Download - Penanganan Pada Pasien Dengan VSD
Penanganan pada Pasien dengan Ventricular Septal Defect
Reynaldi Sanjaya Iskandar
102013274
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510, Telp. (021) 56942061
Pendahuluan
Fungsi utama jantung adalah untuk memompakan darah ke seluruh tubuh dengan cara
mengembang dan menguncup yang disebabkan oleh karena adanya rangsangan yang berasal
dari susunan saraf otonom. Seperti pada organ-organ yang lain, jantung juga dapat
mengalami kelainan ataupun disfungsi. Sehingga muncullah penyakit jantung yang dapat
dibedakan dalam dua kelompok, yaitu penyakit jantung didapat dan penyakit jantung bawaan.
Penyakit jantung bawaan adalah kelainan struktural jantung yang kemungkinan terjadi
sejak lahir dan beberapa waktu setelah bayi dilahirkan. Salah satu jenis penyakit jantung yang
tergolong penyakit jantung bawaan adalah VSD yang paling sering ditemukan, yaitu 30%
dari semua jenis penyakit jantung bawaan. . Untuk menghindari atau mencegah penyebab
dari penyakit ini semaksimal mungkin perawat harus berusaha memberikan nasehat terutama
pada ibu yang sedang hamil untuk tidak mengkonsumsi alkohol ataupun pengobatan
sembarangan.1
Skenario
Seorang bayi laki – laki berusia 4 bulan dibawa ibunya ke UGD karena sesak nafas sejak
6 jam SMRS. Keluhan sesak didahului batuk pilek dan demam sejak 3 hari yang lalu. Selama
ini pasien sering batuk dan pilek yang berulang dan sulit sembuh. Riwayat menetek sebentar-
sebentar, sehingga berat badannya sulit naik ada. Bayi lahir spontan, ditolong bidan, langsung
menangis, tidak biru saat lahir.
Rumusan Masalah
Seorang bayi laki-laki berusia 4 bulan sesak nafas sejak 6 jam yang lalu, batuk pilek, saat
menetek sebentar- sebentar saat lahir tidak biru
1
Anamnesa
Anamnesis merupakan kumpulan informasi subjektif yang diperoleh dari apa yang
dipaparkan oleh pasien terkait dengan keluhan utama yang menyebabkan pasien mengadakan
kunjungan ke dokter.2 Anamnesis diperoleh dari komunikasi aktif antara dokter dan pasien
(auto anamnesis) atau keluarga pasien (allo anamnesis).
Tujuan pertama anamnesis adalah memperoleh data atau informasi tentang
permasalahan yang sedang dialami atau dirasakan oleh pasien. Apabila anamnesis dilakukan
dengan cermat maka informasi yang didapatkan akan sangat berharga bagi penegakan
diagnosis, bahkan tidak jarang hanya dari anamnesis saja seorang dokter sudah dapat
menegakkan diagnosis. Secara umum sekitar 60-70% kemungkinan diagnosis yang benar
sudah dapat ditegakkan hanya dengan anamnesis yang benar.2
Pada pasien dengan dugaan penyakit jantung bawaan penting sekali untuk mengajukan
beberapa pertanyaan seperti berikut:
1. Apakah kulit dan mukosa si anak membiru?
2. Apakah si anak mudah lelah dalam aktivitasnya sehari-hari?
3. Bagaimanakah pertumbuhan dan perkembangan anak? Apakah sesuai dengan anak-
anak sebayanya?
4. Apakah si anak sering mengalami infeksi saluran pernapasan atas? Batuk pilek?
5. Apakah anak tersebut lahir premature?
Riwayat :
Famili dengan penyakit herediter, saudaranya dengan PJB
Kehamilan dan perinatal : infeksi virus, obat yang dikonsumsi si ibu terutama
saat kehamilan trimester I.
Postnatal : kesulitan minum, sianosis sentral.
Pemeriksaan Fisik
Untuk membantu menegakan diagnosis suatu penyakit, selain melalui anamnesis adalah
dengan cara melakukan pemeriksaan fisik pada pasien tersebut. Dalam hal ini, pasien adalah
bayi laki-laki 4 bulan, sehingga dapat diperiksa keadaan umum, panjang badan, berat badan,
tanda-tanda vital (frekuensi nadi, frekuensi nafas, suhu tubuh), inspeksi, palpasi, auskultasi.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan anak sesak, sianosis (-), diaforetik (+). frekuensi nadi 160
kali/ menit, frekuensi nafas 64 kali/ menit, suhu 38,5oC. Pada pemeriksaan thoraks ditemukan
2
retraksi suprasternal dan intercostal, suara nafas bronkovesikuler dan ronki basah halus pada
kedua basal paru, wheezing -/-. Bunyi jantung regular dan ditemukan murmur holosistolik
grade 4/6 di ICS 4 LLSB, gallop (-). Pemeriksaan jantung ini berupa inspkesi, palpasi,
perkusi dan auskultasi. Pada inspeksi perhatikan apakah terdapat kelainan bentuk dada.
Pembesaran jantung kanan dapat menyebabkan bulging dada kiri. Hipertensi pulmonal pada
pirau kiri ke kanan dapat menyebabkan dada tampak membulat. Penonjolan dada yang difus
dapat terjadi akibat hipertrofi biventrikuler yang berat dan berlangsung lama. Perhatikan iktus
kordis serta terdapatnya pulsasi epigastrium yang mungkin disebabkan oleh hiperaktvitas
ventrikel kanan.2
1. Inspeksi
Denyut apeks atau iktus kordis pada anak yang kurus atau terdapat kardiomegali
akan mudah terlihat.
Kulit dan mukosa anak membiru (sianosis) terutama saat menangis.
2. Palpasi
Iktus kordis yang teraba, yang sangat baik teraba saat anak duduk atau sedikit
membungkuk
Pada pembesaran ventrikel kiri, apeks jantung akan tergeser ke bawah dan laterl,
biasanya isertai denyut apeks yang lebih kuat yang menunjukkan terdapatnya
peningkatan aktivitas ventrikel kiri.
