perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
PENAMBAHAN SERAT ABACA UNTUK SLURRY SEAL
PADA BERBAGAI KADAR FILLER
(Tinjauan Uji Konsistensi, Setting Time dan ITS)
The Addition of Abaca Fiber to Slurry Seal at Various Level of Filler
( Review of Test Consistensy, Setting Time and ITS )
SKRIPSI
Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Disusun Oleh :
EKO ANGGORO JATI NIM. I 1107008
JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA 2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user iv
MOTTO
“Maha suci Engkau ya Allah, kami tidak mempunyai pengetahuan melainkan apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami, karena sesungguhnya Engkaulah yang maha mengetahui lagi maha bijaksana”.
(Al – Baqoroh’ : 32)
“Pendidikan merupakan perlengkapan paling baik untuk hari tua”.
( Aristoteles )
PERSEMBAHAN
Kupersembahkan karyaku ini untuk :
Kedua Orang Tuaku Bapak Jarwanto dan Ibu Siti Umiyatun yang selalu meridhoi dan mendukungku, terima kasih atas kasih sayang & semangat untukku
Almamaterku, Universitas Sebelas Maret Surakarta
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user v
ABSTRAK
Eko Anggoro Jati, 2012. Penambahan Serat Abaca Untuk Slurry Seal Pada Berbagai Kadar Filler ( Tinjauan Uji Konsistensi, Setting Time Dan ITS ). Skripsi, Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Slurry Seal adalah lapisan tipis dengan tebal maksimum 10 mm yang terdiri dari campuran aspal emulsi tanpa pemanasan dengan kandungan agregat bergradasi halus, mineral filler, air dan bahan tambah lainnya dicampur secara merata dan dihampar di atas permukaan berbentuk bubur aspal atau slurry. Penambahan Serat Abaca dan abu batu merupakan upaya meningkatkan kualitas campuran Slurry Seal yang lebih baik sehingga mampu meningkatkan daya ketahanan slurry seal dari beban lalu lintas kendaraan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hasil penambahan Serat Abaca dan abu batu dengan melakukan eksperimen di dalam laboratorium. Pengujian yang dilakukan slurry seal dengan tipe III adalah pengujian konsistensi, setting time dan ITS (Indirect Tensile Strength). Pembuatan dan pengujian benda uji didasarkan pada spesifikasi khusus Perencanaan Bubur Aspal Emulsi (Slurry Seal) dari Bina Marga (2008). Sebagai kontrol campuran slurry seal dilakukan pengujian konsistensi untuk mendapatkan kadar air optimum sebelum dilanjutkan dengan uji setting time dan uji ITS. Hasil analisis menunjukkan bahwa penambahan kadar air 10% penambahan serat abaca sebanyak 0,3% konsistensi penyebaran rata-rata ≤ 3 cm, begitu juga dengan penambahan serat abaca yang juga diikuti penambahan abu batu 1-3% nilai konsistensi tetap sesuai dengan persyaratan dari Bina Marga. Penambahan serat abaca dan abu batu membuat setting time menjadi lebih cepat daripada campuran normal tanpa penambahan serat abaca dan abu batu. Penambahan serat abaca sebanyak 0,3% membuat nilai ITS naik 23,92 kPa dibandingkan dengan tanpa penambahan serat (23,42 kPa). Nilai ITS maksimum terjadi pada campuran slurry seal dengan penambahan abu batu 1% dan serat abaca 0,3% sebesar 26,89 kPa. Kata kunci : slurry seal, konsistensi, setting time dan ITS
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user vi
ABSTRACT
Eko Anggoro Jati, 2012. The Addition of Abaca Fiber to Slurry Seal at Various level of filler ( Review of Test Consistensy, Setting Time and Indirect Tensile Strength ). Thesis, Civil Engineering of Engineering Faculty, Sebelas Maret University. Slurry Seal is a thin layer with a maximum thickness of 10 mm consisting of a mixture of asphalt emulsion content without heating with finely graded aggregate, mineral filler, water and other added ingredients are mixed and spread evenly over the surface of asphalt or slurry. Abaca fibers and the addition of stone dust is an effort to improve the quality of Slurry Seal mixture better so as to enhance the resilience of slurry seal from traffic loads. This study aims to determine the addition of Abaca Fiber and stone dust by performing experiments in the laboratory. Tests conducted by the type III slurry seal is a test of consistency, setting time and ITS (Indirect Tensile Strength). Manufacture and testing of the test object based on a particular specification asphalt emulsion slurry Planning (Slurry Seal) of the Bina Marga (2008). As a control slurry seal mixture the consistency of testing performed to obtain optimum moisture content before continuing with the test time and test ITS setting. The analysis showed that the addition of the water content of 10% addition of abaca fiber consistency of 0.3% average spread of ≤ 3 cm, as well as the addition of abaca fiber which is also followed by the addition of stone dust the consistency of 1-3% remains in compliance with the requirements of Development Marga. The addition of abaca fiber and stone dust to make the setting time is faster than the normal mixture without the addition of abaca fiber and stone dust. Addition of 0.3% abaca fibers make up the ITS 23.92 kPa compared with no addition of fiber (23.42 kPa). ITS maximum value occurs in the slurry seal mixture with the addition of stone dust 1% and 0.3% abaca fiber at 26.89 kPa. Keywords: slurry seal, consistency, setting time and ITS
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user vii
KATA PENGANTAR
Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas segala limpahan
rahmat dan hidayah-Nya maka penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan
baik.
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan S-1
di Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Penulis mengambil judul skripsi “Penambahan Serat Abaca Untuk Slurry Seal
Pada Berbagai Kadar Filler ( Tinjauan Nilai Konsistensi, Setting Time dan
ITS )”.
Skripsi ini tidak dapat terselesaikan tanpa bantuan dari pihak-pihak yang ada di
sekitar penulis, karena itu dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terima
kasih sebesar-besarnya kepada:
1. Pimpinan Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Pimpinan Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
3. Bapak Edy Purwanto, ST, MT selaku Pembimbing Akademik dan Kaprog
Studi S1 Non Reguler Jurusan Teknik Sipil Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
4. Bapak Ir. Ary Setyawan, MSc, Ph.D selaku Dosen Pembimbing I.
5. Bapak Ir. Djumari, MT selaku Dosen Pembimbing II.
6. Tim Penguji Pendadaran.
7. Staf pengelola/laboran Laboratorium Jalan Raya Jurusan Teknik Sipil Fakultas
Teknik Universitas Sebelas Maret.
8. Teman Tim seperjuangan Shidqi dan Mbak Ratna yang telah membantu
selama di laboratorium.
9. Teman-teman angkatan 2006, 2007 dan Sipil Transfer 2008-2010 UNS serta
rekan-rekan yang telah memberikan dukungan dan semangat.
10. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user viii
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu
saran dan kritik yang membangun akan penulis terima dengan senang hati demi
kesempurnaan penelitian selanjutnya. Akhir kata semoga skripsi ini dapat
memberikan manfaat bagi semua pihak pada umumnya dan mahasiswa pada
khususnya.
Surakarta, Juli 2012
Penyusun
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user ix
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i
HALAMAN PERSETUJUAN ........................................................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... iii
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN.............................................. iv
ABSTRAK ........................................................................................................ v
KATA PENGANTAR ...................................................................................... vii
DAFTAR ISI ..................................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xii
DAFTAR TABEL ............................................................................................ xiii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xv
DAFTAR NOTASI ........................................................................................... xvi
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ........................................................................................ 1
1.2. Rumusan Masalah ................................................................................... 5
1.3. Batasan Masalah ..................................................................................... 5
1.4. Tujuan Penelitian .................................................................................... 6
1.5. Manfaat Penelitian .................................................................................. 6
1.5.1. Manfaat Teoritis .......................................................................... 6
1.5.2. Manfaat Praktis ........................................................................... 6
BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1. Tinjauan Pustaka .................................................................................... 7
2.2. Dasar Teori .............................................................................................. 10
2.2.1 Agregat ........................................................................................ 10
2.2.2 Jenis Agregat ............................................................................... 13
2.2.3 Bahan Pengisi (Filler) ................................................................. 14
2.2.4 Serat Abaca ................................................................................. 14
2.2.5 Aspal Emulsi ............................................................................... 16
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user x
Halaman
2.2.6 Bubur Aspal Emulsi (Slurry Seal) ............................................... 16
2.2.6.1 Jenis Slurry Seal .......................................................... 17
2.2.6.2 Tipe Slurry Seal ........................................................... 17
2.2.6.3 Kegunaan Slurry Seal .................................................. 18
2.2.6.4 Pengaplikasian Slurry Seal .......................................... 18
2.2.6.5 Pertimbangan Pemakaian Slurry Seal ......................... 19
2.2.6.6 Komposisi Pembuat Bahan Slurry Seal ...................... 20
2.2.6.7 Job Mix standar Slurry Seal ........................................ 21
2.2.6.8 Karakteristik Campuran .............................................. 25
2.3. Uji Konsistensi Campuran Slurry seal .................................................... 27
2.4. Setting Time ............................................................................................. 27
2.5. Uji Kuat Tarik dengan Alat ITS (Indirect Tensile Strength) .................. 28
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1. Metode Penelitian ................................................................................... 30
3.2. Tempat Penelitian .................................................................................... 30
3.3. Teknik Pengumpulan Data ...................................................................... 30
3.3.1. Data Primer .................................................................................. 30
3.3.2. Data Skunder ............................................................................... 31
3.4. Bahan dan Peralatan Penelitian ............................................................... 31
3.4.1. Bahan ........................................................................................... 31
3.4.2. Peralatan Penelitian ..................................................................... 32
3.5. Desain Campuran Slurry Seal ................................................................. 33
3.5.1. Penentuan Proporsi Material dalam Campuran Slurry Seal ........ 33
3.5.2. Perhitungan Kebutuhan Aspal Emulsi ......................................... 35
3.5.3. Pembuatan Benda Uji .................................................................. 36
3.5.3.1 Benda Uji Konsistensi ................................................. 37
3.5.3.2 Benda Uji Setting Time dan Indirect Tensile Strength 38
3.6. Pengujian Karakteristik Slurry Seal ........................................................ 39
3.6.1 Penentuan Kadar Air untuk Mencapai Konsistensi Optimum
Campuran .................................................................................... 39
3.6.2 Pengujian Waktu Pemantapan (Setting Time) ............................. 40
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user xi
Halaman
3.6.3 Pengujian ITS (Indirect Tensile Strength) ................................... 41
3.7. Tahapan Penelitian .................................................................................. 41
BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Penelitian ....................................................................................... 45
4.1.1 Hasil Pemeriksaan Aspal Emulsi ................................................. 45
4.1.2 Hasil Pemeriksaan Agregat ......................................................... 46
4.1.3 Hasil Pemeriksaan filler dan Serat Abaca ................................... 48
4.1.4 Perencanaan Gradasi Slurry Seal ................................................ 48
4.1.5 Estimasi Kadar Aspal Residu ...................................................... 49
4.1.6 Hasil Pengujian Slurry Seal ......................................................... 49
4.1.6.1 Hasil Pengujian Konsistensi ....................................... 50
4.1.6.2 Hasil Pengujian Setting Time ...................................... 52
4.1.6.3 Hasil Pemeriksaan Densitas, SGmix dan Porositas ....... 54
4.1.6.4 Hasil Pengujian ITS (Indirect Tensile Strength) ......... 61
4.2. Pembahasan ............................................................................................. 63
4.2.1 Analisis Hasil Pengujian Konsistensi .......................................... 63
4.2.2 Analisis Hasil Pengujian Setting Time ........................................ 64
4.2.3 Analisis Nilai Densitas ................................................................ 66
4.2.4 Analisis Nilai Porositas (Void In Mix)......................................... 69
4.2.5 Analisis Nilai ITS (Indirect Tensile Strength) ............................. 70
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan ............................................................................................. 72
5.2. Saran ....................................................................................................... 73
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 74
LAMPIRAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user xii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1.1. Mekanisme Terjadinya Gaya Tarik dan Kerusakan Retak ................. 4
Gambar 2.1. Dimensi Benda Uji ............................................................................. 26
Gambar 2.2. Alat Uji Indirect Tensile Strength Test .............................................. 28
Gambar 2.3. Diagram Skematik Pembebanan ITS ................................................. 29
Gambar 2.4. Pembebanan Sampel Uji Slurry Seal .................................................. 29
Gambar 3.1. Kerucut Konsistensi dan Plat Logam ................................................. 32
Gambar 3.2. Alat Uji ITS ........................................................................................ 33
Gambar 3.3. Grafik Gradasi Rencana Campuran Slurry Seal yang digunakan
dalam penelitian ................................................................................. 34
Gambar 3.4. Diagram Alir Metode penelitian ......................................................... 33
Gambar 4.1. Agregat yang Digunakan ................................................................... 46
Gambar 4.2. Pre-Wetting pada Agregat Kering ...................................................... 50
Gambar 4.3. Pengujian Konsistensi dengan Alat Kerucut Konsistensi .................. 52
Gambar 4.4. Penyentuhan tissue pada Pengujian Setting Time ............................... 53
Gambar 4.5. Pengujian ITS Sebelum Pembebanan ................................................. 63
Gambar 4.6. Pengujian ITS Setelah Pembebanan ................................................... 63
Gambar 4.7. Grafik Hubungan Waktu Setting dengan Kadar Residu Aspal ......... . 65
Gambar 4.8. Grafik Hubungan Waktu Setting time pada Penelitian Agus
Taufik Mulyono (1999) ...................................................................... . 66
Gambar 4.9. Grafik Hubungan Densitas dengan Kadar Residu Aspal Emulsi ...... 67
Gambar 4.10. Grafik Hubungan Porositas dengan Kadar Residu Aspal Emulsi ...... 69
Gambar 4.11. Grafik Hubungan ITS dengan Kadar Residu Aspal Emulsi ............... 70
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user xiii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1. Komposisi Filler dalam Penelitian N.Oikonomou (2007) ............... 7
Tabel 2.2. Karakteristik Slurry Seal Penelitian N. Oikonomou (2007) ............ 8
Tabel 2.3. Kriteria Pemilihan Pekerjaan dengan Slurry Seal ............................ 19
Tabel 2.4. Karakteristik Jenis Campuran Bubur Aspal Emulsi ........................ 20
Tabel 2.5. Gradasi Agregat ............................................................................... 22
Tabel 2.7. Gradasi Rencana Campuran Slurry Seal .......................................... 23
Tabel 3.1. Gradasi Rencana Campuran Slurry Seal .......................................... 34
Tabel 3.2. Kebutuhan Agregat untuk Pembuatan Benda Uji ............................ 35
Tabel 3.3. Kebutuhan Aspal Emulsi Berdasarkan Variasi Kadar Residu
Aspal Emulsi .................................................................................... 36
Tabel 3.4. Jumlah Pembuatan Benda Uji Konsistensi ...................................... 37
Tabel 3.5. Jumlah Pembuatan Benda Uji Waktu Pemantapan ( Setting Time ) 38
Tabel 3.6. Jumlah Pembuatan Benda Uji ITS .................................................. 39
Tabel 4.1. Hasil Pemeriksaan Aspal Emulsi CSS-1h ........................................ 45
Tabel 4.2. Hasil Pemeriksaan Coarse Aggregate (CA) .................................... 47
Tabel 4.3. Hasil Pemeriksaan Medium Aggregate (MA) .................................. 47
Tabel 4.4. Hasil Pemeriksaan Fine Aggregate (FA) ......................................... 47
Tabel 4.5. Hasil Pemeriksaan Natural Sand (NS) ............................................. 47
Tabel 4.6. Data Berat Jenis Filler dan Serat Abaca .......................................... 48
Tabel 4.7. Perencanaan Gradasi Campuran Slurry Seal.................................... 48
Tabel 4.8. Hasil Uji Konsistensi Kadar Residu Aspal Emulsi 6,5 % ............... 50
Tabel 4.9. Hasil Uji Konsistensi Kadar Residu Aspal Emulsi 7 % .................. 51
Tabel 4.10. Hasil Uji Konsistensi Kadar Residu Aspal Emulsi 7,5 % ............... 51
Tabel 4.11. Hasil Uji Konsistensi Kadar Residu Aspal Emulsi 8 % .................. 51
Tabel 4.12. Hasil Uji Konsistensi Kadar Residu Aspal Emulsi 8,5 % ............... 52
Tabel 4.13. Hasil Pengujian Setting Time Rata-Rata (menit) ............................. 53
Tabel 4.14. Hasil Rekapitulasi Nilai Densitas Rata-Rata ................................... 55
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user xiv
Halaman
Tabel 4.15. Hasil Rekapitulasi Perhitungan Nilai Spesific Grafity (SGmix) ........ 59
Tabel 4.16. Hasil Nilai Porositas Rata-Rata ....................................................... 60
Tabel 4.17. Hasil Rekapitulasi Pengujian ITS ................................................... 62
Tabel 4.18. Hasil Densitas Optimum pada Kondisi KARO ............................... 68
Tabel 4.19. Nilai Porositas Terkecil pada Kadar Residu Aspal Emulsi 8,5 % ... 69
Tabel 4.20. Hasil Kadar Residu Aspal Optimum Berdasarkan Pengujian ITS ... 71
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user xv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran A Data Penelitian ...................................................................... A-1
Lampiran B Dokumentasi Penelitian ........................................................ B-1
Lampiran C Berkas Kelengkapan Skripsi ................................................. C-1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user xvi
DAFTAR NOTASI
A Persen agregat tertahan saringan No.8 (2,36mm)
B Persen agregat lolos saringan No.8 (2,36mm) dan tertahan saringan
No. 200 (0,75mm)
C Persen agregat lolos saringan No.200 (0,75mm)
d Diameter benda uji
D Densitas
h Tinggi rata-rata benda uji
ITS Indirect Tensile Strength
KARO Kadar Aspal Residu Optimum
LHR Lalu Lintas Harian Rata-rata
Ma Berat benda uji di udara
P Porositas
Pi Kuat tarik tidak langsung terkalibrasi
R2 Koefisien Determinasi
SGa Specific Gravity aspal
SGag Specific Gravity agregat
SGf Specific Gravity filler
SGmix Spesific Gravity campuran
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Perkerasan jalan merupakan lapis perkerasan yang terletak antara tanah dasar dan
roda kendaraan berfungsi memberikan pelayanan kepada sarana transportasi.
