Download - laporan kelompok 8
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara holtikultura sehingga dapat ditumbuhi oleh
berbagai macam tumbuhan seperti kacang-kacangan salah satunya adalah edamame.
Produk ini banyak diminati oleh masyarakat dalam maupun luar negeri. Sesuai dengan
pernyataan Benziger dan Shanmugasundaram (1995) yang mengemukkan bahwa
salah satu negara pengimport edamame terbesar adalah Jepang. Pada tahun 2005
Indonesia mengekspor 665 ton edamame segar beku ke Jepang. Impor edamame ini
mengalami peningkatan setiap tahunnya, hingga mencapai 60.000-70.000 ton/tahun
(Soewanto 2007). Peningkatan ekspor ke Jepang setara dengan kebutuhan
masyarakat Indonesia pada setiap tahunnya.
Edamame merupakan suatu komoditi yang mengandung nilai gizi yang cukup
tinggi, yaitu 582 kkal/100 g, protein 11,4 g/100 g, karbohidrat 7,4 g/100 g, lemak 6,6
g/100 g vitamin A atau karotin 100 mg/100 g, B1 0,27 mg/100 g, B2 0,14 mg/100 g, B3
1 mg/100 g, dan vitamin C 27%, serta mineral seperti fosfor 140 mg/100 g, kalsium 70
mg/100 g, besi 1,7 mg/100 g, dan kalium 140 mg/100 g. (Johnson et al. 1999, Nguyen
2001). Edamame memiliki ukuran biji jauh lebih besar dari kedelai biasa, dalam 100 biji
mencapai 30 g pada edamame sedangkan pada kedelai biasanya hanya 18 g
(Balitkabi, 2008), jumlah biji per polong >2 (Shanmugasundaram et al. 1991).
Kualitas edamame ditentukan oleh rasa (tingkat kemanisan), aroma, tekstur,
bau langu (beany flavor), dan rasa pahit. Rasa manis disebabkan oleh kandungan
sukrosa sedangkan rasa enak, lezat, atau gurih (savory) itu sendiri disebabkan oleh
kandungan asam amino seperti asam glutamat. Bau langu (beany flavor) berasal dari
oksidasi asam linolenik oleh enzim lipoksigenase, sedangkan rasa pahit oleh
kandungan enzim lipoksigenase sendiri (Masuda et al.1988, Rackis et al. 1972).
Kandungan nutrisi yang lengkap ini menyebabkan edamame disukai oleh mikroba
sebagai media pertumbuhan. Sehingga pelu penangan khusus agar kandungan gizi
yang dimiliki dapat dipertahankan. Kualitas edamame juga dipengaruhi oleh daya
simpannya, yang dipengaruhi oleh jenis kemasan suhu penyimpanan yang digunakan.
Jenis kemasan berpengaruh karena berkaitan dengan banyaknya udara dan uap air
yang masuk atau keluar dari pori kemasan. Suhu berpengaruh terhadap aktivitas
metabolisme yang tejadi dan suhu optimum yang mempengaruhi kerja enzim pada
edamame.1
Oleh karena itu, kami menggunakan judul “Daya Simpan Edamame (Glycine
Max L.) dengan Variasi Jenis Kemasan dan Suhu” agar kita dapat mengetahui jenis
kemasan dan suhu yang tepat digunakan dalam produksi edamame dan mengetahui
pengaruh penyimpanan dengan variasi jenis kemasan dan suhu berbeda terhadap
daya simpan edamame.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaiman perubahan fisik yang terjadi selama penyimpanan 0, 2 dan 3 hari
dengan variasi suhu dan jenis kemasan yang berbeda;
2. Apakah jenis pemasan dan berapa suhu yang tepat untuk edamame?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari small project ini antara lain:
1. mengetahui perubahan fisik yang terjadi selama penyimpanan 0, 2 dan 3 hari
dengan variasi suhu dan jenis pemasan yang berbeda;
2. Menentukan jenis pengemasan dan suhu yang tepat untuk edamame.
1.4 Manfaat
Adapun manfaat dari small project ini antara lain:
1. untuk perubahan fisik yang terjadi selama penyimpanan 0, 2 dan 3 hari dengan
variasi suhu dan jenis pemasan yang berbeda;
2. untuk menentukan jenis pengemasan dan suhu yang tepat untuk edamame.
2
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Edamame (Glycin max (L) Merrill)
Edamame adalah tanaman tropis yang merupakan salah satu jenis sayuran
(green soybean vegetable). Tanaman edamame ini merupakan tanaman berupa
semak rendah, tubuh tegak, berdaun lebat, dengan beragam morfologi. Tinggi
tanaman berkisar antara 30 cm sampai lebih dari 50 cm, dapat bercabang sedikit atau
banyak tergantung kultivar lingkungan hidupnya. Tanaman edamame dapat
diklasifikasikan sebagai berikut;
Ordo : Polypetales
Famili : Leguminosae
Sub-famili : Popilionoideae
Genus : Glycine
Sub-genus : Soja
Species : Max
Tanaman edamame dapat tumbuh di daerah yang memiliki iklim tropis, seperti
Amerika yaitu di Negara Brazil dan Chile, serta Asia yaitu China, Thailand, Taiwan,
Vietnam termasuk di Indonesia (Samsu. 2003).
