Download - LAPORAN FARMAKOGNOSI C2.doc
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Pengetahuan tentang tanaman berkhasiat obat, merupakan suatu warisan
budaya bangsa yang didasarkan pada pengalaman turun temurun oleh generasi
terdahulu kepada generasi berikutnya sampai pada saat ini. Salah satu upaya yang
dilakukan untuk menggali pengalaman budaya leluhur yaitu dengan kembali
kealam melalui pengamatan tumbuhan berkhasiat obat tradisional. Agar peran
obat tradisional dalam Pelayanan Kesehatan dapat lebih di tingkatkan maka
diperlukan suatu usaha pengenalan, penelitian dan pengembangan khasiat serta
keamanan suatu tumbuhan obat.
Secara umum, kegunaan tumbuhan obat sebenarnya disebabkan oleh
kandungan kimia yang dimiliki. Namun, tidak seluruh kandungan kimia diketahui
secara lengkap karena pemeriksaan bahan kimia dari suatu tanaman memerlukan
biaya yang mahal. Meskipun tidak diketahui secara rinci, tetapi pendekatan secara
farmakologi menghasilkan informasi dari kegunaan tumbuhan. Menyikapi hal
tersebut maka dalam upaya meningkatkan penggunaan obat tradisional di
Indonesia diperlukan suatu penelitian komponen kimia dan pembuktian
khasiatnya, agar penggunaannya tidak berdasarkan pada pengalaman tetapi
didukung oleh data kimia yang cukup.
1
Ekstraksi adalah penyarian zat-zat aktif dari bagian tanaman obat. Adapun
tujuan dari ekstraksi yaitu untuk menarik komponen kimia yang terdapat dalam
simplisia. Ekstraksi ini didasarkan pada perpindahan massa komponen zat padat
ke dalam pelarut dimana perpindahan mulai terjadi pada lapisan antar muka,
kemudian berdifusi masuk ke dalam pelarut.
Ekstraksi adalah proses penarikan komponen/zat aktif suatu simplisia
dengan menggunakan pelarut tertentu. Pemikiran metode ekstraksi senyawa
bukan atom dipergunakan oleh beberapa faktor, yaitu sifat jaringan tanaman, sifat
kandungan zat aktif serta kelarutan dalam pelarut yang digunakan. Prinsip
ekstraksi adalah melarutkan senyawa polar dalam pelarut polar dan senyawa non
polar dalam pelarut non polar. Secara umum ekstraksi dilakukan secara berturut-
turut mulai dengan pelarut non polar (n-heksan) lalu pelarut yang kepolarannya
menengah (diklor metan atau etilasetat) kemudian pelarut yang bersifat polar
(metanol atau etanol).(Harborne. I.B., )
Ekstraksi digolongkan ke dalam dua bagian besar berdasarkan bentuk
fase yang diekstraksi yaitu ekstraksi cair-cair dan ekstraksi cair padat, ekstraksi
cair padat terdiri dari beberapa cara yaitu maserasi,perkolasi dan ekstraksi
sinambung.
2
I.2 Maksud dan Tujuan Percobaan
I.2.1 Maksud percobaan
Maksud dari percobaan ini adalah untuk mengetahui dan
memahami cara ekstraksi, isolasi dan identifikasi komponen kimia yang
terdapat dalam suatu tumbuhan dengan menggunakan metode tertentu.
I.2.2 Tujuan percobaan
Untuk mengekstraksi Daun Jambu Mente secara maserasi, Pakis
secara perkolasi, Batang Putri Malu secara refluks dan Daun Sirih secara
sokhletasi, serta mengisolasi dan mengidentifikasi komponen kimia yang
terkandung di dalamnya secara kromatografi lapis tipis.
I.3 Prinsip Percobaan
I.3.1 Prinsip Maserasi
Penyarian zat aktif yang dilakukan dengan cara merendam serbuk
simplisia dalam cairan penyari yang sesuai selama 5 hari pada temperatur
kamar terlindung dari cahaya, cairan penyari akan masuk ke dalam sel
melewati dinding sel. Isi sel akan larut karena adanya perbedaan
konsentrasi antara larutan di dalam sel dengan di luar sel. Larutan yang
konsentrasinya tinggi akan terdesak keluar dan diganti oleh cairan penyari
dengan konsentrasi rendah ( proses difusi ). Peristiwa tersebut berulang
sampai terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di
dalam sel. Selama proses maserasi dilakukan pengadukan setiap hari.
Endapan yang diperoleh dipisahkan dan filtratnya dipekatkan.
3
I.3.2 Prinsip Perkolasi
Penyarian zat aktif yang dilakukan dengan cara serbuk simplisia
dimaserasi selama 3 jam, kemudian simplisia dipindahkan ke dalam bejana
silinder yang bagian bawahnya diberi sekat berpori, cairan penyari
dialirkan dari atas ke bawah melalui simplisia tersebut, cairan penyari akan
melarutkan zat aktif dalam sel-sel simplisia yang dilalui sampai keadan
jenuh. Gerakan ke bawah disebabkan oleh karena gravitasi, kohesi, dan
berat cairan di atas dikurangi gaya kapiler yang menahan gerakan ke
bawah. Perkolat yang diperoleh dikumpulkan, lalu dipekatkan.
I.3.3 Prinsip Refluks
Penarikan komponen kimia yang dilakukan dengan cara sampel
dimasukkan ke dalam labu alas bulat bersama-sama dengan cairan penyari
lalu dipanaskan, uap-uap cairan penyari terkondensasi pada kondensor bola
menjadi molekul-molekul cairan penyari yang akan turun kembali menuju
labu alas bulat, akan menyari kembali sampel yang berada pada labu alas
bulat, demikian seterusnya berlangsung secara berkesinambungan sampai
penyarian sempurna, proses berlangsung selama 3-4 jam. Filtrat yang
diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan.
I.3.4 Prinsip Sokhletasi
Penarikan komponen kimia yang dilakukan dengan cara serbuk
simplisia ditempatkan dalam klonsong yang telah dilapisi kertas saring
sedemikian rupa, cairan penyari dipanaskan dalam labu alas bulat sehingga
4
menguap dan dikondensasikan oleh kondensor bola menjadi molekul-
molekul cairan penyari yang jatuh ke dalam klonsong menyari zat aktif di
dalam simplisia dan jika cairan penyari telah mencapai permukaan sifon,
seluruh cairan akan turun kembali ke labu alas bulat melalui pipa kapiler
hingga terjadi sirkulasi. Ekstraksi sempurna ditandai bila cairan di sifon
tidak berwarna, tidak tampak noda jika di KLT, atau sirkulasi telah
mencapai 20-25 kali. Ekstrak yang diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan.
I.3.5 Prinsip Penguapan
Prinsip Rotavapor
Proses pemisahan ekstrak dari cairan penyarinya dengan
pemanasan yang dipercepat oleh putaran dari labu alas bulat, cairan
penyari dapat menguap 5-10º C di bawah titik didih pelarutnya
disebabkan oleh karena adanya penurunan tekanan. Dengan bantuan
pompa vakum, uap larutan penyari akan menguap naik ke kondensor dan
mengalami kondensasi menjadi molekul-molekul cairan pelarut murni
yang ditampung dalam labu alas bulat penampung.
I.3.6 Prinsip Ekstraksi Cair-Cair
Ekstraksi cair-cair (corong pisah) merupakan pemisahan
komponen kimia di antara 2 fase pelarut yang tidak saling bercampur di
mana sebagian komponen larut pada fase pertama dan sebagian larut pada
fase kedua, lalu kedua fase yang mengandung zat terdispersi dikocok, lalu
didiamkan sampai terjadi pemisahan sempurna dan terbentuk dua lapisan
5
fase cair, dan komponen kimia akan terpisah ke dalam kedua fase tersebut
sesuai dengan tingkat kepolarannya dengan perbandingan konsentrasi yang
tetap.
I.3.7 Prinsip KLT
Pemisahan komponen kimia berdasarkan prinsip adsorbsi dan
partisi, yang ditentukan oleh fase diam (adsorben) dan fase gerak (eluen),
komponen kimia bergerak naik mengikuti fase gerak karena daya serap
adsorben terhadap komponen-komponen kimia tidak sama sehingga
komponen kimia dapat bergerak dengan kecepatan yang berbeda
berdasarkan tingkat kepolarannya, hal inilah yang menyebabkan terjadinya
pemisahan.
I.3.8 Prinsip Penampakan Noda UV
Pada UV 366 nm
Pada UV 366 nm noda akan berflouresensi dan lempeng akan
berwarna gelap. Penampakan noda pada lampu UV 366 nm adalah karena
adanya daya interaksi antara sinar UV dengan gugus kromofor yang terikat
oleh auksokrom yang ada pada noda tersebut. Fluoresensi cahaya yang
tampak merupakan emisi cahaya yang dipancarkan oleh komponen
tersebut ketika elektron yang tereksitasi dari tingkat energi dasar ke tingkat
energi yang lebih tinggi kemudian kembali ke keadaan semula sambil
melepaskan energi. Sehingga noda yang tampak pada lampu UV 366
6
terlihat terang karena silika gel yang digunakan tidak berfluororesensi
pada sinar UV 366 nm.
