STUDI KINETIKA REAKSI DEKOMPOSISI GAS N2O
DENGAN KATALIS Cr2O3/ZEOLIT DAN Co3O4/ZEOLIT
SEBAGAI CATALYTIC CONVERTER
UNTUK MEREDUKSI GAS N2O
Tugas Akhir II
diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains Jurusan Kimia
oleh
Bambang Priyambudi
4350402011
JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2007
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Tugas Akhir II ini telah disetujui oleh pembimbing untuk diajukan ke
Sidang Panitia Ujian Tugas Akhir II Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang.
Semarang, Agustus 2007
Pembimbing I Pembimbing II Drs. Kasmui, M. Si Ir. Sri Wahyuni, M. Si NIP 131931625 NIP 131931626
Pembimbing III
Drs. Chairil Anwar, M. Si NIP 100009774
iii
HALAMAN PENGESAHAN
Tugas Akhir II ini telah dipertahankan di hadapan Sidang Panitia Ujian
Tugas Akhir II Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Negeri Semarang, pada
Hari : Jumat
Tanggal : 10 Agustus 2007
Panitia Ujian
Ketua Sekretaris
Drs. Kasmadi I.S, M. S Drs. Sigit Priatmoko, M. Si NIP 130781011 NIP 131965839 Penguji I Penguji II/ Pembimbing I Drs. Sigit Priatmoko, M. Si Drs. Kasmui, M. Si NIP 131965839 NIP 131931625 Penguji III/ Pembimbing II Penguji IV/ Pembimbing III Ir. Sri Wahyuni, M. Si Drs. Chairil Anwar, M. Si NIP 131931626 NIP 100009774
iv
PERNYATAAN
Saya menyatakan bahwa yang tertulis dalam Tugas Akhir II ini benar-
benar hasil karya sendiri, bukan jiplakan dari karya orang lain, baik sebagian atau
seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam Tugas Akhir II
ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.
Semarang, Agustus 2007
Bambang Priyambudi NIM. 4350402011
v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Motto: Jadikanlah sabar dan sholat sebagai penolongmu, sesungguhnya ALLAH bersama orang-oraang yang sabar (Q.S. Al Baqoroh, 153). Takutlah pada ALLAH dikala sunyi dan ramai, sederhanalah dikala mampu dan tidak, berbuat adillah dikala senang dan tidak (Drs.Mustaghfiri Asror, 1984:44). Hapuslah peluh dan keringat orang tuamu dengan mempersembahkan segala yang terbaik bagi mereka (orang bijak). Pengorbanan pada dasarnya bukanlah kerugian tetapi investasi dan bekal menuju kemulian dunia dan akherat (AA Gym). Manisnya keberhasilan akan menghapus pahitnya kesabaran, nikmatnya kemenangan akan melenyapkan letihnya perjuangan dan menuntaskan pekerjaan dengan baik akan melenyapkan lelahnya jerih payah (Dr. Aidh Al Qarni).
Persembahan: Dengan mengucap syukur kepada Allah SWT, ku persembahkan karya kecil ini kepada:
Ayahanda dan ibunda tercinta, yang selalu tulus ikhlas mendoakan dan mencurahkan kasih sayangnya. Terima kasih atas kesabaran, bantuan, dan dorongannya.
Kakak-kakakku (Teh Gopie ‘n Teh Geulis) dan adek-adekku (Dody, Saraswati, Arif ‘n Maia) tersayang serta keluarga besarku, yang selalu menjadi lentera semangatku. Dukungan dan motivasi kalian adalah pengiring langkahku meniti masa depan.
Sobat-sobatku Semarang (Wahyu, Wirda, Eti, Titin, Okta, Mislina, Yuan, Syamsul, Nugi ‘n Ferdy), yang telah memberikan mutiara berharga yang akan senantiasa mewarnai di setiap langkah kakiku.
Anak-anak Chem-Is-try ’02, yang telah memberikan pengalaman dan nuansa indah. Batur-batur nu di Cirebon, yang telah memberikan fenomena alam menjadi lebih indah. Sohib-sohib seperjuanganku Jakarta {Herry (UNIBRAW), Roby (UNPAD), Hariz
(SMAK-Padang), Mz Wawan (Art Glass) ‘n SOFI (BSI)}. Ingat selalu pada kami yang belum sukses. Untuk Asrim (VICO) ’n Iman (CNOOC), doakan kami segera menyusul..!
Anak-anak “Sumpani Cost”, “Teteh Kozt” & “….Cozt”. Hari-hari bersama kalian adalah kenangan terindah.
Karyawan-karyawan LEMIGAS (Mba Diyan, Mz Ali, Mz Slamet, P.Kardi, P.Cipto, B.Roza, Mba Rika ‘n P.Birmanto). Terima kasih atas bantuan, ilmu dan spiritnya.
Guru-guru dan almamaterku tercinta yang pernah menjadi pijakanku.
vi
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penyusunan Tugas Akhir II yang berjudul “Studi Kinetika Reaksi Dekomposisi
Gas N2O dengan Katalis Cr2O3/Zeolit dan Co3O4/Zeolit sebagai Catalytic
Converter untuk Mereduksi Gas N2O” ini dengan baik, yang merupakan salah
satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains dalam bidang Kimia di Fakultas
MIPA Universitas Negeri Semarang.
Dalam penyusunan Tugas Akhir ini penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu secara langsung
maupun tidak langsung. Rasa terima kasih itu penulis sampaikan kepada:
1. Dr. Ir. Hadi Purnomo, M. Sc., DIC selaku Kepala Pusat Penelitian dan
Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi (PPPTMGB) “LEMIGAS”.
2. H. Agus Salim, S. H., M. H., selaku Kepala Bidang Afiliasi PPPTMGB)
“LEMIGAS”.
3. Dra. Yanni Kussuryani, M. Si selaku Koordinator Kelompok Program Riset
dan Teknologi (KPRT) Proses “LEMIGAS”.
4. Drs. Kasmadi Imam S., M. S., selaku Dekan FMIPA Universitas Negeri
Semarang.
5. Drs. Sigit Priatmoko, M. Si., selaku Ketua Jurusan Kimia FMIPA Universitas
Negeri Semarang sekaligus penguji utama yang telah berkenan memberikan
koreksi dan masukan untuk perbaikan naskah Tugas Akhir ini.
6. Drs. Kasmui, M. Si, selaku pembimbing I atas segala kesabaran dan
bimbingan yang diberikan selama penyusunan Tugas Akhir.
7. Ir. Sri Wahyuni, M. Si, selaku pembimbing II atas segala pengarahan dan
perhatian yang diberikan selama penyusunan Tugas Akhir.
8. Drs. Chairil Anwar, M. Si, selaku pembimbing dari “LEMIGAS” atas
kesempatan, bimbingan dan arahan orientasi penelitian yang diberikan.
9. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Semarang
yang telah memberikan bekal ilmu.
vii
10. Segenap karyawan dan Staf Laboratorium Konversi dan Katalisa,
Laboratorium Kromatografi serta Laboratorium Eksplorasi atas bantuan dan
dukungannya dalam pelaksanaan penelitian.
11. Seluruh karyawan Laboratorium dan Administrasi Jurusan Kimia FMIPA
Universitas Negeri Semarang.
12. Rekan-rekan partner penelitian, Wirda Udaibah, Herry Prasetyo dan Syarifah
untuk diskusi, kerja sama dan dukungan moralnya.
13. Semua pihak yang turut membantu kelancaran penelitian dan penyusunan
Tugas Akhir ini yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu.
Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini masih jauh dari sempurna,
dengan kerendahan hati penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
konstruktif guna perbaikan dan penyempurnaannya. Akhir kata semoga Tugas
Akhir ini memberi manfaat bagi semua pihak dan khususnya bagi penulis.
Semarang, Agustus 2007
Penulis
viii
ABSTRAK
Bambang Priyambudi. 2007. “Studi Kinetika Reaksi Dekomposisi Gas N2O dengan Katalis Cr2O3/Zeolit dan Co3O4/Zeolit sebagai Catalytic Converter untuk Mereduksi Gas N2O”. Tugas Akhir II. Jurusan Kimia FMIPA UNNES. Pembimbing I: Drs. Kasmui, M.Si., Pembimbing II: Ir. Sri Wahyuni, M. Si., Pembimbing III: Drs. Chairil Anwar, M. Si.
Kata Kunci: Dekomposisi gas N2O, Katalis Cr2O3/Zeolit, Co3O4/Zeolit, Laju
reaksi.
Udara perkotaan tak pernah terbebas dari pencemaran asap beracun yang berasal dari knalpot kendaraan bermotor. Gas NOx di dalam gas buang terdiri dari 95% NO, 3-4% NO2 dan sisanya N2O, N2O3 dan sebagainya. Salah satu upaya untuk mereduksi gas NOx adalah melalui reaksi dekomposisi katalitik NOx.
Katalis Cr2O3/Zeolit dan Co3O4/Zeolit dapat digunakan untuk reaksi dekomposisi gas N2O. Sebelum aktivitasnya diuji, terlebih dahulu katalis diketahui karakterisasinya yaitu dengan metode BET dan difraksi sinar X. Laju reaksi dekomposisi gas N2O dapat ditentukan dengan melakukan percobaan yang meliputi variasi suhu, laju alir gas N2O dan konsentrasi katalis.
Model kinetika yang diajukan meliputi model Langmuir-Hinshelwood, Eley-Rideal dan Power Rate Law. Dalam reaksi dekomposisi gas N2O yang telah dilakukan, peningkatan konversi mengakibatkan laju semakin menurun, yang disebabkan oleh konsentrasi gas N2O yang sangat tinggi dan mengakibatkan proses desorpsi O2 menjadi lebih sulit. Energi aktivasi untuk mendesorpsi O2 dengan Katalis Cr2O3/Zeolit lebih tinggi (Ea3 = 0.00874 kJ/mol) dibandingkan Co3O4/Zeolit (Ea3 = 0.00745 kJ/mol) untuk konsentrasi katalis aktivitas terbaik. Energi aktivasi untuk mengadsorpsi atom O dengan Katalis Cr2O3/Zeolit lebih rendah (Ea1 = 0.00812 kJ/mol) dibandingkan Co3O4/Zeolit (Ea1 = 0.00826 kJ/mol) untuk konsentrasi katalis aktivitas terbaik. Karakteristik katalis yang baik dimiliki oleh katalis Co3O4/Zeolit dengan memiliki energi adsorpsi yang lebih tinggi (Eads = 3,75 J) dan ukuran partikel yang lebih besar (L Co3O4 = 810,7979 dan 455,9812 Ǻ) dibandingkan Cr2O3/Zeolit yang hanya memiliki energi adsorpsi Eads = 3,74 J dan ukuran partikel L CrO2 = 452,5221 dan 247,3494 Ǻ serta L Cr2O3 = 366,9971 dan 247,3494 Ǻ untuk konsentrasi katalis aktivitas terbaik.
Model kinetika reaksi dekomposisi gas N2O terbaik adalah model Eley-Rideal yang melibatkan proses reversibel sejati desorpsi O2. Katalis Cr2O3/Zeolit menunjukkan aktivitas yang kurang baik terhadap reaksi dekomposisi gas N2O dibandingkan katalis Co3O4/Zeolit.
ix
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL .................................................................................... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................... iii
PERNYATAAN .......................................................................................... iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ................................................................. v
KATA PENGANTAR ................................................................................. vi
ABSTRAK .................................................................................................. viii
DAFTAR ISI ............................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ........................................................................................ xi
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah ............................................................. 1
1.2 Permasalahan .............................................................................. 4
1.3 Tujuan Penelitian ....................................................................... 4
1.4 Manfaat penelitian ..................................................................... 5
1.5 Sistematika Tugas Akhir ............................................................ 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Zeolit ......................................................................................... 7
2.2 Katalis ....................................................................................... 8
2.3 Catalytic Converter ................................................................... 10
2.4 Gas N2O .................................................................................... 11
2.5 Reaksi Kimia Katalitik Heterogen .............................................. 13
2.6 Laju Reaksi ................................................................................ 18
2.7 Penentuan Sifat-sifat Permukaan Metode BET ........................... 21
2.8 Metode Difraksi Sinar X ............................................................ 24
2.9 Kromatografi Gas ..................................................................... 25
x
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi Penelitian ....................................................................... 28
3.2 Populasi dan Sampel .................................................................. 28
3.3 Variabel Penelitian ..................................................................... 28
3.4 Alat dan Bahan .......................................................................... 29
3.5 Prosedur Kerja ........................................................................... 31
3.6 Analisis Data ............................................................................. 32
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Karakterisasi Katalis .................................................................. 42
4.2 Uji Aktivitas Katalis .................................................................. 43
4.3 Pengaruh Konsentrasi ................................................................ 51
4.4 Pengaruh Suhu ........................................................................... 57
4.5 Pengaruh Jenis dan Karakterisasi Katalis ................................... 64
BAB V PENUTUP
5.1 Simpulan .................................................................................... 68
5.2 Saran ......................................................................................... 68
LAMPIRAN-LAMPIRAN ........................................................................... 70
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 100
xi
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1.1. Nilai ΔHo, ΔSo dan ΔGo (298 K) dari Reaksi Dekomposisi Gas NOx ...... 2
4.1. Analisis Sifat-sifat Permukaan Metode BET untuk Katalis Cr2O3/Zeolit
dan Co3O4/Zeolit ................................................................................... 42
4.2. Analisis Metode Difraksi Sinar X untuk Katalis Cr2O3/Zeolit dan
Co3O4/Zeolit ......................................................................................... 43
4.3. Konsentrasi Gas N2O Awal dan Konsentrasi Gas Produk (Gas N2) pada
Variasi Suhu dan Laju Alir untuk Katalis Cr2O3/Zeolit dan Co3O4/Zeolit 43
4.4. Konversi dan Laju Reaksi Dekomposisi Gas N2O pada Variasi Suhu dan
Laju Alir untuk Katalis Cr2O3/Zeolit dan Co3O4/Zeolit ......................... 44
4.5. Tetapan-tetapan Model 1 – Model 6 untuk Katalis Cr2O3/Zeolit dan
Co3O4/Zeolit ......................................................................................... 45
4.6. Persamaan Laju Model Kinetika Terpilih (Model 4) untuk Katalis
Cr2O3/Zeolit dan Co3O4/Zeolit . ............................................................ 46
4.7. Tetapan Laju dan Tetapan Setimbang Desorpsi Model Kinetika Terpilih
(Model 4) pada berbagai Suhu Reaksi untuk Katalis Cr2O3/Zeolit dan
Co3O4/Zeolit ......................................................................................... 47
4.8. Persamaan Arrhenius dan Van’t Hoff Model Kinetika Terpilih (Model
4) untuk Katalis Cr2O3/Zeolit dan Co3O4/Zeolit .................................... 47
4.9. Nilai Parameter Laju dari Model Kinetika Terpilih (Model 4) untuk
Katalis Cr2O3/Zeolit dan Co3O4/Zeolit .................................................. 48
4.10. Persamaan Laju Lengkap Model Kinetika Terpilih (Model 4) untuk
Katalis Cr2O3/Zeolit dan Co3O4/Zeolit .................................................. 49
4.11. Persamaan Laju Model Power Rate Law (Model 6) untuk Katalis
Cr2O3/Zeolit dan Co3O4/Zeolit .............................................................. 49
4.12. Tetapan Laju k Model Power Rate Law (Model 6) pada berbagai Suhu
Reaksi untuk Katalis Cr2O3/Zeolit dan Co3O4/Zeolit ............................. 50
xii
4.13. Persamaan Arrhenius dan Nilai Parameter Laju dari Model Power Rate
Law (Model 6) untuk Katalis Cr2O3/Zeolit dan Co3O4/Zeolit ................. 50
4.14. Persamaan Laju Lengkap Model Power Rate Law (Model 6) untuk
Katalis Cr2O3/Zeolit dan Co3O4/Zeolit .................................................. 51
4.15. Hubungan Luas Permukaan dan Energi Adsorpsi Katalis terhadap
Energi Aktivasi Reaksi Dekomposisi Gas N2O ...................................... 64
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman 2.1. Tetrahedral Alumina dan Silikat pada Struktur Zeolit ............................ 7
2.2. Diagram Energi Reaksi Kimia Katalitik Heterogen ................................ 13
2.3. Hubungan antara ln K atau ln k versus 1/T ............................................ 19
2.4. Hubungan antara ln k versus 1/T dari persamaan Arrhenius dan
persamaan non-Arrhenius ..................................................................... 20
2.5. Pola Difraksi Sinar X ............................................................................ 24
2.6. Susunan Alat Kromatografi Gas ............................................................ 27
3.1. Rangkaian Alat Uji Aktivitas Reaksi Dekomposisi Gas N2O ................. 30
4.1. Hubungan antara Laju Alir Versus Konversi Gas N2O pada berbagai
Suhu untuk Katalis 3,5 % Cr2O3/Zeolit ................................................. 52
4.2. Hubungan antara Laju Alir Versus Konversi Gas N2O pada berbagai
Suhu untuk Katalis 2,5 % Co3O4/Zeolit ................................................. 52
4.3. Hubungan antara Laju Alir Gas N2O dengan Laju Reaksi terhadap
Variasi Suhu untuk Konsentrasi Katalis 3,5 % Cr2O3/Zeolit .................. 53
4.4. Hubungan antara Laju Alir Gas N2O dengan Laju Reaksi terhadap
Variasi Suhu untuk Konsentrasi Katalis 2,5 % Co3O4/Zeolit ................. 53
4.5. Hubungan antara Konsentrasi Katalis dengan Konversi pada Laju Alir
50 mL/menit untuk Katalis Cr2O3/Zeolit ............................................... 55
4.6. Hubungan antara Konsentrasi Katalis dengan Laju pada Laju Alir 50
mL/menit untuk Katalis Cr2O3/Zeolit .................................................... 56
4.7. Hubungan antara Konsentrasi Katalis dengan Konversi pada Laju Alir
50 mL/menit untuk Katalis Co3O4/Zeolit ............................................... 56
4.8. Hubungan antara Konsentrasi Katalis dengan Laju pada Laju Alir 50
mL/menit untuk Katalis Co3O4/Zeolit ................................................... 56
4.9. Hubungan antara 1/T Versus ln k1 dari Tahap 1 Model Kinetika Terpilih
(Model 4) untuk Katalis 3,5 % Cr2O3/Zeolit .......................................... 58
xiv
4.10. Hubungan antara 1/T Versus ln k2 dari Tahap 2 Model Kinetika Terpilih
(Model 4) untuk Katalis 3,5 % Cr2O3/Zeolit .......................................... 58
4.11. Hubungan antara 1/T Versus ln k3 dari Tahap 3 Model Kinetika Terpilih
(Model 4) untuk Katalis 3,5 % Cr2O3/Zeolit ......................................... 58
4.12. Hubungan antara 1/T Versus ln k1 dari Tahap 1 Model Kinetika Terpilih
(Model 4) untuk Katalis 2,5 % Co3O4/Zeolit ......................................... 59
4.13. Hubungan antara 1/T Versus ln k2 dari Tahap 2 Model Kinetika Terpilih
(Model 4) untuk Katalis 2,5 % Co3O4/Zeolit ......................................... 59
4.14. Hubungan antara 1/T Versus ln k3 dari Tahap 3 Model Kinetika Terpilih
(Model 4) untuk Katalis 2,5 % Co3O4/Zeolit ......................................... 60
4.15. Hubungan antara 1/T Versus ln k dari Model Power Rate Law
(Model 6) untuk Katalis 3,5 % Cr2O3/Zeolit .......................................... 61
4.16. Hubungan antara 1/T Versus ln k dari Model Power Rate Law
(Model 6) untuk Katalis 2,5 % Co3O4/Zeolit ......................................... 61
4.17. Hubungan antara 1/T Versus ln K3 dari tahap 3 Model Kinetika Terpilih
(Model 4) untuk Katalis 3,5 % Cr2O3/Zeolit .......................................... 63
4.18. Hubungan antara 1/T Versus ln K3 dari tahap 3 Model Kinetika Terpilih
(Model 4) untuk Katalis 2,5 % Co3O4/Zeolit ......................................... 63
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman 1. Diagram Alir Penentuan Sifat-sifat Permukaan Metode BET .................... 71
2. Diagram Alir Metode Difraksi Sinar X .................................................... 71
3. Diagram Alir Proses Reaksi Dekomposisi N2O dengan Katalis Cr2O3/ Zeolit ...................................................................................................... 72
4. Diagram Alir Proses Reaksi Dekomposisi N2O dengan Katalis Co3O4/Zeolit ........................................................................................... 72
5. Contoh Data Keluaran Penentuan Sifat-sifat Permukaan Metode BET pada Katalis 1,5 % Co3O4/Zeolit ............................................................. 73
6. Contoh Data Keluaran Metode Difraksi Sinar X pada Katalis 1,5% Co3O4/Zeolit ........................................................................................... 74
7. Contoh Joint Comitte of Powder Diffraction Standart (JCPDS) untuk Spesi Oksida Co3O4 ................................................................................ 76
8. Contoh Penentuan Spesi Oksida dan Ukuran Partikel ( L ) pada Katalis 1,5 % Co3O4/Zeolit ................................................................................. 77
9. Contoh Data Keluaran GC-TCD pada Katalis 1,5 % Co3O4/Zeolit dengan Laju Alir 60 mL/menit ............................................................................ 78
10. Contoh Perhitungan Konsentrasi N2 Hasil Analisis GC-TCD pada Katalis 1,5 % Co3O4/Zeolit dengan Laju Alir 60 mL/menit ................................. 79
11. Contoh Perhitungan Laju Reaksi Hasil Eksperimen (rdat) pada Katalis 1,5 % Co3O4/Zeolit laju alir 60 mL/menit ................................................ 80
12. Contoh Perhitungan Tetapan Laju k dan Tetapan Setimbang Desorpsi K dengan Metode Hooke-Jeeves 4 Variabel untuk Tiap Model pada Katalis Co3O4/Zeolit ........................................................................................... 81
13. Contoh Perhitungan Tetapan Laju k dan Tetapan Setimbang Desorpsi K dengan Metode Hooke-Jeeves 4 Variabel dari Model Kinetika Terpilih dan Power Rate Law untuk Berbagai Suhu pada Katalis 1,5 % Co3O4/Zeolit ........................................................................................... 88
14. Contoh Perhitungan A, E, ΔH dan ΔS dengan Metode Regresi Linear untuk Model Kinetika Terpilih dan Power Rate Law pada Katalis 1,5 % Co3O4/Zeolit ........................................................................................... 94
15. Alat-alat Penelitian ................................................................................... 98
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Udara perkotaan tak pernah terbebas dari pencemaran asap beracun yang
berasal dari knalpot kendaraan bermotor. Menurut Justiana (2006), kendaraan
bermotor menggunakan bahan bakar yang berupa campuran senyawa hidrokarbon
digunakan sebagai sumber energi gerak. Jika pembakaran bahan bakar itu
berlangsung sempurna maka akan dihasilkan gas karbon dioksida (CO2), nitrogen
(N2), oksigen (O2) dan uap air (H2O), sedangkan bila berlangsung tak sempurna
maka akan dihasilkan gas hidrokarbon sisa (HC), karbon monoksida (CO) dan
oksida nitrogen (NOx).
Gas oksida nitrogen yang ada di atmosfer diantaranya adalah gas dinitrogen
oksida (N2O), nitrogen monoksida (NO) dan nitrogen dioksida (NO2) (Manahan,
1993). Gas NO dan NO2 biasanya dianalisis secara bersamaan dan dinyatakan
dalam bentuk NOx dengan kisaran 1≤x≤2, sedangkan gas N2O dianalisis dengan
teknik berbeda yang terpisah dari kelompok NOx dan sampai saat ini gas N2O
masih dipertimbangkan untuk masuk kelompok NOx (Degobert, 1995).
