LAPORAN PENELITIAN
DOSEN MUDA
TAHUN 2014
PENGARUH JENIS MEDIA TERHADAP PERTUMBUHAN
DAN KADAR PROTEIN MIKROALGA Tetraselmis chuii
Oleh :
Anak Agung Made Dewi Anggreni, S.TP., M.Si (19741117 199903 2 001)
Dr. Ir. Luh Putu Wrasiati, MP. (19651118 199903 2 001)
Dibiayai dari Dana DIPA Fakultas Teknologi Pertanian Universitas
Udayana Tahun Anggaran 2014 dengan Surat Perjanjian Kontrak
No. 822F/UN.14.1.26/HK.00.04.03/2014 TANGGAL 13 Mei 2014
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS UDAYANA
2014
HALAMAN PENGESAHAN
1. Judul Penelitian : Pengaruh Jenis Media Terhadap Pertumbuhan dan Kadar
Protein Mikroalga Tetraselmis chuii
2. Ketua Peneliti
a. Nama lengkap dengan gelar : A.A. Made Dewi Anggreni, S.TP., M.Si.
b. Pangkat/Gol/NIP : Penata/ III c / 19741117 199903 2 001
c. Jabatan Fungsional : Lektor
d. Pengalaman penelitian : (terlampir dalam CV)
e. Program Studi/Jurusan : Teknologi Industri Pertanian
f. Fakultas : Teknologi Pertanian
g. Rumah/HP : Jln T. Buaji Gg. Lotus No. 21, Dps /
08123634329
h. E-mail : [email protected]
3. .....................
4. Pembimbing
a. Nama lengkap dengan gelar : Dr. Ir. Luh Putu Wrasiati, M.P.
b. Pangkat/Gol/NIP : Pembina/IVa/19651118 199003 2001
c. Jabatan Fungsional : Lektor Kepala
d. Pengalaman penelitian : (terlampir dalam CV)
e. Program Studi/Jurusan : Teknologi Industri Pertanian
f. Fakultas : Teknologi Pertanian
5. Lokasi Penelitian : Fakultas Teknologi Pertanian, UNUD
6. ..................
a. Nama Instansi :
b. Alamat :
7. Jangka Waktu Penelitian : 6 Bulan
8. Biaya Penelitian : Rp. 7.500.000,00 (Tujuh juta lima ratus
ribu
rupiah)
Bukit Jimbaran, 24 Juni 2014
Mengetahui,
Ketua JurusanTIP FTP UNUD Ketua Tim Pelaksana,
(Ir. Sri Mulyani, M.P.) (A.A.M. Dewi Anggreni, S.TP.,M.Si)
NIP. 19610526 198603 2002 NIP. 19741117 199903 2 001
Mengetahui,
Dekan Fakultas Teknologi Pertanian
Universitas Udayana
(Dr. Ir. Dewa Gede Mayun Permana, M.S)
NIP. 19591107 198603 1 004
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Ida Sang Hyang Widhi Wasa/ Tuhan
Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-Nya maka laporan penelitian
ini bisa kami selesaikan tepat pada waktunya.
Laporan ini berjudul “PENGARUH JENIS MEDIA TERHADAP
PERTUMBUHAN DAN KADAR PROTEIN MIKROALGA Tetraselmis
chuii”.
Pada kesempatan ini kami menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1. Dekan Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana atas Dana
Penelitian melalui dana Dosen Muda FTP 2014.
2. Ketua Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian,
Universitas Udayana.
3. Ketua Laboratorium Bioindustri dan Laboratorium Analisis Pangan Fakultas
Teknologi Pertanian, Universitas Udayana atas fasilitas yang telah diberikan.
4. Semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu per satu.
Akhir kata semoga laporan ini bermanfaat.
Bukit Jimbaran, 15 Agustus 2014
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL i LEMBAR PENGESAHAN ii KATA PENGANTAR iii DAFTAR ISI iv DAFTAR TABEL vi DAFTAR GAMBAR vii ABSTRAK viii ABSTRACT ix I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Rumusan Masalah 2
1.3. Tujuan 2
II. TUNJAUAN PUSTAKA
2.1. Tetraselmis chuii 3
2.1.1. Morfologi Tetraselmis chuii 3
2.1.1. Morfologi Tetraselmis chuii 3
2.1.2. Sifat Ekologi Dan Fisiologi Tetraselmis chuii 4
2.1.3. Kegunaan Tetraselmis chuii 5
2.1.4. Kultur Tetraselmis chuii 6
2.1.5. Pertumbuhan Mikroalga 10
2.2. Media Kultur 12
III. METODE PENELITIAN
3.1. Tempat dan waktu penelitian 18
3.2. Alat dan Bahan 18
3.2.1. Alat 18
3.2.2. Bahan 18
Halaman
3.3. Rancangan percobaan 19
3.4. Tahapan Penelitian 20
3.4.1. Sterilisasi Alat dan Bahan 21
3.4.2. Pembuatan Media 21
3.4.2.1.Tahapan atau langkah-langkah dalam
pembuatan media walne, BBM, BG-11,
dan MQ
21
3.4.2.2.Tahapan/langkah pembuatan media
pertanian
21
3.4.2.3.Tahapan pembuatan vitamin 22
3.4.2.4. Tahapan pembuatan trace metal 23
3.4.3. Pembuatan Starter Tetraselmis chuii dengan
Berbagai Jenis Media (sesuai perlakuan)
23
3.4.4. Produksi Biomassa Tetraselmis chuii 24
3.5. Parameter yang diamati 26
3.6. Prosedur Analisa 26
3.6.1. Perhitungan pertumbuhan sel Tetraselmis chuii 26
3.6.2. Pemanenan (harvesting) 27
3.6.3. Penetapan kadar protein 27
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Kurva Pertumbuhan Tetraselmis chuii 29
4.2. Konsentrasi Biomassa sel Tetraselmis chuii 31
4.3. Kadar Protein Tetraselmis chuii 32
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan 34
5.2. Saran 34
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
1 Komposisi Media Walne, Media Pertanian, BBM,
Media BG-11, dan Media MQ
15
2 Komposisi Vitamin 16
3 Komposisi Trace Elemen Media Walne, Pertanian,
BBM, BG-11, dan MQ
17
4 Konsentrasi biomassa Tetraselmis chuii 31
5 Kadar protein Tetraselmis chuii pada berbagai jenis
media
32
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
1 Morfologi T. chuii 4
2 Daur hidup dan cara reproduksi T. chuii 5
3 Kurva pertumbuhan mikroalga 12
4 Diagram alir tahapan produksi biomassa Tetraselmis
chuii pada berbagai jenis media (sesuai perlakuan)
25
5 Kurva pertumbuhan T. Chuii dalam berbagai media 29
PENGARUH JENIS MEDIA TERHADAP PERTUMBUHAN
DAN KADAR PROTEIN MIKROALGA Tetraselmis chuii
Oleh :
Anak Agung Made Dewi Anggreni dan Luh Putu Wrasiati
Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian,
Universitas Udayana
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk 1) mengetahui pengaruh jenis media terhadap
konsentrasi biomassa dan kadar protein mikroalga Tetracelmis chuii, 2)
menentukan jenis media yang tepat untuk menghasilkan konsentrasi biomassa dan
kadar protein mikroalga Tetracelmis chuii yang tertinggi.
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak kelompok (RAK) satu faktor
yaitu jenis media yang terdiri atas 5 jenis, yaitu: walne, Pertanian, BBM, BG-11,
dan MQ. Setiap perlakuan dikelompokkan menjadi 3 berdasarkan waktu produksi
biomassa sehingga diperoleh 15 unit percobaan. Data yang diperoleh dianalisis
dengan sidik ragam, dan dilanjutkan dengan uji BNT.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis media berpengaruh terhadap
pertumbuhan dan kadar protein mikroalga Tetraselmis chuii. Media BG - 11
merupakan media terbaik untuk menghasilkan konsentrasi biomassa sel
Tetraselmis chuii tertinggi, sebesar 2,88x106 sel/ml dan media MQ merupakan
media terbaik untuk menghasilkan kadar protein Tetraselmis chuii tertinggi
(16,25%).
kata kunci: biomassa, media, protein, Tetraselmis chuii.
THE INFLUENCE OF KIND OF MEDIA ON BIOMASS
CONCENTRATION AND PROTEIN CONTENT OF
MICROALGAE Tetraselmis chuii
by :
Anak Agung Made Dewi Anggreni dan Luh Putu Wrasiati
Study Program of Agricultural Industrial Technology, Faculty of
Agricultural Technology, Udayana University
ABSTRACT
The purpose of this research were 1) to determine the influence of kind of
media on biomass concentration and protein content of microalgae Tetraselmis
chuii, 2) to find out appropriate kind of media to obtain the highest biomass
concentration dan protein content of microalgae Tetraselmis chuii.
This research used randomized block design with single factor was kind
of media that consisted of five kind namely, Walne, Pertanian, BBM, BG-11, dan
MQ. Each treatment was done 3 times, in order to obtain 15 trial units. The
obtained data was analyzed using ANOVA follow by T-test.
