KONSEP ISTIQOMAH DALAM MENUNTUT ILMU (STUDI
TERHADAP AL-QUR’AN SURAT FUSHSHILAT AYAT 30)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Kharis Abdurrohaman Hadi
111-13-204
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
2018
i
ii
iii
iv
v
MOTTO
الجد يفحح كل تاب هغلق الجد يد كل اهس شاسع, و
“Kesungguhan mendekatkan segala perkara yang jauh, dan kesungguhan dapat
membuka segala pintu yang terkunci” (Imam As-Syafi‟i)
vi
PERSEMBAHAN
Alhamdulillah dengan izin Allah swt skripsi ini dapat terselesaikan
dengan baik. Skripsi ini saya persembahkan untuk:
1. Ayah dan Ibuku tercinta yang senantiasa mencurahkan kasih sayang,
selalu sabar dalam mendidik dari kecil sampai sekarang, dan doa restunya
yang tidak pernah putus, serta nasihat-nasihatnya.
2. Keluarga besarku yang senantiasa memberikan semangat dan nasihat-
nasihat dalam meraih kesuksesan di dunia maupun di akhirat.
3. Seluruh sahabatku yang telah memberikan goresan warna di setiap
langkahku, serta terima kasih atas motivasi dan kebersamaan kita selama
ini karena kalian telah mengajarkanku bagaimana menjadi teman yang
sesungguhnya dan menghargai indahnya persahabatan.
4. Teman-teman PAI angkatan 2013 senasib dan seperjuangan yang telah
memberikan kenangan-kenangan indah dalam kebersamaan kita selama
ini.
5. Teman-teman PPL SMP N 5 Salatiga dan KKN 2017 yang telah
mengajarkanku bagaimana menjalin kebersamaan dengan penuh tanggung
jawab.
vii
KATA PENGANTAR
Assalamu‟alaikum Wr. Wb
Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang. Segala puji dan syukur senantiasa penulis haturkan kepada Allah swt.
Atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat diberikan
kemudahan dalam menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga
tercurahkan kepada Rasulullah saw, keluarga, sahabat dan para pengikut setianya.
Penulis telah berusaha semaksimal mungkin untuk dapat menyusun
skripsi ini dengan sebaik-baiknya, namun mengingat keterbatasan pengetahuan
dan kemampuan penulis, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis
harapkan agar skripsi ini benar-benar dapat menjadi sumbangan pemikiran yang
bermanfaat.
Dengan selesainya skripsi ini, tidak lupa penulis ucapkan terima kasih
yang sedalam-dalamnya kepada:
1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd, selaku ketua IAIN Salatiga.
2. Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Bapak Suwardi, M.Pd.
3. Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam Ibu Siti Rukhayati, M.Ag.
4. Dosen pembimbing Ibu Urifatun Anis, M.Pd.I. atas bimbingan, arahan dan
motivasi yang telah diberikan.
5. Bapak Supardi, Dr. S.Ag. M.A. selaku pembimbing akademik.
6. Seluruh dosen dan karyawan IAIN Salatiga yang telah banyak membantu
selama kuliah hingga menyelesaikan skripsi ini.
viii
ix
ABSTRAK
Hadi, Kharis Abdurrohman. 2018. Konsep Istiqomah Dalam Menuntut Ilmu (Studi
Terhadap Q.S. Fushshilat 30). Skripsi. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan.
Jurusan Pendidikan Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Pembimbing: Dra.
Urifatun Anis. M.Pd.I.
Kata kunci: Konsep, Istiqomah, Menuntut Ilmu
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konsep istiqomah dalam
menuntut ilmu yang terdapat pada Q.S. Fushshilat Ayat 30. Pertanyaan yang ingin
dijawab melalui penelitian ini adalah: 1) Bagaimana deskripsi dan munasabah
Q.S. Fushshilat ayat 30. 2) Bagaimana konsep istiqomah dalam menuntut ilmu
menurut Q.S. Fushshilat ayat 30. 3) Adakah relevansi antara istiqomah dalam Q.S.
Fushshilat ayat 30 dengan konsep istiqomah dalam menuntut ilmu.
Penelitian ini merupakan penelitian pustaka (library research), yaitu studi
kepustakaan yang mengadakan penelitian dengan cara mempelajari dan membaca
literatur-literatur yang ada hubungannya dengan permasalahan yang menjadi
objek penelitian. Sumber data yang digunakan berasal dari data primer dan data
sekunder. Penelitian ini menggunakan metode tahlili, yaitu metode tafsir yang
menjelaskan ayat-ayat AL-Qur‟an dari seluruh aspeknya dan mengungkapkan
maksud-maksudnya secara terperinci sesuai urutan ayat dan surat, mengemukakan
arti kosa kata yang diikuti dengan penjelasan mengenai arti global ayat.
Adapun hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: a) Deskripsi dan
munasabah Q.S. Fushshilat ayat 30 mengenai seseorang yang telah bersaksi
bahwa Allah swt adalah Tuhannya kemudian berlaku istiqomah maka Allah swt
janjikan kepada hamba tersebut kebaikan dunia dan akhirat. Munasabah dengan
surat sebelum dan sesudahnya adalah: surat Ghafir dan surat Asy-Syura. Surat
Ghafir mejelaskan tentang peringatan kepada orang-orang musyrik Makkah yang
mengingkari Muhammad saw. Dalam surat Asy-Syura menjelaskan tentang
kebenaran Al-Qur‟an sebagai wahyu Allah swt yang disampaikan kepada
Muhammad saw. Konsep istiqomah menurut Q.S. Fushshilat ayat 30 berdiri di
hadapan Allah swt secara hakiki dan memenuhi janji, dibutuhkan ketekunan,
melakukan segala amalan karena Allah, beserta Allah, dan berdasarkan perintah
Allah. Mengoptimalisasikan amalan. b) Relevansi antara istiqomah dalam Q.S.
Fushshilat ayat 30 dengan konsep istiqomah dalam menuntut ilmu, yaitu:
Pentingnya istiqomah dalam menuntut ilmu, agar seseorang bisa menggapai akhir
yang bahagia/khusnul khatimah. Itulah salah satu ganjaran yang bisa didapat
ketika seseorang berlaku istiqomah dalam hidupnya. Dalam Q.S. Fushshilat ayat
30 penulis bisa simpulkan bahwa ada dua tujuan yang bisa didapat dalam
mengamalkan istiqomah. Maka malaikat akan turun kepada mereka dengan
mengatakan: “janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih”,
kemudian pada kalimat setelahnya dan gembirakanlah mereka dengan jannah
yang telah dijanjikan. Dua tujuan dari istiqomah dalam menuntut ilmu iyalah:
agar merasa tenang dan yakin, serta agar mendapatkan khusnul khatimah/akhir
yang baik.
x
DAFTAR ISI
HALAMAN BERLOGO .................................................................................... i
HALAMAN NOTA PEMBIMBING .................................................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. iii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN .......................................................... iv
MOTTO .............................................................................................................. v
PERSEMBAHAN ............................................................................................... vi
KATA PENGANTAR ........................................................................................ vii
ABSTRAK .......................................................................................................... ix
DAFTAR ISI ....................................................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah............................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 6
C. Tujuan dan Manfaat ..................................................................................... 6
D. Metode ......................................................................................................... 7
E. Penegasan Istilah .......................................................................................... 11
F. Sistimatika Penulisan ................................................................................... 13
BAB II DESKRIPSI Q.S. FUSHSHILAT AYAT 30 .................................... 15
A. Deskripsi Q.S. Fushshilat Ayat 30 ............................................................... 15
B. Makna Mufradat ........................................................................................... 15
C. Kandungan Q.S. Fushshilat Ayat 30 ............................................................ 19
BAB III ASBABUN NUZUL DAN MUNASABAH Q.S. FUSHSHILAT
AYAT 30 ............................................................................................................ 29
A. Asbabun Nuzul ............................................................................................. 29
B. Munasabah ................................................................................................... 30
1. Pengertian Munasabah ............................................................................ 30
2. Munasabah Surat Fushshilat dengan surat sebelum dan
sesudahnya .............................................................................................. 30
xi
3. Munasabah Surat Fushshilat ayat 30 dengan ayat sebelum
dan sesudahnya ........................................................................................ 36
BAB IV RELEVANSI ISTIQOMAH DALAM Q.S. FUSHSHILAT
AYAT 30 DENGAN KONSEP ISTIQOMAH DALAM MENUNTUT
ILMU .................................................................................................................. 38
A. Analisis Konsep Istiqomah dalam Q.S. Fushshilat ...................................... 38
B. Konsep Istiqomah ........................................................................................ 40
a. Pengertian Istiqomah ............................................................................... 40
b. Karakteristik Pribadi yang Istiqomah ...................................................... 42
c. Faktor Munculnya Istiqomah .................................................................. 44
d. Dampak Positif Istiqomah ....................................................................... 44
e. Pentingnya Istiqomah .............................................................................. 45
f. Pengertian Belajar ................................................................................... 47
g. Faktor Pendukung Istiqomah dalam Menuntut Ilmu ............................... 47
C. Relevansi Istiqomah dalam Qur‟an Fushshilat ayat 30 dengan Konsep
Istiqomah dalam Menuntut Ilmu .................................................................. 52
BAB V PENUTUP ............................................................................................ 57
A. Kesimpulan .................................................................................................. 57
B. Saran ............................................................................................................ 58
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pernahkah Anda melihat patung yang termasyhur dari Auguste
Rodin: seorang manusia yang sedang tekun berpikir? Dialah lambang
kemanusiaan kita, Homo Sapien, makhluk yang berpikir. Setiap saat dari
hidupnya, sejak dia lahir sampai masuk liang lahat, dia tak pernah berhenti
berpikir. Hampir tak ada masalah yang menyangkut perikehidupan yang
terlepas dari jangkauan pikirannya, dari soal paling remeh sampai soal
paling asasi, dari pertanyaan yang menyangkut sarapan pagi hingga
persoalan surga dan neraka di akhir nanti, berpikir itulah yang mencirikan
hakekat manusia.
Berpikir pada dasarnya merupakan sebuah proses yang
membuahkan pengetahuan. Proses ini merupakan serangkaian gerak
pemikiran dalam mengikuti jalan pemikiran tertentu yang akhirnya sampai
pada sebuah kesimpulan yang berupa pengetahuan. Gerak pemikiran ini
dalam kegiatannya mempergunakan lambang yang merupakan lambang
abstraksi dari obyek yang sedang kita pikirkan. Bahasa adalah salah satu
dari lambang tersebut di mana obyek-obyek kehidupan yang kongkrit
dinyatakan dengan kata-kata. Dapat dibayangkan betapa sukarnya proses
berpikir tersebut tanpa adanya lambang-lambang yang mengabstraksikan
berbagai gejala kehidupan. Matematika yang merupakan serangkaian
2
lambang yang pada hakekatnya mempunyai fungsi yang sama dengan
bahasa. Sejak seorang bayi mulai bisa berkata-kata, orang tuanya mulai
mengajarkan bahasa, dan setelah anak itu cukup usia maka mulailah anak
itu diajarkan berhitung. Yang pertama merupakan bahasa verbal dan yang
kedua merupakan bahasa yang mempergunakan angka. Mempergunakan
kedua bahasa itulah dia mulai berkomunikasi dengan lingkungannya.
Setelah anak itu berumur eman atau tujuh tahun maka dia pun memasuki
sekolah untuk mempelajari bahasa tertulis. Di sana anak itu mulai
diperkenalkan kepada proses kegiatan berpikir secara formal; suatu
kegiatan yang untuk selanjutnya takkan pernah berhenti sampai akhir
hayat.
Sebagaimana yang telah diuraikan di atas, secara jelas memberi
gambaran belum memadainya kualitas sumberdaya manusia Indonesia
untuk menjadikan segala kekuatan potensialnya menjadi sesuatu yang
secara nyata bermanfaat bagi bagi bangsa Indonesia. Terkait hal ini, kata
kunci bagi peningkatan kualitas sumberdaya manusia adalah pendidikan.