I.3.9 Prinsip Penampakan Noda H2SO4 10 %
Prinsip penampakan noda pereaksi semprot H2SO4 10% adalah
berdasarkan kemampuan asam sulfat yang bersifat reduktor dalam merusak
gugus kromofor dari zat aktif simplisia sehingga panjang gelombangnya
akan bergeser ke arah yang lebih panjang (UV menjadi VIS) sehingga noda
menjadi tampak oleh mata.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.I Uraian Tumbuhan
II.I.1 Daun Jambu Mente (Setiawan .D, 2000)
II.I.1.1 Klasifikasi
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliphyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Sapindales
Famili : Anacardiaceae
Genus : Anacardium
Spesies : Anacardium accidentale Linn
II.1.1.2 Morfologi
Tanaman jambu mente mempunyai batang pohon yang tidak
rata dan berwarna coklat tua. Daunnya bertangkai pendek dan
berbentuk lonjong (bulat telur) dengan tepian berlekuk-lekuk, dan
guratan rangka daunnya terlihat jelas. Bunganya berwarna putih.
Bagian buahnya yang membesar, berdaging lunak, berair,dan berwarna
kuning kemerah-merahan adalah buah semu. Bagian itu bukan buah
sebenarnya, tetapi merupakan tangkai buah yang membesar. Buah
jambu monyet yang sebenarnya biasa disebut mete (mente), yaitu buah
8
batu yang berbentuk ginjal dengan kulit keras dan bijinya yang
berkeping dua tersebut oleh kulit yang mengandung getah.mulai
berbunga pada umur 3-5 tahun.
II.1.1.3 Kandungan Kimia
Buah mengandung asam anakardat, tannin, dalam bijinya
terdapat minyak lemak, putih telur, dan tepung.
II.1.1.4 Kegunaan
Kulit batang pohon jambu mete berkhasiat sebagai obat kumur
atau obat sariawan. Akar jambu mete berkhasiat sebagai pencuci perut.
Daun Jambu mete yang masih muda dimanfaatkan sebagai lalap,
terutama di daerah Jawa Barat. Daun yang tua dapat digunakan untuk
obat luka bakar.
II.1.2 Daun Pakis (Tritrosoepomo, G, 2005)
II.1.2.1 Klasifikasi
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Divisi : Pteridophyta (paku-pakuan)
Kelas : Lycopodopsida
Ordo : Lycopodiales
Famili : Lycopodiaceae
Genus : Lycopodium
9
Spesies : Lycopodium clavatum L.
II.1.2.2 Morfologi
Batang tegak atau berbaring dengan cabang- cabang yang
menjulang keatas. Daun daun kecil berbentuk jarum atau garis dngan
satu tulang yang tidak bercabang. Akar biasanya bercabang menggarpu
pada cabang yang berdiri tegak di atas bagian yang daunnya jarang-
jarang terdapat rangkaian sporofilnya. Sporofil berbentuk sisik dan pada
pangkal daun disebelah atas terdapat sporangium berbebntuk ginjal yang
menghasilkan isospora.
II.1.2.3 Kandungan Kimia
Mengandung beberapa macam Alkaloid yaitu : lycopodin,
klavatin, dan klavatoksin
II.2.2.4 Kegunaan
Sporanya digunakan dalam obat- obatan, biasanya dalam pembuatan pil
II.1.3 Batang Putri Malu (Riyanto, S, 2009)
II.1.3.1 Klasifikasi
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sib divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Rosales
Famili : Mimosaceae
10
Genus : Mimosa
Spesies : Mimosa pudica L
II.1.3.2 Morfologi
Herba memanjat atau berbaring atau setengah perdu, tinggi
0,3-1,5 m. Akar pena kuat. Batang dengan rambut sikat yang
mengarah miring kebawah dan duri tempel bengkok yang tersebar.
Daun penumpuh bentuk lanset, panjang 1 cm. daun pada sentuhan
melipat diri, menyirip rangkap. Bongkol memanjang, panjang 1 cm,
2-4 menjadi satu, tangkai dengan rambut sekat yang panjang 2-5
cm. Kelopak sangat kecil, bergigi 4, seperti selaput putih. Tabung
mahkota kecil, berlaju 4, seperti selaput bentuk garis, diantara biji-
biji menyempit tidak dalam pada sambungan dengan banyak rambut
sekat panjang yang pucat, pada waktu masak lepas kedalam
pecahan berbiji satu, yang melepaskan diri dari tempat sambungan
yang tidak rontok. Biji bulat, pipih.
II.1.3.3 Kandungan Kimia
Putri malu memiliki kandungan kimia melatonin, mimosin, asam
pipekolinat, tanin, alkaloid, saponin, triterpenoid, sterol, polifenol, dan
flavonoid
II.1.3.4 Kegunaan
Herba putri malu berkhasiat sebagai penenang (transquillizer),
peluruh dahak (ekspektoran), peluruh kencing (diuretik), obat batuk
11
(antitusif), peredah demam (antipiretik) dan anti radang. Selain itu Putri
malu juga berkhasiat untuk mengatasi penyakit malaria. Akar dan
bijinya berkhasiat untuk merangsang muntah, putri malu biasa dipakai
untuk mengobati berbagai penyakit lainnya, seperti radang mata akut,
kencing batu, panas tinggi pada anak-anak, cacingan, insomnia,
peradangan saluran nafas (bronchitis), dan herpes
II.2.4 Daun Sirih (Muhlizah, F, 2008)
II.1.4.1 Klasifikasi
Kingdom : Plantae
Division : Magnoliophyta
Class : Magnoliopsida
Ordo : Piperales
Family : Piperaceae
Genus : Piper
Species : Piper betle L.
II.1.4.2 Morfologi
Tanaman sirih tumbuh merambat. Tingginya mencapai 5-15 m.
batangnya berwarna kecoklatan. Daun sirih berbentuk jantung dan
berwarna kekuningan, hijau tua atau hitam. Permukaan daun agak kasar
jika diraba. Bunganya tersusun dalam bulir, merunduk. Buahnya
merupakan buah buni, berbentuk bulat, berdaging, dan berwarna
kunnig hijau.
12
II.1.4.3 Kandungan Kimia
Minyak atsiri, hidroksikavicol, kavicol, kavibetol,
allylpyrokatekol, cyneole, caryophyllene, cadinene, estragol,
terpennena, seskuiterpena, fenil propana, tanin, diastase, gula, dan pati
II.1.4.4 Kegunaan
Daun sirih memiliki efek mencegah ejakulasi prematur,
mematikan jamur Candida albicans, anti kejang, analgesik, anestetik,
pereda kejang pada otot polos, penekan pengendali gerak, mengurangi
sekresi cairan pada liang vagina, penekan kekebalan tubuh, pelindung
hati, dan antidiare. Tanaman sirih juga diketahui bisa mengatasi batuk,
bronchitis, menghilangkan bau badan, mengobati luka bakar, mimisan,
bisul, mata gatal dan merah, koreng dan gatal-gatal, menghentikan
pendarahan gusi, sariawan, menghilangkan bau mulut, jerawat,
keputihan, dan mengurangi produksi air susu ibu yang berlebihan.
II.2 Metode Ekstraksi (Dinda, 2008)
Ekstraksi adalah penyarian zat-zat aktif dari bagian tanaman obat. Tujuan
ekstraksi adalah untuk menarik semua komponen kimia yang terdapat dalam
simplisia. Ekstraksi ini didasarkan pada perpindahan massa komponen zat padat
ke dalam pelarut dimana perpindahan mulai terjadi pada lapisan antar muka,
kemudian berdifusi masuk ke dalam pelarut
13
II.2.1 Maserasi (Ekstraksi secara dingin)
Maserasi merupakan cara penyarian sederhana yang dilakukan
dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari selama
beberapa hari pada temperatur kamar dan terlindung dari cahaya.
Metode maserasi digunakan untuk menyari simplisia yang
mengandung komponen kimia yang mudah larut dalam cairan penyari,
tidak mengandung benzoin, tiraks dan lilin.
Keuntungan dari metode ini adalah cara pengerjaan dan peralatan
yang digunakan sederhana dan mudah diusahakan. Sedang kerugiannya
antara lain waktu yang diperlukan untuk mengekstraksi sampel cukup
lama, penyarian kurang sempurna, cairan penyari yang digunakan lebih
banyak, tidak dapat digunakan untuk bahan-bahan yang mempunyai
tekstur keras seperti benzoin, tiraks dan lilin.
Cara pengerjaan:
a.10 bag + 75 cairan penyari dan biarkan5 hari
b. Sari diserkai dan ampas diperas
c. Ampas+ penyari diaduk dan diserkai sehingga diperoleh 100 bagian
d. Dibiarkan 2 hari, endapan dipisakan.