Gas NOx di dalam gas buang terdiri dari 95% NO, 3-4% NO2 dan sisanya
N2O, N2O3 dan sebagainya. Jumlah NOx yang dihasilkan dari mesin kendaraan
tergantung pada rancangan mesin dan kondisi pembakaran. Mesin diesel
menghasilkan NOx mencapai 500-1000 ppm (Jocheim, 1998). Kadar NOx di
perkotaan biasanya 10-100 kali lebih tinggi daripada di pedesaan yaitu sekitar 0,5
ppm dengan Baku Mutu Nasional (PP41/1999) sebesar 150 μg/m3 dalam 24 jam
(http://www.depkes.go.id).
2
Mengingat peraturan yang telah dibuat tentang pembatasan emisi gas buang,
pengusaha pabrik motor dan mobil mencoba merancang mesin kendaraan itu agar
dapat mereduksi emisi NOx. Mulanya, usaha yang dilakukan hanya melalui
pengaturan komposisi nitrogen dalam bahan bakar dan modifikasi ruang mesin
pembakaran. Usaha itu dinyatakan kurang baik sehingga sebagai alternatif
dilakukan pembersihan knalpot dengan memasang katalis sebagai Catalytic
Converter yang mengubah NOx menjadi gas N2 dan O2. Converter yang tersedia
umumnya logam mulia (platinum, rhodium dan palladium) dengan kerangka
support berupa honeycomb monolith yang memiliki specific surface area besar
(Degobert, 1995).
Salah satu upaya untuk mereduksi gas NOx adalah melalui reaksi
dekomposisi katalitik NOx. Secara termodinamika, reaksi dekomposisi NOx tanpa
katalis dapat berlangsung spontan pada suhu di bawah 900oC (CEPA, 1996) tetapi
reaksi sangat lambat oleh hambatan energi aktivasi yang tinggi, oleh karena itu
dibutuhkan katalis untuk mencapai energi aktivasi yang lebih rendah (Fritz, 1997).
Adapun reaksi dekomposisi NOx dengan katalis dapat terjadi pada suhu di bawah
600oC (CEPA, 1996). Kespontanan itu dapat dibuktikan secara termodinamika di
bawah ini:
Tabel 1.1. Nilai ΔHo, ΔSo dan ΔGo (298 K) dari Reaksi Dekomposisi Gas NOx. Reaksi (ΔGo = ΔHo – TΔSo) ΔHo(kJ/mol) ΔSo(kJ/mol) ΔGo(J/mol.K)
N2O(g) N2(g) + ½ O2(g) -81,6 74,12 -103,7 NO(g) ½ N2(g) + ½ O2(g) -91,3 -12,35 -87,6 NO2(g) ½ N2(g) + O2(g) -33,2 60,71 -51,3
(Sumber: Yaws, 2001)
3
Studi tentang katalis baik murni maupun dengan pengemban, sejauh ini
telah banyak dikembangkan khususnya untuk mendekomposisi NOx. Katalis
Cr2O3 dan Co memiliki aktifitas yang tinggi dalam mendekomposisi NOx,
khususnya N2O. Katalis Cr2O3 mampu mendekomposisi N2O pada suhu 500-900
K sedangkan Co dengan pengemban zeolit seperti ZSM-5, ZSM-11, Mordenit dan
lain-lain mampu mendekomposisi N2O pada suhu 600-800 K (Kapteijn et al.,
1996).
Energi aktivasi reaksi dekomposisi gas N2O tanpa katalis sebesar 242,67
kJ/mol (Masel, 2001). Dari hasil penelitian terdahulu diperoleh energi aktivasi
reaksi dekomposisi N2O untuk katalis α-Cr2O3 sebesar 118,5 kJ/mol pada suhu
625-873 K (Egerton et al., 1974) dan untuk katalis Co-ZSM-5 sebesar 104 ± 7
kJ/mol pada suhu 625-873 K (Kapteijn et al., 1997).
Persamaan reaksi dekomposisi N2O pada tabel 1.1 tidak menunjukkan
adanya perubahan bertahap yang dialami oleh atom, molekul dan ion ketika
diubah dari pereaksi menjadi produk. Tahapan-tahapan itu bila dijumlahkan
merupakan bagian dari suatu kinetika reaksi yang biasa disebut dengan
mekanisme reaksi (Alberty, 1983).
Penelitian terdahulu juga telah mengkaji kinetika reaksi katalitik
dekomposisi NOx, antara lain analisis kinetika dekomposisi N2O dengan katalis
Cu-ZSM-5, Fe-ZSM-5 dan Co-ZSM-5 yang mengkaji pengaruh tekanan parsial
gas N2O dan suhu terhadap konversi dengan mekanisme Langmuir-Hinshelwood
dan Eley-Rideal (Kapteijn et al., 1997) serta kinetika dekomposisi NOx dan
reduksi NO oleh CH4 dengan katalis La2O3 dan Sr/La2O3 yang mengkaji pengaruh
tekanan parsial gas NOx pada suhu tetap terhadap energi aktivasi dan orde reaksi
dengan mekanisme Langmuir-Hinshelwood (Vannice et al., 1996).
4
Berdasarkan latar belakang di atas, dalam penelitian ini akan dikaji tentang
kinetika reaksi katalitik dekomposisi N2O dengan Catalytic Converter Cr2O3 dan
Co3O4 yang berpengemban zeolit alam. Logam Cr dan Co dipilih sebagai bahan
aktif katalis karena logam tersebut termasuk logam transisi dengan orbital d yang
belum penuh dan juga relatif lebih murah dibanding logam transisi lain seperti Pt,
Pd dan Rh. Adapun pemakaian pengemban zeolit dikarenakan logam murni
memiliki stabilitas termal rendah, luas permukaan turun akibat pemanasan dan
mudahnya terjadi sintering, disamping itu juga zeolit memiliki harga yang murah
dan keberadaannya meruah di Indonesia (Foger, 1984).
1.2 Permasalahan
Berdasarkan hal-hal yang diungkapkan di atas maka dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut :
a. Bagaimanakah pengaruh konsentrasi gas dalam reaktor, suhu reaksi dan
karakterisasi katalis Cr2O3/Zeolit dan Co3O4/Zeolit terhadap laju reaksi
dekomposisi gas N2O ?
b. Bagaimanakah mekanisme reaksi dekomposisi gas N2O yang sesuai untuk
katalis Cr2O3/Zeolit dan Co3O4/Zeolit ?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini antara lain :
a. Mengetahui pengaruh konsentrasi gas dalam reaktor, suhu reaksi dan
karakterisasi katalis Cr2O3/Zeolit dan Co3O4/Zeolit terhadap laju reaksi
dekomposisi gas N2O.
5
b. Mengetahui mekanisme reaksi dekomposisi gas N2O yang sesuai untuk katalis
Cr2O3/Zeolit dan Co3O4/Zeolit.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini antara lain:
a. Memberikan informasi tentang metode untuk meningkatkan nilai tambah atau
nilai jual zeolit alam.
b. Memberikan informasi tentang metode untuk mengurangi pencemaran udara
dari gas N2O.
c. Memberikan informasi tentang pentingnya teknologi komputer sebagai alat
untuk membantu menyelesaikan model matematik dari suatu reaksi kimia.
1.5 Sistematika Tugas Akhir
Untuk memberikan gambaran isi dari penelitian ini, maka garis besar
sistematika Tugas Akhir II ini adalah sebagai berikut:
A. Bagian Pendahuluan
Bagian ini terdiri dari halaman judul, persetujuan pembimbing, halaman
pengesahan, pernyataan, motto dan persembahan, kata pengantar, abstrak,
daftar isi, daftar tabel, daftar gambar dan daftar lampiran.
B. Bagian Isi
Bagian ini terdiri dari lima bab, yaitu:
6
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisi tentang latar belakang masalah, permasalahan, tujuan
dan manfaat penelitian serta sistematika Tugas Akhir.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini menjelaskan tentang tinjauan literatur yang digunakan dalam
penyusunan Tugas Akhir yang meliputi zeolit, katalis, catalytic
converter, gas N2O, reaksi kimia katalitik heterogen, laju reaksi,
penentuan sifat-sifat permukaan metode BET, metode difraksi
sinar X dan kromatografi gas.
BAB III METODE PENELITIAN
Bab ini berisi lokasi penelitian, populasi dan sampel penelitian,
variabel penelitian, alat dan bahan, prosedur kerja dan analisis data.
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini berisi mengenai hasil penelitian dan pembahasannya.
BAB V PENUTUP
Penutup berisi simpulan dan saran.
C. Bagian Akhir
Bagian ini terdiri dari daftar pustaka dan lampiran-lampiran.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Zeolit
Zeolit adalah mineral yang terdiri dari kristal aluminosilikat dengan struktur
kerangka tiga dimensi yang dibangun oleh tetrahedral-tetrahedral AlO4 dan SiO4
dengan atom O sebagai penghubung (gambar 2.1). Kerangka zeolit terdiri dari
beberapa saluran dan ruang kosong yang ditempati oleh beberapa kation dan
molekul air. Kation-kation itu bergerak bebas dan dapat digantikan dengan kation
lain, tergantung pada ikatan molekul air dan zeolit, sedangkan molekul airnya
dapat dihilangkan dengan memanaskan zeolit. Zeolit yang terdehidrasi sempurna
dapat mengganggu struktur kerangka dan lokasi kation logam yang
mengakibatkan struktur menjadi rusak secara parsial. Secara kimia, rumus struktur
dari unit sel kristalografi zeolit dapat dituliskan dengan:
Mx/n[(AlO2)x.(SiO2)y].mH2O
Dengan M adalah kation dari valensi n; m adalah jumlah molekul air dan x,y
adalah jumlah tetrahedral total per satu unit sel (Anderson, 1976).
Gambar 2.1. Tetrahedral Alumina dan Silikat pada Struktur Zeolit (Laz, 2005).
8
2.2 Katalis
Katalis merupakan zat yang dapat meningkatkan laju reaksi dengan kondisi
kimiawi tetap pada akhir proses. Katalis tidak akan mengganggu kesetimbangan
tetapi mempercepat tercapainya kesetimbangan itu dan katalis tidak memulai
terjadinya reaksi. Katalis ini memberikan reaksi baru dengan molekul reaktan
pada kondisi intermediet yang memiliki energi aktivasi lebih rendah dari reaksi
tanpa katalis, kemudian kondisi intermediet itu bereaksi dengan molekul reaktan
lainnya membentuk produk dan katalis kembali.
Jenis katalis dibagi menjadi dua macam yaitu katalis homogen dan katalis
heterogen. Katalis homogen memiliki fase yang sama antara katalis dan reaktan
yang biasanya pada fase gas atau larutan, sedangkan katalis heterogen memiliki
fase yang berbeda antara katalis dan reaktan yang biasanya dalam fase padat
untuk katalis dan fase gas untuk reaktan. Katalis heterogen ini biasanya
mengandung sedikitnya satu reaktan teradsorpsi yang akan dimodifikasi pada
suatu bentuk yang siap menjalani reaksi (Jocheim, 1998).
Adapun tipe katalis dibedakan menjadi dua yaitu katalis dengan pengemban
dan katalis tanpa pengemban. Pengembanan ini dilakukan dengan mendispersikan
katalis melalui metode impregnasi basah yang mengakibatkan luas permukaan
situs aktif katalis menjadi semakin luas. Situs aktif merupakan titik pada
permukaan katalis yang membentuk ikatan kimia kuat dengan atom atau molekul
teradsorpsi. Peningkatan jumlah situs aktif mengakibatkan kontak antara reaktan
dengan katalis semakin besar sehingga reaksi akan berjalan dengan cepat. Di
samping itu juga biaya preparasi katalis menjadi lebih murah karena hanya sedikit
logam aktif (mahal) yang didispersikan ke suatu pengemban.
9
Pemilihan pengemban harus memperhatikan beberapa hal yaitu (Anderson,
1976):
o Memiliki luas permukaan yang besar
Luas permukaan yang besar akan memiliki situs aktif yang semakin banyak
sehingga semakin banyak adsorbat yang akan mengalami adsorpsi.
o Memiliki porositas yang baik
Pori-pori yang baik yaitu pori-pori yang seragam dan tetap karena keduanya
akan berpengaruh pada selektifitas adsorbat.
o Memiliki adsorptif yang baik
Adanya ruang-ruang kosong (pori) akan memungkinkan terjadinya adsorpsi
dan adsorptif yang baik adalah adsorpsi yang kuat antara molekul adsorbat
dengan pengembannya.
o Tahan panas
Suhu yang tinggi akan mengakibatkan struktur menjadi rusak dan aktivitas
menjadi rendah.
o Stabil secara kimia
Pada saat telah terjadi reaksi, struktur molekul akan selalu tetap karena bila
berubah akan mengakibatkan selektifitas menjadi rendah.
o Reaktif
Mampu mengadakan ikatan dengan molekul adsorbat dengan baik, misalnya
melalui pertukaran ion.
10
2.3 Catalytic Converter
Catalytic Converter adalah alat berbentuk sarang tawon yang ditempatkan di
saluran gas buang/knalpot dan berfungsi untuk mengubah zat-zat hasil
pembakaran (HC, CO dan NOx) menjadi zat yang lebih ramah lingkungan (CO2,
N2, O2 dan H2O).
Pada mulanya, Converter ini hanya meliputi katalis oksidasi saja yaitu yang
mengubah HC dan CO menjadi H2O dan CO2, tetapi sekarang dengan adanya
Three-Way Catalysis (TWC) mampu mengurangi tiga polutan yaitu HC, CO dan
NOx. Converter ini menggunakan dua permukaan katalis yang berbeda yaitu
permukaan reduksi NOx dan permukaan oksidasi HC dan CO. Sistem ini
memerlukan kerja mesin yang dapat mengakibatkan komposisi gas knalpot
tereduksi pada permukaan pertama dan dengan adanya udara yang masuk dapat
mengakibatkan proses oksidasi pada permukaan kedua.
Pemilihan kandungan TWC pada umumnya adalah kombinasi logam mulia
(Pt, Rh atau Pd) yang terdeposit pada pengemban alumina dengan distabilkan oleh
oksida barium dan lantanum. Jumlah Ce yang tetap juga dapat berpengaruh pada
penyediaan oksigen yang dapat membantu dispersi fase logam dengan baik.
Reaksi yang terjadi pada tiga polutan merupakan fungsi campuran
udara/bahan bakar. Apabila bahan bakar berlebihan maka konversi HC dan CO
akan menurun. Pada kondisi yang sama, reduksi NOx juga menurun akibat
pembentukan NH3 yang tinggi oleh konsentrasi CO yang lebih tinggi.
Amonia itu dapat diubah menjadi N2 dan NO dengan reaksi:
2 NO + 5 CO + 3 H2O 2 NH3 + 5 CO2
NH3 + ¾ O2 ½ N2 + 3/2 H2O NH3 + 5/4 O2 NO + 3/2 H2O
11
Ketika semua ketersediaan oksigen dan NO telah digunakan, HC dan CO masih
dapat dikurangi oleh reaksi dengan uap air:
Suhu minimum yang diperlukan untuk mengoksidasi HC dan CO berturut-
turut adalah 600oC dan 700oC (Degobert, 1995) sedangkan untuk mereduksi NOx
melalui reaksi dekomposisi diperlukan suhu di bawah 600oC (CEPA, 1996).
Konversi maksimum diperoleh saat tiga polutan berada pada stoikiometri dari
spesies reduksi dan oksidasinya yang dikendalikan oleh pemutar tertutup terhadap
udara/bahan bakar. Adapun reaksi yang terjadi dari ketiga polutan itu adalah:
(Fritz, 1997)
Stoikiometri campuran udara/bahan bakar ini dikendalikan oleh alat yang
disebut sensor oksigen λ. Apabila tidak ada sensor ini, sistem tiga jalur ini akan
bereaksi lambat dan hanya akan maju bila ditambahkan injeksi udara. Reaksi yang
terjadi yaitu pada permukaan katalis pertama, NOx tereduksi oleh agen pereduksi.
Setelah dilakukan injeksi pada permukaan kedua dengan kandungan oksigen yang
menjadi stoikiometri, HC yang tidak terbakar, CO dan sebagian NH3 yang
dibentuk akan dioksidasi sesuai reaksi di atas (Degobert, 1995).
2.4 Gas N2O
Dalam fase gas, N2O dibentuk dari intermediet NH dan NCO ketika kedua
senyawa itu bereaksi dengan NO:
NH + NO N2O + *H NCO + NO N2O + CO
2 CO + O2 2CO2
CxHy + (x+1/4y) O2 x CO2 + ½ y H2O
NO + (HC) ½ N2 + H2O + CO2
2 NO + 2 CO N2 + 2 CO2
HC + H2O CO + CO2 + H2 CO + H2O H2 + CO2
12
Konsentrasi atom hidrogen yang selalu tinggi menyebabkan penghancuran N2O
(Degobert, 1995).
N2O + *H NH + NO N2O + *H N2 + *OH
Konsentrasi N2O di stratosfer akan menurun oleh reaksi fotokimia dan beberapa
reaksi dengan atom oksigen radikal (Manahan, 1993):
N2O + hv N2 + *O N2O + *O N2 + O2 N2O + *O NO + NO
N2O relatif tidak reaktif dibanding gas NO karena secara termodinamika
tidak stabil namun pada suhu kamar N2O cukup stabil dengan waktu hidup sekitar
150 tahun. Pada molekul N–N–O asimetris, orde ikatan N–N sekitar 2,7
sedangkan N–O sekitar 1,6 sehingga N–O lebih mudah putus dengan energi
aktivasi sebesar 250-270 kJ/mol. Pada pemanasan di atas 900 K, gas N2O akan
terdekomposisi menjadi gas N2 dan O2 dengan ΔrHo = -81,6 kJ/mol (Kapteijn et
al., 1996). Namun molekul N2O aktif dalam penyerangan lapisan ozon stratosfer
yang jumlahnya meningkat dengan signifikan terhadap pengikatan nitrogen global
(Manahan, 1993). Adapun struktur lewis dari N2O adalah:
atau
Dalam kendaraan jumlah N2O sangat sedikit dibanding gas NO dan NO2.
Kontribusi emisi N2O di atmosfer sekitar 4,7-7 Megaton/tahun dengan sekitar 30-
40% merupakan sumber alami (Kapteijn et al., 1996) dan sekitar 3,3% atau 0,2
Megaton/tahun berasal dari kendaraan bermotor (Degobert, 1995). Sumber N2O
lainnya berasal dari pembakaran biomassa, pupuk, oksidasi ammonia, pembakaran
bahan bakar fosil, produksi asam adipat dan asam nitrat serta teknik reduksi NOx
melalui TWC dan SCR (Kapteijn et al., 1996).
N N O N N X O X O X O
X X
• • • • • •O O
13
2.5 Reaksi Kimia Katalitik Heterogen
Pada umumnya reaksi kimia katalitik heterogen terdiri atas beberapa
tahapan reaksi yang berlangsung secara berurutan yaitu:
1. Transfer massa (difusi eksternal) reaktan dari bulk fluid ke permukaan
eksternal katalis.
2. Difusi internal reaktan dari mulut pori melalui pori katalis menuju sekitar
permukaan internal katalis.
3. Adsorpsi reaktan ke dinding permukaan internal katalis.
4. Reaksi kimia pada permukaan internal katalis.
5. Desorpsi produk dari dinding permukaan internal katalis.
6. Difusi internal produk dari permukaan internal katalis ke mulut pori pada
permukaan eksternal katalis.
7. Transfer massa (difusi eksternal) produk dari permukaan eksternal katalis
ke bulk fluid.
Adapun diagram energi dari reaksi kimia katalitik heterogen yaitu (Page, 1987):
Gambar 2.2. Diagram Energi Reaksi Kimia Katalitik Heterogen.
Eads
EdesAdsorpsi reaktan
Desorpsi produk
E1 Difusi reaktan
∆H Ekat reaksi ke kiri
E non-kat reaksi ke kiri
∆H
E2 Difusi produk
Reaksi permukaan
Enon-kat reaksi
ke kanan
Ekat reaksi ke kanan
14
Laju reaksi keseluruhan ditentukan oleh tahapan reaksi yang paling lambat.
Apabila tahapan difusi (1, 2, 6 dan 7) dianggap sangat cepat dibandingkan tahapan
reaksi (3, 4 dan 5) maka konsentrasi situs aktif bulk fluid dapat diabaikan. Dalam
kasus ini, tahapan transfer atau difusi tidak mempengaruhi laju reaksi keseluruhan
sehingga yang perlu diperhatikan adalah tahapan adsorpsi, reaksi permukaan dan
desorpsi (Fogler, 1992).
A. Adsorpsi
Adsorpsi adalah gaya tarik menarik dari komponen atom penyusunnya
dalam permukaan sebagai kompensasi adanya ketidakseimbangan gaya pada
permukaan padatan tersebut akibat atom-atom di permukaan tidak memiliki
tetangga yang lengkap. Situs aktif katalis terbagi menjadi dua yaitu situs aktif
katalis terisi dan situs aktif katalis kosong. Situs aktif terisi inilah yang telah
mengadsorpsi reaktan. Adsorpsi terbagi menjadi 2 yaitu:
1. Adsorpsi molekuler, terjadi bila molekul teradsorpsi secara langsung pada
adsorben dengan tidak mengalami pemutusan ikatan molekul.
A2 + S A2S (adsorpsi molekuler)
Persamaan laju reaksi:
rAD = kA2 PA2 Cv – k’A2 CA2S atau rAD = kA2. (PA2. CV – CA2S/ KA2) (2.1)
KA2 adalah tetapan setimbang adsorpsi, KA2 = kA2/ k’A2
2. Adsorpsi disosiatif, terjadi dengan adanya pemutusan ikatan molekul
menjadi atom-atom penyusunnya.
A + S AS (adsorpsi disosiatif) kA
k’A
kA2
k’A2
15
Persamaan laju reaksi:
rAD = kA PA Cv – k’A CAS atau rAD = kA. (PA. CV – CAS/ KA) (2.2)
KA adalah tetapan setimbang adsorpsi, KA = kA/ k’A (Masel, 2001)
B. Reaksi permukaan
Ketika reaktan telah di adsorpsi pada permukaan, reaktan mampu bereaksi
dengan beberapa cara untuk membentuk produk, yaitu:
1. Mekanisme Langmuir-Hinshelwood, terjadi bila gas yang teradsorpsi terikat
pada lapisan monomolekuler, situs aktif permukaannya adalah homogen dan
situs aktifnya mempunyai afinitas ikatan yang sama (Alberty, 1998).
a. Mekanisme single-site (reaktan teradsorpsi hanya dengan satu situs).
AS BS
Persamaan laju reaksi, rS = kS. (CAS – CBS/ KS) (2.3)
Ks adalah tetapan setimbang reaksi permukaan, KS = kS/ k’S
Persamaan laju adalah orde satu pada penutupan permukaan:
r = k θA
θA = jumlah situs adsorpsi yang terisi/ jumlah situs adsorpsi yang
tersedia.
Jumlah gas yang teradsorpsi pada tekanan tertentu dan suhu tetap
didefinisikan sebagai isoterm adsorpsi. Isoterm adsorpsi mengikuti
isoterm Langmuir dengan asumsi tiap situs adsorpsi adalah sama dan
kemampuan mengikat partikel tidak tergantung pada dekat tidaknya
situs yang ditempati.
kS
k’S
16
Laju perubahan penutupan permukaan karena adsorpsi:
N dθ/dt = KA. PA. N(1–θ)
N(1–θ) = situs kosong, N = jumlah total situs dan KA = tetapan laju
adsorpsi.
Sedangkan laju perubahan penutupan permukaan karena desorpsi:
N dθ/dt = KD. N. θ dengan KD = tetapan laju desorpsi
Laju adsorpsi dan desorpsi setimbang adalah sama, sehingga
θA = K. PA/ (1 + K. PA), dengan K = KA/KD
Substitusi θA di atas pada persamaan laju, sehingga:
r = k. K. PA/ (1 + K. PA) (2.4)
b. Mekanisme dual-site (reaktan teradsorpsi dengan dua situs)
i). Reaksi antara reaktan yang teradsorpsi dengan situs aktif kosong.
AS + S’ BS’ + S
Persamaan laju reaksi, rS = kS. (CAS. CV – CBS. CV / KS) (2.5)
ii). Reaksi antar dua reaktan yang teradsorpsi dengan jenis situs aktif
yang sama.
