Download - Lap Tetap Chitosan Sapta
LAPORAN PENDAHULUAN
PEMBUATAN CHITOSAN
IDENTITAS PRAKTIKAN
Nama : Sapta Rianda
NIM : 03071003073
Kelompok : III (Tiga) / Kamis Pagi
I. NAMA PERCOBAAN: Pembuatan Chitosan
II. TUJUAN PERCOBAAN
Membuat Chitosan dari kulit udang sebagai bahan pengawet.
III. DASAR TEORI
Kitin sebagai prekursor kitosan pertama kali ditemukan pada tahun 1811 oleh
orang Prancis bernama Henri Braconnot sebagai hasil isolasi dari jamur. Sedangkan
kitin dari kulit serangga ditemukan kemudian pada tahun 1820. Kitin merupakan
polimer kedua terbesar di bumi selelah selulosa. Kitin adalah senyawa amino
polisakarida berbentuk polimer gabungan.
Kitosan ditemukan C. Roughet pada tahun 1859 dengan cara memasak kitin
dengan basa. Perkembangan penggunaan kitin dan kitosan meningkat pada tahun
1940-an. terlebih dengan makin diperlukannya bahan alami oleh berbagai industri
sekitar tahun 1970-an. Penggunaan kitosan untuk aplikasi khusus, seperti farmasi dan
kesehatan dimulai pada pertengahan 1980 - 1990.
Sifat utama kitin dicirikan oleh sifatnya yang sangat susah larut dalam air dan
beberapa pelarut organik, rendahnya reaktivitas kimia dan sangat hidrofobik. Karena
ketiga sifat tersebut penggunaan kitin relatif lebih sedikit dibandingkan kitosan dan
derivatnya. Aplikasi kitin yang utama adalah sebagai senyawa pengkhelat logam
dalam instalasi pengolahan air bersih atau limbah, kosmetik sebagai fungisida dan
fungistatik penyembuh luka.
Chitosan adalah produk turunan dari polimer chitin, yakni produk samping
(limbah) dari pengolahan industri perikanan, khususnya udang dan rajungan.
Proses pembuatan chitosan itu sendiri dilakukan melalui beberapa tahapan,
yakni pengeringan bahan baku mentah chitosan (rajungan), penggilingan,
penyaringan, deproteinasi, pencucian dan penyaringan, deminarisasi (penghilangan
mineral Ca), pencucian, deasilitilisasi, pengeringan, dan selanjutnya akan terbentuk
produk akhir berupa chitosan.
Proses utama dalam pembuatan chitosan meliputi penghilangan protein dan
kandungan mineral yang masing-masing dilakukan dengan menggunakan larutan
basa dan asam.
Kitosan merupakan produk deasetilasi kitin. Kualitas dan nilai ekonomi kitosan
dan kitin ditentukan oleh besarnya derajat deasetilasi, semakin tingi derajat deasetilasi
semakin tinggi kualitas dan harga jualnya. Kualitas kitosan berdasarkan penggunaan
dapat dibagi ke dalam tiga jenis kualitas yaitu kualitas teknis, pangan dan farmasi.
Saat ini budi daya udang dengan tambak telah berkembang dengan pesat,
karena udang merupakan komoditi ekspor yang dapat dihandalkan dalam
meningkatkan ekspor non -migas dan merupakan salah satu jenis biota laut
yang bernilai ekonomis tinggi. Udang di Indonesia pada umumnya diekspor
dalam bentuk udang beku yang telah dibuang bagian kepala, kulit, dan ekornya.
Limbah yang dihasilkan dari proses pembekuan udang, pengalengan udang, dan
pengolahan kerupuk udang berkisar antara 30% - 75% dari berat udang. Dengan
demikian jumlah bagian yang terbuang dari usaha pengolahan udang cukup
tinggi. Limbah kulit udang mengandung konstituen utama yang terdiri dari protein,
kalsium karbonat, khitin, pigmen, abu, dan lain-lain.
Meningkatnya jumlah limbah udang masih merupakan masalah yang
perlu dicarikan upaya pemanfaatannya. Hal ini bukan saja memberikan nilai
tambah pada usaha pengolahan udang, akan tetapi juga dapat menanggulangi
masalah pencemaran lingkungan yang ditimbulkan, terutama masalah bau yang
dikeluarkan serta estetika lingkungan yang kurang bagus.
Saat ini di Indonesia sebagian kecil dari limbah udang sudah
termanfaatkan dalam hal pembuatan kerupuk udang, petis, terasi, dan bahan
pencampur pakan ternak. Sedangkan di negara maju seperti Amerika Serikat
dan Jepang, limbah udang telah dimanfaatkan di dalam industri sebagai bahan
dasar pembuatan chitin dan chitosan. Manfaatnya di berbagai industri modern
banyak sekali seperti industri farmasi, biokimia, bioteknologi, biomedikal,
pangan, kertas, tekstil, pertanian, dan kesehatan. Chitin dan chitosan serta
turunannya mempunyai sifat sebagai bahan pengemulsi koagulasi dan penebal
emulsi.
Jika sebagian besar gugus asetil pada chitin disubstitusikan oleh hidrogen
menjadi gugus amino dengan persen bahan larutan hasil kuat berkonsentrasi tinggi,
hasilnya dinamakan chitosan atau chitin terdeasetilasi. Chitosan bukan merupakan
senyawa tunggal, tetapi merupakan kelompok yang terdeasetilasi sebagian dengan
derajat polimerasi yang beragam.
Chitin dan chitosan adalah nama untuk dua kelompok senyawa yang tidak
dibatasi dengan stoikiometri pasti, chitin adalah poli N-asetil glukosomin yang
terdeasetilasi sedikit, sedangkan kitosan adalah chitin yang terdeasetilasi sebanyak
mungkin, tetapi tidak cukup sempurna untuk dinamakan poli glukosamin.
Chitosan merupakan senyawa tidak larut dalam air, larutan basa kuat, sedikit
larut dalam HCl clan HNO3, 0,5% H3PO4 sedangkan dalam H2SO4 tidak larut.
Chitosan juga tidak larut dalam beberapa pelarut organik seperti alkohol, aseton,
dometil formamida dan dimetilsulfoksida tetapi chitosan larut baik dalam asam
format berkosentrasi (0,2 -100) % dalam air. Chitosan tidak beracun dan mudah
terbiodegradasi. Berat molekul chitosan adalah sekitar 1,2 X 105, bergantung pada
degradasi yang terjadi selama proses deasetilasi.