Metode maserasi dapat dilakukan dengan modifikasi sebagai
berikut :
a. Modifikasi maserasi melingkar
14
Cairan penyari selalu bergerak dan menyebar
b. Modifikasi maserasi digesti
Maserasi dengan pemanasan lemah(40-50 oC)
Hanya untuk senyawa tahan panas
Keuntungan: kekentalan kurang, daya larut naik, kecepatan difusi
naik
c. Modifikasi Maserasi Melingkar Bertingkat
Untuk mendapatkan penyarian yang sempurna
d. Modifikasi remaserasi
Maserasi beberapa kali
e. Modifikasi dengan mesin pengaduk
Mengurangi waktu hingga menjadi 6-24 jam
II.2.2 Perkolasi (Ekstraksi secara dingin)
Perkolasi adalah cara penyarian dengan mengalirkan penyari
melalui serbuk simplisia yang telah dibasahi.Keuntungan metode ini
adalah tidak memerlukan langkah tambahan yaitu sampel padat (marc)
telah terpisah dari ekstrak. Kerugiannya adalah kontak antara sampel
padat tidak merata atau terbatas dibandingkan dengan metode refluks, dan
pelarut menjadi dingin selama proses perkolasi sehingga tidak melarutkan
komponen secara efisien. Cara pengerjaannya adalah serbuk simplisia
ditempatkan dalam suatu bejana silinder, yang bagian bawahnya diberi
sekat berpori. Cairan penyari dialirkan dari atas kebawah melalui serbuk
15
tersebut, cairan penyari akan melarutkan zat aktif sel-sel yang dilalui
sampai mencapai keadaan jenuh. Cairan akan bergerak kebawah karena
beratnya sendiri dan cairan diatasnya.
II.2.3 Refluks(Ekstraksi secara panas)
Keuntungan dari metode ini adalah digunakan untuk
mengekstraksi sampel-sampel yang mempunyai tekstur kasar dan tahan
pemanasan langsung.
Kerugiannya adalah membutuhkan volume total pelarut yang besar
dan sejumlah manipulasi dari operator.
II.2.4 Sokhletasi (Ekstraksi secara dingin)
Soxhletasi merupakan penyarian simplisia secara
berkesinambungan, cairan penyari dipanaskan sehingga menguap, uap
cairan penyari terkondensasi menjadi molekul-molekul air oleh pendingin
balik dan turun menyari simplisia dalam klongsong dan selanjutnya
masuk kembali ke dalam labu alas bulat setelah melewati pipa sifon
Keuntungan metode ini adalah :
o Dapat digunakan untuk sampel dengan tekstur yang lunak dan tidak
tahan terhadap pemanasan secara langsung.
o Digunakan pelarut yang lebih sedikit
o Pemanasannya dapat diatur
Kerugian dari metode ini adalah :
16
o Karena pelarut didaur ulang, ekstrak yang terkumpul pada wadah di
sebelah bawah terus-menerus dipanaskan sehingga dapat
menyebabkan reaksi peruraian oleh panas.
o Jumlah total senyawa-senyawa yang diekstraksi akan melampaui
kelarutannya dalam pelarut tertentu sehingga dapat mengendap dalam
wadah dan membutuhkan volume pelarut yang lebih banyak untuk
melarutkannya.
o Bila dilakukan dalam skala besar, mungkin tidak cocok untuk
menggunakan pelarut dengan titik didih yang terlalu tinggi, seperti
metanol atau air, karena seluruh alat yang berada di bawah komdensor
perlu berada pada temperatur ini untuk pergerakan uap pelarut yang
efektif.
Metode ini terbatas pada ekstraksi dengan pelarut murni atau
campuran azeotropik dan tidak dapat digunakan untuk ekstraksi dengan
campuran pelarut, misalnya heksan :diklormetan = 1 : 1, atau pelarut yang
diasamkan atau dibasakan, karena uapnya akan mempunyai komposisi
yang berbeda dalam pelarut cair di dalam wadah.
II.3. Penguapan (Dinda, 2008)
Penguapan atau evaporasi adalah proses perubahan molekul di dalam
keadaan cair (contohnya air) dengan spontan menjadi gas (contohnya uap air).
Proses ini adalah kebalikan dari kondensasi. Umumnya penguapan dapat dilihat
17
dari lenyapnya cairan secara berangsur-angsur ketika terpapar pada gas dengan
volume signifikan.
Rata-rata molekul tidak memiliki energi yang cukup untuk lepas dari
cairan. Bila tidak cairan akan berubah menjadi uap dengan cepat. Ketika
molekul-molekul saling bertumbukan mereka saling bertukar energi dalam
berbagai derajat, tergantung bagaimana mereka bertumbukan. Terkadang transfer
energi ini begitu berat sebelah, sehingga salah satu molekul mendapatkan energi
yang cukup buat menembus titik didih cairan. Bila ini terjadi di dekat permukaan
cairan molekul tersebut dapat terbang ke dalam gas dan "menguap"
Ada cairan yang kelihatannya tidak menguap pada suhu tertentu di dalam
gas tertentu (contohnya minyak makan pada suhu kamar). Cairan seperti ini
memiliki molekul-molekul yang cenderung tidak menghantar energi satu sama
lain dalam pola yang cukup buat memberi satu molekul "kecepatan lepas" -
energi panas - yang diperlukan untuk berubah menjadi uap. Namun cairan seperti
ini sebenarnya menguap, hanya saja prosesnya jauh lebih lambat dan karena itu
lebih tak terlihat
Penguapan adalah bagian esensial dari siklus air. Energi surya
menggerakkan penguapan air dari samudera, danau, embun dan sumber air
lainnya. Dalam hidrologi penguapan dan transpirasi (yang melibatkan penguapan
di dalam stomata tumbuhan) secara kolektif diistilahkan sebagai
evapotranspirasi.
18
II.5. Ekstraksi Cair – Cair (Dinda, 2008, Harborne, J.B, 1987)
Sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari
simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai,
kemudian semua atau hamper semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk
yang tersisa diperlakukan sedimikian hingga memenuhi bahan baku yang telah
ditentukan.
Cara pembuatan:Sebagian besar ekstrak dibuat dengan ekstraksi bahan
baku obat secara perkolasi. Seluruh perkolat biasanya dipekatkan dengan cara
destilasi dengan pengurangan tekanan, agar bahan utama obat sesedikit
mungkin terkena panas.
Sediaan cair simplisia nabati yang mengandung etanol sebagai pelarut
atau sebagai pengawet atau sebagai pelarut dan pengawet. Jika tidak dinyatakan
lain pada masing – masing monografi, tiap ml ekstrak mengandung bahan aktif
1 g simplisia yang memenuhi syarat. Ekstrak cair yang cenderung membentuk
endapan dapat didiamkan dan disaring atau bagian yang bening diendap
tuangkan. Beningan yang diperoleh memenuhi persyaratan farmakope. Ekstrak
cair dapat dibuat dari ekstrak yang sesuai.
Ekstraksi cair-cair juga diperlukan untuk mengekstraksi senyawa
glikosida untuk umumnya polar (aglikon yang berikatan dengan gula
monosakarida dan disakarida). Ekstraksi cair-cair untuk glikosida biasanya
dilakukan terhadap ekstrak etanol atau metanol awal. Ekstrak awal ini
19
dilarutkan dalam air kemudian diekstraksi dengan etilasetat dan n-butanol.
Glikosida terdapat dalam fase etilasetat atau n-butanol.
Selain itu ekstraksi cair-cair dilakukan terhadap reaksi awal untuk
menghilangkan lemak dan ekstrak tersebut jika bagian tumbuhan yang
diekstraksi belum dihilangkan lemaknya pada ekstrak awal.
II.6. Kromatografi Lapis Tipis (KLT) (Rohman, A. 2009)
Kromatografi lapis tipis adalah metode pemisahan fitokimia. Lapisan
yang memisahkan terdiri atas bahan berbutir-butir (fase diam), ditempatkan
pada penyangga berupa pelat gelas, logam, atau lapisan yang cocok. Campuran
yang akan dipisah, berupa larutan, ditotolkan berupa bercak atau pita (awal),
kemudian pelat dimasukkan di dalam bejana tertutup rapat yang berisi larutan
pengembang yang cocok (fase gerak). Pemisahan terjadi selama perambatan
kapiler (pengembangan) dan selanjutnya senyawa yang tidak berwarna harus
ditampakkan .
Keuntungan kromatografi lapis tipis adalah dapat memisahkan senyawa
yang sangat berbeda seperti senyawa organik alam dan senyawa organik
sintesis, kompleks organik dan anorganik serta ion anorganik dalam waktu
singkat menggunakan alat yang tidak terlalu mahal. Metode ini kepekaannya
cukup tinggi dengan jumlah cuplikan beberapa mikrogram. Kelebihan metode
ini jika dibandingkan dengan kromatografi kertas adalah dapat digunakan
pereaksi asam sulfat pekat yang bersifat korosif, kelemahannya adalah harga Rf
yang tidak tetap.
