Download - materi kulit pisang
000000000
PERBEDAAN PENGGUNAAN JENIS KULIT PISANG
TERHADAP KUALITAS NATA
SKRIPSI
Diajukan dalam rangka penyelesaian studi Strata 1 Untuk mencapai gelar Sarjana Pendidikan
Disusun oleh :
Nama : Lina Susanti
NIM : 5401401047
Program Studi : SI PKK Konsentrasi Tata Boga
Jurusan : TJP
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2006
ABSTRAK
Lina Susanti, 2006. Perbedaan Penggunaan Jenis Kulit Pisang terhadap Kualitas Nata. Skripsi: Teknologi Jasa dan Produksi Fakultas Teknik Universitas Negeri Semarang.
Kulit pisang merupakan limbah dari buah pisang yang dibuang begitu saja di tempat pembuangan sampah sebagai limbah organik atau digunakan sebagai pakan ternak. Kulit pisang mempunyai kandungan unsur gizi yang cukup lengkap seperti karbohidrat, lemak, protein, kalsium, fosfor, zat besi, vitamin B, vitamin C dan air (BPPI Surabaya dalam M. Lies Suprapti 2005:86) sehingga memungkinkan apabila dimanfaatkan sebagai bahan dasar pembuatan makanan seperti nata karena kulit pisang mempunyai kandungan karbohidrat yang cukup tinggi sebagai syarat utama agar dapat dibuat nata. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui perbedaan penggunaan jenis kulit pisang terhadap kualitas inderawi nata, ketebalan nata, kandungan serat, dan jumlah cemaran mikroba TPC Colifrom serta bagaimana penerimaan masyarakat terhadap produk nata hasil eksperimen.
Populasi dari penelitian ini adalah nata kulit pisang dengan menggunakan jenis kulit pisang yang berbeda yaitu kulit pisang raja nangka, kulit pisang ambon kuning, dan kulit pisang kepok putih. Sampel penelitian ini adalah sebagian nata dari kulit pisang raja nagka, nata dari kulit pisang ambon kuning dan nata dari kulit pisang kepok putih hasil eksperimen. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini yaitu clusters random sampling .Variabel bebasnya yaitu perbedaan penggunaan jenis kulit pisang sebagai bahan dasar pembuatan nata yaitu kulit pisang raja nagka, kulit pisang ambon kuning, dan kulit pisang kepok putih. Variabel terikatnya yaitu kualitas nata dari kulit pisang dengan indikator warna, aroma, rasa, dan tekstur, ketebalan nata, kandungan gizi (serat makanan) dan jumlah cemaran mikroba (TPC Colifrom). Sedangkan variabel kontrol atau variabel yang dikendalikan sama meliputi : jumlah bahan, peralatan pembuatan media nata, proses pembuatan, suhu serta ruang dan lama fermentasi.Metode pengumpulan data penelitian ini adalah penilaian subyektif dan obyektif. Penilaian subyektif dengan uji inderawi dan uji kesukaan. Penilaian obyektif dengan uji kimiawi (uji laboratorium). Analisis data yang digunakan yaitu analisis Anava klasifikasi tunggal dan dilanjutkan dengan uji Tukey. Anava digunakan untuk mengetahui apakah ada perbedaan penggunaan jenis kulit pisang terhadap kualitas warna, aroma, rasa dan tekstur. Uji Tukey untuk mengetahui seberapa besar perbedaan antar sampel nata hasil eksperimen sedangkan uji kimiawi digunakan untuk mengetahuai kandungan serat kasar, cemaran mikroba TPC Colifrom dan ketebalan nata hasil penelitian.
Hasil penelitian menunjukan 1) ada perbedaan penggunaan jenis kulit pisang terhadap kualitas inderawi nata. Urutan sampel terbaiknya sebagai berikut sampel kode 341 yaitu nata dari kulit pisang raja nangka, kemudian sampel kode 482 yaitu nata dari kulit pisang ambon kuning, dan sampel kode 631 yaitu nata dari kulit pisang kepok putih. 2) Kandungan rata-rata serat kasar tertinggi adalah sampel kode 341 yaitu nata dari kulit pisang raja nangka sebesar 2,84025%, kemudian sampel kode 631 yaitu nata dari kulit pisang kepok putih sebesar 2,2545%, dan sampel kode 482 yaitu nata dari kulit pisang ambon kuning sebesar 2,2066%. Hasil uji kimiawi untuk kandungan serat kasar sudah
ii
sesuai dengan syarat mutu Standar Nasional Indonesia (SNI) yaitu maksimal 4,5%. 3) jumlah kandungan rata-rata cemaran mikroba TPC Colifrom nata de musa terendah sampel kode 482 sebesar 2,25x102 cfu/g kemudian sampel kode 631 sebesar 2,47x102 cfu/g, dan sampel kode 341 sebesar 2,79x102 cfu/g. Hasil uji kimiawi untuk jumlah cemaran mikroba TPC Colifrom sudah sesuai dengan syarat mutu Standar Nasional Indonesia (SNI) yaitu kurang dari 3 APM/g. 4) ada perbedaan penggunaan jenis kulit pisang terhadap ketebalan nata hasil eksperiman. Ketebalan rata-rata nata yang terbaik adalah sampel kode 341 (dari kulit pisang raja nangka) sebesar 12,12 mm, kemudian sampel kode 631 (dari kulit pisang kepok putih) sebesar 11,34 mm, dan sampel kode 482 (dari kulit pisang ambon kuning) sebesar 11,03 mm. 5) secara umum dari 80 panelis tidak terlatih menyatakan sampel yang paling disukai adalah sampel kode 341 (nata dari kulit pisang raja nangka), ini cukup beralasan karena secara umum sampel kode 341 mempunyai kreteria yang paling mendekati kreteria nata yang ideal yaitu warna putih (cenderung transparan), beraroma khas, rasa manis, tekstur kenyal dan tebal.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah ada perbedaan penggunaan jenis kulit pisang yang berbeda terhadap kualitas inderawi nata hasil eksperimen ditinjau dari aspek warna, aroma , rasa dan tekstur ,kandungan serat tertinggi adalah nata dengan menggunakan kulit pisang raja nangka (sampel kode 341). Jumlah cemaran mikroba TPC Colifrom terendah adalah nata dari kulit pisang ambon kuning (sampel kode 482). Ketebalan nata hasil eksperimen yang terbaik adalah nata dari kulit pisang raja nangka (sampel kode 341). Berdasarkan penilaian panelis tidak terlatih dapat diketahui bahwa secara umum sampel kode 341 yaitu nata dari kulit pisang raja nangka merupakan sampel yang paling disukai. Saran dalam penelitian ini adalah Penggunaan starter sebaiknya menggunakan starter yang berumur 7 sampai 8 hari karena starter yang lebih dari 8 hari akan menghasilkan nata yang berkualitas kurang maksimal. Dalam proses fermentasi atau pemeraman sebaiknya menggunakan ruangan yang gelap tanpa fentilasi udara agar cahanya dan udara tidak banyak yang masuk karena cahaya dan udara berpengaruh terhadap kaulitas nata yang dihasilkan. Perlu penelitian lebih lanjut untuk meningkatkan kualitas nata untuk mendapatkan hasil yang lebih baik dari aspek warna, aroma, rasa, tekstur dan keamanan sehingga dapat bersaing dipasaran yaitu dengan meneliti tentang kandungan nata kulit pisang secara keseluruhan yang sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI ) no. 01-4317-1996 yaitu tentang nata dalam kemasan.
PERBEDAAN PENGGUNAAN JENIS KULIT PISANG TERHADAP KUALITAS NATA
Lina Susanti, Teknologi Jasa dan Produksi, S1 PKK Konsentrasi Tata Boga, Fakultas Teknik, UNNES
ABSTRAK Lina Susanti, 2006. Perbedaan Penggunaan Jenis Kulit Pisang terhadap Kualitas Nata. Skripsi: Teknologi Jasa dan Produksi Fakultas Teknik Universitas Negeri Semarang.
Kulit pisang merupakan limbah dari buah pisang yang dibuang begitu saja di tempat pembuangan sampah sebagai limbah organik atau digunakan sebagai pakan ternak. Kulit pisang mempunyai kandungan unsur gizi yang cukup lengkap seperti karbohidrat, lemak, protein, kalsium, fosfor, zat besi, vitamin B, vitamin C dan air (BPPI Surabaya dalam M. Lies Suprapti 2005:86) sehingga memungkinkan apabila dimanfaatkan sebagai bahan dasar pembuatan makanan seperti nata karena kulit pisang mempunyai kandungan karbohidrat yang cukup tinggi sebagai syarat utama agar dapat dibuat nata. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui perbedaan penggunaan jenis kulit pisang terhadap kualitas inderawi nata, ketebalan nata, kandungan serat, dan jumlah cemaran mikroba TPC Colifrom serta bagaimana penerimaan masyarakat terhadap produk nata hasil eksperimen.
Populasi dari penelitian ini adalah nata kulit pisang dengan menggunakan jenis kulit pisang yang berbeda yaitu kulit pisang raja nangka, kulit pisang ambon kuning, dan kulit pisang kepok putih. Sampel penelitian ini adalah sebagian nata dari kulit pisang raja nagka, nata dari kulit pisang ambon kuning dan nata dari kulit pisang kepok putih hasil eksperimen. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini yaitu clusters random sampling .Variabel bebasnya yaitu perbedaan penggunaan jenis kulit pisang sebagai bahan dasar pembuatan nata yaitu kulit pisang raja nagka, kulit pisang ambon kuning, dan kulit pisang kepok putih. Variabel terikatnya yaitu kualitas nata dari kulit pisang dengan indikator warna, aroma, rasa, dan tekstur, ketebalan nata, kandungan gizi (serat makanan) dan jumlah cemaran mikroba (TPC Colifrom). Sedangkan variabel kontrol atau variabel yang dikendalikan sama meliputi : jumlah bahan, peralatan pembuatan media nata, proses pembuatan, suhu serta ruang dan lama fermentasi.Metode pengumpulan data penelitian ini adalah penilaian subyektif dan obyektif. Penilaian subyektif dengan uji inderawi dan uji kesukaan. Penilaian obyektif dengan uji kimiawi (uji laboratorium). Analisis data yang digunakan yaitu analisis Anava klasifikasi tunggal dan dilanjutkan dengan uji Tukey. Anava digunakan untuk mengetahui apakah ada perbedaan penggunaan jenis kulit pisang terhadap kualitas warna, aroma, rasa dan tekstur. Uji Tukey untuk mengetahui seberapa besar perbedaan antar sampel nata hasil eksperimen sedangkan uji kimiawi digunakan untuk mengetahuai kandungan serat kasar, cemaran mikroba TPC Colifrom dan ketebalan nata hasil penelitian. Hasil penelitian menunjukan 1) ada perbedaan penggunaan jenis kulit pisang terhadap kualitas inderawi nata. Urutan sampel terbaiknya sebagai berikut sampel kode 341 yaitu nata dari kulit pisang raja nangka, kemudian sampel kode 482 yaitu nata dari kulit pisang ambon kuning, dan sampel kode 631 yaitu nata dari kulit pisang kepok putih. 2) Kandungan rata-rata serat kasar tertinggi adalah sampel kode 341 yaitu nata dari kulit pisang raja nangka sebesar 2,84025%, kemudian sampel kode 631 yaitu nata dari kulit pisang kepok putih sebesar 2,2545%, dan sampel kode 482 yaitu nata dari kulit pisang ambon kuning sebesar 2,2066%. Hasil uji kimiawi untuk kandungan serat kasar sudah sesuai dengan syarat mutu Standar Nasional Indonesia (SNI) yaitu maksimal 4,5%. 3) jumlah kandungan rata-rata cemaran mikroba TPC Colifrom nata de musa terendah sampel kode 482 sebesar 2,25x102 cfu/g kemudian sampel kode 631 sebesar 2,47x102 cfu/g, dan sampel kode 341
2
sebesar 2,79x102 cfu/g. Hasil uji kimiawi untuk jumlah cemaran mikroba TPC Colifrom sudah sesuai dengan syarat mutu Standar Nasional Indonesia (SNI) yaitu kurang dari 3 APM/g. 4) ada perbedaan penggunaan jenis kulit pisang terhadap ketebalan nata hasil eksperiman. Ketebalan rata-rata nata yang terbaik adalah sampel kode 341 (dari kulit pisang raja nangka) sebesar 12,12 mm, kemudian sampel kode 631 (dari kulit pisang kepok putih) sebesar 11,34 mm, dan sampel kode 482 (dari kulit pisang ambon kuning) sebesar 11,03 mm. 5) secara umum dari 80 panelis tidak terlatih menyatakan sampel yang paling disukai adalah sampel kode 341 (nata dari kulit pisang raja nangka), ini cukup beralasan karena secara umum sampel kode 341 mempunyai kreteria yang paling mendekati kreteria nata yang ideal yaitu warna putih (cenderung transparan), beraroma khas, rasa manis, tekstur kenyal dan tebal.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah ada perbedaan penggunaan jenis kulit pisang yang berbeda terhadap kualitas inderawi nata hasil eksperimen ditinjau dari aspek warna, aroma , rasa dan tekstur ,kandungan serat tertinggi adalah nata dengan menggunakan kulit pisang raja nangka (sampel kode 341). Jumlah cemaran mikroba TPC Colifrom terendah adalah nata dari kulit pisang ambon kuning (sampel kode 482). Ketebalan nata hasil eksperimen yang terbaik adalah nata dari kulit pisang raja nangka (sampel kode 341). Berdasarkan penilaian panelis tidak terlatih dapat diketahui bahwa secara umum sampel kode 341 yaitu nata dari kulit pisang raja nangka merupakan sampel yang paling disukai. Saran dalam penelitian ini adalah Penggunaan starter sebaiknya menggunakan starter yang berumur 7 sampai 8 hari karena starter yang lebih dari 8 hari akan menghasilkan nata yang berkualitas kurang maksimal. Dalam proses fermentasi atau pemeraman sebaiknya menggunakan ruangan yang gelap tanpa fentilasi udara agar cahanya dan udara tidak banyak yang masuk karena cahaya dan udara berpengaruh terhadap kaulitas nata yang dihasilkan. Perlu penelitian lebih lanjut untuk meningkatkan kualitas nata untuk mendapatkan hasil yang lebih baik dari aspek warna, aroma, rasa, tekstur dan keamanan sehingga dapat bersaing dipasaran yaitu dengan meneliti tentang kandungan nata kulit pisang secara keseluruhan yang sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI ) no. 01-4317-1996 yaitu tentang nata dalam kemasan. Kata Kunci : Nata, Kulit Pisang PENDAHULUAN
1. Alasan pemilihan judul Kulit pisang adalah merupakan bahan buangan (limbah buah pisang) yang cukup
banyak jumlahnya. Pada umumnya kulit pisang belum dimanfaatkan secara nyata, hanya dibuang sebagai limbah organik saja atau digunakan sebagai makanan ternak seperti kambing, sapi, dan kerbau. Jumlah kulit pisang yang cukup banyak akan memiliki nilai jual yang menguntungkan apabila bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku makanan.
Jenis pisang banyak sekali antara lain pisang kepok, pisang ambon, pisang raja, pisang kapas, pisang susu dan masih banyak jenis pisang lainnya tetapi jenis pisang yang biasa digunakan oleh para pedagang pisang goreng, molen goreng dan para pengusaha makanan yang menggunakan buah pisang sebagai bahan baku pada umumnya adalah pisang raja, pisang kepok dan pisang ambon, dimana buah pisang setelah diambil buahnya kulitnya dibuang begitu saja di tempat pembuangan sampah dan belum dimanfaatkan untuk dicoba sebagai bahan dasar makanan yang mengguntukan secara ekonomi.
Kandungan unsur gizi kulit pisang cukup lengkap, seperti karbohidrat, lemak, protein, kalsium, fosfor, zat besi, vitamin B, vitamin C dan air.Unsur-unsur gizi inilah yang dapat digunakan sebagai sumber energi dan antibodi bagi tubuh manusia (Munadjim, 1983:84)
Berdasarkan analisis kimia kulit pisang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan makanan (Munadjim, 1983:63). Produk yang telah dihasilkan dari pengolahan
3
kulit pisang diantaranya anggur kulit pisang. Anggur kulit pisang merupakan hasil proses fermentasi oleh glukosa (karbohidrat).
Nata merupakan produk makanan yang berasal dari proses fermentasi seperti halnya anggur kulit pisang. Syarat untuk membuat produk nata secara umum yaitu bahan dasar harus mempunyai kandungan karbohidrat (glukosa) yang cukup tinggi (Saragih, 2004:3). Tanpa adanya glukosa (karbohidrat) nata tidak dapat terbentuk. Kulit pisang ditinjau dari kandungan unsur gizi ternyata mempunyai kandungan karbohidrat yang cukup tinggi, yaitu 18,50g dalam 100g bahan (BPPI Surabaya dalam M. Lies Suprapti, 2005:86) sehingga kulit pisang juga dapat dijadikan sebagai bahan dasar dalam proses pembuatan produk nata.
2. Permasalahan Permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah ada perbedaan penggunaan
jenis kulit pisang terhadap kualitas inderawi nata hasil eksperimen, dengan indikator warna, rasa, aroma dan tekstur, bagaimana ketebalan nata dari kulit pisang raja nangka, kulit pisang ambon kuning dan kulit pisang kepok putih hasil eksperimen dan berapa kandungan serat, cemaran mikroba ( TPC Colifrom ) yang terdapat pada nata dari kulit pisang raja nangka, kulit pisang ambon kuning, dan kulit pisang kepok putih serta bagaimana tingkat kesukaan masyarakat terhadap nata dari kulit pisang hasil eksperimen.
METODE PENELITIAN
1.Metode Penentuan Obyek Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah nata kulit pisang dengan menggunakan jenis
kulit pisang yang berbeda yaitu kulit pisang raja nangka, kulit ambon kuning dan kulit pisang kepok putih. Kulit pisang ini dipilih yang masih baru, mulus, dan warnanya masih segar.Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian nata kulit pisang raja nangka, nata kulit pisang ambon kuning, dan nata kulit pisang kepok putih hasil eksperimen.Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini yaitu clusters random sampling. Dalam populasi ini terdiri dari kelompok-kelompok (clusters ) dari cluster-cluster diambil secara random (Muhammad Zainuddin, 1998: 96). Dari cluster terpilih ini kemudian diambil unit populasi secara random sehingga diperloleh sampel. Variabel dalam penelitian ini ada tiga macam, yaitu variabel bebas, variabel terikat, dan variabel kontrol. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah perbedaan penggunaan jenis kulit pisang sebagai bahan dasar pembuatan nata yaitu kulit pisang raja nangka, kulit pisang ambon kuning, dan kulit pisang kepok putih.Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kualitas nata dari kulit pisang dengan indikator antara lain warna, aroma, rasa dan tekstur serta ketebalan nata, kandungan serat, dan jumlah kandungan cemaran mikroba TPC Colifrom yang ada pada nata.Variabel yang dijadikan kontrol dalam penelitian ini adalah jumlah bahan, lama fermentasi, suhu dan proses pembuatan.
2. Pendekatan Penelitian Pendekatan yang diambil dalam penelitian ini adalah eksperimen dengan desain acak
sempurna (Completely randomized desaign) yaitu perlakuan dikenakan sepenuhnya secara acak lengkap terhadap kelompok-kelompok eksperimen yang bersifat homogen (Gaspersz, 1991:62).
3. Pelaksanaan Eksperimen Pelaksanaan eksperimen pembuatan nata dari kulit pisang ini dilaksanakan di rumah
peneliti dengan alamat Gg. Manggis No. 7 Rt 03 Rw 03 Sekaran Gunungpati. Eksperimen dilaksanakan di rumah agar dalam pembuatan dapat dilakukan dengan tenang, tidak terbatas waktu sehingga hasil yang diperoleh maksimal.Peralatan yang digunakan dalam eksperimen ini dikelompokkan menjadi peralatan dari logam dan peralatan non logam.Peralatan yang
4
terbuat dari logam yang dipakai yaitu: pisau, panci email, kompor, timbangan.Peralatan yang terbuat dari non logam meliputi toples plastik, karet gelang, saringan, gelas ukur, kertas pH, kertas lakmus, kain serbet, penyaring dan sendok makan.Bahan yang digunakan untuk eksperimen pembuatan nata dari sari kulit pisang meliputikulit pisang raja, sari kulit pisang ambon, sari kulit pisang kepok, gula pasir, asam asetat glasial, pupuk ZA, dan starter.
Adapun formula yang digunakan dalam proses pembuatan nata dari kulit pisang dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel Formula bahan pembuatan nata kulit pisang Bahan Jumlah
Gula pasir (g) 50 50 50 Sari kulit pisang raja nangka (ml) 1000 - - Sari kulit pisang ambon kuning (ml) - 1000 - Sari kulit pisang kepok putih (ml) - - 1000 Asam Asetat Glasial (ml) 5 5 5 Pupuk ZA (g) 3 3 3 Starter (ml) 100 100 100
4. Proses Pembuatan
Proses pembuatan nata dari kulit pisang yaitu menyiapkan bahan dan alat kemudian menimbang bahan.Kulit pisang dicuci bersih dan dipotong-potong kemudian dihancurkan menggunakan blender dengan ditambahkan air diperas dan disaring untuk diambil sarinya.kemudian sari kulit pisang direbus sampai mendidih, gula dan ZA dimasukan diaduk sampai larut yang terakhir asam cuka dimasukan diaduk kembali sampai tercampur rata,kemudian dimasukkan ke dalam loyang loyang plastik yang sudah disterilkan. Media ditutup dengan kertas yang sudah diuapkan dan biarkan selama 12jam setelah didiamkan selama 12 jam kemudian starter dimasukan, tutup kembali media yang dibuka untuk memasukan starter tadi dengan karet. Media nata kemudian diletakkan pada ruangan fermentasi selama 10 hari. Yang berikutnya tahap pemanenan dan pengemasan yaitu setelah 10 hari tutup loyang dibuka, nata kemudian diambil dan dicuci dengan air yang mengalir sampai bersih, nata tersebut direbus untuk menghilangkan sisa asam selama 15 menit. Untuk tahap pengemasan, nata mentah dipotong bentuk dadu dengan ukuran 1x1cm kemudian direbus dalam larutan sirup gula 30% selama 10 menit. Nata siap dikemas dengan menggunakan gelas plastik.
5. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu uji inderawi, uji
laboratorium, dan uji kesukaan. Uji inderawi untuk menggetahui kualitas inderawi yang meliputi empat aspek (warna, aroma, rasa dan tekstur). Uji inderawi dilaksanakan di Fakultas teknik gedung E7 lantai 1, UNNES. Alat pengumpul data uji inderawi yaitu panelis agak terlatih. Uji laboratorium untuk mengetahui kadungan serat, jumlah cemaran mikroba TPC Colifrom, ketebalan nata serta kadar pektin dan keasaman. Alat pengumpul data uji laboratorium yaitu alat laboratorium. Uji kesukaan, untuk mengetahui tingkat kesukaan masyarakat. Alat penggumpul data uji kesukaan ini menggunakan panelis tidak terlatih.
6. Analisa Data Metode analisa data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Anava Klasifikasi
Tunggal, Analisis hasil uji laboratorium, dan Analisis Deskriptif Presentase. Anava klasifikasi tunggal untuk menguji perbedaan kualitas inderawi nata dari kulit pisang. Apabila Fo > Ft berarti ada perbedaan nyata kemudian dilanjutkan dengan uji Tukey yaitu untuk mengetahui perbedaan antar pasangan sampel sehingga dapat diketahui sampel terbaiknya. Analisis uji laboratorium, untuk mengetahui seberapa besar kandungan serat kasar, jumlah cemaran mikroba, ketebalan nata hasil eksperimen apakah sudah memenuhi syarat ambang
5
batas aman konsumsi yang sesuai dengan SNI nata dalam kemasan no. 01-4317-1996, serta untuk mengetahui kadar pektin dan keasaman dari kulit pisang. Analisis Deskriptif Presentase, untuk mengetahui tingkat kesukaan masyarakat terhadap nata dari kulit pisang hasil eksperimen.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sampel dengan kode 341 yaitu untuk nata dari kulit pisang raja nangka. Sampel dengan kode 482 yaitu untuk nata dari kulit pisang ambon kuning. Sampel dengan kode 631 yaitu untuk nata dari kulit pisang kepok putih.
1. Hasil a. Hasil Perbedaan Kualitas Inderawi Nata dari Kulit Pisang
No Indikator F hitung F tabel (5%) Keterangan 1 Warna 157,28 Ada Perbedaan 2 Aroma 226,53 Ada Perbedaan 3 Rasa 231,77 Ada Perbedaan 4 Tekstur 160,31
3,19
Ada Perbedaan
Berdasarkan tabel di atas diperloleh harga F hitung pada keempat aspek lebih besar dari harga F tabel pada taraf signifikansi 5%, dengan demikian Hipotesis kerja (Ha) diterima artinya ada perbedaan yangnyata pada aspek , warna, aroma, rasa, dan tekstur. Karena hasilnya menunjukan signifikan dilanjutkan dengan uji Tukey.
