i
KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN DI BATURADEN
(Studi Terhadap Putusan Nomor : 184/Pid.B/2012/PN.Pwt)
SKRIPSI
Oleh :
GALIH AGA ANDHIKA
E1A006191
KEMENTRIAN PENDIDIKAN NASIONAL
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS HUKUM
PURWOKERTO
2013
iii
PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : GALIH AGA ANDHIKA
NIM : E1A006191
Judul : KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUMDALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN DI BATURDEN(Studi Terhadap Putusan Nomor : 184/Pid.B/2012/PN.Pwt)
Menyatakan bahwa skripsi yang saya buat ini adalah betul-betul hasil karya saya
sendiri dan tidak menjiplak hasil karya orang lain maupun dibuatkan oleh orang lain.
Sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperolah
gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi manapun, kecuali pendapat orang lain yang
secara tertulis diacu dalam daftar Pustaka.
Apabila ternyata terbuktisaya melakukan pelanggaran sebagaimana tersebut di atas,
maka saya bersedia dikenakan sanksi apapun dari Fakultas termasuk pencabutan gelar
kesarjanaan yang saya sandang.
Purwokerto, November 2013
GALIH AGA ANDHIKA
NIM. E1A006191
iv
PERSEMBAHAN
Tulisan ini kupersembahkan untuk keluargaku tercinta
Bapak, Mama, Difla Ayu Girindani, Ragil Arya Chandra, Mbah Putri, Mbah Kakung serta Mijil
Terimakasih buat doa, pemberian semangat, pemberian dukungan, serta pengertianya selama ini, terutama kesabaran.
v
MATUR SEMBAH NUWUN KAGEM…
Allah SWT.. CAHAYA PENERANG HIDUP..
Bapak Mas’Udin dan Mama Srie Rofiah yang telah mengandungku selama 9 bulan, melahirkanku ke dunia ini,
mendidiku, membesarkanku, dan berusaha untuk mencukupi segala hal, baik moril maupun materi , atas doa-doa
sehingga aku dapat melanjutkan hidup sampai sekarang. Tanpa dukungan kalian aku bukanlah apa-apa dan semua ini
tidak akan terjadi...
Dan untuk sodara-sodara ku Difla Ayu Girindani, Ragil Arya Chandra. Mungkin dimata orang lain akunya terlalu cuek, tak acuh pada kalian. Tapi yang namanya pendewasaan diri, aku mulai mengerti apa itu arti keluarga, semoga ketika semua yang masih kita miliki menjadi hilang, kalian lah yang bisa menolongku. Semoga menjadi berkah apa yang kita lakuin selama ini, buat diri kita dan orang orang disekitar kita…
vi
Mijil –“sukses itu bukanlah apa yang kamu miliki sekarang, sukses itu apa yang kamu lakuin selama ini yang dapat membuat orang disekitarmu merasa berguna”
Keluarga Besar Djoyo Djudi (alm mbah kakung), Mbah Rayi, mohon maaf kalo akunya nggak bisa nepatin janji untuk lulus
sebelum mbah rayi meninggal. Makasih buat semuanya..(Pakde Meru, Bude Asih, Mas Yudho, Mas Ari, Mas Satrio, Om Larno, Bu Yuni, Dek Adit, Ical, Om Wisnu,
Bulik Yati, Wulan, Dek Adi).. terimakasih atas doa dan semangatnya..
Terimakasih Buat keluarga besar dari Bapak (mbah Mustari), tapi maaf banget akunya nggak tau silsilah keluarga bapak. Pokoknya semua doa yang ditujukan buat aku , aku ucapkan terimakasih banyak..
Buat semua sodaraku, temen-temen yang masih setia sama aku. Nggak banyak yang bisa jadi temen aku, tapi orang
orang yang bisa bertahan sama aku sampai saat ini, adalah temen aku, bahkan aku anggap sodara.
vii
Temen-temen FH UNSOED ’06:
Tegar Amar Karar (walaupun udah duluan lulus, tapi masih aja mau nyemangatin akunya). Dede Franz (temen sebelah kalo di kelas), dan Imron Fauzi (banyak ngerepotin akunya). Temen-temen seperjuangan yang berjuang bersama di akhir semester, bang ihdal, jaja, maria, cuman dikit sih yang bisa bener-bener tulus temen seperjuangan.
Tidak lupa bagi temen-temen kecilku, si nita, mas prijo yang masih berjuang untuk skripsinya, mas tono, wawan, febri..
Inner Circle Pertama: Agus, Hermawan, Febri, Limbek, Juwita, Dessy, yang masih selalu mensuport aku, makasih banget walaupun kita udah nggak pernah ketemu tapi doa ku pasti menyertai kalian.
Inner Circle Kedua: Hernandito (Gendon) baik busuku cm kamu yang tau, makasih buat jaga semua rahasiaku, MasFeb (Cipto) sib ego yang selalu bisa bantu aku, banyak dikit pasti aku yg selalu ngerepotin, Dikdo (ido) ketua SC nya kitaaa, Widya (MasWid) temen perjuangan skripsiii, Yogi
viii
(MasYog) semangat dong mass, Sasha, Icep, Chintya, Afri, Ratih (Mantan si Gendon :D).. Makasih Banget trusted friends
Inner Circle Ketiga:Raka Alditha (si Bapak) trouble maker yang paling bisa ngebuat akunya diem. Rian Nur Hidayat (AUNG Jr.) yang bisa bikin alni klepek-klepek, Rizky Mufi (Dongsaeng) okey walaupun dulunya kita bertemen, tapi sekarang kita diem-dieman, semoga sukses seng. Amar (apos) yang selalu menganggapku sebagai penutanya -_____-“ , ical, mas bea, indira, Si Gendon, Febri, Ido, Widya, Yogi, IAN, Vinda. Alni (wanita jorok, dan alay) yang selalu bikin rian klepek-klepek. Oh iya Kelupaan si OKI yang selalu banget minta dimasukin ke Inner Circle..
Keluarga Besar“Pranacitra”
Keluarga Besar Bpk Subagyo, De Adit, Nanda, Gaga, Syandi, Rio, Resa, Ian, Vinda, Ahim, Didi, Encar, Mas2 tukang Jam,
Oki, Saekhu, Dadan, Degi, Bea, Rizky, Faisal, Rian Nurhidayat, Rian Braja, Dimas Komet, Rala Alditha, Sesarto,
Indira, Jafar, dan tante beserta Maya..
ix
Serta semua pihak yang telah membantu atas kelangsungan hidupku di Purwokerto Kota Satria Ini, serta semua pihak yang telah membantu sehingga semua ini terjadi..
Mohon Maaf juga kalau ada salah-salah kata dan ada yang belum disebut,, aku juga manusia yang tak luput dari kesalahan kakakk..
Maafnya yaa
Thanks a Lot..
x
ABSRTAK
Penelitian ini berjudul “Kekuatan Pembuktian Visum et Repertum dalam tindak pidana pembunuhan di Baturraden” . Pembuktian di dalam persidangan antara lain memeriksa alat-alat bukti salah satunya alat bukti surat yang berbentuk Visum et Repertum.
Berdasarkan fungsi dari alat bukti itu sendiri adalah untuk syarat dalam menjatuhkan putusan. Dalam proses pemeriksaan surat itu sendiri ditemukan persoalan-persoalan tentang kekuatan pembuktian alat bukti surat Visum et Repertum itu sendiri, dan fungsi utama dari Visum et Repertum itu sendiri dalam hakim menjatuhkan putusan.
Alat bukti surat berupa Visum et Repertum dalam kasus ini bukanlah salah satunya alat bukti yang membuktikan bahwa korban mati dengan dibunuh, melainkan dianggap sebagai Alat bukti surat saja dan menjadi salah satu alat bukti yang sah yang dapat berdiri sendiri. Dan juga untuk memberikan gambaran tentang penemuan luka-luka yang terdapat dalam tubuh korban.
Dalam proses pembuktian Visum et Repertum juga dapat berperan member petunjuk dalam hal atau alat-alat yang digunakan untuk membunuh korban serta dalam hal membenarkan atau tidak keterangan terdakwa dan saksi-saksi yang dihadapkan di persidangan.
Dari hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa alat bukti Visum et Repertum adalah suatu alat bukti surat yang harus ada dalam suatu kasus pembunuhan.
Kata Kunci : Pembuktian, Alat Bukti, Visum et Repertum, Pembunuhan
xi
ABSTRACK
The title of this research is " The Power Proof Visum et Repertum in murders crime in Baturraden " . Proof in court , among others, examining the evidence, one of the is the documentary evidence in the form of Visum et Repertum. Based on the function of an item of evidence is for the requirement in verdict. In the inspection process itself, found issues about the strength of evidence Visum et Repertum letter, and the main function of Visum et Repertum in the verdict the judge .
Documentary evidence in the form of Visum et Repertum in this case is not one of the evidence that proves that the victim died by being killed, rather than being seen as an Instrument of documentary evidence and be one of the valid evidence that can stand alone. And also to provide an overview about findings the wounds were found in the victim's body.
In the process of proving the Visum et Repertum can also contribute in terms of giving instructions or tools used to kill the victim as well as in terms of confirming it or not testimony of the defendant and the witnesses were confronted in court.
From these results, it can be concluded that the evidence Visum et Repertum is a documentary evidence that must exist in a court of case murder.
Key Words :Proof, Evidence, Visum et Repertum, Murder
xii
PRAKATA
Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Penguasa
alam semesta beserta isinya, atas karunia dan ridho-Nya serta shalawat dan salam
penulis haturkan kepada Pemimpin Besar Umat Islam, Nabi Muhammad SAW
sebagai utusannya- Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul
“KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM DALAM TINDAK PIDANA
PEMBUNUHAN DI BATURDEN(Studi Terhadap Putusan Nomor :
184/Pid.B/2012/PN.Pwt)”
Dapat terselesaikannya dan tersusunnya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan
dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan banyal terima kasih
kepada :
1. Dr. Angkasa,S.H., M.Hum. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Jendra
Soedirman.
2. Setya Wahyudi, S.H., M.H, selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum
Universitas Jendral Soedirman beserta seluruh staff;
3. Dr. Hibnu Nugroho, S.H., M.H., selaku Dosen Pembimbing I yang telah
berkenan meluangkan waktu untuh membimbing dan membantu hingga
terselesainya skripsi ini;
4. Handri Wirastuti Sawitri, S.H., M.H., selaku Dosen Pembimbing II yang telah
berkenan meluangkan waktu untuk membimbing dan membantu hingga
terselesainya skripsi ini;
xiii
5. Pranoto, S.H., M.H., selaku dosen Penguji serta selaku Dosen Pembimbing
Akademik atas kritik dan saran yang sangat berharga;
6. Kedua Orang tua (Drs. Mas’Udin dan Dra. Srie Rofiah) atas doa dan
dukunganya;
7. Mijil dan keluarga, terimakasih atas doa dan dukunganya;
8. Teman-teman seperjuangan angkatan 2006 FH Unsoed dan seluruh Civitas
Akademi Fakultas Hukum Universitas Jendral Soedirman, serta seluruh pihak
yang telah banyak membantu dan mendukung hingga terlaksanakanya skripsi
ini.
Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak demi penyempurnaan skripsi ini.Semoga
skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.
Purwokerto, November 2013
Penulis
xiv
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................ ii
PERNYATAAN ................................................................................................ iii
PERSEMBAHAN ............................................................................................ iv
ABSTRAK ....................................................................................................... x
ABSTRACK ..................................................................................................... xi
PRAKATA ....................................................................................................... xii
DAFTAR ISI ................................................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ........................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................................... 5
C. Tujuan ...................................................................................................... 6
D. Kegunaan Penelitian ................................................................................ 6
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian dan Tujuan Hukum Acara Pidana ........................................... 8
B. Pembuktian ............................................................................................... 25
1. Pengertian Pembuktian .............................................................. 25
2. Macam-Macam alat bukti dalam KUHP ................................................ 33
C. Visum et Repertum.................................................................................... 43
1. Pengertian Visum et Repertum ................................................... 43
2. Macam-macam Visum et Repertum ....................................................... 48
xv
3. Bentuk UmumVisum et Repertum ................................................................ 49
4. Kekuatan Pembuktian Visum et Repertum ............................................. 50
D. Tindak Pidana Pembunuhan ..................................................................... 53
1. Pengertian Pembunuhan ............................................................ 53
2. Unsur-Unsur Tindak Pidana Pembunuhan ............................................ 53
BAB III METODE PENELITIAN
A. Metode Pendekatan .................................................................................. 58
B. Spesifikasi Penelitian ................................................................................ 58
C. Sumber Bahan .......................................................................................... 58
D. Metode Pengumpulan Data ...................................................................... 59
E. Metode Penyajian Data ............................................................................ 60
F. Metode Aalisis Data ................................................................................. 60
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian ........................................................................................ 68
B. Pembahasan ............................................................................................. 123
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................................... 152
DAFTAR PUSTAKA
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Proses pencarian kebenaran materiil atas suatu peristiwa pidana
dilakukan melalui tahapan-tahapan tertentu yang dimulai dengan tindakan
penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan
untuk menentukan putusan pidana yang nantinya akan diambil. Pada dasarnya
adanya kebenaran materiil yang tepat dari suatu ketentuan undang-undang yang
berlaku akan menentukan putusan pidana oleh hakim itu sendiri. Dalam peristiwa
pidana menemukan kebenaran materiil tidak terlepas dari masalah pembuktian,
yakni tentang kejadian yang konkret dan senyatanya.Menurut hukum pidana
membuktikan sesuatu berarti menunjukkan hal-hal yang dapat ditangkap oleh
pancaindera, serta mengutarakan hal-hal tersebut secara logika.
Tujuan hukum acara pidana menurut Pedoman Pelaksanaan KUHAP
yang dikeluarkan oleh Menteri Kehakiman yang dikutip oleh Andi Hamzah 1
sebagai berikut :
Tujuan dari hukum acara pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan atau setidak – tidaknya mendekati kebenaran materiil, ialah kebenaran yang selengkap – lengkapnya dari suatu perkara pidana dengan menerapkan ketentuan hukum acara pidana secara jujur dan tepat dengan tujuan untuk mencari siapakah pelaku yang dapat didakwakan melakukan suatu pelanggaran hukum, dan selanjutnya meminta pemeriksaan dan putusan dari pengadilan guna menemukan
1Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia,Sinar Grafika,2006,hal.8.
2
apakah terbukti bahwa suatu tindak pidana telah dilakukan dan apakah orang yang didakwakan itu dapat dipersalahkan.
Pembuktian untuk mencari kebenaran materiil, tidak terlepas dari adanya
alat bukti yang akan membantu hakim dalam memutuskan bersalah atau tidaknya
terdakwa. Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Nomor 8 Tahun
1981 ( KUHAP ), Pasal 183 menyatakan bahwa :
Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.
Berdasarkan Pasal tersebut, bahwa dijelaskan hakim dalam menjatuhkan
pidana kepada seseorang minimal memiliki dua alat bukti yang sah selain adanya
keyakinan dari hakim tersebut.
Sedangkan macam-macam alat bukti yang sah terdapat dalam Pasal 184
KUHAP bahwa :
Alat bukti yang sah ialah :
a. Keterangan saksi ; b. Keterangan ahli ; c. Surat ; d. Petunjuk ; e. Keterangan terdakwa ;
Terkadang dalam mencari kebenaran materiil, penegak hukum akan
dihadapkan pada permasalahan yang memerlukan kemampuan atau keahlian
khusus. Dalam hal ini bantuan ahli sangat diperlukan sekali, seperti yang
dijelaskan dalam Pasal 120 KUHAP bahwa :
3
Dalam hal penyidik menganggap perlu, ia dapat minta pendapat orang ahli atau orang yang memiliki keahlian khusus.
Sedangkan yang dimaksud dengan keterangan ahli berdasarkan Pasal 186 KUHAP, menyatakan yakni : Keterangan ahli ialah apa yang seorang ahli nyatakan di sidang pengadilan. Tugas dan hubungan antara ilmu kedokteran forensic dengan perkara pidana
yaitu membantu petugas kepolisian dan kejaksaan serta kehakiman terutama
dalam hal menghadapi suatu perkara pidana yang menyangkut kerusakan tubuh,
kesehatan, serta nyawa manusia supaya perkara tersebut menjadi jelas.Untuk
kepentingan penyidikan atas kebenaran dari peristiwa terhadap korban kekerasan
atau penganiyaan yang mengakibatkan korban meninggal dunia maka diperlukan
bantuan dari ilmu krdokteran kehakiman (forensic science) untuk melakukan
visum terhadap tubuh korban.Visum yang diperloleh dari pemeriksaan dokter
tersebut digunakan untuk mengetahuiapakah korban terluka atau meninggal
karena kecelakaan atau sengaja dibunuh atau dilukai oleh seseorang.
Visum Et Repertum dibuat dan dibutuhkan didalam kerangka upaya penegakan
Hukum dan keadilan. Tujuan dari Visum Et Repertum adalah merupakan rencana
(verslag) yang diberikan oleh seorang dokter forensic mengenai apa yang dilihat
dan dikemukakan pada waktu dilakukan pemeriksaan secara obyektif, sebagai
pengganti peristiwa yang terjadi dan harus dapat mengganti sepenuhnya barang
bukti yang telah diperiksa dengan memuat semua kenyataan sehingga akhirnya
daripada ditarik suatu kesimpulan.2
2 R.Atang Ranoemihardja, Ilmu Kedokteran Kehakiman Edisi Kedua, Tarsito, Bandung,
1983. Hlm 21
4
Petugas penegak hukum yang pertama disebutkan adalah polisi dan alat
penyidik lainnya.Dalam hal menghadapi kasus kekerasan penyidik harus
mendapatkan bukti secara nyata berdasarkan fakta yang ada dalam tindak pidana
tersebut. Sebagai gambaran dalam kasus kekerasan pada anak mengenai tindak
pidana persetubuhan, selain keterangan terdakwa, keterangan ahli, keterangan
saksi serta petunjuk, alat bukti surat yang berupa visum et repertum sangatlah
penting.
Pasal 133 ayat (2) KUHAP menjelaskan bahwa :
Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat.
Keterangan bentuk tertulis dari seorang ahli inilah yang lazim disebut
dalam praktek hukum Visum Et repertum.3 Visum et repertum dikeluarkan oleh
seorang dokter atau ahli kedokteran kehakiman atau ahli lainnya. Visum et
repertum dilaksanakan melalui pemeriksaan secara obyektif. Visum et repertum
merupakan laporan tertulis dari seorang dokter berdasarkan sumpah jabatan
yang ada kaitannya dengan proses persidangan pengadilan pada masalah
pembuktian.
Menurut R. Atang Ranoemihardja,S.H4bahwa :
3 M.Yahya Harahap,Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Penyidikan dan Penuntutan edisi Kedua.Sinar Grafika,2010,hal.147. 4R.Atang Ranoemihardja, S.H,Op.Cit,hal. 24.
5
Visum Et Repertum merupakan pengganti sepenuhnya daripada barang bukti
yang diperiksa, maka oleh karenanya pula Visum Et Repertum pada hakekatnya
adalah menjadi “Alat Bukti yang sah”.
Dalam kasus pembunuhan ini, diperlukan suatu pembuktian secara cepat.
Salah satunya yaitu dengan melalui pembuktian melalui visum et repertum dan
keterangan saksi-saksi yang ada. Analisis terhadap barang bukti tersebut
diperlukan dalam penyidikan terhadap tindak pidana ini yang bertujuan untuk
mengetahui atau menyelidiki apakah benar korban meninggal karena
penganiyaan tersebut atau tidak.
Putusan di Pengadilan Negeri Purwokerto Nomor
:184/Pid.B/2012/PN.Pwt terdapat suatu kasus mengenai Tindak Pidana
Pembunuhan Biasa, dimana hakim memutus terdakwa dengan penjara selama
sepuluh tahun karena terbukti melakukan pembunuhan.
Hakim dalam putusan tersebut mendasarkan pada alat bukti yaitu berupa
keterangan ahli dari dokter Muhamad Zainuri Syamsu Hidayat, Sp.KF, M.Si.Med
pada Rumah Sakit Daerah Dr.Margono Soekarjo Purwokerto Nomor :
474.3/222752/21-9-2012 tanggal 10 September 2012.
Berdasarkan uraian tersebut maka penulis tertarik untuk mengadakan
penelitian yang berjudul Kekuatan PembuktianVisum Et Repertum Dalam
Tindak Pidana Pembunuhan di Baturaden
B. Perumusan Masalah
6
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka penulis
mengambil pokok permasalahan sebagai berikut :
1. Apakah alat bukti surat berupa Visum Et Repertum menjadi satu -
satunya alat bukti yang menentukan kematian seseorang dalam
pembuktian Tindak Pidana Pembunuhan dalam Putusan Nomor
:184/Pid.B/2012/PN.Pwt ?
2. Bagaimanakah kekuatan pembuktian alat bukti surat Visum Et Repertum
dalam Tindak Pidana Pembunuhan dalam Putusan Nomor :
184/Pid.B/2012/PN.Pwt ?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui alat bukti surat berupa Visum Et Repertum menjadi
satu - satunya alat bukti yang menentukan kematian seseorang di dalam
Tindak Pidana Pembunuhan terhadap Putusan Nomor :
184/Pid.B/2012/PN.Pwt
2. Untuk mengetahui kekuatan pembuktian alat bukti surat berupa Visum Et
Repertum dalam Tindak PidanaPembunuhan terhadap Putusan Nomor
:184/Pid.B/2012/PN.Pwt
D. Kegunaan Penelitian
1. Kegunaan teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan akan dapat menambah wacana dan
pengetahuan hukum dalam bidang acara pidana terutama dalam penggunaan
7
Visum Et Repertum untuk mengungkap pembunuhan dan apa sajakah yang
menjadi pertimbangan hakim untuk memutus kasus tersebut.
2. Kegunaan Praktis
a. Dapat memberikan data dan informasi mengenai bidang ilmu
yang telah diperoleh dalam teori dengan kenyataan yang ada
dalam praktek
b. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan masukan serta
pengetahuan bagi para pihak yang berkompeten dan berminat
pada hal yang sama.
c. Untuk memperluas wawasan, pengetahuan dan kemampuan
analistis penulis, khususnya dalam Hukum Acara Pidana,
d. Untuk memperoleh data yang akan dipergunakan oleh penulis
dalam penyusunan skripsi sebagai syarat dalam mencapai gelar
sarjana dalam Ilmu Hukum Universitas Jenderal Soedirman
Purwokerto.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Hukum Acara Pidana
1. Pengertian dan Tujuan Hukum Acara Pidana
Berbicara hukum pidana formal tidak terlepas dari hukum pidana
materiil.Antara hukum pidana formil dan meteriil saling berkaitan.Penegakan
hukum dalam hukum pidana berkaitan dengan hukum acara pidana. Untuk
melaksanakan hukum pidana materiil diperlukan penegakan hukum yang
berkualitas, termasuk dalam tanggung jawab.
Sebelum melaksanakan hukum pidana materiil, memahami pengertian
Hukum pidana formal sangat dianjurkan.Beberapa pendapat bermunculan
megenai hukum pidana formal atau yang disebut hukum acara pidana.Menurut
Pompe, seperti yang dikutip oleh Andi Hamzah5 sebagai berikut :
Hukum pidana formal ( hukum acara pidana ) mengatur tentang
bagaimana Negara melalui alat – alatnya melaksanakan haknya untuk
memidana dan menjatuhkan pidana.
Menurut Prof. Moeljatno dalam buku Asas – asas Hukum Pidana, seperti yang
dikutip oleh Leden Marpaung6menyatakan :
Bagaimana cara mempertahankan prosedurnya untuk pidana menuntut ke muka pengadilan orang – orang yang disangka melakukan perbuatan
5Andi Hamzah,Hukum Acara Pidana Indonesia Edisi Kedua,Sinar Grafika, 2008, hal.4. 6Leden Marpaung,Proses Penanganan Perkara Pidana ( Penyelidikan dan Penyidikan ),Sinar Grafika,2009,hal.163
9
pidana. Oleh karena itu, bagian hukum pidana ini dinamakan hukum pidana formal (Criminal procedur, hukum acara pidana ).
Pengaturan mengenai Hukum Acara Pidana diatur didalam Undang –
Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang – Undang Hukum Acara
Pidana tetapi tidak menjelaskan mengenai pengertian dari Hukum Acara Pidana
KUHAP tidak menerangkan lebih lanjut mengenai pengertian Hukum Acara
Pidana, akan tetapi lebih menekankan pada bagian-bagiannya seperti penyidikan,
penuntutan, mengadili, praperadilan, putusan pengadilan, upaya hukum,
penyitaan, penggeledahan, penangkapan, penahanan, dan yang lainnya.
Hukum acara pidana sangat erat hubungannya dengan hukum pidana, bahkan pada hakekatnya hukum acara pidana itu termasuk dalam pengertian hukum pidana. Hukum pidana sering disebut hukum sanctie yaitu merupakan suatu ancaman yang dilaksanakan dengan perantaraan alat masyarakat ( Negara ) badan pengadilan, apabila suatu kaidah hukum ternyata dilanggar. Dengan kata lain hukum pidana adalah semua peraturan – peraturan yang meliputi seluruh peraturan yang jika dilanggar diancam dengan hukuman badan atau denda.7
Aturan – aturan Hukumini mengatur cara mempertahankan hukum
pidana.
Terjemahan bebas definisi Van Bemmelen8 sebagai berikut :
Ilmu hukum acara pidana mempelajari peraturan – peraturan yang diciptakan oleh Negara, karena adanya pelanggaran undang – undang pidana, yaitu sebagai berikut : 1. Negara melalui alat – alatnya menyidik kebenaran. 2. Sedapat mungkin menyidik pelaku perbuatan itu. 3. Mengambil tindakan – tindakan yang perlu guna menangkap si
pembuat dan kalau perlu menahannya. 4. Mengumpulkan bahan – bahan bukti ( bewijsmateriaal ) yang telah
diperoleh pada penyidikan kebenaran guna dilimpahkan kepada hakim dan membawa terdakwa ke depan hakim tersebut.
7Wirjono Prodjodikoro, Hukum Acara Pidana di Indonesia, hlm. 13 8Andi Hamzah,Hukum Acara Indonesia edisi kedua,Sinar Grafika,2008,hal.6.
10
5. Hakim memberi keputusan tentang terbukti tidaknya perbuatan yang dituduhkan kepada terdakwa dan untuk itu menjatuhkan pidana atau tindakan tata tertib.
6. Upaya hukum untuk melawan keputusan tersebut. 7. Akhirnya melaksanakan keputusan tentang pidana dan tindakan tata
tertib.
Sedangkan Hukum Acara Pidana menurut Wirjono Prodjodikoro9, yaitu
sebagai berikut :
“Hukum Acara Pidana berhubungan erat dengan adanya hukum pidana, maka dari itu merupakan suatu rangkaian peraturan – peraturan yang memuat cara bagaimana badan – badan pemerintahan yang berkuasa, yaitu kepolisian, kejaksaan dan pengadilan harus bertindak guna mencapai tujuan dengan mengadakan hukum pidana."
Menurut beberapa pengertian mengenai hukum acara pidana dari para
sarjana tersebut, memberikan kesimpulan bahwa hukum acara pidana merupakan
suatu rangkaian peraturan – peraturan mengenai hukum pidana yang berkaitan
dengan aparatur Negara untuk mencapai tujuan yang diinginkan Negara yang
berakibat timbulnya hukuman badan dan atau denda kepada orang yang disangka
melakukan perbuatan pidana.
Setiap bagian hukum mempunyai tujuan yang berbeda, begitu pula dengan
hukum acara pidana.Hukum acara pidana pada hakekatnya bertujuan untuk
mencari dan mendapatkan kebenaran dari suatu perkara pidana.Dari hakekat
yang mendasar tersebut, muncullah beberapa pendapat dari para sarjana
mengenai tujuan hukum acara pidana.
9Wirjono Prodjodikoro, Hukum Acara Pidana di Indonesia, hlm. 13
11
Tujuan hukum acara pidana seperti dikutip dalam buku Moch. Faisal
Salam dalam pedoman Pelaksanaan KUHAP yang dikeluarkan oleh Menteri
Kehakiman, memberi penjelasan tentang tujuan hukum acara pidana sebagai
berikut:
“Tujuan dari hukum acara pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran materiil, ialah kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari suatu perkara pidana dengan menerapkan ketentuan hukum acara pidana secara jujur dan tepat dengan tujuan untuk mencari siapakah pelakunya yang dapat didakwakan melakukan suatu pelanggaran hukum, dan selanjutnya memintakan pemeriksaan dan putusan dari pengadilan guna menentukan apakah terbukti bahwa suatu tindak pidana telah dilakukan dan apakah orang yang didakwa itu dapat dipersalahkan”.
Kebenaran yang hendak dicari dan didapatkan oleh hukum acara pidana
itu sendiri sudah barang tentu kebenaran yang selengkap-lengkapnya sesuai
dengan sifat keterbatasan aparat penegak hukum yang melaksanakan hukum
acara pidana itu sendiri.Untuk mencapai suatu kebenaran yang mutlak adalah
suatu hal yang berada di luar jangkauan kemampuan manusia.
Tujuan hukum acara pidana mencari dan menemukan kebenaran material
itu hanya merupakan tujuan antara dan tujuan akhir sebenarnya ialah mencapai
suatu ketertiban dan ketentraman, kedamaian, keadilan dan kesejahteraan dalam
masyarakat.10
Bambang Poernomo 11 memberikan penjelasan tujuan hukum acara
pidana sebagai berikut:
Tujuan ilmu hukum acara pidana mempunyai kesamaan dengan tujuan ilmu hukum dengan sifat kekhususan yaitu mempelajari hukum mengenai tatanan penyelenggaraan proses perkara pidana dengan
10 Andi Hamzah, Op.Cit, hal. 19 11 Bambang, Poernomo, Pola Dasar Teori Asas Umum Acara Pidana dan Penegakan
Hukum Pidana, (Jogjakarta: Liberty, 1993), hal. 29
12
memperhatikan perlindungan masyarakat serta menjamin hak asasi manusia dan mengatur susunan serta wewenang alat perlengkapan negara penegak hukum untuk mencapai kedamaian dalam kehidupan bermasyarakat. Dengan sarana peraturan hukum acara pidana itu susunan dan wewenang alat perlengkapan negara penegak hukum dalam proses perkara pidana mempunyai tugas mencari dan menemukan fakta menurut kebenaran, mengadakan tindakan penuntutan secara tepat dan memberikan putusan dan pelaksanaannya secara adil.
Sedangkan menurut Tanusubroto12:
Hukum acara pidana mempunyai tujuan mengemban isi mencari kebenaran sejati tentang pelaku tindak pidana untuk memperoleh imbalan atas perbuatannya serta membebaskan mereka yang tidak bersalah dari tindakan yang seharusnya tidak dikenakan atas dirinya.
Van Bemmelen13 mengemukakan tiga fungsi hukum acara pidana seperti
yang dikutip oleh Andi Hamzah yaitu sebagai berikut:
1. Mencari dan menemukan kebenaran.
2. Pemberian keputusan oleh hakim.
3. Pelaksana keputusan.
2. Asas – asas Hukum Acara Pidana
Asas-asas hukum acara pidana tumbuh berkembang dari nilai-nilai
hukum, dan kesadaran hak asasi, serta peradaban dalam kehidupan manusia di
tengah-tengah kelompok masyarakat atau bangsa-bangsa yang tertuang
sebagaian besar ke dalam hukum positif.
KUHAP dilandasi oleh asas atau prinsip hukum tersebut diartikan sebagai
dasar patokan hukum sekaligus merupakan tonggak pedoman bagi instansi
jajaran aparat penegak hukum dalam menerapkan Pasal-Pasal
12 Tanusubroto, Dasar-Dasar Hukum Acara Pidana, (Bandung: Armioo, 1984), hal. 2 13 Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia Edisi Revisi, (Jakarta: Sinar Grafika,
2000), hal. 8
13
KUHAP.Mengenai hal tersebut, bukan hanya kepada aparat hukum saja, asas
atau prinsip yang dimaksud menjadi patokan dan landasan, tetapi juga bagi
setiap anggota masyarakat yang terlibat dan berkepentingan atas pelaksanaan
tindakan yang menyangkut KUHAP.
Asas – asas dalam hukum acara pidana adalah dasar pembenaran yang
tidak terbantahkan. Asas – asas dalam hukum acara pidana berpedoman pada
asas legalitas yang terdapat dalam hukum pidana materiil. Berdasarkan Pasal 1
ayat (1) KUHP yang berbunyi :
Tiada suatu perbuatan ( feit) yang dapat dipidana selain berdasarkan kekuatan ketentuan perundang – undangan pidana yang ada sebelumnya. Dalam hal ini suatu peraturan yang lebih rendah dari undang – undang dalam arti formil, seperti peraturan pemerintah dan perda dapat memuat rumusan delik dan sanksi pidana. Asas– asas yang tercantum dalam Hukum Acara Pidana yakni sebagai
berikut:
1. Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan.
2. Asas Praduga Tidak Bersalah ( Presumption of Innocence ).
3. Asas Oportunitas.
4. Asas Pemeriksaan Pengadilan Terbuka untuk Umum.
5. Asas Semua Orang Diperlakukan Sama di depan Hakim.
6. Asas Peradilan Dilakukan oleh Hakim Karena Jabatannya dan Tetap.
7. Asas Tersangka atau Terdakwa Berhak Mendapatkan Bantuan
Hukum.
8. Asas Akusator dan Inkisitor ( AccusatoirdanInquisitoir).
9. Asas Pemeriksaan Hakim yang Langsung dan Lisan.
14
Adapun pengertianya sebagai berikut :
1. Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan
Asas ini menghendaki adanya suatu peradilan yang efisien dan efektif,
sehingga tidak memberikan penderitaan yang berkepanjangan kepada
tersangka/terdakwa disamping kepastian hukum terjamin. Asas ini terdapat
dalam Penjelasan Umum butir 3 huruf e KUHAP yang berbunyi:
“Peradilan yang harus dilakukan dengan cepat, sederhana, dan biaya ringan serta bebas, jujur dan tidak memihak harus ditetapkan secara konsekuen dalam seluruh tingkat peradilan”.
Pencantuman peradilan cepat (contante justitie; speedy trial) di dalam
KUHAP cukup banyak yang diwujudkan dengan istilah ”segera” itu. Asas
peradilan cepat, sederhana, dan biaya ringan yang dianut di dalam KUHAP
sebenarnya merupakan penjabaran Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009
tentang Kekuasaan Kehakiman tersebut.
Penjelasan umum yang dijabarkan dalam banyak Pasal dalam KUHAP,
anatra lain sebagai berikut :
1) Pasal-Pasal 24 ayat (4), 25 ayat (4), 26 ayat (4), 27 ayat (4) dan 28 ayat
(4). Umumnya dalam Pasal-Pasal tersebut dimuat ketentuan bahwa jika
telah lewat waktu penahanan seperti tercantum dalam ayat sebelumnya,
maka banyak penyidik, penuntut umum, dan hakim harus sudah
mengeluarkan tersangka atau terdakwa dari tahanan demi hukum.
