PELUANG KERJA DISABILITAS
MENURUT UU NO. 8 TAHUN 2016 TENTANG PENYANDANG
DISABILITAS PERSPEKTIF MAQASHID SYARIAH
(Studi Pada Koperasi Serba Usaha Huwaiza di Kota Depok Jawa Barat)
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Salah Satu
Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana Hukum (S.H)
Oleh:
Muhammad Rizki
NIM: 11140460000115
PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1440H/2019M
I'trLUANG KERJA DIS.\BILI ITS
MENURUT T]T] NO. 8 'I'AII T]N 2016 TENTANG PD]{]"\NDANG DISABI LITAS
It,RSIEt(fIF MAQ,4SHID SYA R IATl
(SIudi Prda Kop.rasiSerbi UsaM Hr\ynizr Di Kori DepokJIra B.rat)
Diajukin Kcp0daI kulLrs Syrnal daD HukuD u.lLrk Mc,ncnnhl Salah Sdlu lersyrmtaDMempLroleh Celar Sar.na llnkuin(S.H )
Di Bawnh PcntLin,bira:
PROCRi\lrl SI UDI HUKUI\t EKONO\tI SyARtAH (MUAtlAL,tH)
NtP 197:l D t520Ui0r002
FAKULIiS SYARIAH DAN HUI{UM
UNIVERSITAS ISLA]\I \ECT:RI
SYARII IIIDAYATULLAE
Lltl r,\t t!,!ctis,\EAN
Sknps latrg bc.tlduL -P.luafg k...li Dtdbrlihs Menun llrr No 3
1.hnn 2016 Tentans Penyandrns Dlsabi[las PeEp.kifMaqashid S.',ariah (Srudr
ir.da Lope'asi Seda Usaha llurvarzd di Kot! Dcpok Jalu Barat)'yang ditulis
oLoh lvluhammd Rizli, NLvr rll401160000rl5, rclah diDjikln dala$ sidanJl
sknpsi pad! Rabu.07 Agustus 1019 Sk.pr nn reLrh dii.rnna sobeai sahh saru
sFmuntuk rnenrperoleh EcLar sarj,na Huknn (S H ) pada l,rograh Studr Hutum
Ekonou S]'arlah F ultas Sufl.h dan llukurnUIN SyaalHidayatrliah Jalana
NtP t97i t0i 1){1501 r 0r)i
L!. I/{NtP t97l[1! ]0ir50t I 001
NIP i9731215 20050r r 002
Dr II Bufi.nuddin Yusrl: MMNll. I9i10613 l98l0l I 005
: Mohlnad l,luiibur Rohnlrn. M ANIP 19760.103 200710 I 00t
LEtrIB R I'IRNYA'I'AAN Bf BAS PLAGIASI
Yang benrnd. t.nsan di borvah hi.N0ra : Muh nn.d Rizki
NIV :11110460000115
Jurusdn : Hukum Ekon.nn Syaiah
Fakullas : Syanal dan Hnkuin
Dcrsan nri say! inen yala lan blhwa
L Skripsi ini flmrlakan hasil kr!, asli slya ylng
pe8yoratan mcnlpcrclch shra salu (sl) di
Hidryatlllah Jakata.
niajukln untuk nreinenuhi saLah satu
Univenitas lslam Negeri Syaril
5. M cn8crl akan scndi n karyx i.idan hanpu befranssunsja*abataskaryaini.
.,ika dikemudian hai a tuniutan dxri pihak lain atas k,rya saya. dln relah nrelakukan
Pmbukuan ylrg dapal dipenanggungtrwabkan. temyata mcmang ditemukrd bukn brh*a
saya telah nelrnsgar pemyatlan ini, makB say! bersedi! neneima sanksi yms bcnaku di
Frkultas Sy.riah dan Hukum Unive6iras Islam Neg6i (UIN) Syanl Hidayatullah Jakana.
Deoikie pemy.taan nri saya buat dcn8an scsuneiguhnya.
2. Smua sufrber ydg saya guDkan daldr skdpsi ini sudah sa,€ cantuDkan scsuai
densan kctc.tuan yade berlalu di Unive^itas Islam Negen (UlN) SylnfHidayatulhh
Tidak mcnggunakan ide orrg lain tanpa manpu nrenseDbanakm dan
ncnpo one8.' 'L
d$rbkd
Tidlk menscuakatr karya orus lain tanpa ncycbulkan sumberasli atau izin pemitik
ABSTRAK
MUHAMMAD RIZKI. NIM 11140460000115. “Peluang Kerja Disabilitas
Menurut UU No. 8 Tahun 2016 Tentang Penyandang Disabilitas Perspektif
Maqashid Syariah (Studi Pada Koperasi Serba Usaha Huwaiza di Kota Depok
Jawa Barat” Program studi Hukum Ekonomi Syariah, Fakultas Syariah dan
Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H / 2019 M. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana tinjauan hukum
Maqasid Syariah dan UU No. 8 Tahun 2016 terhadap peluang kerja kaum
disabilitas dan Peluang Kerjanya pada koperasi serba usaha syariah Huwaiza.
pada penelitian ini digunakan data primer penelitian kualitatif yang menekankan
kualitas sesuai dengan pemahaman deskriptif dan data sekunder yang mendukung
penelitian ini. Sedangkan untuk metode analisis, penelitian ini menggunakan
metode deskriptif kualitatif.
Dari hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa Tinjaun hukum terhadap
kaum disabilitas dari aspek peluang hukum merupakan bagian dari kebutuhan
Dharuriyat karena jika tidak dipenuhi aspek ini atau cacat maka akan berdampak
kepada kelima unsur. Maka dari itu perlu adanya peluang kerja yang sama
terhadap kaum disabilitas dan tidak ada tindakan driskiminasi terhadapnya.
Dalam UU No. 8 Tahun 2016 tentang Disabilitas peluang kerja terhadap
kaum disabilitas harus disamaratakan dengan orang-orang normal tidak adanya
diskiriminasi untuk mereka, dalam pasal 11 telah dijelaskan bahwa disabilitas
mempunyai hak dalam hal pekerjaan baik pada bisnis usaha ataupun sampai
koperasi. Menjawab prihal peluang kerja disabilitas pada KSU Huwaiza mereka
mengatakan bahwa kami sangat setuju orang-orang yang memiliki kekurangan
tersebut mendapatkan peluang kerja dan pekerjan layak seperti orang umumnya.
karena kami yakin orang yang seperti itupun pasti mempunyai kelebihan dibalik
kekurangan mereka. asalkan, ditempatkan pada tempatnya yang tepat.
Kata Kunci: Disabilitas, Maqhasid Syari‟ah., Peluang Kerja
Pembimbing : Abdurrauf, M.A.
NIP. 197312152005011002
Daftar Pustaka : 1995-2018
i
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirobbil‟alamiin, Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat
Allah swt, penguasa alam semesta, Tuhan yang Maha Pengasih dan Penyayang.
Shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad saw, Keluarga,
Sahabat dan para pengikutnya.
Berkat Curahan rahmat dan HidayahNya penulis dapat menyelesaikan Skripsi
dengan Judul “PELUANG KERJA DISABILITAS MENURUT UU NO. 8
TAHUN 2016 TENTANG PENYANDANG DISABILITAS PERSPEKTIF
MAQASHID SYARIAH (STUDI PADA KOPERASI SERBA USAHA
HUWAIZA DI KOTA DEPOK JAWA BARAT” yang diajukan demi memenuhi
salah satu syarat untuk menyelesaikan studi strata satu (S1).
Dalam penyelesaian Skripsi ini banyak pihak yang telah membantu penulis,
sehingga skripsi ini dapat selsesai tepat pada waktunya. Degan segala kerendahan
hati, penulis mengucapkan terima kasih sebagai bentuk pengahargaan yang tidak
terlukiskan kepada :
1. Dr. Ahmad Tholabi, M.A. selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN
Syarif Hidyatullah Jakarta.
2. AM. Hasan Ali , M.A. selaku Ketua Program Studi Hukum Ekonomi Syariah
(HES) dan Abdurrauf, M.A, selaku Sekertaris Prodi Studi Hukum Ekonomi
Syariah (HES).
3. Abdurrauf, MA. selaku dosen Pembimbing, terima kasih atas kesediaannya
memberikan waktu kepada penulis untuk membimbing dan mengarahkan
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan benar.
4. Muhammad Maksum, M.A. selaku dosen Pembimbing Akademik,
terimakasih atas bimbingan dan nasehat akademik selama masa pekuliahan
penulis.
ii
5. Pimpinan dan staf Perpustakaan Utama, Perpustakaan Fakultas Syariah dan
Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, tempat penulis memperoleh
berbagai informasi dan referensi sehingga skripsi dapat terselesaikan.
6. Kedua orangtua tercinta, Ayahanda Alm. Hamdi Kosasih dan Ibunda Reni
atas segala motivasi, bantuan moril dan materil serta doa dan kasih sayang
yang selalu diberikan kepada penulis.
7. Terima kasih untuk kawan-kawan di Native C, Wacaners, KS, dan Hukum
Ekonomi Syariah 2014 yang sudah menemani dari semester awal hingga
sekarang, canda, tawa, bahagia, sedih, dan senang kita lalui bersama serta
selalu memberikan semangat kepada penulis selama masa mengerjakan
skripsi.
8. Terima kasih untuk sahabat Sahal Muzaki dan Orang Tuanya yang telah
memberikan penulis tumpangan tempat ketika penulis hendak mengerjakan
skripsi.
9. Terima kasih kepada teman-teman KKN Garuda, atas kebersamaan, kenangan
dan pengalaman berharga bersama kalian.
10. Terima kasih untuk teman-teman IADQ3 yang telah memberikan dukungan
dan semangat kepada penulis dalam segala hal.
11. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, semoga segala
bantuan yang diberikan mendapat balasan dan ridho Allah swt, serta tercatat
dalam bentuk amalan ibadah aamiin.
Semoga semua jasa baik yang diberikan kepada peneliti mendapatkan balasan
yang lebih berarti dari Allah SWT, peneliti menyadari masih banyak terdapat
kekurangan dalan penyusunan skripsi ini, karenanya kritik dan saran yang
membangun sangat diharapkan. semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua
kalangan terutama bagi peneliti sendiri. Aamiin Yaa Robbal „Alamiin.
Jakarta, 17 April 2019
MUHAMMAD RIZKI
11140460000115
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
LEMBAR PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING SKRIPSI
LEMBAR PERNYATAAN
ABSTRAK
KATA PENGANTAR.................................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah............................................................. 1
B. Identifikasi, Pembatasa, dan Rumusan Masalah......................... 4
C. Tujuan Penelitian......................................................................... 4
D. Manfaat Penelitian....................................................................... 5
E. Tinjauan Kajian Terdahulu.......................................................... 5
F. Kerangka Teori dan Kerangka Konseptual.................................. 7
G. Metode Penelitian......................................................................... 9
H. Rancangan Sistematika Penulisan................................................ 11
BAB II LANDASAN TEORI......................................................................... 12
A. Disabilitas..................................................................................... 12
1. Pengertian.............................................................................. 12
2. Jenis-Jenis Disabilitas............................................................ 13
3. Hak Peluang Kerja................................................................. 14
B. Teori Keadilan.............................................................................. 16
1. Pengertian.............................................................................. 16
2. Macam-Macam Keadilan....................................................... 23
C. Maqashid Syariah.......................................................................... 25
1. Pengertian............................................................................... 25
2. Kerangka Maqashid al-Syariah............................................... 26
3. Tujuan Maqashid Syariah....................................................... 28
D. Lembaga Keuangan Mikro............................................................ 36
1. Pengertian............................................................................... 36
2. Peran LKMS........................................................................... 38
3. Macam-Macam LKMS........................................................... 39
BAB III PROFIL KOPERASI SERBA USAHA HUWAIZA.......................... 42
A. Profil LKMS Koperasi Serba Usaha Syariah Huwaiza.................. 42
1. Sejarah..................................................................................... 42
2. Visi dan Misi........................................................................... 43
3. Prinsip Dasar Syariah.............................................................. 43
4. Fungsi Lembaga...................................................................... 43
5. Tujuan Lembaga...................................................................... 44
B. Legalitas dan Struktur Organisasi................................................... 44
C. Produk-Produk................................................................................ 45
D. Strategi dan Manajemen Pengembangan........................................ 48
E. Strategi Pengawasan, Pelaporan, dan Pembinaan Anggota............ 49
BAB IV HASIL PENELITIAN.......................................................................... 51
A. Tinjauan Hukum Maqashid Syariah dan UU No. 8 Tahun 2016
Terhadap Peluang Kerja Kaum Disabilitas..................................... 51
B. Peluang Kerja Kaum Disabilitas Pada KSU Syariah Huwaiza...... 62
BAB V PENUTUP............................................................................................. 66
A. Kesimpulan..................................................................................... 66
B. Saran............................................................................................... 67
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Adanya stigma bahwa penyandang disabilitas fisik adalah orang yang
tidak mampu, tidak berdaya, dan perlu dibelaskasihani. Hal ini, menyebabkan
kurangnya kesempatan kerja bagi penyandang disabilitas fisik. Perusahaan
cenderung untuk menolak penyandang disabilitas fisik ketika melamar
pekerjaan dengan alasan penyandang disabilitas fisik tidak mampu bekerja.
Meski demikian, ada yang membuktikan bahwa keterbatasan fisik bukanlah
menjadi hambatan bagi mereka untuk beraktivitas. Sebaliknya kondisi tersebut
justru menjadi motivasi untuk dapat maju, berkembang seperti orang-orang
normal lainnya, termasuk dalam hal bekerja, bahkan mampu memberdayakan
orang lain dengan cara berwirausaha.1
Selain itu, penyandang disabilitas menghadapi kesulitan yang lebih besar
dibandingkan masyarakat non disabilitas dikarenakan hambatan dalam
mengakses layanan umum, seperti akses dalam layanan pendidikan, kesahatan,
maupun dalam hal ketenagakerjaan. Kecacatan seharusnya tidak menjadi
halangan bagi penyandang disabilitas untuk memperoleh hak hidup dan hak
mempertahankan kehidupannya. Landasan konstitusional bagi perlindungan
penyandang disabilitas di Indonesia, dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 28 A
UUD 1945, yakni: “setiap orang berhak untuk hidup serta berhak
mempertahankan hidup dan kehidupannya”. Hak untuk hidup adalah hak asasi
yang paling dasar bagi seluruh manusia. Hak hidup merupakan bagian dari
hak asasi yang memiliki sifat tidak dapat ditawar lagi (non derogable right).
Hambatan-hambatan yang dihadapi penyandang disabilitas di dalam
berintegrasi dengan masyarakat, seperti hambatan sosial (sosial barrier),
hambatan kultural dan etnis (etnic and cultural barriers), maupun hambatan
1 Milu Winasti, “Motivasi Berwirausaha Pada Penyandang Disabilitas Fisik”, Fakultas
Psikologi Universitas Ahmad Dahlan, Vol 1. No.1. (Desember, 2012), h. 21.
2
arsitektural (architectural barrier), telah menyebabkan para penyandang
disabilitas tidak memiliki akses hidup sebagaimana layaknya anggota
masyarakat lain. Sementara itu, pemerintah di Indonesia belum menunjukkan
adanya upaya untuk melakukan perubahan paradigma dalam menangani
penyandang disabilitas, seperti penganganan terhadap 3 penyandang
disabilitas dilakukan dengan pendekatan charity dan lebih difokuskan pada
penyandang disabilitas yang berada di panti.2
Masalah ini diperparah dengan masih adanya berbagai persoalan seperti
terbatasnya anggaran pemerintah dan tidak tepatnya dalam memahami siapa
itu yang digolongkan sebagai penyandang disabilitas. Selain itu, komitmen
untuk memberikan bantuan sosial dan pelaksanaan pemberdayaan penyandang
disabilitas tidak disertai dengan proses implementasi dan supervise yang baik,
sehingga di lapangan banyak terjadi penyimpangan.
Dalam UU No. 8 Tahun 2016 tentang Disabilitas peluang kerja terhadap
kaum disabilitas harus disamaratakan dengan orang-orang normal tidak
diskiriminasi untuk mereka dalam pasal 11 telah dijelaskan bahwa disabilitas
mempunyai hak dalam hal pekerjaan baik pada bisnis usaha ataupun sampai
koperasi mereka punya peluang didalamnya. Peluang kerja disabilitas tidak
hanya pada lembaga-lembaga yang besar akan tetapi pada lembaga keuangan
juga harus mendapatkan tempatnya.
Lembaga keuangan mikro juga harus mengambil tempat untuk dapat
memberikan kesempatan bekerja dilembaga keungan mikro syariah. Lembaga
keuangan Mikro (LKM) di Indonesia saat ini berkembang pesat dan
mempunyai peran penting dalam meningkatkan perekonomian masyarakat.
Pesatnya perkembangan LKM ini karena hampir 51,2 juta unit atau 99,9%
pelaku usaha dalam perekonomian Indonesia didominasi oleh unit usaha
mikro dan kecil. LKM bisa dikatakan sebagai salah satu pilar penting dalam
proses intermediasi keuangan yang dibutuhkan oleh masyarakat kecil dan
2 Prof. H.A. Djazuli dan Drs. Yadi Janwari, M. Ag. Lembaga-Lembaga Perekonomian
Umat. (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), h. 15-17.
3
menengah guna untuk konsumsi maupun produksi serta juga menyimpan hasil
usaha mereka.3
Di Indonesia, LKM diatur dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 2013
tentang Lembaga Keuangan Mikro. Menurut Pasal 1 (1) Undang-undang No.
1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro, yang dimaksud dengan
LKM adalah lembaga keuangan yang khusus didirikan untuk memberikan jasa
pengembangan usaha dan pemberdayaan masyarakat, baik melalui pinjaman
atau pembiayaan dalam usaha skala mikro kepada anggota dan masyarakat,
pengelolaan simpanan, maupun pemberian jasa konsultasi pengembangan
usaha yang tidak semata-mata mencari keuntungan.
Berdasarkan definisi di atas dapat dipahami bahwa LKM merupakan
lembaga keuangan yang berfungsi sebagai lembaga intermediary yang
bertujuan tidak hanya semata-mata mencari keuntungan (profit motive) saja,
tetapi mempunyai tujuan lain yakni tujuan sosial (social motive) yang
kegiatannya lebih bersifat community development.4
Lembaga Keuangan Mikro Syariah semakin lama semakin pesat sehingga
menjadi magnet untuk masyarakat dapat berkerja di lembaga keuangan mikro
syariah tersebut akan tetapi peluang untuk dapat berkerja disana menjadi
hambatan kaum disabilitas yang memiliki berbagai kekurangan dan di
perparah tidak adanya secara tegas aturan akan kesempatan bekerja kaum
disabilitas pada lembaga tersebut, khusus belum adanya ketetapan Fatwa
DSN-MUI yang mengatur akan kesempatan bekerja disektor syariah.
Melihat berbagai macam masalah yang muncul, maka penulis ingin
menjawab sebuah persoalan dengan menjadikan sebuah karya ilmiah yang
berjudul “Peluang Kerja Disabilitas Menurut UU No. 8 Tahun 2016
Tentang Penyandang Disabilitas Perspektif Maqashid Syariah (Studi
Pada Koperasi Serba Usaha Huwaiza di Kota Depok Jawa Barat”
3 I Gede Kanjeng Baskara, Lembaga Keuangan Mikro Di Indonesia, (Jurnal Buletin Studi
Ekonomi Vol 18 no 2 agustus 2013), h. 21-23. 4 http://business-law.binus.ac.id/2017/03/31/sekilas-tentang-lembaga-keuangan-mikro-
syariah-di-indonesia/ diakses pada tanggal 20 Oktober 2018 Pukul 20.47 WIB.