Kind of media treatment had significant effect on biomass concentration
dan protein content of microalgae Tetraselmis chuii. Media of BG - 11 was the
best media to obtain the highest biomass concentration of microalgae Tetraselmis
chuii (2.88x106 cell/ml) and media of MQ was the best media to obtain the
highest protein concentration of microalgae Tetraselmis chuii (16,25%).
keywords: biomass, media, protein, Tetraselmis chuii.
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Mikroalga merupakan organisme tumbuhan (fitoplankton) yang berukuran
sangat kecil. Dewasa ini mikroalga sudah banyak dimanfaatkan untuk berbagai
keperluan yaitu sebagai pakan, pangan, untuk industri farmasi, kesehatan,
organisme penyaring, makanan suplemen dengan kandungan protein, karbohidrat,
lipid dan berbagai mineral (Cresswell et al., 1989; Renaud et al., 1991).
Mikroalga dapat hidup di air tawar maupun air laut. Terdapat berbagai jenis
mikroalga yang hidup di laut, salah satunya adalah Tetracelmis chuii.
Tetraselmis chuii merupakan salah satu jenis mikroalga sangat potensial
untuk dikembangkan. Hal ini disebabkan karena kandungan nutrisinya yang
cukup tinggi. yaitu protein sebesar 48,42%, karbohidrat sebesar 12,10%, dan
lemak 9,70% (Brown et.al., 1997). Lebih lanjut Cresswell (1989) menyatakan
bahwa dalam biomassa Tetraselmis chuii selain mengandung protein (50%),
lemak (20%), karbohidrat (20%), juga mengandung asam amino, vitamin, dan
mineral. Tetraselmis chuii memiliki klorofil (zat hijau daun) sehingga warnanya
hijau cerah dan dapat berfotosintesis.
Dalam proses pertumbuhannya T. Chuii dipengaruhi oleh berbagai faktor.
Salah satu dari faktor tersebut adalah jenis media. Setiap jenis media memiliki
kandungan nutrien yang berbeda. Penggunaan media yang berbeda tentunya akan
menghasilkan biomassa dan kandungan protein yang berbeda pula. Media Walne
merupakan media umum yang digunakan dalam kultur massal mikroalga dan
menghasilkan kadar protein tertinggi pada kultur Spirulina platensis (Suminto,
2009). Media teknis pupuk pertanian sering digunakan dalam skala massal (di
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Budidaya Laut Gondol) karena
diketahui mengandung nutrien yang cukup lengkap dengan harga murah. Media
BG11 juga dapat digunakan untuk pertumbuhan mikroalga T. Chuii (Gunawan,
2012). Media BBM dan media MQ merupakan media yang kaya akan nitrogen
dan phosfor, dimana kedua nutrien tersebut sangat diperlukan dalam sintesis
protein. Berdasarkan hal tersebut maka penelitian mengenai pengaruh jenis media
terhadap biomassa dan kadar protein T. Chuii sangat perlu untuk dilakukan.
1.2. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian di atas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut
1. Bagaimanakah pengaruh jenis media terhadap pertumbuhan dan kadar protein
mikroalga Tetracelmis chuii.
2. Pada jenis media apakah yang akan menghasilkan pertumbuhan dan kadar
protein mikroalga Tetracelmis chuii yang tertinggi.
1.3. TUJUAN
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui pengaruh jenis media terhadap konsentrasi biomassa dan kadar
protein mikroalga Tetracelmis chuii.
2. Mengetahui jenis media yang tepat untuk menghasilkan konsentrasi biomassa
dan kadar protein mikroalga Tetracelmis chuii yang tertinggi.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Tetraselmis chuii
2.1.1. Morfologi Tetraselmis chuii
Tetraselmis chuii merupakan mikroalga yang dikenal dengan istilah flagellata
berklorofil (Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995). Butcher dalam Rostini (2007)
mengklasifikasikan kedudukan Tetraselmis chuii sebagai berikut : berasal dari
filum Chlorophyta, kelas Chlorophyceae, ordo Volvocales, sub ordo
Chlamidomonacea, genus Tetraselmis, dan spesies Tetraselmis chuii.
Tetraselmis chuii merupakan alga bersel tunggal, mempunyai empat buah
flagel berwarna hijau (green flagella). Flagella pada Tetraselmis chuii dapat
bergerak secara lincah dan cepat seperti hewan bersel tunggal. Ukuran Tetraselmis
chuii berkisar antara 7 – 12 mikron. Klorofil merupakan pigmen yang dominan
sehingga alga ini berwarna hijau, dipenuhi plastida kloroplas (Inansetyo dan
Kurniastuty, 1995). Pigmen klorofil Tetraselmis chuii terdiri dari dua macam
yaitu karotin dan xantofil. Inti sel jelas dan berukuran kecil serta dinding sel
mengandung bahan sellulosa dan pektosa (Rostini, 2007). Morfologi Tetraselmis
chuii disajikan pada Gambar 1.
Gambar 1. Morfologi T. chuii (Sumber: Isnanstyo dan Kurniastuty, 1995)
2.1.2. Sifat Ekologi Dan Fisiologi Tetraselmis chuii
T. chuii dapat hidup di perairan payau dan laut (Djarijah, 1995), memiliki
toleransi salinitas 15-36 ppt, kisaran suhunya 15 – 36 ºC dan suhu optimalnya
berkisar antara 20 – 25 oC (Inansetyo dan Kurniastuty, 1995). Reproduksi T. chuii
dapat terjadi secara vegetatif aseksual dan seksual. Reproduksi T. chuii secara
aseksual dimulai dari sel vegetatif, kemudian membentuk 4 buah zoospora. Ketika
keempat zoospora telah terbentuk maka akan berlanjut pada penentuan letak
gamet. Setelah letak gamet ditentukan maka unit- unit gamet mengalami
pembelahan. Kemudian unit-unit gamet tersebut berkembang menjadi zygospora.
Reproduksi secara seksual atau yang biasa dikenal dengan istilah isogami diawali
dari terjadinya fusi antara gamet jantan dan gamet betina, kemudian kloroplas
bersatu. Setelah kloroplas bersatu maka akan terbentuk zygot baru (Isnansetyo
dan Kurniastuty, 1995). Proses reproduksi pada T. chuii dapat dilihat pada
Gambar 2.
Gambar 2. Daur hidup dan cara reproduksi T. chuii (Rostini, 2007)
T. chuii memiliki laju pertumbuhan dan adaptasi terhadap lingkungan yang
relatif cepat. Pola pertumbuhannya memiliki dua puncak populasi yaitu pada hari
ke enam dan pada hari ke sepuluh. T. chuii sensitif terhadap kepadatan sel yang
tinggi. Ketika dalam satu populasi sudah mencapai optimum maka penurunan
jumlah kepadatan sel pada populasi tersebut akan cepat. Hal ini disebabkan karena
T. chuii kandungan nutriennya habis terserap. Penyebab lain dari kematian T.
chuii kemungkinan karena kultur mudah terkontaminasi oleh alga lain (Sutomo,
2005).
2.1.3. Kegunaan Tetraselmis chuii
Dalam bidang budidaya dan perikanan T. chuii memiliki peran yang besar
dalam hal penyediaan pakan untuk larva ikan maupun non ikan. Hal tersebut
dikarenakan Tetraselmis chuii memiliki nilai gizi yang baik. Menurut Isnansetyo
dan Kurniastuty (1995), Tetraselmis chuii mengandung protein cukup tinggi yaitu
48,42 % dan lemak 9,70 %. Tetraselmis chuii dapat digunakan untuk
memproduksi pakan rotifer (Brachionus plicatilis) secara massal, ataupun dapat
juga dikonsumsi secara langsung oleh larva ikan hias, larva udang, larva teripang,
dan cukup bagus digunakan sebagai pakan dalam budidaya biomassa Artemia.
Selain dalam bidang budidaya dan perikanan Tetraselmis chuii juga memiliki
peranan terhadap manusia. Hal tersebut ditunjukkan dengan kemampuan
Tetraselmis chuii untuk dijadikan bio-indikator dalam penentuan kualitas suatu
perairan (Ferianita et al., 2005). Sani et al mengatakan bahwa Tetraselmis chuii
memiliki aktivitas antioksidan berkisar antara 2,55-31,29 mg/mL sehingga dapat
dimanfaatkan sebagai pangan fungsional.
2.1.4. Kultur Tetraselmis chuii
Kultur merupakan usaha perbanyakan dengan kondisi lingkungan yang
terkendali atau disesuaikan. Volume medium yang digunakan antara 0,5 liter
sampai dengan 3 liter (skala laboratorium). Kondisi lingkungan yang dikendalikan
dimaksudkan agar pertumbuhan Mikroalga optimum (Isnansetyo dan Kurniastuty,
1995). Sachlan dalam Rostini, (2007) menyatakan bahwa dalam kultur Mikroalga
ada dua tujuan, ialah monokultur dan kultur murni. Bila hendak mengkultur
Mikroalga sebagai makanan zooplankton cukuplah membuat monokultur,
misalnya sebagai makanan untuk Brachionus plicatilis, yang hidup di air payau.