Ringkasan hasil uji Tukey terhadap kualitas inderawi
No Aspek Pasangan sampel Selisih Np Keterangan
341 dengan 482 0,45 Berbeda nyata 341 dengan 631 1,40 Berbeda nyata
1 Warna
482 dengan 631 0,95
0,20
Berbeda nyata 341 dengan 482 0,69 Berbeda nyata 341 dengan 631 1,37 Berbeda nyata
2 Aroma
482 dengan 631 0,68
0,20
Berbeda nyata 341 dengan 482 0,48 Berbeda nyata 341 dengan 631 1,35 Berbeda nyata
3 Rasa
482 dengan 631 0,87
0,20
Berbeda nyata 341 dengan 482 0,81 Berbeda nyata 341 dengan 631 1,47 Berbeda nyata
4 Tekstur
482 dengan 631 0,65
0,20
Berbeda nyata
Hasil Anava Klasifikasi Tunggal dam hasil Tukey menunjukan ada perbedaan nyata kualitas warna, aroma, rasa, dan tekstur.
b. Hasil Uji Laboratorium Kandungan Serat, Jumlah cemaran mikroba dan Ketebalan
nata hasil eksperimen
6
Tabel. Hasil uji laboratorium kandungan serat kasar dan cemaran mikroba
Sampel Kandungan Pengujian I Pengujian II Rata-rata
341 Serat kasar (%) Cemaran mikroba TPC (cfu/g)
2,8266 2,76 x 107
2,8539 2,81 x 107
2,84025 2,785 x 107
482 Serat kasar (%) Cemaran mikroba TPC (cfu/g)
2,2151 2,36 x 107
2,1982 2,25 x 107
2,20665 2,305 x 107
631 Serat kasar (%) Cemaran mikroba TPC (cfu/g)
2,2216 2,41 x 107
2,2874 2,53 x 107
2,2545 2,47 x 107
Sumber : Hasil uji laboratorium Teknologi dan Hasil Pertanian UGM
Uji ketebalan dari ke tiga sampel nata hasil eksperimen diuji dengan alat ukur yaitu Universal Testing Mcr, alat ini selain untuk menggukur ketebalan atau ketinggian juga untuk mengukur kelenturan, kekenyalan atau kekerasan dari sampel yang diujikan.Hasil pengukuran ketebalan dari nata de musa hasil eksperimen dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel Hasil uji laboratorium ketebalan nata (mm)
Sampel Ulangan I Ulangan II Rata-rata 341 13,38 10.86 12,12 482 10,89 11,17 11,03 631 11,37 11,31 11,34
Sumber : Hasil uji laboratorium Teknologi Pangan dan Hasil Pertanian UGM
c. Hasil Uji Kesukaan Masyarakat Terhadap Nata dari Kulit Pisang Berikut ini ringkasan hasil uji kesukaan dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel. Ringkasan hasil uji kesukaan per sampel nata de musa dengan variasi penggunaan jenis kulit pisang dari 80 panelis tidak terlatih
No Panelis Sampel ∑ Skor Persentase (%) Kriteria kesukaan 1 Remaja
putra
341 482 631
353 309 208
88,25 77,25 52,00
Sangat suka Suka Tidak Suka
2 Remaja putri
341 482 631
335 284 204
83,75 71,00 51,00
Suka Suka Tidak Suka
3 Bapak-bapak
341 482 631
365 332 200
91,25 83,00 50,00
Sangat Suka Suka Tidak suka
4 Ibu-ibu 341 482 631
329 294 177
82,25 73,50 44,25
Suka Suka Tidak suka
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa secara umum sampel yang
paling disukai adalah sampel 341 yaitu sampel nata dengan menggunakan kulit pisang raja nangka. Hal ini disebabkan nata dengan kode 341 atau nata dari kulit pisang raja nangka mempunyai kreteria nata yang mendekati ideal yaitu warna putih (cenderung transparn), aroma khas pisang raja nangkas, rasa manis tekstur kenyal dan tebal.
7
2. Pembahasan a. Kualitas inderawi nata dari kulit pisang yang meliputi empat aspek yaitu warna,
aroma, rasa, dan tekstur.
Berdasarkan data uji inderawi yang dilakukan oleh 25 panelis dari keempat sampel pada aspek warna, urutan sampel terbaiknya adalah sampel 341 yaitu sampel nata de musa dengan menggunakan kulit pisang raja nangka dengan warna putih transparan, kemudian sampel 482 yaitu yaitu sampel nata de musa dengan menggunakan kulit pisang ambon kuning dengan warna putih agak transparan dan sampel 361 yaitu nata de musa menggunakan kulit pisang kapok putih dengan warna kurang putih ( cenderung kusam ). Perbedaan warna pada nata de musa hasil eksperimen disebabkan oleh kandungan pektin yang berbeda didalam kulit pisang yang digunakan. Semakin banyak jumlah kandungan pektin ( polisakarida struktural ), warna yang dihasilkan akan semakin kusam ( Nanik Setyowati, 2004 : 4 ) hal ini terbukti dengan hasil yang diperoleh yaitu nata yang terbuat dari kulit pisang kapok putih warnanya kurang putih ( putih kusam ) karena kulit pisang kapok putih memiliki kandungn pektin 1,02%, sedangkan untuk natadari bahan dasar kulit pisang ambon kuning ( kandungan pectin 0,86% ) warnanya agak putih dan nata dari kulit pisang raja nangka ( kandungan pektin 0,66% ) warnanya putih ( putih cenderung transparan ). Dari hasil yang telah diperoleh maka kualitas nata de musa yang terbaik untuk aspek warna adalah nata dari kulit pisang raja nangka.
Berdasarkan data uji inderawi yang dilakukan oleh 25 panelis dari keempat sampel pada aspek aroma, urutan sampel terbaiknya adalah sampel 341 yaitu sampel nata de musa dengan menggunakan kulit pisang raja nangka dengan aroma pisang yang terasa, kemudian sampel 482 yaitu yaitu sampel nata de musa dengan menggunakan kulit pisang ambon kuning dengan aroma pisang agak terasa dan sampel 631 yaitu nata de musa menggunakan kulit pisang kapok putih dengan aroma pisang kurang terasa. Perbedaan aroma pada nata de musa hasil eksperimen disebabkan aroma dari jenis kulit pisang tersebut yang sudah berbeda. Semakin tajam aroma kulit pisang yang digunakan maka aroma buah dari nata hasil eksperimen yang dihasilkan akan ikut terasa aroma buahnya. Selain itu juga yang diperkuat dengan adanya bahan tambahan berupa gula pasir.
Berdasarkan data uji inderawi yang dilakukan oleh 25 panelis dari keempat sampel pada aspek rasa, urutan sampel terbaiknya adalah sampel 341 yaitu sampel nata de musa dengan menggunakan kulit pisang raja nangka dengan rasa manis kemudian sampel 482 yaitu yaitu sampel nata de musa dengan menggunakan kulit pisang ambon kuning dengan rasa agak manis dan sampel 631 yaitu nata de musa menggunakan kulit pisang kapok putih dengan rasa kurang manis. Perbedaan rasa pada nata de musa disebabkan oleh jenis kulit pisang itu sendiri. Dimana didalam kulit pisang mempunyai kandungan pektin yang berdeda pula. Semakin tinggi kandungan pektinnya maka rasa nata yang dihasilkan sebelum direbus dalam larutan gula ( sirup gula ) 30% cenderung semakin asam, keasaman inilah yang dapat mengakibatkan tingkatan rasa nata yang berbeda. . Hal ini terbukti dengan hasil yang diperloleh, rasa nata dari kulit pisang raja nangka ( kandungan pektin 0,66% ) mempunyai rasa yang mendekati kreteria nata yang ideal yaitu manis. Sedangkan nata dari kulit pisang ambon kuning ( kandungan pektin 0,86% ) mempunyai rasa agak manis dan nata dari kulit pisang kepok putih ( kandungan pektin 1,02% ) mempunyai rasa yang kurang manis. Dengan demikian nata de musa yang menggunakan kulit pisang raja nangka sebagai bahan dasarnya akan menghasilkan rasa nata yang terbaik.
8
Berdasarkan data uji inderawi yang dilakukan oleh 25 panelis dari keempat sampel pada aspek tektur, urutan sampel terbaiknya adalah sampel 341 yaitu sampel nata de musa dengan menggunakan kulit pisang raja nangka dengan tekstur kenyal, kemudian sampel 482 yaitu yaitu sampel nata de musa dengan menggunakan kulit pisang ambon kuning dengan tekstur agak kenyal dan sampel 631 yaitu nata de musa menggunakan kulit pisang kapok putih dengan tekstur kurang kenyal.
Perbedaan tekstur pada nata de musa hasil eksperimen disebabkan oleh kandungan pektin yang berbeda pada bahan dasar kulit pisang itu sendiri. Kulit pisang yang mempunyai kandungan pektin yang tinggi akan menghasilkan nata de musa dengan tekstur cenderung lebih liat. Hal ini terbukti dengan hasil yang diperloleh yaitu nata yang terbuat dari kulit pisang raja nangka ( kandungan pektin 0,66% ) teksturnya paling baik yaitu kenyal, sedang untuk nata dari bahan dasar kulit pisang ambon kuning (kandungan pektin 0,86%) teksturnya agak kenyal dan nata dari kulit pisang kepok putih (kandungan pektin 1,02%) teksturnya kurang kenyal cenderung liat dan sulit untuk ditelan. Dari hasil yang telah diperloleh maka kualitas nata de musa yang terbaik untuk aspek tekstur adalah nata dari kulit pisang raja nangka.
b. Kandungan serat, jumlah cemaran mikroba TPC Colifrom dan ketebalan nata
Kandungan rata-rata serat makanan tertinggi pada sampel 341 yaitu sampel nata de musa dengan menggunakan kulit pisang raja nangka sebesar 2,84025% dan terendah pada sampel 482 yaitu sampel nata de musa dengan menggunakan kulit pisang ambon kuning sebesar 2,20665%. Kandungan serat yang terkandung didalam ke tiga sampel dari variasi jenis kulit pisang sudah sesuai dengan syarat mutu nata dalam kemasan menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) mengenai kandungan serat makanan maksimal 4,5%. Hal ini berarti bahwa nata hasil eksperimen layak untuk dikonsumsi.
Kandungan rata-rata cemaran mikroba (TPC Colifrom) tertinggi pada sampel 341 yaitu sampel nata de musa dengan menggunakan kulit pisang raja nangka sebesar 2,785x107 dan terendah pada sampel 482 yaitu sampel nata de musa dengan menggunakan kulit pisang ambon kuning sebesar 2,305x107. Syarat mutu nata dalam kemasan menurut Standar Nasiaonal Indonesia (SNI) mengenai kandungan cemaran mikroba TPC Colifrom adalah < 3 APM/g. Berarti dari ke tiga sampel nata de musa dengan menggunakan jenis kulit pisang yang berbeda sudah memenuhi syarat mutu untuk layak dikonsumsi.
Berdasarkan data uji laboratorium ketebalan nata yang telah dilakukan diketahui bahwa sampel 341 yaitu sampel nata de musa dengan menggunakan kulit pisang raja nangka merupakan nata yang paling tebal yaitu 12,12mm sedangkan sampel 483 yaitu sampel nata de musa dengan menggunakan kulit pisang ambon kuning merupakan yang paling tipis yaitu 11,03mm. Adanya perbedaan ketebalan yang dihasilkan disebabkan oleh jenis bahan dasar yang berbeda selain itu dipengaruhi juga oleh kondisi lingkungan yang tidak selalu stabil .
c. Tingkat Kesukaan Masyarakat Terhadap Nata dari kulit pisang hasil eksperimen
Secara umum dari 80 panelis tidak terlatih dari golongan remaja putra, remaja putrid, bapak-bapak dan golongan ibu-ibu menyatakan sampel yang paling disukai adalah sampel dengan kode 341 yaitu nata dengan menggunakan kulit pisang raja nangka. Hal ini disebabkan nata dengan kode 341 atau nata dari kulit pisang raja nangka mempunyai kreteria nata yang mendekati ideal yaitu warna putih (cenderung transparn), aroma khas pisang raja nangkas, rasa manis tekstur kenyal dan tebal.
9
SIMPULAN DAN SARAN
Mencermati hasil penelitian dan pembahasan pada bab 1V, maka dapat ditarik kesimpulan dan saran 1. Simpulan
Ada perbedaan kuliatas yang nyata pada nata kulit pisang hasil eksperimen yang dibuat dengan jenis kulit pisang yang berbeda (kulit pisang raja nangka, kulit pisang ambon kuning, dan kulit pisang kepok putih) secara keseluruhan dilihat dari indikator warna, aroma, rasa, dan tekstur. Pada uji inderawi sampel terbaiknya adalah sampel dengan kode 341(nata dari kulit pisang raja nangka) kemudiaan sampel kode 482 (nata dari kulit pisang ambon kuning), dan terakhir sampel kode 631 (nata dari kulit pisang kepok putih). Berdasarkan uji ketebalan nata yang paling tebal adalah sampel dengan kode 341 dengan nilai rata-rata sebesar 12,12 mm kemudian sampel kode 631 dengan nilai rata-rata sebesar 11,34 mm terakhir sampel kode 482 dengan nilai rata-rata sebesar 11,13. Berdasarkan uji kandungan serat (Crude Fiber), yang terbaik adalah sampel dengan kode 341 yaitu nata yang menggunakan kulit pisang raja nangka dengan nilai rata-rata sebesar 2,84025% kemudian sampel kode 631 yaitu nata yang menggunakan kulit pisang kepok putih dengan nilai rata-rata sebesar 2,2545% dan terakhir sampel kode 482 yaitu nata yang menggunakan pisang ambon kuning dengan nilai rata-rata sebesar 2.2066%. Nata kulit pisang hasil eksperimen, hasil uji laboratorium ketiga sampel untuk kandungan serat kasar sudah sesuai dengan syarat mutu SNI nata yaitu maksimal 4.5%. Sedangkan untuk kandungan cemaran mikroba TPC Colifrom yang terendah adalah sampel dengan kode 482 dengan nilai rata-rata sebesar 2,25x102 cfu/g kemudian sampel kode 631 dengan nilai rata-rata sebesar 2,47x102 cfu/g dan yang tertinggi yaitu sampel kode 341 dengan nilai rata-rata sebesar 2,79x102 cfu/g. Juga sudah memenuhi syarat mutu SNI nata yaitu kurang dari 3 AMP/g.Berdasarkan penilaian panelis tidak terlatih dapat diketahui bahwa secara umum sampel dengan kode 341 yaitu nata dengan menggunakan kulit pisang raja nangka merupakan sampel yang paling disukai dengan kreteria warna nata putih (cenderung transparan), beraroma buah khas pisang raja nangka, rasa manis dan tekstur kenyal dan tebal.
2.Saran Penggunaan starter sebaiknya menggunakan starter yang berumur 7 sampai 8 hari
karena starter yang umurnya lebih dari 8 hari akan menghasilkan nata yang berkualitas kurang maksimal. Dalam proses fermentasi atau pemeraman sebaiknya menggunakan ruangan yang gelap tanpa fentilasi udara agar cahaya dan udara tidak banyak yang masuk karena cahaya dan udara berpengaruh terhadap kualitas nata yang dihasilkan.Agar produk ini lebih aman untuk dikonsumsi maka bagi calon produsen nata yang berkeinginan mencoba memproduksi sebaiknya perlu diteliti lebih lanjut tentang ambang batas aman konsumsi nata dari kulit pisang secara keseluruhan yang sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) no. 01-4317-1996 yaitu tentang nata dalam kemasan.
10
DAFTAR PUSTAKA
Ani Suryani,dkk. 2005. Membuat Aneka Nata. Jakarta : Panebar Swadaya Anonymous. 1996. Petunjuk Pratikum Mikrobiologi Pangan dan Industri.
Malang : Laboratorium Biologi Universitas Muhammadiyah Bambang Kartika, dkk. 1988. Pedoman Uji Inderawi Bahan Pangan. Yogyakarta : Pusat Antar
Universitas UGM Ch. Lilies Sutarminingsih. 2004. Peluang Usaha Nata de Coco. Yogyakarta : Kanisius Emma S. Wirakusumah. 2003. Buah dan Sayur Untuk Terapi. Jakarta : Panebar Swadaya John M. de Man. 1997. Kimia Makanan Edisi II. Bandung : Institut Teknologi Bandung Krus Haryanto, dkk. 1998. Pemanfaatan Limba Cair Tahu Menjadi Nata de Soya. Semarang :
Balai Pertanian dan Pengembangan Industri Lingga. 1989. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Jakarta : Panebar Swadaya Loekmonohadi. 2002. Paparan Perkuliahan Kimia Makanan. Semarang : Fakultas Teknik
UNNES L. Suhardiyono. 1988. Tanaman Kelapa Budidaya dan Pemanfaatannya. Yogyakarta : Kanisius Muhammad Zainudin. 1996. Metode Penelitian. Yogyakarta : Kanisius M. Lies Suprapti. 2005. Aneka Olahan Pisang. Yogyakarta : Kanisius Munadjim. 1986. Teknologi Pengolahan Pisang. Jakarta : PT. Gramedia Nanik Setyowati. 2004. Karya Tulis Ilmiah. Pengaruh Penambahan Gula Terhadap Berat,
Ketebalan, Kadar Serat dan Kekerasan Nata Jambu Mete. Semarang: Politeknik Kesehatan Semarang
Rindit Pambayun. 2002. Teknologi Penggolahan Nata de Coco. Yogyakarta : Kanisius Rony Palungkun. 1993. Aneka Produk Olahan Kelapa. Jakarta : Panebar Swadaya SNI 01- 2891- 1992. Cara Uji Makanan dan Minuman. Jakarta : Departemen Perindustrian SNI 01- 4317- 1996. Nata dalam Kemasan. Jakarta : Departemen Perindustrian Soewarno T. Soekarno. 1985. Penilaian Organoleptik. Jakarta : Bratara Karya Aksara Sri Suratiningsih. 1997. Pembuatan Nata dengan Menggunakan Berbagai Macam Buah dan
Limbah. Semarang : STIP Farming Sudjana. 1996. Metode Statistik. Bandung : Tarsito Sugiono. 2005. Statistika dalam Penelitian. Bandung : Alfabeta Suharsimi Arikunto. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Yogyakarta : Rineka
Cipta Suswahyundari. 1997. Eksperimen Pembuatan Nata dari Kulit Nanas. Semarang: Institut
Keguruan Ilmu Pendidikan Suyanti Satuhu dan Ahmad Supriyadi. 1996. Pisang Budidaya Pengolahan dan Prospek Pasar.
Jakarta : Panebar Swadaya Vincenht Gaspersz. 1991. Teknik Analisa dalam Penelitian Percobaan. Bandung: Tarsito Warisno. 2004. Mudah dan Praktis Membuat Nata de Coco. Jakarta : Argomedia Pustaka Winarno. F. G, dkk. 1992. Pengantar Teknologi Pangan. Jakarta : PT. Gramedia YP. Saragih. 2004. Membuat Nata de Coco. Jakarta : Puspa Swara
11
HALAMAN PENGESAHAN
“Perbedaan Penggunaan Jenis Kulit Pisang terhadap Kualitas Nata”
Telah dipertahankan dihadapan Panitia ujian Skipsi Fakultas Teknik Universitas Negeri
Semarang pada :
Hari : Rabu
Tanggal : 30 Agustus 2006
Ketua Sekretaris
Dra. Dyah Nurani S, M.Kes Dra. Erna Setyowati, M.Si NIP. 131764485 NIP. 131570062
Ketua Penguji
Dra. Zumiyati NIP. 130345752
Penguji 1
Saptariana, S. Pd. M. Pd NIP. 132093246
Penguji II
Dra. Atiek Z, M. Pd NIP. 131285578
Mengetahui,
Dekan Fakultas Teknik
Prof. Dr. Soesanto, M. Pd NIP. 130875753
iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO : Kesabaran, kemauan, dan kerja keras disertai doa akan membuahkan hasil
yang maksimal.
PERSEMBAHAN :
1. Ayah dan Bunda tercinta terima kasih atas
kasih sayang dan doa-nya
2. Kakak (Mas Soni, Mas Andi, Mba Ida, Mba
Devi) dan kekasihku tersayang (Mas Budi)
yang telah memotivasiku
3. Sahabat – sahabatku yang setia memberikan
dukungan moril
4. Almamaterku tercinta.
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat, taufik dan hidayah-Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini dalam
rangka penyelesaian studi Strata 1 guna mencapai gelar sarjana dengan judul “Perbedaan
Penggunaan Jenis Kulit Pisang terhadap Kualitas Nata”. Peneliti menyadari sepenuhnya
bahwa penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak maka pada
kesempatan ini peneliti mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang
terhormat :
1. Bapak dan Ibu tercinta yang dengan sabar memberikan motivasi dan mendoakan
dalam penyusunan skripsi ini.
2. Ibu Dra. Zumiati, dosen pembimbing l yang telah memberikan bimbingan, dukungan,
dan saran sehingga tersusunnya skripsi ini.
3. Ibu Saptariana, S.Pd, M.Pd, dosen pembimbing II yang telah memberikan bimbingan,
dukungan, dan saran sehingga tersusunnya skripsi ini.
4. Rekan-rekan seperjuangan Tata Boga Angkatan 2001 serta semua pihak yang tidak
dapat peneliti sebutkan satu per satu.
5. Ketua jurusan Teknik Jasa Produksi Universitas Negeri Semarang yang telah
memberikan kesempatan kepada peneliti untuk menyelesaikan skripsi ini.
6. Dekan Fakultas Teknik Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan
kesempatan kepada peneliti untuk menyelesaikan skripsi ini.
7. Semua pihak yang memberikan motivasi dan bantuan dalam penyusunan skripsi ini.
vi
Semoga Allah SWT memberikan balasan setimpal atas jasa-jasa yang telah
memberikan bimbingan pada peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.
Peneliti menyadari bahwa skripsi masih jauh dari sempurna mengingat keterbatasan dan
pengalaman peneliti, namun demikian peneliti berharap semaga skripsi ini bermanfaat
bagi para pembaca. Amin.
Semarang, 7 Agustus 2006
Peneliti
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL……………………………………………………………... i
ABSTRAK………………………………………………………………………... ii
HALAMAN PENGESAHAN……………………………………………………. iv
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN…………………………………. v
KATA PENGANTAR……………………………………………………………. vi
DAFTAR ISI……………………………………………………………………… viii
DAFTAR TABEL………………………………………………………………… xii
DAFTAR GAMBAR……………………………………………………………... xiv
DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………………… xv
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………. 1
A. Latar Belakang…………………………………………………... 1
B. Perumusan Masalah……………………………………………... 3
C. Penegasan Istilah………………………………………………… 3
D. Tujuan Penelitian………………………………………………... 5
E. Manfaat Penelitian………………………………………………. 9
F. Sistematika Skripsi………………………………………………. 6
BAB II LANDASAN TEORI DAN HEPOTESA…………………………... 9
A. Landasan Teori…………………………………………………… 9
1. Tinjauan Tentang Nata…………………………………………. 9
a. Pengertian Nata……………………………………………… 9
b. Mikroorganisme Penghasil Nata…………………………….. 11
c. Bahan yang digunakan dalam Pembuatan Nata……………… 20
Halaman
viii
d. Teknik Pembuatan Nata……………………………………... 27
e. Kualitas Nata………………………………………………… 35
f. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kualitas Nata…………... 37
2. Tinjauan Tentang Kulit Pisang………………………………… 44
B. Kerangka Berfikir………………………………………………… 50
C. Hipotesis………………………………………………………….. 51
BAB III METODE PENELITIAN……………………………………………. 52
A. Populasi dan Sampel Penelitian…………………………………... 52
1. Populasi Penelitian……………………………………………… 52
2. Sampel Penelitian………………………………………………. 52
3. Teknik Pengambilan Sampel…………………………………… 52
B. Variabel Penelitian………………………………………………… 53
1. Variabel Bebas………………………………………………….. 53
2. Variabel Terikat………………………………………………… 53
3. Variabel Kontrol………………………………………………... 53
C. Jenis penelitian……………………………………………………... 54
D. Desain Penelitian…………………………………………………… 54
E. Pelaksanaan Penelitian……………………………………………… 57
F. Metode Pengumpulan Data…………………………………………. 63
1. Penilaian Subyektif……………………………………………. 63
2. Pelaksanaan Penilaian Subyektif……………………………… 65
3. Penilaian Obyektif…………………………………………….. 66
G. Instrumen Pengumpulan Data…………………………………….. 66
ix
1. Panelis agak terlatih…………………………………………… 67
2. Panelis Tidak Terlatih…………………………………………. 70
H. Analisis Data……………………………………………............... 71
1. Uji Prasyarat…………………………………………………... 72
a. Uji Homogenitas……………………………………………. 72
b. Uji Normalitas……………………………………………… 73
2. Uji Varian Klasifikasi Tunggal……………………………….. 74
3. Uji Tukey……………………………………………………… 76
4. Uji Laboratorium……………………………………………… 76
5. Uji Kesukaan………………………………………………….. 77
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN……………………………………… 80
A. Hasil Penelitian dan Analisis Data………………………………... 80
1. Uji Prasyarat…………………………………………………. 80
2. Hasil Uji Varian Klasifikasi Tunggal terhadap Nata Hasil
Eksperimen Berdasarkan Aspek Warna, Aroma, Rasa dan
Tekstur……………………………………………..................
3. Hasil Uji Tukey terhadap Nata Hasil Eksperimen……………
4. Hasil Uji Laboratorium Kandungan Serat, Cemaran Mikroba
dan Ketebalan Nata ………………………………………….
5. Hasil Uji Kesukaan Masyarakat terhadap Nata Hasil
eksperimen …………………………………………………...
B. Pembahasan Hasil Penelitian………………………………………
x
1. Hasil Uji Kualitas Inderawi dengan Indikator Warna, Aroma,
Rasa, dan Tekstur Pada Nata Hasil Eksperimen dengan Variasi
Penggunaan Jenis Kulit Pisang………………………………...
2. Hasil Uji Laboratorium Kandungan Serat Kasar, Cemaran
Mikroba TPC Colifrom dan Ketebalan Nata ………………….
3. Hasil Uji Kesukaan Masyarakat Terhadap Nata Hasil
Eksperimen…………………………………………………….
BAB V. PENUTUP……………………………………………………………
A. Simpulan…………………………………………………………..
B. Saran………………………………………………………………
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………..
LAMPIRAN……………………………………………………………………….
.
..