4
B. IDENTIFIKASI, PEMBATASAN DAN RUMUSAN MASALAH
1. Identifikasi Masalah
Dari pemaparan latar belakang di atas, penulis memberikan
pemaparan tentang masalah yang biasa diangkat, antara lain:
a. Kurangnya kesempatan mendapatkan pekerjaan bagi penyandang
disabilitas fisik.
b. Perusahaan atau kantor tidak ingin penyandang disabilitas fisik bekerja
untuk mereka sebab dianggap tidak mampu bekerja dan tidak ada
akses.
c. Sulitnya mengakses layanan umum bagi penyandang disabilitas,
seperti akses layanan pendidikan, kesehatan maupun dalam hal
ketenagakerjaan.
d. Perlindungan hukum bagi penyandang disabilitas dan keadilan tidak
terealisasi dengan baik, yang mengakibatkan masih ada anggapan
penyandang disabilitas hanyalah orang-orang lemah.
e. Lembaga keuangan mikro syariah terutama kopersi yang semakin
pesat bisa memberikan peluang untuk mempekerjakan kaum
disabilitas.
f. Belum adanya Fatwa MUI secara tegas yang menjadi dasar untuk
kaum disabilitas dalam peluang berkerja dilembaga keuangan syariah
2. Pembatasan Masalah
Pada penelitian ini penulis akan membatasi dengan mengangkat sebuah
permasalahan tentang Analisis Peluang Kerja Disabilitas Pada KSU
Huwaiza (Tinjauan Maqashid Syariah dan UU No. 8 Tahun 2016 Tentang
Penyandang Disabilitas)
3. Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah dan pembatasan masalah yang
telah dipaparkan diatas, maka penulis menarik perumusan masalah
sebagai berikut:
1) Bagaimana Perspektif Maqasid Syariah dalam UU No. 8 Tahun
2016 terhadap peluang kerja kaum disabilitas?
5
2) Bagaimana kesiapan Peluang Kerja Kaum disabilitas pada KSU
Huwaiza?
C. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui perspektif Maqasid Syariah dalam UU No. 8 Tahun
2016 terhadap peluang kerja kaum disabilitas.
2. Untuk mengetahui kesiapan Peluang Kerja Kaum disabilitas pada KSU
Huwaiza.
D. MANFAAT PENELITIAN
Berdasarkan tujuan penelitian yang hendak dicapai, maka penelitian ini
diharapkan mempunyai manfaat dalam pendidikan baik secara langsung
maupun tidak langsung. adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Manfaat Teoritis
Secara Teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat :
a. memberikan sumbangan pemikiran terhadap lembaga keuangan mikro
dalam memberikan kesempatan peluang kerja disbilitas
b. Sebagai pijakan dan referensi pada penelitian-penelitian selanjutnya
yang berhubungan dengan peluang kerja disabilitas
2. Manfaat Praktis
secara praktis penelitian ini dapat bermanfaat sebagai berikut :
a. Bagi Penulis Penelitian ini dapat menambah wawasan dan
pengembangan ilmu pengetahuan secara teoritis
b. Bagi Pembaca: sebagai tolak ukur terhadap penelitian-penelitian
selanjutnya ataupun penilaian pelayanan yang berjalan saat ini di
perguruan tinggi.
c. Bagi Lembaga keuagan mikro sebagai bahan pertimbangan dalam
menerima kaum disabilitas untuk berkerja
E. TINJAUAN KAJIAN TERDAHULU
1. Pemberdayaan Kelompok Disabilitas Melalui Kegiatan keterampilan
Handicraft dan Woodwork di Yayasan Wisma Cheshire Jakarta Selatan;
6
Mia Maisyatur Rodiah (Pengembangan Masyarakat Islam, Fakultas Ilmu
Dakwah dan Ilmu Komunikasi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: 2014).
Dalam skripsi tersebut menjelaskan bagaimana permberdayaan kelompok
disabilitas pada yayasan wisma cheshire Jakarta selatan melalui kegiatan
keterampilan handicraft dan woodwork serta bagaimana pengaruhnya
ketika pemberdayaan melalui sebuah keterampilan. Pada judul saya
membahas bagaimana Maqasid Syariah Terhadap Peluang Kerja Kaum
Disabilitas Menurut UU No. 8 Tahun 2016 Tentang Penyandang
Disabilitas dan disini penulis melakukan studi Lapnagan sebagai jenis
Penelitian.
2. Difabelitas Dalam Al-Qur’an; Rofi’atul Khoiriyah (Fakultas Ushuluddin
UIN Walisongo Semarang: 2015). Dalam skripsi ini menjelaskan
bagiamana al-Qur’an memandang kaum difabelitas, karena dalam skripsi
ini menjelaskan bagaimana eksistensi difabel dalam al-Qur’an dan
bagaimana perhatian al-Qur’an terhadap kaum penyadang difabelitas.
Dalam penelitian saya membahas bagaimana Maqasid Syariah Terhadap
Peluang Kerja Kaum Disabilitas Menurut UU No. 8 Tahun 2016 Tentang
Penyandang Disabilitas.
3. Pengaruh Pembiyaan Qardhul Hasan terhadap pendapatan Mitra
Penyandang Disabilitas PT. Karya Masyarakat Mandiri Di Bekasi: Jaitun
Puspita Sari (Konsentrasi Manajemen ZISWAF Jurusan Manajemen
Dakwah Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta: 2015). Dalam skripsi ini membahas tentang unsur-unsur
pembiayaan qardhul hasan berpengaruh secara positif terhadap tingkat
pendapatan mitra penyandang disabilitas di Bekasi, dengan pembiyaan
qardhul hasan dipilih sebagai variabel independen dan pendapatan mitra
penyandang disabilitas pun akan menjadi tolak ukur yang ditinjau oleh
penulis. Dalam penelitian saya membahas bagaimana pendangan Maqasid
Syariah Terhadap Peluang Kerja Kaum Disabilitas Menurut UU No. 8
Tahun 2016 Tentang Penyandang Disabilitas disini penulis melakukan
studi Lapangan sebagai jenis peneltian penulis.
7
4. Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja Penyandang Disabilitas di
Daerah Istimewah Yogyakarta (prespektif UU No 13 Tahun 2003
Ketenagakerjaan): Erwin Gope (Ilmu Hukum Fakultas Syariah Dan
Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta: 2015).
Dalam skripsi ini menjelaskan bagaimana perlindungan hukum terhadap
penyandang disabilitas yang masih banyak kekurangan, maka dari itu di
sini mempertanyakan peran pemerintah terhadap kaum disabilitan di DI
Yogyakarta. Menurut UU No 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan.
Dalam penelitian saya membahas bagaimana Tinjauan Maqasid Syariah
Terhadap Peluang Kerja Kaum Disabilitas Menurut UU No. 8 Tahun 2016
Tentang Penyandang Disabilitas.
F. KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEPTUAL
1. Kerangka Teori
Kerangka teori dalam penelitian ini akan membahas mengenai
tinjauan-tinjauan teori yang memiliki kolerasi dengan judul skripsi yang
diangkat oleh penulis. Kemudian, melakukan tinjauan teori yang akan
dibahas mengenai penyandang disabilitas. Penulis akan memaparkan
tentang peluang kerja disabilitas dalam pandangan Maqashid Syariah dan
perundang-undangan.
Selanjutnya, setelah pemaparan diatas, akan dikumpulkan beberapa
sumber data baik data primer maupun data sekunder yang berkaitan
dengan Peluang kerja disabilitas lalu memberikan sebuah acuan landasan
hukum yang sesuai dengan problematika yang penulis angkat sehingga
dalam penelitian ini dapat diketahui akibat dari hukum Islam dan hukum
positif. Kesesuaian ini akan menjadi landasan dalam penelitian penulis
dalam masalah peluang kerja disabilitas pada lembaga keuangan mikro.
2. Kerangka Konseptual
a. Penyandang Disabilitas adalah setiap orang yang mengalami
keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan/atau sensorik dalam jangka
waktu lama yang mengalami hambatan dan kesulitan untuk
8
berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga negara lainnya
berdasarkan kesamaan fisik. 5
b. Maqas}id Syari<’ah adalah tujuan al-syari‟ (Allah SWT dan Rasulullah
SAW) dalam menetapkan hukum Islam. Tujuan tersebut dapat
ditelususri dari al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW, sebagai alasan
logis bagi rumusan suatu hukum yang berorientasi kepada
kemaslahatan umat manusia.
c. Dharuri adalah memelihara kebutuhan yang bersifat esensial bagi
kehidupan manusia, kebutuhan esensial itu adalah memelihara
kebutuhan agama, jiwa, akal, keturunan dan harta, dengan batas jangan
sampai terancam. Tidak terpenuhinya atau tidak terpeliharanya
kebutuhan-kebutuhan itu akan berakibat terancamnya eksistensi
kelima tujuan pokok itu. Untuk memelihara lima hal pokok inilah
syariat Islam diturunkan, dalam setiap ayat hukum apabila diteliti akan
ditemukan alasan pembentukannya yang tidak lain adalah untuk
memelihara lima hal pokok di atas, seperti kewajiban qisas.
d. Hajiyat adalah kebutuhan yang tidak bersifat esensial, melainkan
termasuk kebutuhan yang dapat menghindarkan manusia dari kesulitan
dalam hidupnya. Tidak terpeliharanya kelompok ini tidak akan
mengancam eksistensi kelima pokok diatas, tetapi akan menimbulkan
kesulitan bagi mukallaf. Kelompok ini erat kaitannya dengan
rukhshah. Seperti dijelaskan Abdul Wahab Khallaf, merupakan contoh
kepedulian syariat Islam terhadap kebutuhan ini. Contoh pembolehan
tidak berpuasa bagi musafir, hukuman diyat (denda) bagi seorang yang
membunuh secara tidak sengaja, penangguhan hukuman potong tangan
atas seseorang yang mencuri karena terdesak untuk menyelamatkan
jiwanya dari kelaparan.
e. Tahsiniyat adalah kebutuhan yang menunjang peningkatan martabat
seseorang dalam masyarakat dan dihadapan Tuhan-nya, sesuai dengan
kepatuhan. Tingkat kebutuhan ini berupa kebutuhan pelengkap, seperti
5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 Tentang Penyandang Disabilitas.
9
dikemukakan al-Syatibi seperti hal yang merupakan kepatutan
menurut adat-istiadat menghindari hal tidak enak dipandang mata dan
berhias dengan keindahan yang sesuai dengan tuntutan norma dan
akhlak, dalam berbagai bidang kehidupan seperti seperti ibadah
muamalah dan uqubah.
f. Hak Pekerjaan Disabilitas adalah hak untuk memperoleh pekerjaan
yang sama baik diselengarakan oleh pemerintah, daerah, atau swasta
tanpa diskiriminasi dan tiap tiap warga negara berhak atas pekerjaan
dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan, demikianlah isi pasal
27 (2) UUD 1945. Dengan demikian, para penyandang disabilitas
memiliki hak yang sama atas pekerjaan dan penghidupan yang layak.
Mereka perlu memperoleh pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan
dan keistimewaan masing masing.6
G. METODE PENELITIAN
Penelitian merupakan suatu proses yang panjang untuk menggali sesuatu
yang belum pernah dibahas sebelumnya. Berawal dari sebuah masalah yang
timbul maka akan menghasilkan sebuah pertanyaan yang menarik untuk
diteliti, selanjutnya berkembang menjadi gagasan, teori, konsep, pemilihan
metode yang sesuai dan seterusnya. Adapun disini penulis mengunakan
metode penelitian sebagai berikut:
1. Jenis penelitian
Adapun jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis
penelitian kualitatif yang merujuk pada data yang bersifat deskriptif yang
bertujuan untuk membuat analisa terhadap obyek yang diteliti, yaitu
mengambarkan permasalahan secara sitematis, faktual, dan akurat yang
berkenaan dengan hubungan antar obyek yang diteliti. Metode penelitian
ini bersifat analisa data, pengelohan data dan penafsiran data.
2. Jenis data dan sumber data
6 Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, (Jakarta: Rajawali Press,2006), h. 20-25
10
Jenis data yang dipilih oleh penulis dalam penyusunan penelitian ini
mengunakan dua jenis sumber data yaitu:
a. Data Primer
Data ini merupakan data yang diperoleh secara langsung dari hasil
wawancara pada KSU Huwaiza, wawancara ini digunakan untuk
menggali data secara intensif dan valid yang berkaitan dengan masalah
yang diteliti.
b. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari literature
kepustakaan seperti buku-buku, jurnal-jurnal dan referensi lain yang
berkaitan dengan masalah yang diteliti. 7
1) Teknik pengumpulan data
Teknik pengumpulan data yang digunakan penulis dalam
penelitian ini yaitu:
a) Penelitian lapangan (field reseach)
Penelitian lapangan (field reseach) dalam mendapatkan data-
data dan informasi mengenai peluang kerja disabilitad pada
KSU Huwaiza, Peneliti melakukan penelitian langsung untuk
mengatahui realitas yang ada dilapangan dengan regulasi yang
ada dengan menggunakan teknik yaitu:
(1) Interview yaitu dengan melakukan wawancara dengan
pihak-pihak yang terlibat dalam permasalahan ini secara
langsung.
(2) Dokumentasi yaitu mengumpulkan data berdasarkan
laporan yang didapat dilapangan dan laporan lainnya yang
berkaitan dengan penelitian.
b) Penelitian kepustakaan (library reseach)
Penelitian kepustakaan (library reseach) yaitu dengan
membaca literatur yang berkaitan dengan penelitian baik
7 Saifuddin Azwar, MetodePenelitian, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997), h. 91.
11
bersumber dari buku-buku, jurnal, skripsi terdahulu, artikel dan
sumber-sumber lainnya yang dapat mendukung penelitian ini.8
H. RANCANGAN SISTEMATIKA PENULISAN
Penulisan penelitian ini dibagi dalam lima bab dan terurai secara garis
besarnya sebagai berikut :
BAB I :Menjelaskan tentang Pendahuluan yang berisi Latar
Belakang Masalah, Identifikasi, Pembatasan dan Rumusan
Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Tinjauan (review)
Studi Terdahulu, Kerangka Teori dan Konseptual, Metode
Penelitian dan Rancangan Sistematika Penulisan.
BAB II : Menjelaskan tentang gambaran-gambaran umum
mengenai Disabilitas, Maqashid Syariah, Teori keadilan
dan Lembaga Keuangan Mikro.
BAB III :Profil KSU Huwaiza menjelaskan tentang profil, Sejarah,
Struktur Karyawan dan Produk-produk, pada KSU
Huwaiza.
BAB IV :Menjelaskan tentang Bagaimana perspektif dari Maqasid
Syariah dalam UU No. 8 Tahun 2016 terhadap kaum
disabilitas dan Bagaimana kesiapan Peluang Kerja Kaum
disabilitas pada KSU Huwaiza.
BAB V : Penutup yang berisikan simpulan dan saran.
8 Suharsini Arikunto, Prosedur Penelitian; suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineka
Cipta, Cet. Ke-12, 2002), h. 32.
12
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Disabilitas
1. Pengertian
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, penyandang diartikan
dengan orang yang menyandang (menderita) sesuatu. Sedangkan
disabilitas merupakan kata bahasa Indonesia yang berasal dari kata
serapan bahasa Inggris disability (jamak: disabilities) yang berarti cacat
atau ketidak mampuan.1
Menurut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 Tentang Pengesahan
Hak-Hak Penyandang Disabilitas, penyandang disabilitas yaitu orang
yang memiliki keterbatasan fisik, mental, intelektual atau sensorik dalam
jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dan sikap
masyarakatnya dapat menemui hambatan yang menyulitkan untuk
berpartisipasi penuh dan efektif berdasarkan kesamaan hak.2 Dan dalam
UU terbaru No. 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas
menjelaskan bahwa Penyandang Disabilitas adalah setiap orang yang
mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan/atau sensorik dalam
jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dapat
mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dan
efektif dengan warga negara lainnya berdasarkan kesamaan hak.3
Orang berkebutuhan khusus (disabilitas) adalah orang yang hidup
dengan karakteristik tertentu dan berbeda dengan orang lain pada
umumnya. Karena karakteristik yang berbeda inilah memerlukan
pelayanan tertentu agar dia mendapatkan hak-haknya sebagai manusia
1 Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa Edisi Ke empat, (Departemen Pendidikan
Nasional: Gramedia, Jakarta,2008) h. 1259. 2 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 Tentang Pengesahan Hak-Hak Penyandang
Disabilitas, (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 107, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5251) h. 2. 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 Tentang Penyandang Disabilitas h. 2.
13
yang hidup di muka bumi ini. Orang berkebutuhan khusus memiliki
defenisi yang sangat luas, mencakup orang-orang yang memiliki cacat
fisik, atau kemampuan IQ (Intelligence Quotient) rendah, serta orang
dengan permasalahan sangat kompleks, sehingga fungsi-fungsi
kognitifnya mengalami gangguan.4
2. Jenis-jenis Disabilitas
Terdapat beberapa jenis orang dengan kebutuhan khusus/disabilitas.
Ini berarti bahwa setiap penyandang disabilitas memiliki defenisi masing-
masing yang mana kesemuanya memerlukan bantuan untuk tumbuh dan
berkembang secara baik. Jenis-jenis penyandang disabilitas:
a. Disabilitas Mental. Kelainan mental ini terdiri dari:
1) Mental Tinggi. Sering dikenal dengan orang berbakat intelektual,
di mana selain memiliki kemampuan intelektual di atas rata-rata
dia juga memiliki kreativitas dan tanggungjawab terhadap tugas.
2) Mental Rendah. Kemampuan mental rendah atau kapasitas
intelektual/IQ (Intelligence Quotient) di bawah rata-rata dapat
dibagi menjadi.5
b. Disabilitas Fisik. Kelainan ini meliputi beberapa macam, yaitu:
1) Kelainan Tubuh (Tuna Daksa). Tunadaksa adalah individu yang
memiliki gangguan gerak yang disebabkan oleh kelainan neuro-
muskular dan struktur tulang yang bersifat bawaan, sakit atau
akibat kecelakaan (kehilangan organ tubuh), polio dan lumpuh.
2) Kelainan Indera Penglihatan (Tuna Netra). Tunanetra adalah
individu yang memiliki hambatan dalam penglihatan. Tunanetra
dapat diklasifikasikan kedalam dua golongan yaitu: buta total
(blind) dan low vision.
3) Kelainan Pendengaran (Tunarungu). Tunarungu adalah individu
yang memiliki hambatan dalam pendengaran baik permanen
4 Milu Winasti, “Motivasi Berwirausaha Pada Penyandang Disabilitas Fisik”, Fakultas
Psikologi Universitas Ahmad Dahlan, Vol 1. No.1. (Desember, 2012), h, 24-26
5 Nur Kholis Reefani, Panduan Anak Berkebutuhan Khusus, (Yogyakarta:
Imperium.2013), h. 17-18.
14
maupun tidak permanen. Karena memiliki hambatan dalam
pendengaran individu tunarungu memiliki hambatan dalam
berbicara sehingga mereka biasa disebut tunawicara.
4) Kelainan Bicara (Tunawicara), adalah seseorang yang mengalami
kesulitan dalam mengungkapkan pikiran melalui bahasa verbal,
sehingga sulit bahkan tidak dapat dimengerti oleh orang lain.
