Download - Maserasi Curcumin
I. TUJUAN PERCOBAAN
Mahasiswa mampu menerapkan prinsip maserasi dan kolom kromatografi.
II. DASAR TEORI
2.1 Klasifikasi Curcuma domesticae Rhizhoma
Divisi : Spermatophyta
Sub Divisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledoneae
Ordo : Zingiberales
Familia : Zingiberaceae
Genus : Curcuma
Spesies : Curcuma domestica Val.
(Backer and R.C. Bakhuizen van den Brink, 1968)
Struktur Kurkumin:
(Anonim, 2011)
2.2 Maserasi
Maserasi merupakan suatu proses ekstraksi cair padat menggunakan suatu
pelarut selama waktu tertentu dengan sesekali diaduk atau dikocok pada suhu
kamar (Kusmardiyani dan A. Nawawi, 1992). Maserasi merupakan proses
perendaman sampel dengan pelarut organik yang digunakan pada temperatur
ruangan. Proses ini sangat menguntungkan dalam isolasi senyawa bahan alam
karena dengan perendaman sampel tumbuhan akan terjadi pemecahan dinding dan
membran sel akibat perbedaan tekanan antara didalam dan diluar sel sehingga
metabolit sekunder yang ada dalam sitoplasma akan terlarut dalam pelarut organik
dan ekstraksi senyawa akan sempurna karena dapat diatur lama perendaman yang
dilakukan. Pemilihan pelarut untuk proses maserasi akan memberikan efektifitas
yang tinggi dengan memperhatikan kelarutan senyawa bahan alam alam pelarut
tersebut. Secara umum pelarut metanol merupakan pelarut yang paling banyak
digunakan dalam proses isolasi senyawa organik bahan alam, karena dapat
melarutkan seluruh golongan metabolit sekunder (Lenny, 2006).
1
Waktu maserasi pada umumnya 5 hari, setelah waktu tersebut
keseimbangan antara bahan yang diekstraksi pada bagian dalam sel dengan luar
sel telah tercapai. Dengan pengocokan dijamin keseimbangan konsentrasi bahan
ekstraksi lebih cepat dalam cairan. Keadaan diam selama maserasi menyebabkan
turunnya perpindahan bahan aktif (Indraswari, 2008).
2.3 Kromatografi Kolom
Pada proses pemisahan dengan kromatografi kolom, campuran yang akan
dipisahkan diletakkan pada bagian atas kolom adsorben yang berada dalam suatu
tabung (gelas, logam, ataupun plastik). Pelarut sebagai fase gerak karena gaya
berat atau didorong dengan tekanan tertentu dibiarkan mengalir melalui kolom
membawa serta pita linarut yang bergerak dengan kecepatan berbeda. Linarut
yang telah memisah dikumpulkan berupa fraksi yang keluar dari bagian bawah
kolom, sehingga metode ini merupakan kromatografi elusi. Dewasa ini bentuk
akhir pengembangan metode kromatografi kolom adalah kromatografi cair kinerja
tinggi, merupakan metode kromatografi yang paling canggih.
Pada metode pemisahan ini interaksi yang terjadi antara larutan senyawa
yang dianalisis dengan fase stasioner dapat terjadi dalam beberapa cara yaitu
interaksi langsung antara senyawa dengan permukaan fase, atau fase stasioner
hanya bersifat menyangga cairan kedua sehingga pemisahan terjadi berdasarkan
partisi antara dua fase cairan.
Faktor yang harus diperhatikan dalam pemilihan jenis adsorben antara lain
ialah sifat tidak boleh bereaksi dengan senyawa yang akan dianalisis, tidak
bersifat sebagai katalis yang menyebabkan dekomposisi zat, tidak larut dalam
pelarut yang digunakan, sedapat mungkin tidak berwarna atau tidak mengganggu
pengamatan hasil pemisahan zat yang berwarna, mempunyai sifat yang stabil
selama berlangsungnya pemisahan. Pemilihan pelarut dilakukan berdasarkan atas
faktor-faktor seperti polaritas dan kelarutan (Kusmardiyani dan A. Nawawi,
1992).
2
2.4 Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Pada kromatografi lapis tipis, fase diamnya berupa lapis tipis, yaitu berupa
lapisan yang seragam (uniform) pada permukaan bidang datar yang didukung oleh
lempeng kaca, pelat alumunium, atau pelat plastik. Fase gerak yang dikenal
sebagai pelarut pengembang akan bergerak sepanjang fase diam karena pengaruh
kapiler pada pengembangan secara menaik (ascending), atau karena pengaruh
gravitasi pada pengembangansecara menurun (descending) (Gandjar dan A.
Rohman, 2007).
Plat KLT yang siap untuk dikembangkan umumnya dimasukkan secara
vertikal ke dalam bejana komatografi dan pengembangan dikerjakan secara
menaik. Harga Rf antara lain dipengaruhi oleh derajat kejenuhan ruangan di
dalam bejana kromatografi. Untuk itu dinding sebelah dalam bejana dilapisi
dengan kertas saring yang telah dibasahi dengan sistem pelarut sehingga udara di
dalam bejana tersebut tetap jenuh pelarut. Pada KLT, pelarut bergerak dengan
cepat pada pelat dan biasanya diperlukan jarak rambat 10-12 cm dari titik
penotolan (Kusmardiyani dan A. Nawawi, 1992).
Bercak pemisahan pada KLT umumnya merupakan bercak yang tidak
berwarna. Untuk penentuannya dapat dilakukan secara kimia, fisika, maupun
biologi. Cara kimia yang biasa digunakan adalah dengan mereaksikan bercak
dengan suatu pereaksi melalui cara penyemprotan sehingga bercak menjadi jelas.
Cara fisika yang dapat digunakan untuk menampakkan bercak adalah dengan
pencacahan radioaktif atau fluorosensi sinar ultraviolet (Gandjar dan A. Rohman,
2007). Derajat retensi pada kromatografi lempeng biasanya dinyatakan sebagai
faktor retensi Rf :
R f=Jarak yang ditempuh senyawa terlarut
Jarak yangditempuh pelarut (Sudjadi, 1986)
3
III. ALAT DAN BAHAN
1. Alat
Alat-alat gelas
Batang pengaduk
Chamber
Cawan Porselin
Batang Bambu
Sarung Tangan
Masker
Botol Vial yang sudah dikalibrasi dengan volume 5 mL dan diberi nomor
I-X
Kertas Saring
Kolom Kromatografi
Toples Kaca
Spektrofotometri UV
Plastik Ikan
Alumunium Foil
2. Bahan
Serbuk Kunyit
Etanol 96%
Silika Gel
N-Heksana
Kloroform
Plat KLT
4
IV. PROSEDUR KERJA
4.1 Pembuatan Ekstrak Curcumae domesticae
Rhizoma
Ditimbang 10 gram serbuk kering Curcumae domesticae Rhizoma.
Dimasukkan dalam wadah (toples kaca) terlindung cahaya kemudian ditambah
dengan 100 ml etanol 96%.
Ditutup dan didiamkan selama 5 hari sambil berulang diaduk (setiap 1 hari
sekali). Setelah 5 hari sari disaring, ampas diperas (sebelum penyaringan,
kertas saring ditetesi etanol 96 %).
Ampas ditambah 25 ml etanol 96%, diaduk dan dibiarkan 2 hari lalu disaring.
Ekstrak yang diperoleh lalu diuapkan di atas water bath menggunakan cawan
porselin (yang sudah ditimbang sebelum digunakan) sampai didapat ekstrak
kental.