20
Kromatografi adalah suatu teknik yang pertama kali dipakai untuk
memisahkan zat – zat warna tanaman. Hal ini tersimpul dari istilah yang
dipakai, kroma adalah zat warna. Pemisahan dengan teknik ini dijalankan
dengan berdasarkan perbedaan sifat – sifat fisik dari zat – zat yang menyusun
suatu campuran.
Kromatografi Lapis Tipis adalah teknik sederhana untuk memisahkan
komponen secara cepat berdasarkan prinsip partisi dan adsorpsi. Pemisahan
komponen suatu senyawa pada kromatografi ini tergantung pada adsorben
terhadap masing – masing komponen. Komponen yang larut terbawa oleh fase
diam ( adsorben ) dengan perpindahan kecepatan yang berbeda.
Jarak pengembangan senyawa pada kromatografi biasanya dinyatakan
dengan angka Rf yaitu :
Angka Rf ( Rate of follow ) menyatakan besaran perbandingan
kecepatan bergeraknya komponen terlarut terhadap fase gerak ( pelarut ).
Beberapa factor yang mempengaruhi nilai Rf antara lain :
a. Ukuran partikel dari zat penyerap
b. Derajat keaktifan zat penyerap
c. Kemurnian pelarut
d. Kejenuhan chamber
21
II.7. Penampakan Noda UV ((Rohman, A. 2009)
Pada UV 366 nm noda akan berflouresensi dan lempeng akan
berwarna gelap. Penampakan noda pada lampu UV 366 nm adalah karena
adanya daya interaksi antara sinar UV dengan gugus kromofor yang terikat oleh
auksokrom yang ada pada noda tersebut. Fluoresensi cahaya yang tampak
merupakan emisi cahaya yang dipancarkan oleh komponen tersebut ketika
elektron yang tereksitasi dari tingkat energi dasar ke tingkat energi yang lebih
tinggi kemudian kembali ke keadaan semula sambil melepaskan energi.
Sehingga noda yang tampak pada lampu UV 366 terlihat terang karena silika
gel yang digunakan tidak berfluororesensi pada sinar UV 366 nm
II.8. Penampakan Noda H2SO4 (Rohman, A. 2009)
Prinsip penampakan noda pereaksi semprot H2SO4 10% adalah
berdasarkan kemampuan asam sulfat yang bersifat reduktor dalam merusak
gugus kromofor dari zat aktif simplisia sehingga panjang gelombangnya akan
bergeser ke arah yang lebih panjang (UV menjadi VIS) sehingga noda menjadi
tampak oleh mata
22
BAB III
METODE KERJA
III.1 Alat dan Bahan yang digunakan
III.1.1 Alat yang digunakan
a. Batang pengaduk
b. Beker gelas
c. Botol eluen
d. Botol semprot
e. Bunzen
f. Chamber
g. Corong gelas
h. Corong pisah
i. Gelas ukur
j. Gelas piala
k. Gunting
l. Klonsong
m. Labu alas bulat
n. Lampu UV
o. Lempeng KLT
p. Oven
q. Pensil
r. Pensil warna
s. Pinset
t. Pipa penotol
u. Penutup kaca
v. Rotary evaporator
(Ratavapor)
w. Sifon
x. Timbangan analitik
y. Vial
z. Waterbath
23
III.1.2 Bahan yang digunakan
a. Air suling
b. Asam sulfat
c. Batang Putri malu
d. Benzene
e. Daun Jambu mente
f. Daun Pakis
g. Daun Sirih
h. Etil asetat
i. Heksan
j. Kertas kalkir
k. Kloroform
l. Methanol
m. n- Buthanol
III.2 Cara Kerja
III.2.1 Pengambilan Sampel
III.2.1.1 Daun Jambu Mente
Pengambilan sampel dilakukan dengan terlebih dahulu di
seleksi, daun bugang yang diambil adalah daun yang tidak muda dan
tidak tua. Daun bugang dipetik dari tangkainya, kemudian dibersihkan
(sortasi basah) lalu dan diangin – anginkan.
III.2.1.2 Daun Pakis
Pengambilan sampel dilakukan dengan terlebih dahulu di
seleksi dari segi umur tanaman, bagian tanaman yang diambil adalah
daun . Kemudian dibersihkan (sortasi basah) lalu dan diangin –
anginkan.
24
III.2.1.3 Batang Putri Malu
Pengambilan sampel dilakukan dengan terlebih dahulu di
seleksi dari segi umur tanaman, bagian tanaman yang diambil dari
tanaman putrid malu adalah batangnya. Kemudian dibersihkan (sortasi
basah) lalu dan diangin – anginkan.
III.2.1.4 Daun Sirih
Bagian tanaman yang diambil adalah bunganya yang umurnya
masih kuncup. Kemudian dibersihkan (sortasi basah) lalu dan diangin
– anginkan.
III.2.2 Pengolahan Sampel
III.2.2.1 Daun Jambu mente
Daun Jambu mente yang telah di sortasi, di gunting kecil –
kecil kemudian di keringkan dengan sinar matahari langsung dan
diangin – anginkan.
III.2.2.2 Daun Pakis
Daun Pakis yang telah disiapkan, di gunting kecil – kecil.
Kemudian dikeringkan dengan sinar matahari langsung dan diangin –
anginkan.
III.2.2.3 Batang Putri Malu
Sampel yang telah di sortasi, di gunting kecil – kecil kemudian
di keringkan dengan sinar matahari langsung dan diangin – anginkan.
25
III.2.2.4 Daun Sirih
Sampel yang telah di sortasi, di gunting kecil – kecil kemudian
di keringkan dengan sinar matahari langsung dan diangin – anginkan.
III.2.3 Ekstraksi Sampel
III.2.3.1 Ekstraksi Daun Jambu Mente dengan metode Maserasi
a. Dengan pelarut methanol
Daun Jambu Mente ditimbang 100 gram, dimasukkan ke
dalam bejana maserasi dan dibasahkan dengan pelarut methanol,
kemudian dicukupkan pelarut methanol hingga terendam 1
lapisan di atas simplisia. Selanjutnya didiamkan selama 5 hari
terlindung dari cahaya sambil sesekali diaduk. Kemudian
difiltrasi, ekstrak hasil filtrasi kemudian dimasukkan dalam labu
rotary evaporator hingga diperoleh larutan pekat. Larutan
tersebut kemudian dimasukkan ke dalam vial untuk diidentifikasi
secara KLT.
b. Dengan pelarut eter
Ekstrak methanol yang telah diperoleh, diuapkan di atas
waterbath kemudian disuspensikan dengan aquadest ± 10ml dan
diekstraksi dengan pelarut eter dalam corong pisah. Selanjutnya
diambil dan dimasukkan dalam vial dan diidentifikasi secara
KLT.
26
c. Dengan pelarut n-butanol
Lapisan air dari hasil pemisahan ekstrak eter,
ditambahkan n-butanol jenuh air ± 10ml. Kemudian dimasukkan
ke dalam corong pisah. Hasil pemisahan ekstrak n-butanol
dimasukkan ke dalam vial dan selanjutnya diidentifikasi secara
KLT.
III.2.3.2 Ekstraksi daun Pakis dengan metode Perkolasi
a. Dengan pelarut methanol
Daun Pakis ditimbang ± 100 gram, dimasukkan kedalam
beker gelas dan dibasahi dengan cairan penyari methanol , dan
didiamkan selama 3 jam (dilakukan proses maserasi). Kemudian
simplisia dipindahkan ke dalam bejana silinder yang bagian
bawahnya diberi sekat berpori, ditambahkan cairan penyari
metanol hingga 1 lapis diatas simplisia. Cairan penyari dialirkan
(1ml/menit) dari atas ke bawah melalui simplisia tersebut.
Perkolat yang diperoleh dikumpulkan, lalu dipekatkan.
b. Dengan pelarut eter
Ekstrak methanol yang telah diperoleh, diuapkan di atas
waterbath kemudian disuspensikan dengan aquadest ± 10ml dan
diekstraksi dengan pelarut eter dalam corong pisah. Selanjutnya
diambil dan dimasukkan dalam vial dan diidentifikasi secara
KLT.
27
c. Dengan pelarut n-butanol
Lapisan air dari hasil pemisahan ekstrak eter, ditambahkan
n-butanol jenuh air ± 15 ml. Kemudian dimasukkan ke dalam
corong pisah. Hasil pemisahan ekstrak n-butanol dimasukkan ke
dalam vial dan selanjutnya diidentifikasi secara KLT.
III.2.3.3 Ekstraksi batang Putri Malu dengan metode Refluks
a. Dengan pelarut methanol
Batang Putri malu ditimbang 50 gram, dimasukkan
kedalam labu alas bulat dan ditambahkan cairan penyari
methanol ± 300 ml lalu dipanaskan. Proses refluks dilakukan
selama ± 4 jam / hingga diperoleh filtrat yang jernih. Filtrat yang
diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan.
b. Dengan pelarut eter
Ekstrak methanol yang telah diperoleh, diuapkan di atas
waterbath kemudian disuspensikan dengan aquadest ± 15 ml dan
diekstraksi dengan pelarut eter ± 15 ml dalam corong pisah.