2.2 Karakteristik Edamame
Kandungan gizi edamame dalam 100 g edamame Tabel 1.
3
Tabel 1. Kandungan gizi edamame dalam 100 g
Kandungan Berat (g)
Protein 11,4 g
Karbohidrat 7,4 g
Lemak 6,6 g
Vitamin A atau Karotin 100 mg
B1 0,27 mg
B2 0,14 mg
B3 1 mg
Vitamin C 27 g
Kalsium 140 mg
Fosfor 70 mg
Besi 1,7 mg
Kalium 140 mg
Sumber: Johnson et al. 1999, Nguyen 2001
Edamame memiliki ukuran biji jauh lebih besar dari kedelai biasa, bobot 100 biji
mencapai 30 g, jumlah biji per polong >2 (Shanmugasundaram et al. 1991). Kualitas
edamame ditentukan oleh rasa (tingkat kemanisan), aroma, tekstur, bau langu (beany
flavor), dan rasa pahit. Rasa manis disebabkan oleh kandungan sukrosa, rasa
enak/lezat/gurih (savory) disebabkan oleh kandungan asam amino seperti asam
glutamat. Bau langu (beany flavor) berasal dari oksidasi asam linolenik oleh enzim
lipoksigenase, sedangkan rasa pahit oleh kandungan enzim lipoksigenase sendiri
(Masuda et al.1988, Rackis et al. 1972).
Edamame yang baru dipanen harus segera dibawa ke pabrik, tenggang waktu
maksimal adalah empat jam. Jika lebih, kadar warnanya bisa memudar dan kualitas
buah akan menurun. Suhu edamame yang yang awalnya 20-27 °C diturunkan hingga
menjadi -18°C. Tujuannya agar edamame siap ekspor benar-benar segar tanpa
dicampuri bahan pegawet (Abbas, Akmadi dkk. 2010).
2.3 Pengertian Kemasan
Pengemasan merupakan sistem yang terkoordinasi untuk menyiapkan barang
menjadi siap untuk ditransportasikan, didistribusikan, disimpan, dijual, dan dipakai.
Adanya wadah atau pembungkus dapat membantu mencegah atau mengurangi
kerusakan, melindungi produk yang ada di dalamnya, melindungi dari bahaya
pencemaran serta gangguan fisik (gesekan, benturan, getaran). Di samping itu,
4
pengemasan berfungsi untuk menempatkan suatu hasil pengolahan atau produk
industri agar mempunyai bentuk-bentuk yang memudahkan dalam penyimpanan,
pengangkutan dan distribusi. Dari segi promosi wadah atau pembungkus berfungsi
sebagai perangsang atau daya tarik pembeli. Karena itu bentuk, warna dan dekorasi
dari kemasan perlu diperhatikan dalam perencanaannya. Dalam perkembangannya di
bidang pascapanen, sudah banyak inovasi dalam bentuk maupun bahan pengemas
produk pertanian (M. Ali, Hikmah.2008).
Adapun fungsi kemasan yaitu (M. Ali, Hikmah.2008);
a. Kemampuan/daya membungkus yang baik untuk memudahkan dalam
penanganan, pengangkutan, distribusi, penyimpanan dan penyusunan/
penumpukan.
b. Kemampuan melindungi isinya dari berbagai risiko dari luar, misalnya
perlindungan dari udara panas/dingin, sinar/cahaya matahari, bau asing,
benturan/tekanan mekanis, kontaminasi mikroorganisme.
c. Kemampuan sebagai daya tarik terhadap konsumen. Dalam hal ini identifikasi,
informasi dan penampilan seperti bentuk, warna dan keindahan bahan
kemasan harus mendapatkan perhatian.
d. Persyaratan ekonomi, artinya kemampuan dalam memenuhi keinginan pasar,
sasaran masyarakat dan tempat tujuan pemesan.
e. Mempunyai ukuran, bentuk dan bobot yang sesuai dengan norma atau standar
yang ada, mudah dibuang, dan mudah dibentuk atau dicetak.
Untuk memenuhi persyaratan-persyaratan tersebut maka bahan kemasan
harus memiliki sifat-sifat (M. Ali, Hikmah.2008).;
1. Permeabel terhadap udara (oksigen dan gas lainnya).
2. Bersifat non-toksik dan inert (tidak bereaksi dan menyebabkan reaksi kimia)
sehingga dapat mempertahankan warna, aroma, dan cita rasa produk yang
dikemas.
3. Kedap air (mampu menahan air atau kelembaban udara sekitarnya).
4. Kuat dan tidak mudah bocor.
5. Relatif tahan terhadap panas.
6. Mudah dikerjakan secara massal dan harganya relatif murah.
2.4 Karakteristik Bahan Kemasan
2.4.1 Alumunium foil
5
Jenis pengemas yang dilapisi dengan alumunium foil akan menunjukkan
peningkatan sifat bariernya. Hal ini disebabkan oleh karena lapisan alumunium
memiliki ketahanan yang tinggi terhadap gas dan uap air serta memiliki ketahanan
terhadap sinar ultra violet. Alumunium foil biasanya dipakai untuk produk snacks.
Produk makanan snack mengandung asam lemak tak jenuh yang berasal dari minyak
goreng yang dapat mudah mengalami oksidasi (Coles et al., 2003).
