Download - NEW Makalah Sejarah Singkat Prokes
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Bekerja dengan tubuh dan lingkungan yang sehat, aman serta nyaman
merupakan hal yang diinginkan oleh semua pekerja. Lingkungan tempat kerja
merupakan hal yang sangat penting dalam mempengaruhi fisik, mental dan sosial
dalam kehidupan pekerja. Kesehatan suatu lingkungan tempat kerja dapat
memberikan pengaruh yang positif terhadap kesehatan pekerja, seperti
peningkatan moral pekerja, penurunan absensi dan peningkatan produktivitas.
Sebaliknya tempat kerja yang kurang sehat atau tidak sehat dapat meningkatkan
angka kesakitan dan kecelakaan, rendahnya kualitas kesehatan pekerja,
meningkatnya biaya kesehatan dan banyak lagi dampak negatif lainnya (Yusuf,
2008).
Kesehatan pekerja sangat mempengaruhi perkembangan ekonomi dan
pembangunan nasional. Semakin meningkatnya perkembangan industri dan
perubahan di bidang pembangunan secara umum di dunia, Indonesia juga
melakukan perubahan-perubahan. Program-program kesehatan, terutama yang
terkait dengan pekerja perlu selalu disosialisasikan secara terus menerus, hal ini
dikarena perubahan tingkah laku kadang hanya dapat terjadi dalam kurun waktu
yang relatif lama. Dari pengalaman bertahun-tahun pelaksanaan promosi atau
penyuluhan kesehatan masyarakat mengalami berbagai hambatan dalam rangka
mencapai tujuannya, yaitu mewujudkan perilaku hidup sehat bagi pekerja,
terutama bagi para pekerja di perkantoran (Depkes RI, 2008).
1.2 Rumusan Masalah
Dalam makalah ini penulis akan memaparkan beberapa rumusan masalah
sebagai berikut.
1) Menjelaskan tentang sejarah perkembangan promosi kesehatan.
2) Menjelaskan tentang konsep dasar promosi kesehatan.
3) Menjelaskan tentang strategi promosi kesehatan.
Page | 1
4) Menjelaskan tentang pendekatan promosi kesehatan.
5) Menjelaskan tentang etika dalam promosi kesehatan
6) Menjelaskan tentang alat bantu kesehatan.
7) Menjelaskan tentang pemasaran social dalam promosi kesehatan.
Page | 2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 SEJARAH PROMOSI KESEHATAN
2.1.1 Era Propaganda dan Pendidikan Kesehatan Rakyat
A. Masa Penjajahan
Mula-mula Belanda, untuk kepentingan mereka sendiri, membentuk
Jawatan Kesehatan Tentara (Militair Geneeskundige Dienst) pada tahun 1808. Itu
terjadi pada waktu pemerintahan Gubernur Jendral H.W. Daendels, yang terkenal
dengan pembuatan jalan dari Anyer sampai Banyuwangi, yang membawa banyak
korban jiwa penduduk. Pada waktu itu ada tiga RS Tentara yang besar, yaitu di
Batavia (Jakarta), Semarang dan Surabaya. Usaha kesehatan sipil mulai diadakan
pada tahun 1809, dan Peraturan Pemerintah tentang Jawatan Kesehatan Sipil
dikeluarkan pada tahun 1820. Pada tahun 1827 kedua jawatan digabungkan dan
baru pada tahun 1911 ada pemisahan nyata antara kedua jawatan tersebut. Pada
permulaannya, perhatian hanya ditujukan kepada kelompok masyarakat penjajah
(Belanda) sendiri, beserta para anggota tentaranya yang juga meliputi orang
pribumi. Sedangkan usaha untuk mempertinggi kesehatan rakyat secara
keseluruhan baru dinyatakan dengan tegas dengan dibentuknya Jawatan/Dinas
Kesehatan Rakyat pada tahun 1925. Sedangkan pelayanan kesehatan yang mula-
mula dilakukan adalah pengobatan dan perawatan (upaya kuratif), melalui RS
Tentara.
Pada waktu itu sebagian besar rakyat di pedesaan masih sangat dipengaruhi
oleh kebiasaan, kepercayaan akan tahayul, sedangkan pengobatan lebih percaya
pada dukun. Ibu-ibu pada waktu melahirkan bayinya juga lebih banyak ditolong
oleh dukun. Kondisi hygiene-santasi masih sangat buruk, dan berobat ke dokter
masih menimbulkan rasa takut. Banyak penyakit timbul karena pola hidup yang
tidak bersih dan tidak sehat. Pada waktu itu sering terjadi wabah malaria, kolera,
sampar, dan cacar. Di samping itu juga sering terjadi wabah busung lapar di
daerah-daerah tertentu. Sedangkan penyakit frambusia/patek/puru, kusta dan
Page | 3
tuberkulosis merupakan penyakit rakyat. Usaha preventif pertama yang dilakukan
adalah pemberian vaksin cacar yang hanya dilakukan dalam kelompok terbatas.
Usaha lainnya yang sebenarnya tertua usianya adalah pengasingan para penderita
kusta, tetapi itu lebih sebagai usaha pencegahan penularan semata-mata. Selain itu
juga ada kegiatan pengasingan para penderita sakit jiwa, yang hanya dilakukan
terhadap mereka yang berbahaya bagi masyarakat sekelilingnya. Dengan adanya
wabah kolera, pada tahun 1911 di Batavia dibentuk badan yang diberi nama
“Hygiene Commissie” yang kegiatannya berupa: memberikan vaksinasi,
menyediakan air minum dan menganjurkan memasak air untu diminum. Perintis
usaha ini adalah Dr. W. Th. De Vogel. Selanjutnya pada tahun 1920 diadakan
jabatan “propagandist” (juru penyiar berita) yang meletakkan usaha pendidikan
kesehatan kepada rakyat melalui penerbitan, penyebar luasan gambar dinding, dan
pemutaran film kesehatan. Usaha ini karena penghematan dihentikan pada tahun
1923.
“Medisch Hygienische Propaganda”
Pada tahun 1924 oleh pemerintah Belanda dibentuk Dinas Higiene.
Kegiatan pertamanya berupa pemberantasan cacing tambang di daerah Banten.
Bentuk usahanya dengan mendorong rakyat untuk membuat kakus/jamban
sederhana dan mempergunakannya. Lambat laun pemberantasan cacing tambang
tumbuh menjadi apa yang dinamakan “Medisch Hygienische Propaganda”.
Propaganda ini kemudian meluas pada penyakit perut lainnya, bahkan melangkah
pula dengan penyuluhan di sekolah-sekolah dan pengobatan kepada anak-anak
sekolah yang sakit. Timbulah gerakan, untuk mendirikan “brigade sekolah”
dimana-mana.
Baru pada tahun 1933 dapat dimulai organisasi higiene tersendiri, dalam
bentuk Percontohan Dinas Kesehatan Kabupaten di Purwokerto. Dinas ini terpisah
dari Dinas Kuratif tetapi dalam pelaksanaannya bekerjasama erat. Dalam
hubungan usaha higiene ini perlu disebutkan nama Dr.John Lee Hydrick dari
Rocckefeller Fundation (Amerika), yang memimpin pemberantasan cacing
tambang mulai tahun 1924 sampai 1939, dengan menitik beratkan pada
Pendidikan Kesehatan kepada masyarakat. Ia mengangkat kegiatan Pendidikan
Kesehatan Rakyat (Medisch Hygienische Propaganda) dengan mengadakan
Page | 4
penelitian operasional tentang lingkup penderita penyakit cacing tambang di
daerah Banyumas. Ia menyelenggarakan kegiatan Pendidikan Kesehatan tentang
Hygiene dan Sanitasi, dengan mencurahkan banyak informasi tentang penyakit-
penyakit yang berkaitan dengan kebersihan dan kesehatan lingkungan serta usaha
pencegahan dan peningkatan kesehatan (cacing tambang, malaria, tbc.). Ia
mengadakan pendekatan dalam upaya membangkitkan dan menggerakan
partisipasi masyarakat (pendekatan seperti ini nanti dikenal dengan nama
“pendekatan edukatif”). Yang menonjol pada waktu itu adalah penggunaan media
pendidikan (booklets, poster, film dsb) dan juga kunjungan rumah yang dilakukan
oleh petugas sanitasi yang terdidik.
Sebagai pelaksana kegiatan pendidikan kesehatan dalam bidang Hygiene
dan Sanitasi, seorang dokter pribumi bernama Dr. Soemedi, kemudian mendirikan
Sekolah Juru Hygiene di Purwokerto. Usaha ini kemudian dilanjutkan oleh Dr. R.
Mochtar yang kemudian menjabat sebagai Kepala Bagian Pendidikan Kesehatan
Rakyat. Perang dunia ke II mengakibatkan datangnya zaman baru. Arus
gelombang gerakan kesehatan rakyat di dunia telah juga meliputi Indonesia. Di
Indonesia filsafat kesehatan yang dianjurkan oleh W.H.O. itu diterima pula dan
dijadikan dasar dalam gerakan kesehatan rakyat di Indonesia. Riwayat Kesehatan
Rakyat memperlihatkan, bahwa pada permulaannya Usaha Kesehatan Rakyat itu
ditujukan kepada usaha menyehatkan lingkungan hidup dan pemberantasan
penyakit. Akan tetapi dalam bentuk Usaha Kesehatan Rakyat yang paling baru,
usaha-usaha itu dijalankan untuk rakyat dengan ikut sertanya rakyat.
Inisiatif rakyat tadi perlu dibangunkan dengan jalan pendidikan, agar rakyat dapat
mengerti dan suka sama-sama bekerja dengan pemerintah untuk keperluan mereka
sendiri. Bantuan rakyat itu harus berdasarkan atas inteligensi”.
(R.Mochtar, M.D.,M.P.H. –1954, tulisan sudah disesuaikan dengan ejaan baru)
B. Pendidikan Kesehatan Rakyat
Dalam tulisannya tersebut, Dr. R. Mochtar jelas memberikan gambaran
betapa penting arti Pendidikan Kesehatan Rakyat dalam upaya membangkitkan
dan menggerakkan partisipasi masyarakat dalam Kesehatan Rakyat, yang sejak
Page | 5
sebelum Hydrick, yaitu 1911, sudah mulai digalakkan oleh pemeritah Belanda.
Ada bebarapa pokok penting yang dapat diangkat dari tulisan Dr. R.Mochtar,
yaitu :
1. Pendidikan Kesehatan Rakjat (PKR) sudah dirasakan pentingnya sejak
permulaan abad ke XX, namun direalisasikan dalam bentuk kegiatan nyata
baru dalam tahun 1911, yang dikenal dengan nama Medisch Hygienische
Propaganda.
2. Pendidikan Kesehatan Rakyat (PKR) terkait pada program kesehatan,
yaitu Hygiene dan Sanitasi lingkungan (PKR bukan suatu program yang
berdiri sendiri)
3. Walaupun Pendidikan Kesehatan merupakan bagian dan kegiatan
terintegrasi dalam program-program kesehatan, namun hal ini perlu
ditangani secara “professional”. Untuk ini perlu organisasi/unit kerja
khusus yang menangani Pendidikan Kesehatan, dan diperlukan pula
tenaga terdidik atau terlatih. Dalam hal ini tenaga sanitasi, disiapkan untuk
mampu memberikan pendidikan tentang kesehatan dan sanitasi kepada
masyarakat desa, disertai alat/media pendidikan (Audio Visual Aid ).
Tenaga “Health Educators” ini bekerja dengan penuh keyakinan dan
dedikasi.
Memaknai apa yang diuraikan dalam kutipan tersebut di atas, ada contoh
menarik. PT Unilever dalam rangka mempromosikan produksinya berupa sabun
mandi dan pasta gigi, sering mengadakan bioskop keliling dengan layar tancap.
Pada zaman belum ada televisi, bioskop semacam ini sangat digemari oleh
masyarakat, terutama di pedesaan. Di sela-sela pertunjukan film dengan cerita
tertentu sering diselipkan pendidikan/penyuluhan kesehatan. Yaitu dengan selipan
slide film yang antara lain menunjukkan tokoh kartun yang memerankan petugas
laboratorium yang sedang meneropong secawan air mentah dengan mikroskop.
Melalui alat itu terlihat bahwa air mentah itu banyak mengandung kuman atau
bakteri dengan berbagai bentuk yang berkeliaran, berjingkrak-jingkrak dan
menari-nari di dalam air tersebut. Adegan berikutnya adalah air di cawan itu
Page | 6
langsung diminum oleh tokoh kartiun yang lain dengan akibat beberapa lama
kemudian merasakan sakit perut dan beberapa kali buang air besar. Lalu
dijelaskan oleh narrator dari slide film tersebut itulah akibatnya apabila kita
minum air tanpa dimasak lebih dahulu. Sang narrator menganjurkan agar air
sebelum diminum agar dimasak lebih dahulu. Kemudian ditunjukkan slide film
berikutnya bahwa melalui mikroskop terlihat bahwa kuman-kuman itu pada mati
dan tidak berkeliaran lagi dalam air yang sudah dimasak. Sang narrator
menjelaskan bahwa air yang sudah dimasak aman dari gangguan penyakit. Dari
silide film sederhana ini ternyata banyak penduduk pedesaan yang memasak air
sebelum diminum.
“Prevention is better than cure”
Usaha Kesehatan Rakyat yang semula lebih ditekankan pada usaha kuratif,
lambat laun berkembang pula kearah preventif. Sebagian dari usaha kuratif
diserahkan pada “inisiatif partikelir” (1917 – 1937) seperti Zending, Missie, Bala
Keselamatan (Leger des Heils), perusahaan perkebunan. (Dr.J.Leimena, 1952).
Dalam tahun 1937 sampai meletusnya Perang Dunia ke II, Pemerintah Pusat
menyerahkan usaha kuratif kepada daerah otonom, namun tetap diawasi dan
dikoordinir oleh Pemerintah Pusat.
Seiring dengan perkembangan dalam bidang kuratif, maka usaha preventif
juga berkembang. Usaha kuratif dan preventif mulai digalakkan dan
dikembangkan di perusahaan-perusahaan perkebunan Belanda yang memang
bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan para pekerja perkebunan, dan
dengan demikian meningkat pula daya kerja (arbeidscapaciteit) dan daya
produksinya (productie capaciteit). Agar masyarakat sadar dan berpartisipasi
dalam upaya pencegahan dan upaya peningkatan kualitas kesehatannya, maka
sudah pada tempatnya jika informasi terkini mengenai perkembangan dalam
bidang kesehatan dapat disalurkan ke masyarakat, seperti penyebab penyakit, cara
penangulangannya atau cara pencegahannya. Disinilah Pendidikan Kesehatan
dapat mewujudkan perannya dengan jelas.Apa yang telah dirintis oleh Hydrick
tersebut kemudian ternyata dilanjutkan oleh Pemeritah (Belanda). Perhatian
Pemerintah Belanda terhadap usaha preventif dilaksanakan melalui berbagai
Page | 7
kegiatan, tindakan dan peraturan (perundang-undangan). Motto yang berbunyi
“Prevention is better than cure” diwujudkan dalam berbagai kegiatan :
1. vaksinasi cacar, typus, cholera, desentri, pes
2. pendaftaran kelahiran, kematian
3. pelaporan tentang penyakit menular, sakit jiwa
4. pengawasan : air minum, pabrik, tempat pembuatan makanan dan minuman,
saluran limbah ait/riolering, pembuangan sampah, perumahan.
5. Termasuk upaya pendidikan kepada rakyat tentang peraturan dalam
pemeliharaan kesehatan diri dan lingkungan.
2.1.2 Masa Pendudukan Jepang dan Awal Kemerdekaan
Dengan pecahnya Perang Dunia ke II dan pendudukan Jepang (1942 –1945)
maka semua sistem pemerintahan praktis mengalami disorganisasi, karena semua
usaha ditujukan untuk kepentingan perang (Pemerintahan dan orang-orang
Jepang). Pendidikan, ekonomi, kehidupan sosial, kesehatan amat sangat terpuruk.
Sumber daya alam dan sumber daya manusia, semua dikerahkan untuk
kepentingan Jepang. Dimana-mana hanya terlihat kemiskinan, penderitaan,
kelaparan, dan penyakit. Hidup masyarakat sangat tertekan. Situasi ini
berlangsung sampai tahun 1945, saat berakhirnya Perang Dunia ke II. Pada tahun
1945 Jepang menyerah dan Indonesia memproklamasikan kemerdekaan serta
memperjuangkannya dengan melawan tentara sekutu (Amerika dan Inggris) dan
Belanda yang ingin memperoleh kembali supremasi penjajahannya di Indonesia.
Disorganisasi Usaha Kesehatan Masyarakat yang sejak zaman pendudukan
Jepang sudah kacau, berlangsung terus dalam periode revolusi fisik (1945 –
1949). Banyak fasilitas Kesehatan tidak dapat dipergunakan karena rusak, bahkan
para petugas kesehatan pun banyak yang meninggalkan posnya, bergabung dalam
barisan gerilyawan melawan Belanda, Amerika dan Inggris. Dalam kaitan itu
perlu dicatat bahwa banyak tenaga dokter dan tenaga kesehatan lainnya yang
menjadi pejuang dan di antaranya ada yang gugur di medan perang, atau menjadi Page | 8
korban perang. Dalam periode revolusi fisik itu (Agustus 1945 – Desember 1949),
masih ada dua sistem pemeritahan, yaitu Belanda yang berpusat di Jakarta, dan
Republik Indonesia yang berpusat di Yogyakarta. Dengan demikian maka selama
8 tahun (1942 – 1949), Baru setelah penyerahan Kedaulatan (27 Desember 1949),
Pemerintah memberikan perhatian pada kesehatan rekyat. Pemerintah (RI) juga
memberikan perhatiannya pada kesehatan masyarakat di desa. Pada waktu itu
dikembangkan Usaha Pembangunan Masyarakat Desa yang antara lain melakukan
pendidikan kesehatan kepada masyarakat. Pada waktu itu ada yang disebut
Gerakan Kebersihan, Pekan Kerja Bakti, dll. Diadakan pula Usaha Kesehatan di
sekolah-sekolah, yang berkaitan dengan kebersihan diri dan lingkungan,
perbaikan gizi, dll. Bahkan di masa masih bergolak (1948) sudah didirikan
sekolah untuk penyuluh kesehatan di Magelang dan dibuat dua daerah
percontohan, yaitu di Magelang dan Yogyakarta.
“Empat Sehat Lima Sempurna dan “Bandung Plan”
Pada sekitar tahun 1950 an itu masalah gizi cukup menonjol. Golongan gizi
minimal oleh Prof. Dr. Poerwo Soedarmo disebut golongan “tidak sakit dan tidak
sehat”. Sementara itu “kwashiorkhor” dan “xerophthalmia” sebagai masalah gizi
pda golongan anak para sekolah mendapat banyak perhatian. Selain penyelidikan
secara mendalam, usaha perbaikan dilakukan melalui penyuluhan gizi dan
penggalian sumber makanan bernilai gizi. Penerangan kepada masyarakat
dilaksanakan melalui kursus yang diselenggarakan oleh berbagai organisasi,
maupun melalui pers dan radio. Pada waktu itu diperkenalkan semboyan atau
pesan : “Empat Sehat Lima Sempurna”, sesuai dengan pola makanan Indonesia.
Pesan tersebut berhasil disebar luaskan dan menjadi populer. Pesan tersebut juga
banyak terpampang di dinding-dinding sekolah. Pengertian semboyan tersebut
ternyata berhasil dihayati masyarakat. Pesan itu sangat efektif dan mudah dihafal,
bahkan masih relevan sampai sekarang.
Selanjutnya pada sekitar tahun 1951, oleh Dr. J. Leimena dan Dr. Patah
diperkenalkan “Konsep Bandung” atau “Bandung Plan”, yang menggambarkan
perpaduan antara upaya kuratif dan preventif. Konsep tersebut sebenarnya tidak
lain dari konsep Communiyty health, yang merupakan dasar bagi pengembangan
Page | 9
Puskesmas, yang kemudian menjadi pembuka program kesehatan masyarakat desa
dan upaya pendidikan kesehatan masyarakat secara luas. Dengan demikian
masyarakat pedesaan akan mempunyai akses lebih dekat ke Pelayanan Kesehatan.
Hal ini dianggap penting, karena sebagian besar masyarakat Indonesia ada di
pedesaan, dan di masa lalu masyarakat desa kurang mendapat perhatian dalam
pelayanan kesehatan. Program pembangunan kesehatan untuk periode 10 tahun
(1950-1960) telah digariskan dalam konperensi Kementerian Kesehatan tahun
1952 di Jakarta. Isi program mencakup kebijaksanaan umum dan khusus. Usaha
kuratif dan preventif yang ditempuh sesuai dengan rumusan WHO mengenai
kesehatan, yaitu: “a state of complete physical, mental and social well being, and
not merely the absence of disease or infirmity”. Tujuan pemerintah adalah
memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat Indonesia untuk
meningkatkan derajat kesehatan bangsa Indonesia agar memiliki kemampuan
kerja semaksimal mungkin.
A. Kesehatan Masyarakat Desa (KMD)
Pada sekitar tahun 1956, dibentuk Unit Kesehatan Masyarakat Desa dan
Pendidikan Kesehatan Rakyat (KMD/PKR). Prof. Dr. dr. Sulianti Sarosa (alm),
yang biasa disebut dengan ”dr Sul” ditetapkan sebagai pimpinan unit tersebut.
Menurut beliau, titik berat usaha kesehatan masyarakat adalah pada usaha
preventif. Namun istilah preventif ini masih kurang dipahami secara tepat oleh
masyarakat, bahkan seringkali dikira bahwa usaha preventif hanya meliputi
penerangan-penerangan kesehatan atau usaha imunisasi saja. Yang diharapkan
dan dianggap penting oleh masyarakat adalah ’pengobatan’ atau usaha kuratif.
Sebenarnya yang dimaksud dengan usaha preventif adalah bahwa upaya kesehatan
yang dijalankan tidak semata-mata untuk penyembuhan yang sakit, tetapi lebih
pada upaya untuk mencegah timbulnya penyakit serta mempertinggi derajat
kesehatan masyarakat (promotif). Hal ini berarti bahwa usaha-usaha pengobatan
ringan perlu dilakukan agar penyakit tidak bertambah parah, juga termasuk
pengobatan dalam rangka memberantas penyakit menular yang dilakukan secara
sistematis. Mengenai upaya kesehatan yang harus dijalankan untuk mencapai
tujuan tersebut diatas dr. Sul mengingatkan kembali skema yang menggambarkan
riwayat penyakit dan tindakan yang dapat diambil sesuai dengan tahap-tahap Page | 10
perkembangan penyakit, yang disusun oleh Prof Leavell dari Harvard University
dibawah ini.
Berdasarkan riwayat penyakit tersebut, maka usaha-usaha kesehatan
preventif yang dapat dilakukan adalah :
1. Pendidikan Kesehatan kepada Masyarakat (Health Education)
2. Perbaikan Makanan Rakyat
3. Perbaikan Hygiene lingkungan hidup
4. Kesejahteraan Ibu dan Anak
5. Dinas Kesehatan Sekolah
6. Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (Public Health Nursing)
7. Usaha Pengobatan
8. Pemberantasan Penyakit endemis dan epidemis
9. S t a t i s t i k
10. Laboratorium Kesehatan
B. Pendidikan Kesehatan Rakyat (PKR) Model Lemah Abang
Berhubung pada waktu itu (dan juga sampai sekarang) sebagian besar
penduduk hidup di pedesaan, maka usaha-usaha kesehatan terutama ditujukan
kepada masyarakat desa, selain karena disebabkan usaha kesehatan belum merata
sampai ke pelosok-pelosok. Konsep yang dianut oleh seluruh dunia ialah bahwa
sebaiknya usaha-usaha kesehatan itu dijalankan secara terintegrasi dan koordinasi
serta perlu mengikut sertakan masyarakat secara aktif pada penyelenggaraan
usaha-usaha kesehatan tersebut. Percontohan Usaha Kesehatan Masyarakat Desa
(KMD) dimulai dari Kabupaten Bekasi pada 1956. Di sini diadakan kursus-
kusrsus atau latihan mengenai usaha KMD untuk segala jenis tenaga kesehatan
dari seluruh Indonesia. Disamping KMD di Bekasi, di setiap propinsi juga
diadakan daerah percontohan KMD untuk dijadikan tempat pelatihan bagi tenaga Page | 11
kesehatan setempat. Daerah-daerah percontohan lain adalah di : Bojongloa
(Bandung), Sleman (Magelang), Godean (Yogjakarta), Mojosari (Surabaya),
Metro (Lampung), Kasemen (Denpasar), Kotaraja (Banda Aceh), Indrapura
(Medan), dan Barabai (Banjarmasin). Pada waktu itu tenaga-tenaga yang akan
diterjunkan ke masyarakat dilatih dahulu secara intensif dalam suatu pelatihan
atau kursus yang diberi nama Pendidikan Kesehatan pada Rakyat (PKR).
Khusus Daerah Percontohan KMD/PKR Kecamatan Lemah Abang,
Bekasi, dipersiapkan sebagai Daerah pelatihan bagi tenaga kesehatan dalam
bidang Rural Health and Health Education. Tujuan diadakannya Daerah
Percontohan KMD/PKR Lemah Abang adalah : “Menjadikan Daerah itu sebagai
contoh sistem kerja dan pengelolaan program Kesehatan Masyarakat Desa, oleh
suatu Tim Kesehatan Desa (Rural Health), dan juga sebagai daerah pelatihan
lapangan (field training) tenaga-tenaga kesehatan (medis, para medis)”.
Tim KMD/PKR Lemah Abang terdiri dari petugas kesehatan yang bertugas
sebagai full timer dan merupakan “administrative staff” dalam bidang-bidang :
1. Kuratif – dokter selaku pimpinan Tim, pimpinan proyek
2. Beberapa Penilik Kesehatan yang bertugas dalam : Public Health
Administration dan Statistik, Hygiene dan Sanitasi Lingkungan
3. Gizi (Nutrition)
4. Public Health Nursing
5. Pendidikan Kesehatan (Health Education).
Dapat dikemukakan bahwa Staf KMD/PKR secara keseluruhan, sebelum
ditugaskan dalam pos masing-masing, baik di Dep.Kes. sebagai staf Bagian
KMD/PKR, maupun di Lemah Abang, sebagai Team Staff lapangan, semua
mendapat pendidikan dan pelatihan khusus di Luar Negeri dalam disiplin profesi
masing-masing dalam konteks Kesehatan Masyarakat. Sekembali masing-masing
ke tanahair, masih ada tahap pembinaan intensif dari Kepala Bagian KMD/PKR
yaitu oleh Ibu Dr. J. Soelianti Saroso, mengenai program Rural Health, serta
tentang cara dan mekanisme kerja dalam Tim. Staff Meeting dilakukan secara
Page | 12
teratur (hampir setiap hari) di Bag. KMD/PKR, Dep.Kes., dengan penugasan-
penugasan khusus, sebelum ke Lemah Abang. Dalam kesempatan pertemuan
seperti ini laporan lisan tentang pelaksanaan tugas dan masalah-masalah juga
dibicarakan bersama. Cara ini menimbulkan rasa kebersanaan, rasa tanggung-
jawab bersama, rasa persaudaraan, lebih-lebih bagi mereka yang memang harus
tinggal di Lemah Abang. Pembentukan dan pengembangan Daerah Percontohan
Lemah Abang mendapat bantuan tehnis dari badan Internasional, dengan
penempatan Team Konsultan (full tmer) di lokasi untuk bidang-bidang : kuratif
(dokter), Environment Sanitation, Public Health Nursing (semuanya dari US-AID)
dan Health Education (dari WHO). Team consultant ini masing-masing
didampingi oleh local national technical counterpart, sebagai Tim KMD/PKR.
Untuk Public Health Administration & Statistics tidak ada consultant tehnisnya.
H.E. Consultant, Mr. Calhoun dalam masa penugasannya pernah
mengadakan penulusuran jejak karya Hydrick di wilayah Banyumas yang
didampingi Sdr. TarzanPanggabean Bsc, Penilik Kesehatan yang bertugas
dibidang Health Education di lapangan. Keberadaan dan bantuan tehnis dari para
konsultan Luar Negeri membantu upaya meningkatkan mutu kinerja local national
staff. Transfer of knowledge and technology tentang cara kerja dalam Team,
penggunaan alat-alat bantu dalam melaksanakan Pendidikan Kesehatan kepada
masyarakat, cara-cara pendekatan masyarakat.
Peranan Health Education Staff
Sebagaimana halnya tujuan Pendidikan pada umumnya, yaitu menjadikan orang
itu dewasa, memiliki tanggung-jawab untuk diri sendiri dan lingkungan sosialnya,
serta mampu mengambil keputusan yang bijaksana, maka Health Education
sebagai proses yang terarah, menjadikan orang itu “dewasa”, mampu
meningkatkan taraf kesehatan diri sendiri, keluarga dan lingkungannya atas
kesadaran diri tentang pentingnya kesehatan dan melaksanakan pola hidup sehat
atas upaya dan kekuatannya sendiri. Health Education “mengolah” pola pikir
orang, agar ia dapat berpikir rasional, objektif , mampu secara sadar mewujudkan
pengetahuan tentang kesehatan kedalam kehidupan sehari-hari, bahkan dapat
mentransfer pengetahuannya juga kepada orang lain. Para pertugas kesehatan di
Page | 13
lapangan dibina sedemikian rupa, agar mampu mengembangkan “critical mind”-
nya.
Dapat dikemukakan bahwa sasaran Health Education bukan hanya
masyarakat saja, tetapi juga para petugas kesehatan. Tujuan tentu berbeda. Bagi
masyarakat, diharapkan agar mereka sadar akan pentingnya kesehatan bagi diri
sendiri, keluarga dan masyarakat lingkungannya, dan bagi Petugas kesehatan, agar
mereka juga dapat menjadi panutan dalam cara hidup sehat, serta mampu
menggunakan tehnologi Health Education dalam melaksanakan tugasnya, yang
dilaksanakan sedemikian rupa, hingga masyarakat yang menjadi sasarannya
menjadikan cara hidup bersih dan sehat sebagai pola hidupnya sehari-hari.
Pengalaman di Lemah Abang memberikan pelajaran bahwa perubahan
sikap perilaku kesehatan yang diharapkan meskipun hanya dalam lingkup seluas
Keacamatan saja, ternyata memerlukan tindakan-tindakan di tingkat adminsitratif
dan sosial yang lebih tinggi. Untuk itu diperlukan tenaga khusus untuk
menanganinya secara professional. Pengalaman dan pengamatan menunjukkan
bahwa sebagai “health educator” dalam Tim, ia dapat menjadi “Mediator” dalam
menghadapi situasi konflik yang terjadi dalam Tim serta dapat membangun
“networking” antar berbagai program/unit kerja. Singkatnya ia dapat berperan
sebagai ”catalyst” dalam upaya mengadakan perubahan, yang memadukan
pendidikan kesehatan dengan program serta dengan melibatkan peran aktif
masyarakat.
2.1.3 Era Pendidikan Dan Penyuluhan Kesehatan Kurun Waktu 1960-1980)
A. Istilah Pendidikan Kesehatan dan UU Kesehatan 1960
Dr. J. Leimena, selaku Menteri Kesehatan menyampaikan kepada Presiden
Sukarno, Presiden I RI, pada tahun 1955 (dalam buku Kesehatan Rakyat di
Indonesia, Pandangan dan Planning), bahwa merajalelanya berbagai penyakit di
Indonesia pada saat itu adalah karena kurang baiknya keadaan hygiene lingkungan
di Indonesia. Hal ini disebabkan antara lain karena kurangnya pengertian
masyarakat tentang hygiene perseorangan dan hygiene umum. Dalam kaitan itu
Page | 14
beliau juga menyatakan bahwa pada umumnya semua usaha di lapangan
kesehatan masyarakat tidak akan berhasil jika masyarakat tidak diberikan
pendidikan dan penerangan yang sebaik-baiknya tentang masalah itu. ”The public
health administration can achieve no solid, durable and effective result unless the
public is given Health Education”. Mengenai pentingnya pendidikan kesehatan ini
juga dapat dilihat pada Undang-undang No. 9 Ytahun 1960 tentang Pokok-pokok
Kesehatan.
Paling tidak ada dua hal penting dalam Undang-undang tersebut yang perlu
dikemukakan dan dijadikan landasan dalam penyelenggaraan Pendidikan
Kesehatan Masyarakat yaitu :
1. Pasal 1, yang menyatakan bahwa Tiap-tiap warganegara berhak memperoleh
derajat kesehatan setinggi-tingginya dan perlu diikut sertakan dalam usaha-
usaha Kesehatan Pemerintah.
