Download - Lapkas DHF Grade I
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala anugerah yang dilimpahkan-Nya,
sehingga pada akhirnya kami dapat menyelesaikan Laporan Kasus yang berjudul “Demam
Berdarah Dengue”.
Pada kesempatan ini juga saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
dr. Pantas Martin Saing, Sp.A dan dr. Marisi Ester Sihite yang telah banyak memberikan
bimbingan dan masukan selama kepaniteraan klinik bagian Ilmu Kesehatan Anak di RSU HKBP
Balige.
Dengan segala kerendahan hati kami harap Laporan Kasus ini dapat memeberikan
manfaat terutama bagi penulis dan juga pembacanya.
Balige, November 2015
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................................................i
DAFTAR ISI..................................................................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR....................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................................3
2.1. Definisi..................................................................................................................................3
2.2. Etiologi..................................................................................................................................4
2.3. Patogenesis dan Vektor DBD...............................................................................................4
2.4. Manifestasi Klinis.................................................................................................................8
2.5. Pemeriksaan Penunjang........................................................................................................9
2.6. Diagnosis...............................................................................................................................9
2.7. Diagnosis Banding..............................................................................................................11
2.8. Penatalaksanaan..................................................................................................................12
BAB III LAPORAN KASUS......................................................................................................18
BAB V KESIMPULAN...............................................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................27
ii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1………………………………………………………………………………………………. 3
Gambar 2.2………………………………………………………………………………………………. 6
Gambar 2.3………………………………………………………………………………………………. 7
Gambar 2.4………………………………………………………………………………………………. 11
Gambar 2.5…………………………………………………..…………………………………………... 12
Gambar 2.6……………………………………………………………..………………………………... 13
Gambar 2.7………………………………………………………………………..……………………... 13
Gambar 2.8…………………………………………………………………………………..…………... 14
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Dengue adalah virus yang disebarkan melalui gigitan nyamuk yang telah menyebar
dengan cepat di seluruh wilayah WHO dalam beberapa tahun terakhir. Penyakit ini tersebar luas
diseluruh daerah tropis, dengan resiko daerah yang bervariasi yang dipengaruhi oleh curah hujan,
suhu dan urbanisasi yang cepat dan tidak direncanakan.1
Insiden dengue meningkat secara signifikan di seluruh dunia dalam beberapa dekade
terakhir. Angka sebenarnya dari kasus DBD tidak dilaporkan dan banyak kesalahan dalam
mengklasifikasikan. Salah satu perkiraan terbaru menujukkan angka 390 juta infeksi dengue per
tahun. Studi lain, tentang prevalensi DBD, memperkirakan 3,9 miliar orang, dari 128 negara,
berada pada resiko terinfeksi virus dengue.1
Sebelum tahun 1970, hanya 9 negara yang telah mengalami wabah dengue yang
parah.penyakit ini sekarang endemic di lebih dari 100 negara di daerah WHO Afrika, Amerika,
Mediterani Timur, Asia Tenggara dan Pasifik Barat. Amerika, Asia Tenggara dan PAsifik Barat
daerah yang paling terkena dampak serius. Kasus di seluruh Amerika, Asia Tenggara dan Pasifik
Barat melebihi 1,2 juta pada tahun 2008 dan lebih dari 3 juta pada tahun 2013 (berdasarkan data
resmi yang disampaikan oleh Negara Anggota). Baru-baru ini jumlah kasus yang dilaporkan
terus meningkat. Pada 2013, 2,35 juta kasus dengue dilaporkan di Amerika saja, dari yang
37.687 kasus demam berdarah yang parah.1
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) masih merupakan salah satu masalah
kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia. Jumlah penderita dan luas daerah penyebarannya
semakin bertambah seiring dengan meningkatnya mobilitas dan kepadatan penduduk. Di
Indonesia Demam Berdarah pertama kali ditemukan di kota Surabaya pada tahun 1968, dimana
sebanyak 58 orang terinfeksi dan 24 orang diantaranya meninggal dunia (Angka Kematian
(AK) : 41,3 %). Dan sejak saat itu, penyakit ini menyebar luas ke seluruh Indonesia.2
Sekitar 2,5 miliar orang, atau 40% dari populasi dunia, hidup di daerah di mana ada risiko
penularan demam berdarah. Demam berdarah adalah endemik di sedikitnya 100 negara di Asia,
Pasifik, Amerika, Afrika, dan Karibia. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan
1
bahwa 50 sampai 100 juta infeksi terjadi setiap tahun, termasuk 500.000 kasus DBD dan 22.000
kematian, sebagian besar anak-anak. Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati
urutan pertama dalam jumlah penderita DBD setiap tahunnya. Sementara itu, terhitung sejak
tahun 1968 hingga tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat negara Indonesia
sebagai negara dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara.2,3
Pada tahun 2014, sampai pertengahan bulan Desember tercatat penderita DBD di 34
provinsi di Indonesia sebanyak 71.668 orang, dan 641 diantaranya meninggal dunia. Angka
tersebut lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya, yakni tahun 2013 dengan jumlah
penderita sebanyak 112.511 orang dan jumlah kasus meninggal sebanyak 871 penderita.4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Demam Dengue dan Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit demam akut yang
disebabkan oleh virus denv1, denv2, denv3, dan denv4 yang termasuk dalam RNA virus.
Penyakit indeksi ini ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypti betina serta memenuhi kriteria WHO
untuk DBD. DBD adalah salah satu manifestasi simptomatik dari infeksi virus dengue.5
2
Gambar 2.1. Spektrum klinis infeksi virus dengue
Dikutip dari: Khie Chen; Herdiman T. Pohan; Robert Sinto. Diagnosis dan Terapi Cairan pada
Demam Berdarah Dengue. Medicinus. 2009;22(1):3–7.