Artinya, kemajuan setiap bangsa yang ditandai oleh baiknya kualitas
sumberdaya manusia, sangatlah tergantung kepada kemauan atau niat serta
arah kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan dan juga respons
masyarakat terhadap niat pemerintah tersebut.
Pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan manusia untuk
mengembangkan potensi manusia lain atau memindahkan nilai dan norma
yang dimilikinya kepada orang lain dalam masyarakat (Ali, 2008:180).
3
Merujuk pada pengertian pendidikan di atas bahwa setiap manusia berhak
untuk mengembangkan potensi dan pendidikan orang lain agar dapat
menyalurkan bakat dan mengembangkan potensi yang dimilikinya. Selain
itu, juga memiliki kemandirian dalam bersikap dan bertindak sehingga
anak tersebut mempunyai rasa tanggung jawab atas dirinya sendiri.
Langeveld (196:18) mendefinisikan pendidikan sebagai setiap
pergaulan yang terjadi antara orang dewasa dengan anak-anak dalam suatu
keadaan dimana pekerjaan mendidik itu berlangsung.
Sedangkan menurut Marimba (1989:19) pendidikan adalah
bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap
perkembangan jasmani dan rohani peserta didik menuju terbantuknya
kepribadian yang utama.
Pendidikan Islam diartikan pendidikan yang bertujuan untuk
membentuk pribadi muslim seutuhnya, mengembangkan seluruh potensi
manusia baik yang berbentuk jasmani dan rohani, serta menumbuhkan
hubungan yang harmonis setiap individu dengan Allah SWT, manusia
lain, dan alam semesta (Daulay, 2004:153).
Pendidikan Islam sebagai alat untu proses penyampaian informasi
dalam rangka pembentukan insan yang beriman dan bertakwa agar
manusia menyadari kedudukan, tugas, dan fungsinya di dunia ini baik
sebagai abdi maupun sebagai khalifah-Nya di bum. Agar selalu takwa
dalam memelihara hubungannya dengan Allah, dirinya sendiri, masyarakat
dan alam sekitarnya (Ali, 2008:181).
4
Arifin (2014:22) mengemukakan pendidikan Islam juga
berorientasi untuk mengarahkan dan membimbing pertumbuhan serta
pengembangan fitrah (kemampuan dasar) anak didik melalui ajaran Islam
ke arah titik maksimal pertumbuhan dan perembangannya.
Agama Islam sebagai suatu konsep kehidupan yang mempunyai
landasan yang khas dan spesifik dibanding dengan agama lainnya. Karena
komponen utama agama Islam yaitu akidah, syari‟ah dan akhlak yang
kemudian dikembangkan oleh manusia dengan akal piiran mereka yang
didorong dengan ilmu pengetahuan. Selain itu, Islam adalah agama yang
memandang pendidikan adalah suatu hal yang sangat penting.
Pembelajaran pada saat ini lebih memberi peluang bagi munculnya
kreativitas peserta didik dibandingkan sebagaimana yang telah terjadi pada
masa lalu yang memberi penjelasan adanya pusat orientasi kepada
pengajarnya. Pengajar pada saat ini lebih sebagai fasilitator bagi proses
transformasi ilmu pengetahuan.yang dikehendaki sesuai dengan spesifikasi
keilmuannya. Dengan demikian, maka keberhasilan suatu proses belajar
lebih terletak pada hasrat peserta didik dalam mengelola niat memperoleh
ilmu pengetahuan. Pengelolaan niat belajar dan memelihara tindakan yang
diorientasikan kepada perolehan ilmu pengetahuan sangat mempengaruhi
keberhasilan proses belajar.
Di era globalisasi saat ini memudahkan manusia dalam banyak hal
seperti komunikasi, penerimaan dan pemberian informasi, jarak dan waktu
bukan lagi sebuah halangan. Dalam hal ini setiap orang tidak terkecuali
5
bisa mengakses informasi apapun, dimanapun, dan kapanpun, itu artinya
seorang anak yang sedang berada dalam masa pubertas ketika sedang
berselancar di dunia maya dia bisa melakukan semua yang telah
disebutkan di atas tanpa sepengetahuan lingkungan sekitarnya, dalam hal
ini dia bebas melakukan apapun dengan internet yang dia miliki baik itu
positif atau negatif. Bimbingan orang tua sangat dibutuhkan pada momen
ini, pertanyaannya adalah, apakah mampu orang tua mendampingi seorang
anak 24 jam per hari untuk memastikan anaknya menggunakan internet
dengan bijak dan benar?. Berangkat dari sinilah keresahan penulis yang
menjadi dasar dari terbentuknya skripsi ini.
Terkait dengan proses pembelajaran yang intensif, Islam sudah
lama menerapkan metode tersebut yaitu dengan nama Istiqomah. Secara
garis besar, konsep ini merekomendasikan suatu proses belajar yang
bertumpu pada komitmen dalam membangun kepribadian sesuai doktrin
Islam. Sebagai negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia,
wajarlah bila penerapan istiqomah sangatlah urgen jika sekolah modern di
Indonesia ingin membangun kualitas sumber daya manusianya.
Kesesuaian kulturistik keIslaman tentu akan menyumbang percepatan bagi
terwujudnya kualitas manusia Indonesia yang memadai bagi kepentingan
menjadikan segala potensi bangsa yang ada untuk memperkuat daya saing
global. Alasan inilah yang akhirnya menuntun peneliti memilih topik
penelitian terkait syarat perolehan gelar kesarjanaan dengan judul
6
“KONSEP ISTIQOMAH DALAM MENUNTUT ILMU (STUDI
TERHADAP AL-QUR‟AN SURAT FUSHSHILAT AYAT 30)”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, penulis merumuskan permasalahan
yang akan dibahas dalam penelitian ini. Rumusan masalah adalah sebagai
berikut :
1. Bagaimana konsep istiqomah menurut Q.S. Fushshilat ayat 30?
2. Bagaimana relevansi antara istiqomah dalam Q.S. Fushshilat ayat 30
dengan konsep istiqomah dalam menuntut ilmu?
C. Tujuan dan Manfaat
Dari pokok permasalahan yang telah dirumuskan di atas maka
tujuan dan manfaat adalah sebagai berikut :
1. Tujuan
a. Untuk mangetahui konsep istiqomah menurut Q.S. Fushshilat
ayat 30.
b. Untuk mengetahui relevansi antara istiqomah dalam Q.S.
Fushshilat ayat 30 dengan konsep istiqomah dalam menuntut
ilmu
2. Manfaat
a. Bagi peneliti, meningkatkan wawasan yang lebih komprehensif
terhadap konsep istiqomah dalam menuntut ilmu menurut Q.S.
Fushshilat ayat 30 dari berbagai sudut pandang para ulama.
7
b. Bagi subjek dan praktisi pendidikan, dapat diaplikasikan dalam
sikap dan perilaku yang islami di dalam kehidupan nyata.
c. Bagi masyarakat, sebagai i‟tibar bagi manusia agar tetap
berpegang teguh pada ajaran agama Islam yaitu Al-Qur‟an.
D. Metode
Usaha untuk memperoleh data ataupun informasi yang diperlukan
dalam penulisan ini, disusun sebagai berikut :
1. Jenis Penelitian
Menurut Catherine Marshal kualitatif riset didefinisikan
sebagai suatu proses yang mencoba untuk mendapatkkan
pemahaman yang lebih baik mengenai kompleksitas yang ada
dalam interaksi manusia (Jonathan Sarwono, 2006: 193) Jadi,
dalam penelitian ini menggali lebih dalam konsep istiqomah dalam
menuntut ilmu menurut Q.S. Fushshilat ayat 30 dari berbagai kitab
tafsir yang merupakan interpretasi dari para mufasir dalam
memahami maksud, isi dan kandungan yang ada pada surat
Fushshilat ayat 30 sehingga akan dapat mempermudah dalam
dalam kajian ini. Selanjutnya untuk memberi penjelasan atau
menafsiran terhadap ayat tersebut, melalui metode studi pustaka
(library rasearch), maka langkah yang ditempuh adalah dengan
cara membaca, memahami serta menelaah buku-buku, baik berupa
kitab-kitab tafsir maupun sumber-sumber lain yang berkenaan
dengan permasalahan yang ada, kemudian dianalisa.
8
2. Pendekatan
Untuk melakukan penelitian ini, peneliti menggunakan
metode analisis. Tafsir analitis adalah suatu metode tafsir yang
bermaksud menjelaskan kandungan ayat-ayat al-Quran secara
analitis. Dalam metode tafsir tahlily, penafsir mengikuti urutan
ayat sebagaimana yang telah tersusun dalam mushaf Utsmani.
Pengkajian metode ini menguraikan kosa kata dan lafaz,
menjelaskan arti yang dikehendaki, sasaran yang dituju dan
kandungan ayat, menjelaskan inti sari dari ayat serta
mengemukakan kaitan antara ayat-ayat dan relevansinya dengan
surat sebelum dan sesudahnya. Untuk itu semua, metode ini
merujuk kepada sebab-sebab turunnya ayat, hadits-hadits
Rasulullah, riwayat dari para sahabat dan tabi‟in (Al-Munawwar,
1994 36).
Langkah-langkah tafsir analitis atau tafsir tahlily yaitu
sebagai berikut:
a. Menyebutkan sejumlah ayat pada awal pembahasan. Pada
setiap pembahasan mencantumkan satu, dua atau tiga ayat
untuk maksud tertentu, yaitu memberikan keterangan
global bagi surat dan menjelaskan maksudnnya yang
mendasar.
b. Menjelaskan arti kata-kata yang sulit.
c. Memberikan garis besar maksud beberapa ayat.
9
d. Menjelaskan konteks ayat.
e. Menerangkan sebab-sebab turun ayat.
f. Memperhatikan keterangan-keterangan yang bersumber
dari Nabi, sahabat dan tabi‟in.
g. Memahami disiplin ilmu tertentu (al-Aridh, 1992:3).
3. Sumber Data
Dalam penelitian literatur ini, penulis mengacu beberapa
sumber yang sesuai dengan topik yang bersangkutan, yakni dibagi
menjadi dua bentuk sumber yaitu:
a. Sumber Primer
Sumber primer yaitu data yang diperoleh secara langsung
dari objek penelitian perorangan, kelompok, dan
organisasi (Ruslan, 2010: 29). Dalam hal ini peneliti
mengacu sumber premiernya antara lain Al-Qur‟an dan
buku tafsir yang berkaitan dengan Istiqomah dalam
menuntut ilmu, yaitu:
a) Tafsir Al-Misbah
b) Tafsir Maraghi
c) Tafsir An-Nur
d) Tafsir Nurul Qur‟an
b. Sumber Sekunder
Yaitu sumber yang mendukung dan melengkapi sumber
data primer. Adapun sumber data sekunder dalam
10
penulisan skripsi ini adalah buku tentang pendidikan
yang berkaitan dengan Istiqomah, diantaranya: buku
yang berjudul “Ta‟lim Wa Muta‟allim” karya Azzarnuji,
“Pengantar Studi Ilmu Al-Qur‟an” karya Syaikh Manna‟
Al-Qaththan.
3. Teknik Pengumpulan Data
Untuk pengumpulan data pada penelitian ini, digunakan
metode dokumentasi, yaitu mencari data mengenai hal-hal atau
variable yang berupa catatan, buku, surat kabar, majalah, prasasti,
notulen rapat, leger, agenda dan sebagainya. (Arikunto, 2010: 274)
Objek penelitian ini adalah pentingnya istiqomah dalam
menuntut ilmu yang terkandung dalam Q.S. Fushshilat ayat 30.