Ditimbang cawan porselin yang berisi ekstrak kental. Dihitung ekstrak kental
yang diperoleh.
4.2 Pemisahan dengan Kolom Kromatografi
1. Pembuatan Kolom Kromatografi
Disiapkan 100 ml kloroform. Ditimbang 15 gram silika gel dalam beker
gelas.
Glass wool dimasukkan ke dalam kolom setinggi 11,2 cm dengan diameter
2,5 cm.
5
50 ml kloroform dimasukkan ke dalam beker gelas yang berisi silika gel.
Diaduk sampai terbentuk cairan seperti bubur.
10 ml kloroform dimasukkan ke dalam kolom melalui dinding.
Bubur silika dimasukkan sedikit demi sedikit ke dalam kolom. Hati-hati
jangan sampai terbentuk gelembung/rongga.
Dinding kolom dibilas dengan kloroform. Sisa kloroform dimasukkan ke
dalam kolom melalui dinding. Kolom disimpan selama 1-2 hari sebelum siap
digunakan.
2. Pengisian Cuplikan/Sampel ke dalam Kolom
Disiapkan eluen (N-Heksana : kloroform : etanol 96% = 45 : 45 : 10). Ekstrak
kental yang diperoleh ditambahkan 5 ml etanol 96%, dimasukkan ke dalam
kolom kromatografi sedikit demi sedikit melalui dinding.
Wadah ekstrak dibilas dengan sedikit eluen, lalu dituangkan kembali ke
kolom.
Biarkan cairan mengalir ke bawah sampai terserap semua.
3. Pemisahan
Kolom dielusi dengan eluen sampai keluar eluatnya atur kecepatan elusi
kurang lebih 1 mL per menit.
Eluat ditampung dalam 10 vial sampai tanda batas (sebanyak 5 mL).
Pekatkan eluat sampai setengah volum.
6
4.3 Identifikasi Kurkumin dengan KLT
Semua fraksi yang sudah dipekatkan ditotolkan sebanyak 10 μ l pada plat
KLT silika gel GF254.
Masukkan plat KLT ke dalam chamber, elusi sampai jarak pengembangan 1
cm dari tepi atas.
Angin-anginkan plat selama 10 menit. Amati di bawah sinar UV dengan
panjang gelombang 366 nm dan pada sinar matahari.
Tandai spot/noda dan hitung Rf masing-masing spot serta tentukan spot yang
diduga kurkumin.
V. HASIL
a. Bobot serbuk kunyit: 10 gram
b. Volume etanol 96 % yang digunakan untuk maserasi: 100 ml
c. Lama proses maserasi: 5 x 24 jam maserasi ditambah 2 x 24 jam
remaserasi.
d. Bobot ekstrak kental: 0,721 gram
e. Rf dan warna spot kurumin:
o Fraksi I
SpotDeteksi UV366 Deteksi Sinar Matahari
Warna Rf hRf Ket Warna Rf hRf Ket
1hijau
muda0,425 42,5 kurkumin - - - -
2hijau
muda0,44 45 kurkumin
kuning
muda
kecoklatan
0,45 45 kurkumin
7
o Fraksi II
SpotDeteksi UV366 Deteksi Sinar Matahari
Warna Rf hRf Ket Warna Rf hRf Ket
1hijau
muda0,20 20 -
kuning
muda
kecoklatan
0,20 20 -
2 coklat 0,275 27,5 *Bis-des
kuning
muda
kecoklatan
0,262 26,2 *Bis-des
3coklat
tua0,3625 36,25 *Des
kuning
muda
kecoklatan
0,343 34,3 *Des
o Fraksi III
SpotDeteksi UV366 Deteksi Sinar Matahari
Warna Rf hRf Ket Warna Rf hRf Ket
1
coklat
muda
kehijauan
0,2125 21,25 -
kuning
muda
kecoklatan
0,206 20,6 -
2 coklat 0,2625 26,25 *Bis-des
kuning
muda
kecoklatan
0,25 25 *Bis-des
3 coklat 0,29 29 *Bis-descoklat
muda0,293 29,3 *Bis-des
4 coklat tua 0,35 35 *Descoklat
muda0,325 32,5 *Bis-des
8
o Fraksi IV
SpotDeteksi UV366 Deteksi Sinar Matahari
Warna Rf hRf Ket Warna Rf hRf Ket
1
coklat
muda
kehijauan
0,2125 21,25 -
kuning
muda
kecoklatan
0,162 16,2 -
2 coklat 0,25 25*Bis-
des
kuning
muda
kecoklatan
0,2125 21,25 *Bis-des
3 coklat 0,3 30*Bis-
des
coklat
muda0,25 25 *Bis-des
4 coklat tua 0,35 35 *Descoklat
muda0,325 32,5 *Bis-des
o Fraksi V
SpotDeteksi UV366 Deteksi Sinar Matahari
Warna Rf hRf Ket Warna Rf hRf Ket
1hijau
muda0,225 22,5 -
kuning
muda
kecoklatan
0,225 22,5 -
2coklat
muda0,275 27,5 *Bis-des
kuning
muda
kecoklatan
0,275 27,5 *Bis-des
3 coklat 0,35 35 *Bis-descoklat
muda0,356 35,6 *Des
9
o Fraksi VI
SpotDeteksi UV366 Deteksi Sinar Matahari
Warna Rf hRf Ket Warna Rf hRf Ket
1hijau
muda0,23 22,5 -
kuning
muda
kecoklatan
0,243 24,3 -
2
coklat
muda
kehijauan
0,2875 28,75 *Bis-des
kuning
muda
kecoklatan
0,287 28,7 *Bis-des
3 coklat 0,36 36 *Descoklat
muda0,362 36,2 *Des
o Fraksi VII
SpotDeteksi UV366 Deteksi Sinar Matahari
Warna Rf hRf Ket Warna Rf hRf Ket
1hijau
muda0,2375 22,5 -
kuning
muda
kecoklatan
0,25 25 *Bis-des
2
coklat
muda
kehijauan
0,2875 28,75 *Bis-des
kuning
muda
kecoklatan
0,287 28,7 *Bis-des
3 coklat 0,36 36 *Descoklat
muda0,362 36,2 *Des
10
o Fraksi VIII
SpotDeteksi UV366 Deteksi Sinar Matahari
Warna Rf hRf Ket Warna Rf hRf Ket
1
coklat
muda
kehijauan
0,23 23 -
kuning
muda
kecoklatan
0,25 25 *Bis-des
2coklat
muda 0,2875 28,75 *Bis-des
kuning
muda
kecoklatan
0,287 28,7 *Bis-des
3 coklat 0,356 35,6 *Descoklat
muda0,362 36,2 *Des
o Fraksi IX
SpotDeteksi UV366 Deteksi Sinar Matahari
Warna Rf hRf Ket Warna Rf hRf Ket
1hijau
muda0,2375 23,75 -
kuning
muda 0,25 25 *Bis-des
2
coklat
muda
kehijauan
0,25 25 *Bis-deskuning
muda 0,318 31,8 *Bis-des
3coklat
muda0,406 40,6 kurkumin
kuning
muda
kecoklatan
0,406 40,6 kurkumin
o Fraksi X
SpotDeteksi UV366 Deteksi Sinar Matahari
Warna Rf hRf Ket Warna Rf hRf Ket
- - - - - - - - -
11
*keterangan : - Bis-des = Bisdesmetoksicurcumin
- Des = Desmetoksicurcumin
5.1 Pembuatan Ekstrak Curcumae domesticae Rhizoma
Tabel Penimbangan Maserasi dan Remaserasi
No. Nama Bahan Jumlah Paraf
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Serbuk kunyit
Etanol 96%
Etanol 96%
Cawan porselin kosong
Cawan + ekstrak kental
Ekstrak kental
10,0151 gram
100 ml
25 ml
67,0210 gram
7,7420 gram
0,721 gram
5.2 Kromatografi Kolom
Tabel Pengambilan Bahan
No Nama Bahan Jumlah Paraf
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Silika gel
Kloroform
Tinggi kolom
Diameter kolom
Etanol 96%
Kloroform
N-Heksana
Etanol 96%
15 gram
100 ml
11,2 cm
2,5 cm
5 ml
45 ml
45 ml
10 ml
o Perhitungan pembuatan eluen pada Kromatografi Kolom
Eluen dibuat sebanyak 100 ml.