Manifestasi simptomatik infeksi virus dengue adalah sebagai berikut (Gambar 2.1.)5:
1. Demam tidak terdiferensiasi
2. Demam dengue (dengan atau tanpa perdarahan): demam akut selama 2-7 hari, ditandai
dengan 2 atau lebih manifestasi klinis (nyeri kepala, nyeri retroorbital, mialgia/ atralgia, ruam
kulit, manifestasi perdarahan [petekie atau uji bendung positif], leukopenia) dan pemeriksaan
serologi dengue positif atau ditemukan pasien yang sudah dikonfirmasi menderita demam
dengue/ DBD pada lokasi dan waktu yang sama
3. DBD (dengan atau tanpa renjatan).
2.2. Etiologi
Dengue adalah penyakit demam akut yang disebabkan oleh virus dengue yang termasuk
kelompok Arthropod Borne Virus (Arbovirus) yang sekarang dikenal sebagai genus flavivirus,
familio flavivisidae dan mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu DEN–1, DEN–2, DEN–3, DEN–4.
Seluruh serotipe DENV muncul dari rantai sylvatic di hutan Asia Tenggara.6,7
3
2.3. Patogenesis dan Vektor DBD
Terdapat tiga faktor yang memegang peranan pada penularan infeksi virus dengue, yaitu
manusia, virus, dan vektor perantara. Virus dengue ditularkan kepada manusia melalui gigitan
nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk Aedes albopictus, Aedes polynesiensis dan beberapa spesies
yang lain dapat juga menularkan virus ini, namun merupakan vektor yang kurang berperan.
Nyamuk Aedes tersebut dapat mengandung virus dengue pada saat menggigit manusia yang
sedang mengalami viremia. Kemudian virus yang berada di kelenjar liur berkembang biak dalam
waktu 8-10 hari (extrinsic incubation period) sebelum dapat ditularkan kembali kepada manusia
pada saat gigitan berikutnya. Sekali virus dapat masuk dan berkembang biak di dalam tubuh
nyamuk, nyamuk tersebut akan dapat menularkan virus selama hidupnya (infektif). Di tubuh
manusia, virus memerlukan waktu masa tunas 46 hari (intrinsic incubation period) sebelum
menimbulkan penyakit. Penularan dari manusia kepada nyamuk hanya dapat terjadi bila nyamuk
menggigit manusia yang sedang mengalami viremia, yaitu 2 hari sebelum panas sampai 5 hari
setelah demam timbul.8,9,10
Patogenesis DBD dan SSD (Sindrom syok dengue) masih merupakan masalah yang
kontroversial. Dua teori yang banyak dianut pada DBD dan SSD adalah hipotesis infeksi
sekunder (teori secondary heterologous infection) atau hipotesis immune enhancement. Hipotesis
ini menyatakan secara tidak langsung bahwa pasien yang mengalami infeksi yang kedua kalinya
dengan serotipe virus dengue yang heterolog mempunyai risiko berat yang lebih besar untuk
menderita DBD/Berat. Antibodi heterolog yang telah ada sebelumnya akan mengenai virus lain
yang akan menginfeksi dan kemudian membentuk kompleks antigen antibodi yang kemudian
berikatan dengan Fc reseptor dari membran sel leokosit terutama makrofag. Oleh karena antibodi
heterolog maka virus tidak dinetralisasikan oleh tubuh sehingga akan bebas melakukan replikasi
dalam sel makrofag. Dihipotesiskan juga mengenai antibodi dependent enhancement (ADE),
suatu proses yang akan meningkatkan infeksi dan replikasi virus dengue di dalam sel
mononuklear. Sebagai tanggapan terhadap infeksi tersebut, terjadi sekresi mediator vasoaktif
yang kemudian menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah, sehingga
mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok.5
Patogenesis terjadinya syok berdasarkan hipotesis the secondary heterologous infection
dapat dilihat pada gambar 2.2. yang dirumuskan oleh Suvatte, tahun 1977. Sebagai akibat infeksi
4
sekunder oleh tipe virus dengue yang berlainan pada seorang pasien, respons antibodi
anamnestik yang akan terjadi dalam waktu beberapa hari mengakibatkan proliferasi dan
transformasi limfosit dengan menghasilkan titer tinggi antibodi IgG anti dengue. Disamping itu,
replikasi virus dengue terjadi juga dalam limfosit yang bertransformasi dengan akibat
terdapatnya virus dalam jumlah banyak. Hal ini akan mengakibatkan terbentuknya virus
kompleks antigen-antibodi (virus antibody complex) yang selanjutnya akan mengakibatkan
aktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3a dan C5a akibat aktivasi C3 dan C5 menyebabkan
peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya plasma dari ruang
intravaskular ke ruang ekstravaskular. Pada pasien dengan syok berat, volume plasma dapat
berkurang sampai lebih dari 30 % dan berlangsung selama 24-48 jam. Perembesan plasma ini
terbukti dengan adanya, peningkatan kadar hematokrit, penurunan kadar natrium, dan
terdapatnya cairan di dalam rongga serosa (efusi pleura, asites). Syok yang tidak ditanggulangi
secara adekuat, akan menyebabkan asidosis dan anoksia, yang dapat berakhir fatal. Oleh karena
itu, pengobatan syok sangat penting guna mencegah kematian.5,8
Hipotesis kedua, menyatakan bahwa virus dengue seperti juga virus binatang lain dapat
mengalami perubahan genetik akibat tekanan sewaktu virus mengadakan replikasi baik pada
tubuh manusia maupun pada tubuh nyamuk. Ekspresi fenotipik dari perubahan genetik dalam
genom virus dapat menyebabkan peningkatan replikasi virus dan viremia, peningkatan virulensi
dan mempunyai potensi untuk menimbulkan wabah. Selain itu beberapa strain virus mempunyai
kemampuan untuk menimbulkan wabah yang besar. Kedua hipotesis tersebut didukung oleh data
epidemiologis dan laboratoris.5,8
5
Gambar 2.2. Patofisiologi terjadinya syok pada DBD
Dikutip dari: Khie Chen; Herdiman T. Pohan; Robert Sinto. Diagnosis dan Terapi Cairan pada
Demam Berdarah Dengue. Medicinus. 2009;22(1):3–7.
