Download - kandungan senyawa di kumis kucing
LAPORAN TEKNIK SEPARASI
Disusun oleh:
1. Annisa Kurnia Ningsih (1300017015)
2. Arum Ma’rifatun (1300017027)
3. Eka Puspitasari (1300017034)
4. Bela Utami Ningtias (1300017042)
5. Ferry Riano Setyawan (1300017043)
PROGRAM STUDI BIOLOGI
FAKULTAS MATERMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN YOGYAKARTA
2015
EKSTRAKSI DENGAN METODE MASERASI DAN SKRINNING FITOKIMIA UJI TABUNG PADA DAUN KUMIS KUCING
(Orthosipon spicatus B.B.S)
A. Tujuan
Tujuan dari percobaan ekstraksi dengan metode maserasi dan skrinning fitokimia uji tabung
pada daun kumis kucing adalah :
1. Mengetahui hasil rendemen uji ekstrak daun kumis kucing ( orthosipon spicatus) .
2. Mengetahui hasil uji ekstrak daun kumis kucing ( orthosipon spicatus) pada uji
polifenol .
3. Mengetahui hasil uji ekstrak daun kumis kucing ( orthosipon spicatus) pada uji
saponin.
4. Mengetahui nilai hasil alkaloid ekstrak daun kumis kucing ( orthosipon spicatus).
B. Daftar Pustaka
1. Ekstraksi
Ekstrak adalah produk tanaman obat yang dibuat dengan jalan menyari sebagian atau seluruh
bagian tanaman obat yang sebelumnya dilarutkan dalam cairan alkohol. Hasil penyarian tersebut
kemudian diuapkan sehingga diperoleh cairan kental (Yuli, 1997).
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari
bahan yang tidak larut dengan pelarut cair. Senyawa aktif yang terdapat dalam berbagai
simplisia dapat digolongkan ke dalam golongan minyak atsiri, alkaloid, flavonoid, dan lain-lain.
Dengan diketahuinya senyawa aktif yang dikandung simplisia akan mempermudah pemilihan
pelarut dan cara ekstraksi yang tepat (Ditjen POM, 2000).
2. Maserasi
Maserasi adalah proses penyarian simplisia menggunakan pelarut dengan perendaman dan
beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan (kamar). Cairan penyari
akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif yang
akan larut, karena adanya perbedaan kosentrasi larutan zat aktif didalam sel dan diluar sel maka
larutan terpekat didesak keluar. Proses ini berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi
antara larutan didalam dan diluar sel. Cairan penyari yang digunakan dapat berupa air, etanol,
metanol, etanol-air atau pelarut lainnya. Remaserasi berarti dilakukan penambahan pelarut
setelah dilakukan penyaringan maserat pertama, dan seterusnya. Remaserasi berarti dilakukan
penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama, dan seterusnya.
Keuntungan cara penyarian dengan maserasi adalah cara pengerjaan dan peralatan yang
digunakan sederhana yang mudah diusahakan (Ditjen POM, 2000).
3. Skrinning Fitokimia Uji Tabung
Skrining fitokimia adalah metode analisis untuk menentukan jenis metabolit sekunder yang
terdapat dalam tumbuh – tumbuhan karena sifatnya yang dapat bereaksi secara khas dengan
pereaksi tertentu. Skrining fitokimia dilakukan melalui serangkaian pengujian dengan
menggunakan pereaksi tertentu. Beberapa jenis senyawa yang dapat dideteksi secara skrining
fitokimia antara lain :
a. Uji Pendahuluan
Uji pendahuluan merupakan pengujian yang bertujuan untuk mengidentifikasi
kandungan kimia yang terkandung dalam simplisia. Uji pendahuluan dapat digunakan
sebagai pemeriksaan awal untuk menentukan kandungan kimia pada simplisia, yang
manadalam uji ini digunakan simplisia. . Pada pengujian pendahuluan akan memberikan hasil
yang menunjukkan warna sebagai tanda bahwa terkandung kromofor di dalamnya,
yang menggambarkan adanya kemungkinan kandungan senyawa spesifik seperti
flavonod, antrakinon,alkaloid, saponin dan sebagainya (Harbone,1987).
b. Uji Alkaloid
Alkaloid merupakan golongan zat tumbuhan sekunder yang terbesar. Pada umumnya
alkaloid mencakup senyawa bersifat basa yang mengandung satu atau lebih atom nitrogen,
biasanya dalam gabungan sebagai bagian dari sistem siklik. Alkaloid biasanya tanpa warna,
seringkali bersifat optis aktif, kebanyakan berbentuk kristal, tetapi hanya sedikit yang berupa
cairan (Tyler. V. E, 1988).
