Download - Laporan Resmi Daging Kkas Ikan Baru
LAPORAN RESMI
PRAKTIKUM PENGETAHUAN BAHAN
DAGING, KARKAS DAN IKAN
Oleh :
Kho Chin Ann (6103008023)
Isabella Gunawan (6103008024)
Ivana Halingkar (6103008103)
Marcella Hilda (6103008131)
Tanggal : 12 Februari 2010
Asisten : Drs.Sutarjo Surjoseputro
Program Studi Teknologi Pangan
Fakultas Teknologi Pertanian
Universitas Katholik Widya Mandala Surabaya
2010
I. TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM
Memahami sifat-sifat fisik dan kimiawi daging, karkas, dan ikan.
II. SASARAN BELAJAR
- Menentukan persentase jaringan-jaringan penyusun daging, karkas unggas,
dan ikan.
- Menentukan tingkat kualitas kesegaran ikan
- Menentukan karakteristik dari daging, karkas, dan ikan : warna, pH,
juiciness, dan keempukan
III. DASAR TEORI
Daging Sapi
Daging didefinisikan sebagai urat daging (otot) yang melekat pada
kerangka, kecuali urat daging bagian bibir, hidung, dan telinga yang berasal
dari daging hewan yang sehat sewaktu di potong. Karkas adalah bagian badan
ternak yang telah disembelih, dikuliti, dikeluarkan isi perutnya dan dipotong
kaki bagian bawah serta kepalanya. Daging biasanya sudah tidak mengandung
tulang sedangkan karkas masih mengandung tulang. Menurut FAO/WHO
tahun 1974, yang dimaksud dengan karkas adalah bagian tubuh hewan yang
telah disembelih, utuh, atau dibelah sepanjang tulang belakang, dimana hanya
kepala, kaki, kulit, organ bagian dalam (jeroan), dan ekor yang dipisahkan.
(Muchtadi dan Sugiyono, 1992)
Jaringan tubuh hewan terdiri dari komponen-komponen fisik seperti
kulit, jaringan lemak, jaringan ikat, tulang jaringan pembuluh darah, jaringan
syaraf, dan jaringan otot. Jaringan otot, jaringan lemak, jaringan ikat, tulang,
dan tulang rawan merupakan komponen yang utama.
Untuk memperoleh karkas, ada beberapa tahapan yang harus dilewati,
yaitu inspeksi ante mortem, penyembelihan, penuntasan darah, dressing, dan
inspeksi pasca mortem. Inspeksi ante mortem adalah pemeriksaan penyakit
dan kondisi abnormal ternak sebelum disembelih. Sebelum disembelih, ternak
harus bebas dari sakit dan luka, memiliki gizi baik, tidak lapar, tidak stress,
cukup istirahat, serta bersih dan kering. Prinsip yang harus diperhatikan dalam
penyembelihan adalah pemotongan pembuluh darah, jalan nafas, dan jalan
makanan. Saat penyembelihan ternak harus dalam keadaan tidak stress serta
penyembelihan sebaiknya dilakukan secepat mungkin. Kebersihan selama
proses penyembelihan bertujuan untuk mengurangi kontaminasi oleh mikroba.
Penuntasan darah harus sempurna karena bakteri dari usus dan darah yang
tertinggal akan mengkontaminasi daging.
(Muchtadi dan Sugiyono, 1992)
Tahap yang dilakukan selanjutnya adalah dressing, yang merupakan
pemisahan bagian kepala, kulit, dan jerohan dari tubuh ternak. Cara
pemotongan karkas menjadi potongan-potongan dalam ukuran yang lebih
mudah ditangani dapat berupa “Whole cuts” atau “prime cuts”. Karkas sapi
umumnya dibelah menjadi dua di sepanjang garis tengah tulang punggung.
Belahan-belahan karkas tersebut selanjutnya dipotong lebih lanjut masing-
masing menjadi dua potongan bagian depan (fore quarters) dan dua potongan
belakang (hind quarters). Keempat potongan daging quarters tersebut
dipotong lebih lanjut menjadi :
1. Fore quarter atas : chuck dan rib
2. Fore quarter bawah : brisket dan shot plat
3. Hind quarter bagian pinggang : short loin dan sirloin
4. Hind quarter bagian perut : flank
5. Hind quarter bagian paha : round
(Muchtadi dan Sugiyono, 1992)
Bagian tubuh sapi menurut cara pemotongannya adalah sebagai
berikut :
(Cara pemotongan daging sapi menurut sistem Amerika)
(Cara pemotongan daging sapi menurut sistem British)
(http://en.wikipedia.org/wiki/Beef)
Penilaian mutu daging biasanya didasarkan pada penilaian secara
inderawi yang meliputi:
Keempukan
Faktor-faktor yang mempengaruhi keempukan daging sapi terbagi
menjadi dua yaitu faktor sebelum hewan mati dan sesudah hewan mati.
Faktor sebelum hewan mati meliputi sifat genetik, faktor fisiologis, serta
pelaksanaan manajemen dan pemberian pakan. Sedangkan faktor sesudah
hewan mati meliputi waktu dan suhu penyimpanan (pelayuan,
pembekuan, dan sebagainya), cara pemotongan jaringan, ada tidaknya
penambahan senyawa pengempuk daging, serta cara pengolahan.
