Download - Makalah bronkiektasis
MAKALAH DOKTER MUDA
BAGIAN RADIOLOGI
BRONKIEKTASIS
Untuk Memenuhi Sebagian SyaratUjian Stase Radiologi Fakultas Kedokteran
Universitas Gadjah Mada
OLEH:
Karunia Dias Bhaskoro
09/281016/KU/13141
BAGIAN RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS GADJAH MADA
2014
1
BAB I
PENDAHULUAN
I. LATAR BELAKANG
Bronkiektasis merupakan penyakit yang sering dijumpai pada usia muda,
69 % penderita berumur kurang dari 20 tahun. Gejala dimulai sejak masa kanak-
kanak, 60 % dari penderita gejalanya timbul sejak umur kurang dari 10 tahun.
Gejalanya tergantung dari luas, berat, lokasi ada atau tidaknya komplikasi.
Bronkiektasis merupakan penyakit yang jarang ditemui yang sering menyebabkan
kesakitan yang parah, termasuk infeksi pernapasan berulang yang memerlukan
antibiotik, batuk produktif yang menganggu, sesak napas, dan hemoptisis. Hal
yang menonjol dari sejarah bronkiektasis adalah gambaran hidup pasien yang
dingin dan supuratif yang tampak pada tulisan Rene Theophile Hyacinthe
Laennec pada awal abad ke 19, penjelasan pada tahun 1922 oleh Jean Athanase
Sicard dari bronkografi dengan kontras, yang memungkinkan pencitraan dari
perubahan destruktif pada saluran napas, penelitian yang dilakukan oleh Lynne
Reid pada tahun 1950an yang menghubungkan bronkografi dengan spesimen
patologis, dan selanjutnya terjadi pengurangan prevalensi yang mungkin hadir
dengan adanya terapi antituberkulosis dan imunisasi terhadap pertusis dan
campak. Pada artikel ini, saya mendikusikan perkembangan terakhir, termasuk
peranan infeksi, respon peradangan yang disederhanakan, dan defek pada
pertahanan inang, digantikannya bronkografi oleh CT scan resolusi tinggi sebagai
alat radiologi yang definitif, dan persamaan serta perbedaan antara bronkiektasis
dan cystic fibrosis dalam hal gambaran klinis dan strategi penatalaksanaannya.
II. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan Brokhiektasis?
2. Apa yang menjadi penyebab munculnya Brokhiektasis?
3. Apa saja tanda dan gejala dari Brokhiektasis?
2
4. Apa saja pemeriksaan yang dapat dilakukan pada brokhiektasis?
5. Apa saja temuan radiologi yang dapat ditemukan?
6. Bagaimana cara pencegahan serta pengobatan yang dapat dilakukan pada
Brokhiektasis?
III. TUJUAN
1. Untuk mengetahui definisi, klasifikasi, etiologi, patofisiologi, manifestasi
klinis, diagnosis, penatalaksanaan, dan prognosis pada pasien bronkiektasis.
2. Menjelaskan penemuan radiologis bronkiektasis pada foto polos dan
pemeriksaan radiologi lainnya
IV. MANFAAT
1. Dapat menambah wawasan serta pengetahuan bagi penulis dan pembaca di
bidang kesehatan, khususnya bronkiektasis.
2. Dapat memberikan informasi mengenai penemuan klinis pada pasien dengan
bronkiektasis dan diagnosisnya.
3. Dapat memberikan penjelasan mengenai penemuan radiologis bronkiektasis.
3
BAB II
PEMBAHASAN
I. DEFINISI DAN PENJELASAN
Bronkiektasis adalah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya dilatasi
bronkus yang bersifat patologis dan berlangsung kronik. Dilatasi tersebut
menyebabkan berkurangnya aliran udara dari dan ke paru-paru. Dengan alasan
ini, bronkiektasis digolongkan dalam penyakit paru obstruktif kronik, yang
bermanifestasi sebagai peradangan saluran pernafasan dan mudah kolaps, lalu
menyebabkan obstruksi aliran udara dan menimbulkan sesak, gangguan
pembersihan mukus yang biasanya disertai dengan batuk dan kadang-kadang
hemoptisis.
