Download - Memimpin Perubahan Dalam Organisasi
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kepemimpinan memainkan peranan yang penting dalam organisasi.
Berhasil tidaknya suatu organisasi salah satunya ditentukan oleh sumber daya
yang ada dalam organisasi tersebut. Di samping itu faktor yang sangat berperan
penting adalah faktor kepemimpinan. Peran utama kepemimpinan adalah
mempengaruhi orang lain untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Dari sekian banyak tantangan yang dihadapi oleh para pemimpin dan
manajer, mengelola perubahan adalah salah satu yang paling sulit. Salah satu
alasan kepemimpinan menjadi begitu penting dalam beberapa tahun terakhir
adalah bahwa dunia bisnis telah semakin penuh persaingan, dan perubahan
dalam desain organisasi, struktur organisasi, maupun kepemimpinan sangat
diperlukan untuk bertahan hidup dalam lingkungan baru. Perusahaan-perusahaan
harus diorganisasi kembali untuk menghilangkan kegiatan-kegiatan operasi yang
tidak diperlukan dan tidak diinginkan serta menyerap perusahaan-perusahaan
kecil melalui merger dan akuisisi, menuju perubahan dalam organisasi. Di saat
perubahan organisasi dilaksanakan, ketegangan yang dihasilkan oleh hubungan
baru tidak terelakkan.
Kalau dikaitkan dengan lingkungan yang ada, maka dalam
kepemimpinan saat ini sangat diperlukan kemampuan pemimpin untuk
menyesuaikan dengan perubahan. Kepemimpinan dan penyesuaian terhadap
perubahan yang ada merupakan tantangan terbesar masa kini bagi seorang
pemimpin. Peranan seorang pemimpin dalam hubungan antar manusia sangat
terkait dengan gaya kepemimpinan yang ditampilkannya.Seorang pemimpin
diharapkan dapat menampilkan gaya kepemimpinan segala situasi tergantung
kondisi dan situasi serta kepada bawahan yang mana. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan yang efektif adalah kepemimpinan
yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi dari orang-orang yang dipimpinnya.
Penelitian lain kepemimpinan efektif adalah dikaitkan dengan kekuasaan.
1
B. RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan permasalahan terkait dengan Leading Change in
Organizations yang dibahas dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
- Faktor apa sajakah yang menyebabkan perubahan dalam sebuah organisasi?
- Apa yang menyebabkan terjadinya resistensi terhadap perubahan?
- Bagaimana peran pemimpin dalam menghadapi suatu perubahan?
- Gaya kepemimpinan apakah yang efektif untuk memimpin organisasi dalam
proses perubahan?
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. PROSES PERUBAHAN DALAM ORGANISASI
1. Faktor-faktor Pendorong Perubahan
Menghadapi perubahan lingkungan bisnis yang sangat cepat, perusahaan
didorong untuk melakukan perubahan agar dapat berkembang dan bertahan
dalam persaingan bisnis yang kompetitif. Dorongan untuk melakukan
perubahan tersebut dapat berasal dari dalam organisasi maupun dari luar
organisasi (Arum darmawati, 2007)
a) Dorongan dari dalam
Dorongan perubahan dari dalam organisasi adalah adanya permasalahan
sumber daya manusia dan permasalahan manajerial. Permasalahan
sumber daya manusia berasal dari persepsi karyawan tentang bagaimana
mereka diperlakukan di tempat kerja, dan adanya ketidakpuasan kerja,
yang biasanya berakibat pada menurunnya produktivitas, tingginya
tingkat absensi, dan perputaran pekerja. Permasalahan manajerial dalam
organisasi meliputi konflik, kepemimpinan, maupun sistem pembayaran
(reward system) dalam organisasi.
b) Dorongan dari Luar
Dorongan dari luar organisasi untuk berubah disebabkan adanya :
- Perubahan pasar dapat disebabkan karena terjadinya merger dan
akuisisi, resesi, maupun meningkatnya persaingan bisnis domestik
dan intemasional.
- Perubahan karakteristik demografis umur, pendidikan, tingkat
ketrampilan, gender , dan imigrasi yang pada akhirnya menyebabkan
tenaga kerja yang ada semakin beragam, menyebabkan perusahaan
harus mengelola keragaman tersebut secara lebih efektif.
- Perkembangan teknologi informasi yang terjadi sekarang memang
menjadi dorongan kuat bagi organisasi untuk berubah. Apabila
3
perusahaan tidak mengikuti perkembangan teknologi informasi, maka
perusahaan akan semakin tertinggal dengan perusahaan lain.
- tekanan sosial dan politik yang terjadi membuat perusahaan harus
berfikir secara lebih global untuk mencari peiuang baru guna
mencapai kesuksesan.
Dorongan-dorongan untuk melakukan perubahan tersebut
menyadarkan perusahaan untuk melakukan perubahan. Banyak perusahaan
yang mengalami kebangkrutan dan pada akhirnya tutup dikarenakan tidak
mau berubah.