2.4.2 Plastik
Penggunaan kemasan plastik tak bisa lepas dalam kehidupan sehari-hari. Hal
ini dikarenakan plastik memiliki sifat unggul seperti ringan, tidak karatan dan bersifat
termoplastis serta dapat memberi warna. Kelemahan dari kemasan plastik adalah
adanya zat-zat monomer dan molekul kecil lain dari plastik yang melakukan migrasi ke
dalam bahan makanan yang dikemas (Winarno. 1993).
2.5 Pengaruh Jenis Kemasan
Produk awetan perlu diisolir dari (Suharto.1991);
a. Kontaminasi dengan udara luar atau angin ataupun air, sebab udara selain ada
kadar airnya bisa memindahkan mikroba, dan air bisa memindahkan maupun
menyuburkan pertumbuhannya.
b. Ikut campur tangannya insek atau serangga karena di samping pada tubuhnya
bisa terbawa bakteri, juga memakannya.
c. Sinar, terlebih-lebih ultraviolet yang bisa menimbulkan jamur atau menstimulasi
bahan mikroba.
d. Beban-beban luar dalam bentuk mekanis maupun panas, karena bisa
menghancurkan bahan, rusaknya bahan merupakan bahan untuk tumbuh
suburnya mikroba.
e. Asam-asam keras, serta garam-garaman racun karena selain bisa meracuni
pemakai, pada batas-batas tertentu justru bisa memacu pertumbuhan mikroba
Oleh karena itu, bahan kemasan awetan pangan mempunyai sifat:
a. Mempunyai kemampuan pengahantaran serta penyerapan atau penerus panas
atau listrik yang rendah (diidealisasikan = nol).
b. Mampu menangkal keluar masuknya uap air maupun udara (berarti harus rapat
dan tidak bocor).
c. Mempunyai kemampuan mengembalikan sinar yang datang dari luar.
6
d. Mampu menangkal beban-beban mekanis (oleh karena getaran-getaran, mesin,
maupun manusia) misalnya diberikan bantalan-bantalan yang biasanya dari
bahan-bahan yang porrous (gubus, jerami, gas, kapas dan lain-lain)
(Suharto.1991)
2.6 Pengaruh suhu
Berlangsungnya metabolisme jaringan-jaringan hidup seperti buah-buahan dan
sayur-sayuran terbatas pada suhu tertentu. Suhu yang memungkinkan metabolisme
tersebut berlangsung dengan sempurna disebut suhu optimum. Pada suhu yang lebih
rendah atau lebih tinggi metabolisme akan berjalan lambat atau berhenti. Pada
umumnya proses respirasi berjalan terus setelah bahan dipanen. Respirasi ini
berlangsung sampai bahan membusuk (Winarno, 1993).
Pendinginan dapat memperlambat kecepatan reaksi metabolisme. Setiap
penurunan susu 8oC membuat kecepatan reaksi berkurang menjadi kira-kira
setengahnya. Karena itu, penyimpanan bahan pangan pada suhu rendah dapat
memperpanjang masa hidup jaringan-jaringan di dalam bahan pangan tersebut. Selain
penurunan keaktifan respirasi, pertumbuhan mikroorganisme juga diperlambat
sehingga kerusakan juga diperlambat (Winarno, 1993). Adapun suhu untuk
penyimpanan edamame adalah -18oC (Abbas, Akmadi dkk. 2010).
7
BAB III. METODOLOGI
3.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan
Tempat pelaksanaan Laboratorium Rekayasa Pengolahan Hasil Pertanian,
Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Jember
dan PT. Mitra Tani, pada tanggal 18 sampai 28 April 2014
3.2 Rancangan Kerja
No Hari/
Tanggal
Kegiatan Anggota Keterangan
1 Rabu, 12
Februari
2013
Mencari literatur Semua anggota
2 Jumat, 14
Februari
2014
Penyusunan
Proposal
Semua anggota
3 Jumat, 13
Maret 2014
Pembuatan
proposal +
pembuatan ppt
Semua anggota
4 Jumat, 4
April 2014
Observasi Semua anggota PT Mitra Tani
5 Jumat, 18
April 2014
Praktikum proses
pengemasan
Semua anggota Lab Rekayasa
Hasil Pertanian
6 19 – 28 April
2014
Pengamatan
daya tahan
edamame
Semua anggota Lab rekayasa
hasil pertanian
9 Jumat, 2 Mei
2014
Pembuatan
laporan
Semua anggota
10 Senin, 5 Mei
2014
Pembuatan
laporan
Semua anggota
11 Jumat, 9
April 2014
Pembuatan
laporan
Semua anggota
11 Jumat, 16
April 2014
Perbaikan dan
pembuatan ppt
Semua anggota
8
3.3 Alat dan Bahan
3.3.1 Alat
1. Freezer
2. Sealer
3. Kerdus
4. Neraca analitik
5. Oven
6. Eksikator
7. Rheotex
3.3.2 Bahan
1. Edamame
2. Alumunium foil
3. Plastik
4. NaOCl
9
3.4 Skema Kerja
3.4.1 Diagram alir
1. Pasca panen
10
Edamame
Disortir
ditentukan grade edamame
Ekspor Afkir
Dicuci
direndam pada NaOCl
direbus T100oC
dipisahkan dengan kulit
direndam pada NaOCl
direbus T100oC
Pembekuan T -20oC
Pengemasan
Penyimpanan T -20oC
2. Pengemasan dan penyimpanan
11
*Pengamatan : warna, tekstur, berat, aroma, kenampakan dan kadar air
200 g Edamame
Pengemasan
Alumunium foil
(100 g edamame)
Plastik
(100 g edamame)
Penutupan kemasan menggunakan sealer
Penyimpanan
suhu beku suhu ruang
Pengamatan*
Penutupan kemasan dengan pelipatan sisi
3. Pengukuran Kadar Air
12
Botol
pengovenan 30 menit
masukkan pada eksikator 30 menit
timbang sebagai berat a
penambahan edamame 2 g yang telah dihaluskan
masukkan pada ekskator 30 menit
pengovenan T 110oC selama 24 jam
botol dikeluarkan
timbang sebagai berat b
timabang sebagai berat c
Skema kerja
1. Pasca panen
Edamame yang berasal dari petani dicuci kemudian disortir dengan
pengukuran pengukuran organoleptik berupa warna dari kulit. Setelah itu edamame di
grading untuk membedakan kualitas ekspor dan nonekspor. Edamame kemudian di
blansing pada suhu 100oC dengan perebusan lam perebusan tergantung pada
permintaan pembeli. Setelah perebusan edamame kualitas ekspor dibekukan pada
suhu -20oC sedangkan kualitas non ekspor diambil kulitnya terlebih dahulu sebelum di
bekukan. Setelah pembekuan edamame kemudian dikemas dan disimpan pada suhu -
20oC.