Detak pulmonal, pada keadaan normal bunyi jantung II tidak teraba. Pada
hipertensi pulmonal, bunyi jantung II mengeras sehingga daoat diraba di sela iga
ke 2 tepi kiri sternum, yang disebut sebagai detak pulmonal. Penyebab paling
sering hipertensi pulmonal adalah penyakit jantung bawaan dengan pirau kiri ke
kanan yang besar.
Getaran bisisng atau thrill, adalh bising jantung yang dapat diraba. Perabaan dapat
dilakukan dengan ujung-ujung jari II atau III atau telapak tangan dengan palpasi
ringan. Getaran bisisng yang terdapat pada defek septum ventrikel atau VSD
adalah getaran bising sistolik. Pada VSD thrill teraba di sela iga III- IV tepi kiri
sternum.
3. Perkusi
Pada anak besar, perkusi dari perifer ke tengah dapat memberi kesan besarnya
jantung, terutama bila terdapat kardiomegali yang nyata. Saat ini perkusi untuk
menentukan besar danbentuk jantung cenderung ditinggalkan.
3
4. Auskultasi
Defek kecil : bunyi jantung biasanya normal
Defek sedang : bunyi jantung II dapat agak keras, “split” sempit pada sela iga II
kiri dekat sternum. Bunyi jantung I biasanya sulit dipisahkan dari bising
holosistolik/ pansistolik yang kemudian segera terdengar; bising bersifat kasar.
Punctum maksimum pada sela iga III, IV, dan V kiri langsung kiri dekat sternum.
Intensitas bising derajat II s/d VI
Defek besar : bunyi jantung I mengeras terutama pada apeks dan sering diikuti
‘click’ sebagai akibat terbukanya katup pulmonal dengan kekuatan pada pangkal
arterial pulmonalis yang melebar. Bunyi jantung II mengeras, terutama pada sela
iga II kiri, umumnya closed splite.2
Pemeriksaan Penunjang
Rontgen dada
Pemeriksaan foto dada pasien dengan VSD kecil biasanya memperlihatkan bentuk
dan ukuran jantung yang normal dengan vaskularisasi paru normal atau hanya sedikit
meningkat. Pada defek sedang, tampak kardiomegali sedang dengan konus
pulmonalis yang menonjol, peningkatan vaskularisasi paru, serta pembesaran
pembuluh darah di sekitar hilus. Pada defek besar tampak kelainan yang lebih berat,
dan pada defek besar dengan hipertensi pulmonal atau sindrom Eisenmenger
gambaran vaskularisasi paru meningkat di daerah hilus namun berkurang di perifer.3
Bila VSD besar dengan shunt dari kiri ke kanan yang besar, gambarannya:
1. Hipertrofi biventricular
2. Hipertrofi atrium kiri
3. Pembesaran batang arteri pulmonalis
4. Corakan pulmonal bertambah
Pada VSD besar dengan hipertensi pulmonal, arteri pulmonalis akan membesar, tetapi
corakan pulmonal bagian tepi kurang menonjol. 3
4
Gambar 1. VSD3
EKG
Penilaian EKG pada bayi dan anak pada penyakit apa pun harus dilakukan dengan
hati-hati karena nilai normal sangat bergantung pada umur pasien. Pada bayi dan anak
dengan defek kecil gambaran EKG sama sekali normal atau sedikit terdapat
peningkatan aktivitas vertrikel kiri. Gambaran EKG pada neonatus dengan defek
sedang dan besar juga normal, namun pada bayi yang lebih besar serta anak pada
umumnya menunjukkan kelainan.
EKG berguna untuk mengevaluasi volume overload ventricular dan hipertrofi
pada VSD sedang dan besar. EKG pada VSD menunjukan adanya gambaran
hiopertrofi ventrikel kiri tipe volume, yaitu R meninggi di V5 dan V6, S memanjang
di V1 V2, dan Q yang dalam di V5 atau V6, T yang runcing dan simetris. Hipertrofi
ventrikel kiri disertai hipertrofi atrium kanan, atau hipertrofi biventricular dengan
hipertrofi atrium kiri. Pada VSD besar dengan hiopertnsi pulmonal permanen,
gambaran EKG menunjukkan hipertrofi ventrikel kanan murni.3
5
Gambar 2. There is voltage criteria for LVH and as the RVH forces appear normal
there is biventricular hypertrophy. This is typical of a significant infant VSD with
moderate sized defect and a large left to right shunt.4
Ekokardiogram
Pemeriksaan ekokardiografi, yang pada saat ini hanya dapat dilakukan di tempat-
tempat tertentu dengan tenaga ahli yang masih sangat terbatas, perlu untuk
menentukan letak serta ukuran defek septum ventrikel di samping untuk menentukan
kelainan penyerta.
6
Gambar 3. Transesophageal echocardiographic (TEE) A and B, Left ventricular long
axis view without (A) and with color Doppler (B) showing the muscular VSD
(arrow); C, TEE image in the long-axis view demonstrating passage of the delivery
sheath from the right to the left ventricle through the VSD. D, TEE image in the 4-
chamber view during deployment of the LV disk (arrow). E and F, TEE images
without (E) and with color Doppler (F) after a 6-mm Amplatzerâ MVSD device
(arrow) has been deployed demonstrating good device position and no residual shunt.
AO, aorta, LA, left atrium; LV, left ventricle; RV, right ventricle.4
Kateterisasi jantung dan Angiografi jantung.
Kateterisasi jantung dilakukan pada kasus VSD sedang atau besar untuk menilai
besarnya pirau (flow ratio) yaitu perbandingan antara sirkulasi pulmonal dan sirkulasi
sistemik. Operasi harus dilakukan bila rasio tersebut sama dengan atau lebih besar
dari 2.
