Download - Pengelolaan Wilayah Pesisir Di Indonesia
PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DI INDONESIA
(STUDI KASUS : PENGELOLAAN TERUMBU KARANG BERBASIS MASYARAKAT DI KEPULAUAN RIAU)
MAKALAH
YUNIARTI. MS, S. Pi., M. Si NIP. 132 318 258
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR 2007
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas
rahmat, karunia dan perkenanNya penulis dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul Pengelolaan Wilayah Pesisir di Indonesia (Studi Kasus : Pengelolaan
Terumbu Karang Berbasis Masyarakat di Kepulauan Riau).
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah
memberikan bantuan, dukungan serta bimbingan kepada penulis sehingga
makalah ini dapat diselesaikan dengan baik.
Penulis berharap, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua
pihak. Amin.
Bandung, Agustus 2007
Penulis
ii
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL…………………………………………………………………...... iii
DAFTAR GAMBAR……………………………………………………………… ..... iv
DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………………….......... v
I. PENDAHULUAN ........................................................................................... 1 1.1. Latar Belakang ...................................................................................... 1 1.2. Tujuan ................................................................................................... 3 1.3. Potensi Wilayah Pesisir ......................................................................... 3 II. PERMASALAHAN ........................................................................................ 11
III. PEMBAHASAN ............................................................................................ 16 IV. PENUTUP .................................................................................................... 28 DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................... 30 LAMPIRAN
iii
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1. Komunitas hutan mangrove di beberapa lokasi di Kepulauan Riau ................................................................... 5 Tabel 2. Persen tutupan karang di beberapa lokasi di Pulau
Bintan, Batam dan Natuna..................................................... 7
iv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Pengambilan terumbu karang untuk bahan bangunan.......... 11 Gambar 2. Pemantauan satelit SPOT pada pulau Karimun dan Pulau Kundur................................………..….. 12 Gambar 3. Tenggelamnya Pulau Nipa akibat Dampak penambangan…………………………………………. 14
v
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1.Issue dan permasalahan wilayah pesisir dan laut Propinsi Riau................................................................... 31
LEMBAR PENGESAHAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
KARYA TULIS ILMIAH
1. A. Judul : Pengelolaan Wilayah Pesisir Di Indonesia (Studi Kasus : Pengelolaan Terumbu Karang Berbasis Masyarakat di Kepulauan Riau) B. Bidang Ilmu : Manajemen Sumberdaya Perikanan 2. Penulis a. Nama lengkap dan Gelar : Yuniarti. MS, S. Pi, M. Si b. Jenis Kelamin : Perempuan c. NIP : 132318258 d. Gol/Ruang : III/b e. Jabatan : f. Fakultas/Jurusan : Perikanan dan Ilmu Kelautan / Perikanan
Mengetahui,
Kepala Laboratorium MSP Ketua Program Studi Prof.Dr.H. Otong Sahara D, Ir., MS Dr. Eddy Afrianto, Ir., MSi NIP. 130 282 253 NIP. 131 606 036
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Wilayah pesisir yang merupakan sumber daya potensial di Indonesia,
yang merupakan suatu wilayah peralihan antara daratan dan lautan. Sumber
daya ini sangat besar yang didukung oleh adanya garis pantai sepanjang
sekitar 81.000 km (Dahuri et al. 2001). Garis pantai yang panjang ini
menyimpan potensi kekayaan sumber alam yang besar. Potensi itu
diantaranya potensi hayati dan non hayati. Potensi hayati misalnya: perikanan,
hutan mangrove, dan terumbu karang, sedangkan potensi nonhayati misalnya:
mineral dan bahan tambang serta pariwisata..
Riau sebagai salah satu Provinsi yang memiliki daerah perairan terluas
di Indonesia dengan lebih dari 3.214 pulau-pulau, termasuk gugusan pulau
terpencil seperti di Kepulauan Riau dan Natuna. Luas wilayah Propinsi Riau
mencapai 329.867,61 km2 , terdiri atas daratan 94.561,62 km2 dan lautan atau
perairan 235.306 km2. Berdasarkan Undang-undang No. 5 tahun 1983, luas
Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Propinsi Riau adalah 379.000 km2. Propinsi
Riau memiliki garis pantai sepanjang 1.800 mil yang umumnya merupakan
lingkungan rawa dengan hutan bakau seluas 300.000 ha dan kawasan pasang
surut seluas 3.920.000 ha.
Wilayah Kepulauan Riau memiliki ciri khas tersendiri yaitu terdiri dari
ribuan pulau besar dan kecil yang tersebar di Laut Cina Selatan dan pertemuan
antara laut Cina Selatan, Selat Malaka dan Selat Karimata. Kepulauan Riau
terdiri dari 1.062 buah pulau dan tidak kurang dari 345 buah diantaranya sudah
berpenghuni, sedangkan sisanya walaupun belum berpenghuni tapi sebagian
Pengeloaan Wilayah Pesisir di Indonesia (Studi Kasus : Pengelolaan Terumbu Karang Berbasis Masyarakat di Kepulauan Riau)Pengeloaan Wilayah Pesisir di Indonesia (Studi Kasus : Pengelolaan Terumbu Karang Berbasis Masyarakat di Kepulauan Riau)Pengeloaan Wilayah Pesisir di Indonesia (Studi Kasus : Pengelolaan Terumbu Karang Berbasis Masyarakat di Kepulauan Riau)Pengeloaan Wilayah Pesisir di Indonesia (Studi Kasus : Pengelolaan Terumbu Karang Berbasis Masyarakat di Kepulauan Riau)
2
sudah dimanfaatkan untuk kegiatan pertanian khususnya usaha perkebunan.
Pulau-pulau ini sebagian besar ditutupi oleh air laut. Fisiografi kepulauan
mempengaruhi ekosistem-ekosistem yang terbentuk di kawasan Kepulauan
Riau yang didominasi oleh ekosistem laut dangkal. Ekosistem alami yang
terdapat di wilayah pesisir Kepulauan Riau berturut-turut dari darat adalah
perairan laut dangkal, terumbu karang, padang lamun, rumput laut, mangrove
dan pantai. Ekosistem terumbu karang adalah salah satu ekosistem subur yang
terdapat di Kepulauan Riau.
Terumbu karang (coral reefs) adalah suatu ekosistem di dasar laut tropis
yang dibangun terutama oleh biota laut penghasil kapur khususnya jenis-jenis
karang batu dan algae berkapur. Ekosistem terumbu karang mempunyai manfaat
yang bermacam-macam, yakni sebagai tempat hidup bagi berbagai biota laut
tropis lainnya sehingga terumbu karang memiliki keanekaragaman jenis biota
sangat tinggi dan sangat produktif, dengan bentuk dan warna yang beraneka
ragam, sehingga dapat dijadikan sebagai sumber bahan makanan dan daerah
tujuan wisata, selain itu juga dari segi ekologi terumbu karang berfungsi sebagai
pelindung pantai dari hempasan ombak.
Keberadaan terumbu karang sangat sensitif terhadap pengaruh
lingkungan baik yang bersifat fisik maupun kimia. Pengaruh itu dapat
mengubah komunitas karang dan menghambat perkembangan terumbu karang
secara keseluruhan. Kerusakan terumbu karang pada dasarnya dapat
disebabkan oleh faktor fisik, biologi dan karena aktivitas manusia.
Pengeloaan Wilayah Pesisir di Indonesia (Studi Kasus : Pengelolaan Terumbu Karang Berbasis Masyarakat di Kepulauan Riau)Pengeloaan Wilayah Pesisir di Indonesia (Studi Kasus : Pengelolaan Terumbu Karang Berbasis Masyarakat di Kepulauan Riau)Pengeloaan Wilayah Pesisir di Indonesia (Studi Kasus : Pengelolaan Terumbu Karang Berbasis Masyarakat di Kepulauan Riau)Pengeloaan Wilayah Pesisir di Indonesia (Studi Kasus : Pengelolaan Terumbu Karang Berbasis Masyarakat di Kepulauan Riau)
3
1. 2. Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah untuk melihat bagaimana sumberdaya
pesisir yang ada di Kepulauan Riau dan diharapkan makalah ini bisa menjadi
acuan dalam pengelolaan wilayah pesisir khususnya terumbu karang.
1. 3. Potensi Wilayah Pesisir
1. 3. 1. Potensi Wilayah Pesisir Propinsi Riau
Potensi pembangunan yang terdapat di wilayah pesisir secara garis besar
terdiri dari tiga kelompok :
1. Sumber daya dapat pulih (renewable resources)
2. Sumber daya tak dapat pulih (non-renewable resources)
3. Jasa-jasa lingkungan (environmental services).
a. Sumber Daya Dapat Pulih
Hutan Mangrove
Hutan mangrove merupakan ekosistem utama
pendukung kehidupan yang penting di wilayah pesisir.