4. Metode Analisis
Analisis non-statistik sesuai untuk data deskriptif. Data
deskriptif sering hanya dianalisis menurut isinya, dan karena itu
analisis seperti ini disebut juga analisis isi (content analysis)
(Suryabrata, 1995: 85). Disini peneliti menggunakan metode
content analysis dalam menguraikan makna yang terkandung
dalam redaksi Al-Qur‟an, setelah itu dari hasil interpretasi tersebut
dilakukan analisa secara mendalam guna menjawab rumusan
masalah yang telah dipaparkan oleh penulis.
11
E. Penegasan Istilah
Agar tehindar dari kata-kata yang kabur dan tidak runtut serta
menghindari timbulnya salah penafsiran atau misinterpretation serta
pengertian yang melebar dalam menafsirkan isi dan juga substansi dari
karya ilmiah (penelitian). Maka diperlukan penegasan istilah dalam judul
tersebut yang menjelaskan pengertian masing - masing kata yang
mendukung dalam judul penelitian ini, yakni sebagai berikut.
1. Konsep
Konsep adalah satuan arti yang mewakili sejumlah objek
yang mempunyai ciri yang sama. Orang yang memiliki konsep
mampu mengadakan abstraksi terhadap objek-objek yang
dihadapi, sehingga objek-objek ditempatkan dalam golongan
tertentu. Objek-objek dihadirkan dalam kesadaran orang dalam
bentuk representasi mental tak berperaga. Konsep juga dapat
dilambangkan dalam bentuk suatu kata (Bahri, 2008: 30).
Bisa disimpulkan bahwa konsep adalah sejumlah teori
yang berkaitan dengan suatu objek. Konsep diciptakan dengan
menggolongkan dan mengelompokkan objek-objek tertentu
yang mempunyai ciri yang sama.
2. Istiqomah
Kata istiqomah terambil dari kata qama yang pada
mulanya berarti lurus/tidak mencong. Kata ini kemudian
12
dipahami dalam arti konsisten dan setia melaksanakan apa yang
diucapkannya. (M. Quraish Shihab, 2003: 51)
Istiqomah berarti ia melaksanakan kebaikan secara
konsisten, dimana saja dan kapan saja ia berbuat baik (Maimun,
2010: 89).
Jadi orang yang memiliki perilaku istiqomah itu selalu
berbuat suatu kebaikan dimana pun ia berada, tanpa memilih
tempat dan sasaran dari kebaikannya.
3. Ilmu
Ilmu berasal dari bahasa Arab : „alima, ya‟lamu, „ilman,
dan wazan fa‟ila, yaf‟alu (Mahmud Yunus, 2009: 277) yang
artinya mengerti, memahami dengan benar. Dalam bahasa
Inggris berarti science, bahasa Latin berarti scintia
(pengetahuan) dan scire (mengetahui). Namun ilmu memiliki
ruang lingkup yang berbeda dengan science (sains). Sains hanya
dibatasi pada bidang-bidang empirisme–positiviesme sedangkan
ilmu melampuinya dengan nonempirisme seperti matematika
dan metafisika. Ilmu merupakan kumpulan pengetahuan yang
mempunya ciri-ciri tertentu yang membedakan ilmu dengan
pengetahuan-pengetahuan lainnya (Jujun, 2001: 4).
Jadi dapat disimpulkan, ilmu adalah bagian dari
pengetahuan yang terklarifikasi, tersistem, terukur, dapat
dibuktikan kebenarannya secara empiris.
13
F. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan skripsi yang disusun terbagi dalam tiga
bagian, yaitu bagian awal, bagian isi, dan bagian akhir. Bagian awal terdiri
dari sampul, lembar berlogo, halaman judul, halaman persetujuan
pembimbing, halamn pengesahan kelulusan, halaman pernyataan
orisinalitas, halaman motto dan persembahan, halaman kata pengantar,
halaman abstrak, halaman daftar isi, halaman daftar lampiran.
Bagian inti atau isi dalam penelitian ini, penulis menyusun ke
dalam lima bab yang rinciannya adalah sebagai berikut:
BAB I, Berisi mengenai latar belakang penelitian, rumusan dan tujuan
penelitian, dan juga manfaat penelitian, dan sistematika pembahasan yang
digunakan dalam membuat penelitian agar lebih terstruktur dan sistematis.
BAB II, merupakan deskripsi Q.S. Fushshilat ayat 30 yang berisi
pemaparan hasil penelitian yang berupa telaah terhadap Q.S. Fushshilat
ayat 30 yang meliputi : deskripsi Q.S. Fushshilat ayat 30 yang disertai arti
mufradat dan isi kandungan ayat tersebut.
BAB III, merupakan tafsir Q.S. Fushshilat ayat 30. Pada bab ini peneliti
akan menguraikan tentang tema penelitian munasabah serta asbabun nuzul
Q.S. Fushshilat ayat 30.
BAB IV, relevansi istiqomah dalam Q.S. fushshilat ayat 30 dengan konsep
istiqomah dalam menuntut ilmu. Pada bab ini peneliti akan menfokuskan
pada inti pembahasan istiqomah dan relevansi istiqomah dalam Q.S.
Fushshilat ayat 30 dengan konsep istiqomah dalam menuntut ilmu.
14
BAB V, Adalah bab yang memuat kesimpulan penulis dari pembahasan
skripsi ini, saran-saran dan kalimat penutup yang sekiranya dianggap
penting dan daftar pustaka.
15
BAB II
DESKRIPSI Q.S. FUSHSHILAT AYAT 30
A. Deskripsi Q.S. Fushshilat Ayat 30
Q.S. Fushshilat ayat 30 berbunyi sebagai berikut:
30. Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan Kami ialah
Allah" kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, Maka Malaikat
akan turun kepada mereka dengan mengatakan: "Janganlah kamu takut
dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah
yang telah dijanjikan Allah kepadamu".
B. Makna Mufradat
Setelah penulis menyajikan redaksi ayat surat Fushshilat yang
menjadi obyek kajian penulis, maka selanjutnya penulis menyajikan kosa
kata yang terdapat dalam surat tersebut sebagai berikut:
قالىا زتا للا
maksud dari penggalan ayat tersebut ialah sesungguhnya barang
siapa yang telah bersaksi bahwa Allah SWT adalah Tuhannya, mengakui
dengan segala aspek-aspek ketuhananNya, dan mengakui keesaanNya,
kemudian mereka tetap istiqomah dalam hal itu dan jangan sampai
16
berpaling, dan termasuk dalam hal tersebut adalah semua ibadah,
kepercayaan, dan kebaikan. (Al-Maraghi, 1946:127)
mereka berkata seperti itu dengan memberitahukan tentang
keimanan mereka karena sesungguhnya Allah SWT adalah tuhan mereka
yang tiada sesembahan yang patut disembah selain Allah SWT.(Al-Jazairi,
1994:575)
bersaksi dan mentauhidkan Allah SWT dan senantiasa tidak
berbuat syirik kepadaNya. (Al-asqori, 1994:479)
ثن اسحقاهى
dalam ayat ini ketika suatu umat telah mengucapkan syahadat
kepada Allah SWT dan tetap istiqomah dalam hal tersebut. (Al-Maraghi,
1946:128)
وهسههلن و حويههد والههدازه والث ههازي يهه جازي هه أحوههد ودثههد تههي سجهه وأخ
السائ و اتهي هاجه و اتهي حثهاى دهي سهفياى تهي دثهد للا القفه الأى زجه ي قها يها
هث تها ثهن زسل هد,, قها ال قهل ه ي ت أحهدا للا هس تأهس ي اإل س م ال أسأ د
ا الحسهري حسي صحيحق اسحقن(
Diriwayatkan oleh Ahmad dan Abdu bin Hamid, Ad-Darimi,
Bukhari, Muslim, Ibnu Majjah, Ibnu Hibban dari Sufyan bin Abdullah As-
Saqofi ( Seseorang telah bertanya kepada Rasulullah “wahai Rasulullah
beritahukan kepadaku suatu amalan dalam Islam yang tidak akan
kutanyakan kepada selain engkau wahai Rasulullah”, Rasulullah kemudian
bersabda: “katakanlah aku beriman kepada Allah SWT dan istiqomahlah”)
17
Tirmidzi menjelaskan bahwa hadist ini derajatnya adalah hasan shahih.
(Al-Maraghi, 1946:128)
Istiqomah di atas tauhid, dan menfokuskan diri kepada Allah SWT
saja, dan istiqomah di atas perintah dan syariat Allah SWT, dan berbuatlah
dengan ketaatan kepadaNya, dan menjauhi segala kemaksiatan sampai ajal
menjemput. (Al-asqori, 1994:479)
Istiqomah : lembut dalam ketaatan kepada Alloh SWT ketika
berfikir, berucap, dan berbuat. (Al-Maraghi, 1946:128)
Mereka tetap di jalan Allah SWT dan tidak mengganti sesembahan
mereka dan tidak berpaling dari Allah SWT, tidak meninggalkan ibadah
kepada Allah SWT dengan menjalankan segala perintahNya dan menjauhi
semua laranganNya. (Al-Jazairi, 1994:575)
دليهن الو ئكة جحص
Allah SWT akan mengirimkan kabar gembira kepada hambaNya
yang senantiasa istiqomah dalam syahadatnya melalui malaikatNya berupa
kemanfaatan, menjaga atau melindungi dari hal-hal yang merugikan dan
mengangkat kesedihan dari hati mereka, atau Allah SWT telah lapangkan
dada mereka untuk menghadapi semua kenyataan baik dari perkara-
perkara dunia maupun agama, dan melindungi dari perasaan takut dan
sedih dengan memberi ilham kepada mereka yang selalu istiqomah.
Allah SWT akan memberi kabar gembira bagi hambaNya yang
istiqomah, yang mana kabar tersebut telah mereka nanti-nantikan. (Al-
asqori, 1994:480)
18
Waqi‟ berkata: “kabar gembira diberikan di tiga waktu, yaitu ketika
ruh dicabut dari jasad seorang hamba, ketika di dalam kubur, dan ketika
dibangkitkan kembali dari kubur”. (Al-Maraghi, 1946:128)
Yaitu ketika maut menghampiri dan ketika dibangkitkan dari
kubur. (Al-Jazairi, 1994:575)
ال ج ا يىا و ال جحصىاأ
Adalah bagi orang-orang yang istiqomah dalam kebaikan dan
perintah Allah SWT tidak perlu takut terhadap balasan apa yang akan
mereka terima di akhirat kelak dan tidak perlu bersedih terhadap apa
yang akan mereka tinggalkan di dunia seperti harta dan keturunan.
(Al-Maraghi, 1946:128)
Atha‟ berkata: “janganlah kalian takut terhadap permintaan dan doa
yang kalian panjatkan karena sesungguhnya Allah SWT telah kabulkan,
dan janganlah kalian bersedih terhadap dosa-dosa masa lalu karena
sesungguhnya telah dimaafkan. (Al-Maraghi, 1946:128)
Agar mereka tidak takut karena Allah SWT telah menerima
mereka, arena itu adalah ridho dan kasihNya. Allah memberi petunjuk agar
mereka tidak bersedih terhadap dosa yang telah lalu. (Al-Jazairi,
1994:575)
Janganlah kalian takut terhadap balasan yang akan kalian terima di
akhirat kelak dan janganlah kalian bersedih terhadap perkara dunia yang
akan kalian tinggalkan seperti keluarga, keturunan, dan harta. (Al-asqori,
1994:480)
19
حن جىددوىوأتشسوا تالج ة الح ك
Yaitu kabar gembira terhadap orang yang senantiasa istiqomah
dalam menjalankan perintah Allah SWT dan menjauhi segala hal yang
dilarangNya, berupa surga yang telah dijanjikan oleh Allah SWT melalui
lisan Rasulullah ketika di dunia, sesungguhnya tujuan/jalan yang dituju
oleh orang-orang yang istiqomah dalam beribadah kepada Allah SWT
adalah surga, kalian akan kekal didalamnya. (Al-Maraghi, 1946:128)
C. Kandungan Q.S. Fushshilat ayat 30
1. Kandungan Q.S. Fushshilat ayat 30 Secara Umum
Surah Fushshilat terdiri dari 54 ayat dan termasuk kelompok
surah-surah Makkiyyah, diturunkan sesudah Surah Gafir.