Dengan sendirinya hal ini mendorong penyidik, penuntut umum, dan
hakim untuk memepercepat penyelesaian perkara tersebut;
15
2) Pasal 50 mengatur tentang hak tersangka dan terdakwa untuk segera
diberitahukan dengan jelas dalam bahasa yang dimengerti olehnya
tentang apa yang disangkakan kepadanya pada waktu dimulai
pemeriksaan, ayat (1) segera perkaranya diajukan ke pengadilan oleh
penuntut umum, ayat (2) segera diadili oleh pengadilan, ayat (3);
3) Pasal 102 ayat (1) mengatakan penyelidik yang menerima laporan atau
pengaduan tentang terjadinya suatu peristiwa yang patut di duga
merupakan tidak pidana wajib segera melakukan tindakan penyelidikan
yang diperlukan;
4) Pasal 106 mengatak hal yang sama diatas bagi penyidik;
5) Pasal 107 ayat (3) mengatakan bahwa dalam hal tindak pidana selesai
disidik oleh penyidik tersebut pada Pasal 6 ayat (1) huruf b, segera
menyerahkan hasil penyidikannya kepada penuntut umum melalui
penyidik tersebut pada Pasal 6 ayat (1) huruf a;
6) Pasal 110 mengatur tentang hubungan penuntut umum dan penyidik
yang semuanya disertai dengan kata segera. Begitu pula Pasal 138;
7) Pasal 140 ayat (1) dikatakan : ”Dalam hal penuntut umum berpendapat
bahwa dari hasil penyidikan dapat dilakukan penuntutan, ia dalam
waktu secepatnya membuat surat dakwaaan.
Ada beberapa ketentuan KUHAP sebagai penjabaran asas peradilan yang
cepat, tepat , dan biaya ringan, antara lain tersangka atau terdakwa mempunyai
hak atas suatu hal, sesuai dengan pendapatnya M. Yahya Harahap14 yaitu :
14 M. Yahya harahap. Op.Cit.Hal.53
16
1) Segera mendapat pemeriksaan dari penyidik; 2) Segera diajukan kepada penuntut umum oleh penyidik; 3) Segera diajukan ke pengadilan oleh penuntut umum; 4) Berhak segera diadili oleh pengadilan.
Proses perkara pidana yang dilaksanakan dengan cepat diartikan untuk
menghindari segala rintangan yang bersifat prosedural, agar tercapai efisiensi
kerja mulai dari kegiatan penyelidikan sampai dengan putusan akhir dapat
selesai dalam waktu yang relatif singkat.
Proses perkara pidana yang sederhana diartikan sebagai
penyelenggaraan administrasi peradilan secara terpadu agar pemberkasan
perkara dari masing-masing instansi yang berwenang berjalan dalam satu
kesatuan yang tidak memberikan peluang untuk bekerja secara berbelit-belit
(circuit court), dan dari dalam berkas tersebut terungkap pertimbangan serta
kesimpulan penerapan hukum yang mudah dimengerti oleh pihak yang
berkepentingan.
Proses perkara pidana yang dilaksanakan dengan cepat diartikan menghindarkan segala rintangan yang bersifat prosedural agar tercapai efisiensi kerja dalam waktu yang singkat. Proses yang sederhana diartikan penyelenggaraan administrasi peradilan secara terpadu agar pemberkasan perkara dari masing-masing instansi yang berwenang berjalan dalam satu kesatuan yang tidak memberikan peluang saluran dalam bekerja yang berbelit-belit. Biaya yang murah diartikan menghindarkan sistem administrasi perkara dan mekanisme bekerjanya para petugas yang mengakibatkan beban biaya bagi yang berkepentingan tidak sebanding dengan hasil yang diharapkan.15
2. Asas Praduga Tak bersalah atau Presumption of Innocent
15Bambang, Poernomo, Op. Cit, hal.66
17
Asas ini kita jumpai dalam penjelasan umum ayat (3) huruf c KUHAP. Asas
ini juga dirumuskan dalam Pasal 8 Undang-Undang No 48 Tahun 2009 tentang
Kekuasaan Kehakiman yang berbunyi:
“Setiap orang yang disangka, diatngkap, ditahan, dituntut, dan/atau dihadapkan di depan pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sebelum ada putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan telah memperoleh kekuatan hukum tetap”
Asas praduga tak bersalah ditinjau dari segi teknis yuridis ataupun dari
segi teknis penyidikan dinamakan “prinsip akusator” atau accusatory
procedure(accusatorial system). Prinsip akusator enempatkan kedudukan
tersangka/terdakwa dalm setiap tingkat pemeriksaan:
a. Adalah subjek: bukan menjadi objek pemeriksaan, karena itu tersangka atau terdakwa harus didudukkan dan diperlakukan dalam kedudukan manusia yang mempunyai harkat martabat harga diri,
b. Yang menjadi objek pemeriksaan dalam prinsip akusator adalah “kesalahan” (tindak pidana), yang dilakukan tersangka/terdakwa. Kearah itulah pemeriksaan ditujukan.16
3. Asas Oportunitas
Menurut A.Z. Abidin Farid seperti yang dikutip dalam bukunya Andi
Hamzah memberi perumusan tentang asas oportunitas sebagai berikut yaitu asas
hukum yang memberikan wewenang kepada Penuntut Umum untuk menuntut atau
tidak menuntut dengan atau tanpa syarat seseorang atau korporasi yang telah
mewujudkan delik demi kepentingan umum. Andi Hamzah17 menjelaskan lebih
lanjut sebagai berikut:
Menurut asas oportunitas penuntut umum tidak wajib menuntut seseorang yang melakukan delik jika menuntut pertimbangannya akan
16M. Yahya, Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP (Penyidikan
dan Penuntutan),(Jakarta: Sinar Garfika, 2000), hal. 40 17Ibid
18
merugikan kepentingan umum. Jadi demi kepentingan umum, seseorang yang melakukan delik tidak dituntut.
Mengenai kriteria kepentingan umum itu, di dalam pedoman pelaksanaan
KUHAP dijelaskan adalah didasarkan untuk kepentingan negara dana
masyarakat dan bukan untuk kepentingan pribadi.
Asas oportunitas juga dinamakan sebagai asas kepentingan, asas ini
menyatakan dimana Penuntut umum tidak wajib untuk mengajukan tuntutan
terhadap seseorang yang melakukan suatu delik atau tindak pidana apabila
menurut pertimbangannya akan dapat merugikan kepentingan umum.Jadi demi
kepentingan umum seseorang yang melakukan delik tidak dituntut.Asas
Oportunitasmenurut Pasal 35 butir c Undang-undang Nomor 16 Tahun 2004
tentang Kejaksaan Republik Indonesia.Pasal tersebut berbunyi ”Jaksa agung
dapat mengesampingkan suatu perkara berdasarkan kepentingan umum.”
Secara lebih lanjut, Andi Hamzah 18, mengemukakan perumusan tentang
asas opportunitas yaitu sebagai berikut:
“Penuntut umum tidak wajib menuntut seseorang yang melakukan delik jika menurut pertimbangannya akan merugikan kepentingan umum. Jadi demi kepentingan umum, seseorang yang melakukan delik tidak dituntut”.
Di Indonesia penuntut umum disebut juga Jaksa (Pasal 1 butir a dan b
serta Pasal 137 dan seterusnya KUHAP). Wewenang penuntutan dipengang
penuntut umum sebagai monopoli, artinya tiada badan lain yang boleh
melakukan itu. Ini disebut dominus litis ditangan penuntut umum atau
18Ibid, Hal 14
19
jaksa.Hakim tidak dapat meminta supaya delik diajukan kepadanya.Jadi hakim
hanya menunggu saja penuntutan dari penuntut umum.
Satu hal yang perlu dijelasakan ialah apa yang dimaksud dengan ”demi
kepentingaan umum” dalam penseponeran perkara itu. Pedoman Pelaksanaan
KUHAP memberi penjelasan sebagai berikut :
”...Dengan demikian, kriteria demi kepentinganumum dalam penerrapan asas oportunitas di negara kita adalah didasarkan untuk kepentingan negara dan masyarakat dan bukan untuk kepentingan masyarakat.” Ini mirip dengan pendapatnya Supomo yang mengatakan bahwa : ”Baik di negeri Belanda maupun di ”Hindia Belanda” berlaku yang disebut asas ”oprtunitas” dalam tuntutan pidana itu artinya Badan Penuntut Umum wewenang tidak melakukan suatu penuntutan , jikalau adanya tuntutan itu dianggap btidak ”opportuun” tidak guna kepentingan masyarakat. ”
4. Pemeriksaan Pengadilan Terbuka Untuk Umum
Pemeriksaan pengadilan yang terbuka untuk umum dapat dilihat dalam
Pasal 153 ayat (3) dan ayat (4) KUHAP sebagai berikut:
“Untuk keperluan pemeriksaan hakim ketua sidang membuka sidang dan menyatakan terbuka untuk umum kecuali dalam perkara mengenai kesusilaan atau terdakwanya anak-anak”.
Pasal 153 ayat (4) KUHAP menyebutkan:
“Tidak terpenuhinya ketentuan dalam ayat (2) dan ayat (3) mengakibatkan batalnya putusan demi hukum”.
Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman Pasal 13
dan KUHAP Pasal 195 tegas menyatakan :
20
”Semua putusan hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum apabila diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.”19
Penjelasan yang diberikan Bambang Poernomo 20 , bahwa mengenai
asas pemeriksaan pengadilan terbuka untuk umum yang diuraikan sebagai
berikut:
“Menyatakan bahwa sifat terbuka di sidang pengadilan dimaksudkan agar khalayak ramai dapat mengikuti dan mengawasi jalannya pemeriksaan pengadilan, bukan dalam arti masuknya orang-orang dalam ruangan pengadilan. Bisa saja terjadi, seseorang yang ingin mendengarkan pemeriksaan ditolak untuk masuk di ruangan sidang yang luasnya terbatas, akan tetapi dipersilahkan mengikuti melalui alat pengeras yang dipasangkan di halaman gedung. Kejadian yang demikian tidak bertentangan dengan asas Terbuka Untuk Umum”.
Asas terbuka untuk umum ini memang tepat karena persidangan dapat
dihadiri oleh umum, sehingga dapat lebih menjamin obyektifitas peradilan dan
tujuannya memberikan perlindungan terhadap hak-hak asasi terdakwa. Di lain
pihak juga ditentukan pengecualian apabila kesusilaan dan terdakwanya anak-
anak.
5. Asas Semua Orang Diperlakukan Sama di Depan Hukum
Asas yang umum dianut di negara-negara yang berdasarkan hukum ini
tegas tercantum dalam Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman Pasal 4 ayat (1)
dan Penjelasan Umum butir 3 huruf a KUHAP. Asas ini lazim disebut sebagai
asas isonomiaatau equality before the law. Penjelasan umum butir 3 huruf a
berbunyi:
19 Andi Hamzah.Ibid.Hal.22 20 Bambang Poernomo, Op. Cit., Hal 153
21
“Perlakuan yang sama atas diri setiap orang dimuka hukum tidak mengadakan perbedaan perlakuan”.
Sedangkan Pasal 4 ayat (1) berbunyi:
“Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan orang”
Persamaan dihadapan hukum atau equality before the law adalah salah
satu asas terpenting dalam hukum modern.Asas ini merupakan asas yang dianut
di negara-negara berdasarkan hukum. Suatu asas dimana setiap orang yang
melakukan sebuah delik atau tindak pidana diberlakukan sama di mata hukum.
Dikenal dua asas penuntutan yaitu asas legalitas dan asas oportunitas dimana
asas legalitas itu mempunyai pengertian bahwa penuntut umum diwajibkan untuk
melakukan penuntutan terhadap seseorang yang melakukan tindak pidana.dimana
asas legalitas ini merupakan perwujudan dari asas equality before the law.
Perkembangan pembinaan hukum melalui KUHAP untuk periode yang
sekarang, bangsa kita melalui DPR telah menggabungkan kedua asas itu dalam
suatu jalinan yang titik beratnya cenderung lebih mengutamakan asas legalitas.
Sedang asas opportunitas hanya merupakan pengecualian yang dapat
dipergunakan secara terbatas sekali. Mungkin dalam sejarah penegakan hukum
yang akan datang, bangsa kita semakin memahami betapa adilnya
mempergunakan asas legalitas secara mutlak dan menyeluruh, tanpa diskriminasi
atau alasan kepentingan umum, dan segera melenyapkan praktek penegakan
hukum yang berasaskan oportunitas demi tegaknya equality befote the
law,equality protection on the law and equality justice Ander the law. 21
21M.Yahya Harahap, Loc.Cit.Hal.37
22
Menurut Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 dan
butir 3C KUHAP, Pengadilan mengadili menurut hukum yang tidak membeda-
bedakan antara satu sama lain. Hal ini bertujuan untuk terciptanya keadilan yang
sebenar-benarnya dan seutuhnya.
6. Tersangka atau Terdakwa Berhak Mendapatkan Bantuan Hukum
Asas ini berkaitan dengan hak dari seseorang yang tersangkut dalam suatu
perkara pidana untuk dapat mengadakan persiapan bagi pembelaannya maupun
untuk mendapatkan nasehat/penyuluhan tentang jalan yang dapat ditempuhnya
dalam menegakkan hak-haknya sebagai tersangka atau terdakwa.
Mengenai pemberian bantuan hukum ini diatur di dalam Pasal 69 sampai
dengan Pasal 74 KUHAP yang pada dasarnya tersangka/terdakwa mendapat
kebebasan-kebebasan yang sangat luas antara lain:
a. Bantuan hukum dapat diberikan sejak saat tersangka/terdakwa ditangkap atau ditahan.
b. Bantuan hukum dapat diberikan pada semua tingkat pemeriksaan. c. Penasehat hukum dapat menghubungi tersangka/terdakwa pada semua
tingkar pemeriksaan dan pada setiap waktu. d. Penyidik dan penuntut umum tidak mendengarkan pembicaraan antara
penasehat hukum dan tersangka kecuali pada perkara/kejahatan terhadap keamanan negara.
e. Tersangka atau penasehat hukum berhak mendapat turunan berita guna kepentingan pembelaan.
f. Penasehat hukum berhak mengirim dan menerima surat dari tersangka/terdakwa.22
Menurut Andi Hamzah23 Pembatasan-pembatasan hanya dikenakan jika penasehat hukum menyalahgunakan hak-hak tersebut. Jika terdapat bukti bahwa penasehat hukum tersebut menyalahgunakan haknya dalam pembicaraan dengan tersangka atau terdakwa maka sesuai dengan tingkat pemeriksaan,
22Ibid, hal. 21 23Ibid. Hal 24
23
penyidikan, penuntut umum atau petugas lembaga pemasyarakatan memberi peringatan kepada penasehat hukum (Pasal 70 ayat (2) KUHAP). Apabila masih disalahgunakan maka penasehat hukum diawasi oleh pejabat yang tersebut dalam Pasal 70 ayat (2A) KUHAP di atas. Apabila setelah diawasi tetap disalahgunakan maka hubungan tersebut disaksikan oleh pejabat dan apabila masih tetap saja disalahgunakan maka penasehat hukum tersebut dilarang, hal ini ditentukan dalam Pasal 70 ayat (3) dan ayat (4) KUHAP.
Asas ini ditegaskan dalam:
1) Pasal 56 ayat (1)Undang-Undang Nomor. 48 Tahun 2009 :” setiap orang yangtersangkut perkara berhak memperoleh bantuan hukum”
2) Pasal 54 KUHAP :”guna kepentingan pembelaan, tersangka, terdakwa berhak mendapat bantuan hukum dari seorang atau lebih penasihat hukum selama dalam waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan, menurut tata cara yang ditentukan dalam Undang-Undang ini”.
7. Peradilan Dilakukan Oleh Hakim Karena Jabatannya dan Tetap
Pengambilan keputusan salah atau tidaknya terdakwa dilakukan oleh hakim karena jabatannya dan bersifat tetap.Untuk jabatan hakim ini di angkat oleh kepala negara, ini disebut dalam Undang-Undang Pokok Kekuasaab Kehakiman Pasal 31”.24
Sistem hakim yang tetap di Indonesia mengikuti sistem di negeri Belanda
yang dahulu menganut sistem juri, tetapi sejak tahun 1813 dihapuskan.Dalam
sistem juri yang menentukan saah tidaknya terdakwa ialah suatu dewan yang
mewakili golongan-golongan dalam masyarakat.pada umumnya mereka adalah
awam atau tidak tahu hukum.
Andi Hamzah 25 , memberikan penjelasan mengenai asas pemeriksaan
disidang Pengadilan dilaksanakan oleh hakim secara langsung sebagai berikut:
24Andi, Hamzah, Op. Cit, hal. 19
25Ibid hal.21
24
“Pemeriksaan di sidang Pengadilan dilakukan oleh hakim secara langsung,
artinya langsung kepada terdakwa dan para saksi.Berbeda dengan hukum secara
Perdata dimana tergugat dapat diwakili oleh kuasanya.Pemeriksaan juga
dilakukan secara lisan artinya bukan tertulis antara hakim dan terdakwa”.
8. Asas Akusator dan Inkisitor (accusatoir dan inqisitoir)
Asas akusator adalah asas atau prinsip akusator yang menempatkan
kedudukan tersangka atau terdakwa dalam setiap tingkat pemeriksaan:
1. Adalah subjek: bukan menjadi objek pemeriksaan, karena itu tersangka atau terdakwa harus didudukkan dan diperlakukan dalam kedudukan manusia yang mempunyai harkat martabat harga diri,
2. Yang menjadi objek pemeriksaan dalam prinsip akusator adalah “kesalahan” (tindak pidana), yang dilakukan tersangka/terdakwa. Kearah itulah pemeriksaan ditujukan.26
Asas akusator, tersangka maupun terdakwa dipandang sebagai subjek
pmeriksaan.Ini berarti perbedaan antara pemeriksaan pendahuluan dan
pemeriksaan sidang pengadilan pada dasarnya telah dihilangkan.Asas akusator
ini telah ditunjukkan dalam Pasal 54 KUHAP, yang berisi ketentuan untuk
memberikan kebebasan kepada tersangka maupun terdakwa untuk mendapatkan
penasehat hukumnya.
Sedangkan asas inkisitor, Andi Hamzah27 berpendapat:
Pemeriksaan asas inkisitor adalah tersangka dipandang sebagai objek pemeriksaan.Asas inkisitor ini sesuai dengan pandangan bahwa pengakuan tersangka merupakan alat bukti terpenting.Dalam pemeriksaan selalu pemeriksa berusaha mendapatkan pengakuan dari tersangka.Kadang-kadang untuk mencapai maksud tersebut pemeriksa melakukan tindakan kekerasan atau penganiayaan.Sesuai dengan hak-hak asasi manusia yang sudah menjadi ketentuan universal, maka asas inkisitor telah ditinggalkan oleh banyak negara beradab.Selaras dengan
26M. Yahya, Harahap, Op. Cit, hal. 40
27 Andi, Hamzah, Op. Cit, hal. 7
25
itu, berubah pula sistem pembuktian yang alat-alat bukti berupa pengakuan diganti dengan keterangan terdakwa, begitu pula penambahan alat bukti berupa keterangan ahli.
Asas inkisator ini saat ini sudah ditinggalkan oleh aparat penegak hukum
karena tidak adanya perlindungan hak-hak bagi tersangka atau terdakwa.Karena
dalam asas inkisitor pengakuan tersangka atau terdakwa merupakan alat bukti
yang sangat penting sehingga seringkali tersangka atau terdakwa diperlakukan
sewenang-wenang tanpa mempedulikan hak-hak asasi kemanusiaan.Hal ini
sangat bertentangan dengan prinsip-prinsip hukum acara pidana Indonesia.
9. Pemeriksaan Hakim Yang Langsung dan Lisan
Pemeriksaan di sidang pengadilan dilakukan oleh hakim secara langsung,
artinya langsung kepada terdakwa dan para saksi. Ini beda dengan acara perdata
dimana tergugat dapat diwakili oleh kuasanya. Pemeriksaan juga dilakukan
secara lisan artinya bukan tertulis antara hakim dan terdakwa.
M. Yahya Harahap juga berpendapat:
Pasal 153 ayat (2) huruf a KUHAP menegaskan ketua sidang dalam memimpin sidang pengadilan, dilakukan secara langsung dan lisan.Tidak boleh pemeriksaan dengan perantaraan tulisan baik terhadap terdakwa maupun saksi-saksi.Kecuali bagi mereka yang bisu atau tuli, pertanyaan dan jawaban dapat dilakukan secara tertulis.Prinsip pemeriksaan dalam persidangan dilakukan secara langsung berhadap-hadapan dalam ruang sidang. Semua pertanyaan diajukan dengan lisan dan jawaban atau keteranganpun disampaikan dengan lisan, tiada lain untuk memenuhi tujuan agar persidangan benar-benar menemukan kebenaran yang hakiki. Sebab dari pemeriksaan secara langsung dan lisan, tidak hanya keterangan terdakwa atau saksi saja yang dapat didengar dan diteliti, tetapi sikap dan cara mereka memberikan keterangan dapat menentukan isi dan nilai keterangan.28
28Ibid, hal.113
26
Pengecualian dari asas langsung adalah kemungkinan putusan dijatuhkan
tanpa hadirnya terdakwa (in absentia), yaitu dalam acara pemeriksaan perkara
pelanggaran lalu lintas jalan. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 213 KUHAP, yang
berbunyi: Terdakwa dapat menunjuk seseorang dengan surat untuk mewakili
disidang.29
B. Pembuktian
1. Pengertian Pembuktian
Hukum pembuktian merupakan seperangkat kaidah hukum yang mengatur
tentang pembuktian, yakni segala proses, dengan menggunakan alat – alat bukti
yang sah, dan dilakukan tindakan – tindakan dengan prosedur khusus guna
mengetahui fakta – fakta yuridis di persidangan, system yang dianut dalam
pembuktian, syarat – syarat dan tata cara mengajukan bukti tersebut serta
kewenangan hakim untuk menerima, menolak, dan menilai suatu pembuktian.
Pembuktian merupakan masalah yang memegang peranan penting dalam proses pemeriksaan sidang pengadilan. Dengan pembuktian inilah nasib terdakwa.Apabila hasil pembuktian dengan alat – alat bukti yang ditentukan undang – undang tidak cukup membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa, terdakwa dibebaskan dari hukuman.Sebaliknua kalau kesalahan terdakwa dapat dibuktikan dengan alat – alat bukti yang disebutkan dalam Pasal 184 KUHAP, terdakwa harus dinyatakan bersalah. Kepadanya akan dijatuhkan hukuman. Oleh karena itu, para hakim harus hati – hati, cermat, dan matang menilai dan mempertimbangkan masalah pembuktian.30
Pembuktian tentang benar tidaknya terdakwa melakukan perbuatan yang didakwakan, merupakan bagian yang terpenting acara pidana.Terdapat bagian yang juga tidak kalah pentingnya dalam Hukum
29Andi Hamzah, Pengantar Hukum Acara Pidana Indonesia, (Jakarta: Ghalia, 1984),
hal. 23 30 Mohammad Taufik Makarao & Suharsil, 2004, Hukum Acara Pidana Dalam Teori dan
Praktek, Jakarta: Ghalia Indonesia, hlm 102-103.
27
Pembuktian adalah masalah pembagian beban pembuktian yang berat sebelah berarti a priori menjerumuskan pihak yang menerima beban yang terlampau berat, dalam jurang kekalahan.Melakukan pembagian beban pembuktian yang tidak adil dianggap sebagai suatu pelanggaran hukum atau undag – undang yang merupakan alasan bagi Mahkamah Agung untuk membatalkan putusan Hakim atau Pengadilan yang bersangkutan.31
Tujuan dan guna pembuktian bagi para pihak yang terlibat dalam proses pemeriksaan persidangan adalah sebagai berikut.
1. Bagi penuntut umum, pembuktian adalah merupakan usaha untuk meyakinkan hakim, yakni berdasarkan alat bukti yang ada agar menyatakan seorang terdakwa bersalah sesuai dengan surat atau catatan dakwaan.
2. Bagi terdakwa atau penasihat hukum, pembuktian adalah merupakan usaha sebaliknya untuk meyakinkan hakim yakni berdasarkan alat butki yang ada agar menyatakan seorang terdakwa dibebaskan atau dilepaskan dari tuntutan hukum atau meringankan pidananya. Untuk itu, tedakwa atau penasihat hukum jika mungkin harus mengajukan alat – alat bukti yang menguntungkan atau meringankan pihaknya. Biasanya, bukti tersebut disebut bukti kebalikan.
3. Bagi hakim, atas dasar pembuktian tersebut, yakn dengan adanya alat – alat bukti yang ada dalam persidangan, baik yang berasal dari penuntut umum maupun penasihat hukum/ terdakwa dibuat atas dasar untuk membuat keputusan.32
Menurut R.Subekti33
Pembuktian adalahproses membuktikan dan meyakinkan hakim tentang
kebenaran dalilyang dikemukan oleh para pihak dalam suatu
persengketaan di muka persidangan.
Menurut M. Yahya Harahap34,
Pembuktian adalah ketentuan yang beisi penggarisan dan pedoman kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa.Pembuktian juga
31 Subekti, 2008, Hukum Pembuktian, Jakarta: PT. Pradnya Paramita, hlm 15.
32 Alfitra, 2011, Hukum Pembuktian Dalam Beracara Pidana, Perdata dan Korupsi Di Indonesia, Jakarta: Raih Asa Sukses, hlm 25. 33 R.Subekti, Hukum Pembuktian, Pradnya Paramita, Jakarta, 1985, Hlm 1
34Ibid, Hal.252.
28
merupakan ketentuan yang mengatur alat-alat bukti yang dibenarkan undang-undang yang boleh dipergunakan hakim untuk membuktikan kesalahan yang didakwakan
Menurut pendapatnya M. Yahya Harahap 35, bahwaada beberapa teori
sistem pembuktian yaitu :
1. Conviction-in Time 2. Conviction-Raisonee 3. Pembuktian menurrut Undang-Undang secara positif 4. Pembuktian menurut Undang-Undang secara negatif
Dalam perkembangannya, hukum acara pidana menunjukkan bahwa ada
beberapa sistem atau teori untuk membuktikan perbuatan yang
didakwakan.Sistem atau teori pembuktian ini bervariasi menurut waktu dan
tempat (Negara).
Di dalam bukunya Andi Hamzah36 disebutkan bahwa terdapat beberapa
sistem atau teori pembuktian untuk membuktikan perbuatan yang didakwakan.
Sistem atau teori pembuktian itu antara lain :
a. Sistem atau teori pembuktian berdasarkan undang – undang secara positif (Positive wettelijk bewijstheorie).
Sistem pembuktian ini didasarkan melulu kepada alat – alat pembuktian yang disebut undang – undang.Dikatakan secara positif, karena hanya didasarkan kepada undang – undang melulu. Artinya, jika telah terbukti suatu perbuatan sesuai dengan alat – alat bukti yang disebut oleh undang – undang, maka keyakinan hakim tidak diperlukan sama sekali. sistem ini disebut juga teori pembuktian formal (formele bewijstheorie).
b. Sistem atau teori pembuktian berdasarkan keyakinan hakim melulu.
Sistem ini berlawana secara berhadap – hadapan dengan teori pembuktian menurut undang – undang secara positif, ialah teori
35Ibid. Hal.280
36 Jur Andi Hamzah, 2008, Hukum Acara Pidana Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, hlm 249-257.
29
pembuktian menurut keyakinan hakim melulu.Dengan system ini, pemidanaan dimmungkinkan tanpa didasarkan kepada alat – alat bukti dalam undang – undang.Sistem ini dianut oleh peradilan juri di Perancis.
c. Sistem atau teori pembuktian berdasarkan keyakinan hakim atas alasan yang logis (Laconviction Raisonnee).
Menurut teori ini, hakim dapat memutuskan seseorang bersalah berdasar keyakinannya, keyakinan yang didasarkan kepada dasar – dasar pembuktian disertai dengan suatu kesimpulan (conclusive) yang berlandaskan kepada peraturan – peraturan pembuktian tertentu.Jadi keputusan hakim dijatuhkan dengan suatu motivasi.
Sistem pembuktian ini disebut juga pembuktian bebas Karena hakim bebas untuk menyebut alasan – alasan keyakinannya.
Intinya, sistem ini berpangkal tolak pada keyakinan hakim, tetapi keyakinan itu harus didasarkan kepada suatu kesimpulan (conclusive)yang logis, yang tidak berdasarkan kepada undang – undang, tetapi ketentuan – ketentuan menurut ilmu pengetahuan hakim sendiri, menurut pilihanya sendiri tetang pelaksanaan pembuktian yang mana yang ia akan pergunakan.
d. Teori pembuktian berdasarkan Undang – undang secara Negatif (Negatief Wettelijk).
Sistem ini berpangkal tolak pada aturan – aturan pembuktian yang ditetapkan secara limitative oleh undang – undang, tetapi hal itu harus diikuti dengan keyakinan hakim.
Sistem pembuktian yang dianut di Indonesia adalah menggunakan teori pembuktian berdasarkan undang – undang secara negatif (negatief wettelijk)37
Hal yang sama juga digunakan di Negara Eropa Kontinental yang tertuang
dalam Pasal 183 KUHAP.
Dalam Pasal 183 KUHAP berbunyi sebagai berikut :
“Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang, kecuali apabila dengan sekurang – kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar – benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.”
Dari kalimat tersebut nyata bahwa pembuktian harus didasarkan kepada
undang – undang (KUHAP), yaitu alat bukti yang sah tersebut dalam Pasal 184
37Samidjo, 1988, Responsi Hukum Acara Pidana Dalam Penerapan Sistem Kredit Semester, hlm 239-240.
30
KUHAP, disertai dengan keyakinan hakim yang diperoleh dari alat – alat bukti
tersebut.
Pembuktian dalam perkara pidana menurut hukum acara pidana itu: 1. Bertujuan mencari kebenaran material, yaitukebenaran sejati atau
yang sesungguhnya. 2. Hakimnya bersifat aktif. Hakim berkewajibanuntuk mendapatkan
bukti yang cukup untukmembuktikan tuduhan kepada tertuduh. 3. Alat buktinya bisa berupa keterangan saksi,keterangan ahli, surat,
petunjuk, keteranganterdakwa.38
Pembuktian dalam hukum acara pidana merupakan titik sentral di dalam pemeriksaan perkara di pengadilan. Hal ini karena melalui tahapan pembuktian inilah terjadi suatu proses, cara, perbuatan membuktikan untuk menunjukkan benar atau salahnya si terdakwa terhadap suatu perkara pidana di dalam sidang pengadilan. Pembuktian adalah ketentuan-ketentuan yang berisi penggarisan dan pedoman tentang cara-cara yang dibenarkan undang-undang membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa.Pembuktian juga merupakan ketentuan yang mengatur alat-alat bukti yang dibenarkan undang-undang yang boleh dipergunakan hakim membuktikan kesalahan yang didakwakan.Pembuktian adalah kegiatan membuktikan, dimana membuktikan berarti memperlihatkan bukti-bukti yang ada, melakukan sesuatu sebagai kebenaran, melaksanakan, menandakan, menyaksikan dan meyakinkan.39
Pembuktian tentang benar tidaknya terdakwa melakukan perbuatan yang didakwakan, merupakan bagian yang terpenting acara pidana.Dalam hal ini pun hak asasi manusia dipertaruhkan. Bagaimana akibatnya jika seseorang yang didakwa dinyatakan terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan berdasarkan alat bukti yag ada disertai keyaknan hakim, untuk mencari kebenaran materiil, berbeda dengan hukum acara perdata yang cukup puas dengan kebenaran formal.40
Bentuk perbandingannya adalah jikalau kekuatan pembuktian dari akte autentik di dalam acara perdata bersifat mengikat hakim,karena hakim perdata harus menganggap sesuatu hal terbukti oleh akte autentik kecuali jika ada kontra bukti yang melumpuhkan kekuatan pembuktian dari akte
38http://www.pnpm-
perdesaan.or.id/downloads/Pembuktian%20dalam%20Perkara%20Pidana.pdf, diakses tanggal 4 Juli 2013
39http://lawmetha.wordpress.com/2011/06/03/pembuktian-dalam-hukum-acara-pidana/, diakses tanggal 4 juli 2013
40 Jur Andi Hamzah, 2008, Hukum Acara Pidana Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, hlm 249.
31
itu, maka dalam hukum acara pidana lain lagi, bagi Hakim, tidak ada alat bukti satupun yang akan mengikat hakim tentang kekuatan pembuktian, kecuali kalau tidak yakin akan kesalahan dari terdakwa, tentunya hakim tidak boleh serampangan menyampingkan begitu saja suatu akte autentik sebagai bukti melainkan harus ada alasan yang bisa dipertanggungjawabkan.41
Pembuktian merupakan proses untuk menentukan hakikat adanya fakta-
fakta yang diperoleh melalui ukuran yang layak dengan pikiran yang logis
terhadap fakta-fakta masa lalu yang tidak terang menjadi terang yang
berhubungan dengan adanya tindak pidana. Pembuktian dalam acara pidana
sangat penting karena nantinya akan terungkap kejadian yang sebenarnya
berdasarkan berbagai macam alat bukti yang ada dalam persidangan.
Secara konkret, Adami Chazawi menyatakan42, bahwa dari pemahaman tentang arti pembuktian di sidang pengadilan,
sesungguhnya kegiatan pembuktian dapat dibedakan menjadi 2 bagian,
yaitu:
1. Bagian kegiatan pengungkapan fakta. 2. Bagian pekerjaan penganalisisan fakta yang sekaligus penganalisisan
hukum.
Di dalam bagian pengungkapan fakta, alat-alat bukti diajukan ke muka sidang oleh Jaksa Penuntut Umum dan Penasehat Hukum atau atas kebijakan majelis hakim untuk diperiksa kebenarannya. Proses pembuktian bagian pertama ini akan berakhir pada saat ketua majelis mengucapkan secara lisan bahwa pemeriksaan terhadap perkara dinyatakan selesai (Pasal 182 ayat (1) huruf a KUHAP). Setelah bagian kegiatan pengungkapan fakta telah selesai, maka selanjutnya Jaksa Penuntut Umum, Penasehat Hukum, dan majelis hakim melakukan penganalisisan fakta yang sekaligus penganalisisan hukum. Oleh Jaksa Penuntut Umum pembuktian dalam arti kedua ini dilakukannya dalam surat tuntutannya (requisitoir). Bagi Penasehat Hukum pembuktiannya
41C. Djisman Samosir, 1985, Hukum Acara Pidana Dalam Perbandingan, Bandung: Bina
Cipta, hlm. 90. 42http://lawmetha.wordpress.com/2011/06/03/pembuktian-dalam-hukum-acara-pidana/,
diakses tanggal 14 Juli 2013
32
dilakukan dalam nota pembelaan (peledooi), dan akan dibahas majelis hakim dalam putusan akhir (vonnis) yang dibuatnya.
