Menyetarakan Nilai Suara:Jumlah dan Alokasi Kursi DPR ke Provinsi
Kemitraan bagi Pembaruan Tata Pemerintahanwww.kemitraan.or.id
Seri Demokrasi ElektoralBuku 4
Seri Demokrasi Elektoral
Buku 4
Menyetarakan Nilai Suara:Jumlah dan Alokasi Kursi DPR ke Provinsi
Kemitraan bagi Pembaruan Tata Pemerintahanwww.kemitraan.or.id
ii
Menyetarakan Nilai Suara:
Diterbitkan oleh:
Kemitraan bagi Pembaruan Tata PemerintahanJl. Wolter Monginsidi No. 3,Kebayoran Baru, Jakarta Selatan 12110, INDONESIAPhone +62-21-7279-9566, Fax. +62-21-720-5260, +62-21-720-4916http://www.kemitraan.or.id
Menyetarakan Nilai Suara:Jumlah dan Alokasi Kursi DPR ke Provinsi
BUKU 4
Penanggung Jawab :Utama Sandjaja
Tim Penulis :Ramlan SurbaktiDidik SupriyantoHasyim Asy’ariAugust Mellaz
Editor :Sidik Pramono
Penanggung Jawab Teknis :Setio. W. SoemeriAgung WasonoNindita Paramastuti
Seri Publikasi :Materi Advokasi untuk Perubahan Undang-undang Pemilu
Cetakan Pertama :September 2011
ISBN 978-979-26-9664-6
iii
Jumlah dan Alokasi Kursi DPR ke Provinsi
Daftar SingkatanAS : Amerika Serikat
ABRI : Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
BKKBN : Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional
BPS : Badan Pusat Statistik
Dapil : Daerah Pemilihan
Depdagri : Departemen Dalam Negeri
DPD : Dewan Perwakilan Daerah
DPR : Dewan Perwakilan Rakyat
DPS : Daftar Pemilih Sementara
DPT : Daftar Pemilih Tetap
DP4 : Data Penduduk Potensi Pemilih Pemilu
DPRD : Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
KPU : Komisi Pemilihan Umum
LPU : Lembaga Pemilihan Umum
OPOVOV : One Person, One Vote, One Value
Parpol : Partai Politik
Pemilu : Pemilihan Umum
P4B : Pendaftaran Pemilih dan Pendataan Penduduk Berkelanjutan
TNI : Tentara Nasional Indonesia
UU : Undang-Undang
UUD 1945 : Undang-Undang Dasar 1945
iv
Menyetarakan Nilai Suara:
Kata Pengantar
Direktur Eksekutif Kemitraan
Indonesia yang adil, demokratis dan sejahtera yang dibangun di atas praktek dan prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik yang berkelanjutan adalah visi dari Kemitraan yang diwujudkan melalui berbagai macam program dan kegiatan. Kemitraan yakin bahwa salah satu kunci pewujudan visi di atas adalah dengan diterapkannya pemilihan umum yang adil dan demokratis. Oleh karena itu, sejak didirikannya pada tahun 2000, Kemitraan terus menerus melakukan kajian dan menyusun rekomendasi kebijakan terkait reformasi sistem kepemiluan di Indonesia.
Salah satu upaya yang saat ini dilakukan Kemitraan adalah dengan menyusun seri advokasi demokrasi elektoral di Indonesia yang terdiri dari 3 (tiga) bagian dan secara lebih rinci terdiri dari 16 (enam belas) seri advokasi. Pada bagian pertama tentang Sistem Pemilu terdiri dari 8 seri advokasi yang meliputi; Merancang Sistem Politik Demokratis, Menyederhanakan Waktu Penyelenggaraan, Menyederhanakan Jumlah Partai Politik, Menyetarakan Nilai Suara, Mempertegas Basis Keterwakilan, Mendorong Demokratisasi Internal Partai Politik, Meningkatkan Keterwakilan Perempuan, dan Memaksimalkan Derajat Keterwakilan Partai Politik dan Meningkatkan Akuntabilitas Calon Terpilih.
Pada bagian kedua tentang Manajemen Pemilu, terdiri dari 5 seri advokasi yakni; Meningkatkan Akurasi Daftar Pemilih, Mengendalikan Politik Uang, Menjaga Kedaulatan Pemilih, Meningkatkan Partisipasi Masyarakat dalam Pemilu, dan Menjaga Integritas Proses Pemungutan dan Perhitungan Suara.
Pada bagian ketiga tentang Penegakan Hukum Pemilu, terdiri dari 3 seri advokasi yakni; Membuka Ruang dan Mekanisme Pengaduan Pemilu, Menangani Pelanggaran Pemilu, dan Menyelesaikan Perselisihan Pemilu.
Seri advokasi demokrasi elektoral tersebut disusun melalui metode yang tidak sederhana. Untuk ini, Kemitraan menyelenggarakan berbagai seminar publik maupun focus group discussions (FGDs) bersama dengan para pakar pemilu di Jakarta dan di beberapa daerah terpilih. Kemitraan juga melakukan studi perbandingan dengan sistem pemilu di beberapa negara, kajian dan
v
Jumlah dan Alokasi Kursi DPR ke Provinsi
simulasi matematika pemilu, dan juga studi kepustakaan dari banyak referensi mengenai kepemiluan dan sistem kenegaraan.
Kami mengucapkan terimakasih kepada seluruh tim di Kemitraan terutama di Cluster Tata Pemerintahan Demokratis yang telah memungkinkan seri advokasi demokrasi elektoral ini sampai kepada tangan pembaca. Kepada Utama Sandjaja Ph.D, Prof. Ramlan Surbakti, Didik Supriyanto, Hasyim Asy’ari, August Mellaz, Sidik Pramono, Setio Soemeri, Agung Wasono, dan Nindita Paramastuti yang bekerja sebagai tim dalam menyelesaikan buku ini. Ucapan terimakasih juga kami sampaikan kepada seluruh pihak yang telah memberikan kontribusi pemikiran selama buku ini kami susun yang tidak dapat kami sebutkan satu-per-satu.
Kami berharap, seri advokasi demokrasi elektoral ini mampu menjadi rujukan bagi seluruh stakeholder pemilu di Indonesia seperti Depdagri, DPR RI, KPU, Bawaslu, KPUD, Panwaslu dan juga menjadi bahan diskursus bagi siapapun yang peduli terhadap masa depan sistem kepemiluan di Indonesia.
Kami menyadari seri advokasi demokrasi elektoral ini masih jauh dari sempurna, sehingga masukan untuk perbaikan naskah dari para pembaca sangat diharapkan untuk penyempurnaan ide dan gagasan reformasi sistem kepemiluan pada masa yang akan datang. Tujuan kami tidak lain dari keinginan kita semua untuk membuat pemilihan umum sebagai sarana demokratis yang efektif dalam menyalurkan aspirasi rakyat demi kepentingan rakyat dan negara Republik Indonesia.
Akhirnya kami ucapkan selamat membaca!
Jakarta, Juli 2011
Wicaksono SarosaDirektur Eksekutif Kemitraan
vi
Menyetarakan Nilai Suara:
Daftar Isi
Daftar Singkatan ................................................................................................ iii
Kata Pengantar ................................................................................................... iv
BAB 1 Pendahuluan ................................................................................ 1
A. Latar Belakang ........................................................................................ 1
B. Permasalahan ......................................................................................... 8
C. Tujuan ........................................................................................................ 10
D. Sistematika Penulisan .......................................................................... 11
BAB 2 Kerangka Konseptual ................................................................. 13
A. Prinsip Kesetaraan Suara .................................................................... 13
B. Implementasi Prinsip ........................................................................... 14
C. Basis Data Penduduk ........................................................................... 22
BAB 3 Jumlah dan Alokasi Kursi DPR ke Provinsi pada Pemilu Pasca-Orde Baru .......................................................................... 25
A. Ketidaksetaraan Nilai Suara Nasional............................................. 25
B. Bukan Sekadar Isu Jawa dan Luar Jawa ........................................ 36
C. Simulasi: Setara Nasional serta Setara Jawa dan Luar Jawa... 38
BAB 4 Basis Data Penduduk .................................................................. 43
A. Kesimpangsiuran Data Penduduk .................................................. 43
B. Keterlambatan Data Penduduk........................................................ 45
C. Implikasi Bagian dari Tahapan .......................................................... 47
D. Data Sensus Penduduk ....................................................................... 51
vii
Jumlah dan Alokasi Kursi DPR ke Provinsi
BAB 5 Penetapan Jumlah Kursi DPR .................................................... 55
A. Perubahan Jumlah Kursi ..................................................................... 55
B. Kelebihan Metode Fixed Seats ......................................................... 57
C. Penghitungan Jumlah Kursi .............................................................. 58
D. Kembali ke DPR dengan 500 Kursi .................................................. 60
E. Simulasi Kursi DPR 500 dan DPR 560 Kursi .................................. 62
BAB 6 Kesetaraan Suara Nasional ........................................................ 65
A. Metode Kuota dan Metode Divisor ................................................ 65
B. Kursi Minimal Provinsi ......................................................................... 67
C. Kekurangan dan Kelebihan Kursi .................................................... 79
BAB 7 Kesetaraan Suara Jawa dan Luar Jawa .................................... 81
A. Metode Kuota dan Metode Divisor ................................................ 81
B. Kursi Minimal Provinsi ......................................................................... 86
C. Kekurangan dan Kelebihan Kursi .................................................... 88
BAB 8 Penutup ......................................................................................... 95
A. Kesimpulan .............................................................................................. 95
B. Rekomendasi .......................................................................................... 96
Daftar Pustaka ..................................................................................................... 99
viii
Menyetarakan Nilai Suara:
TabelTabel 1.1 Perbandingan Harga Kursi DPR RI dan
Kuota Penduduk Per Provinsi ............................................ 3
Tabel 1.2 Kondisi Keterwakilan Pemilu Pasca-Orde Baru ........... 4
Tabel 1.3 Kondisi Keterwakilan 10%<n<10% Pemilu Paska-Orde Baru ...................................................... 6
Tabel 2.1 Hubungan Jumlah Penduduk dan Jumlah Kursi Parlemen .................................................................................18
Tabel 3.1 Jumlah Penduduk dan Kursi DPR Pemilu Pasca-Orde Baru ....................................................28
Tabel 3.2 Perbandingan Kuota Kursi dan Alokasi Kursi DPR RI Per Provinsi ....................................30
Tabel 3.3 Kuota 1 Kursi Pemilu 1999 ................................................33
Tabel 3.4 Kuota 1 Kursi Pemilu 2004 ................................................33
Tabel 3.5 Kuota 1 Kursi Pemilu 2009 ................................................33
Tabel 3.6 Jawa dan Luar Jawa: Jumlah Penduduk dan Kursi DPR Pemilu Pasca-Orde Baru ................................39
Tabel 3.7 Kuota 1 Kursi Pemilu 1999 ................................................ 41
Tabel 3.8 Kuota 1 Kursi Pemilu 2004 ................................................ 41
Tabel 3.9 Kuota 1 Kursi Pemilu 2009 ................................................ 41
Tabel 4.1 Perbandingan Data Penduduk dan Sumber Data Kependudukan..........................................48
Tabel 5.1 Perkembangan Jumlah Kursi DPR RI .............................55
Tabel 5.2 Perbandingan Penghitungan Jumlah Kursi DPR ......59
Tabel 5.3 Konfigurasi Politik DPR Hasil Pemilu Pasca-Orde Baru ................................................................... 61
Tabel 5.4 Produk Legislasi DPR Hasil Pemilu Pasca-Orde Baru ................................................................... 61
Tabel 6.1 Opopov Nasional: Alokasi Kursi DPR 500 dengan Dua Metode Perhitungan ................................69
ix
Jumlah dan Alokasi Kursi DPR ke Provinsi
Tabel 6.2 Opopov Nasional: Alokasi Kursi DPR 560 dengan Dua Metode Perhitungan ................................ 71
Tabel 6.2a Setara Nasional: Perbedaan Hasil Penghitungan DPR 560 Kursi dengan Dua Metode..............................72
Tabel 6.3 Opopov Nasional: Alokasi Kursi DPR 500 dengan Alokasi Kursi Pemilu 2009 ................................73
Tabel 6.3a Setara Nasional: Perbedaan Alokasi DPR 500 dengan Hasil Pemilu 2009 ................................................75
Tabel 6.4 Opopov Nasional: Alokasi Kursi DPR 560 dengan Alokasi Kursi Pemilu 2009 ................................76
Tabel 6.4a Setara Nasional: Perbedaan Alokasi DPR 560 dengan Hasil Pemilu 2009 ................................................78
Tabel 7.1 Opopov Jawa dan Luar Jawa: Alokasi Kursi DPR 500 dengan Dua Metode ..............82
Tabel 7.1a Setara Jawa dan Luar Jawa: Perbedaan Hasil Penghitungan DPR 500 Kursi dengan Dua Metode ...84
Tabel 7.2 Opopov Jawa dan Luar Jawa: Alokasi Kursi DPR 560 dengan Dua Metode ..............84
Tabel 7.3 Opopov Jawa dan Luar Jawa: Alokasi Kursi DPR 500 dengan Alokasi Kursi Pemilu 2009 ........................................................................... 87
Tabel 7.3a Setara Jawa dan Luar Jawa: Perbedaan Alokasi DPR 500 dengan Hasil Pemilu 2009 ..............................89
Tabel 7.4 Opopov Jawa dan Luar Jawa: Alokasi Kursi DPR 560 dengan Alokasi Kursi Pemilu 2009 .............. 91
Tabel 7.4a Setara Jawa dan Luar Jawa: Perbedaan Alokasi DPR 560 dengan Hasil Pemilu 2009 ..............................93
Tabel 8.1 Jumlah dan Alokasi Kursi DPR 500 OPOPOV Nasional ................................................................98
x
Menyetarakan Nilai Suara:
Lampiran
Lampiran 1
Daftar Isian Masalah UU No. 12/2004 dan UU No. 10/200 ..............................101
Lampiran 2
Draf RUU Perubahan Undang-undang Nomor 10 tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD dan DPRD ............................................. 104
Lampiran 3
Pengaturan Alokasi Kursi dan Daerah Pemilihan Pemilu 1955 dan Pemilu Orde Baru ........................................................................105
Lampiran 4
Pengaturan Alokasi Kursi dan Daerah Pemilihan Pemilu 1999, Pemilu 2004 dan Pemilu 2009 ...................................................... 109
Lampiran 5
Penghitungan Metode Divisor Opovov Nasional Kursi DPR 500 .................122
Lampiran 6
Penghitungan Metode Divisor Opovov Nasional Kursi DPR 560 ................ 138
Lampiran 7
Penghitungan Metode Kuota Opovov Nasional Kursi DPR 500 .................. 156
Lampiran 8
Penghitungan Metode Kuota Opovov Nasional Kursi DPR 560 .................. 160
1
Jumlah dan Alokasi Kursi DPR ke Provinsi
BAB 1Pendahuluan
A. Latar BelakangSalah satu prinsip pemilihan umum yang demokratis adalah equality atau kesetaraan. Maksudnya kesetaraan suara yang biasa diungkapkan dengan istilah OPOVOV: one person, one vote, one value. Prinsip ini menegaskan bahwa nilai suara yang dimiliki setiap pemilih adalah sama dalam satu pemilihan. Dalam perspektif hak warga negara, kesetaraan suara adalah perwujudan asas persamaan kedudukan warga negara dalam hukum dan pemerintahan. UUD 1945 mengakui bahwa “Segala warga negara bersamaan kedudukannya dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.”1
Konstitusi juga menegaskan bahwa Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR mewakili rakyat, sedang Dewan Perwakilan Daerah atau DPD mewakili daerah.2 Huruf “R” dalam DPR menunjukkan bahwa DPR mewakili penduduk atau orang sehingga setiap anggota DPR harus mewakili jumlah penduduk yang sama. Sedang huruf “D” dalam DPD menunjukkan bahwa DPD mewakili daerah atau ruang sehingga setiap daerah provinsi memiliki wakil yang jumlah dan kedudukan sama dengan daerah provinsi lain. Dengan kata lain, untuk memilih anggota DPR berlaku prinsip kesetaraan suara nasional; sedang untuk memilih anggota DPD berlaku prinsip kesetaraan suara provinsi.
Prinsip kesetaraan suara itu diterapkan secara konsisten pada Pemilu 1955,3 baik melalui pengaturan penyelenggaraan pemilu,4 maupun pada saat proses penghitungan perolehan kursi.5 Namun pemilu-pemilu Orde Baru (Pemilu
1 UUD 1945 Pasal 27 ayat (1).
2 UUD 1945 Pasal 2 ayat (1), Pasal 19 ayat (1), Pasal 22 C ayat (1), dan Pasal 22E ayat (2).
3 Herbert Feith, Pemilihan Umum 1955 di Indonesia, Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 1999.
4 UU No. 7/1953 Pasal 15 ayat (2) dan Pasal 33.
5 Panitia Pemilihan Indonesia, Indonesia Memilih: Pemilihan Umum di Indonesia Jang Pertama untuk Memilih Anggota Dewan Perwakilan Rakjat dan Konstituante, Djakarta: Panitia Pemilihan Indonesia, 1956.
2
Menyetarakan Nilai Suara:
1971, Pemilu 1977, Pemilu 1982, Pemilu 1987, Pemilu 1992, dan Pemilu 1997)6 mengabaikan prinsip kesetaraan suara dengan dalih demi keseimbangan politik Jawa dan Luar Jawa.7 Pengabaian prinsip kesetaraan suara tersebut diteruskan pada Pemilu 1999, dan bahkan pada Pemilu 2004 dan Pemilu 2009, meskipun sebelum Pemilu 2004 sudah dilakukan perubahan UUD 1945 .
Pada Pemilu 1999 misalnya, lima provinsi di Jawa, yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan DI Yogyakarta, menempati lima besar harga 1 kursi DPR termahal secara berurutan: 539.147, 534.937, 523.080, 520.482, dan 520.378 penduduk.8 Sedang lima besar harga 1 kursi DPR termurah dipegang Papua, Kalimantan Selatan, Sumatera Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Kalimantan Tengah dengan masing-masing berharga 170.841, 271.385, 303.496, 304.021, dan 309.500 penduduk. (Selengkapnya lihat Tabel 1.1.)
Terlepas dari berapa kursi DPR yang diperoleh dari masing-masing provinsi, komposisi harga kursi di 10 provinsi tersebut menunjukkan bahwa konsep keseimbangan politik perwakilan Jawa dan Luar Jawa masih diterapkan secara konsisten pada Pemilu 1999, meskipun ketentuan tentang keseimbangan politik perwakilan Jawa dan Luar Jawa itu tidak lagi disebutkan dalam undang-undang yang mengatur Pemilu 1999.9
Pada Pemilu 2004 terjadi perubahan pengaturan dalam penetapan jumlah dan alokasi kursi DPR.10 Akibatnya komposisi harga 1 kursi DPR pada setiap provinsi berubah. Lima besar kursi termahal tidak hanya diduduki provinsi-provinsi di Jawa, yaitu Jawa Barat (422.884), Jawa Tengah (422.557), Jawa Timur (431.332), dan DKI Jakarta (410.575), tetapi juga provinsi di Luar Jawa, yaitu Sumatera Utara (410.014). Sedang lima besar harga kursi DPR termurah dipegang oleh Papua Barat (130.433), Papua (196.680), Maluku Utara (285.209), Kalimantan Selatan (289.194), dan Gorontalo (294.366). Jika pada Pemilu 1999,
6 William Liddle, Pemilu-pemilu Orde Baru: Pasang Surat Kekuasaan Politik, Jakarta: LP3ES, 1993, dan Syamsuddin Harris, Menggugat Pemilihan Umum Orde Baru, Jakarta: Yayasan Obor, 1998.
7 UU No. 15/1969 Pasal 6. Sebagai dasar hukum penyelenggaraan pemilu-pemilu Orde Baru, UU No. 15/1969 mengalami tiga kali perubahan, tetapi ketiganya tidak mengubah ketentuan tentang alokasi kursi dan pembentukan daerah pemilihan.
8 Tentang data penduduk, harga kursi, dan jatah kursi setiap provinsi pada Pemilu 1999, Pemilu 2004 dan Pemilu 2009, dijelaskan lebih lanjut dalam Bab 2 naskah ini.
9 UU No. 3/1999, BAB II.
10 UU No. 12/2003, BAB V.
Tabel 1.1 Perbandingan Harga Kursi DPR RI dan Kuota Penduduk Per ProvinsiPemilu 1999 Pemilu 2004 Pemilu 2009
No Provinsi Kuota Penduduk No Provinsi Kuota
Penduduk No Provinsi Kuota Penduduk
1 Papua 170,841 1 Papua Barat 130,433 1 Papua 209,0192 Kalimantan Selatan 271,385 2 Papua 196,680 2 Papua Barat 219,3733 Sumatera Barat 303,495 3 Maluku Utara 285,209 3 Kalimantan Selatan 253,8294 Nusa Tenggara Timur 304,021 4 Kalimantan Selatan 289,194 4 Sulawesi Barat 293,9775 Kalimantan Tengah 309,500 5 Gorontalo 294,366 5 Sumatera Barat 309,3646 Nanggroe Aceh Darussalam 327,575 6 Kalimantan Tengah 305,364 6 Kalimantan Tengah 309,4927 Maluku 331,766 7 Nusa Tenggara Timur 314,130 7 Nusa Tenggara Timur 317,0828 Sulawesi Selatan 335,818 8 Sumatera Barat 319,050 8 Maluku Utara 319,2749 Bali 350,129 9 Maluku 319,354 9 Sulawesi Selatan 321,370
10 Kalimantan Timur 350,731 10 Nanggroe Aceh Darussalam 325,154 10 Nanggroe Aceh Darussalam 325,87511 Sulawesi Tenggara 364,257 11 Kepulauan Bangka Belitung 327,356 11 Maluku 342,76512 Bengkulu 391,858 12 Sulawesi Selatan 343,057 12 Kepulauan Bangka Belitung 349,76813 Jambi 402,308 13 Sulawesi Utara 355,281 13 Bengkulu 359,97514 Sulawesi Utara 409,306 14 Jambi 367,962 14 Gorontalo 361,68215 Riau 424,893 15 Sulawesi Tengah 369,242 15 Sulawesi Utara 363,03116 Kalimantan Barat 432,500 16 Bali 373,013 16 Sulawesi Tenggara 383,63017 Sulawesi Tengah 443,687 17 Sulawesi Tenggara 376,302 17 Jambi 383,81618 Nusa Tenggara Barat 445,473 18 Bengkulu 380,300 18 Bali 384,64119 Sumatera Utara 485,402 19 Kepulauan Riau 384,044 19 Sulawesi Tengah 386,60520 Lampung 496,893 20 Kalimantan Timur 387,499 20 Kalimantan Timur 389,28221 Sumatera Selatan 519,991 21 Kalimantan Barat 395,845 21 DKI Jakarta 404,28122 DIY 520,378 22 DIY 401,176 22 Sumatera Selatan 412,09123 Jawa Tengah 520,482 23 Nusa Tenggara Barat 401,510 23 Lampung 420,23024 Jawa Timur 523,080 24 Riau 402,282 24 Banten 420,52925 Jawa Barat 534,937 25 Sumatera Selatan 406,495 25 Sumatera Utara 423,92326 DKI Jakarta 539,147 26 Banten 408,086 26 Nusa Tenggara Barat 430,572
27 Lampung 408,576 27 Jawa Barat 435,54128 Sumatera Utara 410,014 28 Riau 435,88729 DKI Jakarta 410,575 29 Jawa Timur 436,02130 Jawa Timur 421,332 30 Jawa Tengah 447,59331 Jawa Tengah 422,557 31 DIY 450,15332 Jawa Barat 422,884 32 Kalimantan Barat 453,482
33 Kepulauan Riau 501,455Harga Kursi 454,763 Harga Kursi 390,699 Harga Kursi 403,690
3
Jumlah dan Alokasi Kursi DPR ke Provinsi
Tabel 1.1 Perbandingan Harga Kursi DPR RI dan Kuota Penduduk Per ProvinsiPemilu 1999 Pemilu 2004 Pemilu 2009
No Provinsi Kuota Penduduk No Provinsi Kuota
Penduduk No Provinsi Kuota Penduduk
1 Papua 170,841 1 Papua Barat 130,433 1 Papua 209,0192 Kalimantan Selatan 271,385 2 Papua 196,680 2 Papua Barat 219,3733 Sumatera Barat 303,495 3 Maluku Utara 285,209 3 Kalimantan Selatan 253,8294 Nusa Tenggara Timur 304,021 4 Kalimantan Selatan 289,194 4 Sulawesi Barat 293,9775 Kalimantan Tengah 309,500 5 Gorontalo 294,366 5 Sumatera Barat 309,3646 Nanggroe Aceh Darussalam 327,575 6 Kalimantan Tengah 305,364 6 Kalimantan Tengah 309,4927 Maluku 331,766 7 Nusa Tenggara Timur 314,130 7 Nusa Tenggara Timur 317,0828 Sulawesi Selatan 335,818 8 Sumatera Barat 319,050 8 Maluku Utara 319,2749 Bali 350,129 9 Maluku 319,354 9 Sulawesi Selatan 321,370
10 Kalimantan Timur 350,731 10 Nanggroe Aceh Darussalam 325,154 10 Nanggroe Aceh Darussalam 325,87511 Sulawesi Tenggara 364,257 11 Kepulauan Bangka Belitung 327,356 11 Maluku 342,76512 Bengkulu 391,858 12 Sulawesi Selatan 343,057 12 Kepulauan Bangka Belitung 349,76813 Jambi 402,308 13 Sulawesi Utara 355,281 13 Bengkulu 359,97514 Sulawesi Utara 409,306 14 Jambi 367,962 14 Gorontalo 361,68215 Riau 424,893 15 Sulawesi Tengah 369,242 15 Sulawesi Utara 363,03116 Kalimantan Barat 432,500 16 Bali 373,013 16 Sulawesi Tenggara 383,63017 Sulawesi Tengah 443,687 17 Sulawesi Tenggara 376,302 17 Jambi 383,81618 Nusa Tenggara Barat 445,473 18 Bengkulu 380,300 18 Bali 384,64119 Sumatera Utara 485,402 19 Kepulauan Riau 384,044 19 Sulawesi Tengah 386,60520 Lampung 496,893 20 Kalimantan Timur 387,499 20 Kalimantan Timur 389,28221 Sumatera Selatan 519,991 21 Kalimantan Barat 395,845 21 DKI Jakarta 404,28122 DIY 520,378 22 DIY 401,176 22 Sumatera Selatan 412,09123 Jawa Tengah 520,482 23 Nusa Tenggara Barat 401,510 23 Lampung 420,23024 Jawa Timur 523,080 24 Riau 402,282 24 Banten 420,52925 Jawa Barat 534,937 25 Sumatera Selatan 406,495 25 Sumatera Utara 423,92326 DKI Jakarta 539,147 26 Banten 408,086 26 Nusa Tenggara Barat 430,572
27 Lampung 408,576 27 Jawa Barat 435,54128 Sumatera Utara 410,014 28 Riau 435,88729 DKI Jakarta 410,575 29 Jawa Timur 436,02130 Jawa Timur 421,332 30 Jawa Tengah 447,59331 Jawa Tengah 422,557 31 DIY 450,15332 Jawa Barat 422,884 32 Kalimantan Barat 453,482
33 Kepulauan Riau 501,455Harga Kursi 454,763 Harga Kursi 390,699 Harga Kursi 403,690
3
Jumlah dan Alokasi Kursi DPR ke Provinsi
Tabe
l 1.2
Ko
ndis
i Ket
erw
akila
n Pe
milu
Pas
ca-O
rde
Baru
Pem
ilu 1
999
— P
endu
duk
209
juta
Kurs
i 462
— K
uota
1 k
ursi
454
.763
Pem
ilu 2
004
— P
endu
duk
214
juta
Kurs
i 550
— K
uota
1 k
ursi
390
.699
Pem
ilu 2
009
— P
endu
duk
226
juta
Kurs
i 560
— K
uota
1 k
ursi
403
.690
Under-represented
Over-represented
Under-represented
Over-represented
Under-represented
Over-represented
Sum
ater
a Ut
ara
Papu
aKa
liman
tan
Bara
tPa
pua
Bara
tD
KI Ja
kart
aPa
pua
Lam
pung
Kalim
anta
n Se
lata
nD
IYPa
pua
Sum
ater
a Se
lata
nPa
pua
Bara
tSu
mat
era
Sela
tan
Sum
ater
a Ba
rat
Nus
a Te
ngga
ra B
arat
Mal
uku
Utar
aLa
mpu
ngKa
liman
tan
Sela
tan
DIY
Nus
a Te
ngga
ra T
imur
Riau
Kalim
anta
n Se
lata
nBa
nten
Sula
wes
i Bar
atJa
wa
Teng
ahKa
liman
tan
Teng
ahSu
mat
era
Sela
tan
Goro
ntal
oSu
mat
era
Utar
aSu
mat
era
Bara
t
Jaw
a Ti
mur
Nan
ggro
e Ac
eh
Dar
ussa
lam
Bant
enKa
liman
tan
Teng
ahN
usa
Teng
gara
Bar
atKa
liman
tan
Teng
ah
Jaw
a Ba
rat
Mal
uku
Lam
pung
Nus
a Te
ngga
ra T
imur
Jaw
a Ba
rat
Nus
a Te
ngga
ra T
imur
DKI
Jaka
rta
Sula
wes
i Sel
atan
Sum
ater
a Ut
ara
Sum
ater
a Ba
rat
Riau
Mal
uku
Utar
aBa
li D
KI Ja
kart
aM
aluk
uJa
wa
Tim
urSu
law
esi S
elat
anKa
liman
tan
Tim
urJa
wa
Tim
urN
angg
roe
Aceh
Dar
ussa
lam
Jaw
a Te
ngah
Nan
ggro
e Ac
eh D
arus
sala
mSu
law
esi T
engg
ara
Jaw
a Te
ngah
Kepu
laua
n Ba
ngka
Bel
itung
DIY
Mal
uku
Beng
kulu
Jaw
a Ba
rat
Sula
wes
i Sel
atan
Kalim
anta
n Ba
rat
Kepu
laua
n Ba
ngka
Bel
itung
Jam
biSu
law
esi U
tara
Kepu
laua
n Ri
auBe
ngku
luSu
law
esi U
tara
Jam
biGo
ront
alo
Riau
Sula
wes
i Ten
gah
Sula
wes
i Uta
raKa
liman
tan
Bara
tBa
li Su
law
esi T
engg
ara
Sula
wes
i Ten
gah
Sula
wes
i Ten
ggar
aJa
mbi
Nus
a Te
ngga
ra B
arat
Beng
kulu
Bali
Kepu
laua
n Ri
auSu
law
esi T
enga
hKa
liman
tan
Tim
urKa
liman
tan
Tim
ur
4
Menyetarakan Nilai Suara:
kesenjangan antara kursi termahal (DKI Jakarta) dengan kursi termurah (Papua) adalah 368.306 penduduk, pada Pemilu 2004 kesenjangan antara kursi termahal (Jawa Barat) dengan kursi termurah (Papua Barat) adalah 292.436. Artinya ada penurunan signfikan sebesar 75.855, sementara akan terlihat nanti dari Pemilu 2004 ke Pemilu 2009 penurunannya hanya sebesar 15 penduduk.
Tentang jumlah dan alokasi kursi pada Pemilu 2009 mestinya memang tidak banyak perubahan karena pengaturannya sama dengan Pemilu 2004.11 Namun kenyataannya justru terjadi komposisi perubahan harga kursi yang menarik. Kali ini lima besar 1 kursi DPR termahal urutan pertama dan kedua jatuh pada Kepulauan Riau (501.455) dan Kalimantan Barat (453.482), sementara tiga provinsi di Jawa berada di bawahnya, yaitu DI Yogyakarta (450.153), Jawa Tengah (447.593), dan Jawa Timur (436.021). Sedang lima besar kursi termurah, selain Papua (209.019) dan Papua Barat (219.373), adalah Kalimantan Selatan (253.829), Sulawesi Barat (293.977), dan Sumatera Barat (309.364).
Pada Pemilu 2009, jumlah dan alokasi kursi DPR ke provinsi dan pembentukan daerah pemilihan ditetapan oleh undang-undang.12 Hal ini dilakukan untuk menyiasati betapa sulitnya membuat formula baku penentuan jumlah dan alokasi DPR ke provinsi sehingga jumlah kursi bertambah dari 550 kursi menjadi 560 kursi. Akan tetapi alokasi 10 kursi tambahan ditentukan dengan negosiasi politik. Akibatnya Sulawesi Selatan yang seharusnya mendapatkan jatah tidak lebih dari 19 kursi mendapatkan 24 kursi sehingga harga kursinya cukup murah, yaitu 321.370 yang berarti hampir setara dengan Maluku Utara yang 319.274. Sedangkan Riau yang seharusnya mendapatkan jatah maksimal 13 kursi, kenyataannya hanya menerima 11 kursi sehingga harga kursinya lebih mahal, yaitu 435.887 penduduk per kursi.
Jika jumlah penduduk dibagi dengan jumlah kursi, diketahui angka kuota nasional penduduk per 1 kursi DPR. Pada Pemilu 1999 kuota nasional penduduk per 1 kursi DPR adalah 454.763, Pemilu 2004 adalah 390.699, dan Pemilu 2009 adalah 404.690.13
11 UU No. 8/2010, BAB V.
12 UU No. 8/2010, Lampiran.
13 Penjelasan lebih rinci lihat Bab 3.
Tabe
l 1.2
Ko
ndis
i Ket
erw
akila
n Pe
milu
Pas
ca-O
rde
Baru
Pem
ilu 1
999
— P
endu
duk
209
juta
Kurs
i 462
— K
uota
1 k
ursi
454
.763
Pem
ilu 2
004
— P
endu
duk
214
juta
Kurs
i 550
— K
uota
1 k
ursi
390
.699
Pem
ilu 2
009
— P
endu
duk
226
juta
Kurs
i 560
— K
uota
1 k
ursi
403
.690
Under-represented
Over-represented
Under-represented
Over-represented
Under-represented
Over-represented
Sum
ater
a Ut
ara
Papu
aKa
liman
tan
Bara
tPa
pua
Bara
tD
KI Ja
kart
aPa
pua
Lam
pung
Kalim
anta
n Se
lata
nD
IYPa
pua
Sum
ater
a Se
lata
nPa
pua
Bara
tSu
mat
era
Sela
tan
Sum
ater
a Ba
rat
Nus
a Te
ngga
ra B
arat
Mal
uku
Utar
aLa
mpu
ngKa
liman
tan
Sela
tan
DIY
Nus
a Te
ngga
ra T
imur
Riau
Kalim
anta
n Se
lata
nBa
nten
Sula
wes
i Bar
atJa
wa
Teng
ahKa
liman
tan
Teng
ahSu
mat
era
Sela
tan
Goro
ntal
oSu
mat
era
Utar
aSu
mat
era
Bara
t
Jaw
a Ti
mur
Nan
ggro
e Ac
eh
Dar
ussa
lam
Bant
enKa
liman
tan
Teng
ahN
usa
Teng
gara
Bar
atKa
liman
tan
Teng
ah
Jaw
a Ba
rat
Mal
uku
Lam
pung
Nus
a Te
ngga
ra T
imur
Jaw
a Ba
rat
Nus
a Te
ngga
ra T
imur
DKI
Jaka
rta
Sula
wes
i Sel
atan
Sum
ater
a Ut
ara
Sum
ater
a Ba
rat
Riau
Mal
uku
Utar
aBa
li D
KI Ja
kart
aM
aluk
uJa
wa
Tim
urSu
law
esi S
elat
anKa
liman
tan
Tim
urJa
wa
Tim
urN
angg
roe
Aceh
Dar
ussa
lam
Jaw
a Te
ngah
Nan
ggro
e Ac
eh D
arus
sala
mSu
law
esi T
engg
ara
Jaw
a Te
ngah
Kepu
laua
n Ba
ngka
Bel
itung
DIY
Mal
uku
Beng
kulu
Jaw
a Ba
rat
Sula
wes
i Sel
atan
Kalim
anta
n Ba
rat
Kepu
laua
n Ba
ngka
Bel
itung
Jam
biSu
law
esi U
tara
Kepu
laua
n Ri
auBe
ngku
luSu
law
esi U
tara
Jam
biGo
ront
alo
Riau
Sula
wes
i Ten
gah
Sula
wes
i Uta
raKa
liman
tan
Bara
tBa
li Su
law
esi T
engg
ara
Sula
wes
i Ten
gah
Sula
wes
i Ten
ggar
aJa
mbi
Nus
a Te
ngga
ra B
arat
Beng
kulu
Bali
Kepu
laua
n Ri
auSu
law
esi T
enga
hKa
liman
tan
Tim
urKa
liman
tan
Tim
ur
5
Jumlah dan Alokasi Kursi DPR ke Provinsi
Provinsi yang angka kuota penduduknya per 1 kursi DPR di atas kuota nasional disebut under-represented. Disebut demikian karena jumlah kursi DPR yang mewakilinya di bawah dari jumlah yang seharusnya. Misalnya, pada Pemilu 1999, DKI Jakarta dengan jumlah penduduk 9.704.643 mestinya mendapatkan 21 kursi, tetapi kenyataannya hanya mendapatkan 18 kursi. Pada Pemilu 2004, Jawa Barat dengan jumlah penduduk 38.059.552 mestinya mendapatkan 97 kursi, tetapi kenyataannya hanya mendapatkan 90 kursi. Pada Pemilu 2009, Riau dengan penduduk 4.794.760 mestinya mendapatkan 12 kursi, tetapi kenyataannya hanya mendapatkan 11 kursi.
Sebaliknya, provinsi yang angka kuota penduduknya per 1 kursi DPR di bawah kuota nasional disebut over-represented karena jumlah kursi DPR yang mewakilinya di atas jumlah yang seharusnya. Misalnya, pada Pemilu 1999, Papua dengan penduduk 2.220.934 mestinya mendapatkan 5 kursi, tetapi kenyataannya mendapatkan 13 kursi. Pada Pemilu 2004, Sumatera Barat dengan penduduk 4.466.697 mestinya mendapatkan 11 kursi, kenyataannya mendapatkan 14 kursi. Pada Pemilu 2009, Sulawesi Selatan dengan penduduk 7.712.884 mestinya mendapatkan 19 kursi, kenyataannya mendapatkan 24 kursi.
Selanjutnya bisa dilihat kondisi keterwakilan tiga pemilu terakhir seperti tampak pada Tabel 1.2. Tabel ini memperlihatkan kondisi under-represented terhadap semua angka di atas kuota nasional per 1 kursi DPR; demikian juga kondisi over-represented ditunjukkan pada semua angka di bawah kuota nasional per 1 kursi DPR. Sebetulnya, para ahli pemilu memasukkan rentang 10 persen di bawah hingga 10 persen di atas kuota nasional per 1 kursi, masih dalam kondisi represented. Meskipun demikian, jika rentang toleransi 10 persen ke bawah dan ke atas ini diterapkan, kondisi keterwakilan masih tetap jauh memenuhi prinsip kesetaraan nilai suara di antara provinsi-provinsi di Indonesia, sebagaimana tampak pada Tabel 1.3.
Sisi hasil alokasi kursi DPR ke provinsi pada Pemilu 1999, Pemilu 2004 dan Pemilu 2009 menunjukkan adanya ketidaksetaraan suara. Sementara jika dilihat dari proses alokasi kursi DPR ke provinsi, juga dijumpai masalah pelik. Pada Pemilu 1999 misalnya, KPU mengalami kesulitan mendapatkan data penduduk yang akan digunakan sebagai dasar penetapan jumlah dan alokasi kursi DPR. Jalan yang ditempuh KPU adalah mengolah data penduduk berdasarkan prediksi data penduduk hasil Sensus Penduduk 1990.
6
Menyetarakan Nilai Suara:
Tabel 1.3 Kondisi Keterwakilan 10%<n<10% Pemilu Paska-Orde Baru
No
Pemilu 1999
No
Pemilu 2004
No
Pemilu 2009Penduduk 209,389,000 Penduduk 214,884,274 Penduduk 226,066,129 Kursi DPR 462 Kursi DPR 550 Kursi DPR 560
Kuota Kursi 453,223 Kuota Kursi 390,699 Kuota Kursi 403,690
Provinsi Kuota Penduduk 10%<n n<10% Provinsi Kuota
Penduduk 10%<n n<10% Provinsi Kuota Penduduk 10%<n n<10%
1 Papua 170,841 0.38 1 Papua Barat 130,433 0.33 1 Papua 209,019 0.52 2 Kalimantan Selatan 271,385 0.60 2 Papua 196,680 0.50 2 Papua Barat 219,373 0.54 3 Sumatera Barat 303,495 0.67 3 Maluku Utara 285,209 0.73 3 Kalimantan Selatan 253,829 0.63 4 Nusa Tenggara Timur 304,021 0.67 4 Kalimantan Selatan 289,194 0.74 4 Sulawesi Barat 293,977 0.73 5 Kalimantan Tengah 309,500 0.68 5 Gorontalo 294,366 0.75 5 Sumatera Barat 309,364 0.77 6 Nanggroe Aceh Darussalam 327,575 0.72 6 Kalimantan Tengah 305,364 0.78 6 Kalimantan Tengah 309,492 0.77 7 Maluku 331,766 0.73 7 Nusa Tenggara Timur 314,130 0.80 7 Nusa Tenggara Timur 317,082 0.79 8 Sulawesi Selatan 335,818 0.74 8 Sumatera Barat 319,050 0.82 8 Maluku Utara 319,274 0.79 9 Bali 350,129 0.77 9 Maluku 319,354 0.82 9 Sulawesi Selatan 321,370 0.80
10 Kalimantan Timur 350,731 0.77 10 Nanggroe Aceh Darussalam 325,154 0.83 10 Nanggroe Aceh Darussalam 325,875 0.81 11 Sulawesi Tenggara 364,257 0.80 11 Kepulauan Bangka Belitung 327,356 0.84 11 Maluku 342,765 0.85 12 Bengkulu 391,858 0.86 12 Sulawesi Selatan 343,057 0.88 12 Kepulauan Bangka Belitung 349,768 0.87 13 Jambi 402,308 0.89 13 Sulawesi Utara 355,281 0.91 13 Bengkulu 359,975 0.89 14 Sulawesi Utara 409,306 0.90 14 Jambi 367,962 0.94 14 Gorontalo 361,682 0.90 15 Riau 424,893 0.94 15 Sulawesi Tengah 369,242 0.95 15 Sulawesi Utara 363,031 0.90 16 Kalimantan Barat 432,500 0.95 16 Bali 373,013 0.95 16 Sulawesi Tenggara 383,630 0.95 17 Sulawesi Tengah 443,687 0.98 17 Sulawesi Tenggara 376,302 0.96 17 Jambi 383,816 0.95 18 Nusa Tenggara Barat 445,473 0.98 18 Bengkulu 380,300 0.97 18 Bali 384,641 0.95 19 Sumatera Utara 485,402 0.07 19 Kepulauan Riau 384,044 0.98 19 Sulawesi Tengah 386,605 0.96 20 Lampung 496,893 0.10 20 Kalimantan Timur 387,499 0.99 20 Kalimantan Timur 389,282 0.96 21 Sumatera Selatan 519,991 0.15 21 Kalimantan Barat 395,845 0.01 21 DKI Jakarta 404,281 0.00 22 DIY 520,378 0.15 22 DIY 401,176 0.03 22 Sumatera Selatan 412,091 0.02 23 Jawa Tengah 520,482 0.15 23 Nusa Tenggara Barat 401,510 0.03 23 Lampung 420,230 0.04 24 Jawa Timur 523,080 0.15 24 Riau 402,282 0.03 24 Banten 420,529 0.04 25 Jawa Barat 534,937 0.18 25 Sumatera Selatan 406,495 0.04 25 Sumatera Utara 423,923 0.05 26 DKI Jakarta 539,147 0.19 26 Banten 408,086 0.04 26 Nusa Tenggara Barat 430,572 0.07
27 Lampung 408,576 0.05 27 Jawa Barat 435,541 0.08 28 Sumatera Utara 410,014 0.05 28 Riau 435,887 0.08 29 DKI Jakarta 410,575 0.05 29 Jawa Timur 436,021 0.08 30 Jawa Timur 421,332 0.08 30 Jawa Tengah 447,593 0.11 31 Jawa Tengah 422,557 0.08 31 DIY 450,153 0.12 32 Jawa Barat 422,884 0.08 32 Kalimantan Barat 453,482 0.12
33 Kepulauan Riau 501,455 0.24
7
Jumlah dan Alokasi Kursi DPR ke Provinsi
Tabel 1.3 Kondisi Keterwakilan 10%<n<10% Pemilu Paska-Orde Baru
No
Pemilu 1999
No
Pemilu 2004
No
Pemilu 2009Penduduk 209,389,000 Penduduk 214,884,274 Penduduk 226,066,129 Kursi DPR 462 Kursi DPR 550 Kursi DPR 560
Kuota Kursi 453,223 Kuota Kursi 390,699 Kuota Kursi 403,690
Provinsi Kuota Penduduk 10%<n n<10% Provinsi Kuota
Penduduk 10%<n n<10% Provinsi Kuota Penduduk 10%<n n<10%
1 Papua 170,841 0.38 1 Papua Barat 130,433 0.33 1 Papua 209,019 0.52 2 Kalimantan Selatan 271,385 0.60 2 Papua 196,680 0.50 2 Papua Barat 219,373 0.54 3 Sumatera Barat 303,495 0.67 3 Maluku Utara 285,209 0.73 3 Kalimantan Selatan 253,829 0.63 4 Nusa Tenggara Timur 304,021 0.67 4 Kalimantan Selatan 289,194 0.74 4 Sulawesi Barat 293,977 0.73 5 Kalimantan Tengah 309,500 0.68 5 Gorontalo 294,366 0.75 5 Sumatera Barat 309,364 0.77 6 Nanggroe Aceh Darussalam 327,575 0.72 6 Kalimantan Tengah 305,364 0.78 6 Kalimantan Tengah 309,492 0.77 7 Maluku 331,766 0.73 7 Nusa Tenggara Timur 314,130 0.80 7 Nusa Tenggara Timur 317,082 0.79 8 Sulawesi Selatan 335,818 0.74 8 Sumatera Barat 319,050 0.82 8 Maluku Utara 319,274 0.79 9 Bali 350,129 0.77 9 Maluku 319,354 0.82 9 Sulawesi Selatan 321,370 0.80
10 Kalimantan Timur 350,731 0.77 10 Nanggroe Aceh Darussalam 325,154 0.83 10 Nanggroe Aceh Darussalam 325,875 0.81 11 Sulawesi Tenggara 364,257 0.80 11 Kepulauan Bangka Belitung 327,356 0.84 11 Maluku 342,765 0.85 12 Bengkulu 391,858 0.86 12 Sulawesi Selatan 343,057 0.88 12 Kepulauan Bangka Belitung 349,768 0.87 13 Jambi 402,308 0.89 13 Sulawesi Utara 355,281 0.91 13 Bengkulu 359,975 0.89 14 Sulawesi Utara 409,306 0.90 14 Jambi 367,962 0.94 14 Gorontalo 361,682 0.90 15 Riau 424,893 0.94 15 Sulawesi Tengah 369,242 0.95 15 Sulawesi Utara 363,031 0.90 16 Kalimantan Barat 432,500 0.95 16 Bali 373,013 0.95 16 Sulawesi Tenggara 383,630 0.95 17 Sulawesi Tengah 443,687 0.98 17 Sulawesi Tenggara 376,302 0.96 17 Jambi 383,816 0.95 18 Nusa Tenggara Barat 445,473 0.98 18 Bengkulu 380,300 0.97 18 Bali 384,641 0.95 19 Sumatera Utara 485,402 0.07 19 Kepulauan Riau 384,044 0.98 19 Sulawesi Tengah 386,605 0.96 20 Lampung 496,893 0.10 20 Kalimantan Timur 387,499 0.99 20 Kalimantan Timur 389,282 0.96 21 Sumatera Selatan 519,991 0.15 21 Kalimantan Barat 395,845 0.01 21 DKI Jakarta 404,281 0.00 22 DIY 520,378 0.15 22 DIY 401,176 0.03 22 Sumatera Selatan 412,091 0.02 23 Jawa Tengah 520,482 0.15 23 Nusa Tenggara Barat 401,510 0.03 23 Lampung 420,230 0.04 24 Jawa Timur 523,080 0.15 24 Riau 402,282 0.03 24 Banten 420,529 0.04 25 Jawa Barat 534,937 0.18 25 Sumatera Selatan 406,495 0.04 25 Sumatera Utara 423,923 0.05 26 DKI Jakarta 539,147 0.19 26 Banten 408,086 0.04 26 Nusa Tenggara Barat 430,572 0.07
27 Lampung 408,576 0.05 27 Jawa Barat 435,541 0.08 28 Sumatera Utara 410,014 0.05 28 Riau 435,887 0.08 29 DKI Jakarta 410,575 0.05 29 Jawa Timur 436,021 0.08 30 Jawa Timur 421,332 0.08 30 Jawa Tengah 447,593 0.11 31 Jawa Tengah 422,557 0.08 31 DIY 450,153 0.12 32 Jawa Barat 422,884 0.08 32 Kalimantan Barat 453,482 0.12
33 Kepulauan Riau 501,455 0.24
8
Menyetarakan Nilai Suara:
Menyadari ketiadaan data yang bisa dijadikan sebagai acuan untuk alokasi kursi, serta pembentukan daerah pemilihan, pada Pemilu 2004, KPU bersama Departemen Dalam Negeri dan Badan Pusat Statistik melaksanakan program Pendaftaran Pemilih dan Pendataan Penduduk Berkelanjutan (P4B). Hasil P4B cukup akurat, hanya saja datangnya data dari beberapa provinsi terlambat sehingga mengganggu proses alokasi kursi DPR. Dengan mengandalkan data dari Departemen Dalam Negeri dan pemerintah daerah, pada Pemilu 2009 KPU tidak melakukan pendataan penduduk. Namun data tersebut akurasinya buruk, sehingga penggunaan data tersebut menimbulkan banyak masalah.