2. Resistensi untuk perubahan
Resistensi sering terjadi karena eksekutif dan pekerja melihat perubahan dari
sudut pandang yang berbeda. Bagi manajer senior perubahan berarti pelung,
baik untuk bisnis maupun untuk dirinya sendiri. Akan tetapi, bagi banyak
pekerja, perubahan di liat sebagai kekacauan dan gangguan. Pada dasarnya
karyawan tidak menolak perubahan, tetapi mereka menolak di ubah. Connor
dalam Yukl (2010) menjelaskan beberapa hal yang menyebabkan penolakan,
yaitu:
1) Ketidakpercayaan kepada orang yang mengusulkan perubahan. Hal ini
akan menyebabkan efek yang besar terhadap sumber penolakan yang
lain.
2) Kepercayaan bahwa perubahan tidak diperlukan. Apabila orang-orang
dalam organisasi merasakan bahwa cara/metode yang selama ini mereka
gunakan sudah baik, maka adanya rencana perubahan akan membuat
mereka menolak.
3) Kepercayaan bahwa perubahan tidak dapat dilakukan. Proses perubahan
yang akan dilakukan membutuhkan usaha yang besar, sehingga
perubahan yang radikal dapat menyebabkan orang meragukan
keberhasilan perubahan.
4) Ancaman ekonomi. Perubahan yang akan dilakukan membuat karyawan
merasa terancam dari segi ekonomi, misalnya perubahan dapat
menyebabkan kehilangan pendapatan karena pemutusan hubungan kerja
4
(PHK) atau penggantian manusia dengan teknologi informasi, sehingga
mereka kehilangan pekerjaan.
5) Perubahan biasanya berbiaya tinggi. Walaupun perubahan biasanya
membawa keuntungan besar bagi perusahaan, tetapi besarnya biaya yang
harus dikeluarkan oleh perusahaan membuat perusahaan berfikir lebih
mendalam sebelum menentukan untuk melakukan perubahan. Dalam hal
ini, perusahaan harus membandingkan biaya dan keuntungan yang
mungkin diperoleh (cost and benefit analysis).
6) Ketakutan akan kegagalan individu. Apabila orang-orang dalam
organisasi sudah terbiasa menggunakan cara/metode lama maka rencana
perubahan membuat mereka ketakutan, jika mereka tidak bisa
menggunakan cara/metode baru.
7) Kehilangan status dan kekuasaan. Perubahan-perubahan besar dalam
organisasi dapat menyebabkan beberapa orang merasa terancam akan
kehilangan kekuasaan dan status akibat adanya perubahan.
8) Ancaman terhadap nilai-nilai dan cita-cita organisasi. Adanya perubahan
menyebabkan ketakutan-ketakutan akan hilangnya nilai-nilai organisasi
yang selama ini telah dianut oleh organisasi.
9) Penolakan akan pengaruh (Resentment of interference). Ada beberapa
orang yang menolak untuk berubah karena mereka tidak mau dikontrol
oleh orang lain.
3. Berbagai Jenis Perubahan Organisasi
1) Perubahan terencana dan tidak terencana
Perubahan organisasional berasal dari sebuah keputusan stategis
untuk mengubah cara organisasi mengerjakan usahanya. Perubahan
organisasional dapat di definisikan sebagai perubahan produk atau jasa,
perubahan ukuran dan struktur organsasi, perubahan system
administrative dan memperkenalkan teknlogi baru.
Unplanned change atau perubahan tidak terencana merupakan
pergeseran aktivitas organisasional karena adanya kekuatan yang
sifatnya eksternal, yang berada di luar control organisasi seperti
pergeseran demografi pekerja, kesenjangan kinerja, peraturan
5
pemerintah , kompetisi glogal, perubahan kondisi ekonomi, kemajuan
dalam teknologi (Greenberg dan Baron, 2003).
2) Tipologi perubahan
Kreitner dan kinicki (2004) mengelompokan berbagai macam
perubahan kedalam tiga macam tipologi, yaitu adaptive cange,
innovative cange, dan radically innovative change.
- Adaptive change merupakan perubahan yang paling rendah tingkat
kompleksitasnya, biaya, dan ketidak pastiannya.
- Innovative change berbeda di tengah kontinum dalam
kompleksitas, biaya, dan ketidak pastiangnya
- Radically innovative change merupakan jens perubahan yang
paling sulit di laksanakan dan cendrung paling menakutkan
kepercayaan manajerial dan keamanan kerja pekerja.
3) Perubahan internal dan fundamental
Menurut Hussey (2000), perubahan internal hampir terjadi dengan
sendirinya, dan mencakup ratusan situasi yang di hadapi manajer
sepanjang kariernya; termasuk di dalamnya perubahan metode, dan
proses kerja, tata letak pabrik, peluncuran produk baru, dan situasi lain
dmana orang melihat kelanjutan dari keadaan lama ke baru.
Sebaliknya, perubahan fundamental merupakan perubahan yang
strategis, visioner, dan transformasional.