Kelainan bicara ini dapat dimengerti oleh orang lain. Kelainan
bicara ini dapat bersifat fungsional di mana kemungkinan
disebabkan karena ketunarunguan, dan organik yang memang
disebabkan adanya ketidaksempurnaan organ bicara maupun
adanya gangguan pada organ motorik yang berkaitan dengan
bicara.6
5) Tunaganda (disabilitas ganda) Penderita cacat lebih dari satu
kecacatan (yaitu cacat fisik dan mental)
3. Hak Peluang Kerja
Menurut UU No. 8 Tahun 2016 bahwa penyandang disabilitas
memiliki hak-hak yang harus mereka dapatkan antara lain dalam pasal 2
menjelaskan bahwa:
Pelaksanaan dan pemenuhan hak penyandang disabilitas berasaskan:
a. Penghormatan terhadap martabat.
b. Otonomi individu.
c. Tanpa diskriminasi.
d. Partisipasi penuh.
e. Keragaman manusia dan kemanusiaan.
f. Kesamaan kesempatan.
g. Kesetaraan.
h. Aksesibilitas.
i. Kapasitas yang terus berkembang dan identitas anak.
j. Inklusif.
6 Nur Kholis Reefani, Panduan Anak Berkebutuhan Khusus, h. 19-21.
15
k. Perlakuan khusus dan perlindungan lebih, pada pasal 3 juga
menjelaskan tentang hak-hak disabilitas yaitu:
Pelaksanaan dan pemenuhan hak penyandang disabilitas bertujuan:
a. mewujudkan penghormatan, pemajuan, perlindungan, dan pemenuhan
hak asasi manusia serta kebebasan dasar penyandang disabilitas secara
penuh dan setara.
b. menjamin upaya penghormatan, pemajuan, perlindungan, dan
pemenuhan hak sebagai martabat yang melekat pada diri penyandang
disabilitas.
c. Mewujudkan taraf kehidupan penyandang disabilitas yang lebih
berkualitas, adil, sejahtera lahir dan batin, mandiri, serta bermartabat.
d. Melindungi penyandang disabilitas dari penelantaran dan eksploitasi,
pelecehan dan segala tindakan diskriminatif, serta pelangaran hak asasi
manusia.
e. Memastikan pelaksanaan upaya penghormatan, pemajuan,
pelindungan, dan pemenenuhan hak penyandang disabilitas untuk
mengembangkan diri serta mendayagunakan seluruh kemampuan
sesuai bakat dan minta yang dimilikinya untuk menikmati, berperan
serat berkontribusi secara optimal, aman, leluasa dan bermartabat
dalam segala aspek kehidupan berbangsa, bernegara dan
bermasyarakat.
Dalam pasal 11 menjelaskan bagaimana hak-hak yang harus
didapatkan pada kaum disabilitas untuk mendapatkan peluang kerja yang
berbunyi:
Hak pekerjaan, kewirausahaan, dan koperasi untuk penyandang
disabilitas meliputi hak;
a. memperoleh pekerjaan yang diselengarakan oleh pemerintah,
pemerintah daerah, atau swasta tanpa diskiriminasi.
b. memperoleh upah yang sama dengan tenaga kerja yang bukan
penyandang disabilitas dalam jenis pekerjaan dan tangung jawab yang
sama.
16
c. memperoleh akomodasi yang layak dengan pekerjaan.
d. tidak diberhentikan karena alasan disabilitas.
e. mendapatkan program kembali berkerja.
f. penempatan kerja yang adil, proprosional dan bermartabat.
g. memperoleh kesempatan dalam mengembangakan jenjang karier serta
segala hak normatif yang melekat didalamnya.
h. memajukan usaha, memiliki pekerjaan sendiri, wiraswasta,
pengembangan koperasi, dan memulai usaha sendiri.7
Maka dari itu kita dapat mengambil sebuah kesimpulan bahwa
penyandang disabilitas memiliki hak yang sama dalam mendapatkan
peluang kerja tidak adanya diskirminasi atau pembeda diantara mereka
dengan orang yang normal baik dalam hal upah, akomodasi, dan fasilitas
lainya. Penyandang disabilitas harus lebih diperhatikan tidak boleh
dipandang sebelah mata mereka memiliki hak-hak yang sudah diatur
dalam undang-undang dan untuk penyedian lapangan pekerjaan harus
lebih membuka peluang untuk para kaum disabilitas.
B. Teori Keadilan
1. Pengertian
Istilah keadilan (iustitia) berasal dari kata “adil” yang berarti: tidak
berat sebelah, tidak memihak, berpihak kepada yang benar, sepatutnya,
tidak sewenang-wenang. Dari beberapa definisi dapat disimpulkan bahwa
pengertian keadilan adalah semua hal yang berkenan dengan sikap dan
tindakan dalam hubungan antar manusia, keadilan berisi sebuah tuntutan
agar orang memperlakukan sesamanya sesuai dengan hak dan
kewajibannya, perlakukan tersebut tidak pandang bulu atau pilih kasih;
melainkan, semua orang diperlakukan sama sesuai dengan hak dan
kewajibannya8, berikut pandangan para ahli tentang teori keadilan :
a. Teori Keadilan Aritoteles
7 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 Tentang Penyandang Disabilitas. h. 5 dan 10.
8 Carl Joachim Friedrich, Filsafat Hukum Perspektif Historis, (Bandung: Nuansa
dan Nusamedia, 2004), h. 18-19.
17
Pandangan Aristoteles tentang keadilan bisa didapatkan dalam
karyanya nichomachean ethics, politics, dan rethoric. Spesifik dilihat
dalam bukunicomachean ethics, buku itu sepenuhnya ditujukan bagi
keadilan, yang, berdasarkan filsafat hukum Aristoteles, mesti dianggap
sebagai inti dari filsafat hukumnya, “karena hukum hanya bisa
ditetapkan dalam kaitannya dengan keadilan”. 9
Pada pokoknya pandangan keadilan ini sebagai suatu pemberian
hak persamaan tapi bukan persamarataan. Aristoteles membedakan
hak persamaanya sesuai dengan hak proposional. Kesamaan hak
dipandangan manusia sebagai suatu unit atau wadah yang sama. Inilah
yang dapat dipahami bahwa semua orang atau setiap warga negara
dihadapan hukum sama. Kesamaan proposional memberi tiap orang
apa yang menjadi haknya sesuai dengan kemampuan dan prestasi yang
telah dilakukanya.
Lebih lanjut, keadilan menurut pandangan Aristoteles dibagi
kedalam dua macam keadilan, keadilan “distributief” dan keadilan
“commutatief”. Keadilan distributief ialah keadilan yang memberikan
kepada tiap orang porsi menurut pretasinya. Keadilan commutatief
memberikan sama banyaknya kepada setiap orang tanpa membeda-
bedakan prestasinya dalam hal ini berkaitan dengan peranan tukar
menukar barang dan jasa10. Dari pembagian macam keadilan ini
Aristoteles mendapatkan banyak kontroversi dan perdebatan.
Keadilan distributif menurut Aristoteles berfokus pada distribusi,
honor, kekayaan, dan barang-barang lain yang sama-sama bisa
didapatkan dalam masyarakat. Dengan mengesampingkan
“pembuktian” matematis, jelaslah bahwa apa yang ada dibenak
Aristoteles ialah distribusi kekayaan dan barang berharga lain
berdasarkan nilai yang berlaku dikalangan warga. Distribusi yang adil
9 Carl Joachim Friedrich, Filsafat Hukum Perspektif Historis, h. 24.
10 L.J. Van Apeldoorn, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1996), Cet.
26, h. 11-12.
18
boleh jadi merupakan distribusi yang sesuai degan nilai kebaikannya,
yakni nilainya bagi masyarakat. 11
b. Teori Keadilan John Rawls
Beberapa konsep keadilan yang dikemukakan oleh Filsuf Amerika
di akhir abad ke-20, John Rawls, seperi A Theory of justice, Politcal
Liberalism, dan The Law of Peoples, yang memberikan pengaruh
pemikiran cukup besar terhadap diskursus nilai-nilai keadilan.
John Rawls yang dipandang sebagai perspektif “liberal-egalitarian
of social justice”, berpendapat bahwa keadilan adalah kebajikan utama
dari hadirnya institusi-institusi sosial (social institutions). Akan tetapi,
kebajikan bagi seluruh masyarakat tidak dapat mengesampingkan atau
menggugat rasa keadilan dari setiap orang yang telah memperoleh rasa
keadilan. Khususnya masyarakat lemah pencari keadilan.
Secara spesifik, John Rawls mengembangkan gagasan mengenai
prinsip-prinsip keadilan dengan menggunakan sepenuhnya konsep
ciptaanya yang dikenal dengan “posisi asali” (original position) dan
“selubung ketidaktahuan” (veil of ignorance).12
Pandangan Rawls memposisikan adanya situasi yang sama dan
sederajat antara tiap-tiap individu di dalam masyarakat. Tidak ada
pembedaan status, kedudukan atau memiliki posisi lebih tinggi antara
satu dengan yang lainnya, sehingga satu pihak dengan lainnya dapat
melakukan kesepakatan yang seimbang, itulah pandangan Rawls
sebagai suatu “posisi asali” yang bertumpu pada pengertian ekulibrium
reflektif dengan didasari oleh ciri rasionalitas (rationality), kebebasan
(freedom), dan persamaan (equality) guna mengatur struktur dasar
masyarakat (basic structure of society).
Sementara konsep “selubung ketidaktahuan” diterjemahkan oleh
John Rawls bahwa setiap orang dihadapkan pada tertutupnya seluruh
fakta dan keadaan tentang dirinya sendiri, termasuk terhadap posisi
11
Carl Joachim Friedrich, Filsafat Hukum Perspektif Historis, h. 25
12 Pan Mohamad Faiz, Teori Keadilan John Rawls, dalam Jurnal Konstitusi, Vol. 6 No 1
April 2009, h. 135-137.
19
sosial dan doktrin tertentu, sehingga membutakan adanya konsep atau
pengetahuan tentang keadilan yang tengah berkembang. Dengan
konsep itu Rawls menggiring masyarakat untuk memperoleh prinsip
persamaan yang adil dengan teorinya disebut sebagai “Justice as
fairness”.
Dalam pandangan John Rawls terhadap konsep “posisi
asali”terdapat prinsip-prinsip keadilan yang utama, diantaranya prinsip
persamaan, yakni setiap orang sama atas kebebasan yang bersifat
universal, hakiki dan kompitabel dan ketidaksamaan atas kebutuhan
sosial, ekonomi pada diri masing-masing individu.
Prinsip pertama yang dinyatakan sebagai prinsip kebebasan yang
sama (equal liberty principle), seperti kebebasan beragama (freedom
of religion), kemerdekaan berpolitik (political of liberty), kebebasan
berpendapat dan mengemukakan ekpresi (freedom of speech and
expression), sedangkan prinsip kedua dinyatakan sebagai prinsip
perbedaan (difference principle), yang menghipotesakan pada prinsip
persamaan kesempatan (equal oppotunity principle).13
Lebih lanjut John Rawls menegaskan pandangannya terhadap
keadilan bahwa program penegakan keadilan yang berdimensi
kerakyatan haruslah memperhatikan dua prinsip keadilan, yaitu,
pertama, memberi hak dan kesempatan yang sama atas kebebasan
dasar yang paling luas seluas kebebasan yang sama bagi setiap orang.
Kedua, mampu mengatur kembali kesenjangan sosial ekonomi yang
terjadi sehingga dapat memberi keuntungan yang bersifat timbal balik.
Dengan demikian, prinsip perbedaan menuntut diaturnya struktur
dasar masyarakat sedemikian rupa sehingga kesenjangan prospek
mendapat hal-hal utama kesejahteraan, pendapatan, otoritas
diperuntukkan bagi keuntungan orang-orang yang paling kurang
beruntung. Ini berarti keadilan sosial harus diperjuangkan untuk dua
hal: Pertama, melakukan koreksi dan perbaikan terhadap kondisi
13 Pan Mohamad Faiz, Teori Keadilan John Rawls, h. 138-139.
20
ketimpangan yang dialami kaum lemah dengan menghadirkan
institusi-institusi sosial, ekonomi, dan politik yang
memberdayakan. Kedua, setiap aturan harus meposisikan diri sebagai
pemandu untuk mengembangkan kebijakan-kebijakan untuk
mengoreksi ketidak-adilan yang dialami kaum lemah.14
c. Teori Keadilan Hans Kelsen
Hans Kelsen dalam bukunya general theory of law and state,
berpandangan bahwa hukum sebagai tatanan sosial yang dapat
dinyatakan adil apabila dapat mengatur perbuatan manusia dengan
cara yang memuaskan sehingga dapat menemukan kebahagian
didalamnya.
Pandangan Hans Kelsen ini pandangan yang bersifat positifisme,
nilai-nilai keadilan individu dapat diketahui dengan aturan-aturan
hukum yang mengakomodir nilai-nilai umum, namun tetap pemenuhan
rasa keadilan dan kebahagian diperuntukan tiap individu.
Lebih lanjut Hans Kelsen mengemukakan keadilan sebagai
pertimbangan nilai yang bersifat subjektif. Walaupun suatu tatanan
yang adil yang beranggapan bahwa suatu tatanan bukan kebahagian
setiap perorangan, melainkan kebahagian sebesar-besarnya bagi
sebanyak mungkin individu dalam arti kelompok, yakni terpenuhinya
kebutuhan-kebutuhan tertentu, yang oleh penguasa atau pembuat
hukum, dianggap sebagai kebutuhan-kebutuhan yang patut dipenuhi,
seperti kebutuhan sandang, pangan dan papan. Tetapi kebutuhan-
kebutuhan manusia yang manakah yang patut diutamakan. Hal ini apat
dijawab dengan menggunakan pengetahuan rasional, yang merupakan
sebuah pertimbangan nilai, ditentukan oleh faktor-faktor emosional
dan oleh sebab itu bersifat subjektif.15
Sebagai aliran positifisme Hans Kelsen mengakui juga bahwa
keadilan mutlak berasal dari alam, yakni lahir dari hakikat suatu benda
14
Pan Mohamad Faiz, Teori Keadilan John Rawls, h. 140. 15
Hans Kelsen, General Theory of Law and State, diterjemahkan oleh Rasisul Muttaqien,
(Bandung: Nusa Media, 2011), h. 7.
21
atau hakikat manusia, dari penalaran manusia atau kehendak Tuhan.
Pemikiran tersebut diesensikan sebagai doktrin yang disebut hukum
alam. Doktrin hukum alam beranggapan bahwa ada suatu keteraturan
hubungan-hubungan manusia yang berbeda dari hukum positif, yang
lebih tinggi dan sepenuhnya sahih dan adil, karena berasal dari alam,
dari penalaran manusia atau kehendak Tuhan.
Pemikiran tentang konsep keadilan, Hans Kelsen yang menganut
aliran positifisme, mengakui juga kebenaran dari hukum alam.
Sehingga pemikirannya terhadap konsep keadilan menimbulkan
dualisme antara hukum positif dan hukum alam.
Menurut Hans Kelsen: “Dualisme antara hukum positif dan hukum
alam menjadikan karakteristik dari hukum alam mirip dengan
dualisme metafisika tentang dunia realitas dan dunia ide model Plato.
Inti dari fislafat Plato ini adalah doktrinnya tentang dunia ide, yang
mengandung karakteristik mendalam. Dunia dibagi menjadi dua
bidang yang berbeda : yang pertama adalah dunia kasat mata yang
dapat ditangkap melalui indera yang disebut realitas, yang kedua dunia
ide yang tidak tampak.”16
Dua hal lagi konsep keadilan yang dikemukakan oleh Hans Kelsen:
pertama tentang keadilan dan perdamaian. Keadilan yang bersumber
dari cita-cita irasional. Keadilan dirasionalkan melalui pengetahuan
yang dapat berwujud suatu kepentingan-kepentingan yang pada
akhirnya menimbulkan suatu konflik kepentingan. Penyelesaian atas
konflik kepentingan tersebut dapat dicapai melalui suatu tatatanan
yang memuaskan salah satu kepentingan dengan mengorbankan
kepentingan yang lain atau dengan berusaha mencapai suatu
kompromi menuju suatu perdamaian bagi semua kepentingan.17
Kedua, konsep keadilan dan legalitas. Untuk menegakkan diatas
dasar suatu yang kokoh dari suatu tananan sosial tertentu, menurut
16
Pan Mohamad Faiz, Teori Keadilan John Rawls, dalam Jurnal Konstitusi, h. 14-16 17
Hans Kelsen, General Theory of Law and State, diterjemahkan oleh Rasisul Muttaqien,
h. 16.
22
Hans Kelsen pengertian “Keadilan” bermaknakan legalitas. Suatu
peraturan umum adalah “adil” jika ia bena-benar diterapkan, sementara
itu suatu peraturan umum adalah “tidak adil” jika diterapkan pada
suatu kasus dan tidak diterapkan pada kasus lain yang serupa. Konsep
keadilan dan legalitas inilah yang diterapkan dalam hukum nasional
bangsa Indonesia, yang memaknai bahwa peraturan hukum nasional
dapat dijadikan sebagai payung hukum (law unbrella) bagi peraturan
peraturan hukum nasional lainnya sesuai tingkat dan derajatnya dan
peraturan hukum itu memiliki daya ikat terhadap materi-materi yang
dimuat (materi muatan) dalam peraturan hukum tersebut. 18
Melakukan tindakan yang tidak adil adalah tidak sama dengan
melakukan sesuatu dengan cara yang tidak adil. Tidak mungkin
diperlakukan secara tidak adil apabila orang lain tidak melakukan
sesuatu secara tidak adil. Mungkin seseorang rela menderita karena
ketidakadilan, tetapi tidak ada seorangpun yang berharap diperlakukan
secara tidak adil. Dengan demikian memiliki makna yang cukup luas,
sebagian merupakan keadilan yang telah ditentukan oleh alam,
sebagian merupakan hasil ketetapan manusia (keadilan hukum).
Keadilan alam berlaku universal, sedangkan keadilan yang ditetapkan
manusia tisak sama di setiap tempat. Keadilan yang ditetapkan oleh
manusia inilah yang disebut dengan nilai.
Akibat adanya ketidak samaan ini maka ada perbedaan kelas antara
keadilan universal dan keadilan hukum yang memungkinkan
pembenaran keadilan hukum. Bisa jadi semua hukum adalah universal,
tetapi dalam waktu tertentu tidak mungkin untuk membuat suatu
pernyataan universal yang harus benar. Adalah sangat penting untuk
berbicara secara universal, tetapi tidak mungkin melakukan sesuatu
selalu benar karena hukum dalam kasus-kasus tertentu tidak
terhindarkan dari kekeliruan. Saat suatu hukum memuat hal yang
18
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundangan-Undangan.
23
universal, namun kemudian suatu kasus muncul dan tidak tercantum
dalam hukum tersebut. Karena itulah persamaan dan keadilan alam
memperbaiki kesalahan tersebut.
