Download - Makalah Blok 23
Ulkus Kornea
Nama : NOVI AYU PUTRI
NIM : 102011422
Email : [email protected]
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Terusan Arjuna no.6, Jakarta Barat
2012/2013
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembentukan parut akibat ulserasi kornea adalah penyebab utama kebutaan dan ganguan
penglihatan di seluruh dunia. Kebanyakan gangguan penglihatan ini dapat dicegah, namun hanya bila
diagnosis penyebabnya ditetapkan secara dini dan diobati secara memadai.1
Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan “jendela” yang dilalui berkas cahaya menuju
retina. Sifat tembus cahayanya disebabkan strukturnya yang uniform, avaskuler dan deturgenses.
Deturgenses, atau keadaan dehidrasi relatif jaringan kornea, dipertahankan oleh “pompa” bikarbonat
aktif pada endotel dan oleh fungsi sawar epitel dan endotel. Endotel lebih penting daripada epitel
dalam mekanisme dehidrasi dan cedera kimiawi atau fisik pada endotel jauh lebih berat daripada
cedera pada epitel. Kerusakan sel-sel endotel menyebabkan edema kornea dan hilangnya sifat
transparan. Sebaliknya, cedera pada epitel hanya menyebabkan edema lokal sesaat stroma kornea
yang akan menghilang bila sel-sel epitel telah beregenerasi. Penguapan air dari film air mata
prakornea berakibat film air mata menjadi hipertonik; proses itu dan penguapan langsung adalah
faktor-faktor yang menarik air dari stroma kornea superfisial untuk mempertahankan keadaan
dehidrasi.1
Ulkus kornea dapat terjadi akibat adanya trauma pada oleh benda asing, dan dengan air mata
atau penyakit yang menyebabkan masuknya bakteri atau jamur ke dalam kornea sehingga
menimbulkan infeksi atau peradangan. Ulkus kornea merupakan luka terbuka pada kornea. Keadaan
ini menimbulkan nyeri, menurunkan kejernihan penglihatan dan kemungkinan erosi kornea.2
Ulkus kornea adalah keadaan patologik kornea yang ditandai oleh adanya infiltrat
supuratif disertai defek kornea bergaung, diskontinuitas jaringan kornea dapat terjadi dari
epitel sampai stroma. Ulkus kornea yang luas memerlukan penanganan yang tepat dan cepat
untuk mencegah perluasan ulkus dan timbulnya komplikasi berupa descematokel, perforasi,
endoftalmitis, bahkan kebutaan. Ulkus kornea yang sembuh akan menimbulkan kekeruhan
kornea dan merupakan penyebab kebutaan nomor dua di Indonesia.2
Di Indonesia kekeruhan kornea masih merupakan masalah kesehatan mata sebab
kelainan ini menempati urutan kedua dalam penyebab utama kebutaan. Kekeruhan kornea ini
terutama disebabkan oleh infeksi mikroorganisme berupa bakteri, jamur, dan virus dan bila
terlambat didiagnosis atau diterapi secara tidak tepat akan mengakibatkan kerusakan stroma
dan meninggalkan jaringan parut yang luas.2
Insiden ulkus kornea tahun 1993 adalah 5,3 juta per 100.000 penduduk di Indonesia,
sedangkan predisposisi terjadinya ulkus kornea antara lain terjadi karena trauma, pemakaian
lensa kontak, dan kadang-kadang tidak diketahui penyebabnya.3
BAB IIPEMBAHASAN
A. Anamnesa
Anamnesis pasien penting pada penyakit kornea, Dari riwayat anamnesis,
didapatkan adanya gejala subjektif yang dikeluhkan oleh pasien, dapat berupa mata nyeri,
kemerahan, penglihatan kabur, silau jika melihat cahaya, kelopak terasa berat. Yang juga
harus digali ialah adanya riwayat trauma, kemasukan benda asing, abrasi, pemakaian
lensa kontak, adanya penyakit vaskulitis atau autoimun, adanya riwayat penyakit kornea
yang bermanfaat, misalnya keratitis akibat infeksi virus herpes simplek yang sering
kambuh. Hendaknya pula ditanyakan riwayat pemakaian obat topikal oleh pasien seperti
kortikosteroid yang merupakan predisposisi bagi penyakit bakteri, fungi, virus terutama
keratitis herpes simplek. Juga mungkin terjadi imunosupresi akibat penyakit sistemik
seperti diabetes, AIDS, keganasan, selain oleh terapi imunosupresi khusus.
B. Pemeriksaan Fisik
o Visus
Didapatkan adanya penurunan visus pada mata yang mengalami infeksi oleh
karena adanya defek pada kornea sehingga menghalangi refleksi cahaya yang masuk ke
dalam media refrakta.
o Slit lamp
Seringkali iris, pupil, dan lensa sulit dinilai oleh karena adanya kekeruhan pada
kornea.