N-Heksana ¿45
100×100=45 ml
12
Kloroform ¿45
100×100=45 ml
Etanol 96% ¿10
100×100=10 ml
Tabel Pengamatan Elusi Kromatografi Kolom
No. Fraksi Warna Paraf
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
Fraksi 1
Fraksi 2
Fraksi 3
Fraksi 4
Fraksi 5
Fraksi 6
Fraksi 7
Fraksi 8
Fraksi 9
Fraksi 10
kuning bening
kuning kecoklatan***
kuning kecoklatan**
kuning kecoklatan*
kuning jingga**
kuning jingga*
kuning keemasan
kuning keemasan
kuning keemasan
kuning keemasan
Keterangan: tanda * menunjukkan warna yang semakin pekat.
V.3 Kromatografi Lapis Tipis
Tabel Pengambilan Bahan
No Nama Bahan Jumlah Paraf
1.
2.
3.
N-Heksana
Kloroform
Etanol 96%
9 ml
9 ml
2 ml
o Perhitungan pembuatan eluen pada Kromatografi Kolom
Eluen dibuat sebanyak 20 ml.
13
N-Heksana ¿45
100×20=9 ml
Kloroform ¿45
100×20=9ml
Etanol 96% ¿10
100×20=2 ml
VI. PERHITUNGAN
Perhitungan Rf dan hRf pada pemisahan dengan metode klt pada pengamatan
dengan sinar UV366 nm
R f=Jarak yangditempuh senyawa terlarut
Jarak yangditempuh pelarut
hRf = Rf x 100
Jarak pengembangan pada praktikum ini adalah 8 cm.
o Fraksi I
Spot 1 : Rf ¿3,48
=0,425 ; hRf ¿0,425 ×100=42,5
Spot 2 : Rf ¿3,68
=0,45 ; hRf ¿0,45 ×100=45
o Fraksi II
Spot 1 : Rf ¿1,68
=0,2 ; hRf ¿0,2 ×100=20
Spot 2 : Rf ¿2,28
=0,275 ; hRf ¿0,275 ×100=27,5
Spot 3 : Rf¿2,98
=0,3625 ; hRf ¿0,3625 ×100=36,25
o Fraksi III
Spot 1 : Rf ¿1,78
=0,2125 ; hRf ¿0,2125 ×100=21,25
14
Spot 2 : Rf ¿2,18
=0,2625 ; hRf ¿0,2625 ×100=26,25
Spot 3 : Rf¿2,35
8=0,293 ; hRf ¿0,293 ×100=29,3
Spot 4 : Rf¿2,88
=0,35 ; hRf ¿0,35 ×100=35
o Fraksi IV
Spot 1 : Rf ¿1,78
=0,2125 ; hRf ¿0,2125 ×100=21,25
Spot 2 : Rf ¿28=0,25 ; hRf ¿0,25 ×100=25
Spot 3 : Rf¿2,48
=0,3 ; hRf ¿0,3 ×100=30
Spot 4 : Rf¿2,88
=0,35 ; hRf ¿0,35 ×100=35
o Fraksi V
Spot 1 : Rf ¿1,88
=0,225 ; hRf ¿0,225 ×100=22,5
Spot 2 : Rf ¿2,28
=0,275 ; hRf ¿0,275 ×100=27,5
Spot 3 : Rf¿2,88
=0,35 ; hRf ¿0,35 ×100=35
o Fraksi VI
Spot 1 : Rf ¿1,85
8=0,23 ; hRf ¿0,23 ×100=23
Spot 2 : Rf ¿2,38
=0,2875 ; hRf ¿0,2875 ×100=28,75
Spot 3 : Rf¿2,98
=0,36 ; hRf ¿0,36 ×100=36
o Fraksi VII
15
Spot 1 : Rf ¿1,98
=0,2375 ; hRf ¿0,2375 ×100=23,75
Spot 2 : Rf ¿2,38
=0,2875 ; hRf ¿0,2875 ×100=28,75
Spot 3 : Rf¿2,98
=0,36 ; hRf ¿0,36 ×100=36
o Fraksi VIII
Spot 1 : Rf ¿1,85
8=0,23 ; hRf ¿0,23 ×100=23
Spot 2 : Rf ¿2,38
=0,2875 ; hRf ¿0,2875 ×100=28,75
Spot 3 : Rf¿2,85
8=0,356 ; hRf ¿0,356 ×100=35,6
o Fraksi IX
Spot 1 : Rf ¿1,98
=0,2375 ; hRf ¿0,2375 ×100=23,75
Spot 2 : Rf ¿28=0,25 ; hRf ¿0,25 ×100=25
Spot 3 : Rf¿3,25
8=0,406 ; hRf ¿0,406 ×100=40,6
o Fraksi X
-
Perhitungan Rf dan hRf pada pemisahan dengan metode klt pada pengamatan
dengan sinar matahari
R f=Jarak yangditempuh senyawa terlarut
Jarak yangditempuh pelarut
hRf = Rf x 100
Jarak pengembangan pada praktikum ini adalah 8 cm.
