Download - Penentuan Kadar Tirosin Dalam Protein
Laporan Praktikum Biokimia I
LAPORAN TETAP
PRAKTIKUM BIOKIMIA
I. NOMOR PERCOBAAN : IX (SEMBILAN)
II. NAMA PERCOBAAN :
PENENTUAN KADAR TIROSIN
DALAM KASEIN
III. TUJUAN :
Menentukan kadar tirosin dalam kasein
serta dapat membuat kurva kalibrasinya.
IV. DASAR TEORI
Kadar protein yang terkandung dalam setiap bahan berbeda-beda. Karena
itu, pengukuran kadar protein suatu bahan sangat diperlukan. Untuk dapat
menghitung kadar protein, maka diperlukan spektrofotometer dengan cara
penembakan sampel. Untuk itulah maka pada praktikum ini dilakukan percobaan
untuk menentukan kadar protein. Sifat protein jika dilarutkan dengan asam klorida
dan enzim protease akan mengahasilkan asam amino karboksilat. Di sisi lain
protein dapat mengalami denaturasi yaitu perubahan struktur protein yang
menimbulkan perubahan sifat fisika, kimia dan biologi.
Metode Spektrofotokopi dengan ultraviolet yang diserap bukan cahaya
tampak ultra ungu (ultraviolet). Dalam spektrofotokopi ultra ungu energii cahaya
tampak terserap digunakan untuk transfuse elektron. Karena energi cahaya
ultraviolet dapat menyebabkan transfuse elektron (Hendayana, 1997).
Protein juga memiliki molekul besar dengan bobot molekul bervariasi
antara 5000 sampai jutaan. Dengan cara hidrolisis oleh asam atau oleh enzim,
protein akan menghasilkan asam-asam amino. Protein mempunyai sifat yang
sangat dipengaruhi oleh suhu tinggi, pH, dan pelarut organik.
Jenis asam amino yang kita gunakan adalah Tirosin dengan rumus :
Riska Ria Lestari (06101410016) 1
Laporan Praktikum Biokimia I
Tirosin adalah salah satu jenis asam amino dalam protein. Tirosin ini
mempunyai gugus fenol dan bersifat asam lemah. Tirosin dapat diperoleh dari
kasein, yaitu protein dalam keju atau susu.
Pada percobaan ini kita akan melakukan pemurnian tirosin dari kaseinnya
dengan melarutkan tirosin ke dalam berbagai larutan yang bersifat asam, alcohol,
maupun senyawa yang mengandung logam berat. Dengan demikian, kita harus
memperhatikan sifat-sifat protein antara lain :
1. ionisasi
seperti asam amino, protein juga larut dalam air akan membentuk ion yang
mempunyai muatan positif dan negative. Dalam suasanan asam molekul
protein akan membentuk ion positif, sedangkan dalam suasana basa akan
membentuk ion negative. Pada titik isolistriknya protein mempunyai
muatan positif dan negative yang sama, sehingga tidak bergerak kea rah
elektroda positif maupun negative apabila ditempatkan diantara kedua
electrode tersebut. Ionisasi protein dapat digambarkan sebagai berikut :
protein+ H+ + +protein-
kation ion zwitter
Protein memiliki titik isolistrik yang berbeda-beda sebagaimana yang
tertera dalam table berikut :
Tabel Titik Isolistrik Berbagai Protein :
Protein Sumber pH isolistrik
Albumin telur Telur 4,55 – 4,90
Insulin Pancreas 5,3 – 5,35
Albumin serum Darah 4,88
Kasein Susu sapi 4,6
Gelatine Kulit sapi 4,8 – 4,85
Globulin serum Darah 5,4 – 5,5
Fibroin Sutera 2,0 – 2,4
Gliadin Terigu 6,5
Titik isolistrik protein mempunyai arti penting karena pada
umunya sifat fisika, dan kimia erat hubungannya dengan pH isolistrik.
Riska Ria Lestari (06101410016) 2
Laporan Praktikum Biokimia I
Pada pH diatas titik isolistrik protein bermuatan negative, sedangkan di
bawah titik isolistrik protein bermuatan negative.
Oleh karena itu untuk megendapkan protein dengan ion logam,
diperlukan pH larutan diatas titik isolistrik, sedangkan pengendapan oleh
ion negative memerlukan pH dibawah titik isolistrik. Ion-ion posisitf yang
mengendapkan protein antara lain ialah Ag+, Ca++, Zn++, Hg++, Fe++, CU++,
dan Pb++, sedangkan ion negative yang dapat mengendapkan protein
adalah ion salisilat, triklorasetat, pikrat, tanat dan sulfosalisilat.
