Pencemaran Mikroplastik Pada Gurita Octopus spp. di Perairan
Pulau Pramuka Kepulauan Seribu
IVAN REZA FADILAH
11140950000035
PROGRAM STUDI BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2021 M / 1443 H
PENCEMARAN MIKROPLASTIK PADA GURITA
Octopus spp. DI PERAIRAN PULAU PRAMUKA
KEPULAUAN SERIBU
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains
Pada Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
IVAN REZA FADILAH
11140950000035
Menyetujui
Pembimbing I,
Dr. Fahma Wijayanti, M. Si
NIP. 196903172003122001
Pembimbing II,
Mardiansyah, M.Si
NUP. 9920112737
Mengetahui,
Ketua Program Studi Biologi
Fakultas Sains dan teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Dr. Priyanti, M.Si
NIP. 197505262000122001
ii
PENGESAHAN UJIAN
Skripsi berjudul “Pencemaran Mikroplastik pada Gurita Octopus spp. di
Perairan Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu” yang ditulis oleh Ivan Reza
Fadilah, NIM 11140950000035 telah diuji dan dinyatakan LULUS dalam sidang
munaqosyah Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah pada tanggal 11 Agustus 2021. Skripsi ini telah diterima sebagai
salah satu syarat untuk memperolah gelar Sarjana Strata Satu (S1) Program Studi
Biologi.
Menyetujui:
Penguji I,
Dr. Priyanti, M. Si
NIP. 197505262000122001
Penguji II,
Dr. Megga Ratnasari Pikoli, M.Si
NIP. 197203222002122002
Pembimbing I,
Dr. Fahma Wijayanti, M. Si
NIP. 196903172003122001
Pembimbing II,
Mardiansyah, M.Si
NUP. 9920112737
Mengetahui,
Dekan Fakultas Sains dan Teknologi
Nashrul Hakiem, S.Si M.T., Ph.D
NIP. 197106082005011005
Ketua Program Studi Biologi
Dr. Priyanti, M. Si
NIP. 197505262000122001
i
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR
HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI
SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU
LEMBAGA MANAPUN.
Jakarta, Agustus 2020
IVAN REZA FADILAH
NIM: 11140950000035
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah SWT, Tuhan Semesta Alam serta Rahmat dan
Karunia yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul
“Pencemaran Mikroplastik Pada Gurita Octopus spp. di Perairan Pulau
Pramuka Kepulauan Seribu” dalam rangka Tugas Akhir sebagai syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Sains pada Program Studi Biologi Fakultas Sains dan
Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penulis menyampaikan rasa terimakasih kepada semua pihak atas segala
bimbingan dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis selama menyusun hasil
penelitian ini. Ucapan terimakasih terutama ditujukan kepada:
1. Nashrul Hakiem, S.Si, M.T, Ph.D, Dekan Fakultas Sains dan Teknologi UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta
2. Dr. Priyanti, M.Si., ketua prodi Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi
3. Dr. Fahma Wijayanti, M.Si Pembimbing I yang bersedia membimbing dan
memberi nasihat yang membangun kepada penulis.
4. Mardiansyah, M.Si Pembimbing II yang bersedia membimbing dan memberi
nasihat yang membangun kepada penulis.
5. Orang tua penulis yang telah memberikan izin, dukungan materi dan moril, serta
mendoakan sampai saat ini.
6. Teman-teman Biologi angkatan 2014 yang telah membantu penulis dan
memberi arahan sehingga penulis bisa menyelesaikan proposal penelitian ini.
Penulis menyadari penyusunan proposal masih jauh dari sempurna. Penulis
sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca agar di
kemudian hari penulis dapat menghasilkan karya ilmiah yang lebih baik lagi.
Jakarta, Agustus 2021
Penulis
iii
ABSTRAK
Ivan Reza Fadilah. Pencemaran Mikroplastik Pada Gurita Octopus spp. Di
Perairan Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu. Skripsi. Program Studi Biologi.
Fakultas Sains dan Teknologi. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta. 2021. Dibimbing oleh Dr. Fahma Wijayanti dan Mardiansyah, M. Si.
Mikroplastik telah mengkontaminasi biota laut salah satunya gurita, sehingga
diperlukan penelitian untuk menganalisis mikroplastik pada gurita. Penelitian ini
bertujuan untuk menganalisis kelimpahan dan bentuk mikroplastik pada gurita dan
hubungan panjang dan berat tubuh gurita dengan jumlah mikroplastik di perairan
Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu. Metode penentuan titik pengambilan sampel
menggunakan purposive sampling pada tempat yang menjadi habitat gurita. Gurita
didapatkan sebanyak 10 individu dan 3 spesies yaitu, Octopus cyanea, Cistopus
indicus, dan Cistopus taiwanicus. Jumlah mikroplastik yang ditemukan di saluran
pencernaan dari 10 idnividu gurita sebanyak 3026 partikel dan terdapat 3 bentuk
mikroplastik yaitu, fiber, fragmen, dan pellet. Fragmen merupakan jenis mikroplastik
yang paling banyak ditemukan pada saluran pencernaan dan bagian permukaan tubuh
gurita. Bagian permukaan tubuh gurita lebih banyak terkontaminasi oleh
mikroplastik dibandingkan dengan sistem pencernaan pada gurita. Berat tubuh gurita
tidak memiliki pengaruh terhadap mikroplastik dalam saluran pencernaan dan
memiliki pengaruh yang kecil terhadap luar permukaan gurita. Panjang total tubuh
gurita tidak memiliki pengaruh terhadap mikroplastik dalam saluran pencernaan
maupun luar permukaan tubuh gurita. Semua sampel gurita telah terkontaminasi
mikroplastik.
Kata Kunci: Gurita, Karakteristik, Mikroplastik
iv
ABSTRACT
Ivan Reza Fadilah. Microplastics Contamination in Octopus Octopus spp. at
Pramuka Island Waters, Seribu Islands. Undergraduate Thesis. Department of
Biology. Faculty of Sains and Technology. The State Islamic University Syarif
Hidayatullah Jakarta. 2021. Advised by Dr. Fahma Wijayanti and
Mardiansyah, M. Si.
Microplastic has contaminated marine biota, one of which is octopus, so research is
needed to analyze the octopus. This study aimed to analyze the number and
characteristic of microplastics in octopus and relationship between length and weight
with the number of microplastics at Pramuka Island Waters, Seribu Islands. The
method of determining the sampling point using purposive sampling in a place that is
an octopus habitat. Octopus were found as many as 10 individuals and 3 species
namely, Octopus cyanea, Cistopus indicus, and Cistopus taiwanicus. The number of
microplastics found in the digestive tract of the octopus are 3026 particles and there
are 3 shapes of microplastics namely, fiber, fragments, and pellets. Fragment is the
most found microplastic in digestive tract and the body surface of octopus. The body
surface of the octopus is more contaminated than digestive tract. The body weight of
the octopus did not affect on amount of microplastic in the digestion of the octopus
and it has a small affect to body surface of octopus. The body length did not affect on
amount of microplastic in the digestion tract and body surface of octopus. All
samples of the octopus were microplastic contaminated.
Keywords: Octopus, Characteristic, Microplastics
v
DAFTAR ISI
halaman
KATA PENGANTAR ................................................................................................ ii
ASTRAK .................................................................................................................... iii
ABSTRACT ................................................................................................................. v
DAFTAR ISI ............................................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................ vii
DAFTAR TABEL ................................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................. ix
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................................... 3
1.3 Tujuan Penelitian ..................................................................................................... 3
1.4 Manfaat Penelitian ................................................................................................... 3
1.5 Kerangka Berpikir ................................................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................ 5
2.1 Plastik ...................................................................................................................... 5
2.2 Sampah Plastik......................................................................................................... 6
2.3 Mikroplastik (MPs) ................................................................................................. 7
2.4 Octopus sp. (Gurita) ................................................................................... 10
BAB III METODE PENELITIAN ......................................................................... 13
3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian ......................................................... 13
3.2 Bahan dan Alat Penelitian .......................................................................... 13
3.3 Cara Kerja .................................................................................................. 14
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN.................................................................. 17
4.1 Faktor Fisika Kimia di Perairan Pulau Pramuka ................................................... 17
vi
4.2 Kelimpahan Mikroplastik Gurita ................................................................. 18
4.3 Bentuk Mikroplastik pada Gurita ............................................................... 20
4.4 Hubungan Parameter Panjang dan Berat Tubuh Gurita dengan Jumlah
Mikroplastik .............................................................................................. 25
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................... 27
5.1 Kesimpulan ............................................................................................................ 27
5.2 Saran ........................................................................................................... 27
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 28
LAMPIRAN .............................................................................................................. 35
vii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Kerangka berpikir penelitian ................................................................. 4
Gambar 2. Bentuk Mikroplastik, (a,b) Fiber, (c,d) Fragmen, (e) Film, (f) Pellet ... 7
Gambar 3. Lokasi Penelitian di Pulau Pramuka Tahun 2019 ............................... 11
Gambar 4. Kelimpahan mikroplastik tiap jenis gurita pada saluran
pencernaan dan permukaan tubuh gurita............................................. 18
Gambar 5. Jumlah tiap bentuk mikroplastik pada gurita ...................................... 21
Gambar 6. Mikroplastik yang ditemukan di saluran pencernaan gurita ............... 24
viii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Faktor fisika kimia perairan Pulau Pramuka ............................................ 17
Tabel 2. Jumlah mikroplastik pada saluran pencernaan gurita .............................. 17
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Dokumentasi Gurita ........................................................................... 35
Lampiran 2. Jumlah Bentuk Mikroplastik Pada Setiap Jenis Gurita ..................... 35
Lampiran 3. Hasil Korelasi Pearson....................................................................... 36
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Plastik merupakan komponen beragam dari polimer sintetis dan memiliki
kepadatan yang rendah, daya tahan tinggi, bahan yang baik sebagai pelindung,
dan memiliki biaya yang rendah membuat plastik ideal untuk berbagai aplikasi
manufaktur ataupun pengemasan (Andrady, 2003). Angka produksi plastik
semakin meningkat tiap tahun, dilaporkan sebanyak 288 juta ton produksi plastik
pada tahun 2012 dan terus bertambah 4% tiap tahunnya (Plastic Europe, 2013).
Plastik memiliki daya tahan hingga bertahun-tahun di lingkungan, dengan
kepadatan yang rendah dan mudah tersebar oleh angin ataupun air, plastik dapat
ditemukan hingga ribuan kilometer dari sumbernya. Sebagai hasilnya, limbah
plastik merupakan limbah yang dapat ditemukan dimana-mana dan tersebar di
seluruh penjuru dunia (Thompson et al., 2009).