AS + BS CS + DS
Persamaan laju reaksi, rS = kS. (CAS. CBS – CCS. CDS / KS) (2.6)
iii). Reaksi antar dua reaktan yang teradsorpsi dengan jenis situs aktif
yang beda.
AS + BS’ CS’ + DS
Persamaan laju reaksi, rS = kS. (CAS. CBS’ – CCS. CDS / KS) (2.7)
kS
k’S
k’S
kS
kS
k’S
17
Persamaan laju adalah orde dua pada penutupan permukaan:
r = k θA. θB
Dengan menggunakan isoterm Langmuir seperti di atas diperoleh:
θA = KA. PA/ (1 + KA. PA + KB. PB)
θB = KB. PB/ (1 + KA. PA + KB. PB)
Maka persamaan laju menjadi:
r = k. KA. PA .KB. PB / (1 + KA. PA + KB. PB)2 (2.8)
2. Mekanisme Eley-Rideal, terjadi bila molekul yang teradsorpsi bereaksi
dengan molekul di dalam fluid yang tidak teradsorpsi dalam fase gas.
AS + B(g) CS + D(g)
Persamaan laju reaksi, rS = kS. (CAS. PB – CCS. PD / KS)
Persamaan laju adalah orde satu pada penutupan permukaan :
r = k θA. PB
Dengan menggunakan isoterm Langmuir seperti di atas diperoleh
θA = K. PA/ (1 + K. PA)
Maka persamaan laju menjadi:
r = k. K. PA. PB / (1 + K. PA) molekul monoatomik (2.9)
r = k. (K. PA)1/2. PB / (1 + (K. PA) 1/2) molekul diatomik (2.10)
(Jocheim, 1998 dan Fogler, 1999)
C. Desorpsi
Calon produk yang masih teradsorpsi pada permukaan akan terdesorpsi
menjadi produk dan adsorbennya. Desorpsi terbagi menjadi 2 yaitu:
kS
k’S
18
1. Desorpsi molekuler sederhana, terjadi bila molekul adsorbat meninggalkan
adsorbennya secara langsung yang disebabkan karena kurang kuatnya ikatan
yang terjadi antara molekul calon produk dengan adsorbennya.
CS C + S
Persamaan laju reaksi, rD = kD. (CCS – PC.CV / KD) (2.11)
KD = tetapan setimbang desorpsi, KD = kD/ k’D
2. Desorpsi rekombinatif, terjadi pada 2 atom radikal teradsorpsi yang
berkombinasi bersamaan untuk membentuk spesies stabil yang kemudian
meninggalkan permukaan adsorbennya.
C1S + C2S C + 2 S
Persamaan laju reaksi, rD = kD. (CC1S . CC2S – PC.CV2
/ KD) (2.12)
KD = tetapan setimbang desorpsi, KD = kD/ k’D (Masel, 2001)
2.6 Laju Reaksi
Laju reaksi adalah perubahan konsentrasi pereaksi atau produk dalam satu
satuan waktu. Laju reaksi dapat dinyatakan sebagai laju berkurangnya konsentrasi
pereaksi atau bertambahnya konsentrasi produk. Menurut Van’Hoff, laju reaksi
merupakan fungsi konsentrasi semua spesies (pelarut atau katalis), suhu reaktor,
dan tekanan total.
A. Konsentrasi
Makin tinggi konsentrasi maka laju makin cepat. Hubungan konsentrasi
terhadap laju reaksi untuk reaksi sederhana yaitu reaksi yang orde reaksinya
kD
k’D
kD
k’D
19
sama dengan molekularitasnya dirumuskan oleh Gulberg dan Waage pada
tahun 1867 dalam Hukum Keaktifan Massa yang berbunyi “apabila suhu tetap
maka laju reaksi akan sebanding dengan konsentrasi reaktan yang
dipangkatkan dengan koefisien dalam reaksi”. Hukum tersebut dituliskan
dalam persamaan:
r = k (CA)m (CB)n..... (2.13)
Dengan (CA), (CB) .... adalah konsentrasi reaktan, k adalah tetapan laju reaksi
dan m, n....... adalah orde reaksi (koefisien) terhadap A dan B berturut-turut.
Orde reaksi adalah jumlah pangkat dari konsentrasi zat-zat yang menentukan
laju reaksi dengan harga nol, pecahan, negatif atau positif (Masel, 2001).
B. Suhu
Makin tinggi suhu maka laju makin besar. Peranan suhu pada laju
terletak pada tetapan laju k dan bukan pada orde reaksi, sedangkan secara
termodinamika suhu mempengaruhi tetapan setimbang adsorpsi K. Adapun
hubungan suhu terhadap tetapan setimbang adsorpsi dirumuskan oleh Van’t
Hoff pada tahun 1887 (gambar 2.3a) sedangkan hubungan suhu terhadap
tetapan laju k dirumuskan oleh Arrhenius pada tahun 1889 (gambar 2.3b).
(a) (b)
Gambar 2.3. Hubungan antara ln K atau ln k versus 1/T. (a) Persamaan Van’t Hoff (b)Persamaan Arrhenius.
ln K
1/T
Intersep = ΔS/R
Slope = -ΔH/Rln k
1/T
Intersep = ln A
Slope = -Ea/R
20
Hubungan tetapan-tetapan itu dengan suhu dapat dituangkan dalam
persamaan:
-Ea/RTe A. k =
atau RTEa-Aln k ln = (Arrhenius) (2.14)
RS
RTH- K ln Δ
+Δ
= (Van’t Hoff) (2.15)
Dengan K adalah tetapan setimbang adsorpsi, T adalah suhu reaksi (K), ΔH
adalah perubahan entalpi (J/mol) dan ΔS adalah perubahan entropi (J/mol.K),
k adalah tetapan laju, A adalah faktor frekuensi atau faktor pra-eksponensial
(orde satu dalam s-1), Ea adalah energi aktivasi (J/mol) dan R adalah tetapan
gas (8,314 J/mol.K) (Alberty, 1983).
Di dalam reaksi kimia katalitik, kadang dijumpai reaksi yang lajunya
bertambah dengan naiknya suhu, mencapai maksimum dan kemudian
berkurang dengan kenaikan suhu lebih lanjut. Gejala pertama adalah sesuai
dengan persamaan Arrhenius sedangkan gejala kedua tidak sesuai dengan
persamaan Arrhenius (non-Arrhenius). Persamaan non-Arrhenius ini dapat
disebabkan oleh konsentrasi awal reaktan yang sangat tinggi, fraksi penutupan
yang semakin berkurang, kekuatan adsorpsi yang sangat kuat dan konsentrasi
reaktan yang semakin tinggi dengan naiknya suhu. Adapun hubungan antara
ln k versus 1/T dari kedua gejala di atas adalah (Masel, 2001):
Gambar 2.4. Hubungan antara ln k versus 1/T dari Persamaan Arrhenius dan Persamaan non-Arrhenius.
Arrhenius
Non-Arrheniusln k
1/T
21
C. Katalis
Reaksi kimia dapat dipengaruhi oleh adanya zat-zat lain dalam jumlah
sedikit namun dapat mempercepat reaksi. Zat itu disebut juga dengan katalis.
Jumlah yang relatif sedikit dari katalis ini bukan berarti konsentrasi katalis tak
penting tetapi kenyataannya dengan adanya sedikit katalis yang ditambahkan
menyebabkan konversi reaktan menjadi tinggi dan umumnya laju reaksi
berbanding lurus dengan konsentrasi dan luas permukaan katalis.
Katalis mempengaruhi laju dengan menurunkan harga energi aktivasi
yang terlihat pada gambar 2.2. Penurunan energi aktivasi itu terjadi akibat
interaksi antara katalis dengan reaktan. Komponen aktif katalis ini berasal dari
logam-logam yang terdeposit pada pengemban atau dari pengemban sendiri.
Logam-logam ini (umumnya logam transisi) menyediakan orbital d kosong
atau elektron tunggal yang disumbangkan pada molekul reaktan, sehingga
terbentuk ikatan baru dengan kekuatan tertentu. Apabila adsorpsi terlalu kuat
maka aktifitas katalis menjadi kecil karena reaksinya akan menjadi lambat
meskipun katalis cukup aktif (Jocheim, 1998).
2.7 Penentuan Sifat-sifat Permukaan Metode BET
Sifat permukaan dari katalis yang penting adalah luas permukaan spesifik
dan volume pori. Penentuan luas permukaan spesifik maupun volume pori terdiri
dari dua tahapan yaitu preparasi dan analisa sampel. Sampel dipreparasi untuk
membersihkan kontaminan (air atau molekul lain) yang mungkin teradsorpsi oleh
sampel ketika penyimpanannya. Preparasi (degassing) dilakukan dengan
kombinasi pemanasan, pemvakuman dan pengaliran gas (Nitrogen) sedangkan
22
analisa sampel dengan adsorpsi N2 pada temperatur 77 K. Nitrogen biasa
digunakan karena inert, non korosif dan dapat bersaing dengan material
pembentuk. Selain gas nitrogen, gas lain yang dapat digunakan adalah n-butana,
karbondioksida, krypton dan argon. Temperatur 77 K dipilih karena merupakan
titik didih dari nitrogen cair pada keadaan standar.
Luas permukaan spesifik katalis ditentukan berdasarkan jumlah gas
nitrogen yang diperlukan untuk membentuk “monolayer” pada permukaan dan
pori katalis pada tekanan relatif (P/Po) 0,05-0,35. Jumlah gas yang teradsorpsi
pada tekanan tertentu didefinisikan sebagai isoterm adsorpsi. Diantara isoterm
adsoprsi yang dikenal, isoterm adsorpsi yang diusulkan oleh Brunauer-Emmet–
Teller (BET) merupakan metode yang sering digunakan terutama untuk analisa
mikropori.
Persamaan kesetimbangan adsorpsi BET dituliskan dengan:
1)-W((Po/P)1 =
CWm.1 + (P/Po)
CWm.1- C (2.16)
W adalah berat gas N2 yang terjerap pori pada tekanan pori P/Po (gram),
Wm adalah berat adsorbat yang membentuk lapisan monolayer pada padatan
(gram), P adalah tekanan uap adsorbat (atm), Po adalah tekanan uap murni
adsorbat (atm) dan C adalah konstanta BET yang berkaitan dengan energi
adsorpsi pada lapisan monolayer.
Dengan membuat plot antara 1)-W((Po/P)
1 Vs (P/Po) maka Wm dan C
dapat diperoleh, selanjutnya luas permukaan (SA) dapat dihitung dengan rumus:
SA = M
Acs Nav. Wm. (2.17)
23
Nav adalah bilangan Avogadro (6,023 x 1023 molekul/mol), Acs adalah
luas proyeksi N2 (16,2 Å2/molekul) dan M adalah berat molekul N2 (28,0103
g/mol).
Sementara volume pori ditentukan berdasarkan jumlah nitrogen yang
teradsorpsi dan mengisi pori katalis pada tekanan relatif (P/Po) 0-0,09. Volume
nitrogen yang teradsorpsi (Vads) dapat diubah menjadi volume nitrogen cair yang
mengisi pori (Vp) dengan persamaan berikut:
Vp =T R.
Vm Vads. Pa. (2.18)
Vm merupakan volume molar dari nitrogen cair (34,7 cm3/mol), Pa dan T
merupakan tekanan dan temperatur pengukuran.
Rerata jari-jari pori (ř) yang menyatakan ukuran pori dan persebaran pori
pada katalis ditentukan dengan persamaan berikut (Lowell, 1979):
ř = AS
Vp 2 (2.19)
Hubungan antara konstanta C dengan energi adsorpsi dituliskan dengan:
C= e T R.Qc - Qa
(2.20)
E ads =T R.Qc - Qa atau Eads = ln C (2.21)
Qa merupakan panas adsorpsi, Qc merupakan panas kondensasi nitrogen
cair dan Eads merupakan energi adsorpsi (Joule) (Adamson, 1976 dan Jozefaciuk,
2002).
24
2.8 Metode Difraksi Sinar X
Sinar X merupakan radiasi gelombang elektromagnetik dengan panjang
gelombang pendek, antara 0,5Å- 2,5 Å yang ordenya sama dengan jarak antar
bidang dalam kristal. Oleh karena itulah sinar X sangat berguna dalam analisis
struktur kristal dan untuk identifikasi mineral-mineral yang berbentuk kristal.
Sinar X dihasilkan dari tumbukan antara elektron berkecepatan tinggi
dengan logam sasaran yang memberikan radiasi karakteristik. Biasanya logam
yang digunakan adalah logam Cu yang menghasilkan radiasi Kα dan Kβ, akan
tetapi Kβ dapat dihilangkan dengan cara menghalangi radiasinya menggunakan
suatu filter yang sesuai dengan logam sasaran yang digunakan, misalnya nikel
sehingga hanya satu radiasi yang lolos (radiasi monokromatis Kα) dan dapat
digunakan dalam analisis. Suatu difraksi bisa diperoleh apabila terjadi penguatan
pada sinar X yang terpancarkan oleh atom-atom dalam kristal pada arah tertentu.
Penguatan sinar X yang terpancarkan menjadi kuantitatif hanya jika Hukum
Bragg terpenuhi. Hukum Bragg didefinisikan sebagai berikut:
n λ = 2.dhkl.Sin θ
dhkl : Jarak antar bidang dalam kristal
λ : Panjang gelombang sinar X
θ : Sudut difraksi
n : Tingkat difraksi, n = 1, 2, 3, .....
Gambar 2.5. Pola Difraksi Sinar X.
Pola XRD memberikan data berupa jarak interplanar (d spacing), Sudut
difraksi (2θ), intensitas relatif (I/Io), indeks miller (dhkl), lebar puncak, parameter
unit sel (a, b, c, α, β dan γ). Analisa kualitatif maupun kuantitatif data tersebut
memberikan informasi tentang (i) komposisi mineral/ spesi oksida dari suatu
Bidang Kristalθ d
25
logam katalis, (ii) derajat kristallinitas dan (iii) memungkinkan untuk menentukan
sistem kristal (Niemantsverdiet, 1995). Persamaan-persamaan yang digunakan
adalah:
Komposisi mineral = nilai d data – nilai d JCPDS (Joint Comitte of Powder
Diffraction Standart) (2.22)
Kristalinitas = Luas puncak pada o2θ 9,77 - o2θ 30,88 sampel x 100% (2.23) Luas puncak pada o2θ 9,77 - o2θ 30,88 referens
Ukuran partikel logam pada katalis berpengemban dapat dianalisa dengan
persamaan Scherrer (Clark, 1955).
L = cos . k.
θβλ (2.24)
L merupakan ukuran partikel logam katalis (Å), k merupakan konstanta
kekasaran permukaan sampel (0,94), λ merupakan panjang gelombang yang
digunakan dalam analisis (Å), β merupakan lebar puncak terkoreksi (radian), dan
θ merupakan sudut difraksi ( o).
2.9 Kromatografi Gas
Kromatografi adalah suatu metode analisis yang bertujuan untuk
memisahkan komposisi sampel menjadi komponen-komponennya. Pada sistem
kromatografi terdapat dua fasa, yaitu fasa gerak dan fasa diam. Fasa gerak dapat
berupa gas atau cairan sedangkan fasa diam dapat berupa cairan atau padatan.
Kromatografi gas yang banyak digunakan adalah jenis kromatografi gas-
cairan yang fasa diamnya dilapisi dengan film tipis dari cairan organik yang
diisikan dalam kolom, yaitu pipa/tabung dengan diameter dan panjang tertentu.
26
Analisis dengan kromatografi gas dapat dilakukan secara kualitatif
maupun kuantitatif. Analisis kualitatif bertujuan untuk mengetahui jenis
komponen dalam sampel sedangkan analisis kuantitatif bertujuan untuk
mengetahui konsentrasi komponen dalam sampel.
1. Bagian-bagian kromatografi
a) Sumber gas (gas pembawa), yang digunakan untuk mengelusikan
komponen melalui kolom menuju detektor.
b) Unit kromatografi
a. Pengatur aliran konstan, yang berfungsi untuk mengatur aliran gas
pembawa ke dalam kolom kromatografi.
b. Tempat injeksi (injection port) dan termostat. Injection port berfungsi
sebagai tempat sampel diinjeksi sedangkan termostat berfungsi untuk
mengubah sampel menjadi fase gas dengan memberikan suhu tinggi.
c. Kolom, yang berfungsi untuk memisahkan komposisi sampel menjadi
komponen-komponennya, sehingga dapat terpisah dalam waktu yang
berbeda.
d. Detektor. Prinsip kerja dari detektor adalah tanggapan terhadap
perubahan sifat gas pembawa yang tergantung pada besarnya
konsentrasi komponen dari gas pembawa tersebut pada sampel.
c) Amplifier dan recorder. Amplifier berfungsi untuk membesarkan arus
sinyal dari detektor ke alat pencatat (rekorder) sedangkan rekorder
berfungsi untuk merekam sinyal yang telah diperkuat oleh amplifier dan
mengubahnya menjadi sinyal dalam bentuk tegangan searah. Tegangan ini
dipakai oleh rekorder sebagai fungsi waktu yang digambarkan berupa peak
pada kromatogram.
27
2. Prinsip Pemeriksaan
Pada kromatografi gas yang telah siap pakai, sampel diinjeksikan ke
dalam injection port untuk mengubah sampel dalam fase gas. Bersama gas
pembawa (fase gerak), sampel akan masuk ke dalam kolom yang telah berisi
medium padatan (fasa diam). Selanjutnya komponen sampel akan berinteraksi
dengan fasa diam yang sebagian komponen akan melarut dalam fasa diam.
Banyaknya komponen yang melarut tergantung dari adanya komponen
tersebut dalam sampel dan koefisien distribusi dari tiap komponen antara fasa
gas dan fasa cair. Komponen yang mudah larut akan ditahan lebih lama dalam
fasa diam dengan waktu lebih lama untuk meninggalkan kolom sedangkan
komponen yang lebih sukar larut akan lebih banyak berada dalam fasa gerak
(gas pembawa) dengan waktu yang relatif lebih cepat untuk mencapai
detektor. Selanjutnya detektor akan mengirimkan sinyal ke amplifier yang
diteruskan ke rekorder dan integrator hingga terbentuk kromatogram yang
menunjukkan hubungan antara denyut detektor terhadap waktu (Sukur, 1997).
Gambar 2.6. Susunan Alat Kromatografi Gas.
Rekorder Kromatogram Pengatur Tekanan
Amplifier
28
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Lokasi Penelitian
Seluruh kegiatan penelitian dilakukan di Pusat Penelitian dan
Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi “LEMIGAS”, Jalan Ciledug
Raya Kav.109 Cipulir Kebayoran Lama Jakarta Selatan. Penelitian tentang
karakterisasi katalis dilakukan di laboratorium konversi dan katalisa (pengukuran
sifat-sifat permukaan metode BET) dan laboratorium eksplorasi (metode difraksi
sinar X). Adapun uji aktivitas dilakukan di laboratorium konversi dan katalisa
sedangkan analisis hasil uji aktivitas dilakukan di laboratorium kromatografi.
3.2. Populasi dan Sampel
3.2.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah campuran gas N2O yang diperoleh
dari pasaran P.T. BOC Gases Indonesian dengan konsentrasi 99,5 %.
3.2.2 Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah cuplikan gas N2O dari P.T. BOC
Gases Indonesian dengan konsentrasi 99,5 %.
3.3. Variabel Penelitian
3.3.1 Variabel Bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah: suhu dengan variasi 473 K,
573 K, 673 K, 773 K, laju alir gas N2O dengan variasi 40 mL/menit, 50 mL/menit,
29
60 mL/menit serta konsentrasi katalis Cr2O3/Zeolit dan Co3O4/Zeolit dengan variasi
1,5 %; 2,5 % dan 3,5 % .
3.3.2 Variabel Terikat
Variabel terikat pada penelitian ini adalah karakteristik luas permukaan
dan energi adsorpsi (metode BET), spesi oksida dan ukuran partikel katalis
(metode difraksi sinar X) serta konversi gas N2O (uji aktivitas).
3.3.3 Variabel Terkendali
Variabel terkendali dalam penelitian ini adalah suhu 77.35 K, tekanan 1
atm dan berat katalis 0,1924 gram (metode BET), tegangan 40 kV, arus 30 mA,
radiasi λ1 = 1,54060 Ǻ dan λ2 = 1,54443 Ǻ (metode XRD), volume gas total,
tekanan 1 atm dan berat katalis 1 gram (uji aktivitas) serta suhu kolom 60oC, suhu
detektor 200oC, laju alir gas pembawa 35 mL/menit (metode GC-TCD).
3.4. Alat dan bahan
3.4.1. Alat-alat
a. Furnace Thermolyne 6000
b. Neraca analitik Metter Toledo
c. NOVA 1200e (NO Void Analyse )-Quantachrome instrument
d. Difraksi Sinar PANalytical X’Pert Pro
e. Perangkat alat uji reaksi dekomposisi gas N2O
f. GC-TCD V-3700
g. Software QuickBasic
30
Susunan alat selengkapnya dapat dilihat pada gambar 3.1.
Keterangan:
1. Tabung gas N2O 5. Flowmeter
2. Indikator tekanan 6. Termostat
3. Reaktor 7. Penampung produk
4. Katalis 8. GC-TCD
3.4.2. Bahan-bahan
a. Gas N2
b. Gas N2O 99,5 %
c. Nitrogen cair
d. Katalis 1,5 %; 2,5 % dan 3,5 % Cr2O3/Zeolit
e. Katalis 1,5 %; 2,5 % dan 3,5 % Co3O4/Zeolit
3.5. Prosedur Kerja
3.5.1. Karakterisasi Katalis
a. Penentuan Sifat-sifat Permukaan Metode BET
8 1
2
7
3
4
Gambar 3.1. Rangkaian Alat Uji Aktivitas Reaksi Dekomposisi Gas N2O
6 5
31
Analisa diawali dengan preparasi sampel dengan memasukkan sejumlah
katalis pada tempat sampel kemudian dilakukan degassing selama 3 jam
pada suhu 250oC dan laju alir gas N2 5 gelembung/detik. Selanjutnya
dilakukan pengukuran serta analisis sampel dengan cara adsorpsi dan
desorpsi gas N2 pada suhu 77 K.
b. Metode Difraksi Sinar-X
Sejumlah sampel dihaluskan dengan ukuran <50 μm kemudian dikeringkan
pada suhu 120oC selama 3 jam dan ditempatkan pada plat sampel. Spektrum
direkam pada daerah sudut 2θ = 3,01o sampai 69,99o dengan interval
pencatatan 0,2o 2θ/1 detik. Kondisi pengoperasian pada 40 kV dan 30 mA
dengan radiasi CuKα (λ1 = 1,54060 Ǻ dan λ2 = 1,54443 Ǻ).
3.5.2. Uji Aktivitas Katalis
1. Dialirkan gas nitrogen ke dalam rangkaian alat selama ± 5 menit.
2. Dimasukkan 1 gram katalis Cr2O3/Zeolit yang telah dikeringkan pada suhu
200oC selama 2 jam ke dalam reaktor dengan konsentrasi katalis sesuai variabel.
3. Diatur suhu reaksi dalam reaktor dengan suhu sesuai variabel, hingga
dicapai suhu konstan.
4. Dialirkan gas N2O ke dalam reaktor dengan laju alir sesuai variabel dan
biarkan selama 30 menit.
5. Ditampung gas produk dari hasil dekomposisi gas N2O dalam topler selama
15 menit (hingga kondisi telah dianggap steady state).
6. Dicatat persentase gas produk (gas N2) secara diskontinu sesuai hasil analisis
GC-TCD.
32
7. Proses ini diulang dengan memvariasikan konsentrasi katalis, suhu reaksi
dan laju alir gas N2O sesuai variabel.
8. Ulangi ketujuh langkah di atas untuk katalis Co3O4/Zeolit.
3.6. Analisis Data
Data konstanta BET dari metode BET digunakan untuk menentukan energi
adsorpsi dengan persamaan (2.21).
Data difraktogram sinar X digunakan untuk menganalisis komposisi
mineral/ spesi oksida dalam katalis dengan persamaan (2.22) dan ukuran partikel
logam pada katalis dengan persamaan (2.24).