Tetapi bila mengkultur Mikroalga untuk keperluan genetika, fisiologi atau siklus
hidup harus mengkultur Mikroalga yang bersangkutan secara murni, artinya tanpa
adanya bakteri.
Kultur Tetraselmis chuii dimulai dari kegiatan isolasi kemudian
dikembangkan sedikit demi sedikit secara bertingkat. Media kultur yang
dikembangkan mula-mula hanya beberapa mililiter, kemudian secara bertahap di
tingkatkan ke volume yang lebih besar hingga mencapai skala massal. Kultur
mikroalga hingga volume 3 liter masih dilakukan di dalam laboratorium sehingga
sering disebut dengan kultur skala laboratorium. Selanjutnya dilakukan kultur
semi outdoor yang dapat mencapai volume 60-100 liter. Kultur outdoor
merupakan tahapan kultur selanjutnya yang dimulai dari volume 1 ton hingga
lebih dari 20 ton, tergantung besar kecilnya skala pembenihan (Isnansetyo dan
Kurniastuty, 1995).
Keberhasilan budidaya Mikroalga sangat ditentukan oleh kemurnian,
kepadatan awal, pupuk, kualitas air, intensitas cahaya, suhu, pH, dan salinitas
serta sanitasi dan higienis (Achmad, 1993). Faktor-faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan suatu jenis Mikroalga dapat dikelompokkan menjadi faktor internal
dan faktor eksternal. Faktor internal yang berpengaruh terhadap sifat-sifat
pertumbuhan Mikroalga adalah faktor genetik (Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995).
Faktor eksternal berkaitan dengan ketersediaan unsur hara makro dan mikro serta
kondisi lingkungan. Faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap
pertumbuhan Mikroalga antara lain cahaya, salinitas, suhu, kandungan O2,
kandungan CO2 dalam air, dan pH air (Taw, 1990).
Pertumbuhan Tetraselmis chuii dapat ditingkatkan dengan periode penyinaran
yang lebih lama, mengkontrol pH, dan pemasukkan urea sebagai tambahan
sumber nitrogen. Pertumbuhan Mikroalga dalam kultur secara visual dapat
ditandai dengan adanya perubahan warna air dari awalnya bening menjadi
berwarna (hijau muda kemudian menjadi hijau tua). Kejadian tersebut merupakan
indikasi meningkatnya ukuran sel dan bertambahnya jumlah sel yang secara
langsung akan berpengaruh terhadap kepadatan plankton.
Faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi pertumbuhan Tetraselmis chuii
adalah sebagai berikut :
1. Intensitas Cahaya
Intensitas cahaya merupakan jarak yang dapat ditembus oleh cahaya ke
dalam kultur. Semakin jauh jarak yang dapat ditembus oleh cahaya ke
dalam bak kultur Tetraselmis chuii, semakin besar kemungkinan kultur
melakukan fotosintesis secara merata, dan dengan terjadinya proses
fotosintesis, proses pertumbuhan kultur juga akan dapat berjalan dengan
baik (Slamet, 2008). Intensitas cahaya yang diperlukan tergantung pada
volume kultivasi dan densitas mikroalga. Semakin tinggi densitas dan
volume kultivasi semakin tinggi pula intensitas cahaya yang diperlukan.
Intensitas cahaya yang diperlukan untuk kultivasi pada erlemeyer adalah
1.000 lux, sedangkan untuk volume kultivasi yang lebih besar diperlukan
intensitas cahaya 5.000 - 10.000 lux (Lavens dan Sorgeloos, 1996). Pada
penelitian ini intensitas cahaya yang digunakan berkisar antara 1500 – 3000
lux.
2. pH
Tetraselmis chuii dapat hidup pada pH 7-8. Jika pH tidak sesuai dengan
habitatnya, pertumbuhan Mikroalga tersebut tidak akan berlangsung dengan
normal.
3. Salinitas
Salinitas merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi kehidupan di
air, terutama dalam mempertahankan keseimbangan osmotik antara
protoplasma organisme dengan media air lingkungan. Salinitas optimum
untuk pertumbuhan Tetraselmis chuii berkisar antara 25 – 35‰. Pada
penelitian ini salinitas yang digunakan adalah 30 ‰.
4. Kandungan Karbondioksida (CO2)
Karbondioksida merupakan gas yang terpenting bagi Mikroalga. Hal ini
disebabkan karena CO2 mutlak diperlukan dalam proses fotosintesis yang
juga berpengaruh langsung terhadap proses pertumbuhannya. CO2 yang
berlebihan akan mengakibatkan pH menurun dari batas optimum.
5. Suhu
Suhu merupakan salah satu faktor yang menentukan dalam pertumbuhan
mikroalga. Hal tersebut dikarenakan semakin tingginya kenaikan suhu pada
saat kulturisasi dapat meningkatkan kegiatan metabolisme dari kultur
mikroalga, dan dengan meningkatnya kegiatan metabolisme di dalam tubuh
mikroalga tersebut menyebabkan kebutuhan oksigen yang terlarut dalam
media kulturisasi semakin meningkat (Slamet, 2008). Suhu optimal untuk
kultivasi mikroalga antara 24 – 30 ºC, dan bisa berbeda – beda bergantung
lokasi, komposisi media yang digunakan serta jenis mikroalga yang
dikultivasi. Sebagian besar mikroalga dapat mentoleransi suhu antar 16 – 35
ºC. Temperatur di bawah 16
ºC dapat memperlambat pertumbuhan dan suhu
di atas 35 ºC dapat menimbulkan kematian pada beberapa spesies mikroalga.
6. Nutrien
Dalam kultur Mikroalga skala laboratorium dibutuhkan medium kultur
yang sesuai untuk pertumbuhannya. Menurut Cahyaningsih, dkk (2010)
Tetraselmis chuii umumnya menggunakan medium air laut dengan turbiditi
sama dengan nol atau sangat minimal. Medium air laut yang mengandung
nutrien lengkap sebagai medium tumbuh yaitu sumber nutrisi berupa
makronutrien (N, P, K, S, Na, Si, Ca) dan mikronutrien (Fe,Zn, Mn, Cu, Mg,
Mo, B). Unsur N, P, dan S berfungsi dalam pembentukan protein, K
berfungsi dalam proses metabolisme karbohidrat, Mg, Fe, dan Na
berfungsi dalam pembentukan klorofil dan karoten sedangkan Ca dan Si
berfungsi dalam pembentukan dinding sel. Selain media air laut yang
mengandung unsur lengkap sebagai media tumbuh, kultur Tetraselmis chuii
juga dapat ditambahkan pupuk sebagai penambahan kandungan dalam
medium kultur ( Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995). Penambahan pupuk
dalam medium dapat meningkatkan pertumbuhan Mikroalga 10 kali
lebih cepat dibandingkan dengan kultur Mikroalga tanpa penambahan
pupuk (Naughton, 1998).
2.1.5. Pertumbuhan Mikroalga
Fase pertumbuhan pada Mikroalga dapat diketahui dengan melakukan
pengamatan terhadap beberapa parameter pertumbuhan seperti besarnya ukuran
sel dan jumlah sel. Terdapat lima fase pertumbuhan Mikroalga selama proses
kulturisasi yang terdiri dari :
1. Fase lag
Fase lag adalah fase yang terjadi sesaat setelah penambahan inokulan ke
media kultur. Fase ini juga disebut fase adaptasi dimana pada fase ini kultur
umumnya hanya mengalami peningkatan ukuran sel tetapi belum terjadi proses
pembelahan sel.
2. Fase Eksponensial
Pada fase ini diawali dengan pembelahan sel dengan laju pertumbuhan yang
tetap. Pada kondisi kultur yang optimum, laju pertumbuhan pada fase ini akan
mencapai kondisi yang maksimal.
3. Fase Deklinasi
Fase ini ditandai dengan proses pembelahan sel tetap terjadi namun tidak
seintensif pada fase sebelumnya, sehingga laju pertumbuhannya menjadi lebih
rendah dibandingkan dengan fase sebelumnya.
4. Fase Stasioner
Pada fase ini laju pertumbuhan berbanding lurus dengan laju kematian
sehingga penambahan maupun pengurangan Mikroalga relatif sama, oleh karena
itu kepadatan kultur menjadi tetap.
5. Fase Kematian
Pada fase ini laju kematian lebih cepat dibandingkan dengan laju
pertumbuhan sehingga terjadi penurunan jumlah sel pada bak kulturisasi.
Penurunan kepadatan Mikroalga ditandai dengan perubahan kondisi optimum
yang dipengaruhi oleh suhu, intensitas cahaya, jumlah hara yang ada dan beberapa
kondisi lingkungan yang lain.Kurva pertumbuhan Mikroalga disajikan pada
Gambar 3.
Gambar 3. Kurva pertumbuhan mikroalga (Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995)
2.2. Media Kultur Mikroalga
Dalam budidaya Mikroalga media kultur digunakan sebagai tempat untuk
tumbuh dan berkembang biak. Menurut Suriawira (dalam BBL Lampung, 2002),
susunan bahan baik bahan alami maupun bahan buatan yang digunakan untuk
pertumbuhan dan perkembangbiakan dinamakan media. Media yang digunakan
dalam budidaya Mikroalga berbentuk cair yang didalamnya terkandung beberapa
senyawa kimia yang merupakan sumber nutrient untuk keperluan hidupnya.