o Fraksi I
16
Spot 2 : Rf ¿3,68
=0,45 ; hRf ¿0,45 ×100=45
o Fraksi II
Spot 1 : Rf ¿1,68
=0,2 ; hRf ¿0,2 ×100=20
Spot 2 : Rf ¿2,18
=0,262 ; hRf ¿0,262 ×100=27,5
Spot 3 : Rf¿2,75
8=0,343 ; hRf ¿0,343 ×100=34,3
o Fraksi III
Spot 1 : Rf ¿1,65
8=0,206 ; hRf ¿0,206 ×100=20,6
Spot 2 : Rf ¿28=0,25 ; hRf ¿0,25 ×100=25
Spot 3 : Rf¿2,35
8=0,293 ; hRf ¿0,293 ×100=293
Spot 4 : Rf¿2,98
=0,3625 ; hRf ¿0,3625 ×100=36,25
o Fraksi IV
Spot 1 : Rf ¿1,38
=0,1625 ; hRf ¿0,1625 ×100=16,25
Spot 2 : Rf ¿28=0,25 ; hRf ¿0,25 ×100=25
Spot 3 : Rf¿28=0,25 ; hRf ¿0,25 ×100=25
Spot 4 : Rf¿2,68
=0,325 ; hRf ¿0,325 ×100=32,5
o Fraksi V
Spot 1 : Rf ¿1,88
=0,225 ; hRf ¿0,225 ×100=22,5
17
Spot 2 : Rf ¿2,28
=0,275 ; hRf ¿0,275 ×100=27,5
Spot 3 : Rf¿2,85
8=0,356 ; hRf ¿0,356 ×100=35,6
o Fraksi VI
Spot 1 : Rf ¿1,95
8=0,243 ; hRf ¿0,243 ×100=24,3
Spot 2 : Rf ¿2,38
=0,2875 ; hRf ¿0,2875 ×100=28,75
Spot 3 : Rf¿2,98
=0,36 ; hRf ¿0,36 ×100=36
o Fraksi VII
Spot 1 : Rf ¿28=0,25 ; hRf ¿0,25 ×100=25
Spot 2 : Rf ¿2,38
=0,2875 ; hRf ¿0,2875 ×100=28,75
Spot 3 : Rf¿2,98
=0,36 ; hRf ¿0,36 ×100=36
o Fraksi VIII
Spot 1 : Rf ¿1,88
=0,225 ; hRf ¿0,225 ×100=22,5
Spot 2 : Rf ¿2,25
8=0,281 ; hRf ¿0,281 ×100=28,1
Spot 3 : Rf¿2,95
8=0,368 ; hRf ¿0,368 ×100=36,8
o Fraksi IX
Spot 1 : Rf ¿28=0,25 ; hRf ¿0,25 ×100=25
Spot 2 : Rf ¿2,55
8=0,318 ; hRf ¿0,318 ×100=31,8
18
Spot 3 : Rf¿3,25
8=0,406 ; hRf ¿0,406 ×100=40,6
o Fraksi X
-
VII. PEMBAHASAN
Praktikum kali ini mengidentifikasi secara kualitatif adanya senyawa
kurkumin dalam serbuk Curcumae domesticae Rhizoma. Analisis kualitatif
merupakan analisis untuk melakukan identifikasi elemen, spesies, dan/atau
senyawa-senyawa yang ada di dalam sampel. Dengan kata lain, analisis kualitatif
berkaitan dengan cara mengetahui ada atau tidaknya suatu analit yang dituju
dalam suatu sampel (Gandjar dan A. Rohman, 2007). Teknik analisis yang
dilakukan adalah dengan mengunakan metode ekstraksi cara dingin (maserasi),
kromatografi kolom, dan kromatografi lapis tipis (KLT).
Curcuma domestica dicirikan oleh senyawa fenol turunan diarilheptanoid
atau kurkuminoid dan senyawa sesquiterpen. Oshiro (1990) dan Park (2002)
melaporkan bahwa dalam C. domestica ditemukan tiga zat warna fenol turunan
kurkuminoid. Ketiga senyawa fenol tersebut, yang merupakan senyawa fenol
utama masing masing adalah bisferoloimetan atau kurkumin, 4-hidroksi sinamoil
feruloil metan atau desmetoksikurkumin dan bis(4-hisroksisinamoil)-metan atau
bisdesmetoksikurkumin. Kandungan utama dari kurkuminoid adalah kurkumin
yang berwarna kuning jingga. Kandungan kurkumin di dalam kunyit berkisar 3-
4%. Tiga varietas unggul kunyit menurut Balitro memiliki kadar kurkumin cukup
tinggi yaitu 8,7% (Rahayu, 2010).
Maserasi merupakan suatu proses ekstraksi cair padat menggunakan
suatu pelarut selama waktu tertentu dengan sesekali diaduk atau dikocok pada
suhu kamar (Kusmardiyani dan A. Nawawi, 1992). Maserasi merupakan proses
perendaman sampel dengan pelarut organik yang digunakan pada temperatur
ruangan. Proses ini sangat menguntungkan dalam isolasi senyawa bahan alam
karena dengan perendaman sampel tumbuhan akan terjadi pemecahan dinding dan
19
membran sel akibat perbedaan tekanan antara di dalam dan di luar sel sehingga
metabolit sekunder yang ada dalam sitoplasma akan terlarut dalam pelarut organik
dan ekstraksi senyawa akan sempuma karena dapat diatur lama perendaman yang
dilakukan (Lenny, 2006). Maserasi merupakan metode ekstraksi cara dingin
dimana serbuk simplisia direndam dalam pelarut tertentu dan didiamkan dalam
wadah tertutup rapat (Kusmardiyani dan A. Nawawi, 1992). Metode maserasi
digunakan untuk mengektraksi senyawa kurkumin dari serbuk Curcumae
domesticae Rhizhoma berdasarkan sifat kurkumin yang sensitif terhadap cahaya.
Bila kurkumin terkena cahaya, akan terjadi dekomposisi struktur berupa siklisasi
kurkumin atau terjadi degradasi struktur (Kiswanto, 2005). Hal ini karena adanya
gugus metilen aktif (-CH2-) diantara dua gugus keton pada senyawa tersebut
(Rahayu, 2010). Produk degradasinya yang utama adalah asam ferulat, aldehid
ferulat, dehidroksinaftalen, vinilquaikol, vanilin dan asam vanilat (Anonim, tt).
Sebanyak 10 gram serbuk Curcumae domesticae Rhizoma direndam dalam
100 ml etanol 96 % selama 5 hari dalam toples yang tertutup rapat (ditutup
dengan alumunium foil dan dilapisi dengan kain hitam). Faktor utama sebagai
pertimbangan dalam pemilihan cairan penyari adalah selektivitas, kemudahan
bekerja dan proses dengan cairan tersebut, ekonomis, ramah lingkungan, dan
keamanan (Hudayani, 2008). Penggunaan etanol sebagai cairan penyari
didasarkan pada sifat fisiko kimia kurkumin yang tidak larut dalam air dan eter,
tetapi larut dalam etil asetat, metanol, etanol, benzena, asam asetat glasial, aseton
dan alkali hidroksida (Anonim, tt). Secara umum pelarut etanol merupakan pelarut
yang paling banyak digunakan dalam proses isolasi senyawa organik bahan alam,
karena dapat melarutkan seluruh golongan metabolit sekunder (Lenny, 2006).
Selama perendaman dilakukan pengadukan setiap sehari sekali. Pengadukan ini
bertujuan untuk meratakan konsentrasi larutan diluar butir-butir simplisia,
sehingga dapat menjaga perbedaan konsentrasi sekecil-kecilnya antara didalam
dan diluar sel (Sudjadi, 1986). Maserat disimpan di dalam toples yang tertutup
rapat dan terhindar dari sinar matahari untuk mencegah terdekomposisinya
senyawa kurkumin saat proses maserasi.
Waktu maserasi pada umumnya 5 hari, setelah waktu tersebut
20
keseimbangan antara bahan yang diekstraksi pada bagian dalam sel dengan luar
sel telah tercapai. Dengan pengocokan dijamin keseimbangan konsentrasi bahan
ekstraksi lebih cepat dalam cairan. Keadaan diam selama maserasi menyebabkan
turunnya perpindahan bahan aktif (Indraswari, 2008). Setelah 5 hari ekstrak
disaring dengan kertas saring yang sebelumnya sudah ditetesi dengan etanol 96 %
yang berfungsi untuk menghilangkan zat pengotor dan untuk proses penjenuhan.