Hiperemis didapatkan oleh karena adanya injeksi konjungtiva ataupun perikornea.
C. Pemeriksaan Penunjang
o Tes fluorescein
Pada ulkus kornea, didapatkan hilangnya sebagian permukaan kornea. Untuk melihat
adanya daerah yang defek pada kornea. (warna hijau menunjukkan daerah yang defek pada
kornea, sedangkan warna biru menunjukkan daerah yang intak).
Gambar 1. Kornea ulcer dengan fluoresensi
o Goresan ulkus untuk analisa atau kultur (pulasan gram, giemsa atau KOH)
Pada jamur dilakukan pemeriksaan kerokan kornea dengan spatula kimura dari
dasar dan tepi ulkus dengan biomikroskop dilakukan pewarnaan KOH, gram atau
Giemsa. Lebih baik lagi dengan biopsi jaringan kornea dan diwarnai dengan periodic acid
Schiff. Selanjutnya dilakukan kultur dengan agar sabouraud atau agar ekstrak maltosa.
Gambar 2. Pewarnaan gram ulkus kornea fungi
Gambar 3a.Pewarnaan gram ulkus kornea Gambar 3b.Pewarnaan gram ulkus kornea
herpes simplex herpes zoster
Gambar 4a. Pewarnaan gram ulkus kornea bakteri Gambar 4b. Pewarnaan gram ulkus kornea
bakteri akantamoeba
D. Etiologi
a. Infeksi
Infeksi Bakteri : P. aeraginosa, Streptococcus pneumonia dan spesies Moraxella merupakan
penyebab paling sering. Hampir semua ulkus berbentuk sentral. Gejala klinis yang khas tidak
dijumpai, hanya sekret yang keluar bersifat mukopurulen yang bersifat khas menunjukkan infeksi
P aeruginosa.
Infeksi Jamur : disebabkan oleh Candida, Fusarium, Aspergilus, Cephalosporium, dan
spesies mikosis fungoides.
Infeksi virus
Ulkus kornea oleh virus herpes simplex cukup sering dijumpai. Bentuk khas
dendrit dapat diikuti oleh vesikel-vesikel kecil dilapisan epitel yang bila pecah akan
menimbulkan ulkus. Ulkus dapat juga terjadi pada bentuk disiform bila mengalami
nekrosis di bagian sentral. Infeksi virus lainnya varicella-zoster, variola, vacinia (jarang).
Acanthamoeba
Acanthamoeba adalah protozoa hidup bebas yang terdapat didalam air yang
tercemar yang mengandung bakteri dan materi organik. Infeksi kornea oleh
acanthamoeba adalah komplikasi yang semakin dikenal pada pengguna lensa kontak
lunak, khususnya bila memakai larutan garam buatan sendiri. Infeksi juga biasanya
ditemukan pada bukan pemakai lensa kontak yang terpapar air atau tanah yang tercemar.
b. Noninfeksi
Bahan kimia, bersifat asam atau basa tergantung PH.
Bahan asam yang dapat merusak mata terutama bahan anorganik, organik dan
organik anhidrat. Bila bahan asam mengenai mata maka akan terjadi pengendapan protein
permukaan sehingga bila konsentrasinya tidak tinggi maka tidak bersifat destruktif.
Biasanya kerusakan hanya bersifat superfisial saja. Pada bahan alkali antara lain amonia,
cairan pembersih yang mengandung kalium/natrium hidroksida dan kalium karbonat akan
terjadi penghancuran kolagen kornea.
Radiasi atau suhu
Dapat terjadi pada saat bekerja las, dan menatap sinar matahari yang akan
merusak epitel kornea.
Sindrom Sjorgen
Pada sindrom Sjorgen salah satunya ditandai keratokonjungtivitis sicca yang
merupakan suatu keadan mata kering yang dapat disebabkan defisiensi unsur film air
mata (akeus, musin atau lipid), kelainan permukan palpebra atau kelainan epitel yang
menyebabkan timbulnya bintik-bintik kering pada kornea. Pada keadaan lebih lanjut
dapat timbul ulkus pada kornea dan defek pada epitel kornea terpulas dengan flurosein.
Defisiensi vitamin A
Ulkus kornea akibat defisiensi vitamin A terjadi karena kekurangan vitamin A
dari makanan atau gangguan absorbsi di saluran cerna dan ganggun pemanfaatan oleh
tubuh.
Obat-obatan
Obat-obatan yang menurunkan mekanisme imun, misalnya; kortikosteroid, IDU
(Iodo 2 dioxyuridine), anestesi lokal dan golongan imunosupresif.
Kelainan dari membran basal, misalnya karena trauma.