Sampah plastik merupakan salah satu ancaman polusi di lautan yang
begitu serius hingga jangka waktu yang lama (Goldberg, 1995). Berlimpahnya
sampah plastik yang masuk ke wilayah laut menyebabkan kerusakan lingkungan
di wilayah pesisir dan laut. Sampah plastik yang masuk ke wilayah laut Indonesia
sebesar 0,48-1,29 juta metrik ton per tahun. Sampah plastik yang melimpah tiap
tahun menyebabkan Indonesia menjadi negara nomor dua setelah Cina dalam
menyumbang sampah plastik ke lautan (Jambeck et al., 2015). Sampah plastik
perlu diperhatikan karena daya tahan plastik yang lama dan adanya senyawa
toksik yang dapat melekat pada susunan polimer plastik (Browne et al., 2008).
Mikroplastik berasal dari degradasi sampah plastik makro di lingkungan
oleh pengaruh sinar Ultra Violet (UV), erosi air, angin, radiasi, dan lainnya (He et
al., 2018). Limbah plastik yang berbentuk makro dan mikro tersebut akan
berakhir di lautan dan menyebabkan masalah pada lingkungan perairan laut
(Eriksen, 2014; He et al., 2018). Cemaran mikroplastik pada air diperkirakan
sebanyak 30 - 960 partikel/liter (Jambeck et al., 2015) yang ditemukan permukaan
air hingga mengendap pada bagian dasar perairan atau sedimen. Ukuran yang
2
kecil dan sifatnya yang persisten di lingkungan dapat mengontaminasi berbagai
organisme laut (Bessa et al., 2018).
Cemaran mikroplastik telah terjadi di perairan laut dan biota invertebrata
di Indonesia. Perairan laut di Pulau Kotok Besar, Pulau Panggang, Pulau Air dan
Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu. Menurut Mardiansyah, et al., (2019), Pulau
Pramuka memiliki jenis sampah laut yang tinggi. Jumlah sampah yang ditemukan
paling banyak adalah sampah plastik yang kemudian akan terdegradasi menjadi
mikroplastik. Salah satu biota invertebrata yang telah terkena kontaminasi yaitu
Sepia pharaonis (Mardiansyah et al., 2021)
Organisme yang terkontaminasi mikroplastik dari invertebrata sampai
dengan vertebrata (Nelms, 2019). Mikroplastik yang mengkontaminasi organisme
laut didominansi oleh ukuran terkecil , sebesar 37-58% yaitu pada ukuran <0,25 µm
(Naji et al., 2018). Gurita termasuk yang dapat terkontaminasi mikroplastik di
perairan laut. Penelitian ini akan mengamati kontaminasi pada bagian luar, insang,
dan usus. Kontaminasi mikroplastik pada bagian luar dan dalam dapat disebabkan
oleh kontaminasi sekunder, air laut, dan terkontaminasi secara tidak sengaja
melalui mangsa yang dikonsumsi (Cole et al., 2013).
Penelitian tentang mikroplastik pada gurita belum pernah dilaporkan di
Indonesia, namun penelitian tentang mikroplastik pada cephalopoda pernah
dilakukan diantaranya Sepia pharaonis (Mardiansyah et al., 2021) dan
kontaminasi plastik pada perut cumi-cumi Dosidicus gigas (Rosas- Luis, 2016).
Lebih lanjut, penelitian tentang invertebrata yaitu pada chepalopoda diantaranya,
Mytilus galloprovincialis, Ruditapes decussatus dan Crassostrea gigas, Hexaplex
trunculus, Bolinus brandaris, dan Octopus officinalis telah terkontaminasi
mikroplastik pada bagian saluran pencernaan dan jaringan lunak yang terdapat
pada cangkang (Abidli et al., 2019). Salah satu wilayah yang menjadi habitat bagi
beberapa jenis gurita di perairan laut Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu.
Tujuan dilakukannya penelitian ini pada gurita karena gurita merupakan
salah satu komoditas unggulan ekspor hasil perikanan di Indonesia sebesar 120
ribu ton sejak tahun 2012-2017 (KKP, 2018). Gurita juga dijadikan salah satu
biota yang diminati untuk dikonsumsi karena nilai pasar yang tinggi, mengandung
3
protein tinggi, dan lemak tak jenuh serta tintanya dapat digunakan sebagai obat,
pewarna, dan cat (Gestal et al., 2019). Pulau Pramuka sebagai zona pemukiman
memliki habitat gurita dengan kondisi yang memiliki terumbu karang dan substrat
berpasir. Faktor aktivitas manusia yang tinggi menyebabkan banyaknya sampah
laut yang tersebar di perairan Pulau Pramuka.
Pencemaran mikroplastik tersebut masuk dalam rantai makanan yang
dimakan oleh biota dan secara tidak langsung akan mengkontaminasi manusia
dari konsumsi biota laut tersebut. Kontaminasi mikroplastik pada manusia dapat
menyebabkan masalah pencernaan, sirkulasi, reproduksi, respirasi, dan lain-lain
(Carbery et al., 2018). Hal itu sangat berpengaruh terhadap keamanan pangan hasil
laut dan kesehatan manusia. Berdasarkan hal tersebut diperlukan penelitian
mengenai kelimpahan, bentuk mikroplastik (di permukaan tubuh dan usus) dan
hubungannya dengan panjang dan berat tubuh gurita.
1.2. Rumusan Masalah
1) Bagaimana kelimpahan mikroplastik pada permukaan tubuh dan usus gurita?
2) Bagaimana bentuk mikroplastik yang terkandung pada permukaan tubuh dan
usus gurita?
3) Apakah terdapat hubungannya antara mikroplastik terhadap berat dan panjang
total tubuh gurita?
1.3. Tujuan Penelitian
1) Mengetahui kelimpahan mikroplastik yang ada di permukaan tubuh dan usus
gurita.
2) Mengetahui bentuk mikroplastik yang terkandung pada permukaan tubuh dan
usus gurita
3) Menganalis hubungan jumlah mikroplastik dengan berat dan panjang total
tubuh gurita.
1.4. Manfaat Penelitian
Memperoleh data mengenai bentuk dan kontaminasi mikroplastik pada salah
satu organisme laut konsumsi yaitu gurita pada organ luar maupun dalam. Data
4
tersebut dapat dijadikan acuan untuk manajemen pengelolaan limbah plastik di
lingkungan, menemukan potensi gurita sebagai salah satu biota yang dapat
menjadi bioindikator pencemaran mikroplastik, dan evaluasi resiko keamanan
pangan sumber daya laut Indonesia.
1.5. Kerangka Berpikir
Alur kerangka berpikir penelitian ditunjukkan pada gambar 1.
Gambar 1. Kerangka berpikir penelitian. (--- : batasan penelitian)
Nanoplastik
Produk
Pangan
Sampah Mikroplastik pada
Saluran Pencernaan dan
Permukaan Tubuh Gurita di Pulau
Pramuka, Kepulauan Seribu
Mikroplastik
Octopus spp.
Laut
Kontaminasi
Sampah
Plastik
Makroplastik
Habitat
Pulau Pramuka,
Kepulauan Seribu
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Plastik
Plastik merupakan gabungan monomer-monomer yang terbuat dari bahan
kimia dan diproduksi lebih menarik dengan variasi warna, fleksibilitas, dan
keunggulan lainnya. Bahan plastik terbuat dari bahan bakar fosil seperti minyak
bumi, gas alam, dan batu bara (Wang et al., 2019a). Produk berbahan plastik
memiliki biaya murah, kerapatan yang rendah, termal atau tahan panas,
konduktivitas listrik rendah, tidak terjadi korosi, tahan air serta oksigen sehingga
mudah untuk dibuat serta jangkauan yang luas (Frias & Nash, 2019). Plastik
mulai digunakan pada tahun 1950 oleh masyarakat dunia. Produk plastik biasanya
digunakan untuk keperluan rumah tangga, pengemasan, mainan, dan sektor
industri lainnya. Berdasarkan 50 tahun terakhir, produksi global plastik adalah
sekitar 380 miliar ton, dengan peningkatan tahunan 8,4% dan diperkirakan 5 triliun
keping plastik berada di lautan (Geyer et al., 2017). Menurut World Economic
Forum (2016), bahwa berat plastik di lautan dunia pada tahun 2050 diprediksi
akan melebihi berat ikan.
Plastik terbuat dari bahan baku yang terdiri dari petroleum, gas alam, karbon,
garam biasa, dan lain – lain. Asal plastik saat ini hampir seluruhnya dari
petrokimia yang dihasilkan dari miyak bumi (fosil). Komponen utama dari produk
plastik terbuat dari 58% plastikizer, 3% stabilisator panas, 8% FRs, 9% zat peniup,
12% pewarna, dan 7% bahan lainnya (Hassanpour & Unnisa, 2017). Plastik yang
digunakan untuk membuat botol air mineral tentu berbeda dengan plastik untuk
membuat mangkuk, sedotan, kursi, dan pipa. Untuk mengetahui jenis plastik yang
digunakan sebagai material dasar sebuah produk kita bisa melihat pada symbol
yang dicetak pada plastik. Simbol ini berupa sebuah angka (dari 1-7) dalam
rangkaian tanda panah yang membentuk segitiga, biasanya dicetak dibagian
bawah benda plastik. Setiap simbol mewakili jenis plastik yang berbeda dan
membentuk pengelompokkan dalam melakukan proses daur ulang.
Bahan plastik yang sering digunakan oleh berbagai sektor industri memiliki
6
sifat bahan yang mudah dibentuk, tidak larut air, tidak korosi, tahan lama, dan
kepadatannya rendah adalah PET, HDPE, PVC, LDPE, PP, PS. Salah satu
campurannya menggunakan zat adiktif untuk produksi plastik. Zat adiktif beracun
memiliki efek samping untuk kesehatan jika digunakan dalam produksi plastik.
2.2. Sampah Plastik
Sampah plastik yang berada dalam tanah yang tidak dapat diuraikan oleh
mikroorganisme menyebabkan mineral-mineral dalam tanah baik organik maupun
anorganik semakin berkurang. Hal ini berdampak langsung pada tumbuhan yang
hidup pada area tersebut, karena tumbuhan membutuhkan mikroorganisme tanah
sebagai perantara dalam kelangsungan hidupnya (Ahmann & Dorgan, 2007). Data
statistik persampahan domestik Indonesia menyebutkan jenis sampah plastik
menduduki peringkat kedua sebesar 5,4 juta ton per tahun atau 14 persen dari total
produksi sampah. Dengan demikian, plastik telah mampu menggeser sampah jenis
kertas yang tadinya di peringkat kedua menjadi peringkat ketiga dengan jumlah
3.6 juta ton per tahun atau 9 persen dari jumlah total produksi sampah (InSWA,
2013).