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Persyaratan Air Minum Indonesia……………………………………... 25
Tabel 2. Kelebihan dan Kekurangan Cara Membuat Nata……………………… 34
Tabel 3. Syarat Mutu Nata………………………………………………………. 37
Tabel 4. Kandungan Unsur Gizi Kulit Pisang…………………………………... 44
Tabel 5. Kandungan Kadar ph dan Pektin Kulit Pisang………………………… 45
Tabel 6. Pengacakan Pelakuan………………………………………………….. 55
Tabel 7. Formula Bahan Pembuatan Nata Kulit Pisang………………………… 59
Tabel 8. Rumus Uji Bartlett……………………………………………………... 72
Tabel 9. Analisis Varian Klasifikasi Tunggal…………………………………… 75
Tabel 10. Interval dan Kreteria Kesukaan………………………………………... 79
Tabel 11 Hasil Uji Homogenitas………………………………………………… 81
Tabel 12. Hasil Uji Normalitas…………………………………………………… 81
Tabel 13. Ringkasan Hasil Analisis Varian Nata de Musa dari Aspek Warna…… 82
Tabel 14. Ringkasan Perhitungan Uji Tukey dari Aspek Warna…………………. 83
Tabel 15. Nilai Rata-rata Uji Inderawi Pada Aspek Warna………………………. 84
Tabel 16. Hasil Analisis Varian Nata de Musa dari Aspek Aroma………………. 86
Tabel 17. Ringkasan Perhitungan Uji Tukey dari Aspek Aroma………………… 87
Tabel 18. Nilai Rata-rata Uji Inderawi dari Aspek Aroma………………………. 87
Tabel 19. Hasil Analisis Varian Nata de Musa dari Aspek Rasa………………… 89
Tabel 20. Ringkasan Perhitungan Uji Tukey dari Aspek Rasa…………………... 88
Halaman
xii
Tabel 21. Nilai Rta-rata Uji Tukey dari Aspek Rasa……………………………... 88
Tabel 22. Hasil Analisis Varian Nata de Musa dari Aspek Tekstur……………… 90
Tabel 23. Ringkasan Perhitungan Uji Tukey dari Aspek Tekstur………………... 91
Tabel 24. Nilai Rata-rata Uji Tukey dari Aspek Tekstur…………………………. 91
Tabel 25. Hasil Uji Laboratorium Kandungan Serat Kasar
dan Cemaran Mikroba………………………………………………….. 93
Tabel 26. Hasil Uji Laboratorium Ketebalan Nata……………………………….. 95
Tabel 27. Ringkasan Hasil Uji Kesukaan Nata dari kulit pisang
Oleh Kelompok Remaja Putra………………………………………… 96
Tabel 28. Ringkasan Hasil Uji Kesukaan Nata dari kulit pisang
Oleh Kelompok Remaja Putri………………………………………….. 96
Tabel 29. Ringkasan Hasil Uji Kesukaan Nata dari kulit pisang
Oleh Kelompok Bapak-bapak………………………………………….. 97
Tabel 30. Ringkasan Hasil Uji Kesukaan Nata dari kulit pisang
Oleh Kelompok Ibu-ibu………………………………………………… 98
Tabel 31. Ringkasan Hasil Uji Kesukaan Setiap Sampel Nata dari kulit pisang
Dari 80 Panelis Tidak Terlatih…………………………………………. 99
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Skema Kerangka Berfikir…………………………………………… 50
Gambar 2. Pola Desain Acak Sempurna………………………………………... 55
Gambar 3. Skema Desain Acak Sempurna………………………….………….. 57
Gambar 4. Skema Pembuatan Nata dari Kulit Pisang…………………………... 62
Gambar 5. Histrogram Nilai Rata-rata Aspek Warna…………………………… 83
Gambar 6. Histrogram Nilai Rata-rata Aspek Aroma…………………………... 86
Gambar 7. Histrogram Nilai Rata-rata Aspek Rasa……………………………... 89
Gambar 8. Histrogram Nilai Rata-rata Aspek Tekstur………………………….. 92
Halaman
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Angket Pedoman Wawancara……………………………………. 117
Lampiran 2. Tabel Hasil Wawancara Calon Panelis Agak Terlatih…………… 120
Lampiran 3. Daftar Nama Calon Panelis Yang Memenuhi
Syarat Validitas Isi………………………………………………… 122
Lampiran 4. Fomulir Pengisian Validitas Isi…………………………………… 123
Lampiran 5. Data Perhitungan Validitas Isi Calon Panelis……………………... 125
Lampiran 6. Daftar Nama Calon Panelis Yang Memenuhi
Syarat Reliabelitas………………………………………………… 127
Lampiran 7. Formulir Pengisian Reliabelitas………………………………….. 128
Lampiran 8. Data Perhitungan Reliabelitas Calon Panelis…………………….. 130
Lampiran 9. Daftar Nama Panelis Agak Terlatih
Yang Memenuhi Syarat Uji Inderawi…………………………….. 133
Lampiran 10. Fomulir Uji Inderawi……………………………………………… 134
Lampiran 11. Data Uji Inderawi Panelis Agak Terlatih
Produk Nata de Musa Aspek Warna, Aroma, Rasa, dan Tekstur…. 136
Lampiran 12. Tabel Persiapan Perhitungan Anava Aspek Warna……………….. 138
Lampiran 13. Uji Homogenitas Aspek Warna…………………………………… 139
Lampiran 14. Uji Normalitas Aspek Warna……………………………………... 140
Lampiran 15. Perhitungan Anava Aspek Warna………………………………… 141
Lampiran 16. Uji Tukey Aspek Warna………………………………………….. 142
Lampiran 17. Tabel Persiapan Perhitungan Anava Aspek Aroma………………. 143
xv
Halaman
Lampiran 18. Uji Homogenitas Aspek Aroma………………………………….. 144
Lampiran 19. Uji Normalitas Aspek Aroma…………………………………….. 145
Lampiran 20. Perhitungan Anava Aspek Aroma………………………………… 146
Lampiran 21. Uji Tukey Aspek Aroma………………………………………….. 147
Lampiran 22. Tabel Persiapan Perhitungan Anava Aspek Rasa…………………. 148
Lampiran 23. Uji Homogenitas Aspek Rasa…………………………………….. 149
Lampiran 24. Uji Normalitas Aspek Rasa……………………………………….. 150
Lampiran 25. Perhitungan Anava Aspek Rasa………………………………….. 151
Lampiran 26. Uji Tukey Aspek Rasa……………………………………………. 152
Lampiran 27. Tabel Persiapan Perhitungan Anava Aspek Tekstur……………… 153
Lampiran 28. Uji Homogenitas Aspek Tekstur…………………………………. 154
Lampiran 29. Uji Normalitas Aspek Tekstur………………………………….… 155
Lampiran 30. Perhitungan Anava Aspek Tekstur……………………………..… 156
Lampiran 31. Uji Tukey Aspek Tekstur………………………………………… 157
Lampiran 32. Daftar Nama Panelis Tidak Terlatih……………………………….. 158
Lampiran 33. Fomulir Pengisian Uji Kesukaan…………………………………. 159
Lampiran 34. Data Hasil Uji Kesukaan Panelis Tidak Terlatih
Kelompok Remaja Putra………………………………………….. 161
Lampiran 35. Data Hasil Uji Kesukaan Panelis Tidak Terlatih
Kelompok Remaja Putri…………………………………………… 162
Lampiran 36. Data Hasil Uji Kesukaan Panelis Tidak Terlatih
Kelompok Bapak-bapak…………………………………………... 164
xvi
Lampiran 37. Data Hasil Uji Kesukaan Panelis Tidak Terlatih
Kelompok Ibu-ibu…………………………………………………. 165
Lampiran 38. Hasil Uji Laboratorium Kandungan Serat dan Cemaran mikroba... 167
Lampiran 39. Hasil Uji Laboratorium Ketebalan Nata de Musa………………… 168
Lampiran 40. Hasil Uji Kadar pH dan Pektin Kulit Pisang……………….……... 171
Lampiran 41. Gambar Bahan-bahan Pembuatan Nata Kulit Pisang……………... 172
Lampiran 42. Gambar Agar Miring……………………………………………… 173
Lampiran 43. Gambar Sampel Nata de Musa…………………………………… 174
Lampiran 44. Gambar Label Nata de Musa…………………………………….. 175
Lampiran 45. Surat Tugas Dosen Pebimbing…………………………………… 176
Lampiran 46. Surat Pernyataan Selesai Bimbingan…………………………….. 177
xvii
.
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kulit pisang adalah merupakan bahan buangan (limbah buah pisang)
yang cukup banyak jumlahnya. Pada umumnya kulit pisang belum
dimanfaatkan secara nyata, hanya dibuang sebagai limbah organik saja atau
digunakan sebagai makanan ternak seperti kambing, sapi, dan kerbau.
Jumlah kulit pisang yang cukup banyak akan memiliki nilai jual yang
menguntungkan apabila bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku makanan.
Jenis pisang banyak sekali antara lain pisang kepok, pisang ambon,
pisang raja, pisang kapas, pisang susu dan masih banyak jenis pisang lainnya
tetapi jenis pisang yang biasa digunakan oleh para pedagang pisang goreng,
molen goreng dan para pengusaha makanan yang menggunakan buah pisang
sebagai bahan baku pada umumnya adalah pisang raja, pisang kepok dan
pisang ambon, dimana buah pisang setelah diambil buahnya kulitnya
dibuang begitu saja di tempat pembuangan sampah dan belum dimanfaatkan
untuk dicoba sebagai bahan dasar makanan yang mengguntukan secara
ekonomi.
Kandungan unsur gizi kulit pisang cukup lengkap, seperti
karbohidrat, lemak, protein, kalsium, fosfor, zat besi, vitamin B, vitamin C
dan air.Unsur-unsur gizi inilah yang dapat digunakan sebagai sumber energi
dan antibodi bagi tubuh manusia ( Munadjim, 1983:84)
2
Berdasarkan analisis kimia kulit pisang dapat dimanfaatkan sebagai
bahan baku pembuatan makanan (Munadjim, 1983:63). Produk yang telah
dihasilkan dari pengolahan kulit pisang diantaranya anggur kulit pisang.
Anggur kulit pisang merupakan hasil proses fermentasi oleh glukosa
(karbohidrat).
Nata merupakan produk makanan yang berasal dari proses
fermentasi seperti halnya anggur kulit pisang. Syarat untuk membuat produk
nata secara umum yaitu bahan dasar harus mempunyai kandungan
karbohidrat (glukosa) yang cukup tinggi (Saragih, 2004:3). Tanpa adanya
glukosa (karbohidrat) nata tidak dapat terbentuk. Kulit pisang ditinjau dari
kandungan unsur gizi ternyata mempunyai kandungan karbohidrat yang
cukup tinggi, yaitu 18,50g dalam 100g bahan (BPPI Surabaya dalam M. Lies
Suprapti, 2005:86) sehingga kulit pisang juga dapat dijadikan sebagai bahan
dasar dalam proses pembuatan produk nata.
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas maka penulis
berkeinginan untuk mengadakan penelitian lebih lanjut tentang nata dari
kulit pisang yang berbeda, dengan judul” Perbedaan Penggunaan Jenis
Kulit Pisang terhadap Kualitas Nata ”
3
B. Perumusan Masalah
Permasalahan yang akan dibahas dan dicari solusinya dalam sripsi
ini adalah :
1. Apakah ada perbedaan penggunaan jenis kulit pisang terhadap kualitas
inderawi nata, dengan indikator warna, rasa, aroma dan tekstur?
2. Bagaimana ketebalan nata dari kulit pisang raja nangka, kulit pisang
ambon kuning dan kulit pisang kepok putih?
3. Berapa kandungan serat, cemaran mikroba ( TPC Colifrom ) yang
terdapat pada nata dari kulit pisang raja nangka, kulit pisang ambon
kuning, dan kulit pisang kepok putih?
4. Bagaimana tingkat kesukaan masyarakat terhadap nata kulit pisang
dengan penggunaan jenis kulit yang berbeda?
C. Penegasan Istilah
Untuk menghindari kesalahtafsiran dalam memahami penelitian yang
berjudul “Perbedaan Penggunaan Jenis Kulit Pisang Terhadap Kualitas
Nata” Maka perlu diberi batasan terhadap beberapa istilah sebagai berikut:
1. Perbedaan
Membandingkan dengan menilai perbedaan dua sampel atau lebih
dengan menggunakan atau tanpa sampel pembanding ( Bambang Kartika,
1988:45). Sedangkan perbedaan dalam penelitiaan ini adalah adanya
perbedaan penggunaan kulit pisang yaitu kulit pisang raja nangka, kulit
4
pisang ambon kuning, dan kulit pisang kepok putih pada pembuatan nata,
untuk diketahui kualitasnya baik secara subyektif maupun obyektif.
2. Jenis kulit pisang
Suatu jenis bahan yang berasal dari buah pisang. Dalam penelitian ini
jenis kulit pisang yang digunakan adalah kulit pisang raja nangka, kulit
pisang ambon kuning, dan kulit pisang kepok putih dengan perbandingan
3:1 antara air dengan kulit pisang yang akan menghasilkan sari kulit
pisang sebagai bahan dasar pembuatan nata.
3. Kualitas
Adalah sekumpulan sifat-sifat yang memberikan karakteristik tertentu
yang dapat membedakan suatu produk tersebut dan mempunyai pengaruh
nyata didalam menentukan derajat penerimaan konsumen yang
mencakup, warna, aroma, rasa, dan tekstur ( Bambang Kartika, 1988:1).
Sedangkan pada penelitiaan ini yang dimaksud dengan kualitas nata
adalah nata yang memiliki batasan mutu meliputi: 1) kualitas inderawi
yang bercirikan: warna putih (cenderung transparan), aroma khas seperti
buah aslinya (pisang raja nangka, pisang ambon kuning, dan pisang
kepok putih), rasa manis, teksturnya kenyal dan tebal 2) kandungan gizi
yaitu mengenai kandar serat kasar 3) jumlah cemaran mikroba TPC
Colifrom yang sesuai dengan persyaratan SNI tentang nata dalam
kemasan serta 4) tingkat kesukaan masyarakat terhadap produk nata hasil
eksperimen.
5
4. Nata
Nata adalah suatu jenis makanan yang dibuat dengan cara
memfermentasikan air kelapa atau sari buah. Nata merupakan makanan
yang berwarna putih transparan yang terasa kenyal yang merupakan
selulosa hasil sintesa gula atau glukosa oleh bakteri Acetobacter xylinum,
bersifat basah. Nata dalam penelitian ini adalah nata yang terbuat dari
kulit pisang.
Dari pengertian diatas secara singkat ”Perbedaan Penggunaan
Jenis Kulit Pisang terhadap Kualitas Nata” dapat diartikan sebagai suatu
penelitian yang dilakukan secara sistematis dan terencana tentang
perbadaan penggunaan jenis kulit pisang pada pembuatan nata yaitu
dengan menggunakan kulit pisang raja nangka, kulit pisang ambon
kuning, dan kulit pisang kepok putih dibandingkan untuk melihat
kualitasnya baik secara subyektif (uji inderawi dan uji kesukaan) maupun
obyektif (penetapan kandungan serat kasar, cemaran mikroba TPC
Colifrom dan ketebalan nata)
D. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui perbedaan hasil nata yang menggunakan kulit pisang
raja nangka, kulit pisang kepok putih dan kulit pisang ambon kuning
dengan indikator warna aroma, rasa, dan tekstur.
2. Untuk mengetahui bagaimana ketebalan nata dari kulit pisang raja
nangka, kulit pisang ambon kuning, dan kulit pisang kepok putih
6
3. Untuk mengetahui kandungan serat dan cemaran mikroba (TPC
Colifrom) nata dari kulit pisang raja nangka, kulit pisang kepok putih
dan kulit pisang ambon kuning.
4. Untuk mengetahui tingkat kesukaan masyarakat terhadap nata kulit
pisang dengan penggunaan jenis kulit pisang yang berbeda.
E. Manfaat Percobaan
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:
1. Memberi masukan bagi masyarakat untuk lebih mendayagunakan kulit
pisang sehingga dapat meningkatkan nilai ekonomisnya dan
menganekaragamkan hasil olahan dari kulit pisang melalui program
PKK.
2. Sebagai masukan bagi para pengusaha makanan yang menggunakan buah
pisang sebagai baha baku makanan, agar pengusaha mengetahui bahwa
kulit pisang dapat diolah menjadi makanan yang mempunyai nilai gizi
dan daya jual yang cukup tinggi.
3. Menambah pengalaman dan pengetahuan secara langsung bagi penulis
sehingga diharapkan penulis dapat membuka lapangan kerja sendiri
menjadi produsen nata kulit pisang.
4. Membuka peluang baru bagi para produsen nata untuk mencoba
memproduksi nata dari bahan baku kulit pisang.
7
F. Sistematika Skripsi
Sistematika skripsi ini terdiri dari tiga bagian yaitu bagian
pendahuluan, bagian isi, bagian akhir.
1. Bagian Pendahuluan
Bagian pendahuluan ini berisi halaman judul, halaman pengesahan,
halaman motto dan persembahan, kata pengantar, daftar isi, daftar tabel
dan daftar lampiran. Bagian ini berguna untuk memudahkan membaca
dan mengetahui isi skripsi.
2. Bagian Isi
Bagian isi terdiri dari lima bab: pendahuluan, landasan teori dan
hipotesis, metode penelitian, laporan hasil penilaian, dan penutup.
BAB I : Pendahuluan
Bab ini berisi tentang alasan dan pemilihan judul,
permasalahan, tujuan penelitian, penegasan istilah, manfaat
penilaian dan sistematika skripsi.
BAB II : Landasan Teori
Bab ini berisi tentang teori-teori yang menjadi landasan
penelitian dalam kegiatan penelitian, yaitu tentang teori nata,
bahan yang digunakan untuk membuat nata kulit pisang,
kerangka berpikir dan hipotesis. Landasan teori digunakan
sebagai landasan berpikir untuk melaksanakan penelitian dan
digunakan sebagai pedoman dalam penelitian.
BAB III : Metodologi Penelitian
8
Bab ini berisi tentang metode penelitian, populasi, sampel
dan variabel penelitian, metode pengumpulan data dan
instrumen. Metode ini berguna untuk menganalisis data dan
menguji kebenaran hipotesis.
BAB IV : Hasil Penelitian dan Pembahasan
Pada bab ini berisi analisis data yang sudah diperoleh
kemudian digunakan untuk membuktikan kebenaran
hipotesis dan membahas mengenai hasil penelitian.
BAB V : Simpulan dan Saran
Pada bab ini berisi rangkuman hasil penelitian yang ditarik
dari analisis data, hipotesis dan pembahasan. Saran berisi
tentang perbaikan-perbaikan atau masukan-masukan dari
peneliti untuk perbaikan yang berkaitan dengan penelitian.
3. Bagian Akhir Skripsi
Bagian ini berisi daftar pustaka dan lampiran-lampiran, daftar pustaka
yang berisi tentang daftar buku, literatur yang berkaitan dengan
penelitian. Lampiran berisi kelengkapan skripsi dan analisis perhitungan
data.
9
BAB II
LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS
A. Landasan Teori
1. Tinjauan Tentang Nata
Tijauan tentang nata akan membahas pengertian nata, bahan yang
digunakan dalam pembuatan nata, teknik pembuatan nata, kualitas nata
dan faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas nata.
a. Pengertian Nata
Nata adalah kata Spanyol yang apabila diterjemahkan ke
dalam bahasa latin menjadi “natare” yang berarti terapung-apung
(Teodula dalam Suswahyundarti, 1997:8). Sedangkan “Ensiclopedia
Universall Ilustrade” mendefinisikan suatu lapisan yang terbentuk di
permukaan media yang mengandung gula. Media untuk pertumbuhan
bakteri nata dapat dibuat dalam air kelapa, sari nanas, sari tomat serta
sari buah-buahan lain yang mengandung banyak gula.
Nata termasuk produk fermentasi, seperti halnya anggur kulit
pisang. Biang yang digunakan adalah bakteri Acetobacter xylinum,
jika ditumbuhkan di media cair yang mengandung gula misalnya air
kelapa, bakteri ini akan menghasilkan asam cuka atau asam asetat
dan lapisan putih yang terapung-apung di permukaan media cair
tersebut. Lapisan putih itulah yang dikenal sebagai nata (Saragih,
2004:3).
9
10
Tanda awal tumbuhnya bakteri nata (Acetobacter xylinum)
dapat dilihat dari keruhnya media cair tadi setelah difermentasi
selama 24 jam pada suhu kamar. Lapisan tipis yang tembus cahaya
mulai terbentuk di permukaan media dan cairan di bawahnya menjadi
semakin jernih setelah difermentasi selama 36-48 jam (Saragih,
2004:4).
Nata dikembangkan pertama kali di negara Filipina.
Percobaan pengembangan di Indonesia dilakukan di Balai Besar
Penelitian dan Pengembangan Industri Hasil Pertanian Bogor tahun
1975 (Warisno, 2004:1). Nata dikenal tidak hanya di daerah asalnya
saja tetapi sudah meluas sampai ke manca negara sebagai makanan
pencuci mulut (dessert) yang banyak disukai. Nata berbentuk padat,
putih bersih mirip kelapa muda dan rasanya menyerupai kolang-
kaling. Kandungan terbesar dalam nata adalah air 98% (Steinkreus
dalam Suswanhyundarti, 1997:8).
Nata sangat baik dikonsumsi terutama oleh mereka yang diet
rendah kalori atau diet tinggi serat, kandungan air yang tinggi
berfungsi untuk memperlancar proses metabolisme tubuh. Serat nata
di dalam tubuh manusia akan mengikat semua unsur sisa hasil
pembakaran yang tidak diserap oleh tubuh, kemudian dibuang
melalui anus berupa tinja atau bolus (Bagus Handoko dalam
Suswahyundarti, 1997:9).
11
Kini di Indonesia nata banyak dijumpai di pasar-pasar atau
supermarket. Nata dijual dalam bentuk awetan air gula yang dikemas
dalam botol atau plastik. Selain itu sering pula ditambahkan bahan
lain untuk memberi cita rasa yang spesifik, misalnya esen atau flaour
buah-buahan.
b. Mikroorganisme penghasil nata
Bakteri asam asetat termasuk mikroorganisme penghasil nata
yang dapat membentuk asam asetat melalui proses oksidasi metil
alkohol menjadi asam asetat dan mampu mengoksidasi komponen-
komponen organik lain, termasuk asam asetat sendiri.
Menurut Ch. Lilies Sutarminingsih (2004:24), bakteri
Acetobacter xylinum dapat diklasiflkasikan dalam golongan:
Divisio : Protophyta Kelas : Schizornycetes Ordo : Pseudomonnales Famili : Paseudomonas Genus : Acetobacter Spesies : Acetobacter xylinum
Menurut Rindit Pambayun (2002:25), sifat-sifat bakteri
Acetobacter xylinum dapat diketahui dari sifat morfologi, sifat
fisiologi dan pertumbuhan selnya.
1) Sifat morfologi
Acetobakter xyilnum merupakan bakteri berbentuk batang
pendek, yang mempunyai panjang 2 mikron dan lebar 0,6 mikron
dengan permukaan dinding yang berlendir. Bakteri ini bisa
12
membentuk rantai pendek dengan satuan 6 - 8 sel. Bersifat tidak
mudah bergerak ( non motil ).
Bakteri ini tidak berwarna dan tidak mempunyai spora
yang tebal didalam dinding selnya. Pertumbuhan bakteri dapat
dilihat oleh mata pada medium cair setelah 48 jam dan akan
membentuk lapisan palikel ( film pada medium cair) sehingga
dapat dengan mudah diambil dengan jarum ose ( jarum yang
terbuat dari kawat dengan ujung berbentuk lingkaran ) untuk
memindahkan biakan ( kultur).
2) Sifat fisiologi
Bakteri ini dapat membentuk asam dari bahan glukosa
(C6H12O6 ), etil alkohol ( C2H5OH ) dan propil alkohol (C3H7OH),
tidak membentuk senyawa busuk yang beracun dari hasil
peruraian protein (indol) dan mempunyai kemampuan
mengoksidasi asam asetat (CH3COOH) menjadi CO2 dan H2O.
Sifat yang paling menonjol dari bakteri ini adalah memiliki
kemampuan untuk menggabungkan reaksi antar glukosa
(polimirisasi) sehingga menjadi selulosa. Selanjutnya, selulosa
tersebut membentuk materi yang dikenal sebagai nata. Faktor-
faktor dominan yang mempengaruhi sifat fisiologi dalam
pembentukan nata adalah ketersediaan nutrisi, derajat keasaman,
temperatur dan ketersediaan oksigen.
3) Pertumbuhan sel
13
Menurut Rindit Pambayun (2002:26), Bakteri umunnya
memperbanyak diri secara pembelahan biner yang berarti satu sel
akan membelah menjadi dua sel baru. Waktu yang diperlukan
untuk mengadakan perbanyakan dari satu sel menjadi dua sel baru
disebut waktu generasi, bakteri akan melewati beberapa fase
pertumbuhan sebagai berikut :
a) Fase adaptasi
Fase ini bakteri belum memperbanyak diri tetapi baru
mulai membesar yaitu dengan adanya makanan dan
penyesuaian diri dalam lingkungan baru. Bahkan sebagian
bakteri mati sehingga hanya bakteri yang kuat saja yang
nantinya dapat memperbanyak diri.
b) Fase pertumbuhan awal
Bakteri pada fase ini memperbanyak diri secara
lambat. Bakteri mulai membesar mendekati ukuran
maksimum, hal ini disebabkan karena adanya permulaan
aktifitas metabolisme. Pada fase ini waktu memperbanyak sel
semakin lama semakin sedikit
c) Fase pertumbuhan eksponsial
Fase ini disebut juga sebagai fase pertumbuhan
logaritma, yang ditandai dengan pertumbuhan yang sangat
cepat. Pada fase ini waktu yang dibutuhkan untuk pembelahan
diri (waktu generasi) paling pendek dan konstan. Jumlah
bakteri untuk setiap waktu generasinya menjadi duakali lipat.
14
Selama fase ini ukuran sel paling minimum, dinding sel paling
tipis dan metabolisme paling kuat.
d) Fase pertumbuhan lambat
Fase ini, kecepatan pembelahan sel berkurang dan
jumlah sel yang mati bertambah, hal ini disebabkan karena
ketersediaan nutrisi telah berkurang, terjadi penimbunan zat-
zat beracun (metabolit toksik), dan adanya perubahan pH.
jumlah sel yang mati.
e) Fase pertumbuhan tetap
Fase ini, jumlah sel yang hidup menjadi tetap
(stasioner), hal ini disebabkan karena adanya pengurangan
makanan dan penimbunan zat-zat beracun secara terus
menerus sehingga perbanyakan sel terhambat dan dapat
menyebabkan kematian sel. Lamanya fase ini tergantung
kepada kepekaan sel terhadap faktor-faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan sel tersebut.
f) Fase menuju kematian
Pada fase ini, bakteri mulai mengalami kematian
karena nutrisi telah habis dan sel kehilangan banyak energi
cadangannya.
g) Fase Kematian
Pada Fase ini, sel dengan cepat mengalami kematian,
hampir merupakan kebalikan dari fase logaritmik. Sel yang
15
hidup semakin lama semakin sedikit karena sel yang mati
semakin banyak. Kecepatan kematian dipengaruhi oleh
nutrisi, lingkungan dan bakteri. Untuk Acetobacter xylinum,
fase ini dicapai setelah hari kedelapan hingga kelima belas.
Pada fase ini, Acetobacter xylinum tidak baik apabila
digunakan sebagai bibit nata.
4) Jenis bibit nata dan teknik pembuatannya.
Bibit nata, mula-mula dapat diisolasi dari air kelapa atau
buah-buahan yang telah masak. Dari hasil isolasi, selanjutnya
dikembangbiakkan sebagai bibit nata yang siap pakai. Isolat yang
dihasilkan sebagian disimpan sebagai kultur stok atau sebagai
bahan dalam penelitian pengembangan kemampuan Acetobakter
xylinum.
Menurut Rindit Pambayun (2002:30), Bibit nata dapat
dikategorikan menjadi dua jenis berdasarkan pada cara pembuatan
yang mudah diusahakan yaitu kultur agar miring, dan kultur siap
pakai (starter).
1) Kultur Siap Pakai (starter).
Bibit nata biasanya disiapkan saat seseorang sedang
melakukan penyiapan pembuatan nata. Syarat pertama yang harus
diperhatikan adalah bahwa wadah yang digunakan harus benar-
benar bersih dan sebaiknya transparan sehingga kondisi bibit
dapat diamati dari luar.
16
Pembuatan bibit nata dilakukan dengan cara yang hampir
sama dengan pembuatan nata, perbedaannya yaitu pada
pembuatan nata campuran dari semua bahan dimasukkan dalam
nampan. Sedangkan pada pembuatan bibit, campuran tersebut
dimasukkan dalam botol yang telah disiapkan.
Pembuatan nata atau bibit, kualitas bibit harus diketahui
terlebih dahulu secara pasti, sebelum bibit tersebut digunakan.