Pajanan (exposure)
Neurotropik
c. Sistem Imun (Reaksi Hipersensitivitas)
Granulomatosa wagener
Rheumathoid arthritis
E. Patofisiologi
Kornea merupakan bagian anterior dari mata, yang harus dilalui cahaya, dalam
perjalanan pembentukan bayangan di retina, karena jernih, sebab susunan sel dan
seratnya tertentu dan tidak ada pembuluh darah. Biasan cahaya terutama terjadi di
permukaan anterior dari kornea. Perubahan dalam bentuk dan kejernihan kornea, segera
mengganggu pembentukan bayangan yang baik di retina. Oleh karenanya kelainan
sekecil apapun di kornea, dapat menimbulkan gangguan penglihatan yang hebat terutama
bila letaknya di daerah pupil. 5
Karena kornea avaskuler, maka pertahanan pada waktu peradangan tidak segera
datang, seperti pada jaringan lain yang mengandung banyak vaskularisasi. Maka badan
kornea, wandering cell dan sel-sel lain yang terdapat dalam stroma kornea, segera bekerja
sebagai makrofag, baru kemudian disusul dengan dilatasi pembuluh darah yang terdapat
dilimbus dan tampak sebagai injeksi perikornea. Sesudahnya baru terjadi infiltrasi dari
sel-sel mononuclear, sel plasma, leukosit polimorfonuklear (PMN), yang mengakibatkan
timbulnya infiltrat, yang tampak sebagai bercak berwarna kelabu, keruh dengan batas-
batas tak jelas dan permukaan tidak licin, kemudian dapat terjadi kerusakan epitel dan
timbullah ulkus kornea.6
Kornea mempunyai banyak serabut saraf maka kebanyakan lesi pada kornea baik
superfisial maupun profunda dapat menimbulkan rasa sakit dan fotofobia. Rasa sakit juga
diperberat dengan adanaya gesekan palpebra (terutama palbebra superior) pada kornea
dan menetap sampai sembuh. Kontraksi bersifat progresif, regresi iris, yang meradang
dapat menimbulkan fotofobia, sedangkan iritasi yang terjadi pada ujung saraf kornea
merupakan fenomena reflek yang berhubungan dengan timbulnya dilatasi pada pembuluh
iris. 1
Penyakit ini bersifat progresif, regresif atau membentuk jaringan parut. Infiltrat
sel leukosit dan limfosit dapat dilihat pada proses progresif. Ulkus ini menyebar kedua
arah yaitu melebar dan mendalam. Jika ulkus yang timbul kecil dan superficial maka
akan lebih cepat sembuh dan daerah infiltrasi ini menjadi bersih kembali, tetapi jika lesi
sampai ke membran Bowman dan sebagian stroma maka akan terbentuk jaringan ikat
baru yang akan menyebabkan terjadinya sikatrik.5
F. Diagnosa Kerja ( Ulkus Kornea )
Ulkus kornea merupakan hilangnya sebagian permukaan kornea sampai lapisan stroma
akibat kematian jaringan kornea. Terbentuknya ulkus pada kornea mungkin banyak ditemukan
oleh adanya kolagenase yang dibentuk oleh sel epitel baru dan sel radang. Dikenal dua bentuk
ulkus pada kornea yaitu ulkus kornea sentral dan ulkus kornea marginal atau perifer. 1,2
Pembentukan parut akibat ulserasi kornea adalah penyebab utama kebutaan dan
gangguan penglihatan di seluruh dunia dan merupakan penyebab kebutaan nomor dua di
Indonesia. Kebanyakan gangguan penglihatan ini dapat dicegah, namun hanya bila diagnosis
penyebabnya ditetapkan secara dini dan diobati secara memadai. Penyebab ulkus kornea adalah
bakteri, jamur, akantamuba dan herpes simpleks. 1,2
Ulkus kornea biasanya terjadi sesudah terdapatnya trauma yang merusak epitel kornea.
riwayat trauma bisa saja hanya berupa trauma kecil seperti abrasi oleh karena benda asing, atau
akibat insufisiensi air mata, malnutrisi, ataupun oleh karena penggunaan lensa kontak.