Isolasi chitin dari limbah kulit udang dilakukan secara bertahap yaitu tahap
pemisahan protein (deproteinasi) dengan larutan basa, demineralisasi, tahap
pemutihan (bleancing) dengan aseton dan natrium hipoklorit. Sedangkan transformasi
khitin menjadi chitosan dilakukan tahap deasetilasi dengan basa berkonsentrasi
tinggi.
Biodegradasi dari Polisakarida (chitin dan chitosan)
Chitin dan chitosan adalah salah satu dari polisakarida di dalam unit dasar suatu
gula animo. Polisakarida ini adalah suatu struktural unsur yang memberikan kekuatan
mekanik organisme. Chitin tidak dapat larut dalam air, pelarut organik alkali atau
asam mineral encer .Tetapi ia tidak dapat larut dan terurai dengan adanya enzym atau
dengan pengolahan asam mineral padat. Dalam strukturnya, chitin terdiri dari sebuah
rantai panjang dari N acetylglukosamine. Rumus empirisnya adalah
C6H6CNHCOCH3 dan berisi campuran murni 6,9 % Nitrogen. Polimer ini adalah
serupa selulosa diganti oleh suatu acetyl amino ( NHCOCH3) unit.
Beberapa chitin mempunyai kemampuan yang sama dengan chitosan untuk
bergabung dengan mereka. Chitosan adalah sama dengan chitin tetapi beberapa
kelompok acetyl (-COCH3), juga didapat cincin pada mata rantai unit glukosamine
(C6H9O6NH2) bersama-sama seperti chitin.
Chitin dan chitosan yang diperoleh dari limbah kulit udang digunakan sebagai
absorben untuk menyerap ion kadmium, tembaga, dan timbal dengan cara dinamis
dengan mengatur kondisi penyerapan sehingga air yang dibuang ke lingkungan
menjadi air yang bebas dari ion-ion logam berat. Mengingat besarnya manfaat dari
senyawa chitin dan chitosan serta tersedianya bahan baku yang banyak dan mudah
didapatkan maka perlu pengkajian dan pengembangan dari limbah ini sebagai bahan
penyerap terhadap logam-logam berat diperairan.
Chitosan yang disebut juga dengan b-1,4-2 amino-2-dioksi-D-glukosa
merupakan turunan dari chitin melalui proses destilasi. Chitosan juga merupakan
suatu polimer multifungsi karena mengandung tiga jenis gugus fungsi yaitu asam
amino, gugus hidroksil primer dan skunder. Adanya gugus fungsi ini menyebabkan
khitosan mempunyai kreatifitas kimia yang tinggi.
Chitosan merupakan senyawa yang tidak larut dalam air, larutan basa kuat,
sedikit larut dalam HCl dan HNO3, dan H3 PO4, dan tidak larut dalam H2SO4.
Chitosan tidak beracun, mudah mengalami biodegradasi dan bersifat polielektrolitik.
Disamping itu Chitosan dapat dengan mudah berinteraksi dengan zat-zat organik
lainnya seperti protein. Oleh karena itu, Chitosan relatif lebih banyak digunakan pada
berbagai bidang industri terapan dan induistri kesehatan.
Salah satu pencemaran pada badan air adalah masuknya logam berat.
Peningkatan kadar logam berat di dalam perairan akan diikuti oleh peningkatan kadar
zat tersebut dalam organisme air seperti kerang, rumput laut dan biota laut lainnya.
Pemanfaatan organisme ini sebagai bahan makanan akan membahayakan kesehatan
manusia.
Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan maka berkembang pulalah industri-
industri. Akibatnya lingkungan menjadi salah satu sasaran pencemaran, terutama
sekali lingkungan perairan yang sudah pasti terganggu oleh adanya limbah industri,
baik industri pertanian maupun industri pertambangan. Kebanyakan dari limbah itu
biasanya dibuang begitu saja tanpa pengolahan terlebih dahulu.
Berbagai metode seperti penukar ion, penyerapan dengan karbon aktif dan
pengendapan secara elektrolisis telah dilakukan untuk menyerap bahan pencemar
beracun dari limbah, tetapi cara ini membutuhkan biaya yang sangat tinggi dalam
pengoperasiannya.
Penggunaan bahan biomaterial sebagai penyerap ion logam berat merupakan
alternatif yang memberikan harapan. Sejumlah biomaterial seperti lumut, daun teh,
sekam padi, dan sabut kelapa sawit, begitu juga dari bahan non biomaterial seperti
perlit, tanah gambut, lumpur aktif dan lain-lain telah digunakan sebagai bahan
penyerap logam-logam berat dalam air limbah.
Kulit udang yang mengandung senyawa kimia chitin dan chitosan merupakan
limbah yang mudah didapat dan tersedia dalam jumlah yang banyak, yang selama ini
belum termanfaatkan secara optimal.
Dengan adanya sifat-sifat Chitin dan Chitosan yang dihubungkan dengan gugus
amino dan hidroksil yang terikat, maka menyebabkan chitin dan chitosan mempunyai
reaktivitas kimia yang tinggi dan menyebabkan sifat polielektrolit kation sehingga
dapat berperan sebagai penukar ion (ion exchanger) dan dapat berperan sebagai
absorben terhadap logam berat dalam air limbah.
Karena berperan sebagai penukar ion dan sebagai absorben maka chitin dan
chitosan dari limbah udang berpotensi dalam memecahkan masalah pencemaran
lingkungan perairan dengan penyerapan yang lebih murah dan bahannya mudah
didapatkan.
Sifat - Sifat Chitosan
Karakteristik fisika-kimia Chitosan berwarna putih dan berbentuk kristal, dapat
larut dalam larutan asam organik, tetapi tidak larut dalam pelarut organik lainnya.
Pelarut Chitosan yang baik adalah Asam Asetat. Chitosan sedikit mudah larut dalam
air dan mempunyai muatan positif yang kuat, yang dapat mengikat muatan negatif
dari senyawa lain, serta mudah mengalami degradasi secara biologis, dan tidak
beracun.
Proses Pembuatan Chitosan
Proses pembuatan chitosan itu sendiri dilakukan melalui beberapa tahapan, yakni
pengeringan bahan baku mentah chitosan (kulit udang), penggilingan, penyaringan,
deproteinasi, pencucian dan penyaringan, deminarisasi (penghilangan mineral Ca),
pencucian, deasilitilisasi, pengeringan, dan selanjutnya akan terbentuk produk akhir
berupa chitosan.
Proses utama dalam pembuatan Chitosan, meliputi penghilangan protein dan
kandungan mineral melalui proses kimiawi yang disebut dengan 'deproteinasi' dan
'demineralisasi', yang masing-masing dilakukan dengan menggunakan larutan basa
dan asam. Selanjutnya, chitosan diperoleh melalui proses 'deasetilasi', yaitu dengan
cara memanaskan dengan larutan basa.