(Naruki,1991)
Protein miofibril terdapat pada sel otot, komponen protein
miofibril yang terbentuk dalam struktur serabut otot adalah aktin dan
miosin, aktin dan miosin berperan dalam kontraksi dan relaksasi saat
kontraksi otot aktin dan miosin akan saling tumpang tindih dan
membentuk potein kompleks yang disebut aktomiosin yang nantinya akan
menentukan keempukan dari daging. Protein stroma terdiri dari kolagen,
elastin, retikulin. Kolagen merupakan faktor yang utama yang
mempengaruhi keempukan daging, pemanasan dengan suhu tertentu akan
mengubah kolagen yang keras menjadi empuk.
(Burhan, 2003)
Sifat Berair (juiceness)
Juiceness daging olahan dapat dibagi dua jenis. Yang pertama
adalah kesan basah selama pengunyahan awal yang timbul karena ada
pengeluaran cairan daging secara cepat. Kedua, juiceness yang tampak
muncul karena adanya pengeluaran serum secara perlahan dan efek
perangsang lemak terhadap air ludah. Kesan kedua ini berlangsung lebih
lama daripada yang pertama. Terdapat hubungan erat antara juiceness
dengan kadar lemak daging. Daging dengan kadar lemak tinggi berkesan
mempunyai juiceness yang juga tinggi. Keempukan dan juiceness sangat
erat berkaitan satu dengan yang lainnya. Pada daging yang makin empuk
maka pengeluaran cairan daging saat pengunyahan juga makin cepat
sehingga berkesan lebih berair (juicy). Oleh karena itu, juiciness suatu
bahan daging juga ditentukan oleh Water Holding Capacity (WHC).
WHC atau daya menahan air menunjukkan kemampuan daging untuk
mengikat air bebas. WHC merupakan faktor penting dalam pembentukan
gel. Nilai WHC menurun dengan menurunnya pH. Hal ini disebabkan
karena protein rusak dalam suasana asam. Selama proses aging, pH
daging menurun sehingga WHC juga menurun
(Muchtadi dan Sugiyono, 1992)
Warna
Intensitas warna daging merupakan gambaran dari jumlah
mioglobin yang terdapat pada jaringan daging mentah bebas lemak.
Mioglobin merupakan protein kompleks yang berfungsi membawa
oksigen untuk sel. Kandungan mioglobin pada jaringan bergantung pada
aktifitas jaringan, efisiensi darah membawa oksigen, umur serta jenis
hewan. Warna daging dapat berubah karena mioglobinnya mengalami
perubahan kimia. Bila mioglobin teroksidasi maka akan terbentuk
metmioglobin yang berwarna coklat.
(Soeparno, 2005)
Daging masak dari hewan yang lebih tua biasanya lebih gelap
dibandingkan daging masak hewan yang lebih muda. Sementara itu,
daging masak dari hewan yang aktif atau bagian tubuh yang kebutuhan
oksigennya tinggi akan lebih gelap dibanding dengan daging dari hewan
yang kurang aktif atau bagian tubuh yang kebutuhan oksigen rendah).
Warna coklat pada daging yang dimasak sampai matang betul berasal dari
sejumlah pigmen, termasuk senyawa heme yang terdenaturasi, serta hasil
dekomposisi dan polimerisasi karbohidrat, lemak, dan protein secara
visual.
(Naruki,1991)
pH
Setelah hewan mati, metabolisme aerobik terhenti karena sirkulasi
darah ke jaringan otot terhenti, sehingga metabolisme berubah menjadi
sistem anaerobik yang menyebabkan terbentuknya asam laktat. Adanya
penimbunan asam laktat dalam daging menyebabkan turunnya pH
jaringan otot. Penurunan pH terjadi perlahan-lahan dari keadaan normal
(7,2 - 7,4) hingga mencapai pH akhir sekitar 5,3-5,5.
(Muchtadi dan Sugiyono, 1992)
Penurunan pH karkas berhubungan erat dengan temperatur
lingkungan (penyimpanan). Pada dasarnya, temperatur tinggi akan
meningkatkan laju penurunan pH, sedangkan temperatur rendah akan
menghambat laju penurunan pH. Laju penurunan pH otot yang cepat dan
ekstensif akan mengakibatkan warna daging menjadi pucat, daya ikat
protein daging terhadap cairannya menjadi rendah, dan permukaan
potongan daging menjadi basah karena keluarnya cairan ke permukaan
potongan daging. Sebaliknya, pada pH yang tinggi, daging berwarna
gelap dan permukaan potongan daging menjadi sangat kering karena
cairan daging terikat secara erat oleh proteinnya.
(Soeparno, 2005)
Karbohidrat merupakan salah satu komponen kimiawi pada sapi
dengan kontribusi dalam daging sapi adalah sekitar 0,5-1,3% kandungan
karbohidrat dalam tubuh hewan disimpan dalam bentuk glikogen (gula
otot). Glikogen akan dimetabolisme menjadi glukosa dan glukosa akan
dimetabolisme lebih lanjut menjadi sam laktat. Jumlah asam laktat akhir
akan menentukan besarnya pH akhir daging. pH daging akan
mempengaruhi warna, daya ikat, dan keempukan daging. pH yang
dianggap normal untuk daging adalah 5,5. bila sapi mengalami stres atau
kelelahan sebelum dipotong, maka kandungan glikogen pada otot akan
menipis, sehingga konsentrasi asam laktat yang terbentuk tidak bisa
membuat pH akhir mencapai angka 5,6. bila pH akhir lebih tinggi misal
6,2 maka daging akan terlihat lebih gelap, keras, dan kering ini dikenal
dengan istilah Dry Firm Dark (DFD). Warna gelap pada daging ini dicatat
berhubungan dengan daya ikat air tersebut menyebabkan keadaan serabut
otot menjadi lebih besar dan lebih banyak cahaya yang diserap dari pada
dipantulkan oleh permukaan daging. Ini yang menyebabkan daging dapat
terlihat lebih gelap. Bila proses pasca rigor berlangsng lebih cepat, dan
pH akhir yang dicapai lebih kecil dari 5,6 misal 5,1 daging akan terlihat
lebih pucat lunak dan berair, atau dikenal denagn istilah Pale, Soft,
Exudative (PSE). Pada kondisi ini, struktur jaringan otot renggang yang
berhubungan dengan rendahnya daya ikat air, menyebabkan banyak sinar
yang dipantulkan daripada diserap oleh permukaan daging sehingga
daging tampak lebih pucat.