Peningkatan penggunaan lensa kontak beberapa tahun terakhir menunjukkan peningkatan yang
dramatis terhadap angka kejadian ulkus kornea, terutama oleh Pseudomonas Aeroginosa. Sebagai
tambahan, penggunaan obat kortikosteroid topikal yang mula diperkenalkan dalam pengobatan
penyakit mata penyebabkan kasus ulkus kornea lebih sering ditemukan. .Perjalanan penyakit
ulkus kornea dapat progresif, regresi atau membentuk jaringan parut. 1,2
Ulkus kornea akan memberikan gejala mata merah, sakit mata ringan hingga berat,
fotofobia, penglihatan menurun dan kadang kotor. Diagnosis dapat ditegakkan dengan
pemeriksaan klinis yang baik dibantu slit lamp. Pemeriksaan laboratorium seperti mikroskopik
dan kultur sangat berguna untuk membantu membuat diagnosis kausa. Pemeriksaan jamur
dilakukan dengan sediaan hapus yang memakai larutan KOH. 1,
G. Diagnosa Banding
Endophtalmitis
Definisi
Endoftalmitis adalah peradangan berat yang terjadi pada seluruh jaringan
intraocular, yang mengenai dua dinding bola mata, yaitu retina dan koroid
tanpa melibatkan sklera dan kapsula tenon, yang biasanya terjadi akibat adanya
infeksi
Epidemiologi
Angka kejadian endoftalmitis, setelah operasi terbuka bola mata di Amerika
adalah 5-14% dari semua kasus endoftalmitis1. Sedangkan endoftalmitis yang
disebabkan oleh trauma sekitar 10-30%, dan endoftalmitis yang disebabkan oleh
reaksi antibody terhadap pemasangan lensa yang dianggap sebagai benda asing
oleh tubuh adalah 731%
Etiologi
Penyebab endoftalmitis dapat dibagi menjadi dua, yaitu endoftalmitis
yang disebabkan oleh infeksi dan endoftalmitis yang disebabkan oleh
imunologis atau autoimun (non infeksi)
Endoftalmitis yang disebabkan oleh infeksi dapat bersifat:
Endogen
Endoftalmitis endogen terjadi akibat penyebaran bakteri, jamur ataupun
parasit dari fokus infeksi di dalam tubuh, yang menyebar secara
hematogen ataupun akibat penyakit sistemik lainnya, misalnya
endocarditis
Eksogen
Endoftalmitis eksogen dapat terjadi akibat trauma tembus atau infeksi
sekunder /komplikasi yang terjadi pada tindakan pembedahan yang
membuka bola mata,reaksi terhadap benda asing dan trauma tembus bola
mata
Endoftalmitis fakoanafilaktik merupakan endoftalmitis unilakteral
ataupun bilateral yang merupakan reaksi uvea granulomaosa terhadap
lensa yang mengalami ruptur. Endoftalmitis fakoanafilaktik merupakan
suatu penyakit autoimun terhadap jaringan tubuh (lensa) sendiri,
akibat jaringan tubuh tidak mengenali jaringan lensa yang tidak
terletak di dalam kapsul. Pada tubuh terbentuk antibodi terhadap lensa
sehingga terjadi reaksi antigen antibodi yang akan menimbulkan gejala
endoftalmitis fakoanafilaktik.
Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis endoftalmitis dapat diketahui dari gejala subjektif
dan objektif yang didapatkan dari anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang.
a. Subjekif
Secara umum, gejala subjektif dari endoftalmitis adalah:
- Fotofobia
- Nyeri pada bola mata
- Penurunan tajam penglihatan
- Nyeri kepala
- Mata terasa bengkak
- Kelopak mata bengkak, merah, kadang sulit untuk dibuka
Adanya riwayat tindakan bedah mata, trauma tembus bola mata disertai
dengan atau tanpa adanya penetrasi benda asing perlu diperhatikan karena adanya
kemungkinan penyebab eksogen. Mengenai penyebab endogen maka penderita perlu di
anamnesis mengenai ada atau tidaknya riwayat penyakit sistemik yang dideritanya.
Penyakit yang merupakan predisposisi terjadinya endoftalmitis di antaranya
adalah diabetes melitus, AIDS dan SLE yang dapat dihubungkan dengan imunitas
yang rendah. Sedangkan beberapa penyakit infeksi yang dapat menyebabkan
endoftalmitis endogen akibat penyebarannya secara hematogen adalah meningitis,
endokorditis, infeksi saluran kemih, infeksi paru-paru dan pielonefritis3.
Untuk endoftalmitis fakoanafilaktik, dapat ditanyakan tentang adanya riwayat
segala subjektif katarak yang diderita pasien sebelumnya.
b. Objektif
Kelainan fisik yang ditemukan berhubungan dengan struktur bola mata yang
terkena dan derajat infeksi/peradangan. Pemeriksaan yang dilakukan adalah
pemeriksaan luar, slit lamp dan funduskopi kelainan fisik yang dapat ditemukan dapat
berupa:
- Udem Palpebra Superior
- reaksi konjungtiva berupa hiperemis dan kemosis
- Injeksi siliar dan injeksi konjungtiva
- Udem Kornea
- Kornea keruh
- keratik presipitat
- Bilik mata depan keruh
- Hipopion
- Kekeruhan vitreus
- Penurunan refleks fundus dengan gambaran warna yang agak pucat ataupun hilang
sama sekali.
Pada endoftalmitis yang disebabkan jamur, di dalam badan kaca ditemukan masa
putih abu-abu, hipopion ringan, bentuk abses satelit di dalam badan kaca, dengan
proyeksi sinar yang baik.