Data khromatogram digunakan untuk menentukan konsentrasi sampel
dengan cara mensubstitusikan area sampel pada persamaan kurva standar yang
telah dibuat. Data konsentrasi sampel ini dapat digunakan untuk mengetahui
pengaruh suhu reaksi, laju alir dan jenis katalis terhadap laju dengan membuat
grafik hubungan antara suhu reaksi dengan laju reaksi dekomposisi gas N2O pada
variasi laju alir gas N2O untuk katalis Cr2O3/Zeolit dan Co3O4/Zeolit.
Adapun analisis laju reaksi dalam penelitian ini meliputi perhitungan laju
reaksi dekomposisi N2O dari hasil eksperimen (data) dan simulasi komputer.
Perhitungan laju reaksi dari hasil eksperimen meliputi perhitungan
konversi dan laju molar gas N2O dari persamaan gas ideal. Persamaan-persamaan
yang digunakan adalah (Teraoka et al., 1998):
IN2
OUT2
O][N][N
X = (3.1)
33
T R.F P.
F N2OV,N2O = (3.2)
WX.F
)r (- N2ON2O = (3.3)
Keterangan:
[N2O]IN = fraksi mol gas N2O sebelum reaksi, % X = konversi gas N2O, %
[N2]OUT = fraksi mol gas N2 setelah reaksi, % P = tekanan total gas, atm
FN2O = laju molar gas N2O, mol/jam T = suhu reaksi, K
FV,N2O = laju volumetris gas N2O, L/jam W = berat katalis, g
R = tetapan gas, 0,082053L.atm/mol.K (-rN2O) = laju reaksi gas N2O, mol/jam/g
Perhitungan laju reaksi dari hasil simulasi komputer dilakukan dengan cara
optimasi data eksperimen dan perkiraan harga tetapan-tetapan awal (metode trial-
and-error) terhadap persamaan model kinetika mekanisme Langmuir-
Hinshelwood, Eley-Rideal dan Power Rate Law yang telah diajukan dengan
program komputer QuickBasic metode Hooke-Jeeves 4 variabel, hingga diperoleh
harga tetapan-tetapan akhir dan Sum of Square Error (SSE) untuk tiap model.
Dasar dalam optimasi adalah minimasi fungsi (SSE) yang merupakan kuadrat dari
selisih antara laju hasil perhitungan komputer dengan laju hasil eksperimen.
Model kinetika yang memiliki harga SSE terkecil itulah yang merupakan model
kinetika terpilih (Sediawan, 1997).
Penentuan persamaan tetapan-tetapan untuk model kinetika terpilih dan
tetapan laju serta orde reaksi untuk model Power Rate Law dilakukan dengan cara
optimasi seperti di atas hingga diperoleh harga tetapan-tetapan akhir dan SSE
untuk tiap suhu. Tetapan-tetapan yang diperoleh digunakan untuk menentukan
nilai Ea, A, ΔH dan ΔS dengan mengubah nilai tetapan ke dalam bentuk
persamaan Arrhenius dengan persamaan (2.14) dan Van’t Hoff dengan persamaan
34
(2.15) yaitu dengan membuat grafik hubungan antara ln tetapan-tetapan (ordinat)
dan 1/T (absis) menggunakan metode regresi linear hingga diperoleh harga slope,
intersep dan rerata ralat. Dasar dalam optimasi adalah minimasi rerata ralat yang
merupakan selisih antara tetapan hasil perhitungan dan tetapan hasil eksperimen
dibagi dengan tetapan hasil eksperimen. Persamaan yang memiliki harga rerata
ralat kecil itulah yang dapat digunakan untuk menentukan nilai Ea, A, ΔH dan ΔS.
Adapun model kinetika yang diajukan pada penelitian ini adalah :
Model 1. Mekanisme Langmuir-Hinshelwood 1
i). Katalis Cr2O3/Zeolit
1-
11 k
kK =
3-
33 k
kK =
ii). Katalis Co3O4/Zeolit
1-
11 k
kK =
3-
33 k
kK =
Adsorpsi N2O ke permukaan katalis:
Z Cr2O3(sf) Z (Cr3+)2(sf) + 3 O2-(sf)
k21
Z (Cr3+)2(sf) + 2 N2O(g) Z (Cr4+(N2O)-)2(sf) k2
-1 Z (Cr4+(N2O)-)2(sf) k2
2 Z (Cr4+(O)-)2(sf) + 2 N2(g) k3
Z (Cr4+(O)-)2(sf) Z (Cr3+)2(sf) + O2(g) k-3
Z Cr2O3(sf) + 2 N2O(g) Z (Cr3+)2(sf) + 3 O2-(sf) + 2 N2(g) + O2(g)
N2O(g) N2(g) + ½ O2(g)
k21
Z (Co2+)2(sf) + 2 N2O(g) Z (Co3+(N2O)-)2(sf) k2
-1 Z (Co3+(N2O)-)2(sf) k2
2 Z (Co3+(O)-)2(sf) + 2 N2(g) k3
Z (Co3+(O)-)2(sf) Z (Co2+)2(sf) + O2(g) k-3
2 N2O(g) 2 N2(g) + O2(g) N2O(g) N2(g) + ½ O2(g)
35
(-r (N2O)S)2 = – k21. P2
N2O. θ2v + k2
-1. θ2N2O
= – k21. (P2
N2O. θ2v – θ2
N2O / K21)
(-r (N2O)S) = – k1. (PN2O. θv – θN2O / K1)
Dalam keadaan setimbang : (-r (N2O)S) = 0
– k1. (PN2O. θv – θN2O / K1) = 0
k1. θN2O / K1 = k1. PN2O. θv
θN2O = K1. PN2O. θv
Desorpsi Os dari permukaan katalis:
(-r O2) = – k3. θ2O + k-3. PO2. θ2
v = – k3. (θ2
O – PO2. θ2v/ K3)
Dalam keadaan setimbang : (-r O2) = 0
– k3. (θ2O – PO2. θ2
v/ K3) = 0
k3. θ2O = k3. PO2. θ2
v/ K3
θ2O = 1/ K3. PO2. θ2
v
θO = 1/ K1/23. P1/2
O2. θv
Jumlah situs aktif katalis:
1 = θv + θN2O + θO
1 = θv + K1. PN2O. θv + 1/ K1/23. P1/2
O2. θv
1 = θv . (1 + K1. PN2O + 1/ K1/23. P1/2
O2)
θv = 1 / (1 + K1. PN2O + 1/ K1/23. P1/2
O2)
Seolah-olah tahap yang paling lambat adalah reaksi permukaan:
(-r N2O)2 = k22. θ2
N2O
= k22. K2
1. P2N2O. θ�2
v
= k22. K2
1. P2N2O / (1 + K1. PN2O + 1/ K1/2
3. P1/2O2)2�
(-r N2O) = k2. K1. PN2O / (1 + K1. PN2O + 1/ K1/23. P1/2
O2)� (3.4)
(Vannice et al., 1996 dan Kapteijn et al., 1997)
36
Model 2. Mekanisme Langmuir-Hinshelwood 2
i). Katalis Cr2O3/Zeolit
2-
22 k
kK =
ii). Katalis Co3O4/Zeolit
2-
22 k
kK =
Desorpsi Os dari permukaan katalis:
(-r O2) = – k2. θ2O + k-2. PO2. θ2
v
= – k2. (θ2O – PO2. θ2
v/ K2)
Dalam keadaan setimbang : (-r O2) = 0
– k2. (θ2O – PO2. θ2
v/ K2) = 0
k2. θ2O = k2. PO2. θ2
v/ K2
θ2O = 1/ K2. PO2. θ2
v
θO = 1/ K1/22. P1/2
O2. θv
Jumlah situs aktif katalis:
1 = θ v + θO
1 = θ v + 1/ K1/22. P1/2
O2. θv
1 = θ v (1 + 1/ K1/22. P1/2
O2)
θ v = 1 / (1 + 1/ K1/22. P1/2
O2)
Seolah-olah tahap yang lambat adalah adsorpsi O:
(-r N2O)2 = k21. P2
N2O. θ2v
Z Cr2O3(sf) Z (Cr3+)2(sf) + 3 O2-(sf)
k21
Z (Cr3+)2(sf) + 2 N2O(g) Z (Cr4+(O)-)2(sf) + 2 N2(g) k2
Z (Cr4+(O)-)2(sf) Z (Cr3+)2(sf) + O2(g) k-2 2 N2O(g) 2 N2(g) + O2(g) N2O(g) N2(g) + ½ O2(g)
k21
Z (Co2+)2(sf) + 2 N2O(g) Z (Co3+(O)-)2(sf) + 2 N2(g)
k2 Z (Co3+(O)-)2(sf) Z (Co2+)2(sf) + O2(g) k-2 2 N2O(g) 2 N2(g) + O2(g) N2O(g) N2(g) + ½ O2(g)
37
= k21. P2
N2O. / (1 + 1/ K1/22. P1/2
O2) 2
(-r N2O) = k1. PN2O / (1 + 1/ K1/22. P1/2
O2) (3.5)
(Kapteijn et al., 1996)
Model 3. Mekanisme Eley-Rideal 1
i). Katalis Cr2O3/Zeolit
1-
11 k
kK =
3-
33 k
kK =
ii). Katalis Co3O4/Zeolit
1-
11 k
kK =
3-
33 k
kK =
Adsorpsi N2O ke permukaan katalis: (-r (N2O)S) = – k1. PN2O. θv + k-1. θN2O
= – k1. (PN2O. θv – θN2O / K1) Dalam keadaan setimbang : (-r (N2O)S) = 0 – k1. (PN2O. θv – θN2O / K1) = 0 k1. θN2O / K1 = k1. PN2O. θv
θN2O = K1. PN2O. θv
Desorpsi O2s dari permukaan katalis:
Z Cr2O3(sf) Z (Cr3+)2(sf) + 3 O2-(sf)
k1 Z (Cr3+)(sf) + N2O(g) Z (Cr4+(N2O)-)(sf)
k-1 Z (Cr4+(N2O)-)(sf) + N2O(g) k2 Z (Cr4+(O2)-)(sf) + 2 N2(g) k3 Z (Cr4+(O2)-)(sf) Z (Cr3+)(sf) + O2(g) k-3 Z Cr2O3(sf) + 2 N2O(g) Z (Cr3+)2(sf) + 3 O2-
(sf) + 2 N2(g) + O2(g) N2O(g) N2(g) + ½ O2(g)
k1 Z (Co2+)(sf) + N2O(g) Z (Co3+(N2O)-)(sf)
k-1 Z (Co3+(N2O)-)(sf) + N2O(g) k2 Z (Co3+(O2)-)(sf) + 2 N2(g)
k3 Z (Co3+(O2)-)(sf) Z (Co2+)(sf) + O2(g)
k-3 2 N2O(g) 2 N2(g) + O2(g)
N2O(g) N2(g) + ½ O2(g)
38
(-r O2) = – k3. θO2 + k-3. PO2. θv = – k3. (θO2 – PO2. θv/ K3) Dalam keadaan setimbang : (-r O2) = 0 – k3. (θO2 – PO2. θv/ K3) = 0 k3. θO2 = k3. PO2. θv/ K3 θO2 = 1/ K3. PO2. θv Jumlah situs aktif katalis: 1 = θv + θN2O + θO2
1 = θv + K1. PN2O. θv + 1/ K3. PO2. θv
1 = θv. (1 + K1. PN2O + 1/ K3. PO2)
θv = 1 / (1 + K1. PN2O + 1/ K3. PO2) Seolah-olah tahap yang paling lambat adalah reaksi permukaan: (-r N2O) = k2. PN2O. θN2O
= k2. PN2O. K1. PN2O. θ�v
= k2. K1. P2N2O. / (1 + K1. PN2O + 1/ K3. PO2) (3.6)
(Teraoka et al., 1998)
Model 4. Mekanisme Eley-Rideal 2
i). Katalis Cr2O3/Zeolit
3-
33 k
kK =
ii). Katalis Co3O4/Zeolit
3-
33 k
kK =
Z Cr2O3(sf) Z (Cr3+)2(sf) + 3 O2-(sf)
k1 Z (Cr3+)(sf) + N2O(g) Z (Cr4+(O)-)(sf) + N2(g) k2 Z (Cr4+(O)-)(sf) + N2O(g) Z (Cr4+(O2)-)(sf) + N2(g) k3 Z (Cr4+(O2)-)(sf) Z (Cr3+)(sf) + O2(g) k-3 Z Cr2O3(sf) + 2 N2O(g) Z (Cr3+)2(sf) + 3 O2-
(sf) + 2 N2(g) + O2(g) N2O(g) N2(g) + ½ O2(g)
k1 Z (Co2+)(sf) + N2O(g) Z (Co3+(O)-)(sf) + N2(g)
k2 Z (Co3+(O)-)(sf) + N2O(g) Z (Co3+(O2)-)(sf) + N2(g) k3 Z (Co3+(O2)-)(sf) Z (Co2+)(sf) + O2(g)
k-3 2 N2O(g) 2 N2(g) + O2(g) N2O(g) N2(g) + ½ O2(g)
39
Adsorpsi O dan Desorpsi Os ke dan dari permukaan katalis: (-r Os) = – k1. PN2O. θv + k2. PN2O. θO
Dalam keadaan tetap : (- r Os ) = 0 – k1. PN2O. θv + k2. PN2O. θO = 0 k1. PN2O. θv = k2. PN2O. θO θv = (k2/ k1). θO
Adsorpsi O2 dan Desorpsi O2s ke dan dari permukaan katalis: (- r O2s) = – k2. PN2O. θO + k3. θO2 – k-3. PO2. θv = k3. θO2 – k2. PN2O. θO – k3/ K3. PO2. (k2/ k1). θO = k3. θO2 – k3. {(k2/ k3). PN2O + (k2/ k1. K3). PO2}. θO Dalam keadaan setimbang : (- r O2s ) = 0 k3. θO2 – k3. {(k2/ k3). PN2O + (k2/ k1. K3). PO2. θO = 0
k3. θO2 = k3. {(k2/ k3). PN2O + (k2/ k1. K3). PO2}. θO θO2 = {(k2/ k3). PN2O + (k2/ k1. K3). PO2}. θO
Jumlah situs aktif katalis: 1 = θv + θO + θO2 1 = 0 + θO + {(k2/ k3). PN2O + (k2/ k1. K3). PO2}. θO 1 = θO. {1+ (k2/ k3). PN2O + (k2/ k1. K3). PO2} θO = 1 / {1+ (k2/ k3). PN2O + (k2/ k1. K3). PO2} Seolah-olah tahap yang lambat adalah adsorpsi O dan O2:
(-r N2O) = k1. PN2O. θv + k2. PN2O. θO = k1. PN2O. (k2/ k1). θO + k2. PN2O. θO = 2 k2. PN2O. θO
= 2 k2. PN2O / {1+ (k2/ k3). PN2O + (k2/ k1. K3). PO2} (3.7) (Kapteijn et al., 1997)
Model 5. Mekanisme Eley-Rideal 3
i). Katalis Cr2O3/Zeolit
Z Cr2O3(sf) Z (Cr3+)2(sf) + 3 O2-(sf)
k1 Z (Cr3+)(sf) + N2O(g) Z (Cr4+(O)-)(sf) + N2(g) k2 Z (Cr4+(O)-)(sf) + N2O(g) Z (Cr3+)(sf) + N2(g) + O2(g) Z Cr2O3(sf) + 2 N2O(g) Z (Cr3+)2(sf) + 3 O2-
(sf) + 2 N2(g) + O2(g) N2O(g) N2(g) + ½ O2(g)
40
ii). Katalis Co3O4/Zeolit
Adsorpsi O dan Desorpsi Os ke dan dari permukaan katalis:
(-r Os) = – k1. PN2O. θv + k2. PN2O. θO
Dalam keadaan tetap : (- r Os) = 0
– k1. PN2O. θv + k2. PN2O. θO = 0
k2. PN2O. θO = k1. PN2O. θv
θO = (k1/ k2 ). θv
Jumlah situs aktif katalis: 1 = θv + θO
1 = θv + (k1/ k2 ). θv
1 = θv. {1 + (k1/ k2 )}
θv = 1 /{1 + ( k1/ k2)}
Seolah-olah laju reaksi semua tahap adalah sama: (-r N2O) = k1. PN2O. θv + k2. PN2O. θO = k1. PN2O. θv + k2. PN2O. (k1/ k2). θv = 2 k1. PN2O. θv
= 2 k1. PN2O / {1 + (k1/ k2)} (3.8) (Kapteijn et al., 1996 dan Kapteijn et al., 1997)
Model 6. Power Rate Law
N2O(g) N2(g) + ½ O2(g)
(-r N2O ) = k. PaN2O. Pb
O2 (3.9)
(Vannice et al., 1995 dan Kapteijn et al., 1996)
Keterangan: Z = zeolit s = katalis Cr2O3/Zeolit dan Co3O4/Zeolit
k1 Z (Co2+)(sf) + N2O(g) Z (Co3+(O)-)(sf) + N2(g) k2 Z (Co3+(O)-)(sf) + N2O(g) Z (Co2+)(sf) + N2(g) + O2(g) 2 N2O(g) 2 N2(g) + O2(g) N2O(g) N2(g) + ½ O2(g)
41
a, b = orde reaksi θv = fraksi penutupan katalis tak terisi molekul gas θ O, O2 & N2O = fraksi penutupan katalis terisi molekul gas k = tetapan laju reaksi gas N2O k 1, 2 & 3 = tetapan laju reaksi ke kanan k -1, -2 & -3 = tetapan laju reaksi ke kiri K 1,2 & 3 = tetapan setimbang adsorpsi/desorpsi P O2 & N2O = tekanan parsial gas r Os, O2s & (N2O)S = laju reaksi gas teradsorpsi r O2 & N2O = laju reaksi gas tidak teradsorpsi
42
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Karakterisasi Katalis
4.1.1. Analisis Sifat-sifat Permukaan Metode BET
Dari pengukuran sifat-sifat permukaan melalui metode BET diperoleh data
berupa luas permukaan spesifik, volume pori dan konstanta BET. Konstanta BET
digunakan untuk menentukan energi adsorpsi, yang hasilnya terangkum pada
tabel 4.1. Contoh data lengkap metode BET terlihat pada lampiran 5.
Tabel 4.1. Analisis Sifat-sifat Permukaan Metode BET untuk Katalis Cr2O3/Zeolit dan Co3O4/Zeolit.
Katalis Luas Permukaaan
Spesifik, LPS (m2/g)
Volume Pori,
Vp (cc/g)
Konstanta BET, C
Energi Adsorpsi,
Eads (Joule) 1,5% Cr2O3/Zeolit 171,97 0,16640 -37,3 3,632,5% Cr2O3/Zeolit 171,83 0,15200 -39,4 3,673,5% Cr2O3/Zeolit 164,88 0,14580 -42,1 3,741,5% Co3O4/Zeolit 122,99 0,14550 -42,2 3,742,5% Co3O4/Zeolit 113,44 0,14390 -42,5 3,753,5% Co3O4/Zeolit 113,11 0,13140 -41,4 3,72
4.1.2. Analisis Metode Difraksi Sinar X
Dari data pengukuran d-spacing, 2θ dan lebar puncak dengan metode
difraksi sinar X dapat ditentukan spesi oksida yang dibentuk dan ukuran partikel,
yang hasilnya disajikan pada tabel 4.2. Contoh data lengkap serta penentuan spesi
oksida dan ukuran partikel hasil analisis metode difraksi sinar X berturut-turut
tercantum pada lampiran 6 dan lampiran 7.
43
Tabel 4.2. Analisis Metode Difraksi Sinar X untuk Katalis Cr2O3/Zeolit dan Co3O4/Zeolit.
Katalis d-spacing (Ǻ)
SudutDifraksi,
2θ (o )
LebarPuncak, β ( o )
Perkiraan Spesi
Oksida
Ukuran Partikel Logam Katalis,
L (Ǻ)
1,5% Cr2O3/ Zeolit
1.67007 2.49646
54.934135.9754
0.34560.9446 CrO2
270.7248 92.4009
2.66244 2.49646
33.663335.9754
0.37790.9446 Cr2O3
229.5088 92.4009
2,5% Cr2O3/ Zeolit
2.48748 1.67640
36.109654.7583
0.23620.4723 CrO2
369.6661 197.9421
2.67370 1.67640
33.517354.7583
0.28340.4723 Cr2O3
305.9210 197.9421
3,5% Cr2O3/ Zeolit
3.23317 1.67738
27.589754.7235
0.18890.3779 CrO2
452.5221 247.3494
2.67824 1.67738
33.458854.7235
0.23620.3779 Cr2O3
366.9971 247.3494
1,5% Co3O4/ Zeolit
2.88890 2.50846
30.955335.7974
0.18890.4723 Co3O4
456.0067 184.7088
2,5% Co3O4/ Zeolit
2.42105 2.89099
37.104230.9322
0.10800.1889 Co3O4
810.7979 455.9812
3,5% Co3O4/ Zeolit
2.44005 2.03722
36.836544.4724
0.14170.2834 Co3O4
617.4863 316.4627
4.2. Uji Aktivitas Katalis
4.2.1 Analisis Konsentrasi Gas Produk
Data konsentrasi gas produk (gas N2) secara diskontinu dengan GC-TCD
terangkum dalam tabel 4.3. Contoh data lengkap dan perhitungan konsentrasi gas
N2 hasil analisis GC-TCD berturut-turut dapat dilihat pada lampiran 9 dan
lampiran 10.
Tabel 4.3. Konsentrasi Gas N2O Awal dan Konsentrasi Gas Produk (Gas N2) pada Variasi Suhu dan Laju Alir untuk Katalis Cr2O3/Zeolit dan Co3O4/Zeolit.
Katalis Suhu, K
Laju Alir 40 mL/menit Laju Alir 50 mL/menit
Laju Alir 60 mL/menit
[N2O]IN, %
[N2]OUT,%
[N2O]IN, %
[N2]OUT,%
[N2O]IN, %
[N2]OUT,%
1,5 % Cr2O3/ Zeolit
473 99,5 61,80232 99,5 59,36089 99,5 37.77607573 99,5 66,4387 99,5 61,4813 99,5 42.05224673 99,5 68,2581 99,5 63,38496 99,5 46.89064773 99,5 67,62317 99,5 64,82638 99,5 53.24984
44
2,5 % Cr2O3/ Zeolit
473 99,5 47,16094 99,5 57,17286 99,5 48.13631573 99,5 69,02151 99,5 64,30728 99,5 61.50267673 99,5 71,45514 99,5 68,06325 99,5 66.16682773 99,5 69,55524 99,5 70,32406 99,5 75.17493
3,5 % Cr2O3/ Zeolit
473 99,5 54,6208 99,5 56,34416 99,5 43,41652573 99,5 76,5921 99,5 65,2205 99,5 63,65589673 99,5 81,12161 99,5 72,5674 99,5 67,6265773 99,5 80,30194 99,5 72,8931 99,5 64,66726
1,5 % Co3O4/ Zeolit
473 99,5 55,69299 99,5 68,4297 99,5 56,20088573 99,5 66,52576 99,5 70,36715 99,5 61,03829673 99,5 75,79558 99,5 74,65752 99,5 70,32208773 99,5 77,70589 99,5 75,15028 99,5 74,75978
2,5 % Co3O4/ Zeolit
473 99,5 64,12151 99,5 63,25622 99,5 56,48571573 99,5 74,32334 99,5 70,93464 99,5 66,7364673 99,5 75,7768 99,5 73,75382 99,5 71,53799773 99,5 79,0439 99,5 80,10674 99,5 74,58883
3,5 % Co3O4/ Zeolit
473 99,5 57,74793 99,5 57,25669 99,5 62,24304573 99,5 74,43029 99,5 77,5983 99,5 66,41003673 99,5 77,71984 99,5 79,05407 99,5 72,17605773 99,5 83,87584 99,5 79,75354 99,5 79,1244
Dari tabel 4.3 dapat dihitung konversi dan laju reaksi dekomposisi gas N2O, yang
hasilnya disajikan dalam tabel 4.4. Contoh perhitungan terlihat pada lampiran 11.