Proses penjenuhan bertujuan untuk mempercepat proses penyaringan, dengan cara
membuat keadaan kertas saring sama dengan keadaan larutan campuran yang
akan disari. Ampas yang diperoleh kemudian diperas dan dilakukan remaserasi
dengan menambahkan 25 ml etanol 96 % pada ampas. Maserat dimasukkan di
dalam botol yang dilapisi dengan alumunium foil kemudian disimpan di tempat
terlindung cahaya. Sedangkan ampas yang ditambahkan 25 ml etanol kembali
disimpan dalam toples terlindung cahaya dan didiamkan selama 2 hari. Proses
remaserasi bertujuan untuk memperoleh zat-zat aktif yang lebih optimal
kemurniaanya. Waktu kontak yang lama antara etanol dengan serbuk simplisia
akan mengoptimalkan pelarutan zat-zat yang diinginkan. Setelah proses
remaserasi, maserat kemudian diuapkan di atas waterbath dengan cawan porselin
(yang sebelumnya sudah ditimbang bobotnya) sampai didapat ekstrak kental. Pada
proses penguapan ekstrak, pengadukan dilakukan agar suhu dapat menyebar
dengan merata akibat adanya panas yang akan memperluas permukaan kontak.
Pembuatan ekstrak kental bertujuan agar pada saat pengelusian dengan
kromatografi kolom, volume ekstrak yang dielusi tidak terlalu besar sehingga
akan mempermudah proses pengelusian. Ekstrak kental adalah sediaan kental
yang memiliki kandungan pelarut kurang dari 10 %. Ekstrak adalah sediaan kental
yang diperoleh dengan mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia nabati atau
simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir
semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlukan sedemikian
hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (Hudayani, 2008). Ekstrak kental
yang diperoleh sebanyak 0,721 gram. Ekstrak kental kemudian ditutup dengan
alumunium foil dan disimpan pada tempat terlindung cahaya.
Tahap selanjutnya adalah pemisahan dengan menggunakan metode
21
kromatografi kolom. Pemisahan ini dilakukan untuk mendapatkan senyawa yang
lebih murni dari proses maserasi untuk diidentifikasi lebih lanjut dengan metode
kromatografi lapis tipis. Kromatografi adalah suatu proses migrasi differensial
dimana komponen-komponen cuplikan ditahan secara selektif oleh fase diam.
Kromatografi merupakan cara pemisahan yang mendasari partisi cuplikan antara
fase gerak dan fase diam (Rahayu, 2010).
Pada prinsipnya ada dua cara pengemasan kolom, yaitu cara basah dan
cara kering. Untuk pengemasan kolom cara basah, fase diam (adsorben) yang
digunakan adalah silika gel dan untuk pengemasan kolom cara kering, fase diam
(adsorben) yang digunakan adalah alumina (Kusmardiyani dan A. Nawawi, 1992).
Pada praktikum kali ini pengemasan kolom dilakukan dengan cara basah. Mula-
mula glass wool dipasang pada dasar kolom kemudian dimasukkan 10 ml
kloroform untuk memastikan bahwa glass wool tidak akan menimbulkan
gelembung. Kemudian dibuat campuran bubur dari serbuk silika gel dengan 50 ml
kloroform. Campuran bubur dituang ke dalam kolom dengan cara diaduk lalu
langsung dituang. Silika gel yang menempel pada dinding dibilas dengan sisa
kloroform dan sisa kloroform dimasukkan ke dalam kolom. Bagian atas kolom
dan kran pada bagian bawah kolom ditutup dengan plastik ikan.
Pemilihan pengemasan kolom dengan cara basah bertujuan untuk
memperoleh kolom yang kompak dibandingkan cara kering. Selain karena metode
ini memang paling sering digunakan, pembuatan kolom dengan cara basah
memiliki resiko kerusakan yang lebih kecil. Dasar kolom diisi dengan glass wool
yang berfungsi untuk mencegah adsorben keluar dari dalam kolom saat keran
dibuka. Sebelum memasukkan bubur silika gel dan eluen ke dalam kolom,
keadaan kolom harus diperhatikan. Kolom yang dipasang harus benar-benar
dalam keadaan kering, karena apabila kolom dalam keadaan basah (terdapat air)
silika sebagai adsorben akan mengalami reaksi pendeaktivasian sisi aktif silika
akibat adanya air yang diserap pada permukaan silika gel. Silika gel merupakan
adsorben yang bersifat polar akibat adanya gugus -OH di dalam struktur
kimianya. Permukaan polar pada silika gel berfungsi melalui titik-titik permukaan
teroksiginase, terutama gugus hidroksi. Gugus ini menarik molekul linarut akibat
22
campuran yang rumit dari interaksi dipol-dipol dan ikatan hidrogen (Gritter,
1991). Hal tersebut menyebabkan sisi aktif dari silika gel dapat berikatan dengan
molekul air yang ada dan menyebabkan silika gel menjadi tidak aktif.
Ada beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam pemilihan adsorben
antara lain sifat tidak boleh bereaksi dengan senyawa yang akan dianalisis, tidak
bersifat sebagai katalis yang menyebabkan dekomposisi zat, tidak larut dalam
pelarut yang digunakan, sedapat mungkin tidak berwarna atau tidak mengganggu
pengamatan hasil pemisahan zat berwarna, mempunyai sifat yang stabil selama
berlangsungnya proses pemisahan dan mempunyai ukuran partikel yang seragam
(Kusmardiyani dan A. Nawawi, 1992).
Silika gel adalah fase diam yang paling sering digunakan untuk pemisahan
produk alam. Silika gel memberikan area permukaan yang sangat luas. Rata-rata
ukuran partikel silika gel yang digunakan dalam kolom kromatografi adalah 40 –
200 μm dengan ukuran pori sebesar 40 hingga 300 Å. Seberapa kuat senyawa
tertahan dalam silika gel tergantung pada polaritas fase gerak. Semakin kuat
kemampuan ikatan hidrogen suatu solven, semakin baik eluen untuk mengelusi
senyawa polar yang teradsorb pada kolom silika gel. Pengembangan kolom
biasanya meliputi peningkatan prosentase polar solven selama kromatografi
berlangsung (Noviyanti, 2010).
Kolom yang telah dibuat didiamkan selama 1 hari untuk memperoleh
kolom yang kompak. Selama 1 hari pendiaman kolom harus selalu diperhatikan
jangan sampai kolom kering karena kekurangan pelarut sehingga terjadi keretakan
yang dapat merusak kolom dan mengganggu proses pengelusian sehingga
merusak hasil pemisahan. Kolom juga ditutup pada ujung atas dan keran yang
berada dibawah dengan plastik ikan berlapis-lapis untuk mencegah terjadinya
penguapan pelarut selama pendiaman. Setelah satu hari pendiaman kolom,
kemudian dilakukan pengembangan sampel. Kolom yang baik untuk pengelusian
adalah kolom yang kompak dan tidak terdapat rongga/gelembung yang bisa
mengganggu proses pengelusian sehingga hasil pemisahan yang diperoleh kurang
baik. Pada praktikum kali ini, kolom yang diperoleh memiliki rongga/gelembung
udara di dalamnya. Hal ini disebabkan kurang hati-hatinya praktikan saat
23
mengeluarkan kloroform dari dalam kolom karena keran yang dibuka tidak diatur
alirannya serta dalam meletakkan glass wool yang kurang sempurna sehingga
memicu adanya gelembung udara.
Eluen yang digunakan pada pengelusian disiapkan sebanyak 100 ml.
Kloroform dan N-heksana masing-masing sebanyak 45 ml dipipet lalu
ditempatkan pada beker gelas. Kemudian ditambah 10 ml etanol 96 % dicampur
pada beker gelas. Sebanyak 25 ml eluen dimasukkan ke dalam kolom dengan hati-
hati. Kloroform yang sebelumnya dipakai untuk pelarut silika gel dikeluarkan
dengan hati-hati sampai eluen mencapai batas tepat di atas silika gel. Ekstrak
kental yang didapat dilarutkan dengan 5 ml etanol 96 % kemudian dimasukkan ke
dalam kolom dengan hati-hati dan dibiarkan turun berdasarkan gaya gravitasi.