2. Pengemasan dan penyimpanan
Pertama 200 gram edamame disiapkan untuk di kemas dengan menggunakan
plastik dan alumunium foil. Pada masing-masing kemasan ditambahkan edamame
sebanyak 100 gram. Kemudian dilakukan penutupan, plastik dengan menggunakan
sealer, dan alumunium foil dengan melipat sisi kemasan. Edamame kemudian
disimpan pada suhu yang berbeda yaitu pada suhu ruang dan pada suhu rendah
dengan penyimpanan pada suhu beku. Proses yang terakhir adalah pengmatan warna,
tekstur, rasa, aroma, kenampakan dan kadar air.
3. Perhitungan kadar air
Botol yang telah disiapkan dioven selama 30 menit kemudian dimasukkan pada
eksikator selama 15 menit dan ditimbang dengan neraca massa sebagai berta (a).
Setelah itu edamame sebanyak 2 gram dihaluskan dimasukkan pada botol yang telah
ditimbang dan dan sitimbang sebagai berat (b). Kemudian dimasukkan pada oven
selama 24 jam pada suhu 110oC. Setelah 24 jam botol dikeluarkan dari eksikator
selama 24 jam dan dimasukkan pada eksikator selama 15 menit. Bahan dan botol
kemudian ditimbang sebagai berat c.
13
3.5 Pengamatan Parameter
3.5.1 Parameter Fisik
a) Tekstur
Pengukuran tekstur dapat menggunakan penetrometer. Alat ini umumnya
digunakan untuk menentukan nilai kekerasan atau kekenyalan suatu bahan.
Penetrometer digunakan pada sejumlah industri yang berbeda untuk mengukur
konsistensi dari sejumlah produk yang berbeda. Penentuan konsistensi suatu bahan
didapatkan dengan menekan sampel pada penetrometer dengan penekan standar
seperti kerucut, batang atau jarum yang ditenggelamkan ke dalam bahan sampel. Hasil
pengukurannya menunjukkan tingkat kekerasan atau kelunakan bahan serta
tergantung pada kondisi sampel seperti ukuran, berat penekan, geometri dan waktu.
Penekan penetrometer akan tenggelam ke dalam sampel semakin dalam jika sampel
semakin lunak, dan angka yang ditunjukkan penetrometer juga akan semakin besar
(Dwihapsari, Yanurita; dkk. 2010).
b) Berat
Pengukuran warna dapat diukur dengan menggunakan neraca analitik. Alat ini
umumnya digunakan untuk menentukan nilai berat bahan.
c) Kadar air
3.5.2 Organoleptik
Pengujian organoleptik adalah pengujian yang didasarkan pada proses
pengindraan. Adapun pengujuan organoleptik yang digunakan adalah pengujian
warna, kenampakan tekstur dan aroma. Pengujian ini, bersifat relative (subjective).
Karena tergantung pada tingkat kesukaan seseorang.
Pada pelaksanaan pengujian memerlukan pihak kedua agar dapat berjalan dan
memenuhi kaidah obyektivitas dan ketepatan. Pengamat yang melakukan uji
organoleptik harus mempunyai kemampuan meliputi kemampuan mendeteksi,
mengenali, membedakan, membandingkan dan kemampuan menyatakan suka atau
tidak suka. Pelaksanaan uji organoleptik memerlukan paling tidak dua pihak yang
bekerja sama, yaitu panel dan pelaksana kegiatan pengujian.
14
BAB IV. HASIL dan PEMBAHASAN
4.1 Kunjungan Mitra Tani
PT. Mitra tani merupakan salah satu perusahaan besar di Jember yang
memproduksi edamame. Bibit unggul yang digunakan diambil dari edamame yang
berkualitas baik (ekspor). Bibit yang akan digunakan sebelumnya harus ditreatment
sehingga edamame yang dihasilkan berkualitas unggul. Produk tersebut
dibudidayakan secara mandiri oleh Mitra tani oleh banyak petani dan salah satu tempat
penanaman yang kemudian hasilnya digunakan sebagai bibit unggul adalah edamame
yang berasal dari bondowoso karena tempat tanaman ini dapat tumbuh dengan baik
pada dataran tinggi. Edamame yang dipanen kemudian didistribusikan ke Mitra tani.