Akhirnya, dalam proses penetapan jumlah dan alokasi kursi pada Pemilu 1999 dan Pemilu 2004, KPU menghadapi masalah besar akibat tiadanya metode standar yang bisa dijadikan rujukan. Dalam menentukan jumlah dan alokasi kursi, Undang-undang Permilu 1999 dan Pemilu 2004 mengkombinasikan dua metode (kuota 1 kursi DPR dan penetapan jumlah kursi DPR), yang sulit diimplementasikan secara konsisten. Pada Pemilu 2009, KPU memang tidak mengalami kesulitan dalam menetapkan jumlah dan alokasi kursi DPR ke provinsi sebab hal itu sudah ditetapkan dalam undang-undang. Di sini tampak bahwa penetapan jumlah dan alokasi kursi DPR ke provinsi tidak dilandasi prinsip pemilu demokratis dan logika penghitungan yang masuk akal, melainkan ditentukan berdasarkan negosiasi politik di antara para pembuat undang-undang.
B. Permasalahan
Warisan Orde Baru: Pengabaian prinsip kesetaraan suara dalam pemilu-pemilu Orde Baru dan Pemilu 1999 masih bisa dipahami. UUD 1945 (sebelum perubahan) hanya mengakui satu lembaga perwakilan, yakni DPR. Oleh karena itu jika anggota DPR benar-benar dipilih berdasarkan prinsip kesetaraan suara, akan terjadi ketimpangan politik. Jawa yang luasnya hanya 5 persen dari wilayah Indonesia memiliki 65 persen wakil di DPR. Sebaliknya Luar Jawa yang merupakan 95 persen wilayah Indonesia memiliki hanya 35 persen wakil di DPR. Padahal Luar Jawa mempunyai kontribusi besar dalam perekonomian nasional karena sumber-sumber kekayaan alamnya sehingga tidak adil bila penduduk Luar Jawa hanya memiliki sedikit wakil di DPR.
Itulah latar belakang lahirnya konsep keseimbangan politik Jawa dan Luar Jawa --yang oleh Orde Baru dijadikan alasan untuk mengabaikan prinsip kesetaraan suara, semata-mata demi menjaga stabilitas politik nasional. Padahal sejarah
9
Jumlah dan Alokasi Kursi DPR ke Provinsi
menunjukkan politik yang mengedepankan stabilitas nasional dengan mengabaikan hak-hak dasar warga negara, tidak hanya gagal menjamin stabilitas politik dan politik nasional, tetapi juga menciptakan ketidakadilan sosial dan menghancurkan negara. Pada titik inilah kehadiran DPD mempunyai nilai strategis, yakni menjaga keseimbangan politik dan integritas nasional.
Perubahan Fundamental: Pengabaian prinsip kesetaraan suara dalam pemilu yang dilandasi konsep keseimbangan politik Jawa dan Luar Jawa, tidak bisa diteruskan. Ini bukan semata karena hal itu adalah warisan politik Orde Baru yang mengedepankan unsur stabilitas politik, tetapi lebih karena telah terjadi perubahan-perubahan sistem ketatanegaraan dan formasi sosial rakyat Indonesia sepanjang dua dekade ini.
Pertama, UUD 1945 pascaperubahan menjamin adanya prinsip kesetaraan suara dalam pemilu karena setiap warga negara mempunyai kedudukan yang sama dalam hukum dan pemerintahan. Konstitusi juga membedakan secara tegas antara DPR yang mewakili penduduk atau orang, dengan DPD yang mewakili daerah atau ruang. Adanya dua jenis lembaga perwakilan tersebut dengan sendirinya mendorong terjadinya keseimbangan politik Jawa dan Luar Jawa. Dominasi wakil penduduk Jawa di DPR dapat diimbangi oleh dominasi wakil wilayah Luar Jawa di DPD.
Kedua, berdasarkan Sensus Penduduk 2010, kini perbandingan jumlah penduduk di Pulau Jawa dan Luar Jawa tidak lagi 65 persen berbanding 35 persen lagi, melainkan 57 persen berbanding 43 persen. Sekat-sekat budaya antara penduduk Jawa dan Luar Jawa semakin menipis akibat perkembangan teknologi transportasi dan komunikasi. Luar Jawa memang masih memiliki kontribusi besar dalam memproduksi sumber daya alam, namun struktur ekonomi telah berubah. Pendapatan nasional tidak lagi bertumpu pada ekspor sumber daya alam, melainkan berbasis pada pajak yang sebagian besar ditarik berdasar individu. Sistem dan struktur politik juga berubah signifikan setelah Orde Baru tumbang. Empat kali perubahan konstitusi pasca-Pemilu 1999 semakin menegaskan adanya perubahan sistem politik dan ketatanegaraan Indonesia.
Perubahan-perubahan itu mestinya mempengaruhi pengaturan pemilu sehingga prinsip kesetaraan suara harus kembali ditegakkan. Setidaknya, para pembuat undang-undang harus berani menafsirkan ulang makna konsep politik keseimbangan dalam konteks Indonesia pasca-Perubahan UUD 1945.
10
Menyetarakan Nilai Suara:
Jika hal itu tidak dilakukan, mempertahankan kebijakan ketidaksetaraan suara dalam pemilu akan melahirkan sengketa politik krusial karena ada sebagian besar warga negara merasa hak-hak politiknya direndahkan atau dikurangi.
Keadilan dan Kepastian Hukum: Pengabaian prinsip kesetaraan suara dalam pemilu menciptakan ketidakadilan politik bagi warga negara. Namun penerapan prinsip kesetaraan suara dalam pemilu bukan hal yang mudah. Jika tidak hati-hati pengaturannya bisa menimbulkan ketidakpastian hukum sehingga keadilan politik yang hendak dicapai juga terlewatkan. Pemilu 1999, Pemilu 2004, dan Pemilu 2009, menunjukkan adanya permasalahan metode, waktu, dan sumber data yang digunakan untuk menetapkan jumlah dan alokasi kursi DPR.
Metode penetapan jumlah kursi DPR berdasarkan kuota penduduk, pada titik tertentu harus dihentikan mengingat jumlah penduduk bisa terus bertambah. Jika metode ini dipertahankan, jumlah kursi DPR juga akan terus membesar sehingga berimplikasi pada efektivitas dan efesiensi pemerintahan. Penetapan jumlah dan alokasi kursi DPR tidak perlu dilakukan setiap kali pemilu karena hal ini tidak saja merepotkan penyelenggaraan pemilu, tetapi juga menimbulkan ketidakpastian politik. Perubahan-perubahan jumlah dan alokasi kursi DPR akan berimplikasi pada pembentukan daerah pemilihan sehingga mengganggu hubungan partai politik dan wakil rakyat dengan konstituennya. Akhirnya, kontroversi penggunaan data penduduk sebagai dasar penetapan jumlah dan alokasi kursi, harus dihentikan. Perlu dicari jalan keluar yang masuk akal, sekaligus akurasi datanya secara umum dapat diterima semua pihak.
C. Tujuan
Pertama, menjelaskan tentang metode perhitungan kursi DPR atas tidak diterapkannya salah satu prinsip pemilu demokratis, yaitu equality atau prinsip OPOVOV atau kesetaraan suara terhadap penetapan jumlah dan alokasi DPR ke provinsi dalam tiga pemilu pasca-Orde Baru, yaitu Pemilu 1999, Pemilu 2004, dan Pemilu 2009.
Kedua, menjelaskan tentang implikasi politik dan hukum atas pengabaian prinsip kesetaraan suara, dihadapkan dengan ketentuan-ketentuan konstitusional sebagaimana tertulis dalam UUD 1945 pascaperubahan.
11
Jumlah dan Alokasi Kursi DPR ke Provinsi
Ketiga, menawarkan formula-formula penentuan jumlah dan alokasi kursi DPR ke provinsi, yang mengacu pada konsep matematika sebagai metode paling rasional, adil, dan pasti untuk menerapkan prinsip kesetaraan suara.
Keempat, menunjukkan pentingnya basis data yang akurat, periodik, dan dipercaya publik sebagai dasar penghitungan jumlah dan alokasi kursi DPR ke provinsi. Dengan demikian, penetapan jumlah dan alokasi kursi DPR ke provinsi tidak dipertanyakan keabsahannya oleh semua kalangan.
Kelima, melakukan simulasi-simulasi penghitungan jumlah dan alokasi kursi DPR ke provinsi berdasarkan data Sensus Penduduk 2010 untuk mencari alternatif terbaik bagi penetapan jumlah dan alokasi kursi pada pemilu-pemilu mendatang.
D. Sistematika Penulisan
Setelah Bab 1 Pendahuluan ini, akan disajikan Bab 2 Kerangka Konseptual yang berisi bahasan tentang prinsip kesetaraan suara dan implementasinya. Selain itu, bab ini juga akan menyajikan beberapa konsep metode penetapan jumlah dan alokasi kursi parlemen, yang sudah dipraktikkan di banyak negara yang sistem demokrasi dan pemilunya sudah mapan. Selanjutnya pada Bab 3 Jumlah dan Alokasi Kursi DPR ke Provinsi Pada Pemilu Pasca-Orde Baru akan dibahas tentang pengaturan jumlah dan alokasi kursi dalam undang-undang dan penerapannya pada Pemilu 1999, Pemilu 2004, dan Pemilu 2009.
Hasil evaluasi terhadap praktik penetapan jumlah dan alokasi kursi pada tiga kali pemilu terakhir tersebut, akan menjadi dasar bagi upaya mencari metode atau formula terbaik penetapan jumlah dan alokasi DPR ke provinsi untuk pemilu-pemilu mendatang. Pertama, Bab 4 Basis Data Penduduk, berisi tentang perlunya basis data penduduk yang akurat, periodik, dan dapat dipercaya, sebagai dasar penghitungan jumlah dan alokasi kursi. Kedua, Bab 5 Penetapan Jumlah Kursi DPR, berisi materi mengenai rasionalitas dan argumentasi penetapan jumlah kursi DPR, serta metode yang digunakannya. Di sini akan dipilih dua alternatif jumlah kursi DPR, yakni 500 kursi (Pemilu 1999) dan 560 kursi (Pemilu 2009). Atas dasar dua alternatif tersebut dilakukan simulasi jumlah dan alokasi kursi DPR ke provinsi dengan menggunakan metode kuota varian Hamilton/Hare/Niemayer dan metode divisor varian Webster/St Lague.
12
Menyetarakan Nilai Suara:
Bab 6 Kesetaraan Suara Nasional akan berisi perhitungan jumlah dan alokasi kursi DPR ke provinsi berdasarkan prinsip OPOVOV nasional, sedang Bab 7 Kesetaraan Suara Jawa dan Luar Jawa akan berisi perhitungan jumlah dan alokasi kursi DPR ke provinsi berdasarkan prinsip OPOVOV Jawa dan Luar Jawa. Akhirnya, Bab 8 Penutup akan merupakan materi kesimpulan dan rekomendasi. Pada bagian rekomendasi dipertegas metode dan formula penetapan jumlah dan alokasi kursi terbaik yang harus digunakan pada pemilu-pemilu mendatang: tidak melanggar konstitusi, memenuhi prinsip kesetaraan suara, menciptakan kadilan politik, menjamin kepastian politik, dan menjaga hubungan wakil, serta yang tidak kalah penting, mendorong terciptanya pemerintahan yang efektif dan efisien.
Buku ini disertai beberapa lampiran berisi tentang usulan perbaikan pengaturan penetapan jumlah dan alokasi kursi DPR ke provinsi, dan penjelasan lebih lanjut atau rincian tentang penggunaan metode penghitungan alokasi kursi. Lampiran 1 merupakan daftar invetarisasi masalah terhadap Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 dan UU No. 10/2008 menyangkut materi pengaturan penetapan jumlah dan alokasi kursi DPR ke provinsi, yang disertai Lampiran 2 berisi draf perubahan undang-undang yang diusulkan oleh kajian ini. Sebagai perbandingan, pada Lampiran 3 disampaikan pengaturan tentang penetapan jumlah dan alokasi kursi serta pembentukan daerah pemilihan dalam berbagai undang-undang yang digunakan untuk mengatur penyelenggaraan Pemilu 1955 dan pemilu-pemilu Orde Baru. Pengaturan yang sama untuk Pemilu 1999, Pemilu 2004, dan Pemilu 2009 dicantumkan dalam Lampiran 4.
Buku ini juga mencantumkan berbagai hasil simulasi yang dilakukan dalam kajian ini. Tentu tidak semua hasil simulasi disampaikan, beberapa yang penting adalah Lampiran 5 dan Lampiran 6 yang berisi rincian tahapan penghitungan alokasi kursi dengan metode kuota untuk kursi DPR sebanyak 500 dan 560 kursi. Sedang rincian tahapan penghitungan alokasi kursi dengan metode divisor untuk kursi DPR sebanyak 500 dan 560 kursi bisa dilihat pada Lampiran 7 dan Lampiran 8.
13
Jumlah dan Alokasi Kursi DPR ke Provinsi
BAB 2Kerangka Konseptual
A. Prinsip Kesetaraan SuaraPrinsip kesetaraan suara untuk membentuk perwakilan memiliki sejarah panjang. Pada masa lalu, hak pilih hanya dimiliki laki-laki yang mempunyai harta benda, memegang jabatan tinggi, dan berpendidikan. Sejak awal abad ke-20 semakin banyak negara yang mengadopsi prinsip universal suffrage dalam konstitusinya. Pada dasarnya prinsip tersebut menjamin hak pilih setiap warga negara tanpa memandang jenis kelamin, ras, suku, agama, serta status ekonomi dan sosial.
Saat ini penerapan prinsip OPOVOV: one person, one vote, one value atau satu orang, satu suara, dan satu nilai, harus dilihat sebagai deklarasi simbolik tentang prinsip kesetaraan kekuasaan bagi semua pemilih yang hidup di bawah suatu pemerintahan yang sama. Pengertian kesetaraan politik lebih dari sekadar setiap orang mempunyai hak sama untuk memberikan suara dalam pemilu. Kesetaraan politik juga berarti suara setiap orang bernilai sama. Tidak boleh ada suara pemilih yang bernilai lebih daripada suara pemilih lain. Dengan kata lain, masalah kesetaraan politik bukan hanya berarti setiap orang berhak berpartisipasi, melainkan berpartisipasi pada kedudukan yang sama terlepas dari ras, warna kulit, suku bangsa, agama, jenis kelamin, tingkat pendidikan, ataupun status ekonomi.
Hak memiliki suara yang setara dalam hukum dan pemerintahan merupakan fundamen demokrasi. Tanpa hak suara setara, demokrasi tidak ada. Konstitusi negara demokrasi menjamin hak setiap warga negara diwakili secara setara pada pemerintahan. Konstitusi demokratis menjamin semua warga negara dewasa memiliki suara setara. Tanpa kesetaraan perwakilan, tidak akan ada jaminan bahwa hukum yang akan dibuat berisi kebaikan bersama (common good). Tanpa kesetaraan perwakilan, undang-undang yang dibuat hanya akan menguntungkan kepentingan mereka yang diwakili. Tanpa kesetaraan perwakilan, tidak ada jaminan bahwa konstitusi, yang menjamin hak warga negara, takkan dilanggar. Jaminan kesetaraan perwakilan menghendaki suara dilihat berdasarkan proporsi jumlah suara, bukan berdasarkan jumlah kekayaan atau berdasarkan kelihaian hukum.
14
Menyetarakan Nilai Suara:
Jaminan akan kesetaraan suara hanyalah jaminan kesempatan bersuara, bukan jaminan hasilnya. Karena itu untuk dapat didengar, para warga negara harus menggunakan suara itu dengan menulis, berbicara, dan terutama dengan memberikan suara pada pemilu, yang bertujuan untuk memilih wakil-wakil rakyat yang akan duduk di lembaga legislatif maupun eksekutif.
Dalam sistem pemerintahan demokrasi, dikenal dua jenis lembaga perwakilan legislatif. Pertama adalah lembaga perwakilan rakyat atau house representative atau majelis rendah, atau DPR, dan yang kedua adalah lembaga perwakilan daerah atau senat atau DPD.
DPR mewakili penduduk atau orang, sehingga setiap anggota DPR harus mewakili jumlah penduduk yang kurang lebih sama. Oleh karena itu, jumlah wakil yang mewakili penduduk pada setiap provinsi harus dihitung secara proporsional sesuai jumlah penduduk masing-masing provinsi. Dengan demikian seorang wakil yang duduk di DPR mewakili jumlah penduduk yang hampir sama dengan jumlah penduduk yang diwakili oleh wakil-wakil yang lain. Untuk itulah berlaku prinsip kesetaraan suara nasional, di mana nilai suara setiap pemilih sama secara nasional.
DPD mewakili ruang atau wilayah, sehingga setiap anggota DPD memiliki kedudukan yang sama tanpa memperhatikan besar kecilnya wilayah yang diwakilinya. Artinya kalau basis DPD adalah negara bagian atau provinsi, setiap anggota DPD memiliki kedudukan yang sama, tanpa memperhatikan besar kecilnya negara bagian atau provinsi yang diwakilinya. Dengan demikian dalam memilih anggota DPD berlaku prinsip kesetaraan suara secara negara bagian atau provinsi. Artinya nilai suara pemilih dalam satu negara bagian atau provinsi untuk memilih anggota adalah sama.
B. Implementasi Prinsip
Menetapkan Jumlah Anggota Parlemen: Dalam rangka mengatur agar suara pemilih nilainya setara dalam membentuk perwakilan, langkah pertama yang harus dilakukan adalah menetapkan jumlah wakil atau anggota parlemen. Yang dimaksud parlemen di sini biasa disebut dengan house representative atau majelis rendah atau DPR, yaitu lembaga perwakilan rakyat yang dipilih untuk mewakili penduduk. Negara yang menggunakan sistem parlemen monokameral atau satu kamar, hanya memiliki DPR. Namun bagi negara yang menggunakan sistem bikameral atau dua kamar, selain DPR juga
15
Jumlah dan Alokasi Kursi DPR ke Provinsi
terdapat Senat atau DPD, yaitu lembaga perwakilan rakyat yang dipilih untuk mewakili daerah.
Untuk menetapkan jumlah anggota parlemen, bisa digunakan dua metode, yaitu metode kuota satu kursi dan metode penetapan jumlah kursi.
Metode Kuota Satu Kursi. Metode ini menentukan kuota penduduk untuk 1 kursi wakil rakyat di parlemen sehingga diketahui jumlah anggota parlemen sesuai dengan jumlah penduduk. Misalnya ditetapkan 1 kursi mewakili 200.000 penduduk. Jika jumlah penduduk mencapai 1.000.000, jumlah kursi parlemen adalah 500. Metode ini memungkinkan jumlah anggota parlemen berubah mengikuti perubahan jumlah penduduk. Apabila jumlah penduduk berkurang, jumlah parlemen juga berkurang; demikian juga apabila jumlah penduduk bertambah, jumlah anggota parlemen juga bertambah.
Metode Penetapan Jumlah Kursi. Metode ini menentukan jumlah anggota parlemen terlebih dahulu atau fixed seats, sebagai pembagi jumlah penduduk sehingga diketahui kuota 1 kursi wakil. Jika metode kuota memungkinkan jumlah kursi parlemen berubah-ubah, metode fixed seats menjamin kepastian jumlah kursi parlemen. Akibatnya, kuota 1 kursi wakil bisa berubah sesuai jumlah penduduk. Jika semula kuota 1 kursi sama dengan 200.000 penduduk; apabila jumlah penduduk bertambah, 1 kuota bisa menjadi 205.000 penduduk. Atau sebaliknya, apabila jumlah penduduk berkurang, 1 kuota kursi bisa menjadi 195.000 penduduk.
Amerika Serikat semula menggunakan metode pertama dalam menentukan jumlah anggota DPR, di mana setiap 30.000 ‘representative population’ berhak diwakili oleh satu kursi. Konsekuensinya, jumlah kursi akan bertambah seiring dengan pertambahan penduduk.14 Namun karena jumlah penduduk terus meningkat yang tentu saja berimplikasi pada terus bertambahnya jumlah anggota DPR, sejak 1920 negara tersebut menempuh metode kedua atau metode fixed seats. Sejak tahun itu Amerika Serikat menetapkan jumlah anggota DPR sebanyak 435 kursi yang terus berlaku hingga kini. Metode Amerika Serikat ini kemudian banyak dilakukan oleh negara lain, baik yang sudah mapan sistem demokrasinya maupun negara-negara yang sedang
14 Michel L Balinski dan Young Peyton, Fair Representation:Meeting the Ideal of One Man, One Vote, Second Edition, Washington: Brooking Institution Press, 2001, h. 5-7. Pada saat itu yang dimaksud dengan representative population adalah semua penduduk di negara bagian, kemudian dikurangi 40 persen jumlah budak dan Indian yang bukan subyek pajak.
16
Menyetarakan Nilai Suara:
membangun sistem pemilu demokratis.15
Rumus Penetapan Jumlah Kursi: Sejumlah literatur menyebutkan adanya hubungan sistematis antara besarnya parlemen dengan jumlah penduduk. Para ahli pemilu mengambil ilustrasi dari temuan biologi bahwa jantung mempunyai peran sentral dalam menjaga kondisi tubuh. Jantung dalam hal ini bisa disamakan dengan parlemen, sementara penduduk bisa disamakan dengan tubuh. Ternyata terdapat hubungan konstan antara ukuran jantung dan besarnya tubuh, yaitu ukuran jantung adalah akar pangkat tiga dari besarnya tubuh.
Dalil biologis itu mengilhami Rein Taagepera dan Matthew S Shugart dalam merumuskan hubungan sistematis antara jumlah anggota parlemen dengan jumlah penduduk dalam dalil matematika (cube law).16 Menurut dalil ini, besaran parlemen adalah akar pangkat tiga dari jumlah penduduk, atau dengan rumus matematika sebagai berikut:
S = √3 P atau S = P 1/3
di mana S adalah jumlah kursi parlemen dan P adalah populasi atau jumlah penduduk.
Namun sebagaimana diperingatkan Taagepera dan Shugart, rumus itu lebih pas berlaku di negara-negara industri maju, sehingga tidak cocok untuk diterapkan di negara-negara berkembang. Alasannya, pada negara-negara berkembang, yang relevan bukanlah menghitung total jumlah penduduk, tetapi jumlah penduduk aktif, atau Pa (population active). Penduduk aktif adalah mereka yang diasumsikan sungguh-sungguh terlibat dalam pertukaran pasar sehingga mereka mencari perwakilan politik. Penduduk aktif dapat diperkirakan sebagai berikut:
Pa = PLW
di mana P adalah jumlah penduduk, L adalah persentase penduduk melek huruf, dan W adalah persentase kelompok usia kerja.
15 Tim Kajian Perludem, Alokasi Kursi dan Daerah Pemilihan, naskah tidak diterbitkan, h. 4.
16 Rein Taagepera dan Mattew S Shugart, Limiting Frames of Political Games: Logical Quantitative Models of Size, Growth and Distribution, Irvine: Center for the Study of Democracy, University of California, 2002, Paper 02-04, h. 5
17
Jumlah dan Alokasi Kursi DPR ke Provinsi
Dengan memperhatikan penduduk yang mampu membaca-menulis dan penduduk yang masuk kelompok usia kerja, jumlah kursi parlemen bisa dirumuskan sebagai berikut:
S = √3 (Pa) atau S = (Pa)1/3
di mana S adalah jumlah kursi parlemen dan Pa adalah penduduk aktif.17
Secara teoritik, keberadaan anggota parlemen terkait dengan fungsi perwakilan yang mengharuskannya berkomunikasi intensif dengan konstituen, dan fungsi lain yang mengharuskannya berinteraksi dengan anggota parlemen lain. Itulah yang semestinya menjadi pertimbangan penentuan besar-kecilnya parlemen.
Oleh karena itu, parlemen yang terlalu ramping menjadi kurang representatif, terutama untuk mengakomodasi persoalan yang menyangkut minoritas, keterwakilan perempuan, dan perbedaan generasi. Namun jika kursi ditambah, akan muncul persoalan pemborosan dan inefisiensi. Penilaian buruk atas kinerja DPR bisa dijadikan alasan untuk menolak usul penambahan itu. Dalih lain apabila kursi DPR berkurang, hal itu dianggap hanya akan menguntungkan partai politik besar. Jadi, faktor politik sering dominan dalam penentuan jumlah kursi parlemen.
Sejumlah ahli pemilu menyepakati rumus S = P 1/3 (untuk negara-negara industri maju) dan rumus S = (Pa)1/3 (untuk negara-negara berkembang) sebagai metode untuk mengukur jumlah anggota perwakilan. Secara empiris rumus itu teruji. Di satu sisi, hampir tidak ada negara, yang jumlah anggota parlemennya dua kali lebih banyak dari prediksi. Di sisi yang lain, hanya beberapa negara yang anggota parlemennya lebih kecil dari setengah angka prediksi.18
17 Rumus S=(Pa)1/3 merupakan hasil teoritisasi atas model komunikasi yang dilakukan oleh anggota parlemen, yaitu total jalur komunikasi dengan konstituen [cc = Pa/S] dan total jalur komunikasi sesama anggota parlemen [cs = 2 (S-1)+(S-1)(S-2)/2 = S2/2+S/2-1], di mana S/2-1 bisa diabaikan sehingga c = cs+cc=S2/2+2Pa/S. Jumlah anggota parlemen optimal adalah jumlah yang meminimalisasi jalur komunikasi total untuk penduduk aktif tertentu. Jumlah ini dapat ditentukan dengan menghitung derivasi dc/dS, dan membuatnya menjadi nol sehingga dc/dS = S-2Pa/S2 = 0. Hasilnya berupa Pa = S3 yang kemudian melahirkan model S = (2Pa)1/3.
18 Andrew Reynolds dan Ben Reilly dkk, (terj.), Sistem Pemilu, Jakarta: International IDEA, 2002, h. 66-68.
18
Menyetarakan Nilai Suara:
Tabel 2.1 memperlihatkan beberapa contoh besaran anggota parlemen. Tampak Amerika Serikat, kursi DPR-nya bertahan dalam kurun 84 tahun sekalipun jumlah penduduknya melonjak lebih dari dua kali lipat. Belgia malah kursi DPR-nya berkurang dari 212 pada 1977 menjadi 150 kursi pada 2003. Hal yang hampir sama juga terjadi di Jepang.
Tabel 2.1 Hubungan Jumlah Penduduk dan Jumlah Kursi Parlemen19
Negara Jumlah Penduduk s = p 1/3 Kursi Parlemen
Amerika Serikat 1790 3.615.920 153,49 105
Amerika Serikat 1920 105.210.729 472,08 435
Amerika Serikat 2004 281.400.000 655,30 435
Belgia 1965 9.119.000 208,92 212
Belgia 1977 9.847.000 214,34 212
Belgia 2003 10.379.067 218,13 150
Irlandia 1977 3.265.000 148,35 148
Irlandia 2003 3.994.000 158,66 148
Belanda 1950 10.114.000 216,26 150
Belanda 2003 16.316.000 253,63 150
Austria 1949 6.935.000 190,70 165
Austria 2003 8.090.000 200,75 183
Kanada 1990 25.591.000 294,69 295
Kanada 2003 31.630.000 316,25 301
Argentina 1950 17.200.000 258,13 257
Argentina 2003 36.772.000 332,54 257
Rusia 2003 143.425.000 523,45 450
Brasil 1986 146.992.000 527,75 487
Brasil 2003 176.596.000 561,04 513
Malaysia 2003 24.774.000 291,52 192
Venezuela 2003 25.674.000 295,01 203
Pakistan 20003 148.439.000 529,48 207
19 Tabel ini dikutip dari Bahan Advokasi Advokasi Alokasi Kursi dan Daerah Pemilihan, Tim Kajian Perludem.
19
Jumlah dan Alokasi Kursi DPR ke Provinsi
Negara Jumlah Penduduk s = p 1/3 Kursi Parlemen
Srilanka 2003 19.232.000 267,92 225
Uzbekistan 2003 25.590.000 294,68 250
Filipina 2003 81.503.000 433,57 260
Iran 2003 66.392.000 404,92 270
Korea Selatan 2003 47.912.000 363,20 299
Bangladesh 2003 138.066.000 516,85 300
India 2003 1.064.399.000 1021,02 543
Sumber: Tim Kajian Perludem, Alokasi Kursi dan Daerah Pemilihan.
Mengalokasikan Kursi ke Provinsi: Sebuah negara terdiri dari wilayah-wilayah politik dan administratif. Bagi negara federal, wilayah pertama dari negara adalah negara bagian. Sedang bagi negara kesatuan, wilayah pertama dari negara biasa disebut provinsi. Masing-masing wilayah itu masih dipecah-pecah menjadi wilayah administrasi yang lebih kecil. Untuk kursi DPR, tahap pertama alokasi kursi ditujukan kepada negara bagian atau provinsi.
Mengapa alokasi kursi DPR pertama harus ditujukan ke negara bagian atau provinsi? Hal itu karena entitas negara bagian atau provinsi secara langsung membentuk negara nasional. Dengan demikian, wakil-wakil rakyat yang duduk di DPR tidak sekadar mewakili penduduk di daerah pemilihannya, tetapi juga mewakili penduduk negara bagian atau provinsinya. Lebih jauh lagi, kursi perwakilan nasional dari tiap provinsi merupakan cerminan suara daerah di tingkat nasional dan turut serta menentukan kebijakan nasional.
Lantas bagaimana cara mengalokasikan kursi DPR ke negara bagian atau provinsi sesuai dengan jumlah penduduk masing-masing? Selama ini dikenal dua metode. Pertama, metode kuota yang dikenalkan oleh Hamilton, dan disempurnakan oleh Hare dan Niemayer, sehingga dikenal dengan metode kuota varian Hamilton/Hare/Niemayer. Kedua, metode divisor yang dikenalkan oleh d’Hondt yang disempurnakan oleh Webster dan Sainte Lague, sehingga dikenal dengan metode divisor varian Webster/St Lague.
Metode Kuota Varian Hamilton/Hare/Niemayer. Untuk mengalokasikan kursi ke negara bagian atau provinsi, metode ini menggunakan cara membagi jumlah populasi tiap provinsi dengan total populasi nasional dan dikalikan dengan jumlah kursi nasional yang disediakan. Rumusan matematikanya
20
Menyetarakan Nilai Suara:
adalah sebagai berikut:
PproSpro = ——— × Snas Pnas
di mana Spro adalah kuota kursi provinsi; Ppro adalah jumlah populasi/penduduk provinsi; Pnas adalah jumlah populasi/penduduk nasional; dan Snas adalah jumlah kursi nasional.
Dalam menghitung alokasi kursi parlemen ke provinsi atau negara bagian, metode kuota apapun variannya, sering menghasilkan pecahan sehingga metode ini sering pula menghasilkan sisa kursi. Jika dalam penghitungan alokasi kursi terjadi sisa kursi, varian Hamilton/Hare/Niemeyer membagikan sisa kursi yang ada kepada provinsi atau negara bagian yang memiliki pecahan terbesar secara berurut hingga kursi habis. Oleh karenanya, metode ini dikenal juga dengan nama Kuota Hare/Niemeyer/Hamilton-LR (largest remainders/sisa suara terbanyak).
Penggunaan metode kuota Hamilton di Amerika Serikat menimbulkan tiga paradoks atau kejanggalan.20
Pertama, paradoks jumlah kursi. Paradoks terjadi pada Negara Bagian Alabama pada 1880. Ketika kursi Kongres 299 kursi, Alabama mendapatkan 8 kursi. Namun ketika kursi Kongres bertambah menjadi 300 kursi, Alabama hanya mendapatkan 7 kursi. Bahkan pada 1900, Negara Bagian Maine “dipingpong” akibat perubahan jumlah kursi Kongres. Ketika kursi Kongres 350-382 kursi, Maine mendapatkan 3 kursi; ketika kursi 383-385, Maine mendapatkan 4 kursi; ketika kursi 386, malahan turun menjadi 3 kursi; saat kursi 387-388 naik menjadi 4; ketika kursi berjumlah 389-390 turun lagi menjadi 3 kursi; dan saat kursi 391-400, alokasi naik menjadi 4 kursi.
Kedua, paradoks jumlah populasi, sebagaimana menimpa Virginia pada 1910. Ketika populasi Virginia lebih tinggi, baik secara relatif maupun absolut dibanding Maine, sementara kursi Kongres bertambah, Virginia kehilangan satu kursi dan berpindah ke Maine.
20 Pipit Rochijat Kartawidjaja, Alokasi Kursi: Kadar Keterwakilan Penduduk dan Pemilih, ELSAM, Juli 2003, h. 45-51
21
Jumlah dan Alokasi Kursi DPR ke Provinsi
Ketiga, paradoks negara bagian baru. Hadirnya negara bagian baru Oklahoma pada 1907 menimbulkan keanehan hasil hitungan, sehingga satu negara bagian merasa kursinya dikurangi terlalu banyak, sementara yang lain tidak dikurangi, atau malah bertambah.
Ketiga jenis paradoks tersebut menimbulkan ketidakadilan alokasi kursi ke negara bagian, karena prinsip OPOVOV tidak berlaku fair. Oleh karena itu, sejak 1911 Amerika Serikat meninggalkan metode kuota dan beralih ke metode divisor.
Metode Divisor Varian Webster/St Lague. Untuk mengalokasikan kursi ke negara bagian atau provinsi, metode divisor membagi jumlah penduduk setiap negara bagian atau provinsi dengan bilangan pembagi atau divisor. Semula d’Hondt menetapkan bilangan pembagi adalah 1; 2; 3; 4 ... dan seterusnya. Namun bilangan pembagi itu cenderung menguntungkan provinsi yang memiliki penduduk besar. Sebagai pengimbangnya, negara-negara Skandinavia menetapkan bilangan pembagi 1,4; 3; 5; 7 ... dan seterusnya, yang lebih menguntungkan provinsi yang memiliki pendududuk sedikit.
Selanjutnya Webster merumuskan bilangan pembaginya adalah ½; 1½; 2½; 3½ … dan seterusnya. Seorang ahli matematika Perancis Sainte Lague menyempurnakannya dengan mengalikan bilangan pembagi tersebut dengan angka 2 sehingga hasilnya adalah 1; 3; 5; 7 … dan seterusnya. Oleh karena itu metode ini sering dikenal sebagai metode bilangan ganjil karena bilangan pembaginya bilangan ganjil atau kerap disebut juga metode pecahan terbesar (major fraction). Di Eropa, metode alokasi kursi ini dikenal dengan nama Sainte/Lague/Scheper yang digunakan untuk penghitungan kursi DPR Jerman (Bundestag). Bilangan pembagi angka ganjil ini dikenal sangat netral, tidak menguntungkan provinsi berpenduduk banyak, juga tidak menguntungkan provinsi berpenduduk sedikit.21
Hasil pembagian jumlah populasi setiap negara bagian atau provinsi dengan bilangan ganjil 1, 3, 5, 7… dan seterusnya, dirangking dari tertinggi hingga terendah sesuai dengan kursi yang disediakan. Angka tertinggi secara berturut mendapatkan kursi sesuai dengan jumlah kursi yang disediakan. Metode ini tidak rumit meski membutuhkan tabulasi berlembar-lembar. Metode ini
21 Michel L. Balinski dan Young Peyton, op.cit., h. 10-22. Lihat juga Pipit R Kartawidjaja, Matematika Pemilu, Jakarta: INSIDE, 2004, h. 6-8.
22
Menyetarakan Nilai Suara:
dipakai di banyak negara karena: pertama, hasilnya lebih adil karena terbukti tidak berat sebelah; kedua, hasilnya mendekati kuota seharusnya karena tidak ada satu pun metode yang stay with the quota; dan ketiga, metode ini mampu menghindarkan berbagai paradoks yang muncul dalam metode kuota. Praktik penggunaan metode divisor juga berlangsung cepat dan selesai dalam satu tahap penghitungan.22
C. Basis Data Penduduk
Untuk mengalokasikan kursi parlemen ke negara bagian atau provinsi, pertama-tama harus diketahui jumlah penduduk secara nasional dan penyebarannya di setiap negara bagian atau provinsi. Jumlah penduduk nasional dan setiap negara bagian atau provinsi itulah yang akan menentukan berapa jumlah kursi yang akan didapatkan oleh negara bagian atau provinsi tersebut. Masalahnya adalah bagaimana mengetahui jumlah penduduk dan penyebarannya di setiap negara bagian atau provinsi sehingga bisa dipakai sebagai dasar penentuan jumlah kursi parlemen dan pembagiannya pada setiap negara bagian atau provinsi.
Banyaknya instansi pemerintah yang mengumpulkan data penduduk, tidak serta merta mempermudah pencarian data penduduk; tetapi justru sebaliknya karena data penduduk yang dikumpulkan setiap instansi bisa berbeda-beda hasilnya. Sementara itu data penduduk dan pemilih yang dikumpulkan oleh penyelenggara pemilu biasanya datang menjelang hari pemilihan, padahal pembentukan daerah pemilihan (yang disesuaikan dengan alokasi kursi setiap provinsi) harus dilakukan jauh hari sebelumnya agar para aktor pemilu (partai politik, calon, pemilih, penyelenggara, dan pemantau) dapat mempersiapkan diri lebih dini dalam menghadapi pemilihan.
Atas dasar tersebut, banyak negara yang menggunakan data sensus penduduk sebagai basis data penetapan jumlah dan alokasi kursi parlemen ke negara bagian atau provinsi.
Penggunaan data sensus penduduk tersebut atas pertimbangan: pertama, sensus penduduk dilakukan oleh lembaga resmi dan kompeten; kedua, sensus penduduk dilakukan secara periodik setiap 10 tahunsehingga hasil sensus penduduk terakhir bisa dipakai sebagai bahan evaluasi dan dasar penentuan
22 Michel L. Balinski dan Young Peyton, op.cit., h. 36-44.
23
Jumlah dan Alokasi Kursi DPR ke Provinsi
jumlah dan alokasi kursi ke negara bagian atau provinsi. Jika data sensus dipakai sebagai basis alokasi, bisa diharapkan terbangun suatu sistem yang lebih ajeg, di mana satu kali data sensus dapat digunakan untuk dua kali periode pemilu.
24
Menyetarakan Nilai Suara:
25
Jumlah dan Alokasi Kursi DPR ke Provinsi
BAB 3Jumlah dan Alokasi Kursi DPR ke Provinsi pada Pemilu Pasca-Orde Baru
A. Ketidaksetaraan Nilai Suara Nasional
Pemilu 1955 menerapkan secara konsisten prinsip kesetaraan suara dalam menetapkan jumlah dan alokasi kursi DPR maupun Konstituante, baik melalui pengaturan penyelenggaraan pemilu, maupun pada saat proses penghitungan perolehan kursi. Namun Orde Baru mengabaikan prinsip tersebut sehingga pada Pemilu 1971, Pemilu 1977, Pemilu 1982, Pemilu 1987, Pemilu 1992, dan Pemilu 1997 penetapan jumlah dan alokasi kursi tidak sesuai proporsi jumlah penduduk.23 Alasan utama pengabaian prinsip kesetaraan suara adalah demi keseimbangan politik Jawa dan Luar Jawa.24 Pengabaian prinsip kesetaraan suara tersebut diteruskan pada Pemilu 1999 dan bahkan pada Pemilu 2004 dan Pemilu 2009.
Pengabaian prinsip kesetaraan pada Pemilu 1999 dalam batas-batas tertentu bisa dipahami. Pertama, waktu itu pemilu disiapkan tergesa-gesa sehingga pembuat undang-undang tidak punya cukup waktu untuk memikirkan masalah tersebut. Kedua, dengan mempertimbangkan kesiapan pemilih, pembuat undang-undang merasa tidak perlu mengubah ketentuan yang menyangkut perubahan sistem pemilu – di mana penerapan prinsip kesetaraan berdampak pada alokasi kursi per provinsi– karena perhatian lebih difokuskan pada soal bagaimana agar Pemilu 1999 dapat dilaksanakan secara demokratis, dalam arti rakyat bebas memilih dan dipilih.
Pada Pemilu 1999, KPU menetapkan jumlah dan alokasi kursi DPR ke provinsi dilakukan berdasarkan data sensus; bukan berpatokan pada SK Mendagri No. 5/1999 sebagaimana direncanakan sebelumnya. Saat itu KPU mencatat, jumlah penduduk sebesar 209.389.000, sedangkan kursi ditetapkan sebanyak 500. Jumlah tersebut dikurangi jatah 38 kursi TNI/Polri sehingga tersisa
23 UU No. 7/1953 Pasal 15 ayat (2) dan Pasal 33.
24 Panitia Pemilihan Indonesia, Indonesia Memilih: Pemilihan Umum di Indonesia Jang Pertama untuk Memilih Anggota Dewan Perwakilan Rakjat dan Konstituante, Djakarta: Penitia Pemilihan Indonesia, 1956.
26
Menyetarakan Nilai Suara:
462 kursi yang harus didistribusikan ke 27 provinsi, termasuk Timor Timur yang masih menjadi bagian Indonesia. Harga kursi DPR ditentukan dengan membagi jumlah penduduk sebesar 209 juta dengan 462 kursi sehingga diperoleh angka 453.223, yang dibulatkan menjadi 450.000 penduduk per kursi DPR.
Dari 27 provinsi, ternyata hanya 11 provinsi yang memenuhi kuota 450.000 penduduk per daerah tingkat II (kabupaten/kota) karena undang-undang juga mengharuskan setiap daerah tingkat II memiliki wakil 1 kursi DPR. Ke-11 provinsi, yang di dalamnya terdapat 172 daerah tingkat II (kabupaten/kota) itu memiliki total penduduk 162.624.896 jiwa. Populasi masing-masing provinsi adalah Sumatera Utara 11.649.655, Riau 4.330.100, Sumatera Selatan 7.799.872, Lampung 7.453.400, DKI Jakarta 9.704.643, Jawa Barat 43.864.817, Jawa Tengah 31.228.940, DI Yogyakarta 3.122.268, Jawa Timur 35.569.440, Kalimantan Barat 3.892.500, dan Nusa Tenggara Barat 4.009.261.
Sedangkan alokasi kursi untuk provinsi lain yang tidak memenuhi kuota 450.000 per daerah tingkat II, dilakukan dengan menghitung perbandingan antara total populasi, jumlah daerah tingkat II, dan sisa kursi yang ada.