Beberapa jenis proses pembuatan Chitosan :
1. Pengeringan bahan Baku Mentah.
2. Penggilingan.
3. Penyaringan
4. Deproteinasi.
5. Pencucian dan penyaringan.
6. Demineralisasi
7. Pencucian.
8. Deasetilasi
9. Pengeringan.
Pemanfaatan Chitosan
Chitosan mempunyai potensi yang dapat digunakan baik pada berbagai jenis
industri maupuil pada bidang kesehatan, sehingga kualitasnya bergantung Facia
keperluannya. Sebagai contoh, untuk penjernihan air diperlukan mutu chitin dan
chitosan yang tinggi sedangkan untuk penggunaan di bidang kesehatan diperlukan
kemurnian yang tinggi.
Chitosan mudah mengalami degradasi secara biologis, tidak beracun , dan
merupakan flokulan, koagulan yang baik, serta pengkilat logam. Chitosan telah
digunakan bersama-sama dengan bahan-bahan polimer perdagangan seperti PA 332
dan PN 161, serta diperoleh bahwa penambahan 1 % larutan chitosan dan polimer
tersebut ternyata mempengaruhi penurunan kekeruhan, bentuk padatan sementara
(suspended solid), COD, dan kandungan khrom.
Dengan sifat polikationiknya, chitosan dapat dimanfaatkan sebagai agensia
penggumpal (coagulating agent) dalam penanganan limbah, terutama limbah
berprotein, karena dapat menggumpalkan protein yang dapat dimanfaatkan untuk
pakan ternak. Selain itu, pada penanganan limbah cair, berdasarkan sifat
konfigurasinya dalam sistem berair maka Chitosan dapat digunakan sebagai agensia
pengelat yang dapat mengikat logam beracun seperti merkuri, timah, tembaga,
plutonium, dan uranium dalam perairan, dan juga digunakan untuk mengikat zat
warna tekstil dalam air limbah.
Dalam bidang pangan dan farmasi, Chitosan banyak digunakan karena sifatnya
dapat mengikat asam, mengikat air, mengikat lemak, serta memiliki aktivitas
hipokolesterolemik dan aktivitas kekebalan tubuh. Chitosan telah digunakan untuk
menurunkan kadar asam pada buah-buahan, sayuran, dan ekstrak kopi. Kitin dan
Chitosan bersifat nontoksik sehingga aman digunakan di bidang pangan.
Kemampuan dalam menekan pertumbuhan bakteri disebabkan chitosan
memiliki polikation bermuatan positif yang mampu menghambat pertumbuhan
bakteri dan kapang. Hal itulah yang menyebabkan daya simpan ikan asin yang
diberikan perlakuan chitosan bisa bertahan sapmi tiga bulan dibanding dengan ikan
asin dengan penggaraman biasa yang hanya bisa bertahan selama dua bulan.
Sedangkan indikator terakhir atau keempat, yakni pada kadar air, dimana perlakuan
dengan pelapisan chitosan sampai delapan minggu menunjukkan kemmapuan
chitosan dalam mengikat air, karena sifat hidrofobik, sehingga dengan sifat ini akan
menjadi daya tarik bagi para pengelola ikan asin dalam hal ekonomis.
Chitin
Chitin berasal dari bahasa Yunani yang berarti baju rantai besi. Pertama
kali diteliti oleh Henri Bracannot pada tahun 1811 dalam residu ekstrak jamur
yang dinamakan fungiue. Pada tahun 1823 Odins mengisolasi suatu senyawa
kutikula serangga jenis ekstra yang disebut dengan nama chitin.
Chitin merupakan polimer kedua terbesar di bumi selelah selulosa. Chitin
adalah senyawa amino polisakarida berbentuk polimer gabungan. Chitin merupakan
konstituen organik yang sangat penting pada hewan golongan orthopoda,
annelida, molusca, corlengterfa, dan nematoda. Chitin biasanya berkonjugasi
dengan protein dan tidak hanya terdapat pada kulit dan kerangkanya saja,
tetapi juga terdapat pada trachea, insang, dinding usus, dan pada bagian dalam
kulit pada cumi-cumi.
Adanya Chitin dapat dideteksi dengan reaksi warna Van Wesslink. Pada
cara ini, chitin direaksikan dengan I2-KI yang memberikan warna coklat, kemudian
jika ditambahkan asam sulfat berubah warnanya menjadi violet. Perubahan warna
dari coklat hingga menjadi violet menunjukan reaksi positif adanya chitin.
Chitin termasuk golongan polisakarida yang mempunyai berat molekul tinggi
dan merupakan melekul polimer berantai lurus dengan nama lain b-(1-4)-2-
asetamida-2-dioksi-D-glukosa (N-asetil-D-Glukosamin) (Hirano, 1986; Tokura,
1995). Struktur chitin sama dengan selulosa dimana ikatan yang terjadi antara
monomernya terangkai dengan ikatan glikosida pada posisi b-(1-4). Perbedaannya
dengan selulosa adalah gugus hidroksil yang terikat pada atom karbon yang
kedua pada khitin diganti oleh gugus asetamida (NHCOCH2) sehingga khitin
menjadi sebuah polimer berunit N-asetilglukosamin.
Chitin mempunyai rumus molekul C18H26N2O10 merupakan zat padat yang
tak berbentuk (amorphous), tak larut dalam air, asam anorganik encer, alkali
encer dan pekat, alkohol, dan pelarut organik lainnya tetapi larut dalam asam-
asam mineral yang pekat. Chitin kurang larut dibandingkan dengan selulosa
dan merupakan N-glukosamin yang terdeasetilasi sedikit, sedangkan Chitosan
adalah chitin yang terdeasetilasi sebanyak mungkin.
Salah satu turunan chitin yang luas pemakaiannya adalah chitosan. Senyawa ini
mudah didapat dari kitin dengan menambahkan NaOH dan pemanasan sekitar 120o C.
Proses ini menyebabkan lepasnya gugus asetil yang melekat pada gugus amino dari
molekul kitin dan selanjutnya akan membentuk chitosan. Kelebihan lain dari chitosan
yaitu padatan yang dikoagulasinya dapat dimanfaatkan. Kekhawatiran terhadap
kemungkinan chitosan mempunyai efek beracun terhadap manusia telah dimentahkan
oleh beberapa peneliti dengan sejumlah bukti ilmiah.
Sifat dan Kegunaan Kitosan
Multiguna kitosan tidak terlepas dari sifat alaminya. Sifat alami tersebut dapat
dibagi menjadi dua sifat besar yaitu, sifat kimia dan biologi.