Selain mempunyai fungsi ekologis sebagai penyedia
nutrien bagi biota perairan, tempat pemijahan dan
asuhan bagi bermacam biota, penahan abrasi,
penahan amukan angin taufan, dan tsunami,
penyerap limbah, pencegah intrusi air laut, dan lain
sebagainya, hutan mangrove juga mempunyai fungsi
ekonomis seperti penyedia kayu, daun-daunan
sebagai bahan baku obat obatan, dan lain-lain.
Pengeloaan Wilayah Pesisir di Indonesia (Studi Kasus : Pengelolaan Terumbu Karang Berbasis Masyarakat di Kepulauan Riau)Pengeloaan Wilayah Pesisir di Indonesia (Studi Kasus : Pengelolaan Terumbu Karang Berbasis Masyarakat di Kepulauan Riau)Pengeloaan Wilayah Pesisir di Indonesia (Studi Kasus : Pengelolaan Terumbu Karang Berbasis Masyarakat di Kepulauan Riau)Pengeloaan Wilayah Pesisir di Indonesia (Studi Kasus : Pengelolaan Terumbu Karang Berbasis Masyarakat di Kepulauan Riau)
4
Pesisir Kepulauan Riau yang geografisnya terdiri dari pulau – pulau kecil,
pinggirannya di dominansi oleh pantai pasir putih dan hutan bakau. Ekosistem
bakau banyak terdapat di bagian bagian pulau-pulau yang terlindung dan
menyebar hampir disetiap kelompok pulau, seperti karimun, batam, bintan,
siantan, tambelan, Singkep/selayar. Jenis hutan bakau yang umumnya
dietemukan antara lain : Rhizophora, Soneratia dan Avicenia.
Luas hutan bakau di Kepulauan Riau di perkirakan sebesar 276.000 ha
atau sekitar 6,49 % luas hutan bakau di Indonesia. Berikut data kisaran luas
hutan bakau yang ada di kepulauan Riau.
Ekosistem hutan mangrove di Kepulauan Riau mempunyai kondisi yang
bervariasi. Pulau karimun dan kundur memiliki hutan mangrove yang lebat,
tebal dan paling luas di bandingkan daerah lain di Kepulauan Riau. Hutan
bakau di Bintan dan Natuna Relatif sedang. Hutan bakau yang relatif tipis
ditemukan di daerah Barelang dan selingsing. Di kawasan Barelang, sebagian
besar kawasan mangrove sudah dibuka dan di konversi karena aktifitas
pembangunan, kecualai di beberapa tempat seperti di rempang dan Galang
hutan mangrove agak lebih baik.
Pengeloaan Wilayah Pesisir di Indonesia (Studi Kasus : Pengelolaan Terumbu Karang Berbasis Masyarakat di Kepulauan Riau)Pengeloaan Wilayah Pesisir di Indonesia (Studi Kasus : Pengelolaan Terumbu Karang Berbasis Masyarakat di Kepulauan Riau)Pengeloaan Wilayah Pesisir di Indonesia (Studi Kasus : Pengelolaan Terumbu Karang Berbasis Masyarakat di Kepulauan Riau)Pengeloaan Wilayah Pesisir di Indonesia (Studi Kasus : Pengelolaan Terumbu Karang Berbasis Masyarakat di Kepulauan Riau)
5
Tabel 1. Komunitas Hutan Mangrove di Beberapa Lokasi Di Kepulauan Riau
No Lokasi Kisaran Luas( Ha) Jenis Mangrove
1 Barelang 18.033,52 Avicenia alba, Avicenia
marina,Rhizophora Apiculata,
Lumnitzera littorea, Lumnitzera
racomosa, Xilocarpus granatum
2 Bintan - Avicenia alba, Avicenia
marina,Rhizophora mucronata,
Lumnitzera littorea, Lumnitzera
racomosa, Xilocarpus granatum,
Soneratia alba
3 Karimun 4.283,88 Avicenia alba, Avicenia
marina,Rhizophora mucronata,
Lumnitzera littorea, Lumnitzera
racomosa, Xilocarpus granatum,
Soneratia alba
4 Natuna 4.267,12 Avicenia marina, Rhizophora
mucronata, Rhizophora conjugata,
Xilocarpus granatum, Soneratia alba,
Combretocarpus fagiper
5 Selingsing - Avicenia alba, Rhizophora stylosa
Rhizophora mucronata, Lumnitzera
littorea, Lumnitzera racomosa,
Xilocarpus granatum, Soneratia alba
Pengeloaan Wilayah Pesisir di Indonesia (Studi Kasus : Pengelolaan Terumbu Karang Berbasis Masyarakat di Kepulauan Riau)Pengeloaan Wilayah Pesisir di Indonesia (Studi Kasus : Pengelolaan Terumbu Karang Berbasis Masyarakat di Kepulauan Riau)Pengeloaan Wilayah Pesisir di Indonesia (Studi Kasus : Pengelolaan Terumbu Karang Berbasis Masyarakat di Kepulauan Riau)Pengeloaan Wilayah Pesisir di Indonesia (Studi Kasus : Pengelolaan Terumbu Karang Berbasis Masyarakat di Kepulauan Riau)
6
Terumbu karang
Ekosistem terumbu karang adalah salah
satu ekosistem subur yang terdapat di
Kepulauan Riau. Ekosistem ini di bentuk oleh
komunitas karang dan berbegai biota laut yang
berasosiasi dengan karang. Dalam hal evaluasi
terhadap kondisi ekosistem terumbu karang,
criteria yang dikembangkan berupa tutupan
karang.
Ekosistem terumbu karang dikatakan buruk apabila mempunyai karang
hidup sebesar 0 – 24,9 %, sedang apabila tutupan karang hidup 25 – 49,9 %,
dikatakan bagus apabila tutupan karang hidup 50 – 74,9 % dan dikatakan
sangat bagus apabila mempunyai tutupan karang hidup > 75 % (Gomez dan
Alcala (1984). Ekosistem terumbu karang di Kepulauan Riau terbentang di
paparan dangkal hampir semua pulau – pulau. Tipe terumbu karang yang ada
di kepulauan Riau umumnya berupoa karang tepi ( Fringing reef). Kondisi
terumbu karang di kepulauan Riau bervariasi dari suatu daerah ke daerah lain
dengan kategori sedang hingga baik, walaupun ada beberapa spot terumbu
mempunyai kondisi karang yang buruk. Berikut data persen tutupan karang di
beberapa lokasi di Kepulauan Riau.
Pengeloaan Wilayah Pesisir di Indonesia (Studi Kasus : Pengelolaan Terumbu Karang Berbasis Masyarakat di Kepulauan Riau)Pengeloaan Wilayah Pesisir di Indonesia (Studi Kasus : Pengelolaan Terumbu Karang Berbasis Masyarakat di Kepulauan Riau)Pengeloaan Wilayah Pesisir di Indonesia (Studi Kasus : Pengelolaan Terumbu Karang Berbasis Masyarakat di Kepulauan Riau)Pengeloaan Wilayah Pesisir di Indonesia (Studi Kasus : Pengelolaan Terumbu Karang Berbasis Masyarakat di Kepulauan Riau)
7
Tabel 2. Persen Tutupan Karang di Beberapa Lokasi di Pulau Bintan, Batam
dan Natuna.
No Lokasi Persen Tutupan Kriteria
1 Suar Lagoy 91,70 Bagus sekali
2 Tanjung Sebung 89,47 Bagus sekali
3 Tanjung Berakit 32,31 Sedang
4 Utara Pulau Sumpat 95,16 Bagus sekali
5 Batu Putih 89,79 Bagus sekali
6 Tanjung Bintan 95,33 Bagus sekali
7 Belakang Padang 52,67 Bagus
8 Tanjung Lokan 23,24 Buruk
9 Nongsa 79,00 Bagus sekali
10 Pulau Batang 76,37 Bagus sekali
11 Pulau Lagong 40,10 Sedang
12 Pulau Setai 53,65 Bagus
13 Pulau Bunguran 55,81 Bagus
14 Pulau Panjang 53,15 Bagus
15 Pian Padang Natuna 12,00 Buruk
16 Trikora 45,00 Sedang
17 Batu Kapal-Natuna 85,00 Bagus sekali
18 Pulau Mapor 38,00 Sedang
19 Senayang Lingga 29,40 Sedang
Sumber : PKSPL (1998); Laporan ANDAL PT. Citra Harapan Abadi (2000); UNRI (2000) ; ADB Coremap (2000); Setia Permana dan Suyarso (1996); BPPT (1997)
Pengeloaan Wilayah Pesisir di Indonesia (Studi Kasus : Pengelolaan Terumbu Karang Berbasis Masyarakat di Kepulauan Riau)Pengeloaan Wilayah Pesisir di Indonesia (Studi Kasus : Pengelolaan Terumbu Karang Berbasis Masyarakat di Kepulauan Riau)Pengeloaan Wilayah Pesisir di Indonesia (Studi Kasus : Pengelolaan Terumbu Karang Berbasis Masyarakat di Kepulauan Riau)Pengeloaan Wilayah Pesisir di Indonesia (Studi Kasus : Pengelolaan Terumbu Karang Berbasis Masyarakat di Kepulauan Riau)
8
Rumput Laut dan Lamun (Seagrass)
Perairan dangkal di Kepulauan Riau mempunyai 48 jenis rumput laut dan
5 jenis lamun. Tumbuhan laut yang terdiri dari kelompok lamun dan rumput laut
hampir menyebar di seluruh kelompok pulau dan berasosiasi dengan
ekosistem hutan bakau dan terumbu karang. Jenis-jenis lamun yang dijumpai
di Kepulauan Riau antara lain : Cymodocea rotundata, C.serrulata, Enhalus
acoroides, Thalassia hemprichii, Holodule pinnifolia, H. Uninervis, Holophila
ovalis, Syringodium isoetifolium dan Thalassodendrum ciliatum.
