Download - Makalah Serotinus Dan Askeb Serotinus
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kehamilan umumnya berlangsung 40 minggu atau 280 hari
dihitung dari hari pertama haid terakhir. Kehamilan aterm adalah usia
kandungan antara 38-42 minggu dan ini merupakan periode terjadinya
persalinan normal. Namun, sekitar 3,4-14% atau rata-rata 10%
kehamilan berlangsung sampai 42 minggu atau lebih. Angka ini
bervariasi dari bebearpa penelitian bergantung pada kriteria yang
dipakai.
Kehamilan lewat waktu adalah kehamilan yang melewati 294
hari atau 42 minggu lengkap dihitung dari hari pertama haid terakhir
menurut rumus Neagle dengan siklus haid rata-rata 28 hari dan belum
terjadi persalinan. Kehamilan lewat waktu merupakan salah satu
kehamilan yang beresiko tinggi, di mana dapat terjadi komplikasi pada
ibu dan janin. Diagnosis usia kehamilan lebih dari 42 minggu
didapatkan dari perhitungan usia kehamilan, seperti rumus Naegele
atau dengan tinggi fundus uteri serial.
Kehamilan postterm mempunyai resiko lebih tinggi daripada
kehamilan aterm, terutama terhadap kematian perinatal (antepartum,
intrapartum, dan postpartum) berkaitan dengan aspirasi mekonium
dan asfiksia.
1
Kehamilan postterm terutama berpengaruh terhadap janin,
meskipun hal ini masih banyak diperdebatkan dan sampai sekarang
masih belum ada persesuaian paham. Dalam kenyataannya kehamilan
postterm mempunyai pengaruh terhadap perkembangan janin sampai
kematian janin. Ada janin yang dalam masa kehamilan 42 minggu
atau lebih berat badannya meningkat terus, ada yang tidak
bertambah, ada yang lahir dengan berat badan kurang dari
semestinya, atau meninggal dalam kandungan karena kekurangan zat
makanan dan oksigen.
Kehamilan postterm mempunyai hubungan erat dengan
mortalitas, morbiditas perinatal, atau makrosomia. Sementara itu,
risiko bagi ibu dengan kehamilan postterm dapat berupa perdarahan
pascapersalinan ataupun tindakan obstetrik yang meningkat. Berbeda
dengan angka kematian ibu yang cenderung menurun, kematian
perinatal tampaknya masih menunjukkan angka yang cukup tinggi,
sehingga pemahaman dan penatalaksanaan yang tepat terhadap
kehamilan postterm akan memberikan sumbangan besar dalam upaya
menurunkan angka kematian, terutama kematian perinatal.
BAB II
LANDASAN TEORITIS
A. Persalinan Postterm
Pengertian
2
Persalinan postterm adalah persalinan melampaui umur hamil
42 minggu dan pada janin terdapat tanda postmaturitas (Manuaba,
2007).
Definisi standar untuk kehamilan dan persalinan lewat bulan
adalah 294 hari setelah hari pertama menstruasi terakhir, atau 280
hari setelah ovulasi. Istilah lewat bulan (postdate) digunakan karena
tidak menyatakan secara langsung pemahaman mengenai lama
kehamilan dan maturitas janin ( Varney Helen, 2007).
Persalinan postterm menunjukkan kehamilan berlangsung
sampai 42 minggu (294 hari) atau lebih, dihitung dari hari pertama
haid terakhir menurut rumus Naegele dengan siklus haid rata-rata 28
hari (Prawirohardjo, 2008).
Etiologi
Etiologi belum diketahui secara pasti namun faktor yang
dikemukaan adalah hormonal, yaitu kadar progesteron tidak cepat
turun walaupun kehamilan telah cukup bulan sehingga kepekaan
uterus terhadap oksitosin berkurang. Faktor lain seperti herediter,
karena postmaturitas sering dijumpai pada suatu keluarga tertentu
(Rustam, 1998).
Menjelang persalinan terdapat penurunan progesteron,
peningkatan oksitosin tubuh dan reseptor terhadap oksitosin sehingga
otot rahim semakin sensitif terhadap rangsangan. Pada kehamilan
lewat waktu terjadi sebaliknya, otot rahim tidak sensitif terhadap
3
rangsangan, karena ketegangan psikologis atau kelainan pada rahim
(Manuaba, 1998).