Kesimpulan menurut tiga tokoh diatas dalam teori keadilan adalah
bahwa mereka sepakat akan semarataan atau keadilan dalam setiap
individu tidak adanya diskriminasi atau pembeda karena kesama rataan
ini harus dikedapankan
2. Macam-Macam Keadilan
Didalam memahami keadilan perlu di ketahui bahwa keadilan itu
terbagi kedalam beberapa kelompak yang dikaji dari berbagai sudut ilmu
pengetahuan yaitu :
a. Keadilan Komutatif (Iustitia Commutativa)
Keadilan komutatif adalah keadilan yang memberikan kepada
masing-masing orang apa yang menjadi bagiannya, dimana yang
diutamakan adalah objek tertentu yang merupakan hak dari seseorang.
keadilan komutatif berkenaan dengan hubungan antar orang/antar
individu. Disini ditekankan agar prestasi sama nilainya dengan kontra
prestasi. Teori menjelaskan bagaimana perlakuan terhadap seseorang
sesuai dengan jasa-jasa yang telah diberikannya contohnya jika kita
membeli sepatu dengan harga 100.000 maka kita harus mendapat
sepatu seharga itu tidak boleh kurang ataupun lebih.
b. Keadilan Distributif (Iustitia Distributiva)
Keadilan distributif adalah keadilan yang memberikan kepada
masing-masing orang apa yang menjadi haknya, di mana yang menjadi
subjek hak adalah individu, sedangkan subjek kewajiban adalah
masyarakat. Keadilan distributif berkenaan dengan hubungan antara
individu dan masyarakat/negara. Di sini yang ditekankan bukan asas
kesamaan/kesetaraan (prestasi sama dengan kontra prestasi).
Melainkan, yang ditekankan adalah asas proporsionalitas atau
kesebandingan berdasarkan kecakapan, jasa, atau kebutuhan. Keadilan
jenis ini berkenaan dengan benda kemasyarakatan seperti jabatan,
24
barang, kehormatan, kebebasan, dan hak-hak. Pada teori ini
menjelaskan bagaimana hubungan antara individu dan
masyarakat/negara
c. Keadilan legal (Iustitia Legalis)
Keadilan legal adalah keadilan berdasarkan undang-undang. Yang
menjadi objek dari keadilan legal adalah tata masyarakat. Tata
masyarakat itu dilindungi oleh undang-undang. Tujuan keadilan legal
adalah terwujudnya kebaikan bersama (bonum commune). Keadilan
legal terwujud ketika warga masyarakat melaksanakan undang-
undang, dan penguasa pun setia melaksanakan undang-undang itu.
keadilan legal itu adalah bagaimana suatu hukum atau legal yang
bentuk dapat dilaksanakan oleh semua orang baik pelaksana undang-
undang ataupun pembuat undang-undang.
d. Keadilan Vindikatif (Iustitia Vindicativa)
Keadilan vindikatif adalah keadilan yang memberikan kepada
masing-masing orang hukuman atau denda sebanding dengan
pelanggaran atau kejahatan yang dilakukannya. Setiap warga
masyarakat berkewajiban untuk turut serta dalam mewujudkan tujuan
hidup bermasyarakat, yaitu kedamaian, dan kesejahteraan bersama.
Apabila seseorang berusaha mewujudkannya, maka ia bersikap adil.
Tetapi sebaliknya, bila orang justru mempersulit atau menghalangi
terwujudnya tujuan bersama tersebut, maka ia patut menerima sanksi
sebanding dengan pelanggaran atau kejahatan yang dilakukannya.
pada teori keadilan ini menjelaskan bagaimana keadilan terhadap suatu
hukuman atau denda yang sebanding terhadap prilaku kejahatan yang
dilakukan.
e. Keadilan Kreatif (Iustitia Creativa)
Keadilan kreatif adalah keadilan yang memberikan kepada masing-
masing orang bagiannya, yaitu berupa kebebasan untuk mencipta
sesuai dengan kreativitas yang dimilikinya. Keadilan ini memberikan
25
kebebasan kepada setiap orang untuk mengungkapkan kreativitasnya
di berbagai bidang kehidupan. Dalam teori ini bagaimana kebebasan
setiap orang dalam berkreatifitas atau mengembangkan dirinya.
f. Keadilan Protektif (Iustitia Protectiva)
Keadilan protektif adalah keadilan yang memberikan proteksi atau
perlindungan kepada pribadi-pribadi. Dalam masyarakat, keamanan
dan kehidupan pribadi-pribadi warga masyarakat wajib dilindungi dari
tindak sewenang-wenang pihak lain. Menurut Montesquieu, untuk
mewujudkan keadilan protektif diperlukan adanya tiga hal, yaitu:
tujuan sosial yang harus diwujudkan bersama, jaminan terhadap hak
asasi manusia, dan konsistensi negara dalam mewujudkan
kesejahteraan umum.19
Dalam teori menjelaskan bagaimana
perlindungan diri atau proteksi untuk mewujudkan jaminan terhadap
hak-haknya
C. Maqashid Syariah
A. Pengertian
Syariat Islam adalah peraturan hidup yang datang dari Allah ta’ala, ia
adalah pedoman hidup bagi seluruh umat manusia. Sebagai pedoman
hidup ia memiliki tujuan utama yang dapat diterima oleh seluruh umat
manusia. Tujuan diturunkannya syariat Islam adalah untuk kebaikan
seluruh umat manusia. Dalam ruang lingkup ushul fiqh tujuan ini disebut
dengan maqashid as-syari’ah yaitu maksud dan tujuan diturunkannya
syariat Islam.20
Secara bahasa maqashid syariah terdiri dari dua kata yaitu maqashid
dan syariah. Maqhasid berarti kesengajaan atau tujuan, maqashid
merupakan bentuk jama‟ dari maqsud yang berasal dari suku kata qashada
yang berarti menghendaki atau memaksudkan. Maqhasid berarti hal-hal
yang dikendaki dan dimaksudkan. Sedangkan syariah secara bahasa
19 Darji Darmodiharjo, dan Shidarta. Pokok-Pokok Filsafat Hukum. (Jakarta. PT
Gramedia Pustaka Utama. 1995) h. 121 20
Ibnu Mandzur, Lisaan Al-„Arab Jilid I, (Kairo: Darul Ma’arif), h. 3642.
26
artinya jalan menuju sumber air, jalan menuju sumber air dapat juga
diartikan berjalan menuju sumber kehidupan. Dalam buku Abdul Wahab
Khalaf, Al-Syatibi mengatakan “sesunguhnya syariat itu bertujuan untuk
mewujudkan kemaslahatan manusia didunia dan diakhirat.” Dalam
ungkapan yang lain dikatakan oleh Al-Syatibi “hukum-hukum
disyariatkan untuk kemaslahatan hamba”.21
Dari pengertian di atas, dapat dikatakan bahwa yang menjadi bahasan
utama dalam maqashid al-syari’ah adalah hikmah dan illat ditetapkan
suatu hukum. Dalam kajian ushul fiqh, hikmah berbeda dengan illat. Illat
adalah sifat tertentu yang jelas dan dapat diketahui secara objektif (zahir),
dan ada tolak ukurnya (mundhabit), dan sesuai dengan ketentuan hukum
(munasib) yang keberadaannya merupakan penentu adanya hukum.
Sedangkan hikmah adalah sesuatu yang menjadi tujuan atau maksud
disyariatkannya hukum dalam wujud kemaslahatan bagi manusia.
Maqhasid tersebut dianggap sebagai barometer untuk menentukan apakah
suatu masalah itu termasuk maslahat (kebaikan) atau mafsadat
(keburukan), yang itu harus ditinjau dari maqashid atau maqshad atau
tujuan dari ketentuan yang ditentukan oleh Allah dan Rasul-Nya.22
B. Kerangka Maqashid al-syari’ah
Dalam rangka mewujudkan kemaslahatan dan menjauhi kerusakan di
dunia dan di akhirat, para ahli ushul fiqih meneliti dan menetapkan ada
lima unsur pokok yang harus diperhatikan. Kelima pokok tersebut
bersumber dari al-Qur’an dan merupakan tujuan syari’ah (Maqashid Al-
Syari‟ah) kelima pokok tersebut merupakan suatu hal yang harus selalu
dijaga dalam kehidupan ini. Kelima pokok tersebut merupakan bagian dari
dlaruriyat, yang apabila tidak terpenuhi dalam kehidupan ini ma akan
membawa kerusakan bagi manusia.
21
Abdul Wahab Khallaf, Kaidah-kaidah Hukum Islam Abdul Wahab Khallaf, (Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 1996), h. 48.
22 Muhammad Daud Ali, Hukum Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persaga, 2005), h. 63.
27
Untuk mengetahui lebih jelasnya tentang kelima hal tersebut, lebih
jelas lagi al-Syathibi membagi maqashid al-syari‟ah menjadi dlaruriyah
hajiyah dan tahsiniyah.23
a. Kebutuhan dharuriyat
Tingkatan kebutuhan yang harus ada atau disebut degan kebtuhan
primer. Bila tingkat kebutuhan ini tidak terpenuhi, maka akan
terancam keselamatan umat manusia. Menurut Al-Syatibi ada lima hal
yang termasuk dalam kategori kebutuhan dharuriyat ini yaitu: seperti
yang telah disebutkan diatas, yakni: memelihara agama, memelihara
jiwa, memelihara akal, memelihara keturunan dan harta. Untuk
memelihara lima pokok inilah syariat islam diturunkan.
Setiap ayat yang berkaitan dengan hukum bila diteliti dan dikaji
secara mendalam akan ditemukan alasan pembentukan yang tidak lain
adalah untuk memelihara lima hal pokok diatas. Seperti firman Allah
surat Al-baqarah ayat 193 yaitu dalam hal mewajibkan jihad.
إل ػه ا ا فل ػذ ر ا فإ لل ي انذ يك فرح ل ذك قاذهى حر ي انظان
Artinya: dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi
dan (sehingga) ketaatan itu semata-mata hanya Allah (surat Al-
Baqarah ayat 193).
Dari ayat tersebut dapat diketahui tujuan disyariatkan perang adalah
untuk melancarkan jalan dakwah jika terjadi gangguan serta untuk
mengajak umat manusia untuk menyembah Allah swt.
b. Kebutuhan Hijayat
Kebutuhan Hijayat ialah kebutuhan-kebutuhan sekunder, dimana
bila terwujudkan sampai mengancam keselamatan seseorang atau
umat. Namun akan mengalami keselutin sehingga syariat islam
menghilangkan segala kesulitan itu, yaitu dengan adanya hukum
rukhsyah (keringanan).
23 Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, (Jakarta: Rajawali Press,2006), h. 351.
28
Misalnya: Islam membolehkan tidak puasa bagi orang yang
melakukan perjalanan dalam jarak tertentu dengan syarat diganti pada
hari yang lain dan begitu juga halnya dengan orang yang sakit.
Begitu juga dalam lapangan muamalat, yaitu diperbolehkannya
banyak bentuk transaksi yang dibutuhkan manusia, seperti;
mudharabah (berniaga dengan modal orang lain dengan perjanjian bagi
laba), Syirkah, muzaraah dan lain-lain.
Jadi kebutuhan hajiyat ini yaitu: kebutuhan sekunder yang bila
tidak terpenuhi maka tidak sampai mengancam kemaslahatan umat,
tapi akan mendatangkan kesukaran dan kesulitan.
c. Kebutuhan Tashiniyat
Yaitu tingkat kebutuhan yang apabila tidak terpenuhi maka tidak
akan mengancam salah satu dari yang lima pokok diatas dan tidak pula
menimbulkan kesulitan. Tingkat kebutuhan ini berupa kebutuhan
pelengkap seperti: hal-hal yang merupakan kepatutan menurut adat
istiadat, menghindarkan hal-hal yang tidak enak dipandang mata.24
C. Tujuan Maqashid Syariah
Apabila dipelajari secara seksama ketetapan Allah dan Rasul-Nya
yang terdapat di dalam Al-Quran dan kitab-kitab hadis yang sahih, kita
segera dapat mengetahui tujuan hukum Islam. Sering dirumuskan bahwa
tujuan hukum Islam adalah kebahagiaan hidup manusia di dunia ini dan di
akhirat kelak, dengan jalan mengambil (segala) yang bermanfaat dan
mencegah atau menolak yang mudarat yaitu yang tidak berguna bagi
hidup dan kehidupan.
Dengan kata lain, tujuan hukum Islam adalah kemaslahatan hidup
manusia, baik rohani maupun jasmani, individual dan sosial.
Kemaslahatan itu tidak hanya untuk kehidupan dunia ini saja tetapi juga
untuk kehidupan yang kekal di akhirat kelak. Abu Ishaq al-Shatibi
merumuskan lima tujuan hukum Islam, yakni: Hifdz Ad-Din (Memelihara
Agama), Hifdz An-Nafs (Memelihara Jiwa), Hifdz Al’Aql (Memelihara
24 Satria Efendi. Ushul fiqh, (Jakarta: Kencana,2005), h. 233-235.
29
Akal), Hifdz An-Nasb (Memelihara Keturunan) dan Hifdz Al-
Maal (Memelihara Harta).25
Tujuan hukum Islam tersebut dapat dilihat dari dua segi yakni (1) segi
Pembuat Hukum Islam yaitu Allah dan Rasul-Nya. Dan (2) segi manusia
yang menjadi pelaku dan pelaksana hukum Islam itu. Jika dilihat dari
pembuat hukum Islam tujuan hukum Islam itu adalah: Untuk memelihara
keperluan hidup manusia yang bersifat primer, sekunder, dan tersier, yang
dalam kepustakaan hukum Islam masing-masing disebut dengan istilah
daruriyyat, hajjiyat dan tahsniyyat. Kebutuhan primer adalah kebutuhan
utama yang harus dilindungi dan dipelihara sebaik-baiknya oleh hukum
Islam agar kemaslahatan hidup manusia bener-benar terwujud.
Kebutuahan sekunder adalah kebutuhan yang diperluakn untuk mencapai
kehidupan primer, seperti kemerdekaan, persamaan, dan sebagaianya,
yang bersifat menunjang eksistensi kebutuahan primer. Kebutuahn tersier
adalah kebutuhan hidup manusia selain yang bersifat primer dan sekunder
itu yang perlu diadakan dan dipelihara untuk kebaikan hidup manusia
dalam masyarakat, misalnya sandang, pangan, perumahan dan lain-lain.
Tujuan hukum Islam adalah untuk ditaati dan dilaksanakan oleh
manusia dalam kehidupannya sehari-hari. Agar dapat ditaati dan
dilaksanakan dengan baik dan benar, manusia wajib meningkatkan
kemampuannya untuk memahami hukum Islam dengan mempelajari
Ushul Fiqh yakni dasar pembentukan dan pemahaman hukum Islam
sebagai metodologinya.26
Di samping itu, dari segi pelaku hukum Islam yakni manusia sendiri,
tujuan hukum Islam adalah untuk mencapai kehidupan yang bahagia dan
sejahtera. Caranya adalah, dengan mengambil yang bermanfaat, mencegah
atau menolak yang mudarat bagi kehidupan. Dengan kata lain tujuan
25
Ismail Muhammad Syah, Filsafat Hukum Islam, (Jakarta: Bumi Aksara 1992), h. 67-
101. 26
Kahairul Umam dan Ahyar Aminudin, Ushul Fiqih II, (Bandung: Pustaka Setia, 2001),
h. 125-126.
30
hakiki hukum Isalm, jika dirumuskan secara umum, adalah tercapainya
keridaan Allah dalam kehidupan manusia di bumi ini dan di akhirat kelak.
a. Memelihara Agama
Pemeliharan agama merupakan tujuan pertama hukum Islam.
Sebabnya adalah karena agama merupakan pedoman hidup manusia,
dan didalam Agama Islam selain komponen-komponen akidah yang
merupakan sikap hidup seorang muslim, terdapat juga syariat yang
merupakan sikap hidup seorang muslim baik dalam berrhubungan
dengan Tuhannya maupun dalam berhubungan dengan manusia lain
dan benda dalam masyarakat. Karena itulah maka hukum Islam wajib
melindungi agama yang dianut oleh seseorang dan menjamin
kemerdekaan setiap orang untuk beribadah menurut keyakinannya.
Beragama merupakan kekhususan bagi manusia, merupakan
kebutuhan utama yang harus dipenuhi karena agamalah yang dapat
menyentuh nurani manusia. Allah memerintahkan kita untuk tetap
berusaha menegakkan agama, firmannya dalam surat Asy-Syura’: 13:
ۦ يا ت ص يا حيآ إنيك أ ٱنز ا تۦ ح ص يا ي ٱنذ ششع نكى ي
كثش ػه قا في ل ذرفش ي ا ٱنذ أقي أ ػيس يس يى إتش
ٱ يا ذذػى إني ششكي ي يية ٱن إني ذ ي ي يشآء إني يجرث لل
“Dia Telah mensyari'atkan bagi kamu tentang agama apa yang
Telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang Telah kami
wahyukan kepadamu dan apa yang Telah kami wasiatkan kepada
Ibrahim, Musa dan Isa yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah
kamu berpecah belah tentangnya. amat berat bagi orang-orang
musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya. Allah menarik
kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi
petunjuk kepada (agama)-Nya orang yang kembali (kepada-Nya)”.
Memelihara agama merupakan tingkatan yang paling utama, karena
agama merupakan tiang utama jika kita tidak memiliki agama maka
kita bagaikan tubuh tanpa ruh. dalam surat asy-Syura sudah dijelaskan
bahwa kita disuruh untuk menegakan agama islam dan kita dilarang
31
untuk berpecah belah antar umat islam khususnya. dan semuanya
teramat berat untuk orang-orang musyrik. 27
b. Memelihara jiwa
Untuk tujuan ini, Islam melarang pembunuhan dan pelaku
pembunuhan diancam dengan hukuman Qishas (pembalasan yang
seimbang), sehingga dengan demikian diharapkan agar orang sebelum
melakukan pembunuhan, berpikir panjang karena apabila orang yang
dibunuh itu mati, maka si pembunuh juga akan mati atau jika orang
yang dibunuh itu tidak mati tetap hanya cedera, maka si pelakunya
juga akan cedera.
Mengenai hal ini, dapat kita jumpai dalam firman Allah
Swt dalam QS Al-Baqarah ayat 178-179 yang berbunyi:
انؼث آيا كرة ػهيكى انقصاص في انقره انحش تانحش ا انزي ذ تانؼثذ يا أي
أداء إني ؼشف شيء فاذثاع تان أخي ػفي ن ي ث ف ث تاأل األ اػرذ تؼذ رنك فه ػزاب أنيى ح ف سح ستكى رنك ذخفيف ي تإحسا
نكى في انقص 871) )( 871اص حياج يا أني األنثاب نؼهكى ذرق )
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash
berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan
orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita.
Maka barangsiapa yang mendapat suatu pema’afan dari saudaranya,
hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan
hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diat) kepada yang memberi
maaf dengan cara yang baik (pula). yang demikian itu adalah suatu
keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. barangsiapa yang
melampaui batas sesudah itu, Maka baginya siksa yang sangat pedih.
Dan dalam qishaash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu,
Hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa”.
Dalam hal menjaga jiwa kita harus menjaga dari hal-hal yang
memang dilarang agama islam cakupan dalam pembahasan diatas kita
dilarang untuk membunuh karena dalam islam ada hukuman yang adil
27 Suyatno, Dasar-dasar Ilmu Fiqh & Ushul Fiqh, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2016)
cet. IV h. 155
32
yaitu qishaash. qishaash sendiri merupakan yang adil jika kita
membunuh orang sampai mati maka hukuman kita mati, jika hanya
cacat maka hukuman yang kita dapat adalah cacat juga. jadi marilah
kita jaga jiwa kita dari hal-hal yang dilarang agama islam dan jadikan
jiwa untuk kebaikan baik diri sendiri ataupun untuk orang lain.28
c. Memelihara akal
Manusia adalah makhluk Allah ta’ala, ada dua hal yang
membedakan manusia dengan makhluk lain. Pertama, Allah SWT
telah menjadikan manusia dalam bentuk yang paling baik,
dibandingkan dengan bentuk makhluk-makhluk lain dari berbagai
makhluk lain. Hal ini telah dijelaskan oleh Allah ta’ala sendiri dalam
Al-Quran At-Tiin Ayat 4 berbunyi:
يى ذق أحس ف س نقذ خهقا ٱل
“Sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dalam bentuk
yang sebaik-baiknya.