Tabel 4.4. Konversi dan Laju Reaksi Dekomposisi Gas N2O pada Variasi Suhu dan Laju Alir untuk Katalis Cr2O3/Zeolit dan Co3O4/Zeolit.
Katalis Suhu, K
Laju Alir 40 mL/menit Laju Alir 50 mL/menit Laju Alir 60 mL/menitKonversi,
% Laju, -r
mol/j/g kat Konversi,
% Laju, -r
mol/j/g kat Konversi,
% Laju, -r
mol/j/g kat
1,5 % Cr2O3/ Zeolit
473 62,1129 0,03841 59,6592 0,04611 37.9659 0,03522573 66,7726 0,03408 61,7903 0,03943 42.2636 0,03236673 68,6011 0,02981 63,7035 0,03461 47.1263 0,03072773 67,9630 0,02572 65,1521 0,03082 53.5174 0,03038
2,5 % Cr2O3/ Zeolit
473 47,3979 0,02931 57,4602 0,04441 48,3782 0,04487573 69,3684 0,03541 64,6304 0,04124 61,8117 0,04733673 71,8142 0,03121 68,4053 0,03716 66,4993 0,04335773 69,9048 0,02645 70,6774 0,03343 85,6029 0,04288
3,5 % Cr2O3/ Zeolit
473 54,8953 0,03395 56,6273 0,04377 43,6347 0,04047573 76,9770 0,03929 65,5482 0,04182 63,9758 0,04898673 81,5293 0,03543 72,9321 0,03962 67,9663 0,04431773 80,7055 0,03054 73,2594 0,03465 64,9922 0,03689
1,5 % Co3O4/ Zeolit
473 55,9729 0,03461 68,7736 0,05316 56,4833 0,05239573 66,8601 0,03413 70,7208 0,04513 61,3450 0,04697673 76,1765 0,03311 75,0327 0,04076 70,6755 0,04607773 78,0964 0,02955 75,5279 0,03572 75,1355 0,04265
2,5 % Co3O4/
473 64,4437 0,03985 63,5741 0,04914 56,7696 0,05266573 74,6968 0,03813 71,2911 0,04549 67,0718 0,05136
45
Zeolit 673 76,1576 0,03310 74,1244 0,04027 71,8975 0,04687773 79,4411 0,03006 80,5093 0,03808 74,9636 0,04255
3,5 % Co3O4/ Zeolit
473 58,0381 0,03589 57,5444 0,04448 62,5558 0,05802573 74,8043 0,03818 77,9882 0,04976 66,7437 0,05111673 78,1104 0,03395 79,4513 0,04316 72,5387 0,04729773 84,2973 0,03190 80,1543 0,03791 79,5220 0,04514
4.2.2 Analisis Laju Reaksi
Dari tabel 4.4 dapat dihitung tetapan-tetapan dalam persamaan laju dari
berbagai model kinetika yang telah diajukan (model 1 - model 5) dan Power Rate
Law (model 6), yang hasilnya terangkum dalam tabel 4.5. Contoh perhitungannya
tercantum pada lampiran 12.
Tabel 4.5. Tetapan-tetapan Model 1 – Model 6 untuk Katalis Cr2O3/Zeolit dan Co3O4/Zeolit.
Katalis Model X1 X2 X3 X4 SSE
1,5% Cr2O3/ Zeolit
1 0.051009 5.482965 35.485733 6.000000 3.626249E-042 0.083009 46.520241 35.000000 6.000000 1.056075E-033 0.079009 88.601112 59.441566 6.000000 1.046517E-034 0.132009 0.025180 38.040329 2.895225 3.557517E-045 0.39009 4.040070 35.000000 6.000000 1.010011E-036 0.034000 0.031009 -0.021009 0.020000 3.186669E-04
2,5% Cr2O3/ Zeolit
1 0.062009 5.124991 35.125931 6.000000 5.434594E-042 0.01119 39.718979 35.000000 6.000000 1.283041E-033 0.105009 89.878410 68.739456 6.000000 1.285023E-034 0.152009 0.030180 37.716507 2.882226 5.331053E-045 0.052009 3.436113 35.000000 6.000000 1.235504E-036 0.039000 0.097009 -0.068009 0.020000 5.033182E-04
3,5% Cr2O3/ Zeolit
1 0.055009 9.017194 39.014793 6.000000 2.513841E-042 0.117009 52.942711 35.000000 6.000000 1.606766E-033 0.112009 111.925292 68.024849 6.000000 1.618812E-034 0.235009 0.027180 38.162262 2.803232 2.454899E-045 0.055009 4.378045 35.000000 6.000000 1.544771E-036 0.040000 0.103009 -0.086009 0.020000 2.474537E-04
1,5% Co3O4/ Zeolit
1 0.078009 4.151062 34.152466 6.000000 5.488511E-042 0.143009 31.139694 35.00000 6.000000 1.125887E-033 0.134009 94.688766 55.683632 6.000000 1.136942E-034 0.151009 0.038180 34.584229 2.878226 5.425747E-045 0.066009 3.975074 35.000000 6.000000 1.086475E-036 0.043000 0.214010 -0.199010 0.020000 5.533859E-04
2,5% Co3O4/ Zeolit
1 0.083009 4.111064 34.110489 6.000000 2.077814E-042 0.163009 20.736412 35.000000 6.000000 4.908556E-043 0.149009 105.084053 50.728355 6.000000 4.958456E-044 0.129009 0.051180 37.914398 2.893225 2.061521E-04
46
5 0.073009 5.221984 35.00000 6.000000 4.615182E-046 0.046000 0.374008 -0.371008 0.020000 2.152732E-04
3,5% Co3O4/ Zeolit
1 0.066009 8.175854 38.175255 6.000000 5.515593E-042 0.160009 39.690994 35.000000 6.000000 1.965632E-033 0.150009 126.261414 57.346718 6.000000 1.990761E-034 0.260009 0.032180 38.155266 2.895225 5.421343E-045 0.075009 3.269125 35.000000 6.000000 1.902121E-036 0.045000 0.149009 -0.150009 0.020000 5.625112E-04
Berdasarkan data model 1 – model 5 pada tabel 4.5, harga SSE minimum
diperoleh pada model 4, sehingga model 4 merupakan Model Kinetika Terpilih
yang akan digunakan untuk analisis selanjutnya. Dari model 4 ini dapat diperoleh
nilai tetapan laju dan tetapan desorpsi setimbang sedangkan dari model 6 dapat
diperoleh nilai orde reaksi dan tetapan laju.
4.2.2.1 Model Kinetika Terpilih (Model 4)
Tetapan-tetapan model 4 pada tabel 4.5 dapat dikonversikan dalam bentuk
persamaan laju, yang hasilnya disajikan pada tabel 4.6.
Tabel 4.6. Persamaan Laju Model Kinetika Terpilih (Model 4) untuk Katalis Cr2O3/Zeolit dan Co3O4/Zeolit.
Katalis Persamaan Laju Model 4, -r (mol/jam/g) SSE
1,5% Cr2O3/Zeolit 2.(0.132009).(PN2O)/{1+((0.132009)/(0.025180)).(PN2O) +((0.132009)/(38.040329).(2.895225)).PO2} 3.557517E-04
2,5% Cr2O3/Zeolit 2.(0.152009).(PN2O)/{1+((0.152009)/(0.030180)).(PN2O)+((0.152009)/(37.716507).(2.882226)).PO2} 5.331053E-04
3,5% Cr2O3/Zeolit 2.(0.235009).(PN2O)/{1+((0.235009)/(0.027180)).(PN2O)+((0.235009)/(38.162262).(2.803232)).PO2} 2.454899E-04
1,5% Co3O4/Zeolit 2.(0.151009).(PN2O)/{1+((0.151009)/(0.038180)).(PN2O)+((0.151009)/(34.584229).(2.878226)).PO2} 5.425747E-04
2,5% Co3O4/Zeolit 2.(0.129009).(PN2O)/{1+((0.129009)/(0.051180)).(PN2O)+((0.129009)/(37.914398).(2.893225)).PO2} 2.061521E-04
3,5% Co3O4/Zeolit 2.(0.260009).(PN2O)/{1+((0.260009)/(0.032180)).(PN2O)+((0.260009)/(38.155266).(2.895225)).PO2} 5.421343E-04
Dengan melihat harga SSE yang minimum pada tabel 4.6 di atas, maka
katalis yang memiliki aktivitas terbaik adalah konsentrasi 3,5 % untuk katalis
Cr2O3/Zeolit dan konsentrasi 2,5 % untuk katalis Co3O4/Zeolit. Dari kedua
47
aktivitas katalis terbaik tersebut, harga SSE minimum dimiliki oleh katalis
Co3O4/Zeolit sehingga aktivitas katalis Co3O4/Zeolit lebih baik daripada katalis
Cr2O3/Zeolit.
Dari tabel 4.6 dapat dihitung tetapan laju (k1, k2, k3) dan tetapan setimbang
desorpsi (K3) dari berbagai suhu, yang hasilnya tertera pada tabel 4.7. Contoh
perhitungannya terlampir pada lampiran 13.
Tabel 4.7. Tetapan Laju dan Tetapan Setimbang Desorpsi Model Kinetika Terpilih (Model 4) pada berbagai Suhu Reaksi untuk Katalis Cr2O3/Zeolit dan Co3O4/Zeolit.
Katalis Suhu (K) k2 k3 k1 K3 SSE
1,5% Cr2O3/ Zeolit
473 0.040009 29.040527 29.046524 6.095330 4.657245E-04573 0.038009 29.038528 29.038528 6.096331 3.196489E-04673 0.038009 29.038528 29.038528 6.096331 1.741243E-04773 0.031009 29.038528 29.038528 6.096331 4.496727E-05
2,5% Cr2O3/ Zeolit
473 0.040009 29.040527 29.040527 6.096231 2.835063E-04573 0.060009 29.059517 29.060516 6.094028 5.366729E-06673 0.061009 29.061516 29.061516 6.094028 1.732462E-05773 0.060009 29.060516 29.060516 6.094128 2.801525E-04
3,5% Cr2O3/ Zeolit
473 0.041009 29.041527 29.042526 6.096130 1.087266E-04573 0.069009 29.067513 29.069511 6.093226 8.926128E-05673 0.076009 29.076508 29.077507 6.092626 7.494407E-05773 0.061009 29.062515 29.061516 6.094028 8.724265E-05
1,5% Co3O4/ Zeolit
473 0.057009 29.059517 29.059517 6.094428 5.597328E-04573 0.062009 29.063515 29.063515 6.093727 1.276748E-04673 0.078009 29.077507 29.078506 6.092626 1.894628E-05773 0.077009 29.078506 29.076508 6.092525 3.973175E-05
2,5% Co3O4/ Zeolit
473 0.062009 29.062515 29.062515 0.693816 3.418946E-05573 0.078009 29.078506 29.078506 0.691415 2.277233E-06673 0.078009 29.078506 29.078506 0.692415 2.587534E-05773 0.085009 29.085503 29.088501 0.691215 4.843761E-05
3,5% Co3O4/ Zeolit
473 0.057009 29.057518 29.058517 6.094428 3.920436E-04573 0.085009 29.086502 29.085503 6.091524 2.037602E-04673 0.090009 29.090500 29.090500 6.091124 7.100409E-05773 0.104009 29.121483 29.121483 6.087919 1.767809E-05
Dari tabel 4.7 dapat dibuat persamaan Arrhenius dan Van’t Hoff, yang hasilnya
terangkum pada tabel 4.8. Contoh perhitungannya terlihat pada lampiran 14.
48
Tabel 4.8. Persamaan Arrhenius dan Van’t Hoff Model Kinetika Terpilih (Model 4) untuk Katalis Cr2O3/Zeolit dan Co3O4/Zeolit.
Katalis Persamaan Arrhenius dan Van’t Hoff Rerata ralat (%)
1,5% Cr2O3/Zeolit
ln k2 = -3.359425 + 61.64444 1/T 1.011287 ln k3 = 3.368474 + 0.1059559 1/T 1.354706 x 10-3
ln k1 = 3.368501 + 0.08423802 1/T 1.349771 x 10-3 ln K3 = 1.807974 – 0.1976604 1/T 3.230502 x 10-3
2,5% Cr2O3/Zeolit
ln k2 = -2.08907 – 494.9035 1/T 8.299039 ln k3 = 3.370618 – 0.8493264 1/T 1.345071 x 10-2
ln k1 = 3.370615 – 0.8423896 1/T 1.434007 x 10-2 ln K3 = 1.806711 + 0.4172437 1/T 7.602887 x 10-3
3,5% Cr2O3/Zeolit
ln k2 = - 1.89622 – 550.7287 1/T 16.15334 ln k3 = 3.371178 – 1.051799 1/T 2.974717 x 10-2
ln k1 = 3.371079 – 0.9767913 1/T 3.265551 x 10-2 ln K3 = 1.806491 – 0.490209 1/T 1.549702 x 10-2
1,5% Co3O4/Zeolit
ln k2 = -1.998855 – 416.3888 1/T 4.05281 ln k3 = 3.371167 – 0.884549 1/T 8.111644 x 10-3
ln k1 = 3.37108 – 0.8372883 1/T 1.002671 x 10-2 ln K3 = 1.80651 + 0.4121054 1/T 2.49255 x 10-3
2,5% Co3O4/Zeolit
ln k2 = -1.990755 – 359.1424 1/T 3.297502 ln k3 = 3.371408 – 0.8956072 1/T 7.703112 x 10-3
ln k1 = 3.371596 – 0.9430458 1/T 8.411048 x 10-3 ln K3 = - 0.374137 + 3.78229 1/T 7.697719 x 10-2
3,5% Co3O4/Zeolit
ln k2 = - 1.335209 – 701.8971 1/T 4.0690781 ln k3 = 3.374382 – 2.423221 1/T 1.8462971 x 10-2
ln k1 = 3.374325 – 2.388731 1/T 1.816657 x 10-2 ln K3 = 1.804901 + 1.175974 1/T 9.201588 x 10-3
Dari tabel 4.8 dapat dihitung nilai parameter-parameter laju (A, Ea, ΔH dan ΔS),
yang hasilnya tertera pada tabel 4.9. Contoh perhitungannya terlampir pada
lampiran 14.
Tabel 4.9. Nilai Parameter Laju dari Model Kinetika Terpilih (Model 4) untuk Katalis Cr2O3/Zeolit dan Co3O4/Zeolit.
Katalis Energi aktivasi (kJ/mol)
Model 4 Faktor Tumbukan
Model 4 Entalpi, ΔH
(kJ/mol)
Entropi, ΔS
(J/mol.K) Ea2 Ea3 Ea1 A2 A3 A1 1,5% Cr2O3/ Zeolit -0.51251 -0.00088 -0.00070 0.034755 29.03417 29.03498 0.0016 15.0315
2,5% Cr2O3/ Zeolit 4.11463 0.00706 0.00700 0.123802 29.09651 29.09642 -0.0035 15.0210
3,5% Cr2O3/ Zeolit 4.57876 0.00874 0.00812 0.150135 29.11279 29.10992 -0.0041 15.0192
1,5% Co3O4/ Zeolit 3.46186 0.00735 0.00696 0.135490 29.11247 29.10994 -0.0034 15.0193
2,5% Co3O4/ 2.98591 0.00745 0.00826 0.136592 29.11951 29.12497 -0.0314 -3.1106
49
Zeolit 3,5% Co3O4/ Zeolit 5.83557 0.02015 0.01986 0.263103 29.20622 29.20455 -0.0098 15.0059
Dari data parameter laju pada tabel 4.9, maka persamaan laju reaksi lengkap
model 4 menjadi sebagai berikut:
Tabel 4.10. Persamaan Laju Lengkap Model Kinetika Terpilih (Model 4) untuk Katalis Cr2O3/Zeolit dan Co3O4/Zeolit.
Katalis Persamaan Laju Lengkap Model 4, -r (mol/jam/g)
1,5% Cr2O3/ Zeolit
2.(0.03475523e61.64444/T)).(PN2O)/{1+((0.03475523e61.64444/T)/(29.03417e0.1059559/T))(PN2O)+((0.03475523e61.64444)/(29.03498e0.08423802/T).
(e-0.1976604/Te1.807974)).PO2}
2,5% Cr2O3/ Zeolit
2.(0.123802e-494.9035/T)).(PN2O)/{1+((0.123802e-494.9035/T)/(29.09651e-0.8493264/T)).(PN2O)+((0.123802e-494.9035/T)/(29.09642e-0.8423896/T).
(e0.4172437/Te1.806711)).PO2}
3,5% Cr2O3/ Zeolit
2.(0.150135e-550.7287/T)).(PN2O)/{1+((0.150135e-550.7287/T)/(29.11279e-1.051799/T)).(PN2O)+((0.150135e-550.7287/T)/(29.10992e-0.976713/T).
(e0.490209/Te1.806491)).PO2}
1,5% Co3O4/ Zeolit
2.(0.1354904e-416.3888/T)).(PN2O)/{1+((0.1354904e-416.3888/T)/ (29.11247e-0.884549/T)).(PN2O)+((0.1354904e-416.3888/T)/(29.10994e-0.8372883/T).
(e0.4121054/Te1.80651)).PO2}
2,5% Co3O4/ Zeolit
2.(0.1365922e-359.1424/T)).(PN2O)/{1+((0.1365922e-359.1424/T)/ (29.11951e-0.8956072/T)).(PN2O)+((0.1365922e-359.1424/T)/(29.12497e-0.9930458/T).
(e3.78229/Te-0.374137)).PO2}
3,5% Co3O4/ Zeolit
2.(0.2631032e-701.8971/T)).(PN2O)/{1+((0.2631032e-701.8971/T)/ (29.20622e-2.423221/T)).(PN2O)+((0.2631032e-701.8971/T)/(29.20455e1.804901/T).
(e1.1175974/Te36.25719)).PO2} 4.2.2.2 Model Power Rate Law (Model 6)
Tetapan-tetapan model 6 pada tabel 4.5 dapat dikonversikan dalam bentuk
persamaan laju, yang hasilnya disajikan pada tabel 4.11 berikut.
Tabel 4.11. Persamaan Laju Model Power Rate Law (Model 6) untuk Katalis Cr2O3/Zeolit dan Co3O4/Zeolit.
Katalis Persamaan Laju Model 6, -r (mol/jam/g) SSE 1,5% Cr2O3/Zeolit (0.034000). PN2O
(0.031009).PO2(-0.021009) 3.186669E-04
2,5% Cr2O3/Zeolit (0.039000). PN2O(0.097009).PO2
(-0.068009) 5.033182E-04 3,5% Cr2O3/Zeolit (0.040000). PN2O
(0.103009).PO2(-0.086009) 2.474537E-04
1,5% Co3O4/Zeolit (0.043000). PN2O(0.214010).PO2
(-0.199010) 5.533859E-04 2,5% Co3O4/Zeolit (0.046000). PN2O
(0.374008).PO2(-0.371008) 2.152732E-04
3,5% Co3O4/Zeolit (0.045000). PN2O(0.149009).PO2
(-0.150009) 5.625112E-04
50
Dengan melihat harga SSE yang minimum pada tabel 4.11 di atas, maka
katalis yang memiliki aktivitas terbaik adalah konsentrasi 3,5 % untuk katalis
Cr2O3/Zeolit dan konsentrasi 2,5 % untuk katalis Co3O4/Zeolit. Dari kedua
aktivitas katalis terbaik tersebut, harga SSE minimum dimiliki oleh katalis
Co3O4/Zeolit sehingga aktivitas katalis Co3O4/Zeolit lebih baik daripada katalis
Cr2O3/Zeolit.
Dari tabel 4.11 dapat dihitung tetapan laju k dari berbagai suhu, yang
hasilnya tertera pada tabel 4.12. Contoh perhitungannya terlihat pada lampiran 13.
Tabel 4.12. Tetapan Laju k Model Power Rate Law (Model 6) pada berbagai Suhu Reaksi untuk Katalis Cr2O3/Zeolit dan Co3O4/Zeolit.
Katalis Suhu (K) k a b SSE
1,5% Cr2O3/Zeolit
473 0.040 0.031009 -0.021009 7.194956E-05573 0.035 0.031009 -0.021009 3.172229E-05673 0.032 0.031009 -0.021009 1.383162E-05773 0.029 0.031009 -0.021009 1.450661E-05
2,5% Cr2O3/Zeolit
473 0.039 0.097009 -0.068009 1.727711E-04573 0.043 0.097009 -0.068009 5.814099E-05673 0.039 0.097009 -0.068009 6.419371E-05773 0.036 0.097009 -0.068009 1.512483E-04
3,5% Cr2O3/Zeolit
473 0.038 0.103009 -0.086009 5.098119E-05573 0.045 0.103009 -0.086009 3.24406E-05673 0.042 0.103009 -0.086009 1.848762E-05773 0.036 0.103009 -0.086009 7.193326E-06
1,5% Co3O4/Zeolit
473 0.045 0.214010 -0.199010 3.082132E-04573 0.043 0.214010 -0.199010 9.21001E-05673 0.044 0.214010 -0.199010 5.819208E-05773 0.041 0.214010 -0.199010 7.123764E-05
2,5% Co3O4/Zeolit
473 0.044 0.374008 -0.371008 4.271024E-05573 0.049 0.374008 -0.371008 2.518233E-05673 0.046 0.374008 -0.371008 5.464058E-05773 0.046 0.374008 -0.371008 5.292544E-05
3,5% Co3O4/Zeolit
473 0.044 0.149009 -0.150009 2.821064E-04573 0.049 0.149009 -0.150009 9.161361E-05673 0.045 0.149009 -0.150009 7.612468E-05773 0.043 0.149009 -0.150009 6.57319E-05
Dari tabel 4.12 dapat dibuat persamaan Arrhenius serta dapat dihitung nilai
parameter-parameter laju (A dan Ea), yang hasilnya disajikan pada tabel 4.13.
Contoh perhitungannya terlampir pada lampiran 14.
51
Tabel 4.13. Persamaan Arrhenius dan Nilai Parameter Laju dari Model Power Rate Law (Model 6) untuk Katalis Cr2O3/Zeolit dan Co3O4/Zeolit.
Katalis Persamaan Arrhenius Ea (kJ/mol) A Rerata ralat (%)
1,5% Cr2O3/Zeolit ln k = -4.02547 + 383.8154 1/T -3.19104 1.785504 x 10-2 0.81829922,5% Cr2O3/Zeolit ln k = -3.405067 + 99.57792 1/T -0.82782 3.32046 x 10-2 4.8537263,5% Cr2O3/Zeolit ln k = -3.29034 + 44.55192 1/T -0.37040 3.724119 x 10-2 8.2700841,5% Co3O4/Zeolit ln k = -3.336907 + 114.1059 1/T -0.94868 3.554673 x 10-2 2.1784162,5% Co3O4/Zeolit ln k = -3.009452 – 39.15104 1/T 0.32550 4.931869 x 10-2 3.0639453,5% Co3O4/Zeolit ln k = -3.156964 + 36.25719 1/T -0.30144 4.255474 x 10-2 3.954414
Dari data parameter laju pada tabel 4.13, maka persamaan laju reaksi
lengkap model 6 menjadi sebagai berikut:
Tabel 4.14. Persamaan Laju Lengkap Model Power Rate Law (Model 6) untuk Katalis Cr2O3/Zeolit dan Co3O4/Zeolit.
Katalis Persamaan Laju Lengkap Model 6, -r (mol/jam/g) 1,5% Cr2O3/Zeolit (1.785504x10-2e383.8154/T). PN2O
(0.031009).PO2(-0.021009)
2,5% Cr2O3/Zeolit (3.32046x10-2e99.57792/T). PN2O(0.097009).PO2
(-0.068009) 3,5% Cr2O3/Zeolit (3.724119x10-2e44.55192/T). PN2O
(0.103009).PO2(-0.086009)
1,5% Co3O4/Zeolit (3.554673x10-2e114.1059/T). PN2O(0.214010).PO2
(-0.199010) 2,5% Co3O4/Zeolit (4.931869x10-2e-39.15104/T).PN2O
(0.374008).PO2(-0.371008)
3,5% Co3O4/Zeolit (4.255474x10-2e36.25719/T). PN2O(0.149009).PO2
(-0.150009)
4.3. Pengaruh Konsentrasi
Dari persamaan (2.13) tampak bahwa laju sebanding dengan konsentrasi
semua spesies dalam reaktor. Ketika orde reaksi semua spesies berharga positif
dan konsentrasi semua spesies tinggi maka laju akan semakin cepat. Dalam hal
ini, laju dipengaruhi oleh konsentrasi reaktan (laju alir), konsentrasi produk dan
konsentrasi katalis.