Dinamai ”Fushshilat” karena ada hubungannya dengan
perkataan “Fushshilat” yang terdapat pada permulaan surah ini.
Maksudnya adalah ayat-ayat yang diperinci dengan jelas tentang
hukum-hukum, keimanan, janji dan ancaman, budi pekerti, kisah, dan
sebagainya.
Dinamai juga dengan “Haa Miim as-Sajdah” karena surah ini
dimulai dengan “Haa Miim” dan dalam surah ini terdapat ayat Sajdah.
Isi pokok ajarannya ialah:
Keimanan: Al-Quran dan sikap orang-orang musyrik
terhadapnya; kejadian-kejadian langit dan bumi dan apa yang ada pada
keduanya membuktikan adanya Allah. Semua yang terjadi dalam alam
semesta tidak lepas dari pengetahuan Allah.
20
Lain-lain: hikmah penciptaan gunung-gunung; anggota tubuh
tiap-tiap orang menjadi saksi terhadap dirinya pada hari Kiamat, azab
yang ditimpakan kepada kaum „Ad dan Samud; permohonan orang-
orang kafir agar dikembalikan ke dunia untuk mengerjakan amal-amal
saleh; berita gembira dari malaikat kepada orang-orang yang beriman;
anjuran menghadapi orang-orang kafir secara baik-baik; ancaman
terhadap orang-orang yang mengingkari keesaan Allah, sifat-sifat Al-
Quran Al-Karim; manusia dan wataknya (Departemen Agama Republik
Indonesia, 2009:586).
2. Kandungan Q.S. Fushshilat ayat 30
Dalam pembahasan ini penulis akan memaparkan isi dari
kandungan ayat yang dikaji, yaitu pada surah Fushshilat ayat 30
menurut tiga pendapat mufassir, yakni pandangan dari tafsi Nurul
Qur‟an, Al-Misbah, dan tafsir An-Nur, yakni sebagai berikut:
a. Tafsir Nurul Qur‟an
Dalam ayat ini dijelaskan bahwa istiqomah
memperkuat keimanan orang-orang mukmin yang bernasib
buruk karena istiqomah memang harus menjadi penyerta
keimanan. Sebaliknya, orang-orang kafir bersikeras pada
kesesatan keyakinannya. Karunia termulia yang diberikan oleh
para malaikat kepada orang-orang beriman adalah ketenangan
dan kedamaian (imani, 2013:427).
21
Setelah dalam ayat terdahulu dilukiskan tentang azab
dan nasib malang yang menimpa orang-orang kafir akibat
perbuatan jahat mereka, ayat ini menguraikan keutamaan orang-
orang beriman yang takwa kepada Tuhan, yaitu orang-orang
beriman mengatakan bahwa Tuhan Yang Mahakuasa adalah
Allah dan Dia-lah Yang Maha Memelihara dan Mengurus
(Imani, 2013:427-428).
Orang-orang beriman itu istiqomah dalam keimanan
dan kewajibannya. Para malaikat menyambut kesyahidan
mereka dan pada Hari Pembalasan membuat mereka merasa
aman dan percaya diri, tanpa rasa takut atau sedih. Sementara itu
orang-orang kafir ketakutan menyaksikan pemandangan yang
mahadahsyat pada hari itu. Tuhan yang mahakuasa telah berjanji
kepada orang-orang beriman yang takwa bahwa mereka akan
aman dan para malaikat menyampaikan berita gembira tentang
surga yang dijanjikan bagi mereka (Imani, 2013:428).
Ungkapan ayat ini meliputi segala kebaikan dan
keutamaan orang beriman; pertama, cinta kepada tuhan dan
keteguhan iman kepada-Nya. Kedua, mempraktikkan keimanan
tersebut dalam segala aspek kehidupan mereka. Banyak orang
menyatakan cinta kepada Tuhan tetapi tidak memiliki
keistikamahan disebabkan kerentanan dan kelemahan akhlak
mereka. Dalam menghadapi gangguan hawa nafsu, mereka
22
begitu saja meninggalkan keimanannya dan berpaling pada
kemusyrikan. Apabila mereka mendapati kepentingan mereka
ternyata dalam bahaya karena keimanan tersebut, mereka pun
segera meninggalkan imannya yang lemah dan rentan (Imani,
2013:428).
Dalam salah satu khotbah Nahj al-Balaghah, Imam
Ali bin Abi Thalib as memberikan penafsiran yang jelas tentang
ayat tersebut, “Kalian mengatakan bahwa Tuhanmu adalah
Allah. Maka, istikamahlah dalam ucapan kalian dan
istikamahlah dalam melaksanakan perintah-Nya, menempuh
jalan-Nya dan memuji-Nya, karena Dia memang layak dipuji.
Jangan melanggar-Nya atau melebih-lebihkan agama-Nya
ataupun mengingkari seruan para nabi-Nya” (Imani, 2013:428).
Menurut sebuah hadis dari Rasulullah saw, setelah
membaca ayat tersebut, Rasulullah saw bersabda, “Sebagian
mengatakan ucapan demikian, namun kebanyakan dari mereka
tidak beriman. Yang jelas, orang yang mengatakan ucapan
tersebut dan teguh dalam mengamalkan hingga akhir hayatnya
akan dianggap sebagai salah seorang di antara mereka yang
teguh keimanannya” (Imani, 2013:429).
Diriwayatkan dari Imam Ali Ridha as, tentang
penafsiran keteguhan, “istikamah adalah petunjuk Tuhan yang
ada bagimu.” Penafsiran ini tidak berarti bahwa konteks umum
23
dari ayat tersebut semata-mata merujuk pada petunjuk Tuhan,
melainkan juga bermaksud menunjukkan bahwa pengakuan
terhadap petunjuk para Imam maksum juga akan menjamin
keteguhan iman dalam ketauhidan dan amal saleh sesuai
keimanan Islam yang suci (Imani, 2013:429).
Ringkasannya, bisa dikatakan bahwa nilai manusia itu
terletak dalam keistikamahan imannya dan perbuatan amal
saleh, sebagaimana tertulis dalam ayat ini, “Tuhan kami adalah
Allah, kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka.”
Diriwayatkan bahwa ada seorang yang bertanya kepada
Rasulullah saw, “Beri aku petunjuk yang apabila aku
melaksanakannya maka aku termasuk orang yang selamat dunia
dan akhirat.” Rasulullah saw menjawab, “katakan bahwa
Tuhanku adalah Allah dan istikamahlah dalam ucapanmu.”
Orang itu bertanya lebih lanjut, “apa yang paling berbahaya
sehingga aku harus istikamah?” Rasulullah saw menyentuh lidah
beliau dan berkata, “Ini!” (Imani, 2013:429).
b. Tafsir AL-Misbah
Setelah ayat-ayat yang lalu menjelaskan adanya
teman-teman bagi para pendurhaka yang menjerumuskan ke
neraka, ayat di atas menguraikan lawan mereka yaitu orang-
orang yang beriman dan konsisten melaksanakan petunjuk
imannya. Allah berfirman: Sesungguhnya orang-orang yang
24
percaya dan mengatakan dengan lidahnya bahwa: “Tuhan kami
hanyalah Allah” mengatakannya sebagai cerminan kepercayaan
mereka tentang kekuasaan dan kemahaesaan Allah kemudian
mereka memohon atau bersungguh-sungguh beristiqomah
meneguhkan pendirian mereka dengan melaksanakan tuntunan-
Nya, maka buat mereka bukan teman-teman buruk yang
memperindah keburukan yang menemani mereka sebagaimana
halnya para pendurhaka, tetapi akan turun kepada mereka yakni
akan dikunjungi dari saat ke saat serta secara bertahap hingga
menjelang ajal mereka oleh malaikat-malaikat untuk
meneguhkan hati mereka sambil berkata: “janganlah kamu
takut menghadapi masa depan dan janganlah kamu bersedih
atas apa yang telah berlalu; dan bergembiralah dengan
perolehan surga yang telah dijanjikan Allah melalui rasul-Nya
kepada kamu” (Shihab, 2003:409).
Kalimat (ا هللا Rabbuna Allah mengandung (زت
pengkhususan, sehingga ia diterjemahkan tuhan kami hanyalah
Allah. Pengkhususan itu lahir dari bentuk ma‟rifah/definit pada
kedua kata di atas (Shihab, 2003:410).
Kata ( ثن) tsumma mengisyaratkan kelangsungan serta
kemantapan istiqamah tersebut dalam waktu yang
berkepanjangan. Bukannya berarti bahwa istiqmah tersebut baru
terjadi setelah berlangsungnya waktu yang lama dari ucapan
25
mereka. Bisa juga kata tsumma mengisyaratkan tinggi dan
pentingnya istiqamah dibandingkan dengan sekedar ucapan
Rabbuna Allah. Karena kalau itu hanya berbentuk ucapan yang
diyakini, maka istiqamah adalah buah ucapan tersebut sehingga
secara otomatis istiqomah mengandung ucapan, keyakinan dan
amalan sekaligus (Shihab, 2003:410).
Kata ( قاهىاإسح ) istaqamu terambil dari kata ( قام) qama
yang pada mulanya berarti lurus / tidak mencong. Kata ini
dipahami dalam arti konsisen dan setia melaksanakan apa yang
diucapkan. Sufyan ats-Tsaqafi bermohon kepada Nabi
Muhammad saw. Untuk diberi jawaban yang menyeluruh
tentang Islam sehingga dia tidak perlu lagi bertanya kepada
orang lain. Beliau menjawab dengan singkat: ( ث تا ثن قل ه
Qul Amantu billah, tsumma istaqim/ Ucapkanlah aku“ (اسحقن
beriman kepada Allah lalu konsistenlah” (HR. Muslim). Ucapan
itu menandai tulusnya hati dan lurusnya keyakinan, sedang
istiqamah/konsistensi menunjukan benar dan baiknya amal
(Shihab, 2003:410).
Huruf (ض) sin dan (ت) ta‟ pada kalimat istaqomu
dipahami oleh banyak ulama dalam arti kesungguhan. Al-Biqa‟i
memahaminya dalam arti permohonan. “Konsistensi dalam
kepercayaan tentang keesaan Allah serta pengamalan
konsekuensinya hingga datangnya ajal, memerlukan taufik dan
26
bantuan Allah, karena itu ayat diatas menggunakan kata ( ثن)
tsumma dan permohonan agar kepercayaan tersebut terus
terpelihara. Yakni tidak mempersekutukan sesuatu apapun
dengan Tuhan, berhala, malaikat, bintang dan lain-lain. Ibadah
pun tidak dilakukan dengan riya‟, bahkan selalu beramal sesuai
yang diridhai-Nya dan menjauhi apa yang dilarang-Nya walau
berlangsung dalam waktu yang lama.” Demikian tulis al-Biqha‟i
(Shihab, 2003:410).
Sementara ulama memahami turunnya malaikat itu
terjadi pada saat kiamat, yakni ketika para pendurhaka digiring
ke neraka, kaum mukminin dikunjungi oleh malaikat untuk
menyampaikan berita gembira itu. Ini menurut para ulama
dikuatkan oleh penggalan akhir ayat 30,
( حن جىددوىال وأتشسوا تالجة الحي ك dan bergembiralah
dengan surga yang telah dijanjikan kepada kamu. Maksudnya
telah dijanjikan sewaktu kamu hidup di dunia (Shihab,
2003:411).
