Download - Pendahuluan.doc
BAB 1
PENDAHULUAN
Atresia ani, Hirschprung disease, dan volvulus merupakan tiga dari
sekian banyak kasus kegawatdaruratan di bidang bedah anak yang
memerlukan intervensi segera. Ketiga hal ini kebanyakan terjadi pada periode
neonatus walaupun pada beberapa kasus dilaporkan dapat terjadi pada anak
usia besar bahkan dewasa. Atresia ani adalah suatu kelainan kongenital
dimana menetapnya membrane anus sehingga anus tertutup. Defek ini tidak
selalu total, kadangkala sebuah lubang sempit masih memungkinkan
keluarnya isi usus. Bila penutupannya total anus tampak sebagai lekukan kulit
perineum, keadaan ini seringkali disertai atresia rectum bagian bawah. (Alpha
F, 2011)
Atresia ani paling sering terjadi pada bayi yang baru lahir. Frekuensi
seluruh kelainan kongenital anorektal didapatkan 1 dari tiap 5000-10000
kelahiran, sedangkan atresia ani didapatkan 1 % dari seluruh kelainan
kongenital pada neonatus dan dapat muncul sebagai penyakit tersering.
Jumlah pasien dengan kasus atresia ani pada laki-laki lebih banyak ditemukan
dari pada pasien perempuan. (Alpha F,2011)
Insiden terjadinya atresia ani berkisar dari 1500-5000 kelahiran hidup
dengan sedikit lebih banyak terjadi pada laki-laki. 20 % -75 % bayi yang
menderita atresia ani juga menderita anomali lain. Kejadian tersering pada
laki-laki dan perempuan adalah anus imperforata dengan fistula antara usus
distal uretra pada laki-laki dan vestibulum vagina pada perempuan.3 Di
Indonesia, angka kajadian kasus sekitar 90 %. Berdasarkan dari data yang
didapatkan penulis, kasus atresia ani yang terjadi di Jawa Tengah khususnya
Semarang yaitu sekitar 50 % dari tahun 2007-2009. (Yusri,2013)
Volvulus terjadi diberbagai tempat di saluran pencernaan. Manifestasi
klinis berupa muntah hijau dengan atau tanpa distensi abdomen yang
berhubungan dengan obstruksi duodenum atau volvulus midgut. Pada
pemeriksaan fisik ditemukan adanya distensi abdomen dan terkadang teraba
vi
massa akibat penumpukan makanan. Gejala klinis tidak terlalu khas untuk
mendiagnosis sehingga diperlukan pemeriksaan penunjang berupa
laboratorium dan radiologi untuk menegakan diagnosis volvulus.1 Insidensi
volvulus di dunia bervariasi, dengan kejadian volvulus usus besar berkisar 1-
5% dari seluruh penyebab obstruksi letak rendah. Di dunia bagian barat,
populasi volvulus usus besar 80% adalah volvulus sigmoid, diikuti dengan
volvulus sekum sebanyak 15%, kolon transversal 3% dan fleksura splenik
(kolon antara bagian transversal dan asending) 2%. Kondisi ini juga serupa
dengan kondisi di daerah Afrika, Asia bagian selatan dan Amerika selatan. Di
daerah "volvulus belt" di Afrika dan Timur Tengah, kejadian volvulus bahkan
mencapai 50% dari penyebab obstruksi usus besar. Volvulus lainnya dapat
terjadi di gaster dan midgut. (Yusri,2013)
Volvulus lebih sering terjadi pada anak yaitu akibat abnormalitas
mesenterium yang terlalu panjang, dengan basis yang sempit, usus yang tidak
terfiksasi dengan baik dan malrotasi saat masa embriologi. Volvulus banyak
menyerang usia neonatus 68-71%. Infant dengan malrotasi, sebanyak 40%
bermanifestasi klinis saat minggu pertama kelahiran, 50% pada bulan
pertama, sisanya bermanifestasi lebih dari 1 bulan. (Alpha F, 2011)
Keterlambatan diagnosis dan tatalaksana dapat mengakibatkan terjadinya
nekrosis interstinal, short bowel syndrome, dan ketergantungan pada nutrisi
parenteral total. Penanganan operatif yang darurat seringkali dibutuhkan
untuk mencegah iskemia intestinal atau untuk melakukan reseksi pada
lengkung usus yang telah mengalami infark. ( Alpha F, 2011)
vii