Adapun beberapa indikator kualitas bibit nata yang baik adalah
kekeruhan yang timbul secara merata, permukaan lapisan nata
yang rata dan licin, tidak berbentuk buih. Kekeruhan yang tidak
rata memungkinkan bibit terkontaminasi oleh spora jamur.
Nata yang terbentuk tidak merata atau bergelombang
menandakan pertumbuhan yang tidak merata. Terbentuknya buih
menunjukkan adanya gas seperti CO2 atau NH3 yang diakibat
adanya mikroba kontaminan. Meskipun preparasi saat pembuatan
bibit telah diusahakan secara maksimal, namun sering kali bibit
yang dihasilkan tetap berkualitas kurang baik. Dalam hal ini
media yang digunakan untuk memperbanyak bibit perlu ditambah
dengan suplemen berupa zat nutrisi. Penambahan nutrisi sebagai
suplemen biasanya dilakukan dengan menambahkan ekstrak buah
nanas. Untuk tiap 10 liter media, cukup ditambahkan ekstrak dari
satu buah nanas, penambahan air sesedikit mungkin atau bahkan
17
tanpa penambahan air. Dengan penambahan nutrisi dari ekstrak
buah nanas, pertumbuhan Acetobacter xylinum akan membaik.
Jika setelah ditambah dengan nutrisi, pertumbuhan tetap
kurang baik (ditandai dengan kekeruhan tidak merata, permukaan
lapisan nata bergelombang dan timbul buih) maka perlu dilakukan
propagasi (penanaman dalam media cair). Acetobacter xylinum
dari agar miring yang disimpan sebagai kultur stok propagasi
dilakukan dua atau tiga kali sebelum bibit digunakan, yang
merupakan langkah penggandaan skala. Adapun tujuan dari
propagasi tersebut adalah agar Acetobacter xylinum yang telah
disimpan sebagai kultur stok dalam suhu rendah untuk periode
relatif lama mampu beradaptasi dengan kondisi pertumbuhan baru
pada suhu kamar dalam media cair. Disamping itu, propagasi
merupakan langkah yang dilakukan untuk memperoleh jumlah
dan konsentrasi suspensi sel yang dapat mencukupi sesuai dengan
tingkat kebutuhan. Pada saat melakukan propagasi kultur stok,
tidak jarang seseorang mengalami kegagalan. Oleh karena itu
diperlukan ketekunan dan kecermatan tersendiri dalam melakukan
propagasi bibit nata tersebut.
2) Pembuatan Kultur Agar Miring.
Kultur agar miring digunakan sebagai bibit cadangan
apabila bibit siap pakai mengalami kerusakan. Oleh karena itu,
kultur agar miring dalam industri nata disebut sebagai kultur
18
stok. Kultur stok bisa tahan hingga tiga bulan jika disimpan dalam
suhu dingin. Paling lambat setiap tiga bulan, kultur stok harus
diremajakan lagi dengan menggunakan media yang sama. Apabila
tidak dilakukan peremajaan, Acetobacter xylinum dikawatirkan
akan mengalami penurunan kemampuan, mutasi atau mati selama
dalam penyimpanan.
Menurut Ani Suryani, Erliza Hambali dan Prayoga
Suryadarma (2005:30), bahan dan proses pembuatan kultur agar
miring (biakan murni) adalah sebagai berikut :
a) Bahan : Biakan murni Acetobacter xylinum, asam asetat 25%
sampai pH 3-4, 100g glukosa, 5g ekstrak ragi, 5g K2HPO4, 0,6g
(NH4)2SO4, 0,2g MgSO4, 18g agar-agar dan 1000ml air kelapa.
b) Cara membuat :
(1) Seluruh bahan baku disiapkan, kemudian ditimbang dan
ditakar
(2) Alkohol disemprotkan ketangan untuk mensterilkan tangan.
(3) Membuat larutan pertama yaitu dengan cara mencampurkan
18g agar ke dalam 500ml air kelapa. Setelah itu dipanaskan ,
kemudian ditambahkan 5g ekstrak ragi dan diaduk sampai
larut.
(4) 3ml larutan pertama dimasukan ke dalam tabung reaksi dan
ditutup dengan kapas steril.
19
(5) Membuat larutan kedua yaitu dengan mencampurkan 100g
glukosa, asam asetat 25%, glukosa, 5g ekstrak ragi, K2HPO4,
(NH4)2SO4, MgSO4, dan 500ml air kelapasambil diaduk.
(6) 3ml larutan kedua dimasukan ke dalam tabung reaksi dan
ditutup dengan kapas steril.
(7) Tabung reaksi disterilkan menggunakan air mendidih di dalam
panci selama 20 menit.
(8) Tabung reaksi diangkan dan didinginkan dalam wadah tabung
reaksi.
(9) Tabung reaksi yang berisi larutan pertama dituang ke dalam
tabung reaksi kedua, kemudian tabung reaksi tersebut ditaruh
dengan posisi miring sekitar 150 dan dibiarkan sampai
mengeras.
(10) Inokulum (bibit biakan) disiapkan terlebih dahula. Alkohol
disemprotkan ke tangan agar tangan steril.
(11) Jarum ose dipanaskan menggunakan bunsen spritus, kemudian
gunakan untuk mengambil inokulum pada agar miring.
(12) Agar miring diletakan ke dalam wadah inkubasi sampai
bakteri tumbuh dan terlihat mengilat. (Gambar terlampir hal
172 )
Hasil yang diperoleh selanjutnya diberi label yang memuat
beberapa informasi terutama mengenai nama mikroorganisme, asal
isolasi, jenis media yang digunakan, tanggal isolasi dan nama yang
melakukan isolasi. Isolat selanjutnya disimpan sebagai kultur stok
20
c. Bahan yang Digunakan dalam Pembuat Nata
Agar diperloleh nata kualitas baik perlu memperhatikan
bahan-bahan yang digunakan. Menurut Saragih (2004:16), untuk
membuat nata, pemilihan bahan dasar dan bahan pembantu sangat
penting dalam menentukan produk akhir. Berikut bahan-bahan yang
digunakan dalam pembuatan nata mentah hingga produk nata siap
saji.
1) Bahan Dasar atau Media pembuatan nata
Bahan dasar yang digunakan dalam proses pembuatan nata
disesuaikan dengan jenis nata yang akan dibuat. Syarat dari bahan
dasar untuk membuat nata adalah bahan tersebut mempunyai
kandungan karbohidrat (Saragih, 2004:3).
2) Gula pasir
Gula adalah istilah umum yang digunakan untuk menyebut
salah satu jenis karbohidrat yang berasa manis umumnya berupa
sukrosa. Gula ini berwarna putih dan berbentuk kristal, serta
mempunyai rasa yang sangat manis, gula ini diproduksi dari tebu atau
bit. Fungsi gula dalam pembuatan nata adalah sebagai sumber
karbohidrat bagi pertumbuhan bakteri nata dan juga digunakan untuk
memenuhi kebutuhan energi metabolisrne sel bakteri tersebut.
Menurut Krus Haryanto (1993:16), gula yang digunakan
dalam pembuatan nata sebanyak 5-10% dari berat bahan dasar nata
(media). Dengan penambahan 5-10 persen gukosa, enzim
21
polisakarida ekstraseluler (enzim yang menyusun glukosa menjadi
selulosa materi nata) akan dibentuk secara optimal.
Gula yang digunakan dalam penelitian ini adalah gula pasir
putih SHS (Superieurd Hoold Suiker). Gula pasir jenis SHS ini
berwarna putih, kering, dan tidak ada kotorannya (Gautra dalam
Suswahyundari, 1997:15)
3) Asam asetat glasial
Asam asetat glasial merupakan asam asetat dengan
konsentrasi 25% persen. Asam asetat (CH3COOH) adalah sejenis
cairan bening atau kristal halus yang dicampur dengan air atau
alkohol. Nama lain dari asam asetat adalah ethanoid acid, ethylic
acid, vinegar acid, dan acetocarboxylic acid. Asam asetat bersifat
menyangga keseimbangan larutan dan mengasamkan larutan
(Grand dalam Suswahyundari, 1997:15).
Pada pembuatan nata, penambahan asam asetat bertujuan
untuk menurunkan pH media fermentasi. Penurunan pH media ini
dilakukan agar dicapai pH yang optimum bagi pertumbuhan
bakteri Acetobakter xylinum.
Tingkat keasaman media dapat diketahui dengan
mengukur pH media sebelum pemasakan. Pengukuran ini
menggunakan alat yang disebut pH meter atau kertas pH. Setelah
diketahui pH awal baru ditambahkan asam asetat glacial sebanyak
1 persen. Penambahan asam asetat glacial ini hingga didapat pH
4-5 (Saragih, 2004:19).
22
Pemilihan Asam asetat yaitu dipilih Asam asetat glasial
dengan konsentrasi 25% persen atau disebut dengan asam cuka
yang berupa cairan bening dengan aroma asam yang tajam .
4) Bibit nata (Starter)
Seperti halnya pada pembuatan beberapa makanan dan
minuman hasil fermentasi, pembuatan nata juga memerlukan
bibit. Starter atau bibit nata yang digunakan merupakan bahan
yang penting, sebab tanpa starter nata tidak akan terbentuk
Pembentukan nata memerlukan starter sebanyak 10-20
persen dari volume media sebagai bibit mikroba ( Saragih, 2004:
29). Dengan adanya jumlah stater yang sesuai, maka bakteri
dapat mencapai pertumbuhan secara optimum. Umur kultur
Acetobacter xylinum yang digunakan dalam fermentasi
berpengaruh terhadap pembentukan nata. Yang dimaksud umur
kultur di sini yaitu umur dari bakteri Acetobakter xylinum setelah
dilakukan inokulasi (pemindahan/pembaharuan bibit nata
Acetobakter xylinum pada media yang baru). Semakin tua umur
kultur yang digunakan, maka nata yang dihasilkan juga semakin
berkurang. Untuk mencapai hasil maksimum diperlukan kultur
muda berumur 48 jam, karena pada umur tersebut merupakan fase
logaritma dari Acetobacter xylinum ( Ridit Pambayu, 2002:30 ).
Pada fase logaritma, waktu generasi Acetobacter xylinum paling
pendek dan konstan, jumlah bakteri untuk generasinya menjadi
23
dua kali lipat dan metabolismenya paling giat. Syarat-syarat
pemakaian starter dalam pembuatan nata yaitu starter berbentuk
cairan, tidak berjamur dan bersih dari kotoran. Pemilihan stater
yaitu dipilih stater yang berumur muda yaitu 5-7 hari, berbentuk
cairan, tidak ada kotorannya atau jamur ( Saragih, 2004:20 ).
5) Pupuk ZA
Penggunaan ZA (Zwavelzuur Ammonium) dalam
pembuatan nata adalah sebagai sumber nutrisi bagi pertumbuhan
Acetobakter xylinum. Pemakaian ZA dalam pembuatan nata yaitu
0,3 persen dari volume media. Syarat-syarat ZA dalam pembuatan
nata yaitu berbentuk kristal atau butiran, berwarna putih dan
bersih dari kotoran. Pemilihan ZA yaitu dipilih ZA yang
berbentuk kristal, berwarna putih, dan mudah larut dalam air,
bergaris tengah kurang lebih 1 mm, mempunyai kadar nitrogen
45-46 persen (Lingga,1992:20).
Pupuk ZA ini apabila terkena panas mudah menguap dan
cepat larut. Jadi penggunaan pupuk ZA ini tidak berbahaya untuk
kesehatan (Saragih, 2004:18).
6) Air
Air dalam pembuatan nata dari kulit pisang sangat
dibutuhkan. Sehingga harus memenuhi syarat kreteria air yang
bersih dan sehat. Menurut Loekmonohadi (2002:5), air dikatakan
24
bersih dan sehat apabila memenuhi syarat-syarat fisika, kimia,
mikrobiologi dan radioaktif, sebagai berikut:
a) Syarat fisik yaitu tidak berwarna, tidak berasa, dan tidak
berbau.
b) Syarat kimia yaitu tidak menggandung bahan kimia tertentu
dalam rentang yang dapat membahayakan kesehatan
contohnya Ca, Fe, Cu, Mn, dan lain-lain.
c) Syarat mikrobiologi yaitu tidak menggandung mikrobiologi
yang membahanyakan seperti bakteri Coli.
d) Syarat radioaktif yaitu tidak menggandung bahan-bahan
radioaktif seperti Alfa dan sinar Beta.
Adapun persyaratan air minum menurut Departemen
Kesehatan RI tertera pada tabel dibawah ini:
Tabel 1. Persyaratan Air minum di Indonesia.
Kandungan Batasan Rasa Bau Warna Kekeruhan Zat organik Nitrat Nitrit Cl/SO4 Fe Kesadahan total Zn Pb As PH F Cu Mn Sisa kh Bakteri coli
Tidak mengganggu Tidak mengganggu 25 ppm 1,0-l0 ppm 10 ppm 20 ppm - 125 ppm 0,2 ppm 5-10 D 3,0 ppm 0,5 ppm 0,5 ppm 5,5 - 8,5 1,5 ppm 3,0 ppm 0,1 ppm - Tidak ada dalam 100 masalah
Sumber : SNI 01-2891-1992.
e) Bahan tambahan untuk nata siap saji
(1) Esen atau Flavor
25
Penggunaan esen bertujuan untuk memperoleh
citarasa dan aroma tertentu. Ada dua golongan flavor,
yaitu alami dan sintetik. Flavor alami diperloleh dari
bagian keseluruhan tanaman atau jarigan hewan,
sedangkan flavor sintetik dibuat dari bahan kimia yang
identik dengan flavor alami ( Saragih, 2004:20)
Flavor yang digunakan pada produk nata, berupa
flavor buah-buahan, seperti citarasa leci, apel, durian,
stoberi, dan citarasa pandan. Dosis penggunaan flavor
sekitar 0,8-1g per liter larutan sirup gula.
Flavor yang digunakan harus mempunyai sifat-
sifat; mudah tercampur dengan komponen lain,
kelarutanya cukup tinggi, tidak ada rasa tambahan , tahan
terhadap asam, kemurnia cukup tinggi, tahan terhadap
panas dan stabil terhadap cahaya.
(2) Asam Sitrat
Penambahan Asam sitrat didalam proses
pembuatan nata fungsinya untuk memperkuat dan
mempertahankan rasa, serta menghambat pertumbuhan
kapang. Asam sitrat mempunyai rasa asam yang tajam,
dan pH rendah. Dosis penggunaannya 0,75g untuk setiap
satu liter air atau bahan dasar nata. Proses penambahan
Asam sitrat dalam produk nata dilakukan setelah nata
26
direbus dalam sirup gula selama 15 menit(Saragih,
2004:21)
(3) Natrium Benzoat
Natrium benzoat digunakan untuk mencegah
pertumbuhan kamir dan bakteri. Natrium benzoat lebih
efektif dalam bentuk asam, yaitu pada pH 2,5-4,0,.
Sebelum digunakan senyawa ini terlebih dahulu
dilarutkan dalam air panas. Selanjutnya, larutan ini
dicampurkan ke dalam sirup gula sebelum penambahan
asam sitrat. Dosis penggunaanya sekitar 300-500ppm
untuk setiap satu liter sirup gula. Penambahan Natrium
benzoat pada pruduk nata yaitu nata dalam keadaan tidak
terlalu panas setelah direbus dalam sirup gula sampai
mendidih atau dalam keadaan hangat(suam-suam kuku)
(Saragih, 2004:21)
d. Teknik Pembuatan Nata
Ada beberapa teknik membuat nata. Setiap teknik memiliki
kelebihan dan kekurangan. Menentukan teknik yang akan digunakan
didasarkan pada faktor –faktor pendukung yang paling sesuai dengan
kondisi setempat. Contohnya kemudahan memperloleh semua bahan
yang diperlukan, harga murah, proses relatif sederhana, dan hasil
yang diperloleh memuaskan. Berikut ini Teknik-teknik sebagaimana
27
yang dikemukakan oleh Warisno,(2004:13) untuk membuat nata
yaitu sebagai berikut:
1) Cara Pertama
c) Membuat bibit atau starter
(1) Bahan
Biakan murni Acetobacter xylinum, 200g gula pasir, 10g
pupuk ZA, 2liter air kelapa, dan 20ml asam cuka glasial
25% yang digunakan untuk mengatur pH larutan menjadi
3-4.
(2) Peralatan
Botol, kertas koran bekas, panci, timbangan, pH meter
atau kertas lakmus, dan ruang inkubasi.
(3) Cara membuat
Air kelapa didiamkan sampai kotoranya mengedap,
disaring dengan kain kasa dan dipanaskan di atas api besar
sampai mendidih. Asam cuka dan gula pasir ditambahkan
aduk sampai larutan tercampur rata. Larutan harus
mempunyai pH 3-4, kemudian dimasukkan satu liter air
kelapa dan pupuk ZA kedalam rebusan air kelapa yang
sedang mendidih. Setelah larutan ini mendidih selama 15
menit, dituang ke dalam botol dan ditutup rapat dengan
kertas koran. Setelah dingin,ditambahkan 4ml suspensi
biakan murni Acetobakter xylinum ke dalam setiap botol,
28
kemudian disimpan di ruang inokulasi dalam posisi
miring. Selama satu minggu paada permukaan akan
terbentuk lapisan berwarna putih, berarti starter sudah jadi
dan siap digunakan.
d) Membuat Nata
(1) Bahan
10 botol starter (kapasitas setiap botol 200ml), 2kg gula
pasir, 100g pupuk ZA, 20liter bahan dasar nata, dan 200ml
asam cuka glasial.
(2) Peralatan
Baki atau loyang plastik, panci, timbangan ,kompor, pH
meter atau kertas lakmus.
(3) Cara membuat
Sepuluh liter bahan dasar nata didiamkan sampai
kotoranya mengendap, disaring dengan kain kasa
kemudian dipanaskan di atas api besar sampai mendidih,
selama perebusanharus diaduk. Asam cuka dan gula pasir
ditambahkan, diaduk sampai larutan tercampur rata,larutan
ini harus memiliki pH 3-4.Ditambahkan lagi sepuluh liter
bahan dasar nata ke dalam larutan yang masih mendidih.
Pupuk ZA dimasukkan ke dalam larutan yang mendidih
sambil diaduk, kotoran yang muncul di permukaan
dibuang, kemudian dididihkan selama 15 menit,panci
29
diangkat dan dibiarkan agak dingin. Larutan dituangkan
ke dalam baki atau loyang plastik (ukuran 25x40cm)
sebanyak satu liter,disimpan di ruang fermentasi, setelah
dingin starter dimasukkan ke dalam cairan media nata.
Baki atau loyang ditutup dengan kertas koran dan diikat
dengan karet gelang sampai rapat, dibiarkan selama 8-14
hari.
2) Cara Kedua
a) Membuat bibit atau starter
(1) Bahan
Bahan yang diperlukan adalah 6kg buah nanas yang sudah
matang, 3liter air bersih, dan 1kg gula pasir.
(2) Peralatan
Peralatan yang diperlukan antara lain pisau stainless, parut
atau blender, timbangan, kom plastik, botol, kertas koran,
karet dan ruang inkubasi.
(3) Cara Membuat
Buah nanas dikupas, dibuang bagian matanya dan dicuci
dengan air bersih,kemudian dipotong-potong dengan
ukuran 2x2cm, kemudian diblender atau buah nanas yang
masih utuh diparut. Buah nanas diperas sampai sari
bauhnya habis. Sari buah nanas dicampur dengan air dan
gula, diaduk sampai semua bahan tercampur rata,
kemudian direbus. Bahan biakan dimasukkan ke dalam
30
botol yang sudah disterilkan, ditutup dengan kertas koran
dan diikat dengan karet. Botol-botol tersebut disimpan di
ruang fermentasi selama satu minggu, setelah satu minggu
akan terbentuk lapisan tipis yang berwarna putih. Lapisan
ini yang dinamakan Acetobacter xylinum.
b) Membuat Nata
(1) Bahan
Starter, gula pasir, pupuk ZA, bahan dasar nata, dan asm
cuka glasial.
(2) Peralatan
Loyang plastik, panci, timbangan, kompor, pH meter, dan
ruang inkubasi.
(3) Cara Membuat
Bahan dasar nata didiamkan sampai kotoranya
mengendap, disaring dengan kain kasa dan dipanaskan
diatas api besar sampai mendidih, selama direbus bahan
dasar nata harus diaduk. Pupuk ZA dan gula pasir
dimasukkan, diaduk sampai tercampur rata.kotoran yang
muncul dipermukaan larutan harus dibuang. Larutan
tersebut dididihkan selama 15 menit, panci diangkat dan
dibiarkan sampai agak dingin. Asam cuka ditambahkan,
sampai memiliki pH 3-4. Apabila derajat keasaman kurang
dari pH 3-4, pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum
kurang optiomal sehingga kualitas nata yang dihasikan
kurang baik. Larutan dituang ke dalam loyang plastik
31
sebanyak satu liter, starter dimasukkan sebanyak 100ml,
kemudian loyang ditutup dengan kertas koran dan diikat
dengan karet gelang. Disimpan di ruang fermentasi selama
satu minggu.
3) Cara Ketiga
a) Membuat bibit atau starter
(1) Bahan
Biakan murni Acetobacter xylinum, dua sendok makan
gula pasir, dua sendok makan pupuk ZA, lima liter air
kelapa, dan seperempat gelas asam cuka.
(2) Peralatan
Botol, kertas koran, panci, timbangan, kertas lakmus atau
pH meter, alat penyaring atau kain kasa, kompor, dan
ruang inkubasi.
(3) Cara Membuat
Air kelapa didiamkan sampai kotoranya mengendap,
kemudian disaring menggunakan kain kasa. Air kelapa
direbus dengan api besar sampai mendidih, selama direbus
air kelapa harus diaduk, dididihkan selama 15 menit,
ditambahkan pupuk ZA, gula pasir dan asam cuka, larutan
diaduk sampai memikiki pH 3-4. larutan yang masih panas
dituang ke dalam botol yang sudah disterilkan. Setiap
32
botol diisi larutan sebanyak dua pertiga bagian. Botol
ditutup dengan kertas koran dan diikat dengan karet
gelang, disimpan diruang inkubasi selama satu minggu.
Setelah satu minggu, di permukaan media akan terbentuk
lapisan berwarna putih, berarti starter sudah jadi dan siap
digunakan.
b) Membuat Nata
(1) Bahan
Starter, empat sendok makan gula pasir, empat sendok
makan pupuk ZA, sepuluh liter bahan dasar nata, dan
setengah gelas asam cuka.
(2) Peralatan
Loyang plastik, panci, kompor, kertas lakmus, pengaduk,
alat saring, gelas, karet gelang, kertas koran, pisau
stainless, sendok makan dan ruang fermentasi.
(3) Cara Membuat
Bahan dasar nata didiamkan sampai kotoranya
mengendap, disaring dengan kain kasa, kemudian direbus
sampai mendidih selama 15 menit. Pupuk ZA, gula pasir,
33
dan asam cuka dimasukan, diaduk sampai tercampur rata..
larutan yang masih dalam keadaan panas tersebut
dimasukan ke dalam loyang plastik, setiap loyang diisi
sebanyak satu liter larutan. Larutan yang sudah dingin
disimpan di rak fermentasi, ditutup dengan kertas koran
dan diikat dengan karet gelang, diamkan selama 24 jam.
Starter sebanyak 100ml dimasukan ke dalam setiap satu
loyang, disimpan di ruang fermentasi selama satu minggu.
Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah cara
yang ketiga karena lebih mudah dan praktis bagi peneliti.
Meninjau ada beberapa teknik yang dapat digunakan
dalam proses pembuatan nata maka dapat disimpulkan kelebihan
dan kekurangan dari ketiga teknik yang ada sebagai beriku :
34
Tabel 2. Kelebihan dan kekuranggan cara membuat nata
Cara Membuat Kelebihan Kekuranggan
Cara pertama -Biakan murni Acetobacter xylinum cukup dibeli sekali.
-Starter bisa dibuat setiap minggu sesuai dengan kebutuhan
-Bahan baku mudah diperloleh -Membuat nata bisa sekaligus membuat starter
-Untuk pemula harus membeli bibit Acetobacter xylinum
-kotoran bahan dasar, misal air kelapa yang muncul ke permukaan tidak terlihat jelas
Cara kedua -Bahan baku terutama nanas mudah diperloleh
-Bibit yang dihasilkan kurang bagus
-Menghasilkan limbah nanas -Jika bibit nata yang dibutuhkan banyak, cara ini tidak ekonomis karena membutuhkan nanas yang banyak
Cara ketiga -Lebih praktis
-lebih mudah -Starter yang dihasilkan berkualitas baik
-cocok untuk indusrti rumah tangga atau industri bersekala besar
-Untuk pemula harus membeli bibit Acetobacter xylinum
Sumber: (Warisno, 2004:14)
4) Memanen nata
Nata siap dipanen setelah diinkubasi selama 8-14 hari.
Caranya yaitu loyang atau toples tempat proses pembentukan nata
dikeluarkan dari ruang fermentasi, kertas koran sebagai alat
penutup dibuka, nata diambil dan dikumpulkan dalam satu wadah.
Saat memanen nata, ada bagian yang tidak bisa dipanen yaitu
cairan atau padatan. Cairan merupakan sisa media nata,
sedangkan padatan berupa nata yang busuk, rusak, berjamur, atau
35
nata yang bentuknya tidak teratur. Limbah-limbah ini bisa
dimanfaatkan sebagai pupuk tanaman.
5) Menghilangkan Bau Masam
Menurut Warisno ( 2004:28 ), untuk menghilangkan bau
masam bisa dilakukan dengan cara mencuci nata dengan air
bersih minimal tiga kali, apabila dicuci tiga kali masih berbau
masam bisa dilakukan cara pengepresan. Alat pengepres bisa
dibuat dari besi atau kayu. Menghilangkan bau masam melalui
pengepresan dilakukan dengan cara memasukan nata ke dalam
kantung gandum, setelah itu diberi tekanan dengan alat pres
sampai airnya keluar. Selesai dipres bau masam akan hilang,
tetapi nata tidak kenyal lagi, oleh sebab itu, nata harus direbus
dalam air mendidih selama 15 menit agar teksturnya bisa kenyal.
e. Kualitas Nata
Nata yang berkualitas baik dapat dilihat dari dua aspek yaitu,
kualitas nata ditinjau dari sifat fisik dan sifat tersembunyi. Sifat fisik
yang diukur meliputi indikator, warna, rasa, tekstur, dan aroma.
Sedangkan kualitas tersembuyi meliputi nilai gizi, keamanan
mikroba, cemaran logam (Bambang kartika, dkk, 1988:1).