Alkaloid dapat dideteksi dengan beberapa pereaksi pengendap. Pereaksi Mayer
mengandung kalium iodida dan merkuri klorida, dengan pereaksi ini alkaloid akan memberikan
endapan berwarna putih. Pereaksi Dragendorff mengandung bismuth nitrat dan merkuri klorida
dalam asam nitrat berair. Senyawa positif mengandung alkaloid jika setelah penyemprotan
dengan pereaksi Dragendorff membentuk warna jingga (Sastrohamidjojo, 1996).
c. Uji Polifenol
Polifenol adalah kelompok zat kimia yang ditemukan pada tumbuhan. Zat ini memiliki
tanda khas yaitu memiliki banyak gugus phenol dalam molekulnya. Polifenol sering terdapat
dalam bentuk glikosida polar dan mudah larut dalam pelarut polar (Hosttetmant, dkk, 1985).
d. Uji Saponin
Saponin adalah glikosida triterpena dan sterol dan telah terdeteksi dalam lebih dari 90
suku tanaman (Tschesche dan Wulf, 1973). Saponin merupakan senyawa aktif permukaan dan
bersifat seperti sabun, serta dideteksi berdasarkan kemampuannya membentuk busa dan
menghemolisis sel darah. Pencaharian saponin dalam tumbuhan telah diransang oleh kebutuhan
akan sumber sapogenin yang mudah diperoleh dan dapat diubah dilaboratorium menjadi sterol
hewan yang berkhasiat penting (misalnya kortison, estrogen kontraseptif, dan lain-lain)
(Harbone, J.B, 1987).
4. Bahan yang Digunakan
a. Kumis Kucing (Orthosipon spicatus )
Daun kumis kucing berkhasiat sebagai peluruh air seni (deuretik), radang kandung
kemih, ginjal, dan untuk obat rematik. Senyawa kimia yang terdapat dalam daun kumis, antara
lain garam kalium dan senyawa saponin. Sedang menurut Sumaryono (1990), komponen yang
terdapat dalam daun kumis kucing hasil ekstraksi dalam methanol dan air ialah 9 plafonplafon
lipofilik, di antaranya sinensetin, 2 flavonol glikosida dan 9 turunan dari asam kaffeik (Arief,
2005).
Klasifikasi dari tanaman kumis kucing (Orthosipon spicatus) adalah :
Klasifikasi : Spermathophyta
Sub Divisio : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Bangsa : Tubiflorae
Suku : Labiatae
Marga : Orthosipon
Jenis : Orthosipon spicatus B.B.S.
Daun orthosiphon spicatus berkhasiat sebagai peluru air seni, obat batu ginjal, obat kencing
manis, obat tekanan darah tinggi, dan obat untuk peluruh seni. Kandungan kimia orthosipon
spicatus mengandung alkaloid, saponin, flavonoida, dan polifenol (Hutapea, 1993).
b. Etanol 70%
Cairan pelarut dalam proses pembuatan ekstrak adalah pelarut yang baik (optimal) untuk
senyawa kandungan yang berkhasiat atau yang aktif, dengan demikian senyawa tersebut dapat
terpisahkan dari bahan dan dari senyawa kandungan lainnya, serta ekstrak hanya mengandung
sebagian besar senyawa kandungan yang diinginkan dalam hal ekstrak total, maka cairan pelarut
dipilih yang melarutkan hampir semua metabolit sekunder yang terkandung Faktor untuk
pertimbangan pada pemilihan cairan pelarut adalah sebagai berikut :
1. Selektif
2. Kemudahan bekerja dan proses dengan cairan tersebut
3. Ekonomis
4. Ramah Lingkungan
5. Keamanan (Fessenden, 1995).
C. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan untuk percobaan ekstraksi dengan metode maserasi dan
skrinning fitokimia uji tabung pada daun kumis kucing adalah erlenmeyer 250 ml, 3 buah
erlenmeyer 100 ml, corong, labu ukur 250 ml, gelas ukur 200 ml, pipet volume 10 ml dan
1 ml, propipet, 2 pipet tetes, 1 gelas beker, 1 batang pengaduk, cawan porselen, kipas
angin, timbangan digital, blender, vortex, 6 tabung reaksi, rak tabung reksi, penjepit,
waterbath, kamera, botol flacon, stopwatch dan gelas arloji.