Edamame yang berasal dari berbagai petani kemudian dicuci untuk dibersihkan
dari kotoran sehingga kerusakan dapat diminimalisir. Edamame kemudian disortir dan
dibedakan antara kualitas ekspor dan afkir. Setelah proses penyortiran selesai
kemudian dimasukkan pada NaOCl yang bertujuan untuk menonaktifkan enzim
sehingga edamame dapat awet. Proses pemberian bahan kimia ini dilakukan secara
bergantian dan terpisah antara bahan yang kualitas ekspor dan afkir.
Setelah proses blansing selesai dilakukan kemudian edamame masuk pada
tahap perebusan. Proses perebusan ini dilakukan pada suhu 100oC dan dihentikan
apabila telah mencapai keempukan tertentu. Parameter ini dilakukan sesuai dengan
keinginan konsumen.
Edamame yang berkualitas ekspor kemudian dibekukan pada suhu -20oC.
Sedangkan edamame yang berkualitas afkir dikembalikan lagi pada tahap penyortiran
untuk dilakukan proses pengulitan (mukimame). Produk mukimame tersebut kemudian
dibekukan pada suhu -20oC. Suhu tersebut digunakan untuk membekukan edamame
karena merupakan suhu optimum untuk membekukan edamame.
4.2 Warna
Adapun data perubahan warna yang dihasilkan berdasarkan perbedaan suhu
dan dan jenis kemasan adalah sebagai berikut:
15
Pada perbandingan data hasil perlakuan yang berbeda penggunaan jenis
kemasan yang berbeda tidak terdapat perbedaan antara keduanya. Hal ini sesuai
dengan pernyataan L. Robertson (1992) yang menyatakan bahwa proses perubahan
warna dapat dipercepat oleh panas dan katalisis asam, maka tidak akan dipengaruhi
oleh pilihan packaging.
Pada perbandingan data hasil perlakuan dengan penggunaan suhu yang
berbeda terdapat perbedaan yang signifikan antara keduanya. Penyimpanan pada
freezer dapat mempertahankan warna edamame. Namun, pada penyimpanan suhu
ruang mengalami perubahan yang sigifikan. Sesuai penyataan Winarno (1993)
penyimpanan bahan pangan pada suhu rendah dapat memperpanjang masa hidup
jaringan-jaringan di dalam bahan pangan tersebut. Selain penurunan keaktifan
respirasi, pertumbuhan mikroorganisme juga diperlambat sehingga kerusakan juga
diperlambat. Adapun suhu untuk penyimpanan edamame adalah -18oC (Abbas,
Akmadi dkk. 2010). Namun tidak demikian pada penyimpanan pada suhu ruang.
16
4.3 Kenampakan
Pada pengamatan kenampakan semakin besar nilai yang diberikan maka
kenampakannya semakin baik. Derajat kenampakan yang digunakan berdasarkan
kecerahan yang dimiliki. Kenampakan yang dihasilkan oleh alumunium foil dan plastik
sama. Hal ini dikarenakan adanya aktivitas enzim dan reaksi-reaksi kimia yang
menghambat pertumbuhan mikroba sehingga kenampakan yang diperoleh sama dapat
mempertahankan warna cerah pada edamame (Juniasih, 1997). Dengan pendinginan
dapat memperlambat kecepatan reaksi-reaksi metabolisme. Oleh karena itu, dengan
penyimpanan pada suhu rendah dapat memperpanjang masa hidup dari jaringan-
jaringan di dalam bahan pangan tersebut. Hal ini tidak hanya disebabkan proses
respirasi yang menurun, tetapi juga karena terhambatnya pertumbuhan mikroba
penyebab kebusukan dan kerusakan (Winarno, 1980).
Perbedaan kenampakan yang dihasilkan dipengaruhi oleh perbedaan suhu
penyimpanan. Pada suhu penyimpanan dengan freezer, dari hari 0 hingga hari ke-2
tidak terdapat perubahan penurunan kenampakan. Karena pada suhu tersebut
metabolisme akan berjalan lambat atau berhenti. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Winarno (1993). Namun, pada suhu ruang kenampakan tidak dapat dipertahankan dan
mengalami penurunan. Hal ini dikarenakan proses metabolisme dan respirasi yang
terjadi pada edamame.
17
4.4 Tekstur
Pada pengamatan tekstur semakin tinggi nilai tekstur maka menunjukkan
tekstur semakin keras. Tekstur yang dihasilkan oleh penyimpanan pada alumunium foil
dan plastik sama yaitu menjadi keras. Hal ini dapat dikarenakan proses pembekuan
kandungan air karena proses pindah panas secara lambat pada edamame sehingga
menyebabkan tekstur yang dimiliki menjadi keras (W. Desrosier. 1988).