2. Pasal 4, yang menetapkan Tugas Pemerintah untuk memelihara dan
mempertinggi derajat kesehatan rakyat dengan menyelenggarakan dan
menggiatkan usaha-usaha dalam lapangan......... butir c. Penerangan dan
Pendidikan Kesehatan Rakyat......dst
Dengan demikian pada saat itu, istilah Pendidikan Kesehatan telah
dipergunakan secara resmi. Tentang apa yang disebut dengan Pendidikan
Kesehatan (Health Education) banyak ahli memberikan definisi (seperti: Dorothy
Neswander, Guy Steuart, Paul Mico, Helen Ross, Iwan Sutjahja, dll). Dari
berbagai definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa pendidikan kesehatan
merupakan upaya yang ditekankan pada terjadinya perubahan perilaku, baik pada
individu maupun masyarakat. Bahkan dalam salah satu jargonnya, yang bermula
dari Ruskin sebagaimana dikutip di awal bab ini, ditegaskan bahwa fokus Health
Education adalah pada perubahan perilaku itu, bukan hanya pada peningkatan
pengetahuan saja. Oleh karena itu area Pendidikan Kesehatan adalah pada
Knowledge (Pengetahuan), Attitude (Sikap) dan Practice (Perilaku).
Mengenai metode yang dipergunakan dalam pendidikan kesehatan dapat
bervariasi, sesuai dengan keadaan, masalah dan potensi setempat. Namun metode
tersebut harus dikembangkan dari oleh untuk dan bersama masyarakat.
Page | 15
B. Pendidikan Health Education Specialist
Pada sekitar tahun 1967-1968, semakin disadari bahwa masalah kesehatan
tidak dapat diatasi melalui disiplin ilmu kedokteran saja, tetapi juga perlu
menggunakan ilmu sosial. Itu disebabkan karena masalah kesehatan banyak
terkait dengan masalah sosial, khususnya perilaku masyarakat. Untuk itu
dipikirkan tentang perlunya tenaga khusus pendidikan kesehatan masyarakat
tingkat sepesialis, yang memahami persoalan sosial kemasyarakatan. Hal itu telah
dibawa dan dibahas di dalam Rakerkesnas 1968, dan disepakati perlunya
pengembangan tenaga spesialis bidang pendidikan kesehatan masyarakat.
Maka diadakanlah proyek khusus Pengadaan Tenaga Health Education
Specialist ini. Kegiatan ini mendapat bantuan dana dan konsultan dari WHO dan
USAID, dan proyeknya bernama: Health Education Manpower Development
Project. Konseptor dari proyek ini adalah Dr. Wiryawan Djojosoegito, Kepala
Biro Pendidikan waktu itu dengan dibantu khususnya Drs. Koento Hidayat dan
Dra.Koesnaniyah Wiryomihardjo. Selaku Pimpinan proyek ditetapkan: Dr.
Soeharto Wiryowidagdo. Tujuan proyek adalah pengadaan sekitar 60 orang HES
(Health Education Specialist) dan memperkuat Fakultas Kesehatan Masyarakat
khususnya di Universitas Indonesia, yang nantinya diharapkan mampu
menyelenggarakan pendidikan tenaga HES tersebut di dalam negeri.
C. Dari Pendidikan ke Penyuluhan
Pada tahun 1975, Struktur Bagian PKM berubah, dari eselon III menjadi
eselon II, tetapi tidak sebagai Biro, melainkan sebagai salah satu direktorat pada
Direktorat Jenderal Pembinaan Kesehatan Masyarakat (Ditjen Binkesmas). Pada
waktu itu ada kebijakan Pemerintah dalam penggunaan nomenklatur (istilah/nama
institusi), yaitu bahwa istilah Pendidikan hanya boleh dipergunakan di lingkungan
Departemen Pendidikan Nasional. Sedangkan di luar Depdiknas, nomenklatur
Pendidikan Kesehatan yang dipergunakan adalah Penyuluhan Kesehatan. Dengan
demikian maka Direktorat baru yang menangani masalah Pendidikan Kesehatan
diberi nama Direktorat Penyuluhan Kesehatan Masyarakat, dengan Kepala
Direktoratnya adalah dr Pudjiastuti Pranjoto, MPH (alm). Sedangkan pengertian
Page | 16
atau konsep Penyuluhan Kesehatan Masyarakat sebenarnya tidak berbeda dengan
Pendidikan Kesehatan. Dalam hal ini, Penyuluhan Kesehatan Masyarakat diberi
pengertian sebagai ”suatu proses perubahan, pertumbuhan dan perkembangan diri
manusia menuju kepada keselarasan dan keseimbangan jasmani, rohani dan sosial
dari manusia tersebut terhadap lingkungannya, sehingga mampu dan bertanggung
jawab untuk mengatasi masalah-masalah kesehatannya sendiri serta masyarakat
lingkungannya” (Direktorat Penyuluhan Kesehatan Masyarakat, Ditjen Binkesmas
Depkes, 1976). Tujuan penyuluhan kesehatan masyarakat ini adalah agar: (a)
Kesehatan dianggap sebagai hal yang penting dan diberi nilai tinggi oleh
masyarakat; (b) Masyarakat melakukan tindakan yang perlu untuk mencapai
kesehatan diri dan lingkungannya; (c) Masyarakat berusaha membantu dan
mengembangkan serta memanfaatkan fasilitas kesehatan yang tersedia untuk
mencapai tingkat kesehatan yang optimal.
D. Pendekatan Edukatif
Pendekatan edukatif yang merupakan pendekatan yang dipergunakan
dalam DKI PKM (juga kemudian dalam PKMD), adalah serangkaian kegiatan
untuk membantu masyarakat: mengenali dan menemukan masalah mereka sendiri,
dan kemudian atas dasar rumusan masalah kesehatan yang telah mereka sepakati
dikembangkanlah rencana penanggulangannya. Tujuan utama pendekatan edukatif
adalah untuk mengembangkan kemampuan masyarkat sehingga masyarakat yang
bersangkutan dapat memcahkan masalah yang dihadapi atas dasar swadaya
sebatas kemampuan mereka. Untuk mencapai tujuan tersebut, strategi dasar yang
ditempuh adalah mengembangkan provider dan masyarakat. Yang dimaksud
dengan provider adalah para petugas yang peduli terhadap kesehatan, utamanya
petugas kesehaan yang terlibat langsung dengan masalah kesehatan masyarakat.
Pengembangan provider ini bertujuan agar mereka mempunyai persamaan
pandangan atau sikap positif terhadap kesehatan dan pendekatan edukatif. Secara
lebih rinci pengembangan provider ini diharapkan akan menciptakan suatu kerja
sama lintas sektor yang terkoordinir.
Page | 17
Dalam rangka mewujudkan kerjasama antar provider, dilakukan langkah-
langkah:
1. Pendekatan terhadap para penjabat penentu kebijakan:
Para penjabat lintas sektor baik tingkat pusat, daerah dan lokal, terutama
pejabat pemerintahan (gubernur, bupati, camat, dsb) adalah merupakan kunci
kerja sama. Oleh sebabab itu dalam menggalang kerjasama dalam rangka
pendekatan edukatif ini, harus dilakukan pendekatan terhadap mereka ini.
Tujuan pendekatan kepada para penjabat ini adalah untuk memperoleh
dukungan politis. Dalam perkembangan selanjutnya pendekatan semacam ini
disebut ”advocacy”.
2. Pendekatan terhadap para pelaksana dari berbagai sektor dan tingkat:
Pendekatan ini bertujuan agar para pelaksanan dilapangan dari berbagai sektor
memperoleh pemahaman yang sama terhadap program atau pendekatan yang
akan dilakukan. Pendekatan ini dapat dilakukan baik secara horisontal (antar
sektor pada tingkat sektor yang sama), maupun secara vertikal, antara sektor
yang sama di tingkat administrasi yang berbeda (diatas atau dibawahnya).
3. Pengumpulan data oleh provider tingkat kecamatan:
Data adalah fakta empiris dari lapangan atau masyarakat, dan merupkan bukti
bahwa masalah memang ada di masyarakat secara riil (faktual). Dari data inilah
masalah ada, dan dari masalah inilah program atau kegiatan akan dimulai,
karena program merupakan upaya pemecahan masalah. Oleh sebab itu, para
petugas atau provider harus mengumpulkan sendiri data dan memahaminya
sendiri. Manfaat data bagi provider disamping untuk mengenal masalah yang
ada di masyarakat, juga merupakan pembanding (data awal) yang dapat
digunakan untuk mengevaluasi hasil kegiatan. Jenis data yang diperlukan
antara lain: (i) Data umum, yakni data tentang kondisi geografi wilayah,
demografi, pemuka masyarakat, media komunikasi yang ada, sejenisnya, dan
sebagainya; (ii) Data khusus, yakni data dari masing-masing sektor, antara lain:
data pertanian, pendidikan, kesehatan (jamban keluarga, sumber air bersih,
saluran air limbah, tempat pembuangan sampah, status gizi anak balita, dan
sebaginya, now(), now()); (iii) Data perilaku, khususnya perilaku yang
Page | 18
berkaitan dengan kesehatan, misalnya: kebaiasaan buang air besar, kebiasan
mandi, kebiasaan makan, perilaku pencegahan penyakit, dan sebagainya.
Sedangkan pengembangan masyarakat pada hakekatnya adalah upaya
menghidupkan atau menggali potensi masyarakat. Dalam perkembangan
selanjutnya upaya ini disebut pemberdayaan masyarakat (community
empowerment). Adapun langkah-langkah pengembangan masyarakat adalah
sebagai berikut:
a. Pendekatan tingkat desa, Sasaran pendekatan ini adalah adalah para tokoh-
tokoh masyarakat tingkat desa, utamanya kepala desa. Tujuan pendekatan ini
adalah agar mereka memperoleh pemahaman tentang program, dan akhirnya
mendukung program tersebut. Agar memperoleh kepercayaan mereka, maka
sebaiknya pendekatan ini dilakukan oleh Kepala Puskesmas bersama-sama
dengan Camat setempat. Akan lebih baik lagi kalau dilakukan oleh tim
Kecamatan yang terdiri dari penjabat lintas sektor tingkat kecamatan yang
dipimpin oleh Camat. Pelaksanaan pendekatan ini dianjurkan diadakan dalam
bentuk pertemuan tingkat desa (kelurahan) yang dihadiri oleh kepala desa dan
stafnya, anggota-anggota Lembaga Sosial Desa dan tokoh-tokoh masyarakat
setempat lainnya. Dalam pertemuan ini tim dari kecamatan menjelaskan
tentang Pengertian pendekatan edukatif serta langkah-langkah selanjutnya yang
perlu dilakukan dalam pengembangan masyarakat.
b. Survai Mawas Diri (community self survey):
Survai Mawas Diri atau Community self survey (CSS) ini merupakan
pengenalan lingkungan sendiri, termasuk masalah yang ada di masyarakat, oleh
mereka sendiri. CSS tidak terlepas dari kegiatan pengumpulan data oleh
mereka sendiri untuk mengenal lebih baik tentang dirinya (masyarakat) sendiri.
Meskipun petugas (tim) kecematan atau provider telah mempunyai data
tentang masyarakat tersebut, tetapi data tersebut dilihat dari kaca mata
provider, yang mungkin agak berbeda dengan yang dilihat atau gambaran dari
masyarakat sendiri. Dengan cara ini maka program akan benar-benar
dikembangkan bertolak dari kebutuhan dan masalah yang ditemukan sendiri
atau oleh masyarakat sendiri, bukan menurut perkiraan provider. Kegiatan
Page | 19
pokok CSS terdiri dari: Orientasi dan latihan; Pengumpulan data; Pengolahan
dan analisis data; serta Penyajian data.
c. Musyawarah Masyarakat Desa (MMD) Penyajian data (hasil CSS) diusahakan
oleh atau setidaknya di hadapan para tokoh masyarakat desa agar diperoleh
kesepakatan tentang: Masalah yang dirasakan oleh masyarakat, Prioritas
masalah, yaitu masalah yang dianggap perlu dan segera dipecahkan; serta
kesediaan masyarakat untuk ikut berperan sertan secara aktif dalam usaha
pemecahan masalah tersebut. Hal itu dibicarakan dalam suatu forum yang
disebut Musyawarah Masyarakat Desa (MMD).
d. Perencanaan:
Setelah kesepakatan seperti tersebut diatas tercapai, tim pembangunan desa
yang bersangkutan, dibawah bimbingan tim dari kecamatan atau Puskesmas,
menyusun rencana pemecahan masalah, yang mencakup antara lain: Program
pemecahan masalah, sesuai dengan prioritas masalah yang telah ditentukan
sebelumnya, tujuan dan sasaran program (tujuan umum dan khusus), kegiatan
yang akan dilakukan, termasuk Rencana anggaran dan biaya, serta sumber
dananya.
e. Pelaksanaan:
Hal yang penting dalam tahap pelaksanaan adalah mempersiapkan tenaga-
tenaga pelaksana, termasuk penanggung jawaban pelaksana program.
f. Penilaian:
Pada waktu pelaksanaan program diperlukan pengawasan, monitoring sampai
dengan evaluasi terhadap program atau kegiatan-kegiatan tersebut. Monitoring
dan evaluasi program bukan sekedar apakah kegiatan-kegiatan telah berjalan
sesuai dengan perencanaannya, tetapi juga apakah program mempunyai
dampak terhadap penurunan atau hilangnya masalah. Dengan perkataan lain,
apakah program tersebut mempunyai pengaruh terhadap peningkatan kesehatan
msyarakat.
E. Berbagai kegiatan penyuluhan kesehatan
Page | 20
Selain mengembangkan DKI PKM dengan menggunakan pendekatan
edukatif, Pusat PKM juga melakukan penyuluhan berbagai program kesehatan
melalui berbagai kegiatan. Penyuluhan langsung melalui media dilakukan melalui
televisi dan radio, baik secara nasional maupun secara lokal di Daerah. Setiap
tahun PKM juga selalu memproduksi berbagai leaflet, poster, radio spot, TV spot,
kalender, dll yang berisi pesan-pesan kesehatan. Berbagai pameran kesehatan juga
digelar, khususnya dalam memperingati hari-hari tertentu, seperti: Hari Kesehatan
Nasional, Hari Kesehatan Sedunia, Hari Tanpa Rokok Sedunia, dll. Dalam rangka
memperingati berbagai hari tertentu itu, PKM lah yang paling sibuk dalam
penyelenggaraannya, sekaligus memanfaatkan momentum hari-hari itu untuk
melakukan penyuluhan kesehatan. Selanjutnya berbagai pedoman, manual, dll
juga diterbitkan, sebagai panduan bagi daerah atau program untuk melakukan
penyuluhan kesehatan. Pelatihan-pelatihan bagi tenaga PKM daerah dan
organisasi kemasyarakatan juga sering diselenggarakan, baik mengenai ke-PKM-
an pada umumnya maupun mengenai metode dan tehnik tertentu, khususnya
dalam pengembangan media penyuluhan. Kerjasama dengan lintas sektor, lintas
program dan organisasi kemasyarakatan dijalin dalam rangka pemberdayaan
masyarakat di bidang kesehatan.
2.1.4 Era Pkmd, Posyandu Dan Penyuluhan Kesehatan Melalui Media Elektronik
(Kurun Waktu 1975 - 1995)
A. Peran Serta Dan Pemberdayaan Masyarakat Bidang Kesehatan
Perlunya peranserta masyarakat dalam pembangunan, termasuk di bidang
kesehatan, didasarkan pada kesadaran bahwa tidak mungkin pembangunan hanya
dilakukan dan ditanggung oleh pemerintah saja. Masyarakat harus diikut sertakan
dan berperanserta di dalamnya. Masyarakat bukan hanya sebagai obyek, tetapi
juga sebagai subyek pembangunan. Hal ini sejak awal sudah merupakan konsep
dasar pendidikan atau penyuluhan kesehatan, yang sudah dilaksanakan sejak
sebelum dan di awal kemerdekaan. Banyak batasan pengertian tentang peran serta
masyarakat. Berdasarkan pertemuan Alma Ata (1978), WHO memberi rumusan
tentang peran serta masyarakat adalah suatu proses dimana individu dan keluarga:
Page | 21
1. Bertanggung jawab atas kesehatan dan kesejahteraan diri, keluarga dan
masyarakat.
2. Berkembang kemampuannya untuk berkontribusi dalam pembangunan.
3. Mengetahui keadaannya dengan lebih baik dan termotivasi untuk memecahkan
masalahnya.
4. Memungkinkan menjadi penggerak pembangunan (agent of develepment).
Bank Dunia (World Bank, 1978) merumuskan partisipasi masyarakat dari
dimensi cakupannya, yakni:
1. Keterlibatan dari semua unsur yang terlibat dalam proses pengambilan
keputusan terhadap apa yang harus dikerjakan dan bagaimana cara
pelaksanaannya.
2. Kontribusi massa dalam upaya pembangunan, misalnya dalam pelaksanaan
dari keputusan yang telah diambil.
3. Menikmati bersama hasil program pembangunan
Selanjutnya dalam ”World Health Assembly 1979” dirumuskan: Peran serta
masyarakat adalah suatu proses untuk mewujudkan kerja sama kemitraan
(partnership) antara pemerintah dan masyarakat setempat dalam merencanakan,
melaksanakan dan memanfaatkan kegiatan kesehatan, sehingga diperoleh manfaat
berupa peningkatan kemampuan swadaya masyarakat dan masyarakat ikut
berperan dalam penentuan prasarana dan pemeliharaan teknologi tepat guna dalam
pelayanan kesehatan. Dari berbagai pengertian dan rumusan tersebut dapat
disimpulkan bahwa : Peran Serta Msayarakat adalah proses dimana individu dan
keluarga serta lembaga swadaya masyarakat termasuk swasta:
1. Mengambil tanggung jawab atas kesehatan dan kesejahteraan dirinya sendiri,
keluarga serta masyarakat.
2. Mengembangkan kemampuan untuk berkontribusi dalam peningkatan
kesehatan mereka sendiri dan masyarkat sehingga termotivasi untuk
memecahkan berbagai masalah kesehatan yang dihadapi.
Page | 22
3. Menjadi agen, perintis atau penggerak pembangunan kesehatan dan pemimpin
gerakan peran serta masyarakat di bidang kesehatan yang dilandasi semangat
gotong royong.
Dalam perkembangannya nanti, istilah peran serta masyarakat dipandang
kurang dinamis. Istilah tersebut dipandang kurang sesuai dengan isi pengertian
yang dicakupnya. Di dunia internasional, selanjutnya juga digunakan istilah lain
yang lebih menunjukkan tanggungjawab masyarakat yang lebih besar, yaitu:
empowerment, atau community empowerment. Di Indonesia istilah itu menjadi
”pemberdayaan masyarakat”. Dalam berbagai pertemuan dunia/internasional
tentang promosi kesehatan, istilah pemberdayaan masyarakat ini yang kemudian
lebih ditonjolkan.
B. Munculnya PKMD
PKMD (Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa) mulai muncul di
permukaan pada sekitar tahun 1975. Pada waktu itu oleh Depkes dibentuk Panitya
Kerja untuk menyiapkan konsep program Pembangunan Kesehatan Masyarakat
Desa (PKMD). Ketuanya adalah Dr. R. Soebekti, Dirjen Pembinaan Kesehatan
Masyarakat. Landasan dasar dikembangkannya PKMD ini adalah sejarah budaya
bangsa Indonesia yang telah turun temurun, yakni “gotong royong’ dan
“musyawarah”. Mengacu pada dua prinsip ini maka konsep PKMD
dikembangkan dengan semangat kekeluargaan dan saling membantu, yang kuat
membantu yang lemah, yang kaya membantu yang miskin, dan yang sehat
membantu yang sakit. Sementara itu PKMD juga dikaitkan dengan kebijakan
Departemen Dalam Negeri untuk melaksanakan program pembangunan desa
jangka panjang, yaitu untuk menuju desa swasembada dengan pendekatan UDKP
(Unit Daerah Kerja Pembangunan). Tiga tipe daerah pembangunan desa pada
waktu dikelompokkan berdasarkan perkembangannya, yakni : Desa Swadaya
(desa tradisional), Desa Swkarya (desa transsisi), dan Desa Swasembada
(modern).
Kemudian pada tahun 1976 (Januari) di dalam Rapat Kerja Kesehatan
Nasional ditetapkan bahwa PKMD merupakan pendekatan yang strategis untuk
Page | 23
meningkatkan cakupan pelayanan kesehatan dengan target meningkatnya
kesehatan masyarakt. Ditetapkan pula bahwa PKMD adalah program nasional.
Untuk mengoperasikan PKMD pada bulan Maret tahun 1976 diadakan Lokakarya,
yang diahadiri oleh para penjabat Departemen Kesehatan dan Depertemen Dalam
Negeri. Hasil Lokakarya tersebut menetapkan Kabupaten Karanganyar sebagai
daerah uji coba PKMD. Disamping itu Loakakrya juga menetapkan Prokesa
(promoter kesehatan desa) merupakan tenaga lapangan PKMD, dan Dana Sehat
merupakan salah satu elemen pokok PKMD. Selanjutnya pada Rapat Kerja
Kesehatan Nasional tahun 1977, hasil uji coba PKMD di kabupaten Karanganyar
dibahas, dan dari hasil pembahasan tersebut disimpulkan bahwa PKMD
dimantapakan sebagai startegi nasional untuk meningkatkan derajad kesehatan
masyarakat Indonesia, terutama di daerah pedesaan. Oleh sebab itu implemetasi
PKMD diperluas secara nasional, bukan saja di pedesaan tetapi juga di perkotaan,
sehingga muncul istilah PKMD perkotan.
Dalam pertumbuhannya, PKMD mememperoleh komitmen dari lembaga
lembaga baik pemerintah maupun swasta. Departemen-Departemen dan lembaga-
lembaga non departemen yang telah meberikan komitmen terhadap PKMD
adalah: Departemen Kesehatan, Departemen Dalam Negeri, Depertemen
Pertanian, Departemen Sosial, Depertemen Pekerjaan Umum, Departemen Agama
, Departemen Perdagangan dan Industri dan Departemen Keuangan. Sedangkan
lembaga pemerintahan non Departemen, dan lemabga swadaya masyarakat
lainnya yang terlibat adalah: Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional
(BKKBN), Bank Rakyat Indonesia , Badan Perencanaan Nasional (Bappenas),
Pramuka, Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI), Perkumpulan Kelauraga
Berenecana Indonsia (PKBI), Organisasi Wanita dan Palang Merah Indonsia.
C. PKMD dan Deklarasi Alma Ata
PKMD adalah rangkaian kegiatan masyarakat yang dilakukan dengan
berazaskan gotong royong dan swadaya. PKMD dilaksanakan dalam rangka
menolong diri (masyarakat) sendiri untuk mengenal dan memecahkan
masalah/kebutuhan yang dirasakan mayarakat. Kegiatan PKMD ini dimaksudkan Page | 24
untuk mengembangkan kemampuaan masyarakat dalam bidang kesehatan maupun
dalam bidang yang berkaitan dengan kesehatan. Oleh sebab itu sasaran utama
PKMD adalah: masyarakat mampu memelihara dan meningkatkan kehidupannya
yang sehat dan sejehtera. Dengan demikian sebenarnya PKMD sama dan
sebangun dengan upaya Pendidikan Kesehatan Masyarakat, khususnya yang
dilakukan melalui pengembangan masyarakat (community development).
PKMD juga merupakan bagian integral dari pembangunan nasional pada
umumnya, dan pembangunan desa pada khususnya. Kegiatan PKMD diharapkan
muncul dari masyarakat sendiri dengan bimbingan dan pembinaan oleh
pemerintah setempat secara lintas program dan lntas sektor. Puskesmas sebagai
pusat pembangunan kesehatan tingkat kecamatan atau kelurahan mengambil
parakarsa dalam pemabangunan kesehatan masyarakat. Tujuan umum PKMD
adalah untuk meningkatkan kemampuan masyarakat menolong diri mereka sendiri
dibidang kesehatan dalam rangka meningkatkan mutu hidup dan kesejahteraan
masyarakat. Sedangkan tujuan khusus PKMD adalah:
1. Menumbuhkan kesadaran masyarakat akan potensi yang dimiliki untuk
menolong diri sendiri dalam meningkatkan mutu hidup mereka.
2. Mengembangkan kemampuan dan prakarsa masyarakat untuk berperan serta
aktif dan berswadaya dalam meningkatkan kesejahteraan mereka sendiri.
3. Menghasilkan tenaga-tenaga masyarakat setempat yang mampu, trampil serta
mau berperan aktif dalam kegiatan pembangunan.
4. Meningkatnya kesehatan masyarakat.
PKMD kemudian memperoleh dukungan dunia internasional yang
menggalakkan Primary Health Care, yang dicetuskan dalam “Deklarasi Alma
Ata”. Deklarasi itu dicetuskan pada tahun 1978 dalam suatu konferensi kesehatan
yang dihadiri oleh 140 negara di dunia, termasuk Indonesia, di Alma Ata. Salah
satu keputusan penting konfrensi tersebut adalah dideklarasikan “Sehat Untuk
Semua Pada Tahun 2000” atau yang lebih dikenal dengan “Health For All By The
Year 2000”. Semua negara yang menanda tangani deklarasi Alma Ata tersebut,
termasuk Indonesia sepakat ingin mencapai kesehatan untuk semua tahun 2000
Page | 25
dan “Primary Health Care” sebagai bentuk operasionalnya.
Sementara itu Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa (PKMD) yang
telah dikembangkan di Indonesia sejak tahun 1996, sebenarnya sudah merupakan
perwujudan “primary helath care”. Maka kemudian dalam kebijakan nasional
PKMD dikatakan bahwa “Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa (PKMD)
merupakan bentuk kegiatan Primary Health Care” di Indonesia. Dengan adanya
deklarasi Alma Ata yang intinya adalah pelaksanaan primary health care, maka
memberikan dorongan pada pelaksanaan PKMD di Indonesia.
D. PKMD Dan SKN
Pada sekitar tahun 1982 ditetapkan Sistem Kesehatan Nasional oleh
Menteri Kesehatan RI (waktu itu Dr. Suwardjono Suryaningrat) yang menetapkan
pembangunan kesehatan sebagai suatu sistem dari supra sistem pembangunan
nasional. Selanjutnya berdasarkan Ketetapan MPR No. II/1983 tentang GBHN,
disebutkan bahwa “Dalam rangka mempertinggi taraf kesehatan dan kecerdasan
rakyat, pembangunan kesehatan termasuk perbaikan gizi perlu makin ditingkatkan
dengan mengembangkan Sistem Kesehatan nasional (SKN).”
Peningkatan kesehatan dilakukan dengan melibatkan peran serta
(partisipasi) masyarakat berpengahasilan rendah baik di desa maupun di kota.
Panca Karsa Husada sebagai tujuan pembangunan panjang bidang kesehatan
mencakup: (1) Peningkatan kemampuan masyarakat untuk menolong dirinya
dalam bidang kesehatan; (2) Perbaikan mutu lingkungan hidup yang dapat
menjamin kesehatan; (3) Peningkatan status gizi masyarakat; (4) Pengurangan
kesakitan dan kematian; dan (5) Pengembangan keluarga sehat sejahtera dengan
makin diterimanya norma keluarga kecil bahagia dan sejahtera.
E. Penyebarluasan PKMD
Begitu PKMD memperoleh komitmen nasional bahkan dunia internasional
(melalui Primary Health Care), maka dipersiapkan perangkat keras dan perangkat Page | 26
lunaknya. Direktorat Jenderal Binkesmas Depkes merupakan unit utama yang
menggerakkan kegiatan ini dengan dukungan semua unit di Depkes dan unit-unit
lain di luar Depkes. Direktorat Puskesmas yang berada di bawah Ditjen
Binkesmas merupakan motor atau sekretariat kegiatan ini, yang menyiapkan
tenaga, dana, sarana, dll yang diperlukan. Direktorat tersebut bekerjasama dengan
Pusdiklat Depkes dan unit-unit lain yang berkaitan, mula-mula menyelenggarakan
pelatihan pelatih untuk beberapa provinsi dan kabupaten. Angkatan pertama
pelatihan pelatih ini diselenggarakan di Bandung pada tahun 1978, dengan peserta
antara lain dari Jawa Barat (kab. Indramayu), Sumatera Barat (kab. Solok), Jawa
Timur (kab. Bangkalan) dan Sulawesi Utara (kab. Tondano). Pelatihan pelatih ini
ditindak lanjuti dengan kegiatan pelatihan di masing-masing kabupaten, dan
demikian seterusnya sampai pelaksanaan di lapangan. Sementara itu disiapkan
pula bahan-bahan berupa pedoman-pedoman, peralatan, dana penunjang, dll.
Pelatihan untuk angkatan-angkatan selanjutnya bagi kabupaten-kabupaten lain di
Indonesia diselenggarakan di Balai Latihan Kesehatan Masyarakat (BLKM
kemudian menjadi Bapelkes) Salaman, Magelang. BLKM Salaman ini kemudian
juga berperan sebagai laboratorium lapangan PKMD.
Demikianlah PKMD berkembang di seleuruh penjuru tanah air. Gemanya
juga cukup keras terdengar dan di beberapa daerah juga melakukan berbagai
inovasi kegiatan. Di antara daerah tersebut adalah Jawa Timur yang pada waktu
itu Kepala Kanwilnya adalah Dr. Suyono Yahya. PKMD yang semula lebih
terbuka (unstructured) berkembang menjadi lebih fokus (semi structured).
Kegiatan yang lebih fokus dan semi structured ini kemudian mengarah pada
perkembangan Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu). Apalagi Dr. Suyono Yahya
kemudian menjadi Dirjen Binkesmas, menggantikan Dr. Subekti yang memasuki
pensiun.
F. Penyuluhan Kesehatan Melalui Media Elektronik
Selain penggerakan dan pemberdayaan masyarakat melalui PKMD dan
Posyandu, penyuluhan kesehatan pada waktu itu juga dilakukan melalui berbagai
media, baik media cetak, media luar ruang, maupun khususnya media elektronik.
Page | 27
Media elektronik itu terutama melalui radio dan televisi, selain juga dilakukan
melalui kaset atau VCD, berupa lagu-lagu atau film lepas, dan belakangan juga
melalui internet. Khususnya penyuluhan melalui radio sudah dilakukan sejak awal
kemerdekaan melalui RRI, meskipun belum terprogram secara tetap. Selain acara
yang berskala nasional juga berlangsung siaran yang bersifat lokal.
Kemudian pada sekitar tahun 1980-an, Direktorat PKM mempunyai
program tetap penyuluhan kesehatan melalui RRI Program Nasional. Programnya
berupa acara langsung dalam bentuk dialog tentang penyakit-penyakit yang ada di
masyarakat. Tanggapan masyarakat berupa pertanyaan tertulis diajukan ke
Direktorat PKM, yang dijawab oleh pengasuh pada acara dialog selanjutnya, atau
melalui surat. Selanjutnya juga dikembangkan pesan-pesan kesehatan melalui
sandiwara radio (judul: ”Butir-butir Pasir Putih”), yang siarannya dibawakan oleh
para aktor/aktris RRI, dan PKM megirim bahan sampai ratusan naskah.
Pada sekitar tahun 1995-2000 karena maraknya masalah HIV/AIDS,
dikembangkan sandiwara radio dengan topik HIV/AIDS. Sandiwara yang
dilsiarkan setiap hari itu dilakukan oleh RRI dan terdengar sampai ke Papua.
Khusus untuk sandiwara radio ini juga ada ratusan naskah, dan acaranya disertai
lomba berupa ”kwis” untuk menjawab pertanyaan yang berkaitan dengan materi
sandiwara. Para pemenang lomba diundang dalam acara konperensi pers. Ada
yang sangat mengharukan: Salah satu pemenangnya adalah mahasiswa ITB yang
menyatakan bahwa hadiahnya akan dipergunakan untuk membayar uang kuliah.
Padahal waktu itu hadiahnya hanya beberapa ratus rupiah saja. Selain itu juga ada
radio spot juga mengenai HIV/AIDS yang sehari diulang sampai lima kali. Acara-
acara itu disponsori oleh Ford Foundation, yang juga mensponsori acara di
televisi. Penyuluhan kesehatan melalui radio ini terus berlangsung sampai
sekarang, bahkan meliputi radio swasta nasional dan lokal, dengan berbagai
program dan topik pesan. Sedangkan acara penyuluhan kesehatan melalui televisi,
mulai berlangsung sejak tahun 1960-an akhir atau 1970-an awal. Pada waktu itu
televisi pada umumnya masih hitam putih, dan bintangnya adalah dr. Herman
Susilo, MPH, kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta waktu itu, dibantu oleh Drs.
Tarzan Panggabean, dari unit PKM DKI Jakarta. Penyuluhan kesehatan berupa
nasehat-nasehat yang diberikan oleh dokter kepada pasiennya yang datang berobat
Page | 28
dengan berbagai penyakit yang dideritanya. Acara itu cukup berkesan di
masyarakat, dan banyak anak yang mengidolakan profil dr. Herman Susilo. Acara
ini tetap berlangsung meskipun dr. Herman Susilo sudah tidak lagi menjabat
sebagai kepala Dinas Kesehatan DKI. Kemudian juga ada penyuluhan kesehatan
yang diberikan oleh dr. Sumaryati Aryoso, SKM, yang waktu itu menjabat
sebagai kepala Unit PKM DKI Jakarta. Penyuluhan dilakukan dalam bentuk
dialog dengan beberapa orang penanya yang hadir di studio tentang berbagai
penyakit atau masalah kesehatan yang ada di masyarakat.
