Download - Laporan Pendahuluan Kejang Demam Kelompok
LAPORAN PENDAHULUAN
KEJANG DEMAM
A. Konseop Medik
1. Definisi
Kejang demam adalah serangan pada anak yang terjadi dari kumpulan gejala dengan
demam (Walley and Wong’s edisi III,2000)
Kejang demam adalah bangkitan kejang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu
rektal di atas 38° c) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Kejang
demam sering juga disebut kejang demam tonik-klonik, sangat sering dijumpai pada
anak-anak usia di bawah 5 tahun. Kejang ini disebabkan oleh adanya suatu awitan
hypertermia yang timbul mendadak pada infeksi bakteri atau virus. (Sylvia A. Price,
Latraine M. Wikson, 2002)
Kejang merupakan perubahan fungsi otak mendadak dan sementara sebagai akibat
dari aktivitas neuronal yang abnormal dan pelepasan listrik serebral yang berlebihan
(Betz & Sowden,2002).
Kejang demam : bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu
tubuh rectal di atas 38o C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium
(Mansjoer, A.dkk. 2000).
2. Etiologi dan Faktor resiko
Kejang dapat disebabkan oleh berbagai kondisi patologis, termasuk tumor otak,
trauma, bekuan darah pada otak, meningitis, ensefalitis, gangguan elektrolit, dan
gejala putus alkohol dan obat gangguan metabolik, uremia, overhidrasi, toksik
subcutan dan anoksia serebral. Sebagian kejang merupakan idiopati (tidak diketahui
etiologinya).
a. Intrakranial
Asfiksia : Ensefolopati hipoksik – iskemik
Trauma (perdarahan) : perdarahan subaraknoid, subdural, atau intra ventricular1
Infeksi : Bakteri, virus, parasit
Kelainan bawaan : disgenesis korteks serebri, sindrom zelluarge, Sindrom Smith –
Lemli – Opitz.
b. Ekstra cranial
Gangguan metabolik : Hipoglikemia, hipokalsemia, hipomognesemia, gangguan
elektrolit (Na dan K)
Toksik : Intoksikasi anestesi lokal, sindrom putus obat.
Kelainan yang diturunkan : gangguan metabolisme asam amino, ketergantungan
dan kekurangan produksi kernikterus.
c. Idiopatik
Kejang neonatus fanciliel benigna, kejang hari ke-5 (the fifth day fits)
3. Klasifikasi
Kejang demam dibagi menjadi 2 golongan yaitu :
a. Kejang demam sederhana (simple fibrile convulsion).
b. Epilepsi yang di provokasi oleh demam epilepsi trigered off fever
Disub buku bagian anak FKUI, RSCM Jakarta, Kriteria Livingstone tersebut setelah
dimanifestasikan di pakai sebagai pedoman untuk membuat diagnosis kejang demam
sederhana, yaitu :
a. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan & 4 tahun
b. Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tak lebih dari 15 menit.
c. Kejang bersifat umum,Frekuensi kejang bangkitan dalam 1th tidak > 4 kali
d. Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam
e. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal
f. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya seminggu sesudah suhu normal tidak
menunjukkan kelainan.
Kejang yang merupakan pergerakan abnormal atau perubahan tonus badan dan
tungkai dapat diklasifikasikan menjadi 3 bagian yaitu : kejang, klonik, kejang tonik
dan kejang mioklonik.
2
a. Kejang Tonik
Kejang ini biasanya terdapat pada bayi baru lahir dengan berat badan rendah
dengan masa kehamilan kurang dari 34 minggu dan bayi dengan komplikasi
prenatal berat. Bentuk klinis kejang ini yaitu berupa pergerakan tonik satu
ekstrimitas atau pergerakan tonik umum dengan ekstensi lengan dan tungkai yang
menyerupai deserebrasi atau ekstensi tungkai dan fleksi lengan bawah dengan
bentuk dekortikasi. Bentuk kejang tonik yang menyerupai deserebrasi harus di
bedakan dengan sikap epistotonus yang disebabkan oleh rangsang meningkat
karena infeksi selaput otak atau kernikterus
b. Kejang Klonik
Kejang Klonik dapat berbentuk fokal, unilateral, bilateral dengan pemulaan fokal
dan multifokal yang berpindah-pindah. Bentuk klinis kejang klonik fokal
berlangsung 1 – 3 detik, terlokalisasi dengan baik, tidak disertai gangguan
kesadaran dan biasanya tidak diikuti oleh fase tonik. Bentuk kejang ini dapat
disebabkan oleh kontusio cerebri akibat trauma fokal pada bayi besar dan cukup
bulan atau oleh ensepalopati metabolik.
