Download - Pengaruh CSR terhadap ERC
JUDUL : PENGARUH IMPLEMENTASI CORPORATE SOCIAL RESPONSBILITY (CSR) DAN EARNING RESPONSE COEFFICIENT (ERC) TERHADAP NILAI PERUSAHAAN DENGAN PERTUMBUHAN LABA SEBAGAI VARIABEL MODERATING
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
Pada dasarnya tujuan utama yang ingin dicapai oleh semua perusahaan adalah bagaimana
perusahaan dapat memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya untuk kepentingan para
pemilik modal. Keberpihakan perusahaan kepada pemilik modal mengakibatkan perusahaan
melakukan eksploitasi sumber-sumber alam dan masyarakat (sosial) secara tidak terkendali
dalam aktivitas bisnisnya sehingga mengakibatkan kerusakan lingkungan alam dan pada
akhirnya mengganggu kehidupan manusia. Hal ini disebabkan oleh keberlangsungan dari suatu
perusahaan yang tergantung kepada kemampuannya dalam menghasilkan laba atau keuntungan.
Hal ini dapat dilihat dalam kajian Wibisono (2007), menurutnya pada saat industri berkembang
setelah terjadi revolusi industri, kebanyakan perusahaan masih memfokuskan dirinya sebagai
organisasi yang mencari keuntungan belaka.
Begitu pula yang terjadi di Indonesia, banyak perusahaan yang hanya berorientasi pada
maksimalisasi laba untuk menunjukkan kinerjanya dan mengabaikan dampak sosial dan lingkungan
yang ditimbulkan oleh perusahaan. Hal tersebut kemudian merugikan masyarakat. Telah banyak
terjadi kasus-kasus yang terkait akan pencemaran lingkungan, yang memberi dampak terhadap
lingkungan sekitar, baik secara ekonomi maupun secara sosial. Kasus - kasus seperti banjir lumpur
panas Lapindo Brantas Inc di Sidoarjo, Jawa Timur, pencemaran Teluk Buyat di Minahasa Selatan
oleh PT. Newmont Minahasa Raya, pembakaran hutan oleh perusahaan perkebunan kelapa sawit di
Sumatera dan Kalimantan, masalah pemberdayaan masyarakat suku di wilayah pertambangan
Freeport di Papua, dan konflik masyarakat Aceh dengan Exxon mobil yang mengelola gas bumi di
Arun membuat masyarakat selalu berpandangan negatif akan kegiatan operasional suatu entitas
bisnis (www.csrindonesia.com). Saat banyak perusahaan menjadi semakin berkembang, maka
pada saat itu pula kesenjangan sosial dan kerusakan lingkungan sekitarnya dapat terjadi. Karena
timbulnya isu – isu tersebut ,maka muncul pula kesadaran untuk mengurangi dampak negatif ini.
Seiring dengan perkembangan waktu, perusahaan dituntut untuk bertanggung jawab secara
social, sehingga perusahaan – perusahaan menjadi lebih peka terhadap isu – isu yang berkaitan
dengan reputasi perusahaan di mata masyarakat.
Dengan latar belakang tersebutlah, dirumuskan suatu visi yang sama dalam dunia usaha yang
makin mengglobal dan mengarah pada liberalisasi untuk mewujudkan kebersamaan aturan bagi
tingkat kesejahteraan umat manusia yaitu konsep social sustainability sebagai tanggung jawab
perusahaan secara sosial terhadap lingkungan sekitarnya. Dengan menjalankan tanggung jawab
sosial, perusahaan diharapkan tidak hanya mengejar keuntungan jangka pendek demi
kepentingan manajemen saja, namun juga turut memberikan kontribusi bagi peningkatan
kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat serta lingkungan sekitar dalam jangka panjang.
Dalam perkembangan selanjutnya, menjadi suatu kewajiban moral bagi perusahaan untuk
melaksanakan tanggung jawab sosial yang dikenal dengan konsep Corporate Social
Responsibility (CSR). CSR merupakan komitmen usaha untuk bertindak secara etis, beroperasi
secara legal dan berkontribusi untuk meningkatkan kualitas hidup dari karyawan dan
keluarganya, komunitas lokal, dan komunitas luas. Konsep CSR melibatkan tanggung jawab
kemitraan antara pemerintah, perusahaan, dan komunitas masyarakat setempat yang bersifat aktif
dan dinamis.
Maka banyak perusahaan swasta kini mulai mengembangkan apa yang disebut CSR sebagai
salah satu kegiatan sosialnya. Di Indonesia, CSR merupakan salah satu kewajiban yang harus
dilaksanakan oleh perusahaan sesuai dengan isi pasal 74 Undang-Undang Perseroan Terbatas
(UUPT) yang terbaru, yakni UU Nomer 40 Tahun 2007. Pasal 74 Undang-Undang Perseroan
Terbatas menyatakan :
1. Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan
sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL).