Menurut M. Yahya Harahap43., Pembuktian adalah ketentuan yang beisi penggarisan dan pedoman kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa. Pembuktian juga merupakan ketentuan yang mengatur alat-alat bukti yang dibenarkan undang-undang yang boleh dipergunakan hakim untuk membuktikan kesalahan yang didakwakan
Pembuktian ini menjadi penting apabila suatu perkara tindak pidana telah
memasuki tahap penuntutan di depan sidang pengadilan. Tujuan adanya
pembuktian ini adalah untuk membuktikan apakah terdakwa benar bersalah atas
tindak pidana yang didakwakan kepadanya.
Menurut M.Yahya Harahap44 hanya alat bukti yang mencapai batas minimal yang memiliki nilai kekuatan pembuktian untuk membuktikan kesalahan terdakwa. Apabila alat bukti tidak mencapai sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah dalam KUHAP, maka pelanggaran itu dengan sendirinya menyampingkan standar Beyond a reasonable doubt (patokan penerapan standar terbukti secara sah dan meyakinkan) dan pemidanaan yang dijatukan dapat dianggap sewenang-wenang.
Sistem pembuktian dalam kasus ini tentang tindak pidana pembunuhan
menggunakan teori pembuktian undang-undang secara negatif (negatief
wettelijk), hakim di dalam mengambil keputusan tentang salah atau tidaknya
seorang terdakwa terikat oleh alat bukti yang ditentukan oleh undang-undang dan
43M. Yahya harahap, 2002, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP
Pemeriksaaan sidang Pengadilan Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali, Sinar Grafika, Jakarta, Hal.252.
44http://lawmetha.wordpress.com/2011/06/03/pembuktian-dalam-hukum-acara-pidana/, diakses tanggal 14 Juli 2013
33
keyakinan hakim sendiri. Jadi, didalam sistem negatif ada dua hal yang
merupakan syarat untuk membuktikan kesalahan terdakwa, sesuai dengan
pendapatnya Alfitra45yakni :
Wettelijk : adanya alat bukti yang sah yang telah ditetapkan oleh undang-undang. Negatif : adanya keyakinan dari hakim, yakni berdasarkan bukti-bukti tersebut hakim meyakini kesalahan terdakwa.
Alat bukti yang telah ditentukan undang-undang tidak bisa ditambah
dengan alat bukti lain, serta berdasarkan alat bukti yang diajukan dipersidangan
seperti yang ditentukan oleh undang-undang belum bisa memaksa seorang hakim
menyatakan terdakwa bersalah telah melakukan tindak pidana yang didakwakan
Sedangkan sistem pembuktian yang dianut dalam KUHAP, bahwa
tercantum dalam Pasal 183 KUHAP bahwa untuk menentukan salah atau
tidaknya seorang terdakwa dan untuk menjatuhkan pidana kepada terdakwa
harus :
1. Kesalahannya terbukti dengan sekurang-kurangnya “dua alat bukti yang sah”.
2. Dan atas keterbuktian dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah, hakim “memperoleh keyakinan” bahwa tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah
Dengan ketentuan tersebut menjadikan hakim tidak boleh menjatuhkan
pidana kepada seseorang, apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti
yang sah dan dengan itu hakim memperoleh keyakinan bahwa tindak pidana
tersebut apakah benar-benar terjadi dan terdakwa benar-benar terbukti
melakukan apa yang didakwakan ataupun dakwaan tersebut tidak benar terjadi
45 Alfitra, Hukum Pembuktian dalam Beracara Pidana, Perdata, dan Korupsi di
Indonesia, Jakarta: Raih Asa Sukses, 2011. Hal 29
34
(Pasal 183 KUHAP). Arti pembuktian ditinjau dari segi hukum acara pidana
merupakan ketentuan yang membatasi sidang pengadilan dalam usaha mencari
dan mempertahankan kebenaran. Hakim, jaksa, dan terdakwa ataupun penasehat
hukum semua terikat dalam ketentuan mengenai tata cara dan penilaian alat
bukti yang telah ditentukan. Karena sesuai dengan aturan kalau semua tata cara
dalam beracara di acara pidana diatur seluruhnya dalam KUHAP, dan tidak
boleh menyimpanginya.
2. Macam – macam alat bukti dalam KUHP
Di dunia ilmu pengetahuan hukum ada dua sistem yang dianut. Yang satu
dinamakan sistim “accusatoir”, yang lain sistim “inquisitoir”. Intinya sistim
accuisitoir itu adalah menganggap seorang tersangka, yaitu pihak yang didakwa
sebagai suatu subjek berhadapan dengan pihak yang mendakwa, sehingga kedua
belah pihak mempunyai hak – hak yang sama nilainya dan hakim berada di atas
kedua belah pihak itu untuk menyelesaikan soal perkara (pidana) antara mereka
menurut peraturan Hukum Pidana yang berlaku. Sedangkan sistim inquisitoir itu
menganggap si tersangka sebagai suatu barang, suatu objek, yang harus
diperiksa ujudnya berhubung dengan suatu pendakwaan.Pemeriksaan ujud ini
berupa pedengaran si tersangka tentang dirinya pribadi.Oleh karena sudah ada
suatu pendakwaan yang sedikit banyak telah diyakini kebenarannya oleh yang
mendakwa melalui sumber pengetahuan di luar tersangka, maka pendengaran
tersangka sudah semestinya merupakan pendorongan kepada tersangka, supaya
mengaku saja kesalahannya.
35
Sekiranya sudah terang, bahwa dalam Negara Indonesia, juga berhubung
dengan adanya suatu sila dari Pancasila yang merupakan Peri Kemanusiaan,
harus dalam hakekatnya dianut sistim accusatoir.Maka dalam melakukan
kewajibannya pejabat – pejabat dan penuntut perkara pidana harus selalu ingat
kepada hakekat ini dan menganggap tersangka selalu sebagai seorang subjek
yang mempunyai hak penuh untuk membela diri.
Alat bukti adalah segala sesuatu yang ada hubungannya dengan suatu perbuatan, dimana dengan alat –alat bukti tersebut, dapat digunakan sebagai bahan pembuktian guna menimbulkan keyakinan hakim atas kebenaran adanya suatu tindak pidana yang telah dilakukan oleh terdakwa.46
Proses pemeriksaan pada acara pidana diperlukan ketentuan – ketentuan
dalam hukum acara pidana yang akan terlihat dalam acara pemeriksaan biasa
yang terkesan sulit dalam pembuktiannya dan membutuhkan penerapan hukum
yang benar dan pembuktian yang obyektif dan terhindar dari rekayasa para
pelaksana persidangan. Untuk menemukan suatu kebenaran yang obyektif juga
salah satunya dengan menggunakan alat bukti. Berdasarkan Pasal 184 ayat (1)
KUHAP disebutkan mengenai alat bukti yang sah untuk membantu hakim dalam
mengambil keputusan, alat bukti itu ialah :
a. Keterangan Saksi b. Keterangan Ahli c. Surat d. Petunjuk e. Keterangan terdakwa.
a. Keterangan Saksi.
46 Alfitra, 2011, Hukum Pembuktian Dalam Beracara Pidana, Perdata dan Korupsi Di
Indonesia, Jakarta: Raih Asa Sukses, hlm 23.
36
Pada umumnya semua orang bisa menjadi saksi. Pengecualiannya
terdapat dalam Pasal 168 KUHAP berikut :
a. Keluarga sedarah atau semenda dalam garis lurus ke atas atau ke bawah sampai derajat ketiga dari terdakwa atau yang bersama – sama sebagai terdakwa;
b. Saudara dari terdakwa atau yang bersama – sama sebagai terdakwa, saudara ibu atau saudara bapak, juga mereka yang mempunyai hubungan karena perkawinan, dan anak – anak saudara terdakwa sampai derajat ketiga;
c. Suami atau istri terdakwa meskipun sudah bercerai atau yang bersama – sama sebagai terdakwa.
Di dalam Pasal 170 KUHAP dijelaskan juga mengenai mereka – mereka yang karena pekerjaannya, harkat, martabat, atau jabatannya diwajibkan menyimpan rahasia, dapat minta dibebaskan dari kewajiban memberi keterangan sebagai saksi.Menurut penjelasan Pasal tersebut, pekerjaan atau jabatan yang menentukan adanya kewajiban untuk kewajiban untuk menyimpan rahasia ditentukan oleh peraturan perundang – undangan.Selanjutnya dijelaskan bahwa jika tidak ada ketentuan peraturan perundang – undangan yang mengatur tentang jabatan atau pekerjaan yang dimaksud, maka seperti ditentukan oleh ayat ini, hakim yang menentukan sah atau tidaknya alasan yang dikemukakan untuk mendapatkan kebebasan tersebut.47
Keterangan saksi yang diberikan di depan penyidik sebagaimana terdapat
dalam berita acara penyidikan (berkas perkara) merupakan pedoman dalam
pemeriksaan sidang.
Menurut Pasal 163 KUHAP, dikatakan bahwa jika keterangan saksi di
dalam sidang ternyata berbeda dengan yang ada dalam berkas perkara, hakim
ketua sidang mengingatkan saksi tentang hal itu serta meminta keterangan
mengenai perbedaan yang ada dan dicatat dalam berita acara persidangan.
Harus juga diingat bahwa perbedaan keterangan saksi tersebut harus
disertai dengan alasan – alasan yang bisa diterima.Apabila bisa diterima baru
47 Jur Andi Hamzah, 2008, Hukum Acara Pidana Indonesia, Jakarta : Sinar Grafika, hlm 262.
37
bisa dicatat dalam berita acara persidangan.Apabila tidak bisa diterima akal,
tentu saja pencabutan keterangan saksi tersebut harus ditolak.
b. Keterangan Ahli.
Definisi ahli menurut :
a. Pasal 120 KUHAP, adalah ahli yang mempunyai keahlian khusus. b. Pasal 132 KUHAP, adalah ahli yang mempunyai keahlian tentang
surat dan tulisan palsu. c. Pasal 133 KUHAP menunjuk Pasal 179 KUHAP, untuk menentukan
korban luka keracunan atau mati adalah ahli kedokteran kehakiman atau dokter ahli lainnya.
Keterangan seorang ahli disebut sebagai alat bukti pada urutan kedua
oleh Pasal 183 KUHAP.Ini berbeda dengan HIR dahulu tidak mencantumkan
keterangan ahli sebagai alat bukti. Keterangan ahli sebagai alat bukti tersebut
sama dengan Ned.Sv. dan hukum acara pidana modern di banyak negeri.
Berdasarkan Pasal 186 KUHAP yang menyatakan bahwa keterangan ahli ialah apa yang seorang ahli nyatakan di bidang pengadilan. Jadi, Pasal tersebut tidak menjawab siapa yang disebut ahli dan apa itu keterangan ahli. Pada penjelasan Pasal tersebut juga tidak menjelaskan hal ini.Keterangan ahli menurut Pasal 343 Ned. Sv. Disana dikatakan bahwa keterangan ahli adalah pendapat seorang ahli yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan yang dipelajarinya,tentang sesuatu apa yang dimintai pertimbangannya.48
Keterangan ahli dan keterangan saksi itu berbeda. Jika dilihat dari segi
isi keterangan yang diberikan, maka terlihat perbedaannya yaitu ketika seorang
saksi memberikan keterangan maka ia hanya memberikan keterangan mengenai
apa yag dialami saksi itu sendiri sedangkan keterangan seorang ahli ialah
mengenai suatu penilaian mengenai hal – hal yang sudah nyata ada dan
pengambilan kesimpulan mengenai hal itu sesuai bidang ilmu yang ahli kuasai.
48Ibid, hlm 272-273.
38
c. Surat
Alat bukti surat selanjutnya adalah surat yang pengertiannya dicantumkan
dalam Pasal 187 KUHAP yang berbunyi sebagai berikut:
“Surat sebagaimana tersebut pada Pasal 184 ayat (1) huruf c, dibuat atas sumpah jabatan atau dikaitkan dengan sumpah, adalah : a. Berita acara dan surat lain dalam bentuk resi yang dibuat oleh
pejabat umum yang berwenang atau yang dibuat dihadapannya, yang memuat keterangan tentang kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat atau dialaminya sendiri, disertai dengan alasan yang jelas dab tegas tentang keteranganya itu;
b. Surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang – undangan atas surat yang dibuat oleh pejabat mengenai hal yang termasuk dalam tata laksana yang menjadi tanggung jawabnya dan diperuntukkan bagi pembuktian sesuatu hal atau sesuatu keadaan;
c. Surat keterangan dari seorang ahli yanh memuat pendapat berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi daripadanya;
d. Surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi dari alat pembuktian yang lain.
Menurut ketentuan Pasal 187 KUHAP, dapat diambil kesimpulan
bahwa surat yang dapat dinilai sebagai alat bukti yang sah menurut Undang-
Undang adalah:
1) Surat yang dibuat atas sumpah jabatan;
2) Surat yang dikuatkan dengan sumpah.
Sebagai syarat mutlak dalam menentukan dapat atau tidaknya suatu surat
dikategorikan sebagai suatu alat bukti yang sah ialah bahwa surat-surat itu harus
dibuat diatas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah. Selain dari itu
maksud Pasal ini juga dapat diartikan bahwa pejabat-pejabat yang mempunyai
wewenang untuk membuat surat-surat tersebut, dibebaskan untuk menghadap
sendiri dipersidangan oleh karena surat-surat yang telah mereka tanda tangani
39
atas sumpah jabatan atau yang dikuatkan dengan sumpah cukup dibacakan
dipersidangan dan pembacaan surat-surat tersebut telah dianggap mempunya
kekuatan bukti yang sama dengan apabila mereka menerangkannya sendiri
secara lisan dihadapan persidangan pengadilan.49
Kekuatan pembuktian alat bukti surat dapat ditinjau dari beberapa segi
yaitu 50:
1) Dari segi formil Apabila dilihat dari segi formal alat bukti surat yang disebut dalam Pasal 187 huruf a, b, c KUHAP adalah alat bukti yang sempurna. Oleh karena itu mempunyai kekuatan pembuktian formal yang sempurna
2) Dari segi materiil Apabila dilihat dari segi materiil semua alat bukti surat yang disebut Pasal 187 KUHAP bukan alat bukti yang mempunyai kekuatan mengikat. Nilai kekuatan pembuktian alat bukti surat sama dengan alat bukti yang lain mempunyai kekuatan pembuktian bebas.
Menurut M.Yahya Harahap51:
“Berdasarkan ketentuan mengenai kekuatan pembuktian dilihat dari segi materiil dengan demikian dapat dikatakan bahwa alat bukti surat mempunyai kekuatan pembuktian yang bebas, hakim bebas menilai kekuatannya dan kebenarannya yang dapat ditinjau dari beberapa alasan yaitu dari segi azas kebenaran sejati, segi keyakinan hakim maupun dari azas batas minimum pembuktian”.
Kekuatan dan penilaian alat bukti terdapat dalam Pasal 185 sampai
dengan Pasal 189 KUHAP.Kekuatan alat bukti atau juga dapat disebut sebagai
efektivitas alat bukti terhadap suatu kasus sangat bergantung dari beberapa
faktor. Suatu sikap tindak atau perilaku hukum dianggap efektif apabila sikap
49 Djoko Prakoso, 1987, Dasar-dasar IlmuKedokteran kehakiman, Jakarta : PT Bina Aksara, Hal.43
50M Yahya Harahap, Op.Cit, Hal 289. 51Ibid, Hal 291.
40
atau perilaku pihak lain menuju ke satu tujuan yang dikehendaki. Pembuktian
walaupun ditinjau dari segi formal alat bukti surat resmi (otentik) yang berbentuk
surat yang dikeluarkan berdasarkan ketentuan undang-undang adalah alat bukti
yang sah dan bernilai sempurna, nilai kesempurnaannya pada alat bukti surat
yang bersangkutan tidak mendukung untuk berdiri sendiri. Bagaimanapun sikap
kesempurnaan formal yang melekat pada dirinya, alat bukti surat tetap tidak
cukup sebagai alat bukti yang berdiri sendiri. Ia harus tetap memerlukan
dukungan alat bukti lain. Artinya, sifat kesempurnaan formalnya harus tunduk
pada asas batas minimum pembuktian yang ditentukan dalam Pasal 183 KUHAP.
Ada dua hal yang perlu diingat tentang kekuatan alat bukti surat, sesuai
pendapatnya Alfitra52yaitu :
1) Bagaimanapun kekuatan pembuktian yang diberikan terhadap bukti-bukti surat dalam perkara pidana dikuasai oleh aturan bahwa mereka harus menentukan keyakinan hakim. Dengan demikian, dalam perkara pidana, akta yang sama dapat saja dikesampingkan oleh hakim.
2) Pembuktian dalam perkara pidana adalah untuk mencari kebenaran materiil.
d. Petunjuk
Pasal 188 ayat (1) KUHAP memberi definisi petunjuk sebagai berikut:
“Petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau keadaan, yang karena persesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya”.
Diperjelas lagi di ayat (2) Pasal diatas, yang berbunyi :
“Petunjuk sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat diperoleh dari :
a. Keterangan saksi;
52Alfitra.Op.Cit. Hal.93
41
b. Surat; c. Keterangan terdakwa.
Dalam ayat (3) dijelaskan lebih lanjut sebagai berikut :
“Mengenai kekuatan pembuktian dari suatu petunjuk dalam setiap keadaan tertentu dilakukan oleh hakim dengan arif lagi bijaksana, setelah ia mengadakan pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan kesaksamaan berdasarkan hati nuraninya”.
Jadi, berbeda dengan alat bukti yang lain, yakni keterangan saksi,
keterangan ahli, surat, dan keterangan terdakwa. Pengertian diperoleh, artinya
alat bukti petunjuk bukan merupakan alat bukti langsung (indirect bewijs). Oleh
karena itu, banyak yang menganggap alat bukti petunjuk bukan merupakan alat
bukti.
Menurut Van Bemmelen 53 mengatakan, “Akan tetapi keasalahan yang
terutama adalah, bahwa orang telah menganggap petunjuk – petunjuk itu sebagai
suatu alat bukti, sedang dalam kenyataannya adalah tidak demikian.”
e. Keterangan Terdakwa
Alat bukti keterangan terdakwa merupakan urutan terakhir dalam Pasal
184 ayat (1) KUHAP. Penempatannya pada urutan terakhir inilah salah satu
alasan yang dipergunakan untuk menempatkan proses pemeriksaan keterangan
terdakwa dilakukan sesudah pemeriksaan keterangan saksi – saksi.
Dapat dilihat dengan jelas bahwa “keterangan terdakwa” sebagai alat bukti tidak perlusama atau berbentuk pengakuan.Semua keterangan terdakwa hendaknya di dengar.Apakah itu berupa penyangkalan,pengakuan, ataupun pengakuan sebagian dari perbuatan atau keadaan. Tidak perlu hakim mempergunakan seluruh keterangan seorang terdakwa atau saksi, demikian menurut HR dengan arrest-nya tanggal 22 Juni 1944.
53 Alfitra, 2011, Hukum Pembuktian Dalam Beracara Pidana, Perdata dan Korupsi Di
Indonesia, Jakarta: Raih Asa Sukses, hlm 102.
42
Keterangan terdakwa tidak perlu sama dengan pengakuan, karena pengakuan sebgai alat bukti mempunyai syarat – syarat berikut ;
a. Mengaku ia yang melakukan delik yang didakwakan. b. Mengaku ia bersalah.
Keterangan Terdakwa sebagai alat bukti dengan demikian lebih luas pengertiannya dari pengakuan terdakwa, bahkan menurut Memorie van Toelichting Ned.Sv.penyangkalan terdakwa boleh juga menjadi alat bukti sah.54
Alat - alat bukti di atas dapat diajukan dari pihak terdakwa maupun dari
pihak Kejaksaan. Biasanya jika alat bukti tersebut diajukan dari pihak terdakwa
maka terkesan untuk meringankan hukuman terdakwa, sedangkan jika alat bukti
tersebut dihadirkan oleh pihak kejaksaan dalam hal ini oleh jaksa maka sifat alat
bukti tersebut terkesan untuk memberatkan karena seorang jaksa kedudukannya
sebagai wakil dari Negara dan demi kepentingan masyarakat umum maka ia
harus bersikap obyektif.
Selain dengan alat bukti tersebut hakim telah menemukan keyakinan
bahwa perbuatan tersebut merupakan tindak pidana dan terdakwalah yang
melakukan tindak pidana, jika dengan alat bukti tersebut hakim tidak menemukan
keyakinannya maka alat bukti tersebut tidak bisa dijadikan acuan untuk
membuktikan bahwa itu merupakan tindak pidana.
Tindak pidana “Pembunuhan", penyidik dan hakim dapat
mengungkapkannya dengan menggunakan alat bukti surat yang berkaitan dengan
kasus di atas, hal ini dilakukan untuk membuktikan bahwa telah terjadi
kesengajaan untukmenggunakan surat palsu tersebut, dalam hal ini adalah ijazah
yang dipalsukan tetapi selain itu juga harus didasarkan pada persesuaian antara
54 Jur Andi Hamzah, 2008, Hukum Acara Pidana Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, hlm
278.
43
keterangan para saksi yang ada dengan barang bukti yang diajukan di
persidangan.
Hukum pembuktian merupakan seperangkat kaidah hukum yang mengatur
tentang pembuktian, yakni segala proses, dengan menggunakan alat – alat bukti
yang sah, dan dilakukan tindakan – tindakan dengan prosedur khusus guna
mengetahui fakta – fakta yuridis di persidangan, system yang dianut dalam
pembuktian, syarat – syarat dan tata cara mengajukan bukti tersebut serta
kewenangan hakim untuk menerima, menolak, dan menilai suatu pembuktian.
C. Visum Et Repertum
1. Pengertian Visum Et Repertum
Visum Et Repertum adalah istilah yang dikenal dalam Ilmu Kedokteran
Forensik, biasanya dikenal dengan nama “Visum”. Visum berasal dari bahasa
Latin, bentuk tunggalnya adalah “visa”. Dipandang dari arti etimologi atau tata
bahasa, kata “visum” atau “visa” berarti tanda melihat atau melihat yang
artinya penandatanganan dari barang bukti tentang segala sesuatu hal yang
ditemukan, disetujui, dan disahkan, sedangkan “Repertum” berarti melapor yang
artinya apa yang telah didapat dari pemeriksaan dokter terhadap korban. Secara
etimologi visum et repertum adalah apa yang dilihat dan diketemukan.55
55http://jasapembuatanweb.co.id/artikel-ilmiah/pengertian-visum-et-repertum, diakses
pada tanggal 2 Juni 2013
44
Berdasarkan ketentuan hukum acara pidana Indonesia, khususnya
KUHAP tidak diberikan pengaturan secara eksplisit mengenai pengertian visum
et repertum. Satu-satunya ketentuan perundangan yang memberikan pengertian
mengenai visum et repertum yaitu Staatsblad Tahun 1937 Nomor 350. Disebutkan
dalam ketentuan Staatsblad tersebut bahwa : “Visum et Repertum adalah laporan
tertulis untuk kepentingan peradilan (pro yustisia) atas permintaan yang
berwenang, yang dibuat oleh dokter, terhadap segala sesuatu yang dilihat dan
ditemukan pada pemeriksaan barang bukti, berdasarkan sumpah pada waktu
menerima jabatan, serta berdasarkan pengetahuannya yang sebaik-baiknya.56
Visum Et Repertum disingkat VeR adalah keterangan tertulis yang dibuat
oleh dokter dalam ilmu kedokteran forensik atas permintaan penyidik yang
berwenang mengenai hasil pemeriksaan medik terhadap manusia, baik hidup atau
mati ataupun bagian atau diduga bagian tubuh manusia, berdasarkan
keilmuannya dan di bawah sumpah, untuk kepentingan pro yustisia.
Visum Et Repertum kemudian digunakan bukti yang sah secara hukum mengenai
keadaan terakhir korban penganiayaan, pemerkosaan, maupun korban yang
berakibat kematian dan dinyatakan oleh dokter setelah memeriksa (korban).57
Keterangan ahli yang diminta penyidik dapat berupa keterangan lisan
maupun tulisan. Khusus mengenai keterangan tertulis yang dibuat oleh dokter
kehakiman untuk kepentingan peradilan lazim disebut dengan visum et repertum.
56http://jasapembuatanweb.co.id/artikel-ilmiah/pengertian-visum-et-repertum, diakses
pada tanggal 2 Juni 2013 57http://id.wikipedia.org/wiki/Visum_et_repertum#Visum_et_repertum_jenazah , dikses
pada tanggal 2 Juni 2013
45
Menurut pendapat Dr. Tjan58 :
artivisum et repertum itu sendiri adalah suatu keterangan dokter tentang “apa yang dilihat dan diketemukan” di dalam melakukan pemeriksaan terhadap orang yang luka, atau terhadap mayat. Jadi merupakan kesaksian tertulis. Dengan demikian visum et repertum merupakan alat bukti yang sah, tetap hanya pemberitaannya saja, sebab pemberitaan adalah kesaksian tertulis yang tidak bisa ditawar harus diterima sebagai “feit”, sebagai suatu kenyataan.
Berbagai macam perkara pidana yang menyangkut kejahatan terhadap
tubuh manusia memerlukan Visum Et Repertum. Dalam Pasal 133 ayat (1)
KUHAP, menyatakan bahwa:
Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya.
Fungsi Visum Et Repertumselain bagi penyidik, hakim serta penuntut umum
dalam ruang lingkup pengadilan juga memfungsikan sedemikian rupa. Suatu kasus
antara yang satu dengan yang lainnya memberikan kontribusi yang berbeda bagi para
pelaku dalam ruang lingkup pengadilan, yang tetap merunjuk pada satu kesimpulan
bahwa Visum Et Repertum berfungsi bagi kepentingan peradilan.
Rahman Syamsuddin59 menyatakan bahwa:
Fungsi Visum Et Repertumdalam pengungkapan suatu kasus pemerkosaan menunjukkan peran yang penting bagi tindakan pihak kepolisian selaku aparat penyidik. Pembuktian terhadap unsur tindak pidana pemerkosaan dari hasil pemeriksaan yang termuat dalam Visum Et Repertum,
58 R. Atang Ranoemihardjo. Ilmu Kedokteran Kehakiman (Forensic Science).Tarsito.
Bandung. 1991. Hal 18. 59Rahman Syamsuddin, Peranan Visum Et Repertum di Pengadilan, Jurnal Al-Risalah, Volume 11 No. 1 Mei 2011, hal. 189.
46
menentukan langkah yang diambil pihak kepolisian dalam mengusut suatu kasus pemerkosaan.
Hal yang hampir sama dikemukakan oleh Adami Chazawi60 bahwa:
Visum Et Repertum maupun laporan hasil audit investigasi berfungsi yang sama bagi hakim, ialah untuk membantu dalam hal pembuktian, khususnya menemukan sesuatu keadaan yang menentukan terhadap penyelesaian perkara pidana. R. Soeparmono 61 menyatakan bahwa:
Visum Et Repertum semata – mata hanya dibuat agar suatu perkara
pidana menjadi jelas dan hanya berguna bagi kepentingan pemeriksaan
dan untuk keadilan serta diperuntukkan bagi kepentingan peradilan.
Menggarisbawahi pada pendapat yang dikemukakan oleh R. Soeparmono
bahwa Visum Et Repertum berguna bagi kepentingan pemeriksaan dalam hal ini
bagi penyidik untuk membuktikan ada atau tidaknya suatu tindak pidana. Selain
itu bagi kepentingan peradilan bagi penuntut umum untuk memberikan suatu
dakwaan kepada tersangka, serta hakim untuk membuat putusan yang layak bagi
para pelaku tindak pidana.
R. Soeparmono62 pada akhirnya memberikan kesimpulan yakni: Tujuan Visum Et Repertum adalah, untuk memberikan kepada Hakim ( Majelis ) suatu kenyataan akan fakta – fakta dan bukti – bukti tersebut atas semua keadaan / hal sebagaimana tertuang dalam bagian pemberitaan agar Hakim dapat mengambil putusannya dengan tepat atas dasar kenyataan atau fakta – fakta tersebut, sehingga dapat menjadi pendukung atas keyakinan hakim.
Staatsblad ( Lembaran Negara ) No. 350 Tahun 1937 Pasal 1 dan Pasal 2
menyatakan Visum Et Repertum adalah : 60http://adamichazawi.blogspot.com/2009/07/peran-hasil-audit-investigasi-dalam-hal.html.diakses pada tanggal 24 Juni 2013. 61R.Soeparmono,Op.cit, hal. 98. 62R. Soeparmono, Op.cit, hal.100.
47
“Suatu keterangan tertulis yang dibuat oleh dokter atas sumpah atau janji
tentang apa yang dilihat pada benda yang diperiksanya yang mempunyai
daya bukti dalam perkara pidana."63
Abdul Mun’im Idris64 memberikan pengertian Visum Et Repertum adalah suatu laporan tertulis dari dokter yang telah disumpah tentang apa yang dilihat dan ditemukan pada barang bukti yang diperiksanya serta memuat pula kesimpulan dari pemeriksaan tersebut guna kepentingan peradilan.
Menurut beberapa pendapat para ahli mengenai Visum Et Repertum
dapat disimpulkan bahwa Visum Et Repertum adalah keterangan dokter tentang
apa yang dilihat dan ditemukan dalam melakukan pemeriksaan barang bukti guna
kepentingan peradilan, jadi dalam hal ini Visum Et Repertum merupakan
kesaksian tertulis dalam proses peradilan.
Dengan demikian permohonan visum et repertum dilakukan secara
tertulis, hal ini agar dokter atau ahli yang bersangkutan benar- benar mendapat
perlindungan hukum dan dengan demikian mereka tidak ragu-ragu dalam
melakukan tugas kewajibannya tanpa ada sesuatu kekhawatiran akan timbulnya
keberatan dari pihak manapun.
Visum Et Repertum dimintakan oleh penyidik untuk kepentingan peradilan
terhadap indikasi adanya suatu tindak pidana. Fungsi Visum Et Repertum semata
– mata hanya dibuat agar suatu perkara pidana menjadi jelas dan hanya berguna
63http://tulussitanggang.blogspot.com/2011/05/skenario-5-misteri-sebuah-kematian.html. Diakses pada tanggal 15 Juni 2013 64No name, http://www.scribd.com/doc/78852544/catatan-kecil.diakses pada tanggal 15 Juni 2013.
48
bagi kepentingan pemeriksaan dan untuk keadilan serta diperuntukkan bagi
kepentingan peradilan.65
Menurut Adami Chazawi66 bahwa, Visum Et Repertum maupun laporan hasil audit investigasi berfungsi yang sama bagi hakim, ialah untuk membantu dalam hal pembuktian, khususnya menemukan sesuatu keadaan yang menentukan terhadap penyelesaian perkara pidana.
Sebenarnya tujuan Visum Et Repertum adalah, untuk memberikan kepada Hakim ( Majelis ) suatu kenyataan akan fakta – fakta dan bukti – bukti tersebut atas semua keadaan / hal sebagaimana tertuang dalam bagian pemberitaan agar Hakim dapat mengambil putusannya dengan tepat atas dasar kenyataan atau fakta – fakta tersebut, sehingga dapat menjadi pendukung atas keyakinan hakim.67
2. Macam – macamVisum Et Repertum
Banyaknya penjelasan mengenai keadaan phisik yang dapat dimintakan
keterangan ahli baik ahli kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli yang
lainnya yang pada nantinya tertuang dalam Visum Et Repertum memberikan
pembagian yang jelas antara jenis – jenis Visum Et Repertum.
Jenis Visum Et Repertum, antara lain:
a. Visum Et Repertum tentang Pemeriksaan Luka (korban hidup); b. Visum Et Repertum tentang Pemeriksaan Mayat (Jenazah); c. Visum Et Repertum tentang Pemeriksaan Bedah Mayat; d. Visum Et Repertum tentang Penggalian Mayat;
Lain dari itu ada pula; e. Visum Et Repertum di Tempat Kejadian Perkara (TKP); f. Visum Et Repertum Pemeriksaan Barang Bukti (bukti-bukti) lain.68
65R.Soeparmono,Keterangan Ahli dan Visum Et Repertum dalam Aspek Hukum Acara Pidana,Mandar Maju,Bandung 2011, hal. 98. 66http://adamichazawi.blogspot.com/2009/07/peran-hasil-audit-investigasi-dalam-hal.html. diakses pada tanggal 11 Mei 2013. 67R.Soeparmono,Op.cit, hal.100. 68R.Soeparmono,Keterangan Ahli dan Visum Et Repertum dalam Aspek Hukum Acara Pidana,Mandar Maju,Bandung 2011,hal.102.
49
Sebagai suatu hasil pemeriksaan dokter terhadap barang bukti yang
diperuntukkan untuk kepentingan peradilan, visum et repertum digolongkan
menurut obyek yang diperiksa sebagai berikut :
1. Visum et repertum untuk orang hidup.
Jenis ini dibedakan lagi dalam : Visum et repertum biasa. Visum et repertum ini diberikan kepada pihak
peminta (penyidik) untuk korban yang tidak memerlukan perawatan lebih lanjut.
Visum et repertum sementara. Visum et repertum sementara diberikan
apabila korban memerlukan perawatan lebih lanjut karena belum dapat membuat
diagnosis dan derajat lukanya. Apabila sembuh dibuatkan visum et repertum
lanjutan.
Visum et repertum lanjutan. Dalam hal ini korban tidak memerlukan
perawatan lebih lanjut karena sudah sembuh, pindah dirawat dokter lain, atau
meninggal dunia.69
2. Visum et repertum untuk orang mati (jenazah).
Pada pembuatan visum et repertum ini, dalam hal korban mati maka
penyidik mengajukan permintaan tertulis kepada pihak Kedokteran Forensik
untuk dilakukan bedah mayat (outopsi).
a. Visum et repertum Tempat Kejadian Perkara (TKP). Visum ini
dibuat setelah dokter selesai melaksanakan pemeriksaan di TKP.
69http://dewi37lovelight.wordpress.com/2011/02/10/peran-visum-et-repertum-dalam-penyidikan-tindak-pidana-di-indonesia-beserta-hambatan-yang-ditimbulkannya/ diakses pada tanggal 4 Juli 2013
50
b. Visum et repertum penggalian jenazah. Visum ini dibuat setelah
dokter selesai melaksanakan penggalian jenazah.
c. Visum et repertum psikiatri yaitu visum pada terdakwa yang pada
saat pemeriksaan di sidang pengadilan menunjukkan gejala-gejala
penyakit jiwa.
d. Visum et repertum barang bukti, misalnya visum terhadap barang
bukti yang ditemukan yang ada hubungannya dengan tindak
pidana, contohnya darah, bercak mani, selongsong peluru, pisau.