Sedangkan jenis rumput laut yang banyak ditemukan di rataan terumbu
karang maupun lamun antara lain kelompok algae merah (Gelidiella, Hypnea,
Gracilaria, Neoginiolithon, Lithothamnion, Dictyota, Laurencia, Fauche),
Kelompok alga hijau ( Caulerpa, Halimeda, Cahemorpha, Udoea,
Chlorodermis, Valonia, Ulva) dan kelompok alga coklat ( Sargassum, Padina,
Turbinaria).,
Sumber Daya Perikanan Laut
Potensi sumber daya perikanan laut di
Propinsi Riau terdiri dari wilayah Selat Malaka dan
Laut Cina Selatan sebesar 446.358 ton, dimana
pada tahun 1999 produksi ikan lautnya adalah
263.474,5 ton, yang terdiri dari wilayah perairan
malaka, produksi hasil tangkapan 86.701 ton.
Jenis ikan yang terangkap antara lain Nomei,
Manyung, gulamah, kurisi, bawal putih, Parang-
Pengeloaan Wilayah Pesisir di Indonesia (Studi Kasus : Pengelolaan Terumbu Karang Berbasis Masyarakat di Kepulauan Riau)Pengeloaan Wilayah Pesisir di Indonesia (Studi Kasus : Pengelolaan Terumbu Karang Berbasis Masyarakat di Kepulauan Riau)Pengeloaan Wilayah Pesisir di Indonesia (Studi Kasus : Pengelolaan Terumbu Karang Berbasis Masyarakat di Kepulauan Riau)Pengeloaan Wilayah Pesisir di Indonesia (Studi Kasus : Pengelolaan Terumbu Karang Berbasis Masyarakat di Kepulauan Riau)
9
parang, selar, kuro/ senangin, kembung, tenggiri,
tongkol, Udang putih dan kerang dara.
Selain itu potensial juga untuk jenis ikan ekspor yang bernilai ekonomis
seperti kerapu sunu, kakap, Ikan Ekor kuning, Ikan merah/bambangan, ikan
teri dan Tambang. Sedangkan pada wilayah perairan laut Cina selatan ,
produksi tangkapan mencapai 176.773,5 ton
Perairan ini dikategorikan kedalam perairan yang dalam dan masih kaya
dengan cadangan ikan demersal dan pelagis yang belum di eksploitasi seperti
sardine dan tuna. Adapun ikan pelagis yang tertangkap pada kawasan ini
antara lain : Tongkol, Parang-parang, Tenggiri, Selar, teri, tembang, dan
kembung. Jenis Ikan Demersal; kurisi, gulamah, Nomei, Kuro, Bawal Putih
serta udang dan ikan karang seperti kerapu, Bambangan, Ekor Kuning dan
Kakap.
Pada usaha penangkapan ikan, perlu adanya peningkatan keterampilan
bagi masyarakat dengan menggunakan teknologi baru yang efisien. Hal ini
untuk mengantisipasi persaingan penangkapan oleh negara lain yang sering
masuk ke perairan Indonesia dengan teknologi lebih maju. Usaha ini
melibatkan semua pihak mulai dari masyarakat nelayan, pengusaha dan
pemerintah serta pihak terkait lainnya. Hal lain yang perlu dilakukan adalah
memberi pengertian pada masyarakat nelayan tentang bahaya penangkapan
yang tidak ramah lingkungan seperti penggunaan bahan peledak atau
penggunaan racun.
Jumlah produksi perikanan yang berasal dari usaha budidaya laut di
kepulauan Riau pada tahun 1998 adalah sebanyak 1.303.,42 ton dan pada
tahun 1999 mengalami peningkatan menjadi 1.813,43 ton (38,13%).
Pengeloaan Wilayah Pesisir di Indonesia (Studi Kasus : Pengelolaan Terumbu Karang Berbasis Masyarakat di Kepulauan Riau)Pengeloaan Wilayah Pesisir di Indonesia (Studi Kasus : Pengelolaan Terumbu Karang Berbasis Masyarakat di Kepulauan Riau)Pengeloaan Wilayah Pesisir di Indonesia (Studi Kasus : Pengelolaan Terumbu Karang Berbasis Masyarakat di Kepulauan Riau)Pengeloaan Wilayah Pesisir di Indonesia (Studi Kasus : Pengelolaan Terumbu Karang Berbasis Masyarakat di Kepulauan Riau)
10
b. Sumber daya yang Tidak Dapat Pulih
Sumber daya yang tidak dapat pulih terdiri
dari seluruh mineral dan geologi, yang
termasuk kedalamnya antara lain minyak gas,
granit, emas, timah, Bouksit, tanah liat, pasir,
dan Kaolin.Sumber daya geologi lainnya
adalah bahan baku industri dan bahan
bangunan, antara lain kaolin, pasir kuarsa,
pasir bangunan, kerikil dan batu pondasi.
Potensi Pertambangan di Riau Kepulauan sangat besar ini dapat
dilihat dari Perusahaan-perusahaan yang ada di Riau kepulauan diantaranya
PT. Aneka Tambang yang bergerak dalam bidang penambangan Bouksit, PT
CONOCO yang bergerak dalam penambangan Minyak Lepas Pantai
c. Jasa-jasa Lingkungan
Jasa-jasa lingkungan yang dimaksud meliputi fungsi kawasan pesisir
dan lautan sebagai tempat rekreasi dan parawisata, media transportasi dan
komunikasi, sumber energi, sarana pendidikan dan penelitian, pertahanan
keamanan, penampungan limbah, pengatur iklim, kawasan lindung, dan sistem
penunjang kehidupan serta fungsi fisiologis lainnya. Riau Kepulauan memiliki
Potensi Wisata Bahari yang cukup terkenal. Potensi wisata di Pesissr Riau
Kepulauan tersebar di beberapa zona : 1. Barelang, 2. Bintan, 3. Karimun-
Kundur, 4. Selingsing dan Natuna.
Pengeloaan Wilayah Pesisir di Indonesia (Studi Kasus : Pengelolaan Terumbu Karang Berbasis Masyarakat di Kepulauan Riau)Pengeloaan Wilayah Pesisir di Indonesia (Studi Kasus : Pengelolaan Terumbu Karang Berbasis Masyarakat di Kepulauan Riau)Pengeloaan Wilayah Pesisir di Indonesia (Studi Kasus : Pengelolaan Terumbu Karang Berbasis Masyarakat di Kepulauan Riau)Pengeloaan Wilayah Pesisir di Indonesia (Studi Kasus : Pengelolaan Terumbu Karang Berbasis Masyarakat di Kepulauan Riau)
11
II. PERMASALAHAN
Pemanfaatan sumberdaya dan aktifitas pembangunan menimbulkan
dampak terhadap lingkungan ekosistem pesisir dan pulau-pulau kecil . Dampak
tersebut dapat berupa ancaman terhadap penurunan populasi,
keanekaragaman biota, serta kerusakan ekosistem dan pantai.
Jenis ancaman gangguan sumberdaya alam pesisir di Kepulauan Riau
dapat dibedakan dari factor penyebab, yaitu ancaman eksploitasi dan ancaman
pencemaran serta kerusakan akibat pembangunan. Ancaman akibat kegiatan
eksploitasi menyebabkan degradasi beberapa sumberdaya alam diantaranya
kerusakan terumbu karang, penurunan populasi ikan, pengurangan habitat
hutan bakau dan padang lamun. Kerusakan terumbu karang dan penurunan
ikan karang disebabkan pengeboman karang. Penurunan ekosistem bakau
disebabkan penebangan pohon dan pembukaan lahan tambak.