2. TJSL merupakan kewajiban Perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai
biaya Perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan
kewajaran.
3. Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Sanksi pidana mengenai pelanggaran CSR pun terdapat didalam Undang- Undang Nomor 23
Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPLH) Pasal 41 ayat (1) yang
menyatakan: “Barangsiapa yang melawan hukum dengan sengaja melakukan perbuatan yang
mengakibatkan pencemaran dan/ atau perusakan lingkungan hidup, diancam dengan pidana
penjara paling lama sepuluh tahun dan denda paling banyak lima ratus juta rupiah”. Selanjutnya,
Pasal 42 ayat (1) menyatakan: “Barangsiapa yang karena kealpaannya melakukan perbuatan
yang mengakibatkan pencemaran dan/ atau perusakan lingkungan hidup, diancam dengan pidana
penjara paling lama tiga tahun dan denda paling banyak seratus juta rupiah”
(www.hukumonline.com).
Dengan diterapkannya hukum tersebut di Indonesia, perusahaan khususnya perseroaan terbatas
yang bergerak di bidang dan atau berkaitan dengan sumber daya alam harus melaksanakan
tanggung jawab sosialnya kepada masyarakat.. Sehingga melalui undang-undang ini, perusahaan
perusahaan wajib untuk melaksanakan CSR sebagai salah satu tanggung jawab kepada
masyarakat dan lingkungan.
Tetapi, Peraturan Pemerintah tersebut ternyata juga ditanggapi secara positif oleh perusahaan-
perusahaan di Indonesia. Menurut National Center for Sustainability Reporting (NCSR),
pelaksanaan CSR dilihat dari perkembangan pengungkapan CSR di Indonesia cukup baik.
Perkembangan jumlah perusahaan yang mengungkapkan laporan CSR di Indonesia (mengikuti
ISRA (Indonesia Sustainability Reporting Award)) dapat dilihat dalam tabel berikut:
Tabel 1.1Perkembangan Jumlah Perusahaan yang Mengungkapkan CSR
Tahun 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Jumlah
Perusahaan
2 5 15 20 23 25 34 40 60
Kemudian banyak perusahaan yang mulai menyadari penerapan CSR sebagai salah satu strategi
bisnisnya. Dengan melakukan CSR secara konsisten dalam jangka panjang akan menumbuhkan
rasa penerimaan masyarakat terhadap kehadiran perusahaan. Kondisi seperti itulah yang pada
gilirannya dapat memberikan keuntungan ekonomi-bisnis kepada perusahaan yang bersangkutan
dan juga menjadi salah satu patokan perusahaan dalam melaksanakan CSR. CSR tidaklah harus
dipandang sebagai tuntutan represif dari masyarakat, melainkan sebagai kebutuhan dunia usaha.
Menurut Smith (2003), penerapan CSR juga bisa berangkat dari secara internal dan
diklasifikasikan menjadi 2 motif yaitu, motif normatif (normative case) yang merujuk kepada
kepercayaan perusahaan tersebut bahwa CSR adalah suatu hal yang sudah seharusnya dilakukan
dan itu tindakan yang benar atau “it is the right thing to do”. Latar belakang motif ini adalah
teori kontrak sosial, yang menyatakan bahwa perusahaan hanya akan tetap eksis karena kerja
sama dan komitmen dari masyarakat. Jadi dapat dilihat timbal balik yang dapat diberikan
perusahaan dan masyarakat sehingga dapat berjalan harmonis. Motif kedua yang mendasari
penerapan CSR adalah motif bisnis (business case) yang merupakan motif yang tidak jauh dari
profit yang merupakan tujuan utama dari sebuah perusahaan. Maksudnya adalah tindakan
perusahaan mengapa menerapkan CSR adalah untuk menjaga keberlangsungan perusahaan itu
sendiri, sehingga secara tidak langsung akan mempengaruhi keuntungan perusahaan itu sendiri
sebagai respons dilaksanakannya CSR.
Menurut Darwin (2004) dalam Rakhiemah dan Agustia (2009) perusahaan dapat memperoleh
banyak manfaat dari praktik dan pengungkapan CSR apabila dipraktekkan dengan sungguh-
sungguh, diantaranya : dapat mempererat komunikasi dengan stakeholders, meluruskan visi misi,
dan prinsip perusahaan terkait dengan praktik dan aktivitas bisnis internal perusahaan,
mendorong perbaikan perusahaan secara berkesinambungan sebagai wujud manajemen risiko
dan untuk melindungi reputasi, serta untuk meraih competitive advantage dalam hal modal,
tenaga kerja, supplier, dan pangsa pasar.