3. Bentuk Umum Visum et repertum
Agar didapat keseragaman mengenai bentuk pokok visum et repertum,
maka ditetapkan ketentuan mengenai susunan visum et repertum sebagai berikut :
Pada sudut kiri atas dituliskan “PRO YUSTISIA”, artinya bahwa isi visum
et repertum hanya untuk kepentingan peradilan.
Di tengah atas dituliskan Jenis visum et repertum serta nomor visum et
repertum tersebut.
Bagian Pendahuluan, merupakan pendahuluan yang berisikan : a. Identitas peminta visum et repertum. b. Identitas surat permintaan visum et repertum. c. Saat penerimaan surat permintaan visum et repertum. d. Identitas dokter pembuat visum et repertum. e. Identitas korban/barang bukti yang dimintakan visum et repertum. f. Keterangan kejadian sebagaimana tercantum di dalam surat
permintaan visum et repertum. Bagian Pemberitaan, merupakan hasil pemeriksaan dokter terhadap apa
yang dilihat dan ditemukan pada barang bukti.
51
Bagian Kesimpulan, merupakan kesimpulan dokter atas analisa yang
dilakukan terhadap hasil pemeriksaan barang bukti.
Bagian Penutup, merupakan pernyataan dari dokter bahwa visum et
repertum ini dibuat atas dasar sumpah dan janji pada waktu menerima jabatan.
Di sebelah kanan bawah diberikan Nama dan Tanda Tangan serta Cap
dinas dokter pemeriksa.
Dari bagian visum et repertum sebagaimana tersebut diatas, keterangan
yang merupakan pengganti barang bukti yaitu pada Bagian Pemberitaan.
Sedangkan pada Bagian Kesimpulan dapat dikatakan merupakan pendapat
subyektif dari dokter pemeriksa.70
4. Kekuatan Pembuktian Visum Et Repertum
Pembuktian di persidangan dalam berbagai perkara hukum terutama
dalam perkara pidana identik dengan alat bukti yang sah.Pasal 184 ayat (1)
menyebutkan tentang alat bukti yang sah yang dapat digunakan dalam peradilan
pidana.
Kekuatan pembuktian atau biasa disebut sebagai efektifitas alat bukti terhadap suatu kasus sangat bergantung dari beberapa faktor.Faktor-faktor tersebut dapat berupa psiko-sosial (kode etika, kualitas sikap penegak hukum, hubungan dengan masyarakat).71
Visum Et Repertum sebagai salah satu alat bukti yang sah menurut Pasal
184 ayat (1) KUHAP mempunyai kekuatan pembuktian sebagaimana alat bukti
70http://dewi37lovelight.wordpress.com/2011/02/10/peran-visum-et-repertum-dalam-penyidikan-tindak-pidana-di-indonesia-beserta-hambatan-yang-ditimbulkannya/ diakses pada tanggal 4 Juli 2013 71http://raypratama.blogspot.com/2012/02/kekuatan-pembuktian.html.Diakses pada tanggal 4 Juli 2013.
52
yang lainnya dalam persidangan. Visum Et Repertum berkedudukan sebagai alat
bukti surat berdasarkan Pasal 187 huruf c KUHAP.
Alfitra72 menulis bahwa:
Sesuai dengan sistem negatife yang dianut oleh KUHAP, yakni harus ada keyakinan dari hakim terhadap alat bukti yang diajukan di persidangan.Nilai alat bukti itu bersifat bebas. Bagaimanapun sikap kesempurnaan formal yang melekat pada dirinya, alat bukti surat tetap tidak cukup sebagai alat bukti yang berdiri sendiri. Ia harus tetap memerlukan dukungan dari alat bukti lain. Artinya, sifat kesempurnaan formalnya harus tunduk pada asas batas minimum pembuktian yang ditentukan dalam Pasal 183 KUHAP.
Menurut Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 1 Tahun 1985
tentang Kekuatan Pembuktian Berita Acara Pemeriksaan Saksi dan Visum
EtRepertum yang dibuat di Luar Negeri oleh Pejabat Asing merumuskan bahwa :
Mengenai Visum Et Repertum yang dibuat oleh pejabat dari Negara asing, baru
mempunyai kekuatan sebagai alat bukti yang sah apabila Visum Et Repertum
tersebut disahkan oleh Kedutaan Besar RI atau Perwakilan RI di Negara yang
bersangkutan.
Selain mengacu pada KUHAP, tentang kekuatan pembuktian Visum Et
Repertum juga mengacu pada SEMA Nomor 1 Tahun 1985 yang mengartikan
bahwa perlunya pengesahan mengenai Visum Et Repertum agar kekuatannya
dapat dikatakan sebagai alat bukti yang sah.
R. Soeparmono73 menyatakan bahwa:
72Alfitra, Hukum Pembuktian Dalam Beracara Pidana, Perdata,dan Korupsi di Indonesia, Raih Asa Sukses, 2012, hal.92. 73R. Soeparmono, Op.cit, hal.101.
53
Bagi hakim ( pengadilan ), maka nilai atau penghargaan pembuktian terhadap,suatu macam Visum Et Repertum, apakah Visum Et Repertum itu telah definitif dengan kesimpulan atau bersifat sementara maupun berupa Visum Et Repertum Lanjutan adalah sama, oleh karena di dalam perkara pidana, hakim selalu berusaha untuk mencari kebenaran materiil ( materiele waarheid ) suatu perkara dan oleh karena itu nilai / penghargaan terhadap kekuatan buktinya diserahkan kepada penilaian dan keyakinan Majelis Hakim. Di dalam pemeriksaan di persidangan dalam perkara pidana, tidak
adanya suatu Visum Et Repertum, perkara tersebut tetap harus diperiksa hingga
selesai yang berakhir pada putusan Majelis Hakim. Mengingat bahwa di dalam
persidangan perkara pidana, peran Jaksa Penuntut Umum juga dirasakan sangat
penting berkaitan dengan pembuktian terhadap terdakwa.
Penuntut umum berusaha membuktikan kesalahan terdakwa di persidangan, berarti beban pembuktian bagi perkara pidana ada pada Penuntut Umum, dalam usaha mencari kebenaran materiil dan Hakim (Majelis) tetapi dibatasi pada alat – alat bukti yang diajukan olehnya dan seumpama Penuntut Umum tidak bersedia menambah alat bukti yang hanya minimum, maka Hakim (Majelis) tidak dapat mencari sendiri alat bukti tambahan, sedangkan terdakwa mungkin.74
Berdasarkan keterangan tersebut beban pembuktian tetap berada dalam
kewenangan Penuntut Umum, tetapi mengenai sah atau tidaknya alat bukti dalam
persidangan tetap sesuai dengan Undang – Undang serta kewenangan hakim.
Beban pembuktian Visum Et Repertum sama halnya dengan surat biasa, tetapi
memerlukan alat bukti lain untuk menyempurnakannya.
D. Tindak Pidana Pembunuhan
74Ibid,hal. 130.
54
1. Pengertian Tindak Pidana Pembunuhan
Pembunuhan secara terminologi adalah perkara membunuh; perbuatan
(hal, dsb) membunuh. Sedangkan dalam istilah KUHP pembunuhan adalah
kesengajaan menghilangkan nyawa orang lain.
Dari definisi tersebut, maka tindak pidana pembunuhan dianggap sebagai
delik material bila delik tersebut selesai dilakukan oleh pelakunya dengan
timbulnya akibat yang dilarang atau yang tidak dikehendaki oleh Undang-
undang.
Tindak pidana yang diatur dalam Pasal 338 KUHP merupakan tindak
pidana dalam bentuk yang pokok, yaitu delik yang telah dirumuskan secara
lengkap dengan semua unsur-unsurnya.
2. Unsur-unsur Tindak Pidana Pembunuhan
Dari ketentuan dalam Pasal tersebut, maka unsur-unsur dalam
pembunuhan biasa adalah sebagai berikut :
1. Unsur subyektif : perbuatan dengan sengaja
2. Unsur obyektif : perbuatan menghilangkan, nyawa, dan orang lain.
“Dengan sengaja” artinya bahwa perbuatan itu harus disengaja dan
kesengajaan itu harus timbul seketika itu juga, karena sengaja (opzet/dolus) yang
dimaksud dalam Pasal 338 KUHP adalah perbuatan sengaja yang telah terbentuk
tanpa direncanakan terlebih dahulu, sedangkan yang dimaksud sengaja dalam
55
Pasal 340 adalah suatu perbuatan yang disengaja untuk menghilangkan nyawa
orang lain yang terbentuk dengan direncanakan terlebih dahulu.
Unsur obyektif yang pertama dari tindak pembunuhan, yaitu :
“menghilangkan”, unsur ini juga diliputi oleh kesengajaan; artinya pelaku harus
menghendaki, dengan sengaja, dilakukannya tindakan menghilangkan tersebut,
dan ia pun harus mengetahui, bahwa tindakannya itu bertujuan untuk
menghilangkan nyawa orang lain.
Berkenaan dengan “nyawa orang lain” maksudnya adalah nyawa orang
lain dari si pembunuhan. Terhadap siapa pembunuhan itu dilakukan tidak
menjadi soal, meskipun pembunuhan itu dilakukan terhadap bapak/ibu sendiri,
termasuk juga pembunuhan yang dimaksud dalam Pasal 338 KUHP. Dari
pernyataan ini, maka undang-undang pidana kita tidak mengenal ketentuan yang
menyatakan bahwa seorang pembunuh akan dikenai sanksi yang lebih berat
karena telah membunuh dengan sengaja orang yang mempunyai kedudukan
tertentu atau mempunyai hubungan khusus dengan pelaku. Berkenaan dengan
unsur nyawa orang lain juga, melenyapkan nyawa sendiri tidak termasuk
perbuatan yang dapat dihukum, karena orang yang bunuh diri dianggap orang
yang sakit ingatan dan ia tidak dapat dipertanggung jawabkan.
Dalam Pasal 33 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana juga ditentukan adanya
unsurkesengajaan. Kesengajaan di sini haruslah ditafsirkan secara luas, yakni
harus mencakup 3 unsur kesengajaan, yakni:
1. Sengaja sebagai niat.
56
2. Sengaja insyaf akan kepastian dan keharusan.
3. Sengaja insyaf akan kemungkinan.
Adapun jenis-jenis tindak pidana pembunuhan sebagaimana yang diatur
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana adalah sebagai berikut:75
1. Tindak pidana yang dilakukan dengan sengaja. Tindak pidana pembunuhan
ini meliputi beberapa tindak pidana pembunuhan, yaitu:
a. Tindak pidana pembunuhan biasa (doodslag), diatur dalam Pasal 338
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
b. Tindak pidana pembunuhan berat/berkualifikasi, diatur dalam Pasal
339 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
c. Tindak pidana pembunuhan berencana, diatur dalam Pasal 340 Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana.
d. Tindak pidana pembunuhan terhadap bayi atau anak, diatur dalam
Pasal341, 342, dan 343 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
e. Tindak pidana pembunuhan atas permintaan korban, diatur dalam
Pasal 334 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
f. Tindak pidana pembunuhan terhadap diri sendiri (menghasut,
member pertolongan, dan upaya terhadap korban bunuh diri), diatur
dalam Pasal 345 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
75http://raypratama.blogspot.com/2012/02/pengertian-pembunuhan.html diakses pada 15
Juni 2013
57
g. Tindak pidana pengguguran kandungan, diatur dalam Pasal 346, 347,
348, dan 349 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
2. Tindak pidana pembunuhan yang dilakukan tanpa adanya unsur
kesengajaan, diatur dalam Pasal 359 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Dalam hal ini Putusan Perkara Nomor 184/Pid.B/2012/PN.Pwtdiperlukan
alat bukti surat berupa Visum Et Repertum karena merupakan salah satu alat
bukti yang sah dalam acara pembuktianya, dan dipakainya alat bukti berupa
Visum Et Repertum bertujuan untuk membuktikan bahwa korban meninggal
karena adanya kekerasan yang terjadi dalam tubuh korban yang disengaja oleh
pelaku. Dan Visum Et Repertum adalah alat bukti satu - satunya yang
membuktikan tentang kematian seseorang di dalam suatu pembuktian pada
persidangan. Tetapi alat bukti tersebut hanya melengkapi dari alat – alat bukti
lainya.
Dan untuk menjawab Perumusan Masalah yang kedua, dapat disimpulkan
bahwa keterangan ahli berupa Visum Et Repertumakan menjadi sangat penting
dalam pembuktian, sehingga Visum Et Repertum akan menjadi alat bukti yang
sah karena berdasarkan sumpah atas permintaan yang berwajib untuk
kepentingan peradilan. Walaupun dalam pengerjaanya Visum Et Repertum
terkadang mempunyai beberapa hambatan. Namun pembuktian terhadap unsur
tindak pidana dari hasil pemeriksaan yang termuat dalam Visum Et Repertum,
dapat menentukan langkah yang diambil pihak kepolisian dalam mengusut suatu
kasus.
58
59
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Metode Pendekatan
Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis
normatif atau penelitian hukum yang hanya meneliti bahan pustaka sehingga
disebut juga penelitian hukum kepustakaan. 76 Dalam penelitian dengan
pendekatan yuridis normatif ada dua unsur yaitu unsur ideal dan unsur riel,
unsur ideal mencakup susila dan rasio manusia, rasio manusia menghasilkan
pengertian/pokok/dasar dalam hukum seperti masyarakat hukum, peristiwa
hukum, subjek hukum, objek hukum, hak dan kewajiban dan hubungan hukum,
sehingga unsur ideal menghasilkan kaidah-kaidah hukum melalui filsafat hukum
dan normwissenschaft atau sollenwissenschaft.77
B. Spesifikasi Penelitian
Spesifikasi penelitian yang digunakan adalah preskriptif. Ilmu hukum
mempunyai sifat sebagai ilmu yang preskriptif, artinya sebagai ilmu yang
preskriptif, ilmu hukum mempelajari tujuan hukum, konsep – konsep hukum dan
norma – norma hukum.78
C. Sumber Data
a. Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang terdiri atas
norma ( dasar ) atau kaidah dasar dan peraturan dasar seperti : Undang –
Undang Dasar 1945, ketetapan – ketetapan MPR, peraturan perundang –
76 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2007, Penelitian Hukum Normatif, Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada, hal. 14, 77ibid
78 Ibid
60
undangan, bahan hukum yang tidak dikodifikasi, yurisprudensi, traktat,
bahan hukum dari zaman Belanda yang kini masih berlaku, seperti
KUHP.79
Peraturan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah :
a. Undang – Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Kitab Undang
– Undang Hukum Pidana,
b. Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang
– Undang Hukum Acara Pidana,
c. Putusan Perkara Nomor: 184/Pid.B/2012/PN.Pwt
b. Bahan Hukum Sekunder
Data yang bersumber dari peraturan perundang-undangan, literatur, putusan
pengadilan yang sudah tetap dan buku-buku kepustakaan, yang berkaitan dengan
materi penelitian.
c. Bahan Hukum Sekunder
Bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum
primer dan sekunder, contohnya adalah Kamus Besar Ilmiah Populer.
D. Metode Pengumpulan Data
Sumber data diperoleh dengan melakukan studi pustaka terhadap peraturan
perundang - undangan, buku-buku, literatur, Yurisprudensi, doktrin yang
berhubungan dengan penelitian. 79Nico Ngani, Metodologi Penelitian dan Penulisan Hukum, Pustaka Yustisia, Yogyakarta, 2012, hal. 78.
61
E. Metode Penyajian Data
Data yang disajikan berbentuk uraian yang disusun secara sistematis, dan
didalam penyusunannya dibuat secara singkat dan jelas, sehingga penyusunan
data dapat dipahami dan mudah dipelajari, selanjutnya diteruskan dengan
analisa data dan hasil pembahasan kemudian terakhir yaitu kesimpulan.
F. Metode Analisis Data
Metode analisis data dilakukan dengan menggunakan metode analisis
normative kualitative yaitu data yang diperoleh akan dianalisis dengan
pembahasan dan penjabaran hasil-hasil penelitian dengan mendasarkan pada
norma-norma dan doktrin-doktrin yang berkaitan dengan materi yang diteliti.
Data yang diperoleh selanjutnya akan dianalisis dengan menggunakan
metode analisis kualitatif. Metode kualitatif merupakan suatu tata cara penelitian
yang menghasilkan data deskriptif analisis, yaitu apa yang dinyatakan oleh
responden secara tertulis atau lisan yang diteliti dipelajari sebagai suatu langkah
yang utuh.80
Sehingga dapat diperoleh gambaran mengenai kekuatan pembuktian
Visum Et Repertum dalam tindak pidana pembunuhan.
1. Spesifikasi Penelitian Terdahulu
Judul Penelitian Rumusan Masalah Kesimpulan
1. Kekuatan Bagaimanakah kekuatan Bahwa pertimbangan
80Ronny Hanitijo Soemitro, Op. Cit., hal 35.
62
Pembuktian Visum Et Repertum dalam Tindak Pidana di Muka Umum Secara Bersama – sama Melakukan Kekerasan Terhadap Orang yang Menyebabkan Mati( Tinjauan Yuridis Terhadap Putusan Pengadilan Tinggi Semarang No. 173/Pid/2001/PT. Smg ) oleh Ary Anna Deasy Kristanti, E1E099132.
pembuktian Visum Et Repertum dalam tindak pidana di muka umum secara bersama – sama melakukan kekerasan terhadap orang yang menyebabkan mati dalam putusan Pengadilan Tinggi Semarang No. 173/Pid/2001/PT. Smg.?
hukum hakim dalam menilai kekuatan Visum Et Repertum dalam perkara adalah sebagai alat bukti keterangan surat, hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 187 huruf c KUHAP. Kekuatan pembuktian Visum Et Repertum sebagai alat bukti keterangan ahli yaitu yang bersangkutan dihadirkan di muka persidangan untuk dimintai keterangannya sudah sesuai dengan Pasal 186 KUHAP.
2. Kekuatan Pembuktian Visum Et Repertum dalam Tindak Pidana Perkosaan ( Tinjauan Yuridis Terhadap Putusan Pengadilan Negeri Purwokerto No. 111/Pid.B/2001/PN. Pwt ) oleh Alfia Tantri Wahyuni, E1A098221.
1. Apakah pertimbangan hukum hakim dalam menilai kekuatan pembuktian Visum Et Repertum dalam Putusan Pengadilan Negeri Purwokerto No.111/Pid.B/2001/PN. Pwt. ? 2.Bagaimanakah penerapan ketentuan Pasal 18 KUHAP pada Putusan No.111/Pid.B/2001/PN. Pwt. ?
Secara normatif Visum Et Repertum merupakan alat bukti yang sah sebagai alat bukti surat sesuai dengan ketentuan Pasal 187 huruf c jo. S. 1837 No. 350 karena telah memenuhi syarat formil yaitu diberikan di atas sumpah jabatan / disertai sumpah jabatan. Visum Et Repertum memiliki kekuatan alat bukti yang sempurna serta menguatkan keyakinan hakim karena memiliki persesuain dengan alat bukti lainnya yaitu keterangan saksi dan keterangan terdakwa. Bahwa hakim memperoleh keyakinan bahwa terdakwa tidak terbukti melakukn perbuatan perkosaan sebagaimana di dakwakan oleh jaksa penuntut umum, tetap terbukti melakukan perbuatan persetubuhan dengan anak dibawah
63
umur sehingga harus dijatuhi hukuman pidana.
3. Alat Bukti Visum Et Repertum dalam Tindak pidana Pembunuhan Berencana ( Tinjauan Yuridis Terhadap Putusan No.71/Pid.B/2000/PN. Cms ) oleh Ari Wijayanto, E1A097113.
1. Bagaimana pertimbangan hukum hakim dalam menilai Visum Et Repertum dalam putusan No. 71/Pid.B/2000/PN. Cms. ? 2.Bagaimana penerapan Pasal 184 KUHAP sehubungan dengan alat bukti Visum Et Repertum dalam Tindak Pidana pembunuhan berencana ?
Pertimbangan hukum hakim dalam menilai alat bukti Visum Et Repertum dalam putusan tersebut telah sesuai dengan teori pembuktian yang dianut oleh KUHAP, yakni teori pembuktian menurut undang – undang secara negatif. Selanjutnya Visum Et Repertum dalam putusan tersebut telah memenuhi syarat formil dan materiil sehingga dapat diberlakukan sebagai suatu alat bukti yang sah berdasarkan KUHAP.
4. Kekuatan Pembuktian Visum Et Repertum Dalam Tindak Pidana Pemerkosaan ( Tinjauan Yuridis Terhadap Putusan Pengadilan Penegeri Purbalingga No.34/Pid.B/1999/PN. Pbg ) oleh Evi Lestari, E1A098252.
1. Bagaimana dasar pertimbangan hukum hakim dalam menjatuhkan putusan pidana perkara pemerkosaan ? 2.Bagaimana nilai kekuatan pembuktian Visum Et Repertumsebagai alat bukti menurut Pasal 184 KUHAP dalam perkara pemerkosaan ?
Bahwa Visum Et Repertum sebagai alat bukti surat untuk membuktikan ada tidaknya tanda – tanda persetubuhan dan ada tidaknya tanda – tanda kekerasan, juga ada tidaknya luka – luka. Digunakan sebagai petunjuk bagi hakim dalam memutus perkara tersebut.
5. Beban Pembuktian Visum Et Repertum ( TinjauanYuridis terhadap Putusan Pengadilan Negeri Wonosobo No.67/Pid.B/1995/PN. Wnsb ) oleh Umu Salamah, E1E001314.
1. Bagaimanakah beban pembuktian Visum Et Repertum dalam putusan perkara No.67/Pid.B/1995/PN. Wnsb ? 2.Apakah yang menjadi dasar keyakinan hakim bahwa terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana
Bahwa Visum Et Repertum mempunyai kekuatan pembuktian sebagai alat bukti surat sesuai dengan ketentuan Pasal 184 huruf C KUHAP. Dari alat bukti berupa keterangan saksi, surat, dan keterangan terdakwa hakim memperoleh petunjuk bahwa terdakwa secara sah dan meyakinkan
64
penganiayaan sebagaimana tersebut dalam putusan perkara pidana No.67/Pid.B/1995/PN. Wnsb ?
melakukan tindak pidana penganiayaan.
6. Kekuatan Pembuktian Visum Et Repertum dalam Tindak Pidana karena Kealpaannya Menyebabkan Matinya Orang Lain ( Tinjauan Yuridis terhadap Putusan Pengadilan Negeri Banjarnegara No.104/Pid.B/2003/PN. Bjn ) oleh Sutarno, E1E001022
Bagaimanakah kekuatan pembuktian Visum Et Repertum dalam tindak pidana karena kealpaannya menyebabkan matinya orang lain pada putusan Pengadilan Negeri No.104/Pid.B/2003/PN.Bjn ?
Visum Et Repertum sebagai alat bukti surat, sesuai dengan Pasal 187 huruf c KUHAP. Visum Et Repertum diakui oleh hakim mempunyai kekuatan pembuktian sebagai alat bukti surat yang sah karena telah memenuhi syarat formil maupun materiil.
7. Kekuatan Pembuktian Visum Et Repertum ( Tinjauan Yuridis Putusan Pengadilan Negeri Banjar No.46/Pid.B/2005/PN. Bjn ) oleh Sulistiyani Sugiarti, E1A001261.
1. Apakah yang menjadi dasar pertimbangan hukum hakim dalam menjatuhkan pidana dalam perkara pidana No.46/Pid.B/2005/PN. Bjn? 2.Bagaimanakah kekuatan pembuktian Visum Et Repertum ditinjau dari Pasal 184 KUHAP dalam putusan No.46/Pid.B/2005/PN. Bjn?
Dasar pertimbangan bahwa terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan perbuatan cabul berdasar pada terpenuhinya syarat minimum pembuktian sebagaimana tercantum dalam Pasal 183 KUHAP dalam proses pembuktian perkara di persidangan. Bahwa Visum Et Repertum yang dibuat oleh dokter, mempunyai kekuatan pembuktian sebagai alat bukti surat yang sesuai dengan Pasal 187 huruf c KUHAP.
8. Peranan Visum Dalam Penyidikan Tindak Pidana Kekerasan dalam Rumah Tangga di Polres Banyumas oleh Vina Christanti Sri Susanti, E1E003050.
1. Bagaimana peranan Visum Et Repertum dalam proses penyidikan Tindak Pidana Kekerasan dalam Rumah Tangga di Polres Banyumas ? 2.Apa hambatan – hambatan dalam proses
Peranan Visum Et Repertum dalam proses penyidikan sangat diperlukan sebagai alat bukti tambahan yang sesuai dengan Pasal 55 Undang – Undang No. 23 Tahun 2004 tentang
65
penyidikan Tindak Pidana Kekerasan dalam Rumah Tangga di Polres Banyumas ?
Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Berbgai hambatan seperti tidak diaturnya dalam hukum tersebut mengenai hambatan – hambatan yang ada, adanya upaya damai dari pihak tersebut sehingga korban jarang melapor kepada Polres Banyumas.
9. Peranan Visum Et Repertum dalam Proses Penyidikan Tindak Pidana Aborsi ( Suatu Studi di Polres Banjarnegara ) oleh Tri Pujianto, E1A003093.
1. Bagaimanakah prosedur pembuktian Visum Et Repertum agar menjadi alat bukti yang mempunyai kekuatan pembuktian dalam proses penyidikan tindak pidana aborsi di polres Banjarnegara ? 2.Bagaimanakah peranan Visum Et Repertum dalam proses penyidikan tindak pidana aborsi di Polres Banjarnegara ?
Permintaan Visum Et Repertum dilakukan melalui penyidik yang ditujukan kepada ahli kedokteran forensic dokter di rumah sakit, setelah itu maka seorang ahli dapat melakukan pemeriksaan sesuai dengan prosedur yang ada. Visum Et Repertum dalam proses penyidikan tindak pidana aborsi sangat diperlukan bagi bagi pihak kepolisian khususnya penyidikan untuk mengumpulkan barang bukti agar memperterang suatu perkara.
10. Kekuatan Pembuktian Visum Et Repertumdalam Tindak Pidana Pembunuhan ( Tinjauan Yuridis Putusan Pengadilan Negeri Purwokerto No. 45/Pid.B/2007/PN. Pwt ) oleh Widdy Hastuti, E1E03137.
1. Bagaimanakah kekuatan pembuktian Visum Et Repertum dalam tindak pidana pembunuhan pada putusan No. 45/Pid.B/2007/PN. Pwt? 2.Apa dasar pertimbangan hukum hakim dalam memutus perkara No. 45/Pid.B/2007/PN. Pwt?
Visum Et Repertum dalam putusan No. 45/Pid.B/2007/PN. Pwt merupakan alat bukti yang sah karena telah memenuhi syarat formil dan materiil dan merupakan pengganti sepenuhnya dari barang bukti yang diperiksa. Terpenuhinya minimum dua alat bukti yang sah dipersidangan, serta terpenuhinya unsur – unsur Pasal 338 jo Pasal 55 ayat 1 KUHP
66
merupakan dasar pertimbangan hakim dalam memutus perkara.
11. Peranan Visum Et Repertum dalam Penyidikan Tindak Pidana Kekerasan dalam Rumah Tangga di Polres Cilacap oleh Widya Estri Wijayanti, E1A003211.
1. Bagaimana peranan Visum Et Repertum dalam proses penyidikan tindak pidana kekerasan terhadap rumah tangga di Polres Cilacap ? 2.Hambatan – hambatan yang timbul dalam pembuatan Visum Et Repertum dalam penyidikan tindak pidana kekerasan terhadap rumah tangga di Polres Cilacap ?
Visum Et Repertumberguna untuk menentukan ada / tidaknya suatu tindak pidana sehingga dapat memberikan petunjuk kepada penyidik dalam melakukan penyidikan. Hambatan berbenturan dengan adat istiadat yang berlaku serta penyidik tidak secara penuh melakukan penyidikan karena korban menutup diri.
12. Peranan Visum Et Repertum dalam Penyidikan Tindak PidanaPenganiayaan di Wilayah Hukum Polres Purbalingga oleh Ristiana Dwi Pangesti, E1A004073.
1.Bagaimanakah peranan Visum Et Repertum dalam penyidikan tindak pidana penganiayaan di wilayah hukum Polres Purbalingga? 2.Hambatan – hambatan apakah yang timbul dalam pembuatan Visum Et Repertum dalam tindak pidana penganiayaan di wilayah hukum Polres Purbalingga?
Peranan Visum Et Repertum dalam penyidikan tindak pidana penganiayaan di wilayah hukum Polres Purbalingga sangat penting sebagai alat bukti dalam berkas perkara yang nantinya akan dilampirkan dalam pengadilan serta dapat digunakan untuk memeriksa terdakwa oleh penyidik. Hambatan yakni terkait dengan masalah waktu jika korban tidak segera melapor maka, bekas luka akibat tindak pidana penganiayaan akan cepat hilang / sulit dilihat.
13. Kekuatan Pembuktian Visum Et Repertum dalam Tindak Pidana Kealpaannya Menyebabkan Matinya Orang Lain ( Tinjauan Yuridis Terhadap Putusan No. 15/Pid.B/2010/PN. Pwt
1.Bagaimana pertimbangan hukum hakim dalam menjatuhkan pidana dalam putusan No. 15/Pid.B/2010/PN. Pwt? 2.Bagaimana kekuatan pembuktian Visum Et Repertum dalm tindak pidana karena
Terdakwa telah memenuhi unsur – unsur dalam Pasal 359 KUHP serta mempertimbangkan alat – alat bukti sah sesuai dengan Pasal 184 KUHAP. Hakim dalam menilai kekuatan pembuktian Visum Et
67
) oleh Wahyu Ardiansyah, E1A005248.
kealpaannya menyebabkan matinya orang lain dalam putusan No. 15/Pid.B/2010/PN. Pwt?
Repertum pada perkara karena kealpaannya menyebabkan matinya orang lain adalah sebagai alat bukti.
14. Kekuatan Pembuktian Visum Et Repertum dalam Tindak Pidana Kekerasan Memaksa Melakukan Persetubuhan Terhadap Anak ( Studi Kasus Putusan No.27/Pid.Sus/2010/PN. Pwt ) oleh Fitri Romeirah Wati, E1A006077.
1. Bagaimana kekuatan pembuktian Visum Et Repertum dalam tindak pidana persetubuhan terhadap anak pada putusan No.27/Pid.Sus/2010/PN. Pwt ? 2.Bagaimana pertimbangan hukum hakim yang menyatakan bahwa terdakwa bersalah melakukan tindak pidana persetubuhan terhadap anak dalam putusan No.27/Pid.Sus/2010/PN. Pwt ?
1. Bagaimana kekuatan pembuktian Visum Et Repertum dalam tindak pidana persetubuhan terhadap anak pada putusan No.27/Pid.Sus/2010/PN. Pwt ? 2.Bagaimanapertimbangan hukum hakim yang menyatakan bahwa terdakwa bersalah melakukan tindak pidana persetubuhan terhadap anak dalam putusan No.27/Pid.Sus/2010/PN. Pwt ?
15. Peranan Visum Et Repertum Pada Tahap Penyidikan Tindak pidana Perkosaan Yang Telah Berlangsung Lama ( Suatu Studi di Kepolisian Resort Banyumas ) oleh Omy Rahmawati, E1A006283.
1. Bagaimanakah peranan Visum Et Repertum pada tahap penyidikan tindak pidana perkosaan di Polres Banyumas? 2.Apakah Visum Et Repertum terhadap korban tindak pidana perkosaan yang telah berlangsung lama, dapat membantu membuat terang adanya tindak pidana perkosaan tersebut?
Bahwa Visum Et Repertum dapat memberikan petunjuk mengenai adanya unsur persetubuhan dan unsur kekerasan. Hasil Visum Et Repertum dapat menjadi bukti permulaan bagi penyidik dan keberadaan Visum Et Repertum sangat penting untuk kelengkapan / kesempurnaan berkas perkara. Tetapi Visum Et Repertum terhadap korban Tindak Pidana perkosaan yang tekah berlangsung lama, kurang berperan untuk membantu membuat terang adanya tindak pidana perkosaan, karena tidak sepenuhnya mencantumkan keterangan mengenai tanda kekerasan
68
pada diri korban. 16. Kekuatan Pembuktian Visum Et Repertum Dalam Tindak Pidana Penganiayaan ( Tinjauan Yuridis Terhadap Putusan Pengadilan Militer Semarang Nomor : PUT/84-K/PM.II-10/AL/X/2010 ) oleh Nina Budiastuti, E1A007287.
1.Bagaimana pertimbangan hakim menilai kekuatan alat bukti Visum Et Repertum dalam tindak pidana penganiayaan pada putusan Nomor : PUT/84-K/PM.II-10/AL/X/2010? 2.Bagaimana pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pada putusan Nomor : PUT/84-K/PM.II-10/AL/X/2010?
Bahwa Visum Et Repertum dalam perkara tersebut telah terpenuhinya syarat materiil dan formil sehingga dapat digunakan sebagai alat bukti surat. Pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan berdasarkan aspek yuridis, aspek filosofis, serta aspek sosiologis.
17. Kekuatan Pembuktian Alat Bukti Visum Et Repertum dalam Tindak Pidana karena Kelalaiannya Mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas ( Studi Terhadap Putusan Perkara No.43/Pid.B/2010/PN. Pwt ) oleh Ali Maungga, E1A008136.
1. Bagaimana kekuatan pembuktian alat bukti Visum Et Repertum dalam Tindak Pidana karena Kelalaiannya Mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas terhadap Putusan No.43/Pid.B/2010/PN. Pwt ? 2.Bagaimana pertimbangan hukum hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dalam Putusan No.43/Pid.B/2010/PN. Pwt ?
Bahwa Visum Et Repertum merupakan alat bukti yang sah sehingga hakim bebas dapat memakainya sebagai alat bukti surat untuk dasar pertimbangan bagi hakim. Selain alat bukti surat adanya alat bukti berupa keterangan saksi telah meyakinkan hakim bahwa terdakwa benar – benar telah melakukan tindak pidana tersebut.