Sebagai tanggapan terhadap infeksi virus dengue, kompleks antigen-antibodi selain
mengaktivasi sistem komplemen, juga menyebabkan agregasi trombosit dan mengaktivitasi
sistem koagulasi melalui kerusakan sel endotel pembuluh darah (gambar 2.3.). Kedua faktor
tersebut akan menyebabkan perdarahan pada DBD. Agregasi trombosit terjadi sebagai akibat
dari perlekatan kompleks antigen-antibodi pada membran trombosit mengakibatkan pengeluaran
ADP (adenosin di phosphat), sehingga trombosit melekat satu sama lain. Hal ini akan
menyebabkan trombosit dihancurkan oleh RES (reticulo endothelial system) sehingga terjadi
trombositopenia. Agregasi trombosit ini akan menyebabkan pengeluaran platelet faktor III
mengakibatkan terjadinya koagulopati konsumtif (KID = koagulasi intravaskular deseminata),
6
ditandai dengan peningkatan FDP (fibrinogen degredation product) sehingga terjadi penurunan
faktor pembekuan.5,8
Gambar 2.3. Patofisiologi perdarahan pada DBD
Dikutip dari: Khie Chen; Herdiman T. Pohan; Robert Sinto. Diagnosis dan Terapi Cairan pada
Demam Berdarah Dengue. Medicinus. 2009;22(1):3–7.
Agregasi trombosit ini juga mengakibatkan gangguan fungsi trombosit, sehingga
walaupun jumlah trombosit masih cukup banyak, tidak berfungsi baik. Di sisi lain, aktivasi
koagulasi akan menyebabkan aktivasi faktor Hageman sehingga terjadi aktivasi sistem kinin
sehingga memacu peningkatan permeabilitas kapiler yang dapat mempercepat terjadinya syok.
Jadi, perdarahan masif pada DBD diakibatkan oleh trombositpenia, penurunan faktor pembekuan
(akibat KID), kelainan fungsi trombosit, dan kerusakan dinding endotel kapiler. Akhirnya,
perdarahan akan memperberat syok yang terjadi.8
7
2.4. Manifestasi Klinis
1. Demam
Demam tinggi yang mendadak, terus – menerus berlangsung selama 2 – 7 hari,
naik turun (demam bifasik). Kadang – kadang suhu tubuh sangat tinggi sampai 40 oC dan
dapat terjadi kejang demam. Akhir fase demam merupakan fase kritis pada demam
berdarah dengue. Pada saat fase demam sudah mulai menurun hati–hati karena fase
tersebut sebagai awal kejadian syok, biasanya pada hari ketiga dari demam.6,7,11
2. Tanda-tanda perdarahan
Penyebab perdarahan pada pasien demam berdarah adalah vaskulopati,
trombositopenia, gangguan fungsi trombosit serta koagulasi intravaskuler yang
menyeluruh. Jenis perdarahan terbanyak adalah perdarahan bawah kulit seperti ptekia,
purpura, ekimosis dan perdarahan konjungtiva. Ptekia merupakan tanda perdarahan yang
sering ditemukan. Muncul pada hari pertama demam tetepai dapat pula dijumpai pada
hari ke 3,4,5 demam. Perdarahan lain yaitu, epitaksis, perdarahan gusi, melena dan
hematemesis.6,7,11
3. Hepatomegali
Pada umumnya dapat ditemukan pada permulaan penyakit bervariasi dari hanya
sekedar diraba sampai 2–4 cm di bawah arcus costa kanan. Derajat hepatomegali tidak
sejajar dengan beratnya penyakit, namun nyeri tekan pada daerah tepi hepar berhubungan
dengan adanya perdarahan.6,7,11
4. Syok
Pada kasus ringan dan sedang, semua tanda dan gejala klinis menghilang setelah
demam turun disertai keluarnya keringat, perubahan pada denyut nadi dan tekanan darah,
akral teraba dingin disertai dengan kongesti kulit. Perubahan ini memperlihatkan gejala
gangguan sirkulasi, sebagai akibat dari perembesan plasma yang dapat bersifat ringan
atau sementara. Pada kasus berat, keadaan umum pasien mendadak menjadi buruk setelah
beberapa hari demam pada saat atau beberapa saat setelah suhu turun, antara 3–7,
terdapat tanda kegagalan sirkulasi, kulit teraba dingin dan lembab terutama pada ujung
jari dan kaki, sianosis di sekitar mulut, pasien menjadi gelisah, nadi cepat, lemah kecil
sampai tidak teraba.6,7,11
8
2.5. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium meliputi kadar hemoglobin, kadar hematokrit, jumlah
trombosit, dan hapusan darah tepi untuk melihat adanya limfositosis relatif disertai gambaran
limfosit plasma biru (sejak hari ke 3). Trombositopenia umumnya dijumpai pada hari ke 3-8
sejak timbulnya demam. Hemokonsentrasi dapat mulai dijumpai mulai hari ke 3 demam.10,11
Pada DBD yang disertai manifestasi perdarahan atau kecurigaan terjadinya gangguan
koagulasi, dapat dilakukan pemeriksaan hemostasis (PT, APTT, Fibrinogen, D-Dimer, atau
FDP). Pemeriksaan lain yang dapat dikerjakan adalah albumin, SGOT/SGPT, ureum/
kreatinin.8,12
Untuk membuktikan etiologi DBD, dapat dilakukan uji diagnostik melalui pemeriksaan
isolasi virus, pemeriksaan serologi atau biologi molekular. Di antara tiga jenis uji etiologi, yang