Bronkiektasis paling banyak bermanifestasi sebagai:
1. Proses fokal yang melibatkan satu lobus segmen atau sub-segmen paru, atau
2. Proses yang bersifat difus dan melibatkan kedua paru
Proses pertama adalah yang umum terjadi, sedangkan proses kedua biasanya
berkaitan dengan penyakit sistemik dan/atau penyakit sinopulmoner dan asma.
Bronkiektasis merupakan akibat dari proses patologis yang berlangsung
luas dan lama, termasuk kelainan srtuktur bronkus (Defisiensi kartilago pada
William Campbell Syndrome), penyakit akibat penimbunan mukus (Fibrosis
kistik, kelainan fungsi silia), akibat infeksi (Pneumonia yang berat pada anak,
defisiensi imunoglobulin) dan penyakit inflamasi (Kolitis ulceratif). Pada
kebanyakan kasus, infeksi merupakan penyebab tersering dari inflamasi,
kerusakan dan remodelling jalan nafas.
Dalam keadaan normal, dinding bronkus terbuat dari beberapa lapisan
yang ketebalan dan komposisinya bervariasi pada setiap bagian dari saluran
pernapasan. Lapisan dalam (mukosa) dan daerah dibawahnya (submukosa)
mengandung sel-sel yang melindungi saluran pernafasan dan paru-paru dari zat-
zat yang berbahaya. Sel-sel ini terdiri dari:
4
- Sel penghasil lendir
- Sel bersilia, yang memiliki rambut getar untuk membantu menyapu
partikel-partikel dan lendir ke bagian atas atau keluar dari saluran
pernafasan.
- Sel-sel lainnya yang berperan dalam kekebalan dan sistem pertahanan
tubuh melawan organisme dan zat-zat yang berbahaya lainnya.
Struktur saluran pernafasan dibentuk oleh serat elastis, otot dan lapisan
kartilago (tulang rawan), yang memungkinkan bervariasinya diameter saluran
pernafasan sesuai kebutuhan. Pembuluh darah dan jaringan limfoid berfungsi
sebagai pemberi zat makanan dan sistem pertahanan untuk dinding bronkus.
Diagnosis penyakit didasarkan pada riwayat klinis dari gejala respirasi
yang bersifat kronik, seperti batuk setap hari, produksi sputum yang kental dan
penemuan radiografi seperti penebalan dinding bronkus dan dilatasi lumen yang
terlihat pada CT Scan.
II. EPIDEMIOLOGI DAN INSIDENSI
Bronkiektasis merupakan penyebab kematian yang amat penting pada
negara-negara berkembang. Di negara-negara maju seperti AS, bronkiektasis
mengalami penurunan seiring dengan kemajuan pengobatan. Prevalensi
bronkiektasis lebih tinggi pada penduduk dengan golongan sosioekonomi yang
rendah.
Angka kejadian yang sebenarnya dari bronkiektasis tidak diketahui pasti. Di
negara-negara Barat, insidens bronkiektasis diperkirakan sebanyak 1,3% diantara
populasi. Insidens bronkiektasis cenderung menurun dengan adanya kemajuan
pengobatan antibiotika. Akan tetapi perlu di ingat bahwa insidens ini juga
dipengaruhi oleh kebiasaan merokok, polusi udara dan kelainan kongenital.
Di Indonesia belum ada laporan tentang angka-angka yang pasti
mengenai penyakit ini. Kenyataannya penyakit ini cukup sering ditemukan di
klinik-klinik dan diderita oleh laki-laki maupun wanita. Penyakit ini dapat diderita
mulai sejak anak bahkan dapat berupa kelainan kongenital.
5
Data terakhir yang diperoleh dari RSUD Dr. Soetomo tahun 1990
menempatkan bronkiektasis pada urutan ke-7 terbanyak. Dengan kata lain
didapatkan 221 penderita dari 11.018 (1.01%) pasien rawat inap.
III. ETIOLOGI
Etiologi bronkiektasis sampai sekarang masih belum jelas. Namun diduga
bronkiektasis dapat timbul secara kongenital maupun didapat.
a. Kelainan kongenital
Dalam hal ini, bronkiektasis terjadi sejak individu masih dalam
kandungan. Faktor genetik atau faktor pertumbuhan dan perkembangan
memegang peranan penting. Bronkiektasis yang timbul kongenital biasanya
mengenai hampir seluruh cabang bronkus pada satu atau kedua bronkus.