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
69
A. Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil penelitian yang didasarkan pada data sekunder terhadap
Putusan Pengadilan Negeri Purwokerto Putusan Nomor Perkara :
184/Pid.B/2012/PN Purwokerto diperoleh data sebagai berikut :
1. Duduk Perkara
Terdakwa GATOT PRAHOTO, S.Sit bin R. SUDARDO pada hari
Kamis tanggal 6 September 2012 sekira jam 18.00 WIB atau setidak-
tidaknya pada waktu-waktu lain dalam bulan September 2012 atau
setidak- tidaknya pada suatu waktu-waktu dalam tahun 2012, bertempat di
Jalan S. parman tepatnya di depan Bioskop Rajawali Purwokerto ikut
Kelurahan purwokerto Kulon Kecamatan Purwokerto Selatan Kabupaten
Banyumas atau setidak-tidaknya pada tempat- tempat lain yang masih
termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Purwokerto yang
berwenang memeriksa dan mengadili perkara, telah melakukan
pembunahan terhadap korban HENDRO SUNARYO yang diikuti, disertai
atau didahului oleh sesuatu perbuatan pidana yang dilakukan dengan
maksud mempersiapkan atau mempermudah pelaksanaannya atau untuk
melepaskan diri sendiri maupun peserta lainnya dari pidana dalam hal
tertangkap tangan, ataupun untuk memastikan penguasaan barang yang
diperolehnya secara melawan hukum, dengan cara terdakwa melakukan
haltersebut sebagai berikut :
70
Pada awal mulanya pada hari Sabtu tanggal 1 September 2012,
korban HENDRO SUNARYO menanyakan kepada terdakwa tentang
pelunasan uang yang dipinjam oleh terdakwa sebanyak Rp.200.000.000,- (
dua ratus juta rupiah), karena uang tersebut akan digunakan oleh korban
HENDRO SUNARYO untuk kepentingan lainnya, kemudian terdakwa
mengatakan kepada korban HENDRO SUNARYO agar menunggu jatuh
tempo;
Selanjutnya pada hari Rabu tanggal 5 september 2012 sekira jam
11.00 WIB terdakwa menemui korban HENDRO SUNARYO dirumahnya
di Jalan Serayu Raya No.04 Kelurahan Sumampir Kecamatan Purwokerto
Utara Kabupaten Banyumas, dan terdakwa menyampaikan agar
pelunasan uang sebesar Rp.200.000.000,-( dua ratus juta rupiah)
dipending dulu dan meminta waktu untuk melakukan penagihan, kemudian
korban HENDRO SUNARYO memberi waktu selama 1 (satu) hari kepada
terdakwa ;
Keesokan harinya Pada hari Kamis tanggal 6 september 2012
sekira jam 13.00 WIB korban HENDRO SUNARYO menanyakan lagi
masalah uang sebesar Rp.200.000.000,-(dua ratus juta rupiah) melalui
BBM (Black Berry Masenger) kepada terdakwa yang berbunyi "apakah
sore ini bisa", dan dibalas oleh terdakwa agar ketemuan saja dulu yang
dekat-dekat rumah, kemudian dibalas lagi oleh korban HENDRO
SUNARYO "ya oke", lalu pada sekira jam 16.30 WIB korban HENDRO
SUNARYO memberitahu terdakwa melalui BBM "saya sudah di depan
71
Rajawali Purwokerto terus terdakwa berangkat menuju ke depan bioskop
Rajawali dengan naik sepeda motor Honda Vario putih No. Pol R 2925
AS, dan sesampainya di depan bioskop Rajawali terdakwa melihat korban
HENDRO SUNARYO sendirian di dalam mobil Honda Jazz- warna putih
No. Pol R 9194 7A di parkir menghadap ke arah selatan, lalu terdakwa
memarkir sepeda motornya dibelakang mobil Honda Jazz milik korban
HENDRO SUNARYO;
Selanjutnya terdakwa menemui korban HENDRO SUNARYO yang
sudah menunggu di dalam mobil, dan terdakwa duduk di kursi depan
sebelah kiri, selanjutnya korban HENDRO SUNARYO menanyakan
bagaimana sudah ada belum uangnya Rp. 200,000.000,- (dua ratus juta
rupiah), dan dijawab oleh terdakwa belum ada dan minta kelonggaran
waktu, tetapi korban HENDRO SUNARYO minta pokoknya harus hari ini
sambil tangan kanannya memukul pintu mobil sebelah kanan, kemudian
tangan kiri korban HENDRO SUNARYO mengambil gunting stenlis
bergagang plastik warna merah muda yang berada didekat Presneling,
lalu diarahkan ke muka terdakwa sambil emosi mengatakan "pokoke iki
kudu rampung dino iki" yang maksudnya "pokoknya ini harus selesai hari
ini" sehingga terdakwa juga ikut emosi, lalu terdakwa merebut gunting
yang di pegang oleh korban HENDRO SUNARYO dengan kedua tangan
terdakwa, terus gunting tersebut ditusukkan dengan kuat ke dada korban
HENDRO SUNARYO dan menancap didada sebelah kiri sampai banyak
mengeluarkan darah, kemudian gunting tersebut diambil kembali oleh
72
terdakwa dan lalu ditancapkan lagi ke pangkal leher sebelah kanan
korban HENDRO SUNARYO, sehingga mengkibatkan korban HENDRO
SUNARYO banyak mengeluarkan darah hingga lemas tidak bergerak,
selanjutnya korban HENDRO SUNARYO yang sudah tidak bergerak lagi
dipindah posisi duduk HENDRO SUNARYO dari tempat duduk sopir ke
tempat duduk sebelah kiri dan terdakwa pindah ke tempat duduk jok sopir,
setelah terdakwa tahu korban mati atau meninggal dunia, terdakwa
membawa korban korban HENDRO SUNARYO dengan mobil korban
HENDRO SUNARYO tersebut sampai ke Baturraden sekira jam 18.30
WIB yang akhirnya terkdakwa memarkir mobil Honda jazz di terminal
bawah baturaden sehingga akibat dari perbuatan terdakwa, mati atau
meninggal dunia pada saat kemudian.
Berdasarkan Visumet Repertum dari Rumah sakit Umum Daerah
(RsuD) Prof. Dr. Margono soekarjo Purwokerto No'4743122275121-09-
2012tanggal 10 september 2012 yang dibuat dan ditanda tangani oleh dr. M.
ZAENURI SYAMSU HIDAYAT' SpKF. MSiMed.. Dengan hasil pemeriksaan
sebagai berkut :
Pada bagian dada luka-luka antara lain :
a. Tampak dua buah luka terbuka pada dada kanan :
a) Luka pertama terletak + 1 cm dibawah garis pangkal
leher serta + 8 cm dari garis tengah tubuh panjang luka +
2 ½ cm,lebar ½ cm dan dalam + 3 cm, arah luka miring
dari kiri bawah ke kanan atas,tepi luka rata,sudut luka
73
ujung dalam lancip dan ujung luar tumpul, batas tegas,
tebing luka rata dengan arah miring ke atas, tidak
terdapat jembatan jaringan, dasar luka jaringan ikat.
b) Luka kedua, 2 cm di bawah luar luka pertama, ukuran ½
cm x ½ cm dan dalam + 3 cm, batas tegas, tepi rata,
tebing luka rata, tidak terdapat jembatan jaringan, dasar
luka jaringan ikat.
b. Tampak sebuah luka terbuka di dada kiri, letak + 6 cm dari
garis tengah tubuh dan + 3 cm diatas garis mendatar yang
melewati kedua puting susu, arah luka miring dari arah kanan
bawah ke kiri atas, panjang luka + 4 cm dengan lebar luka ½
cm serta dalam + 8 cm.
a) Saat kulit dada dibuka, ditemuka resapan darah dibawah
kulit dada.
b) Tampak patah tulang iga ketiga kiri bawah luka.
c) Patah tulang berbentuk celah di tulang iga bagian bawah,
panjang celah +1 cm dengan tebing luka rata.
d) Tampak luka terbuka pada paru dibawah luka, panjang +
3 cm lebar 1 cm dan dalam + 3 cm.
e) Paru berwarna merah pucat, tampak gambaran hitam
mewarnai seluruh lapangan Paru.
74
f) Jantung tampak berwarna merah pucat,jantung terkesan
agak membesar dan tampak perlemakan pada jantung'
otot jantung nampak menebal dan benrvarna pucat.
g) Ditemukan gumpalan darah berwarna merah kehitaman
pada rongga dada kiri dengan volume t 150 mililiter.
Pada bagian tulang-tulang
Tulang-tulang dada
a) Tampak patah tulang iga ketiga kiri.
b) Dari hasil pemeriksaan didapat kesimpulan bahwa
kematian diperkirakan kurang dari 6 jam setelah makan
terakhir dan pada pemeriksaan ditemukan :
c) Luka tusuk di dada kanan dan dada kiri akibat trauma
tajam.
d) Luka tusuk di dada kiri menembus dinding dada, tulang
iga dan paru kiri serta menyebabkan perdarahan di
rongga dada kiri.
e) Ditemukan tanda-tanda mati lemas.
Kematian diperkirakan akibat mati lemas dan perdarahan rongga
dada, sebagaimana Visum et Repertum dari Rumah sakit Umum Daerah
(RsuD) Prof. Dr. Margono soekarjo Purwokerto No'4743122275121-09-
2012tanggal 10 september 2012 yang dibuat dan ditanda tangani oleh dr.
M. ZAENURI SYAMSU HIDAYAT' SpKF. MSiMed.
75
Setelah korban HENDRO SUNARYO mati atau meninggal dunia.
terdakwa mengambil barang-barang milik HENDRO SUNARYO berupa 1
buah HP Nokia Warna coklat kuning keemasan ET2 type RM-530,1buah
HP Nokia E-90 warna putih, 1 buah HP Blackberry Bold warna hitam
PIN : 28D40ADC, 1 buah cincin berlian emas putih, 1 buah korek api
merk Zippo wama s'ver dan 1 buah note book merk sony Vaio, serta
mengambil 1 buah tas kulit warna coklat dan tasnya dibuang didekat
gerobak sampah dan saat itu-lah terdakwa melihat ada sisa lak-ban hitam
dibawah gerobak sampah, lalu digunakan untuk melakban kedua tangan
dan mulut korban HENDRO SUNARYO, selanjutnya terdakwa pergi
meninggalkan korban HENDRO SUNARYO dengan naik taksi ke
purwokerto dan berhenti di Jalan s. Parman didepan Rajawali
untukmengambil sepeda motor terdakwa, baru kemudian pulang ke
rumah di Puri Hijau sampai sekira jam 20.00 WIB terus menyimpan
barang-barang hasil kejahatannya dan pagi harinya sekira jam 08.15 WIB
barang-barang hasil kejahatannya tersebut di taruh di lemari besi ruang
kerja kantor terdakwa di Bintang Mandiri Finance Jalan M. Yamin no.
655 Purwokerto selatan.
Pada hari Selasa tanggal 11 September 2012 sekira jam 22'00
WIB terdakwa mengakui kepada isterinya saksi NARITA ISRIYANTI
bahwa yang nnelakukan terhadap HENDRO SUNARYO sampai
meninggal dunia yaitu terdakwa dan terdakwa juga mengakui kepada
saksi ANGGORO KURNIAWAN bahwa yang membunuh HENDRO
76
SUNARYO adalah terdakwa sendiri, kemudian pada hari Rabu tanggal 12
September 2012 sekira jam 02.00 wlB terdakwa dengan ditemani oleh
saksi ANGGORO KURNIAWAN menyerahkan diri ke Polres
Banyumas.untuk diperoses sesuai dengan hukum yang berlaku
2. Dakwaan Penuntut Umum
Terdakwa didakwa oleh Penuntut Umum dengan dakwaan yang
disusun secara Alternatif, yaitu :
KESATU : Pasal 339 KUHP, atau
KEDUA : Pasal 338 KUHP, atau
KETIGA : Pasal 351 ayat (3) KUHP
3. Pembuktian dengan pemeriksaan alat bukti berupa :
Hakim dalam perkara ini memeriksa beberapa alat bukti dan
barang bukti dalam persidanagan, yaitu :
a) Keterangan saksi
1. ANGGORO KURNIAWAN, S.Si. Alias AANG
Pada hari Jumat tanggal 07 Desember 2012 sekitar
pukul 14.30 WIB saksi bersama saksi NICKO menemukan
korban HENDRO SUNARYO di dalam mobil Honda Jazz putih
parkir di terminal bawah Baturraden menghadap ke barat,
berada di jok depan sebalah kiri dalam posisi meringkuk
menghadap ke arah pintu depan sebelah kiri dalam keadaan
diam dan kedua tangan terikat menjadi satu dan menutupi
muka dan baju yang dipakai penuh dengan noda darah;
77
Awalnya pada hari Jumat tanggal 07 Desember 2012
sekitar pukul 05.38 WIB saksi di BBM oleh istri korban
HENDRO SUNARYO yaitu saksi TUTI HARYATI "Mf mas
ganggu, semalem ketemu sama babeh gak, nh blm ptg kh" dan
saksi balas pukul 06.21 WIB "semalem gak ketemu lho?
Sekarang sudah pulanga pa belumya,coba tak tanyakan temen-
temen kalau belum pulang dan dijawab "blm plg kh mas dr jam
4 sore",lalu saksi membawa "hp aktif gak mba..."dan dijawab
'gak ada yang aktif koh" dan saksi menjawab "ya coba tak
Tanya temen-temen yang lain dutu atau kali aia di sekre
PTB',dan dijawab 'makasih mas, kalau tahu lagi dimana sih
gpp";
Saksi kemudian sempat menelepon kepada terdakwa
GATOT, WAHONG dan teman-teman di PTB yang lain akan
tetapi tidak ada yang mengetahui keberadaa korban HENDRO
SUNARYO ;
Sekitar pukul 08.20 WlB saksi berangkat ke kantor Bank
Bukopin Purwokerto dan di kantor saksi bertemu sdr. NIKO
dan saksi ditanya ,,ada apa sih mask ok ketihatan mukanya
kaya bingung?" dan dijawab saksi "saya lagi bingung, nasabah
saya kemarin tidak pulang dan saya di BBM istrinya suruh ikut
Bantu mencarinya" dan NIKO bertanya "sapa sih mas?"dan
dijawab saksi "Pak Hendro sunaryo"',
78
Sekitar jam 10.30 WIB saksi dan sdr. NIKO berangkat
ke Purbalingga untuk survey nasabah melalui jalur Sokaraja,
setelah selesai sekitar Pukul 12.45 WlB pulangkantor melalui
jalur Padamara;
Sekitar pukul 12.45 WIB saksi bersama saksi NIKO
berangkat ke Baturraden dengan tujuan makan siang di
warung makan sebelah RM Pringsewu, dan setelah selesai
makan sekitar pukul 13.30 WIB saksi dan saksi NIKO pulang
sambil menyusuri jalan untuk mencari korban HENDRO
SUNARYO kearah terminal atas Baturraden karena tidak ada
sehingga turun dan kemudian ke terminal bawah Baturraden.
Kemudian saksi NIKO rnetihat 1 (satu) unit mobit honda jazz
warna putih parkir di terminal bawah Baturraden menghadap
ke barat kemudian saksi dan saksi NIKO mendekati mobil
honda jazz tersebut, kemudian saksi melihat ke dalam mobil
dari kaca kiri depan lalu saksi melihat korban HENDRO
SUNARYO berada di jok depan sebalah kiri dalam posisi
nneringkuk menghadap kearah pintu depan sebelah kiri dalam
keadaan diam dan kedua tangan terikat menjadi satu dan
menutupi muka dan baju yang dipakai penuh dengan noda
darah ;
79
Kemudian saksi menelpon terdakwa GATOT dan
memberitahukan kalau korban HENDRO SUNARYO udah
ketemu di terminal bawah Baturraden ;
Kemudian terdakwa GATOT datang ke terminal bawah
batrurraden bersarna-sama dengan saksi ANDI HARTONO
Als WAHONG;
Setelah terdakwa GATOT datang saksi dan terkdakwa
kemudian melaporkan kejadian tersebut ke Polsek Baturraden
;
Pada hari SELASA tanggal 11 September 2012 sekitar
pukul 21.30 WIB terdakwa GATOT mengakui perbuatanya
kepada saksi di rumah terdakwa bahwa terdakwalah yang
telah membunuh korban HENDRO SUNARYO pada hari kamis
tanggal 6 September 20l2 Jl. S. Parman depan Bioskop
Rajawali ;
Saksi tidak tahu bagaimana cara terdakwa membunuh
korban HENDRO SUNARYO karena terdakwa tidak cerita
kepada saksi ;
Saksi tidak tahu motif terdakwa membunuh korban
HENDRO' hanya terdakwa sempat cerita hal tersebut
dilakukan karena berkaitan dengan masalah hutang piutang,
tetapi saksi tidak tahu berapa jumlahnya;
80
Terdakwa bercerita kepada saksi kalau terdakwa
melakukan perbuatan tersebut seorang diri dan setelah saksi
mendengar pengakuan terdakwa kemudian saksi mengantarkan
terdakwa untuk menyerahkan diri ke kantor polisi ;
Saksi adalah kakak kandung terdakwa ;
Atas keterangan saksi tersebut terdakwa membenarkannya.
2. NIKO DINDA AULIA,
Pada hari Jumat tanggal 07 Desember 2012 sekitar
pukul 14.30 WIB saksi bersama saksi ANGGORO menemukan
korban HENDRO SUNARYO di dalam mobil Honda Jazz putih
parkir di terminal bawah Baturraden menghadap ke barat,
berada di jok depan sebalah kiri dalam posisi meringkuk
menghadap ke arah pintu depan sebelah kiri dalam keadaan
diam dan kedua tangan terikat menjadi satu dan menutupi
muka dan baju yang dipakai penuh dengan noda darah;
Sekitar pukul 08.30 WIB saksi bertemu dengan saksi
ANGGORO dikantor bank Bukopin yang terlihat bingung
sehingga saksi menegur saksi ANGGORO ,,ada apa slh mas
kok kelihatannya mukanya kaya bingung dan dijawab saya lagi
bingung nasabah saya kemarin tidak pulang dan saya di BBM
istrinya suruh ikut bantu mencarinya dan saksi tanya *sapasih
mas" dan dijawab "PAK HENDRO SUNARYO
81
Sekitar pukul10.30 WlB saksi bersama ANGGORO
survey nasabah ke Purbalingga lewat Sokaraja, sekitar pukul
11..45 WlB pulang lagi ke kantor melalui jalur Padamara ;
Sekitar pukul 12.45 WIB saksi bersama saksi
ANGGORO berangkat keBaturraden dengan tujuan makan
siang diwarung makan sebelah RM Pringsewu, dan setelah
selesai makan sekitar pukul 13.'30 WIB saksi dan saksi
ANGGORO pulang sambil menyusuri jalan untuk mencari
korban HENDRO SUNARYO kearah terminal atas Baturraden
karena tidak ada sehingga turun dan kemudian keterminal
bawah Baturraden, kemudian saksi melihat 1 (satu )unit mobil
Honda jazz warna putih parkir di terminal bawah Baturraden
menghadap ke barat' kemudian saksi dan saksi ANGGORO
mendekati mobil Honda jazz tersebut,kemudian saksi melihat
kedalam mobil dari kaca kiri depan lalu saksi melihat korban
HENDRO SUNARYO berada dijok depan sebalah kiri dalam
posisi meringkuk menghadap kearah pintu depan sebelah kiri
dalam keadaan diam dan kedua tangan terikat menjadi satu
dan menutupi muka dan ba'ju yang dipakai penuh dengan noda
darah
Kemudian saksi ANGGORO menelpon terdakwa GATOT
dan memberitahukan kalau korban HENDRO SUNARYO udah
ketemu di terminal bawah Baturraden ;
82
Kemudian terdakwa GATOT ke Batrurraden bersama-
sama dengan WAHONG dan saksi ANGGORO dan terdakwa
GATOT kemudian melaporkankejadian tersebut ke Polsek
Batunaden.
3. ANDI HARTOHO Als WAHONG Bin HADI SUNARTO,
Pada hari Jumat tanggal 07 Desember 2012 sekitar
14.30 WIB saksi menemukan korban HENDRO SUNARYO di
dalam mobil Honda Jazz putih parkir di terminal bawah
Baturraden menghadap ke barat, berada di iok depan sebalah
kiri dalam posisi meringkuk menghadap kearah pintu depan
sebelah kiri dalam keadaan diam dan kedua tangan terikat
menjadi satu dan menutupi muka dan baju yang dipakai penuh
dengan noda darah ;
Saksi kenal dengan terdakwa sejak tahun 2000 dalam
kegiatan club motor PTB ;
Awalnya pada hari jumat tanggal 07 Desember 2012
sekitar pukul 07.00 WIB ketika saksi sedang ada di rumah,
saksi ditelpon oleh saksi ANGGORO yang memberitahukan
kalau korban HENDRO SUNARYO tidak pulang sejak kemarin
hari Kamis tanggal 6 september 2012.
Saksi kemudian langsung menelepon istri korban yaitu
saksi TUTI HARYANTI menanyakan kebenaran kalau korban
HENDRO belum pulang, dan dijawab kalau benar suaminya
83
belum pulang dan minta tolong ke saksi untuk ikut mencarikan
;
Kemudian sekitar jam 07.30 WIB saksi menelepon
terdakwa GATOT memberi kabar kalau korban HENDRO
belum pulang dan pada waktu itu terdakwa GATOT menjawab
kalau akan memberi kabar teman-teman yang lainnya siapa
tahu ada yang mengetahui keberadaan korban HENDRO ;
Sekitar pukul 11.00 WIB ketika saksi sedang ada di
Purbalingga saksi ditetepon oleh terdakwa GATOT yang
menanyakan Sampai Purwokerto pukul berapa dan terdakwa
mengajak mencari korban HENDRO bersama-sama ;
Sekitar pukul 13.30 WlB saksi datang kerumah terdakwa
GATOT dan saat itu dirumah terdakwa sudah adadr.AJI
,kemudian saksi bertiga pergi mencari keberadaan korban
HENDRO dan langsung menujuke Toko Buah Cherry karena
istri korban pernah mengatakan kalau terakhir kali
menghubungi korban sedang berada di Toko
Cherry,sesampainya diarea parker saksi bertanya ketukang
parker, akan tetapi dia tidak tahu karena beda shif ;
Sakti bertiga kemudian melanjutkan mencari kedaerah
Baturraden, ketika sampai di Pintu Gerbang Mandala saksi
ANGGORO menelepon terdakwa menanyakan terdakwa sudah
sarnpaimana,dan ketika sudah sampai di Cinta Alam
84
Baturraden saksi ANGGORO menelepon terdakwa lagi, karena
terdakwa sedang menyetir maka saksi yang mengangkat
telepon dan saksi ANGGORO mengatakan,,Babeh
kena,..Babeh Rena..!!Cepetan ming terminal ngisor
Baturraden,,(Bapak kena..'Bapak kena..!!Cepat keterminal
bawah Baturraden) dan pada saat itu saksi berpikir kalau
korban HENDRO dirampok.
Sekitar pukul 14.30 WlB saksi bertiga tiba diterminal
bawah Baturraden ditempat tersebut sudah ada saksi
ANGGORO bersama temannya,kemudian saksi mendekati
mobil Honda Jazz milik korban HENDRO No.Pol R 9194 ZA
ketika saksi melihat dari kaca depan, saksi melihat korban
HENDRO berada duduk depan sebelah kiri,posisi sandaran jok
tersandar kebelakang,posisi korban miring kekiri meringkuk
menghadap ke arah pintu depan sebelah kiri dalam keadaan
diam, kedua tangan terikat menjadi satu dan baiu lengan
pendek warna abu-abu motif garis yang digunakan bernoda
darah kedua kaki tertekuk;
Saksi ANGGORO kemudian menyuruh lapor saksi
bersama terdakwa GATOT langsung ke Polsek Baturraden
naik mobil Grand Livina milik terdakwa ;
Saksi terakhir bertemu dengan korban HENDRO
SUNARYO pada hari selasa tangga l4 september 2012 sekitar
85
pukul 22.00 WlB di rumah korban Hendro Sunaryo dalam
rangka pengajuan kredit/ simpan pinjam atas nama saksi
sendiri ;
Saksi mengetahui hubungan terdakwa dengan korban
ENDRO SUNARYO sebelumnya baik-baik saja;
Saksi mengetahui bahwa antara terdakwa dengan
korbanHENDROSUNARYOadahubunganbisnisdanatalangan;
4. ANJAR SUCIATI BINTI SOELICHUN
Saksi kenal dengan korban HENDRO SUNARYO sejak
tahun 2009 Di Axel Fitness centre Jl' overste indiman
Purwokerto karena saksi bekerja di fitnessan tersebut dan
korban HENDRO SUNARYO sebagai member Axel Fitness
centre ;
Setahu saksi korban HENDRO SUNARYO meninggal
karena dibunuh dan saksi tidak tahu siapa yang membunuh
korban HENDRO SUNARYO;
Saksi tidak tahu kapan korban HENDRO SUNARYO
meninggal dunia, tetapi pada hari Rabu tanggal 05 september
20l2 sekitar pukul 19.00 WIB saksi masih bertemu dengan
korban HENDRO SUNARYO untuk membeli buah diCherry,
beli catdiDepo Pelita dan makan malam di warung Nasi
Goreng di berkoh dan pulang sekitar pukul 21.30 WIB ;
86
Pada hari kamis tanggal 06 september 20l2 tidak
bertemu dengan korban HENDRO SUNARYO tetapi dari pagi
sampai pukul 19.15 WIB saksi masih BBM densan korban
HENDRO SUNARYO masih dibalas tetapi selanjutnya BBM
tidak terkirim SMS sekitar pukul 22.00 dan baru pada hari
jumat tanggal 7 September 2012 sekitar jam l3.l0 WlB terkirim
tetapi tidak dibalas;
Hari Kamis tanggal 6september 2012 sekitar pukul
06.00 WlB saksi ngobrol dengan korban HENDRO melalui
BBM tentang kegiatan keseharian saja yaitu saat itu korban
ada kegiatan mengecat rumah, sekitarpukul 06.30 WlB saksi
berangkat kerja disanggar senam Kartika Dewi,sekitar jam
08.00 WlB saksi kirim BBM ke korban tetapi baru dibalas
sekitar pukul 11'00 WIB karena habis tidur dan kembali saling
BBM sampai Pukul 14'00 WIB;
Sekitar pukul l6.30 WlB saksi kirim BBM ke korban
menanyakan sedang apa dan dijawab mau ambil uang di
kantor terdakwa GAToT di Jl'Gerilya Purwokerto,selanjutnya
sekitar pukul 17.50 WIB saksi kirim BBM mengingatkan
korban untuk sholat dulu tetapi dijawab korban nanti sekalian
mau beli buah di Toko Cherry' Sekitar pukul l8.30 WlB saksi
kirim BBM lagi ',nguja banget apa ketemuan?,,{sengaja banget
apa ketemuan?)dan dijawab','iya janjian ketemuan habis
87
Maghrib,,dan sekitar pukul l9.l5 WlB saksi BBM lagi: "serius
banget apa Mas?Dan dijawab""ya"'sekitar pukul 20'00 WlB
saksi BBM:,oMas,,tetapi tidak terkirim dan sekitar pukut 22.l7
WIB saksi kirim SMS""tegaya"terkirim tetapi tidak dibalas;
Pada hari jumat tanggal 07 September 2012 sekitar
pukul 16'30WIB saksi diberitahu oleh sdr DEW kalau korban
HENDRO SUNARYO diketemukan meninggal dunia didalam
mobil yang diparkir di terminal bawah Baturraden karena
dibunuh ;
Saksi menjalin hubungan pacaran dengan korban
HENDRO sejak tahun 2009 . Setahu saksis dr.DEWI juga
pacar korban HENDROawaltahun2012;
Setahu saksi antara terdakwa GATOT dengan korban
HENDRO SUNARYO ada hubungan bisnis dana talangan;
5. TUTI HARYANTI
Saksi adalah istri korban HENDRO SUNARYO yang
menikah pada tahun 1992 sampai sekarang dan dari
pernikahan tersebut dikaruniai 2 (dua) orang anak yaitu
YULIA RAHMAWAT |(18tahun) dan WAHYU RIZALDI (15
tahun) ;
Pekerjaan suami saksi atau korban HEDRO adalah
sebagai direktur UD.Mandiri Kantor Pusat Purwokerto yang
88
mempunyai cabang dibeberapa kota yang bergerak dibidan
kredit barang pecah belah;
Selain itu suami saksi juga mempunyai usaha
wiraswasta dengan terdakwa GATOT dengan cara dana
talangan (pinjam tempo singkat) dimana suami saksi sebagai
penyedia dana dan keuntungan dibagi 2 dengan terdakwa
GATOT ;
Terakhir saksi bertemu dengan suami saksi korban
HENDRO SUNARYO pada hari Rabu tangga 05 September
2012 sekitar pukul 05.00 WIB saksi pamitan dengan korban
HENDRO SUNARYO untuk pergi ke luar kota bersama sopir
saksi yang bernama SOHIBUN dan sekretaris saksi yang
bernama SUTlNl serta kakaks dr.SUTlNi yang bemama
YATNO dengan tujuan ke Wonosobo,Temanggung' Magelang.
Satatiga. Boyolali, Yogyakarta' Kutoarjo dan Gombong untuk
kepentingan mengecek kantor cabang usaha saksi yaitu UD.
MANDIRI;
Saksi baru melakukan komunikasi dengan korban
HENDRO ketika saksi sampai diKantor Cabang di Gombong
yaitu hari Kamis tanggal 6 September 2012 sekitar pukul 14.30
WlB melalui BBM : “lagi ngapa” dan dijawab korban : “ lagi
makan, aku dioleh-olehi apa” saksi jawab :” mau dibeliin
89
Chiki atau premen atau gimana?” dijawab korban :
“hahahha”
Ketikan saksi dalam perjalanan pulang kerumah dan
ketika sampai didekat RSUD Margono sekitar pukul l5.30 WlB
korban kirim BBM:,,sudahl sampai mana mam?,'saksi jawab
,,sudah sampai Tambak", saksi berbohong karena saksi mau
memberi kejutan ke suami 'Kemudian saksi mampir ke Toko
MasRamayana untuk menjual perhiasan cincin,kalung dan
anting karena saksi sudah bosan dan laku Rp.6.000'000,-
'Setelah itu saks ikeToko Rahayu untuk membayar nota
tagihan sebesar Rp' 3'000'000'*' kemudian saksi ke salon
JOHN dan pulang sampai dirumah sekitar pukul l6'30 WlB;
Ketika saksi pulang kerumah ,saksi bertemu dengan
anak saksi yaitu saksi RLZAL dan saksi menanyakan "bapak
lagi kemana mas,,dan dijawab bapak lagi ambil uang kerumah
pak GATOT dan saksi bertanya lagi,,bapak pergi jam
berapa,,dan dijawab,bapak pergi jam 4an", dan selanjutnya
saksi BBM ke korban HENDRO SUNARYO "lagi dimana mas"
dan dijawab “ketempate gatot” terus saksi istirahat dan beres-
beres rumah.
Sekitar pukul 2l'00 WlB saksi kembali BBM korban
HENDRO: "lagi dimana mas?"dan dijawab:"ini lagi di Cherry
sebentar lagi mau ketemu temen,,dan saksi jawab ',,,ya sudah",
90
dan saksi langsung tidur; Bahwa pada hari Jumat tanggal
07september 2012 sekitar pukul 0l.00 WIB saksi terbangun dan
melihat korban HENDRO SUNARYO belum pulang, sehingga
saksi mencari keruang tengah tetapi tidak ada kemudian saksi
menelpon korban HENDRO SUNARYO kenomer 0812272463
tetapi tidak aktif, sehingga saksi tidur lagi .Selanjutnya sekitar
pukul 04.00 WIB saksi terbangun dan melihat suami belum
pulang, sehingga saksi mencoba menelepon ke 08122712463
dan 081903129888 tetapi tidak ada yang aktif;
Sekitar pukul 06.00 WIB korban HENDRO SUNARYO
belum pulang kemudian saksi BBM saksi ANGGORO dan.-
menanyakan semalam ketemu babeh dak dan
dijawab,,enggakkok, semalam aku nggak keluar dan saksi BBM
lagi.'tolong mas dicariin,, dan dijawab,,ya mba nanti saksi
cariin takutanya sama teman-teman;
Sekitar pukul 08.00 WIB WAHONG telepon saksi
:”gimana mba? saksi jawab:” ini babeh enggak pulang, nggak
ketemu”, dan dijawab WHONG:’ iya mba ntar tak cari
semalem juga saya nggak ketemu.
Kemudian saksi mengirim BBM ke DONI dan PRECEL
untuk menanyakan keberadaan korban HENDRO' akan tetapi
keduanya sama-sama nggak tahu.
