Download - PENGUAT BJT
Hal
aman
1
PENGUAT BJT
Praktikan: Nicholas Melky S Sianipar (13206010) Asisten: Candra AP (13205088)Waktu Percobaan: 1 April 2009EL2140 – Praktikum Elektronika
Laboratorium Dasar Teknik ElektroSekolah Teknik Elektro dan Informatika – ITB
Abstrak
Pada praktikum ini praktikan mencoba merangkai berbagai jenis penguat BJT yang terdiri dari tiga macam konfigurasinya dengan memasang komponen-komponen tersebut pada sebuah breadboard. Dengan menggunakan osiloskop untuk melihat tegangan ouputnya, praktikan dapat memahami dan mengamati sifat dari ketiga konfigurasi penguat BJT tersebut apabila diberi input dari sebuah generator sinyal . Dan juga, praktikan mencoba mengukur karakteristik rangkaian tersebut seperti resistansi input dan resistansi outputnya. Dari hasil data percobaan, praktikan dapat mengetahui besarnya penguatan masing-masing rangkaian penguat BJT dan dapat mengambil beberapa kesimpulan.
1. Pendahuluan Pada Praktikum Elektronika EL2140 yang ketiga ini, bertujuan agar praktikan dapat melakukan percobaan secara langsung mengenai karakteristik penguatan atau amplifier dengan komponen elektriknya yaitu transistor. Jenis transistor yang digunakan pada praktikum adalah Bipolar Junction Transistor / BJT yang bertipe 2N3904. Adapun tujuan percobaan kali ini adalah : Mengetahui dan mempelajari fungsi
transistor sebagai penguat Mengetahui karakteristik penguat
berkonfigurasi Common Emitter Mengetahui karakteristik penguat
berkonfigurasi Common Base Mengetahui karakteristik penguat
berkonfiurasi Common Collector Mengetahui dan mempelajari resistansi
input, resistansi output, dan faktor penguatan dari masing-masing konfigurasi penguat
2. Dasar Teori
2.1 Penguat BJTTransistor merupakan komponen dasar untuk sistem penguat. Untuk bekerja sebagai penguat, transistor harus berada dalam kondisi aktif. Kondisi aktif dihasilkan dengan memberikan bias pada transistor. Bias dapat dilakukan dengan memberikan arus yang konstan pada basis atau pada kolektor. Untuk kemudahan, dalam praktikum ini akan digunakan sumber arus konstan untuk “memaksa” arus kolektor
agar transistor berada pada kondisi aktif. Jika pada kondisi aktif transistor diberikan sinyal (input) yang kecil, maka akan dihasilkan sinyal keluaran (output) yang lebih besar. Hasil bagi antara sinyal output dengan sinyal input inilah yang disebut faktor penguatan, yang sering diberi notasi A atau C. Ada 3 macam konfigurasi dari rangkaian penguat transistor yaitu : Common‐Emitter (CE), Common‐Base (CB), dan Common‐Collector (CC). Konfigurasi umum transistor bipolar penguat ditunjukkan oleh gambar berikut ini.
Gambar 2.1-1 Rangkaian Penguat BJT
Untuk membuat penguat CE, CB, dan CC, maka terminal X, Y, dan Z dihubungkan ke sumber sinyal atau ground tergantung pada konfigurasi yang digunakan.
2.2 Konfigurasi Common EmitterKonfigurasi ini memiliki resistansi input yang sedang, transkonduktansi yang tinggi, resistansi output yang tinggi dan memiliki penguatan arus (AI) serta penguatan tegangan (AV) yang tinggi. Secara umum, konfigurasi common emitter digambarkan oleh gambar rangkaian di bawah ini.
Hal
aman
2
Gambar 2.1-2 Rangkaian Penguat BJT Berkonfigurasi Common Emitter
Untuk menentukan penguatan teoritis‐nya, terlebih dahulu akan kita hitung resistansi input dan outputnya. Resistansi Input (Ri) adalah nilai resistansi yang dilihat dari masukan sumber tegangan vi. Perhatikan bahwa Rs adalah resistansi dalam dari sumber tegangan. Sedangkan Resistansi Output (Ro) adalah resistansi yang dilihat dari keluaran.
Jika rangkaian diatas kita modelkan dengan model‐π, maka rangkaian dapat menjadi seperti gambar berikut ini.