Perbedaan tekstur yang dihasilkan dipengaruhi oleh perbedaan suhu
penyimpanan memiliki perbedaan yang signifikan. Pada suhu penyimpanan dengan
freezer, dari hari 0 hingga hari ke-2 tidak terdapat perubahan peningkatan tekstur dan
tidak mengalami perubahan dari hari 2 hingga hari 3. Perubahan tekstur yang dimiliki
disebabkan oleh proses pembekuan kandungan air karena proses pindah panas
secara lambat pada edamame sehingga menyebabkan tekstur yang dimiliki menjadi
keras (W. Desrosier. 1988). Namun, pada suhu ruang kenampakan tidak dapat
dipertahankan dan mengalami penurunan. Hal ini dikarenakan proses respirasi dan
metabolisme pada edamame.
18
4.5 Aroma
Pada pengamatan aroma yang dilakukan semakin banyak nilai (+) yang
diberikan, maka menunjukkan aroma bahan semakin edamame semakin baik. Aroma
yang dihasilkan oleh penyimpanan pada alumunium foil dan plastik dengan suhu
penyimpanan pada freezer adalah sama. Hal ini dikarenakan proses penurunan
keaktifan respirasi, pertumbuhan mikroorganisme juga diperlambat sehingga
kerusakan juga diperlambat (Winarno.1993). Namun, pada suhu ruang tidak demikian.
Perbedaan aroma yang dihasilkan perlakuan penyimpanan pada suhu ruang
dan penggunaan jenis kemasan yang berbeda mengalami perbedaan yang signifikan.
Pada alumium foil aroma yang dihasilkan lebih menyengat dan lebih berbau tengik. Hal
ini dikarenakan alumium foil merupakan jenis kemasan yang menyebabkan kondisi
didalamnya memiliki kondisi anaerob. Kondisi ini menyebabkan pengurangan
kanduangan oksigen dan peningkatan CO2 sehingga menyebabkan terjadinya proses
fermentasi anaerob dan menyebabkan bau tengik dan menyengat (syarif dan Hariyadi.
1993). Namun, pada penggunaan kemasan kemasan plastik tidak demikian karena
kondisi pada aerob. Penyebab perubahan aroma pada penggunaan bahan pengemas
plastik disebabkan oleh proses metabolisme dan respirasi.
19
4.6 Berat
Pada pengamatan berat yang telah dilakukan pada sampel 1 sampai 4 dengan
perlakuan penyimpaan suhu ruang dan suhu tinggi. Pada penyimpanan suhu ruang
berat yang dimiliki bahan lebih besar daripada yang di suhu dingin. Pada sampel yang
disimpan pada suhu ruang terlihat sebagian besar perlakuan mengalami penurunan
berat. Perubahan berat ini berkaitan dengan perubahan kadar air selama
penyimpanan. Dimana selama penyimpanan edamame berusaha menyeimbangkan
kandungan airnya dengan udara sekitar, mengingat sifat edamame yang hidroskopis
mudah untuk menyerap atau mengeluarkan air dari atau ke udara sekitar ( Indartono,
2011). Pada penyimpanan suhu ruang dengan bahan kemasan platik berat mengalami
penurunan karena karakteristik plastik yang zat-zat monomer dan molekul kecil lain
dari plastik yang melakukan migrasi ke dalam bahan makanan yang dikemas sehingga
edamame dapat mengeluarkan kandungan air pada udara sekitar (Winarto. 2003).
Pada penyimpanan suhu ruang dengan pengemasan menggunakan alumunium foil
bahan mengalami peningkatan berat dikarenakan proses fermentasi anaerob.
Sedangkan pada sampel yang disimpan pada freezer menunjukkan bahwa
terjadi peningkatan berat pada edamame selama proses penyimpanan. Edamame
yang diismpan pada suhu rendah mengalami kenaikan berat dikarenakan adanya
proses transpirasi dan respirasi yang berjalan lambat sehingga jumlah H2O yang hilang
relative kecil (Trenggono, 1992)
Penyimpanan pada suhu rendah dapat menghambat aktivitas enzim dan
reaksi-reaksi kimia serta menghambat atau menghentikan pertumbuhan mikroba
(Juniasih, 1997). Hal ini juga didukung oleh Trenggono dan Sutardi (1989) yang
menyatakan bahwa tujuan penyimpanan suhu rendah (10°C) adalah untuk mencegah
kerusakan tanpa mengakibatkan perubahan yang tidak diinginkan seperti terjadinya
pembusukan. Dengan pendinginan dapat memperlambat kecepatan reaksi-reaksi 20
metabolism dimana pada umumnya setiap penurunan suhu 8°C kecepatan reaksi akan
berkurang menjadi setengahnya. Oleh karena itu, dengan penyimpanan pada suhu
rendah dapat memperpanjang masa hidup dari jaringan-jaringan di dalam bahan
pangan tersebut. Hal ini tidak hanya disebabkan proses respirasi yang menurun, tetapi
juga karena terhambatnya pertumbuhan mikroba penyebab kebusukan dan kerusakan
(Winarno, 1980).
4.7 Kadar Air
Pada pengamatan kadar air dengan perlakuan alumunium foil dan plastik dan
penyimpanan pada suhu kamar dan suhu rendah memberikan nilai yang tidak jauh
berbeda. Kadar air mula-mula edamame sebesar 58%. Pada perlakuan pengemasan
dengan alumunium foil dan disimpan pada freezer mengalami peningkatan menjdi 65%
dan pada suhu ruang menjadi 65.6%, sedangkan pada plastik dengan penyimpanan
pada freezer kadar air mengalami peningkatan menjadi 68% dan pada suhu kamar
69,3%. Pada penyimpanan kadar air alumunium foil lebih kecil dari edamame yang
dikemas dengan alumunium hal ini dikarenakan kemasan alumunium foil bersifat
kedap air dan gas sehingga kadar air didalam kemasan dapat dipertahankan.