Selanjutnya pada sekitar tahun 1980-1995 itu, penyuluhan kesehatan
melalui TVRI diorganisir oleh Direktorat PKM melalui beberapa acara, antara
lain:
1. Sebaiknya Anda Tahu, yang menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan
kesehatan/penyakit yang perlu diketahui oleh masyarakat luas.
2. Dari Desa Ke Desa, mengekspose kegiatan masyarakat desa dalam melakukan
upaya-upaya yang dilakukan masyarakat setempat untuk meningkatkan
kesehatan masyarakatnya.
3. Dewasa Kita, mengekspose satu desa yang masyarakatnya giat melakukan
upaya kesehatan di desanya.
4. Bentuk acara lain, misalnya tentang mereka (petugas kesehatan atau kader
kesehatan) yang berhasil membangun kesehatan masyarakat di wilayahnya.
a. 2.1.5 Era Promosi Kesehatan Dan Paradigma Sehat (Kurun waktu 1995-
2005)
A. Munculnya Istilah Promosi Kesehatan
Istilah Health Promotion (Promosi Kesehatan) sebenarnya sudah mulai
dicetuskan setidaknya pada tahun 1986, pada waktu diselenggarakan Konferensi
International Pertama tentang Health Promotion di Ottawa, Canada, pada tahun
1986. Pada waktu itu dicanangkan the Ottawa Charter, yang memuat definisi dan
prinsip-prinsip dasar Health Promotion. Namun istilah tersebut pada waktu itu di
Page | 29
Indonesia belum bergema. Pada waktu itu, istilah yang ada tetap Penyuluhan
Kesehatan, disamping juga populer istilah-istilah lain seperti: KIE (Komunikasi,
Informasi dan Edukasi), Pemasaran Sosial (Social Marketing), Mobilisasi Sosial,
dll.
Suatu ketika pada sekitar akhir tahun 1994, Dr. Ilona Kickbush, yang baru
saja menjabat sebagai Direktur Health Promotion WHO Headquarter Geneva,
datang ke Indonesia. Sebagai direktur baru ia mengunjungi beberapa negara,
termasuk Indonesia. Kebetulan pada waktu itu Kepala Pusat Penyuluhan
Kesehatan Depkes juga baru saja diangkat, yaitu Drs. Dachroni MPH, yang
menggantikan Dr. IB Mantra yang purna bakti (pensiun). Dengan kedatangan Dr.
Kickbush, diadakanlah pertemuan dengan pimpinan Depkes dan pertemuan
lainnya baik internal penyuluhan kesehatan maupun external dengan lintas
program dan lintas sektor, termasuk FKM UI. Bahkan sempat pula mengadakan
kunjungan lapangan ke Bandung, yang diterima dengan baik oleh Ibu Neni
Surachni (kepala Sub Dinas PKM Jabar waktu itu) dan teman-teman lain di
Bandung. Dari serangkaian pertemuan itu serta perbincangan selama kunjungan
lapangan ke Bandung, kita banyak belajar tentang Health Promotion (Promosi
Kesehatan). Barangkali karena terkesan dengan kunjungannya ke Indonesia, ia
kemudian menyampaikan usulan agar Indonesia dapat menjadi tuan rumah
Konferensi International Health Promotion yang keempat, yang sebenarnya
memang sudah waktunya diselenggarakan.
Usulan itu diterima oleh pimpinan Depkes (Menteri Kesehatan waktu itu
Prof. Dr. Suyudi). Kunjungan Dr. Kickbush itu ditindak lanjuti dengan kunjungan
pejabat Health Promotion WHO Geneva lainnya, yaitu Dr. Desmond O Byrne,
sampai beberapa kali, untuk mematangkan persiapan konferensi Jakarta. Sejak itu
khususnya Pusat Penyuluhan Kesehatan Depkes berupaya mengembangkan
konsep promosi kesehatan tersebut serta aplikasinya di Indonesia. Sebagai tuan
rumah konferensi internasional tentang promosi kesehatan, seharusnyalah kita
sendiri mempunyai kesamaan pemahaman tentang konsep dan prinsip-prinsipnya
serta dapat mengembangkannya paling tidak di beberapa daerah sebagai
percontohan.
Dengan demikian penggunaan istilah promosi kesehatan di Indonesia
Page | 30
tersebut dipacu oleh perkembangan dunia internasional. Nama unit Health
Education di WHO baik di Headquarter, Geneva maupun di SEARO, India juga
sudah berubah menjadi Unit Health Promotion. Nama organisasi profesi
internasional juga sudah berubah menjadi International Union for Health
Promotion and Education (IUHPE). Istilah promosi kesehatan tersebut juga
ternyata sesuai dengan perkembangan pembangunan kesehatan di Indonesia
sendiri, yang mengacu pada paradigma sehat.
B. Strategi Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
Bertolak dari prinsip-prinsip yang dapat dipelajari tentang Promosi
Kesehatan, pada pertengahan tahun 1995 dikembangkanlah Strategi atau Upaya
Peningkatan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (disingkat PHBS), sebagai bentuk
operasional atau setidaknya sebagai embrio promosi kesehatan di Indonesia.
Strategi tersebut dikembangkan melalui serangkaian pertemuan baik internal
Pusat Penyuluhan Kesehatan maupun external secara lintas program dan lintas
sektor, termasuk dengan organisasi profesi, FKM UI dan LSM.
Beberapa hal yang dapat disarikan tentang pokok-pokok Promosi Kesehatan
(Health Promotion) atau PHBS yang merupakan embrio Promosi Kesehatan di
Indonesia ini, adalah bahwa:
1. Promosi Kesehatan (Health Promotion), yang diberi definisi : Proses
pemberdayaan masyarakat untuk memelihara, meningkatkan dan melindungi
kesehatannya (the process of enabling people to control over and improve their
health), lebih luas dari Pendidikan atau Penyuluhan Kesehatan. Promosi
Kesehatan meliputi Pendidikan/ Penyuluhan Kesehatan, dan di pihak lain
Penyuluh/Pendidikan Kesehatan merupakan bagian penting (core) dari Promosi
Kesehatan.
2. Pendidikan/Penyuluhan Kesehatan (dapat dikatakan) menekankan pada upaya
perubahan atau perbaikan perilaku kesehatan. Promosi Kesehatan adalah upaya
perubahan/perbaikan perilaku di bidang kesehatan disertai dengan upaya
mempengaruhi lingkungan atau hal-hal lain yang sangat berpengaruh terhadap
perbaikan perilaku dan kualitas kesehatan.
Page | 31
3. Promosi Kesehatan juga berarti upaya yang bersifat promotif (peningkatan)
sebagai perpaduan dari upaya preventif (pencegahan), kuratif (pengobatan) dan
rehabilitatif (pemulihan) dalam rangkaian upaya kesehatan yang komprehensif.
Promosi Kesehatan juga merupakan upaya untuk menjajakan, memasarkan
atau menjual yang bersifar persuasif, karena sesungguhnya “kesehatan”
merupakan “sesuatu” yang sangat layak jual, karena sangat perlu dan
dibutuhkan setiap orang dan masyarakat.
4. Pendidikan/penyuluhan kesehatan menekankan pada pendekatan edukatif,
sedangkan pada promosi kesehatan, selain tetap menekankan pentingnya
pendekatan edukatif yang banyak dilakukan pada tingkat masyarakat di strata
primer (di promosi kesehatan selanjutnya digunakan istilah gerakan
pemberdayaan masyarakat), perlu dibarengi atau didahului dengan upaya
advokasi, terutama untuk strata tertier (yaitu para pembuat keputusan atau
kebijakan) dan bina suasana (social suppoprt), khususnya untuk strata
sekundair (yaitu mereka yang dikategorikan sebagai para pembuat opini).
Maka dikenallah strategi ABG, yaitu Advokasi, Bina Suasana dan
Gerakan/pemberdayaan Masyarakat.
5. Pada pendidikan/penyuluhan kesehatan, masalah diangkat dari apa yang
ditemui atau dikenali masyarakat (yaitu masalah kesehatan atau masalah apa
saja yang dirasa penting/perlu diatasi oleh masyarakat, now(), now()); Pada
PHBS, masyarakat diharapkan dapat mengenali perilaku hidup sehat, yang
ditandai dengan sekitar 10 perilaku sehat (health oriented). Masyarakat diajak
untuk mengidentifikasi apa dan bagaimana hidup bersih dan sehat, kemudian
mengenali keadaan diri dan lingkungannya serta mengukurnya seberapa
sehatkah diri dan lingkungannya itu?
Pendekatan ini kemudian searah dengan paradigma sehat, yang salah satu dari
tiga pilar utamanya adalah perilaku hidup sehat. (Sebenarnya ini tidak baru,
karena dalam Posyandu, masalah juga sudah difokuskan pada sekitar 5 masalah
prioritas).
6. Pada pendidikan/penyuluhan kesehatan yang menonjol adalah pendekatan di
masyarakat (melalui pendekatan edukatif), sedangkan pada PHBS/promosi Page | 32
kesehatan dikembangkan adanya 5 tatanan: yaitu di rumah/tempat tinggal
(where we live), di sekolah (where we learn), di tempat kerja (where we work),
di tempat-tempat umum (where we play and do everything) dan di sarana
kesehatan (where we get health services). Dari sini dikembangkan kriteria
rumah sehat, sekolah sehat, tempat kerja sehat, tempat umum sehat, dll yang
mengarah pada kawasan sehat seperti : desa sehat, kota sehat, kabupaten sehat,
dll sampai ke Indonesia Sehat.
7. Pada promosi kesehatan, peran kemitraan lebih ditekankan lagi, yang dilandasi
oleh kesamaan (equity), keterbukaan (transparancy) dan saling memberi
manfaat (mutual benefit). Kemitraan ini dikembangkan antara pemerintah
dengan masyarakat termasuk swasta dan Lembaga Swadaya Masyarakat, juga
secara lintas program dan lintas sektor.
8. Sebagaimana pada Pendidikan dan Penyuluhan, Promosi Kesehatan sebenarnya
juga lebih menekankan pada proses atau upaya, dengan tanpa mengecilkan arti
hasil apalagi dampak kegiatan. Jadi sebenarnya sangat susah untuk mengukur
hasil kegiatan, yaitu perubahan atau peningkatan perilaku individu dan
masyarakat. Yang lebih sesuai untuk diukur: adalah mutu dan frekwensi
kegiatan seperti: advokasi, bina suasana, gerakan sehat masyarakat, dll. Karena
dituntut untuk dapat mengukur hasil kegiatannya, maka promosi kesehatan
mengaitkan hasil kegiatan tersebut pada jumlah tatanan sehat, seperti: rumah
sehat, sekolah sehat, tempat kerja sehat, dst.
Konsep Promosi Kesehatan dan/atau PHBS tersebut selanjutnya digulirkan
ke daerah dan beberapa daerah mencoba mengembangkannya paling tidak di
beberapa kabupaten.
C. Konferensi Internasional Health Promotion IV dan Deklarasi Jakarta
Konferensi Internasional Promosi Kesehatan IV ini terselenggara pada
bulan Juli 1997 bertempat di Hotel Horison, Ancol, Jakarta. Konferensi I di
Ottawa, Canada (1986) menghasilkan ”Ottawa Charter”, memuat 5 strategi pokok
Promosi Kesehatan, yaitu : (1) Mengembangkan kebijakan yang berwawasan
Page | 33
kesehatan (healthy public policy; (2) Menciptakan lingkungan yang mendukung
(supportive environment; (3) Memperkuat gerakan masyarakat (community
action; (4) Mengembangkan kemampuan perorangan (personnal skills) ; dan (5)
Menata kembali arah pelayanan kesehatan (reorient health services).
Konferensi II di Adelaide, Australia (1988), membahas lebih lanjut tentang
pengembangan kebijakan yang berwawasan kesehatan, dengan menekankan 4
bidang prioritas, yaitu: (1) Mendukung kesehatan wanita; (2) Makanan dan gizi;
(3) Rokok dan alkohol; dan (4) Menciptakan lingkungan sehat. Pada tahun 1989
diadakan pertemuan Kelompok Promosi Kesehatan negara-negara berkembang di
Geneva, sebagai seruan untuk bertindak (A call for action). Dalam pertemuan ini
ditekankan bahwa 3 strategi pokok promosi kesehatan untuk pembangunan
kesehatan: (1) Advokasi Kebijakan (advocacy, now(), now()); (2) Pengembangan
aliansi yang kuat dan sistem dukungan sosial (social support, now(), now()); dan
(3)Pemberdayaan masyarakat (empowerment). Selanjutnya pada tahun 1991
diselenggarakan Konferensi ke III di Sundval, Swedia. Konfrensi ini
menghasilkan pernyataan perlunya dukungan lingkungan untuk kesehatan. Untuk
dukungan ini diperlukan 4 strategi kunci, yakni: (1) Memperkuat advokasi
diseluruh lapisan masyarakat; (2) Memberdayakan masyarakat dan individu agar
mampu menjaga kesehatan dan lingkungannya melalui pendidikan dan
pemberdayaan; (3) Membangun aliansi; dan (4) Menjadi penengah diantara
berbagai konflik kepentingan di tengah masyarakat.
Ketiga konferensi internasional tersebut diselenggarakan di negara maju.
Timbul pertanyaan apakah promosi kesehatan itu hanya sesuai untuk negara maju
saja dan tidak cocok untuk negara berkembang? Untuk membantah keraguan itu,
maka konferensi yang ke IV ini diselenggarakan di salah satu negara sedang
berkembang. Indonesia memperoleh kehormatan untuk menjadi penyelenggaranya
yang pertama. Konferensi ke IV di Jakarta ini dihadiri oleh sekitar 500 orang dari
78 negara, termasuk sekitar 150 orang Indonesia, khususnya dari daerah. Ini
karena konferensi tersebut juga merupakan konferensi nasional promosi kesehatan
yang pertama (Selanjutnya nanti ada konferensi nasional kedua di Hotel Bidakara,
Jakarta, tahun 2000, dan konferensi nasional ketiga di Yogyakarta, tahun 2003).
Konferensi dibuka oleh Presiden RI, Bapak Soeharto, di Istana Negara. Selain
Page | 34
pembicara-pembicara internasional, juga tampil pembicara Indonesia, yaitu Prof
Dr. Suyudi selaku Menteri Kesehatan, dan Prof. Dr. Haryono Suyono, selain
selaku Menteri Kependudukan juga sebagai pakar komunikasi. Pada acara
Indonesia Day, tampil pembicara-pembicara dari berbagai program, sektor dan
daerah, menyampaikan pengalamannya dalam berbagai kegiatan promosi
kesehatan atau pendidikan kesehatan dalam program atau daerah masing-masing
(diselenggarakan dalam sidang-sidang yang berjalan secara serentak/pararel).
Konferensi ini bertema: “New players for a new era: Leading Health
Promotion into the 21st century” dan menghasilkan Deklarasi Jakarta, yang diberi
nama: “The Jakarta Declaration on Health Promotion into the 21st Century”.
Selanjutnya Deklarasi Jakarta ini memuat berbagai hal, antara lain sebagai
berikut:
1. Bahwa Konferensi Promosi Kesehatan di Jakarta ini diselenggarakan hampir
20 tahun setelah Deklarasi Alma Ata dan sekitar 10 tahun setelah Ottawa
Charter, serta yang pertama kali diselenggarakan di negara sedang berkembang
dan untuk pertama kalinya pihak swasta ikut memberikan dukungan penuh
dalam konferensi.
2. Bahwa Promosi Kesehatan merupakan investasi yang berharga , yang
mempengaruhi faktor-faktor penentu di bidang kesehatan guna mencapai
kualitas sehat yang setinggi-tingginya.
3. Bahwa Promosi Kesehatan sangat diperlukan untuk menghadapi berbagai
tantangan dan perubahan faktor penentu kesehatan. Berbagai tantangan
tersebut seperti: adanya perdamaian, perumahan, pendidikan, perlindungan
sosial, hubungan kemasyarakatan, pangan, pendapatan, pemberdayaan
perempuan, ekosistem yang mantap, pemanfaatan sumber daya yang
berkelanjutan, keadilan sosial, penghormatan terhadap hak-hak azasi manusia,
dan persamaan, serta kemiskinan yang merupakan ancaman terbesar terhadap
kesehatan, selain masih banyak ancaman lainnya.
4. Bahwa untuk menghadapi berbagai tantangan yang muncul terhadap kesehatan
diperlukan kerjasama yang lebih erat , menghilangkan sekat-sekat penghambat,
serta mengembangkan mitra baru antara berbagai sektor, di semua tingkatan Page | 35
pemerintahan dan lapisan masyarakat. Bahwa prioritas Promosi Kesehatan
abad 21 adalah :
a. Meningkatkan tanggung jawab sosial dalam kesehatan;
b. Meningkatkan investasi untuk pembangunan kesehatan;
c. Meningkatkan kemitraan untuk kesehatan;
d. Meningkatkan kemampuan perorangan dan memberdayakan masyarakat;
e. Mengembangkan infra struktur promosi kesehatan.
Selanjutnya menyampaikan himbauan untuk bertindak, dengan menyusun
rencana aksi serta membentuk atau memperkuat aliansi promosi kesehatan di
berbagai tingkatan, mencakup a.l. : (1) Membangkitkan kesadaran akan adanya
perubahan faktor penentu kesehatan; (2) Mendukung pengembangan kerjasama
dan jaringan kerja untuk pembangunan kesehatan; (3) Mendorong keterbukaan
dan tanggungjawab sosial dalam promosi kesehatan.
D. Era Paradigma Sehat: Visi dan Misi Promosi Kesehatan
Pada tahun 1998 Presiden Soeharto digantikan oleh Presiden Habibie.
Sebagai Menteri Kesehatan ditetapkan Prof. Dr. Farid Anfasa Moeloek. Setelah
melalui persiapan antara lain pertemuan dengan para pakar, pertemuan nasional
dengan daerah-daerah, pertemuan lintas sektor dan dengar pendapat dengan DPR,
pada 1 Maret 1999 oleh Presiden Habibie dicanangkan : “Gerakan Pembangunan
yang Berwawasan Kesehatan”, atau dikenal dengan “Paradigma sehat”. Sebagai
konsekwensinya adalah bahwa semua pembangunan dari semua sektor harus
mempertimbangkan dampaknya di bidang kesehatan, minimal harus memberi
kontribusi dan tidak merugikan pertumbuhan lingkungan dan perilaku sehat.
Disebutkan bahwa visi pembangunan kesehatan adalah: Indonesia Sehat 2010,
dengan misi: (1) Menggerakkan pembangunan nasional yang berwawasan
kesehatan; (2) Mendorong kamandirian masyarakat untuk hidup sehat; (3) Page | 36
Meningkatkan pelayanan kesehatan yang bermutu; dan (4) Meningkatkan
kesehatan individu, keluarga dan masyarakat termasuk lingkungannya. Salah satu
pilar Indonesia Sehat 2010 tersebut adalah : perilaku sehat, disamping dua pilar
lainnya yaitu: lingkungan sehat dan pelayanan kesehatan yang bermutu, adil dan
merata.
Ditetapkan pula strategi pembangunan kesehatan beserta program-program
pokoknya. Dalam Program Pembangunan Nasional (PROPENAS) disebutkan
bahwa salah satu program pokok pembangunan kesehatan adalah peningkatan
perilaku sehat dan pemberdayaan masyarakat, yang karenanya menempatkan
promosi kesehatan sebagai salah satu program unggulan. Dalam Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2004-2009 dan Rencana Strategis
(Renstra) Depkes 2005-2009 juga disebutkan bahwa Promosi Kesehatan
merupakan program tersendiri dan diposisikan pada urutan pertama. Ini
menegaskan bahwa Paradigma Sehat dengan Visi Indonesia Sehat-nya tersebut
sangat sesuai dengan Deklarasi Jakarta, dan dengan demikian promosi kesehatan
(termasuk PHBS), yang berorientasi pada perilaku hidup sehat, semakin
memperoleh pijakan yang kuat. Selanjutnya masing-masing program termasuk
Promosi Kesehatan menyusun visi, misi dan program kegiatannya, serta sasaran
atau target yang harus dapat terukur. Dalam kaitan itu ditetapkan Visi Promosi
kesehatan yaitu : Berkembangnya masyarakat Indonesia baru yang berbudaya
sehat. Misinya adalah: (1) Melakukan advokasi kebijakan publik yang berdampak
positif pada kesehatan; (2) Mensosialisasikan pesan-pesan kesehatan; (3)
Mendorong gerakan-gerakan sehat di masyarakat; Strategi pokok Promosi
Kesehatan disingkat ABG, yaitu:
(1) Advokasi, yaitu upaya untuk mempengaruhi kebijakan agar memberikan
kontribusi pada pertumbuhan perilaku dan lingkungan sehat;
(2) Bina Suasana, yaitu upaya pembentukan opini publik untuk mengembangkan
norma hidup sehat; dan
(3) Gerakan pemberdayaan masyarakat, yaitu upaya untuk menggerakkan dan
memberdayakan semua komponen masyarakat untuk hidup sehat.
Page | 37
Dari visi, misi dan strategi tersebut direncanakan delapan kegiatan pokok,
yaitu: (1) Upaya advokasi; (2) Pembinaan suasana; (3) Pemberdayaan masyarakat;
(4) Pengembangan kemitraan; (5) Pengembangan SDM; (6) Pengembangan Iptek
Promosi Kesehatan; (7) Pengembangan media dan sarana; (8) Pengembangan
infra struktur Promosi kesehatan. Visi, misi, strategi, kegiatan pokok beserta
rincian kegiatan dan tolok ukurnya dan lain-lainnya dituangkan dalam pendoman
tehnis Program Promosi Kesehatan. Kemudian hari dengan beberapa perbaikan
dan penyempurnaan, pedoman tersebut dukukuhkan dengan SK Menteri
Kesehatan RI menjadi Kebijakan Nasional Promosi Kesehatan.
E. Promosi Kesehatan Di Era Reformasi Dan Desentralisasi
Lahirnya semangat reformasi yang ditingkahi dengan terjadinya
pergantian pemerintahan pada tahun 1998 telah membawa perubahan fundamental
dalam kehidupan bangsa dan negara Indonesia. Angin reformasi yang bertiup
kencang sejak lengsernya Presiden Soeharto memperoleh wadahnya dalam
sidang-sidang MPR, yang merupakan lembaga tertinggi negara. Akhirnya
dilakukan amandemen terhadap UUD 1945, sesuatu yang “diharamkan” pada era
sebelumnya. Amandemen tersebut bahkan dilakukan beberapa kali, antara lain
menyangkut tentang penghapusan lembaga Dewan Pertimbangan Agung,
dibentuknya Mahkamah Konstitusi, ada Dewan Perwakilan Daerah (DPD),
pemilihan Presiden dan Wakil Presiden RI secara langsung oleh rakyat, dll.
Salah satu perubahan yang mendasar adalah bergantinya sistem
pemerintahan sentralisasi menjadi desentralisasi, atau otonomi daerah. Semangat
inilah yang mengilhami diundangkannya UU No. 22 tahun 1999 dan UU No. 32
tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah serta UU No. 25 tahun 1999 tentang
Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah yang diberlakukan pada tahun 2001.
Sesuai dengan UU tersebut, maka Gubernur, Bupati dan Walikota kini dipilih
langsung oleh rakyat dan karenanya mempunyai kewenangan yang sangat
menentukan, termasuk dalam penentuan organisasi daerah, jabatan dan
personilnya. Sementara itu lembaga legislatif, baik DPR di Pusat maupun DPRD
di daerah mempunyai kewenangan yang lebih besar (bahkan sangat besar) dalam
penyusunan anggaran keuangan baik Pusat maupun Daerah. Berkaitan dengan itu,
Page | 38
partai-partai politik mempunyai peranan yang sangat menentukan, melalui wakil-
wakilnya yang duduk di pemerintahan (ekskutif) dan lembaga perwakilan
(legislatif), baik di Pusat maupun di daerah.
Untuk mengantisipasi hal ini Departemen Kesehatan dalam hal ini
Promosi Kesehatan menyelenggarakan pertemuan dengan Bupati dan Walikota
seluruh Indonesia pada bulan Juli 2000 yang menyepakati tentang perlunya
perhatian Daerah secara lebih sungguh-sungguh terhadap program kesehatan,
kelembagaan, ketenagaan serta anggaran yang mendukungnya. Berbagai
pertemuan khusus untuk menjelaskan dan mendiskusikan tentang Paradigma
Sehat dan Visi Indonesia sehat 2010 juga diselenggarakan kepada partai-partai
politik dan anggota DPR kkhususnya komisi yang mengurusi bidang kesehatan.
Demikian pula dengan tujuan yang sama beberapa kali pertemuan khusus
juga digelar di daerah, paling tidak di beberapa propinsi, seperti Banten, Sumatera
Selatan, Bangka Belitung, Sumatera Barat, dll. Belum lagi panduan tertulis
tentang penanganan program-program kesehatan termasuk promosi kesehatan di
daerah. Selanjutnya dalam rangka desentralisasi dan otonomi daerah, setelah
dilakukan pembahasan dan sosialisasi dengan daerah, telah ditetapkan Keputusan
Menteri Kesehatan tentang Stándar Pelayanan Minimal (SPM) bidang Kesehatan
di Kabupaten/Kota. Salah satu SPM bidang kesehatan tersebut adalah tentang
Penyuluhan perilaku sehat, yang harus mencakup setidaknya: Rumah tangga sehat
(65%) dan Desa Posyandu Purnama (40%). Selain itu juga ditetapkan bahwa
promosi kesehatan merupakan salah satu pelayanan yang wajib dilakukan di
Puskesmas.
F. Pengembangan Jaringan Dan Kemitraan
Pada era ini juga ditandai dengan berkembangan jaringan (networking)
dan kemitraan (partnership) antara unit promosi kesehatan dengan berbagai pihak,
baik sektor pemerintah maupun swasta dan masyarakat, baik regional maupun
global. Secara nasional dapat disebutkan a.l. : (1) Forum Komunikasi Promosi
Kesehatan, yang anggotanya adalah unit atau lembaga (pemerintah dan
masyarakat) yang peduli dengan upaya promosi kesehatan; (2) Koalisi Indonesia
Sehat (anggota: berbagai unit pemerintah dan swasta serta masyarakat yang peduli Page | 39
pada Indonesia Sehat, now(), now()); (3) Forum Komunikasi Penanggulangan
Masalah Tembakau (anggota: unit, organisasi profesi dan lembaga peduli masalah
rokok/tembakau, now(), now()); (4) Jaringan Penanggulangan Penyakit Tidak
Menular; (5) Dan lain-lain, seperti: Forum Pengembangan Kota Sehat, Forum
Penanggulangan Penyakit TBC, dll.
Secara regional dan global dapat disebutkan: Mega country Health
Promotion Network, yaitu jaringan sekitar 10 negara di dunia yang berpenduduk
100 juta lebih dalam bidang promosi kesehatan; International Network for Health
Promotion Foundation (Indonesia diwakili oleh Unit Promkes sebelum
mempunyai Yayasan Promosi Kesehatan yang mandiri, now(), now());
International Union for Health Promotion and Education (organisasi profesi
Promosi kesehatan yang bersifat internasional), dll. Dalam kaitan itu
diselenggarakan beberapa kali pertemuan internasional (di Geneva, Jakarta,
Meksiko, Bangkok, Melbourne, dll).
Dalam rangka pengembangan jaringan dan kemitraan itu maka sejak tahun
2000, penyelenggaraan Hari Kesehatan Nasional dilakukan bersama oleh swasta
dan sektor di luar Depkes, sedangkan Depkes dalam hal ini Promosi Kesehatan
berperan sebagai sekretariatnya. Dengan penyelenggaraan oleh swasta itu terasa
bahwa Hari Kesehatan lebih bergema. Demikianlah maka sejak tahun 2000, pada
setiap acara puncak HKN Presiden RI (yaitu Gus Dur, Mbak Mega dan Pak SBY)
selalu hadir dan menyampaikan pesan-pesan kesehatan yang diliput oleh media
massa secara luas.
G. SKN 2004 dan Promosi Kesehatan
Pada tahun 2004 oleh Menteri Kesehatan (Dr. Achmad Sujudi)
ditetapkanlah Sistem Kesehatan Nasional (SKN) yang baru, sebagai pengganti
SKN lama (tahun 1982). SKN baru ini dimaksudkan antara lain untuk
mempertegas makna pembangunan kesehatan dalam rangka pemenuhan hak asasi
manusia dan memperjelas penyelenggaraan pembangunan kesehatan sesuai visi
dan misinya. Disebutkan bahwa SKN adalah suatu tatanan yang menghimpun
berbagai upaya Bangsa Indonesia secara terpadu dan saling mendukung, guna
menjamin derajat kesehatan yang setinggi-tingginya sebagai perwujudan Page | 40
kesejahteraan umum seperti dimaksud dalam Pembukaan UUD 1945. Sedangkan
pada hakekatnya SKN adalah juga merupakan wujud dan sekaligus metode
penyelenggaraan pembangunan kesehatan, yang memadukan berbagai upaya
Bangsa Indonesia dalam satu derap langkah guna menjamin tujuan pembangunan
kesehatan. Sedangkan tujuannya adalah terselenggaranya pembangunan kesehatan
oleh semua potensi bangsa, baik masyarakat, swasta maupun pemerintah secara
sinergis, berhasil guna dan berdaya guna, sehingga tercapai derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya.
Apa kaitannya dengan Promosi Kesehatan? Dalam SKN tersebut
disebutkan adanya 7 prinsip dasar. Prinsip ke 4 adalah Prinsip Pemberdayaan dan
Kemandirian Masyarakat, dan prinsip ke 5 adalah Prinsip Kemitraan. Tanpa
mengurangi arti upaya kesehatan lainnya, kedua prinsip tersebut sangat erat
kaitannya dengan ruang lingkup upaya promosi kesehatan. Selain itu SKN ini
terdiri 6 subsistem, salah satunya adalah; Subsistem Pemberdayaan Masyarakat.
Disebutkan bahwa Subsistem pemberdayaan masyarakat adalah tatanan yang
menghimpun berbagai upaya perorangan, kelompok dan masyarakat umum di
bidang kesehatan secara terpadu dan saling mendukung guna menjamin
tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Sedangkan
tujuannya adalah terselenggaranya upaya pelayanan, advokasi dan pengawasan
sosial oleh perorangan, kelompok dan masyarakat di bidang kesehatan dsn
seterusnya. Subsistem Pemberdayaan Masyarakat dengan segala uraiannya itu
tentu saja merupakan ranah (domein) Promosi Kesehatan.
H. Promosi Kesehatan Pada Program-program Kesehatan
Sebenarnya pada setiap program kesehatan ada komponen promosi
kesehatannya, karena semua masalah kesehatan mengandung komponen perilaku.
Namun karena keterbatasan sumberdaya, pada kurun waktu ini secara nasional,
promosi kesehatan terbatas pada beberapa program prioritas saja. Program-
program kesehatan tersebut adalah: Kesehatan Ibu, Bayi dan Anak (Khususnya
Pertolongan persalinan dan Penggunaan ASI Eklusif), Peningkatan Gizi Keluarga
dan Masyarakat (termasuk GAKY), Kesehatan Lingkungan (khususnya
penggunaan air bersih, penggunaan toilet/jamban, mencuci tangan dengan sabun),
Page | 41
Penanggulangan Penyakit Tidak Menular (khususnya Aktivitas fisik, makan gizi
seimbang dan masalah merokok), Penanggulangan penyalahgunaan NAPZA, dan
Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM). Di daerah, prioritas
program tersebut disesuaikan dengan keadaan, masalah dan potensi daerah.
Selain itu juga dilakukan promosi kesehatan untuk mendukung beberapa
program khusus. Sebagai contoh adalah kampanye Pekan Imunisasi Nasional
(dalam rangka penanggulangan polio). Demikian pula dalam penanggulangan
HIV/AIDS yang dilakukan promosi kesehatan secara lintas sektoral, juga dalam
menghadapi SARS. Selain itu dilakukan pula promosi kesehatan dalam rangka
penanggulangan masalah tembakau, promosi penggunaan obat generik, dll. Perlu
diakui bahwa masih banyak promosi kesehatan untuk berbagai program kesehatan
lainnya yang belum dapat tertangani.
