PENGARUH FISIOTERAPI DADA TERHADAP
BERSIHAN JALAN NAPAS PADA KLIEN
DENGAN VENTILASI MEKANIK DI
RUANG INTENSIVE CARE UNIT
RSUD KOTA BANDUNG
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai
Gelar Sarjana Keperawatan
HERI HANDIANA YUSUF
NPM. AK.2.16.019
PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BHAKTI KENCANA
BANDUNG
2018
`
i
ii
SURAT PERNYATAAN
Dengan ini saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Heri Handiana Yusuf
NIM : AK.216.019
Program Studi : S1 Keperawatan
Judul Skripsi : “Pengaruh Fisioterapi Dada Terhadap Bersihan Jalan Napas
Pada Klien Terpasang Ventilasi Mekanik Di Ruang ICU
RSUD Kota Bandung”
Dengan ini menyatakan :
a. Penelitian saya, dalam skripsi ini, adalah asli dan belum pernah diajukan untuk
mendapatkan gelar akademik S.Kep, baik dari STIKes Bhakti Kencana
maupun diperguruan tinggi lain.
b. Penelitian dalam skripsi ini adalah murni gagasan, rumusan dan penelitian saya
sendiri, tanpa bantuan pihak lain kecuali arahan tim pembimbing.
c. Dalam penelitian ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau
dipublikasikan orang lain kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan
sebagai acuan dalam naskah pengarang dan dicantumkan dalam daftar pustaka.
d. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila dikemudian hari
terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya
bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah
diperoleh karena karya ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan norma yang
berlaku di STIKes Bhakti Kencana Bandung.
Bandung, 3 September 2018
Yang Membuat Pernyataan
Heri Handiana Yusuf
Ak.216.019
iii
SURAT PERNYATAAN PUBLIKASI ILMIAH
Dengan ini saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Heri Handiana Yusuf
NIM : AK.216.019
Program Studi : S1 Keperawatan
Judul Skripsi : “Pengaruh Fisioterapi Dada Terhadap Bersihan Jalan Napas
Pada Klien Terpasang Ventilasi Mekanik Di Ruang ICU
RSUD Kota Bandung”
Dengan ini menyatakan, bahwa saya menyetujui untuk:
a. Memberikan hak bebas untuk royalti kepada perpustakaan atau lembaga
peneliti pengabdian masyarakat (LPPM) STIKes Bhakti Kencana Bandung,
demi pengembangan ilmu pengetahuan
b. Memberikan hak penyimpanan, mengalih mediakan / mengalih formatkan,
mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), mendistibusikannya, serta
menampilkannya dalam bentuk softcopy untuk kepentingan akademis kepada
perpustakaan atau LPPM, tanpa meminta ijin dari saya selama tetap
mencantumkan saya sebagai penulis / pencipta.
c. Bersedia dan menjamin untuk menanggung secara pribadi tanpa melibatkan
pihak perpustkaan atau LPPM, dari semua bentuk tuntutan hukum yang timbul
atau pelanggaran hak cipta dalam karya ilmiah ini.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan semoga dapat
dipergunakan sebagai mana mestinya.
Bandung, 3 September 2018
Yang Membuat Pernyataan
Heri Handiana Yusuf
Ak.216.019
iv
ABSTRAK
Ventilasi mekanik (Ventilator) sebagai terapi definitif untuk hipoksemia
berat, hipoventilasi alveolar dan hiperkapnia.Tujuan fisiologis ventilasi mekanik
untuk mengganti seluruh atau sebagian fungsi normal paru-paru dan pompa
ventilasi dan menyediakan fungsi dengan sedikit gangguan homeostasis sehingga
meningkatkan ventilasi alveolar. Penggunaan ventilasi mekanik dilakukan pada
sebagian besar klien yang dirawat diruang Intensive Care Unit. Klien yang
dirawat menggunakan ventilasi mekanik mendapatkan sedatif, analgetik yang kuat
dan relaksan otot, kondisi ini mengakibatkan klien tidak mampu mengeluarkan
sekret secara mandiri, hal ini beresiko terjadinya sumbatan pada jalan napas
klienselain itu sebagai salah satu tindakan guna mencegah terjadinya pneumonia
assosiated ventilation (VAP). Fisioterapi dada sebagai salah satu tindakan untuk
membantu klien dalam pengeluaran sekret.
Tujuan penelitian untuk mengetahui pengaruh fisioterapi dada terhadap
bersihan jalan napas klien.Jenis penelitan yang digunakanquasi eksperimendengan
one group pretest posttest design. Data dikumpulkan dengan menggunakan
lembar observasi yang dimodifikasi dari NANDA dengan skala nominal yang
diukur menggunakan t-test. Penarikan sampel dilakukan dengan cara purposive
sampling dengan jumlah sampel sebanyak 20 orang.
Hasil penelitian disusun ke dalam tabel melalui perhitungan distribusi
frekuensi. Didapatkan nilai p value = 0,000 < alpha 0,05. Hasil analisa
menunjukkan ada pengaruh fisioterapi dada terhadap bersihan jalan napas pada
klien yang terpasang ventilasi mekanik.
Penerapan tindakanfisioterapi dada perlu dilakukan karena dapat membantu
klien dalam pengeluaran sekret sehingga dapat mencegah terjadinya prolong
ventilator dan dapat nenurunkan hari rawat klien, sehingga meningkatkan mutu
pelayanan keperawatan.
Kata kunci : fisioterapi dada, intensive care unit,VAP, ventilasi mekanik,
ventilator.
Referensi : Buku 11, 2006-2017
e Book 1, 2015
Jurnal 19, 2011-2017
v
ABSTRACT
Mechanical ventilation (Ventilator) as definitive therapy for severe
hypoxemia, alveolar hypoventilation and hypercapnia. Physiological porpose of
mechanical ventilation to replace the whole or part of normal lung function and
ventilation pumps and provide function with litlle homeostasis disturbance there
by increasing alveolar ventilation. The use of ventilator is carried out the majority
of client treated in the intensive care unit. Clients treated with ventilator get
sedative, strong analgetic and muscle relaxants. This condition make the client
being to enable secretions independently, this condition can make risk blockage
the client airway. Beside that, it is one of the measures to prevent the occurence of
pneumonia assosiated ventilation (VAP). Chest fisiotherapy as are of the actions
to help client in secretion expenditure.
Purpose the study was to determinated the effect of the chest physiotherapy to
cleaning of the clients airway. The type of research was used quasi experimental
with one group pretest and post test design. Data colection techniques by
modified observation sheet from NANDA with nominal scale measured using t-
test. Sampling was done by purposive sampling with a sample of 20 client.
The result of the study are arranged into table through the calculation
frequency distribution. Obtained P-Value = 0,000 < alpha 0,05. Result analysis
show influence of the chest physiotherapy to airway cleaning on the client use the
mechanical ventilation
Application chest physiotherapy measured needs tobe done because can help
client to removing secretions, help to pevent the occurance of prolong ventilatior,
can reduce client care day and to increasing the quality of nurses service.
Key words: chest physiotherapy, intensive care unit, mechanical ventilation,
ventilator.
Reference : Book 11, 2006-2017
e Book 1, 2015
Journal 19, 2011-2017
vi
KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmanirrohim
Alhamdulillah segala puji syukur kehadirat Allah SWT atas kekuatan dan
kesempatan yang diberikan kepada saya, sehingga skripsi dengan judul “Pengaruh
Fisioterapi Dada Terhadap Bersihan Jalan Napas Pada Klien Dengan Ventilasi
Mekanik Di Ruang Intensive Care Unit RSUD Kota Bandung” dapat diselesaikan.
Skripsi ini tidak dapat diselesaikaan tanpa kekuatan dan kesempatan yang
telah diberikan Allah SWT dan bimbingan, arahan serta dukungan yang sangat
berarti dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini peneliti mengucakan terimakasih
yang sebesar-besarnya kepada Yth :
1. H.Mulyana SH., M.Pd, M.Kes sebagai Ketua Yayasan Adhi Guna Kencana
Bandung.
2. R.Siti Jundiah, S.Kp., M.Kep sebagai Ketua STIKes Bhakti Kencana Bandung,
3. Yuyun Sarinengsih, S.Kep., Ners., M.Kep sebagai Ketua Program Studi S1
Keperawatan STIKes Bhakti Kencana Bandung.
4. Nur Intan Hayati. H.K, S.Kep., Ners., M.Kep Sebagai Pembimbing I yang telah
memberikan banyak motivasi, arahan, masukan dan bimbingan kepada penulis
selama proses penyusunan skripsi.
5. Sumbara, S.Kep., Ners., M.Kep sebagai Pembimbing II yang telah memberikan
arahan, masukan dan bimbingan kepada penulis selama proses penyusunan
skripsi.
6. Bapak dan Ibu dosen STIKes Bhakti Kencana Bandung yang telah memberikan
ilmu khususnya ilmu keperawatan.
vii
7. Rumah Sakit Umum Daerah Kota Bandung dan staf terutama Ruang Intensive
Care Unit sehingga penelitian ini dapat terselesaikan.