Selanjutnya menurut Chen dan Shetty (1991), pertumbuhan dan perkembangan
Mikroalga memerlukan berbagai nutrient yang diabsorbsi dari luar (media).
Secara garis besar kebutuhan unsur hara bagi kehidupan Mikroalga dapat
dibagi menjadi dua, yaitu unsur hara makro dan unsur hara mikro. Unsur hara
makro terdiri dari N, P, K, S, Na, Si, dan Ca, sedangkan unsur hara mikro terdiri
dari Fe, Zn, Mn, Cu, Mg, Mo, Co, dan B. Unsur hara makro maupun mikro
diberikan dalam bentuk senyawa, unsur hara makro adalah unsur hara yang
diperlukan tanaman dalam jumlah yang relatif banyak.
Nitrogen (N) diberikan dalam bentuk NH4NO3, NH2PO4, NH2SO4. Berfungsi
untuk membentuk protein, lemak, dan berbagai senyawa organik lain,
pertumbuhan serta pembentukan sel secara vegetatif. Fosfor (P), diberikan dalam
bentuk KH2PO4, berfungsi untuk metabolisme energi, sebagai stabilitor membran
sel, pengaturan metabolisme alga, pengaturan produksi pati/amilum, pembentukan
karbohidrat, sangat penting dalam transfer energi, protein, dan sintesis asam
amino. Unsur kalium (K) memperkuat organ alga, memperlancar metabolisme
dan memperlancar penyerapan makanan, unsur S (sulfur) berperan dalam
pembentukan asam amino dan vitamin, unsur Ca (kalsium) berperan membantu
menyusun dinding sel, mengatur permeabilitas membran. Mg (magnesium)
diberikan dalam bentuk MgSO4.7H2O berperan dalam pembentukan klorofil,
pembentukan karbohidrat, lemak, vitamin, dan untuk meningkatkan kandungan
fofat serta pembentukan protein. Kalium (K), diberikan dalam bentuk KH2PO4.
Berfungsi untuk pemanjangan sel, memperkuat tubuh alga, memperlancar
metabolisme dan penyerapan makanan. Unsur S merupakan unsur yang penting
untuk pembentukan beberapa jenis protein, seperti asam amino dan vitamin B1.
Unsur mikro adalah unsur hara yang diperlukan Mikroalga dalam jumlah
yang sedikit namun harus ada dalam media pertumbuhannya. Unsur Fe biasanya
diberikan dalam bentuk senyawa FeCl3, berfungsi sebagai penyangga kestabilan
pH media dan berperan dalam pembentukan klorofil. Mn berperan sebagai
aktivator enzim, unsur Zn berperan sebagi aktivator enzim dan penyusun klorofil,
unsur Cu berperan sebagai bagian enzim fenolase, laktase, dan askorbat aksidase,
unsur B berfungsi dalam translokasi karbohidrat, sebagai aktivator dan inaktivator
zat pengatur tumbuh, unsur Cl berperan sebagai ion yang berpengaruh terhadap
aktivitas enzim, Mo berperan dalam membentuk enzim reduktase, sintesis asam
askorbat dan ikut dalam metabolisme fosfor.
Menurut Vonshak et al (2004) dan Sanchez-Luna et al (2006), kualitas
kandungan nutrien pada Mikroalga berkaitan dengan komposisi nutrien di media
kultur dan parameter kualitas airnya. Perbedaan kualitas air dan media kultur
diduga mengakibatkan perbedaan kandungan nutrisi pada Mikroalga yang
dihasilkannya. Hal ini berkaitan dengan kebutuhannya akan makro dan
mikronutrien untuk kehidupannya. Selain itu Mikroalga juga memerlukan
mikronutrien organik berupa unsur vitamin yang mampu menunjang
pertumbuhannya, antara lain Cobalamin (B12), Thiamin (B1) dan biotin (Taw,
1990 ; Andersen, 2005), serta menurut Jati et al., (2012), perbedaan media kultur
berpengaruh terhadap kandungan nutrisi yang dihasilkan.
Wijoseno (2011) mengatakan, Chlorella vulgaris yang dikultur pada tiga
jenis media yaitu Benneck, BG-11, dan Walne menunjukkan bahwa kelimpahan
tertinggi saat fasa stationer selama pengamatan adalah Chlorella vulgaris yang
dikultivasi dalam medium BG-11 yaitu mencapai 1,5 g/l. Kandungan klorofil dan
beta karoten tertinggi juga terdapat pada Chlorella vulgaris yang dikultur pada
medium BG-11 sebanyak 1,7% (klorofil) dan 0.325% (beta karoten). Penelitian
serupa juga dilakukan oleh Setyaningsih et al (2012), penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui kandungan pigmen fikosianin pada Spirulina platensis yang
dikultur pada media walne, media modifikasi MT, dan KT. Kandungan fikosianin
Spirulina platensis yang dikultivasi dalam media Walne, MT, dan KT yang
diekstraksi menggunakan aquades dan bufer fosfat berturut-turut adalah 7,49
mg/mL, 10,07 mg/mL, dan 0,71 mg/mL serta 6,68 mg/mL, 6,51 mg/mL, dan 1,77
mg/mL. Media Walne dan MT memberikan pengaruh berbeda nyata dengan
media KT terhadap kandungan fikosianin. Ardayani (2010) telah mengkultivasi
Mikroalga Chaetoceros gracilis pada media NPSi dengan variasi pencahayaan
untuk mengamati kandungan karotennya. Hasil penelitiannya menunjukkan
bahwa kandungan karoten pada Chaetoceros gracilis yang dihasilkan pada
masing-masing perlakuan penyinaran selama 24 jam dan panen pada fase log
menghasilkan kandungan karoten sebanyak 0.27%, sedangkan pada perlakuan
penyinaran selama 24 jam dengan panen pada fase stasioner menghasilkan
kandungan karoten sebanyak 0.2%. Komposisi media walne, media pertanian,
media BBM, media BG-11, dan media MQ dapat dilihat pada Tabel 1, Tabel 2,
dan Tabel 3.
Tabel 1. Komposisi Media Walne, Media Pertanian, BBM, Media BG-11, dan Media MQ
Nutrisi Walne Pertanian BBM BG-11 MQ
Na2EDTA KOH
0,045 g -
- -
10 g 6.2 g
0,001 g -
- -
NaNO3 0,1 g - 12.5 g* 1,5 g -
H3BO3 0,0336 g - 5.75 g* - -
NaH2PO4 0,02 g - - - -
MnCl2.4H2O 0,00036 g - - - -
MgCl2.6H2O - - - - -
KCl - - - - -
NaHCO3 - - - - -
FeCl3.6H2O 0,0013 g - - - -
ZA - 160 g - - -
Urea - 240 g - - -
TSP - 80 g - - -
FeCL - 120 g - - -
NaEDTA - 120 g - - -
Larutan A : - - - -
KNO3
Aquadest - -
20.2 g 100,0 ml
Larutan B : Na2HPO4.12H2O CaCl2.6H2O FeCl3 HCI Akuadest
- - - - - - -
- - 4 g 4 g 2 g 2 ml 80 ml
KH2PO4 - - 8.75 g* - -
FeSO4.7H2O H2SO4
- -
- -
4.98 g 1 ml/l
- -
- -
NaCl - - 1.25 g* - -
Na2CO3 - - - 0,02 g -
CaCL2.2H2O - - 1.25 g* 0,036 g -
MgSO4.7H2O - - 3.75 g* 0,075 g -
K2HPO4 - - 3.75 g* 0,04 g -
Fe(OH)3 - - - 0,006 g -
C6H8O7 - - - 0,006 g -
NaSiO3.9H2O - - - - -
Aquadest 1L - - 1 L 180 ml
Air tawar - 1 L 1 L - -
Trace elemen 1 ml - 1 ml 1 ml - Ket : * = per 500 ml
Sumber : Kawaroe et al., 2010 ; Isnanstyo dan Kurniastuty, 1995
Tabel 2. Komposisi Vitamin
Bahan Kimia Walne Pertanian BBM BG-11 MQ
Vitamin : Biotin Vit. B12 Thiamin Thiamin HCL Aquadest
Vitamin H
0,1 g 0,1 g 2 g - 1 L -
- - - - - -
- - - - - -
- - - - - -
- 0.1 g 0.2 g - 1 L 0.1
Sumber : Kawaroe et al., (2010) ; Isnanstyo dan Kurniastuty (1995)
Tabel 3. Komposisi Trace Elemen Media Walne, Pertanian, BBM, BG-11, dan MQ
Nutrisi Walne Pertanian BBM BG-11 MQ
Na2EDTA - - - - -
ZnCl 0,021 mg - - - -
CoCl2 6H20 0,02 mg - - - -
H3BO3 - - 2.86 g 2,86 g -
(NH4)6 Mo7O24.4H2O 0,009 mg
- - - -
MnCl2.4H2O - - 1.81 g 1,81 g -
FeCL3.6H2O - - - - -
CoCL2.6H2O - - - - -
Na2MoO4.2H2O - - 0.39 0,39 g -
ZnSO4.7H2O - - 0.222 g 0,222 g -
Co(NO3)2.6H2O -
- 0.0494 g -
0,0494 g -
CuSO4 5H2O 0,02 mg
- 0.079 g
0,079 g -
Clewat 32 - - - - 20 g
Aquades 1 L - 1 L 1 L -
Sumber : Kawaroe et al. (2010) ; Isnanstyo dan Kurniastuty (1995)
III. METODE PENELITIAN
3.1. Tempat dan waktu penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Bioindustri dan Laboratorium
Analisis Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana. Waktu
pelaksanaan penelitian dimulai dari bulan Maret - Oktober 2014.