( Burhan,2003)
Ikan
Badan ikan pada umumnya mempunyai bentuk dan ukuran yang
simetris dan dapat menjadi tiga bagian, yaitu bagian kepala, badan dan ekor.
Bagian kepala yaitu dari bagian ujung mulut terdepan hingga ujung tutup
insang paling belakang. Pada bagian ini terdapat mulut, rahang atas, dan
bawah, gigi, sungut, hidung, mata, insang, tutup insang, otak, jantung, dan
sebagainya. Bagian badan yaitu bagian yang terletak antara tutup insang
paling belakang hingga permukaan sirip dubur. Pada bagian ini terdapat sirip
punggung, sirip dada, sirip perut, dan organ-organ dalam seperti hati, empedu,
lambung, usus, gonad, gelembung renang, ginjal, limpa dan sebagainya.
Bagian ekor, yaitu bagian yang terletak dari permukaan sirip dubur hingga
sirip ekor terbelakang. Pada bagian ini terdapat anus, sirip dubur, sirip ekor,
kadang-kadang juga ditemukan scute dan finlet.
Ikan segar lebih cepat mengalami kebusukan dibandingkan daging
mamalia. Kebusukan ikan mulai terjadi segera setelah rigor mortis selesai.
Faktor yang menyebabkan ikan cepat busuk adalah kadar glikogennya rendah
sehingga rigor mortis berlangsung cepat dan pH akhir daging ikan cukup
tinggi yaitu 6,4 – 6,5, serta tingginya jumlah bakteri yang terkandung dalam
perut ikan. Bakteri proteolitik mudah tumbuh pada ikan segar dan
menyebabkan bau busuk hasil metabolisme protein.
(Muchtadi dan Sugiyono, 1992)
Adapun ciri-ciri ikan segar dan tak segar adalah sebagai berikut:
(Syarief dan Irawati, 1988)
Komposisi kimia daging ikan :
Ciri ikan segar Ciri ikan busuk
Mata Cemerlang, kornea bening,
pupil hitam, mata cembung.
Redup, tenggelam, pupil mata
kelabu tertutup lendir.
Insan
g
Warna merah sampai merah
tua, cemerlang, tak berbau,
tak ada off-odour.
Kotor, warna pucat atau gelap,
keabuan dan berlendir, bau
busuk.
Lendi
r
Terdapat lendir alami
menutup ikan yang baunya
khas menurut ikan. Rupa
lendir cemerlang seperti
lendir ikan hidup, bening.
Berubah kekuningan dengan
bau tak enak, atau lendirnya
sudah hilang, atau lendir
mengering dan putih susu, atau
lendir pekat melengket.
Kulit Cemerlang, belum pudar
warna asli kontras.
Rupa pudar. Bila pengesan
kurang baik kulitnya,
mengering, dan retak.
Sisik Melekat kuat, mengkilat
dengan tanda atau warna
khusus tertutup lendir jernih.
Banyak yang lepas, tanda dan
warna khusus ini memudar dan
lambat menghilang.
Bau Segar dan menyenangkan
seperti air laut atau rumput
laut. Tak ada bau yang
pesing.
Mulai dengan bau tak enak
makin kuat menusuk lalu timbul
bau busuk yang khusus
menusuk hidung.
Senyawa Kandungan (%)
Protein 18,0 – 30,0
Lemak 0,1 – 2,2
Karbohidrat / Glikogen 0,0 – 1,0
Mineral 2,5 – 4,6
Air 0,0 – 84,0
(http://www.bung-hatta.info/ambil.php?174)
Protein pada ikan dibedakan menjadi protein sarkoplasma, miofibrillar
dan protein pengikat (stroma), serta protein pembentuk enzim, koenzim dan
hormon. Karbohidrat dalam daging ikan merupakan polisakarida yaitu
glikogen yang terdapat dalam sarkoplasma diantara miofibril-miofibril.
Glikogen terdapat dalam jumlah jumlah terbanyak dari karbohidrat yang
terdapat pada daging ikan yaitu 0,05 – 0,085 %. Disamping itu terdapat juga
glukosa (0,038 %), asam laktat (0,005– 0,43 %) dan berbagai senyawa antara
dalam metabolisme karbohidrat.
(Hadiwiyoto,1993 dalam Anonim,2004)
Kadar air pada ikan adalah 66 – 84 %. Kadar air mempunyai hubungan
yang berlawanan dengan kadar lemak. Makin tinggi kadar air, makin rendah
kadar lemaknya. Air terdapat dalam ruang-ruang antar sel dan plasma.
(Suzuki,1981 dalam Anonim,2004)
Air yang ditemukan dalam jaringan otot terdiri dari tiga tipe yaitu : air
konstitusional merupakan air yang terletak dalam molekul protein (1%), air
yang terikat kuat (0,3 g air/100 g protein) dan air permukaan yang terletak
pada permukaan multi layer protein dan dalam celah-celah kecil.