8. Orang tua, Istri dan Anak-anak tercinta yang selalu mendoakan, memotivasi,
mencurahkan kasih syang dan dukungan baik moril, materi dan spiritual.
9. Seluruh teman-teman seperjuangan program studi S1 Keperawatan kelas
ekstensi angkatan tahun 2016 dan sahabat serta pihak lainnya yang tidak bisa
disebutkan satu persatu yang telah banyak membantu.
Semoga semua yang telah diberikan kepada saya mendapat balasan
kebaikan yang berlipat ganda dari Allah SWT. Besar harapan saya semoga ilmu
yang saya dapatkan dari perkuliahan dan penelitian ini dapat berguna bagi
kemajuan ilmu pengetahuan khususnya bidang keperawatan.
Bandung, 3 September 2018
Peneliti
Heri Handiana Yusuf
viii
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PERSETUJUAN.................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................... ii
PERNYATAAN ...................................................................................... iii
SURAT PERNYATAAN PUBLIKASI ILMIAH ................................. iv
ABSTRAK .............................................................................................. v
KATA PENGANTAR ............................................................................ vii
DAFTAR ISI ........................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR .............................................................................. xiii
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................. 8
1.3 Tujuan Penelitian .............................................................................. 8
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................ 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kajian Pustaka ................................................................................... 11
2.1 Pengaruh Fisioterapi Dada Terhadap Bersihan Jalan Napas ............ 35
2.3 Kerangka Konseptual ........................................................................ 37
BAB III METODELOGI PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian ........................................................................ 38
3.2 Paradigma Penelitian ......................................................................... 39
3.3 Hipotesis Penelitian ........................................................................... 41
3.3 Variabel Penelitian ............................................................................ 42
ix
3.4 Definisi Konseptual Dan Definisi Operasional ................................. 43
3.5 Populasi Dan Sampel ........................................................................ 45
3.6 Pengumpulan Data ............................................................................ 47
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian ................................................................................. 59
4.1 Pembahasan ....................................................................................... 61
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ....................................................................................... 74
5.2 Saran .................................................................................................. 74
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
x
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Kerangka Konseptual ............................................................. 32
Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel ................................................. 39
Tabel 4.1.1 Distribusi frekuensi bersihan jalan napas klien sebelum
dilakukan tehnik fisioterapi dada ......................................... 58
Tabel 4.1.2 Distribusi frekuensi bersihan jalan napas klien setelah
dilakukan tehnik fisioterapi dada ......................................... 58
Tabel 4.1.3 Pengaruh fisioterapi dada terhadap bersihan jalan nafas pada
klien yang terpasang ventilasi mekanik di ruang ICU
RSUD Kota Bandung ........................................................... 59
xi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Posisi Postural Drainage Sesuai Letak Sekret ................... 29
Gambar 3.1 Bagan One-Group Pretest-Posttest Design ........................ 35
Gambar 3.2. Kerangka Penelitian ........................................................... 37
Gambar 3.3 Hubungan Antara Variabel X dan Variabel Y .................... 50
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Permohonan Ijin Data dan Informasi
Lampiran 2 Surat Permohonan Ijin Penelitian Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan
Politik Kota Bandung
Lampiran 3 Surat Rekomendasi Penelitian Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan
Politik Kota Bandung
Lampiran 4 Surat Permohonan Ijin Penelitian Direktur RSUD Kota Bandung
Lampiran 5 Surat Ijin Melakukan Penelitian di Ruang ICU RSUD Kota Bandung
Lampiran 6 Surat Permohonan Ijin Uji Etik Penelitian
Lampiran 7 Surat Ijin Uji Etik Penelitian
Lampiran 8 Catatan Pembimbing Uji Konten Instrumen Penelitian
Lampiran 9 Lembar Oponen
Lampiran 10 Lembar Informed Consent
Lampiran 11 Lembar Persetujuan Menjadi Responden
Lampiran 12 Instrumen Bersihan Jalan Napas Efektif
Lampiran 13 Instrumen Pelaksanaan Tindakan Fisioterapi Dada
Lampiran 14 Tabulasi Data Hasil Penelitian
Lampiran 15 Output Analisis Statistik Penelitian
Lampiran 16 Lembar Bimbingan
Lampiran 17 Susunan Kegiatan Pelaksanaan Penelitian
Lampiran 18 Daftar Riwayat Hidup
xiii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan
merupakan bagian dari sumber daya kesehatan yang sangat diperlukan dalam
mendukung penyelenggaraan upaya kesehatan. Sesuai dengan Undang-
Undang No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit pasal 5 menyebutkan bahwa
Rumah Sakit mempunyai fungsi penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan
pemulihan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit.
(Kemenkes RI, 2012).
Salah satu ruangan intensif yang ada di rumah sakit dengan kategori
pelayanan kritis, selain instalasi kamar bedah dan instalasi gawat darurat yaitu
intensive care unit. Ruang Intensive care unit merupakan instalasi pelayanan
khusus di rumah sakit yang menyediakan pelayanan yang komprehensif dan
berkesinambungan selama 24 jam. Dalam rangka mewujudkan ruang
perawatan intensif yang memenuhi standar pelayanan dan persyaratan mutu,
keamanan dan keselamatan perlu didukung oleh bangunan dan prasarana
yang memenuhi persyaratan teknis (Kemenkes RI, 2012).
Intensive Care Unit (ICU) adalah unit perawatan khusus yang
dikelola untuk merawat klien sakit berat dan kritis, cedera dengan penyulit
yang mengancam nyawa dengan melibatkan tenaga kesehatan terlatih, serta
didukung dengan kelengkapan peralatan khusus. Intensive Care Unit
merupakan tempat atau unit tersendiri di dalam rumah sakit yang menangani
xiv
klien yang kritis karena penyakit, trauma atau komplikasi penyakit lain yang
memfokuskan diri dalam bidang life support atau organ support yang kerap
membutuhkan pemantauan intensif (Depkes, 2006; Materi Pelatihan Dasar
ICU RSHS, 2012).
Sedangkan menurut Critical Care Nurses Association of The
Philippines mendefinisikan pelayanan keperawatan kritis sebagai kekhususan
dalam pelayanan keperawatan untuk menangani respon manusia dalam
mengatasi masalah yang mengancam jiwa dimana masalah tesebut dapat
berubah secara dinamis dan mengancam kehidupan secara aktual maupun
potensial (Morton, Fontaine., Hudak dan Gallo, 2013 dalam Hakim, 2018).
Klien yang di rawat di ruang ICU memiliki berbagai indikasi,
sebagian klien masuk ke ruang ICU setelah mengalami kejadian traumatis
tiba-tiba seperti penyakit akut ataupun cidera. Namun beberapa klien dirawat
di ICU untuk proses monitoring serta stabilisasi atas pembedahan yang di
rencanakan. Kondisi klien yang membutuhkan pemantauan dan terapi yang
intensif menyebabkan klien harus menggunakan alat-alat suportif seperti
ventilator, monitor ataupun alat invasif lainnya (Urden, L.D., Stacy.KM,
2010 dalam Wardah, et al, 2017).
Ruang perawatan intensif harus memiliki fasilitas untuk merawat
klien yang dalam keadaan belum stabil sesudah operasi berat atau bukan
karena operasi berat yang memerlukan secara intensif pemantauan ketat atau
tindakan segera, karena klien kritis mempunyai tingkat morbiditas dan
mortalitas yang tinggi sehingga memerlukan pemantauan yang canggih dan
xv
terapi yang intensif yang bertujuan mengurangi kesakitan, komplikasi dan
kematian (Hudak & Gallo, 2010 dalam Andriasari, 2013).
Berbagai pemberian pelayanan keperawatan intensif bertujuan untuk
memberikan asuhan bagi klien dengan penyakit berat yang potensial
reversibel, memberikan asuhan bagi pasien yang perlu observasi ketat dengan
atau tanpa pengobatan yang tidak dapat diberikan di ruang perawatan umum,
memberikan pelayanan kesehatan bagi klien dengan potensial atau adanya
kerusakan organ umumnya paru, mengurangi kesakitan dan kematian yang
dapat dihindari pada pasien-pasien dengan penyakit kritis (Hayati, 2016).
Klien kritis merupakan keadaan yang berpotensi terjadinya disfungsi
reversible pada salah satu atau lebih organ yang mengancam kehidupan dan
memerlukan perawatan di Intensive Care Unit (ICU) (Ireland, 2011; AACN,
2016 dalam Suwardianto, et al 2017). Klien kritis di ICU prevalensinya terus
meningkat setiap tahunnya, laporan World Health Organization (WHO)
tahun 2016 melaporkan bahwa kematian akibat penyakit kritis hingga kronik
di dunia meningkat sebanyak 1,1 - 7,4 juta orang dan terdapat 9,8-24,6 klien
sakit kritis dan dirawat di ICU per 100.000 penduduk (Garland, et al,2013
dalam Suwardianto, 2017).