Berdasarkan sifat tersebut putih teluratau susu dapat digunakan sebagai
antidotum atau penawar racun apabila orang keracunan logam berat.
2. Denaturasi
Protein akan mengalami koalgulasi apabila dipanaskan pada suhu 50oC
atau lebih. Koagulasi ini hanya terjadi apabila larutan protein berada pada
titik isolistriknya. Protein yang terdenaturasi pada titik isolistriknya masih
dapat alrut pada pH di luar titik isolistrik tersebut. Air ternyata diperlukan
untuk proses denaturasi oleh panas. Disamping pH, sushu tinggi dan ion
logam berat, denaturasi dapat pula terjadi oleh adanya gerakan mekanik,
alcohol aseton, eter dan detergen.
3. Viskositas.
Viskositas adalah tahanan yang timbul karena adanya gesekan antara
molekul-molekul di dalam zat cair yang mengalir. Suatu larutan protein
dalam air mempunyai viskositas atau kekentalan yang relative besar
daripada viskositas air sebagai pelarutnya.
4. Kristalisasi
Banyak protein yang telah diperoleh dalam bentuk kristal. Meskipun
demikian proses kristalisasi untuk berbagai jenis protein tidak selalu sama,
artinya ada yang dengan mudah dapat terkristalisasi, tetapi ada pula ynag
sukar.
5. Sistem Koloid
Molekul protein apabila dilarutkan dalam air mempunyai sifat koloid,
yang tidak dapat menembus membrane atau kertas perkamen.
Riska Ria Lestari (06101410016) 3
Laporan Praktikum Biokimia I
Pemurnian Protein
Langkah awal yang dalam pemurnian protein ini ialah menentukan bahan
alam yang akan diproses. Penentuan ini didasarkan pada kadar protein yang
terkandung didalamnya. Tentu saja dipilih bahan alam yang mempunyai kadar
protein tinggi dan mudah diperoleh. Analisis terhadap kadar protein dalam bahan
alam tersebut perlu dilakukan untuk memperoleh data tentang kadar protein yang
akan dimurnikan. Setelah itu protein akan dilarutkan ke dalam air atau pelarut
lainnya. Namun, disini juga harus diperhatikan sushu dan pH larutan agar tidak
merusak protein.
Dalam percobaan ini untuk menentukan kadar atau konsentrasi protein ini
kita menggunakan spectrometer yang berfunsgi untuk menentukan transmittan
maupun adsorbannya.
Tyrosin dapat diubah menjadi asam P-hidroksi fenil piruvat dengan cara
transaminasi. Reaksi ini berlangsung dengan bantuan enzim tyrosin ketoglutarat.
Selanjutnya melalui beberapa tahap reaksi asam P- hidroksi fenil piruvat diubah
menjadi asam fumarat dan asam astoasetat.
Tyrosin dapat dibentuk dari fenil alanin hidroksilasi sebagai katalis.Dalam
proses ini aada dua tahap, yaitu :
1. Tahap 1
Reduksi hidrobiopterin oleh NADPH menjadi tetra biobpterindan
2. Tahap 2
Reduksi O2 menjadi H2O dan pengubahan fenil alanin menjadi tyrosin
kemudian
menjadi hidrobiopterin kembali.
Riska Ria Lestari (06101410016) 4
Laporan Praktikum Biokimia I
V. ALAT DAN BAHAN
1. ALAT
1. beker gelas
2. gelas ukur
3. pipet tetes
4. penangas air
5. refluks kondensor
6. pipet tetes
7. corong pemisah
8. pengaduk kaca
9. porselen
10. statif dan klem
11. erlenmeyer
12. spektometer
13. kuvet
14. neraca analitik
15. kaca arloji
16. labu bundar
17. penjepit kayu
2. BAHAN:
1. Kasein
2. Tirosin
3. NaOH 6 N 20 ml
4. H2SO4 7 N 30 ml
5. Larutan Tirosina standard 1
ml
6. HgSO4 (5%) 3 ml
7. H2SO4 5 N
8. H2SO4 7 N 2 ml
9. NaNO2 (0,2%) 2 ml
10. 12 ml air
VI. PROSEDUR PERCOBAAN
Hidrolisa 1,0 gr Kaseina dengan 20, 0 ml NaOH 6 N pada refluks
kondensor dalam penangas air selama 4 jam. Tambahkan hati-hati 30 ml H2SO4 7
N. campur. Tempatkan 1,0 ml hidrolisat ke dalam tabung yang bersih dan kering.
Pada tabung-tabung lain pipet masing-masing 1,0 ml larutan tirosina standard
dengan lima macam kadar yang berbeda. Tambahkan 3 ml HgSO4 5 % dalam
H2SO4 5 N pada semua tabung. Panaskan dalam penangas air yang mendidih
selama 10 menit. Dinginkan dan tambahkan ke dalam masing-masing tabung 2 ml
H2SO4 7 N dan 2 ml NaNO2 0,2 %. Campur dan tambahkan 12 ml air ke dalam
masing-masing tabung. Baca ekstingsinya pada spectrometer dengan λ maks = 470
nm.