Warna tubuh ikan sangat dipengaruhi oleh kromatofor yang terdapat
di lapisan sel-sel dermis. Umumnya warna ikan di daerah tropis putih
keperakan, yang disebabkan oleh kristal-kristal quanin yang banyak terdapat
pada sisik. Warna yang lainnya : hitam, kuning, orange dan kombinasi. Warna
ikan juga ada yang dipengaruhi oleh lingkungan hidupnya. Pigmen daging
ikan berupa senyawa-senyawa yang larut dalam lemak, antara lain karotenoid,
xantofil, astaxanthin dan taraxanthin, yang warnanya bervariasi antara kuning
sampai merah. Pigmen lain yang mempengaruhi warna daging adalah
hemoglobin dan mioglobin. Ikan memiliki daging yang berwarna putih
sedangkan daging sapi cenderung merah keunguan. Hal ini disebabkan karena
pigmen mioglobin pada daging ikan sangat sedikit dibanding daging sapi.
(Muchtadi dan Sugiyono, 1992)
Ukuran ikan akan sangat mempengaruhi jenis penangangan yang akan
dilakukan. Ikan-ikan berukuran besar harus dibuang insang dan isi perut, ikan
berukuran sedang dan kecil hanya memerlukan pembersihan.
Berat masing-masing organ tubuh ikan pada umumnya dinyatakan
sebagai prosentase terhadap seluruh tubuh ikan. Komposisi ini penting untuk
diketahui, karena tidak semua organ ikan dapat dimakan, tetapi mungkin dapat
digunakan untuk keperluan yang lain : pakan ternak, obat-obatan. Komposisi
berat dapat digunakan untuk memperkirakan atau menghitung berapa bagian
dari tubuh ikan yang dapat digunakan untuk bahan makanan, pakan ternak,
dan sebagainya.
(Anonim,2004)
Otot ikan akan membentuk lapisan-lapisan tersendiri bila dimasak. Hal
ini disebabkan otot-otot tersebut dipisahkan oleh lapisan tipis yang disebut
jaringan ikat. Pada ikan segar, otot-ototnya melekat kuat pada jaringan ikat.
(Murray and Burt, 2001)
(http://www.fishlore.com/Pictures/FishAnatomy.gif)
Ayam
Karkas pada ayam adalah bagian dari tubuh ayam tanpa darah, bulu,
kepala, kaki, dan organ dalam. Tahap-tahap mendapatkan karkas ayam adalah
inspeksi ante mortem, penyembelihan, penuntasan darah, penyeduhan,
pencabutan bulu, dressing. Komponen dari karkas ayam yaitu otot, lemak,
tulang, dan kulit. Perbedaan karkas ayam dengan karkas mamalia adalah
karkas ayam masih mengandung kulit, sedangkan pada karkas mamalia kulit
sudah dipisahkan.
Pigmen daging terutama tersusun atas dua macam protein yaitu
hemoglobin dan mioglobin, namun yang mempengaruhi warna daging ialah
mioglobin karena kadarnya lebih tinggi. Kadar mioglobin bervariasi
jumlahnya tergantung spesies, umur, seks dan aktivitas fisik hewan yang
bersangkutan. Contohnya warna daging muda lebih cerah daripada daging tua
dan daging hewan jantan lebih gelap daripada hewan betina. Pada ayam
daging dada berwarna agak putih sedangkan daging paha berwarna lebih
merah. Perbedaan yang kontras ini disebabkan kandungan mioglobin pada
daging kaki dan paha lebih banyak daripada kadar mioglobin pada daging
dada.
(Muchtadi dan Sugiyono, 1992)
Pada daging unggas ayam penurunan pH akan mencapai nilai 5,8-5,9
setelah melewati fase pasca mortem selama 2-4,5 jam. Kecepatan penurunan
pH sangat dipengaruhi oleh temperatur sekitarnya. Suhu tinggi, pH akan turun
lebih cepat.