4) Tempered radical change
Pada dasarnya, perubahan menurut sifatnya dapat dilakukan
melalui cara yang sangat drastic sampai pada cara yang melalui adaptasi
evolusioner.
Meyerson berpendapat bahwa strategi perubahan merupakan
suatu kontinum dari yang sifatnya sangat pribadi sampai pada sangat
umum. Bentuk perubahan yang terjadi dapat berupa :
- Disruptive self-expression ( deskripsi diri bersipat mengganggu)
- Verbal jujitsu (beladiri secara lisan)
- Variable-term opportunism ( variable oportunisme)
- Srtategic alliance building ( membangun persekutuan strategis)
6
5) Perubahan Sikap atau Peran
Keberhasilan dalam membuat perubahan besar tergantung pada
hal apa yang diubah. Dalam sebuah organisasi, ditenkankan dua sisi
perubahan yaitu sikap atau peran, tapi tidak untuk kedua-duanya.
Pendekatan yang berpusat pada sikap melibatkan perubahan sikap
dan nilai-nilai banding persuasif, program pelatihan, kegiatan team-
building, atau program perubahan budaya. Sedangkan pendekatan yang
berpusat pada peran melibatkan perubahan peran bekerja dengan
reorganisasi alur kerja, merancang ulang pekerjaan untuk mencakup
kegiatan-kegiatan dan tanggung jawab yang berbeda, memodifikasi
hubungan kewenangan, mengubah kriteria dan prosedur untuk evaluasi
kerja, dan mengubah sistem reward. (Yukl, 2010)
B. PERAN PEMIMPIN DALAM PERUBAHAN
Peran pemimpin sangat diperlukan dalam suatu organisasi atau
perusahaan, khususnya perannya dalam membantu perusahaan dalam proses
perubahan. Menurut Schein (dalam Arum Darmawati 2007), kepemimpinan
adalah kemampuan untuk keluar dari budaya lama untuk memulai proses
perubahan yang lebih adaptif. Sehingga dapat dikatakan bahwa kepemimpinan
merupakan proses mempengaruhi orang lain untuk merubah budaya lama ke
budaya baru guna mencapai keefektifan dan kesuksesan organisasi.
Definisi tersebut menyiratkan pentingnya sebuah budaya organisasi baru
untuk membuat sebuah perubahan menjadi sukses (Bass dalam Metcalfe 2005).
Lebih lanjut, Bass menyatakan bahwa budaya organisasi dan kepemimpinan
saling berhubungan untuk mengatasi situasi sulit yang dihadapi perusahaan
dengan menjadikan pemimpin sebagai panutan (role model), dan mengispirasi
karyawan yang lain untuk berpartisipasi dalam perubahan.
Dengan kata lain, organisasi mempengaruhi kepemimpinan seperti
halnya kepemimpinan mempengaruhi budaya (Metcalfe, 2005). (Bass & Avolio,
1990) mengemukakan bahwa gaya kepemimpinan yang lebih tepat untuk
memimpin perusahaan dalam proses perubahan adalah gaya kepemimpinan
transformasi (trarsformational leadership style), jika dibandingan dengan
7
kepemimpinan transaksional (transactional leadership). Banyak penulis yang
menyamakan kepemimpinan transformational dengan kepemimpinan
karisimatik, akan tetapi ada beberapa hal yang membedakan keduanya.
Greenberg dan Baron (2003) menyatakan bahwa transformasi berada di atas
kharismatik (beyond charisma), karena pemimpin yang transformasional pasti
berkarisma, sedangkan pemimpin yang berkarisma belum tentu
transformasional.
Yukl (2010) menyatakan bahwa pemimpin yang karismatik dan
transformasional berbeda karena pemimpin yang transformasional akan
melakukan banyak hal untuk memberdayakan pengikutnya dan mengurangi
ketergantungan karyawan kepada pemimpinnya dengan jalan mendelegasikan
wewenangnya kepada karyawan, mengembangkan keahlian dan meningkatkan
kepercayaan diri karyawan, menciptakan tim-tim, memperbaiki komunikasi,
mengurangi pengawasan-pengawasan yang tidak diperlukan serta membangun
budaya yang kuat untuk mendukung pemberdayaan. Sedangkan pemimpin yang
karismatik melakukan banyak hal untuk meningkatkan citra (image) yang luar
biasa misalnya kesan manajemen, pembatasan informasi, perilaku yang tidak
umum, dan pengambilan resiko personal.
Kemudian Bass menambah satu lagi tipe perilaku dari kepemimpinan
transformasional (Bass & Avolio, 1990), yaitu inspirational motivational yang
merupakan perilaku untuk mengkomunikasikan visi yang akan datang
menggunakan symbol untuk menfokuskan diri pada usaha bawahan, dan
memberikan contoh-contoh perilaku yang tepat kepada pengikut.