I. Era Globalisasi Dan Promosi Kesehatan
Kurun waktu 2000 an ini juga merupakan era globalisasi. Batas-batas antar
negara menjadi lebih longgar. Persoalan menjadi lebih terbuka. Berkaitan dengan
era globalisasi ini dapat menimbulkan pengaruh baik positif maupun negatif. Di
satu pihak arus informasi dan komunikasi mengalir sangat cepat. Ilmu
pengetahuan dan teknologi berkembang pesat. Dunia menjadi lebih terpacu dan
maju. Di pihak lain penyakit menular yang ada di satu negara dapat menyebar
secara cepat ke negara lain apabila negara itu rentan atau rawan. Misalnya AIDS,
masalah merokok, penyalahgunaan NAPZA, dll sudah menjadi persoalan dunia.
Demikian pula budaya negatif di satu bangsa/negara dengan cepat juga dapat
masuk dan mempengaruhi budaya bangsa/negara lain.
Sementara itu khususnya di bidang Promosi Kesehatan, dalam era
globalisasi ini Indonesia memperoleh banyak masukan dan perbandingan dari
banyak negara. Melalui berbagai pertemuan internasional yang diikuti, setidaknya
para delegasi memperoleh inspirasi untuk mengembangkan promosi kesehatan di
Indonesia. Beberapa pertemuan itu adalah sebagai berikut :
1. Konferensi Internasional Promosi Kesehatan. Konferensi ini bersifat
resmi, para utusannya diundang oleh WHO dan mewakili negara. Selama
kurun waktu 1995-2005 ada tiga kali konferensi internasional, yaitu: the 4th
Page | 42
International Conference on Health Promotion, Jakarta, 1997, the 5th
International Conference on Health Promotion, Mexico City, 2000, dan the
6th Global Conference on Health Promotion, Bangkok, 2005. Pada
pertemuan di Bangkok istilah International Conference diganti dengan
Global Conference, a.l. karena dengan istilah “Global” tersebut
menunjukkan bahwa sekat-sekat antar negara menjadi lebih tipis dan
persoalan serta solusinya menjadi lebih mendunia. Menkes RI yang hadir
pada konferensi di Jakarta adalah Prof. Dr. Suyudi yang juga menjadi
pembicara kunci pada konferensi tersebut; di Mexico City: Dr. Achmad
Suyudi, yang juga menjadi salah satu pembicara kunci dan bersama para
menteri kesehatan dari negara-negara lain ikut menandatangani “Mexico
Ministerial Statements on health Promotion”; dan yang hadir di Bangkok
adalah Drs. Richard Panjaitan, Staf Ahli yang mewakili Menteri Kesehatan
yang harus berada di tanah air menjelang peringatan proklamasi
kemerdekaan RI. Konferensi di Bangkok ini menghasilkan “The Bangkok
Charter”. Ketiga konferensi tersebut baik proses maupun hasil-hasilnya
memberikan sumbangan yang bermakna dalam perkembangan promosi
kesehatan di Indonesia.
2. Konferensi internasional Promosi dan Pendidikan Kesehatan. Konferensi
ini bersifat keilmuan. Utusannya datang atas kemauan sendiri dengan
mendaftar lebih dahulu. Penyelenggaranya adalah Organisasi Profesi, yaitu
International Union for Health Promotion and Education. Dalam kurun
waktu ini sebenarnya ada empat kali pertemuan, tetapi Indonesia hanya
hadir di tiga pertemuan yaitu di Ciba, Jepang, tahun 1995, di Paris, Perancis,
tahun 2001, dan Melbourne, Australia, 2004. Indonesia tidak hadir pada
pertemuan di Pourtorico, tahun 1998, karena situasi tanah air yang tidak
memungkinkan untuk pergi. Dengan mengikuti konferensi seperti ini, selain
menambah wawasan dan gagasan, juga menambah teman dan jaringan.
3. Pertemuan-pertemuan WHO tingkat regional dan internasional.
Pertemuan seperti ini biasanya diikuti oleh kelompok terbatas, antara 20-30
orang. Sifatnya merupakan pertemuan konsultasi atau juga pertemuan
tenaga ahli (expert). Pesertanya adalah utusan yang mewakili unit Promosi Page | 43
Kesehatan di masing-masing negara, atau perorangan yang dianggap ahli,
yang diundang oleh WHO. Dalam kurun waktu 1995-2005 beberapa kali
diselenggarakan pertemuan konsultasi di New Delhi, India, di Bangkok,
Thailand, di Jakarta, Indonesia, dan beberapa kali di Genewa, Swis,
khususnya dalam kaitannya dengan Mega Country Health Promotion
Network. Pertemuan-pertemuan seperti ini juga memacu perkembangan
promosi kesehatan di Indonesia. Khusus dalam Mega country network ini
diupayakan penanggulangan penyakit tidak menular secara bersama melalui
upaya aktivitas fisik, makan gizi seimbang dan tidak merokok.
4. Pertemuan regional ASEAN. Pertemuan ini diselenggarakan oleh negara-
negara anggota ASEAN. Pertemuan seperti ini diselenggarakan beberapa
kali, tetapi yang menyangkut promosi kesehatan diselenggarakan pada tahun
2002 di Vientiane, Laos. Pertemuan ini menghasilkan Deklarasi Vientiane
atau Kesepakatan Menteri Kesehatan ASEAN tentang “Healthy ASEAN
Lifestyle” (antara lain ditandatangani oleh Dr. Achmad Suyudi selaku
Menkes RI) yang pada pokoknya merupakan kesepakatan untuk
mengintensifkan upaya-upaya regional untuk meningkatkan gaya hidup
sehat penduduk ASEAN. Dalam kesepakatan itu ditetapkan antara lain
tentang visinya, yaitu bahwa pada tahun 2020 semua penduduk ASEAN
akan menuju kehidupan yang sehat, sesuai dengan nilai, kepercayaan dan
budaya lingkungannya.
5. Pertemuan-pertemuan internasional atau regional lainnya, seperti:
International Conference on Tobacco and Health di Beijing, 1997;
International Conference on Working Together for better health di Cardiff,
UK, 1998; dan masih banyak pertemuan lainnya, misalnya tentang
HIV/AIDS di Bangkok, Manila, dll; pertemuan tentang kesehatan
lingkungan di Nepal; pertemuan tentang Health Promotion di Bangkok, di
Melbourne, dll. Ini semua memperkuat jaringan dan semakin memantapkan
langkah di Indonesia.
Selain itu, Indonesia juga banyak menerima kunjungan persahabatan dari
negara-negara sahabat, kebanyakan dari negara-negara yang sedang berkembang
Page | 44
seperti dari Bangladesh, India, Myarmar, Sri Langka, Maladewa (Maldives) dan
beberapa negara di Afrika. Dalam kesempatan diskusi di kelas maupun kunjungan
lapangan, mereka juga sering memberi masukan dan perbandingan tentang
kegiatan promosi kesehatan.
J. Promosi kesehatan melalui berbagai media
Sebagaimana upaya promosi pada umumnya, Promosi kesehatan tidak
dapat dipisahkan dengan upaya untuk mempromosikan atau menjajagakan sesuatu
yang berupa kesehatan. Kesehatan memang sesuatu yang sebenarnya sangat
diperlukan oleh masyarakat, tetapi masyarakat belum banyak yang
memandangnya sebagai prioritas. Maka benar sekali ungkapan Dr. Mahler, Dirjen
WHO pada sekitar tahun 1985-an bahwa: “Health is not everything, but without
health everything else is nothing”. Selain itu kesehatan juga merupakan karunia
Tuhan yang perlu disyukuri. Karenanya perlu dijaga dan ditingkatkan kualitasnya.
Oleh karena itu seharusnya diperlukan promosi yang gencar untuk menjajakan
kesehatan itu. Upaya mempromosikan kesehatan itu antara lain dilakukan melalui
berbagai media. Baik media cetak, elektronik maupun media luar ruang. Dalam
hal ini media diposisikan sebagai sarana untuk membuat suasana yang kondusif
terhadap perubahan perilaku yang positif terhadap kesehatan. Dalam bahasa
promosi kesehatan, upaya tersebut disebut dengan: “bina suasana”.
Melalui media cetak telah dikembangkan berbagai leaflet, brosur, poster,
kalender, dan lain-lain. Setiap tahun unit Promosi Kesehatan memproduksinya,
terutama sebagai semacam “proto type” agar dapat dikembangkan lebih lanjut
oleh daerah atau unit yang lain yang memerlukannya, sesuai dengan keadaan,
masalah dan potensi setempat.Juga dikembangkan “Logo Indonesia Sehat” yang
dihasilkan melalui lomba. Dalam rangka memfasilitasi penyelenggaraan promosi
kesehatan di daerah, disusunlah berbagai panduan, seperti: Panduan advokasi,
panduan bina suasana, panduan pemberdayaan masyarakat dan panduan
pengembangan kemitraan. Selain itu Pusat Promosi Kesehatan juga menerbitkan
majalah: “Interaksi” yang terbit 3-4 kali setahun. Majalah itu merupakan forum
untuk tukar menukar informasi, baik yang berkaitan dengan ide/gagasan (disebut
inter ide) , maupun hal-hal lain (melalui rubrik: inter nest, inter info, inter fokus,
Page | 45
inter kajian, inter program, inter studi, inter etika, inter iman, dll). Alamat email
redaksi majalah Interaksi adalah: [email protected], atau
[email protected]. Kemudian juga ada majalah khusus GAKY, yang
berkaitan dengan informasi tentang Penanggulangan GAKY (Gangguan Akibat
Kekurangan Yodium), Selanjutnya melalui media luar ruang, dikembangkan
prototype baliho, misalnya mengenai Garam Yodium, Penanggulangan Masalah
Rokok, dll. Beberapa pesan tentang masalah rokok sampai sekarang masih
terpampang di halaman parkir dan pintu masuk Dep-kes. Mobil jemputan pegawai
Depkes yang melewati jalan-jalan utama Jakarta juga pernah dipasangi pesan-
pesan kesehatan. Dan setiap Hari Kesehatan Nasional dan hari-hari tertentu
lainnya, Pusat Promosi Kesehatan bekrjasama dengan pihak-pihak lain juga
menyelenggarakan pameran kesehatan.
Sedangkan melalui media elektronik, dilakukan promosi atau bina suasana
melalui televisi, radio, dll. Antara lain sinetron Kupu-kupu ungu (13 episode) dan
beberapa film lepas yang sudah disampaikan pada bab IV. Selanjutnya juga
dilakukan penyampaian pesan melalui ”radio spot”, ”TV spot” atau ”filler”
mengenai berbagai macam program. Salah satunya yang cukup terkenal pada
waktu itu adalah dengan judul: ”Jangan Lupa” yang disampaikan oleh Butet
Kertajaya dengan kocaknya. Juga diproduksi filler tentang Penanggulangan
GAKY, Ibu Hamil, Napza/Narkoba, Gizi, Gaya Hidup Sehat, dll, serta khususnya
tentang Pekan Imunisasi Nasional yang dibawakan oleh kelompok Rano Karno
dan Mandra dengan sangat kocaknya.
Sebagaimana disampaikan pada bab IV, pesan-pesan kesehatan yang
disebar luaskan melalui media televisi itu beberapa cukup berhasil membina
suasana dan mengajak masyarakat untuk berbuat sesuatu. Namun beberapa juga
ada yang kurang mendapat sambutan masyarakat. Pada umumnya orang tahu
bahwa tayangan melalui teleivisi itu biayanya sangat mahal. Sementara itu pada
saat ini pilihan saluran TV cukup banyak, sehingga upaya penyebar luasan
informasi melalui televisi ini perlu dihitung dengan cermat plus minusnya.
Selanjutnya juga diproduksi kaset dan VCD, berisi lagu, film atau pesan
lainnya, yang kemudian disebar luaskan ke daerah dan media. Dikembangkan
Page | 46
pula pesan melalui internet, dengan kode: www.promosikesehatan.com, dan untuk
interaksi dapat digunakan email dengan kode: [email protected].
K. Profil Promosi Kesehatan 2003
Promosi Kesehatan adalah upaya yang menekankan pada proses dengan
tetap memperhatikan hasil (the process as well as content). Beberapa hal yang
dapat dicatat sebagai profil promosi kesehatan, secara rinci dapat dilihat di buku :
Profil Promosi Kesehatan 2003, sedangkan secara garis besar adalah sebagai
berikut:
1. Dalam upaya advokasi, telah dihasilkan beberapa keputusan yang
menyangkut kebijakan yang berkaitan dengan: “social enforcement” garam
beryodium, kawasan tanpa rokok, kabupaten/kota sehat, program langit
biru, dll. Selain itu sekitar 20 provinsi juga telah mengeluarkan Surat
Keputusan atau Edaran yang berkaitan dengan PHBS, garam yodium,
penanggulangan AIDS, Kawasan Tanpa Rokok, dll.
2. Dalam upaya bina suasana atau pembentukan opini masyarakat untuk
membudayakan perilaku sehat telah dilakukan penyebaran informasi
kesehatan, melalui media televisi, radio, media cetak, pameran, media luar
ruang lainnya, penyuluhan melalui mobil-mobil unit penyuluhan dan
penyuluhan melalui kelompok dan diskusi interaktif. Penyebaran informasi
kesehatan itu dilakukan baik di Pusat maupun Daerah, tentang berbagai
topik, masalah atau program kesehatan, seperti: GAKY, AIDS, Gaya Hidup
Sehat, dll, termasuk kampanye tentang penanggulangan dampak
pengurangan subsidi energi.
3. Dalam upaya pengembangan perilaku hidup sehat, 30 provinsi melaporkan
telah mengembangkan PHBS di berbagai tatanan: jumlah kumulatifnya
sebanyak 7.5 juta lebih di tatanan rumah tangga, 53 ribu lebih di tatanan
sekolah (SD, SMP, SMU), 260 ribu lebih di tempat kerja (kantor
pemerintah, kantor swasta, pabrik), 26 ribu lebih di tatanan tempat umum
(terminal, pelabuhan, pasar), dan 5 ribu lebih di tatanan sarana kesehatan
(pemerintah dan swasta).
Page | 47
4. Dalam upaya peningkatan kemitraan untuk meningkatkan efektivitas dsan
efisiensi upaya promosi kesehatan, dilakukan berbagai kegiatan, seperti:
reorientasi LSM termasuk di provinsi, sosialisasi Indonesia Sehat ke partai
politik, organisasi kemasyarakatan dan wartawan, pertemuan-pertemuan
lintas program dan lintas sektor, juga berbagai pertemuan bersama LSM,
Sektor Swasta, Organisasi Profesi, Ormas Kepemudaan, Ormas Wanita,
Ormas Keagamaan, dll.
5. Pengembangan SDM Promosi Kesehatan, baik bagi pengelola program
maupun pelaksana di lapangan, termasuk tokoh masyarakat dan kader.
Dalam kaitan itu pada tahun 2002 tercatat ada 54 tenaga promosi kesehatan
di Pusat dan beberapa daerah mengikuti pendidikan formal (D3, S1 dan S2).
Sedangkan tenaga yang mengikuti pelatihan tentang promkes dalam tahun
2002 itu tidak kurang dari 600 orang, berasal dari Pusat dan sedikitnya dari
20 provinsi. Selain itu juga telah ditetapkan sebanyak 856 orang tenaga
jabatan profesional penyuluh kesehatan (98 orang ahli dan 758 orang
terampil), baik di Pusat maupun di daerah.
6. Dalam upaya pengembangan metode dan teknik promosi kesehatan, antara
lain dihasilkan: Promosi kesehatan (Promkes) di kawasan pariwisata,
Promkes di perusahaan, Promkes dalam era desentralisasi, Promkes dalam
pemberdayaan keluarga, Pengembangan Kawasan Tanpa Rokok, Promkes
di pondok pesantren, Pengembangan Kota Sehat, Pemanfaatan Dana Sosial
dan Keagamaan untuk Kesehatan, dll. Yang juga perlu disebutkan di sini
adalah: Pengembangan Sistem Surveilans Perilaku Beresiko Terpadu (yang
dipandang sebagai surveilans generasi kedua, setelah surveilans penyakit)
dan Pengembangan Sistem Informasi PHBS di berbagai tatanan.
7. Pengembangan media dan sarana promkes, antara lain pengembangan studio
mini dan mobil unit penyuluhan di Pusat dan 5 provinsi proyek Kesehatan
Keluarga dan Gizi beserta sarana kelengkapannya, serta berbagai prototype
media di Pusat untuk kemudian dikembangkan di daerah. Dikembangkan
pula media interaksi baik melalui majalah tiga bulanan maupun melalui
internet.Page | 48
8. Pengembangan infra struktur khususnya yang menyangkut organisasi dan
kelembagaan, serta penganggaran, hasilnya mengalami pasang surut.
Demikian pula yang terjadi di daerah, ada yang muncul dan ada yang
terintegrasi dengan unit lain, sesuai dengan potensi, keadaan dan
perkembangan di daerah. Di beberapa daerah juga dibentuk Badan
Koordinasi Promosi Kesehatan Provinsi, seperti yang terjadi di Sumatera
Utara, Jawa Barat, DIY dan Lampung.
Selain itu dapat disampaikan bahwa pengembangan anggaran biaya untuk
kegiatan promosi kesehatan selama ini mengalami fluktuasi. Pada awal Repelita I
sampai VI tersedia dana melalui APBN termasuk bantuan luar negeri yang
jumlahnya belum memadai. Namun belakangan ini pada masa reformasi terjadi
peningkatan anggaran yang cukup besar, baik yang berasal dari APBN maupun
APBD bagi daerah otonom.
L. Dari Direktorat Menjadi Pusat, Kembali Direktorat Dan Pusat Lagi
Setelah selama sekitar 8 tahun menjadi Bagian, pada tahun 1975
berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 125 Tahun 1975, Bagian
PKM Biro V Pendidikan Depkes tersebut berkembang menjadi Direktorat
Penyuluhan Kesehatan Masyarakat (PKM) pada Direktorat Jenderal Pembinaan
Kesehatan Masyarakat (Binkesmas). Diangkat sebagai Kepala Direktorat adalah
Dr. Pudjiastuti Pranjoto, MPH, yang memperoleh pendidikan tentang Health
Education di University of Berkeley, USA. Salah satu Kepala Subditnya adalah
Dr. I.B. Mantra, MSc., yang setelah selesai dari kegiatan Work Experience di
Bandung (beliau sebagai salah seorang supervisornya), beliau belajar di Harvard
University, USA. Pada masa inilah pemantapan pendidikan Health Education
Specialist baik di dalam maupun di luar negeri, pengembangan tenaga Wakil
Koordinator (Wator) di tingkat kabupaten, serta diperkenalkannya daerah
percontohan PKM yang disebut Daerah Kerja Intensif (DKI) PKM.
Kemudian berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 558 Tahun
1984, unit Direktorat PKM Ditjen Binkesmas tersebut berubah menjadi Pusat
Page | 49
PKM di bawah Sekretariat Jenderal. Sebagian tugas pokok Direktorat PKM
tersebut ditambah dengan beberapa tugas lain menjadi Direktorat baru yaitu
Direktorat Bina Peran Serta Masyarakat (BPSM) yang tetap berada di lingkungan
Ditjen Binkesmas. Sementara itu di bawah Ditjen Binkesmas juga ada Direktorat
Bina Puskesmas, yang kemudian menjadi motor pengembangan kegiatan
Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa (PKMD). Kepala Pusat PKM adalah
Dr. I.B. Mantra, MSc, dan Kepala Direktorat BPSM adalah Dr. Sonya Roesma,
SKM, sedangkan Kepala Direktorat Bina Puskesmas adalah Dr. Soeharto
Wiryowidagdo, MPH. Pada periode inlah Pusat PKM mengembangkan dan
memproduksi berbagai media, a.l. serial sinetron Dr. Sartika melalui TVRI (satu-
satunya saluran TV waktu itu), yang mendapatkan sambutan hangat dari
masyarakat.
Selanjutnya pada tahun 2000, diadakan reorganisasi Depkes. Berdasarkan
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 130 Tahun 2000, unit Pusat PKM berubah
lagi menjadi Direktorat Promosi Kesehatan pada Ditjen Binkesmas. Direkturnya
adalah Drs. Dachroni, MPH, yang sebelumnya telah menjadi Kepala Pusat PKM
sejak 1994, menggantikan Dr. I.B. Mantra yang memasuki usia pensiun. Pada
masa inilah diperkenalkan Pengembangan PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan
Sehat) sebagai cikal bakal Promosi Kesehatan, yang kemudian menjadi
nomenklatur PKM di lingkungan Depkes. Pada masa ini pula diselenggarakan
Konferensi Internasional Promosi Kesehatan ke-4, yang menghasilkan Deklarasi
Jakarta, yang menjadin acuan kegiatan promosi kesehatan di dunia. Sesuai dengan
KepMenkes tersebut, Direktorat BPSM dilikuidasi. Salah satu subditnya masuk di
Direktorat Promosi kesehatan, sedangkan subdit lainnya ada yang bergabung
dengan Direktorat baru yaitu Dit. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat
(JPKM), Dit. Kesehatan Tradisonal, dll.
Satu hal yang menjadi catatan sejarah adalah bahwa pada tahun 2001 pada
era Presiden Abdurrahman Wahid, Departemen Kesehatan dan Departemen Sosial
digabung menjadi satu Departemen, yaitu Departemen Kesehatan dan Sosial RI.
Konsekwensinya adalah bahwa unit-unit di kedua departemen tersebut juga
disatukan, salah satunya adalah Direktorat Promosi Kesehatan Depkes dan Pusat
Penyuluhan Sosial Depsos. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan dan Sosial
Page | 50
RI Nomor 446 Tahun 2001, unit tersebut ditetapkan menjadi Direktorat Promosi
Kesehatan dan Penyuluhan Sosial di bawah Ditjen Pemberdayaan Sosial RI. Surat
Keputusan sudah ditandatangani, dan telah ditetapkan Drs. Dachroni, MPH
sebagai direkturnya, tinggal menunggu saat pelantikannya saja. Struktur
organisasi ini tidak pernah diberlakukan, karena sebelum pelantikan telah terjadi
pergantian pemerintahyan dari Presiden Abdurrahman Wahid kepada Presiden
Megawati Soekarnoputeri, yang kembali memisahkan Depk. Kesehatan dan Dep.
Sosial RI.
Akhirnya melalui Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1227 Tahun
2001, Direktorat Promosi Kesehatan berubah status menjadi Pusat Promosi
Kesehatan di bawah Sekretariat Jenderal. Sudit Peran Serta Masyarakat terpisah
dari Pusat Promosi Kesehatan, bergabung dengan Direktorat baru, menjadi
Direktorat Kesehatan Komunitas, di bawah Ditjen Binkesmas. Dit JPKM tetap
ada, juga di bawah Ditjen Binkesmas. Sebagai Kepala Pusat ditetapkan Drs.
Dachroni, MPH, dan waktu ia pensiun pada tahun 2004, ia digantikan oleh
Bambang Hartono, SKM, MSc.
M.Direktorat BPSM, JPKM dan Kesehatan Komunitas
Sebagaimana disebutkan di muka, bahwa pada sekitar tahun 1985
berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 558 Tahun 1984 dibentuk
organisasi baru antara lain Direktorat Bina Peran Serta Masyarakat (BPSM) di
lingkungan Ditjen Binkesmas. Sebagai sebuah organisasi baru yang ditugaskan
untuk mengelola dan mengembangkan peran serta masyarakat, Di.Bina PSM
memiliki sub.dit Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa (PKMD) yang
sebelumnya berada pada Direktorat Bina Puskesmas. Sub.dit ini memiliki seksi
PKMD dan PKMD Perkotaan (PKMD/K). Sub.dit inilah yang kemudian bersama
unit kerja terkait lainnya mengembangkan Posyandu. Secara kelembagaan sub.dit
PKMD bertanggung jawab untuk melakukan berbagai upaya pembinaan dan
pengembangan Posyandu, dan secara teknis memperoleh bantuan kerjasama yang
erat dari unit organisasi terkait, seperti Gizi, Imunisasi, Diare, KIA bahkan
BKKBN.
Periode ini merupakan salah satu periode penting dalam perkembangan
Page | 51
organisasi pendidikan kesehatan, karena selain pada tingkat Pusat ada Pusat PKM
dan Direktorat BPSM, pada tingkat propinsi terdapat Seksi PSM yang ada di
Kantor Wilayah Departemen Kesehatan (Kanwil Dep.Kes), dan Sub.Dinas PKM
pada Dinas Kesehatan Propinsi. Sementara itu pada tingkat kabupaten cerminan
serupa diatas juga masih tercerminkan, karena di kabupaten masih ada Kantor
Departemen Kesehatan ( Kandep.Kesehatan), dan Dinas Kesehatan Kabupaten.
Yang menarik dari Dit.Bina PSM ini pada waktu itu sudah mulai
melakukan upaya rintisan untuk mengantisipasi masalah pembiayaan kesehatan
yang pada era tahun 2000 malah menjadi topik nasional dari pembangunan
kesehatan, yaitu dengan munculnya seksi Dana Sehat walaupun strukturnya masih
merupakan sebuah seksi saja. Ternyata dalam perkembangan lebih lanjut, masalah
pembiayaan kesehatan telah ditetapkan oleh para pengambil keputusan di
Departemen Kesehatan sebagai bagian terpenting dari sekian banyak topik dan
masalah peran serta masyarakat.
Hal ini menjadi latar belakang kebijakan penting dari lahirnya Direktorat
Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (Dit.JPKM), sebagai pengembangan lebih lanjut
dari Dit.Bina PSM dan masih tetap berada dilingkungan Dit.Jen Binkesmas. Maka
lahirlah Dit.JPKM, dan sirnalah Dit.BPSM atau dengan kata lain berakhirlah
periode peran serta masyarakat dalam bentuk kegiatan Posyandu, digantikan oleh
program JPKM yang melahirkan Badan Penyelenggara Jaminan Pemeliharaan
Kesehatan Masyarakat ( Bapel JPKM). Berbeda dengan Posyandu yang ada
ditingkat akar rumput yaitu desa, maka Bapel JPKM berada diibukota Kabupaten.
Praktis dengan lahirnya program JPKM sebagai primadona peran serta
masyarakat dalam pembangunan kesehatan, maka sirnalah era Posyandu yang
konon pada masa puncaknya pernah melahirkan tidak kurang dari 240.000 buah
Posyandu sebagai bentuk peran aktif masyarakat. Dan untuk tidak memberikan
kesan seolah peran serta masyarakat kurang penting, maka berbagai hal yang
terkait dengan hal tersebut akan dikelola oleh sebuah unit organisasi setingkat
sub.dit, yaitu sub.dit Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat (UKBM).
Selanjutnya pada reorganisasi Depkes tahun 2000 muncul Direktorat
Kesehatan Komunitas, di bawah Ditjen Binkesmas. Direktorat ini mempunyai
beberapa sub direktorat antara lain UKBM dan PKMD Perkotaan. Dengan
Page | 52
demikian upaya pemberdayaan masyarakat sepertinya menjadi urusan Direktorat
baru ini. Sementara itu Direktorat JPKM masih tetap bertahan, yang juga berada
di lingkungan Ditjen Binkesmas. Sedangkan Pusat Promosi Kesehatan yang
berada di lingkungan Sekretariat Jenderal mengurusi bidang metode, teknik dan
sarana promosi serta kemitraan dan peran serta masyarakat.
N. Unit PKM/Promosi Kesehatan di Daerah
Keberadaan unit PKM dalam organisasi kesehatan di daerah (provinsi dan
kabupaten/kota) sebenarnya sudah ada sejak dicanangkannya pembangunan
nasional melalui Repelita I tahun 1969. Pada beberapa provinsi yang relatif maju,
unit PKM sudah dibentuk sejak tahun 1967 setelah pemberlakuan struktur
organisasi Depkes tahun 1967. Pada waktu itu kegiatan-kegiatannya masih
terbatas pada dukungan terhadap upaya penenggulangan beberapa penyakit
menular di daerah tersebut dengan metoda dan sarana yang masih sangat terbatas.
Tersedianya dana melalui APBN yang kemudian dituangkan dalam bentuk proyek
di daerah, ternyata memberikan dukungan sangat berarti bagi kegiatan PKM di
daerah. Hal ini semakin meningkat dan memperoleh momentum setelah pada
sebagian besar provinsi ditempatkan tenaga spesialis Penyuluh Kesehatan (HES).
Pada mulanya PKM berupa unit yang pada sebagian daerah berdiri sendiri
atau menjadi bagian dari Direktorat Daerah yang merupakan cerminan dari
struktur yang berlaku di tingkat Nasional. Kemudian sesuai dengan kewenangan
otonomi daerah yang dimiliki oleh provinsi dan semakin dipahaminya arti penting
PKM, maka status PKM menjadi Direktorat Daerah (eselon III) dalam struktur
organisasi Inspektur / Dinas Kesehatan Provinsi. Ini terjadi sekitar tahun 1979-an,
dan ini juga tercermin pada struktur organisasi Dinas Kesehatan Kabupaten, yang
menempatkan unit PKM pada seksi (eselon IV). Tenaga pengelola PKM di
kabupaten pada waktu itu pada umumnya adalah tenaga perawat atau sanitarian
zdengan ketrampilan PKM yang terbatas.
Pada waktu itu belum ada tenaga PKM di front terdepan yaitu Puskesmas.
Itu karena dianut prinsip bahwa penyuluhan kesehatan adalah bagian yang
terintegrasi dengan semua program di Puskesmas, dan penyuluhan kesehatan
Page | 53
dapat dilakukan oleh siapa saja di Puskesmas. Akibatnya, kegiatan PKM menjadi
tidak terarah dan dijalankan secara sambil lalu saja.
Dengan pembentukan Kantor Wilayah pada tahun 1985, sebagian tugas
PKM yaitu pengembangan masyarakat dialihkan dan ditangani oleh Kantor
Wilayah, yaitu oleh seksi Peran Serta Masyarakat. Sedangkan sebagian yang lain
masih tetap berada di Dinas Kesehatan dan dikelola oleh Sub Dinas Penyuluhan
Kesehatan Masyarakat. Hal ini juga tercermin di kabupaten/kota, yang tercermin
dalam organisasi Kandep dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Pada waktu itu
memang sering terjadi rivalitas antara kedua unit yang sama-sama mengurusi
penyuluhan/pemberdayaan masyarakat itu. Rivalitas itu ada yang berkembang
positif dengan kerjasama yang baik, tetapi ada juga yang kurang berjalan baik.
Dengan diberlakukannya otonomi daerah secara penuh pada tahun 2001
melalui UU No. 22 Tahun 1999, maka kewenangan pembentukan organisasi
daerah sepenuhnya berada dalam tangan pemerintah daerah kabupaten dan kota.
Hal itu juga berimbas pada struktur organisasi dinas kesehatan, termasuk unit
promosi kesehatan. Struktur organisasi promosi kesehatan menjadi sangat
bervariasi. Ada daerah yang menempatkannya dalam sub dinas tersendiri, ada
yang menjadi seksi/bagian dari subdinas lain, dan ada juga yang hanya menjadi
program tanpa eselon. Bahkan ada pula yang hilang sama sekali dari peredaran.
Hal ini tentunya menjadi bahan renungan dan pemikiran untuk dicarikan solusinya
yang terbaik.
O. Organisasi Profesi PPKMI
Di satu pihak dengan semakin berkembangnya program PKM/Promosi
Kesehatan dengan organisasi formal pengelola di belakangnya dan di lain pihak
meningkatnya kesadaran dan kecerdasan masyarakat di bidang kesehatan
mempersyaratkan bahwa tenaga PKM/Promosi kesehatan haruslah profesional
dan dapat diandalkan. Untuk itu diperlukan faktor pendukung seperti organisasi
profesi yang mampu menghimpun dan membina anggotanya sehingga memiliki
keahlian dan ketrampilan yang mumpuni dan sekaligus dapat mengangkat citra Page | 54
PKM/Promosi kesehatan didalam lingkungan kesehatan maupun masyarakat pada
umumnya.
Menyadari akan hal ini, maka pada tahun 1988 sekelompok ahli dan
peminat pendidikan dan promosi kesehatan masyarakat mendirikan suatu
organisasi profesi bernama Perkumpulan Pendidikan Kesehatan Masyarakat
Indonesia (PPKMI) yang kemudian disempurnakan menjadi Perkumpulan
Promosi dan Pendidikan Kesehatan Masyarakat Indonesia (Perkumpulan PPKMI).
Organisasi ini disahkan melalui Akte Notaris Eko Hari Poernomo,SH no. 3 tgl 1
Agustuis 2003. Pada hakekatnya organisasi ini tidaklah sepenuhnya mandiri tapi
bernaung dibawah organisasi Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia
(IAKMI).
Hubungan ini menggambarkan eratnya hubungan antara promosi kesehatan
dengan kesehatan masyarakat pada umumnya. Dengan terbentuknya organisasi
ini, dirumuskan pula visi, misi, tujuan, strategi dan program-program pokok
PPKMI. Visi PPKMI adalah : Perilaku hidup sehat bagi masyarakat Indonesia
guna terciptanya kualitas sumber daya manusia Indonesia yang optimal. Misinya
adalah : Meningkatkan kemampuan profesional di bidang promosi dan pendidikan
kesehatan masyarakat agar berperan optimal dalam pembangunan kesehatan.