Metode ini berguna untuk mengukur tekanan dan saturasi oksigen darah di ruang
jantung serta mengukur besar shunt. Dengan injeksi kontras melalui kateter dapat
diperoleh gambaran radiografis (Angiografi). Risiko tindakan:4
1. Sakit sehingga perlu anestesi
2. Perlu waktu dan persiapan
3. Risiko stroke (terbentuk thrombus)
4. Perforasi jantung atau arteri besar
7
5. Risiko alergi bila menggunakan kontras (pada angiografi)
Kateterisasi jantung ada 2 macam, yaitu melalui jantung kiri dan jantung kanan.
Kateterisasi jantung juga digunakna sebagai metode perbaikan lesi jantung, sebagai
contoh, pada stenosis katup jantung atau vena (dengan balon kateter), menutup defek
hubungan dengan menmpatkan small umbrella misalnya pada VSD.4
Working Diagnosis
Ventricel Septum Defect
Istilah defek septum ventrikel menggambarkan suatu lubang pada sekat ventrikel. Defek
tersebut dapat terletak di manapun pada sekat ventrikel, dapat tunggal atau banyak, dan
ukuran serta bentuknya dapat bervariasi. Lubang pada septum interventrikuler yang
menyebabkan adanya hubungan aliran darah antara ventrikel kanan dan kiri. Secara normal
lubang tersebut akan menutup selama akhir minggu keempat massa embrio. Lubang tersebut
dapat hanya satu atau lebih yang terjadi akibat kegagalan fusi septum interventrikuler semasa
janin dalam kandungan.3
Gambar 10. VSD
Defek sekat ventrikel terjadi karena terlambatnya penutupan sekat interventrikuler
pada 7 minggu pertama kehidupan intrauterine, yaitu saat terjadi interaksi antara bagian
muscular interventrikular, bagian dari endokardium, dan bagian dari bulbus kordis. Pada saa
itu terjadi kegagalan fusi bagian-bagian septum interventrikular; membrane, muscular, jalan
masuk, jalan keluar, atau kombinasinya, yang bias bersifat tunggal atau multiple. Penyebab
kegagalan fusi ini belum diketahui.
8
Ada 2 kemungkinan anomaly embrional yang timbul yaitu :
- Kurangnya jaringan pembentuk septum interventrikular. Bisanya kelainan ini
adalah tipe yang berdiri sendiri terutama defek pada pars membranosa.
- Adanya defek tipe malalignment yang biasanya disertai defek intrakardial yang
lain. Malalignment muncul pada pertemuan konus septum dan septum pars
muskularis. Defek malalignment anterior biasanya disertai dengan obstruksi aliran
keluar ventrikel kanan, misalnya Tetralogi Fallot. Sebal;iknya defek malalignment
posterior biasanya berhubungan dengan obstruksi aliran keluar ventrikel kiri,
misalnya interrupted aortic arch.
Klasifikasi:
I. Berdasarkan kelainan hemodinamik:
1. Defek kecil dengan tahanan paru normal
Ada efek kecil ini terjadi pirau kiri ke kanan yang tidak bermakna, sehingga tidak
terjadi gangguan hemodinamik yang berati. Dengan perkataan lain bahwa status
kardivaskular masih dalam batas normal.
2. Defek sedang dengan tahanan vaskular paru normal
Ada defek ini sering terjadi pirau kiri ke kanan yang cukup besar. Akibatnya terjadi
peningkatan aliran darah ke paru, demikian pula darah yang kembali ke atrium kiri
bertambah akibatnya atrium kiri akan melebar dan ventrikel kiri mengalami hipertrofi
dan dilatasi.
3. Defek besar dengan hipertensi pulmonal hiperkinetik
Pasien dengan defek besar mengalami pirau kiri ke kanan yang hebat, sedangkan
teknan di ventrikel kanan dan arteri pulmonalis mendekati tekanan sistemik. Di
samping beban volume, vebtrikel kanan juga mengalami beban tekanan. Hal ini sering
merupakan stadium awal dari hipertensi pulmonal yang ireversibel.
4. Defek besar dengan penyakit obstruksi vaskular paru
Sebagian besar defek septum ventrikel besar dengan hipertensi pulmonal hiperkinetik
akan menderita penyakit obstruksi vaskular paru sehingga menjadi hipertensi
pulmonalyang ireversibel. Jarang sekali pasien mengalami obstruksi vaskuler
parutanpa melalui fase hiperkinetik. Pirau kiri ke kanan yang semula besar, dengan
meningkatnya tekanan ventrikel kanan, akan berkurang. Bila tekanan ventrikel kanan
sama dengan tekanan sistemik, maka tidak terjad pirau sama sekali, bahkan dpat
terjadi pirau terbalik (sindrom Eisenmenger).
9
II. Berdasarkan letak anatomis
defek di daerah pars membranosa septum
disebut juga defek membrane atau perimembran. Berdasarkan perluasan defeknya,
defek perimembran ini dibagi lagi menjadi yang perluasan ke outlet, inlet, dan
perluasan ke daerah trabekular.
defek muscular
dibagi menjadi muscular inlet, outlet, trabekular
defek subarterial
terletak tepat dibawah kedua katup aorta dan arteri pulmonalis, karena itu disebut juga
Doubly Committed Subarterial VSD. Defek ni dahulu disebut defek suprakristal, karena
letakny di atas Kristal supraventrikularis. Pada defek ini tinggi katup aorta dan
pulmonal terletak pada ketinggian yang sama dengan defek septum tepat berada
dibawah katup tersebut.