Pemilu 1999 berusaha memenuhi ketentuan undang-undang yang menjamin bahwa setiap daerah tingkat II memiliki wakil 1 kursi DPR, 25 sekaligus berusaha memenuhi harga 1 kursi DPR sebesar 450.000. Namun kombinasi dua ketentuan tersebut tidak dapat dipenuhi. Sebagai contoh, Provinsi Timor Timur yang memiliki 13 daerah tingkat II, hanya mendapatkan jatah 4 kursi DPR dengan alasan hanya Kotamadya Dili yang pembentukannya melalui undang-undang.26
Pasca-perubahan UUD 1945, undang-undang untuk Pemilu 2004 harus diubah, disesuaikan dengan tuntutan konstitusi.27 Namun perubahan itu ternyata tidak sampai pada usaha untuk menegakkan prinsip kesetaraan suara. Pengaturan alokasi kursi DPR ke provinsi tidak mengalami perubahan
25 UU No. 15/1969 Pasal 6. Sebagai dasar hukum penyelenggaraan pemilu-pemilu Orde Baru, UU No. 15/1969 mengalami tiga kali perubahan, tetapi ketiganya tidak mengubah ketentuan tentang alokasi kursi dan pembentukan daerah pemilihan.
26 UU No. 3/1999 Pasal 4.
27 UUD 1945 Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 22C ayat (1) dan Pasal 22E ayat (2), mengharuskan adanya pemilu DPD; sedang Pasal 6A dan Pasal 22E ayat (2), mengharuskan adanya pemilu presiden dan wakil presiden.
27
Jumlah dan Alokasi Kursi DPR ke Provinsi
signifikan, meskipun terjadi perubahan pengaturan pembentukan daerah pemilihan.
Jika pada Pemilu 1999, undang-undang menetapkan jumlah kursi DPR berdasarkan jumlah penduduk provinsi, dengan ketentuan setiap daerah tingkat II mendapat 1 kursi DPR; pada Pemilu 2004, undang-undang menetapkan 550 jumlah anggota DPR.28 Namun dengan penetapan jumlah anggota DPR ini, bukan berarti Pemilu 2004 menganut metode fixed seats karena undang-undang juga memuat ketentuan harga 1 kursi DPR. Dalam hal ini ditentukan harga 1 kursi sama dengan 425.000 jiwa untuk daerah berpenduduk padat dan 325.000 jiwa untuk daerah berpenduduk tidak padat.29 Dengan ketentuan tersebut, sudah pasti bahwa pada Pemilu 2004 tidak ada kesetaraan suara.
Kebijakan alokasi kursi DPR pada Pemilu 2004 diteruskan pada Pemilu 2009, dengan menambah jumlah kursi DPR dari 550 menjadi 560 kursi. Terdapat dua alasan penambahan 10 kursi tersebut: pertama, sebagai konsekuensi jumlah penduduk bertambah karena harga 1 kursi DPR tetap, antara 325.000 hingga 425.000; dan kedua, tambahan kursi itu diberikan kepada provinsi-provinsi yang merasa jatahnya kurang pada Pemilu 2004. Karena harga 1 kursi DPR tidak fixed atau tidak pasti, sementara jumlah kursi DPR juga dibatasi, sesungguhnya tidak ada formula baku dalam mengalokasikan kursi DPR ke provinsi. Alokasi kursi DPR ke provinsi itu pun hanya berdasarkan negoisasi politik. Itulah sebabnya alokasi kursi DPR ke provinsi dan pembentukan daerah pemilihan diatur oleh undang-undang, tidak sebagaimana sebelumnya diatur oleh keputusan lembaga penyelenggara pemilu.
28 UU No. 12/2003 Pasal 47
29 UU No. 12/2003 Pasal 48 ayat (1)
28
Menyetarakan Nilai Suara:
Tabe
l 3.1
Ju
mla
h Pe
ndud
uk d
an K
ursi
DPR
Pem
ilu P
asca
-Ord
e Ba
ru
No
Prov
insi
Pend
uduk
1999
30Ku
rsi
1999
31Pe
ndud
uk20
0432
Kurs
i20
0433
Pend
uduk
2009
34Ku
rsi
2009
35
1Ja
wa
Bara
t43
,864
,817
8238
,059
,552
90
39,6
34,2
14
912
Jaw
a Ti
mur
35,5
69,4
4068
36,2
34,5
50
8637
,933
,861
87
3Ja
wa
Teng
ah31
,228
,940
6032
,114,
351
7634
,464
,667
77
4Su
mat
era
Uta
ra11
,649
,655
2411
,890
,399
29
12,7
17,6
97
305
Bant
en-
-8,
977,
896
229,
251,
633
226
DKI
Jaka
rta
9,70
4,64
318
8,62
2,06
5 21
8,48
9,91
0 21
7Su
law
esi S
elat
an8,
059,
627
248,
233,
375
247,
712,
884
248
Lam
pung
7,45
3,40
015
6,94
5,78
6 17
7,56
4,13
8 18
9Su
mat
era
Sela
tan
7,79
9,87
215
6,50
3,91
8 16
7,00
5,55
1 17
10Ri
au4,
330,
100
104,
425,
100
114,
794,
760
1111
Sum
ater
a Ba
rat
4,24
8,93
114
4,46
6,69
7 14
4,33
1,09
5 14
12N
usa
Teng
gara
Tim
ur3,
952,
279
134,
083,
693
134,
122,
067
1313
Nan
ggro
e A
ceh
Dar
ussa
lam
3,93
0,90
512
4,22
7,00
0 13
4,23
6,37
8 13
14N
usa
Teng
gara
Bar
at4,
009,
261
94,
015,
102
104,
305,
723
1015
Kalim
anta
n Ba
rat
3,89
2,50
09
3,95
8,44
8 10
4,53
4,82
2 10
16Ba
li 3,
151,
162
93,
357,1
13
93,
461,
770
917
Kalim
anta
n Se
lata
n2,
985,
240
113,
181,
130
112,
792,
118
1118
Kalim
anta
n Ti
mur
2,45
5,12
07
2,71
2,49
2 7
3,11
4,25
7 8
19D
IY3,
122,
268
63,
209,
405
83,
601,
224
820
Jam
bi2,
413,
846
62,
575,
731
72,
686,
709
721
Papu
a2,
220,
934
131,
966,
800
102,
090,
191
1022
Sula
wes
i Ten
gah
2,21
8,43
55
2,21
5,44
9 6
2,31
9,62
8 6
23Su
law
esi U
tara
2,86
5,14
27
2,13
1,68
5 6
2,17
8,18
4 6
24Su
law
esi T
engg
ara
1,82
1,28
45
1,88
1,51
2 5
1,91
8,14
9 5
25Ka
liman
tan
Teng
ah1,
857,
000
61,
832,
185
61,
856,
952
6
29
Jumlah dan Alokasi Kursi DPR ke Provinsi
No
Prov
insi
Pend
uduk
1999
30Ku
rsi
1999
31Pe
ndud
uk20
0432
Kurs
i20
0433
Pend
uduk
2009
34Ku
rsi
2009
35
26Be
ngku
lu1,
567,
432
41,
521,
200
41,
439,
901
427
Kepu
laua
n Ri
au-
-1,
152,
132
31,
504,
364
328
Mal
uku
1,99
0,59
86
1,27
7,41
4 4
1,37
1,05
9 4
29Ke
pula
uan
Bang
ka B
elitu
ng-
-98
2,06
8 3
1,04
9,30
5 3
30Su
law
esi B
arat
--
- -
881,
931
331
Gor
onta
lo-
-88
3,09
9 3
1,08
5,04
7 3
32M
aluk
u U
tara
--
855,
627
395
7,82
1 3
33Pa
pua
Bara
t-
-39
1,30
0 3
658,
119
3
JUM
LAH
208,
362,
831
458
214
,884
,274
55
0 2
26,0
66,12
9 56
030
3132
3334
35
30
Dat
a pe
ndud
uk P
emilu
199
9 m
erup
akan
kom
bina
si d
ari
data
sen
sus
BPS
dan
kete
rang
an K
etua
Sub
kom
isi
KPU
ten
tang
alo
kasi
kur
si.
Seha
rusn
ya d
ata
pend
uduk
ber
asal
dar
i SK
Men
dagr
i, te
tapi
KPU
mem
utus
kan
men
ggun
akan
dat
a se
nsus
tahu
n se
belu
mny
a, (S
uara
Mer
deka
, Ra
bu, 1
4 A
pril
1999
). Se
dang
kan
data
BPS
did
asar
kan
pada
dat
a pe
ndud
uk m
enur
ut p
rovi
nsi p
ada
1971
, 198
0, 1
990,
199
5, 2
000,
dan
201
0.
Liha
t ht
tp://
ww
w.b
ps.g
o.id
/tab
_sub
/vie
w.p
hp?t
abel
=1&
daft
ar=1
&id
_sub
yek=
12&
nota
b=1.
Ket
ua S
ubko
mis
i C K
PU S
yaifu
din
Syah
Nas
utio
n m
enje
lask
an, t
otal
jum
lah
pend
uduk
unt
uk a
loka
si k
ursi
DPR
pad
a Pe
milu
199
9 se
besa
r 209
.389
.000
. Dat
a in
i ber
dasa
r pad
a ju
mla
h se
nsus
tahu
n se
belu
mny
a, y
ang
kem
udia
n di
guna
kan
seba
gai b
asis
alo
kasi
kur
si D
PR. D
ata
ini d
igun
akan
kar
ena
hing
ga t
engg
at w
aktu
yan
g di
tent
ukan
, da
ta p
endu
duk
dari
Dep
dagr
i ber
dasa
rkan
SK
Men
dagr
i No.
5/1
999
tidak
juga
dite
rima
oleh
KPU
. Jik
a di
tam
bahk
an d
enga
n ju
mla
h pe
ndud
uk
Prov
insi
Tim
or T
imur
pad
a sa
at it
u se
kita
r 800
.000
, mak
a to
tal p
endu
duk
nasi
onal
men
jadi
209
.162
.831
. Ang
ka in
i dia
ngga
p pa
ling
men
deka
ti da
ta y
ang
pern
ah d
isam
paik
an o
leh
KPU
men
gena
i jum
lah
pend
uduk
yan
g di
guna
kan
untu
k al
okas
i kur
si P
emilu
199
9.
31
Jum
lah
dan
alok
asi k
ursi
DPR
tiap
pro
vins
i ber
asal
dar
i Has
il Pe
milu
Ang
gota
DPR
Tahu
n 19
99: B
uku
Lam
pira
n IV
Pem
ilu 1
999,
yan
g di
terb
ikta
n KP
U.
32
Dat
a pe
ndud
uk b
erda
sark
an h
asil
Pend
afta
ran
Pem
ilih
dan
Pend
ataa
n Pe
ndud
uk B
erke
lanj
utan
(P4B
).
33
Kepu
tusa
n KP
U N
omor
: 640
Tah
un 2
003
tent
ang
Pene
tapa
n D
aera
h Pe
mili
han
dan
Tata
Car
a Pe
rhitu
ngan
Kur
si A
nggo
ta D
PR u
ntuk
Set
iap
Prov
insi
Sel
uruh
Indo
nesi
aI d
alam
Pem
ilu 2
004:
Lam
pira
n I,
yang
dik
elua
rkan
KPU
pad
a 23
Nov
embe
r 200
3. L
ihat
juga
Kar
taw
idja
ja, R
. Pip
it da
n Pr
amon
o, S
idik
, Aka
l-Aka
lan
Dae
rah
Pem
iliha
n, Ja
kart
a: P
erlu
dem
, 200
7.
34
Sura
t Kep
utus
an K
omis
i Pem
iliha
n U
mum
Nom
or 1
06 T
ahun
200
8 te
ntan
g D
aera
h Pe
mili
han,
Jum
lah
Pend
uduk
dan
Jum
lah
Ang
gota
Dew
an
Perw
akila
n Ra
kyat
dal
am P
emili
han
Um
um 2
009.
35
Lam
pira
n U
U N
o. 1
0/20
08.
30
Menyetarakan Nilai Suara:
Tabel 3.1 memperlihatkan penyebaran jumlah penduduk setiap provinsi dan alokasi kursi DPR pada Pemilu 1999, Pemilu 2004, dan Pemilu 2009. Jumlah penduduk disajikan secara berurutan mulai dari provinsi yang penduduknya paling besar. Jika diperhatikan, penambahan 10 kursi pada Pemilu 2009 oleh pembuat undang-undang didistribusikan sebagai berikut: sebanyak 3 kursi untuk Sulawesi Barat sebagai alokasi minimal provinsi baru; 3 kursi masing-masing diberikan satu per satu untuk Sumatera Utara, Sumatera Selatan, dan Lampung; 4 kursi masing-masing untuk Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Kalimantan Timur. Namun penambahan 4 kursi kepada empat provinsi terakhir tidak diketahui alasannya.
Pada Tabel 3.2 terlihat adanya perbedaan kuota kursi dan alokasi kursi DPR per provinsi sejak Pemilu 1999 sampai dengan Pemilu 2009. Pada provinsi-provinsi berpenduduk besar seperti Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah terlihat bahwa jatah kursi dalam tiga kali pemilu selalu lebih kecil dibandingkan kuota kursi yang seharusnya atau under-represented. Hal ini berkebalikan dengan alokasi kursi pada sebagian besar provinsi di Luar Jawa, di mana provinsi-provinsi tersebut mendapatkan alokasi kursi DPR lebih besar dari kuota kursi yang seharusnya atau over-represented.
Tabel 3.2 Perbandingan Kuota Kursi dan Alokasi Kursi DPR RI Per Provinsi
No Provinsi Kuota Kursi
Kursi 1999
Kuota Kursi
Kursi 2004
Kuota Kursi
Kursi 2009
1 Jawa Barat 96.784 82 97.414 90 98.180 91
2 Jawa Timur 78.481 68 92.743 86 93.968 87
3 Jawa Tengah 68.904 60 82.197 76 85.374 77
4 Sumatera Utara 25.704 24 30.434 29 31.504 30
5 Banten - 22.979 22 22.918 22
6 DKI Jakarta 21.413 18 22.068 21 21.031 21
7 Sulawesi Selatan
17.783 24 21.073 24 19.106 24
8 Lampung 16.445 15 17.778 17 18.738 18
9 Sumatera Selatan
17.210 15 16.647 16 17.354 17
10 Riau 9.554 10 11.326 11 11.877 11
11 Sumatera Barat 9.375 14 11.433 14 10.729 14
31
Jumlah dan Alokasi Kursi DPR ke Provinsi
No Provinsi Kuota Kursi
Kursi 1999
Kuota Kursi
Kursi 2004
Kuota Kursi
Kursi 2009
12 Nusa Tenggara Timur
8.720 13 10.452 13 10.211 13
13 Nanggroe Aceh Darussalam
8.673 12 10.819 13 10.494 13
14 Nusa Tenggara Barat
8.846 9 10.277 10 10.666 10
15 Kalimantan Barat
8.588 9 10.132 10 11.233 10
16 Bali 6.953 9 8.593 9 8.575 9
17 Kalimantan Selatan
6.587 11 8.142 11 6.916 11
18 Kalimantan Timur
5.417 7 6.943 7 7.714 8
19 DIY 6.889 6 8.215 8 8.921 8
20 Jambi 5.326 6 6.593 7 6.655 7
21 Papua 4.900 13 5.034 10 5.178 10
22 Sulawesi Tengah
4.895 5 5.670 6 5.746 6
23 Sulawesi Utara 6.322 7 5.456 6 5.396 6
24 Sulawesi Tenggara
4.019 5 4.816 5 4.752 5
25 Kalimantan Tengah
4.097 6 4.690 6 4.600 6
26 Bengkulu 3.458 4 3.894 4 3.567 4
27 Kepulauan Riau - 2.949 3 3.727 3
28 Maluku 4.392 6 3.270 4 3.396 4
29 Kepulauan Bangka Belitung
- 2.514 3 2.599 3
30 Sulawesi Barat - - 2.185 3
31 Gorontalo - 2.260 3 2.688 3
32 Maluku Utara - 2.190 3 2.373 3
33 Papua Barat - 1.002 3 1.630 3
JUMLAH 458 550 560
32
Menyetarakan Nilai Suara:
Perbedaan alokasi kursi dengan kuota yang seharusnya pada provinsi-provinsi berpopulasi besar secara variatif antara 1 sampai 5 kursi, atau secara persentase kekurangan kursinya mencapai 10 persen hingga 11 persen persen (Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah). Kesenjangan keterwakilan ini terutama terlihat pada Pemilu 1999. Di sisi lain, Provinsi Papua (Irian Jaya), Sulawesi Selatan, dan Kalimantan Selatan mendapatkan kelebihan alokasi kursi dibanding kuota yang seharusnya, antara 5 hingga 8 kursi atau setara dengan 50- 60 persen.
Rentang perbedaan mulai mengecil pada pemilu berikutnya, baik pada Pemilu 2004 maupun Pemilu 2009. Namun perbedaan tersebut mengecil pada provinsi-provinsi di Jawa, sedang di Luar Jawa kelebihan keterwakilan tetap menjadi besar. Jadi, ketimpangan ini tidak hanya antara provinsi-provinsi Jawa dengan Luar Jawa, namun juga menimpa antarprovinsi di Luar Jawa. Perhatikan, sejak Pemilu 1999 Provinsi Riau dengan penduduk lebih besar daripada Sumatera Barat, namun mendapatkan keterwakilan lebih kecil. Hal ini terus berlanjut sampai dengan dua kali pemilu berikutnya.
Perbedaan perlakuan juga terjadi pada Provinsi Sulawesi Utara dan Sulawesi Selatan. Pasca-Pemilu 1999, Sulawesi Utara mengalami pemekaran dengan pembentukan Provinsi Gorontalo, seperti terlihat pada Pemilu 2004 dan Pemilu 2009. Sebagai konsekuensi atas pemekaran tersebut, kursi Sulawesi Utara dikurangi 1 kursi, sedangkan Gorontalo mendapatkan alokasi kursi minimal 3. Hal serupa terjadi dengan Papua yang dimekarkan dengan lahirnya Papua Barat, sehingga kursi Papua yang pada Pemilu 1999 berjumlah 13 dikurangi 3 kursi untuk diserahkan kepada Papua Barat. Namun situasi ini tidak terjadi pada Sulawesi Selatan di mana pasca-Pemilu 2004 mengalami pemekaran dengan lahirnya Sulawesi Barat. Yang terjadi adalah alokasi kursi Sulawesi Selatan tetap bertahan sebanyak 24 kursi seperti Pemilu 1999, meskipun penduduknya terkurangi oleh Sulawesi Barat.
Selanjutnya Tabel 3.3, Tabel 3.4, dan Tabel 3.5 menunjukkan jumlah kuota penduduk untuk setiap 1 kursi DPR atau harga kursi DPR yang harus dipenuhi oleh sejumlah penduduk pada setiap provinsi. Data tersebut disajikan secara berurut berdasarkan harga kursi tertinggi hingga terendah.
33
Jumlah dan Alokasi Kursi DPR ke Provinsi
Tabe
l 3.3
Ku
ota
1 Ku
rsi P
emilu
199
9Ta
bel 3
.4
Kuot
a 1
Kurs
i Pem
ilu 2
004
Tabe
l 3.5
Ku
ota
1 Ku
rsi P
emilu
200
9
Prov
insi
Kuot
a Pe
ndud
ukPr
ovin
siKu
ota
Pend
uduk
Prov
insi
Ku
ota
Pend
uduk
DKI
Jaka
rta
539,
147
Jaw
a Ba
rat
422
,884
Ke
pula
uan
Riau
501,
455
Jaw
a Ba
rat
534,
937
Jaw
a Te
ngah
422
,557
Ka
liman
tan
Bara
t45
3,48
2
Jaw
a Ti
mur
523,
080
Jaw
a Ti
mur
421
,332
D
IY45
0,15
3
Jaw
a Te
ngah
520,
482
DKI
Jaka
rta
410
,575
Ja
wa
Teng
ah44
7,59
3
DIY
520,
378
Sum
ater
a U
tara
410
,014
Ja
wa
Tim
ur43
6,02
1
Sum
ater
a Se
lata
n51
9,99
1 La
mpu
ng 4
08,5
76
Riau
435,
887
Lam
pung
496,
893
Bant
en 4
08,0
86
Jaw
a Ba
rat
435,
541
Sum
ater
a U
tara
485,
402
Sum
ater
a Se
lata
n 4
06,4
95
Nus
a Te
ngga
ra B
arat
430,
572
Nus
a Te
ngga
ra B
arat
445,
473
Riau
402
,282
Su
mat
era
Uta
ra42
3,92
3
Sula
wes
i Ten
gah
443,
687
Nus
a Te
ngga
ra B
arat
401
,510
Ba
nten
420,
529
Kalim
anta
n Ba
rat
432,
500
DIY
401
,176
Lam
pung
420,
230
Riau
424,
893
Kalim
anta
n Ba
rat
395
,845
Su
mat
era
Sela
tan
412,
091
Sula
wes
i Uta
ra40
9,30
6 Ka
liman
tan
Tim
ur 3
87,4
99
DKI
Jaka
rta
404,
281
Jam
bi40
2,30
8 Ke
pula
uan
Riau
384
,044
Ka
liman
tan
Tim
ur38
9,28
2
Beng
kulu
391,
858
Beng
kulu
380
,300
Su
law
esi T
enga
h38
6,60
5
Sula
wes
i Ten
ggar
a36
4,25
7 Su
law
esi T
engg
ara
376
,302
Ba
li 38
4,64
1
Kalim
anta
n Ti
mur
350,
731
Bali
373
,013
Ja
mbi
383,
816
Bali
350,
129
Sula
wes
i Ten
gah
369
,242
Su
law
esi T
engg
ara
383,
630
34
Menyetarakan Nilai Suara:
Prov
insi
Kuot
a Pe
ndud
ukPr
ovin
siKu
ota
Pend
uduk
Prov
insi
Ku
ota
Pend
uduk
Sula
wes
i Sel
atan
335,
818
Jam
bi 3
67,9
62
Sula
wes
i Uta
ra36
3,03
1
Mal
uku
331,
766
Sula
wes
i Uta
ra 3
55,2
81
Gor
onta
lo36
1,68
2
Nan
ggro
e A
ceh
Dar
ussa
lam
327,
575
Sula
wes
i Sel
atan
343
,057
Be
ngku
lu35
9,97
5
Kalim
anta
n Te
ngah
309,
500
Kepu
laua
n Ba
ngka
Be
litun
g 3
27,3
56
Kepu
laua
n Ba
ngka
Be
litun
g34
9,76
8
Nus
a Te
ngga
ra T
imur
304,
021
Nan
ggro
e A
ceh
Dar
ussa
lam
325
,154
M
aluk
u34
2,76
5
Sum
ater
a Ba
rat
303,
495
Mal
uku
319
,354
N
angg
roe
Ace
h D
arus
sala
m32
5,87
5
Kalim
anta
n Se
lata
n27
1,38
5 Su
mat
era
Bara
t 3
19,0
50
Sula
wes
i Sel
atan
321,
370
Papu
a17
0,84
1 N
usa
Teng
gara
Tim
ur 3
14,13
0 M
aluk
u U
tara
319,
274
Kalim
anta
n Te
ngah
305
,364
N
usa
Teng
gara
Tim
ur31
7,08
2
Gor
onta
lo 2
94,3
66
Kalim
anta
n Te
ngah
309,
492
Kalim
anta
n Se
lata
n 2
89,1
94
Sum
ater
a Ba
rat
309,
364
Mal
uku
Uta
ra 2
85,2
09
Sula
wes
i Bar
at29
3,97
7
Papu
a 1
96,6
80
Kalim
anta
n Se
lata
n25
3,82
9
Papu
a Ba
rat
130
,433
Pa
pua
Bara
t21
9,37
3
Papu
a20
9,01
9
Har
ga K
ursi
454,
763
Har
ga K
ursi
390
,699
H
arga
Kur
si40
3,69
0
35
Jumlah dan Alokasi Kursi DPR ke Provinsi
Dari tiga tabel tersebut dapat diketahui beberapa hal penting.
Pertama, dalam tiga kali pemilu terakhir, kuota 1 kursi DPR di setiap provinsi tidak sama sehingga terjadi ketidaksetaraan suara nasional. Pada Pemilu 2004 misalnya, harga 1 kursi DPR di Jawa Barat tiga kali lipat lebih besar daripada harga 1 kursi DPR di Papua (442.884 berbanding 130.433), yang berarti nilai suara penduduk Papua Barat tiga kali lipat lebih tinggi dari nilai suara penduduk Jawa Barat. Pada Pemilu 2009, nilai suara penduduk Sumatera Selatan lebih tinggi daripada nilai suara penduduk Sumatera Utara, sementara nilai suara penduduk Kalimantan Tengah lebih rendah daripada nilai suara penduduk Kalimantan Selatan. Dalam tiga kali pemilu, nilai suara penduduk Sulawesi Utara lebih rendah dibanding Sulawesi Selatan.
Kedua, harga kursi DPR pada setiap provinsi mengalami fluktuasi dari pemilu ke pemilu. Jika pada Pemilu 1999 DKI Jakarta dan Jawa Barat merupakan provinsi dengan harga kursi termahal urutan pertama dan kedua, pada Pemilu 2004 kursi termahal pertama pada Jawa Barat, posisi kedua jatuh pada Jawa Tengah, sedang DKI Jakarta masuk urutan keempat. Sementara itu pada Pemilu 2009 kursi termahal justru terdapat di Luar Jawa, yakni Kepulauan Riau pada urutan pertama dan Kalimantan Barat pada urutan kedua. Jawa Barat menempati posisi ketujuh, sedang DKI Jakarta masuk urutan ke-13. Namun dalam tiga kali pemilu, Papua dan Papua Barat konsisten menempati urutan harga kursi termurah.
Ketiga, tidak ada pola yang jelas tentang mahalnya harga kursi DPR di provinsi-provinsi Jawa. Jika pada Pemilu 1999, lima provinsi di Jawa (Jawa Barat, DKI Jakarta, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, dan Jawa Timur) menjadi provinsi yang harga kursinya paling mahal, namun pada Pemilu 2004 harga kursi DPR di Banten lebih murah daripada Sumatera Utara dan Lampung. Harga kursi DI Yogyakarta masih di bawah Sumatera Selatan, Riau, dan Nusa Tenggara Barat. Sementara pada Pemilu 2009, harga kursi DI Yogyakarta, Jawa Tengah, dan Jawa Timur masih di bawah Kepulauan Riau dan Kalimantan Barat. Harga kursi Jawa Barat lebih rendah dari Riau, bahkan harga kursi DKI masih lebih rendah dari 7 provinsi di Luar Jawa.
Keempat, jika diperbandingkan harga 1 kursi DPR termahal dengan harga 1 kursi DPR termurah, kesenjangan yang lebar pada Pemilu 1999 (DKI Jakarta 539.147 dibanding Papua 170.841) mulai terkurangi pada Pemilu 2004 (Jawa Barat 422.884 dibanding Papua Barat 130.433). Namun kesenjangan itu tidak
36
Menyetarakan Nilai Suara:
menurun signifikan pada Pemilu 2009 (Kepulauan Riau 501.455 dibanding Papua Barat 209.019). Hal itu berarti Pemilu 2009 tidak berusaha mengurangi secara sungguh-sunguuh masalah kesetaraan suara nasional.
Kelima, perlakuan yang sama bahwa provinsi baru atau provinsi hasil pemekaran mendapatkan sedikitnya 3 kursi, ternyata berdampak pada perbedaan harga kursi yang signifikan. Pada Pemilu 2009 misalnya, di mana Kepulauan Riau dengan Sulawesi Barat, Gorontalo, dan Bangka Belitung sama-sama mendapatkan alokasi minimal 3 kursi. Namun Kepulauan Riau harus membayar harga 501.455 penduduk per kursi sekaligus menempati posisi tertinggi mahalnya harga kursi di Indonesia. Sedangkan tiga provinsi lainnya hanya perlu kurang dari 370.000.
Keenam, pada Pemilu 2009, kebijakan alokasi kursi DPR ternyata tidak ramah terhadap provinsi dengan populasi sedikit. Hal ini juga terjadi pada Gorontalo dan Maluku Utara yang kursi perwakilannya lebih mahal dibandingkan Sumatera Barat. Situasi ini lebih buruk terjadi pada perbandingan antara Riau dengan Sulawesi Selatan. Pada Pemilu 2009 Sulawesi Selatan seharusnya mendapatkan jatah tidak lebih dari 21 kursi DPR (setelah dikurangi 3 kursi untuk provinsi baru Sulawesi Barat). Namun undang-undang menetapkan provinsi ini mendapatkan 24 kursi, sehingga harga kursinya 321.370 penduduk, hampir setara dengan Maluku Utara 319.274 penduduk. Sedangkan Riau yang secara kuota kursi seharusnya mendapatkan jatah maksimal 13 kursi, kenyataannya hanya menerima 11 kursi, sehingga harga kursi harus lebih mahal, yaitu 435.887 penduduk per kursi.
B. Bukan Sekadar Isu Jawa dan Luar Jawa
Masalah ketidaksetaraan suara dalam pemilu, bermula dari kebijakan rezim Orde Baru yang berusaha menyeimbangkan jumlah anggota DPR dari Jawa dan Luar Jawa. Artinya, meskipun penduduk Jawa jumlahnya hampir dari 60 persen dari total penduduk nasional, namun mereka hanya diwakili oleh kurang dari 50 persen anggota DPR yang dipilih melalui pemilu. Sebaliknya penduduk Luar Jawa yang jumlahnya berkisar 40 persen diwakili oleh 50 persen anggota DPR yang dipilih melalui pemilu.
37
Jumlah dan Alokasi Kursi DPR ke Provinsi
Kebijakan inilah yang dilanjutkan pada Pemilu 1999, bahkan pada Pemilu 2004 dan Pemilu 2009; meskipun pasca-Pemilu 1999 telah dilakukan empat kali perubahan konstitusi yang mengharuskan penegakan prinsip kesetaraan suara dalam pemilu.
Namun dalam implementasi konsep keseimbangan politik Jawa dan Luar Jawa tersebut terjadi beberapa distorsi, sehingga Pemilu 1999, Pemilu 2004, dan Pemilu 2009 tidak secara konsisten membagi kursi DPR masing-masing 50 persen untuk Jawa dan untuk Luar Jawa. Pada Pemilu 1999 misalnya, Jawa yang mempunyai penduduk 123.490.108 atau 59,29 persen, mendapatkan 234 kursi yang berarti 51,09 persen dari 458 kursi DPR yang dipilih lewat pemilu. Sedang Luar Jawa yang mempunyai penduduk 84.791.554 atau 40,71 persen penduduk Indonesia, mendapatkan 224 kursi atau setara dengan 48,91 persen dari total kursi DPR.
Selanjutnya Tabel 3.6 menunjukkan, pada Pemilu 2004 dengan jumlah penduduk 127.217.819 atau sama dengan 59,20 persen, Jawa mendapatkan 303 kursi atau 55,09 persen dari total anggota DPR sebanyak 550. Sedang Luar Jawa dengan penduduk 87.666.455 mendapatkan 247 kursi atau 44,91 persen dari total anggota DPR. Lalu pada Pemilu 2009 dengan jumlah penduduk 133.357.509 atau sekitar 59 persen, Jawa mendapatkan 306 kursi atau 54,64 persen dari total anggota DPR. Sedang Luar Jawa dengan penduduk 92.690.620 mendapatkan 254 kursi atau 45,36 persen dari total anggota DPR yang disediakan sebanyak 560 kursi.
Jika jumlah penduduk setiap provinsi dibagi jumlah kursi DPR setiap provinsi, akan diperoleh kuota penduduk 1 kursi DPR setiap provinsi. Dengan memilah provinsi-provinsi Jawa dan Luar Jawa, kuota penduduk untuk 1 kursi DPR itu diurutkan dari yang besar ke kecil tampak seperti pada Tabel 3.7, Tabel 3.8, dan Tabel 3.9.
38
Menyetarakan Nilai Suara:
Dari ketiga tabel tersebut dapat dilihat, meskipun kuota 1 kursi DPR di Jawa lebih besar daripada Luar Jawa, namun jika masuk ke setiap provinsi, ternyata ada beberapa provinsi di Jawa, seperti Banten, DKI Jakarta, dan DI Yogyakarta, yang kuotanya masih lebih rendah dari beberapa provinsi di Luar Jawa, seperti Sumatera Utara, Kepulauan Riau, dan Riau. Ketiga tabel itu juga menunjukkan bahwa ketimpangan nilai suara tidak hanya terjadi di antara provinsi-provinsi di Jawa, tetapi yang lebih besar justru terjadi di antara provinsi-provinsi Luar Jawa. Itu artinya, pengorbanan penduduk Jawa dalam menurunkan nilai suaranya selama tiga kali pemilu terakhir ini, ternyata tidak dinikmati secara merata oleh penduduk di Luar Jawa. Dengan kata lain, penerapan politik keseimbangan Jawa dan Luar Jawa hanya jadi jargon politik karena kenyataannya yang menikmati hanya provinsi-provinsi tertentu di Luar Jawa.
C. Simulasi: Setara Nasional serta Setara Jawa dan Luar Jawa
Sejak pemilu-pemilu Orde Baru hingga tiga pemilu pasca-Orde Baru, dalam mengalokasikan kursi DPR ke provinsi belum pernah diterapkan prinsip kesetaraan suara secara nasional. Belum pernah jumlah kursi DPR dibagi secara proporsional ke provinsi sesuai dengan jumlah penduduk masing-masing. Atau dengan kata lain, belum pernah dalam sejarah pemilu Indonesia, khususnya sejak Pemilu 1971 hingga Pemilu 2009, harga kursi relatif sama di setiap provinsi. Oleh karena kesetaraan suara nasional merupakan tuntutan dalam pemilihan anggota DPR, kajian ini akan melakukan simulasi alokasi kursi berdasarkan prinsip kesetaraan nasional atau OPOVOV nasional (lihat Bab 6).
Sebagai perbandingan juga akan disajikan simulasi alokasi kursi DPR ke provinsi berdasarkan konsep keseimbangan politik Jawa dan Luar Jawa. Di sini akan diterapkan secara konsisten bahwa Jawa mendapatkan 50 persen kursi, demikian juga Luar Jawa 50 persen kursi DPR. Dengan demikian 50 persen kursi DPR akan dibagi secara proporsional ke provinsi-provinsi di Jawa sesuai dengan jumlah penduduk masing-masing; demikian juga 50 persen kursi DPR lainnya akan dibagi secara proporsional ke provinsi-provinsi di Luar Jawa sesuai dengan jumlah penduduk masing-masing pula. Dengan kata lain dalam alokasi 50 persen kursi DPR ke provinsi-provinsi Jawa diterapkan prinsip kesetaraan suara atau OPOVOV Jawa, dan alokasi kursi 50 persen DPR ke provinsi-provinsi di Luar Jawa diterapkan prinsip kesetaraan atau OPOVOV Luar Jawa (lihat Bab 7).
39
Jumlah dan Alokasi Kursi DPR ke Provinsi
Tabe
l 3.6
Ja
wa
dan
Luar
Jaw
a: J
umla
h Pe
ndud
uk d
an K
ursi
DPR
Pem
ilu P
asca
-Ord
e Ba
ru
Prov
insi
Pend
uduk
Kurs
i 199
9Pe
ndud
ukKu
rsi 2
004
Pend
uduk
Kurs
i 200
9Ja
wa
Bara
t43
,864
,817
8238
,059
,552
9039
,634
,214
91Ja
wa
Tim
ur35
,569
,440
6836
,234
,550
8637
,933
,861
87Ja
wa
Teng
ah31
,228
,940
6032
,114,
351
7634
,464
,667
77Ba
nten
--
8,97
7,89
622
9,25
1,63
322
DKI
Jaka
rta
9,70
4,64
318
8,62
2,06
521
8,48
9,91
021
DIY
3,12
2,26
8 6
3,20
9,40
5 8
3,60
1,22
48
Sub
Tota
l Pen
dudu
k12
3,49
0,10
823
412
7,21
7,81
930
313
3,37
5,50
930
6Pr
osen
tase
59.2
7%51
.09%
59.2
0%55
.09%
59.0
0%54
.64%
Sum
ater
a U
tara
11,6
49,6
5524
11,8
90,3
9929
12,7
17,6
9730
Sula
wes
i Sel
atan
8,05
9,62
724
8,23
3,37
524
7,71
2,88
424
Lam
pung
7,45
3,40
015
6,94
5,78
617
7,56
4,13
818
Sum
ater
a Se
lata
n7,
799,
872
156,
503,
918
167,
005,
551
17Ri
au4,
330,
100
104,
425,
100
114,
794,
760
11Su
mat
era
Bara
t4,
248,
931
144,
466,
697
144,
331,
095
14N
usa
Teng
gara
Tim
ur3,
952,
279
134,
083,
693
134,
122,
067
13N
angg
roe
Ace
h D
arus
sala
m3,
930,
905
124,
227,
000
134,
236,
378
13N
usa
Teng
gara
Bar
at4,
009,
261
94,
015,
102
104,
305,
723
10Ka
liman
tan
Bara
t3,
892,
500
93,
958,
448
104,
534,
822
10Ba
li3,
151,
162
93,
357,1
13 9
3,46
1,77
0 9
Kalim
anta
n Se
lata
n2,
985,
240
113,
181,
130
112,
792,
118
11
40
Menyetarakan Nilai Suara:
Prov
insi
Pend
uduk
Kurs
i 199
9Pe
ndud
ukKu
rsi 2
004
Pend
uduk
Kurs
i 200
9Ka
liman
tan
Tim
ur2,
455,
120
72,
712,
492
73,
114,
257
8Ja
mbi
2,41
3,84
6 6
2,57
5,73
1 7
2,68
6,70
9 7
Papu
a2,
220,
934
131,
966,
800
102,
090,
191
10Su
law
esi T
enga
h2,
218,
435
52,
215,
449
62,
319,
628
6Su
law
esi U
tara
2,86
5,14
2 7
2,13
1,68
5 6
2,17
8,18
4 6
Sula
wes
i Ten
ggar
a1,
821,
284
51,
881,
512
51,
918,
149
5Ka
liman
tan
Teng
ah1,
857,
000
61,
832,
185
61,
856,
952
6Be
ngku
lu1,
567,
432
41,
521,
200
41,
439,
901
4Ke
pula
uan
Riau
--
1,15
2,13
2 3
1,50
4,36
4 3
Mal
uku
1,99
0,59
8 6
1,27
7,41
4 4
1,37
1,05
9 4
Kepu
laua
n Ba
ngka
Bel
itung
--
982,
068
31,
049,
305
3Su
law
esi B
arat
--
--
881,
931
3G
oron
talo
--
883,
099
31,
085,
047
3M
aluk
u U
tara
--
855,
627
395
7,82
1 3
Papu
a Ba
rat
--
391,
300
365
8,11
9 3
Sub
Tota
l Pen
dudu
k84
,872
,723
224
87,6
66,4
5524
792
,690
,620
254
Pros
enta
se40
.73%
48.9
1%40
.80%
44.9
1%41
.00%
45.3
6%TO
TAL
208,
362,
831
458
214,
884,
274
550
226,
066,
129
560
41
Jumlah dan Alokasi Kursi DPR ke Provinsi
Tabe
l 3.7
Ku
ota
1 Ku
rsi P
emilu
199
9Ta
bel 3
.8
Kuot
a 1
Kurs
i Pem
ilu 2
004
Tabe
l 3.9
Ku
ota
1 Ku
rsi P
emilu
200
9
Prov
insi
Kuot
aPr
ovin
siKu
ota
Prov
insi
Kuot
aD
KI Ja
kart
a53
9,14
7 Ja
wa
Bara
t42
2,88
4 D
IY45
0,15
3
Jaw
a Ba
rat
534,
937
Jaw
a Te
ngah
422,
557
Jaw
a Te
ngah
447,
593
Jaw
a Ti
mur
523,
080
Jaw
a Ti
mur
421,
332
Jaw
a Ti
mur
436,
021
Jaw
a Te
ngah
520,
482
DKI
Jaka
rta
410,
575
Jaw
a Ba
rat
435,
541
DIY
520,
378
Bant
en40
8,08
6 Ba
nten
420,
529
Bant
en-
DIY
401,
176
DKI
Jaka
rta
404,
281
Kuot
a ku
rsi r
ata-
rata
43
9,67
1 Ku
ota
kurs
i rat
a-ra
ta41
4,43
5 Ku
ota
kurs
i rat
a-ra
ta43
2,35
3
Sum
ater
a Se
lata
n51
9,99
1 Su
mat
era
Uta
ra41
0,01
4 Ke
pula
uan
Riau
501,
455
Lam
pung
496,
893
Lam
pung
408,
576
Kalim
anta
n Ba
rat
453,
482
Sum
ater
a U
tara
485,
402
Sum
ater
a Se
lata
n40
6,49
5 Ri
au43
5,88
7
Nus
a Te
ngga
ra B
arat
445,
473
Riau
402,
282
Nus
a Te
ngga
ra B
arat
430,
572
Sula
wes
i Ten
gah
443,
687
Nus
a Te
ngga
ra B
arat
401,
510
Sum
ater
a U
tara
423,
923
Kalim
anta
n Ba
rat
432,
500
Kalim
anta
n Ba
rat
395,
845
Lam
pung
420,
230
Riau
424,
893
Kalim
anta
n Ti
mur
387,
499
Sum
ater
a Se
lata
n41
2,09
1
Sula
wes
i Uta
ra40
9,30
6 Ke
pula
uan
Riau
384,
044
Kalim
anta
n Ti
mur
389,
282
Jam
bi40
2,30
8 Be
ngku
lu38
0,30
0 Su
law
esi T
enga
h38
6,60
5
Beng
kulu
391,
858
Sula
wes
i Ten
ggar
a37
6,30
2 Ba
li 38
4,64
1
Sula
wes
i Ten
ggar
a36
4,25
7 Ba
li 37
3,01
3 Ja
mbi
383,
816
Kalim
anta
n Ti
mur
350,
731
Sula
wes
i Ten
gah
369,
242
Sula
wes
i Ten
ggar
a38
3,63
0
42
Menyetarakan Nilai Suara:
Prov
insi
Kuot
aPr
ovin
siKu
ota
Prov
insi
Kuot
aBa
li 35
0,12
9 Ja
mbi
367,
962
Sula
wes
i Uta
ra36
3,03
1
Sula
wes
i Sel
atan
335,
818
Sula
wes
i Uta
ra35
5,28
1 G
oron
talo
361,
682
Mal
uku
331,
766
Sula
wes
i Sel
atan
343,
057
Beng
kulu
359,
975
Nan
ggro
e A
ceh
Dar
ussa
lam
327,
575
Kepu
laua
n Ba
ngka
Be
litun
g32
7,35
6 Ke
pula
uan
Bang
ka
Belit
ung
349,
768
Kalim
anta
n Te
ngah
309,
500
Nan
ggro
e A
ceh
Dar
ussa
lam
325,
154
Mal
uku
342,
765
Nus
a Te
ngga
ra T
imur
304,
021
Mal
uku
319,
354
Nan
ggro
e A
ceh
Dar
ussa
lam
325,
875
Sum
ater
a Ba
rat
303,
495
Sum
ater
a Ba
rat
319,
050
Sula
wes
i Sel
atan
321,
370
Kalim
anta
n Se
lata
n27
1,38
5 N
usa
Teng
gara
Tim
ur31
4,13
0 M
aluk
u U
tara
319,
274
Papu
a17
0,84
1 Ka
liman
tan
Teng
ah30
5,36
4 N
usa
Teng
gara
Tim
ur31
7,08
2
Kepu
laua
n Ri
au-
Gor
onta
lo29
4,36
6 Ka
liman
tan
Teng
ah30
9,49
2
Kepu
laua
n Ba
ngka
Be
litun
g-
Kalim
anta
n Se
lata
n28
9,19
4 Su
mat
era
Bara
t30
9,36
4
Sula
wes
i Bar
at-
Mal
uku
Uta
ra28
5,20
9 Su
law
esi B
arat
293,
977
Gor
onta
lo-
Papu
a19
6,68
0 Ka
liman
tan
Sela
tan
253,
829
Mal
uku
Uta
ra-
Papu
a Ba
rat
130,
433
Papu
a Ba
rat
219,
373
Papu
a Ba
rat
- Su
law
esi B
arat
- Pa
pua
209,
019
Kuot
a ku
rsi r
ata-
rata
291,
549
Kuot
a ku
rsi r
ata-
rata
328,
434
Kuot
a ku
rsi r
ata-
rata
357,
833
43
Jumlah dan Alokasi Kursi DPR ke Provinsi
BAB 4Basis Data Penduduk
A. Kesimpangsiuran Data PendudukMeskipun Indonesia sudah lebih dari setengah abad merdeka, soal akurasi data penduduk negeri ini masih merupakan masalah besar. Banyak instansi melakukan pendataan penduduk, namun hal itu justru memperbesar masalah. Kementerian Dalam Negeri atau dulu Departemen Dalam Negeri (Depdagri) dengan kantor catatan sipil di setiap pemerintah daerah kabupaten/kota mestinya memiliki data penduduk lengkap karena instansi inilah yang mendapat amanat undang-undang untuk melakukan administrasi kependudukan.
Namun sudah diketahui, data penduduk dari Depdagri yang dikumpulkan dari pemerintah daerah itu selalu dipertanyakan akurasinya. Banyaknya warga negara yang mempunyai hak pilih tetapi tidak masuk dalam DPT (daftar pemilih tetap) Pemilu 2009 bukan semata kesalahan KPU, tetapi juga bersumber dari Data Penduduk Potensi Pemilih Pemilu (DP4) yang dikeluarkan oleh Depdagri dan pemerintah daerah. Padahal masalah rendahnya kualitas data DP4 ini sudah diketahui sejak pemilu kepala daerah gelombang pertama sepanjang 2005-2008.
Selain Depdagri, lembaga yang aktif melakukan pendataan penduduk adalah Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional atau BKKBN. Sesuai dengan fungsinya sebagai lembaga negara yang mengendalikan jumlah penduduk melalui program keluarga berencana, pendataan penduduk merupakan tugas rutinnya. Namun jika diperhatikan, data penduduk yang dikeluarkan oleh BKKBN dengan data penduduk yang dikeluarkan Depdagri tidak pernah klop. Kecenderungannya, jumlah penduduk dalam data BKKBN selalu lebih sedikit daripada data Depdagri.