Sedangkan Tujuan PPKMI adalah : 1). Berperan aktif dalam pembangunan
kesehatan dengan menerapkan promosi dan pendidikan kesehatan masyarakat; 2).
Mengembangkan ilmu pengetahuan dan ketrampilan di bidang promosi dan
pendidikan kesehatan masyarakat melalui seminar, simposium, sarasehan,
penelitian dan pelatihan; 3). Meningkatkan kemampuan organisasi dan
kesejahteraan anggotanya; 4). Mengatur standardisasi dan akreditasi profesi; 5).
Memberikan umpan balik atau masukan pada kebijakan.
Adapun Strategi yang ditetapkan adalah : 1) Advokasi di bidang kesehatan
dengan menempatkan bidang kesehatan sebagai agenda pokok dalam kebijakan
yang berpengaruh pada masyarakat luas; 2) Meningkatkan dukungan sosial
dengan menekankan pada terciptanya lingkungan yang mendukung serta
kemitraan dan jaringan kerja yang dapat memberikan dukungan untuk terciptanya
perilaku hidup sehat. 3) Pemberdayaan masyarakat dengan memberikan bekal
pada setiap individu, keluarga dan kelompok yang ada di masyarakat akan
Page | 55
pengetahuan dan kemampuan untuk membuat keputusan yang tepat dalam
pemecahan masalah kesehatan perorangan maupun kesehatan masyarakat umum.
Selanjutnya juga dirumuskan Program Pokok: 1) Mengembangkan bidang
penelitian dan pengembangan program promosi kesehatan; 2) Mengembangkan
program peningkatan kualitas SDM sehingga mampu berperan dalam upaya
promosi kesehatan secara optimal; 3) Melakukan kemitraan dengan berbagai
pihak terkait dalam mendukung upaya promosi kesehatan berdasarkan prinsip
kesetaraan, keterbukaan, dan saling menguntungkan.
Selama ini organisasi tersebut telah terlibat dalam berbagai kegiatan antara
lain: 1) Kegiatan Penelitian berupa pengembangan dan penyempurnaan indikator
perilaku hidup bersih dan sehat tahun 2001-2002 dalam kerjasama dengan Pusat
Promosi Kesehatan, Litbangkes Depkes dan BPS; 2) Kegiatan Pelatihan dalam
bentuk pelatihan tenaga PKM trampil dan ahli di tingkat pusat dan provinsi tahun
2002, 2003 bekerjasama dengan Pusat Promosi Kesehatan, Dinas Kesehatan
Provinsi dan Diklatkes Depkes. 3) Pengembangan Organisasi menyangkut
penyusunan etika profesi promosi, penyuluh dan pendidik kesehatan masyarakat
Indonesia dan terlibat dalam penyelenggaraan Konferensi Nasional Promosi
Kesehatan; 4) Menyiapkan tenaga konsultan.
Dalam hal konferensi nasional itu PPKMI bekerjasama dengan Pusat
Promosi Kesehatan Depkes telah tiga kali menyelenggarakan konferensi nasional
promosi kesehatan. Pertama di Hotel Horizon, Ancol, pada tahun 1997,
bersamaan dengan Konferensi Internasional Promosi Kesehatan ke-4. Kedua di
hotel Bidakara, Jakarta pada tahun 2001 dan ketiga di Yogyakarta pada tahun
2004.
Pengurus Perkumpulan PPKMI periode 2002-2005 (sekarang) dipimpin
oleh dr. Zulasmi Mamdi, MPH selaku Ketua Umum. Sedangkan Ketua Umum
pada Pengurus yang pertama adalah dr. I.B.Mantra, MPH, MSc (alm).
Keanggotaannya terbuka pada mereka yang terkait dengan promosi
kesehatan/pendidikan kesehatan termasuk yang berminat.
2.2 PROMOSI KESEHATAN
Page | 56
2.2.1 Pengertian Promosi Kesehatan
Sesuai dengan perkembangan promosi kesehatan tersebut diatas, WHO
memberikan pengertian promosi kesehatan sebagai “The Process of enabling
individuals and communtes to increase control over the determinants of health and
thereby improve their health” (Proses mengupayakan individu-individu dan
masyarakat untuk meningkatkan kemampuan mereka mengendalikan factor-faktor
yang mempengaruhi kesehatn sehingga dapat meningkatkan derajat
kesehatannya).
Bertolak belakang darp pengertian dirumuskan WHO tersebut, di
Indonesia pengertian promosi kesehatan dirumuskan sebagai berikut:
”Upaya untuk meningkatkan kemampuan masyarakat melalui pembelajaran dari,
oleh dan bersama masyarakat agar mereka dapat menolong dirinya sendiri, serta
mengembangkan kegiatan yang besumber daya masyarakat, sesuai social budaya
setempat dan didukung oleh kebijakan public yang berwawasan kesehatan”.
Promosi kesehatan adalah kombinasi berbagai dukungan menyangkut
pendidikan, organisasi, kebijakan, dan peraturan perundangan untuk perubahan
lingkungan.
2.2.2 Visi Promosi Kesehatan
Visi promosi kesehatan Nasional ditetapkan sebagai “Perilaku sehat
2010”. Adapun yang dimaksud “perilaku sehat 2010” adalah keadaan dimana
individu-individu dalam rumah tangga (keluarga) masyarakat Indonesia telah
melaksanakan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dalam rangka:
1. Mencegah timbulnya penyakit dan masalah-masalah kesehatan lain
2. Menanggulangi penyakit dan masalah-masalah kesehatan lain
3. Memanfaatkan pelayanan kesehatan
4. Mengembangkan dan menyelenggarakan upaya kesehatan bersumber
masyarakat
2.2.3 Misi Promosi Kesehatan
Page | 57
Untuk mewujudkan Visi tersebut diatas, maka Misi Promosi Kesehatan
Nasional adalah:
1. Memberdayakan individu, keluarga dan kelompok-kelompok dan
masyarakat,baik melalui pendekatan individu dan keluarga, maupun melalui
pengorganisasian dan penggerakan masyarakat.
2. Membina suasana atau lingkungan yang kondusif bagi terciptanya perubahan
perilaku masyarakat.
3. Mengadvokasi para pengambil keputusan dan penentu kebijakan serta pihak-
pihak lain yang berkepentingan (stakeholders) dalam rangka:
4. Mendorong diperlakukannya kebijakan dan peraturan perundang-undangan
yang berwawasan kesehatan.
5. Mengintegrasikan promosi kesehatan, khususnya pemberdayaan masyarakat
dalam program-program kesehatan.
6. Meningkatkan kemitraan sinergis antara pusat, daerah, swasta dan LSM
7. Meningkatkan investasi dalam bidang promosi kesehatan pada khususnya dan
bidang kesehatan pada umumnya.
2.2.4 Tujuan Dan Sasaran Promosi Kesehatan
Sesuai dengan visi dan misinya, tujuan dari promosi kesehatan adalah
meningkatkan kemampuan individu, keluarga, kelompok dan masyarakat untuk
hidup sehat dan mengembangkan upaya kesehatan yang bersumber masyarakat
serta terciptanya lingkungan yang kondusif untuk mendorong terbentuknya
kemampuan tersebut. Sedangkan sasaran atau tujuan khususnya adalah:
1. Individu dan keluarga
Memperoleh informasi kesehatan melalui berbagai saluran baik langsung
maupun media massa
Mempunyai pengetahuan, kemauan, dan kemampuan untuk memelihara,
meningkatkan dan melindungi kesehatannya
Mempraktekkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) menuju keluarga
atau rumahtangga sehat
Mengupayakan paling sedikit salah seorang menjadi kader kesehatan bagi
keluarganya
Page | 58
Berperan aktif dalam upaya/kegiatan kesehatan
2. Tatanan Sarana kesehatan, Istitusi pendidikan, tempat kerja dan tempat
umum
Masing-masing tatanan mengembangkan kader-kader kesehatan
Mewujudkan tatanan yang sehat menuju terwujudnya kawasan sehat
3. Organisasi kemasyarakatan/organisasi profesi/LSM dan media massa
Menggalang potensi untuk mengembangkan perilaku sehat masyarakat
Bergotong royong untuk mewujudkan lingkungan sehat
Menciptakan suasana yang kondusif untuk mendukung perubahan
perilaku masyarakat
4. Program/Petugas Kesehatan
Melakukan integrasi promosi kesehatan dalam program dan kegiatan
kesehatan
Mendukung tumbuhnya perilaku hidup bersih dan sehat di masyarakat
khususnya melalui pemberdayaan individu, keluarga dan atau kelompok
yang menjadi kliennya
Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan yang memberikan kepuasan
kepada masyarakat
5. Lembaga pemerintah Lintas Sektor/Politisi/swasta
Peduli dan mendukung upaya kesehatan, minimal dalam mengembangkan
lingkungan dan perilaku sehat.
Membuat kebijakan dan peraturan perundang-undangan dengan
memperhatikan dampaknya di bidang kesehatan.
2.3 STRATEGI PROMOSI KESEHATAN
Sesuai dengan konsep promosi kesehatan, individu dan masyarakat bukan
hanya menjadi objek yang pasif (sasaran) tetapi juga (pelaku). Dalam kosep
tersebut masalah kesehatan bukan hanya menjadi urusan sektor kesehatan tetapi
juga termasuk urusan swasta dan dunia usaha yang dilakukan dengan pendekatan
kemitraan. Dengan demikian kesehatan adalah upaya dari,oleh dan masyarakat
yang diwujudkan sebagai gerakan perilaku hidup besih sehat (PHBS). Dalam
upaya promosi kesehatan dilakukan 3 strategi sebagai berikut:
Page | 59
1. Advokasi kesehatan yaitu pendekatan kepada para pimpinan atau
pengambilan keputusan agar dapat memberikan dukungan kemudahan,
perlindungan pada upaya pembangunan kesehatan.
2. Bina suasana yaitu upaya untuk menciptakan suasana kondusif untuk
menunjang pembangunan kesehatan sehingga masyarakat terdorong
melakukan perilaku hidup bersih dan sehat.
3. Gerakan masyarakat yaitu upaya memandirikan masyarakat agar secara
proaktif mempraktikkan hidup bersih dan sehat secara mandiri.
Ketiga strategi tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan
(sinergis) namun ditandai dengan focus yang berbeda yaitu:
1. Advokasi kesehatan lebih diarakan kepada sasaran tersier yang menghasilkan
kebijakan kesehatan
2. Bina suasana lebih diarahkan kepada sasaran sekunder yang menghasilkan
kemitraan dan opini
3. Gerakan masyarakat lebih diarahkan pada sasaran primer yang menghasilkan
kegiatan gerakan masyarakat mandiri.
Strategi promosi kesehatan diarahkan untuk:
Mengembangkan kebijaksanaan guna mewujudkan masyarakat yang sehat
membina suasana, iklim dan lingkungan yang mendukung memperkuat,
mendukung dan mendorong kehiatan masyarakat meningkatkan kemampuan dan
keterampilan perorangan.
Mengupayakan pembangunan kesehatan yang lebih memberdayakan
masyarakat. Berikut akan dibahas penjelasan dari masing-masing stategi promosi
kesehatan.
2.3.1 Strategi Advokasi Kesehatan
1. Pengertian Advokasi Kesehatan
Advokasi kesehatan adalah pendekatan kepada para pimpinan atau
pengambilan keputusan agar dapat memberikan dukungan, kemudahan,
perlindunagan, pada upaya pembangunan kesehatan.
2. Tujuan Advokasi Kesehatan
Page | 60
a) Mempengaruhi peraturan dan kebijakan yang mendukung pembudayaan
perilaku hidup bersih dan sehat
b) Mempengaruhi pihak lain (program, sektor, LSM peduli kesehatan,
professional) agar mendukung perilaku hidup bersih dan sehat melalui
kemitraan dan jaringan kerja.
c) Meningkatkan kerjasama antara masyarakat dan pemerinatah khususnya
kesehatan lingkungan di tempat-tempat umum.
d) Menggalang dukungan lewat pendapat umum melalui media komunikasi
tentang program perilaku hidup bersih dan sehat.
3. Luaran (hasil yang diharapkan)
a) Adanya dukungan politik dari para pengambilan keputusan baik dalam
bentuk instruksi/surat edaran/surat keputusan maupun himbauan untuk
melaksanakan perilaku hidup bersih dan sehat.
b) Makin banyak LSM yang peduli kesehatan
c) Adanya anggaran rutin yang dinamis dari APBD II dan sumber lain untuk
pelaksanaan perilaku hidup bersih dan sehat di Kabupaten/Kota.
d) Adanya indicator perilaku hidup bersih dan sehat dalam perencanaan
daerah.
e) Fasilitas umum semakin merata terutama di daerah kumuh.
4. Sasaran
Sasaran advokasi meliputi sasaran kepada perorangan dan sasaran kepada
masyarakat (publik). Sasaran perorangan dapat dilakukan melalui komunikasi
interpersonal sedangkan untuk sasaran publik dilakukan melalui media massa
dan kampanye. Sasaran menurut jenjang administrasi adalah:
a. Pengambilan kebijakan di tingkat pusat seperti:DPR (Komisi 7), partai-
partai politik, Menteri Dirjen departemen terkait, BAPPENAS, lembaga
donor (WHO, Word Bank, UNICEF, ADB), organisasi profesi, LSM,
Nasional dan International.
b. Pengambian kebijakan tingkat daerah atau Propinsi seperti: DPRD (Komisi
E), partai-partai politik, BAPPEDA, Gubernur dan asisten Kesejahteraan
rakyat, Ka.Din.Kes Tkt I, lembaga donor, organisasi profesi, LSM
internasional, nasional dan propensi.
Page | 61
c. Pengambilan kebijakan di tingkat Kabupaten dan Kota seperti: DPRD
Kabupaten/Kota/Komisi E, partai-partai politik BAPPEDA,
Bupati/Walikota dan bagan kesejahteraan rakyat, Ka.Din.Kes, Lembaga
Donor, organisasi profesi, LSM, institusi pendidikan, institusi kesehatan dan
non kesehatan, lembaga swasta/industry (tempat umum dan tempat kerja)
5. Metode advokasi
Kegiatan yang bernuansa advokasi dapat berupa:
Seminar sehari.
Orientasi.
Lobby.
Kampanye.
Sarasehan.
Bentuk kegiatan lain yang sesuai.
6. Langkah-langkah advokasi
Secara umum menurut Jhon Hopkins University (JHU) advokasi
kesehatan ditempuh melalui kerangka advokasi yang memuat 6 langkah
yaitu:
1. Melakukan analisa
Yang termasuk dalam analisa adalah:
a) Identifikasi masalah
b) Kebijakan yang ada
c) Program-program komunikasi yang telah dilaksanakan untuk
membuat kebijakan
d) Perubahan kebijaksanaan yang diinginkan oleh tingkat tertentu
e) Stakeholders (mitra kerja) yang terkait dengan perubahan kebijakan
f) Jejaring untuk penentu kebijakan, pesan yang tepat
g) Sumberdaya yang memungkinkan untuk pelaksanaan kebijakan
2. Menyusun strategi
Yang termasuk dalam strategi:
a) Membentuk pokja (kelompok kerja) PHBS
b) Indentifikasi sasaran primer dan sekunder
Page | 62
c) Mengembangkan tujuan “SMART” (specific/spesifik,
Mearsurable/dapat diukur, Appropriate/tepat, Realistic/Nyata,
Time bound/sesuai jadwal)
d) Menentukan indikator
e) Menyipkan dukungan dana dan kebijakan pelaksanaan
f) Menempatkan “issue” yang pantas mendapat dukungan dari
penentu kebijakan
g) Merencanakan perbaikan sarana komunikasi
3. Menggalang kemitraan (mobilisasi)
a) Menyusun POA bersama-sama
b) Mendorong kemitraan
c) Mendelegasikan tanggung jawab
d) Merencanakan koordinasi peliputan berita dan data oleh media
e) Merencanakan koordinasi peliputan berita dan data oleh media
4. Tindakan / pelaksanaan
Setelah 3 langkah terdahulu dilakukan dengan seksama sampailah
kepada tindakan pelaksanaan dengan tepat, seksama dan cermat.
Tindakan/pelaksanaan mengacu kepada rencana yang telah disusun
berdasarkan hasil analisis, persiapan strategi yang telah dituangkan
dalam Plan of action yang dipersiapkan bersama mitra, dalam hal ini
beberapa mitra sudah terlibat mulai saat analisis.
Beberapa tindakan dalam pelaksanaan advokasi:
a) Melaksanakan rencana advokasi (Plan of action)
b) Mengumpulkan mitra
c) Menyajikan pesan yang tepat
d) Menepati jadwal
e) Mengembangkan jaringan komunikasi dengan mitra waktu dapat
dipilih dengan tepat sesuai pesan yang akan disampaikan misalnya:
Hari Kesehatan Dunia tanggal 7 April, hari Kesehatan Nasional
tanggal 12 Nopember, Hari sadar panagan gizi dan hari-hari lain
yang tepat atau disesuaikan dengan kebutuhan mitra dan
masyarakat setempat. Kegiatan harus berkesinambungan karena itu
Page | 63
diperlukan jaringan komunikasi dengan mitra untuk saling
memberi informasi tentang pelaksanaan di Lingkungan masing-
masing.
5. Evaluasi
Evaluasi dilakukan dengan mengukur mencapaian tujuan (proses dan
otput) melalui pengecekan dokumentasi tentang kegiatan-kegiatan
yang seharusnya dilaksanakan, materi KIE yang telah diterbitkan dan
disebarluaskan serta produk-produk kebijakan yang diterbitkan.
6. Kesinambungan proses
Melaksanakan proses komunikasi secara terus menerus dengan
memanfaatkan hasil evaluasi.
2.3.2 STRATEGI BINA SUASANA
A. Pengertian bina suasana
Bina suasana adalah menjalin kemitraan untuk pembentukan opini publik dengan
berbagai kelompok yang ada di masyarakat seperti: Tokoh Masyarakat, Tokoh
Agama, Lembaga Swadaya masyarakat (LSM), dunia usaha/swasta, media massa,
organisasi profesi pemerintah dan lain-lain.
B. Tujuan
Diperolehnya berbagai opini yang ada di masyarakat sehingga dapat menciptakan
opini publik yang jujur, terbuka sesuai dengan normal situasi, kondisi masyarakat
yang mendukung tercapainya perilaku hidup bersih dan sehat di semua tatanan.
C. Luaran (Hasil yang diharapkan)
Terciptanya opini, etika, norma dan kondisi masyarakat yang berPerliaku
Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
Terciptanya dukungan kebijakan, fatwa, peraturan pemerintah, peraturan
daerah, surat keputusan, sumber daya untuk PHBS
D. Sasaran
a. Sasaran individu
Anggota Legislatif (Lembaga Perwakilan Rakyat)
Anggota Eksekutif (Lembaga pemerintah)
Anggota Yudikatif (Lembaga Peradilan/hukum)
Tokoh Masyarakat, Tokoh adat
Page | 64
Tokoh Agama
Petugas (Provider)
Kader
b. Sasaran Kelompok
Organisasi massa
Organisasi profesi, dunia usaha/swasta
Kelompok peduli kesehatan
c. Sasaran massa/public
Masyarakat yang bias dijangkau melalui media massa (cetak dan elektronik)
seperti Koran, majalah, radio dan televise baik pemerintah maupun swasta
serta media tradisional.
E. Metode bina suasana
Metode bina suasana dapat berupa:
Pelatihan
Semiloka
Konfrensi pers
Dialog terbuka
Sarasehan
Penyuluhan
Pendidikan
Lokakarya mini
Pertunjukan tradisional
Diskusi meja bundar (Round table discussion)
Peremuan berkala di desa
Kunjungan lapangan
Studi banding
F. Langkah-langkah kegiatan bina suasana
a. Persiapan
Indentifikasi sasaran
Sasaran dalam upaya bina suasana dapat sisebut sebagai “mitra” kita harus
dapat menentukan apakah daftar sasaran yang kita miliki memenuhi syarat
Page | 65
untuk menjadi mitra. Cara untuk mengenal dan memilih mitra dikenal
dengan “ 5C” yaitu:
1. Kompetensi (Competent)
Apakah organisasi itu memiliki staf teknik dan manajemen yang kuat?
Bila dibutuhkan tambahan staf, apakah organisasi itu memiliki aliran
dana dan cadangan dana yang cukup, sistem akuntansi, bank account
dan pengauditan teratur?
Apakah telah memiliki pengalaman dalam kegiatan yang sama
Apakah organisasi itu memiliki citra positif dan reputasi untuk
ketinggian mutu kerja?
2. Komitmen (commitmen)
Apakah organisai tersebut mendukung promosi kesehatan
Dapatkah mendukung dan berperan kuat dalam promosi kesehatan
3. Relasi (clout)
Apakah organisasi tersebut memiliki kontak atau akses ke pembuat-
pembuat kebijakan dan para tokoh yang berpengaruh di masyarakat.
Apakah organisasi itu mendapat dukungan politis dalam kegiatannya.
4. Jangkauan (coverage)
Apakah organisasi tersebut mampu menjangkau sasaran yang telah
ditetapkan, diberbagai wilayah berbagai segmen seperti demografi,
psikografi, sosial ekonomi.
5. Kesinambungan (continuity)
Sudah berapa lamakah organisasi ini melakukan kegiatan
Sudah pernakah menangani kegiatan yang serupa
Apakah memiliki dasar kelembagaan dan sumberdaya untuk jangka
panjang
Menyiapkan Paket Informasi (Information Kit). Sebagai langkah awal
terlebih dahulu disiapkan bahan informasi yang dikemas secara baik
sehingga dapat meyakinkan/memotivasi mitra kerja. Bahan yang
dimaksud dapat berupa hasil pengkajian dan pemetaan PHBS baik
secara kuantitatif atau prosentase maupun secara kualitatif hasil
wawancara mendalam atau diskusi kelompok terarah. Juga bias
Page | 66
ditambahkan hasil pengkajian yang lain seperti 10 penyakit terbahaya,
pengkajian sumberdaya yang lain seperti dana, tenaga, fasilitas kerja,
potensi yang ada di masyarakat dll. Bahan-bahan tersebut dikemas
secara baik sehingga menarik untuk disajikan dan disampaikan kepada
sasaran. Hal itu bias dilakukan dengan membuat transparansi yang
baik dan menarik, atau berupa media cetak yang dikemas seperti
brosur atau dikemas dalam map yang baik.
Metode atau cara yang dapat dilakukan langkah berikutnya adalah
menentukan atau merencanakan metode atau cara yang tepat untuk
melakukan bina suasana.
Waktu dan temapat
Kedua hal ini perlu direncanakan dengan baik agar kegiatan yang
dilakukan dapat mencapai hasil yang baik. Perlu di jajaki terlebih
dahulu, kapan waktu yang tepat untuk melaksanakan kegiatan. Artinya
sebagaian besar para peserta yang diharapkan hadir dapat memenuhi
undanagan. Sedangkan tempat, sebaiknya dicari tempat yang lebih
netral, misalnya tempat pertemuan milik masyarakat.
Menyiapkan instrument monitoring dan evaluasi
b. Pelaksanaan kegiatan
Pelaksanaan kegiatan bina suasana mencakup komponen:
Ada forum komunikasi dan dokumentasi kegiatan
Penyajian data yang selalu “up to date” atau terbaru
Mengikuti kebutuhan masyarakat yang selalu berkembang
Menjalin hubungan yang serasi dan dinamis serta memegang prinsip-prinsip
kemitraan
Menggalang sumber-sumber dana dan potensi yang ada dari masing-masing
mitra
c. Pemantauan dan penilaian
Penilaian dilakukan untuk mengetahui sejauh mana kegiatan bina suasana
dilakukan dengan benar dan menghasilkan sasaran yang diharapkan (POA)
dengan menggunakan instrument pemantauan dan penilaian dengan melihat
luaran dalam bentuk opini, etika, dan norma-norma atau kondisi yang ada di
Page | 67
masyarakat. Kalau sudah ada, berarti kegiatan bina suasana dapat dikatakan
berhasil. Kalau tidak berhasil, maka harus dikaji ulang, mungkin masih ada
langkah-langkah yang tidak dilakukan dengan baik atau mungkin faktor-faktor
lain.
G. Indikator keberhasilan
Ada peningkatan jumlah kegiatan dan jaringan kemitraan
Ada forum komunikasi
Ada dokumentasi kegiatan
Ada kesepakatan lisan dan tulisan
Ada opini publik
2.3.3 Strategi Gerakan Masyarakat
A. Pengertian
Strategi Gerakan Masyarakat adalah cara untuk menumbuhkan dan
mengembangkan norma yang membuat masyarakat mampu untuk berperilaku
hidup bersih dan sehat.
B. Tujuan
Menumbuhkan kembangkan potensi masyarakat yang artinya segala potensi
masyarakat perlu dioptimalkan untuk mendukung dan membudayakan perilaku
hidup bersih dan sehat.
C. Luaran (hasil yang diharapkan)
Pelaksanaan strategi gerakan masyarakat yang diharapkan adalah sebagai
berikut:
Pemberdayaan masyarakat merupakan suatu upaya dalam peningkatan
kemampuan masyarakat guna mengangkat harkat hidup, martabat dan derajat
kesehatannya.
Page | 68
Peningkatan keberdayaan berarti peningkatan kemampuan dan kemandirian
masyarakat agar dapat mengembangkan diri dan memperkuat sumberdaya yang
dimiliki untuk mencapai kemajuan.
Sehingga diharapkan dapat terciptanya kondisi:
Tumbuh kembangnya berbagai upaya kesehatan bersumberdaya masyarakat
serta meningkatkan kemampuan dan kemandirian dalam PHBS
Adanya upaya kesehatan yang bersumber dari masyarakat seperti Posyandu,
Pos Obat Desa (POD)
Masyarakat menjadi peserta dana sehat (JPKM)
D. Sasaran
Seluruh anggota masyarakat baik secara perorangan, kelompok maupun tokoh
masyarakat yang menjadi panutan di setiap tatanan yang ada di masyarakat.
E. Cara pendeatan gerakan masyarakat
Cara pendekatan gerakan masyarakat terbagi dua:
a. Makro
Membangun komitmen di setiap jenjang
Membangkitkan opini masyarakat (critical mass)
Menyediakan juklak dan biaya operasional
Monitoring dan evaluasi serta kordinasi
b. Mikro
Menggali potensi yang belum disadari masyarakat. Potensi dapat muncul
dari adanya kebutuhan masyarakat (demand creation) yang diperoleh
melalui pengarahan, pemberian masukan dialog kerjasama dan
pendelegasian.
Membuat model-model percontohan dan prototype pengembangan
masyarakat seperti menerapkan pendekatan edukatif dan manajemen ARRIF
(analisis, rumusan, rencana, intervensi, forum komunikasi)
Dalam melaksanakan gerakan masyarakat perlu memperhatikan karakteristik
masyarakat setempat yang dapat dikelompkkan sebagai berikut:
a. Masyarakat Pembina (Caring Community)
Yaitu masyarakat yang peduli kesehatan misalnya: LSM kesehatan,
organisasi profesi yang bergerak di bidang kesehatan.
Page | 69
b. Masyarakat setara (Coping Community)
Yaitu masyarakat yang karena kondisinya kurang memadai sehingga tidak
dapat memelihara kesehatannya. Misalnya seorang ibu sadar akan
pentingnya memeriksakan kehamilan, tetapi karena keterbatasan ekonomi
dan tidak adanaya transportasi maka si ibu tidak pergi ke sarana pelayanan
kesehatan
c. Masyarakat pemula (Crisis respon Community)
Yaitu masyarakat yang tidak tahu akan pentingnya kesehatan dan belum
didukung oleh fasilitas yang tersedia misalnya masyarakat di lingkungan
kumuh dan daerah terpencil.
F. Langkah-langkah melaksanakan gerakan masyarakat
Dalam melaksanakan gerakan masyarakat ada lima langkah pokok yaitu:
a. Pendekatan terhadap tokoh masyarakat
Pendekatan tokoh masyarakat merupakan tahap pertama yang harus dilakukan
sebelum implementasi program di wilayah tersebut. Mereka merupakan
kelompok penyaring terhadap sesuatu inovasi yang akan masuk ke wilayah
tersebut. Cara melakukan pendekatan tokoh masyarakat melalaui: kunjungan
rumah, pertemuan perorangan, pembicaraan informal di berbagai kesempatan
dan pertemuan lainnya. Setelah parah tokoh masyarakat didekati secara
interpersonal, perlu diadakan pembahasan bersama diantara para tokoh
masyarakat tersebut, antara lain melalui:
Pertemuan khusus/tersendiri mengenai kesehatan
Forum komunikasi yang sudah ada
Dalam pertemuan ini sekaligus dipilih tim pelaksana survey mawas diri (SMD)
sebagai pengumpul data.
Contoh:
Bagi masyarakat desa/kelurahan/RW, tokoh yang dimaksud adalah
pimpinan formal (kepala desa, lurah, ketua RW, pengurus LKMD dsb) dan
pimpinan formal (ulama, guru dsb)
Untuk kelompok kerja pimpinan perusahaan dan ketua kelompok pekerja
yang bersangkutan
Page | 70
Bagi organisai pemuda, pimpinan dan pengurus organisasi harus didekati
termasuk para pembinanya. Intinya adalah mendekati mereka yang menjalin
panutan dalam kelompok tersebut.
Selain pendekatan terhadap tokoh masyarakat , pendekatan terhadap para
pelaksana dari sektor-sektor di berbagai tingkat administrasi juga perlu
dilakukan. Tujuannya selain mereka memahami dan memberikan
dukungannya, juga merumuskan kebijaksanaan dan pola pelaksanaannya
secara menyeluruh
b. Pengenalan masalah kesehatan oleh masyarakat
Kegiatan ini bertujuan untuk mengenali keadaan dan masalah mereka sendiri,
serta potensi yang mereka miliki untuk mengatasi masalah tersebut dengan
melakukan kegiatan Survey Mawas Diri (SMD)
SDM mempunyai tujuan agar masyarakat:
Menyadari pentingnya pengenalan situasi dan masalah kesehatan setempat
dalam perencanaan program
Mengenal dan mempunyai kesamaan pengertian tentang masalah kesehatan
yang dihadapi masyarakat
Menyadari bahwa perilaku merupakan faktor penting dalam timbulnya
masalah kesehatan
Mempunyai pengetahuan dan keterampilan dalam mengumpulkan dan
mengolah data secara sederhana
c. Perumusan upaya penanggulangan masalah oleh masyarakat
Perumusan upaya penanggulangan masalah dilakukan dengan musyawarah
mufakat. Hal ini diperlukan untuk merumuskan upaya penanggulangan oleh
masyarakat yang merupakan kesepakatan masyarakat terhadap prioritas
masalah dan upaya penanggulangannya. Dalam musyawara masyarakat ini
hadir para pimpinan (baik formal maupun informal) para tokoh masyarakat dan
angota masyarakat. Dalam pertemuan ini dilakukan penyampaian temuan dari
kegiatan perumusan upaya penanggulangan masalah oleh masyarakat untuk
kemudian dibahas bersama bagaimana upaya mengatasinya.
Langkah-langkah pembahasan pada musyawarah masyarakat adalah sebagai
berikut:
Page | 71
Memaparkan temuan serangkaian masalah dan sederetan potensi/sumber
daya setempat yang mungkin bias digunakan oleh masyarakat setempat
untuk menanggulangi masalah yang dihadapi
Petugas memandu peserta musyawarah untuk menentukan urutan prioritas
masalah
Petugas memandu peserta musyawarah untuk menggali tenaga, dana,
material, atau pemikiran inovatif lainnya.
Atas dasar prioritas masalah yang telah disusun dan potensi masyarakat
yang tergali, dibuat rencana kegiatan penangulangan masalah, lengkap
dengan jadwal kegiatannya.
Ada beberapa patokan yang bias digunakan untuk menentukan skala prioritas
masalah anatara lain:
Kegawatannya: besar kecilnya akibat masalah ini bagi masyarakat
Mendesaknya: dalam hal ini lebih menekankan soal waktu. Bila tidak segera
ditanggulangi akan menimbulkan akibat yang serius
Penyebarannya: semakin banyak penduduk atau semakin luas wilayah yang
terkena, menjadi semakin penting
Sumberdaya yang dimiliki, yaitu kaitannya dengan kemampuan yang
mereka miliki untuk mengatasi permasalahan tersebut, baik dana, prasarana,
tenaga maupun teknologinya.
d. Pelaksanaan kegiatan penanggulangan masalah oleh masyarakat merupakan
rangkaian kegiatan sebagai penjabaran dari perumusan upaya penanggulangan
masalah, berdasarkan hasil pengenalan masalah kesehatan.