Image courtesy of Joan W. Miller, MD, dan Mehran Afshari,MD, Massachusetts Eye dan
Ear Infirmary, Boston, Mass
Keratitis Bakterialis
Keratitis bakteri adalah gangguan penglihatan yang mengancam. Ciri-cirikhusus keratitis
bakteri adalah perjalanannya yang cepat. Destruksi corneallengkap bisa terjadi dalam 24–
48 jam oleh beberapa agen bakteri yangvirulen. Ulkus kornea, pembentukan abses
stroma, edema kornea daninflamasi segmen anterior adalah karakteristik dari penyakit
ini.
ETIOLOGI
Agen-agen yang menyebabkan kerusakan epitel kornea adalah penyebabpotensial atau
factor resiko untuk keratitis bakteri. Lebih jauh lagi, pajananpenetrasi beberapa bakteri
virulen ke epitel intak (contoh: Neisseriagonorrhoeae) dapat menyebabkan keratitis
bakteri.
Penyebab utama trauma epitel kornea dan sebagai factor resiko utamakeratitis bakteri
adalah penggunaan lensa kontak, terutama sekalipenggunaan lensa kontak lama. Dari
semua penderita keratitis bakteri, 19 –42% adalah pengguna lensa kontak. Insidensi
keratitis bakteri sekunderakibat penggunaan lensa kontak lama adalah sekitar 8.000 kasus
pertahun. Insidensi keratitis bakteri untuk pengguna lensa kontak harianadalah 3 kasus
per 10.000 penduduk per tahunPenggunaan obat-obatan mata yang terkontaminasi dan
cairan lensakontak.Menurunnya system pertahanan tubuh sekunder
akibat malnutrisi,alcoholism dan diabetes (Moraxella).Kekurangan cairan air
mata.Penyakit kornea sebelumnya (meliputi keratitis herpetic,
keratopathyneurotrophik).Perubahan structural dan malposisi kelopak mata (meliputi
entropiondengan trichiasis dan lagophthalmus) .Dakrosistitis kronisPenggunaan
kortikosteroid topical
H. Epidemiologi
Insidensi ulkus kornea tahun 1993 adalah 5,3 per 100.000 penduduk di Indonesia,
sedangkan predisposisi terjadinya ulkus kornea antara lain terjadi karena trauma, pemakaian lensa
kontak terutama yang dipakai hingga keesokan harinya, dan kadang-kadang tidak diketahui
penyebabnya. 4
Penelitian di United Kingdom melaporkan beberapa faktor yang berkaitan dengan
meningkatnya resiko terjadinya invasi pada kornea; penggunaan lensa kontak yang lama, laki-
laki, merokok dan akhir musim sejuk (Maret-Juli). Dari penelitian juga didapatkan insidens
terjadinya ulkus kornea meningkat sehingga 8 kali ganda pada mereka yang tidur sambil
memakai lensa kontak berbanding dengan mereka yang memakai lensa kontak ketika jaga. 4,5,6,7
Ulkus kornea dapat mengenai semua umur. Kelompok dengan prevalensi penyakit yang
lebih tinggi adalah mereka dengan faktor resiko. Kelompok pertama yang berusia di bawah 30
tahun adalah mereka yang memakai lensa ontak dan/atau dengan trauma okuler, manakala
kelompok kedua yang berusia di atas 50 tahun adalah mereka yang mungkin menjalani operasi
mata. 4,5
Di Amerika insiden ulkus kornea bergantung pada penyebabnya. Insidensi ulkus kornea
tahun 1993 adalah 5,3 per 100.000 penduduk di Indonesia, sedangkan predisposisi terjadinya
ulkus kornea antara lain terjadi karena trauma, pemakaian lensa kontak, dan kadang-kadang tidak
di ketahui penyebabnya. Walaupun infeksi jamur pada kornea sudah dilaporkan pada tahun 1879
tetapi baru mulai periode 1950 keratomikosis diperhatikan. Banyak laporan menyebutkan
peningkatan angka kejadian ini sejalan dengan peningkatan penggunaan kortikosteroid topikal,
penggunaan obat imunosupresif dan lensa kontak. Singapura melaporkan selama 2.5 tahun dari
112 kasus ulkus kornea 22 beretiologi jamur. Mortalitas atau morbiditas tergantung dari
komplikasi dari ulkus kornea seperti parut kornea, kelainan refraksi, neovaskularisasi dan
kebutaan. Berdasarkan kepustakaan di USA, laki-laki lebih banyak menderita ulkus kornea, yaitu
sebanyak 71%, begitu juga dengan penelitian yang dilakukan di India Utara ditemukan 61% laki-
laki. Hal ini mungkin disebabkan karena banyaknya kegiatan kaum laki-laki sehari-hari sehingga