Gambar 1. Pengambilan terumbu karang untuk bahan bangunan
Ancaman akibat aktifitas pembangunan berupa gangguan fisik seperti
pengerukan dan pengurugan, limbah pencemaran dan konversi lahan. Aktifitas
pembangunan yang ada di Riau Kepulauan antara lain industri, pelabuhan,
Pengeloaan Wilayah Pesisir di Indonesia (Studi Kasus : Pengelolaan Terumbu Karang Berbasis Masyarakat di Kepulauan Riau)Pengeloaan Wilayah Pesisir di Indonesia (Studi Kasus : Pengelolaan Terumbu Karang Berbasis Masyarakat di Kepulauan Riau)Pengeloaan Wilayah Pesisir di Indonesia (Studi Kasus : Pengelolaan Terumbu Karang Berbasis Masyarakat di Kepulauan Riau)Pengeloaan Wilayah Pesisir di Indonesia (Studi Kasus : Pengelolaan Terumbu Karang Berbasis Masyarakat di Kepulauan Riau)
12
pertambangan minyak, dan penggalian pasir. Industri dan Pelabuhan
terkonsentarasi di Pulau Batam dan bintan. Sedangkan pertambangan minyak
di kepulauan natunadan penggalian pasir dilakukan di perairan dangkal Batam
dan Bintan. Industri mempunyai potensi untuk menimbulkan pencemaran pada
perairan diantaranya penurunan produkstifitas perairan akibat limbah lapisan
minyak dan lemak, logam berat dan bahan pencemar lainnya. Penggalian pasir
yang intensif di perairan kepulauan Riau menyebabkan kedalaman. Hal ini
akan berdampak terhadap pola oseanograofi seperti arus, gelombang, dan
sedimentasi. Perubahan arus ini dim kuatirkan akan mengikis pantai di
beberapa pulau, bahkan pada tingkat yang serius akan menenggelamkan
pulau seperti yang terjadi di kepulaun karimun.
Adapun isu – isu permasalahan di wilayah pesisir Riau Kepulauan
antara lain :
� Kerusakan terumbu karang
� Abrasi/erosi terjadi dipantai yang terbuka terhadap rambatan gelombang
yang dibangkitkan oleh angin. Abrasi yang intensif terjadi di pantai timur
Pengeloaan Wilayah Pesisir di Indonesia (Studi Kasus : Pengelolaan Terumbu Karang Berbasis Masyarakat di Kepulauan Riau)Pengeloaan Wilayah Pesisir di Indonesia (Studi Kasus : Pengelolaan Terumbu Karang Berbasis Masyarakat di Kepulauan Riau)Pengeloaan Wilayah Pesisir di Indonesia (Studi Kasus : Pengelolaan Terumbu Karang Berbasis Masyarakat di Kepulauan Riau)Pengeloaan Wilayah Pesisir di Indonesia (Studi Kasus : Pengelolaan Terumbu Karang Berbasis Masyarakat di Kepulauan Riau)
13
pulau Natuna saat bertiup angin muson utara – timur laut. Abrasi yang
intensif juga terjadi di pantai timur pulau-pulau kabupaten karimun, akibat
adanya penambangan pasir laut di dasar perairan tersebut. Abrasi terjadi
akibat penggalian yang intensifnya hantaman gelombang karena
berkurangnya peredaman energi dan gelombang.
� Penurunan kualitas air di sekitar perairan Karimun kerena peningkatan
kekeruhan akibat penambangan pasir.
� Peningkatan aktivitas kepelabuhan dan industri seperti pelayaran,
konstruksi galangan kapal yang merupakan potensi pencemaran terutama
di sekitar pantai baguan barat dan utara pulau Batam dari segulung,
sekupang dan batu ampar.
� Overfishing
� Kerusakan habitat
� Penggunaan alat tangkap yang dilarang oleh pemerintah seperti :
penggunaan bahan peledak, racun (Potassium sianida), Trawl,/ pukat
harimau yang secara ekologi merusak kelestarian sumberdaya alam
terutam terumbu karang.
� Dampak penambangan yang bersifat negatif misalnya pencemaran kualitas
lingkungan, erosi, abrasi dan hilangnya pulau-pulau.
Pengeloaan Wilayah Pesisir di Indonesia (Studi Kasus : Pengelolaan Terumbu Karang Berbasis Masyarakat di Kepulauan Riau)Pengeloaan Wilayah Pesisir di Indonesia (Studi Kasus : Pengelolaan Terumbu Karang Berbasis Masyarakat di Kepulauan Riau)Pengeloaan Wilayah Pesisir di Indonesia (Studi Kasus : Pengelolaan Terumbu Karang Berbasis Masyarakat di Kepulauan Riau)Pengeloaan Wilayah Pesisir di Indonesia (Studi Kasus : Pengelolaan Terumbu Karang Berbasis Masyarakat di Kepulauan Riau)
14
Gambar 3. Tenggelamnya Pulau Nipa Akibat Dampak Penambangan
Meningkatnya kerusakan terumbu karang, dewasa ini telah
mengkhawatirkan banyak kalangan, karena dengan rusaknya terumbu karang
akan banyak mempengaruhi status keanekaragaman hayati laut yang kita miliki
selama ini. Kerusakan terumbu karang terutama diakibatkan oleh aktivitas
manusia, seperti penambangan, penggunaan bahan peledak, penggunaan
sianida untuk menangkap ikan, sedimentasi dan pencemaran. Pemanfaatan
potensi terumbu karang tidak jarang hanya berpegang pada salah satu fungsi laut
sebagai penyokong perekonomian, tanpa memperhatikan fungsi yang lain, yaitu
sebagai penyokong kehidupan dan sosial budaya.
Berbagai akibat kerusakan terumbu karang mengakibatkan berbagai
macam dampak kerugian, diantaranya menurunnya produksi sumberdaya
perikanan, mempercepat abrasi pantai, dan menurunnya jumlah wisatawan
karena menurunnya nilai estetika dan keindahan terumbu karang.
Pengeloaan Wilayah Pesisir di Indonesia (Studi Kasus : Pengelolaan Terumbu Karang Berbasis Masyarakat di Kepulauan Riau)Pengeloaan Wilayah Pesisir di Indonesia (Studi Kasus : Pengelolaan Terumbu Karang Berbasis Masyarakat di Kepulauan Riau)Pengeloaan Wilayah Pesisir di Indonesia (Studi Kasus : Pengelolaan Terumbu Karang Berbasis Masyarakat di Kepulauan Riau)Pengeloaan Wilayah Pesisir di Indonesia (Studi Kasus : Pengelolaan Terumbu Karang Berbasis Masyarakat di Kepulauan Riau)
15
Oleh karena itu untuk menjaga agar fungsi terumbu karang dalam
mendukung sumberdaya hayati laut secara berkelanjutan, perlu dilakukan
program kerja pengendalian kerusakan terumbu karang. Salah satu program
kerja tersebut adalah program kampanye peningkatan kesadaran masyarakat
akan arti pentingnya fungsi terumbu karang dan proses-proses alami yang terjadi
didalamnya.
Berbagai program penyadaran masyarakat terhadap kelestarian
ekosistem terumbu karang telah dilaksanakan oleh pemerintah, swasta dan
lembaga swadaya masyarakat. Namun hal ini tampaknya belum dirasa cukup,
mengingat tingkat kemajemukan masyarakt kita, sehingga diperlukan bentuk
program penyadaran masyarakat dalam kemasan yang beragam.
Diantara program penyadaran masyarakat tersebut, yang saat ini sedang
berlangsung adalah Program Pantai dan Laut Lestari, yang salah satu
kegiatannya adalah Terumbu Karang dan Mangrove Lestari (TEMAN Lestari) dan
Coral Reef Rehabilitation and Management Program (COREMAP), yang
bertujuan untuk meningkatkan kualitas dan fungsi ekosistem dan hasil guna
terumbu karang serta meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap kelestarian
ekosistem tersebut.
Untuk wilayah Kepulauan Riau, program yang di jalankan untuk
pengelolaan terumbu karang adalah Program COREMAP yaitu pengelolaan
yang berbasis masyarakat (Community Base Management/CBM).