Untuk memperoleh jalan yang dapat bertahan sesuai dengan masa layanan
diperlukan perencanaan struktur perkerasan jalan yang matang. Aspek yang
penting dalam perencanaan tersebut adalah stabilitas perkerasan, kenyamanan dan
keamanan bagi pengguna jalan.
Untuk memenuhi tujuan tersebut dibutuhkan material yang baik, peralatan yang
lengkap dan baik, sumber daya manusia yang memadai, dana yang cukup, dan
pengawasan ketat dilapangan. Selain itu, kegiatan pemeliharaan jalan baik
pemeliharaan rutin atau berkala, kegiatan rehabilitasi, maupun kegiatan
peningkatan senantiasa dilakukan untuk mempertahankan umur layanan dan
mengantisipasi terjadinya kerusakan dini. Pemeliharaan rutin yang sering
dilakukan hanya merupakan solusi untuk meningkatkan kualitas berkendara
(Riding Quality) tanpa meningkatkan kekuatan struktural.
Pemeliharaan rutin melalui penambahan penambahan lapisan tipis (thin surfacing)
pada permukaan jalan merupakan salah satu solusi untuk melindungi struktur
perkerasan, memperbaiki dan diharapkan mampu memperpanjang umur
perkerasan. Teknik pemeliharaan yang biasa dilakukan antara lain overlay hot mix
dengan tebal < 40mm, recycling hot in place <40 mm, micro surfacing, slurry
seal, surface treatment, restoractive seal dan texturing.
Pemeliharaan jalan melalui penambahan tebal lapis permukaan (overlay)
membutuhkan biaya yang cukup besar. Penggunaan campuran panas (hot mix)
yang sering dilaksanakan dinilai lebih banyak membutuhkan biaya karena
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
2
kebutuhan material, tenaga, serta penggunaan alat cukup banyak dan bervariasi.
Selain itu proses pemanasan dengan suhu tinggi akan menghasilkan zat-zat
polutan, yang sangat mengganggu lingkungan, dan bertentangan dengan
himbauan pemerintah untuk mengurangi limbah industri pada saat ini.
Slurry seal atau bubur aspal emulsi adalah lapisan tipis dengan tebal maksimum
10 mm yang terdiri dari campuran aspal emulsi tanpa pemanasan dengan
kandungan agregat bergradasi halus, mineral filler, air dan bahan tambah lainnya
dicampur secara merata dan dihampar di atas permukaan berbentuk bubur aspal
atau slurry.
Slurry seal merupakan salah satu jenis campuran aspal dingin yang
diformulasikan secara tepat sebagai bahan pemeliharaan, perawatan permukaan
perkerasan jalan, atau sebagai penambahan tebal lapis permukaan yang terbatas.
Penambahan Slurry seal akan meningkatkan kerataan perkerasan dengan
mengurangi ketidakrataan (roughness) dan alur (rutting), melapisi permukaan
perkerasan, meningkatkan kekesatan tanpa harus melakukan retexturing.
Pemeliharaan dengan menggunakan Slurry seal patut untuk diperhitungkan
berhubung pemeliharaan dengan sistem pencegahan ini lebih efektif karena tidak
hanya melindungi perkerasannya saja tetapi juga melindungi investasi yang telah
dikeluarkan untuk perkerasan tersebut. Pembiayaan lebih murah dalam arti
perbaikan kerusakan sesungguhnya. Slurry seal cost of approximately $1.30 per
square yard (compared to $9.00 + per square yard for an overlay) a slurry seal can
extend the serviceable life of a residential street 7-10 years (Marion, 2011).
Pengaplikasiannya mudah dan cepat karena lalu lintas dapat dibuka dalam
beberapa jam. Slurry seal juga mencegah kerusakan akibat umur, cuaca, oksidasi,
kehilangan butiran halus serta menambah nilai estetis, karena perkerasan akan
memiliki lapisan aus yang baru, hitam dan tekstur yang seragam.
Dalam upaya meningkatkan kualitas campuran Slurry seal yang baik maka
diperlukan suatu modifikasi, dalam penelitian ini dilakukan penambahan serat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
3
abaca dan filler abu batu. Abu batu merupakan hasil samping dari mesin pemecah
batu (stone crusher) dalam proses pemecahan batu menjadi batu pecah. Adapun
serat abaca adalah serat yang dihasilkan dari pelepah pisang abaca (Musa
textilis).
Pisang Abaca merupakan jenis pisang asli Filipina. Sosok tanamannya, sama
dengan pisang biasa, yang membedakannya adalah lebih ramping dan tingginya
bisa sampai enam meter. Abaca juga tidak menghasilkan pisang, sebab buahnya
tidak pernah tumbuh sempurna. Umur abaca sejak tanam sampai panen antara 18
sampai dengan 24 bulan (1,5 – 2 tahun). Panen bisa dilakukan terus-menerus
selang 3 sampai 8 bulan, selama sekitar 20 tahun.
Keunggulan dari serat abaca adalah mempunyai karakteristik kuat, ringan, tahan
panas, tahan air. Penggunaan serat abaca sebagai bahan tambah ini didasarkan
pada sifat-sifat serat itu sendiri antara lain lembut, fleksibel, daya plastisitasnya
baik, daya tahan dan daya lengket yang baik. Penggunaan serat alam dalam
perkerasan pernah dilakukan dengan menggunakan serat serabut kelapa sebanyak
0,3% mampu meningkatkan nilai density dimana serat tersebut mampu mengisi
rongga-rongga antar agregat (Soandrijanie, 2007).
Kenyataannya dilapangan, saat suatu perkerasan jalan menerima beban dari arus
lalu lintas yang melintas diatasnya material lapisan permukaan bagian atas
mendapatkan gaya tekan, sedangkan material bagian bawah mendapatkan gaya
tarik. Untuk itu perlu diketahui juga kemampuan material tersebut menerima gaya
tarik yaitu dengan menggunakan alat ITS (Indirect Tensile Strength). Maka pada
Gambar 1.1. Menjelaskan terjadinya beban tarik pada lapisan permukaan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
4
Gambar 1.1. Mekanisme Terjadinya Gaya Tarik dan Kerusakan Retak
Beban roda kendaraan diatas struktur perkerasan sebagai mana gambar di atas
menimbulkan gaya tekan ke bawah. Beban roda berhenti atau bergerak
memberikan gaya tekan sehingga lapisan akan terjadi lendutan. Kalau lapisan
melendut maka lapisan atas bagian bawah terjadi gaya tekan dan sebaliknya
lapisan atas bagian bawah terjadi gaya tarik. Akibat gaya tarik yang terjadi pada
lapisan bagian bawah mengakibatkan retak. Retak terjadi dari bawah merambat ke
atas. ITS (Indirect Tensile Strength) adalah suatu metode untuk mengetahui nilai
gaya tarik dari campuran aspal beton. Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui
indikasi akan terjadinya retak dilapangan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
5
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat diambil suatu rumusan
masalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah nilai konsistensi terhadap penambahan serat abaca dan filler
abu batu dalam campuran slurry seal ?
2. Bagaimanakah setting time terhadap penambahan serat abaca dan filler abu
batu dalam campuran slurry seal ?
3. Bagaimanakah nilai ITS terhadap penambahan serat abaca dan filler abu batu
dalam campuran slurry seal ?
1.3. Batasan Masalah
Untuk membatasi ruang lingkup penelitian ini, maka diperlukan batasan-batasan
masalah sebagai berikut :
1. Penelitian dilakukan di Laboratorium Jalan Raya Jurusan Teknik Sipil
Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Filler yang digunakan adalah abu batu dengan kadar 0%, 1%, 2%, dan 3%.
3. Serat yang dipakai adalah serat abaca dengan kadar 0,3 %.
4. Kadar residu aspal emulsi yang dipakai yaitu 6,5%, 7%, 7,5%, 8% dan 8,5 %.
5. Agregat yang digunakan adalah agregat dari Laboratorium Jalan Raya Jurusan
Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta yang
berasal dari PT. Panca Darma.
6. Aspal emulsi yang digunakan adalah CSS-1H dari PT. Hutama Prima,
Cilacap.
7. Tidak dilakukan pemadatan pada pembuatan campuran slurry seal untuk uji
Indirect Tensile Strength (ITS).
8. Tinjauan bahan dan pengujian hanya dilakukan pada slurry seal, serta tidak
menganalisis terhadap reaksi kimia yang terjadi dalam pencampuran bahan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
6
1.4. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui hasil penambahan serat abaca dan filler abu batu dalam
campuran slurry seal terhadap nilai konsistensi.
2. Mengetahui hasil penambahan serat abaca dan filler abu batu dalam
campuran slurry seal terhadap setting time.
3. Mengetahui hasil penambahan serat abaca dan filler abu batu dalam
campuran slurry seal terhadap nilai ITS.
1.5. Manfaat Penelitian
1.5.1. Manfaat Teoritis
Dengan adanya penelitian ini, maka dapat diketahui nilai konsistensi, setting time
serta kuat tarik ( ITS) pada bahan campuran yang dibuat sebagai bahan lapis tipis
perkerasan jalan (slurry seal).
1.5.2. Manfaat Praktis
Dengan adanya kajian ini, diharapkan bisa memberikan pemahaman dan
menambah wawasan mengenai hasil penggunaan serat abaca dan filler abu batu
dalam campuran slurry seal.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 7
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1. Tinjauan Pustaka
Slurry Seal adalah lapisan tipis dengan tebal maksimum 10 mm, yang terdiri dari
campuran aspal emulsi, aggregat dengan gradasi tertentu, air dan mineral pengisi.
Material-material tersebut dicampur dengan perbandingan tertentu sehingga
menghasilkan semacam bubur yang homogen. Bubur ini digelar diatas permukaan
jalan, dan setelah airnya menguap, yang tersisa adalah lapisan tipis yang padat,
kuat, dan tak tembus air. Lapisan Slurry Seal dapat dibuat dalam bermacam-
macam jenis, berdasarkan aspal emulsinya (anionik/kationik), berdasarkan
warnanya, maupun berdasarkan ukuran aggregatnya. Lapisan Slurry Seal
merupakan pilihan utama. untuk pemeliharaan perkerasan yang murah dan tahan
lama. (PT Hutama Prima, Cilacap)
Oikonomou, 2007 yang berjudul “Alternative fillers for Use in Slurry Seal”
mengatakan bahwa “Portland cement, Fly ash, ladle furnace slag, cement klin
dust and marble dust were tested as fillers in slurry sel and result showed that
they can be used producing slurry seal according to specifications”
Tabel 2.1 Komposisi Filler dalam Penelitian N.Oikonomou (2007)
Sumber:Global NEST Journal, Vol 9, N.Oikonomou, 2007. Alternative fillers for Use in Slurry Seal. Department Civil Engineering. Aristotle University of Thessaloniki, Greece.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
Tabel 2.2 Karakteristik Slurry Seal Penelitian N.Oikonomou (2007)
Sumber:Global NEST Journal, Vol 9, N.Oikonomou, 2007. Alternative fillers for Use in Slurry Seal. Department Civil Engineering. Aristotle University of Thessaloniki, Greece.
The results obtained from the use of alternative fillers in slurry seal are showed in
Table 6. As it can be seen all fillers gave acceptable under specification slurry
seal. Furthermore, the addition of marble dust (MD) which is a non-pozzolanic
material gave a material with higher stiffness (low flow in core consistency test,
low mixing time). All the other alternative fillers (HCFA, LFS, CKD) which have
pozzolanic properties especially in this low gradation (<200μm) showed more
interesting results and in some cases (HCFA, LFS) better than OPC use (e.g. in
cohesion test and WTAT for longer time testing.
Different set times showed that slurry seal with alternative fillers can apply in
shorten or longer times according to application design. All filler gave
satisfactory results concerning wet stripping (>95% coating) and excess asphalt
by Loaded Wheel Tester (<430 g m-2).
Eri, 2011 dalam tesis berjudul “Penggunaan Slurry Seal sebagai Pemeliharaan
Permukaan Perkerasan Jalan” menyatakan bahwa penambahan filler abu batu
kapur sebanyak 3% menghasilkan nilai kekesatan yang lebih tinggi dibandingkan
dengan modifikasi penambahan additive indulin 814 sebanyak 1% dan modifikasi
penambahan latex 1,5%. Hasil pengamatan yang didapatkan bahwa setelah filler
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
ditambahkan Slurry seal terlihat lebih kental dan lebih cepat mengeras,
dimungkinkan sifat bahan abu batu kapur tidak jauh berbeda dari sement Portland
sebagai filler jenis aktif, yang dapat mengeras setelah melalui proses waktu.
Fungsi filler disini adalah sebagai bahan pengisi rongga-rongga antar agregat,
yang bercampur dengan aspal dan berakibat menurunkan fleksibilitasnya sehingga
kondisi permukaan slurry cepat keras
Agus Taufik, 1999 dalam “Forum Teknik Jilid 23 No.1, Maret 1999” tentang
“Tinjauan Setting time pada Slurry Seal yang Menggunakan Semen dan Kapur”
menghasilkan bahwa penggunaan filler semen yang semakin meningkat akan
mempercepat pencapaian kondisi setting atau menurunkan setting time pada
campuran slurry seal. Sebaliknya, pemakaian filler kapur dengan kadar yang
meningkat akan memperlambat pencapaian kondisi setting atau akan menaikkan
setting time pada campuran slurry seal. Hal tersebut terpengaruh dari faktor
workabilitas campuran dan reaksi ikatan yang terjadi antara aspal emulsi kationik
dari kedua filler semen dan kapur
Setting time didefinisikan sebagai waktu yang dibutuhkan oleh aspal emulsi sejak
waktu pencampuran (pelaksanaan penghamparan) sampai pada saat aspal mulai
mengeras pada permukaan agregat. Fenomena ini ditandai dengan perubahan
warna aspal emulsi yang sebelumnya berwarna coklat seperti lumpur menjadi
warna coklat kehitam-hitaman dan ketika proses setting telah selesai pada
permukaan lapis permukaan agregat tidak terdapat noda coklat. Pada saat
pelaksanaan pekerjaan penghamparan slurry seal selesai akan didapat warna
permukaan jalan menjadi hitam (Sferb, 1991).
Pada saat awal penghamparan, kemungkinan terjadinya segresi antar agregat
sangat besar karena campuran yang ada belum dapat melakukan ikatan antara
aspal dan campuran slurry seal sudah mempunyai kekuatan awal dan sudah terjadi
ikatan awal antara aspal dengan agregat, walaupun kondisi campuran slurry seal
masih dalam keadaan basah. Setelah kondisi setting, dapat dilakukan pembebanan
ringan pada campuran slurry seal baik itu oleh beban lalu lintas dengan kecepatan
rendah maupun oleh pemadatan (Glet, 1992).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
2.2. Dasar Teori
2.2.1. Agregat
Agregat adalah suatu bahan keras dan kaku yang digunakan sebagai bahan
campuran, yang berupa berbagai jenis butiran atau pecahan yang termasuk di
dalamnya antara lain pasir, kerikil, agregat pecah, abu atau debu agregat. Agregat
merupakan komponen pokok dalam perkerasan aspal, bahkan hingga 90% - 95%
terhadap berat campuran atau 75% - 85% terhadap prosentase volume. Agregat
yang digunakan dalam campuran dingin sebaiknya menyesuaikan dengan jenis
aspal emulsi yang ada. Jika agregat yang digunakan bersifat elektropositif maka
aspal emulsi yang digunakan sebaiknya jenis anionik, jika agregat yang digunakan
bersifat elektronegatif, maka aspal emulsi yang digunakan sebaiknya jenis
kationik (Bagus Priyatno, 1999).
Sifat-sifat agregat sangat mempengaruhi kualitasnya sebagai bahan konstruksi
perkerasan jalan, sifat-sifat tersebut dikelompokkan menjadi :
1. Kekuatan dan keawetan (strength and durability) dipengaruhi oleh :
A. Gradasi
Gradasi adalah batas ukuran agregat yang terbesar dan terkecil, jumlah dari
masing-masing jenis ukuran, persentase setiap ukuran butir pada agregat.