Sifat kimia kitosan sama dengan kitin tetapi yang khas antara lain:
(i) merupakan polimer poliamin berbentuk linear
(ii) mempunyai gugus amino aktif
(iii) mempunyai kemampuan mengkhelat beberapa logam.
Sifat biologi kitosan antara lain:
bersifat biokompatibel artinya sebagai polimer alami sifatnya tidak
mempunyai akibat samping, tidak beracun, tidak dapat dicerna, mudah diuraikan
oleh mikroba (biodegradable).
dapat berikatan dengan sel mamalia dan mikroba secara agresif.
mampu meningkatkan pembentukan yang berperan dalam pembentukan
tulang.
bersifat hemostatik, fungistatik, spermisidal, antitumor, antikolesterol,
bersifat sebagai depresan pada sistem saraf pusat.
Berdasarkan kedua sifat tersebut maka kitosan mempunyai sifat fisik khas yaitu
mudah dibentuk menjadi spons, larutan, gel, pasta, membran, dan serat. yang sangat
bermanfaat dalam aplikasinya.
Kitosan banyak digunakan oleh pelbagai industri antara lain industri farmasi,
kesehatan, biokimia, bioteknologi, pangan, pengolahan limbah, kosmetik,
agroindustri, industri tekstil, industri perkayuan, industri kertas dan industri
elektronika. Aplikasi khusus berdasarkan sifat yang dipunyainya antara lain untuk:
pengolahan limbah cair terutama bahan sebagai bersifat resin penukar ion untuk
minimalisasi logam–logam berat, mengoagulasi minyak/lemak, serta mengurani
kekeruhan: penstabil minyak, rasa dan lemak dalam produk industri pangan.
IV. ALAT DAN BAHAN
Alat :
1. Grinding
2. Neraca analitis
3. Beker gelas
4. Pipet tetes
5. Spatula
6. Water Bath
7. Corong dan Kertas Saring
8. pHmeter
9. Oven
Bahan :
a. Kulit udang
b. HCl
c. NaOH
d. Aquadest
V. PROSEDUR PERCOBAAN
1. Pisahkan udang dan kulitnya kemudian cuci bersih dan keringkan.
2. Gerus sampai halus kulit udang yang telah dikeringkan tadi hingga menjadi bubuk
atau powder.
3. Timbang bubuk kulit udang sebanyak 5 gr, dicampur dengan 300 ml aqudest.
4. Kemudian masukkan HCl sebanyak 3 tetes, selanjutnya larutan kulit udang tadi
dipanaskan selama 2 menit, diamkan sebentar.
5. Larutan tadi disaring dengan kertas saring, slurry kulit udang dimasukkan dalam
beker gelas kemudian dicuci serta disaring kembali.
6. Hasil saringan ini dicampur kembali dengan 300 aquadest,direbus selama 2 menit,
kemudian saring kembali.
7. Hasil saringan ditetesi NaOH sebanyak 3 tetes, selanjutnya diukur pH dengan
menggunakan pH meter.
8. Langkah terakhir larutan disaring kembali dan dikeringkan.
VI. HASIL PENGAMATAN
pH yang diperoleh setelah penambahan HCl adalah 6.
pH yang diperoleh setelah penambahan NaOH adalah 11.
Pada Hari Ketiga
Karakteristik : chitosan sudah kering dan berbentuk serbuk berwarna coklat.
Berat kertas saring + chitosan : 6.12 gram
Berat kertas saring : 1.84 gram
Maka berat chitosan yang diperoleh adalah : (6.12 – 1.84) gram = 4.28 gram
VII. PEMBAHASAN
Percobaan ini menggunakan bahan baku utama kulit udang galah. Dipilih
bagian kulit karena pada kulit udang ini terkandung chitin lebih banyak dibandingkan
bagian tubuh lainnya. Sedangkan chitosan sendiri adalah salah satu turunan chitin.
Kulit ini dipisahkan dari udangnya, lalu dicuci bersih, dan dikeringkan. Lalu kulit
udang ini dihancurkan hingga menjadi halus atau bubuk powder. Tujuannya agar
chitin yang terkandung dalam kulit udang dapat cepat bereaksi dengan zat kimia (HCl
dan NaOH) dan lepas dari kandungan chitin tersebut.
Kandungan chitin dalam kulit udang lebih sedikit dari kulit kepiting,
tetapi kulit udang lebih mudah didapat dan tersedia dalam jumlah yang banyak
sebagai limbah. Chitin berasal dari bahasa Yunani yang berarti baju rantai besi,
pertama kali diteliti oleh Bracanot pada tahun 1811 dalam residu ekstrak jamur
yang dinamakan fungiue. Pada tahun 1823 Odins mengisolasi suatu senyawa
kutikula serangga jenis ekstra yang disebut dengan nama chitin (Neely dan Wiliam,
1969).
Chitin termasuk golongan polisakarida yang mempunyai berat molekul tinggi
dan merupakan melekul polimer berantai lurus dengan nama lain b-(1-4)-2-
asetamida-2-dioksi-D-glukosa (N-asetil-D-Glukosamin) (Hirano, 1986; Tokura,
1995). Struktur chitin sama dengan selulosa dimana ikatan yang terjadi antara
monomernya terangkai dengan ikatan glikosida pada posisi b-(1-4). Perbedaannya
dengan selulosa adalah gugus hidroksil yang terikat pada atom karbon yang
kedua pada khitin diganti oleh gugus asetamida (NHCOCH2) sehingga khitin
menjadi sebuah polimer berunit N-asetilglukosamin.
Chitin mempunyai rumus molekul C18H26N2O10 merupakan zat padat
yang tak berbentuk (amorphous), tak larut dalam air, asam anorganik encer,
alkali encer dan pekat, alkohol, dan pelarut organik lainnya tetapi larut dalam
asam-asam mineral yang pekat. Chitin kurang larut dibandingkan dengan
selulosa dan merupakan N-glukosamin yang terdeasetilasi sedikit, sedangkan
Chitosan adalah chitin yang terdeasetilasi sebanyak mungkin.
Kulit udang sebanyak 5 gram ditambahkan dengan aquadest sebanyak 300 ml
serta diberi 3 tetes HCl, kemudian dipanaskan di water bath selama 2 menit sambil
diaduk-aduk. Proses ini disebut dengan proses demineralisasi yaitu proses yang
dilakukan untuk menghilangkan kerak kapur. Setelah pemanasan selama 2 menit
dilakukan penyaringan dengan kertas saring. Setelah proses penyaringan selesai,
kemudian chitosan hasil saringan dicuci kembali dengan aquadest 300 ml kemudian
dipanasi lagi selama 2 menit dan dilakukan proses penyaringan kembali. Tahapan
terakhir dari pembuatan chitosan ini adalah melarutkannya dengan aquadest sebanyak
300 ml kemudian ditambahkan 3 tetes NaOH dan pemanasan selama 2 menit lagi.