Akan tetapi bentuk yang indah itu tidak ada gunanya, kalau tidak
ada hal yang kedua, yaitu akal. Oleh karena itu Allah ta’ala
melanjutkan Firman-Nya dalam surat At-Tiin ayat 5 dan 6 yang
berbunyi:
فهي أسفم س ثى سدد د فهى أجش غيش ي هح ها ٱنص ػ ءايا . إل ٱنزي
“Kemudian kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-
rendahnya (neraka), kecuali orang-orang yang beriman dan
mengerjakan amal saleh; maka bagi mereka pahala yang tiada
putus-putusnya”
Jadi, akal paling penting dalam pandangan Islam. Oleh karena itu
Allah ta’ala selalu memuji orang yang berakal. Hal ini dapat dilihat
pada firman Allah ta’ala dalam Q.S. Al-Baqarah ayat 164 yang
berbunyi:
28 Suyatno, Dasar-dasar Ilmu Fiqh & Ushul Fiqh, h. 156.
33
ٱنفهك ٱنر ذجش ف اس ٱن ف ٱنيم ٱخره ٱألسض خ ف خهق ٱنس إ
ٱألسض تؼذ آء فؤحيا ت آء ي ي ٱنس ي يآ أزل ٱلل ا يفغ ٱناس ٱنثحش ت
تث فيا ي ك ذا آء ي ٱنس ش تي سخ ٱنسحاب ٱن ح ي ذصشيف ٱنش م دآتح
و يؼقه د نق ٱألسض لءاي
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya
malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang
berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa
air, lalu dengan air itu dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya
dan dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin
dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh
(terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang
memikirkan.”
Menjaga akal, akal merupakan faktor pembeda antara manusia
dengan makhluk yang lain. Maka dari pergunakanlah akal dengan
sebaik-baiknya jangan jadikan akal layaknya hewan karena hewan
yang tidak berakal saja masih bisa tunduk dan patuh kepada sang
penciptanya dan manfaatkan lah akal untuk hal-hal yang bermanfaat
karena allah telah menciptakan bumi dengan berbagai kebutuhan
didalamnya tinggal manusianya saja yang bisa memanfaatkan akalnya
untuk pemberian Allah swt.29
d. Memelihara Keturunan
Perlindungan Islam terhadap keturunan adalah dengan
mensyariatkannya pernikahan dan mengharamkan zina, menetapkan
siapa-siapa yang tidak boleh dikawini, bagaimana cara-cara
perkawinan itu dilakukan dan syarat-syarat apa yang harus dipenuhi,
sehingga perkawinan itu dianggap sah dan pencampuran antara dua
manusia yang belainan jenis itu tidak dianggap sah dan menjadi
keturunan sah dari ayahnya. Bahkan tidak melarang itu saja, tetapi
juga melarang hal-hal yang dapat membawa kepada zina. Sebagaimana
firman Allah ta’ala Q.S An-Nisa: 3-4.:
29 Suyatno, Dasar-dasar Ilmu Fiqh & Ushul Fiqh, h. 157.
34
ث ثه ٱنسآء يث فٲكحا يا طاب نكى ي خفرى أل ذقسطا ف ٱنير إ
أل ذؼن نك أد كى ر يا يهكد أي حذج أ خفرى أل ذؼذنا ف غ فإ ست ا .
“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-
hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya),
Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga
atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku
adil, Maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu
miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat
aniaya”.
ا فكه يـ ا فس ء ي نكى ػ ش حهح فإ طث رءاذا ٱنسآء صذق
شيـ ا ي
“Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi)
sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka
menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan
senang hati, Maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai
makanan) yang sedap lagi baik akibatnya”.
Pernikahan merupakan bentuk memelihara keturunan yang paling
sempurna. jadi pilihlah wanita atau laki-laki yang bisa menjaga
keturunan. terutama yang baik, beriman, setia dan tidak mengerjakan
hal-hal yang dilarang syariat. karena dalam keturunan tidak akan jauh
dari sikap kedua orang tuannya. jika orang tuanya berbuat nakal maka
jangan salahkan anaknya berbuat nakal. jadi marilah kita menjaga diri
kita demi menghasilkan keturunan yang baik. 30
e. Memilihara Harta Benda
Islam mengajarkan bahwa semua harta di dunia ini adalah milik
Allah ta’ala, manusia hanya berhak untuk memanfaatkannya saja.
Meskipun demikian Islam juga mengakui hak pribadi seseorang. Oleh
karena manusia itu manusia sangat tamak kepada harta benda,
sehingga mau mengusahakannya dengan jalan apapun, maka Islam
mengatur supaya jangan sampai terjadi bentrokan antara satu sama
lain. Untuk ini Islam mensyariatkan peraturan-peraturan mengenai
muamalah seperti jual beli, sewa-menyewa, gadai menggadai, dan
30 Sapiudin Shidiq, Ushul Fiqh, (Jakarta; Kencana, 2011) Cet. Ke 1, h. 225.
35
sebagainya, serta melarang penipuan, riba dan mewajibkan kepada
orang yang merusak barang orang lain untuk membayarnya, harta yang
dirusak oleh anak-anak yang di bawah tanggungannya, bahkan yang
dirusak oleh binatang peliharaannya sekalipun.31
Perlindungan Islam terhadap harta benda seseorang tercermin
dalam firman-Nya Q.S. An-Nisa: 29-32:
شج ػ ذج طم إل أ ذك نكى تيكى تٲنث ا أي ءايا ل ذؤكه ا ٱنزي ؤي ي
ا تكى سحي كا ٱلل ا أفسكى إ ل ذقره كى ذشاض ي
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan
harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan
perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu.
dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah
adalah Maha Penyayang kepadamu.”
يفؼم رانك ػذ ي ا يسيش نك ػه للا ر كا ا اس ف صهي ا فس ظه ا ا
“Dan barangsiapa berbuat demikian dengan melanggar hak dan
aniaya, Maka kami kelak akan memasukkannya ke dalam neraka.
yang demikian itu adalah mudah bagi Allah”
اإ ذج ذخل كشي ذخهكى ي اذكى كفش ػكى سيـ ػ رثا كثآئش يا ذ
“Jika kamu menjauhi dosa-dosa besar di antara dosa-dosa yang
dilarang kamu mengerjakannya, niscaya kami hapus kesalahan-
kesalahanmu (dosa-dosamu yang kecil) dan kami masukkan kamu
ke tempat yang mulia (surga)”
ا ٱكرسثا جال صية ي تؼط نهش تۦ تؼضكى ػه م ٱلل ا يا فض ل ذر ي ف سـها ٱلل ا ٱكرسث نهسآء صية ي ٱلل ۦ إ ء ضه تكم ش كا
ا ػهي
“Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah
kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain.
(karena) bagi orang laki-laki ada bahagian dari pada apa yang
mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bahagian dari apa
yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari
karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala
sesuatu”.32
31 Sapiudin Shidiq, Ushul Fiqh, h. 226.
32 Ismail Muhammad Syah, Filsafat Hukum Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1992), h. 67-
101.
36
Harta merupakan titipan yang diberikan oleh Allah karena hartalah
manusia bisa timbul sikap serakah dan tamak maka dari itu islam
disini mengatur harta-harta tersebut dalam bentuk Muamalat seperti
jual beli, sewa, gadai dan lain-lain. Maka dari Muamalat merupakan
solusi untuk menjaga harta dengan jalan perniagaan saling suka sama-
sama diantara mereka dan tentunya harus terhindar dari hal-hal yang
dilarang agama seperti riba, maysir dan gharar.
D. Lembaga Keuangan Mikro
1. Pengertian
Di dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 1967 Tentang Pokok-
Pokok Perbankan Baik Konvensional maupun Syari’ah, yang menjelaskan
bahwa lembaga keuangan adalah “semua badan yang melakukan kegiatan-
kegiatan di bidang keuangan dengan menarik uang dari masyarakat dan
menyalurkan kembali ke masyarakat” maka jika dikaitkan dengan kata
“syariah” maka dapat diambil pengertian bahwa Lembaga Keuangan
Syariah adalah “badan yang melakukan kegiatan-kegiatan di bidang
keuangan dengan menarik uang dari masyarakat dan menyalurkan kembali
ke masyarakat dengan menggunakan prinsip syariah”.
Sedangkan kata “mikro” pada Lembaga Keuangan Mikro Syariah,
memberi pengertian yang menunjukkan pada tingkat yang ruang lingkup
atau cakupannya lebih kecil. Dengan asumsi perbandingan bahwa
lembaga keuangan besar salah satunya adalah berbentuk bank dengan
modal berskala besar, maka lembaga keuangan mikro adalah suatu
lembaga, badan, bank atau sejenisnya yang mempunyai capital kecil dan
diperuntukkan untuk sektor usaha/modal kecil. Dalam pengertian ini
masuk kedalamnya adalah Baitul Mal Wattamwil (BMT), Koperasi
Syariah, Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS).33
Menurut UU No.1 tahun 2013 pasal 1, Lembaga Keuangan Mikro
yang selanjutnya disingkat LKM adalah lembaga keuangan yang khusus
33 Makhalul SM Ilmi, Teori dan Praktek Mikro Keuangan Syariah: Beberapa
permasalahan dan Alternatif solusi, (Yogyakartal UII Press, 2002) Cet. Ke 1, h. 9-12.
37
didirikan untuk memberikan jasa pengembangan usaha dan pemberdayaan
masyarakat, baik melalui pinjaman atau pembiayaan dalam usaha skala
mikro kepada anggota dan masyarakat, pengelolaan simpanan, maupun
pemberian jasa konsultasi pengembangan usaha yang tidak semata-mata
mencari keuntungan. Sedangkan LKM Syariah merupakan LKM yang
menggunakan prinsip-prinsip syariah.
Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) terdiri dari berbagai
lembaga diantaranya BPRS (Bank Perkreditan Mikro Syariah), BMT
(Baitul Mal Wat Tanmil), serta Koperasi Syariah. Ketiga lembaga tersebut
mempunyai hubungan yang erat dan saling mempengaruhi satu sama lain
dan berhubungan erat dengan lembaga syariah lainnya yang lebih besar.34
Walaupun terdapat banyak definisi LKM, terdapat tiga elemen penting
dari berbagai definisi tersebut, yaitu:
a. Menyediakan beragam jenis pelayanan keuangan yang beragam seperti
tabungan, pinjaman, pembayaran, deposito maupun asuransi.
b. Melayani rakyat miskin, Keuangan mikro hidup dan berkembang pada
awalnya memang untuk melayani rakyat yang terpinggirkan oleh
sistem keuangan formal yang ada sehingga memiliki karakteristik
konstituen yang khas.
c. Menggunakan prosedur dan mekanisme yang konstektual dan
fleksibel. Hal ini merupakan konsekuensi dari kelompok masyarakat
yang dilayani, sehingga prosedur dan mekanisme yang dikembangkan
untuk keuangan mikro dan selalu kontekstual dan fleksibel.
2. Peran LKMS
Lembaga ekonomi mikro pada awal pendirinya memfokuskan diri
untuk meningkatkan kualitas usaha ekonomi untuk kesejahteraan anggota
dan masyarakat melalui pinjaman modal. Untuk mencapai tujuan tersebut
lembaga keuangan mikro syariah (BMT) memainkan peran dan fungsinya
dalam beberapa hal:
34 Mudrajad Kuncoro, Ekonomika Pembangunan-Teori, Masalah, dan Kebijakan,
(Yogyakarta: UPP STIM YKPN, 2006), Ed 4, h. 18-23.
38
a. Mengidentifikasi, memobilisasi, mengorganisasi, mendorong dan
mengembangkan potensi ekonomi anggota, kelompok anggota
muamalat dan daerah kerjanya.
b. Meningkatkan SDM anggota lebih professional dan islami sehingga
semakin utuh dan tangguh dalam menghadapi persaingan global.
c. Menggalang dan memobilisasi potensi masyarakat dalam
meningkatkan kesejahteraan anggota.
d. Menjadi perantara keuangan, antara pemilik dana, baik sebagai
pemodal maupun penyimpan dengan pengguna dana untuk
mengembangkan usaha produktif.
e. Dapat menjadi Perantara orang kaya sebagai pemilik dana dengan
dhu’afa untuk dana-dana sosial seperti zakat, infaq, shadaqah, wakaf,
hibah dan lain-lain.
Dalam sistem keuangan, perkembangan pemikiran-pemikiran yang
mengarah pada reorientasi sistem keuangan, yaitu dengan menghapus
instrumen utamanya: bunga. Usaha tersebut dilakukan dengan tujuan
mencapai kesesuaian dalam melaksanakan prinsip-prinsip ajaran Islam
yang mengandung dasar-dasar keadilan, kejujuran dan kebajikan. Dengan
demikian lembaga keuangan atau bank Islam ini adalah yang beroperasi
dengan prinsip bagi hasil. Bagi hasil adalah prinsip muamalah
berdasarkan syariah dalam melaksanakan kegiatan usahanya.35
3. Macam-macam LKMS
Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) terdiri dari berbagai
lembaga diantaranya BPRS (Bank Perkreditan Mikro Syariah), BMT
(Baitul Mal Wat Tanmil), serta Koperasi Syariah. Ketiga lembaga tersebut
mempunyau hubungan yang erat dan saling mempengaruhi satu sama lain
dan berhubungan erat dengan lembaga syariah lainnya yang lebih besar.
35
Muhamad, Lembaga Ekonomi Syariah, (Yogyakarta, Graha Ilmu, 2007), Ed 1, Cet. Ke
1, h. 19.
39
Berikut ini beberapa penjelasan mengenai BPRS BMT dan Koperasi
Syariah:
1. BPRS (Bank Perkreditan Rakyat Syariah)
BPRS merupakan bank sistem transaksiknya menggunakan cara
konvensional namun berdasarkan prinsip syariah, BPRS tidak
memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran kepada masyarakat.
Bentuk hukum bank umum dan BPR dapat berupa Peseroan
Terbatas(Perseroan), Perusahaan Daerah, dan Koperasi. Mekanisme
operasional BPR Syariah tunduk pada peratuan BI Nomor
6/17/PBI/2004. Dalam aturan ini usaha BPR Syariah adalah:
1) Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk antara lain:
Tabungan berdasarkan prinsip wadi’ah atau mudharabah; Deposito
berjangka berdasarkan prinsip mudharabah; Bentuk lain yang
menggunakan prinsip wadi’ah atau mudharabah;
2) Menyalurkan dana dalam bentuk antara lain:
Transaksi jual beli dalam aktifitasnya menggunakan prinsip
murabahah, isthisna dan salam;
Transaksi sewa menyewa di landaskan dengan prinsip ijarah;
Pembiayaan bagi hasil berdasarkan prinsip: mudharabah; dan
musyarakah; Pembiayaan yang dilakukan dengan berlandaskan
prinsip qardh.
3) Melakukan transaksi yang tidak melanggar Undang-undang
Perbankan dan prinsip syariah.
2. BMT (Baitul Mal Wat Tamwil)
Definisi dari BMT secara harfiah (bahasa) yaitu baitul maal dan
baitul tanwil. Baitul maal merupakan lembaga keuangan Islam yang
memiliki kegiatan utama menghimpun dan mendistribusikan dana
ZISWAHIB (zakat, infak, shadaqah, waqaf dan hibah) tanpa melihat
keuntungan yang di dapatkan (non profit oriented).
40
Baitul tamwil termasuk lembaga keuangan Islam informal yang
dalam kegiatan maupun operasionalnya memperhitungkan keuntungan
(profit oriented). Kegiatan utama baitul tamwil adalah menghimpun
dana dan mendistribusikan kembali kepada anggota dengan imbalan
bagi hasil atau mark-up/margin yang berlandaskan sistem syariah.
Adapun latar belakang didirikannya BMT adalah sebagai berikut:
Sebagian masyarakat dianggap tidak bankable sehingga susah
memperoleh pendanaan, kalaupun ada sumber dananya mahal dan
untuk pemberdayaan dan pembinaan usaha masyarakat muslim
melalui masjid dan masyarakat sekitarnya.
Ciri –ciri dari BMT adalah sebagai berikut:
1) Berbadan Hukum Koperasi.
2) Bertujuan menyediakan dana murah dan cepat serta tidak berbelit-
belit guna pengembangan dan memajukan usaha bagi anggotanya.
3) Skala produk dan pendanaan yang terbtas menjadi Prinsip dan
pembeda dengan lembaga keuangan lainnya. Sedangkan
mekanismenyadan transaksinya hampir sama dengan perbankan
syariah.
3. Koperasi Syariah
Koperasi syariah di Indonesia dalam periode terakhir berkembang
cukup pesat dan Continuitas yang tinggi dalam mengembang usahanya
dalam memenuhi kebutuhan para anggotanya. Hal ini dapat dilihat dari
banyak nya berdiri koperasi-koperasi syariah di seluruh pelosok negeri
pertumbuhan Koperasi Jasa Keuangan Syariah/Unit Jasa Keuangan
Syariah (KJKS/UJKS) juga mengalami perkembangan yang pesat dan
luar biasa selain itu KJKS/UJKS merupakan instrumen pemberdayaan
UMKM.
Pelaksanaan kegiatan usaha berbasis pola syariah ini dimulai pada
tahun 2003, sebanyak 26 KSP/USP-Koperasi Syariah. Lalu meningkat
41
menjadi 100 KSP/USP koperasi syariah pada tahun 2004. Tahun 2007
diperkirakan jumlah koperasi syariah mencapai 3000 buah. Dan
peningkatan koperasi syariah terus meningkat hingga akhir tahun 2010
ini lebih dari 4000 koperasi yang ada di masyarakat yang tersebardi
seluruh wilayah Indonesia.
Koperasi syariah menerapkan beberapa aspek dalam menjalankan
kegiatannya guna melayani para anggotanya,termasuk juga aspek azas
keseimbangan, azas keadilan,azas kerjasama. Contohnya dalam
produksi dimana produksi dalam koperasi menghasilkan sesuatu yang
bisa di manfaatkan oleh anggotanya maupun masyarakat, maka
pebankan dalam hal ini sudah menerapkan aspek keadilan.
Keputusan Menteri mengenai petunjuk pelaksanaan kegiatan usaha
koperasi yang disahkan pada September 2004 menyebutkan bahwa
setiap koperasi yang akan memulai unit jasa keuangan syariah,
diharuskan meyetor modal awal minimal Rp 15 juta untuk primer dan
Rp 50 juta untuk koperasi sekunder.
Semua bank, koperasi jasa keuangan syariah dan unit jasa
keuangan syariah diperkenankan menghimpun dana dari para anggota
maupun masyarakat baik berupa tabungan, simpanan berjangka dalam
pembiayaan mudharabah musyarakah, murabahah, salam, istisna,
ijarah dan alqadr. Selain kegiatan tersebut koperasi jasa keuangan juga
diperkenankan menjalankan kegiatan pengumpulan dan penyaluran
dana zakat, infak, dan sedekah kepada masyarakat yang membutuhkan
dan layak menerima termasuk juga waqaf yang di kelola secara
terpisah.36
36
Amin Aziz, Pedoman Pendirian BMT, (Jakarta: Pinbuk Press, 2004), h. 23-31.