Kenyataan itulah yang menyulitkan KPU ketika hendak menetapkan jumlah dan alokasi kursi DPR/DPRD, mengingat tidak ada data yang bisa jadi pegangan. Kondisi seperti itu pada pemilu-pemilu Orde Baru tidak pernah dipermasalahkan mengingat tidak ada pihak yang berani mempertanyakan akurasi data penduduk yang digunakan oleh Lembaga Pemilihan Umum atau LPU yang diketuai oleh Menteri Dalam Negeri.
44
Menyetarakan Nilai Suara:
Pada Pemilu 1999, KPU kesulitan mencari sumber data penduduk. Meskipun Pemilu 1997 menyediakan data penduduk dan pemilih lengkap, namun KPU tidak mau menanggung risiko menggunakan data tersebut. Sudah lazim diketahui bahwa akurasi data penduduk dan pemilih pada pemilu Orde Baru selalu diragukan karena data yang dikumpulkan sering tidak mencerminkan kenyataan lapangan akibat beban politik untuk memenangkan Golkar. Sudah lazim diketahui, pada daerah-daerah di mana pendukung Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI) tampak kuat, jumlah penduduk dan pemilih cenderung dikurangi. Sebaliknya, pada daerah-daerah di mana pendukung Golkar tampak dominan, jumlah penduduk dan pemilih cenderung ditambah.
Untuk penetapan jumlah dan alokasi kursi DPR/DPRD pada Pemilu 1999, semula KPU memutuskan akan menggunakan data penduduk dari Depdagri. Namun hingga waktu yang ditentukan terlewati, data yang dijanjikan Depdagri belum tersedia. Sementara waktu terus berjalan dan jadwal pemilu tidak bisa mundur, KPU melakukan berbagai cara untuk mengumpulkan data penduduk yang akan digunakan sebagai basis penetapan jumlah dan alokasi kursi. Caranya dengan mengumpulkan data penduduk di beberapa provinsi, lalu membuat estimasi jumlah penduduk nasional maupun provinsi berdasarkan hasil Sensus Penduduk 1990. Data penduduk hasil estimasi itulah yang digunakan sebagai dasar untuk mengalokasikan kursi DPR pada Pemilu 1999. Padahal penentuan jumlah dan alokasi kursi seharusnya memakai data riil hasil pendataan penduduk.
Menyadari tiadanya data penduduk lengkap yang bisa dipercaya untuk menetapkan jumlah dan alokasi kursi serta perencanaan pemungutan suara, pada Pemilu 2004 KPU melakukan Pendaftaran Pemilih dan Pendataan Penduduk Berkelanjutan (P4B). Kegiatan ini merupakan kerjasama KPU, Depdagri, dan Badan Pusat Statistik (BPS). KPU perlu menggandeng BPS karena lembaga tersebut memiliki kompetansi sekaligus dipercaya dalam pendataan penduduk. KPU tidak mungkin melakukan sendiri karena tidak mempunyai aparat sampai tingkat bawah dengan kemampuan khusus untuk melakukan pendataan penduduk.
Pada Pemilu 2009, undang-undang mewajibkan KPU untuk menerima DP4 dari pemerintah.36 Sesuai dengan perkiraan pengamat dan pemantau
36 UU No. 10/2008 Pasal 32 dan 33
45
Jumlah dan Alokasi Kursi DPR ke Provinsi
pemilu, data itu ternyata menjadi sumber masalah pada Pemilu 2009 karena ketidakakuratan data tersebut ternyata berlanjut pada data pemilih sementara (DPS) dan data pemilih tetap (DPT). Yang terjadi kemudian adalah saling menyalahkan dan saling lempar tanggung jawab antara Depdagri dan KPU. Depdagri merasa tidak bersalah karena tugasnya adalah menyiapkan data awal yang harus diperbaharui oleh KPU. Sementara KPU merasa pihaknya tidak mungkin menghasilkan data yang akurat karena data awalnya buruk.
Ilustrasi untuk menunjukkan kesimpangsiuran data penduduk bisa dilihat pada Tabel 4.1. Tabel tersebut memperlihatkan: (1) data penduduk Pemilu 1999 yang merupakan data hasil estimasi; (2) data penduduk Pemilu 2004 yang merupakan hasil P4B; (3) data penduduk versi Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2005; (4) data penduduk versi Keputusan KPU Nomor 106 Tahun 2008 yang sesungguhnya merupakan data DP4 dari Depdagri, dan; (4) data Sensus Penduduk 2010 yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik.
Dengan membandingkan empat data penduduk tersebut, setidaknya terdapat satu kejanggalan, yakni peningkatan total nasional jumlah penduduk yang tinggi antara hasil P4B dengan Kepmendagri, meski selisih waktunya hanya satu tahun. Bahkan jika dibandingkan dengan data penduduk Pemilu 2009 (dengan memperhatikan laju pertumbuhan penduduk 1990-2000 sebesar 1,49 persen dan sepanjang 2000-2005 sebesar 1,34 persen), jumlah tersebut masih terlalu tinggi.
Ketidakakuratan data penduduk yang disusun oleh Depdagri dan pemerintah daerah, terlihat jelas pada DP4, baik pada pemilu kepala daerah 2005-2008, Pemilu 2009, maupun pemilu kepala daerah 2010-2011. Sementara Program P4B yang dirintis oleh KPU, Depdagri, dan BPS pada Pemilu 2004 tidak berlanjut. Padahal kegiatan ini berhasil mengumpulkan data penduduk yang cukup bagus akurasinya.
B. Keterlambatan Data Penduduk
Jika pada Pemilu 1999 KPU menggunakan data estimasi karena data yang dijanjikan Depdagri tidak datang tepat waktu, pada Pemilu 2004 KPU bekerjasama dengan Depdagri dan BPS melakukan pendaftaran pemilih dan pendataan penduduk melalui kegiatan P4B. Akurasi data P4B jauh lebih baik daripada data Depdagri. Meski demikian, kegiatan ini tetap menimbulkan masalah karena data P4B ternyata tidak datang serentak, sesuai jadwal yang
46
Menyetarakan Nilai Suara:
telah ditentukan. Akibatnya pelaksanaan tahpan pemilu sempat terganggu karena di tengah proses penetapan jumlah dan alokasi kursi DPR/DPRD muncul perubahan data penduduk di beberapa provinsi.
Ketika menetapkan jumlah kursi DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota se-Indonesia pada 14 Juli 2003, KPU belum bisa menetapkan jumlah kursi DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota di tiga provinsi, yaitu Nanggroe Aceh Darussalam, Papua, dan Maluku. Hal itu terjadi karena data P4B dari ketiga provinsi tersebut belum masuk. Oleh karena itu KPU meminta BPS untuk melakukan estimasi data penduduk ketiga provinsi tersebut berdasarkan data sementara yang sudah terkumpul. Berdasarkan data estimasi inilah KPU menetapkan jumlah penduduk ketiga provinsi yang kemudian dipakai sebagai dasar untuk menetapkan jumlah kursi DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota.
Berdasarkan data estimasi tersebut, KPU menetapkan jumlah penduduk Maluku 1.220.800 jiwa. Atas dasar angka ini, pada 21 Agustus 2011 KPU mengalokasikan 3 kursi DPR untuk Maluku. Namun KPU Provinsi Maluku menyatakan pihaknya pada 2 Agustus 2003 telah melaporkan ke KPU bahwa jumlah penduduk Maluku adalah 1.277.414 jiwa. Jika mengacu pada data penduduk terakhir ini, Maluku mestinya mendapatkan 4 kursi. Inilah yang memicu partai-partai politik di Maluku untuk mengancam memboikot pemilu apabila jumlah kursi Maluku tidak ditambah menjadi 4 kursi.
Di bawah tekanan partai-partai tersebut, KPU menyatakan akan menghitung kembali jumlah kursi DPR per provinsi yang sudah telanjur ditetapkan sebelumnya. KPU mengakui bahwa sesungguhnya ada tiga provinsi yang kursinya masih bisa berubah, yakni Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara dan Nusa Tenggara Barat. Akhirnya tanpa alasan jelas, KPU “mengambil” 1 kursi Nusa Tenggara Barat untuk Maluku. Masalahnya tidak berlanjut karena partai-partai politik di Nusa Tenggara Barat ternyata tidak banyak menuntut.
Akibat keterlambatan data dan dilatari oleh protes Komisi II DPR atas penafsiran pasal yang mengatur tentang penetapan jumlah dan alokasi kursi DPR/DPRD,37 jadwal alokasi kursi DPR molor dari yang direncanakan sehingga
37 Panitia Pengawas Pemilihan Umum, Laporan Pengawasan Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah: Buku 3 Laporan Pengawasan Pemilu Per Tahapan, Jakarta: Panitia Pengawas Pemilihan Umum, 2004, h. 107.
47
Jumlah dan Alokasi Kursi DPR ke Provinsi
mengganggu kegiatan pencalonan. Sebagaimana diatur dalam undang-undang,38 setelah tahapan penetapan jumlah kursi dan pembentukan daerah pemilihan, kegiatan pemilu diikuti oleh tahapan pencalonan. Pada saat mengajukan daftar calon, ditentukan bahwa partai politik bisa mengajukan nama calon sebanyak 120 persen dari jumlah kursi yang diperebutkan di setiap daerah pemilihan.39
Karena alokasi kursi setiap provinsi belum bisa ditetapkan, pembentukan daerah pemilihan juga belum bisa dilakukan. Akibatnya, meski sudah memasuki waktu pengajuan daftar calon, khusus untuk pengajuan daftar calon anggota DPR, partai politik belum bisa segera menyusun daftar calon karena jumlah kursi setiap daerah pemilihan belum diputuskan. Ketika akhirnya alokasi kursi DPR per provinsi selesai, yang segera diikuti oleh pembentukan daerah pemilihan, partai politik hanya memiliki sedikit waktu untuk menyusun daftar calon. Padahal penyusunan daftar calon selalu menimbulkan ketegangan politik internal partai politik.
C. Implikasi Bagian dari Tahapan
Selama ini penetapan jumlah dan alokasi kursi merupakan bagian dari tahapan pemilu, yaitu menjadi tahapan kedua setelah tahapan pendaftaran pemilih dan sebelum tahapan pengajuan daftar calon anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota. Secara teknis, menempatkan tahapan penetapan jumlah dan alokasi kursi seperti itu sebetulnya tidak masalah, selama data penduduk sudah tersedia saat memasuki tahapan penetapan jumlah dan alokasi kursi. Namun yang terjadi justru sebaliknya, seperti terjadi pada Pemilu 1999 dan Pemilu 2004, waktu penetapan jumlah dan alokasi kursi sudah lewat, tetapi data penduduk belum tersedia lengkap. Sedangkan pada Pemilu 2009, meski data sudah tersedia dalam DP4 yang disediakan oleh Depdagri, namun akurasinya rendah sehingga menimbulkan masalah di kemudian hari.
38 Panitia Pengawas Pemilihan Umum, ibid, h. 116-117.
39 Penjelasan Pasal 47 ayat (1) UU No. 12/2003 menyatakan bahwa jumlah kursi pada setiap provinsi dialokasikan tidak kurang dari jumlah kursi provinsi sesuai Pemilu 1999 dan provinsi baru hasil pemekaran setelah Pemilu 1999 memperoleh alokasi kursi sekurang-kurangnya 3 kursi. Pasal ini ditafsirkan Komisi II DPR bahwa kursi Pupua dan Maluku (yang telah mekar menjadi Papua Barat dan Maluku Utara) tidak boleh dikurangi. Sementara KPU menafsirkan bahwa Papua dan Maluku secara faktual sesungguhnya merupakan provinsi baru karena sebagian penduduk dan wilayahnya sudah dimasukkan ke Papua Barat dan Maluku Utara sehingga jumlah kursi DPR-nya tidak bisa dipertahankan karena sebagian sudah dialihkan ke Provinsi Papua Barat dan Maluku Utara.
48
Menyetarakan Nilai Suara:
Tabe
l 4.1
Pe
rban
ding
an D
ata
Pend
uduk
dan
Sum
ber D
ata
Kepe
ndud
ukan
No
Prov
insi
JUM
LAH
PEN
DU
DU
K19
99Se
nsus
dan
KP
U
2004
P4B
KPU
2005
Perm
enda
gri
18/2
005
2008
SK K
PU
106/
2008
2010
Sens
us B
PS
2010
1Ja
wa
Bara
t43
,864
,817
38
,059
,552
39
,130,
756
39,6
34,2
14
43,0
21,8
26
2Ja
wa
Tim
ur35
,569
,440
36
,234
,550
37
,076
,283
37
,933
,861
37
,476
,011
3
Jaw
a Te
ngah
31,2
28,9
40
32,11
4,35
1 32
,130,
756
34,4
64,6
67
32,3
80,6
87
4Su
mat
era
Uta
ra11
,649
,655
11
,890
,399
12
,333
,974
12
,717
,697
12
,985
,075
5
Bant
en-
8,97
7,89
6 9,
127,
923
9,25
1,63
3 10
,644
,030
6
DKI
Jaka
rta
9,70
4,64
3 8,
622,
065
9,11
1,65
1 8,
489,
910
9,58
8,19
8 7
Sula
wes
i Sel
atan
8,05
9,62
7 8,
233,
375
7,47
5,88
2 7,
712,
884
8,03
2,55
1 8
Lam
pung
7,45
3,40
0 6,
945,
786
7,161
,671
7,
564,
138
7,59
6,11
5 9
Sum
ater
a Se
lata
n7,
799,
872
6,50
3,91
8 6,
798,
189
7,00
5,55
1 7,
446,
401
10Ri
au4,
330,
100
4,42
5,10
0 4,
546,
591
4,79
4,76
0 5,
543,
031
11Su
mat
era
Bara
t4,
248,
931
4,46
6,69
7 4,
549,
383
4,33
1,09
5 4,
845,
998
12N
usa
Teng
gara
Tim
ur3,
952,
279
4,08
3,69
3 4,
174,
571
4,12
2,06
7 4,
679,
316
13N
angg
roe
Ace
h D
arus
sala
m3,
930,
905
4,22
7,00
0 3,
899,
290
4,23
6,37
8 4,
486,
570
14N
usa
Teng
gara
Bar
at4,
009,
261
4,01
5,10
2 4,
161,
431
4,30
5,72
3 4,
416,
855
15Ka
liman
tan
Bara
t3,
892,
500
3,95
8,44
8 4,
078,
246
4,53
4,82
2 4,
393,
239
16Ba
li 3,
151,
162
3,35
7,113
3,
487,
764
3,46
1,77
0 3,
891,
428
17Ka
liman
tan
Sela
tan
2,98
5,24
0 3,
181,
130
3,24
5,70
5 2,
792,
118
3,62
6,11
9
49
Jumlah dan Alokasi Kursi DPR ke Provinsi
No
Prov
insi
JUM
LAH
PEN
DU
DU
K19
99Se
nsus
dan
KP
U
2004
P4B
KPU
2005
Perm
enda
gri
18/2
005
2008
SK K
PU
106/
2008
2010
Sens
us B
PS
2010
18Ka
liman
tan
Tim
ur2,
455,
120
2,71
2,49
2 2,
950,
531
3,11
4,25
7 3,
550,
586
19D
IY3,
122,
268
3,20
9,40
5 3,
279,
701
3,60
1,22
4 3,
452,
390
20Ja
mbi
2,41
3,84
6 2,
575,
731
2,69
8,66
7 2,
686,
709
3,08
8,61
8 21
Papu
a2,
220,
934
1,96
6,80
0 1,
841,
548
2,09
0,19
1 2,
851,
999
22Su
law
esi T
enga
h2,
218,
435
2,21
5,44
9 23
4,02
5 2,
319,
628
2,63
3,42
0 23
Sula
wes
i Uta
ra2,
865,
142
2,13
1,68
5 2,
159,
787
2,17
8,18
4 2,
265,
937
24Su
law
esi T
engg
ara
1,82
1,28
4 1,
881,
512
1,96
5,95
8 1,
918,
149
2,23
0,56
9 25
Kalim
anta
n Te
ngah
1,85
7,00
0 1,
832,
185
1,90
2,45
4 1,
856,
952
2,20
2,59
9 26
Beng
kulu
1,56
7,43
2 1,
521,
200
1,61
0,36
1 1,
439,
901
1,71
3,39
3 27
Kepu
laua
n Ri
au-
1,15
2,13
2 1,
198,
526
1,50
4,36
4 1,
685,
698
28M
aluk
u1,
990,
598
1,27
7,41
4 1,
330,
676
1,37
1,05
9 1,
531,
402
29Ba
ngka
Bel
itung
- 98
2,06
8 1,
018,
255
1,04
9,30
5 1,
223,
048
30Su
law
esi B
arat
- -
966,
535
881,
931
1,15
8,33
6 31
Gor
onta
lo-
883,
099
916,
488
1,08
5,04
7 1,
038,
585
32M
aluk
u U
tara
- 85
5,62
7 91
2,20
9 95
7,82
1 1,
035,
478
33Pa
pua
Bara
t-
391,
300
566,
953
658,
119
760,
855
JUM
LAH
208,
362,
831
214,
884,
274
218,
042,
740
226,
066,
129
237,
476,
363
Selis
ih6,
521,
443
3,15
8,46
6 8,
023,
389
11,4
10,2
34
3.13
%1.
47%
3.68
%5.
05%
50
Menyetarakan Nilai Suara:
Secara substantif, menempatkan penetapan jumlah dan alokasi kursi sebagai tahapan pemilu, berarti mengandaikan bahwa setiap kali pemilu, jumlah dan alokasi kursi berubah. Jika demikian, pemilu tidak menjamin kepastian politik karena hubungan partai politik dan wakil rakyat dengan pemilih atau konstituen selalu berubah-ubah setiap kali pemilu. Bagaimanapun, konstannya hubungan antara partai politik dan wakil rakyat perlu dijamin karena hal itu tidak hanya menjaga komunikasi untuk menyalurkan aspirasi dan kepentingan konstituen kepada partai politik dan wakil rakyat, tetapi juga memudahkan konstituen untuk menuntut tanggung jawab partai politik dan wakil rakyat yang mewakilinya.
Memang jumlah dan alokasi kursi yang diikuti dengan pembentukan daerah pemilihan perlu dievaluasi secara periodik mengingat dinamika sosial demografis. Namun hal itu bukan berarti harus dilakukan perubahan setiap kali pemilu. Selain mengganggu hubungan antara partai politik dan wakil rakyat dengan pemilih atau konstiuen, perubahan jumlah dan alokasi kursi serta daerah pemilihan setiap kali pemilu akan menimbulkan ketegangan politik setiap pemilu karena perdebatan untuk menentukan jumlah dan alokasi kursi serta pembentukan daerah pemilihan selalu melibatkan kepentingan banyak pihak, seperti partai politik, calon anggota legislatif, kelompok kepentingan, atau komunitas tertentu. Beberapa negara yang sudah stabil sistem pemilunya melakukan evaluasi penetapan jumlah dan alokasi kursi serta daerah pemilihan setiap dua kali pemilu. Artinya ada satu periode pemilu di mana jumlah dan alokasi kursi serta daerah pemilihan dipertahankan dan baru dievaluasi pada pemilu berikutnya. Hasil evaluasi pun belum tentu merekomendasikan adanya perubahan jumlah dan alokasi kursi serta pembentukan daerah pemilihan. Jika memang tidak ada perubahan-perubahan demografis yang menonjol atau tuntutan-tuntutan politik yang signifikan, jumlah dan alokasi kursi serta pembentukan daerah pemilihan tetap dipertahankan.
Jika evaluasi dan perubahan jumlah dan alokasi kursi serta daerah pemilihan sebaiknya dilakukan secara periodik, sedikitnya setiap dua kali pemilu, penetapan jumlah dan alokasi kursi serta pembentukan daerah pemilihan tidak perlu masuk tahapan pemilu. Kegiatan tersebut harus sudah selesai jauh hari sebelum tahapan pertama pemilu dilakukan. Dengan demikian partai politik mempunyai waktu yang cukup untuk mempersiapkan calon-calon di provinsi dan daerah pemilihan yang sudah jelas alokasi kursinya. Demikian juga pemilih atau konstituen memiliki pemahaman yang cukup tentang
51
Jumlah dan Alokasi Kursi DPR ke Provinsi
daerah pemilihan sehingga mereka berkesempatan untuk mengkonsolidasi diri dalam mempromosikan dan memilih calon-calon wakil rakyat yang diinginkannya.
Lantas, siapa yang melakukan evaluasi dan perubahan terhadap penetapan jumlah dan alokasi kursi serta daerah pemilihan? Undang-undang bisa menunjuk penyelenggara pemilu, atau membentuk panitia khusus yang terdiri dari berbagai unsur keahlian yang diperlukan, setiap dua kali pemilu.
D. Data Sensus Penduduk
Jika evaluasi terhadap penetapan jumlah dan alokasi kursi serta daerah pemilihan dilakukan sedikitnya setiap dua kali pemilu, lalu atas dasar apa evaluasi itu dilakukan?
Pertama adalah faktor tuntutan politik dari pemilih dari suatu wilayah karena mereka merasa tidak mendapat perwakilan yang cukup atau kurang tepat.
Kedua adalah faktor perubahan demografis atau kependudukan, yakni terjadinya perubahan jumlah penduduk, baik bertambah atau berkurang, serta adanya penyebaran penduduk, baik yang meluas ataupun menyempit.
Dari kedua faktor tersebut, faktor pertama sifatnya kondisional akibat proses penentuan perwakilan belum selesai. Sedang faktor kedua muncul setiap waktu karena kecenderungan jumlah dan penyebaran penduduk yang selalu berubah.
Untuk mengatasi tuntutan politik, penyelenggara pemilu atau lembaga yang ditugaskan untuk menetapkan jumlah dan alokasi kursi serta pembentukan daerah pemilihan, melakukan kajian komprehensif dari berbagai sisi (seperti politik, ekonomi, sosial dan budaya, atau geografis) untuk memastikan perlu-tidaknya perubahan jumlah dan alokasi kursi serta pembentukan daerah pemilihan. Sedangkan untuk mengatasi perubahan jumlah dan penyebaran penduduk, penyelenggara pemilu atau lembaga yang ditugaskan, perhatiannya hanya terfokus pada data kependudukan. Pertanyaannya adalah data kependudukan yang mana yang hendak mereka pakai untuk bahan mengevaluasi penetapan jumlah dan alokasi kursi serta pembentukan daerah pemilihan?
52
Menyetarakan Nilai Suara:
Seperti sudah dijelaskan sebelumnya, dalam konteks Indonesia, pemilihan data mana yang hendak digunakan sebagai basis evaluasi penetapan jumlah dan alokasi kursi serta pembentukan daerah pemilihan, bukanlah hal yang mudah meski tersedia banyak data. Data kependudukan dari Depdagri diragukan akurasinya, demikian juga dengan data dari BKKBN. Jika evaluasi menggunakan data yang dikumpulkan oleh penyelenggara pemilu, hal itu akan terkendala waktu karena data tersebut baru terkumpul lengkap pada saat menjelang pemungutan suara. Padahal evaluasi penetapan jumlah dan alokasi kursi serta pembentukan daerah pemilihan harus dilakukan sebelum tahapan pemilu berjalan. Jika pun dipaksakan evaluasi penetapan jumlah dan alokasi kursi serta pembentukan daerah pemilihan menjadi bagian dari tahapan pemilu, hal itu juga menimbulkan masalah karena hanya tersedia data dari Depdagri yang diragukan akurasinya.
Di sinilah data sensus penduduk yang dikeluarkan BPS menjadi solusi utama dalam mengatasi permasalahan ketersediaan data penduduk untuk keperluan penetapan jumlah dan alokasi kursi serta daerah pemilihan. Jika dibandingkan dengan data yang dikumpulkan oleh lembaga lain, data sensus penduduk mempunyai dua kelebihan: (1) sensus penduduk dilakukan oleh lembaga resmi dan kompeten sehingga angkanya lebih dipercaya banyak kalangan; (2) sensus penduduk dilakukan secara periodik setiap 10 tahun sehingga hasil sensus penduduk terakhir bisa dipakai sebagai dasar evaluasi dan perubahan jumlah dan alokasi kursi serta daerah pemilihan.
Kritik terhadap kinerja BPS dalam melakukan sensus penduduk selalu terjadi. Namun hal itu tidak menyurutkan banyak kalangan untuk lebih mempercayai akurasi data sensus penduduk. Pertama, BPS dipercaya sebagai lembaga independen dalam melakukan pendataan sehingga hasil sensus penduduk tidak bias kepentingan dari pihak manapun. Kedua, BPS tidak saja tersebut sebagai lembaga resmi negara yang bertugas menyediakan berbagai macam data, tetapi juga lembaga yang kompeten karena dikelola oleh tenaga profesional. Ketiga, dari waktu ke waktu, kritik terhadap kekurangan atau akurasi data produksi BPS semakin berkurang sehingga datanya dipergunakan oleh banyak kalangan untuk berbagai kepentingan. Tiga kelebihan tersebut tidak dimiliki oleh data penduduk yang dikeluarkan Depdagri maupun KPU.
Sebagaimana dilakukan oleh lembaga sejenis di banyak negara lain, sensus penduduk di Indonesia oleh BPS juga dilakukan setiap 10 tahun. Siklus sensus penduduk 10 tahunan ini berjalan seiring dengan siklus 5 tahunan
53
Jumlah dan Alokasi Kursi DPR ke Provinsi
pemilu. Artinya, setiap dua kali pemilu terdapat satu kali sensus penduduk. Dengan demikian, terkait dengan evaluasi dan perubahan jumlah dan alokasi kursi serta daerah pemilihan yang dilakukan setiap dua kali pemilu, data sensus penduduk terkahir bisa dijadikan sebagai dasar untuk melakukan evaluasi. Dalam hal ini data Sensus Penduduk 2010 bisa dijadikan dasar untuk melakukan evaluasi penetapan jumlah dan alokasi kursi serta pembentukan daerah pemilihan Pemilu 2009 dan Pemilu 2004. Dengan demikian, jika hasil evaluasi itu merekomendasikan perubahan jumlah dan alokasi kursi serta daerah pemilihan, perubahan itu diberlakukan untuk Pemilu 2014 dan Pemilu 2019.
Akhirnya, atas pertimbangan-pertimbangan tersebut, kajian ini melakukan serangkaian simulasi penghitungan jumlah dan alokasi kursi DPR ke provinsi dengan berbasis pada data Sensus Penduduk 2010 (lihat Bab 6 dan Bab 7).
54
Menyetarakan Nilai Suara:
55
Jumlah dan Alokasi Kursi DPR ke Provinsi
BAB 5Penetapan Jumlah Kursi DPR
A. Perubahan Jumlah KursiJumlah kursi DPR senantiasa berubah dari waktu ke waktu, mulai dari Pemilu 1955, pemilu-pemilu Orde Baru, hingga tiga pemilu pasca-Orde Baru. Sejak Pemilu 1955 sampai Pemilu 1999 terdapat sejumlah kursi yang disediakan bagi wakil dari kelompok tertentu tanpa mengikuti pemilu. Akan tetapi sejak Pemilu 2004 tidak ada lagi kursi gratis, sejak itu semua anggota DPR dipilih melalui pemilu, sesuai dengan ketentuan UUD 1945 setelah mengalami empat kali perubahan.40
Sebagaimana tampak pada Tabel 5.1, jumlah kursi DPR berubah dari pemilu ke pemilu. Pada Pemilu 1955 ditetapkan 272 kursi, dengan 15 di antaranya diangkat untuk mewakili Irian Barat, golongan kecil Eropa, dan Tionghoa. Pada Pemilu 1971, Pemilu 1978, dan Pemilu 1982 jumlah kursi DPR ditetapkan sebanyak 460 kursi. Dari jumlah tersebut hanya 360 kursi yang wakil-wakilnya dipilih melalui pemilu, sedang 100 kursi disediakan untuk Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI). Tiga pemilu berikutnya, yakni Pemilu 1987, Pemilu 1992, dan Pemilu 1997, jumlah kursi DPR dinaikkan menjadi 500. Pada Pemilu 1987 dan Pemilu 1992 jumlah kursi untuk ABRI tetap 100. Namun pada Pemilu 1997 jumlah kursi ABRI dikurangi menjadi 75, sehingga jumlah anggota DPR yang dipilih pada Pemilu 1999 adalah 425 kursi.
Tabel 5.1 Perkembangan Jumlah Kursi DPR RI
PemiluJumlah Kursi Diisi Melalui
Pemilu
Jumlah Kursi Disediakan
Jumlah Total Kursi
1955 257 15 2721971 360 100 4601977 360 100 4601982 360 100 4601987 400 100 5001992 400 100 500
40 Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 19 UUD 1945
56
Menyetarakan Nilai Suara:
PemiluJumlah Kursi Diisi Melalui
Pemilu
Jumlah Kursi Disediakan
Jumlah Total Kursi
1997 425 75 5001999 462 38 5002004 550 - 5502009 560 - 560
Sumber: Sekretariat Jenderal DPR RI dan Komisi Pemilihan Umum
Pada Pemilu 1999, yang merupakan pemilu pertama setelah Orde Baru runtuh, jumlah kursi TNI/Polri diturunkan menjadi hanya 38 kursi, sedang jumlah total kursi DPR tetap dipertahankan 500 sehingga anggota yang dipilih melalui pemilu adalah 462 orang. Meskipun sejak Pemilu 2004 tidak lagi disediakan kursi gratis, namun jumlah kursi ditambah 50 sehingga menjadi 550 kursi. Sekali lagi, pada Pemilu 2009, jumlah kursi DPR ditambah 10 sehingga menjadi 560 kursi.41
Mengapa jumlah kursi DPR dari pemilu ke pemilu cenderung bertambah, dari 272 kursi pada Pemilu 1955 hingga menjadi 560 pada Pemilu 2009? Hal ini terjadi karena sejak Pemilu 1955 hingga Pemilu 2009, dalam menentukan jumlah kursi DPR, undang-undang pemilu menggunakan metode kuota penduduk untuk 1 kursi DPR.
Pada Pemilu 1955 kuotanya 300.000 penduduk. Pemilu-pemilu Orde Baru kuotanya antara 300.000 sampai 400.000 penduduk. Pada Pemilu 1999 kuotanya 450.000 orang penduduk. Meskipun undang-undang Pemilu 2004 dan undang-undang Pemilu 2009 masing-masing menetapkan jumlah kursi DPR 550 dan 560 kursi, namun kedua undang-undang tersebut juga menetapkan kuota 1 kursi DPR antara 325.000-425.000. Implikasi atas penggunaan metode kuota penduduk 1 kursi DPR adalah jumlah kursi DPR akan terus bertambah sesuai pertambahan jumlah penduduk.
Jika metode ini terus dipertahankan, tidak bisa dibayangkan berapa jumlah kursi DPR pada pemilu-pemilu mendatang.42 Padahal, seperti dijelaskan pada bab sebelumnya, perubahan jumlah kursi setiap pemilu akan menimbulkan ketidakpastian politik, khususnya dalam menjaga hubungan partai politik
41 Pasal 21 UU No. 10/2008
42 Pasal 47 UU No. 12/2003.
57
Jumlah dan Alokasi Kursi DPR ke Provinsi
dan wakil rakyat dengan pemilih atau konstituennya karena penambahan jumlah kursi akan berdampak pada perubahan daerah pemilihan. Selain itu, penambahan jumlah kursi DPR sama saja dengan menambah anggaran negara untuk memfasilitasi anggota DPR, padahal beban kerja DPR tidak bertambah.
Sementara penambahan kursi berarti juga menambah beban kerja DPR karena lebih banyak anggota DPR berarti lebih banyak waktu dan proses yang diperlukan untuk membuat keputusan. Oleh karena itu, penggunaan metode kuota 1 kursi DPR mewakili jumlah penduduk tertentu untuk menetapkan jumlah kursi DPR sebaiknya diubah dengan menggunakan metode fixed seats.
B. Kelebihan Metode Fixed Seats
Berbeda dengan metode kuota 1 kursi DPR dengan jumlah penduduk tertentu –yang menyebabkan jumlah kursi DPR terus bertambah sesuai dengan pertambahan jumlah penduduk– metode fixed seats menetapkan jumlah kursi secara pasti sehingga jatah kursi setiap provinsi cenderung tetap (kecuali ada perubahan jumlah penduduk yang mencolok). Pilihan pada metode ini juga berdampak pada konstannya daerah pemilihan. Mempertahankan lingkup daerah pemilihan merupakan salah satu langkah penting dalam menjaga hubungan partai politik dan wakil rakyat dengan pemilih atau konstituen. Selain tidak menambah anggaran negara akibat jumlah anggota DPR yang terus bertambah, metode fixed seats juga mempermudah perencanaan anggaran dan penyiapan fasilitas kerja DPR.
Salah satu argumentasi yang dikemukakan para pengusung metode kuota 1 kursi DPR dengan jumlah penduduk tertentu adalah menjamin kemudahan kerja wakil rakyat atas rakyat yang diwakilinya. Dengan jumlah penduduk tertentu, katakanlah 1 kursi DPR mewakili 400.000 penduduk, hanya jumlah penduduk sebesar itulah yang akan diurus oleh anggota DPR dari waktu ke waktu. Sementara jika menggunakan metode fixed seats, meskipun lingkup daerah pemilihan tidak berubah, tetapi setiap anggota DPR akan mengurus jumlah penduduk yang terus bertambah. Jika mengurus 400.000 penduduk saja setiap anggota DPR merasa kewalahan, bagaimana jika jumlah terus bertambah?
Argumentasi itu masuk akal karena semakin sedikit dan semakin pasti jumlah penduduk yang diwakili akan memudahkan anggota DPR untuk mengurusnya.
58
Menyetarakan Nilai Suara:
Akan tetapi argumentasi itu juga mengabaikan kemungkinan bahwa jumlah penduduk tidak hanya bertambah, tetapi juga bisa berkurang. Argumentasi itu juga mengabaikan kenyataan bahwa jumlah penduduk yang bertambah berada pada wilayah yang sama: jika jumlah kursi DPR tetap, kecil kemungkinan terjadi perubahan lingkup daerah pemilihan. Yang tidak boleh dilupakan, perkembangan teknologi transportasi dan komunikasi memudahkan wakil rakyat berkomunkasi dengan rakyat yang diwakilinya, baik dalam bentuk komunikasi massa, komunikasi kelompok, maupun komunikasi personal.
Sebagai contoh adalah penetapan jumlah kursi DPR di Amerika Serikat (AS). Sejak merdeka pada 4 Juli 1776, jumlah kursi DPR AS ditetapkan berdasarkan kuota, di mana 1 kursi DPR mewakili 300.000 penduduk. Akibatnya dari pemilu ke pemilu jumlah DPR selalu berubah sesuai dengan pertambahan jumlah penduduk. Namun sejak 1920, AS meninggalkan metode kuota dan menerapkan metode fixed seats. Sejak tahun itu AS menetapkan jumlah anggota DPR sebanyak 435 kursi yang terus berlaku hingga kini, meskipun jumlah penduduk AS bertambah beberapa kali lipat sejak 1920. Metode yang dipakai AS ini kemudian diadopsi oleh banyak negara, baik negara yang sudah mapan sistem demokrasinya maupun negara yang sedang membangun sistem pemilu demokratis.
C. Penghitungan Jumlah Kursi
Jika jumlah kursi DPR harus di-fixed seats-kan, berapa jumlah kursi DPR yang tepat untuk mewakili penduduk Indonesia yang kini jumlahnya mencapai 237 juta jiwa lebih dan tersebar di 33 provinsi? Sampai sejauh ini praktik pemilu demokratis di dunia belum menemukan standar baku untuk menentukan jumlah kursi parlemen. Penemuan standar baku tersebut sulit diwujudkan mengingat setiap negara memiliki kondisi historis, politik, sosial budaya, geografis, dan demografis masing-masing.
Meskipun demikian berdasarkan dalil biologis, Taagepera dan Shugart mengajukan rumus penentuan jumlah anggota parlemen, bahwa besarnya anggota parlemen adalah akar pangkat tiga jumlah penduduk atau [S = P1/3]. Namun rumus ini lebih cocok untuk negara-negara industri maju. Selanjutnya berdasarkan model jalur komunikasi antara anggota parlemen dengan konstituen dan komunikasi antaranggota parlemen, Taagepera dan Shugart mengajukan rumus, bahwa besarnya anggota parlemen adalah akar pangkat tiga dari penduduk aktif atau [S = (Pa)1/3]. Rumus ini dianggap lebih cocok untuk negara-negara berkembang.
59
Jumlah dan Alokasi Kursi DPR ke Provinsi
Dengan menggunakan kedua rumus tersebut, Tabel 5.2 memperlihatkan kebenaran peringatan Taagepera dan Shugart bahwa rumus [S=P1/3] tidak cocok dalam konteks politik Indonesia yang masuk kategori negara berkembang. Dalam tiga kali pemilu terakhir, hasil penghitungan rumus ini selalu lebih besar daripada jumlah kursi DPR yang ditentukan undang-undang. Jika undang-undang menetapkan jumlah kursi DPR pada Pemilu 1999 adalah 462 kursi, Pemilu 2004 adalah 550 kursi, dan Pemilu 2009 adalah 560 kursi; dengan menggunakan rumus [S=P1/3] masing-masing pemilu itu menghasilkan 594, 599, dan 609 kursi. Bandingkan penggunaan rumus ini di negara-negara maju sebagaimana terlihat dalam Tabel 2.1. Sementara itu, jika menggunakan rumus [S = (Pa)1/3] hasilnya selalu lebih kecil daripada jumlah kursi DPR yang ditentukan oleh undang-undang, yaitu 438, 459, dan 467 kursi.43
Tabel 5.2 Perbandingan Penghitungan Jumlah Kursi DPR
INDIKATOR PEMILU 1999
PEMILU 2004
PEMILU 2009
Jumlah Penduduk 209.389.000 214.884.274 226.066.129
Jumlah Penduduk Melek Huruf 80% 90% 90%
Jumlah Angkatan Kerja 50% 50% 50%
Jumlah Kursi DPR 462 550 560
Jumlah Kursi DPR [S=P1/3] 594 599 609
Jumlah Kursi DPR [S = (Pa)1/3] 438 459 467
Berangkat dari penghitungan tersebut, jumlah anggota kursi DPR yang berjumlah 560 tidak perlu ditambah lagi, bahkan harus dikurangi ke angka yang lebih mendekati hasil rumus [S = (Pa)1/3]. Seperti dijelaskan pada Bab 2, rumus itu disusun berdasarkan model jaringan komunikasi yang dilakukan oleh anggota parlemen agar mereka bisa bekerja efektif. Di satu pihak, rumus
43 Menurut Ketua DPR Marzuki Alie, DPR membutuhkan fasilitas kantor yang lebih luas dan bangunan gedung yang lebih besar karena jumlah anggota DPR akan terus bertambah sesuai dengan jumlah penduduk Indonesia yang terus bertambah (Kompas 16 April 2011).
60
Menyetarakan Nilai Suara:
ini menghitung komunikasi timbal balik antara seorang anggota parlemen dengan konstituennya; di lain pihak, rumus tersebut juga menghitung komunikasi timbal balik antaranggota parlemen.
D. Kembali ke DPR dengan 500 Kursi
Penentuan besar-kecilnya parlemen semestinya mempertimbangkan keberadaan anggota parlemen, terkait dengan fungsi perwakilan yang mengharuskannya berkomunikasi intensif dengan konstituen, dan fungsi lain yang mengharuskannya berinteraksi dengan anggota parlemen lain. Terkait dengan fungsi perwakilan, jumlah kursi parlemen harus mampu mewadahi keragaman politik dan dapat mengakomodasi masalah minoritas, keterwakilan perempuan, dan perbedaan generasi. Kecenderungan yang berlaku, semakin besar jumlah kursi maka semakin besar peluang parlemen untuk mengatasi isu keragaman politik dan minoritas.
Namun kecenderungan ini berlawanan dengan efektivitas fungsi parlemen lain: legislasi, pengawasan, dan penganggaran. Di sini berlaku kecenderungan, semakin kecil jumlah kursi semakin efektif dalam pengambilan keputusan. Pengambilan keputusan di parlemen mensyaratkan adanya interaksi intensif antaranggota parlemen karena semua keputusan mesti melibatkan semua anggota atau setidaknya semua kelompok identitas di parlemen. Oleh karena itu, jumlah kursi parlemen yang sedikit justru akan mengefektifkan kerja parlemen. Selain itu jumlah kursi parlemen yang sedikit akan menghemat anggaran negara.
Perbandingan kursi DPR hasil Pemilu 1999 Pemilu 2004, dan Pemilu 2009 diperlihatkan pada Tabel 5.3. Tampak bahwa ketika kursi sebanyak 500, DPR terdiri atas 22 partai politik yang tergabung dalam 8 fraksi (termasuk di dalamnya “Partai” ABRI atau TNI/Polri serta Fraksi ABRI atau TNI/Polri). Ketika kursi sebanyak 550, DPR terdiri atas 16 partai yang tergabung dalam 10 fraksi. Ketika kursi sebanyak 560, DPR terdiri atas 9 partai yang tergabung dalam 9 fraksi. Data itu menunjukkan bahwa ketika kursi DPR kecil (500), justru lebih banyak partai politik yang ditampung; sebaliknya ketika kursi DPR besar (560), justru lebih sedikit partai yang tertampung. Itu artinya, ketika kursi berjumlah 500, DPR sesungguhnya sudah mempu menampung keragaman politik yang ada di Indonesia. Jumlah partai dan fraksi yang berkurang pada dua pemilu berikutnya, ternyata tidak menimbulkan gejolak politik.
61
Jumlah dan Alokasi Kursi DPR ke Provinsi
Tabel 5.3 Konfigurasi Politik DPR Hasil Pemilu Pasca-Orde Baru
Pemilu Jumlah Kursi Jumlah Partai Jumlah Fraksi1999 500 22 92004 550 16 102009 560 9 9
Banyaknya partai politik di parlemen memang tidak semata ditentukan oleh besar- kecilnya jumlah kursi yang ada di parlemen, tetapi lebih ditentukan oleh penggunaan sistem pemilu (sistem mayoritarian, sistem proporsional, atau sistem campuran), pengoperasian variabel-variabel “dependen” (besaran daerah pemilihan, metode pencalonan, metode pemberian suara, formula perolehan kursi, dan formula calon terpilih), serta penerapan varibel “independen” (electoral threshold, parliamentery threshold, dan waktu penyelenggaraan). Data hasil tiga pemilu Indonesia menunjukkan bahwa kursi DPR sebanyak 500 kursi sudah cukup untuk mewadahi dan mengakomodasi keragaman politik.
Di sisi lain, data kinerja hasil tiga kali pemilu terkahir menunjukkan bahwa kinerja DPR periode 1999-2004 jauh lebih baik jika dibandingkan dengan kinerja DPR periode 2004-2009. Demikian juga jika dibandingkan dengan kinerja tahun pertama DPR periode 2009-2014. Itu artinya kinerja DPR dengan sebanyak 500 kursi jauh lebih baik jika dibandingkan dengan kinerja DPR dengan 550 atau 560 kursi. Tabel 5.4 memperlihatkan produk legislasi DPR hasil Pemilu 1999, Pemilu 2004, dan Pemilu 2009 (yang baru berjalan 2 tahun).
Tabel 5.4 Produk Legislasi DPR Hasil Pemilu Pasca-Orde Baru
DPR Jumlah RUU Diusulkan Jumlah UU DisahkanPeriode 1999-200445 (target awal hanya 120 RUU) 175Periode 2004-200946 284 190Periode 2009-201447 247 4048
44454647
44 http://www.parlemen.net/site/ldetails.php?docid=dpr#_Toc89880368
45 http://www.dpr.go.id/parlementaria/magazine/m-99-2009.pdf
46 http://republika.co.id:8080/koran/138/98505/Legislasi_DPR_Masih_di_Jalur_Lambat
47 Hingga akhir 2010
62
Menyetarakan Nilai Suara:
Jika dilihat dari fungsi legislasi, DPR periode 1999-2004 tidak hanya lebih banyak memproduksi undang-undang dibandingkan dengan periode berikutnya, tetapi kualitas undang-undangnya pun jauh lebih baik. Hal ini antara lain tercermin dari pengajuan peninjauan kembali ( judicial review) ke Mahkamah Konstitusi, di mana undang-undang produksi DPR periode 2004-2009 lebih banyak digugat dan lebih banyak dimenangkan oleh Mahkamah Konstitusi. Jika dilihat dari sisi fungsi pengawasan, DPR periode 1999-2004 lebih efektif dalam menunjukkan sikap kritisnya terhadap pemerintah sehingga penggunaan hak angket dan hak penyelidikan lebih sering dilakukan. Sementara dari sisi penggunaan fungsi penganggaran, DPR 1999-2004 juga jauh lebih cepat dalam pengambilan keputusan.
Data konfigurasi politik DPR tiga periode dan kinerja DPR dua periode terakhir menegaskan bahwa jumlah kursi DPR sebanyak 500 kursi justru lebih baik jika dibandingkan dengan kursi DPR sebanyak 550 atau 560 kursi. Argumentasi pembuat undang-undang bahwa penambahan jumlah kursi DPR dari 500 menjadi 550 dan 560 kursi adalah untuk meningkatkan memperkuat keragaman politik dan untuk meningkatkan kinerja DPR, justru tidak terbukti. Efesiensi anggaran DPR juga menjadi faktor penting untuk dipertimbangkan, karena dari tahun ke tahun jumlah dana negara yang disediakan ke setiap anggota DPR terus bertambah. Oleh karena itu, kajian ini merekomedasikan agar kursi DPR dikembalikan ke 500 kursi, sebuah angka yang memiliki makna simbolis lebih dalam buat bangsa Indonesia.
E. Simulasi Kursi DPR 500 dan DPR 560 Kursi
Sebagaimana dijelaskan, kursi DPR sebanyak 500 kursi hasil Pemilu 1999 justru lebih baik (dalam bentuk keterwakilan maupun kinerja) jika dibandingkan dengan DPR berkursi 550 hasil Pemilu 2004 dan DPR 560 kursi hasil Pemilu 2009. Kursi DPR sebanyak 500 kursi mampu mewadahi dan mengakomodasi keragaman politik, selain bahwa DPR dengan kursi sejumlah itu mampu menunjukkan kinerja terbaiknya. Oleh karena itu, berbasis data penduduk hasil Sensus Penduduk 2010, kajian ini akan melakukan simulasi alokasi 500 kursi DPR ke provinsi dengan menggunakan dua metode, yaitu metode kuota dan metode divisor, dan memakai dua prinsip kesetaraan suara, yaitu kesetaraan suara nasional dan kesetaraan suara Jawa dan Luar Jawa (lihat kembali Bab 2 dan Bab 3).