(Synder dan Orr, 1964 dalam Soeparno, 2005)
IV. ALAT DAN BAHAN
Alat :
1. Timbangan kasar digital (Acculab Sartorius groups and denver instrument
XL-3100)
2. Timbangan kasar digital (Ohaus)
3. Telenan dan pisau
4. Piring plastik
5. Tabung sentrifuse (Iwaki Pyrex)
6. Penetrometer ( PNR10 Sur berlin)
7. Sentrifuse (Hettich eba 20 zentifugen)
8. Vortex (Vario Tab Dancer “Yellow Line”)
9. Gelas Ukur 25 mL (Herma)
10. Gelas Ukur 5 mL (Iwaki Pyrex)
10. Pengaduk
11. Freezer (Rotary Compressor-Mitsubishi)
12. Blender (Sharp)
13. pH meter (Scott)
14. Pipet tetes
15. Kompor gas
16. Beaker glass (Pyrex , Schott)
17. Panci
Bahan :
1. Daging sapi
2. Karkas ayam
3. Ikan bandeng
4. Akuades
V. CARA KERJA
1. Sifat Fisik dan Biologis Daging dan Karkas
2. Pengukuran Juiciness Daging
Daging, Karkas Ayam
Pengamatan kualitas fisik
Penimbangan secara utuh
Pemisahan (Jaringan otot, lemak, pengikat, dan kulit)
Penimbangan masing-masing bagian (Bandingkan presentase masing-masing bagian)
+/- 50 gram daging
Penghalusan (blender)
Penempatan 5 gram daging dalam tabung sentrifus
5 mL akuades
Pengocokan (Vortex)
Penutupan tabung
Inkubasi 0ºC, 1 jam
Sentrifus(3000 rpm, 20 menit)
Pemisahan supernatan
Pengukuran volume supernatan
Penghitungan % air
Daging
Penilaian Indrawi
Pemijatan dengan tangan / jari
Penilaian Objektif
Daging 2x2x2 cm3
Penetrometer(beban 50 g, 10 detik)
Perebusan Daging
Penetrometer(beban 50 g, 10 detik)
Pembandingan hasil penetrometer daging sebelum dan sesudah
direbus
3. Pengukuran Keempukan Daging
Pengamatan sifat fisik ikan
Pengamatan tingkat kesegaran(mengacu pada tabel kriteria penilaian)
Penimbangan ikan utuh
4. Pengukuran pH Daging
5. Pengujian Sifat Fisik dan Kimia Ikan
10 g Daging (sudah dicacah)
Pelarutan dalam 100 mL akuades(Beaker Glass)
Pengukuran pH(pH meter)
VI. HASIL PENGAMATAN
1. Data pengamatan uji bahan baku daging dan karkas ayam
No KomponenAyam 1
(gram)%
1 Karkas (2) 577,21 100
2 Kepala 61,13 10,59
3 Badan 246,08 42,63
4 Sayap 79,61 13,79
5 Paha 142,55 24,70
6 Kaki 44,20 7,66
7 kulit (g) 69,60 12,49
10 tulang (g) 212,10 36,75
11 daging (g) 221,85 39,81
12 lemak (g) 21,51 3,86
13 lain-lain (g) 16,21 2,91
14 Derajat juiciness :
8.1. Daging paha (%) 42
8.2. Daging dada (%) 30
15
Derajat Keempukan
9.1. Daging paha mentah (mm/det) 0,22
9.1. Daging dada mentah (mm/det) 0,23
9.1. Daging paha matang (mm/det) 0,19
9.1. Daging dada matang (mm/det) 0,12
16
pH (sebelum direbus)
10.1. Daging paha 5,83
10.2. Daging dada 5,39
2. Data pengamatan uji ikan
No. Komponen Ikan (gram) %
1 Berat ikan utuh (g) 565,79 100
2 Kepala (g) 98,52 17,41
3 Badan (g) 441,23 77,98
4 Ekor 9,60 1,70
5 Kulit (g) 93,01 16,45
6 Daging (g) 258,35 45,66
7 Duri (g) 18,64 3,29
8 Jeroan (g) 37,55 6,64
9 Sirip (g) 2,42 0,43
10 Sisik (g) 11,97 2,12
11
Derajat juiciness :
Ulangan-1 30
Ulangan-2 32
Mean +/- SD 31
15
Keempukan daging mentah (mm/det)
Ulangan-1 0,31
Ulangan-2 0,47
Mean +/- SD 0,39
13
Keempukan daging rebus (mm/det)
Ulangan-1 0,58
Ulangan-2 0,25
Mean +/- SD 0,42
14
pH daging mentah
Ulangan-1 5,32
Ulangan-2 5,34
Mean +/- SD 5,33
Kualitas Ikan : Grade 2
Kriteria :
NO. Aspek Penilaian Deskripsi
1 Warna agak pudar
2 Mata keputihan
142,55 g
3 Kulit sedikit berlendir
4 Tekstur lunak
5 Sisik melekat kuat
6 Insang agak pudar
7 Aroma netral
3. Data pengamatan uji bahan baku daging sapi
No Komponen Daging 1 %
1
Derajat juiciness :
Ulangan-1 48
Ulangan-2 24
Mean +/- SD 36
2
Keempukan daging mentah (mm/det)
Ulangan-1 0,32
Ulangan-2 0,34
Mean +/- SD 0,33
3
Keempukan daging rebus (mm/det)
Ulangan-1 0,02
Ulangan-2 0,01
Mean +/- SD 0,015
4
pH
Ulangan-1 5,00
Ulangan-2 5,00
Mean +/- SD 5,00
Contoh Perhitungan :
Persentase bagian :
Volume air yang terserap (mL)
2,4 mL
Persentase bagian paha ayam = __________ x 100 %
577,21 g
= 24,70 %
Derajat Juiciness
Derajat Juiceness pada daging sapi I dengan berat 5 g dengan penambahan 5 mL
aquades, volume supernatant yang diperoleh : 2,6 mL.
Maka, vol air yang terserap = 5mL – 2,6 mL
= 2,4 mL
Derajat juiceness sapi = ________________________ x 100 %
Berat daging (g)
= _______ x 100 %
5 g
= 48%
VII. PEMBAHASAN
Pada percobaan kali ini digunakan sampel berupa daging sapi, karkas ayam,
dan ikan bandeng. Percobaan ini bertujuan untuk memahami sifat fisik dan kimiawi
daging, karkas , dan ikan. Untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan pengukuran sifat
fisik dan biologis karkas dan ikan, juiceness, keempukan daging, dan pH daging.