3.2. Alat dan Bahan
3.2.1. Alat
Alat – alat yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan
analitik (ohaus pioneer), pisau, baskom, plastik, tali, botol sampel, galon, alat
pengaduk, aerator (boyu S-4000 b), selang, batu aerasi, tutup silikon, botol heksan
1l, lampu neon (phillips), planktonnet, hemacytometer (neubauer improved),
cover glass (matsumita glass), hand counter (joyko), mikroskop (cole parmer),
Lux meter, corong plastik, sentrifuge (hettich rotofix 32), vortex (barntead
thermolyne), kompor gas (Quantum), autoclave (tommy), oven (ecocell), loyang,
lemari pendingin (sharp), laminar flow, lampu bunsen, pH meter, thermometer,
magnetic stirrer, erlenmeyer (pyrex), beacker glass (pyrex), pipet tetes (iwaki),
penjepit logam, vial plastik, hand refraktometer, alat destruksi, alat destilasi,
biuret, kapas, tissue, aluminium foil (klin pak).
3.2.2. Bahan
Bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah kultur Tetraselmis
chuii laut yang diperoleh dari Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Budidaya
Laut Gondol. Bahan-bahan yang digunakan untuk media tumbuh Mikroalga
meliputi : K2HPO4.3H2O , MgSO4.7H2O, CaCl2.2H2O, asam sitrit, ferit amonium
sitrat, Na2EDTA, Na2CO3, MnCl2.4H2O, ZnSO4.7H2O, Na2MoO4.2H2O,
CuSO4.5H2O, Co(NO3)2.6H2O, EDTA, Na2SiO3.H2O, Vitamin B12, Ferric
chloride (FeCl3), Manganous Chloride (MnCl2,5H2O), Boric acid (H3BO3), di-
sodium salt, Sodium di-hydrogen orthopHospHate (NaH2PO4,2H2O), Sodium
nitrate (NaNO3), Vitamin B1, Cobaltous chloride (CoCl2,6H2O), Ammonium
molybdate ((NH4)6Mo7O24, 4H2O), Cupric sulpHate (CuSO4,5H2O), ZA, Urea,
TSP, Cobalamin, dan Thiamin.
Bahan yang digunakan dalam proses analisis dan sterilisasi adalah: pelarut
PE, NaSO4, aquades, etanol, aseton, alkohol, HCL, Klorin, Na-Tiosulfat, H2SO4
pekat, indikator PP, NaOH.
3.3. Rancangan percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan
acak kelompok dengan satu faktor yaitu jenis media (M), yang terdiri atas 5 jenis
yaitu :
M1: Media Walne
M2: Media Pertanian
M3: BBM
M4:Media BG-11
M5: Media MQ
setiap perlakuan dikelompokkan menjadi 3 berdasarkan waktu produksi
biomassa sehingga diperoleh 15 unit percobaan.
Data yang diperoleh dari masing-masing perlakuan dianalisis dengan sidik
ragam, apabila perlakuan berpengaruh nyata terhadap parameter yang diamati
maka dilanjutkan dengan uji BNT (Steel dan Torrie, 1993).
3.4. Tahapan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan melalui tahapan sterilisasi peralatan, persiapan
media, kultivasi Mikroalga Tetraselmis chuii, pembuatan starter Tetraselmis chuii
pada jenis media yang berbeda, produksi biomassa Tetraselmis chuii pada media
yang berbeda, analisis konsentrasi biomassa dan analisis kadar protein Tetraselmis
chuii.
3.4.1. Sterilisasi Alat dan Bahan
Sterilisasi peralatan dan bahan dilakukan dengan tujuan untuk menghindari
adanya kontaminasi dari mikroorganisme lain. Peralatan yang akan digunakan
dalam kultivasi mikrolaga terlebih dahulu dicuci hingga bersih menggunakan air
tawar dan detergen, kemudian dilanjutkan dengan sterilisasi menggunakan
autoclave atau sterilisasi menggunakan bahan kimia seperti klorin, HCL, Na-
thiosulfat, dan alkohol. Sterilisasi peralatan gelas seperti erlenmeyer, gelas beaker,
pipet volume, dan botol kaca dilakukan didalam autoclave atau disterilisasi
dengan menggunakan HCL. Sterilisasi peralatan plastik seperti selang aerasi dan
tutup silikon disterilisasi dengan bahan kimia seperti klorin, Na-thiosulfat, dan
alkohol, sedangkan untuk sterilisasi bahan seperti air laut dilakukan di autoclave
atau dengan menggunakan klorin.
3.4.2. Pembuatan Media
Pada penelitian ini media yang digunakan dalam kultur Tetraselmis chuii
adalah media standar walne, media pertanian, BBM, BG-11, dan media MQ.
Komposisi media, vitamin, dan trace elemen dapat dilihat pada Tabel 1, Tabel 2,
dan Tabel 3.
3.4.2.1.Tahapan atau langkah-langkah dalam pembuatan media walne,
BBM, BG-11, dan MQ
Tahapan atau langkah-langkah dalam pembuatan media walne, BBM, BG-
11, dan MQ adalah sebagai berikut :
1. Menyiapkan bahan-bahan pada Tabel 1, kemudian ditimbang terlebih
dahulu sesuai dengan takarannya.
2. Semua bahan yang telah ditimbang dilarutkan dengan aquades sebanyak 1
liter .
3. Campuran larutan tersebut dipanaskan sambil diaduk hingga homogen
(larutan tersebut menjadi satu warna dan terdapat sedikit endapan).
4. Setelah homogen, pemanasan dihentikan dan media walne, BBM, BG-11,
dan MQ ditutup dengan aluminium foil dan bila tidak langsung digunakan
dapat disimpan dalam lemari pendingin. Apabila masih terdapat endapan
di dasar media maka endapan tersebut harus dipisahkan terlebih dahulu
sebelum disimpan.
3.4.2.2.Tahapan/langkah pembuatan media pertanian
Tahapan/langkah pembuatan media pertanian yaitu :
1. Menyiapkan bahan-bahan yang telah tertera pada tabel 1, kemudian bahan-
bahan tersebut ditimbang sesuai dengan takarannya.
2. Setelah semua selesai ditimbang, bahan-bahan tersebut dilarutkan pada
wadah yang berbeda-beda dengan menggunakan air tawar yang
mendidih/panas.
3. Selanjutnya, larutan dicampurkan satu persatu sambil diaduk agar
homogen. Untuk TSP dicampurkan paling terakhir dan sambil diaduk agar
tidak terjadi penggumpalan.
4. Setelah semua larutan dicampur dan homogen (larutan tersebut menjadi
satu warna), proses pembuatan media selesai, media pertanian dapat
disimpan dan diendapkan pada gelas beaker/erlmeyer dan ditutup dengan
aluminium foil.
5. Hasil endapan pada media tersebut dapat dipisahkan dengan cairannya
kemudian cairan tersebut disimpan di lemari pendingin.
3.4.2.3.Tahapan pembuatan vitamin
Tahapan pembuatan vitamin adalah sebagai berikut
1. Menyiapkan bahan-bahan kimia yang telah tertera pada tabel 2, kemudian
ditimbang sesuai dengan takarannya.
2. Semua bahan yang telah ditimbang diaduk sampai homogen dengan
aquades hangat (suhu 37-38 oC) sebanyak 1 liter .
3. Larutan vitamin yang telah siap digunakan ditutup dengan menggunakan
aluminium foil kemudian disimpan di ruangan pendingin.
3.4.2.4. Tahapan pembuatan trace metal adalah sebagai berikut :
Tahapan pembuatan trace metal adalah sebagai berikut :
1. Menyiapkan bahan-bahan kimia yang telah tertera pada tabel 3, kemudian
ditimbang sesuai dengan takarannya, selanjutnya semua bahan yang telah
ditimbang dilarutkan dengan aquades sebanyak 1 liter .
2. Campuran larutan tersebut dipanaskan sampai mendidih sambil diaduk
hingga homogen (larutan menjadi satu warna dan terdapat sedikit
endapan)
3. Setelah homogen, pemanasan dihentikan dan larutan trace metal ditutup
dengan aluminium foil dan disimpan di ruangan steril/lemari pendingin.