Riska Ria Lestari (06101410016) 5
Laporan Praktikum Biokimia I
VII. HASIL PENGAMATAN
Pengukuran % Transmittan larutan Tirosina Standar :
Kadar tyrosin
(%)
absorban
1 0.007
2 0.013
3 0.017
4 0.021
5 0.055
VIII. Analisa Data
Perhitungan regresi linier konsentrasi terhadap adsorbannya :
X = konsentrasi
Y = Adsorban
X Y XY X2
1 0.007 0,007 12 0.013 0,026 43 0.017 0,051 94 0.021 0,084 165 0.055 0,275 25
∑ ¿15 0,113 0,443 55
N . XY - X . Y Slope =
N . X2 – (X)2
5 . 0,443 – 15 . 0,113 =
5 . 55 – (15)2
2,215 – 1,695 =
275 – 225
= 0,0104
Riska Ria Lestari (06101410016) 6
Laporan Praktikum Biokimia I
Y . X2 - X . XY Intersep =
N . X2 – (X)2
0,113 . 55 – 15 . 0,443 =
5 . 55 – (15)2
6,215 – 6,645 = = - 0,0086
275 – 225
Maka diperoleh persamaan regresi linier :
Y = AX + B
Y = 0,0104 X + (-0,0086)
X 0 1 2 3 4 5
Y -0,0086 0,0018 0,0122 0,0226 0,033 0,0434
Riska Ria Lestari (06101410016) 7
Laporan Praktikum Biokimia I
Tabel Hasil Persamaan Regresi
Riska Ria Lestari (06101410016) 8
Laporan Praktikum Biokimia I
IX. REAKSI
X. PEMBAHASAN
Riska Ria Lestari (06101410016) 9
Laporan Praktikum Biokimia I
Percobaan ini merupakan penentuan kadar tyrosein dalam kasein, dengan
cara membandingkan hidrolisat kasein dengan larutan standar yang telah dibuat
dan diukur mengunakan spektrometer UV/Vis. Hidrolisat yang dimaksud adalah
larutan yang terdiri dari 1 mg kasein yang direfluks dengan 20 ml NaOH 6 N yang
kemudian ditambah sedikit demi sedikit H2SO4 7 N. Setelah 4 jam di refluks,
hidrolisat diambil sebanyak 1 ml dan dicampur dengan larutan Tyrosin standar
yng berbeda konsentrasi. Larutan tyrosin staandar yang berbeda konsentrasi
tersebut bertujuan untuk mendapatkan adsorbansi yang berbeda-beda sehingga
dapat memprediksi absorbansi sampel kasein.
Kasein yang digunakan dalam percobaan ini merupakan hasil yang
didapatkan dari hasil percobaan sebelumnya yang kemudian diteruskan untuk
dilakukan pengujian terhadap kadar tirosinnya.
Proses refluks menggunakan suhu konstan yang berkisar 40 oC. Hal ini
dikarenakan protein mengalami denaturasi pada suhu 40 oC, dimana protein atau
asam nukleat kehilangan struktur tersier dan struktur sekunder dengan penerapan
beberapa tekanan eksternal atau senyawa, jika protein dalam sel protein sel hidup
didenaturasi menyebabkan gangguan terhadap aktivitas sel dan kemungkinan
kematian sel. Pada proses ini diharapkan kandungan tirosin dalam kasein
mengalami pemisahan sehingga dapat ditentukan kadarnya.
Saat kasein dihidrolisa dengan NaOH, kasein akan tercampur dan terikat
secara sempurna dalam suhu yang stabil sehingga larutan bersifat basa. Hal seperti
ini dapat terjadi karena konsentrasi (HO-) yang tinggi mampu mengikat ion-ion H+
yang terdapat pada gugus –NH3+ . Dan ketika larutan ditambahkan dengan asam
sulfat, maka akan terjadi pengikatan asam oleh basa dalam larutan kasein itu.
Refluks dilakukan selama 4 jam, dari hasil refluks didapatkan larutan yang bening
tak berwarna.