Bahan yang digunakan untuk percobaan ekstraksi dengan metode maserasi dan
skrinning fitokimia uji tabung pada daun kumis kucing adalah serbuk daun kumis kucing
(Orthosipon spicatus) sebanyak 30 gram, etanol 70% sebanyak 210 ml, plastik, karet
gelang, alumunium foil, larutan dragendorf, larutan mayer, kertas saring, aquades, HCl
0,1 N 10 ml, larutan KOH, larutan FeCl, etanol absolut, kapas, kertas label, tisu.
D. Cara Kerja
Cara kerja dari percobaan ekstraksi dengan metode maserasi dan skrinning fitokimia uji
tabung pada daun kumis kucing (Orthosipon spicatus) adalah:
1. Maserasi
Simplisia daun kumis kucing yang telah dikeringkan diblender sampai ukurannya
menjadi lebih kecil dan ditimbang sebanyak 30 gram. Serbuk yang telah ditimbang
sebanyak 30 gram dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml dan ditambahakan etanol
70% sebanyak 210 ml (1:5) kemudian ditutup dengan menggunakan plastik dan diikat
dengan karet gelang setelah itu dimaserasi selama 24 jam. Setelah dimaserasi 24 jam
kemudian disaring untuk memisahkan filtrat dan ampasnya menggunakan kertas saring.
Setelah itu filtrat yang diperoleh dimasukkan ke dalam cawan porselen dan ditutup
alumunium foil yang telah dilubangi selanjutnya dipekatkan selama 6 hari dengan
perlakuan di angin-anginkan menggunakan kipas angin. Setelah pekat, maserat yang
dihasilkan ditimbang dan dicatat hasil akhir ekstrak dari daun kumis kucing (Orthosipon
spicatus).
2. Uji Tabung
Diambil sebanyak 0,90 gram ekstrak pekat daun kumis kucing (Orthosipon spicatus)
dan diencerkan dalam 10 ml aquades, larutan digunakan sebagai larutan stock. Kemudian
dilakukan uji skrinning fitokimia sebagai berikut:
a. Uji Pendahuluan
Diambil larutan stock sebanayak 2 ml kemudian ditambahakan aquades 10 ml dan
di vortex selanjutnya dipanaskan dalam waterbath selama 30 menit. Didiamkan
sampai larutannya dingin kemudian disaring dengan kapas dan filtratnya
ditambahkan KOH sebanyak 3 tetes dan diamati perubahan warna yang terjadi.
Apabila larutan berubah warna menjadi merah maka positif mengandung
kromofor, flavonoid, dan lain sebagainya.
b. Uji Alkaloid
Diambil larutan stock sebanyak 2 ml kemudian ditambahkan HCl 0,1 N sebanyak
10 ml dan divortex selanjutnya dipanaskan selama 30 menit. Didiamkan sampai
larutannya dingin kemudian disaring dengan kapas dan filtrat yang dihasilkan
dibagi menjadi 3 perlakuan yaitu perlakuan kontrol dengan tidak ditambahkan
apapun, perlakuan A1 filtrat ditambahkan larutan dragendorf sebanyak 3 tetes
kemudian di amati perbahan warna yang terjadi. Jika terdapat endapan coklat
muda maka positif mengandung alkaloid, perlakuan A2 filtrat ditambahkan
larutan mayer sebanyak 3 tetes kemudian diamati ada tidaknya endapan, jika
terdapat endapan putih maka positif mengandung alkaloid.
c. Uji Polifenol
Diambil larutan stock sebanayak 2 ml kemudian ditambahakan aquades 10 ml dan
di vortex selanjutnya dipanaskan dalam waterbath selama 30 menit. Didiamkan
sampai larutannya dingin kemudian disaring dengan kapas dan filtratnya
ditambahkan FeCl3 sebanyak 3 tetes dan diamati perubahan warnanya, jika
warnanya berubah menjadi hijau biru maka positif mengandung polifenol.
d. Uji Saponin
Diambil larutan stock sebanayak 2 ml kemudian ditambahakan aquades 10 ml dan
di vortex selanjutnya ditutup dan digojog kuat selama 30 detik dan dibiarkan
selama 10 menit, jika terdapat buih maka positif mengandung saponin.