1) Berdasarkan sifat fisik ciri-ciri nata dalam kemasan yang
berkualitas baik dan berkulitas rendah adalah sebagai berikut :
a) Kualitas baik
(1) Tekstur kenyal ( tidak tembus jika ditekan dengan jari)
36
(2) Warna putih bersih, permukaan rata, tampak licin dan
agak mengkilap
(3) Aromanya segar khas nata
(4) Rasa manis
b) Kualitas rendah
(1) Tekstur lembek, tipis dan berlubang-lubang
(2) Warna agak kusam dan berjamur
(3) Aroma sangat asam
(4) Rasa tidak manis
2) Berdasarkan sifat tersembunyi karakteristik nata yang berkualitas
baik diketahui dari SNI (Standar Nasional Indonesia), adapun
syarat-syarat mutu nata menurut SNI adalah :
37
Tabel 3. Syarat Mutu Nata
No. Jenis Uji Satuan Persyaratan 1. 1.1 1.2 1.3 1.4 2. 3. 4. 5. 6. 6.1 6.2 6.3 7 7.1 7.2 7.3 7.4 8 9 9.1 9.2 9.3 9.4
Keadaan: Bau Rasa Warna Tekstur Bahan asing Bobot tuntas Jumlah gula (dihitung sebagai sakrosa) Serat makanan Bahan tambahan makanan Pemanis buatan: - sakarin - siklamat Pewarna tambahan Pengawet (Na Benzoat) Cemaran logam Timbal (Pb) Tembaga (Cu) Seng (Zn) Timah (Sn) Cemaran Arsen (As) Cemaran Mikroba: Angka lempeng total Coliform Kapang Khamir
- - - - - % % %
Sesuai SNI Sesuai SNI
Mg/kg Mg/kg Mg/kg Mg/kg
Koloni/g
APM/g Koloni/g Koloni/g Koloni/g
Normal Normal Normal Normal Tidak boleh ada Min. 50 Min.15 Maks. 4,5 Tidak boleh ada Tidak boleh ada 01-0222-1995 01-0222-1995 Maks. 0,2 Maks. 2 Maks. 5,0 Maks. 40,0/250,5* Maks. 0,1 Maks. 2,0 x 102 < 3 Maks. 50 Maks. 50
Sumber: SNI 01-4317-1996
f. Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas nata
Ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi kualitas produk nata
yang dihasilkan antara lain:
1) Pemilihan bahan
Bahan-bahan dasar yang digunakan dalam pembuatan nata
harus memenuhi kualitas baik, hal ini bertujuan agar nata yang
dihasilkan kualitasnya baik. Apabila bahan-bahan yang digunakan
38
kualitasnya kurang baik, maka akan mempengaruhi kualitas nata
secara keseluruhan, baik warna, rasa, aroma, dan tekstur yang
kurang disukai.
Pemilihan bahan merupakan tahap yang berisi tentang
cara-cara untuk memilih bahan yang baik yaitu dengan
memperhatikan dan menyeleksinya berdasarkan karakteristik dan
sifat bahan yang digunakan secara teliti dan benar. Dengan
pemilihan bahan yang benar dan teliti akan mempengaruhi hasil
yang dicapai.
2) Pengukuran bahan
Bahan-bahan yang digunakan untuk nata sebelumnya
harus ditimbang dan diukur secara teliti dan tepat. Apabila
pengukuran bahan dilakukan dengan tidak teliti dan tepat, maka
kualitas nata yang dihasilkan tidak optimal.
Yang perlu diperhatikan dalam pengukuran bahan, yaitu
bahan-bahan yang sudah dipilih sebelum digunakan perlu
ditimbang dengan teliti sesuai dengan formula dan resep,
sehingga diperoleh hasil nata yang baik.
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam
menimbang dan mengukur bahan yaitu:
a) Kenormalan timbangan
Sebelum menimbang bahan-bahan perlu diperiksa
terlebih dahulu apakah timbangan yang dipakai benar-benar
normal (tidak rusak). Untuk mengetahui kenormalan
39
timbangan dengan cara jarum timbangan dipaskan tepat pada
angka nol dan memperhatikan kelancaran jalannya timbangan
pada saat digunakan.
b) Cara menimbang/cara mengukur
Agar tidak terjadi pencampuran antara bahan yang satu
dengan bahan yang lain, sebaiknya bahan tidak langsung
dimasukkan ke dalam wadah yang ada pada timbangan, tetapi
dialasi terlebih dahulu dengan menggunakan plastik atau
kertas. Apabila menggunakan gelas ukur, maka setelah
dipakai harus dicuci dulu untuk mengukur bahan yang lain.
c) Ketepatan menimbang atau mengukur
Penimbangan bahan-bahan yang diperlukan untuk
pembuatan nata harus benar-benar tepat. Jadi apabila pada
waktu menimbang bahan menggunakan alas, maka ditambah
dengan berat alas tersebut. Hal ini perlu diperhatikan sebab
kelebihan atau kekurangan bahan akan mempengaruhi nata
yang akan dihasilkan.
Yang perlu diperhatikan dalam persiapan bahan yaitu
bahan-bahan yang sudah dipilih sebelum digunakan perlu
ditimbang dan diukur dengan teliti sesuai dengan formula dan
resep, sehingga diperoleh nata yang baik.
3) Penambahan Gula
40
Pembentukan nata dapat terjadi pada media yang mengandung
senyawa-senyawa glukosa, sukrosa dan laktosa. Dalam pembuatan
nata, gula digunakan sebagai sumber karbon yang penting artinya
dalam pertumbuhan Acetobacter xylinum. Dalam hal ini bakteri
Acetobacter xylinum mampu mensintesa nata dari glukosa, laktosa,
gliserol, dan manitol. Sukrosa dalam pembuatan nata digunakan
sebagai sumber karbon. Selain harganya murah sukrosa mudah
didapatkan dan menghasilkan pelikel nata yang cukup tebal dan
kenyal (Sri Suratiningsih, 1997:7).
4) Lama fermentasi
Pada kondisi yang sesuai, lapisan nata terbentuk dipermukaan
media akan terlihat pada hari ketiga sampai keempat pemeraman.
Secara perlahan-lahan dalam jangka waktu 8-14 hari lapisan tersebut
semakin menebal.
Pemanenan nata dilakukan setelah lebih dari 8 hari
pemeraman. Jika setelah 14 hari tidak dilakukan pemanenan, maka
akan terdapat lapisan tipis yang terpisah di bawah lapisan nata yang
akan menjadi kurang asam sehingga nata menjadi busuk, akhirnya
nata menjadi turun.
Selama fermentasi berlangsung media nata tidak boleh
digoyang-goyangkan ataupun digerakkan karena akan mengakibatkan
pecahnya struktur lapisan nata yang terbentuk sehingga didapat
lapisan nata yang tipis dan terpisah satu sama lainnya.
5) Kebutuhan Oksigen
41
Bakteri nata Acetobacter xylinum merupakan mikroba
aerobik. Dalam pertumbuhan, perkembangan dan aktivitasnya,
bakteri ini sangat memerlukan oksigen. Bila kekurangan oksigen,
bakteri ini akan mengalami gangguan atau hambatan dalam
pertumbuhannya dan bahkan akan segera mengalami kematian. Oleh
sebab itu, wadah yang digunakan untuk fermentasi nata tidak boleh
ditutup rapat untuk mencukupi kebutuhan oksigen, pada ruang
fermentasi nata harus tersedia cukup ventilasi. Namun demikian,
harus diusahakan agar aliran udara tidak kontak langsung dengan
permukaan nata dan tidak terlalu banyak masuk ke dalam ruangan.
Udara yang terlalu banyak dan secara langsung mengenai produk
nata, dapat menyebabkan terjadinya kegagalan proses pembuatan
nata (Rindit Pambayun, 2002:32).
6) Penutup untuk pembuatan nata.
Pada pembuatan nata media ditutup dengan kertas bersih
(Rony Palungkun, 1993:103) Hal ini dimaksudkan untuk
menghindari kontaminasi dan mendapatkan pertukaran oksigen.
Selama proses fermentasi wadah harus tertutup rapat agar kotoran
yang terbawa udara luar tidak dapat mencemari proses fermentasi.
7) Sumber cahaya
Faktor cahaya berpengaruh pada perkembangan bakteri
Acetobakter xylinum. Menurut Trisni (1990:26), pembuatan nata pada
ruang gelap akan mempercepat pembentukan struktur nata dan
lapisan nata yang dihasilkan akan tebal. Ruang gelap yang dimaksud
42
adalah ruang gelap yang tidak mendapatkan cahaya matahari secara
langsung ataupun cahaya lampu.
Namun demikian ruangan tersebut harus mempunyai sirkulasi
udara yang baik. Pengaruh cahaya langsung sinar matahari akan
merusak semua bakteri kecuali bakteri Chloropyl (Pelezar dan Chan
dalam Suswahyundari, 1997:38). Untuk itu pembuatan nata
memerlukan tempat yang tidak mendapat cahaya langsung namun
pertukaran udara diruang tersebut haruslah berlangsung dengan baik.
8) Aktivitas bakteri
Aktivitas kerja dari Acetobakter xylinum dipengaruhi oleh
faktor-faktor seperti jumlah bakteri, jumlah media dan jumlah nutrien
yang seimbang, sehingga aktivitas kerja bakteri tersebut dapat
berlangsung dengan baik.
Pola selulosa dalam media nata membentuk jalinan seperti
tekstil yang apabila diteliti dengan sinar X pola selulosa yang
dibentuk oleh Acetobacter xylinum identik dengan selulose kapas
(L.Suhardiyono, 1988:18).
9) pH (derajat keasaman)
Kegiatan metabolisme Acetobakter xylinum selama fermentasi
dipengaruhi oleh keasaman media. Hal ini disebabkan membran sel
bakteri bersifat permeabel terhadap ion hidrogen maupun ion
hidroksil, sehingga perubahan keasaman media fermentasi akan
mempengaruhi sitoplasma sel bakteri. Keasaman media juga
merupakan faktor pembatas pada aktivitas enzim, karena ada
43
beberapa enzjm yang hanya dapat dibentuk oleh mikroorganisme
pada kondisi keasaman tertentu. pH optimum pembuatan nata
berkisar antara 4-5. Untuk mencapai pH tersebut maka perlu
penambahan asam asetat, karena selain untuk menurunkan pH media
fermentasi asam asetat juga digunakan oleh bakteri untuk membentuk
asam glukonat,. Penambahan asam asetat 25% persen sebanyak 5 ml
merupakan kondisi optimum untuk pembentukan nata.
10) Suhu
Salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri
Acetobacter xylinum adalah suhu ruang tempat bibit nata
ditumbuhkan. Suhu yang dibutuhkan dalam pembuatan nata adalah
suhu kamar (28°C - 31°C). Suhu yang terlalu tinggi ataupun terlalu
rendah akan menghasilkan nata yang kurang berkualitas atau aktifitas
Acetobacter xylinum terhambat (Rindit Pambayun, 2002:32)
11) Sanitasi
Bekerja dengan mikroorganisme dituntut adanya tingkat
sanitasi yang tinggi. Sanitasi meliputi :
a) Sanitasi perorangan
Sanitasi perorangan berhubungan dengan kebersihan petugas
yang menangani proses fermentasi. Badan, baju dan kesehatan harus
dijaga agar bakteri tidak terkontaminasi.
b) Sanitasi peralatan
44
Sanitasi peralatan terutama yang berhubungan dengan
medium mutlak dilakukan. Upaya menjaga sanitasi peralatan adalah
dengan melakukan sterilisasi alat yang akan digunakan.
c) Sanitasi Tempat kerja
Sanitasi tempat kerja perlu dijaga. Lingkungan kerja yang
kotor mengakibatkan bakteri tidak tumbuh atau terkontaminasi.
2. Tinjaun Tentang Kulit Pisang
Kulit pisang yang selama ini dikenal masyarakat tidak
mempunyai nilai ekonomi, ternyata dapat dijadikan bahan dasar dalam
beberapa produk olahan diantaranya jelly, cuka dan anggur kulit pisang.
Hal ini dikarena kulit pisang mempunyai kandungan gizi yang memenuhi
syarat untuk dijadikan sebagai bahan dasar makanan yang layak dan
aman untuk dikonsumsi (Ch. Lies Suprapti, 2005:86)
Tabel 4. Kandungan unsur gizi kulit pisang (dalam 100g Bahan)
Unsur Jumlah Air (g) 68,90 Karbohidrat (g) 18,50 Lemak (g) 02,11 Protein (g) 00,32 Kalsium (mg) 715,000 Fosfor (mg) 117,000 Besi (mg) 01,60 Vitamin A - Vitamin B (mg) 00,12 Vitamin C (mg) 17,5
Sumber: BPPI Surabaya dalam Ch. Lies Suprapti, 2005
45
Bila dilihat dari daftar komposisi kimia, kulit pisang berpotensi
sebagai bahan makanan sehat dan murah. Produk olahan dari kulit pisang
yang sudah ada di pasaran diantaranya anggur kulit pisang. Anggur kulit
pisang merupakan produk fermentasi oleh bakteri Acetobacter xylinum.
Nata merupakan produk makanan yang berasal dari proses
fermentasi seperti halnya anggur, sehingga kulit pisang juga dapat
dimanfaatkan sebagai bahan dasar untuk membuat nata. Jenis kulit
pisang yang baik dijadikan bahan dasar dalam membuat nata adalah jenis
kulit pisang yang beraroma tajam seperti kulit pisang raja, kulit pisang
ambon, dan kulit pisang kepok (Munadjim, 1983:63).
Tabel 5. Kandungan pH dan pektin kulit pisang
No. Sampel pH Kadar Pektin
1 Kulit pisang ambon kuning 5 0,86%
2 Kulit pisang kepok putih 5 1,02%
3 Kulit pisang raja nagka 5 0,66%
Sumber :Hasil uji laboratorium kimia jurusan kimia fakultas matematika dan ilmu pengetahuan alam UNNES
Kandungan pektin yang terdapat di dalam kulit pisang sangat
berpengaruh di dalam pembentukan gel (mucilage) pada proses
pembuatan nata. Menurut John M de Man (1997:202), pektin mempunyai
kemampuan sangat baik untuk membentuk gel dalam medium asam dan
gula (medium nata) sehingga berpengaruh terhadap tekstur, warna dan
rasa nata yang akan dihasilkan. Pektin merupakan karbohidrat
polisakarida (serat polisakarida stuktural) yang berfungsi sebagai
46
pengguat tekstur (Loekmonohadi, 2002:1). Semakin banyak kadar pektin
maka pembentukan gel akan semakin kompak sehingga berpengaruh
terhadap kekerasan (kekenyalan), warna dan rasa dari nata tersebut.
Melihat adanya perbedaan kadar pektin dari ke tiga jenis kulit pisang
diatas, kecenderungan nata yang dihasilkan dari penelitian ini akan
berbeda terutama dari aspek warna, rasa maupun teksturnya.
Menurut Suyanti Satuhu (1996:20), pisang raja nangka, pisang
ambon kuning, dan pisang kepok putih dapat diklasifikasikan dalam
golongan:
Divisio : Speratophyta Sub divisio : Angiospermae Kelas : Monocotylendonlae Ordo : Musaceae Genus : Musa Spesies : Musa paradisiaca L Pisang raja, pisang ambon dan pisang kepok banyak jenisnya,
tetapi jenis pisang yang limbahnya mudah diperloleh adalah jenis pisang
raja nangka, pisang ambon putih dan pisang kepok kuning, sebab ketiga
jenis pisang ini banyak digunakan sebagai bahan dasar pisang olahan dan
pisang meja atau sebagai makanan penutup(dessert).
Menurut Suyanti Satuhu( 1996:29 ), karekteristik kulit dan buah
pisang secara keseluruhan dari pisang raja nangka, pisang ambon putih
dan pisang kepok kuning sebagai berikut :
1) Pisang Raja nangka
Ciri-ciri kulit pisang nangka adalah kulit berwarna hijau tua dengan
ketebalan 0,3ml, halus, aromanya khas pisang raja nangka.
47
Sedangkan daging buahnya berwarna kuning kemerahan , rasanya
manis agak asam. Pisang jenis ini hanya digunakan untuk olahan.
Berat pertanda 11-14kg, terdiri dari 6-8 sisir, dan tiap sisir terdiri
dari 14-24 buah. Panjang buah 24-28cm dengan diameter 3,5-4cm.
2) Pisang Ambon putih
Kulit pisang ambon putih pada saat matang berwarna kuning
keputihan, ketebalan kulit 0,3ml, halus, aromanya tajam khas pisang
ambon sedangkan daging buahnya berwarna putih kekuningan, rasa
daging buahnya manis sedikit asam selain sebagai buah meja pisang
ambon digunakan sebagai makanan pemula bayi. Berat tiap tandanya
15-25kg terdiri dari 10-14 sisir. Setiap sisir terdiri dari 14-24 buah
dengan panjang 15-20cm dan diameternya 3,5-4cm.
3) Pisang Kepok kuning
Ciri-ciri kulit pisang kepok kuning adalah kulit berwarna kuning,
ketebalan kulit 0,2ml, halus, aromanya kahas pisang kepok. Daging
buahnya berwarna kuning kemerahan, rasa daging buah manis dan
teskturnya lebih keras dari pisang ambon. Pisang Kepok kuning
biasa digunakan untuk olahn dan makanan burung. Berat
pertandanya dapat mencapai 14-22kg dengan jumlah sisir 10-16.
Setiap sisir terdiri dari 12-20 buah.
Proses kulit pisang agar dapat digunakan sebagai bahan dasar
dalam pembuatan nata adalah kulit pisang dibersihakan, diblender,
dengan perbandingan antara kulit pisang dengan air adalah 1:3 kemudian
48
disaring dengan kain sehingga diperoleh sari kulit pisang yang siap
digunakan untuk proses fermentasi bibit nata.
Beberapa pertimbangan mengapa kulit pisang dimanfaatkan
dalam pembuatan nata dalah :
a. Kulit pisang layak untuk dikonsumsi, karena mempunyai kandungan
gizi yang lengkap dan tidak ada efek samping bagi tubuh apabila
mengkonsumsinya.
b. Nata biasanya terbuat dari air kelapa sehingga harganya lebih mahal
dengan memanfaatkan kulit pisang sebagia bahan dasar nata
diharapkan harganya lebih murah sehingga dapat bersaing dipasaran.
c. Kulit pisang muda diperloleh dan jumlahnya cukup banyak.
B. Kerangka Berpikir
Kulit pisang mempunyai kandungan karbohidrat yang cukup
tinggi yaitu 18,50g dalam 100g kulit pisang ( BPPI Surabaya, dalam M.
Lies Suprapti, 2005:86) sehingga kulit pisang dapat menjadi bahan dasar
dalam pembuatan nata karena dalam pembuatan nata syarat utamanya
adalah bahan tersebut mempunyai kandungan glukosa (karbohirat).
Tanpa adanya glukosa proses fermentasi pembentukan materi atau
lapisan nata tidak dapat terbentuk (Munadjim,1983:60). Selama ini bahan
dasar pembuatan nata adalah air kelapa dengan demikian kulit pisang
dapat dijadikan salah satu bahan dasar altenatif yang dapat menggantikan
air kelapa.
49
Kulit pisang raja nangka, ambon kuning, dan kulit pisang kepok
putih mempunyai karakteristik yang berbeda-beda. Kulit pisang raja
nangka karakteristiknya, kulit berwarna hijau tua, aromanya sangat tajam
khas pisang nangka. Daging buahnya biasa diolah menjadi makanan
seperti molen goreng. Karakteristik kulit pisang kepok adalah kulit
kuning, daging buahnya biasa dijadikan bahan dasar pisang goreng,
kolak atau pakan burung. Sedangkan ciri-ciri kulit pisang ambon putih
dapat dilihat dari warna kulit kuning keputihan, aromanya tajam khas
pisang ambon, untuk jenis pisang ini daging buahnya disukai sebagai
buah meja dan makanan untuk bayi
Mengingat karakteristik yang berbeda tiap-tiap kulit pisang maka
dalam penelitian ini akan dicobakan kulit pisang sebagai bahan dasar
dalam pembuatan nata sebanyak 100% tanpa tambahan air kelapa. Dari
hasil eksperimen akan dapat menunjukan adanya perbedaan maupun
tidak adanya perbedaan secara nyata dari segi kualitas inderawi,
kandungan gizi, ketebalan nata dan penerimaan masyarakat sebagai
konsumen. Sehingga diharapkan kulit pisang dapat digunakan sebagai
altenatif bahan dasar dalam pembuatan nata.
Untuk lebih jelasnya kerangka berfikir dapat dilihat pada skema berikut:
50
Skema kerangka berfikir
Gambar 1. Skema kerangka berfikir
Kulit pisang Raja nangka
Kulit pisang Ambon kuning
Kulit pisang Kepok putih
Nata Kulit pisang
Kualitas: - Inderawi - Laboratorium(serat
dan cemaran mikroba)
- Kesukaan - Ketebalan
51
C. Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban yang bersifat sementara terhadap
permasalahan penelitian sampai terbukti melalui data yang terkumpul
(Suharsimi Arikunto, 2002:62). Hipotesis yang diajukan dalam percobaan ini
adalah:
1. Hipotesis Alternatif (Ha)
Ada perbedaan penggunaan jenis kulit pisang terhadap kualitas inderawi
dengan indikator warna, aroma, rasa, dan tekstur nata.
2. Hipotesis Nol (Ho)
Tidak ada perbedaan penggunaan jenis kulit pisang terhadap kualitas
inderawi dengan indikator warna, aroma, rasa, dan tekstur nata.
52
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode penelitian adalah metode yang digunakan untuk mengungkap
masalah yang diteliti, sehingga pelaksanaannya dan hasil penelitian dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Hal-hal yang dibahas dalam metode
penelitian ini adalah:
A. Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi menurut Suharsimi Arikunto (2002:108), adalah keseluruhan
objek penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah nata kulit pisang
dengan menggunakan jenis kulit pisang yang berbeda yaitu kulit pisang
raja nangka, kulit ambon kuning dan kulit pisang kepok putih. Kulit
pisang ini dipilih yang masih baru, mulus, dan warnanya masih segar.
2. Sampel penelitian menurut Suharsimi Arikunto (2002:109) adalah
sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Sampel dalam penelitian ini
adalah sebagian nata kulit pisang raja nangka, nata kulit pisang ambon
kuning, dan nata kulit pisang kepok putih hasil eksperimen.
3. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini yaitu clusters random
sampling. Dalam populasi ini terdiri dari kelompok-kelompok (clusters )
dari cluster-cluster diambil secara random (Muhammad Zainuddin,
1998: 96). Dari cluster terpilih ini kemudian diambil unit populasi secara
random sehingga diperloleh sampel.
63
Sampel disajikan secukupnya, tidak terlalu banyak atau terlalu sedikit,
kira-kira dapat dinilai tiga kali. Jumlah sampel yang berupa cairan
kurang lebih 16 ml, sedangkan untuk sampel yang berupa padat kurang
lebih 28g (Bambang Kartika,1988:40). Apabila sampelnya harus dicicipi
dapat disajikan sejumlah dua kali lebih banyak.
B. Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini ada tiga macam, yaitu variabel bebas,
variabel terikat, dan variabel kontrol.
1. Variabel Bebas adalah variabel yang dapat mempengaruhi hasil
penelitian. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah perbedaan
penggunaan jenis kulit pisang sebagai bahan dasar pembuatan nata yaitu
kulit pisang raja nangka, kulit pisang ambon kuning, dan kulit pisang
kepok putih.
2. Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas.
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kualitas nata dari kulit
pisang dengan indikator antara lain warna, aroma, rasa dan tekstur serta
ketebalan nata, kandungan serat, dan jumlah kandungan cemaran
mikroba TPC Colifrom yang ada pada nata.
3. Variabel kontrol adalah variabel yang dapat ikut mempengaruhi
eksperimen, oleh karena itu harus dikendalikan. Variabel yang dijadikan
kontrol dalam penelitian ini adalah jumlah bahan, lama fermentasi, suhu
dan proses pembuatan yang sama yaitu sebagai berikut:
53
63
1) Jumlah sari kulit pisang : 1000 ml
2) Jumlah gula pasir : 50g
3) Jumlah asam asetat glasial : 5 g
4) Jumlah pupuk ZA : 3 g
5) Jumlah starter : 100 ml
6) Lama fermentasi : 8-10 hari
7) Suhu ruang inkubasi : 26 – 27 oC dalam satu tempat yang sama.
C. Jenis penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
Penelitian eksperimen. Penelitian eksperimen adalah suatu percobaan yang
berhubungan dengan persoalan yang diteliti (Sudjana, 1995:2). Dalam
penelitian ini eksperimen yang dilakukan adalah pembuatan nata dari jenis
kulit pisang yang berbeda yaitu kulit pisang raja nangka, kulit pisang
ambon kuning, dan kulit pisang kepok putih.
D. Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu desain
eksperimen. Desain eksperimen adalah merupakan langkah-langkah yang
perlu diambil jauh sebelum eksperimen dilakukan agar data yang
diperlukan dapat diperoleh. Dalam eksperimen ini ada kelompok lain yang
tidak dikenai eksperimen tetapi ikut mendapatkan pengamatan., dengan
adanya kelompok lain yang disebut dengan kelompok kontrol atau
63
kelompok pembanding, kelompok kontrol ini akibat yang diperoleh dari
perlakuan dapat diketahui secara pasti karena dibandingkan dengan yang
tidak mendapat perlakuan ( Suharsimi Arikunto, 2002 : 79 ).
Desain eksperimen yang digunakan dalam penelitian ini adalah
desain acak sempurna atau completely randomized desaign yaitu perlakuan
dikenakan sepenuhnya secara acak lengkap terhadap kelompok-kelompok
eksperimen yang bersifat homogen (Gaspersz, 1991:62). Berikut gambar
pola desain acak sempurna menurut Gaspersz (1991:63)
E
R PT
P PE1, PE2, PE3,
K PK
Gambar 2. Pola desain acak sempurna
Keterangan: E : Eksperimen K : Kontrol R : Random P : Perlakuan TP : Tanpa Perlakuan PK : Perlakuan Kontrol PE1 : Perlakuan Eksperimen 1 PE2 : Perlakuan Eksperimen 2 PE3 : Perlakuan Eksperimen 3
Maksud dari desain dalam penelitian ini ada tiga sampel kelompok
eksperimen yaitu dengan kode A, B, C. untuk sampel kode A disebut
perlakuan satu yaitu nata dari kulit pisang raja nangka selanjutnya ditulis
dengan kode 341, kode B disebut perlakuan dua yaitu nata dari kulit
63
pisang ambon kuning selanjutnya ditulis dengan kode 482, kode C disebut
perlakuan tiga yaitu nata dari kulit pisang kepok putih selanjutnya ditulis
dengan kode 631. Selain itu ada juga kelompok kontrol dengan kode K
yang selanjutnya ditulis dengan kode 288. Menurut Bambang Kartika
(1988:42 ), pemberian kode yang dianjurkan menggunakan angkat tiga
digit, yang dapat diambil dari tabel random. Pemberian kode bukan dengan
huruf, dengan tujuan untuk menghilangkan bias. Selanjutnya kelompok
kontrol dalam penelitian ini menggunakan air kelapa sebagai bahan dasar
pembuatan nata. Sifat dari kelompok kontrol sebagai pembanding
terhadap kelompok eksperimen. Eksperimen dalam penelitian ini
dilakukan pengulangan sebanyak tiga kali, artinya dalam eksperimen
pembuatan nata dari jenis kulit pisang yang berbeda ini, peneliti
melakukan percobaan sebanyak tiga kali ulangan, baik untuk kelompok
eksperimen maupun kelompok kontrol, sehingga pengacakannya sebagai
berikut:
Tabel 2. Pengacakan Perlakuan
Perlakuan Ulangan A B C K 1 3411 4821 6311 2881 2 3412 4822 6312 2882 3 3413 4823 6313 2883
Pola ini kemudian dikembangkan menjadi skema desain eksperimen
yang dapat digambarkan sebagai berikut:
63
Gambar 3. Skema desain eksperimen
E. Pelaksanaan Eksperimen
Pada pelaksanaan eksperimen ini akan diuraikan mengenati tempat
dan waktu eksperimen, peralatan, bahan dan tahap-tahap pelaksanaan
eksperimen.