63
Jumlah dan Alokasi Kursi DPR ke Provinsi
Sebagai perbandingan, kajian ini juga akan melakukan simulasi alokasi 560 kursi ke provinsi. Simulasi yang dilakukan dengan menggunakan data penduduk hasil Sensus Penduduk 2010, tetap penting karena hasilnya akan menunjukkan kelemahan, kekurangan, dan kesalahan yang terjadi pada alokasi 560 kursi ke provinsi pada Pemilu 2009. Hal tersebut merupakan pembelajaran penting dalam rangka menegakkan prinsip kesetaraan suara dalam pemilu.
64
Menyetarakan Nilai Suara:
65
Jumlah dan Alokasi Kursi DPR ke Provinsi
BAB 6Kesetaraan Suara Nasional
A. Metode Kuota dan Metode DivisorPada bab ini akan dilakukan simulasi penghitungan alokasi kursi DPR ke provinsi atas prinsip kesetaraan suara nasional. Pertama-tama akan dihitung DPR dengan 500 kursi, yang merupakan jumlah kursi ideal yang direkomendasikan kajian ini. Lalu sebagai perbandingan akan dihitung kursi DPR sebanyak 560 kursi, yang merupakan jumlah kursi hasil Pemilu 2009. Adapun data penduduk yang digunakan sebagai basis penghitungan adalah data penduduk hasil Sensus Penduduk 2010 yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS).
Perlu ditegaskan kembali, data Sensus Penduduk 2010 dijadikan basis penghitungan karena data ini akurasinya lebih dipercaya daripada data penduduk yang dikeluarkan oleh instansi lain. Berdasarkan data tersebut, jumlah penduduk Indonesia pada 2010 adalah 237.476.393 jiwa yang tersebar di 33 provinsi. Jawa Barat dengan penduduk 43.021.826 jiwa merupakan provinsi yang paling banyak penduduknya, sedang Papua Barat dengan penduduk 760.855 jiwa merupakan provinsi yang paling sedikit penduduknya.
Seperti dipaparkan pada Bab 2, terdapat dua metode alokasi kursi ke provinsi yang lazim dipakai, yaitu metode kuota dan metode divisor. Untuk mengalokasikan kursi ke provinsi, metode kuota menggunakan cara membagi jumlah populasi tiap provinsi dengan total populasi nasional dan dikalikan dengan jumlah kursi nasional yang disediakan. Sementara metode divisor membagi jumlah penduduk setiap provinsi dengan bilangan pembagi atau divisor. Adapun bilangan pembagi yang dianggap paling adil (tidak bias ke provinsi berpenduduk banyak, atau provinsi berpenduduk sedikit) adalah 1, 3, 5, 7, ... dan seterusnya. Selanjutnya hasil pembagian jumlah penduduk setiap provinsi dengan bilangan ganjil tersebut, dirangking dari tertinggi hingga terendah sesuai dengan kursi yang disediakan. Angka tertinggi secara berturut mendapatkan kursi sesuai dengan jumlah kursi yang disediakan.
Dengan menggunakan data hasil Sensus Penduduk 2010, Tabel 6.1 menunjukkan hasil alokasi kursi DPR sebanyak 500 kursi ke 33 provinsi dengan menggunakan metode kuota dan metode divisor. Dua metode yang sama
66
Menyetarakan Nilai Suara:
juga digunakan untuk mengalokasikan kursi DPR sebanyak 560 kursi ke 33 provinsi sebagaimana tampak pada Tabel 6.2. Rincian tahapan penghitungan metode kuota untuk 500 dan 560 kursi kursi DPR bisa dilihat pada Lampiran 5 dan Lampiran 6. Sedang rincian tahapan penghitungan metode divisor bisa dilihat pada Lampiran 7 dan Lampiran 8.
Tabel 6.1 memperlihatkan, pada penghitungan alokasi 500 kursi DPR tidak ada perbedaan jumlah perolehan kursi masing-masing provinsi, baik ketika menggunakan penghitungan metode kuota ataupun metode divisor. Hal ini berbeda dengan penghitungan alokasi 560 kursi DPRsebagaimana tampak pada Tabel 6.2. Tabel tersebut memperlihatkan beberapa perbedaan perolehan kursi bagi beberapa provinsi akibat dari dua metode perhitungan yang berbeda. Perbedaan ini terjadi pada empat provinsi, yaitu Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Gorontalo, dan Maluku Utara, seperti dipertegas pada Tabel 6.2a.
Jawa Tengah berhak mendapatkan 76 kursi dengan metode kuota dan akan mendapatkan 77 kursi jika digunakan metode divisor. Demikian juga dengan DI Yogyakarta, jika digunakan metode kuota akan mendapatkan 7 kursi, namun jika digunakan metode divisor jatah kursi akan bertambah satu menjadi 8 kursi. Berkebalikan dengan dua provinsi di atas adalah Gorontalo dan Maluku Utara. Jika pembagian menggunakan metode kuota, masing-masing provinsi tersebut akan mendapatkan 3 kursi. Sedangkan dalam penghitungan menggunakan metode divisor, masing-masing provinsi tersebut terkurangi jatahnya masing-masing satu kursi sehingga alokasi kursi untuk dua provinsi tersebut masing-masing hanya 2 kursi.
Meskipun untuk penghitungan alokasi kursi DPR sebanyak 500 kursi tidak terdapat perbedaan hasil antara metode kuota dan metode divisor, namun kajian ini merekomendasikan penggunaan metode divisor untuk penghitungan alokasi kursi DPR ke provinsi. Metode ini secara matematika terbukti lebih adil, dalam arti tidak menguntungkan provinsi berpenduduk besar dan tidak merugikan provinsi berpenduduk sedikit. Selain itu praktik penggunaan metode ini juga tidak mengenal adanya paradoks atau kejanggalan sehingga hasil penghitungannya tidak menimbulkan kontroversi.
67
Jumlah dan Alokasi Kursi DPR ke Provinsi
B. Kursi Minimal Provinsi
Perbedaan pokok antara sistem pemilu proporsional dengan sistem pemilu mayoritarian adalah pada jumlah kursi yang tersedia pada daerah pemilihan; di mana jumlah kursi yang diperebutkan pada sistem mayoritarian adalah tunggal (single member costituency) atau satu kursi, sedang kursi yang diperebutkan pada sistem proporsional adalah jamak (multy member constituency) atau dua kursi atau lebih.
Para ahli pemilu membedakan tiga jenis besaran kursi (district magnitude) yang terdapat dalam daerah pemilihan pada sistem pemilu proporsional, yaitu daerah pemilihan berkursi kecil dengan 2-5 kursi; daerah pemilihan berkursi sedang dengan 6-10 kursi, dan; daerah pemilihan berkursi besar dengan di atas 10 kursi. Jadi, meskipun dengan hanya 2 kursi yang diperebutkan pada daerah pemilihan bisa mengarah ke sistem mayoritarian, namun para ahli pemilu tetap menempatkannya dalam sistem pemilu proporsional dengan district magnitude kecil.
Karena pemilu untuk memilih anggota DPR menggunakan sistem pemilu proporsional, jumlah minimal kursi pada setiap daerah pemilihan atau provinsi (yang juga berfungsi sebagai daerah pemilihan) menjadi penting diperhatikan. Jika ada daerah pemilihan atau provinsi (yang juga berfungsi sebagai daerah pemilihan) yang hanya mendapatkan 1 kursi, pemilihan anggota DPR di daerah pemilihan atau provinsi tersebut sesungguhnya tidak lagi menganut sistem pemilu proporsional, melainkan sistem pemilu mayoritarian. Dengan kata lain, jumlah minimal setiap kursi pada setiap daerah pemilihan atau provinsi (yang juga berfungsi daerah pemilihan) adalah 2 kursi.
Sebagaimana tampak pada Tabel 6.3 dan Tabel 6.4, dengan menggunakan metode divisor, baik pada pada 500 maupun 560 kursi, ternyata tidak ada provinsi yang mendapatkan hanya 1 kursi. Kursi terkecil terdapat di Papua Barat, Maluku Utara, Gorontalo, dan Sulawesi Barat, yang masing-masing mendapatkan 2 kursi. Dengan demikian, untuk pemilu anggota DPR, jumlah kursi minimal 3 pada setiap daerah pemilihan atau provinsi (yang juga berfungsi sebagai daerah pemilihan) pada Pemilu 2004 dan Pemilu 2009, bisa diturunkan menjadi 2 kursi. Penurunan jumlah minimal kursi ini tidak mengganggu penerapan prinsip pemilu proporsional sebab dengan 2 kursi yang diperebutkan masih masuk kategori kursi jamak.
68
Menyetarakan Nilai Suara:
Penurunan jumlah kursi minimal dari 3 kursi menjadi 2 kursi, akan mengundang banyak pertanyaan. Bagaimana mungkin sebuah provinsi hanya diwakili oleh dua orang di antara 500 anggota DPR? Bukankah lebih bijaksana apabila provinsi yang mempunyai kursi banyak, seperti Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Sumatera Utara, kursinya dikurangi untuk diberikan kepada provinsi yang berkursi sedikit, yaitu Sulawesi Barat, Gorontalo, Maluku Utara, dan Papua Barat? Apalah artinya kehilangan 1 kursi bagi provinsi berkursi banyak jika dibandingkan dengan kehilangan 1 kursi bagi provinsi berkursi sedikit? Apakah adil provinsi berkursi banyak jumlah kursinya bertambah, sementara provinsi berkursi kecil kursinya justru berkurang?
Pertanyaan-pertanyaan tersebut terasa masuk akal. Akan tetapi apabila prinsip kesetaraan suara benar-benar ditegakkan (karena hal ini sudah menjadi tuntutan konstitusi), provinsi yang berpenduduk sedikit harus menerima kenyataan bahwa dirinya hanya mempunyai wakil sedikit. Jelas bahwa DPR adalah lembaga perwakilan rakyat, yang berarti mewakili penduduk. Oleh karena itu, besar-kecilnya jumlah wakil yang mewakili setiap provinsi tergantung pada besar-kecilnya jumlah penduduk. Karena ini perintah konstitusi, pelanggaran dengan dalih apapun tetap merupakan pelanggaran konstitusi. Jika undang-undang mengabaikan prinsip ini, warga negara dari suatu provinsi yang jumlah kursinya kurang dari yang semestinya, bisa mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi.
Tentu saja penerapan prinsip ini akan menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan perwakilan di DPR: sebagian kecil provinsi memiliki kursi banyak, sementara sebagian besar provinsi memiliki kursi sedikit. Padahal, ketidakseimbangan politik bisa berubah menjadi ketidakstabilan politik, lalu mengganggu integritas politik, sehingga akhirnya membawa kehancuran negara dan bangsa. Premis tersebut muncul dengan asumsi bahwa lembaga perwakilan kita hanya satu, DPR saja. Padahal pascaperubahan konstitusi, UUD 1945 kini mengenal lembaga DPD selain lembaga DPR. Ketidakseimbangan perwakilan di DPR itulah yang akan dimbangi oleh DPD karena setiap provinsi (tidak memandang jumlah penduduk ataupun luas wilayah) mempunyai jumlah wakil yang sama.
69
Jumlah dan Alokasi Kursi DPR ke Provinsi
Tabe
l 6.1
O
popo
v N
asio
nal:
Alo
kasi
Kur
si D
PR 5
00
deng
an D
ua M
etod
e Pe
rhit
unga
n
No
Prov
insi
Pend
uduk
201
0 (S
ensu
s BP
S)Ku
ota
Met
ode
Perh
itung
anSe
lisih
Kur
siKu
ota
Div
isor
Dua
Met
ode
1Ja
wa
Bara
t43
,021
,826
90.5
8191
91-
2Ja
wa
Tim
ur37
,476
,011
78.9
0579
79-
3Ja
wa
Teng
ah32
,380
,687
68.17
768
68-
4Su
mat
era
Uta
ra12
,985
,075
27.3
4027
27-
5Ba
nten
10,6
44,0
3022
.411
2222
-
6D
KI Ja
kart
a9,
588,
198
20.1
8820
20-
7Su
law
esi S
elat
an8,
032,
551
16.9
1217
17-
8La
mpu
ng7,
596,
115
15.9
9316
16-
9Su
mat
era
Sela
tan
7,44
6,40
115
.678
1616
-
10Ri
au5,
543,
031
11.6
7112
12-
11Su
mat
era
Bara
t4,
845,
998
10.2
0310
10-
12N
usa
Teng
gara
Tim
ur4,
679,
316
9.85
210
10-
13N
angg
roe
Ace
h D
arus
sala
m4,
486,
570
9.44
69
9-
14N
usa
Teng
gara
Bar
at4,
416,
885
9.30
09
9-
15Ka
liman
tan
Bara
t4,
393,
239
9.25
09
9-
16Ba
li3,
891,
428
8.19
38
8-
17Ka
liman
tan
Sela
tan
3,62
6,11
97.
635
88
-
18Ka
liman
tan
Tim
ur3,
550,
586
7.47
67
7-
70
Menyetarakan Nilai Suara:
No
Prov
insi
Pend
uduk
201
0 (S
ensu
s BP
S)Ku
ota
Met
ode
Perh
itung
anSe
lisih
Kur
siKu
ota
Div
isor
Dua
Met
ode
19D
IY3,
452,
390
7.26
97
7-
20Ja
mbi
3,08
8,61
86.
503
66
-
21Pa
pua
2,85
1,99
96.
005
66
-
22Su
law
esi T
enga
h2,
633,
420
5.54
56
6-
23Su
law
esi U
tara
2,26
5,93
74.
771
55
-
24Su
law
esi T
engg
ara
2,23
0,56
94.
696
55
-
25Ka
liman
tan
Teng
ah2,
202,
599
4.63
85
5-
26Be
ngku
lu1,
713,
393
3.60
84
4-
27Ke
pula
uan
Riau
1,68
5,69
83.
549
44
-
28M
aluk
u1,
531,
402
3.22
43
3-
29Ke
pula
uan
Bang
ka B
elitu
ng1,
223,
048
2.57
53
3-
30Su
law
esi B
arat
1,15
8,33
62.
439
22
-
31G
oron
talo
1,03
8,58
52.
187
22
-
32M
aluk
u U
tara
1,03
5,47
82.
180
22
-
33Pa
pua
Bara
t76
0,85
51.
602
22
-
JUM
LAH
237,
476,
393
500
500
500
-
71
Jumlah dan Alokasi Kursi DPR ke Provinsi
Tabe
l 6.2
O
popo
v N
asio
nal:
Alo
kasi
Kur
si D
PR 5
60 d
enga
n D
ua M
etod
e Pe
rhit
unga
n
No
Prov
insi
Pend
uduk
201
0 (S
ensu
s BP
S)Ku
ota
Met
ode
Perh
itung
anSe
lisih
Kur
siKu
ota
Div
isor
Dua
Met
ode
1Ja
wa
Bara
t43
,021
,826
101
.451
102
102
-
2Ja
wa
Tim
ur37
,476
,011
88.
373
8888
-
3Ja
wa
Teng
ah32
,380
,687
76.
358
7677
(1)
4Su
mat
era
Uta
ra12
,985
,075
30.
620
3131
-
5Ba
nten
10,6
44,0
30 2
5.10
025
25-
6D
KI Ja
kart
a9,
588,
198
22.
610
2323
-
7Su
law
esi S
elat
an8,
032,
551
18.
942
1919
-
8La
mpu
ng7,
596,
115
17.
913
1818
-
9Su
mat
era
Sela
tan
7,44
6,40
1 1
7.56
018
18-
10Ri
au5,
543,
031
13.
071
1313
-
11Su
mat
era
Bara
t4,
845,
998
11.
427
1111
-
12N
usa
Teng
gara
Tim
ur4,
679,
316
11.
034
1111
-
13N
angg
roe
Ace
h D
arus
sala
m4,
486,
570
10.
580
1111
-
14N
usa
Teng
gara
Bar
at4,
416,
885
10.
416
1010
-
15Ka
liman
tan
Bara
t4,
393,
239
10.
360
1010
-
16Ba
li3,
891,
428
9.17
69
9-
17Ka
liman
tan
Sela
tan
3,62
6,11
9 8
.551
99
-
18Ka
liman
tan
Tim
ur3,
550,
586
8.3
738
8-
19D
IY3,
452,
390
7.2
837
8 (1
)
20Ja
mbi
3,08
8,61
8 7
.283
77
-
72
Menyetarakan Nilai Suara:
No
Prov
insi
Pend
uduk
201
0 (S
ensu
s BP
S)Ku
ota
Met
ode
Perh
itung
anSe
lisih
Kur
siKu
ota
Div
isor
Dua
Met
ode
21Pa
pua
2,85
1,99
9 6
.725
77
-
22Su
law
esi T
enga
h2,
633,
420
6.2
106
6-
23Su
law
esi U
tara
2,26
5,93
7 5
.343
55
-
24Su
law
esi T
engg
ara
2,23
0,56
9 5
.260
55
-
25Ka
liman
tan
Teng
ah2,
202,
599
5.1
945
5-
26Be
ngku
lu1,
713,
393
4.0
404
4-
27Ke
pula
uan
Riau
1,68
5,69
8 3
.975
44
-
28M
aluk
u1,
531,
402
3.6
114
4-
29Ke
pula
uan
Bang
ka B
elitu
ng1,
223,
048
2.8
843
3-
30Su
law
esi B
arat
1,15
8,33
6 2
.732
33
-
31G
oron
talo
1,03
8,58
5 2
.449
32
1
32M
aluk
u U
tara
1,03
5,47
8 2
.442
32
1
33Pa
pua
Bara
t76
0,85
5 1
.794
22
-
JUM
LAH
237,
476,
393
560
560
560
-
Tabe
l 6.2
a Se
tara
Nas
iona
l: Pe
rbed
aan
Has
il Pe
nghi
tung
an D
PR 5
60 K
ursi
den
gan
Dua
Met
ode
PRO
VIN
SIPE
ND
UD
UK
KUO
TA K
URS
IM
ETO
DE
KUO
TAM
ETO
DE
DIV
ISO
R
Jaw
a Te
ngah
32,3
80,6
8776
,358
7677
DI Y
ogya
kart
a3,
542,
390
7,28
37
8
Gor
onta
lo1,
038,
585
2,44
93
2
Mal
uku
Uta
ra1,
035,
478
2,44
23
2
73
Jumlah dan Alokasi Kursi DPR ke Provinsi
Tabe
l 6.3
O
popo
v N
asio
nal:
Alo
kasi
Kur
si D
PR 5
00 d
enga
n A
loka
si K
ursi
Pem
ilu 2
009
NO
Prov
insi
Pend
uduk
201
0 (S
ensu
s BP
S)Ku
ota
Met
ode
KURS
ISe
lisih
Div
isor
de
ngan
Alo
kasi
Ku
rsi 2
009
KU
RSI
DIV
ISO
R20
09
1Ja
wa
Bara
t43
,021
,826
90.5
8191
91-
2Ja
wa
Tim
ur37
,476
,011
78.9
0579
87(8
)
3Ja
wa
Teng
ah32
,380
,687
68.17
768
77(9
)
4Su
mat
era
Uta
ra12
,985
,075
27.3
4027
30(3
)
5Ba
nten
10,6
44,0
3022
.411
2222
-
6D
KI Ja
kart
a9,
588,
198
20.1
8820
21(1
)
7Su
law
esi S
elat
an8,
032,
551
16.9
1217
24(7
)
8La
mpu
ng7,
596,
115
15.9
9316
18(2
)
9Su
mat
era
Sela
tan
7,44
6,40
115
.678
1617
(1)
10Ri
au5,
543,
031
11.6
7112
11 1
11Su
mat
era
Bara
t4,
845,
998
10.2
0310
14(4
)
12N
usa
Teng
gara
Tim
ur4,
679,
316
9.85
210
13(3
)
13N
angg
roe
Ace
h D
arus
sala
m4,
486,
570
9.44
69
13(4
)
14N
usa
Teng
gara
Bar
at4,
416,
885
9.30
09
10(1
)
15Ka
liman
tan
Bara
t4,
393,
239
9.25
09
10(1
)
16Ba
li3,
891,
428
8.19
38
9(1
)
17Ka
liman
tan
Sela
tan
3,62
6,11
97.
635
811
(3)
74
Menyetarakan Nilai Suara:
NO
Prov
insi
Pend
uduk
201
0 (S
ensu
s BP
S)Ku
ota
Met
ode
KURS
ISe
lisih
Div
isor
de
ngan
Alo
kasi
Ku
rsi 2
009
18Ka
liman
tan
Tim
ur3,
550,
586
7.47
67
8(1
)
19D
IY3,
452,
390
7.26
97
8(1
)
20Ja
mbi
3,08
8,61
86.
503
67
(1)
21Pa
pua
2,85
1,99
96.
005
610
(4)
22Su
law
esi T
enga
h2,
633,
420
5.54
56
6-
23Su
law
esi U
tara
2,26
5,93
74.
771
56
(1)
24Su
law
esi T
engg
ara
2,23
0,56
94.
696
55
-
25Ka
liman
tan
Teng
ah2,
202,
599
4.63
85
6(1
)
26Be
ngku
lu1,
713,
393
3.60
84
4-
27Ke
pula
uan
Riau
1,68
5,69
83.
549
43
1
28M
aluk
u1,
531,
402
3.22
43
4(1
)
29Ke
pula
uan
Bang
ka B
elitu
ng1,
223,
048
2.57
53
3-
30Su
law
esi B
arat
1,15
8,33
62.
439
23
(1)
31G
oron
talo
1,03
8,58
52.
187
23
(1)
32M
aluk
u U
tara
1,03
5,47
82.
180
23
(1)
33Pa
pua
Bara
t76
0,85
51.
602
23
(1)
JUM
LAH
237,
476,
393
500
500
560
75
Jumlah dan Alokasi Kursi DPR ke Provinsi
Tabel 6.3a Setara Nasional: Perbedaan Alokasi DPR 500
dengan Hasil Pemilu 2009
No. Provinsi Bertambah Tetap Berkurang1. Riau +1 menjadi 122. Kepulauan Riau +1 menjadi 43. Jawa Barat tetap 914. Banten tetap 225. Sulawesi Tengah tetap 66. Sulawesi Tenggara tetap 57. Bengkulu tetap 48. Bangka Belitung tetap 39. Jawa Tengah -9 menjadi 68
10. Jawa Timur -8 menjadi 7911. Sulawesi Selatan -7 menjadi 1712. Sumatera Barat -4 menjadi 1013. Aceh Darussalam -4 menjadi 914. Papua -4 menjadi 615. Sumatera Utara -3 menjadi 2716. Nusa Tenggara Timur -3 menjadi 1017. Kalimantan Selatan -3 menjadi 818. Lampung -2 menjadi 1619. DKI Jakarta -1 menjadi 2020. Sumatera Selatan -1 menjadi 1621. Nusa Tenggara Barat -1 menjadi 922. Kalimantan Barat -1 menjadi 923. Bali -1 menjadi 824. Kalimantan Timur -1 menjadi 725. DI Yogyakarta -1 menjadi 726. Jambi -1 menjadi 627. Sulawesi Utara -1 menjadi 528. Kalimantan Tengah -1 menjadi 529. Maluku -1 menjadi 330. Sulawesi Barat -1 menjadi 231. Gorontalo -1 menjadi 232. Maluku Utara -1 menjadi 233. Papua Barat -1 menjadi 2
Jumlah 2 provinsi 6 provinsi 28 provinsi
76
Menyetarakan Nilai Suara:
Tabe
l 6.4
Opo
pov
Nas
iona
l: A
loka
si K
ursi
DPR
560
den
gan
Alo
kasi
Kur
si P
emilu
200
9
No
Prov
insi
Pend
uduk
201
0 (S
ensu
s BP
S)Ku
ota
Kurs
iM
etod
e D
ivis
orKu
rsi
2009
Selis
ih D
ivis
or
deng
an A
loka
si
Kurs
i 200
91
Jaw
a Ba
rat
43,0
21,8
2610
1.45
110
291
11
2Ja
wa
Tim
ur37
,476
,011
88.3
7388
871
3Ja
wa
Teng
ah32
,380
,687
76.3
5877
77-
4Su
mat
era
Uta
ra12
,985
,075
30.6
2031
301
5Ba
nten
10,6
44,0
3025
.100
2522
3
6D
KI Ja
kart
a9,
588,
198
22.6
1023
212
7Su
law
esi S
elat
an8,
032,
551
18.9
4219
24(5
)
8La
mpu
ng7,
596,
115
17.9
1318
18-
9Su
mat
era
Sela
tan
7,44
6,40
117
.560
1817
1
10Ri
au5,
543,
031
13.0
7113
112
11Su
mat
era
Bara
t4,
845,
998
11.4
2711
14(3
)
12N
usa
Teng
gara
Tim
ur4,
679,
316
11.0
3411
13(2
)
13N
angg
roe
Ace
h D
arus
sala
m4,
486,
570
10.5
8011
13(2
)
14N
usa
Teng
gara
Bar
at4,
416,
885
10.4
1610
10-
15Ka
liman
tan
Bara
t4,
393,
239
10.3
6010
10-
16Ba
li3,
891,
428
9.17
69
9-
17Ka
liman
tan
Sela
tan
3,62
6,11
98.
551
911
(2)
18Ka
liman
tan
Tim
ur3,
550,
586
8.37
38
8-
19D
IY3,
452,
390
7.28
38
8-
77
Jumlah dan Alokasi Kursi DPR ke Provinsi
No
Prov
insi
Pend
uduk
201
0 (S
ensu
s BP
S)Ku
ota
Kurs
iM
etod
e D
ivis
orKu
rsi
2009
Selis
ih D
ivis
or
deng
an A
loka
si
Kurs
i 200
920
Jam
bi3,
088,
618
7.28
37
7-
21Pa
pua
2,85
1,99
96.
725
710
(3)
22Su
law
esi T
enga
h2,
633,
420
6.21
06
6-
23Su
law
esi U
tara
2,26
5,93
75.
343
56
(1)
24Su
law
esi T
engg
ara
2,23
0,56
95.
260
55
-
25Ka
liman
tan
Teng
ah2,
202,
599
5.19
45
6(1
)
26Be
ngku
lu1,
713,
393
4.04
04
4-
27Ke
pula
uan
Riau
1,68
5,69
83.
975
43
1
28M
aluk
u1,
531,
402
3.61
14
4-
29Ke
pula
uan
Bang
ka B
elitu
ng1,
223,
048
2.88
43
3-
30Su
law
esi B
arat
1,15
8,33
62.
732
33
-
31G
oron
talo
1,03
8,58
52.
449
23
(1)
32M
aluk
u U
tara
1,03
5,47
82.
442
23
(1)
33Pa
pua
Bara
t76
0,85
51.
794
23
(1)
JUM
LAH
237,
476,
393
560
560
560
78
Menyetarakan Nilai Suara:
Tabel 6.4a Setara Nasional: Perbedaan Alokasi DPR 560 dengan Hasil Pemilu 2009
No. Provinsi Bertambah Tetap Berkurang1. Jawa Barat +11 menjadi 1022. Banten +3 menjadi 253. DKI Jakarta +2 menjadi 234. Riau +2 menjadi 135. Jawa Timur +1 menjadi 886. Sumatera Utara +1 menjadi 317. Sumatera Selatan + 1 menjadi 188. Kepulauan Riau +1 menjadi 49. Jawa Tengah tetap 77
10. Lampung tetap 1811. Nusa Tenggara Barat tetap 1012. Kalimantan Barat tetap 1013. Bali tetap 914. Kalimantan Timur tetap 815. DI Yogyakarta tetap 816. Jambi tetap 717. Sulawesi Tengah tetap 618. Sulawesi Tenggara tetap 519. Bengkulu tetap 420. Maluku tetap 421. Bangka Belitung tetap 322. Sulawesi Barat tetap 323. Sulawesi Selatan -5 menjadi 1924. Sumatera Barat -3 menjadi 1125. Papua -3 menjadi 726. Nusa Tenggara Timur -2 menjadi 1127. Aceh Darussalam -2 menjadi 1128. Kalimantan Selatan -2 menjadi 929. Sulawesi Utara -1 menjadi 530. Kalimantan Tengah -1 menjadi 531. Gorontalo -1 menjadi 332. Maluku Utara -1 menjadi 333. Papua Barat -1 menjadi 3
Jumlah 8 provinsi 14 provinsi 11 provinsi
79
Jumlah dan Alokasi Kursi DPR ke Provinsi
C. Kekurangan dan Kelebihan Kursi
Sebagaimana dijelaskan pada Bab 3, alokasi kursi DPR ke provinsi pada Pemilu 2004 dan Pemilu 2009 tidak menggunakan standar jelas. Para pembuat undang-undang mengabaikan perlunya formula matematika yang rasional dan adil. Mereka lebih memilih negosiasi sebagai dasar alokasi kursi, meskipun kemudian dibungkus dalam bentuk rumusan pasal. Akibatnya, pada Pemilu 2004, pasal-pasal alokasi 550 kursi DPR ke provinsi menimbulkan banyak masalah ketika diterapkan. Hal itu mestinya menyadarkan para pembuat undang-undang untuk menggunakan formula lebih terukur untuk mengalokasikan 560 kursi DPR ke provinsi pada Pemilu 2009. Namun para pembuat undang-undang tetap mengedepankan negosiasi, sehingga mereka kesulitan merumuskan pasal-pasalnya. Itulah sebabnya mereka menetapkan alokasi 560 kursi DPR ke provinsi bersama pembentukan daerah pemilihan ke dalam undang-undang.
Dengan cara demikian, kiranya perlu diperbandingkan penetapan jumlah dan alokasi kursi DPR pada Pemilu 2009, dengan penetapan dan alokasi kursi DPR yang menerapkan prinsip kesetaraan dengan metode divisor. Perbandingan tersebut akan memperlihatkan ketidakadilan alokasi kursi, yang tercermin dari jumlah kursi yang diperoleh masing-masing provinsi. Akan tampak bahwa ada beberapa provinsi yang menerima kursi lebih banyak dari yang seharusnya, sedang beberapa provinsi lain mendapatkan kursi yang lebih sedikit dari yang seharusnya. Dengan kata lain, sejumlah provinsi “mencuri” jatah kursi yang seharusnya menjadi hak beberapa provinsi lain. Tahap pertama akan diperbandingkan alokasi 500 kursi DPR berdasarkan metode divisor dengan alokasi kursi hasil Pemilu 2009. Selanjutnya akan diperbandingkan alokasi 560 kursi DPR berdasarkan metode divisor dengan alokasi kursi hasil Pemilu 2009.
Sebagaimana tampak pada Tabel 6.3, pada kursi DPR sebanyak 500 kursi, jika dibandingkan dengan hasil Pemilu 2009, hampir semua provinsi kursinya berkurang. Pengurangan terbanyak pada Jawa Tengah (9 kursi), Jawa Timur (8), Sulawesi Selatan (7), Sumatera Barat (4), Nanggroe Aceh Darussalam (4), Papua (4), Sumatera Utara (3), Kalimantan Selatan (3), dan Nusa Tenggara Timur (3). Selanjutnya, Lampung hanya dikurangi 2 kursi dan 15 provinsi lainnya masing-masing 1 kursi.
80
Menyetarakan Nilai Suara:
Sementara Jawa Barat, Banten, Sulawesi Tenggara, dan Bengkulu, jumlah kursi tetap. Sedang yang bertambah hanya Riau dan Kepulauan Riau, masing-masing tambah 1. Itu artinya pada Pemilu 2009 Riau dan Kepulauan Riau merasakan ketidakadilan yang paling parah. Karena pada saat kursi provinsi lain harus dikurangi atau tetap, kursi kedua provinsi tersebut justru harus ditambah. Tabel 6.3a memperjelas masalah ini.
Bagaimana jika hasil alokasi kursi DPR sebanyak 560 kursi ke provinsi pada Pemilu 2009, dibandingkan dengan alokasi kursi DPR sebanyak 560 kursi yang dihitung berdasarkan prisip kesetaraan menggunakan metode divisor? Tabel 6.4 menunjukkan, beberapa provinsi mendapatkan kursi lebih banyak dari yang seharusnya, seperti Sulawesi Selatan (5 kursi), Sumatera Barat (3), Papua (3), Nusa Tenggara Timur (2), Nanggroe Aceh Darussalam (2), Kalimantan Selatan (2), serta 5 provinsi yang masing-masing kelebihan 1 kursi. Ini artinya, Sulawesi Selatan paling banyak “mencuri” kursi yang mestinya menjadi jatah provinsi lain. Adapun provinsi yang mendapatkan kursi kurang dari yang seharusnya adalah Jawa Barat (11 kursi), Banten (3), DKI Jakarta (2), Riau (2), dan 4 provinsi yang masing-masing kekurangan 1 kursi. Sedang 14 provinsi lainnya sudah mendapatkan sesuai dengan jatahnya. Tabel 6.4a dapat memperjelas masalah ini.
81
Jumlah dan Alokasi Kursi DPR ke Provinsi
BAB 7Kesetaraan Suara Jawa dan Luar Jawa
A. Metode Kuota dan Metode DivisorSetelah melakukan simulasi alokasi kursi DPR sebanyak 500 dan 560 kursi ke provinsi berdasarkan prinsip kesetaraan suara nasional, pada bab ini akan dilakukan simulasi alokasi kursi DPR sebanyak 500 dan 560 kursi ke provinsi berdasarkan prinsip kesetaraan Jawa dan Luar Jawa. Di sini akan diterapkan secara konsisten bahwa Jawa mendapatkan 50 persen kursi, demikian juga Luar Jawa 50 persen kursi DPR. Dengan demikian pada kursi DPR sebanyak 500 kursi, Jawa dan Luar Jawa berbagi masing-masing 250 kursi; sedang pada kursi DPR 560, Jawa dan Luar Jawa berbagi kursi masing 280 kursi.
Sebanyak 50 persen kursi DPR akan dibagi secara proporsional ke provinsi-provinsi di Jawa sesuai dengan jumlah penduduk masing-masing; demikian juga 50 persen kursi DPR lainnya akan dibagi secara proporsional ke provinsi-provinsi di Luar Jawa sesuai dengan jumlah penduduk masing-masing pula. Dengan kata lain dalam alokasi 50 persen kursi DPR ke provinsi-provinsi Jawa diterapkan prinsip kesetaraan suara atau OPOVOV Jawa, sementara alokasi kursi 50 persen DPR ke provinsi-provinsi di Luar Jawa pun diterapkan prinsip kesetaraan atau OPOVOV Luar Jawa.
Data penduduk yang digunakan sebagai basis penghitungan adalah data penduduk hasil Sensus Penduduk 2010 yang dikeluarkan BPS. Berdasarkan data tersebut, jumlah penduduk Indonesia pada 2010 adalah 237.476.393 jiwa yang tersebar di 33 provinsi. Pulau Jawa yang terdiri atas 5 provinsi, memiliki penduduk 136.563.142 jiwa; sedang Luar Jawa yang terdiri atas 28 provinsi memiliki penduduk 100.913.251 jiwa. Di Pulau Jawa, Provinsi Jawa Barat dengan penduduk 43.021.826 jiwa merupakan provinsi yang paling banyak penduduknya, sedang DI Yogyakarta dengan penduduk 3.452.390 jiwa merupakan provinsi yang paling sedikit penduduknya. Sementara di Luar Jawa, Sumatera Utara dengan penduduk 12.985.075 jiwa merupakan provinsi yang paling banyak penduduknya, sedang Papua Barat dengan penduduk 760.855 jiwa merupakan provinsi yang paling sedikit penduduknya.
Sama halnya dengan penghitungan alokasi kursi setara nasional, penghitungan alokasi kursi setara Jawa dan Luar Jawa juga menggunakan dua metode,
82
Menyetarakan Nilai Suara:
yaitu metode kuota dan metode divisor. Metode kuota menggunakan cara membagi jumlah populasi tiap provinsi dengan total populasi nasional dan dikalikan dengan jumlah kursi nasional yang disediakan. Sementara metode divisor membagi jumlah penduduk setiap provinsi dengan bilangan pembagi atau divisor, yaitu 1, 3, 5, 7, ... dan seterusnya untuk mencari rangking tertinggi sesuai dengan jumlah kursi yang dialokasikan.
Tabel 7.1 menunjukkan hasil alokasi kursi DPR 500 kursi untuk 5 provinsi di Jawa dan 28 provinsi di Luar Jawa, dengan menggunakan metode kuota dan metode divisor. Dua metode yang sama juga digunakan untuk mengalokasikan kursi DPR sebanyak 560 kursi kepada 5 provinsi di Jawa dan 28 provinsi di Luar Jawa sebagaimana tampak pada Tabel 7.2. Rincian tahapan penghitungan metode kuota untuk kursi DPR sebanyak 500 kursi dan kursi DPR sebanyak 560 kursi, bisa dilihat pada Lampiran 5 dan Lampiran 6. Sementara rincian tahapan penghitungan metode divisor untuk kursi DPR sebanyak 500 kursi dan kursi DPR sebanyak 560 kursi bisa dilihat pada Lampiran 7 dan Lampiran 8.
Tabel 7.1 Opopov Jawa dan Luar Jawa: Alokasi Kursi DPR 500
dengan Dua Metode
No Provinsi Penduduk 2010 (Sensus BPS)
Kuota Kursi
Metode Perhitungan
Selisih Dua
MetodeKuota Divisor1 Jawa Barat 43,021,826 78.758 79 79 - 2 Jawa Timur 37,476,011 68.606 69 69 - 3 Jawa Tengah 32,380,687 59.278 59 59 - 4 Banten 10,644,030 19.486 19 19 - 5 DKI Jakarta 9,588,198 17.553 18 18 - 6 DIY 3,452,390 6.320 6 6 -
Sub Total 136,563,142 250 250 250 -
7 Sumatera Utara 12,985,075 32.169 32 32 - 8 Sulawesi Selatan 8,032,551 19.900 20 20 - 9 Lampung 7,596,115 18.818 19 19 -
10 Sumatera Selatan 7,446,401 18.448 18 18 - 11 Riau 5,543,031 13.732 14 14 - 12 Sumatera Barat 4,845,998 12.005 12 12 -
83
Jumlah dan Alokasi Kursi DPR ke Provinsi
No Provinsi Penduduk 2010 (Sensus BPS)
Kuota Kursi
Metode Perhitungan
Selisih Dua
MetodeKuota Divisor13 Nusa Tenggara
Timur 4,679,316 11.592 12 11 1
14 Nanggroe Aceh Darussalam
4,486,570 11.115 11 11 -
15 Nusa Tenggara Barat 4,416,855 10.942 11 11 - 16 Kalimantan Barat 4,393,239 10.884 11 11 - 17 Bali 3,891,428 9.641 10 10 - 18 Kalimantan Selatan 3,626,119 8.983 9 9 - 19 Kalimantan Timur 3,550,586 8.796 9 9 - 20 Jambi 3,088,618 7.652 8 8 - 21 Papua 2,851,999 7.065 7 7 - 22 Sulawesi Tengah 2,633,420 6.524 6 6 - 23 Sulawesi Utara 2,265,937 5.614 6 6 - 24 Sulawesi Tenggara 2,230,569 5.526 5 5 - 25 Kalimantan Tengah 2,202,599 5.457 5 5 - 26 Bengkulu 1,713,393 4.245 4 4 - 27 Kepulauan Riau 1,685,698 4.176 4 4 - 28 Maluku 1,531,402 3.794 4 4 - 29 Bangka Belitung 1,223,048 3.030 3 3 - 30 Sulawesi Barat 1,158,336 2.870 3 3 - 31 Gorontalo 1,038,585 2.573 3 3 - 32 Maluku Utara 1,035,478 2.565 2 3 (1)33 Papua Barat 760,855 1.885 2 2 -
Sub Total 100,913,221 250 250 250 - TOTAL 237,476,363 500 500 -
Pada kursi DPR sebanyak 500 kursi, Tabel 7.1 memperlihatkan adanya perbedaan perolehan kursi antara dua provinsi, yaitu: Nusa Tenggara Timur dan Maluku Utara. Pada penghitungan dengan metode kuota, Nusa Tenggara Timur mendapatkan 12 kursi, sedangkan jika menggunakan metode divisor berhak mendapatkan 13 kursi. Berkebalikan dengan Nusa Tenggara Timur, Maluku Utara ketika penghitungan menggunakan metode kuota berhak mendapatkan 3 kursi, namun dengan menggunakan divisor hanya berhak mendapatkan 2 kursi. Perbedaan tersebut dipertegas oleh Tabel 7.1a.
84
Menyetarakan Nilai Suara:
Sementara itu, sebagaimana tampak pada Tabel 7.2, pada alokasi kursi DPR sebanyak 560 kursi, tidak ada perbedaan jumlah perolehan kursi masing-masing provinsi, baik ketika menggunakan penghitungan metode kuota ataupun metode divisor.
Tabel 7.1a Setara Jawa dan Luar Jawa: Perbedaan Hasil Penghitungan DPR 500
Kursi dengan Dua Metode
Provinsi Penduduk Kuota Kursi
Metode Kuota
Metode Divisor
Nusa Tenggara Timur 4.679.316 11,592 12 11
Muluku Utara 1.035.478 2,565 2 3
Tabel 7.2 Opopov Jawa dan Luar Jawa:
Alokasi Kursi DPR 560 dengan Dua Metode
No ProvinsiPenduduk
2010 (Sensus BPS)
Kuota Kursi
Metode Perhitungan
Selisih Dua
MetodeKuota Divisor
1 Jawa Barat 43,021,826 88.209 88 88 -
2 Jawa Timur 37,476,011 76.838 77 77 -
3 Jawa Tengah 32,380,687 66.391 66 66 -
4 Banten 10,644,030 21.824 22 22 -
5 DKI Jakarta 9,588,198 19.659 20 20 -
6 DIY 3,452,390 7.079 7 7 -
Sub Total 136,563,142 280 280 280 -
7 Sumatera Utara 12,985,075 36.029 36 36 -
8 Sulawesi Selatan 8,032,551 22.288 22 22 -
9 Lampung 7,596,115 21.077 21 21 -
85
Jumlah dan Alokasi Kursi DPR ke Provinsi
No ProvinsiPenduduk
2010 (Sensus BPS)
Kuota Kursi
Metode Perhitungan
Selisih Dua
MetodeKuota Divisor
10 Sumatera Selatan 7,446,401 20.661 21 21 -
11 Riau 5,543,031 15.380 15 15 -
12 Sumatera Barat 4,845,998 13.446 14 14 -
13 Nusa Tenggara Timur
4,679,316 12.984 13 13 -
14 Nanggroe Aceh Darussalam
4,486,570 12.449 13 13 -
15 Nusa Tenggara Barat
4,416,855 12.255 12 12 -
16 Kalimantan Barat 4,393,239 12.190 12 12 -
17 Bali 3,891,428 10.797 11 11 -
18 Kalimantan Selatan
3,626,119 10.061 10 10 -
19 Kalimantan Timur 3,550,586 9.852 10 10 -
20 Jambi 3,088,618 8.570 9 9 -
21 Papua 2,851,999 7.913 8 8 -
22 Sulawesi Tengah 2,633,420 7.307 7 7 -
23 Sulawesi Utara 2,265,937 6.287 6 6 -
24 Sulawesi Tenggara
2,230,569 6.189 6 6 -
25 Kalimantan Tengah
2,202,599 6.111 6 6 -
26 Bengkulu 1,713,393 4.754 5 5 -
27 Kepulauan Riau 1,685,698 4.677 5 5 -
28 Maluku 1,531,402 4.249 4 4 -
29 Bangka Belitung 1,223,048 3.394 3 3 -
30 Sulawesi Barat 1,158,336 3.214 3 3 -
86
Menyetarakan Nilai Suara:
No ProvinsiPenduduk
2010 (Sensus BPS)
Kuota Kursi
Metode Perhitungan
Selisih Dua
MetodeKuota Divisor
31 Gorontalo 1,038,585 2.882 3 3 -
32 Maluku Utara 1,035,478 2.873 3 3 -
33 Papua Barat 760,855 2.111 2 2 -
Sub Total 100,913,221 280 280 280 -
TOTAL 237,476,363 560 560 -
Meskipun untuk penghitungan alokasi kursi DPR sebanyak 560 kursi tidak terdapat perbedaan hasil antara metode kuota dan metode divisor, namun kajian ini merekomendasikan penggunaan metode divisor untuk penghitungan alokasi kursi DPR ke provinsi. Metode ini secara matematika terbukti lebih adil, dalam arti tidak menguntungkan provinsi berpenduduk besar dan tidak merugikan provinsi berpenduduk sedikit. Dalam praktik, metode ini tidak mengenal paradoks sehingga hasil penghitungannya tidak kontroversial.
B. Kursi Minimal Provinsi
Pertanyaan pokok di sini adalah apakah ada provinsi yang mendapatkan hanya 1 kursi ketika prinsip kesetaraan Jawa dan Luar Jawa diterapkan dengan menggunakan metode divisor? Pertanyaan ini penting karena sistem pemilu proporsional mengharuskan tersedianya kursi jamak (lebih dari 1 kursi) pada setiap daerah pemilihan atau provinsi (yang juga berfungsi sebagai daerah pemilihan).
Sebagaimana tampak pada Tabel 7.3, pada kursi DPR sebanyak 500 kursi, dengan menggunakan metode divisor, DI Yogyakarta mendapatkan 6 kursi atau paling sedikit di antara provinsi di Jawa. Sedang di Luar Jawa, Papua Barat mendapat kursi paling sedikit, yakni 2. Sementara, seperti terlihat pada Tabel 7.4, kursi minimal DI Yogyakarta bertambah menjadi 7 kursi bila kursi DPR sebanyak 560 kursi. Namun hal itu tidak mengubah kursi minimal Papua Barat, tetap 2 kursi. Dengan demikian sistem pemilu proporsional tidak dilanggar karena kursi minimal 2 masih bisa terpenuhi di Papua Barat, provinsi yang penduduknya paling sedikit.