Proses ini dikenal sebagai proses deproteinisasi yaitu untuk menghilangkan protein.
pH yang diperoleh setelah penamabahan NaOH sebelum dilakukannya pemanasan
adalah 10. Kemudian dilakukan penyaringan kembali.
Setelah proses penyaringan selesai, chitosan hasil saringan di masukkan ke
dalam oven untuk menghilangkan kadar air dari chitosan itu. Sehingga diperoleh
produk chitosan dengan bentuk serbuk. Berat chitosan yang didapat dalam pembuatan
chitosan ini adalah 4,1256 gram. Chitosan digunakan sebagai bahan pengawet.
Keunggulan pengawet alami chitosan dibanding dengan formalin meliputi aspek
organoleptik, daya awet, keamanan pangan serta nilai ekonomis. Uji organoleptik
(kenampakan, rasa, bau,dan tekstur) pengawetan dengan chitosan menunjukkan hasil
lebih baik dibandingkan pengawet formalin.
Chitosan dalam bentuk powder telah diperoleh, namun apakah bubuk kering
itu murni chitosan atau masih terkandung zat lainnya selain chitosan, hal itu masih
diragukan. Karena dalam percobaan pembuatan chitosan ini tidak diketahui parameter
kimia zat chitosan. Chitosan kering yang kami peroleh yaitu sebanyak 4,1256 gram,
padahal bahan baku yang kami gunakan sebanyak 5 gram. Hal ini kemungkinan besar
disebabkan oleh beberapa faktor seperti : adanya kulit udang yang larut dalam
aquadest dan proses pencucian yang tidak bersih.
VIII. KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Chitin adalah substansi yang renting dalam siklus karbon dalam tanah dan
tidak hanya itu, sebab dia juga mampu tidak dilewati oleh serangan
mikroorganisme tetapi sama hasilnya dari biosentetis mikroba secara terus-
menerus
2. Proses pembuatan chitosan dilakukan dengan melalui proses demineralisasi
dan deproteinisasi.
3. Limbah pembuangan udang tersebut harus termanfaatkan dengan baik, salah
satu pemanfaatannya dengan pembuatan chitosan selain itu juga agar kulit
udang itu tidak menjadi limbah yang membahayakan.
4. Chitosan ini banyak sekali manfaatnya diantaranya sebagai penyerapan
mineral berat yang dapat membahayakan dan sebagai pengawet.
5. Chitosan adalah berupa larutan basa kuat yang banyak digunakan sebagai
adsorben karena sifat yang khas bisa mengikat logam-logam berbahaya.
Saran
a. Sebaiknya proses penyaringan dan juga pencucian dilakukan dengan hati –
hati karena akan mempengaruhi berat akhir chitosan yang terbentuk.
b. Pada saat tahap akhir pengukuran berat chitosan, usahakan agar chitosan
yang terbentuk sudah benar – benar kering agar didapatkan hasil yang
akurat.
IX. DAFTAR PUSTAKA
Dahlan, Hatta. 2010. Penuntun praktikum Teknologi Bioproses. Laboratorium
Teknologi Bioproses. Universitas Sriwijaya
Prawirahartono, S. 1991. “ Pelajaran SMA Biologi “. Jakarta : Erlanga.
Hirano, S. 1986. Chitin and Chitosan. Ulmann’s Encyclopedia of Industrial
Chemistry. Republicka of Germany. 5th . ed. A 6: 231 – 232
Volk dan Wheeler. 1993. “ Mikrobiologi Dasar I “.Jakarta : Erlangga.
Collins,C.H dan Lyne,M.P, Microbiological Methods, Edisi 5,1985, British:
Butterworths
X. LAMPIRAN
GAMBAR ALAT
Kertas saring
Pipet tetes
BEKER GLASS
SCHOTT
250
200
150
100
50
HOT PLATE
SPATULA
Oven
55 6
Timbangan Elektronik
Timbangan
TUGAS KHUSUS
Sejarah Chitosan, Kelebihan dan Kekurangan Chitosan
Kitosan adalah turunan kitin yang hanya dibedakan oleh gugus radikal CH3.
CO- pada struktur polimernya. Kitosan merupakan senyawa kimia yang berasal dari
bahan hayati kitin, suatu senyawa organik yang melimpah di alam ini setelah
selulosa. Kitin ini umumnya diperoleh dari kerangka hewan invertebrata dari
kelompok Arthopoda sp, Molusca sp, Coelenterata sp, Annelida sp, Nematoda sp, dan
beberapa dari kelompok jamur. Selain dari kerangka hewan invertebrate, juga banyak
ditemukan pada bagian insang ikan, trachea, dinding usus dan pada kulit cumi-cumi.
Sebagai sumber utamanya ialah cangkang Crustaceae sp, yaitu udang, lobster,
kepiting, dan hewan yang bercangkang lainnya, terutama asal laut. Sumber ini
diutamakan karena bertujuan untuk memberdayakan limbah udang.
Kitosan mempunyai sifat antimikrobia melawan jamur lebih kuat dari kitin.
Jika kitosan ditambahkan pada tanah, maka akan menstimulir pertumbuhan mikrobia
mikrobia yang dapat mengurai jamur. Selain itu kitosan juga dapat disemprotkan
langsung pada tanaman. Sifat kitin dan kitosan dapat mengikat air dan lemak.
Karena sifatnya yang dapat bereaksi dengan asam-asam seperti polifenol,
maka kitosan sangat cocok untuk menurunkan kadar asam pada buah-buahan, sayuran
dan ekstrak kopi. Kitosan mempunyai sifat polikationik, sehingga dapat dimanfaatkan
sebagai agensia penggumpal.
Sejarah kitosan
Kitin sebagai prekursor kitosanpertama kali ditemukan pada tahun 1811 oleh
orang Prancis bernama Henri Braconnot sebagai hasil isolasi dari jamur. Sedangkan
kitin dari kulit serangga ditemukan kemudian pada tahun 1820. Kitin merupakan
polimer kedua terbesar di bumi selelah selulosa. Kitin adalah senyawa amino
polisakarida berbentuk polimer gabungan.
kitosan ditemukan C. Roughet pada tahun 1859 dengan cara memasak kitin dengan
basa. Perkembangan penggunaan kitin dan kitosan meningkat pada tahun 1940-an.
terlebih dengan makin diperlukannya bahan alami oleh berbagai industri sekitar tahun
1970-an. Penggunaan kitosan untuk aplikasi khusus, seperti farmasi dan kesehatan
dimulai pada pertengahan 1980 - 1990.