Ada juga yang berpendapat bahwa turunnya malaikat
itu terjadi sejak kehidupan di dunia ini hingga menjelang
kematian, apalagi ayat di atas menyebut pembelaan dan
kedekatan para malaikat dalam kehidupan dunia ini. Kata
kuntum/telah yang dikaitkan dengan janji surga itu bisa
dipahami berfungsi menguatkan janji tersebut, apalagi bukankah
27
memang Allah telah menjanjkan surga itu melalui Rasul-Nya
jauh sebelum turunnya ayat ini? (Shihab, 2003:411)
Turunnya malaikat kepada seseorang dalam kehidupan
dunianya, ditandai dengan terbetiknya dalam hati yang
bersangkutan dorongan untuk berbuat baik, serta adanya
optimisme menyangkut kehidupannya. Ini berbeda dengan
peranan setan yang selalu mengajak kepada kedurhakaan dan
menanamkan pesimisme dan keputusasaan (Shihab, 2003:411).
c. Tafsir An-Nur
Dalam ayat ini kalimat( ثهههن اسهههحقاهى قهههالىا زتههها للا )
dimaksudkan mereka semua mengataan bahwa Allah itu tuhan
kami. Mereka mengakui ketuhanan dan keesaan-Nya dan
mereka pun berjalan atas jalan yang lurus, tetap
memperhambakan diri mereka kepada Allah, baik lahir maupun
batin. Mereka tetap dalam keadaan demikian, baik dalam bidang
ibadah maupun dalam bidang i‟tikad (keyakinan) (Ash-
shiddieqy, 2000:3662).
Kemudian malaikat pun turun kepada mereka,
khususnya ketika mereka dikubur (dimakamkan), dan ketika
menghadapi hisab (perhitungan amal). Ada yang mengatakan
bahwa para malaikat itu turun kepada hamba-hamba Allah yang
mendukung al-Qur‟an untuk mereka yang menghadapi masalah-
masalah yang musykil (sulit), baik dalam bidang agama maupun
28
dunia, sebagaimana para orang kafir sering ditemui oleh setan
(Ash-shiddieqy, 2000:3662).
Para malaikat itu turun dan berkata: “Janganlah kamu
khawatir menghadapi semua masalah di akhirat. Jangan pula
kamu bersedih hati terhadap perkara dunia yang hilang dari
kamu. Atau, janganlah takut amalanmu tidak diterima, sebab
amalanmu akan diterima. Jangan kamu bersedih hati terhadap
dosa-dosa yang kamu lakukan, karena Allah akan
mengampuninya” (Ash-shiddieqy, 2000:3663).
Sebaliknya, kata para malaikat kepada para mukmin,
“bergembiralah kamu dengan surga yang sudah dijanjikan
melalui perantara para rasul-rasul-Nya. Sebab kamu pasti akan
sampai ke surga dan kekal di dalamnya” (Ash-shiddieqy,
2000:3663).
29
BAB III
ASBABUN NUZUL DAN MUNASABAH Q.S. FUSHSHILAT
AYAT 30
A. Asbabun Nuzul
1. Pengertian Asbabun Nuzul
Secara bahasa kata asbab berasal dari bahasa arab yaitu
yang bearti sebab, karena (Yunus, 2010:448). Budihardjo سثة
(2012:21) mengutip dalam Quraish shihab bahwasanya secara
istilah asbabun nuzul adalah peristiwa-peristiwa yang
menyeabkan turunnya ayat, dimana ayat tersebut menjelaskan
pandangan ayat tersebut menjelaskan pandangan Al-Quran
tentang peristiwa yang terjadi atau mengomentarinya.
2. Asbabun Nuzul Q.S. Fushshilat ayat 30
Diriwayatkan oleh „Ata dari Ibnu Abbas bahwa ia
berkata, “Ayat ini diturunkan berhubungan dengan Abu Bakar.
Orang-orang musrik mengatakan, „tuhan kami adalah Allah,
para malaikat adalah putri-putriNya dan mereka adalah pemberi
syafaat kepada kami di samping Allah,‟ sedang mereka tidak
berpendirian teguh. Abu Bakar berkata, „tuhan kami hanyalah
Allah saja, tidak ada sekutu bagi-Nya dan Muhammad adalah
hamba dan Rasul-Nya, maka hendaklah kamu berpendirian
teguh.‟ Maka turunlah ayat ini yang menyatakan kebenaran
30
jawaban Abu Bakar itu.” (Departemen Agama Republik
Indonesia, 2009:616-617)
B. Munasabah
1. Pengertian Munasabah
Kata munasabah berasal dari هاسثة -ياسة -اسة yang
berarti hubungan sesuatu dengan sesuatu yang lain. Munasabah
berarti muqarabah atau kedekatan kemiripan. Sedangkan secara
istilah munasabah adalah kemiripan yang terdapat pada hal-hal
tertentu dalam Al-Qur‟an baik pada surat maupun pada ayat-ayat
yang menghubungkan antara uraian yang satu dengan yang lainnya
(Budihardjo, 2012:39).
2. Munasabah surat Fushshilat dengan surat sebelum dan
sesudahnya
a. Munasabah surat Fushshilat dengan surat Ghafir (Depag RI,
2009:586).
Munasabah atau kesesuaian antara surat Fushshilat
dengan surat Ghafir ada dalam beberapa poin. Pertama, pada
masing-masing surat menjelaskan tentang peringatan kepada
orang-orang musyrik Makkah yang mengingkari Muhammad
saw. Pada surat Fushshilat dijabarkan peringatan Allah swt
terhadap orang-orang musyrik Makkah yang mengingkari
Muhammad saw, seperti dalam ayat 13-18:
31
32
13. jika mereka berpaling Maka Katakanlah: "Aku telah
memperingatkan kamu dengan petir, seperti petir yang
menimpa kaum 'Aad dan Tsamud".
14. ketika Para Rasul datang kepada mereka dari depan dan
belakang mereka (dengan menyerukan): "Janganlah kamu
menyembah selain Allah". mereka menjawab: "Kalau Tuhan
Kami menghendaki tentu Dia akan menurunkan malaikat-
malaikat-Nya, Maka Sesungguhnya Kami kafir kepada wahyu
yang kamu diutus membawanya".
15. Adapun kaum 'Aad Maka mereka menyombongkan diri di
muka bumi tanpa alasan yang benar dan berkata: "Siapakah
yang lebih besar kekuatannya dari kami?" dan Apakah mereka
itu tidak memperhatikan bahwa Allah yang menciptakan
mereka adalah lebih besar kekuatan-Nya daripada mereka?
dan adalah mereka mengingkari tanda-tanda (kekuatan) kami.
16. Maka Kami meniupkan angin yang Amat gemuruh kepada
mereka dalam beberapa hari yang sial, karena Kami hendak
merasakan kepada mereka itu siksaan yang menghinakan
dalam kehidupan dunia. dan Sesungguhnya siksa akhirat lebih
menghinakan sedang mereka tidak diberi pertolongan.
17. dan Adapun kaum Tsamud, Maka mereka telah Kami beri
petunjuk tetapi mereka lebih menyukai buta (kesesatan)
33
daripada petunjuk, Maka mereka disambar petir azab yang
menghinakan disebabkan apa yang telah mereka kerjakan.
18. dan Kami selamatkan orang-orang yang beriman dan
mereka adalah orang-orang yang bertakwa.
Dalam surat Gafir dijelaskan tentang peringatan Allah
terhadap orang-orang kafir terdapat pada ayat 21-22, yaitu:
21. dan Apakah mereka tidak Mengadakan perjalanan di muka
bumi, lalu memperhatikan betapa kesudahan orang-orang
yang sebelum mereka. mereka itu adalah lebih hebat
kekuatannya daripada mereka dan (lebih banyak) bekas-bekas
mereka di muka bumi.
22. yang demiklan itu adalah karena telah datang kepada
mereka Rasul-rasul mereka dengan membawa bukti-bukti yang
34
nyata[1320] lalu mereka kafir; Maka Allah mengazab mereka.
Sesungguhnya Dia Maha kuat lagi Maha keras hukuman-Nya.
Kedua, pada masing-masing surat dimulai dengan
menyebut sifat-sifat Al-Qur‟an. Pada surat Fushshilat 5 ayat
pertama menjelaskan tentang sifat Al-Qur‟an sebagai petunjuk
bagi orang yang mau memahami dan mengamalkannya, yaitu:
1. Haa Miim.
2. diturunkan dari Tuhan yang Maha Pemurah lagi Maha
Penyayang.
3. kitab yang dijelaskan ayat-ayatnya, Yakni bacaan dalam
bahasa Arab, untuk kaum yang mengetahui,
4. yang membawa berita gembira dan yang membawa
peringatan, tetapi kebanyakan mereka berpaling, tidak mau
mendengarkan.
35
5. mereka berkata: "Hati Kami berada dalam tutupan (yang
menutupi) apa yang kamu seru Kami kepadanya dan telinga
Kami ada sumbatan dan antara Kami dan kamu ada dinding,
Maka Bekerjalah kamu; Sesungguhnya Kami bekerja (pula)."
Pada surat Gafir juga penjelas keutamaan Al-Qur‟an
terdapat pada ayat kedua, yaitu:
2. diturunkan kitab ini (Al Quran) dari Allah yang Maha
Perkasa lagi Maha mengetahui,
b. Munasabah surat Fushshilat dengan surat Asy-Syura(Depag RI,
2009:17).
Munasabah atau keesuaian antara surat Fushshilat
dengan surat Asy-Syura adalah keduanya sama-sama
menerangkan kebenaran Al-Qur‟an sebagai wahyu Allah yang
disampaikan kepada Muhammad saw. Pada surat Fushshilat
penjelasan tersebut terdapat pada ayat 2-3, yaitu:
2. diturunkan dari Tuhan yang Maha Pemurah lagi Maha
Penyayang.
36
3. kitab yang dijelaskan ayat-ayatnya, Yakni bacaan dalam
bahasa Arab, untuk kaum yang mengetahui,
Dalam surat Asy-Syura penjelasan bahwa kebenaran
Al-Qur‟an sebagai wahyu Allah yang disampaikan kepada
Muhammad saw terdapat pada ayat 7, yaitu:
7. Demikianlah Kami wahyukan kepadamu Al Quran dalam
bahasa Arab, supaya kamu memberi peringatan kepada
Ummul Qura (penduduk Mekah) dan penduduk (negeri-negeri)
sekelilingnya, serta memberi peringatan (pula) tentang hari
berkumpul (kiamat) yang tidak ada keraguan padanya.
segolongan masuk surga, dan segolongan masuk Jahannam.
3. Munasabah surat Fushshilat ayat 30 dengan ayat sebelum dan
sesudahnya
Surat Fushshilat ayat 30 memiliki munasabah (korelasi)
dengan ayat sebelum dan sesudahnya. Adapun hubugan antara ayat
sebelum dan sesudahnya dalam ayat ini terjadi keterpaduan jalinan
antara ayat-ayat dalam satu tema. Ayat yang berkaitan dengan tema
tersebut dimulai dari ayat 25, bahwa dari ayat tersebut Allah
37
menerangkan ancaman dan azab yang akan menimpa orang-orang
kafir yang mengingkari ayat-ayat-Nya. Pada ayat 30-32
diterangkan janji Allah dan pahala yang akan diterima orang-orang
yang beriman dan berpendirian teguh. Merea akan didampingi para
malaikat, tidak ada kekhawatiran terhadap diri mereka dan mereka
pun tidak bersedih hati. Kemudian korelasi antara ayat sesudahnya
adalah Allah menjelaskan tentang pemberian janji-Nya terhadap
orang-orang yang beriman dan teguh pendiriannya bahwa mereka
selalu didampingi para malaikat yang menuntunnya kejalan yang
lurus pada ayat 30-32. Pada ayat 33-36 Allah menerangkan
perbuatan orang-orang yang paling baik di sisi-Nya, dan menyuruh
agar orang mukmin menghadapi sikap orang-orang musyrik itu
dengan sikap yang baik yang dapat melunakkan hati mereka.