Kemudian larutan standar tirosin ditambahkan dengan HgSO4 5 % dalam
H2SO4 5 N dengan kadar konsentrasi yang berbeda pada 5 tabung. Hal ini
bertujuan untuk mengendapkan protein dengan ion logam positif yaitu Hg++.
Penambahan H2SO4 pada larutan protein akan menyebabkan struktur molekul
asam amino. Hal ini terjadi karena konsentrasi H+ yang tinggi mampu berikatan
Riska Ria Lestari (06101410016) 10
Laporan Praktikum Biokimia I
dengan ion –COO-, sehingga membentuk gugus –COOH. Setelah itu larutan yang
telah dicampurkan dengan kadar yang berbeda dipanaskan menggunakan
penangas air yang mendidih selama 10 menit dan untuk selanjutnya dinginkan
lalu tambahkan ke dalam masing-masing tabung tadi H2SO4 dan NaNO2.
Penambahan NaNO2 pada larutan tirosin bertujuan untuk memberikan
warna. Warna yang terjadi akibat penambahan NaNO2 yaitu terjadinya warna
merah pada larutan protein. Adanya warna merah pada larutan protein ini karena
kita akan menghitung adsorban pada larutan protein dengan menggunakan
spektrofotometer. Karena alat spektrofotometer ini menggunakan cahaya UV-Vis
yang menggunakan warna dalam penganalisisannya. Dari hasil pengukuran
diperoleh harga absorbansi yang sebanding lurus dengan konsentrasi larutan.
Semakin besar konsentrasi larutan maka harga absorbansinya semakin besar.
Pengukuran absorbansi larutan ini harus dilakukan dengan cepat karena jika
larutan dibiarkan terlalu lama hal ini akan mengubah warna larutan karena adanya
reaksi dengan lingkungan.
XI. Kesimpulan
Riska Ria Lestari (06101410016) 11
Laporan Praktikum Biokimia I
1. Berdasarkan hasil pengamatan,semakin besar konsentrasi larutan asam
amino maka semakin besar pula nilai adsorbannya.
2. Semakin besar konsentrasi larutan tirosin yang digunakan, maka warna
yang ditimbulkan akan semakin pekat, sesuai dengan semakin besarnya
kuantitas analit yang ada dalam larutan.
3. Proses kondensasi menggunakan suhu konstan yakni 40oC
4. Alat spektrofotometer ini menggunakan cahaya UV-Vis yang
menggunakan warna dalam penganalisisannya.
5. Pengukuran absorbansi larutan dengan menggunakan spektrometri ini
harus dilakukan dengan cepat karena jika didiamkan terlalu lama akan
mempengaruhi hasil pengamatan yang didapat karena warna larutan akan
berubah seiring dengan bereaksinya dengan udara luar.
6. Penambahan NaNO2 bertujuan untuk mengubah larutan yang awalnya
bening pada saat penambahan dengan H2SO4 menjadi kemerahan saat
penambahan NaNO2.
7. Dari hasil pengukuran diperoleh harga absorbansi yang sebanding lurus
dengan konsentrasi larutan. Semakin besar konsentrasi larutan maka harga
absorbansinya semakin besar.
8. Kondensor merupakan tempat terjadinya proses kondensasi dimana pada
saat larutan menguap menjadi cair uapnya tidak keluar atau pun habis.
XII. DAFTAR PUSTAKA
Riska Ria Lestari (06101410016) 12
Laporan Praktikum Biokimia I
Arbianto, Purwo. 1993. Biokimia Konsep-Konsep Dasar. Bandung:ITB
Khopkar, S.M, 2003. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta :UI Press
Martoharsono, Soeharsono. 1998. Biokimia Jilid 1. Yogyakarta :Gajah Mada University Press .
Pudjiadi, Anna. 1994. Dasar-dasar Biokimia. Jakarta:Universitas Indonesia
Sukaryawan, Made. 2011. Petunjuk Praktikum Biokimia. Universitas Sriwijaya:Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.
XIII. GAMBAR ALAT
Riska Ria Lestari (06101410016) 13
Laporan Praktikum Biokimia I
1. beker gelas
2. gelas ukur
3. pipet tetes
4. penangas air
5. kondensor
6. corong pemisah
7. pengaduk kaca
8. porselen
Riska Ria Lestari (06101410016) 14
Laporan Praktikum Biokimia I
9. statif dan klem
10. erlenmeyer
11. spektometer
12. kuvet
13. neraca analitik
14. kaca arloji
15. pembakar bunsen
16. kaki tiga penyangga
17. kawat kasa
Riska Ria Lestari (06101410016) 15
Laporan Praktikum Biokimia I
18. labu bundar
19. penjepit tabung
Riska Ria Lestari (06101410016) 16