C. MEMENGARUHI BUDAYA ORGANISASI
1. Sifat Budaya Organisasi
Budaya organisasi merupakan keyakinan bersama tentang asumsi-
asumsi dan nilai-nilai yang disadari atau tidak disadari yang mampu
mengikat kepaduan suatu organisasi. Nilai-nilai yang dianut tidak secara
akurat mencerminkan budaya ketika mereka tidak sesuai dengan keyakinan
yang mendasarinya.
8
Fungsi utama dari budaya adalah membantu dalam memahami
lingkungan dan bagaimana menanggapinya, sehingga mengurangi
kecemasan, ketidakpastian, dan kebingungan. Masalah eksternal dan internal
organisasi saling berhubungan dan orgaanisasi harus menyelesaikannya
secara serentak.
2. Cara untuk Memengaruhi Budaya
(Yukl, 2010) Pemimpin dapat memengaruhi budaya organisasi dengan
berbagai cara. Secara garis besar, terdapat dua kelompok pendekatan yang
dapat dilakukan pemimpin untuk memengaruhi budaya
organisasi.pendekatan pertama, melibatkan tindakan langsung dari pemimpin
yang dapat berupa perilakunya. Sedangkan pendekatan kedua melibatkan
pengembangan program formal, sistem, struktur organisasi, fasilitas, dan
bentuk budaya.
1) Perilaku Kepemimpinan
Pemimpin mengkomunikasikan nilai-nilai mereka dalam pembahasan
sebuah visi organisasi. Selain itu, membuat pernyataan tentang visi dan
cita-cita. Dan meformulasikan objektifitas jangka panjang dan strategi.
2) Program dan Sistem
Anggaran formal, sesi perencanaan, laporan prestasi, peninjauan
prosedur, dan program pengembangan manajemen dapat digunakan
untuk menekankan beberapa nilai dan keyakinan tentang perilaku yang
tepat.
3) Kriteria untuk Penghargaan dan Keputusan Pribadi
Kriteria yang digunakan sebagai dasar untuk mengalokasikan imbalan
nyata tentang apa yang dihargai oleh organisasi dapat berupa pengakuan
formal dalam upacara dan pujian informal yang mengkomunikasikan
keprihatinan seorang pemimpin dan prioritasnya. Kegagalan untuk
mengakui kontribusi dan prestasi mengirimkan pesan bahwa mereka
tidak penting.
4) Desain Struktur Organisasi dan Fasilitas
9
Desain struktur organisasi dapat mencerminkan nilai-nilai dan
keyakinan tentang orang-orang dan proses, struktur yang terpusat
mencerminkan keyakinan bahwa pemimpin dapat menentukan apa yang
terbaik, sedangkan desentralisasi struktur atau penggunaan tim
swakelola mencerminkan kepercayaan inisiatif individu dan tanggung
jawab bersama. Desain fasilitas juga dapat mencerminkan nilai-nilai
dasar. Menyediakan kantor yang sama dan memiliki fasilitas makan
yang sama untuk semua karyawan adalah suatu konsistensi dengan
nilai-nilai egaliter.
5) Bentuk Budaya
Ritual, upacara. dan tahapan hidup dapat digunakan untuk memperkuat
identifikasi dengan organisasi serta menekankan nilai-nilai inti. cerita
dan mitos lebih merupakan refleksi dari budaya. Untuk menjadi
berguna cerita harus menggambarkan peristiwa nyata dan
menyampaikan pesan yang jelas tentang nilai-nilai.
3. Budaya dan Tahapan Pertumbuhan Organisasi
Pengaruh pemimpin pada budaya organisasi bervariasi tergantung
pada tahap perkembangan organisasi. Pendiri sebuah organisasi baru
memiliki pengaruh yang kuat pada budaya. Pendiri biasanya memiliki visi
untuk sebuah perusahaan baru dan mengusulkan cara untuk melakukan hal-
hal tersebut, yang jika berhasil dalam mencapai tujuan dan mengurangi
kecemasan, secara bertahap akan tertanam menjadi budaya. Namun,
menciptakan budaya dalam sebuah organisasi baru belum tentu berjalan
mulus, mungkin bisa melibatkan konflik yang cukup besar jika ide-ide
pendiri tidak berhasil atau anggota lainnya memiliki pengaruh yang kuat
dengan idenya yang bersaing.
Organisasi yang dewasa , orang-orang selain pendiri atau anggota
keluarga menempati posisi kunci kepemimpinan. Budaya akan menjadi
kurang sadar dan lebih beragam. Sebagai subkultur yang berbeda
berkembang di subunit yang berbeda, konflik dan perebutan kekuasaan dapat
meningkat. Segmen budaya yang awalnya fungsional dapat menjadi
10
disfungsional, menghalangi organisasi dari beradaptasi dengan perubahan
lingkungan.
Secara umum, jauh lebih sulit untuk mengubah budaya dalam sebuah
organisasi dewasa daripada menciptakannya dalam organisasi baru. Salah
satu alasannya adalah bahwa banyak keyakinan yang mendasari dan asumsi
bersama oleh orang-orang dalam suatu organisasi yang implisit dan tak
sadarkan diri.