Agregat akan disaring melalui serangkaian saringan, dari yang paling kasar
sampai yang paling halus. Penentuan gradasi dapat berdasarkan persentase
agregat yang tertahan saringan atau yang lolos saringan, sesuai jenis
campurannya dan jenis lapisan perkerasan jalannya.
1). Jenis gradasi agregat yang baik
Distribusi butiran-butiran agregat dengan ukuran tertentu yang dimiliki
oleh suatu campuran menentukan jenis gradasi agregat.
a). Agregat bergradasi baik adalah agregat yang ukuran butirnya
terdistribusi merata dalam satu rentang ukuran butiran. Agregat
bergradasi baik disebut pula bergradasi rapat. Campuran agregat
bergradasi baik mempunyai pori sedikit, mudah di padatkan, dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
mempunyai stabilitas tinggi. Tingkat stabilitas ditentukan dari ukuran
butiran agergat yang ada. Berdasarkan ukuran butiran agregat yang
dominan menyusun campuran agregat, maka agregat bergadasi baik
dapat dibedakan atas :
1)). Agregat bergradasi kasar adalah agregat bergradasi baik yang
mempunyai susunan ukuran menerus dari kasar sampai dengan
halus, tetapi dominan berukuran kasar.
2)). Agregat bergradasi halus adalah agregat bergradasi baik yang
halus, tetapi dominan berukuran agregat halus.
2). Jenis gradasi agregat yang buruk
Agregat bergradasi buruk tidak memenuhi persyaratan gradasi baik.
Terdapat berbagai macam nama gradasi agregat yang dapat
dikelompokan ke dalam agregat bergradasi buruk, seperti :
a). Gradasi bergradasi seragam adalah agregat yang hanya terdiri dari
butir-butir agregat berukuran sama atau hampir sama. Campuran
agregat ini mempunyai pori antara butir yang cukup besar, sehingga
sering dinamakan juga agregat bergradasi terbuka. Rentang distribusi
ukuran butiran yang ada pada agregat bergradasi seragam tersebar pada
rentang yang sempit.
b). Agregat bergradasi terbuka adalah agregat yang distribusi ukuran
butirnya sedemikian rupa sehingga pori-porinya tidak terisi dengan
baik.
c). Agregat bergradasi senjang adalah agregat yang distribusi ukuran
butirnya tidak menerus, atau ada bagian ukuran yang tidak ada, jika
ada sedikit sekali.
B. Kadar Lumpur
Agregat yang mengandung subtansi asing harus dibersihkan atau
dihilangkan sebelum digunakan dalam campuran lapis keras. Subtansi ini
dapat berupa partikel halus atau gumpalan lumpur yang mengurangi daya
lekat aspal terhadap batuan.
C. Kekerasan atau kekuatan batuan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
Batuan yang digunakan untuk lapis keras harus cukup keras dan juga harus
kuat untuk menerima gaya-gaya baik saat pencampuran maupun selama
masa pelayanan tanpa mengalami degradasi maupun disintegrasi. Untuk
menguji kekerasan dan kekuatan bahan digunakan mesin Los Angeles Test.
Pengujian ini bertujuan untuk menguji ketahanan batuan terhadap benturan
(impact) dan abrasi.
D. Bentuk butir
Bentuk batuan sangat penting untuk memperoleh gaya geser yang besar
antar batuan pada lapis keras lentur. Kemampuan saling mengunci antar
batuan sangat mempengaruhinya yang akan menentukan stabilitas. Bentuk
butiran yang menyerupai kubus dan bersudut tajam mempunyai saling
mengunci yang tinggi dibandingkan batuan yang berbentuk bulat.
2. Kemampuan lekat aspal yang baik dipengaruhi oleh :
A. Porositas.
Batuan untuk lapis keras tidak hanya harus keras, namun juga dituntut
mempunyai daya serap yang cukup terhadap aspal, agar aspal melekat
dengan kuat pada permukaan batuan. Tetapi porositas yang besar juga
tidak diharapkan, karena makin besar porositas suatu batuan, makin rendah
kekerasan batu tersebut.
B. Bentuk batuan.
Pecahnya film aspal yang mengelilingi batuan tergantung dari bentuknya.
Suatu butiran batuan yang diselubungi film aspal biasanya akan pecah
lebih dahulu pada bagian yang runcing, disini tegangan permukaan
cenderung mengecilkan luasan aspal, sehingga membantu pecahnya film
aspal tersebut. Dari keadaan ini batuan yang bulat lebih tahan terhadap
stripping dibanding dengan batuan pecah.
3. Kemudahan dalam pelaksanaan dan menghasilkan lapisan yang nyaman dan
aman dipengaruhi oleh :
A. Tahanan geser (skid resistance)
Kemampuan ppermukaan lapis keras untuk menghindari kendaran-
kendaraan yang melallui di atasnya tidak terjadi skidding/slipping keluar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
pada saat kondisi permukaan basah. Nilai kekesatan yang tinggi dapat
diperoleh dengan cara :
1) Menggunakan batuan dengan mikroteksturtinggi dan nilai abrasi
rendah.
2) Membuat kondisi permukaan mempunyai mikrotekstur tinggi
misalnya dengan menambah chipping.
3) Mengurangi kadar aspal.
B. Campuran yang memberikan kemudahan dalam pelaksanaan.
Gradasi atau distribusi butiran ditinjau berdasarkan ukuran agregat
merupakan hal penting dalam menentukan stabilitas perkerasan dan
kemudahan dalam proses pelaksanaan,karena gradasi ini mempengaruhi
besarnya rongga antar butiran yang terjadi.
2.2.2. Jenis Agregat
Agregat yang digunakan dalam penelitian ini adalah agregat berupa batu pecah
(crushed), dimana agregat jenis ini mempunyai bidang kontak yang lebih luas,
sehingga mempuyai daya interlocking yang lebih besar. Dengan demikian
kestabilan yang diperoleh lebih besar dan lebih tahan terhadap deformasi yang
timbul.
Agregat secara umum dibedakan menurut ukurannya. Paling tidak ada jenis
ukuran agregat yaitu (Bina Marga, 1983):
1. Agregat kasar yaitu agregat dengan ukuran butiran lebih besar dari saringan
No.4 (4,75mm).
2. Agregat halus yaitu agregat dengan ukuran butiran lebih halus dari saringan
No.4 (4,75mm).
3. Bahan pengisi filler adalah bagian dari agregat halus yang lolos saringan
No.200 (0,075mm).
Dilihat dari jenis agregat, sebagian besar wilayah Indonesia memiliki sumber-
sumber agregat dengan komponen terbesar SiO2 (Silica), hal ini menunjukkan
agregat tersebut cenderung bermuatan negatif sehingga untuk jenis konstruksi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
perkerasan jalan dengan bahan ikat aspal emulsi akan lebih baik jika digunakan
aspal emulsi yang bermuatan positif yaitu aspal emulsi kationik (Pusat Penelitian
dan Pengembangan Jalan, 1996).
2.2.3. Bahan Pengisi (filler)
Bahan pengisi terdiri atas 2 jenis yaitu aktif dan tidak aktif secara kimiawi. Bahan
pengisi aktif seperti semen portland, kapur tohor, aluminium sulfat, sedangkan
yang tidak aktif diantaranya abu batu, abu batu kapur dan abu arang batu yang
memenuhi persyaratan SNI 03-6723-2002. Bahan pengisi aktif digunakan untuk
membantu proses pencampuran sedangkan yang tidak aktif untuk memperbaiki
gradasi agregat.
Bahan pengisi dalam campuran slurry seal merupakan faktor penentu terhadap
stabilitas, keawetan dan kemudahan dalam pelaksanaan. Filler adalah kumpulan
mineral agregat yang sebagian lolos saringan No.200, digunakan untuk mengisi
rongga diantara partikel agregat kasar dalam rangka mengurangi besarnya rongga
serta meningkatkan kerapatan dan stabilitas dari massa tersebut. Rongga udara
pada agregat kasar diisi dengan partikel lolos saringan No.200, membuat rongga
udara kecil dan kerapatan massanya lebih besar. Menurut Dukatz, E.L. (1978),
kelompok mineral filler dalam campuran aspal yang mempunyai partikel dengan
diameter yang lebih besar dari ketebalan selaput bitumen pada permukaan batuan
akan memberikan pengaruh pada saling kunci antar agregat. Sedangkan kelompok
yang lain, partikel yang mempunyai diameter lebih kecil dari selaput bitumen
akan tersuspensi dalm selaput bitumen tersebut. Untuk penelitian ini akan dipakai
filler dari abu batu.
2.2.4. Serat Abaca
Abaca (Musa textillisNee) adalah tumbuhan yang termasuk dalam family
Musaceae yang berasal dari Filipina yang telah dikenal dan telah dikembangkan
sejak tahun 1519 (Wibowo, 1998).Masyarakat di kepulauanSangihe Sulawesi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
Utara, sangat akrab dengan tanaman ini. Banyak orang percaya Abaca berasal dari
daerah tersebut bukan dari Filipina (Raharjo, 1999).
Abaca adalah salah satu penghasil serat yang dapat digunakan untuk pembuatan
kerajinan rakyat seperti bahan pakaian, anyaman topi, tas, peralatan makan, kertas
rokok, sachet tehcelup (Wibowo,1998). Selain itu juga untuk jenis kertas yang
memerlukan kekuatan dan daya simpan yang tinggi seperti kertas surat, kertas
dokumen serta kertas peta (Triyanto, Muliahdan Edi, 1982). Menurut Demsey
(1963) dalam Priyono (2000), tanaman Abaca penghasil serat panjang yang
banyak digunakan sebagai bahan pembuat tali kapal laut, karena seratnya kuat,
mengapung di atas air, dan tahan air garam. Sedangkan Sanusiputra (1996) dalam
Wibowo (1998) melaporkan bahwa limbahnya dapat dipergunakan sebagai bahan
baku untuk pembuatan kompos bahan baku untuk langit-langit pintu dan lain-lain.
Keunggulan dari serat abaca adalah mempunyai karakteristik kuat, ringan, tahan
panas, tahan air.
Nilai-nilai yang terkandung dalam serat abaca adalah :
a. Tensile Strenght = 40,8 kg-m/g
b. Total cellulose = 68,50 %
c. Fineness = 98,5 Denier
d. Alpha Celullose = 54,50 %
e. Moisture Content = 10,70 %
f. Residual gum = 28,70 %
g. Alco-Ben Extractives = 1,70 %
h. Lignin = 8,70 %
Penggunaan serat abaca sebagai bahan tambah ini didasarkan pada sifat-sifat serat
itu sendiri antara lain lembut, fleksibel, daya plastisitasnya baik, daya tahan dan
daya lengket yang baik. Fungsi serat abaca sendiri antara lain meningkatkan kuat
tarik dan lentur, dan meningkatkan ketahanan fatigue (beban berulang).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
2.2.5. Aspal Emulsi
Aspal emulsi adalah aspal semen yang didispersi pada air (Gunawan, Eri, 2011).
Dalam hal pelapisan dengan slurry, emulsi yang digunakan bisa anionik atau
kationik namun yang paling umum adalah jenis kationik. Emulsi yang digunakan
pada slurry seal adalah jenis Slow Setting (SS) atau Quick Setting (QS). Jenis
aspal emulsi antara lain : 1. CSS, Tipe slow setting atau tipe pengikatan lambat (menurut ASTM dikenal
dengan tipe SS,CSS).
2. CMS, Tipe Medium setting atau tipe pengikatan sedang (menurut ASTM
dikenal dengan tipe MS,CMS)
3. CQS, Tipe Rapid setting atau tipe pengikatan cepat (menurut ASTM dikenal
dengan tipe RS,CRS).
Aspal emulsi diformulasikan secara khusus untuk kesesuain dengan agregat dan
memenuhi persyaratan campuran. Spesifikasi emulsi didasarkan pada karakteristik
standar emulsi seperti kestabilan, kadar aspal dan sistem setting. Aspal emulsi
yang digunakan dalam penelitian ini adalah aspal emulsi produksi PT. Hutama
Prima, Cilacap type CSS – 1h.
2.2.6. Bubur Aspal Emulsi (Slurry Seal)
Slurry seal adalah campuran aspal emulsi tanpa pemanasan, dengan kandungan
agregat bergradasi halus, mineral filler, air dan bahan tambahan lainnya yang
dicampur secara merata dan dihampar di atas permukaan perkerasan sebagai
bubur aspal atau slurry.Sistem slurry seal direncanakan untuk membentuk mortar
dengan aspal yang pekat dan dihampar dengan ketebalan yang cukup tipis, dengan
ketebalan maksimum 10 mm dimaksudkan untuk menghindari deformasi
permanen akibat dilalui oleh beban lalu-lintas disebabkan karena struktur mineral
biasanya tidak cukup kuat dengan gaya saling kunci yang terbatas dari butiran
agregatnya. Slurry seal merupakan Surface Treatment tipis permukaan jalan yang
dihampar hanya setebal batuan agregat pada gradasi agregat campurannya
(Anonim, 2008a).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
2.2.6.1 Jenis Slurry Seal
Berdasarkan jenis aspal emulsi yang digunakan adalah anionik atau kationik serta
berdasarkan agregat dibedakan antara tipe I, tipe II, dan tipe III maka jenis
campuran slurry seal dapat diolah dengan atau tanpa memakai emulsi polimer
modified, serta dapat diikat dengan aspal slow setting atau quick setting. Namun,
yang umum digunakan adalah jenis kationik walaupun jenis anionik
dimungkinkan juga untuk digunakan. Sistem setting yang lambat disebabkan oleh
penguapan, sedang system quick setting, disebabkan oleh reaksi physic-chemically
dengan permukaan agregat. Emulsi quick setting ini menentukan tingkat
pencahayaan secara kimiawi untuk jenis kationik maupun anionik serat
pemecahan curing yang tergantung pada kondisi lingkungan, tingkat takaran, dan
tingginya temperatur (Anonim,2008).
2.2.6.2 Tipe Slurry Seal
Agregat yang digunakan pada slurry seal harus agregat yang bergradasi rapat hasil
dari pemecah batu. Gradasi ada beberapa jenis yaitu tipe I, tipe II dan tipe III.
Perbedaan utamanya adalah ukuran agregat terbesarnya, yang menunjukkan
jumlah residual pada campuran dan kegunaan dimana slurry yang tepat untuk
dipasang.
1) Slurry Tipe I
Adalah yang paling halus dan digunakan untuk lalu-lintas ringan, misalnya
untuk tempat parkir.
2) Slurry Tipe II
Lebih kasar dari tipe I dan disarankan untuk jalan yang mengalami raveling
dengan lalu-lintas yang ringan sampai berat.
3) Slurry Tipe III
Mempunyai gradasi yang paling kasar dan cocok untuk mengisi perbaikan pada
jalan yang raveling dan oksidasi serta memperbaiki kesesatan permukaan jalan.
Tipe ini digunakan untuk jalan arteri dan jalan bebas hambatan
(Anonim,2008a).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
2.2.6.3 Kegunaan Slurry Seal
Slurry seal sebaiknya dihamparkan pada perkerasan yang kuat yang
menunjukkkan kondisi baik dengan sedikit retak. Slurry seal tidak dipasang pada
perkerasan yang menunjukkan retak atau rutting yang parah saat penghamparan.
1. Bermacam-macam kegunaan slurry seal adalah untuk :
a. Melapis perkerasan teroksidasi.
b. Memperbaiki tekstur permukaan jalan dengan memberikan permukaan
yang kesat.
c. Memperbaiki karakteristik terhadap masuknya air.
d. Memperbaiki raveling.
e. Memberikan permukaan baru dengan berat sendiri yang ringan, seperti
pelapis di atas jembatan.
f. Memberikan permukaan baru dimana ketinggian terbatas merupakan
masalah seperti pada persimpangan jalan.
2. Slurry seal tidak digunakan untuk :
a. Meratakan profil permukaan
b. Mengisi lubang
c. Mengisi retakan, baik dengan atau tanpa modifikasi polimer
d. Keruntuhan pada base untuk setiap jenis
e. Lapisan perkerasan yang menunjukkan deformasi plastis.
2.2.6.4 Pengaplikasian Slurry Seal
Saat ini slurry seal digunakan untuk berbagai aplikasi seperti jalan, tempat parkir,
pelabuhan udara, jalan lingkungan dan lainnya, dan slurry seal tidak mempunyai
nilai struktur karena hanya lapis tipis dengan tebal maksimum 10 mm dengan
fungsinya sebagai berikut :
1. Lapisan Penutup (sealing layer)
a. Menutup perkerasan yang retak agar air tidak masuk ke dalam lapis
permukaan atau lapis pondasi.
b. Meremajakan perkerasan, sehingga kerusakan lebih lanjut dapat diatasi.
c. Sebagai lapisan kedap air untuk lapisan bergradasi terbuka.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
d. Untuk menutup landasan (runway) bandar udara.
2. Lapisan Anti Licin (slippery)
Slurry seal digunakan untuk memperbaiki nialai skid resistance sehingga tidak
membahayakan keselamatan manusia (Anonim,2008a).