42
BAB III
PROFIL KOPERASI SERBA USAHA HUWAIZA
A. Profil LKMS Koperasi Serba Usaha Syariah Huwaiza
1. Sejarah
Awal mula berdirinya Koperasi Serba Usaha (KSU) Syariah
Huwaiza yaitu pada tanggal 19 Januari 2002, yang berasal dari suatu
perkumpulan pengajian ibu-ibu yang terdiri dari 12 orang yang rutin
melaksanakan pengajian sepekan sekali. Di pengajian tersebut setiap
anggota pengajian menyimpan uang atau mengumpulkan simpanan wajib
sebesar Rp. 4.000,- tiap bulannya. Dan setelah 5 bulan berjalan
dengan uang yang terkumpul sekitar Rp.244.200,- sekumpulan ibu-ibu ini
membentuk kepengurusan yang diberi nama kelompok Swadaya
Masyarakat (KSM) teratai. Seiring dengan berkembangnya wawasan
pengurus dan dinamika yang dihadapi dalam pengembangan KSM,
pengurus KSM teratai menyadari bahwa untuk mempertahankan KSM
teratai agar tetap eksis dan berkembang dibutuhkan pengakuan atau
legalitas secara formal, maka pada tahun 2005 tepatnya pada tanggal 27
April 2005, KSM teratai berubah wujud menjadi koperasi yang diberi
nama HUWAIZA yang mendapatkan legalitas sebagai koperasi
konvensional. Setelah dua tahun berjalan koperasi huwaiza medapatkan
dana stimulus dari Kementrian Koperasi sebesar Rp. 100.000.000,-.
Pada tahun 2008 Koperasi Huwaiza merubah legalitas dari koperasi
konvensional ke koperasi syariah sekaligus melebarkan sayap usahanya.
Awalnya Koperasi Huwaiza terletak di Jl. Masjid Al-Hukamah RT/RW
03/04 Rangkapan Jaya Baru Pancoran Mas – Depok sebelah SMP 4
Muhammadiyah, dikarenakan satu dan lain hal pada tahun 2010 Koperasi
Huwaiza pindah ke Jl. Raya Meruyung Kelurahan Meruyung Kecamatan
Limo Depok, dan dikarenakan banjir melanda huwaiza selama dua tahun
berturut turut maka pada tahun 2012 koperasi huwaiza pindah ke Jl. Raya
Parung Bingung No. 02 Kelurahan Rangkapan Jaya Baru Kecamatan
43
Pancoran Mas–Depok. Dari tahun ke tahun Koperasi Huwaiza tumbuh
dan berkembang, terbukti dengan banyaknya prestasi yang di peroleh oleh
Koperasi Huwaiza, salah satunya yaitu mendapat penghargaan di
Koperasi Award sebagai Koperasi Terbaik Sekota Depok pada tahun
2016.
2. Visi dan Misi
Visi
“Menjadi lembaga keuangan yang kuat, luas jaringan pelayanannya, serta
konsisten pada nilai dan kaidah syariah dalam upaya mensejahterakan
masyarakat”.
Misi:
a. Memperkuat kelembagaan dari sisi sumber daya manusia, keuangan,
anggota, teknologi, informasi serta dukungan pemerintah dan
masyarakat.
b. Mengembangkan seluas-luasnya jaringan pelayanan kepada anggota
dan masyarakat dengan produk yang beragam.
c. Menerapkan prinsip dan kaidah syariah dalam setiap transaksi dan
aktivitas kelembagaan.
d. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pengembangan
ekonomi mikro.
3. Prinsip Dasar Syariah
Prinsip dasar yang dipakai oleh KSU Syariah Huwaiza adalah prinsip
yang sesuai al-qur’an, sunah dan fatwa-fatwa terkait ini dapat dilihat dari
sejarahnya yanga mana awalnya KSU ini bernama Teratai lalu diubah
menjadi Huwaiza sebagai bentuk untuk perubahan dari konvesional
menjadi syariah. Mengenai prinsip terpentingnya KSU Syariah Huwaiza
tidak lepas dari Rugulasi Perkoperasiannya.
4. Fungsi lembaga
a. Fungsi Sosial: adanya dana pinjaman yang digunakan bagi anggota
ataupun luar anggota. Dalam koperasi Huwaiza terdapat pembiayaan
44
KP2UH (Kelompok Persaudaraan Perempuan Usaha Huwaiza) dan
Lembaga.
b. Fungsi Ekonomi: SHU atau Sisa Hasil Usaha yang nilai itu didapat
dari perolehan hasil dari segala macam kegiatan koperasi tersebut.
c. Fungsi Politik: dengan kita berkoperasi kita dapat mengerti dengan
jelas fungsi dari masing-masing anggota. Ada yang berperan sebagai
pengurus, ataupun pengawas. Dapat dilihat dalam struktur organisasi
KSU Syariah Huwaiza.
d. Fungsi Etika: kita dapat mengerti dengan jelas etika apa yang harus
diterapkan. Normalnya dalam koperasi biasanya masih berkaitan
dengan norma. Norma yang ada adalah kekeluargaan, kejujuran,
tanggung jawab, dan kebersamaan.
5. Tujuan Lembaga
a. Memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat
pada umumnya, serta ikut membangun tatanan perekonomian nasional
, dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil, dan makmur.
b. Menjadi lembaga keuangan yang bebas dari Riba dan sesuai prinsip
Syariah.
c. Menjadi wadah keuangan untuk pereknomian kecil.
d. Untuk memajukan ekonomi umat islam
B. Legalitas dan Struktur Organisasi
1. Legalitas
a. Badan Hukum :75/BH/KUKM/1.2/IV/2005 tanggal
27 April 2015
b. Perubahan Anggaran Dasar :
518/94/BH/XIII.25/KPTS/KUKM/1.2/II/2008
c. NPWP : 02.597.694.5-412.000
d. SIUP : 00170/10-27/PK/II/2008
e. TDP : 10.27.2.65.00438
f. SITU :
503/154/KPTS/SITU/II/PERINDAG/2008
45
2. Struktur Organisasi :
a. Pengurus :
1) Ketua : Namah Purnama, AMD
2) Sekertaris : Komariah, S.Pd
3) Bendahara : Siti Badriah, S.E
b. Dewan Pengawas :
1) Syariah : Ust Anwar Nasihin, Lc.
2) Manajemen : Muhammad Shaleh, S.Pd
: Zikri Dwi Darmawan, SKM
c. Manajer : Hoirudin, S.Pd.I
d. Kepala Bag. Operasional : Nur Apriani, S.Pd
e. Teller/Kasir : Ayu Oktaviani
f. Customer Service : Tri Herlina
g. AO Marketing Funding : Idrus Firdaus
h. Pembiayaan : Martono
: Bibing A
C. Produk-Produk
1. Produk Simpanan
a. Simpanan Wadiah (Titipan) :
1) Simpanan Sukarela;
2) Simpanan Aqiqah/Qurban;
3) Simpanan Hari Raya/Idhul Fitri;
4) Simpanan Pendidikan;
5) Simpanan Walimah;
6) Simpanan KP2UH;
7) Simpanan Haji dan Umroh;
8) Simpanan Mudharabah /Deposito
b. Simpanan Berjangka/Deposito
Simpanan deposito mudharabah adalah simpanan berjangka yang lebih
menguntungkan dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Simpanan minimal Rp 1.000.000,00
46
2. Nisbah/bagi hasil disesuaikan dengan jangka waktu penyimpanan:
Jangka waktu 3 bulan:
75% (untuk KSU Syariah Huwaiza: 25% (untuk anggota/penyimpan)
Jangka waktu 6 bulan:
70% (untuk KSU Syariah Huwaiza): 30% (untuk
anggota/penyimpan)
Jangka waktu 1 tahun:
65% (untuk KSU Syariah Huwaiza): 35% (untuk
anggota/penyimpan)
Misal: Saudara Berry Susanto berakad untuk simpanan deposito
mudharabah dengan nilai Rp 1.000.000,00 selama 12 bulan. Kini ia
telah mendapatkan bagi hasil dengan kisaran Rp 6.629,00 tiap bulan.
c. Simpanan Investasi Syariah
Simpanan investasi syariah adalah simpanan berjangka yang lebih
menguntungkan. Hanya dengan menginvestasikan dana Rp
50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dengan jangka waktu minimal
12 bulan, Anda mendapatkan bagi hasil kisaran Rp 300.000,00 s.d Rp
500.000,00 tiap bulan.
2. Produk Pembiayaan
a. Pembiayaan Produktif
Pembiayaan Produktif adalah pembiayaan untuk modal usaha seperti:
Usaha dagang, Pertanian, Percetakan dan segala macam usaha yang
tidak melanggar syariah.
b. Pembiayaan Konsumtif
Pembiayaan Konsumtif adalah pembiayaan yang dipergunakan untuk
membeli barang-barang konsumsi seperti: Pembelian sepeda motor,
Pembelian komputer, laptop, Pembelian televisi, kulkas, mesin cuci
dan segala macam barang konsumsi yang tidak dilarang syariah.
c. Pembiayaan Akad Ijaroh/Sewa
Pembiayaan Akad Ijarah/Sewa seperti: Sewa Rumah, Sewa Ruko/toko
dan lain-lain.
47
d. Pembiayaan Akad Kebajikan/Qardhul Hasan
Pembiayaan Akad Kebajikan/Qardhul Hasan seperti: Biaya Rumah
Sakit dan lain-lain.
e. Pembiayaan KP2UH
Pembiayaan KP2UH (Kelompok Persaudaraan Perempuan Usaha
Huwaiza) adalah pembiayaan dengan sistem kelompok dan tanggung
renteng, khusus untuk kaum ibu/perempuan.1
TABEL ANGSURAN PEMBIAYAAN KSU SYARIAH HUWAIZA
Plafond 5 bulan 10 bulan 12 bulan 20 bulan 24 bulan 36 bulan Bonus
500.000 115.000 - - - - - 10.000
1.000.000 230.000 130.000 113.333 - - - 20.000
1.500.000 345.000 195.000 170.000 - - - 20.000
2.000.000 450.000 250.000 216.667 150.000 133.333 105.556 20.000
2.500.000 562.500 312.500 270.833 187.500 166.667 131.944 30.000
3.000.000 675.000 375.000 325.000 225.500 200.000 158.333 30.000
3.500.000 787.500 437.500 379.167 262.500 233.333 184.722 40.000
4.000.000 900.000 500.000 433.333 300.000 266.667 211.111 40.000
4.500.000 1.012.500 562.500 487.500 337.500 300.000 237.500 50.000
5.000.000 1.125.000 625.000 541.667 375.000 333.333 263.889 50.000
5.500.000 1.237.500 580.938 595.833 412.500 366.667 290.278 60.000
6.000.000 1.338.000 630.774 638.000 438.000 388.000 304.667 60.000
6.500.000 1.449.500 683.339 691.167 474.500 420.333 330.056 70.000
7.000.000 1.561.000 735.903 744.333 511.000 452.667 355.444 70.000
1 https://rikaauliaweb.wordpress.com/2017/10/04/koperasi-serba-usaha-syariah-huwaiza-
dekat-mudah-dan-berkah/ diakses pada hari Jum’at tgl 23 Nov 2018 pada pukul 14.25 WIB
48
7.500.000 1.672.500 788.468 797.500 547.500 485.000 380.833 80.000
8.000.000 1.784.000 841.032 850.667 584.000 517.333 406.222 80.000
8.500.000 1.895.500 893.597 903.833 620.500 549.667 431.611 90.000
9.000.000 2.007.000 946.161 957.000 657.000 582.000 457.000 90.000
9.500.000 2.118.500 998.726 1.010.167 693.500 614.333 482.389 100.000
10.000.000 2.190.000 1.190.000 1.023.333 690.000 606.667 467.778 100.000
11.000.000 2.409.000 1.309.000 1.125.667 759.000 667.333 514.556 120.000
12.000.000 2.628.000 1.428.000 1.228.000 828.000 728.000 561.333 140.000
13.000.000 2.847.000 1.547.000 1.330.333 897.000 788.667 608.111 160.000
14.000.000 3.066.000 1.666.000 1.432.667 966.000 849.333 654.889 180.000
15.000.000 3.285.000 1.785.000 1.535.000 1.035.000 910.000 701.667 200.000
16.000.000 3.504.000 1.904.000 1.637.333 1.104.000 970.667 748.444 220.000
17.000.000 3.723.000 2.023.000 1.739.667 1.173.000 1.031.333 795.222 240.000
18.000.000 3.942.000 2.142.000 1.842.000 1.242.000 1.092.000 842.000 260.000
19.000.000 4.161.000 2.261.000 1.944.333 1.311.000 1.152.667 888.778 280.000
20.000.000 4.380.000 2.380.000 2.046.667 1.380.000 1.213.333 935.556 300.000
Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa pada KSU Syariah Huwaiza
terdapat beberapa Angsuran dan pada setiap bulannya bebeda-beda angsuran
yang dibayar serta bonus yang didapatkan plafond yang ditawarkan oleh KSU
Syariah Huwaiza mulai dari terendah diangka 500.000 sampai yang tertinggi
diangka 20.000.000 dari setiap plafond berbeda angsurannya sesuai dengan
lamanya angsuran semakin lama angsuran semakin besar biaya yang
dikeluarkan.
49
D. Strategi dan Manajemen Pengembangan
1. Perproduk
a. Penguliran (lending)
Untuk tahun 2017 terjadi pelemahan disektor penguliran dana karena
beberapa aspek salah satunya kurs yang semakin tinggi dan
pereknomian yang semakin lemah. Karena dari itu KSU Syariah
Huwaiza membentuk KP2 yaitu Kelompok Persaudaraan Perempuan,
guna meningkat minat masyarakat untuk menjadi anggota pada KSU
Syariah Huwaiza dan dari KP2 itu di pilih yang terbaik untuk
mendapatkan Dana bergulir.
b. Funding
Produk penghimpunan pada KSU Syariah Huwaiza ada pada 2 Jenis
yaitu wadiah atau titipan dan mudharabah keduanya tersebut
dimanfaatkan semaksimal mungkin dan diberikan pemahaman kepada
anggota akan produk penghimpunan tersebut.
2. Asset
Asset yang dimiliki oleh KSU Syariah Huwaiza adalah sebesar 5,6 Miliar
3. NPF
Non Performing Financing atau kredit bermasalah dalam KSU Syariah
Huwaiza NPF masih di angka 2 digit tanpa menghitung jaminan. Kurang
dari satu bulan pada KSU Syariah termasuk kedalam kredit yang kurang
lancer.
4. Jumlah Karyawan
Jumlah karyawan yang terdapat pada KSU Syariah Huwaiza sebanyak 10
orang Karyawan.
5. Jumlah Kantor
Jumlah kantor yang ada pada KSU Syariah Huwaiza sebanyak 2 kantor.
Satu kantor pusat 1 lagi kantor khusus kas.
6. Jumlah Anggota
Jumlah Anggota yang terdapat pada KSU Syariah Huwaiza adalah
Anggota tetap ada 35 dan anggota biasa ada 2700 anggota.
50
E. Strategi Pengawasan, Pelaporan dan Pembinaan Anggota
1. Strategi Pengawasan
Strategi pengawasan pada KSU Huwaiza terdapat dua sistem
pengawasan pertama oleh dewan pengawas syariah dan kedua oleh
Pengawas Manajemen yang masing-masing memiliki fungsi dan tangung
jawab pengawasan yang berbeda-beda.
2. Pelaporan
Strategi peloporannya dari pihak KSU Syariah Huwaiza dengan
membuat Neraca laporan keuangan yang dilaporkan pada rapat anggota
tahunan (RAT) yang melibatkan anggota penuh dan sebagian anggota
biasa yang terpilih sesuai kreteria. Serta laporan terdapat pada web resmi
KSU Huwaiza.
3. Pembinaan anggota
KSU Syariah Huwaiza mempunyai program Kajian Ekonomi Islam
pertiga Bulan sekali untuk para anggota. Untuk lebih memberikan
pemahaman kepada anggota tentang perekonomian syariah. 2
2 Wawancara dengan Pengurus KSU HUWAIZA pada tanggal 14 Nov 2018 pukul 10.30 WIB
51
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Perspektif Maqashid Syariah dalam UU No. 8 Tahun 2016 Terhadap
Peluang Kerja Kaum Disabilitas
Dalam BAB II sebelumnya dijelaskan bahwa Allah SWT menganugrahkan
hidup kepada seluruh manusia tidak melihat ras, jenis kelamin, bangsa
maupun agama. Menurut Syeikh Syaukat Husain, Islam memerintahkan
umatnya untuk menghormati hidup seseorang, walaupun terhadap bayi yang
masih di dalam rahim ibunya. Islam tidak hanya memperhatikan kemuliaan
dan martabat manusia ketika ia masih hidup, martabatnya tetap dimuliakan,
sampai dengan wafatnya, dengan diurus jenazahnya, dimandikan, dikafankan,
disholatkan dan dimakamkan dengan baik dan penuh ketulusan.1
Menurut pandangan Islam sebagaimana uraian pada bab II menegaskan
bahwa semangat keberpihakan Islam terhadap penyandang disabilitas.
Implementasi keberpihakan Islam terhadap penyandang disabilitas dilakukan
dengan beberapa hal sebagai berikut:
1. Mengutamakan pemahaman bahwa Islam memandang penyandang
disabilitas setara dengan manusia lainnya.
2. Mendorong penyandang disabilitas untuk mensyukuri segala kondisi
dirinya sebagai berkah dari Allah swt.
3. Mendorong penyandang disabilitas untuk bersikap optimis, mandiri dan
mengoptimalkan segala potensinya untuk hidup dan berperan secara lebih
luas di tengah kehidupan masyarakat sebagaimana umumnya.
4. Mendorong penyandang disabilitas untuk memperjuangkan hak-hak
asasinya: baik hak di bidang pendidikan, sosial, hukum, politik, ekonomi,
maupun hak-hak lainnya.
1
Syeikh Syaukat Husain, Human Right in Islam, Terjemahan: Abdul Rochim C.N,
(Jakarta: Gema Insani Press, 1996), h.60.
52
5. Menentang segala sikap dan perlakuan diskriminatif terhadap penyandang
disabilitas baik yang dilakukan oleh individu, masyarakat maupun
lembaga.
6. Mendukung advokasi terhadap penyandang disabilitas oleh masyarakat,
pemerintah, organisasi-organisasi lainnya.