D. MENGEMBANGKAN VISI
1. Karakteristik yang Diinginkan untuk Sebuah Visi
Visi harus sederhana dan idealis, menggambarkan masa depan yang
diinginkan, bukan rencana kompleks dengan tujuan kuantitatif dan langkah-
langkah tindakan rinci. Visi harus menarik bagi nilai-nilai, harapan, dan cita-
cita anggota organisasi dan pemangku kepentingan lain yang dukungannya
dibutuhkan.
(Yukl, 2010) Visi harus menekankan tujuan ideologis jauh daripada
manfaat langsung yang nyata. Visi harus menantang tapi realistis Untuk
menjadi bermakna dan kredibel. Visi seharusnya tidak menjadi angan-angan,
tapi masa depan yang dicapai didasarkan pada kenyataan saat ini. Visi harus
membahas asumsi dasar tentang apa yang penting dari organisasi, bagaimana
harus berhubungan dengan lingkungan, dan bagaimana orang harus
diperlakukan. Visi harus difokuskan untuk memandu keputusan dan tindakan
yang memungkinkan inisiatif dan kreativitas dalam strategi atau
mencapainya. Visi yang sukses harus cukup sederhana untuk
dikomunikasikan dalam 5 menit atau kurang.
2. Unsur-Unsur Visi
Visi yang berjangka memiliki banyak arti yang berbeda, yang bisa
menciptkan kebingungan. Tidak jelas apakah pernyataan misi, tujuan
strategis, pernyataan nilai, atau slogan merupakan sebuah visi yang efektif.
Salah satu cara untuk menjawabnya adalah dengan memeriksa setiap
11
hubungan yang terbentuk dalam kaitannya dengan karakteristik yang
diinginkan untuk visi.
Pernyataan misi biasanya menggambarkan tujuan organisasi dalam
hal jenis kegiatan yang akan dilakukan untuk pemilih atau pelanggan;
Sebuah pernyataan nilai adalah daftar nilai-nilai kunci atau tema ideologis
dianggap penting bagi suatu organisasi. Sebuah pernyataan nilai
menyediakan awal yang baik untuk mengembangkan visi yang lebih
lengkap. Sebuah pernyataan visi yang efektif memberikan gambaran sekilas
dari di masa depan di mana semua nilai-nilai kunci diwujudkan pada saat
yang sama; Slogan adalah pernyataan yang digunakan untuk menyimpulkan
dan menyampaikan nilai-nilai dalam istilah sederhana; Tujuan strategis
adalah hasil nyata atau hasil yang ingin dicapai pada tenggat waktu tertentu;
Tujuan proyek didefinisikan dalam hal keberhasilan untuk menyelesaikan
aktivitas yang kompleks. (Yukl, 2010)
3. Prosedur Mengembangkan sebuah Visi
Penghakiman dan kemampuan analitik yang dibutuhkan untuk
mensintesis visi, tapi intuisi dan kreativitas juga penting. Untuk
mengembangkan visi sangat penting untuk memiliki pemahaman yang baik
tentang organisasi (operasinya, produk, jasa, pasar, pesaing, dan lingkungan
sosial-politik), dan budaya (keyakinan yang sama dan asumsi tentang dunia
dan organisasi di dalamnya), dan kebutuhan-kebutuhan dasar dan nilai-nilai
karyawan dan pemangku kepentingan lainnya.
Yukl (2010) menyatakan bahwa dalam kebanyakan kasus, visi yang
sukses bukanlah penciptaan tunggal, kepahlawanan pemimpin yang bekerja
sendirian, melainkan mencerminkan kontribusi banyak pihak, orang-orang
yang beragam dalam organisasi. Berikut ini beberapa hal yang dapat
membantu pemimpin dalam mengembangkan sebuah visi, antara lain:
1) Melibatkan stakeholder kunci
2) Mengidentifikasi tujuan strategis dengan daya tarik yang luas
3) Mengidentifikasi unsur-unsur yang relevan dalam ideologi lama
4) Menghubungkan visi untuk kompetensi inti
12
5) Mengevaluasi kredibilitas visi
6) Terus menilai dan memperbaiki visi
E. MENGIMPLEMENTASIKAN PERUBAHAN
Sangat mungkin bahwa keberhasilan upaya untuk mengubah suatu organisasi
tergantung pada kapan, di mana, dan bagaimana berbagai aspek perubahan
diimplementasikan, dan siapa yang berpartisipasi dalam proses tersebut.
1. Tanggung Jawab dalam Mengimplementasikan Perubahan
Perubahan skala besar dalam suatu organisasi tidak mungkin sukses
tanpa dukungan dari manajemen puncak. Namun, Namun, bertentangan
dengan asumsi umum, perubahan tidak selalu diprakarsai oleh manajemen
puncak, dan mereka mungkin tidak terlibat sampai proses sedang
berlangsung (Beer, 1988; Belgard, Fisher & Rayner, 1988 dalam Yukl 2010).