dianggap sebagai baku emas adalah metode isolasi virus. Namun, metode ini membutuhkan
tenaga laboratorium yang ahli, waktu yang lama (lebih dari 1–2 minggu), serta biaya yang relatif
mahal. Oleh karena keterbatasan ini, seringkali yang dipilih adalah metode diagnosis molekuler
dengan deteksi materi genetik virus melalui pemeriksaan reverse transcriptionpolymerase chain
reaction (RT-PCR). Pemeriksaan RT-PCR memberikan hasil yang lebih sensitif dan lebih cepat
bila dibandingkan dengan isolasi virus, tapi pemeriksaan ini juga relatif mahal serta mudah
mengalami kontaminasi yang dapat menyebabkan timbulnya hasil positif semu. Pemeriksaan
yang saat ini banyak digunakan adalah pemeriksaan serologi, yaitu dengan mendeteksi IgM dan
IgG-anti dengue. Imunoserologi berupa IgM terdeteksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampai
minggu ke 3 dan menghilang setelah 60-90 hari. Pada infeksi primer, IgG mulai terdeteksi pada
hari ke 14, sedangkan pada infeksi sekunder dapat terdeteksi mulai hari ke 2.5,11,12,13
Pemeriksaan radiologis (foto toraks PA tegak dan lateral dekubitus kanan) dapat
dilakukan untuk melihat ada tidaknya efusi pleura, terutama pada hemitoraks kanan dan pada
keadaan perembesan plasma hebat, efusi dapat ditemukan pada kedua hemitoraks. Asites dan
efusi pleura dapat pula dideteksi dengan USG.5,11,12,13
2.6. Diagnosis
Berdasarkan kriteria WHO 1997, diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal ini terpenuhi:
1. Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari biasanya bifasik
9
2. Terdapat minimal 1 manifestasi perdarahan berikut: uji bending positif, petekie,
ekimosis, atau purpura, perdarahan mukosa, hematemesis dan melena
3. Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ mm3)
4. Terdapat minimal 1 tanda kebocoran plasma sebagai berikut:
a. Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai umur dan jenis kelamin.
b. Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan dengan
nilai hematokrit sebelumnya.
c. Tanda kebocoran plasma seperti: efusi pleura, asites, hipoproteinemia,
hiponatremia.5,6,7,8,11
Terdapat 4 derajat spektrum klinis DBD (WHO, 1997), yaitu:
Derajat 1: Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi perdarahan adalah
uji torniquet.
Derajat 2: Seperti derajat 1, disertai perdarahan spontan di kulit dan perdarahan lain.
Derajat 3: Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan nadi menurun
(20 mmHg atau kurang) atau hipotensi, sianosis di sekitar mulut, kulit dingin dan
lembab, tampak gelisah.
Derajat 4: Syok berat, nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak terukur.5,6,7,11
10
Keempat derajat tersebut dapat digambarkan pada gambar 2.4. berikut.
Gambar 2.4. Derajat DBD
Dikutip dari: Khie Chen; Herdiman T. Pohan; Robert Sinto. Diagnosis dan Terapi Cairan pada
Demam Berdarah Dengue. Medicinus. 2009;22(1):3–7.
2.7. Diagnosis Banding
1. DemamBeedarah Dengue
2. Demam Chikungunya
3. Malaria11
Temuan DBD CIKUNGUNYA MALARIA
Demam ++++ ++++ ++++
Tes torniquet ++++ +++ -
Petekie/ ekimosis ++ +/- -
Pertemuan ruam
petekie
++ - -
Hepatomegali ++++ +++ ++++
Ruam
Makulopapular
+ ++ -
11
Mialga/ artralgia + ++ +
limfadenopati ++ ++ -
Leukopenia ++ ++++ -
Trombositopenia ++++ + -
Syok ++ - -
Perdarahan
Gastriintestinal
++ - -
Tabel 2.1. Diagnosa Banding
2.8. Penatalaksanaan
Pada dasarnya terapi DBD adalah bersifat suportif dan simtomatis. Penatalaksanaan
ditujukan untuk mengganti kehilangan cairan akibat kebocoran plasma dan memberikan terapi
substitusi komponen darah bilamana diperlukan. Dalam pemberian terapi cairan, hal terpenting
yang perlu dilakukan adalah pemantauan baik secara klinis maupun laboratoris. Proses
kebocoran plasma dan terjadinya trombositopenia pada umumnya terjadi antara hari ke 4 hingga
6 sejak demam berlangsung. Pada hari ke-7 proses kebocoran plasma akan berkurang dan cairan
akan kembali dari ruang interstitial ke intravaskular. Terapi cairan pada kondisi tersebut secara
bertahap dikurangi. Selain pemantauan untuk menilai apakah pemberian cairan sudah cukup atau
kurang, pemantauan terhadap kemungkinan terjadinya kelebihan cairan serta terjadinya efusi
pleura ataupun asites yang masif perlu selalu diwaspadai.9,14
Terapi nonfarmakologis yang diberikan meliputi tirah baring (pada trombositopenia yang
berat) dan pemberian makanan dengan kandungan gizi yang cukup, lunak dan tidak mengandung
zat atau bumbu yang mengiritasi saluaran cerna. Sebagai terapi simptomatis, dapat diberikan
antipiretik berupa parasetamol, serta obat simptomatis untuk mengatasi keluhan dispepsia.