91
Pada sekitar jam 17'30 WIB datang para tetangga
dengan maksud untuk melayat kerumah saksi,dan saat itu saksi
baru mengetahui dari tetangga kalau suami saksi ditemukan
meninggal dunia didalam mobil Honda Jazz yang diparkir
diterminal bawah Baturraden ;
Saksi mengetahui hubungan antara terdakwa dengan
korban HENDRO SUNARYO yaitu bisnis dana talangan,
korban HENDRO SUNARYO yang menyediakan dananya
sedangkan terdakwa yang mencarikan nasabah dan setahu
saksi hubungan terdakwa dengan korban baik-baik saja ;
Saksi mengetahui yang terakhir kali menggunakan
Honda Jazz adalah anak saksi yaitu saksi YULIA
RAHMAWATI dan setahu saksi tidak pemah ada gunting
didalam mobil dan gunting milik saksi masih lengkap, dan
setahu saksi korban HENDRO SUNARYOtidak pernah
membawa barang-barang tajam seperti gunting didalam
mobil;
Barang-barang bukti yang ditunjukkan dipersidangan
saksi membenarkan bahwa STNK Honda Jazz atas nama saksi
adalah STNK mobil yang dipakai korban HENDRO, Baju merk
CHELCEA' celana pendek warna abu-abu motif doreng,
celana dalam merk DURBAN, sandal merk ADIDAS, HP Nokia
E72, Nokia E90, cincin berlian ema$ putih dan korek api merk
92
ZIPPO warna zilver adalah milik korban yang dipakai saat
kejadian ;
HP Blackberry Bold dan Notebook adalah milik anak
saksi yaitu saksi YULIA yang tertingga di dalam mobil Honda
JATJ warna putih No. Pol. R 9194 ZA yang dibawa korban
saat kejadian ;
Saksi telah mengikhlaskan meninggalnya suami saksi
yaitu HENDRO SUNARYO ;
Saksi telah memaafkan perbuatan yang telah dilakukan
terdakwa terhadap suami saksi
6. YULIA RAHMAWATI
Terakhir saksi bertemu dengan ayah saksi yaitu korban
HENDRO SUNARYO pada hari Kamis tanggal 06 September
2012 sekitar pukul 05.30 WIB dan korban HENDRO
SUNARYO mengantarkan saksi ke kampus UNSOED ;
Saksi rnenghubungi korban adalah dengan mengirim
sms melalui HP adik saksi yaitu WAHYU RIZALDHI pada hari
kamis tanggal 6 September 2012 sekitar jam 19.00 WIB pada
saat perjalanan pulang dari kampus UNSOED ke rumah. Pada
saat itu saksi menyuruh adik saksi untuk kirim sms ke korban
ke nomor 08122712463 untuk menanyakan apakah HP
Blakberry type belagio warna hitam milik saksi tertinggal di
dalam mobil Honda Jazz yang dipakai korban apa tidak,
93
dengan kalimat : "Pah, tagi dimana? Handphone Mba Lia ada
di mobil gak?" namun SMS tersebut tidak dibalas;
Pada hari jumat tanggal 07 September 2012 sekitar
09.00 WIB,ketika saksi berada dirumah saksi mendengan ibu
saksi yaitu saksi TUTI HARYATI sedang menghubungi teman-
teman ayah saksi yaitu korban HENDRO SUNARYO melalui
telepon untuk mencari tahu dimana keberadaan korban
dikarenakan korban HENDRO SUNARYO pada hari kamis
tanggal 06 September 2012 sekitar pukul 16.00 WIB korban
HENDRO SUNARYO meninggal kan rumah dan belum pulang
dan temen-temen korban tidak mengetahui dimana keberadaan
korban HENDRO SUNARYO;
Setelah mengetahui hal tersebut saksi kemudian ikut
melakukan pencarian dengan cara menghubungi teman-teman
saksi apakah ada yang melihat mobil Honda Jazz warna putih
yang biasa saksi pakai namun tidak ada yang menlihatnya ;
Sekitar pukul l4.45 WlB saksi bersama sopir yang
bemama SHOHIBUN dan teman saksi yang bernama KANTI
RAHMA pergi mencari ke arah Baturraden karena korban
HENDRO SUNARYO sering main ke Baturraden, kemudian
sekitar pukul 15.15 WIB ketika saksi sedang mencari
diparkiran Hotel Puri Wisata saksi ditelepon oleh teman saksi
yaitu YULIA ANGGRAETI yang mengatakan ada mobil Honda
94
jazz warna putih berada diterminal bawah Baturraden dan ada
mayatnya, kemudian saksi langsung menujuh terminal bawah
Baturraden dan ketika saksi sampai ditempat tersebut sudah
ada teman-teman korban antara lain terdakwa GAToT
,DARMo, WAHONG dan beberapa orang lainnya yang tidak
saksi kenal ;
Setelah mobil saksi diparkir ,terdakwa GATOT dan
DARMO mendekati saksi dan memberitahukan bahwa korban
diketemukan telah meninggal dunia di dalam mobil Honda Jaz.
wama putih tersebut, setelah itu saksi menunggu di dalam
mobil yang dipakai saksi sampai mobil Ambulance dating
sekitar pukul 16.30 WIB dan membawa jenazah ke RSUD
Margono, selanjutnya saksi pulang kerumah;
Mobil Honda Jazz warna putih No.PoL R 9194 7A
adalah korban namun sehari-harinya sering dipakai saksi,
hanya kadang-kadang saja korban memakai ;
Setahu saksi di dalam mobil Honda Jazz tersebut tidak
ada gunting dan lakban ;
Saksi mengetahui dari adik saksi kalau korban terakhir
meninggalkan rumah pada hari KAMIS tanggal 6 september
2012 sekitar jam l6.00 WlB dan berpamitan akan mengambil
uang;
7. WAHYU RIZALDHI
95
Terakhir saksi bertemu dengan ayah saksi yaitu korban
HENDRO SUNARYO pada hari Kamis tanggal 06 September
2012 sekitar pukul 05.30 WIB dan korban HENDRO
SUNARYO mengantarkan saksi ke kampus UNSOED ;
Terakhir saksi rnenghubungi korban adalah dengan
mengirim sms melalui HP adik saksi yaitu WAHYU RIZALDHI
pada hari kamis tanggal 6 September 2012 sekitar jam 19.00
WIB pada saat perjalanan pulang dari kampus UNSOED ke
rumah. Pada saat itu saksi menyuruh adik saksi untuk kirim
sms ke korban ke nomor 08122712463 untuk menanyakan
apakah HP Blakberry type belagio warna hitam milik saksi
tertinggal di dalam mobil Honda Jazz yang dipakai korban apa
tidak, dengan kalimat : "Pah, tagi dimana? Handphone Mba
Lia ada di mobil gak?" namun SMS tersebut tidak dibalas;
Pada hari jumat tanggal 07 September 2012 sekitar
09.00 WIB,ketika saksi berada dirumah saksi mendengan ibu
saksi yaitu saksi TUTI HARYATI sedang menghubungi teman-
teman ayah saksi yaitu korban HENDRO SUNARYO melalui
telepon untuk mencari tahu dimana keberadaan korban
dikarenakan korban HENDRO SUNARYO pada hari kamis
tanggal 06 September 2012 sekitar pukul 16.00 WIB korban
HENDRO SUNARYO meninggal kan rumah dan belum pulang
96
dan temen-temen korban tidak mengetahui dimana keberadaan
korban HENDRO SUNARYO;
Setelah mengetahui hal tersebut saksi kemudian ikut
melakukan pencarian dengan cara menghubungi teman-teman
saksi apakah ada yang melihat mobil Honda Jazz warna putih
yang biasa saksi pakai namun tidak ada yang menlihatnya ;
Sekitar pukul l4.45 WlB saksi bersama sopir yang
bemama SHOHIBUN dan teman saksi yang bernama KANTI
RAHMA pergi mencari ke arah Baturraden karena korban
HENDRO SUNARYO sering main ke Baturraden, kemudian
sekitar pukul 15.15 WIB ketika saksi sedang mencari
diparkiran Hotel Puri Wisata saksi ditelepon oleh teman saksi
yaitu YULIA ANGGRAETI yang mengatakan ada mobil Honda
jazz warna putih berada diterminal bawah Baturraden dan ada
mayatnya, kemudian saksi langsung menujuh terminal bawah
Baturraden dan ketika saksi sampai ditempat tersebut sudah
ada teman-teman korban antara lain terdakwa GAToT
,DARMo, WAHONG dan beberapa orang lainnya yang tidak
saksi kenal ;
Setelah mobil saksi diparkir ,terdakwa GATOT dan
DARMO mendekati saksi dan memberitahukan bahwa korban
diketemukan telah meninggal dunia di dalam mobil Honda Jaz.
wama putih tersebut, setelah itu saksi menunggu di dalam
97
mobil yang dipakai saksi sampai mobil Ambulance dating
sekitar pukul 16.30 WIB dan membawa jenazah ke RSUD
Margono, selanjutnya saksi pulang kerumah;
Mobil Honda Jazz warna putih No.PoL R 9194 7A
adalah korban namun sehari-harinya sering dipakai saksi,
hanya kadang-kadang saja korban memakai ;
Setahu saksi di dalam mobil Honda Jazz tersebut tidak
ada gunting dan lakban ;
Saksi mengetahui dari adik saksi kalau korban terakhir
meninggalkan rumah pada hari KAMIS tanggal 6 september
2012 sekitar jam l6.00 WlB dan berpamitan akan mengambil
uang;
8. HARI WIBOWO
Saat ini saksi bekerja sebagai anggota Polri pada Polres
Banyumas;
Pada hari Jumat tanggal 07 Desember 2012 sekitar pukul
14.30 WIB telah ditemukan korban HENDRO SUNARYO di
dalam mobil Honda Jazzwarna putih No.Pol. R 9194 TAdi
parkiran terminal bawah Baturraden ikut desa Baturraden
Kec- Baturraden Kab. Banyumas
Ketika saksi sampai di TKP bersama-sama dengan piket
Reskrim dan Unit SPK, mobil menghadap ke arah barat
98
(menghadap jalan), mesin mobil mati, pintu mobil tertutup
rapat, korban berada di jok depan sebelah kiri dengan posisi
sandaran jok tersandar ke belakang, posisi korban meringkuk
ke menghadap kea rah pintu depan sebelah kiri, kedua tangan
terikat menjadi satu dan menutupi mukanya, baju yang dipakai
penuh noda darah ;
Saksi mendatangi tempat ditemukan korban HENDRO
SUNARYO di dalam mobil honda iazz watna putih NoPol R-
9194-ZA bersama Piket RESKRIM dan uNlT sPK, kemudian
saksi mengamankan TKP dengan memasang Police Line,
melakukan olah TKP, mengambil barang-barang bukti yang
ada di TKP yang diduga ada kaitannya dengan tindak pidana,
mengambil sidik jari di TKP, dan membawa korban ke RSUD
Margono untuk di autopsy ;
Korban meninggal dunia diduga karena di bunuh;
9. NARITA ISRIYANTI,
Pada hari Jumat tanggal 07 Desember 2012 sekitar
pukul 14.30 WIB tetah ditemukan korban HENDRO SUNARYO
di dalam mobil Honda Jazz putih parkir di terminal bawah
Baturraden ikut desa Baturraden Kec. Baturraden Kab'
Banyumas;
99
Saksi adalah istri dari terdakwa ,saksi mengetahui
bahwa antara terdakwa dan korban HENDRO SUNARYO
adalah ada hubungan bisnis dana talangan dimana korban
HENDRO SUNARYO yang menyediakan dana sedangan
terdakwa yang menyarikan nasabah dengan system
kepercayaan dan menyerahkan jaminan ;
Saksi mengetahui hubungan bisnis antara terdakwa dan
korban HENDRO SUNARYO adalah baik baik saja tidak ada
masalah;
Saksi kenal dengan korban HENDRO SUNARYO sejak
tahun 2007 karena korban HENDRO SUNARYO teman suami
saksi yaitu terdakwa GATOT ;
Pada hari Kamis tanggal 06 September 2012 suami
saksi yaitu terdakwa GATOT tidak berangkat kerja karena
sakit dan hanya di rumah saja ;
Sekitar pukul15.30 WIB terdakwa pamitan :"Mah, nanti
saya mau pergi', dan saksi jawab 1 "Ya, saya iuga ,mau pergi"'
kemudian terdakwa mandi dan pakai baju kaos oblong warna
hitam dan celana pendek kain warna coklat, sekitar pukul
16.00 WIB saksi pergi dan berpesan kepada terdakwa : "kalau
mau pergi pintu dikunci yah" dan dijawab : ,,ya, nanti ayah
kunci", selanjutnya saksi pergi dan pulang ke rumah lagi
100
sekitar jam 18.30 WIB dan saat itu terdakwa sudah tidak ada
di rumah ;
Sekitar pukul 20.00WIB terdakwa pulang ke rumah saat
itu saksi sedang menidurkan anak di kamar sambil menunggu
cucian baju di mesin cuci dan saat itu terdakwa langsung
mandi dan dan celana Yang tadidipakai ;
Sekitar pukut 20-30 WIB terdakwa pamitan keluar lagi
ya, mau ketemu sama anak'anak dan Babeh" dan saksi jawab '.
"ya" dan terdakwa baru pergi lagi bertemu pulang ke rumah
sekitar pukul 24.30 WIB ;
Selanjutnya pada hari Jumat tanggal 7 September 2012
sekitar pukul 05.30 WIB saksi bangun tidur dan saksi melihat
terdakwa sudah bangun sedang mengganti celana anak saksi
dan selanjutnya terdakwa menerirna telepon dan menjelaskan
kepada saksi kalau tadi telepon dari WAHONG : "Babeh belum
pulang" dan saksi jawab "kemana" akan tetapi terdakwa tidak
menjawab ;
Sekitar pukul 08.15 WIB terdakwa pergi ke kantor naik
mobil' sekitar jam 10.00 WIB saksi pergi ke MORO, sekitar
pukul 12.30 WIB terdakwa telepon saksi dan bilang kalau
terdakwa sedang berada di rumah dan sedang menunggu
wAHONG dan AJI mau mencari Babeh (Korban Hendro),
101
sekitar jam 16.30 wlB ketika saksi membuka BBM ada kabar
dari teman HENDRO SUNARYO sudah meninggal dunia;
Pada hari Selasa tanggal 11 September 2012 sekitar jam
08.20 WIB terdakrrua pergi kerja dan baru pulang sekitar jam
16'00 WIB kemudian duduk-duduk di teras dengan anak saksi,
sekitar jam 19.30 WIB kakak ipar saksi yaitu ANGGORO
datang ke rumah, setanjutnya saksi pergi tidur tetapi sekitar
iam 22.00 wlB terdakwa membangunkan saksi rnelihat dan
ANGGORO sudah pulang, selanjutnya terdakwa bilang "
"Mah, bangun sebentar, saya mau ngobrol. saksi iawab :
"ngobrol apa" dijawab terdakwa : "sini duduk –duduk
kemudian setelah saksi duduk tiba-tiba terdakwa langsung
menangis dan bersujud di kaki saksi sambil bilang " "Mah,
saya minta maaf sama Mamah sama Dwina nek ayah sudah
bikin malu, sudah bikin beban besar bikin malu sama mamah
sama Dwina, pokoknya ayah minta maaf,,selanjutnya
terddakwa amenyampaikan kesaksi kalau terdakwa yang telah
membunuh korban HENDRO,mendengar hal tersebut saksi
menangis dan menyarankan keterdakwa untuk menyerahkan
diri,dan terdakwa menyetujui sehingga kemudian terdakwa
menelepon kakaknya yaitu ANGGORO untuk datang lagi ke
rumah, dan sekitar pukul 23'00 WIB ANGGORO dan DENDO
dan setelah datang di rumah terdakwa menceritakan kalau dia
102
yang telah membunuh korban GATOT sehingga sekitar pukul
02'00 terdakwa diantar oleh ANGGORO dan DENDO ke
Polres untuk menyerahkan diri ;
Pada saat terdakwa pulang kerumah saksi tidak melihat
terdakwa penuh menidurkan saksi di kamar; Atas keterangan
saksi tersebut terdakwa membenarkan nya.
b) Petunjuk
Pengertian petunjuk seperti yang dirumuskan dalam Pasal
188 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang
Hukum Acara Pidana adalah :
“Petunjuk adalah perbuatan, kejadian yang karena persesuaian, baik antara yang satu dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri menandakan telah terjadi sesuatu tindak pidana dan siapa pelakunya”.
Berdasarkan fakta-fakta yang diperoleh dalam persidangan
berupa keterangan saksi-saksi, alat bukti suratvisum et
repertumdan keterangan terdakwa, telah terdapat persesuaian
antara yang satu dengan yang lain bahwa telah terjadi tindak
pidana pembunuhan, pada hari Kamis tanggal 6 September 2012
sekitar pukul 16.30 WIB Bertempat di Depan Gedung Bioskop
Rajawali. Purwokerto.
c) Alat Bukti Surat
Visum et Repertumatas nama Hendro Sunaryo, yang dibuat
oleh dr. M. ZAENURI SYAMSU HIDAYAT' SpKF.
103
MSiMed..Rumah sakit Umum Daerah (RsuD) Prof. Dr. Margono
soekarjo Purwokerto No'4743122275121-09- 2012tanggal 10
september 2012 .Dengan hasil pemeriksaan sebagai berkut :
1. Pada bagian dada luka-luka antara lain :
a. Tampak dua buah luka terbuka pada dada kanan :
a) Luka pertama terletak + 1 cm dibawah garis pangkal
leher serta + 8 cm dari garis tengah tubuh panjang
luka + 2 ½ cm,lebar ½ cm dan dalam + 3 cm, arah
luka miring dari kiri bawah ke kanan atas,tepi luka
rata,sudut luka ujung dalam lancip dan ujung luar
tumpul, batas tegas, tebing luka rata dengan arah
miring ke atas, tidak terdapat jembatan jaringan, dasar
luka jaringan ikat.
b) Luka kedua, 2 cm di bawah luar luka pertama, ukuran
½ cm x ½ cm dan dalam + 3 cm, batas tegas, tepi rata,
tebing luka rata, tidak terdapat jembatan jaringan,
dasar luka jaringan ikat.
c) Tampak sebuah luka terbuka di dada kiri, letak + 6 cm
dari garis tengah tubuh dan + 3 cm diatas garis
mendatar yang melewati kedua puting susu, arah luka
miring dari arah kanan bawah ke kiri atas, panjang
luka + 4 cm dengan lebar luka ½ cm serta dalam + 8
cm.
104
d) Saat kulit dada dibuka, ditemuka resapan darah
dibawah kulit dada.
e) Tampak patah tulang iga ketiga kiri bawah luka.
f) Patah tulang berbentuk celah di tulang iga bagian
bawah, panjang celah +1 cm dengan tebing luka rata.
g) Tampak luka terbuka pada paru dibawah luka, panjang
+ 3 cm lebar 1 cm dan dalam + 3 cm.
h) Paru berwarna merah pucat, tampak gambaran hitam
mewarnai seluruh lapangan Paru.
i) Jantung tampak berwarna merah pucat,jantung
terkesan agak membesar dan tampak perlemakan pada
jantung' otot jantung nampak menebal dan benrvarna
pucat.
j) Ditemukan gumpalan darah berwarna merah
kehitaman pada rongga dada kiri dengan volume t 150
mililiter.
2. Pada bagian tulang-tulang
b. Tulang-tulang dada
a) tampak patah tulang iga ketiga kiri.
b) Dari hasil pemeriksaan didapat kesimpulan bahwa
kematian diperkirakan kurang dari 6 jam setelah
makan terakhir dan pada pemeriksaan ditemukan .
105
c) Luka tusuk di dada kanan dan dada kiri akibat trauma
tajam
d) Luka tusuk di dada kiri menembus dinding dada, tulang
iga dan paru kiri serta menyebabkan perdarahan di
rongga dada kiri.
e) Ditemukan tanda-tanda mati lemas.
Kematian diperkirakan akibat mati lemas dan perdarahan
rongga dada Sesuai hasil pemeriksaan pada luka korban di dada
kiri dan dada kanan diperkirakan dengan menggunakan benda
tajam satu sisi dengan ujung runcing ;
Di bagian Kesimpulan Visum et Repertum Ahli
menerangkan bahwa korban mati lemas, yang disebabkan karena
sumbatan pada hidung dan mulut, dengan ciri-ciri lidah tergigit,
kuku berwarna biru, muka berubah warna menjadi sembab,
kotoran keluar dari anus, air mani keluar dari kemaluan,
kemudian untuk kematian dikarenakan karena kehabisan darah
sesuai fakta korban pada rongga dada terdapat darah 150 cc yang
seharusnya tidak ada darahnya ;
Sesuai dengan hasil pemeriksaan terhadap tubuh korban
meninggal dunia setelah ditutup mulut dan hidungnya dengan
lakban warna hitam, dan saat dilakban korban dalam keadaan
masih hidup ;
106
Orang yang disumbat jalan napasnya atau disumbat
dengan lakban jalan napasnya dapat bertahan hidup maksimal 10
menit
d) Keterangan Terdakwa
Terdakwa Hendro :
Terdakwa kenal dengan korban HENDRO SUNARYO
teman dan ada hubungan bisnis dana talangan, dan kaitannya
dengan peristiwa ini adalah berawal dari terdakwa menggunakan
uang milik korban HENDRO SUNARYO sebesar Rp. 200.000.000,-
(dua ratusjuta rupiah);
Terdakwa menerima uang total sejumlah Rp. 200.000.000,-
(dua ratus juta rupiah) dari korban HENDRO SUNARYO dengan
penerimaan sebanyak 5 kali, yaitu :
1. Tanggal 4 Agustus 2012 sekitar jam 11.00 WIB terdakwa
menerima uang berupa transferan sebesar Rp. 50.000.000,-
(lima puluh juta rupiah) melalui rekening Bank BCA milik istri
terdakwa ;
2. Tanggal 8 Agustus 2012 sekitar jam 14.00 WIB terdakwa
menerima uang berupa transferan sebesar Rp. 40.000.000,-
(empatpuluh juta rupiah) melalui rekening Bank BCA milik
istri terdakwa ;
107
3. Tanggal 8 Agustus 2012 sekita; pukul 21.00 WIB terdakwa
menerima uang tunai sebesar Rp. 25.000.000,- (dua puluh lima
juta rupiah) di rumah korban HENDRO SUNARYO ;
4. Tanggal 25 Agustus 2012 sekitar jam 11.00 WIB terdakwa
menerima uang berupa transferan sebesar Rp. 50.000.000,-
(lima puluh juta rupiah) melalui rekening Bank BCA milik istri
terdakwa ;
5. Tanggal 25 Agustus 2012 sekitar pukul 23.00 WIB terdakwa
menerima uang tunai sebesar Rp. 35.000.000,- (tiga puluh lima
juta rupiah) di rumah korban HENDRO SUNARYO ;
Korbanmau menyerahkan uang sebesar Rp. 200.000.000.-
(dua ratus juta rupiah) tersebut karena memang korban
mempunyai bisnis dana talangan kepada orang yang
membutuhkan dan terdakwa adalah sebagai marketing mencari
nasabah sejak Oklober 2011, dan pada waktu itu terdakwa
mengatakan kepada korban kalau ada nasabah bernama
CIPTONO dan AGUNG WICAKSONO dari Kawunganten Cilacap
membutuhkan dana talangan sebesar Rp. 200.000,000,- (dua ratus
juta rupiah) dengan bunga 10% dan akan dikembalikan dalam
tempo 1 bulan dan ternyata korban menyetujui permintaan
terdakwa tersebut;
Setelah terdakwa menerima uang sebesar Rp.
200.000.000,- (duaratus juta rupiah) tersebut, kemudian oleh
108
terdakwa digunakan uri menutupi pembayaran pinjaman nasabah
lain atas nama KURNIAWAN YULIANTO dan JAELANI alamat
Kawunganten Cilacap, karena kedua nasabah tersebut tidak
mengembalikan dana talangan sesuai perjanjian sedangkan
terdakwa sudah diminta korban untuk mengembalikan dana
talangan yang dipinjam oleh nasabah JULIANTO dan JAELANI
tersebut setiap bulannya dan terdakwa tidak mampu lagi
membayari bunga kedua nasabah tersebut agar tetap mendapat
kepercayaan dari korban HENDRO, sehingga akhirnya terdakwa
mempunyai inisiatif untuk meminjam dana talangan lagi sebesar
Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) tersebut dengan alasan
ada nasabah baru atas nama CIPTONO dan AGUNG
WICAKSONO padahal uang tersebut terdakwa gunakan untuk
menutup hutang KURNIAWAN YULIANTO dan JAELANI seakan-
akan lunas ;
Sebagai marketing dana talangan tersebut terdakwa tidak
mendapatkan upah, tetapi terdakwa hanya mendapatkan
keuntungan menaikkan bunga pinjaman, yaitu dari korban
memberikan bunga pinjaman sebesar 10% kemudian terdakwa
menaikkan bunga menjadi 11%, jadi terdakwa mendapat
keuntungan 1% ;
Padahari Sabtu tanggal 1 September 2012, korban
HENDRO SUNARYO mulai menanyakan kepada terdakwa tentang
109
perlunasan uang yang dipinjam o!eh terdakwa sebanyak Rp.200.
000.000,- (dua ratus juta rupiah), karena uang tersebut akan
digunakan oleh korban HENDRO SUNARYO untuk kepentingan
lainnya, kemudian terdakwa mengatakan kepada korban HENDRO
SUNARYO agar menunggu jatuh tempo, akan tetapi korban selalu
memaksa untuk segera dilunasi dan hal tersebut selalu diucapkan
berulang kali setiap hari baik langsung maupun melalui BBM.
Kemudian pada hari Rabu tanggal 5 September 2012
sekitar jam 11.00 WIB terdakwa menemui korban HENDRO
SUNARYO dirumahnya di Jalan Serayu Raya No.04 Kelurahan
Sumampir Kecamatan Purwokerto Utara Kabupaten Banyumas,
dan terdakwa menyampaikan agar pelunasan uang sebesar
Rp.200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) dipending dulu dan
meminta waktu untuk melakukan penagihan, kemudian korban
HENDRO SUNARYO memberi waktu selama 1 (satu) hari kepada
terdakwa, setelah itu terdakwa pulang ;
Keesokan harinya Pada hari Kamis tanggal 6 September
2012 sekitar jam 13.00 WIB korban HENDRO SUNARYO
menanyakan lagi masalah uang sebesar Rp.200.000.000,- (dua
ratus juta rupiah) melalui BBM (Black Berry Masenger) kepada
terdakwa yang berbunyi “Gmn Mas Brahari ini?”, dan dibalas
oleh terdakwa : "nanti sj kita obrolin Ndan" setelah itu terdakwa
istirahat tidur. Selanjutnya pada sekitar jam 15.30 WIB korban
110
HENDRO SUNARYO mengirim BBM lagi: "Soreini bisa ya?" dan
dibalas terdakwa :"ketemuan sj dulu yang dekat-dekat rumah" dan
dibalas terdakwa : "oke" setelah itu terdakwa istirahat di kamar;
Selanjutnya sekitar jam 16.15 WIB terdakwa menerima
BBM lagi dari korban :"otw", dan dibalas terdakwa : "oke
kalausudah di TKP kabarin" dan kemudian sekitar pukul 16.30
WIB terdakwa kembali menrima BBM dari korban "saya-sudah di
depan Rajawali dan dijawab terdakwa "ok saya kesana" kemudian
saat itu juga terdakwa berangkat menuju ke depan bioskop
Rajawali mengenakan kaos hitam tanpa krah dan celana pendek
warna coklat dengan naik sepeda motor Honda Vario putih No.
Pol R 2925 AS, dan sesampainya di depan bioskop Rajawali
terdakwa melihat korban HENDRO SUNARYO sendirian di dalam
mobil Honda Jazz warna putih No. Pol R 9194 ZA di parkir di
sebelah utara pintu masuk bioskop menghadap ke arah selatan,
lalu terdakwa memarkir sepeda motornya di belakang mobil
Honda Jazz milik korban HENDRO SUNARYO
Selanjutnya terdakwa menemui korban HENDRO
SUNARYO yang sudah menunggu di dalam mobil, dan terdakwa
duduk di kursi sebelah kiri, selanjutnya korban HENDRO
SUNARYO menanyakan "gimana sudah ada belum?" dan
terdakwa jawab : "belum ndan, masih minta kelonggaran waktu",
tetapi korban HENDRO SUNARYO menjawab "tidak bisa,
111
pokoknya hari ini harus ada" dan terdakwa jawab : "minta
kebijakan lah kan belum jatuh tempo", dijawab korban :
"pokoknya hari ini harus kembali semua", terdakwa kembali
berkata : "tidak bisa kalau hari ini karena yang meminjam belum
ada yang mengembalikan" korban kembali menegaskan :
"pokokeharus dino kiye" terdakwa kembali jawab : "tidak bisa ya
tetep tidak bisa kalu hari ini"; mendengar hal itu korban emosi
sambil tangan kanannya memukul pintu mobil sebelah kanan,
kemudian tangan kiri korban HENDRO SUNARYO mengambil
gunting stenlis bergagang plastik warna merah muda yang berada
di dekat Presneling, lalu diarahkan ke muka terdakwa sambil
emosi mengatakan "pokoke kudu rampung dino iki” yang
maksudnya "pokoknya ini harus selesai hari ini ” sehingga
terdakwa juga ikut emosi, lalu terdakwa merebut gunting yang di
pegang oleh korban HENDRO SUNARYO dengan kedua tangan
terdakwa, terus gunting tersebut drtusukkan dengan kuat ke dada
korban HENDRO SUNARYO dan menancap di dada sebelah kiri
dengan kuat dan korban berteriak kesakitan, sambil tangan kanan
korban mengepal dan memukuli muka terdakwa sebanyak 3 kali
dan terdakwa kembali mengambil gunting yang menancap di dada
lalu ditancapkan lagi ke dada sebelah kanan korban HENDRO
SUNARYO, sehingga mengkibatkan korban HENDRO SUNARYO
lemas dan merangkul terdakwa sehingga darah yang banyak
112
keluar dari luka di tubuh korban kena kaos, celana dan tangan
terdakwa ;
Selanjutnya korban HENDRO SUNARYO yang sudah tidak
bergerak lagi dipindah posisi duduk HENDRO SUNARYO dari
tempat duduk sopir ke tempat duduk sebelah kiri dan terdakwa
pindah ke tempat duduk jok sopir, kemudian terdakwa
menempelkan telinganya ke dada kanan dengan maksud untuk
mengecek apakah terdakwa masih hidup atau tidak, saat itu
terdakwa berkeyakinan kalau terdakwa sudah meninggal dunia
karena terdakwa tidak merasakan ada detak jantungnya sehingga
membuat terdakwa panik dan langsung berpikiran untuk
menyembunyikan jasad korban ke Baturaden dan dalam
perjalanan ke Baturraden ketika sampai di Rempoah terdakwa
membuang gunting dengan cara dilemparkan
Sekitar jam 18.30 WIB terdakwa sampai di lokasi
Baturraden terdakwa menuju ke parkiran Rumah Makan Pring
Sewu masuk melalui pintu sebelah barat dan terdakwa parkir
sekitar 3 menit dan saat itu ada BBM dari ANJAR ke Blackberry
korban yang isinya : "kok gak dibales bales" kemudian terdakwa
balas : “lagi nemui orang sing cangkeme ruak", kemudian
terdakwa keluar lagi dari parkiran menuju ke selatan menuju ke
Hotel Cendana namun terdakwa hanya memutar dalam parkiran
113
Hotel Cendana dan kembali lagi ke parkiran Rumah Makan Pring
Sewu sekitar 5 menitan ;
Sekitar jam 19.00 WIB terdakwa keluar lagi dari parkiran
Pring Sewu menuju ke arah timur melintasi jalan lingkaran utara
terminal Baturaden dan belok kiri menuju ke parkiran bawah
Baturraden dan berhenti di sebelah selatan tempat pembuangan
sampah menghadap ke arah barat, terdakwa menunggu sekitar 3
menit dengan maksud mengamati situasi apakah ada orang yang
memperhatikan terdakwa atau tidak;
Setelah itu terdakwa mengambil barang-barang milik
korban HENDRO SUNARYO berupa 1 buah HP Nokia warna
coklat kuning keemasan E72 type RM-530, 1 buah HP Nokia E-90
warna putih, 1 buah HP Blackberry Touch warna hitam, 1 buah
Blackberry Belagio warna hitam, 1 buah cincin berlian emas
putih, 1 buah jam tangan rantai warna putih, 1 buah korek api
merk Zippo warna silver dan 1 buah note book merk Sony Vaio,
serta mengambil 1 buah tas kulit warna coklat dan tasnya dibuang
didekat gerobak sampah dan saat itulah terdakwa melihat ada sisa
lakban hitam di bawah gerobak sampah, lalu digunakan untuk
melakban kedua tangan dan mulut korban HENDRO SUNARYO,
dengan maksud agar terkesan terjadi perampokan, selanjutnya
terdakwa pergi meninggalkan korban HENDRO SUNARYO
dengan naik taksi ke Purwokerto dan berhenti di Jalan S. Parman
114
di depan Rajawali untuk mengambil sepeda motor terdakwa, lalu
barang-barang milik korban terdakwa simpan di bagasi motor,
baru kemudian terdakwa pulang ke rumah di Puri Hijau sampai
rumah sekitar jam 20.10 WIB dan terdakwa langsung masuk
kamar mandi dan mencuci kaos dan celana yang kena darah dan
sekaligus mandi, setelah mandi terdakwa memasukkan barang-
barang milik korban ke dalam tas kresek warna putih yang
didobelin kresek warna hitam kemudian terdakwa simpan di lemari
kamar terdakwa ;
Sekitar pukul 20.30 WIB terdakwa mendapat telepon dari
WAHONG yang mengajak ke tempat Kirun dan kumpul dulu di
Sekre PTB, dan saat itu juga terdakwa langsung mengirim BBM ke
Blackberry milik terdakwa sendiri dengan menggunakan
Blackberry milik korban yang isinya :"entar jadi ke Mabes"
dengan maksud agar perbuatan terdakwa tidak diketahui dan agar
teman-teman menilai kalau terdakwa tidak bersama lagi dengan
korban. Selanjutnya sekitar pukul 20.45 WIB terdakwa berangkat
menuju ke Sekre PTB dengan mengendarai mobil Grand Livina
sambil membawa Blackberry Tauch warna hitam korban dan
ketika sampai di perempatan Srimaya Blackberry milik korban
tersebut dibuang terdakwa dengan cara dilempar dengan tangan
kiri
115
Sekitar pukul 21.00 WIB terdakwa sampai di Sekre bertemu
dengan WAHONG, DARMO dan LULU dan saat itu terdakwa
bercerita kalau malam itu mau ke rumah korban HENDRO dan
terdakwa sudah BBM tetapi tidak dibalas, dan saat itu juga
WAHONG mengatakan kalau dia juga sudah kirim SMS ke korban
tetapi tidak dibalas juga, selanjutnya terdakwa mengatakan : "mau
sore pak Hendro tembe ketemu aku, aku bar aweh duwit satus
seket juta" (tadi sore pak Hendro baru ketemu sama aku, aku baru
memberi uang seratus lima puluh juta) ;
Selanjutnya terdakwa bersama WAHONG dan DARMO
sepakat sambil menunggu balasan dari korban HENDRO mereka
pergi ke Cafe Loja di Jl. HR. Bunyamin dan disana bertemu
dengan teman-teman PTB yang lainnya dan ngobrol-ngobrol
sambil minum kopi sampai pukul 00.30 WIB masuk hari Jumat
tanggal 7 September 2012. kemudian terdakwa pulang kerumah.
Sekitar pukul 07.30 WIB terdakwa di BBM kakak terdakwa
yaitu saksi ANGGORO dan juga ditelepon oleh WAHONG yang
memberi kabar kalau mereka baru ditelepon oleh istri korban yang
meminta tolong untuk mencarikan korban karena semalam tidak
pulang.
Sekitar jam 08.15 terdakwa pergi ke kantornya yaitu
Bintang Mandiri Finance dan barang-barang milik korban dibawa
116
terdakwa ke kantor dan disimpan di lemari besi di ruangan kerja
terdakwa di rak paling bawah ditutupi berkas survey ;
Sekitar jam 13.00 WIB WAHONG dan AJI datang ke
rumah terdakwa dengan tujuan untuk bersama-sama mencari
korban, pertama mencari korban ke toko buah Cherry, kemudian
ke bengkel Warid dan baru menuju kearah Baturraden, ketika
sampai di pintu gerbang Mandala Baturraden terdakwa menerima
telepon dari ANGGORO yang memberi kabar kalau ANGGORO
sudah menemukan keberadaan mobil Honda Jazz di terminal
bawah baturaden, sampai di terminal bawah Baturraden
ANGGORO sudah ada di dekat mobil korban, kemudian
terdakwa, WAHONG dan AJI mendekati mobil korban dan melihat
dari kaca depan korban dalam keadaan posisi miring,
tertelungkup, tangan terikat lakban dan mulut tersumpal lakban
dan baju baju penuh noda darah ;
ANGGORO menyuruh terdakwa untuk melaporkan hal
tersebut ke PRJ Baturraden sehingga terdakwa berangkat
bersama WAHONG melapor ke PRJ Baturaden, sehingga
beberapa saat kemudian PRJ Baturraden dan Polsek
Baturraden datang ke tempat kejadian dan memasang Police
Line, kemudian terdakwa dan teman-teman diminta datang ke
Polres Banyumas untuk memberikan keterangan sampai sekitar
jam 01.00 WIB masuk hari Sabtu tanggal 8 September 2012, dan
117
setelah selesai memberikan keterangan terdakwa dan teman-teman
datang ke rumah duka untuk menunggu jenasah datang dari rumah
sakit dan sekitar pukul 01.30 WIB terdakwa pulang ke rumah
untuk istirahat tapi terdakwa tidak bisa tidur sampai pagi karena
bingurg.