Kotler dkk (2005) juga menjelaskan bahwa terdapat banyak manfaat yang dapat diperoleh atas
aktivitas CSR. Adapun manfaat dari CSR tersebut adalah sebagai berikut :
1. Meningkatkan citra perusahaan.
2. Memperkuat brand positioning.
3. Meningkatkan penjualan dan market share.
4. Menurunkan biaya operasi.
5. Meningkatkan daya tarik perusahaan di mata para investor dan analisis keuangan.
Berdasarkan manfaat CSR tersebut, maka penerapan CSR tidak lagi dianggap sebagai cost,
melainkan investasi perusahaan (Erni, 2007 dalam Sutopoyudo, 2009). Melalui manfaat
penerapan CSR, perusahaan pun melakukan berbagai usaha sehingga dapat memaksimalkan
profitnya sebagai reaksi dari penerapan tersebut. Sehingga perusahaan akan dapat mencapai
konsep “win – win solution”, seiring dengan kewajibannya terhadap sosial dan juga untuk
mendapatkan keuntungan.
Salah satu manfaat yang dapat dimanfaatkan oleh perusahaan dalam pelaksanaan CSR adalah
mempertahankan dan mendongkrak brand image perusahaan. Reputasi yang buruk atau
destruktif pasti akan menurunkan reputasi perusahaan. Begitupun sebaliknya, kontribusi positif
pasti juga akan mendongkrak reputasi dan image positif perusahaan . Hal inilah yang menjadi
modal non finansial bagi perusahaan bagi stakeholdernya yang menjadi nilai tambah bagi
perusahaan untuk dapat tumbuh secara berkelanjutan.
Didukung dengan Susanto (2007) yang berpendapat dalam kajiannya menjelaskan bahwa CSR
akan meningkatkan citra perusahaan, yang dalam rentang waktu panjang akan meningkatkan
reputasi perusahaan. Manakala terdapat pihak-pihak tertentu yang menuduh perusahaan
menjalankan perilaku serta praktik-praktik yang tidak pantas, masyarakat akan menunjukkan
pembelaannya. Senada dengan Susanto, Tunggal (2007), pelaksanaan tanggung jawab sosial
berupa kegiatan filantropi dan pengembangan komunitas umumnya dikemas untuk
mengupayakan citra positif. Bahkan keberhasilan CSR dapat ditujukan dalam corporate social
performance yang akan membentuk citra/reputasi perusahaan. Citra atau reputasi positif akan
menjadi aset yang sangat berharga dan sulit ditiru.
Dalam sebuah survey “the millenium poll on CSR” (1999) yang dilakukan oleh Environics
International (Toronto), Conference Board (New York) dan Prince of Wales Business Leader
Forum (London) diantara 25.000 responden di 23 negara menunjukkan bahwa dalam membentuk
opini tentang perusahaan, 60% mengatakan bahwa etika bisnis, praktek terhadap karyawan,
dampak terhadap lingkungan, tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) akan paling berperan.
Lebih lanjut, sikap konsumen terhadap perusahaan yang dinilai tidak menjalankan CSR adalah
ingin “menghukum” (40%) dan 50% tidak akan membeli produk dari perusahaan yang
bersangkutan dan/atau bicara kepada orang lain tentang kekurangan perusahaan tersebut. Hasil
survey tersebut menunjukkan bahwa implementasi CSR akan membentuk opini masyarakat
terhadap perusahaan. Opini konsumen mencerminkan citra perusahaan (Lii, 2012)
Citra perusahaan merupakan hal yang penting bagi perusahaan. Terbukti dari sebuah studi yang
hasilnya dikutip oleh Raiborn et. al (2003) dalam Rahman (2004) menunjukkan bahwa 4 dari 5
orang Amerika Serikat mempertimbangkan faktor citra atau reputasi ketika membeli sebuah
produk. Studi yang sama menyatakan bahwa 70% investor mempertimbangkan faktor reputasi
juga ketika melakukan investasi, bahkan walaupun itu mengakibatkan berkurangnya financial
return. Seseorang yang mempunyai impresi dan kepercayaan tinggi terhadap suatu produk tidak
akan berpikir panjang untuk membeli dan menggunakan produk tersebut bahkan boleh jadi ia
akan menjadi pelanggan yang loyal. Kemampuan menjaga loyalitas pelanggan dan relasi bisnis,
mempertahankan atau bahkan meluaskan pangsa pasar, memenangkan suatu persaingan dan
mempertahankan posisi yang menguntungkan tergantung kepada citra produk atau perusahaan
yang melekat di pikiran pelanggan.
Dalam kajian Dewi (2007), dikatakan bahwa manfaat yang dapat dipetik dari akumulasi citra
perusahaan dalam kaitannya dengan pelanggan, diantaranya adalah terciptanya sikap positif
pelanggan terhadap perusahaan yang akhirnya akan bermuara pada kepuasan dan kesetiaan
pelanggan terhadap perusahaan. Dalam kajian Lii (2012) citra atau reputasi akan berpengaruh
positif terhadap loyalitas pelanggan. Loyalitas pelanggan akan dipengaruhi oleh citra perusahaan
tersebut. Dalam kajian lain, Nguyen & Leblanc (2001) dalam Prasetya (2009) mengemukakan
bahwa citra perusahaan memiliki hubungan yang positif dengan loyalitas pelanggan.