Selain itu, bronkiektasis kongenital biasanya menyertai penyakit-penyakit
kongenital seperti Fibrosis kistik, Sindroma Kertagener, William Campbell
syndrome, Mounier-Kuhn syndrome, dll.
b. Kelainan didapat
Bronkiektasis sering merupakan kelainan didapat dan kebanyakan
merupakan proses berikut:
Infeksi
o Campak
o Pertusis
o Infeksi adenovirus
o Infeksi bakteri contohnya Klebsiella, Staphylococcus atau
Pseudomonas.
o Influenza
o Tuberkulosa
o Infeksi mikoplasma
Penyumbatan bronkus
o Benda asing yang terisap
6
o Pembesaran kelenjar getah bening
o Tumor paru
o Sumbatan oleh lendir
Cedera penghirupan
o Cedera karena asap, gas atau partikel beracun
o Menghirup getah lambung dan partikel makanan
Kelainan imunologik
o Sindroma kekurangan imunoglobulin
o Disfungsi sel darah putih
o Defisiensi komplemen
o Infeksi HIV
o Kelainan autoimun atau hiperimun tertentu seperti artritis
rematoid, kolitis ulcerativa
Keadaan lain
o Penyalahgunaan obat (misalnya heroin)
IV. ANATOMI
Gambar dibawah ini menunjukkan anatomi dari sistem respirasi.
7
Dari gambar dapat kita lihat bahwa cabang utama bronkus kanan dan kiri akan
bercabang menjadi bronkus lobaris dan bronkus segmentalis. Percabangan ini
berjalan terus-menerus menjadi bronkus yang ukurannya semakin kecil sampai
akhirnya menjadi bronkiolus terminalis, yaitu bronkiolus yang tidak mengandung
alveoli. Bronkiolus terminalis mempunyai diameter kurang lebih 1 mm. Bronkiolus
tidak diperkuat oleh kartilago tetapi dikelilingi oleh otot polos sehingga ukurannya
dapat berubah. Seluruh saluran udara sampai pada tingkat ini disebut saluran
penghantar udara karena fungsinya menghantarkan udara ke tempat pertukaran gas
terjadi.
Setelah bronkiolus terdapat asinus yang merupakan unit fungsional dari paru-
paru. Asinus terdiri atas bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris dan sakkus
alveolaris terminalis. Asinus atau kadang disebut lobulus primer memiliki diameter
0,5 sampai 1 cm. Terdapat sekitar 23 percabangan mulai dari trakea sampai sakkus
alveolaris terminalis. Alveolus dipisahkan dari alveolus di dekatnya oleh septum.
Lubang pada dinding ini dinamakan pori-pori Kohn yang memungkinkan komunikasi
antara sakkus. Alveolus hanya selapis sel saja, namun jika seluruh alveolus yang
berjumlah sekitar 300 juta itu dibentangkan akan seluas satu lapangan tenis.
Alveolus pada hakikatnya merupakan gelembung yang dikelilingi oleh
kapiler-kapiler darah. Batas antara cairan dengan gas akan membentuk suatu
tegangan permukaan yang cenderung mencegah ekspansi pada saat inspirasi dan
cenderung kolaps saat ekspirasi. Di sinilah letak peranan surfaktan sebagai
8
Gambar 1. Anatomi Bronkus.
lipoprotein yang mengurangi tegangan permukaan dan mengurangi resistensi saat
inspirasi sekaligus mencegah kolaps saat ekspirasi.
Pembentukan surfaktan oleh sel pembatas alveolus dipengaruhi oleh
kematangan sel-sel alveolus, enzim biosintetik utamanya alfa anti tripsin, kecepatan
regenerasi, ventilasi yang adekuat serta perfusi ke dinding alveolus. Defisiensi
surfaktan, enzim biosintesis serta mekanisme inflamasi yang berjung pada pelepasan
produk yang mempengaruhi elastisitas paru menjadi dasar patogenesis emphysema,
dan penyakit lainnya.
Bronkus merupakan percabangan dari trachea. Terdiri dari bronkus dextra
dan bronchus sinistra.