Pada hari Minggu tanggal 9 September 2012 dan hari
Senin tanggal 10 September terdakwa merenung tentang apa yang
sudah diperbuatnya sehingga terdakwa berkeinginan untuk
menyerahkan diri ;
Bahwa selanjutnya pada hari Selasa tanggal 11 September 2012
sekitar jam 22.00 WIB terdakwa mengakui kepada isterinya
saksi NARITA ISRIYANTl bahwa yang melakukan pembunuhan
terhadap HENDRO SUNARYO sampai rneninggal dunia yaitu
terdakwa dan terdakwa juga mengakui kepada saksi
ANGGORO KURNIAWAN bahwa yang membunuh HENDRO
SUNARYO adalah terdakwa sendiri, kemudian pada hari Rabu
tanggal 12 September 2012 sekira jam 02.00 WIB terdakwa
dengan ditemani oleh saksi ANGGORO KURNIAWAN
menyerahkan diri ke Polres Banyumas untuk mempertanggung
jawabkan perbuatannya.
4. Tuntutan Jaksa Penuntut Umum
118
Berdasarkan fakta-fakta hukum yang terungkap dalam
pemeriksaan di persidangan maka dakwaan yang paling relevan dengan
fakta-fakta hukum tersebut adalah dakwaan kedua alternatif, yaitu
terdakwa melanggar Pasal 338 KUHP, yang unsur – unsurnya sebagai
berikut :
1. Barang Siapa 2. Dengan sengaja menghilangkan nyawa orang lain;
Unsur “barang siapa” dalam rumusan delik ini orientasinya
adalah menunjuk pada seseorang atau pribadi-pribadi sebagai subyek
Hukum yang dapat dipertanggung jawabka secara pidana atas segala
perbuatanya karena didakwa telah melakukan suatu tindak pidana .
Unsur “dengan sengaja menghilangkan nyawa orang lain” dalam
rumusan delik ini adalah adanya orang lain selain daripada diri
Terdakwa itu sendiri, yang sengaja dihilangkan nyawanya oleh Terdakwa
dengan perbuatan yang telah nyata-nyata dilakukan, serta terdapat pula
suatu hubungan sebab akibat antara perbuatan terdakwa dengan
hilangnya nyawa orang lain tersebut.
Karena unsur dalam Pasal 388 KUHP ini telah terpenuhi makan
Penuntut umum menuntutnya supaya Hakim Pengadilan Negeri
Purwokerto yang mengadili perkara ini memutus sebagai berikut :
Menyatakan Terdakwa GATOT PRAHOTO S.Sit alias GATOTO Bin
R.SUDARDO terbukti bersalah melakukan tindak pidana mebunuhan
sebagaimana diatur dalam Pasal 388KUHP dalam dakwaan kedua
alternatif .
119
5. Putusan Pengadilan Negeri :
a) Pertimbangan Hakim
Penuntut Umum menyusun dakwaan yang bersifat alternatif,
kemudian Berdasarkan fakta-fakta hukum yang terungkap dalam
pemeriksaan di persidangan maka dakwaan yang paling relevan dengan
fakta-fakta hukum tersebut adalah dakwaan kedua alternatif, yaitu
terdakwa melanggar Pasal 338 KUHP, yang unsur – unsurnya sebagai
berikut :
1. Barang Siapa 2. Dengan sengaja menghilangkan nyawa orang lain;
Ad. Pertama Unsur kesatu “Barang Siapa” dalam rumusan delik
ini orientasinya adalah menunjuk pada seseorang atau pribadi-pribadi
sebagai subyek Hukum yang dapat dipertanggung jawabka secara
pidana atas segala perbuatanya karena didakwa telah melakukan
suatu tindak pidana . Oleh karena telah ternyata keseluruhan unsur
Pasal 338 KUHP dalam dakwaan SUBSIDAIR Jaksa Penuntut Umum
telah terpenuhi dan selama persidangan tidak ditemukan alasan-
alasan pemaaf dan ataupun pembenar bagi perbuatan terdakwa
berarti terdakwa adalah orang yang sehat akal dan jiwanya serta
mampu bertanggung jawab atas perbuatannya dan 'dapat
dipersalahkan atas perbuatan yang telah dilakukannya tersebut.
Dengan demikian unsur "barang siapa" telah terpenuhi dalam diri
terdakwa GATOT PRAHOTO S.Sit Alias GATOT Bin R. SUDARDO ;
120
Berdasarkan uraian tersebut maka Majelis Hakin berpendapat
unsur ini telah terpenuhi dan terbukti.
Ad. Ke 2 Unsur “dengan sengaja menghilangkan nyawa orang
lain” dalam orientasi delik ini melakukan pembunuhanyang
diartikan sebagai perbuatan yang Dengan sengaja menghilangkan
nyawa orang lain, dan Majelis Hakim telah berpendapat bahwa unsur
tersebut telah terpenuhi dan terbukti,maka pertimbangan mengenai
unsur Melakukan pembunuhan atau Dengan sengaja menghilangkan
nyawa orang lain dalamDakwaanPRIMAIR sebagaimana diuraikan di
atas diambil alih oleh Majelis Hakim menjadi pertimbangan pula di
dalam dakwaan SUBSIDAIR ini dengan demikian unsur Kedua telah
terbukti dan terpenuhi
Terhadap Pembelaan/ Pledooi Penasihat Hukum terdakwa yang
diajukan secara tertulis di persidangan yang pada pokoknya bahwa
perbuatan Terdakwa lebih tepat dianggap memenuhi unsur sebagaimana
dimaksud dalam dakwaan Lebih Subsidair, Majelis Hakim telah
mempertimbangkan secara teliti dan seksama di dalam pertimbangan
unsur- unsur Pasal dalam Dakwaan SUBSIDAIR sebagaimana telah
diuraikan di atas, dimana Majelis Hakim berkesimpulan bahwa terdakwa
telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana
sebagaimana didakwakan Jaksa/ Penuntut Umum dalam dakwaan
SUBSIDAIR dengan mendasarkan pada alat-alat bukti yang diajukan di
persidangan, oleh karena itu Pembelaan/ Pledooi Penasihat Hukum
121
terdakwa tersebut tidak ada alasan yang sah menurut hukum sehingga
harus ditolak ;
Karena terdakwa mampu bertanggung jawab maka terdakwa
harus dinyatakan bersalah atas tindak pidana yang didakwakan
terhadap diri terdakwa, oleh karena itu harus dijatuhi pidana yang
setimpal dengan perbuatannya.
Dalam perkara ini terhadap diri terdakwa pernah dikenakan
penahanan yang sah dengan jenis Penahanan Rutan maka sesuai dengan
ketentuan Pasal 22 ayat (4) KUHAP, beralasan hukum untuk menetapkan
agar lamanya masa penahanan yang pernah dijalani terdakwa
dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan ;
Oleh karena terdakwa ditahan dan penahanan terhadap diri
terdakwa dilandasi alasan yang cukup maka perlu ditetapkan agar
terdakwa tetap berada dalam tahanan.
Oleh karena terdakwa dijatuhi pidana maka harus pula dibebani
untuk membayar biaya perkara sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 197
ayat (1) huruf (i) KUHAP yang besarnya sebagaimana ditentukan dalam
amar putusan ini;
Sebelum menjatuhkan pidana atas diri terdakwa, terlebih dahulu
akan dipertimbangkan mengenai hal-hal yang meringankan maupun hal-
hal yang memberatkan bagi terdakwa sebagaimana diatur dalam Pasal
197 ayat (1) huruf (f) KUHAP, yaitu :
Hal-hal yang meringankan :
122
1. Terdakwa bersikap sopan selama persidangan dan mengakui terus
terang perbuatannya sehingga memperlancar jalannya persidangan;
2. Terdakwa mempunyai tanggungan keluarga ;
3. Terdakwa merasa bersalah dan menyesali perbuatannya ;
4. Terdakwa belum pernah dihukum ;
5. Terdakwa beritikad baik dengan menyerahkan diri ke pihak yang
berwajib;
6. Istri korban telah memaafkan perbuatan terdakwa ;
Hal-hal yang memberatkan :
1. Korban adalah tulang punggung keluarga, sehingga perbuatan
terdakwa mengakibatkan kesedihan yang mendalam bagi keluarga
korban, khususnya bagi isteri dan anaknya.
Terhadap permohonan terdakwa yang juga termuat di dalam
Pembelaan/ Pledooi Penasihat Hukum Terdakwa yang pada pokoknya
memohon supaya Majelis Hakim menjatuhkan putusan yang seringan-
ringannya, maka Majelis Hakim memberikan pertimbangan sebagai
berikut:
Menimbang, bahwa menurut Muladi pidana selalu mengandung-unsur-
unsur sebagai berikut:
1. Pada hakekatnya merupakan suatu pengenaan penderitaan,
atau nestapa, atau akibat-akibat lain yang tidak menyenangkan ;
123
2. Diberikan dengan sengaja oleh orang atau badan yang mempunyai
kekuasaan (oleh yang berwenang);
3. Dikenakan kepada seseorang yang telah melakukan tindak pidana
menurut undang-undang.
Selanjutnya menurut teori Utilitarian tujuan dari pemidanaan
adalah tidak semata-mata sebagai pembalasan atas perbuatan yang
dilakukan oleh terdakwa melainkan sebagai proses pembinaan dan
pembekalan agar terdakwa tidak lagi melakukan tindak pidana dan pada
saat terdakwa setesai menjalankan hukumannya terdakwa dapat menjadi
manusia yang berguna bagi masyarakat dan negara ;
Suatu pemidanaan adalah dimaksudkan disamping membawa
manfaat bagi masyarakat umum, yang terpenting adalah diharapkan
agar membawa' manfaat dan berguna pula bagi diri pribadi terpidana itu
sendiri. Oleh karena itu penjatuhan pidana tidaklah bertujuan sebagai
balas dendam dan untuk menimbulkan duka nestapa bagi terdakwa,
melainkan dimaksudkan agar terdakwa kelak dikemudian hari setelah
selesai menjalani pidana dapat kembali ke masyarakat menempuh hidup
dan kehidupannya secara layak dengan bekal kesadaran penuh yang
disertai tekad dan prinsip untuk senantiasa lebih berhati-hati dalam
menapaki perjalanan hidup dan kehidupannya serta dapat berusaha
menimba kembal, sebagai manusia yang berharkat dan bermartabat
di tengah-tengah masyarakat.
124
Dengan memperhatikan pada pengertian pidana dan tujuan dari
pemidanaan dikai.kan dengan fakta yang telah terungkap di persidangan
sebagaimana tersebut di atas, maka pidana yang akan dijatuhkan
terhadap diri Terdakwa di bawah ini oleh Majelis Hakim dipandang telah
sesuai dengan tujuan pemidanaan yaitu bukan sebagai pembalasan
ataupun duka nestapa. melainkan untuk mendidik dan
menyadarkan terdakwa akan perbuatan salahnya, disamping itu agar
dapat pula dijadikan pelajaran bagi orang lain bahkan seluruh anggota
masyarakat agar tidak melakukan perbuatan sebagaimana telah dilakukan
oleh terdakwa tersebut;
Oleh karena semua hal telah dipertimbangkan oleh Majelis Hakim
dalam putusan ini, maka penjatuhan hukuman/ pidana kepada terdakwa
telah di pandang adil atau memenuhi rasa keadilan baik bagi terdakwa
bagi keluarga korban maupun masyarakat.
Mengingat Pasal 338 KUHP, Ketentuan-Ketentuan dalam KUHAP
serta Peraturan Perundang-Undangan lain yang bersangkutan ;
b) Amar Putusan
Berdasarkan fakta-fakta hukum dan pertimbangan-pertimbangan
diatas, Majelis Hakim memutuskan :
1. Menyatakan Terdakwa Gatot Prahoto telah terbukti secara sah dan
meyakinkan telah melakukan tindak pidana pembunuhan;
2. Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani oleh terdakwa
dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan;
125
3. Menyatakan alat bukti surat berupa Visum Et Repertum;
4. Membebankan kepada terdakwa untuk membayar biaya perkara sebesar
Rp. 2.500,00 (dua ribu limaratus rupiah).
B. Pembahasan
a. Apakah alat bukti berupa Visum et Repertum menjadi satu-satunya alat
bukti yang menentukan kematian sseorang dalam pembuktian Tindak
Pidana Pembunuhan dalam putusan Nomor : 184/Pid.B/2012/PN.Pwt ?
Proses pencarian kebenaran materiil atas suatu peristiwa pidana
dilakukan melalui tahapan-tahapan tertentu yang dimulai dengan tindakan
penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan
untuk menentukan putusan pidana yang nantinya akan diambil. Pada dasarnya
adanya kebenaran materiil yang tepat dari suatu ketentuan undang-undang
yang berlaku akan menentukan putusan pidana oleh hakim itu sendiri. Dalam
peristiwa pidana menemukan kebenaran materiil tidak terlepas dari masalah
pembuktian, yakni tentang kejadian yang konkret dan senyatanya.Menurut
hukum pidana membuktikan sesuatu berarti menunjukkan hal-hal yang dapat
ditangkap oleh pancaindera, serta mengutarakan hal-hal tersebut secara
logika.
Pasal 184 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 menyebutkan
bahwa alat-alat bukti yang sah secara limitatif, yang salah satunya adalah alat
bukti surat yang diatur dalam Pasal 187 Undang-Undang Nomor 8 Tahun
126
1981. Pasal 187 ayat (3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 menyebutkan
bahwa:
“Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau keadaan yang diminta secara resmi dari padanya”
Adapun keterangan ahli berdasarkan Pasal 1 butir 28Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1981 merumuskan :
“Keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seorang yang memiliki keahlian khusus tentang halyang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan”.
Penjelasaan diatas memiliki beberapa syarat atau kriteria keterangan ahli
yang secara khusus diperlukan untuk menerangkan sesuatu hal berupa Visum
et repertum yaitu:
Syarat ke 1 Keterangan ahli tersebut diberikan oleh orang dan bukan badan hukum atau yayasan dan sebagainya. Kemungkinan lain, bahwa seorang itu dapat terdiri lebih dari dari seseorang atau dapat pula beberapa orang yang merupakan keterangan Tim (Majelis) ahli. Syarat ke 2 Bahwa keterangan dari orang tersebut harus benar-benar memiliki kemampuan ilmu atau pengetahuan dan pengalamannya dan atau keahlian khusus. Syarat ke 3 Bahwa yang diterangkan itu adalah tentang sesuatu hal atau keadaan yang diperlukan saja dalam suatu perkara pidana, dalam hal ini yang diperlukan ialah meliputi suatu pokok persoalaan atau keadaan, pokok peristiwa , bukti hidup, mayat. Syarat ke 4 Yang dimaksudkan disini agar sesuatu hal atau keadaan yang diperlukan untuk diketahui oleh hakim tersebut akan membuat perkara pidana itu menjadi jelas dan untuk menjernihkan duduknya persoalan di sidang pengadilan. Syarat ke 5 Syarat yang terakhir ini berkaitan dengan kegunaan, manfaat, atau urgensibagi kepentingan pemeriksaan, sebab bilamana tidak ada manfaat
127
atau urgensi bagi kepentingan pemeriksaan, maka keterangan ahli tidaklah diperlukan81. Putusan Nomor 184/Pid.B/2012/PN.Pwt menerangkan bahwa pada saat
pembuktian hakim yang memeriksa dan memutus perkara Tindak Pidana
pembunuhan yang dilakukan oleh Gatot yankni memeriksa alat bukti Visum et
Repertum korban yang dikeluarkan oleh rumah sakit.
Y.A Triana Ohoiwutun82 menulis bahwa:
Visum Et Repertum merupakan bentuk tunggal dari Visa Et Reperta Stbl.Tahun 1937 No.350 selengkapnya menyatakan bahwa Visa Reperta para dokter yang dibuat baik atas sumpah dokter yang diucapkan pada waktu menyelesaikan pelajarannya di Indonesia, maupun atas sumpah khusus seperti tercantum dalam Pasal 2, mempunyai daya bukti yang sah dalam perkara pidana, selama berisi keterangan mengenai hal yang dilihat oleh dokter itu pada benda yang diperiksa.
Staatsblad ( Lembaran Negara )tahun 1937 No. 350 yang menyatakan83 :
Pasal1 :
Visa reperta seorang dokter, yang dibuat baik atas sumpah jabatan yang diucapkan pada waktu menyelesaikan pelajaran di Negeri Belanda ataupundi Indonesia, merupakan alat bukti yang syah dalam perkara-perkarapidana, selama visa reperta tersebut berisikan keterangan mengenai hal-hal yang dilihat dan ditemui oleh dokter pada benda yang diperiksa. Pasal 2 ayat 1 :
Pada Dokter yang tidak pernah mengucapkan sumpah jabatan baik di Negeri Belanda maupun di Indonesia, sebagai tersebut dalamPasal 1 diatas, dapat mengucapkan sumpah sebagai berikut :
Saya bersumpah (berjanji), bahwa saya sebagai dokter akan membuatpernyatan-pernyataan atau keterangan-keterangan tertulis yang diperlukan untukkepentingan peradilan dengan sebenar-benarnya
81R.Soeparmono, 2011, Op. Cit, hlm.90 82Y.A. Triana Ohowutun,2006,Profesi Dokter dan Visum Et Repertum (Penegakan Hukum
dan Permasalahannya), Dioma, Malang, hlm.13 83http://sigidkirana.blogspot.com/2009/02/visum-et-repertum.html. Diakses pada tanggal 27 Agustus 2013 , pukul 16:37WIB.
128
menurut pengetahuan saya yangsebaik-baiknya. Semoga Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayangmelimpahkan kekuatan lahir dan batin”84.
Bila diperinci isi Staatsblad ini mengandung makna :
1. Setiap dokter yang telah disumpah waktu menyelesaikan
pendidikannya diBelanda ataupun di Indonesia, ataupun dokter-
dokter lain berdasarkansumpah khusus ayat (2) dapat membuat
visum et repertum.
2. Visum et repertum mempunyai daya bukti yang sah/ alat bukti yang
sahdalam perkara pidana.
3. Visum et repertum berisi laporan tertulis tentang apa yang
dilihat,ditemukan pada benda-benda/ korban yang diperiksa.
Pada dasarnya Visum et Repertum yang digunakan dalam Putusan Nomor
184/Pid.B/2012/PN.Pwt merupakan alat bukti surat pada alat bukti ketiga
Pasal 184 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981.Kedudukanya tetap
menjadikan sebagai alat bukti meskipun tetap dihadirkan seorang dokter untuk
memberikan keterangan.Setiap alat bukti yang relevan yang biasaya dapat
diterima adalah alat bukti yang secara logis atau dapat diujicobakan
mempunyai arah untuk membenarkan atau tidak membenarkan suatu
peristiwa.
Berkaitan dengan Putusan Nomor 184/Pid.B/2012/PN.Pwt, alat bukti
yang digunakan hakim dalam mempertimbangkan bahwa terdakwa terbukti
bersalah telah melanggar ketentuan Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan
84Loc. Cit.
129
adalah Visum et Repertumtanggal 10 September 2012 yang dikeluarkan
Rumah Sakit Daerah Dr.Margono Soekarjo Purwokerto dan ditanda tanganin
oleh dr.Muhamad Zainuri Syamsu Hidayat, Sp.KF, M.Si.Med.
Berdasarkan hasil pemeriksaan pada tubuh korban Hendro telah
ditemukan adanya luka/tanda-tanda kekerasan pada :
Pada bagian dada luka-luka antara lain :
a. Tampak dua buah luka terbuka pada dada kanan :
a) Luka pertama terletak + 1 cm dibawah garis pangkal leher serta + 8
cm dari garis tengah tubuh panjang luka + 2 ½ cm,lebar ½ cm dan
dalam + 3 cm, arah luka miring dari kiri bawah ke kanan atas,tepi
luka rata,sudut luka ujung dalam lancip dan ujung luar tumpul, batas
tegas, tebing luka rata dengan arah miring ke atas, tidak terdapat
jembatan jaringan, dasar luka jaringan ikat.
b) Luka kedua, 2 cm di bawah luar luka pertama, ukuran ½ cm x ½ cm
dan dalam + 3 cm, batas tegas, tepi rata, tebing luka rata, tidak
terdapat jembatan jaringan, dasar luka jaringan ikat.
c) Tampak sebuah luka terbuka di dada kiri, letak + 6 cm dari garis
tengah tubuh dan + 3 cm diatas garis mendatar yang melewati kedua
puting susu, arah luka miring dari arah kanan bawah ke kiri atas,
panjang luka + 4 cm dengan lebar luka ½ cm serta dalam + 8 cm.
d) Saat kulit dada dibuka, ditemuka resapan darah dibawah kulit dada.
e) Tampak patah tulang iga ketiga kiri bawah luka.
130
f) Patah tulang berbentuk celah di tulang iga bagian bawah, panjang
celah +1 cm dengan tebing luka rata.
g) Tampak luka terbuka pada paru dibawah luka, panjang + 3 cm lebar 1
cm dan dalam + 3 cm.
h) Paru berwarna merah pucat, tampak gambaran hitam mewarnai
seluruh lapangan Paru.
i) Jantung tampak berwarna merah pucat,jantung terkesan agak
membesar dan tampak perlemakan pada jantung' otot jantung nampak
menebal dan benrvarna pucat.
j) Ditemukan gumpalan darah berwarna merah kehitaman pada rongga
dada kiri dengan volume t 150 mililiter.
Pada bagian tulang-tulang
b. Tulang-tulang dada
a) tampak patah tulang iga ketiga kiri.
b) Dari hasil pemeriksaan didapat kesimpulan bahwa kematian
diperkirakan kurang dari 6 jam setelah makan terakhir dan pada
pemeriksaan ditemukan .
c) Luka tusuk di dada kanan dan dada kiri akibat trauma tajam
d) Luka tusuk di dada kiri menembus dinding dada, tulang iga dan paru
kiri serta menyebabkan perdarahan di rongga dada kiri.
e) Ditemukan tanda-tanda mati lemas.
Kematian diperkirakan akibat mati lemas dan perdarahan rongga
dada.Sesuai hasil pemeriksaan pada luka korban di dada kiri dan dada kanan
131
diperkirakan dengan menggunakan benda tajam satu sisi dengan ujung
runcing
Hakim dapat mengetahui atau dapat menduga penyebab kematian Hendro
yang dilakukan oleh Terdakwa Gatot karena Visum et Repertum tersebut dan
telah membuktikan terpenuhinya unsur-unsur dalam Pasal 338 KUHP.
Di dalam pemeriksaan oleh Hakim (Majelis Hakim) di persidangan, suatu
berkas perkara pidana, apakah ada atau tidak ada visum et repertum, maka
perkara yang bersangkutan tetap harus diperiksa dan diputus.Visum et
Repertum diklasifikasikan sebagai “surat keterangan“ yang dibuat
berdasarkan hasil pemeriksaan oleh seorang ahli pada tubuh korban, yang
diduga telah terjadi tindak pidana. Seorang ahli dapat memberikan
keterangannya dalam bentuk tertulis yang dapat dijadikan alat bukti yaitu
surat. Permintaan adanya keterangan ahli dalam bentuk laporan dapat
dijadikan sebagai alat bukti.
Kelengkapan visum et repertum dalam berkas perkara terdakwa yang
diperiksa oleh Hakim, diserahkan kepada penuntut umum yang sejak mulai
diserahkan kepadanya berkas perkara “Pro yustisia” tersebut oleh penyidik
Penuntut Umum memang berusaha untuk membuktikannya dalam sidang. Agar
Majelis Hakim yakin perihal terbuktinya kesalahan terdakwa.
Bagi beberapa kasus perkara yang diperiksa dipersidangan, Majelis
hakim sendiri tidak mutlak harus mendasarkan diri pada visum et repertum,
132
kekuatan bukti (bewijkracht) dari visum et repertum diserahkan pada penilaian
Hakim (Majelis Hakim)85.
Dalam hal ini, keterangan dokter ahli sebagaimana tertuang dalam alat
bukti surat berupa visum et repertum adalah alat bukti logis yang dapat
dipertanggungjawabkan kebenarannya berdasarkan etika medis. Alat bukti
surat dapat diterima sebagai alat bukti yang sah apabila harus sesuai dengan
Pasal 187 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981.
Sebagai alat bukti yang berbentuk laporan yaitu sebagai alat bukti yang
sah, visum et repertum disini memiliki sifat yang dualisme yakni menyentuh
dua alat bukti yang sah yaitu86 :
a) Pada satu sisi alat bukti keterangan ahli yang berbentuk laporan atau visum et repertum tetap dapat dinilai sebagai alat bukti keterangan ahli hal ini ditegaskan dalam Pasal 186 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 alinea pertama selengkapnya berbunyi :
a. “Keterangan ahli juga dapat diberikan pada saaat pemeriksaan penyidik atau penuntut umum yang berbentuk laporan”.
b) Bentuk alat bukti seperti ini dapat dilihat pada Pasal 133 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 yakni laporan dari seorang ahli atas permintaan penyidik.
c) Pada sisi lain alat bukti laporan ini juga menyentuh alat bukti surat sesuai dengan Pasal 187 huruf (c).
Menurut Soeparmono 87 kedudukan “Visum et Repertum” dalam
pembuktian dapat berkedudukan sebagai :
a. Alat bukti surat (Pasal 184 ayat (1) huruf c jo. 187 huruf c Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981)
b. Keterangan Ahli (Pasal 184 ayat (1) huruf b).
85Ibid, Hlm.130
86http://minsatu.blogspot.com/2011/02/pembuktian-dalam-hukum-pidana.html, Di akses
pada Minggu tanggal 25 Agustus 2013, pukul 17:12 87R. Soeparmono, 2011,Op. Cit., Hlm.142
133
Visum et repertum itu sendiri dapat digunakan sebagai alat bukti surat
dengan ketentuan yang terdapat pada Pasal 187 huruf c Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1981.
Dari pengertian surat tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa visum et
repertummerupakan ”suatu peristiwa” yang dilihat sendiri oleh seorang
dokter pada pasien.
Ini artinya Visum et Repertum yang merupakan alat bukti pendukung
,karena sistem pembuktian di Indonesia masih menganut sistem pembuktian
negative,berdasarkan ketentuan Pasal 184 Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1981 hanya merupakan salah satu alat bukti surat dan merupakan alat bukti
pendukung.
Mengenai perlunya bantuan seorang ahli yang dituangkan dalam visum
et repertum, dalam memberikan keterangannya yang terkait dengan
kemampuan dan keahliannya untuk membantu pengungkapan dan pemeriksaan
suatu perkara pidana.
Menurut ketentuan hukum acara pidana di Indonesia, mengenai
permintaan bantuan tenaga ahli untuk membuat Visum et Repertum diatur dan
disebutkan didalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981. Untuk permintaan
bantuan tenaga ahli pada tahap penyidikan disebutkan pada Pasal 120 ayat
(1)Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981, yang menyatakan :
“Dalam hal penyidik menganggap perlu, ia dapat minta pendapat orang ahli atau orang yang memiliki keahlian khusus”.
134
Sedangkan untuk permintaan bantuan keterangan ahli pada tahap
pemeriksaan persidangan, disebutkan pada Pasal 180 ayat (1) Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1981 yang menyatakan :
“Dalam hal diperlukan untuk menjernihkan duduknya persoalan yang timbul di sidang pengadilan, hakim ketua sidang dapat minta keterangan ahli dan dapat pula minta agar diajukan bahan baru oleh yang berkepentingan”.
Bantuan seorang ahli yang dituangkan dalam visum et repertumnantinya
diperlukan dalam suatu proses pemeriksaan perkara pidana, baik pada tahap
pemeriksaan pendahuluan dan pada tahap pemeriksaan lanjutan di sidang
pengadilan, mempunyai peran dalam membantu aparat yang berwenang untuk
membuat terang suatu perkara pidana, mengumpulkan bukti-bukti yang
memerlukan keahlian khusus, memberikan petunjuk yang lebih kuat mengenai
pelaku tindak pidana, serta pada akhirnya dapat membantu hakim dalam
menjatuhkan Putusan Nomor 184/Pid.B/ 2012/ PN. PWT dengan tepat
terhadap perkara yang diperiksanya karena Visum et Repertum termasuk alat
bukti yang sah bagi Hakim untuk memeriksa kasus penganiayaan. Visum et
repertum diklasifikasikan sebagai "surat keterangan" yang dibuat berdasarkan
hasil pemeriksaan seorang ahli pada tubuh korban, yang diduga akibat tindak
pidana.
Sesuai dengan sistem pembuktian negatif yang dianut oleh Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1981 yakni harus ada keyakinan dari hakim terhadap
alat bukti yang diajukan di persidangan. Nilai alat bukti visum et repertum
oleh karena itu bersifat bebas, maka konsekuensinya hakim yang memeriksa
135
Putusan No. 184/Pid.B/ 2012/ PN. PWT bebas untuk menggunakan atau
mengesampingkan sebuah suratVisum et repertum.88
Putusan Nomor: 184/Pid.B/ 2012/ PN. PWT pada tindak pidana pembunuhan,
dengan alat bukti yang sah salah satunya yakni Visum Et Repertum yang
ditanda tangani olehdr.Muhamad Zainuri Syamsu Hidayat, Sp.KF, M.Si.Med.
Rumah Sakit Dr.Margono mempunyai kekuatan pembuktian sama halnya
dengan nilai kekuatan pembuktian keterangan saksi dan alat bukti keterangan
ahli, yakni sama-sama mempunyai nilai kekuatan pembuktian yang bersifat
bebas dalam artian hakim bebas menggunakan atau mengesampingkan, dan
alat bukti visum et repertum dalam Putusan Nomor: 184/Pid.B/ 2012/ PN.
PWT apabila terdapat kesesuaian antara alat bukti keterangan saksi dan
keterangan terdakwa sehingga dengan adanya alat bukti visum et repertum
tersebut untuk menambah keyakinan hakim dalam menjatuhkan putusan.
Peranan ilmu-ilmu lain bagi Hukum Acara Pidana merupakan hal yang
sangat penting, bahkan seringkali menjadi penentu,terutama dengan
mengingat obyek yang digumuli oleh tugas dan fungsi hukum acara
pidana,yakni untuk mencari dan menemukan kebenaran hokum ke atau di
dalam putusan hakim. Dengan itulah diperoleh kepastian hukuman bagi
orang bersalah, sekalipun dengan itu pula menjadi perlindungan bagi saksi
dan atau korban.89
88Alfitra, 2012, Op. Cit, hlm.92 89Nikolas Simanjuntak, Acara Pidana Indonesia dalam Sirkus Hukum, Cetakan pertama, Ghalia Indonesia, 2009, Bogor, hlm.30
136
Salah satu ilmu lain yang penting dalam Hukum Acara Pidana Indonesia
adalah kedokteran Kehakiman atau psikiatri yang diperlukan untuk membantu
mengetahui keadaan korban kejahatan dan keadaan jiwa dari tersangka,
terdakwa atau saksi. Fakta yang terungkap dari hasil penyelidikan dan
penyidikan akan dapat lebih mudah dijelaskan dengan bantuan keterangan
yang diberikan oleh dokter kehakiman atau psikiater tentang alat yang
digunakan pelaku tindak pidana. hasil dari keterangan dokter kehakiman
disebut sebagai Visum et repertum dalam hal untuk keterangan yang bersifat
fisik atau kebendaan, atau juga bisaberupa Visum et psikiatrum dalam hal
untuk keterangan yang bersifat kejiwaan. Padai ntinya,dengan bantuan
keterangan dokter kehakiman maka penyidik, jaksa, advokat, dan hakim
pengadilan sudah akan dapat mengetahui ke arah mana peristiwa yang terjadi
supaya dikonstruksikan sebagai hukum.90
Pasal 187 KUHAP, surat yang dapat dinilai sebagai alat bukti yang
sahmenurut undang-undang adalah surat yang dibuat atas sumpah jabatan
atau surat yang dikuatkan dengan sumpah.91
Lebih lanjut Pasal tersebut merinci secara luas bentuk-bentuk surat
yangdapat dianggap mempunyai nilai sebagai alat bukti yakni:92
Pertama, berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat
pejabat umum yang berwenang atau dibuat dihadapannya, dengan syarat isi
berita acara dan surat resmi yang dibuat pejabat umum yang berwenang
90Ibid,hlm.33 91 Wirdjono Prodjodikoro, Teori hukum pembuktian (pidana dan perdata), PT.Citra Aditya Bakti, 1999, Bandung, hlm.77 92M.Yahya. Harahap, op.cit, hlm 306.
137
itu harus memuat keterangan tentang kejadian atau keadaan yang didengar,
dilihat atau yang dialami pejabat itu sendiri, dan disertai dengan alasan yang
jelas dan tegas tentang keterangannya itu. Jadi, pada dasarnya surat yang
termasuk alat bukti surat yang disebut disini ialah surat resmi yang dibuat
pejabat umum yang berwenang untuk membuatnya, tetapi agar surat resmi
yang bersangkutan dapat bernilai sebagai alat bukti dalam perkara pidana,
surat resmi itu harus memuat keterangan tentang kejadian atau keadaan yang
didengar, dilihat atau dialami si pejabat, serta menjelaskan dengan tegas
alasan keterangan yang dibuatnya.
Kedua, surat yang berbentuk menurut ketentuan perundang-undangan,
atau surat yang dibuat oleh pejabat mengenai hal yang termasuk dalam tata
pelaksanaan yang menjadi tanggung jawabnya, dan yang diperuntukkan bagi
pembuktian sesuatu hal atau suatu keadaan. Jenis surat ini boleh
dikatakan meliputi hampir segala jenis surat yang dibuat oleh aparat
pengelola administrasi dan kebijaksanaan eksekutif.
Ketiga, surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat
berdasarkan keahliannya mengenai suatu hal atau sesuatu keadaan yang
diminta secara resmi dari padanya. Alat bukti keterangan ahli yang berbentuk
laporan, dapat disamakan dengan alat bukti keterangan ahli yang memuat
pendapat berdasarkan keahliannya seperti yang dirumuskan Pasal 187 huruf c.
Keempat, surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada
hubungannya dengan isi dari alat pembuktian yang lain. Dalam hal ini
ketentuan dalam Pasal
138
187 huruf d KUHAP tersebut diatas tidak sesuai dengan bunyi kalimat pertama
Pasal 187 KUHAP, yang menegaskan bahwa surat yang dianggap sah sebagai
alat bukti ialah surat yang dibuat atas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan
sumpah. Karena, surat yang disebut dalam Pasal 187 huruf d KUHAP adalah
bukanlah surat berita acara atau surat keterangan resmi yang dibuat oleh
pejabat berwenang, juga bukan surat yang dibuat menurut ketentuan
perundang-undangan dan tidak juga surat keterangan yang dibuat oleh
seorang ahli, melainkan surat pada umumnya. Bukan surat berita acara atau
surat keterangan resmi yang dibuat oleh pejabat yang berwenang. Juga
bukan surat yang dibuat menurut ketentuan perundang-undangan dan tidak
pula surat keterangan ahli dibuat oleh seorang ahli.