Pengeloaan Wilayah Pesisir di Indonesia (Studi Kasus : Pengelolaan Terumbu Karang Berbasis Masyarakat di Kepulauan Riau)Pengeloaan Wilayah Pesisir di Indonesia (Studi Kasus : Pengelolaan Terumbu Karang Berbasis Masyarakat di Kepulauan Riau)Pengeloaan Wilayah Pesisir di Indonesia (Studi Kasus : Pengelolaan Terumbu Karang Berbasis Masyarakat di Kepulauan Riau)Pengeloaan Wilayah Pesisir di Indonesia (Studi Kasus : Pengelolaan Terumbu Karang Berbasis Masyarakat di Kepulauan Riau)
16
III. PEMBAHASAN
Terumbu Karang
Karang tergolong dalam dalam jenis mahluk hidup (hewan) yaitu
sebagai individu organisme atau komponen dari masyarakat hewan. Terumbu
karang (coral reefs) sebagai suatu ekosistem termasuk dalam organisme-
organisme karang. Dawes (1981) mengatakan terumbu karang (coral reefs)
merupakan masyarakat organisme yang hidup di dasar perairan dan berupa
bentukan batuan kapur (CaCO3) yang cukup kuat menahan gaya gelombang
laut. Selanjutnya Bengen D.G. (2001) menyatakan terumbu karang terbentuk
dari endapan-endapan masif kalsium karbonat yang dihasilkan oleh organisme
karang pembentuk terumbu (karang hermatipik) dari filum Coridaria, ordo
Scleractinia yang hidup bersimbiosis dengan zooxantellae dan sedikit
tambahan alga berkapur serta organisme lain yang menyereksi kalsium
karbonat. Karang hermatipik (Hermatypic corals) yang bersimbiosis dengan
alga melaksanakan fotosintesis, sehingga peranan cahaya sinar matahari
penting sekali bagi Hermatypic corals. Hermatypic corals biasanya hidup di
perairan pantai/laut yang cukup dangkal di mana penetrasi cahaya matahari
masih sampai ke dasar perairan, selain itu untuk hidup lebih baik binatang
karang membutuhkan suhu air yang hangat berkisar antara 25-32 oC .
Kerusakan Ekosistem Terumbu Karang dan Produktivitas
Kerusakan ekosistem terumbu karang tidak terlepas dari aktivitas
manusia baik di daratan maupun pada ekosistem pesisir dan lautan. Kegiatan
manusia di daratan seperti industri, pertanian, rumah tangga akhirnya dapat
menimbulkan dampak negatif bukan saja pada perairan sungai tetapi juga pada
Pengeloaan Wilayah Pesisir di Indonesia (Studi Kasus : Pengelolaan Terumbu Karang Berbasis Masyarakat di Kepulauan Riau)Pengeloaan Wilayah Pesisir di Indonesia (Studi Kasus : Pengelolaan Terumbu Karang Berbasis Masyarakat di Kepulauan Riau)Pengeloaan Wilayah Pesisir di Indonesia (Studi Kasus : Pengelolaan Terumbu Karang Berbasis Masyarakat di Kepulauan Riau)Pengeloaan Wilayah Pesisir di Indonesia (Studi Kasus : Pengelolaan Terumbu Karang Berbasis Masyarakat di Kepulauan Riau)
17
ekosistem terumbu karang atau pesisir dan lautan. Menurut UNEP (1990)
dalam Dahuri R..et al (2001) sebagian besar (80 %) bahan pencemar yang
ditemukan di laut berasal dari kegiatan manusia di daratan (land basic
activities). Sebagai contoh kegiatan pengolahan pertanian dan kehutanan (up
land) yang buruk tidak saja merusak ekosistem sungai melalui banjir dan erosi
tetapi juga akan menimbulkan dampak negatif pada perairan pesisir dan lautan.
Melalui penggunaan pupuk anorganik dan pestisida dari tahun ke tahun yang
terus mengalami peningkatan telah menimbulkan masalah besar bagi wilayah
pesisir dan lautan (Supriharyono, 2000). Pada tahun 1972 penggunaan pupuk
nitrogen untuk seluruh kegiatan pertanian di Indonesia tercatat sekitar
350.000,- ton, maka pada tahun 1990 jumlah tersebut meningkat menjadi
1.500.000,- ton. Total penggunaan pestisida (insektisida) pada tahun 1975
sebesar 2.000 ton, kemudian pada tahun 1984 mencapai 16.000,- ton (Dahuri
R.et al. 2001).
Di pesisir dan lautan, kegiatan manusia seperti penambangan karang
dengan atau tanpa bahan peledak, pengerukan di sekitar terubu karang,
penangkapan ikan dengan bahan peledak (Bengen D.G., 2001), lalulintas
pelayaran, pertambakan dan lainnya telah menimbulkan masalah besar bagi
kerusakan terumbu karang. Sebagai contoh kegiatan pelayaran di Teluk
Jakarta, Selat Malaka, Semarang, Surabaya, Lhokseumawe dan Balikpapan
sudah memprihatinkan. Konsentrasi logam berat Hg di perairan Teluk Jakarta
pada tahun 1977-1978 berkisar antara 0,002-0,35 ppm (Dahuri R.et al. 2001).
Secara rinci Bengen D.G. (2001) merinci dampak kerusakan terumbu
karang sebagai akibat kegiatan manusia baik di darat maupun di pesisir dan
lautan seperti terlihat pada tabel 1 (satu).
Pengeloaan Wilayah Pesisir di Indonesia (Studi Kasus : Pengelolaan Terumbu Karang Berbasis Masyarakat di Kepulauan Riau)Pengeloaan Wilayah Pesisir di Indonesia (Studi Kasus : Pengelolaan Terumbu Karang Berbasis Masyarakat di Kepulauan Riau)Pengeloaan Wilayah Pesisir di Indonesia (Studi Kasus : Pengelolaan Terumbu Karang Berbasis Masyarakat di Kepulauan Riau)Pengeloaan Wilayah Pesisir di Indonesia (Studi Kasus : Pengelolaan Terumbu Karang Berbasis Masyarakat di Kepulauan Riau)
18
Menurut Nybakken dalam Dahuri R.et al.(2000), terumbu karang
memiliki produktivitas organik yang tinggi, Stoddart (1969) dalam Supriharyono
(2000) mengatakan secara biologis terumbu karang merupakan ekosistem
yang paling produktif di perairan tropis dan bahkan mungkin diseluruh
ekosistem baik di laut maupun di daratan karena kemampuan terumbu karang
untuk menahan nutrient dalam sistem dan berperan sebagai kolam untuk
menampung segala masukan dari luar. Selain itu terumbu karang yang sehat
memiliki keragaman spesies penghuninya dan ikan merupakan organisme
yang jumlahnya terbanyak.
Tingginya produktivitas primer di perairan terumbu karang
memungkinkan perairan ini sering merupakan tempat pemijahan (spawning
ground), pengasuhan (nursery ground) dan mencari makan (feeding ground)
dari kebanyakan ikan. Oleh karena itu secara otomatis produksi ikan di daerah
terumbu karang sangat tinggi. Menurut Salm (1984) dalam Supriharyono
(2000), 16 % dari total hasil eksport ikan dari Indonesia berasal dari daerah
karang.
Kerusakan terumbu karang yang diakibatkan oleh aktivitas manusia
harus sedapat mungkin di cegah, karena akan sangat berdampak pada
terganggunya ekosistem lainnya dan menurunnya produksi ikan yang
merupakan sumber protein hewani bagi kemaslahatan umat manusia. Untuk
maksud tersebut masyarakat maupun stakeholders perlu diajak untuk duduk
bersama dengan menyatukan visi dan misi sehingga wilayah pesisir dan lautan
dapat dikelola secara terpadu dan berkelanjutan.
Visi pengelolaan terumbu karang yaitu terumbu karang merupakan
sumber pertumbuhan ekonomi yang harus dikelola dengan bijaksana, terpadu
Pengeloaan Wilayah Pesisir di Indonesia (Studi Kasus : Pengelolaan Terumbu Karang Berbasis Masyarakat di Kepulauan Riau)Pengeloaan Wilayah Pesisir di Indonesia (Studi Kasus : Pengelolaan Terumbu Karang Berbasis Masyarakat di Kepulauan Riau)Pengeloaan Wilayah Pesisir di Indonesia (Studi Kasus : Pengelolaan Terumbu Karang Berbasis Masyarakat di Kepulauan Riau)Pengeloaan Wilayah Pesisir di Indonesia (Studi Kasus : Pengelolaan Terumbu Karang Berbasis Masyarakat di Kepulauan Riau)
19
dan berkelanjutan dengan memelihara daya dukung dan kualitas lingkungan
melalui pemberdayaan masyarakat dan stakeholders (pengguna) guna
memenuhi kebutuhan dan kesejahteraan masyarakat dan pengguna secara
berkelanjutan (sustainable).
Dalam upaya untuk mewujudkan visi tersebut maka ada empat tujuan
pokok (1) tujuan sosial, yaitu meningkatkan kesadaran masyarakat dan
stakeholders mengenai pentingnya pengelolaan terumbu karang secara
terpadu dan berkelanjutan (2) tujuan konservasi ekologi yaitu melindungi dan
memelihara ekosistem terumbu karang untuk menjamin pemanfaatan secara
optimal dan berkelanjutan, (3) tujuan ekonomi yaitu meningkatkan
pemanfaatan ekosistem terumbu karang secara efisien dan berkelanjutan
untuk memperbaiki kesejateraan masyarakat dan stakeholders serta
pembangunan ekonomi, (4) tujuan kelembagaan yaitu menciptakan sistem dan
mekanisme kelembagaan yang profesional, efektif dan efisien dalam
merencanakan dan mengelola terumbu karang secara terpadu dan optimal.