c. Kejang Mioklonik
Gambaran klinis yang terlihat adalah gerakan ekstensi dan fleksi lengan atau
keempat anggota gerak yang berulang dan terjadinya cepat. Gerakan tersebut
menyerupai reflek moro. Kejang ini merupakan pertanda kerusakan susunan saraf
pusat yang luas dan hebat. Gambaran EEG pada kejang mioklonik pada bayi tidak
spesifik.
4. Patofisiologi
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel / organ otak diperlukan energi yang
didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang terpenting
adalah glucose,sifat proses itu adalah oxidasi dengan perantara pungsi paru-paru dan
diteruskan keotak melalui system kardiovaskuler.
Berdasarkan hal diatas bahwa energi otak adalah glukosa yang melalui proses
oxidasi, dan dipecah menjadi karbon dioksidasi dan air. Sel dikelilingi oleh
3
membran sel. Yang terdiri dari permukaan dalam yaitu limford dan permukaan luar
yaitu tonik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui oleh ion NA +
dan elektrolit lainnya, kecuali ion clorida.
Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi NA+ rendah.
Sedangkan didalam sel neuron terdapat keadaan sebaliknya,karena itu perbedaan
jenis dan konsentrasi ion didalam dan diluar sel. Maka terdapat perbedaan membran
yang disebut potensial nmembran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan
potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim NA, K, ATP yang
terdapat pada permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah dengan perubahan konsentrasi
ion diruang extra selular, rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis,
kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya. Perubahan dari patofisiologisnya
membran sendiri karena penyakit/keturunan. Pada seorang anak sirkulasi otak
mencapai 65 % dari seluruh tubuh dibanding dengan orang dewasa 15 %. Dan
karena itu pada anak tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron
dalam singkat terjadi dipusi di ion K+ maupun ion NA+ melalui membran tersebut
dengan akibat terjadinya lepasnya muatan listrik (Sylvia Price, A, 2006).
Lepasnya muatan listrik ini sedemikian besarnya sehingga dapat meluas keseluruh
sel maupun membran sel sekitarnya dengan bantuan bahan yang disebut
neurotransmitter sehingga mengakibatkan terjadinya kejang. Kejang yang yang
berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak meninggalkan gejala
sisa. Tetapi kejang yang berlangsung lama lebih 15 menit biasanya disertai apnea,
NA meningkat, kebutuhan O2 dan energi untuk kontraksi otot skeletal yang akhirnya
terjadi hipoxia dan menimbulkan terjadinya asidosis.
Pada demam, kenaikan suhu 1o C akan mengakibatkan kenaikan suhu 1o C akan
mengakibatkan metabolisme basal 10 - 15 % dan kebutuhan O2 meningkat 20 %.
Pada seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh
dibandingkan dengan orang dewasa (hanya 15%) oleh karena itu, kenaikan suhu
tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu
singkat terjadi difusi dari ion kalium dan natrium melalui membran listrik. Ini
4
demikian besarnya sehingga meluas dengan seluruh sel dan membran sel sekitarnya
dengan bantuan bahan yang tersebut ”neurotransmitter” dan terjadi kejang.
Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang dapat terjadi pada suhu 38o C
dan anak dengan ambang kejang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40o C atau
lebih, kejang yang berlangsung lama (>15 menit) biasanya disertai apnea.
Meningkatnya kebutuhan O2 dan untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi
hipoksemia, hiperkapnia, denyut jantung yang tidak teratur dan makin meningkatnya
suhu tubuh karena tingginya aktifitas otot dan selanjutnya menyebabkan
metabolisme otek meningkat.
Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia
sehingga meningkatkan permeabilitas kapiler dan timbul oedema otak yang
mengakibatkan kerusakan sel neuron otak (Hasan dan Alatas, 2000).
5
5. Pathway
6. Tanda dan Gejala
6
Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan
kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat, yang disebabkan oleh infeksi di luar
susunan saraf pusat : misalnya tonsilitis, otitis media akut, bronkhitis, serangan
kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam berlangsung singkat
dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-klonik.