Klien dengan kondisi kritis yang dirawat secara intensif memiliki
berbagai masalah primer seperti gagal nafas yang membutuhkan bantuan
ventilator, gagal jantung, gangguan neurologis sampai klien yang mengalami
kondisi koma (Joyce, 2002 dalam Andriasari, 2013). Klien yang dirawat di
ruang perawatan intensif dan menggunakan ventilasi rmekanik (Ventilator)
mendapatkan sedatif, analgetik yang kuat dan relaksan otot. Kondisi ini
xvi
mengakibatkan klien tidak mampu mengeluarkan sekret secara mandiri. Hal
ini perlu mendapatkan perhatian karena beresiko terjadinya pneumonia
assosiated ventilator (VAP). Penggunaan ventilator meningkatkan risiko
infeksi nosokomial 6-21 kali dan tingkat kematian akibat VAP adalah 24-
70% sehingga menyebabkan peningkatan hari rawat dan juga menambah
biaya pengobatan (Dick, et al,2012 dalam Cing, 2017).
Klien kritis yang dirawat di ICU berada pada risiko tinggi untuk
terjadi infeksi nosokomial pneumonia sehingga mengakibatkan peningkatan
angka kesakitan, kematian dan biaya perawatan. Klien kritis dengan masa
rawat yang lama akan menimbulkan banyak masalah kesehatan yang muncul
diantaranya muncul pneumonia, kelemahan, nyeri akut, hingga masalah
semua fungsi organ tubuh karena pengaruh infeksi yang didapat saat dirawat
di ICU hingga berujung kematian (Rahmawati, 2016)
Infeksi nosokomial saat ini merupakan salah satu penyebab
meningkatnya angka morbidity dan mortality di rumah sakit, sehingga dapat
menjadi masalah kesehatan baru, baik di negara berkembang maupun negara
maju. Saat ini, angka kejadian infeksi nosokomial telah dijadikan salah satu
tolak ukur mutu pelayanan rumah sakit. Izin operasional sebuah rumah sakit
bisa dicabut karena tingginya angka kejadian infeksi nosokomial. Bahkan
pihak asuransi tidak mau membayar biaya yang ditimbulkan akibat infeksi
nosokomial sehingga pihak penderita sangat dirugikan (Darmadi, 2008).
Tindakan perawatan ventilasi mekanik merupakan salah satu aspek
kegiatan perawat dalam memberikan asuhan keperawatan sehari-hari di ruang
intensif dalam fungsi independen dan interdependen dengan tim medis.
xvii
Dalam tindakan perawatan ventilasi mekanik perawat harus berhati-hati
karena mempunyai resiko yang besar seperti terjadinya infeksi nosokomial
pneumonia (Hudak, 1997). Ventilasi mekanik memberikan tekanan positif
secara kontinyu yang dapat meningkatkan pembentukan sekresi pada paru-
paru. Perawat harus mengidentifikasi adanya sekresi dengan cara auskultasi
paru sedikitnya 2-4 jam selama klien masih terpasang ventilasi mekanik dan
post ekstubasi (Hendra, 2011).
Pada kondisi imobilisasi sekret terkumpul di jalan nafas sehingga
dapat mengganggu proses difusi oksigen dan karbondioksida di alveoli, selain
itu upaya batuk untuk mengeluarkan sekret juga terhambat karena
melemahnya tonus otot-otot pernapasan. Sekresi yang menumpuk di bronkus
dan paru menyebabkan pertumbuhan bakteri, sekresi yang stagnan dapat
dikurangi dengan mengubah posisi klien. Perubahan posisi mereposisikan
paru yang menggantung dan memobilisasikan sekret (Andina & Yuni, 2017).
Terapi keperawatan yang digunakan untuk mengatasi masalah bersihan jalan
napas yaitu dengan latihan napas dalam, batuk efektif, penghisapan sekret dan
fisiotherapi dada (Arif Muttaqin, 2008).
Fisoterapi dada adalah sejumlah tindakan dengan melakukan drainage
postural, clapping dan vibrating (Andina & Yuni, 2017; Arif, 2008).
Fisioterapi dada dimulai dengan melakukan perubahan atau mengatur posisi
kepala atau dada lebih rendah dalam waktu 15 menit untuk menyalurkan
sekresi dengan pengaruh gravitasi kemudian dilanjutkan dengan memberikan
tepukan dan vibrasi pada klien, dilakukan 2-3x / hari tergantung seberapa
banyak akumulasi sekret di klien. Waktu terbaik melakukan tindakan ini yaitu
xviii
sebelum klien makan dan malam hari, penting untuk diingat tindakan ini tidak
dilakukan setelah klien makan karena dapat merangsang muntah (Andina &
Yuni, 2017).
Penelitian fisioterapi dada sebelumnya telah dilakukan untuk
pencegahan masalah bersihan jalan napas dilakukan oleh Khusnul Khotimah
pada tahun 2017 dengan judul “Studi Deskriptif Tentang Tindakan
Keperawatan Pada Pasien PPOK Di Rumah Sakit Paru Dr. Ario Wirawan
Salatiga” menunjukan gambaran tindakan pemberian posisi (semi fowler,
fowler, condong kedepan) dapat membantu klien mengeluarkan dahak
sehingga mengurangi keluhan sesak napas dan peningkatan saturasi oksigen.
Hasil lainnya ditunjukan dalam kajian penelitian Febriana Sukoco Putri tahun
2015 dengan judul “Pemberian Posisi Postural Drainage Terhadap
Keefektifan Bersihan Jalan Nafas Pada Pasien Dengan Tuberkulosis Di
RSUD Karang Anyar” dan Arif Wibowo tahun 2016 dengan judul “Upaya
Penanganan Gangguan Bersihan Jalan Nafas Pada Pasien Tuberculosis Di
RSUD Dr. Soehadi Prijonegoro” , menunjukan bahwa dengan melakukan
intervensi keperawatan selama tiga hari pada klien adalah efektif untuk
mengeluarkan dahak yang ditunjukan oleh hasil klien mampu mengeluarkan
dahak sehingga sesak klien berkurang.
Hasil yang sama juga ditunjukan pada hasil penelitian Suci Khasanah,
Madyo Maryoto (2012) dengan judul “Efektifitas Posisi Condong Ke Depan
(CKD) Dan Pursed Lips Breathing (PLB) Terhadap Peningkatan Saturasi
Oksigen Pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) dan hasil penelitian
tahun 2016 oleh Priadi, Nanang Ilham Setyaji dan Angelin Kusuma Pertiwi di
xix
Rumah Sakit Dungus, Madiun, Dengan judul “Pengaruh Fisioterapi Dada
Terhadap Perubahan Saturasi Oksigen Pada Pasien Penyakit Paru Obstruktif
Kronik (PPOK) Di Rumah Sakit Dungus Madiun, Hasil penelitian
menunjukkan peningkatan kadar saturasi oksigen setelah melakukan teknik
postural drainage efektif untuk meningkatkan saturasi oksigen.
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Bandung adalah rumah sakit milik
Pemerintah Kota Bandung tipe B dengan tingkat paripurna sebagai salah satu
fasilitas kesehatan yang menjadi rujukan yang berada di wilayah Bandung
Timur, memiliki pelayanan rawat jalan, rawat inap, instalasi gawat darurat,
kamar bedah dan ruangan intensif yaitu ICU, NICU dan PICU. Intensive
Care Unit (ICU) di RSUD Kota Bandung merupakan ruang ICU Sekunder
dengan kapasitas lima tempat tidur dan satu ruang isolasi, PICU memiliki
kapasitas dua tempat tidur serta NICU tiga tempat tidur.
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di RSUD Kota
Bandung bulan Januari sampai dengan bulan Maret 2018 diperoleh data
kunjungan klien yang dirawat di ruang ICU sebanyak 85 klien dengan
pemakaian ventilasi mekanik 50 klien dengan mode dan diagnosa medis yang
berbeda-beda. Penggunaan ventilasi mekanik sering digunakan pada klien
yang mengalami gagal nafas akut 27 klien (54%), klien yang mengalami
penurunan kesadaran 16 klien (32%) serta pada klien post operasi yang
mengalami gangguan hemodinamik 7 klien (14%). Dari laporan pelayanan
rawat inap ruang ICU angka LOS (Length Of Stay) 9,43, BTO (Bed Turn
Over) 2,8 dan TOI (Turn Over Interval) 1,36.
xx
Dari hasil observasi dan wawancara pada kepala ruangan dan perawat,
masalah yang timbul pada klien yang terpasang ventilasi mekanik mengalami
beberapa masalah salah satunya yaitu produksi sekret yang berlebihan, sekret
yang kental sehingga menyebabkan terjadinya flaque sekret di ETT sehingga
dilakukan reintubasi, terjadi kegagalan penyapihan ventilasi mekanik, klien
yang mengalami ketergantungan pemakaian ventilasi mekanik dengan jangka
panjang (Prolong ventilator) sehingga hari rawat klien di ruang ICU menjadi
lama. Untuk mengatasi masalah sekret telah ada Standar Pelayanan
Operasional (SPO) tentang tindakan fisiotherapi dada namun belum pernah
dilakukan evaluasi untuk tindakan tersebut.