Tabel 4.4 menunjukkan bahwa semakin tinggi laju alir gas N2O
mengakibatkan konversi semakin menurun. Hal ini disebabkan oleh proses
adsorpsi gas N2O yang menjadi sangat cepat atau bahkan gas N2O tidak
mengalami adsorpsi, yang berakibat gas N2O tidak bereaksi membentuk produk.
Contoh hubungan laju alir gas N2O dengan konversi gas N2O dapat dilihat pada
52
gambar 4.1 (katalis 3,5 % Cr2O3/Zeolit) dan gambar 4.2 (katalis 2,5 %
Co3O4/Zeolit).
30
40
50
60
70
80
90
30 35 40 45 50 55 60 65
Laju Alir (mL/menit)
Kon
vers
i (%
)
Suhu 473 K Suhu 573 K Suhu 673 K Suhu 773 K
Gambar 4.1. Hubungan antara Laju Alir Versus Konversi Gas N2O pada berbagai Suhu untuk Katalis 3,5 % Cr2O3/Zeolit.
40
50
60
70
80
90
30 35 40 45 50 55 60 65
Laju Alir (mL/menit)
Kon
vers
i (%
)
Suhu 473 K Suhu 573 K Suhu 673 K Suhu 773 K
Gambar 4.2. Hubungan antara Laju Alir Versus Konversi Gas N2O pada berbagai Suhu untuk Katalis 2,5 % Co3O4/Zeolit.
Pada umumnya semakin turun konversi yang dihasilkan maka laju akan
semakin turun pula namun berdasarkan tabel 4.4 menginformasikan bahwa
semakin turun konversi mengakibatkan laju semakin naik. Kejanggalan ini dapat
disebabkan oleh konsentrasi gas N2O awal yang sangat tinggi (99,5 %), sehingga
mengakibatkan akan lebih sering terjadi tumbukan baik antar molekul gas N2O
53
maupun antara molekul gas N2O dengan katalis. Hal ini menjadikan gas N2O
makin mudah untuk teradsorpsi dan dalam hal ini ikatan adsorpsi yang terjadi
semakin kuat. Namun, kuatnya ikatan adsorpsi gas N2O pada katalis
mengakibatkan makin sulitnya proses desorpsi gas O2. Adapun hubungan naiknya
laju akibat dari turunnya konversi atau naiknya laju alir tersebut dapat terlihat
pada gambar 4.3 (katalis 3,5 % Cr2O3/Zeolit) dan gambar 4.4 (katalis 2,5 %
Co3O4/Zeolit).
0.02
0.025
0.03
0.035
0.04
0.045
0.05
30 35 40 45 50 55 60 65
Laju Alir (mL/menit)
Laju
(mol
/j/g
kat)
Suhu 473 K Suhu 573 K Suhu 673 K Suhu 773 K
Gambar 4.3. Hubungan antara Laju Alir Gas N2O dengan Laju Reaksi terhadap Variasi Suhu untuk Konsentrasi Katalis 3,5 % Cr2O3/Zeolit.
0.02
0.0250.03
0.0350.04
0.0450.05
0.055
30 35 40 45 50 55 60 65Laju Alir (mL/menit)
Laju
(mol
/j/g
kat)
Suhu 473 K Suhu 573 K Suhu 673 K Suhu 773 K
Gambar 4.4. Hubungan antara Laju Alir Gas N2O dengan Laju Reaksi terhadap Variasi Suhu untuk Konsentrasi Katalis 2,5 % Co3O4/Zeolit.
Proses desorpsi gas O2 merupakan langkah paling sulit dalam reaksi
dekomposisi gas N2O (Kapteijn et al., 1997). Akibatnya, molekul reaktan gas N2O
54
makin berkurang namun produk gas O2 yang dibentuk hanya sedikit. Kondisi ini
tidak sesuai dengan definisi laju reaksi, yaitu berkurangnya konsentrasi reaktan
dan bertambahnya konsentrasi produk. Dalam hal ini, produk gas O2 yang sedikit
ini merupakan inhibitor pada reaksi dekomposisi gas N2O (Kapteijn et al., 1996)
dan reaksi ini disebut juga dengan reaksi otoinhibisi (Masel, 2001). Pengaruh
inhibitor gas O2 oleh katalis Cr2O3/Zeolit dialami lebih kuat dibandingkan oleh
katalis Co3O4/Zeolit (Egerton et al., 1973). Pengaruh inhibitor ini dibuktikan
dengan harga orde reaksi terhadap gas O2 yang negatif pada tabel 4.11. Kapteijn et
al. (1996) juga menambahkan bahwa ketika telah terjadi hambatan O2 maka harga
orde reaksi dari molekul N2O berkisar antara 0 – 1 dan orde reaksi molekul O2
berkisar antara 0 – (-0,5).
Di samping gas O2, reaksi dekomposisi gas N2O juga menghasilkan gas
lain yang berupa gas NO dan NO2. Adapun reaksi yang terjadi adalah:
2 N2O 2 N2 + O2
2 N2O 2 NO + N2
2 NO + O2 2 NO2
Kehadirannya dari gas produk tersebut mengakibatkan kenaikan konversi tidak
signifikan terhadap kenaikan suhu, yang dikarenakan produk gas tersebut dapat
bertindak sebagai agen pereduksi yang dapat menaikkan konversi dan ada kalanya
juga dapat bertindak sebagai inhibitor yang dapat menurunkan konversi (Kapteijn
et al., 1996). Perannya gas produk tersebut sebagai agen pereduksi adalah dengan
cara mempermudah proses desorpsi gas O2. Reaksi dari agen pereduksi itu dapat
digambarkan seperti berikut:
NO : NO + O* NO2*
N2O + NO2* N2 + NO2 + O*
NO2 : NO2 + O* NO + O2 + *
55
Pada laju alir gas N2O, konsentrasi katalis dan suhu yang sama dalam tabel
4.4 memperlihatkan konversi reaksi dekomposisi gas N2O oleh katalis
Co3O4/Zeolit lebih tinggi daripada katalis Cr2O3/Zeolit.
Konsentrasi katalis sangat mempengaruhi konversi. Pada umumnya,
semakin tinggi konsentrasi katalis dapat mengakibatkan konversi semakin naik.
Peran katalis pada reaksi katalitik adalah memberikan situs yang mempermudah
molekul-molekul reaktan itu untuk mengalami tumbukan yang lebih berkualitas
dibanding reaksi tanpa katalis dan berakibat makin mudahnya reaksi itu terjadi
(Page, 1987). Semakin tinggi konsentrasi katalis mengindikasikan bahwa situs
yang tersedia semakin banyak, sehingga makin mudah untuk terjadinya reaksi.
Namun katalis adalah zat yang memiliki sifat spesifik dan ini juga yang
menjadikan semakin tinggi konsentrasi katalis tidak selalu berarti semakin
meningkatnya aktivitas katalis yang dikarenakan aktivitas katalis dipengaruhi oleh
merata tidaknya situs aktif (Page, 1987). Hubungan antara konsentrasi katalis
dengan konversi dan laju dituangkan pada tabel 4.4 yang dapat diilustrasikan pada
gambar 4.5 dan gambar 4.6 untuk katalis Cr2O3/Zeolit sedangkan gambar 4.7 dan
gambar 4.8 untuk katalis Co3O4/Zeolit.
56
01020304050607080
Katalis 1,5 % Katalis 2,5 % Katalis 3,5 %
Konsentrasi Katalis (%)
Kon
vers
i (%
)
Suhu 473 K Suhu 573 K Suhu 673 K Suhu 773 K
Gambar 4.5. Hubungan antara Konsentrasi Katalis dengan Konversi pada Laju Alir 50 mL/menit untuk Katalis Cr2O3/Zeolit.
0
0.01
0.02
0.03
0.04
0.05
Katalis 1,5 % Katalis 2,5 % Katalis 3,5 %
Konsentrasi Katalis (%)
Laju
(%)
Suhu 473 K Suhu 573 K Suhu 673 K Suhu 773 K
Gambar 4.6. Hubungan antara Konsentrasi Katalis dengan Laju pada Laju Alir 50 mL/menit untuk Katalis Cr2O3/Zeolit.
0
20
40
60
80
100
Katalis 1,5 % Katalis 2,5 % Katalis 3,5 %
Konsentrasi Katalis (%)
Kon
vers
i (%
)
Suhu 473 K Suhu 573 K Suhu 673 K Suhu 773 K
57
Gambar 4.7. Hubungan antara Konsentrasi Katalis dengan Konversi pada Laju Alir 50 mL/menit untuk Katalis Co3O4/Zeolit.
0
0.01
0.02
0.03
0.04
0.05
0.06
Katalis 1,5 % Katalis 2,5 % Katalis 3,5 %Konsentrasi Katalis (%)
Laju
(mol
/j/g
kat)
Suhu 473 K Suhu 573 K Suhu 673 K Suhu 773 K
Gambar 4.8. Hubungan antara Konsentrasi Katalis dengan Laju pada Laju Alir 50 mL/menit untuk Katalis Co3O4/Zeolit.
Menurut Masel (2001), apabila konsentrasi reaktan sangat tinggi maka
mekanisme reaksi yang terjadi mengikuti model Eley-Rideal. Hal ini terbukti dari
Model Kinetika Terpilih yang merupakan model Eley-Rideal 2 (Model 4).
Berdasarkan model 4, reaksi dekomposisi gas N2O terdiri dari 3 tahapan yaitu
adsorpsi atom O2 (tahap 1), adsorpsi molekul O2 (tahap 2) dan desorpsi O2 (tahap
3). Menurut Kapteijn (1996), fenomena yang terjadi pada Model Kinetika Terpilih
(model 4) adalah:
1. Tahap 1 telah terjadi adsorpsi N2O yang lemah dan pembentukan atom O2
permukaan yang sangat cepat.
2. Tahap 2 telah terjadi reaksi permukaan antara atom oksigen permukaan
dengan molekul gas N2O lain.
3. Tahap 3 telah terjadi reaksi reversibel sejati dari desorpsi molekul O2
permukaan.
58
Adapun ketiga tahapan reaksi di atas dapat digambarkan seperti berikut:
4.4. Pengaruh Suhu
Pengaruh suhu terhadap laju dapat diungkapkan oleh Arrhenius persamaan
(2.14) dan Van’t Hoff persamaan (2.15). Dari persamaan Arrhenius tampak bahwa
semakin naik suhu maka semakin naik tetapan laju k (Masel, 2001) dan ini juga
terjadi pada Model Kinetika Terpilih (model 4) yaitu semakin naik suhu maka
semakin naik tetapan laju tahap 1 k1, tetapan laju tahap 2 k2 dan tetapan laju tahap
3 k3 (Kapteijn et al., 1996). Contoh hubungan antara suhu dan tetapan laju k
tercantum pada tabel 4.7 yang juga dapat terlihat pada gambar 4.9 – gambar 4.11
(katalis 3,5 % Cr2O3/Zeolit) dan gambar 4.12 – gambar 4.14 (katalis 2,5 %
Co3O4/Zeolit):
y = -0.001x + 3.3711
3.3686
3.3688
3.369
3.3692
3.3694
3.3696
3.3698
3.37
1 1.1 1.2 1.3 1.4 1.5 1.6 1.7 1.8 1.9 2 2.1 2.2
1/T x 1000 (1/K)
ln k
1
k1 Linear (k1)
Gambar 4.9. Hubungan antara 1/T Versus ln k1 dari tahap 1 Model Kinetika Terpilih (Model 4) untuk Katalis 3,5 % Cr2O3/Zeolit.
N2O(g) + *(sf) N2(g) + O*(sf) N2O(g) + O*(sf) N2(g) + *O2(sf) *O2(sf) O2(g) + *(sf)
59
y = -0.5743x - 1.8666
-3.7
-3.5
-3.3
-3.1
-2.9
-2.7
-2.51 1.1 1.2 1.3 1.4 1.5 1.6 1.7 1.8 1.9 2 2.1 2.2
1/T x 1000 (1/K)
ln k
2
k2 Linear (k2)
Gambar 4.10. Hubungan antara 1/T Versus ln k2 dari tahap 2 Model Kinetika
Terpilih (Model 4) untuk Katalis 3,5 % Cr2O3/Zeolit.
y = -0.0011x + 3.3712
3.36843.36863.36883.369
3.36923.36943.36963.3698
3.37
1 1.1 1.2 1.3 1.4 1.5 1.6 1.7 1.8 1.9 2 2.1 2.2
1/T x 1000 (1/K)
ln k
3
k3 Linear (k3)
Gambar 4.11. Hubungan antara 1/T Versus ln k3 dari tahap 3 Model Kinetika
Terpilih (Model 4) untuk Katalis 3,5 % Cr2O3/Zeolit.
Dari gambar 4.9 - gambar 4.11 di atas terlihat adanya penurunan yang
tajam dari nilai ln k1, ln k2 dan ln k3 pada 1/T = 1/ 773, hal ini dapat dijelaskan
dari kombinasi tabel 4.3 dan tabel 4.7. Dari tabel 4.7 terlihat nilai tetapan k1, k2
dan k3 pada suhu 773 K mengalami penurunan dengan nilai SSE yang lebih kecil
dibandingkan nilai SSE pada suhu 473 K. Hal ini berarti, penurunan titik pada
gambar 4.9 - gambar 4.11 di atas disebabkan oleh nilai k1, k2 dan k3 pada suhu
473 K. Kondisi ini didukung dari data pada tabel 4.4, pada laju alir yang semakin
tinggi, nilai konversi dan laju yang diperoleh tidak signifikan yaitu konversi dan
60
laju yang diperoleh pada laju alir 50 mL/menit lebih tinggi dibandingkan laju alir
40 mL/menit dan 60 mL/menit.
y = -0.001x + 3.3716
3.36943.36953.36963.36973.36983.3699
3.373.37013.37023.37033.3704
1 1.1 1.2 1.3 1.4 1.5 1.6 1.7 1.8 1.9 2 2.1 2.2
1/T x 1000 (1/K)
ln k
1k1 Linear (k1)
Gambar 4.12. Hubungan antara 1/T Versus ln k1 dari tahap 1 Model Kinetika Terpilih (Model 4) untuk Katalis 2,5 % Co3O4/Zeolit.
y = -0.3591x - 1.9908
-2.8
-2.75
-2.7
-2.65
-2.6
-2.55
-2.5
-2.45
-2.41 1.1 1.2 1.3 1.4 1.5 1.6 1.7 1.8 1.9 2 2.1 2.2
1/T x 1000 (1/K)
ln k
2
k2 Linear (k2)
Gambar 4.13. Hubungan antara 1/T Versus ln k2 dari tahap 2 Model Kinetika
Terpilih (Model 4) untuk Katalis 2,5 % Co3O4/Zeolit.
y = -0.0009x + 3.3714
3.36943.36953.36963.36973.36983.3699
3.373.37013.37023.3703
1 1.1 1.2 1.3 1.4 1.5 1.6 1.7 1.8 1.9 2 2.1 2.2
1/T x 1000 (1/K)
ln k
3
k3 Linear (k3)
Gambar 4.14. Hubungan antara 1/T Versus ln k3 dari tahap 3 Model Kinetika
Terpilih (Model 4) untuk Katalis 2,5 % Co3O4/Zeolit.
61
Dari gambar 4.12 - gambar 4.14 terlihat adanya nilai ln k1, ln k2 dan ln k3
yang tetap pada kenaikan suhu 1/ 573 ke 1/ 673 K. Kondisi ini dapat dibuktikan
pada tabel 4.7 dengan menunjukkan nilai tetapan laju k1, k2 dan k3 yang tetap pada
kenaikan suhu dari 573 ke 673 K dengan nilai SSE kedua suhu tersebut lebih kecil
dibandingkan nilai SSE pada suhu 773 K. Hal ini berarti, titik yang tetap pada
gambar 4.12 - gambar 4.14 di atas disebabkan oleh nilai k1, k2 dan k3 pada suhu
773 K. Kondisi ini didukung dari data pada tabel 4.4, pada laju alir yang semakin
tinggi yaitu laju alir 60 mL/menit, nilai konversi yang diperoleh menurun.
Berdasarkan persamaan (2.13), semakin tinggi tetapan laju mengakibatkan
laju akan semakin cepat dan sebaliknya. Kondisi ini terlihat pada kombinasi tabel
4.4 dan tabel 4.12 (Model Power Rate Law) yang menginformasikan bahwa
semakin naik suhu maka semakin turun tetapan laju k dan laju semakin lambat.
Hal ini bertentangan dengan persamaan Arrhenius. Menurut Masel (2001)
hubungan suhu dan tetapan laju dari persamaan Arrhenius hanya baik digunakan
untuk reaksi yang menggunakan kenaikan suhu berkisar antara 50 – 100 K dan
baik diterapkan untuk reaksi elementer. Tahap 1, tahap 2 dan tahap 3 pada Model
Kinetika Terpilih merupakan reaksi elementer sedangkan model Power Rate Law
merupakan reaksi overall. Adapun contoh hubungan antara suhu dengan tetapan
laju k dapat diilustrasikan pada gambar 4.15 (Katalis 3,5 % Cr2O3/Zeolit) dan
gambar 4.16 (Katalis 2,5 % Co3O4/Zeolit).
62
y = 0.0446x - 3.2903
-3.4
-3.35
-3.3
-3.25
-3.2
-3.15
-3.11 1.1 1.2 1.3 1.4 1.5 1.6 1.7 1.8 1.9 2 2.1 2.2
1/T x 1000 (1/K)
ln k
k Linear (k)
Gambar 4.15. Hubungan antara 1/T Versus ln k dari Model Power Rate Law
(Model 6) untuk Katalis 3,5 % Cr2O3/Zeolit.
y = -0.0391x - 3.0095
-3.15
-3.13
-3.11
-3.09
-3.07
-3.05
-3.03
-3.01 1 1.1 1.2 1.3 1.4 1.5 1.6 1.7 1.8 1.9 2 2.1 2.2
1/T x 1000 (1/K)
ln k
k Linear (k)
Gambar 4.16. Hubungan antara 1/T Versus ln k dari Model Power Rate Law
(Model 6) untuk Katalis 2,5 % Co3O4/Zeolit.
Persamaan garis linear yang dibentuk pada gambar 4.15 merupakan
persamaan non-Arrhenius sedangkan persamaan garis linear yang dibentuk pada
gambar 4.16 merupakan persamaan Arrhenius.
Di samping tetapan laju, persamaan Arrhenius juga melibatkan faktor
tumbukan (A) dan energi aktivasi (Ea). Menurut Masel (2001), peningkatan suhu
mengakibatkan naiknya energi kinetik molekul-molekul reaktan sehingga
meningkatkan jumlah tumbukan antar molekul reaktan. Faktor tumbukan akan
berpengaruh pada rendahnya energi aktivasi. Dengan adanya katalis, jumlah
tumbukan antar molekul reaktan makin sedikit namun tumbukan yang terjadi
63
semakin berkualitas akibatnya energi aktivasi semakin menurun dan reaksi makin
mudah terjadi.
Apabila ditinjau ulang tentang mekanisme reaksi dekomposisi gas N2O,
banyaknya tumbukan yang dapat mengakibatkan energi aktivasi menurun hanya
terjadi pada tahap 1 dan tahap 2 saja karena tahap 3 (desorpsi O2) adalah tahap
sulit. Deskripsi ini dibuktikan pada tabel 4.9. Pada aktivitas konsentrasi katalis
terbaik, katalis 3,5 % Cr2O3/Zeolit memiliki faktor tumbukan (A) dan energi
aktivasi (Ea) untuk tiap tahapan reaksi berturut-turut adalah A1 = 29,10992,
Ea1 = 0,00812 kJ/mol; A2 = 0,150135, Ea2 = 4,57876 kJ/mol dan A3 = 29,11279,
Ea3 = 0,00874 kJ/mol sedangkan katalis 2,5 % Co3O4/Zeolit memiliki
A1 = 29,12497, Ea1 = 0,00826 kJ/mol; A2 = 0,136592, Ea2 = 2,98591 kJ/mol dan
A3 = 29,11951, Ea3 = 0,00745 kJ/mol. Dengan melihat nilai A3 dan Ea3 dari
katalis 2,5 % Co3O4/Zeolit dapat diketahui bahwa sedikitnya tumbukan yang
terjadi masih dapat mengakibatkan Ea menurun. Hal ini berarti, tahap 3 dari
katalis 2,5 % Co3O4/Zeolit lebih mudah terjadi dibandingkan katalis 3,5 %
Cr2O3/Zeolit.
Menurut Kapteijn et al, (1996), desorpsi O2 terjadi pada suhu di atas
573 K. Sama halnya dengan tabel 4.9, tabel 4.13 juga memberikan informasi
bahwa energi aktivasi (Ea) dan faktor tumbukan (A) yang dimiliki oleh katalis
Co3O4/Zeolit lebih baik daripada katalis Cr2O3/Zeolit yaitu berturut-turut
Ea = 0,32550 kJ/ mol dan A = 4,931869x10-2 untuk katalis Co3O4/Zeolit
sedangkan Ea = 0,37040 kJ/ mol dan A = 3,724119x10-2 untuk katalis
Cr2O3/Zeolit.
64
Dari persamaan Van’t Hoff, terlihat bahwa semakin tinggi suhu maka
semakin naik tetapan setimbang adsorpsi K (Masel, 2001) dan semakin turun
tetapan setimbang desorpsi K3 (Kapteijn et al., 1996) yang terlihat pada tabel 4.7.
Contoh hubungan antara suhu dengan tetapan laju K3 dapat diilustrasikan pada
gambar 4.17 (Katalis 3,5 % Cr2O3/Zeolit) dan gambar 4.18 (Katalis 2,5 %
Co3O4/Zeolit).
y = 0.0005x + 1.8065
1.807
1.8071
1.8072
1.8073
1.8074
1.8075
1.8076
1.8077
1 1.1 1.2 1.3 1.4 1.5 1.6 1.7 1.8 1.9 2 2.1 2.2
1/T x 1000 (1/K)
ln K
3
K3 Linear (K3)
Gambar 4.17. Hubungan antara 1/T Versus ln K3 dari tahap 3 Model Kinetika
Terpilih (Model 4) untuk Katalis 3,5 % Cr2O3/Zeolit.
y = 0.0038x - 0.3741
-0.3695-0.369
-0.3685-0.368
-0.3675
-0.367-0.3665-0.366
-0.3655-0.365
1 1.1 1.2 1.3 1.4 1.5 1.6 1.7 1.8 1.9 2 2.1 2.2
1/T x 1000 (1/K)
ln K
3
K3 Linear (K3)
Gambar 4.18. Hubungan antara 1/T Versus ln K3 dari tahap 3 Model Kinetika
Terpilih (Model 4) untuk Katalis 2,5 % Co3O4/Zeolit.
65
Seiring menurunnya laju terhadap kenaikan suhu dapat juga dibuktikan
oleh faktor yang tidak signifikan dari konversi yang dihasilkan pada tiap kenaikan
suhu. Pada kebanyakan reaksi, konversi akan meningkat dengan faktor 2 – 3 kali
tiap kenaikan suhu 10 K dan akibatnya laju juga akan meningkat dengan faktor
yang sama (Masel, 2001). Hal ini tidak dialami oleh reaksi dekomposisi gas N2O
yang telah dilakukan.