Sehingga, Corporate Social Responsibility sebagai suatu upaya perusahaan dalam membentuk
citra perushaan dapat digunakan sebagai alat marketing baru bagi perusahaan bila itu
dilaksanakan berkelanjutan. Dalam konteks komersialisasi suatu perusahaan dalam menjalankan
peran bisnisnya, aktivitas CSR dapat digali dalam bentuk social marketing perusahaan melalui
Public Relation untuk meningkatkan loyalitas pelanggan (Neni Yulianita, 2005), walaupun untuk
melaksanakan CSR berarti perusahaan akan mengeluarkan sejumlah biaya dan berpengaruh pada
laba perusahaan pada periode yang bersangkutan. Biaya pada akhirnya akan menjadi beban yang
mengurangi pendapatan sehingga laba yang didapat akan mengalami perubahan dan tingkat
profit perusahaan akan turun. Akan tetapi dengan melaksanakan CSR, citra perusahaan akan
semakin baik sehingga loyalitas konsumen makin tinggi. Seiring meningkatnya loyalitas
konsumen dalam waktu yang lama, maka penjualan perusahaan akan semakin membaik, dan
pada akhirnya dengan pelaksanaan CSR, diharapkan tingkat profitabilitas perusahaan juga
meningkat (Satyo, 2005 dalam Sutopoyudo, 2009).
Yanita Devy Fatmayanti (2012), dalam penelitiannya telah membuktikan statistik, bahwa biaya
CSR berpengaruh signifikan terhadap tingkat laba perusahaan. Penelitian tersebut telah
menjelaskan bahwa di dalam CSR terdapat unsur – unsur yang dapat mempengaruhi dalam
mengangkat kinerja perusahaan. Terbukti di Indonesia, beberapa perusahaan yang menerapkan
kegiatan CSR di lingkungan sosial dan masyarakat dapat meningkatkan laba perusahaan dari
biaya CSR yang dikeluarkan.
Menurut Zichlinsky et al., 2008, konsep CSR sebagai kegiatan marketing akan berpusat kepada
kebutuhan dari masyarakat dan shareholders. Konsep CSR-Minded Marketing Activity ini
dipercaya akan memberikan kontribusi kepada kesuksesan citra perusahaan, peningkatan
loyalitas konsumen, dan peningkatan penjualan. Peningkatan penjualan akan berjalan seiring
dengan meningkatnya pertumbuhan laba dan tingkat profitabilitas , maka nilai perusahaan
semakin meningkat sebagai akibat dari para investor yang menanamkan sahamnya pada
perusahaan sebagai reaksi atas tingkat profitabilitas tersebut.
Maka, CSR mempunyai pengaruh terhadap nilai perusahaan. Tujuan penelitian ini menunjukkan
bahwa besar kecilnya praktik CSR mempengaruhi peningkatan nilai perusahaan melalui
perubahan laba terkait jumlah penjualan yang mengalami peningkatan, sehingga dapat
mempengaruhi profitabilitas. Selanjutnya, pertumbuhan laba tersebut sebagai variabel
moderating digunakan dalam penelitian karena secara teoritis semakin tinggi pertumbuhan laba
yang dicapai perusahaan maka semakin kuat pula hubungan implementasi CSR dengan nilai
perusahaan. Hal ini sesuai dengan teori bahwa perusahaan bukanlah entitas yang hanya
beroperasi untuk kepentingan sendiri namun harus memberikan manfaat bagi stakeholdernya.
Apabila perusahaan dapat memaksimalkan manfaat yang diterima maka akan timbul kepuasan
bagi stakeholder yang akan meningkatkan nilai perusahaan.
Selanjutnya, Samuel (2000) dalam Nurlela dan Islahuddin (2008) menjelaskan bahwa enterprise
value (EV) atau dikenal juga sebagai nilai perusahaan (firm value) merupakan konsep penting
bagi investor, karena merupakan indikator bagi pasar menilai perusahaan secara keseluruhan.
Kemudian Wahyudi (2005) dalam Nurlela dan Islahuddin (2008) juga menyebutkan bahwa nilai
perusahaan merupakan harga yang bersedia dibayar sebagai respon akan reaksi dan minat
investor terhadap perusahaan tersebut.
Sehingga, pada masa kini, kesadaran investor akan penerapan tanggung jawab sosial pun
semakin tinggi yang menyebabkan permintaan para investor akan laporan berkelanjutan, sebagai
media pelaporan CSR, terutama bagi para investor yang berminat untuk menanamkan modalnya
untuk mendanai usaha yang berwawasan sosial dan ramah lingkungan. Perubahan pola pikir para
shareholder ini serta keuntungan dari CSR ini pun pasti akan ditanggapi, karena hal ini pasti
menyebabkan suatu reaksi (baik positif maupun negatif) pasar yang akan mempengaruhi
kegiatan perusahaan yang bersangkutan.