Populasi
Sampel
Random
Kontrol Eksperimen
K
K1 K3
A B C
A1 A2 A3 B1 B2 B3 C1 C2 C3 K2
Uji Inderawi dan Uji Kesukaan Uji Kandungan Gizi
Analisis Data
63
a. Tempat dan waktu eksperimen
Pelaksanaan eksperimen pembuatan nata dari kulit pisang ini
dilaksanakan di rumah peneliti dengan alamat Gg. Manggis No. 7 Rt
03 Rw 03 Sekaran Gunungpati. Eksperimen dilaksanakan di rumah
agar dalam pembuatan dapat dilakukan dengan tenang, tidak terbatas
waktu sehingga hasil yang diperoleh maksimal.
b. Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam eksperimen ini dikelompokkan
menjadi peralatan dari logam dan peralatan non logam.
1) Peralatan yang terbuat dari logam yang dipakai yaitu: pisau, panci
email, kompor, timbangan. Alat dari logam harus memenuhi
syarat:
- tidak membahayakan kesehatan
- mudah dibersihkan
- kuat
- mudah mengalirkan panas secara merata
- bentuk sesuai dengan kebutuhan.
2) Peralatan yang terbuat dari non logam meliputi:
- Dari plastik: toples plastik, karet gelang, saringan, gelas ukur.
- Dari kertas: kertas pH, kertas lakmus, kertas koran
- Dari kain: serbet, penyaring
- Dari stainless steel: sendok makan
63
c. Bahan
Bahan yang digunakan untuk eksperimen pembuatan nata dari sari
kulit pisang meliputi:
1) Bahan dasar: sari kulit pisang raja, sari kulit pisang ambon, sari
kulit pisang kepok
2) Bahan tambahan: gula pasir, asam asetat glasial, pupuk ZA,
starter.
Formula bahan yang digunakan dalam eksperimen pembuatan nata
ini adalah sebagai berikut:
1. Sari kulit pisang : 1.000 ml
2. gula pasir : 50 g
3. asam asetat glasial : 5 ml
4. pupuk ZA : 3 g
5. Starter : 100 ml
Pembandingan ukuran bahan-bahan untuk kelompok eksperimen,
tercantum pada tabel dibawah ini sebagai berikut:
Tabel 3. Formula bahan pembuatan nata kulit pisang
Bahan Gula pasir (g) 50 50 50 Sari kulit pisang raja nangka (ml) 1000 - - Sari kulit pisang ambon kuning (ml) - 1000 - Sari kulit pisang kepok putih (ml) - - 1000 Asam Asetat Glasial (ml) 5 5 5 Pupuk ZA (g) 3 3 3 Starter (ml) 100 100 100
d.Tahap-tahap Eksperimen
3) Tahap persiapan
63
a) Menyiapkan bahan yang diperlukan dalam pembuatan nata.
b) Menyiapkan alat-alat yang digunakan dalam pembuatan nata
dan disterilkan.
c) Menimbang bahan-bahan yang digunakan untuk pembuatan
nata.
4) Tahap pengambilan sari kulit pisang:
a) Kulit pisang dicuci bersih dan dipotong-potong
b) Dihancurkan menggunakan blender dengan ditambahkan air
c) Diambil sarinya.
d) Disaring
5) Tahap pembuatan media
a) Sari kulit pisang didihkan, menjelang mendidih tambahkan
pupuk ZA dan gula pasir, biarkan mendidih kurang lebih 10
menit dengan membuang buih yang mengapung di atas
dengan menggunakan saringan.
b) Media sari kulit pisang diangkat, diberi asam asetat glasial,
aduk hingga tercampur rata. Kemudian dimasukkan ke dalam
toples loyang plastik yang sudah disterilkan.
c) Media dalam toples kemudian ditutup dengan koran yang
sudah diuapkan dan biarkan selama 12 jam.
6) Tahap fermentasi
a) Starter dimasukkan kemudian campurkan hingga rata.
63
b) Media toples kemudian ditutup dengan koran kembali dan
diikat dengan karet.
c) Media nata kemudian diletakkan pada ruangan fermentasi
selama 10 hari.
7) Tahap pemanenan
a) Setelah 10 hari tutup toples dibuka, nata kemudian diambil
dan dicuci dengan air yang mengalir sampai bersih
b) Nata tersebut direbus untuk menghilangkan sisa asam selama
15 menit.
8) Tahap pengemasan
a) Nata mentah dipotong bentuk dadu dengan ukuran 1x1cm
b) 300g gula pasir dipanaskan dalam 1liter air,ditambahkan 1g
benzoat sebagai bahan pengawet.
c) Nata yang sudah dipotong direbus dengan larutan gula selama
10 menit, kemudian didinginkan.
d) Nata siap saji dikemas dalam kantung plastik lalu ikat dengan
e) karet gelang atau bisa juga dikemas dalam gelas plastik.
63
Gambar 3. Skema pembuatan nata dari kulit pisang
Tahap persiapan - Menyiapkan bahan - Menyiapkan alat dan mensterilkan - Memisahkan kulit dari daging buah
Menimbang bahan
Tahap pengambilan sari kulit pisang
Kulit pisang dicuci bersih ↓
Dihancurkan dengan blender + air ↓
Disaring ↓
Tahap pembuatan media
Sari kulit pisang + Pupuk ZA dan Gula pasir ↓ Dididihkan selama 10 menit ↓ Angkat, masukkan asam Asetat Glasial ↓ Masukkan kedalam toples dan tutup dengan kertas koran dan diikat dengan karet gelang
Tutup toples dibuka Starter
Didiamkan 8-14 hari
Nata diambil dan dicuci dengan air yang mengalir ↓
Direbus selama 15 menit
Tahap fermentasi
Tahap pemanenan
Nata mentah dipotong bentuk dadu 1 x 1 cm ↓
Direbus selama 10 menit ↓
Dikemas dengan kantong plastik atau gelas plastik
Tahap Pengemasan
63
F. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah metode penilaian subjektif dan penilaian objektif. Penilaian subjektif
menggunakan inderawi, sedangkan penilaian objektif menggunakan uji
laboratorium.
1. Penilaian Subjektif
Penilaian subjektif merupakan cara penilaian terhadap mutu atau
sifat-sifat suatu komoditi dengan menggunakan panelis sebagai
instrumennya atau alat. Metode ini digunakan untuk mengumpulkan data
tentang kualitas dan nata kulit pisang meliputi tingkat warna, aroma,
tektur dan rasa. Selain itu untuk mengumpulkan data tentang tingkat
kesukaan terhadap nata kulit pisang. Penilaian subyektif ini
menggunakan dua macam tipe pengujian yaitu uji inderawi dan uji
kesukaan.
a. Uji inderawi
Uji inderawi merupakan cara-cara pengujian terhadap sifat-
sifat karakteristik bahan pangan dengan menggunakan indera
manusia termasuk indera penglihatan, perasa, pembau, peraba dan
pendengaran. Dalam penelitian ini, pengujian digunakan untuk
menilai kualitas nata kulit pisang hasil eksperimen yang meliputi
warna, rasa, aroma dan tekstur. Jenis uji inderawi yang digunakan
dalam penelitian ini adalah uji skoring, untuk mengukur atau
mengetahui tingkat perbedaan antar sampel yang disajikan. Pada uji
63
skoring panelis diminta untuk menilai penampilan sampel
berdasarkan sifat yang dinilai. Alat yang digunakan untuk
melaksanakan pengujian inderawi adalah orang atau sekelompok
orang yang disebut panelis. Panelis yang digunakan dalam penelitian
ini adalah panelis agak terlatih. Panelis agak terlatih adalah panelis
yang sebelum melakukan pengujian, terlebih dahulu dilatih untuk
mengetahui sifat-sifat karakteristik suatu bahan. Penggunaan panelis
agak terlatih diharapkan tidak mengurangi tingkat kepercayaan
terhadap hasil yang diperloleh ( Bambang Kartika, 1988:3 ).
Penilaian pada uji skoring dilakukan dengan pemberian
angka pada sifat yang dinilai sesuai dengan pedoman yang diberikan.
Sifat yang dinilai ada beberapa kreteria yaitu warna, rasa, aroma dan
tekstur nata kulit pisang hasil eksperimen. Untuk mengetahui
penilaian maka setiap kreteria yang dinilai dengan urutan kategori
tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya. Dalam penelitian ini
kategori nilai yaitu angka 5 untuk nilai baik sekali, angka 4 untuk
nilai baik, angka 3 untuk nilai cukup baik, angka 2 untuk nilai
kurang baik dan angka 1 untuk nilai tidak baik. Angka dari urutan
penilaian kemudian diolah dan dianalisa secara statistik sehingga
hasil yang diperoleh lebih objektif.
b. Uji Kesukaan
Uji kesukaan atau uji organolepik pada dasarnya merupakan
pengujian yang panelisnya mengemukakan respon suka atau tidak
63
suka terhadap sifat produk hasil eksperimen yang diuji ( Bambang
Kartika, 1988: 56 ) yaitu perbedaan kualitas nata kulit pisang raja
nangka, nata kulit pisang ambon kuning, dan nata kulit pisang kepok
putih. Pengujian ini mengunakan panelis yang tidak terlatih. Panelis
diminta untuk mengemukakan pendapatnya secara spotan tanpa
membandingkan dengan sampel kontrol. Oleh karena itu pengujian
dilakukan secara berurutan tidak disajikan secara bersama-sama (
Bambang Kartika, ( 1988: 56 ).
2. Pelaksanaan Penilaian Subyektif
a. Waktu dan Tempat
Penilaian subyektif dilakukan dengan uji inderawi
dilaksanakan pada bulan Mei 2006 di Fakultas Teknik UNNES.
Sedangkan uji kesukaan dilakukan di wilayah kelurahan Sekaran Rt
03 Rw 03 Gunung Pati Semarang.
b. Bahan dan alat penilaian
Bahan dan alat penilaian yang digunakan dalam penelitian
subyektif adalah sebagai berikut:
1) Bahan
Bahan yang digunakan adalah nata kulit pisang hasil eksperimen.
2) Alat
Alat yang digunakan yaitu formulir penilaian, air putih, dan
peralatan tulis.
63
3) Langkah-langkah penilaian
a) Mempersiapkan panelis agak terlatih dalam satu ruangan.
b) Membagikan lembar penilaian dan nata kulit pisang hasil
eksperimen kepada panelis
c) Memberikan penjelasan singkat kepada panelis tentang cara
pengisian lembar penilaian kepada panelis.
d) Memberikan waktu kepada panelis untuk melaksanakan
penilaian yang telah diisi oleh panelis.
3. Penilaian Objektif
Penilaian secara objektif dilakukan dengan uji laboratorium.
Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui kandungan gizi yaitu
kandungan serat, cemaran mikroba nata dari kulit pisang dan untuk
mengetahui ketebalan nata dari tiga jenis kuit pisang yang berbeda.
Dengan demikian akan diketahui perbedaan antara nata kulit pisang raja
nangka, nata kulit pisang ambon kuning, dan nata kulit pisang kepok
putih. Uji laboratorium dilakukan di Laboratorium FMIPA Kimia dan di
Balai Laboratorium Kesehatan (BLK) Telogosari Semarang.
G. Instrumen Pengumpul Data
Alat yang digunakan dalam penelitian ini dalah secara subyektif dan
obyektif. Secara subyektif instrumen yang digunakan dalah panelis agak
terlatih dan panelis tidak terlatih. Penilaian obyektif dilaksanakan di
laboratorium.
63
1. Panelis agak terlatih
Panelis agak terlatih digunakan sebagai alat untuk mengumpulkan
data dari kualitas sampel yang dilakukan melalui uji inderawi dengan
indikator rasa, warna, aroma dan tekstur. Panelis agak terlatih merupakan
kelompok dimana anggotanya merupakan hasil seleksi kemudian
menjalani latihan secara kontinyu dan lolos pada evaluasi kemampuan
(Bambang Kartika,1988:17). Panelis agak terlatih dalam penelitian ini
dilakukan oleh mahasiswa Teknik Jasa dan Produksi Boga angkatan
2001 dan 2002 yang telah menempuh mata kuliah Analisis Mutu Pangan.
Pengambilan panelis tersebut dengan pertimbangan bahwa mahasiswa
tersebut telah dibekali dan dilatih untuk memiliki kepekaan alat indera,
sehingga dapat menganalisa dan menilai produk mkanan dengan baik.
Menurut Suwarno T Sukarno ( 1985: 50 ), panelis agak terlatih
digunakan untuk uji inderawi terdiri dari 15 sampai 25 orang yang dipilih
berdasarkan ketentuan yang harus dipenuhi untuk menjadi panelis agak
terlatih adalah:
a. Mengetahui sifat sensorik dari makanan yang dinilai b. Mengetahui cara penilaian inderawi c. Mempunyai tingkat kepekaan yang tinggi d.Telah dilatih setelah pengujian e. Instrumen valid dan reliabel
Adapun syarat yang harus dimiliki oleh panelis agak terlatih
adalah harus valid dan reliabel. Panelis dapat dikatakan valid dan reliabel
apabila panelis tersebut dapat menunjukan kepekaan dan ketelitian serta
memiliki keajegan diantara menilai suatu produk pada waktu yang
63
berbeda. Upaya yang dapat dilakukan untuk memperoleh instrumen yang
valid dan reliabel adalah dengan validitas dan reliabilitas instrumen.
a. Validitas Istrumen
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukan tingkatan
kesahihan atau kebenaran suatu instrumen. Sebuah instrumen dapat
dikatakan valid apabila dapat mengukur apa yang diinginkan dan
dapat mengungkapkan data dari variable yang diteliti secara tepat.
Instrumen dalam penelitian ini harus memenuhi validitas internal
dan validitas isi
1).Validitas Internal
Pengujian validitas internal yang digunakan adalah
panelis agak terlatih. Sedangkan validitas internal itu sendiri
adalah upaya yang dilakukan untuk membuat instrumen menjadi
valid dilihat dari kondisi internal panelis yang berupa faktor dari
dalam. Faktor dari dalam yang dimaksud adalah kondisi kesehat
panelis, pengalaman panelis dan kesehatan panelis.
Upaya yang dilakukan untuk mendapatkan instrumen yang
kondisinya valid dan memenuhi persyaratan yaitu dengan cara
wawancara. Untuk mengetahui validitas internal dilakukan
melalui wawancara terhadap calon panelis, kemudian hasil
wawancara dituang dalam fomulir wawancara calon panelis.
Syarat panelis agak terlatih yang lolos dalam tahap wawancara,
apabila total skor dalam angket minimal 75% dari ideal 100% (
Bambang Kartika, 1988: 23 ).
63
2).Validitas Isi
Validitas isi merupakan upaya untuk mengetahui
kemampuan dalam menilai suatu produk yang meliputi warna,
rasa, aroma, dan tekstur melalui uji inderawi. Upaya untuk
memenuhi validitas isi dari instrumen yaitu melakukan seleksi
penilaian yang diterima dari validitas internal. Pada tahap ini
peneliti membagikan lembar penilaian dan produk yang berupa
sample kepada panelis. Penilaian dilakukan sebanyak 6 kali
terhadap produk sampel dalam waktu yang berbeda. Data
penilaian calon panelis dianalisa menggunakan range methot.
Adapun ketentuan calon panelis adalah sebagai berikut:
Jika rangeJumlah
jumlahRange ≥ 1, maka memenuhi persyaratan
Jika rangeJumlah
jumlahRange ≤ 1, maka calon panelis ditolak
( Bambang Kartika, 1988 : 24 )
b. Reliabilitas Instrumen
Reliabilitas instrumen merupakan pengukuran yang
memiliki konsistensi tinggi sebagai pengukur yang ajeg
(Sugiono,2000:4 ). Reliabilitas tersebut berarti sejauh mana hasil
suatu pengukuran yang dipercaya, untuk penilaian ini apabila
calon panelis dapat menilai secara ajeg yaitu hasil penilaian tetap
sama walaupun penilaian beberapa kali dalam waktu yang
berbeda. Untuk mendapatkan instrumen yang reliabel, calon
63
panelis yang diterima pada tahap penyaringan selanjutnya
mengikuti tahap latihan.
Pada tahap latihan calon panelis melakukan penilaian pada
produk nata sebanyak 6 kali pada waktu yang berbeda, kemudian
hasil penilaian dianalisis dengan melihat nilai di dalam range
yang dihitung dari nilai rata-rata ± 1 standart deviasi dengan
perhitungan rentangan nilai X-l SD sampai dengan X+l SD.
Menurut Bambang Kartika, ( 1988:26 ), syarat panelis agak
terlatih yang reliabel adalah apabila nilai masuk di dalam range >
60% berarti dapat diandalkan menjadi panelis agak terlatih.
Sedangkan calon panelis yang nilai masuk dalam range <60%
maka calon panelis tidak dapat diandalkan menjadi panelis agak
terlatih. Calon panelis yang memenuhi syarat sebagai panelis
dalam pengujian yang sesungguhnya. Sedangkan calon panelis
yang tidak memenuhi syarat sebagai panelis yang reliabel dapat
dipersiapkan untuk latihan lanjutan atau alternatif lain dengan
mencari calon-calon baru untuk dipakai sebagai calon panelis
dengan proses mulai dari tahap wawancara sampai pada tahap
evaluasi kemampuan.
Skema tahapan-tahapan seleksi panelis menurut Bambang
Kartika ( 1988: 21 ), dapat dilihat pada gambar berikut ini:
63
Gambar 5. Skema Tahap-tahap seleksi panelis
Tahap 1 Wawancara
Diterima Tahap 2 Tidak (Ditolak)
Penyaringan
Diterima untuk latihan
Latihan
Evakuasi kemampuan
Apakah panelis memenuhi syarat
pengujian h
Tidak (Ditolak)
Mulai pengujian
tidak Kembali ke Tahap 1 dengan calon baru atau latihan baru
Tahap 3
Tahap 4
63
Panelis tidak terlatih digunakan untuk menilai tingkat kesukaan
pada suatu produk ataupun menilai tingkat kemauan seseorang untuk
menggunakan suatu produk. Karena menyangkut tingkat kesukaan
terhadap suatu produk makanan maka semakin banyak jumlah anggota
panelis, maka hasilnya akan semakain baik (Bambang Kartika, 1988: 18)
Panelis tidak terlatih yang digunakan adalah 80 orang dari
anggota masyarakat lingkungan kelurahan Sekaran Kecamatan Gunung
Pati Semarang dan lingkungan mahasiswa Fakultas Teknik UNNES.
Berdasarkan golongan usia masyarakat yaitu:
a) Bapak-bapak usia 30-50 tahun sebanyak 20 orang dari RT 03 gang
Manggis Kelurahan Sekaran.
b) Ibu-ibu rumah tangga usia 25-50 tahun dari RT 03 gang Manggis
Kelurahan Sekaran sebanyak 20 orang.
c) Remaja putra usia 17-25 tahun dari Fakultas Teknik UNNES
sebanyak 20 orang.
d) Remaja putri usia 17-25 tahun dari Fakultas Teknik UNNES
sebanyak 20 orang
Alasan menggunakan panelis tidak terlatih dari golongan usia diatas
karena setiap tingkatan usia mempunyai hormon yang berbeda yang
menyebabkan tingkat kepekaan berbada pula.
63
H. Analisis Data
Analisis data adalah cara pengolahan data yang diperoleh dari hasil
pengujian. Analisis data dilakukan dengan cara statistik agar hasil
penelitian dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Analisis data
bertujuan untuk menjawab permasalahan yang diajukan dalam penelitian
ini atau membuktikan hipotesis.
Untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan kualitas inderawi
antara kulit pisang raja, nata kulit pisang ambon kuning, nata kulit pisang
kapok putih, nata air kelapa sebagai kontrol digunakan uji klasifikasi
tunggal atau anava tunggal dan dilanjutkan dengan uji tukey. Sebelum
melakukan analisis varian terlebih dahulu dilakukan uji prasyarat yang
meliputi uji homogenitas dan uji normalitas.
1. Uji prasyarat
a. Uji Homogenitas
Uji homogenitas adalah suatu cara untuk mengetahui apakah
data yang diperloleh dari penilaian dari panelis agak terlatih itu
homogen atau tidak, maka perlu dilakukan uji homogenitas dengan uji
Bartlett ( Sudjana 1996: 262 ) dengan rumus sebagai berikut.
Sampel Dk dk1
S12 Log S1
2 dk log S12
1 n1 – 1 )1(1
1 −n S1
2 Log S12 (n1 – 1) Log S1
2
2 n2 – 1 )1(1
1 −n S2
2 Log S12 (n1 – 1) Log S1
2
3 n3 – 1 )1(1
1 −n Sk Log Sk2 (nk – 1) Log Sk2
Jumlah Σ (n3 – 1) Σ(n1 – 1) Log S12
Sumber: ( Sudjana 1996: 262 )
63
Keterangan:
dk = derajat kebebasan
S1 = Varians sampel ke 1
Log = Logaritma
n1 = Jumlah sampel ke 1
dari tabel ini kemudian dihitung harga-harga yang diperlukan, yaitu:
1) Menghitung varians gabungan dari semua sampel, rumusnya
S2 = {Σ(n1 – 1)/Σ(n – 1)}
2) Mencari harga satuan B, rumusnya
B = (Log S2) Σ (n1 – 1)
3) Menghitung Chi-kuadrat, rumusnya
2 – (Ln10) {B - Σ(n1 –1) Log S12}
4) Dengan Ln 10 = 2,3026, disebut logarotma asli dari bilangan 10.
Kriteria pengujian adalah jika X2hitung < X2
(5%)(k-1) maka data
homogen (Sudjana, 1996:263).
b. Uji normalitas
Uji normalitas adalah suatu cara untuk mengetahui apakah data
penilaian itu normal atau tidak. Untuk membutikan apakah data yang
diperloleh dari penilaian panelis agak terlatih itu normal atau tidak,
maka perlu dilakukan uji normalitas data dengan metode Liliefors
(Sudjana 1996: 467 ). Pengujian normalitas dengan menggunakan uji
Liliefors dengan langkah-langkah sebagai berikut:
63
1) Mencari nilai mean, rumusnya X = nXΣ
2) Mencari nilai simpangan baku, rumusnya S = 1
)( 1
−−Σ
nXX
3) Membuat tabel uji normalitas data
a) Menghitung simpangan baku, rumusnya Z = s
X X )1( −
b) Berdasarkan nilai bilangan baku, dengan menggunakan daftar
distribusi baku tabel, dihitung peluang F (z1)
c) Menghitung selisih F (z1) – S (z1) kemudian menentukan
harga mutlaknya.
d) Mengambil harga yang paling besar di antara harga-harga
mutlak.
Selisih tersebut untuk menentukan harga Lo (L observasi)
Keterangan :
X = Nilai mean
S = Nilai simpangan baku
X1 = Nilai data ke I
Z1 = Nilai angka baku
Kriteria pengujian adalah jika LO < LL(5%;n) maka data
berdistribusi
2. Analisa varian klasifikasi tunggal
Analisa varian klasifikasi tunggal digunakan untuk menjawab
permasalahan pertama yang berbunyi apakah ada perbedaan kualitas
63
warna, rasa, aroma dan tekstur nata kulit pisang dengan menggunakan
jenis kulit pisang yang berbeda. Anava klasifikasi tunggal digunakan
untuk mengetahui perbedaan kualitas nata kulit pisang. Sedangkan
rumusnya dapat dilihat pada tabel 4 berikut ini.
Tabel 4. Analisis Varian Klasifikasi Tunggal
Sumber
Varian (SV)
Derajat
Kebebasan (db)
Jumlah Kuadrat (JK) Rerata JK
(RJK)
F0 Keterangan
Sampel (a) dba = a – 1 JKa = ( )
bX 2Σ
– ( )
NX 2
1Σ RJKa =
a
a
dbJK
c
a
JKRJK
Signigikan 5%
Panelis (b) dbb = b – 1 JKb = ( )
aX 2Σ
– ( )
NX 2
1Σ RJKb =
b
b
dbJK
c
b
JKRJK
Error/kesalahan (c) dbc=db1–dba–dbb JKc = JK1 – JKa – JKb RJKc = c
c
dbJK
Total db1= a x b – 1
Sumber: Bambang Kartika, 1988:86)
Keterangan:
a = banyaknya sampel
b = jumlah sampel
N = jumlah subyek seluruhnya = a . b
(ΣX)2 = jumlah total nilai panelis
Σ(ΣX)2 = jumlah total nilai sampel
(ΣX1)2 = jumlah total nilai
⎥⎦⎤
⎢⎣⎡ Σ
NX1 = faktor korelasi
63
Mengkonsultasikan harga Ftabel (Ft) dengan Fhitung (Fo) Kemudian
dikonsultasikan dengan Ftabel (Ft) dengan taraf signifikan 5% dengan
ketentuan jika Fo > dari Ft maka Ho ditolak dan Ha diterima, jika Fo < Ft
maka Ho diterima dan Ha ditolak. Apabila Fo > Ft maka dapat diketahui
antara sampel terdapat perbedaan nyata dari tiap-tiap sampel dan
analisisnya dilanjutkan dengan uji Tukey.
3. Uji Tukey
Menurut Bambang Kartika ( 1988: 83 ), untuk mengetahui seberapa
besar perbedaan antara sampel nata kulit pisang hasil eksperimen
dilakukan uji Tukey dengan menggunakan nilai pembanding.
Nilai pembanding = Standar Error x Nilai Least Significant Difference.
Standard Error = panelisJumlah
errorkuadratjumlahreratan
RJKc=
Nilai Least Significant Difference dapat dilihat pada tabel. Sebelum
dibandingkan, harus dicari rata-rata masing-masing sampel dengan rumus
sebagai berikut:
Nilai rata-rata = N
)Xa(∑
Ketentuan penilaian adalah jika nilai selisih antar sampel > Np (nilai
pembanding), berarti terapat perbedaan yang nyata.