Sifat Fisik dan Biologis
Daging sapi yang digunakan dalam praktikum adalah daging telah
dipisahkan dari tulangnya, berupa daging bagian lulur. Warna daging sapi pada
mulanya (sebelum diberi perlakuan) adalah merah keunguan dan tak cerah, teksturnya
tak terlalu kenyal serta sudah berkurang kesegarannya karena baru digunakan pada
waktu siang hari. Setelah dihancurkan dalam chopper , warna daging berubah
menjadi merah cerah. Hal ini menandakan bahwa telah terjadi reaksi antara pigmen
mioglobin yang terkandung dalam daging dengan oksigen. Pada saat dihancurkan,
daging terpecah-pecah menjadi ukuran yang sangat kecil. Sementara itu, perputaran
mesin blender(chopper) yang cepat menghasilkan sejumlah gas yang mengandung
oksigen. Daging yang luas permukaannya menjadi besar akibat penghancuran
mengalami kontak langsung dengan oksigen, sehingga terbentuk oksimioglobin yang
menyebabkan warna daging menjadi merah cerah sebagai hasil interaksi antara
mioglobin dengan oksigen. Warna pada daging akan mengalami perubahan lagi pada
tahap perebusan. Ion Fe2+ yang mengikat mioglobin mengalami oksidasi menjadi Fe3+
yang mengakibatkan terbentuknya metmioglobin yang menyebabkan timbulnya
warna coklat pada daging.
(Soeparno, 1998)
Karkas ayam terdiri atas beberapa bagian. Pemisahan bagian kepala, badan,
sayap, paha, kaki, kulit, daging, lemak dan tulang dilakukan untuk menentukan
persentase bagian-bagian jaringan dari karkas ayam. Persentase bagian jaringan akan
sangat bermanfaat untuk menentukan jumlah bahan baku yang dibutuhkan untuk
suatu proses produksi.
Warna pada karkas ayam berbeda dengan daging sapi. Hal ini disebabkan
karena kandungan pigmen mioglobin dalam daging ayam rendah. Daging ayam tidak
memiliki warna yang sama dan merata pada semua bagian. Pada bagian paha, warna
daging cenderung lebih gelap (merah) daripada bagian dada karena kandungan
mioglobin pada daging kaki dan paha lebih banyak daripada bagian dada. Perbedaan
kadar mioglobin pada daging putih dan daging merah berkaitan dengan tipe serabut
penyusunnya yaitu serabut merah,, intermediet dan serabut putih. Kadar mioglobin
bervariasi jumlahnya tergantung spesies, umur, seks dan aktivitas fisik hewan yang
bersangkutan. Sehingga semakin tinggi aktivitas fisik pada bagian tubuh tertentu,
kadar mioglobinnya makin banyak. Dalam hal ini, paha ayam lebih banyak
melakukan aktivitas dibandingkan dengan dada ayam.
(Muchtadi dan Sugiyono, 1992)
Karkas ayam mengalami penyusutan berat setelah dipotong menjadi
beberapa bagian. Hal ini terjadi karena keluarnya sejumlah air dari karkas saat
pemutusan jaringan (pemotongan). Keluarnya air diakibatkan oleh tekanan dari alat
yang digunakan serta kerusakan jaringan. Selain itu, terdapat sejumlah kecil daging
yang tertinggal pada pisau dan telenan pada saat proses pemotongan berlangsung.
Pada pratikum digunakan ikan bandeng yang memiliki ukuran cukup besar,
dengan tingkat kesegaran yang cukup rendah. Warna kulit ikan telah pudar sedikit,
matanya telah berwarna putih, kulit sedikit berlendir, teksturnya lunak, sisiknya
melekat kuat, warna insang telah memudar, serta aroma yang netral menunjukkan
ikan tersebut berada pada kategori kualitas 2.
Ikan dipisahkan pada bagian kepala, ekor, badan, serta sisiknya.
Selanjutnya dilakukan lagi pemisahan duri, daging, tulang, serta jeroan pada ikan.
Kulit pada ikan merupakan pembungkus luar yang berfungsi sebagai garis pertahanan
pertama terhadap penyakit dan faktor-faktor luar yang mempengaruhi hidupnya. Kulit
juga berfungsi sebagai alat respirasi, ekskresi, dan osmoregulasi. Sehingga persentase
kulit cukup besar yaitu 16,45%. Bagian sisik ikan yang nampak dari luar disebut
eksposed pait, sedangkan bagian yang tidak tampak dari luar disebut embeded pait.
Sisik ini terdapat dalam jumlah yang sangat kecil, yaitu 2,12%. Selain itu bagian
jeroan sebesar 6,64%. Jeroan ini merupakan isi perut, dapat berupa hati, empedu,
lambung, usus, dan sebagainya. Selain bagian-bagian tersebut, ada juga bagian lain
dalam jumlah kecil, yaitu duri sebesar 3,29% dan sirip sebesar 0,43%. Setelah
pemisahan terjadi penyusutan berat ikan karena adanya daging yang melekat pada
peralatan dan tangan, selain itu juga disebabkan oleh darah serta air yang keluar dan
menempel di peralatan.
Warna pada daging ikan agak kemerahan, namun pucat dan cenderung ke arah
putih karena sedikitnya kadar mioglobin pada ikan. Menurut Muchtadi (1992),
pigmen yang terkandung pada ikan merupakan senyawa yang larut dalam lemak
yaitu karotenoid, xantofil, astaxanthin dan taraxanthin yang warnanya berkisar dari
kuning sampai merah.
Juiceness
Juiceness sangat dipengaruhi oleh pH, kadar lemak, protein dan WHC daging.
Semakin tinggi kadar lemak dalam daging maka semakin kecil kadar protein dan
juicenessnya. WHC merupakan kemampuan daging untuk mempertahankan air bebas
dari berbagai macam perlakuan, seperti pemotongan, pemasakan, penggorengan,
penghancuran, dan sebagainya. WHC sangat dipengaruhi oleh pH dan jumlah ATP.