Pelaporan pelaksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungan dalam laporan tahunan perseroan
terbatas di Indonesia telah diwajibkan juga melalui Pasal 66 Ayat 2 Undang-Undang No.40/
2007 tentang Perseroan Terbatas. Lalu diikuti dengan Bapepam-LK yang telah mengeluarkan
aturan yang mengharuskan emiten mengungkapkan pelaksanaan kegiatan Corporate Social
Responsibility (CSR) di dalam laporan tahunan perusahaan. Selain itu masyarakat dan investor
pun menjadi tekanan untuk mendorong perusahaan menerapkan laporan berkelanjutan baik
langsung kepada perusahaan maupun melalui pemerintah.
Meskipun belum bersifat wajib, tetapi dapat dikatakan bahwa hampir semua perusahaan yang
terdaftar di Bursa Efek Jakarta sudah mengungkapkan informasi mengenai CSR dalam laporan
tahunannya dalam kadar yang beragam (Sayekti, 2006). Dari perspektif ekonomi, perusahaan
akan mengungkapkan suatu informasi jika informasi tersebut akan meningkatkan nilai
perusahaan (Verecchia, 1983, dalam Basamalah et al, 2005). Dengan menerapkan CSR,
diharapkan perusahaan akan memperoleh legitimasi sosial dan memaksimalkan kekuatan
keuangannya dalam jangka panjang (Kiroyan, 2006). Hal ini mengindikasikan bahwa perusahaan
yang menerapkan CSR mengharapkan akan direspon positif oleh para pelaku pasar. Literatur
mengenai pengungkapan sukarela yang ada memberikan pemahaman bahwa pengungkapan
informasi tersebut digunakan dalam penilaian perusahaan dan corporate finance (Core, 2001).
Pengungkapan informasi tersebut berhubungan dengan reaksi investor terhadap perusahaan
tersebut.
Dalam penelitian ini, akan diukur bagaimana pengungkapan informasi sukarela, yaitu CSR-
Disclosure, yang mempengaruhi pertumbuhan laba, dapat mengukur informasi laba tersebut,
pengukuran ini menggunakan Earnings Response Coefficient (ERC) atau koefisien respon laba
yang merupakan proksi dari kualitas laba. Pengertian Koefisien Respon Laba (Earnings
Response Coefficient) menurut Cho dan Jung (1991) adalah sebagai berikut :
“ Koefisien Respon Laba didefinisikan sebagai efek setiap dolar unexpected earnings terhadap
return saham, dan biasanya diukur dengan slopa koefisien dalam regresi abnormal returns saham
dan unexpected earning.”
Penelitian tentang pertumbuhan laba dan koefisien respon laba telah dikemukakan oleh Collins
dan Kothari (1989). Pertumbuhan laba diukur dengan rasio nilai pasar terhadap nilai buku
ekuitas. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa pertumbuhan laba mempunyai hubungan
yang positif dengan koefisien respon laba. Collins dan Kothari (1989) menyatakan bahwa
kesempatan tumbuh berdampak pada laba masa depan dan begitu juga dengan ERC. Dengan kata
lain, semakin tinggi kesempatan suatu perusahaan untuk tumbuh maka akan semakin tinggi ERC.
Hal ini menunjukkan bahwa variabel pertumbuhan mempunyai hubungan yang positif dengan
ERC.
Tetapi, hasil penelitian empiris mengenai hubungan antara pertumbuhan returns/earnings di
dalam laporan tahunan menunjukkan bahwa meskipun informasi laba digunakan oleh investor,
tetapi kegunaan dari informasi laba tersebut bagi investor sangat terbatas (Lev, 1989). Hal ini
ditunjukkan dengan lemahnya dan tidak stabilnya contemporaneous korelasi antara return saham
dan laba, dan juga rendahnya kontribusi laba untuk memprediksi harga dan return saham (Lev,
1989). Dalam tulisannya, Lev (1989) menyarankan agar penelitian pasar modal menguji peranan
dari pengukuran dalam penilaian aset, baik menyangkut aspek yang positif maupun yang
normatif. Lev (1989) menyarankan agar penelitian lebih ditujukan pada pemahaman investor atas
informasi yang terkandung dalam laporan keuangan (laporan tahunan) perusahaan, terkhususnya
terkait dengan penerapan dan pengungkapan CSR.
Model yang banyak digunakan hanya menghipotesakan pada hubungan antara variabel finansial
yang ‘generic’ (misalnya laba) dan nilai pasar, tetapi tidak memasukkan nature dari variabel
lainnya (Lev, 1989). Penelitian-penelitian selanjutnya sudah banyak yang menguji variabel-
variabel lain selain daripada laba, termasuk pengungkapan sukarela. Namun demikian, penelitian
ini memasukkan komponen pengungkapan informasi CSR belum banyak diteliti. Berdasarkan
hal tersebut, maka penelitian ini bertujuan untuk meneliti pengaruh dari laba perusahaan sebagai
reaksi dari implementasi dan pengungkapan informasi CSR dalam laporan tahunan terhadap
informativeness of earnings (yang dalam hal ini diukur dengan Earning Response Coefficient,
ERC) terhadap nilai perusahaan.