- Bronkus Dextra, mempunyai bentuk yang lebih besar, lebih pendek dan
letaknya lebih vertikal daripada bronkus sinistra. Hal ini disebabkan oleh
desakan dari arcus aortae pada ujung caudal trachea ke arah kanan, sehingga
benda-benda asing mudah masuk ke dalam bronkus dextra.
Panjangnya kira-kira 2,5 cm dan masuk kedalam hilus pulmonis setinggi
vertebra thoracalis VI. Vena Azygos melengkung di sebelah cranialnya.
Ateria pulmonalis pada mulanya berada di sebelah inferior, kemudian berada
di sebelah ventralnya.
Membentuk tiga cabang (bronkus sekunder), masing-masing menuju ke lobus
superior, lobus medius, dan lobus inferior.
Bronkus sekunder yang menuju ke ke lobus superior letaknya di sebelah
cranial a.pulmonalis dan disebut bronkus eparterialis. Cabang bronkus yang
menuju ke lobus medius dan lobus inferior berada di sebelah caudal
a.pulmonalis disebut bronkus hyparterialis. Selanjutnya bronkus sekunder
tersebut mempercabangkan bronkus tertier yang menuju ke segmen pulmo.
- Bronkus Sinistra, mempunyai diameter yang lebih kecil, tetapi bentuknya
lebih panjang daripada bronkus dextra. Berada di sebelah caudal arcus aortae,
menyilang di sebelah ventral oesophagus, ductus thoracicus, dan aorta
thoracalis.
9
Pada mulanya berada di sebelah superior arteri pulmonalis, lalu di sebelah
dorsalnya dan akhirnya berada di sebelah inferiornya sebelum bronkus
bercabang menuju ke lobus superior dan lobus inferior, disebut letak bronkus
hyparterialis.
Pada tepi lateral batas trachea dan bronkus terdapat lymphonodus
tracheobronchialis superior dan pada bifurcatio trachea (di sebelah caudal)
terdapat lymphonodus tracheobronchialis inferior.
Bronkus memperoleh vascularisasi dari a.thyroidea inferior.
Innervasinya berasal dari N.vagus, n. Recurrens, dan truncus sympathicus
V. PATOFISIOLOGI
Berdasarkan defenisinya, bronkiektasis menggambarkan suatu keadaan
dimana terjadi dilatasi bronkus yang ireversibel (> 2 mm dalam diameter) yang
merupakan akibat dari destruksi komponen muskular dan elastis pada dinding
bronkus. Rusaknya kedua komponen tersebut adalah akibat dari suatu proses
infeksi, dan juga oleh pengaruh cytokine inflamasi, nitrit okside dan netrophilic
protease yang dilepaskan oleh system imun tubuh sebagai respon terhadap
antigen.
Bronkiektasis dapat terjadi pada kerusakan secara langsung dari dinding
bronkus atau secara tidak langsung dari intervensi pada pertahanan normal jalan
nafas. Pertahanan jalan nafas terdiri dari silia yang berukuran kecil pada jalan
nafas. Silia tersebut bergerak berulang-ulang, memindahkan cairan berupa mukus
yang normal melapisi jalan nafas. Partikel yang berbahaya dan bakteri yang
terperangkap pada lapisan mukus tersebut akan dipindahkan naik ke tenggorokan
dan kemudian batukkan keluar atau tertelan.
Terlepas dari apakah kerusakan tersebut diakibatkan secara langsung atau
tidak langsung, daerah dinding bronkus mengalami kerusakan dan menjadi
inflamasi yang kronik. Bronkus yang mengalami inflamasi akan kehilangan
keelastisannya, sehingga bronkus akan menjadi lebar dan lembek serta
membentuk kantung atau saccus yang menyerupai balon yang kecil. Inflamasi
10
juga meningkatkan sekresi mukus. Karena sel yang bersilia mengalami kerusakan,
sekret yang dihasilkan akan menumpuk dan memenuhi jalan nafas dan menjadi
tempat berkembangnya bakteri. Yang pada akhirnya bakteri-bakteri tersebut akan
merusak dinding bronkus, sehingga menjadi lingkaran setan antara infeksi dan
kerusakan jalan nafas.
VII. DIAGNOSIS
1. Gambaran Klinis
Manifestasi klasik dari bronkiektasis adalah batuk dan produksi
sputum harian yang mukopurulen sering berlangsung bulanan sampai
tahunan. Sputum yang bercampur darah atau hemoptisis dapat menjadi
akibat dari kerusakan jalan nafas dengan infeksi akut.