Sampah plastik berbahaya bagi lingkungan, karena mempunyai sifat toksik
pada beberapa jenis dan memiliki daya tahan yang tinggi di lingkungan terutama
di wilayah perairan. Plastik yang dibuang mendegradasi dan memecah menjadi
jutaan keping mikroplastik, memungkinkannya untuk dikonsumsi oleh berbagai
biota laut, dari produsen primer hingga organisme tingkat trofik yang lebih tinggi,
dan lebih mungkin menyusup ke jaring makanan (Browne et al., 2008). Produksi
plastik tahunan telah meningkat tajam selama 60 tahun terakhir, dari 1,5 juta ton
pada 1950-an menjadi 288 juta ton pada 2012, dengan sekitar dua pertiga produksi
terjadi di Asia Timur, Eropa, dan Amerika Utara (Plastic Europe, 2013). Sepertiga
dari produksi global adalah kemasan sekali pakai yang dibuang dalam setahun
(Koelmans et al., 2014).
Daur ulang plastik akhir masa pakai, adalah mungkin untuk mengurangi
akumulasi puing-puing laut tetapi juga mengurangi permintaan kita akan bahan
bakar fosil (Thompson et al., 2009). Lebih lanjut, sekitar 8% produksi minyak
7
global digunakan untuk membuat barang-barang plastik, dengan gas alam juga
berkontribusi pada produksi plastik. Permintaan akan plastik terus bertambah,
diperkirakan produksi plastik akan mencapai 33 miliar ton pada tahun 2050,
berdasarkan tren konsumsi saat ini (Rochman et al., 2013). Perkiraan global saat
ini untuk limbah plastik menunjukkan bahwa 192 negara pesisir menghasilkan
275 juta ton limbah pada 2010, di mana antara 4,8 dan 12,7 juta ton (1,8 - 4,6
persen) memasuki lingkungan laut (Jambeck et al., 2015).
2.3. Mikroplastik (MPs)
Mikroplastik adalah partikel plastik yang memiliki ukuran lebih kecil dari 5
mm (Dowarah & Devipriya, 2019). Sumber mikroplastik dapat masuk kelautan
luas dari berbagai sektor diantaranya, agricultural, perikanan, akuakultur,
transportasi, jasa pengiriman, pariwisata, industri tekstil, olahraga, produksi
plastik, pendaur ulang, dan packaging (kosmetik, makanan, dan minuman).
Mikroplastik terbagi menjadi dua berdasarkan sumbernya yaitu mikroplastik
primer dan mikroplastik sekunder (GESAMP, 2015).
Mikroplastik primer diproduksi berukuran mikro seperti kebanyakan pelet
resin sebelum produksi, mikrobead dalam kosmetik, pasta gigi, serbuk
berukuran mikro untuk pelapis tekstil, dan media pengiriman obat (Cole et al.,
2011). Partikel primer dapat dihasilkan dari pabrik pengolahan plastik (pelet atau
serbuk) atau dari sumber yang lebih tersebar seperti tempat-tempat berpenduduk
di sepanjang sungai dan garis pantai (microbeads, abrasive industri) (GESAMP,
2015). Mikroplastik sekunder adalah hasil fragmentasi bahan plastik yang
berukuran besar oleh fotooksidasi, degradasi mekanik dan biodegradasi menjadi
partikel yang tersebar di lingkungan (Andrady, 2011). Meluasnya degradasi dan
fragmentasi plastik adalah salah satu factor utama penyebab mikroplastik berada
di lingkungan laut (GESAMP, 2015).
Kerusakan puing-puing plastik yang lebih besar dapat menghasilkan
mikroplastik sekunder (ukuran <5 mm), yang merupakan sumber utama
mikroplastik di lingkungan akuatik (Jiang et al., 2018). Bentuk mikroplastik
terdiri dari beberapa macam diantaranya adalah serat, fragmen, film, busa, manik-
8
manik, dan pelet (Lusher, 2017). Bentuk busa lebih ringan seperti styrofoam putih
dan kuning serta berpori. Selain itu, pada fragmen dengan ciri keras, bergerigi, dan
tidak teratur. Bentuk serpihan seperti lembar plastik datar, sedangkan pada bentuk
film lebih transparan, lembut, dan tipis. Kemudian pelet memiliki tekstur keras,
teratur, piringan, dan berbentuk ovoid atau silinder. Bentuk serat yang biasanya
berasal dari pancingan ikan yang berbahan tipis (Gambar 2) (Zhou , 2018).
Gambar 2. Bentuk Mikroplastik, (a,b) Fiber, (c,d) Fragmen, (e)
Film, (f) Pellet (Jiang et al. , 2018).
Mikroplastik telah terdeteksi secara luas di laut, air tawar, lingkungan darat,
dan organisme dalam beberapa tahun terakhir (Zhang et al., 2018). Masuknya
mikroplastik ke wilayah perairan dapat tersebar di permukaan air, kolom air, dan
dasar perairan atau sedimen (De Sá et al., 2018) bahkan sudah mengkontaminasi
biota laut (Wang et al., 2019b). Mikroplastik yang dikonsumsi oleh organisme air
sudah diamati dari invertebrata mikroskopis sampai vertebrata besar (Bessa et al.,
2018). Mikroplastik menyerap berbagai polutan yang bersifat patogen dan toksik
pada organisme perairan (Bakir et al., 2014). Mikroplastik juga mengandung
logam, mikroorganisme patogen, dan zat adiktif (Lusher, 2017). Dampak
organisme yang mengonsumsi mikroplastik menyebabkan efek negatif seperti
gangguan makan, reduksi reproduksi, kerusakan usus, gangguan metabolisme
energi, dan lain-lain (Lei et al., 2018), mengancam terhadap keamanan pangan
dan kesehatan manusia yang mengkonsumsi organisme perairan (Van
Cauwenberghe & Janssen, 2014).
9
Ukuran mikroplastik yang sangat kecil membahayakan kesehatan manusia
melalui air yang diminum, produk hasil laut, kosmetik, dan udara (Revel, Châtel,
& Mouneyrac, 2018). Penelitian yang dilakukan oleh (Batel, 2016) menggunakan
Artemia naupili yang terpapar mikroplastik dapat menyebabkan bioakumulasi
dan translokasi pada jaringan. Kontaminasi mikroplastik juga dianalisis
kandungannya pada invertebrata yaitu moluska, cnidaria dan annelida dengan
hasil kelimpahan mikroplastik tertinggi ditemukan pada biota filter feeder (Sfriso
et al., 2020). Bentuk yang ditemukan terdiri dari fragmen, fiber, dan film yang
memiliki warna berbeda. Lebih lanjut dari hasil penelitian Naji et al. (2018),
mikroplastik bentuk pellet dan serat ditemukan di jenis kerang-kerangan yaitu
Cerithidea cingulata, Thais mutabilis, Amiantis umbonella, Amiantis purpuratus,
dan Pinctada radiate. Beberapa bentuk salah satunya adalah pelet dan yang
paling melimpah adalah berbentuk serat dengan kandungan sebesar 58% (Naji et
al., 2018).
Rusaknya lingkungan akibat mikroplastik dijelaskan di dalam Al-Qur’an pada
surat Ar-Rum ayat 41:
وا ل م ي ع ذ ل ض ا ع م ب ه يق ذ ي اس ل لن ي ا د ي ت أ ب س ا ك م ر ب ح ب ل ا ر و ب ل ي ا اد ف س ف ل ر ا ه ظ
عون ج ر م ي ه ل ع ( 41) ل
“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan
tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari
(akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”.
Rusaknya lingkungan akibat mikroplastik yang terjadi oleh ulah manusia
telah tersurat pada ayat di atas. Pencemaran mikroplastik di lingkungan
bertentangan dengan ajaran Islam yang mengajarkan untuk selalu menjaga
lingkungan, karena lingkungan merupakan penunjang kehidupan semua makhluk
hidup. Dalam Al-Qur’an dijelaskan bagaimana manusia harus menjaga
lingkungan pada surat Al-A’raf ayat 56:
ن يب م ر ق ت الل م ح ن ر إ ا ع م ط ا و ف و وه خ ع اد ا و ه ح ل ص د إ ع ض ب ر ل وا في ا د س ف ل ت و
ين ن س ح م ال
10
“Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah)
memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan
diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat
dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.”
Ayat di atas menjelaskan bahwa Allah SWT menegaskan kepada umat
manusia agar tidak membuat kerusakan di muka Bumi salah satunya dengan
menjaga lingkungan. Segala hal yang diciptakan oleh Allah SWT di muka bumi
harus dipergunakan dengan sebagaimana mestinya dan penuh tanggung jawab.
2.4. Octopus sp. (Gurita)
Gurita adalah moluska laut yang termasuk ke dalam kelas Cephalopoda.
Umumnya bentuk tubuh dari gurita agak bulat atau bulat pendek, tidak
mempunyai sirip. Bentuk kepala dari gurita ini sangat jelas dengan sepasang mata
yang sangat kompleks sehingga gurita mempunyai penglihatan yang sempurna
dan dikelilingi pada bagian depannya (anterior) oleh lengan-lengan (Reid &
Ropper, 2005). Lengan gurita berjumlah delapan dan dilengkapi dengan selaput
renang (membran) yang terletak di celah-celah pangkal lengan. Pada beberapa
jenis, panjang lenganlengan sama, tetapi pada jenis-jenis lain beberapa lengan
dapat memiliki panjang dua atau tiga kali dari panjang lengan-lengan yang lain.
Pada gurita cangkang terdapat di dalam tubuh, dan merupakan tempat perlekatan
otot-ototnya. Bagian bawah dari tubuh gurita terdapat lubang-lubang seperti
corong yang dinamakan siphon. Siphon ini berguna untuk mengeluarkan air dari
dalam tubuhnya (Almonacid et al., 2009).
Taksonomi dari gurita adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia, Filum :
Moluska, Kelas : Cephalopoda, Ordo : Octopoda, Famili : Octopodidae, Genus :
Octopus, Spesies : Octopus vulgaris (Reid & Ropper, 2005). Gurita termasuk
kedalam predator aktif yang memangsa ikan, udang, cephalopoda, dan lainnya
(Oliveira et al., 2020). Gurita hidup pada wilayah demersal atau di dasar perairan
(Setyohadi et al., 2016). Gurita hidup di kedalaman 130 m yang ditemukan pada
wilayah pesisir hingga kedalaman 100 m. Gurita bermigrasi ke perairan yang lebih
dangkal selama musim kawin dan pada saat malam hari untuk mencari makan
11
(Tehranifard & Dastan, 2011).