Pemberian aspirin ataupun obat antiinflamasi nonsteroid sebaiknya dihindari karena berisiko
terjadinya perdarahan pada saluran cerna bagaian atas (lambung/duodenum).14
Protokol pemberian cairan sebagai komponen utama penatalaksanaan DBD dewasa
mengikuti 5 protokol, mengacu pada protokol WHO. Protokol ini terbagi dalam 5 kategori,
sebagai berikut:
12
1. Penanganan tersangka DBD tanpa syok (gambar 2.5).
2. Pemberian cairan pada tersangka DBD dewasa di ruang rawat (gambar 2.6).
3. Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan hematokrit >20% (gambar 2.7).
4. Penatalaksanaan perdarahan spontan pada DBD dewasa.
5. Tatalaksana sindroma syok dengue pada dewasa (gambar 2.8).
Gambar 2.5. Penanganan tersangka DBD tanpa syok
Gambar 2.6. Pemberian cairan pada tersangka DBD dewasa di ruang rawat
13
Gambar 2.8. Tatalaksana sindroma syok dengue pada dewasa
Dikutip dari: Khie Chen; Herdiman T. Pohan; Robert Sinto. Diagnosis dan Terapi Cairan pada
Demam Berdarah Dengue. Medicinus. 2009;22(1):3–7.
15
Ada dua hal penting yang perlu diperhatikan dalam terapi cairan khususnya pada
penatalaksanaan demam berdarah dengue: pertama adalah jenis cairan dan kedua adalah jumlah
serta kecepatan cairan yang akan diberikan. Karena tujuan terapi cairan adalah untuk mengganti
kehilangan cairan di ruang intravaskular, pada dasarnya baik kristaloid (ringer laktat, ringer
asetat, cairan salin) maupun koloid dapat diberikan. WHO menganjurkan terapi kristaloid
sebagai cairan standar pada terapi DBD karena dibandingkan dengan koloid, kristaloid lebih
mudah didapat dan lebih murah. Jenis cairan yang ideal yang sebenarnya dibutuhkan dalam
penatalaksanaan antara lain memiliki sifat bertahan lama di intravaskular, aman dan relatif
mudah diekskresi, tidak mengganggu sistem koagulasi tubuh, dan memiliki efek alergi yang
minimal.15
Secara umum, penggunaan kristaloid dalam tatalaksana DBD aman dan efektif. Beberapa
efek samping yang dilaporkan terkait dengan penggunaan kristaloid adalah edema, asidosis
laktat, instabilitas hemodinamik dan hemokonsentrasi. Kristaloid memiliki waktu bertahan yang
singkat di dalam pembuluh darah. Pemberian larutan RL secara bolus (20 ml/kg BB) akan
menyebabkan efek penambahan volume vascular hanya dalam waktu yang singkat sebelum
didistribusikan ke seluruh kompartemen interstisial (ekstravaskular) dengan perbandingan 1:3,
sehingga dari 20 ml bolus tersebut dalam waktu satu jam hanya 5 ml yang tetap berada dalam
ruang intravaskular dan 15 ml masuk ke dalam ruang interstisial. Namun demikian, dalam
aplikasinya terdapat beberapa keuntungan penggunaan kristaloid antara lain mudah tersedia
dengan harga terjangkau, komposisi yang menyerupai komposisi plasma, mudah disimpan dalam
temperatur ruang, dan bebas dari kemungkinan reaksi anafilaktik.5
Dibandingkan cairan kristaloid, cairan koloid memiliki beberapa keunggulan yaitu pada
jumlah volume yang sama akan didapatkan ekspansi volume plasma (intravaskular) yang lebih
besar dan bertahan untuk waktu lebih lama di ruang intravaskular. Dengan kelebihan ini,
diharapkan koloid memberikan oksigenasi jaringan lebih baik dan hemodinamik terjaga lebih
stabil. Beberapa kekurangan yang mungkin didapatkan dengan penggunaan koloid yakni risiko
anafilaksis, koagulopati, dan biaya yang lebih besar. Namun beberapa jenis koloid terbukti
memiliki efek samping koagulopati dan alergi yang rendah (contoh: hetastarch). Penelitian cairan
koloid dibandingkan kristaloid pada sindrom renjatan dengue (DSS) pada pasien anak dengan
parameter stabilisasi hemodinamik pada 1 jam pertama renjatan, memberikan hasil sebanding
16
pada kedua jenis cairan. Sebuah penelitian lain yang menilai efektivitas dan keamanan
penggunaan koloid pada penderita dewasa dengan DBD derajat 1 dan 2 di Indonesia telah selesai
dilakukan, dan dalam proses publikasi.5
Jumlah cairan yang diberikan sangat bergantung dari banyaknya kebocoran plasma yang
terjadi serta seberapa jauh proses tersebut masih akan berlangsung. Pada kondisi DBD derajat 1