Maqāṣid syar’iyah memandang orang yang mempunyai kebutuhan khusus
(disabilitas) mempunyai hak yang sama dengan orang normal dalam
mendapatkan hak baik saat di dunia dan di akhirat. Dalam hal pemeliharaan
anak, Islam mengenal konsep haḍhanah atau perlindungan anak yang wajib
dilakukan bagi setiap kelurga. Anak adalah merupakan suatu amanat dari
Allah yang harus dijaga dalam seluruh kondisinya termasuk anak-anak
berkebutuhan khusus. Agama memberikan tuntunan atau cara beribadah bagi
kalangan difabel sebagaimana yang tertera di dalam kitab- kitab fikih baik
dalam urusan ubudiyyah, muamalah maupun yang lain. Maqasid Syari‟ah
adalah upaya untuk mewujudkan kemaslahatan dan menghindarkan keburukan
atau menarik manfaat dan menolak mudarat. Istilah yang sepadan dengan inti
maqasid syariah adalah maslahat, karena penetapan hukum senantiasa
didasarkan atas maslahat.2
Tinjauan hukum terhadap kaum disabilitas dapat dikaji dengan
menggunakan pendekatan atau teori maslahat yang di dalamnya mengandung
al-maslahatut ad-daruriyah; yang berarti tujuan yang akan dicapai adalah
kemaslahatan utama. Selanjutnya Yusuf Al-Qardhawi menjelaskan pula,
bahwa kemaslahatan yang ingin diwujudkan dan diraih oleh hukum Islam itu
bersifat universal, kemaslahatan sejati, bersifat duniawi dan ukhrawi, lahir,
batin, materialspiritual, maslahat individu, maslahat umum, maslahat hari ini
dan hari esok, semua terlindungi dan terlayani dengan baik, tanpa
membedakan golongan, status sosial, daerah asal, keturunan, orang lemah dan
kuat, penguasa atau rakyat. Kesamarataan dapat terwujud, jika lima unsur
pokok (al-kulliyat alkhams) dapat diwujudkan dan dipelihara. Kelima unsur
2 M. Khoirul Hadi FIKIH DISABILITAS: Studi Tentang Hukum Islam Berbasis Maṡlaḥaḥ
PALASTREN, Vol. 9, No. 1, Juni 2016 h. 4-5.
53
pokok itu menurut al-Syatibi meliputi: din (agama), nafs (jiwa), „aql (akal),
nasl (keturunan), dan mal (harta).3 Kemaslahatan yang akan diwujudkan itu
menurut Al-syatibi terbagi kepada tiga tingkat, yaitu kebutuhan Dharuriyat,
kebutuhan Hajiyat dan Kebutuhan Tahsiniyat.
a. Kebutuhan Dharuriyat
Kebutuhan dharuriyat merupakan tingkat kebutuhan yang harus ada
atau disebut dengan kebutuhan primer. Bila tingkat kebutuhan ini tidak
terpenuhi, akan terancam keselamatan umat manusia baik di dunia
maupun di akhirat kelak. Menurut al-Syatibi ada lima hal yang termasuk
dalam kategori ini, yaitu memelihara agama, memelihara jiwa,
memelihara akal, memelihara kehormatan dan keturunan, serta
memelihara harta. Untuk memelihara lima pokok inilah Syariat Islam
diturunkan. Setiap ayat hukum bila diteliti akan ditemukan alasan
pembentukannya yang tidak lain adalah untuk memelihara lima pokok
diatas.
Kebutuhan dharuriyat merupakan kemaslahatan yang berada sangat
dibutuhkan oleh kehidupan manusia, kehidupan manusia tidak memiliki
arti apapun apabila salah satu prinsip lima tersebut tidak ada. segala usaha
yang secara langsung menjamin atau menuju pada keberadaan lima
prinsip tersebut adalah baik. Dalam hal ini Allah memerintahkan untuk
melakukan usaha bagi pemenuhan pokok tersebut. Meninggalkan dan
menjauhi larangan Allah tersebut adalah baik. Dalam hal ini Allah
melarang murtad untuk memelihara agama, melarang membunuh untuk
memelihara jiwa, melarang minuman keras untuk memelihara akal,
melarang berzina untuk memelihara keturunan dan melarang mencuri
untuk memelihara harta. tinjaun hukum terhadap kaum disabilitas dari
aspek peluang hukum merupakan bagian dari kebutuhan Dharuriyat
karena jika tidak dipenuhi aspek ini atau cacat maka akan berdampak
kepada kelima unsur diatas. Maka dari itu perlu adanya peluang kerja
3 Siti Djazimah Analisis Maqaid Asy- Syari‟ah Terhadap Perlindungan Anak Difabel
Pada Yayasan Sayap Ibu Yogyakarta Jurnal Al-Ahwal, Vol. 8, No. 2, 2015 M/1437 H h.223
54
yang sama terhadap kaum disabilitas dan tidak ada tindakan driskiminasi
terhadapnya.
b. Kebutuhan Hajiyat
Kebutuhan hajiyat merupakan kebutuhan-kebutuhan sekunder, di
mana bilamana tidak terwujudkan tidak sampai mengancam
keselamatannya, namun akan mengalami kesulitan. Syariat Islam
menghilangkan segala kesulitan itu. Adanya hukum rukhshah
(keringanan) seperti dijelaskan Abd al-Wahhab Khallaf dalam kitab ushl
fiqh adalah sebagai contoh dari kepedulian Syariat Islam terhadap
kebutuhan ini.
Dalam lapangan ibadat, Islam mensyariatkan beberapa
hukum rukhshah (keringanan) bilamana kenyataannya mendapat kesulitan
dalam menjalankan perintah-perintah taklif. Misalnya, Islam
membolehkan tidak berpuasa bilamana dalam perjalanan dalam jarak
tertentu dengan syarat diganti pada hari yang lain dan demikian juga
halnya dengan orang yang sedang 4 sakit. Kebolehan mengqashar shalat
adalah dalam rangka memenuhi kebutuhan hajiyat ini.
Aspek hukum terhadap hak peluang kerja bagi kaum disabilitas
haruslah sama tidak ada interfrensi atau pun diskriminasi dari manapun
atau bahkan mereka dikucilkan sehinnga tidak adanya kemaslahatan untuk
mereka sehingga mereka tidak dapat mencukupi segala kebutuhannya baik
kebutuhan dharuriyat ataupun hajiyat. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
kebutuhan hajiyat bukan merupakan aspek dari peluang kerja karena
peluang kerja itu merupakan kebutuhan Dharuriyat bukan kebutuhan
Hajiyat.
c. Kebutuhan Tahsiniyat
Kebutuhan tahsiniyat merupakan tingkat kebutuhan yang apabila tidak
terpenuhi tidak mengancam eksistensi salah satu dari lima pokok di atas
dan tidak pula menimbulkan kesulitan. Tingkat kebutuhan ini berupa
kebutuhan pelengkap, seperti dikemukakan al-Syatibi, hal-hal yang
4 Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, h. 350
55
merupakan kepatutan menurut adat istiadat, menghindarkan hal-hal yang
tidak enak dipandang mata, dan berhias dengan keindahan yang sesuai
dengan tuntutan moral dan akhlak.
Dalam berbagai bidang kehidupan, seperti ibadat, mu‟amalat, dan
„uqubat, Allah telah mensyariatkan hal-hal yang berhubungan dengan
kebutuhan tahsiniyat. Dalam lapangan ibadat, kata Abd. Wahhab Khallaf,
umpamanya Islam mensyariatkan bersuci baik dari najis atau hadas, baik
pada badan maupun pada tempat dan lingkungan. Islam menganjurkan
berhias ketika hendak ke Masjid, menganjurkan memperbanyak ibadah
sunnah.5
Aspek peluang kerja bagi kaum disabilitas bukanlah merupakan aspek
penyempurna. karena berkerja itu adalah kebutuhan pokok untuk
melaksankan kelima unsur diatas. jika kaum disabilitas tidak berkeja maka
akan timbul masalah-masalah baru sehingga membuat dia merasa tidak
bermanfaat dan hal-hal negative sehinggan kelima unsur itu tidak
terpenuhi. sehingga peluang kerja buat disabilitas merupakan kebutuhan
pokok bukan tambahan atau penyempurna.
Penghormatan, Pelindungan, dan Pemenuhan hak Penyandang
Disabilitas merupakan kewajiban negara. Hal ini juga ditegaskan
dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia, sehingga masyarakat mempunyai tanggung jawab untuk
menghormati hak Penyandang Disabilitas. Penyandang Disabilitas selama
ini mengalami banyak Diskriminasi yang berakibat belum terpenuhinya
pelaksanaan hak Penyandang Disabilitas.
Selama ini, pengaturan mengenai Penyandang Disabilitas diatur dalam
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat, tetapi
pengaturan ini belum berperspektif hak asasi manusia. Materi muatan
dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat
lebih bersifat belas kasihan (charity based) dan Pemenuhan hak
Penyandang Disabilitas masih dinilai sebagai masalah sosial yang
5 Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, h. 351
56
kebijakan Pemenuhan haknya baru bersifat jaminan sosial, rehabilitasi
sosial, bantuan sosial, dan peningkatan kesejahteraan sosial. Penyandang
Disabilitas seharusnya mendapatkan kesempatan yang sama dalam upaya
mengembangkan dirinya melalui kemandirian sebagai manusia yang
bermartabat.
Dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 tentang
Pengesahan Convention on the Rights of Persons with
Disabilities (Konvensi Hak-hak Penyandang Disabilitas) tanggal 10
November 2011 menunjukkan komitmen dan kesungguhan Pemerintah
Indonesia untuk menghormati, melindungi, dan memenuhi hak
Penyandang Disabilitas yang pada akhirnya diharapkan dapat
meningkatkan kesejahteraan Penyandang Disabilitas. Dengan demikian,
Penyandang Disabilitas berhak untuk bebas dari penyiksaan atau
perlakuan yang kejam, tidak manusiawi, merendahkan martabat manusia,
bebas dari eksploitasi, kekerasan dan perlakuan semena-mena, serta
berhak untuk mendapatkan Penghormatan atas integritas mental dan
fisiknya berdasarkan kesamaan dengan orang lain, termasuk di dalamnya
hak untuk mendapatkan Pelindungan dan pelayanan sosial dalam rangka
kemandirian, serta dalam keadaan darurat.
Oleh karena itu, Pemerintah berkewajiban untuk merealisasikan hak
yang termuat dalam konvensi, melalui penyesuaian peraturan perundang-
undangan, termasuk menjamin Pemenuhan hak Penyandang Disabilitas
dalam segala aspek kehidupan seperti pendidikan, kesehatan, pekerjaan,
politik dan pemerintahan, kebudayaan dan kepariwisataan, serta
pemanfaatan teknologi, informasi, dan komunikasi.6
Negara Kesatuan Republik Indonesia menjamin kelangsungan hidup
setiap warga negara, termasuk para penyandang disabilitas yang
mempunyai kedudukan hukum dan memiliki hak asasi manusia yang sama
sebagai Warga Negara Indonesia dan sebagai bagian yang tidak
terpisahkan dari warga negara dan masyarakat Indonesia merupakan
6 Penjelasan tentang UU No. 8 Tahun 2016 tentang Disabilitas
57
amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, untuk hidup maju dan
berkembang secara adil dan bermartabat. bahwa sebagian besar
penyandang disabilitas di Indonesia hidup dalam kondisi rentan,
terbelakang, dan/atau miskin disebabkan masih adanya pembatasan,
hambatan, kesulitan, dan pengurangan atau penghilangan hak penyandang
disabilitas.
Demi mewujudkan kesamaan hak dan kesempatan bagi penyandang
disabilitas menuju kehidupan yang sejahtera, mandiri, dan tanpa
diskriminasi diperlukan peraturan perundangundangan yang dapat
menjamin pelaksanaannya; Bahwa Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997
tentang Penyandang Cacat, sudah tidak sesuai lagi dengan paradigma
kebutuhan penyandang disabilitas sehingga perlu diganti dengan undang-
undang yang baru maka dari itu muncul lah UU No. 8 tahun 2016 sebagai
wujud keseriusan pemeritah dalam mewujudkan keadilan pada hak-hak
untuk kaum disabilitas.
Pengertian penyandang disabilitas dalam UU No. 8 tahun 2016 adalah
setiap orang yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental,
dan/atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi
dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan kesulitan untuk
berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga negara lainnya
berdasarkan kesamaan hak. Ragam Penyandang Disabilitas meliputi: a.
Penyandang Disabilitas fisik; b. Penyandang Disabilitas intelektual c.
Penyandang Disabilitas mental; dan/atau d. Penyandang Disabilitas
sensorik.7
Penyandang Disabilitas memiliki hak: a. hidup; b. bebas dari stigma;
c. privasi; d. keadilan dan perlindungan hukum; e. pendidikan; f.
pekerjaan, kewirausahaan, dan koperasi; g. kesehatan; h. politik; i.
keagamaan; j. keolahragaan; k. kebudayaan dan pariwisata; l.
kesejahteraan sosial; m. Aksesibilitas; n. Pelayanan Publik; o.
Pelindungan dari bencana; p. habilitasi dan rehabilitasi; q. Konsesi; r.
7 Penjelasan tentang UU No. 8 Tahun 2016 tentang Disabilitas
58
pendataan; s. hidup secara mandiri dan dilibatkan dalam masyarakat; t.
berekspresi, berkomunikasi, dan memperoleh informasi; u. berpindah
tempat dan kewarganegaraan; dan v. bebas dari tindakan Diskriminasi,
penelantaran, penyiksaan, dan eksploitasi.
Pelaksanaan dan Pemenuhan hak Penyandang Disabilitas bertujuan:
1) mewujudkan Penghormatan, pemajuan, Pelindungan, dan Pemenuhan
hak asasi manusia serta kebebasan dasar Penyandang Disabilitas secara
penuh dan setara;
2) menjamin upaya Penghormatan, pemajuan, Pelindungan, dan
Pemenuhan hak sebagai martabat yang melekat pada diri Penyandang
Disabilitas;
3) mewujudkan taraf kehidupan Penyandang Disabilitas yang lebih
berkualitas, adil, sejahtera lahir dan batin, mandiri, serta bermartabat;
4) melindungi Penyandang Disabilitas dari penelantaran dan eksploitasi,
pelecehan dan segala tindakan diskriminatif, serta pelanggaran hak
asasi manusia; dan
5) memastikan pelaksanaan upaya Penghormatan, pemajuan,
Pelindungan, dan Pemenuhan hak Penyandang Disabilitas untuk
mengembangkan diri serta mendayagunakan seluruh kemampuan
sesuai bakat dan minat yang dimilikinya untuk menikmati, berperan
serta berkontribusi secara optimal, aman, leluasa, dan bermartabat
dalam segala aspek kehidupan berbangsa, bernegara, dan
bermasyarakat.
Kesamaan hak memperoleh pekerjaan bagi penyandang disabilitas ini
dipertegas dalam UU no 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas.
Undang Undang ini sebagai landasan operasional dalam mewujudkan
penyandang disabilitas yang sejahtera dan mandiri UU no 8 Tahun 2016
Tentang Penyandang Disabilitas dibandingkan dengan UU no 4 Tahun
1997 Tentang Penyandang Cacat, yang merupakan UU sebelumnya,
terdapat perbedaan mendasar terkait dengan bidang ketenagakerjaan.
Pengaturan bidang ketenagakerjaan dalam UU no 4 Tahun 1997 Tentang
59
Penyandang Cacat, adalah: (1). Didasarkan pada belas kasih (charity); (2).
Pemerintah dan swasta wajib mempekerjakan penyandang cacat minimal
1 % dari total pegaria; (3). Tidak ada insentif bagi perusahaan yang
mempekerjakan penyandang cacat.8
Sedang pengaturan bidang ketenagakerjaan dalam UU no 8 Tahun
2016 Tentang Penyandang Disabilitas, adalah: (1). Didasarkan pada hak
(human right); (2). Pemerintah, Pemerintah Daerah, BUMN, dan BUMD
wajib mempekerjakan penyandang disabilitas 2 % dari total pegawai; (3).
Swasta wajib mempekerjakan penyandang disabilitas 1 % dari total
pegawai; (4). Terdapat insentif bagi perusahaan yang mempekerjakan
penyandang disabilitas.
Dalam hal penyandang disabilitas ingin bekerja mandiri, UU no 8
Tahun 2016 mengatur bahwa: "Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib
memberikan jaminan, perlindungan dan pendampingan kepada
penyandang disabilitas untuk berwirausaha dan mendirikan badan usaha
sesuai dengan peraturan per undang undangan (pasal 56).
Untuk memenuhi amanat UU no 8 Tahun 2016 yang terkait dengan
bidang ketenagakerjaan, maka perlu disadari bersama bahwa penempatan
tenaga kerja penyandang disabilitas adalah menjadi hak penyandang
disabilitas, sekaligus menjadi kewajiban Pemerintah dan Pemerintah
Daerah, BUMN dan BUMD, serta Perusahaan Swasta. Sehingga, perlu
dilaksanakan sebaik-baiknya dengan tetap memperhatikan kesehatan dan
keselamatan kerja. penempatan tenaga kerja penyandang disabilitas dari
sisi permintaan tenaga kerja oleh perusahaan / institusi dapat dilakukan
melalui 5 langkah / tahapan:
1) Membulatkan niat/tekad untuk penempatan tenaga kerja disabilitas
(Pemangku kepentingan menyadari bahwa penyandang disabilitas
memiliki hak yang sama untuk bekerja);
2) Perencanaan Tenaga Kerja Perusahaan (menyusun permintaan tenaga
kerja termasuk bagi penyandang disabilitas);
8 Penjelasan tentang UU No. 8 Tahun 2016 tentang Disabilitas
60
3) Perekrutan (Melakukan pengumuman dan proses seleksi);
4) Pelatihan / Pemagangan (Melakukan pelatihan atau pemagangan di
perusahaan lain atau perusahaan yang bersangkutan;
5) Penempatan untuk bekerja layak (bekerja sesuai dengan minat, bakat
dan kemampuan tanpa diskriminasi)9
UU No. 8 Tahun 2016 terhadap peluang kerja kaum disabilitas Bagian
Ketujuh Hak Pekerjaan, Kewirausahaan, dan Koperasi dalam Pasal 11
menjelaskan Hak pekerjaan, kewirausahaan, dan koperasi untuk
Penyandang Disabilitas meliputi hak:
1) memperoleh pekerjaan yang diselenggarakan oleh Pemerintah,
Pemerintah Daerah, atau swasta tanpa Diskriminasi;
2) memperoleh upah yang sama dengan tenaga kerja yang bukan
Penyandang Disabilitas dalam jenis pekerjaan dan tanggung jawab
yang sama;
3) memperoleh Akomodasi yang Layak dalam pekerjaan;
4) tidak diberhentikan karena alasan disabilitas;
5) mendapatkan program kembali bekerja;
6) penempatan kerja yang adil, proporsional, dan bermartabat;
7) memperoleh kesempatan dalam mengembangkan jenjang karier serta
segala hak normatif yang melekat di dalamnya; dan
8) memajukan usaha, memiliki pekerjaan 10sendiri, wiraswasta,
pengembangan koperasi, dan memulai usaha sendiri.
Perlindungan kesempatan kerja bagi tenaga kerja penyandang cacat
diakui dalam UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU
Ketenagakerjaan) yaitu dalam penjelasan pasal 5 dan secara tegas dalam
pasal 28. Pasal 28 UU Ketenagakerjaan menyatakan:
“Pengusaha harus mempekerjakan sekurang-kurangnya 1 (satu) orang
penyandang cacat yang memenuhi persyaratan jabatan dan kualifikasi
pekerjaan pada perusahaannya untuk setiap 100 (seratus) orang pekerja
pada perusahaanya”
9 https://www.kompasiana.com/sumas/59ed5a2696bb0855170c8882/hak-bekerja-
penyandang-disabilitas diakses pada tgl 22 Desember 2018 pada pukul 14.23 WIB
10 UU No. 8 Tahun 2016 tentang Disabilitas
61
Hal tersebut sesuai dengan ketentuan pasal 14 jo. penjelasan pasal 14 UU
Penyandang Cacat.
Pasal 14 UU Penyandang Cacat:
“Perusahaan negara dan swasta memberikan kesempatan dan perlakuan
yang sama kepada penyandang cacat dengan mempekerjakan penyandang
cacat di perusahaannya sesuai dengan jenis dan derajat kecacatan,
pendidikan, dan kemampuannya, yang jumlahnya disesuaikan dengan
jumlah karyawan dan/atau kualifikasi perusahaan.”