2.2.6.5 Pertimbangan Pemakaian Slurry Seal
Keguanaan utama pelapisan material slurry seal adalah untuk pemeliharaan
perkerasan sebagai bagian dari program pemeliharaan periodik sebelum kerusakan
akan terjadi.Kriteria utama pemilihan pekerjaan menggunakan slurry seal adalah :
1. Perkerasan kuat dengan drainase baik, untuk permukaan atau bahu jalan.
2. Bebas dari kerusakan, termasuk lubang dan retak.
Adapun kriteria penggunaan slurry seal dan karakteristik jenis campuran bubur
aspal emulsi dapat ditampilkan pada Tabel 2.3 dan Tabel 2.4.
Tabel 2.3. Kriteria Pemilihan Pekerjaan dengan Slurry Seal
Kegunaan Agregat Tipe I Agregat Tipe II Agregat Tipe III
Pengisian Rongga Slurry Slurry
Lapisan Aus LHR < 100 Slurry Slurry
Lapisan Aus LHR 100 - 1000 Slurry Slurry
Lapisan Aus LHR 1000 - 20000 Slurry
Perbaikan bentuk minor 10 - 20 mm Slurry
Tingkat pemakaian Kg/m2 4,3 – 6,5 6,5 – 10,8 9,8 – 16,3
Sumber : Direktorat Jenderal Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum, 2008.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
Tabel 2.4. Karakteristik Jenis Campuran Bubur Aspal Emulsi
Karakteristik Campuran Jenis Campuran
1 2 3
Gradasi agregat, % lolos:
Ukunui saringan : 9,5 mm (3/8")
4,75 mm (# 4)
2,36 mm (# 8)
1,18 mm (# 16)
600 micron (# 30)
300 micron (# 50)
150 micron (# 100)
75 micron (# 200)
-
100
90 - 100
65 - 90
40 -60
25 - 42
15 - 30
10 - 20
100
90 -100
65 - 90
45 - 70
30 - 50
18 - 30
10 - 21
5-15
100
70 -90
45 -70
28 – 50
19 -34
12 -25
7-18
5-15
Kandungan residu Aspal, % berat agregat
kering 10 - 16 7-13 6-11
Penyebaran kg/m2 (berat agregat
kering)
3,5 - 5
5,5 - 8
8 - 12
Ketebalan rata-rata, mm 2 - 3 4 - 5 7 - 10
Konsistensi, cm 2 - 3 2 - 3 2 - 3
Waktu pemantapan, menit 15 - 720 15 - 720 15 - 720 Sumber : Pedoman Perencanaan Bubur Aspal Emulsi (Slurry Seal) tahun 1999.
2.2.6.6 Komposisi Bahan Pembuat Slurry Seal
Bahan untuk pembuatan slurry seal terdiri dari agregat, aspal emulsi, air dan
additive jika diperlukan kemudian bahan ini dicampur dengan perbandingan
tertentu berdasarkan tes laboratorium.
Peranan agregat sangat penting karena merupakan mineral pembentuk slurry
sekitar 75%, agregat harus bersih, keras dan terbuat dari batu pecah, seragam
dengan gradasi yang sesuai. Karakteristik pokok agregat untuk dicapai pada
campuran slurry ditentukan sebagai berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
1. Geologi
Penentuan agregat agar compatibility dengan emulsi yaitu sifat adhesinya.
2. Bentuk
Mempunyai bidang pecah dengan memberikan gaya saling kunci antar butiran
agregat sehingga mendapatkan campuran yang diinginkan.
3. Tekstur
Permukaan kasar sehingga lebih mudah melekat dengan emulsi.
4. Umur dan Reaktifitas
Agregat yang baru dipecah mempunyai muatan listrik permukaan yang lebih
besar dari pada agregat yang telah lama dipecah karena lapuk, muatan listrik
berperan utama pada tingkat reaksi kimia.
5. Kebersihan
Material kotor seperti lempung, debu atau lanau dapat menyebabkan kohesi
yang jelek.
6. Ketahan Soundness dan Abrasi.
Emulsi merupakan komponen utama slurry yang berfungsi sebagai pengikat
agregat, serta pengikat slurry dengan perkerasan lama. Saat ini emulsi yang
dipakai pada slurry adalah bitumen yang telah dimodifikasi dengan elastomer
dengan hasil lebih tahan terhadap lalu-lintas berat, berkurangnya keausan dan
resiko terjadi bleeding dapat terkurangi.
Air berfungsi mengatur kekentalan slurry sehingga mudah dikerjakan. Air yang
terdapat pada slurry berasal dari kandungan air agregat, air pada aspal emulsi dan
air yang ditambahkan pada campuran slurry. Air juga akan mengatur konsistensi
slurry, mencegah pecah dini dan segregasi. Air yang dipakai harus bersih dari
bahan organik karena kandungan Ca+ dan Mg2+ yang tinggi akan menyebabkan
pecah dan membuat pencampuran bertambah sulit (Anonim, 2008a).
2.2.6.7 Job Mix Standart Sluryy Seal
Job Mix slurry seal untuk pemeliharaan permukaan jalan yang diterbitkan oleh
Kementrian Pekerjaan Umum Direktorat Bina Marga Direktorat Bina Teknik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
paada spesifikasi Khusus Interim SKh-1.6.7 tentang Pemeliharaan Permukaan
Jalan Dengan Bubur Aspal Emulsi (slurry seal) adalah sebagai berikut :
1. Bahan
a. Agregat
Terdiri dari batu alam atau hasil pemecah batu seperti granit, batu kapur atau
agregat berkualitas tinggi lainnya atau gabungan dari beberapa agregat yang
memenuhi persyaratan kualitas SNI 03-6819-2002 dan harus bebas dari
kotoran, bahan organis, gumpalan lempung, debu atau material lainnya.
Agregat sedikitnya mengandung 50% volume batu pecah, sedangkan untuk
jalan dengan LHR lebih besar dari 500 disyaratkan 100% batu pecah.
Persyaratan gradasi agregat ditampilkan pada Tabel 2.5.
Tabel 2.5. Gradasi Agregat
Ukuran Anyakan % Berat yang Lolos
Tipe I Tipe II Tipe III
3/8” (9,5 mm) 100
¼” (6,25 mm) 100 85 – 95
No.4 (4,75 mm) 100 85 – 95 70 – 90
No.8 (2,36 mm) 85 – 95 65 – 90 45 – 70
No.16 (1,18 mm) 60 – 85 45 – 70 28 – 50
No.30 (600 µ) 40 – 60 30 – 50 18 – 33
No.50 (330 µ) 25 – 45 18 – 35 12 – 25
No.100 (150 µ) 15 – 30 10 – 25 7 – 17
No.200 (75 µ) 12 – 20 7 – 15 5 – 10
Sumber : Direktorat Jenderal Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum, 2008c.
Gradasi agregat tipe I cocok untuk pelaburan, pengisian rongga pada
permukaan, perbaikan erosi permukaan yang parah akibat teroksidasi berat dan
meningkatkan ketahanan gelincir jalan. Diaplikasikan sebagai perkerasan
bandar udara, jalan antar kota dan perkotaan dengan lalu lintas sedang sampai
berat.
Gradasi agregat tipe II cocok untuk perbaikan kondisi permukaan yang
terkelupas berat, meningkatkan ketahanan gelincir, membentuk permukaan aus
yang baru dan digunakan di daerah luar kota dengan lalu lintas padat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
Gradasi agregat tipe III memberikan manfaat seperti tipe II namun dengan
tekstur makro yang lebih besar. Pada penelitian ini menggunakan gradasi
agregat tipe III.
Tabel 2.6. Gradasi Rencana Campuran Slurry Seal
Ukuran Saringan
(mm)
Batas bawah
(%)
Batas atas
(%)
Rencana gradasi*)
(%)
3/8” (9,5 mm) 100 100 100
No.4 (4,75 mm) 70 90 82,5
No.8 (2,36 mm) 45 70 51,5
No.16 (1,18 mm) 28 50 35
No.30 (600 µ) 18 33 26
No.50 (330 µ) 12 25 17,5
No.100 (150 µ) 7 17 10
No.200 (75 µ) 5 10 7,5 Sumber : Direktorat Jenderal Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum, 2008c. *)Global NEST Journal, Vol 9, N.Oikonomou, 2007. Alternative fillers for Use in Slurry Seal. Department Civil Engineering. Aristotle University of Thessaloniki, Greece.
b. Bahan Pengisi (filler)
Bahan pengisi terdiri atas 2 jenis yaitu aktif dan tidak aktif secara kimiawi.
Bahan pengisi aktif seperti semen portland, kapur tohor, aluminium sulfat,
sedangkan yang tidak aktif diantaranya abu batu, abu batu kapur dan abu arang
batu yang memenuhi persyaratan SNI 03-6723-2002 dengan volume 0,5 – 3 %
dari berat kering agregat dalam perencanaan campuran. Bahan pengisi aktif
digunakan untuk membantu proses pencampuran sedangkan yang tidak aktif
untuk memperbaiki gradasi agregat. Pada penelitian ini, bahan pengisi yang
digunakan adalah filler abu batu.
c. Air
Air harus bersih, tidak mengandung kotoran organik, garam-garam berbahaya,
debu atau lanau. Air harus diuji dan memenuhi persyaratan SNI 03-6817-2002.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
Prosentase air dalam perencanaan diperlukan untuk dapat menghasilkan
kekentalan yang memadai.
d. Aspal Emulsi
Aspal emulsi harus homogen dan menunjukkan tidak adanya pemisahan
setelah dicampur. Jenis aspal emulsi yang digunakan antara lain :
1) Aspal emulsi mutu CSS-Ih memenuhi persyaratan SNI 03-6832-2002.
2) Aspal emulsi CSS-Ih dan QSS-Ih memenuhi persyaratan SNI 03-4798-
1998.
3) Aspal emulsi CQS-Ih ditetapkan jika waktu penutupan lalu lintas sangat
terbatas.
Pada penelitian ini, aspal emulsi yang digunakan adalah jenis kationik dengan
tipe CSS-Ih.
2. Campuran
a. Komposisi Umum Campuran
Menentukan proporsi campuran agregat, bahan pengisi, aspal dan air sesuai
dengan Pedoman Perencanaan Bubur Aspal Emulsi (Slurry Seal) oleh
Direktorat Jenderal Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum tahun 1999.
b. Penentuan kadar air untuk mencapi konsistensi optimum campuran.
Kadar air campuran adalah yang memberikan nilai konsistensi optimum
campuran dengan melakukan pengujian konsistensi campuran, seperti yang
disyaratkan dalam Pedoman Perencanaan Bubur Aspal Emulsi (Slurry Seal)
oleh Direktorat Jenderal Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum tahun
1999.
c. Komposisi campuran benda uji laboratorium
Job mix design yang biasa digunakan untuk percobaan benda uji pada
laboratorium dan sesuai dengan apa yang disyaratkan pada ketentuan
pengujian percobaan campuran laboratorium Pedoman Perencanaan Bubur
Aspal Emulsi (Slurry Seal) oleh Direktorat Jenderal Bina Marga Departemen
Pekerjaan Umum tahun 1999.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
2.2.6.8 Karakteristik Campuran
Lapis perkerasan jalan harus memenuhi syarat tertentu sehingga diperoleh lapis
perkerasan yang kuat, aman dan nyaman untuk digunakan kendaraan. Khusus
perkerasan tipis dengan campuran bubur aspal emulsi (slurry seal),
karakteristiknya disajikan dibawah ini:
1. Tahanan Geser (Skid Resistance)
Skid resistance menunjukkan kekesatan permukaan untuk mengurangi slip
pada kendaraan. Hujan dapat mengurangi sifat kesat pada suatu permukaan
perkerasan walaupun tidak sampai terjadi aquaplaning. Aspal emulsi dapat
menetralkan keadaan ini walaupun permukaan dari perkerasaan masih dalam
keadaan lembab. Skid resistance dari aspal emulsi yang basah pada kecepatan
tinggi akan lebih besar nilainya dari pada jenis perkerasan lain. Selain itu
karena aspal emulsi menpunyai banyak rongga maka dapat mengurangi
bleeding pada saat suhu meningkat. Faktor yang dapat meningkatkan tahanan
geser adalah :
a. Penggunaan kadar aspal yang tepat sehingga tidak terjadi bleeding.
b. Penggunaan agregat dengan permukaan kasar.
c. Penggunaan agregat yang cukup.
d. Penggunaan agregat berbentuk kubus.
2) Porositas / Void In Mix (VIM)
Porositas (VIM) adalah kandungan udara yang terdapat pada campuran
perkerasan. Fungsi utama dari aspal porus yaitu untuk mengalirkan air
permukaan secara sempurna bersamaan dengan kemiringan perkerasan
sehingga dapat mengurangi beban drainase yang terjadi di permukaan, maka
kadar pori yang terdapat pada aspal porus harus cukup besar (sekitar lebih dari
20%). VIM yang besar dikarenakan jumlah agregat kasar lebih dominan dalam
campuran aspal emulsi. Porositas dipengaruhi oleh densitas dan specific gravity
campuran. Densitas menunjukkan besarnya kepadatan pada campuran aspal
emulsi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
Gambar.2.1 Dimensi Benda Uji
Dari gambar di atas diperoleh dari rumus sebagai berikut :
)1.2.......(............................................................................................
.42 hd
MaDπ
=
Dimana :
Ma = berat benda uji di udara ( gr)
d = diameter benda uji (cm)
h = tinggi rata benda uji (cm)
D = densitas (gr/cm3)
Specific Gravity menunjukkan berat jenis pada campuran. Besarnya Specific
Gravity campuran (SGmix) didapat dari rumus :
)2.2.......(............................................................%
100
a
a
f
f
agr
agrmix
SGW
SGW
SGW
SG++
= Dim
ana :
%Wagr = persen berat agregat (%)
%Wf = persen berat filler (%)
%Wa = persen berat aspal (%)
SGag = Specific Gravity agregat (gr/cm3)
SGf = Specific Gravity filler (gr/cm3)
SGa = Specific Gravity aspal (gr/cm3)
SGmix= Specific Gravity campuran (gr/cm3)
Dari specific gravity campuran dan densitas dapat dihitung besarnya porositas dengan rumus sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
)3.2.(..................................................%.........1001 xSG
DPmix
⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡−=
Keterangan :
P = Porositas benda uji (%)
D = Densitas benda uji yang dipadatkan (gr/cm3)
SGmix = Spesific Gravity campuran (gr/cm3)
2.3. Uji Konsistensi Campuran Slurry Seal
Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui tingkat workable pada campuran
slurry seal dengan alat kerucut konsistensi. Sesuai dengan Pedoman Perencanaan
Bubur Aspal Emulsi (Slurry Seal) tahun 1999, pengujian ini menghasilkan suatu
penyebaran 2-3 cm yang telah disyaratkan sesuai peraturan yang berlaku.
2.4. Setting Time
Setting time adalah waktu yang diperlukan Aspal Emulsi sejak dicampur dengan
agregat sampai butiran aspal menyatu dalam bentuk padat serta melapisi agregat
secara kontinyu (Bina Marga, 1999).
Menurut Agus Taufik, 1999 pengujian setting time menggunakan selembar kertas
putih atau tissue ditekan dengan ringan atau dibiarkan menyerap di atas
permukaan slurry seal, jika tidak dijumpai noda coklat di atas permukaan kertas
tersebut, maka lapisan campuran itu dianggap sudah bereaksi. Jika timbul noda
coklat, maka prosedur penyerapn diulang untuk interval 15 menit. Sesudah
penyerapan selama 3 jam, interval penyerapan dibuat 30 menit atau yang lebih
lama.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
2.5. Uji Kuat Tarik dengan alat ITS (Indirect Tensile Strength)
Pengujian kuat tarik dilakukan dengan alat indirect tensile strength test (ITST)
yang merupakan modifikasi dari alat pengujian tes Marshall. Pengujian Marshall
bersifat empiris (pendekatan rumus), sedangkan pengujian ITS bersifat mekanis
(disesuaikan dengan kondisi yang sebenarnya). (Prasetyo, 2008 dalam Wardoyo,
2009)
Kuat tarik pada campuran slurry seal berbentuk silinder dengan memberikan
tekanan pada benda uji tersebut sehingga ketahanannya tergantung dari diameter
benda uji yang digunakan. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut :
ITS = hd
Pi××
×π
2..............................( 2.4 )
dengan :
ITS : Nilai kuat tarik secara tidak langsung ( kg/m2 ),
Pi : Nilai beban (kg),
h : Tinggi benda uji ( m ),
d : Diameter benda uji ( m ).
Gambar 2.2 Alat Uji Indirect Tensile Strength Test
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
Gambar. 2.3 Diagram Skematik Pembebanan ITS
(a) (b)
Gambar 2.4 Pembebanan Sampel Uji Slurry Seal
Keterangan :
(a) Kondisi sampel sebelum di uji
(b) Kondisi sampel setelah diuji dengan mengalami keretakan yang tegak
lurus searah bidang tekan.