3.4.3. Pembuatan Starter Tetraselmis chuii dengan Berbagai Jenis Media
(sesuai perlakuan)
Pembuatan starter Tetraselmis chuii pada media yang berbeda dilakukan
dengan tujuan untuk memperpendek fase adaptasi pada media kultivasi yang lebih
besar. Starter Tetraselmis chuii dibuat masing-masing sebanyak 5 liter dengan
perbandingan air laut dan starter yaitu 70:30 dengan menggunakan galon yang
telah steril. Masing-masing galon yang telah berisi air laut dan starter
ditambahkan media walne, pertanian, BBM, BG-11 dan MQ sebanyak 1 ml/l.
Aerasi diberikan secara terus menerus selama proses kultivasi dengan tujuan
untuk meratakan penyebaran nutrien dan sirkulasi pada kultur sehingga proses
fotosintesis terjadi secara optimal. Selama proses kultivasi dilakukan pengamatan
setiap hari (1x24 jam) dengan memakai haemacytometer. Setelah pertumbuhan
Tetraselmis chuii mencapai waktu panen optimum (sesuai dengan waktu panen
yang telah ditentukan), starter Tetraselmis chuii dapat digunakan untuk proses
produksi biomassa pada berbagai jenis media (sesuai dengan perlakuan) dengan
volume yang lebih besar (25 L).
3.4.4. Produksi Biomassa Tetraselmis chuii
Produksi biomassa bertujuan untuk mengetahui pertumbuhan dan kadar
protein Tetraselmis chuii dengan menggunakan perlakuan jenis media yang
berbeda. Tetraselmis chuii dikultivasi sebanyak 25 L dengan menggunakan galon
yang telah steril dengan mengggunakan starter yang telah dibuat sebelumnya.
Perbandingan air laut dan starter adalah 70:30. Masing-masing galon yang telah
berisi air laut dan starter ditambahkan media walne, pertanian, BBM, BG-11 dan
MQ dengan dosis 1 ml/l kultur (sesuai dengan perlakuan). Selama proses kultivasi
aerasi diberikan secara terus-menerus. Biomassa Tetraselmis chuii akan dianalisis
konsentrasinya pada saat waktu panen optimum. Biomassa yang dihasilkan
selanjutnya akan dianalisis kadar proteinnya. Tahapan produksi biomassa
Tetraselmis chuii pada berbagai jenis media (sesuai perlakuan) dapat dilihat pada
Gambar 4.
Gambar 4. Diagram alir tahapan produksi biomassa Tetraselmis chuii pada
berbagai jenis media (sesuai perlakuan)
Biomassa Tetraselmis chuii
pada media yang berbeda
Starter Tetraselmis chuii pada
media yang berbeda
Produksi Biomassa Tetraselmis chuii pada media
yang berbeda (sesuai perlakuan) dengan
perbandingan air laut dan starter 70:30
Analisis konsentrasi biomassa dan
kadar protein Tetraselmis chuii
Sterilisasi alat dan bahan
Pembuatan starter pada berbagai jenis media
(sesuai perlakuan) dengan perbandingan air laut
dan starter 70:30
Pembuatan media
Mulai
Alat dan bahan
Hasil analisis konsentrasi
biomassa dan kadar protein
Selesai
3.5. Parameter yang diamati
Variabel yang diamati pada penelitian ini adalah konsentrasi biomassa sel T.
chuii dengan menghitung kepadatan sel T. Chuii ((Isnansetyo dan Kurniastuti,
1995; Mudjiman, 1984) dan analisis kadar protein T. Chuii dengan metode Makro
Kjeldahl (Sudarmadji et al., 1997).
3.6. Prosedur Analisa
3.6.1. Perhitungan pertumbuhan sel Tetraselmis chuii
Pertambahan kepadatan sel Mikroalga digunakan sebagai ukuran untuk
mengetahui pertumbuhan dari kultur. Selain untuk mengetahui pertumbuhan
kultur, perhitungan kepadatan sel juga dapat berguna untuk mengetahui kepadatan
starter saat kulturisasi ulang, kepadatan awal kulturisasi, dan kepadatan saat
pemanenan. Alat yang digunakan dalam peenghitungan Mikroalga adalah
haemacytometer (Isnansetyo dan Kurniastuti, 1995). Rumus untuk menghitung
kepadatan sel Mikroalga dapat dibedakan berdasarkan tingkat kepadatan sel yang
dihitung. Menurut Mudjiman (1984), rumus yang dapat digunakan untuk
menghitung kepadatan sel Mikroalga adalah sebagai berikut :
Bila kepadatan sel Mikroalga Rendah :
Jumlah Kepadatan Sel Mikroalga = Jumlah sel x 104
Keterangan :
104 = Konstanta Hemacytometer =
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
𝑇𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 ℎ𝑒𝑚𝑎𝑐𝑦𝑡𝑜𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 =
1 𝑚𝑙
0.1𝑚𝑚
= 1000 𝑚𝑚
𝑜 .1 𝑚𝑚 = 1000 = 10
4
Bila kepadatan planktonnya tinggi :
Jumlah kepadatan sel Mikroalga = rata – rata jumlah sel x 25 x 104
Keterangan :
25 = Banyak kotak pada hemacytometer
104= kostanta hemacytometer =
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
𝑇𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 ℎ𝑒𝑚𝑎𝑐𝑦𝑡𝑜𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 =
1 𝑚𝑙
0.1𝑚𝑚
= 1000 𝑚𝑚
𝑜 .1 𝑚𝑚 = 1000 = 10
4
Dalam penelitian ini rumus yang digunakan adalah rumus dengan kepadatan
rendah karena Tetraselmis chuii dalam pertumbuhannya memiliki kepadatan
yang rendah.
3.6.2. Pemanenan (harvesting)
Perubahan biomasa kultur akan diamati setiap 24 jam secara aseptis (Colla et
al., 2007). Setiap perlakuan dilakukan tiga kali ulangan. Kultur cair disaring,
dicuci dengan air destilat untuk menghilangkan garam, kemudian di sentrifugasi
15.000 rpm.
3.6.3. Penetapan kadar protein
Penentuan kadar protein dilakukan dengan cara menentukan jumlah N total
menurut metode Makro Kjeldahl (Sudarmadji et al., 1997).
Ditimbang 0,75 gram mie yang telah dihaluskan dan ditambahkan silen
(campuran CuSO4 : Na2SO4), dibungkus dalam kertas saring dan dimasukkan ke
dalam labu kjeldahl, ditambahkan 25 ml H2SO4 pekat. Kemudian dipanaskan
pada pemanas listrik dalam lemari asam, mula-mula dengan api kecil dan setelah
asap hilang api dibesarkan, pemanas dihentikan setelah cairan menjadi jernih dan
tidak berwarna. Setelah labu kjeldahl dan cairannya menjadi dingin kemudian
ditambahkan 300 ml aquadest dan diisi kertas lakmus dan ditambahkan larutan
NaOH 50% sampai cairan bersifat basis (kertas lakmus berubah menjadi berwarna
biru) serta ditambahkan batu didih.
Labu kjeldahl segera dipasang pada alat destilasi. Dipanaskan labu kjeldahl
sampai amoniak menguap semua, destilasi ditampung dalam Erlenmeyer yang
berisi 25 ml HCl 0,2N yang sudah diisi dengan indikator methyl red beberapa
tetes. Destilasi diakhiri sampai volume destilat 150 ml. Kelebihan HCl 0,2M
dalam destilat dititrasi dengan larutan basa standar (NaOH 0,2N), lalu dibuat
blanko yaitu semua proses di atas tetapi tanpa sampel.
Kadar protein dapat dihitung dengan rumus:
% N = (ml NaOH blanko – ml NaOH contoh) x N NaOH x 14,008
Bobot contoh x 10
% Protein = Total N x faktor konversi (5,83)
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Kurva Pertumbuhan Tetraselmis chuii
Produksi biomassa bertujuan untuk mengetahui pertumbuhan dan kadar
protein Tetraselmis chuii dengan menggunakan perlakuan jenis media yang
berbeda. Tetraselmis chuii dikultivasi sebanyak 25 L dengan menggunakan galon
yang telah steril dengan mengggunakan starter yang telah dibuat sebelumnya.
Perbandingan air laut dan starter adalah 70:30. Pada proses produksi, air laut yang
dipergunakan memiliki salinitas 30 ppt, intensitas cahaya 3000 Lux.Waktu panen
dilakukan pada saat akhir fase eksponensial. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
terdapat perbedaan akhir fase eksponensial Tetraselmis chuii pada setiap jenis
media sehingga waktu panen Tetraselmis chuii pada setiap jenis media menjadi
berbeda (Gambar 5).
Gambar 5. Kurva pertumbuhan T. Chuii dalam berbagai media
Tetraselmis chuii memiliki laju pertumbuhan dan adaptasi terhadap
lingkungan yang relatif cepat. Pola pertumbuhannya memiliki dua puncak
populasi yaitu pada hari ke enam dan pada hari ke sepuluh. Tetraselmis chuii
sensitif terhadap kepadatan sel yang tinggi. Ketika dalam satu populasi sudah
mencapai optimum maka penurunan jumlah kepadatan sel pada populasi tersebut
akan cepat. Hal ini disebabkan karena Tetraselmis chuii kandungan nutriennya
habis terserap. Penyebab lain dari kematian Tetraselmis chuii kemungkinan
karena kultur mudah terkontaminasi oleh alga lain (Sutomo, 2005).