Pelaksanaan kegiatan penanggulangan masalah oleh masyarakat dapat dibagi
menjadi 3 kegiatan yaitu:
Memersiapkan tenaga pelaksana
Tenaga pelaksana adalah tenaga-tenaga pembangunan desa yang sudah
dipilih sebelumnya dan sudah melaksanakan SDM. Tenaga ini pula yang
ikut memegang peran pokok dalam merencanakan kegiatan-kegiatan yang
akan dilaksanakan.
Melaksanakan apa yang direncanakan
Page | 72
Sesudah melalui proses yang dikemukakan terdahulu, diharapkan para
tenaga pembangunan kesehatan desa tersebut mampu dan menjadi
termotivasi melaksanakan apa yang sudah direncanakan. Namun dalam hal
ini sektor-sektor tingkat kecamatan harus tetap memberikan bimbingan
dalam bidang teknis secara teratur berkesinambungan.
Menilai kegiatan yang sudah direncanakan
Penilaian merupakan suatu hal yang penting dalam proses perubahan
masyarakat dapat melihat dan merasakan, sampai dimana rencana mereka
sudah terlaksana dan kegiatan mana yang memerlukan
perbaikan/peningkatan. Pada tahap ini diharapkan masyarakat melakukan
penilaian sendiri terhadap rencana yang telah mereka laksanakan. Penilaian
dilakukan secara sederhana dan praktis melalui forum Musyawarah
Masyarakat Desa (MMD).
e. Pembinaan dan Pengembangan
Setiap pelaksanaan program harus dibina agar tenaga pembangunan kesehatan
desa mantap jalannya. Setelah mantap harus dikembangkan agar tak jenuh dan
makin maju tingkat pencapaiannya. Pemantapan dan pembinaan juga
bermaksud memantapkan dan membina pengetahuan, sikap, keterampilan dan
motivasi para tenaga pembangunan kesehatan desa dan masyarakat sendiri di
bidang-bidang khusus yang mudah dimilikinya.
Pembinaan dan pengembangan dapat dilakukan dengan berbagai cara antara
lain:
Supervise
Forum komunikasi
Mempertunjukkan film-film pembangunan kesehatan
Kunjungan tamu-tamu dari luar desa
Wisata karya ke desa-desa maju lainnya
Perlombaan-perlombaan desa sehat secara teratur
Penerbitan berkala khusus untuk tenaga-tenaga pembangunan desa
2.4 PENDEKATAN PROMOSI KESEHATAN
Page | 73
Beraneka ragam model promosi kesehatan dan pendidikan kesehatan
adalah alat analisis yang berguna, yang dapat membantu memperjelas tujuan dan
nilai promosi kesehatan. Suatu kerangka yang terdiri dari 5 pendekatan bagi
promosi kesehatan yang menunjukan nilai yang melekat pada masing-masing
pendekatan. (Elwes,dkk,1994).
2.4.1 Pekdekatan medis
Tujuan dari pendekatan ini adalah kebebasan dari penyakit dan kecacatan
yang didefinisikan secara medis, seperti penyakit infeksi, kanker, dan penyakit
jantung. Pendekatan ini melibatkan kedokteran untuk mencegah dan meringankan
kesakitan, mungkin dengan metode persuasive maupun paternalistic. Sebagai
contoh, memberitahu orang tua agar membawa anak mereka untuk imunisasi,
wanita untuk memanfaatkan klinik keluarga berencana dan pria umur pertengahan
untuk dilakukan screening tekanan darah. Pendekatan ini memberikan arti penting
dari tindakan pencegahan medis dan tanggung jawab profesi kedokteran untuk
membuat kepastian bahwa pasien patuh pada prosedur yang dianjurkan.
Kegiatan untuk mengembangkan pedekatan ini meliputi penyebaran
kampanye melalui media atau pendidikan. Fokusnya adalah taktik persuasive dan
menempatkan tanggung jawab individu untuk membuat pilihan dan pencegahan
penyakit.
2.4.2 Pendekatan perubahan perilaku
Pendekatan ini dilakukan dengan cara mendorong seseorang untuk
menjalankan perilaku kesehatan dan menerapkan dalam kehidupan sehari hari.
Tujuan dari pendekatan ini adalah mengubah sikap dan perilaku individu
masyarakat, sehingga mereka mengambil gaya hidup “sehat” Contohnya antara
lain mengajarkan orang bagaimana menghentikan merokok, pendidikan tentang
minum alcohol “wajar”, mendorong orang untuk melakukan latihan olahraga,
memelihara gigi, makan-makanan yang baik dan seterusnya. Orang-orang yang
menerapkan pendekatan ini akan merasa yakin bahwa gaya hidup “sehat”
merupakan hal paling baik bagi kliennya dan akan melihatnya sebagai tanggung
jawab mereka untuk mendorong sebanyak mungkin orang untuk mengadopsi gaya
hidup sehat yang menguntungkan. Pendekatan yang dibutuhkan adalah
Page | 74
komunikasi, konseling, pendidikan, pemberdayaan, membuat kebijakan serta
peran serta masyarakat dan membangun jaringan dukungan sosial.
2.4.3 Pendekatan education
Tahap pendekatan ini melalui cara memfasilitasi invividu untuk proses
pembelajaran dan cara memfasilitasi penunjang dalam proses belajar melalui
dialog terbuka atau diskusi. Tujuan dari pendekatan ini adalah memberikan
informasi dan memastikan pengetahuan dan pemahaman tentang perihal
kesehatan dan membuat keputusan yang ditetapkan atas dasar informasi yang ada.
Informasi tentang kesehatan disajikan dan orang dibantu untuk menggali nilai dan
sikap, dan membuat keputusan mereka sendiri. Bantuan dalam melaksanakan
keputusan-keputusan itu dn mengadopsi praktek kesehatan baru dapat pula
ditawarkan, program pendidikan kesehatan sekolah, misalnya menekankan
membantu murid mempelajari keterampilan hidup sehat, tidak hanya memperoleh
pengetahuannya. Orang-orang yang mendukung pendekatan ini akan member arti
tinggi bagi proses pendidikan, akan menghargai hal individu untuk memilih
perilaku mereka sendiri, dan akan melihatnya sebagai tanggung jawab mereka
mengangkat bersama persoalan-persoalan kesehatan yang mereka anggap
menjadi hal yang paling baik bagi klien mereka.
2.4.4 Pendekatan yang berpusat pada klien
Pendekatan ini didasarkan pada persamaan status antara tenaga kesehatan dan
klien. Yaitu memberikan bimbingan, support dn mendorong klien untuk
mengambil keputusan. Tujuan dari pendekatan ini adalah bekerja dengan klien
agar dapat membantu mereka mengidentifikasi apa yang ingin mereka ketahui dan
lakukan, dan membuat keputusan dan pilihan mereka. Peran promoter kesehatan
adalah bertindak sebagai fasilitator, membantu orang menidentifikasi kepedulian-
kepedulian mereka dan memperoleh pengetahuan serta keterampilan yang mereka
butuhkan agar memungkinkan terjadi perubahan. Pemberdayaan diri sendiri klien
dilihat sebagai central dari tujuan ini. Klien dihargai sama yang mempunyai
pengetahuan, keterampilan dan kemampuan berkontribusi dan siapa yang
mempunyai hak absolute untuk mengontrol tujuan kesehatan mereka sendiri.
Page | 75
2.4.5 Pendekatan perubahan sosial
Tujuan dari pendekatan ini adalah melakukan perubahan pada lingkungan
fisik, sosial dan ekonomi, supaya dapat membuatnya lebih mendukung untuk
keadaan yang sehat. Contohnya adalah mengubah masyarakat, bukan pada
pengubahan perilaku individu-individunya. Orang-orang yang menerapkan
pendekatan ini memberikan nilai penting bagi demokrasi mereka mengubah
masyarakat, mempunyai komotmen pada penempatan kesehatan dalam agenda
politik di berbagai tingkat dan pada pentingnya pembentukan lingkungan yang
sehat daripada pembentukan kehidupan individu-individu orang yang tinggal di
tempat itu.
2.5 ETIKA PROMOSI KESEHATAN
Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan
nasional. Dalam konstitusi organisasi kesehatan dunia tahun 1948 disepakati
antar lain bahwa diperolehnya derajat kesehatan yang setinggi-tingginya adalah
hak yang fundamental bagi setiap orang tanpa membedakan ras, agama, politik
yang dianut dan tingkat sosial ekonomi. Program pembangunan kesehatan yang
dilaksanakan telah berhasil meningkatkan derajat kesehatan masyarakat secara
cukup bermakna, walaupun masih dijumpai berbagai masalah dan hambatan yang
akan mempengaruhi pelaksanaan pembangunan kesehatan. Oleh karena itu
diperlukan adanaya reformasi di bidang kesehatan untuk mengatasi ketimpangan
hasil pembangunan kesehatan antar daerah dan antar golongan, derajat kesehatan
yang masih tertinggal dibandingkan dengan Negara-negara tetangga dan
kurangnya kemandirian dalam pembangunan kesehatan. Reformasi di bidang
kesehatan perlu dilakukan mengingat lima fenomena yang berpengaruh terhadap
pembangunan kesehatan. Pertama, perubahan pada dinamika kependudukan.
Kedua, temuan-temuan ilmu dan teknologi kedokteran. Ketiga, tantangan global
sebagai akibat dari kebijakan perdagangan bebas, revolusi informasi,
telekomunikasi dan transportasi. Keempat, perubahan lingkungan. Kelima,
demokratisasi. Perubahan pemahaman konsep akan sehat dan sakit serta semakin
Page | 76
maju IPTEK dengan informasi tentang determinan penyebab penyakit telah
menggugurkan pradigma pembangunan kesehatan yang lama yang mengutamakan
pelayanan kesehatan yang bersifat kuratif dan rehabilitatif. Pradigma
pembangunan kesehatan yang baru yaitu pradigma sehat merupakan upaya untuk
lebih meningkatkan kesehatan masyarakat yang bersifat proaktif. Pradigma sehat
sebagai model pembangunan kesehatan yang dalam janka panjang diharapkan
mampu mendorong masyarakat untuk mandiri dalam menjaga kesehatan melalui
kesadaran yang lebih tinggi pada pentingnya pelayanan kesehatan yang bersifat
promotif dan preventif. Dalam Indonesia sehat 2010, lingkungan yang diharapkan
adalah yang kondusif bagi terwujudnya keadaan sehat yaitu lingkungan yang
bebas dari polusi, tersedianya air bersih, sanitasi lingkungan yang memadai,
pemukiman yang sehat, perencanaan kawasan yang berwawasan kesehatan serta
terwujudnya kehidupan masyarakat yang saling tolong menolong. Perilaku
masyarakat Indonesia sehat 2010 yang diharapkan adalah yang bersifat proaktif
untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah risiko terjadinya
penyakit, melindungi diri dari ancaman penyakit serta berpartisipasi aktif dalam
gerakan kesehatan masyarakat.
2.5.1 Menetapkan sasaran
A. Sasaran primer
Masyarakat pada umumnya menjadi sasaran langsung segala upaya pendidikan
atau promosi kesehatan. Sesuai dengan permasalahan kesehatan, maka sasaran ini
dapat dikelompokkan menjadi kepala keluarga untuk masalah kesehatan umum,
ibu hamil dan menyusui untuk masalah KIA (kesehatan ibu dan anak), anak
sekolah untuk kesehatan remaja, dan sebagainya. Upaya promosi yang dilakukan
terhadap sasaran primer ini sejalan dengan strategi pemberdayaan masyarakat
(empow-erment).
B. Sasaran sekunder
Para tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat, dan sebagainya. Disebut sasaran
sekunder karena dengan memberikan pendidikan kesehatan pada kelompok ini
Page | 77
akan memberikan pendidikan kesehatan pada masyarakat disekitarnya. Disamping
itu dengan prilaku sehat para tokoh masyarakat sebagai hasil pendidikan
kesehatan yang diterima, maka para tokoh masyarakat ini akan memberikan
contoh atau acuan perilaku sehat bagi masyarakat sekitarnya. Upaya promosi
kesehatan yang ditunjuk kepada sasaran sekunder ini adalah sejalan dengan
strategi dukungan social (social support).
C. Sasaran tersier
Para pembuat keputusan atau penentuan kebijakan baik ditingkat pusat, maupun
daerah adalah sasarab tersier pendidikan kesehatan dengan kebijakan-kebijakan
atau keputusan yang dikeluarkan oleh kelompok ini akan mempunyai dampak
terhadap perilaku para tokoh masyarakat (sasaran sekunder), dan juga kepada
masyarakat umum (sasaran primer). Upaya promosi kesehatan yang ditunjukan
kepada sasaran tersier ini sejalan dengan strategi advokasi.
2.5.2 Menetapkan tujuan
Tujuan pembangunan kesehatan adalah meningkatkan kesadaran, kemauan dan
kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujudnya derajat kesehatan
masyarakat yang optimal melalui terciptanya masyarakat, bangsa dan Negara
Indonesia yang ditandai oleh pendudukungnya yang hidup dengan perilaku dan
dalam lingkungan sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan
kesehatan yang bermutu adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang
optimal di seluruh wilayah Indonesia.
2.5.3 Menetapkan pesan pokok
Program-program pembangunan kesehatan dikelompokkan dalam pokok-pokok
program yang pelaksanaannya dilakukan secara terpadu dengan pembangunan
sektor lain yang memerlukan dukungan dan peran serta masyarakat. Disusun 7
program pembangunan kesehatan yaitu (DepKes RI, 1999):
1. Program perilaku dan pemberdayaan masyarakat.
2. Program lingkungan sehat
3. Program upaya kesehatan
4. Program pengembangan sumber daya kesehatan
5. Program pengawasan obat, makanan dan obat berbahaya
6. Program kebijakan dan manajemen pembangunan kesehatan
Page | 78
7. Program pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan
Untuk meningkatkan percepatan perbaikan derajat kesehatan masyarakat yang
dinilai penting untuk mendukung keberhasilan program pembangunan nasional
ditetapkan 10 program unggulan kesehatan (DepKes RI, 1999):
1. Program kebijakan kesehatan, pembiayaan kesehatan dan hokum kesehatan
2. Program perbaikan gizi
3. Program pencegahan penyakit menular termasuk imunisasi
4. Program peningkatan perilakau hidup sehat dan kesehatan mental
5. Program lingkungan pemukiman, air dan sehat
6. Program kesehatan keluarga, kesehatan reproduksi dan keluarga berencana
7. Program keselamatan dan kesehatan kerja
8. Program anti tembakau, alcohol dan madat
9. Program pengawasan obat, bahan berbahaya, makanan dan minuman
10. Program pencegahan kecelakaan, rudapaksa dan keselamatan lalu lintas
2.5.4 Menetapkan metode dan saluran komunikasi
Merancang program komunikasi, pada tahap ini telah dapat menentukan
perubahan perilaku dan menempatkan pesan dengan tepat dengan memadukan
semua informasi yang telah dikumpulkan, selanjutnya dikomunikasikan dengan
dukungan seperti audio visual (Video, film), oral (radio), cetak (poster, leaflet),
visual (flip charts).
2.5.5 Menetapkan kegiatan operasional
Untuk mencapai taraf kesehatan bagi semua, maka yang terpenting adalah
menetapkan kegiatan operasional yang harus tercakup dalam pelayanan kesehatan
dasar:
1. Pendidikan tentang masalah kesehatan umum, cara pencegahan dan
pemberantasannya
2. Peningkatan persediaan pangan dan cakupan gizi
3. Penyediaan air minum dan sanitasi dasar
4. Pelayanan kesehatan ibu dan anak termasuk keluarga berencana
5. Imunisasi
6. Pengobatan dan pengadaan obat
Page | 79
7. Oleh karena pelayanan kesehatan dasar merupakan kunci untuk mencapai
derajat kesehatan yang layak bagi semua, maka perencanaan,
pengorganisasian dan penyelenggaraan yang efisien mutlak diperlukan
disamping harus berdasarkan: Perikemanusiaan, Kesehatan sebagai hak asasi,
Pemberdayaan dan kemandirian masyarakat
8. Pengutamaan upaya kesehatan promotif dan upaya kesehatan preventif
9. Pelayanan kesehatan perorangan yang sesuai dengan kebutuhan
10. Dukungan sumber daya kesehatan
11. Misi pembangunan kesehatan
12. Dalam mewujudkan Visi Indonesia sehat 2010, telah ditetapkan misi
pembangunan kesehatan (DepKes RI, 1999)
13. Menggerakan pembangunan nasional berwawasan kesehatan
14. Untuk dapat mewujudkan Indonesia sehat 2010, para penanggung jawab
program pembangunan harus memasukkan pertimbangan-pertimbangan
kesehatan dalam semua kebijakan pembangunannya. Oleh karena itu seluruh
elemen dari Sistem Kesehatan Nasional harus berperan sebagai penggerak
utama pembangunan nasional berwawasan kesehatan.
15. Mendorong kemandirian masyarakat untuk hidup sehat
16. Perrilaku sehat dan kemampuan masyarakat untuk memilih dan mendapatkan
pelayanan kesehatan yang bermutu sangat menentukan keberhasilan
pembangunan kesehatan.
17. Memelihara dan meningkatkan pelayanan kesehatan yang bermutu, merata
dan terjankau
18. Salah satu tanggung jawab sektor kesehatan adalah menjamin tersedianya
pelayanan kesehatan yang bermutu, merata dan terjangkau oleh masyarakat.
Penyelenggaraan pelayanan kesehatan tidak hanya berada ditngan
pemerintah, melainkan mengikutsertakan masyarakat dan potensi swasta.
19. Memelihara dan meningkatkan kesehatan individu, keluarga dan masyarakat
beserta lingkungannya
20. Untuk terselanggaranya tugas penyelenggaraan upaya kesehatan yang harus
diutamakan adalah bersifat promotif dan preventif yang didukung oleh upaya
kuratif dan rehabilitative
Page | 80
21. Strategi pembangunan kesehatan
22. Strategi pembangunan nasional harus berdasarkan kebijakan nasional,
mencakup garis besar kegiatan dimana semua sektor yang terlibat untuk
mewujudkan kebijaksanaan tersebut. Beberapa hal yang penting yang harus
diterapkan adalah (DepKes RS, 1999): pembangunan berwawasan kesehatan
23. Setiap program pembangunan nasional yang diselenggarakan di Indonesia
harus memberikan konstribusi positif terhadap kesehatan, yaitu terbentuknya
lingkungan sehat dan pembentukan perilaku sehat.
2.5.6 Menetapkan pemantauan dan evaluasi
1. Memperkenalkan kepada masyarakat gagasan dan teknik perilaku Program
promosi Hygiene perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), yang merupakan
pendekatan terencana untuk mencegah penyakit diare melalui pengadopsian
perubahan perilaku oleh masyarakat secara meluas. Program ini dimulai dari
apa yang diketahui, diinginkan, dan dilakukan masyarakat. Perencanaan suatu
program promosi hygiene untuk masyarakat dilakukan berdasarkan jawaban
atau pertanyaan diatas atau bekerjasama dengan pihak yang terlibat, untuk itu
diperlukan pesan-pesan sederhana, positif, menarik yang dirancang untuk
berkomunikasi lewat sarana local seperti poster, leaflet.
2. Mengidentifikasi perubahan perilaku masyarakat, dalam tahap ini akan
dilakukan identifikasi perilaku berisiko melalui pengamatan terstruktur.
Sehingga dapat ditentukan cara pendekatanbaru terhadap perbaikan hygiene
sehingga diharapakan anak-anak terhindar dari lingkungan yang
terkontaminasi.
3. Memotivasi perubahan perilaku masyarakat, langkah-langkah untuk
memotivikasi orang utuk mengadopsi perilaku hygiene termasuk memilih
beberapa perubahan perilaku yang diharapkan dapat diterapkan
4. Mencari tahu apa yanag dirasakan oleh kelompok sasaran mengenai perilaku
tersebut melalui diskusi terfokus, wawancara dan nelalui uji coba perilaku
5. Membuat pesan yang tepat sehingga sasaran mau melakukan perubahan
perilaku
Page | 81
6. Menciptakan sebuah pesan sederhana, positif, menarik berdasarkan apa yang
disukai kelompok sasaran
2.5.7 Hubungan dengan klien
Tenaga kesehatan masyarakat berhubungan erat dengan klien atau masyarakat.
Hal ini ditunjukkan dengan pentingnya peran tenaga kesehatan masyarakat dalam
mengubah perilaku masyarakat menuju hidup bersih dan sehat.
Program promosi perilaku hidup bersih dan sehat yang biasa dikenal PHBS/
Promosi Higiene merupakan pendekatan terencana untuk mencegah penyakit
menular yang lain melaui pengadopsian perubahan perilaku oleh masyarakat luas.
Program ini dimulai dengan apa yang diketahui, diinginkan dan dilakukan
masyarakat setempat dan mengembangkan program berdasarkan informasi
tersebut (Curtis v dkk,1997;UNICEF, WHO. Bersih, sehat dan sejahtera).
Program promosi PHBS harus dilakukan secara professional oleh individu dan
kelompok yang mempunyai kemampuan dan komitmen terhadap kesehatan
masyarakat serta memahami tentang lingkungan dan mampu melaksanakan
komunikasi, edukasi dan menyampaikan informasi secara tepat dan benar yang
sekarang disebut dengan promosi kesehatan. Tenaga kesehatan masyarakat
diharapkan mampu mengambil bagian dalam promosi PHBS sehingga dapat
melakukan perubahan perilaku masyarakat untuk hidup berdasarkan PHBS.
Tenaga kesehatan masyarakat telah mempunyai bekal yang cukup untuk
dikembangkan dan pada waktunya disumbangkan kepada masyarakat dimana
mereka bekerja.
2.5.8 Kepedulian dengan determinan sosial dan hubungannya dengan
kesehatan
Perilaku adalah resultan antar stimulus (factor eksternal) dengan respons (factor
internal) dalam subjek atau orang yang berperilaku tersebut. Perilaku seseorang
atau subjek dipengaruhi atau ditentuakn oleh faktor-faktor baik dari dalam
maupun dari luar subjek. Faktor yang menentukan atau membentuk perilaku ini
disebut detrminan. Dalam bidang perilaku kesehatan ada 3 teori yang sering
menjadi acuan penelitian-penelitian kesehatan yaitu:
1. Teori Lawrence green
Ada dua determinan masalah kesehatan tersebut yaitu Behavioral
Page | 82
factor (factor perilaku) dan non behavioral factor (factor non perilaku). Dan
factor tersebut ditentukan oleh 3 faktor utama yaitu:
a. Faktor-faktor predisposisi, yaitu factor-faktor yang mempermudah atau
mempredisposisi terjadinya perilaku seseorang, antara lain pengetahuan,
sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai, tradisi dan sebagainya.
b. Faktor-faktor pemungkin, yaitu factor-faktor yang memungkinkan atau
yang memfasilitasi perilaku atau tindakan.
c. Faktor-faktor penguat, yaitu factor-faktor yang mendorong atau
memperkuat terjadinya perilaku.
2. Teori snehanduk B.Karr
Mengidentifikasi adanya 5 determinan perilaku, yaitu:
a. Adanya niat (intention) seseorang untuk bertindak sehubungan dengan
objek atau stimulus diluar dirinya.
b. Adanya dukungan dari masyarakat sekitar (social support)
c. Terjangkaunya informasi, yaitu tersedianya informasi-informasi terkait
dengan tindakan yang akan di ambil oleh seorang
d. Adanya otonomi atau kebebasan pribadi untuk mengambil keputusan
e. Adanya kondisi dan situasi yang memungkinkan
3. Teori WHO
Ada 4 determinan yaitu:
a. Pemikiran dan perasaan yaitu merupakan modal awal untuk bertindak atau
berperilaku
b. Adanya acuan atau referensi dari seseorang atau pribadi yang dipercayai
c. Sumber daya yang tersedia merupakan pendukung untuk terjadinya
perilaku seseorang atau masyarakat
d. Sosio budaya merupakan factor eksternal untuk terbentuknya perilaku
seseorang
2.5.9 Pertimbangan-pertimbangan etis
Pertimbangan-pertimbangan etis yang perlu kita lakukan dan pikirkan yakni:
1. Promoter kesehatan tidak akan secara sengaja menunda pelayanan atau
informasi, dilihat dari status pengetahuan sekarang yang dapat memberikan
Page | 83
manfaat kepada klien, mereka berusaha mengikuti perkembangan promosi
kesehatan
2. Promoter kesehatan akan menghargai kerahasiaan informasi yang dapat
mereka akses kecuali atas permintaan hokum dan demi kepentingan klien
3. Promoter kesehatan harus tidak melakukan kegiatan promosi kesehatan yang
tidak kompeten bisa kerjakan
2.6 MEDIA DAN METODE PROMOSI KESEHATAN
2.6.1 Alat Bantu
A. Pengertian
Yang dimaksud alat bantu adalah alat-alat yang digunakan oleh pendidik
dalam menyampaikan bahan pendidikan atau pengajar. Alat bantu ini lebih sering
disebut alat peraga karena berfungsi untuk mebantu dan meragakan sesuatu
kedalam proses pendidikan pengajaran. Alat peraga ini disusun berdasarkan
prinsip bahwa pengetahuan yang ada pada setiap manusia itu diterima atau
ditangkap melalui panca indera. Semakin banyak indera yang digunakan untuk
menerima sesuatu maka semakin banyak dan semakin jelas pula pengertian atau
pengetahuan yang diperoleh. Dengan perkataan lain, alat peraga ini dimaksudkan
untuk mengerahkan indera sebanyak mungkin kepada suatu objek sehingga
mempermudah persepsi.
Seseorang atau masyarakat didalam proses pendidikan dapat memperoleh
pengalaman atau pengetahuan melalui berbagai macam alat bantu pendidikan.
Tetapi masing-masing alat mempunyai intensitas yang berbeda-beda dalam
membantu persepsi seseorang. Elgar Dale membagi alat peraga tersebut menjadi
11 macam dan sekaligus menggambarkan tingkat intensitas tiap-tiap alat tersebut
dalam suatu kerucut. Dari kerucut tersebut dapat dilihat bahwa lapisan yang
paling dasar adalah benda asli dan yang paling atas adalah kata-kata. Hal ini
berarti bahwa dalam proses pendidikan, benda asli mempunyai intensitas yang
paling tinggi untuk mempersepsi bahan pendidikan atau pengajaran. Sedangakan
penyampaian bahan yang hanya dengan kata-kata sangat kurang efektif atau
Page | 84
intensitasnya paling rendah. Jelas bahwa penggunaan alat peraga adalah salah satu
prinsip proses pendidikan.
Dalam rangka pendidikan kesehatan, masyarakat sebagai konsumen juga
dapat dilibatkan dalam pembuatan alat peraga (alat bantu). Untuk itu petugas
kesehatan berperan untuk membimbing dan membina, bukan hanya dalam hal
kesehatan mereka sendiri tetapi juga memotivasi mereka sehingga meneruskan
informasi kesehatan kepada anggota masyarakat yang lain. Alat peraga akan
membantu dalam melakukan penyuluhan, agar pesan-pesan kesehatan dapat
disampaikan lebih jelas dan masyarakat sasaran dapat menerima pesan orang
tersebut dengan jelas dan tetap pula. Dengan alat peraga, orang dapat lebih
mengerti fakta kesehatan yang dianggap rumit sehingga mereka dapat menghargai
betapa bernilainya kesehatan itu bagi kehidupan.
B. Faedah alat bantu
Secara terperinci, faedah alat peraga anatara lain sebagai berikut:
a. Menibulkan minat sasaran pendidikan.
b. Mencapai sasaran yang lebih banyak.
c. Mebantu mengatasi hambatan bahasa.
d. Merangsang sasaran pendidikan untuk melaksanakan pesan-pesankesehatan.
e. Membantu sasaran pendidikan untuk belajar lebih banyak dan cepat
f. Merangsang sasaran pendidikan untuk meneruskan pesan-pesan yang
diterima kepada orang lain.
g. Mempermudah penyampaian bahan pendidikan atau informasi oleh para
pendidik atau pelaku pendidikan.
h. Mempermudah penerimaan informasi oleh sasaran pendidikan. Seperti
diuraikan diatas bahwa pengetahuan yang ada pada seseorang diterima
melalui indera. Menurut penelitian para ahli indera, yang paling banyak
menyalurkan pengetahuan ke dalam otak adalah mata. Kurang lebih 75%
Page | 85
sampai 87% dari pengetahuan manusia diperoleh atau disalurkan melalui
mata. Sedangkan 13% sampai 25% lainnya tersalur melalui indera yang lain.
Dari sini dapat disimpulkan bahwa alat-alat visual lebih mempermudah cara
penyampaian dan penerimaan informasi atau bahan pendidikan.
i. Mendorong keinginan orang untuk mengetahui kemudian lebih mendalami
dan akhirnya meberikan pengertian yang lebih baik. Orang yang melihat
sesuatu yang memang diperlukan akan menimbulkan perhatiaannya. Dan apa
yang dilihat dengan penuh perhatian akan memberikan pengertian baru
baginya yang merupakan pendorong untuk melakukan atau memakai sesuatu
yang baru tersebut.
j. Membantu menegakkan pengertian yang diperoleh. Didalam menerima
sesuatu yang baru, manusia mempunyai kecenderungan untuk melupakan
atau lupa.
Untuk mengatasi hal tersebut, AVA akan membantu menegakkan
pengetahuan-pegetahuan yang telah diterima oleh manusia sehingga apa yang
diterima akan lebih lama tinggal atau disimpan dalam ingatan.
C. Macam-macam Alat Bantu
Pada garis besarnya, hanya ada 2 macam alat bantu pendidikan (alat peraga):
a. Alat bantu lihat (Visual Aids).
Alat ini berguna dalam mebantu menstimulasi indera mata (penglihatan) pada
waktu terjadinya proses pendidikan. Alat ini ada 2 bentuk:
1) Alat yang diproyeksikan, misalnya slide, film, film stip, dan sebagainya.
2) Alat-alat yang tidak diproyeksikan:
2 Dimensi, gamabar, peta, bagan, dan sebagainya.
3 Dimensi missal bola dunia, boneka, dan sebagainya.
b. Alat-alat Bantu Dengar (Audio Aids)
Ialah alat yang dapat membantu menstimulasi indera pendengaran pada
waktu prose penyampaian bahan pendidikan atau pengajaran. Misalnaya
piringan hitam, radio, pita suara, dan sebagainya.Page | 86
c. Alat bantu lihat-dengar
Seperti televisi dan video cassette. Alat-alat bantu pendidikan ini lebih dikenal
dengan audio visual aids (AVA).
Disamping pembagian tersebut, alat peraga juga dapat dibedakan menjadi
2 macam menurut pembuatannya dan penggunaannya.
1) Alat peraga yang complicated (rumit), seperti film, film stripe slide dan
sebagainya yang memerlukan listrik dan proyektor
2) Alat peraga yang sederhana, yang mudah dibuat sendiri dengan bahan-
bahan setempat yang mudah diperoleh, seperti bambu, karton, kaleng bekas,
kertas Koran, dan sebagainya. Beberapa contoh alat peraga yang sederhana
yang dapat dipergunakan di berbagai tempat misalnya:
Di rumah tangga seperti leaflet, model buku bergambar, benda-benda
yang nyata seperti buah-buahan, sayur-sayuran, dan sebagainya.
Di kantor-kantor dan sekolah-sekolah, seperti papan tulis, flipchart,
poster, leaflet, buku cerita bergambar, kotak gambar gulung, boneka dan
sebagainya.
Di masyarakat umum, misalnya poster, spanduk, leaflet, fanel graph,
boneka wayang, dan sebagainya.
Ciri-ciri alat peraga kesehatan yang sederhana antara lain:
a. Mudah dibuat
b. Bahan-bahannya dapat diperoleh dari bahan-bahan local
c. Mencerminkan kebiasaan, kehidupan dan kepercayaan setempat.
d. Ditulis (digambar) dengan sederhana.
e. Bahasa setempat dan mudah dimengerti oleh masyarakat.
f. Memenuhi kebutuhan-kebutuhan petugas kesehatan dan masyarakat.
2.6.2 Sasaran Yang Dicapai Alat Bantu Pendidikan
Menggunakani alat peraga harus didasari pengetahuan tentang sasaran
pendididakan yang akan dicapai alat peraga tersebut .
1. Individu atau kelompok
Page | 87
2. Katagor-katagori sasaran seperti kelompok umur, pendidikan, pekerjaan, dan
sebagainya
3. Bahasa yang mereka gunakan
4. Adat istiadat serta kebiasaan
5. Minat dan perhatian
6. Pengetahuan dan pengalaman mereka tentang pesan yang akan diterima
Tempat memasang (menggunakan) alat peraga
a. Didalam keluarga antara lain dalam kesempatan kunjungan rumah, waktu
menolong persalinan, merawat bayi atau menolong orang sakit dan
sebagainya.
b. Di masyarakat misaknya seperti pada waktu perayaan hari-hari
besar,pengajaran, dan sebagainya, serta dipasang juga di tempat-tempat
umum yang strartegi.
c. Di instansi-instansi antara lain di puskesmas, rumah sakit, kantor-kantor di
sekolah-sekolah dan sebagainya.