Variasi yang jarang dari bronkiektasis kering yakni hemoptisis
episodik dengan sedikit atau tanpa produksi sputum. Bronkiektasis kering
biasanya merupakan sekuele (gejala sisa) dari tuberculosis dan biasanya
ditemukan pada lobus atas.
Gejala spesifik yang jarang ditemukan antara lain dyspnea, nyeri
dada pleuritik, wheezing, demam, mudah lelah dan berat badan menurun.
Pasien relatif mengalami episode berulang dari bronkitis atau infeksi paru,
yang merupakan eksaserbasi dari bronkiektasis dan sering membutuhkan
antibiotik. Infeksi bakteri yang akut ini sering diperberat dengan onsetnya
11
Gambar 2: Pada bronkiektasis, produksi mukus meningkat, silia mengalami kerusakan dan
daerah bronkus mengalami inflamasi kronik dan mengalami kerusakan.
oleh peningkatan produksi sputum yang berlebihan, peningkatan
kekentalan sputum, dan kadang-kadang disertai dengan sputum yang
berbau.
Batuk kronik yang produktif merupakan gejala yang menonjol.
Terjadi hampir 90% pasien. Beberapa pasien hanya menghasilkan sputum
dengan infeksi saluran pernafasan atas yang akut. Tetapi sebaliknya,
pasien-pasien itu mengalami infeksi yang diam. Sputum yang dihasilkan
dapat berbagai macam, tergantung berat ringannya penyakit dan ada
tidaknya infeksi sekunder. Sputum dapat berupa mukoid, mukopurulen,
kental dan purulen. Jika terjadi infeksi berulang, sputum menjadi purulen
dengan bau yang tidak sedap. Dahulu, jumlah total sputum harian
digunakan untuk membagi karakteristik berat ringannya bronkiektasis.
Sputum yang kurang dari 10 ml digolongkan sebagai bronkiektasis ringan,
sputum dengan jumlah 10-150 ml perhari digolongkan sebagai
bronkiektasis moderat dan sputum lebih dari 150 ml digolongkan sebagai
bronkiektasis berat. Namun sekarang, berat ringannya bronkiektasis
dikalsifikasikan berdasarkan temuan radiologis. Pada pasien fibrosis
kistik, volume sputum pada umumnya lebih banyak dibanding penyakit
penyebab bronkiektasis lainnya.
Hemoptisis terjadi pada 56-92% pasien dengan bronkiektasis.
Homoptisis mungkin terjadi masif dan berbahaya bila terjadi perdarahan
pada arteri bronkial. hemoptisis biasanya terjadi pada bronkiektasis
kering, walaupun angka kejadian dari bronkiektasis tipe ini jarang
ditemukan.
Dyspnea terjadi pada kurang lebih 72% pasien bronkiektasis tapi
bukan merupakan temuan yang universal. Biasanya terjadi pada pasien
dengan bronkiektasis luas yang terlihat pada gambaran radiologisnya.
Wheezing sering dilaporkan dan mungkin akibat obstruksi jalan
nafas yang diikuti oleh destruksi dari cabang bronkus. Seperti dyspnea, ini
juga mungkin merupakan kondisi yang mengiringi, seperti asma.
12
Nyeri dada pleuritik kadang-kadang ditemukan, terjadi pada 46%
pasien pada sekali observasi. Paling sering merupakan akibat sekunder
pada batuk kronik, tetapi juga terjadi pada eksaserbasi akut.
Penurunan berat badan sering terjadi pada pasien dengan
bronkiektasi yang berat. Hal ini terjadi sekunder akibat peningkatan
kebutuhan kalori berkaitan dengan peningkatan kerja pada batuk dan
pembersihan sekret pada jalan nafas. Namun, pada umumnya semua
penyakit kronik disertai dengan penurunan berat badan.
Demam biasanya terjadi akibat infeksi yang berulang.
2. Gambaran Radiologis
- Foto thorax
Dengan pemeriksaan foto thoraks, maka pada bronkiektasis dapat
ditemukan gambaran seperti dibawah ini:
Ring shadow
Terdapat bayangan seperti cincin dengan berbagai ukuran (dapat
mencapai diameter 1 cm). dengan jumlah satu atau lebih bayangan cincin
sehingga membentuk gambaran ‘honeycomb appearance’ atau ‘bounches
of grapes’. Bayangan cincin tersebut menunjukkan kelainan yang terjadi
pada bronkus.