Differential Diagnosis
1. Atrium Septum Defect
Atrium septum defect atau yang disingkat ASD adalah salah satu penyakit jantung
bawaan yang insidensi penyakitnya cukup banyak. Pada ASD terjadi suatu lubang pada
sekat atrium yangmenyebabkan hubungan antara atrium kanan dan kiri. Pada pediatric
sendiri, kasus ASD sukar ditentukan secara pasti karena banyaknya kasus defek sekat
atrium yang ditemukan di luar kelompok pediatric, yang artinya gejala muncul setelah 4 –
5 dekade kehidupan penderita. Hal ini disebabkan bising jantung yang tidak mudah
didengar (sehingga terabaikan) danlebih sering tanpa gejala klinis (asimtomatis). Pada
usia muda aliran shunt dari atrium kiri ke atrium kanan tidak terlalu kuat, karena :
- Perbedaan tekanan antara kedua atrium tidak terlalu besar
- Struktur ventrikel kanan yang tebal dan kurang lentur pada saat bayi. Setelah
bertambah dewasa akan semakin besar, lentur, dan tipis sehingga semakin kuatlah
shunt dan gejalanya pun akan semakin tampak.
Sebagian besar pasien defek septum atriumsekundum asimtomatik. Kecurigaan
biasanya timbul pada pemeriksaan rutin ditemukan bising jantung. Infeksi saluran napas
berulang tidak begitu berat dibandingkan dengan defek septum ventrikel. Gagal jantung
10
biasanya tidak terjadi pada masa bayi dan anak, sekalipun demikian, akhir-akhir ini makin
banyak dilaporkan bayi yang menderita ASD mengalami gagal jantung kongestif.
Pertumbuhan fisik umumnya normal atau hampir normal. Hanya pada defek yang sangat
besar didapatkan deformitas dada. Pada palpasi tidak ditemukan getaran bising. Kadang
dapat diraba aktivitas ventrikel kanan yang meningkat. Pada auskultasi didapatkan bunyi
jantung I normal, sedangkan bunyi jantung II terdengar dengan split yang lebar dan
menetap. Split yang menetap terjadi karena jumlah darah dalam jantung kanan relative
tetap, karena fluktuasi derajat pirau yang seimbang dengan fluktuasi alir balik dengan
respirasi. Dalam keadaan normal, pada waktu inspirasi alir balik darah ke jantung kanan
akan bertambah, sehingga waktu ejeksi ventrikel kanan juga bertambah lama.5
Pada defek septum atrium penambahan alir balik ke jantung kanan akan menyebabkan
tekanan di atrium kanan bertambah sehinga pirau kiri ke kanan melinytasi defek akan
berkurang. Sebaliknya ekspirasi pengurangan alir balik ke jantng kanan akan
menyebabkan berkurangnya tekanan atrium kanan, sehinga pirau kiri ke kanan
bertambah. Dengan demikian maka jumlah darah dari ventrikel kanan, baik pda fase
inspirasi maupun fase ekspirasi lebih kurang sama. Akibatnya split bunyi jantung II
menetap. Split yang melebar dan menetap ini merupakan tanda fisk yang sangat penting
pada ASD.5
2. Patent (persisten) Ductus Arteriosus
Patent Ductus Arteriosus, adalah suatu keadaan dimana terjadinya komunikasi
persisten antara aorta desendens dan arteri pulmonal yang terjadi karena ada kegagalan
penutupan normal dari duktus fetus. PDA sendiri termasuk dari kelainan jantung bawaan
yang sering dijumpai.
Penampilan klinis PDA sama dengan VSD yaitu tergantung pada besarnya lubang dan
tahanan vaskuler paru. Pada PDA kecil umumnya anak asimptomatik dan jantung tidak
membesar. Sering ditemukan secara kebetulan saat pemeriksaan rutin dengan adanya
bising kontinyu yang khas seperti suara mesin (machinery murmur) di area pulmonal,
yaitu di parasternal sela iga 2–3 kiri dan dibawah klavikula kiri.
Tanda dan gejala adanya aliran ke paru yang berlebihan pada PDA yang besar akan
terlihat saat usia 1–4 bulan dimana tahanan vaskuler paru menurun dengan cepat. Gagal
jantung kongestif akan timbul disertai infeksi paru. Nadi akan teraba jelas dan keras
karena tekanan diastolik yang rendah dan tekanan nadi yang lebar akibat aliran dari aorta
ke arteri pulmonalis yang besar saat fase diastolik. Bila sudah timbul hipertensi paru,
11
bunyi jantung dua komponen pulmonal akan mengeras dan bising jantung yang terdengar
hanya fase sistolik dan tidak kontinyu lagi karena tekanan diastolik aorta dan arteri
pulmonalis sama tinggi sehingga saat fase diastolik tidak ada pirau dari kiri ke kanan.
Penutupan PDA secara spontan segera setelah lahir sering tidak terjadi pada bayi
prematur karena otot polos duktus belum terbentuk sempurna sehingga tidak responsif
vasokonstriksi terhadap oksigen dan kadar prostaglandin E2 masih tinggi. Pada bayi
prematur ini otot polos vaskuler paru belum terbentuk dengan sempurna sehingga proses
penurunan tahanan vaskuler paru lebih cepat dibandingkan bayi cukup bulan dan
akibatnya gagal jantung timbul lebih awal saat usia neonates.5
Manifestasi Klinik
Pasien dengan ASD ringan umumnya tidak menimbulkan keluhan. Sepuluh persen dari
bayi baru lahir dengan VSD yang besar akan menimbulkan gejala klinis dini seperti takipnue
(napas cepat), tidak kuat menyusu, gagal tumbuh (pada VSD besar), gagal jantung kongestif,
dan infeksi saluran pernapasan berulang.5
1. VSD kecil
Pasien asimtomatik. Pada hari-hari pertama pasca lahir tahanan vascular masih tinggi,
sehingga belum ada perbedaan tekanan yang bermakna antara ventrikel kiri dan ventrikel
kanan. Pada saat tersebut biasanya bising belum terdengar. Setelah bayi berusia 2-6
minggu, dengan penurunan tahanan vakular paru terjadilah pirau dari kiri ke kanan,
sehingga terdengar bising yang klasik, yaitu bising pansistolik denga punctum maksimum
di sela iga 3 dan 4 tepi kiri sternum. Derajat bising dapat mencapai 4/6 disertai getaran
bising atau thrill. Pertumbuhan pasien biasanya normal. Kelainan ini dikenal pula dengan
malaide de Roger.