Alat-alat peraga tersebut sedapat mungkin dapat dipergunakan oleh
a. Petugas-petugas puskesmas atau kesehatan
b. Kader kesehatan
c. Guru-guru sekolah dan tokoh-tokoh masyarakat lainnya
d. Pamong desa
2.6.3 Merencanakan Dan Menggunakan Alat Peraga
Biasanya kita menggunakan alat peraga sebagai pengganti objek-objek
yang nyata sehingga dapat memberikan pengalaman yang tidak langsung bagi
sasaran. Didalam menggunakan alat peraga untuk memperjelas pesan-pesan yang
disampaikan kepada masyarakat, benda-benda yang sebenarnya mempermudah
masyarakat untuk mengerti dan memahaminya, karena alat peraga seperti ini
merupakan benda-benda yang mereka jumpai sehari-hari.
Page | 88
Oleh karena itu sebelum mempergunakan alat peraga lain sebagai
pengganti benda-benda asli, perlu ditelaah terlebih dahulu apakah pengunaan
benda-benda asli memungkinkan atau tidak. Sebaliknya kalau tidak ada benda-
benda asli maka dibuatlah alat peraga dari benda-benda pengganti.
Sebelum membuat alat peraga kita harus merencanakan dan memilih alat
peraga yang paling tepat untuk digunakan. Untuk itu perlu diperhatikan antara lain
hal-hal sebagai berikut.
2.6.4 Tujuan Yang Hendak Dicapai
1. Tujuan pendidikan. Tujuan ini dapat untuk
Mengubah pengetahuan atau pengertian, pendapat dan konsep-konsep.
Mengubah sikap dan persepsi.
Menanamkan tingak laku atau kebiasaan yang baru.
2. Tujuan penggunaan alat peraga
Sebagai alat bantu dalam latihan atau pendidikan
Untuk menimbulkan perhatian terhadap suatu masalah
Untuk meningkatkan sesuatu pesan atau informasi
Untuk menjelaskan fakta-fakta, prosedur, tindakan.
Perencanaan dan pelilihan alat peraga ditentukan sebagian dasar oleh tujuan ini.
Kalau tujuannya itu rumit maka mungkin diperlukan lebih dari satu
macam alat peraga. Kemampuan penyampaian pesan masing-masing alat peraga
berbeda-beda, misalnya leaflet dan pamphlets lebih banyak berisi pesan
sedangkan poster lebih sedikit pesan-pesan tetapi bersifat pemberitahuan dan
propaganda. Dengan sendirinya alat peraga yang dipergunakan untuk
meningkatkan pengetahuan akan berbeda dengan alat peraga yang dipergunakan
untuk meningkatkan keterampilan.
2.6.5 Persiapan Penggunaan Alat Peraga
Semua alat peraga yang dibuat berguna sebagai alat bantu belajar dan tetap
harus diingat bahwa alat ini dapat berfungsi mengajar dengan sendirinya. Kita
harus mengembangkan keterampilan dalam memilih, mengadakan alat peraga
secara tepat sehingga mempunyai hasil yang maksimal.
Page | 89
Misalnya satu set flip chart tentang makanan sehat untuk bayi atau anak-
anak harus diperlihatkan satu-persatu secara berurutan sambil menerangkan tiap-
tiap gambar beserta pesannya. Kemudian diadakan pembahasan sesuai dengan
kebutuhan pendengarannya terjadi komunikasi dua arah. Apabila kita tidak
mempersiapkan diri dan hanya mempertunjukan lembaran-lembaran flip chart
satu demi satu tanpa menerangkan atau membahasnya maka penggunaan flip chart
tersebut mungkin akan gagal.
Sebelum penggunaan alat peraga sebaiknya petugas mencoba terlebih
dahulu alat-alat tersebut, yang masih dalam bentuk dasar sebelum diprodusi
seluruhnya. Gunakan tes percobaan ini adalah untuk mengetahui sejauh mana alat
peraga tersebut dapat dimengerti oleh sasaran pendidikan.
Contoh sebuah poster yang akan dipergunakan menunjang program
keluarga berencana dibuat desain atau rancangan beberapa buah. Lalu dicobakan
pada sekelompok kecil sasaran yang dianggap memiliki ciri-ciri yang sama
dengan sasaran pada umumnya, kepada siapa poster itu akan di tunjukan. Salah
satu desain yang paling mudah dipahami, terutama yang dapat dikenal pesan-
pesannya dengan baik itulah yang akan diproduksi dan diperbanyak.
Cara melakukan percobaan tersebut antara lain sebagai beerikut.
a. Merencanakan terlebih dahulu tes pendahuluan untuk suatu media yang akan
diproduksi.
b. Menentukan pokok-pokok yang akan dipesankan dalam media tersebut.
c. Menentukan gambar-gambar pokok atau simbol-simbol yang disesuaikan
dengan cirri-ciri sasaran.
d. Memperlihatkan alat peraga atau media tersebut kepada sasaran tercoba.
e. Menanyakan kepada sasaran terkait hal.
Apakah mereka mengalami kesukaran dalam memahami pesan-pesan,
kata-kata, gambar-gambar didalam media tersebut.
Menanyakan hal-hal yang tidak dimengerti.
Mencatat komentar-komentar dari sasaran yang sedang diuji
Melakukan perbaikan alat peraga (media) tersebut.
f. Mendiskusikan alat yang dibuat tersebut dengan orang lain (teman-teman)
atau dengan para ahli.Page | 90
2.6.6 Cara Mempergunakan Alat Peraga
Cara mempergunakan alat peraga sangat tergantung pada alatnya.
Menggunakan gambar sudah barang tentu lain menggunakan film strip dan
sebagainya. Disamping itu juga dipertimbangkan factor sasaran pendidikannya.
Untuk masyarakat yang buta huruf akan lain dengan masyarakat yang telah
berpendidikan. Dan yang lebih penting lagi alat yang digunakan harus menarik
sehingga menimbulkan minat para pesertanya.
Pada waktu menggunakan AVA hendaknya memperhatikan hal sebagai
berikut.
a. Gunakan senyum untuk mencari simpati.
b. Tunjukkan perhatian bahwa hal yang dibicarakan atau diragakan itu adalah
penting.
c. Pandangan mata hendaknya keseluruh pendengar agar mereka tidak
kehilangan kontrol dari pihak pendidik.
d. Yang berbicara atau yang meragakan hendaknya bergantian agar pendengar
tidak bosan dan mengantuk.
e. Ikut sertakan para peserta atau pendengar, berikan kesempatan untuk
memegang atau mencoba alat tersebut.
f. Bila perlu, berilah selingan humor, untuk menghidupkan suasana dan
sebagainya.
2.6.7 Media Pendidikan Kesehehatan
Yang dimaksud dengan media pendidikan kesehatan pada hakekatnya
adalah bantu pendidikan (AVA). Disebut media pendidikan karena alat-alat
tersebut merupakan alat saluran (channel) untuk menyampaikan kesehatan karena
alat-alat tersebut digunakan nutuk mempermudah penerimaan pesan-pesan
kesehatan bagi masyarakat atau klien.
Page | 91
Berdasarkan fungsinya sebagai penyaluran pesan-pesan kesehatan (media),
media ini dapat dibagi menjadi menjadi tiga, yakni.
a. Media cetak
Media cetak sebagai alat untuk menyampaikan pesan-pesan kesehatan
sangat bervariasi antara lain.
1. Booklet ialah suatu media untuk meyampaikan pesan-pesan kesehatan
dalam bentuk buku baik tulisan maupun gambar.
2. Leaftlet ialah bentuk penyampaian imformasi atau pesan-pesan kesehatan
melalui lembaran yang dilipat, Isi informasi dapat dalam bentuk kalimat
maupun gambar atau kombinasi dari keduanya.
3. Flyer (selebaran) ialah seperti leaflet tetapi tidak dalam bentuk lipatan.
4. Flip chart (lembaran balik) ialah media penyampaian pesan atau informasi-
informasi kesehatan dalam bentuk lembar balik biasanya dalam bentuk
buku dimana tiap lembar (halaman) berisi gambar peragaan dan dibaliknya
berisi kalimat sebagai pesan atau informasi berkaitan dengan gambar
tersebut.
5. Rubrik atau tulisan-tulisan pada surat kabar atau majalah mengenaibahasa
suatu masalah kesehatan atau hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan.
6. Poster ialah bentuk media cetak berisi pesan-pesan atau informasi
kesehatan yang biasanya ditempel ditembok-tembok, ditempat-tempat
umum, atau di kendaraan umum.
7. Foto yang mengungkapkan informasi-informasi kesehatan.
Berikut ini adalah 10 alasan kenapa setiap Promosi Kesehatan dan Keselamatan
Kerja (K3) menggunakan gambar visual :
1. Pikiran lebih cepat menangkap informasi dalam bentuk gambar. Karena
setiap informasi yang hanya menggunakan teks tanpa gambar akan
membuat pikiran bekerja dahulu untuk menerjemahkan setiap kata
menjadi gambar dalam pikiran dan informas itidak langsung diserap
sebagaimana informasi yang langsung menggunakan gambar visual dan
teks.
Page | 92
2. Teks hanya diproses oleh bagian memori jangka pendek, sehingga
informasi mudah dilupakan. Sedangkan gambar visual diproses langsung
oleh memori jangka panjang sehingga informasi lebih lama dalam ingatan
audiens. (Sumber: The Power of Visual Communication)
3. Separuh dari fungsi otak manusia khusus untuk memproses informasi yang
disampaikan secara visual. Sehingga informasi yang diterima dengan cara
dilihat mata akan lebih ramah diproses dalam otak. (Sumber: Professor
Mriganka Sur of MIT's Department of Brain and Cognitive Sciences)
4. Orang hanya akan mengingat 10% dari informasi tanpa gambar visual
yang disampaikan 72 jam yang lalu. Jika informasi tersebut ditambahakan
gambar visual, maka orang akan mengingat lebih banyak sebesar 65% dari
informasi tersebut.
5. 90% informasi ditransfer keotak secara visual dengan kecepatan 60.000
kali lebih cepat diproses otak dari pada informasi yang hanya dalam
bentuk teks. (Sumber: 3M Corporation and Zabisco)
6. Kita cenderung lebih mudah mengingat-ingat memori dalam bentuk
gambar visual. Faktanya gambar visual lebih mudah diingat (sebesar 84%)
daripa dateks (hanyasebesar 44%) (Sumber: Picture Superiority Effect)
7. Ilmuan dalam bidang pendidikan meyakini bahwa 83% manusia belajar
semua hal secara visual/ melalui gambar.
8. 40% orang lebih efektif member tanggapan terhadap informasi dalam
bentuk gambar visual dari pada informasi dalam bentuk teks saja.
9. Survey membuktikan bahwa orang orang lebih banyak menghabiskan
waktu ber internet dengan melihat video secara online.
10. Trainer atau pembicara yang menggunakan gambar visual sebagai
perangkat presentasi, 43% lebih efektif dalam menggerakan audiens untuk
melakukan aksi dari informasi tersebut. (Sumber: 3M)
Page | 93
b. Media Elektronik
Media elektronik sebagai sasaran untuk menyampaikan pesan atau informasi-
informasi kesehatan, jenisnya berbeda-beda antara lain.
1. Televisi
Penyampaian pesan atau informasi-informasi kesehatan melalui media
televise bisa dalam bentuk sandiwara, sinetron, forum diskusi atau Tanya
jawab sekitar masalah kesehatan.
2. Radio
Penyampaian informasi atau pesan kesehatan melalui radio juga dpat
berbentuk macam-macam antara lain obrolan (tanya jawab), sandiwara radio,
ceramah, radio spot, dan sebagainya.
3. Video
Penyampaian informasi atau pesan-pesan kesehatan dapat melalui video
a) Slide
Media slide atau film bingkai adalah media visual yang diproyeksikan
melalui alat yang disebut proyektor.
b) Film strip
Filmstrip atau film rangkai atau film gelang adalah media visual proyeksi
diam, yang pada dasarnya hampir sama dengan media slide. Hanya
filmstrip ini terdiri atas beberapa film yang . Kelebihan filmstrip
dibanding film slide adalah media filmstrip mudah penggandaannya
karena tidak memerlukan bingkai tetapi pengeditan dan perbaikan/ revisi
filmstrip relatif agak sukar, karena harus dilakukan di laboratorium
khusus.
c. Media Papan (Billboard)
Papan billboard yang dipasang ditempat-tempat umum dapat dipakai dan
diisi dengan pesan-pesan atau informsi-informasi kesehatan. Media papan di
sini juga mencangkup pesan-pesan yang ditulis pada lembaran yang di temple
pada kendaraan-kendaraan umum.
Page | 94
2.6.8 Metode Pendidikan
1. Metode Pendidikan Individual atau Perorangan
Dalam promosi kesehatan, metode pendidikan yang bersifat individual
digunakan untuk membina perilaku baru, atau membina seseorang yang mulai
tertarik kepada suatu perubahan perilaku atau inovasi. Misalnya, membina
seorang ibu yang baru saja menjadi akseptor atau seorang ibu hamil yang
sedang tertarik terhadap imunisasi, karena baru saja memperoleh atau
mendengarkan penyuluhan kesehatan. Pendekatan yang digunakan agar ibu
tersebut menjadi akseptor lestari atau ibu hamil tersebut segera minta
imunisasi, adalah dengan pendekatan secara perorangan. Perorangan disini
tidak hanya berarti harus hanya kepada ibu-ibu yang bersangkutan, tetapi
mungkin juga kepada suami atau keluarga ibu tersebut.
Dasar digunakannya pendekatan individual ini karena setiap orang
mempunyai masalah atau alasan yang berbeda-beda sehubungan dengan
penerimaan atau perilaku baru tersebut. Agar petugas kesehatan mengetahui
dengan tepat serta dapat membantunya maka perlu menggunakan metode
(cara). Bentuk pendekatan ini antara lain :
a. Bimbingan dan Penyuluhan (Guidance And Counceling)
Dengan cara ini kontak antara klien dengan petugas lebih intensif. Setiap
masalah yang dihadapi oleh klien dapat diteliti dan dibantu
penyelesaiannya,. Akhirnya klien tersebut dengan sukarela, berdasarkan
kesadaran, dan penuh pengertian akan menerima perilaku tersebut
(mengubah perilaku).
b. Wawancara (Interview)
Cara ini sebenarnya mmerupakan bagian dari bimbingan dan penyuluhan.
Wawancara antara petugas kesehatan dengan klien untuk menggali
informasi mengapa ia tidak atau belum menerima perubahan, apakah ia
tertarik atau tidak menerima perubahan untuuk mengetahui apakah
perilaku yang sudah atau yang akan diadopsi itu mempunyai dasar
pengertian dan kesadaran yang kuat. Apabila belum maka perlu
penyuluhan yang lebih mendalam lagi.Page | 95
2. Metode Pendidikan Kelompok
Dalam memilih metode pendidikan kelompok, perlu diingat besarnya
kelompok, sasaran, serta tingkat pendidikan formal dari sasaran. Untuk
kelompok yang besar, metodenya akan lain dengan kelompok kecil. Efektivitas
suatu metode akan tergantung pula pada besarnya sasaran pendidikan.
a. Kelompok Besar
Yang dimaksud kelompok besar disini adalah peserta penyuluhan itu lebih
dari 15 orang. Metode yang baik untuk kelompok besar ini, antara lain
ceramah dan seminar.
Ceramah
Metode ini baik untuk sasaran yang berpendidikan tinggi maupun rendah.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menggunakan metode ceramah :
Persiapan
Ceramah akan berhasil apabila penceramah menguasai materi yang akan
disampaikan untuk itu penceramah harus mempersiapkan diri dengan :
Mempelajari materi dengan sistematika yang baik. Lebih baik lagi kalau
disusun dalam diagram atau skema.
Mempersiapkan alat-alat bantu pengajaran, misalnya makalah singkat,
slide, transparan, sound sistem, dan sebagainya.
Pelaksanaan
Kunci dari keberhasilan pelaksanaan ceramah adalah apabila penceramah
tersebut dapat menguasai sasaran ceramah. Untuk itu penceramah dapat
melakukan hal-hal sebagai berikut :
Sikap dan penampilan yang meyakinkan, tidak boleh bersikap ragu-
ragu dan gelisah.
Suara hendaknya cukup keras dan jelas.
Pandangan hatrus tertuju ke seluruh peserta ceramah.
Berdiri di depan (dipertengahan. Ttidak boleh duduk.
Menggunakan alat-alat bantu lihat (AVA) semaksimal mungkin.
Seminar
Metode ini hanya cocok untuk sasaran kelompok besar dengan pendidikan
menengah keatas. Seminar adalah suatu penyajian (presentasi) dari suatu
Page | 96
ahli atau beberapa ahli tentang suatu topik yang dianggap penting dan
biasanya dianggap hangat di masyarakat.
b. Kelompok Kecil
Apabila peserta kegiatan itu kurang dari 15 orang biasanya kita sebut
kelompok kecil. Metode-metode yang cocok untuk kelompok kecil ini
antara lain :
Diskusi Kelompok
Agar semua anggota kelompok dapat bebas berpartisipasi dalam diskusi
maka formasi duduk para peserta diatur sedemikian rupa sehingga mereka
dapat berhadap-hadapan atau saling memandang satu sama lain, misalnya
dalam bentuk lingkaran atau segi empat. Pemimpin diskusi juga duduk di
antara peserta sehingga tidak menimbulkan kesan ada yang lebih tinggi.
Dengan kata lain mereka harus merasa berada dalam taraf yang sama,
sehingga tiap anggota kelompok mempunyai kebebasan/ keterbukaan
untuk mengeluarkan pendapat.Untuk memulai diskusi, pemimpin diskusi
harus memberikan pancingan-pancingan yang dapat berupa pertanyaan-
pertanyaan atau kasus sehubungan dengan topik yang dibahas. Agar terjadi
diskusi yang hidup maka pemimpin kelompok harus mengatur dan
mengarahkan jalannya diskusi sehingga semua orang dapat kesempatan
berbicara dan tidak menimbulkan dominasi dari salah seorang peserta.
Curah Pendapat (Brain Storming)
Metode ini merupakan modifikasi metode diskusi kelompok. Prinsipnya
sama dengan metode diskusi kelompok. Bedanya pada permulaannya
pemimpin kelompok memancing dengan satu masalah dan kemudian tiap
peserta memberikan jawaban-jawaban atau tanggapan (curah pendapat).
Tanggapan atau jawaban-jawaban tersebut ditampung dan ditulis dalam
flipchart atau papan tulis. Sebelum semua peserta mencurahkan
pendapatnya, tidak boleh diberikan komentar oleh siapapun. Harus setelah
semua mengelurakan pendapatnya, tiap anggota dapat mengomentari, dan
akhirnya terjadi diskusi.
Bola Salju (Snow Balling)
Page | 97
Kelompok dibagi dalam pasangan-pasangan (1 pasang 2 orang) kemudian
dilontarkan suatu pertanyaan atau masalah. Setelah lebih kurang 5 menit
maka tiap 2 pasang bergabung menjadi 1. Mereka tetap mendiskusikan
masalah tersebut, dan mencari kesimpulannya.
Kemudian tiap-tiap pasang yang sudah beranggotakan 4 orang ini
bergabung lagi dengan pasangan lainnya dan demikian seterusnya
sehingga akhirnya akan terjadi diskusi seluruh anggota kelompok.
Kelompok-kelompok Kecil (Buzz Group)
Kelompok langsung dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil (buzz
group) yang kemudian diberi suatu permasalahan yang sama atau tidak
sama dengan kelompok lain. Masing-masing kelompok mendiskusikan
masalah tersebut. Selanjutnya hasil dari tiap kelompok didiskusikan
kembali dan dicari kesimpulannya.
Memainkan Peranan (Role Play)
Dalam metode ini beberapa anggota kelompok diunjuk sebagai pemegang
peran tertentu untuk memainkan peranan, misalnya sebagai dokter
Puskesmas, sebagai perawat, atau bidan, dan sebagainya, sedangkan
anggota yang lain sebagai pasien atau anggota masyarakat. Mereka
memperagakan, misalnya bagaimana komunikasi/interaksi sehari-hari
dalam melaksanakan tugas.
Permainan Simulasi (Simulation Game)
Metode ini merupakan gabungan antara role play dengan diskusi
kelompok. Pesan-pesan kesehatan disajikan dalam beberapa bentuk
permainan seperti permainan monopoli. Cara memainkannya persis seperti
bermain monopoli dan menggunakan dadu, gaco (petunjuk arah) selain
beberan atau papan main. Beberapa orang menjadi pemain dan sebagian
lagi berperan sebagai narasumber.
3. Metode Pendidikan Massa
Metode pendidikan (pendekatan massa) cocok untuk mengkomunikasikan
pesan-pesan kesehatan yang ditujukan kepada masyarakat. Oleh karena sasaran
pendidikan ini bersifat umum, dalam arti tidak membedakan golongan umur,
jenis kelamin, pekerjaan, status sosial ekonomi, tingkat pendidikan, dan
Page | 98
sebagainya, maka pesan-pesan kesehatan yang akan disampaikan harus
dirancang sedemikian rupa sehingga dapat ditangkap oleh masa tersebut.
Pendekatan ini biasanya digunakan untuk menggugah kesadaran masyarakat
terhadap suatu inovasi awarenss, dan belum begitu diharapkan untuk sampai
pada perubahan tingkah laku. Namun demikian, bila kemudian dapat
berpengaruh terhadap perubahan perilaku juga merupaka hal yang wajar. Pada
umumnya, bentuk pendekatan (cara) massa ini tidak langsung. Biasanya
dengan menggunakan atau melalui media massa. Berikut ini akan dijelaskan
beberapa contoh metode yang cocok untuk pendekatan massa.
Ceramah umum (public speaking)
Pada cara-cara tertentu, misalnya pada hari kesehatan nasional, menteri
kesehatan atau pejabat kesehatan lainnya berpidato dihadapan massa
rakyat untuk menyampaikan pesan-pesan kesehatan. Safari KB juga
merupakan salah satu bentuk pendekatan massa.
Pidato-pidato/diskusi tentang kesehatan melalui media elektronik, baik TV
maupun radio, pada hakikatnya merupakan bentuk pendidikan kesehatan
massa.
Simulasi, dialog antara pasien dengan dokter atau petugas kesehatan
lainnya tentang suatu penyakit atau masalah kesehatan disuatu media
massa adalah juga merupakan pendekatan pendidikan kesehatan massa
contoh : Praktik Dokter Herman Susilo di televisi pada tahun 1980-an.
Sinetron Dokter Sartika dalam acara TV pada tahun 1990-an juga
merupakan pendekatan pendidikan kesehatan massa.
Tulisan-tulisan dimajalah atau Koran, baik dalam bentuk artikel maupaun
Tanya jawab/ konsultasi tentang kesehatan dan penyakit juga merupakan
bentuk pendekatan pendidikan kesehatan massa.
Billboard, yang dipasang dipinggir jalan, spanduk, poster, dan sebagainya
juga merupakan bentuk pendidikan kesehatan massa. Contoh : Billboard
Ayo ke Posyandu.
2.7 PEMASARAN SOSIAL DALAM PROMOSI KESEHATAN
Page | 99
2.7.1 Pendahuluan
Konsep pemasaran pada mulanya diterapkan di perusahaan besar di
Negara industri yang telah maju, sedemikian rupa sehingga menjadi penentu
setiap usaha. Penerapan konsep tersebut saat ini sudah meluas samapai ke luar
bidang, yaitu ke bidang politik dan social. Di bidamg kesehatan, konsep
pemasaran telah diterapkan di berbagai Negara untuk berbagai program. Indonesia
telah menggunakan pendekatan ini dalam upaya penanggulan diare melalaui
rehidrasi oral. Imunisasi, penanggulanagan kekurangan vitamin A, keluarga
berencana dan lainnya. Pengertian pemasaran seringkali dikacaukan dengan
penjualan. Padahal konsep kedua hal tersebut sangat berbeda. Dan bertolak dari
produk yang telah dibuat, kemudian dibuat atau dikembangkan produk yang dapat
memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen itu.
Pemasaran didefinisikan sebagai suatu proses social dan manjerial dimana
individu dan kelompok mendapatkan kebutuhan, dan keinginan mereka dengan
menciptakan, menawarkan, dan bertukar sesuatu yang bernilai satu sama lain.
Definisi ini berdasarkan konsep inti pemasaran , yaitu: kebutuhan, keinginan, dan
permintaan; produk; nilai, biaya, dan, kepuasan; pertukaran, transaksi, dan
hubungan; pasar serta pemasaran dan calon pembeli. Konsep-kosep tersebut
diilustrasikan dalam gambaran sebagai berikut:
Kebutuhan adalah segala sesuatu yang dibutuhkan manusia untuk
mempertahankan hidup serta untuk memperoleh kesejahteraan dan
kenyamanan.
Keinginan adalah sesuatu tambahan atas kebutuhan yang diharapkan dapat
dipenuhi sehingga manusia tersebut merasa lebih puas. Namun bila keinginan
tidak terpenuhi maka sesungguhnya kesejahteraannya tidak berkurang.
Permintaan adalah jumlah barang atau jasa yang ingin dan mampu dibeli oleh
konsumen, pada berbagai tingkat harga, dan pada periode tertentu
Produk adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan untuk memuaskan suatu
kebutuhan dan keinginan.
Barang yaitu sebagai suatu produk fisik (berwujud, tangible) yang dapat
diberikan pada seorang pembeli dan melibatkan perpindahan kepemilikan
dari penjual ke pelanggan.
Page | 100
Jasa adalah setiap tindakan atau unjuk kerja yang ditawarkan oleh salah
satu pihak ke pihak lain yang secara prinsip intangibel dan tidak
menyebabkan perpindahan kepemilikan apapun.
gagasan adalah rancangan yang tersusun di pikiran. Artinya sama
dengan cita-cita.
Nilai adalah sesuatu yang berharga, bermutu, menunjukkan kualitas, dan
berguna bagi manusia.
Biaya adalah kas atau nilai setara kas yang dikorbankan untuk barang atau jasa
yang diharapkan memberi manfaat pada saat ini atau di masa mendatang bagi
organisasi
Kepuasan merupakan tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan
kinerja (atau hasil) yang dirasakan dibandingkan dengan harapannya. Jadi
tingkat kepuasan adalah fungsi dari perbedaan antara kinerja yang dirasakan
dengan harapan.
Pertukaran adalah proses yang mengarah kepada sesuatu persetujuan
Transaksi adalah laporan yang didesign untuk menampilkan detail setiap
transaksi yang terjadi pada periode tertentu, mulai dari Dokumen Bukti
Transaksi , Order, Surat Jalan, Pajak, Pembayaran dan status Transaksi pada
saat dilaporkan.
Hubungan adalah kegiatan-kegiatan pengerahan tenaga / jasa seseorang secara
teratur demi kepentingan dirinya atau dengan orang lain.
Pasar adalah tempat bertemunya calon penjual dan calon pembeli barang dan
jasa. Ddan pasar tergantung dari orang yang memiliki kebutuhan dan sumber
yang dimiliki orang lain mau menawarkan sumber daya itu untuk ditukarkan
supaya dapat memenuhi inginana mereka.
Pemasar adalah seseorang yang mencari satu atau lebih calon pembeli yang
akan terlebit dalam pertukaran nilai.
Calon Pembeli adalah seseorang yang diidentifikasi oleh pemasar sebagai
orang yang mungkin bersedia dan mampu terlibat dalam pertukaran nilai.
Page | 101
Pemasaran adalah kegiatan tukar menukar yang saling memuaskan. Agar
kegiatan tukar menukar yang dimiliki itu dapat terjadi, terlebih dahulu perlu
dipelajari;
a. Apa kebutuhan dan keinginan konsumen
b. Berapa konsumen mau membayar untuk itu
c. Bagaimna cara agar produk tersebut dapat diperoleh pada waktu dan tempat
yang tepat
d. Bagaimana mengkonfirmasikan produk tersebut kepada konsumen.
2.7.2 Pemasaran Sosial
Pemasaran sosial dapat diartikan sebagai perancangan, penerapan, dan
pengendalian program yang ditujukan untuk meningkatkan penerimaan suatu
gagasan atau praktik tertentu pada suatu kelompok. Pada dasarnya pemasaran
sosial tidak berbeda dengan pemasaran komersial. Pemasaran social menggunakan
teknik analisis yang sama: riset pasar, pengembangan produk, penentuan harga,
keterjangkauan, dan promosi. Dapat disimpulkan, bahwa pemasaran social adalah
penerapan konsep dan teknik pemasaran untuk mendapatkan manfaat sosial.
Tentu saja ada sedikit perbedaan antara pemasaran di bidang usaha dengan
pemasaran sosial. Perbedaan tersebut antara lain adalah:
a. Penggunaan produk sosial biasanya lebih rumit daripada produk
komersial.
b. Produk sosial hasilnya tidak cepat dirasakan.
c. Saluran distribusi untuk produk-produk social lebih sulit dikontrol karena
biasanya menyangkut banyak pihak.
d. Konsumen pada umumnya tidak mampu, atau rawan terhadap penyakit,
dan berpendidikan rendah.
Hal-hal tersebut menyebabkan pemasaran social jauh lebih rumit dan sulit
sehingga tahap perencanaan perlu dilakukan secara mantap.
2.7.3 Bauran Pemasaran
Banyak diantara kita mungkin tidak menyadari bahwa setiap produk yang
kita beli atau konsumsi sebenarnya menjalani proses penciptaan yang rumit
Page | 102
hingga menjadi suatu produk yang sesuai dengan kebutuhan dan keinginan kita.
Membutuhkan biaya hingga menjadi produk yang dibutuhkan konsumen,
memerlukan komunikasi dari produsennya hingga kita mengetahui bahkan
mengkonsumsinya, dan mungkin juga menjalani perjalanan panjang hingga
akhirnya ada di tangan kita. Kombinasi variabel atau kegiatan memasarkan itulah
yang merupakan inti dari sistem pemasaran. Sedikitnya ada 4 aktivitas pemasaran
dan disebut dengan “Bauran Pemasaran” atau “Marketing Mix”. Beragam
definisi atau pengertian “Bauran Pemasaran” atau “Marketing Mix” disampaikan
pakar marketing namun secara umum dapat disampaikan adalah kumpulan dari
variabel-variabel pemasaran yang dapat dikendalikan yang digunakan oleh suatu
badan usaha untuk mencapai tujuan pemasaran dalam pasar sasaran.
A. Konsumen
Konsumen atau penggunan bukan hanya merupakan sasaran pokok, tetapi juga
sebagai pengukur apakah kegiatan yang dilaksanakan cocok, diminati dan
berhasil. Sasaran pemasaran sosial terdiri dari berbagai sub-kelompok dan tiap
sub kelompok mempunyai pandangan, nilai, dan kebutuhan sendiri. Karena itu
dimulai dengan segmentasi sasaran
Segmentasi sasaran adalah suatu proses mengelompokkan sasaran ke dalam
sub-sub kelompok yang lebih homogen yang memiliki kesamaan kebutuhan dan
atau kesamaan karakter. Pembagian sub kelompok ini dilakukan sebagai berikut :
1. Khalayak sasaran primer : sasaran pokok yang diharapkan dapat berubah
prilakunya ke perilaku yang diharapkan.
2. Khalayak sasaran sekunder : sasaran antara yang mempunyai pengaruh
terhadap khalayak sasaran primer, misalnya petugas kesehatan, tokoh
masyarakat, anggota keluarga dan lainnya
3. Khalayak sasaran tersier : sasaran penunjang yang turut menentukan
keberhasilan program, seperti para pengambil keputusan, penyandang dana,
dan orang-orang yang berpengaruh untuk kita
B. Produk
Page | 103
Produk ini didefinisikan sebagai segala sesuatu yang ditawarkan dan dapat
memuaskan kebutuhan atau keinginan. Produk bisa berupa barang, jasa, orang,
tempat, organisasi, ide. Produk sosial adalah produk yang disediakan produsen
kepada konsumen dengan tujuan yang lebih utama untuk memeperoleh manfaat
sosial, seperti misalnya meningkatnya derajat sosial. Pada produk sosial
kemanfaatan sosial lebih diutamakan daripada keuntungan atau profit.
Sehubungan dengan pemilihan produk yang akan dipasarkan, khususnya yang
berbentuk prilaku sehat Kotler mengingatkan lima dimensi penting :
1. Ketahanan atau Durability
2. Kerumitan atau Complexity
3. Daya tarik atau visibility
4. Risiko dalam penerapan atau penggunaannya atau risk
5. Keakraban produk tersebut dengan konsumen familiarity
C. Tempat
Tempat atau saluran distribusi yang dimaksudkan adalah tempat dimana
produk yang ditawarkan dapat diperoleh konsumen atau saluran distribusi yang
berperan untuk memindahkan produk dari satu titik produksi ke titik konsumsi.