Berdasarkan tujuan pengelolaan terumbu karang tersebut maka target
penanganannya adalah (1) target sosial, di mana meningkatnya status
kesejahteraan masyarakat dan pengguna, tingkat partisipasi masyarakat dan
pengguna dalam kegiatan dan pemanfataan terumbu karang semakin
meningkat, (2) target konservasi ekologi yaitu implementasi dan penegakan
peraturan semakin membaik dan gerjala over-exploitation terumbu karang
semakin berkurang, menurunnya sedimentasi yang berasal dari aktivitas di
daratan, (3) target ekonomi, yaitu pendapatan masyarakat dan stakeholders
meningkat, tingkat pengangguran semakin menurun, dan terwujudnya sistem
pembagian hasil kegiatan usaha yang semakin adil (4) target kelembagaan,
Pengeloaan Wilayah Pesisir di Indonesia (Studi Kasus : Pengelolaan Terumbu Karang Berbasis Masyarakat di Kepulauan Riau)Pengeloaan Wilayah Pesisir di Indonesia (Studi Kasus : Pengelolaan Terumbu Karang Berbasis Masyarakat di Kepulauan Riau)Pengeloaan Wilayah Pesisir di Indonesia (Studi Kasus : Pengelolaan Terumbu Karang Berbasis Masyarakat di Kepulauan Riau)Pengeloaan Wilayah Pesisir di Indonesia (Studi Kasus : Pengelolaan Terumbu Karang Berbasis Masyarakat di Kepulauan Riau)
20
yaitu konflik pemanfaatan ruang antar masyarakat dan stakeholders semakin
berkurang dan terbentuknya aturan yang dapat difahami, dihayati dan
diamalkan oleh masyarakat dan stakeholders.
Sebenarnya akar permasalahan kerusakan terumbu karang meliputi
empat hal yaitu (1) Kemiskinan masyarakat dan ketiadaan matapencaharian
alternatif (2) ketidaktahuan dan ketidaksadaran masyarakat dan pengguna (3)
lemahnya penegakan hukum (law enforcement) dan (4) kebijakan pemerintah
yang belum menunjukkan perhatian yang optimal dalam mengelola sistem
alami dan kualitas lingkungan kawasan pesisir dan lautan khususnya terumbu
karang.
Untuk ekosistem terumbu karang di Kepulauan Riau terbentang di
paparan dangkal hampir disemua pulau-pulau. Tipe terumbu yang terdapat
dikepulauan riau umumnya berupa karang tepi (fringing reef). Kondisi terumbu
karang di Kepulauan Riau bervariasi di suatu daerah ke daerah lain dengan
kategori sedang hingga baik, meskipun ada beberap spot terumbu mempunyai
kondisi karang yang buruk.
Keberadaan terumbu karang di Kepulauan Riau cukup luas mengingat
tofografi kawasan terdiri dari pulau-pulau dan perairan dangkal. Kondisi
terumbu karang di beberapa tempat bervariasi dan berdasarkan persen tutupan
karang sehingga dapat dikatergorikan bagus sekali, bagus, sedang dan buruk.
Sekilas Tentang COREMAP
COREMAP (Program Rehabilitasi dan Pengelolaan Terumbu Karang)
adalah program nasional bangsa Indonesia yang bertujuan untuk memperbaiki
pengelolaan terumbu karang dan merehabilitasi terumbu karang yang telah dan
Pengeloaan Wilayah Pesisir di Indonesia (Studi Kasus : Pengelolaan Terumbu Karang Berbasis Masyarakat di Kepulauan Riau)Pengeloaan Wilayah Pesisir di Indonesia (Studi Kasus : Pengelolaan Terumbu Karang Berbasis Masyarakat di Kepulauan Riau)Pengeloaan Wilayah Pesisir di Indonesia (Studi Kasus : Pengelolaan Terumbu Karang Berbasis Masyarakat di Kepulauan Riau)Pengeloaan Wilayah Pesisir di Indonesia (Studi Kasus : Pengelolaan Terumbu Karang Berbasis Masyarakat di Kepulauan Riau)
21
mulai rusak. Dalam melaksakan program ini telah ditentukan lima langkah
penting yaitu :
• menyadarkan masyarakat memahami arti penting terumbu karang dan
melibatkan masyarakat untuk berperan aktif dalam pengelolaan dan
pemanfaatan secara lestari.
• meningkatkan kemampuan kelembagaan dan memperkuat kordinasi antar
instansi dalam perencanaan dan implementasi kebijaksanaan yang
mempengaruhi pengolaan terumbu karang.
• mengembangkan pengelolaan berbasis masyarakat dengan meningkatkan
kemampuan sumber daya manusia pengguna terumbu karang.
• membentuk sistem jaringan pemantauan dan informasi terumbu karang
untuk menyebarkan informasi dari hasil monitoring, meneliti dan
mengevaluasi status dari terumbu karang.
• penegakan hukum.
Tujuan umum COREMAP adalah untuk melindungi, merehabilitasi dan
memanfaatkan terumbu karang dan ekosistimnya secara berkelanjutan, yang
pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir. Dalam
tahapan proyek COREMAP, tujuan umum tersebut telah dijabarkan dalam
bentuk sasaran yang ingin dicapai dalam setiap tahap. Strategi yang akan
dilaksanakan untuk mengatasi permasalahan tersebut akan dititik beratkan
pada kegiatan berikut:
• penyadaran masyarakat (public awareness)
• peningkatan pelaksanaan hukum
Pengeloaan Wilayah Pesisir di Indonesia (Studi Kasus : Pengelolaan Terumbu Karang Berbasis Masyarakat di Kepulauan Riau)Pengeloaan Wilayah Pesisir di Indonesia (Studi Kasus : Pengelolaan Terumbu Karang Berbasis Masyarakat di Kepulauan Riau)Pengeloaan Wilayah Pesisir di Indonesia (Studi Kasus : Pengelolaan Terumbu Karang Berbasis Masyarakat di Kepulauan Riau)Pengeloaan Wilayah Pesisir di Indonesia (Studi Kasus : Pengelolaan Terumbu Karang Berbasis Masyarakat di Kepulauan Riau)
22
• peningkatan kerjasama kelembagaan
• penikutsertaan masyarakat dalam pengelolaan terumbu karang (community
base management/CBM)
• peningkatan penelitian dan informasi terumbu karang (Coral Reef
Information and Training Centre/CRITC)
Organisasi pelaksana proyek COREMAP dipimpin oleh seorang Direktur
yang dibantu oleh 4 Deputi yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan
kegiatan di bidang Manajemen Terumbu Karang dan CRITC (Coral Reef
Information and Training Center), Pengikutsertaan Masyarakat, Kelembagaan,
dan bidang Penegakan Hukum. Masing-masing Deputi dibantu oleh 2 orang
asisten Deputi. Direktur dibantu oleh Sekretariat yang dipimpin oleh Kepala
Sekretariat. Selain itu, organisasi pelaksana ini diperkuat oleh Financial Analyst
yang mengelolah dana bantuan asing dan sejumlah konsultan yang direkrut
untuk membantu pelaksanaan dan penyempurnaan konsep CoreMap.
Organisasi pelaksana ini dikenal sebagai PMO (Project Management Office)
atau kantor pengelolah proyek. Anggota PMO berasal dari berbagai instansi
dilingkungan LIPI, Bappenas, Dirjen Bangda Depdagri, Dirjen Perikanan,
Angkatan Laut RI, dan PHPA - Dirjen Kehutanan. Tugas dan tanggung jawab
masing-masing anggota PMO telah dijabarkan seperti tertera dalam Surat
Keputusan Kepala Puslitbang Oseanologi LIPI. Surat keputusan tersebut masih
bersifat sementara sambil menunggu Surat Keputusan yang akan dikeluarkan
oleh ketuaLIPI. Rencana kerja PMO mengacu pada rencana kerja yang telah
tercantum dalam DIP dan dalam kesepakatan dengan Bank Dunia dan ADB.
Mengingat bahwa kegiatan COREMAP akan berlangsung di daerah, dalam
Pengeloaan Wilayah Pesisir di Indonesia (Studi Kasus : Pengelolaan Terumbu Karang Berbasis Masyarakat di Kepulauan Riau)Pengeloaan Wilayah Pesisir di Indonesia (Studi Kasus : Pengelolaan Terumbu Karang Berbasis Masyarakat di Kepulauan Riau)Pengeloaan Wilayah Pesisir di Indonesia (Studi Kasus : Pengelolaan Terumbu Karang Berbasis Masyarakat di Kepulauan Riau)Pengeloaan Wilayah Pesisir di Indonesia (Studi Kasus : Pengelolaan Terumbu Karang Berbasis Masyarakat di Kepulauan Riau)
23
hubungan ini telah dipersiapkan Memo Kesepakatan antara Komite Pengarah
COREMAP dangan Tim COREMAP Propinsi dibawah koordinasi Gubernur
atau Ketua Bapeda Tk. I dan Komite Pengarah COREMAP dengan tim
COREMAP Kabupaten dibawah koordinasi Bupati atau Ketua Bapeda Tk. II.