Kemudian eluen ditambahkan pada cawan porselin untuk melarutkan sisa ekstrak
dan kembali dituangkan ke dalam kolom.
Selama proses pengelusian dilakukan, eluen tetap ditambahkan sedikit
demi sedikit dan kolom pada bagian atas ditutup sedikit dengan plastik ikan dan
aluminium foil untuk mencegah penguapan yang berlebihan pada pelarut. Tetesan-
tetesan yang keluar diatur sedemikian rupa agar tidak terlalu cepat atau terlalu
lambat. Tetesan-tetesan dari keran ditampung sebagai fraksi-fraksi dan
ditempatkan pada 10 buah vial (diberi nomor I-X) yang masing-masing telah
dikalibrasi 5 ml. Prinsip sorpsi yang digunakan pada pemisahan dengan
kromatografi kolom adalah adsorpsi dimana terjadi interaksi dengan permukaan
fase diam. Adsorpsi pada permukaan melibatkan interaksi-interaksi elektrostatik
seperti ikatan hidrogen, penarikan dipol-dipol dan penarikan yang diinduksi oleh
dipol. Solut akan bersaing dengan fase gerak untuk berikatan dengan sisi-sisi
polar pada permukaan absorben (Gandjar dan A. Rohman, 2007). Tingkat
adsorpsi komponen tergantung pada polaritas molekul, aktivitas adsorben, dan
polaritas fase gerak cair. Umumnya, senyawa dengan gugus fungsional lebih polar
akan teradsorb lebih kuat pada permukaan fase padatan. Aktivitas adsorben
tergantung komposisi kimianya, ukuran partikel, dan pori-pori partikel
(Noviyanti, 2010). Prinsip pemisahan kolom kromatografi juga di dasarkan pada
afinitas kepolaran senyawa yang akan dielusi, dimana fase diam yang bersifat
24
polar akan mengelusi senyawa – senyawa yang non polar turun bersama fase
gerak yang digunakan, sedangkan senyawa – senyawa non polar akan tertahan
pada fase diamnya.
Pada praktikum ini fase gerak (eluen) yang digunakan adalah campuran
dari N-heksana, kloroform dan etanol 96 % yang bersifat non polar. Sedangkan
fase diamnya adalah silika gel yang bersifat polar. Senyawa kurkumin bersifat non
polar karena tidak larut dalam air (Anonim, tt) sehingga senyawa kurkumin akan
mudah mengalir mengikuti fase gerak dan tidak teradsorpsi serta tidak tertahan
pada fase diam. Penampungan fraksi-fraksi dilakukan setelah seluruh kolom mulai
berubah warna menjadi kekuningan, khususnya pada bagian yang mendekati
keran pada bawah kolom. Keran dibuka secara perlahan serta diatur alirannya
kemudian fraksi ditampung satu persatu dengan kecepatan tetesan yang sama
hingga diperoleh 10 fraksi. Pada praktikum ini sepuluh fraksi yang didapatkan
menghasilkan warna yang berbeda-beda, yaitu fraksi I berwarna kuning muda
bening, fraksi II, III, dan IV berwarna kuning kecoklatan dimana fraksi II
memiliki kepekatan paling tinggi diantaranya. Fraksi V dan VI berwana kuning
jingga namun fraksi V memiliki warna kuning jingga yang lebih pekat jika
dibandingkan dengan fraksi VI. Fraksi VII, VIII, IX, dan X berwarna kuning
keemasan. Dari kesepuluh fraksi yang diperoleh, fraksi II memiliki warna yang
paling pekat. Setelah kesepuluh fraksi tertampung, semua eluen dalam kolom
dikeluarkan dan silika gel dikeluarkan dari dalam kolom. Kesepuluh fraksi
kemudian dipekatkan dan disimpan dalam tempat terlindung cahaya untuk
nantinya diidentifikasi dengan kromatografi lapis tipis.
Kromatografi Lapis Tipis (KLT), salah satu alat pemisah dan alat uji
senyawa kimia secara kualitatif dan kuantitatif. Senyawa yang diuji dapat berupa
senyawa tunggal maupun senyawa campuran dari produk pabrik, hasil sintesis,
isolasi dari hewan percobaan, maupun dari tanaman dan mikroorganisme (Stahl,
1985). Pelacak bercak dengan menggunakan bantuan spektroskopis umumnya
menggunakan sinar UV atau sinar tampak. Uji kualitatif digunakan parameter Rf
(Retardation factor), harga Rf senyawa tersebut dibandingkan dengan harga
standar (Rahayu, 2010). Secara garis besar, fase diam yang umum digunakan ada
25
2 jenis. Fase diam yang polar (mengikuti fase normal) dan fase diam yang non
polar (fase terbalik). Fase diam yang sering digunakan adalah silika gel. Silika
yang digunakan merupakan silika yang dibebaskan dari air, bersifat sedikit asam,
dan merupakan fase diam yang paling populer digunakan. Silika digunakan untuk
kromatografi dengan fase normal. Silika gel GF254 bersifat polar, dimana G berarti
Gypsum (pengikat), biasanya pengikat yang digunakan adalah kalsium sulfat
(CaSO4.1/2 H2O), F adalah Flouresency (panjang gelombang) yaitu lempeng KLT
ditambahkan bahan yang berfluoresensi seperti seng silikat teraktivasi mangan,
dan 254 menunjukkan panjng gelombang eksitasi senyawa berfosforisensi yang
ditambahkan. Jadi GF254 adalah adsorben silika gel dengan pengikat kalsium sulfat
dengan ditambahkan indikator yang dapat berflouresensi jika dideteksi pada sinar
ultraviolet dengan panjang gelombang 254 nm (Gandjar dan A. Rohman, 2007).
Indikator flouresensi ialah senyawa yang memancarkan sinar tampak jika disinari
dengan sinar ultraviolet (Gritter, 2011).
Selain fase diam juga digunakan fase gerak sebagai pengelusi. Pemilihan
fase gerak baik tunggal maupun campuran tergantung pada sampel yang dianalisis
dan fase diam yang digunakan (Rahayu, 2010). Pada praktikum ini fase gerak
(eluen) yang digunakan merupakan pelarut organik yang bersifat non polar, yaitu
N-heksana, kloroform, dan etanol 96% dengan perbandingan 45:45:10. Pada
prinsipnya pengerjaan KLT meliputi tahap-tahap sebagai berikut: pembuatan plat,
penotolan cuplikan, pemilihan adsorben, pemilihan pelarut, pemilihan sistem
pengembang, pengamatan lokasi bercak, deteksi, dan identifikasi (Kusmardiyani
dan A. Nawawi, 1992).
Penyiapan atau preparasi fase diam yang berupa plat silika gel GF254
dilakukan dengan pemotongan plat dengan ukuran 10 cm 10 cm. Pemotongan
plat dilakukan dengan menggunakan cutter dengan cara plat dibalik sehingga
permukaan silika berada di bawah. Sebelumnya lapisi permukaaan bawah silika
dengan kertas bersih. Hal ini bertujuan agar permukaan silika tidak terkelupas saat
pemotongan sehingga tidak mengganggu proses pengembangan sampel. Pada
teori yang sebenarnya harus dilakukan pencucian plat dan pengaktivasian plat
sebelum dilakukan penotolan. Namun karena keterbatasan waktu proses ini tidak
26
dilakukan pleh praktikan. Proses pencucian plat bertujuan untuk membersihkan
plat dari pengotor-pengotor yang menempel pada plat. Pencucian dilakukan
dengan cara mengisi chamber dengan metanol kemudian plat KLT ditempatkan di
dalam chamber dan tutup chamber. Bagian atas plat dilapisi dengan tisu yang
berfungsi untuk menangkap pengotor pada saat proses pengelusian plat.