Menurut Sujiyatini (2009), etiologinya yaitu penurunan kadar
esterogen pada kehamilan normal umumnya tinggi. Faktor hormonal
yaitu kadar progesterone tidak cepat turun walaupun kehamilan telah
cukup bulan, sehingga kepekaan uterus terhadap oksitosin berkurang.
Factor lain adalah hereditas, karena post matur sering dijumpai pada
suatu keluarga tertentu.
Fungsi plasenta memuncak pada usia kehamilan 38-42 minggu,
kemudian menurun setelah 42 minggu, terlihat dari menurunnya
kadar estrogen dan laktogen plasenta. Terjadi juga spasme arteri
spiralis plasenta. Akibatnya dapat terjadi gangguan suplai oksigen dan
nutrisi untuk hidup dan tumbuh kembang janin intrauterin. Sirkulasi
uteroplasenta berkurang sampai 50%. Volume air ketuban juga
berkurang karena mulai terjadi absorpsi. Keadaan-keadaan ini
merupakan kondisi yang tidak baik untuk janin. Risiko kematian
perinatal pada bayi postmatur cukup tinggi, yaitu 30% prepartum,
55% intrapartum, dan 15% postpartum.
Beberapa faktor penyebab kehamilan lewat waktu adalah sebagai
berikut :
Kesalahan dalam penanganan, merupakan penyebab yang paling
sering.
Tidak diketahui.
4
Primigravida dan riwayat kehamilan lewat bulan.
Defisiensi sulfatase plasenta atau anensefalus, merupakan
penyebab yang jarang terjadi.
Jenis kelamin janin laki-laki juga merupakan predisposisi.
Faktor genetik juga dapat memainkan peran.
Patofisiologi
Pada kehamilan lewat waktu terjadi penurunan oksitosin
sehingga tidak menyebabkan adanya his, dan terjadi penundaan
persalinan. Permasalahan kehamilan lewat waktu adalah plasenta
tidak sanggup memberikan nutrisi dan pertukaran CO2/O2 sehingga
janin mempunyai resiko asfiksia sampai kematian dalam rahim
(Manuaba, 1998).
Sindroma postmaturitas yaitu kulit keriput dan telapak tangan
terkelupas, tubuh panjang dan kurus, vernic caseosa menghilang,
wajah seperti orang tua, kuku panjang, tali pusat selaput ketuban
berwarna kehijauan. Fungsi plasenta mencapai puncaknya pada
kehamilan 34-36 minggu dan setelah itu terus mengalami penurunan.
Pada kehamilan postterm dapat terjadi penurunan fungsi plasenta
sehingga bisa menyebabkan gawat janin. Bila keadaan plasenta tidak
mengalami insufisiensi maka janin postterm dapat tumbuh terus
namun tubuh anak akan menjadi besar (makrosomia) dan dapat
menyebabkan distosia bahu.
5
Sebab Terjadinya Kehamilan Postterm
Seperti halnya teori bagaimana terjadinya persalinan, sampai
saat ini sebab terjadinya kehamilan postterm sebagai akibat gangguan
terhadap timbulnya persalinan. Beberapa teori diajukan antara lain
sebagai berikut :
1. Pengaruh Progesteron
Penurunan hormon progesteron dalam kehamilan dipercaya
merupakan kejadian perubahan endokrin yang penting dalam
memacu proses biomolekuler pada persalinan dan meningkatkan
sensitivitas uterus terhadap oksitosin, sehingga beberapa penulis
menduga bahwa terjadinya kehamilan postterm adalah karena
masih berlangsungnya pengaruh progesterone.
2. Teori Oksitosin
Pemakaian oksitosin untuk induksi persalinan pada kehamilan
postterm memberi kesan atau dipercaya bahwa oksitosin secara
fisiologis memegang peranan penting dalam menimbulkan
persalinan dan pelepasan oksitosin dari neurohipofisis ibu hamil
yang kurang pada usia kehamilan lanjut diduga sebagai salah satu
faktor penyebab kehamilan postterm.