meningkatkan resiko terjadinya trauma termasuk trauma kornea.3
I. Gejala Klinis
Gejala klinis pada pasien dengan ulkus kornea sangat bervariasi, tergantung dari
penyebab dari ulkus itu sendiri. Gejala dari ulkus kornea yaitu nyeri yang ekstrirn oleh karena
paparan terhadap nervus, oleh karena kornea memiliki banyak serabut nyeri, kebanyakan lesi
kornea menimbulkan rasa sakit dan fotopobia. Rasa sakit mi diperhebat oleh gesekan palpebra
(terutama palpebra superior) pada kornea dan menetap sampai sembuh. Karena kornea berfungsi
sebagai jendela bagi mata dan membiaskan berkas cahaya, lesi kornea umumnya agak
mengaburkan penglihatan terutama jika letaknya di pusat. Fotopobia pada penyakit kornea adalah
akibat kontraksi iris beradang yang sakit. Dilatasi pembuluh darah Ms adalah fenomena refleks
yang disebabkan iritasi pada ujung saraf kornea. Fotopobia yang berat pada kebanyakan penyakit
kornea, minimal pada keratitis herpes karena hipestesi terjadi pada penyakit ini, yang juga
merupakan tanda diagnostik berharga. Meskipun berairmata dan fotopobia umunnya menyertai
penyakit kornea, umumnya tidak ada tahi mata kecuali pada ulkus bakteri purulen. 2
Tanda penting ulkus kornea yaitu penipisan kornea dengan defek pada epitel yang
nampak pada pewarnaan fluoresen. Biasanya juga terdapat tanda-tanda uveitis anterior seperti
miosis, aqueus flare (protein pada humor aqueus) dan kemerahan pada mata. Refleks axon
berperan terhadap pembentukan uveitis, stimulasi reseptor nyeri pada kornea menyebabkan
pelepasan mediator inflamasi seperti prostaglandin, histamine dan asetilkolin. Pemeriksaan
terhadap bola mata biasanya eritema, dan tanda-tanda inflamasi pada kelopak mata dan
konjungtiva, injeksi siliaris biasanya juga ada. Eksudat purulen dapat terlihat pada sakus
konjungtiva dan pada permukaan ulkus, dan infiltrasi stroma dapat menunjukkan opasitas kornea
berwarna krem. Ulkus biasanya berbentuk bulat atau oval, dengan batas yang tegas. Pemeriksaan
dengan slit lamp dapat ditemukan tanda-tanda iritis dan hipopion. 1,2,6,10
J. Penatalaksanaan
Ulkus kornea adalah keadan darurat yang harus segera ditangani oleh spesialis mata agar
tidak terjadi cedera yang lebih parah pada kornea. Pengobatan pada ulkus kornea tergantung
penyebabnya, diberikan obat tetes mata yang mengandung antibiotik, anti virus, anti jamur,
sikloplegik dan mengurangi reaksi peradangan dengann steroid. Pasien dirawat bila mengancam
perforasi, pasien tidak dapat memberi obat sendiri, tidak terdapat reaksi obat dan perlunya obat
sistemik.
a. Penatalaksanaan ulkus kornea di rumah
1. Jika memakai lensa kontak, secepatnya untuk melepaskannya
2. Jangan memegang atau menggosok-gosok mata yang meradang
3. Mencegah penyebaran infeksi dengan mencuci tangan sesering mungkin dan
mengeringkannya dengan handuk atau kain yang bersih
4. Berikan analgetik jika nyeri
b. Penatalaksanaan medis
1. Pengobatan konstitusi
Oleh karena ulkus biasannya timbul pada orang dengan keadaan umum yang kurang dari
normal, maka keadaan umumnya harus diperbaiki dengan makanan yang bergizi, udara yang
baik, lingkungan yang sehat, pemberian roboransia yang mengandung vitamin A, vitamin B
kompleks dan vitamin C. Pada ulkus-ulkus yang disebabkan kuman yang virulen, yang tidak
sembuh dengan pengobatan biasa, dapat diberikan vaksin tifoid 0,1 cc atau 10 cc susu steril yang
disuntikkan intravena dan hasilnya cukup baik. Dengan penyuntikan ini suhu badan akan naik,
tetapi jangan sampai melebihi 39,5°C. Akibat kenaikan suhu tubuh ini diharapkan bertambahnya
antibodi dalam badan dan menjadi lekas sembuh.
2. Pengobatan lokal
Benda asing dan bahan yang merangsang harus segera dihilangkan. Lesi kornea sekecil
apapun harus diperhatikan dan diobati sebaik-baiknya. Konjungtuvitis, dakriosistitis harus diobati
dengan baik. Infeksi lokal pada hidung, telinga, tenggorok, gigi atau tempat lain harus segera
dihilangkan.