Sebelumnya plat diberi tanda batas atas dan tanda batas bawah. Tanda batas
bawah sebagai batas atau tempat penotolan sampel dan tanda batas atas sebagai
penanda diakhirinya proses pengelusian. Pemilihan metanol sebagai pelarut dalam
pencucian plat dibandingkan dengan etanol karena sifat semipolar metanol
(CH3OH). Metanol mengandung tiga atom H dan satu gugus OH. Dengan sifatnya
yang semipolar, maka metanol lebih mampu membersihkan zat-zat pengotor
dibandingkan dengan etanol yang bersifat lebih nonpolar. Selain itu kemampuan
metanol untuk menguap lebih besar dibandingkan etanol. Setelah proses
pencucian selesai plat silika gel GF254 diaktivasi pada suhu 110°C selama 30 menit
yang bertujuan untuk menjaga kelembaban dan menghilangkan sedikit kandungan
air serta uap air (plat menjadi aktif) agar tidak mempengaruhi proses pengelusian.
Pengaktivasian plat tidak boleh dilakukan pada suhu lebih dari 110°C karena bisa
terjadi degradasi yang tak bolak-balik pada penjerap dan menyebabkan pemisahan
kurang efektif (Gritter, 1991). Plat silika gel memiliki gugus –OH sehingga
apabila diaktivasi pada suhu tinggi, akan menyebabkan plat kehilangan sejumlah
kandungan air yang akan membuat permukaan plat terkelupas sehingga tidak bisa
dilakukan proses penotolan. Namun karena keterbatasan waktu praktikan, proses
pengaktivasian tidak dilakukan.
Pemilihan sistem pengembang (fase gerak) tergantung pada sifat campuran
senyawa yang akan dipisahkan dan media pemisahan yang digunakan. Pada
umumnya polaritas pelarut dan polaritas senyawa disesuaikan untuk mendapatkan
sistem pengembang yang yang akan digunakan. Pelarut yang bersifat lebih polar
umumnya memberikan daya migrasi yang lebih besar, di samping itu penggunaan
kombinasi dua pelarut atau lebih akan memberikan hasil pemisahan lebih baik
dari pelarut tunggal (Gandjar dan A. Rohman, 2007). Fase gerak berupa larutan
N-heksana, kloroform, dan etanol 96 % bersifat nonpolar. Untuk pemisahan
27
dengan menggunakan fase diam polar seperti silika gel, polaritas fase gerak akan
menentukan kecepatan migrasi solute yang berarti juga menentukan nilai Rf
(Gandjar dan A. Rohman, 2007).
Fase gerak disiapkan dengan mencampur 9 ml N-heksana, 9 ml kloroform
dan 2 ml etanol 95 %. Setelah campuran homogen, fase gerak kemudian
dijenuhkan di dalam chamber. Kertas saring sebagai indikator penjenuhan
dimasukkan ke dalam chamber, dengan cara menempelkan pada dinding
chamber. Penjenuhan dilakukan untuk memperoleh uap dan tekanan yang
merata/homogen di dalam chamber yang nantinya berfungsi untuk membuat
pengelusian berjalan baik dan hasil yang didapat dari pengelusian diharapkan
mampu untuk mengidentifikasi senyawa yang terkandung di dalam sampel yang
di uji. Apabila cairan dalam chamber telah merambat naik secara sempurna pada
kertas saring maka dapat dikatakan chamber telah jenuh.
Proses penotolan pada plat KLT dilakukan saat proses penjenuhan
chamber. Sampel biasanya ditotolkan sebagai bercak bulat atau garis 1,5-2 cm
dari tepi bawah. Pada penotolan sampel jarak penotolan antara sampel yang satu
dengan sampel yang lain adalah 1 cm. Pemisahan pada kromatografi lapis tipis
yang optimal akan diperoleh hanya jika menotolkan sampel dengan ukuran bercak
sekecil dan sesempit mungkin. Bercak sebaiknya berukuran 3-6 mm. Penotolan
dapat dilakukan dengan mikropipet atau microsyiringe, biasanya diperlukan 1-20
µl (Gandjar dan A. Rohman, 2007). Pada praktikum ini dilakukan penotolan
sampel sebesar 10 µl. Penotolan sampel sebanyak 10 µl berdasarkan rekomendasi
untuk penotolan secara manual baik untuk data KLT kualitatif dan kuantitatif
(Dekker, 2003). Praktikan melakukan 5 kali penotolan karena yang ditotolkan
sebanyak 10 μ l sedangkan mikropipet memiliki kapasitas 2μ l sekali penotolan (5
kali penotolan pada titik yang sama). Penotolan harus dilakukan secara bertahap
dengan dilakukan pengeringan antar totolan. Sebagaimana dalam prosedur
kromatografi yang lain, jika sampel yang digunakan terlalu banyak maka akan
menurunkan resolusi. Penotolan sampel yang tidak tepat akan menyebabkab
bercak yang menyebar dan puncak ganda serta terbentuknya tailing (pemisahan
28
yang “berekor”) (Gandjar dan A. Rohman, 2007). Kelebihan beban menyebabkan
bercak asimetri dan perubahan harga Rf (Stahl, 1985).
Bila sampel telah ditotolkan maka tahap selanjutnya adalah
mengembangkan sampel tersebut dalam chamber yang telah jenuh. Tepi bagian
bawah plat yang telah ditotoli sampel dicelupkan ke dalam fase gerak kurang
lebih 0,5-1 cm. Tinggi fase gerak dalam chamber harus di bawah plat yang berisi
totolan sampel untuk mencegah adanya reaksi yang terjadi antara fase gerak dan
totolan. Selama proses pengelusian, chamber ditutup rapat untuk menjaga
kestabilan fase gerak yang ada di dalamnya. Chamber harus tertutup rapat dan
sedapat mungkin menggunakan sedikit fase gerak (akan tetapi harus mampu
mengelusi lempeng hingga ketinggian yang ditentukan) untuk memaksimalkan
dan efesiensi proses pengelusian (Gandjar dan A. Rohman, 2007). Fase diam
silika gel yang bersifat polar akan menjerap fase gerak yang bersifat nonpolar
yang nantinya mampu menggerakkan senyawa yang bersifat nonpolar sehingga
terjadi pergerakan senyawa dari titik asalnya. Pergerakan senyawa ini diakibatkan
oleh adanya perbedaan afinitas dan pengaruh kapiler pada pengembangan secara
menaik (ascending). Kromatografi lapis tipis adalah suatu metode pemisahan
yang didasarkan atas afinitas suatu analit terhadap fase diam dan fase gerak yang
diukur berdasarkan kepolaran. Setelah proses pengelusian selesai plat dikeluarkan
dari dalam chamber kemudian diangin-anginkan selama 10 menit agar eluen yang
digunakan menguap.
Spot (bercak) pemisahan pada KLT merupakan spot yang berwarna kuning
kecoklatan jika diamati pada sinar matahari. Untuk mengetahui spot secara pasti
plat kemudian diamati di bawah sinar UV366. Identifikasi kurkumin dan
turunannya dilakukan dengan membandingkan harga Rf dengan pustaka.