Gambar 2.2-1 Daerah Mode Kerja Transistor
Dengan model ini, Ri (resistansi input) adalah:
Ri = RB // rπ
Jika RB >> rπ maka resistansi input akan menjadi :
Ri ≈ rπ
Kemudian, untuk menentukan resistansi output konfigurasi CE, kita buat Vs = 0, sehingga gmvπ= 0, maka:
RO = RC // ro
untuk komponen diskrit yang RC << ro, persamaan tersebut menjadi
RO ≈ RCDan untuk faktor penguatan tegangan, Av merupakan perbandingan antara tegangan keluaran dengan tegangan masukan:
Av≈−β (RC // RL // r o )
rπ+RSJika terdapat resistor Re yang terhubung
ke emiter, maka berlaku: Ri = RB//rπ(1 + gmRe)
RO ≈ RC
Av≈−RC // RLr e+Re
2.3 Konfigurasi Common BaseKonfigurasi ini memiliki resistansi input yang kecil dan menghasilkan arus kolektor yang hampir sama dengan arus input dengan impedansi yang besar. Konfigurasi ini biasanya digunakan sebagai buffer. Konfigurasi common base ditunjukkan oleh gambar berikut ini.
Gambar 2.1-2 Rangkaian Penguat BJT Berkonfigurasi Common Base
Resistansi input untuk konfigurasi ini adalah:
Ri≈reResistansi outputnya adalah:
Ro=RCFaktor penguatan keseluruhan adalah:
Av=Ri
R i+RsGm(RC // RL)
dengan, R sadalah resistansi sumber sinyal
input dan Gm adalah transkonduktansi.
2.4 Konfigurasi Common CollectorKonfigurasi ini memiliki resistansi output yang kecil sehingga baik untuk digunakan pada beban dengan resistansi yang kecil. Oleh karena itu, konfigurasi ini biasanya digunakan pada tingkat akhir pada penguat bertingkat. Konfigurasi common collector ditunjukkkan oleh gambar berikut ini.
Hal
aman
3
Gambar 2.1-2 Rangkaian Penguat BJT Berkonfigurasi Common Collector
Pada konfigurasi ini berlaku:
Resistansi input: Ri≈r π+( β+1)RL
Resistansi output: Ro=re
(R s // RB)β+1
Faktor penguatan: Av=
RLRL+Ro
3. Metodologi
Gambar 3-1 Metodologi Percobaan
Pada praktikum praktikan akan menyusun kompenen tersebut pada breadboard yang telah tersedia. Praktikan diharapkan teliti dalam merangkai mengingat kompnen tersebut mudah lepas dan atau terhubung singkat antar kaki dan kabel-kabelnya. Apabila penguat BJT telah terpasang, Power supply digunakan sebagai VCC yang besarnya 10V dan generator sinyal untuk sinyal input besarnya 40-50mV 10KHz dinyalakan dengan fungsi tombol -20dB dengan sinyal sinusoidal. Hasil grafik tegangan output dan input dapat diamati praktikan dari osiloskop.
4. Hasil dan Analisis
4.1 Faktor Penguatan Common Emitter
Gambar 4.1-1 Rangkaian Penguatan Common Emitter
Rangkaian Penguat BJT berkonfigurasi Common Emitter seperti pada Gambar 4.1-1 disusun dengan nilai komponen resistor RB = 27KΩ, RC=1KΩ, Re=10Ω, dan kapasitor C1 = C2 = C3 = 100µF. Pada resistor set dipasang besarnya sesuai dengan arus IC yang diinginkan sesuai rumus berikut :
, Setelah rangkaian terpasang, diberi input sinyal sinusoidal pada X dan kanal osiloskop dipasang pada Z serta Y dihubungkan ke ground seperti pada gambar berikut :
Gambar 4.1-2 Penguat Berkonfigurasi Common Emitter
Tampilan osiloskop menjadi seperti gambar berikut :
Rangkai komponen (Transistor,
Resistor, dan Kapasitor)
pada breaboard
Nyalakan Power Supply (Vcc = 10V0
dan Generator
sinyal (Vpp = 40-50V, 10KHz)
Pasang Vrset current
source sesuai Ic yang
diinginkan
Lakukan pengamatan
pada tegangan
ouput X/Y/Z pada
osiloskop
Lakukan pengamatan
dengan penambahan
komponen Re
Hal
aman
4
Gambar 4.1-3 Output Tegangan pada Osiloskop
Gambar 4.1-4 Mode XY pada Osiloskop
Berdasarkan gambar diatas didapat penguatan rata-rata sebesar :Vo/Vi = 6V/ -50mV = -120Hal ini sesuai dengan penguatan mode XY-nya pada osiloskop yang nilainya negatif menunjukan bahwa penguatan bersifat penguatan yang membalikan tegangan. Apabila pada rangkaian tersebut dilepas kapasitor bypassnya rata-rata penguatan menjadi 20,22. Hal ini terjadi karena ketika kapasitor dipasang, emitter akan terhubung dengan ground seperti short circuit sehingga arus tidak melewati resistor RE. Tegangan output yang didapat pun lebih besar karena tidak terjadi pembagian tegangan oleh resistor RE. Oleh karena itu digunakan kapasitor bypass supaya fungsi penguatan BJT menjadi tepat.