E. Hasil dan Pembahasan
1. Ekstraksi Maserasi
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari
bahan yang tidak larut dengan pelarut cair. Senyawa aktif yang terdapat dalam berbagai
simplisia dapat digolongkan ke dalam golongan minyak atsiri, alkaloid, flavonoid, dan lain-lain.
Dengan diketahuinya senyawa aktif yang dikandung simplisia akan mempermudah pemilihan
pelarut dan cara ekstraksi yang tepat (Ditjen POM, 2000).
Maserasi adalah proses penyarian simplisia menggunakan pelarut dengan perendaman dan
beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan (kamar). Cairan penyari
akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif yang
akan larut, karena adanya perbedaan kosentrasi larutan zat aktif didalam sel dan diluar sel maka
larutan terpekat didesak keluar. Proses ini berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi
antara larutan didalam dan diluar sel. Cairan penyari yang digunakan dapat berupa air, etanol,
metanol, etanol-air atau pelarut lainnya. Remaserasi berarti dilakukan penambahan pelarut
setelah dilakukan penyaringan maserat pertama, dan seterusnya. Remaserasi berarti dilakukan
penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama, dan seterusnya.
Keuntungan cara penyarian dengan maserasi adalah cara pengerjaan dan peralatan yang
digunakan sederhana yang mudah diusahakan (Ditjen POM, 2000).
Menurut Harborne( 1987) kelebihan dari ekstraksi dengan metode maserasi adalah:
a. Unit alat yang dipakai sederhana, hanya dibutuhkan bejana perendam
b. Biaya operasionalnya relatif rendah
c. Prosesnya relatif hemat penyari dan tanpa pemanasan
Kelemahan dari ekstraksi dengan metode maserasi adalah:
a. Proses penyariannya tidak sempurna, karena zat aktif hanya mampu terekstraksi
sebesar 50% saja
b. Prosesnya lama, butuh waktu beberapa hari.
Pengunaan metode maserasi sebagai ekstraksi dari daun kumis kucing (Orthosipon spicatus)
dilakukan karena memeliki kelebihan yaitu alat yang digunakan sederhana dan metode ekstraksi
relatif sederhana. Setelah melakukan percobaan ekstraksi dengan metode maserasi maka
didapatkan hasil sebagai berikut :
Tabel 1. Hasil Maserasi Ekstrak Kumis Kucing dengan Pelarut Etanol 70%
NO Nama Ekstrak Berat Awal (gr) Berat Akhir (gr) Randemen (%)
1 Daun Kumis Kucing
(Orthosipon spicatus)
168 2,72 1,62
Rumus Randemen = Berat akhir X 100%
Berat awal
Untuk mencari berat awal, maka harus diketahui massa jenis larutan etanol terlebih dahulu.
Perhitungannya adalah sebagai berikut:
M = ρetanol x Volume
= 0,8 x 210
= 168 gram
Maka randemen daun kumis kucing (Orthosipon spicatus) adalah:
Randemen = Berat awal x 100%
Berat akhir
= 2,72 x 100%
168
= 1,62 %
Berdasarkan tabel 1, diketahui bahwa randemen akhir dari ekstrak daun kumis kucing
(Orthosipon spicatus) sebanyak 1,62 %. Pada saat ekstraksi maserasi digunakan pelarut etanol
70% untuk menyari seyawa aktif yang terkandung dalam daun kumis kucing. Digunakan etanol
70% karena lebih selektif, tidak beracun, kuman sulit tumbuh, netral, absorbsinya baik, etanol
dapat bercampur dengan air pada segala perbandingan, panas yang diperlukan untuk pemekatan
lebih sedikit. Sehingga pada percobaan ekstraksi dengan metode maserasi ini digunakan pelarut
etano 70%.