Berdasarkan fenomena tersebut maka peneliti tertarik untuk
melakukan kajian pengaruh fisioterapi dada terhadap bersihan jalan nafas
pada klien yang terpasang ventilasi mekanik sehingga dapat membantu proses
penyapihan ventilasi mekanik, hal tersebut dapat berdampak terhadap
penurunan hari rawat klien di ruang ICU menurun sehingga turn over klien
yang membutuhkan ruang perawatan intensif lebih cepat.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah pada
penelitian ini sebagai berikut “Bagaimana pengaruh tehnik pembersihan jalan
napas dengan fisiotherapi dada terhadap bersihan jalan nafas pada klien yang
terpasang ventilasi mekanik”
xxi
1.3 TUJUAN PENELITIAN
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui pengaruh fisioterapi dada terhadap bersihan jalan nafas
pada klien yang terpasang ventilasi mekanik di ruang ICU RSUD
Kota Bandung.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi bersihan jalan napas klien sebelum dilakukan
tehnik fisioterapi dada.
2. Mengidentifikasi bersihan jalan napas klien sesudah dilakukan
tehnik fisioterapi dada.
3. Mengetahui pengaruh fisioterapi dada terhadap bersihan jalan
napas pada klien yang terpasang ventilasi mekanik di ruang ICU
RSUD Kota Bandung.
1.4 Manfaat Penelitian
1.1.1 Manfaat Teoritis
1) Bagi Pendidikan
Sebagai sarana kepustakaan untuk mahasiswa keperawatan tentang
salah satu intervensi penanganan bersihan jalan napas dengan
menggunakan tehnik fisioterapi dada terutama pada klien yang
terpasang ventilasi mekanik.
2) Bagi Peneliti Selanjutnya
Sebagai Evidence Base untuk data dasar pada penelitian tentang
fisioterapi dada khususnya pada klien yang terpasang ventilasi
xxii
mekanik ataupun klien dengan gangguan bersihan jalan nafas
sehingga dapat meningkatkan pelayanan keperawatan.
1.1.2 Manfaat Praktis
1) Bagi Tempat Penelitian
Dengan mengetahui pengaruh fisioterapi dada terhadap bersihan
jalan napas dapat menjadi evaluasi terhadap standar prosedur yang
telah ada sehingga bisa menyusun rencana tindak lanjut selanjutnya
untuk dapat lebih meningkatkan mutu pelayanan.
2) Bagi Penulis
Dapat mengaplikasikan tehnik fisioterapi dada dalam rangka
penerapan asuhan keperawatan, sehingga mengurangi kegagalan
dalam proses penyapihan ventilasi mekanik sehingga dapat
menurunkan hari rawat klien.
xxiii
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kajian Pustaka
2.1.1 Intensive Care Unit
1. Pengertian
Intensive Care Unit (ICU) adalah unit perawatan khusus yang
dikelola untuk merawat klien sakit berat dan kritis, cedera dengan
penyulit yang mengancam nyawa dengan melibatkan tenaga kesehatan
terlatih, serta didukung dengan kelengkapan peralatan khusus (Materi
Pelatihan Dasar ICU RSHS, 2012).
2. Ruang Lingkup
Ruang lingkup pelayanan perawatan intensif meliputi :
1) Diagnosa dan penatalaksanaan spesifik penyakit-penyakit akut yang
mengancam nyawa dan dapat menimbulkan kematian dalam beberapa
menit sampai beberapa hari.
2) Memberikan bantuan dan mengambil alih fungsi tubuh sekaligus
melakukan penatalaksanaan spesifik pemenuhan kebutuhan dasar.
3) Pemantauan fungsi vital tubuh dan penatalaksanaan terhadap
komplikasi yang ditimbulkan oleh :
(1) Penyakit
(2) Kondisi klien menjadi buruk karena pengobatan
4) Memberikan bantuan psikologis pada klien yang bergantung pada fungsi
alat / mesin dan orang lain.
(Sumber : Modul Pelatihan Dasar ICU RSHS, 2012)
xxiv
3. Klasifikasi Pelayanan ICU
Pelayanan ICU dapat dikasifikasikan menjadi tiga, yaitu :
1) ICU Primer
Ruang perawatan intensif primer memberikan pelayanan pada
klien yang memerlukan perawatan ketat, mampu melakukan resusitasi
jantung paru dan memberikan ventilasi bantuan 24-48
jam.Kekhususan yang wajib dimiliki oleh ICU primer adalah :
(1) Ruang tersendiri, letaknya dengan kamar bedah, ruang darurat
dan ruang rawat pasien lain
(2) Memiliki kebijakan / kriteria klien masuk dan keluar
(3) Memiliki seorang anestesiologi sebagai kepala
(4) Ada dokter jaga 24 jam dengan kemampuan resusitasi jantung
paru
(5) Konsulen yang siap membantu harus siap dipanggil
(6) Memiliki 25 % jumlah perawat yang cukup, telah memiliki
sertifikat pelatihan intensif minimal satu orang per shift
(7) Mampu dengan cepat melayani pemeriksaan laboratorium
tertentu, rontgen untuk kemudahan diagnostik selama 24 jam dan
fisioterapi
2) ICU Sekunder
Pelayanan ICU sekunder mampu memberikan ventilasi bantu
lebih lama, mampu melakukan bantuan hidup lain tapi tidak terlalu
kompleks.
Kekhususan yang wajib dimiliki oleh ICU sekunder adalah :
xxv
(1) Ruang tersendiri, letaknya berdekatan dengan kamar bedah, ruang
darurat dan ruang rawat pasien lain
(2) Memiliki kebijakan / kriteria klien masuk, keluar dan rujukan
(3) Tersedia dokter spesialis sebagai konsultan yang dapat
menanggulangi setiap saat bila diperlukan
(4) Kepala ICU oleh dokter konsultan intensif care atau bila tidak
tersedia oleh dokter spesialis anestesiologi yang bertanggung
jawab secara keseluruhan dan dokter jaga yang minimal yang
mampu melakukan resusitasi jantung paru dasar dan lanjut.
(5) Memiliki tenaga keperawatan lebih dari 50% bersertifikat ICU
yang minimal berpengalaman kerja di unit penyakit dalam dan
bedah selama 3 tahun
(6) Kemampuan memberikan bantuan ventilasi mekanik beberapa
lama dan dalam batas tertentu, melakukan pemantauan invasif
dan usaha-usaha penunjang hidup
(7) Mampu dengan cepat melayani pemeriksaan laboratorium
tertentu, rontgen untuk kemudahan diagnostik selama 24 jam dan
fisioterapi
(8) Memiliki ruang isolasi dan mampu melakukan prosedur isolasi
3) ICU Tersier
Ruang perawatan ini mampu melaksanakan semua aspek
secara keseluruhan, mampu memberikan pelayanan yang tertinggi
termasuk dukungan atau bantuan hidup multi sistem yang kompleks
xxvi
dalam jangka waktu yang tidak terbatas serta mampu melakukan
bantuan renal ekstrakorporeal dan pemantauan kardiovaskuler invasif .
(Sumber : Modul Pelatihan Dasar ICU RSHS, 2012)
4. Standar Fasilitas Dan Sarana Di Ruang ICU
1) Desain area pasien terbuka (12-16 m2)
2) Unit tertutup (16-20 m2)
3) Outlet oksigen
4) Vakum
5) Stop kontak
6) Air Conditioner dengan suhu ruangan 23-25 derajat celcius
7) Ruangan (Ruang penyimpanan peralatan dan barang bersih, Ruang
tempat pembuangan kotoran, Ruang perawat, Ruang staf dokter,
Ruang tunggu keluarga klien, laboratorium)
8) Peralatan monitoring (Cardiac Output Computer), Analisa oksigen,
Mesin EKG 12 lead, Mesin EEG / fungsi cerebral, Analisa gula
darah, Analisa gas darah, Analisa elektrolit, Tempat tidur yang
mempunyai ukur berat badan, Alat untuk memindahkan klien,
Analisa CO2 ekspirasi, Monitor EKG 3 lead, suhu, nadi, tekanan
darah)
9) Peralatan bantu pernapasan (Ventilasi mekanik, Alat bronkhoskopi
fiberoptik, Trakchesotomy set, Intubasi set, Resuscitator manual,
Krikotirotomy set, Humidifier, Oksigen set, Masker oksigen)
10) Peralatan renal (Set Continous Erterivenous Hemofiltration, Mesin
hemodialisa, alat peritoneal dialisa)
xxvii
11) Peralatan lainnya (Tempat tidur multifungsi, Autoclave, Drip stands,
Trolley ganti balutan, Matras pemanas/pendingin, Blood warmer,
Infus pump, Syringe pump, NGT pump, Bed pans, Alat anti
dekubitus)
(Sumber : Modul Pelatihan Dasar ICU RSHS, 2012)
5. Kriteria Klien Masuk Dan Keluar ICU
1) Kriteria klien masuk
(1) Priotitas I
Klien sakit kritis yang memerlukan terapi intensif seperti
bantuan ventilasi, bantuan CVS (Cardiovaskuler Suport) baik
secara mekanik maupun dengan obat-obatan, memerlukan
hemodialisa kontinyu.