Gelb dan Zarowin dalam Adhariani (2005) telah menguji hubungan antara luas pengungkapan
sukarela, yaitu CSR-Disclosure dan keinformatifan harga saham menemukan bahwa future ERC
untuk perusahaan dengan luas pengungkapan sukarela yang tinggi secara signifikan lebih besar
daripada future ERC perusahaan dengan luas pengungkapan sukarela yang rendah. Gelb dan
Zarowin tidak secara khusus menguji hubungan antara luas pengungkapan sukarela dengan
current ERC, mereka menyatakan bahwa hubungan antara pengungkapan dan current ERC
mungkin positif atau negatif.
Diharapkan bahwa investor mempertimbangkan laba akuntasi sebagai akibat dari informasi CSR
yang diungkapkan dalam laporan tahunan perusahaan dalam pengambilan keputusan.
Pengungkapan informasi CSR diharapkan memberikan informasi tambahan kepada para investor
mengenai image perusahaan yang positif dan sustainability perusahaan. Dengan demikian,
penelitian ini membahas tentang pengaruh tingkat pengungkapan informasi CSR dalam
pertumbuhan laba dan ERC terhadap nilai perusahaan.
Dalam penelitian sebelumnya, yang dilakukan oleh Widyastuti (2002) yang memprediksi luas
pengungkapan sukarela berpengaruh negatif terhadap ERC, namun tidak didukung oleh hasil
penelitian empirisnya yang justru menunjukkan pengaruh yang positif dan signifikan. Penelitian
ini bertujuan untuk menguji pengaruh dari pengungkapan informasi Corporate Social
Responsibility (CSR) dalam laporan tahunan perusahan terhadap respon pasar terhadap laba
perusahaan (earning response coefficient, ERC) dengan pertumbuhan laba sebagai variable
moderating.
Penelitian ini menggunakan perusahaan di dalam sektor industri dasar dan kimia sebagai objek
penelitiannya. Sebuah penelitian yang dilakukan di tahun 2006 oleh Divisi Penelitian
Manajemen Lembaga Manajemen PPM di Indonesia menemukan fakta bahwa walaupun
konsumen menganggap kualitas atau merk suatu produk sebagai faktor yang paling penting,
konsumen mengganggap tanggung jawab sosial perusahaan sebagai faktor terpenting kedua. Hal
tersebut menunjukkan bahwa betapa pentingnya pengungkapan CSR untuk kelangsungan usaha
perusahaan manufaktur.
Oleh karena itu, pada penelitian ini objek penelitian yang digunakan adalah kelompok
perusahaan manufaktur sektor industri dasar dan kimia yang listing di Bursa Efek Indonesia
periode tahun 2009-2014. Menurut UU No 40 Pasal 74 tahun 2007 perusahaan yang
menjalankan kegiatan usahanya dan atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib
melaksanakan CSR. Dengan demikian ada jenis - jenis usaha tertentu yang melakukan kegiatan
CSR bukan sebagai kegiatan yang sifatnya sukarela namun sebagai sebuah kewajiban.
Industri manufaktur adalah industri yang memiliki kaitan yang sangat erat dengan lingkungan
hidup sehingga diwajibkan untuk melakukan dan mengungkapkan mengenai kegiatan CSR.
Betapa tidak, suara - suara yang dihasilkan dari mesin-mesin produksi dapat berpotensi
menghasilkan pencemaran suara. Alat-alat transportasi yang digunakannya dapat berpotensi
menghasilkan pencemaran getaran dan debu. Pemakaian air tanah yang berlebihan, air buangan
yang belum memenuhi baku mutu, rembesan minyak/oli, kebocoran bahan bakar berpotensi
menghasilkan pencemaran air. Lalu gas-gas yang dihasilkan dapat berakibat pada pencemaran
udara bila tidak diperhatikan.
Penelitian yang dilakukan oleh Galih Imamy Gunady (2006) telah membuktikan bahwa PT.
Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk, selaku produsen semen (subsector industri dasar dan kimia)
terbesar kedua di Indonesia, telah menimbulkan pencemaran lingkungan di dalam proses
produksinya. Kegiatan penambangan yang dilakukan PT. Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk
telah memberikan dampak terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat di desa Lulut. Dampak
tersebut berupa perubahan lingkungan dan perubahan dalam aspek sosial ekonomi masyarakat.
Melalui penelitian yang telah dilakukan, menunjukkan bahwa perubahan awal yang terjadi
setelah adanya penambangan, yaitu berupa polusi udara yang berasal dari debu-debu hasil
penambangan, kebisingan dan getaran – getaran akibat proses peledakkan. Yang selanjutnya
mengikuti adalah perubahan dalam aspek sosial ekonomi masyarakat, dimana terjadi peralihan
mata pencaharian penduduk dari sektor pertanian ke sektor di luar pertanian.