Umumnya kitin diisolasi melalui rangkaian proses produksi. Pertama,
demineralisasi atau proses penghilangan mineral menggunakan asam. Kedua,
deproteinasi atau proses penghilangan protein menggunakan basa. Ketiga,
dekolorisasi atau proses penghilangan warna menggunakan oksidator atau pelarut
organik.
Sifat utama kitin dicirikan oleh sifatnya yang sangat susah larut dalam air dan
beberapa pelarut organik, rendahnya reaktivitas kimia dan sangat hidrofobik. Karena
ketiga sifat tersebut penggunaan kitin relatif lebih sedikit dibandingkan kitosan dan
derivatnya. Aplikasi kitin yang utama adalah sebagai senyawa pengkhelat logam
dalam instalasi pengolahan air bersih atau limbah, kosmetik sebagai fungisida dan
fungistatik penyembuh luka.
Kitosan merupakan produk deasetilasi kitin. Kualitas dan nilai ekonomi
kitosan dan kitin ditentukan oleh besarnya derajat deasetilasi, semakin tingi derajat
deasetilasi semakin tinggi kualitas dan harga jualnya.
Chitosan adalah serat yang dihasilkan dari deasetilasi chitin, senyawa yang
banyak diperoleh di kerangka luar (eksoskeleton) hewan Crustacea seperti udang,
kerang, dan kepiting. Zat kerak (crust) pertama-tama dieksrak dari binatang berkulit
keras oleh ilmuwan Perancis Ojier pada tahun 1823 kemudian dicuci dengan larutan
alkali encer untuk menghilangkan proteinnya, kemudian dengan hydrochloric acid
encer untuk menghilangkan kerak dari kapurnya untuk memperoleh Kitosan. Unsur
Kitosan inilah yang bermanfaat bagi tubuh manusia. Kitosan ini hanya larut dalam
asam encer dan dalam cairan tubuh manusia, sehingga bisa diserap tubuh. Kerak yang
telah dilepaskan acetyl-nya merupakan zat yang murni alami, tinggi sifat basanya,
mengandung banyak molekul glukose. Zat ini merupakan satu-satunya zat cellulose
yang dapat dimakan dan yang mengandung muatan positif (Positron).
Penelitian Peniston dan Johnson tahun 1980 mengemukakan pada waktu itu,
chitosan sudah digunakan sebagai agen flokulasi untuk air dan penanganan limbah,
pengkelat logam berat pada filtrasi larutan, dan pelapis serat kaca. Chitosan juga
dimanfaatkan sebagai pancing ikan dan benang bedah ramah lingkungan, es krim
rendah lemak, dan prostesis serta implan. Di bidang farmasi, chitosan juga dapat
digunakan dalam mikroenkapsulasi liposom, misalnya untuk insulin oral, agar
absorbsinya lebih baik dalam tubuh penderita diabetes.
Dikenalnya chitosan secara umum lebih karena publikasi chitosan sebagai
suplemen penurun berat badan oleh Arnold Fox dan Brenda Adderly tahun 1997.
Deuchi dkk. berhasil mengungkapkan absorbsi mineral dan elemen penting lain
seiring dengan absorbsi lemak oleh chitosan. Penelitian lain oleh Muhannad Jumaaa
dkk. tahun 2002 berhasil membuktikan kemampuan pengawetan chitosan untuk
emulsi lemak yang dapat diaplikasikan dalam formulasi sediaan farmasi.
Sifat dan Kegunaan kitosan
Multiguna kitosan tidak terlepas dari sifat alaminya. Sifat alami tersebut dapat
dibagi menjadi dua sifat besar yaitu, sifat kimia dan biologi. Sifat kimia kitosan sama
dengan kitin tetapi yang khas antara lain: (i) merupakan polimer poliamin berbentuk
linear, (ii) mempunyai gugus amino aktif, (iii) mempunyai kemampuan mengkhelat
beberapa logam.
Sifat biologi kitosanantara lain: (i) bersifat biokompatibel artinya sebagai
polimer alami sifatnya tidak mempunyai akibat samping, tidak beracun, tidak dapat
dicerna, mudah diuraikan oleh mikroba (biodegradable), (ii) dapat berikatan dengan
sel mamalia dan mikroba secara agresif, (iii)mampu meningkatkan pembentukan
yang berperan dalam pembentukan tulang. (iv) bersifat hemostatik, fungistatik,
spermisidal, antitumor, antikolesterol, (v) bersifat sebagai depresan pada sistem saraf
pusat. Berdasarkan kedua sifat tersebut maka kitosan mempunyai sifat fisik khas
yaitu mudah dibentuk menjadi spons, larutan, gel, pasta, membran, dan serat. yang
sangat bermanfaat dalam aplikasinya.
Kitosan banyak digunakan oleh pelbagai industri antara lain industri farmasi,
kesehatan, biokimia, bioteknologi, pangan, pengolahan limbah, kosmetik,
agroindustri, industri tekstil, industri perkayuan, industri kertas dan industri
elektronika. Aplikasi khusus berdasarkan sifat yang dipunyainya antara lain untuk:
pengolahan limbah cair terutama bahan sebagai bersifat resin penukar ion untuk
minimalisasi logam–logam berat, mengoagulasi minyak/lemak, serta mengurani
kekeruhan: penstabil minyak, rasa dan lemak dalam produk industri pangan.
Kitosan mampu menurunkan kolesterol LDL (kolesterol jahat) sekaligus
meningkatkan komposisi perbandingan kolesterol HDL (kolesterol baik) terhadap
LDL, sehingga peneliti Jepang menyebutnya hypocholesteromic agent yang efektif,
karena mampu menurunkan kadar kolesterol darah tanpa efek samping. Kitin
mempunyai kegunaan yang sangat luas, tercatat sekitar 200 jenis penggunaannya,
dari industri pangan, bioteknologi, farmasi, dan kedokteran, serta lingkungan. Di
industri penjernihan air, kitin telah banyak dikenal sebagai bahan penjernih. Kitin
juga banyak digunakan di dunia farmasi dan kosmetik, misalnya sebagai penurun
kadar kolesterol darah, mempercepat penyembuhan luka, dan pelindung kulit dari
kelembaban.
Sifat kitosan sebagai polimer alami mempunyai sifat menghambat absorbsi
lemak, penurun kolesterol, pelangsing tubuh, atau pencegahan penyakit lainnya.