(2) Prioritas II
Klien memerlukan pemantauan canggih di ICU, contoh : kateter
arteri pulmonal, klien dengan gangguan irama jantung dengan
ancaman fibrilasi, klien dengan gangguan fungsi paru dengan
ancaman gagal napas, klien dengan ancaman gagal ginjal akut
yang tidak dapat diatasi pasca bedah mayor.
(3) Prioritas III
Klien sakit kritis dan tidak stabil dimana penyakit yang
mendasarinya tidak mendapat manfaat dari terapi di ICU.
Misalnya klien dengan keganasan metastatic disertai penyulit
infeksi.
xxviii
(4) Pengecualian
Klien tidak mempunyai kriteria yang sesuai untuk masuk ICU,
hanya dapat masuk dengan pertimbangan atas persetujuan
kepala ICU, contoh pada klien yang mengalami brain death bila
potensial donor organ.
2) Kriteria klien keluar
(1) Priotitas I
Klien dipindahkan apabila tidak membutuhkan lagi perawatan
intensif atau bila terapi mengalami kegagalan, prognosa jangka
pendek jelek, sedikit kemungkinan untuk pulih kembali, sedikit
kemungkinan keuntungan bila perawatan intensif diteruskan.
(2) Prioritas II
Klien dipindahkan bila hasil pemantauan intensif menunjukan
perawatan intensif tidak dibutuhkan, pemantauan intensif
selanjutnya tidak diperlukan lagi.
(3) Prioritas III
Klien dipindahkan apabila perawatan intensif tidak dibutuhkan
lagi, diketahui kemungkinan untuk pulih lagi kembali sangat
kecil. Keuntungan dari terapi intensif selanjutnya sangat kecil.
(Sumber : Modul Pelatihan Dasar ICU RSHS, 2012)
6. Tujuan Perawatan Intensif
Tujuan dari keperawatan intensif adalah :
1) Menyelamatkan kehidupan
2) Mencegah terjadinya kondisi memburuk dan komplikasi melalui
observasi dan pemantauan yang ketat disertai kemampuan
xxix
menginterpretasikan setiap data yang didapat dan melakukan tindak
lanjut
3) Meningkatkan kualitas hidup klien dan mempertahankan kehidupan
4) Mengoptimalkan kemampuan fungsi organ tubuh klien
5) Mengurangi angka kematian dan kecacatan klien kritis dan
mempercepat proses penyembuhan
(Sumber : Modul Pelatihan Dasar ICU RSHS, 2012)
7. Ketenagaan Ruang ICU
Kualifikasi ketenagaan perawatan juga tergantung dari kualifikasi
pelayanan perawatan intensif primer, sekunder atau tersier. Staf yang
bekerja di unit perawatam intesif terdiri dari empat kelompok, yaitu
dokter, perawat, tenaga penunjang (eletromedik, laboratoris, fisioterapis,
apoteker, ahli gizi, radiografer dan pekerja sosial) serta administrasi.
Staf perawat ICU adalah perawat profesional yang mampu
memberikan asuhan keperawatan pada klien kritis melalui integrasi
kemampuan ilmiah dan keterampilan khusus serta diikuti oleh nilai-nilai
kemanusiaan (Materi Pelatihan Dasar ICU, 2012).
Penetapan jumlah tenaga perawat di unit perawatan intensif
direkomendasikan formulasi ketenagaan sebagai berikut :
Keterangan :
A = Jumlah shift perhari
B = Jumlah tempat tidur di unit
C = Jumlah hari yang dipakai dalam satu minggu
A x B x C x D x E
F x G
xxx
D = Jumlah klien yang menginap
E = Tenaga tambahan untuk libur, sakit (biasanya 25%)
F = Rasio perawat dengan klien (tergantung dari kompleksitas kondisi
klien)
G = Jumlah hari dari setiap perawat yang bekerja dalam satu minggu
(Sumber :Management of Intensive Care, Guidelines for Better Use of Resources dalam
Modul pelatihan dasar ICU RSHS, 2012)
2.1.2 Ventilasi Mekanik
1. Pengertian
Ventilasi mekanik adalah suatu alat bantu mekanik yang berfungsi
memberikan bantuan nafas klien dengan cara memberikan tekanan
udara positif pada paru-paru melalui jalan nafas buatan yang digunakan
untuk membantu sebagian atau seluruh proses ventilasi untuk
mempertahankan oksigenasi (Brunner dan Suddarth, 2002).
Ventilasi mekanik (Ventilator) adalah suatu alat bantu mekanik
yang berfungsi memberikan bantuan nafas klien dengan cara
memberikan tekanan udara positif pada paru-paru melalui jalan nafas
buatan untuk menghasilkan volume paru tertentu. Ventilasi mekanik
merupakan peralatan “wajib” pada unit perawatan intensif atau ICU
(Modul Simposium Hipercci, 2018).
2. Indikasi pemasangan ventilasi mekanik
1) Gangguan Ventilasi
(1) Gangguan fungsi otot-otot pernapasan.
xxxi
(2) Penyakit-penyakit neuromuskuler
(3) Gangguan pusat pernafasan
(4) Peningkatan resistensi pernapasan
2) Gangguan Oksigenasi
(1) Hipoksemia yang refrakter
(2) Dibutuhkan PEEP (Positive End Expiratory Preasure)
(3) Work Of Breathing yang berlebihan
(Sumber : Modul Pelatihan Dasar ICU RSHS, 2012)
3. Tujuan ventilasi mekanik
1) Tujuan Fisiologis
(1) Memperbaiki ventilasi alveolar (PCO2 dan PH)
(2) Memperbaiki oksigenasi arteri (PO2, saturasi dan CO2)
(3) Meningkatkan inflasi paru akhir inspirasi
(4) Meningkatkan FRC (Kapasitas residu fungsional)
(5) Menurunkan kerja otot-otot pernapasan (WOB)
2) Tujuan Klinis
(1) Koreksi asidosis respiratorik akut
(2) Koreksi hipoksemia (meningkatkan PaO2, saturasi > 90% atau
PaO2 > 60% mmHg untuk mencegah hipoksia jaringan)
(3) Menghilangkan Respiratory Distress
(4) Mencegah dan menghilangkan atelektasis
(5) Menghilangkan kelelahan otot bantu napas
(6) Untuk fasilitas akibat pemberian sedasi yang dalam atau
pelumpuh otot
xxxii
(7) Menurunkan konsumsi oksigen miokard atau sistemik (ARDS,
Syok Kardogenik)
(8) Menurunkan tekanan intrakranial (hiperventilasi) pada trauma
kepala tertutup
(Sumber : Modul Pelatihan Dasar ICU RSHS, 2012)
4. Jenis ventilasi mekanik
1) Ventilator tekanan negatif
Ventilator tekanan negatif merupakan ventilator original.
Prinsipnya mengeluarkan dan mengganti gas dari chamber
ventilator. Ventilator ini tidak memerlukan ETT karena ventilator
ini membungkus tubuh klien. Namun ventilator ini tidak dipakai
lagi karena menimbulkan suara bising dan susah perawatan.
2) Ventilator tekanan positif
Merupakan ventilator yang saat ini digunakan, ventilator ini
memerlukan pemasangan Endotrakheal Tube (ETT) atau
trakheostomi. Prinsip ventilator ini menggunakan tekanan positif
untuk mendorong oksigen ke dalam paru-paru klien. Inspirasi dapat
dimulai oleh waktu atau trigger oleh klien sendiri.
(Sumber : Modul Pelatihan Dasar ICU RSHS, 2012)
5. Jenis hantaran napas ventilasi mekanik
1) Mandatory Breath
Ventilator mengambil alih seluruh siklus pernapasan (mulai
bernapas, mengendalikan pasokan inspirasi dan mengakhiri
inspirasi).
xxxiii
2) Assisted Breath
Inspirasi dimulai oleh klien, tetapi ventilator mengendalikan fase
inspirasi dan akhir inspirasi.
3) Spontaneous Breath
Klien mengendalikan seluruh siklus pernapasan.
(Sumber : ModulPelatihan Dasar ICU RSHS, 2012)
6. Masalah yang timbul dari pemasangan ventilasi mekanik
1) Artificial ways
Merupakan masalah yang sangat serius yang harus segera diatasi.
Penyebab yang biasa terjadi disebabkan oleh :
(1) ETT yang terlalu dalam, sehingga bisa menyebabkan
atelektasis dari paru-paru kiri.
(2) ETT yang tertarik sampai diatas pita suara, keadaan ini bisa
menyebabkan distress mendadak dengan penurunan volume
tidal dan adanya kebocoran udara lewat hidung dan mulut.