Gurita terdistribusi dan ditemukan pada wilayah perairan di lapisan paling
atas kolom perairan dengan kedalaman 0 - 200 m dan memiliki ukuran tubuh dari
kecil hingga sedang di sebagian besar lautan dunia dan aktif mencari makan pada
malam hari (nocturnal) (Gestal et al., 2019). Gurita menggunakan tentakel dan
lengannya untuk menangkap mangsanya dan menghisap dengan batil penghisap
untuk melemahkan mangsa agar dapat dimasukkan kedalam mulut (Rochman et
al., 2013). Gurita merupakan penghuni dasar berbagai habitat, termasuk berbatu,
substrat berpasir, berlumpur, lamun, rumput laut, dan terumbu karang. Gurita
adalah perenang yang lebih lambat dari pada cumi-cumi. Spesies besar seperti
Octopus latimanus, S. officinalis, dan S. pharaonis hidup pada kedalaman yang
lebih dangkal (Reid & Ropper, 2005). Habitatnya berkisar dari daerah batas air
surut terendah di pantai hingga kedalaman 200 meter. Beberapa spesies juga
memiliki kebiasaan untuk bermigrasi secara musiman sebagai respon terhadap
perubahan suhu dan agregat ke perairan yang lebih dangkal pada waktu pemijahan
(Reid & Ropper, 2005).
Gurita merupakan salah satu komoditas unggulan ekspor hasil perikanan di
Indonesia sebesar 120 ribu ton sejak tahun 2012-2017 (KKP, 2018). Gurita di
dunia juga relatif stabil jumlah hasil tangkapannya sejak 2008 yaitu sebesar 300
ribu sampai dengan 350 ribu ton (Gestal et al., 2019). Manfaat untuk manusia
yang terdapat pada gurita diantaranya adalah sebagai salah satu biota yang
diminati untuk dikonsumsi karena nilai pasar yang tinggi, mengandung protein
tinggi, dan lemak tak jenuh serta tintanya dapat digunakan sebagai obat, pewarna,
dan cat (Gestal et al., 2019). Gurita memiliki peran ekologis dalam rantai makanan
sebagai predator dan juga mangsa bagi sejumlah organisme antara lain mamalia
laut seperti lumba-lumba, paus, dan anjing laut serta ikan besar seperti hiu (Reid
& Ropper, 2005)
Gurita di Indonesia ditemukan beberapa jenis dengan nama lokal yang
berbeda-beda diantaranya adalah Octopus latimanus atau koral, dan Octopus
esculenta atau pasir. Jenis Octopus sp. merupakan tangkapan dominan dari
nelayan Muncar, Banyuwangi (Setyohadi et al., 2016). Tangkapan pada daerah
12
laut Arafuru yang menggunakan trawl dengan dominan tangkapan gurita Octopus
sp. sebesar (6,53%), Octopus smithi, Octopus brevimana, Octopus apama,
Octopus elliptica, Octopus papuensis (Tirtadanu & Suprapto, 2016). Selain itu, di
perairan Sulawesi Utara terdapat habitat dari Octopus latimanus yang
menempatkan telur pada karang yang memiliki kerapatan serta celah yang sempit
untuk melindungi dari arus air laut (Pratasik et al., 2017).
13
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari – Februari 2020. Penelitian ini
dilakukan di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, Jakarta dan di Pusat
Laboratorium Terpadu Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penelitian ini dilakukan di 2 titik lokasi yang ditentukan untuk pengambilan
sampel Octopus spp. yaitu di Timur Pulau Pramuka dan Barat Pulau Pramuka
(Gambar 3).
Gambar 3. Lokasi Penelitian di Pulau Pramuka
3.2. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan untuk penelitian ini adalah alat tulis, jaring, Current
meter, Dissolved Oxygen (DO) meter, Geographic Positioning System (GPS), pH
meter, refractometer, secchi disk, plastik sampel, cooling box, alat bedah, gelas
beaker, hotplate, batang pengaduk, cawan petri, kaca objek, cover glass, pipet
Legenda
Barat Pulau Pramuka
Timur Pulau Pramuka
14
tetes, cawan petri, oven, kamera, dan mikroskop cahaya. Bahan yang digunakan
untuk penelitian ini adalah Aquadest, HNO3 68%, larutan garam jenuh, alkohol
96%, dan Gurita yang didapatkan.
3.3. Cara Kerja
3.3.1. Teknik Pengambilan Sampel
Tahap pertama pengambilan sampel gurita perlu dilakukan survei lokasi
untuk mengetahui di mana sampel gurita didapatkan. Penentuan titik lokasi
pengambilan sampel gurita diambil dengan metode purposive sampling yaitu
pengambilan sampel berdasarkan habitat gurita. Lokasi penangkapan gurita
diperoleh dari informasi yang diberikan masyarakat melalui wawancara. diperoleh
dengan menangkap di 2 titik yaitu di Wilayah Barat Pulau Pramuka dan Wilayah
Timur Pulau Pramuka menggunakan jaring. Gurita yang didapatkan kemudian
dilihat jenis kelaminnya dengan memeriksa hektokotilus pada lengan keempat,
Pengukuran faktor fisika kimia dilakukan pengulangan sebanyak 3x di bagian
barat dan timur.
Sampel Octopus spp. diambil dalam kurun waktu 2 bulan yaitu, bulan
Januari – Februari 2020. Sampel gurita yang didapatkan diidentifikasi berdasarkan
Chepalopod of the world (Reid & Ropper, 2005). Identifikasi gurita berdasarkan
bentuk tubuh, warna dasar tubuh, ciri-ciri tanda spesifik seperti garis dan spot.
Panjang total (TL) gurita kemudian diukur dengan menggunakan penggaris dari
mulai mantel kepala sampai ujung tentakel, untuk dianalisis menggunakan regresi
linier dengan jumlah mikroplastik pada saluran pencernaan. Sampel gurita
disimpan di dalam cooling box yang sudah berisi es dengan kisaran suhu 10-20 °C
agar sampel tetap segar untuk proses preparasi.
3.3.2. Isolasi Mikroplastik
Teknik untuk mengisolasi mikroplastik pada gurita dilakukan melalui
beberapa tahapan diantaranya adalah isolasi mikroplastik bagian permukaan tubuh
gurita, diseksi, dan homogenisasi jaringan pencernaan dengan bahan kimia
(Lusher et al., 2017). Alat yang akan digunakan dibersihkan terlebih dahulu
15
menggunakan alkohol 70% untuk mengurangi kontaminasi mikroplastik. Tahapan
tersebut meliputi :
1) Isolasi Mikroplastik Bagian Permukaan tubuh Gurita
Isolasi mikroplastik bagian permukaan tubuh gurita dilakukan dengan cara
melakukan penyiraman seluruh tubuh dengan larutan garam jenuh sebanyak
20 ml . Kemudian Cairan sampel didiamkan selama 24 jam agar mikroplastik
naik ke permukaan cairan sampel. Kemudian cairan tersebut diambil
menggunakan pipet tetes sebanyak 1 ml pada permukaan sampel Diseksi
(pembedahan)
2) Diseksi dilakukan untuk organ target yang akan diamati kandungan
mikroplastiknya. Pembedahan Gurita pada bagian organ usus. Kemudian,
dilakukan pembedahan menggunakan alat bedah. Lalu, dipisahkan bagian
usus. Penimbangan pada masing-masing organ dilakukan menggunakan
timbangan analitik yang dicatat hasil timbangannya dalam satuan gram (g).
Penyimpanan sementara pada cawan petri dalam kondisi tertutup untuk
menghindari kontaminasi dari mikroplastik di udara.
3) Peleburan Usus Gurita
Pemisahan mikroplastik dari usus dilakukan dengan bahan pengoksidasi yang
kuat untuk bahan biogenik menggunakan HNO3. Hal ini di karenakan HNO3
terbukti 98% dapat menurunkan berat jenis bahan organik (Claessens , 2013).
Organ pencernaan direndam dalam HNO3 (70%) dengan perbandingan 1:5 dari
berat organ (gram) terhadap HNO3 (ml) yang ditaruh pada botol fido berbeda,
dan kemudian dipanaskan dengan hotplate pada suhu 60 °C di lemari asam.
Suspensi diencerkan menggunakan NaCl (larutan garam jenuh) dengan
perbandingan 1:1 volume HNO3 terhadap NaCl (ml).. Kemudian sampel
didiamkan selama 24 jam agar partikel kurang padat seperti mikroplastik yang
terdapat pada organ usus terpisah naik ke permukaan sampel. Kemudian cairan
tersebut diambil menggunakan pipet tetes sebanyak 1 ml pada permukaan
sampel, dan dilakukan 3x pengulangan pada masing-masing sampel.
16
3.3.3 Identifikasi Mikroplastik
Identifikasi mikroplastik yang telah melalui tahapan isolasi menggunakan
mikroskop cahaya pada perbesaran 400x menggunakan mikroskop Olympus BX
50 dengan perbesaran 10x pada setiap sampel bagian permukaan tubuh dan usus
Octopus sp. yang dilakukan dengan 3x dengan menarik garis mengikuti arah
bentuk mikroplastik pada setiap partikel yang ditemukan. Identifikasi
mikroplastik berdasarkan bentuk, ukuran, dan warna pada partikel mikroplastik.
Bentuk mikroplastik dibagi menjadi fiber, fragmen, dan pellet (Jiang et al., 2018).
Sampel diletakkan pada kaca preparat lalu diamati. Selanjutnya, mikroplastik
yang teridentifikasi dihitung menggunakan mikroskop dengan penglihatan dan
dicatat setiap bentuk yang ditemukan serta didokumentasikan.
3.3.4 Analisis Data
Mikroplastik yang ditemukan pada permukaan tubuh dan usus
diklasifikasikan berdasarkan bentuk mikroplastik yang dianalisis secara deskriptif.
Kelimpahan Mikoplastik disajikan sebagai partikel/ml3 dihitung dengan rumus
(Masura, et al., 2015):
Jumlah mikroplastik
Kelimpahan Mikroplastik = Volume sampel
x 100%
Analisis data untuk melihat hubungan antara berat, panjang, jumlah
mikroplastik pada saluran pencernaan dan permukaan tubuh menggunakan uji
korelasi berganda Pearson. Analisis korelasi berganda Pearson menggunakan
perangkat lunak Minitab 19 yang sudah berlisensi.
17
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Faktor Fisika Kimia di Perairan Pulau Pramuka
Pulau Pramuka termasuk ke dalam zona permukiman dan pemanfaatan.
Aktivitas manusia dapat mempengaruhi kondisi lingkungan perairan secara
langsung maupun tidak langsung. Hasil pengukuran faktor fisik kimia perairan ini
tersaji dalam Tabel 1.