Kitosan bersifat tidak dapat dicernakan dan tidak diabsorbsi tubuh, sehinga lemak dan
kolesterol makanan terikat menjadi bentuk non absorbsi yang tak berkalori. Sifat khas
kitosan yang lain adalah kemampuannya untuk menurunkan kandungan LDL
kolesterol sekaligus mendorong meningkatkan HDL kolesterol dalam serm darah.
Peneliti Jepang menjuluki kitosan sebagai suatu senyawa yang menunjukkan zat
hipokolesterolmik yang sanagt efektif. Dengan kata lain, kitosan mampu menurunkan
tingkat kolesterol dalam serum denagn efektif dan tanpa menimbulkan efek samping
(Rismana,2001).
Beberapa tahun yang lalu, chitosan dan beberapa tipe modifikasinya
dilaporkan penggunaannya untuk aplikasi biomedis, seperti artificial skin, penembuh
luka, anti koagulan, jahitan pada luka (suuture), obat-obatan, bahan vaksin, dan
dietary fiber. Baru-baru ini, penggunaan chitosan dan derivatnya telah diterima
banyak perhatian sebagai tempat penggantungan sementara untuk proses mineralisai,
atau pembentukan tulang stimulin endokrin (Irawan,2007).
Pada penelitian yang dilakukan Handayani (2004) menunjukkan bahwa chitin
dan chitosan dap[at digunakan sebagai bahan koagulasi pada sari buah tomat. Untuk
penggunaan chitin dan chitosan sebagai bahan koagulasi pada sari buah tomat
menunjukkan bahwa chitin dan chitosan dapat digunakan sebagai bahan koagulasi,
ditandai denagn uji vitamin C, viscositas, pH, dan TPT yang menunjukkan hasil yang
tidak berbeda jauh dengan bahan koagulasi yang umum digunakan pada sari buah
tomat.
Chitosan choating telah terbukti meminimalisasi oksidasi, ditunjukkan oleh
angka peroksida, perubahan warna, dan jumlah mikroba pada sampel (Yingyuad et al,
2006). Kegunaan lain kitosan dan kitin yaitu:
1. Bidang Kedokteran/Kesehatan
Kitin dan turunannya (karboksimetil kitin, hidroksietil kitin dan etil kitin)
dapat digunakan sebagai bahan dasar pembuatan benang operasi. Benang operasi ini
mempunyai keunggulan dapat diurai dan diserap dalam jaringan tubuh, tidak toksik,
dapat disterilisasi dan dapat disimpan lama.
Kitin dan kitosan dapat digunakan sebagai bahan pemercepat penyembuhan
luka bakar, lebih baik dari yang terbuat dari tulang rawan. Selain itu, digunakan juga
sebagai bahan pembuatan garam-garam glukosamin yang mempunyai banyak
manfaat di bidang kedokteran, misalnya untuk menyembuhkan influenza, radang usus
dan sakit tulang.
2. Industri Pengolahan Pangan
Karena sifat kitin dan kitosan yang dapat mengikat air dan lemak, maka
keduanya dapat digunakan sebagai media pewarnaan makanan. Mikrokristalin kitin
jika ditambahkan pada adonan akan dapat meningkatkan pengembangan volume roti
tawar yang dihasilkan. Selain itu, dapat digunakan sebagai pengental dan pembentuk
emulsi yang lebih baik daripada mikrokristalin selulosa. Pada pemanasan tinggi kitin
akan menghasilkan pyrazine yang potensial sebagai zat penambah cita rasa.
Karena sifatnya yang dapat bereaksi dengan asam-asam seperti polifenol,
maka kitosan sangat cocok untuk menurunkan kadar asam pada buah-buahan, sayuran
dan ekstrak kopi. Bahkan terakhir diketahui dapat sebagai penjernih jus apel lebih
baik dari pada penggunaan bentonite dan gelatin. Kitin dan kitosan tidak beracun
sehingga tidak berbahaya bagi kesehatan manusia.
3. Penanganan Limbah
Karena sifat polikationiknya, kitosan dapat dimanfaatkan sebagai agensia
penggumpal dalam penanganan limbah terutama limbah berprotein yang kemudian
dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Pada penanganan limbah cair, kitosan
sebagai chelating agent yang dapat menyerap logam beracun seperti mercuri, timah,
tembaga, pluranium, dan uranium dalam perairan dan untuk mengikat zat warna
tekstil dalam air limbah.
Mekanisme Kitosan Sebagai Antimikroba
Zat antimikroba merupakan zat kimia yang dapat membunuh atau
menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Di alam, banyak sekali zat yang
mempunyai aktivitas sebagai antimikroba. Mekanisme antimikroba dari berbagai zat
tersebut berbeda-beda. Zat antimikroba yang bersifat membunuh disebut
mikrobasidal, sedangkan zat antimikroba yang bersifat menghambat pertumbuhan
mikroba disebut bakteriostatik (Madigan, et al., 1997). Ada beberapa mekanisme
kerja antimikroba tehadap mikroba sebagai targetnya, yaitu menghambat sintesis
dinding sel, menghambat sintesis protein, merusak membran plasma, menghambat
sintesis asam nukleat, dan menghambat sintesis metabolit esensial (Naim, 2003).
Kitosan bekerja sebagai antimikroba dengan mekanisme mengubah
permeabilitas membran sel. Interaksi antara kitosan yang bermuatan positif dengan
membran sel yang bermuatan negatif pada kadar rendah menyebabkan aglutinasi.
Sedangkan pada kadar tinggi, hal tersebut akan menyebabkan permukaan mikroba
bermuatan positif, sehingga tetap ada dalam bentuk suspensi. Hal ini kemudian
menyebabkan terjadinya defisiensi protein dan konstituen-konstituen intraseluler
lainnya. Selain itu, jika telahberhasil menembus dinding sel mikroba, kitosan dapat
berikatan dengan DNA dan menghambat sintesis mRNA dengan jalan berpenetrasi
hingga mencapai nukleus dan mengganggu sintesis RNA serta protein.
Mekanisme lain dari efek antimikroba kitosan dapat dijelaskan dengan
kemiripan struktur kitosan dan murein yang merupakan penyusun dinding sel
mikroba. Kitosan akan bersaing dengan mikroba untuk dapat menempel pada tempat
perlekatannya pada gigi. Murein merupakan peptidoglikan yang menyusun 90% dari
total berat kering dinding sel bakteri gram positif, setebal 20-80 nm, dan 10% dari
total berat kering dinding sel bakteri gram negatif, setebal 7-8 nm (Demchick and
Koch, 1996). S. mutans adalah bakteri gram positif, sehingga kitosan bisa menjadi
antimikroba yang efektif untuk mikroba tersebut.