Pada pemasaran sosial titik produksi adalah kegiatan kampanye sosial, sedangkan
titik konsumsi adalah tempat di mana kelompok sasaran terpapar dan mengadopsi
produk sosial tersebut.
Bentuk-bentuk saluran distribusi untuk produk sosial antara lain :
1. Untuk produk intangible, distribusi dilakukan melalui perantaraan media dan
komunikasi antarpribadi ( melalui kelompok professional dan relawan )
2. Penggunaan media dilakukan secara :
One step flow ( pemasaran sosial- media- adopter)
Two step flow ( pemasaran sosial-media-adopter awal- adopter lanjut )
Multi step flow ( pemasar sosial melalui serangkaian jaringan yang terdiri
dari media dan agen periklanan kemudian menjangkau adopter awal dan
kemudian adopter lanjut )
D. Harga
Page | 104
Harga adalah biaya atau beban yang harus ditanggung oleh konsumen untuk
memperoleh produk yang ditawarkan. Harga yang dimaksudkan dalam pemasaran
sosial bukanlah nilai dalam pengertian jumlah uang yang dikeluarkan saja tetapi
dalam arti yang lebih luas. Seymour H. Fine membagi harga dalam 4 kategori,
yaitu :
1. Waktu yang digunakan
2. Daya berupa gerakan fisik yang diperlukan
3. Gaya hidup yang mungkin harus berubah
4. Batin yang berupa gangguan ketentraman pikiran
Pada produk sosial sering diberikan subsidi karena mengingat manfaat sosial
yang tinggi untuk kepentingan orang banyak. Oleh karena itu, aspek price pada
produk sosial lebih bersifat non moneter dalam kaitan dengan proses pertukaran
untuk produk sosial.
E. Promosi
Promosi adalah upaya memperkenalkan produk dan meningkatkan adopsi
produk kepada konsumen. Untuk itu perlu membedakan konsumen sebagai
individu dan sebagai kelompok masa dijangkau dengan menggunakan komunikasi
massa sedangkan konsumen sebagai individu lebih sesuai dijangkau dengan
melalui komunikasi selektif dan komunikasi antar pribadi.
1. Komunikasi melalui komunikasi masa
Fungsi pokok komunikasi masa adalah untuk memberikan informasi dan untuk
mengajak dalam kurun waktu tertentu sebanyak mungkin sasaran tentang
bagaimana sebuah produk dapat memenuhi kebutuhan mereka dan kelebihan
produk tersebut dibandingkan dengan produk yang lain.
2. Promosi melalui komunikasi selektif
Komunikasi selektif berperan untuk mengisi keterbatasan dari komunikasi
massa, yang tidak mungkin memberikan pesan khusus untuk konsumen
tertentu. Melalui komunikasi selektif dimungkinkan terjadinya pemberian
informasi dan mengajak kelompok tertentu secara spesifik dengan cara
interaktif dan fleksibel. Jalur komunikasi ni digunakan untuk segmen pasar
yang lebih tajam/spesifik.
Page | 105
2.7.4 Langkah_Langkah Dalam Mengembangkan Kegiatan Pemasaran Sosial
Pemasaran sosial adalah suatu bentuk di siplin untuk mengembangan
kegiatan komunikasi kesehatan. Tujuannya adalah mendapat kata yang tepat di
pakai untuk meyakinkan para ibu agar berbuat seperti yang di anjurkan, tokoh
yang akan di pakai untuk menyampaikan pesan, saluran komunikasi (langsung
dan tidak langsung), dan bagaimana memanfaatkan saluran komunikasi tersebut
sebaik-baiknya.
Ada 14 langkah dalam mengembangkan kegiatan pemasaran sosial itu, yaitu:
1. Riset Formatif
Sebelum kita menganjurkan orang untuk mengubah perilakunya, kita
harus tahu dulu bagaimana sekarang dan bagaimana sikapnya terhadap
perilaku yang kita anjurkan. Kita tidak dapat hanya menduga atau
memperkirakan kedua hal tersebut. Kita harus menggalinya dari mereka
sendiri. Kita namakan penggalian demikian riset formatif, karena dilakukan
untuk menentukan format strategi kegiatan. Kita akan memilih sampel secara
acak dalam jumlah, yang memadai serta melakukan wawancara dengan
mereka, secara kelompok atau perorangan, dan biasanya kedua cara ini dipakai.
Kita juga ingin menemukan tokoh yang paling dihormati oleh kelompok
sasaran, sehingga kita dapat memanfaatkan tokoh tersebut untuk
menyampaikan pesan-pesan kita. Kita akan menggali sikap mereka
terhadap pelayanan yang ada, puskesmas, posyandu, kader, dan
terhadap organisasi kemasyarakatan, seperti PKK, dan lain sebagainya.
Kita akan mewawancarai petugas dan berbagai instansi. Kita akan bertanya
kepada ibu tentang kehidupan sehari-hari, bagaimana interaksi mereka dalam
masyarakat dan kelompok masyarakat dan kelompok kemasyarakatan, ke
mana mereka pergi, kalau ke luar rumah. Radio dan media massa yang mereka
manfaatkan, berapa kali, kapan, dan hiburan apa serta peristiwa keagamaan
atau budaya apa yang mereka hadiri. Berdasarkan kesemua itu kita
kembangkan strategi kegiatan kita.
2. Penyusunan Strategi
Page | 106
Strategi akan mencakup:
b) Berbagai kelompok sasaran yang diperoleh dari penelitian formatif dapat
dibagi dalam 3 kelompok besar:
Sasaran primer, yaitu sasaran pokok yang benar-benar kita harapkan
berubah kebiasaannya.
Sasaran sekunder, yaitu sasaran antara yang akan terlibat dalam
penyampaian produk atau pelayanan atau yang terlibat dalam penyampaian
pesan-pesan secara langsung.
Sasaran tersier, yaitu sasaran penunjang yang terlibat secara tidak
langsung, namun dukungannya sangat diperlukan.
b) Berbagai perilaku yang diharapkan dari tiap kelompok sasaran.
c) Sikap negatif terhadap perilaku yang diharapkan secara rinci.
d) Pemecahan yang disarankan untuk mengatasi hambatan tersebut.
e) Kata-kata yang disarankan untuk dipakai guna meyakinkan kelompok
sasaran untuk melakukan apa yang diharapkan.
f) Berbagai saluran komunikasi yang ada untuk analisis selanjutnya.
3. Menguji Coba Strategi
Setelah strategi disusun, kita kembali mengunjungi kelompok sasaran
primer untuk menguji coba strategi tersebut pada mereka. Bila perilaku yang
disarankan perlu dilaksanakantiap hari, seperti pemberian makan anak, kita
mints pars ibu melaksanakan dalam satu minggu. Bila perilaku yang
dianjurkan hanya dilaksanakan sekali, seperti imunisasi atau menimbangkan
anak di Posyandu, kita akan minta para ibu itu melaksana kan sekali atau dua
kali.
Kita akan menggunakan kata-kata dan tokoh yang tertuang dalam strategi
untuk meyakinkan ibu-ibu agar man melak sanakannya. Semua pertanyaan
yang dipunyai ibu-ibu, seperti yang tergambar pads hasil riset formatif
berupa sikap negatif dan hambatan yang mungkin menghalanginya untuk
berbuat, hendaknya bisa terjawab.
Kendati demikian, pelaksanaan penelitian mungkin masih menjumpai
bahwa kata-kata tersebut belum cukup menyakinkan ibu-ibu untuk berbuat.
Dalam hal ini, petugas lapangan akan bekerja sama dengan para ibu untuk
Page | 107
menemukan cara melakukannya sampai ibu-ibu tersebut sepenuhnya puss dan
setuju untuk melaksanakannya. Petugas lapangan secara cermat menulis cara-
cara yang ditemukan untuk meyakinkan ibu-ibu itu. Biasanya, setelah satu
minggu petugas lapangan akan kembali mengunjungi ibu yang sama dan
membicarakan hasilnya dengan mereka. Apakah mereka melaksanakannya?
Apakah mereka akan melaksanakannya terus? Pembicaraan akan dilakukan
hati-hati dengan para ibu yang gagal, atau hanya setengah berhasil, untuk
menemukan apa masalahnya, rasa keberatan apa yang masih ada dan
bagaimana masalah dan rasa keberatan itu dapat diatasi. Percakapan ini akan
dicatat dengan cermat.
Berdasarkan masukan itu, strategi yang kita buat serta menggambarkan
apa yang kita harapkan dilakukan ibu-ibu itu dan bagaimana
melaksanakannya, sekarang sudah dapat disempurnakan.
4. Menulis Arahan Kreatif dan Media
Kini kita menulis strategi kreatif dan media. Kita menuliskan ini
walaupun kita akan melaksanakan kegiatan kreatif atau melaksanakan kegiatan
media kita sendiri. Arahan tertulis ini penting walau pelaksanaannya
dilakukan instansi lain atau biro, iklan. Arahan ini menyimpulkan tujuan dan
maksud kegiatan, gambaran rinci data ekonomi, sosial, dan geografis daerah
kegiatan serta daftar kelompok sasaran primer, sekunder, dan tersier dan
gambaran keadaan mereka.
Kecuali itu juga berisikan analisis semua saluran komu nikasi yang
mungkin dipakai untuk mencapai sasaran primer sehingga diteliti lebih lanjut
serta frekuensi dan biayanya. Mungkin akan mencakup media massa, kader,
kelompok masyarakat atau saluran lain seperti promosi di pasar lokal
atao peristiwa budaya dan saluran lain yang muncul dalam penelitianpads
ibu-ibu serta mungkin dapat dipakai. Juga catatan bagaimana
komunikasi dan motivasi sasaran sekunder dan tersier akan dilaksanakan.
Bahan komunikasi yang perlu dikembangkan mungkin meliputi TV atau
slide, bahan-bahan penyuluhan bagi kader dalam bentuk kartu konsultasi,
lembar balik atau poster dan pita kaset, spanduk (yang berguna untuk upaya
promosi jangka, pendek) atau poster-poster (sebagai pengingat pesan-pesan
Page | 108
yang disampaikan media massa atau kader), dan lain sebagainya. Sebagai
tambahan, booklet barangkali cocok dipakai untuk mendapatkan dukungan
yang diharapkan dari kelompok sasaran sekunder dan tersier. Pedoman
pelatihan dan modul juga diperlukan untuk melatih kader. Pada arahan
dijelaskan pula anggaran yang mungkin didapat.
Bagian kedua dari arahan itu berupa uraian tentang kelompok sasaran,
dan kegiatan yang ditulukan pada tiap kelompok sasaran, pesan-pesan yang
harus diterima tiap, kelompok sasaran, semua keengganan yang diketahui dan
menghambat penerimaan dan bagaimana rasa keberatan itu di atasi dan tokoh
yang dapat diterima kelompok sasaran.
5. Menentukan Konsultan Kreatif dan Konsultan Media
Sangat disarankan untuk menggunakan ahli kreatif dan ahli media,
apakah itu orang yang berpengalaman di bidangnya, lembaga konsultan atau
biro iklan untuk membuat bahan-bahan media. Bila media massa digunakan,
perencanaan media yang matang disertai pengalokasian waktu dan
pemantauan sangat diperlukan. Biasanya mereka dibayar berdasarkan tarif
komersial untuk produksi dan penyiarannya. Kelompok kreatif dan
mediaharus benar-benar mendapat arahan, baik itu ahli dari luar atau tenaga
yang ada di dalam sendiri.
6. Menyusun Peran dan Bahan serta Rencana Media
Para perencana kreatif dan perencana media kini dapat menyajikan
rancangan lengkap termasuk tatap muka dan bentuk semua bahan cetak, naskah
untuk spot radio dan bagaimana cerita untuk TV atau film. Alasan tertulis
untuk semua pesan dan ilustrasi juga dikemukakan untuk membuktikan dan
memastikan bahwa strategi telah dimanfaatkan sepenuhnya sebagai dasar
penyusunan bahan-bahan tersebut.
Perencanaan media yang rinci dan biaya yang diperlukan juga termasuk.
Rencana tersebut harus menunjukkan jangkauan yang memadai terhadap semua
kelompok sasaran dengan frekuensi yang memadai dan biaya yang paling
sesuai. Beberapa kemungkinan paduan media bisa diajukan dalam
pembicaraan. Biro iklan khususnya merupakan sumber informasi yang baik
untuk perencanaan media. Berdasarkan hasil penelitian, misalnya mereka
Page | 109
tahu semua stasiun radio dan program yang ada dan pada waktu kapan ibu-
ibu desa paling banyak mendengarkan dan berapa banyak.
Kesemua itu merupakan informasi yang berharga untuk memanfaatkan
radio secara efektif. Mereka juga akan menganalisis efektivitas kader sebagai
komunikator berdasarkan data yang diberikan pads waktu riset formatif,
sehingga memberi gam baran berapa banyak ibu yang dapat berhubungan
(kontak) dengan kader. Arahan itu akan menjadi dasar untuk
menyusun rencana pelatihan bagi kader dan menentukan bahan penyuluhan siapa
yang cocok digunakan kader (rancangannya dibuat kelompok, kreatif). Biaya
yang diperlukan untuk jangkauan, frekuensi, juga biaya kegiatan komponen
komunikasi yang dilakukan kader dibuat perkiraannya. Perkiraan yang sama
juga dibuat untuk jalur komunikasi formal dan informal lain, sehingga biaya
yang diperlukan bisa dibandingkan, dan bisa diketahui paduan media mana
yang efektif dan efisien.
Biro iklan juga menyarankan untuk memperkuat peran serta masyarakat
dengan menggunakan bahan cetak yang menarik dan kegiatan hubungan
masyarakat. Pengelola kegiatan dapat mempelajari penyajian tersebut,
memperbaikinya bila diperlukan dan akhirnya mints kelompok kreatif
membuat bahan untuk diuji coba.
7. Menguji Bahan dan Pesan
Semua bahan dipersiapkan untuk diuji coba. Spot radio sudah dibuat,
bahan cetak sudah berwarna, atau berupa rancangan jadi, kadang-kadang
sudah tercetak bila biaya memungkinkan, bahan film diperlihatkan dalam
bentuk story board, bends besar seperti papan iklan atau spanduk dibuat
dalam bentuk kecil. Semua bahan sekarang diuji coba untuk memas tikan
bahwa pesannya jelas, tidak membingungkan, bisa dimengerti, dipercaya,
sejalan dengan budaya, secara emosional merangsang dan bebas dari hal-hal
yang negatif. Tiap bahan media diuji coba pada wakil kelompok sasaran yang
dituju, bahan untuk memotivasi petugas dan kelompok masyarakat diuji
coba pads kelompok yang mewakili, bahan-bahan penyuluhan
yang digunakan sebagai alai bantu kader diuji coba pada kader. Hasil uji coba
dipakai untuk menyempurnakan semua bahan.
Page | 110
8. Memperbaiki Bahan
Kelompok kreatif sekarang diberi penjelasan tentang hasil, uji coba.
Semua bahan bisa diperbanyak. Betapapun, bila diper lukan perubahan basar,
uji coba ulang secara informal dibutuhkan untuk memastikan bahan perbaikan
yang telah dibuat dapat diterima kelompok sasaran.
Kegiatan uji coba bahan juga merupakan kesempatan yang sangat
berguna untuk memantapkan koordinasi. Proses uji coba termasuk uji coba
kegiatan dan bahan pads sektor-sektor yang terkait, unit-unit program di
tingkat nasional dan provinsi dan semua lembaga donor. Hal ini untuk
memastikan bahwa kegiatan di daerah panduan tidak bertentangan dengan
kebijakan prog ram.
9. Penyempurnaan Program
Program pada akhirnya bisa disempurnakan. Bila mungkin kesimpulan
akhir perlu dibuat secara tertulis dan bisa dilengkapi dengan slides untuk
penyajian dan koordinasi.
10. Memproduksi Bahan
Semua bahan sudah diperbanyak dalam bentuk akhir.
11. Pengumpulan Data Dasar dan Evaluasi
Pengumpulan data dasar dilaksanakan di daerah uji coba dan daerah
kontrol. Masa proyek sudah ditentukan dan kegiatan evaluasi dijadwalkan.
12. Orientasi dan Pelatihan
Sebelum kegiatan dilaksanakan, kader dilatih dan semua sektor serta
kelompok masyarakat yang terlibat juga dilatih atau diberi orientasi tentang
peran mereka.
13. Melaksanakan Kegiatan
Sebaiknya kegiatan promosi dan hubungan masyarakat langsung
dilaksanakan pada saat pencanangan. Misalnya, dalam bentuk penyuluhan atau
pencanangan oleh kepala daerah yang dihadiri para pelak sana dan instansi
serta media yang terlibat.
Bahan-bahan luar ruang seperti spanduk, poster atau papan iklan dipasang.
Kelompok masyarakat dan kader memulai kegiatan komunikasi mereka
Page | 111
dan media massa mulai penyiaran (sebaiknya paling tidak 10-20 spot per hari
di setiap stasiun ra dio pada bulan pertama).
14. Memantau dan Memperbaiki
Setelah dicanangkan, semua kegiatan komunikasi harus dipantau untuk
memastikan bahwa pelaksanaannya seperti yang diharapkan. Apakah spanduk
dan poster dipasang di tempat yang tepat? Apakah kader sudah dilatih? Apakah
mereka sudah punya peraga yang harus dipakai? Apakah kelompok masyarakat
tabu peran mereka? Apakah mereka aktiP Apakah bahan disiarkan? Untuk
itu, semua dapat dilakukan peninjauan lapangan. Kele mahan dalam
pelaksanaan dapat segera diperbaiki. Pemantauan harus dilakukan setiap 6
bulan. Kegiatan pemantauan seha rusnya lebih dalam untuk menjajagi
efektivitas pesan yang disampaikan. Apakah kelompok sasaran menerima
pesan? Apakah pesannya benar dan dimengerti? Apakah ada masalah atau
kesulitan, atau hambatannya yang dialami dalam menerapkan isi pesan?
Titik utama uji coba pemasaran adalah memantau dan memperbaiki
kegiatan komunikasi yang diperlukan dan ditemukan dalam proses
pengalaman, apa saluran komunikasi dan pesan yang paling efektif untuk
mencapai tujuan program.
2.7.5 Faktor Penentu Dalam Pemasaran Sosial
Ada beberapa faktor yang menetukan keberhasilan pemasaran sosial,
yaitu;
1. Manajemen
Manajemen yang baik sangat diperlukan dalam pemasaran sosil.
Kalaupun ada kelompok kerja yang dibentuk, menajer yang bertanggung
jawab penuh terhadap pelaksanaan kegiatan secara keseluruhan sangat
dibutuhkan. Manajer demikian perlu memiliki beberapa keterampilan.
Manajer tersebut harus memahami betul pola kegiatan yang akan
dilaksanakan, kendati secara teknis dia tidak harus ahli tentang produk atau
pelayanan yang di promosikan. Dia harus benar-benar mengerti sikap
kelompok sasaran terhadap program yang akan dilaksanakan. Dia harus
memiliki kemampuan dan keterampilan mengkoordinasikan. Dia harus bisa
Page | 112
menulis arahan yang jelas dan mendalam untuk riset,perencanaan media,dan
untuk menganalisis dan menafsirkan laporan penelitian. Dia juga akan
mengawasi penggunaan biaya dan pelaksanaan kegiatan. Aneka keterampilan
tersebut perlu dikembangkan agar dapat melaksanakan pemasaran social di
tingkat nasional,provinsi,dan kabupaten untuk berbagai program kesehatan.
2. Konsumen
Orientasi harus sepenuhnya pada konumen. Penyusunan pesan unutuk
kelempok sasaran,bangaimana pesan itu di sampaikan,saluran komusikasi
mana yang dipergunakan,harus berdasarkan hasil penelitian terhadap
konsumen. Konsumen merupakan titik tolak semua unsur untuk kegiatan
pemasaran.
3. Kelompok Sasaran.
Semua program komunikasi yang berhasil menunjukan bahwa pesan–
pesan ditujukan langsung kepada kelompok sasaran teretentu. Misalnya
saja,pada usia tertentu anak-anak perlu memperoleh imunisasi. Pesan-pesan
tentang imunisasi harus khusus ditujukan kepada ibu anak-anak di usia
tersebut. Pesan demikian akan menarik ibu untuk perperan serta dibandingkan
dengan pesan imunisasi yang pesannya umum. Hasil penelitian juga
membuktikn bahwa pesan yang berbeda diperlukan bagi para ibu yang
mempunyai anak dengan usia berbeda. Pesa-pesan gizi bagi para ibu anak
balita, umumnya . kelompok sasaran bisa berbeda berdasarkan pola makan
anak pada umur yang berbeda. Pesan dapat ditujukan kepada ibu dari tiap
tingkat usia balita itu.
4. Identitas
Produk atau pelayanan yang dipromosikan harus memilih identitas yang
jelas dan tegas. “sayuran baik untuk anak-anak “ adalah suatu pernyataan
yang tidak memberikan identitas yang jelas pada sayuran tersebut. “sayuran
mengandung vitamin yang menyehatkan “ memberikan identitas yang lebih
jelas pada sayuran tersebut.
5. Manfaat
Produk atau pelayanan yang dipromosikan sebagai sesuatu yang
memberikan manfaat atau keuntungan yang jelas dan nyata. Poster yang
Page | 113
berbunyi”datanglah ke posyandu dan timbangkan anak anda” tidak akan
memberi pengaruh yang diharapkan. Penelitian yang cermat akan membantu
menunjukan keuntungan atau manfaat yang nyata dan dapat dipercaya.
6. Biaya
Pemasaran yang baik harus mempertimbangkan agar produk pelayanan
yang dipasarkan bisa dijangkau konsumen. Kb misalnya, tidak akan berhasil
bila konsumen tidak mampu memperoleh alat kontrasepsi atau promosi
penggunaan oralit hanya akan bisa berhasil bila oralitnya ada dan bisa
terjangkau. Terjangkau dalam arti ibu merasa beruntung atas pengeluarannya
untuk memperoleh oralit dibandingkan dengan manfaat yang diperoleh
anaknya dari minum oralit tersebut. Walaupun pelayanan bisa diperoleh tanpa
bayar di posyandu, namun ada biaya tersembunyi yang harus dikeluarkannya
apakah ibu punya waktu untuk dating ke posyandu? Inilah “biaya “ dalam
bentuk waktu yang harus ada pada ibu-ibu. Biaya yang nyata maupun
tersembunyi harus terjangkau agar promosi berhasil.
7. Ketersediaan
Sudah tentu tidak satu promosi pun akan berhasil bila produk atau
pelayanan yang dipromosikan tidak bisa diperbolehkan.Promosi oralit, bila
oralitnya tidak mudah diperoleh, sudah tentu merupakan pemborosan biaya
saja. Manajer pemasaran social karena itu harus memastikan bahwa
produknya memang bisa diperoleh sebelum promosi dilancarkan. Karena hal
itu merupakan bagian yang menentukan keberhasilan bagian pemasaran.
8. Saluran Komunikasi
Manajer pemasaran harus berusaha agar pesan disampaikan kepada
kelompok sasaran melalui komunikasi yang dapat dipercaya.Penelitian
dibutuhkan untuk bisa menentukan saluran komunikasi yang bisa dipakai,
seperti media massa, kalender, kelompok masyarakat, dan lain-lain. Berapa
persen kelompok sasaran yang dapat dicari tiap saluran komunikasi dan
berapa frekuensinya. Berdasarkan itu rencana pemanfaatan media disusun
untuk mencapai kelompok sasaran sebanyak mungkin dan ssering mungkin
dengan biaya yang tersedia. Paduan media yang digunakan tergantung pada
saluran komunikasi baik secara langsung maupun media, maupun secara
Page | 114
langsung melalui pelaksana di jajaran kesehatan dan dimasyarakat, yang bisa
diperoleh secara ekonomis dan mantap.
9. Pemantauan dan Perbaikan
Sistem pemantauan merupakan bagian dari pendekatan pemasaran
sosial. Biasanya pemantuan dilakukan setelah program dilaksanakan.
Pemantauan ini dilakukan untuk mengetahui apakah semua unsur komunikasi
sudah dilaksanakan sesuai dengan rencana dan perbaikan yang kiranya
diperlukan. Pemantauan selanjutny dilaksanakan setiap tiga, enam., atau dua
belas bulan tergantung pada besar dan luasnya program untuk mengetahui
kegiatan dilapangan dan mengukur hasil yang sudah dicapai.
10. Evaluasi
Komponen evaluasi diperlukan bagi semua kegiatan agar dampak dan
hasil yang dicapai bisa diketahui. Bila programnya belum diterapkan secara
nasional, evaluasi bisa dilaksanakan di daerah panduan dan di daerah lain
sebagai pembanding pada sebelum dan sesudah dilaksanakan. Pengumpulan
data dilaksanakan dikedua tempat tersebut hasilnya dibandingkan. Evaluasi
dilakukan pada akhir program bilajangka waktu program sudah ditentukan,
atau dilakukan setiap tahun bila programnya berjangka panjang. Penelitian
untuk evaluasi hendaknya tidak dikacaukan dengan penelitian untuk
pemantauan
Terdapat 10 (sepuluh) area tindakan promosi kesehatan, yaitu :
1. membangun kebijakan kesehatan publik
2. menciptakan lingkungan yang mendukung kesehatan
3. memberdayakan masyarakat
4. mengembangkan kemampuan personal
5. berorientasi pada layanan kesehatan
6. promote social responbility of health
7. meningkatkan investasi kesehatan dan ketidakadilan social
8. meningkatkan konsolidasi dan memperluas kerjasama untuk kesehatan
9. memberdayakan masayarakat dan meningkatkan kemampuan masyarakat.
10. infrastuktur yang kuat untuk promosi kesehatan
Page | 115
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Promosi Kesehatan adalah proses memandirikan masyarakat agar dapat
memelihara dan meningkatkan kesehatannya (Ottawa Charter 1986).
Sebagaimana tersirat didepan, promosi kesehatan bukanlah proses yang mudah
dan sederhana. Keberhasilan pelaksanaan promosi kesehatan terletak pada
prakarsa, kesungguhan para penyyelenggara di pusat, propinsi, kabupaten/kota
dalam merencanakan dan melaksanakan promosi kesehatan. Perlu difahami bahwa Page | 116
pada akhirnya upaya promosi kesehatan merupakan tanggung jawab kita bersama,
bahkan bukan sektor kesehatan semata, melainkan juga lintas sektor, masyarakat
dan dunia usaha.
Kebijakan promosi kesehatan perlu didukung oleh semua pihak yang
berkepentingan (Stakeholders). Kesamaan pengertian, efektifitas, kerjasama dan
sinergi antar aparat kesehatan pusat, propinsi, kabupaten/kota menjadi penting
dalam rangka mencapai visi serta tujuan dan sasaran promosi kesehatan secara
Nasional. Oleh karena itu, kebijakan promosi kesehatan nasional ini perlu segera
tindaklanjut dengan diterbitkannya Surat keputusan bersama menteri kesehatan
dan menteri dalam Negeri tentang Pedoman Penyelenggaraan Promosi Kesehatan
daerah.
·
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, anwar.1984.Strategi Komunikasi Suatu Pengantar Ringkas. Armico:
Bandung
Fitriani, sinta. 2011. Promosi Kesehatan. Graha Ilmu:Yogyakarta
Mulyana, deddy. 2005. Ilmu Komunikasi suatu Pengantar. Remaja Rosdakarya:
Bandung
Page | 117
Efendi, F & Makhfudli. 2009. Keperawataan kesehatan Komunitas teoti dan
praktik dalam keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
Evans, dkk. 2011. Health Promotion and Public Health for Nursing Students.
Exeter Great Britain; Learning Matters Ltd.
Ewles, linda. 1994. Promosi kesehatan. Gadja Mada University Press:
Yogyakarta
Jalaludin, Rakhmat.1994. Psikologi Komunikasi. Remaja Rosdakarya: Bandung
Littlejohn. 1999. Theoris of Human Communication Belmont. Wadswort
Publishing Company: California
Machfoedz. 2006. Pendidikan Kesehatan Bagian dari Promosi Kesehatan.
Fitramaya: Yogyakarta
Maulana, Herry. 2007 . Promosi Kesehatan. Jakarta : EGC
Mubarak. 2007. Promosi Kesehatan Sebuah Pengantar proses belajar mengajar
dalam pendidikan. Graha Ilmu: Yogyakarata
Notoadmojo, Soekidjo. 2007. Kesehatan Mayarakat Ilmu dan Seni. Jakarta :
Rineka Cipta
Notoadmojo, Soekidjo. 2010. Kesehatan Mayarakat Ilmu dan Seni. Jakarta :
Rineka Cipta
Nottoatmodjo. 2005. Promosi Kesehatan teori dan aplikasi. Rineka Cipta: Jakarta
Nottoatmodjo. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Rineka Cipta:
Jakarta
Pusat Promosi Kesehatan Republik Indonesia. 2007. Perkembangan Dan
Tantangan Masa Depan Promosi Kesehatan Di Indonesia . Jakarta
Page | 118
Pusat Promosi Kesehatan Republik Indonesia. 2007. Sejarah perkembangan
promosi kesehatan. Jakarta
Syafrudin. 2009. Promosi Kesehatan Untuk Mahasiswa Bidan. Trans Info Media:
Jakarta
Wiryanto. 2005. Pengantar ilmu Komunikasi. Gramedia Widiasarana Indonesia:
Jakarta
Wass, A. 1995. Promoting health the primary Health approach. W. B. Sanders:
Toronto
Chin, daek. 2014. Pemasaran social.(Online)
http://daek-chin.blogspot.co.id/2014/12/pemasaran-sosial.html
Dans. 2012. Promosi Kesehatan. (Online)
http://dmp-dans.blogspot.co.id/2012/11/promosi-kesehatan.html
Mustamin, Masitha. 2013. Upaya-Upaya Meningkatkan Pemasaran Sosial
Kesehatan. (Online)
http://masithamustamin.blogspot.co.id/2013/10/makalah-pemasaran-
sosial-kesehatan.html
Soal dan Pembahasan
1. Pada tahun berpakah Era Promosi Kesehatan Dan Paradigma Sehat?
a. tahun 1995-2005
Page | 119
b. tahun 1990-2004
c. tahun 1994-2005
d. tahun 1990-2000
e. tahun 1991-2005
Jawaban A. sekitar akhir tahun 1994, yang diusulkan oleh Dr. Ilona Kickbush,
yang baru saja menjabat sebagai Direktur Health Promotion WHO Headquarter
Geneva
2. Berkut adalah Tujuan PPKMI, kecuali
a. Berperan aktif dalam pembangunan kesehatan dengan menerapkan promosi
dan pendidikan kesehatan masyaraka
b. Mengembangkan ilmu pengetahuan dan ketrampilan di bidang promosi dan
pendidikan kesehatan masyarakat melalui seminar, simposium, sarasehan,
penelitian dan pelatihan
c. Membina suasana atau lingkungan yang kondusif bagi terciptanya perubahan
perilaku masyarakat.
d. Meningkatkan kemampuan organisasi dan kesejahteraan anggotanya
e. Mengatur standardisasi dan akreditasi profesi
Jawaban C. Karena membina suasana atau lingkungan yang kondusif bagi
terciptanya perubahan perilaku masyarakat adalah misi dari Promosi
Kesehatan.
3. Berikut adalah tujuan advokasi kesehatan, kecuali
a. Mempengaruhi peraturan dan kebijakan yang mendukung pembudayaan
perilaku hidup bersih dan sehat
b. Mempengaruhi pihak lain (program, sektor, LSM peduli kesehatan,
professional) agar mendukung perilaku hidup bersih dan sehat melalui
kemitraan dan jaringan kerja.
Page | 120
c. Meningkatkan kerjasama antara masyarakat dan pemerinatah khususnya
kesehatan lingkungan di tempat-tempat umum.
d. Menggalang dukungan lewat pendapat umum melalui media komunikasi
tentang program perilaku hidup bersih dan sehat
e. Mengembangkan dan menyelenggarakan upaya kesehatan bersumber
masyarakat
Jawaban E. Karena Mengembangkan dan menyelenggarakan upaya kesehatan
bersumber masyarakat merupakan Visi Promosi kesehatan.
4. Berikut merupakan Pendekatan Promosi Kesehatan
a. Pendekatan medis
b. Pendekatan perubahan perilaku
c. Pendekatan education
d. Pendekatan yang berpusat pada klien
e. Semua benar
Jawaban E, karena Pendekatan medis, pendekatan perilaku, pendekatan
education, pendekatan yang berpusat pada klien merupakan pendekatan
pada Promosi Kesehatan.
5. Media cetak digunakan untuk menyampaikan pesan-pesan kesehatan,
Berikut merupakan contoh media cetak, kecuali
a. Booklet
b. Leaftlet
c. Flyer
d. Flip chart
e. Televisi
Jawaban E. Karena Televisi termasuk dalam media elektronik
A. 1.
Page | 121
Page | 122