Tabel 1. Faktor fisika kimia perairan Pulau Pramuka
Parameter Timur Barat
Parameter Timur Barat
Suhu (oC) 28,7 27,9 Kedalaman (m) 0,5 0,4
Salinitas (‰) 35 35 Arus (m/s) 0 0
DO (mg/l) 12,6 6,2 Kecerahan (%) 0 0
pH 7,3 7,2 Substrat pasir pasir
Hasil pengukuran suhu pada lokasi penelitian tergolong dalam kondisi
normal antara 27,9 - 28,7°C (Tabel 1). Menurut Brown et al., (2020). Suhu
optimum untuk metabolisme O. cyanea berkisar antara 24 - 28°C. Gurita jenis C.
indicus dan C. taiwanicus memiliki suhu optimum yaitu antara 25 - 29°C (FAO
species catalogue, 1993). Berdasarkan Kepmenlh No. 51 tahun 2004, bahwa nilai
oksigen terlarut yang baik bagi organisme perairan adalah >5 mg/L. Menurut
Effendi (2003) turut mendukung Kepmenlh No. 51 tahun 2004, yang mengatakan
bahwa hampir semua organisme akuatik menyukai pada kondisi oksigen terlarut
>5 mg/L. Jika dilihat dari hasil pengukuran, maka kondisi oksigen terlarut pada
perairan masih baik.
Hasil pengukuran salinitas pada lokasi penelitian tergolong dalam kondisi
normal berkisar antara 34,6 - 35‰. Salinitas umumnya pada gurita berkisar antara
29 – 33 ‰ ,namun gurita dapat beradaptasi dengan cara merubah kepadatan dan
bentuk dari sel darah merah ketika keadaan salinitas yang tinggi (Brown et al.,
18
2020). Pengukuran derajat keasaman (pH) pada lokasi penelitian tergolong dalam
kondisi normal. Kisaran optimal yang ditentukan oleh Kepmenlh No. 51 tahun
2004 yang mengemukakan bahwa umumnya organisme perairan baik hidup pada
kisaran keasaman perairan laut antara 7.2 – 7.3 (Tabel 1). Menurut Pörtner (2001)
umumnya gurita hidup pada pH 7.4, salah satunya O. cyanea dan C. indicus.
Jenis substrat pada lokasi penelitian berupa pasir dengan campuran sedikit
lumpur (Tabel 1). Substrat tersebut sesuai dengan habitat gurita jenis C. indicus
dan C. taiwanicus merupakan gurita pasir yang tinggal pada kedalaman yang
dangkal dan sering mengubur dirinya ke dalam pasir. Pada jenis O. cyanea lebih
sering tinggal di daerah terumbu karang, namun mobilisasinya sering melewati
substrat berpasir (FAO species catalogue, 1993).
4.2 Kelimpahan Mikroplastik Gurita
Hasil penelitian didapatkan 10 individu dan 3 jenis gurita yaitu, Octopus
cyanea, Cistopus indicus, dan Cistopus taiwanicus. Dari ketiga jenis gurita
didapatkan 4 jenis kelamin betina dan 6 jantan. Gurita ditangkap di dua wilayah
perairan Pulau Pramuka yaitu, bagian Barat Pulau Pramuka atau wilayah dermaga
dan Timur Pulau Pramuka. Kelimpahan mikroplastik di saluran pencernaan dan
permukaan tubuh gurita ditampilkan dalam diagram pada Gambar 4.
Gambar 4. Kelimpahan mikroplastik tiap jenis gurita pada saluran pencernaan dan
permukaan tubuh gurita.
Mikroplastik dalam satuan partikel didapatkan di dalam saluran pencernaan
dan permukaan tubuh gurita pada semua jenis. Jumlah partikel mikroplastik yang
ditemukan di saluran pencernaan gurita pada penelitian ini sebanyak 3271
19
partikel. Jumlah mikroplastik yang didapatkan pada ketiga jenis gurita disajikan
pada Tabel 2
Tabel 2. Jumlah individu, rata-rata mikroplastik dan panjang tubuh pada gurita
Jenis Gurita Jumlah
Individu
Rata-Rata Panjang
Tubuh (cm)
Rata-Rata Jumlah
Mikroplastik (Partikel)
Cistopus indicus 4 83,14 ± 48,8 164,6 ± 31,8
Cistopus taiwanicus 3 39,59 ± 47,7 175,5 ± 33,3
Octopus cyanea 3 63,57 ± 42,7 150,2 ± 23
Jumlah mikroplastik terbanyak ditemukan pada C. taiwanicus dengan rata-
rata mikroplastik yang ditemukan sebanyak 175,5 partikel (Tabel 2). Jenis O.
cyanea memiliki jumlah rata-rata mikroplastik terendah sebanyak 150,2 partikel
(Tabel 2). Jumlah partikel mikroplastik terbanyak pada 1 individu jenis C. indicus
sebanyak 200 partikel. Jumlah partikel mikroplastik terendah ditemukan pada 1
individu dari jenis C. taiwanicus sebanyak 113 partikel.
Jenis gurita C. taiwanicus biasanya ditemukan di kedalaman 1 – 75 meter
dan sering mengubur dirinya di dasar perairan yang memiliki sedimen yang halus
(FAO species catalogue, 1993). Jumlah mikroplastik pada saluran pencernaan
pada jenis C. taiwanicus paling tinggi dibandingkan dengan ketiga spesies lain
pada penelitian ini diduga disebabkan jenis ini sering mengubur dirinya di dasar
perairan dengan sedimen yang halus sehingga menyebabkan kontak mikroplastik
dengan gurita. Gurita jenis C. taiwanicus memangsa berbagai macam jenis
invertebrata benthic seperti udang, kepiting dan berbagai macam ikan yang lebih
kecil dari bukaan mulut gurita C. taiwanicus (FAO species catalogue, 1993).
Jenis gurita Octopus indicus ditemukan pada habitat yang memiliki sedimen
berupa pasir berlumpur ataupun sedimen lumpur. Gurita jenis C. indicus
ditemukan pada rentang kedalaman 0 – 50 meter di bawah permukaan laut (FAO
species catalogue, 1993). Berbeda dengan C. taiwanicus, jenis C. indicus lebih
memilih tempat dengan dasar perairan yang lembut dan rentang kedalaman yang
lebih rendah. Menurut FAO species catalogue (1993), gurita jenis C. indicus
memiliki jenis makanan berupa invertebrata benthic sama dengan gurita jenis C.
20
taiwanicus, oleh karena itu jumlah mikroplastik tidak jauh berbeda pada kedua
jenis gurita ini.
Jenis gurita O. cyanea merupakan jenis gurita yang menempati wilayah
terumbu karang. Jenis gurita O. cyanea dapat ditemukan pada rentang kedalaman
1-100 meter di bawah permukaan laut pada wilayah terumbu karang dengan
substrat berbatu. Berbeda dengan gurita jenis C. taiwanicus dan C. indicus yang
menetap dan mengubur diri pada dasar perairan dengan sedimen, gurita O. cyanea
lebih cenderung aktif saat senja dan fajar di wilayah terumbu karang (FAO
species catalogue, 1993). Oleh sebab itu, jumlah mikroplastik di saluran
pencernaan pada O. cyanea memiliki jumlah mikroplastik yang berbeda dengan
C. taiwanicus dengan rata-rata 150,2 dan 175,5 partikel per individu (Tabel 2).
Perbedaan jumlah mikroplastik diduga oleh perbedaan jenis habitat
ditemukannya ketiga jenis gurita pada penelitian ini. Jenis gurita C. taiwanicus
dan C. indicus dapat ditemukan di dasar perairan yang tertutup sedimen dengan
O.cyanea yang ditemukan hanya pada wilayah terumbu karang. Gurita mudah
terkontaminasi oleh mikroplastik terutama dari perilaku memangsanya. Mangsa
dari gurita di habitatnya kebanyakan adalah invertebrata bentik, memungkinkan
kontaminasi mikroplastik dari sedimen yang secara langsung tertelan bersamaan
dengan mangsanya (Lusher et al., 2017).
Kondisi habitat pada lokasi penelitian mengindikasikan terdapat banyak
mikroplastik, karena ditemukan banyaknya sampah plastik di dasar perairan
terutama di wilayah dermaga Pulau Pramuka. Penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Mardiansyah et al., (2018), Sampah di Pulau Pramuka didominasi
oleh sampah plastik pada kedalaman 0 dan 10 m. Korelasi antara kelimpahan
mikroplastik dengan kepadatan populasi yang memiliki aktivitas manusia
menunjukkan hasil positif dan sudah dilakukan di berbagai lokasi (Browne et al.,
2011).
4.3 Bentuk Mikroplastik pada Gurita
Bentuk mikroplastik yang ditemukan pada penelitian ini yaitu mikroplastik
bentuk fiber, pellet, dan fragmen. Jenis mikroplastik seperti filamen dan pellet
dimasukkan kedalam kategori jenis mikroplastik fiber. Total mikroplastik yang
21
ditemukan pada penelitian ini sebanyak 3271 partikel, dengan jumlah partikel
mikroplastik jenis sebanyak fiber 2514, partikel jenis pellet sebanyak 52, dan
partikel jenis fragmen sebanyak 705. Jumlah jenis mikroplastik di saluran
pencernaan dan permukaan tubuh pada ketiga jenis gurita ditampilkan dalam
bentuk grafik pada Gambar 5.
Gambar 5. Jumlah tiap bentuk mikroplastik pada gurita
Berdasarkan hasil pengamatan pada bagian permukaan tubuh, dan saluran
gurita didapatkan partikel mikroplastik dengan jumlah yang berbeda- beda. Total
mikroplastik pada permukaan tubuh sebesar 1579 partikel, dan sistem pencernaan
terkontaminasi mikroplastik paling banyak sebesar 1691 partikel. Hasil tersebut
menunjukkan bahwa terjadinya kontaminasi dari lingkungan yang mengakibatkan
terdapatnya mikroplastik pada bagian permukaan tubuh maupun organ dalam pada
gurita.
Kontaminasi mikroplastik dapat disebabkan oleh beberapa faktor di
antaranya perilaku hidup gurita, rantai makanan, pencemaran pada wilayah
habitat, pergerakkan partikel mikroplastik pada perairan dan kontaminasi dari
bahan yang digunakan untuk pengawetan diantaranya es balok yang digunakan, air
ataupun melalui udara. Faktor lain juga dapat dikaitkan dengan produksi lendir
oleh sel mukosa pada kulit gurita bertekstur seperti lem yang terdapat pada
permukaan mantel, alat penghisap, dan bagian permukaan tubuh lain (Accogli et
al., 2017) yang memperbesar kemungkinan dapat melekat dan menumpuk partikel
mikroplastik di bagian permukaan tubuh gurita. Menurut Chan et al., (2019)
349
1210
20
356
1303
32
0
200
400
600
800
1000
1200
1400
Fragmen Fiber PelletJum
lah
mik
rop
last
ik (
par
tike
l)
Saluran Pencernaan Luar TubuhPermukaan Tubuh
22
bahwa pencemaran mikroplastik pada bagian luar hewan juga dapat berasal dari
kontaminasi sekunder terkait pada penyimpanan, penjualan, dan transportasi hasil
tangkapan yang dijual pada pasar pelelangan ikan. Lebih lanjut, EFSA (2016)
menyatakan bahwa konsumsi mikroplastik pada invertebrata laut terjadi karena
cara makan dan konsentrasi partikel pada daerah tersebut.