4.5. Pengaruh Jenis dan Karakterisasi Katalis
Kapteijn (1996) melaporkan bahwa aktivitas katalis oksida logam murni
terhadap reaksi dekomposisi gas N2O untuk golongan VIII (CoO) lebih tinggi
daripada katalis golongan III-VII (Cr2O3). Di samping itu, menurut Richardson
(1989) oksida semikonduktor tipe-p memiliki aktivitas yang lebih tinggi daripada
semikonduktor tipe-n. Oksida CoO memiliki aktivitas relatif reaksi dekomposisi
gas N2O sebesar 7,91 yang jauh lebih tinggi daripada oksida Cr2O3 tipe-n yang
hanya sebesar 7,3 x 10-3.
Karakterisasi katalis dari metode BET yang mempengaruhi laju hanya
energi adsorpsi. Dari tabel 4.1 dan tabel 4.13 dapat dikombinasikan menjadi
tabel 4.15.
Tabel 4.15. Hubungan Luas Permukaan dan Energi Adsorpsi Katalis terhadap Energi Aktivasi Reaksi Dekomposisi Gas N2O.
Katalis Luas Permukaaan
Spesifik, LPS (m2/g)
Energi Adsorpsi,
Eads (Joule)
Energi Aktivasi,
Ea (kJ/mol)
Energi Aktivasi ,
Ea (kJ/mol) 1,5% Cr2O3/Zeolit 171,97 3,63 -3.19104 3.191042,5% Cr2O3/Zeolit 171,83 3,67 -0.82782 0.827823,5% Cr2O3/Zeolit 164,88 3,74 -0.37040 0.370401,5% Co3O4/Zeolit 122,99 3,74 -0.94868 0.948682,5% Co3O4/Zeolit 113,44 3,75 +0.32550 0.325503,5% Co3O4/Zeolit 113,11 3,72 -0.30144 0.30144
66
Berdasarkan tabel 4.15 di atas, tanda (-) pada energi aktivasi hanya
menandakan kecenderungan sedangkan tanda (+) pada energi aktivasi katalis
2,5 % Co3O4/Zeolit menyatakan aktivitas yang lebih baik daripada aktivitas yang
memiliki tanda (-).
Tabel 4.15 di atas menunjukkan bahwa untuk tiap katalis, semakin
rendahnya energi aktivasi disebabkan oleh semakin tingginya energi adsorpsi
kecuali pada katalis 3,5 % Co3O4/Zeolit. Semakin tinggi energi adsorpsi
mengakibatkan molekul reaktan makin mudah teradsorpsi (Lowell, 1979)
sementara semakin rendahnya energi aktivasi menunjukkan semakin mudahnya
reaksi terjadi (Masel, 2001). Pada konsentrasi katalis yang sama (konsentrasi
katalis 1,5 %), untuk katalis Cr2O3/Zeolit memiliki energi adsorpsi yang lebih
rendah dan energi aktivasi yang lebih tinggi, Eads = 3,63 Joule dan Ea = -3,19104
kJ/mol daripada katalis Co3O4/Zeolit, Eads = 3,74 Joule dan Ea = -0,94868 kJ/mol.
Hal ini berarti bahwa aktivitas katalis Co3O4/Zeolit lebih baik dari katalis
Cr2O3/Zeolit. Dengan argumen yang sama, aktivitas terbaik dari katalis
Cr2O3/Zeolit terjadi pada konsentrasi katalis 3,5 % sedangkan untuk katalis
Co3O4/Zeolit terjadi pada konsentrasi katalis 2,5 %.
Tabel 4.15 juga memberikan informasi bahwa untuk tiap katalis, semakin
rendahnya energi aktivasi dapat disebabkan oleh luas permukaan yang semakin
rendah kecuali pada katalis 2,5 % Co3O4/Zeolit. Luas permukaan yang tinggi
menyatakan semakin banyaknya jumlah situs aktif yang tersedia dan ini
mengakibatkan semakin banyaknya jumlah molekul reaktan yang teradsorpsi.
Dengan kata lain, semakin tinggi luas permukaan mengakibatkan semakin
67
mudahnya reaksi terjadi (energi aktivasi semakin rendah). Luas permukaan
spesifik katalis merupakan penjumlahan antara luas permukaan internal dengan
luas permukaan eksternal katalis. Luas permukaan internal katalis ini memiliki
jumlah yang lebih banyak dari luas permukaan eksternal katalis (Masel, 2001).
Hal ini berarti, dari tabel 4.15 menyatakan bahwa tingginya luas permukaan tidak
selalu mengakibatkan aktivitasnya baik, yang dikarenakan permukaan internal
katalis tidak dapat digunakan akibat ukuran partikel logam katalis yang sangat
kecil. Ukuran partikel logam katalis ini dapat dijelaskan dengan metode difraksi
sinar X.
Karakterisasi katalis dari metode difraksi sinar X yang mempengaruhi laju
hanya ukuran partikel logam katalis. Menurut Clark (1955), ukuran partikel logam
katalis yang semakin besar mengakibatkan semakin mudahnya molekul reaktan
gas N2O untuk masuk ke dalam pori katalis sehingga semakin mudah terjadinya
reaksi dan penggunaan luas permukaan pun maksimal. Berdasarkan tabel 4.2,
memperoleh informasi bahwa pada konsentrasi katalis yang sama (konsentrasi
katalis 1,5 %), untuk katalis Cr2O3/Zeolit memiliki ukuran partikel lebih kecil
daripada katalis Co3O4/Zeolit yaitu L CrO2 = 270,7248 Å dan 92,4009 Å,
L Cr2O3 = 229,5088 Å dan 92,4009 Å untuk katalis Cr2O3/Zeolit sedangkan L
Co3O4 = 456,0067 Å dan 184,7088 Å untuk katalis Co3O4/Zeolit. Hal ini berarti
bahwa aktivitas katalis Co3O4/Zeolit lebih baik dari katalis Cr2O3/Zeolit. Dengan
alasan sama, aktivitas terbaik dari katalis Cr2O3/Zeolit terjadi pada konsentrasi
katalis 3,5 % sedangkan untuk katalis Co3O4/Zeolit terjadi pada konsentrasi
katalis 2,5 %.
68
Perkiraan spesi oksida yang dibentuk saat preparasi menentukan bilangan
oksidasi yang terlibat dalam mekanisme reaksi dekomposisi gas N2O.
Berdasarkan tabel 4.2 maka spesi oksida yang berperan dalam mekanisme reaksi
untuk katalis Cr2O3/Zeolit adalah spesi Cr2O3 namun menurut Egerton (1974)
dalam sistem bulk oksida, spesi oksida bentuk Cr2O8 lebih disukai sehingga
mekanisme reaksi dekomposisi gas N2O yang terjadi adalah:
Sedangkan menurut Drago (1997), spesi oksida yang berperan dalam
mekanisme reaksi dari katalis Co3O4/Zeolit adalah spesi CoO dan mekanisme
reaksinya menjadi seperti berikut:
Z Cr2O8(sf) + N2O(g) Z (Cr2O8(O)-)(sf) + N2(g) Z (Cr2O8(O)-)(sf) + N2O(g) Z (Cr2O8(O2)-)(sf) + N2(g)
Z (Cr2O8(O2)-)(sf) Z Cr2O8(sf) + O2(g)
Z (CoO)3(sf) + N2O(g) Z ((CoO)3(O)-)(sf) + N2(g) Z ((CoO)3(O)-)(sf) + N2O(g) Z ((CoO)3(O2)-)(sf) + N2(g)
Z ((CoO)3(O2)-)(sf) Z (CoO)3(sf) + O2(g)
69
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan:
1. Konversi reaksi dekomposisi gas N2O akan naik apabila konsentrasi semua
spesies dalam reaktor tinggi selama orde reaksi spesies itu berharga positif.
2. Pengaruh suhu terhadap kenaikan konversi akan mengikuti persamaan
Arrhenius atau non-Arrhenius dan persamaan Van’t Hoff .
3. Karakterisasi katalis yang dapat menaikkan konversi adalah energi adsorpsi
yang tinggi dan ukuran partikel logam katalis yang besar.
4. Mekanisme reaksi dekomposisi gas N2O untuk katalis Cr2O3/Zeolit dan
katalis Co3O4/Zeolit mengikuti model Eley-Rideal (Model 4) dengan
desorpsi gas O2 merupakan langkah paling sulit.
5.2 Saran
Saran yang dapat diberikan oleh penulis demi pengembangan penelitian
selanjutnya adalah sebagai berikut:
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan variasi lain, misalnya variasi
konsentrasi gas N2O dalam satuan tekanan dan variasi waktu kontak agar
dapat diperoleh pembahasan yang lebih mendalam.
70
2. Penelitian selanjutnya diharapkan mencari model kinetika lain yang lebih
baik dari yang sudah ada dengan melibatkan senyawa-senyawa lain yang
mempengaruhi gas N2O.
3. Perlu dilakukan penelitian lanjutan yang langsung diaplikasikan pada
sumber polutan, misalnya pada knalpot kendaraan bermotor agar dapat
diperoleh data yang lebih akurat.
71
DAFTAR PUSTAKA
Adamson, A. W. 1976. Physical Chemistry of Surface. Canada: John Wiley and
Sons. pp. 551. Alberty, R. A. 1983. Physical Chemistry. 6th edition. New York: John Wiley and
Sons, Inc. pp. 188 – 618. Anderson, R. B. and Dawson, P.T. 1976. Experimental Methods in Catalytic
Research. Vol 2: Preparation and Examination of Practical Catalysts. London. Academic Press Inc. pp. 2 – 51.
Anonim. 2002. Nitrogen Oksida. http://www.depkes.go.id/downloads/Udara.PDF.
Diakses tanggal 21 Juni 2006. California Environmental Protection Agency (CEPA). 1996. Demonstration of
Lean NOx Catalytic Converter Technology on Heavy-Duty Diesel Engine: Final Report, May 1996. Air Resource Board Research Div. pp. 5.
Clark, G. L. 1955. Applied X-Rays. New York: McGraw Hill Company Inc. pp.
643 – 644. Degobert, P. 1995. Automobiles and Pollution. Paris: Society of Automotive
Engineers, Inc. pp. 24 – 372. Drago, R. S. 1997. Catalyzed Decomposition of N2O on Metal Oxide Supports.
Applied Catalysis B:Environmental 13, 69-79. Elsevier Science B.V. Egerton, T. A., Stone, F.S. and Vickerman, J. C. 1973. α-Cr2O3-Al2O3 Solid
Solutions, II. The Catalyctic Decomposition of Nitrous Oxide. Journal of Catalysis 33, 307-315. Academic Press, Inc
Egerton, T. A., Stone, F.S. and Vickerman, J. C. 1974. α-Cr2O3-Al2O3 Solid
Solutions, I. The Formation and Stability of Adsorbed Oxygen. Journal of Catalysis 33, 299-306. Academic Press, Inc.
Foger, K. 1984. Dispersed Metal Catalyst and Surface. Australia: University of
Melbourne. pp. 228. Fogler, H. S., 1992. Element of Chemical Reaction Engineering. 3rd edition. New
Jersey: Prentice-Hall. Inc. pp. 255 – 257. Fritz, A. and Pitchon, V. 1997. The Current State of Research on Automotive
Lean NOx Catalysis (Review). Applied Catalysis B:Environmental 13, 1-25. Elsevier Science B.V.
72
Jocheim, Jorgen. 1998. The Dependence of The Conversion Performance of Different Types of Diesel Catalysts as a Function of Operation Properties. Jerman: Vom Fachberlich Chemie der Niversitat Hannoover. pp. 9 – 21.
Jozefaciuk, G. 2002, Effect of Acid and Alkali Treatment Surface Charge
Properties of Selected Clay. Clays and Clay Material. pp. 568. Justiana, Sandri. 2006. Katalitik Konverter Kurangi Kadar Emisi Gas Buang.
http://www.pikiranrakyat.com/cetak/2006/042006/27/cakrawala/lainnya03.htm. Diakses tanggal 20 Mei 2006.
Kapteijn, F., Mirasol J. R. and Moulijn, J. A. 1996. Heterogenous Catalytic
Decomposition of Nitrous Oxide. Applied Catalysis B: Environmental 9, 25-64. Elsevier Science B.V.
Kapteijn, et al. 1997. Kinetic Analysis of the Decomposition of Nitrous Oxide
over ZSM-5 Catalysis. Journal of Catalysis 167, 256-265. Academic Press, Inc.
Las, Thamzil. 2005. Potensi Zeolit untuk Mengolah Limbah Industri dan
Radioaktif. http:///www.batan.go.id/p2plr/olah limbah.htm. Diakses tanggal 20 Mei 2006.
Lowell, S. 1979. Introduction to Powder Surface Area. New York: John Wiley
and Sons, Inc. pp. 10 – 35. Manahan, S. E. 1993. Fundamentals of Environmental Chemistry. Michigan:
Lemis Publishers. pp. 595. Masel, R. I. 2001. Chemical Kinetics and Catalysis. 10th edition. Canada: John
Wiley and Sons, Inc. pp. 11 – 30. Niemantsverdiet, J. W. 1995. Spectroscopy in Catalysis. Jerman: Weinheim. pp.
138 – 139. Page, J. F’Le. 1987. Applied Heterogenous Catalysis. Design Manufacture Use of
Solid Catalysis. Paris: Technip. pp. 7. Richardson, J. T. 1989. Principles of Catalyst Development. New York: Plenum
Press. pp. 65 – 68. Sediawan, W. B. dan Prasetyo, A. 1997. Permodelan Matematis dan Penyelesaian
Numeris dalam Teknik Kimia dengan Pemrograman Bahasa Basic dan Fortran. Yogyakata : Andi Offset. pp. 62 – 73.
Sukur, A. A. 1997. Analisis Komposisi Epliji Menggunakan Kromatografi Gas.
Akamigas Cepu. pp. 10 – 12.
73
Teraoka, Y., Harada, T. and Kagawa, S. 1998. Reaction Mechanism of Direct Decomposition of Nitric Oxide over Co-and Mn- based Perovskite-Type Oxides. J. Chem. Soc., Faraday Trans 94, 1887-1891.
Vannice, M.A., Walters, A. B. and Zhang, X. 1996. The Kinetics of NOx
Decomposition and NO Reduction by CH4 over La2O3 and Sr/La2O3. Journal of Catalysis 159, 119-126. Academic Press, Inc.
Yaws, C. L. and Sameth, J. D. 2001. Matheson Gas Data Book. 7th edition. New
York: McGraw-Hill Book Company, Inc. pp. 589.
74
75
Lampiran 1. Diagram Alir Penentuan Sifat-sifat Permukaan Metode BET. Lampiran 2. Diagram Alir Metode Difraksi Sinar X.
Katalis 1,5%; 2,5% & 3,5% Co3O4/Zeolit
Katalis 1,5%; 2,5% & 3,5% Cr2O3/Zeolit
Degassing T = 250oC, t = 3 jam
v = 5 gelembung/detik
Pengukuran (Specific Surface Area & Total Pore Volume)
T = 77 K
Gas N2
Gas N2
Data
Katalis 1,5%; 2,5% & 3,5% Co3O4/Zeolit
Katalis 1,5%; 2,5% & 3,5% Cr2O3/Zeolit
Penghancuran Ukuran = < 50µm
Pengukuran 2θ = 3,01o – 69,99o, V = 40 kV, I = 30 mA
CuKα λ1 = 1,54060 Ǻ, λ1 = 1,54439 Ǻ
Data
Pengeringan T = 120 oC, t = 3 jam
76
Lampiran 3. Diagram Alir Proses Reaksi Dekomposisi Gas N2O dengan Katalis Cr2O3/Zeolit.
Lampiran 4. Diagram Alir Proses Reaksi Dekomposisi Gas N2O dengan
Katalis Co3O4/Zeolit.
Dekomposisi t = 45 menit
T = 473, 573, 673 & 773 K
Pencatatan Konsentrasi Produk YN2 = ...., ...., .... & ....%
Katalis 1,5; 2,5 & 3,5 % Cr2O3/Zeolit
Karakterisasi 1. BET 2. XRD
Pengeringan T = 200oC, t = ± 2 jam
Pembebasan Udara pada Alat
t = ± 5 menit Gas N2O
Pengaturan Laju Alir FV,N2O = 40, 50 dan 60 mL/menit
Gas N2
Variasi Suhu
Variasi Laju Alir
Variasi Konsentrasi
Katalis
Dekomposisi t = 45 menit
T = 473, 573, 673 & 773 K
Pencatatan Konsentrasi Produk YN2 = ...., ...., .... & ....%
Katalis 1,5; 2,5 & 3,5 % Co3O4/Zeolit
Karakterisasi 1. BET 2. XRD
Pengeringan T = 200oC, t = ± 2 jam
Pembebasan Udara pada Alat
t = ± 5 menit Gas N2O
Pengaturan Laju Alir FV,N2O = 40, 50 dan 60 mL/menit
Gas N2
Variasi Suhu
Variasi Laju Alir
Variasi Konsentrasi
Katalis
77
Lampiran 5. Contoh Data Keluaran Penentuan Sifat-sifat Permukaan Metode BET pada Katalis 1,5 % Co3O4/Zeolit.
78
Lampiran 6. Contoh Data Keluaran Metode Difraksi Sinar X pada Katalis 1,5 % Co3O4/Zeolit.
Measurement Conditions: Dataset Name Katalis 1,5% Co3O4/Zeolit Measurement Date / Time 2/28/2007 1:27:36 PM Operator Lemigas Raw Data Origin XRD measurement (*.XRDML) Scan Axis Gonio Start Position [°2Th.] 3.0100 End Position [°2Th.] 69.9900 Step Size [°2Th.] 0.0200 Scan Step Time [s] 1.0000 Scan Type Continuous Offset [°2Th.] 0.0000 Divergence Slit Type Automatic Irradiated Length [mm] 17.00 Specimen Length [mm] 10.00 Receiving Slit Size [mm] 0.1500 Measurement Temperature [°C] 22.00 Anode Material Cu K-Alpha1 [Å] 1.54060 K-Alpha2 [Å] 1.54443 K-Beta [Å] 1.39225 K-A2 / K-A1 Ratio 0.50000 Generator Settings 30 mA, 40 kV Diffractometer Type PW 3040 Diffractometer Number 0 Goniometer Radius [mm] 240.00 Dist. Focus-Diverg. Slit [mm] 100.00 Incident Beam Monochromator Yes Spinning No Main Graphics, Analyze View:
79
Peak List: Pos.
[°2Th.] d-spacing
[Å] Height [cts]
Rel. Int. [%]
Backgr.[cts]
Area [cts*°2Th.]
Tip width [°2Th.]
6.4864 13.62694 22.26 7.35 40.00 6.05 0.3306 9.7901 9.03466 107.68 35.55 40.00 20.90 0.2362 13.5258 6.54662 97.54 32.20 51.00 15.15 0.1889 15.2903 5.79490 40.43 13.35 57.01 9.42 0.2834 19.7139 4.50342 100.69 33.24 93.00 23.46 0.2834 21.7991 4.07715 94.34 31.15 115.00 21.98 0.2834 22.3558 3.97686 175.78 58.03 119.00 27.30 0.1889 23.6867 3.75633 58.08 19.17 123.00 9.02 0.1889 25.7320 3.46222 302.90 100.00 121.00 29.40 0.1181 26.6018 3.35095 136.62 45.10 117.00 15.91 0.1417 27.6725 3.22369 211.75 69.91 109.00 49.33 0.2834 30.9553 2.88890 85.10 28.09 88.00 13.22 0.1889 35.7974 2.50846 64.56 21.31 74.00 25.07 0.4723 44.5025 2.03591 57.59 19.01 75.00 13.42 0.2834 46.6172 1.94837 30.59 10.10 80.00 14.25 0.5668 48.5520 1.87515 39.10 12.91 82.00 12.15 0.3779 50.9260 1.79318 29.85 9.85 80.00 11.59 0.4723 52.9036 1.72928 52.44 17.31 78.00 10.07 0.1728
80
Lampiran 7. Contoh Joint Comitte of Powder Diffraction Standart (JCPDS) untuk Spesi Oksida Co3O4.
Name and formula Reference code: 01-078-1969 ICSD name: Cobalt Oxide Empirical formula: Co3O4 Chemical formula: Co3O4 Crystallographic parameters Crystal system: Cubic Space group: Fd-3m Space group number: 227 a (Å): 8.0850 b (Å): 8.0850 c (Å): 8.0850 Alpha (°): 90.0000 Beta (°): 90.0000 Gamma (°): 90.0000 Calculated density (g/cm^3): 6.05 Volume of cell (10^6 pm^3): 528.49 Z: 8.00 RIR: 1.00 Status, subfiles and quality Status: Edited Pattern Subfiles: Inorganic Alloy, metal or intermetalic Corrosion ICSD Pattern Quality: Calculated (C) Comments ICSD collection code: 063164 References Primary reference: Calculated from ICSD using POWD-12++, (1997) Structure: Will, G., Masciocchi, N., Parrish, W., Hart, M., J. Appl.
Chem., 20, 394, (1987) Peak list No. h k l d [A] 2Theta[deg] I [%] 1 1 1 1 4.66788 18.997 1.3 9 4 4 0 1.42924 65.225 30.3 2 2 2 0 2.85848 31.267 28.9 10 5 3 1 1.36661 68.618 0.2 3 3 1 1 2.43772 36.841 100.0 11 4 4 2 1.34750 69.731 0.1 4 2 2 2 2.33394 38.543 8.0 12 6 2 0 1.27835 74.109 2.2 5 4 0 0 2.02125 44.804 17.1 13 5 3 3 1.23295 77.329 6.3 6 3 3 1 1.85483 49.076 3.0 14 6 2 2 1.21886 78.393 3.1 7 4 2 2 1.65034 55.647 7.4 15 4 4 4 1.16697 82.613 1.6 8 5 1 1 1.55596 59.348 20.9 16 7 1 1 1.13213 85.750 0.3 Stick Pattern
81
Lampiran 8. Contoh Penentuan Spesi Oksida dan Ukuran Partikel ( L ) pada Katalis 1,5 % Co3O4/Zeolit.
Pos. [°2Th.] Selisih d Data – d JCPDS Spesi Oksida Data JCPDS
13,62694 9,03466 6,54662 5,79490 4,50342 4,07715 3,97686 3,75633 3,46222 3,35095 3,22369 2,88890 2,85848 0,03042 Co3O4 2,50846 2,53772 0,02926 Co3O4 2,03591 2,02125 0,01466 Co3O4 1,94837 1,87515 1,85483 0,02032 Co3O4 1,79318 1,72928
Perhitungan Ukuran Partikel ( L ): Harga tetapan: k = 0,94 λ = 1,54060 Å Data difraksi sinar X: β1 = 0,1889 o β2 = 0,4723 o
= 3,295256 x 10-3 radian = 8,239011 x 10-3 radian 2θ1 = 30,9553 o 2θ2 = 35,7974 o
θ1 = 15,47765 o θ2 = 17,8987 o
Rumus: L = cos . k.
θβλ
Ukuran partikel ( L ): L1 = 456,0067 Å L2 = 184,7088 Å
82
Lampiran 9. Contoh Data Keluaran GC-TCD pada katalis 1,5 % Co3O4/Zeolit dengan Laju Alir 60 mL/menit.
83
Lampiran 10. Contoh Perhitungan Konsentrasi N2 Hasil Analisis GC-TCD pada katalis 1,5 % Co3O4/Zeolit dengan Laju Alir 60 mL/menit.
Data area dan konsentrasi standar:
Area 1 Area 2 Area Rata-rata (X)
Konsentrasi Standar (Y)
7699376 7071619 7385497,5 7.02 115202120 112093440 113647780 78,08 134135560 135765280 134950420 100
Dengan membuat plot antara area rata-rata (X) Vs konsentrasi standar (Y) diperoleh persamaan Y = 7 x 10-7 X + 1,16 dan kurva standar sebagai berikut:
Kurva Standar N2
y = 7E-07x + 1.16
R2 = 0.995
0
20
40
60
80
100
120
0 20000000 40000000 60000000 80000000 100000000
120000000
140000000
160000000
Area
Kon
sent
rasi
(%)
Dengan mensubstitusikan area rata-rata sampel pada persamaan kurva standar N2, maka diperoleh konsentrasi sampel N2 dan kurva sampel sebagai berikut:
Kurva Sampel
30
40
50
60
70
80
90
400 450 500 550 600 650 700 750 800Suhu (C)
Kon
sent
rasi
(%)
Suhu/K (X) Area 1 Area 2 Area
Rata-Rata Konsentrasi
sampel N2 (Y) 473 78909504 78350144 78629824 56,20088 573 84211136 86869696 85540416 61,03829 673 98157696 99448256 98802976 70,32208 773 105296680 104988400 105142540 74,75978
84
Lampiran 11. Contoh Perhitungan Laju Reaksi Hasil Eksperimen (rdat) pada Katalis 1,5 % Co3O4/Zeolit Laju Alir 60 mL/menit.