38
BAB IV
RELEVANSI ISTIQOMAH DALAM Q.S. FUSHSHILAT AYAT 30
DENGAN KONSEP ISTIQOMAH DALAM MENUNTUT ILMU
A. Analisis Konsep istiqomah dalam Q.S. Fushshilat
Pada pembahasan ini penulis akan memaparan analisis konsep
istiqomah sesusai pada ayat yang dikaji yaitu, pada surat Fushshilat ayat
30 sebagai berikut:
Dalam tafsir Al-Misbah dijelaskan bahwa ayat ini menguraikan
orang-orang yang beriman dan konsisten melaksanakan petunjuk imannya.
Allah berfirman: Sesungguhnya orang-orang yang percaya dan
mengatakan dengan lidahnya bahwa: “Tuhan kami hanyalah Allah”
mengatakannya sebagai cerminan kepercayaan mereka tentang kekuasaan
dan kemahaesaan Allah kemudian mereka memohon atau bersungguh-
sungguh beristiqomah meneguhkan pendirian mereka dengan
melaksanakan tuntunan-Nya, maka buat mereka bukan teman-teman buruk
yang memperindah keburukan yang menemani mereka sebagaimana
halnya para pendurhaka, tetapi akan turun kepada mereka yakni akan
dikunjungi dari saat ke saat serta secara bertahap hingga menjelang ajal
mereka oleh malaikat-malaikat untuk meneguhkan hati mereka sambil
berkata: “janganlah kamu takut menghadapi masa depan dan janganlah
kamu bersedih atas apa yang telah berlalu; dan bergembiralah dengan
perolehan surga yang telah dijanjikan Allah melalui rasul-Nya kepada
kamu” (Shihab, 2003:409).
39
Disini bisa diambil kesimpulan bahwa orang yang telah
mengucapkan syahadat dan menanggung semua konsekuensi dari
syahadatnya hanya perlu konsisten dan istiqomah dalam mengamalkan
kewajiban-kewajiban dari Tuhannya, dan ketika mengamalkan kewajiban
diharapkan bisa kontinu. Hamba yang menjalankan suatu kebaikan kecil
tetapi dilakukan secara berkesinambungan dan berkelanjutan lebih baik
derajatnya dihadapan Tuhannya bila dibandingkan dengan hamba
mengamalkan suatu kebaikan yang besar dari segi nilai dan manfaat tetapi
jarang dilakukan atau bahkan hanya sekali itu saja. Kemudian lebih dalam
lagi Allah menjelaskan di ayat tersebut bahwa malaikat-malaikat akan
turun memberi kabar gembira kepada hamba-Nya yang senantiasa
istiqomah dalam ucapannya yaitu jaminan untuk masa depannya dan
pengampunan atas dosa yang telah lalu. Intinya adalah ketika seorang
hamba menjalankan kewajiban dengan istiqomah agar fokus dengan
keistiqomahannya dan selalu memperbaiki diri dari waktu ke waktu untuk
menjadi jiwa yang lebih baik seiring bertambahnya waktu, dengan tidak
memikirkan hal yang tidak seharusnya dipikirkan seperti, setelah saya
melakukan kebaikan secara terus-menerus apa yang akan saya dapat?,
apakah saya akan mendapat ganjaran yang setimpal?, dan masih banyak
lagi pertanyaan-pertanyaan yang bisa mengganggu sifat istiqomah
seseorang. Seperti kata Ibnu Taimiah dalam kitab Durrotun Nashikhin Fil
Wa‟dzi Wal Irsyad yaitu: “Mereka beristiqomah dalam mencintai dan
beribadah kepada-Nya tanpa menengok kiri dan kanan”(Al-Khoubawi,
40
tt:199-200). Penegasan bahwa salah satu kunci istiqomah adalah dengan
tidak memikirkan sesuatu yang tidak penting dan fokus dengan tujuan
yang ingin dicapainya.
B. Konsep Istiqomah
a. Pengertian Istiqomah
Bentuk lafad Istiqomah yang diambilkan dari fi'il madhi
istaqoma secara bahasa mengandung arti berusaha berdiri secara
tegap. Hal ini tidak lepas dari asal katanya yaitu lafad qoma. Sedang
perubahan dari qoma menuju istiqomah hanyalah bentuk ikutan pada
wazan istaf'alan. ta marbuthoh pada lafad istaqoma merupakan
bawaan dari keumuman /simaa'i orang arab ketika melafadkan
istiqomah (Maksum, tt:31).
Istiqomah berarti berdiri tegak lurus (dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia), istiqamah diartikan sebagai sikap teguh pendirian
dan selalu konsekuen. Jelasnya istiqomah bisa diartikan senantiasa
sabar dalam menghadapi seluruh godaan dalam medan yang diemban
seseorang. Meskipun tahapan tokoh sentralnya mengalami perubahan.
Itulah manusia muslim sesungguhnya, selalu istiqamah dalam
sepanjang jalan dan di seluruh tahapan. Hal ini sebagaimana tersurat
dalam QS. Al-Ahqof ayat 13-14 (Al-Sa‟ud, ).
Sedangkan secara secara terminologi, istiqomah bisa diartikan
dengan beberapa pengertian berikut ini (Al-Khoubawi, tt:199-200);
41
1) Abu Bakar As-Shiddiq ra ketika ditanya tentang
Istiqomah ia menjawab; “bahwa Istiqomah adalah
kemurnian tauhid” (tidak boleh menyekutukan Allah
dengan apa dan siapapun)
2) Umar bin Khattab ra berkata: “Istiqomah adalah
komitmen terhadap perintah dan larangan dan tidak
boleh menipu sebagaimana tipuan musang”
3) Utsman bin Affan ra berkata: “Istiqomah adalah
mengikhlaskan amal kepada Allah swt"
4) All bin Abu Thalib ra berkata: “Istiqomah adalah
melaksanakan kewajiban-kewajiban”
5) Al-Hasan berkata: “Istiqomah adalah melakukan
ketaatan dan menjauhi kemaksiatan"
6) Mujahid berkata: “Istiqomah adalah komitmen
terhadap syahadat tauhid sampai bertemu dengan
Allah swt”
7) Ibnu Taimiah berkata: “Mereka berlstiqomah dalam
mencintai dan beribadah kepadaNya tanpa menengok
kiri kanan”
Dari beberapa definisi di atas, jika dikaitkan dengan belajar,
maka bisa disimpukan bahwa yang dimaksud dengan istiqomah adalah
selalu tepat waktu, menggunakan waktu sebaik-baiknya, konsekuen,
42
teguh dan gigih dalam belajar, mematuhi peraturan sekolah, guru, dan
menjahui larangan-larangan sekolah.
b. Karakteristik Pribadi yang Istiqomah
Untuk Mengenal Karakter-karakter Pribadi Muslim yang
Istiqomahpertama perlu mengetahui Apa sebenarnya yang dimaksud
dengan istiqamah? Dari hadist dan pendapat-pendapat yang
membahas istiqomah, bisa ditarik kesimpulan Karakterstik Pribadi
yang istiqomah memang erat kaitannya dengan keteguhan untuk selalu
berada di jalan lurus yang luas atau berbuat mendekati jalan lurus
yaitu disekitar garis keseimbangan dengan ketulus ikhlasan semata-
mata karena ridha Allah. Akan tetapi, kendati hal ini dapat dilakukan
dengan berbuat amal, namun ternyata kuantitas (banyak sedikitnya)
amal ini tidak menjamin bahwa manusia akan berada di Shirantal
Mustaqiim dan selamat di hari akhir, kecuali adanya limpahan rahmat
dan karunia Allah SWT. Jadi, keberadaan kita di jalan lurus dengan
keistiqamahan sebenarnya berkaitan erat dengan Kehendak Allah
SWT bukan akibat perbuatan kita atau amal kita semata. Kembali kita
akan temui bahwa ridha Allah menjadi sebab utama dari
keistiqamahan seorang hamba sebagai suatu limpahan karunia dan
rahmat-Nya. Dan keridhaan Allah tersalur melalui Asma-asma Allah
dan bukan dari usaha seorang hamba semata.
Menurut pendapat Ibnu Qayyim Al-Jauziya, istiqamah
merupakan kalimat yang mengandung banyak makna, meliputi
43
berbagai sisi agama(Al-Jauziyah, 1999:228), yaitu berdiri di hadapan
Allah secara hakiki dan memenuhi janji. Istiqamah kerena itu
berkaitan dengan akhlak dan perilaku berupa perkataan, perbuatan,
keadaan, dan niat. Istiqamah dalam hal ini berarti pelaksanaannya
karena Allah, beserta Allah, dan berdasarkan perintah Allah.
Dalam banyak aspek, istiqamah merupakan suatu ruh atau
energi spiritual yang karenanya keadaan menjadi hidup dan juga
menyuburkan amal manusia secara umum. Oleh karena semua amal
tergantung niatnya, dan niat erat kaitannya dengan keikhlasan dan
ridha Allah semata, maka istiqamah dalam banyak aspek akan
berkaitan dengan kontinuitas atau konsistensi untuk selalu berada di
Shiraathal Mustaqiim dengan pengolahan jiwa atau nafs manusia atau
penyucian jiwa.
Istiqamah menyembunyikan kekeramatan, kekeremntan yang
pertama tentang Iman. Yang kedua adalah penyaksian. Imam dan
penyaksian adalah penauhidan atas keesaan-Nya Maka, istiqamah
adalah bekal utama bagi yang melakoni jalan apapun termasuk di
dalamnya adalah belajar. Dari uraian di atas, bisa ditarik kesimpulan
bahwa karakteristik orang yang Istiqomah kalau dikaitkan dengan
belajar adalah menjalankan aktivitas belajar atau menuntut ilmu bukan
dengan alasan untuk saling menjatuhkan, dan untuk kesombongan diri
melainklan limpahan rahmat Tuhan. Hanya saja yang perlu menjadi
catatan adalah tetap melakukan aktivitas belajar.
44
c. Faktor Munculnya Istiqamah.
Ibnu Qayyim dalam “Madaarijus salikin”(1999:229)
menjelaskan bahwa ada enam faktor ynag mampu melahirkan
istiqamah dalam jiwa seseorang, yaitu: beramal dan melakukan
optimalisasi (Q3. Al-Hajj ; 78); berlaku moderat antara tindakan
melampaui batas dan menyiamyaiakan (QS.. Al-Furqon : 67); dan
tidak melampaui batas yang telah digariskan ilmu pengetahuannya
(QS. Al-Isra': 36).
d. Dampak Positif lstiqomah.
Manusia muslim khususnya orang yang menuntut ilmu
pengetahuan yang beristiqamah dan selalu berkomitmen dengan nilai-
nilai kebenaran Islam dalam seluruh aspek hidupnya akan merasakan
dampak yang positif dan buah yang lezat sepanjang hidupnya. Adapun
dampak dan buah istiqomah sebagai berikut: keberanian (Syaja'ah);
ketenangan (Ithmi'nan) (QS 13.28); dan Optimis (tidak putus asa),
(QS. 12:87).
Orang-orang yang berjiwa istiqamah akan sentiasa berbuat
kebajikan, nasihat-menasihati dan tidak mudah berputus asa serta
sabar dalam melaksanakan ibadah dan belajar. Diantara faktor yang
dapat membantu kita untuk mencapai sikap istiqamah ialah: pertama,
Mujahadah, yaitu mengarahkan hati untuk berjuang melawan
tuntunan nafsu dan sifat malas yang merangsang ke arah kejahatan
dan malas belajar. Di samping itu, keinginan nafsu, sifat malas serta
45
kehendak-kehendak duniawi wajarlah dibimbing sehingga ia menjurus
ke arah kebaikan dan keikhlasan kerana Allah semata. Memang tidak
dinafikan, mujahadah melawan hawa nafsu dan sifat malas itu tidak
mudah. Mereka adalah sesuatu yang menjalar dan perlu ditaklukan,
guna mencapai kesuksesan dunia-akhirat. Segala kesulitan dalam
bermujahadah melawan hawa nafsu dan sifat malas adalah ujian yang
perlu ditangani dengan bersungguh-sungguh, sabar serta tawakal
kepada Allah Swt.
