampus
(diterbitkan oleh tabloid MEDIASI) tahun 2011
5. Peran Lembaga Adat dalam Penerapan Qanun
Nomor 14 Tahun 2003 tentang Khalwat/
Mesum di Kota Banda Aceh (diterbitkan Oleh
The Aceh Institute) Tahun 2010
6. Sistem Kekerabatan Aceh Singkil (diterbitkan
oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
Provinsi Aceh) Tahun 2011
7. Buku Saku: Jenis dan Hirarki Peraturan
Perundang-Undangan Di Indonesia (TAP MPR
dari Masa Ke Masa). (diterbitkan melalui
website: www.rikiyuniagara.wordpress.com)
Riki Yuniagara: Pengujian TAP MPR.…….
P a g e | 47
8. Dan masih banyak tulisan lainnya yang
berbentuk Opini dan Karya Ilmiah dalam
website www.rikiyuniagara.wordpress.com