Selanjutnya diambil dan dimasukkan dalam vial dan
diidentifikasi secara KLT.
c. Dengan pelarut n-butanol
Lapisan air dari hasil pemisahan ekstrak eter,
ditambahkan n-butanol jenuh air ± 15 ml. Kemudian dimasukkan
ke dalam corong pisah. Hasil pemisahan ekstrak n-butanol
28
dimasukkan ke dalam vial dan selanjutnya diidentifikasi secara
KLT.
III.2.3.4 Ekstraksi Daun Sirih dengan metode Sokhletasi
a. Dengan pelarut methanol
Daun Sirih ditimbang 30 gram, kemudian ditempatkan
dalam klonsong yang telah dilapisi kertas saring sedemikian rupa.
Dimasukkan ± 500 ml cairan penyari ke dalam labu alas bulat,
kemudian dipanaskan hingga menguap. Ekstraksi sempurna
ditandai bila cairan di sifon tidak berwarna, tidak tampak noda
jika di KLT. Proses sirkulasi terjadi sebanyak 25 kali. Ekstrak
yang diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan.
b. Dengan pelarut eter
Ekstrak methanol yang telah diperoleh, diuapkan di atas
waterbath kemudian disuspensikan dengan aquadest ± 15 ml dan
diekstraksi dengan pelarut eter ± 15 ml dalam corong pisah.
Selanjutnya diambil dan dimasukkan dalam vial dan
diidentifikasi secara KLT.
c. Dengan pelarut n-butanol
Lapisan air dari hasil pemisahan ekstrak eter,
ditambahkan n-butanol jenuh air ± 15 ml. Kemudian dimasukkan
ke dalam corong pisah. Hasil pemisahan ekstrak n-butanol
29
dimasukkan ke dalam vial dan selanjutnya diidentifikasi secara
KLT.
III.2.4 Penguapan
Ekstrak dari sampel yang telah diperoleh kemudian diuapkan
diatas penagas air (Waterbath) dan menggunakan Rotavapor untuk
mempercepat penguapan sehingga dapat diperoleh ekstrak kental
murni dari sampel.
III.2.5 Ekstraksi cair-cair
Ekstrak kental yang telah didapat kemudian di masukkan
kedalam corong pisah. Diberikan pelarut yang berbeda kepolarannya.
Kemudian dilakukan pemisahan komponen kimia di antara 2 fase
pelarut yang tidak saling bercampur di mana sebagian komponen larut
pada fase pertama dan sebagian larut pada fase kedua, lalu kedua fase
yang mengandung zat terdispersi dikocok, lalu didiamkan sampai
terjadi pemisahan sempurna dan terbentuk dua lapisan fase cair, dan
komponen kimia akan terpisah ke dalam kedua fase tersebut sesuai
dengan tingkat kepolarannya dengan perbandingan konsentrasi yang
tetap.
30
III.2.6 Kromatografi Lapis Tipis
a. Pengaktifan lempeng kromatografi lapis tips (KLT)
Lempeng KLT (silica gel 60 F254 Merck)diaktifkan dengan cara
dipanaskan pada suhu 1050 C-1100 C selama 30 menit lalu
dikeluarkan, di beri tanda dan siap digunakan.
b. Identifikasi komponen kimia
Eluen methanol, eter dan n – butanol ditotol pada lempeng KLT.
Selanjutnya, masing-masing dimasukkan dalam chamber yang
berisi eluen:
Benzen : EtOAc (7:3)
Benzen : EtOAc (9:1)
EtOAc : EtOH : H2O (10:2:1)
CHCl3: MeOH: H2O (16:6:1)
Hasil elusi berupa bercak noda diidentifikasi dengan menggunakan
lampu UV (366 nm) dan penyemprotan pereaksi asam sulfat 10%
v/v dan dnifiksasi.
31
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil Pengamatan
IV.1.1 Nama Sampel (Daun Jambu Mente)
IV.1.1.1 Hasil Ekstraksi Daun Jambu Mente secara Maserasi
Berat sampel
basah
Berat sampel
kering
Jumlah cairan
penyari
Berat ekstrak
kering
350 200 gram 1500 ml 50 gram
IV.1.1.2 Hasil Kromatografi Lapis Tipis
Nama ekstrak EluenJumlah noda
Lampu UV H2SO4 10%
Metanol Benzen : Etil asetat
(9: 1 )
Benzen : etil asetat
(7 : 3)
Etil asetat : etanol :
air ( 10 : 2 :1 )
Kloroform : methanol
: air (16: 6: 1)
5
4
3
2
5
4
3
2
Eter Benzen : Etil asetat
(9: 1 )
Benzen : etil asetat
(7 : 3)
8
8
8
9
n-butanol Etil asetat : etanol : 1 1
air (10 : 2 :1 )
Kloroform : methanol
: air (16: 6: 1)
2
2
IV.1.2. Nama Sampel ( Daun Pakis )
IV.1.2.1 Hasil Ekstraksi Daun Pakis secara perkolasi
Berat
sampel
basah
Berat sampel
kering
Jumlah
cairan
penyari
Berat ekstrak kering
- 100 gram 500 ml 28gram
IV.1.2.2 Hasil Kromatografi Lapis Tipis
Nama ekstrak EluenJumlah noda
Lampu UV H2SO4 10%
Metanol Benzen : Etil
asetat
(9: 1 )
Benzen : etil asetat
(7 : 3)
Etil asetat : etanol :
air ( 10 : 2 :1 )
Kloroform :
methanol : air
(16: 6: 1)
11
13
6
5
11
13
6
5
Eter Benzen : Etil
asetat
3 2
(9: 1 )
Benzen : etil asetat
(7 : 3)6 1
n-butanol Etil asetat : etanol :
air ( 10 : 2 :1 )
Kloroform :
methanol : air
(16: 6: 1)
7
7
7
7
IV.1.3. Nama Sampel (Batang Putri Malu)
IV.1.3.1 Hasil Ekstraksi Batang Putri Malu secara Refluks
Berat sampel basah Berat sampel
kering
Jumlah cairan
penyari
Berat
ekstrak
kering
200 gram 50 gram 500ml 21,2 gram
IV.1.3.2 Hasil Kromatografi Lapis Tipis
Nama ekstrak EluenJumlah noda
Lampu UV H2SO4 10%
Metanol Benzen : Etil
asetat
(9: 1 )
Benzen : etil
asetat
(7 : 3)
3
7
3
7
Etil asetat :
etanol : air ( 10 :
2 :1 )
Kloroform :
methanol : air
(16: 6: 1)
4
2
4
4
EterBenzen : Etil
asetat
(9: 1 )
Benzen : etil
asetat
(7 : 3)
5
6
5
6
n-butanol Etil asetat :
etanol : air ( 10 :
2 :1 )
Kloroform :
methanol : air
(16: 6: 1)
5
7
5
7
IV.1.4. Nama Sampel (Daun Sirih)
IV.1.4.1 Hasil Ekstraksi Daun Sirih secara Sokhletasi
Berat sampel basahBerat
sampel
kering
Jumlah cairan
penyari
Berat
ekstrak
kering
50 gram 30 gram 700ml 20 gram
IV.1.4.2 Hasil Kromatografi Lapis Tipis
Nama ekstrak Eluen
Jumlah noda
Lampu
UV
H2SO4 10%
Metanol Benzen : Etil asetat
(9: 1 )
Benzen : etil asetat
(7 : 3)
Etil asetat : etanol :
air ( 10 : 2 :1 )
Kloroform :
methanol : air
(16: 6: 1)
7
6
4
4
7
6
4
4
Eter Benzen : Etil asetat
(9: 1 )
Benzen : etil asetat
(7 : 3)
7
9
7
9
n-butanol Etil asetat : etanol :
air ( 10 : 2 :1 )
Kloroform :
methanol : air
(16: 6 : 1)
4
2
4
2
IV.2 Pembahasan
Pada praktikum ini, dilakukan ekstraksi dari bahan-bahan alam yang
mengandung zat berkhasiat yang berada di lingkungan sekitar. Bahan alam
yang digunakan pada percobaan ini adalah Daun Jambu Mente
(Anacardium accidentale Linn), Daun Pakis (Lycopodium clavatum L),
Batang Putri Malu (Mimosa pudica L) dan Daun Sirih (Piper Betle L).
Percobaan ini dilakukan dengan maksud untuk mengetahui dan
memahami cara mengekstraksi, dan mengidentifikasi komponen kimia yang
terkandung dalam bahan alam atau simplisia. Ekstraksi komponen kimia
dilakukan dengan metode maserasi , perkolasi, soxhletasi, dan refluks dan
diisolasi dengan cara ekstraksi cair-cair, kemudian di KLT.