3. Teori Kortisol/ACTH Janin
6
Dalam teori ini diajukan bahwa “pemberi tanda” untuk
dimulainya persalinan adalah janin, diduga akibat peningkatan tiba-
tiba kadar kortisol plasma janin. Kortisol janin akan mempengaruhi
plasenta sehingga produksi progesteron berkurang dan
memperbesar sekresi estrogen, selanjutnya berpengaruh terhadap
meningkatnya produksi prostaglandin. Pada cacat bawaan janin
seperti anensefalus, hipoplasia adrenal janin, dan tidak adanya
kelenjar hipofisis pada janin akan menyebabkan kortisol janin tidak
diproduksi dengan baik sehingga kehamilan dapat berlangsung
lewat bulan.
4. Saraf Uterus
Tekanan pada ganglion servikalis dari pleksus Frankenhauser
akan membangkitkan kontraksi uterus. Pada keadaan di mana tidak
ada tekanan pada pleksus ini, seperti pada kelainan letak, tali pusat
pendek dan bagian bawah masih tinggi kesemuanya diduga sebagai
penyebab terjadinya kehamilan postterm.
5. Herediter
Beberapa penulis menyatakan bahwa seorang ibu yang
mengalami kehamilan postterm mempunyai kecenderungan untuk
melahirkan lewat bulan pada kehamilan berikutnya. Mogren (1999)
seperti dikutip Cunningham, menyatakan bahwa bilamana seorang
ibu mengalami kehamilan postterm saat melahirkan anak
7
perempuan, maka besar kemungkinan anak perempuannya akan
mengalami kehamilan postterm.
Resiko
Risiko kehamilan lewat waktu antara lain adalah gangguan
pertumbuhan janin, gawat janin, sampai kematian janin dalam
rahim. Resiko gawat janin dapat terjadi 3 kali dari pada kehamilan
aterm. Kulit janin akan menjadi keriput, lemak di bawah kulit
menipis bahkan sampai hilang, lama-lama kulit janin dapat
mengelupas dan mengering seperti kertas perkamen. Rambut dan
kuku memanjang dan cairan ketuban berkurang sampai habis.
Akibat kekurangan oksigen akan terjadi gawat janin yang
menyebabkan janin buang air besar dalam rahim yang akan
mewarnai cairan ketuban menjadi hijau pekat. Pada saat janin lahir
dapat terjadi aspirasi (cairan terisap ke dalam saluran napas) air
ketuban yang dapat menimbulkan kumpulan gejala MAS
(meconeum aspiration syndrome). Keadaan ini dapat menyebabkan
kematian janin. Komplikasi yang dapat mungkin terjadi pada bayi
ialah suhu yang tidak stabil, hipoglikemia, polisitemia, dan kelainan
neurologik. Kehamilan lewat bulan dapat juga menyebabkan resiko
pada ibu, antara lain distosia karena aksi uterus tidak terkoordinir,
janin besar, dan moulding (moulage) kepala kurang. Sehingga
sering dijumpai partus lama, kesalahan letak, inersia uteri, distosia
bahu, dan perdarahan postpartum.
8
Manifestasi Klinis
Keadaan klinis yang dapat ditemukan ialah gerakan janin yang
jarang, yaitu secara subyektif kurang dari 7 kali/20 menit atau
secara obyektif dengan KTG kurang dari 10 kali/20 menit.
Air ketuban berkurang dengan atau tanpa pengapuran (klasifikasi)
plasenta diketahui dengan pemeriksaan USG.
Pada bayi akan ditemukan tanda-tanda lewat waktu yang terbagi
menjadi :
Stadium I : kulit kehilangan verniks kaseosa dan terjadi maserasi
sehingga kulit kering, rapuh, dan mudah mengelupas.
Stadium II : seperti Stadium I disertai pewarnaan mekonium
(kehijauan) di kulit.
Stadium III : seperti Stadium I disertai pewarnaan kekuningan pada
kuku, kulit dan tali pusat.
Menurut Muchtar (1998), pengaruh dari serotinus adalah :
1. Terhadap Ibu :
Pengaruh postmatur dapat menyebabkan distosia karena aksi uterus
tidak terkoordinir, maka akan sering dijumpai patus lama, inersia uteri,
dan perdarahan postpartum.