P
P
t
d
d
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 30
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen, yaitu
metode yang dilakukan dengan mengadakan kegiatan percobaan untuk
mendapatkan data. Data tersebut diolah untuk mendapatkan suatu hasil
perbandingan dengan syarat-syarat yang ada. Dalam penelitian ini akan dilakukan
di Laboratorium Jalan Raya Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui nilai konsistentensi campuran
slurry seal dengan alat kerucut konsistensi, waktu pemantapan (setting time) serta
uji ITS (Indirect Tensile Strength).
3.2. Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Jalan Raya Jurusan teknik Sipil Fakultas
Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3.3. Teknik Pengumpulan Data
3.3.1. Data Primer
Teknik pengumpulan data yang dilaksanakan dengan metode eksperimen terhadap
beberapa benda uji dari berbagai kondisi perlakuan yang diuji di laboratorium
dengan mengacu pada petunjuk manual yang ada, misalnya dengan mengadakan
penelitian/ pengujian secara langsung.Data primer dalam penelitian ini antara lain:
a. Pemeriksaan nilai konsistensi dengan alat kerucut konsistensi.
b. Pemeriksaan waktu pemantapan (setting time).
c. Hasil uji kuat tarik tidak langsung (Indirect Tensile Strength)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
3.3.2. Data Sekunder
Data sekunder dapat diperoleh dari data yang telah ada (secara langsung) atau
didapat dari hasil penelitian lain. Dalam banyak hal peneliti harus menerima data
sekunder menurut apa adanya. Data sekunder dalam penelitian ini antara lain:
a. Penelitian tentang aspal emulsi b. Penelitian tentang serat abaca. c. Spesifikasi aspal emulsi dari PT.Hutama Prima, Cilacap. d. Gradasi agregat berasal dari penelitian N.Oikonomou (2007).
3.4. Bahan dan Peralatan Penelitian
3.4.1. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain :
a. Aspal Emulsi
Aspal emulsi untuk penelitian adalah jenis kationik dengan tipe CSS-1h dari
PT. Hutama Prima, Cilacap.
b. Agregat Halus.
Agregat yang digunakan berasal dari Laboratorium Jalan Raya Jurusan
Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.
c. Filler.
Filler yang digunakan adalah abu batu.
d. Serat abaca
Serat abaca yang digunakan adalah serat yang didapat dari hasil pengolahan
batang pisang abaca. Serat abaca yang digunakan dalam penelitian ini adalah
serat abaca yang telah mengalami proses pengolahan sehingga berbentuk
seperti benang dan sudah mengalami proses pengeringan. Serat abaca di
potong sepanjang 5 mm.
e. Air
Air yang digunakan dalam penelitian ini adalah air yang berasal dari sumur
Laboratorium Jalan Raya Universitas Sebelas Maret Surakarta
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
3.4.2. Peralatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan peralatan yang berada di Laboratorium Jalan Raya
Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Adapun peralatan yang dipakai pada penelitian ini adalah:
1. Satu set alat penggetar (sieve shaker)
2. Satu set alat uji saringan standar ASTM (yang terdiri dari ukuran 3/8”, #4, #8,
#16, #30, #50, #100 dan #200)
3. Timbangan (Triple beam) dengan ketelitian 0,5 gram.
4. Oven dan pengatur suhu (termometer)
5. Alat uji Kerucut Konsistensi
Peralatan yang digunakan adalah sebuah cetakan logam atau plastik yang
berbentuk kerucut terpotong dengan diameter dalam bagian atas 38 mm,
diameter dalam bagian bawah 89 mm diberi dengan tinggi 76 mm dan sebuah
plat logam yang rata dengan ukuran 225 mm x 225 mm dan diberi tanda
dalam skala centimeter.
Gambar 3.1 Kerucut konsistensi dan Plat Logam
6. Satu set alat uji ITS (Indirect Tensil Strength) yang dimodifikasi dari alat
Marshall yang terdiri dari :
a. Kepala uji penekan yang bebentuk balok.
b. Arloji tekan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
Gambar 3.2 Alat uji ITS
7. Cetakan berbahan dari kayu yang berukuran 152mm x 152mm x 10 mm.
8. Kertas isap putih atau tisu untuk melakukan pengujian setting time.
9. Cetakan Mould.
3.5. Desain Campuran Slurry Seal
Desain campuran slurry seal dilakukan dengan menentukan proporsi material
dalam campuran sesuai gradasi rencana, perhitungan kebutuhan aspal emulsi
sesuai kadar variasi rencana dan mix design untuk pembuatan benda uji.
3.5.1. Penentuan Proporsi Material dalam Campuran Slurry Seal Penentuan proporsi material berdasarkan spesifikasi gradasi rencana yang
ditampilkan pada Tabel 3.1.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
Tabel 3.1. Gradasi Rencana Campuran Slurry Seal
Ukuran Saringan
(mm)
Batas bawah
(%)
Batas atas
(%)
Rencana gradasi*)
(%)
3/8” (9,5 mm) 100 100 100
No.4 (4,75 mm) 70 90 82,5
No.8 (2,36 mm) 45 70 51,5
No.16 (1,18 mm) 28 50 35
No.30 (600 µ) 18 33 26
No.50 (330 µ) 12 25 17,5
No.100 (150 µ) 7 17 10
No.200 (75 µ) 5 10 7,5 Global NEST Journal, Vol 9, N.Oikonomou, 2007. Alternative fillers for Use in Slurry Seal. Department Civil Engineering. Aristotle University of Thessaloniki, Greece.
Gambar 3.3. Grafik Gradasi Rencana Campuran Slurry Seal yang digunakan
dalam penelitian
Adapun kebutuhan agregat tiap saringan untuk pembuatan benda uji dapat dilihat
pada Tabel 3.2.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
Tabel 3.2. Kebutuhan Agregat untuk Pembuatan Benda Uji
Ukuran Saringan
(mm)
%
Lolos
% Berat
Tertahan
% Kumulatif
Berat Tertahan
Berat Benda Uji (Gram)
Konsistensi Setting Time ITS
3/8” (9,5 mm) 100 0 0 0 0 0 No.4 (4,75 mm) 82,5 17,5 17,5 87,5 175 140 No.8 (2,36 mm) 51,5 31 48,5 155 310 248 No.16 (1,18 mm) 35 16,5 65 82,5 165 132
No.30 (600 µ) 26 9 74 45 90 72 No.50 (330 µ) 17,5 8,5 82,5 42,5 85 68 No.100 (150 µ) 10 7,5 90 37,5 75 60 No.200 (75 µ) 7,5 2,5 92,5 12,5 25 20
Pan 7,5 100 37,5 75 60
Kebutuhan serat abaca dan abu batu dapat dilihat di lampiran A-19
3.5.2. Perhitungan Kebutuhan Aspal Emulsi
Dalam perhitungan kebutuhan Aspal Emulsi dapat menggunakan rumus (Asphalt
Institute, MS 14, 1989) : P = (0,05A + 0,1B + 0,5C) x (0,7) dimana :
P = % Kadar aspal residu awal
Sesuai Gradasi Rencana pada Tabel 3.1
A = % Agregat Kasar (Tertahan di atas ayakan 2,36 mm) = 48,5 %
B = % Agregat halus (lolos 2,36 mm tertahan 0,075 mm) = 44 %
C = % Filler = 7,5 %
Kemudian diestimasi kadar aspal emulsi (KAE) awal terhadap berat total
campuran:
KAE awal = (P/X)%
dimana :
P = % Kadar aspal residu awal
X = % Kadar residu dari aspal emulsi
Menentukan Kadar aspal residu awal (P) berdasarkan Gradasi Rencana :
P = (0,05 x 48,5 + 0,1x44 + 0,5x7,5) x (0,7)
= (2,425 + 4,4 + 3,75) x 0,7
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
= 7,4025%
Berdasarkan nilai P = 7,4025 %, sedangkan X = 65 % = 0,65 (diperoleh dari
data skunder pemeriksaan CSS-1h), maka KAE = 7,4025 / 0,65 = 11,39 %
terhadap berat total agregat.
Adapun kebutuhan aspal emulsi dengan kadar aspal residu yang bervariasi
(diambil 6,5 % sampai 8,5 %) seperti Tabel 3.3 berikut ini :
Tabel 3.3. Kebutuhan Aspal Emulsi Berdasarkan Variasi Kadar Aspal Residu Kadar Aspal Residu (P)
(% terhadap berat total agregat)
Kadar Aspal Emulsi (%)
(KAE= P/X)
Berat Aspal Emulsi untuk Sampel Uji (Gram)
Konsistensi Setting Time ITS
6,5% 6,5/0,65 = 10 10,0/100 x 500 = 50 10,0/100 x 1000 = 100 10/100 x 800 = 80 7,0% 7,0/0,65 = 10,8 10,8/100 x 500 = 54 10,8/100 x 1000 = 108 10,8/100 x 800 = 86,4 7,5% 7,5/0,65 = 11,5 11,5/100 x 500 = 57,5 11,5/100 x 1000 = 115 11,5/100 x 800 = 92 8,0% 8,0/0,65 = 12,3 12,3/100 x 500 = 61,5 12,3/100 x 1000 = 123 12,3/100 x 800 = 98,48,5% 8,5/0,65 = 13,1 13,1/100 x 500 = 65,5 13,1/100 x 1000 = 131 13,1/100 x 800 = 104,8 Catatan : X = kadar residu dari aspal emulsi
3.5.3. Pembuatan Benda Uji Langkah awal pembuatan benda uji adalah menentukan gradasi terhadap agregat
yang digunakan.Gradasi yang digunakan adalah bersumber dari Direktorat
Jenderal Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum. Tahap pembuatan benda uji
dibagi menjadi beberapa langkah, yaitu:
1. Tahap I
Menimbang agregat sesuai dengan proporsi tiap saringan yang telah dihitung.
Presentase filler dan aspal emulsi dihitung dari berat kering agregat.
2. Tahap II
Berdasarkan perkiraan kadar residu aspal emulsi (P) dibuat benda uji dengan
jenis aspal CSS-1h dengan dua variasi kadar residu aspal di atas P dan dua
variasi kadar residu aspal di bawah P.
3. Tahap III
Pada tahap ini dilakukan uji konsistensi campuran. Sebelum pengujian,
menentukan kadar air dengan melakukan pembasahan awal (pre-wetting)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
pada agregat yang telah diproporsikan sesuai gradasi. Pre-wetting dihitung
terhadap berat total agregat sampai cukup basah namun air tidak mengalir
atau tampak berlebihan. Setelah itu agregat yang sudah lembab, ditambahkan
aspal emulsi ke dalam campuran.
4. Tahap IV
Pada tahap ini menentukan kadar air campuran yang sesungguhnya, yaitu
kadar air yang memberikan nilai konsistensi optimum campuran. Pada tahap
ini mencampur agregat yang sudah melalui pre-wetting + aspal emulsi +
variasi kadar air yang memberikan nilai konsistensi. Untuk mengetahui sesuai
atau tidaknya, diuji dengan alat kerucut konsistensi sampai menghasilkan
penyebaran slurry seal 2-3 cm. Apabila hasilnya tidak sesuai dengan yang
disyaratkan, maka kadar air dalam pencampuran dapat dikurangi atau
ditambahkan dalam campuran slurry seal tersebut. Dari hasil konsistensi yang
telah memenuhi persyaratan, selanjutnya akan dibuat benda uji setting time
dan ITS.
5. Tahap V
Campuran slurry seal dengan konsistensi optimum kemudian dituang
kedalam cetakan. Cetakan setting time dari kayu yang berukuran 152mm x
152mm x 10 mm, sedangkan cetakan ITS menggunakan cetakan mould.
3.5.3.1 Benda Uji Konsistensi
Kebutuhan jumlah benda uji konsistensi dapat dilihat pada Tabel berikut.
Tabel 3.4. Jumlah Pembuatan Benda Uji Konsistensi
Uji
Komposisi Bahan Campuran (%)*)
Agregat Abu Batu
Serat Abaca
Kadar Residu Aspal Emulsi*)
6,5 7 7,5 8 8,5 I 100 0 0 1 camp 1 camp 1 camp 1 camp 1 camp II 100 0 0,3 1 camp 1 camp 1 camp 1 camp 1 camp III 100 1 0,3 1 camp 1 camp 1 camp 1 camp 1 camp IV 100 2 0,3 1 camp 1 camp 1 camp 1 camp 1 camp V 100 3 0,3 1 camp 1 camp 1 camp 1 camp 1 camp
Jumlah 5 camp 5 camp 5 camp 5 camp 5 camp
Total Uji Konsistensi 25 campuran *) dihitung terhadap berat agregat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
3.5.3.2 Benda Uji Setting Time dan Indirect Tensile Strength
Kebutuhan benda uji kohesi dan uji setting time terdiri dari 5 (lima) jenis
campuran slurry seal:
1. Campuran slurry seal dengan 0% abu batu dan 0 % serat abaca dengan
variasi aspal emulsi 6,5%, 7% , 7,5%, 8% dan 8,5%.
2. Campuran slurry seal dengan 0% abu batu dan 0,3 % serat abaca dengan
variasi aspal emulsi 6,5%, 7% , 7,5%, 8% dan 8,5%.
3. Campuran slurry seal dengan 1% abu batu dan 0,3% serat abaca dengan
variasi aspal emulsi 6,5%, 7% , 7,5%, 8% dan 8,5%.
4. Campuran slurry seal dengan 2% abu batu dan 0,3% serat abaca dengan
variasi aspal emulsi 6,5%, 7% , 7,5%, 8% dan 8,5%.
5. Campuran slurry seal dengan 3% abu batu dan 0,3% serat abaca dengan
variasi aspal emulsi 6,5%, 7% , 7,5%, 8% dan 8,5%.
Tabel 3.5. Jumlah Pembuatan Benda Uji Waktu Pemantapan ( Setting Time )
Uji
Komposisi Bahan Campuran (%)*)
Agregat Abu Batu
Serat Abaca
Kadar Residu Aspal Emulsi*)
6,5 7 7,5 8 8,5 I 100 0 0 3 camp 3 camp 3 camp 3 camp 3 camp
II 100 0 0,3 3 camp 3 camp 3 camp 3 camp 3 camp
III 100 1 0,3 3 camp 3 camp 3 camp 3 camp 3 camp
IV 100 2 0,3 3 camp 3 camp 3 camp 3 camp 3 camp
V 100 3 0,3 3 camp 3 camp 3 camp 3 camp 3 camp
Jumlah 15 camp 15 camp 15 camp 15 camp 15 camp
Total Uji setting time 75 campuran *) dihitung terhadap berat agregat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
Tabel 3.6. Jumlah Pembuatan Benda Uji ITS
Uji
Komposisi Bahan Campuran (%)*)
Agregat Abu Batu
Serat Abaca
Kadar Residu Aspal Emulsi*)
6,5 7 7,5 8 8,5 I 100 0 0 3 camp 3 camp 3 camp 3 camp 3 camp
II 100 0 0,3 3 camp 3 camp 3 camp 3 camp 3 camp
III 100 1 0,3 3 camp 3 camp 3 camp 3 camp 3 camp
IV 100 2 0,3 3 camp 3 camp 3 camp 3 camp 3 camp
V 100 3 0,3 3 camp 3 camp 3 camp 3 camp 3 camp
Jumlah 15 camp 15 camp 15 camp 15 camp 15 camp
Total Uji ITS 75 campuran *) dihitung terhadap berat agregat
3.6. Pengujian Karakteristik Slurry Seal
Adapun karakteristik pengujian yang dilakukan pada penelitian ini adalah
pengujian konsistensi untuk menentukan kadar air, pengujian setting time dan uji
Indirect Tensile Strength (ITS). Untuk lebih jelasnya dapat dijelaskan sebagai
berikut.
3.6.1. Penentuan Kadar Air untuk Mencapai Konsistensi Optimum Campuran
Langkah pengujian konsistensi yang dilakukan adalah : 1. Tentukan kadar air perkiraan dengan cara menambahkan sejumlah air
kedalam agregat sampai agregat tersebut cukup basah namun air tidak
mengalir atau tampak berlebihan.
2. Tentukan kadar air campuran yang sesungguhnya, yaitu kadar air yang
memberikan nilai konsistensi optimum campuran, dengan melakukan
pengujian konsistensi campuran sebagai berikut:
a) Siapkan cetakan logam atau plastik yang berbentuk kerucut terpotong
dengan diameter dalam bagian atas 38 mm, diameter dalam bagian bawah
89 mm diberi dengan tinggi 76 mm.
b) Isi secara lepas cetakan tersebut di atas dengan benda uji campuran bubur
Aspal Emulsi dan kemudian dipapas.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
Catatan: Waktu pencampuran untuk setiap contoh harus tidak kurang dari
1 menit dan tidak lebih dari 3 menit. Pencampuran tersebut harus
dilakukan pada temperatur ruang.
c) Balikkan cetakan dan isinya tersebut di tengah-tengah plat logam dengan
cara menempatkan permukaan bertanda dari piring logam tersebut pada
permukaan cetakan yang telah diisi, kemudian cetakkan dan plat logam
dengan cepat dibalikkan.
d) Lepaskan cetakan tersebut dan biarkan isinya mengalir di atas tanda-tanda
lingkaran pada plat logam sampai aliran slurry tersebut berhenti.
e) Catat jarak aliran yang ditunjukkan pada plat logam sebagai nilai
konsistensi campuran dalam satuan cm.
f) Apabila hasil pengujian konsistensi tidak sesuai dengan yang disyaratkan
kurangi atau tambah kadar air dalam campuran slurry seal untuk
mengurangi atau menambah konsistensinya dan kemudian pengujian
diulangi. (Sumber : Pedoman Perencanaan Bubur Aspal Emulsi (slurry seal) tahun 1999)
3.6.2. Pengujian waktu pemantapan (setting time)
Langkah dalam pengujian ini adalah sebagai berikut :
1. Buat campuran slurry seal dengan konsistensi optimum, sesuai dengan hasil
uji konsistensi, untuk ditentukan karakteristik mantapnya.