Hingga saat ini Program COREMAP telah berjalan di lima Propinsi di
Indonesia yaitu Sumatera Barat, Sumatera Utara, Sulawesi Selatan, Irian Jaya
dan Riau. Untuk Propinsi Riau di laksanakan di Kepulauan Riau yaitu di
Kecamatan Senayang dan Lingga.
Pengelolaan Berbasis Masyarakat (Community Base Management)
Program COREMAP yang dilaksanakan di Kecamatan Senayang Lingga
Kepulauan Riau adalah Community Base Management atau Pengelolaan
Berbasis Masyarakat. Program ini telah berjalan lebih kurang 33 bulan.
Kegiatan ini meliputi 7 buah desa dampingan yaitu untuk Kecamatan Senayang
yaitu Desa Pulau Medang, Desa Temiang, Desa Pasir Panjang, Desa Mamut
dan Kelurahan Senayang, sedangkan untuk Kecamatan Lingga dilakukan di
Desa Sekanah dan Desa Limbung. Kegiatan ini melibatkan masyarakat, LSM
dan pemerintah dan instansi terkait. Dengan proses dimulai dari masyarakat
(bottom up). Tiap-tiap desa dibimbing oleh 1 orang pendamping (fasilitator).
Fasilitator dibantu oleh perangkat-perangkat kelembagaan yang melibatkan
masyarakat desa itu sendiri seperti :
1. Motivator
Tugasnya adalah memberikan motivasi kepada masyarakat di desanya
agar dapat menjaga terumbu karang dari kerusakan
Pengeloaan Wilayah Pesisir di Indonesia (Studi Kasus : Pengelolaan Terumbu Karang Berbasis Masyarakat di Kepulauan Riau)Pengeloaan Wilayah Pesisir di Indonesia (Studi Kasus : Pengelolaan Terumbu Karang Berbasis Masyarakat di Kepulauan Riau)Pengeloaan Wilayah Pesisir di Indonesia (Studi Kasus : Pengelolaan Terumbu Karang Berbasis Masyarakat di Kepulauan Riau)Pengeloaan Wilayah Pesisir di Indonesia (Studi Kasus : Pengelolaan Terumbu Karang Berbasis Masyarakat di Kepulauan Riau)
24
2. Reef Watcher
Bertugas memantau keadaan karang dan melaporkan kejadian yang terjadi
yang merusak karang seperti pengeboman dan penggunaan alat tangkap
trawl
3. Kelompok Masyarakat (Pokmas) Produksi
Bertugas memanfaatkan dan meningkatkan potensi desa serta pengelolaan
potensi desa secara optimal dengan dasar pengelolaan yang ramah
lingkungan
4. Pokmas Konservasi
Bertugas menjaga lingkungan dan potensi desa, kelestarian sumberdaya
alam darat dan laut serta keseimbangan alam.
5. Pokmas Gender
Bertugas untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga dan perbaikan pola
hidup keluarga dengan pemberdayaan dan pengakuan hak kaum
perempuan di desa untuk dapat berperan dalam pembangunan desa
6. Dewan Pertimbangan Desa
Pendekatan yang dilakukan dalam pengelolaan berbasis masyarakat ini
adalah pendekatan secara partisipatif sehingga masyarakat bisa menentukan
sendiri keinginannya dalam membangun desanya terutama dalam pengelolaan
terumbu karang yang mana tiap desa berbeda pengelolaannya karena
perbedaan kebutuhan dan kondisi geografis yang berbeda pula.
Pengeloaan Wilayah Pesisir di Indonesia (Studi Kasus : Pengelolaan Terumbu Karang Berbasis Masyarakat di Kepulauan Riau)Pengeloaan Wilayah Pesisir di Indonesia (Studi Kasus : Pengelolaan Terumbu Karang Berbasis Masyarakat di Kepulauan Riau)Pengeloaan Wilayah Pesisir di Indonesia (Studi Kasus : Pengelolaan Terumbu Karang Berbasis Masyarakat di Kepulauan Riau)Pengeloaan Wilayah Pesisir di Indonesia (Studi Kasus : Pengelolaan Terumbu Karang Berbasis Masyarakat di Kepulauan Riau)
25
Kegiatan-kegiatan yang telah dilaksanakan adalah :
1. Rencana Pengelolaan Terumbu Karang (RPTK)
Rencana Pengelolaan Terumbu Karang (RPTK) merupakan bagian penting
dalam pengeloaan berbasis masyarakat. RPTK merupakan jawaban atas
segala permasalahan yang dihadapi masyarakat dalam pengelolaan
terumbu karang. RPTK merupakan pedoman pelaksanaan pengelolaan
terumbu karang. RPTK merupakan dokumen perencanaan masyarakat
yang disepakati dan akan dilaksanakan oleh masyarakat. Dokumen ini
menghimpun segala sumberdaya yang mungkin dikerahkan oleh
masyarakat dalam pengeloaan kawasan mereka. Sebagaimana dokumen
perencanaan, apalagi dokumen milik masyarakat, maka sudah selayaknya
dokumen ini diketahui oleh banyak pihak, terbuka. Karena proses
perencanaannya juga merupakan perencanaan partisipatif.
2. Mata Pencaharian Alternatif
Karena telah banyaknya terumbu karang yang rusak, tentu saja akan
mengakibatkan berkurangnya hasil tangkapan nelayan yang tentu
berpengaruh dalam tingkat pendapatan ekonomi, untuk itu diberikan kepada
masyarakat beberapa mata pencaharian alternatif selain menangkap ikan
seperti pembuatan keramba (marine culture), kerajinan tangan, menjahit,
ternak ayam, kebun sayuran dan pembuatan makanan dan kue-kue.
3. Penetapan Kawasan Lindung
Menetapkan suatu daerah yang masih belum terlalu rusak terumbu
karangnya dan masyarakat menjaga daerah tersebut dari kegiatan-kegiatan
yang merusak karang seperti penangkapan ikan dengan menggunakan
Pengeloaan Wilayah Pesisir di Indonesia (Studi Kasus : Pengelolaan Terumbu Karang Berbasis Masyarakat di Kepulauan Riau)Pengeloaan Wilayah Pesisir di Indonesia (Studi Kasus : Pengelolaan Terumbu Karang Berbasis Masyarakat di Kepulauan Riau)Pengeloaan Wilayah Pesisir di Indonesia (Studi Kasus : Pengelolaan Terumbu Karang Berbasis Masyarakat di Kepulauan Riau)Pengeloaan Wilayah Pesisir di Indonesia (Studi Kasus : Pengelolaan Terumbu Karang Berbasis Masyarakat di Kepulauan Riau)
26
bahan peledak dan diharapkan kawasan tersebut sebagai kawasan
budidaya terumbu karang
4. Monitoring dan Evaluasi
Monitoring dan evaluasi merupakan bagian yang tidak dapat ditinggalkan
dalam setiap program. Monitoring dan evaluasi yang dilakukan dalam
program ini lenih diarahkan kepada pelaksanaan program oleh masyarakat
setelah masyarakat membuat rencana tindak lanjut untuk pelaksanaan
program COREMAP. Jika rencana tindak lanjut tersebut telah disepakati,
maka rencana tersebut harus dilaksanakan oleh masyarakat. Dalam
pelaksanaan rencana tersebut terus menerus dilakukan pengawasan dan
pemantauan oleh masyarakat. Di akhir program akan dilaksanakan evaluasi
oleh masyarakat untuk menilai hasil pekerjaan mereka sendiri serta
merencanakan perbaikan untuk pelaksanaan selanjutnya.