dan 2, cairan diberikan untuk kebutuhan rumatan (maintenance) dan untuk mengganti cairan
akibat kebocoran plasma. Secara praktis, kebutuhan rumatan pada pasien dewasa dengan berat
badan 50 kg, adalah sebanyak kurang lebih 2000 ml/24 jam; sedangkan pada kebocoran plasma
yang terjadi sebanyak 2,5-5% dari berat badan sebanyak 1500-3000 ml/24 jam. Jadi secara rata-
rata kebutuhan cairan pada DBD dengan hemodinamik yang stabil adalah antara 3000-5000
ml/24 jam. Namun demikian, pemantauan kadar hematokrit perlu dilakukan untuk menilai
apakah hemokonsentrasi masih berlangsung dan apakah jumlah cairan awal yang diberikan
sudah cukup atau masih perlu ditambah. Pemantauan lain yang perlu dilakukan adalah kondisi
klinis pasien, stabilitas hemodinamik serta diuresis. Pada DBD dengan kondisi hemodinamik
tidak stabil (derajat 3 dan 4) cairan diberikan secara bolus atau tetesan cepat antara 6-10 mg/kg
berat badan, dan setelah hemodinamik stabil secara bertahap kecepatan cairan dikurangi hingga
kondisi benar-benar stabil (lihat protokol pada gambar 2.8 dan 2.9). Pada kondisi di mana terapi
cairan telah diberikan secara adekuat, namun kondisi hemodinamik belum stabil, pemeriksaan
kadar hemoglobin dan hematokrit perlu dilakukan untuk menilai kemungkinan terjadinya
perdarahan internal.6,14,15
17
BAB III
LAPORAN KASUS
I. Identitas Pasien
Nama : An. Maria Tampubolon
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 7 Tahun 6 Bulan
Tanggal Lahir : 04 April 2008
Alamat : Jl. Sisimangaraja, Balige
Pendidikan : Sekolah Dasar
Suku Bangsa : Batak
Agama : Kristen Protestan
II. Identitas Orangtua
Nama : Gentina Napitupulu
Umur : 37 Tahun
Alamat : Jl. Sisimangaraja, Balige
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
III. Telaah Kasus
a. Anamnesis : Alloanamnesis dengan Ibu pasien
b. Keluhan Utama : Demam
c. Telaah :
Anak perempuan, 7 tahun 6 bulan dibawa orang tuanya ke IGD Rumah Sakit
Umum HKBP Balige tanggal 8 November 2015 pukul 19.00 wib dengan keluhan
demam. Demam sudah dialami sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit. Demam
tinggi bersifat terus-menerus. Demam tidak turun dengan obat penurun panas.
18
Riwayat mual (-), muntah (-). Riwayat mimisan(-), gusi berdarah (-). Riwayat
mengigil (-). BAK (+) Normal, BAB (+) Normal.
d. RPT : Disangkal
e. RPO : Paracetamol syr
f. Riwayat Keluarga : Anak ke 2 dari 3 bersaudara
g. RPK : Diabetes (-), Hipertensi (-)
h. Riwayat Kelahiran : Partus Spontan Pervaginam, aterm, BB 3200 gr
i. Riwayat Imunisasi : Tidak Jelas
j. Riwayat Nutrisi : 0-6 bulan ASI
6-18 bulan Bubur + Susu Formula
18 bulan – sekarang Makanan Biasa
k. Status Gizi : BB 25 kg
TB 125 cm
IMT
19
IV. Status Present
Sensorium : E4 V5 M6
Tekanan Darah : 120/80
HR : 118 x/i
RR : 20 x/i
Temperatur : 38 °C
SpO2 : 93 %
Rumpleed test : +
Anemis : -
Dyspnoe : -
Oedema : -
Ikterik : -
Sianosis : -
V. Pemeriksaan Fisik
a. Kepala/Wajah : Ubun-Ubun Besar Tertutup, rambut tidak mudah dicabut.
b. Mata : Conjungtiva palpebral inferior anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),
pupil (isokor; ø 2 mm), reflex cahaya (+/+).
c. Hidung/Mulut/Telinga :
- Hidung
Pernapasan cuping hidung (-), mukosa hidung (normal).
- Mulut
Trismus (-), halitosis (-), mukosa bibir (basah), fisura (-), keilosis (-).
- Telinga
Daun telinga (lebar), serumen (-).
d. Leher : Tekanan Vena Junggularis R+2, Kelenjar Getah Bening
normal, pembesaran kelenjar tiroid (-).
e. Thoraks : Inspeksi : Simetris, fusiform, retraksi (-)
Palpasi : Stem Fremitus kanan = kiri
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : Suara pernafasan = vesikuler
Suara tambahan = tidak dijumpai
f. Jantung : HR 118 x/I, regular, desah (-), murmur (-).
20
g. Abdomen : Simetris, soepel, asites (-), koloid (+), timpani (-), peristaltik
usus (+) Normal, Hepar/Lien/Renal tidak teraba, turgor kulit
kembali cepat.
h. Punggung : Fusiform
i. Genitalia : ♀
j. Ekstremitas : Superior = Oedem (-), akral hangat, ptechie (+).
Inferiror = Oedem (-), akral hangat.