2. VSD sedang
Penderita mudah lelah, jarang terjadi gagal jantung, kecuali bila terjadi endokarditis
infektif atau karena anemia. Terdapat pansistolik cukup keras (derajat 3) nada tinggi,
kasar, pada ICS N3-4 parasternalis kiri.
3. VSD besar
Ditemukan sesak napas, bulging, dan prekordial yang hiperaktif, bising pansistolik derajat
3-4 nada tinggi, dengan punctum maksimum di ICS 3-4 linea parasternalis kiri, bising
12
diastolic pendek pada ICS 4 linea midclavikularis setelah bunyi jantung ke 2 (terjadi
hipertensi pulmonal).
Etiologi
1. Kegagalan fusi pada fase embrional (penyebab kegagalan fusi belum diketahui), tapi
kemungkinannya :5
- Kurangnya jaringan pembentuk septum interventrikular. Bisanya kelainan ini
adalah tipe yang berdiri sendiri terutama defek pada pars membranosa.
- Adanya defek tipe malalignment yang biasanya disertai defek intrakardial yang
lain. Malalignment muncul pada pertemuan konus septum dan septum pars
muskularis. Defek malalignment anterior biasanya disertai dengan obstruksi aliran
keluar ventrikel kanan, misalnya Tetralogi Fallot. Sebal;iknya defek malalignment
posterior biasanya berhubungan dengan obstruksi aliran keluar ventrikel kiri,
misalnya interrupted aortic arch.
2. Kromosomal
Adanya beberapa kelainan kromosom dan sindrom tertentu yang mencakup VSD,
yaitu :
- Sindrom Holt-Oram
- Sindrom Down (trisomi 21)
- Trisomi 13
- Trisomi 18
3. Familial
3% anak dari orang tua dengan VSD juga menderita VSD
4. Geografis
Populasi di Asia (Jepang dan Cina mempunyai insidensi defek pulmonal lebih sering
adanya perbedaan dalam penemuan kasus)
5. Lingkungan (radiasi)
6. Obat-obatan (talidomid, ACE inhibitor, ARB)
7. Virus (rubella)
13
Epidemiologi
Defek septum ventrikel adalah kelainan jantung congenital yang paling sering ditemukan,
yaitu :6
1. 20-30% dari seluruh kasus kelainan jantung bawaan.
2. 1,5-3,5 dari 1000 kelahiran hidup
3. Frekuansi pada wanita 56% sedangkan laki-laki 44%
4. Sering dijumpai pada sindrom Down
5. Kelainan tunggal dan kelainan jantung congenital yang muncul bersama dengan VSD
adalah 50% dari seluruh kasus kelainan jantung congenital
6. Insiden tertinggi pada prematur dengan kejadian 2-3 kali lebih sering disbanding bayi
aterm.
Patofisiologi
Darah arterial mengalir dari ventrikel kiri ke ventrikel kanan melalui defek pada septum
intraventrikular. Perbedaan tekanan yang besar membuat darah mengalir dengan deras dari
ventrikel kiri ke ventrikel kanan menimbulkan bising. Darah dari ventrikel kanan didorong
masuk ke arteri pulmonalis. Semakin besar defek, semakin banyak darah masuk ke arteri
pulmonalis. Tekanan yang terus-menerus meninggi pada arteri pulmonalis akan menaikan
tekanan pada kapiler paru. Mula-mula naiknya tekanan kapiler ini masih reversibel (belum
ada perubahan pada endotel dan tunika muskularis arteri-arteri kecil paru), tetapi kemudian
pembuluh darah paru menjadi sklerosis dan akan menyebabkan naiknya tahanan yang
permanen. Bila tahanan pada a.pulmonalis sudah tinggi dan permanen, tekanan pada ventrikel
kanan juga jadi tinggi dan permanen.
VSD ditandai dengan adanya hubungan septal yang memungkinkan darah mengalir
langsung antar ventrikel biasanya dari kiri ke kanan. Diameter defek bervariasi dari 0,5 – 3,0
cm. Kira – kira 20% dari defek ini pada anak adalah defek sederhana, banyak diantaranya
menutup secara spontan. Kira – kira 50 % - 60% anak – anak menderita defek ini memiliki
defek sedang dan menunjukkan gejalanya pada masa kanak – kanak. Defek ini sering terjadi
bersamaan dengan defek jantung lain. Perubahan fisiologi yang terjadi sebagai berikut : 1.
Tekanan lebih tinggi pada ventrikel kiri dan meningkatkan aliran darah kaya oksigen melalui
defek tersebut ke ventrikei kanan. 2. Volume darah yang meningkat dipompa ke dalam paru,
yang akhirnya dipenuhi darah dan dapat menyebabkan naiknya tahanan vaskular pulmonar. 3.
Jika tahanan pulmonar ini besar, tekanan ventrikel kanan meningkat menyebabkan pirau 14
terbalik, mengalirkan darah miskin oksigen dari ventrikel kanan ke kiri menyebabkan
sianosis ( sindrom eisenmenger).3
Pathway Ventrikel Septal Defek
VSD
Tekanan tinggi resistensi sirkulai arteri lebih tinggi Ventrikel kiri ke kanan dibandingkan resistensi pulmonal
Darah mengalir ke arteri pulmonal Melalui defek septum
Volume darah di paru-paru meningkat
Resistensi pembuluh darah paru meningkat
Tekanan di ventrikel kanan meningkat risiko endokarditis
Hipertofi otot ventrikel kanan
Hipertropi pulmonal
Aliran darah ke paru meningkat
Workload/peningkatan beban kerja
Kebutuhan O2 dan zat nutrisi untuk Atrium kanan tidak dapat Metabolisme tidak seimbang Mengimbangi peningkatan workload
15
Takipnea, sesak napas saat aktivitas Pembesaran atium kanan untuk
mengatasi resistensi yang disebabkan oleh pengosongan atrium yang tidak
Berat badan sukar naik Sempurna
Intoleransi aktivitas Gejala-gejala CHF : murmur, Distensi vena jugularis, edema,
Hepatomegali
Penurunan curah jantung
Sesak napas, nutrisi kurang terpenuhi, gangguan tumbuh kembang Hypoxia kronis
Penatalaksanaan Umum
Tirah baring, posisi setengah duduk.