9
2. Terhadap Bayi :
Jumlah kematian janin/bayi pada kehamilan 43 minggu 3 kali lebih
besar dari kehamilan 40 minggu, karena postmaturitas akan
menambah bahaya pada janin. Pengaruh postmaturitas pada janin
bervariasi seperti berat badan janin dapat bertambah besar, tetap dan
ada yang berkurang sesudah kehamilan 42 minggu. Ada pula yang
terjadi kematian janin dalam kandungan, kesalahan letak, distosia
bahu, janin besar, moulage.
Diagnosis
Tidak jarang seorang dokter mengalami kesulitan dalam
menentukan diagnosis kehamilan postterm karena diagnosis ini
ditegakkan berdasarkan umur kehamilan, bukan terhadap kondisi
kehamilan. Beberapa kasus yang dinyatakan sebagai kehamilan postterm
10
Tanda bayi Postmatur (Manuaba, Ida Bagus Gde, 1998), yaitu :
Biasanya lebih berat dari bayi matur (> 4000 gram)
Tulang dan sutura kepala lebih keras dari bayi matur
Rambut lanugo hilang atau sangat kurang
Verniks kaseosa di badan kurang
Kuku-kuku panjang
Rambut kepala agak tebal
Kulit agak pucat dengan deskuamasi epitel
merupakan kesalahan dalam menentukan umur kehamilan. Kasus
kehamilan postterm yang tidak dapat ditegakkan secara pasti
diperkirakan sebesar 22%.
Diagnosis kehamilan lewat waktu biasanya dari perhitungan
rumus Naegele setelah mempertimbangkan siklus haid dan keadaan
klinis. Bila ada keraguan, maka pengukuran tinggi fundus uterus
serial dengan sentimeter akan memberikan informasi mengenai
usia gestasi lebih tepat. Keadaan klinis yang mungkin ditemukan
ialah air ketuban yang berkurang dan gerakan janin yang jarang.
Dalam menentukan diagnosis kehamilan postterm di samping
dari riwayat haid, sebaiknya dilihat pula hasil pemeriksaan
antenatal.
Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi dalam mendiagnosis
kehamilanlewat waktu, antara lain :
1. HPHT jelas.
2. Dirasakan gerakan janin pada umur kehamilan 16-18 minggu.
3. Terdengar denyut jantung janin (normal 10-12 minggu dengan
Doppler, dan 19-20 minggu dengan fetoskop).
4. Umur kehamilan yang sudah ditetapkan dengan USG pada umur
kehamilan kurang dari atau sama dengan 20 minggu.
5. Tes kehamilan (urin) sudah positif dalam 6 minggu pertama telat
haid.
Pemeriksaan Penunjang
11
Menurut Sujiyatini dkk (2009), pemeriksaan penunjang yaitu USG
untuk menilai usia kehamilan, oligohidramnion, derajat maturitas
plasenta. KTG untuk menilai ada atau tidaknya gawat janin.
Menurut Mochtar (1998), pemeriksaan penunjang sangat penting
dilakukan, seperti pemeriksaan berat badan ibu, diikuti kapan
berkurangnya berat badan, lingkaran perut dan jumlah air ketuban.
Pemeriksaan yang dilakukan seperti :
1. Bila wanita hamil tidak tahu atau lupa dengan haid terakhir setelah
persalinan yang lalu, dan ibu menjadi hamil maka ibu harus
memeriksakan kehamilannya dengan teratur, dapat diikuti dengan
tinggi fundus uteri, mulainya gerakan janin dan besarnya janin
dapat membantu diagnosis.
2. Pemeriksaan Ultrasonografi dilakukan untuk memeriksa ukuran
diameter biparietal, gerakan janin dan jumlah air ketuban. Bila
telah dilakukan pemeriksaan USG serial terutama sejak trimester
pertama, maka hampir dapat dipastikan usia kehamilan.
Sebaliknya pemeriksaan yang sesaat setelah trimester III sukar
untuk memastikan usia kehamilan. Pemeriksaan Ultrasonografi
pada kehamilan postterm tidak akurat untuk menentukan umur
kehamilan. Tetapi untuk menentukan volume cairan amnion (AFI),
ukuran janin, malformasi janin dan tingkat kematangan plasenta.