Saat pH mendekati titik isoelektris, aktin dan myosin berikatan dan membentuk
aktomiosin, sehingga ruang antar serabut otot menjadi sempit, akibatnya WHC
menjadi rendah. Pada fase rigor mortis habisnya ATP menyebabkan ikatan aktin dan
miosin menjadi kuat dan menyempitkan ruangan pengikatan air. Penurunan pH otot
daging pada fase post rigor disebabkan karena terbentuknya asam laktat. Dengan
penurunan pH, enzim katepsin aktif dan menghilangkan daya adhesi antara serabut-
serabut otot, dan bersifat proteolitik yang melonggarkan struktur protein serat daging
sehingga daya ikat air akan meningkat.
(Muchtadi dan Sugiyono, 1992)
Daging sapi memiliki kadar juiceness yang lebih tinggi bila dibandingkan
dengan ayam dan ikan. Hal ini karena pada daging sapi pH nya adalah 5, di luar
lingkup pH isoelektris, sedangkan ikan berada pada kisaran pH isoelektris (5,3-5,5)
sehingga WHC nya rendah, demikian pula halnya dengan dada ayam yang berada
pada kisaran pH isoelektris. Sementara itu, paha ayam memiliki kadar juiceness yang
tinggi. Hal ini disebabkan karena pH paha ayam berada di luar titik isoelektris (5,83).
Selain itu, WHC pada dada dan paha ayam berbeda karena pada paha ayam terdapat
lebih banyak aktivitas daripada dada ayam.
Keempukan
Pengukuran keempukan dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu pengukuran
secara objektif dan subjektif. Pengukuran secara subjektif dilakukan dengan cara
ditekan dengan tangan, sedangkan pengukuran objektif dilakukan dengan
menggunakan alat penetrometer (Muchtadi, 1992). Pada pengujian subjektif, tingkat
keempukan daging sapi ditentukan berdasarkan kemudahan menekan daging dengan
jari. Pengukuran ini didasarkan pada elastisitas daging untuk kembali ke keadaan
semula apabila dilakukan penekanan. Semakin mudah untuk ditekan dan daging dapat
kembali ke bentuk semula maka daging makin empuk. Sedangkan pada pengujian
objektif tingkat keempukan ditentukan oleh kemudahan jarum pada penetrometer
untuk menembus daging. Pada penetrometer dilakukan pengukuran menggunakan
limit 50 g/10 detik.
Daging sapi memiliki derajat keempukan yang berbeda saat sebelum dimasak
dan sesudah dimasak. Sebelum dimasak, pengukuran keempukan pada daging sapi
adalah sebesar 0,33 mm/detik, setelah direbus sebesar 0,015 mm/detik. Hasil tersebut
menunjukkan bahwa daging sapi yang masih mentah jauh lebih empuk daripada
setelah direbus. Hal ini terjadi karena selama perebusan, protein mengalami ikatan
silang (crosslinking) dan menyebabkan daging menjadi lebih keras. Protein miofibril
daging terdenaturasi sehingga struktur ikatannnya terbuka dan menyebabkan daya
ikat airnya menurun. Akibatnya, ruang antar serat daging menjadi lebih rapat.
Kandungan air yang menurun dan semakin rapatnya serat-serat yang ada
mengakibatkan tekstur daging menjadi lebih keras. Namun, perlakuan perebusan
akan memudahkan mencerna daging karena daging mudah dicabik. Meskipun
demikian, pemasakan yang lama akan mengurangi akan menyebabkan daging lebih
empuk. Pada praktikum daging hanya dimasak sebentar saja. Sehingga tak
menyebabkan daging jadi empuk.
Pada daging ayam yang masih mentah, bagian dada menunjukkan hasil
penetrometer yang lebih besar daripada bagian paha ( dada sebesar 0,23 mm/ detik,
sedangkan paha 0,22 mm/detik). Sedangkan daging ayam yang telah dimasak, hasil
penetrometer pada bagian dada sebesar 0,12 mm/detik sedangkan paha sebesar 0,19
mm/detik. Sebelum dimasak, daging pada bagian paha lebih keras daripada dada
karena paha merupakan bagian yang sering beraktivitas sehingga terjadi kontraksi
otot yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan bagian dada yang aktivitasnya
minim. Sedangkan pada kondisi setelah pemasakan, daging bagian dada justru lebih
keras bila dibandingkan dengan daging bagian paha. Hal ini dikarenakan pada daging
bagian paha lebih banyak terdapat jaringan ikat. Jaringan ikat menentukan
kekenyalan karena tersusun oleh kolagen, bila jaringan ikat terdenaturasi karena
panas dari pemasakan, maka daging paha akan menjadi lebih empuk.
Pengukuran penetrometer pada ikan sebelum direbus sebesar 0,39 mm/detik,
sedangkan sesudah direbus sebesar 0,42 mm/detik. Hasil menunjukkan ikan yang
telah direbus memiliki tekstur yang lebih empuk dibandingkan dengan yang masih
mentah, namun seharusnya daging ikan yang telah direbus lebih keras daripada yang
masih mentah. Kesalahan ini disebabkan karena saat pemasakan dilakukan secara
berlebihan sehingga protein (jaringan ikat) terdenaturasi, sehingga air terlepas, dan
tekstur jadi empuk. Daging ikan yang telah dimasak lebih mudah dicabik karena otot
ikan akan membentuk lapisan-lapisan (berkas-berkas) tersendiri bila dimasak. Hal ini
disebabkan otot-otot tersebut dipisahkan oleh lapisan tipis yang disebut jaringan ikat.
Pada ikan segar, otot-ototnya melekat kuat pada jaringan ikat.