87
Jumlah dan Alokasi Kursi DPR ke Provinsi
Tabel 7.3 Opopov Jawa dan Luar Jawa:
Alokasi Kursi DPR 500 dengan Alokasi Kursi Pemilu 2009
No ProvinsiPenduduk
2010 (Sensus BPS)
Kuota Kursi
Metode Divisor
Kursi 2009
Selisih Divisor Dengan Alokasi
Kursi 20091 Jawa Barat 43,021,826 78.758 79 91 (12)2 Jawa Timur 37,476,011 68.606 69 87 (18)3 Jawa Tengah 32,380,687 59.278 59 77 (18)4 Banten 10,644,030 19.486 19 22 (3)5 DKI Jakarta 9,588,198 17.553 18 21 (3)6 DIY 3,452,390 6.320 6 8 (2)
Sub Total 136,563,142 250 250 306
7 Sumatera Utara 12,985,075 32.169 32 30 28 Sulawesi Selatan 8,032,551 19.900 20 24 (4)9 Lampung 7,596,115 18.818 19 18 1
10 Sumatera Selatan 7,446,401 18.448 18 17 111 Riau 5,543,031 13.732 14 11 312 Sumatera Barat 4,845,998 12.005 12 14 (2)
13Nusa Tenggara Timur
4,679,316 11.592 11 13 (2)
14Nanggroe Aceh Darussalam
4,486,570 11.115 11 13 (2)
15Nusa Tenggara Barat
4,416,855 10.942 11 10 1
16 Kalimantan Barat 4,393,239 10.884 11 10 117 Bali 3,891,428 9.641 10 9 1
18Kalimantan Selatan
3,626,119 8.983 9 11 (2)
19 Kalimantan Timur 3,550,586 8.796 9 8 120 Jambi 3,088,618 7.652 8 7 121 Papua 2,851,999 7.065 7 10 (3)22 Sulawesi Tengah 2,633,420 6.524 6 6 -23 Sulawesi Utara 2,265,937 5.614 6 6 -24 Sulawesi Tenggara 2,230,569 5.526 5 5 -
25Kalimantan Tengah
2,202,599 5.457 5 6 (1)
88
Menyetarakan Nilai Suara:
No ProvinsiPenduduk
2010 (Sensus BPS)
Kuota Kursi
Metode Divisor
Kursi 2009
Selisih Divisor Dengan Alokasi
Kursi 200926 Bengkulu 1,713,393 4.245 4 4 -27 Kepulauan Riau 1,685,698 4.176 4 3 128 Maluku 1,531,402 3.794 4 4 -29 Bangka Belitung 1,223,048 3.030 3 3 -30 Sulawesi Barat 1,158,336 2.870 3 3 -31 Gorontalo 1,038,585 2.573 3 3 -32 Maluku Utara 1,035,478 2.565 3 3 -33 Papua Barat 760,855 1.885 2 3 (1)
Sub Total 100,913,221 250 250 254TOTAL 237,476,363 500 500 560
C. Kekurangan dan Kelebihan KursiSebagaimana dipaparkan pada Bab 3, alokasi kursi DPR ke provinsi pada Pemilu 2004 dan Pemilu 2009 tidak memakai standar jelas, meskipun konstitusi menuntut ditegakkannya prinsip kesetaraan suara. Oleh karena itu perlu dilihat bagaimana perbandingan hasil alokasi kursi Pemilu 2004 dan Pemilu 2009, dengan hasil alokasi yang menerapkan prinsip kesetaraan suara Jawa dan Luar Jawa yang dihitung dengan menggunakan metode divisor.
Tampak pada Tabel 7.3, pada kursi DPR sebanyak 500 kursi, terjadi perbedaan perolehan kursi provinsi, antara penghitungan dengan menggunakan metode divisor dengan hasil alokasi kursi Pemilu 2009. Perbedaan perolehan kursi tersebut terjadi pada hampir semua provinsi, ada yang kelebihan maupun kekurangan kursi.
Di Jawa, semua provinsi mengalami kelebihan: Jawa Timur (18 kursi) Jawa Tengah (18), Jawa Barat (12), Banten (3), DKI Jakarta (3), dan DI Yogyakarta (2). Sedang di Luar Jawa, yang kelebihan kursi adalah Sulawesi Selatan (4 kursi), Papua (3), Sumatera Barat (2), Nusa Tenggara Timur (2), Nanggroe Aceh Darussalam (2), Kalimantan Selatan (2), Kalimantan Tengah (1), dan Papua Barat (1).
89
Jumlah dan Alokasi Kursi DPR ke Provinsi
Tabel 7.3a Setara Jawa dan Luar Jawa:
Perbedaan Alokasi DPR 500 dengan Hasil Pemilu 2009
No. Provinsi Bertambah Tetap Berkurang
1. Jawa Timur -18 menjadi 69
2. Jawa Tengah -18 menjadi 59
3. Jawa Barat -12 menjadi 79
4. Banten -3 menjadi 19
5. DKI Jakarta -3 menjadi 18
6. DI Yogyakarta -2 menjadi 6
Jawa -56
7. Riau +3 menjadi 14
8. Sumatera Utara +2 menjadi 32
9. Lampung +1 menjadi 19
10. Sumatera Selatan +1 menjadi 18
11. Nusa Tenggara Barat +1 menjadi 11
12. Kalimantan Barat +1 menjadi 11
13. Bali +1 menjadi 10
14. Kalimantan Timur +1 menjadi 9
15. Jambi +1 menjadi 8
16. Kepulauan Riau +1 menjadi 4
17. Sulawesi Tengah tetap 6
18. Sulawesi Utaran tetap 6
19. Sulawesi Tenggara tetap 5
20. Bengkulu tetap 4
21. Maluku tetap 4
22. Bangka Belitung tetap 3
23. Sulawesi Barat tetap 3
90
Menyetarakan Nilai Suara:
No. Provinsi Bertambah Tetap Berkurang
24. Gorontalo tetap 3
25. Maluku Utara tetap 3
26. Sulawesi Selatan -4 menjadi 20
27. Papua -3 menjadi 7
28. Sumatera Barat -2 menjadi 12
29. Nusa Tenggara Timur
-2 menjadi 11
30. Aceh Darussalam -2 menjadi 11
31. Kalimantan Selatan -2 menjadi 9
32. Kalimantan Tengah -1 menjadi 5
33. Papua barat -1 menjadi 2
Luar Jawa -4
Jumlah 10 provinsi 9 provinsi 14 provinis
Sementara itu kekurangan kursi terjadi di 10 provinsi, yaitu Sumatera Utara (2), Lampung (1 kursi), Sumatera Selatan (1), Riau (3), Nusa Tenggara Barat (1), Kalimantan Barat (1), Bali (1), Kalimantan Timur (1), Jambi (1), dan Kepulauan Riau (1).
Sedang jumlah kursi tetap terjadi di 9 provinsi, yaitu Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara, Bengkulu, Maluku, Kepulauan Bangka Belitung, Sulawesi Barat, Gorontalo, dan Maluku Utara. Tabel 7.3a memperjelas hal ini.
Bagaimana dengan alokasi kursi DPR sebanyak 560 kursi?
Sebagaimana tampak pada Tabel 7.4, beberapa provinsi di Jawa dan Luar Jawa mengalami kelebihan kursi, yaitu Jawa Tengah (11 kursi) Jawa Timur (10), Jawa Barat (3), Sulawesi Selatan (2), Papua (2), DKI Jakarta (1), DI Yogyakarta (1), Kalimantan Selatan (1) dan Papua Barat (1).
91
Jumlah dan Alokasi Kursi DPR ke Provinsi
Tabel 7.4 Opopov Jawa dan Luar Jawa:
Alokasi Kursi DPR 560 dengan Alokasi Kursi Pemilu 2009
No ProvinsiPenduduk
2010 (Sensus BPS)
Kuota Kursi
Metode Divisor
Kursi 2009
Selisih Divisor Dengan Alokasi
Kursi 2009
1 Jawa Barat 43,021,826 88.209 88 91 (3)
2 Jawa Timur 37,476,011 76.838 77 87 (10)
3 Jawa Tengah 32,380,687 66.391 66 77 (11)
4 Banten 10,644,030 21.824 22 22 -
5 DKI Jakarta 9,588,198 19.659 20 21 (1)
6 DIY 3,452,390 7.079 7 8 (1)
Sub Total 136,563,142 280 280 306
7 Sumatera Utara 12,985,075 36.029 36 30 6
8 Sulawesi Selatan 8,032,551 22.288 22 24 (2)
9 Lampung 7,596,115 21.077 21 18 3
10 Sumatera Selatan 7,446,401 20.661 21 17 4
11 Riau 5,543,031 15.380 15 11 4
12 Sumatera Barat 4,845,998 13.446 14 14 -
13 Nusa Tenggara Timur
4,679,316 12.984 13 13 -
14 Nanggroe Aceh Darussalam
4,486,570 12.449 13 13 -
15 Nusa Tenggara Barat
4,416,855 12.255 12 10 2
16 Kalimantan Barat 4,393,239 12.190 12 10 2
17 Bali 3,891,428 10.797 11 9 2
92
Menyetarakan Nilai Suara:
No ProvinsiPenduduk
2010 (Sensus BPS)
Kuota Kursi
Metode Divisor
Kursi 2009
Selisih Divisor Dengan Alokasi
Kursi 2009
18 Kalimantan Selatan
3,626,119 10.061 10 11 (1)
19 Kalimantan Timur 3,550,586 9.852 10 8 2
20 Jambi 3,088,618 8.570 9 7 2
21 Papua 2,851,999 7.913 8 10 (2)
22 Sulawesi Tengah 2,633,420 7.307 7 6 1
23 Sulawesi Utara 2,265,937 6.287 6 6 -
24 Sulawesi Tenggara 2,230,569 6.189 6 5 1
25 Kalimantan Tengah
2,202,599 6.111 6 6 -
26 Bengkulu 1,713,393 4.754 5 4 1
27 Kepulauan Riau 1,685,698 4.677 5 3 2
28 Maluku 1,531,402 4.249 4 4 -
29 Bangka Belitung 1,223,048 3.394 3 3 -
30 Sulawesi Barat 1,158,336 3.214 3 3 -
31 Gorontalo 1,038,585 2.882 3 3 -
32 Maluku Utara 1,035,478 2.873 3 3 -
33 Papua Barat 760,855 2.111 2 3 (1)
Sub Total 100,913,221 280 280 254
TOTAL 237,476,363 560 560 560
Sedang kekurangan dialami oleh provinsi-provinsi di Luar Jawa, yaitu Sumatera Utara (6 kursi), Sumatera Selatan (4), Riau (4), Lampung (3), Nusa Tenggara Barat (2), Kalimantan Barat (2), Bali (2), Kalimantan Timur (2), Jambi (2), dan Kepulauan Riau (2), serta Sulawesi Tengah (1), Sulawesi Tenggara (1), dan Bengkulu (1 kursi). Sebanyak 11 provinsi jumlah kursinya tidak berubah: Sumatera Barat, Nusa Tenggara Timur, Nanggroe Aceh Darussalam, Sulawesi
93
Jumlah dan Alokasi Kursi DPR ke Provinsi
Utara, Kalimantan Tengah, Maluku, Kepulauan Bangka Belitung, Sulawesi Barat, Gorontalo, Maluku Utara, dan Banten. Tabel 7.4a memperjelas hal ini.
Tabel 7.4a Setara Jawa dan Luar Jawa: Perbedaan Alokasi DPR 560 dengan Hasil
Pemilu 2009
No. Provinsi Bertambah Tetap Berkurang
1. Jawa Tengah -11 menjadi 66
2. Jawa Tengah -10 menjadi 77
3. Jawa Barat -3 menjadi 88
4. DKI Jakarta -1 menjadi 22
5. DI Yogyakarta -1 menjadi 20
6. Banten tetap 22
Total Jawa -26
7. Sumatera Utara +6 menjadi 36
8. Sumatera Selatan +4 menjadi 21
9. Riau +4 menjadi 15
10. Lampung +3 menjadi 21
11. Nusa Tenggara Barat +2 menjadi 12
12. Kalimantan Barat +2 menjadi 12
13. Bali +2 menjadi 11
14. Kalimantan Timur +2 menjadi 10
15. Jambi +2 menjadi 9
16. Kepulauan Riau +2 menjadi 5
17. Sulawesi Tengah +1 menjadi 7
18. Sulawesi Tenggara +1 menjadi 6
19. Bengkulu +1 menjadi 5
20. Sumatera Barat tetap 14
21. Nusa Tenggara Timur
tetap 13
94
Menyetarakan Nilai Suara:
No. Provinsi Bertambah Tetap Berkurang
22. Aceh Darussalam tetap 13
23. Sulawesi Utara tetap 6
24. Kalimantan Tengah tetap 6
25. Maluku tetap 4
26. Bangka Belitung tetap 3
27. Sulawesi Barat tetap 3
28. Gorontalo tetap 3
29. Maluku Utara tetap 3
30. Sulawesi Selatan -2 menjadi 22
31. Papua -2 menjadi 8
32. Kalimantan Selatan -1 menjadi 10
33. Papua Barat -1 menjadi 2
Luar Jawa +26
Jumlah 13 provinsi 11 provinsi 9 proviinsi
Secara umum, baik pada kursi DPR sebanyak 500 maupun 560 kursi, hampir semua provinsi di Luar Jawa mengalami penambahan atau setidaknya tetap, jika prinsip kesetaraan Jawa dan Luar Jawa diterapkan secara konsisten. Kondisi negatif terjadi pada Sulawesi Selatan karena pada kursi DPR 500 sebanyak kelebihan 4 kursi dan pada kursi DPR 560 kelebihan 2 kursi. Hal itu berarti provinsi ini paling diuntungkan oleh alokasi kursi DPR pada Pemilu 2009.
95
Jumlah dan Alokasi Kursi DPR ke Provinsi
BAB 8Penutup
A. KesimpulanUndang-undang yang mengatur penyelenggaraan pemilu harus menegakkan prinsip kesetaraan suara atau one man, one person, one vote (OPOVOV) dalam menentukan jumlah dan alokasi kursi DPR ke provinsi. Jika tidak, masalah ini akan berujung ke persidangan sengketa di Mahkamah Konstitusi karena hal ini menyangkut hak konstitusional warga negara.
Dalam perspektif hak warga negara, kesetaraan suara adalah perwujudan asas persamaan kedudukan warga negara dalam hukum dan pemerintahan. UUD 1945 mengakui bahwa “Segala warga negara bersamaan kedudukannya dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.” Konstitusi juga menegaskan bahwa DPR mewakili rakyat. Huruf “R” dalam DPR menunjukkan bahwa DPR mewakili penduduk atau orang sehingga setiap anggota DPR harus mewakili jumlah penduduk yang sama.
Dalam rangka menjaga stabilitas politik nasional, rezim Orde Baru menerapkan konsep politik keseimbangan Jawa dan Luar Jawa untuk menghasilkan wakil-wakil rakyat di DPR. Saat itu DPR adalah satu-satunya lembaga perwakilan, yang di dalamnya terdapat anggota ABRI yang ditunjuk. Jika konsep keseimbangan politik Jawa dan Luar Jawa ini dipertahankan (dengan asumsi bahwa konsep itu tidak bertentangan dengan konstitusi), konsekuensinya adalah konsep itu harus diterapkan secara konsisten, yakni membagi 50 persen kursi DPR untuk Jawa dan 50 persen kursi lainnya untuk Luar Jawa. Selanjutnya alokasi kursi dihitung berdasarkan prinsip kesetaraan suara atau OPOVOV Jawa dan Luar Jawa agar “pengorbanan” penduduk Jawa dinikmati secara merata oleh penduduk Luar Jawa.
Penggunaan metode kuota penduduk 1 kursi DPR untuk menetapkan jumlah penduduk berimplikasi pada terus bertambahnya kursi DPR mengikuti bertambahnya jumlah penduduk. Jika metode ini terus dipertahankan, tidak bisa dibayangkan berapa jumlah anggota DPR pada masa-masa depan. Di satu pihak, hal ini akan mengganggu hubungan wakil rakyat dengan konstituennya karena daerah pemilihan tempat konstituen berada selalu
96
Menyetarakan Nilai Suara:
berubah-ubah akibat bertambahnya jumlah kursi DPR. Di lain pihak, terus bertambahnya anggota DPR akan menyulitkan pengambilan keputusan karena semakin banyak anggota DPR akan menyebabkan semakin panjang pula proses pengambilan keputusan.
Selain itu, jumlah anggota DPR yang terus bertambah berdampak pada membengkaknya anggaran negara untuk memfasilitasi DPR. Oleh karena itu, penggunaan metode kuota penduduk 1 kursi DPR untuk menetapkan jumlah DPR harus ditinggalkan dan digantikan dengan metode fixed seats sebagaimana sudah dipraktikkan banyak negara.
Pada Pemilu 1999, Pemilu 2004, dan Pemilu 2009, alokasi kursi DPR ke provinsi tidak menggunakan standar yang jelas. Di satu sisi, konsep keseimbangan politik Jawa dan Luar Jawa mulai ditinggalkan; namun di sisi lain, alokasi kursi tidak menggunakan formula yang bersandar pada prinsip kesetaraan suara dengan metode matematika yang rasional dan adil. Alokasi kursi lebih merupakan hasil negosiasi politik. Akibatnya proses alokasi kursi menghasilkan ketidakadilan dan ketidakpastian hukum. Sejumah provinsi mendapatkan kursi melebihi dari yang semestinya, sementara provinsi lain menerima kursi kurang dari yang seharusnya. Selain itu, implementasi alokasi kursi menimbulkan perdebatan karena rumusan pasal-pasal undang-undang yang multitafsir dan kontradiktif.
B. Rekomendasi
Dalam mengalokasi kursi DPR ke provinsi (yang dilanjutkan dengan pembentukan daerah pemilihan), sebaiknya digunakan data sensus penduduk terakhir. Karena sensus penduduk dilakukan 10 tahun sekali, sedang pemilu dilakukan 5 tahun sekali; keluarnya data sensus penduduk dapat digunakan untuk mengevaluasi alokasi kursi dan pembentukan daerah pemilihan secara rutin setiap dua kali penyelenggaraan pemilu. Data sensus penduduk lebih dipercaya akurasinya karena diproduksi oleh lembaga yang independen dan kompeten.
Penentuan jumlah kursi DPR tidak lagi menggunakan metode kuota penduduk 1 kursi DPR, melainkan menggunakan metode fixed seats. Metode ini lebih menjamin terciptanya hubungan konstan antara wakil rakyat dengan konstituen. Jumlah anggota DPR yang tidak berubah-ubah memastikan pembakuan mekanisme dan prosedur kerja DPR sehingga memudahkan
97
Jumlah dan Alokasi Kursi DPR ke Provinsi
pengambilan keputusan. Selain itu, hal tersebut juga memudahkan sistem perencanaan dan menghindari pembengkakan anggaran negara.
Jumlah kursi DPR sebaiknya dikembalikan ke 500 kursi. Peningkatan jumlah kursi DPR dari 500 pada Pemilu 1999, menjadi 550 kursi pada Pemilu 2004, dan bertambah lagi menjadi 560 kursi pada Pemilu 2009; terbukti gagal mendorong peningkatan kinerja DPR. Jika dibandingkan kinerja DPR dengan 550 dan 560 kursi, kinerja DPR dengan 500 kursi jauh lebih bagus, baik dalam bidang pengawasan, legislasi, maupun penganggaran. Jumlah kursi DPR 500 pada Pemilu 1999 terbukti mampu menampung dinamika politik masyarakat serta mampu menampung keragaman politik. Selain itu, kursi DPR 500 juga memudahkan pengambilan keputusan dan menghemat anggaran.
Dalam mengalokasikan kursi DPR ke suatu provinsi atau negara bagian, penggunaan metode kuota memiliki banyak kelemahan karena menimbulkan paradoks jumlah kursi, paradoks jumlah penduduk, dan paradoks provinsi baru. Banyak negara meninggalkan metode kuota dan sebagai gantinya beralih ke metode divisor. Secara matematika, implementasi prinsip kesetaraan suara atau OPOVOV dengan metode divisor lebih menjamin keadilan dan kepastian hukum.
Kajian ini merekomendasikan penggunaan metode divisor dengan bilangan pembagi 1, 3, 5, 7 ... dan seterusnya, dalam mengalokasikan 500 kursi DPR ke provinsi-provinsi. Hasil simulasi 500 kursi DPR ke 33 provinsi menunjukkan bahwa penggunaan metode ini menghasilkan kursi minimal 2 pada 4 provinsi sehingga tidak menyalahi penggunaan sistem pemilu proporsional yang mengharuskan adanya kursi jamak pada setiap daerah pemilihan atau provinsi yang berfungsi sebagai daerah pemilihan. Selengkapnya, hasil alokasi kursi DPR sebanyak 500 kursi ke 33 provinsi dengan menggunakan metode divisor dapat dilihat pada Tabel 8.1
98
Menyetarakan Nilai Suara:
Tabel 8.1 Jumlah dan Alokasi Kursi DPR 500
OPOPOV Nasional
No Provinsi Penduduk 2010 (Sensus BPS)
KuotaKursi
AlokasiKursi
1 Jawa Barat 43,021,826 90.581 912 Jawa Timur 37,476,011 78.905 793 Jawa Tengah 32,380,687 68.177 684 Sumatera Utara 12,985,075 27.340 275 Banten 10,644,030 22.411 226 DKI Jakarta 9,588,198 20.188 207 Sulawesi Selatan 8,032,551 16.912 178 Lampung 7,596,115 15.993 169 Sumatera Selatan 7,446,401 15.678 16
10 Riau 5,543,031 11.671 1211 Sumatera Barat 4,845,998 10.203 1012 Nusa Tenggara Timur 4,679,316 9.852 1013 Nanggroe Aceh Darussalam 4,486,570 9.446 914 Nusa Tenggara Barat 4,416,885 9.300 915 Kalimantan Barat 4,393,239 9.250 916 Bali 3,891,428 8.193 817 Kalimantan Selatan 3,626,119 7.635 818 Kalimantan Timur 3,550,586 7.476 719 DIY 3,452,390 7.269 720 Jambi 3,088,618 6.503 621 Papua 2,851,999 6.005 622 Sulawesi Tengah 2,633,420 5.545 623 Sulawesi Utara 2,265,937 4.771 524 Sulawesi Tenggara 2,230,569 4.696 525 Kalimantan Tengah 2,202,599 4.638 526 Bengkulu 1,713,393 3.608 427 Kepulauan Riau 1,685,698 3.549 428 Maluku 1,531,402 3.224 329 Kepulauan Bangka Belitung 1,223,048 2.575 330 Sulawesi Barat 1,158,336 2.439 231 Gorontalo 1,038,585 2.187 232 Maluku Utara 1,035,478 2.180 233 Papua Barat 760,855 1.602 2
Jumlah 237,476,393 500 500
99
Jumlah dan Alokasi Kursi DPR ke Provinsi
Daftar Pustaka
Andrew, Reynold, dan Ben Reilly dkk, (terj.), Sistem Pemilu Jakarta: Internastional IDEA, 2002.
Balinski, Michel L and Young Peyton, Fair Representation:Meeting the Ideal of One Man, One Vote, Second Edition, Washington: Brooking Institution Press, 2001.
Feith, Herbert, Pemilihan Umum 1955 di Indonesia, Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 1999.
Haris, Syamsuddin, Menggugat Pemilihan Umum Orde Baru, Jakarta: Yayasan Obor, 1998.
Kartawidjaja, Pipit R., Matematika Pemilu, Jakarta: INSIDE, 2004.
Kartawidjaja, Pipit R. dan Sidik Pramono, Akal-akalan Daerah Pemilihan, Jakarta: Perludem, 2007.
Liddle, William, Pemilu-pemilu Orde Baru: Pasang Surat Kekuasaan Politik, Jakarta: LP3ES, 1993.
Panitia Pemilihan Indonesia, Indonesia Memilih: Pemilihan Umum di Indonesia Jang Pertama untuk Memilih Anggota Dewan Perwakilan Rakjat dan Konstituante, Djakarta: Penitia Pemilihan Indonesia, 1956.
Panitia Pengawas Pemilihan Umum, Laporan Pengawasan Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah: Buku 3 Laporan Pengawasan Pemilu Per Tahapan, Jakarta: Panitia Pengawas Pemilihan Umum, 2004.
Reynolds, Andrew, dan Ben Reilly dkk, (terj.), Sistem Pemilu, Jakarta: International IDEA, 2002.
Taagepera, Rein dan Mattew S Shugart, Limiting Frames of Political Games: Logical Quantitative Models of Size, Growth and Distribution, Irvine: Center for the Study of Democracy, University of California, 2002.
100
Menyetarakan Nilai Suara:
Tim Kajian Perludem, Alokasi Kursi dan Daerah Pemilihan, naskah tidak diterbitkan, 2007.
Kompas, 16 April 2011
Kompas, 7 April 1999.
Suara Merdeka 14 April 1999
101
Jumlah dan Alokasi Kursi DPR ke Provinsi
Lampiran 1
Daftar Isian Masalah UU No. 12/2004 dan UU No. 10/200No 1
ISU Penetapan Jumlah Kursi DPR
UU NO.12/2003 Pasal 47Jumlah kursi DPR ditetapkan sebanyak 550 (lima ratus lima puluh)
UU NO. 10/2008 Pasal 21Jumlah kursi anggota DPR ditetapkan sebanyak 560 (lima ratus enam puluh).banyak
PERMASALAHAN 1. Penetapan jumlah kursi DPR 550 dan 560 menimbulkan masalah implementasi karena ketentuan lain juga menganut formula kuota.
2. Jumlah kursi DPR yang berubah-ubah menyulitkan hubungan wakil rakyat dengan keonstituen karena jumlah kursi yang terus berubah juga berdampak pada perubahan jumlah kursi di provinsi dan daerh pemilihan.
3. Jumlah kursi DPR 550 dan 560 terbukti tidak meningkatkan kinerja DPR, jika dibandingkan dengan jumlah kursi DPR 500. Jumlah 550 dan 560 hanya menambah beban anggaran.
SOLUSI 1. Jumlah kursi DPR ditetapkan dengan satu metode, yaitu metode fixed seats, dengan menetapkan 500 kursi.
2. Kursi DPR 500 terbukti mampu menampung dinamika politik dan keragaman politik.
3. Kursi DPR 500 terbukti menunjukkan kinerja baik, dan menghemat anggaran
KETENTUAN BARU Jumlah kursi anggota DPR ditetapkan sebanyak 500 (lima ratus).
102
Menyetarakan Nilai Suara:
No 2
ISU Alokasi Kursi DPR ke Provinsi
UU NO.12/2003 Pasal 48(1) Jumlah kursi anggota DPR untuk setiap provinsi ditetapkan berdasarkan
jumlah penduduk dengan memperhatikan perimbangan yang wajar.(2) Tata cara perhitungan jumlah kursi anggota DPR untuk setiap Provinsi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh KPU.
Pasal 46(1) Pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/
Kota, masing-masing ditetapkan Daerah Pemilihan sebagai berikut:a. Daerah Pemilihan anggota DPR adalah Provinsi atau bagian-bagian
Provinsi;b. Daerah Pemilihan anggota DPRD Provinsi adalah Kabupaten/Kota atau
gabungan Kabupaten/Kota sebagai daerah Pemilihan;c. Daerah Pemilihan anggota DPRD Kabupaten/Kota adalah Kecamatan
atau gabungan Kecamatan sebagai daerah Pemilihan.(2) Penetapan daerah pemilihan anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD
Kabupaten/Kota ditentukan oleh KPU dengan ketentuan setiap daerah pemilihan mendapatkanalokasi kursi antara 3 (tiga) sampai dengan 12 (dua belas) kursi.
Penjelasan Pasal 48Ayat (1)Yang dimaksud dengan perimbangan yang wajar dalam ayat ini adalah :a. alokasi kursi provinsi dihitung berdasarkan tingkat kepadatan penduduk
dengan kuota setiap kursi maksimal 425.000 untuk daerah yang tingkat kepadatan penduduknya tinggi dan kuota setiap kursi minimum 325.000 untuk daerah yang tingkat kepadatan penduduknya rendah;
b. jumlah kursi pada setiap provinsi dialokasikan tidak kurang dari jumlah kursi provinsi sesuai pada Pemilu 1999;
c. provinsi baru hasil pemekaran setelah Pemilu 1999 memperoleh alokasi sekurang-kurangnya 3 (tiga) kursi.
UU NO. 10/2008 Pasal 22(1) Daerah pemilihan anggota DPR adalah provinsi atau bagian provinsi.(2) Jumlah kursi setiap daerah pemilihan anggota DPR paling sedikit 3 (tiga)
kursi dan paling banyak 10 (sepuluh) kursi.(3) Penentuan daerah pemilihan anggota DPR dilakukan dengan mengubah
ketentuan daerah pemilihan pada Pemilu 2004 berdasarkan ketentuan pada ayat (2).
(4) Daerah pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan lampiran yang tidak terpisahkan dari Undang-Undang ini.
103
Jumlah dan Alokasi Kursi DPR ke Provinsi
PERMASALAHAN 1. Penetapan jumlah anggota DPR (550 dan 560), yang diikuti dengan alokasi kursi DPR ke provinsi berdasar jumlah penduduk, menimbulkan kesulitan implementasi.
2. Penggunaan metode kuota yang dibatasi dengan ketentuan-ketenuan yang tidak jelas (“memperhati-kan jumlah perimbangan yang wajar”), menimbulkan multitafsir pada saat implementasi.
3. Metode pembagian seperti itu menimbulkan ketidakadilan dan ketidakpastian hukum. Beberapa provinsi mendapatkan kursi lebih dari yang semestinya, sementarra beberapa provinsi lain menerima kursi kurang dari yang seharusnya.
4. Untuk menyederhankan jumlah partai politik di parlemen, maka jumlah kursi DPR pada setiap daerah pemilihan (atau provinsi yang juga berfungsi sebagai daerah pemilih) harus diturunkan, dari 3-10 menjadi 2-6.
5. Daerah pemilihan adalah provinsi atau bagian provinsi. Kata “bagian provinsi” tidak harus diterjemahkan sebagai kabupaten/kota atau gabungan kabupaten/kota. Sebab untuk fleksibilitas pembentukan daerah pemilihan, kabupaten/kota bisa dipecah menjadi kecamtan atau gabungan kecamatan. Anggota DPR mewakili penduduk, sehingga tidak perlu disulitkan dengan pembatasan wilayah adiminitrasi, sebatas masih dalam lingkung satu provinsi.
SOLUSI 1. Jumlah kursi DPR di-fixed seats-kan menjadi 500, dengan tidak menyertakan ketentuan kuota 1 kursi DPR.
2. Alokasi kursi DPR ke provinsi ditetapkan berdasarkan jumlah penduduk dengan menggunakan metode divisor varian Webster.
3. Bilangan pembagi itu adalah 1, 3, 5, 7, ... dst yang digunakan untuk membagi alokasi kursi, dengan melihat nomor rangking tertinggi atas hasil pembagian biolangan tersebut.
KETENTUAN BARU 1. Alokasi kursi DPR ke provinsi ditetapkan berdasarkan jumlah penduduk, dengan menggunakan metode divisor atau bilangan pembagi.
2. Bilangan pembagi yang dimaksud adalah 1, 3, 5, 7, ... dan seterusnya, yang digunakan untuk membagi jumlah penduduk setiap provinsi untuk mendapatkan bilangan tertinggi.
3. Bilangan tertinggi tersebut dirangking dari 1 sampai 500 yang tiap-tiang angka rangkingya menunjukkan kursi yang terdapat pada provinsi.
4. Jumlah angka rangking tertinggi yang diterima provinsi menjukkan jumlah kursi yang diterima provinsi tersebut.
Penjelasan:Tata Cara Alokasi Kursi DPR 500:1. Masukkan nama-nama provinsi, mulai dari Aceh Darussalam sampai dengan
Papua Barat ke dalam kolom-kolom ke arah kana.2. Masukkan jumlah penduduk masing-masing provinsi pada baris kedua.3. Pada baris ketiga, bagilah jumlah penduduk masing-masing provinsi dengan
bilangan 1; pada baris keempat, bagilah angka pada baris ketiga dengan bilangan 3; pada baris kelima, bagilah angka pada baris keempat dengan bilangan 5; pada baris keenam bagilah angka baris kelima dengan bilangan 7, demikian seterusnya sampai angka pada setiap kolom provinsi tidak bisa dibagi lagi.
4. Tandailah bilangan tertinggi pertama dengan rangking 1, bilangin tetinggi kedua dengan rangking 2, bilangan tertinggi ketiga dengan rangking 3, dan setersunya sampai rangking 500.
5. Hitunglah jumlah rangking yang didapatkan pada setiap kolom provinsi. Jumlah inilah yang menunjukan jumlah kursi yang diterima setiap provinsi.
104
Menyetarakan Nilai Suara:
Lampiran 2
Draf RUU Perubahan Undang-undang Nomor 10 tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD dan DPRD
NO. ISU/BAB/BAGIAN PASAL KETENTUAN
01. Jumlah kursi Jumlah kursi anggota DPR ditetapkan sebanyak 500 (lima ratus).
02. Alokasi kursi DPR ke Provinsi
1. Alokasi kursi DPR ke provinsi ditetapkan berdasarkan jumlah penduduk, dengan menggunakan metode divisor atau bilangan pembagi.
2. Bilangan pembagi yang dimaksud adalah 1, 3, 5, 7, ... dan seterusnya, yang digunakan untuk membagi jumlah penduduk setiap provinsi untuk mendapatkan bilangan tertinggi.
3. Bilangan tertinggi tersebut dirangking dari 1 sampai 500 yang tiap-tiang angka rangkingya menunjukkan kursi yang terdapat pada provinsi.
4. Jumlah angka rangking tertinggi yang diterima provinsi menjukkan jumlah kursi yang diterima provinsi tersebut.
Penjelasan:Tata Cara Alokasi Kursi DPR 500:1. Masukkan nama-nama provinsi, mulai dari Aceh Darussalam
sampai dengan Papua Barat ke dalam kolom-kolom ke arah kana.
2. Masukkan jumlah penduduk masing-masing provinsi pada baris kedua.
3. Pada baris ketiga, bagilah jumlah penduduk masing-masing provinsi dengan bilangan 1; pada baris keempat, bagilah angka pada baris ketiga dengan bilangan 3; pada baris kelima, bagilah angka pada baris keempat dengan bilangan 5; pada baris keenam bagilah angka baris kelima dengan bilangan 7, demikian seterusnya sampai angka pada setiap kolom provinsi tidak bisa dibagi lagi.
4. Tandailah bilangan tertinggi pertama dengan rangking 1, bilangin tetinggi kedua dengan rangking 2, bilangan tertinggi ketiga dengan rangking 3, dan setersunya sampai rangking 500.
Hitunglah jumlah rangking yang didapatkan pada setiap kolom provinsi. Jumlah inilah yang menunjukan jumlah kursi yang diterima setiap provinsi.
105
Jumlah dan Alokasi Kursi DPR ke Provinsi
Lampiran 3
Pengaturan Alokasi Kursi dan Daerah Pemilihan Pemilu 1955 dan Pemilu Orde Baru
1. UU No. 7/1953 untuk Pemilu 1955.
2. UU No. 15/1969 untuk Pemilu 1971, Pemilu 1977, Pemilu 1982, Pemilu 1987, Pemilu 1992 dan Pemilu 1997.
UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1953 TENTANG PEMILIHAN ANGGOTA KONSTITUANTE DAN ANGGOTA
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
BAB III TENTANG DAERAH-PEMILIHAN DAN
DAERAH-PEMUNGUTAN SUARA
Pasal 15
(1) Untuk pemilihan anggota Konstituante dan pemilihan anggota Dewan Perwakilan Rakyat, maka daerah Indonesia dibagi dalam:1. daerah-pemilihan Jawa Timur;2. daerah-pemilihan Jawa Tengah;3. daerah-pemilihan Jawa Barat;4. daerah-pemilihan Jakarta Raya;5. daerah-pemilihan Sumatera Selatan;6. daerah-pemilihan Sumatera Tengah;7. daerah-pemilihan Sumatera Utara;8. daerah-pemilihan Kalimantan Barat;9. daerah-pemilihan Kalimantan Selatan;10. daerah-pemilihan Kalimantan Timur;11. daerah-pemilihan Sulawesi Utara-Tengah;12. daerah-pemilihan Sulawesi Tenggara-Selatan;13. daerah-pemilihan Maluku,14. daerah-pemilihan Sunda-Kecil Timur;15. daerah-pemilihan Sunda-Kecil Barat;16. daerah-pemilihan Irian Barat;
106
Menyetarakan Nilai Suara:
yang masing-masing meliputi:1. wilayah Propinsi Jawa Timur;2. wilayah Propinsi Jawa Tengah, termasuk Daerah Istimewa
Yogyakarta;3. wilayah Propinsi Jawa Barat;4. wilayah Kotapraja Jakarta Raya;5. wilayah Propinsi Sumatera Selatan;6. wilayah Propinsi Sumatera Tengah;7. wilayah Propinsi Sumatera Utara;8. Kalimantan Barat, yaitu wilayah Karesidenan (administratif)
Kalimantan Barat;9. Kalimantan Selatan, yaitu wilayah Karesidenan (administratif)
Kalimantan Selatan;10. Kalimantan Timur, yaitu wilayah Karesidenan (administratif)
Kalimantan Timur;11. wilayah Daerah Sangihe dan Talaud, Daerah Minahasa, Daerah
Sulawesi Utara, Daerah Donggala dan Daerah Poso;12. wilayah Daerah Luwu, Daerah Mandar, Daerah Pare-Pare,
Daerah Makasar, Kota Makasar, Daerah Bone, Daerah Bonthain dan Daerah Sulawesi Tenggara;
13. wilayah Propinsi Maluku;14. bahagian wilayah Propinsi Sunda-Kecil yang dahulu merupakan
Karesidenan Timor dan pulau-pulau sekitarnya;15. bahagian wilayah Propinsi Sunda-Kecil yang dahulu merupakan
Keresidenan Bali dan Lombok;16. wilayah Irian Barat.
(2) Masing-masing daerah-pemilihan memilih anggota Konstituante dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat, yang jumlahnya seimbang dengan jumlah penduduk warganegaranya.
Pasal 16
Tiap-tiap kecamatan merupakan daerah-pemungutan suara dari daerah-pemilihan yang melingkungi kecamatan itu.
Daerah-pemungutan suara disebut dengan nama tempat-kedudukan badan penyelenggara pemilihan di daerah itu.
107
Jumlah dan Alokasi Kursi DPR ke Provinsi
UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1969 TENTANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA-ANGGOTA BADAN
PERMUSYAWARATAN/ PERWAKILANRAKYAT
BAB II DAERAH PEMILIHAN DAN JUMLAH KURSI
Pasal 4
(1) a. Untuk pemilihan anggota DPR, daerah pemilihan adalah Daerah Tingkat I;
b. Untuk pemilihan anggota DPRD I, Daerah Tingkat I merupakan 1 (satu) daerah pemilihan;
c. Untuk pemilihan anggota DPRD II, Daerah Tingkat II merupakan 1 (satu) daerah pemilihan;
(2) Warganegara Republik Indonesia yang berada di luar negeri dianggap penduduk daerah pemilihan dimana berdiri gedung Departemen Luar Negeri Republik Indonesia.
Pasal 5
(1) Jumlah anggota DPR yang dipilih bagi tiap daerah pemilihan ditetapkan berdasarkan imbangan jumlah penduduk yang terdapat dalam daerah pemilihan tersebut.
(2) Hal yang termaktub dalam ayat (1) tidak mengurangi ketentuan bahwa:
a. jumlah wakil dalam tiap daerah pemilihan sekurang-kurangnya sama dengan jumlah Daerah Tingkat II, yang ada dalam daerah pemilihan yang bersangkutan;online.com
b. tiap Daerah Tingkat II sekurang-kurangnya mempunyai seorang wakil.
108
Menyetarakan Nilai Suara:
(3) Untuk keperluan pemilihan Umum, Menteri Dalam Negeri dapat menetapkan pembagian Daerah Tingkat I yang belum terbagi dalam Daerah Tingkat II, dalam daerah-daerah administratif yang setingkat dengan Daerah Tingkat II.
(4) Jumlah anggota dalam daerah pemilihan yang terbagi dalam daerah-daerah administratif seperti yang termaksud dalam ayat (3) ditetapkan 8 (delapan) anggota tanpa mengurangi jiwa ketentuan ayat (1) dan ayat (2) sub b.
(5) Jumlah anggota DPRD yang dipilih ditetapkan berdasarkan ketentuan Undang-undang tentang Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat Daerah.
Pasal 6
Jumlah anggota D.P.R. yang dipilih dalam pemilihan umum di Jawa ditentukan seimbang dengan jumlah anggota yang dipilih diluar Jawa.
109
Jumlah dan Alokasi Kursi DPR ke Provinsi
Lampiran 4
Pengaturan Alokasi Kursi dan Daerah Pemilihan Pemilu 1999, Pemilu 2004 dan Pemilu 2009
1. UU No. 3/1999 untuk Pemilu 1999.2. UU No. 12/2003 untuk Pemilu 2004.3. UU No. 10/2008 untuk Pemilu 2009.
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1999 Tentang Pemilihan Umum
BAB II DAERAH PEMILIHAN DAN JUMLAH KURSI
Pasal 3(1) Untuk pemilihan anggota DPR, DPRD I, dan DPRD II masing-masing
ditetapkan Daerah Pemilihan sesuai dengan tingkatannya.
(2) a. Untuk pemilihan anggota DPR, Daerah Pemilihannya adalah Daerah Tingkat 1;
b. Untuk pemilihan anggota DPRD I, Daerah Tingkat I merupakan satu Daerah Pemilihan;
c. Untuk pemilihan anggota DPRD II, Daerah Tingkat II merupakan satu Daerah Pemilihan;
Pasal 4
(1) Jumlah kursi Anggota DPR untuk setiap Daerah Pemilihan ditetapkan berdasarkan pada jumlah penduduk di daerah Tingkat I, dengan ketentuan setiap Daerah Tingkat II mendapat sekurang-kurangnya l (satu) kursi.
(2) Jumlah kursi Anggota DPR di masing-masing Daerah Pemilihan ditetapkan oleh KPU.
110
Menyetarakan Nilai Suara:
Pasal 5
(1) Jumlah kursi Anggota DPRD l ditetapkan sekurang-kurangnya 45 (empat puluh lima) dan sebanyak-banyaknya 100 (seratus)
(2) Jumlah kursi Anggota DPRD I sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada jumlah penduduk di Daerah Tingkat I, dengan ketentuan sebagai berikut
a. Daerah Tingkat I yang jumlah penduduknya sampai dengan 3.000.000 (tiga juta) jiwa mendapat 45 (empat puluh lima) kursi;
b. Daerah Tingkat I yang jumlah penduduknya 3.000.001 (tiga juta satu) sampai dengan 5.000.000 (lima juta) jiwa mendapat 55 (lima puluh lima) kursi;
c. Daerah Tingkat I yang jumlah penduduknya 5.000.001 (lima juta satu) sampai dengan 7.000.000 (tujuh juta) jiwa mendapat 65 (enam puluh lima) kursi;
d. Daerah Tingkat I yang jumlah penduduknya 7.000.001 (tujuh juta satu) sampai dengan 9.000.000 (sembilan juta) jiwa mendapat 75 (tujuh puluh lima) kursi;
e. Daerah Tingkat I yang jumlah penduduknya 9.000.001 (sembilan juta satu) sampai dengan 12.000.000 (dua belas juta) jiwa mendapat 85 (delapan puluh lima) kursi;
f. Daerah Tingkat l yangjumlah penduduknya di atas 12.000.000 (dua belas juta) jiwa mendapat l 00 (seratus) kursi;
(3) Setiap Daerah Tingkat II mendapat sekurang-kurangnya I (satu) kursi untuk Anggota DPRD I.
(4) Penetapan jumlah kursi Anggota DPRD l untuk setiap Daerah Pemilihan ditetapkan oleh KPU.
111
Jumlah dan Alokasi Kursi DPR ke Provinsi
Pasal 6
(1) Jumlah kursi Anggota DPRD II ditetapkan sekurang-kurangnya 20 (dua puluh) dan sebanyak-banyaknya 45 (empat puluh lima).
(2) Jumlah kursi Anggota DPRD 11 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada jumiah penduduk di Daerah TIngkat II, dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Daerah Tingkat II yang jumiah penduduknya sampai dengan 100.000 (seratus ribu) jiwa mendapat 20 (dua puluh) kursi;
b. Daerah Tingkat 11 yangjumlah penduduknya l00 00l (seratus ribu satu) sampai dengan 200.000 (dua ratus ribu) jiwa mendapat 25 puluh lima) kursi;
c. Daerah Tingkat II yang jumlah penduduknya 200.001 (dua ratus ribu satu) sampai dengan 300.000 (tiga ratus ribu)jiwa mendapat 30 (tiga puluh) kursi;
d. Daerah Tingkat 11 yang jumiah penduduknya 300.001 (tiga ratus ribu satu) sampai dengan 400.000 (empat ratus ribu)jiwa mendapat 35 (tiga puluh lima) kursi;
e. Daerah Tingkat II yang jumlah penduduknya 400.001 (empat ratus ribu satu) sampai dengan 500.000 (lima ratus ribu) jiwa mendapat 40 (empat puluh) kursi;
f. Daerah Tingkat II yang jumlah penduduknya di atas 500.000 (lima ratus ribu) jiwa mendapat 45 (empat puluh lima) kursi;
(3) Setiap wilayah kecamatan mendapat sekurang-kurangnya l (satu) kursi untuk Anggota DPRD II.
(4) Penetapan jumlah kursi untuk setiap Daerah Pemilihan Anggota DPRD II ditentukan oleh KPU
112
Menyetarakan Nilai Suara:
Pasal 7
Jumlah Anggota DPR, DPRD I, dan DPRD II ditetapkan berdasarkan ketentuan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1999 tentang Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
UNDANG-UNDANG 12 TAHUN 2003 TENTANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN
PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
BAB V DAERAH PEMILIHAN DAN JUMLAH KURSI
Bagian Pertama
Daerah Pemilihan dan Jumlah Kursi Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota
Pasal 46(1) Pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD
Kabupaten/Kota, masing-masing ditetapkan Daerah Pemilihan sebagai berikut:
a. Daerah Pemilihan anggota DPR adalah Provinsi atau bagian-bagian Provinsi;
b. Daerah Pemilihan anggota DPRD Provinsi adalah Kabupaten/Kota atau gabungan Kabupaten/Kota sebagai daerah Pemilihan;
c. Daerah Pemilihan anggota DPRD Kabupaten/Kota adalah Kecamatan atau gabungan Kecamatan sebagai daerah Pemilihan.