Alasan lain pemilihan perusahaan manufaktur sektor industri dasar dan kimia sebagai objek
penelitian adalah karena masih sedikit penelitian terdahulu yang menggunakan perusahaan
manufaktur sebagai objek penelitiannya terlebih pada perusahaan manufaktur sektor industri
dasar dan kimia. Pada penelitian terdahulu sering kali para peneliti sebelumnya menggunakan
perusahaan pertambangan sebagai objek penelitiannya.
Beberapa penelitian terdahulu telah mencoba untuk mengungkapkan aktivitas CSR sebagai
tanggung jawab sosial perusahaan berpengaruh secara positif terhadap nilai perusahaan.
Penelitian tersebut diantaranya dilakukan oleh Balabanis dkk (1988) yang menunjukkan bahwa
pengungkapan CSR yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan yang listing di London Stock
Exchange berkorelasi positif dengan profitabilitas secara keseluruhan. Dahlia dan Siregar (2008)
menunjukkan hubungan positif Corporate Social Responsibility dan kinerja perusahaan yang
diukur dengan menggunakan ROE dan CAR. Selain itu penelitian Indonesia yang menunjukkan
hubungan positif, penelitian yang dilakukan oleh Danu Candra Irawan (2011) menunjukkan
bahwa terdapat hubungan yang positif antara Corporate Social Responsbility terhadap kinerja
pasar perusahaan dengan growth sebagi variable kontrolnya dengan objek penelitian pada
perusahaan sektor manufaktur.
Tetapi, pada penelitian Rimba Kusumadilaga (2010) mengambil kesimpulan bahwa variable
CSR berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan, namun variabel profitabilitas sebagai
variabel moderating tidak dapat mempengaruhi hubungan CSR dan nilai perusahaan. Rimba
Kusumadilaga menggunakan ROA sebagai alat ukur profitabilitas terhadap nilai perusahaan.
Finch (2005) mengatakan bahwa motivasi perusahaan untuk melakukan CSR adalah untuk
mengkomunikasikan kinerja manajemen dalam mencapai tujuan perusahaan dalam jangka
panjang kepada stakeholder, seperti maksimalisasi profit, meningkatnya competitive advantage,
dan penciptaan image yang baik Ini didukung dengan penelitian Nurmaya Saputri (2010) yang
berpendapat bahwa CSR berpengaruh terhadap citra perusahaan dan Klement Podnar (2007) juga
berpendapat bahwa CSR sebagai salah satu alat marketing perusahaan untuk membangun citra
perusahaan seiring dengan loyalitas konsumen, sehingga dapat meningkatkan laba perusahaan.
Yosefa Sayekti Ludovicious Sensi Wondabio (2007) dengan tujuan penelitian adalah untuk
menguji pengaruh dari tingkat pengungkapan informasi CSR dalam laporan tahunan perusahaan
terhadap ERC (Earning Response Coefficient) mempunyai hasil yang berbeda. Penelitian ini
menggunakan sampel sebanyak 108 laporan tahunan perusahaan untuk tahun 2005. Kesimpulan
dari pengujian analisa regresi berganda yang menggunakan metode regresi ordinary least square
(OLS) cross-sectional dengan memasukkan variabel beta (sebagai proksi risiko) dan price-to-
book value (sebagai proksi dari growth opportunities) menunjukkan hasil bahwa tingkat
pengungkapan informasi CSR dalam laporan tahunan perusahaan berpengaruh negatif terhadap
ERC. Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa investor mengapresiasi informasi CSR yang
diungkapan dalam laporan tahunan perusahaan. Tetapi di dalam keterbatasan penelitiannya
penelitian ini tidak membedakan jenis industri perusahaan, yang mungkin saja dapat
mempengaruhi tingkat implementasi CSR dalam laporan tahunan perusahaan, dan pengaruhnya
terhadap ERC.
Perusahaan manufaktur di sektor industri dasar dan kimia dalam menerapkan CSR merupakan
kewajiban yang telah diatur oleh undang – undang. Sebagai perusahaan manufaktur, loyalitas
konsumen telah menjadi faktor yang signifikan terhadap operasional perusahaan. Didukung
dengan, penelitian yang membuktikan secara empiris dimana perusahaan yang terus-menerus
tumbuh, dengan mudah menarik reaksi investor, dan ini merupakan sumber dari nilai
perusahaan. Informasi laba pada perusahaan-perusahaan ini akan direspon positif oleh pemodal
di dalam penelitian Zahroh Naimah (2006).