Infeksi pada mata harus diberikan :
Sulfas atropine sebagai salap atau larutan,
Kebanyakan dipakai sulfas atropine karena bekerja lama 1-2 minggu.
Efek kerja sulfas atropine :
- Sedatif, menghilangkan rasa sakit.
- Dekongestif, menurunkan tanda-tanda radang.
- Menyebabkan paralysis M. siliaris dan M. konstriktor pupil.
Dengan lumpuhnya M. siliaris mata tidak mempunyai daya akomodsi sehingga mata
dalan keadaan istirahat. Dengan lumpuhnya M. konstriktor pupil, terjadi midriasis
sehinggga sinekia posterior yang telah ada dapat dilepas dan mencegah pembentukan
sinekia posterior yang baru
Skopolamin sebagai midriatika.
Analgetik.
Untuk menghilangkan rasa sakit, dapat diberikan tetes pantokain, atau tetrakain tetapi
jangan sering-sering.
Antibiotik
Anti biotik yang sesuai dengan kuman penyebabnya atau yang berspektrum luas
diberikan sebagai salap, tetes atau injeksi subkonjungtiva. Pada pengobatan ulkus sebaiknya
tidak diberikan salap mata karena dapat memperlambat penyembuhan dan juga dapat
menimbulkan erosi kornea kembali.
Anti jamur
Terapi medika mentosa di Indonesia terhambat oleh terbatasnya preparat komersial yang
tersedia berdasarkan jenis keratomitosis yang dihadapi bisa dibagi :
1. Jenis jamur yang belum diidentifikasi penyebabnya : topikal amphotericin B 1, 2, 5
mg/ml, Thiomerosal 10 mg/ml, Natamycin > 10 mg/ml, golongan Imidazole
2. Jamur berfilamen : topikal amphotericin B, thiomerosal, Natamicin, Imidazol
3. Ragi (yeast) : amphotericin B, Natamicin, Imidazol
4. Actinomyces yang bukan jamur sejati : golongan sulfa, berbagai jenis anti biotik
Anti Viral
Untuk herpes zoster pengobatan bersifat simtomatik diberikan streroid lokal untuk
mengurangi gejala, sikloplegik, anti biotik spektrum luas untuk infeksi sekunder analgetik bila
terdapat indikasi.
Untuk herpes simplex diberikan pengobatan IDU, ARA-A, PAA, interferon inducer.
Perban tidak seharusnya dilakukan pada lesi infeksi supuratif karena dapat menghalangi
pengaliran sekret infeksi tersebut dan memberikan media yang baik terhadap perkembangbiakan
kuman penyebabnya. Perban memang diperlukan pada ulkus yang bersih tanpa sekret guna
mengurangi rangsangan.
Untuk menghindari penjalaran ulkus dapat dilakukan :
1. Kauterisasi
a) Dengan zat kimia : Iodine, larutan murni asam karbolik, larutan murni trikloralasetat
b) Dengan panas (heat cauterisasion) : memakai elektrokauter atau termophore. Dengan instrumen
ini dengan ujung alatnya yang mengandung panas disentuhkan pada pinggir ulkus sampai
berwarna keputih-putihan.
2. Pengerokan epitel yang sakit
Parasentesa dilakukan kalau pengobatan dengan obat-obat tidak menunjukkan perbaikan dengan
maksud mengganti cairan coa yang lama dengan yang baru yang banyak mengandung antibodi dengan
harapan luka cepat sembuh. Penutupan ulkus dengan flap konjungtiva, dengan melepaskan konjungtiva
dari sekitar limbus yang kemudian ditarik menutupi ulkus dengan tujuan memberi perlindungan dan
nutrisi pada ulkus untuk mempercepat penyembuhan. Kalau sudah sembuh flap konjungtiva ini dapat
dilepaskan kembali.
Bila seseorang dengan ulkus kornea mengalami perforasi spontan berikan sulfas atropine,
antibiotik dan balut yang kuat. Segera berbaring dan jangan melakukan gerakan-gerakan. Bila
perforasinya disertai prolaps iris dan terjadinya baru saja, maka dapat dilakukan :
Iridektomi dari iris yang prolaps
Iris reposisi
Kornea dijahit dan ditutup dengan flap konjungtiva
Beri sulfas atripin, antibiotic dan balut yang kuat
Bila terjadi perforasi dengan prolaps iris yang telah berlangsung lama, kita obati seperti ulkus
biasa tetapi prolas irisnya dibiarkan saja, sampai akhirnya sembuh menjadi leukoma adherens. Antibiotik
diberikan juga secara sistemik.
Gambar 5.Ulkus kornea perforasi, jaringan iris keluar dan menonjol, infiltrat pada kornea ditepi perforasi.