Berdasarkan hasil pengamatan Michael dalam Chuansin et al. (2006), bahwa
alumunium foil memiliki sifat perlindungan terhadap air ( 0.0914 cc/m2/jam) lebih baik
dibanding polyetilen (0.2472 cc/m2/jam). Kadar air benih dalam kemasan plastik
polietilen tidak berbeda nyata dengan kemasan aluminium foil di kondisi ruang AC.
Kadar air benih dalam kemasan aluminium foil tidak berbeda nyata pada penyimpanan
dalam ruang AC dan kulkas (Rahayu dan Eny. 2007).
Kemasan aluminium foil dan plastik polietilen sebagai kemasan yang aman
untuk penyimpanan benih caisim dalam kondisi ruang AC dan kulkas karena dapat
21
menjaga kadar air benih dengan baik karena kadar air benih masih 5.27 % - 5.99 %.
Sedangkan benih yang disimpan pada kemasan plastik polietilen mengalami
peningkatan kadar air yang nyata pada periode simpan 6 minggu dan benih yang
disimpan dalam kemasan aluminium foil mengalami peningkatan kadar air yang nyata
pada periode simpan 9 minggu (Rahayu dan Eny. 2007).
Meskipun mengalami kenaikan kadar air, benih yang disimpan dalam kemasan
aluminium foil menujukkan kadar air yang cenderung konstan dan mengalami
perubahan kandungan air yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan benih yang
disimpan dalam kemasan plastik polietilen. Penyimpanan dalam kemasan aluminium
foil selama periode simpan 15 minggu mampu mempertahankan kadar air lebih baik
dibandingkan penyimpanan benih dalam kemasan plastik polietilen. Penyimpanan
benih pada kondisi kamar memiliki kadar air rata-rata nyata lebih tinggi dibandingkan
dengan kondisi ruang AC dan kulkas. Hal ini karena pada kondisi kamar selama
penyimpanan menunjukkan suhu dan RH yang cukup tinggi (suhu 26.5-310C dan RH
64-80%) sedangkan pada kondisi ruang AC menunjukkan suhu dan RH yang rendah
(suhu 17.5-190C dan RH 53-58%) dan kondisi ruang simpan kulkas menunjukkan suhu
dan RH yang lebih rendah (suhu 1-40C dan RH 49-69%) (Rahayu dan Eny. 2007).
22
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari praktikum yang dilakukan dapat disimpulakan bahwa:
1. Perlakuan dengan penyimpanan pada suhu dalam freezer dapat
mempertahankan kualitas edamame dengan sedikitnya perubahan yang terjadi,
baik dari segi kenampakan, aroma, tekstur dan warna. Hal ini dikarenakan tidak
terdapatnya suatu proses perlambatan reaksi metabolisme dan respirasi.
2. Penyimpanan edamame pada suhu ruang dapat dengan cepat mengalami
kerusakan dan penurunan kualitas dari segi warna, aroma, tekstur,
kenampakan, dan kadar air.
3. Penggunaan bahan alumunium foil dan plastik tidak mengalami perbedaan
pada penyimpanan dengan suhu dalam freezer.
4. Penggunaan bahan alumunium foil dan plastik mengalami perbedaan yang
signifikan pada penyimpanan pada suhu ruang.
5. Penggunaan alumunium foil lebih cepat mengalami kerusakan pada suhu ruang
karena bahan tersebut menyebabkan kondisi didalam kemasan menjadi
anaerob sehingga menyebabkan proses fermentasi secara tidak langsung dan
menyebabkan perubahan pada bahan.
6. Penggunaan bahan plastik sebagai bahan pengemas mengalami kerusakan.
Hal ini dikarenakan proses metabolisme dan respirasi yang terjadi.
7. Penggunaan suhu pada freezer lebih tepat digunakan pada proses
penyimpanan edamame. Penggunaan bahan kemasan yang digunakan pada
suhu tersebut tidak berpengaruh karena faktor suhu.
5.2 Saran
Penggunaan bahan praktikum dan penentuan judul sebaiknya lebih
dipertimbangkan terlebih dahulu.
23
DAFTAR PUSTAKA
Abbas Akmadi; Dadang Hidayat; Herdarwin M. Astro; Diki Nanang Surahman; Cahya
Edi Wahyu Anggara. 2010. Rancang bangun Prototipe Mesin Pelecet Kulit
Polong Kedelai Basah dalam Menunjang Proses Pengolahan Kedelai Sayur
Mukimame. Bogor: LIPI.
Allen, N. J. & Meyer. J. P. (1997), Commitment in The Workplace Theory Research
and Application. California: Sage Publications.
Benziger V Shanmugasundaram. 1995. Taiwan’s frozen vegetable soybean industry.
Shan Hua, Taiwan. AVRDC Tecnical Bul. 22, 15p. h.
Coles, R; D. M. Dowell; M. J. Kirwan. 2003. Food packaging technology. London:
CRC Press.