Kebanyakan kejang demam berlangsung singkat, bilateral, serangan berupa klonik
atau tonik-klonik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti anak
tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit
anak terbangun dan sadar kembali tanpa adanya kelainan saraf. Kejang demam dapat
berlangsung lama dan atau parsial. Pada kejang yang unilateral kadang-kadang
diikuti oleh hemiplegi sementara (Todd’s hemiplegia) yang berlangsung beberapa
jam atau bebarapa hari. Kejang unilateral yang lama dapat diikuti oleh hemiplegi
yang menetap (Sylvia Price, A, 2006).
Menurut Behman (2000, hlm.843) kejang demam terkait dengan kenaikan suhu yang
tinggi dan biasanya berkembang bila suhu tubuh mencapai 39o C atau lebih ditandai
dengan adanya kejang khas menyeluruh tionik klonik lama beberapa detik sampai 10
menit. Kejang demam yang menetap > 15 menit menunjukkan penyebab organik
seperti proses infeksi atau toksik selain itu juga dapat terjadi mata terbalik ke atas
dengan disertai kekakuan dan kelemahan serta gerakan sentakan terulang.
a. Kejang parsial (fokal, lokal)
1) Kejang parsial sederhana :
Kesadaran tidak terganggu, dapat mencakup satu atau lebih hal berikut ini :
Tanda-tanda motoris, kedutan pada wajah, atau salah satu sisi tubuh;
umumnya gerakan setiap kejang sama.
Tanda atau gejala otonomik: muntah, berkeringat, muka merah, dilatasi
pupil.
Gejala somatosensoris atau sensoris khusus : mendengar musik, merasa
seakan jatuh dari udara, parestesia.
Gejala psikis : dejavu, rasa takut, visi panoramik.
2) Kejang parsial kompleks
7
Terdapat gangguan kesadaran, walaupun pada awalnya sebagai kejang
parsial simpleks
Dapat mencakup otomatisme atau gerakan otomatik : mengecap–
ngecapkan bibir, mngunyah, gerakan menongkel yang berulang–ulang
pada tangan dan gerakan tangan lainnya.
Dapat tanpa otomatisme : tatapan terpaku
b. Kejang umum (konvulsi atau non konvulsi)
1) Kejang absens
Gangguan kewaspadaan dan responsivitas
Ditandai dengan tatapan terpaku yang umumnya berlangsung kurang dari
15 detik
Awitan dan akhiran cepat, setelah itu kempali waspada dan konsentrasi
penuh
2) Kejang mioklonik
Kedutan–kedutan involunter pada otot atau sekelompok otot yang terjadi
secara mendadak.
Sering terlihat pada orang sehat selama tidur tetapi bila patologik berupa
kedutan kedutan sinkron dari bahu, leher, lengan atas dan kaki.
Umumnya berlangsung kurang dari 5 detik dan terjadi dalam kelompok
Kehilangan kesadaran hanya sesaat.
3) Kejang tonik klonik
Diawali dengan kehilangan kesadaran dan saat tonik, kaku umum pada
otot ekstremitas, batang tubuh dan wajah yang berlangsung kurang dari 1
menit
Dapat disertai hilangnya kontrol usus dan kandung kemih
Saat tonik diikuti klonik pada ekstremitas atas dan bawah.
Letargi, konvulsi, dan tidur dalam fase postictal
4) Kejang atonik
Hilangnya tonus secara mendadak sehingga dapat menyebabkan kelopak
mata turun, kepala menunduk, atau jatuh ke tanah.
Singkat dan terjadi tanpa peringatan.