2. Campuran tersebut dituangkan pada papan plywood berukuran minimum
152mm x 152mm dan diratakan dengan ketebalan 10 mm.
3. Setelah 15 menit pada temperatur ruang sentuhkan kertas isap putih atau tisu
pada permukaan campuran. Campuran dianggap mantap bila tidak ada noda
berwarna coklat menempel pada kertas itu.
4. Bila ada noda berwarna coklat, ulangi penyentuhan dengan interval 15 menit.
Bila setelah 3 jam, campuran masih belum mantap dapat dilakukan
penyentuhan dengan interval 30 menit atau lebih.
5. Catat dan laporkan waktu yang diperlukan untuk mendapatkan sentuhan
bebas noda sebagai waktu pemantapan. (Sumber : Pedoman Perencanaan Bubur Aspal Emulsi (slurry seal) tahun 1999)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
3.6.3. Pengujian ITS (Indirect Tensile Strength)
Setelah pengovenan 60˚C selama 24 jam dan pendiaman selama 24 jam terhadap
benda uji, dapat dilakukan uji kuat tarik dengan menggunakan alat ITS (Indirect
Tensil Strength). Langkah-langkah dalam pengujian kuat tarik tidak langsung
adalah sebagai berikut:
a. Mengukur tebal masing - masing benda uji pada empat sisi yang berbeda, dan
mengambil tebal rata - rata, lalu menghitung koreksi tebal, serta menghitung
diameter masing – masing benda uji.
2. Melakukan pembebanan pada benda uji hingga mencapai maksimum yaitu
saat arloji pembebanan berhenti dan berbalik arah. Pada saat itu dilakukan
pembacaan dan pencatatan nilai dial. Mengeluarkan benda uji dari alat uji
ITS dan deformasi meter.
3. Mengeluarkan benda uji dari alat uji dan pengujian benda uji berikutnya
mengikuti prosedur di atas.
4. Menghitung nilai kuat tarik tidak langsung (Indirect Tensile Strength)
terkoreksi.
3.7. Tahapan Penelitian
Sebagai penelitian ilmiah, maka penelitian ini harus dilaksanakan dalam
sistematika dan urutan yang jelas dan teratur sehingga akan diperoleh hasil yang
memuaskan dan dapat dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu, pelaksanaan
penelitian dibagi dalam beberapa tahap, yaitu :
1. Tahap I
Disebut tahap persiapan. Tahapan ini bertujuan untuk mempersiapkan seluruh
kebutuhan bahan dan peralatan yang dibutuhkan dalam penelitian, agar dapat
berjalan lancar.
2. Tahap II
Disebut tahap pemeriksaan bahan. Pada tahapan ini dilakukan perencanaan
gradasi dan karakteristik pada agregat yang digunakan, pemeriksaan aspal
emulsi jenis CSS 1h, dan pemeriksaan filler. Dari tahapan ini akan didapatkan
sebuah data pemeriksaan yang bersumber dari literatur yang relevan (data
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
sekunder) untuk perencanaan campuran slurry seal. Selanjutnya dari data itu
digunakan untuk menentukan proporsi kadar bahan yang dibutuhkan dalam
campuran slurry seal.
3. Tahap III
Disebut tahap pembasahan awal (pre-wetting). Tahapan ini menggunakan
kadar air untuk membasahi agregat yang sudah diproporsikan beratnya dan
cukup basah namun tidak air yang mengalir atau nampak berlebihan. Untuk
mengetahui campuran slurry seal sesuai persyaratan, dilakukan pengujian
dengan alat kerucut konsistensi. Apabila hasil penyebaran tidak yang
disyaratkan 2-3 cm, maka dapat dikurangi atau ditambahkan kadar air pada
campuran slurry seal tersebut.
4. Tahap IV
Setelah memenuhi kadar air optimum pada pengujian konsistensi dengan
berbagai kadar aspal residu emulsi, dapat dilakukan tahap pembuatan benda
uji berikutnya. Pada tahapan ini dilakukan pekerjaan pembuatan benda uji
setting time dan ITS dengan jumlah masing-masing 75 buah. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada sub bab 3.5.3.2.
5. Tahap V
Pada tahap ini dilakukan pengujian waktu pemantapan (setting time) dan
pengujian kuat tarik tidak langsung dengan alat ITS (Indirect Tensile Strength
Test).
6. Tahap VI
Disebut tahap analisis data. Pada tahap ini data yang diperoleh dari hasil
pengujian dianalisis untuk mendapatkan kesimpulan hubungan antara
variabel-variabel yang diteliti dalam penelitian.
7. Tahap VII
Dari analisis data yang didapat, kemudian dibahas dan selanjutnya ditarik
suatu kesimpulan.
8. Tahap VIII
Disebut tahap pengambilan kesimpulan. Pada tahap ini, data yang telah
dianalisis dibuat suatu kesimpulan yang berhubungan dengan tujuan
penelitian.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
Secara sistematis dapat dibuat bagan alir metode penelitian yaitu sebagai berikut.
Tahap III
Persiapan Bahan Dan Alat
Mulai
Pemeriksaan Bahan : 1. Pemeriksaan gradasi agregat yang digunakan (data sekunder) 2. Pemeriksaan aspal emulsi CSS 1h (data sekunder) 3. Pemeriksaan abu batu dan serat abaca (data sekunder)
Tahap I
Tahap II
Uji Konsistensi Slurry Seal dengan Alat Kerucut Konsistensi
Tidak
Syarat Bahan Dasar
Tidak
Ya
Agregat AspalBahan Tambah Air
Proporsi Agregat Sesuai Gradasi
Variasi Kadar
Residu Aspal Emulsi (%)
Penambahan Serat Abaca &
Variasi Abu Batu (%)
Variasi
Kadar Air (%)
Syarat 2-3 cm
Ya
A
Pembasahan awal (cukup basah namun tidak ada air yang mengalir atau nampak berlebihan)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
v
Gambar 3.4. Diagram Alir Metode Penelitian
Analisis Data
Selesai
Kesimpulan
Pembahasan
Tahap VI
Tahap V
Tahap VII
Tahap IV
Campuran Slurry Seal dengan Konsistensi Optimum (Kadar Air Optimum)
Pembuatan Benda Uji Slurry Seal (setting time dan ITS) Untuk ITS benda uji dioven 60˚C selama 24 jam dan didiamkan 1 hari
Uji setting time (mendapatkan waktu pemantapan)
Uji Indirect Tensile Strength (ITS)
Tahap VIII
A
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 45
BAB 4
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Penelitian
4.1.1 Hasil Pemeriksaan Aspal Emulsi
Pemeriksaan aspal emulsi diperoleh dari data pengujian PT. Hutama Prima itu
sendiri. Aspal emulsi yang digunakan adalah aspal emulsi tipe CSS-1h. Dari
pemeriksaan yang dilakukan menunjukkan bahwa aspal emulsi yang digunakan
memenuhi standar aspal dingin berdasarkan persyaratan yang berlaku. Hasil
pemeriksaan aspal keras dapat disajikan pada Tabel 4.1. sebagai berikut:
Tabel 4.1. Hasil Pemeriksaan Aspal Emulsi CSS-1h
No Pemeriksaan Unit Metode Hasil Spesifikasi
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Kekentalan Sayboltbolt
furol pada 25○C
Stabilitas penyimpanan 24
jam
Muatan Listrik partikel
Campuran Semen
Analisa Saringan
- Kadar Minyak
- Residu
Penetrasi residu
Daktilitas residu
Kelarutan residu dalam
C2HCL3
Kadar air
Detik
%
-
%
%
%
%
Mm
Cm
%
%
ASTM D-244
ASTM D-244
ASTM D-244
ASTM D-244
ASTM D-244
ASTM D-244
ASTM D-244
ASTM D-5
ASTM D-113
ASTM D-2042
37
0,8
Positif
0,4
0
0
65
136
>140
99,8
-
20-100
1
Positif
Maks 2,0
Maks 0,1
Maks 3,0
Min 57
100-250
Min 57
Min 97,5
- Sumber: PT.Hutama Prima
Adapun dalam penelitian I Wayan Muliawan, 2011, didapatkan data berat jenis
aspal jenis CSS-1h sebesar 1,014 gr/cm3. Dengan demikian, hasil penelitian aspal
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
46 47
emulsi yang dilakukan membuktikan bahwa aspal emulsi yang digunakan
memenuhi syarat dari peraturan yang berlaku.
4.1.2 Hasil Pemeriksaan Agregat
Agregat yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari PT.Panca Dharma
Puspawira yang termasuk golongan fine aggregate (FA). Pemeriksaan agregat
yang diuji adalah coarse aggregate (CA), medium aggregate (MA), fine
aggregate (FA) dan natural sand (NS). Secara visual sesuai Gambar 4.1, agregat
yang berasal dari PT. Panca Dharma Puspawira memiliki bentuk umum yang
bersudut (cubical) dan tekstur permukaan yang kasar. Hasil pemeriksaan agregat
disajikan pada Tabel 4.2.- Tabel 4.5. sebagai berikut.
Abu batu Serat Abaca
Gambar 4.1. Agregat yang Digunakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
47 47
Hasil pemeriksaan agregat disajikan pada Tabel 4.2.-4.5. sebagai berikut:
Tabel 4.2. Hasil Pemeriksaan Coarse Aggregate (CA)
No Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Spesifikasi
1 Penyerapan 2,659 % % maks.3%
2 Berat jenis bulk 2,550 gr/cc gr/cc min.2,5 gr/cc
3 Berat jenis SSD 2,618 gr/cc gr/cc min.2,5 gr/cc
4 Berat jenis apparent 2,736 gr/cc gr/cc - Sumber:PT.Panca Dharma Puspawira
Tabel 4.3. Hasil Pemeriksaan Medium Aggregate (MA)
No Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Spesifikasi
1 Penyerapan 2,680 % % maks.3%
2 Berat jenis bulk 2,627 gr/cc gr/cc min.2,5 gr/cc
3 Berat jenis SSD 2,697 gr/cc gr/cc min.2,5 gr/cc
4 Berat jenis apparent 2,826 gr/cc gr/cc - Sumber:PT.Panca Dharma Puspawira
Tabel 4.4. Hasil Pemeriksaan Fine Aggregate (FA)
No Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Spesifikasi
1 Penyerapan 2,093 % % maks.3%
2 Berat jenis bulk 2,665 gr/cc gr/cc min.2,5 gr/cc
3 Berat jenis SSD 2,720gr/cc gr/cc min.2,5 gr/cc
4 Berat jenis apparent 2,881 gr/cc gr/cc - Sumber:PT.Panca Dharma Puspawira
Tabel 4.5. Hasil Pemeriksaan Natural Sand (NS)
No Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Spesifikasi
1 Penyerapan 2,104 % % maks.3%
2 Berat jenis bulk 2,579 gr/cc gr/cc min.2,5 gr/cc
3 Berat jenis SSD 2,633 gr/cc gr/cc min.2,5 gr/cc
4 Berat jenis apparent 2,784 gr/cc gr/cc - Sumber:PT.Panca Dharma Puspawira
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
48 47
4.1.4 Hasil Pemeriksaan filler dan Serat Abaca
Pemeriksaan fiiller Abu Batu diambil berupa data sekunder dari penelitian
Emrizal, 2009.
Tabel 4.6. Data Berat Jenis Filler dan Serat Abaca
No Jenis Filler Berat Jenis
1 Abu Batu 2,6134 gr/cm3
2 Serat Abaca 0,9114 gr/mlSumber : Emrizal, 2009 Sumber : Laboratorium Pengujian LPPT - UGM, 2011
4.1.4 Perencanaan Gradasi Slurry Seal
Perencanaan gradasi campuran slurry seal berdasarkan pada ASTM-D3910 Tipe
III. Penelitian ini menggunakan spesifikasi tipe III karena tipe ini digunakan
sebagai perbaikan pada jalan yang raveling dan oksidasi serta memperbaiki
kesesatan permukaan jalan. Rencana gradasi yang digunakan disajikan pada Tabel
4.7. sebagai berikut ini:
Tabel 4.7. Perencanaan Gradasi Campuran Slurry Seal
Ukuran Saringan
(mm)
Batas bawah
(%)
Batas atas
(%)
Rencana gradasi
(%)
3/8” (9,5 mm) 100 100 100
No.4 (4,75 mm) 70 90 82,5
No.8 (2,36 mm) 45 70 51,5
No.16 (1,18 mm) 28 50 35
No.30 (600 µ) 18 33 26
No.50 (330 µ) 12 25 17,5
No.100 (150 µ) 7 17 10
No.200 (75 µ) 5 10 7,5
Rencana gradasi campuran pada penelitian merupakan nilai yang diambil dari
penelitian N.Oikonomou, (2007).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
49 47
4.1.5 Estimasi Kadar Aspal Residu
Setelah proporsi masing-masing agregat ditentukan, selanjutnya dilakukan
perhitungan kadar aspal residu awal perkiraan yang nantinya digunakan sebagai
acuan dalam menentukan variasi kadar aspal residu. Adapun perhitungannya
sebagai berikut:
Kadar Aspal Residu Awal :
P = (0,05A + 0,1B + 0,5C) x (0,7)
= (0,05 x 48,5 + 0,1x44 + 0,5x7,5) x (0,7)
= (2,425 + 4,4 + 3,75) x 0,7
= 7,4025 %
P = 7,4025 % ≈ 7,5 %
Sehingga, kadar aspal residu yang dipakai dalam penelitian antara 6,5% - 8,5%.
Dengan kadar aspal residu awal 7 % dipergunakan sebagai dasar dalam tes pre-
wetting (pembasahan awal). Berdasarkan kadar aspal residu awal diestimasi Kadar
Aspal Emulsi (KAE) awal terhadap berat total campuran = (P/X) %. Aspal Emulsi
yang dipergunakan adalah Aspal Emulsi Cationic Slow Setting 1-h (CSS-1h)
produksi PT. Hutama Prima Cilacap Jawa Tengah,dimana kadar residunya sebesar
65 % (data sekunder hasil pengujian). Dengan demikian Kadar Aspal Emulsi
dalam campuran adalah 7/0,65 x 100 % = 10,8 % terhadap total campuran.
4.1.6 Hasil Pengujian Slurry Seal
Pengujian dari penelitian ini diawali dengan pengujian konsistensi campuran
kemudian dilanjutkan pengujian setting time dan Indirect Tensile Strength (ITS)
campuran slurry seal dengan benda uji yang dicetak pada cetakan benda uji.
Pengujian konsistensi ini menggunakan alat kerucut konsistensi dimaksudkan
untuk menentukan tingkat workable dan sebagai kontrol pembuatan benda uji
campuran slurry seal. Selanjutnya, akan mendapatkan kadar air optimum
(pengujian konsistensi) pada campuran slurry seal yang nantinya akan dipakai
pada perencanaan pembuatan benda uji untuk setting time dan ITS.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
50 47
4.1.6.1 Hasil Pengujian Konsistensi
Sebelum pengujian ini dilaksanakan, terlebih dahulu dilakukan pre-wetting
(pembasahan awal) dengan menggunakan agregat kering yang sudah
diproporsikan sesuai gradasi, kemudian dilembabkan secara merata dengan cara
memberikan variasi kadar air. Kadar air yang dipergunakan dalam tes pre-wetting
ini adalah 1%, 2%, 3%, 4%, dan 5% terhadap berat agregat kering. Dengan
penglihatan visual, ternyata dengan kadar pre-wetting 5 % agregat tersebut cukup
basah namun air tidak mengalir.
Gambar 4.2. Pre-Wetting pada Agregat Kering
Langkah berikutnya dengan menentukan kadar air sesungguhnya, yaitu kadar air
yang memberikan nilai konsistensi optimum campuran dengan melakukan
pengujian konsistensi. Adapun hasil pengujian konsistensi dapat disajikan pada
Tabel 4.8 sampai Tabel 4.12 berikut.