Dibawah ini merupakan hasil foto percobaan ekstraksi dengan metode maserasi dalam
pelarut etanol 70% :
Gambar 1. Simplisia Daun Kumis
Gambar 2. Proses Ekstraksi Maserasi
Kucing
Kucing
Gambar 2. Proses Ekstraksi Maserasi
Kucing
Kucing
Gambar 3. Hasil Ekstraksi
4. Hasil Ekstraksi
Sebelum Pemekatan
Pemekatan
Gambar 4. Hasil Ekstraksi
Setelah Pemekatan
Pemekatan
Berdasarkan gambar 1 menunjukkan gambar simplisia kumis kucing kucing kering yang
diperoleh dari pasar Beringharjo Yogyakarta. Simplisia kumis kucing masih berupa campuran
antara batang dan daun serta bunga sehingga dilakukan proses pemilahan terlebih dahulu dan
bahan yang diambil yaitu bagian daun dari simplisia kumis kucing. Gambar 2 menunjukkan
proses ekstraksi dari simplisia daun kumis kucing dengan pelarut etanol 70%, dan dilakukan
penggojogan selama 24 jam sehingga pada gambar 3 menunjukkan hasil maserat yang
sebelumnya telah dilakukan penyaringan sedangkan gambar 4 menunjukkan hasil pemekatan
dari maserat pada gambar 3.
2. Uji tabung.
Uji pendahuluan merupakan pengujian yang bertujuan untuk mengidentifikasi
kandungan kimia yang terkandung dalam simplisia. Uji pendahuluan dapat digunakan
sebagai pemeriksaan awal untuk menentukan kandungan kimia pada ekstrak daun kumis kucing
(Orthosipon spicatus) yang manadalam uji ini digunakan simplisia ekstrak daun kumis kucing
(Orthosipon spicatus). Pada pengujian pendahuluan akan memberikan hasil yang
menunjukkan warna sebagai tanda bahwa terkandung kromofor di dalamnya, yang
menggambarkan adanya kemungkinan kandungan senyawa spesifik seperti flavonod,
antrakinon,alkaloid, saponin dan sebagainya (Arisandi, 1990).
Berdasarkan hasil uji skrining fitokima dengan metode uji tabung telah diperoleh hasil
seperti tabel dibawah ini :
Tabel 1. Hasil skrining fitokimia dengan metode uji tabung dari daun kumis kucing
(Ortosiphonis folium)
No Nama ekstrak Jenis uji Hasil uji keterangan
1. Ekstrak daun
kumis kucing
Pendahuluan + Merah kecokelatan
Alkaloid A1 + Cokelat ada endapan
kecokelatan
Alkaolid A2 + Bening, endapan putih
polifenol + Biru hijau pekat
saponin + Hijau kekuningan terdapat
buih
Ekstrak daun kumis kucing (Orthosipon spicatus) yang sudah terbentuk, kemudian dilakukan
skrining fitokimia dengan uji tabung meliputi uji pendahuluan, uji alkaloid, uji polifenol,dan uji
saponin.
a) Uji Pendahuluan
Uji pendahuluan harus dilakukan terlebih dahulu sebelum melakukan uji yang lain (uji
alkaloid, uji polifenol,dan uji saponin). Hal ini bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya
gugus kromoform dalam daun Kumis kucing. Uji pendahuluan dilakukan dengan cara
mencampurkan ekstrak daun kumis kucing (Orthosipon spicatus) dengan aquades sebanyak 10
ml dan dipanaskan selama 30 menit dalam waterbath dengan suhu 70˚ C. Pemanasan tersebut
bertujuan untuk mempercepat reaksi sehingga diperoleh larutan berwarna merah. Larutan
berwarna merah yang terjadi menunjukkan bahwa daun kumis kucing memiliki gugus
kromoform (flavonoid, antrakinon, dsb). Gugus kromoform adalah suatu gugus fungsi yang
memiliki peranan menyebabkan suatu senyawa memiliki warna. Larutan berwarna merah
tersebut menjadi lebih intensif dengan penambahan KOH, karena KOH termasuk dalam gugus
auksokrom yang mempunyai peranan untuk memberikan warna lebih intensif pada suatu
senyawa. Auksokrom dapat berfungsi tidak lepas kaitannya dengan adanya kromoform di dalam
senyawa tersebut. Hasil dari percobaan yang di lakukan pada uji pendahaluan daun kumis kucing
di dapatkan hasil positif (+) yang di tandai adanya perubahan warna dari warna kuning sebalum
di lakukan uji menjadi warna merah kecoklatan.Hal ini menunjukan bahwa Daun kumis kucing
memiliki gugus kromoform. Berikut adalah foto hasil percobaan uji pendahuluan :
Gambar 5. Uji Pendahuluan sebelum
ditambahkan KOH
Gambar 6. Uji Pendahuluan Setelah Ditambah
KOH
Berdasarkan gambar 1 dan 2, pada gambar 1 sebelum ditambah larutan KOH larutan berwarna
bening kecoklatan dan setelah ditambah larutan KOH larutan berwarna lebih intensif yaitu
berwarna merah kecoklatan dan warna menjadi lebih intensif.