Istiqomah merupakan keperluan asasi dalam segenap ibadah
dan menuntut ilmu, kerana ia adalah bukti ketaatan serta kecintaan
seorang hamba kepada penciptanya. Meskipun ibadah atau belajar
yang kita lakukan itu kecil, tetapi jika dilaksanakan secara istiqamah
maka ia lebih disukai oleh Allah dibandingkan ibadah dan belajar
yang besar tetapi tidak disertai dengan sikap istiqamah.
e. Pentingnya Istiqomah
Setiap muslim yg telah berikrar bahwa Allah Rabbnya, Islam
agamanya, Muhammad rasulnya, harus senantiasa memahami ikrar ini
dan mampu merealisasikan nilai-nilainya dalam kehidupannya. Setiap
dimensi kehidupannya harus terwarnai dengan nilai-nilai tersebut,
baik dalam kondisi aman maupun terancam.
Namun dalam realitas kehidupan dan fenomena umat, kita
menyadari bahwa setiap orang yang memiliki pemahaman yang baik
tentang Islam mampu mengimplementasikan dalam seluruh sisi
46
kehidupannya. Dan orang yang mampu mengimplementasikannya
belum bisa bertahan sesuai dengan yang diharapkan Islam, yaitu
komitmen dan istiqamah dalam memegang ajarannya sepanjang
perjalanan hidup.
Maka istiqamah dalam memegang tali Islam meupakan
kewajiban asasi dan sebuah keniscayaan bagi hamba-hamba Allah
yang menginginkan khusnul khatimah dalam kesuksesan.
Istiqamah bukan hanya diperintahkan kepada manusia biasa
saja, tapi juga bagi manusia besar, seperti para nabi dan rasul.
Perhatikan QS. Al-Hud ayat 112. Dalam ayat ini menggambarkan
konsep istiqamah setelah beriman dan pahala besar yang dijanjikan
Allah SWT, seperti hilangnya rasa takut, sirnanya kesedihan dan surga
bagi hamba-hamba Allah yang senantiasa memperjuangkan nilai-nilai
keimanan dalam setiap kondisi dan situasi apapun. Selain ayat-ayat
diatas, ada beberapa pernyataan ulama tentang konsep istiqamah.
Istiqmah lebih baik dari seribu karomah. Dengan istiqmah
secara konsis lambat laun akan mendapatkan hasil yang dituai, karena
dengan keuletan yang proporsional kita berusaha menaklukan diri kita
sendiri, saat tujuan kita telah tercapai disitulah letak keistimewaan
(karomah) yang dihasilkan dari upaya jerih payah kita.
Dari uaraian di atas bisa ditarik kesimpulan bahwa istiqomah
sangatlah penting dalam segala hal, khususnya dalam penelitian kami
yaitu Istiqomah dalam belajar, karena banyak nilai positif yang
47
tersimpan dari Istiqomah yang telah dijelaskan dalam dampak positif
Istiqomah.
f. Pengertian Belajar
Menuntut ilmu atau belajar merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi dan berperan penting dalam pembentukan pribadi dan
perilaku individu. Belajar dalam bahasa arab adalah جلن yaitu bentuk
masdar ghoiru mim dari fi‟il madli جلن yang mempunyai faidah
takalluf (berusaha secara maksimal) yang mana bisa diartikan dengan
berusaha semaksimal mungkin memahami ilmu.
Belajar juga merupakan suatu aktifitas yang bisa membuat
perubahan dalam kepribadian seseorang yang ditandai dengan
keterampilan, sikap, kebiasaan, dan pengetahuan. Dan ilmu
pengetahuan bisa diperoleh dengan adanya belajar secara istiqomah,
dan kemampuan belajar, keinginan yang kuat, kesabaran, dan hal-hal
lain yang erat kaitannya dengan keberlangsungan proses belajar atau
mencari ilmu pengetahuan.
g. Faktor Pendukung Istiqomah dalam Menuntut Ilmu
Dari penjelasan singka tentang belajar di atas bahwa
istiqomah dalam menuntut ilmu atau belajar sangatlah penting, dan
untuk istiqomah terdapat beberapa hal yang tidak bisa dipisahkan
darinya, seperti dalam Syair Ali bin Abi Thalib ra(Azzarnuji,
2012:52):
لن اال تسحة اال ال جا ال
48
ثيك دي هجوىدها تثياى سأ
ذكاء و حسص واصطثاز و تلغة
و ازشاد اسحاذ وطى شهاى
“ketahuilah engkau tidak akan memperoleh ilmu kecuali dengan enam
perkara. Aku akan memberitahumu seluruhnya secara terperinci.
Kecerdasan, semangat, kesabaran, biaya.
Nasehat guru, dan waktu/masa yang lama”
Dijelaskan bahwa seseorang yang ingin menuntut ilmu
hendaknya memiliki bekal yang ada pada diri orang tersebut yaitu
berupa kecerdasan, semangat, besabaran, biaya, nasehat guru, dan
waktu yang lama. Di sini penulis akan menjabarkan ke-enam hal
tersebut, yaitu:
1. Kecerdasan
Artinya kemampuan untuk menangkap ilmu, bukan
berarti harus memiliki IQ yang tinggi, walaupun dalam
menuntut ilmu IQ yang tinggi sangat menentukan sekali, perlu
diingat bahwa kecerdasan adalah laksana pedang, semakin
sering diasah dan dipergunakan maka pedang akan semakin
mengkilat dan tajam, dan sebaliknya bila didiamkan maka
akan karatan dan tumpul, begitu pula akal semakin sering
digunakan untuk berfikir dan mengkaj ilmu maka akan
semakin tajam daya tangkapnya, dan bila dibiaran maka akan
tumpul dan lambat dalam menerima ilmu apapun.
49
2. Semangat
Sungguh-sungguh dengan bukti ketekunan, mencari
ilmu tanpa semangat dan ketekunan tidak akan menghasilkan
apa-apa, dan terlebih lagi bila berkaitan dengan ilmu agama
yang sangat mulia yang tidak aan dengan mudah bisa
didapatkan, karena mencari ilmu itu sulit, apa yang kemarin
didapat belum tentu esok masih diingat. Nah di sinilah
pentingnya istiqomah agar tidak melupakan ilmu yang telah
didapat, karena tabiat manusia itu pelupa.
3. Sabar
Tabah dalam menghadapi cobaan dan ujian dalam
menuntut ilmu, orang yang istiqomah menuntut ilmu adalah
orang yang mencari jalan lurus menuju Tuhannya, oleh karena
itusyetan sangat membenci mereka, apa yang dikehendaki
syetan ialah agar tidak ada manusia yang mencari ilmu, tidak
ada orang mengajarkan pada umat bagaimana cara beribadah
kepada Tuhannya dan orang yang akan menasehati umat agar
tidak tergelincir kedalam lubang kemaksiatan. Ketahuilah
bahwa kesabaran dan ketekunan adalah dasar utama segala
sesuatu tetapi hal ini jarang ditemui, seperti penggalan syair
berikut:
50
جا ثثات لكل ال شأو ال حسكات, ولكي دصيص يي الس
“setiap orang berupaya untuk menggapai
kedudukan yang tinggi. Tetapi jarang sekali di kalangan
orang-orang itu yang bertahan” (Azzarnuji, 2012:51).
4. Biaya
Artinya, orang yang menuntut ilmu membutuhkan
biaya juga seperti manusia yang hidup memerlukannya, tapi
jangan diartikan mentah seperti harus memiliki harta yang
banyak, biaya disini hanya sebatas untuk kebutuhan seperti,
untuk makan, minum, sandang, dan papan secukupnya, pun
tidak harus merupakan bekal materi. Seperti penggalan bait
syair Imam Syafi‟i: “tetapi orang yang diberi kepandaian ia
diharamkan kekayaan. Dua hal ini sangat berbeda dan
bertolak belakang.”(Azzarnuji, 2012:101) Lebih disesuakan
dengan zaman, mungkin zaman para sahabat Nabi bayak orang
fakir bahkan budak bisa meriwayatkan hadis dan bisa langsung
datang ke majelis Rasulullah. Zaman terus berubah hingga saat
ini kita berada, segala hal tidak lepas dengan yang namanya
materi/biaya, ingin mendapatkan ijazah harus sekolah, ingin
pergi ke suatu kajian ilmu harus menggunakan kendaraan bila
tidak memungkinkan jalan kaki, dua contoh sederhana yang
sama-sama membutuhkan biaya.
51
5. Petunjuk ustadz/guru
Orang yang ingin mengaji harus memiliki guru atau
digurukan tidak boleh belajar sendiri apalagi menyangkut ilmu
agama, karena ilmu agama adalah warisan para nabi bukan
barang hilang yang bisa dicari di kitab-kitab. Kita bisa melihat
sejarah penurunan wahyu dan penyampaiannya kepada para
sahabat, betapa Nabi setiap bulan puasa menyimakkan Al-
Quran kepada jibril dan sebaliknya, kemudian Nabi
menyampaikan kepada para sahabat, sahabat menyampaikan
kepada para tabi‟n, lalu para tabi‟in menyampaikan pada tabi‟i
at-tabi‟in dan seterusnya sampai pada umat sekarang ini, jadi
ilmu yang kita terima sekarang ini adalah ilmu yang
bersambung sampai Nabi dan sampai kepada Allah swt, jadi
sangat jelas sekali bahwa orang yang belajar harus melalui
bimbingan guru, guru bisa menunjukan apa yang dkehendaki
oleh sebuah pernyataan dalam sebuah ayat atau hadis atau
perkataan para sahabat, arena tidak semua yang tersurat
mencerminkan apa yang tersirat dalam pernyataan.
6. Waktu yang lama
Dalam menuntut ilmu manusia perlu waktu yang
lama, seperti penjelasan lima poin di atas bahwa itu semua
tidak bisa didapatkan dalam waktu yang singkat, butuh
52
perjuangan dan waktu yang lama, dan itu juga membutuhkan
ketekunan seperti dalam penggalan syair:
يوا صل دصا, كوسحدين
“Karena ketekunan itu ibarat api yang dapat
melunakan tongkat dari besi” (Azzarnuji, 2012:106).
C. Relevansi istiqomah dalam Q.S. Fushshilat ayat 30 dengan Konsep
Istiqomah dalam Menuntut Ilmu
Setelah penulis membahas konsep istiqomah dalam pandangan
Q.S Fushshilat ayat 30 dan memuntut ilmu, maka penulis akan menyajikan
relevansi antara keduanya yaitu sebagai berikut:
1. Pentingnya istiqomah dalam Menuntut Ilmu
Dalam Q.S. Fushshilat ayat 30 ini menjelaskan
bahwa istiqomah adalah suatu amalan yang sangat penting,
dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa ketika seorang hamba
sudah mengucapkan syahadat wajib baginya untuk mengemban
segala konsekuensi dari syahadatnya yaitu menjalankan segala
perintah Allah dan menjauhi segala larangannya, dan
hendaknya konsekuensi tersebut dibarengi dengan istiqomah
karena disitu inti dari sebuah amalan. Dengan istiqomah
seseorang bisa meraih akhir yang bahagia khusnul khatimah.
Apabila kita melihat penjelasan di atas, maka terlihat
ada persamaan antara istiqomah dalam Q.S. Fushshilat ayat 30
53
dengan istiqomah dalam menuntut ilmu. Yaitu sama-sama
menekankan konsep istiqomah sebagai sesuatu yang sangat
penting, dalam menuntut ilmu istiqomah sangat dibutuhkan
seorang penuntut ilmu.
Istiqomah itu sendiri merupakan suatu hal yang tidak
terpisahkan dari ajaran Islam. Dalam Q.S. Fushshilat ayat 30
dijelaskan bahwa setelah seseorang bersaksi bahwa Allah
adalah Tuhan baginya, dia harus bisa berlaku istiqomah dalam
setiap perintah Tuhannya. Dan salah satu perintah Allah bagi
seorang muslim baik itu laki-laki maupun perempuan adalah
menuntut ilmu.