Tabel 4.8. Hasil Uji Konsistensi Kadar Residu Aspal Emulsi 6,5 %
Uji
Komposisi Bahan Campuran (%)
Agregat Abu batu
Serat Abaca
Kadar Residu Aspal Emulsi
Hasil Pre-
wetting
Penambahan Air
Hasil Uji
(cm) Syarat
I 100 0 0 6,5 5 10 2,3
2 - 3 cm
II 100 0 0,3 6,5 5 10 2,2 III 100 1 0,3 6,5 5 10 2,3 IV 100 2 0,3 6,5 5 10 2,1 V 100 3 0,3 6,5 5 10 2,2
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
51 47
Tabel 4.9. Hasil Uji Konsistensi Kadar Residu Aspal Emulsi 7 %
Uji
Komposisi Bahan Campuran (%)
Agregat Abu batu
Serat Abaca
Kadar Residu Aspal Emulsi
Hasil Pre-
wetting
Penambahan Air
Hasil Uji
(cm) Syarat
I 100 0 0 7 5 10 2,3
2 - 3 cm
II 100 0 0,3 7 5 10 2,6 III 100 1 0,3 7 5 10 2,4 IV 100 2 0,3 7 5 10 2,3 V 100 3 0,3 7 5 10 2,0
Tabel 4.10. Hasil Uji Konsistensi Kadar Residu Aspal Emulsi 7,5 %
Uji
Komposisi Bahan Campuran (%)
Agregat Abu batu
Serat Abaca
Kadar Residu Aspal Emulsi
Hasil Pre-
wetting
Penambahan Air
Hasil Uji
(cm) Syarat
I 100 0 0 7,5 5 10 2,5
2 - 3 cm
II 100 0 0,3 7,5 5 10 2,4 III 100 1 0,3 7,5 5 10 2,4 IV 100 2 0,3 7,5 5 10 2,6 V 100 3 0,3 7,5 5 10 2,4
Tabel 4.11. Hasil Uji Konsistensi Kadar Residu Aspal Emulsi 8 %
Uji
Komposisi Bahan Campuran (%)
Agregat Abu batu
Serat Abaca
Kadar Residu Aspal Emulsi
Hasil Pre-
wetting
Penambahan Air
Hasil Uji
(cm) Syarat
I 100 0 0 8 5 10 2,6
2 - 3 cm
II 100 0 0,3 8 5 10 2,7 III 100 1 0,3 8 5 10 2,6 IV 100 2 0,3 8 5 10 2,8 V 100 3 0,3 8 5 10 2,8
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
52 47
Tabel 4.12. Hasil Uji Konsistensi Kadar Residu Aspal Emulsi 8,5 %
Uji
Komposisi Bahan Campuran (%)
Agregat Abu batu
Serat Abaca
Kadar Residu Aspal Emulsi
Hasil Pre-
wetting
Penambahan Air
Hasil Uji
(cm) Syarat
I 100 0 0 8,5 5 10 2,8
2 - 3 cm
II 100 0 0,3 8,5 5 10 3,0 III 100 1 0,3 8,5 5 10 2,8 IV 100 2 0,3 8,5 5 10 2,8 V 100 3 0,3 8,5 5 10 3
Gambar 4.3. Pengujian Konsistensi dengan Alat Kerucut Konsistensi
4.1.6.2 Hasil Pengujian Setting Time
Pengujian setting time merupakan suatu metode untuk menentukan waktu yang
dibutuhkan oleh aspal emulsi sejak pencampuran sampai pada saat aspal emulsi
mulai mengeras pada slurry seal. Awal saat pencampuran ditandai dengan warna
coklat seperti lumpur menjadi warna coklat kehitam-hitaman dan ketika setting
telah selesai pada permukaan agregat tidak terdapat noda coklat.
Setting time ini dilakukan dengan menggunakan kertas putih atau tissue yang
disentuh pada campuran slurry seal yang dituangkan pada cetakan kayu berukuran
152 mm x 152 mm x 10 mm. Penyentuhan awal dilakukan setelah 15 menit atau
dibiarkan menyerap pada permukaan slurry seal, jika tidak dijumpai noda coklat
di atas permukaan tissue tersebut, maka lapisan permukaan campuran itu dianggap
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
53 47
sudah bereaksi. Jika timbul noda coklat, maka prosedur penyerapan diulang untuk
interval 15 menit. Sesudah penyerapan 3 jam, interval penyerapan dibuat 30 menit
atau yang lebih lama. Hasil rerata setting time dengan suhu permukaan 29˚C dapat
dilihat pada Tabel 4.13 berikut.
Tabel 4.13. Hasil Pengujian Setting Time Rata-Rata (menit)
Komposisi Bahan Susun *⁾
Agregat Air Abu Serat Kadar Residu Aspal Emulsi (%)
Batu Abaca 6,5 7,0 7,5 8,0 8,5 100 10 0 0 100 100 105 135 150 100 10 0 0,3 90 90 100 140 140 100 10 1 0,3 80 85 90 130 140 100 10 2 0,3 80 80 90 130 135 100 10 3 0,3 80 80 85 130 130
*⁾ dihitung terhadap berat agregat
Gambar 4.4. Penyentuhan tissue pada Pengujian Setting Time
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
54 47
4.1.6.3 Hasil Pemeriksaan Densitas, SGmix dan Porositas
Benda uji yang telah selesai dioven selama 24 jam pada suhu 60˚C dan didiamkan
selama 24 jam, dilakukan pemeriksaan volumetrik untuk mengetahui nilai
densitas, SGmix dan porositas. Pemeriksaan ini dilakukan dengan mengukur tinggi
empat sisi dan diameter pada benda uji serta menimbang berat benda uji (dalam
keadaan udara) sebelum dilakukan pengujian ITS. Dari sinilah didapatkan
hubungan kadar aspal residu emulsi dengan nilai densitas, dan porositas dari
masing-masing campuran.
(1). Densitas
Densitas menunjukkan nilai kepadatan pada mix design slurry seal pada benda uji
yang dibuat. Karena benda uji ini dalam bentuk slurry (bubur) maka tidak
dilakukan penumbukan seperti halnya Marshall, melainkan dituangkan dalam
cetakan dalam bentuk mould dengan tinggi dan diameter tertentu sesuai kadar
aspal emulsi. Dalam penuangan campuran menjadi hal terpenting untuk
menentukan tingkat densitas pada benda uji yang dibuat.
Hasil perhitungan contoh densitas sebagai berikut.
Contoh benda uji :
kadar aspal residu = 6,5% dengan Abu Batu = 0%; Serat Abaca = 0%.
Berat benda uji di udara (Ma) = 850 gram
Tinggi rata-rata benda uji (h) = 6,87 cm
Diameter benda uji (d) = 10 cm
Sehingga, besarnya densitas (D) dengan rumus 2.1 :
322 /58,1
87,6)10(14,38504
...4 cmgr
xxx
hdMaD ===
π
Perhitungan nilai densitas selanjutnya disajikan dalam Lampiran A-9 sampai
A-13. Sedangkan hasil nilai densitas rata-rata dapat dilihat pada Tabel 4.14
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
55 47
Tabel 4.14. Hasil Rekapitulasi Nilai Densitas Rata-Rata
No. Kode
Kadar Residu Aspal Emulsi
(%)
Campuran Nilai Rata-Rata
Densitas (gr/cm3)
Abu Batu
Serat Abaca
1
6,5 0 0 1,57 7,0 0 0 1,61 7,5 0 0 1,63 8,0 0 0 1,70 8,5 0 0 1,67
2
6,5 0 0,3 1,50 7,0 0 0,3 1,51 7,5 0 0,3 1,54 8,0 0 0,3 1,58 8,5 0 0,3 1,73
3
6,5 1 0,3 1,55 7,0 1 0,3 1,61 7,5 1 0,3 1,64 8,0 1 0,3 1,66 8,5 1 0,3 1,68
4
6,5 2 0,3 1,56 7,0 2 0,3 1,52 7,5 2 0,3 1,59 8,0 2 0,3 1,64 8,5 2 0,3 1,68
5
6,5 3 0,3 1,55 7,0 3 0,3 1,63 7,5 3 0,3 1,62 8,0 3 0,3 1,67 8,5 3 0,3 1,64
(2). Spesific Grafity (SGmix)
Spesific grafity adalah berat jenis slurry seal yang dibuat. Untuk menghitung nilai
tersebut digunakan rumus 2.2 pada Bab 2 sebelumnya. Perhitungan SGmix
campuran pada beberapa variasi kadar aspal residu adalah sebagai berikut.
1). Campuran slurry seal dengan campuran Abu Batu = 0%, Serat Abaca = 0 %
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
56 47
Kadar aspal residu 6,5 %
%Wagr = 92,5 %
%Wf = 7,5 %
%Wa = %
SGag = 2,88 gr/cm3 (data dari PT. Panca Dharma Puspawira)
SGf (agr lolos #200) = 2,234 gr/cm3
SGa = 1,01 gr/cm3 (penelitian aspal CSS 1-h I Wayan Muliawan, 2011)
a
a
agrlolosf
f
agr
agrmix
SGW
SGW
SGW
SG++
=
)200#(
%100
2). Campuran slurry seal dengan campuran Abu batu = 0%, Serat Abaca = 0,3 %
Kadar aspal residu 6,5 %
%Wagr = 92,5 %
%Wf = 7,5 %
%Wa = %
SGag = 2,88 gr/cm3 (data dari PT. Panca Dharma Puspawira)
234,2)( =PanfSG
SGserat = 0,9114 gr/cm3
SGa = 1,01 gr/cm3 (penelitian aspal CSS 1-h I Wayan Muliawan, 2011)
a
a
Panf
f
agr
agrmix
SGW
SGsWs
SGW
SGW
SG+++
=
)(
%100
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
57 47
3). Campuran slurry seal dengan campuran Abu batu = 1%, Serat Abaca = 0,3%
Kadar aspal residu 6,5 %
%Wagr = 92,5 %
%Wf = 7,5 %
%Wa = %
SGag = 2,88 gr/cm3 (data dari PT. Panca Dharma Puspawira)
234,2)( =PanfSG
SGserat = 0,9114 gr/cm3
SGf (AbuBatu) 6134,2= gr/cm3
SGa = 1,01 gr/cm3 (penelitian aspal CSS 1-h I Wayan Muliawan, 2011)
a
a
ab
ab
serat
serat
Panf
f
agr
agrmix
SGW
SGW
SGW
SGW
SGW
SG++++
=
)(
%100
4). Campuran slurry seal dengan campuran Abu batu = 2%, Serat Abaca = 0,3%
Kadar aspal residu 6,5 %
%Wagr = 92,5 %
%Wf = 7,5 %
%Wa = %
SGag = 2,88 gr/cm3 (data dari PT. Panca Dharma Puspawira)
234,2)( =PanfSG
SGserat = 0,9114 gr/cm3
SGf (AbuBatu) 6134,2= gr/cm3
SGa = 1,01 gr/cm3 (penelitian aspal CSS 1-h I Wayan Muliawan, 2011)
a
a
ab
ab
serat
serat
Panf
f
agr
agrmix
SGW
SGW
SGW
SGW
SGW
SG++++
=
)(
%100
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
58 47
5). Campuran slurry seal dengan campuran Abu batu = 3%, Serat Abaca = 0,3%
Kadar aspal residu 6,5 %
%Wagr = 92,5 %
%Wf = 7,5 %
%Wa = %
SGag = 2,88 gr/cm3 (data dari PT. Panca Dharma Puspawira)
234,2)( =PanfSG
SGserat = 0,9114 gr/cm3
SGf (AbuBatu) 6134,2= gr/cm3
SGa = 1,01 gr/cm3 (penelitian aspal CSS 1-h I Wayan Muliawan, 2011)
a
a
ab
ab
serat
serat
Panf
f
agr
agrmix
SGW
SGW
SGW
SGW
SGW
SG++++
=
)(
%100
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
59 47
Tabel 4.15. Hasil Rekapitulasi Perhitungan Nilai Spesific Gravity (SGmix)
No. Kode
Kadar Residu Aspal Emulsi
(%)
Campuran Nilai SGmix
(gr/cm3) Abu Batu
Serat Abaca
1
6,5 0 0 2,15 7,0 0 0 2,12 7,5 0 0 2,09 8,0 0 0 2,05 8,5 0 0 2,02
2
6,5 0 0,3 2,14 7,0 0 0,3 2,10 7,5 0 0,3 2,07 8,0 0 0,3 2,04 8,5 0 0,3 2,01
3
6,5 1 0,3 2,12 7,0 1 0,3 2,09 7,5 1 0,3 2,06 8,0 1 0,3 2,02 8,5 1 0,3 1,99
4
6,5 2 0,3 2,11 7,0 2 0,3 2,07 7,5 2 0,3 2,04 8,0 2 0,3 2,01 8,5 2 0,3 1,98
5
6,5 3 0,3 2,09 7,0 3 0,3 2,05 7,5 3 0,3 2,03 8,0 3 0,3 1,99 8,5 3 0,3 1,96
(3). Porositas
Porositas (Void In Mix) menunjukkan kandungan udara yang terdapat pada
campuran suatu perkerasan. Porositas ini dipengaruhi oleh densitas dan spesific
grafity campuran slurry seal.
Hasil perhitungan contoh porositas sebagai berikut.
Contoh benda uji :
kadar aspal residu = 6,5% dengan Abu Batu = 0%, Serat Abaca = 0%.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
60 47
Densitas (D) = 1,59 gr/cm3
SGmix = 2,21 gr/cm3
Sehingga, besarnya porositas (P) dengan rumus 2.4 :
%68,28%10021,259,11%1001 =⎥
⎦
⎤⎢⎣
⎡ −=⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡−= xx
SGDP
mix
Perhitungan nilai porositas selanjutnya disajikan dalam Lampiran A-9 sampai A-
13. Sedangkan hasil nilai porositas rata-rata dapat dilihat pada Tabel 4.16
Tabel 4.16. Hasil Nilai Porositas Rata-Rata
No. Kode
Kadar Residu Aspal Emulsi
(%)
Campuran Nilai Porositas Rata-Rata
(%) Abu Batu
Serat Abaca
1
6,5 0 0 26,97 7,0 0 0 23,97 7,5 0 0 25,77 8,0 0 0 17,43 8,5 0 0 17,17
2
6,5 0 0,3 30,27 7,0 0 0,3 28,29 7,5 0 0,3 25,77 8,0 0 0,3 22,63 8,5 0 0,3 13,71
3
6,5 1 0,3 26,96 7,0 1 0,3 22,83 7,5 1 0,3 20,24 8,0 1 0,3 17,99 8,5 1 0,3 15,55
4
6,5 2 0,3 25,68 7,0 2 0,3 26,40 7,5 2 0,3 22,28 8,0 2 0,3 18,26 8,5 2 0,3 14,85
5
6,5 3 0,3 25,97 7,0 3 0,3 20,48 7,5 3 0,3 20,12 8,0 3 0,3 15,93 8,5 3 0,3 16,52
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
61 47
4.1.6.4 Hasil Pengujian ITS (Indirect Tensile Strength)
Pengujian ITS dimaksudkan untuk mengetahui nilai gaya tarik dari suatu
campuran. Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui indikasi akan terjadinya
deformasi pada lapisan perkerasan. Pada pengujian ITS juga didapat nilai kuat
tarik tidak langsung dalam satuan pound (lb). Kemudian dari hasil pengujian
tersebut dilakukan perhitungan nilai kuat tarik tidak langsung dalam satuan KPa.
Sebagai contoh perhitungan ITS adalah sebagai berikut.
Hasil pembacaan dial = 1,5 lb
Konversi satuan dial = 1,5 x 0,454
= 0,681kg
Hasil kuat tarik tidak langsung terkalibrasi (Pi) = 0,681 x 33,272
= 22,65823
Tinggi rata-rata benda uji (h) = 0,06873 m
Diameter benda uji (d) = 0,1 m
Besarnya kuat tarik tidak langsung terkoreksi, dihitung memakai Rumus 2.5
sebagai berikut :
ITS = hd
Pi××
×π
2
= 06873,01,014,3
65823,322××
×
= 2099,96288 kg/m2
= 2099,96288 x 9,81 x 10-3
= 20,60064 Kpa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
62 47
Tabel 4.17. Rekapitulasi Hasil Pengujian ITS
No. Kode
Kadar Residu Aspal Emulsi
(%)
campuran Nilai ITS Rata-Rata Abu Batu
Serat Abaca (kg/m2) KPa
1
6,5 0 0 1644,30 16,13 7,0 0 0 1930,10 18,93 7,5 0 0 2400,50 23,55 8,0 0 0 2473,59 24,27 8,5 0 0 1457,17 14,29
2
6,5 0 0,3 1135,27 11,14 7,0 0 0,3 1804,71 17,70 7,5 0 0,3 2744,08 26,92 8,0 0 0,3 2096,47 20,57 8,5 0 0,3 1267,67 12,44
3
6,5 1 0,3 1137,59 11,16 7,0 1 0,3 1892,41 18,56 7,5 1 0,3 2455,16 24,09 8,0 1 0,3 3111,62 30,52 8,5 1 0,3 1208,48 11,86
4
6,5 2 0,3 1155,85 11,34 7,0 2 0,3 1354,17 13,28 7,5 2 0,3 2818,76 27,65 8,0 2 0,3 1426,23 13,99 8,5 2 0,3 1459,36 14,32
5
6,5 3 0,3 1345,98 13,20 7,0 3 0,3 1413,24 13,86 7,5 3 0,3 1383,01 13,57 8,0 3 0,3 1417,99 13,91 8,5 3 0,3 1160,36 11,38
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
63 47
Gambar 4.5. Pengujian ITS Sebelum Pembebanan
Gambar 4.6. Pengujian ITS Sesudah Pembebanan
4.2. Pembahasan
4.2.1 Analisis Hasil Pengujian Konsistensi
Konsistensi campuran slurry seal pada benda uji diukur dengan alat kerucut
konsistensi. Sesuai dengan Buku Pedoman Perencanaan Bubur Aspal Emulsi
(Slurry Seal) No. 026/T/BM/1999 dari Direktorat Jenderal Bina Marga bahwa
campuran slurry seal memberikan konsistensi campuran yang baik ketika kadar
air mencapai optimum dengan penyebaran 2-3 cm pada alas piringan plat logam.