Hasil dari beberapa penelitian terdahulu masih terjadi research gap sehingga menarik perhatian
penulis untuk melakukan penelitian lebih lanjut. Penelitian ini bertujuan ingin menguji kembali
apakah implementasi CSR berpengaruh terhadap nilai perusahan sebagai reaksi dari citra
perusahaan yang positif yang mendorong pertumbuhan penjualan. Akibat dari pertumbuhan
penjualan tersebut seiring dengan laba yang dihasilkan oleh perusahaan, dan bagaimana respon
investor terhadap laba akuntansi tersebut, serta kepada nilai perusahaan. Berdasarkan latar
belakang masalah yang disajikan di atas, maka penulis tertarik untuk mencoba melakukan
penelitian mengenai pengaruh implementasi CSR terhadap nilai perusahaan manufaktur sektor
industri dasar dan kimia yang dituangkan dalam bentuk penelitian dengan judul
“Pengaruh Implementasi Corporate Social Responsibility (CSR) dan Earnings Response
Coefficient (ERC) Terhadap Nilai Perusahaan dengan Pertumbuhan Laba sebagai
Variabel Moderating (Studi Pada Perusahaan Manufaktur Sektor Industri Dasar dan
Kimia Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia)”.
1.2 Identifikasi Masalah
Dari uraian latar belakang di atas, penulis telah mengidentifikasikan masalah yang kemudian
dijadikan sebagai dasar untuk melakukan penelitian ini, yaitu sebagai berikut :
1. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan antara implementasi CSR terhadap
pertumbuhan laba di perusahaan manufaktur sektor industri dasar dan kimia ?
2. Apakah implementasi CSR berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan manufaktur
sektor industri dasar dan kimia pada saat terjadi peningkatan laba?
3. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan antara pertumbuhan laba dengan Earning
Response Coefficient ?
4. Apakah ada pengaruh yang signifikan antara implementasi CSR dan Earning Response
Coefficient dengan pertumbuhan laba yang meningkat pada nilai perusahaan?
1.3 Pembatasan Masalah
Pembatasan masalah dilakukan agar suatu penelitian mempunyai ruang lingkup dan arah
penelitian yang jelas. Dalam penelitian ini, penulis ingin membatasi masalah yang akan diteliti
dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut :
1. Metode pengukuran profitabilitas yang berpengaruh kepada nilai perusahaan, yaitu yang
digambarkan dengan pertumbuhan laba yang dialami oleh perusahaan
2. Pengukuran ERC adalah CAR (Cummulative Abnormal Return) sebagai reaksi investor
terhadap pengungkapan CSR.
3. Penelitian ini dilakukan pada perusahaan manufaktur di sektor industri dasar dan kimia.
1.4 Tujuan Penelitian
Berdasarkan identifikasi masalah yang telah dijabarkan sebelumnya, maka tujuan penelitian ini
adalah :
1. Untuk mengetahui pengaruh implementasi CSR terhadap pertumbuhan laba di
perusahaan manufaktur di sektor industri dasar dan kimia.
2. Untuk mengetahui pengaruh positif implementasi CSR dengan nilai perusahaan pada saat
terjadi pertumbuhan laba yang naik sebagai variabel moderating.
3. Untuk mengetahui reaksi investor yang digambarkan oleh variabel Earning Response
Coefficient (ERC) terhadap laba akuntasi yang meningkat.
4. Untuk mengetahui pengaruh implementasi CSR dan Earning Response Coefficient (ERC)
dengan pertumbuhan laba pada nilai perusahaan.
1.5 Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan akan berguna bagi pihak-pihak di bawah ini :
1. Penulis sendiri
Penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan wawasan dan pengetahuan penulis
terkait pengaruh implementasi CSR terhadap pertumbuhan laba dan bagaimana variabel
tersebut menjadi variabel moderating terhadap nilai perusahaan. Bagaimana ERC dapat
terpengaruh akan laba akuntansi dari pertumbuhan penjualan serta loyalitas konsumen.
2. Bagi perusahaan – perusahaan yang menjadi subjek penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi yang relevan bagi pengambilan
keputusan bagi perusahaan dalam menerapkan CSR, bukan hanya untuk motif normatif
yang sesuai dengan kontrak sosial tetapi juga sebagai motif bisnis. Sehingga diharapkan
CSR dapat meningkatkan nilai perusahaan.
3. Bagi Investor
Penelitian diharapkan dapat memberikan gambaran untuk mempertimbangkan aspek-
aspek yang perlu diperhitungkan dalam investasi yang tidak hanya dilihat pada ukuran-
ukuran moneter.
4. Bagi peneliti lain
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan dapat dijadikan acuan bagi
peneliti lain yang akan meneliti topik – topik yang berkaitan dengan CSR, ERC, dan nilai
perusahaan.
1.6 Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan dengan mendapatkan laporan keuangan dan laporan CSR dari
perusahaan manufaktur di sektor industri dasar dan kimia yang telah terdaftar di Bursa Efek
Indonesia. Penelitian ini dilakukan dengan periode 3 tahun, yaitu 2010 – 2013.