Data hasil analisis GC-TCD: P = 1 atm R = 0,082053 L.atm/mol.K W = 1 gram Suhu (T) = 473K Laju Alir (Fv,N2O) = 60 mL/menit = 3,6 L/jam [N2]OUT = 56,20088 % [N2O]IN = 99,5 %
A. Menghitung Konversi
X = IN2
OUT2
O][N]N[
= % 100x % 99,5
% 56,20088=56,4833 %
B. Menghitung Jumlah Mol N2O
FN2O = T x R
F x P N2OV, = K 473K x L.atm/mol. 0,082053L/jam 3,6 x atm 1
= 0,09276 mol/jam
C. Menghitung Laju Reaksi
WX.F
)(-r N2ON2O = = g 1
% 56,4833 x mol/jam 0,09276= 0,05239mol/jam/g kat
85
Lampiran 12. Contoh Perhitungan Tetapan Laju k dan Tetapan Setimbang Desorpsi K dengan Metode Hooke-Jeeves 4 Variabel untuk Tiap Model pada Katalis Co3O4/Zeolit.
CLS PRINT "Disusun oleh : Bambang Priyambudi" PRINT "NIM : 4350402011" PRINT 'Program Hooke-Jeeves N Variabel 'untuk Menentukan Model Terbaik 'Inisialisasi nv = 4 mdat = 3 ndat = 4 Pt = 1 g$ = STRING$(75, "-") FOR i = 1 TO nv READ axopt1(i), adelx1(i) NEXT i DATA 1,.001,5,.001,35,.001,6,.001 READ aratio1, atol1 DATA .5,1e-2 FOR i = 1 TO nv READ axopt2(i), adelx2(i) NEXT i DATA .05,.001,1,.001,-1,.001,.02,.001 READ aratio2, atol2 DATA .5,1e-2 'Menyimpan file INPUT "Masukkan nama file"; nm$ OPEN nm$ FOR OUTPUT AS #1 'Membaca kecepatan reaksi FOR h = 1 TO mdat FOR k = 1 TO ndat READ rdat1(k, h) NEXT k NEXT h 'Kecepatan reaksi untuk konsentrasi katalis 1,5 % DATA 0.05239,0.04697,0.04607,0.04265 DATA 0.05316,0.04513,0.04076,0.03572 DATA 0.03461,0.03413,0.03311,0.02955
86
FOR h = 1 TO mdat FOR k = 1 TO ndat READ rdat2(k, h) NEXT k NEXT h 'Kecepatan reaksi untuk konsentrasi katalis 2,5 % DATA 0.05266,0.05136,0.04687,0.04255 DATA 0.04914,0.04549,0.04027,0.03808 DATA 0.03985,0.03813,0.03310,0.03006 FOR h = 1 TO mdat FOR k = 1 TO ndat READ rdat3(k, h) NEXT k NEXT h 'Kecepatan reaksi untuk konsentrasi katalis 3,5 % DATA 0.05802,0.05111,0.04729,0.04514 DATA 0.04448,0.04976,0.04316,0.03791 DATA 0.03589,0.03818,0.03395,0.03190 'Membaca konversi Dinitrogen Oksida FOR h = 1 TO mdat FOR k = 1 TO ndat READ xDO1(k, h) NEXT k NEXT h 'Konversi Dinitrogen Oksida untuk konsentrasi katalis 1,5 % DATA 56.4833e-2,61.3450e-2,70.6755e-2,75.1355e-2 DATA 68.7736e-2,70.7208e-2,75.0327e-2,75.5279e-2 DATA 55.9729e-2,66.8601e-2,76.1765e-2,78.0964e-2 FOR h = 1 TO mdat FOR k = 1 TO ndat READ xDO2(k, h) NEXT k NEXT h 'Konversi Dinitrogen Oksida untuk konsentrasi katalis 2,5 % DATA 56.7696e-2,67.0718e-2,71.8975e-2,74.9636e-2 DATA 63.5741e-2,71.2911e-2,74.1244e-2,80.5093e-2 DATA 64.4437e-2,74.6968e-2,76.1576e-2,79.4411e-2 FOR h = 1 TO mdat FOR k = 1 TO ndat READ xDO3(k, h) NEXT k NEXT h 'Konversi Dinitrogen Oksida untuk konsentrasi katalis 3,5 % DATA 62.5558e-2,66.7437e-2,72.5387e-2,79.5220e-2 DATA 57.5444e-2,77.9882e-2,79.4513e-2,80.1543e-2 DATA 58.0381e-2,74.8043e-2,78.1104e-2,84.2973e-2
87
'Membaca konsentrasi Dinitrogen Oksida FOR h = 1 TO mdat READ C(h) NEXT h DATA .995,.995,.995 'Membaca suhu FOR k = 1 TO ndat READ T(k) NEXT k DATA 473,573,673,773 PRINT #1, USING "Hasil Optimasi # Variabel"; nv PRINT #1, " Metode Hooke-Jeeves" PRINT #1, "Perhitungan Model : 1-6" PRINT #1, "--------------------------" PRINT #1, GOSUB Header FOR Ckat = 1 TO 3 PRINT #1, USING "Konsentrasi Katalis # %"; Ckat PRINT #1, g$ PRINT #1, " Model"; FOR i = 1 TO nv PRINT #1, USING " x(#)"; i; NEXT i PRINT #1, " SSE" PRINT #1, g$ IF (Ckat = 1) THEN FOR h = 1 TO mdat FOR k = 1 TO ndat rdat(k, h) = rdat1(k, h) xDO(k, h) = xDO1(k, h) NEXT k NEXT h ELSE IF (Ckat = 2) THEN FOR h = 1 TO mdat FOR k = 1 TO ndat rdat(k, h) = rdat2(k, h) xDO(k, h) = xDO2(k, h) NEXT k NEXT h ELSE
88
FOR h = 1 TO mdat FOR k = 1 TO ndat rdat(k, h) = rdat3(k, h) xDO(k, h) = xDO3(k, h) NEXT k NEXT h END IF END IF FOR model = 1 TO 6 PRINT USING "Konsentrasi Katalis # %"; Ckat PRINT "Perhitungan Model:"; model PRINT g$ FOR i = 1 TO nv PRINT USING " x(#)"; i; NEXT i PRINT " SSE" PRINT g$ cou = 0 IF model = 6 THEN FOR i = 1 TO nv xopt(i) = axopt2(i) delx(i) = adelx2(i) NEXT i ratio = aratio2 tol = atol2 ELSE FOR i = 1 TO nv xopt(i) = axopt1(i) delx(i) = adelx1(i) NEXT i ratio = aratio1 tol = atol1 END IF FOR i = 1 TO nv x(i) = xopt(i) NEXT i GOSUB 70 fopt = f GOSUB cetak 'Eksplorasi 10 FOR i = 1 TO nv tandax(i) = 0 NEXT i
89
FOR i = 1 TO nv FOR j = 1 TO nv IF j = i THEN x(j) = xopt(j) + delx(j) ELSE x(j) = xopt(j) END IF NEXT j GOSUB 70 IF (f >= fopt) THEN 20 fopt = f xopt(i) = x(i) tandax(i) = 1 IF i = nv THEN 40 ELSE GOTO 30 20 x(i) = xopt(i) - delx(i) GOSUB 70 IF (f >= fopt) THEN 30 fopt = f xopt(i) = x(i) tandax(i) = -1 GOSUB cetak 30 NEXT i 40 FOR i = 1 TO nv IF ABS(tandax(i)) > .2 THEN 50 NEXT i IF sse < tol THEN 60 'Mengecilkan delta dan kembali ke eksplorasi FOR i = 1 TO nv delx(i) = delx(i) * ratio NEXT i GOTO 10 'Mengulang langkah sukses 50 FOR i = 1 TO nv x(i) = xopt(i) + delx(i) * tandax(i) NEXT i GOSUB 70 IF (f >= fopt) THEN 10 FOR i = 1 TO nv xopt(i) = x(i) NEXT i fopt = f GOSUB cetak GOTO 50
90
'Mencetak hasil akhir 60 PRINT #1, USING " #"; model; FOR i = 1 TO nv PRINT #1, USING "####.######"; xopt(i); x(i) = xopt(i) NEXT i GOSUB 70 PRINT #1, " "; sse er(model) = f cou = 1 GOSUB cetak PRINT g$ PRINT NEXT model PRINT #1, g$ PRINT #1, IF (er(1) > er(2)) THEN best(Ckat) = 2 ELSE best(Ckat) = 1 IF (er(best(Ckat)) > er(3)) THEN best(Ckat) = 3 IF (er(best(Ckat)) > er(4)) THEN best(Ckat) = 4 IF (er(best(Ckat)) > er(5)) THEN best(Ckat) = 5 PRINT #1, "Model yang terbaik adalah model:"; best(Ckat) PRINT #1, PRINT #1, NEXT Ckat END 'Fungsi yang dicari harga optimumnya 70 cou = cou + 1 sse = 0 FOR h = 1 TO mdat FOR k = 1 TO ndat yDO = (1 - xDO(k, h)) * C(h) yO2 = .5 * xDO(k, h) * C(h) pDO(k, h) = yDO * Pt pO2(k, h) = yO2 * Pt IF model = 1 THEN GOSUB 100 IF model = 2 THEN GOSUB 200 IF model = 3 THEN GOSUB 300 IF model = 4 THEN GOSUB 400 IF model = 5 THEN GOSUB 500 IF model = 6 THEN GOSUB 600 sse = sse + (rcal(k, h) - rdat(k, h)) ^ 2 NEXT k NEXT h f = sse RETURN
91
100 rcal(k, h) = x(1) * x(2) * pDO(k, h) / (1 + x(2) * pDO(k, h) + (1 / x(3)) ^ .5 * pO2(k, h) ^ .5)
RETURN 200 rcal(k, h) = x(1) * pDO(k, h) / (1 + 1 / x(2) ^ .5 * pO2(k, h) ^ .5) RETURN 300 rcal(k, h) = x(1) * x(2) * pDO(k, h) ^ 2 / (1 + x(2) * pDO(k, h) + 1 / x(3) *
pO2(k, h)) RETURN 400 rcal(k, h) = 2 * x(1) * pDO(k, h) / (1 + (x(1) / x(2)) * pDO(k, h) + (x(1) / x(3)
* x(4)) * pO2(k, h)) RETURN 500 rcal(k, h) = 2 * x(1) * pDO(k, h) / (1 + x(1) / x(2)) RETURN 600 rcal(k, h) = x(1) * pDO(k, h) ^ x(2) * pO2(k, h) ^ x(3) RETURN 'Header tampilan Header: PRINT PRINT USING "Hasil Optimasi # Variabel"; nv PRINT " Metode Hooke-Jeeves" PRINT " Perhitungan Model : 1-6" PRINT "---------------------------" PRINT RETURN 'Mencetak perhitungan optimasi cetak: IF (cou = 1) OR (cou MOD 2000 = 0) THEN FOR m = 1 TO nv PRINT USING "####.######"; xopt(m); NEXT m PRINT " "; fopt END IF RETURN
92
Lampiran 13. Contoh Perhitungan Tetapan Laju k dan Tetapan Setimbang Desorpsi K dengan Metode Hooke-Jeeves 4 Variabel dari Model Kinetika Terpilih dan Power Rate Law untuk Berbagai Suhu pada Katalis 1,5 % Co3O4/Zeolit.
CLS PRINT "Disusun oleh : Bambang Priyambudi" PRINT "NIM : 4350402011" PRINT 'Program Hooke-Jeeves N Variabel 'untuk Mencari Variabel 2 Model 'Inisialisasi nv = 4 cdo = 3 Pt = 1 g$ = STRING$(75, "-") FOR i = 1 TO nv READ axopt1(i), adelx1(i) NEXT i DATA 1,.001,30,.001,30,.001,6,.0001 READ aratio1, atol1 DATA .5,1e-2 FOR i = 1 TO nv READ axopt2(i), adelx2(i) NEXT i DATA 1e-7,.001,0.214010,.001,-0.199010,.001,2,0.01 READ aratio2, atol2 DATA .5,1e-2 'Menyimpan file INPUT "Masukkan nama file"; nm$ OPEN nm$ FOR OUTPUT AS #1 'Membaca kecepatan reaksi FOR k = 1 TO cdo READ rdat1(k) NEXT k 'Kecepatan reaksi pada suhu 473 K DATA 0.05239,0.05316,0.03461 FOR k = 1 TO cdo READ rdat2(k) NEXT k
93
'Kecepatan reaksi pada suhu 573 K DATA 0.04697,0.04513,0.03413 FOR k = 1 TO cdo READ rdat3(k) NEXT k 'Kecepatan reaksi pada suhu 673 K DATA 0.04607,0.04076,0.03311 FOR k = 1 TO cdo READ rdat4(k) NEXT k 'Kecepatan reaksi pada suhu 773 K DATA 0.04265,0.03572,0.02955 'Membaca konversi Dinitrogen Oksida FOR k = 1 TO cdo READ xDO1(k) NEXT k 'Konversi Dinitrogen Oksida pada suhu 473 K DATA 56.4833e-2,68.7736e-2,55.9729e-2 FOR k = 1 TO cdo READ xDO2(k) NEXT k 'Konversi Dinitrogen Oksida pada suhu 573 K DATA 61.3450e-2,70.7208e-2,66.8601e-2 FOR k = 1 TO cdo READ xDO3(k) NEXT k 'Konversi Dinitrogen Oksida pada suhu 673 K DATA 70.6755e-2,75.0327e-2,76.1765e-2 FOR k = 1 TO cdo READ xDO4(k) NEXT k 'Konversi Dinitrogen Oksida pada suhu 773 K DATA 75.1355e-2,75.5279e-2,78.0964e-2 'Membaca konsentrasi Dinitrogen Oksida FOR h = 1 TO cdo READ C(h) NEXT h DATA .995,.995,.995 'Membaca suhu FOR k = 1 TO 4 READ T(k) NEXT k DATA 473,573,673,773
94
PRINT #1, USING "Hasil Optimasi # Variabel"; nv PRINT #1, " Metode Hooke-Jeeves" PRINT #1, "Perhitungan Model : 4&6" PRINT #1, "--------------------------" PRINT #1, GOSUB Header FOR Model = 1 TO 2 IF Model = 1 THEN mkin = 4 ELSE mkin = 6 PRINT #1, "Model Kinetika"; mkin PRINT "Model Kinetika"; mkin PRINT #1, g$ PRINT #1, " Suhu"; FOR i = 1 TO nv PRINT #1, USING " x(#)"; i; NEXT i PRINT #1, " SSE" PRINT #1, g$ FOR Tk = 1 TO 4 IF (Tk = 1) THEN FOR k = 1 TO cdo rdat(k) = rdat1(k) xDO(k) = xDO1(k) NEXT k ELSE IF (Tk = 2) THEN FOR k = 1 TO cdo rdat(k) = rdat2(k) xDO(k) = xDO2(k) NEXT k ELSE IF (Tk = 3) THEN FOR k = 1 TO cdo rdat(k) = rdat3(k) xDO(k) = xDO3(k) NEXT k ELSE FOR k = 1 TO cdo rdat(k) = rdat4(k) xDO(k) = xDO4(k) NEXT k END IF END IF END IF
95
PRINT "Perhitungan suhu:"; T(Tk) PRINT g$ FOR i = 1 TO nv PRINT USING " x(#)"; i; NEXT i PRINT " SSE" PRINT g$ cou = 0 IF Model = 1 THEN FOR i = 1 TO nv xopt(i) = axopt1(i) delx(i) = adelx1(i) NEXT i ratio = aratio1 tol = atol1 ELSE FOR i = 1 TO nv xopt(i) = axopt2(i) delx(i) = adelx2(i) NEXT i ratio = aratio2 tol = atol2 END IF FOR i = 1 TO nv x(i) = xopt(i) NEXT i GOSUB 70 fopt = f GOSUB cetak 'Eksplorasi 10 FOR i = 1 TO nv tandax(i) = 0 NEXT i FOR i = 1 TO nv FOR j = 1 TO nv IF j = i THEN x(j) = xopt(j) + delx(j) ELSE x(j) = xopt(j) END IF NEXT j GOSUB 70 IF (f >= fopt) THEN 20 fopt = f
96
xopt(i) = x(i) tandax(i) = 1 IF i = nv THEN 40 ELSE GOTO 30 20 x(i) = xopt(i) - delx(i) GOSUB 70 IF (f >= fopt) THEN 30 fopt = f xopt(i) = x(i) tandax(i) = -1 GOSUB cetak 30 NEXT i 40 FOR i = 1 TO nv IF ABS(tandax(i)) > .2 THEN 50 NEXT i IF sse < tol THEN 60 'Mengecilkan delta dan kembali ke eksplorasi FOR i = 1 TO nv delx(i) = delx(i) * ratio NEXT i GOTO 10 'Mengulang langkah sukses 50 FOR i = 1 TO nv x(i) = xopt(i) + delx(i) * tandax(i) NEXT i GOSUB 70 IF (f >= fopt) THEN 10 FOR i = 1 TO nv xopt(i) = x(i) NEXT i fopt = f GOSUB cetak GOTO 50 'Mencetak hasil akhir 60 PRINT #1, USING " ###"; T(Tk); FOR i = 1 TO nv PRINT #1, USING "####.######"; xopt(i); x(i) = xopt(i) NEXT i GOSUB 70 PRINT #1, " "; sse cou = 1 GOSUB cetak PRINT g$ PRINT
97
SLEEP (1) NEXT Tk PRINT #1, g$ PRINT #1, NEXT Model END 'Fungsi yang dicari harga optimumnya 70 cou = cou + 1 sse = 0 FOR k = 1 TO cdo yDO = (1 - xDO(k)) * C(k) yO2 = .5 * xDO(k) * C(k) pDO(k) = yDO * Pt pO2(k) = yO2 * Pt IF Model = 1 THEN GOSUB 100 IF Model = 2 THEN GOSUB 200 sse = sse + (rcal(k) - rdat(k)) ^ 2 NEXT k f = sse RETURN 100 rcal(k) = 2 * x(1) * pDO(k) / (1 + (x(1) / x(2)) * pDO(k) + (x(1) / x(3) * x(4))
* pO2(k)) RETURN 200 rcal(k) = x(1) * pDO(k) ^ (.21401) * pO2(k) ^ (-.19901) RETURN 'Header tampilan Header: PRINT PRINT USING "Hasil Optimasi # Variabel"; nv PRINT " Metode Hooke-Jeeves" PRINT "Perhitungan Model: 4&6" PRINT "--------------------------" PRINT RETURN 'Mencetak perhitungan optimasi cetak: IF (cou = 1) OR (cou MOD 400 = 0) THEN FOR m = 1 TO nv PRINT USING "####.######"; xopt(m); NEXT m PRINT " "; fopt END IF RETURN
98
Lampiran 14. Contoh Perhitungan A, E, ΔH dan ΔS dengan Metode Regresi Linear untuk Model Kinetika Terpilih dan Power Rate Law pada Katalis 1,5 % Co3O4/Zeolit.
CLS PRINT "Disusun oleh : Bambang Priyambudi" PRINT "NIM : 4350402011" PRINT 'Program Regresi Linear 'untuk Menghitung A,E,^H,^S 'Inisialisasi n = 4 'Menyimpan file INPUT "Masukkan nama file"; nm$ OPEN nm$ FOR OUTPUT AS #1 'Membaca tetapan laju k2 FOR k = 1 TO n READ X1(k), Y1(k) NEXT k 'Tetapan laju untuk konsentrasi katalis 1,5 % DATA 473,0.057009,573,0.062009,673,0.078009,773,0.077009 'Membaca tetapan laju k3 FOR k = 1 TO n READ X2(k), Y2(k) NEXT k 'Tetapan laju untuk konsentrasi katalis 1,5 % DATA 473,29.059517,573,29.063515,673,29.077507,773,29.078506 'Membaca tetapan laju k1 FOR k = 1 TO n READ X3(k), Y3(k) NEXT k 'Tetapan laju untuk konsentrasi katalis 1,5 % DATA 473,29.059517,573,29.063515,673,29.078506,773,29.076508 'Membaca tetapan setimbang desorpsi K3 FOR k = 1 TO n READ X4(k), Y4(k) NEXT k 'Tetapan setimbang desorpsi untuk konsentrasi katalis 1,5 % DATA 473,6.094428,573,6.093727,673,6.092626,773,6.092525 'Membaca tetapan laju k (Power Law)
99
FOR k = 1 TO n READ X5(k), Y5(k) NEXT k 'Tetapan laju untuk konsentrasi katalis 1,5 % DATA 473,.045,573,.043,673,.044,773,.041 PRINT USING "Regresi Linier # Data"; n PRINT "----------------------------" PRINT FOR proses = 1 TO 5 IF (proses = 1) THEN FOR k = 1 TO n Xi(k) = X1(k) Yi(k) = Y1(k) NEXT k ELSE IF (proses = 2) THEN FOR k = 1 TO n Xi(k) = X2(k) Yi(k) = Y2(k) NEXT k ELSE IF (proses = 3) THEN FOR k = 1 TO n Xi(k) = X3(k) Yi(k) = Y3(k) NEXT k ELSE IF (proses = 4) THEN FOR k = 1 TO n Xi(k) = X4(k) Yi(k) = Y4(k) NEXT k ELSE FOR k = 1 TO n Xi(k) = X5(k) Yi(k) = Y5(k) NEXT k END IF END IF END IF END IF FOR i = 1 TO n
100
Y(i) = LOG(Yi(i)) X(i) = 1 / Xi(i) NEXT i sX = 0: sXX = 0: sY = 0: sXY = 0 FOR i = 1 TO n sX = sX + X(i): sXX = sXX + X(i) * X(i): rX = sX / n sY = sY + Y(i): rY = sY / n sXY = sXY + X(i) * Y(i) NEXT i B1 = (n * sXY - (sX * sY)) / (n * sXX - (sX) ^ 2) B0 = rY - B1 * rX A = EXP(B0) E = -B1 * (8.314) / (1000) H = -B1 * (8.314) / (1000) S = B0 * (8.314) jral = 0 FOR i = 1 TO n kcal(i) = A * EXP(B1 / Xi(i)) ral(i) = ABS(kcal(i) - Yi(i)) * 100 / Yi(i) jral = jral + ral(i) NEXT i rral = jral / n IF proses = 1 THEN PRINT "Dari tetapan laju k2 :" ELSE IF proses = 2 THEN PRINT "Dari tetapan laju k3 :" ELSE IF proses = 3 THEN PRINT "Dari tetapan laju k1 :" ELSE IF proses = 4 THEN PRINT "Dari tetapan setimbang desorpsi K3 :" ELSE PRINT "Dari tetapan laju k (Power Law):" END IF END IF END IF END IF PRINT " Y ="; B0; "+"; B1; " X" IF (proses = 4) THEN PRINT " ^S/R ="; B0 PRINT USING " ^S = ##.#### J/mol.K"; S PRINT " -^H/R="; B1 PRINT USING " ^H = ##.#### kJ/mol"; H;
101
PRINT " Rerata ralat="; rral; "%" ELSE PRINT " A ="; A PRINT " -E/R="; B1 PRINT USING " E = ###.##### kJ/mol"; E; PRINT " Rerata ralat="; rral; "%" END IF PRINT NEXT proses END
102
Lampiran 15. Alat-alat Penelitian.
NOVA 1200e (NO Void Analyse )-Quantachrome instrument
Difraksi Sinar PANalytical X’Pert Pro
103
Alat Uji Reaksi Dekomposisi Gas N2O