Kecamatan Senayang dan Lingga memiliki kondisi persen tutupan
karang yang sedang (Tabel 2). Banyak faktor yang mengakibatkan kerusakan
terumbu karang di daerah ini diantaranya adalah :
1. Aktivitas penambangan pasir
Aktivitas-aktivitas penambangan pasir dapat merusak karang karena dari
limbah air pencucian pasir umumnya di buang ke perairan yang akan
menyebabkan pencemaran di perairan dan akan menutup permukaan
karang dan ini bisa mengakibatkan matinya karang
2. Penggunaan Bahan Peledak
Kerusakan yang ditimbulkan oleh penggunaan bahan peledak juga
mengakibatkan rusaknya terumbu karang karena menggunakan bahan-
bahan kimia yang dapat merusak ekosistem karang
Pengeloaan Wilayah Pesisir di Indonesia (Studi Kasus : Pengelolaan Terumbu Karang Berbasis Masyarakat di Kepulauan Riau)Pengeloaan Wilayah Pesisir di Indonesia (Studi Kasus : Pengelolaan Terumbu Karang Berbasis Masyarakat di Kepulauan Riau)Pengeloaan Wilayah Pesisir di Indonesia (Studi Kasus : Pengelolaan Terumbu Karang Berbasis Masyarakat di Kepulauan Riau)Pengeloaan Wilayah Pesisir di Indonesia (Studi Kasus : Pengelolaan Terumbu Karang Berbasis Masyarakat di Kepulauan Riau)
27
3. Pembuangan Air balas kapal
4. Pembuangan limbah domestik dan pariwisata
Saat ini dengan adanya kegiatan pengelolaan berbasis masyarakat,
masyarakat di daerah Kepulauan Riau berangsur-angsur mengerti akan
pentingnya terumbu karang bagi mereka dan sangat antusias sekali dengan
menjaga sumberdaya alam khususnya terumbu karang bersama-sama dengan
LSM, pemerintah dan instansi terkait. Atau secara umum sistem pegelolaan
dapat digambarkan sebagai berikut :
Isu dan Permasalahan
Pendefinisian Permasalahan
Aspirasi Masyarakat
Potensi Sumber daya alam dan ekosistem
Peluang dan Kendala
Tujuan dan Sasaran
Formulasi Rencana
Mekanisme Umpan balik
Pelaksanaan/Imple mentasi Rencana
Monitoring dan Evaluasi
Pengelolaaan Wilayah Pesisir Terpadu Berbasis Masyarakat
Pengeloaan Wilayah Pesisir di Indonesia (Studi Kasus : Pengelolaan Terumbu Karang Berbasis Masyarakat di Kepulauan Riau)Pengeloaan Wilayah Pesisir di Indonesia (Studi Kasus : Pengelolaan Terumbu Karang Berbasis Masyarakat di Kepulauan Riau)Pengeloaan Wilayah Pesisir di Indonesia (Studi Kasus : Pengelolaan Terumbu Karang Berbasis Masyarakat di Kepulauan Riau)Pengeloaan Wilayah Pesisir di Indonesia (Studi Kasus : Pengelolaan Terumbu Karang Berbasis Masyarakat di Kepulauan Riau)
28
IV. PENUTUP
Terumbu karang (coral reefs) adalah suatu ekosistem di dasar laut tropis
yang dibangun terutama oleh biota laut penghasil kapur khususnya jenis-jenis
karang batu dan algae berkapur. Ekosistem terumbu karang mempunyai manfaat
yang bermacam-macam, yakni sebagai tempat hidup bagi berbagai biota laut
tropis lainnya sehingga terumbu karang memiliki keanekaragaman jenis biota
sangat tinggi dan sangat produktif, dengan bentuk dan warna yang beraneka
ragam, sehingga dapat dijadikan sebagai sumber bahan makanan dan daerah
tujuan wisata, selain itu juga dari segi ekologi terumbu karang berfungsi sebagai
pelindung pantai dari hempasan ombak.
Ekosistem terumbu karang adalah salah satu ekosistem subur yang
terdapat di Kepulauan Riau. Ekosistem ini di bentuk oleh komunitas karang dan
berbegai biota laut yang berasosiasi dengan karang. Dalam hal evaluasi
terhadap kondisi ekosistem terumbu karang, criteria yang dikembangkan
berupa tutupan karang. Berdasarkan persen tutupan karang di Kepulauan Riau
terutama Kecamatan Senayang Lingga termasuk ke dalam kondisi sedang, hal
ini juga diakibatkan oleh adanya aktivitas penambangan pasir, pengunaan
bahan peledak, pembuangan air balas kapal dan limbah domestik dan
pariwisata.
Karena kondisi karang yang hampir rusak maka pemerintah
menjalankan program COREMAP di Kepuluan Riau dengan kegiatan
pengelolaan berbasis masyarakat di 7 desa di kecamatan Senayang dan
Lingga. Sampai saat ini kegiatan ini telah berlangsung lebih kurang 33 bulan.
Pengeloaan Wilayah Pesisir di Indonesia (Studi Kasus : Pengelolaan Terumbu Karang Berbasis Masyarakat di Kepulauan Riau)Pengeloaan Wilayah Pesisir di Indonesia (Studi Kasus : Pengelolaan Terumbu Karang Berbasis Masyarakat di Kepulauan Riau)Pengeloaan Wilayah Pesisir di Indonesia (Studi Kasus : Pengelolaan Terumbu Karang Berbasis Masyarakat di Kepulauan Riau)Pengeloaan Wilayah Pesisir di Indonesia (Studi Kasus : Pengelolaan Terumbu Karang Berbasis Masyarakat di Kepulauan Riau)
29
Masyarakat di desa tersebut sangat antusias sekali dengan adanya kegiatan ini
dan mereka bersama-sama dengan dengan LSM, pemerintah dan instansi
terkait menjaga kondisi sumberdaya alam yang ada khususnya terumbu
karang. Keberadaan dan kemampuan COREMAP, LSM, Pemerintah sangat
penting dalam meningkatkan pengelolaan sumberdaya alam serta
pemanfaatan sumberdaya alam.
Pengeloaan Wilayah Pesisir di Indonesia (Studi Kasus : Pengelolaan Terumbu Karang Berbasis Masyarakat di Kepulauan Riau)Pengeloaan Wilayah Pesisir di Indonesia (Studi Kasus : Pengelolaan Terumbu Karang Berbasis Masyarakat di Kepulauan Riau)Pengeloaan Wilayah Pesisir di Indonesia (Studi Kasus : Pengelolaan Terumbu Karang Berbasis Masyarakat di Kepulauan Riau)Pengeloaan Wilayah Pesisir di Indonesia (Studi Kasus : Pengelolaan Terumbu Karang Berbasis Masyarakat di Kepulauan Riau)
30
DAFTAR PUSTAKA
Bappeda Propinsi Riau dan PKSPL IPB, 2001. Atlas Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Laut Riau Kepulauan Propinsi Riau, 121 hal
Dahuri R., Rais Y., Putra S.,G., Sitepu, M.J., 2001. Pengelolaan Sumber daya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. PT. Pradnya Paramita, Jakarta.
Dahuri, R. et al. 1998. “Penyusunan Konsep Pengelolaan Sumber daya Pesisir dan Lautan yang Berakar dari Masyarakat” Kerjasama Ditjen Bangda dengan Pusat Kajian Sumber daya Pesisir dan Lautan, IPB. Laporan Akhir.
Konsorsium CBM COREMAP, 2002. Laporan Akhir Perpanjangan II
Pengelolaan Berbasis Masyarakat Program COREMAP Di Kepulauan Senayang Lingga
Pengeloaan Wilayah Pesisir di Indonesia (Studi Kasus : Pengelolaan Terumbu Karang Berbasis Masyarakat di Kepulauan Riau)Pengeloaan Wilayah Pesisir di Indonesia (Studi Kasus : Pengelolaan Terumbu Karang Berbasis Masyarakat di Kepulauan Riau)Pengeloaan Wilayah Pesisir di Indonesia (Studi Kasus : Pengelolaan Terumbu Karang Berbasis Masyarakat di Kepulauan Riau)Pengeloaan Wilayah Pesisir di Indonesia (Studi Kasus : Pengelolaan Terumbu Karang Berbasis Masyarakat di Kepulauan Riau)
31
LAMPIRAN
Lampiran 1. Issue dan Permasalahan Wilayah Pesisir dan Laut Provinsi Riau
No Jenis SDA Wilayah Permasalahan Akibat yang ditimbulkan
1 Hutan mangrove
Bengkalis, Indragiri hilir dan Kepri
Pengundulan hutan bakau yang tidak terkontol oleh HPH dan penebangan liar
� Abrasi( Utara P. Bengkalis)
� Hilangnya komunitas sebagai kawasan tempat transit migrasi burung-burung
� Punahnya spesies langka
� Bakau yang bersinergi dengan terumbu karang
� Hilangnya potensi ekoturism
2 Pasir daratdan Laut
Kab. Karimun dan Kepri
Pencurian Pasir laut � Ancaman Kematian bagi ekosistem terumbu karang akibat sedimentasi
� Alih fungsi kawasan tangkap nelayan tradisional akibat kekeruhan.
3 Perikanan Bengkalis, Indragiri hilir dan Kepri
� Desructive Fishing : Trawl, fishing Bomb, cyanide Fishing.
� Pencurian Ikan Oelh negara jiran
� Sand Mining di wil tangkap dan terumbu karang
� Over Eksploitasi hampir seluruh Riau
� Hilangnya beberapa jenis ikan ekonomis
� Kerusakan terumbu karang oleh Trawl, bom dan cyanide