12
3. Pemeriksaan berat badan ibu, dengan memantau kenaikan berat
badan setiap kali periksa, terjadi penurunan atau kenaikan berat
badan ibu.
4. Pemeriksaan Amnioskopi dilakukan untuk melihat derajat kekeruhan
air ketuban menurut warnanya yaitu bila keruh dan kehitaman
berarti air ketuban bercampur mekonium dan bisa mengakibatkan
gawat janin (Prawirohardjo, 2005).
Kematangan serviks tidak bisa dipakai untuk menentukan
usia kehamilan. Yang paling penting dalam menangani kehamilan
lewat waktu ialah menentukan keadaan janin, karena setiap
keterlambatan akan menimbulkan resiko kegawatan. Penentuan
keadaan janin dapat dilakukan :
1. Tes tanpa tekanan (non stress test).
Bila memperoleh hasil non reaktif maka dilanjutkan dengan
tes tekanan oksitosin. Bila diperoleh hasil reaktif maka nilai
spesifisitas 98,8% menunjukkan kemungkinan besar janin baik.
2. Gerakan janin.
Gerakan janin ditentukan secara subjektif (normal rata-rata 7
kali/20 menit) atau secara objektif dengan tokografi (normal rata-
rata 10 kali/20 menit), dapat juga ditentukan dengan USG. Penilaian
banyaknya air ketuban secara kualitatif dengan USG (normal > 1
cm/bidang) memberikan gambaran banyaknya air ketuban, bila
13
ternyata oligohidramnion, maka kemungkinan telah terjadi
kehamilan lewat waktu.
3. Amnioskopi.
Bila ditemukan air ketuban yang banyak dan jernih mungkin
keadaan janin masih baik. Sebaliknya air ketuban sedikit dan
mengandung mekonium akan mengalami resiko 33% asfiksia.
Tatalaksana
Prinsip dari tata laksana kehamilan lewat waktu ialah
merencanakan pengakhiran kehamilan. Cara pengakhiran kehamilan
tergantung dari hasil pemeriksaan kesejahteraan janin dan penilaian
skor pelvik (pelvic score).
Ada beberapa cara untuk pengakhiran kehamilan, antara lain :
1. Induksi partus dengan pemasangan balon kateter Foley.
2. Induksi dengan oksitosin.
3. Bedah seksio sesaria.
The American College of Obstetricians and Gynecologist
mempertimbangkan bahwa kehamilan postterm (42 minggu) adalah
indikasi induksi persalinan. Penelitian menyarankan induksi persalinan
antara umur kehamilan 41-42 minggu menurunkan angka kematian
janin dan biaya monitoring janin lebih rendah.
14
Dalam mengakhiri kehamilan dengan induksi oksitosin, pasien
harus memenuhi beberapa syarat, antara lain kehamilan aterm, ada
kemunduran his, ukuran panggul normal, tidak ada disproporsi
sefalopelvik, janin presentasi kepala, serviks sudah matang (porsio
teraba lunak, mulai mendatar, dan mulai membuka). Selain itu,
pengukuran pelvik juga harus dilakukan sebelumnya.
Table 1. Skor Bishop
0 1 2 3
Pendataran
serviks0-30% 40-50% 60-70% 80%
Pembukaan
serviks0 1-2 3-4 5-6
Penurunan
kepala dari
Hodge III
-3 -2 -1, 0 +1, +2
Konsistensi
serviksKeras Sedang Lunak
Posisi serviksPosteri
or
Searah
sumbu jalan
lahir
Anterio
r
Bila nilai pelvis (PS) > 8, maka induksi persalinan kemungkinan besar
15
akan berhasil.
Bila PS > 5, dapat dilakukan drip oksitosin.
Bila PS < 5, dapat dilakukan pematangan servik terlebih dahulu,
kemudian lakukan pengukuran PS lagi.