Gambar 6 menunjukkan bahwa pada media BG-11, media pertanian, dan
media BBM, akhir fase eksponensial Tetraselmis chuii dicapai pada hari ke 10
kultivasi. Pada media walne, akhir fase eksponensial Tetraselmis chuii dicapai
pada hari ke 9 kultivasi, sedangkan pada media MQ, akhir fase eksponensial
Tetraselmis chuii dicapai pada hari ke 5 kultivasi. Perbedaan akhir fase
eksponensial dapat disebabkan karena perbedaan komposisi nutrisi pada masing-
masing media. Fase eksponensial merupakan waktu panen terbaik bagi mikroalga
karena mikroalga tersebut berada pada kondisi optimal (Isnanstyo dan Kurniastuti,
1995; Kawaroe et al., 2010). Selain itu protein yang akan dianalisis selanjutnya
merupakan hasil metabolisme primer ( disebut metabolit primer) sehingga akan
dihasilkan pada saat fase eksponensial sehingga sangat tepat bila Tetraselmis
Chuii dipanen pada fase pertumbuhan eksponensial.
4.2. Konsentrasi Biomassa sel Tetraselmis chuii
Biomassa sel Tetraselmis chuii dipanen pada saat akhir fase eksponensial,
dimana perbedaan jenis media kultur menghasilkan akhir fase eksponensial yang
berbeda. Pada media BG-11, media pertanian, dan media BBM, akhir fase
eksponensial Tetraselmis chuii dicapai pada hari ke 10 kultivasi. Pada media
walne, akhir fase eksponensial Tetraselmis chuii dicapai pada hari ke 9 kultivasi,
sedangkan pada media MQ, akhir fase eksponensial Tetraselmis chuii dicapai
pada hari ke 5 kultivasi.
Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa jenis media berpengaruh
nyata (P>0,05) terhadap konsentrasi biomassa sel Tetraselmis chuii. Nilai rata-rata
konsentrasi biomassa sel Tetraselmis chuii disajikan pada Tabel 4 .
Tabel 4. Konsentrasi biomassa Tetraselmis chuii (sel/ml) pada berbagai jenis
media
Jenis media Konsentrasi biomassa (sel/ml)
Walne 1,51x106b
Pertanian 1,94x106b
BBM 2,19x106b
BG – 11 2,88x106a
MQ 1,25x106b
Keterangan : huruf yang sama dibelakang nilai rata-rata menunjukkan perbedaan
yang nyata (P>0,05).
Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa konsentrasi biomassa sel Tetraselmis chuii
tertinggi dihasilkan pada jenis media BG - 11 sebesar 2,88x106 sel/ml, sedangkan
konsentrasi biomassa sel Tetraselmis chuii terendah dihasilkan pada media MQ
sebesar 1,25x106 sel/ml, yang tidak berbeda nyata dengan konsentrasi biomassa T.
chuii yang dikultivasi pada media Walne, media Pertanian dan media BBM.
Perbedaan konsentrasi biomassa erat kaitannya dengan komposisi media pada
setiap jenis media perlakuan. Tingginya konsentrasi sel T. chuii yang dikultivasi
pada media BG – 11 sejalan dengan penelitian Wijoseno (2011) yang menyatakan
bahwa media BG – 11 menghasilkan kepadatan sel Chlorella vulgaris tertinggi.
4.3. Kadar Protein Tetraselmis chuii
Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa jenis media berpengaruh
nyata (P>0,05) terhadap kadar protein Tetraselmis chuii. Nilai rata-rata
konsentrasi biomassa sel Tetraselmis chuii disajikan pada Tabel 5 .
Tabel 5. Kadar protein Tetraselmis chuii pada berbagai jenis media
Jenis media Kadar Protein (%)
Walne 13,47 b
Pertanian 7,29 c
BBM 6,67 d
BG – 11 6,2 d
MQ 16,25 a
Keterangan : huruf yang sama dibelakang nilai rata-rata menunjukkan perbedaan
yang nyata (P>0,05).
Tabel 5 menunjukkan bahwa kadar protein tertinggi dihasilkan pada
Tetraselmis chuii yang dikultur pada media MQ (16,25%). Hasil penelitian ini
berbeda dengan Isnansetyo dan Kurniastuty (1995) yang menyatakan bahwa T.
chuii mengandung protein yang tinggi (48,42%) dan lemak 9,70%. Kadar protein
terendah diperoleh pada Tetrasemis chuii yang dikultur pada media BBM
(6,67%). Perbedaan kadar protein Tetrasemis chuii berhubungan erat dengan
komponen nutrisi pada masing-masing media kultur. Menurut Kawaroe et al.,
(2010), unsur makronutrien nitrogen (N), fosfor (P), dan sulfur (S) diketahui
berkaitan dengan kandungan protein dalam sel. Selanjutnya Hu dan Gao (2006)
menyatakan bahwa peningkatan NaNO3 dan KH2PO4 pada media kultur akan
meningkatkan kandungan protein dan polyunsaturated fatty acids (PUFAs)
Nannochloropsis, tetapi akan menurunkan kandungan karbohidrat, lemak total
dan total fatty acid.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut :
1. Jenis media berpengaruh terhadap pertumbuhan dan kadar protein
mikroalga Tetraselmis chuii.
2. Media BG - 11 merupakan media terbaik untuk menghasilkan konsentrasi
biomassa sel Tetraselmis chuii tertinggi, sebesar 2,88x106 sel/ml dan
media MQ merupakan media terbaik untuk menghasilkan kadar protein
Tetraselmis chuii tertinggi (16,25%).
5.2. Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai modifikasi media untuk
meningkatkan pertumbuhan dan kadar protein Tetraselmis chuii.
DAFTAR PUSTAKA
Abd El-baky HH, El-Baz FK, El Baroty GS. 2007b. Production of carotenoids
from marine microalgae and its evaluation as safe food colorant and
lowering cholesterol agent. Am-Euras J Agric & Environ Sci 3 : 434-444
Achmad, T.1993. Pedoman Teknis Pembenihan Ikan Bandeng. Pusat Penelitian
danPengembangan Perikanan badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian. Jakarta.
Andersen, R.A. 2005. Algal Culturing Technique. Elsevier Academic Press. UK.
Ardayani, Y. 2010. Kandungan Pigmen Karoten Mikroalga Chaetoceross gracilis
yang Berpotensi Sebagai Antioksidan pada Kondisi Kultur yang Berbeda.
Skripsi. Departemen Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Arinardi, O. H.,Trimaningsih dan Suirdjo. 1994. Pengantar Tentang Plankton
Serta Kisaran Kelimpahan dan Plankton Predominan di Sekitar Pulau
Jawa dan Bali. Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi.UPI-
Jakarta.108 hal.
Balai Budidaya Laut Lampung. 2002. Budidaya Mikroalga dan Zooplankton. Seri
Budidaya Laut No. 9 : 27-28
Bold, H.C., dan Wynne, M.J., 1985. Introduction to the Algae.Prentice-Hall.
New Jersey.
Britton G, Jensen SL, Pfander H. 1995. Carotenoids Isolation and Analysis.
Birkhauseerr Verlag, Switzerland.
Burtin P. 2003. Nutritional value of seaweeds. EJAF Che 2 : 498-503.
Cahyaningsih, S., Muchtar, A. N. M., Purnomo, S. J., Kusumaningrum, I., Pujiati.,
Haryono, A., Slamet., dan Asniar. 2010. Produksi Pakan Alami. Balai
Budidaya Air Payau Situbondo.
Chen, J and H.P.C Shetty. 1991. Culture Of Marine Feed Organisms. National
Inland Institute Kasetsart University Campus. Bangkhen, Bangkok,
Thailand. 38 p.
Chisti Y. 2007. Biodiesel FromMicroalgae. J. Biotechnology Advances 25 : 294 –
306.
Colla, L.M., Reinehr, C. Reinehr, and J.A. Costa. 2007. Production of Biomass
and Nutraceutical Compounds by Spirulina platensis under Different
Temperature and Nitrogen Regimes. Bioresour. Technol. 98 : 1489-1493.
Cresswel l RC, Rees TAV, and Shah N .1989. Alga and Cynobacterial
Biotechnology. Mc Graw Hill, London.
del Campo AJ, Garcia-Gonzalez M, Guerrero MG. 2007. Outdoor cultivation of
microalgae far carotenoid production : Current state and perspectives.
Appl Microb Biotechnol 74 : 1163-1174. DOI : 10.1007/s00253-007-
0844-9.
Djarijah, A.S. Ir., 1995. Pakan Alami. Kanisius : Yogyakarta.
Ferianita, M., Fachrul., Haeruman, H., Listari, C., dan Sitepu. 2005. Komunitas
Mikroalga sebagai Bio-Indikator kualitas perairan teluk Jakarta. Jurusan
Teknik Lingkungan. Fakultas Arsitektur Lansekap Teknologi Lingkungan.
Universitas Trisakti.