Kontaminasi mikroplastik yang ditemukan pada usus melalui rantai
makanan yang dimakan oleh gurita dan secara tidak langsung akan
mengkontaminasi gurita. Salah satunya disebabkan oleh partikel mikroplastik
yang menyerupai mangsa alami serta mangsa yang telah terkontaminasi oleh
mikroplastik. Partikel atau mangsa yang masuk melalui mulut, dan sampai
kebagian usus dapat menyebabkan usus gurita terkontaminasi dan akan
menghambat pencernaan sehingga menganggu kualitas hidup individu tersebut.
Menurut Priscilla et al., (2019), semakin besar makanan dan banyaknya air yang
masuk akan memperbesar partikel mikroplastik yang masuk ke dalam tubuh
secara tidak sengaja dan dapat menempel pada saluran pencernaan biota laut yang
terkontaminasi. Pencemaran mikroplastik yang terdapat pada organ hewan
menimbulkan efek toksisitas pada organ. Sifat mikroplastik menyerap polutan
yang bersifat patogen, kandungan logam, mikroorganisme patogen, dan zat adiktif
(Bakir et al., 2014; Carson et al., 2013). Hasil penelitian Li et al, (2020) dengan
menggunakan Mytillus edulis, mikroplastik terpapar pada organ hati, ginjal, dan
usus menyebabkan efek buruk pada hati, gangguan energi, metabolisme lipid,
stres oksidatif dan respon neurotoksik.
Perilaku gurita yang hidup pada bagian demersal atau dasar perairan dapat
memperbesar kemungkinan tertelannya mikroplastik. Hal tersebut sesuai dengan
penelitian Koongolla et al., (2020) yang menunjukkan bahwa lingkungan hidup
mempengaruhi konsumsi mikroplastik dan ditemukan paling banyak pada biota
yang hidup di dasar perairan atau demersal dibandingkan biota pelagis.
Berdasarkan penelitian (Woodall et al., 2014) bahwa partikel mikroplastik lebih
banyak pada dalam laut dibandingkan dengan permukaan laut diantaranya pada
Samudra Atlantik, Laut Mediterania, dan Samudra Hindia. Lebih lanjut,
kontaminasi mikroplastik terjadi di biota demersal Platycephalus indicus dan
23
Saurida tumbil pada bagian kulit, otot, insang, dan pencernaan (Abbasi et al.,
2018). Hal tersebut dikarenakan plastik dari berbagai sumber yang telah
mengalami fragmentasi akan menjadi mikroplastik dan terbawa ke lautan bebas.
Kemudian, akan mengalami pengendapan pada bagian dasar laut yang
dipengaruhi oleh berbagai kondisi fisik perairan di antaranya arus, angin dan
gelombang air laut. Pengendapan mikroplastik pada bagian dasar laut dapat
membahayakan biota demersal seperti gurita (Lei et al., 2018; Mistri et al., 2020).
Mikroplastik bentuk fiber mendominasi disetiap individu gurita ketiga
spesies yang didapatkan pada penelitian ini. Individu pada jenis C. taiwanicus
memiliki jumlah mikroplastik jenis fiber terbanyak yaitu 473 partikel, sedangkan
yang terendah yaitu pada individu jenis O. cyanea sebanyak 344 partikel.
Mikroplastik bentuk pellet paling sedikit ditemukan dibandingkan dengan
mikroplastik bentuk fiber dan fragmen. Mikroplastik jenis pellet ini tidak
ditemukan pada beberapa individu gurita yaitu pada 2 individu jenis gurita C.
indicus dan 1 individu jenis C. taiwanicus. Mikroplastik jenis fragmen
mengkontaminasi setiap individu gurita yang ditemukan, namun jumlahnya tidak
mendominasi seperti mikroplastik jenis fiber.
Mikroplastik bentuk fiber paling panyak ditemukan pada tiap individu gurita
yang didapatkan. Hal ini diduga disebabkan oleh perilaku gurita yang sebagian
besar hidupnya dihabiskan di dasar suatu perairan laut. Ketiga jenis gurita yang
didapatkan pada penelitian ini memiliki habitat yang berbeda tergantung pada
jenis sedimen yang disukai oleh masing-masing jenis gurita (FAO species
catalogue, 1993). Berdasarkan penelitian sebelumnya, jenis mikroplastik fiber
mendominasi pada Sephia pharaonis di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu
(Mardiansyah et al., 2021).
24
Gambar 6. Bentuk mikroplastik yang ditemukan di saluran pencernaan gurita. A.
Fragmen (400 ×); B1. Fiber (400 ×); B2. Fiber (400 ×); C. Pellet (400
×)
Mikroplastik jenis fiber banyak berasal dari bahan polyamide, dan
polyethylene, yang berasal dari kegiatan perikanan berupa alat-alat pancing baik
dari tali pancing, jaring, dan pukat (Lusher et al., 2017). Mikroplastik jenis fiber
juga banyak berasal dari bahan polyester dan nilon, bahan ini berasal dari industri
pakaian berupa sisa-sisa benang, dan dari limbah rumah tangga bekas mencuci
pakaian yang masih mengandung beberapa benang pakaian yang terputus (Al-
Lihaibi et al, 2019). Mikroplastik jenis fiber memiliki densitas yang yang cukup
tinggi sehingga dapat berada didasar suatu perairan, sehingga dapat
mengkontaminasi biota seperti gurita secara langsung ataupun tidak langsung
melalui makanannya (Galloway et al, 2017). Oleh karena itu, mikroplastik jenis
fiber mendominasi di luar permukaan tubuh gurita pada penelitian ini.
Mikroplastik jenis fragmen banyak berasal dari bahan polyprophylene, dan
polyethylene seperti botol plastik, pembungkus makanan, dan berbagai peralatan
yang terbuat dari plastik. Mikroplastik jenis fragmen merupakan hasil degradasi
plastik yang berukuran besar dan memiliki berbagai macam bentuk seperti bentuk
25
yang tajam meruncing, membulat dengan permukaan yang lembut, ataupun
dengan permukaan yang kasar (GESAMP, 2015). Mikroplastik jenis fragmen ini
memiliki berbagai macam densitas yang membuatnya mengapung di perairan
ataupun tenggelam di dasar perairan, sehingga mikroplastik ini dapat
mengkontaminasi berbagai macam biota baik yang bergerak bebas ataupun yang
berada di dasar perairan. Mikroplastik jenis fragmen dapat dengan mudah
mengkontaminasi ikan planktivorous yang menganggap mikroplastik jenis
fragmen adalah makanannya (Critchell & Hoogenboom, 2018). Mikroplastik jenis
fragmen ini diduga mengkontaminasi gurita melalui mangsanya yang memakan
biota bersifat planktivorous.
Mikroplastik jenis pellet ditemukan pada saluran pencernaan ketiga jenis
gurita pada penelitian ini. Mikroplastik jenis pellet berasal dari material mentah
industri plastik yang akan diolah melalui proses percetakan material (Mugilarasan
et al, 2015). Selain itu, mikroplastik jenis pellet berasal dari degradasi plastik
dengan sifat yang keras seperti polyprophylene (GESAMP, 2015). Mikroplastik
jenis pellet memiliki densitas yang tinggi sehingga tenggelam menyatu dengan
sedimen. Mikroplastik jenis pellet ditemukan didalam saluran pencernaan gurita
dapat disebabkan tertelan secara langsung saat memangsa ataupun secara tidak
langsung melalui makanannya yang terkontaminasi mikroplastik jenis pellet.
Mikroplastik jenis pellet tidak banyak ditemukan pada saluran pencernaan gurita
ketiga jenis yang didapatkan. Hal ini disebabkan banyaknya mikroplastik jenis
pellet tersapu kearah pantai, dilaporkan bahwa mikroplastik jenis pellet ini dapat
ditemukan diseluruh pantai di dunia (Holmes et al., 2012; Zhang et al., 2015).
4.4 Hubungan Parameter Panjang dan Berat Tubuh Gurita dengan Jumlah
Mikroplastik
Hasil identifikasi gurita yang didapatkan dari perairan Pulau Pramuka
sebanyak 10 individu dan terdapat 3 jenis gurita. Berat gurita yang ditemukan
berkisar antara 0.4 – 1.3 kg. C. indicus memiliki berat yang paling tinggi sebesar
1.3 kg, dan berat yang paling rendah yaitu 0.4 kg pada jenis C. taiwanicus. Selain
itu, panjang total tubuh yang ditemukan berkisar antara 27 – 95 cm.
26
Berdasarkan hasil panjang dan berat yang gurita dapat dikaitkan dengan
adanya kontaminasi mikroplastik menggunakan uji korelasi. Hasil tersebut
menunjukkan nilai 0.007 bahwa pengaruh antara berat dan jumlah mikroplastik di
permukaan tubuh gurita sangat rendah dan pengaruh berat tubuh dengan
mikroplastik di saluran pencernaan tidak memiliki hubungan dengan nilai yang
ditunjukan yaitu -0.039. Hubungan antara panjang total jumlah mikroplastik pada
gurita menunjukkan nilai -0.245 dan -0.155 bahwa tidak ada hubungan antara
panjang total gurita dengan total jumlah mikroplastik yang ditemukan pada
saluran pencernaan dan luar permukaan tubuh. Hal ini dapat disebabkan karena
pola hidup yang dimiliki gurita sejak lahir sudah menjadi predator aktif (Dickel et
al., 2013). Konsumsi mikroplastik dapat dilihat dari faktor lain yaitu tergantung
dari seberapa banyak cemaran tersebut berada dalam habitat hidupnya. Menurut
penelitian sebelumnya bahwa panjang tubuh tidak memiliki hubungan dengan
konsumsi mikroplastik spesimen tetapi kuantitas mikroplastik dapat disebabkan
oleh tipe habitat dari biota yang diamati (Güven et al., 2017; Foekema et al., 2013;
Sbrana et al., 2020).
27
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Kelimpahan mikroplastik pada permukaan tubuh dan usus gurita didominasi
pada jenis Cistopus taiwanicus, sedangkan yang paling sedikit yaitu pada Cistopus
indicus. Bentuk mikroplastik yang ditemukan berupa fragmen, fiber dan pellet. Fiber
merupakan bentuk mikroplastik yang paling mendominasi pada semua jenis gurita.