Pengurangan aktivitas fisik merupakan sandaran utama pengobatan gagal jantung dewasa,
namun sukar pada anak. Olahraga kompetitif, yang memerlukan banyak tenaga atau
isometrik harus dihindari, namun tingkat kepatuhan anak dalam hal ini sangat rendah. Jika
terjadi gagal jantung berat, aktivitas fisik harus sangat dibatasi. Saat masa tirah baring
seharian, sebaiknya menyibukkan mereka dengan kegiatan ringan yang mereka sukai yang
dapat dikerjakan diatas tempat tidur (menghindari anak berteriak-teriak tidak terkendali).3
Sedasi kadang diperlukan: luminal 2-3 mg/kgBB/dosis tiap 8 jam selama 1-2 hari.2,7
a. Penggunaan oksigen.
Penggunaan oksigen mungkin sangat membantu untuk penderita gagal jantung dengan
udem paru-paru, terutama jika terdapat pirau dari kanan ke kiri yang mendasari
dengan hipoksemia kronik.(3) Diberikan oksigen 30-50% dengan kelembaban tinggi
supaya jalan nafas tidak kering dan memudahkan sekresi saluran nafas keluar.2
Namun, oksigen tidak mempunyai peran pada pengobatan gagal jantung kronik.
b. Koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit.
16
c. Pembatasan cairan dan garam. Dianjurkan pemberian cairan sekitar 70-80% (2/3) dari
kebutuhan.
Sebelum ada agen diuretik kuat, pembatasan diet natrium memainkan peran penting
dalam penatalaksanaan gagal jantung. Makanan rendah garam hampir selalu tidak
sedap, lebih baik untuk mempertahankan diet adekuat dengan menambah dosis
diuretik jika diperlukan. Sebaiknya tidak menyarankan untuk membatasi konsumsi air
kecuali pada gagal jantung yang parah.
d. Diet makanan berkalori tinggi
Bayi yang sedang menderita gagal jantung kongestif banyak kekurangan kalori karena
kebutuhan metabolisme bertambah dan pemasukan kalori berkurang. Oleh karena itu,
perlu menambah kalori harian. Sebaiknya memakai makanan berkalori tinggi, bukan
makanan dengan volume yang besar karena anak ini ususnya terganggu. Juga
sebaiknya makanannya dalam bentuk yang agak cair untuk membantu ginjal
mempertahankan natrium dan keseimbangan cairan yang cukup.
e. Pemantauan hemodinamik yang ketat.
Pengamatan dan pencatatan secara teratur terhadap denyut jantung, napas, nadi,
tekanan darah, berat badan, hepar, desakan vena sentralis, kelainan paru, derajat
edema, sianosis, kesadaran dan keseimbangan asam basa.
f. Hilangkan faktor yang memperberat (misalnya demam, anemia, infeksi) jika ada.
Peningkatan temperatur, seperti yang terjadi saat seorang menderita demam, akan
sangat meningkatkan frekuensi denyut jantung, kadang-kadang dua kali dari frekuensi
denyut normal. Penyebab pengaruh ini kemungkinan karena panas meningkatkan
permeabilitas membran otot ion yang menghasilkan peningkatan perangsangan
sendiri. Anemia dapat memperburuk gagal jantung, jika Hb < 7 gr % berikan transfusi
PRC. Antibiotika sering diberikan sebagai upaya pencegahan terhadap miokarditis/
endokarditis, mengingat tingginya frekuensi ISPA (Bronkopneumoni) akibat udem
paru pada bayi/ anak yg mengalami gagal jantung kiri.12 Pemberian antibiotika
tersebut boleh dihentikan jika udem paru sudah teratasi. Selain itu, antibiotika
profilaksis tersebut juga diberikan jika akan dilakukan tindakan-tindakan khusus
misalnya mencabut gigi dan operasi. Jika seorang anak dengan gagal jantung atau
17
kelainan jantung akan dilakukan operasi, maka tiga hari sebelumnya diberikan
antibiotika profilaksis dan boleh dihentikan tiga hari setelah operasi.
g. Penatalaksanaan diit pada penderita yang disertai malnutrisi.
Memberikan gambaran perbaikan pertumbuhan tanpa memperburuk gagal jantung
bila diberikan makanan pipa yang terus-menerus.
Karena penyebab gagal jantung begitu bervariasi pada anak, maka sukar untuk membuat
generalisasi mengenai penatalaksanaan medikamentosa. Walaupun demikian, dipegang
beberapa prinsip umum. Secara farmakologis, pengobatan adalah pendekatan tiga tingkat,
yaitu:
1. Memperbaiki kinerja pompa jantung
2. Mengendalikan retensi garam dan air yang berlebihan
3. Mengurangi beban kerja
Pendekatan pertama adalah memperbaiki kinerja pompa dengan menggunakan digitalis,
jika gagal jantung tetap tidak terkendali maka digunakan diuretik (pegurangan prabeban)
untuk mengendalikan retensi garam dan air yang berlebihan. Jika kedua cara tersebut tidak
efektif, biasanya dicoba pengurangan beban kerja jantung dengan vasodilator sistemik
(pengurangan beban pasca). Jika pendekatan ini tidak efektif, upaya lebih lanjut memperbaiki
kinerja pompa jantung dapat dicoba dengan agen simpatomimetik atau agen inotropik positif
lain. Jika tidak ada dari cara-cara tersebut yang efektif, mungkin diperlukan transplantasi
jantung. Untuk menilai hasilnya harus ada pencatatan yang teliti dan berulangkali terhadap
denyut jantung, napas, nadi, tekanan darah, berat badan, hepar, desakan vena sentralis,
kelainan paru, derajat edema, sianosis, dan kesadaran.2,7
Penatalaksaan Medis
A. Pembedahan
Pada VSD besar dengan hipertensi pulmonal yang belum permanen: biasanya pada
keadaan menderita gagal jantung sehingga dalam pengobatannya menggunakan digitalis.