VI. Pemeriksaan Laboratorium
HB 12,5 g/dl Normal
Eritrosit 4,63 juta/uL ↓↓
Leukosit 1,6 ribu/mm3 ↑↑
Trombosit 91 ribu/uL ↓↓
Hct 36,4 % Normal
MCH 27,0 pg Normal
MCV 78,6 fl Normal
MCHC 34,3 % Normal
KGDs
VII. Diagnosis Banding
1. Demam Berdarah Dengue Grade I
2. Chikungunya
3. Demam Tifoid
4. Malaria
VIII. Diagnosis Kerja
Demam Berdarah Dengue Grade I
IX. Terapi
21
- Bed Rest
- IVFD RL 23 gtt/i makro
- Infus Farmadol 250 mg (jika T > 39 oC)
- Paracetamol Syr 3x2 cth
- Multivitamin Syr 2x1 cth
- Diet MII : Kalori (2000-2250 kal/hari), Protein (70 gr/hari)
22
X. Follow Up
No
.Tanggal Subjektif Objektif
Assesment Therapy
1 09-11-2015 Demam (+) Sens : CM
TD : 120/80 mmHg
HR : 118 x/i
SpO2 : 93 %
RR : 20 x/i
T : 38 oC
HB : 12,4 g/dl
Hct : 36,2 %
Leukosit : 1,5 ribu/mm3
Trombosit : 78 ribu/uL
Demam Berdarah
Dengue Grade I
IVFD RL 50 gtt/i (mikro)
Infus Farmadol 250 mg (jika
T > 39oC)
PCT Syr 3x1 cth
Anaria Syr 2x1 cth
Diet MII
2 10-11-2015 Demam (-)
Trombosit ↓↓
Sens : CM
TD : 110/70 mmHg
HR : 103 x/i
SpO2 : 96 %
RR : 24 x/i
T : 36,5 oC
HB : 12,5 g/dl
Hct : 38,1 %
Leukosit : 2,1 ribu/mm3
Demam Berdarah
Dengue Grade I
IVFD RL 50 gtt/i (mikro)
Infus Farmadol 250 mg (jika
T > 39oC)
PCT Syr 3x1 cth
Anaria Syr 2x1 cth
Diet MII
23
Trombosit : 68 ribu/uL
3 11-11-2015 Demam (-)
Trombosit ↓↓
Sens : CM
TD : 100/70 mmHg
HR : 90 x/i
SpO2 : 95 %
RR : 20 x/i
T : 36,7 oC
Hb : 12,1 g/dl
Hct : 35,1 %
Leukosit : 2,9 ribu/mm3
Trombosit : 67 ribu/uL
Ig G : (-)
Ig M : (+)
Demam Berdarah
Dengue Grade I
IVFD RL 50 gtt/i (mikro)
Infus Farmadol 250 mg (jika T
> 39oC)
PCT Syr 3x1 cth
Anaria Syr 2x1 cth
Diet MB
4 12-11-2015 Demam (-) Sens : CM
TD : 100/70 mmHg
HR : 81 x/i
SpO2 : 95 %
RR : 22 x/i
T : 36,5 oC
Hb : 12,9 g/dl
Hct : 37,4 %
Leukosit : 3,8 ribu/mm3
Demam Berdarah
Dengue Grade I
IVFD RL 50 gtt/i (mikro)
Infus Farmadol 250 mg (jika T
> 39oC)
PCT Syr 3x1 cth
Anaria Syr 2x1 cth
Diet MB
24
Trombosit : 91 ribu/uL
5 13-11-2015 S : demam (-) Sens : CM
TD : 100/70 mmHg
HR : 81 x/i
SpO2 : 95 %
RR : 22 x/i
T : 36,5 oC
Hb : 13,4 g/dl
Hct : 39,6 %
Leukosit : 5,2 ribu/mm3
Trombosit : 107 ribu/uL
Demam Berdarah
Dengue Grade I
PBJ
PCT Syr 3x2 cth
Anaria Syr 2x1 cth
25
BAB IV
ANALISA KASUS
Permasalahan Yang didapat Teori
1. Demam tinggi selama 4 hari dan tidak turun
dengan obat penurun demam serta diikuti
penurunan demam pada hari kelima hingga hari
ketujuh.
Hal ini sesuai dengan teori bahwa pada
anamnesis dan pemeriksaan fisik akan
dijumpai demam tinggi yang mendadak, terus
– menerus berlangsung selama 2 – 7 hari,
naik turun (demam bifasik). Kadang – kadang
suhu tubuh sangat tinggi sampai 40 oC dan
dapat terjadi kejang demam. Akhir fase
demam merupakan fase kritis pada demam
berdarah dengue. Pada saat fase demam
sudah mulai menurun hati–hati karena fase
tersebut sebagai awal kejadian syok, biasanya
pada hari ketiga dari demam. Namun pada
kasus ini tidak dijumpai tanda-tanda lain
seperti mual, muntah, nyeri sendi, dan
munculnya tanda perdarahan seperti
epistaksis, perdarahan konjungtiva,
perdarahan gusi, melena, dsb.
2. Pemeriksaan Fisik
TD : 120/80 mmHg
HR : 118 x/i
RR : 20 x/i
Temp : 38 ºC
Sp02 : 93%
Rumpleed Test : (+)
Ptechie : (+)
Hal ini sesuai dengan teori yang mengatakan
bahwa tanda DBD derajat I adalah suhu
tinggi mendadak disertai gejala tidak khas
dan satu-satunya manifestasi perdarahan
adalah Rumpleed Test (+) serta tidak
dijumpainya tanda-tanda syok hemodinamik.
3. Pemeriksaan lab :
HB : 12,5 gr/dl
Sesuai dengan teori bahwa pada DBD
dijumpai hasil lab Trombositopenia (100 000
sel/mm3 atau kurang), Plasma leakage, yang
27
Leukosit : 1,6 x 103 /uL
Eritrosit : 4,63 x 106 /uL
Trombosit : 91 x 103 /uL
Hct : 36,4 %
MCH : 27,0 pg
MCV : 78,6 fL
MCHC : 34,3 gr/dl
ditandai dengan: peningkatan kadar
hematokrit sebanyak 20% atau lebih. Pada
pemeriksaan fisik dapat dijumpai nyeri tekan
pada epigastrium, hepatomegali.
4. Terapi :
Bed rest
IVFD RL 23 gtt/I makro
Inf. Farmadol 250 mg / IV (jika T >
39°C)
Paracetamol Syr 3x2 cth
Multivitamin syr 2 x 1 cth
Diet MII: Kalori (2000-2250 kal/hari),
protein (70 gr/hari)
Hal ini sesuai dengan tatalaksana pemberian
cairan untuk mengatasi kekurangan cairan
akibat kebocoran plasma dan mengatasi
simptom seperti mual, muntah, dan demam.