Penyebaran tersebut diukur dari piringan luar diameter alat saat campuran slurry
seal diangkat dan keluar dari alat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
64 47
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan bahwa slurry seal yang dibuat
mencapai kadar air optimum dengan pembasahan awal (pre-wetting) agregat
sebesar 5 % dan penambahan air masing-masing sebesar 10 %. Kadar air tersebut
dihitung terhadap berat kering agregat, yang berperan mempermudah proses
pencampuran antara aspal emulsi dengan agregat.
Dari hasil pengujian menunjukkan bahwa dengan penambahan serat abaca
sebanyak 0,3% konsistensi penyebaran rata-rata ≤ 3 cm (lihat Tabel 4.8 sampai
Tabel 4.12), begitu juga dengan penambahan serat abaca yang juga diikuti
penambahan abu batu 1-3% nilai konsistensi tetap sesuai dengan persyaratan. Hal
ini disebabkan faktor kadar air memegang peranan penting dalam uji konsistensi
sedangkan komposisi campuran tidak berpengaruh signifikan sebab jika
konsistensi tidak sesuai yang disyaratkan maka dapat menambahkan atau
mengurangi kadar air dalam slurry seal agar memperoleh konsistensi sesuai
dengan persyaratan.
4.2.2 Analisis Hasil Pengujian Setting Time
Setting time adalah waktu yang diperlukan aspal emulsi sejak dicampur dengan
agregat sampai butiran aspal menyatu dalam bentuk padat serta melapisi agregat
secara kontinyu. Pada campuran slurry seal yang dibuat dengan memakai
menambahkan Abu Batu dan Serat Abaca. Untuk pengujian ini menitikberatkan
pada pengaruh penambahan serat abaca dan abu batu sampai menghasilkan waktu
yang mantap pada campuran yang dibuat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
65 47
Gambar 4.7. Grafik Hubungan Waktu Setting time dengan Kadar Aspal Residu
Dari Gambar 4.7 di atas, campuran slurry seal dengan penambahan serat abaca
sebanyak 0,3% didapat setting time lebih cepat namun tidak signifikan bila
dibandingkan dengan keadaan normal, tetapi seiring dengan serat abaca
ditambahkan abu batu 1-3% setting time menjadi lebih cepat, hal ini disebabkan
abu batu memiliki sifat menyerap air. Hal ini menunjukkan penambahan abu batu
dapat membantu proses setting time menjadi lebih cepat.
Selain penggunaan abu batu dan serat abaca, seiring bertambahnya kadar aspal
akan memperlambat setting juga. Hal ini terjadi karena seiring bertambahnya
kadar aspal maka campuran slurry seal akan menjadi lebih encer yang
mengakibatkan proses pengikatan aspal dan agregat membutuhkan waktu yang
lebih lama.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
66 47
Gambar 4.8. Grafik Hubungan Waktu Setting time pada Penelitian Agus Taufik
Mulyono, 1999
Pada penelitian lain Taufik Mulyono, Agus, 1999, dengan penambahan kadar
semen sampai 1-5% akan mempercepat setting time seiring juga bertambahnya
kadar aspal emulsi dari 12% sampai 16% (lihat Gambar 4.8), berbeda dengan
penambahan kapur semakin besar kadar kapur (kecuali dari 0% - 1%) maka
semakin besar pula setting time yang terjadi.
4.2.3 Analisis Nilai Densitas
Nilai densitas adalah nilai berat volume untuk menunjukkan kepadatan dari
campuran slurry seal. Campuran dengan densitas yang tinggi akan lebih mampu
menahan beban yang lebih berat, dibandingkan pada campuran yang mempunyai
densitas rendah. Nilai densitas suatu campuran dipengaruhi oleh kualitas bahan
susun dan kadar aspal. Hubungan antara kadar aspal dengan densitas campuran
slurry seal dapat dilihat pada Gambar 4.8 berikut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
67 47
y = ‐0,018x2 + 0,335x + 0,170R² = 0,877
y = 0,084x2 ‐ 1,161x + 5,480R² = 0,970
Y = ‐0,025X2 + 0,448X ‐ 0,278R² = 0,988
y = 0,045x2 ‐ 0,605x + 3,578R² = 0,905
y = ‐0,050x2 + 0,806x ‐ 1,546R² = 0,813
1,47
1,49
1,51
1,53
1,55
1,57
1,59
1,61
1,63
1,65
1,67
1,69
1,71
1,73
6,5 7,0 7,5 8,0 8,5
Den
sitas (gr/cm
3)
Kadar Residu Aspal Emulsi (%)
0% Abu Batu, 0% Serat Abaca
0% Abu Batu, 0,3% Serat Abaca
1% Abu Batu, 0,3% Serat Abaca
2% Abu Batu, 0,3% Serat Abaca
3% Abu Batu, 0,3% Serat Abaca
Poly. (0% Abu Batu, 0% Serat Abaca)
Poly. (0% Abu Batu, 0,3% Serat Abaca)
Poly. (1% Abu Batu, 0,3% Serat Abaca)
Poly. (2% Abu Batu, 0,3% Serat Abaca)
Poly. (3% Abu Batu, 0,3% Serat Abaca)
Gambar 4.9. Grafik Hubungan Densitas dengan Kadar Residu Aspal Emulsi
Seperti terlihat pada Gambar 4.9 semakin bertambahnya kadar aspal, semakin
rapat campurannya sehingga nilai density campuran semakin besar hingga
mencapai nilai optimum dan setelah itu nilainya akan menurun, tetapi masing-
masing jenis campuran memberikan perilaku yang berbeda. Hal ini disebabkan
karena setiap penambahan kadar aspal, rongga dalam campuran masih dapat terisi
oleh aspal sehingga campuran menjadi semakin rapat.
Pada campuran (0% abu batu, 0,3% serat abaca) terutama pada kadar aspal residu
8,5% nilai densitas semakin naik. Hal ini menunjukkan serat abaca masih mampu
mengisi rongga-rongga antar agregat, begitu juga pada campuran (2% abu batu,
0,3% serat abaca) nilai densitas semakin naik pada kadar aspal residu 8,5% . Hal
ini menunjukkan penambahan 2% abu batu dan penambahan 0,3% serat abaca
mampu bekerja sama dengan baik dalam mengisi rongga-rongga antar agregat.
Pada campuran normal (0% abu batu, 0% serat abaca), campuran (1% abu batu,
0,3% serat abaca) dan campuran (3% abu batu, 0,3% serat abaca) nilai densitas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
68 47
pada kadar aspal residu 8,5% cenderung turun, penyebabnya adalah penambahan
abu batu yang tidak tepat berpengaruh terhadap nilai densitas.
Dari grafik hubungan antara densitas dengan kadar aspal residu dapat dicari nilai
densitas optimum dari masing-masing campuran. Hasilnya dapat disajikan dalam
Tabel 4.18 berikut
Tabel 4.18. Hasil Densitas Optimum pada Kondisi KARO
No. Campuran (%) KARO
(X)
Nilai Densitas Optimum (gr/cm3)
Abu Batu
Serat Abaca
1 0 0 X = 8,40 % 1,685 2 0 0,3 X = 8,50 % 1,680 3 1 0,3 X = 8,30 % 1,675 4 2 0,3 X = 8,50 % 1,686
5 3 0,3 X = 7,90 % 1,660 KARO = Kadar Aspal Residu Optimum
Hasil yang dicapai menunjukkan bahwa nilai densitas optimum sebesar 1,686
gr/cm3 pada dengan penambahan 2% abu batu dan 0,3% serat abaca dengan kadar
aspal residu optimum 8,5%. Sedangkan nilai densitas terkecil terdapat pada
campuran dengan penambahan 3% abu batu dan 0,3% serat abaca. Hal ini
disebabkan penambahan abu batu sebanyak 3% tidak mampu berkoordinasi baik
dengan serat abaca dalam mengisi rongga-rongga antar agregat, sehingga
penambahan abu batu yang berlebihan membuat nilai densitas cenderung
menurun.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
69 47
4.2.4 Analisis Nilai Porositas (Void in Mix)
Penelitian nilai porositas dari benda uji yang dibuat menunjukkan bahwa nilainya
semakin menurun dari penambahan kadar residu aspal emulsi 6,5% sampai 8,5%
pada tiap campuran sluury seal. Grafik hubungan antara porositas dengan kadar
residu aspal emulsi seperti pada Gambar 4.10 di bawah ini.
y = ‐5,153x + 62,78R² = 0,762
y = ‐7,456x + 82,23R² = 0,886
y = ‐5,403x + 64,24R² = 0,983
y = ‐5,788x + 68,52R² = 0,919
y = ‐4,555x + 58,31R² = 0,862
13,00
14,00
15,00
16,00
17,00
18,00
19,00
20,00
21,00
22,00
23,00
24,00
25,00
26,00
27,00
28,00
29,00
30,00
31,00
32,00
6,5 7,0 7,5 8,0 8,5
Porositas (%
)
Kadar Residu Aspal Emulsi (%)
0% Abu Batu, 0% Serat Abaca
0% Abu Batu, 0,3% Serat Abaca
1% Abu Batu, 0,3% Serat Abaca
2% Abu Batu, 0,3% Serat Abaca
3% Abu Batu, 0,3% Serat Abaca
Linear (0% Abu Batu, 0% Serat Abaca)
Linear (0% Abu Batu, 0,3% Serat Abaca)
Linear (1% Abu Batu, 0,3% Serat Abaca)
Linear (2% Abu Batu, 0,3% Serat Abaca)
Linear (3% Abu Batu, 0,3% Serat Abaca)
Gambar 4.10. Grafik Hubungan Porositas dengan Kadar Residu Aspal Emulsi
Tabel 4.19. Nilai Porositas Terkecil pada Kadar Aspal Residu 8,5%
No. Campuran (%) Kadar Aspal
Residu (%)
Porositas (%) Abu Batu Serat
Abaca 1 0 0 8,5 17,15 2 0 0,3 8,5 16,65 3 1 0,3 8,5 15,25 4 2 0,3 8,5 15,45 5 3 0,3 8,5 15,10
Berdasarkan grafik di atas, diperoleh nilai porositas pada kadar residu 8,5% dari
masing-masing campuran yang cenderung menurun. Hal ini karena dipengaruhi
spesific gravity dan densitas yang semakin kecil pada kadar aspal residu 8,5 %.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
70 47
Kemungkinan agregat pada campuran slurry seal terselimuti kadar aspal semakin
banyak, maka akan menyisakan rongga sedikit dalam campuran, akibatnya
porositas semakin kecil.
4.2.6. Analisis Nilai ITS (Indirect Tensile Strength)
Berdasarkan Tabel 4.17, dapat dibuat hubungan nilai ITS dengan kadar residu
aspal emulsi seperti terlihat pada Gambar 4.11 berikut.
y = ‐8,413x2 + 126,5x ‐ 452,1R² = 0,799y = ‐12,84x2 + 193,7x ‐ 706,6
R² = 0,898
y = ‐14,63x2 + 222,2x ‐ 816,8R² = 0,757
y = ‐8,934x2 + 135,3x ‐ 491,9R² = 0,432
y = ‐1,638x2 + 23,85x ‐ 72,76R² = 0,83110,00
12,00
14,00
16,00
18,00
20,00
22,00
24,00
26,00
28,00
30,00
32,00
6,5 7,0 7,5 8,0 8,5
ITS (Kpa)
Kadar Residu Aspal Emulsi (%)
0% Abu Batu, 0% Serat Abaca
0% Abu Batu, 0,3% Serat Abaca
1% Abu Batu, 0,3% Serat Abaca
2% Abu Batu, 0,3% Serat Abaca
3% Abu Batu, 0,3% Serat Abaca
Poly. (0% Abu Batu, 0% Serat Abaca)
Poly. (0% Abu Batu, 0,3% Serat Abaca)
Poly. (1% Abu Batu, 0,3% Serat Abaca)
Poly. (2% Abu Batu, 0,3% Serat Abaca)
Poly. (3% Abu Batu, 0,3% Serat Abaca)
Gambar 4.11. Grafik Hubungan ITS dengan Kadar Residu Aspal Emulsi
Dari persamaan garis yang didapatkan dari grafik pada Gambar 4.12 dapat dicari
nilai kadar aspal residu optimum (KARO) dari hasil stabilitas pengujian ITS
berdasarkan kuat tarik yang terjadi. Adapun perhitungannya sebagai berikut.
Y = -8,413x2 + 126,5x – 452,1
0 = - ( 2*8,413) + 126,5
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
71 47
KARO = 7,52 %
Sehingga, kadar aspal emulsi optimum = x 100 % = 11,57 %
Maka, persentase kadar aspal emulsi mencapai optimum sebesar 11,57 %.
Sedangkan untuk perhitungan kadar campuran dapat dilihat pada Tabel 4.20
berikut.
Tabel 4.20. Hasil Kadar Aspal Residu Optimum Berdasarkan Pengujian ITS
No. campuran
Persamaan Grafik KARO (X)
ITS (Kpa) Abu
Batu Serat Abaca
1 0 0 y = -8,413x2 + 126,5x - 452,1 X = 7,52 % 23,42 2 0 0,3 y = -12,84x2 + 193,7x - 706,6 X = 7,54 % 23,92 3 1 0,3 y = -14,63x2 + 222,2x - 816,8 X = 7,59% 26,89 4 2 0,3 y = -8,934x2 + 135,3x - 491,9 X = 7,57 % 20,36 5 3 0,3 y = -1,638x2 + 23,85x - 72,76 X = 7,28 % 14,06
Grafik hubungan nilai ITS dengan kadar residu aspal emulsi pada Gambar 4.12
menunjukkan bahwa kuat tarik tidak langsung cenderung naik sampai titik
optimum dan kemudian turun, artinya kekuatan dari benda uji akan menurun
kalau persentase aspal melebihi kadar optimum. Penambahan serat abaca
sebanyak 0,3% mampu menaikkan nilai ITS dari 23,42 kPa menjadi 23,92 kPa.
Nilai ITS maksimum terjadi pada campuran slurry seal dengan penambahan abu
batu 1% dan serat abaca 0,3% sebesar 26,89 kPa. Nilai ITS cenderung turun pada
penambahan abu batu 2-3% yang juga diikuti penambahan serat abaca 0,3%
dibandingkan dengan campuran sebelumnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 72
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah disampaikan
sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Pada masing-masing campuran slurry seal yang dibuat dengan penambahan
serat abaca dan abu batu dengan kadar aspal residu 6,5% sampai 8,5%
didapatkan campuran cukup konsisten dengan prewetting 5% dan
penambahan air 10% dihitung dari berat kering agregat. Dari hasil pengujian
penyebaran slurry seal dari semua campuran pada plat alas alat uji kerucut
konsistensi diperoleh ≤ 3 cm. Hal ini sesuai dengan persyaratan dari Bina
Marga yang mensyaratkan sebesar 2 sampai 3 cm.
2. Seiring dengan bertambahnya kadar residu aspal emulsi dari 6,5% sampai
8,5% didapatkan nilai setting time semakin lama dan hal ini terjadi pada
semua jenis campuran. Campuran slurry seal dengan penambahan serat
abaca sebanyak 0,3% didapat setting time lebih cepat, begitu juga dengan
penambahan serat abaca yang diikuti penambahan abu batu 1-3% setting time
menjadi lebih cepat, hal ini disebabkan abu batu memiliki sifat menyerap air.
Hal ini menunjukkan penambahan abu batu dapat membantu proses setting
time menjadi lebih cepat.
3. Hasil ITS (Indirect Tensile Strength) cenderung naik sampai titik optimum
dan kemudian turun ketika persentase aspal melebihi kadar optimum.
Penambahan serat abaca sebanyak 0,3% membuat nilai ITS naik 23,92 kPa
dibandingkan dengan tanpa penambahan serat (23,42 kPa). Penambahan abu
batu 1% yang diikuti penambahan serat abaca 0,3% menghasilkan nilai ITS
maksimum sebesar 26,89 kPa. Sedangkan penambahan abu batu 2-3% yang
diikuti penambahan serat abaca 0,3% nilai ITS semaikin menurun bila
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
dibandingkan campuran (1% abu batu; 0,3% serat abaca) yaitu sebanyak
20,36 kPa dan 14,36 kPa.
5.2. Saran
1. Cara pencampuran bahan harus dilakukun menggunakan mesin pencampur
slurry seal sehingga campuran tercampur merata dan lebih homogen karena
kecepatan mencampurnya.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan alat pengujian
konsistensi yang sesuai Standar International dimana dalam penelitian ini alat
uji konsistensi dibuat sendiri (custom).
3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut pemakaian proporsi serat abaca untuk
mendapatkan hasil yang maksimal.