Gross, J. 1991. Pigment in Vegetables (Chlorophylls and Carotenoids. Van
Norstran Reinhold. New york.
Isnansetyo, A. dan Kurniastuti.1995. Teknik KultiurPhytoplankton dan
Zooplankton.Kanisius : Jogjakarta
Iwamoto H. 2004. Industrial Production Of Microalgal Cell-mass and Secondary
Products-Major Industrial Species : Chlorella. Dalam Richmond A.2004.
Handbook of Mikroalgal Culture : Biotecnology and Applied Phycology.
Blackwell Publishing.
Jati, F., Johannes Hutabarat, dan Vivi Endar Herawati. 2012. Pengaruh
Penggunaan Dua Jenis Media Kultur Teknis yang Berbeda Terhadap Pola
Pertumbuhan, Kandungan Protein, dan Asam Lemak Omega 3 EPA
(Chaetoceros gracilis). Journal Of Aquaculture Management and
Technology. 1. 1 : 221-235. http://ejournal
s1.undip.ac.id/index.php/jamt/article/download/642/641. Di akses pada
tanggal 7 Januari 2014.
Kabinawa I.N.K.2001. Cultivationn of Algae Chlorella Phyrenoidosa. Annual
Report of IC Biotech, Osaka Japan : 429-431.
Kawaroe, M., T. Partono, A. Sunudin, D.S. Wulan, dan D. Augustine. 2010.
Mikroalga :Potensi dan Pemanfaatannya untuk Produksi Bio Bahan
Bakar. IPB Press. Bogor.
Limantara L, Kusmita L. 2009. Biopigmen sebagai antioksidan potensial. Prosidig
Seminar Nasional Farmasi, Antioksidan dalam Sediaan Obat, Kosmetika,
Makanan dan Minuman . STIFAR Yayasan Farmasi. Semarang. P.1-28.
Lindqvist, A., Andersson S. 2002. Biochemical properties of purified recombinant
human β-carotene 15,15’ mono-oxygenase. The J of Biol Chem 277:
23942-23948. DOI : 10.1074/jbc.M202756200.
Meyer, B.S. and D.B. Anderson. 1952. Plant Physiology. Second Edition.
Maruzen Asian Edition, Japan : 784 pp.
Mudjiman, A. 1984.Makanan Ikan. Swadaya. Jakarta.
Naughton, S.J. 1998. Ekologi Umum. Yogyakarta.Gadjah Mada University Press.
[NREL] National Renewable Energy Laboratory. 2003. A Look Back at U.S
Department of Energy’s Aquatic Species Program – Biodiesel from Algae.
Colorado:NREL ; (NREL Report).
Nontji. 1999. Indonesian Potential in Developing Marine Biotecnology. In : S.
Soemodiharjo, R. Rachmaniar, s. Saono (eds). Prosidings Seminar
Bioteknologi Kelautan I’98. LIPI, Jakarta : 13-22.
Romomiharto, K. Dan S. Juwana. 2001. Biologi Laut. Ilmu Pengetahuan Tentang
Biota Laut. Penerbit Djambatan : Jakarta.
Rostini, I. 2007. “Kultur Mikroalga (Chlorella sp. dan Tetraselmis chuii) Pada
skala Laboratorium”. Karya Ilmiah. Universitas Padjajaran Fakultas
Perikanan
dan Ilmu kelautan.Jatinagor.
Sachlan, M. 1982. Planktonologi.Fakultas Peternakan dan Perikanan Universitas
Diponegoro. Semarang.
Sanchez-Luna, L.D., R.P. Bezerra, M.C. Matsudo, S. Sato, A. Converti, & J.C.M.
de Carvalho. 2006. Influences of pH, temperature and Urea molar flowrate
on Arthospira platensis fed-batch cultivation : A kinetic and
thermodynamic approach. Biotechnology and Bioengineering. 96 (4) :
702-711.
Sani R.N., Fitri C.N., Ria D.A., Jaya M.M. 2014. Analisis Rendemen Dan Skrining
Fitokimia Mikroalga. Jurnal Pangan dan Agroindustri. 2.2 : 121-126.
http://jpa.ub.ac.id/index.php/jpa/article/view/44. Di akses pada 7 Januari
2014.
Setyaningsih, I., Wini Trilaksani, dan Kustariyah. 2012. Pengembangan Kultivasi
Mikroalga Untuk Pangan Sehat Berbasis Mikroalga. Fakultas Perikanan
IPB. Bogor
Slamet, B. 2008. Studi Kualitas Lingkungan Perairan di Daerah Budidaya
Perikanan Laut di Teluk Kaping dan Teluk Pengametan Bali. Tesis.
Program Pascasarjana Universitas Udayana. Denpasar.
Steel, R.G.D. dan J.H. Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika Suatu
Pendekatan Biometrik. Terjemahan: M.Syah. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.
Strickland, J.D.H. 1960. Measuring the production of marine phytoplankton. Fish.
Res. Bull. 122 : 1-171.
Sutomo. 2005. Kultur tiga jenis Mikroalga (Teraselmis sp., Chlorella sp., dan
Chaetoceros gracillis) dan pengaruh kepadatan awal terhadap
pertumbuhan Chaetoceros gracillis di laboratorium. Oseanologi dan
limnologi di Indonesia 2005. No.37: 43-58.
Taw Nyan, DR. 1990. Petunjuk Pemeliharaan Kultur Murni dan Massal
Mikroalga. Proyek Pengembangan Budidaya Udang : United Nations
Development Programme Food dan Agliculture Organization Of The
United Nations. US. 34. Hal ( diterjemahkan oleh : Budiono M & Indah
W).
Vilchez C, Forjan E, Cuaresma M, Bedmar F, Garbayo I, Vega JM. 2011. Marine
carotenoids : biological functions and commercial applications. Mar Drugs
9 :319-333. DOI : 10.3390/md9030319
Vonshak, A. S. Boussiba; A. Abeliovich & A. Richmond. 2004. Production of
Spirirulina Platensis Biomass: Maintenance of monoalga culture outdoors.
Biotech. And Bioengineering. 25 (2): 341-349
Wigmore, Ann. The Wheatgrass Book. Avery Books, 1985.
Wijoseno,T. 2011. Uji Pengaruh Variasi Media Kultur terhadap Tingkat
Pertumbuhan dan Kandungan Protein, Lipid, Klorofil, dan Karotenoid
pada Mikroalga Chlorella vulgaris Buitenzorg. Skripsi. Departemen
Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Indonesia, Depok.
Wintermans, J.G.F.M., A. De Mots. 1965. Spectrophotometric characteristics or
chlorophylls a and b and their pheophytins in ethanol. Biochim. Biophys.
Acta. 109. : 448-453.
LAPORAN KEUANGAN
Laporan keuangan dapat dilihat pad Tabel di bawah ini
Tabel. Laporan keuangan
No. Keperluan Jumlah Harga
Satuan (Rp)
Total Harga
(Rp.)
JUMLAH DANA 7,500,000
POTONG PAJAK
(15%)
6,375,000
1. Bahan Kimia
Aquades 1 pail 76,000 76,000
PDA 1 kg 1,000,000 100,000
Clewat 32 1 kg 1,000,000 100,000
FeCl3 500 g 1,100,000 38,000
MnCl2,5H2O 500 g 950,000 95,000
H3BO3 500 g 750,000 75,000
EDTA, di-sodium salt 500 g 1,200,000 120,000
NaH2PO4,2H2O 500 g 1,100,000 110,000
NaNO3 500 g 800,000 80,000
ZnCl2 500 g 1,300,000 130,000
CoCl2,6H2O 500 g 1,500,000 150,000
(NH4)6Mo7O24, 4H2O 500 g 800,000 80,000
CuSO4,5H2O 500 g 850,000 85,000
Concentrated HCl 500 g 750,000 75,000
Vitamin B1 250 g 800,000 80,000
Vitamin B12 250 g 800,000 80,000
NaSiO3.9H2O 250 g 1,000,000 100,000
Fe(OH)3 38,000
C6H8O7 250 g 500,000 50,000
K2HPO4 250 g 700,000 50,000
MgSO4.7H2O 250 g 700,000 50,000
CaCl2.2H2O 250 g 500,000 250,000
Alkohol 2 L 43,000 86,000
2 Peralatan
Haemacytometer 1 buah 1,300,000 1,300,000
Stoples untuk
fermentasi
15 buah 33,000 495,000
Lampu TL + alat
listrik
2 buah 100,000 217,000
Selang plastik 35 meter 1500 47,500
Batu aerasi 33,000
Pompa aerator 1 buah 920,000 920,000
Pompa aerator 1 buah 178,000 178,000
Kapas 500 g 44,700 44,700
Klin pak aluminium 3 pak 18,625 53,950
Pipet tetes panjang 10 buah 2,000 10,000
Spuit 5 2 buah 7,500 15,000
Spuit 10 2 buah 10,000 20,000
3. Biaya analisis
a. Kadar Protein
15 sampel
50.000
750,000
4. Biaya analisis data 1 paket 100.000 100,000
5. Pengadaan laporan
penelitian
1 paket 100.000 100,000
Total (Rp.) 6,382,150,00