(3) Herniasi dari cuff ETT dapat menyebabkan oklusi.
(4) Ruptur dari cuff ETT tanda yang didapat berupa penurunan
tidal volume dari yang di set awal.
(5) ETT kinking atau terlipat. Biasanya didapat tanda-tanda
obstruksi
2) Sekret
Masalah sekret dapat ditimbulkan oleh sekret yang terlalu kental
atau terlalu banyak, sehingga dapat terjadi obstruksi pada ETT.
xxxiv
3) Pneumothoraks
Kejadian respiratory distress yang mendadak pada pemasangan
ventilasi mekanik. Kejadian ini terjadi pada 43% klien yang
mendapatkan peak inspiratory preasure > 70 cm H2O, klien dengan
ARDS, COPD, Pneumonia.
4) Bronchospasme
Terdapat tanda-tanda peningkatan WOB, wheezing, retraksi supra
sternal, intercostal. Terapi yang dilakukan untuk mengatasinya
dengan memberikan bronchodilator per inhalasi, parenteral
corticosteroid dan theophyline.
5) Distensi abdomen
Distensi abdomen dapat menyebabkan perubahan pada otot
diafragma yang menonjol ke arah thoraks dan akan menyebabkan
atelektasis basiler dan akan berpengaruh terhadap ventilasi dan
perfusi.
6) Agitasi
Agitasi biasnya disebabkan karena adanya nyeri, cemas, delirium
dan dypnea.
(Sumber : ModulPelatihan Dasar ICU RSHS, 2012)
7. Asuhan keperawatan pada klien yang terpasang ventilasi mekanik
1) Pengkajian
Pengkajian dengan pendekatan sistemklien dengan penggunaan
ventilasi mekanik adalah :
xxxv
(1) Keadaan Umum
Kaji tingkat kesadaran klien. kaji pola napas klien, kaji riwayat
penyebab yang menyebabkan ketidakadekuatan pernapasan
(syok, trauma, penyakit yang merusak otot-otot pernapasan,
penyakit paru).
(2) Status Neurologi
Reflek cahaya menurun, ukuran pupil > 2mm, penurunan
kesadaran dari apatis sampai koma.
(3) Status Respirasi
Napas pendek/cepat dan dangkal, cuping hidung, adanya
ronkhi, wheezing, dan ekspirasi memanjang saat diauskultasi,
batuk tampak produktif tapi sekret sukar dikeluarkan,
banyaknya produksi sekret, adanya penggunaan otot bantu
pernapasan, Respirasi Rate< 10x permenit atau > 40x permenit
(4) Status Kardiovaskuler
Takhikardia atau bradikardia, tekanan darah dapat meningkat /
menurun, CVP dapat meningkat / menurun, distensi vena
jugularis
(5) Gatrointestinal
Ascites atau hepatomegali, tekanan diafragma meningkat
(6) Musculoskeletal
Atrofi otot, kekuatan otot menurun
xxxvi
(7) Ekstremitas
Pucat, akral dingin, sianosis pada kedua ekstremitas dan CRT
> 2 detik
2) Pemeriksaan Penunjang
(1) Analisa Gas Darah Arteri
Pemeriksaan analisa gas darah arteri penting untuk
menentukan adanya asidosis dan alkalosis respiratorik, serta
untuk mengetahui apakah klien mengalami asidosis atau
alkalosis metabolik, atau keduanya pada klien yang sudah lama
mengalami gagal napas. Selain itu pemeriksaan ini untuk
mengetahui oksigenasi serta evaluasi kemajuan terapi atau
pengobatan yang diberikan kepada klien.
(2) Radiologi
Berdasarkan pada poto thorak AP dan lateral serta fluoroskopi
akan banyak data yang diperoleh seperti terjadinya hiperinflasi,
pneumothoraks, efusi pleura, hidropneumothoraks, sembab
paru dan tumor paru.
(3) Pengukuran Fungsi Paru
Pemeriksaan spirometri untuk mengetahui ada tidaknya
gangguan obstruksi dan restriksi paru.
(4) Elektrokardiogram
Adanya hipertensi pulmonal dapat dilihat pada hasil rekam
EKG yang ditandai gelombang P meninggi pada lead II, III
dan aVF, serta jantung yang mengalami hipertrofi ventrikel
xxxvii
kanan. Iskemia dan aritmia jantung sering dijumpai pada
gangguan ventilasi dan oksigenasi.
(5) Pemeriksaan Sputum
Pada pemeriksaan ini untuk menentukan warna, bau dan
kekentalan sputum. Selain itu pemeriksaan ini juga untuk
pemeriksaan kultur dan uji kepekaan obat, sehingga dapat
menentukan antibiotik yang tepat sesuai hasil kultur.
(6) Laboratorium
Pemeriksaan Hb, Hematokrit serta elektrolit
8. Diagnosa keperawatan yang muncul pada klien dengan penggunaan
ventilasi mekanik
1) Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan adanya benda
asing pada trakhea, batuk tidak efektif, produksi sekresi paru
meningkat.
2) Gangguan pertukaran gas pada hipoventilasi alveolar berhubungan
dengan perubahan ventilasi/perfusi, peningkatan permeabilitas
membran alveoli kapiler paru.
3) Cemas berhubungan dengan situasi kritis, ketergantungan alat
4) Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan kelemahan
neuromuskular
5) Gangguan membran mukosa oral berhubungan dengan ketidak
mampuan menelan, terpasang tube
6) Gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
peningkatan kebutuhan metabolisme
xxxviii
7) Tidak efektifnya respon proses penyapihan alat bantu napas
berhubungan dengan ketergantungan alat bantu napas, akumulasi
sekret
8) Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif, penumpukan
sekret
9) Resiko injury : tracheamalasi, fistel trechesofagus berhubungan
dengan pemakaian tube yang lama
(Sumber : ModulPelatihan Dasar ICU RSHS, 2012)
2.1.3 Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif
1. Pengertian
Bersihan jalan nafas tidak efektif merupakan suatu keadaan ketika
seseorang individu mengalami suatu ancaman yang nyata atau potensial
pada status pernapasan sehubungan dengan ketidakmampuan untuk
batuk secara efektif (Lynda Juall Carpenito, 2006).
Obstruksi jalan nafas (bersihan jalan napas) merupakan kondisi
pernapasan yang tidak normal akibat ketidakmampuan batuk secara
efektif, dapat disebabkan oleh sekresi yang kental atau berlebihan
akibat penyakit infeksi, imobilisasi, statis sekresi dan batuk tidak efektif
karena penyakit persarafan seperti cerebrovaskuler accident (CVA),
efek pengobatan sedatif (Hidayat, 2006).
2. Penyebab
Penyebab terjadinya bersihan jalan napas tidak efektif (Lynda Juall
Carpenito, 2006) dapat disebabkan oleh :
1) Infeksi
xxxix
2) Disfungsi neuromuscular
3) Hyperplasia dinding bronkus
4) Alergi jalan nafas
5) Asma
6) Trauma
7) Obstruksi jalan nafas
8) Spasme jalan nafas
9) Sekresi tertahan
10) Penumpukan sekret
11) Adanya benda asing di jalan nafas
12) Adanya jalan nafas buatan
13) Sekresi bronkus
14) Adanya eksudat di alveolus
3. Mekanisme bersihan napas tidak efektif
Bersihan jalan nafas tidak efektif merupakan suatu keadaan ketika
seseorang individu mengalami suatu ancaman yang nyata atau potensial
pada status pernapasan sehubungan dengan ketidakmampuan untuk
batuk secara efektif (Lynda Juall Carpenito, 2006).
Obstruksi jalan nafas merupakan kondisi pernafasan yang tidak
normal akibat ketidakmampuan batuk secara efektif, dapat disebabkan
oleh sekresi yang kental atau berlebihan akibat penyakit infeksi,
imobilisasi, adanya benda asing, statis sekresi batuk yang tidak efektif
karena penyakit persyarafan seperti Cerebrovaskular Accident (CVA).
Hipersekresi mukosa saluran pernafasan yang menghasilkan lendir
xl
sehingga partikel-partikel kecil yang masuk bersama udara akan mudah
menempel di dinding saluran pernafasan. Hal ini lama-lama akan
mengakibatkan terjadi sumbatan sehingga ada udara yang terjebak di
bagian distal saluran nafas, maka individu akan berusaha lebih keras
untuk mengeluarkan udara tersebut (Hidayat, 2006).
4. Penatalaksanaan bersihan jalan napas
1) Farmakologi
(1) Antibiotik
Pemberian antibiotik diberikan sebaiknya setelah diperoleh hasil
kultur dan uji kepekaan terhadap kuman penyebab.
(2) Bronkhodilator
Untuk klien sesak napas dapat diberikan bronkhodilator sesuai
dengan faktor penyebab penyakit. Ada dua golongan
bronkhodilator yang sering digunakan, yaitu golongan
simpatetik dan derivat santin.
(3) Kortikosteroid
Fungsi kortikosteroid untuk mengurangi peradangan terutama
pada asma bronkhial, diberikan dengan dosis 200 mg setiap 6
jam.