Bentuk mikroplastik yang paling sedikit ditemukan yaitu pellet. Dari hasil analisis
korelasi pearson didapatkan bahwa tidak adanya hubungan antara panjang dan berat
tubuh tubuh gurita terhadap mikroplastik. Hal tersebut menunjukkan semakin
panjang dan berat tubuh gurita tidak menentukan banyak mikroplastik yang
ditemukan.
5.2. Saran
Perlu dilakukan pengujian lanjut terhadap partikel mikroplastik untuk
mengetahui adanya senyawa lain yang terdapat pada partikel mikroplastik yang
ditemukan. Perlu dilakukan penelitian mengenai dampak toksikologis secara
langsung terhadap biota laut dan manusia agar tercipta ketahanan dan keamanan
pangan pada biota laut. Perlu adanya pengurangan penggunaan plastik dalam
kehidupan sehari – hari, pembuangan sampah dan pengelolaan sampah yang benar
agar dapat tertangani dengan baik serta tidak mencemari perairan yang berujung ke
laut. Perlu adanya kajian mengenai standar polutan mikroplastik yang aman
terkandung pada biota laut yang dikonsumsi.
28
DAFTAR PUSTAKA
Abbasi, S., Soltani, N., Keshavarzi, B., Moore, F., Turner, A., & Hassanaghaei, M.
(2018). Microplastics in different tissues of fish and prawn from the Musa
Estuary, Persian Gulf. Chemosphere, 205, 80–87.
Abidli, S., Lahbib, Y., & Trigui El Menif, N. (2019). Microplastics in commercial
molluscs from the lagoon of Bizerte (Northern Tunisia). Marine Pollution
Bulletin, 142, 243–252.
Accogli, G., Scillitani, G., Mentino, D., & Desantis, S. (2017). Characterization of the skin mucus in the common octopus Octopus vulgaris (Cuvier) reared paralarvae. European Journal of Histochemistry, 61(3), 204–214.
Ahmann, D., & Dorgan, J. R. (2007). Bioengineering for pollution prevention
through development of biobased energy and materials state of the science
report. Industrial Biotechnology, 3(3), 218–259.
Akkaynak, D., Allen, J. J., Mäthger, L. M., Chiao, C. C., & Hanlon, R. T. (2013).
Quantification of cuttlefish (Sepia officinalis) camouflage: A study of color and
luminance using in situ spectrometry. Journal of Comparative Physiology A:
Neuroethology, Sensory, Neural, and Behavioral Physiology, 199(3), 211–225.
Al-Lihaibi, S., Al-Mehmadi, A., Alarif, W. M., Bawakid, N. O., Kallenborn, R., &
Ali, A. M. (2019). Microplastics in sediments and fish from the Red Sea coast at
Jeddah (Saudi Arabia). Environmental Chemistry, 16, 641-650.
Almonacid, E., Solari, A., Santana-del-pino, A., & Castro, J. J. (2009). Sex
identification and biomass reconstruction from the cuttlebone of Sepia officinalis.
Journal Marine Biodiversity Records.
Andrady, A. L. (2011). Microplastics in the marine environment. Marine Pollution
Bulletin, 62(8), 1596–1605.
Bakir, A., Rowland, S. J., & Thompson, R. C. (2014). Enhanced desorption of
persistent organic pollutants from microplastics under simulated physiological
conditions. Environmental Pollution, 185, 16–23.
Barboza, L. G. A., Dick Vethaak, A., Lavorante, B. R. B. O., Lundebye, A. K., & Guilhermino, L. (2018). Marine microplastik debris: An emerging issue for food
security, food safety and human health. Marine Pollution Bulletin, 133, 336–348.
Bessa, F., Barría, P., Neto, J. M., Frias, J. P. G. L., Otero, V., & Sobral, P. (2018).
Occurrence of microplastics in commercial fish from a natural estuarine
environment Occurrence of microplastics in commercial fish from a natural
estuarine environment. Marine Pollution Bulletin, 128, 575–584.
29
Batel, A., Linti, F., Scherer, M., Erdinger, L., & Braunbeck, T. (2016). Transfer of
benzo[a]pyrene from microplastics to Artemia nauplii and further to zebrafish via
a trophic food web experiment: CYP1A induction and visual tracking of persistent
organic pollutants. Environmental Toxicology and Chemistry, 35(7), 1656–1666.
Brown, A., Yani, A. H., Rengi, P., Hutauruk, R. M., Windarti., Granico, J., Sala, R.,
Dewanti, L. P., Khan, A. M. (2020). Effects of different operation time and
shape of octopus bubu on the total catch of octopus (Octopus cyanea). AACL
Bioflux, 13(4)
Browne, M. A., Galloway, T., & Thompson, R. C. (2007). Microplastik-an emerging
contaminant of potential concern?. Integrated Environmental Assessment and
Managemen,t 3, 559-566.
Browne, M. A., Dissanayake, A., Galloway, T. S., Lowe, D. M., & Thompson R. C.
(2008). Ingested microscopic plastik translocates to the circulatory system of
the mussel, Mytilus edulis (L.). Environment Science Technology, 42, 5026-
5031.
Browne, M. A., Crump, P., Niven, S. J., Teuten, E., Tonkin, A., Galloway, T. S., &
Thompson, R, C. (2011). Accumulation of microplastic on shrolines
worldwide: sources and sinks. Environmental Science Technology, 45(21),
9175-9179.
Carbery, M., O’Connor, W., & Palanisami, T. (2018). Trophic transfer of
microplastics and mixed contaminants in the marine food web and implications
for human health. Environment International, 115, 400–409.
Carson, H. S., Nerheim, M. S., Carroll, K. A., & Eriksen, M. (2013). The plastic- associated microorganisms of the North Pacific Gyre. Marine Pollution Bulletin,
75(1–2), 126–132.
Chan, H. S. H., Dingle, C., & Christelle. (2019). Evidence for non-selective ingestion
of microplastic in demersal fish. Marine Pollution Bulletin, 149, 110523.
Cole, M., Lindeque, P., Fileman, E., Halsband, C., Goodhead, R., Moger, J., &
Galloway, T. S. (2013). Microplastik Ingestion by Zooplankton. Enviromental Science & Technology, 47, 6646–6655.
Cole, M., Lindeque, P., Halsband, C., & Galloway, T. S. (2011). Microplastics as
contaminants in the marine environment: A review. Marine Pollution Bulletin,
62(12), 2588–2597.
Claessens, M., Cauwenberghe, L. Van, Vandegehuchte, M. B., & Janssen, C. R.
(2013). New techniques for the detection of microplastics in sediments and field
collected organisms. Marine Pollution Bulletin, 70(1–2), 227–233.
Critchell, K., & Hoogenboom, M. O. (2018). Effects of microplastic exposure on the
body condition and behaviour of planktonivorous reef fish (Acanthochromis
30
polyacanthus). PLoS ONE, 13(3):e0193308.
De Sá, L. C., Oliveira, M., Ribeiro, F., Rocha, T. L., & Futter, M. N. (2018). Studies
of the effects of microplastics on aquatic organisms: What do we know and where
should we focus our efforts in the future? Science of the Total Environment, 645,
1029–1039.
Devriese, L. I., van der Meulen, M. D., Maes, T., Bekaert, K., Paul-Pont, I., Frère,
L.,… Vethaak, A. D. (2015). Microplastik contamination in brown shrimp
(Crangon crangon, Linnaeus 1758) from coastal waters of the Southern North
Sea and Channel area. Marine Pollution Bulletin, 98(1–2), 179–187.
EFSA CONTAM Panel (EFSA Panel on Contaminants in the Food Chain). (2016)
Presence of microplastics and nanoplastics in food, with particular focus on
seafood. EFSA Journal, 14(6), 4501.
Eriksen, M., Lebreton, L. C. M., Carson, H. S., Thiel, M., Moore, C. J., Borerro, J.
C., Ryan, P. G. (2014). Plastik Pollution in the World ’ s Oceans : More than 5
Trillion Plastik Pieces Weighing over 250,000 Tons Afloat at Sea. PLOS ONE,
9(12), 1– 15.
FAO Species Catalogue. (1993). Vol. 3. Cephalopods Of The World (Octopods and
Vampire Squids). An Annotated And Illustrated Catalogue Of Cephalopod
Species Known To Date. Rome: Food and Agriculture Organization.
Foekema, E. M., Gruijter, C. De, Mergia, M. T., Franeker, J. A. Van, Murk, A. J., & Koelmans, A. A. (2013). Foekema EM. Plastic in North Sea Fish. Environmenrtal
Science & Technology, 47, 8818–8824.
Frias, J. P. G. L., & Nash, R. (2019). Microplastics : Finding a consensus on the
definition. Marine Pollution Bulletin, 138, 145–147.
Galloway, T. S., Cole, M., & Lewis, C. (2017). Interactions of microplastic debris
throughout the marine ecosystem. Nature Ecology & Evolution, 1(5),0116.
GESAMP. (2015). Sources, fate and effects of MP in the marine
environment. (IMO/FAO/UNESCO-IOC/UNIDO/WMO/IAEA/UN/UNEP/UNDP
Joint Group of Experts on the Scientific Aspects of Marine Environmental
Protection)., 90, 96. Retrieved from www.imo.org
Gestal, C., Pascual, S., Guerra, A., Fiorito, G., & Vieites, J. M. (2019). Handbook of
pathogens and diseases in cephalopods. ANFACO-CECOPESCA and Regional
Ministry for Maritime Affairs.
Geyer, R., Jambeck, J. R., & Law, K. L. (2017). Production, use, and fate of all plastics
ever made. Science Advance, 3, 25–29.
Goldberg, E. D. (1995). The health of the ocean-a 1994 update. Chemical Ecology,
10, 3-8.
31
Güven, O., Gökdağ, K., Jovanović, B., & Kıdeyş, A. E. (2017). Microplastic litter
composition of the Turkish territorial waters of the Mediterranean Sea, and its
occurrence in the gastrointestinal tract of fish. Environmental Pollution, 223, 286–
294.
Hassanpour, M., & Unnisa, S. A. (2017). Plastics; Applications, Materials, Processing
and Techniques. Plastik Surgery Mod Tech, 2017(02).
He, D., Luo, Y., Lu, S., Liu, M., Song, Y., & Lei, L. (2018). Microplastics in soils:
Analytical methods, pollution characteristics and ecological risks. TrAC - Trends in Analytical Chemistry, 109, 163–172.
Holmes, L. A., Turner, A., & Thompson, R. C. (2012). Adsorption of metal trace to
plastic resin pellets in the marine environment. Environmental Pollution, 160,
42-48.