b) Uji Alkaloid
Uji alkaloid ekstrak daun kumis kucing ditambah dengan HCl 0,1 N dan dipanaskan
dalam waterbath selama 30 menit pada suhu 70˚ C. Penambahan HCl ini berfungsi untuk
membentuk garam alkaloid, karena alkaloid yang bersifat basa dapat larut dalam pelarut yang
bersifat asam. Pemanasan dalam uji alkaloid cukup lama yaitu 30 menit yang bertujuan untuk
membentuk garam alkaloid yang stabil. Filtrat Larutan dalam tabung reaksi A dibagi menjadi
tiga lagi yaitu kontrol, A1 dan A2.
Pada tabung larutan A1 ditambah pereaksi dragendorff, positif bila membentuk endapan
alkaloid berwarna jingga. Dragendorff dapat mengendapkan alkaloid karena dalam senyawa
alkaloid terdapat gugus nitrogen yang memiliki satu pasang elektron bebas menyebabkan
senyawa alkaloid bersifat nukleofilik (basa). Maka dari itu, senyawa alkaloid mampu mengikat
ion logam. Larutan A2 ditambah dengan pereaksi mayer membentuk endapan alkaloid berwarna
putih kehijauan. Berarti daun kumis kucing positif terdapat senyawa alkaloid. Pereaksi mayer
bertujuan untuk mendeteksi alkaloid dimana pereaksi ini berikatan dengan alkaloid melalui
ikatan koordinasi antara atom N alkaloid dan Hg pereaksi mayer sehingga menghasilkan
senyawa kompleks merkuri yang non polar mengendap berwarna putih.
Gambar 7. Uji Alkaloid
setelah dipanaskan
Gambar 8. Uji alkaloid perlakuan A1,A2 dan kontrol.
Berdasarkan gambar 6, larutan uji alkaloid yang telah dipanaskan dan disaring dengan kapas
kemudian larutan dibagi menjadi 3 perlakuan, yaitu perlakuan kontrol, perlakuan A1 dan
perlakuan A2. Pada gambar 7 menunjukkan hasil uji alkaloid pada perlakuan kontrol warna
larutan berubah menjadi kecoklatan, perlakuan A1 setelah dipanaskan larutan berubah warna
menjadi kecoklatan dan terdapat endapan kecoklatan yang menandakan larutan perlakuan A1
positif mengandung alkaloid. Dan pada perlakuan A2 larutan tampak berubah warna menjadi
lebih bening dan terdapat endapan putih setelah ditambahkan larutan mayer yang menandakan
larutan perlakuan A2 positif mengandung alkaloid.
c) Uji Polifenol
Uji polifenol dilakukan dengan cara memanaskan ekstrak daun kumis kucing yang
ditambah dengan aquadest sebanyak 10 ml ke dalam waterbath selama 30 menit dengan suhu 70˚
C. Pemanasan ini berfungsi untuk melarutkan polifenol agar terpisah dari bagian tubuh
tumbuhan sampel. Larutan disaring panas – panas yang bertujuan untuk mendapatkan senyawa
polifenol yang lebih banyak dan mencegah senyawa polifenol bercampur kembali dengan serbuk
simplek. Setelah dingin, ditambah dengan FeCl3 sebanyak 3 tetes terbentuk warna hijau tua.