2) Non Farmakologi
(1) Fisioterapi dada
Fisioterapi dada merupakan kelompok terapi yang
digunakan dengan kombinasi untuk memobilisasi sekresi
pulmonar. Fisioterapi dada direkomendasikan untuk klien-klien
xli
yang memproduksi sputum lebih dari 30cc per hari atau
menunjukkan bukti atelektasis dengan sinar X dada. Terapi ini
terdiri dari drainase postural, perkusi dada dan vibrasi.
Fisioterapi dada harus diikuti dengan batuk produktif dan
penghisapan pada klien yang mengalami penurunan kemampuan
untuk batuk (Potter & Perry, 2006).
(2) Penghisapan secret (Suctioning)
Merupakan suatu tindakan penghisapan yang bertujuan
untuk mempertahankan jalan napas, dengan cara mengeluarkan
secret dari jalan napas sehingga memungkinkan pertukaran gas
yang adekuat.
Sumber : Arifn Mutaqin, 2008, Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan
5. Indikator ketidakefektifan bersihan jalan napas
Indikator ketidakefektifan bersihan jalan napas (Nanda, 2015)
sebagai berikut :
1) Batuk yang tidak efektif
2) Dispnea
3) Gelisah
4) Kesulitan verbalisasi
5) Mata terbuka lebar
6) Ortopnea
7) Penurunan bunyi napas
8) Perubahan frekeuensi napas
9) Perubahan pola napas
xlii
10) Sianosis
11) Sputum dalam jumlah berlebihan
12) Suara napas tambahan
13) Tidak ada batuk
2.1.4 Fisioterapi Dada
(1) Pengertian
Fisoterapi dada adalah sejumlah tindakan dengan melakukan drainage
postural, clapping dan vibrating (Andina & Yuni, 2017). Fisioterapi
dada termasuk didalamnya adalah drainase postural, perkusi dan
vibrasi dada, latihan pernapasan dan batuk efektif. (Arif, 2008).
(2) Tujuan fisioterapi dada
1) Meningkatkan efisiensi pola pernapasan
2) Membersihkan jalan napas
3) Membuang sekresi bronkhial
4) Memperbaiki ventilasi
5) Meningkatkan efisiensi otot-otot pernapasan
Sumber : Andina (2017), Kebutuhan Dasar Manusia & Arif (2008) Asuhan Keperawatan
Klien Dengan Gangguan Sistem Pernapasan)
(3) Prosedur kerja
(1) Persiapan alat : bantal (dua-tiga) atau papan pemiring atau
pendongak, tisu wajah, wadah (sputum pot) bertutup berisi
desinfektan, sarung tangan, sampiran.
(2) Persiapan lingkungan : jaga privasi klien selama prosedur serta
ciptakan lingkungan yang tenang.
xliii
(3) Persiapan klien dan perawat
1. Jelaskan prosedur yang akan dilaksanakan dan tujuan
kepada klien / keluarga klien.
2. Atur posisi klien untuk mengalirkan sekret dari area paru
tertentu
(4) Pelaksanaan tindakan
1. Cuci tangan dan mengenakan sarung tangan
2. Pilih area yang tersumbat yang akan didrainase berdasarkan
pengkajian semua bidang paru, data klinis, dan gambaran
foto dada
3. Atur posisi tidur sesuai dengan letak sekret. Letakkan bantal
atau papan untuk menyangga dan kenyamanan
4. Pertahankan posisi selama 10 sampai 15 menit
5. Lakukan clapping dan vibrasi sesuai dengan area sekret
6. Tampung sekresi yang dikeluarkan dalam wadah yang bersih.
Bila klien tidak dapat batuk, harus dilakukan penghisapan
(suctioning)
7. Selama prosedur observasi tanda-tanda vital klien
8. Cuci tangan
(5) Evaluasi : Konsistensi Sekret (encer atau kental), sekret dapat
keluar, klien tampak nyaman
(6) Posisi postural drainage sesuai letak sekret :
1. Semi fowler apabila daerah yang akan di drainage ada pada
lobus atas bronkhus apikal
xliv
2. Posisi tegak 45 derajat, apabila daerah yang akan di drainage
adalah bronkhus posterior
3. Posisi berbaring apabila yang akan di drainage daerah
bronkhus anterior
4. Posisi trendelenburg dengan sudut 30 derajat kemudian
sedikit miring kanan apabila yang akan di drainage daerah
bronkhus superior dan inferior
5. Posisi condong dengan bantal dibawah panggul apabila yang
akan didrainage bagian bronkhus apikal
6. Posisi trendelenburg dengan sudut 45 derajat kemudian
sedikit miring kanan apabila yang akan di drainage daerah
bronkhus medial
7. Posisi trendelenburg dengan sudut 45 derajat kemudian
sedikit miring kiri apabila yang akan di drainage daerah
bronkhus lateral
8. Posisi trendelenburg dengan sudut 45 derajat dengan bantal
dibawah panggul apabila yang akan di drainage daerah
bronkhus posterior
Gambar 2.1.Posisi Postural Drainage Sesuai Letak Sekret
xlv
(7) Area claping dan vibrasi
1. Daerah bronkhus apikal, clapping dan vibrasi dilakukan di
seluruh lebar bahu atau meluas beberapa jari ke klavikula.
2. Daerah bronkhus posterior, clapping dan vibrasi dilakukan
pada lebar bahu masing-masing.
3. Daerah bronkhus anterior, clapping dan vibrasi dilakukan
pada dada depan dibawah klavikula.
4. Daerah lobus tengah (bronkhus medial dan lateral),
clapping dan vibrasi dilakukan pada anterior dan lateral
dada kanan serta lipat letiak sampai midanterior dada.
5. Daerah bronkhus superior dan inferior, clapping dan vibrasi
dilakukan pada lipat ketiak kiri sampai midanterior dada.
6. Daerah bronkhus apikal, clapping dan vibrasi dilakukan
pada sepertiga bawah kosta posterior kedua sisi.
7. Daerah bronkhus medial, clapping dan vibrasi dilakukan
pada sepertiga bawah kosta posterior kedua sisi.
8. Daerah brokhus lateral, clapping dan vibrasi dilakukan pada
sepertiga bawah kosta posterior kanan.
9. Daerah bronkhus posterior, clapping dan vibrasi dilakukan
pada sepertiga bawah kosta posterior kedua sisi.
Sumber : Andina (2017), Kebutuhan Dasar Manusia & Arif (2008) Asuhan
Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistemn Pernapasan)
xlvi
2.1.5 Saturasi Oksigen
1. Pengertian
Saturasi oksigen adalah presentasi hemoglobin yang berikatan
dengan oksigen dalam arteri, saturasi oksigen normal adalah antara 95 –
100 %. Dalam kedokteran, oksigen saturasi (SO2) sering disebut sebagai
"SATS" untuk mengukur persentase oksigen yang diikat oleh
hemoglobin di dalam aliran darah. Pada tekanan parsial oksigen yang
rendah, sebagian besar hemoglobin terdeoksigenasi, maksudnya adalah
proses pendistribusian darah beroksigen dari arteri ke jaringan tubuh
(Hidayat, 2007).
2. Pengukuran Saturasi Oksigen
Pengukuran saturasi oksigen dapat dilakukan dengan beberapa
tehnik. Penggunaan oksimetri nadi merupakan tehnik yang efektif untuk
memantau pasien terhadap perubahan saturasi oksigen yang kecil atau
mendadak (Tarwoto, 2006). Adapun cara pengukuran saturasi oksigen
antara lain :
(1) Saturasi oksigen arteri (SaO2) nilai di bawah 90% menunjukan
keadaan hipoksemia (yang juga dapat disebabkan oleh anemia ).
Hipoksemia karena SaO2 rendah ditandai dengan sianosis. Oksimetri
nadi adalah metode pemantauan non invasif secara kontinyu
terhadap saturasi oksigen hemoglobin (SaO2). Meski oksimetri
oksigen tidak bisa menggantikan gas-gas darah arteri, oksimetri
oksigen merupakan salah satu cara efektif untuk memantau pasien
terhadap perubahan saturasi oksigen yang kecil dan mendadak.
xlvii
Oksimetri nadi digunakan dalam banyak lingkungan, termasuk unit
perawatan kritis, unit perawatan umum dan pada area diagnostik dan
pengobatan ketika diperlukan pemantauan saturasi oksigen selama
prosedur.
(2) Saturasi oksigen vena (SvO2) diukur untuk melihat berapa banyak
mengkonsumsi oksigen tubuh. Dalam perawatan klinis, SvO2 di
bawah 60%, menunjukkan bahwa tubuh adalah dalam kekurangan
oksigen dan iskemik penyakit terjadi. Pengukuran ini sering
digunakan pengobatan dengan mesin jantung-paru (Extracorporeal
Sirkulasi) dan dapat memberikan gambaran tentang berapa banyak
aliran darah pasien yang diperlukan agar tetap sehat.