Perubahan besar yang disarankan oleh tingkat yang lebih rendah dapat
ditentang oleh manajer puncak yang sangat berkomitmen dengan pendekatan
tradisional dan tidak mengerti bahwa cara-cara lama dalam melakukan
sesuatu tidak lagi sesuai.
Alih-alih menentukan pedoman rinci untuk perubahan di semua
tingkat organisasi, jauh lebih baik untuk mendorong manajer tingkat
menengah dan bawah untuk mengubah unit mereka sendiri dengan cara yang
konsisten dengan visi dan strategi. Manajemen puncak harus memberikan
dorongan, dukungan, dan sumber daya yang diperlukan untuk memfasilitasi
perubahan, tapi tidak harus mencoba untuk mendikte rincian tentang
bagaimana untuk melakukannya (Yukl, 2010).
2. Pedoman untuk Memimpin Perubahan
Keberhasilan pelaksanaan perubahan dalam organisasi membutuhkan
berbagai perilaku kepemimpinan. Beberapa perilaku melibatkan aspek-aspek
politik dan administrasi, dan lainnya melibatkan motivasi, dukungan, dan
bimbingan orang. Bahkan orang-orang yang awalnya mendukung perubahan
akan membutuhkan dukungan dan bantuan untuk mempertahankan
antusiasme dan optimisme mereka. Perubahan besar memusingkan dan
13
menyakitkan bagi orang-orang, terutama ketika melibatkan masa transisi
penyesuaian yang berkepanjangan, gangguan dan dislokasi. Berikut ini
beberapa pedoman yang menjelaskan cara terbaik untuk menerapkan
perubahan besar dalam sebuah organisasi (didasarkan pada teori dan
penelitian oleh Beer, J 988; Connor, 1995; Jick, 1993; Kotter, 1996; Nadler
et al, 1995; Pettigrew & Whipp, 1991; Tichy & Devanna, 1986 dalam Yukl,
2010).
- Menciptakan rasa yang mendesak tentang perlunya perubahan.
- Mengkomunikasikan kejelasan visi dari manfaat yang bisa diperoleh.
- Identifikasi orang dengan dukungannya yang sangat penting dan
perlawanan yang mungkin terjadi.
- Membangun koalisi yang luas untuk mendukung perubahan.
- Mengisi posisi kunci dengan agen-agen perubahan yang kompeten.
- Gunakan satuan tugas untuk memandu pelaksanaan perubahan.
- Memberdayakan orang yang kompeten untuk membantu merencanakan
dan melaksanakan perubahan.
- Membuatnya secara dramatis dengan perubahan simbolik yang
mempengaruhi pekerjaan.
- Siapkan orang untuk perubahan dengan menjelaskan bagaimana hal itu
akan mempengaruhi mereka.
- Membantu orang mengatasi stres dan kesulitan terhadap perubahan besar.
- Memberikan kesempatan bagi keberhasilan awal untuk membangun
kepercayaan.
- Memantau kemajuan perubahan dan membuat penyesuaian yang
diperlukan.
- Tetap menignfomasikan kemajuan perubahan pada orang-orang.
- Menunjukkan optimisme yang berkelanjutan dan komitmen untuk
perubahan.
F. INOVASI DAN ORGANISASI PEMBELAJAR
14
Lingkungan dalam dunia organisasi menjadi sangat dinamis dan
kompetitif. Persaingan yang terjadi menjadi sangat sering dan mencakup semua
bidang dalam organisasi. Pertumbuhan yang meningkat pada ekspektasi
konsumen pada produk. Sedangkan hanya tersedia sedikit waktu untuk
mengembangkan produk dan jasa tersebut. Maka dari itu, untuk dapat bertahan
dalam gejolak lingkungan yang seperti ini, perusahaan membutuhkan organ-
orang yang dapat belajar dengan cepat dan terus melakukan pengembangan.
Pembelajaran oganisasi melibatkan perolehan dan penggunaan
pengetahuan baru. Di mana pengetahuan baru tersebut dapat dibuat secara
internal atau diperoleh dari luar organisasi (Nevis, DibelJa, & Gould, 1995
dalam Yukl 2010).
1. Penciptaan Internal dari Pengetahuan yang Baru
Organisasi memiliki subunit formal dengan tanggung jawab utama
untuk penelitian dan pengembangan produk dan layanan baru, dan beberapa
organisasi juga memiliki subunit dengan tanggung jawab untuk terus
menilai dan meningkatkan proses kerja. Subunit ini didedikasikan dapat
menjadi sumber penting dari inovasi dalam organisasi, tetapi mereka bukan
satu-satunya sumber internal, banyak inovasi dikembangkan secara informal
oleh karyawan di luar dari kegiatan pekerjaan rutin mereka. Upaya untuk
membantu karyawan menemukan cara yang lebih baik untuk melakukan
pekerjaan atau melakukan perbaikan dalam produk biasanya hanya
memerlukan investasi kecil dari sumber daya dalam tahap perkembangan.