Gambar 4.1-4 Ouput Tegangan yang terdistorsi pada Osiloskop
Apabila amplitudo sinyal ditingkatkan sampai nilai tertentu, penguatan menjadi tidak sempurna dan mengalami disotorsi seperti gambar diatas. Dapat diamati bahwa range Vpp input antara 12-42 mV ini menunjukkan bahwa sinyal kecilnya harus dibatasi amplitudonya sebesar 12-42 mV. Hal ini juga menunjukkan bahwa batas active bias-nya dengan range ± 42 mV. Sehingga apabila kita beri sumber AC dengan amplitude lebih besar dari itu, maka penguatannya sudah terpotong atau dengan kata lain sudah tidak linear, kurva input-outputnya sudah tidak linear lagi dan vpp output sudah tidak berbentuk sinusoidal.
4.2 Resistansi Input dan Resistansi Ouput Common Emitter
Gambar 4.2-1 Rangkaian Untuk mengukur Vpp dengan Rs = 50Ω
Setelah melihat hasilnya (Vpp awal) dari rangkaian di atas, maka diatur sampai rangkaian seperti berikut
Gambar 4.2-2 Rangkaian untuk mencari Rin dengan mengubah Rvar
Hal
aman
5
Gambar 4.2-2 Rangkaian untuk mencari Rout dengan mengubah Rvar
Vawal dicari saat X dan Y open, kemudian X dan Y dihubungkan dan dicari ½ Vawal dengan memutar Rvar. Dalam keadaan ini Ro=Rvar
Tabel 4.2-1 Data Resistansi Input dan Output
Vout Rin0.9V 5.72Ω0.45V 0.8KΩVout Rout50mV 6.71KΩ25mV 2.61KΩ
Untuk mencari resistansi input Rin
menggunakan dibuat rangkaian ekivalen π-nya seperti berikut:
Gambar 4.2-3 Rangkaian ekivalen π
rumusnya adalah sebagai berikut:
Rin≡v iii
=RB||R ib
Rin adalah resistansi input dilihat dari basis. Rib adalah resistansi masukan melihat ke arah base. Karena emitter di ground, maka Rib = rπ. Dalam keadaan normal, RB jauh lebih besar daripada rπ, maka Rin ≈ rπ. Nilai rπ dapat dicari dengan rumus berikut.
r π=V TIB
= 0 ,0250 ,0002
=125Ω
Maka resistansi input menurut perhitungan adalah 125 Ω. Dari hasil percobaan didapat hasil yang berbeda dengan hasil perhitungan. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh ketidakakuratan membaca nilai Vpp pada osiloskop saat memutar Rvar yang seharusnya bernilai ½ dari nilai Vpp
keluaran saat generator fungsi dihubungkan dengan osiloskop saja.
Gambar 4.2-4 Kurva Tegangan setelah pemasangan Re pada kaki emitter
Penguatan tegangan menjadi lebih kecil dari penguatan tanpa Re.