7. Pemeriksaan Diagnostik
8
a. Elektroensefalogram (EEG) : dipakai unutk membantu menetapkan jenis dan
fokus dari kejang.
b. Pemindaian CT : menggunakan kajian sinar X yang lebih sensitif dari biasanya
untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.
c. Magnetic Resonance Imaging (MRI) : menghasilkan bayangan dengan
menggunakan lapangan magnetik dan gelombang radio, berguna untuk
memperlihatkan daerah–daerah otak yang tidak jelas terlihat bila menggunakan
pemindaian CT
d. Pemindaian Positron Emission Tomography (PET) : untuk mengevaluasi kejang
yang membandel dan membantu menetapkan lokasi lesi, perubahan metabolik
atau aliran darah dalam otak
e. Uji laboratorium
Pungsi lumbal : menganalisis cairan serebrovaskuler
Hitung darah lengkap : mengevaluasi trombosit dan hematokrit
Panel elektrolit
Skrining toksik dari serum dan urin
Kadar kalsium darah
Kadar natrium darah
Kadar magnesium darah
8. Penatalaksanaan Medik
a. Memberantas kejang secepat mungkin
Diberikan antikonvulsan secara intravena jika klien masih dalam keadaan
kejang, ditunggu selama 15 menit, bila masih terdapat kejang diulangi suntikan
kedua dengan dosis yang sama juga secara intravena. Setelah 15 menit suntikan
ke 2 masih kejang diberikan suntikan ke 3 dengan dosis yang sama tetapi
melalui intramuskuler, diharapkan kejang akan berhenti. Bila belum juga
berhenti dapat diberikan fenobarbital atau paraldehid 4 % secara intravena.
b. Pengobatan penunjang
Sebelum memberantas kejang tidak boleh dilupakan perlunya pengobatan
penunjang
Semua pakaian ketat dibuka
9
Posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung
Usahakan agar jalan nafas bebas untuk menjamin kebutuhan oksigen, bila
perlu dilakukan intubasi atau trakeostomi.
Penhisapan lendir harus dilakukan secara teratur dan diberikan oksigen.
c. Pengobatan rumat
1) Profilaksis intermiten
Untuk mencegah kejang berulang, diberikan obat campuran anti konvulsan
dan antipietika. Profilaksis ini diberikan sampai kemungkinan sangat kecil
anak mendapat kejang demam sederhana yaitu kira-kira sampai anak umur 4
tahun.
2) Profilaksis jangka panjang
Diberikan pada keadaan
Epilepsi yang diprovokasi oleh demam
Kejang demam yang mempunyai ciri :
Terdapat gangguan perkembangan saraf seperti serebral palsi,
retardasi perkembangan dan mikrosefali
Bila kejang berlangsung lebih dari 15 menit, bersifat fokal atau
diikuti kelainan saraf yang sementara atau menetap
Riwayat kejang tanpa demam yang bersifat genetic
Kejang demam pada bayi berumur dibawah usia 1 bulan
9. Komplikasi
a. Aspirasi
b. Asfiksia
c. Retardasi mental
B. Konsep keperawatan
1. Pengkajian
Peran perawat selama pasien kejang adalah observasi kejangnya dan gambarkan
kejadiannya. Setiap episode kejang mempunyai karakteristik yang berbeda misal
adanya halusinasi (aura ), motor efek seperti pergerakan bola mata , kontraksi otot
lateral harus didokumentasikan termasuk waktu kejang dimulai dan lamanya kejang.
10
Riwayat penyakit juga memegang peranan penting untuk mengidentifikasi faktor
pencetus kejang untuk pengobservasian sehingga bisa meminimalkan kerusakan
yang ditimbulkan oleh kejang.
Pengkajian neurologik :
a. Tanda – tanda vital
Suhu
Pernapasan
Denyut jantung
Tekanan darah
Tekanan nadi
b. Hasil pemeriksaan kepala
Fontanel : menonjol, rata, cekung
Lingkar kepala : di bawah 2 tahun
Bentuk Umum
c. Reaksi pupil
Ukuran
Reaksi terhadap cahaya
Kesamaan respon
d. Tingkat kesadaran
Kewaspadaan : respon terhadap panggilan
Iritabilitas
Letargi dan rasa mengantuk
Orientasi terhadap diri sendiri dan orang lain
e. Aktivitas kejang
Jenis
Lamanya
f. Fungsi sensoris
Reaksi terhadap nyeri
Reaksi terhadap suhu
g. Refleks
Refleks tendo superfisial
11
Reflek patologi
h. Kemampuan intelektual
Kemampuan menulis dan menggambar
Kemampuan membaca
Pengkajian Sistem:
a. Aktivitas / istirahat : keletihan, kelemahan umum, perubahan tonus / kekuatan otot.