Bila ada anemia diberi transfusi eritrosit terpampat selanjutnya diteruskan terapi besi.
Operasi dapat ditunda sambil menunggu penutupan spontan atau bila ada gangguan dapat
dilakukan setelah berumur 6 bulan.
18
Pada VSD besar dengan hipertensi pulmonal permanen:operasi paliatif atau operasi
koreksi total sudah tidak mungkin karena a.pulmonalis mengalami arteriosklerosis. Bila
defek ditutup, ventrikel kanan akan diberi beban yang berat sekali dan akhirnya akan
mengalami dekompensasi. Bila defek tidak ditutup, kelebihan tekanan pada ventrikel
kanan dapat disalurkan ke ventrikel kiri melalui defek.
1) Antibiotic profilaksis → mencegah endokarditis pada tindakan tertentu
2) Penanganan gagal jantung jika terjadi operasi pada umur 2-5 tahun
3) Prognosis operasi baik jika tahanan vascular paru rendah, pasien dalam keadaan
baik, BB 15 kg. Bila sudah terjadi sindrom Eisenmenger → tidak dapat dioperasi.
Sindrom Eisenmenger diderita pada penderita dengan VSD yang berat, yaitu
ketika tekanan ventrikel kanan sama dengan ventrikel kiri, sehingga shuntnya
sebagian atau seluruhnya telah menjadi dari kanan ke kiri sebagai akibat
terjadinya penyakit vaskuler pulmonal.
4) Penatalaksanaan Bedah: Perbaikan defek septum ventricular
Perbaikan dini lebih disukai jika defeknya besar. Bayi dengan gagal jantung
kronik mungkin smemerlukan pembedahan lengkap atau paliatif dalam bentuk
pengikatan atau penyatuan arteri pulmoner jika mereka tidak dapat distabilkan
secara medis. Karena kerusakan yang ireversibel akibat penyakit vaskular paru,
pembedahan hendaknya tidak ditunda sampai melewati usia pra sekolah atau jika
terdapat resistensi vaskular pulmoner progresif.
Dilakukan sternotomi median dan bypass kardiopulmoner, dengan
penggunaan hipotermia pada beberapa bayi. Untuk defek membranosa pada
bagian atas septum, insisi atrium kanan memungkinkan dokter bedahnya
memperbaiki defek itu dengan bekerja melalui katup trikuspid. Jika tidak,
diperlukan ventrikulotomi kanan atau kiri. Umumnya Dacron atau penambal
perikard diletakkan di atas lesi, meskipun penjahitan langsung juga dapat
digunakan jika defek tersebut minimal. Pengikatan yang dilakukan tadi diangkat
dan setiap defornitas karenanya diperbaiki.
Respon bedah harus mencakup jantung yang secara hemodinamik normal,
meskipun kerusakan yang disebabkan hipertensi pulmoner itu bersifat ireversibel.
Berikut ini adalah komplikasi dari gangguan tersebut :
a) Kemungkinan insufisiensi aorta (terutama jika sudah ada sebelum
pembedahan)
19
b) Aritmia
Blok cabang ikatan kanan (ventrikulotomi kanan)
Blok jantung
c) Gagal jantung kronik, terutama pada anak dengan hipertensi pulmoner dan
ventrikulotomi kiri
d) Perdarahan
e) Disfungsi ventrikel kiri
f) Curah jantung rendah
g) Kerusakan miokardium
h) Edema pulmoner
Defek septum ventrikular residual jika perbaikannya tidak menyeluruh karena
adanya defek septum ventrikular multiple.
B. Farmakologi
Penatalaksanaan secara medika mentosa pada VSD bertujuan untuk menghindari atau
menanggulangi gagal jantung kongestif (congestive heart failure, CHF). Pasien dengan
CHF dapat diberi obat-obatan seperti agen pengurang-afterload, β-blockers, diuretik, dan
digitalis. 3,5,6
1. Agen pengurang-afterload oral meningkatkan cardiac output dengan mengurangi
tahanan vaskuler sistemik. ACE-inhibitor merupakan terapi lini pertama pada pasien
dengan CHF yang membutuhkan pengobatan jangka panjang. Agen ini secara umum
berguna pada anak dengan jantung normal secara struktural tetapi terdapat
pengurangan fungsi miokardial ventrikel kiri. Agen ini juga berguna dalam
memperbaiki insufisiensi aorta dan mitral dan mempunyai peran dalam mengontrol
gagal jantung refrakter pada pasien dengan pirau kiri-ke-kanan yang besar dimana
tahanan vaskuler sistemik meningkat.3,5
2. β-blocker dapat menjadi terapi tambahan yang berguna pada anak dengan gagal
jantung refreakter yang telah menerima ACE inhibitor. Adanya katekolamin yang
bersirkulasi berlebih karena aktivasi dari sistem saraf simpatik merupakan hasil dari
gagal jantung. Meskipun respons kompensasi ini menguntungkan saat akut, fibrosis
miokardial, hipertrofi miosit, dan apoptosis miosit dapat berkontribusi memperparah
gagal jantung. β-blocker mengantagaonis aktivasi simpatis ini dan menghilangkan
efek-efek tersebut. Efek samping dari β-blockers berbahaya dan meliputi bradikardia
20
simtomatik dan hipotensi, dan perburukan gagal jantung dapat terjadi pada beberapa
pasien.3,5
3. Terapi diuretik dapat diperlukan dalam penatalaksanaan CHF untun menjaga pasien
dalam tingkat euvolemik. Furosemide dapat diberikan intravena maupun oral.