Terbentuknya warna hijau tua karena FeCl3 berfungsi untuk membentuk kompleks. FeCl3
ditambahkan saat larutan dingin agar tidak teroksidasi. Hasil dari percobaan yang di lakukan
menujukkan (+) adanya senyawa polifenol pada daun kumis kucing.
Gambar 9. Sebelum
Dipanaskan
Gambar 10. Setelah
Dipanaskan
Gambar 11. Setelah
Ditambahkan FeCl
Berdasarkan gambar 9 menunjukkan pengujian polifenol, nampak larutan berwarna kuning
kecoklatan sebelum dipanaskan, begitupun pada gambar 10 hasil larutan uji polifenol setelah
pemanasan dengan waterbath. Dan pada gambar 11. Menunjukkan hasil uji polifenol setelah
penambahan FeCl yang menghasilkan perubahan warna larutan dari kuning kecoklatan menjadi
biru hijau pekat yang menunjukkan positif mengandung polifenol.
f) Uji Saponin
Saponin merupakan senyawa sabun yang dapat menghancurkan ikatan hydrogen.Uji
saponin dilakukan dengan cara serbuk daun kumis kucing dimasukkan dalam tabung reaksi
ditambah aquadest ditutup dan dikocok kuat selama 30 detik setelah itu didiamkan sampai
terbentuk buih. Hasil praktikum menunjukkan daun kumis kucing mengandung saponin (+)
karena terbentuk buih. Seharusnya terbentuk buih karena saponin termasuk surfaktan. Senyawa
sufaktan memiliki sifat yang menimbulkan busa apabila di kocok dengan air.
Gambar 12. Uji Saponin Sebelum Dikocok Gambar 13. Uji Saponin Setalah Dikocok kuat
F. KESIMPULAN.
Setelah melakukan percobaan ekstrak daun kumis kucing (orthosipon spicatus B.B.S )
dengan merode maserasi dan skrinning fitokimia dengan metode uji tabung maka diambil
beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Hasil rendemen pada ekstrak daun kumis kucing (orthosipon spicatus B.B.S )
sebanyak 1,62 % .
2. Hasil uji saponin pada ekstrak daun kumis kucing (orthosipon spicatus B.B.S ) positif
mengandung saponin berdasarkan ada nya buih.
3. Hasil uji alkaloid pada ekstrak daun kumis kucing (orthosipon spicatus B.B.S ) positif
mengandung alkaloid berdasarkan uji A1 dengan pereaksi dragendorf dengan
timbulnya endapan kecoklatan sedangkan uji A2 dengan pereaksi mayer ditujukkan
dengan adanya endapan berwarna putih.
4. Hasil uji polifenol pada ekstrak daun kumis kucing (orthosipon spicatus B.B.S )
positif mengandung polifenol berdasarkan ada nya perubahan warna biru hijau .
G. Daftar Pustaka
Arief H. 2005. Tumbuhan Obat dan Khasiatnya, Seri 2. Cetakan I. Penerbit Penebar
Swadaya. Jakarta. 65.
Ditjen POM. (2000). Materia Medika Indonesia. Jilid I. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI.
Fessenden, R. J. Fessenden, J. S. (1995). Kimia Organik. Penerjemah : Pudjaatmaka.
A. H. Jilid kedua. Edisi ketiga. Penerbit Erlangga. Jakarta. Hal. 407-409, 418,
437-439, 454-454.
Harborne, J. B. (1987). Metode Fitokimia. Penerjemah: Padmawinata K dan Soediro
I, Edisi II. Bandung: Penerbit ITB- Press. Hal. 153.
Hutapea, J.R., 1993. Inventaris Tanaman Obat Indonesia III.Depkes RI Badan. Penelitian
dan Pengembangan Kesehatan, Jakarta.
Hostettmann, M. dan Marston, A. (1995). Cara Kromatografi Preparatif. Penggunaan
Pada Isolasi Senyawa Alam. Penerjemah: Padmawinata, K. Penerbit ITB.
Bandung. Hal 9-12, 33-34
Sastrohamidjojo, H. (1985). Kromatografi. Edisi I. Yogyakarta. Penerbit Liberty.
Hal. 1-5, 13-25
Tyler, V.E, et al. (1988). Pharmacognosy. Ninth Edition. Lea and Febiger. Philadelphia.
Pages. 57-59, 67, 77-78,186-187