Kitosan oligomerik dapat berpenetrasi ke dalam sel mikroorganisme dan
mencegah pertumbuhan sel dengan mencegah transformasi DNA ke RNA. Selain itu,
penghilangan metal, trace element, atau nutrien esensial dengan aksi pengkhelatnya
juga menjadi salah satu mekanisme penghambatan pertumbuhan mikroba. Kitosan
efektif sebagai antimikroba karena sifat-sifat kitosan itu sendiri yang tidak toksik dan
alami.
Senyawa hasil deasetilasi kitin ini telah terbukti memiliki aktivitas
antimikroba dengan indeks penghambatan yang cukup tinggi pada jenis bakteri
staphylococcus. Kitosan menunjukkan efek antimikroba yang poten terhadap S.
mutans dan penurunan jumlah yang signifikan.
Pembuatan Obat Kumur yang Menggunakan Kitosan Sebagai Antimikroba
Kitosan adalah suatu bahan yang dapat diperoleh dari cangkang eksoskeleton.
Kitosan telah terbukti bersifat natural, tidak toksik, dapat diuraikan (biodegradable)
dan dimanfaatkan secara luas dalam industri pangan sebagai food additive. Limbah
cangkang rajungan masih banyak ditemukan walaupun pemanfaatan terhadap kitosan.
Kitosan yang diperoleh dari isolasi cangkang rajungan belum bisa
diaplikasikan untuk keperluan manusia sehari-hari, masih diperlukan pengolahan
lebih lanjut. Dari sini, muncul inovasi untuk mengolah kitosan menjadi salah satu zat
aktif di dalam obat kumur. Salah satu tujuan penggunaan obat kumur adalah sebagai
pembunuh mikroba yang secara berlebihan terdapat di dalam rongga mulut. Untuk itu
harus ada zat antimikroba di dalam obat kumur tersebut. Kitosan yang mempunyai
aktivitas antimikroba dapat menjadi salah satu alternatif zat aktif.
Kitosan memiliki beberapa kelebihan jika dibandingkan dengan tipe antiseptik
lainnya, karena memiliki aktivitas antimikroba yang lebih tinggi, spektrum yang lebih
luas, killing rate yang lebih tinggi, dan toksisitasnya yang lebih rendah terhadap sel
mamalia. Sedangkan kelemahan kitosan adalah ketidaklarutannya dalam air,
viskositasnya yang tinggi, dan kecenderungannya untuk berkoagulasi dengan protein
pada pH tinggi. Banyak percobaan telah dilakukan untuk mendapatkan turunan
fungsionalnya dengan modifikasi kimiawi untuk meningkatkan kelarutannya.
Formulasi sediaan obat kumur kitosan mengandung (dalam %b/b) 0.5%
kitosan, 15% etanol, 10% gliserin, 0.008% natrium sakarin, 1% polyoxyethilene
hidrogenated castor oil, dan 0.3% perasa, yang dilarutkan dalam deionized water
(Sano, et al., 2002). Kitosan sebagai zat aktif (antimikroba), gliserin yang higroskopis
sebagai pengikat air (menjaga kelembaban), Na-sakarin sebagai pemanis,
polyoxyethilene hidrogenated castor oil sebagai emulgator. Formulasi ini diharapkan
mampu menjadi obat kumur yang berkualitas. Diperlukan penelitian lebih lanjut
untuk mengoptimalkan komposisi penyusun obat kumur ini.
Khasiat Kitosan yang Lain
1. Menghambat Pertumbuhan Tumor.
Kitosan berkhasiat memperkuat kekebalan sel-sel tubuh, mengaktifkan daya
hidup sel Limpa, menaikkan nilai pH cairan tubuh sehingga menciptakan lingkungan
Basa, memperkuat daya serang tubuh terhadap sel kanker, meningkatkan fungsi
pembunuh sel kanker. Dalam riset anti tumor, ditemukan bahwa Kitosan mempunyai
daya penekan terhadap penyebaran sel tumor, sekaligus merangsang kemampuan
kekebalan tubuh, mendorong tumbuhnya sel T Limphe dari pankreas. Bahaya kanker
terletak pada kemungkinan peralihannya. Justru kemampuan Kitosan dalam menekan
sifat peralihan ini sudah diakui oleh ilmuwan biologi berbagai negara melalui cara
yang berbeda-beda, dan dalam pemakaiannya terhadap pasien juga memperlihatkan
keberhasilan tinggi. Kitosan juga mempunyai kemampuan menempel pada molekul-
molekul sel dipermukaan bagian dalam pembuluh darah. Dengan demikian mencegah
sel tumor menempel pada sel permukaan bagian.
2. Memperkuat Fungsi Hati
Kitosan dapat menekan penyerapan kolesterol oleh usus kecil sehingga
menurunkan tingkat kekentalan kolesterol dalam darah, pada gilirannya mencegah
penumpukan kolesterol jahat pada hati. Biasanya kalau sudah terasa tidak enak pada
bagian hati, saat itu hati sudah mengalami kerusakan parah. Kitosan dapat berperan
dalam menekan meningkatnya kandungan kolesterol dalam darah, mencegah
penumpukan lemak hati.dalam pembuluh darah, berarti mencegah perembesan
jaringan kanker ke daerah sekitar.
3. Mencegah Penyakit Kencing Manis
Faktor utama yang memicu terjadinya penyakit kencing manis adalah
kurangnya jumlah sekresi absolut maupun sekresi relatif insulin dari pankreas
sehingga menimbulkan kekacauan. Ketika tubuh dalam kondisi Basa, maka
meningkat pula laju pemanfaatan insulin. Keadaan ini sekaligus akan mengatur
kondisi keasaman cairan tubuh yang ditimbulkan oleh produksi asam organik
berlebih karena terurainya lemak di dalam tubuh.
Kitosan berdaya rekat tinggi, sehingga jumlahnya akan memadai di dalam
saluran usus. Keadaan ini dapat mengurangi penyerapan usus terhadap glukosa yang
ada di dalam makanan, jadi mengurangi atau menunda terjadinya nilai puncak
glukosa darah, sehingga tercapai efek pencegahan penyakit kencing manis.
4. Menurunkan Tekanan Darah
Kitosan dapat mengurangi penyerapan tubuh terhadap ion-ion khlor, di bawah
pengaruh asam lambung akan terjadi muatan positif dari gen-gen ion positif yang
bergabung dengan ion-ion khlor, mengurangi kekentalan ion khlor di dalam gula
darah, meningkatkan fungsi pembesaran pembuluh darah, yang pada gilirannya
menurunkan tekanan darah.