13
Gambar 3. Tampak Ring Shadow yang
pada bagian bawah paru yang
menandakan adanya dilatasi bonkus
Gambar 4. Tampak dilatasi bronkus
yang ditunjukkan oleh anak panah
Tramline shadow
Gambaran ini dapat terlihat pada bagian perifer paru-paru.
Bayangan ini terlihat terdiri atas dua garis paralel yang putih dan tebal
yang dipisahkan oleh daerah berwarna hitam. Gambaran seperti ini
sebenarnya normal ditemukan pada daerah parahilus. Tramline
shadow yang sebenarnya terlihat lebih tebal dan bukan pada daerah
parahilus.
14
Gambar 5. Tampak Ring Shadow yang
menandakan adanya dilatasi bonkus
Gambar 6. Tramline shadow terlihat
diantara bayangan jantung
Tubular shadow
Ini merupakan bayangan yang putih dan tebal. Lebarnya dapat
mencapai 8 mm. gambaran ini sebenarnya menunjukkan bronkus
yang penuh dengan sekret. Gambaran ini jarang ditemukan, namun
gambaran ini khas untuk bronkiektasis.
Glove finger shadow
Gambaran ini menunjukkan bayangan sekelompok tubulus
yang terlihat seperti jari-jari pada sarung tangan.
- Bronkografi
Bronkografi merupakan pemeriksaan foto dengan pengisian media
kontras ke dalam sistem saluran bronkus pada berbagai posisi (AP,
Lateral, Oblik). Pemeriksaan ini selain dapat menentukan adanya
bronkiektasis, juga dapat menentukan bentuk-bentuk bronkiektasis yang
dibedakan dalam bentuk silindris (tubulus, fusiformis), sakuler (kistik) dan
varikosis.
15
Gambar 7. Tampak dilatasi bronkus bawah
yang menunjukkan bronkiektasis tipe silindris.
Pemeriksaan bronkografi juga dilakukan pada penderita bronkiektasis
yang akan di lakukan pembedahan pengangkatan untuk menentukan
luasnya paru yang mengalami bronkiektasis yang akan diangkat.
Pemeriksaan bronkografi saat ini mulai jarang dilakukan oleh karena
prosedurnya yang kurang menyenangkan terutama bagi pasien dengan
gangguan ventilasi, alergi dan reaksi tubuh terhadap kontras media.
- CT-Scan thorax
CT-Scan dengan resolusi tinggi menjadi pemeriksaan penunjang
terbaik untuk mendiagnosis bronkiektasis, mengklarifikasi temuan dari
foto thorax dan melihat letak kelainan jalan nafas yang tidak dapat terlihat
pada foto polos thorax. CT-Scan resolusi tinggi mempunyai sensitivitas
sebesar 97% dan spesifisitas sebesar 93%.
CT-Scan resolusi tinggi akan memperlihatkan dilatasi bronkus dan
penebalan dinding bronkus. Modalitas ini juga mampu mengetahui lobus
mana yang terkena, terutama penting untuk menentukan apakah
diperlukan pembedahan.
3. Patologi Anatomi
16
Gambar 8. CT-Scan Thorax menunjukkan adanya dilatasi bronkus pada lobus inferior kiri.
Terdapat berbagai variasi bronkiektasis, baik mengenai jumlah atau
luasnya bronkus yang terkena maupun beratnya penyakit.
Perubahan morfologis bronkus yang terkena
a. Dinding bronkus
Dinding bronkus yang terkena dapat mengalami perubahan berupa
proses inflamasi yang sifatnya destruktif dan ireversibel. Pada
pemeriksaan patologi anatomi sering ditemukan berbagai tingkatan
keaktifan proses inflamasi serta terdapat proses fibrosis. Jaringan
bronkus yang mengalami kerusakan selain otot-otot polos bronkus
juga elemen-elemen elastis.
b. Mukosa bronkus
Mukosa bronkus permukaannya menjadi abnormal, silia pada sel
epitel menghilang, terjadi perubahan metaplasia skuamosa, dan
terjadi sebukan hebat sel-sel inflamasi. Apabila terjadi eksaserbasi
infeksi akut, pada mukosa akan terjadi pengelupasan, ulserasi, dan
pernanahan.
c. Jaringan paru peribronkial
Pada parenkim paru peribronkial dapat ditemukan kelainan antara
lain berupa pneumonia, fibrosis paru atau pleuritis apabila
prosesnya dekat pleura. Pada keadaan yang berat, jaringan paru
distal bronkiektasis akan diganti jaringan fibrotik dengan kista-
kista berisi nanah.