(3) Tissue oksigen saturasi (StO2) dapat diukur dengan spektroskopi
inframerah dekat. Tissue oksigen saturasi memberikan gambaran
tentang oksigenasi jaringan dalam berbagai kondisi.
(4) Saturasi oksigen perifer (SpO2) adalah estimasi dari tingkat
kejenuhan oksigen yang biasanya diukur dengan oksimeter pulse.
Pemantauan saturasi O2 yang sering adalah dengan menggunakan
oksimetri nadi yang secara luas dinilai sebagai salah satu kemajuan
terbesar dalam pemantauan klinis (Giuliano & Higgins, 2005).
3. Alat dan tempat pengukuran
Alat yang digunakan adalah oksimetri nadi yang terdiri dari dua
diode pengemisi cahaya (satu cahaya merah dan satu cahaya inframerah)
pada satu sisi probe, kedua diode ini mentransmisikan cahaya merah dan
xlviii
inframerah melewati pembuluh darah, biasanya pada ujung jari atau daun
telinga, menuju foto detektor pada sisi lain dari probe (Welch, 2005).
4. Faktor yang mempengaruhi bacaan saturasi oksigen
Kozier (2010) menjelaskan beberapa faktor yang mempengaruhi
bacaan saturasi :
(1) Hemoglobin (Hb) Jika Hb tersaturasi penuh dengan O2 walaupun
nilai Hb rendah maka akan menunjukkan nilai normalnya. Misalnya
pada klien dengan anemia memungkinkan nilai SpO2 dalam batas
normal.
(2) Sirkulasi Oksimetri tidak akan memberikan bacaan yang akurat jika
area yang di bawah sensor mengalami gangguan sirkulasi.
(3) Aktivitas Menggigil atau pergerakan yang berlebihan pada area
sensor dapat menggangu pembacaan SpO2 yang akurat.
2.1.6 Peran Perawat
Peran perawat menurut konsorium ilmu kesehatan tahun 1989 terdiri
dari peran sebagai pemberi asuhan keperawatan, advokad pasien, pendidik,
koordinator, konsultan, dan peneliti (Hidayat, 2008)
Menurut teori keperawatan Virginia Henderson bahwa fungsi unik
perawat adalah mengkaji individu, baik yang sakit maupun yang sehat
dengan memberikan dukungan kepada kesehatan, penyembuhan serta agar
meninggal dengan damai. Individu tersebut mungkin saja tidak
membutuhkan bantuan jika dia telah memiliki hal-hal yang dibutuhkan
seperti kekuatan diri, kemauan dan pengetahuan yang dibutuhkan. Dengan
xlix
kondisi ini perawat tetap perlu melakukan upaya-upaya untuk membantu
individu meningkatkan kebebasan dirinya secepat mungkin. Sebagai
seorang yang membantu klien, perawat harus selalu mengakui bahwa
terdapat pola kebutuhan klien yang harus dipenuhi dan juga perawat harus
selalu mencoba menempatkan dirinya pada posisi klien sebanyak mungkin.
Dalam pemberian layanan kepada klien, terjalin hubungan antara
perawat dan klien. Menurut Henderson, hubungan perawat dengan klien
terbagi menjadi tiga tingkatan, mulai dari hubungan sangat bergantung
hingga hubungan sangat mandiri.
1. Perawat sebagai pengganti (substitute) bagi klien.
2. Perawat sebagai penolong (helper) bagi klien.
3. Perawat sebagai mitra (partner) bagi klien.
Henderson melihat manusia sebagai individu yang membutuhkan
bantuan untuk meraih kesehatan, kebebasan atau kematian yang damai, serta
bantuan untuk meraih kemandirian. Menurut Henderson, kebutuhan dasar
manusia terdiri atas 14 komponen yang merupakan komponen penanganan
perawatan dimana komponen pertamanya adalah bernapas dengan normal,
artinya kebutuhan oksigenisasi pada klien harus terpenuhi.
Dalam pemberian asuhan keperawatan pada klien yang mengalami
gangguan jalan napas, biasanya muncul diagnosa keperawatan bersihan
jalan napas tidakefektif yang artinya merupakan ketidakmampuan klien
untuk membersihkan sekresi atau obstruksi dari saluran napas (NANDA,
2015) yang mengakibatkan dampak masalah gangguan ventilasi yaitu sesak
napas dan batuk. Dalam mengatasi masalah tersebut, perawat berperan
l
sebagai penolong klien untuk mengatasi sesaknya, intervensi keperawatan
mandiri yang bisa dilakukan seorang perawat untuk mengatasi bersihan
jalan napas beragam, mulai dari tekhnikbatuk efektif, fisioterapi dada
ataupun autogenic drainage.
Sumber : Hidayat (2008) Pengantar Konsep Dasar Keperawatan, NANDA (2015.
2.2 Pengaruh Postural Drainage Terhadap Bersihan Jalan Napas
Fisioterapi dada sangat penting dilakukan untuk melonggarkan atau
memobilisasi sekresi bagi klien yang tidak dapat batuk secara spontan.
Sebelum dilakukan tindakan, perawat mengindetifikasi letak sekret di lobus
paru-paru klien, setelah diketahui letak sekret kemudian klien ditempatkan
sesuai posisi.
Sekret yang dihasilkan dalam saluran napas digiring melalui faring
dengan mekanisme pembersihan silia epitel saluran pernapasan. Produksi
sekret yang berlebihan menyebabkan proses pembersihan tidak berjalan
secara normal sehingga sekret banyak tertimbun. Membran mukosa akan
terangsang dan mukus akan dikeluarkan dengan tekanan intra thorakal dan
intra abdominal yang tinggi, udara dibatukan keluar dengan akselerasi yang
cepat membawa sekret yang tertimbun (Price & Wilson, 2011).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Khusnul Khotimah pada tahun
2017 dengan judul “Studi Deskriptif Tentang Tindakan Keperawatan Pada
Pasien PPOK Di Rumah Sakit Paru Dr. Ario Wirawan Salatiga” menunjukan
gambaran tindakan pemberian posisi (semi fowler, fowler, condong kedepan)
dapat membantu klien mengeluarkan dahak sehingga mengurangi keluhan
sesak napas dan peningkatan saturasi oksigen. Hasil lainnya ditunjukan dalam
li
kajian penelitian Febriana Sukoco Putri tahun 2015 dengan judul “Pemberian
Posisi Postural Drainage Terhadap Keefektifan Bersihan Jalan Nafas Pada
Pasien Dengan Tuberkulosis Di RSUD Karang Anyar” dan Arif Wibowo
tahun 2016 dengan judul “Upaya Penanganan Gangguan Bersihan Jalan
Nafas Pada Pasien Tuberculosis Di Rsud Dr. Soehadi Prijonegoro”,
menunjukan bahwa dengan melakukan intervensi keperawatan selama tiga
hari pada klien adalah efektif untuk mengeluarkan dahak yang ditunjukan
oleh hasil klien mampu mengeluarkan dahak sehingga sesak klien berkurang.
Hasil yang sama juga ditunjukan pada hasil penelitian tahun 2012 Suci
Khasanah, Madyo Maryoto dengan judul “Efektifitas Posisi Condong Ke
Depan (CKD) Dan Pursed Lips Breathing (PLB) Terhadap Peningkatan
Saturasi Oksigen Pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) dan hasil
penelitian tahun 2016 oleh Priadi, Nanang Ilham Setyajidan Angelin Kusuma
Pertiwi di Rumah Sakit Dungus, Madiun, Dengan judul “PengaruhFisioterapi
Dada TerhadapPerubahan Saturasi Oksigen Pada Pasien Penyakit Paru
Obstruktif Kronik (PPOK) Di Rumah Sakit Dungus Madiun, Hasil penelitian
menunjukkan peningkatan kadar saturasi oksigen setelah melakukan teknik
Postural Drainage, menyatakan bahwa postural drainage efektif untuk
mengeluarkan dahak.
lii
2.3 Kerangka Konseptual
Tabel 2.1 Kerangka Konseptual
(Sumber :Mutaqqin, Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Pernap
Ventilasi mekanik
Masalah yang timbul pada
pemasangan ventilasi mekanik
1. Artificial ways
2. Sekret
3. Pneumothoraks
4. Bronchospasme
5. Distensi abdomen
6. Agitasi
Terapi Farmakologi
1. Antibiotik
2. Bronkhodilator
3. Kortikosteroid
Terapi non farmakologi untuk
bersihan jalan napas
1. Latihan napas dalam
2. Latihan batuk efektif
3. Fisiotherapi dada
4. Penghisapan sekret
Gravitasi karena perubahan
posisi
Difusi Oksigen dan
Karbondioksida meningkat
Membran mukosa akan
terangsang dan sekret akan
dikeluarkan
Pemenuhan keb. Oksigen
optimal
Sekresi dari jalan nafas
bronkial yang lebih kecil ke
bronki yang lebih besar dan
trakea
Tekanan intra thorakal dan
intra abdominal yang tinggi
Udara dibatukan keluar
dengan akselerasi yang
cepat membawa sekret yang
tertimbun