Adapun pemilihan metode untuk ekstraksi simplisia, disesuaikan
dengan tekstur dari bahan alam yang akan diekstraksi. Daun Jambu Mente
(Anacardium accidentale Linn), memilki tekstur daun lunak sehingga
diekstraksi dengan metode maserasi , Daun Pakis (Lycopodium clavatum
L) secara perkolasi, Daun Sirih (Piper Betle L)secara sokletasi, dan Batang
Putri Malu (Mimosa pudica L) secara refluks.
Pengolahan simplisia dilakukan sebelum dilakukan ekstraksi., Daun
Jambu Mente (Anacardium accidentale Linn), , Daun Pakis (Lycopodium
clavatum L), dan Daun Sirih (Piper Betle L) dibersihkan /sortasi basah,
digunting atau dipotong kecil-kecil. kemudian dikeringkan di bawah sinar
matahari pada pagi hari dari pukul 7 sampai pukul 10 dan pengeringan
dilanjutkan pada pukul 3 sampai pukul 5 sore. Pengeringan pada waktu
tertentu ini dilakukan agar zat aktif dalam simplisia berupa minyak-minyak
yang mudah menguap tidak hilang/menguap oleh pemanasan sinar matahari.
Setelah kering, simplisia diserbukkan sesuai dengan derajat halus yang
dikehendaki. Sedangkan untuk Batang Putri Malu (Mimosa pudica L) di
lakukan penumbukan dengan menggunakan seperangkat alat penumbuk
untuk mendapatkan derajat kehalusan yang di inginkan karena Batang Putri
Malu (Mimosa pudica L) teksturnya sendiri agak keras di bandingkan
dengan sampel lainnya.
Serbuk simplisia, kemudian diekstraksi sesuai dengan metode dan
prosedur kerja masing-masing. Cairan yang digunakan pada metode
ekstraksi adalah methanol. Ekstrak yang diperoleh dimasukkan kedalam vial
dan diberi etiket untuk di KLT dan sisanya diekstraksi lebih lanjut dengan
ekstraksi cair-cair (corong pisah). Diekstraksi dengan eter, dan ekstrak yang
diperoleh dimasukkan kedalam vial. Sisa dari ektraksi eter, dilanjutkan
dengan ekstraksi dengan pelarut n butanol. Prinsip ekstraksi cair-cair adalah
menggunakan 2 fase pelarut yang tidak bercampur, yaitu pelarut polar (air)
dan pelarut nonpolar (eter), sehingga kedua pelarut akan terpisah di dalam
corong pisah. Pada keadaan tersebut, zat aktif atau komponen kimia yang
bersifat polar tertarik kedalam air dan yang bersifat nonpolar tertarik ke
dalam eter. Pelarut n butanol bersifat polar sehingga harus dijenuhkan
dengan air agar di dalam corong pisah, n butanol tidak lagi menarik air,
sehingga kedua pelarut tetap terpisah.
Ekstrak methanol, ekstrak eter, dan ekstrak n butanol dari masing-
masing simplisia kemudian di identifikasi komponen kimianya secara
kromatografi lapis tipis. Metode KLT didasarkan pada prinsip adsorbs dan
partisi, komponen kimia akan teradsorbsi pada fase diam (silica gel) dan
terpartisi oleh fase gerak (eluen). Lempeng KLT yang telah ditotol dengan
masing-masing ekstrak dimasukkan kedalam eluen sesuai kepolarannya .
Untuk ekstrak eter yang bersifat polar dimasukkan dalam chamber
berisi EtoAc-EtOH-H2O (10:2:1) dan CHCL3-MeOH-H2O(16:6:1) bersama
ekstrak methanol. Ekstrak n butanol yang bersifat nonpolar Benzen-EtoAC
(9: 1 ) dan Benzen-EtoAC (7 : 3), dimasukkan kedalam chamber berisi eluen
bersama ekstrak methanol. Kemudian lempeng dibiarkan hingga terelusi
sampai batas atas. Adaya perbedaan kepolaran setiap komponen kimia
menyebabkan terjadinya pemisahan. Komponen kimia ini akan tampak
sebagai noda pada lempeng KLT jika dilihat dengan lampu UV dan
disemprot dengan asam sulfat 10%, kemudian dipanaskan diatas
bunzen/kompor.
Noda-noda yang tampak pada lempeng KLT mempunyai jumlah,
ukuran dan warna yang berbeda-beda untuk tiap ekstrak pada setiap eluen.
Pada sampel Daun Jambu Mente, ekstrak metanol, menggunakan eluen
Benzen- Etil asetat (7:3) terdapat 4 noda, eluen Benzen- Etil asetat (9:1)
terdapat 5 noda, dan eluen Etil asetat–Etanol–Air (10:2:1) 3 noda sedangkan
eluen Kloroform– Metanol– Air (16:6:1) terdapat 2 noda. Untuk ekstrak
dietil eter dengan eluen Benzen- Etil asetat (7:3) terdapat 9 noda, eluen
Benzen- Etil asetat (9:1) terdapat 8 noda. Untuk ekstrak n-Butanol dengan
menggunakan eluen Etil asetat–Etanol–Air (10:2:1) terdapat 1 noda , eluen
Kloroform–Metanol–Air (16:6:1) terdapat 2 noda. Sampel Daun Pakis,
pada ekstrak methanol menggunakan eluen Benzen- Etil asetat (7:3)
terdapat 11 noda, Benzen- Etil asetat (9:1) 13 noda, eluen Etil asetat –
Etanol – Air (10:2:1) 6 noda sedangkan Kloroform–Metanol–Air (16:6:1)
terdapat 5 noda. Untuk ekstrak eter dengan eluen Benzen- Etil asetat (7:3)
terdapat 6 noda, eluen Benzen- Etil asetat (9:1) terdapat 11 noda. Ekstrak n-
Butanol eluen Etil asetat – Etanol – Air (10:2:1) noda dan Kloroform –
Metanol – Air (16:6:1) 7 noda.
Pada sampel Batang Putri Malu, ekstrak metanol dengan eluen
Benzen- Etil asetat (7:3) terdapat 7 noda, Benzen- Etil asetat (9:1) 3 noda,
eluen Etil asetat–Etanol– Air (10:2:1) dan Kloroform–Metanol–Air (16:6:1)
terdapat 4 noda. Untuk ekstrak eter dengan eluen Benzen- Etil asetat (7:3)
terdapat 6 noda, eluen Benzen- Etil asetat (9:1) terdapat 5 noda. Ekstrak n-
Butanol dengan eluen Etil asetat–Etanol–Air (10:2:1) terdapat 5 noda , eluen
Kloroform–Metanol –Air (16:6:1) terdapat 7 noda. Sampel Daun Sirih ,
pada ekstrak methanol menggunakan eluen Benzen- Etil asetat (7:3)
terdapat 6 noda, Benzen- Etil asetat (9:1) 7 noda, Etil aseta –Etanol–Air
(10:2:1) dan Kloroform–Metanol–Air (16:6:1) terdapat 4 noda. Untuk
ekstrak eter dengan eluen Benzen- Etil asetat (7:3) terdapat 9 noda, Benzen-
Etil asetat (9:1) terdapat 7 noda. Ekstrak n-Butanol eluen Etil asetat–Etanol
–Air (10:2:1) 4 noda dan Kloroform–Metanol–Air (16:6:1) 2 noda
B A B V
P E N U T U P
V.1 Kesimpulan
Setelah dilakukan pengamatan dilaboratorium, maka dapat disimpulkan
bahwa :
1. Sampel Daun Jambu Mente
a. Ekstrak metanol
Pada eluen polar:
Pada eluen Kloroform – Metanol – Air (16 : 6 : 1) terdapat 2 noda.
Pada eluen Etil asetat – Etanol – Air (10 : 2 : 1) terdapat 3 noda
Pada eluen non polar :
Pada eluen Benzen – Etil asetat (9 : 1) terdapat 5 noda
Pada eluen Benzen – Etil asetat (7 : 3) terdapat 4 noda
b. Ekstrak eter
Pada eluen non polar :
Pada eluen Benzen – Etil asetat (7 : 3) terdapat 9 noda
Pada eluen Benzen – Etil asetat (9 : 1) terdapat 8 noda
c. Ekstrak n-Butanol
Pada eluen polar :
Pada eluen Kloroform – Metanol – Air (16 : 6 : 1) terdapat 2 noda
Pada eluen Etil asetat – Etanol – Air (10 : 2 : 1) terdapat 1 noda
2. Sampel Daun Pakis
a. Ekstrak metanol
Pada eluen polar:
Pada eluen Kloroform – Metanol – Air (16 : 6 : 1) terdapat 5 noda.
Pada eluen Etil asetat – Etanol – Air (10 : 2 : 1) terdapat 6 noda
Pada eluen non polar :
Pada eluen Benzen – Etil asetat (9 : 1) terdapat 11 noda
Pada eluen Benzen – Etil asetat (7 : 3) terdapat 13 noda
b. Ekstrak eter
Pada eluen non polar :
Pada eluen Benzen – Etil asetat (9 : 1) terdapat 3 noda
Pada eluen Benzen – Etil asetat (7 : 3) terdapat 6 noda
c. Ekstrak n-Butanol
Pada eluen polar :
Pada eluen Kloroform – Metanol – Air (16 : 6 : 1) terdapat 7 noda.