Variasi kelainan anatomi bronkiektasis
Pada tahun 1950, Reid mengkasifikasikan bronkiektasis
sebagai berikut :
a. Bentuk tabung (tubular, cylindrical, fusiform bronchiectasis)
Variasi ini merupakan bronkiektasis yang paling ringan. Bentuk
ini sering ditemukan pada bronkiektasis yang menyertai bronkitis
kronik.
17
b. Bentuk kantong (saccular bronkiektasis)
Merupakan bentuk bronkiektasis yang klasik, ditandai dengan
adanya dilatasi dan penyempitan bronkus yang bersifat ireguler.
Bentuk ini kadang-kadang berbentuk kista.
c. Varicose bronkiektasis
Bentuknya merupakan bentuk antara diantara bentuk tabung dan
kantong. Istilah ini digunakan karena perubahan bentuk bronkus
yang menyerupai varises pembuluh vena.
VIII. DIAGNOSIS BANDING
Fibrosis Kistik
Kelainan yang ditemukan dapat bervariasi dari pasien yang satu ke
pasien yang lain, namun banyak individu yang memiliki gambaran radiografi
yang memperlihatkan bronkiektasis kronis disertai fibrosis kistik yang
meliputi: hiperinflasi, penebalan dan dilatasi bronkus, peribronkial cuffing,
mucoid impaction, kistik radiolusen, peningkatan tanda interstisial dan
penyebaran nodul-nodul.
IX. PENGOBATAN
Pengobatan pasien bronkiektasis terdiri atas 2 kelompok, yaitu :
Pengobatan konservatif
o Pengelolaan umum, meliputi
a. Menciptakan lingkungan yang baik dan tepat bagi pasien
b. Memperbaiki drainase sekret bronkus
c. Mengontrol infeksi saluran napas, misalnya dengan pemberian
antibiotik.
o Pengelolaan khusus
18
a. Kemoterapi pada bronkiektasis
b. Drainase sekret dengan bronkoskopi
o Pengobatan simtomatik
a. Pengobatan obstruksi bronkus, misalnya dengan obat bronkodilator.
b. Pengobatan hipoksia, dengan pemberaian oksigen.
c. Pengobatan Hemoptisis misalnya dengan obat-obat hemostatik.
d. Pengobatan demam, dengan pemberian antibiotik dan antipiretik.
Pengobatan Pembedahan
Tujuan pembedahan adalah untuk mengangkat (reseksi) segmen atau
lobus yang terkena. Indikasinya pada pasien bronkiektasis yang terbatas
dan resektabel, yang tidak berespon terhadap tindakan-tindakan
konservatif yang adekuat, selain itu juga pada pasien bronkiektasis
terbatas, tetapi sering mengalami infeksi berulang atau hemoptisis yang
berasal dari daerah tersebut. Pasien dengan hemoptisis masif seperti ini
mutlak perlu tindakan operasi.
X. PROGNOSIS
a. Kelangsungan Hidup
Prognosis pasien bronkiektasis tergantung pada berat-ringannya serta luasnya
penyakit waktu pasien berobat pertama kali. Pemilihan pengobatan secara
tepat (konservatif atau pembedahan) dapat memperbaiki prognosis penyakit.
Pada kasus-kasus yang berat dan tidak diobati, prognosisnya jelek,
survivalnya tidak akan lebih dari 5-15 tahun. Kematian pasien tersebut
biasanya karena pneumonia, empiema, payah jantung kanan, hemoptisis dan
19
lain-lain. Pada kasus-kasus tanpa komplikasi bronkitis kronik berat dan difus
biasanya disabilitasnya ringan.
b. Kelangsungan Organ
Kelainan pada bronkiektasis biasanya mengenai bronkus dengan ukuran
sedang. Adanya peradangan dapat menyebabkan destruksi lapisan muscular
dan elastic dari bronkus serta dapat pula menyebabkan kerusakan daerah peri
bronchial. Kerusakan ini biasanya akan menyebabkan timbulnya daerah
fibrosis terutama pada daerah peribronkial.