Chuansin, S., S. Vearasilp, S. Srichuwong, E.Pawelzik. 2006. Selection of packaging
materials for soybean seed storage. http://www. tropentag.de/2006/abstract/full/229.pdf
(24 Mei 2014).
Dwihapsari, Yanurita dan Darminto. 2010. Perancangan dan Pembuatan
Penetrometer untuk menentukan Konsistensi Tumor Otak. Surabaya:
Institut Teknologi Sepuluh November.
Rahayu, Esti dan Eny Widajati. 2007. Pengaruh Kemasan, Kondisi Ruang Simpan dan
Periode Simpan terhadap Viabilitas Benih Caisin Brassica chinensis L.). Bul.
Agron. (35) (3) 191 – 196 (2007).
Indartono. 2011. Pengkajian Suhu Ruang Penyimpanan Dan Teknik Pengemasan
Terhadap Kualitas Benih Kedelai. Semarang: Program Diploma III Teknik
Mesin. Fakultas Teknik Universitas Diponegoro.
Johnson D., S. Wang, and A. Suzuki. 1999. Edamame vegetable soybean for
Colorado. In Janick, J. (Ed.). Perspectives on New Crops and New Uses.
ASHS Press, Alexandria.
24
Justice, O. L. dan L, N. Bass. 2003. Prinsip dan Praktek Penyimpanna Benih
Terjemahan. Cetakan Ketiga. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Juniasih, I.A.K. 1997. Pengaruh Jenis Kemasan dan Lama Penyimpanan Terhadap
Retensi Vitamin C, Total Asam dan pH Buah Stroberi. Program Studi Teknologi
Pertanian. Denpasar: Universitas Udayana.
L. Robertson, Gordon. 1992. Food packaging: Principles and Practice. New York:
Marcel Dekker, Inc.
M. Hikmah Ali. 2008. Modul Pembelajaran Berbasis SCL Mata Kuliah
Pengemasan, Pengepakan dan Labeling Produk Hasil Ternak. Makassar:
Universitas Hasanuddin.
Masuda, R., K. Hashizume, and K. Kaneko. 1988. Effect of holding time before
freezing on the constituents and the flavor of frozen green soybeans. Nihon
Shokuhin Kogyo Gakkaishi 35:763-770.
Pomeranz Y, Meloan CE. 1994. Food Analysis Theory and Practice 3rd ed. New York:
Chapman and Hall.
Shanmugasundaram S., S.T. Cheng, M.T. Huang, and M.R. Yan. 1991. Varietal
improvement of vegetable soybean in Taiwan. In Vegetable Soybean.
Research Needs for Production and Quality Improvement. AVRDC.
Samsu, Sigit H, 2003. Membangun Agroindustri Bernuansa Ekspor: dari Kedelai
Jepang (Edamame) ke Sayur-mayur beku. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Syarief, Rizal dan Hariyadi Halid. 1993. Teknologi Penyimpanan Pangan. Cetakan
pertama. Jakarta: ARCAN
Soewanto, Prasongko, Sumarno. 2007. Kedelai Teknik Produksi dan
Pengembangannya (Agribisnis Edamame untuk Ekspor). Bogor : Badan Penelitian
dan Pengembangan Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman
Pangan.
25
Suharto.1991. Teknologi Pengawetan Makanan. Jakarta: Rineka Cipta
Sutopo, L., 2004. Teknologi Benih. Jakarta: Penerbit Rajawali.
Tatipata, A., Prapto Y., Aziz P., Woerjono P. 2004. Kajian Aspek dan Biokimia
Deteriorasi Benih Kedelai Dalam Penyimpanan. Jurnal Ilmu Pertanian Vol. 11
No. 2, 2004.
Trenggono. 1992. Fisiologi Lepas Pasca Panen. Fakultas Teknologi Pertanian.
Yogyakarta: UGM.
Trenggono dan Sutardi. 1989. Biokimia dan Teknologi Pasca Panen. Pusat Antar
Universitas Pangan dan Gizi. Yogyakarta: UGM.
W. Desrosier, Norman. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. Edisi ketiga. Jakarta:
Universitas Jakarta.
Winarno, F.G.,1993. Pangan Gizi, Teknologi, dan konsumen. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama
Winarno, F.G. 1989. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia.
26
LAMPIRAN
Pengukuran Kadar Air
H
ari
ke
-
Perlakuan
Alumunium foil Plastik
Freezer Suhu ruang Freezer Suhu ruang
A B C A B C A B C A B C
0 10,4
10
12,0
84
11,0
881
10,4
10
12,0
84
11,0
881
10,4
10
12,0
84
11,0
881
10,4
10
12,0
84
11,0
881
3 9,84
9
11,7
04
10,4
95
10,4
21
12,2
6
10,9
86
12,3
3
14,2
93
12,9
52
22,1
30
24,0 22,7
87
27
Susunan personalia:
Ketua : Imroatul hasanah (131710101116)
Anggota : Rian adi putra (131710101004)
Umi hanik (131710101016)
Yanuar rizaldi (131710101110)
Pembagian tugas :
Latar belakang dan pengetian edamame Yanuar rizaldi
Skema kerja dan karakteristik edamame Umi hanik
Tujuan dan pengertian pengemasan Rian adi putra
karakteristik kemasan, pengaruh jenis
kemasan dan faktor lingkungan terhadap
daya tahan
Imroatul Hasanah
28