Pada eluen Etil asetat – Etanol – Air (10 : 2 : 1) terdapat 7 noda
3. Sampel Batang Putri Malu
a. Ekstrak metanol
Pada eluen polar:
Pada eluen Kloroform – Metanol – Air (16 : 6 : 1) terdapat 4 noda.
Pada eluen Etil asetat – Etanol – Air (10 : 2 : 1) terdapat 4 noda
Pada eluen non polar :
Pada eluen Benzen – Etil asetat (9 : 1) terdapat 3 noda
Pada eluen Bensen – Etil asetat (7 : 3) terdapat 7 noda
b. Ekstrak eter
Pada eluen non polar :
Pada eluen Benzen – Etil asetat (9 : 1) terdapat 5 noda
Pada eluen Benzen – Etil asetat (7 : 3) terdapat 6 noda
c. Ekstrak n-Butanol
Pada eluen polar :
Pada eluen Etil asetat – Etanol – Air (10 : 2 : 1) terdapat 5 noda
Pada eluen Kloroform – Metanol – Air (16 : 6 : 1) terdapat 7 noda.
4. Sampel Daun Sirih
a. Ekstrak metanol
Pada eluen polar :
Pada eluen Etil asetat – Etanol – Air (10 : 2 : 1) terdapat 4 noda
Pada eluen Kloroform – Metanol – Air (16 : 6 : 1) terdapat 4 noda.
Pada eluen non polar :
Pada eluen Benzen – Etil asetat (9 : 1) terdapat 7 noda
Pada eluen Benzen – Etil asetat (7 : 3) terdapat 6 noda
b. Ekstrak eter
Pada eluen non polar :
Pada eluen Benzen – Etil asetat (9 : 1) terdapat 7 noda
Pada eluen Benzen – Etil asetat (7 : 3) terdapat 9 noda
c. Ekstrak n-Butanol
Pada eluen polar :
Pada eluen Etil asetat – Etanol – Air (10 : 2 : 1) terdapat 4 noda
Pada eluen Kloroform – Metanol – Air (16 : 6 : 1) terdapat 2 noda.
V.2 Saran
Kami sebagai praktikan sangat mengharapkan arahan dan bimbingan
dari pembimbing dalam praktikum berlangsung maupun pada saat pembuatan
laporan.
DAFTAR PUSTAKA
Agus, dkk, 2007. Aneka Tanaman Obat dan Khasiatnya. Bandung; Maltazam Mulia Utama
Dinda, 2008, Ekstraksi, http://medicafarma.blogspot.com/, diakses 20 Januari 2011
Harborne, J.B, 1987, Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan, Terbitan kedua, Penerbit ITB, Bandung.
Muhlizah, Fauziah, 2008. Tanaman Obat Keluarga. Penebar Swadaya, Jakarta.
Riyanto, Selamet, 2009. Khasiat Putri Malu. http.//selametr. blogspot.com/2009/10/ lelap-bersama-putri-malu.html. diakses tanggal 7 Februari 2011
Rohman, A. 2009, Kromatografi Untuk Analisis Obat, Graha Ilmu, Yogyakarta.
Setiawan D. 2000, Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Jilid 3, Pustaka Pembangunan Swadaya Nusantara , Jakarta.
Tritrosoepomo, Gembong. 2005. Taksonomi Tumbuhan Obat-obatan. Yogyakarta; Gadjah mada University Press
Tim Penyusun. 2010. Penuntun Praktikum Farmakognosi II. Jurusan Farmasi Poltekkes Makassar, Makassar.
LAMPIRAN
1.Skema kerja
a. Maserasi
Dicorpis
Ditambahkan eter ± 15ml, dicorpis
Lapisan H2O
Lapisan H2O
Ekstrak MeOH
Ekstrak eter
KLT
KLT
Lapisan H2O Ekstrak n-butanol KLT
Pohon Jambu Mente
Daun Jambu Mente
Simplisia
Ampas Ekstrak MeOH
Diambil daun, disortasi basah, dipotong-potong kecil, dikeringkan dan diangin-anginkan
Ekstraksi +methanol
Dirotavapor
b. Perkolasi
Dicorpis
Ditambahkan eter ± 15ml, dicorpis
Lapisan H2O
Lapisan H2O
Ekstrak MeOH
Ekstrak eter
KLT
KLT
Lapisan H2O Ekstrak n-butanol KLT
Tumbuhan Pakis
Daun Pakis
Simplisia
Ampas Ekstrak MeOH
Diambil daun, disortasi basah, dipotong-potong tipis dengan arah membujur, dikeringkan dan diangin-anginkan
Ekstraksi +methanol
Dirotavapor
c. Refluks
Dicorpis
Ditambahkan eter ± 15ml, dicorpis
Lapisan H2O
Lapisan H2O
Ekstrak MeOH
Ekstrak eter
KLT
KLT
Lapisan H2O Ekstrak n-butanol KLT
Tanaman Putri Malu
Batang Putri Malu
Simplisia
Ampas Ekstrak MeOH
Diambil batangnya, disortasi basah, dipotong-potong kecil, dikeringkan dan diangin-anginkan
Ekstraksi +methanol
Dirotavapor
d. Sokhlet
Dicorpis
Ditambahkan eter ± 10ml, dicorpis
Lapisan H2O
Lapisan H2O
Ekstrak MeOH
Ekstrak eter
KLT
KLT
Lapisan H2O Ekstrak n-butanol KLT
Tanaman Sirih kembakertas
Daun Sirih
Simplisia
Ampas Ekstrak MeOH
Diambil daunnya, disortasi basah, dipotong-potong kecil, dikeringkan dan diangin-anginkan
Ekstraksi +methanol
Dirotavapor
3. Tabel Daftar Nilai Rf
Daftar Nilai Rf Kromatografi Lapis Tipis
No. Nama Ekstrak No. NodaNilai
Rf UV
Nilai
Rf
H2SO4
Warna Noda
UV H2SO4 10 %
1. Eks. Metanol Daun
jambu mente
Benzen : Etil asetat
(9: 1 )
1 0,22 0,22 Merah kuning
2 0,42 0,42 Merah Hijau muda
3 0,6 0,6 Merah Abu-abu
4 0,76 0,76 Merah Kuning
5 0,8 0,8 Merah Hijau muda
Eks. Metanol Daun
jambu mente
Benzen : etil asetat
( 7 : 3)
1 0,3 0,3 Pink Abu-abu
2 0,7 0,7 Pink Kuning
3 0,84 0,84 Pink Abu-abu
4 0,9 0,9 Pink Hijau
Eks. Metanol Daun
jambu mente
Etil asetat : etanol : air
( 10: 2 :1 )
1 0,6 0,6 Biru muda Abu-abu
2 0,8 0,8 Biru muda Kuning
3 0,9 0,9 Merah Hijau muda
Eks. Metanol Daun
jambu mente
Kloroform :
methanol : air (16: 6 :
1)
1 0,4 0,4 Orange Orange
2 0,6 0,6 Abu-abu Kuning
Ekst. Eter Daun jambu
mente
Benzen : Etil asetat
(9: 1 )
1 0,1 0,1 Abu-abu Abu-abu
2 0,24 0,24 Merah Hijau muda
3 0,4 0,4 Merah Hijau tua
4 0,54 0,54 Merah Merah
5 0,66 0,66 Kuning Abu-abu
6 0,72 0,72 Merah Abu-abu
7 0,78 0,78 Merah Hijau tua
8 0,92 0,92 Biru Abu-abu
Ekst. Eter daun jambu
mente
Benzen : etil asetat
(7 : 3)
1 0,1 0,1 Merah Abu-abu
2 0,22 0,22 Merah Abu-abu
3 0,3 0,3 Orange Abu-abu
4 0,4 0,4 Merah Hijau muda
5 0,56 0,56 Merah Hijau tua
6 0,7 0,7 Orange Hijau muda
7 0,76 0,76 Merah Hijau muda
8 0,86 0,86 Biru Abu-abu
Ekst. n-butanol daun
jambu mente Etil
asetat : etanol : air
( 10: 2 :1 )
1 0,86 0,86 Merah Hijau muda
Ekst. n-butanol daun
jambu mente
Kloroform :
methanol : air (16: 6:
1)
1 0,78 0,78 Biru Abu-abu
2 0,86 0,86 Merah Hijau