Penjelasan pasal 14 UU Penyandang Cacat:
“Perusahaan harus mempekerjakan sekurang-kurangnya 1 (satu) orang
penyandang cacat yang memenuhi persyaratan dan kualifikasi pekerjaan
yang bersangkutan, untuk setiap 100 (seratus) orang karyawan.
Perusahaan yang menggunakan teknologi tinggi harus mempekerjakan
sekurang-kurangnya 1 (satu) orang penyandang cacat yang memenuhi
persyaratan dan kualifikasi pekerjaan yang bersangkutan walaupun
jumlah karyawannya kurang dari 100 (seratus) orang.”11
Dapat disimpulkan bahwa peluang kerja terhadap kaum disabilitas
harus disamaratakan dengan orang-orang normal tidak diskiriminasi untuk
mereka dalam pasal 11 telah dijelaskan bahwa disabilitas mempunyai hak
dalam hal pekerjaan baik pada bisnis usaha ataupun sampai koperasi
mereka punya peluang didalamnya. pemerintah disini sendiri sebenernya
sudah cukup baik dalam memberikan payung hukum terhadap kaum-kaum
disabilitas disini tinggal implementasi pemerintah terhadap peraturan
tersebut apakah dapat dijalankan sesuai atau hanya sekedar peraturan akan
tetapi penegakannya minim sehingga tetap saja kaum disabilitas tertindas
akan hak-hak mereka.
Dalam hukum Maqashid Syariah ataupun UU No 8 Tahun 2016
tentang penyandang disabilitas keduanya tentunya melindungi kaum-
kaum disabilitas dalam peluang kerja. mereka memberikan kesempatan
yang sama terhadap kaum disabilitas layaknya orang-orang normal pada
umumnya, tidak adanya diskiriminasi, pengucilan ataupun penolakan
untuk mereka jika nantinya mereka melamar pekerjaan atau membuka
11 UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan)
62
pekerjaan. mereka harus diberi kesempatan selama mereka memiliki skill
dan kemampuan dalam pekerajaan yang dibutuhkan maka kantor atau
instansi tersebut harus menerima mereka meskipun mereka memiliki
kekurangan.
B. Persiapan Peluang Kerja Kaum Disabilitas Pada KSU Syariah Huwaiza
Rendahnya akses memperoleh pekerjaan bagi penyandang disabilitas
menjadi permasalahan yang belum terselesaikan. Hambatan yang saat ini
terjadi sangat berpotensi mempengaruhi tingkat kesejahteraan bagi para
penyandang disabilitas. Pada dasarnya Pemenuhan hak bagi penyandang
disabilitas terkait jaminan akses pekerjaan telah diamanatkan dalam Pasal 53
UU No. 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. secara jelas disebutkan
setiap perusahaan wajib mengakomodasi penyandang disabilitas minimal 1
persen dari total tenaga kerja di sektor swasta dan 2 persen pada sektor
pemerintahan.
Terlepas dari peraturan Undang-Undang tersebut, terdapat beberapa faktor
yang mempengaruh rendahnya keterserapan kerja bagi penyandang disabilitas
khususnya pada sektor pekerjaan formal. Penulis menilai bahwa faktor
tersebut berasal dari internal maupun eksternal. Faktor internal terjadi ketika
penyandang disabilitas mengalami tekanan secara psikis dimana mereka
kehilangan kepercayaan diri ketika harus bersosialisasi di tempat umum.
Kemudian terjadinya traumatik masa lalu juga sebagi pemicu penyandang
disabilitas sulit mengembangkan potensi yang dimiliki. Sementara itu, dari sisi
faktor eksternal yaitu adanya stigma negatif pemilik perusahaan akan
kemampuan penyandang disabilitas. Faktor lain yang sering juga dijumpai
terkait persyaratan kerja yang masih memberatkan bagi kualifikasi
penyandang disabilitas. sebagai contoh, harus melampirkan surat keterangan
sehat jasmani dan rohani. Kondisi tersebut mencerminkan jika penyandang
disabilitas masih dianggap sebagai orang sakit dan tidak sehat.
UU No. 8 Tahun 2016 terhadap peluang kerja kaum disabilitas Bagian
Ketujuh Hak Pekerjaan, Kewirausahaan, dan Koperasi dalam Pasal 11
63
menjelaskan Hak pekerjaan, kewirausahaan, dan koperasi untuk Penyandang
Disabilitas dalam pasal tersebut sudah tertulis jelas bagaimana hak-hak kaum
disabilitas dalam mendapatkan peluang kerja, disini penulis akan lebih dalam
menjelaskan bagaimana peluang kerja kaum disabilitas pada koperasi dengan
studi kasus pada KSU Huwaiza. KSU Huwaiza sendiri berasal dari suatu
perkumpulan pengajian ibu-ibu yang terdiri dari 12 orang yang rutin
melaksanakan pengajian sepekan sekali dan dari situlah muncul KSU Huwaiza
hingga saat ini Koperasi tersebut terus berkembang dan melebarkan sayapnya.
Menjawab prihal Persiapan peluang kerja disabilitas pada KSU Huwaiza
mereka mengatakan bahwa kami siap jika nantinya ada orang-orang yang
memiliki kekurangan akan teteapi memiliki kelebihan dan dapat memberikan
kontribusi terhadap kami, meskipun fasilitas dikami belum sepenuhnya
mumpuni untuk kaum disabilitas kami terbuka terhadap disabilitas. KSU
Huwaiza sangat setuju orang-orang yang memiliki kekurangan tersebut
mendapatkan peluang kerja dan pekerjan layak seperti orang umumnya.
karena kami yakin orang yang seperti itupun pasti mempunyai kelebihan
dibalik kekurangan mereka. asalkan, ditempatkan pada tempatnya yang tepat.
Sejauh ini memang KSU Huwaiza sendiri tidak memiliki karyawan
disabilitas akan tetapi jika nantinya ada karyawan yang disabilitas yang
melamar ke kami, maka akan menerima mereka jika memang mereka
memiliki kemampuan yang kami butuhkan di KSU ini. seandainya disabilitas,
yang penting mereka itu bisa berkomunikasi dengan baik dan bisa mengakses
computer ataupun desain yang tidak berhubungan dengan kekurangan mereka.
KSU Huwaiza memberikan pandangan terhadap peran pemerintah bagi
peluang kerja kaum disabilitas, mereka mengatakan bahwa jika akses memang
sudah baik akan tetapi kalau masalah pendidikan masih kurang. karena,
sekolah luar biasa (SLB) itu sepengetahuan kami mahal. mungkin kalo orang
kaya yang anaknya berkebutuhan khusus bisalah bayar sekolahnya yang
mahal. tapi kan masalahnya yang berkebutuhan khusus itu juga ada orang
dibawah rata-rata dan mereka pasti juga ingin anak-anaknya sekolah seperti
hal layak umumnya masih kurang, karena hanya sebatas undang-undang
64
ketenagakerjaan untuk disabilitas tapi implementasinya di lapangannya sangat
minim.
Mereka memberikan solusi untuk tetap mempertahan akses kemudahan
untuk kaum disabilitas dan mungkin solusi untuk dunia pendidikan ya kalau
bisa pemerintah harus mengambil peran juga di sekolah SLB. karena rata-rata
SLB itu dikelola oleh swasta. kalau pemerintah yang kelola kan bisa kayak
sekolah negri umumnya. banyak dana bantuan dan murah juga biayanya. kalau
solusi untuk pekerjaan ya pemerintah jangan hanya sekedar menerbitkan
undang-undang saja tapi juga terus memfollow up undang-undang tersebut.
agar, semua perusahaan atau lembaga mengetahui juga maksud dan tujuan
undang-undang tersebut. serta kalau bisa pemerintahan bikin pelatihan juga
buat orang disabilitas yang berkeinginan berkarir di lembaga keuangan baik
syariah maupun konven agar tujuan mereka itu lebih terarah.
KSU Huwaiza tidak mengetahui tentang UU No 8 Tahun 2016 tentang
Ketenagakerjaan dan UU No. 8 Tahun 2016 disabilitas karena selama saya
berkiprah di dunia lembaga keuangan biasanya pemerintah hanya membuat
pelatihan untuk orang-orang normal tidak ada untuk orang yang berkebutuhan
khusus. kami belum mengetahui undang-undang tersebut. tapi sepengetahuan
yang kami lihat, ada juga lembaga keuangan yang memperkerjakan orang
disabilitas seperti Bank Mandiri. ya walaupun juga masih banyak lembaga
keuangan yang belum memperkerjakan orang disabilitas. Padahal dalam
undang-undang tersebut mewajibkan untuk lembaga koperasi memberikan hak
nya untuk kaum disabilitas baik dari segi peluang kerja ataupun dari segi
pelayanan dikoperasi.
Selanjutnya dapat disimpulkan bahwa KSU Huwaiza sendiri memang
tidak ada karyawan yang disabilitas di tempat mereka akan tetapi mereka
membuka peluang sebesar-sebesar untuk kaum disabilitas dapat berkeja
ditempat mereka asalkan mereka memiliki kemampuan yang dibutuhkan KSU
Huwaiza, serta KSU Huwaiza sendiri mendukung penuh terhadap segala
regulasi yang membela hak-hak kaum disabilitas dalam dunia kerja. Menurut
Penulis sendiri diperlukan upaya serius melalui Kementerian Sosial dan
65
Kementerian Ketenagakerjaan untuk meningkatkan kualitas penyandang
disabilitas, agar mampu berpartisipasi di sektor pekerjaan formal dan infromal.
Saat ini program dari Kementerian Sosial masih cenderung mengarah pada
pemberian bantuan dana. Padahal fasilitasi pelatihan kerja yang sesuai
kemampuan penyandang disabilitas justru sangat dibutuhkan karena mayoritas
penyandang disabilitas memiliki pendidikan yang masih rendah. Kemudian,
secara bersamaan Kementerian Tenaga Kerja juga perlu menggencarkan
sosialisasi serta pengawasan kepada perusahaan-perusahaan swasta maupun
pemerintah terkait pentingnya memberikan kemudahan akses kerja bagi
penyandang disabilitas. Hal ini perlu dilakukan sebagai upaya nyata
implementasi Pasal 53 UU No. 8 tahun 2016.
66
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Maqasid syar’iah memandang orang yang mempunyai kebutuhan khusus
(disabilitas) mempunyai hak yang sama dengan orang normal dalam
mendapatkan hak baik saat di dunia dan di akhirat. Dalam hal pemeliharaan
anak, Islam mengenal konsep haḍanah atau perlindungan anak yang wajib
dilakukan bagi setiap kelurga. Anak adalah merupakan suatu amanat dari
Allah yang harus dijaga dalam seluruh kondisinya termasuk anak-anak
berkebutuhan khusus. Agama memberikan tuntunan atau cara beribadah bagi
kalangan difabel sebagaimana yang tertera di dalam-kitab- kitab fikih baik
dalam urusan ubudiyyah, muamalah maupun yang lain. Tinjaun hukum
terhadap kaum disabilitas dari aspek peluang hukum merupakan bagian dari
kebutuhan Dharuriyat karena jika tidak dipenuhi aspek ini atau cacat maka
akan berdampak kepada kelima unsur diatas. Maka dari itu perlu adanya
peluang kerja yang sama terhadap kaum disabilitas dan tidak ada tindakan
driskiminasi terhadapnya.
Dalam UU No. 8 Tahun 2016 tentang Disabilitas peluang kerja terhadap
kaum disabilitas harus disamaratakan dengan orang-orang normal tidak
diskiriminasi untuk mereka dalam pasal 11 telah dijelaskan bahwa disabilitas
mempunyai hak dalam hal pekerjaan baik pada bisnis usaha ataupun sampai
koperasi mereka punya peluang didalamnya. pemerintah disini sendiri
sebenarnya sudah cukup baik dalam memberikan payung hukum terhadap
kaum-kaum disabilitas disini tinggal implementasi pemerintah terhadap
peraturan tersebut apakah dapat dijalankan sesuai atau hanya sekedar
peraturan akan tetapi penegakannya minim sehingga tetap saja kaum
disabilitas tertindas akan hak-hak mereka.
Dalam hukum Maqashid Syariah ataupun UU No 8 Tahun 2016 tentang
penyandang disabilitas keduanya tentunya melindungi kaum-kaum disabilitas
67
dalam peluang kerja. mereka memberikan kesempatan yang sama terhadap
kaum disabilitas layaknya orang-orang normal pada umumnya, tidak adanya
diskiriminasi, pengucilan ataupun penolakan untuk mereka jika nantinya
mereka melamar pekerjaan atau membuka pekerjaan. mereka harus diberi
kesempatan selama mereka memiliki skill dan kemampuan dalam pekerajaan
yang dibutuhkan maka kantor atau instansi tersebut harus menerima mereka
meskipun mereka memiliki kekurangan.
Kesiapan Peluang kerja Disabilitas pada KSU Huwaiza, sebenarnya
mereka siap dan terbuka hanya saja mereka mengatakan bahwa memang tidak
ada karyawan yang disabilitas di sini akan tetapi mereka membuka peluang
sebesar-sebesar untuk kaum disabilitas dapat berkeja ditempat mereka asalkan
mereka memiliki kemampuan yang dibutuhkan KSU Huwaiza, serta KSU
Huwaiza sendiri mendukung penuh terhadap segala regulasi yang membela
hak-hak kaum disabilitas dalam dunia kerja. Menurut Penulis sendiri
diperlukan upaya serius melalui Kementerian Sosial dan Kementerian
Ketenagakerjaan untuk meningkatkan kualitas penyandang disabilitas, agar
mampu berpartisipasi di sektor pekerjaan formal dan infromal. Saat ini
program dari Kementerian Sosial masih cenderung mengarah pada pemberian
bantuan dana. Padahal fasilitasi pelatihan kerja yang sesuai kemampuan
penyandang disabilitas justru sangat dibutuhkan karena mayoritas penyandang
disabilitas memiliki pendidikan yang masih rendah. Kemudian, secara
bersamaan Kementerian Tenaga Kerja juga perlu menggencarkan sosialisasi
serta pengawasan kepada perusahaan-perusahaan swasta maupun pemerintah
terkait pentingnya memberikan kemudahan akses kerja bagi penyandang
disabilitas. Hal ini perlu dilakukan sebagai upaya nyata implementasi Pasal 53
UU No. 8 tahun 2016.
B. SARAN
1. Bagi Pemerintah untuk lebih memperhatikan kaum disabiltas sehingga
tidak ada lagi diskriminasi kepada kaum disabilitas dan pemerintah harus
tegas terhadap regulasi yang berkaitan dengan peluang kerja disabilitas,
68
sehingga kaum disabilitas mendapat peluang besar dalam mendapatkan
pekerjaan.
2. Bagi Kementrian Sosial, Pendidikan dan Ketenagakerjaan untuk sepakat
dalam Surat Kepetusan Bersama untuk bersinergi dalam memperjuangkan
nasib Disabilitas
3. Bagi lembaga keuangan syariah terutama di sektor mikro dapat lebih
memeperhatikan kaum disabilitas baik dari segi lowongan pekerjaan atau
layanan keuangan sehingga kaum disabilitas mendapatkan hak-haknya
sesuai dengan regulasi dan hukum islam.
4. Bagi Pembaca, diharapkan adanya penelitian lanjutan yang lebih terperinci
berkenaan dengan Analisis Peluang Kerja Disabilitas Menurut UU No. 8
Tahun 2016 Tentang Penyandang Disabilitas Dan Maqashid Syariah
(Studi Pada Koperasi Serba Usaha Huwaiza Di Kota Depok Jawa Barat)
yang belum sempat penulis jelaskan seperti perlindungan disabilitas pada
sektor yang lain dari sudut pandang syariah ataupun perundang-undangan
DAFTAR PUSTAKA
Apeldoorn, L.J. Van, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: Pradnya Paramita, 1996
Aziz, Amin, Pedoman Pendirian BMT, Jakarta: Pinbuk Press, 2004
Azwar, Saifuddin, MetodePenelitian Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997
Darmodiharjo, Darji dan Shidarta. Pokok-Pokok Filsafat Hukum. Jakarta. PT
Gramedia Pustaka Utama. 1995
Djazuli, H.A. dan Yadi Janwari, Lembaga-Lembaga Perekonomian Umat.
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002
http://business-law.binus.ac.id/2017/03/31/sekilas-tentang-lembaga-keuangan-
mikro-syariah-di-indonesia/ diakses pada tanggal 20 Oktober 2018 Pukul
20.47 WIB.
https://rikaauliaweb.wordpress.com/2017/10/04/koperasi-serba-usaha-syariah-
huwaiza-dekat-mudah-dan-berkah/ diakses pada hari Jum’at tgl 23 Nov
2018 pada pukul 14.25 WIB
https://www.kompasiana.com/sumas/59ed5a2696bb0855170c8882/hak-bekerja-
penyandang-disabilitas diakses pada tgl 22 Desember 2018 pada pukul
14.23 WIB
Jaya Bakri, Asafri, Konsep Maqashid Syariah Menurut Al-Syatibi Jakarta; Raja
Grafindo Persada, 1996
Joachim Friedrich, Carl, Filsafat Hukum Perspektif Historis, Bandung: Nuansa
dan Nusamedia, 2004
Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa Edisi Ke empat, (Departemen
Pendidikan Nasional: Gramedia, Jakarta,2008
Kanjeng Baskara, I Gede Lembaga Keuangan Mikro Di Indonesia, Jurnal
Buletin Studi Ekonomi Vol 18 no 2 agustus 2013
Kelsen, Hans, General Theory of Law and State, diterjemahkan oleh Rasisul
Muttaqien, Bandung: Nusa Media, 2011
Kholis Reefani, Nur, Panduan Anak Berkebutuhan Khusus, Yogyakarta:
Imperium 2013
Khoirul Hadi, M, Fikih Disabilitas: Studi Tentang Hukum Islam Berbasis
Maṡlaḥaḥ Palastren, Vol. 9, No. 1, Juni 2016
Kuncoro, Mudrajad Ekonomika Pembangunan-Teori, Masalah, dan
Kebijakan, Yogyakarta: UPP STIM YKPN, 2006
Mohamad Faiz, Pan, Teori Keadilan John Rawls, dalam Jurnal Konstitusi, Vol. 6
No 1 April 2009
Suharsini Arikunto, Prosedur Penelitian; suatu Pendekatan Praktek, Jakarta:
Rineka Cipta, Cet. Ke-12, 2002
Shidiq, Sapiudin, Ushul Fiqh, Jakarta; Kencana, 2011
SM Ilmi, Makhalul, Teori dan Praktek Mikro Keuangan Syariah: Beberapa
permasalahan dan Alternatif solusi, Yogyakartal UII Press, 2002)
Syarifuddin, Amir Ushul Fiqh Jakarta: Rajawali Press, 2006
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 Tentang Penyandang Disabilitas.
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 Tentang Pengesahan Hak-Hak
Penyandang Disabilitas, (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2011 Nomor 107, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5251)
Wahab Khallaf, Abdul, Kaidah-kaidah Hukum Islam Abdul Wahab
Khallaf, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996
Wawancara dengan Pengurus KSU HUWAIZA pada tanggal 14 Nov 2018 pukul
10.30 WIB
Winasti, Milu, Motivasi Berwirausaha Pada Penyandang Disabilitas Fisik,
Fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dahlan, Vol 1. No.1. 2012