4.3 Faktor Penguatan Common Base
Gambar 4.3-1 Rangkaian Penguatan Common Base
Gambar 4.3-2 Output Tegangan pada Osiloskop
Hal
aman
6
Gambar 4.3-3 Mode XY pada Osiloskop
Berdasarkan gambar diatas didapat penguatan rata-rata sebesar :Vo/Vi = 150mV/ 25mV = 6
4.4 Resistansi Input dan Resistansi Output Common Base
Gambar 4.4-1 Rangkaian untuk mencari Rin dengan mengubah Rvar
Gambar 4.4-2 Rangkaian untuk mencari Rout dengan mengubah Rvar
Resistansi input yang didapat adalah Ri = 0.6Ω
Resistansi output yang didapat : Ro = 1.1k
Ro yang didapat sesuai dengan teori. Menurut Teori, Rc≈Ro. Karena Rc = 1k, maka berlaku Rc≈ Ro.
Maka menurut perhitungan,
Av≈−R i
R i+R sGm(RC /¿RL)
4.5 Faktor Penguatan Common CollectorPada percobaan ini rangkaian disusun seperti pada gambar berikut.
Gambar 4.5-1 Rangkaian Penguatan Common Collector
Gambar 4.5-2 Output Tegangan pada Osiloskop
Gambar 4.5-3 Kurva Mode XY Osiloskop
Hal
aman
7
Berdasarkan gambar diatas didapat penguatan rata-rata sebesar :Vo/Vi = 41 mV/ 43 mV = 0.95 ≈ 1
Beda fasa antara Vi dan Vo adalah 0, maka penguatan dari konfigurasi common collector adalah Av = 1 kali.
4.6 Resistansi Input dan Resistansi Output Common Collector
Gambar 4.6-1 Rangkaian untuk mencari Rin dengan mengubah Rvar
’ Gambar 4.6-2 Rangkaian untuk mencari Rout dengan
mengubah Rvar
Resistansi input yang didapat adalah Ri = 1.3 Ω
Resistansi output yang didapat : Ro = 8.5 Ω
Ro yang didapat sesuai dengan teori. Menurut Teori, Rc≈Ro. Karena Rc = 1k, maka berlaku Rc≈ Ro.
Maka menurut perhitungan,
Av=RL
RL+RoDengan RL=∞ (belum terhubung beban) maka Ro<<RL maka
Av≈RLRL
=1
Hasil perhitungan sesuai dengan hasil percobaan.
Hal
aman
8
5. Kesimpulan
Dari percobaan yang dilakukan, dapat kita ambil kesimpulan sebagai berikut :
Penguatan tegangan konfigurasi common emitter sangat besar, ditunjukkan oleh Av (tanpa Re)= 120 dan Av = 50. Oleh karena itu, penguat konfigurasi common emitter paling banyak digunakan. Resistansi output dari kondigurasi common emitter sama dengan resistansi kolektor, sehingga kita dapat mengatur resistansi output dari resistansi kolektor. Hal ini sesuai dasar teori percobaan.
Penguatan tegangan konfigurasi common base besar (Av=10.91Ω), dengan Ri kecil (Ri=0.518) dan Ro besar (Ro≈Rc≈1k).
Penguatan tegangan konfigurasi common coolector adalah satu (Av=1), oleh karena itu konfigurasi ini disebut unity amplifier, dengan Ri kecil (Ri=1.2Ω) dan Ro kecil (Ro=8.4Ω). Dengan resistansi output kecil, maka konfigurasi ini cocok untuk beban kecil, oleh karena itu biasanya penguat ini digunakan sebagai penguat tingkat akhir dari penguat bertingkat.
Distorsi adalah gangguan pada output yang disebabkan oleh keterbatasan sistem. Pada percobaan ini, batas keluaran sistem adalah 7.77V karena Vcc yang digunakan adlaah 7.77V. Namun biasanya gangguan bentuk sinyal sudah muncul beberapa volt di bawah tegangn batas. Pada percobaan ini, praktikan mendapatkan data bahwa sinyal output mulai terganggu 2.77 V di bawah batas, yaitu 5V.
6. Daftar Pustaka
[1] A. S. Sedra et.al., Microelectronic Circuits 5th Ed, Hal. 377-458, Oxford University Press, New York, 2004
[2] Mervin T. Hutabarat, Petunjuk Praktikum Elektronika EL-2140, Hal 13-24, Laboratorium Dasar Teknik Eletro STEI-ITB, Bandung, 2009
Hal
aman
9