No. Nama Ekstrak No. NodaNilai
Rf UV
Nilai
Rf
H2SO4
Warna Noda
UV H2SO4 10 %
2. Eks. Metanol Pakis
Benzen : Etil asetat
(9: 1 )
1 0,08 0,08 Orange Hijau muda
2 0,12 0,12 Abu-bu Abu-abu
3 0,2 0,2 Orange Hijau muda
4 0,24 0,24 Orange Hijau muda
5 0,32 0,32 Hijau Kuning
6 0,36 0,36 Orange Hijau muda
7 0,42 0,42 Orange Hijau muda
8 0,52 0,52 Hijau muda Hijau muda
9 0,6 0,6 Orange Hijau muda
10 0,72 0,72 Hijau muda Hijau muda
11 0,92 0,92 Orange Hijau muda
Eks. Metanol Pakis
Benzen : etil asetat
( 7 : 3)
1 0,12 0,12 Merah Hijau muda
2 0,36 0,36 Merah Hijau muda
3 0,2 0,2 Merah Hijau muda
4 0,32 0,32 Orange Hijau muda
5 0,44 0,44 Abu-abu Hijau muda
6 0,52 0,52 Abu-abu Hijau muda
7 0,62 0,62 Merah Kuning
8 0,76 0,76 Merah Abu-abu
9 0,8 0,8 Merah Abu-abu
10 0.84 0,84 Merah Abu-abu
11 0,88 0,88 Abu-abu Hijau muda
12 0,94 0,94 Merah Hijau muda
13 0,98 0,98 Abu-abu Hijau muda
Eks. Metanol Pakis
Etil asetat : etanol : air
( 10: 2 :1 )
1 0,06 0,06 Merah Abu-abu
2 0,3 0,3 Biru Hijau muda
3 0,46 0.46 Biru Abu-abu
4 0,58 0,58 Biru Abu-abu
5 0,64 0,64 Merah Abu-abu
6 0,98 0,98 Merah Hijau muda
Eks. Metanol Pakis
Kloroform :
methanol : air (16: 6:
1 0,4 0,4 Orange Abu-abu
2 0,12 0,12 Biru Biru
3 0,6 0.6 Orange Hijau muda
1) 4 0,78 0,78 Orange Hijau muda
50,88 0.88 Orange Orange
Ekst. Eter Pakis
Benzen : Etil asetat
(9: 1 )
1 0,04 0,06 Merah merah
2 0,68 0,92 Merah Abu-abu
3 0,88 Abu- abu
Ekst. Eter Pakis
Benzen : etil asetat
(7 : 3)
1 0,08 0,68 Kuning Hijau muda
2 0,36 Kuning
3 0,48 Kuning muda
4 0,5 Abu- abu
5 0,66 Kuning
6 0,7 Kuning
Ekst. n-butanol Pakis
Etil asetat : etanol : air
( 10: 2 :1 )
1 0,1 0,1 Merah Kuning
2 0,29 0,29 Merah Hijau
3 0,39 0,39 Merah Kuning
4 0,42 0,42 Biru Kuning
5 0,52 0,52 Abu- abu Coklat
6 0.72 0.72 Merah Hijau
7 0,84 0,84 Merah Hijau
Ekst. n-butanol Pakis
Kloroform :
methanol : air (16: 6:
1)
1 0,12 0,12 Hijau Kuning
2 0,2 0,2 Hijau Kuning
3 0,3 0,3 Abu- abu Hijau
4 0,52 0,52 Biru Abu- abu
5 0,72 0,72 Merah Merah
6 0,78 0,78 Abu- abu Abu- abu
7 0.94 0.94 Merah Hijau
No. Nama Ekstrak No. NodaNilai
Rf UV
Nilai
Rf
H2SO4
Warna Noda
UV H2SO4 10 %
3. Eks. Metanol
Batang Putri Malu
Benzen : Etil asetat
(9: 1 )
1 0,46 0,54 Merah Abu-Abu
2 0,6 0,68 Biru Abu-Abu
3 0,7 0,76 Merah Hijau muda
Eks. Metanol
Batang Putri Malu
Benzen : etil asetat
( 7 : 3)
1 0,12 0,12 Merah Abu-Abu
2 0,24 0,24 Merah Abu-Abu
3 0,4 0,4 Merah Abu-Abu
4 0,48 0,48 Merah Abu-Abu
5 0,56 0,56 Merah Abu-Abu
6 0,72 0,72 Biru Hijau muda
7 0,8 0,8 Merah Hijau muda
Eks. Metanol
Batang Putri Malu
Etil asetat : etanol :
air ( 10: 2 :1 )
1 0,08 0,08 Merah Abu-Abu
2 0,34 0,34 Merah Abu-Abu
3 0.54 0.54 Merah Abu-Abu
4 0,88 0,88 Merah Hijau muda
Eks. Metanol
Batang Putri Malu
Kloroform :
methanol : air
(16: 6: 1)
1 0,4 0,46 Kuning Hijau muda
2 0,92 0,78 Hijau muda Orange
3 0,82 Hijau muda
4 0,96 Abu-Abu
Ekst. Eter Batang
Putri Malu
Benzen : Etil asetat
(9: 1 )
1 0,16 0,16 Abu-Abu Abu-abu
2 0,28 0,28 Abu-Abu Abu-abu
3 0,68 0,68 Biru Abu-abu
4 0,78 0,78 Orange Abu-abu
5 0,96 0,96 Abu-abu Abu-abu
Ekst. Eter Batang
Putri Malu
Benzen : etil asetat
(7 : 3)
1 0,08 0,06 Merah Abu-abu
2 0,18 0,12 Biru Abu-abu
3 0,24 0,18 Merah Abu-abu
4 0,52 0,52 Abu-abu Abu-abu
5 0,62 0,62 Abu-abu Abu-abu
6 0,64 0,64 Abu-abu Abu-abu
Ekst. n-butanol
Batang Putri Malu
Etil asetat : etanol :
air ( 10: 2 :1 )
1 0,1 0,1 Biru Abu-abu
2 0,18 0,18 Biru Abu-abu
3 0,32 0,32 Biru Abu-abu
4 0,36 0,36 Biru Abu-abu
5 0,64 0,64 Biru Abu-abu
Ekst. n-butanol
Batang Putri malu
Kloroform :methanol
: air (16: 6: 1)
1 0,88 0,88 Biru Kuning
No. Nama Ekstrak No. NodaNilai
Rf UV
Nilai
Rf
H2SO4
Warna Noda
UV H2SO4 10 %
4. Eks. Metanol Daun
Sirih
Benzen : Etil asetat
(9: 1 )
1 0,12 0,12 Hijau Kuning
2 0,2 0,2 Hijau Kuning
3 0,3 0,3 Abu- abu Hijau
4 0,52 0,52 Biru Abu- abu
5 0,72 0,72 Merah Merah
6 0,78 0,78 Biru Abu-abu
7 0,96 0,96 Biru Abu-abu
Eks. Metanol Daun
Sirih
1 0,16 0,16 Abu-Abu Abu-abu
2 0,28 0,28 Abu-Abu Abu-abu
Benzen : etil asetat
( 7 : 3)
3 0,68 0,68 Biru Abu-abu
4 0,7 0,7 Orange Hijau muda
5 0,76 0,76 Merah Hijau muda
6 0,78 0,78 Biru Abu-abu
Eks. Metanol Daun
Sirih
Etil asetat : etanol :
air ( 10: 2 :1 )
1 0,08 0,08 Merah Abu-Abu
2 0,34 0,34 Merah Abu-Abu
3 0.54 0.54 Merah Abu-Abu
4 0,72 0,72 Merah Merah
Eks. Metanol Daun
Sirih
Kloroform :methanol
: air (16: 6: 1)
1 0,26 0,2 Coklat Abu-Abu
2 0,36 0,36 Abu-abu Merah
3 0,48 0,48 Abu-abu Merah
4 0,88 0,88 Abu-abu Merah
Ekst. Eter Daun
Sirih
Benzen : Etil asetat
(9: 1 )
1 0,08 0,08 Merah Kuning
2 0,16 0,16 Biru Kuning
3 0,34 0,34 Merah Kuning
4 0,49 0,49 Merah Hijau
5 0,54 0,54 Biru Abu-abu
6 0,66 0,66 Biru Hijau
7 0,74 0,74 Merah Abu-abu
Ekst. Eter Daun
Sirih
Benzen : etil asetat
(7 : 3)
1 0,08 0,08 Orange Hijau
2 0,16 0,16 Orange Hijau
3 0.36 0.36 Ungu Abu-abu
4 0,46 0,46 Biru Abu-abu
5 0,6 0,6 Merah Abu-abu
6 0,66 0,66 Biru Kuning
7 0,8 0,8 Merah Abu-abu
8 0,86 0,86 Merah Abu-abu
9 0.98 0.98 MerahHijau
Ekst. n-butanol
Daun sirih
Etil asetat : etanol :
air ( 10: 2 :1 )
1 0,04 0,04 Coklat Biru
2 0,32 0,32 Abu-abu Merah
3 0,6 0,6 Kuning Merah
4 0,64 0,64 Coklat Abu-abu
Ekst. n-butanol
Daun sirih
Kloroform :
methanol : air
(16: 6: 1)
1 0,08 0,08 Coklat Muda Hijau
2 0,16 0,16 Merah Coklat
4. Gambar Alat
a. Alat Maserasi b. Alat Perkolasi
c. Alat Sokletasi d. Alat Refluks
e. Rotapator
5. Gambar Sampel
a. Daun Jambu Mente b. Daun Pakis
c. Batang Putri Malu d. Daun Sirih