Banyak ide-ide yang baik mati sebelum memiliki kesempatan untuk
diuji, karena ketidakmungkinan untuk mendapatkan persetujuan mereka
dalam sebuah organisasi dimasih menerapkan cara-cara tradisional, Untuk
memfasilitasi pengembangan dan persetujuan dari inovasidiperlukan adanya
sponsor yang akan menggembalakan ide-ide baru tersebut melalui tinjauan
yang panjang dan membosankan. Persetujuan proses dalam organisasi juga
penting untuk mengkaji dan menilai ide-ide baru yang disarankan oleh
individu karyawan atau tim.
2. Akuisisi Eksternal dari Pengetahuan Baru
15
Ide dan pengetahuan baru bisa juga diperoleh dari luar organisasi.
Meniru orang lain merupakan praktik terbaik yang bisa menjadi sumber
inovasi yang berguna. Tapi diperlukan kehati-hatian untuk mengevaluasi
relevansi dari praktek-praktek tersebut sebelum diadopsi. Selain itu, penting
untuk diingat bahwa imitasi sendiri jarang memberikan banyak keunggulan
kompetitif. Peniruan diperlukan untuk memperbaiki praktek-praktek terbaik
orang lain, dan untuk menciptakan pendekatan baru yang belum ditemukan
oleh pesaing.
Meniru apa yang organisasi lain lakukan bukan satu-satunya cara
untuk memperoleh pengetahuan dari luar. Terdapat cara lain seperti
membeli hak untuk menggunakan pengetahuan khusus dari sebuah
organisasi, mempekerjakan orang luar dengan keahlian khusus untuk
mengisi posisi-posisi kunci, menggunakan konsultan eksternal untuk
memberikan pelatihan dalam proses baru, dan memasuki usaha patungan
yang akan memberikan kesempatan belajar (Yukl,2010).
3. Organisasi Pembelajar
Semua organisasi mempelajari hal namun hanya ada beberapa yang
bisa menerapkannya jauh lebih baik dari yang lainnya. Konsep
pembelajaran organisasi ini digunakan untuk menggambarkan organisasi
yang belajar dengan cepat dan menggunakan pengetahuan untuk menjadi
lebih efektif. Dalam organisasi yang memiliki nilai-nilai pembelajaran,
inovasi, eksperimental, dan fleksibilitas tertanam dalam budaya perusahaan.
Para pemimpin mampu mengembangkan dan berbagi konsep pada
penggunaan alat dan model mental untuk dapat memahami bagaimana
sesuatu dapat bekerja, bagaimana untuk beradaptasi pada suatu lingkungan,
dan bagaimana mencapai objektifitas suatu organisasi. Semua orang-orang
akan diberdayakan untuk untuk mengatasi setiap masalah sehingga
ditemukan jalan keluar yang terbaik. Pengetahuan disebar dan tersedia
dengan mudah bagi siapa saja yang membutuhkannya, dan setiap orang
didorong untuk dapat menerapkannya pada pekerjaan mereka.
16
Peter Senge (1990) learning organizations are:
…organizations where people continually expand their capacity to create the
results they truly desire, where new and expansive patterns of thinking are
nurtured, where collective aspiration is set free, and where people are
continually learning to see the whole together.
Organisasi belajar adalah organisasi dimana orang mengembangkan
kapasitas mereka secara terus-menerus untuk menciptakan hasil yang
mereka inginkan, dimana pola pikir yang luas dan baru dipelihara, dimana
aspirasi kolektif dipoles, dimana orang-orang belajar tanpa henti untuk
melihat segala hal secara bersama-sama.
Menurut Peter Senge ada Lima disiplin (lima pilar) yang membuat
suatu organisasi menjadi organisasi pembelajar.
1. Personal Mastery (Penguasaan Pribadi) – belajar untuk memperluas
kapasitas personal dalam mencapai hasil kerja yang paling diinginkan,
dan menciptakan lingkungan organisasi yang menumbuhkan seluruh
anggotanya untuk mengembangkan dirimereka menuju pencapaian
sasaran dan makna bekerja sesuai dengan harapan yang mereka pilih.
2. Mental Models (Model Mental) – proses bercermin, sinambung
memperjelas, dan meningkatkan gambaran diri kita tentang dunia luar,
dan melihat bagaimana mereka membentuk keputusan dan tindakan
kita.
3. Shared Vision (Visi bersama) – membangun rasa komitmen dalam
suatu kelompok, dengan mengembangkan gambaran bersama tentang
masa depan yang akan diciptakan, prinsip dan praktek yang menuntun
cara kita mencapai tujuan masa depan tersebut.
4. Team Learning (Belajar beregu) – mentransformasikan pembicaraan
dan keahlian berfikir (thinking skills), sehingga suatu kelompok dapat
secara sah mengembangkan otak dan kemampuan yang lebih besar
dibanding ketika masing-masing anggota kelompok bekerja sendiri.