Pada kasus ini Parasetamol diberikan untuk
mengatasi demam dan Farmadol diberikan
untuk mengatasi demam diatas 39ºC.
28
BAB V
KESIMPULAN
1. Demam berdarah dengue (DBD) ialah penyakit yang terdapat pada anak dan dewasa dengan
gejala utama demam, nyeri otot dan sendi, yang biasanya memburuk pada hari kedua.
2. Virus Dengue tergolong dalam grup Flaviviridae dengan 4 serotipe, DEN 3 merupakan
serotip yang paling banyak.
3. Vektor utama dengue di Indonesia adalah Aedes Aegypti.
4. Gejala utama demam berdarah dengue (DBD) adalah demam, pendarahan, hepatomegali dan
syok.
5. Kriteria diagnosis terdiri dari kriteria klinis dan kriteria laboratoris. Dua kriteria klinis
ditambah trombositopenia dan peningkatan hematokrit cukup untuk menegakkan diagnosis
demam berdarah dengue.
6. Penatalaksanaan demam berdarah dengue bersifat simtomatik yaitu mengobati gejala
penyerta dan suportif yaitu mengganti cairan yang hilang.
7. Terapi cairan pada DBD diberikan dengan tujuan substitusi kehilangan cairan akibat
kebocoran plasma. Dalam terapi cairan, hal terpenting yang perlu diperhatikan adalah jenis
cairan, jumlah serta kecepatan, dan pemantauan baik secara klinis maupun laboratoris untuk
menilai respon kecukupan cairan.
29
DAFTAR PUSTAKA
1. For SP, Media WHO, American L, Global MB, Programme S, Diseases T, et al. Media
centre Dengue and severe dengue. 2013.h:2–5.
2. Achmadi umar F. Buletin Jendela Epidemiologi , Volume 2 , Agustus 2010. Bul Jendela
Epidemiologi. 2010.h:1–12.
3. (CDC) C for DC and P. Transmission of the Dengue Virus Dengue is an Emerging
Disease Global Dengue Dengue in the United States. Epidemiol Dengue Hemorragic
Fever. 2015.h:1–4.
4. Kesehatan K, Indonesia R. Demam berdarah biasanya mulai meningkat di januari. Demam
Berdarah Biasanya Mulai Meningkat Di Januari. 2015.h:5–6.
5. Khie C, Pohan; HT, Sinto R. Diagnosis dan Terapi Cairan pada Demam Berdarah Dengue.
Medicinus. 2009.h:3–7.
6. Bäck AT, Lundkvist A. Dengue viruses - an overview. Infect Ecol Epidemiol [Internet].
2013;3:1–21. Available from: http://www.pubmedcentral.nih.gov/articlerender. fcgi?ar
tid= 3759171&tool=pmcentrez&rendertype=abstract. Diunduh tanggal 19 November
2015.
7. Sambasivarao S V. NIH Public Access.USA: University of Hawaii. 2013.h:1199–216.
8. Fakultas Kedokteran, Universitas Trisakti BPK. Diagnosis Cepat Demam Berdarah
Dengue. 1999. Jakarta: Universitas Trisakti BPK.h:77–90.
9. Guzman MG, Halstead SB, Artsob H, Buchy P, Farrar J, Nathan MB, et al. Europe PMC
Funders Group Dengue : a continuing global threat Europe PMC Funders Author
Manuscripts. 2015.h:1–26.
10. Hui D. Clinical diagnosis. Sev Acute Respir Syndr From Benchtop … [Internet]. 2004;(2):
12–23. Available from: http://books.google.com/books?hl=ja&lr=&id= lfJ49RbLP 5sC oi
30
=fnd&pg=PA55&dq=“case+series”+influenza+positive+“from+the+onset”+ OR+ “from+
onset” +admission+OR+hospitalization+OR+hospitalized+days++-influenza+associated”
+-avian+- “H5N1”&ots=rqupvf9qya&sig=WqpVT. Diunduh tanggal 19 November 2015.
11. Hui D. Laboratory Diagnosis. Sev Acute Respir Syndr From Benchtop … [Internet].
2004;(2): 12–23. Available from: http://books.google.com/books?hl=ja&lr=&id=
lfJ49RbLP 5sC oi .h:359–68. Diunduh tanggal 19 November 2015.
12. Paranavitane SA, Gomes L, Kamaladasa A, Adikari TN, Wickramasinghe N, Jeewandara
C, et al. Dengue NS1 antigen as a marker of severe clinical disease. BMC Infect Dis [Inte
rnet]. 2014;14:570. Available from: http://www.pubmedcentral.nih.gov/ articleren der.fcgi
?artid= 4222370&tool=pmcentrez&rendertype=abstract.Srilanka: University of Sri
Jayawardanapura.h:2-7. Diunduh tanggal 19 November 2015.
13. Kalayanarooj S. Clinical Manifestations and Management of Dengue/DHF/DSS. TropMed
Health [Internet]. 2011;39(4 Suppl):83–7. Available from:ttp://www.pubmedcentral. nih.
gov/articlerender.fcgi?artid=3317599&tool=pmcentrez&rendertype=abstract.
Thailand :Queen Sirikit National Institute of Child Health. Diunduh tanggal 19 November
2015.
14. Loss of plasma volume. Most Sev Acute Respir Syndr From Benchtop … [Internet]. 2004;
(2): 12–23. Available from: http://books.google.com/books?hl=ja&lr=&id= lfJ49RbLP
5sC oi.h:24–33. Diunduh tanggal 19 November 2015.
31