Furosemide membuang sebagian besr kalium dan klorida dari dalam tubuh,
menyebabkan alkalosis metabolic hipokloremia bila digunakan dalam waktu lama.
Elektrolit harus dimonitor saat terapi jangka panjang. Tiazid dapat digunakan untuk
kasus CHF parah. Spironolakton dapat digunakan sebagai kombinasi dengan
furosemide atau tiazid untuk memperkuat efek diuretik. Karena sifatnya menghemat
kalium, pemberian kalium tambahan harus dihindari. Spironolakton dapat juga
digunakan sebagai antagonis neurohormonal dengan keuntungan potensial pada CHF
selain dari efek diuretiknya.3,5,6
4. Digitalis merupakan glikosida jantung yang mempunyai efek inotropic positif untuk
jantung dengan efek penurunan tahanan vaskuler sistemik. Preparat standar digitalis
yang digunakan pada praktik adalah digoksin. Pemberian digitalis inni pertama
setengah dari total dosis yang ditentukan, lalu seperempat dosis setelah 6 sampai 12
jam setelah pemberian pertama. Setelah 24 jam berikan dosis maintenance. Perhatikan
pula bila terjadi toksisitas digitalis. Bigeminus ventrikel dan blok AV derajat satu-tiga
merupakan karakteristik dari toksisitas digitalis.3,5
5. Pembatasan asupan cairan jarang diaplikasikan pada anak seiring dengan efektivitas
dari diuretik. Memastikan asupan kalori untuk mencapai pertumbuhan normal
merupakan tujuan penting untuk pasien anak dengan CHF. 3,5
Komplikasi
1. Gagal jantung kronik
2. Endokarditis infektif
3. Terjadinya insufisiensi aorta atau stenosis pulmonary
4. Penyakit vaskular paru progresif
5. kerusakan sistem konduksi ventrikel, Ro toraks memperlihatkan kardiomegali dengan
pembesaran LA, LV, dan kemungkinan RV. Terdapat peningkatan PVM. Derajat
kardiomegali dan peningkatan PVM sesuai dengan bertambahnya besar defek VSD.
Bila telah terjadi PVOD maka gambaran lapangan paru akan iskemik dan segmen PA
akan membesar
21
6. Kelainan fungsi ventrikel
7. Gagal jantung
Prognosis
- Surgical mortality 3-5% dari perbaikan VSD
- Pasien dengan VSD kecil yang asimtomatik memeliki prognosis baik
- Pasien dengan VSD sedang – besar tergantung pada besarnya defek,
perkembangan vaskularisasi paru, outflow dari ventrikel kanan-hipertrofi-dan
obstruksi, gagal jantung, insufiensi aorta, dan endokarditis
- Pasien dengan Eisenmenger syndrome survival rate nya turun, dan dianjurkan
untuk melakukan transplantasi jantung-paru.
Pencegahan
1. Anak diberikan asupan kalori yang memadai agar mencapai pertumbuhan yang optimal.
2. Sebelum dan selama hamil ibu menghindari pemakaian alkohol, merokok dan mengontrol
diabetesnya secara teratur.
3. Menurut Artikel Ventricular Septum Defect pasien Small Ventricular Septum Defect
dengan tekanan arteri paru normal, fungsi ventrikel normal, dan tidak ditemukan lesi
memiliki toleransi aktifitas yang normal dan tidak ada batasan berolahraga. Sedangkan yang
memiliki pulmonary arterial hypertension biasanya memiliki batasan dalam berolahraga.
Dan juga pada wanita hamil dengan Small Ventricular Septum Defect tanpa hipertensi paru
tidak menimbulkan resiko pada kehamilan. Sedangkan moderate defects dapat meningkatkan
aliran darah pada paru-paru selama kehamilan.
Penutup
Berdasarkan dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik, bayi laki-laki 4 bulan tersebut
terdiagnosa mengalami penyakit jantung kongenital berupa defek septum ventrikel/
ventricular spetal defect (VSD). Ventricular septal defect (VSD) merupakan penyakit jantung
bawaan dimana sekat antar-ventrikel mengalami pirau. Pirau tersebut dikelompokkan
menjadi kecil hingga besar. Pada pirau yang kecil, anak tidak mengalami gejala klinis,
sedangkan pada pirau besar anak akan mengalami hipertensi pulmonal sampai gagal jantung.
Penatalaksanaannya berupa tindakan bedah dan pemberian beberapa preparat seperti diuretik,
β-blocker, ACE inhibitor, dan digitalis.
22
Daftar Pustaka
1. Staf pengajar ilmu kesehatan anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Penyakit jantung bawaan. Dalam: Buku ajar ilmu kesehatan anak. Jakarta: bagian
ilmu kesehatan anak FK UI; 1991. Hlm.528-98.
2. Wahidiyat I, Matondang CS Sastroasmoro, editors. Diagnosis fisis pada anak. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 1991.
3. Wahab AS. Kardiologi anak : penyakit jantung congenital yang tidak sianotik.
Jakarta: EGC; 2009.
4. Crawford MH, Srivathson K, McGlothlin DP. Current consult cardiology. USA: Mc
Graw Hill; 2006.
5. Rilantono LI. Penyakit kardiovaskular. Jakarta : Badan Penerbit FKUI;2013.h.509-42
6. Marcdante KJ, Kliegman RM, Jenson HL, Behrman RE, editors. Nelson essential of
pediatrics. 6 th edition. USA: Saunders Elsevier; 2011.
7. Ooi H, Colucci WS. Pengobatan Farmakologis Gagal Jantung. Dalam: Tim Alih
Bahasa Sekolah Farmasi ITB. Translator. Goodman & gilman dasar farmakologi
terapi. ed. 10. vol. 1. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2012. h. 1745-55
23