4. Uji kimiawi
Uji kimiawi dilakukan di laboratorium untuk mengujikan zat-zat
gizi. Metode yang digunakan untuk menentukan kualitas zat gizi nata
kulit pisang eksperimen dilakukan pengujian yaitu uji standar. Uji standar
63
dilakukan di laboratorium Pertanian Universitas Gajah Mada Yogyakarta
untuk mengetahui seberapa besar kandungan serat, cemaran mikroba
Coliform dan ketebalan nata kulit pisang
5. Analisis kesukaan masyarakat
Untuk mengetahui daya terima masyarakat atau kesukaan
masyarakat dilakukan dengan analisis deskriptif prosentase. Pengujian ini
digunakan untuk mengkaji reaksi konsumen terhadap sampel yang
diujikan, oleh karena itu panelis diambil dalam jumlah banyak sehingga
dapat mewakili populasi masyarakat tertentu. Pengujian yang dilakukan
untuk mengetahui daya terima masyarakat dilakukan dengan
menggunakan anailsis deskriptif prosentase. Menurut Muhammad Ali
(1996:194), rumus analisis deskriptif prosentase adalah sebagai berikut:
% = Nn x 100%
Keterangan:
% = Skor prosentase
n = Jumlah skor kualitas (warna, aroma, rasa dan tekstur)
N = Skor ideal (skor tertinggi x jumlah panelis)
Untuk mengubah data skor prosentase menjadi nilai kesukaan
masyarakat dapat dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut:
c. Menentukan nilai tertinggi, nilai terendah, jumlah kriteria dan jumlah
panelis adalah sebagai berikut:
Nilai tertinggi 5 (sangat suka)
Nilai terendah 1 (tidak suka)
63
Jumlah kriteria yang ditentukan 5 kriteria
Jumlah panelis 80 orang
d. Menghitung skor maksimal dan skor minimal adalah sebagai berikut:
Skor maksimal : jumlah panelis x nilai tertinggi
: 80 x 5 = 400
Skor minimal : jumlah panelis x nilai terendah
: 80 x 1 = 80
e. Menghitung persentase maksimal dan prosentase minimal adalah
sebagai berikut:
Prosentase maksimal : imalminskor
maksimalskor x 100%
: 400400 x 100% = 100%
Prosentase minimal : maksimalskor
imalminskor x 100%
: 40080 x 100% = 20%
f. Menghitung rentangan prosentase adalah sebagai berikut:
Rentangan : prosentase maksimal –prosentasi minimal
: 100% - 20% = 80%
g. Menghitung kelas interval adalah sebagai berikut:
Interval prosentase : rentangan : jumlah kriteria
80 : 5 = 16%
Berdasarkan hasil perhitungan tersebut maka dapat dibuat tabel
interval prosentase dan kriteria kesukaan sebagai berikut:
63
Tabel 5. Interval dan Kriteria Kesukaan
Persentase (%) Kriteria Kesukaan 20 – 35,99 Sangat tidak suka 36 – 51,99 Tidak suka 52 – 67,99 Kurang suka 68 – 83,99 Suka 84 – 100 Sangat suka
Skor tiap aspek penilaian berdasarkan tabulasi data dihitung
prosentasenya, kemudian hasilnya dikonsultasikan dengan tabel di atas
sehingga diketahui kriteria kesukaan masyarakat.
63
DAFTAR PUSTAKA
Apriyantono, Dkk. 1989. Analisis Pangan. Bogor: PAU Pangan dan Gizi
Arikunto, Suharsimi. 1993. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta Putra.
Gaspersz, Vincent. 1991. Teknik Analisa dalam Penelitian Percobaan. Bandung: Tarsito.
Kartika, Bambang dkk. 1988. Pedoman Uji Inderawi Bahan Pangan. Yogyakarta: Fakultas Teknologi Pertanian UGM.
Khalim. Dkk. 2005. Sains Fisika. Jakarta: Bumi Aksara.
Munajim. 1983. Teknologi Pengolahan Pisang. Jakarta: Gramedia.
Saragih. 2004. Membuat Nata de Coco. Bogor: Puspa Swara.
Satuhu dan Supriyadi. 1993. Pisang, Budidaya, Pengolahan dan Prospek Pasar. Jakarta: Panebar Swadaya.
Slamet dan Tarwotjo. 1980. Komposisi Zat Gizi Makanan Indonesia. Bogor: Semboja.
Sudjana. 2002. Metode Statistik. Bandung: Tarsito.
Sugiono. 2003. Statistik Untuk Penelitian. Bandung: Alfabetha.
Suprapti, Lies. 2005. Aneka Olahan Pisang.
Soekarto. 1985. Penilaian Organoleptik Untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian. Jakarta: Bhatara Aksara.
Warisno. 2004. Mudah dan Praktis Membuat Nata de Coco. Jakarta: Agromedia Pustaka.
63
PROPOSAL SKRIPSI
PERBEDAAN PENGGUNAAN JENIS KULIT PISANG TERHADAP KUALITAS INDERAWI DAN
KETEBALAN NATA (NATA DE MUSA)
Diajukan oleh:
Nama : Lina Susanti
NIM : 5401401047
Jurusan :Teknologi Jasa dan Produksi
Prodi : Pendidikan Tata Boga S1
TEKNOLOGI JASA DAN PRODUKSI FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2005
80
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini akan menguraikan mengenai hasil dan pembahasan dari hasil
pembuatan nata de musa dengan variasi penggunaan jenis kulit pisang yang
terdiri dari hasil uji persyaratan analisis varians klasifikasi anava tunggal
(homogen dan normalitas), hasil dan analisis nata de musa dengan variasi
penggunaan jenis kulit pisang ditinjau dari aspek warna, aroma, rasa manis,
tekstur, dan keseluruhan aspek, hasil uji laboratorium dan analisis uji kesukaan
masyarakat terhadap nata de musa dengan variasi penggunaan jenis kulit pisang.
A. Hasil Penelitian
1. Hasil Uji Persyaratan dari Analisis Varian Klasifikasi Tunggal
Sebelum melangkah menggunakan analisis varians klasifikasi tunggal dan
uji tukey terebih dahulu dilakukan uji persyaratan yaitu uji homogenitas
dan normalitas data hasil uji inderawi. Uji homogenitas digunakan untuk
mengetahui apakah varians dari setiap sampel apakah sudah homogen,
sedangkan uji normalitas digunakan untuk menguji apakah data setiap
sampel berdistribusi normal. Hasil perhitungan uji homogenitas dan
normalitas dapat dilihat pada data di bawah ini.
80
81
a. Uji homogenitas
Uji homogenitas aspek warna, aroma buah, rasa manis dan tekstur
nata de musa dapat dikatakan homogen atau tidak, maka diadakan uji
homogenitas dengan uji bartlett.
Tabel 11. Hasil uji homogenitas data uji inderawi nata de musa dengan variasi penggunaan jenis kulit pisang
Aspek χ²hitung χ²tabel Keterangan
Warna 0,9975 5,99 Homogen
Aroma 3,4178 5,99 Homogen
Rasa manis 0,9446 5,99 Homogen
Tekstur 3,4940 5,99 Homogen
Berdasar tabel di atas dapat diketahui bahwa hasil uji homogenitas
data uji inderawi nata de musa dengan variasi penggunaan jenis kulit
pisang pada aspek warna, aroma, rasa, dan tekstur tampak bahwa
harga χ²hitung < χ²tabel ini berarti data hasil uji inderarwi nata de musa
dengan variasi penggunaan jenis kulit pisang pada aspek warna,
aroma, rasa, dan tekstur, antar kelompok sampelnya mempunyai
varians yang sama.
b. Uji normalitas
Uji normalitas aspek warna, aroma buah, rasa manis dan tekstur
dapat dikatakan berdistribusi normal atau tidaknya, maka diadakan uji
normalitas dengan uji lilliefors.
82
Tabel 12. Hasil uji normalitas data uji inderawi nata de musa dengan variasi penggunaan jenis kulit pisang
Aspek Lo L tabel Keterangan
Warna 0,1557 0,173 Normal
Aroma 0,1261 0,173 Normal
Rasa manis 0,1706 0,173 Normal
Tekstur 0,1088 0,173 Normal
Berdasar tabel di atas dapat diketahui bahwa hasil uji normalitas data
uji inderawi nata de musa dengan variasi penggunaan jenis kulit
pisang pada aspek warna, aroma, rasa, dan tekstur, tampak bahwa
harga Lo < Ltabel ini berarti data hasil uji inderarwi nata de musa
dengan variasi penggunaan jenis kulit pisang pada aspek warna, aroma
buah, rasa manis, dan tekstur berdistribusi normal.
2. Hasil uji varians klasifikasi tunggal terhadap nata de musa hasil
eksperimen berdasarkan aspek warna, aroma buah, rasa manis, dan tekstur.
a. Aspek warna
Hasil penilaian dari keempat sampel nata de musa dengan variasi
penggunaan jenis kulit pisang yang berbeda setelah dilakukan uji
inderawi oleh 25 orang panelis, dilihat dari aspek warna hasil
perhitungan analisis variansnya dapat dilihat pada tabel berikut ini.
83
Tabel 13. Hasil analisis varians nata de musa dengan variasi penggunaan jenis kulit pisang yang berbeda dilihat dari aspek warna
Sumber
variansi
db JK RJK Fhitung F(5%;2:48)
Sampel (a) 2 25,51 12,76 157,28 3,19
Panelis (b) 24 1,19 0,05
Eror (c) 48 3,89 0,08
Total 74 30,60
Sumber : hasil perhitungan lampiran 16 halaman 1 41
Hasil perhitungan dari analisis varians klasifikasi tunggal
tersebut kemudian dibandingkan dengan harga F(5%:2:48). Dari
perhitungan didapatkan harga Fhitung sebesar 157,28 sedangkan harga
F(5%:2:48) sebesar 3,19, karena harga Fhitung > F(5%:2:48) maka berarti
bahwa ada perbedaan yang signifikan dari keempat sampel dilihat dari
aspek warna.
Pengujian selanjutnya dengan menggunakan uji tukey atau uji
pasangan yaitu untuk mengetahui seberapa besar perbedaan antar
pasangan sampel sehingga akan dapat diketahui sampel mana yang
terbaik dengan ketentuan jika selisih antar rata-rata sampel lebih besar
dari nilai pembanding maka ada perbedaan yang nyata antar pasangan
sampel tersebut dan jika selisih antar rata-rata sampel lebih kecil dari
nilai pembanding maka tidak ada perbedaan yang nyata antar pasangan
sampel tersebut. Berikut ringkasan uji tukey pada aspek warna
84
Tabel 14. Ringkasan perhitungan uji tukey dilihat dari aspek warna
Perbandingan
antar sampel
Selisih
Rata-rata
Nilai
Pembanding
Keterangan
341 dengan 482 0,45 0,20 Berbeda nyata
341 dengan 631 1,40 0,20 Berbeda nyata
482 dengan 631 0,95 0,20 Berbeda nyata
Sumber : hasil perhitungan lampiran 17 halaman 142
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa pada aspek
warna tampak perbandingan antar pasangan sampel semuanya berbeda
nyata.
Untuk mengetahui sampel nata yang kualitasnya terbaik dengan
variasi penggunaan jenis kulit pisang hasil eksperimen pada aspek
warna dapat dilihat dari nilai rata-rata, nilai rata-rata yang tinggi pada
suatu sampel menunjukkan sampel tersebut memiliki kualitas yang
baik dan apabila nilai rata-ratanya rendah menunjukkan bahwa sampel
tersebut memiliki kualitas yang kurang baik atau rendah. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 15. Nilai rata-rata uji inderawi pada aspek warna
No Sampel Rata-rata
1. 341 3,68
2. 482 3,23
3. 631 2,28
Sumber : hasil perhitungan lampiran 17 halaman 142
85
Berdasarkan nilai rata-rata sebagaimana pada tabel di atas dapat
diketahui bahwa nilai rata-rata tertinggi berdasarkan aspek warna
adalah pada sampel 341 dengan nilai rata-rata sebesar 3,68.
Untuk mempermudah dan memperjelas dalam menyimpulkan
tabel di atas berdasarkan aspek warna dapat dilihat dari nilai rata-rata
tertinggi seperti pada gambar berikut:
3.683.23
2.28
0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
Rat
a-ra
ta
341 482 631
Sampel
Gambar 5. Histogram nilai rata-rata nata de musa dengan variasi penggunaan jenis kulit pisang aspek warna
Berdasar histogram di atas dapat diketahui bahwa urutan sampel
terbaiknya adalah sampel 341 dengan nilai rata-rata sebesar 3,68 yaitu
nata de musa dengan menggunakan kulit pisang raja nangka,
kemudian sampel 482 dengan nilai rata-rata sebesar 3,23 yaitu nata de
musa dengan menggunakan kulit pisang ambon kuning dan sampel
361 dengan nilai rata-rata sebesar 2,28 yaitu nata de musa dengan
menggunakan kulit pisang kapok putih.
86
b. Aspek aroma buah
Hasil penilaian dari keempat sampel nata de musa dengan variasi
penggunaan jenis kulit pisang yang berbeda setelah dilakukan uji
inderawi oleh 25 orang panelis, dilihat dari aspek aroma hasil
perhitungan analisis variansnya dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 16. Hasil analisis varians nata de musa dengan variasi penggunaan jenis kulit pisang yang berbeda dilihat dari aspek aroma buah
Sumber
variansi
db JK RJK Fhitung F(5%;2:48)
Sampel (a) 2 23,58 11,79 226,53 3,19
Panelis (b) 24 2,61 0,11
Eror (c) 48 2,50 0,05
Total 74 28,69
Sumber : hasil perhitungan lampiran 21 halaman 146
Hasil perhitungan dari analisis varians klasifikasi tunggal
tersebut kemudian dibandingkan dengan harga F(5%:2:48). Dari
perhitungan didapatkan harga Fhitung sebesar 226,53 sedangkan harga
F(5%:2:48) sebesar 3,19, karena harga Fhitung > F(5%:2:48) maka berarti
bahwa ada perbedaan yang signifikan dari keempat sampel dilihat dari
aspek aroma buah.
Pengujian selanjutnya dengan menggunakan uji tukey atau uji
pasangan yaitu untuk mengetahui seberapa besar perbedaan antar
pasangan sampel sehingga akan dapat diketahui sampel mana yang
terbaik dengan ketentuan jika selisih antar rata-rata sampel lebih besar
87
dari nilai pembanding maka ada perbedaan yang nyata antar sampel.
Berikut ringkasan uji tukey pada aspek aroma buah.
Tabel 17. Ringkasan perhitungan uji tukey dilihat dari aspek aroma Perbandingan
antar sampel
Selisih
Rata-rata
Nilai
Pembanding
Keterangan
341 dengan 482 0,69 0,16 Berbeda nyata
341 dengan 631 1,37 0,16 Berbeda nyata
482 dengan 631 0,68 0,16 Berbeda nyata
Sumber : hasil perhitungan lampiran 22 halaman 147
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa pada aspek
aroma tampak perbandingan antar pasangan sampel semuanya berbeda
nyata.
Untuk mengetahui sampel nata yang kualitasnya terbaik dengan
variasi penggunaan jenis kulit pisang hasil eksperimen pada aspek
warna dapat dilihat dari nilai rata-rata, nilai rata-rata yang tinggi pada
suatu sampel menunjukkan sampel tersebut memiliki kualitas yang
baik dan apabila nilai rata-ratanya rendah menunjukkan bahwa sampel
tersebut memiliki kualitas yang kurang baik atau rendah. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 18. Nilai rata-rata uji inderawi pada aspek aroma
No Sampel Rata-rata
1. 341 3,77
2. 482 3,08
3. 631 2,40
Sumber : hasil perhitungan lampiran 22 halaman 147
88
Berdasarkan nilai rata-rata sebagaimana pada tabel di atas dapat
diketahui bahwa nilai rata-rata tertinggi berdasarkan aspek aroma
adalah pada sampel 341 dengan nilai rata-rata sebesar 3,77.
Untuk mempermudah dan memperjelas dalam menyimpulkan
tabel di atas berdasarkan aspek warna dapat dilihat dari nilai rata-rata
tertinggi seperti pada gambar berikut:
3.77
3.08
2.40
0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
Rat
a-ra
ta
341 482 361
Sampel
Gambar 6. Histogram nilai rata-rata nata de musa dengan variasi penggunaan jenis kulit pisang aspek aroma
Berdasar histogram di atas dapat diketahui bahwa urutan sampel
terbaiknya adalah sampel 341 dengan nilai rata-rata sebesar 3,77 yaitu
nata de musa dengan menggunakan kulit pisang raja nangka,
kemudian sampel 482 dengan nilai rata-rata sebesar 3,08 yaitu nata de
musa dengan menggunakan kulit pisang ambon kuning dan sampel
361 dengan nilai rata-rata sebesar 2,40 yaitu nata de musa dengan
menggunakan kulit pisang kapok putih.
89
c. Aspek rasa
Hasil penilaian dari keempat sampel nata de musa dengan variasi
penggunaan jenis kulit pisang yang berbeda setelah dilakukan uji
inderawi oleh 25 orang panelis, dilihat dari aspek rasa manis hasil
perhitungan analisis variansnya dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 19. Hasil analisis varians nata de musa dengan variasi penggunaan jenis kulit pisang yang berbeda dilihat dari aspek rasa manis
Sumber
variansi
db JK RJK Fhitung F(5%;2:48)
Sampel (a) 2 23,29 11,65 231,77 3,19
Panelis (b) 24 1,07 0,04
Eror (c) 48 2,41 0,05
Total 74 26,78
Sumber : hasil perhitungan lampiran 26 halaman 151
Hasil perhitungan dari analisis varians klasifikasi tunggal
tersebut kemudian dibandingkan dengan harga F(5%:2:48). Dari
perhitungan didapatkan harga Fhitung sebesar 231,77 sedangkan harga
F(5%:2:48) sebesar 3,19, karena harga Fhitung > F(5%:2:48) maka berarti
bahwa ada perbedaan yang signifikan dari keempat sampel dilihat dari
aspek rasa manis.
Pengujian selanjutnya dengan menggunakan uji tukey atau uji
pasangan yaitu untuk mengetahui seberapa besar perbedaan antar
pasangan sampel sehingga akan dapat diketahui sampel mana yang
terbaik dengan ketentuan jika selisih antar rata-rata sampel lebih besar
dari nilai pembanding maka ada perbedaan yang nyata antar pasangan
90
sampel tersebut dan jika selisih antar rata-rata sampel lebih kecil dari
nilai pembanding maka tidak ada perbedaan yang nyata antar
pasangan sampel tersebut. Berikut ringkasan uji tukey pada aspek rasa
manis.
Tabel 20. Ringkasan perhitungan uji tukey dilihat dari aspek rasa manis
Perbandingan
antar sampel
Selisih
Rata-rata
Nilai
Pembanding
Keterangan
341 dengan 482 0,48 0,15 Berbeda nyata
341 dengan 631 1,35 0,15 Berbeda nyata
482 dengan 631 0,87 0,15 Berbeda nyata
Sumber : hasil perhitungan lampiran 27 halaman 152
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa pada aspek rasa
manis tampak perbandingan antar pasangan sampel semuanya berbeda
nyata.
Untuk mengetahui sampel nata yang kualitasnya terbaik dengan
variasi penggunaan jenis kulit pisang hasil eksperimen pada aspek
warna dapat dilihat dari nilai rata-rata, nilai rata-rata yang tinggi pada
suatu sampel menunjukkan sampel tersebut memiliki kualitas yang
baik dan apabila nilai rata-ratanya rendah menunjukkan bahwa sampel
tersebut memiliki kualitas yang kurang baik atau rendah. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 21. Nilai rata-rata uji inderawi pada aspek rasa
No Sampel Rata-rata
1. 341 3,83
2. 482 3,35
3. 631 2,48
Sumber : hasil perhitungan lampiran 27 halaman 152
91
Berdasarkan nilai rata-rata sebagaimana pada tabel di atas dapat
diketahui bahwa nilai rata-rata tertinggi berdasarkan aspek rasa manis
adalah pada sampel 341 dengan nilai rata-rata sebesar 3,83.
Untuk mempermudah dan memperjelas dalam menyimpulkan
tabel di atas berdasarkan aspek rasa manis dapat dilihat dari nilai rata-
rata tertinggi seperti pada gambar berikut:
3.83 3.35
2.48
0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
Rat
a-ra
ta
341 482 631
Sampel
Gambar 7. Histogram nilai rata-rata nata de musa dengan variasi penggunaan jenis kulit pisang aspek rasa
Berdasar histogram di atas dapat diketahui bahwa urutan sampel
terbaiknya adalah sampel 341 dengan nilai rata-rata sebesar 3,83 yaitu
nata de musa dengan menggunakan kulit pisang raja nangka,
kemudian sampel 482 dengan nilai rata-rata sebesar 3,35 yaitu nata de
musa dengan menggunakan kulit pisang ambon kuning dan sampel
361 dengan nilai rata-rata sebesar 2,48 yaitu nata de musa dengan
menggunakan kulit pisang kapok putih.
92
d. Aspek tekstur
Hasil penilaian dari keempat sampel nata de musa dengan variasi
penggunaan jenis kulit pisang yang berbeda setelah dilakukan uji
inderawi oleh 25 orang panelis, dilihat dari aspek tekstur hasil
perhitungan analisis variansnya dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 22. Hasil analisis varians nata de musa dengan variasi penggunaan jenis kulit pisang yang berbeda dilihat dari aspek tekstur
Sumber
variansi
db JK RJK Fhitung F(5%;2:48)
Sampel (a) 2 27,00 13,50 160,31 3,19
Panelis (b) 24 2,07 0,09
Eror (c) 48 4,04 0,08
Total 74 33,11
Sumber : hasil perhitungan lampiran 31 halaman 156
Hasil perhitungan dari analisis varians klasifikasi tunggal
tersebut kemudian dibandingkan dengan harga F(5%:2:48). Dari
perhitungan didapatkan harga Fhitung sebesar 160,31 sedangkan harga
F(5%:2:48) sebesar 3,19, karena harga Fhitung > F(5%:2:48) maka berarti
bahwa ada perbedaan yang signifikan dari keempat sampel dilihat dari
aspek tekstur.
Pengujian selanjutnya dengan menggunakan uji tukey atau uji
pasangan yaitu untuk mengetahui seberapa besar perbedaan antar
pasangan sampel sehingga akan dapat diketahui sampel mana yang
terbaik dengan ketentuan jika selisih antar rata-rata sampel lebih besar
dari nilai pembanding maka ada perbedaan yang nyata antar pasangan
93
sampel tersebut dan jika selisih antar rata-rata sampel lebih kecil dari
nilai pembanding maka tidak ada perbedaan yang nyata antar pasangan
sampel tersebut. Berikut ringkasan uji tukey pada aspek tekstur.
Tabel 23. Ringkasan perhitungan uji tukey dilihat dari aspek tekstur Perbandingan
antar sampel
Selisih
Rata-rata
Nilai
Pembanding
Keterangan
341 dengan 482 0,81 0,20 Berbeda nyata
341 dengan 631 1,47 0,20 Berbeda nyata
482 dengan 631 0,65 0,20 Berbeda nyata
Sumber : hasil perhitungan lampiran 32 halaman 157
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa pada aspek
tekstur tampak perbandingan antar pasangan sampel semuanya berbeda
nyata.
Untuk mengetahui sampel nata yang kualitasnya terbaik dengan
variasi penggunaan jenis kulit pisang hasil eksperimen pada aspek
warna dapat dilihat dari nilai rata-rata, nilai rata-rata yang tinggi pada
suatu sampel menunjukkan sampel tersebut memiliki kualitas yang
baik dan apabila nilai rata-ratanya rendah menunjukkan bahwa sampel
tersebut memiliki kualitas yang kurang baik atau rendah. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 24. Nilai rata-rata uji inderawi pada aspek tekstur
No Sampel Rata-rata
1. 341 3,76
2. 482 2,95
3. 631 2,29
Sumber : hasil perhitungan lampiran 32 halaman 157
94
Berdasarkan nilai rata-rata sebagaimana pada tabel di atas dapat
diketahui bahwa nilai rata-rata tertinggi berdasarkan aspek tekstur
adalah pada sampel 341 dengan nilai rata-rata sebesar 3,76.
Untuk mempermudah dan memperjelas dalam menyimpulkan
tabel di atas berdasarkan aspek tekstur dapat dilihat dari nilai rata-rata
tertinggi seperti pada gambar berikut:
3.762.95
2.29
0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
Rat
a-ra
ta
341 482 631
Sampel
Gambar 8. Histogram nilai rata-rata nata de musa dengan variasi penggunaan jenis kulit pisang aspek tekstur
Berdasar histogram di atas dapat diketahui bahwa urutan sampel
terbaiknya adalah sampel 341 dengan nilai rata-rata sebesar 3,76 yaitu
nata de musa dengan menggunakan kulit pisang raja nangka,
kemudian sampel 482 dengan nilai rata-rata sebesar 2,95 yaitu nata de
musa dengan menggunakan kulit pisang ambon kuning dan sampel
361 dengan nilai rata-rata sebesar 2,29 yaitu nata de musa dengan
menggunakan kulit pisang kapok putih.
3. Hasil uji laboratorium
95
Sampel nata de musa dengan variasi penggunaan jenis kulit pisang
kemudian diuji di laboratorium dengan tujuan untuk mengetahui
kandungan gizi (serat), kandungan cemaran mikroba (TPC Coliform) dan
ketebalan Nata de musa dengan variasi penggunaan jenis kulit pisang
setelah diuji secara sensorik dengan aspek warna, aroma, rasa dan tekstur
dilanjutkan dengan uji laboratorium, dimana pengujian ini yang diuji
hanya sampel eksperimen saja, setiap pengujian diulang sebanyak dua kali
kemudian hasil dari dua kali pengulangan dirata-rata. Hasil rata-rata
tersebut kemudian digunakan sebagai hasil akhir. Uji laboratorium
dilaksanakan sebelum uji inderawi oleh panelis agak terlatih, hal ini
bertujuan untuk keamanan konsumsi produk nata hasil penelitian. Pada
tabel berikut disajikan hasil laboratorium nata de musa dengan variasi
penggunaan jenis kulit pisang yang berbeda yang dilakukan di
Laboratorium Uji Teknologi Pangan dan Hasil Pertanian Universitas
Gadjah Mada.