Tatalaksana yang biasa dilakukan ialah induksi dengan
Oksitosin 5 IU. Sebelum dilakukan induksi, pasien dinilai terlebih
dahulu kesejahteraan janinnya dengan alat KTG, serta diukur skor
pelvisnya. Jika keadaan janin baik dan skor pelvis > 5, maka induksi
persalinan dapat dilakukan. Induksi persalinan dilakukan dengan
Oksitosin 5 IU dalam infus Dextrose 5%. Tetesan infus dimulai
dengan 8 tetes/menit, lalu dinaikkan tiap 30 menit sebanyak 4
tetes/menit hingga timbul his yang adekuat. Selama pemberian
infus, kesejahteraan janin tetap diperhatikan karena dikhawatirkan
dapat timbul gawat janin. Setelah timbul his adekuat, tetesan infus
dipertahankan hingga persalinan. Namun, jika infus pertama habis
dan his adekuat belum muncul, dapat diberikan infus drip Oksitosin
5 IU ulangan. Jika his adekuat yang diharapkan tidak muncul, dapat
dipertimbangkan terminasi dengan seksio sesaria.
Tindakan operasi seksio sesarea dapat dipertimbangkan
pada :
1. Insufisiensi plasenta dengan keadaan serviks belum matang
2. Pembukaan yang belum lengkap, persalinan lama dan terjadi
gawat janin, atau
16
3. Pada primigravida tua, kematian janin dalam kandungan, pre-
eklampsia, hipertensi menahun, anak berharga (infertilitas) dan
kesalahan letak janin.
Komplikasi
Menurut Mochtar (1998), komplikasi yang terjadi pada kehamilan
serotinus yaitu :
1) Plasenta
· Kalsifikasi
· Selaput vaskulosinsisial menebal dan jumlahnya berkurang
· Degenerasi jaringan plasenta
· Perubahan biokimia
2) Komplikasi pada Ibu
Komplikasi yang terjadi pada ibu dapat menyebabkan partus
lama, inersia uteri, atonia uteri dan perdarahan postpartum.
3) Komplikasi pada Janin
Komplikasi yang terjadi pada bayi seperti berat badan janin
bertambah besar, tetap atau berkurang, serta dapat terjadi
kematian janin dalam kandungan.
Pencegahan
17
Pencegahan dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan
kehamilan yang teratur, minimal 4 kali selama kehamilan, 1 kali
pada trimester pertama (sebelum 12 minggu), 1 kali pada
trimester ke dua (antara 13 minggu sampai 28 minggu) dan 2 kali
trimester ketiga (di atas 28 minggu). Bila keadaan memungkinkan,
pemeriksaan kehamilan dilakukan 1 bulan sekali sampai usia 7
bulan, 2 minggu sekali pada kehamilan 7-8 bulan dan seminggu
sekali pada bulan terakhir. Hal ini akan menjamin ibu dan dokter
mengetahui dengan benar usia kehamilan, dan mencegah
terjadinya kehamilan serotinus yang berbahaya.
Pengelolaan selama persalinan
adalah :
• Pemantauan yang baik terhadap ibu ( aktivitas uterus ) dan
kesejahteraan janin. Pemakaian continous electronic fetal
monitoring sangat bermanfaat
• Hindari penggunaan obat penenang atau analgetika selama
persalinan.
• Awasi jalannya persalinan
• Persiapan oksigen dan bedah sesar bila sewaktu-waktu terjadi
kegawatan janin
• Cegah terjadinya aspirasi mekoneum dengan segera mengusap
wajah neonatus dan penghisapan pada tenggorokan saat kepala
lahir dilanjutkan resusitasi sesuai prosedur pada janin dengan
cairan ketuban bercampur mekoneum.
18
• Pengawasan ketat terhadap neonatus dengan tanda-tanda
postmaturitas
DAFTAR PUSTAKA
Manuaba. 2007. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran :EGC
Prawiroharjo, Sarwono.2008. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawiroharjo.
_____. 2006. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal Dan
Neonatal. Jakarta : YayasanBina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.
Saifuddin, Abdul Bari. 2002. Kesehatan Maternal dan Neonatal.
Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Varney, Helen Dkk.2007. Buku Ajar Asuhan Kebidanan ed.4 vo1.
Jakarta.EGC
Wiknjosastro. 2000. Ilmu Bedah Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawiroharjo.
APN. 2008. Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi Dasar. Jakarta:
Institusi DEPKES RI
Sulaiman S dkk.2004.Obstetri patologi.Jakarta:EGC
19