InSWA (Indonesia Solid Waste Association). (2013). Indonesia solid waste
newsletter: untuk Indonesia lebih bersih edisi 2.
Jambeck, J. R., Geyer, R., Wilcox, C., Siegler, T. R., Perryman, M., Andrady, A., &
Law, K. L. (2015). Plastik waste inputs fron land into the ocean. Sciencemag.
347(6223).
Jiang, C., Yin, L., Wen, X., Du, C., Wu, L., Long, Y., Pan, H. (2018). Microplastics in
sediment and surface water of west dongting lake and south dongting lake:
Abundance, source and composition. International Journal of Environmental
Research and Public Health, 15(10), 1–15.
KKP. (2018). Produktivitas perikanan indonesia. Evaluasi Pelaksanaan Anggaran
Tahun 2017. Kementrian Kelautan dan Perikanan.
Koelmans, A., Gouin, T., Thompson, R. C., & Arthur C. (2014). Plastics in the
marine environment: ET&C perspectives. Environmental Toxycology and
Chemistry, 33(1): 5-10.
Koongolla, J. B., Lin, L., Pan, Y. F., Yang, C. P., Sun, D. R., Liu, S., … Li, H. X.
(2020). Occurrence of microplastics in gastrointestinal tracts and gills of fish from
Beibu Gulf, South China Sea. Environmental Pollution, 258, 113734.
Lee, M., Lin, C., Chiao, C., & Lu, C. (2016). Reproductive Behavior and Embryonic
Development of the Pharaoh Cuttlefish, Sepia pharaonis (Cephalopoda :
Sepiidae) Reproductive Behavior and Embryonic Development of the Pharaoh
Cuttlefish, Sepia pharaonis (Cephalopoda : Sepiidae). Zoological Studies, 55(41).
Lei, L., Wu, S., Lu, S., Liu, M., Song, Y., Fu, Z., He, D. (2018). Microplastic particles
cause intestinal damage and other adverse effects in zebrafish Danio rerio and
nematode Caenorhabditis elegans. Science of the Total Environment, 619–620,
1–8.
32
Li, L., Amara, R., Souissi, S., Dehaut, A., Duflos, G., Monchy, S. (2020). Impacts of
microplastics exposure on mussel (Mytilus edulis) gut microbiota. Science of the Total
Environment, 745,
Lusher, A., Hollman, P., & Mendozal, J. (2017). Microplastics in fisheries and
aquaculture: status of knowledge on their occurrence and implications for aquatic
organisms and food safety. In FAO Fisheries and Aquaculture Technical Paper,
615(2017), 1-147.
Masura, J., J. Baker., G. Foster dan C. Arthur. 2015. Laboratory Methods for the
Analysis of Micoplastics in the Marine Enviroment: Recomemendations for
quantifyign syntetic particles in waters and sediemnts. National Oceanic and
Atmospheric Administration, USA, 30 hlm.
Mardiansyah, Y., Banata, A. (2018). Distribusi dan jenis sampah laut serta
hubungannya terhadap ekosistem terumbu karang pulau pramuka, panggang, air,
dan kotok besar di kepulauan seribu jakarta. Scienctific Journal. 35(2), 91-102.
Mardiansyah, Y., Putri, Lily. S. E. (2021). Cuttlefish (Sepia pharaonis Ehrenberg,
1831) as a bioindicator of microplastik pollution. AACL Bioflux. 4(2)
Mistri, M., Scoponi, M., Granata, T., Moruzzi, L., Massara, F., & Munari, C. (2020).
Types, occurrence and distribution of microplastics in sediments from the
northern Tyrrhenian Sea. Marine Pollution Bulletin, 153, 111016.
Mugilarasan, M., Venkatachalapathy, R., & Sharmila, N. (2015). Occurrence of
microplastic resin pellets in sediments around Agatti island, India.
International Journal of Recent Scientific Research, 6, 7198-7201.
Nabhitabhata, J., & Nilaphat, P. (1999). Life Cycle of Cultured Pharaoh Cuttlefish , Sepia pharaonis Ehrenberg , 1831. Phuket Marine Biological Center Special
Publication, 19(1), 25–40.
Naji, A., Nuri, M., & Vethaak, A. D. (2018). Microplastics contamination in molluscs
from the northern part of the Persian Gulf. Environmental Pollution, 235, 113–
120.
Nelms, S. E., Barnett, J., Brownlow, A., Davison, N. J., Deaville, R., Galloway, T. S., Godley, B. J. (2019). Microplastics in marine mammals stranded around the
British coast: ubiquitous but transitory? Scientific Reports, 9(1), 1–8.
Oliveira, A. R., Sardinha-Silva, A., Andrews, P. L. R., Green, D., Cooke, G. M., Hall,
S., Sykes, A. V. (2020). Microplastics presence in cultured and wild-caught cuttlefish, Sepia officinalis. Marine Pollution Bulletin, 160, 1–6.
Plastic Europe. (2017). Plastics – the Facts 2017. Plastics Europe, Brussels, 44p.
33
Pörtner, H. O. (2001). Temperature Effects on Hemocyanin Oxygen Binding in an
Antarctic Cephalopod. Biological Bulletin. 67-76
Pratasik, S. B., Marsoedi, Arfiati, D., & Setyohadi, D. (2017). Egg placement habitat selection of cuttlefish, Sepia latimanus (Sepiidae, Cephalopoda, Mollusca) in
North Sulawesi waters, Indonesia. AACL Bioflux, 10(6), 1514–1523.
Priscilla, V., Sedayu, A., & Patria, M, P. (2019). Microplastic abundance in the water,
seagrass, and sea hare Dolabella auricularia in Pramuka Island, Seribu Islands,
Jakarta Bay, Indonesia. Journal of Physics: Conference Series.
Reid, Jereb, P., & Roper, C, F, E. (2005). An Annotates And Illustrated Catalogue Of Species Known To Date. Food And Agriculture Organization Of The United
Nations (FAO), 1(4).
Revel, M., Châtel, A., & Mouneyrac, C. (2018). Micro(nano)plastics: a threat to human
health? Current Opinion in Environmental Science & Health, 1, 17–23.
Rochman, C. M., Tahir, A., Williams, S. L., Baxa, D. V., Lam, R., Miller, J. T., … Teh,
S. J. (2015). Anthropogenic debris in seafood: Plastik debris and fibers from
textiles in fish and bivalves sold for human consumption. Scientific Reports, 5, 1–
10.
Rochman, N., Haeruddin., & Afiati, N., (2013). Studi morfometri dan faktor kondisi
sotong (Sepiella inermis: orbigny, 1848) yang didaratkan di PPI Tambaklorok,
Semarang. 2, 91–99.
Rosas-Luis, R. (2016). Description of plastik remains found in the stomach contents of
the jumbo squid Dosidicus gigas landed in Ecuador during 2014. Marine
Pollution Bulletin, 113(1–2), 302–305.
Sasikumar, G. (2013). Fishery and biology of pharaoh cuttlefish Sepia
pharaonis.,Central Marine Fisheries Research Institute, 7–10.
Sasikumar, G., Mohamed, K. S., & Bhat, U. S. (2013). Inter-cohort growth patterns of
pharaoh cuttlefish Sepia pharaonis (Sepioidea: Sepiidae) in Eastern Arabian Sea.
Revista de Biologia Tropical, 61(1), 1–14.
Sbrana, A., Valente, T., Scacco, U., Bianchi, J., Silvestri, C., Palazzo, L., Matiddi, M.
(2020). Spatial variability and in fl uence of biological parameters on microplastic
ingestion by Boops boops (L.) along the Italian coasts (Western Mediterranean
Sea). Environmental Pollution, 263, 114429.
Setyohadi, D., Sunardi, S., Mukhlis, N., & Nilam Cahya, C. (2016). Cuttlefish (Sepia
Spp) identification and biological analysis of a dominant cuttlefish species landed
in muncar, banyuwangi regency, east java. Research Journal of Life Science, 3(2),
109–118.
Sfriso, A. A., Tomio, Y., Rosso, B., Gambaro, A., Sfriso, A., Corami, F., Munari, C.
34
(2020). Microplastik accumulation in benthic invertebrates in Terra Nova Bay
(Ross Sea, Antarctica). Environment International, 137, 105587.
Tehranifard, A., & Dastan, K. (2011). General morphological characteristics of the
Sepia pharaonis (cephalopoda) from Persian gulf, Bushehr region. International
Conference on Biomedical Engineering and Technology, 11, 120–126.
Thompson, R. C., Swan, S. H., Moore, C. J., & vom Saal, F. (2009). Our plastik age.
Philosophical Transaction of The Royal Society Biological Science B, 364,
1973-1976.
Tirtadanu, T., & Suprapto, S. (2016). Sebaran cumi-cumi (loliginidae ) dan sotong
(sepiidae) yang tertangkap trawl di laut arafura. Marine Resources Exploration
and Management, 77–81.
Wang, W., Gao, H., Jin, S., Li, R., & Na, G. (2019a). The ecotoxicological effects of
microplastics on aquatic food web , from primary producer to human : A review.
Ecotoxicology and Environmental Safety, 173, 110–117.
Wang, W., Ge, J., & Yu, X. (2019b). Bioavailability and toxicity of microplastics to
fish species: A review. Ecotoxicology and Environmental Safety, 109913.
Woodall, L. C., Sanchez-Vidal, A., Canals, M., Paterson, G. L. J., Coppock, R., Sleight,
V., … Thompson, R. C. (2014). The deep sea is a major sink for microplastic
debris. Royal Society Open Science, 1(4).
Zhang, K., Shi, H., Peng, J., Wang, Y., Xiong, X., Wu, C., & Lam, P. K. S. (2018).
Microplastik pollution in China’s inland water systems: A review of findings,
methods, characteristics, effects, and management. Science of the Total
Environment, 630, 1641–1653.
Zhou, Q., Zhang, H., Fu, C., Zhou, Y., Dai, Z., & Li, Y. (2018). The distribution and
morphology of microplastics in coastal soils adjacent to the Bohai Sea and the
Yellow Sea Geoderma The distribution and morphology of microplastics in
coastal soils adjacent to the Bohai Sea and the Yellow Sea. Geoderma, 32, 201–
208.
35
LAMPIRAN
Lampiran 1. Dokumentasi gurita
Lampiran 2. Jumlah Bentuk Mikroplastik Pada Setiap Jenis Gurita
Fragmen
(Partikel)
Fiber
(Partikel)
Pellet
(Partikel)
Cistopus indicus 87 393 15
Cistopus taiwanicus 159 473 5
Octopus cyanea 103 344 0
Cistopus taiwanicus
Cistopus indicus
Octopus cyanea
Jenis Gurita
Bentuk Mikroplastik
36
Lampiran 3. Hasil Korelasi Pearson