Tabel 28. Hasil uji laboratorium kandungan serat kasar dan cemaran mikroba
Sampel Kandungan Pengujian
I
Pengujian
II
Rata-rata
341 Serat kasar (%)
Cemaran mikroba TPC (cfu/g)
2,8266
2,76 x 107
2,8539
2,81 x 107
2,84025
2,785 x 107
482 Serat kasar (%)
Cemaran mikroba TPC (cfu/g)
2,2151
2,36 x 107
2,1982
2,25 x 107
2,20665
2,305 x 107
631 Serat kasar (%)
Cemaran mikroba TPC (cfu/g)
2,2216
2,41 x 107
2,2874
2,53 x 107
2,2545
2,47 x 107
Sumber : Hasil uji laboratorium Teknologi dan Hasil Pertanian UGM
96
Berdasarkan data uji laboratorium kandungan serat kasar dan
cemaran mikroba yang telah dilakukan diketahui bahwa:
a. Kandungan rata-rata serat makanan tertinggi pada sampel 341 yaitu
sampel nata de musa dengan menggunakan kulit pisang raja nangka
sebesar 2,84025% dan terendah pada sampel 482 yaitu sampel nata de
musa dengan menggunakan kulit pisang ambon kuning sebesar
2,20665%. Kandungan serat yang terkandung didalam ke tiga sampel
dari variasi jenis kulit pisang sudah sesuai dengan syarat mutu nata
dalam kemasan menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) mengenai
kandungan serat makanan maksimal 4,5%.
b. Kandungan rata-rata cemaran mikroba (TPC Colifrom) tertinggi pada
sampel 341 yaitu sampel nata de musa dengan menggunakan kulit
pisang raja nangka sebesar 2,785x107 dan terendah pada sampel 482
yaitu sampel nata de musa dengan menggunakan kulit pisang ambon
kuning sebesar 2,305x107. Syarat mutu nata dalam kemasan menurut
Standar Nasiaonal Indonesia (SNI) mengenai kandungan cemaran
mikroba TPC Colifrom adalah < 3 APM/g. Berarti dari ke tiga sampel
nata de musa dengan menggunakan jenis kulit pisang yang berbeda
sudah memenuhi syarat mutu untuk layak dikonsumsi.
c. Uji ketebalan dari ke tiga sampel nata de musa hasil eksperimen diuji
dengan alat ukur yaitu Universal Testing Mcr, alat ini selain untuk
menggukur ketebalan atau ketinggian juga untuk mengukur kelenturan,
kekenyalan atau kekerasan dari sampel yang diujikan.Hasil
97
pengukuran ketebalan dari nata de musa hasil eksperimen dapat dilihat
pada tabel berikut ini :
Tabel 29. Hasil uji laboratorium ketebalan nata (mm)
Sampel Ulangan I Ulangan II Rata-rata
341 13,38 10.86 12,12
482 10,89 11,17 11,03
631 11,37 11,31 11,34
Sumber : Hasil uji laboratorium Teknologi Pangan dan Hasil Pertanian
UGM (20 Juni 2006)
Berdasarkan data uji laboratorium ketebalan nata yang telah
dilakukan diketahui bahwa sampel 341 yaitu sampel nata de musa dengan
menggunakan kulit pisang raja nangka merupakan nata yang paling tebal
yaitu 12,12mm sedangkan sampel 483 yaitu sampel nata de musa dengan
menggunakan kulit pisang ambon kuning merupakan yang paling tipis
yaitu 11,03mm.
4. Hasil uji kesukaan masyarakat terhadap nata de musa dengan variasi
penggunaan jenis kulit pisang
Untuk mengetahui uji kesukaan masyarakat terhadap nata de musa
dengan variasi penggunaan jenis kulit pisang dilakukan uji kesukaan
dengan analisis deskripsi kualitatif persentase yang dilakukan pada 80
panelis tidak terlatih yang terdiri dari kelompok usia remaja putra, remaja
putri, ibu-ibu dan bapak-bapak.
Berdasarkan hasil pengujian dari panelis tidak terlatih kemudian di
analisis serta dibandingkan dengan tabel kriteria persentase untuk
mengetahui kriteria kesukaannya.
98
Tabel 30 . Ringkasan hasil uji kesukaan nata de musa dengan variasi penggunaan jenis kulit pisang oleh kelompok remaja putra
No Aspek Sampel ∑ Skor Persentase
(%) Kriteria
kesukaan 1 Warna 341
482 631
88 81 61
88 81 61
Sangat suka Suka Cukup suka
2 Aroma 341 482 631
89 76 58
89 76 58
Sangat suka Suka Cukup suka
3 Rasa 341 482 631
86 73 53
86 73 53
Sangat suka Suka Cukup suka
4 Tekstur 341 482 631
96 79 36
96 79 36
Sangat suka Suka Tidak suka
Sumber : hasil perhitungan lampiran 35 halaman 162
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa menurut 20
panelis tidak terlatih kelompok usia remaja putra, pada aspek warna,
aroma, rasa maupun tekstur yang paling disukai adalah sampel 341 yaitu
sampel nata de musa dengan menggunakan kulit pisang raja nangka.
Tabel 31. Ringkasan hasil uji kesukaan nata de musa dengan variasi penggunaan jenis kulit pisang oleh kelompok remaja putri
No Aspek Sampel ∑ Skor Persentase
(%) Kriteria
kesukaan 1 Warna 341
482 631
88 74 54
88 74 54
Sangat suka Suka Cukup suka
2 Aroma 341 482 631
81 72 55
81 72 55
Suka Suka Cukup suka
3 Rasa 341 482 631
81 69 54
81 69 54
Suka Suka Cukup suka
4 Tekstur 341 482 631
85 69 41
81 69 41
Sangat suka Suka Tidak suka
Sumber : hasil perhitungan lampiran 36 halaman 163
99
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa menurut 20
panelis tidak terlatih kelompok usia remaja putri, pada aspek warna,
aroma, rasa maupun tekstur yang paling disukai adalah sampel 341 yaitu
sampel nata de musa dengan menggunakan kulit pisang raja nangka.
Tabel 32 . Ringkasan hasil uji kesukaan nata de musa dengan variasi penggunaan jenis kulit pisang oleh kelompok bapak-bapak
No Aspek Sampel ∑ Skor Persentase
(%) Kriteria
kesukaan 1 Warna 341
482 631
93 82 51
93 82 51
Sangat suka Suka Tidak suka
2 Aroma 341 482 631
89 85 57
89 85 57
Sangat suka Sangat suka Cukup suka
3 Rasa 341 482 631
89 84 57
89 84 57
Sangat suka Sangat suka Cukup suka
4 Tekstur 341 482 631
94 81 35
94 81 35
Sangat suka Suka Sangat Tidak suka
Sumber : hasil perhitungan lampiran 37 halaman 164
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa menurut 20
panelis tidak terlatih kelompok usia bapak-bapak, pada aspek warna,
aroma, rasa maupun tekstur yang paling disukai adalah sampel 341 yaitu
sampel nata de musa dengan menggunakan kulit pisang raja nangka.
100
Tabel 33 . Ringkasan hasil uji kesukaan nata de musa dengan variasi penggunaan jenis kulit pisang oleh kelompok ibu-ibu
No Aspek Sampel ∑ Skor Persentase
(%) Kriteria kesukaan
1 Warna 341 482 631
83 76 54
83 76 54
Suka Suka Cukup suka
2 Aroma 341 482 631
81 74 51
81 74 51
Suka Suka Tidak suka
3 Rasa 341 482 631
82 75 47
82 75 47
Suka Suka Tidak suka
4 Tekstur 341 482 631
83 69 25
83 69 25
Suka Suka Sangat tidak suka
Sumber : hasil perhitungan lampiran 38 halaman 165
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa menurut 20
panelis tidak terlatih kelompok usia ibu-ibu, pada aspek warna, aroma,
rasa maupun tekstur yang paling disukai adalah sampel 341 yaitu sampel
nata de musa dengan menggunakan kulit pisang raja nangka.
101
Tabel 34 . Ringkasan hasil uji kesukaan per sampel nata de musa dengan variasi penggunaan jenis kulit pisang dari 80 panelis tidak terlatih
No Panelis Sampel ∑ Skor Persentase
(%) Kriteria
kesukaan 1 Remaja
putra
341 482 631
353 309 208
88,25 77,25 52,00
Sangat suka Suka Tidak Suka
2 Remaja putri
341 482 631
335 284 204
83,75 71,00 51,00
Suka Suka Tidak Suka
3 Bapak-bapak
341 482 631
365 332 200
91,25 83,00 50,00
Sangat Suka Suka Tidak suka
4 Ibu-ibu 341 482 631
329 294 177
82,25 73,50 44,25
Suka Suka Tidak suka
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa secara umum
sampel yang paling disukai adalah sampel 341 yaitu sampel nata de musa
dengan menggunakan kulit pisang raja nangka.
B. Pembahasan Hasil Penelitian
Pembahasan hasil penelitian berikut ini menguraikan tentang
perbedaan kualitas nata de musa dengan variasi penggunaan jenis kulit pisang,
perbedaan kandungan serat, cemaran mikroba, ketebalan nata de musa serta
kesukaan terhadap nata de musa dengan variasi penggunaan jenis kulit pisang.
1. Perbedaan kualitas nata de musa dengan variasi penggunaan jenis kulit
pisang
a. Warna
Fungsi dari warna pada suatu makanan sangatlah penting,
karena dapat membangkitkan selera makan. Warna dalam suatu
102
makanan yang dijual di pasaran belum tentu aman, yang tidak baik
untuk dikonsumsi terlalu sering karena adanya residu logam berat pada
zat pewarna tersebut sehingga berbahaya bagi kesehatan (F.G Winarto,
1992:183).
Berdasarkan data uji inderawi yang dilakukan oleh 25 panelis
dari keempat sampel pada aspek warna, urutan sampel terbaiknya
adalah sampel 341 yaitu sampel nata de musa dengan menggunakan
kulit pisang raja nangka dengan warna putih transparan, kemudian
sampel 482 yaitu yaitu sampel nata de musa dengan menggunakan
kulit pisang ambon kuning dengan warna putih agak transparan dan
sampel 361 yaitu nata de musa menggunakan kulit pisang kapok putih
dengan warna kurang putih ( cenderung kusam ).
Perbedaan warna pada nata de musa hasil eksperimen
disebabkan oleh kandungan pektin yang berbeda didalam kulit pisang
yang digunakan. Semakin banyak jumlah kandungan pektin (
polisakarida struktural ), warna yang dihasilkan akan semakin kusam (
Nanik Setyowati, 2004 : 4 ) hal ini terbukti dengan hasil yang
diperoleh yaitu nata yang terbuat dari kulit pisang kapok putih
warnanya kurang putih ( putih kusam ) karena kulit pisang kapok putih
memiliki kandungn pektin 1,02%, sedangkan untuk natadari bahan
dasar kulit pisang ambon kuning ( kandungan pectin 0,86% ) warnanya
agak putih dan nata dari kulit pisang raja nangka ( kandungan pektin
0,66% ) warnanya putih ( putih cenderung transparan ). Dari hasil yang
103
telah diperoleh maka kualitas nata de musa yang terbaik untuk aspek
warna adalah nata dari kulit pisang raja nangka.
b. Aroma
Menurut Bambang Kartika (1988: 10) aroma yaitu bau yang
sukar diukur sehingga biasanya menimbulkan pendapat yang berlainan
dalam menilai kualitas aromanya. Perbedaan pendapat disebabkan tiap
orang memiliki perbedaan penciuman, meskipun mereka dapat
membedakan aroma namun setiap orang mempunyai kesukaan yang
berlainan.
Berdasarkan data uji inderawi yang dilakukan oleh 25 panelis
dari keempat sampel pada aspek aroma, urutan sampel terbaiknya
adalah sampel 341 yaitu sampel nata de musa dengan menggunakan
kulit pisang raja nangka dengan aroma pisang yang terasa, kemudian
sampel 482 yaitu yaitu sampel nata de musa dengan menggunakan
kulit pisang ambon kuning dengan aroma pisang agak terasa dan
sampel 631 yaitu nata de musa menggunakan kulit pisang kapok putih
dengan aroma pisang kurang terasa.
Perbedaan aroma pada nata de musa hasil eksperimen
disebabkan aroma dari jenis kulit pisang tersebut yang sudah berbeda.
Semakin tajam aroma kulit pisang yang digunakan maka aroma buah
dari nata hasil eksperimen yang dihasilkan akan ikut terasa aroma
buahnya. Selain itu juga yang diperkuat dengan adanya bahan
tambahan berupa gula pasir.
104
c. Rasa
Rasa lebih banyak melibatkan panca indera yaitu lidah, agar
suatu senyawa dapat dikenali rasanya, senyawa tersebut harus dapat
mengadakan hubungan dengan mikrovilus dan impuls yang terbentuk
yang dikirim melalui syaraf ke pusat susunan syaraf (F.G Winarno,
1992: 204).
Berdasarkan data uji inderawi yang dilakukan oleh 25 panelis
dari keempat sampel pada aspek rasa, urutan sampel terbaiknya adalah
sampel 341 yaitu sampel nata de musa dengan menggunakan kulit
pisang raja nangka dengan rasa manis kemudian sampel 482 yaitu
yaitu sampel nata de musa dengan menggunakan kulit pisang ambon
kuning dengan rasa agak manis dan sampel 631 yaitu nata de musa
menggunakan kulit pisang kapok putih dengan rasa kurang manis.
Perbedaan rasa pada nata de musa disebabkan oleh jenis kulit
pisang itu sendiri. Dimana didalam kulit pisang mempunyai
kandungan pektin yang berdeda pula. Semakin tinggi kandungan
pektinnya maka rasa nata yang dihasilkan sebelum direbus dalam
larutan gula ( sirup gula ) 30% cenderung semakin asam, keasaman
inilah yang dapat mengakibatkan tingkatan rasa nata yang berbeda. .
Hal ini terbukti dengan hasil yang diperloleh, rasa nata dari kulit
pisang raja nangka ( kandungan pektin 0,66% ) mempunyai rasa yang
mendekati kreteria nata yang ideal yaitu manis. Sedangkan nata dari
kulit pisang ambon kuning ( kandungan pektin 0,86% ) mempunyai
105
rasa agak manis dan nata dari kulit pisang kepok putih ( kandungan
pektin 1,02% ) mempunyai rasa yang kurang manis. Dengan demikian
nata de musa yang menggunakan kulit pisang raja nangka sebagai
bahan dasarnya akan menghasilkan rasa nata yang terbaik.
d. Tekstur
Tekstur merupakan kenampakan dari luar yang dapat secara
langsung dilihat oleh konsumen sehingga akan mempengaruhi
penilaian terhadap diterima atau tidaknya produk tersebut.
Berdasarkan data uji inderawi yang dilakukan oleh 25 panelis
dari keempat sampel pada aspek tektur, urutan sampel terbaiknya
adalah sampel 341 yaitu sampel nata de musa dengan menggunakan
kulit pisang raja nangka dengan tekstur kenyal, kemudian sampel 482
yaitu yaitu sampel nata de musa dengan menggunakan kulit pisang
ambon kuning dengan tekstur agak kenyal dan sampel 631 yaitu nata
de musa menggunakan kulit pisang kapok putih dengan tekstur kurang
kenyal.
Perbedaan tekstur pada nata de musa hasil eksperimen
disebabkan oleh kandungan pektin yang berbeda pada bahan dasar
kulit pisang itu sendiri. Kulit pisang yang mempunyai kandungan
pektin yang tinggi akan menghasilkan nata de musa dengan tekstur
cenderung lebih liat. Hal ini terbukti dengan hasil yang diperloleh
yaitu nata yang terbuat dari kulit pisang raja nangka ( kandungan
pektin 0,66% ) teksturnya paling baik yaitu kenyal, sedang untuk nata
106
dari bahan dasar kulit pisang ambon kuning (kandungan pektin 0,86%)
teksturnya agak kenyal dan nata dari kulit pisang kepok putih
(kandungan pektin 1,02%) teksturnya kurang kenyal cenderung liat
dan sulit untuk ditelan. Dari hasil yang telah diperloleh maka kualitas
nata de musa yang terbaik untuk aspek tekstur adalah nata dari kulit
pisang raja nangka.
Urutan terbaik masing-masing sampel dapat dilihat
berdasarkan besarnya nilai rata-rata masing-masing sampelnya, dengan
demikian sampel yang memiliki rata-rata tertinggi merupakan sampel
terbaik.
Berdasarkan data uji inderawi yang dilakukan oleh 25 panelis
dari keempat sampel dari aspek warna, aroma, rasa maupun tektur,
urutan sampel terbaiknya adalah sampel 341 yaitu sampel nata de
musa dengan menggunakan kulit pisang raja nangka dengan nilai rata-
rata sebesar 15,04, kemudian sampel 482 yaitu yaitu sampel nata de
musa dengan menggunakan kulit pisang ambon kuning dengan nilai
rata-rata sebesar 12,60 dan sampel 631 yaitu nata de musa
menggunakan kulit pisang kapok putih dengan nilai rata-rata sebesar
9,45.
2. Hasil uji laboratorium
Berdasarkan hasil uji laboratorium sampel diketahui:
a. Uji kandungan serat.
107
Menurut Emma S Wirakusumah ( 2003:16 ), definisi serat
(fiber) sampai saat ini belum ada yang benar-benar tepat. Namun ada
dua definisi yang telah disepakati yang pertama yaitu serat adalah
polisakarida nonpati berupa karbohidrat komplek yang terbentuk dari
beberapa gugusan gula sederhana yang bergabung jadi satu. Sedangkan
definisi yang ke dua yaitu serat adalah sisa yang tertinggal dalam kalor
setelah makanan dicerna atau setelah protein, lemak, hidrat arang,
vitamin, dan mineral dari makanan yang berasal dari tumbuhan
diserap. Sisa tersebut disebabkan karena manusia tidak mempunyai
enzim yang dapat mencerna serat tersebut. banyak terdapat pada
dinding sel tanaman pangan.
Ada dua istilah kepustakaan yang sering digunakan berkaitan
dengan serat, yaitu serat kasar atau Crude Fiber ialah serat tumbuhan
yang tidak larut dalam air, misalnya selulosa, hemiselulosa, dan lignin.
Adapun serat yang larut dalam air adalah pektin, dan gum. Sedangkan
istilah berikutnya ialah Dietary Fiber atau serat makanan yaitu semua
jenis serat yang tetap ada dalam kolon setelah pencernaan, baik serat
larut air maupun serat tidak larut air. Dari pernyataan diatas dapat
disimpulkan bahwa kandungan serat pada nata de musa lebih sesuai
menggunakan istilah serat kasar atau Crude Fiber, karena beasal dari
selulosa tumbuhan. Fungsi dari serat adalah untuk meningkatkan bobot
dan ukuran fases, meningkatkan asam empedu, menurunkan kadar
108
kolesterol dan membantu mencegah penyakit degeneratif seperti
kegemukan dan kanker usus besar.
3. Pembahasan tentang tingkat kesukaan masyarakat terhadap nata de musa
hasil eksperimen
Berdasarkan hasil uji kesukaan dari 80 panelis tidak terlatih
terhadap ketiga sampel hasil eksperimen diketahui:
a.
aspek warna, aroma, rasa maupun tekstur sampel yang paling disukai
adalah sampel 341 yaitu nata de musa dengan menggunakan kulit
pisang raja nangka.
b. menurut 20 panelis tidak terlatih kelompok usia remaja putri, pada
aspek warna, aroma maupun tekstur sampel yang paling disukai adalah
sampel 341 yaitu nata de musa dengan menggunakan kulit pisang raja
nangka.
c. menurut 20 panelis tidak terlatih kelompok bapak-bapak, pada aspek
warna, aroma, rasa maupun tekstur sampel yang paling disukai adalah
sampel 341 yaitu nata de musa dengan menggunakan kulit pisang raja
nangka.
d. menurut 20 panelis tidak terlatih kelompok ibu-ibu, pada aspek warna,
aroma, rasa maupun tekstur sampel yang paling disukai adalah sampel
341 yaitu nata de musa dengan menggunakan kulit pisang raja nangka.
109
Secara umum dari 80 panelis tidak terlatih menyatakan sampel
yang paling disukai adalah sampel dengan kode 341 yaitu nata dengan
menggunakan kulit pisang raja nangka. Hal ini disebabkan nata dengan
kode 341 atau nata dari kulit pisang raja nangka mempunyai kreteria nata
yang mendekati ideal yaitu warna putih (cenderung transparn), aroma khas
pisang raja nangkas, rasa manis tekstur kenyal dan tebal.
BAB V
PENUTUP
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab IV, maka dapat
diambil simpulan dan saran sebagai berikut.
A. Simpulan
1. Ada perbedaan kuliatas yang nyata pada nata kulit pisang hasil eksperimen
yang dibuat dengan jenis kulit pisang yang berbeda (kulit pisang raja
nangka, kulit pisang ambon kuning, dan kulit pisang kepok putih) secara
keseluruhan dilihat dari indikator warna, aroma, rasa, dan tekstur. Pada uji
inderawi sampel terbaiknya adalah sampel dengan kode 341(nata dari kulit
pisang raja nangka) kemudiaan sampel kode 482 (nata dari kulit pisang
ambon kuning), dan terakhir sampel kode 631 (nata dari kulit pisang
kepok putih).
2. Berdasarkan uji ketebalan nata yang paling tebal adalah sampel dengan
kode 341 dengan nilai rata-rata sebesar 12,12 mm kemudian sampel kode
631 dengan nilai rata-rata sebesar 11,34 mm terakhir sampel kode 482
dengan nilai rata-rata sebesar 11,03 mm.
3. Berdasarkan hasil uji laboratorium
Berdasarkan uji kandungan serat (Crude Fiber), yang terbaik adalah
sampel dengan kode 341 yaitu nata yang menggunakan kulit pisang raja
nangka dengan nilai rata-rata sebesar 2,84025% kemudian sampel kode
631 yaitu nata yang menggunakan kulit pisang kepok putih dengan nilai
112
rata-rata sebesar 2,2545% dan terakhir sampel kode 482 yaitu nata yang
menggunakan kulit pisang ambon kuning dengan nilai rata-rata sebesar
2.2066%. Nata kulit pisang hasil eksperimen, hasil uji kimiawi ketiga
sampel untuk kandungan serat kasar sudah sesuai dengan syarat mutu SNI
nata yaitu maksimal 4.5%. Sedangkan untuk kandungan cemaran mikroba
TPC Colifrom yang terendah adalah sampel dengan kode 482 dengan nilai
rata-rata sebesar 2,25x102 cfu/g kemudian sampel kode 631 dengan nilai
rata-rata sebesar 2,47x102 cfu/g dan yang tertinggi yaitu sampel kode 341
dengan nilai rata-rata sebesar 2,79x102 cfu/g. Juga sudah memenuhi
syarat mutu SNI nata yaitu kurang dari 3 AMP/g.
4. Berdasarkan penilaian panelis tidak terlatih dapat diketahui bahwa secara
umum sampel dengan kode 341 yaitu nata dengan menggunakan kulit
pisang raja nangka merupakan sampel yang paling disukai dengan kreteria
warna nata putih (cenderung transparan), beraroma buah khas pisang raja
nangka, rasa manis dan tekstur kenyal dan tebal.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan pengamatan selama proses penelitian
maka penulis ingin memberi saran sebagai berikut.
1. Penggunaan starter sebaiknya menggunakan starter yang berumur 7
sampai 8 hari karena starter yang umurnya lebih dari 8 hari akan
menghasilkan nata yang berkualitas kurang maksimal.
2. Dalam proses fermentasi atau pemeraman sebaiknya menggunakan
ruangan yang gelap tanpa fentilasi udara agar cahaya dan udara tidak
113
banyak yang masuk karena cahaya dan udara berpengaruh terhadap
kualitas nata yang dihasilkan.
3. Agar produk ini lebih aman untuk dikonsumsi maka bagi calon produsen
nata yang berkeinginan mencoba memproduksi sebaiknya perlu diteliti
lebih lanjut tentang ambang batas aman konsumsi nata dari kulit pisang
secara keseluruhan yang sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI)
no. 01-4317-1996 yaitu tentang nata dalam kemasan..
114
DAFTAR PUSTAKA
Ani Suryani,dkk. 2005. Membuat Aneka Nata. Jakarta : Panebar Swadaya
Anonymous. 1996. Petunjuk Pratikum Mikrobiologi Pangan dan Industri. Malang : Laboratorium Biologi Universitas Muhammadiyah
Bambang Kartika, dkk. 1988. Pedoman Uji Inderawi Bahan Pangan. Yogyakarta : Pusat Antar Universitas UGM
Ch. Lilies Sutarminingsih. 2004. Peluang Usaha Nata de Coco. Yogyakarta :
Kanisius Emma S. Wirakusumah. 2003. Buah dan Sayur Untuk Terapi. Jakarta : Panebar
Swadaya John M. de Man. 1997. Kimia Makanan Edisi II. Bandung : Institut Teknologi
Bandung Krus Haryanto, dkk. 1998. Pemanfaatan Limba Cair Tahu Menjadi Nata de
Soya. Semarang : Balai Pertanian dan Pengembangan Industri Lingga. 1989. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Jakarta : Panebar Swadaya
Loekmonohadi. 2002. Paparan Perkuliahan Kimia Makanan. Semarang : Fakultas Teknik UNNES
L. Suhardiyono. 1988. Tanaman Kelapa Budidaya dan Pemanfaatannya.
Yogyakarta : Kanisius Muhammad Zainudin. 1996. Metode Penelitian. Yogyakarta : Kanisius
M. Lies Suprapti. 2005. Aneka Olahan Pisang. Yogyakarta : Kanisius
Munadjim. 1986. Teknologi Pengolahan Pisang. Jakarta : PT. Gramedia
Nanik Setyowati. 2004. Karya Tulis Ilmiah. Pengaruh Penambahan Gula Terhadap Berat, Ketebalan, Kadar Serat dan Kekerasan Nata Jambu Mete. Semarang: Politeknik Kesehatan Semarang
Rindit Pambayun. 2002. Teknologi Penggolahan Nata de Coco. Yogyakarta :
Kanisius Rony Palungkun. 1993. Aneka Produk Olahan Kelapa. Jakarta : Panebar
Swadaya
115
SNI 01- 2891- 1992. Cara Uji Makanan dan Minuman. Jakarta : Departemen Perindustrian
SNI 01- 4317- 1996. Nata dalam Kemasan. Jakarta : Departemen Perindustrian
Soewarno T. Soekarno. 1985. Penilaian Organoleptik. Jakarta : Bratara Karya Aksara
Sri Suratiningsih. 1997. Pembuatan Nata dengan Menggunakan Berbagai
Macam Buah dan Limbah. Semarang : STIP Farming Sudjana. 1996. Metode Statistik. Bandung : Tarsito
Sugiono. 2005. Statistika dalam Penelitian. Bandung : Alfabeta
Suharsimi Arikunto. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Yogyakarta : Rineka Cipta
Suswahyundari. 1997. Eksperimen Pembuatan Nata dari Kulit Nanas.
Semarang: Institut Keguruan Ilmu Pendidikan Suyanti Satuhu dan Ahmad Supriyadi. 1996. Pisang Budidaya Pengolahan dan
Prospek Pasar. Jakarta : Panebar Swadaya Vincenht Gaspersz. 1991. Teknik Analisa dalam Penelitian Percobaan.
Bandung: Tarsito Warisno. 2004. Mudah dan Praktis Membuat Nata de Coco. Jakarta : Argomedia
Pustaka Winarno. F. G, dkk. 1992. Pengantar Teknologi Pangan. Jakarta : PT. Gramedia
YP. Saragih. 2004. Membuat Nata de Coco. Jakarta : Puspa Swara
116