(Murray and Burt, 2001)
pH
pH daging sapi saat mentah mencapai 5,00, sedangkan pada daging ayam
bagian dada 5,39, bagian paha sebesar 5,83, sementara itu pada daging ikan diperoleh
pH sebesar 5,33. Dari ketiga hasil pengukuran pH dapat diperoleh kesimpulan bahwa
daging ikan dan dada ayam berada pada titik isoelektris, daging sapi mendekati
kisaran pH isoelektris, serta daging ayam bagian paha tak berada pada kisaran pH
isoelektris.
Setelah hewan mati, metabolisme aerobik terhenti karena sirkulasi darah ke
jaringan otot terhenti, sehingga metabolisme berubah menjadi sistem anaerobik yang
menyebabkan terbentuknya asam laktat. Adanya penimbunan asam laktat dalam
daging menyebabkan turunnya pH jaringan otot. Penurunan pH terjadi perlahan-lahan
dari keadaan normal (7,2 - 7,4) hingga mencapai pH akhir sekitar 5,3-5,5.
(Muchtadi dan Sugiyono,1992)
Penurunan pH karkas berhubungan erat dengan temperatur lingkungan
(penyimpanan). Pada dasarnya, temperatur tinggi akan meningkatkan laju penurunan
pH, sedangkan temperatur rendah akan menghambat laju penurunan pH. Laju
penurunan pH otot yang cepat dan ekstensif akan mengakibatkan warna daging
menjadi pucat, daya ikat protein daging terhadap cairannya menjadi rendah, dan
permukaan potongan daging menjadi basah karena keluarnya cairan ke permukaan
potongan daging. Sebaliknya, pada pH yang tinggi, daging berwarna gelap dan
permukaan potongan daging menjadi sangat kering karena cairan daging terikat
secara erat oleh proteinnya.
(Soeparno, 2005)
Jumlah asam laktat akhir akan menentukan besarnya pH akhir daging. pH
daging akan mempengaruhi warna, daya ikat, dan keempukan daging. pH yang
dianggap normal untuk daging adalah 5,5. bila sapi mengalami stres atau kelelahan
sebelum dipotong, maka kandungan glikogen pada otot akan menipis, sehingga
konsentrasi asam laktat yang terbentuk tidak bisa membuat pH akhir mencapai angka
5,6. bila pH akhir lebih tinggi misal 6,2 maka daging akan terlihat lebih gelap, keras,
dan kering ini dikenal dengan istilah Dry Firm Dark (DFD). Warna gelap pada daging
ini dicatat berhubungan dengan daya ikat air tersebut menyebabkan keadaan serabut
otot menjadi lebih besar dan lebih banyak cahaya yang diserap dari pada dipantulkan
oleh permukaan daging. Ini yang menyebabkan daging dapat terlihat lebih gelap. Bila
proses pasca rigor berlangsng lebih cepat, dan pH akhir yang dicapai lebih kecil dari
5,6 misal 5,1 daging akan terlihat lebih pucat lunak dan berair, atau dikenal denagn
istilah Pale, Soft, Exudative (PSE). Pada kondisi ini, struktur jaringan otot renggang
yang berhubungan dengan rendahnya daya ikat air, menyebabkan banyak sinar yang
dipantulkan daripada diserap oleh permukaan daging sehingga daging tampak lebih
pucat.
( Burhan,2003)
VIII. KESIMPULAN
1. Karkas ayam paling banyak tersusun oleh daging (sebesar 39,81%), sedangkan
pada karkas ikan, jumlah daging sebesar 45,66%.
2. Kualitas kesegaran ikan berada pada kategori kedua.
3. Warna pada daging sapi, ayam, dan ikan mengalami perubahan warna setelah
pemasakan.
4. Derajat juiceness pada ayam bagian paha 42%, bagian dada 30%, pada ikan 31%,
serta pada sapi 36%.
5. Tingkat juiciness daging berkaitan dengan WHC.
6. pH daging ayam bagian paha 5,83, bagian dada 5,39, pada daging ikan 5,33,
sedangkan pada daging sapi sebesar 5,00.
7. Daging mentah memiliki derajat keempukan yang lebih tinggi daripada daging
matang.
8. Derajat keempukan daging dipengaruhi oleh tingkat aktivitas jaringan daging
tersebut.
IX. DAFTAR PUSTAKA
1. Anonimous. 2004. Perubahan Biokimia daging Ikan.
http://www.damandiri.or.id/file/epirospiatiipbbab2.pdf
2. Anonimous. 2005. FishAnatomy. http://www.fishlore.com/Pictures/Fish
Anatomy.gif
3. Anonimous. 2008. Beef. http://en.wikipedia.org/wiki/Beef.
4. Bahar, Ir Burhan. 2003. Panduan Praktis Memilih Produk Daging Sapi.
Jakarta:PT Gramedia Pustaka Utama.
5. Efendi, Y. 2007. Teknologi Pengolahan Hasil Perairan. http://www.bung-
hatta.info/ambil.php?174.
6. Muchtadi, TR dan Sugiyono. 1992. Petunjuk Laboratorium Ilmu Pengetahuan
Bahan Pangan. Bogor: PAU Pangan dan Gizi
7. Murray, J and J.R. Burt. 2001. The Composition of Fish. Avaiable at :
http://www.fao.org/wairdocs/tan/x5916E/x5916e01.htm
8. Naruki,Sri.1991.Kimia Dan Teknologi PengolahanDaging .Yogyakarta:UGM
9. Soeparno, Dr.Ir. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press
10. Syarief, Rizal dan Anies Irawati. 1988. Pengetahuan Bahan untuk Industri
Pertanian. Jakarta: Melton Putra