(2) Penetapan daerah pemilihan anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota ditentukan oleh KPU dengan ketentuan
113
Jumlah dan Alokasi Kursi DPR ke Provinsi
setiap daerah pemilihan mendapatkanalokasi kursi antara 3 (tiga) sampai dengan 12 (dua belas) kursi.
Pasal 47
Jumlah kursi DPR ditetapkan sebanyak 550 (lima ratus lima puluh).
Pasal 48
(1) Jumlah kursi anggota DPR untuk setiap provinsi ditetapkan berdasarkan jumlah penduduk dengan memperhatikan perimbangan yang wajar.
(2) Tata cara perhitungan jumlah kursi anggota DPR untuk setiap Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh KPU.
Pasal 49
(1) Jumlah kursi anggota DPRD Provinsi ditetapkan sekurang-kurangnya 35 (tiga puluh lima) kursi dan sebanyak-banyaknya 100 (seratus) kursi.
(2) Jumlah kursi anggota DPRD Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada jumlah penduduk provinsi yang bersangkutan dengan ketentuan:
a. provinsi dengan jumlah penduduk sampai dengan 1.000.000 (satu juta) jiwa mendapat 35 (tiga puluh lima) kursi;
b. provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari 1.000.000 (satu juta) sampai dengan 3.000.000 (tiga juta) jiwa mendapat 45 (empat puluh lima) kursi;
c. provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari 3.000.000 (tiga juta) sampai dengan 5.000.000 (lima juta) jiwa mendapat 55 (lima puluh lima) kursi;
d. provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari 5.000.000 (lima juta) sampai dengan 7.000.000 (tujuh juta) jiwa mendapat 65 (enam puluh lima) kursi;
114
Menyetarakan Nilai Suara:
e. provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari 7.000.000 (tujuh juta) sampai dengan 9.000.000 (sembilan juta) jiwa mendapat 75 (tujuh puluh lima) kursi;
f. provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari 9.000.000 (sembilan juta) sampai dengan 12.000.000 (dua belas juta) jiwa mendapat 85 (delapan puluh lima) kursi;
g. provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari 12.000.000 (dua belas juta) jiwa mendapat 100 (seratus) kursi.
(3) Jumlah kursi anggota DPRD setiap provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh KPU.
Pasal 50
(1) Jumlah kursi anggota DPRD Kabupaten/Kota ditetapkan sekurang-kurangnya 20 (dua puluh) kursi dan sebanyakbanyaknya 45 (empat puluh lima) kursi.
(2) Jumlah kursi anggota DPRD Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada jumlah penduduk di kabupaten/kota dengan ketentuan:
a. kabupaten/kota dengan jumlah penduduk sampai dengan 100.000 (seratus ribu) jiwa mendapat 20 (dua puluh) kursi;
b. kabupaten/kota dengan jumlah penduduk lebih dari 100.000 (seratus ribu) sampai dengan 200.000 (dua ratus ribu) jiwa mendapat 25 (dua puluh lima) kursi;
c. kabupaten/kota dengan jumlah penduduk lebih dari 200.000 (dua ratus ribu) sampai dengan 300.000 (tiga ratus ribu) jiwa mendapat 30 (tiga puluh) kursi;
d. kabupaten/kota dengan jumlah penduduk lebih dari 300.000 (tiga ratus ribu) sampai dengan 400.000 (empat ratus ribu) jiwa mendapat 35 (tiga puluh lima) kursi;
115
Jumlah dan Alokasi Kursi DPR ke Provinsi
e. kabupaten/kota dengan jumlah penduduk lebih dari 400.000 (empat ratus ribu) sampai dengan 500.000 (lima ratus ribu) jiwa mendapat 40 (empat puluh) kursi;
f. kabupaten/kota dengan jumlah penduduk lebih dari 500.000 (lima ratus ribu) jiwa mendapat 45 (empat puluh lima) kursi.
(3) Jumlah kursi anggota DPRD setiap kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh KPU.
Bagian Kedua Daerah Pemilihan dan Jumlah Kursi Anggota DPD
Pasal 51
Daerah pemilihan untuk anggota DPD adalah provinsi.
Pasal 52
Jumlah anggota DPD untuk setiap provinsi ditetapkan 4 (empat) orang.
PENJELASAN
Pasal 46Cukup jelas
Pasal 47
Dalam hal pembentukan provinsi atau kabupaten/kota baru yang dilakukan setelah Pemilu berlangsung, tidak ada penambahan jumlah anggota DPR
dari provinsi yang bersangkutan.
Pasal 48
Ayat (1)Yang dimaksud dengan perimbangan yang wajar dalam ayat ini adalah :
a. alokasi kursi provinsi dihitung berdasarkan tingkat kepadatan penduduk dengan kuota setiap kursi maksimal 425.000 untuk
116
Menyetarakan Nilai Suara:
daerah yang tingkat kepadatan penduduknya tinggi dan kuota setiap kursi minimum 325.000 untuk daerah yang tingkat kepadatan penduduknya rendah;
b. jumlah kursi pada setiap provinsi dialokasikan tidak kurang dari jumlah kursi provinsi sesuai pada Pemilu 1999;
c. provinsi baru hasil pemekaran setelah Pemilu 1999 memperoleh alokasi sekurang-kurangnya 3 (tiga) kursi.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 49
Jumlah anggota DPRD Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan DPRD Provinsi Papua disesuaikan dengan ketentuan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua.
Pasal 50
Cukup jelas
Pasal 51
Cukup jelas
Pasal 52
Dalam hal pembentukan provinsi baru yang dilakukan setelah Pemilu berlangsung, tidak ada penambahan jumlah anggota DPD dari provinsi yang bersangkutan.
117
Jumlah dan Alokasi Kursi DPR ke Provinsi
UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN
RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
BAB V
JUMLAH KURSI DAN DAERAH PEMILIHAN
Bagian Kesatu Jumlah Kursi dan Daerah Pemilihan Anggota DPR
Pasal 21
Jumlah kursi anggota DPR ditetapkan sebanyak 560 (lima ratus enam puluh).banyak
Pasal 22
(1) Daerah pemilihan anggota DPR adalah provinsi atau bagian provinsi.
(2) Jumlah kursi setiap daerah pemilihan anggota DPR paling sedikit 3 (tiga) kursi dan paling banyak 10 (sepuluh) kursi.
(3) Penentuan daerah pemilihan anggota DPR dilakukan dengan mengubah ketentuan daerah pemilihan pada Pemilu 2004 berdasarkan ketentuan pada ayat (2).
(4) Daerah pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan lampiran yang tidak terpisahkan dari Undang-Undang ini.
Bagian Kedua Jumlah Kursi dan Daerah Pemilihan Anggota DPRD Provinsi
Pasal 23
(1) Jumlah kursi DPRD provinsi ditetapkan paling sedikit 35 (tiga puluh lima) dan paling banyak 100 (seratus).
118
Menyetarakan Nilai Suara:
(2) Jumlah kursi DPRD provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada jumlah Penduduk provinsi yangbersangkutan dengan ketentuan:
a. provinsi dengan jumlah Penduduk sampai dengan 1.000.000 (satu juta) jiwa memperoleh alokasi 35 (tiga puluh lima) kursi;
b. provinsi dengan jumlah Penduduk lebih dari 1.000.000 (satu juta) sampai dengan 3.000.000 (tiga juta) jiwa memperoleh alokasi 45 (empat puluh lima) kursi;
c. provinsi dengan jumlah Penduduk lebih dari 3.000.000 (tiga juta) sampai dengan 5.000.000 (lima juta) jiwa memperoleh alokasi 55 (lima puluh lima) kursi;
d. provinsi dengan jumlah Penduduk lebih dari 5.000.000 (lima juta) sampai dengan 7.000.000 (tujuh juta) jiwa memperoleh alokasi 65 (enam puluh lima) kursi;
e. provinsi dengan jumlah Penduduk lebih dari 7.000.000 (tujuh juta) sampai dengan 9.000.000 (sembilan juta) jiwa memperoleh alokasi 75 (tujuh puluh lima) kursi;
f. provinsi dengan jumlah Penduduk lebih dari 9.000.000 (sembilan juta) sampai dengan 11.000.000(sebelas juta) jiwa memperoleh alokasi 85 (delapan puluh lima) kursi; dan
g. provinsi dengan jumlah Penduduk lebih dari11.000.000 (sebelas juta) jiwa memperoleh alokasi 100 (seratus) kursi.
Pasal 24
(1) Daerah pemilihan anggota DPRD provinsi adalah kabupaten/kota atau gabungan kabupaten/kota.
(2) Jumlah kursi setiap daerah pemilihan anggota DPRD provinsi ditetapkan sama dengan Pemilu sebelumnya.
119
Jumlah dan Alokasi Kursi DPR ke Provinsi
Pasal 25
(1) Jumlah kursi anggota DPRD provinsi yang dibentuk setelah Pemilu ditetapkan berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang ini.
(2) Alokasi kursi pada daerah pemilihan anggota DPRDprovinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan paling sedikit 3 (tiga) kursi dan paling banyak 12 (duabelas) kursi.
(3) Dalam hal terjadi pembentukan provinsi baru setelah Pemilu, dilakukan penataan daerah pemilihan di provinsi induk sesuai dengan jumlah Penduduk berdasarkan alokasi kursi sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(4) Penataan daerah pemilihan di provinsi induk danpembentukan daerah pemilihan di provinsi baru dilakukan untuk Pemilu berikutnya.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai alokasi kursi dan daerah pemilihan anggota DPRD provinsi ditetapkan dalam peraturan KPU.
Bagian Ketiga Jumlah Kursi dan Daerah Pemilihan Anggota DPRD Kabupaten/Kota
Pasal 26
(1) Jumlah kursi DPRD kabupaten/kota ditetapkan paling sedikit 20 (dua puluh) dan paling banyak 50 (lima puluh).
(2) Jumlah kursi DPRD kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada jumlah Penduduk kabupaten/kota yang bersangkutan dengan ketentuan:
a. kabupaten/kota dengan jumlah Penduduk sampai dengan 100.000 (seratus ribu) jiwa memperoleh alokasi 20 (dua puluh) kursi;
b. kabupaten/kota dengan jumlah Penduduk lebih dari 100.000 (seratus ribu) sampai dengan 200.000 (dua ratus ribu) jiwa memperoleh alokasi 25 (dua puluh ima) kursi;
120
Menyetarakan Nilai Suara:
c. kabupaten/kota dengan jumlah Penduduk lebih dari 200.000 (dua ratus ribu) sampai dengan 300.000 (tiga ratus ribu) jiwa memperoleh alokasi 30 (tiga puluh) kursi;
d. kabupaten/kota dengan jumlah Penduduk lebih dari 300.000 (tiga ratus ribu) sampai dengan 400.000 (empat ratus ribu) jiwa memperoleh alokasi 35 (tiga puluh lima) kursi;
e. kabupaten/kota dengan jumlah Penduduk lebih dari 400.000 (empat ratus ribu) sampai dengan 500.000 (lima ratus ribu) jiwa memperoleh alokasi 40 (empat puluh) kursi;
f. kabupaten/kota dengan jumlah Penduduk lebih dari 500.000 (lima ratus ribu) sampai dengan 1.000.000 (satu juta) jiwa memperoleh alokasi 45 (empat puluh lima) kursi; dan
g. kabupaten/kota dengan jumlah Penduduk lebih dari 1.000.000 (satu juta) jiwa memperoleh alokasi 50 (lima puluh) kursi.
Pasal 27
(1) Daerah pemilihan anggota DPRD kabupaten/kota adalah kecamatan atau gabungan kecamatan.
(2) Jumlah kursi setiap daerah pemilihan anggota DPRD kabupaten/kota ditetapkan sama dengan Pemilu sebelumnya.
(3) Jumlah kursi anggota DPRD kabupaten/kota di kabupaten/kota yang memiliki jumlah penduduk lebih dari 1.000.000 (satu juta) jiwa berlaku ketentuan Pasal 26 ayat (2) huruf g.
(4) Penambahan jumlah kursi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2) huruf g diberikan kepada daerah pemilihan yang memiliki jumlah penduduk terbanyak secara berurutan.
Pasal 28
(1) Dalam hal terjadi bencana yang mengakibatkan hilangnya daerah pemilihan, daerah pemilihan tersebut dihapuskan.
121
Jumlah dan Alokasi Kursi DPR ke Provinsi
(2) Alokasi kursi akibat hilangnya daerah pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperhitungkan kembali sesuai dengan jumlah Penduduk.
Pasal 29
(1) Jumlah kursi anggota DPRD kabupaten/kota yang dibentuk setelah Pemilu ditetapkan berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang ini.
(2) Alokasi kursi pada daerah pemilihan anggota DPRD kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan paling sedikit 3 (tiga) kursi dan paling banyak 12 (dua belas) kursi.
(3) Dalam hal terjadi pembentukan kabupaten/kota baru setelah Pemilu, dilakukan penataan daerah pemilihan di kabupaten/kota induk sesuai dengan jumlah penduduk berdasarkan alokasi kursi sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(4) Penataan daerah pemilihan di kabupaten/kota induk dan pembentukan daerah pemilihan di kabupaten/kota baru dilakukan untuk Pemilu berikutnya.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai alokasi kursi dan daerah pemilihan anggota DPRD kabupaten/kota ditetapkan dalam peraturan KPU.
Bagian Keempat Jumlah Kursi dan Daerah Pemilihan Anggota DPD
Pasal 30
Jumlah kursi anggota DPD untuk setiap provinsi ditetapkan 4 (empat).
Pasal 31
Daerah pemilihan untuk anggota DPD adalah provinsi.
122
Menyetarakan Nilai Suara:
Lampiran 5
Penghitungan Metode Divisor Opovov Nasional Kursi DPR 500
Rang- king Divisor Provinsi No Divisor Provinsi Alokasi
Kursi1 43,021,826 Jabar 1 1,223,048 BABEL 3
2 37,476,011 Jatim 2 407,683 BABEL
3 32,480,685 Jateng 3 244,610 BABEL
4 14,340,609 Jabar 4 3,891,365 BALI 8
5 12,985,075 SUMUT 5 1,297,122 BALI
6 12,492,004 Jatim 6 778,273 BALI
7 10,826,895 Jateng 7 555,909 BALI
8 10,644,030 Banten 8 432,374 BALI
9 9,588,198 DKI Jakarta 9 353,760 BALI
10 8,604,365 Jabar 10 299,336 BALI
11 8,032,551 SULSEL 11 259,424 BALI
12 7,596,115 LAMPUNG 12 10,644,030 Banten 22
13 7,495,202 Jatim 13 3,548,010 Banten
14 7,446,401 SUMSEL 14 2,128,806 Banten
15 6,496,137 Jateng 15 1,520,576 Banten
16 6,145,975 Jabar 16 1,182,670 Banten
17 5,543,031 RIAU 17 967,639 Banten
18 5,353,716 Jatim 18 818,772 Banten
19 4,845,998 SUMBAR 19 709,602 Banten
20 4,780,203 Jabar 20 626,119 Banten
21 4,679,307 NTT 21 560,212 Banten
22 4,640,098 Jateng 22 506,859 Banten
23 4,486,570 NAD 23 462,784 Banten
24 4,416,855 NTB 24 425,761 Banten
25 4,393,239 KALBAR 25 394,223 Banten
26 4,328,358 SUMUT 26 367,036 Banten
27 4,164,001 Jatim 27 343,356 Banten
28 3,911,075 Jabar 28 322,546 Banten
29 3,891,365 BALI 29 304,115 Banten
123
Jumlah dan Alokasi Kursi DPR ke Provinsi
Rang- king Divisor Provinsi No Divisor Provinsi Alokasi
Kursi30 3,626,119 KALSEL 30 287,676 Banten
31 3,608,965 Jateng 31 272,924 Banten
32 3,550,586 KALTIM 32 259,610 Banten
33 3,548,010 Banten 33 247,536 Banten
34 3,452,390 DIY 34 1,711,626 BENGKULU 4
35 3,406,910 Jatim 35 570,542 BENGKULU
36 3,309,371 Jabar 36 342,325 BENGKULU
37 3,196,066 DKI Jakarta 37 244,518 BENGKULU
38 3,088,618 JAMBI 38 3,452,390 DIY 7
39 2,952,790 Jateng 39 1,150,797 DIY
40 2,882,770 Jatim 40 690,478 DIY
41 2,868,122 Jabar 41 493,199 DIY
42 2,851,999 PAPUA 42 383,599 DIY
43 2,677,517 SULSEL 43 313,854 DIY
44 2,633,420 SULTENG 44 265,568 DIY
45 2,597,015 SUMUT 45 9,588,198 DKI Jakarta 20
46 2,532,038 LAMPUNG 46 3,196,066 DKI Jakarta
47 2,530,696 Jabar 47 1,917,640 DKI Jakarta
48 2,498,514 Jateng 48 1,369,743 DKI Jakarta
49 2,498,401 Jatim 49 1,065,355 DKI Jakarta
50 2,482,134 SUMSEL 50 871,654 DKI Jakarta
51 2,265,937 SULUT 51 737,554 DKI Jakarta
52 2,264,307 Jabar 52 639,213 DKI Jakarta
53 2,230,569 SULTRA 53 564,012 DKI Jakarta
54 2,204,471 Jatim 54 504,642 DKI Jakarta
55 2,202,599 KALTENG 55 456,581 DKI Jakarta
56 2,165,379 Jateng 56 416,878 DKI Jakarta
57 2,128,806 Banten 57 383,528 DKI Jakarta
58 2,048,658 Jabar 58 355,118 DKI Jakarta
59 1,972,422 Jatim 59 330,628 DKI Jakarta
60 1,917,640 DKI Jakarta 60 309,297 DKI Jakarta
61 1,910,629 Jateng 61 290,551 DKI Jakarta
124
Menyetarakan Nilai Suara:
Rang- king Divisor Provinsi No Divisor Provinsi Alokasi
Kursi62 1,870,514 Jabar 62 273,949 DKI Jakarta
63 1,855,011 SUMUT 63 259,140 DKI Jakarta
64 1,847,677 RIAU 64 245,851 DKI Jakarta
65 1,784,572 Jatim 65 1,038,585 GORONTALO 2
66 1,720,873 Jabar 66 346,195 GORONTALO
67 1,711,626 BENGKULU 67 760,855 IRJABAR 2
68 1,709,510 Jateng 68 253,618 IRJABAR
69 1,685,698 KEPRI 69 43,021,826 Jabar 91
70 1,629,392 Jatim 70 14,340,609 Jabar
71 1,615,333 SUMBAR 71 8,604,365 Jabar
72 1,606,510 SULSEL 72 6,145,975 Jabar
73 1,593,401 Jabar 73 4,780,203 Jabar
74 1,559,769 NTT 74 3,911,075 Jabar
75 1,546,699 Jateng 75 3,309,371 Jabar
76 1,531,402 MALUKU 76 2,868,122 Jabar
77 1,520,576 Banten 77 2,530,696 Jabar
78 1,519,223 LAMPUNG 78 2,264,307 Jabar
79 1,499,040 Jatim 79 2,048,658 Jabar
80 1,495,523 NAD 80 1,870,514 Jabar
81 1,489,280 SUMSEL 81 1,720,873 Jabar
82 1,483,511 Jabar 82 1,593,401 Jabar
83 1,472,285 NTB 83 1,483,511 Jabar
84 1,464,413 KALBAR 84 1,387,801 Jabar
85 1,442,786 SUMUT 85 1,303,692 Jabar
86 1,412,204 Jateng 86 1,229,195 Jabar
87 1,388,000 Jatim 87 1,162,752 Jabar
88 1,387,801 Jabar 88 1,103,124 Jabar
89 1,369,743 DKI Jakarta 89 1,049,313 Jabar
90 1,303,692 Jabar 90 1,000,508 Jabar
91 1,299,227 Jateng 91 956,041 Jabar
92 1,297,122 BALI 92 915,358 Jabar
93 1,292,276 Jatim 93 877,996 Jabar
125
Jumlah dan Alokasi Kursi DPR ke Provinsi
Rang- king Divisor Provinsi No Divisor Provinsi Alokasi
Kursi94 1,229,195 Jabar 94 843,565 Jabar
95 1,223,048 BABEL 95 811,733 Jabar
96 1,208,904 Jatim 96 782,215 Jabar
97 1,208,706 KALSEL 97 754,769 Jabar
98 1,202,988 Jateng 98 729,183 Jabar
99 1,183,529 KALTIM 99 705,276 Jabar
100 1,182,670 Banten 100 682,886 Jabar
101 1,180,461 SUMUT 101 661,874 Jabar
102 1,162,752 Jabar 102 642,117 Jabar
103 1,158,336 SULBAR 103 623,505 Jabar
104 1,150,797 DIY 104 605,941 Jabar
105 1,147,507 SULSEL 105 589,340 Jabar
106 1,135,637 Jatim 106 573,624 Jabar
107 1,120,024 Jateng 107 558,725 Jabar
108 1,108,606 RIAU 108 544,580 Jabar
109 1,103,124 Jabar 109 531,134 Jabar
110 1,085,159 LAMPUNG 110 518,335 Jabar
111 1,070,743 Jatim 111 506,139 Jabar
112 1,065,355 DKI Jakarta 112 494,504 Jabar
113 1,063,772 SUMSEL 113 483,391 Jabar
114 1,049,313 Jabar 114 472,767 Jabar
115 1,047,764 Jateng 115 462,600 Jabar
116 1,038,585 GORONTALO 116 452,861 Jabar
117 1,035,480 MALUT 117 443,524 Jabar
118 1,029,539 JAMBI 118 434,564 Jabar
119 1,012,865 Jatim 119 425,959 Jabar
120 1,000,508 Jabar 120 417,688 Jabar
121 998,852 SUMUT 121 409,732 Jabar
122 984,263 Jateng 122 402,073 Jabar
123 969,200 SUMBAR 123 394,696 Jabar
124 967,639 Banten 124 387,584 Jabar
125 960,923 Jatim 125 380,724 Jabar
126
Menyetarakan Nilai Suara:
Rang- king Divisor Provinsi No Divisor Provinsi Alokasi
Kursi126 956,041 Jabar 126 374,103 Jabar
127 950,666 PAPUA 127 367,708 Jabar
128 935,861 NTT 128 361,528 Jabar
129 928,020 Jateng 129 355,552 Jabar
130 915,358 Jabar 130 349,771 Jabar
131 914,049 Jatim 131 344,175 Jabar
132 897,314 NAD 132 338,755 Jabar
133 892,506 SULSEL 133 333,503 Jabar
134 883,371 NTB 134 328,411 Jabar
135 878,648 KALBAR 135 323,472 Jabar
136 877,996 Jabar 136 318,680 Jabar
137 877,856 Jateng 137 314,028 Jabar
138 877,807 SULTENG 138 309,510 Jabar
139 871,654 DKI Jakarta 139 305,119 Jabar
140 871,535 Jatim 140 300,852 Jabar
141 865,672 SUMUT 141 296,702 Jabar
142 844,013 LAMPUNG 142 292,665 Jabar
143 843,565 Jabar 143 288,737 Jabar
144 832,838 Jateng 144 284,913 Jabar
145 832,800 Jatim 145 281,188 Jabar
146 827,378 SUMSEL 146 277,560 Jabar
147 818,772 Banten 147 274,024 Jabar
148 811,733 Jabar 148 270,578 Jabar
149 797,362 Jatim 149 267,216 Jabar
150 792,212 Jateng 150 263,938 Jabar
151 791,862 RIAU 151 260,738 Jabar
152 782,215 Jabar 152 257,616 Jabar
153 778,273 BALI 153 254,567 Jabar
154 764,817 Jatim 154 251,590 Jabar
155 763,828 SUMUT 155 248,681 Jabar
156 760,855 IRJABAR 156 245,839 Jabar
157 755,365 Jateng 157 243,061 Jabar
127
Jumlah dan Alokasi Kursi DPR ke Provinsi
Rang- king Divisor Provinsi No Divisor Provinsi Alokasi
Kursi158 755,312 SULUT 158 240,345 Jabar
159 754,769 Jabar 159 237,690 Jabar
160 743,523 SULTRA 160 3,088,618 JAMBI 6
161 737,554 DKI Jakarta 161 1,029,539 JAMBI
162 734,824 Jatim 162 617,724 JAMBI
163 734,200 KALTENG 163 441,231 JAMBI
164 730,232 SULSEL 164 343,180 JAMBI
165 729,183 Jabar 165 280,783 JAMBI
166 725,224 KALSEL 166 32,480,685 Jateng 68
167 721,793 Jateng 167 10,826,895 Jateng
168 710,117 KALTIM 168 6,496,137 Jateng
169 709,602 Banten 169 4,640,098 Jateng
170 707,095 Jatim 170 3,608,965 Jateng
171 705,276 Jabar 171 2,952,790 Jateng
172 692,285 SUMBAR 172 2,498,514 Jateng
173 691,078 Jateng 173 2,165,379 Jateng
174 690,556 LAMPUNG 174 1,910,629 Jateng
175 690,478 DIY 175 1,709,510 Jateng
176 683,425 SUMUT 176 1,546,699 Jateng
177 682,886 Jabar 177 1,412,204 Jateng
178 681,382 Jatim 178 1,299,227 Jateng
179 676,946 SUMSEL 179 1,202,988 Jateng
180 668,472 NTT 180 1,120,024 Jateng
181 662,871 Jateng 181 1,047,764 Jateng
182 661,874 Jabar 182 984,263 Jateng
183 657,474 Jatim 183 928,020 Jateng
184 642,117 Jabar 184 877,856 Jateng
185 640,939 NAD 185 832,838 Jateng
186 639,213 DKI Jakarta 186 792,212 Jateng
187 636,876 Jateng 187 755,365 Jateng
188 635,187 Jatim 188 721,793 Jateng
189 630,979 NTB 189 691,078 Jateng
128
Menyetarakan Nilai Suara:
Rang- king Divisor Provinsi No Divisor Provinsi Alokasi
Kursi190 627,606 KALBAR 190 662,871 Jateng
191 626,119 Banten 191 636,876 Jateng
192 623,505 Jabar 192 612,843 Jateng
193 618,337 SUMUT 193 590,558 Jateng
194 617,889 SULSEL 194 569,837 Jateng
195 617,724 JAMBI 195 550,520 Jateng
196 615,892 RIAU 196 532,470 Jateng
197 614,361 Jatim 197 515,566 Jateng
198 612,843 Jateng 198 499,703 Jateng
199 605,941 Jabar 199 484,786 Jateng
200 594,857 Jatim 200 470,735 Jateng
201 590,558 Jateng 201 457,474 Jateng
202 589,340 Jabar 202 444,941 Jateng
203 584,317 LAMPUNG 203 433,076 Jateng
204 576,554 Jatim 204 421,827 Jateng
205 573,624 Jabar 205 411,148 Jateng
206 572,800 SUMSEL 206 400,996 Jateng
207 570,542 BENGKULU 207 391,334 Jateng
208 570,400 PAPUA 208 382,126 Jateng
209 569,837 Jateng 209 373,341 Jateng
210 564,568 SUMUT 210 364,952 Jateng
211 564,012 DKI Jakarta 211 356,931 Jateng
212 561,899 KEPRI 212 349,255 Jateng
213 560,212 Banten 213 341,902 Jateng
214 559,343 Jatim 214 334,852 Jateng
215 558,725 Jabar 215 328,088 Jateng
216 555,909 BALI 216 321,591 Jateng
217 550,520 Jateng 217 315,346 Jateng
218 544,580 Jabar 218 309,340 Jateng
219 543,131 Jatim 219 303,558 Jateng
220 538,444 SUMBAR 220 297,988 Jateng
221 535,503 SULSEL 221 292,619 Jateng
129
Jumlah dan Alokasi Kursi DPR ke Provinsi
Rang- king Divisor Provinsi No Divisor Provinsi Alokasi
Kursi222 532,470 Jateng 222 287,440 Jateng
223 531,134 Jabar 223 282,441 Jateng
224 527,831 Jatim 224 277,613 Jateng
225 526,684 SULTENG 225 272,947 Jateng
226 519,923 NTT 226 268,435 Jateng
227 519,403 SUMUT 227 264,071 Jateng
228 518,335 Jabar 228 259,845 Jateng
229 518,017 KALSEL 229 255,753 Jateng
230 515,566 Jateng 230 251,788 Jateng
231 513,370 Jatim 231 247,944 Jateng
232 510,467 MALUKU 232 244,216 Jateng
233 507,227 KALTIM 233 240,598 Jateng
234 506,859 Banten 234 37,476,011 Jatim 79
235 506,408 LAMPUNG 235 12,492,004 Jatim
236 506,139 Jabar 236 7,495,202 Jatim
237 504,642 DKI Jakarta 237 5,353,716 Jatim
238 503,912 RIAU 238 4,164,001 Jatim
239 499,703 Jateng 239 3,406,910 Jatim
240 499,680 Jatim 240 2,882,770 Jatim
241 498,508 NAD 241 2,498,401 Jatim
242 496,427 SUMSEL 242 2,204,471 Jatim
243 494,504 Jabar 243 1,972,422 Jatim
244 493,199 DIY 244 1,784,572 Jatim
245 490,762 NTB 245 1,629,392 Jatim
246 488,138 KALBAR 246 1,499,040 Jatim
247 486,701 Jatim 247 1,388,000 Jatim
248 484,786 Jateng 248 1,292,276 Jatim
249 483,391 Jabar 249 1,208,904 Jatim
250 480,929 SUMUT 250 1,135,637 Jatim
251 474,380 Jatim 251 1,070,743 Jatim
252 472,767 Jabar 252 1,012,865 Jatim
253 472,503 SULSEL 253 960,923 Jatim
130
Menyetarakan Nilai Suara:
Rang- king Divisor Provinsi No Divisor Provinsi Alokasi
Kursi254 470,735 Jateng 254 914,049 Jatim
255 462,784 Banten 255 871,535 Jatim
256 462,667 Jatim 256 832,800 Jatim
257 462,600 Jabar 257 797,362 Jatim
258 457,474 Jateng 258 764,817 Jatim
259 456,581 DKI Jakarta 259 734,824 Jatim
260 453,187 SULUT 260 707,095 Jatim
261 452,861 Jabar 261 681,382 Jatim
262 451,518 Jatim 262 657,474 Jatim
263 447,761 SUMUT 263 635,187 Jatim
264 446,830 LAMPUNG 264 614,361 Jatim
265 446,114 SULTRA 265 594,857 Jatim
266 444,941 Jateng 266 576,554 Jatim
267 443,524 Jabar 267 559,343 Jatim
268 441,231 JAMBI 268 543,131 Jatim
269 440,894 Jatim 269 527,831 Jatim
270 440,545 SUMBAR 270 513,370 Jatim
271 440,520 KALTENG 271 499,680 Jatim
272 438,024 SUMSEL 272 486,701 Jatim
273 434,564 Jabar 273 474,380 Jatim
274 433,076 Jateng 274 462,667 Jatim
275 432,374 BALI 275 451,518 Jatim
276 430,759 Jatim 276 440,894 Jatim
277 426,387 RIAU 277 430,759 Jatim
278 425,959 Jabar 278 421,079 Jatim
279 425,761 Banten 279 411,824 Jatim
280 425,392 NTT 280 402,968 Jatim
281 422,766 SULSEL 281 394,484 Jatim
282 421,827 Jateng 282 386,351 Jatim
283 421,079 Jatim 283 378,546 Jatim
284 418,873 SUMUT 284 371,050 Jatim
285 417,688 Jabar 285 363,845 Jatim
131
Jumlah dan Alokasi Kursi DPR ke Provinsi
Rang- king Divisor Provinsi No Divisor Provinsi Alokasi
Kursi286 416,878 DKI Jakarta 286 356,914 Jatim
287 411,824 Jatim 287 350,243 Jatim
288 411,148 Jateng 288 343,817 Jatim
289 409,732 Jabar 289 337,622 Jatim
290 407,870 NAD 290 331,646 Jatim
291 407,683 BABEL 291 325,878 Jatim
292 407,428 PAPUA 292 320,308 Jatim
293 402,968 Jatim 293 314,924 Jatim
294 402,902 KALSEL 294 309,719 Jatim
295 402,073 Jabar 295 304,683 Jatim
296 401,532 NTB 296 299,808 Jatim
297 400,996 Jateng 297 295,087 Jatim
298 399,796 LAMPUNG 298 290,512 Jatim
299 399,385 KALBAR 299 286,076 Jatim
300 394,696 Jabar 300 281,775 Jatim
301 394,510 KALTIM 301 277,600 Jatim
302 394,484 Jatim 302 273,548 Jatim
303 394,223 Banten 303 269,612 Jatim
304 393,487 SUMUT 304 265,787 Jatim
305 391,916 SUMSEL 305 262,070 Jatim
306 391,334 Jateng 306 258,455 Jatim
307 387,584 Jabar 307 254,939 Jatim
308 386,351 Jatim 308 251,517 Jatim
309 386,112 SULBAR 309 248,186 Jatim
310 383,599 DIY 310 244,941 Jatim
311 383,528 DKI Jakarta 311 241,781 Jatim
312 382,502 SULSEL 312 238,701 Jatim
313 382,126 Jateng 313 4,393,239 KALBAR 9
314 380,724 Jabar 314 1,464,413 KALBAR
315 378,546 Jatim 315 878,648 KALBAR
316 376,203 SULTENG 316 627,606 KALBAR
317 374,103 Jabar 317 488,138 KALBAR
132
Menyetarakan Nilai Suara:
Rang- king Divisor Provinsi No Divisor Provinsi Alokasi
Kursi318 373,341 Jateng 318 399,385 KALBAR
319 372,769 SUMBAR 319 337,941 KALBAR
320 371,050 Jatim 320 292,883 KALBAR
321 371,002 SUMUT 321 258,426 KALBAR
322 369,535 RIAU 322 3,626,119 KALSEL 8
323 367,708 Jabar 323 1,208,706 KALSEL
324 367,036 Banten 324 725,224 KALSEL
325 364,952 Jateng 325 518,017 KALSEL
326 363,845 Jatim 326 402,902 KALSEL
327 361,720 LAMPUNG 327 329,647 KALSEL
328 361,528 Jabar 328 278,932 KALSEL
329 359,947 NTT 329 241,741 KALSEL
330 356,931 Jateng 330 2,202,599 KALTENG 5
331 356,914 Jatim 331 734,200 KALTENG
332 355,552 Jabar 332 440,520 KALTENG
333 355,118 DKI Jakarta 333 314,657 KALTENG
334 354,591 SUMSEL 334 244,733 KALTENG
335 353,760 BALI 335 3,550,586 KALTIM 7
336 350,948 SUMUT 336 1,183,529 KALTIM
337 350,243 Jatim 337 710,117 KALTIM
338 349,771 Jabar 338 507,227 KALTIM
339 349,255 Jateng 339 394,510 KALTIM
340 349,241 SULSEL 340 322,781 KALTIM
341 346,195 GORONTALO 341 273,122 KALTIM
342 345,160 MALUT 342 1,685,698 KEPRI 4
343 345,121 NAD 343 561,899 KEPRI
344 344,175 Jabar 344 337,140 KEPRI
345 343,817 Jatim 345 240,814 KEPRI
346 343,356 Banten 346 7,596,115 LAMPUNG 16
347 343,180 JAMBI 347 2,532,038 LAMPUNG
348 342,325 BENGKULU 348 1,519,223 LAMPUNG
349 341,902 Jateng 349 1,085,159 LAMPUNG
133
Jumlah dan Alokasi Kursi DPR ke Provinsi
Rang- king Divisor Provinsi No Divisor Provinsi Alokasi
Kursi350 339,758 NTB 350 844,013 LAMPUNG
351 338,755 Jabar 351 690,556 LAMPUNG
352 337,941 KALBAR 352 584,317 LAMPUNG
353 337,622 Jatim 353 506,408 LAMPUNG
354 337,140 KEPRI 354 446,830 LAMPUNG
355 334,852 Jateng 355 399,796 LAMPUNG
356 333,503 Jabar 356 361,720 LAMPUNG
357 332,951 SUMUT 357 330,266 LAMPUNG
358 331,646 Jatim 358 303,845 LAMPUNG
359 330,628 DKI Jakarta 359 281,338 LAMPUNG
360 330,266 LAMPUNG 360 261,935 LAMPUNG
361 329,647 KALSEL 361 245,036 LAMPUNG
362 328,411 Jabar 362 1,531,402 MALUKU 3
363 328,088 Jateng 363 510,467 MALUKU
364 326,061 RIAU 364 306,280 MALUKU
365 325,878 Jatim 365 1,035,480 MALUT 2
366 323,757 SUMSEL 366 345,160 MALUT
367 323,705 SULUT 367 4,486,570 NAD 9
368 323,472 Jabar 368 1,495,523 NAD
369 323,067 SUMBAR 369 897,314 NAD
370 322,781 KALTIM 370 640,939 NAD
371 322,546 Banten 371 498,508 NAD
372 321,591 Jateng 372 407,870 NAD
373 321,302 SULSEL 373 345,121 NAD
374 320,308 Jatim 374 299,105 NAD
375 318,680 Jabar 375 263,916 NAD
376 318,653 SULTRA 376 4,416,855 NTB 9
377 316,889 PAPUA 377 1,472,285 NTB
378 316,709 SUMUT 378 883,371 NTB
379 315,346 Jateng 379 630,979 NTB
380 314,924 Jatim 380 490,762 NTB
381 314,657 KALTENG 381 401,532 NTB
134
Menyetarakan Nilai Suara:
Rang- king Divisor Provinsi No Divisor Provinsi Alokasi
Kursi382 314,028 Jabar 382 339,758 NTB
383 313,854 DIY 383 294,457 NTB
384 311,954 NTT 384 259,815 NTB
385 309,719 Jatim 385 4,679,307 NTT 10
386 309,510 Jabar 386 1,559,769 NTT
387 309,340 Jateng 387 935,861 NTT
388 309,297 DKI Jakarta 388 668,472 NTT
389 306,280 MALUKU 389 519,923 NTT
390 305,119 Jabar 390 425,392 NTT
391 304,683 Jatim 391 359,947 NTT
392 304,115 Banten 392 311,954 NTT
393 303,845 LAMPUNG 393 275,253 NTT
394 303,558 Jateng 394 246,279 NTT
395 301,978 SUMUT 395 2,851,999 PAPUA 6
396 300,852 Jabar 396 950,666 PAPUA
397 299,808 Jatim 397 570,400 PAPUA
398 299,336 BALI 398 407,428 PAPUA
399 299,105 NAD 399 316,889 PAPUA
400 297,988 Jateng 400 259,273 PAPUA
401 297,856 SUMSEL 401 5,543,031 RIAU 12
402 297,502 SULSEL 402 1,847,677 RIAU
403 296,702 Jabar 403 1,108,606 RIAU
404 295,087 Jatim 404 791,862 RIAU
405 294,457 NTB 405 615,892 RIAU
406 292,883 KALBAR 406 503,912 RIAU
407 292,665 Jabar 407 426,387 RIAU
408 292,619 Jateng 408 369,535 RIAU
409 292,602 SULTENG 409 326,061 RIAU
410 291,738 RIAU 410 291,738 RIAU
411 290,551 DKI Jakarta 411 263,954 RIAU
412 290,512 Jatim 412 241,001 RIAU
413 288,737 Jabar 413 1,158,336 SULBAR 2
135
Jumlah dan Alokasi Kursi DPR ke Provinsi
Rang- king Divisor Provinsi No Divisor Provinsi Alokasi
Kursi414 288,557 SUMUT 414 386,112 SULBAR
415 287,676 Banten 415 8,032,551 SULSEL 17
416 287,440 Jateng 416 2,677,517 SULSEL
417 286,076 Jatim 417 1,606,510 SULSEL
418 285,059 SUMBAR 418 1,147,507 SULSEL
419 284,913 Jabar 419 892,506 SULSEL
420 282,441 Jateng 420 730,232 SULSEL
421 281,775 Jatim 421 617,889 SULSEL
422 281,338 LAMPUNG 422 535,503 SULSEL
423 281,188 Jabar 423 472,503 SULSEL
424 280,783 JAMBI 424 422,766 SULSEL
425 278,932 KALSEL 425 382,502 SULSEL
426 277,613 Jateng 426 349,241 SULSEL
427 277,600 Jatim 427 321,302 SULSEL
428 277,560 Jabar 428 297,502 SULSEL
429 276,985 SULSEL 429 276,985 SULSEL
430 276,278 SUMUT 430 259,115 SULSEL
431 275,793 SUMSEL 431 243,411 SULSEL
432 275,253 NTT 432 2,633,420 SULTENG 6
433 274,024 Jabar 433 877,807 SULTENG
434 273,949 DKI Jakarta 434 526,684 SULTENG
435 273,548 Jatim 435 376,203 SULTENG
436 273,122 KALTIM 436 292,602 SULTENG
437 272,947 Jateng 437 239,402 SULTENG
438 272,924 Banten 438 2,230,569 SULTRA 5
439 270,578 Jabar 439 743,523 SULTRA
440 269,612 Jatim 440 446,114 SULTRA
441 268,435 Jateng 441 318,653 SULTRA
442 267,216 Jabar 442 247,841 SULTRA
443 265,787 Jatim 443 2,265,937 SULUT 5
444 265,568 DIY 444 755,312 SULUT
445 265,002 SUMUT 445 453,187 SULUT
136
Menyetarakan Nilai Suara:
Rang- king Divisor Provinsi No Divisor Provinsi Alokasi
Kursi446 264,071 Jateng 446 323,705 SULUT
447 263,954 RIAU 447 251,771 SULUT
448 263,938 Jabar 448 4,845,998 SUMBAR 10
449 263,916 NAD 449 1,615,333 SUMBAR
450 262,070 Jatim 450 969,200 SUMBAR
451 261,935 LAMPUNG 451 692,285 SUMBAR
452 260,738 Jabar 452 538,444 SUMBAR
453 259,845 Jateng 453 440,545 SUMBAR
454 259,815 NTB 454 372,769 SUMBAR
455 259,610 Banten 455 323,067 SUMBAR
456 259,424 BALI 456 285,059 SUMBAR
457 259,273 PAPUA 457 255,053 SUMBAR
458 259,140 DKI Jakarta 458 7,446,401 SUMSEL 16
459 259,115 SULSEL 459 2,482,134 SUMSEL
460 258,455 Jatim 460 1,489,280 SUMSEL
461 258,426 KALBAR 461 1,063,772 SUMSEL
462 257,616 Jabar 462 827,378 SUMSEL
463 256,772 SUMSEL 463 676,946 SUMSEL
464 255,753 Jateng 464 572,800 SUMSEL
465 255,053 SUMBAR 465 496,427 SUMSEL
466 254,939 Jatim 466 438,024 SUMSEL
467 254,609 SUMUT 467 391,916 SUMSEL
468 254,567 Jabar 468 354,591 SUMSEL
469 253,618 IRJABAR 469 323,757 SUMSEL
470 251,788 Jateng 470 297,856 SUMSEL