5. System Thinking (Berpikir sistem) – cara pandang, cara berbahasa
untuk menggambarkan dan memahami kekuatan dan hubungan yang
menentukan perilaku dari suatu system. Faktor disiplin kelima ini
17
membantu kita untuk melihat bagaimana mengubah sistem secara lebih
efektif dan untuk mengambil tindakan yang lebih pas sesuai dengan
proses interaksi antara komponen suatu sistem dengan lingkungan
alamnya.
Kelima dimensi dari Peter Senge tersebut perlu dipadukan secara utuh,
dikembangkan dan dihayati oleh setiap anggota organisasi, dan diwujudkan
dalam perilaku sehari-hari. Kelima dimensi organisasi pembelajaran ini
harus hadir bersama-sama dalam sebuah organisasi untuk meningkatkan
kualitas pengembangan SDM, karena mempercepat proses pembelajaran
organisasi dan meningkatkan kemampuannya untuk beradaptasi pada
perubahan dan mengantisipasi perubahan pada masa depan.
4. Pedoman untuk Meningkatkan Pembelajaran dan Inovasi
Berikut ini beberapa pedoman untuk meningkatkan pembelajaran dan
inovasi berdasarkan teori, temuan penelitian, dan wawasan praktisi (Herson,
Nemanich, waldman, Galvin, & Keller, 2006; Cavaleri & Fearon, 1996;
Chaston Badger, Mangles, & Sadler-Smith. 2001; Garvin, 1993; James
2002; McGill, Slocum, & Lei, 1993; Nadler et aL. 1995: Schein. 1993a:
Senge, 1990; Ulrich, jick, & Von Glinow, 1993; Yeung, UIrich, Nason, &
Von Glinow, 1999) dalam Yukl 2010.
- Mendorong apresiasi untuk fleksibilitas dan inovasi.
- Mendorong dan memfasilitasi pembelajaran dengan individu dan tim.
- Membantu orang meningkatkan model mental mereka.
- Leverage learning dari kejutan dan kegagalan.
- Mendorong dan memfasilitasi berbagi pengetahuan dan ide-ide.
- Menetapkan tujuan inovasi.
- Menghargai perilaku kewirausahaan
18
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
- Faktor pendorong terjadinya perubahan dalam sebuah organisasi dapat
disebabkan oleh dorongan dari dalam dan dari luar organisasi. Dorongan
dari dalam organisasi menyangkut permasalahan sumber daya manusia dan
permasalahan manajerial. Sedangkan dorongan dari luar organisasi dapat
disebabkan karena Perubahan pasar, perubahan karakteristik demografis,
perkembangan teknologi informasi, dan tekanan sosial dan politik.
- Ada beberapa hal yang menyebabkan penolakan terhadap perubahan, antara
lain: ketidakpercayaan kepada orang yang mengusulkan perubahan,
kepercayaan bahwa perubahan tidak diperlukan, kepercayaan bahwa
perubahan tidak dapat dilakukan, ancaman ekonomi, perubahan biasanya
berbiaya tinggi, ketakutan akan kegagalan individu, kehilangan status dan
kekuasaan, ancaman terhadap nilai-nilai dan cita-cita organisasi, penolakan
akan pengaruh (Resentment of interference).
- Pemimpin berperan penting dalam proses perubahan organisasi. Karena
perubahan sangat erat kaitannya dalam budaya dan visi baru yang akan
dianut sebuah organisasi. Maka dalam perubahan ini seorang pemimpin
berperan untuk mengembangkan dan memengaruhi bawahannya akan
budaya dan visi yang dianutnya.
- Gaya kepemimpinan yang lebih tepat untuk memimpin perusahaan dalam
proses perubahan adalah gaya kepemimpinan transformasi (trarsformational
leadership style). Karena karena pemimpin yang transformasional akan
melakukan banyak hal untuk memberdayakan pengikutnya dan mengurangi
ketergantungan karyawan kepada pemimpinnya. Di mana hal ini sangat
dibutuhkan sebuah organisasi untuk mempercepat proses perubahan yang
akan dilakukan.
19
DAFTAR PUSTAKA
Bass, B.M & Avolio, B.J. (1990). Developing Transformational Leadership,
Joumal of European Industrial Training. VoI 14, p21-27.
Darmawati, Arum (2007). Mengelola suatu Perubahan dalam Organisasi. Jurnal
Ilmu Manajemen. Vol 3, hal 52-53.
David E. Hussey. (2000). How to Manage Organisational Change. Kogan Page
Publishers.
Greenberg, J. & Baron, R.A. (2003). Behavior in Organization. 8th edition. New
Jersey: Pearson Education Inc.
Krietner, R. & Kinicki, A (2004). Oganizational Behavior. 6th edition. McGraw Hill.
Metcalfe, B.A & Metcalfe, J.A. (2005). The Crucial Role of Leadership in
Meeting The Challanges of Change. Journal of Business Perspective. Vol 9,
p 27-39.
Senge, Peter M. (1990) The fifth discipline: The art and practice of the learning
organization. New York: Doubleday.
Yukl, Gary. (2010). Leadership in Organization.7th Edition. New Jersey: Pearson
Education Inc.
20