BAB III
KESIMPULAN Bronkiektasis adalah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya dilatasi
bronkus yang bersifat patologis dan berlangsung kronik. Dilatasi tersebut
menyebabkan berkurangnya aliran udara dari dan ke paru-paru.
Bronkiektasis merupakan akibat dari proses patologis yang berlangsung luas
dan lama, termasuk kelainan srtuktur bronkus, penyakit akibat penimbunan
mukus, akibat infeksi dan penyakit inflamasi.
Etiologi bronkiektasis sampai sekarang masih belum jelas. Namun diduga
bronkiektasis dapat timbul secara kongenital maupun didapat.
Manifestasi klasik dari bronkiektasis adalah batuk dan produksi sputum harian
yang mukopurulen sering berlangsung bulanan sampai tahunan. Gejala
spesifik yang jarang ditemukan antara lain dyspnea, nyeri dada pleuritik,
wheezing, demam, mudah lelah dan berat badan menurun.
Pada pemeriksaan radiologis dapat dilakukan Foto Polos Thoraks,
Bronchografi, dan CT Scan Thoraks
20
Pada CT-Scan dengan resolusi tinggi menjadi pemeriksaan penunjang terbaik
untuk mendiagnosis bronkiektasis dan memperlihatkan dilatasi bronkus dan
penebalan dinding bronkus. Terutama penting untuk menentukan apakah
diperlukan pembedahan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Emmons EE, et al. Bronchiectasis. www.emedicine.com last update March 31, 2014.
2. O’Regan AW, Berman JS. Baum’s Textbook of Pulmonary Disease 7 th Edition . Editor James D. Crapo, MD. Lippincott Williams & Walkins. Philadelphia. 2004. hal 255-274.
3. Çoruh, B, Niven, AS, Pomerantz B. Lung and Airway Disorder: Bronchiectasis & Atelectasis. www.merck.com last update August 2013.
4. Anonymous. Bronkiektasis. http://medicastore.com/penyakit/421/Bronkientasis.html, 2013
5. Holbert JM, et al. Bronchiectasis Imaging . www.emedicine.com. Last update September 13, 2013
6. Rahmatullah P. Bronkiektasis, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi Ketiga. Editor Slamet Suyono. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2001. hal 861-871.
7. Alsagaff H, Mukty A. Bronkiektasis, Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru, Airlangga University Press. Surabaya. 2006. hal 256-261
8. Barker AF. The New English Journal of Medicine : Bronkiektasis. 2002; 346:1383-1393.
21
9. Wilson LM. Patofisiologi (Proses-Proses Penyakit) Edisi enam. Editor Hartanto Huriawati, dkk. EGC. Jakarta 2006. hal 737-740
10. Çoruh, B, Niven, AS, Pomerantz B. Pulmonary Disorder: Bronchiectasis & Atelectasis. www.merck.com last update July 2013.
11. Meschan I. Obstrictive Pulmonary Disease. Synopsis of Analysis of Roentgen Signs in General Radiology. Philadelphia. 1975. hal 55-56
12. Kusumawidjaja K. Radiologi Diagnostik Edisi Kedua. Editor Iwan Ekayuda. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2006. hal 108-115.
13. Sutton D. Textbook of Radiology and Imaging volume 1. Churchill livingstone. Tottenham. 2003. hal 45, 163, 164 & 168.
14. Patel PR. Lecture Notes Radiologi Edisi Kedua. Erlangga. Jakarta. 2005. hal 40-41
15. Eng P, Cheah FK. Interpreting Chest X-rays. Cambridge Univesrsity Press. New York. 2005. hal 67-68.
16. Greif J. Medical Imaging in Patients with Cystic Fibrosis. www.eradimaging.com. Last update Februari 2008.
17. Ketai LH. Infectious Lung Disease. Fundamental of Chest Radiology, 2nd
Edition, Loren H. Ketai Richard Lofgren, Andrew J. Meholic, Elseiver Inc. hal
22