471 251,771 SULUT 471 275,793 SUMSEL
472 251,590 Jabar 472 256,772 SUMSEL
473 251,517 Jatim 473 240,206 SUMSEL
474 248,681 Jabar 474 12,985,075 SUMUT 27
475 248,186 Jatim 475 4,328,358 SUMUT
476 247,944 Jateng 476 2,597,015 SUMUT
477 247,841 SULTRA 477 1,855,011 SUMUT
137
Jumlah dan Alokasi Kursi DPR ke Provinsi
Rang- king Divisor Provinsi No Divisor Provinsi Alokasi
Kursi478 247,536 Banten 478 1,442,786 SUMUT
479 246,279 NTT 479 1,180,461 SUMUT
480 245,851 DKI Jakarta 480 998,852 SUMUT
481 245,839 Jabar 481 865,672 SUMUT
482 245,036 LAMPUNG 482 763,828 SUMUT
483 245,001 SUMUT 483 683,425 SUMUT
484 244,941 Jatim 484 618,337 SUMUT
485 244,733 KALTENG 485 564,568 SUMUT
486 244,610 BABEL 486 519,403 SUMUT
487 244,518 BENGKULU 487 480,929 SUMUT
488 244,216 Jateng 488 447,761 SUMUT
489 243,411 SULSEL 489 418,873 SUMUT
490 243,061 Jabar 490 393,487 SUMUT
491 241,781 Jatim 491 371,002 SUMUT
492 241,741 KALSEL 492 350,948 SUMUT
493 241,001 RIAU 493 332,951 SUMUT
494 240,814 KEPRI 494 316,709 SUMUT
495 240,598 Jateng 495 301,978 SUMUT
496 240,345 Jabar 496 288,557 SUMUT
497 240,206 SUMSEL 497 276,278 SUMUT
498 239,402 SULTENG 498 265,002 SUMUT
499 238,701 Jatim 499 254,609 SUMUT
500 237,690 Jabar 500 245,001 SUMUT
Total kursi DPR 500
138
Menyetarakan Nilai Suara:
Lampiran 6
Penghitungan Metode Divisor Opovov Nasional Kursi DPR 560
Rang- king Divisor Provinsi No Divisor Provinsi Alokasi
Kursi1 43,021,826 Jabar 1 1,223,048 BABEL 3
2 37,476,011 Jatim 2 407,683 BABEL
3 32,480,685 Jateng 3 244,610 BABEL
4 14,340,609 Jabar 4 3,891,365 BALI 9
5 12,985,075 SUMUT 5 1,297,122 BALI
6 12,492,004 Jatim 6 778,273 BALI
7 10,826,895 Jateng 7 555,909 BALI
8 10,644,030 Banten 8 432,374 BALI
9 9,588,198 DKI Jakarta 9 353,760 BALI
10 8,604,365 Jabar 10 299,336 BALI
11 8,032,551 SULSEL 11 259,424 BALI
12 7,596,115 LAMPUNG 12 228,904 BALI
13 7,495,202 Jatim 13 10,644,030 Banten 25
14 7,446,401 SUMSEL 14 3,548,010 Banten
15 6,496,137 Jateng 15 2,128,806 Banten
16 6,145,975 Jabar 16 1,520,576 Banten
17 5,543,031 RIAU 17 1,182,670 Banten
18 5,353,716 Jatim 18 967,639 Banten
19 4,845,998 SUMBAR 19 818,772 Banten
20 4,780,203 Jabar 20 709,602 Banten
21 4,679,307 NTT 21 626,119 Banten
22 4,640,098 Jateng 22 560,212 Banten
23 4,486,570 NAD 23 506,859 Banten
24 4,416,855 NTB 24 462,784 Banten
25 4,393,239 KALBAR 25 425,761 Banten
26 4,328,358 SUMUT 26 394,223 Banten
27 4,164,001 Jatim 27 367,036 Banten
28 3,911,075 Jabar 28 343,356 Banten
29 3,891,365 BALI 29 322,546 Banten
139
Jumlah dan Alokasi Kursi DPR ke Provinsi
Rang- king Divisor Provinsi No Divisor Provinsi Alokasi
Kursi30 3,626,119 KALSEL 30 304,115 Banten
31 3,608,965 Jateng 31 287,676 Banten
32 3,550,586 KALTIM 32 272,924 Banten
33 3,548,010 Banten 33 259,610 Banten
34 3,452,390 DIY 34 247,536 Banten
35 3,406,910 Jatim 35 236,534 Banten
36 3,309,371 Jabar 36 226,469 Banten
37 3,196,066 DKI Jakarta 37 217,225 Banten
38 3,088,618 JAMBI 38 1,711,626 BENGKULU 4
39 2,952,790 Jateng 39 570,542 BENGKULU
40 2,882,770 Jatim 40 342,325 BENGKULU
41 2,868,122 Jabar 41 244,518 BENGKULU
42 2,851,999 PAPUA 42 3,452,390 DIY 8
43 2,677,517 SULSEL 43 1,150,797 DIY
44 2,633,420 SULTENG 44 690,478 DIY
45 2,597,015 SUMUT 45 493,199 DIY
46 2,532,038 LAMPUNG 46 383,599 DIY
47 2,530,696 Jabar 47 313,854 DIY
48 2,498,514 Jateng 48 265,568 DIY
49 2,498,401 Jatim 49 230,159 DIY
50 2,482,134 SUMSEL 50 9,588,198 DKI Jakarta 23
51 2,265,937 SULUT 51 3,196,066 DKI Jakarta
52 2,264,307 Jabar 52 1,917,640 DKI Jakarta
53 2,230,569 SULTRA 53 1,369,743 DKI Jakarta
54 2,204,471 Jatim 54 1,065,355 DKI Jakarta
55 2,202,599 KALTENG 55 871,654 DKI Jakarta
56 2,165,379 Jateng 56 737,554 DKI Jakarta
57 2,128,806 Banten 57 639,213 DKI Jakarta
58 2,048,658 Jabar 58 564,012 DKI Jakarta
59 1,972,422 Jatim 59 504,642 DKI Jakarta
60 1,917,640 DKI Jakarta 60 456,581 DKI Jakarta
140
Menyetarakan Nilai Suara:
Rang- king Divisor Provinsi No Divisor Provinsi Alokasi
Kursi61 1,910,629 Jateng 61 416,878 DKI Jakarta
62 1,870,514 Jabar 62 383,528 DKI Jakarta
63 1,855,011 SUMUT 63 355,118 DKI Jakarta
64 1,847,677 RIAU 64 330,628 DKI Jakarta
65 1,784,572 Jatim 65 309,297 DKI Jakarta
66 1,720,873 Jabar 66 290,551 DKI Jakarta
67 1,711,626 BENGKULU 67 273,949 DKI Jakarta
68 1,709,510 Jateng 68 259,140 DKI Jakarta
69 1,685,698 KEPRI 69 245,851 DKI Jakarta
70 1,629,392 Jatim 70 233,858 DKI Jakarta
71 1,615,333 SUMBAR 71 222,981 DKI Jakarta
72 1,606,510 SULSEL 72 213,071 DKI Jakarta
73 1,593,401 Jabar 73 1,038,585 GORONTALO 2
74 1,559,769 NTT 74 346,195 GORONTALO
75 1,546,699 Jateng 75 760,855 IRJABAR 2
76 1,531,402 MALUKU 76 253,618 IRJABAR
77 1,520,576 Banten 77 43,021,826 Jabar 102
78 1,519,223 LAMPUNG 78 14,340,609 Jabar
79 1,499,040 Jatim 79 8,604,365 Jabar
80 1,495,523 NAD 80 6,145,975 Jabar
81 1,489,280 SUMSEL 81 4,780,203 Jabar
82 1,483,511 Jabar 82 3,911,075 Jabar
83 1,472,285 NTB 83 3,309,371 Jabar
84 1,464,413 KALBAR 84 2,868,122 Jabar
85 1,442,786 SUMUT 85 2,530,696 Jabar
86 1,412,204 Jateng 86 2,264,307 Jabar
87 1,388,000 Jatim 87 2,048,658 Jabar
88 1,387,801 Jabar 88 1,870,514 Jabar
89 1,369,743 DKI Jakarta 89 1,720,873 Jabar
90 1,303,692 Jabar 90 1,593,401 Jabar
91 1,299,227 Jateng 91 1,483,511 Jabar
141
Jumlah dan Alokasi Kursi DPR ke Provinsi
Rang- king Divisor Provinsi No Divisor Provinsi Alokasi
Kursi92 1,297,122 BALI 92 1,387,801 Jabar
93 1,292,276 Jatim 93 1,303,692 Jabar
94 1,229,195 Jabar 94 1,229,195 Jabar
95 1,223,048 BABEL 95 1,162,752 Jabar
96 1,208,904 Jatim 96 1,103,124 Jabar
97 1,208,706 KALSEL 97 1,049,313 Jabar
98 1,202,988 Jateng 98 1,000,508 Jabar
99 1,183,529 KALTIM 99 956,041 Jabar
100 1,182,670 Banten 100 915,358 Jabar
101 1,180,461 SUMUT 101 877,996 Jabar
102 1,162,752 Jabar 102 843,565 Jabar
103 1,158,336 SULBAR 103 811,733 Jabar
104 1,150,797 DIY 104 782,215 Jabar
105 1,147,507 SULSEL 105 754,769 Jabar
106 1,135,637 Jatim 106 729,183 Jabar
107 1,120,024 Jateng 107 705,276 Jabar
108 1,108,606 RIAU 108 682,886 Jabar
109 1,103,124 Jabar 109 661,874 Jabar
110 1,085,159 LAMPUNG 110 642,117 Jabar
111 1,070,743 Jatim 111 623,505 Jabar
112 1,065,355 DKI Jakarta 112 605,941 Jabar
113 1,063,772 SUMSEL 113 589,340 Jabar
114 1,049,313 Jabar 114 573,624 Jabar
115 1,047,764 Jateng 115 558,725 Jabar
116 1,038,585 GORONTALO 116 544,580 Jabar
117 1,035,480 MALUT 117 531,134 Jabar
118 1,029,539 JAMBI 118 518,335 Jabar
119 1,012,865 Jatim 119 506,139 Jabar
120 1,000,508 Jabar 120 494,504 Jabar
121 998,852 SUMUT 121 483,391 Jabar
122 984,263 Jateng 122 472,767 Jabar
123 969,200 SUMBAR 123 462,600 Jabar
142
Menyetarakan Nilai Suara:
Rang- king Divisor Provinsi No Divisor Provinsi Alokasi
Kursi124 967,639 Banten 124 452,861 Jabar
125 960,923 Jatim 125 443,524 Jabar
126 956,041 Jabar 126 434,564 Jabar
127 950,666 PAPUA 127 425,959 Jabar
128 935,861 NTT 128 417,688 Jabar
129 928,020 Jateng 129 409,732 Jabar
130 915,358 Jabar 130 402,073 Jabar
131 914,049 Jatim 131 394,696 Jabar
132 897,314 NAD 132 387,584 Jabar
133 892,506 SULSEL 133 380,724 Jabar
134 883,371 NTB 134 374,103 Jabar
135 878,648 KALBAR 135 367,708 Jabar
136 877,996 Jabar 136 361,528 Jabar
137 877,856 Jateng 137 355,552 Jabar
138 877,807 SULTENG 138 349,771 Jabar
139 871,654 DKI Jakarta 139 344,175 Jabar
140 871,535 Jatim 140 338,755 Jabar
141 865,672 SUMUT 141 333,503 Jabar
142 844,013 LAMPUNG 142 328,411 Jabar
143 843,565 Jabar 143 323,472 Jabar
144 832,838 Jateng 144 318,680 Jabar
145 832,800 Jatim 145 314,028 Jabar
146 827,378 SUMSEL 146 309,510 Jabar
147 818,772 Banten 147 305,119 Jabar
148 811,733 Jabar 148 300,852 Jabar
149 797,362 Jatim 149 296,702 Jabar
150 792,212 Jateng 150 292,665 Jabar
151 791,862 RIAU 151 288,737 Jabar
152 782,215 Jabar 152 284,913 Jabar
153 778,273 BALI 153 281,188 Jabar
154 764,817 Jatim 154 277,560 Jabar
155 763,828 SUMUT 155 274,024 Jabar
143
Jumlah dan Alokasi Kursi DPR ke Provinsi
Rang- king Divisor Provinsi No Divisor Provinsi Alokasi
Kursi156 760,855 IRJABAR 156 270,578 Jabar
157 755,365 Jateng 157 267,216 Jabar
158 755,312 SULUT 158 263,938 Jabar
159 754,769 Jabar 159 260,738 Jabar
160 743,523 SULTRA 160 257,616 Jabar
161 737,554 DKI Jakarta 161 254,567 Jabar
162 734,824 Jatim 162 251,590 Jabar
163 734,200 KALTENG 163 248,681 Jabar
164 730,232 SULSEL 164 245,839 Jabar
165 729,183 Jabar 165 243,061 Jabar
166 725,224 KALSEL 166 240,345 Jabar
167 721,793 Jateng 167 237,690 Jabar
168 710,117 KALTIM 168 235,092 Jabar
169 709,602 Banten 169 232,550 Jabar
170 707,095 Jatim 170 230,063 Jabar
171 705,276 Jabar 171 227,629 Jabar
172 692,285 SUMBAR 172 225,245 Jabar
173 691,078 Jateng 173 222,911 Jabar
174 690,556 LAMPUNG 174 220,625 Jabar
175 690,478 DIY 175 218,385 Jabar
176 683,425 SUMUT 176 216,190 Jabar
177 682,886 Jabar 177 214,039 Jabar
178 681,382 Jatim 178 211,930 Jabar
179 676,946 SUMSEL 179 3,088,618 JAMBI 7
180 668,472 NTT 180 1,029,539 JAMBI
181 662,871 Jateng 181 617,724 JAMBI
182 661,874 Jabar 182 441,231 JAMBI
183 657,474 Jatim 183 343,180 JAMBI
184 642,117 Jabar 184 280,783 JAMBI
185 640,939 NAD 185 237,586 JAMBI
186 639,213 DKI Jakarta 186 32,480,685 Jateng 77
187 636,876 Jateng 187 10,826,895 Jateng
144
Menyetarakan Nilai Suara:
Rang- king Divisor Provinsi No Divisor Provinsi Alokasi
Kursi188 635,187 Jatim 188 6,496,137 Jateng
189 630,979 NTB 189 4,640,098 Jateng
190 627,606 KALBAR 190 3,608,965 Jateng
191 626,119 Banten 191 2,952,790 Jateng
192 623,505 Jabar 192 2,498,514 Jateng
193 618,337 SUMUT 193 2,165,379 Jateng
194 617,889 SULSEL 194 1,910,629 Jateng
195 617,724 JAMBI 195 1,709,510 Jateng
196 615,892 RIAU 196 1,546,699 Jateng
197 614,361 Jatim 197 1,412,204 Jateng
198 612,843 Jateng 198 1,299,227 Jateng
199 605,941 Jabar 199 1,202,988 Jateng
200 594,857 Jatim 200 1,120,024 Jateng
201 590,558 Jateng 201 1,047,764 Jateng
202 589,340 Jabar 202 984,263 Jateng
203 584,317 LAMPUNG 203 928,020 Jateng
204 576,554 Jatim 204 877,856 Jateng
205 573,624 Jabar 205 832,838 Jateng
206 572,800 SUMSEL 206 792,212 Jateng
207 570,542 BENGKULU 207 755,365 Jateng
208 570,400 PAPUA 208 721,793 Jateng
209 569,837 Jateng 209 691,078 Jateng
210 564,568 SUMUT 210 662,871 Jateng
211 564,012 DKI Jakarta 211 636,876 Jateng
212 561,899 KEPRI 212 612,843 Jateng
213 560,212 Banten 213 590,558 Jateng
214 559,343 Jatim 214 569,837 Jateng
215 558,725 Jabar 215 550,520 Jateng
216 555,909 BALI 216 532,470 Jateng
217 550,520 Jateng 217 515,566 Jateng
218 544,580 Jabar 218 499,703 Jateng
219 543,131 Jatim 219 484,786 Jateng
145
Jumlah dan Alokasi Kursi DPR ke Provinsi
Rang- king Divisor Provinsi No Divisor Provinsi Alokasi
Kursi220 538,444 SUMBAR 220 470,735 Jateng
221 535,503 SULSEL 221 457,474 Jateng
222 532,470 Jateng 222 444,941 Jateng
223 531,134 Jabar 223 433,076 Jateng
224 527,831 Jatim 224 421,827 Jateng
225 526,684 SULTENG 225 411,148 Jateng
226 519,923 NTT 226 400,996 Jateng
227 519,403 SUMUT 227 391,334 Jateng
228 518,335 Jabar 228 382,126 Jateng
229 518,017 KALSEL 229 373,341 Jateng
230 515,566 Jateng 230 364,952 Jateng
231 513,370 Jatim 231 356,931 Jateng
232 510,467 MALUKU 232 349,255 Jateng
233 507,227 KALTIM 233 341,902 Jateng
234 506,859 Banten 234 334,852 Jateng
235 506,408 LAMPUNG 235 328,088 Jateng
236 506,139 Jabar 236 321,591 Jateng
237 504,642 DKI Jakarta 237 315,346 Jateng
238 503,912 RIAU 238 309,340 Jateng
239 499,703 Jateng 239 303,558 Jateng
240 499,680 Jatim 240 297,988 Jateng
241 498,508 NAD 241 292,619 Jateng
242 496,427 SUMSEL 242 287,440 Jateng
243 494,504 Jabar 243 282,441 Jateng
244 493,199 DIY 244 277,613 Jateng
245 490,762 NTB 245 272,947 Jateng
246 488,138 KALBAR 246 268,435 Jateng
247 486,701 Jatim 247 264,071 Jateng
248 484,786 Jateng 248 259,845 Jateng
249 483,391 Jabar 249 255,753 Jateng
250 480,929 SUMUT 250 251,788 Jateng
251 474,380 Jatim 251 247,944 Jateng
146
Menyetarakan Nilai Suara:
Rang- king Divisor Provinsi No Divisor Provinsi Alokasi
Kursi252 472,767 Jabar 252 244,216 Jateng
253 472,503 SULSEL 253 240,598 Jateng
254 470,735 Jateng 254 237,085 Jateng
255 462,784 Banten 255 233,674 Jateng
256 462,667 Jatim 256 230,359 Jateng
257 462,600 Jabar 257 227,138 Jateng
258 457,474 Jateng 258 224,005 Jateng
259 456,581 DKI Jakarta 259 220,957 Jateng
260 453,187 SULUT 260 217,991 Jateng
261 452,861 Jabar 261 215,104 Jateng
262 451,518 Jatim 262 212,292 Jateng
263 447,761 SUMUT 263 37,476,011 Jatim 88
264 446,830 LAMPUNG 264 12,492,004 Jatim
265 446,114 SULTRA 265 7,495,202 Jatim
266 444,941 Jateng 266 5,353,716 Jatim
267 443,524 Jabar 267 4,164,001 Jatim
268 441,231 JAMBI 268 3,406,910 Jatim
269 440,894 Jatim 269 2,882,770 Jatim
270 440,545 SUMBAR 270 2,498,401 Jatim
271 440,520 KALTENG 271 2,204,471 Jatim
272 438,024 SUMSEL 272 1,972,422 Jatim
273 434,564 Jabar 273 1,784,572 Jatim
274 433,076 Jateng 274 1,629,392 Jatim
275 432,374 BALI 275 1,499,040 Jatim
276 430,759 Jatim 276 1,388,000 Jatim
277 426,387 RIAU 277 1,292,276 Jatim
278 425,959 Jabar 278 1,208,904 Jatim
279 425,761 Banten 279 1,135,637 Jatim
280 425,392 NTT 280 1,070,743 Jatim
281 422,766 SULSEL 281 1,012,865 Jatim
282 421,827 Jateng 282 960,923 Jatim
283 421,079 Jatim 283 914,049 Jatim
147
Jumlah dan Alokasi Kursi DPR ke Provinsi
Rang- king Divisor Provinsi No Divisor Provinsi Alokasi
Kursi284 418,873 SUMUT 284 871,535 Jatim
285 417,688 Jabar 285 832,800 Jatim
286 416,878 DKI Jakarta 286 797,362 Jatim
287 411,824 Jatim 287 764,817 Jatim
288 411,148 Jateng 288 734,824 Jatim
289 409,732 Jabar 289 707,095 Jatim
290 407,870 NAD 290 681,382 Jatim
291 407,683 BABEL 291 657,474 Jatim
292 407,428 PAPUA 292 635,187 Jatim
293 402,968 Jatim 293 614,361 Jatim
294 402,902 KALSEL 294 594,857 Jatim
295 402,073 Jabar 295 576,554 Jatim
296 401,532 NTB 296 559,343 Jatim
297 400,996 Jateng 297 543,131 Jatim
298 399,796 LAMPUNG 298 527,831 Jatim
299 399,385 KALBAR 299 513,370 Jatim
300 394,696 Jabar 300 499,680 Jatim
301 394,510 KALTIM 301 486,701 Jatim
302 394,484 Jatim 302 474,380 Jatim
303 394,223 Banten 303 462,667 Jatim
304 393,487 SUMUT 304 451,518 Jatim
305 391,916 SUMSEL 305 440,894 Jatim
306 391,334 Jateng 306 430,759 Jatim
307 387,584 Jabar 307 421,079 Jatim
308 386,351 Jatim 308 411,824 Jatim
309 386,112 SULBAR 309 402,968 Jatim
310 383,599 DIY 310 394,484 Jatim
311 383,528 DKI Jakarta 311 386,351 Jatim
312 382,502 SULSEL 312 378,546 Jatim
313 382,126 Jateng 313 371,050 Jatim
314 380,724 Jabar 314 363,845 Jatim
315 378,546 Jatim 315 356,914 Jatim
148
Menyetarakan Nilai Suara:
Rang- king Divisor Provinsi No Divisor Provinsi Alokasi
Kursi316 376,203 SULTENG 316 350,243 Jatim
317 374,103 Jabar 317 343,817 Jatim
318 373,341 Jateng 318 337,622 Jatim
319 372,769 SUMBAR 319 331,646 Jatim
320 371,050 Jatim 320 325,878 Jatim
321 371,002 SUMUT 321 320,308 Jatim
322 369,535 RIAU 322 314,924 Jatim
323 367,708 Jabar 323 309,719 Jatim
324 367,036 Banten 324 304,683 Jatim
325 364,952 Jateng 325 299,808 Jatim
326 363,845 Jatim 326 295,087 Jatim
327 361,720 LAMPUNG 327 290,512 Jatim
328 361,528 Jabar 328 286,076 Jatim
329 359,947 NTT 329 281,775 Jatim
330 356,931 Jateng 330 277,600 Jatim
331 356,914 Jatim 331 273,548 Jatim
332 355,552 Jabar 332 269,612 Jatim
333 355,118 DKI Jakarta 333 265,787 Jatim
334 354,591 SUMSEL 334 262,070 Jatim
335 353,760 BALI 335 258,455 Jatim
336 350,948 SUMUT 336 254,939 Jatim
337 350,243 Jatim 337 251,517 Jatim
338 349,771 Jabar 338 248,186 Jatim
339 349,255 Jateng 339 244,941 Jatim
340 349,241 SULSEL 340 241,781 Jatim
341 346,195 GORONTALO 341 238,701 Jatim
342 345,160 MALUT 342 235,698 Jatim
343 345,121 NAD 343 232,770 Jatim
344 344,175 Jabar 344 229,914 Jatim
345 343,817 Jatim 345 227,127 Jatim
346 343,356 Banten 346 224,407 Jatim
347 343,180 JAMBI 347 221,752 Jatim
149
Jumlah dan Alokasi Kursi DPR ke Provinsi
Rang- king Divisor Provinsi No Divisor Provinsi Alokasi
Kursi348 342,325 BENGKULU 348 219,158 Jatim
349 341,902 Jateng 349 216,624 Jatim
350 339,758 NTB 350 214,149 Jatim
351 338,755 Jabar 351 4,393,239 KALBAR 10
352 337,941 KALBAR 352 1,464,413 KALBAR
353 337,622 Jatim 353 878,648 KALBAR
354 337,140 KEPRI 354 627,606 KALBAR
355 334,852 Jateng 355 488,138 KALBAR
356 333,503 Jabar 356 399,385 KALBAR
357 332,951 SUMUT 357 337,941 KALBAR
358 331,646 Jatim 358 292,883 KALBAR
359 330,628 DKI Jakarta 359 258,426 KALBAR
360 330,266 LAMPUNG 360 231,223 KALBAR
361 329,647 KALSEL 361 3,626,119 KALSEL 9
362 328,411 Jabar 362 1,208,706 KALSEL
363 328,088 Jateng 363 725,224 KALSEL
364 326,061 RIAU 364 518,017 KALSEL
365 325,878 Jatim 365 402,902 KALSEL
366 323,757 SUMSEL 366 329,647 KALSEL
367 323,705 SULUT 367 278,932 KALSEL
368 323,472 Jabar 368 241,741 KALSEL
369 323,067 SUMBAR 369 213,301 KALSEL
370 322,781 KALTIM 370 2,202,599 KALTENG 5
371 322,546 Banten 371 734,200 KALTENG
372 321,591 Jateng 372 440,520 KALTENG
373 321,302 SULSEL 373 314,657 KALTENG
374 320,308 Jatim 374 244,733 KALTENG
375 318,680 Jabar 375 3,550,586 KALTIM 8
376 318,653 SULTRA 376 1,183,529 KALTIM
377 316,889 PAPUA 377 710,117 KALTIM
378 316,709 SUMUT 378 507,227 KALTIM
379 315,346 Jateng 379 394,510 KALTIM
150
Menyetarakan Nilai Suara:
Rang- king Divisor Provinsi No Divisor Provinsi Alokasi
Kursi380 314,924 Jatim 380 322,781 KALTIM
381 314,657 KALTENG 381 273,122 KALTIM
382 314,028 Jabar 382 236,706 KALTIM
383 313,854 DIY 383 1,685,698 KEPRI 4
384 311,954 NTT 384 561,899 KEPRI
385 309,719 Jatim 385 337,140 KEPRI
386 309,510 Jabar 386 240,814 KEPRI
387 309,340 Jateng 387 7,596,115 LAMPUNG 18
388 309,297 DKI Jakarta 388 2,532,038 LAMPUNG
389 306,280 MALUKU 389 1,519,223 LAMPUNG
390 305,119 Jabar 390 1,085,159 LAMPUNG
391 304,683 Jatim 391 844,013 LAMPUNG
392 304,115 Banten 392 690,556 LAMPUNG
393 303,845 LAMPUNG 393 584,317 LAMPUNG
394 303,558 Jateng 394 506,408 LAMPUNG
395 301,978 SUMUT 395 446,830 LAMPUNG
396 300,852 Jabar 396 399,796 LAMPUNG
397 299,808 Jatim 397 361,720 LAMPUNG
398 299,336 BALI 398 330,266 LAMPUNG
399 299,105 NAD 399 303,845 LAMPUNG
400 297,988 Jateng 400 281,338 LAMPUNG
401 297,856 SUMSEL 401 261,935 LAMPUNG
402 297,502 SULSEL 402 245,036 LAMPUNG
403 296,702 Jabar 403 230,185 LAMPUNG
404 295,087 Jatim 404 217,032 LAMPUNG
405 294,457 NTB 405 1,531,402 MALUKU 4
406 292,883 KALBAR 406 510,467 MALUKU
407 292,665 Jabar 407 306,280 MALUKU
408 292,619 Jateng 408 218,772 MALUKU
409 292,602 SULTENG 409 1,035,480 MALUT 2
410 291,738 RIAU 410 345,160 MALUT
411 290,551 DKI Jakarta 411 4,486,570 NAD 11
151
Jumlah dan Alokasi Kursi DPR ke Provinsi
Rang- king Divisor Provinsi No Divisor Provinsi Alokasi
Kursi412 290,512 Jatim 412 1,495,523 NAD
413 288,737 Jabar 413 897,314 NAD
414 288,557 SUMUT 414 640,939 NAD
415 287,676 Banten 415 498,508 NAD
416 287,440 Jateng 416 407,870 NAD
417 286,076 Jatim 417 345,121 NAD
418 285,059 SUMBAR 418 299,105 NAD
419 284,913 Jabar 419 263,916 NAD
420 282,441 Jateng 420 236,135 NAD
421 281,775 Jatim 421 213,646 NAD
422 281,338 LAMPUNG 422 4,416,855 NTB 10
423 281,188 Jabar 423 1,472,285 NTB
424 280,783 JAMBI 424 883,371 NTB
425 278,932 KALSEL 425 630,979 NTB
426 277,613 Jateng 426 490,762 NTB
427 277,600 Jatim 427 401,532 NTB
428 277,560 Jabar 428 339,758 NTB
429 276,985 SULSEL 429 294,457 NTB
430 276,278 SUMUT 430 259,815 NTB
431 275,793 SUMSEL 431 232,466 NTB
432 275,253 NTT 432 4,679,307 NTT 11
433 274,024 Jabar 433 1,559,769 NTT
434 273,949 DKI Jakarta 434 935,861 NTT
435 273,548 Jatim 435 668,472 NTT
436 273,122 KALTIM 436 519,923 NTT
437 272,947 Jateng 437 425,392 NTT
438 272,924 Banten 438 359,947 NTT
439 270,578 Jabar 439 311,954 NTT
440 269,612 Jatim 440 275,253 NTT
441 268,435 Jateng 441 246,279 NTT
442 267,216 Jabar 442 222,824 NTT
443 265,787 Jatim 443 2,851,999 PAPUA 7
152
Menyetarakan Nilai Suara:
Rang- king Divisor Provinsi No Divisor Provinsi Alokasi
Kursi444 265,568 DIY 444 950,666 PAPUA
445 265,002 SUMUT 445 570,400 PAPUA
446 264,071 Jateng 446 407,428 PAPUA
447 263,954 RIAU 447 316,889 PAPUA
448 263,938 Jabar 448 259,273 PAPUA
449 263,916 NAD 449 219,385 PAPUA
450 262,070 Jatim 450 5,543,031 RIAU 13
451 261,935 LAMPUNG 451 1,847,677 RIAU
452 260,738 Jabar 452 1,108,606 RIAU
453 259,845 Jateng 453 791,862 RIAU
454 259,815 NTB 454 615,892 RIAU
455 259,610 Banten 455 503,912 RIAU
456 259,424 BALI 456 426,387 RIAU
457 259,273 PAPUA 457 369,535 RIAU
458 259,140 DKI Jakarta 458 326,061 RIAU
459 259,115 SULSEL 459 291,738 RIAU
460 258,455 Jatim 460 263,954 RIAU
461 258,426 KALBAR 461 241,001 RIAU
462 257,616 Jabar 462 221,721 RIAU
463 256,772 SUMSEL 463 1,158,336 SULBAR 3
464 255,753 Jateng 464 386,112 SULBAR
465 255,053 SUMBAR 465 231,667 SULBAR
466 254,939 Jatim 466 8,032,551 SULSEL 19
467 254,609 SUMUT 467 2,677,517 SULSEL
468 254,567 Jabar 468 1,606,510 SULSEL
469 253,618 IRJABAR 469 1,147,507 SULSEL
470 251,788 Jateng 470 892,506 SULSEL
471 251,771 SULUT 471 730,232 SULSEL
472 251,590 Jabar 472 617,889 SULSEL
473 251,517 Jatim 473 535,503 SULSEL
474 248,681 Jabar 474 472,503 SULSEL
475 248,186 Jatim 475 422,766 SULSEL
153
Jumlah dan Alokasi Kursi DPR ke Provinsi
Rang- king Divisor Provinsi No Divisor Provinsi Alokasi
Kursi476 247,944 Jateng 476 382,502 SULSEL
477 247,841 SULTRA 477 349,241 SULSEL
478 247,536 Banten 478 321,302 SULSEL
479 246,279 NTT 479 297,502 SULSEL
480 245,851 DKI Jakarta 480 276,985 SULSEL
481 245,839 Jabar 481 259,115 SULSEL
482 245,036 LAMPUNG 482 243,411 SULSEL
483 245,001 SUMUT 483 229,501 SULSEL
484 244,941 Jatim 484 217,096 SULSEL
485 244,733 KALTENG 485 2,633,420 SULTENG 6
486 244,610 BABEL 486 877,807 SULTENG
487 244,518 BENGKULU 487 526,684 SULTENG
488 244,216 Jateng 488 376,203 SULTENG
489 243,411 SULSEL 489 292,602 SULTENG
490 243,061 Jabar 490 239,402 SULTENG
491 241,781 Jatim 491 2,230,569 SULTRA 5
492 241,741 KALSEL 492 743,523 SULTRA
493 241,001 RIAU 493 446,114 SULTRA
494 240,814 KEPRI 494 318,653 SULTRA
495 240,598 Jateng 495 247,841 SULTRA
496 240,345 Jabar 496 2,265,937 SULUT 5
497 240,206 SUMSEL 497 755,312 SULUT
498 239,402 SULTENG 498 453,187 SULUT
499 238,701 Jatim 499 323,705 SULUT
500 237,690 Jabar 500 251,771 SULUT
501 237,586 JAMBI 501 4,845,998 SUMBAR 11
502 237,085 Jateng 502 1,615,333 SUMBAR
503 236,706 KALTIM 503 969,200 SUMBAR
504 236,534 Banten 504 692,285 SUMBAR
505 236,135 NAD 505 538,444 SUMBAR
506 236,092 SUMUT 506 440,545 SUMBAR
507 235,698 Jatim 507 372,769 SUMBAR
154
Menyetarakan Nilai Suara:
Rang- king Divisor Provinsi No Divisor Provinsi Alokasi
Kursi508 235,092 Jabar 508 323,067 SUMBAR
509 233,858 DKI Jakarta 509 285,059 SUMBAR
510 233,674 Jateng 510 255,053 SUMBAR
511 232,770 Jatim 511 230,762 SUMBAR
512 232,550 Jabar 512 7,446,401 SUMSEL 18
513 232,466 NTB 513 2,482,134 SUMSEL
514 231,667 SULBAR 514 1,489,280 SUMSEL
515 231,223 KALBAR 515 1,063,772 SUMSEL
516 230,762 SUMBAR 516 827,378 SUMSEL
517 230,359 Jateng 517 676,946 SUMSEL
518 230,185 LAMPUNG 518 572,800 SUMSEL
519 230,159 DIY 519 496,427 SUMSEL
520 230,063 Jabar 520 438,024 SUMSEL
521 229,914 Jatim 521 391,916 SUMSEL
522 229,501 SULSEL 522 354,591 SUMSEL
523 228,904 BALI 523 323,757 SUMSEL
524 227,808 SUMUT 524 297,856 SUMSEL
525 227,629 Jabar 525 275,793 SUMSEL
526 227,138 Jateng 526 256,772 SUMSEL
527 227,127 Jatim 527 240,206 SUMSEL
528 226,469 Banten 528 225,649 SUMSEL
529 225,649 SUMSEL 529 212,754 SUMSEL
530 225,245 Jabar 530 12,985,075 SUMUT 31
531 224,407 Jatim 531 4,328,358 SUMUT
532 224,005 Jateng 532 2,597,015 SUMUT
533 222,981 DKI Jakarta 533 1,855,011 SUMUT
534 222,911 Jabar 534 1,442,786 SUMUT
535 222,824 NTT 535 1,180,461 SUMUT
536 221,752 Jatim 536 998,852 SUMUT
537 221,721 RIAU 537 865,672 SUMUT
538 220,957 Jateng 538 763,828 SUMUT
539 220,625 Jabar 539 683,425 SUMUT
155
Jumlah dan Alokasi Kursi DPR ke Provinsi
Rang- king Divisor Provinsi No Divisor Provinsi Alokasi
Kursi540 220,086 SUMUT 540 618,337 SUMUT
541 219,385 PAPUA 541 564,568 SUMUT
542 219,158 Jatim 542 519,403 SUMUT
543 218,772 MALUKU 543 480,929 SUMUT
544 218,385 Jabar 544 447,761 SUMUT
545 217,991 Jateng 545 418,873 SUMUT
546 217,225 Banten 546 393,487 SUMUT
547 217,096 SULSEL 547 371,002 SUMUT
548 217,032 LAMPUNG 548 350,948 SUMUT
549 216,624 Jatim 549 332,951 SUMUT
550 216,190 Jabar 550 316,709 SUMUT
551 215,104 Jateng 551 301,978 SUMUT
552 214,149 Jatim 552 288,557 SUMUT
553 214,039 Jabar 553 276,278 SUMUT
554 213,646 NAD 554 265,002 SUMUT
555 213,301 KALSEL 555 254,609 SUMUT
556 213,071 DKI Jakarta 556 245,001 SUMUT
557 212,870 SUMUT 557 236,092 SUMUT
558 212,754 SUMSEL 558 227,808 SUMUT
559 212,292 Jateng 559 220,086 SUMUT
560 211,930 Jabar 560 212,870 SUMUT
Total Kursi DPR 560
156
Menyetarakan Nilai Suara:
Lam
pir
an 7
Pen
gh
itu
ng
an M
eto
de
Kuot
a O
pov
ov N
asio
nal
Ku
rsi D
PR 5
00
NO
PRO
VIN
SI
Peng
hitu
ngan
PE
ND
UD
UK
2010
(S
ensu
s BPS
)
KUO
TA
KURS
I
KURS
I TA
HAP
I KU
OTA
M
URN
I
Rem
aind
ers
KURS
I TA
HAP
II
KURS
I TO
TAL
KURS
I 20
09
1Ja
wa
Bara
t43
,021
,826
90.5
8190
0.58
11
9191
2Ja
wa
Tim
ur37
,476
,011
79.
780.
905
179
87
3Ja
wa
Teng
ah32
,380
,687
68.
680.
177
6877
4Su
mat
era
Uta
ra12
,985
,075
27.3
4027
0.34
027
30
5Ba
nten
10,6
44,0
3022
.22
0.41
122
22
6D
KI Ja
kart
a9,
588,
198
20.
200.
188
2021
7Su
law
esi S
elat
an8,
032,
551
17.
160.
912
117
24
8La
mpu
ng7,
596,
115
16.
150.
993
116
18
9Su
mat
era
Sela
tan
7,44
6,40
116
.15
0.67
81
1617
10Ri
au5,
543,
031
12.
110.
671
112
11
11Su
mat
era
Bara
t4,
845,
998
10.
100.
203
1014
12N
usa
Teng
gara
Tim
ur4,
679,
316
10.
90.
852
110
13
13N
angg
roe
Ace
h D
arus
sala
m4,
486,
570
9.9
0.44
69
13
14N
usa
Teng
gara
Bar
at4,
416,
885
9.30
09
0.30
09
10
15Ka
liman
tan
Bara
t4,
393,
239
9.25
09
0.25
09
10
16Ba
li3,
891,
428
8.8
0.19
38
9
157
Jumlah dan Alokasi Kursi DPR ke Provinsi
NO
PRO
VIN
SI
Peng
hitu
ngan
PE
ND
UD
UK
2010
(S
ensu
s BPS
)
KUO
TA
KURS
I
KURS
I TA
HAP
I KU
OTA
M
URN
I
Rem
aind
ers
KURS
I TA
HAP
II
KURS
I TO
TAL
KURS
I 20
09
17Ka
liman
tan
Sela
tan
3,62
6,11
98.
70.
635
18
11
18Ka
liman
tan
Tim
ur3,
550,
586
7.7
0.47
67
8
19D
IY3,
452,
390
7.6
0.50
31
78
20Ja
mbi
3,08
8,61
87.
60.
503
67
21Pa
pua
2,85
1,99
96.
60.
005
610
22Su
law
esi T
enga
h2,
633,
420
6.5
0.54
51
66
23Su
law
esi U
tara
2,26
5,93
75.
40.
771
15
6
24Su
law
esi T
engg
ara
2,23
0,56
95.
40.
696
15
5
25Ka
liman
tan
Teng
ah2,
202,
599
5.4
0.63
81
56
26Be
ngku
lu1,
713,
393
4.3
0.60
81
44
27Ke
pula
uan
Riau
1,68
5,69
84.
30.
549
14
3
28M
aluk
u1,
531,
402
3.3
0.22
43
4
29Ke
pula
uan
Bang
ka B
elitu
ng1,
223,
048
3.2
0.57
51
33
30Su
law
esi B
arat
1,15
8,33
62.
20.
439
23
31G
oron
talo
1,03
8,58
52.
20.
187
23
32M
aluk
u U
tara
1,03
5,47
82.
180
20.
180
23
33Pa
pua
Bara
t76
0,85
52.
10.
602
12
3
JUM
LAH
237,
476,
393
500
483
1750
056
0
158
Menyetarakan Nilai Suara:
NO
PRO
VIN
SI
Peng
hitu
ngan
PE
ND
UD
UK
2010
(S
ensu
s BPS
)
KUO
TA
KURS
I
KURS
I TA
HAP
I KU
OTA
M
URN
I
Rem
aind
ers
KURS
I TA
HAP
II
KURS
I TO
TAL
KURS
I 20
09
1La
mpu
ng0.
993
2Su
law
esi S
elat
an0.
912
3Ja
wa
Tim
ur0.
905
4N
usa
Teng
gara
Tim
ur0.
852
5Su
law
esi U
tara
0.77
1
6Su
law
esi T
engg
ara
0.69
6
7Su
mat
era
Sela
tan
0.67
8
8Ri
au0.
671
9Ka
liman
tan
Teng
ah0.
638
10Ka
liman
tan
Sela
tan
0.63
5
11Be
ngku
lu0.
608
12Pa
pua
Bara
t0.
602
13Ja
wa
Bara
t0.
581
14Ke
pula
uan
Bang
ka B
elitu
ng0.
575
15Ke
pula
uan
Riau
0.54
9
16Su
law
esi T
enga
h0.
545
17D
IY0.
503
18Ja
mbi
0.50
3
19Ka
liman
tan
Tim
ur0.
476
159
Jumlah dan Alokasi Kursi DPR ke Provinsi
NO
PRO
VIN
SI
Peng
hitu
ngan
PE
ND
UD
UK
2010
(S
ensu
s BPS
)
KUO
TA
KURS
I
KURS
I TA
HAP
I KU
OTA
M
URN
I
Rem
aind
ers
KURS
I TA
HAP
II
KURS
I TO
TAL
KURS
I 20
09
20N
angg
roe
Ace
h D
arus
sala
m0.
446
21Su
law
esi B
arat
0.43
9
22Ba
nten
0.41
1
23Su
mat
era
Uta
ra0.
340
24N
usa
Teng
gara
Bar
at0.
300
25Ka
liman
tan
Bara
t0.
250
26M
aluk
u0.
224
27Su
mat
era
Bara
t0.
203
28Ba
li0.
193
29D
KI Ja
kart
a0.
188
30G
oron
talo
0.18
7
31M
aluk
u U
tara
0.18
0
32Ja
wa
Teng
ah0.
177
33Pa
pua
0.00
5
160
Menyetarakan Nilai Suara:
Lam
pir
an 8
Peng
hitu
ngan
Met
ode
Kuot
a O
povo
v N
asio
nal K
ursi
DPR
560
No
Prov
insi
Pend
uduk
20
10
(Sen
sus
BPS)
Kuot
a Ku
rsi
Kurs
i Ta
hap
I Ku
ota
Mur
ni
Rem
aind
ers
Kurs
i Ta
hap
IIKu
rsi
Tota
lKu
rsi
2009
1Ja
wa
Bara
t43
,021
,826
101.
451
101
0.45
11
102
91
2Ja
wa
Tim
ur37
,476
,011
88.
880.
373
8887
3Ja
wa
Teng
ah32
,380
,687
76.
760.
358
7677
4Su
mat
era
Uta
ra12
,985
,075
30.6
2030
0.62
01
3130
5Ba
nten
10,6
44,0
3025
.100
250.
100
2522
6D
KI Ja
kart
a9,
588,
198
22.6
1022
0.61
01
2321
7Su
law
esi S
elat
an8,
032,
551
19.
180.
942
119
24
8La
mpu
ng7,
596,
115
18.
170.
913
118
18
9Su
mat
era
Sela
tan
7,44
6,40
117
.560
170.
560
118
17
10Ri
au5,
543,
031
13.
130.
071
1311
11Su
mat
era
Bara
t4,
845,
998
11.
110.
427
1114
12N
usa
Teng
gara
Tim
ur4,
679,
316
11.
110.
034
1113
13N
angg
roe
Ace
h D
arus
sala
m4,
486,
570
10.5
8010
0.58
01
1113
14N
usa
Teng
gara
Bar
at4,
416,
885
10.
100.
416
1010
15Ka
liman
tan
Bara
t4,
393,
239
10.3
6010
0.36
010
10
16Ba
li3,
891,
428
9.9
0.17
69
9
161
Jumlah dan Alokasi Kursi DPR ke Provinsi
No
Prov
insi
Pend
uduk
20
10
(Sen
sus
BPS)
Kuot
a Ku
rsi
Kurs
i Ta
hap
I Ku
ota
Mur
ni
Rem
aind
ers
Kurs
i Ta
hap
IIKu
rsi
Tota
lKu
rsi
2009
17Ka
liman
tan
Sela
tan
3,62
6,11
99.
80.
551
19
11
18Ka
liman
tan
Tim
ur3,
550,
586
8.8
0.37
38
8
19D
IY3,
452,
390
7.7
0.28
37
8
20Ja
mbi
3,08
8,61
87.
70.
283
77
21Pa
pua
2,85
1,99
97.
60.
725
17
10
22Su
law
esi T
enga
h2,
633,
420
6.21
06
0.21
06
6
23Su
law
esi U
tara
2,26
5,93
75.
50.
343
56
24Su
law
esi T
engg
ara
2,23
0,56
95.
260
50.
260
55
25Ka
liman
tan
Teng
ah2,
202,
599
5.5
0.19
45
6
26Be
ngku
lu1,
713,
393
4.04
04
0.04
04
4
27Ke
pula
uan
Riau
1,68
5,69
84.
30.
975
14
3
28M
aluk
u1,
531,
402
4.3
0.61
11
44
29Ke
pula
uan
Bang
ka
Belit
ung
1,22
3,04
83.
20.
884
13
3
30Su
law
esi B
arat
1,15
8,33
63.
20.
732
13
3
31G
oron
talo
1,03
8,58
52.
20.
449
13
3
32M
aluk
u U
tara
1,03
5,47
82.
20.
442
13
3
33Pa
pua
Bara
t76
0,85
52.
10.
794
12
3
JUM
LAH
237,
476,
393
560
544
1656
056
0
162
Menyetarakan Nilai Suara:
No
Prov
insi
Pend
uduk
20
10
(Sen
sus
BPS)
Kuot
a Ku
rsi
Kurs
i Ta
hap
I Ku
ota
Mur
ni
Rem
aind
ers
Kurs
i Ta
hap
IIKu
rsi
Tota
lKu
rsi
2009
1Ke
pula
uan
Riau
0.97
5
2Su
law
esi S
elat
an0.
942
3La
mpu
ng0.
913
4Ke
pula
uan
Bang
ka
Belit
ung
0.88
4
5Pa
pua
Bara
t0.
794
6Su
law
esi B
arat
0.73
2
7Pa
pua
0.72
5
8Su
mat
era
Uta
ra0.
620
9M
aluk
u0.
611
10D
KI Ja
kart
a0.
610
11N
angg
roe
Ace
h D
arus
sala
m0.
580
12Su
mat
era
Sela
tan
0.56
0
13Ka
liman
tan
Sela
tan
0.55
1
14Ja
wa
Bara
t0.
451
15G
oron
talo
0.44
9
16M
aluk
u U
tara
0.44
2
17Su
mat
era
Bara
t0.
427
163
Jumlah dan Alokasi Kursi DPR ke Provinsi
No
Prov
insi
Pend
uduk
20
10
(Sen
sus
BPS)
Kuot
a Ku
rsi
Kurs
i Ta
hap
I Ku
ota
Mur
ni
Rem
aind
ers
Kurs
i Ta
hap
IIKu
rsi
Tota
lKu
rsi
2009
18N
usa
Teng
gara
Bar
at0.
416
19Ja
wa
Tim
ur0.
373
20Ka
liman
tan
Tim
ur0.
373
21Ka
liman
tan
Bara
t0.
360
22Ja
wa
Teng
ah0.
358
23Su
law
esi U
tara
0.34
3
24D
IY0.
283
25Ja
mbi
0.28
3
26Su
law
esi T
engg
ara
0.26
0
27Su
law
esi T
enga
h0.
210
28Ka
liman
tan
Teng
ah0.
194
29Ba
li0.
176
30Ba
nten
0.10
0
31Ri
au0.
071
32Be
ngku
lu0.
040
33N
usa
Teng
gara
Tim
ur0.
034
164
Menyetarakan Nilai Suara:
Kemitraan bagi Pembaruan Tata PemerintahanJl. Wolter Monginsidi No. 3Kebayoran Baru, Jakarta Selatan 12110INDONESIATelp +62-21-7279-9566Fax. +62-21-720-5260, +62-21-720-4916http://www.kemitraan.or.id
ISBN 978-979-26-9664-6