Menuntut ilmu suatu hal yang wajib bagi seorang
muslim, dimulai ketika seorang hamba masuk dalam fase bisa
menggunakan akalnya dengan baik, ketika masih kecil
mungkin tidak diwajibkan menuntut ilmu, akan tetapi dari fase
tersebut manusia diajarkan dasar-dasar ilmu seperti membaca,
menulis, menghitung dan lain sebagainya, dan itu yang bisa
menuntun dia agar bisa menekuni suatu bidang ilmu tertentu,
seperti contoh; seorang ulama ahli hadist pasti melalui suatu
proses yang panjang, tidak mungkin menjadi ulama bila tidak
memiliki landasan ilmu membaca dan menulis. Hingga pada
fase seorang hamba tidak bisa menggunakan akalnya atau mati.
54
Banyak sekali dalil berupa hadist maupun perkataan
para ulama tentang kewajiban menuntut ilmu bagi seorang
muslim baik itu laki-laki maupun perempuan. Kewajiban
tersebut tidak bisa dilakukan bila tidak diiringi dengan
istiqomah.
2. Tujuan
Dalam Q.S. Fushshilat ayat 30 penulis bisa
simpulkan bahwa ada dua tujuan yang bisa didapat dalam
mengamalkan istiqomah. Maka malaikat akan turun kepada
mereka dengan mengatakan: “janganlah kamu merasa takut
dan janganlah kamu merasa sedih, kemudian pada kalimat
setelahnya dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang
telah dijanjikan. Dua tujuan dari istiqomah dalam menuntut
ilmu ialah: agar merasa tenang dan yakin, serta agar
mendapatkan khusnul khatimah/akhir yang baik.
Yang pertama, untuk mendapatkan ketenangan dan
keyakinan dalam menjalankan perintah-Nya terlebih dahulu
seorang manusia bila tidak memperoleh ketenangan dan
keyakinan dalam menjalankan perintah Allah swt, ia akan
selalu khawatir dan was-was. Dengan demikian perintah Allah
swt yang ia kerjakan akan selalu dibayangi oleh kekhawatiran
dan ketakutan, ia akan selalu memikirkan diterima tidaknya
suatu amalan. Disinilah istiqomah bertujuan untuk membantu
55
seseorang agar dapat berserah diri kepada Allah swt dan secara
tidak langsung orang tersebut akan mendapat ketenangan dan
keyakinan dalam menjalankan perintah Allah. Dan seperti yang
sudah dijelaskan sebelumnya bahwa menuntut ilmu adalah
suatu kewajiban atau perintah Allah swt yang utama.
Kedua, setelah manusia mendapatkan ketenangan
dan keyakinan dalam beribadah kepada Allah swt karena tidak
ada kecemasan di dalam hatinya, maka ia akan mendapatkan
ganjaran setimpal yaitu surga sebagaimana yang Allah swt
janjikan kepadanya karena istiqomah dalam mengemban
tanggung jawab syahadat yang ia ucapkan.
Dalam menuntut ilmu atau belajar, istiqomah adalah
hal yang sangat penting karena dengan istiqomah segala faktor
pendukung seseorang dalam belajar bisa didapat seperti,
ketekunan, kesabaran, ketenangan, dan masih banyak hal
positif yang bisa didapat dari istiqomah. Rasulullah bersabda
bahwa istiqomah adalah kunci selamat di dunia bukan tanpa
alasan, karena praktek yang sangat berat dan dilakukan seumur
hidup. Dalam menuntut ilmu seseorang diharuskan bekerja
keras dan tekun demi tujuan yang ingin dia capai.
Ketika Allah swt menjanjikan surga bagi seorang
hamba yang berlaku istiqomah dalam syahadatnya, itu juga
berlaku dalam menuntut ilmu, Allah swt akan memberikan apa
56
yang seorang hambanya ingin capai ketika ia tekun dan
bersungguh-sungguh dalam belajar. Seperti dalam sebuah bait
syair “Tekunilah belajar jangan engkau tinggalkan. Karena
ilmu akan meningkat dengan mengulangi” (Azzarnuji,
2012:104).
57
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada pembahasan ini penulis akan menarik kesimpulan
mengenai analisis konsep istiqomah dalam menuntut ilmu pada ayat yang
dikaji yaitu pada Q.S. Fushshilat ayat 30 sebagai berikut:
1) Deskripsi dan munasabah Q.S. Fushshilat ayat 30 mengenai
seseorang yang telah bersaksi bahwa Allah swt adalah
Tuhannya kemudian berlaku istiqomah maka Allah swt
janjikan kepada hamba tersebut kebaikan dunia dan akhirat.
Munasabah dengan surat sebelum dan sesudahnya adalah:
surat Ghafir dan surat Asy-Syura. Surat Ghafir mejelaskan
tentang peringatan kepada orang-orang musyrik Makkah yang
mengingkari Muhammad saw. Dalam surat Asy-Syura
menjelaskan tentang kebenaran Al-Qur‟an sebagai wahyu
Allah swt yang disampaikan kepada Muhammad saw.
Konsep istiqomah menurut Q.S. Fushshilat ayat 30 berdiri di
hadapan Allah swt secara hakiki dan memenuhi janji,
dibutuhkan ketekunan, melakukan segala amalan karena Allah,
beserta Allah, dan berdasarkan perintah Allah.
Mengoptimalisasikan amalan.
58
2) Dalam Q.S. Fushshilat ayat 30 penulis bisa simpulkan bahwa
ada dua tujuan yang bisa didapat dalam mengamalkan
istiqomah. Maka malaikat akan turun kepada mereka dengan
mengatakan: “janganlah kamu merasa takut dan janganlah
kamu merasa sedih, kemudian pada kalimat setelahnya dan
gembirakanlah mereka dengan jannah yang telah dijanjikan.
Dua tujuan dari istiqomah dalam menuntut ilmu iyalah: agar
merasa tenang dan yakin, serta agar mendapatkan khusnul
khatimah/akhir yang baik.
B. Saran
Pendidikan Islam yang pada dasarnya adalah sesuatu yang wajib
harus dibarengi dengan pengamalan sifat istiqomah untuk memaksimalkan
pendidikan Islam itu sendiri. Sehingga peserta didiki dapat menangkap
pelajaran dengan lebih mudah dan memudahkan seorang pendidik dalam
menyampaikan ilmunya.
Dari penelitian ini, penulis menyarankan sebagai berikut:
1. Untuk pendidik
Hendaknya bagi pendidik dalam belajar mengajar agar
supaya tidak hanya mentransfer ilmu saja, tetapi juga disertai usaha
yang sungguh-sungguh utuk mengoptimalkan penanaman sifat
istiqomah terhadap peserta didiknya agar tercapai tujuan pendidikan
Islam.
59
2. Untuk lembaga pendidikan
Lembaga pendidikan sebagai fasilitas dimana terdapat
interaksi antara pendidik dan peserta didik dalam proses pembelajaran.
Sebuah lembaga pendidikan harus menafsirkan tujuan utama
pendidikan yaitu untuk mengembangkan dan menanamkan ilmu
kepada peserta didik, dan itu harus diimbangi dengan penanaman sifat
istiqomah. Sehingga peserta didik memiliki ketekunan dan semangat
yang kuat dalam belajar.
3. Untuk penulis
Bahwa hasil dari analisis tentang pengembangan potensi
manusia melalui istiqomah dalam Q.S. Fushshilat ayat 30 ini masih
banyak kekurangannya, maka dari itu diharapkan ada peneliti baru
yang mengkaji ulang dari hasil penulisan ini.
60
DAFTAR PUSTAKA
Al-Aridh, Ali hasan, 1992, Sejarah dan Metodologi Tafsir, terj. Ahmah
Akram. Jakarta: Rajawali.
Al-Asqori, Muhammad Sulaiman Abdullah, 1994, Dzubrotu Attafasir. :
Daar An-Nafa‟is.
Ali, Mohammad Daud. 2008. Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.
Al-Jauziyah, Ibnu Qayyim, 1999, Madariju Salikin. Jakarta: Pustaka Al-
Kausar.
Al-Jazairi, Abu Bakar Jabir, 1994, Aisar Attafasir. Al-Madinah Al-
Munawarah: Maktabah Al-Ulum wa Al-Khukum.
Al-Maraghi, Ahmad Musthafa, 1992, Terjemah Tafsir Al-Maraghi.
Semarang: Toha Putra Semarang.
Arifin, M. 2014. Ilmu Pendidikan Islam: Tinjauan teoritis dan Praktis
Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner. Jakarta: PT Bumi
Aksara.
Arikunto, Suharsimi, 2010, Prosedur Penelitian (Suatu Pendekatan
Praktik). Jakarta: Lentera Hati.
Ash-Shiddieqy, Tengku Muhammad Hasbi, 2000, Tafsir Al-Qur‟annul
Majid An-Nuur. Semarang: PT Pustaka Rizki Putra.
Azzarnuji, Burhanul Islam, 2012, Ta‟limu Al-Muta‟allim. Surabaya: Al-
Miftah.
Budihardjo, 2012, Pembahasan Ilmu-Ilmu Al-Qur‟an. Yogyakarta: Lokus.
Daulay, Haidar Putra. 2004. Pendidikan Islam: Dalam Sistem Pendidikan
Nasional di Indonesia. Jakarta: Kencana.
61
Departemen Agama Republik Indonesia, 2009, Al-Quran dan
Terjemahnya. Jakarta: Lembaga Percetakan Al-Qur‟an
Departemen Agama.
Djamarah, Syaiful Bahri, 2008, Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Husin, Agil al-Munawwar, 1994, I‟jaz al-Quran dan Metodologi Tafsir.
Semarang: Toha Putra.
Imani, Allamah Kamal Faqih, 2013, Tafsir Nurul Qur‟an. Jakarta: Nur Al-
Huda.
Langeveld, M.J. 1976. Paedagogik: Teoritis-Sistematis. Jakarta: IST.
Maimun, Agus, dan Agus Zainul Fitri, 2010, Madrasah Unggulan
Lembaga Pendidikan Alternatif di Era Kompetitif. Malang: UIN
Maliki Press.
Maksum, Ali, tt, Amsilah Attasrifiyah. Jombang.
Marimba, Ahmad D. Pengantar Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: PT.
Al-Ma'arif.
Munir, Abdullah, 2007, Spiritual Teaching. Yogyakarta: PT. Pustaka
Insan Madani.
Poerwadarminta, 1998, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka.
Sarwono, jonathan, 2006, metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif.
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Shihab, Quraish, 2003, Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan, dan Keserasian
Al-quran. Jakarta: Lentera Hati.
Suriasumantri, Jujun, 2001, Ilmu Dalam Perspektif. Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia.
Suryabrata, Sumardi, 1995, Metode Penelitian. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.
62
Utsman bin Hasan Ahmad Syakir Al-Khoubawi, tt, Durrotun Nashikhin
Fil Wa‟dzi Wal Irsyad. Bandung.
Yunus, Mahmud, 2009, Kamus Arab Indonesia. Jakarta: PT. Mahmud
Yunus Wa Dzurriyyah.
63
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Kharis Abdurrohman Hadi
Tempat, Tanggal Lahir : Kab. Banjarnegara, 1 Maret 1992
Fakultas/Prodi : Tarbiyah dan Ilmu Keguruan/PAI
NIM : 111-13-204
Alamat : Desa Barukan RT. 6 RW. 1 Dusun Barukan
Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang
Agama : Islam
Warga Negara : Indonesia
Email : [email protected]
Riwayat Pendidikan :
1. MI Tengaran Lulus Tahun 2004
2. MTs Al-Irsyad Tengaran 2008
3. MA Al-Irsyad Tengaran 2012
4. IAIN Salatiga Lulus tahun 2018
64
65
66
67
68
69