Kandungan hRf Warna pada UV366 Warna pada sinar
matahari
kurkumin 40-45 merah darah Jingga
desmetoksikurkumin 35-40 salmon Jingga
bisdesmetoksikurkumin 25-35 merah-jingga muda kuning terang
(Stahl, 1985 )
29
Saat diamati pada UV366 hasil fluoresensi menampakkan banyak spot
berwarna hijau muda, coklat muda kehijauan, coklat hingga coklat tua.
Berdasarkan perbandingan Rf dan hRf yang diperoleh, spot yang diduga
kurkumin terdapat pada fraksi I spot pertama dan kedua dengan harga hRf
berturut-turut 42,5 dan 42,5; serta fraksi IX spot ketiga dengan harga hRf 40,6.
Sedangkan desmetoksikurkumin terdeteksi pada fraksi II spot ketiga dengan harga
hRf 36,25, fraksi III spot keempat dengan harga hRF 35, fraksi IV spot keempat
dengan harga hRf 35, fraksi V spot ketiga dengan harga hRf 35, fraksi VI spot
ketiga dengan harga hRf 36, dan fraksi VII spot ketiga dengan harga hRf 36. Dan
bisdesmetoksikurkumin terdeteksi pada fraksi III spot kedua, dan ketiga dengan
harga hRf masing-masing 26,25; 29,3, fraksi IV spot kedua dan ketiga dengan
harga hRf 25 dan 30, fraksi V spot kedua dengan harga hRf 27,5, fraksi VI spot
kedua dengan harga hRf 28,75, serta pada fraksi VII dan VIII masing-masing
terdapat pada spot kedua dengan harga hRf 28,75. Pada fraksi X tidak ditemukan
spot karena hasil pemisahan yang tidak sempurna sehingga pemisahan yang
terbentuk tidak lurus melainkan miring ke kiri dan mengganggu proses pemisahan
fraksi IX. Pemisahan yang tidak sempurna ini kemungkinan disebabkan oleh
pemotongan plat yang tidak sempurna, sehingga plat KLT bergerigi pada
pinggirnya. Selain itu eluen yang tercampur kurang sempurna ikut mempengaruhi
ketidaksempurnaan pemisahan fraksi X. Namun hal utama yang menyebabkan
ketidaksempurnaan pemisahan pada fraksi X adalah pemotongan plat. Dengan
membandingkan harga Rf dan fluoresensi warna pada spot yang diperoleh dengan
pustaka, maka senyawa yang diuji diduga mengandung kurkumin,
desmetoksikurkumin, dan bisdesmetoksikurkumin.
Sedangkan berdasarkan pengamatan dibawah sinar matahari ditinjau dari
warna spot yang terjadi sesuai dengan pustaka yang digunakan sebagai
pembanding yaitu berkisar dari warna kuning muda, kuning muda kecoklatan,
hingga coklat muda. Sedangkan berdasarkan harga Rf dan HRf yang diperoleh
tidak berbeda jauh dengan pengamatan pada deteksi dengan sinar UV366, yaitu
diduga terdapat kandungan kurkumin pada fraksi I pada spot kedua dengan nilai
hRf 45 dan fraksi IX pada spot ketiga dengan nilai hRf 40,6. Kandungan
30
desmetoksikurkumin terdeteksi pada fraksi III spot keempat dengan nilai hRf
36,25, fraksi V spot ketiga dengan nilai hRf 35,6, fraksi VI spot ketiga dengan
nilai hRf 36,2, fraksi VII spot ketiga dengan nilai hRf 36,2, dan fraksi VIII spot
ketiga dengan nilai hRf 36,8. Sedangkan bisdesmetoksikurkumin terdeteksi pada
fraksi II spot kedua dengan nilai hRf 26,2, fraksi III spot ketiga dengan nilai hRf
29,3, fraksi IV spot ketiga dan keempat dengan nilai HRf berturut-turut 25 dan
32,5, fraksi V spot kedua dengan nilai hRf 27,5, fraksi VI spot kedua dengan nilai
hRf 28,7, fraksi VIII spot pertama dan kedua dengan nilai hRf berturut turut 25
dan 28,7, dan fraksi IX spot kedua dengan nilai hRf 31,8.
Pemisahan yang kurang sempurna disebabkan oleh beberapa faktor,
diantaranya akibat pemisahan pada kromatografi kolom yang kurang sempurna
karena kolom yang bergelembung, dan akibat pemotongan plat KLT yang tidak
bagus. Ketidaksesuaian warna yang dihasilkan saat diamati pada sinar UV366
antara pustaka dengan hasil percobaan disebabkan oleh kondisi praktikum yang
berbeda (suhu, kelembaban, pH). Hasil yang kurang sesuai dengan pustaka juga
dapat disebabkan oleh perbedaan eluen yang digunakan pada saat pengembangan
sampel, kualitas pelarut, kualitas adsorben, ketebalan lapisan adsorben, kejenuhan
bejana, dan proses preparasi KLT (waktu aktivasi, waktu penjenuhan). Selain itu,
kurkumin akan memberikan warna merah darah pada suasana basa, sedangkan
pada praktikum ini digunakan plat KLT silika gel GF254 yang bersifat sedikit asam
sehingga tidak memberi fluoresensi warna merah darah pada waktu pengamatan
dengan sinar UV366.
31
Berikut adalah spot hasil pengamatan dibawah sinar UV366 dan sinar matahari:
UV366
Sinar matahari
VIII. KESIMPULAN
32
8.1 Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan
pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pemgadukan pada
temperatur kamar. Remaserasi berarti dilakukan pengulangan penambahan
pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama. Dengan
perendaman sampel tumbuhan akan terjadi pemecahan dinding dan
membran sel akibat perbedaan tekanan antara didalam dan diluar sel
sehingga metabolit sekunder yang ada dalam sitoplasma akan terlarut
dalam pelarut organik.
8.2 Kromatografi kolom adalah suatu metode pemisahan menggunakan suatu
kolom adsorben di dalam suatu tabung kaca yang dilengkapi keran
tertentu. Pemisahan ini menggunakan prinsip adsorpsi dimana terjadi
interaksi dengan permukaan fase diam dan prinsip partisi, dimana terjadi
distribusi diantara dua fase yaitu fase diam dan fase gerak sesuai dengan
kelarutan relatifnya diantara kedua fase tersebut.. Adsorpsi pada permukaan
melibatkan interaksi-interaksi elektrostatik seperti ikatan hidrogen, penarikan
dipol-dipol dan penarikan yang diinduksi oleh dipol. Solut akan bersaing dengan
fase gerak untuk berikatan dengan sisi-sisi polar pada permukaan absorben.
8.3 Kromatografi lapis tipis adalah adalah suatu metode pemisahan secara
fisiko-kimia dengan menggunakan lempengan tipis adsorben sebagai
media pemisahan. Prinsip KLT adalah adsorpsi, didasarkan atas afinitas
suatu analit terhadap fase diam dan fase gerak yang diukur berdasarkan
kepolaran dimana senyawa yang memiliki afinitas lebih besar terhadap
fase diamnya akan menempel pada fase diamnya, dan yang memiliki
afinitas kecil pada fase diamnya akan mengalir bersama fase geraknya.
8.4 Serbuk simplisia Curcumae domesticae Rhizhoma diduga mengandung
senyawa kurkuminoid yang terdiri dari kurkumin, desmetoksikurkumin,
dan bisdesmetoksikurkumin.
33