Putusan Nomor: 184/Pid.B/ 2012/ PN. PWT pada tindak pidana
pembunuhan, dengan alat bukti yang sah salah satunya yakni Visum Et
Repertum yang ditanda tangani oleh dr.Muhamad Zainuri Syamsu Hidayat,
Sp.KF, M.Si.Med. rumah sakit Dr.Margono. sebagai alat bukti surat dalam
pembuktian di persidangan. Putusan Nomor: 184/Pid.B/ 2012/ PN. PWT tidak
hanya menggunakan alat bukti surat yang berupa Visum Et Repertum, tetapi
menggunakan alat bukti yang ada di dalam persidangan seperti keterangan
saksi dan keterangan terdakwa. Hakim dalam menjatuhkan putusan
mempertimbangkan alat bukti yang berupa Visum Et Repertum terlihat dalam
139
putusan yang menyatakan bahwa telah mendengarkan keterangan saksi,
keterangan terdakwa dalam persidangan.
Alat bukti Visum Et Repertum sebagai alat bukti surat harus pula
didukung oleh alat bukti yang lain. Seperti keterangan saksi yang tidak bisa
berdiri sendiri, keterangan terdakwa, dan keterangan ahli yang sedemikian
rupa.Nilai kekuatan pembuktian pada alat bukti yang sah pada akhirnya tetap
bergantung kepada hakim.
Perlu diingat bahwa kekuatan alat bukti visum et repertum dalam
perkara pidana dapat dijadikan pertimbangan oleh Hakim apabila terdapat
kesesuaian dengan alat bukti lainnya. Namun alat bukti surat visum et
repertum dapat saja dikesampingkan oleh Hakim jika visum et repertum
tersebut tidak ada kesesuaian dengan alat bukti yang lainnya, karena pada
intinya pembuktian dalam perkara pidana adalah untuk mencari kebenaran
materiil.
Berdasarkan uraian diatas, maka tampak jelas bahwa visum et
repertum sebagai alat bukti yang sah memiliki keterkaitan terhadap hakim
khususnya dalam pengambilan keputusan. Meskipun demikian hakim bebas
menilai kebenaran yang terkandung pada alat bukti surat yang dikeluarkan
oleh seorang ahli.
Keberadaan visum et repertum sebagai alat bukti surat yang sah
yang dibuat oleh seorang dokter ahli berdasarkan sumpah jabatannya tentang
apa yang dilihat dan ditemukannya dari benda yang diperiksanya sangatlah
penting dalam proses pembuktian di persidangan, karena dengan visum et
140
repertum ini hakim dapat mengambil keputusan dalam menentukan bersalah
tidaknya seseorang. Hal ini dikarenakan dalam Visum et Repertum terdapat
uraian hasil pemeriksaan medis yang tertuang dalam bagian pemberitaan,
yang karenanya dapat dianggap sebagai pengganti barang bukti. Visum et
Repertum juga memuat keterangan atau pendapat dokter mengenai hasil
pemeriksaan medis yang tertuang dalam bagian
kesimpulan.
Keterikatan hakim terhadap visum et repertum sebagai alat bukti
surat yang sah dapat dilihat pada saat hakim menerima hasil kesimpulan dari
visum et repertum, dan mengambil alih kesimpulan tersebut dan didukung
oleh paling sedikit satu alat bukti lain ditambah dengan keyakinan hakim
bahwa telah terjadi tindak pidana pembunuhan dan bahwa terdakwalah yang
bersalah melakukannya, maka berdasarkan visum et repertum di persidangan,
barulah hakim menjatuhkan pidana terhadap orang yang benar-benar bersalah
dan membebaskan orang yang tidak bersalah sesuai dengan salah satu sistem
pembuktian menurut undang- undang secara negative yang dianut oleh
peradilan pidana Indonesia berdasarkan Pasal 183 KUHAP, yakni hakim baru
boleh menjatuhkan pidana kepada seorang terdakwa apabila kesalahan
terdakwa telah terbukti dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah,
dan atas keterbuktian itu hakim yakin bahwa terdakwalah yang bersalah
melakukannya.
Hakim dapat menerima hasil kesimpulan dari visum et repertums
ebagai alat bukti surat, dan mengambil alih kesimpulan tersebut yang
141
didukung oleh paling sedikit satu alat bukti lain ditambah dengan keyakinan
hakim bahwa telah terjadi tindak pidana pembunuhan dan bahwa terdakwalah
yang bersalah melakukannya. Tetapi, apabila dalam diri terdakwa tidak
terdapat unsure kesalahan (schuldelement), dimana pada saat melakukan
perbuatan pembunuhan tersebut terdakwa telah terganggu jiwanya maka
dalam mengambil keputusan hakim tidak dapat menjatuhkan pidana kepada
terdakwa. Hal ini sesuai dengan isi pada Pasal 44 ayat (1)KUHAP yang
berbunyi :
“Barang siapa melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kepadanya, karena jiwanya cacat dalam pertumbuhan atau terganggu karena penyakit, tidak di pidana”.
Visum et repertum mempunyai arti penting dalam menentukan saat
kematian dalam setiap kasus tindak pidana pembunuhan karena secara praktis
hal ini mempunyai konsekuensi yuridis dalam bidang penyidikan, penuntutan
dan peradilan.
Visum et repertum di dalam Hukum Acara Pidana berperan untuk
sebagai alat bukti di persidangan yang menganut sistem pembuktian negative
yaitu dalam pengambilan putusan di persidangan, hakim harus menggunakan
minimal satu alat bukti sah lain ditambah dengan keyakinan hakim dan untuk
meyakinkan hakim dalam pengambilan putusan apakah terdakwa bersalah
atau tidak bersalah. Apabila terdakwa terbukti bersalah maka hakim dapat
menjatuhkan hukumanyang tepat kepada terdakwa dan apabila terdakwa
tidak terbukti bersalah maka hakim dapat membebaskan terdakwa dari
142
hukuman pidana. Sehingga tujuan utama hukum pidana yaitu untuk mencari
kebenaran, keadilan dan kepastian hukum dapat terwujud.
Alat Bukti Surat berupa Visum et Repertum dalam putusan Nomor
184/Pid.B/2012/PN/Pwt bukanlah satu-satunya alat bukti yang menentukan
kematian kobran Hendro, melainkan Visum et Repertum ini hanyalah suatu
keterangan yang menjelaskan penyebab kematian seseorang saja, yang
menentukan korban meninggal adalah Majelis Hakim. Kemudian Visum et
Repertum dianggap sebagai Alat Bukti Surat saja berdasar Pasal 184 ayat (1)
huruf c jo. 187 huruf c Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981.
PeranVisum Et Repertum dalam Putusan Nomor
184/Pid.B/1012/PN/Pwt adalah untuk mengetahui keterlibatan terdakwa
dalam perkara tindak pidana pembunuhan yang terjadi, untuk memberikan
keterangan (gambaran) tentang penemuan luka-luka yang terdapat pada tubuh
korban, baik luka luar maupun luka dalam dan untuk menerangkan keadaan
korban (kaku mayat/mati) yang timbul akibat benda tajam dan benda
tumpul.Visum etrepertum juga dapat berperan memberikan petunjuk dalam hal
alat-alat atau benda-benda yang digunakan untuk membunuh korban serta
dalam hal membenarkan atau tidak keterangan terdakwa dan saksi yang
diberikan dihadapan persidangan. Dalam hal membenarkan keterangan saksi
dan terdakwa ini berfungsi meyakinkan hakim bahwa keterangan saksi,
keterangan terdakwa dan visum et repertum adalah sesuai dan benar sehingga
menguatkan keyakinan hakim atas kronologis tindak pidanapembunuhan
yang terjadi pada saat kejadian.
143
b. Kekuatan Pembuktian alat bukti surat berupa Visum et Repertum
dalam Tindak Pidana Pembunuhan terhadap Putusan Nomor :
184/Pid.B/2012/PN.Pwt
Putusan Nomor 184/Pid.B/2012/PN.Pwt menyebutkan bahwa telah terjadi
tindak pidana penganiayaan oleh terdakwa GATOT terhadap korban
HENDRO. Surat dakwaan yang diajukan oleh penuntut umum dalam perkara
tersebut adalah dakwaan alternative, dimana dakwaan pertama yaitu tindak
pidana Penganiayaan yang menyebabkan korban meninggal yang diatur dalam
Pasal 339 KUHP atau tindak pidana Pembunuhan yang diatur dalam Pasal
338 KUHP.
Majelis Hakim dalam Putusan Nomor 184/Pid.B/2012/PN.Pwt menimbang
bahwa dakwaan yang paling relevan dengan fakta-fakta Hukum yang
terungkap dalam persidangan adalah dakwaan kedua yaitu terdakwa telah
melanggar ketentuan Pasal 338 KUHP yang unsur-unsur nya sebagai berikut :
1. Barang Siapa
2. Dengan sengaja menghilangkan nyawa orang lain,
Unsur pertama, unsur Barang siapa dalam rumusan delik ini orientasinya
adalah menunjuk pada seseorang atau pribadi-pribadi sebagai subjek Hukum
yang dapat dipertanggung jawabkan atas segala perbuatannya karena
didakwa telah melakukan suatu tindak pidana.Terdakwa GATOT berumur 30
tahun seorang laki-laki dalam Putusan Nomor 184/Pid.B/2012/PN.Pwt telah
memenuhi unsur Barang Siapa karena dapat digolongkan sebagai subjek
hukum yang dapat dipertanggung jawabkan terhadap perbuatanya.
144
Unsur kedua, unsur dengan sengaja menghilangkan nyawa orang lain
telah dipertimbangkan Majelis Hakim dalam pertimbangan dakwaan PRIMAIR
disebutkan bahwa dengan sengaja menghilangkan nyawa orang lain, diartikan
sebagai melakukan pembunuhan, dan Majelis Hakim berpendapat unsur
tersebut telah terpenuhi dan terbukti.
Pasal 184KUHAP, mengatur jenis alat bukti yang sah dan dapat
digunakan sebagai alat bukti adalah :
1) Keterangan saksi; 2) Keterangan ahli; 3) Surat; 4) Petunjuk; 5) Keterangan terdakwa. Berdasarkan ketentuan tersebut maka dapat dilihat alat bukti surat pada
alat bukti ketiga Pasal 184 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981
adalah surat tertulis yang dapat dijadikan sebagai alat bukti, tetapi hanya
bersifat sebagai alat bukti pendukung. Setiap alat bukti yang relevan yang
biasanya dapat diterima adalah alat bukti yang secara logis atau dapat
diujicobakan mempunyai arah untuk membenarkan atau tidak membenarkan
suatu peristiwa.
KUHAP mengatur mengenai macam-macam ahli yaitu ahli kedokteran
kehakiman atau dokter ahli lainnya, hal ini diatur dalam Pasal 179 KUHAP.
Ahli kedokteran kehakiman meliputi ahli tentang luka, ahli tentang racun, dan
ahli tentang mayat, sedangkan ahli lainnya adalah ahli di luar kedokteran
kehakiman seperti ahli akuntan, ahli telekomunikasi, dan lain-lain.
145
Seorang ahli dapat memberikan keterangan mengenai keahliannya baik
secara lisan dan tertulis atau dalam bentuk laporan. Seorang ahli memberikan
keterangannya dalam bentuk tertulis dapat dijadikan alat bukti yaitu surat.
Permintaan adanya keterangan ahli dalam bentuk laporan ini dapat dijadikan
alat bukti, maka harus sesuai dengan Pasal 187 KUHAP yaitu harus dibuat
secara tertulis.
Permintaan seorang ahli untuk kepentingan pemeriksaan menurut
ketentuan Pasal 133 ayat (1) dan (2) KUHAP menyebutkan bahwa :
(1) Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya.
(2) Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat.
Ahli tersebut menyatakan di sidang pengadilan dengan bersumpah atau
berjanji atau ia menyatakannya pada waktu diperiksa oleh penyidik atau
penuntut umum yang dituangkan dalam bentuk laporan dan dibuat dengan
mengingat sumpah diwaktu menerima jabatan atau pekerjaan, maka dapat
berupa visum et repertum. R. Soeparmono93menyatakan :
“Visum et repertum merupakan suatu laporan tertulis dari dokter (ahli) yang dibuat berdasarkan atas bukti hidup, mayat, atau fisik ataupun barang bukti lain, kemudian dilakukan pemeriksaan berdasarkan pengetahuan yang sebaik-baiknya. Atas dasar itu selanjutnya diambil kesimpulan, yang juga merupakan pendapat dari seorang ahli maupun kesaksian (ahli) secara tertulis sebagaimana yang tertuang dalam bagian pemberitaan (hasil pemeriksaan).”
93 R. Soeparmono. Op.cit. Hal. 98.
146
Jadi dapat diketahuipengertian visum et repertumadalah suatu keterangan
dokter tentang apa yang dilihat dan ditemukan dalam melakukan pemeriksaan
terhadap orang yang dianiaya atau terhadap mayat.94
Tujuan visum et repertumsendiri menurutR. Atang Ranoemihardjo95
mengatakan bahwa :
1. Untuk mengganti sepenuhnya barang bukti yang diperiksa Visum Et Repertum merupakan rencana yang diberikan oleh seorang dokter mengenai apa yang dilihat dan diketemukan pada waktu dilakukan pemeriksaan secara obyektif sebagai pengganti peristiwa yang terjadi dan harus dapat mengganti semua kenyataan sehingga daripadanya dapat ditarik suatu kesimpulan yang tepat.
2. Dipakai sebagai dokumen kedokteran Visum Et Repertum dapat dipakai sebagai dokumen yang dapat ditanyakan kepada dokter lain tentang barang bukti yang telah diperiksa apabila yang bersangkutan (jaksa, hakim) tidak menyetujui hasil pemeriksaan tersebut.
Visum Et Repertum merupakan pengganti sepenuhnya dari barang bukti
yang diperiksa yaitu alat bukti keterangan ahli yang berbentuk laporan dan
dapat dinilai sebagai alat bukti surat. Oleh karenanya Visum Et Repertumpada
hakikatnya adalah menjadi alat bukti yang sah. Hakim dalam hal ini bebas
atau tidak terikat untuk menggunakan sebagai dasar pertimbangan dalam
menjatuhkan putusan.
Pembuktian untuk mencari kebenaran materiil, tidak terlepas dari adanya
alat bukti yang akan membantu hakim dalam memutuskan bersalah atau
tidaknya terdakwa. Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
Nomor 8 Tahun 1981 ( KUHAP ), Pasal 183 menyatakan bahwa :
94 R. Atang. Op.cit. Hal 18. 95R. Atang.Op.Cit.Hal. 21
147
Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.
Berdasarkan Pasal tersebut, bahwa dijelaskan hakim dalam menjatuhkan
pidana kepada seseorang minimal memiliki dua alat bukti yang sah selain
adanya keyakinan dari hakim tersebut.
Wirjono Prodjodikoro berpendapat bahwa:
“Sistem pembuktian berdasarkan undang-undang secara negatif (negatief wettelijk) sebaiknya dipertahankan berdasarkan dua alasan, pertama memang sudah selayaknya harus ada keyakinan hakim tentang kesalahan terdakwa untuk dapat menjatuhkan suatu hukuman pidana, janganlah hakim terpaksa memidana orang sedangkan hakim tidak yakin atas kesalahan terdakwa.Kedua ialah berfaedah, jika ada aturan yang mengikat hakim dalam menyusun keyakinannya, agar ada patokan- patokan tertentu yang harus dituruti oleh hakim dalam melakukan peradilan96.
Prinsip keyakinan hakim dalam teori pembuktian yang berdasar undang-
undang secara negatif, menjadi alasan adanya asas minimum pembuktian.
Minimum pembuktian yang dianggap cukup memadai untuk membuktikan
kesalahan terdakwa, sekurang-kurangnya atau paling sedikit dibuktikan
dengan dua alat bukti yang sah, kemudian dalam suatu kasus yang menunjukan
bahwa pihak kepolisian selaku aparat penyidik membutuhkan keterangan ahli
dalam tindakan penyidikan yang dilakukannya yaitu pada pengungkapan kasus
pembunuhan. Kasus kejahatan pembunuhan dengan menggunakan kekerasan
ini, membutuhkan bantuan keterangan ahli dalam penyidikannya.Keterangan
ahli yang dimaksud ini keterangan dari dokter yang dapat membantu penyidik
96Ibid,hlm.257
148
dalam memberikan bukti-bukti berupa keterangan medis yang sah dan dapat
dipertanggungjawabkan mengenai keadaan korban, terutama terkait tentang
pembuktian adanya luka-luka yang dilakukan dengan kekerasan yang
mengakibatkan korban meninggal dunia. Keterangan dokter yang dimaksud
dituangkan secara tertulis dalam bentuk surat hasil pemeriksaan medis yang
disebut dengan Visum et repertum.
Menurut ketentuan Pasal 185 KUHAP menjelaskan bahwa keterangan
saksi mempunyai nilai pembuktian apabila pernyataan saksi tersebut
bersesuaian dengan alat bukti lainnya. Pada tindak pidana ini, keterangan
beberapa saksi bersesuaian dengan alat bukti surat yang berupa Visum Et
Repertum dari korban HENDRO, serta bersesuaian dengan keterangan
terdakwa yang membenarkan semua kesaksian dari para saksi yang hadir
dalam persidangan.Sehingga dengan persesuain alat-alat bukti tersebut
membuktikan bahwa terdakwa telah melakukan tindak pidana pembunuhan
yang mengakibtkan korban meninggal dunia.
Dalam KUHAP Visum Et Repertum diatur dalam beberapa Pasal yaitu:
Pasal 133 ayat (1) KUHAP yang berbunyi:
“Dalam hal penyelidikan untuk kepentingan peradilan mengenai seorangkorban, baik luka, keracunan maupun mati yang diduga karena peristiwa yangmerupakan tindak pidana, berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli lainnya”.
Pasal 133 ayat (2) KUHAP yang berbunyi:
“Permintaan keterangan ahli sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan
149
dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan/atau pemeriksaan bedah mayat”
Pasal 134 ayat (1) KUHAP yang berbunyi:
“Dalam hal sangat diperlukan pembukt ian bedah mayat tidak mungkin lagi dihindari, penyidik wajib memberitahukan terlebih dahulu kepada keluarga korban”.
Pasal 134 ayat (2) KUHAP yang berbunyi:
“Dalam hal keluarga keberatan, penyidik wajib menerangkan dengan sejelas- jelasnya tentang maksud dan tujuan perlu dilakukannya pembedahan tersebut”.
Pasal 135 KUHAP yang berbunyi:
“Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan perlu melakukan penggalian mayat, dilakukan menurut ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 133 ayat (2) dan Pasal 134 ayat (1) undang-undang ini”.
Dalam KUHP juga terdapat pengaturan yang berhubungan dengan visum et repertum yaitu: Pasal 222 KUHP yang berbunyi:
“Barang siapa dengan sengaja menghalang-halangi, merintangiatau menggagalkan pemeriksaan mayat untuk pengadilan, dihukum penjara selama- lamanya sembilan bulan atau setinggi-tingginya Rp.4.500,-“
Pasal 216 ayat (1) KUHP yang berbunyi:
“Barang siapa dengan sengaja tidak menurut perintah atau tuntutan. Yang dilakukan menurut peraturan undang-undang oleh pegawai negeri yang diwajibkan pengawasi pegawai negeri yang diwajibkan atau dikuasakan untuk menyelidiki atau memeriksa perbuatan yang dapat dihukum, demikian juga barang siapa dengan sengaja mencegah, merintangi atau menggagalkan sesuatu perbuatan yang dilakukan oleh salah seorang pegawai negeri itu, dalam menjalankan sesuatu peraturan undang-undang, dihukum penjara selama-lamanya empat bulan dua minggu atau denda setinggi-tingginya Rp.9000.-“.
150
Pasal 216 ayat (2) KUHP yang berbunyi:
“Yang disamakan dengan pegawai negeri yang dimasukkan dalam bahagian pertama dari ayat di atas ini, ialah segala seorang yang menurut peraturan undang- undang selalu atau sementara diwajibkan menjalankan sesuatu pekerjaan umum”.
Alat-alat bukt i yang sah yang dibenarkan oleh undang-undang dalam
Pasal184 ayat (1) KUHAP, yang secara garis besar meliputi:
1. Keterangan saksi
2. Keterangan ahli
3. Surat
4. Petunjuk
5. Keterangan terdakwa
Visum et repertum adalah hasil pemeriksaan seorang dokter, tentang apa
yangdilihatnya, apa yang diketemukannya,dan apa yang ia dengar,sehubungan
dengan seseorang yang luka,seseorang yang terganggukesehatannya, dan
seseorang yang mati. Dari pemeriksaan tersebut diharapkan akan terungkap
sebab-sebab terjadinya kesemuanya itu dalam kaitannya dengan
kemungkinan telah terjadinya tindak pidana.
Aktivitas seorang dokter ahli kehakiman sebagaimana tersebut di atas,
dilaksanakan berdasarkan permintaan dari pihak yang berkompeten dengan
masalah tersebut.
Visum et repertum termasuk kedalam alat bukti surat dan
sebagaipengganti alat bukti (corpus delicti).Visum et repertum merupakan
surat
151
yangdibuatatassumpahjabatan,yaitujabatansebagaiseorangdokter,sehinggasur
at tersebutmempunyaikeotentikan.
Sebagaimana dalam Pasal 184 ayat (1) dan Pasal 187 KUHAP, maka
visum et repertum dalam bingkai alat bukti yang sah menurut undang-undang,
masuk dalam kategori alat bukti surat. Dalam proses selanjtnya, visum et
repertum dapat menjadi alat bukti petunjuk. Yang demikian itu didasarkan oleh
karena petunjuk sebagaimana tersebut dalam Pasal 188 ayat (1) KUHAP hanya
dapat diperoleh dari:
1. Keterangan saksi
2. Surat
3. Keterangan terdakwa
Prosesawal visum et repertum yang selanjutnya disebut sebagai alat bukti
surat yang untuk memperoleh visumetrepertum tersebut berasal dari kesaksian
dokter terhadap seorang menunjukkan bahwa didalamnya telah terselip alat
bukti berupa keterangan saksi.
Visum et reperum dapat dikatakan merupakan sarana utama dalam
penyidikan perkara tindak pidana yang menyebabkan korban manusia,
baikhidup maupun mati. Visum et repertum mempunyai daya bukti dalam
suatu perkara pidanaapabila kalau bunyi visum tersebut telah dibacakan
dimuka sidang pengadilan. Apabila tidak, maka visum tersebut tidak berarti
apa pun. Hal ini karena visum dibuat dengan sumpah jabatannya.Visum
152
merupakan tanda bukti, sedangkan korban yang diperiksa adalah bahan
bukti.97
Visum Et Repertumagar dapat dikatakan memiliki kekuatan pembuktian
sebagai alat bukti yang sah atau sebagai keterangan yang dapat menguatkan
keyakinan hakim harus memenuhi syarat formil dan syarat materiilnya terlebih
dahulu. Syarat-syarat tersebut yaitu :
1. Syarat formil : Alat bukti surat yang disebut dalam Pasal 187 huruf c KUHAP merupakan alat bukti yang sempurna karena bentuk surat dibentuk secara resmi menurut formalitas yang ditentukan peraturan perundang-undangan.
2. Syarat materiil : Substansi yang tercantum dalam Visum Et Repertumsesuai dengan fakta yang diperiksa oleh seorang ahli.98
Syarat formil dalam Visum Et Repertumdiperlukan adanya sumpah yaitu
sumpah dokter dan sumpah terdapat dua pendapat dalam Staatblad 1937 No.
350 Ordonansi tanggal 22 Mei 1937 yaitu:
1. Pada tiap-tiap Visum Et Repertumharus dicantumkan sumpah dokter yang khusus untuk sesuatu pemeriksaan tersebut.
2. Berhubung dalam praktek sulit dilaksanakan, maka untuk Visum Et Repertumdianggap cukup dengan sumpah yang diucapkan oleh dokter yang bersangkutan pada waktu pertama kali menerima jabatan sebagai dokter. Hal ini berlaku di Negeri Belanda maupun di Indonesia.
Jadi dapat diketahui bahwa syarat Visum Et Repertumsupaya memiliki
nilai pembuktian yang sah adalah :
1. Memenuhi syarat formil dan materiil Visum Et Repertum.
97RajoHarahap,op.cit,hlm.272
98 Sofyan Dahlan. Ilmu Kedokteran Forensik. Sinar HS. Semarang. 1990. Hal. 63
153
2. Diajukan oleh pihak yang tepat yaitu hakim, Jaksa Penuntut Umum dan penyidik.
3. Hasil Visum Et Repertummudah dimengerti oleh orang bukan dokter. 4. Isi Visum Et Repertumrelevan dengan yang dimintakan.99
Kekuatan pembuktian Visum Et Repertumdalam Putusan PN. Purwokerto
Nomor: 184/Pid.B/2012/PN.Pwt. merupakan alat bukti yang sah dan hakim
bebas memakai sebagai alat bukti surat untuk dasar pertimbangan hukum bagi
hakim dalam menjatuhkan putusan pidana yakni pidana penjara selama 5
(lima) tahun terhadap terdakwa (Gatot).
Nilai visum et repertum hanya merupakan keterangan saja bagi hakim,
danhakim tidak wajib mengikuti pendapat dokter yang membuat visum et
repertum tersebut. Visum et repertum merupakan alat bukti yang sah
sepanjang visum et repertum tersebut memuat keterangan tentang apa yang
dilihat oleh dokter pada benda yang diperiksanya.
Pendapat seorang ahli tidak selalu sama dengan ahli lainnya walaupun
pendapat-pendapat ahli tersebut didasarkan pada data pemeriksaan yang
sama. Maka wajarlah apabila hakim kadang kala menolak bagian pendapat
dan kesimpulan dari seorang ahli yang ditulis dalam visum et repertum. Akan
tetapi, seyogyanya hakim tidak menolak bagian yang memuat keterangan
segala apa yang dilihat dan didapat seorang dokter dalam melaksanakan
tugasnya, yaknimemeriksa dan meneliti barang bukti yang ada.
Apabila saat pemeriksaan perkara di pengadilan terdapat keragu-raguan
bagi hakim meskipun sudah ada visum et repertum, “selalu ada kemungkinan
99 Nina Budiastuti.Skripsi. Kekuatan Pembuktian Visum Et Repertum Dalam Tindak
Pidana Penganiayaan (Tinjauan Yuridis Terhadap Putusan Pengadilan Militer Semarang No: PUT/84-K/PM.II-10/AL/X/2010).FH.Unsoed.2011. Hal. 92.
154
untuk memanggil dokter pembuat visum et repertum itu ke muka sidang
pengadilan untuk mempertanggungjawabkan pendapatnya”, dan dengan
demikian ada bentuk dalam memberikan kesaksian ahli yang tertulis maupun
yang tidaktertulis. Hakim juga dapat melakukan hal lain saat mengalami
keragu-raguanyaitu memanggil dokter lain untuk memberikan pertimbangan
dari hasil pemeriksaan dalam visum yang telah dibuat. Dan akhirnya
hakim akan mengambil kesimpulan menurut pendapatnnya, yang mana yang
akan dipakainya dalam memutuskan suatu perkara pidana.
Umumnya hakim tidak mungkin tidak sependapat dengan
hasilpemeriksaan dokter pada bagian pemeriksaan karena dokter melukiskan
keadaan yang sebenarnya dari apa yang dilihat dan didapatinya pada korban
baik hidup maupun mayat. Tetapi, hakim dapat tidak sependapat dengan
dokter pada bagian kesimpulan karena kesimpulan ini ditarik berdasarkan
pengamatan yang subjektif. Biarpun visum et repertum yang dibuat dokter
telah lama memberi peranan yang menolong di sidang pengadilan, tetapi
ada visum et repertum yang tidak membantu jalannya sidang karena tidak
dibuat dengan teliti dan disampaikan.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
155
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan terhadap Putusan
Pengadilan Negeri Purwokerto Nomor: 184/Pid.B/2012/PN.PWT., maka
dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Alat Bukti Surat berupa Visum et Repertum dalam putusan Nomor
184/Pid.B/2012/PN/Pwt bukan satu-satunya alat bukti yang
menentukan kematian kobran Hendro, melainkan dianggap sebagai
Alat Bukti Surat saja berdasar Pasal 184 ayat (1) huruf c jo. 187
huruf c Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981. Meskipun dalam
pembuktian Majelis Hakim mendatangkan seorang Dokter untuk
memberikan keterangan itu tidak membuat Visum et Repertum
menjadikan alat bukti pendukung, melainkan tetap menjadi satu alat
bukti yang sah yang dapat berdiri sendiri. Kemudian Visum et
Repertum ini merupakan suatu keterangan yang menjelaskan
penyebab kematian seseorang saja, yang menentukan korban
meninggal adalah Majelis Hakim. Dan untuk mengetahui keterlibatan
terdakwa dalam perkara tindak pidana pembunuhan yang terjadi,
untuk memberikan keterangan (gambaran) tentang penemuan luka-
luka yang terdapat pada tubuh korban, baik luka luar maupun luka
dalam dan untuk menerangkan keadaan korban (kaku mayat/mati)
yang timbul akibat benda tajam dan benda tumpul. Visum et repertum
juga dapat berperan memberikan petunjuk dalam hal alat-alat atau
benda-benda yang digunakan untuk membunuh korban serta dalam
hal membenarkan atau tidak keterangan terdakwa dan saksi yang
156
diberikan dihadapan persidangan. Dalam hal membenarkan
keterangan saksi dan terdakwa ini berfungsi meyakinkan hakim
bahwa keterangan saksi, keterangan terdakwa dan visum et repertum
adalah sesuai dan benar sehingga menguatkan keyakinan hakim atas
kronologis tindak pidana pembunuhan yang terjadi pada saat
kejadian.
2. Kekuatan pembuktian Alat Bukti Visum Et Repertum Dalam Tindak
Pidana Pembunuhan Pada Putusan Perkara Pidana Nomor:
184/Pid.B/2012/PN.Pwt adalah:
Visum Et Repertumdalam Putusan PN. Purwokerto Nomor:
184/Pid.B/2012/PN.Pwt. merupakan alat bukti yang sah dan hakim
bebas memakai sebagai alat bukti surat untuk dasar pertimbangan
hukum bagi hakim dalam menjatuhkan putusan pidana yakni pidana
penjara selama 5 (lima) tahun terhadap terdakwa (Gatot).
Pertimbangan Hakim tersebut didasarkan pada :
a.) Terpenuhinya syarat materiil yaitu substansi yang tercantum
dalam Visum Et Repertumsesuai dengan fakta yang diperiksa
oleh seorang ahli dan syarat formil yaitusurat dibentuk secara
resmi menurut formalitas yang ditentukan peraturan perundang-
undangan sebagai alat bukti surat yakni dibuat secara tertulis
dan dikuatkan dengan janji atau sumpah.
157
b.) Kesesuaian Visum Et Repertum dengan keterangan para saksi
dan keterangan terdakwa.
Nilai visum et repertum hanya merupakan keterangan saja bagi
hakim, danhakim tidak wajib mengikuti pendapat dokter yang
membuat visum et repertum tersebut. Visum et repertum merupakan
alat bukti yang sah sepanjang visum et repertum tersebut memuat
keterangan tentang apa yang dilihat oleh dokter pada benda yang
diperiksanya.
Daftar Pustaka
A. Literatur:
Alfitra. 2012. Hukum Pembuktian Dalam Beracara Pidana, Perdata, dan Korupsi di Indonesia. Jakarta: Raih Asa Sukses
Chazwi, Adam. 2005. Tindak Pidana Mengenai Kesopanan, Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Hamzah, Adi. 2006. Hukum Acara Pidana di Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika.
__________.2008. Hukum Acara Pidana di Indonesia Edisi Kedua, Jakarta: Sinar Grafika.
C. Djisman Samosir. 1985. Hukum Acara Pidana Dalam Perbandingan, Bandung: Bina Cipta.
M, Yahya Harahap. 2002. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Pemeriksaan Sidang Pengadilan Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali, Jakarta: Sinar Grafika.
Faisal Salam, Moch. 2001. Hukum Acara dalam Teori dan Praktek, Bandung: Sandar Maju
Harahap, Yahya. 2010. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Penyidikan dan Penuntutan Edisi Kedua. Jakarta: Sinar Grafika.
Marpaung, Leden. 2009. Proses Penanganan Perkara Pidana (Penyelidikan dan Penyidikan). Jakarta: Sinar Grafika
Marzuki, Mahmud. 2010. Penelitian Hukum, Jakarta:Kencana Permad Group.
Projodikoro, Wirjono. 2003. Tindak Pidana Tertentu di Indonesia. Bandung: Refika Aditama.
Ranoemihardja, R.Atang. 1991. Ilmu Kedokteran Kehakiman (Forensic, science). Bandung: Tarsito.
Remmelink, Jen. 2003. Hukum Pidana, Komentar atas Pasal-Pasal Terpenting Dari Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Belanda dan Padananya Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia, Jakarta: Gramedia.
Soemitro, Rony Hanitijo. 1983. Metodologi Penelitian Hukum. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Soeparnomo, 2011. Keterangan Ahli dan Visum et Repertum dalam Aspek Hukum Acara Pidana. Bandung: Mandar Maju.
B. Peraturan Perundang-Undangan
Indonesia, Undang-Undang No.1 Tahun 1946 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Indonesia, Undang-Undang No.8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
C.Sumber Lain
Putusan Perkara Nomor 184/Pid.B/2012/PN.Pwt
http://minsatu.blogspot.com/2011/07/peran-jaksa-penuntut-umum-dalam.html. Diakses Pada Tanggal 9 Mei 2013
http://tulussitanggang.blogspot.com/2011/5/skenario-5-misteri-sebuah-kematian.html. Diakses Pada Tanggal 11 Mei 2013
http://www.sarjanaku.com/2012/12/pengertian-tindak-pidana-dan-unsur.html. Diakses Pada Tanggal 10 Januari 2013
http://adamichazawi.blogspot.com/2009/07/peran-hasil-audit-investigasi-dalam-hal.html. Diakses Pada Tnggal 11 Mei 2013
http://dewi37lovelight.wordpress.com/2011/02/10/peran-visum-et-repertum-dalam-penyidikan-tindak-pidana-di-indonesia-beserta-hambatan-yang-ditimbulkannya/ Diakses Pada Tanggal 22 Mei 2013.
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Batam, Makalah modul 1 Blog Kedokteran Forensik dan Medikolegal, 2012. http://www.docstoc.com/124112268/Visum-et-Repertum
No Name, http://scribd.com/doc/78852544/catatan-kecil, diakses Pada Tanggal 15 Juni 2013.
http://raypratama.blogspot.com/2012/02/pengertian-pembunuhan.html. Diakses Pada Tanggal 15 Juni 2013
http://raypratama.blogspot.com/2012/02/kekuatan-pembuktian.html. Diakses Pada Tanggal 4 Juli 2013
http://lawmetha.wordpress.com/2011/06/03/pembuktian-dalam-hukum-acara-pidana/ diakses pada tanggal 4 Juli 2013
http://www.lawskripsi.com/index.php?option=com_content&view=article&id=64&Itemid=64. Diakses Pada Tanggal 25 Agustus 2013.