Gerakan involunter
b. Sirkulasi : peningkatan nadi, sianosis, tanda vital tidak normal atau depresi dengan
penurunan nadi dan pernafasan
c. Integritas ego : stressor eksternal / internal yang berhubungan dengan keadaan dan
atau penanganan, peka rangsangan.
d. Eliminasi : inkontinensia episodik, peningkatan tekanan kandung kemih dan tonus
spinkter
e. Makanan / cairan : sensitivitas terhadap makanan, mual dan muntah yang
berhubungan dengan aktivitas kejang, kerusakan jaringan lunak / gigi
f. Neurosensor : aktivitas kejang berulang, riwayat truma kepala dan infeksi serebr
g. Riwayat jatuh / trauma
2. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko tinggi trauma / cidera b/d kelemahan, perubahan kesadaran, kehilangan
koordinasi otot.
b. Resiko tinggi terhadap inefektifnya bersihan jalan nafas b/d kerusakan
neoromuskular
c. Resiko kejang berulang b/d peningkatan suhu tubuh
d. Kerusakan mobilitas fisik b/d kerusakan persepsi, penurunan kekuatan
e. Kurang pengetahuan keluarga b/d kurangnya informasi
3. Rencana Keperawatan
a. Diagnosa 112
Resiko tinggi trauma / cidera b/d kelemahan, perubahan kesadaran,
kehilangan koordinasi otot.
Tujuan:
Cidera / trauma tidak terjadi
Kriteria hasil:
Faktor penyebab diketahui, mempertahankan aturan pengobatan,
meningkatkan keamanan lingkungan
Intervensi:
1) Kaji dengan keluarga berbagai stimulus pencetus kejang.
2) Observasi keadaan umum, sebelum, selama, dan sesudah kejang.
3) Catat tipe dari aktivitas kejang dan beberapa kali terjadi.
4) Lakukan penilaian neurology, tanda-tanda vital setelah kejang.
5) Lindungi klien dari trauma atau kejang.
6) Berikan kenyamanan bagi klien.
7) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapi anti compulsan
b. Diagnosa 2
Resiko tinggi terhadap inefektifnya bersihan jalan nafas b/d kerusakan
neuromuskular
Tujuan:
Inefektifnya bersihan jalan napas tidak terjadi
Kriteria hasil:
Jalan napas bersih dari sumbatan
suara napas vesikuler
sekresi mukosa tidak ada
RR dalam batas normal
Intervensi:
1) Observasi tanda-tanda vital,
2) Atur posisi tidur klien fowler atau semi fowler
3) Lakukan penghisapan lender
4) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapy
c. Diagnosa 3
Resiko kejang berulang b/d peningkatan suhu tubuh
13
Tujuan:
Aktivitas kejang tidak berulang
Kriteria hasil:
Kejang dapat dikontrol
Suhu tubuh kembali normal
Intervensi
1) Kaji factor pencetus kejang.
2) Libatkan keluarga dalam pemberian tindakan pada klien.
3) Observasi tanda-tanda vital.
4) Lindungi anak dari trauma.
5) Berikan kompres dingin pda daerah dahi dan ketiak.
d. Diagnosa 4
Kerusakan mobilitas fisik b/d kerusakan persepsi, penurunan kekuatan
Tujuan:
Kerusakan mobilisasi fisik teratasi
Kriteria hasil:
Mobilisasi fisik klien aktif ,
kejang tidak ada
kebutuhan klien teratasi
Intervensi:
1) Kaji tingkat mobilisasi klien.
2) Kaji tingkat kerusakan mobilsasi klien.
3) Bantu klien dalam pemenuhan kebutuhan.
4) Latih klien dalam mobilisasi sesuai kemampuan klien.
5) Libatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan klien.
e. Diagnosa 5
Kurang pengetahuan keluarga b/d kurangnya informasi
Tujuan:
Pengetahuan keluarga meningkat
Kriteria hasil:
Keluarga mengerti dengan proses penyakit kejang demam
14
Keluarga klien tidak bertanya lagi tentang penyakit,
Perawatan dan kondisi klien.
Intervensi
1) Kaji tingkat pendidikan keluarga klien.
2) Kaji tingkat pengetahuan keluarga klien.
3) Jelaskan pada keluarga klien tentang penyakit kejang demam melalui penkes.
4) Beri kesempatan pada keluarga untuk menanyakan hal yang belum
dimengerti.
5) Libatkan keluarga dalam setiap tindakan pada klien.
15