3. Keratoplasti
Keratoplasti adalah jalan terakhir jika urutan penatalaksanaan diatas tidak berhasil. Indikasi
keratoplasti terjadi jaringan parut yang mengganggu penglihatan, kekeruhan kornea yang menyebabkan
kemunduran tajam penglihatan, serta memenuhi beberapa kriteria yaitu :
1. Kemunduran visus yang cukup menggangu aktivitas penderita
2. Kelainan kornea yang mengganggu mental penderita.
3. Kelainan kornea yang tidak disertai ambliopia.
Gambar 6. Keratoplasti
K. Komplikasi
Ulkus kornea dapat berkomplikasi dengan terjadinya perforasi kornea walaupun jarang.
Hal ini dikarenakan lapisan kornea semakin tipis dibanding dengan normal sehingga dapat
mencetuskan terjadinya peningkatan tekanan intraokuler. Jaringan parut kornea dapat
berkembang yang pada akhirnya menyebabkan penurunan parsial maupun kompleks juga dapat
terjadi, glaukoma dan katarak. Terjadinya neovaskularisasi dan endoftalmitis11, penipisan kornea
yang akan menjadi perforasi, uveitis, sinekia anterior, sinekia posterior, glaucoma dan katarak
juga bisa menjadi salah satu komplikasi dari penyakit ini.2,3,6
L. Prognosis
Prognosis ulkus kornea tergantung pada tingkat keparahan dan cepat lambatnya mendapat
pertolongan, jenis mikroorganisme penyebabnya, dan ada tidaknya komplikasi yang timbul.
Ulkus kornea yang luas memerlukan waktu penyembuhan yang lama, karena jaringan kornea
bersifat avaskular. Semakin tinggi tingkat keparahan dan lambatnya mendapat pertolongan serta
timbulnya komplikasi, maka prognosisnya menjadi lebih buruk. Penyembuhan yang lama
mungkin juga dipengaruhi ketaatan penggunaan obat. Dalam hal ini, apabila tidak ada ketaatan
penggunaan obat terjadi pada penggunaan antibiotika maka dapat menimbulkan resistensi.
Ulkus kornea harus membaik setiap harinya dan harus disembuhkan dengan pemberian
terapi yang tepat. Ulkus kornea dapat sembuh dengan dua metode; migrasi sekeliling sel epitel
yang dilanjutkan dengan mitosis sel dan pembentukan pembuluh darah dari konjungtiva. Ulkus
superfisial yang kecil dapat sembuh dengan cepat melalui metode yang pertama, tetapi pada ulkus
yang besar, perlu adanya suplai darah agar leukosit dan fibroblas dapat membentuk jaringan
granulasi dan kemudian sikatrik.
BAB IIIPENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan anamnesis dari data yang telah terkumpul , dan didapatkan beberapa gejala
yang termasuk ke dalam kelainan ulkus konea . Jadi, pasien pada kasus di atas menderita Ulkus
Kornea Okuli Dextra. Tetapi tetap perlu dilakukan pemeriksaan penunjang untuk memastikan
diagnosis.
DAFTAR PUSTAKA
Biswell R. Cornea In Vaughn D, Asbury T, Eva PR, eds. General Ophtalmology 17 th ed. USA Appleton &
Lange; 2008. p. 126-49
2. Mills TJ, Corneal Ulceration and Ulcerative Keratitis in Emergency Medicine.
Citied on August 9, 2011. Avaible from: http://www.emedicine.com/emerg/topic 115.htm .
3. Netter Atlas of Human Anatomy.
4. Ilyas S. Anatomi dan Fisiologi Mata. Dalam : Ilyas S. Ilmu Penyakit mata Edisi ketiga. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI ; 2008. H.l-13.
5. Riordan P. Anatomy & Embriology of the Eye. In: Vaughan DG, Asbury T, Riordan-Eve P. General
Ophtalmology. 17th ed. USA: Appleton & Lange; 2008. P.8-10
6. Lange Gerhard K.Ophtalmology. 2000. New York: Thieme. P. 117-44
7. Basic and Clinical Science Course. External Disease and Cornea, part 1, Section 8, American
Academy of Ophthalmology, USA 2008-2009 P.38-9
8. Basic and Clinical Science Course. External Disease and Cornea, part 1, Section 8, American
Academy of Ophthalmology, USA 2008-2009 P.179-92
9. Basic and Clinical Science Course. Fundamental and principles of ophthalmology, section 2,
American Academy of Ophthalmology, USA 2008-2009. P. 45-9
10. Ilyas S. Mata Merah dengan penglihatan Turun Mendadak. In: Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. 3rd ed.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2004. P.147-67
11. Farouqui SZ, Central Sterile Co rnea Ulceration. Citied on August 9 th, 2011. Available from:
www.emedicine.com .
12. Boles, SF, MD. Lens Complication & Management QEI Winter 2009 Newsletter. Citied on August 9 th,
2011.